pengembangan karakter peserta didik berbasis higher …

12
ISBN. 978 623 7533 11 5 58 PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SEBUAH GAGASAN Ratri Romadhona SMAN 1 Mataraman E-mail: [email protected] Abstrak: Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi pengembangan karakter peserta didik berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan mencetuskan gagasan yang dapat diimplementasikan pada konten matematika dalam pembelajaran untuk menumbuhkan karakter positif dan kebiasaan berpikir tingkat tinggi. Ilmu pengetahuan dapat diakses tanpa batas pada era digital, sehingga pendidikan harus fokus pada pengembangkan sifat, watak, dan akhlak termasuk di dalamnya penanaman pendidikan karakter dalam kegiatan pendidikan, termasuk pendidikan matematika. Penguatan karakter yang berimbas pada peru- bahan pola pikir peserta didik sehingga menjadi terbuka dan berdampak pula pada peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal bertaraf internasional yang berstandar tinggi. Keberhasilan tersebut harus didukung dengan keterampilan guru dalam mengembangkan media dan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Banyaknya tantangan yang akan dihadapi oleh guru matematika sehingga perlu memiliki inspirasi bagaimana pembelajaran matematika dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter dan kebiasaan berfikir tingkat tinggi. Di dalam artikel ini, penulis mencoba memaparkan gagasan tentang bagaimana penguatan pendidikan karakter berbasis higher order thinking skills dalam pembelajaran matematika serta contoh pengaplikasiannya. Kata kunci: karakter, HOTS, pembelajaran matematika PENDAHULUAN Manusia diciptakan sebagai makhluk sempurna yang dibekali akal untuk berfikir sebelum bertindak. Perlunya manu- sia yang memiliki etika mulia menunjukkan bahwa pembangunan bidang pendidikan harus sesuai fitrahnya baik sebagai makhluk Tuhan maupun makhluk sosial. Oleh karena itu, pendidikan karakater harus dikembangkan untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia yang ideal. pendidikan karakter menjadi sebu- ah pembelajaran yang wajib diinternalisasi- kan sejak dini, sehingga proses penghaya- tan terhadap nilai, ajaran, atau penanaman etika dapat diwujudkan dalam bentuk sikap atau pola perilaku tanpa paksaan. Proses internalisasi ini diejawantahkan pada semua jenjang pendidikan sejak dini sampai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Suyanto (Kurniawan, 2013) yang mendefini- sikan pendidikan karakter sebagai pendidi- kan budi pekerti plus, yaitu melibatkan aspek-aspek pengetahuan (cognitive), pera- saan (feeling), dan tindakan (action). Kurikulum pendidikan telah diran- cang sedemikian rupa dengan seperangkat ilmu pengetahuan, baik rumpun eksak, sosial, kepribadian, dan agama sehingga

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5

58

PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS)

DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: SEBUAH GAGASAN

Ratri Romadhona

SMAN 1 Mataraman E-mail: [email protected]

Abstrak: Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan implementasi pengembangan karakter peserta didik berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) dan mencetuskan gagasan yang dapat diimplementasikan pada konten matematika dalam pembelajaran untuk menumbuhkan karakter positif dan kebiasaan berpikir tingkat tinggi. Ilmu pengetahuan dapat diakses tanpa batas pada era digital, sehingga pendidikan harus fokus pada pengembangkan sifat, watak, dan akhlak termasuk di dalamnya penanaman pendidikan karakter dalam kegiatan pendidikan, termasuk pendidikan matematika. Penguatan karakter yang berimbas pada peru-bahan pola pikir peserta didik sehingga menjadi terbuka dan berdampak pula pada peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal bertaraf internasional yang berstandar tinggi. Keberhasilan tersebut harus didukung dengan keterampilan guru dalam mengembangkan media dan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Banyaknya tantangan yang akan dihadapi oleh guru matematika sehingga perlu memiliki inspirasi bagaimana pembelajaran matematika dapat dimanfaatkan untuk pengembangan karakter dan kebiasaan berfikir tingkat tinggi. Di dalam artikel ini, penulis mencoba memaparkan gagasan tentang bagaimana penguatan pendidikan karakter berbasis higher order thinking skills dalam pembelajaran matematika serta contoh pengaplikasiannya. Kata kunci: karakter, HOTS, pembelajaran matematika

PENDAHULUAN

Manusia diciptakan sebagai

makhluk sempurna yang dibekali akal untuk

berfikir sebelum bertindak. Perlunya manu-

sia yang memiliki etika mulia menunjukkan

bahwa pembangunan bidang pendidikan

harus sesuai fitrahnya baik sebagai

makhluk Tuhan maupun makhluk sosial.

Oleh karena itu, pendidikan karakater harus

dikembangkan untuk membentuk sumber

daya manusia Indonesia yang ideal.

pendidikan karakter menjadi sebu-

ah pembelajaran yang wajib diinternalisasi-

kan sejak dini, sehingga proses penghaya-

tan terhadap nilai, ajaran, atau penanaman

etika dapat diwujudkan dalam bentuk sikap

atau pola perilaku tanpa paksaan. Proses

internalisasi ini diejawantahkan pada semua

jenjang pendidikan sejak dini sampai tingkat

dasar sampai perguruan tinggi. Hal tersebut

senada dengan apa yang dikemukakan oleh

Suyanto (Kurniawan, 2013) yang mendefini-

sikan pendidikan karakter sebagai pendidi-

kan budi pekerti plus, yaitu melibatkan

aspek-aspek pengetahuan (cognitive), pera-

saan (feeling), dan tindakan (action).

Kurikulum pendidikan telah diran-

cang sedemikian rupa dengan seperangkat

ilmu pengetahuan, baik rumpun eksak,

sosial, kepribadian, dan agama sehingga

Page 2: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019

59

1

Kecakapan Abad 21yang dibutuhkan

2

pendidikan telah mampu membangun keta-

jaman otak dan melahirkan peserta didik

yang memiliki seperangkat kepintaran yang

diukur dengan nilai atau angka.

Berbicara mengenai angka, tentu

tidak lepas dari proses penilaian (asses-

men) sehingga menghasilkan angka-angka

dalam bentuk laporan hasil pembelajaran.

Mengapa assesmen di Indonesia diarahkan

ke Model Higher Order Thinking Skills

(HOTS) dan Contextual Assessment?

Pemerintah menjawab pertanyaan tersebut

melalui bagan berikut:

Sumber: www.kemdikbud.go.id

Gambar 1. Kecakapan Abad 21

Pengembangan karakter bangsa

harus berlandaskan Pancasila sehingga

didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha

Esa, menjunjung tinggi Kemanusiaan yang

adil dan beradab, mengedepankan persa-

tuan Indonesia, menjunjung tinggi demokrasi

dan HAM, serta mengedepankan keadilan

dan kesejahteraan rakyat (Aziz, 2016). Aziz

juga mengemukakan karakter yang kuat

harus dilandasi dengan akhlak mulia, di

mana hatilah yang menjadi pusat terben-

tuknya pendidikan karakter.

Digelontorkannya kurikulum 2013,

diharapkan dapat mengubah paradigma

pelaksanaan pembelajaran di sekolah. Guru

sebagai ujung tombak perubahan, dapat

mengubah pola pikir dan strategi pembela-

jaran yang awalnya berpusat pada guru

(teacher centered) berubah menjadi berpu-

sat pada peserta didik (student centered).

Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif

dalam menyajikan materi pelajaran. Tercip-

tanya manusia Indonesia yang produktif,

kreatif dan inovatif dapat terwujud melalui

pelaksanaan pembelajaran yang dapat

dilaksanakan di berbagai lingkup dengan

menggunakan kemampuan berpikir kritis dan

kreatif. Pembelajaran yang dapat diterapkan

adalah pembelajaran dengan memberdaya-

kan untuk berfikir tingkat tinggi (high order

thinking). Kurikulum 2013 telah mengadopsi

taksonomi Bloom yang direvisi oleh

Anderson dimulai dari level mengingat,

memahami, menerapkan, menganalisis,

mengevaluasi dan mencipta. Untuk menca-

pai level tersebut, peserta didik dibiasakan

untuk mencapai kemampuan berfikir yang

tidak sekedar mengingat (recall), menyata-

kan kembali (restate), atau merujuk tanpa

melakukan pengolahan (recite). Inilah yang

disebut sebagai High Order Thinking Skills

(HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat

tinggi.

Page 3: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5

60

Tantangan Kurikulum 2013 meliputi

tantangan internal dan tantangan eksternal

(globalisasi). Tantangan eksternal dianggap

menyita perhatian lebih, sebab melibatkan

hal-hal di luar diri pribadi individu. Tantangan

eksternal meliputi lingkungan hidup, kema-

juan teknologi, industri kreatif, dan kemajuan

pendidikan internasional.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi

yang diharapkan dicapai oleh peserta didik

sudah lama digembar-gemborkan pemerin-

tah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah

dengan membiasakan peserta didik menye-

lesaikan permasalahan yang tertuang dalam

soal-soal pada mata pelajaran di sekolah.

Dalam Ujian Nasional (UN) tahun 2019,

kuantitas soal HOTS pada mata pelajaran

yang diujikan hanya 10% - 15% dari total

semua soal, dan akan terus ditingkatkan

setiap tahunnya (https://www.kemdikbud.

go.id).

Aziz (2016) mengemukakan bahwa

sesungguhnya pada saat UN berlangsung,

ada “mata pelajaran” lain yang ikut diujikan,

yaitu mata pelajaran kejujuran. Mata

pelajaran ini diujikan bukan hanya kepada

peserta didik, tapi juga kepada guru dan

tenaga kependidikan pada umumnya.

Mampu tidaknya mereka lulus dari mata

pelajaran ini, tergantung apakah selama ini

mereka dapat menyerap pendidikan karakter

di setiap satuan mata pelajaran dalam

proses belajar mengajar di sekolah.

Penguatan karakter yang berimbas

pada perubahan pola pikir peserta didik,

sehingga menjadi terbuka dan berdampak

pula pada peningkatan kemampuan dalam

menyelesaikan soal-soal bertaraf internasio-

nal yang tentunya mempunyai standar yang

tinggi. Keberhasilan tersebut haruslah didu-

kung dengan keterampilan guru dalam

mengembangkan media dan model pembe-

lajaran yang kreatif dan inovatif.

Pendidikan karakter dapat diinte-

grasikan dalam pembelajaran pada setiap

mata pelajaran. Materi pembelajaran yang

berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada

setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,

dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks

kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,

pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya

pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada

internalisasi, dan pengamalan nyata dalam

kehidupan peserta didik sehari-hari di

masyarakat. Pendidikan karakter harus

mampu menyukseskan proses internalisasi

nilai-nilai moral. Jadi, bukan sekadar menge-

tahui mana yang baik dan buruk.

Pembelajaran matematika sebagai

salah satu mata pelajaran yang diberikan di

sekolah menengah, memiliki tanggung jawab

yang sama dengan mata pelajaran lain untuk

mengembangkan karakter peserta didik

sebagai calon generasi masa depan. Cara

yang utama adalah melalui pembelajaran di

kelas yang secara konsisten menanamkan

kebiasaan-kebiasaan dan perilaku yang

mendukung Penguatan Pendidikan Karakter

(PPK).

Permendiknas Nomor 22 tahun

2006 tentang standar isi menyebutkan

bahwa “mata pelajaran matematika bertu-

juan agar peserta didik memiliki kemampuan

memahami konsep matematika, penalaran,

memecahkan masalah, komunikasi matema-

tika, dan menghargai kegunaan matema-

tika”. Disebutkan pula bahwa matematika

perlu diberikan untuk membekali peserta

didik dengan kemampuan berpikir logis, ana-

litis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemam-

puan bekerjasama.

Tujuan pembelajaran matematika

tersebut dapat tercapai apabila guru

mengembangkan proses pembelajaran

matematika sesuai dengan rambu-rambu

yang telah ditentukan dalam standar proses

pendidikan. Kenyataan menunjukkan bahwa

Page 4: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019

61

pembelajaran matematika di Indonesia

belum memberdayakan potensi peserta didik

untuk menguasai potensi yang diharapkan

agar dapat mencapai tujuan pembelajaran

seperti yang disebutkan di atas. Pembe-

lajaran matematika masih dominan pada

menghafal rumus dan menghitung. Padahal

penguasaan konsep lebih penting agar

peserta didik dapat menyelesaikan berbagai

permasalahan dengan menguasai konsep

tersebut.

Selama ini banyak guru matematika

yang masih mengalami kesulitan dalam

melaksanakan pembelajaran matematika

yang terintegrasi dengan karakter. Lemah-

nya pengetahuan dan kemampuan untuk

merencanakan, melaksanakan, dan menge-

valuasi pendidikan karakter dalam pembe-

lajaran matematika. Guru kesulitan memilih

metode pembelajaran dan bahan ajar yang

sesuai, semisal RPP dan LKS, dengan

pengembangan karakter. Musfiqi dan Jailani

(2014) dalam hasil penelitian menemukan

bahwa bahan ajar yang tepat guna (RPP

dan LKS) termasuk dalam kriteria efektif

untuk meningkatkan karakter dan Higher

Order Thinking Skills (HOTS)

Pemikiran tersebut dipicu anggapan

bahwa matematika hanyalah sebatas angka.

Banyak peserta didik yang belum terampil

menghubungkan konsep matematika dalam

kehidupan nyata. Kenyataan tersebut se-

mestinya menggerakkan guru untuk berino-

vasi dalam mengembangkan pembelajaran

yang berorientasi pada karakter dan HOTS,

misalnya melalui bahan ajar (instructional

material) yang merupakan salah satu aspek

penting dan ruang potensial untuk berinovasi

dalam upaya menyelesaikan berbagai per-

masalah yang terjadi.

Peningkatan keterampilan berpikir

tingkat tinggi semestinya menjadi prioritas

dalam pembelajaran matematika. Lalu bagai-

mana guru memfasilitasi peserta didik untuk

dapat berpikir tingkat tinggi? Salah satu

alernatifnya adalah dengan mendesain

pembelajaran sedemikian rupa sehingga

mendukung peserta didik untuk mengem-

bangkan kemampuan berpikir mereka.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi

bisa dilaksanakan pada proses pembela-

jaran di kelas. Pembelajaran yang dimaksud

harus memberikan stimulus kepada peserta

didik untuk mencari konsep pengetahuan

berbasis aktivitas dan bermakna. Seperti

pembelajaran yang kontekstual, yaitu peser-

ta didik membangun pengetahuan melalui

pengalaman pribadinya. Artikel ini akan

memaparkan gagasan tentang bagaimana

penguatan pendidikan karakter berbasis

higher order thinking skills dalam pembela-

jaran matematika.

Program Penguatan Pendidikan Karakter

Penguatan Pendidikan karakter

(PPK) menjadi salah satu program prioritas

Kemdikbud. Gerakan PPK menjadi fondasi

dan ruh utama pendidikan. Ada empat

dimensi dalam pendidikan karakter, yaitu

olah hati (etik), olah pikir (literasi), olah rasa

(estetik), dan olahraga (kinestetik).

Ada 18 nilai dan deskripsi nilai

pendidikan budaya dan karakter bangsa

yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik.

Kedelapabelas nilai tersebut adalah religus,

jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,

mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, sema-

ngat kebangsaan, cinta tanah air, meng-

hargai prestasi, bersahabat, komunikatif,

cinta damai, gemar membaca, peduli ling-

kungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Dalam PPK juga dirumuskan lima

nilai utama karakter prioritas, yaitu religius,

integritas, nasionalis, mandiri, dan gotong

rotong. Penjabaran lima karakter tersebut

penulis uraikan di bawah ini.

Religius. Karakter religius menun-

jukkan tingkat kesesuaian sikap dan perbu-

Page 5: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5

62

atan seseorang ditinjau dari tuntunan dan

ajaran agama yang dianutnya. Orang yang

religius cenderung menjalankan ajaran

agama dan kepercayaan yang dianutnya

dengan konsisten (istiqomah), namun juga

memiliki toleransi yang tinggi terhadap

perbedaan pelaksanaan ajaran agama dan

kepercayaan dari orang lain, sehingga

mereka bisa hidup rukun dan damai dengan

sesama warga Indonesia.

Integritas. Orang atau peserta didik

yang berintegritas bercirikan adanya kecen-

derungan untuk menjadikan dirinya sebagai

orang yang amanah, jujur dan dapat

dipercaya, baik dari sisi tutur kata, tingkah

lakunya, dan juga hatinya. Orang yang

berintegritas tinggi adalah orang yang

sejalan antara hati, perkataan, dan

perbuatan.

Nasionalis. Nasionalis adalah

orang yang memperjuangkan kepentingan

bangsanya, mencintai nusa dan bangsanya.

Orang yang nasionalismenya tinggi cende-

rung menjunjung tinggi kehormatan bangsa-

nya, selalu berusaha menjadikan bangsanya

memiliki derajat yang tinggi dalam kancah

percaturan dunia, cenderung mendorong

terwujudnya tindak kegiatan yang mampu

mengibarkan nama harum bangsa, dan

sangat menolak adanya perilaku yang men-

coreng nama bangsanya. Karena itu, orang

yang rasa nasionalisnya memiliki kepedulian

dan penghargaan yang tinggi terhadap hal-

hal yang bisa menjadikan bangsanya

bermartabat.

Mandiri. Mandiri menunjukkan

tidak adanya ketergantungan kepada orang

lain. Orang yang mandiri memiliki semangat

dan etos kerja yang tinggi, kreatif, tangguh,

berani, dan bertanggungjawab, memanfaat-

kan potensi diri dan peluang yang ada di

sekitarnya seoptimal mungkin untuk mewu-

judkan apa yang dicita-citakan.

Gotong Royong. Gotong royong

mungkin bisa dipadankan dengan istilah

cooperative atau collaborative. Orang

dengan karakter gotong royong adalah orang

yang menghargai semangat untuk saling

bekerja sama, bahu-membahu dalam meng-

hadapi dan memecahkan masalah. memiliki

kemampuan untuk menjalin komunikasi dan

kerjasama dengan orang lain, cenderung

mau mendengarkan dan mencoba mengerti

orang lain, membangun persahabatan yang

harmonis, dan mampu mengomunikasikan

idenya dengan baik. Orang dengan karakter

gotong royong cenderung suka memberi

perhatian kepada kebutuhan orang lain, dan

memberikan bantuan yang diperlukan untuk

memuaskan temannya.

Pendidikan karakter akan berhasil

jika semua aktif mendukung implementasi

pendidikan karakter untuk mewujudkan

generasi bangsa yang cerdas berkarakter.

Pembelajaran Matematika

Pembelajaran adalah pemberdayaan

potensi peserta didik menjadi kompetensi.

Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat

berhasil tanpa ada orang yang membantu.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala,

2011) pembelajaran adalah kegiatan guru

secara terprogram dalam desain instruk-

sional, untuk membuat belajar secara aktif,

yang menekankan pada penyediaan sumber

belajar.

Konsep pembelajaran menurut

Corey (Sagala, 2011) adalah suatu proses

dimana lingkungan seseorang secara dise-

ngaja dikelola untuk memungkinkan ia turut

serta dalam tingkah laku tertentu dalam

kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan

respons terhadap situasi tertentu, pembela-

jaran merupakan subset khusus dari

pendidikan.

Jadi pembelajaran adalah usaha

sadar dari guru untuk membuat peserta didik

Page 6: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019

63

belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah

laku pada diri peserta didik yang belajar,

dimana perubahan itu dengan didapatkan-

nya kemampuan baru yang berlaku dalam

waktu yang relatif lama dan karena adanya

usaha.

Sedangkan pengertian matematika

adalah ilmu tentang bilangan, hubungan

antara bilangan, dan prosedur operasional

yang digunakan dalam penyelesaian masa-

lah mengenai bilangan (https://kbbi. web.id).

Sedangkan matematika adalah ilmu tentang

logika mengenai bentuk, susunan, besaran,

dan konsep-konsep yang berhubungan satu

dengan yang lainnya dengan jumlah yang

banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang,

yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Pembelajaran matematika adalah

proses pemberian pengalaman belajar

kepada peserta didik melalui serangkaian

kegiatan yang terencana sehingga peserta

didik memperoleh kompetensi tentang bahan

matematika yang dipelajari. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran matema-

tika adalah kegiatan belajar dan mengajar

yang mempelajari ilmu matematika dengan

tujuan membangun pengetahuan matema-

tika agar bermanfaat dan mampu memprak-

tikkan hasil belajar matematika dalam

kehidupan sehari-hari.

Higher Older Thinking Skills (HOTS)

Higher Older Thinking Skills (HOTS)

atau kemampuan berfkir tingkat tinggi

seringkali disejajarkan dengan sesuatu yang

sulit. Ketika guru mengatakan bahwa soal-

soal yang akan diberikan pada saat proses

assesmen pembelajaran adalah soal HOTS,

maka yang terpikir dalam benak peserta

didik adalah pasti soal sulit. Hal inilah yang

perlu kita luruskan bahwa HOTS tidak selalu

sulit.

Kemampuan berpikir tingkat tinggi

merupakan kemampuan menghubungkan,

memanipulasi, dan mentransformasi penge-

tahuan serta pengalaman yang sudah

dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif

dalam upaya menentukan keputusan dan

memecahkan masalah pada situasi baru.

Dalam penilaian yang melibatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi, pene-

kanannya adalah untuk mengukur kemam-

puan peserta didik dalam mentransfer satu

konsep ke konsep lainnya, memproses dan

menerapkan informasi, mencari kaitan dari

berbagai informasi yang berbeda-beda,

menggunakan informasi untuk menyelesai-

kan masalah, dan menelaah ide dan infor-

masi secara kritis.

Ciri-ciri berpikir tingkat tinggi adalah

adanya kemampuan menemukan, meng-

analisis, menciptakan metode baru, mere-

fleksi, memprediksi, berargumen, sampai

tahap dapat mengambil keputusan yang

tepat. Adapun karakteristik HOTS adalah

dapat mengukur kemampuan berpikir tingkat

tinggi, meminimalkan aspek ingatan atau

pengetahuan; berbasis permasalahan kon-

tekstual; stimulus menarik; dan bersifat tidak

rutin.

Level kognitif yang ingin dicapai

pada pembelajaran berbasis HOTS disajikan

dalam tabel berikut:

Tabel 1. Level Kognitif HOTS

No. Nilai Kognitif Karakteristik

1. Pengetahuan dan

Pemahaman (C1 & C2)

Pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural.

2. Aplikasi (C3) Menggunakan pengetahuan faktual.

Konsep, dan prosedural tertentu pada

Page 7: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5

64

konsep lain dalam mapel yang sama atau

mapel lainnya dan menyelesaikan

masalah kontekstual (situasi lain

unfamiliar)

3. Penalaran (C4, C5, dan C6)

Menggunakan penalaran dan logika untuk

mengambil keputusan (evaluasi),

memprediksi dan refleksi, serta menyusun

strategi baru untuk memecahkan masalah

Dari tabel dapat dijelaskan bahwa

level terendah dari kemampuan berpikir

peserta didik hanya sampai pengetahuan

dan pemahaman, meningkat ke level dua

yaitu aplikasi. Sasaran dari HOTS adalah

kemampuan peserta didik untuk meng-

analisis, mengevaluasi sampai mengkreasi

dengan tingkat berpikir kritis, kreatif, meme-

cahan masalah, sampai pembuatan kepu-

tusan.

Dari penjabaran di atas dapat

ditarik kesimpulan bahwa kemampuan

berpikir tingkat tinggi bagi peserta didik

ditekankan pada kemampuan peserta didik

dalam mengolah informasi yang diterimanya,

dimana informasi tersebut menuntut kemam-

puan menginterpretasi, mencari hubungan,

menganalisis, menyimpulkan, atau mencip-

takan. Setelah memahami penjabaran ini,

harapan ke depannya adalah tidak ada lagi

salah kaprah mengenai HOTS yang identik

dengan sesuatu yang sulit dipecahkan.

‘Difficulty’ is not the same as Higher Order

Thinking. Higher Order Thinking melibatkan

proses bernalar (seperti mencari arti dari

konteks/stimulus).

PEMBAHASAN

Peran guru masa kini tidaklah

mudah. Guru dituntut untuk mampu

menyiapkan anak didik agar memiliki

kecakapan abad 21, yakni berpikir kritis dan

analitis, kreatif dan inovatif, komunikatif,

serta kolaboratif. Lima peran guru masa kini

yaitu sebagai: 1) pengajar, dimana guru

mampu menyampaikan mata pelajaran agar

dimengerti dan dipahami anak didik; 2)

penjaga gawang, maksudnya guru mem-

bantu anak didik untuk mampu menyaring

pengaruh negatif; 3) fasilitator, guru mampu

membantu anak didik dalam proses pem-

belajaraan, menjadi teman diskusi dan ber-

tukar pikiran; 4) penghubung, guru mampu

menghubungkan anak didik dengan sumber-

sumber belajar yang beragam, baik di dalam

maupun di luar sekolah; dan 5) katalisator,

guru mampu mengidentifikasi, menggali dan

mengoptimalkan potensi anak didik (cerdas-

berkarakter.kemdikbud.goid).

Tiga cara pelaksanaan program

PPK menurut Kemdikbud adalah: (a) meng-

integrasikan pendidikan karakter ke dalam

mata pelajaran melalui kegiatan intra kuri-

kuler maupun ko-kurikuler, (b) mengimple-

mentasikan pendidikan karakter melalui

kegiatan ekstra kurikuler, (c) kegiatan pem-

biasaan di sekolah di luar jam pelajaran.

Menurut hemat penulis, tiga cara

melaksanakan program PPK tersebut tidak

mudah dilakukan oleh guru matematika.

Pengalaman dan pengamatan menunjukan

bahwa para guru sering merasa kekurangan

waktu dalam membelajarkan matematika.

Faktor banyaknya materi yang harus

dicakup, kesiapan belajar peserta didiknya,

dan gangguan kemajuan teknologi informasi

sering menjadikan pembelajaran matematika

tidak bisa berjalan secara ideal. Waktu

belajar efektif sering tidak memadai. Guru

masih sering merasa bahwa waktu

Page 8: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019

65

pembelajaran matematika juga masih

kurang. Apalagi kalau guru harus mengem-

bangkan pendidikan karakter melalui inte-

grasi pendidikan karakter dalam pembe-

lajaran matematika. Kondisi ini pasti merupa-

kan tantangan yang sangat luar biasa bagi

guru. Akan tetapi, karena pengembangan

karakter ini merupakan amanah bangsa,

maka pendidik matematika harus tetap

berupaya keras memikirkan kontribusi yang

bisa dilakukan.

Pendidikan matematika sebagai

bagian dari pendidikan, memiliki tanggung-

jawab yang sama dengan mata pelajaran

lain untuk mengembangkan karakter peserta

didik sebagai calon generasi masa depan.

Cara yang utama adalah melalui pembela-

jaran di kelas yang secara konsisten mena-

namkan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku

yang berkarakter.

Sehubungan dengan itu, untuk

membentuk pola pikir HOTS maka

pembiasaan dalam pembelajaran juga harus

HOTS. Guru matematika bisa merancang

kegiatan tatap muka, tugas terstruktur agar

peserta didik sambil belajar matematika bisa

juga mengembangkan karakternya, serta

mengarahkan peserta didik untuk mengamati

situasi terkini yang ada di lingkungannya dan

menghubungkan dengan materi yang

sedang dipelajari. Sementara itu, guru juga

bisa mendorong peserta didik untuk

memanfaatkan waktu untuk pengerjaan

tugas mandirinya dalam mengembangkan

karakter. Pembelajaran dengan standar

HOTS dapat tercapai melalui pembelajaran

yang kontekstual dan bermakna bagi peserta

didik (Subadar, 2017)

Karakter yang tertanam dan men-

jadi sebuah kebiasaan tentu akan mempe-

ngaruhi pola pikir. Apabila pembiasaan

tersebut terus menerus dilakukan secara

konsisten dan berkesinambungan, maka

cara berpikir yang sistematis dan terstruktur

juga pasti akan mengikutinya baik secara

sadar atupun tidak. Cara berpikir tersebut

diharapkan dapat mengarah pada higher

older thinking skills atau kemampuan berpikr

tingkat tinggi.

Beberapa gagasan mungkin bisa

menginspirasi bagi para pendidik tentang

bagaimana mengembangkan karakter

melalui konten metematika pada saat proses

pembelajaran.

Gagasan 1. Menumbuhkan Karakter

Religius

Hampir setiap materi dalam

matematika selalu melibatkan operasi aljabar

pada bilangan bulat. Contoh konten mate-

matika yang dapat ditampilkan adalah garis

bilangan pada operasi bilangan bulat.

Gambar 2. Garis Bilangan

Page 9: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5

66

Sebelum menanamkan konsep

religius, peserta didik diarahkan uruk

mencermati garis bilangan tersebut, dan

memancing untuk mengemukakan pemiki-

rannya mengenai konsep baik dan buruk,

dan menghubungkannya dengan apa yang

dilihat pada garis bilangan. Hindari menggu-

nakan istilah yang berkonotasi negatif semi-

sal “berhutang” untuk bilangan negatif atau

“bayar hutang” untuk bilangan positif.

Dalam konsep matematis nilai

angka pada garis bilangan bulat, semakin ke

kiri nilai akan semakin kecil dan semakin ke

kanan nilai akan semakin besar. Karakter

religius yang dapat ditanamkan pada konten

ini adalah adanya pebuatan baik untuk

mewakili bilangan positif dan perbuatan

buruk untuk mewakili bilangan negatif.

Semakin banyak kita berbuat baik, maka

nilai/derajat kita akan semakin, dan semakin

kita banyak melakukan perbuatan buruk dan

dosa maka akan menurunkan derajat kita di

sisi Allah SWT.

Gagasan 2. Menumbuhkan Karakter

Nasionalis

Materi statistika dalam kurikulum

2013 dberikan pada saat peserta didik ada di

tingkat XII. Pada materi ini banyak sekali

masalah kontekstual yang dapat diangkat

oleh guru dan disajikan sebagai bahan

untuk meningkatkan kemampuan berpikir

peserta didik. Misalnya dengan menampilan

hasil penelusuran di internet berikut ini:

Sumber: http://didikbani.blogspot.com

Gambar 3. Kecakapan Abad 21

Setelah mengamati dan meng-

analisis data diatas, guru dapat langsung

mengarahkan peserta didik untuk menya-

jikan data dalam beragam diagram (garis,

lingkaran, batang, maupun histogram).

Namun, guru juga dapat menggunakan data

tersebut untuk menanamkan rasa cinta

tanah air, semangat kebangsaan, dan rasa

bangga karena Indonesia adalah negara

dengan pemain bulutangkis terbanyak di

dunia. Selain menumbuhkan karakter nasio-

nalis, guru juga dapat menanamkan pema-

haman bahwa tidak mudah untuk meraih

prestasi. Sikap disiplin, kerja keras, dan

tanggung jawab terhadap apa yang dila-

kukan akan mengantarkan kepada prestasi

yang dicita-citakan.

Gagasan 3. Menumbuhkan Karakter

Tanggung Jawab, Peduli, Mandiri, dan

Kreatif

Sebagai guru yang mengajar di era

milenial di mana generasi milenial ini dapat

mengakses informasi tanpa batas dan filter,

Page 10: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019

67

maka guru harus pandai menyiasati supaya

apa yang diperoleh dan diakses anak pada

saat berada di sekolah dapat seefektif dan

seefisien mungkin digunakan untuk mengop-

timalkan proses pembelajaran.

Data statistik berikut adalah statistik

dunia digital dan internet dari APJII (Asosiasi

Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) per

Januari 2019 seputar kehidupan online.

Sumber: https://www.boc.web.id

Gambar 4. Statisik Pengguna Internet Indonesia

Dari data tersebut, peserta didik

diarahkan untuk menganalisis apa yang

diamatinya, kemudian dihubungkan dengan

pembelajaran pada saat itu. Data tersebut

bisa diintegrasikan dalam konten statistika,

misal disajikan dalam diagram lingkaran.

Selanjutnya guru dapat memasuk-

kan nilai pendidikan karakter dengan mena-

namkan rasa tanggung jawab ketika berme-

dia sosial, tidak menjadi apatis pada

lingkungan dan menumbuhkan kesadaran

bahwa dunia nyata lebih memberi arti

daripada dunia maya. Jiwa wira usaha juga

dapat ditanamkan dengan melihat peluang

perilaku masyarakat yang cenderung kon-

sumtif dan instan, maka guru dapat memo-

tivasi peserta didik untuk membuka peluang

usaha dengan berbisnis online, tentunya

harus disertai dengan menumbuhkan jiwa

kreatifitas.

Gagasan 4. Menumbuhkan Karakter Ingin

Tahu Dan Semangat Kebangsaan

Setiap sekolah pasti memasukkan

Pramuka sebagai ekstra kurikuler wajib

dalam kurikulumnya. Gerakan kepanduan

sendiri bertujuan untuk mngembangkan

potensi kaum muda agar berjiwa ksatria,

gagah berani, dan gemar menolong.

Salah satu kegiatan rutin Pramuka

adalah perkemahan. Beberapa fakta pada

saat perkemahan bisa diangkat dalam

pembelajaran, semisal pada gambar yang

disajikan berikut:

Page 11: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

ISBN. 978 – 623 – 7533 – 11 – 5

68

Sumber: @pakanangblogt.me/pakanangblog

Gambar 5. Contoh Penerapan Soal HOTS

Guru dapat menstimulus peserta

didik dengan menghubungkannya pada

materi vektor atau aturan pythagoras.

Pertanyaan yang memancing rasa ingin tahu

peserta didik, misalnya:

“Jika akan didirikan satu tiang bendera di

lokasi perkemahan dengan syarat jarak tiang

bendera ke tenda regu “Harimau” dan

“Singa” harus sama, serta jarak tiang

bendera harus sedekat mungkin ke tenda

regu “Serigala”, maka manakah pernyataan

di bawah ini yang benar?

A. Jarak tenda regu Harimau dan regu

Singa sama dengan jarak tiang bendera

ke tenda regu Serigala.

B. Jarak tenda regu Harimau dan regu

Singa adalah dua kali jarak tiang bendera

ke tenda regu Serigala.

C. Jarak tenda regu Harimau dan regu

Singa adalah tiga kali jarak tiang bendera

ke tenda regu Serigala.

D. Jarak tenda regu Harimau dan regu

Singa adalah empat kali jarak tiang

bendera ke tenda regu Serigala.

E. Jarak tenda regu Harimau dan regu

Singa adalah enam kali jarak tiang

bendera ke tenda regu Serigala.

Penggunaan Model Pembelajaran Untuk

Menanamkan Karakter

Pembelajaran matematika untuk

mengembangkan karakter sebagaimana

diuraikan di atas, tentu merupakan hal yang

patut untuk terus menerus dikembangkan

bagi penulis sebagai pendidik. Perlu

kerjasama yang baik dengan guru mata

pelajaran lain untuk mengembangkan

pembelajaran matematika yang mampu

mengembangkan karakter-karakter tersebut.

Penanaman karakter dalam pem-

belajaran matematika dapat dikembangkan

melalui model-model pembelajaran yang

dapat mengkondisikan peserta didik untuk

dapat berpikir kritis, logis, dan sistematis.

Pengembangan karakter melalui pembela-

jaran matematika, salah satunya adalah

penggunaan model pembelajaran integratif

yang menyatukan beberapa mata pelajaran

sekaligus diantaranya Pembelajaran Berba-

sis Proyek (PjBL) atau Pembelajaran Berba-

sis Masalah (PBL) (As’ari,2018).

PENUTUP

Apa yang penulis paparkan dalam

artikel ini hanya sebatas gagasan, dengan

Page 12: PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK BERBASIS HIGHER …

SENPIKA II (Seminar Nasional Pendidikan Matematika) Prodi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, 12 Oktober 2019

69

harapan dapat menginspirasi pembaca untuk

menerapkan atau bahkan meneliti lebih jauh.

Pembelajaran matematika dengan

PPK berbasis HOTS memberikan beberapa

keuntungan bagi peserta didik, antara lain

informasi yang dipelajari dan diproses mela-

lui proses berpikir tingkat tinggi menguatkan

ingatan terhadap informasi tersebut, dan

lebih jelas dibandingkan dengan informasi

yang diproses dengan LOTS (Low Order

Thinking Skills), misalnya menghafal. Seba-

gai contoh menghafalkan rumus dengan

menjelaskan penurunan rumus atau perbe-

daan antara mengingat definisi suatu kata

baru dengan menginternalisasi strategi.

Dengan pembelajaran HOTS peserta didik

tidak hanya menghafal tetapi juga mema-

hami dan mampu menerapkan dalam kehi-

dupan sehari-hari.

DAFTAR RUJUKAN

Aziz, A. A. (2016). Kebijakan Pendidikan

Karakter. Sidoarjo: Nizamia

Learning Center.

Asari, A.R. (2018). Pembelajaran

Matematika untuk Pengem-

bangan Karakter Peserta Didik:

Beberapa Inspirasi. (hal 1-16).

Diambil kembali dari https://

www.researchgate.net/publicatio

n/325256298

BOC Indonesia. Statistik Pengguna Digital

dan Internet Indonesia 2019.

Diambil kembali dari https://

www.boc.web.id/statistik-

pengguna-digital-dan-internet-

indonesia-2019

Kemdikbud.(2017). Konsep dan Pedoman

Penguatan Pendidikan Karakter:

Tingkat Sekolah Dasar dan

Menengah.Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

Kurniawan, S. (2013). Pendidikan Karakter

Konsepsi dan Implementasi

Secara Terpadu di Lingkungan

Sekolah, Perguruan Tinggi, dan

Masyarakat Indonesia. Yogya-

karta: Ar-Ruzz Media.

Musfiqi, Shin'an., Jailani. (2014, Juni).

Pengembangan Bahan Ajar

Matematika yang Berorientasi

pada Karakter dan Higher Order

Thinking Skill (HOTS). PYTHA-

GORAS: Jurnal Pendidikan

Matematika, 9 (1), 45-59.

Diambil kembali dari http://

journal.uny.ac.id/index.php/pyth

agoras

Sagala, S. (2011). Konsep dan Makna

Pembelajaran. Bandung: Alfa-

beta.

Subadar. (2017). Penguatan Pendidikan

Karakter berbasis Higher Order

Thinking Skils (HOTS). Peda-

godik, 4 (1). Diambil kembali

dari https://ejournal.unuja.ac.id/

index.php/pedagogik/article/view

/9