pengembangan modul termometer elektronik … · multichannel dengan sensor termokopel untuk...

32
PENGEMBANGAN MODUL TERMOMETER ELEKTRONIK MULTICHANNEL DENGAN SENSOR TERMOKOPEL UNTUK PENGAMATAN IKLIM MIKRO HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA MAYOR METEOROLOGI TERAPAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: truongduong

Post on 19-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN MODUL TERMOMETER ELEKTRONIK

MULTICHANNEL DENGAN SENSOR TERMOKOPEL

UNTUK PENGAMATAN IKLIM MIKRO

HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA

MAYOR METEOROLOGI TERAPAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

i

ABSTRACT

HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA. Development of Multichannel Electronic Thermometers

Module with Thermocouple Sensor for Micro Climate Observations. Supervised by BREGAS

BUDIANTO.

Instrumentation in meteorological sector is growing, particularly in the electronic base.

Although it’s not as good as conventional equipment but the accuracy of electronic measurement

can be better and the construction is more simple. Micro-climate is the climate conditions in a very

limited space so the climate elements will experience a significant change in the scale of space or

time. In micro-climate, especially in the air temperature observations, requires a fast response time

and the output data must be avoid from the effects of thermal sensors (self heating) and can be

monitored continuously. Thermocouple construction methods that have multiple channel

temperature sensor with the same temperature reference and using the data logger will make

temperature measurements at several observation point becomes more efficient, affordable, and

can be monitored continuously. The sequence circuit and op-amp circuit are the main key in this

research. T type thermocouple sensor is used because it has small form and can be connected

easily, and also has affordable price and sensitivity to 40.6 μV/oC derived from the output

thermoelectric effects. The use of oscillator block as a timer to send the temperature measurement

data were considered not enough for fast response time observations. The use of the personal

computer (PC) power supply makes the data interference (noise). The data output that resulted in

sequential and follow the diurnal temperature change pattern proves the module can work well.

The module still need a further research to improve the power supply to reduce noise (interference

data) or by developing software to correct the data error.

Keywords: Thermocouple Sensor, Multichannel, Temperature Measurement, Micro Climate

ii

ABSTRAK

HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA. Pengembangan Modul Termometer Elektronik

Multichannel dengan Sensor Termokopel untuk Pengamatan Iklim Mikro. Di bawah bimbingan

BREGAS BUDIANTO.

Instrumentasi dalam bidang meteorologi semakin berkembang khususnya pada basis

elektronik. Meskipun tidak sebaik peralatan konvensional namun ketelitian pengukurannya dapat

lebih baik dan lebih sederhana dalam pembuatannya. Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada

suatu ruang yang sangat terbatas sehingga unsur-unsur iklim akan mengalami perubahan yang

mencolok dalam skala ruang maupun waktu. Pengamatan iklim mikro khususnya suhu udara

membutuhkan respon waktu yang cepat, data yang dihasilkan harus terhindar dari efek thermal

sensor (self heating), dan dapat dipantau secara kontinu. Metode pembuatan termokopel yang

memiliki beberapa kanal sensor dengan suhu referensi yang sama dan menggunakan perangkat

data logger menjadikan pengukuran suhu ilkim mikro pada beberapa titik pengamatan menjadi

lebih efisien, terjangkau, dan dapat dipantau secara kontinu. Rangkaian sekuensial dan op-amp

menjadi kunci utama dalam penelitian ini. Sensor termokopel tipe T digunakan karena bentuknya

yang kecil, mudah disambung, harga yang terjangkau, dan mempunyai sensitifitas sebesar 40.6

µV/oC yang berasal dari keluaran efek termoelektrik. Penggunaan blok oscillator sebagai pewaktu

untuk mengirimkan data pengukuran suhu dinilai belum cukup sesuai untuk pengamatan dalam

respon waktu yang cepat. Pemakaian catu daya yang berasal dari personal computer (PC)

membuat timbulnya gangguan data (noise). Hasil keluaran data yang bergantian dan mengikuti

pola perubahan suhu diurnal membuktikan alat ini dapat bekerja dengan baik. Alat ini masih perlu

adanya peninjauan untuk menyempurnakan catu daya agar mengurangi noise (gangguan data) atau

agar data yang tidak sempurna (error) dapat diperbaiki dengan pengembangkan perangkat lunak.

Kata kunci : Sensor termokopel, Multichannel, Pengukuran suhu, Iklim mikro

iii

PENGEMBANGAN MODUL TERMOMETER ELEKTRONIK

MULTICHANNEL DENGAN SENSOR TERMOKOPEL

UNTUK PENGAMATAN IKLIM MIKRO

HAVIEZ OCKSHANDIKA PRATAMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk meraih

gelar Sarjana Sains

pada program studi Mayor Meteorologi Terapan

MAYOR METEOROLOGI TERAPAN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

iv

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengembangan Modul Termometer Elektronik Multichannel dengan

Sensor Termokopel untuk Pengamatan Iklim Mikro

Nama : Haviez Ockshandika Pratama

NIM : G24051176

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl

NIP 19640308 199403 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP 19600305 198703 2 002

Tanggal Lulus :

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1986 sebagai anak pertama dari empat

bersaudara dari pasangan Abdul Halim dan Evi Rosmai Ayuni.

Jenjang pendidikan penulis dimulai ketika penulis memasuki Taman Kanak-Kanak Darul

Ullum di Jakarta yang diselesaikan pada tahun 1992. Setelah itu, penulis melanjutkan

pendidikannya ke Sekolah Dasar Negeri Duta Indah, Bekasi hingga tahun 1996, kemudian

melanjutkan kembali pada tahun yang sama di Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi, Jakarta dan

berhasil menyelesaikannya pada tahun 1998 kemudian pada tahun yang sama, penulis memasuki

Sekolah Menengah Pertama Negeri 35 Jakarta yang lulus pada tahun 2001. Penulis kemudian

melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Umum Negeri 62 Jakarta dan lulus pada tahun

2004, di tahun yang sama, penulis diterima di Universitas Indonesia program diploma jurusan

Perpajakan sampai tahun 2005, kemudian penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan satu tahun kemudian penulis diterima di

program studi Mayor Meteorologi Terapan serta Minor Sistem Informasi, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa kependidikan di program studi Mayor Meteorologi Terapan, penulis juga aktif

dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi dan Geofisika (HIMAGRETO). Penulis

pernah menjabat sebagai staff Ketatalaksanaan Kegiatan Khusus (K3) HIMAGRETO pada tahun

2006-2008 dan pernah menjabat sebagai Ketua Fieldtrip HIMAGRETO 2007.

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan nikmat-Nya.

Karya ilmiah dengan judul ”Pengembangan Modul Termometer Elektronik Multichannel

dengan Sensor Termokopel untuk Pengamatan Iklim Mikro” merupakan laporan hasil penelitian

yang dilakukan sebagai tugas akhir dari program studi Mayor Meteorologi Terapan FMIPA IPB.

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga November 2009.

Karya ilmiah ini disusun menjadi lima bab, yaitu bab (1) pendahuluan, yang menjelaskan

tentang latar belakang, dan tujuan dari penelitian. Bab (2) tinjauan pustaka, yang menjelaskan

teori-teori dari beberapa literatur, bab (3) bahan dan metodologi yang menjelaskan alat dan bahan,

serta langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian, bab (4) hasil dan pembahasan, dan bab

(5) kesimpulan yang merupakan hasil inti dari penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan, namun penulis

berharap bahwa tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada pembaca, civitas program studi

Mayor Meteorologi Terapan, dan pihak-pihak yang terkait.

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Bregas Budianto sebagai dosen

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan saran selama penelitian sehingga penulis

dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Papah,

Mamah, dan Adik-adikku tercinta yang telah memberikan semangat dan tekanan untuk segera

lulus serta Anisa Isnaeni yang selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil selama masa

penelitian. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada Staf Workshop

Instrumentasi Meteorologi, yaitu Bapak Wiranto, Fadhil, Shandi, Oky, Yasmin, Tia, dan Weni

serta rekan sesama peneliti di Workshop Instrumentasi Meteorologi, yaitu Yudi, Indra, dan Franz

atas bantuan dan dukungannya Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-

teman angkatan 42, yaitu Robet, Lisa, Galih, Devita, Ghulam, Nancy, Irvan, Ningrum, Gito, Indah,

Ari, Veza, Hengky, Tanjung, Victor, Wita, Dori, Dewy, Zahir, Rifa, Dhani, Cici, Anton, Hertaty,

Hardi, Wahyu, Aan, Budi, Tumpal, Singgih, Nizar, Tigin, Heri, dan Ivan atas kerjasamanya serta

rekan-rekan di program studi Mayor Meteorologi Terapan dan tidak lupa pula kepada kawan-

kawan terdekat, yaitu Nie, Franco, Opep, Angga, dan Brian yang telah memberikan semangat dan

motivasi kepada penulis.

Bogor, Februari 2010

Haviez Ockshandika Pratama

NIM G24051176

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. x

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ................................................................................................................. 1

1.2. Tujuan .............................................................................................................................. 1

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suhu udara ...................................................................................................................... 2

2.2. Alat pengukur suhu ......................................................................................................... 2

2.3. Sensor suhu ..................................................................................................................... 3

2.3.1 Termokopel ............................................................................................................... 3

2.3.2 Integrated Circuit (IC) temperature sensor .............................................................. 5

2.3.3 Resistance Thermal Detector (RTD)......................................................................... 5

2.3.4 Termistor ................................................................................................................... 6

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan tempat ............................................................................................................ 7

3.2. Alat dan bahan ................................................................................................................. 7

3.3. Metode penelitian ............................................................................................................ 7

3.3.1 Penyiapan sensor ........................................................................................................ 7

3.3.2 Penyiapan rangkaian elektronika ............................................................................... 7

3.3.2.1 Blok temperatur referensi .............................................................................. 7

3.3.2.2 Blok penguat sinyal ....................................................................................... 7

3.3.2.3 Blok catu daya ............................................................................................... 7

3.3.2.4 Blok offset ...................................................................................................... 8

3.3.2.5 Blok negative voltage converter .................................................................... 8

3.3.2.6 Blok oscillator astable multivibrator ............................................................ 8

3.3.2.7 Blok penanda ................................................................................................. 8

3.3.2.8 Blok multiplexer ............................................................................................ 9

3.3.2.9 Blok ADC (Analog to Digital Converter) ..................................................... 9

3.3.3 Kalibrasi dan pengujian alat ....................................................................................... 9

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penyiapan sensor ............................................................................................................. 10

4.2. Penyiapan dan pengujian rangkaian elektronika .............................................................. 10

4.3. Kalibrasi dan pengujian alat ............................................................................................ 15

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 18

5.2 Saran ................................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 18

LAMPIRAN .................................................................................................................................. 19

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sifat dari beberapa tipe termokopel pada 250C ....................................................................... 4

2. Percobaan 1 dari blok sensor termokopel ............................................................................... 12

3. Percobaan 2 dari blok sensor termokopel ............................................................................... 12

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pola suhu diurnal ................................................................................................................. 2

2. Termograf ............................................................................................................................ 2

3. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan ........................................................................ 3

4. Karakteristik beberapa tipe termokopel ............................................................................... 4

5. Sensor suhu LM35 DZ ........................................................................................................ 5

6. Konstruksi RTD .................................................................................................................. 5

7. Termistor ............................................................................................................................. 6

8. Sensor termokopel ............................................................................................................... 7

9. Blok temperatur referensi .................................................................................................... 7

10. Blok penguat sinyal ............................................................................................................. 7

11. Blok catu daya ..................................................................................................................... 8

12. Blok offset ........................................................................................................................... 8

13. Blok negative voltage converter .......................................................................................... 8

14. Blok oscillator astable multivibrator .................................................................................. 8

15. Blok penanda ....................................................................................................................... 8

16. Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu oscillator ............................. 9

17. Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu sinyal ADC ......................... 9

18. Bagian-bagian termometer elektronik dengan satu sensor termokopel ................................. 10

19. Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan satu

tegangan offset ..................................................................................................................... 11

20. Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan empat

tegangan offset ..................................................................................................................... 11

21. Blok sensor termokopel percobaan 1 ................................................................................... 12

22. Blok sensor termokopel percobaan 2 ................................................................................... 12

23. Format rekaman data 1 ........................................................................................................ 14

24. Keluaran sensor dengan berbagai offset dan sinyal penanda ............................................... 14

25. Modul termometer elektronik multichannel ........................................................................ 15

26. Format rekaman data 2 ........................................................................................................ 16

27. Keluaran termometer elektronik multichannel terkalibrasi ................................................. 16

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Contoh termokopel dan data logger yang telah diproduksi di pasaran ............................... 20

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instrumentasi dalam bidang meteorologi

dibutuhkan untuk menghasilkan data

pengukuran yang tepat, akurat, dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Kemajuan teknologi khususnya di bidang

elektronika menyebabkan alat-alat pengukur

saat ini makin berkembang baik (Budianto

1999). Peralatan dengan basis elektronik

memiliki daya tahan yang tidak sebaik

peralatan konvensional namun demikian

ketelitian pengukurannya dapat lebih baik dan

lebih sederhana dalam pembuatannya.

Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada

suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi unsur-

unsur iklim yang terdapat di dalamnya sangat

penting bagi kehidupan tumbuhan, hewan, dan

manusia karena unsur-unsur tersebut yang

akan berhubungan dan mempengaruhi secara

langsung makhluk-makhluk hidup yang

terdapat di dalamnya. Keadaan unsur-unsur

iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku

dan metabolisme yang berlangsung pada

tubuh makhluk hidup, sebaliknya keberadaan

makhluk hidup tersebut juga akan

mempengaruhi keadaan iklim mikro di

sekitarnya. Sebagian besar unsur-unsur iklim

atau cuaca akan mengalami perubahan yang

mencolok dalam skala ruang maupun waktu

pada kondisi tersebut.

Pengamatan iklim mikro khususnya suhu

udara sangat penting dilakukan. Kajian

berdasarkan profil vertikal suhu menunjukkan

bahwa pertukaran bahang antara permukaan

dengan udara di atasnya serta antar lapisan

udara dekat permukaan, menyebabkan suhu

udara dekat permukaan memiliki fluktuasi

yang lebih besar dibandingkan dengan suhu di

atasnya. Penerimaan bahang di permukaan

pada siang hari akan menyebabkan suhu di

permukaan akan lebih tinggi dibandingkan

dengan suhu di lapisan atasnya. Keadaan

tersebut berlangsung sampai tanah atau

permukaan kehilangan bahang akibat proses

pelepasan yang terjadi setelah penerimaan

radiasi gelombang pendek dari matahari

berhenti. Proses pelepasan bahang tersebut

kemudian akan dilanjutkan dengan proses

pendinginan permukaan dan lambat laun

permukaan menjadi lebih dingin dibandingkan

dengan udara di atasnya.

Kondisi tersebut yang menyebabkan

pengukuran suhu pada iklim mikro

membutuhkan respon waktu yang cepat dan

data yang dihasilkan harus terhindar dari efek

thermal sensor (self heating). Oleh sebab itu

diperlukan alat pengukur suhu yang sesuai

pada kondisi iklim tersebut. Sensor

termokopel menjadi alat yang sesuai untuk

pengukuran suhu pada iklim mikro karena

ukurannya yang kecil, sensitifitasnya yang

tinggi, dan tidak mempunyai efek thermal

sensor.

Pengukuran perubahan suhu pada iklim

mikro membutuhkan banyak alat pengukur

suhu sehingga membutuhkan biaya yang

cukup besar. Jika satu titik pengamatan pada

suatu ruang digunakan untuk satu termokopel

maka akan ada banyak termokopel yang harus

dipasang jika terdapat banyak titik

pengamatan dan kabel yang dibutuhkan untuk

menghubungkan termokopel dengan alat

perekam akan menjadi sangat panjang. Selain

itu, dengan sistem kerja termokopel yang

menggunakan satu buah suhu referensi untuk

satu termokopel maka akan dibutuhkan

banyak suhu referensi yang digunakan,

sedangkan nilai keluaran dari tiap suhu

referensi itu berbeda-beda. Oleh karena itu,

untuk mengatasi permasalahan tersebut

diperlukan penelitian mengenai alat pengukur

suhu dengan termokopel sebagai sensornya

yang memiliki beberapa saluran sensor hingga

menjadi efisien dan hemat biaya.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk

mengembangkan modul termometer

elektronik dengan termokopel sebagai

sensornya menjadi sebuah modul yang

memiliki beberapa saluran (multichannel)

sensor dengan harapan satu temperatur

referensi dapat digunakan untuk banyak

sensor dan dapat menghasilkan satu keluaran

(output) sehingga dapat dihubungkan dengan

sistem telemetri agar terciptanya efesiensi

pengukuran suhu untuk banyak titik dalam

pengamatan suhu iklim mikro.

2

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suhu Udara

Suhu udara merupakan ukuran energi

kinetik rata-rata dari pergerakan molekul-

molekul. Suhu dari suatu benda

menggambarkan keadaan yang menentukan

kemampuan benda tersebut untuk

memindahkan (transfer) panas ke benda-

benda lain atau menerima panas dari benda-

benda lain. Benda yang bersuhu lebih tinggi

bila dalam sistem dua benda ditunjukkan

dengan benda yang kehilangan panas (Short

2004).

Gambar 1 Pola suhu diurnal

(Sumber : Short 2004)

Suhu udara yang terjadi selama 24 jam

selalu mengalami perubahan-perubahan. Suhu

selama 24 jam tersebut akan membentuk

grafik fluktuasi suhu diurnal (Gambar 1).

Fluktuasi suhu diurnal di Indonesia

menyebabkan perbedaan suhu siang dan

malam sampai 10 oC. Pada daerah tropis

fluktuasi suhu rata-rata (harian, bulanan,

tahunan) lebih kecil dibandingkan daerah

subtropis atau pun kutub. Hal ini disebabkan

oleh penerimaan radiasi (baik kerapatan

fluksnya maupun panjang/periode

penerimaannya) yang merata sehingga

perbedaan suhu yang terjadi tidak terlalu besar

antara musim penghujan dengan musim

kemarau.

Radiasi surya mencapai maksimum terjadi

pada pukul 12.00 dan sebelum mencapai titik

suhu maksimum, radiasi surya (yang datang

berupa gelombang pendek) masih lebih besar

daripada radiasi keluar atau pancaran radiasi

bumi (yang berupa radiasi gelombang

panjang) sehingga pemanasan udara

berlangsung terus-menerus sampai suhu udara

mencapai titik maksimum. Terjadi

keterlambatan waktu (time lag) antara radiasi

surya maksimum dan suhu maksimum karena

adanya periode penyimpanan panas oleh

daratan. Suhu akan terus menurun hingga

mencapai titik minimum pada pagi hari.

.

2.2 Alat pengukur suhu Secara kualitatif, kita dapat mengetahui

bahwa suhu adalah sensasi dingin atau

hangatnya sebuah benda yang dirasakan

ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita

dapat mengetahuinya dengan menggunakan

termometer. Kata termometer ini diambil dari

dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan

meter yang artinya mengukur (to measure).

Termometer dibuat dengan mendasarkan sifat-

sifat fisik dari suatu zat (bahan), misalnya

pengembangan benda padat, benda cair, gas

dan juga sifat merubahnya tahanan listrik

terhadap suhu. Dalam pengukuran suhu udara

terdapat dua proses, yaitu proses pertama

termometer menyamakan suhunya dengan

udara secara termodinamik sehingga terjadi

kesetimbangan dan yang kedua suhu dari

termometer terukur. Secara umum, alat

pengukur temperetur terbagi menjadi dua

macam, yaitu manual dan otomatis.

Instrumentasi manual adalah suatu

perangkat alat yang dalam hasil

pengukurannya harus diamati langsung oleh

pengamat, contohnya termometer air raksa

sedangkan instrumentasi otomatis adalah

suatu perangkat yang dapat mencatat

(merekam) data suhu udara secara otomatis

tanpa bantuan pengamat, contohnya adalah

termograf. Kertas pias digunakan sebagai

perekam data sehingga termograf dapat

mengukur suhu secara otomatis. Pengukuran

suhu dapat terus menerus dilakukan dengan

alat perekam atau secara manual pada

periode-periode tertentu.

Gambar 2 Termograf

3

Pengukuran suhu dilakukan pada udara

dekat permukaan, udara lapisan atas, dalam

tanah pada berbagai kedalaman, dan pada

permukaan air laut atau danau. Pengukuran

suhu udara agak sulit diukur karena banyak

faktor yang mempengaruhinya, seperti radiasi

langsung dan pantulan oleh benda yang ada

disekelilingnya, tetesan air hujan, tiupan angin

yang kencang, dan radiasi bumi akibat

pemanasan dan pendinginan permukaan tanah

setempat. Hal-hal tersebut menyebabkan suhu

udara diukur di dalam sangkar cuaca. Sangkar

cuaca harus memenuhi beberapa syarat

sehingga sedikit mungkin mempengaruhi alat

pengukur suhu. Secara ideal, suhu udara yang

ada di dalam sangkar cuaca sama dengan suhu

udara di luar. Namun sering kali terjadi suhu

pada tengah hari terukur 1 oC lebih tinggi

sedang pada malam hari 1 oC lebih rendah.

Kemajuan teknologi khususnya di bidang

elektronika menyebabkan alat-alat pengukur

suhu saat ini semakin canggih dengan sensor

sebagai alat pengukurannya. Peralatan dengan

basis elektronik meskipun daya tahannya tidak

sebaik peralatan konvensional tetapi ketelitian

pengukurannya bisa lebih baik dan proses

produksinya pun tidak terlalu rumit.

Keuntungan lain dari sensor basis elektronik

adalah mudah diintegrasikan menjadi suatu

sistem pengukuran otomatis atau tidak lagi

menggunakan kertas pias karena keluaran

sensor ini dapat langsung dihubungkan

dengan alat pembacaan dan pengumpulan data

elektronik (Budianto 1999). Alat tersebut

bekerja dengan merekam data pada

penyimpanan data elektronik (data logger).

Pengukuran yang dilakukan dengan alat

tersebut dapat berlangsung secara kontinu

(tiap jam, menit, detik).

Data logger merupakan proses

penyimpanan yang telah banyak diterapkan

saat ini. Data logger tersebut digunakan untuk

penyimpanan temperatur yang kemudian

dihubungkan melalui komputer untuk display

atau analisis. Berdasarkan sistem pengukuran

temperatur dan penyimpanan data logger

tersebut, maka dapat diketahui temperatur

minimum, maksimum, rata-rata, dan pola

temperatur itu sendiri yang disertai waktu dan

tanggalnya (Nafira 2008). Sistem data logger

dasar terdiri dari scanner atau multiplexer,

voltmeter digital, dan perekam. Sistem dapat

dipakai untuk merekam keluaran dari

sejumlah besar transduser (100 atau lebih)

pada rate sampling yang tergantung pada

kapabilitas dari DVM dan resolusi yang

diperlukan.

2.3 Sensor suhu

Sensor adalah alat untuk mendeteksi/

mengukur sesuatu yang digunakan untuk

mengubah variasi mekanis, magnetis, panas,

sinar dan kimia menjadi tegangan dan arus

listrik. Sensor itu sendiri terdiri dari

transduser dengan atau tanpa

penguat/pengolah sinyal yang terbentuk dalam

satu sistem pengindera (Rano 2006).

Transduser adalah sebuah alat yang bila

digerakan oleh suatu energi di dalam sebuah

sistem transmisi, akan menyalurkan energi

tersebut dalam bentuk yang sama atau dalam

bentuk yang berlainan ke sistem transmisi

berikutnya. Transmisi energi ini bisa berupa

listrik, mekanik, kimia, optic (radiasi) atau

thermal (panas).

Sensor thermal adalah sensor yang

digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan

panas/suhu pada suatu dimensi benda atau

dimensi ruang tertentu. Contohnya adalah

termokopel, Resistance Thermal Detector

(RTD), termistor, dan Integrated Circuit (IC)

temperature sensor. Hal-hal yang perlu

diperhatikan sehubungan dengan pemilihan

jenis sensor suhu adalah (Koestoer 2004) :

1. Harga

2. Jangkauan (range) temperatur kerja

3. Respon waktu perubahan suhu dari objek

4. Linieritas sensor

5. Ketahanan sensor

2.3.1 Termokopel

Gambar 3 Arah gerak elektron jika logam

dipanaskan

(Sumber : Gani 2009)

Termokopel merupakan sebuah transduser

aktif dimana ketika menerima energi panas,

termokopel langsung menghasilkan tegangan

listrik tanpa harus membutuhkan energi dari

luar atau dapat disebut juga self generating

transduser. Pembuatan termokopel didasarkan

4

atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah

batang logam dipanaskan pada salah satu

ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-

elektron dalam logam akan bergerak semakin

aktif dan akan menempati ruang yang semakin

luas, elektron-elektron saling desak dan

bergerak ke arah ujung batang yang tidak

dipanaskan. Dengan demikian pada ujung

batang yang dipanaskan akan terjadi muatan

positif.

Kerapatan elektron untuk setiap bahan

logam berbeda tergantung dari jenis logam.

Jika dua batang logam disatukan salah satu

ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka

elektron dari batang logam yang memiliki

kepadatan tinggi akan bergerak ke batang

yang kepadatan elektronnya rendah, dengan

demikian terjadilah perbedaan tegangan

diantara ujung kedua batang logam yang tidak

disatukan atau dipanaskan sehingga terjadi

efek termolistrik.

Efek termolistrik atau disebut dengan

seebeck voltage ditemukan oleh Thomas

Seebeck pada tahun 1921. Perbedaan

tegangan yang dihasilkan oleh kedua bahan

tersebut dapat diukur dan terkait dengan

gradien suhu yang sesuai. Dengan demikian,

berdasarkan prinsip Seebeck, termokopel

hanya dapat mengukur perbedaan suhu dan

membutuhkan referensi suhu yang dikenal

untuk menghasilkan bacaan yang absolut.

V S T .................................... (Pers. 1)

(Potter 1996)

Berdasarkan persamaan 1, didapat

hubungan antara tegangan dan pengaruhnya

terhadap suhu masing-masing titik pertemuan

dua buah kawat adalah linear untuk jangkauan

suhu ruangan. ΔV adalah perubahan tegangan,

S adalah koefisien seebeck, dan ΔT adalah

perubahan suhu. Nilai S akan berubah dengan

perubahan suhu, yang berdampak pada nilai

keluaran berupa tegangan termokopel

tersebut, dan nilai S akan bersifat non-linear

di atas rentang tegangan dari termokopel

tersebut.

Termokopel diberi tanda dengan huruf

besar yang mengindikasikan komposisinya

berdasar pada aturan American National

Standard Institute (ANSI), seperti dibawah

ini:

\

Tipe E : Chromel – Constantan

Tipe J : Iron – Constantan

Tipe K : Chromel – Alumel

Tipe T : Copper – Constantan

Tipe R : Platinum vs Platinum 13%Rhodium

Tipe S : Platinum vs Platinum 6% Rhodium

Tipe C : Tungsten 5%-Rhenium vs Tungsten

26%-Rhenium

(Sumber : Hoskins Manufacturing Company

2009)

Gambar 4 Karakteristik beberapa tipe

termokopel

(Sumber : Omega Engineering Inc 2008)

Setiap perpaduan dua logam menunjukkan

efek termoelektrik, tetapi hanya sedikit yang

digunakan sebagai termokopel, misalnya

tembaga dan besi, atau tembaga dan

konstantan (paduan tembaga-nikel). Biasanya

platinum, baik dengan rhodium atau paduan

platina-rhodium, digunakan dalam suhu tinggi

(Encyclopædia Britannica 2009).

Tabel 1 Sifat dari beberapa tipe termokopel

pada 250C

Tipe Material

( + dan -)

Temp.Kerja

(0C)

Sensitifitas

(µV/0C)

E Ni-Cr dan

Cu-Ni

-270 ~ 1000 60.9

J Fe dan Cu-Ni -210 ~ 1200 51.7

K Ni-Cr dan Ni-

Al

-270 ~ 1350 40.6

T Cu dan Cu-Ni -270 ~ 350 40.6

R Pt dan

Pt(87%)-

Rh(13%)

-50 ~ 1750 10

B Pt(70%)-

h(30%)

dan Pt(94%)-

Rh(6%)

-50 ~ 1750 10

C Tungsten 5%-

Rhenium vs Tungsten

26%-

Rhenium

-0 ~ 2760 6

(sumber : Efunda Inc 2009)

5

Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1 yang

menyajikan sifat dari beberapa tipe

termokopel. Untuk termokopel tipe T saat ini

sangat populer digunakan dalam pengukuran

suhu, karena sifatnya lembam dan sangat

cocok untuk pengukuran dibawah nol derajat

celcius.

Kelebihan termokopel adalah waktu

tanggap yang sangat cepat untuk kawat-kawat

yang sangat tipis (kurang dari 0.1 detik), dapat

berkontak langsung dengan objek, sederhana,

tidak mahal, mempunyai daya sendiri, dan

sangat mudah untuk diperbaiki bila terjadi

kerusakan. Kerugiannya adalah membutuhkan

suhu referensi, pada suhu tinggi hubungan

antara tegangan dan pengaruh terhadap suhu

menjadi tidak linier, kalibrasi harus dilakukan

pada setiap kali penggunaan termokopel, dan

kurang sensitif (Encyclopædia Britannica

2009).

2.3.2 Integrated Circuit (IC) Temperature

Sensor

Gambar 5 Sensor suhu LM35 DZ

(Sumber : National Semiconductor

Corporation 1995)

Suhu lingkungan di deteksi menggunakan

bagian IC yang peka terhadap suhu. Sensor

suhu LM35 DZ adalah komponen elektronika

yang memiliki fungsi untuk mengubah

besaran suhu menjadi besaran listrik dalam

bentuk tegangan. Sensor Suhu tersebut

memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan

perancangan jika dibandingkan dengan sensor

suhu yang lain. LM35 DZ juga mempunyai

keluaran impedansi yang rendah dan linieritas

yang tinggi sehingga dapat dengan mudah

dihubungkan dengan rangkaian kendali

khusus serta tidak memerlukan penyetelan

lanjutan. Meskipun tegangan yang dibutuhkan

sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi

yang diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt,

sehingga dapat digunakan catu daya tunggal

dengan ketentuan bahwa LM35 DZ hanya

membutuhkan arus sebesar 60 µA. Hal ini

menyebabkan LM35 DZ mempunyai

kemampuan menghasilkan panas (self-

heating) dari sensor yang dapat menyebabkan

kesalahan pembacaan yang rendah yaitu

kurang dari 0.5 ºC pada suhu 25 ºC. Sensor ini

memiliki jangkauan maksimal operasi suhu

antara -55 ºC sampai +150 ºC, waktu tanggap

yang lambat, dan memiliki sensitivitas suhu

dengan faktor skala linier antara tegangan dan

suhu 10 mV/ºC, sehingga dapat dikalibrasi

langsung dalam celcius (National

Semiconductor Corporation 1996).

2.3.3 Resistance Thermal Detector (RTD) RTD adalah salah satu dari beberapa jenis

sensor suhu yang sering digunakan. RTD

dibuat dari bahan kawat tahan korosi, kawat

tersebut dililitkan pada bahan keramik

isolator. Bahan tersebut antara lain: platina,

emas, perak, dan nikel. Namun yang terbaik

adalah bahan platina karena dapat digunakan

sampai suhu 1500 oC.

Gambar 6 Konstruksi RTD

(Sumber : Gani 2009)

RTD memiliki keunggulan dibanding

termokopel yaitu:

1. Tidak diperlukan suhu referensi

2. Sensitivitasnya cukup tinggi, yaitu dapat

dilakukan dengan cara memperpanjang

kawat yang digunakan dan memperbesar

tegangan eksitasi.

3. Tegangan output yang dihasilkan 500

kali lebih besar dari termokopel

4. Tegangan keluaran yang tinggi, maka

bagian elektronik pengolah sinyal

menjadi sederhana.

6

Kekurangannya adalah harga kawat yang

mahal, memerlukan catu daya sehingga dapat

menimbulkan efek thermal sensor (self

heating), bentuknya besar, dan waktu tanggap

yang lambat (Gani 2009). Kekurangan itulah

yang menyebabkan sensor ini kurang sesuai

untuk pengamatan iklim mikro.

2.3.4 Termistor

Gambar 7 Termistor

(Sumber : Amwei 2008)

Termistor (thermally sensitive resistor)

adalah suatu jenis resistor yang sensitif

terhadap perubahan suhu. Prinsipnya adalah

perubahan nilai resistansi karena adanya

perubahan temperatur (Ifarifa 2009). Dengan

demikian dapat memudahkan kita untuk

mengubah energi panas menjadi energi listrik.

Perubahan resistansi yang besar terhadap

perubahan suhu yang relatif kecil menjadikan

termistor banyak dipakai sebagai sensor suhu

yang memiliki ketelitian dan ketepatan yang

tinggi sehingga sangat sesuai untuk

pengukuran, pengontrolan dan kompensasi

temperatur secara presisi.

Termistor terbuat dari campuran oksida-

oksida logam yang diendapkan seperti:

mangan (Mn), nikel (Ni), cobalt (Co),

tembaga (Cu), besi (Fe) dan uranium (U).

Termistor dibedakan dalam 2 jenis, yaitu

termistor yang mempunyai koefisien negatif,

yang disebut NTC (Negative Temperature

Coefisient) dan termistor yang mempunyai

koefisien positif yang disebut PTC (Positive

Temperature Coefisient). kedua jenis termistor

ini mempunyai fungsinya masing-masing,

tetapi di pasaran, yang lebih banyak

digunakan adalah termistor NTC. Karena

termistor NTC material penyusunnya yaitu

metal oksida, dimana harganya lebih murah

dari material penyusun PTC yaitu Kristal

tunggal. Ukuran paling kecil berbentuk

manki-manik (beads) dengan diameter 0.15

mm sampai 1.25 mm, bentuk piringan (disk)

atau cincin (washer) dengan ukuran 2.5 mm

sampai 25 mm. Cincin-cincin dapat

ditumpukan dan di tempatkan secara seri atau

paralel guna memperbesar disipasi daya

Kelebihannya adalah waktu tanggap yang

cepat, akurasi tinggi, dan harga yang

terjangkau. Kekurangannya adalah sensornya

rapuh (mudah pecah), tidak linier, jangkauan

suhunya terbatas, memerlukan catu daya

sehingga dapat menimbulkan efek thermal

sensor (self heating).

7

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan April

2009 hingga November 2009 di Workshop

Instrumentasi Meteorologi, Departemen

Geofisika dan Meteorologi, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan alat dan bahan

sebagai berikut:

Kawat termokopel tipe T

Komponen-komponen elektronika

Perlengkapan workshop Mekatronik

Alat ukur elektronika (Digital Volt

Meter/DVM)

Perangkat interface input/output 14 kanal

(USB port) (geomet instrument)

Aki /baterai kering 12 volt

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan beberapa tahap, yaitu:

3.3.1 Penyiapan Sensor

Penyambungan kawat tembaga dengan

kawat konstantan. Kedua ujung disatukan

dengan timah solder setelah sebelumnya dapat

dipastikan bagian tembaga menyentuh

langsung kawat konstantan. Untuk

menghindari kontak antar sensor, kawat

diisolasi dengan memasukkan kedalam selang

plastik kecil (plastic tubing)

Gambar 8 Sensor termokopel

3.3.2 Penyiapan Rangkaian Elektronika

3.3.2.1 Blok temperatur referensi (Tref)

Rangkaian ini digunakan sebagai

penambah tegangan untuk blok penguat

sinyal. Tegangan masukannya (Vin) akan

selalu berbalikan terhadap keluarannya. Untuk

penguat inverting, tegangan output (Vout)

diberikan menggunakan persamaan 2.

Keluaran sinyal blok ini akan masuk melalui

input inverting pada blok penguat sinyal.

Vout = - (R2/R1) Vin ........................... (Pers. 2)

Gambar 9 Blok temperatur referensi

3.3.2.2 Blok penguat sinyal

Rangkaian ini berfungsi sebagai penguat

terhadap masukan sinyal berupa tegangan

yang sangat kecil, masukan dibuat melalui

input non-inverting. Kondisi tersebut

menyebabkan tegangan keluaran rangkaian ini

akan satu fasa dengan tegangan masukannya.

Penguatan tegangan dapat terjadi apabila nilai

R2 lebih besar daripada R1.

Penguat tegangan = 1 + (R2/R1) ....... (Pers. 3)

Gambar 10 Blok penguat sinyal

3.3.2.3 Blok catu daya

Rangkaian catu daya ini digunakan

sebagai pembagi catu daya untuk

menghasilkan tegangan positif, negatif, dan

ground. Berdasarkan gambar 11, jika catu

daya yang digunakan sebesar 12 volt maka

akan dapat terlihat keluaran tegangan yang

simetris yaitu +6 volt dan -6 volt dengan nilai

R1 dan R2 harus sama.

8

Gambar 11 Blok catu daya

3.3.2.4 Blok offset

Rangkaian ini berfungsi untuk

pengkalibrasian dengan menggunakan

potensiometer.

Gambar 12 Blok offset

3.3.2.5 Blok negative voltage converter

Rangkaian ini berfungsi untuk

menghasilkan output yang berupa tegangan

negatif dan nilai nol (ground).

Gambar 13 Blok negative voltage converter

Gambar 13 menunjukkan bahwa jika nilai

tegangan untuk V+ bernilai 5 volt maka akan

terlihat keluaran tegangan sebesar -5 volt. Low

voltage digunakan hanya untuk tegangan 3.5

volt.

3.3.2.6 Blok oscillator astable multivibrator

Rangkaian multivibrator ini adalah

rangkaian yang dapat menghasilkan sinyal

kontinu yang digunakan sebagai pewaktu dari

rangkaian digital sekuensial.

Frekuensi oscillator astable :

........ (Pers. 4)

. (Pers. 5)

............. (Pers. 6)

Keterangan:

t : waktu R1 : resistor1

f : frekuensi R2 : resistor2

C : kapasitor

Gambar 14 Blok oscillator astable

multivibrator (sumber : Texas Instruments Incorporated

2008)

3.3.2.7 Blok penanda

Blok ini menggunakan rangkaian terpadu

(IC) yang dapat menghasilkan output sinyal

analog (konstan).

Gambar 15 Blok penanda

9

3.3.2.8 Blok Multiplexer

Blok ini berfungsi sebagai pemindah

saluran dari output tiap sensor dan sebagai

Multiplexing. Multiplexing adalah teknik

menggabungkan beberapa sinyal untuk

dikirimkan secara bersamaan pada suatu

channel transmisi. Perangkat yang melakukan

Multiplexing disebut Multiplexer atau disebut

juga dengan istilah Transceiver / Mux.

3.3.2.9 Blok ADC (Analog to Digital

Converter)

Blok ini berfungsi merubah sinyal analog

menjadi digital dengan menggunakan tundaan

waktu. Sifat modul yang masuk berupa sinyal

analog yang nantinya akan berubah menjadi

frekuensi digital.

3.3.3 Kalibrasi dan Pengujian Alat

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui

apakah rangkaian elektronika dan sensor

bekerja dengan baik, sehingga selanjutnya

dilakukan kalibrasi. Keluaran sensor pada

tahap kalibrasi harus setara dengan alat yang

sudah terkalibrasi. Pengkalibrasian tersebut

dapat dilakukan dengan membandingkan hasil

berdasarkan alat yang sudah terkalibrasi

dengan alat yang dibuat atau dengan

kalibrator manual suhu yang dikenakan ke

sensor. Pengujian alat dilakukan untuk

memberikan informasi (data) mengenai

perpindahan saluran, resolusi alat, dan

fluktuasi data.

Gambar 16 Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu oscillator

Gambar 17 Skema termometer elektronik multichannel dengan pewaktu sinyal ADC

10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan sensor

Sensor suhu yang digunakan dalam

pengembangan termometer elektronik ini

adalah sensor termokopel. Pengukuran

perubahan suhu pada iklim mikro

membutuhkan respon waktu yang cepat dan

data yang dihasilkan harus terhindar dari efek

thermal sensor (self heating). Termokopel

merupakan alat yang tepat dan memenuhi

kriteria tersebut. Termokopel memiliki

keuntungan di antaranya yaitu pada sensornya

tidak perlu catu daya sehingga untuk

beroperasi tidak menimbulkan tambahan

panas pada lingkungan yang diukur. Selain

itu, ukuran sensor dapat dibuat sangat kecil

mendekati ukuran diameter kawat sehingga

cukup cepat mencapai kesetimbangan termal

dengan lingkungannya.

Termokopel memiliki banyak jenis bila

ditinjau dari jenis bahan dan penggunaannya.

Termokopel yang sesuai dengan kebutuhan

penelitian ini adalah termokopel tipe T yang

sensornya terbuat dari kawat berbahan

tembaga dan konstantan (campuran tembaga

dan nikel) yang mudah didapat, jangkauan

suhunya yang sesuai, kecil, dan mudah

disambung dengan perangkat solder biasa.

Jumlah sensor termokopel yang ditangani

sebagai termometer elektronik hanya empat

buah karena cukup untuk memperoleh data

suhu bola basah, suhu bola kering, dan Rh

(Relative humidity) pada objek dengan dua

ketinggian.

Penyiapan awal sensor termokopel tipe T

adalah dengan menghubungkan ujung masing-

masing kawat yang berdiameter 0.3 mm

dengan timah sehingga membentuk suatu titik

penyatuan yang disebut titik sensor (hot

junction). Setelah membentuk hot junction,

kawat termokopel diselimuti dengan selang

pelastik (plastic tubing) untuk menghindarkan

gangguan saat antar kabel sensor bersentuhan.

Prinsip kerja termokopel memanfaatkan

karakteristik hubungan antara tegangan (volt)

dengan temperatur. Oleh karena itu, untuk

dapat mengukur temperatur objek secara

mutlak, temperatur salah satu junction harus

terukur, yang selanjutnya disebut sebagai titik

referensi (cold junction). Titik referensi

diukur dengan sensor LM35 DZ yang

diproduksi oleh National Semiconductor.

Secara elektronik, nilai temperatur absolut

objek diperoleh dari pengukuran selisih

temperatur objek dengan temperatur referensi

ditambah dengan keluaran temperatur

referensi itu sendiri.

Setiap jenis logam, pada temperatur

tertentu memiliki tegangan tertentu pula.

Sensor termokopel tipe T mempunyai tingkat

sensitifitas 40.6 µV/oC. Termokopel tersebut

merupakan sensor yang menghasilkan

keluaran berupa voltage yang akan disebut

sebagai sinyal analog.

4.2 Penyiapan dan pengujian rangkaian

elektronika

Penelitian ini dilakukan untuk

pengembangan pengukuran suhu iklim mikro

yang efisien dan dapat dipantau secara

kontinu. Biasanya satu sensor termokopel

merupakan bagian dari satu alat pengukur

suhu. Oleh karena itu, dalam penelitian ini

empat buah termometer dengan sensor

termokopel akan disederhanakan menjadi satu

modul termometer elektronik dengan masukan

empat buah sensor dan satu keluaran nilai

pengukuran suhu yang bergantian.

Pemanfaatkan satu keluaran nilai pengukuran

suhu yang menggunakan beberepa sensor

secara bergantian juga ditujukan untuk

pengembangan pengiriman data dengan

menggunakan telemetri yang hanya

mempunyai satu saluran (channel).

Termometer elektronik multichannel

dengan sensor termokopel harus didukung

oleh rangkaian elektronika yang sesuai agar

dapat berfungsi dengan baik. Termometer

elektronik multichannel terdiri dari blok-blok

elektronika pendukung, diantaranya adalah

blok sensor termokopel, blok oscillator, blok

penanda, blok multiplexer, dan blok ADC.

Blok sensor termokopel terdiri dari beberapa

blok rangkaian pendukung.

Gambar 18 Bagian-bagian termometer

elektronik dengan satu

sensor termokopel

11

Hal pertama yang akan dibahas pada bab

ini adalah blok sensor termokopel. Pembuatan

blok sensor termokopel dengan satu saluran

sensor memerlukan beberapa blok pendukung

seperti satu blok temperatur referensi, satu

blok penguat sinyal, dan satu blok offset

(Gambar 18). Masing-masing blok pendukung

tersebut menggunakan rangkaian op-amp

(operational amplifier) di dalamnya.

Rangkaian op-amp merupakan kunci dari

rangkaian pendukung untuk pembuatan

termometer elektronik dengan sensor

termokopel karena rangkaian ini memiliki

penguatan yang sangat besar, impedansi input

yang besar, dan impedansi output yang kecil

(Sumardi 2009).

Sensor termokopel tipe T mempunyai

keluaran tegangan yang kecil, yaitu sebesar

40.6 µV/oC. Oleh karena itu, dibutuhkan

penguatan sinyal atau gain sebesar 250x pada

blok penguat sinyal sehingga keluaran sensor

termokopel menjadi 10 mV/ o

C agar dapat

disetarakan dengan sensitifitas temperatur

referensi dari LM35 DZ. Penguatan sebesar

250x bisa diperoleh dengan menggunakan

persamaan penguat tegangan (Pers. 3) pada

blok penguat sinyal dengan R1 dan R2

masing-masing sebesar 422 Ω dan 105 kΩ.

Gambar 19 Bagian-bagian termometer

elektronik multichannel

dengan satu T referensi dan

satu offset

Gambar 20 Bagian-bagian termometer elektronik multichannel dengan satu T referensi dan empat

tegangan offset

12

Proses pembuatan blok sensor termokopel

dengan empat saluran sensor memiliki

beberapa percobaan dan pengujian. Percobaan

pertama yaitu menggabungkan satu blok

temperatur referensi, satu blok tegangan

offset, empat blok penguat sinyal, dan empat

buah sensor. Tahap yang akan dilakukan

setelah blok-blok percobaan pertama selesai

digabungkan adalah pengujian empat keluaran

dari percobaan tersebut, yaitu dengan cara

memberikan masukan yang bernilai nol (0).

Catu daya yang digunakan sebesar 9 volt.

Hasil yang diperoleh dengan menggunakan

alat ukur elektronika (Digital Volt

Meter/DVM) menunjukkan sensor 1 (Tk1)

mempunyai keluaran 104.2 mv, Tk2 sebesar

512 mv, Tk3 sebesar -175.7 mv, dan Tk4

sebesar 445 mv. Hasil-hasil tersebut akan

menjadi nilai offset untuk membedakan

keluaran Tk1 dengan yang lainnya.

Tabel 2 Percobaan 1 dari blok sensor

termokopel

Keluaran

sensor

Op-

amp

I

Op-

amp

II

Op-

amp

III

Tk1 (mV) 18 292 322

Tk2 (mV) 723 990 525

Tk3 (mV) 297 569 908

Tk4 (mV) 633 902 820

Tabel 3 Percobaan 2 dari blok sensor

termokopel

Keluaran

sensor

Op-

amp

I

Op-

amp

II

Op-

amp

III

Tk1 (mV) 309 291 271

Tk2 (mV) 315 296 282

Tk3 (mV) 314 300 278

Tk4 (mV) 309 293 277

Penggunaan satu temperatur referensi dan

satu tegangan offset akan menyebabkan

adanya satu buah sensor yang akan menjadi

acuan dari empat buah sensor tersebut. Sensor

3 (Tk3) mempunyai keluaran yang paling

kecil dari keempat sensor tersebut. Oleh

karena itu, dalam percobaan ini, Tk3

ditetapkan sebagai keluaran acuan. Tk3

dirancang untuk mempunyai nilai yang sama

dengan temperatur udara sedangkan sensor

yang lain akan mengeluarkan nilai yang

beragam sesuai dengan offsetnya masing-

masing. Sensor termokopel yang mempunyai

nilai beragam akan ditambahkan resistensi

yang sesuai pada blok temperatur referensi

agar empat sensor tersebut mengeluarkan nilai

yang relatif sama dengan temperatur udara.

Nilai resistensi yang didapat untuk Tk1, Tk2,

dan Tk4 adalah 167 kΩ, 258 kΩ, dan 238.8

kΩ. Nilai-nilai resistensi tersebut akan

menjadi tetapan baku untuk setiap keluaran

sensor yang menggunakan acuan Tk3. Setelah

mendapatkan tetapan baku resistensi untuk

setiap keluaran sensor, maka tetapan tersebut

akan diuji dengan menggunakan rangkaian

op-amp lain dan hasil keluarannya dapat

dilihat pada Tabel 2.

Perlakuan dengan tiga kali pengujian pada

rangkaian op-amp yang berbeda (op-amp I, II,

III) menunjukkan keluaran sensor yang tidak

sama antara op-amp yang satu dengan yang

lain. Hal ini menjelaskan bahwa tetapan baku

resistensi pada setiap op-amp tidak sama

karena setiap op-amp mempunyai output yang

berbeda-beda (Berlin 1998). Oleh karena itu,

tetapan baku untuk perumusan offset menjadi

bervariasi antara op-amp yang satu dengan

yang lainnya sehingga dapat dikatakan bahwa

cara ini belum tepat.

Gambar 21 Blok sensor termokopel

percobaan 1

Gambar 22 Blok sensor termokopel

percobaan 2

13

Percobaan yang kedua yaitu

pemodifikasian dari percobaan pertama

(penggabungan dengan tetap menggunakan

satu blok temperatur referensi, empat blok

penguat sinyal dan empat buah sensor),

namun perbedaannya adalah blok tegangan

offset yang digunakan sebanyak empat buah.

Setiap sensor akan mempunyai masing-

masing tegangan offset. Hasil dari percobaan

kedua dengan menggunakan rangkaian op-

amp yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Percobaan kedua menghasilkan data yang

cukup memuaskan, yaitu keluaran dari setiap

sensor relatif sama dengan temperatur udara.

Adanya blok tegangan offset pada masing-

masing sensor menyebabkan keluaran sensor

dapat lebih mudah dikalibrasi walaupun

dengan keluaran nilai op-amp yang berbeda

sehingga tidak perlu lagi adanya penggunaan

nilai tetapan baku resistansi. Cara ini dapat

digunakan untuk membuat sensor termokopel

dengan empat saluran sensor yang efisien dari

segi fungsi dan pemanfaatan bahan dasar.

Tahap yang akan dilakukan setelah blok

sensor termokopel dengan empat saluran

sensor selesai adalah pembuatan blok

oscillator astable multivibrator yang

berfungsi sebagai pewaktu untuk

mengirimkan keluaran sensor secara

bergantian. Tahap ini memerlukan resistor dan

kapasitor eksternal untuk membentuk sinyal

multivibrator. Blok tersebut dapat

menghasilkan sinyal multivibrator yang

kontinu dengan memanfaatkan waktu

pengisian dan pengosongan kapasitor, dimana

nilai resistor dan kapasitor eksternal tersebut

akan berpengaruh pada periode sinyal yang

dihasilkan.

Persamaan frekuensi oscillator astable

(Pers. 4) pada blok oscillator astable

multivibrator digunakan untuk mendapatkan

pewaktu. Pewaktu yang dibutuhkan adalah

sekitar ±5 menit karena untuk data logger,

clock rate tidak dapat mencapai 1000 ketukan

dalam periode 1 detik sehingga jika periode

sinyal yaitu ±120 detik dan suatu saat terjadi

keterlambatan atau error maka 1 detik pada

pengukuran akan berpengaruh besar pada nilai

yang semestinya terukur. Sebaliknya, apabila

periode ditambahkan menjadi ±5 menit maka

kesalahan 1 detik tersebut tidak akan

berpengaruh banyak. Hasil simulasi dari

persamaan frekuensi oscillator astable

tersebut didapatkan R1 sebesar 118 kΩ, R2

sebesar 400 kΩ, dan C sebesar 470 µF agar

mendapatkan pewaktu ±5 menit untuk

mengirimkan keluaran sensor secara

bergantian.

Blok selanjutnya adalah blok penanda

yang berfungsi untuk menandakan keluaran

sensor setelah empat kali pengiriman data

secara berurutan. Tahap ini membutuhkan

keluaran tegangan yang cukup tinggi dan

konstan sebagai penanda agar pergantian

sensor untuk kembali ke awal lebih cepat

terjadi. Penanda pada penelitian ini

menggunakan IC TL317 yang mempunyai

keluaran sebesar 1.25 volt yang konstan,

untuk mencapai keluaran sebesar 1.25 volt

maka dibutuhkan catu daya minimum sebesar

3.7 volt.

Blok multiplexer (MUX) menjadi tahapan

selanjutnya untuk melengkapi rangkaian

elektronika dalam pembuatan termometer

elektronik. Blok ini berfungsi sebagai

pemindah saluran dengan teknik

menggabungkan beberapa sinyal yang

dikendalikan oleh sinyal logic high dari saklar

otomatis blok oscillator astable multivibrator.

Empat buah sensor yang digunakan

mempunyai keluaran sinyal analog (kontinu)

masing-masing dengan waktu yang bersamaan

pada suatu channel transmisi. Oleh karena itu,

blok multiplexer ini membuat masukan empat

sensor yang secara bersamaan menjadi satu

saluran keluaran sensor secara bergantian.

Blok selanjutnya adalah blok ADC (Analog to Digital Converter) yang

merupakan salah satu komponen utama dalam

sistem pengolahan sinyal digital. Blok

tersebut digunakan untuk merubah sinyal

analog menjadi sinyal digital dengan

perbandingan 1:1 atau mempunyai sensitifitas

1Hz/mV. Sinyal digital digunakan agar data

dapat diteruskan ke perangkat interface

input/output 14 kanal (USB port) sehingga

keluaran dapat direkam oleh PC dan

menghasilkan format rekaman data. Sinyal

digital yang masuk keperangkat tersebut

adalah pemicu logika positif atau sinyal high.

Tahap yang dilakukan setelah blok-blok

tersebut digabungkan, adalah melakukan

percobaan untuk membuktikan bahwa terjadi

perpindahan channel antar empat sensor

tersebut. Pengukuran DVM akan menunjukan

bahwa setiap 5 menit sensor akan

mengirimkan keluaran data tegangan yang

berbeda-beda.

Blok-blok tersebut kemudian digabungkan

dan diuji hasil kerjanya. Hal dasar yang harus

diperiksa kembali adalah catu daya dari tiap

blok rangkaian termometer elektronik karena

catu daya merupakan kunci utama dalam

setiap rangkaian elektronik. Blok ADC yang

terdapat pada penelitian ini memiliki sedikit

14

kejanggalan setelah diuji dengan

menggunakan DVM.

Sinyal setelah terjadinya konversi pada

blok ADC tidak terlihat. Setelah ditelusuri

pada setiap blok, ternyata penggabungan catu

daya ADC dengan rangkaian analog belum

sempurna. Pada rangkaian analog, catu daya

membutuhkan tegangan positif (+), negatif (-),

dan ground sedangkan untuk rangkaian digital

hanya membutuhkan tegangan positif (+) dan

ground. Tidak berjalannya konversi pada blok

ADC disebabkan karena adanya

penggabungan tegangan negatif (-) rangkaian

analog dengan ground rangkaian digital.

Setelah diperbaiki dengan menghubungkan

ground rangkaian analog dengan ground

rangkaian digital seharusnya fungsi blok ADC

sudah dapat berjalan kembali namun catu

daya blok ADC menjadi tidak cukup kuat

untuk menjalankan fungsi blok tersebut.

Masalah tersebut disebabkan oleh adanya

pembagian catu daya 9 volt pada blok catu

daya menjadi +4.5 volt dan -4.5 volt sehingga

tegangan yang sampai ke blok ADC kurang

memenuhi batas minimum catu daya (low

voltage). Batas minimum catu daya untuk

blok ADC adalah 5 volt sedangkan catu daya

yang tersedia sebesar 4.5 volt.

Solusi dari permasalahan itu adalah

dengan mengganti pembagi catu daya pada

blok catu daya dengan blok negative voltage

converter. Blok tersebut akan menghasilkan

tegangan negatif dan mempunyai ground yang

stabil karena ground tersebut akan langsung

dihubungkan dengan tegangan negatif dari

sumber catu daya. Oleh karena itu, jika catu

daya yang digunakan 9 volt maka akan

menghasilkan tegangan -9 volt. Adanya blok

negative voltage converter memungkinkan

catu daya yang dibutuhkan untuk termometer

elektronik multichannel dapat diefisiensikan

menjadi catu daya minimum sebesar 5 volt.

Pemakaian catu daya 9 volt dapat

ditanggulangi dengan menambahkan IC 7805

yang dapat berfungsi sebagai pengatur

tegangan (voltage regulator). Prinsip kerjanya

adalah mengatur tegangan masukan sebesar 9

volt menjadi tegangan keluaran sebesar 5 volt.

Perubahan sistem catu daya menyebabkan

seluruh bagian termometer elektronik

multichannel dapat berjalan dengan

semestinya. Pengiriman data dari sensor

berjalan secara bergantian setiap 5 menit

kemudian masuk melalui perangkat interface

input/output 14 kanal (USB port) agar

keluaran dapat direkam oleh PC (Gambar 23).

Format rekaman data pada Gambar 23

menunjukkan bahwa keluaran data yang

dihasilkan berbeda-beda setiap ±5 menit dan

terekam pula data yang cenderung sama

dalam selang waktu ±5 menit. Hasilnya ada

data yang mengalami keterlambatan dan akan

berpengaruh besar pada nilai yang terukur

seperti yang telah diprediksikan yaitu pada

data yang dilingkar hitam. Hal itu dapat

disebabkan karena input blok ADC yang

bervariasi sehingga sekuen ketukan sinyal

akan ikut bervariasi. Apabila perpindahan

channel dijalankan berdasarkan waktu, maka

akan ada sekuen yang sinyalnya tidak sesuai

dengan nilai frekuensi sebenarnya.

Solusinya adalah dengan mengasumsikan

bahwa data awal dan akhir adalah data error

sehingga data yang digunakan adalah data

diantara data awal dan akhir yang kemudian

dirata-ratakan untuk mendapatkan data suhu

yang sebenarnya. Tetapi waktu pengukuran

keluaran sensor Tk1 (misalnya) untuk kembali

mengukur Tk1 selanjutnya akan berlangsung

selama rentang waktu 25 menit karena empat

sensor dan blok penanda diberikan waktu 5

menit untuk mengirimkan data.

Gambar 23 Format rekaman data 1

Tk1

Tk2

Tk3

Tk4

Penanda

15

Gambar 24 Keluaran sensor dengan berbagai offset dan sinyal penanda

Rentang waktu tersebut dinilai masih

terlalu lama untuk pengukuran iklim mikro

yang membutuhkan respon waktu yang cukup

cepat. Oleh sebab itu, blok oscillator pada

astable multivibrator belum sesuai sebagai

pewaktu dalam termometer elektronik

multichannel ini.

Gambar 25 Modul termometer elektronik

multichannel

Pengganti dari blok pewaktu rangkaian

termometer elektronik dapat menggunakan

blok ADC karena di dalam blok tundaan

waktu terdapat perangkat pencacah biner yang

fungsinya adalah menghitung jumlah pulsa

yang masuk melalui inputnya (analog)

sehingga terjadi tundaan waktu setiap

keluaran sensor termokopel setelah

terkonversi menjadi digital. Oleh karena itu,

sinyal yang dijadikan sebagai pewaktu untuk

blok MUX adalah sinyal output setelah

konversi selesai pada blok ADC. Hasil dari

penggabungan blok-blok tersebut dapat dilihat

pada Gambar 25.

4.3 Kalibrasi dan Pengujian Alat

Teknik yang digunakan untuk

pengkalibrasian termometer elektronik

multichannel ini adalah dengan memasukkan

ujung sensor yang menjadi hot junction ke

dalam air es sehingga keluaran termometer

tersebut setara dengan 0 oC (0 mV), atau

dengan cara menyamakan keluaran suhu

termokopel yang menjadi hot junction dengan

sensor suhu elektronik lain yang sudah

terkalibrasi.

Berdasarkan Gambar 24 maka diketahui

masih adanya data pengamatan yang salah

yang ditunjukkan adanya data yang jauh

menyimpang dari sinyal rata-rata dalam kurun

waktu empat hari. Hal ini disebabkan karena

ground catu daya yang digunakan berasal dari

ground PC. Perpindahan channel sudah

terlihat jelas dengan adanya empat grafik

berdampingan yaitu grafik keluaran sensor

termokopel dan satu grafik dengan keluaran

konstan yaitu grafik keluaran penanda.

16

Gambar 26 Format rekaman data 2

Berdasarkan permasalahan ground catu

daya tersebut maka dapat ditanggulangi

dengan penggantian catu daya menggunakan

aki/baterai kering sehingga ground catu daya

menjadi stabil yang akan menyebabkan noise

analog serta data error akan menghilang. Data

setelah pergantian aki/baterai kering

ditunjukan pada grafik setelah garis vertikal

hitam tebal (Gambar 24). Keluaran data pada

gambar 26 menunjukan adanya perpindahan

saluran dengan menggunakan sinyal setelah

konversi selesai pada blok ADC sebagai

pewaktunya. Tundaan waktu setiap keluaran

jumlah pulsa sensor termokopel yang masuk

ke blok ADC ±1 menit, kecuali penanda.

Setiap selesai membaca data hingga data

tertampung penuh, pencacah dikembalikan

seperti kondisi semula (kosong) yang

kemudian akan kembali melakukan

pembacaan data pada sensor termokopel

berikutnya.

Gambar 27 merupakan keluaran data

termometer elektronik multichannel yang

sudah terkalibrasi, data ini diperoleh dari hasil

pengamatan pada tanggal 29 September 2009

pukul 18.18 WIB hingga tanggal 30

September 2009 pukul 22.28 WIB di koridor

Workshop Instrumentasi Meteorologi.

Keluaran data dipisahkan atau dikelompokkan

tiap channel dengan menggunakan perangkat

lunak bacadataserial.

Gambar 27 Keluaran termometer elektronik multichannel terkalibrasi

17

Berdasarkan gambar 27 dapat diketahui

bahwa grafik yang berwarna biru (belah

ketupat), merah (persegi), hijau (segi tiga),

dan ungu (silang) menunjukkan sensor

termokopel (Tk) yang berurutan. Grafik

tersebut membuktikan bahwa termometer

elektronik multichannel berjalan cukup baik

dengan data yang menunjukan pola suhu 24

jam. Fluktuasi data terjadi pada siang hari

mulai pukul 11.30. Fluktuasi tersebut bisa

disebabkan oleh adanya angin kencang pada

siang hari atau tidak adanya sangkar cuaca

pada termokopel tersebut yang dapat

meminimalisir pengaruh dari faktor luar.

Sensor pada termometer elektronik

multichannel ini dipasang berdekatan

sehingga menghasilkan data yang cenderung

berpola sama. Resolusi dari termometer

elektronik multichannel ini berdasarkan hasil

pengamatan yang dilakukan didapat nilai

sebesar 2.5 mv atau setara dengan 0.25 oC per

5 menit. Sedangkan akurasi mengandalkan

temperatur referensi dari LM35 DZ yaitu

kurang dari 0.5 oC pada suhu 25

oC. Dalam

pengaplikasiannya, termometer elektronik

multichannel ini dapat diletakan dimanapun

objeknya berada, hanya saja karena prinsip

kerja dari sensor termokopel pada termometer

elektronik multichannel ini menggunakan

beda potensial maka untuk pengukuran pada

objek yang menghantarkan listrik sebaiknya

sensor-sensor tersebut tidak diletakkan

bersamaan. Jika hal tersebut dilakukan maka

keluaran sensornya akan mempunyai nilai

yang sama.

18

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penggunaan satu sensor temperatur

referensi untuk termometer elektronik dengan

beberapa sensor termokopel melalui rangkaian

switch yang bekerja secara sekuensial dapat

bekerja dengan cukup baik. Dengan demikian

efesiensi pengukuran untuk banyak titik dapat

diperbaiki dengan mengurangi kesalahan

pengukuran yang disebabkan oleh keragaman

sensor temperature referensi.

Tersedianya satu keluaran analog dari

termometer elektronik yang mempunyai

beberapa sensor dapat memudahkan transmisi

data jarak jauh (telemetri) dengan jalur radio

yang umumnya hanya tersedia satu jalur.

Uji coba alat masih menemukan

ketidaknormalan hasil pengukuran yang

disebabkan oleh catu daya PC yang kurang

sempurna, namun hal tersebut dapat

ditanggulangi dengan pergantian catu daya

menggunakan aki/baterai kering.

5.2 Saran

Perlu adanya peninjauan untuk

menyempurnakan catu daya agar mengurangi

noise (gangguan data) atau dengan

mengembangkan perangkat lunak yang

berfungsi sebagai filter agar dapat

memperbaiki data yang tidak sempurna

(error).

DAFTAR PUSTAKA

Amwei. 2008. Thermistors.

[http://www.amwei.com, diakses 26

Januari 2010]

Berlin H M. 1998. Mendesain rangkaian op-

amp dan eksperimen. Yayasan

Pembina Pendidikan dan hobi

Elektonika “Binatronika”. Terjemahan

dari : The design of op-amp circuits,

with experiments.

Budianto B. 1999. Instrumentasi Meteorologi

Elektronik. Di dalam: Pelatihan Dosen-

dosen Perguruan Tinggi Negri

Indonesia Bagian Barat dalam Bidang

Agroklimatologi; Bogor, 1-12 Feb

1999. Bogor: Departemen Geofisika

dan Meteorologi. hlm 112

Efunda Inc. 2009. Thermocouple. Sensors

temperature. [http:// www.efunda.com,

diakses 15 Agustus 2009]

Encyclopædia Britannica. 2009.

Thermocouple. Science & Technology.

[http://www.britannica.com, diakses

30 Desember. 2009]

Gani H S. 2009. Sensor dan Transduser.

[http://www.docstoc.com, diakses 23

Desember 2009]

Hoskins Manufacturing Company. 2009.

Thermocouples & Thermocouple Wire.

Temperature Measurement.

[http://www.graphicsdept.com, diakses

15 Agustus 2009]

Ifarifa. 2009. Termistor.

[http://www.scribd.com, diakses

diakses 23 Desember 2009]

Koestoer R A. 2004. Pengukuran teknik.

Jakarta: Departemen Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Nafira. 2008. Portable Data Logger

Temperatur dengan RTC Berbasis

MCS-51. [http :/ / digilib. stikom. edu/

Index.php, diakses 17 Desember 2009]

National Semiconductor Corporation. 1995.

Precision Centigrade Temperature

Sensors. RRD-B30M75. Santa Clara,

CA: USA[www.datasheetcatalog.com,

diakses 15 Juni 2009]

Omega Engineering Inc. 2008. Reference

Temperatures. 1-888-TC-OMEGA.

[http:// www.omega .com, diakses 15

Agustus 2009]

Potter D. 1996. Measuring Temperature with

Thermocouples – a Tutorial.

Application Note 043. National

Instruments Corporation.

Rano. 2009. Elektronik Industri. Petruzella

[http://www.caltron.co.id, diakses 19

Desember 2009]

Short N M. 2004. Meteorology - Weather And

Climate: A Condensed Primer. The

Water Planet - Meteorological,

Oceanographic and Hydrologic

Applications of Remote Sensing.

[http://www.fas.org/irp/imint/docs/rst/

Sect14/Sect14_1a.html, diakses 26

Januari 2010]

Sumardi. 2009. Komponen Sistem Kontrol.

Semarang: Jurusan Teknik Elektro

Fakultas Teknik Universitas

Diponegoro

Texas Instruments Incorporated. 2008.

Precision Timers NE555. SLFS022G

[www.ti.com, diakses 15 Juni 2009]

19

LAMPIRAN

20

Lampiran 1 Contoh termokopel dan data logger yang telah diproduksi di pasaran

Nama Barang Gambar Spesifikasi Harga

Thermocouple

type-T

Respon cepat dan akurasi tinggi $11.40

Thermocouple

type-T

Panjang 50 ft, temperatur maksimum

500 oF

$55.00

Lascar USB

Thermocouple

Data Logger

Menggunakan Termokopel tipe Type K,

J atau T

Cakupan pengukuran -200°C sampai

1300°C

Beserta Perangkat lunak, 1/2AA Battery

$83.00

Lascar

Thermocouple

Data Logger

w/ LCD

Display

Merekam dengan menggunakan

Termokopel tipe J, K, atau T

Akurasi ±1 oC

Dapat menyimpan 32,000 temperatur

yang terbaca

Menggunakan LCD

Menggunakan penghubung USB untuk

data

Beserta Perangkat lunak PC dan 1/2 AA

Baterai

$100.00

Extech 7

Thermocouple

Datalogger

Mendukung 7 jenis termokopel

(J,K,T,E,R,S,H)

Real-time Monitoring (LCD atau PC)

Hemat baterai

Data logging otomatis

Beserta Perangkat lunak, kabel Rs-2332,

dan 6 AAA Baterai

$249.00

21

8-Channel

Temperature

Data Logger

Masukan 8 channel

Mendukung termokopel, RTD, termistor

dan semiconductor temperature sensors

Beserta 64 MB CompactFlash® Card,

USB Power Adapter, US Plug and

Software

$729.00

SmartReader

Plus 6 Data

Logger

Masukan 7 channel

Resolusi 12 bit

Bisa menyimpan 1,000,000 data

Baterai tahan sampai 10 tahun

Memungkinkan pengambilan data yang

cepat

$1,275.00

Graphtec

High Speed

Isolated Data

Logger

8 channel multifungsi Data Logger

dengan kecepatan tinggi

Mengukur bersamaan terhadap Voltage,

Temperature, Humidity, Pulse dan Logic

Penyimpanan data pada USB Memory

Sticks atau Internal RAM

Mencakup 100 sampai 240 Volts AC

Power Supply

Menyediakan Bentuk gelombang

Pengukuran Voltase

Built-in 5.7" TFT LCD Display

Dipantau melalui Built-in Ethernet Web

dan FTP Server

Beserta Software, Power Supply dan

kabel USB

$3,995.00