pengaruh tekanan waktu kelelahan emosional,...
TRANSCRIPT
PENGARUH TEKANAN WAKTU, KELELAHAN
EMOSIONAL, KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL, DAN FAKTOR
DEOMOGRAFIS TERHADAP WORK-LIFE BALANCE
PADA PEKERJA TEKNOLOGI INFORMASI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Turfa Mirrotun Nujjiya
NIM: 1110070000119
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015
LEMBAR ORISINALITAS
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Turfa Mirrotun Nujjiya
NIM : 1110070000119
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH TEKANAN
WAKTU, KELELAHAN EMOSIONAL, KEPEMIMPINAN
TRANSFORMASIONAL, DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP
WORK-LIFE BALANCE PADA PEKERJA TEKNOLOGI INFORMASI”
adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan plagiat dalam
penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan
skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai undang-undang
jika ternyata skripsi saya secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya
orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, April 2015
Turfa Mirrotun Nujjiya
NIM: 1110070000119
Motto:
You will never feel truly satisfied by work until you are satisfied by life
(Heather Schuck)
Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan untuk keluarga dan sahabat yang
saya sayangi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University
B) March 2015
C) Turfa Mirrotun Nujjiya
D) Effect of Time Pressure, Emotional Exhaustion, Transformational
Leadership, and Demographic Factors on Work-Life Balance in the IT
workers.
E) xiv + 92 pages + appendix
F) This study is to proving the existence from the effect of time pressure,
emotional exhaustion, transformational leadership, and demographic
factors on work-life balance in the IT worker. On this study, researcher use
a quantitative approach. Data were collected using the scales that measures
work-life balance, time pressure, emotional exhaustion, and
transformational leadership. This study involving 140 employees who
worked in the IT sector, and the sampling technique using non probability
sampling with accidental sampling technique.
The result is demonstrate that there is significant effect of time pressure,
emotional exhaustion, transformational leadership (vision, inspirational
communication, intellectual stimulation, supportive leadership, and
personal recognition), and demographic factors (age, sex, marital status,
tenure, and educational attainment) on work-life balance by 27.5%. The
variables that have a significant impact on work-life balance are time
pressure, emotional exhaustion, and supportif leadership.
G) References: 31; book: 3 + journal: 24 + thesis: 4
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) Maret 2015
(C) Turfa Mirrotun Nujjiya
(D) xiv + 92 halaman + lampiran
(E) Pengaruh Tekanan Waktu, Kelelahan Emosional, Kepemimpinan
Transformasional, dan Faktor Demografis terhadap Work-life Balance
pada Pekerja Teknologi Informasi.
(F) Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh tekanan waktu,
kelelahan emosional, kepemimpinan transformasional, dan faktor
demografis terhadap work-life balance pada pekerja TI. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif. Data dikumpulkan menggunakan
skala yang mengukur work-life balance, tekanan waktu, kelelahan
emosional dan kepemimpinan transformasional. Penelitian kuantitatif
dengan analisis regresi berganda ini melibatkan 140 karyawan yang
bekerja pada bidang TI, dan menggunakan jenis pengambilan sampel non
probability sampling dengan teknik accidental sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh secara bersama-sama
dari tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan transformasional
(visi, komunikasi inspirasional, stimulus intelektual, kepemimpinan
suportif, dan pengakuan personal), dan faktor demografis (usia, jenis
kelamin, status pernikahan, masa jabatan, serta tingkat pendidikan)
terhadap work-life balance sebesar 27.5%. Adapun variabel yang
memberikan pengaruh signifikan terhadap work-life balance adalah
variabel tekanan waktu, kelelahan emosional, dan kepemimpinan suportif.
(G) Daftar Bacaan: 31; buku: 4 + jurnal: 25 + tesis: 4.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat,
hidayat dan kasih sayang yang diberikan oleh-Nya sehingga penulisan skripsi
dengan judul “Pengaruh Tekanan Waktu, Kelelahan Emosional,
Kepemimpinan Transformasional, dan Faktor Demografis terhadap Work-
life Balance pada Pekerja Teknologi Informasi” ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
SAW beserta para keluarga dan sahabat.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik dalam
bentuk bantuan pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh
karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si selaku Dekan Fakultas
Psikologi, Wadek I Dr. Abdul Rahman Shaleh M.Si, beserta jajarannya
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan
mengembangkan potensi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Miftahuddin, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
saran, kritik yang membangun serta dukungan yang berarti kepada penulis
selama penyusunan skripsi berlangsung.
3. Dosen Penguji, Ibu Yunita Faela Nisa, M.Psi serta Ibu Desi Yustari
Muchtar, M.Psi yang telah memberikan banyak bimbingan sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Seluruh dosen Fakultas psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan sumbangsih ilmunya
kepada penulis.
5. Ibu Lutfi Amalia dan Dwinta, yag telah memberi kesempatan dan bantuan
dalam pengambilan sampel di PT. XL Axiata Tbk. Seluruh rekan-rekan
para karyawan yang bergerak dibidang TI yang telah memberikan waktu
dan kesediaannya dalam menjadi responden dalam penelitian ini.
6. Dr. Christine Syrek dari Universitat Trier dan Prof. Dieter Zapf dari
Goethe University Frankrut yang dengan penuh sukarela telah memberikan
beberapa hasil penelitiannya sebagai acuan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Safari Djuhri dan Ibu Herti Kartinah yang
telah memberikan kasih sayang, dukungan, doa dan pelajaran hidup yang
menjadikan penulis dapat tumbuh seperti sekarang. Kakak-kakak yang
penulis sayangi, Wildan dan Qisthi. Kakak-kakak ipar Alia dan Fajri, serta
sepupu Fajar yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Abyan, Mada, dan Hanifah,
keponakan yang banyak memberikan hiburan, senyuman dan tawa di sela-
sela penyelesaian skripsi ini.
8. Keluarga cemara, Dian, Eka, Happy, Nisa, sahabat dan pendengar terbaik
yang telah mewarnai hari-hari penulis. Terima kasih atas dukungan,
motivasi, tawa canda, waktu yang berharga selama 4 tahun kebersamaan
dan selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Teman seperjuangan yang
telah membantu dan mengajarkan penulis dalam pembuatan skripsi, Devi,
Hegsa, Liya, Urfi, dan Vina. Seluruh keluarga besar kelas C 2010 yang tak
bisa penliskan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan selama 4 tahun
yang sangat berharga.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih
untuk segala doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan untuk
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna
agar pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi pembaca
umumnya.
Jakarta, April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL SKRIPSI ......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................ ................. iii
LEMBAR ORISINALITAS ........................................................................ iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah ................................................................ 1
1.2 Pembatasan dan perumusan masalah ........................................... 6
1.2.1 Pembatasan masalah ...................................................... 6
1.2.2 Rumusan masalah .......................................................... 7
1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ..................................................... 7
1.3.1 Tujuan penelitian ........................................................... 7
1.3.2 Manfaat penelitian ......................................................... 8
1.3.2.1 Manfaat teoritis ................................................. 8
1.3.2.2. Manfaat praktis ................................................ 8
1.4. Sistematika penulisan .................................................................. 8
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Work-life balance ......................................................................... 10
2.1.1 Definisi work-life balance ............................................. 10
2.1.2 Indikator work-life balance ........................................... 12
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi work-life balance .............. 12
2.1.4 Pengukuran work-life balance ....................................... 15
2.2 Tekanan waktu ............................................................................. 16
2.2.1 Definisi tekanan waktu .................................................. 16
2.2.2 Indikator tekanan waktu ................................................ 17
2.2.2 Pengukuran tekanan waktu ............................................ 17
2.3 Kelelahan emosional .................................................................... 18
2.3.1 Definisi kelelahan emosional ........................................ 18
2.3.2 Indikator kelelahan emosional ....................................... 19
2.3.3 Pengukuran kelelahan emosional .................................. 20
2.4 Kepemimpinan transformasional ................................................. 20
2.4.1 Definisi kepemimpinan transformasional ...................... 20
2.4.2 Dimensi kepemimpinan transformasional ..................... 22
2.4.3 Pengukuran kepemimpinan tramsformasional .............. 26
2.5 Faktor demografis ........................................................................ 27
2.6 Kerangka berpikir ......................................................................... 27
2.7 Hipotesis ....................................................................................... 33
2.6.1 Hipotesis mayor ............................................................. 33
2.6.2 Hipotesis minor ............................................................. 33
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel ...................... 35
3.1.1 Populasi dan sampel ...................................................... 35
3.1.2 Teknik pengambilan sampel .......................................... 35
3.2 Variabel penelitian dan definisi operasional variabel .................. 36
3.2.1 Variabel penelitian......................................................... 36
3.2.2 Definisi operasional variabel ......................................... 37
3.3 Instrumen penelitian ..................................................................... 38
3.4 Uji validitas alat ukur ................................................................... 43
3.4.1 Uji validitas konstruk work-life balance ....................... 47
3.4.2 Uji validitas konstruk tekanan waktu ............................ 48
3.4.3 Uji validitas konstruk kelelahan emosional ................... 50
3.4.4 Uji validitas konstruk visi .............................................. 52
3.4.5 Uji validitas konstruk komunikasi inspirasional ........... 54
3.4.6 Uji validitas konstruk stimulus intelektual .................... 56
3.4.7 Uji validitas konstruk kepemimpinan suportif .............. 58
3.4.8 Uji validitas konstruk pengakuan personal.................... 60
3.5 Teknik analisis data ...................................................................... 62
3.6 Prosedur penelitian ....................................................................... 65
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran subjek penelitian ......................................................... 67
4.2 Hasil analisis deskriptif ................................................................ 68
4.3 Kategorisasi skor variabel penelitian ........................................... 69
4.4 Uji hipotesis penelitian ................................................................. 70
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian ............................... 70
4.5 Proporsi varian ............................................................................. 77
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................... 81
5.2 Saran ............................................................................................. 81
5.3.1 Saran teoritis .................................................................. 87
5.3.2 Saran praktis .................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue print skala work-life balance .............................................. 40
Tabel 3.2 Blue Print Skala Tekanan Waktu ................................................ 41
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kelelahan Emosional ....................................... 42
Tabel 3.4 Blue Print Skala Kepemimpinan Transformasional .................... 43
Tabel 3.5 Muatan Faktor Work-life Balance ............................................... 48
Tabel 3.6 Muatan Faktor Tekanan waktu .................................................... 50
Tabel 3.7 Muatan Faktor Kelelahan Emosional .......................................... 52
Tabel 3.8 Muatan Faktor Visi...................................................................... 54
Tabel 3.9 Muatan Faktor Komunikasi Inspirasional ................................... 56
Tabel 3.10 Muatan Faktor Stimulus Intelektual ............................................ 58
Tabel 3.11 Muatan Faktor Kepemimpinan Suportif ...................................... 60
Tabel 3.12 Muatan Faktor Pengakuan Personal ............................................ 62
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ....................................................... 66
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif....................................................................... 67
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor .......................................................... 68
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel.......................................................... 69
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi............................................... 70
Tabel 4.6 Tabel ANOVA pengaruh keseluruhan IV terhadap DV ............. 71
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ........................................................................ 72
Tabel 4.8 Proporsi varians untuk masing-masing IV .................................. 76
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Bagan tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan
transformasional, dan faktor demografis terhadap
work-life balance pada pekerja Teknologi Informasi ................ 32
Tabel 3.1 Path Diagram Work-life Balance................................................. 47
Tabel 3.2 Path Diagram Tekanan Waktu .................................................... 49
Tabel 3.3 Path Diagram Kelelahan Emosional ........................................... 51
Tabel 3.4 Path Diagram Visi ....................................................................... 53
Tabel 3.5 Path Diagram Komunikasi Inspirasional..................................... 55
Tabel 3.6 Path Diagram Stimulus Intelektual ............................................. 57
Tabel 3.7 Path Diagram Kepemimpinan Suportif ....................................... 59
Tabel 3.8 Path Diagram Pengakuan Personal ............................................. 61
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dipaparkan, latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Lingkungan global yang kompetitif saat ini menuntut banyak perusahaan untuk
memberikan tantangan kepada seluruh karyawan hampir di seluruh sektor,
khususnya karyawan yang bekerja pada sektor teknologi informasi (TI). Hal ini
terjadi dikarenakan meningkatnya globalisasi dan persaingan antar perusahaan.
Para pekerja TI ini di tempatkan di bawah tekanan cukup tinggi untuk memenuhi
tenggat waktu dalam merespon permintaan dari perusahaan. Sebagian besar dari
mereka bekerja pada proyek-proyek dengan jadwal yang ketat. Mereka pun harus
berhadapan dengan tugas yang tak terduga dan kebutuhan untuk tetap up-to-date
(Syrek, Apostel & Antoni, 2013).
Survei yang dilakukan DGB (Deutscher Gewerkschaftsbund) pada tahun
2011, melaporkan bahwa tekanan kerja yang dialami karyawan yang bekerja
dalam sektor TI berada pada peringkat ketiga, setelah industri konstruksi dan
sektor kesehatan. Di Indonesia sendiri, tuntutan kerja yang dialami oleh pekerja
TI cukup tinggi. Tidak jarang seorang pekerja TI mengerjakan begitu banyak
pekerjaan sekaligus dengan gaji yang minim (Dewi, 2012).
Selain itu, para karyawan yang bekerja pada sektor TI mengaku memiliki
tingkat kelelahan yang tinggi (Hetland, Sandal & Johnson, dalam Syrek et al.,
2013). Selain tingkat kelelahan yang tinggi, para karyawan yang bekerja pada
sektor TI dilaporkan memiliki tingkat stres yang tinggi pula. Jam kerja yang
panjang dan hari libur yang hilang menyebabkan para pekerja TI mengalami
ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka (Dash, Anand,
dan Gangadharan, 2012). Mereka kesulitan untuk menyeimbangkan antara
pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi dikenal dengan
istilah work-life balance. Work-life balance didefinisikan sebagai kepuasan fungsi
yang baik antara di tempat kerja dan di rumah yang minimal konflik peran (Clark,
2000). Sedangkan Kanwar, Singh, dan Kodwani (2009) mendefinisikan work-life
balance sebagai keadaan seimbang di mana tuntutan dari pekerjaan dan kehidupan
pribadi sama.
Pada Oktober 2014, sebuah survei dilakukan di Indonesia terhadap 17.623
partisipan mengenai kepuasan karyawan terhadap pekerjaan mereka. Hasil
menunjukkan bahwa 85% partisipan mengaku bahwa mereka tidak memiliki
work-life balance. Satu bulan sebelumnya, sebuah survei memberikan hasil yang
mengejutkan, sekitar 62% karyawan mengaku sulit tidur karena masih
memikirkan pekerjaannya (Prabowo, 2014).
Studi mengenai work-life balance bermula pada 1970-an yang dikenal
sebagai “women’s issue”, di mana meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja
pada kala itu. Banyaknya jumlah perempuan yang bekerja dan pasangan suami-
istri yang sama-sama bekerja, kini menjadi hal yang umum (Moorhead, dalam
Dash et al., 2012).
Work-life balance bukan lagi menjadi isu bagi perempuan, tapi sudah
menjadi masalah tenaga kerja saat ini (Dash et al., 2012). Laki-laki sama-sama
sulit menyeimbangkan pekerjaan mereka dan kehidupan pribadi. Pada 1991 di
Inggris dan Australia, perempuan lebih memungkinkan bekerja di rumah
dibanding laki-laki, tetapi pada 2003 situasinya berbalik, 14% laki-laki bekerja di
rumah, sedangkan hanya 8% perempuan yang bekerja di rumah (McOrmond,
dalam Dash et al., 2012). Oleh karena itu, meskipun sebelumnya work-life
balance diakui dan ditafsirkan sebagai keprihatinan bagi ibu yang bekerja, saat ini
mencakup semua gender (Bird, dalam Dash et al., 2012).
Alasan lain meningkatnya keprihatinan terhadap work-life balance adalah
karena kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi telah memperparah masalah
ketidakseimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi (Dash et al., 2012). Lester
(dalam Dash et al., 2012), berpendapat bahwa teknologi dapat membantu
sekaligus menghambat work-life balance seseorang, dengan cara membuat
pekerjaan lebih mudah diakses setiap saat, dan juga dalam hal memungkinkan
pekerjaan dapat dikerjakan lebih fleksibel kapan saja dan di mana saja. Mulai
banyaknya karyawan yang bekerja dari rumah atau membawa pulang pekerjaan,
semakin mengaburkan batas-batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (Hill et
al., dalam Dash et al., 2012).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi work-life balance. Delecta
(2011), menjelaskan beberapa faktor tersebut adalah individu, keluarga,
pekerjaan/organisasi, dan lingkungan sosial. Faktor-faktor ini sifatnya masih
sangat umum. Namun penelitian lain menjelaskan pengaruh lainnya. Salah satu
satu faktor lain yang mempengaruhi work-life balance adalah tekanan waktu.
Tekanan waktu merujuk pada perasaan tidak cukupnya waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan dan menjadikan terburu-buru. Penelitian yang dilakukan
Syrek et al., (2013) menjelaskan bahwa tekanan waktu mempengaruhi work-life
balance. Penelitian tersebut melaporkan bahwa seseorang dengan tingkat tekanan
waktu yang rendah, memiliki work-life balance yang tinggi.
Selain tekanan waktu, kelelahan emosional ditemukan berhubungan
langsung dengan work-life balance. Kelelahan emosional (Maslach, dalam
Karodia, 2007), mengacu kepada karyawan yang merasa bekerja secara
berlebihan. Syrek et al. (2013) menyatakan bahwa kelelahan menyebabkan
gangguan kesejahteraan yang mencakup work-life balance.
Faktor berikutnya yang mempengaruhi work-life balance adalah
kepemimpinan transformasional. Menyeimbangkan antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi merupakan hal yang tak mudah bagi para karyawan. Penting
untuk mereka memiliki pemimpin yang mampu memotivasi, sehingga dapat
mengurangi tingkat stress yang mereka hadapi. Munir, Nielsen, Garde, Albersten,
dan Carneiro (2013), menyatakan bahwa adanya pengaruh antara kepemimpinan
transformasional terhadap work-life balance. Kepemimpinan transformasional
ditandai dengan pemimpin yang memberikan makna dan tantangan kepada
karyawan (Bass, dalam Syrek et al., 2013).
Faktor selanjutnya yang mempengaruhi work-life balance adalah faktor
demografis. Faktor demografis pertama adalah usia. Perbedaan kelompok usia
akan mempengaruhi work-life balance individu (Dash et al., 2012). Faktor
demografis selanjutnya yang mempengaruhi work-life balance adalah gender.
Lewis et al. (dalam Dash et al., 2012), menjelaskan bahwa masalah work-life
balance masih dianggap sebagai masalah bagi perempuan. Namun, sebuah
penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan bahwa perempuan memiliki work-
life balance yang tinggi (Gregori, Milner & Windenbank, 2013). Sejalan dengan
penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan Strong et al. (2013), melaporkan
bahwa perempuan memiliki work-life balance yang tinggi daripada laki-laki.
Beberapa penelitian menemukan bahwa perbedaan gender mempengaruhi work-
life balance karyawan (Doble & Supriya, dalam Ueda, 2012).
Faktor demografis berikutnya adalah status pernikahan. Dash et al. (2012)
menyatakan bahwa pasangan menikah yang keduanya bekerja, sulit untuk
menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Faktor demografis
selanjutnya adalah masa jabatan dan status pendidikan. Dash et al. (2012),
berpendapat bahwa masa jabatan dan status pendidikan berpengaruh terhadap
work-life balance.
Dari uraian di atas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Tekanan Waktu, Kelelahan Emosional, Kepemimpinan
Transformasional, dan Faktor Demografis terhadap Work-life Balance pada
Pekerja Teknologi Informasi.”
1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu batasan
mengenai “Pengaruh tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan
transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life balance pada pekerja
Teknologi Informasi”. Adapun pengertian konsep-konsep tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Work-life balance dalam penelitian ini adalah kepuasan akan
keseimbangan individu tehadap pekerjaan dan kehidupan pribadi.
2. Tekanan waktu dalam penelitian ini adalah perasaan tidak memiliki cukup
waktu untuk menyelesaikan sesuatu yang menyebabkan perasaan terburu-
buru.
3. Kelelahan emosional dalam penelitian ini adalah perasaan kekurangan
energi yang disertai dengan perasaan sumber daya dari diri yang telah
habis.
4. Kepemimpinan transformasional dalam penelitian ini mengacu pada
pemimpin yang memiliki karisma dan memberikan stimulasi intelektual,
pertimbangan individual dan motivasi inspirasional kepada pengikutnya.
5. Pekerja Teknologi Informasi (TI) adalah orang-orang yang bekerja pada
sektor teknologi informasi.
6. Faktor demografis yang digunakan adalah usia, gender, jenis kelamin,
status pernikahan, masa jabatan, dan tingkat pendidikan.
1.2.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan
transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life balance pada
pekerja Teknologi Informasi?
2. Berapa besar pengaruh tekanan waktu, kelelahan emosional,
kepemimpinan transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life
balance pada pekerja Teknologi Informasi?
1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka tujuan
yang ingin penulis ketahui dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan
transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life balance pada
pekerja Teknologi Informasi.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh tekanan waktu, kelelahan emosional,
kepemimpinan transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life
balance pada pekerja Teknologi Informasi.
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu:
1.3.2.1 Manfaat teoritis
1. Hasil penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah kajian psikologi,
terutama yang berkaitan dengan psikologi industri dan organisasi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal yang memotivasi peneliti
selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.
1.3.2.2 Manfaat praktis
1. Sebagai masukan untuk perusahaan untuk lebih memperhatikan work-life
balance karyawan agar tercipta kualitas hidup yang baik sehingga
meningkatkan prestasi kerja karyawan.
2. Sebagai masukan terhadap karyawan (terutama pada sektor TI), supaya
mampu mengatur waktu dengan baik supaya kehidupan baik dalam pekerjaan
maupun kehidupan pribadi bisa berjalan seiringan tanpa ada yang harus
dikorbankan.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan
APA (American Psychology Association) style dan penyusunan dan penulisan
skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian
ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti berikut ini:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dibagi menjadi
manfaat teoritis dan praktis serta sistematika penulisan.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Bab ini berisi deskripsi teoritik tentang work-life balance, tekanan
waktu, kelelahan emosional, dan kepemimpinan transformasional
pada pekerja TI, kerangka berpikir serta hipotesis dari penelitian
ini.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab ini berisi populasi, sampel, dan teknik sampling, variabel
penelitian, instrumen penelitian, uji validitas alat ukur, teknik
analisis data, dan prosedur penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi hasil penelitian yang dilakukan, yang diantaranya
meliputi gambaran umum subjek dan hasil utama penelitian.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
analisis penelitian, diskusi, dan saran baik teoritis maupun praktis.
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dibahas landasan teori yang berisi tentang teori work-life
balance, tekanan waktu, kelelahan emosional,kepemimpinan transformasional,
dan faktor demografis beserta faktor-faktor yang mempengaruhi serta alat
ukurnya. Selanjutnya, dalam bab ini juga akan dibahas kerangka berpikir dan
hipotesis penelitian.
2.1 Work-life Balance
2.1.1 Definisi work-life balance
Menurut Greenhaus, Collins, dan Shaw (2002), balance pada umumnya
dipandang sebagai tidak adanya konflik. Tetapi apabila dihubungkan dan
dimasukkan kedalam pengertian work-life balance, keseimbangan atau balance
disini berasal dari efektivitas (berfungsi baik, produktif, sukses) dan dampak
positif (memuaskan, bahagia) baik untuk pekerjaan ataupun peran keluarga
(Direnzo, 2010). Apabila didefiniskan secara keseluruhan, work-life balance bisa
didefinisikan sebagai
“Satisfaction and good functioning at work and at home, with a minimum
of role conflict.”(Clark, 2000, hal. 751)
Artinya, kepuasan dan fungsi yang baik di tempat kerja dan di rumah,
dengan minimal konflik peran. Sementara menurut Kirchmeyer (dalam Devi &
Rani, 2012) work-life balance didefinisikan sebagai pencapaian pengalaman
memuaskan di semua domain kehidupan, dan untuk melakukannya membutuhkan
sumber daya pribadi seperti energi, waktu, dan komitmen untuk didistribusikan
dengan baik di seluruh domain. Sedangkan Koubove dan Buchko (2013),
mendefinisikan work-life balance sebagai harmonisasi antara dua domain
kehidupan.
Work-life balance terjadi saat karyawan merasa puas dengan
keseimbangan yang mereka cita-citakan (Syrek et al., 2013) dan tidak adanya
konflik antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (Kim, 2014). Karena konflik
antara pekerjaan dan keluarga memiliki konsekuensi negatif terhadap kualitas
keluarga dan pencapaian karir, baik pada laki-laki maupun perempuan (Kanwar,
Sigh, & Kodwani, 2009). Work-life balance memiliki dampak positif terhadap
perasaan dan sikap karyawan, selain itu mampu meningkatkan kepuasan umum
mereka (Ueda, 2012).
Walaupun persepsi dan penilaian tentang work-life balance antar satu
individu dengan individu yang lain bervariasi tetapi pada intinya apabila individu
mencapai kepuasan dan keseimbangan antara pembagian waktu dan keterlibatan
psikologis antar keduanya, maka individu tersebut dapat dikatakan memiliki
work-life balance (Colakoglu, 2005). Sebaliknya, apabila individu mengalami
ketidakpuasan serta tidak adanya keseimbangan pembagian waktu dan
keterlibatan psikologis antar keduanya, maka individu tersebut dapat dikatakan
tidak memiliki work-life balance (Colakoglu, 2005).Di sini dapat disimpulkan
bahwa work-life balance adalah kepuasan atas keseimbangan antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi.
2.1.2 Indikator work-life balance
Menurut Greenhouse (2003), terdapat tiga indikator work-life balance, indikator-
indikator tersebut sebagai berikut:
1. Keseimbangan waktu
Keseimbangan waktu mengacu kepada waktu yang sama yang digunakan
terhadap pekerjaan dan kehidupan pribadi.
2. Keseimbangan keterlibatan
Keseimbangan keterlibatan mengacu kepada usaha psikologis yang
dilakukan individu dalam menginvestasikan kehadiran perannya dalam
pekerjaan dan keluarga.
3. Keseimbangan kepuasan
Keseimbangan kepuasan mengacu kepada keseimbangan yang
diungkapkan terhadap perannya dalam pekerjaan dan keluarga.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi work-life balance
Secara umum, work-life balance penting untuk kesejahteraan individu, tingginya
kepercayaan diri, kepuasaan, dan keseluruhan harmoni dalam hidup yang bisa
menjadi indikator sebuah kesuksesan antara pekerjaan dan keluarga (Clarke., dkk,
dalam Rantanen et al., 2011).
Delecta (2011) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi work-life
balance seseorang, yaitu:
1. Individu
Individu adalah hal yang paling penting dari work-life balance.Seseorang
yang terlalu berorientasi terhadap pekerjaannya atau workaholic menderit
aketerasingan, masalah keluarga dan beberapa masalah kesehatan.
Porter(1996)menyatakan bahwa pecandu alkohol, workaholic mengabaikan
keluarga mereka, teman-teman, relasidan tanggung jawab sosial lainnya.
2. Keluarga
Tuntutan kehidupan keluarga berefek pada keseimbangan hidup, yang
dipengaruhi oleh beban kerja dan waktu, harapan peran dalam keluarga,
dan dukungan yang diberikan oleh pasangan.Hal tersebut dalam literaratur
termasuk varian pernikahan, peningkatan anak, kepedulian orang tua
dirumah memberikan pengaruh pada work-life balance karena mereka
menunutut tanggung jawab lebih.Mereka yang harus menjaga anak-anak
atau orang tua di rumah kadang-kadang harus mengambil resiko karir
dengan memperpendek waktu kerja mereka, yang menjadi sumber stress.
Di sisi lain, orang-orang tanpa menjaga anak-anak dan orang tua di rumah,
memiliki work-life imbalance yang lebih rendah.
3. Pekerjaan dan organisasi
Lingkungan pekerjaan lebih efektif pada work-life imbalance daripada
lingkungan keluarga.Pekerjaan dan lembaga, keduanya menuntut pada
waktu, upaya, dan kapasitas mental.Di antara upaya peningkatan efisiensi
organisasi, salah satu subjek manajer fokus pada peningkatan efisiensi
organisasi dan peningkatan loyalitas organisasi staf, yang termasuk ke
dalam bagian pekerjaan dan organisasi adalah tekanan yang terjadi dalam
pekerjaan dan seperti apa kepemimpinan atasan di tempat kerja.
4. Lingkungan sosial
Penentu lain dari work-life balance adalah lingkungan sosial. Terutama di
negara-negara yang menonjol dengan budaya kolektif, seorang individu
juga memiliki tanggung jawab terhadap kelompok sosial tertentu ia berada.
Syrek et al., (2013) mengemukakan bahwa ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi work-life balance, yaitu:
1. Tekanan waktu
Tekanan waktu merujuk pada perasaan tidak cukupnya waktu untuk
menyelesaikan pekerjaan dan menjadikan terburu-buru (Hilbrecht,
Zuzanek & Mannell, 2007). Bakker dan Damerouti (2007) menyatakan
bahwa tekanan waktu sangat memepengaruhi kesejahteraan karyawan.
Selain itu, tekanan waktu juga dilaporkan menjadi masalah bagi karyawan
untuk menyeimbangkan dua domain kehidupan (Watts, dalam Syrek et al.,
2013).
2. Faktor demografis
Dalam penelitian yang dilakukan Syrek et al. (2013), dilaporkan ada
empat faktor demografis yang mempengaruhi work-life balance, yaitu
usia, jenis kelamin, masa jabatan, dan status pernikahan.
Dari beberapa faktor di atas, peneliti menggunakan time pressure,
kelelahan emosional, dan kepemipinan transformasional yang merupakan bagian
dari faktor pekerjaan/organisasi sebagai independent variable. Selanjutnya
peneliti menggunakan usia, jenis kelamin, masa jabatan, status pernikahan, dan
tingkat pendidikan yang merupakan bagian dari faktor demorafis sebagai
independent variable.
2.1.4 Pengukuran work-life balance
Terdapat berbagai macam alat ukur yang dapat digunakan untuk mengkur work-
life balance. Salah satunya alat ukur yang dibuat oleh Fisher, Bulger, dan Smith
(2009). Alat ukur tersebut terdiri dari 10 item.
Alat ukur lainnya yang mampu mengukur work-life balance adalah Trierer
Scale to Measure Work-Life Balance (TKS-WLB) yang dibuat oleh Syrek,
Emmel, dan Antoni (2011). Terdiri dari lima item yang menggambarkan kepuasan
karyawan dengan keseimbangan yang mereka capai antara pekerjaan dan
kehidupan pribadi. Alat ukur ini menggunakan empat poin skala likert mulai dari
1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju).
Pada penelitian ini, pengukuran work-life balance menggunakan Trierer
Scale to Measure Work-Life Balance (TKS-WLB) yang dibuat oleh Syrek,
Emmel, dan Antoni (2011). Karena alat ukur tersebut masih terbilang baru
dibanding alat ukur yang dibuat oleh Fisher, Bulger, dan Smith (2009).
2.2 Tekanan Waktu
2.2.1 Definisi tekanan waktu
Zapf (2003) mendefinisikan tekanan waktu sebagai aspek kuantitatif dari
pekerjaan yang merujuk pada masalah yang disebabkan oleh kecepatan dan
kuantitas pengolahan informasi, sehingga tugas tidak dapat dijalankan dalam
jangka waktu tertentu. Tekanan waktu dapat dikonseptualisasikan sebagai
perasaan tidak memiliki cukup waktu untuk menyelesaikan sesuatu dan terus-
menerus menjadikannya terburu-buru (Hilbrecht, Zuzanek & Mannell, 2007).
Schaufeli (1998) menyatakan bahwa tekanan waktu timbul akibat
ketegangan yang dihadapi dalam menyelesaikan pekerjaannya, di mana tekanan
tersebut bisa timbul dari sebuah tuntutan penyelesaian pekerjaan (deadline).
Menurut Bakker dan Damerouti (dalam Syrek et al., 2013), tekanan waktu adalah
salah satu penyebab stres yang paling berpengaruh dan menurunkan tingkat
kesejahteraan karyawan. Hal senada disampaikam oleh Sonnentag dan Fresse
(2003), yang menyatakan bahwa tekanan waktu (atau konstruski serupa seperti
beban kerja) adalah komponen utama dari stres kerja. Dan salah satu penyebab
stres yang paling banyak diteliti di bidang psikologi organisasi dan kesehatan
(Widmer, 2011). Namun penelitian mengenai tekanan waktu belum banyak diteliti
di negara-negara dunia ketiga, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan di
Eropa dan Amerika Serikat (Malik, 2015).
Tekanan waktu dilaporkan sering menimbulkan kesulitan dalam
pengambilan keputusan (Goodie dan Crooks, 2004). Hal senada diungkapkan oleh
Maule, Hoki, dan Bdzola, karena tekanan waktu mampu mempengaruhi proses
kognitif seperti pengambilan keputusan dan penilaian (dalam Rice et al., 2010).
Namun Ohly dan Fritz (2010) berpendapat lain, mereka mempertimbangkan
tekanan waktu sebagai katalis untuk menciptakan persepsi tantangan, yang
mendorong karyawan berjuang mencapai tujuan.
2.2.2 Indikator tekanan waktu
Roxburgh (2004) menjelaskan terdapat dua indikator terhadap tekanan waktu,
yaitu:
1. Batas dan pilihan
Batas dan pilihan mengacu kepada kesempatan individu memilih satu atau
beberapa tugas untuk dikerjakan.
2. Tempo
Tempo merujuk kepada batasan waktu yang dimiliki individu untuk
menyelesaikan tugasnya.
2.2.3 Pengukuran tekanan waktu
Tekanan waktu merupakan variabel yang bersifat unidimensional yang diukur
menggunakan 5 item dari Instrument for Stress Oriented Task Analysis (ISTA),
dikembangkan oleh Semmer, Zapf, dan Dunckel (1999). Alat ukur ini
menggunakan empat poin skala likert mulai dari 1 (tidak pernah) sampai 4 (sangat
sering).
2.3 Kelelahan Emosional
2.3.1 Definisi kelelahan emosional
Kelelahan emosional merupakan salah satu dimensi dari burnout.Burnout sendiri
adalah respon berkepanjangan dari stres emosional dan interpersonal yang bersifat
kronis disebabkan oleh pekerjaan (Maslach, Schaufeli & Leiter, 2001). Terdapat
tiga dimensi kunci terhadap respon tersebut, yaitu kelelahan yang luar biasa
(emotional exhaustion), sikap sinis (cynism), dan sikap menghindari pekerjaan
(inefficacy). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan salah satu dimensi dari
burnout menjadi indpendent variable yaitu variabel emotional exhaustion karena
emotional exhaution atau kelelahan emosional merupakan dimensi yang paling
mendasari dan merupakan komponen utama dari burnout (Wright & Cropanzano
dalam Grandey, 2003). Kelelahan emosional (Maslach, 2007),mengacu kepada
karyawan yangmerasa bekerja secara berlebihan. Biasanya disertai dengan
perasaan frustasi dan kecemasan (Maslach, dalam Witmer & Martin, 2010).
Maslach dan Jackson (1981) menyatakan kelelahan emosional adalah
suatu perasaan yang emosional berlebihan dan perasaan sumber daya emosional
seseorang yang telah habis yang dialirkan oleh kontak seseorang dengan orang
lain.Kelelahan emosional selalu didahului oleh satu gejala umum, yaitu timbulnya
rasacemas setiap ingin memulai bekerja. Senada dengan definisi Maslach dan
Jackson, Wittmer dan Martin (2010) mendefinisikan kelelahan emosional sebagai
kekurangan energi yang disertai perasaan sumber daya dari diri yang telah habis.
Menurut Landy dan Conte (2004), kelelahan emosional terjadi saat individu
merasa secara emosional energinya terkuras oleh pekerjaan. Efeknya ditandai
dengan rasa tidak berdaya dan depresi (Pines & Aronson, dalam Churiah, 2011).
Hubungan yang tidak seimbang antara pekerjaan dan diri sendiri dapat
menimbulkan ketegangan emosional yang berujung pada terkurasnya sumber-
sumber emosi. Kelelahan emosional selalu dimulai dengan gejala umum, yaitu
timbulnya rasa cemas setiap ingin mulai bekerja, yang kemudian mengarah pada
perasaan tidak berdaya menghadapi tuntutan pekerjaan (Churiyah, 2011).Selain
itu, karyawan yang mengalami kelelahanemosional akanmengalami kelelahan
berlebih, tidak maksimal dalam bekerja, dantidak maumembantu orang lain
(Mulki, Jaramillo & Locander, dalam Golparvar, Kamkar, & Javadian, 2012)
Mereka pun cenderung mudah tersinggungdan mudah marah tanpa alasan
yangjelas (Maslach dalam Sutjipto, 2001).
Dari beberapa definisi di atas, peneliti cenderung menggunakan definisi dari
Maslach dan Jackson (1981), di mana mereka menyatakan bahwa kelelahan
emosional adalah suatu perasaan yang emosional berlebihan dan perasaan sumber
daya emosional seseorangyang telah habis yang dialirkan oleh kontak seseorang
dengan orang lain.
2.3.2. Indikator kelelahan emosional
Menurut Wright dan Cropanzano (1998), terdapat dua indikator penting dalam
kelelahan emosional :
1. Kelelahan fisik
Kelelahan fisik individu ditandai dengan meningkatnya detak jantung dan
tekanan darah, gangguan lambung (gangguan gastrointestinal), mudah
terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan pernafasan, lebih
sering berkeringat, kepala pusing (migrant), kanker, ketegangan otot serta
problem tidur (seperti sulit tidur, terlalu banyak tidur).
2. Kelelahan psikologis
Kelelahan psikologis menyebabkan mudah lupa, sulit konsentrasi, mudah
menangis, mengalami kebosanan, tidak percaya diri, putus asa, mudah
cemas, gelisah, sulit beradaptasi, mengurung diri, mudah marah, dan
kesepian.
2.3.3 Pengukuran kelelahan emosional
Pengukuran kelelahan emosional menggunakan kuesioner Maslach Burnout
Inventory (2001) yang dikembangkan oleh Christina Maslach, dengan empat poin
skala likert mulai dari 1 (tidak pernah) sampai 4 (sangat sering).
2.4 Kepemimpinan Transformasional
2.4.1 Definisi kepemimpinan transformasional
Bass (dalam Rafferty & Griffin, 2004) menjelaskan bahwa model kepemimpinan
transformasional sebagai salah satu cara di mana organisasi dapat mendorong
karyawannya tampil melampaui harapan. Burns (dalam Rafferty & Griffin, 2004)
adalah penulis pertama yang membandingkan kepemimpinan “transforming” dan
transaksional.Kepemimpinan transaksional melibatkan hubungan pertukaran
antara pemimpin dan pengikut, sehingga pengikut menerima gaji atau wibawa
untuk mematuhi keinginan pemimpin.Sebaliknya pemimpin transformasional
memotivasi pengikutnya untuk mencapai kinerja yang melampaui harapan drngan
mengubah sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang bertentangan hanya dengan
memperoleh pemenuhan (Bass, dalam Raffety & Griffin, 2004).
Kepemimpinan transformasional ditandai dengan pemimpin yang
memberikan makna dan tantangan kepada karyawan (Bass, 1999).Jenis
kepemimpinan ini,mengacu padapara pemimpinyang memotivasi
danmemberdayakan karyawan, mendukung danmenantang mereka
untukmengembangkan keterampilan baru, memungkinkan mereka untuk
menghadapimasalah dan menemukan solusikreatif, mengakuikinerja yang baik,
memiliki visi yang menginspirasimasa depan, dan bertindakpada level
personaldengan karyawan(Shin & Zhou, dalam Syrek et al., 2013).
Kepemimpinan transformational fokus terhadap perubahan pada
transformasi tujuan, nilai-nilai, etika, dan kinerja orang lain (Northouse, dalam
Aamodt, 2010) Pemimpin yang transformasional yang sering dilabel sebagai,
“visioner”, “karismatik”, dan “inspirasional”. Mereka memimpin dengan
mengembangkan visi, perubahan organisasi sesuai visi, dan memotivasi karyawan
untuk mencapai visi atau tujuan jangka panjang. Pemimpin transformasional
percaya diri, mereka memiliki kebutuhan dalam mempengaruhi orang lain, dan
memiliki sikap yang kuat bahwa keyakinan dan ide-ide mereka sudah benar
(Bryman, dalam Aamodt, 2010).
Kepemimpinan transformasional mengacu pada jeniskepemimpinan di
manapemimpin memiliki karisma dan memberikan stimulasi intelektual,
pertimbangan individual dan motivasi inspirasional kepada pengikutnya (Bass,
dalam Beurge, Acar & Braun, 2006).Sedangkan kepemimpinan transformasional
sendiri menurut Landy dan Conte (2004)adalahinteraksi antarapemimpin dan
pengikutyangsaling meningkatkanyang lain untuk tingkat moralitasdan motivasi
yang lebih tinggi.Para pemimpin mengubah pengikut dengan menarik motif
mereka ke arah yang lebih mulia seperti keadilan, moralitas, dan
perdamaian.Kepemimpinan transformasional didasarkan pada hubungan antara
pemimpin dan karyawannya. Pemimpin transformasionalyang efektif memahami
kebutuhan dan memotivasi orang lain serta mencoba untukmembantu mencapai
potensi penuhmereka (Bass & Avolio, dalam Fitzgerald & Schutte, 2010).
2.4.2 Dimensi kepemimpinan transformasional
Berdasarkan teori yang dikembangkan Bass (1985), Rafferty dan Griffin (2004),
mencoba mengidentifikasi lima subdimensi kepemimpinan transformasional,
yaitu sebagai berikut:
1. Visi
Rafferty dan Griffin (2004) mengidentifikasi visi sebagai dimensi
kepemimpinan paling penting yang merupakan cakupan lebih umum dari
konstruk karisma. Karena Bass (dalam Rafferty & Griffin, 2004) menyatakan
bahwa komponen yang paling umum dan penting dari kepemimpinan
transformasional adalah karisma.
Tema penting saat membahas tentang karisma adalah pentingnya
mengartikulasi visi. House (1977, dalam Rafferty dan Griffin, 2004)
menyatakan bahwa pemimpin yang berkarisma menunjukkan sebuah
perilaku, termasuk mengartikulasikan sebuah ideologi yang meningkatkan
kejelasan tujuan, fokus tugas, dan nilai keselarasan. Rafferty dan Griffin
(2004) mendefinisikan visi sebagai ekspresi gambaran ideal masa depan yang
didasarkan pada nilai-nilai organisasi.
2. Komunikasi inspirasional
Downton (dalam Rafferty & Griffin, 2004) mendefinisikan inspirasi sebagai
tindakan atau kekuatan memindahkan kecerdasan atau emosi. Sedangkan
menurut Bass (dalam Rafferty & Griffin, 2004), membatasi penggunaan
istilah kepemimpinan inspirasional untuk contoh ketika seorang pemimpin
mempekerjakan atau menambahkan kualitas emosional dalam mempengaruhi.
Ia menyatakan bahwa para pemimpin inspirasional menambah kualitas afektif
saat mempengaruhi melalui penggunaan pembicaraan inspirasi dan daya tarik
emosional.
Demikian pula, Yukl (dalam Rafferty & Griffin, 2004) menyatakan
bahwa pemimpin inspirasional mengacupada sejauh mana seorang pemimpin
merangsang antusiasme di antara bawahan dan mengatakan hal-hal untuk
membangun kepercayaan diriagar mampu melakukan tugas dengan sukses
dan mencapai tujuan kelompok. Rafferty dan Griffin (2004) mendefinisikan
komunikasi inspirasional sebagai ekspresipesan positifdanmenggembirakan
tentangorganisasi, dan pernyataanyang membangunmotivasi dankepercayaan
diri.
3. Kepemimpinan suportif
Menurut Rafferty & Griffin (2004) salah satu faktor yang membedakan
kepemimpinan transformasional dengan teori-teori kepemimpinan lainnya
adalah dimasukkannya individualized consideration atau pertimbangan
individual.Avolio&Bass(dalam Rafertty & Griffin, 2004) menyatakan bahwa
seorang pemimpin menampilkan lebih sering pertimbanganindividualdengan
menunjukkandukungan kepada pengikutnya.
Kepemimpinan suportifadalah aspek kuncidarikepemimpinan yang
efektifdalam teoripath-goal(House, Rafferty & Griffin, 2004). House (dalam
Rafferty & Griffin, 2004), mendefinisikan perilaku pemimpin yang suportif
sebagai perilaku yang diarahkan kepada kepuasan kebutuhan dan prefensi
bawahan, seperti menampilkankepedulian terhadap
kesejahteraanbawahandanmenciptakan lingkungan kerja yang ramah dan
mendukung secara psikologis. Rafferty dan Griffin (2004) mendefinisikan
kepemimpinan suportif seperti menyampaikan kepedulian terhadap
pengikutnya dan memperhitungkan kebutuhan masing masing.
4. Stimulasi intelektual
Komponen yang palingkurang berkembangdarikepemimpinan
transformasionaladalahstimulasiintelektual atau intellectual stimulation(Lowe
etet al.,dalam Rafferty & Griffin, 2004).
Faktorkepemimpinaninimeliputiperilaku yangmeningkatkan
minatpengikutdan kesadaran akan masalah,
danmengembangkankemampuandankecenderungan merekauntuk
memikirkanmasalah dalamcara-cara baru(Bass, 1985). Berdasarkan penelitian
Bass (dalam Rafferty & Griffin, 2004), Rafferty dan Griffin (2004)
mendefinisikan stimulasi intelektual sebagai meningkatkan minat karyawan,
kesadaran akan masalah, dan meningkatkan kemampuan mereka untuk
menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru.
5. Pengakuan personal
Dimensi kelima kami didasarkan pada penelitian terdahulu menemukan
hubungan yang kuat antara kepemimpinan transaksional dan subdimensi
kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional meliputi
contingent reward dan management-by-exception.Contingen reward atau
imbalan kontingen melibatkan pengikut yang bermanfaat untuk mencapai
tingkat kinerja yang telah ditentukan (Raffery & Griffin, 2004). Bass (1985)
mengemukakan bahwa pujian untuk pekerjaan yang dilakukan dengan baik,
rekomendasi untuk kenaikan gaji dan promosi, dan pujian untuk usaha yang
sangat baik merupakan contoh perilaku reward kontingen.
Rafferty dan Griffin (2004) menggunakan istilahpengakuanpribadi
atau personal recognitionuntuk menjelaskanaspekcontinger
rewardyangberkaitan dengankepemimpinan
transformasional.Pengakuanpersonalterjadi ketikaseorang
pemimpinmenunjukkan bahwaiamenghargai
usahadanpenghargaanpencapaian hasilyang konsisten dengan
visimelaluipujian danpengakuandaripengikutnya. Pengakuan personal
didefinisikan sebagai pemberianpenghargaan sepertipujian
danpengakuandariupayauntukpencapaiantarget yang telah ditetapkan
(Rafferty & Griffin, 2004).
2.4.4 Pengukuran kepemimpinan transformasional
Terdapat berbagai macam alat ukur yang digunakan untuk mengukur
kepemimpinan transformsional, salah satunya yang umum digunakan adalah
Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ) yang dikembangkan oleh Bass
(1985).
Rafferty dan Griffin (2014) memeriksa kembali alat ukur yang
dikembangkan oleh Bass (1985) dan mengidentifikasi lima dimensi
kepemimpinan transformasional, yang kemudian menghasilkan alat ukur baru
yang terdiri dari 15 item. Peneliti menggunakan alat ukur tersebut dengan
menambahkan 10 item. Alat ukur tersebut menggunakan empat poin skala likert
mulai dari 1 (sangat tidak setuju) sampai 4 (sangat setuju).
2.5 Faktor Demografis
Variabel demografis yang digunakan dalam penelitian work-life balance
bervariasi. Dalam penelitian Syrek, Apostel & Antoni (2013), mereka
menggunakan variabel demografis seperti usia, gender, masa jabatan, dan status
pernikahan. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Dash et al. (2012)
menambahkan satu variabel demografis, yaitu pendidikan. Pada penelitian ini
penulis menggunakan variabel demografis usia, gender, masa jabatan, status
pernikahan, dan tingkat pendidikan, karena penulis berasumsi bahwa ke-lima
variabel di atas berpengaruh terhadap work-life balance pada pekerja TI.
2.6 Kerangka Berpikir
Globalisasi dan peningkatan persaingan di dunia kerja saat ini mengakibatkan
para karyawan dihadapkan dengan tuntutan yang tinggi, terutama para karyawan
yang bekerja di sektor teknologi informasi (TI). Mereka di tempatkan di bawah
tekanancukup tinggi untuk memenuhi tenggat waktudalam meresponpermintaan
pelanggan.
Tuntutan kerja yang tinggi mengakibatkan para pekerja TI sulit
menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Padahal
menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan prbadi cukup penting untuk
meningkatkan kesejahteraan karyawan dan memotivasi mereka dalam bekerja.
Keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi atau dikenal dengan
istilahwork-life balance, yang merupakan kepuasan yang dirasakan atas
keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi work-life balance, diantaranya
yang adalah tekanan waktu. Tekanan waktu (time pressure) merujuk pada
perasaan tidak cukupnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan dan menjadikan
terburu-buru. Individu dengan tekanan waktu yang tinggi cenderung memiliki
peraasaan tertekan dalam pekerjaannya dan itu mengakibatkan kepuasaan
terhadap keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya rendah.
Selain tekanan waktu, kelelahan emosional merupakan faktor yang
mempengaruhi work-life balance. Kelelahan emosional mengacu kepada
karyawan yang merasa bekerja secara berlebihan. Perasaan lelah karena bekerja
secara berlebihan menyebabkan individu merasa tidak puas terhadap
keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya.
Selain tekanan waktu dan kelelahan emosional, work-life balance juga
dipengaruhi oleh kepemimpinan transformasional. Gaya kepemimpinan seorang
pemimpin cukup mempengaruhi work-life balance karyawannya. Pemimpin
dengan gaya kepemimpinan transformasional mampu memotivasi
danmemberdayakan karyawan, mendukung danmenantang mereka
untukmengembangkan keterampilan baru, memungkinkan mereka untuk
menghadapimasalah dan menemukan solusikreatif, mengakuikinerja yang baik,
memiliki visi yang menginspirasimasa depan, dan bertindakpada level
personaldengan karyawan. Hal tersebut memungkinkan karyawan untuk
menangani pekerjaan secara lebih baik dan mengurangi perasaan tertekan yang
menyebabkan ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Kepemimpinan transformasional terdiri dari lima dimensi, yang pertama
adalah dimensi visi. Pemimpin dengan visi yang baik mampu mengartikulasikan
tujuan dari organisasi dengan baik. Karyawan termotivasi dan tertantang untuk
mencapai tujuan organisasi dengan arahan yang jelas dari pemimpinnya, hal
tersebut mampu meningkatkan keyakinan karyawan akan tercapainya tujuan
organisasi. Keyakinan tersebut mampu mengurangi tekanan-tekanan di tempat
kerja yang dirasakan karyawan yang artinya menurunkan perasaan
ketidakseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Selain itu, dimensi komunikasi inspirasional. Pemimpin dengan
komunikasi inspirasional yang baik mampu membangun motivasi dan
kepercayaan diri karyawan. Kepercayaan diri tersebut mampu meningkatkan
kontribusi nyata karyawan terhadap organisasi. Hal ini menyebabkan kepuasan
karyawan akan organisasinya meningkat, yang artinya meningkatkan juga work-
life balance karyawan.
Dimensi ketiga adalah kepemimpinan suportif. Pemimpin dengan
kepemimpinan suportif yang baik mampu menyampaikan kepedulian terhadap
karyawannya dan memperhitungkan kebutuhan mereka. Karyawan merasa
dihargai oleh pemimpinnya yang kemudian meningkatkan keterikatan terhadap
organisasi yang mampu meningkatkan work-life balance karyawan.
Selanjutnya adalah dimensi stimulasi intelektual. Pemimpin dengan
stimulus intelektual yang baik berusaha meningkatkan kemampuan karyawannya
untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru secara bersama-sama. Sikap
saling terbuka antara pemimpin dan karyawan dapat menumbuhkan rasa saling
percaya dan rasa saling membutuhkan. Hal tersebut mampu meminimalisasikan
perbedaan pendapat satu sama lain, yang artinya akan mengurangi tekanan-
tekanan di tempat kerja yang menyebabkan ketidakpuasan karyawan terhadap
organisasinya.
Dimensi terakhir adalah pengakuan personal. Pemimpin dengan
pengakuan personal yang tinggi tidak sungkanmemberipenghargaan sepertipujian
danpengakuankepada karyawannya. Penghargaan dan pujian dari pemimpin
mampu memotivasi karyawan untuk meningkatkan kinerja dan prestasi, serta
mampu memberikan stimulus pada karyawan untuk melakukan perbuatan positif
secara berulang-ulang. Hal tersebut meningkatkan kepuasaan karyawan terhadap
organisasinya, yang artinya dapat meningkatkan work-life balance karyawan.
Ada beberapa faktor demografis yang mempengaruhi work-life balance.
Dalam penelitian ini akan digunakan lima faktor demografi, yaitu usia, gender,
masa jabatan, status pernikahan, dan tingkat pendidikan.
Faktor demografis pertama adalah usia. Perbedaan usia mempengaruhi
prioritas hidup seseorang. Semakin tinggi usia seseorang, semakin tinggi pula
tanggung jawab dalam hidupnya. Hal ini akan mempengaruhi work-life balance
seseorang.
Faktor demografis selanjutnya adalah gender. Work-life balance
merupakan isu yang berkembang diawali dari women’s issue, di mana saat itu
meningkatnya jumlah wanita yang bekerja. Namun seiring berjalannya waktu
banyak karyawan laki-laki yang membawa pekerjaan mereka ke rumah. Hal
tersebut mengaburkan batas-batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Laki-
laki dan wanita sama-sama sulit menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan
pribadi mereka.
Faktor demografis ketiga adalah, masa jabatan. Sama halnya dengan usia,
semakin lama individu bekerja dalam suatu organisasi, maka semakin banyak pula
tanggung jawab yang dibebankan. Hal tersebut mempengaruhi work-life balance
seseorang.
Kemudian ada status pernikahan yang juga dapat mempengaruhiwork-life
balance. Seseorang yang sudah menikah, apalagi jika sudah memiliki anak,
memiliki tanggung jawab lebih besar daripada seseorang yang belum menikah.
Oleh karena itu akan ada perbedaan work-life balance di antara dua kelompok
tersebut.
Faktor demografis terakhir adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan
individu menentukkan posisi dan tanggung jawab yang di dapatkan dalam sebuah
organisasi. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah, kemungkinan besar
mendapat posisi rendah di dalam organisasi dan sebalinya. Selain itu, tingkat
pendidikan yang rendah, memungkinkan mereka sulit untuk mendapatkan
promosi kenaikan jabatan. Hal tersebut dapat mempengaruhi work-life balance
seseorang.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini merupakan bagan kerangka berpikir
penelitian ini yang digambar dalam skema sebagai berikut:
Gambar 2.1
Bagankerangka berpikir pengaruh tekanan waktu, kelelahan emosional,
kepemimpinan transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life
balance
2.6 Hipotesis
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ada pengaruh tekanan waktu,kelelahan emosional, kepemimpinan
transformasional, dan faktor demografis terhadap work-life balance pada pekerja
teknologi informasi.
2.6.2 Hipotesis Minor
H1: Ada pengaruh tekanan waktu terhadap work-life balance pada pekerja
teknologi informasi.
H2: Ada pengaruh kelelahan emosional terhadap work-life balance pada pekerja
teknologi informasi.
H3: Ada pengaruh visi terhadap work-life balance pada pekerja teknologi
informasi.
H4: Ada pengaruh komunikasi inspirasional terhadap work-life balance pada
pekerja teknologi informasi.
H5: Ada pengaruh stimulus intelektual terhadap work-life balance pada pekerja
teknologi informasi.
H6: Ada pengaruh kepemimpinan suportif terhadap work-life balance pada
pekerja teknologi informasi.
H7: Ada pengaruh pengakuan personal terhadap work-life balance pada pekerja
Teknologi Informasi.
H8: Ada pengaruh usia terhadap work-lfe balance pada pekerja teknologi
informasi.
H9: Ada pengaruh jenis kelamin terhadap work-lfe balance pada pekerja teknologi
informasi.
H10: Ada pengaruh status pernikahan terhadap work-lfe balance pada pekerja
teknologi informasi.
H11: Ada pengaruh masa jabatan terhadap work-lfe balance pada pekerja teknologi
informasi.
H12: Ada pengaruh status pendidikan terhadap work-lfe balance pada pekerja
teknologi informasi.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bab metode penelitian ini akan dibahas tentang populasi dan sampel,
variabel penelitian, definisi operasional, instrumen pengumpulan data, uji
validitas, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.1.1 Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para pekerja teknologi informasi (TI).
Adapun sampel yang didapat sebanyak 140 partisipan. Sampel sebanyak 88
partisipan di dapat dari PT. XL Axiata Tbk. Sedangkan sisanya sebanyak 52
pasrtisipan didapat dari beberapa perusahaan dengan menggunakan kuesioner
yang disebar secara online.
3.1.2 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan caranon
probability sampling, yaitu dengan menggunakan teknik accidental sampling.
Kuesioner disebarkan secara langsung dan menggunakan media internet (secara
online) untuk mempermudah responden dalam mengisi kuesioner yang diberikan.
3.2 Variabel Penelitiandan dan Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat 12 variabel bebas (independent variable) yang diberi
simbol X dan variabel terikat (dependent variable). Berikut akan diuraikan
variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini:
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah:
1. Work-life balance
Variabel bebas (independent variable) terdiri dari:
1. (X1) Tekanan waktu
2. (X2) Kelelahan emosional
3. Kepemimpinan transformasional, yang mencakup dimensi-dimensinya
sebagai berikut:
a. (X3) Visi
b. (X4) Komunikasi inspirasional
c. (X5) Stimulus intelektua
d. (X6) Kepemimpinan suportif
e. (X7) Pengakuan personal
4. (X8) Usia
5. (X9) Gender
6. (X10) Status pernikahan
7. (X11) Masa jabatan
8. (X12) Tingkat pendidikan
3.2.2 Definisi operasional variabel
Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini, yaitu:
7. Work-life balance adalah kepuasan dan fungsi yang baik di tempat kerja dan
di rumah, dengan minimal konflik peran.
8. Tekanan waktu adalah perasaan tidak memiliki cukup waktu untuk
menyelesaikan sesuatu dan terus-menerus menjadikannya terburu-buru.
9. Kelelahan emosional adalah kekurangan energi yang disertai perasaan sumber
daya dari diri seseorang yang telah habis.
10. Kepemimpinan transformasional mengacu pada jeniskepemimpinan di
manapemimpin memiliki karisma dan memberikan stimulasi intelektual,
pertimbangan individual dan motivasi inspirasional kepada pengikutnya.
Kepemimpinan transformasional dibagi menjadi lima dimensi, yaitu dimensi
visi, komunikasi inspirasional, stimulus intelektual, kepemimpinan suportif,
dan pengakuan personal. Visi didefinisikan sebagaiekspresi gambaran ideal
masa depan yang didasarkan pada nilai-nilai organisasi. Berikutnya dimensi
komunikasi inspirasional, yang didefinisikan sebagai ekspresipesan positif
dan menggembirakan tentang organisasi, dan pernyataany ang membangun
motivasi dankepercayaan diri. Dimensi selanjutnya adalah stimulus
intelektual. Pemimpin dengan stimulus intelektual mampumeningkatkan
minat karyawan, kesadaran akan masalah, dan meningkatkan kemampuan
mereka untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru. Dimensi
keempat adalah kepemimpinan suportif, di mana pemimpin dengan
kepemimpinan suportif mampu menyampaikan kepedulian terhadap
pengikutnya dan memperhitungkan kebutuhan masing masing. Dimensi
terakhir adalah pengakuan personal, yaitu pemimpin yang memberikan
penghargaan seperti pujian dan pengakuan dari upaya untuk pencapaian target
yang telah ditetapkan.
11. Gender adalah sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan.
12. Usia adalah lama waktu hidup sejak lahir.
13. Masa jabatan adalah seberapa lama seorang karyawan bekerja pada sebuah
perusahaan.
14. Status pernikahan adalah status seseorang apakah sudah menikah atau belum.
15. Tingkat pendidikan adalah tahap pendidikan terakhir yang pernah dijalani.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa angket atau kuesioner dengan skala
likert. Pernyataan (item) dalam skala model likert ini terdiri dari pernyataan
positif dan negatif juga memiliki nilai bobot tertentu dari tiap pilihan
jawabannya.Setiap individu dapat mempunyai jawaban yang berbeda dan tidak
ada jawaban yang dianggap salah.
Dalam penelitian ini, skala yang digunakan sejumlah 4 bagian.Pertama,
bagian yang mengungkap data diri responden.Kedua, bagian yang mengungkap
work-life balance.Ketiga bagian yang mengungkap tekanan waktu,keempat
mengungkap tentang kelelahan emosional, dan yang terakhir mengungkap tentang
kepemimpinan transformasional.
Pada penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan menggunakan skala.Skala yang digunakan dalam penelitian ini berupa
skala,worklife balance,tekanan waktu, kelelahan emosional,dan
kepemimpinantransformasional.
1. Skala Work-life balance
Work-life balance diukur menggunakan lima item Trierer Scale to
Measure Work-Life Balance (TKS-WLB) yang dibuat oleh Syrek, Emmel, Antoni
(2011).
Adapun cara subjek memberikan jawaban terhadap tipe skala likert ini
adalah dengan memberikan tanda silang (X) atau ceklis (√) pada salah satu
alternatif jawaban berkisar antar 1 sampai 4 untuk item. Untuk item positif
(favorable) yaitu, sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju (TS) = 2,
sangat tidak setuju (STS) = 1 dan sebaliknya untuk item negatif (unfavorable)
yaitu, jawaban sangat setuju (SS) = 1, setuju (S) = 2, tidak setuju (TS) = 3, sangat
tidak setuju (STS) = 4.
Tabel 3.3
Blue print skala work-life balance
No Indikator Fav Unfav Jumlah Contoh Item
1 Keseimbangan waktu 4 - 1 Saya berhasil mengatur
keseimbangan antara
kesibukan pekerjaan dan
waktu luang.
2 Keseimbangan
keterlibatan
2 1 - Sulit bagi saya untuk
menyeimbangkan
pekerjaan dan kehidupan
pribadi.
3 Keseimbangan
kepuasan
1, 3, 5 - 3 Saya puas dengan
keseimbangan antara
pekerjaan dan kehidupan
pribadi saya.
Jumlah 5
2. Skala tekanan waktu
Tekanan waktudiukur menggunkan lima item dari ISTA (Instrument for Stress-
related Job Analysis) yang dibuat oleh Semmer, Zapf, dan Dunckel (1998).
Adapun cara subjek memberikan jawaban terhadap tipe skala likert ini
adalah dengan memberikan tanda silang (X) atau ceklis (√) pada salah satu
alternatif jawaban berkisar antar 1 sampai 4 untuk item. Untuk item positif
(favorable) yaitu, sangat sering (SS) = 1, sering (S) = 2, jarang (J) = 3, tidak
pernah (TP) = 1 dan sebaliknya untuk item negatif (unfavorable) yaitu, sangat
sering (SS) = 1, sering (S) = 2, jarang (J) = 3, tidak pernah (TP) = 4.
Tabel 3.4
Blue print skala tekanan waktu
No Indikator Fav Unfav Jumlah Contoh Item
1 Batasan dan pilihan 3, 4 - 2 Seberapa sering anda
menunda
menyelesaikan
pekerjaan karena
harus melakukan
kegiatan lain?
2 Tempo 1, 2, 5 - 3 Seberapa sering anda
merasa diburu
waktu?
Jumlah 5
3. Skala Kelelahan emosional
Kelelahan emosional diukur menggunakan sembilam item dari skala yang telah
dibuat oleh Maslach (2001).
Adapun cara subjek memberikan jawaban terhadap tipe skala likert ini
adalah dengan memberikan tanda silang (X) atau ceklis (√) pada salah satu
alternatif jawaban berkisar antar 1 sampai 4 untuk item. Untuk item positif
(favorable) yaitu, sangat sering (SS) = 1, sering (S) = 2, jarang (J) = 3, tidak
pernah (TP) = 1 dan sebaliknya untuk item negatif (unfavorable) yaitu, sangat
sering (SS) = 1, sering (S) = 2, jarang (J) = 3, tidak pernah (TP) = 4.
Tabel 3.5
Blue print skala kelelahan emosional
No Indikator Fav Unfav Jumla
h
Contoh Item
1 Kelelahan fisik 2, 3 - 2 Saya merasa sangat
lelah di malam hari.
2 Kelelahan psikologis 1, 4, 5,
6, 7, 8, 9
- 7 Saya merasa tertekan
dengan pekerjaan
saya.
Jumlah 9
4. Skala kepemimpinan transformasional
Kepemimpinan transformasional diukur dengan menggunakan 25 item, di mana
15 item diadaptasi dari skala yang dibuat Rafferty dan Griffin (2004), sedangkan
10 item sisanya dibuat oleh peneliti.
Adapun cara subjek memberikan jawaban terhadap tipe skala likert ini
adalah dengan memberikan tanda silang (X) atau ceklis (√) pada salah satu
alternatif jawaban berkisar antar 1 sampai 4 untuk item. Untuk item positif
(favorable) yaitu, sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju (TS) = 2,
sangat tidak setuju (STS) = 1 dan sebaliknya untuk item negatif (unfavorable)
yaitu, jawaban sangat setuju (SS) = 1, setuju (S) = 2, tidak setuju (TS) = 3, sangat
tidak setuju (STS) = 4.
Tabel 3.6
Blue print skala kepemimpinan transformasional
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jml Contoh Item
1 Visi Memiliki tujuan 1, 2,
4, 5
3 5 Atasan kami
memiliki
pemahaman yang
jelas tentang tujuan
organisasi.
2 Komunikasi
Inspirasional
Mengatakan hal-hal
yang membangun
motivasi dan
kepercayaan diri
6, 7,
8, 9,
10
- 5 Atasan kami
mengatakan hal
positif tentang tim
kerja kami.
3 Stimulasi
Intelektual
Meningkatkan
kemampuan
untukmenyelesaikan
masalah baru
11,
12,
13,
14, 15
- 5 Atasan saya
mendorong saya
melihat masalah
dengan sudut
pandang baru.
4 Kepemimpinan
Suportif
Mempertimbangkan
kebutuhan bawahan
16,
17,
18,
19, 20
- 5 Atasan saya
mempertimbangka
n perasaan pribadi
sebelum bertindak.
5 Pengakuan
Personal
Memberikan
penghargaan dan
pengakuan atas
pencapaian bawahan
21,
22,
23, 25
24 5 Ketika saya
melakukan
pekerjaan lebih
baik, atasan
memuji saya.
Jumlah 25
3.4 Uji Validitas Alat Ukur
Peneliti melakukan uji instrumen dengan sejumlah item dari 4 skala, yaitu skala
work-life balance, skalatekanan waktu,skala kelelahan emosional, dan skala
kepemimpinan transformasional.Uji instrumen ini diberikan kepada seluruh
sampel. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
akanmenggunakanConfimatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software
Lisrel 8.70.
Untuk menguji validitas alat ukur, peneliti menggunakan analisisis faktor
konfirmatori (Confirmatory Factor Analysis/CFA) dengan bantuan software Lisrel
8.70.Adapun langkah-langkah untuk melakukan pengujian item dengan CFA
adalah sebagai berikut (Umar, 2012):
1. Dibuat atau disusun suatu definisi operasional tentang konsep yang hendak
diukur. Untuk mengukur faktor tersebut diperlukan item (stimulus) sebagai
indikatornya.
2. Disusun hipotesis/teori bahwa seluruh item yang disusun (dibuat) adalah valid
mengukur konstruk yang didefinisikan. Dengan kata lain diteorikan (hipotesis)
bahwa hanya ada 1 faktor yang diukur yaitu konstruk yang didefinisikan
(model unidimensional).
3. Berdasarkan data yang diperoleh kemudian dihitung matriks korelasi antar
item, yang disebut matriks S.
4. Matriks korelasi tersebut digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi yang
seharusnya terjadi menurut teori/model yang ditetapkan. Jika teori/hipotesis
pada butir 2 adalah benar, maka semestinya semua item hanya mengukur satu
faktor saja (unidimensional).
5. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a. Dihitung (diestimasi) parameter dari model/teori yang diuji yang dalam
halini terdiri dari dari koefisien muatan faktor dan varian kesalahan
pengukuran (residual)
b. Setelah nilai parameter diperoleh kemudian diestimasi (dihitung) korelasi
antar setiap item sehingga diperoleh matriks korelasi antar item
berdasarkan hipotesis/teori yang diuji (matriks korelasi ini disebut sigma).
6. Uji validitas konstruk dilakukan dengan menguji hipotesis bahwa S=Σ atau
dapat dituliskan Ho : S - Σ = 0. Uji hipotesis ini misalnya dilakukan
menggunakan uji chi square, dimana jika chi square tidak signifikan (p>0.05)
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil (Ho) tidak ditolak. Artinya, teori
yang mengatakan bahwa semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti sesuai (fit) dengan data.
7. Jika telah terbukti model unidimensional (satu faktor) fit dengan data maka
dapat dilakukan seleksi terhadap item dengan menggunakan 3 kriteria, yaitu:
a. Item yang koefisien muatan faktornya tidak signifikan didrop karena tidak
memberikan informasi yang secara statistik bermakna.
b. Item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif juga didrop karena
mengukur hal yang berlawanan dengan konsep yang didefinisikan. Namun
demikian, harus diperiksa dahulu apakah item yang pernyataannya
unfavorable atau negatif sudah disesuaikan (di reverse) skornya sehingga
menjadi positif. Hal ini berlaku khusus untuk item dimana tidak ada
jawaban yang benar ataupun salah (misalnya, alat ukurself control, pola
asuh permisif, dsb).
c. Item dapat juga didrop jika residualnya (kesalahan pengukuran) berkorelasi
dengan banyak residual item yang lainnya, karena ini berarti bahwa item
tersebut mengukur juga hal lain selain konstruk yang hendak diukur.
Jika langkah-langkah diatas telah dilakukan, maka diperoleh item-item
yang valid untuk mengukur apa yang hendak diukur. Item-item inilah yang
kemudian diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala. Dengan
demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang
hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (True score). True
score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil analisis maka penulis
mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam skala baku (Z score) menjadi
T score yang memiliki mean = 50 dan standar deviasi (SD) = 10 sehingga tidak
ada responden yang mendapat skor negatif. Adapun rumus T score adalah:
T score = (10 x skor faktor) + 50
Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software
LISREL 8.70. Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan dalam sub bab berikut.
3.4.1 Uji validitas konstruk work-life balance
Pertama-tama, diteliti apakah lima item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurwork-life balance. Dari hasil analisis CFA dengan model
satu faktor, ternyata diperoleh model fit, dengan chi-Square=2.04, df=5, P-
value=0.84427, RMSEA=0.000.
Gambar 3.1 Path Diagram Work-life Balance
Setelah didapat P-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu
faktor dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaituwork-
life balance.Selanjutnya dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan atau tidak.Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya
dilakukan dengan melihat t-value bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada
tabel 3.5 dibawah ini:
Tabel 3.7
Muatan faktor work-life balance
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.87 0.07 12.32 V
2 0.83 0.07 11.37 V
3 0.60 0.08 7.46 V
4 0.64 0.08 8.06 V
5 0.73 0.08 9.49 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.5, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien
muatan faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan
item yang valid untuk mengukur work-life balance.
3.4.2 Uji validitas konstruk tekanan waktu
Pertama-tama, diteliti apakah limaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurtekanan waktu. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square=20.94, df=5, P-
value=0.00083, RMSEA=0.151.Oleh sebab itu, dilakukan modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi
satu sama lainnya, maka diperoleh model fit denganChi-Square=5.29, df=3, P-
value=0.15192, RMSEA=0.074.
Gambar 3.2 Path Diagram Tekanan Waktu
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu tekanan
waktu. Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-valuebagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.6 dibawah ini:
Tabel 3.8
Muatan faktor tekanan waktu
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.68 0.08 8.53 V
2 0.95 0.08 12.61 V
3 0.43 0.09 5.00 V
4 0.25 0.09 2.82 V
5 0.73 0.08 9.26 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.6, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien muatan
faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien muatan
faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan item yang
valid untuk mengukur tekanan waktu.
3.4.3 Uji validitas konstruk kelelahan emosional
Pertama-tama, diteliti apakah sembilanitem yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukurkelelahan emosional. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
square=218.10, df=27, P-value=0.00000, RMSEA=0.226.Oleh sebab itu,
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
denganChi-Square=28.17, df=19, P-value=0.08028, RMSEA=0.059.
Gambar 3.3 Path Diagram Kelelahan Emosional
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu kelelahan
emosional. Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-valuebagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.7 dibawah ini:
Tabel 3.9
Muatan faktor kelelahan emosional
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.80 0.07 11.07 V
2 0.61 0.08 7.77 V
3 0.79 0.08 10.31 V
4 0.69 0.08 9.19 V
5 0.91 0.07 13.12 V
6 0.77 0.07 10.60 V
7 0.53 0.08 6.66 V
8 0.64 0.08 8.32 V
9 0.39 0.08 4.83 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.7, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien muatan
faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien muatan
faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kesembilan item merupakan item
yang valid untuk mengukur kelelahan emosional.
3.4.4 Uji validitas konstruk visi
Pertama-tama, diteliti apakah limaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurvisi. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square=21.11, df=5, P-value=0.00077,
RMSEA=0.152.Oleh sebab itu, dilakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit denganChi-Square=3.23, df=3, P-
value=0.035818, RMSEA=0.023.
Gambar 3.4 Path Diagram Visi
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu visi.
Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur
secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop
atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-valuebagi setiap koefisien
muatan faktor, seperti tabel 3.8 dibawah ini:
Tabel 3.10
Muatan faktor visi
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.69 0.08 8.61 V
2 0.90 0.07 12.19 V
3 0.25 0.09 2.84 V
4 1.11 0.06 17.43 V
5 1.02 0.07 14.48 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien
muatan faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan
item yang valid untuk mengukur visi.
3.4.5 Uji validitas konstruk komunikasi inspirasional
Pertama-tama, diteliti apakah limaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurkomunikasi inspirasional. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square=47.37,
df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.247.Oleh sebab itu, dilakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit denganChi-Square=2.70,
df=3, P-value=0.43972, RMSEA=0.000.
Gambar 3.5 Path Diagram Komunikasi Inspirasional
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu komunikasi
inspirasional. Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang
hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-valuebagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.9 dibawah ini:
Tabel 3.11
Muatan faktor komunikasi inspirasional
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.83 0.07 11.04 V
2 0.97 0.07 14.27 V
3 0.90 0.07 12.46 V
4 1.00 0.07 15.20 V
5 0.97 0.07 14.33 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.9, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien
muatan faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan
item yang valid untuk mengukur komunikasi inspirasional.
3.4.6 Uji validitas konstruk stimulus intelektual
Pertama-tama, diteliti apakah limaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurstimulus intelektual. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
square=107.01, df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.363.Oleh sebab itu,
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,maka diperoleh model fit
denganChi-Square=2.57, df=2, P-value=0.25330, RMSEA=0.052.
Gambar 3.6 Path Diagram Stimulus Intelektual
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitustimulus
intelektual. Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-valuebagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.10 dibawah ini:
Tabel 3.12
Muatan faktor stimulus intelektual
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.79 0.07 11.08 V
2 0.89 0.07 13.27 V
3 1.03 0.06 17.01 V
4 1.07 0.06 18.54 V
5 1.01 0.06 16.32 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien
muatan faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan
item yang valid untuk mengukur stimulus intelektual.
3.4.7 Uji validitas konstruk kepemimpinan suportif
Pertama-tama, diteliti apakah limaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurkepemimpina suportif. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
square=125.40, df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.416.Oleh sebab itu,
dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
denganChi-Square=1.92, df=1, P-value=0.16627, RMSEA=0.081.
Gambar 3.7 Path Diagram Kepemimpinan Suportif
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu
kepemimpinan suportif. Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor
yang hendak diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-
valuebagi setiap koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.11 dibawah ini:
Tabel 3.13
Muatan faktor kepemimpinan suportif
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.63 0.08 7.95 V
2 0.97 0.07 13.26 V
3 0.70 0.08 9.07 V
4 1.00 0.06 15.58 V
5 0.75 0.08 9.94 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.11, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien
muatan faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan
item yang valid untuk mengukur kepemimpinan suportif.
3.4.8 Uji validitas konstruk pengakuan personal
Pertama-tama, diteliti apakah limaitem yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukurkepemimpina suportif. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-square=64.80,
df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.293.Oleh sebab itu, dilakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya,maka diperoleh model fit denganChi-Square=4.97,
df=4, P-value=0.29064, RMSEA=0.042.
Gambar 3.8 Path Diagram Pengakuan Personal
Setelah didapatP-value> 0.05, dinyatakan bahwa model dengan satu faktor
dapat diterima.Artinya seluruh item hanya mengukur satu faktor yaitu pengakuan
personal. Kemudian dilihat apakah item tersebut mengukur faktor yang hendak
diukur secara signifikan dan sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
didrop atau tidak, pengujiannya dilakukan dengan melihat t-valuebagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti tabel 3.12 dibawah ini:
Tabel 3.14
Muatan faktor pengakuan personal
No. Item Lambda Standard
Error
t-value Signifikan
1 0.74 0.08 9.61 V
2 0.91 0.07 12.79 V
3 0.90 0.07 12.68 V
4 1.00 0.07 15.22 V
5 0.99 0.07 14.84 V
Keterangan : tanda V = Signifikan (t > 1.96), X = Tidak Signifikan
Berdasarkan tabel 3.12, tidak ada item yang didrop, nilai t bagi koefisien
muatan faktor semua item signifikan karena t > 1.96 atau t < -1.96.Lalu koefisien
muatan faktor dari seluruh item bernilai positif.Artinya, kelima item merupakan
item yang valid untuk mengukurpengakuan personal.
3.5 Teknik analisisdata
Teknik analisis data yang digunakan untuk melihat pengaruh dari independent
variable(sebanyak 12 variabel) terhadap dependent variablenya (sebanyak 1
variabel) adalah teknik analisis berganda.Ada empat tahap yang dilakukan untuk
melihat bagaimana pengaruh independent variabel terhadap dependent variabel.
Tahap pertama, menghitung konstan (a, b1, b2, ..., b9) dari persamaan regresi Y =
a + b1XI + b2X2 + .... + b9X9+ e. Sehingga dengan tahap seperti itu, variabel-
variabel untuk memprediksikan Y responden dapat digunakan. Tahap kedua,
menghitung proporsi varian dari work-life balanceyang dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel independen yang akan diteliti, yaitu R2.Tahap ketiga, menguji
signifikansi dari hasil yang diperoleh.Jadi, dapat diketahui apakah regresi dari
work-life balance atas 12 variabel independen secara statistik signifikan.Selain
itu, dapat diketahui apakah koefisien regresi (b)dari persamaan regresi secara
statistik berbeda dari nol. Semua perhitungan yang telah dijelaskan dilakukan
dengan software SPSS 17. Berikut ini adalah penjelasan secara ringkas dari empat
langkah tersebut:
Tahap pertama yaitu dengan membuat persamaan prediksi dari work-life
balance, yakni:
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+ b10X10+ b11X11+
b12X12+ e
Dimana :
Y = Nilai prediksi Y (Work-life balance)
a = Intercept (konstan)
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
X1= Tekanan waktu
X2 = Kelelahan emosional
X4= Komunikasi inspirasional
X5 = Stimulus intelektual
X6= Kepemimpinan suportif
X7= Pengakuan personal
X8=Usia
X9= Gender
X10= Status pernikahan
X11=Masa jabatan
X12= Tingkat pendidikan
e = Residual
Tahap yang kedua yaitu dilakukan penghitungan proporsi varian yang
dapat diketahui dari nilai R2independent variable.R
2 (squared multiple correlation
coefficient) bernilai antara 0 hingga 1.Ketika R2 dikalikan dengan 100, maka
didapatkan presentase varian dari work-life balance.Rumus dari R2 adalah sebagai
berikut:
Tahap ketiga adalah melakukan uji signifikansi.Dalam penelitian ini,
paling tidak ada tiga uji signifikansi.Yang pertama adalah uji signifikansi dari R2.
Lalu R2akan diuji signifikansinya dengan uji F. Setelah itu, uji signifikan dari
koefisien regresi atas masing-masing independent variable. Koefisien regresi diuji
dengan uji t. Dan langkah terakhir yaitu uji dari perubahan proporsi varian yang
dapat diketahui dari R2 change.
Untuk mengetahui apakah yang diperoleh signifikan atau tidak secara
statistik, maka perlu dilakukan uji F, dimana persamaannya adalah sebagai
berikut:
F =
, dengan df = k dan (N-k-1),
Dimana N adalah jumlah sampel, sedangkan k adalah jumlah independent
variable yang dianalisis. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya, dapat dilihat
apakah variabel-variabel independent yang diujikan memiliki pengaruh terhadap
variabel dependen.
R2 = SS reg
∑ y2
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh masing-masing independent
variable signifikan secara statistik terhadap dependent variable, maka peneliti
melakukan uji t yang dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut:
t =
Dimana b adalah koefisien regresi dan adalah standar deviasi sampling
dari koefisien b.Seluruh perhitungan penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan software SPSS 17.0.
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1. Sebelum melakukan penelitian, dirumuskan masalah yang akan diteliti.
Kemudian dilakukan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut
pandang teoritis. Setelah mendapat teori secara lengkap, kemudian
menentukan dan menyusun instrumen yang akan digunakan dalam penelitian,
yaitu skala work-life balanceyang dibuat oleh Syrek, Emmel, Antoni (2011),
tekanan waktu yang dikembangkan oleh Semmer, Zapf, dan Dunckel (1999),
kelelahan emosionalyang dikembangkan oleh Christina Maslach (2001), dan
kepemimpinan transformasional yang dimodifikasi dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rafferty dan Griffin (2010).
2. Mendiskusikan item-item dengan dosen pembimbing untuk mengecek
ketepatan hasil adaptasi item-item dari setiap alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini.
3. Penyebaran skala ukur ini diberikan kepada karyawan PT. XL Axiata Tbk.
melalui lembaran item yang telah disediakan danmelalui media
internet/online yang disediakan kepada beberapa pekerja di bidang Teknologi
Informasi dari beberapa perusahaan, guna mempermudah sampel dalam
mengisi kuesioner.
4. Setelah melakukan penyebaran kuesioner, dilakukan skoring terhadap skala
atau alat ukur yang telah terkumpul kemudian datanya akan dianalisis.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini, dipaparkan mengenai gambaran subjek penelitian, hasil analisis
deskriptif, kategorisasi skor variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis,
pembahasan hasil pengujian hipotesis dan proporsi varians.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai latar belakang sampel penelitian,
maka pada bagian ini akan dijelaskan gambaran umum subjek penelitian yang
dalam penelitian ini berjumlah 140 dengan rentang usia 21-41 tahun dan masa
jabatan 1-16 tahun. Sedangkan gender, status pernikahan, dan tingkat pendidikan
dijelaskan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Gambaran subjek penelitian
Demografis Jumlah Persentase
Gender
Laki-laki 95 67.9%
Perempuan 45 32.1%
Status pernikahan
Menikah 62 44.3%
Belum menikah 78 55.7%
Tingkat pendidikan
SLTA/D1/D2 2 1.4%
D3/S1 134 95.7%
S2/S3 4 2.9%
Dari tabel 4.1, dapat diuraikan jumlah subjek penelitian ini sebanyak 140
yang terdiri dari 95 laki-laki (67.9%) dan 45 perempuan (32.1%). Dapat
disimpulkan bahwa mayoritas subjek penelitian adalah laki-laki dengan jumlah 95
subjek atau 67.9%.
Sebanyak 2 orang (1.4%) dari jumlah penelitian merupakan lulusan
SLTA/D1/D2, 134 orang (95.7%) merupakan lulusan D3/S1, dan 4 orang (2.9%)
merupan lulusan S2/S3.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Pada tabel 4.2 digambarkan hasil deskriptif statistik dari variabel dalam penelitian
ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan minimum
dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Statistik deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Work-life balance 140 26.69 76.70 50.0000 8.71636
Tekanan waktu 140 32.32 76.50 50.0000 8.46177
Kelelahan emosional 140 28.34 68.61 50.0000 9.39901
Visi 140 21.44 72.92 50.0000 9.99506
Komunikasi
inspirasional 140 14.36 73.02 50.0000 9.81197
Stimulus intelektual 140 14.07 71.75 50.0000 9.80057
Kepemimpinan
suportif 140 9.64 76.77 50.0000 9.47268
Pengakuan personal 140 13.53 73.46 50.0000 9.83757
Valid N (listwise) 140
Berdasarkan data pada tabel 4.2 di atas dapat diketahui pertama-tama
bahwa nilai minimum variabel work-life balance adalah 26.69 dengan nilai
maksimum sebesar 76.70, mean = 50.0000, dan SD = 8.71636. Kedua, tekanan
waktu memiliki nilai minimum = 32.32, nilai maksimum = 76.50, mean =
50.0000, dan SD = 846177. Ketiga, kelelahan emosional memiliki nilai minimum
= 28.34, nilai maksimum = 68.61, mean = 50.0000, dan SD = 9.39901. Keempat,
visi memiliki nilai minimum = 21.44, nilai maksimum = 72.92, mean = 50.0000,
dan SD = 9.99506. Kelima, komunikasi inspirasional memiliki nilai minimum =
14.36, nilai maksimum = 73.02, mean = 50.0000, dan SD = 9.81197. Keenam,
stimulus intelektual memiliki nilai minimum = 14.07, nilai maksimum = 71.75,
mean = 50.0000, dan SD = 9.80057. Ketujuh, kepemimpinan suportif memiliki
nilai minimum = 9.64, nilai maksimum = 76.77, mean = 50.0000, dan SD =
9.47268. Kedelapan, pengakuan personal memiliki nilai minimum = 13.53, nilai
maksimum = 73.46, mean = 50.0000, dan SD = 9.83757. Kesembilan, usia
memiliki nilai minimum = 21, nilai maksimum = 41, mean = 27.9714, dan SD =
3.94557. Kesepuluh, masa jabatan memiliki nilai minimum = 1, nilai maksimum
= 16, mean = 4.0429, dan SD = 3.53375.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi dalam penelitian ini dibuat menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan
rendah. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut yaitu dengan
menggunakan pedoman sebagai berikut :
Tabel 4.3
Pedoman interpretasi skor Norma Rentang Interpretasi
X ≥ Nilai Mean >50 Tinggi
X< Nilai Mean <50 Rendah
Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi dan
rendahnya tiap variabel disajikan pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4
Kategorisasi skor variabel
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi %
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Work-life balance
Tekanan waktu
Kelelahan Emosional
Visi
Komunikasi inspirasional
Stimulus intelektual
Kepemimpinan suportif
Pengakuan personal
55
87
78
49
31
38
34
31
85
53
62
91
109
102
106
109
39.3
62.1
55.7
35.0
22.1
27.1
24.3
22.1
60.7
37.9
44.3
65.0
77.9
72.9
75.7
77.9
Berdasarkan data pada tabel 4.4, dapat dilihat bahwa skor pada variabel
work-life balance cenderung tinggi meskipun hanya berbeda tipis secara
persentase. Selanjutnya skor pada variabel visi, komunikasi inspirasional,
stimulus intelektual, kepemimpinan suportif, dan pengakuan personal cenderung
tinggi pula. Sebaliknya skor pada variabel tekanan waktu dan kelelahan emosional
cenderung rendah meskipun hanya berbeda tipis secara persentase.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahap ini, hipotesis diuji dengan teknik analisis berganda dengan
menggunakan software SPSS. Seperti yang telah disebutkan dalam bab 3, dalam
regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians dependent variable (DV) yang dijelaskan oleh
independent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing independent variable.
Langkah pertama, untuk melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R
square, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5
Model summary analisis regresi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 .525a .275 .207 7.76336
a. Predictors: (Constant), Tingkat pendidikan, stimulus intelektual, usia, tekanan waktu, gender, pengakuan
personal, kelelahan emosional, kepemimpinan suportif, visi, status pernikahan, masa jabatan, komunikasi
inspirasional
b. Dependent Variable: Work-life balance
Dari tabel 4.5, dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.275
atau 27.5%, artinya proporsi varians dari work-life balance yang dapat dijelaskan
oleh tekanan waktu, kelelahan emosional, dimensi kepemimpinan transformasiona
(visi, komunikasi inspirasional, stimulus intelektual, kepemimpinan suportif,
pengakuan personal), dan faktor demografis (usia, jenis kelamin, status
pernikahan, masa jabatan, tingkat pendidikan) adalah sebesar 27.5%, sedangkan
72.5% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Hal ini terjadi
dikarenakan ada banyak faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku
tertentu. Dalam hal work-life balance ini, tentu ada banyak hal yang
mempengaruhi work-life balance selain IV yang diteliti.
Selanjutnya dianalisis dsignifikansi pengaruh dari seluruh IV terhadap
work-life balance. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Tabel ANOVA pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2906.262 12 242.189 4.018 .000a
Residual 7654.253 127 60.270
Total 10560.515 139
a. Predictors: (Constant), tingkat pendidikan, stimulus intelektual, usia, tekanan waktu, gender, pengakuan
personal, kelelahan emosional, kepemimpinan suportif, visi, status pernikahan, masa jabatan, komunikasi
inspirasional
b. Dependent Variable: Work-life balance
Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa nilai sig. pada kolom paling
kanan sebesar 0.000. Dengan demikian diketahui bahwa nilai Sig. < 0.05, maka
hipotesis nihil (mayor) yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari
tekanan waktu, kelelahan emosional, dimensi kepemimpinan transformasional
(visi, komunikasi inspirasional, stimulus intelektual, kepemimpinan suportif,
pengakuan personal), usia, gender, status pernikahan, masa jabatan, dan tingkat
pendidikan terhadap work-life balance ditolak. Artinya ada pengaruh yang
signifikan dari tekanan waktu, kelelahan emosional, visi, komunikasi
inspirasional, stimulus intelektual, kepemimpinan suportif, pengakuan personal,
usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa jabatan, dan tingkat pendidikan
terhadap work-life balance.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independent
variable. Jika nilai t > 1.96, maka koefisien regresi tersebut signifikan yang
berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap work-life
balance. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Koefisien regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 85.326 25.848 3.301 .001
Tekanan waktu -.177 .082 -.172 -2.156 .033
Kelelahan emosional -.396 .078 -.427 -5.104 .000
Visi -.025 .081 -.029 -.313 .755
Komunikasi inpirasional .027 .090 .031 .303 .763
Stimulus intelektual -.014 .081 -.016 -.175 .861
Kepemimpinan suportif .185 .082 .201 2.259 .026
Pengakuan personal -.074 .078 -.083 -.946 .346
Usia .002 .024 .009 .085 .932
Gender -.123 .146 -.066 -.842 .401
Status pernikahan .119 .158 .068 .753 .453
Masa jabatan .013 .025 .052 .518 .605
Tingkat pendidikan -.194 .346 -.046 -.559 .577
a. Dependent Variable: Work-life balance
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, dapat disimpulkan
persamaan regresi sebagai berikut :
Work-life balance = 85.326 – 0.177 tekanan waktu – 0.396 kelelahan emosional –
0.025 visi + 0.027 komunikasi inspirasional – 0.014 stimulus intelektual + 0.185
kepemimpinan suportif – 0.074 pengakuan personal + 0.002 usia – 0.123 jenis
gender + 0.119 status pernikahan – 0.013 masa jabatan – 0.194 tingkat pendidikan
Dari tabel 4.7, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi
yang dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig pada kolom paling kanan (kolom ke-
6), jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya
terhadap work-life balance dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya koefisien
regresi kelelahan emosional dan kepemimpinan suportif saja yang signifikan,
sedangkan sisa lainnya tidak signifikan. Hal ini menyatakan bahwa dari 12
independent variable hanya kelelahan emosional dan kepemimpinan suportif saja
yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada
masing-masing IV adalah sebagai berikut :
1. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.177 pada variabel tekanan
waktu dengan nilai sig sebesar 0.033 (p < 0,05), yang berarti bahwa
tekanan waktu memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life balance.
Nilai koefisien variabel menunjukan arah negatif artinya semakin tinggi
tekanan waktu yang dialami seseorang maka semakin rendah work-life
balancenya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tekanan waktu yang
dialami seseorang maka semakin tinggi work-life balancenya.
2. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.396 pada variabel kelelahan
emosional dengan nilai sig sebesar 0.000 (p < 0,05), yang berarti bahwa
kelelahan emosional memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life
balance. Nilai koefisien variabel menunjukan arah negatif artinya semakin
tinggi kelelahan emosional yang dialami seseorang maka semakin rendah
work-life balancenya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah kelelahan
emosional yang dialami seseorang maka semakin tinggi work-life
balancenya.
3. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.025 pada variabel visi dengan
nilai Sig sebesar 0.755 (p > 0,05), yang berarti bahwa visi tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap work-life balance.
4. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.027 pada variabel komunikasi
inspirasional dengan nilai sig sebesar 0.763 (p > 0,05), yang berarti
komunikasi inspirasional tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
work-life balance.
5. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.014 pada variabel stimulus
intelektual dengan nilai sig sebesar 0.861 (p > 0,05), yang berarti bahwa
intelektual tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life balance.
6. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.185 pada variabel
kepemimpinan suportif dengan nilai sig sebesar 0.026 (p < 0,05), yang
berarti bahwa kepemimpinan suportif memiliki pengaruh signifikan
terhadap work-life balance. Nilai koefisien variabel menunjukan arah
positif artinya semakin tinggi kepemimpinan suportif seorang pemimpin
maka semakin tinggi work-life balance karyawannya. Begitu juga
sebaliknya, semakin rendah kepemimpinan suportif seorang pemimpin
maka semakin tinggi work-life balance karyawannya.
7. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.074 pada variabel pengakuan
personal dengan nilai sig sebesar 0.346 (p > 0,05), yang berarti bahwa
pengakuan personal tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life
balance.
8. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.002 pada variabel usia dengan
nilai sig sebesar 0.932 (p > 0,05), yang berarti bahwa usia tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap work-life balance.
9. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.123 pada variabel gender
dengan nilai sig sebesar 0.401 (p > 0,05), yang berarti bahwa jenis kelamin
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life balance.
10. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.119 pada variabel status
pernikahan dengan nilai sig sebesar 0.453 (p > 0,05), yang berarti bahwa
status pernikahan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life
balance.
11. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.013 pada variabel masa jabatan
dengan nilai sig sebesar 0.605 (p < 0,05), yang berarti bahwa masa jabatan
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life balance.
12. Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.194 pada variabel tingkat
pendidikan dengan nilai sig sebesar 0.577 (p > 0,05), yang berarti bahwa
tingkat pendidikan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-life
balance.
4.5 Proporsi Varian
Selanjutnya, dianalisis juga bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-
masing independent variable terhadap work-life balance Pada tabel 4.8 kolom
pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan
penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom
ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara
satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan,
kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari
numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai IV pada
tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang
akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung.
Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom
selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan
sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada work-life balance dapat dilihat pada
tabel 4.8
Tabel 4.8
Proporsi varians untuk masing-masing Independent Variable (IV)
a. Predictors : (Constant), tekanan
b. Predictors : (Constant), tekanan, kelelahan
c. Predictors : (Constant), tekanan, kelelahan, visi
d. Predictors : (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi
e. Predictors : (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus
f. Predictors : (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan
g. Predictors: (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan, pengakuan
h. Predictors: (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan, pengakuan, usia
i. Predictors: (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan, pengakuan, usia, gender
j. Predictors: (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan, pengakuan, usia, gender, status
k. Predictors: (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan, pengakuan, usia, gender, status, masa
l. Predictors: (Constant), tekanan, kelelahan, visi, komunikasi, stimulus, kepemimpinan, pengakuan, usia, gender, status, masa,
tingkat
m. Dependent Variable: work-life balance
Model Summary
Model R Square
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .041 .041 5.839 1 138 .017
2 .228 .187 33.232 1 137 .000
3 .228 .000 .026 1 136 .872
4 .229 .001 .112 1 135 .739
5 .229 .000 .071 1 134 .791
6 .258 .029 5.167 1 133 .025
7 .264 .006 1.041 1 132 .309
8 .264 .000 .003 1 131 .958
9 .269 .005 .962 1 130 .328
10 .271 .002 .411 1 129 .523
11 .273 .002 .345 1 128 .558
12 .275 .002 .313 1 127 .577
Dari tabel 4.8 didapatkan informasi sebagai berikut :
1. Variabel tekanan waktu memberikan sumbangan sebesar 4.1% terhadap
varians work-life balance. Sumbangan tersebut signifikan dengan F
Change = 5.839, df1 = 1 dan df2= 138 dengan sig.F Change = 0.017 (p <
0,05).
2. Variabel kelelahan emosional memberikan sumbangan sebesar 18.7%
terhadap varians work-life balance. Sumbangan tersebut signifikan dengan
F Change = 33.232, df1 = 1 dan df2= 137 dengan Sig.F Change = 0.000 (p
< 0,05).
3. Variabel visi memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians work-
life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change
=0.026, df1 = 1 dan df2= 136 dengan Sig.F Change = 0.872 (p > 0,05).
4. Variabel komunikasi inspirasional memberikan sumbangan sebesar 0.1%
terhadap varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 0.112, df1 = 1 dan df2= 135 dengan Sig.F Change =
0.739 (p > 0,05).
5. Variabel stimulus intelektual memberikan sumbangan sebesar 0%
terhadap varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 0.071, df1= 1 dan df2= 134 dengan Sig.F Change =
0.791 (p > 0,05).
6. Variabel kepemimpinan suportif memberikan sumbangan sebesar 2.9%
terhadap varians work-life balance. Sumbangan tersebut signifikan dengan
F Change = 5.167, df1 = 1 dan df2= 133 dengan Sig.F Change = 0.25 (p <
0,05).
7. Variabel pengakuan personal memberikan sumbangan sebesar 0.6%
terhadap varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 1.041, df1 = 1 dan df2= 132 dengan Sig.F Change =
0.309 (p > 0,05).
8. Variabel usia memberikan sumbangan sebesar 0% terhadap varians work-
life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F Change =
0.003 df1 = 1 dan df2= 131 dengan Sig.F Change = 0.958 (p > 0,05).
9. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.5% terhadap
varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F
Change = 0.962, df1 = 1 dan df2 = 130 dengan Sig.F Change = 0.328 (p >
0,05).
10. Variabel status pernikahan memberikan sumbangan sebesar 0.2% terhadap
varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F
Change = 0.411, df1 = 1 dan df2 = 129 dengan Sig.F Change = 0.323 (p >
0,05).
11. Variabel masa jabatan memberikan sumbangan sebesar 0.1% terhadap
varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F
Change = 0.223, df1 = 1 dan df2 = 128 dengan Sig.F Change = 0.638 (p >
0,05).
12. Variabel tingkat pendidikan memberikan sumbangan sebesar 0.3%
terhadap varians work-life balance. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F Change = 0.446, df1 = 1 dan df2 = 137 dengan Sig.F Change =
0.505 (p > 0,05).
Dengan demikian, terdapat tiga dari 12 IV, yaitu tekanan waktu, kelelahan
emosional, dan kepemimpinan suportif yang mempengaruhi work-life balance
secara signifikan jika dilihat dari besarnya R2 yang dihasilkan dari sumbangan
proporsi variabel yang diberikan.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang dilakukan.
Bab ini terdiri atas kesimpulan, diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji analisis data yang diuraikan sebelumnya, maka kesimpulan
yang dapat diambil adalah sebagai berikut: terdapat pengaruh yang signifikan
variabel tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan transformasional
(visi, komunikasi inspirasional, stimulus intelektual, kepemimpinan suportif, dan
pengakuan personal), usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa jabatan, serta
tingkat pendidikan terhadap work-life balance.
Berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-
masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya ada tiga
variabel yang signifikan mempengaruhi work-life balance, yaitu tekanan waktu,
kelelahan emosional dan kepemimpinan suportif yang berasal dari variabel
kepemimpinan transformasional. Selain itu, jika dilihat berdasarkan proporsi
varians masing-masing variabel, terdapat tiga variabel yang signifikan, yaitu
tekanan waktu, kelelahan emosional, dan kepemimpinan suportif terhadap work-
life balance.
5.2 Diskusi
Penelitian ini merupakan usaha untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh yang
signifikan variabel tekanan waktu, kelelahan emosional, kepemimpinan
transformasional, usia, jenis kelamin, status pernikahan, masa jabatan, dan tingkat
pendidikan terhadap intensi work-life balance. Variabel kepemimpinan
transformasional terdiri dari dimens visi, komunikasi inspirasional, stimulus
intelektual, kepeminpinan suportif, dan pengakuan personal. Selanjutnya lima
variabel terakhir termasuk ke dalam variabel demografis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 12 independent variable (IV)
yang diteliti, terdapat tiga independent variable yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap dependent variable (DV), sedangkan 9 IV lainnya tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV. Variabel yang signifikan
tersebut adalah tekanan waktu, kelelahan emosional dan kepemimpinan suportif.
Tekanan waktu memiliki pengaruh signifikan terhadap DV, dengan nilai
koefisien variabel menunjukkan arah negatif. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
disimpulkan seseorang dengan tekanan waktuyang tinggi, memiliki work-life
balance yang rendah. Sebaliknya, seseorang dengan tekanan waktuyang rendah,
memiliki work-life balance yang tinggi. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan Syrek et al. (2013). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara tekanan waktu terhadap work-life balance.
Kelelahan emosional memiliki pengaruh signifikansi terhadap DV dengan
koefisien variabel menunjukkan arah negatif, yang berarti bahwa seseorang
dengan tingkat kelelahan emosional yang tinggi cenderung merasa work-life
balancenyarendah. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Syrek et
al. (2013), yang menyatakan bahwa kelelahan menyebabkan gangguan
kesejahteraan yang mencakup work-life balance.
Variabel selanjutnya yang memiliki pengaruh signifikan terhadap DV
adalah kepemimpinan suportif yang merupakan dimensi dari kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan suportif memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap work-life balancedengan koefisien variabel menunjuk arah positif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi kepemimpinan suportif pimpinan
maka semakin tinggi work-life balance karyawannya. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Munir et al. (2013) yang menyatakan bahwa
jika kepemimpinan transformasional pemimpin tinggi, maka work-life balance
karyawannya pun tinggi.
Dimensi lainnya dari kepemimpinan transformasional adalah visi. Visi
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap DV. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Munir et al. (2013), bahwa kepemimpinan
transformasional selain bisa menjadi variabel moderator, namun bisa juga sebagai
independent variable. Pada penelitian yang dilakukan oleh Syrek et al. (2013),
ditemukan bahwa seluruh dimensi dari kepemimpinan transformasional
berpengaruh terhadap work-life balancesebagai variabel moderator bukan sebagai
independent variable. Pemimpin dengan visi yang baik mampu mengartikulasikan
tujuan dari organisasi dengan baik tak sepenuhnya mempengaruhi secara langsung
work-life balance karyawannya. Dengan visi yang baik, pemimpin belum tentu
bisa membimbing para karyawannya menuju tujuan yang diinginkan oleh
organisasi.
Dimensi berikutnya adalah komunikasi insiprasional. Seperti dimensi visi,
komunikasi inspirasional pun tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
DV.Artinya, komunikasi inspirasional seorang pemimpin tidak berpengaruh
secara langsung terhadapwork-life balancekaryawannya.
Dimensi stimulus intelektual pun tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap DV. Pemimpin yang mampu meningkatkan kemampuan karyawan dan
menyelesaikan permasalahan organisasi bersama para karyawannya, tidak
sepenuhnya mengurangi beban pekerjaan yang dirasakan karyawannya. Hal ini
membuktikan bahwa stimulus intelektual yang dimiliki pemimpin, tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap work-life balance karyawannya.
Dimensi terakhir dari kepemimpinan transformasional yang tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap DV adalah pengakuan
personal.Penghargaan dan pujian pemimpin tidak serta merta berpengaruh
terhadap work-life balance karyawannya. Para karyawan mungkin akan senang
dan merasa dihargai oleh karyawannya, tapi hal itu tidak mengurangi beban kerja
dan meningkatkan work-life balance mereka.
Dari lima variabel demografis tidak ada satu pun yang memiliki pengaruh
signifikan terhadap DV. Variabel demografis pertama adalah usia. Usia tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Dash, Anand, dan Gangadharan (2013), yang
menyatakan bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-
life balance. Perbedaan usia menyebabkan berbedanya prioritas dalam hidup.
Semakin tua usia seseorang, semakin besar tanggung jawab yang didapatkan baik
dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan kerja. Namun seiring dengan
bertambahnya usia juga, seseorang cenderung bersikap lebih bijaksana. Selain itu,
adanya kebijakan organisasi untuk membantu orang-orang dari kelompok usia
tertentu dalam mengelola pekerjaan mereka.
Variabel demografis berikutnya adalah gender. Penelitian ini menyatakan
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antaran gender dan work-life balance.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dash, Anand, dan Gangdharan
(2013). Meskipun work-life balance didasari oleh isu gender. Perempuan bekerja
dilaporkan memiliki tanggung jawab yang besar, harus bertanggung jawab
terhadap keluarga dan pekerjaan. Namun ada beberapa hal yang mampu
membantah hal tersebut. Ketersedian tempat penitipan anak, kemudahan memiliki
asisten rumah tangga, dan kebijakan organisasi terhadap perempuan bisa menjadi
faktor-faktor yang mampu membantah teori yang ada.
Kemudian variabel demografis status pernikahan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa status pernikahan tidak berpengaruh signifikan terhadap DV.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Dash, Anand, dan
Gangdharan (2013). Seseorang yang belum menikah memungkinkan memiliki
kesibukan lain di luar jam kerja. Seperti mengikuti kegiatan sosial atau melakukan
hal-hal yang berhubungan dengan minat dan hobi mereka. Selain itu mereka yang
belum menikah, namun tinggal terpisah dengan orang tua, kurang mendapatkan
dukungan dari keluarga dibandingkan dengan orang-orang yang sudah menikah.
Mereka harus melakukan sebagian pekerjaan rumah tangga sendiri. Sedangkan,
orang yang sudah menikah mungkin memiliki tanggung jawab tambahan, namun
mereka mendapat lebih banyak dukungan dari keluarga.
Variabel demografis selanjutnya adalah masa jabatan. Masa jabatan tidak
memiliki pengaruh sigifikan terhadap DV. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Dash, Anand, dan Gangdharan (2013). Penelitian tersebut
menghasilkan hasil yang sama dengan penelitian ini, bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan antara masa jabatan dan work-life balance. Semakin lama
seseorang bekerja dalam suatu organisasi, semakin banyak pula tanggung
jawabnya. Tapi hal ini tak serta merta menurunkan work-life balance mereka.
Rasa keterikatan terhadap organisasi yang semakin tinggi, mengurangi tekanan-
tekanan yang mereka rasakan.
Variabel demografis yang terakhir adalah tingkat pendidikan. Tidak ada
pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan dan work-life balance. Hal ini
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Dash, Anand, dan Gangdharan
(2013). Penelitian tersebut menjelakan bahwa tingkat pendidikan tidak
berpengaruh signifikan terhadap work-life balance. Seseorang dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi, kemungkinan memiliki posisi atau jabatan yang
lebih tinggi pula dengan orang-orang dengan pendidikan yang lebih rendah.
Seperti masa jabatan, keterikatan terhadap organisasi, pemahaman terhadap
pekerjaan yang harus mereka kerjakan, dan penghasilan yang mereka dapatkan,
hal-hal ini bisa membantah anggapan bahwa orang-orang dengan tingkat
pendidikan tinggi mengalami tekanan lebih tinggi pula sehingga mempengaruhi
work-life balance mereka.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya kemampuan peneliti
dalam proses pengambilan data, karena sulitnya mencari karyawan yang bekerja
dalam sektor teknologi informasi dalam jumlah yang banyak pada satu
perusahaan. Hal tersebut menyebabkan peneliti mencari partisipan lain secara
online.
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologi dan saran
praktis. Penulis memberikan saran secara metodologi sebagai bahan pertimbangan
untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, peneliti juga menguraikan
saran praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi pembaca sehingga
dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1 Saran metodologi
1. Penelitian ini menggunakan sampel karyawan yang bekerja pada sektor
teknologi informasi yang jumlahnya 140. Disarankan pada penelitian
berikutnya dapat memperluas cakupan sampel dari berbagai bidang pekerjaan
sehingga akan terlihat pentingnya work-life balance dari berbagai jenis
pekerjaan.
2. Untuk mengetahui pengaruh variabel lain, disarankan untuk penelitian
selanjutnya menambah beberapa variabel demografis, seperti jumlah anak,
penghasilan, dan apakah para karyawan bekerja secara full time atau part time.
5.3.2 Saran praktis
1. Pada penelitian ini, ditemukan bahwa tekanan waktu memiliki pengaruh
signifikan terhadap work-life balance. Disarankan kepada pihak perusahaan
atau organisasi untuk mempertimbangkan tekanan waktu yang dibebankan
kepada karyawan, guna mencapai peningkatan kesejahteraan karyawan yang
akan meningkatkan prestasi kerja mereka. Disarankan pula kepada para
karyawan untuk mampu membagi waktu sebaik mungkin, guna mencapai
work-life balance.
2. Kemudian dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara kelelahan emosional dan work-life balance. Disarankan
kepada pihak perusahaan atau organisasi untuk mempertimbangkan beban
kerja karyawan, agar tidak terjadi kelelahan yang berlebihan pada karyawan.
Kepada para karyawan, disarankan untuk meluangkan waktu sejenak untuk
melakukan releksasi, rekreasi bersama keluarga atau teman, dan melakukan
kegiatan-kegiatan di luar pekerjaan yang mampu mengurangi beban
berlebihan karena pekerjaan.
3. Gaya kepemimpinan pemimpin ikut serta dalam mempengaruhi work-life
balance karyawan. Maka disarankan kepada para pemimpin perusahaan atau
organisasi, agar memiliki sikap yang mampumemotivasi danmemberdayakan
karyawan, mendukung danmenantang mereka untukmengembangkan
keterampilan baru, memungkinkan mereka untuk menghadapimasalah dan
menemukan solusikreatif, mengakuikinerja yang baik, memiliki visi yang
menginspirasimasa depan, dan bertindakpada level personaldengan karyawan,
seperti gaya kepemimpinan transformasional. Disarankan kepada pihak
karyawan untuk membangun hubungan yang baik dengan pemimpin, guna
meminimalkan persepsi-persepsi negatif karyawan terhadap pemimpinnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, M. G. (2010). Industrial/organizational psychology: an applied
approach. Wadsworth: California.
Amin, A., Yusnita, S., Ibrahim, M. S., & Muda, S. (2013). Transformational
leadership and life satisfaction among homestay participants program: The
mediating effect of attitude. International Journal of Business and Social
Science,4(3), 235-243.
Bass, B. M., (1999). Two decades of research and development in
transformational leadership. European Journal of Work and
Organizational Psychology, 8 (1), 9-32.doi: 10.1080/135943299398410.
Beugr, C. D., Acar, W., & Braun, W. (2006). Transformational leadership in
organizations: An environmentinduced model. International Journal of
Manpower, 27(1), 52-62. doi: 10.1108/01437720610652835
Clark, S. C. (2000). Work/family border theory: A new theory of work/family
balance. Human Relations, 53(6), 747-770.doi:
10.1177/0018726700536001.
Dash, M., Anand, V., & Gangadharan, A. (2012). Perceptions of work-life
balance among IT professionals. IUPJournal of Organizational Behavior,
11(1), 51-65.
Delecta, P. (2011). Work-life balance. International Journal of Current Research,
3(4), 186-189.
Devi, A. C., & Rani, S. S. (2012). Personality and work-life balance. Journal of
Contemporary Research in Management, 7(3), 23-30.
Dewi. 5 Juni 2012. Fenomena pekerja it indonesia:
https://myselfconfidence.wordpress.com/Diakses tanggal 22 April 2015.
Fitzgerald, S., & Schutte, N. S. (2010). Increasing transformational leadership
through enhancing self-efficacy. The Journal of Management
Development, 29(5), 495-505. doi: 10.1108/02621711011039240.
Golparvar, M., Kamkar, M., & Javadian, Z. (2012). Moderating effects of job
stress in emotional exhaustion andfeeling of energy relationships with
positive and negative behaviors: Job stress multiple functions
approach.International Journal of Psychological Studies, 4(4), 99-112.
Goodie, A. S., & Crooks, C. L. (2004). Time-pressure effects on performance in a
base-rate task. The Journal of General Psychology, 131(1), 18-28.
Grandey, A. (2003). When “The show must go on”: Surface acting and deep
acting as determinants of emotional exhaustion and peer-rated service
delivery. Academy of Management Journal, 46(1), 86-96.
Hilbretch, M., Zuzanek, J., & Mannell, R. C. (2007).Time use, time pressure and
gendered behavior in early and late adolescence. Sex Roles, 58, 342-357.
doi: 10.1007/s11199-007-9347-5.
Kalliath, T., & Brough, P. (2008). Achieving work-life balance: Current
theoretical and practice issues. Journal of Management and Organization,
14(3), 227-238.
Kar, Subhasree., & Misra, K.C. (2013). Nexus between work life balance
practices and employee retention - the mediating effect of a supportive
culture. Asian Social Science, 9(11), 63-69.
Karodia, T. S. (2007). Psychometric properties of the burnout inventory. Thesis:
University of Pretoria.
Kanwar, Y. P., Singh, A. K., & Kodwani, A. D. (2009). Work-life balance and
burnoutas predictorsof job satisfactionin the IT-ITES industry. Vision,
13(2), 1-12.
Kim, H. K. (2014). Work-life balance and employees' performance: The
mediating role of affective commitment. Global Business and
Management Research, 6(16), 37-51.
Koubova, V., & Buchko, A. A. (2013). Life-work balance. Management Research
Review, 36(7), 700-719. doi: 10.1108/MRR-05-2012-0115.
Landy, F. J., & Conte, J. M. (2004) Work In The 21st Century.: An Introduction
to Industrial and Organizational Psychology. McGraw-Hill: New York.
Novelia, P. (2013). Hubungan Antara Work-Life Balance dan Komitmen
Berorganisasi Pada Pegawai Perempuan. Tesis: Universitas Indonesia.
Prabowo. 13 November 2014. 73% karyawan tidak puas dengan pekerjaan
mereka: http://jobstreet.co.id/career-resources/73-karyawan-tidak puas
dengan-pekerjaan-mereka/ Diakses tanggal 22 April 2015.
Rafferty, A. E., & Griffin, M. A. (2004). Dimensions of transformational
leadership: Conceptual andempirical extensions. The Leadership
Quarterly, 15, 329–354. doi:10.1016/j.leaqua.2004.02.009.
Rantanen, J., Kinnunen, U., Mauno, S., & Tillemann, K. (2011). Creating
Balance? Internasional perspective on the work-life integration of
proffesionals. University of Jyväskylä: Finland. 27-28. doi: 10.1007/978-
3-642-16199-5_2
Rice, S., Keller, D., Trafimow, D., & Sandry, J.(2010). Retention of a time
pressure heuristic in a targetidentification task. The Journal of General
Psychology, 137(3), 239-55.
Semmer, N., Zapf, D., & Dunckel, H. (1998). ISTA: Intrument for stressed -
related job analysis.
Syrek, C.J., Apostel, E.,& Antoni, C.H. (2013). Stress in highly demanding IT
jobs: Transformational leadership moderates the impact of time pressure
on exhaustion andwork–life balance. Journal of Occupational Health
Psychology. 18(3), 252-261. doi:10.1037/a0033085.
Syrek, C. J., Emmel, C. B., Antoni, C. H., & Klusemann, J. (2011). Entwicklung
und validierung der trierer kurzskala zur messung von work-life balance
(TKS-WLB). Diagnostica, 57(3), 134–145.
Ueda, Yutaka. (2012). The relationship between work-life balance programs and
employee satisfaction: Gender differences in the moderating effect of
annual income. Journal of Business Administration Research. 1(1), 65-74.
White, Cherise. (2011). The influence of identity salience on cross-generational
perspectives of work life balance. The University of Tennessee at
Chattanooga.
Wittmer, J. L., & Martin, J. E. (2010). Emotional exhaustion among employees
without social or client contact: The key role of nonstandard work
schedules. J Bus Psychol, 25, 607-623. doi:10.1007/s10869-009-9153-x.
Zapf, D., Isic, A., Bechtoldt, M., & Blau, P. (2003). What is typical for call centre
jobs? Job characteristics, and service interactions in different call centres. European Journal of Work and Organizational Psychology, 12(4), 311–
340. doi:10.1080/13594320344000183.