pengaruh status gizi terhadap konversi sputum …digilib.unila.ac.id/25327/20/skripsi tanpa bab...

71
PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM BTA PADA PENDERITA TUBERKULOSIS YANG TELAH MENJALANI PENGOBATAN FASE INTENSIF DI PUSKESMAS PANJANG (Skripsi) Oleh NURULIA ASTRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Upload: vanphuc

Post on 14-Mar-2019

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM BTA PADA

PENDERITA TUBERKULOSIS YANG TELAH MENJALANI

PENGOBATAN FASE INTENSIF DI PUSKESMAS PANJANG

(Skripsi)

Oleh

NURULIA ASTRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 2: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM BTA PADA

PENDERITA TUBERKULOSIS YANG TELAH MENJALANI

PENGOBATAN FASE INTENSIF DI PUSKESMAS PANJANG

Oleh

NURULIA ASTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

Page 3: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF NUTRITIONAL STATUS ON BTA SPUTUM

CONVERSION AMONG PATIENTS WHO HAVE HAD INTENSIVE

TREATMENT PHASE IN PANJANG PRIMARY HEALTH CENTER

By:

NURULIA ASTRI

Background: Acid fast bacilli (AFB) sputum conversion rate at Panjang Primary Health

Center in 2015 was 61%, has not reach the national target (80%) yet. One of factor affecting

the success of AFB sputum conversion in tuberculosis (TB) patients who have had intensive

treatment phase is nutritional status. The purpose of this study was to analyze the risk of

nutritional status on AFB sputum conversion of TB patients who have had intensive

treatment phase in Panjang primary health center.

Methods: This study used case control design. Case population were TB patients AFB (+)

without convertion and control population were TB patients AFB (+) with convertion in

January-August 2016. The sample consist of case group (26 respondents) and control group

(26 respondents) selected by purposive sampling technique with matching based on age and

sex. Independent variable was nutritional status and dependent variable was AFB conversion

in intensive phase. Data collected from medical record and cards treatment TB.01. Data was

analyzed with Chi Square test (α=0,05).

Results : Most sample in case group were under nutrition (57,7%), while most sample in

control group were normal nutrition (80,8%). Chi Square result showed p=0,011, OR=5,727

(95%CI:1,64 -19,9).

Conclusion: Under nutrition had more risk 5,7 times greater not to have AFB sputum

convertion compared to normal nutrition. Conversion will succeed if nutritional status of

patients was good. Improvement nutrition could be done by giving supplementary food for

TB patients.

Keywords : intensive phase, conversion sputum BTA, nutrition status, tuberculosis

Page 4: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

ABSTRAK

PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM BTA

PADA PENDERITA TUBERKULOSIS YANG TELAH MENJALANI

PENGOBATAN FASE INTENSIF DI PUSKESMAS PANJANG

Oleh:

NURULIA ASTRI

Latar belakang: Angka konversi sputum basil tahan asam (BTA) di Puskesmas Panjang

pada tahun 2015 adalah 61%, belum mencapai target nasional (80%). Salah satu faktor yang

mempengaruhi keberhasilan konversi sputum BTA pada penderita tuberkulosis (TB) yang

telah menjalani pengobatan fase intensif adalah status gizi. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui besar risiko status gizi terhadap konversi sputum BTA pada penderita TB

yang telah menjalani pengobatan fase intensif di Puskesmas Panjang.

Metode: Rancangan penelitian ini adalah Case Control. Populasi kasus adalah penderita TB

BTA (+) yang tidak konversi dengan pengobatan fase intensif dan populasi kontrol adalah

penderita TB BTA (+) yang konversi dengan pengobatan fase intensif pada bulan Januari –

Agustus 2016. Sampel terdiri dari sampel kasus (26 responden) dan sampel kontrol (26

responden) diambil menggunakan teknik purposive sampling dengan matching berdasarkan

umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan variabel dependent

adalah konversi sputum BTA pada fase Intensif. Pengumpulan data menggunakan medical

record dan kartu pengobatan TB.01. Analisis data menggunakan uji Chi Square (α=0,05).

Hasil: Pada kelompok kasus lebih banyak (57,7%) yang memiliki status gizi kurang,

sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak (80,8%) yang memiliki status gizi normal.

Hasil uji Chi Square antara status gizi dengan konversi sputum BTA diperoleh nilai p=0,010,

OR=5,727 (95% CI:1,64 -1599).

Kesimpulan: Gizi kurang merupakan faktor risiko untuk tidak konversi sputum BTA

dengan besar risiko 5,7 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan gizi normal. Konversi

akan berhasil apabila status gizi penderita baik. Perbaikan gizi penderita dapat dilakukan

dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada pasien TB.

Kata Kunci : fase intensif, konversi sputum BTA, status gizi, tuberkulosis,

Page 5: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan
Page 6: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan
Page 7: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan
Page 8: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungailiat pada tanggal 10 April 1995, merupakan anak

pertama dari Hattami Amar dan Zanila.

Pendidikan Taman Kanak- Kanak (TK) diselesaikan di TK Aisyiah pada tahun 2000,

Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 7 Sungailiat pada tahun 2007,Sekolah

Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 3 Sungailiat pada tahun 2010, dan

Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 1 Pemali pada tahun 2013.

Pada tahun 2013, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif pada

organisasi Forum Studi Islam Ibnu Sina sebagai anggota.

Page 9: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-

Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan

kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Status Gizi terhadap Konversi Sputum BTA pada

Penderita TB yang Telah Menjalani Pengobatan Fase Intensif di Puskesmas

Panjang ” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di

Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung.

2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

3. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW. SKM., M.Kes., selaku Pembimbing Utama

yang selalu bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya untuk memberikan

bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat dalam proses

penyelesaian skripsi ini

4. dr. Diana Mayasari, MKK selaku Pembimbing Kedua atas kesediannya untuk

menyempatkan waktu memberikan bimbingan, saran dan kritik selama proses

skripsi ini serta memberikan banyak ilmu selama lebih dari setahun terakhir ini.

Page 10: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

5. Dr. dr. Endang Budiati, M.Kes selaku Penguji Utama pada ujian skripsi untuk

masukan dan saran-saran yang diberikan

6. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes., selaku Pembimbing Akademik

7. Ayahanda tercinta, Hattami yang selalu memberikan doa dan semangat untukku

dalam menjalankan pendidikan Kedokteran serta selalu mengingatkanku untuk

selalu dekat dengan Allah SWT. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan

dan lindungan kepada ayahanda ;

8. Ibunda tersayang, Zanila, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta

bimbingan yang telah diberikan untukku, serta selalu mengingatkanku untuk

selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi ibunda dan

menjadikan ladang pahala;

9. Adik-adik saya Aldan dan Hafizh yang selalu memberikan doa, memotivasi dan

mendukung.

10. dr. Ida Salfantina selaku Kepala Puskesmas, serta Ibu Sri R dan Ibu Lorent dan

seluruh staff Puskesmas Panjang , Kota Bandar Lampung yang membantu

dalam penelitian ini.

11. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah

diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan

untuk mencapai cita-cita.

12. Seluruh Staf Akademik, TU dan Administrasi FK Unila, serta pegawai yang

turut membantu dalam proses penelitian skripsi ini.

13. Sahabat-sahabat saya Rienda Monica, Intan Fajar, Ummi, Anam, Lulu, Diara,

Imah, Kak siti, dan Kak Agam sebagai teman seperjuangan, saling

mengingatkan dan selalu memberikan semangat.

Page 11: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Januari 2017

Penulis

Nurulia Astri

Page 12: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 5

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5

1.3.1. Tujuan Umum ...................................................................................... 5

1.3.2.Tujuan Khusus ...................................................................................... 6

1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis ............................................................................................... 8

2.2. Konversi Sputum Basil Tahan Asam (BTA) .............................................. 21

2.3. Status Gizi ................................................................................................... 26

2.4. Hubungan Status Gizi terhadap Konversi Sputum BTA Penderita TB ..... 29

2.5 Epidemiologi Tuberkulosis ......................................................................... 30

2.6 Penelitian Terkait ........................................................................................ 32

2.7 Kerangka Teori ........................................................................................... 34

2.8 Kerangka Konsep ........................................................................................ 36

2.9 Hipotesis ..................................................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian .............................................................................................. 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 38

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 38

3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................ 38

3.3.2 Sampel Penelitian .............................................................................. 39

3.3.3 Besar Sampel ..................................................................................... 40

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel .................................................................. 42

3.4. Variabel Penelitian......................................................................................... 42

3.5. Definisi Operasional ...................................................................................... 43

3.6. Instrumen Penelitian ...................................................................................... 43

Page 13: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

v

3.7. Cara Kerja ...................................................................................................... 44

3.7.1 Persiapan Penelitian ........................................................................... 44

3.7.2 Pengumpulan Data ............................................................................. 44

3.7.3 Proses Penelitian ............................................................................... 44

3.7.4 Pengolahan Data ............................................................................... 45

3.8 Analisis Data .................................................................................................. 45

3.9 Etika Penelitian ............................................................................................ 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................................ 48

4.2 Hasil Penelitian ............................................................................................. 48

4.2.1 Analisis Univariat ............................................................................... 49

4.2.2 Analisis Bivariat ................................................................................. 50

4.3 Pembahasan ................................................................................................. 51

4.3.1 Analisis Univariat ............................................................................... 51

4.3.2 Analisis Bivariat ................................................................................ 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 59

5.2 Saran ............................................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 62

LAMPIRAN

Page 14: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Klasifikasi Status Gizi Menurut IMT pada Orang Indonesia.............................. 29

2. Definisi Operasional............................................................................................ 43

3. Distribusi Status Gizi .......................................................................................... 50

4. Tabulasi Silang Status Gizi dan Tidak Konversi Sputum BTA .......................... 50

Page 15: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1.Kerangka Teori Penelitian.................................................................................... 35

2.Kerangka Konsep Penelitian. ............................................................................... 37

Page 16: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian

2. Surat Izin Penelitian

3. Pengolahan Data Statistik

4. Dokumentasi

Page 17: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang bersifat kronik disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dapat menular dari satu orang ke

orang lain melalui udara (airborne transmission) yaitu percikan ludah, bersin,

dan batuk (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara kelima tertinggi mempunyai

kasus TB setelah Nigeria, Pakistan, India, Cina, dan Afrika selatan. Hal ini

menunjukkan penurunan kasus TB di Indonesia dibandingkan dengan tahun

2013 yang merupakan keempat tertinggi (WHO, 2014).

Indikator keberhasilan penanggulangan TB di Indonesia yaitu Case Detection

Rate (CDR), Case Notification Rate (CNR), dan Cure Rate. CDR adalah angka

penemuan kasus baru TB BTA positif. Angka standar minimal nasionalnya

yakni 70%. Angka CDR di Indonesia dari tahun 2012-2015 mengalami

penurunan dan belum mencapai standar minimal nasional berturut-turut adalah

61%; 60%; 59,6%, dan 57,1%. CNR adalah angka yang menunjukkan jumlah

pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk di suatu

wilayah tertentu. Angka CNR seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia tahun

2014 sebesar 129 per 100.000 penduduk meningkat menjadi 130 per 100.000

Page 18: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

2

penduduk pada tahun 2015. Cure rate adalah angka kesembuhan atau

persentase pasien baru TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa

pengobatan. Angka standar nasionalnya yakni 85%. Angka kesembuhan kasus

TB di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2012-2015 berturut-turut

adalah 90,%; 90,5%; 90,1%, dan 85% (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Angka CDR Provinsi Lampung belum mencapai standar minimal nasional

pada tahun 2012-2015 berturut-turut adalah 49,49 %; 50,90%; 50,10%, dan

69,4%. Pada tahun 2015 Provinsi Lampung menempati peringkat sepuluh

nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Angka CNR pada tahun 2015

tergolong rendah yaitu 105/100.000 penduduk, menempati peringkat dua puluh

sembilan nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Angka kesembuhan

sudah memenuhi angka standar nasional namun mengalami penurunan.

Berdasarkan informasi Dinas Kesehatan Provinsi Lampung angka kesembuhan

TB dari tahun 2012-2014 berturut-turut adalah 89,14%; 87,30%, dan 86,05%.

Angka konversi mengalami perubahan dari tahun 2010-2013 adapun datanya

secara berturut- turut adalah 88,6%; 90,18%; 88,2 %, dan 89,40 (Dinas

Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2014). Dari seluruh unit pelayanan tingkat

pertama di Kota Bandar Lampung, Puskesmas Panjang memiliki kasus TB

yang paling banyak. Puskesmas Panjang dalam penemuan kasus TB paru

mengalami peningkatan dari tahun 2014 - 2015 adalah sebanyak 160 - 176

kasus. Angka konversi penderita TB di Puskesmas Panjang pada tahun 2015

adalah 61%, dengan demikian angka konversi ini belum mencapai target

nasional (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2015).

Page 19: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

3

Penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor satu untuk golongan

penyakit infeksi. Korban meninggal akibat TB di Indonesia diperkirakan

sebanyak 61.000 kematian setiap tahunnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah

tangganya. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya.

Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk secara

sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat (Depkes RI, 2006).

Tuberkulosis telah dicanangkan oleh World Health Organization (WHO)

sebagai “Global Emergency.” Jumlah kasus baru TB setiap tahunnya

mengalami peningkatan. Oleh karena itu, WHO membentuk Stop TB

Partnership untuk lebih meningkatkan pengendalian TB yang berkaitan dengan

Millenium Development Goals (MDG’s). Setelah adanya strategi tersebut

kejadian TB menurun, hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kasus TB

menjadi 8,8 juta pada tahun 2010 (Nair dan Sahu, 2010). Tahun 2011

berjumlah 8,7 juta kasus, menurun menjadi 8,6 juta kasus pada tahun 2012,

namun kembali mengalami peningkatan menjadi 9.0 juta kasus pada tahun

2013 (WHO, 2014) dan pada tahun 2014 mengalami peningkatan menjadi ±9,6

juta terdeteksi kasus baru TB (WHO, 2015).

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung dalam menanggulangi penyakit TB telah

melakukan strategi operasional sesuai pedoman nasional, antara lain

meningkatkan akses pelayanan kesehatan, meningkatkan kemampuan petugas

dalam upaya penanggulangan penyakit, dan melaksanakan strategi Directly

Page 20: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

4

Observed Treatment Shortcourse (DOTS), tetapi hasilnya dirasakan belum

sesuai dengan yang diharapkan yakni angka CDR, angka kesembuhan dan

angka konversi mengalami penurunan dan belum mencapai target nasional

(Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, 2015).

Faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan konversi pada pengobatan

fase intensif adalah kehidupan dan pekerjaan (umur, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan), akses pelayanan kesehatan,

ketahanan pangan dan perilaku (kepatuhan minum obat, konsumsi alkohol,

kebiasaan merokok dan status gizi) (Lonnroth, 2011). Hasil penelitian Amaliah

(2012 ) penderita dengan status gizi kurang memiliki risiko terjadinya

kegagalan konversi 3.5 kali lebih besar dibanding penderita dengan status gizi

normal. Gizi kurang akan menyebabkan terjadinya defisiensi protein yang

berdampak akan menurunkan jumlah limfosit T sehingga menyebabkan

kuman tetap hidup dijaringan paru yang berakibatkan pada keterlambatan

konversi sputum dan memperlambat proses penyembuhan (Pratomo, 2012).

Hasil penelitian Khariroh (2006) menunjukkan penderita TB dengan status gizi

kurang (BMI: <17 – 18.5) akan berisiko terjadi gagal konversi 8.861 kali lebih

besar dari penderita TB dengan status gizi normal (BMI: > 18.5 – 25.0) dan

penderita TB dengan status gizi kurang sekali (BMI: < 17) akan berisiko terjadi

gagal konversi 30.918 kali lebih besar daripada penderita TB dengan status gizi

normal (BMI: > 18.5 – 25.0). Peningkatan dan perbaikan status gizi dengan

memberikan asupan yang seimbang pada penderita TB yang sedang menjalani

pengobatan DOTS merupakan faktor penentu keberhasilan konversi sputum

BTA penderita TB.

Page 21: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

5

Dari uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai pengaruh

status gizi terhadap konversi sputum penderita TB yang telah menjalani

pengobatan fase intensif di Puskesmas Panjang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah terdapat pengaruh status gizi

terhadap konversi sputum pada penderita TB yang telah menjalani pengobatan

fase intensif di Puskesmas Panjang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui besar

risiko status gizi terhadap konversi sputum pada penderita TB yang

telah menjalani pengobatan fase intensif di Puskesmas Panjang.

Page 22: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

6

I.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran status gizi pada penderita TB yang

menjalani pengobatan fase intensif

2. Mengetahui besar risiko status gizi terhadap konversi sputum

pada penderita TB yang menjalani pengobatan fase intensif

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Praktisi Kesehatan

Sebagai sumber informasi bagi praktisi kesehatan mengenai kasus

tuberkulosis paru, sehingga timbul kepedulian penatalaksanaan yang

holistik dan komprehensif dalam mengurangi permasalahan kasus ini di

masa yang akan datang.

2. Bagi Instansi

Sebagai bahan masukan bagi pihak instansi berwenang yang digunakan

sebagai dasar pertimbangan dalam mengambil dan memutuskan

kebijakan-kebijakan kesehatan, khususnya dalam mengurangi angka

kejadian tuberkulosis.

3. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang tuberkulosis

yang berguna untuk menurunkan angka kematian yang diakibatkan

oleh tuberkulosis.

Page 23: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

7

4. Bagi Peneliti

Sebagai tambahan ilmu, kompetensi, dan pengalaman berharga bagi

peneliti dalam melakukan penelitian kesehatan pada umumnya, dan

terkait tentang tuberkulosis pada khususnya.

5. Bagi Peneliti Lain

Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang ingin melakukan

penelitian mengenai tuberkulosis.

Page 24: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendefinisikan

Tuberkulosis (TB) paru sebagai suatu penyakit menular yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis

(TB) adalah suatu infeksi bakteri yang berkembang bukan hanya di

paru-paru, tetapi juga dapat menyebar ke organ lainnya. (Amin dan

Bahar, 2009).

2.1.2 Etiologi

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Bakteri ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal

0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak

(lipid), peptidoglikan dan arabinomannan. Komponen lipid pada

dinding kuman ini membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam

alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA). Kuman dapat

tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat

tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman

berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat

Page 25: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

9

bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif

kembali. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular

yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula

memfagositasi menjadi disenangi oleh kuman karena banyak

mengandung lipid (Amin dan Bahar, 2009).

2.1.3 Cara Penularan

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Sebagian besar

basil Mycobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru

melalui air bone infection. Pada waktu batuk atau bersin, pasien

menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet

nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah

percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.

Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang

gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi

derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien

tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman

tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara

Page 26: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

10

dan lamanya menghirup udara tersebut. Setelah kuman TB masuk

dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat

menyebar dari paru - paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem

peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran

langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2007).

2.1.4 Patogenesis

Kuman Tuberkulosis terhirup oleh orang sehat, akan menempel pada

saluran napas atau jaringan paru. Partikel ini dapat masuk ke alveolar

bila ukurannya kurang dari 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi oleh

neutrofil, kemudian baru makrofag. Kebanyakan partikel ini akan

mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan

trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. Bila kuman

menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Di sini akan terbawa masuk ke organ lainnya. Kuman yang

bersarang di dalam paru akan membentuk sarang Tuberkulosis

pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau sarang (fokus) Ghon.

Sarang ini bisa terdapat di seluruh bagian jaringan paru.

Bila menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman

dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe,

orofaring, dan kulit, terjadi limfodenopati regional kemudian bakteri

masuk ke dalam vena dan menajalar ke seluruh organ seperti paru,

otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi

penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier. Kuman yang

Page 27: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

11

dormant pada Tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB

sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder

terjadi karena imunitas menurun, diabetes, AIDS, malnutrisi, alkohol,

penyakit maligna, gagal ginjal (PDPI, 2007).

2.1.5 Klasifikasi

Dalam konsensus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2007), TB

paru dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)

a) Tuberkulosis Paru BTA (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan

hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak

menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan

satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif.

b) Tuberkulosis Paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan

tuberkulosis aktif serta tidak respon dengan pemberian

antibiotik spektrum luas. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali

Page 28: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

12

menunjukkan BTA negatif dan biakan Mycobacterium

tuberculosis positif. Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak,

tulis BTA belum diperiksa.

2. Berdasarkan Tipe Penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

a) Kasus baru

Dikatakan kasus baru bila penderita yang belum pernah

mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan

OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

b) Kasus kambuh (relaps)

Dikatakan kasus kambuh bila penderita tuberkulosis yang

sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan

telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian

kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA

positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan

pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali,

harus dipikirkan beberapa kemungkinan infeksi sekunder,

infeksi jamur atau TB paru kambuh.

c) Kasus pindahan (Transfer In)

Dikatakan kasus pindahan bila penderita yang sedang

mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian

Page 29: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

13

pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus

membawa surat rujukan/pindah.

d) Kasus lalai obat

Dikatakan kasus lalai berobat bila penderita yang sudah

berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau

lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita

tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif

(PDPI, 2007).

2.1.6 Diagnosis Tuberkulosis

Dalam konsensus Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2007,

untuk mendiagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala

klinik, pemeriksaan fisik atau jasmani, pemeriksaan bakteriologik,

radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik

tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala

respiratorik dan gejala sistemik.

Gejala respiratorik meliputi batuk lebih dari 3 minggu, batuk

berdarah, sesak nafas, nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat

bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat

tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat

medical check up. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus,

dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,

misalnya pada limfadenitis

Page 30: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

14

tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari

kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala

meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak

napas, kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat

cairan.

Gejala sistemik meliputi malaise, keringat malam, anoreksia, berat

badan menurun. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat

tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)

perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit sekali menemukan

kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus

superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah

apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan

antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki

basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.

Pemeriksaan penunjang TB paru adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Bakteriologik.

Pemeriksaan ini untuk menemukan kuman tuberkulosis

mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan

diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat

berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan

bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar

(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feses dan jaringan biopsi

(termasuk biopsi jarum halus/BJH).

Page 31: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

15

2. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto

lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi yakni foto apiko-lordotik,

oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat

memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif

meliputi bayangan berawan atau nodular di segmen apikal dan

posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah,

kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak

berawan atau nodular, bayangan bercak milier, efusi pleura

unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang). Gambaran radiologik

yang dicurigai lesi TB inaktif, yaitu fibrotik pada segmen apikal

dan atau posterior lobus atas, kalsifikasi atau fibrotik, kompleks

ranke, fibrotoraks/fibrosis parenkim paru dan penebalan pleura.

3. Pemeriksaan cairan pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura

perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu

menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang

mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan

kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel

limfosit dominan dan glukosa darah.

Page 32: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

16

4. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator

yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam

pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting

sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai

keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan

untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta

kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita.

Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya

tahan tubuh penderita, yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED

sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang

normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun kurang

spesifik.

5. Pemeriksaan uji tuberkulin

Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi

TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia

dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji

tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi

pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila

didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan

sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar

sekali (PDPI, 2007).

Page 33: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

17

2.1.7 Pengobatan

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan

dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti

Tuberkulosis (OAT). Oleh karena itu pemerintah menerapkan strategi

Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS). Strategi DOTS

berdasarkan Pedoman Diagnosis dan Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia (2007) diartikan sebagai berikut:

1. D (Directly), yaitu dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop

untuk menentukan apakah ada kuman TB atau tidak. Agar kasus

penderita TB dapat disembuhkan, maka prioritas utama dari setiap

program TB harus langsung pada sumber penyakit. Jadi, penderita

dengan pemeriksaan sputum BTA positif langsung diobati sampai

sembuh.

2. O (Observed), yaitu ada observer atau PMO yang mengamati

pasien dalam minum obat. Yang diamati yaitu saat minum obat

dan dosis obat. Observer dapat berupa seorang tenaga kesehatan

atau kader terlatih.

3. T (Treatment), yaitu Pasien disediakan pengobatan lengkap serta

dimonitor. Pasien harus diyakinkan bahwa mereka akan sembuh

setelah pengobatan selesai. Alat monitor berupa buku laporan

yang merupakan bagian dari sistem dokumen kemajuan dalam

penyembuhan.

Page 34: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

18

4. S (Shortcourse), yaitu Pengobatan TB dengan kombinasi dan dosis

yang benar. Obat-obat anti TB dikenal dengan shortcourse

chemotheraphy. Pengobatan harus dilakukan dalam jangka waktu

yang benar selama 6 bulan (PDPI,2007).

Pengobatan TB rekomendasi dari Program Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis di Indonesia (2007) sesuai strategi DOTS adalah

menggunakan kombinasi dari obat-obat: isoniazid (H), rifampisin (R),

pyrazinamid (Z), streptomycin (S), dan ethambutol (E) dengan

prinsip-prinsip:

1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis

obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan

kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal

(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-

KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat

(PMO).

3. Pengobatan TB diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap

intensif dan lanjutan:

Page 35: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

19

a. Tahap awal (intensif)

Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut

diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak

menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien

TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun dalam jangka waktu yang lebih lama minimal 4 bulan.

Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2007).

Berdasarakan sasaran pengobatan sesuai Depkes RI tentang Program

Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia (2007), maka

ditetapkan 2 kategori OAT kombinasi pengobatan TB, yaitu:

1. Kategori 1 (6 bulan): 2(RHZE)/4(HR)3, artinya untuk 2 bulan

pertama pasien harus minum isoniazid (H), rifampisin (R),

pyrazinamid (Z), ethambutol (E) yang tiap hari dan 4 bulan

selanjutnya pasien minum isoniazid (H), rifampisin (R) setiap

harinya atau 3 kali seminggu. Paduan OAT kategori 1 ini

diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru

BTA negatif foto toraks positif,dan pasien TB ekstra paru.

Page 36: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

20

2. Kategori 2 (8 bulan): 2(RHZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah

diobati sebelumnya yakni kepada pasien kambuh, pasien gagal

dan pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

(Depkes RI, 2007).

2.1.8 Hasil Pengobatan Pasien TB

Bersadarkan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (2014)

hasil pengobatan pasien TB dapat digolongkan sebagai berikut;

1. Sembuh

Adalah pasien TB dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif

pada awal pengobatan yang hasil pemeriksaan bakteriologis pada

akhir pengobatan menjadi negatif dan pada salah satu pemeriksaan

sebelumnya.

2. Pengobatan Lengkap

Adalah pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara

lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir

pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil

pemeriksaan bakteriologi pada akhir pengobatan.

3. Gagal

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

Page 37: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

21

pengobatan atau kapan saja apabila selama dalam pengobatan

diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan resistensi OAT.

4. Meninggal

Adalah pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelumnya

memulai atau sedang dalam pengobatan.

5. Putus Obat

Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang

pengobatannya terputus selama 2 bulan terus- menerus atau lebih.

6. Tidak dievaluasi

Adalah pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya.

Termasuk dalam kriteria ini adalah pasien pindah ke

kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak

diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkannya (Kementerian

Kesehatan RI, 2014).

2.2 Konversi Sputum Basil Tahan Asam (BTA)

2.2.1 Angka Konversi

Konversi adalah perubahan hasil BTA positif pada awal pengobatan

dan negatif pada akhir pengobatan. Perhitungan angka konversi untuk

pasien TB baru BTA positif adalah sebagai berikut:

Jumlah pasien TB baru BTA positif yang konversi

Jumlah pasien TB baru BTA positif yang diobati X 100%

=

Page 38: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

22

Minimal angka konversi yang harus dicapai adalah sebesar 80%

(Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.2.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Konversi TB Paru

Terdapat berbagai faktor yang berpengaruh terhadap konversi sputum

BTA dan kesembuhan penderita TB yaitu determinan sosial yang

meliputi kehidupan dan pekerjaan, akses ke fasilitas pelayanan

kesehatan, perilaku, dan keamanan pangan (Lonnroth, 2011). Adapun

faktor- faktor tersebut yaitu :

1. Determinan Sosial

Determinan sosial secara langsung atau melalui faktor risiko

tuberkulosis berhubungan dengan kejadian tuberkulosis. Dengan

adanya perbedaan determinan sosial, sekelompok orang akan

mempunyai faktor risiko tuberkulosis yang lebih baik atau lebih

buruk disbanding kelompok lain, yang membuatnya menjadi lebih

rentan atau lebih kebal terhadap tuberkulosis (Lonnroth, 2011).

Determinan sosial mencakup pendidikan, pendapatan, pekerjaan,

jenis kelamin, dan perilaku atau gaya hidup.

a. Pendidikan dan Pendapatan

Rendahnya tingkat pendidikan mengakibatkan kesadaran

untuk menjalani pengobatan TB paru secara teratur dan

lengkap juga relatif rendah, antara lain tercermin dari cukup

banyaknya penderita yang tidak menuntaskan pengobatan

karena tidak

Page 39: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

23

kembali untuk kunjungan ulang (follow up) dan beberapa

penderita yang merasa bosan minum obat setiap hari untuk

jangka lama. Di samping itu, rendahnya tingkat pendidikan

menyebabkan rendahnya pengetahuan dalam hal menjaga

kesehatan dan kebersihan lingkungan, tercermin dari perilaku

sebagian penderita yang masih membuang dahak dan meludah

di sembarang tempat. Kebiasaan berperilaku kurang sehat

terhadap lingkungan dan diri sendiri, di samping pengobatan

yang tidak tuntas/tidak lengkap, menyebabkan penderita

tersebut menjadi sumber penularan bagi keluarga maupun

lingkungan sekitarnya (Depkes RI, 2002).

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap

pendapatan keluarga yang berdampak terhadap pola hidup

sehari-hari diantaranya konsumsi makanan, pemeliharaan

kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terrhadap

kepemilikan rumah. Faktor lingkungan kerja mempengaruhi

seseorang untuk terserang suatu penyakit atau tidak (Suryanto,

2000).

Berdasarkan hasil penelitian Amaliah (2012) tingkat

pendapatan bukan merupakan faktor risiko bagi kegagalan

konversi dengan nilai OR : 0,806 pada 95% CI: 0,357-1,820.

Page 40: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

24

Secara statistik tingkat pendapatan tidak berhubungan secara

signifikan dengan kegagalan konversi (p: 0,603).

b. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih sering

terkena TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini oleh karena

laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan

perempuan, sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada

laki-laki. Selain itu kebiasaan merokok dan mengkonsumsi

alkohol pada laki-laki dapat menurunkan daya tahan tubuh

sehingga mudah terkena TB paru (Alfian, 2005; Gea, 2005).

c. Perilaku atau Gaya Hidup

a. Kepatuhan minum obat

Kepatuhan pasien TB dalam minum Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) sangat berpengaruh terhadap tingkat

kesembuhan pasien TB paru. Tingginya angka putus obat

mengakibatkan tingginya kasus resistensi kuman

terhadap OAT yang membutuhkan biaya yang lebih

besar dan bertambah lamanya pengobatan (Kementrian

Kesehatan RI, 2010).

b. Kebiasaan merokok

Hasil penelitian yang di lakukan oleh Zainul (2010),

penderita TB paru ynag merokok lebih banyak yang

tidak mengalami konversi sputum. Ada hubungan antara

Page 41: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

25

kebiasaan merokok dengan konversi sputum penderita

TB paru, dimana kebiasaan merokok dapat

memperlambat konversi sputum penderita TB paru

(Zainul, 2010).

c. Konsumsi Alkohol

Alkohol mempunyai efek toksik langsung pada sistem

imun yang membuat individu tersebut lebih rentan

terhadap infeksi kuman TB. Pada pengonsumsian

alkohol baik akut maupun kronik terjadi gangguan fungsi

makrofag dan sistem imun yang diperantarai sel (kedua

sistem ini bersifat esensial pada respon penjamu terhadap

infeksi kuman TB). Selain itu juga terjadi inhibisi dari

TNF, NO, formasi granuloma, IL-2, IFN gamma, dan

proliferasi CD4, sehinga proses destruksi dari

mycobacteria menjadi terhambat. Di samping itu juga

alkohol dapat mempengaruhi sistem imun melalui

defisiensi makro dan mikro nutrien, terjadinya

keganasan, dan juga melalui perubahan tingkah laku

sosial seseorang (Lonroth K, 2008).

d. Status Gizi

Hasil penelitian di Surabaya menunjukkan penderita TB

paru dengan status gizi kurus (BMI: 17 - I8,5) akan

berisiko terjadi gagal konversi 8.861 kali lebih besar dari

pada penderita TB paru dengan status gizi normal (BMI:

Page 42: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

26

> 18,5 – 25,0) dan penderita TB paru dengan status gizi

kurus sekali (BMI < 17) akan berisiko terjadi gagal

konversi 30.918 kali lebih besar dari pada penderita TB

paru dengan status gizi normal (BMI: > 18,5 - 25,0).

Peningkatan dan perbaikan status gizi dengan

memberikan asupan makanan yang seimbang pada

penderita TB paru yang sedang menjalani pengobatan

DOTS merupakan faktor penentu keberhasilan konversi

sputum BTA penderita TB paru (Khariroh, 2006).

2.3 Status Gizi

2.3.1 Status Gizi Penderita TB

Pasien TB paru seringkali mengalami penurunan status gizi, bahkan

dapat menjadi status gizi kurang bila tidak diimbangi dengan diet

yang tepat. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh

terhadap daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit

Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan

hubungan timbal balik yaitu hubungan sebab akibat, penyakit infeksi

dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat

mempermudah terkena infeksi (WHO, 2013). Penderita TB dengan

status gizi normal mengalami konversi sputum, perbaikan gambaran

radiologi, dan peningkatan berat badan lebih banyak, dibandingkan

penderita TB dengan gizi kurang (Papathakis, 2008).

Page 43: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

27

Pada kasus TB paru aktif, proses katabolik meningkat biasanya

dimulai sebelum pasien didiagnosis, sedangkan tingkat metabolisme

basal atau pengeluaran energi istirahat meningkat, mengakibatkan

peningkatan kebutuhan energi untuk memenuhi tuntutan dasar untuk

fungsi tubuh. Pada saat yang sama, konsumsi energi cenderung

menurun sebagai akibat dari anoreksia. Kombinasi kondisi ini

mengakibatkan penurunan berat badan yang drastis (Gupta, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suparman (2011)

yang menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian suplemen zat gizi

mikro (vitamin A dan seng) terhadap status gizi penderita TB paru

orang dewasa. Vitamin A dan seng adalah zat gizi mikro berperan

penting dalam fungsi sistem imunitas bawaan (Innate immunity)

maupun perolehan (adaptive immunity) dan mempertahankan

integritas sel mukosa, juga diperlukan dalam ekspresi gen di selular

baik di level transkripsi maupun translasi. Tambahan vitamin seperti

vitamin B kompleks antara lain vitamin B5, B6, dan B8 diperlukan

untuk kasus tertentu seperti TB paru, untuk membantu memperkuat

sistem imun dengan meningkatkan produksi antibodi serta berperan

dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Suparman, 2011).

2.3.2 Pengukuran Status Gizi

Pengukuran status gizi adalah evaluasi komprehensif yang dilakukan

untuk menentukan status gizi seseorang. Pengukuran dapat

Page 44: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

28

menggunakan metode antropometri. Pengukuran antropometri

merupakan suatu bentuk pengukuran eksternal morfologi seseorang

dan penting dalam penentuan gizi. Beberapa skala yang sering diukur

dan memiliki kekuatan yang tinggi untuk mempresentasikan status

gizi adalah berat badan, tinggi badan dan IMT (Mahan, 2008).

Pengukuran tinggi badan dapat dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung, secara langsung dapat dilakukan dengan

menggunakan microtoice, sedangkan pengukuran tidak langsung

dapat dilakukan dengan penggukuran panjang lutut. Hasil pengukuran

dinyatakan dalam meter (m). Pengukuran berat badan merupakan

pengukuran yang mudah dilakukan dan dapat menjelaskan kondisi

tubuh seseorang. Untuk melakukan pengukuran berat badan dapat

digunakan timbangan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam kilogram

(kg). IMT adalah hasil dari pembagian berat badan terhadap tinggi

berat badan kuadrat dan dinyatakan dalam satuan kg/m2. IMT

memiliki korelasi yang besar terhadap sebaran lemak tubuh dan dapat

dipakai untuk menilai status gizi seseorang. IMT dapat dinyatakan

dengan rumus :

IMT =

( I Dewa Nyoman, 2002)

Page 45: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

29

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Menurut IMT pada Orang Indonesia

S

u

m

b

e

r

:

Depkes, 2003

2.4 Hubungan Status Gizi dengan Konversi BTA pada Penderita TB

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan konversi sputum BTA

pada pengobatan fase intensif adalah status gizi awal pasien ketika

didiagnosis TB. Hal ini disebabkan karena infeksi TB meningkatkan Produksi

leptin yang menyebabkan penderita mengalami anoreksia (hilangnya nafsu

makan) dan asupan gizi menurun sehingga terjadi defisiensi kalori dan

protein. Kekurangan protein akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya

proliferasi sel di timus yang mengakibatkan jumlah sel limfosit T yang

dihasilkan akan menurun. Limfosit T berperan dalam mengaktifkan makrofag

untuk menghancurkan kuman TB. Apabila terjadi penurunan jumlah limfosit

T , hal ini akan menyebabkan pertahanan tubuh menjadi lemah, makrofag

tidak mampu lagi mencerna kuman TB sehingga kuman ini akan tetap hidup

dijaringan paru yang berakibatkan pada keterlambatan konversi sputum dan

memperlambat proses penyembuhan (Pratomo, 2012).

Keadakan Kategori IMT

Kurang Kekurangan berat badan tingkat berat < 17.0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0 – 18.4

Normal 18.5 – 25.0

Lebih

Kelebihan berat badan tingkat ringan 25.1 – 27.0

Kelebihan berat badan tingkat berat >27.0

Page 46: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

30

2.5 Epidemiologi Tuberkulosis

Teori John Gordon (1950) menjelaskan bahwa terjadinnya suatu penyakit

dipengaruhi oleh tiga hal yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan

lingkungan (environment) (Suratman, 2002).

1. Agent

Agent adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi.

Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang

abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang

merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit (Soemirat,

2010). Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis

adalah Mycobacterium tuberculosis (Amin dan Bahar, 2009).

2. Host

Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung

dan arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi

alam. Manusia merupakan reservoir untuk penularan kuman

Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui

droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada

10 - 15 orang (Depkes RI, 2002). Host untuk kuman tuberkulosis paru

adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan

penyakit tuberkulosis paru adalah :

a. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki - laki sering terkena TB

paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki - laki

Page 47: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

31

memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan

sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada laki - laki (Sitepu,

2009). WHO (2012) melaporkan bahwa di sebagian besar dunia,

lebih banyak laki - laki dari pada wanita di diagnosis tuberkulosis.

b. Umur

Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok

usia produktif yaitu 15-55 tahun (Kementrian Kesehatan RI, 2010)

karena pada usia produktif selalu dibarengi dengan aktivitas yang

meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan yang

banyak pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru. TB paru

dapat terjadi pada semua golongan umur baik pada bayi, anak- anak,

dewasa maupun manula. Beberapa penelitian menunjukkan

kecenderungan penderita TB paru terdapat pada kelompok umur

produktif antara 15-55 tahun (Depkes RI, 2002). Berdasarkan

penelitian Senewe (2002), hampir 75% kasus TB paru di Indonesia

menyerang usia produktif atau kelompok usia kerja (15-55 tahun).

Jika ditinjau dari keberhasilan konversi, usia berhubungan dengan

konversi. Kekuatan untuk melawan infeksi adalah tergantung

pertahanan tubuh dan ini sangat dipengaruhi oleh umur penderita.

Tingkat umur penderita dapat mempengaruhi kerja efek obat, karena

metabolisme obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada bayi

yang sangat mudah dan pada orang tua, sehingga dapat

menimbulkan efek yang lebih kuat dan panjang pada kedua

kelompok umur ini (Crofton, 2002).

Page 48: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

32

c. Status gizi

Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup

akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan

terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan

gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap

penyakit ini, karena kekurangan kalori dan protein serta zat besi,

dapat meningkatkan risiko tuberkulosis paru (Sitepu, 2009).

d. Perilaku Merokok

Merokok merupakan faktor risiko keempat timbulnya semua jenis

penyakit didunia, termasuk penyakit tuberculosis paru, hal ini

didukung dari penelitian Wijaya (2012), bahwa merokok

meningkatkan risiko infeksi Mycobacterium tuberculosis, risiko

perkembangan penyakit dan penyebab kematian pada penderita

tuberkulosis.

b. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host, baik benda

tidak hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang

terbentuk akibat interaksi semua elemen - elemen tersebut, termasuk host

yang lain (Soemirat, 2010).

2.6 Penelitian Terkait

1. Penelitian Amaliah (2012)

Penderita dengan status gizi kurus memiliki risiko terjadinya kegagalan

konversi 3.5 kali lebih besar dibanding penderita dengan status gizi normal.

Page 49: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

33

2. Penelitian Khariroh (2006)

Hasil penelitian di Surabaya menunjukkan penderita TB dengan status gizi

Kurus (BMI: <17 – 18.5) akan berisiko terjadi gagal konversi 8.861 kali

lebih besar dari penderita TB dengan status gizi normal (BMI: > 18.5 –

25.0) dan penderita TB dengan status gizi kurus sekali (BMI: < 17) akan

berisiko terjadi gagal konversi 30.918 kali lebih besar daripada penderita

TB dengan status gizi normal (BMI: > 18.5 – 25.0). Peningkatan dan

perbaikan status gizi dengan memberikan asupan yang seimbang pada

penderita TB yang sedang menjalani pengobatan DOTS merupakan faktor

penentu keberhasilan konversi sputum BTA penderita TB.

3. Penelitian Suprijono (2005)

Faktor status gizi buruk memiliki risiko 5 kali lebih besar terjadi gagal

konversi dibandingkan dengan status gizi normal.

4. Penelitian Pratomo (2012)

Gizi kurang akan meningkatkan produksi leptin yang menyebabkan nafsu

makan dan asupan gizi menurun menyebabkan terjadinya defisiensi kalori

dan protein. Defisiensi protein akan menurunkan jumlah limfosit T yang

berperan dalam menghancurkan kuman TB, dikarenakan jumlah limfosit T

yang berkurang menyebabkan kuman tetap hidup dijaringan paru yang

berakibatkan pada keterlambatan konversi sputum dan memperlambat

proses penyembuhan.

Page 50: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

34

5. Penelitian Omkarsba (2003)

Menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan

karbohidrat dan protein dengan status gizi pasien TB paru rawat inap di RS

Paru dr.Ario Wirawan Salatiga.

6. Penelitian Suparman (2011)

Menyatakan bahwa ada pengaruh pemberian suplemen zat gizi mikro

(vitamin A dan seng) terhadap status gizi penderita TB paru orang dewasa.

7. Penelitian Feng (2012)

Menunjukkan bahwa di Taiwan dan Cina, jenis kelamin pria merupakan

faktor risiko independen untuk terinfeksi tuberculosis OR=1,96 (CI 95:

1,12-3,41) karena memiliki kebiasaan merokok.

8. Penelitian Kuaban dalam Bouti (2013)

Menunjukkan bahwa usia ≥40 tahun sebagai prediktor independen gagal

konversi.

2.7 Kerangka Teori

Kerangka teori dari penelitian ini mengutip konsep faktor risiko kejadian

tuberkulosis paru (Lonnroth, 2011) dan keseimbangan faktor epidemiologi

(John Gordon, 1950), yaitu faktor pejamu (host), lingkungan (environment),

dan penyakit terhadap timbulnya suatu penyakit (agent). Menurut Lonnroth

(2011), tingkat determinan sosial yang dimiliki seseorang akan sangat

mempengaruhi tingkat kesehatan individu tersebut disamping faktor penyakit

itu sendiri. Salah satu penyakit yang kejadiannya dipengaruhi oleh determinan

sosial adalah TB paru. Faktor penyebab penyakit adalah merupakan

Mycobacterium tuberculosi. Faktor pejamu dalam penelitian ini adalah

Page 51: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

35

determinan sosial. Determinan sosial mencakup pendidikan, pendapatan,

pekerjaan, jenis kelamin, dan perilaku atau gaya hidup (kepatuhan minum obat,

kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan status gizi) dan faktor lingkungan

penelitian ini adalah akses pelayanan kesehatan dan ketahanan pangan.

2.8 Kerangka konsep

Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi dari Teori John Gordon (1950),

Lonnroth (2011)

Kegagalan

Konversi Sputum

Host

Determinan Sosial

- Jenis kelamin

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Pendapatan

- Perilaku atau gaya hidup

- Kepatuhan minum obat

- Kebiasaan merokok

- Konsumsi alkohol

- Status Gizi

Agent

bakteri Mycobacterium

tuberculosis

Lingkungan

Akses pelaynan kesehatan

Ketahanan Pangan

Keterangan : Bercetak tebal adalah variabel bebas (status gizi) dan variabel terikat

(kegagalan konversi sputum)

Page 52: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

36

2.8.Kerangka Konsep

Masalah utama yang ada di Bandar lampung adalah tentang kemiskinan.

Indonesia merupakan negara dengan tingkat konsumsi alkohol yang rendah

(WHO, 2014). Provinsi Bandar lampung pada tahun 2012 menduduki

peringkat ke-3 persentase penduduk miskin di wilayah Sumatra. Berdasarkan

Badan Pusat Statistik (2016) angka kemiskinan lampung mengalami

peningkatan dari tahun 2015 sebesar 1.101 menjadi 1.170 juta jiwa pada

tahun 2016. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi seseorang

ditentukkan oleh tingkat pendapatan keluarga (Suhardjo, 2005). Kualitas dan

kuantitas makanan yang rendah akan menyebabkan seseorang mengalami

status gizi kurang, kekurangan gizi berhubungan dengan sindroma

kemiskinan. Tanda-tanda sindroma kemiskinan antara lain berupa penghasilan

rendah berdampak pada tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan

dan papan; kualitas dan kuantitas gizi makanan yang rendah; sanitasi

lingkungan yang jelek dan sumber air bersih yang kurang; akses terhadap

pelayanan yang sangat terbatas; jumlah anggota keluarga yang banyak, dan

tingkat pendidikan yang rendah (Arlim, 2002). Kemiskinan dapat

menyebabkan tingkat pendidikan menjadi rendah sehingga mendapatkan

pekerjaan dengan pendapatan rendah sehingga akan mempengaruhi status gizi.

Oleh karena itu, kemiskinan di Provinsi lampung berkaitan erat dengan status

gizi yang akan memnyebabkan kegagalan konversi sputum BTA pasien TB

pada pengobatan fase intensif.

Page 53: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

37

Variabel Bebas

\

2.9 Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini yakni :

Penderita TB dengan status gizi kurang mempunyai risiko lebih besar

mengalami tidak konversi sputum BTA pada pengobatan fase intensif.

Status Gizi Konversi BTA

Fase Intensif

Gambar 2. Kerangka Konsep

Variabel Terikat

Page 54: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

38

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case

control untuk mengetahui pengaruh status gizi terhadap konversi sputum BTA

pada penderita TB yang telah menjalani pengobatan fase intensif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Panjang. Penelitian dilaksanakan pada

bulan September sampai November 2016.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

3.3.1.1 Populasi Kasus

Penderita Tuberkulosis BTA (+) dengan tidak konversi BTA

pada pengobatan fase intensif periode Januari – Agustus 2016

di Puskesmas Panjang, Bandar Lampung.

3.3.1.2 Populasi Kontrol

Penderita Tuberkulosis BTA (+) dengan konversi BTA pada

pengobatan fase intensif periode Januari – Agustus 2016 di

Puskesmas Panjang, Bandar Lampung.

Page 55: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

39

3.3.2 Sampel Penelitian

3.3.2.1 Sampel Kasus

Sampel kasus adalah penderita TB BTA (+) dengan tidak

konversi pada pengobatan fase intensif periode Januari –

Agustus 2016 di Puskesmas Panjang, Bandar Lampung yang

memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

a. Kriteria Inklusi

1. Penderita Tuberkulosis BTA (+) dengan tidak konversi

pada pengobatan fase intensif periode Januari – Agustus

2016 di Puskesmas Panjang, Bandar Lampung.

2. Penderita Tuberkulosis usia produktif yang lebih dari 20

tahun.

b. Kriteria Ekslusi

1. Data rekam medis yang tidak terisi lengkap.

2. Menderita penyakit kronis lainnya.

Page 56: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

40

3.3.2.2 Sampel Kontrol

Pemilihan sampel kontrol dengan matching, yaitu memilih

sampel kontrol dengan karakteristik yang sama dengan sampel

kasus. Karakteristik yang dibuat sama yakni umur dan jenis

kelamin. Sampel kontrol penelitian ini adalah penderita TB

BTA (+) dengan konversi pada pengobatan fase intensif

periode Januari – Agustus 2016 di Puskesmas Panjang, Bandar

Lampung yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

a. Kriteria Inklusi

1. Penderita Tuberkulosis BTA (+) dengan konversi BTA

pada pengobatan fase intensif periode Januari – Agustus

2016 di Puskesmas Panjang, Bandar Lampung.

2. Penderita Tuberkulosis usia produktif yang lebih dari 20

tahun.

b. Kriteria Ekslusi

1. Ada data rekam medis yang tidak terisi lengkap.

2. Menderita penyakit kronis lainnya.

3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan

rumus dibawah ini :

= =〖( α√ √ 〗

)

(Lemeshow dkk, 1997)

Page 57: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

41

Keterangan :

= = besar sampel kasus dan kontrol

α = derivat baku alpha = 1,96; dengan α = 0,05

= derivat baku beta = 0,84; dengan = 20% dan 1- = 80%

P2 = Proporsi terpapar pada kelompok kontrol yang

diteliti yaitu 37,3% (Penelitian Suprijono, 2005)

P1 =

=

= 0.76

P = ⁄

= ⁄ )

= 0.56

Q1 = = 0,24

Q2 = = 0,63

Q = 1 – P =0,44

= =〖(1.96√ 0.84√ 〗 )

= 24

Page 58: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

42

Dari rumus didapatkan jumlah sampel 24 (minimal). Dari

jumlah sampel yang terhitung dengan rumus tersebut,

ditambahkan 10% untuk menghindari kekurangan data analisis

karena ketidaklengkapan data dan perbandingan sampel kasus

dan sampel kontrol yaitu 1: 1. Sehingga total jumlah sampel

minimal adalah 52 sampel.

3.3.4 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu pengambilan sampel yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan ekslusi terhadap sampel kasus dan kontrol di

Puskesmas Panjang. Pengambilan tidak diambil secara acak agar

sampel kontrol memiliki karakteristik yang sama dengan sampel

kasus. Karakteristik yang dibuat sama yakni umur dan jenis

kelamin agar tidak terjadi kesalahan dalam mengelompokkan

responden.

3.4 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari varibel independent dan variabel

dependent. Adapun yang menjadi varibel independent yaitu status gizi

sedangkan variabel dependent yaitu konversi sputum BTA dengan pengobatan

fase intensif.

Page 59: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

43

3.5 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau

diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap

variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat

ukur (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 2. Definisi Operasional

Defenisi

Operasional

Cara Ukur Alat

Ukur

Hasil Ukur Skala

Independen :

Status Gizi Penilaian Status

Gizi dengan IMT.

IMT adalah hasil

dari pembagian

berat badan

terhadap tinggi

berat badan

kuadrat dan

dinyatakan dalam

satuan kg/m2

pada 4 minggu

sebelum

terinfeksi TB

(Sumber : I Dewa

N. Supariasa,

2002;

Amaliah,2012)

Menghitung

IMT

medical

record

1=gizi

kurang

(IMT ≤18.5)

0=gizi

normal

(IMT>18.5)

Nominal

Dependent:

Konversi BTA

Fase Intensif

Perubahan dari

BTA positif

menjadi BTA

negatif pada fase

intensif (Sumber:

Depkes RI, 2002)

Observasi Kartu

pengoba

tan

TB.01

1=tidak

konversi

0=konversi

Nominal

3.6 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian

ini berupa medical record dan kartu pengobatan TB.01 penderita TB BTA (+)

periode Januari – Agustus 2016 di Puskesmas Panjang .

Page 60: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

44

3.7 Cara Kerja

3.7.1 Persiapan Penelitian

1. Persiapan proposal dan penentuan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian.

2. Persiapan alat penelitian guna menunjang kelangsungan penelitian ini.

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri

dari lembar pengisian data dengan tabel-tabel tertentu untuk mencatat

data yang dibutuhkan dari rekam medik.

3. Menyiapkan perizinan penelitian di Puskesmas Panjang.

4. Mengurus Etical Clearance penelitian di Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung.

3.7.2 Pengumpulan Data

Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui data sekunder.

Data sekunder berupa medical record dan kartu pengobatan TB.01 pada

penderita TB BTA (+) periode Januari – Agustus 2016 di Puskesmas

Panjang.

3.7.3 Proses Penelitian

1. Memberikan surat izin penelitian di Puskesmas Panjang, Bandar

Lampung.

2. Menentukan medical record dan kartu pengobatan TB.01 yang

sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi

Page 61: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

45

3. Setelah semua data dikumpulkan, maka peneliti mengelola data

tersebut.

3.7.4 Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data diubah ke dalam

bentuk tabel kemudian data diolah menggunakan komputer. Proses

pengolahan data menggunakan komputer terdiri dari beberapa langkah,

yaitu :

1. Pengeditan, yaitu mengoreksi data untuk memeriksa kelengkapan

dan kesempurnaan data

2. Pengkodean, memberikan kode pada data sehingga mempermudah

pengelompokan data

3. Pemasukan data, memasukan data ke dalam program komputer

4. Tabulasi, menyajikan data dalam bentuk tabel

Pengolahan dilakukan juga dengan memvisualisasikan data yang

diperoleh dalam bentuk tabel, dan teks dengan menggunakan

perangkat komputer.

3.8 Analisis Data

Analisis statistik pada penelitian ini menggunakan program statistik dengan

menggunakan analisis univariat dan analis bivariat.

Page 62: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

46

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi

masing-masing variabel, baik variabel bebas, dan variabel terikat. Teknik

analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan

statistik sederhana yaitu persentasi atau proporsi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dapat dilakukan dengan uji Chi-Square. Pada penelitian ini

analisis terdiri dari 2 tahap. Tahap I yaitu uji untuk mengetahui hubungan

antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Dasar penentu

adanya hubungan penelitian berdasarkan pada signifikan (nilai p) yaitu:

1. Jika nilai p > 0,05 maka tidak terdapat hubungan.

2. Jika nilai p ≤ 0,05 maka terdapat hubungan.

Tahap II untuk mengetahui besar risiko antara masing-masing variabel

bebas dan variabel terikat. Dimana variabel yang pada tahap I mempunyai p

< 0,05 untuk selanjutnya dilihat nilai Odds Ratio (OR). OR adalah ukuran

asosiasi paparan (faktor risiko) dengan kejadian penyakit; dihitung dari

angka kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar faktor risiko)

dibanding angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko

(tidak terpapar faktor risiko). Interpretasi nilai OR, adalah sebagai berikut:

1. OR = 1, artinya tidak ada pengaruh.

2. OR > 1, artinya faktor risiko.

3. OR < 1, artinya faktor proktektif.

Page 63: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

47

3.9 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari tim etik Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung dengan No : 066/UN26.8/DL/2017. Ketentuan etik yang

telah ditetapkan adalah persetujuan riset yang berisi pemberian informasi kepada

responden mengenai keikutsertaan responden dalam penelitian, tanpa nama

(anonymity) yaitu tidak mencantukan nama responden, menuliskan inisial pada

lembar pengumpulan data dan kerahasiaan (Confidentiality) yaitu kewajiban

unutk tetap menjaga penelitian ini agar tidak tersebar luas mengenai identitas

responden. Peneliti telah mendapatkan surat keterangan lolos kaji etik Komite

Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung agar

penelitian ini dapat dilakukan.

Page 64: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

59

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di wilayah Puskesmas Panjang Kecamatan

Panjang Kota Bandar Lampung tentang pengaruh status gizi terhadap

konversi sputum BTA penderita TB yang telah menjalani pengobatan fase

intensif di Puskesmas Panjang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Gambaran distribusi status gizi pada kelompok kasus adalah (57,7 %) gizi

kurang dan (42,3%) gizi normal, sedangkan pada kelompok kontrol

adalah (19,2% ) gizi kurang dan (80,8%) gizi normal.

2. Status gizi kurang merupakan faktor risiko untuk tidak konversi sputum

BTA (p=0,010) dengan besar risiko 5,7 kali lebih tinggi bila dibandingkan

dengan gizi normal.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Pemerintah

1. Pemerintah Bandar Lampung harus memberikan perhatian yang

lebih khususnya pada Kecamatan Panjang untuk meningkatkan

angka konversi dengan cara memberikan edukasi kepada

masyarakat tentang pentingya status gizi, memberikan edukasi

Page 65: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

60

kepada tenaga kesehatan untuk memberikan intervensi dan

mengawasi status gizi dan pemberian makanan tambahan (PMT)

dengan cara pemberian makanan yang Tinggi Kalori Tinggi Protein

(TKTP) berupa susu sapi segar kemasan selama 6 bulan. Sumber

pendanaan PMT berasal dari dana promosi kesehatan (APBD). Hal

ini dilakukan dengan harapan agar dapat mempercepat

penyembuhan dan meningkatkan angka kesembuhan kasus TB.

5.2.2 Bagi Puskesmas Panjang

1. Puskesmas harus memberikan informasi kepada penderita TB yang

baru terdiagnosis untuk memperhatikan asupan makanan dan

menyediakan Pengawas Minum Obat (PMO) yang tidak hanya

memantau tentang kepatuhan minum obat namun juga memantau

asupan makanan selama menjalani pengobatan fase intensif yang

bertujuan untuk meningkatkan angka konversi sehingga

mempercepat masa pengobatan.

2. Puskesmas harus selalu melakukan pengukuran dan pengisian berat

badan setiap pasien datang berobat pada medical record (family

folder) karena dapat dipergunakan untuk menilai status gizi pasien

setiap kali berobat, merencanakan pengobatan yang harus diberikan

dan dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan.

Page 66: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

61

5.2.3 Bagi Masyarakat

1. Masyarakat harus meningkatkan kesadaran pentingnya status gizi

dengan cara mengkonsumsi makanan yang Tinggi Kalori Tinggi

Protein (TKTP) pada saat pengobatan fase intensif untuk

mempercepat konversi sputum BTA sehingga mempercepat

kesembuhan.

5.2.4 Bagi Penelitian Selanjutnya

1. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat menggunakan

sumber data primer yang berhubungan dengan konversi sputum

BTA pada pengobatan fase intensif.

Page 67: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

1

DAFTAR PUSTAKA

Alfian U. 2005. Tuberkulosis. Jakarta : Binarupa Aksara.

Amaliah R. 2012. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Kegagalan Konversi

Penderita TB Paru BTA Positif Pengobatan Fase Intensif di Kabupaten Bekasi

Tahun 2010. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Amin Z, Bahar A. 2006. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.

4th ed. Jakarta: Interna Publising.

Arlim SM. 2002. Pengaruh perbandingan tingkat sosial ekonomi keluarga erhadap

status gizi murid kelas 1 pada beberapa SD di kota Padang. Padang:Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas.

Badan Pusat Statistik. 2015. Bandar Lampung dalam Angka Tahun 2014. Bandar

Lampung: BPS.

Badan Pusat Statistik. 2015. Profil Kecamatan Panjang Tahun 2014. Bandar

Lampung: BPS.

Badan Pusat Statistik. 2016. Statistik Indonesia 2015. Jakarta: BPS.

Bouti K, Aharmin M, Marc K. 2013. Factors influencing sputum conversion among

smear-positive pulmonary tuberculosis patients in Maroco. ISRN

Pulmonology.

Crofton J, Horne N, Miller F. 2002. Tuberkulosis Klinis. Edisi ke 2.Jakarta:Widya

Medika.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Penemuan dan Diagnosa Tuberkulosis. Jakarta:

Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang

Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Jakarta: Depkes RI.

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pemberantas Penyakit Tuberkulosis Paru.

Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan

Lingkungan.

Page 68: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

2

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan

Lingkungan.

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung. 2015. Profil Kesehatan Provinsi Lampung

Tahun 2014. Bandar Lampung : Pemerintah Provinsi Lampung.

Fatimah S. 2002. MDR-TB Masalah dan Penanggulangannya. Bandung: Alfabeta.

Feng JY. 2012. Gender Differences in Treatment Outcomes of Tuberculosis Patients

in Taiwan: a Prospective Observational Study.Pubmed .(serial online). Tersedia

di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 22734962.

Gea. 2005. Karakteristik Penderita TB Paru di Puskesmas Gunungsitoli Periode

2000-2004. Sumatera Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Gordon JE. 1950. The Newer Epidemiology. In : Tomorrow’s Horizon in Public

Health. Transactions of the 1950 Conference of The Public Health Association

of New York City. New York, NY : Public Health Association. 18–45.

Gupta H, Kant S, Jain A, Ahluwalia S, Natu S. 2013. Association of Nutritional

Factors with Tuberculosis Treatment Outcome. National Seminar on

Application of Artificial Intelligence in Life Sciences (NSAAILS - 2013).

(IJCA).0975 – 8887.

Harris NG. 2004. Nutrition in Aging. Ed. Ke-11. Else : USA.

I Dewa NS. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

Kementerian Kesehatan RI. 2010. Situasi Epidemiologi TB Indonesia. Jakarta :

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Laporan Situasi Terkini Perkembangan

Tuberkuosis di Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit

Dan Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia

2010-2014. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan

Penyehatan Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional PengendalianTuberkulosis.

Jakarta : Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan

Lingkungan.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Infodatin :Tuberkulosis Temukan, Obati Sampai

Sembuh. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.

Page 69: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

3

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta :

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Khariroh S. 2006. Faktor Resiko Gagal Konversi BTA Sputum Penderita TB Paru

Setelah Program Pengobatan DOTS Fase Intensif di RSU Soetomo dan BP4

Karang Tembok Surabaya : Universitas Airlangga.

Leitch AG. 2000. Tuberkulosis : Pathogenesis, Epidemiology and Prevention. In :

Seaton A, Seaton D, Leitch G, editors. Crofton and Doughlas’s Respiratory

Diseases. 5 th ed. London : Blackwell Science Ltd : 476-9.

Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J dan Lwanga SK. 1997. Besar Sampel dalam

Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Gajamada University Press.

Lönnroth K, Wiliams BG, Stadlin S, Jaramilo E, Dye C. 2008. Alcohol use as a risk

factor for tuberculosis – a systematic review. BMC Public Health . 8:289.

Lönnroth K. 2011. Risk factors and social determinants of TB [online].Available

from:http://www.bc.lung.ca/association_and_services/documents/KnutUnionN

ARTBriskfactorsanddeterminantsFeb2011.

Mahan L, Escott S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy.ed.12. USA:

Saunders.

Mahfudin AH. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Sosial Ekonomi

dan Respon Biologis Terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru BTA Positif Pada

Penduduk Dewasa di Indonesia. Analisis Data Sptbc Susenas 2004. Tesis.

Depok: FKM UI

Nair N, Sahu S. 2010. Tuberculosis in The WHO South-East Asia Region.World

Health Organization.9–10.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Omkarsba H. 2003. Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Pasien

Tuberkulosis Paru Rawat Inap Rs Paru dr. Ario Wirawan Salatiga (association

betwen energy - protein intake and nutritional status in patient at dr. Ario

wirawan hospital salatiga). Jurnal Gizi dan Pangan Maret 2003. 2(1) : 29- 41.

Sumatera Utara : Universitas Sumatera Utara.

Papathakis P, Piwoz E. 2008. Nutrition and Tuberculosis: A Revierv of the Literature

and Considerations for TB Control Programs. Chapter 3, Malnutrition

Immunity, and TB. Washington: United States Agencv lbr Interlational

Developmenl.11-7.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2007. Tuberkulosis: Pedoman, Diagnosis dan

Pedoman Penatalaksanaan di Indonesia.Jakarta : Indah Offset Citra Grafika.

Page 70: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

4

Pratomo IP, Burhan E, dan Tambunan V. 2012. Malnutrisi dan Tuberkulosis. Artikel

Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan. 62(2):230-36.

Ratnasari N. 2005. Faktor- Faktor Risiko TB Paru di Beberapa Unit Pelayanan

Kesehatan Kota Semarang. Jawa tengah: Universitas Diponegoro.

Senewe FP. 2002. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Berobat

Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas Depok Jurnal Penelitian Kesehatan.

Vol 30. No 1. Hal 33-37

Shils, Olson. 2007. Modern Nutrition in Health and Disease 9th Edition.Winston-

Salem, NC.

Sitepu MY. 2009. Karakteristik Penderita TB Paru Relapse yang Berobat di Balai

Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) Medan Tahun 2000-2007. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Suhardjo. 2005. Perencanaan pangan dan gizi. Edisi ke-1. Jakarta: Bumi Aksara. 5-

10.

Suparman, Hardinsyah, Kusharto C, Sulaeman A, dan Alisjahbana B. 2011. Efek

Pemberian Suplemen Sinbiotik dan Zat Gizi Mikro (Vitamin A dan Zinc)

Terhadap Status Gizi Penderita Tbc Paru Orang Dewasa yang Mengalami

Kekurangan Energi Kronik. Gizi Indon. 34(1):32-42.

Suprijono D .2005. Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Konversi

Dahak Setelah Pengobatan Fase Awal pada Penderita Baru Tuberkulosis Paru

Bakteri Tahan Asam (BTA) Positif. Semarang : Universitas Diponegoro.

Suryanto E. 2000. Tuberkulosis dan HIV. Dalam Jurnal Respirologi Indonesia.

Jakarta: JRI.

Vasantha M, Gopi PG, Subramani R. 2008. Weight Gain in Patients With

Tuberculosis Treated Under Directly Observed Treatment Short- Course

(DOTS). Indian J Tubrc. (56): 5-9.

Page 71: PENGARUH STATUS GIZI TERHADAP KONVERSI SPUTUM …digilib.unila.ac.id/25327/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · umur dan jenis kelamin.Variabel independent adalah status gizi dan

5

World Health Organization. 2012. The Global Plan to Stop Tuberculosis: Guideline

for social mobilization. Geneva : WHO.

World Health Organization. 2013. Global tuberculosis programme:Global

tuberculosis control. WHO.

World Health Organization. 2014. Global Tuberculosis Report 2014. Switzerland

:WHO.

World Health Organization. 2015. Global Tuberculosis Report 2015. Switzerland

:WHO.

Wijaya AA. 2012. Merokok dan Tuberkulosis. Journal Tuberkulosis Indonesia. 23-

28.

Yew WW, Leung CC. 2006. Antituberculosis Drugs and Hepatotoxicity.

Respirology. 1(6):699-707.

Zainul M. 2009. Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Konversi Sputum Penderita

TB Paru di Klinik Jemadi Medan. Sumatera utara: Fakultas Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara.