pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

15
PENGARUSUTAMAAN GERNDER DALAM PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA EFEKTIVITAS STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PROGRAM PRBBK Oleh Ninil M iftahul Jannah 1 , Yanet Paulina 2 , Ninil RM Jannah 3 , Rahmat Subiyakto 4 Perkumpulan Lingkar 5 ABSTRAK Pengarusutamaan gender dalam kerangka Program PRBBK yang dilakukan Perkumpulan Lingkar berarti memasukkan “perspektif gender” dalam seluruh siklus manajemen proyek, meliputi proses; perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, serta evaluasi, menggunakan perangkat- perangkat dan teknik-teknik pengarusutamaan gender. Keterlibatan aktif perempuan dalam upaya pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas memerlukan kesadaran dari komunitas untuk menyediakan ruang dan pelayanan kepada perempuan yang harus diikuti dengan upaya peningkatan kemampuan perempuan dalam menyampaikan pendapat pada berbagai pertemuan komunitas. Perkumpulan Lingkar menjalankan program pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) yang dilaksanakan di 2 desa di kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta dan 2 desa di kabupaten Cilacap, provinsi Jawa Tengah. Program bertujuan untuk mencapai masyarakat yang lebih aman dan berbudaya keselamatan melalui upaya peredaman, pengurangan risiko, dan pengelolaan akibat bencana dengan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mobilisasi sumber daya yang dimiliki masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, yang terintegrasi ke dalam proses pembangunan wilayah setempat. Strategi pengarusutamaan gender diterapkan pada aspek pencapaian partisipasi komunitas dan aspek manajemen proyek/program. Pada aspek partisipasi; dilaksanakan dengan memastikan kebermaknaan partisipasi dari kelompok-kelompok gender yang ada dalam teknik-teknik moderasi atau fasilitasi, kuota perempuan, dan kelompok terpisah. Pada aspek manajemen proyek, pengarusutamaan gender diwujudkan dengan memastikan perimbangan yang proporsional atas keterlibatan perempuan sebagai pelaksana proyek, termasuk adanya integrasi kegiatan-kegiatan yang berbasis gender ke dalam pelaksanaan proyek. Beberapa dedicated activities juga dilaksanakan, antara lain: 1) kajian kerentanan berbasis gender; 2) peningkatan kapasitas perempuan berupa pelatihan public speaking dan metode berpikir kritis; dan 3) evaluasi pengarusutamaan gender guna menilai dan menganalisis capaian 1 Direktur Eksekutif Perkumpulan Lingkar, Perempuan, [email protected] 2 Staf Perkumpulan Lingkar, Perempuan, [email protected] 3 Direktur Eksekutif Perkumpulan Lingkar, Perempuan, [email protected] 4 Staf Perkumpulan Lingkar, Laki-laki, [email protected] 5 Perkumpulan Lingkar, LSM yang bergerak di bidang pengelololaan risiko bencana berbasis komunitas dan pembangunan berkelanjutan , berkantor pusat di Sleman, Yogyakarta. Laman organsisasi www.lingkar.or.id 1

Upload: lingkar-association-perkumpulan-lingkar

Post on 03-Aug-2015

43 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

PENGARUSUTAMAAN GERNDER DALAM PROGRAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA EFEKTIVITAS STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM

PROGRAM PRBBK

OlehNinil Miftahul Jannah1 , Yanet Paulina2, Ninil RM Jannah3, Rahmat Subiyakto4

Perkumpulan Lingkar5

ABSTRAK

Pengarusutamaan gender dalam kerangka Program PRBBK yang dilakukan Perkumpulan Lingkar berarti memasukkan “perspektif gender” dalam seluruh siklus manajemen proyek, meliputi proses; perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, serta evaluasi, menggunakan perangkat-perangkat dan teknik-teknik pengarusutamaan gender. Keterlibatan aktif perempuan dalam upaya pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas memerlukan kesadaran dari komunitas untuk menyediakan ruang dan pelayanan kepada perempuan yang harus diikuti dengan upaya peningkatan kemampuan perempuan dalam menyampaikan pendapat pada berbagai pertemuan komunitas.

Perkumpulan Lingkar menjalankan program pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) yang dilaksanakan di 2 desa di kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta dan 2 desa di kabupaten Cilacap, provinsi Jawa Tengah. Program bertujuan untuk mencapai masyarakat yang lebih aman dan berbudaya keselamatan melalui upaya peredaman, pengurangan risiko, dan pengelolaan akibat bencana dengan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mobilisasi sumber daya yang dimiliki masyarakat, baik laki-laki dan perempuan, yang terintegrasi ke dalam proses pembangunan wilayah setempat.

Strategi pengarusutamaan gender diterapkan pada aspek pencapaian partisipasi komunitas dan aspek manajemen proyek/program. Pada aspek partisipasi; dilaksanakan dengan memastikan kebermaknaan partisipasi dari kelompok-kelompok gender yang ada dalam teknik-teknik moderasi atau fasilitasi, kuota perempuan, dan kelompok terpisah. Pada aspek manajemen proyek, pengarusutamaan gender diwujudkan dengan memastikan perimbangan yang proporsional atas keterlibatan perempuan sebagai pelaksana proyek, termasuk adanya integrasi kegiatan-kegiatan yang berbasis gender ke dalam pelaksanaan proyek.

Beberapa dedicated activities juga dilaksanakan, antara lain: 1) kajian kerentanan berbasis gender; 2) peningkatan kapasitas perempuan berupa pelatihan public speaking dan metode berpikir kritis; dan 3) evaluasi pengarusutamaan gender guna menilai dan menganalisis capaian proyek perihal keterlibatan, kesetaraan, dan peran antara perempuan dan laki-laki terkait akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat program.

1 Direktur Eksekutif Perkumpulan Lingkar, Perempuan, [email protected] Staf Perkumpulan Lingkar, Perempuan, [email protected] Direktur Eksekutif Perkumpulan Lingkar, Perempuan, [email protected] Staf Perkumpulan Lingkar, Laki-laki, [email protected] Perkumpulan Lingkar, LSM yang bergerak di bidang pengelololaan risiko bencana berbasis komunitas dan pembangunan berkelanjutan, berkantor pusat di Sleman, Yogyakarta. Laman organsisasi www.lingkar.or.id

1

Page 2: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

Makalah ini merupakan sintesis pembelajaran dari hasil evaluasi dampak (post programme) yang dilakukan Perkumpulan Lingkar terhadap program PRBBK di 4 desa; dan analisis hasil-hasil program PRBBK baik di program yang sama maupun program PRBBK lain yang relevan.

Evaluasi pada akhir proyek (2010) menunjukkan bahwa perempuan sudah lebih sadar terhadap posisinya di dalam proses perencanaan pembangunan dan penanggulangan bencana. Bentuk kesadaran ini nampak pada partisipasi aktif perempuan di setiap kegiatan termasuk dalam hal pengambilan keputusan, rencana aksi komunitas untuk pengurangan risiko bencana desa yang telah mengapresiasi peran dan kebutuhan perempuan dalam kondisi darurat. Pada tahun 2013 dilaksanakan evaluasi dampak proyek untuk menilai efektivitas strategi pengarusutamaan gender yang diterapkan Perkumpulan Lingkar. Pembelajaran dan rekomendasi-rekomendasi evaluasi dampak proyek dipergunakan untuk mengembangkan strategi pengarusutamaan gender yang lebih relevan bagi keadilan gender, pengembangan perangkat pengarusutamaan gender dalam PRBBK, maupun bagi daya dampak proyek PRBBK di kemudian hari.

Kata Kunci: Pengarusutamaan Gender, Perempuan, Partisipasi, Dampak

I. PENDAHULUAN

Peristiwa bencana di berbagai wilayah di dunia menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang menjadi korban jauh lebih besar dari pada laki-laki. Perempuan adalah pihak yang lebih mudah terkena akibat bencana karena adanya kerentanan berbasis gender yang dibentuk secara sosial dan budaya yang berlaku di sebuah komunitas. Misalnya, tingginya risiko bencana pada perempuan disebabkan aktivitas keseharian mereka yang lebih banyak di rumah yang konstruksinya kurang kokoh, diperparah dengan kurangnya pengetahuan perempuan tetang penyelamatan diri saat terjadi bencana.

Perempuan dan laki-laki memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam upaya PRB di tingkat komunitas6. Perbedaan peran dan tanggung jawab tersebut dipengaruhi oleh latar belakang sosial

6 Perempuan merupakan pengelola keuangan, pangan, air bersih rumah tangga, laki-laki membuat penampungan air (PAH, sumur) dan pembuatan instalasi air bersih, penanaman pohon di tebing rawan longsor (hasil kajian kerentanan dan kapasitas berbasis gender, PRBBK 2010).

budaya yang ada di komunitas. Meskipun berbagai kerentanan dilekatkan pada dirinya telah disadari pula bahwa perempuan memiliki kapasitas yang tidak dapat dikesampingkan. Persepsi perempuan yang khas dalam memandang bencana dan risiko yang dihadapi oleh masyarakat tempatnya berada serta pengetahuan dan keterampilan pengelolaan risiko dari perempuan berpeluang mengisi kekosongan atas ruang-ruang yang luput dari perhatian laki-laki. Namun demikian perempuan juga masih menghadapi berbagai hambatan baik yang datang dari dirinya maupun dari lingkungannya berada.

Dalam implementasi program PRBBK yang dilaksanakan di 4 Desa, yaitu Desa Pengkok, Kecamatan Patuk dan Desa Sampang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta; Desa Negarajati, Kecamatan Cimanggu dan Desa Panulisan Barat, Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, salah satu strategi yang digunakan dalam program adalah pengarusutamaan gender. Strategi ini dituangkan

2

Page 3: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

melalui dimasukkannya perspektif gender dalam seluruh siklus manajemen proyek, integrasi gender dalam berbagai kegiatan, hingga dedicated activities.

Secara umum dalam program PRBBK di 4 desa diperoleh informasi bahwa kegiatan-kegiatan produktif masih dilakukan oleh laki-laki, akses, dan kontrol dalam keluarga masih didominasi laki-laki. Namun untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan kegiatan PRBBK maupun perencanaan pembangunan desa antara laki-laki dan perempuan memiliki ruang akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang sama. Bahkan perempuan menempati posisi strategis di dalam Forum PRB maupun Tim Aksi Komunitas. Manfaat yang secara khusus diterima oleh perempuan adalah meningkatnya kesadartahuan perempuan tentang kesetaraan gender dan kegiatan yang secara khusus untuk meningkatkan penghasilan perempuan pada Rencana Aksi Komunitas/RAK.

Makalah ini merupakan sintesis pembelajaran dari hasil evaluasi dampak (post programme) yang dilakukan Perkumpulan Lingkar terhadap program PRBBK di Desa Negarajati dan Panulisan Barat, Kabupaten Cilacap; serta Desa Pengkok dan Sampang, Kabupaten Gunung Kidul; dan analisis hasil-hasil program PRBBK baik di program yang sama maupun program PRBBK lain yang relevan.

1.1. LATAR BELAKANG

Meskipun saat ini seluruh program di masyarakat baik dari pemerintah maupun lembaga telah mensyaratkan adanya keterlibatan perempuan secara aktif dalam seluruh tahap kegiatan baik di tingkat RT/RW, dusun hingga desa, namun pada kenyataannya hal ini hanya dipahami sebatas pada pemenuhan kuota, belum menyentuh soal kualitas keterlibatan perempuan. Perempuan

di pedesaan sering merasa malu untuk berkontribusi pada diskusi publik. Meskipun mereka tertarik pada hal yang sedang didiskusikan, ada kalanya mereka menghadapi kendala untuk berbicara. Hambatan nilai, norma, dan budaya yang berlaku di lingkungannya seperti tidak diperkenankannya perempuan untuk ikut serta mengambil keputusan dalam pertemuan membuat perempuan tidak berani mengungkapkan pendapat, atau apabila hadir di pertemuan dianggap tidak perlu dimintai atau didengarkan pendapatnya7. Perempuan juga tidak dipercaya untuk mengambil keputusan karena dianggap impulsif dan kurang rasional. Adanya hambatan-hambatan tersebut membuat partisipasi perempuan menjadi sangat rendah.

Dalam aspek akses, kontrol dan manfaat, kondisi perempuan juga tidak lebih baik. Aset berharga keluarga seperti tanah, rumah, lahan pertanian, kendaraan lebih banyak dikuasai oleh laki-laki/suami. Sementara ruang dapur – wilayah di mana perempuan paling sering menghabiskan waktu dalam kesehariannya – konstruksi bangunannya kurang memperhatikan soal kenyamanan apalagi keamanan; pengerjaannya pun umumnya cenderung sekedarnya dan dilakukan paling akhir dalam proses pembangunan rumah. Untuk wilayah yang kekurangan sumber air secara reguler terutama di musim kemarau seperti Desa Negarajati dan Panulisan Barat, pemenuhan kebutuhan air harian masih menjadi problem tersendiri bagi perempuan karena tanggung jawab mengambil air umumnya ada di tangan ibu sementara letak sumber air cukup jauh. Kondisi ini tentu semakin meningkatkan beban kerja perempuan.

7 Budaya Jawa menempatkan kaum perempuan sebagai pendamping laki-laki dan laki-laki sebagai kepala keluarga (hasil kajian kerentanan dan kapasitas berbasis gender, PRBBK 2010)

3

Page 4: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

Di lain pihak, perempuan merupakan anggota komunitas yang aktif, sangat mudah mengorganisir diri, memiliki kontribusi nyata dalam upaya pengurangan risiko bencana, dan sangat kompeten. Berbagai kegiatan yang dikelola oleh seperti PKK, Dasawisma, Posyandu, kelompok pengajian, arisan, dan lain sebagainya, berpeluang menjadi media penyampaian informasi tentang pengelolaan risiko bencana yang efektif. Perempuan juga merupakan responder pertama dan alamiah dalam menanggulangi ancaman seperti diare dan krisis pangan. Perempuan sebenarnya mempunyai relung peran tersendiri dalam upaya PRB di komunitas yang tidak dimiliki oleh laki-laki dan biasanya peran-peran tersebut signifikan8. Tetapi peran-peran tersebut tidak dilihat dan kerap kali diabaikan sehingga tidak diperhitungkan sebagai sebuah potensi/sumber daya potensial di dalam sebuah komunitas. Pada konsep PRBBK kondisi kesenjangan gender ini dapat melemahkan komunitas itu sendiri.

1.2. PENGELOLAAN RISIKO BENCANA BERBASIS KOMUNITAS

PRBBK merupakan sebuah kerangka kerja yang dilakukan oleh komunitas untuk mengurangi risiko bencana dengan mengenali dan mengelola sumber daya yang dimiliki tanpa menutup kemungkinan untuk memperoleh akses sumber daya dari luar dalam rangka membangun daya tahan komunitas terhadap bencana. Upaya PRB yang digagas oleh komunitas sedapat mungkin memberdayakan dan memperhitungkan seluruh sumberdaya setempat yang termasuk

8 Perempuan adalah kader kesehatan desa dan memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang obat-obatan tradisional, P3K, dan gizi, pengelola apotik hidup dan empon-empon, memiliki pertemuan/kelompok lebih banyak dari pada laki-laki.

tetapi tidak terbatas pada sumber dana, sumber daya alam, keterampilan, proses-proses ekonomi dan sosial masyarakat (Lingkar, 2010).

Prakarsa komunitas untuk mengelola risiko bencana ditujukan bagi seluruh komponen yang ada di komunitas. Ini berarti sejak dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi harus memasukkan dan memperhitungkan kepentingan dan pertimbangan dari berbagai pihak termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya yang ada di komunitas.

Berikut ini adalah beberapa pengertian PRBBK:

“Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas = (disingkat PRBBK) pendekatan yang mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana di tingkat lokal. Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya yang meliputi melakukan interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya, melakukan prioritas penanganan/ pengurangan risiko bencana yang dihadapinya, mengurangi serta memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana”, Buku Panduan PRBBK (2011).

“Suatu kerangka kerja pengembangan komunitas yang diselenggarakan oleh komunitas itu sendiri dengan mengembangkan kemampuan untuk mengenali dan mengelola ancaman, mengurangi kerentanan, mengelola sumber-sumber daya secara sistematis dan terpadu dalam upaya pembangunan yang berkelanjutan tanpa menciptakan ketergantungan untuk menurunkan risiko bencana, sehingga masyarakat aman dan memiliki ketahanan terhadap bencana”, Perkumpulan Lingkar (2009).

Dalam upaya mewujudkan komunitas yang memiliki

4

Page 5: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

ketahanan/ketangguhan terhadap bencana, ada serangkaian kegiatan yang tercakup dalam program PRBBK dimana pada proses pelaksanaannya tidak hanya melibatkan laki-laki namun juga perempuan. Kegiatan tersebut antara lain adalah: 1) Riset Aksi Partisipatoris Kajian Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas; 2) Kajian Manajemen Risiko dan Kajian Building Code; 3) Pengarusutamaan PRB dalam Pembangunan Desa; 4) Perencanaan Aksi PRB; 5) Aksi Komunitas; 6) Inisiasi Organisasi PRB Tingkat Desa; 7) Kampanye PRB; dan 8) Pelembagaan PRB.

Upaya komunitas untuk menurunkan kerentanan komunitas dilakukan melalui kegiatan menemukenali ancaman, kerentanan, kapasitas, risiko, potensi dan masalah di masing-masing desa. Upaya lainnya misalnya adalah upaya peredaman risiko dengan cara rehabilitasi lahan rawan longsor di desa Negarajati, pembangunan gorong-gorong di desa Panulisan Barat, penyediaan instalasi air bersih/sumur di desa Pengkok dan Sampang. Sedangkan upaya meningkatkan kapasitas adalah melalui pengintegrasian PRB dalam RPJMDes, penyusunan roadmap Desa Tangguh, penyusunan dokumen-dokumen utama desa seperti dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB), dokumen Rencana Aksi Komunitas (RAK) PRB, dan dokumen Rencana Kontijensi di masing-masing desa, pembuatan dokumen building code, penyediaan jalur evakuasi, penyediaan sarana instalasi air untuk kekeringan, pengadaan alat peringatan dini, penyediaan alat-alat tanggap darurat, penyediaan dana kesiapsiagaan, pembuatan posko pemantauan ancaman, radio komunitas, pengolahan sumber daya alam, dan adanya Forum PRB Desa.

1.3. DAMPAK PRBBK

Dalam pelaksanaan program PRBBK ada beberapa strategi yang

digunakan untuk memastikan keberhasilan program. Strategi-strategi tersebut adalah: Pengarusutamaan Gender (PUG); Peningkatan Kapasitas; Penghidupan Berkelanjutan; Pembangunan Berkelanjutan; Pengkajian Risiko Bencana secara Partisipatif; Integrasi PRB dalam Perencanaan Pembangunan; Keberlanjutan Program dan Pelembagaan. Karakteristik umum Desa Tangguh9 adalah dengan praktik-praktik PRBBK yang dipadukan pada pembangunan desa, hal tersebut dijabarkan dengan: 1) Adanya proses menemukenali wilayah desa (risiko, masalah, dan potensi) secara partisipatif; 2) Komunitas adalah pelaku utama dalam pengelolaan risiko bencana di wilayahnya, adanya proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi untuk mengelola risiko dengan pendekatan dari-oleh-untuk komunitas; 3) Adanya mobilisasi sumber daya komunitas untuk mendukung praktik-praktik PRB, seperti adanya Forum PRB, alokasi dana desa, keswadayaan dalam bentuk tenaga, waktu, dan materi; 4) Adanya pemaduan prakarsa PRB ke dalam perencanaan pembangunan desa dan kebijakan-kebijakan sektoral dengan pola intervensi multidisiplin, lintas sektor, dan lintas ancaman; 5) Adanya media saling berbagi pengetahuan dari masyarakat pada pihak luar dan antar masyarakat, maupun pihak luar pada masyarakat.

9 Program pengembangan Desa Tangguh yang dilaksanakan Perkumpulan Lingkar bertujuan “Masyarakat yang lebih aman dan berbudaya keselamatan melalui praktik PRB berbasis komunitas (PRBBK) dan mengintegrasikannya ke dalam proses pembangunan wilayah setempat”, dengan indikator keberhasilan yaitu adanya praktik dan pelembagaan PRBBK oleh kelompok-kelompok masyarakat yang telah dipadukan ke dalam perencanaan pembangunan desa, dengan demikian kapasitas masyarakat telah meningkat dan secara tidak langsung telah dapat menurunkan tingkat risiko bencana. Program pengembangan Desa Tangguh merupakan program peletakan fondasi bagi kerangka kerja Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) untuk menuju Desa Tangguh.

5

Page 6: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

Pada awal tahun 2013, Perkumpulan Lingkar melaksanakan evaluasi dampak program PRBBK di 4 desa di provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Proses penggalian data dilakukan baik kepada warga penerima manfaat langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan hasil evaluasi dampak pelaksanaan program PRBBK diperoleh informasi sebagai berikut:

1.3.1.Dampak & Relevansi

Dampak yang dirasakan dari program PRBBK oleh masyarakat di 4 desa berupa peningkatan pengetahuan dalam hal kebencanaan, pertanian, tata pemerintahan, dan perencanaan pembangunan. Dari sisi keterampilan, masyarakat telah melakukan latihan PPGD, cara penyelamatan diri dari ancaman longsor dan banjir sehingga dirasakan bisa menurunkan risiko terkena bencana. Hal ini didukung pula dengan pengembangan sistem peringatan dini, jalur evakuasi, dan pelaksanaan simulasi. Selain keterampilan dalam bidang kebencanaan, ada pula keterampilan tentang pengolahan makanan kecil dan bidang pertanian yaitu pembuatan pupuk organik. Dampak yang dirasakan dari penggunaan pupuk organik buatan sendiri adalah adanya penurunan biaya produksi pertanian di 2 desa walaupun memang belum semua warga menerapkannya. Petani di 1 desa merasa terbantu dengan adanya program kredit pupuk yang dikelola oleh FPRB. Untuk olahan makanan kecil kebanyakan tidak berlanjut karena menemui kendala dalam hal pemasaran produk, walaupun sebenarnya diawal telah dirasakan keuntungan dari mengelola makanan kecil tersebut.

Program-program yang ada di tingkat desa telah memasukkan dan memprioritaskan usulan dari kelompok perempuan. Dengan banyaknya kajian, pertemuan-

pertemuan, dan pelatihan yang diikuti oleh perempuan selama PRBBK, kepercayaan diri perempuan lebih meningkat; selanjutnya perempuan semakin sering ikut dalam pertemuan-pertemuan desa dan ada peningkatan keterlibatan perempuan dari aspek luasan dan kedalaman pemahaman masalah di dalam proses-proses pengambilan keputusan. Di samping itu, sudah ada representasi perempuan di dalam struktur kepengurusan Forum PRB dan Tim Aksi desa.

Komunikasi antar warga semakin meningkat terutama setelah ada sistem peringatan dini, radio komunitas dan HT, juga karena pertemuan-pertemuan dalam proyek PRBBK. Lebih luas lagi berkembangnya jaringan komunikasi dengan pihak luar seperti BPBD, SKPD, PMI daerah dimana masih terus berjalan. Namun sayangnya belum ada jejaring dengan pihak swasta.

Sementara dalam bidang pemerintahan desa dirasakan pelayanan umum di desa semakin tertata dengan adanya peningkatan kapasitas perangkat desa seperti komputer, tupoksi, dan keterampilan dalam perencanaan pembangunan desa.

Kegiatan lain yaitu pembangunan fisik berupa instalasi air bersih, sumur, talud, embung, DAM masih dirasakan manfaatnya sampai saat ini dimana sebelumnya di desa belum ada dan sangat dibutuhkan oleh warga. Di salah satu desa telah berkembang untuk penerima manfaat dari adanya instalasi air bersih yang dikelola oleh warga penerima manfaat.

Program PRBKK bertujuan untuk masyarakat aman dan berbudaya keselamatan dan program dirasa bisa mengurangi kerentanan masyarakat terkait ancaman yang dihadapinya. Hal ini terutama dirasakan dengan adanya peningkatan pengetahuan

6

Page 7: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

masyarakat, peningkatan keterampilan, dan sikap yang dibuktikan dari temuan-temuan diatas.

1.3.2.Keberlanjutan

Kegiatan pemantauan ancaman dan pemantauan daerah rawan longsor secara berkala masih terus dilaksanakan oleh warga dan FPRB/Tim Aksi. Pemantauan ini dirasa bermanfaat oleh warga mengingat frekuensi hujan berdurasi lebih dari 3 jam makin meningkat beberapa waktu belakangan ini.

Kegiatan pertemuan-pertemuan, penyebarluasan informasi PRB oleh FPRB dan Tim Aksi masih terus berlangsung di 3 desa untuk menyelesaikan rencana aksi komunitas. Kelompok PKK merupakan kelompok yang paling aktif melakukan sosialisasi PRB di tingkat dusun maupun desa. Pada kegiatan bidang lain, kegiatan-kegiatan kelompok masih ada yang berjalan seperti kegiatan pertanian organik, simpan pinjam/koperasi, dan usaha pembibitan karena hasilnya sudah mulai dinikmati oleh warga.

Keberlanjutan juga karena adanya dukungan program dari pihak lain yang masuk di desa pasca program PRBBK. Adanya program dari SKPD dan BPBD yang masuk ke desa baik dalam kegiatan pertanian, perekonomian dan juga tanggap darurat yang dirasakan sesuai dengan rencana aksi dan penanggulangan bencana di desa.

1.3.3.Pembelajaran

Pengalaman yang paling jelas adalah “Yang dulunya tidak terpikir sekarang jadi terpikir” seperti ancaman, kerentanan, kapasitas yang ada disekitar lingkungan warga sendiri. Dalam segi pengetahuan, masyarakat saat ini sudah mengetahui apa yang harus dilakukan ketika ada ancaman.

Misalnya kalau ada longsor, banjir dan angin puting beliung, bisa lihat tanda-tandanya lalu lari, berlindung.

Dalam segi praktik diperoleh pembelajaran antara lain:

Adanya kerjasama warga lebih erat dan terjadi bagi tukar pengetahuan antar warga dan dari pihak luar.

Pemikiran dari perempuan dan laki-laki sama-sama diperlukan untuk mendukung keberhasilan program.

Perlu SDM warga yang mampu dan mau belajar.

Dari evaluasi dampak, telah diperoleh data bahwa pelaksanaan program PRBBK telah berdampak pada pengurangan risiko masyarakat, yang dicapai baik melalui peningkatan struktural maupun nonstruktural desa. Dalam bidang struktural, sarana seperti gorong-gorong atau saluran air misalnya telah dapat mengurangi risiko bencana banjir yang dihadapi oleh masyarakat di desa Panulisan Barat, sementara embung dan instalasi air bersih telah dapat mengurangi risiko bencana kekeringan dan diare di desa Pengkok. Dalam bidang nonstruktural, kesiapsiagaan masyarakat di desa Negarajati dalam menghadapi kejadian longsor telah jauh meningkat dengan adanya simulasi penyelamatan diri dan evakuasi. Pelatihan pembuatan pupuk organik sudah dapat mengurangi biaya yang harus dikeluarkan petani meskipun belum cukup signifikan dan dampaknya baru dirasakan oleh beberapa petani yang secara kontinu mempraktikkan hal ini. Selain itu, telah terbuka kerjasama dan koordinasi antara desa dengan pihak luar.

II. EFEKTIFITAS STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER

7

Page 8: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

1.1.[2.1.] Strategi PUG dalam PRBBK

Salah satu strategi yang digunakan dalam program PRBBK adalah pengarusutamaan gender. Melalui strategi ini diharapkan bahwa keterlibatan perempuan dalam upaya pengurangan risiko bencana tidak hanya dipandang sebagai pelengkap semata tetapi sudah dapat menurunkan risiko perempuan yang termasuk kelompok rentan. Kepentingan lainnya adalah untuk meng-highlight kebutuhan khusus perempuan dan kelompok rentan lainnya, baik pada masa tidak ada bencana maupun masa tanggap darurat, dan mengemukakan peran strategis perempuan baik di tingkat komunitas terkecil yaitu keluarga hingga desa. Adapun keuntungan yang diperoleh atas pelibatan perempuan di dalam proses kegiatan program, misalnya kajian, yaitu meningkatnya akurasi hasil-hasil kajian. Sebagai contoh, dalam pembuatan peta desa, sketsa yang dihasilkan oleh kelompok perempuan jauh lebih terperinci dan akurat dibandingkan dengan hasil sketsa kelompok laki-laki. Keakuratan tersebut karena perempuan memang lebih memerhatikan dan mengingat detail-detail ketimbang laki-laki. Keuntungan lainnya yaitu perempuan dapat mengidentifikasi kebutuhan kelompok rentan lain yang ada di komunitas karena pemahaman perempuan yang lebih baik terhadap kebutuhan kelompok tersebut.

Prasyarat utama pengarusutamaan gender dalam PRBBK adalah adanya kesadaran dari komunitas untuk menyediakan ruang dan pelayanan kepada perempuan. Tanpa kesadaran ini, niscaya upaya pengurangan risiko bencana yang digagas kurang berdampak bagi masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan PRBBK, strategi pengarusutamaan gender dilakukan melalui:

1. Partisipasi Komunitas

Perempuan umumnya hanya menjadi peserta pasif di dalam pertemuan-pertemuan tingkat desa dan menyerahkan keputusan pada laki-laki atau pimpinan forum yang lazimnya didominasi oleh laki-laki. Hal ini karena perempuan merasa tidak punya kapasitas dan kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat terutama bila dalam pertemuan dihadiri pula oleh laki-laki. Untuk menciptakan kondisi yang mendorong perempuan mau berbicara, ada beberapa cara yang dilakukan yaitu:

a) Moderasi/fasilitasiDalam memoderasi proses diskusi bersama masyarakat yang dihadiri oleh peserta laki-laki dan perempuan, fasilitator kegiatan selalu menanyakan pendapat atau memberikan kesempatan pada peserta perempuan untuk menyampaikan tanggapan, pendapat, dan usulan mereka atas topik yang sedang didiskusikan.

b) Kuota perempuanUntuk memastikan adanya jumlah partisipan perempuan yang memadai dan berimbang dengan laki-laki, dalam undangan kegiatan secara jelas mencantumkan jumlah yang berimbang antara partisipan laki-laki dan perempuan. Pada saat penyebaran undangan, staf juga tidak lupa menekankan pentingnya kehadiran perempuan dalam setiap kegiatan yang akan dilaksanakan.

c) Kelompok terpisahDalam pelaksanaan kegiatan yang dihadiri oleh laki-laki dan perempuan, secara teknis proses diskusi dilakukan secara berkelompok antara laki-laki dan perempuan. Cara ini dianggap cukup efektif untuk memberikan kesempatan pada

8

Page 9: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

perempuan mengutarakan pendapatnya.

2. Manajemen Proyek Pada lingkup manajemen proyek, telah ada perimbangan proporsional antara laki-laki dan perempuan di dalam tim pelaksana program. Pengarusutamaan gender juga ditunjukkan misalnya melalui penggunaan fasilitator perempuan untuk memfasilitasi berbagai kegiatan proyek. Selain itu, seluruh fasilitator nonperempuan juga telah berperspektif gender. Para fasilitator yang terlibat dalam PRBBK telah diberikan pengetahuan yang memadai baik melalui pelatihan maupun kegiatan lain seperti lokakarya dan seminar tentang gender. Terkait perangkat-perangkat yang digunakan dalam PRBBK juga telah berperspektif gender, misalnya perangkat untuk kajian ancaman, kerentanan, dan kapasitas komunitas, dan PRA. Sementara dalam proses pelaksanaan kegiatan di tingkat masyarakat, fasilitator sedapat mungkin menyelipkan materi gender di dalam proses pelaksanaan maupun di dalam konten yang disampaikan pada saat memfasilitasi kegiatan.

Selain memasukkan perspektif gender ke dalam siklus perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi, ada pula pertimbangan penting lain yang menjadi perhatian yaitu kapasitas perempuan. Perlunya peningkatan kapasitas perempuan khususnya dalam hal mengemukakan pendapat di pertemuan komunitas dipandang sebagai sebuah langkah penting guna mendorong naiknya partisipasi perempuan. Karena meskipun layanan dan kesadaran masyarakat telah diupayakan, selama perempuan masih belum dibekali dengan kapasitas dasar yang memadai maka perempuan masih terus berpotensi untuk mengalami

hambatan untuk berpartisipasi aktif. Berangkat dari pemikiran ini, ada beberapa aktivitas yang khusus didedikasikan (dedicated activities) untuk memperkuat strategi pengarusutamaan gender dalam program PRBBK. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah:

1. Kajian kerentanan dan kapasitas berbasis gender; bertujuan untuk menganalisis persamaan dan perbedaan peran dan fungsi gender dalam pembangunan dan pengurangan risko bencana. Hasil kajian ini menjadi dasar perencanaan kegiatan/aksi komunitas. Kegiatan kajian partisipatif kerentanan dan kapasitas berbasis gender dilakukan dengan diskusi yang diikuti oleh wakil kelompok sektoral dan administratif dengan pemilahan laki-laki dan perempuan.

Kajian ini dilakukan untuk semua ancaman yang teridentifikasi di masing-masing desa, kemudian berdasarkan kapasitas dan kerentanan yang dibedakan menjadi 3 kategori yaitu: fisik/material, sosial/organisasi dan motivasi /perilaku. Dasar pengelompokan kategori ini mengacu pada Anderson dan Woodrow (1989). Selain itu juga melakukan kajian untuk mengetahui perbedaan kapasitas dalam mengelola ancaman (pencegahan dan mitigasi) dan kapasitas dalam mengelola kerentanan (ketahanan hidup dan kesiapsiagaan). Kelompok perempuan dan laki-laki berdiskusi dan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Prinsip kajian ini adalah bagaimana melihat perbedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang berguna untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang kapasitas dan kerentanan pada laki-laki dan perempuan agar dapat memberikan dasar yang

9

Page 10: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

kuat PRBBK dalam mengelola sumber daya yang ada dilihat dari sisi laki-laki dan perempuan.

2. Peningkatan Kapasitas Perempuan; berupa pelatihan public speaking, pengambilan keputusan, kerjasama tim. Dalam pelatihan ini, perempuan diberikan materi tentang komunikasi dan metode berpikir sistem. Ini dilandasi pada pemikiran bahwa agar perempuan dapat meningkatkan peran serta mereka di dalam proses pembangunan desanya, maka mereka harus dibekali dengan keterampilan yang paling dasar yaitu cara berkomunikasi efektif. Kegiatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran perempuan tentang kesetaraaan gender, penghargaan, pelibatan, dan pengakuan kepada perempuan. Dalam kaitannya dengan pengurangan risiko bencana, perempuan juga lebih jeli dalam memotret, menganalisa dan memiliki cara pandangnya sendiri dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh komunitas. Namun krisis percaya diri yang dialami oleh perempuan membuat mereka ragu bahkan enggan mengungkapkan pemikiran dan gagasan mereka khususnya di dalam pertemuan atau forum besar. Pelatihan ini merupakan sebuah upaya pengembangan kemampuan yang dapat memungkinkan perempuan berdaya tawar lebih di dalam masyarakat.

3. Evaluasi Pengarusutamaan Gender dalam program PRBBK; Kegiatan ini yang dilaksanakan pada akhir proyek bertujuan untuk: 1) Melihat sejauh mana pelibatan dan peluang kesenjangan dalam aspek peran/partisipasi, akses/peluang, kontrol antara laki-laki dan perempuan di dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana; dan 2) Melihat sejauh mana dampak/maanfaat program PRBBK

berkontribusi terhadap perubahan persepsi gender di masyarakat.

1.2.[2.2.] Dampak Strategi PUG untuk Keadilan Gender

Selain menilai dampak pelaksanaan program PRBBK, evaluasi dampak juga menilai efektivitas strategi pengarusutamaan gender yang dilaksanakan oleh Lingkar dalam program tersebut, dan hasilnya adalah:

Dalam hal partisipasi ada peningkatan partisipasi perempuan dalam pertemuan tingkat dusun dan desa. Warga di 3 dari 4 desa menyatakan bahwa jumlah peserta perempuan sudah berimbang dengan laki-laki. Adanya pelatihan komunikasi dan pertemuan-pertemuan yang melibatkan perempuan selama proyek PRBBK turut berperan dalam menaikkan tingkat kehadiran perempuan dalam kegiatan-kegiatan desa saat ini dan menambah kepercayaan diri perempuan untuk berani usul dan mengutarakan pendapat dan pikiran. Tingginya kehadiran perempuan di pertemuan-pertemuan guna berpendapat dan mengusulkan kegiatan di tingkat dusun dan desa masih terus dilakukan hingga saat ini. Perempuan turut menerima informasi kebencanaan dan mampu mengelola informasi (peringatan dini). Perempuan, lansia, dan anak telah menjadi prioritas dalam penyelamatan/evakuasi. Perempuan, dalam hal ini ibu, sudah dipercaya dalam penyampaian informasi PRB dan juga peringatan dini, misalnya di beberapa desa perempuan juga memukul kentongan karena laki-laki/bapak bekerja dan jarang berada di rumah.

Untuk aspek peran perempuan dalam upaya PRB, perempuan

10

Page 11: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

aktif melakukan penyebarluasan pengetahuan tentang PRB lewat pertemuan formal seperti PKK, Yasinan, Posyandu maupun nonformal. Edukasi kepada anak dan anggota keluarga terdekat tentang kesiapsiagaan, mengenal tanda-tanda, cara penyelamatan diri, dan penyiapan dokumen penting dilakukan oleh perempuan. Pada pasca kejadian bencana perempuan tetap bertugas di dapur umum dan tim kesehatan. Perempuan lebih berperan pada kesehatan keluarga dan lingkungan, dan budidaya tanaman lokal, sampai pada pengolahan. Peran ganda perempuan masih belum ada perubahan dalam proyek PRBBK Lingkar; perempuan di desa tetap yang melakukan kerja domestik, produktif, dan sosial. Namun, pasca pelatihan komunikasi, perempuan sudah lebih baik dalam menyampaikan pendapat, gagasan, keluhan atau keberatan mereka kepada laki-laki khususnya di tingkat keluarga.

Terkait aspek Akses, Kontrol, Manfaat, pengarusutamaan gender masih belum menunjukkan dampak yang berarti bagi perempuan. Dalam hal akses kepemilikan, proyek PRBBK tidak mempengaruhi pola yang sudah ada sejak dulu, semisal kepemilikan atas tanah, kendaraan masih atas nama laki-laki/bapak. Belum ada perubahan tentang dapur dan fasilitas lainnya yang menjadi lebih ramah perempuan. Meskipun pemahaman sudah mulai muncul namun untuk mewujudkannya harus merenovasi yang artinya tentu membutuhkan dana. Soal penentuan letak/posisi dapur biasanya datang dari ibu dan bapak yang membangunnya. Dalam hal pengelolaan keuangan keluarga juga masih menjadi tanggung jawab perempuan.

Terkait aspek sosial politik, usulan kelompok perempuan telah

didengarkan dan telah menjadi prioritas dalam program-program desa. Ada representasi dari perempuan dalam pengambilan keputusan. Pemimpin wanita telah berjalan. Perempuan telah pula terlibat penuh dengan menduduki jabatan dalam kepengurusan Forum PRB dan Tim Aksi desa antara lain: sekretaris, bendahara maupun koordinator seksi, meskipun memang masih belum ada yang menjadi Ketua. Di beberapa desa juga sudah mulai memposisikan perempuan sebagai ketua panitia dalam kegiatan-kegiatan desa. Dalam hal posisi dalam pemerintahan desa, belum ada perempuan yang menduduki jabatan dalam pemerintahan seperti Kepala Desa atau kepala dusun pasca intervensi program PRBBK.

Program PRBBK memberikan peluang untuk memasukkan pengarusutamaan gender dalam masyarakat pedesaan, melalui pendekatan pengarusutamaan gender dalam program. Hal ini menjadi wajib mengingat fakta menunjukkan bahwa korban bencana kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak yang termasuk dalam kategori kelompok rentan yang perlu perhatian khusus dalam upaya pengurangan risiko bencana. Pentingnya pengarusutamaan gender dapat dilakukan pada program dengan prinsip kehati-hatian terhadap kemungkinan timbulnya beban ganda pada perempuan yang merupakan efek atau dampak dari program.

III.PENUTUP

Kesimpulan

PRBBK bertujuan untuk mengurangi risiko bencana masyarakat melalui peningkatan kapasitas desa dan masyarakat, struktural maupun nonstruktural yang terpadu dalam rencana pembangunan desa. Melalui

11

Page 12: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

berbagai kegiatan yang dirancang dalam program masyarakat mampu menemukenali ancaman, kerentanan, dan kapasitas lokal serta mengindentifikasi dan mengoptimalkan sumberdaya yang mereka miliki untuk merencanakan tindakan pengurangan risiko bencana. Strategi pengarusutamaan gender dalam program PRBBK yang dilaksanakan oleh Lingkar di 4 desa di DI Yogyakarta dan provinsi Jawa Tengah dinilai cukup efektif untuk meningkatkan kapasitas perempuan.

Pengarusutamaan gender penting karena perempuan menjadi korban terbanyak dan terdampak lebih buruk dalam kejadian bencana. Bencana merupakan urusan semua orang; perempuan dalam kajian-kajian kebencanaan mempunyai peran yang penting karena bisa mewakili dan menyuarakan kepentingan kelompok rentan lainnya. Selama ini kebutuhan perempuan belum terakomodasi dalam berbagai kegiatan baik upaya PRB maupun pembangunan desa. Strategi partisipasi dan manajemen proyek dilakukan untuk memastikan pengarusutamaan gender dalam kegiatan/upaya PRB karena dipandang mampu mewadahi dan memunculkan keterlibatan dan pengambilan keputusan perempuan.

Pelaksana proyek dengan pemahaman dan keterampilan gender dapat memberikan peluang dan jaminan integrasi pengarusutamaan gender dalam setiap kegiatan. Sementara itu di tingkat desa keterlibatan dan kesempatan pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan laki-laki dan perempuan. Keterlibatan, perimbangan, dan kuota berlaku dalam setiap kegiatan yang ada di dalam proyek PRBBK, lebih lanjut dalam dedicated activities menjamin perempuan untuk aktif dalam setiap kegiatan dan pengambilan keputusan dengan dasar keterampilan dan pemikirannya. Strategi pengarusutamaan gender ini juga dapat menyumbang pada

penyelesaian ketidakadilan gender yang dialami oleh salah satu pihak, dalam hal ini perempuan, terutama di level keluarga maupun komunitas.

Pengembangan Strategi

Keadilan gender untuk akses, kontrol dan manfaat perempuan dalam sisi reproduktif, produktif, dan sosial memang tidak tergarap secara khusus dalam proyek PRBBK. Strategi pengarusutamaan gender dalam PRBBK yang dilakukan oleh Perkumpulan Lingkar tidak secara detail memperjuangkan atau mengubah akses, kontrol, manfaat yang telah berlaku di komunitas tetapi lebih pada mendorong penjaminan penyediaan akses, kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dalam upaya PRB melalui:

1) partisipasi komunitas; dengan mediasi/fasilitasi; kuota, kelompok terpisah.

2) manajemen proyek; adanya perimbangan tim pelaksana yang proporsional dan berperspektif gender, perangkat kajian berperspektif gender, dan difusi perspektif gender dalam seluruh proses dan materi kegiatan.

3) dedicated activities; adanya kegiatan kajian kapasitas dan kerentanan berbasis gender, kegiatan pelatihan untuk peningkatan kapasitas perempuan, dan evaluasi pengarusutamaan gender.

Pada awal program perlu dilakukan analisis konteks sosial di untuk memperoleh data dasar tentang kondisi gender di desa. Data dasar ini dapat diperoleh lewat perangkat kajian Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas. Sementara untuk PRA dapat ditambahkan pula perangkat yang gender sensitif seperti misalnya Aktivitas Harian. Selain memperkaya dan mempertajam akurasi hasil kajian masyarakat, data tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memutuskan jenis peningkatan

12

Page 13: Pengarusutamaan gernder dalam program pengurangan risiko bencana

kapasitas yang akan dilakukan oleh pelaksana program.

Daftar Pustaka

[1] Perkumpulan Lingkar, “Laporan Akhir Pelaksanaan Program Hibah Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas, Program Pengurangan Risiko Bencana Bencana Berbasis Komunitas (Pengembangan Desa Tangguh), Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi DI Yogyakarta”, 2010.

[2] Perkumpulan Lingkar, “Laporan Akhir Pelaksanaan Program Hibah PRBBK (Pengembangan Desa Tangguh) di Desa Negarajati (Kecamatan Cimanggu) dan Desa Panulisan Barat (Kecamatan Dayeuhluhur), Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah”, 2010.

[3] Perkumpulan Lingkar, “Laporan Evaluasi Dampak dan Pengarusutamaan Gender dalam program PRBBK”, 2013.

[4] Perkumpulan Lingkar, “Working With Communities, Good Practices Community Based Disaster Risk Reduction”, 2012.

[5] Untung Tri Winarso, Makalah “Praktik Pengembangan Desa Tangguh di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah oleh Perkumpulan Lingkar”, 2011.

[6] Jonathan Lassa, Eko Teguh Paripurno, Ninil Miftahul Jannah, Puji Pujiono, “Panduan Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK), Buku 1: Pentingnya PRBBK”, 2011.

[7] John Twigg, “Characteristics of a Disaster-Resilient Community: A Guidance Note”, Version 2, DFID, 2009.

[8] Elaine Enarson, “Gender Equality, Work and Disaster Risk Reduction; Making Connection”, 2000.

[9] Dati Fatimah, “Menolak Pasrah, Gender, Keagenan, dan Kelompok Rentan dalam Bencana”, 2012.

[10] Leonard H. Hoyle, “Event Marketing Management”, 2002.

[11] Duggan, F. and Banwell, L., “Constructing a Model of Effective Information Dissemination in a Crisis”, 2004.

13