pengeringan low rank coal menggunakan

Upload: annas-frendytre

Post on 06-Mar-2016

16 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

PETUNJUK PENULISAN ARTIKEL JURNAL EKSTRAK (16 pt Bold)

PENGERINGAN LOW RANK COAL MENGGUNAKANMETODE PEMANASAN TANPA KEHADIRAN OKSIGENLutfi Al Baaqy, Genta Arias, M. Rachimoellah,Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS, Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111

Telp. (031) 5946240, Fax. (031) 5999282, E-mail: [email protected] ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari pengaruh ukuran partikel batubara dan kondisi operasi (temperatur) pengeringan terhadap heating value dan persentase removal dari moisture content batubara. Batubara yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Kelurahan Batuah KM.32 Samarinda Seberang. Penelitian ini dimulai dengan tahap persiapan meliputi penyeragaman ukuran batubara dan persiapan alat pengeringan. Batubara yang telah seragam ditimbang seberat 200 gram, selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki pemanas untuk dipanaskan sesuai dengan variabel temperatur. Pemanasan yang dilakukan disertai dengan aliran gas Nitrogen untuk mencegah terjadinya oksidasi. Batubara yang telah dikeringkan selanjutnya dianalisa kadar air, kadar zat terbang, kadar abu, kadar karbon tetap dan nilai kalornya. Pada penelitian ini temperatur mempunyai peran penting pada pengurangan moisture content dan kenaikan heating value dari batubara. Luas permukaan batubara menjadi tidak efektif pada penelitian ini, sedangkan rongga antar partikel batubara menjadi faktor penting dalam transfer massa batubara selama proses pengeringan. Pengurangan moisture content batubara terbukti dapat meningkatkan nilai kalor batubara.Kata kunci: heating value, low rank coal, moisture content, pengeringan,Pendahuluan Batubara adalah sebuah batuan sedimen organik mudah terbakar dan berwarna cokelat gelap hingga hitam yang terbentuk di dalam lapisan tanah. Komposisi utama dari batubara adalah karbon dan sejumlah hidrogen, nitrogen, oksigen, dan sulfur serta mengandung sejumlah mineral dan gas. Pada tahun 2011, cadangan atau sumber daya batubara di Indonesia mencapai 120,34 miliar ton dan terus meningkat dibandingkan data tahun sebelumnya 90,46 milliar ton pada tahun 2006 (CDIEMR,2007; 2012). Batubara low rank dengan nilai kalor antara 3700-5200 kkal/kg banyak terdapat di sumatra dan kalimantan. Low rank coal memiliki peranan yang penting sebagai bahan bakar primer dalam suplay energi terutama sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Penggunaan low rank coal diperkirakan akan semakin meningkat di masa yang akan datang karena beberapa keuntungan yang dimiliki Low rank coal. Keuntungan tersebut antara lain low mining cost, reaktivitas yang tinggi, kandungan volatilitas yang tinggi, dan rendah polusi karena memilki kandungan sulfur, nitrogen dan logam berat yang lebih rendah.

Secara penggunaan dan kandungan nilai kalor serta moisture content batubara diklasifikasikan menjadi low rank coal dan hard coal. Low rank coals, seperti lignite, memiliki kandungan energi yang rendah karena memilki kandungan karbon yang juga rendah. Batubara jenis ini lebih ringan dibanding batubara lainnya, bersifat seperti tanah dan memilki kandungan air (moisture) yang tinggi. Seiring berjalannnya waktu, pengaruh panas dan kenaikan tekanan, maka tingkatan batubara ini juga akan berubah menjadi batubara dengan tingkatan yang lebih tinggi (high rank coal). High rank coal (termasuk bituminous dan antrachite) mengandung lebih banyak karbon dari pada batubara dengan tingkatan yang lebih rendah, selain itu juga menghasilkan energi yang lebih besar. Batubara jenis ini memiliki tekstur warna permukaan yang berkilauan serta kandungan air yang lebih rendah dari pada batubara tipe low rank.Untuk menentukan rank batubara, diperlukan data analisa proximate fixed carbon dmmf (moisture dan ash free), volatile matter dmmf, dan nilai kalor dengan basis mmmf (moist, mineral matter free) (Syarifuddin Ismail,1988). Berikut ini penjelasan analisa proximate dan analisa nilai kalor (heating value) :

a. Volatile matter (VM), adalah bagian dari sampel batubara yang terurai sebagai produk gas dan volatile liquids pada saat dipanaskan dalam kondisi tanpa kehadiran udara (oksigen).

b. Moisture, merupakan air yang terkandung secara alamiah pada batubara. Dihitung sebagai sejumlah air yang teruapkan pada saat sampel batubara dipanaskan.c. Ash yield, merupakan residu inorganic yang tersisa setelah batubara dibakar secara sempurna. Sebagian besar terdiri dari komponen silika, aluminium, besi, kalsium, magnesium, dan lainnya. Abu (ash) dapat bervariasi sebagai kehadiran mineral matter pada saat sebelum batubara dibakar seperti clay, quartz, pyrites, dan gypsum.

d. Fixed carbon value (FC), merupakan kandungan organik yang tersisa setelah kandungan air dan volatile terurai. Diperoleh melalui pengurangan 100% dengan %moisture, %volatile dan %ash. Secara umum terdiri dari karbon dan kurang lebih sejumlah hidrogen, nitrogen, dan sulfur.e. Heating value (caloric value), merupakan energi yang terbebaskan dalam bentuk panas pada saat batubara terbakar secara sempurna.Namun batubara yang berasal dari tambang masih banyak mengandung air, baik pada permukaan maupun pada bagian dalam partikel batubara. Pada umumnya batubara low rank coal memiliki kandungan air lebih dari 40% ( Ewart dan Voughn, 2009). Penghilangan moisture batubara (dewatering) merupakan salah satu proses yang terdapat dalam pembersihan batubara. komponen yang penting untuk sebuah batubara, karena semua batubara yang diproduksi dari tambang berada dalam kondisi basah. Air tanah dan sumber moisture lainnya biasa disebut dengan adventitious moisture, artinya moisture tersebut muncul karena proses yang tidak disengaja. Moisture yang berada di dalam batubara disebut dengan inherent moisture, dan moisture inilah yang nantinya akan dianalisa. Beberapa bentuk moisture yang mungkin terdapat dalam batubara :

a. Surface Moisture Merupakan air yang terdapat pada permukaan partikel batubara, air ini membentuk sebuah lapisan film pada celah antar partikel. Jumlah air ini tergantung pada ukuran partikel dan struktur permukaan batubara.

b. Hydroscopic Moisture / Capillary Water Merupakan air yang terdapat karena adanya gaya kapiler di dalam celah batubara yang berukuran sangat kecil (mikro).

c. Decomposition Mixture Merupakan air yang terdapat dalam senyawa organik yang telah terdekomposisi.

d. Mineral Moisture Merupakan air yang menyusun sebagian struktur kristal senyawa silica hidrat.

Moisture content ini akan menimbulkan masalah dalam pemanfaatan batubara low rank seperti pada proses pembakaran, gasifikasi maupun liquifaksi. Sebagai contoh proses pembakaran batubara low rank akan menghasilkan karbondioksida tiga kali lebih besar dari pada hard coal karena tingginya moisture content. ( Yu Jianglong dkk, 2013). Salah satu metode yang digunakan dalam peningkatan kualitas (upgrading) dari batubara adalah dengan menggunakan metode pengeringan. Pengeringan batubara (coal drying) bertujuan untuk menghilangkan atau menurunkan kadar air yang terkandung pada batubara, sehingga dengan berkurangnya moisture content ini mampu meningkatkan nilai kalor dari batubara. Penggunaan batubara yang telah dikeringkan juga dapat meningkatkan efisiensi proses operasi, menurunkan biaya perawatan utilitas peralatan, serta mengurangi resiko terjadinya bahaya kebakaran spontan. Secara konvensional pengeringan batubara dilakukan dengan cara memanaskan batubara atau mengkontakkan media kering yang telah dipanaskan dengan batubara sehingga mampu menguapkan kandungan air yang terdapat dalam batubara. Namun kekurangan dari pengeringan konvensional ini adalah adanya kandungan oksigen dalam ruang pengeringan atau pada media kering yang dikontakkan dengan batubara. Kehadiran oksigen mampu mengakibatkan terjadinya nyala api (self ignition) apabila pengeringan dilakukan pada suhu yang tinggi. Self ignition ini mengakibatkan batubara terbakar atau teroksidasi, mengurangi kandungan volatile content serta karbon pada batubara sehingga dapat menurunkan nilai kalor dari batubara. Maka dari itu perlu adanya pertimbangan lebih lanjut dalam pemilihan metode pengeringan batubara agar mampu menurunkan kadar air batubara secara maksimal tanpa mengurangi nilai kalor pada batubara.Beberapa metode yang dikembangkan saat ini adalah dengan menggunakan Superheated Steam Drying atau dengan menggunakan gas Nitrogen sebagai media pengering. Metode pengeringan Superheated Steam Drying (SSD) mampu menurunkan resiko terjadinya ledakan atau timbulnya api pada saat pengeringan dengan rendahnya atau tidak adanya kandungan udara (oksigen) dalam media pengering. Sehingga memungkinkan untuk beroperasi pada suhu yang tinggi dalam menguapkan kandungan air pada batubara. Namun, metode SSD ini membutuhkan biaya yang sangat mahal serta desain operasi yang sangat kompleks. Partikel halus batubara yang terikut pada uap seringkali menjadi masalah pada peralatan proses sehingga memerlukan biaya perawatan alat serta utilitas yang tinggi.

Selain menggunakan metode Superheated Steam, pengeringan batubara juga dapat menggunakan gas Nitrogen sebagai media pemanas. Seperti halnya pada proses pirolisis, gas Nitrogen dialirkan pada saat proses pengeringan guna untuk menghilangkan kandungan Oksigen pada media pengering yang mengalami kontak secara langsung dengan batubara. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya oksidasi atau terbakarnya batubara oleh adanya kandungan Oksigen pada media atau ruang pengeringan.Sumantri S. dan Imanuel G., (1996), melakukan penelitian pembriketan batubara antrasit dengan perekat bitumen. Dalam penelitian ini menggunakan tahap pemanasan awal dengan metode pirolisis (tanpa oksidasi) terhadap antrasit dan bitumen dengan kecepatan pemanasan 2 C/menit dari temperatur 200 C s/d 900 C yang selanjutnya dicari hubungan antara hilang berat antrasit dan bitumen terhadap perubahan temperatur operasi pirolisis. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tahap pemanasan awal ini, pada saat temperatur antara 100 C s/d 400 C air mekanis dan kristal menguap terlebih dahulu, kemudian pada temperatur 400 C s/d 600 C komponen zat terbang diuapkan.Wulan E. K., 2012, penelitian ini berkaitan dengan peningkatan kualitas batubara indonesia peringkat rendah melalui penghilangan moisture dengan pemanasan gelombang mikro. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa sampel batubara dengan ukuran partikel yang lebih besar memiliki tingkat pengeringan yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena pada partikel yang lebih besar rongga antar partikel juga lebih besar sehingga memudahkan uap air keluar dari batubara ke udara, sedangkan pada batubara dengan ukuran yang lebih halus rongga antar partikelnya sangat sempit dan kecil sehingga menyulitkan uap untuk berpindah ke udara.

Yuan dkk, 2013, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan parameter yang sesuai pada proses pengeringan batubara. Proses ini dilakukan menggunakan Electronic Moisture Balance (EMB) dengan memvariasikan temperature dan ukuran partikel batubara. Kesimpulan yang didapat temperatur optimal untuk reduksi kadar air pada 103C dengan waktu operasi 30 menit. Laju pengeringan meningkat dengan meningkatnya temperatur operasi sesuai dengan teori fluks panas secara konveksi.Oleh karena itu perlu dilakukan penghilangan kadar moisture content batubara dengan menggunakan proses pemanasan batubara tanpa oksigen sehingga dapat meningkatkan nilai kalor batubara.Bahan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara praktik di Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi Jurusan Teknik Kimia FTI-ITS. Metode pengeringan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tangki pemanas berukuran 1 Liter dengan penambahan gas nitrogen untuk mengkondisikan ruang pemanas agar terbebas dari oksigen. Batubara yang digunakan dalam penelitian ini adalah batubara berjenis Low Rank Coal yang berasal dari Penambangan Batubara Kelurahan Batuah KM.32 Samarinda Seberang

Proses persiapan bahan baku batubara diawali dengan menyiapkan sampel batubara yang telah diperoleh dari lokasi tambang. Kemudian menyeragamkan ukuran partikel batubara dengan menggunakan alat sieve screen. Sieve screen yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing berukuran 4 mesh, 10 mesh dan 20 mesh. Proses pemisahan batubara pertama-tama dilakukan dengan menggunakan sieve screen ukuran 4 mesh, dan selanjutnya batubara yang telah lolos dipisahkan lagi menggunakan sieve screen ukuran 10 mesh. Batubara yang tertahan pada sieve screen 10 mesh ini ditampung dalam bak penampung untuk digunakan sebagai variabel batubara ukuran partikel lolos 4 sampai 10 mesh. Sedangkan batubara yang lolos untuk selanjutnya dipisahkan dengan menggunakan sieve screen ukuran 20 mesh, sehingga diperoleh batubara untuk variabel ukuran lolos 10 sampai 20 mesh dan juga batubara untuk variabel ukuran lolos 20 mesh. Batubara yang telah dipisahkan ini masing-masing ditampung dalam bak penampung yang terpisah untuk setiap ukuran partikel batubara.

Setelah dilakukan proses persiapan bahan baku, selanjutnya dilakukan proses pengeringan sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 1. dibawah ini.

Gambar 1. Skema Alat Pengeringan Batubara

Keterangan gambar :

1. Tabung nitrogen 4. Reaktor pirolisis

2. Regulator

5. Elektrik furnace

3. Bahan baku

6. Alat pembacaan suhu thermocouple

Tahap pengeringan dilakukan dengan menyiapkan peralatan pengeringan yang akan digunakan yang dilanjutkan dengan loading sampel batubara seberat 200 gram ke dalam tangki pemanas. Selanjutnya mengalirkan gas nitrogen ke dalam tangki pemanas dengan kecepatan konstan dan mulai memanaskan tangki. Temperatur tangki pemanas dikendalikan menggunakan temperature controller sesuai dengan variabel yang telah ditentukan yakni 100,150,200,250, dan 300 0. Selanjutnya temperatur dijaga agar konstan selama dua jam. Kemudian mematikan pemanas dan membiarkan tangki hingga temperatur turun mencapai 80C. Selanjutnya aliran gas nitrogen dimatikan dan melakukan unloading batubara.

Prosedur Analisa Tahap analisa yang dilakukan meliputi Analisa Proximate dan Nilai Kalor. Analisa Proximate terdiri dari Analisa Moisture Content (ASTM D 3173-03), Analisa Volatile Matter (ASTM D 3175-02), Analisa Ash Content (ASTM D 3174-02), dan Fixed Carbon (ASTM D 3172-89 R02). Sedangkan untuk analisa Nilai Kalor menggunakan Bomb Calorimeter PARR 1261 yang dilakukan di Laboratorium Team Afiliasi dan Konsultasi Industri (TAKI), Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Analisa Moisture Content

Mula-mula cawan porselin ditimbang sebagai (M1). Kemudian sampel sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan porselin dan menimbangnya (M2). Kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada temperatur 104 110 C selama 1 jam. Setelah itu cawan porselin dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit selanjutnya ditimbang sebagai (M3). Moisture content dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

(1)Analisa Volatile Matter

Cawan porselin ditimbang sebagai (M1). Kemudian sampel sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan porselin dan menimbangnya (M2). Kemudian cawan porselin ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace pada temperatur 950 20 C selama 7 menit. Cawan porselin lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Selanjutnya cawan porselin dan sampel tersebut ditimbang sebagai (M3). Vollatile matter dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

(2)Analisa Ash Content

Cawan porselin ditimbang sebagai (M1). Kemudian sampel sebanyak 1 gram (M2) dimasukan ke dalam cawan porselin. Kemudian cawan porselin dan sample dimasukkan ke dalam furnace pada temperatur 450 - 500 C selama 1 jam kemudian pada temperatur 750 800 C selama 2 jam. Cawan porselin lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit. Cawan porselin dan sampel tersebut ditimbang sebagai (M3).

Ash content dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Ash Content = [(M3-M1)/M2] x 100%

(3)

Perhitungan Fixed Carbon

Fixed carbon dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

(4)Hasil dan PembahasanBerdasarkan hasil analisa proximate dan heating value pada Tabel 1, batubara yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kategori Low Rank. Penentuan kategori ini mengacu pada standar ASTM D388-99, dimana batubara tipe low rank memiliki kandungan air berkisar antara 15% hingga 35% dan nilai kalor sekitar 4264,44 kcal/kg hingga 5654,44 kcal/kg. Tabel 1. Hasil Analisa Proximate dan Nilai Kalor Sampel Awal (% dry basis)SampelMoisture Content (%)Volatile Matter (%)Ash Content (%)Fixed Carbon (%)Nilai Kalor (kcal/kg)

Sampel Awal18.29%38.40%12.544%30.76%4739.24

Dengan demikian Batubara yang digunakan merupakan batubara low rank dengan nilai Moisture content sebesar 18,29% dan kalor sebesar 4739,24 kcal/kg.Pengaruh Ukuran Partikel Batubara dan Temperatur Operasi Terhadap Moisture Content Batubara

Grafik 1. Hasil Analisa Moisture Content Batubara setelah Proses PengeringanHasil analisa moisture content produk batubara setelah melalui proses pengeringan dapat dilihat pada grafik 1. Moisture content batubara mengalami penurunan dengan meningkatnya temperatur operasi pengeringan. Moisture content paling rendah diperoleh pada temperatur 200C dengan ukuran partikel lolos 20 mesh. Kenaikan temperatur gas carrier (N2) akan mengurangi humidity gas dan panas penguapan gas tersebut, sehingga dapat menaikkan laju pengeringan (Dawei & Chenglin, 2006). Temperatur optimal untuk menghilangkan moisture terjadi pada sekitar 150C (Yuan dkk, 2013), dimana diatas temperatur tersebut moisture content batubara untuk setiap ukuran partikel cenderung konstan sehingga tidak mengalami perubahan secara signifikan.

Berdasarkan Grafik tersebut juga dapat diketahui bahwa semakin kecil ukuran partikel maka moisture yang terkandung pada batubara akan semakin besar. Hal ini dikarenakan batubara dengan ukuran partikel kecil memiliki volume rongga antar partikel yang lebih kecil dibandingkan batubara dengan ukuran partikel besar. Luas permukaan partikel tidak lagi menjadi efektif dibandingkan kecilnya volume rongga antar partikel yang mampu menghambat perpindahan massa air atau mengakibatkan air terperangkap dalam tumpukan batubara.Pengaruh Ukuran Partikel Batubara dan Temperatur Operasi Terhadap Volatile Matter BatubaraPada penelitian ini temperatur operasi dan ukuran partikel batubara memiliki pengaruh terhadap kadar volatile matter yang ditunjukkan pada Grafik 2.

Kadar volatile matter mulai bertambah seiring dengan meningkatnya temperatur pengeringan. Volatile mater merupakan senyawa yang mudah menguap. Senyawa ini berperan sebagai pemantik pada proses pembakaran batubara. Semakin sedikit voaltile matter maka batubara akan sulit terbakar meskipun kadar fixed cabon nya tinggi. Hal ini dapat dilihat pada fuel ratio yang diperoleh dari percobaan berkisar antara 0,73-1,04 . Fuel ratio merupakan perbandingan antara fixed carbon dengan volatile matter. Jika perbandingan tersebut lebih dari 1,2 maka pengapian akan kurang bagus (Wulan E.K., 2012).

Grafik 2. Hasil Analisa Volatile Matter Batubara setelah Proses Pengeringan

Kadar voaltile matter meningkat seiiring dengan kenaikan temperatur dengan kadar tertinggi sebesar 50,82% pada temeperatur 150 0C dan ukuran partikel lolos 4-10 mesh. Kisaran kenaikan volatile matter mulai dari 10%- 32%.Pengaruh Ukuran Partikel Batubara dan Temperatur Operasi Terhadap Ash Content Batubara

Secara garis besar, kadar abu batubara setelah proses pengeringan menunjukkan bahwa temperatur operasi dan ukuran partikel memberikan sedikit pengaruh terhadap kadar abu batubara. Untuk pengaruh ukuran partikel batubara, dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa batubara dengan ukuran partikel besar memilki ash content yang lebih kecil dibandingkan batubara dengan ukuran partikel kecil. Batubara dengan ukuran lolos 4-10 mesh memiliki kandungan ash content berkisar sekitar 8%-9%, untuk ukuran lolos 10-20 mesh sekitar 10%-11%, dan ukuran lolos 20 mesh sekitar 12%-13%.

Grafik 3. Hasil Analisa Ash Content Batubara setelah Proses Pengeringan

Pengaruh Ukuran Partikel Batubara dan Temperatur Operasi Terhadap Fixed Carbon BatubaraTemperatur operasi dan ukuran partikel batubara memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap nilai fixed carbon. Dari Grafik 4 dapat dilihat trend kenaikan nilai fixed carbon dengan meningkatnya temperatur operasi pengeringan. Sedangkan pengaruh ukuran partikel batubara menunjukkan trend yang bervariasi untuk setiap ukuran partikel. Hal ini terjadi karena nilai fixed carbon berkaitan erat dengan moisture content, volatile matter dan ash content pada batubara. Apabila parameter-parameter tersebut mengalami penurunan nilai, maka nilai fixed carbon secara otomatis akan mengalami peningkatan prosentase (Speight, 2013).

Grafik 4. Hasil Analisa Ash Content Batubara setelah Proses Pengeringan

Pengaruh Ukuran Partikel Batubara dan Temperatur Operasi Terhadap Nilai Kalor Batubara

Grafik 5. Kalor Batubara setelah Proses Pengeringan

Berdasarkan hasil analisa uji nilai kalor, peningkatan temperatur operasi pengeringan akan menaikkan nilai kalor dari produk batubara. Peningkatan tertinggi dicapai oleh batubara pada temperatur pengeringan 300C untuk ukuran partikel lolos 4-10 mesh dengan peningkatan sebesar 1300 kcal/kg dari nilai kalor awal sebesar 4739,24 kcal/kg dan nilai kalor akhir sebesar 5969,18 kcal/kg. Peningkatan ini didukung oleh berkurangnya kandungan moisture content batubara tersebut (Speight, 2013).Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Semakin tinggi temperatur operasi maka semakin besar pula jumlah moisture content yang teruapkan.

2. Secara keseluruhan dengan menurunnya moisture content batubara, maka kandungan volatile matter dan fixed carbon meningkat dan kandungan ash menurun dengan adanya pengeringan.3. Reduksi moisture content batubara terbukti dapat meningkatkan nilai kalor batubaraUcapan Terimakasih Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan berkah-Nya, kami dapat menyelesaikan penelitian ini. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu penelitian ini khususnya kepada Prof. Dr. Ir. H. M. Rachimoellah, Dipl. EST dan Prof. Dr. Ir. Ali Altway, M.S. atas saran dan bimbingannya selama penelitian ini dilakukan. Serta kepada rekan-rekan Laboratorium Biomassa Dan Konversi Energi Teknik Kimia ITSDAFTAR PUSTAKA ASTM International. (1999). ASTM D 388 - 99 Standard Classification of Coals by Rank. In ASTM. ASTM International. (2002). ASTM D 3172 89 Standard Test Method for Proximate Analysis of Coal and Coke. In ASTM. ASTM International. (2002). ASTM D 3173 03 Standard Test Method for Moisture in the Analysis Sample of Coal and Coke. In ASTM. ASTM International. (2002). ASTM D 3174 02 Standard Test Method for Ash in the Analysis Sample of Coal and Coke from Coal. In ASTM. ASTM International. (2002). ASTM D 3175 03 Standard Test Method for Volatile Matter in the Analysis Sample of Coal and Coke. In ASTM. CDIEMR (2007), Handbook of energy and economic statistic of Indonesia 2007, center for data on information on energy and mineral resources, Ministry Energy and Mineral Resources, Jakarta.CDIEMR (2012), Handbook of energy and economic statistic of Indonesia 2011, center for data on information on energy and mineral resources, Ministry Energy and Mineral Resources, Jakarta. Dawei, W, and Z Chenglin, 2006, Study on The Coefficient of Heat Transfer of Convection in The Stage of Constant Rate Drying, Acad Period Farm Production Process, 40-42.Ewart, D.L. dan Voughn. 2009, Indonesian coal: review the Indonesian coal thermal industry, world coal asia special, Marston & Marston Inc, U.S.Sastrawiguna, Sumantri, and Imanuel Ginting, 1996, Pembriketan Batubara Antrasit dengan Bahan Perekat Bitumen, berita Teknologi Bahan dan Barang Teknik, 32.Solomon, P. R., D. G. Hamblen, R. M. Carangelo, M. A. Serio and G. V. Deshpande (1988), A General model of coal devolatilization, Energy and Fuels, 2, 405-422

Speight, J. G. (2013). The Chemistry and Technology of Coal (3rd Edition ed.), Boca Raton, Florida: CRC Press, pp 49

Syarifuddin Ismail (1988), Diktat Teknologi Batubara, Mata Kuliah Teknologi Batubara, Universitas Sriwijaya. Palembang.

Wulan Emma Komariah, 2012, Peningkatan kualitas batubara indonesia peringkat rendah melalui penghilangan moisture dengan pemanasan gelombang mikro, MT, tesis, Universitas Indonesia

Yu Jianglong, Tahmasebi Arash, Han Yanna, Yin Fengkui , Li Xianchun, 2013, A review on water in low rank coals: The existence, interaction with coal structure and effects on coal utilization. Fuel Processing Technology 106, 920

Yuan, X. Z., Kang, T., Jeon, D., Namkung, H., Jeon, Y., & Kim, H. T, 2013, Experimental Study on Drying of Low Rank Coal by Changed Temperature and Particle Size. Cleaner Combustion and Sustainable World , 905.