pengaruh senam ergonomik terhadap tekanan...
TRANSCRIPT
PENGARUH SENAM ERGONOMIK TERHADAP TEKANAN
DARAH SISTOLIK PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULYA 3
MARGAGUNA JAKARTA SELATAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
(S.Kep)
Oleh:
SYAHRANI
1113104000040
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438 H/2017 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2017
Syahrani
iii
FACULTY OF MEDICINES AND HEALT SCIENCE
MAJOR OF NURSING SCIENCE
SYARIF HIDAYATULLAH STATE UNIVERSITY JAKARTA
Undergraduate Thesis, May 2017
Syahrani, NIM 1113104000040
Effects of Ergonomic Gymnastics on Systolic Blood Pressure in Elderly with
Hypertension at Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Retirement
Home, South Jakarta
xix + 89 pages + 11 tabels + 3 charts + 5 pictures + 7 attachments
ABSTRACT
Hypertension is one of the cardiovascular problems that often occur in the elderly.
The high blood pressure that take place in a long time will cause damage to blood
vessels throughout the body, however it can be controlled with pharmacological
and non-pharmacological therapy, which is ergonomic gymnastics. Ergonomic
gymnastics is a movement of gymnastics combined with breathing techniques. This
study aims to determine the effect of ergonomic gymnastics on systolic blood
pressure in the elderly with hypertension in Tresna Werdha Budi Mulya 3
Margaguna Retirement Home, South Jakarta. The study used the Pretest-postest per
One Group Experimental design. The sampling technique used was Purposive
Sampling with 21 respondents. Intervention given for 2 weeks in total of 6 times
intervention. Data analysis in this research use Paired T-test statistic test. The result
of the research by using parametric test of Paired T-test showed p = 0,000, means
there was decreasing the mean of blood pressure for 2 weeks by 11,29 mmHg. So
the conclusion is ergonomic gymnastics effect on systolic blood pressure decrease
in elderly with hypertension. This research is expected to be a consideration for the
Tresna Werdha Retirement Home to be able to make ergonomic gymnastics as
hypertension control program.
Keywords: Hypertension, Elderly, Ergonomic Gymnastics
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Mei 2017
Syahrani, NIM 1113104000040
Pengaruh Senam Ergonomik terhadap Tekanan Darah Sistolik pada Lansia
dengan Hiperetensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna
Jakarta Selatan
xix + 89 halaman + 11 tabel + 3 bagan + 5 gambar + 7 lampiran
ABSTRAK
Hipertensi adalah salah satu masalah kardiovaskular yang sering terjadi pada lansia.
Tingginya tekanan darah yang lama akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah
di seluruh tubuh, namun hal tersebut dapat dikendalikan dengan terapi farmakologi
maupun non farmakologi, salah satunya adalah senam ergonomik. Senam
ergonomik merupakan suatu gerakan senam yang dikombinasikan dengan teknik
pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam ergonomik
terhadap tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan
desain Pra-eksperimental One Group Pretest-postest. Teknik sampling yang
digunakan adalah Purposive Sampling dengan jumlah sampel 21 responden.
Pemberian intervensi selama 2 minggu sebanyak 6 kali intervensi. Analisa data
dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Paired T-test. Hasil penelitian
dengan menggunakan uji parametrik Paired T-test menunjukkan p=0,000, dan
terjadi penurunan rata-rata tekanan darah selama 2 minggu sebesar 11,29 mmHg.
Sehingga kesimpulannya adalah senam ergonomik berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi. Penelitian ini
diharapkan bisa menjadi pertimbangan bagi Panti Sosial Tresna Werdha untuk bisa
menjadikan senam ergonomik sebagai program pengendalian hipertensi.
Kata kunci: Hipertensi, Lansia, Senam Ergonomik
v
vi
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Syahrani
Tempat, tanggal lahir : Bogor, 18 Mei 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum menikah
Alamat : Jl. H. Mawi Desa Waru Gg. Omega Rt. 006 RW. 02
No.66 Kecamatan Parung Kabupaten Bogor
Hp : 085609500670
Email : [email protected]
Fakutas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/
Program Studi Ilmu Keperawatan
Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Waru 05 2001-2007
2. SMP Negeri 1 Parung 2007-2010
3. SMK Nusantara 02 Kesehatan 2010-2013
4. S1 Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-sekarang
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur kepada Allah SWT yang
telah memberikan begitu banyak nikmat dan karunia-Nya serta shalawat beriringan
salam kepada Nabi Muhammad SAW, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Senam Ergonomik terhadap
Tekanan Darah Sistolik pada Lansia dengan Hipertensi di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan”.
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan yang dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis
akan menerima dengan hati terbuka dan rasa terimakasih atas segala kritik dan saran
yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini.
Terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak yang telah membantu penulis dengan sepenuh hati. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak yang telah
membantu, dan semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis
mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Rasa syukur dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
x
2. Prof. Dr. Arif Sumantri, S.KM., M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ernawati, S.Kp., M.Kp., Sp.KMB, selaku Wakil Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Uswatun Khasanah, S.Kep., MSN, selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan memberikan motivasi.
6. Bapak Ns. Moh. Fuad Almubarok., S.Kep., M.Kep., Sp.KMB, selaku
pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan motivasi.
7. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.Biomed, selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah membimbing dan memberikan perhatiannya selama
hampir 4 tahun duduk di bangku perkuliahan.
8. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya yang tak
terhingga, serta seluruh staff dan karyawan di lingkungan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
9. Orangtua saya, Bapak Edi Ruswana dan Ibu Rukiyah yang telah mendidik,
memberikan dukungan, memberikan rasa kasih sayang yang luar biasa tiada
henti, mendoakan keberhasilan, serta memberikan dukungan moril maupun
materil.
xi
10. Kakak saya tercinta Eka Ruswanti dan Anggi Rakasiwi yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada saya tiada henti.
11. Ikbal Salim, yang telah memberikan dukungan yang luar biasa selama awal
di bangku perkuliahan sampai proses penyelesaian skripsi ini.
12. Sahabat-sahabat saya tercinta Risca Yuliani, Qorina Fairuz dan Deta Amelia
yang telah sama-sama berjuang selama di bangku perkuliahan, serta
memberikan motivasi dan selalu ada di saat senang maupun sedih.
13. Teman-teman PSIK 2013 yang telah berjuang bersama selama perkuliahan
di keperawatan.
14. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah banyak membantu.
Atas bantuan dan segala dukungan yang telah diberikan, penulis berdoa
semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT.
Penulis juga berharap proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
para pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Juni 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii
ABSTRACT ...................................................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................ iv
PERNYATAAN PESETUJUAN ...................... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN ............................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvi
DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1. Tujuan Umum ................................................................................. 9
2. Tujuan Khusus ................................................................................ 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
E. Ruang Lingkup ................................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 11
A. Konsep Lansia ................................................................................. 11
1. Definisi ......................................................................................... 11
2. Batasan Umur Lanjut Usia ........................................................... 11
3. Perubahan pada Lansia ................................................................. 12
B. Konsep Hipertensi ........................................................................... 13
1. Definisi ......................................................................................... 13
2. Klasifikasi Hipertensi ................................................................... 13
3. Etiologi Hipertensi ....................................................................... 15
4. Patofisiologi Hipertensi ................................................................ 16
5. Manifestasi Klinis Hipertensi ....................................................... 18
6. Pemeriksaan Diagnostik Hipertensi ............................................. 19
7. Komplikasi Hipertensi .................................................................. 20
8. Penatalaksanaan dan pencegahan Hipertensi ............................... 21
9. Alat Ukur ...................................................................................... 24
C. Tekanan Darah Sistolik ................................................................... 28
xiii
1. Definisi ......................................................................................... 28
2. Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik .............................................. 29
3. Faktor Risiko Hipertensi Sistolik ................................................. 29
D. Senam .............................................................................................. 32
1. Definisi Senam Ergonomis ........................................................... 32
2. Teknik dan Manfaat Senam Ergonomis ....................................... 33
3. Pengaruh Senam terhadap Penurunan Tekanan Darah ................. 44
4. Waktu Pengukuran Tekanan Darah Setelah Senam Ergonomis... 47
5. Ketentuan-Ketentuan dalam Latihan Fisik pada Lansia ............... 48
E. Penelitian terkait Senam Ergonomis dan Hipertensi ....................... 49
F. Kerangka Teori ................................................................................ 52
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL ............................................................................................... 54
A. Kerangka Konsep ............................................................................ 54
B. Hipotesis Penelitian ......................................................................... 55
C. Definisi Opersional .......................................................................... 56
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 58
A. Desain Penelitian ............................................................................. 58
B. Populasi Dan Sampel ....................................................................... 58
1. Populasi ........................................................................................ 58
2. Sampel .......................................................................................... 59
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian .......................................................... 61
D. Instrumen Penelitian ..................................................................... 61
E. Prosedur Pengambilan Data ............................................................ 61
1. Prosedur Administrasi .................................................................. 62
2. Prosedur Teknis ............................................................................ 62
F. Pengolahan Data .............................................................................. 64
1. Editing/Memeriksa ....................................................................... 64
2. Coding .......................................................................................... 64
3. Entry data/processing ................................................................... 65
4. Cleaning data ............................................................................... 65
5. Melakukan teknis analisis ............................................................ 65
G. Teknik Analisis Data ....................................................................... 65
1. Analisis Univariat ......................................................................... 65
2. Analisis Bivariat ........................................................................... 66
H. Etika Penelitian ................................................................................ 67
1. Informed Consent ......................................................................... 67
2. Anonimity (Tanpa Nama) ............................................................. 67
3. Confidentiality (Kerahasiaan) ....................................................... 68
BAB V HASIL PENELITIAN .......................................................................... 69
A. Gambaran Tempat Penelitian .......................................................... 69
B. Hasil Analisa Univariat ................................................................... 69
1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin .................. 70
2. Karakteristik Responden berdasarkan Usia .................................. 70
xiv
3. Karakteristik Responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) ............................................................................................... 71
4. Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Merokok ............ 71
5. Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi
Keluarga........................................................................................... 72
C. Hasil Analisa Bivariat ...................................................................... 72
1. Uji Normalitas .............................................................................. 73
2. Perbedaan tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi sebelum
dan sesudah melakukan senam ergonomik di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan ......................... 73
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 76
A. Interpretasi Hasil Penelitian............................................................. 76
1. Analisa Univariat .......................................................................... 76
2. Analisis Bivariat ........................................................................... 84
3. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 86
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 87
A. Kesimpulan ...................................................................................... 87
B. Saran ................................................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR SINGKATAN
ACE : Angiotensin Converting Enzyme
ADH : Antidiuretik Hormone
BAK : Buang air kecil
BUN : Blood Urea Nitrogen
DASH : Dietary Approoches to Stop Hypertension
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
HDL : High Density Lipoprotein
JNC : Joint National Committee
KB : Keluarga Berencana
Kemenkes RI : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
LDL : Low Density Lipoprotein
MmHg : Milimeter Merkuri Hydragyrum
mmol : Milimol
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
TIA : Transient Ischemic Attack
WHO : World Healt Organization
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi WHO ................................................................................... 15
Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut WHO-ISH ............................................................ 15
Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik....................................................... 29
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 56
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............... 70
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia .............................. 70
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) ..................................................................................................................... 71
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Merokok ........ 71
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Hipertensi
Keluarga ................................................................................................................ 72
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hasil Uji Normalitas Pengukuran Tekanan Darah
Sistolik Sebelum dan Sesudah Senam Ergonomik ............................................... 73
Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah
Melakukan Senam Ergonomik .............................................................................. 74
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 52
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 54
Bagan 4.1 Desain Penelitian pra-eksperimental one group pre-test dan post-test 58
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Lapang Dada ..................................................................................... 36
Gambar 2.2 Tunduk Syukur .................................................................................. 38
Gambar 2.3 Duduk Perkasa................................................................................... 39
Gambar 2.4 Duduk Membakar .............................................................................. 42
Gambar 2.5 Berbaring Pasrah ............................................................................... 43
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampran 1 Surat izin penelitian Wali Kota Jakarta Selatan
Lampiran 2 Surat izin penelitian Panti Sosial Tresna Werdha
Lampiran 3 Surat keterangan pelatihan senam ergonomik
Lampiran 4 Surat perbyataan bersedia menjadi responden
Lampiran 5 Lembar observasi tekanan darah
Lampiran 6 Lembar observasi gerakan senam ergonomik
Lampiran 7 Output SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan penyakit yang tidak menular yang masih
merupakan tantangan besar di Indonesia. Penyakit ini sering ditemukan
pada pelayanan kesehatan primer (Kemenkes RI, 2014a). Setiap tahunnya
hipertensi menyebabkan kematian hampir 9,4 juta orang akibat penyakit
jantung dan stroke jika digabungkan, penyakit tersebut merupakan penyakit
penyebab kematian nomor satu di dunia (World Healt Organization, 2013).
Hipertensi adalah tekanan darah yang abnormal dan diukur paling tidak tiga
kali pada kesempatan yang berbeda. Tekanan darah dianggap tinggi apabila
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan untuk tekanan diastolik lebih dari
90 mmHg (Corwin, 2009). Pada lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai
tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90
mmHg (Smeltzer & Bare, 2002). Hipertensi merupakan silent killer dimana
gejala pada setiap individu dapat bervariasi dan hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di
tengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur,
telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (Kemenkes.RI, 2014).
Menurut WHO (2013) jumlah pasien hipertensi dunia pada tahun
2025 akan meningkat menjadi 1,5 milyar orang. Adapun prevelensi
hipertensi di seluruh dunia berdasarkan WHO pada tahun 2011 diperkirakan
35% negara maju menderita hipertensi sedangkan pada negara berkembang
mencapai 40% dan pada Asia Tenggara diperkirakan 36% penduduk
menderita hipertensi (Triwibowo, Frilasari & Hapsari, 2011). Menurut hasil
RISKESDAS 2013 prevelensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui
pengukuran pada usia ≥ 18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka
Belitung (30, 9%) dan terendah di Papua sebesar 16,8% untuk penyakit
hipertensi, untuk DKI Jakarta sendiri sebanyak (20,0%). Angka insiden
hipertensi sangat tinggi terutama pada populasi lanjut usia, usia di atas 60
tahun, dengan prevelensi mencapai 60% sampai 80% dari populasi lansia.
Diperkirakan 2 dari 3 lansia menderita hipertensi. Tingginya angka tersebut
disebabkan salah satunya adalah oleh faktor pertambahan usia, dimana saat
usia semakin bertambah fungsi tubuh semakin menurun. Fungsi tubuh yang
menurun pada lansia diantaranya ialah sel, kardiovaskuler, respirasi,
persarafan, muskuloskeletal, gastrointestinal, urinaria, pendengaran,
penglihatan, endokrin, dan kulit.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998
tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud dengan lansia adalah
seseorang yang usianya telah mencapai 60 tahun keatas. Proses penuaan
akan berdampak pada berbagai aspek dalam kehidupan, baik sosial,
ekonomi, maupun kesehatan. Ditinjau dari aspek kesehatan dengan semakin
bertambahnya usia maka lansia akan semakin rentan terhadap berbagai
keluhan fisik, baik karena faktor alami maupun karena faktor penyakit
(Kemenkes RI, 2014b). Salah satu penyakit yang paling banyak dialami
lansia adalah hipertensi. Hipertensi dianggap sebagai faktor resiko utama
bagi perkembangannya penyakit jantung dan berbagai penyakit vaskuler
pada orang-orang yang telah lanjut usia, hal ini disebabkan oleh kekakuan
pada arteri sehingga tekanan darah cenderung meningkat (Kenia &
Taviyanda, 2013).
Penelitian yang dilakukan di SaoPaulo didapatkan prevelensi
hipertensi pada lansia sebesar 70% dari jumlah populasinya. Keadaan
serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan di China, dimana
pada penelitian tersebut hipertensi ditemukan pada 53% populasi lansia
(Arifin, Weta & Ratnawati, 2016). Berdasarkan hasil survey prevelensi
hipertensi tertinggi di Indonesia berdasarkan kelompok umur ialah
kelompok umur lansia. Lansia memiliki kecenderungan prevelensi yang
paling tinggi dalam kaitan gangguan-gangguan yang bersifat kronis, salah
satunya ialah penyakit hipertensi (Tamher & Noorkasiani, 2009). Penyakit
terbanyak pada lansia tahun 2013 ialah hipertensi, sebanyak 45, 6% pada
kelompok usia 55-64 tahun, 57, 6% pada kelompok usia 65-74 tahun, dan
63, 8% pada kelompok usia ≥ 75. Dengan demikian, dibutuhkan perhatian
dari semua pihak untuk memperhatikan berbagai masalah yang berkaitan
dengan lansia, terutama hipertensi yang angkanya paling tinggi (Kemenkes
RI, 2014b).
Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan
gagal ginjal. Institut Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan
setengah orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya.
Setelah penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus selalu dipantau
dengan teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup.
Tingginya tekanan darah yang lama akan merusak pembuluh darah di
seluruh tubuh, yang paling jelas terjadi pada mata, jantung, ginjal, dan otak.
Maka komplikasi yang biasa terjadi pada hipertensi lama yang tidak
terkontrol adalah gangguan penglihatan, oklusi koroner, gagal ginjal, dan
stroke. Selain itu jantung akan membesar karena dipaksa meningkatkan
beban kerja saat memompa melawan tingginya tekanan darah (Smeltzer &
Bare, 2002).
Menurut WHO, dari 50% penderita hipertensi yang diketahui, 25%
mendapat pengobatan hanya 12, 5% yang diobati dengan baik. Menurut
hasil RISKESDAS 2013, sebanyak 9,5% penduduk Indonesia penderita
hipertensi yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat. Jadi,
ada 0,1% yang minum obat sendiri dan 0,7% penduduk yang tekanan
darahnya normal namun sedang minum obat hipertensi. Pengobatan
penderita hipertensi belum efektif karena sering menimbulkan kekambuhan
dan menimbulkan efek samping yang berbahaya dalam jangka panjang.
Terapi non farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan farmakologis (obat anti hipertensi). Terapi
non farmakologis terbukti dapat mengontrol dan mempertahankan tekanan
darah agar tidak semakin meningkat (Hikayati, Flora R, 2012).
Menerapkan hidup sehat bagi setiap orang sangatlah penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting untuk
penanganan hipertensi. Semua orang dengan prehipertensi dan hipertensi
harus melakukan perubahan gaya hidup. Modifikasi gaya hidup yang
penting untuk menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan
untuk individu yang obesitas, mengurangi konsumsi garam, dan aktivitas
fisik. Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik
secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal
untuk kebanyakan pasien hipertensi. Studi menunjukan kalau olahraga
aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda,
dapat menurunkan tekanan darah. Pasien harus konsultasi dengan dokter
untuk mengetahui jenis olahraga mana yang cocok dan terbaik untuknya
terutama dengan pasien yang mengalami kerusakan organ (Bina et al.,
2006).
Latihan olahraga dapat merileksasikan pembuluh-pembuluh darah.
Lambat laun olahraga akan melemaskan pembuluh-pembuluh darah,
sehingga tekanan darah akan menurun (Y. Prasetyo, 2013). Olahraga diduga
dapat mengubah vasokonstriktor menjadi vasodilator (mengurangi
vasokonstriksi dan tekanan pada tekanan darah). Latihan olahraga juga
terbukti meningkatkan produksi oksida nitrat dan meningkatkan fungsi
vasodilatasi yang akan mengurangi resistensi perifer dan menurunkan
tekanan darah (Pescestello, 2010). Setelah senam, terjadi penurunan
aktivitas kardiovaskular. Baroreseptor akan merespon untuk memberikan
penurunan denyut jantung dan kontraktilitas jantung serta penurunan
tekanan darah. Baroreseptor bertugas untuk mengembalikan keadaan tubuh
menjadi seimbang atau homeostasis. Olahraga yang cukup dapat
menurunkan tekanan darah sistolik maupun diastolik, namun untuk
kebanyakan penurunan tekanan darah sistolik menunjukkan perbedaan yang
lebih bermakna daripada tekanan darah diastolik (Moniaga, Pangemanan, &
Rampengan, 2013).
Olahraga bagus untuk kesehatan tubuh manusia, namun tidak semua
olahraga baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang
dianggap membahayakan saat berolahraga untuk lansia (Maryam, Ekasaru,
Rosidawati, Jubaedi & Batubara, 2008). Senam Ergonomis merupakan
suatu metode yang praktis, efektif, efisien, dan logis dalam memelihara
kesehatan tubuh manusia. Gerakan senam ini dapat langsung membuka,
membersihkan dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh, seperti
sistem kardiovaskuler, perkemihan, dan reproduksi. Senam Ergonomis
mampu mengembalikan dan memperbaiki posisi dan kelenturan sistem
saraf dan aliran darah, memaksimalkan suplai oksigen ke otak, membuka
sistem kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem
pembakaran asam urat, kolesterol, gula darah, asam laktat, chrystal oxalate,
sistem konversi karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam
darah, sistem kesegaran tubuh dan sistem kekebalan tubuh dari energi
negatif/virus, dan sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh.
Gerakan-gerakan senam Ergonomis sesuai dengan kaidah-kaidah
penciptaan tubuh yang diilhami dari gerakan shalat sehingga lansia mudah
untuk melakukan gerakan senam ini (Wratsongko, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh (Komariah, 2015), tentang pengaruh
senam ergonomis terhadap kadar asam urat pada lansia dengan gout di pos
binaan terpadu kelurahan Pisangan Ciputat Timur, didapatkan hasil
penelitian yang menunjukan bahwa senam Ergonomis berpengaruh
terhadap penurunan kadar asam urat di pos binaan terpadu kelurahan
Ciputat Timur. Penelitian lain juga yang dilakukan oleh (Idealita, 2012),
tentang pengaruh senam ergonomis terhadap penurunan tingkat depresi
pada lansia di unit rehabilitasi sosial wening wardoyo Ungaran kabupaten
Semarang, didapatkan hasil penelitian yang menunjukan adanya perbedaan
yang signifikan rata-rata skor tingkat depresi pada lansia sebelum dan
sesudah diberikan senam ergonomis pada kelompok intervensi. Penelitian
(J. D. Prasetyo & Agustrianti, 2014) tentang pengaruh senam ergonomis
terhadap perubahan kadar gula darah pada klien diabetes mellitus tipe 2 di
wilayah kerja puskesmas Karangdadap kabupaten Pekalongan juga
menunjukan hasil penelitian adanya pengaruh yang signifikan terhadap
pemberian senam ergonomis terhadap penurunan kadar gula darah pada
klien dengan diabetes mellitus tipe 2.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan, dari hasil
wawancara dengan pengurus Panti Sosial didapatkan data dari 222 lansia
yang ada 64 lansia diantaranya menderita hipertensi. Dari 10 lansia yang
dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan wawancara, sebanyak 5 lansia
menunjukkan tekanan darah tinggi. 2 lansia mengeluh sering pusing, 2
lansia mengeluh pusing tidak sering, dan 1 lansia tidak memiliki keluhan.
Untuk mengurangi keluhan tersebut, sebagian besar lansia melakukan terapi
farmakologi (obat dari klinik dan obat warung). Sebagian besar lansia
memiliki kebiasaan merokok yang sangat tinggi, juga memiliki kegiatan
harian yang ringan. Di panti sosial tersebut terdapat jadwal senam yang
dilakukan 2 kali dalam seminggu. Senam yang dilakukan ialah senam
aerobik. Namun meskipun telah dibuat jadwal senam, banyak lansia yang
tidak mengikuti senam. Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti ingin
melakukan penelitian tentang Pengaruh Senam Ergonomis terhadap
Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
B. Rumusan Masalah
Penderita hipertensi di Indonesia masih sangat tinggi, terutama pada
lansia. Dimana pada lansia terjadi penurunan fungsi tubuh, apabila
mengkonsumsi obat anti hipertensi yang lama akan menimbulkan masalah
atau efek samping bagi tubuhnya. Maka dari itu diperlukannya terapi non
farmakologi yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk menurunkan
tekanan darah bagi penderita hipertensi pada lansia. Aktivitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik secara teratur paling tidak 30
menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien
hipertensi. Salah satu aktivitas fisik yang dapat digunakan untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia adalah senam ergonomik, karena
senam ergonomik sangat praktis, efektif dan efisien serta gerakannya mudah
dan cocok untuk lansia. Maka dari itu peneliti merumuskan adakah
Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Tekanan Darah Sistolik pada Lansia
dengan Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna
Jakarta Selatan?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui pengaruh senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik
pada lansia dengan hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Teridentifikasi responden berdasarkan data demografi (jenis kelamin,
nilai IMT, kebiasaan merokok, riwayat hipertensi keluarga)
b. Teridentifikasi tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi
sebelum melakukan senam ergonomik
c. Teridentifikasi tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi
sesudah melakukan senam ergonomik
d. Teridentifikasi apakah ada pengaruh tekanan darah sistolik lansia
dengan hipertensi setelah diberikan intervensi senam ergonomik
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kepada
masyarakat mengenai senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik.
Penelitian ini memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan
khususnya terapi non farmakologi terhadap tekanan darah. Penelitian ini
juga diharapkan memberi masukan pada pelayanan kesehatan seperti di
Puskesmas, Posbindu, Panti Werdha untuk menginformasikan membuat
program rutin senam ergonomik dan mengajarkan senam ergonomik
sebagai intervensi untuk menurunkan tekanan darah.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini akan menggambarkan pengaruh senam ergonomik
terhadap tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi. Penelitian ini
dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya pada tahun 2017.
Populasi penelitian ini adalah lansia usia ≥60 tahun. Sebagai sampel
penelitian dipilih lansia yang pada usia tersebut menderita hipertensi ringan
dan sedang sebanyak 21 responden. Penelitian ini menggunakan metode
pra-eksperimental one group pretest-postest. Penggunaan paired t-test
digunakan untuk menguji hasil dari dua hasil pengukuran (pre-test dan post-
test) untuk melihat apakah terjadi perubahan yang signifikan.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Lansia
1. Definisi
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia
apabila usianya diatas 65 tahun (Efendi, 2009). Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, yang dimaksud dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas (Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Lansia merupakan suatu periode dari
rentang kehidupan yang ditandai dengan perubahan atau penurunan fungsi
tubuh (Wijayanti, 2008).
2. Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut WHO, klasifikasi lansia adalah usia pertengahan (middle
age) 45-59 tahun, lansia (elderly) 60-74 tahun, lansia tua (old) 75-90 tahun,
dan lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2009). Menurut
Dra. Jos Masdani (Psikolog UI), lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia
dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu yang
pertama (fase iuventus) 25-40 tahun, kedua (fase virilitas) 40-55 tahun,
ketiga (fase presenium) 55-65 tahun, dan yang ke empat (fase senium) 65
tahun hingga tutup usia. Sedangkan menurut Prof. Dr. Koesoemato
Setyonegoro masa lanjut usia terbagi menjadi tiga batasan umur, yaitu
young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun)
(Efendi, 2009).
3. Perubahan pada Lansia
Menurut (Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi & Batubara, 2008),
perubahan yang terjadi pada lansia berupa perubahan fisik, psikologis, dan
juga sosial.
a. Perubahan fisik
Perubahan fisik yang terjadi pada lansia antara lain ialah perubahan: sel,
kardiovaskuler, respirasi, persarafan, muskuloskeletal, gastrointestinal,
ginjal, vesika urinaria, prostat, vagina, pendengaran: membran timpani
atrofi sehingga terjadi gangguan pendegaran, penglihatan, endokrin, dan
kulit.
b. Perubahan psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian,
perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan.
c. Perubahan sosial
Perubahan sosial meliputi peran, keluarga, teman, abuse, masalah
hukum, pensiun, ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik,
pendidikan, agama, dan panti jompo.
Masalah kesehatan lansia sangat bervariasi, selain erat kaitannya dengan
degeneratif (menua) juga secara progresif tubuh akan kehilangan daya tahan
tubuh terhadap infeksi, disamping itu juga sesuai individu seperti dampak: fisik,
sosial, intelektual, psikologis, dan spiritual (Mardina & Zelvino, 2014). Salah
satu insiden tertinggi yang terjadi pada lansia adalah hipertensi. Diperkirakan 2
dari 3 lansia menderita hipertensi (Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
B. Konsep Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Dalimartha,
Purnama, Sutarina, Mahendra, & Darmawan, 2008). Menurut (Baradero,
Dayrit, & Siswadi, 2008), hipertensi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg. Hipertensi
merupkan gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah di atas normal sehingga memiliki risiko penyakit
jantung, stroke dan gagal ginjal (Mahasiswa Departemen Epidemiologi
FKM USU & Dosen Departemen Epidemiologi FKM USU, 2013). Dengan
betambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur
45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan yang disebabkan oleh
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku (Bianti Nuraini, 2015).
2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut (Kemenkes RI, 2014a), klasifikasi hipertensi terbagi menjadi:
a. Berdasarkan penyebab
1) Hipertensi primer/hipertensi esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang
bergerak dan pola makan. Terjadi sekitar 90 persen pada penderita
hipertensi.
2) Hipertensi sekunder/hipertensi non esensial
Hipertensi yang diketahui peyebabnya. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada
sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
b. Berdasarkan bentuk hipertensi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), hiprtensi campuran (sistol
dan diastol yang meninggi), hipertensi sistolik (isolated systolic
hypertension).
1Tabel 2.1 Klasifikasi WHO
Tingkat Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
I 140-159 90-99
II 160-179 100-109
III 180-209 110-119
IV >210 >120
Sumber: WHO Hipertension Clasification (2011)
2Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut WHO-ISH
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
OPTIMAL <120 <80
Normal <130 <85
Nomal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Grade I (ringan) 140-159 90-99
Border line 140-149 90-94
Grade 2 (sedang) 160-179 100-109
Grade 3 (berat) >180 >110
Hipertensi sistolik >140 <90
Border line hipertensi sistolik 140-149 <90
Sumber: Nadesul, Handrawan (2009)
3. Etiologi Hipertensi
a. Penyebab hipertensi primer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui penyebabnya, namun ada
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi, faktor-
faktor tersebut meliputi umur (usia lanjut), jenis kelamin (pria), riwayat
keluarga yang mengalami hipertensi, obesitas yang dikaitkan dengan
peningkatan volume intravaskular, aterosklerosis (penyempitan arteria-
arteria dapat menyebabkan tekanan darah meningkat), merokok
(nikotin dapat membuat pembuluh darah menyempit), kadar garam
tinggi (natrium dapat membuat retensi air yang dapat menyebabkan
volume darah meningkat, konsumsi alkohol dapat meningkatkan plasma
katekolamin, dan stres emosi yang dapat merangsang sistem saraf
simpatis (Baradero et al., 2008).
b. Penyebab hipertensi sekunder
Menurut (Baradero et al., 2008), penyebab hipertensi sekunder ialah
penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, gagal ginjal), penyakit
renovaskular (berkurangnya perfusi ginjal karena aterosklerosis atau
fibrosis yang membuat arteri renaliss menyempit, menyebabkan tahanan
vaskular perifer meningkat), sindrom cushing (meningkatnya volume
darah), aldosteronisme primer (aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air, yang membuat volume darah meningkat), fenokromositoma
(sekresi yang berlebihan dan katekolamin norepinefrin membuat
tahanan vaskular perifer meningkat), koarktasi aorta (menyebabkan
tekanan darah meningkat pada ekstremitas atas dan berkurangnya
perfusi pada ekstremitas bawah), trauma kepala atau tumor kranial
(meningkatnya tekanan intrakranial akan menyebabkan perfusi serebral
berkurang, iskemia yang timbul akan merangsang pusat vasomotor
medula untuk meningkatkan tekanan darah), hipertensi akibat
kehamilan (penyebab belum diketahui, ada teori bahwa vasospasme
umum bisa jadi faktor penyebab).
4. Patofisiologi Hipertensi
Patofisiologi hipertensi menurut (Bianti Nuraini, 2015), ialah:
Tekanan darah dipengaruhi oleh volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satunya yang tidak
terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh
memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan
stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan
darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat
seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor,
respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri
pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat
melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial
yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang
dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya
oleh hormon renin akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan
tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari)
dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang disekresikan ke luar
tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl dengan cara mereabsorpsinya
dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
5. Manifestasi Klinis Hipertensi
Gejala hipertensi menurut Ikatan Dokter Indonesia: Seringkali,
pasien menganggap bila tidak ada keluhan, berarti tekanan darah tidak
tinggi. Hal tersebut harus diwaspadai karena gejala hipertensi mulai dari
tanpa keluhan/gejala sama sekali baik yang dirasakan oleh penderita
maupun yang tampak oleh orang lain (dokter) sampai gejala yang demikian
berat. Misalnya tekanan darah sangat tinggi (ekstrimnya, tekanan darah
dapat mencapai 240/130 mmHg tetapi tanpa keluhan). Sebaliknya individu
yang tekanan sistoliknya baru mencapai 140 mmHg atau diastoliknya
mencapai 90 mmHg sudah merasakan keluhan, misalnya pusing/berputar
dan sebagainya yang mengganggu aktivitas penderita sehari-hari. Jadi perlu
ditekankan kepada penderita dan masyarakat bahwa hipertensi jangan hanya
dilihat dan dirasakan dari gejalanya, tetapi lakukan pemeriksaan tekanan
darah secara berkala walaupun belum pernah mengalami tekanan darah
tinggi (Aziza, 2007).
Gejala yang dapat timbul mulai dari tidak ada gejala sampai gejala
ringan (misalnya: pusing, melayang, berputar, vertigo, berdenyut/seperti
ditusuk-tusuk/ rasa sakit yang hebat, baik sebagian kepala maupun seluruh
bagian kepala, migrain), rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, mual
sampai muntah, pelupa, pandangan mata kabur atau tidak jelas bahkan dapat
langsung buta, kaki bengkak, mimisan, langsung komplikasi yang lebih
berat seperti sesak nafas hebat (akibat gagal jantung), tidak sadarkan diri
akibat perdarahan di otak (stroke) (Aziza, 2007).
6. Pemeriksaan Diagnostik Hipertensi
Diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis awal hipertensi
ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah yang tinggi.
Pemeriksaan dilakukan paling sedikit dua kali dalam waktu yang tidak
bersamaan dengan posisi pasien duduk atau berbaring. Setelah diagnosis
ditentukan, pemeriksaan diagnostik yang spesifik dilakukan untuk
menentukan penyebab hipertensi, luasnya kerusakan organ-organ vital
(ginjal, jantung, otak), dan pembuluh-pembuluh retina. Hasil dari
pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk membandingkan
hasi-hasil pemeriksaan selanjutnya (Baradero et al., 2008). Anamnesis
meliputi keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, riwayat
penggunaan obat yang kini/pernah dijalani, riwayat sosial (gaya hidup),
hasil pemeriksaan tekanan darah selama ini. Pemeriksaan fisik terdiri atas
pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan umum (Gleadle, 2007)
.Pemeriksaan penunjang menurut (Aspiani, 2015):
a. Laboratorium
Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal, kreatini
serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena parenkim ginjal
dengan gagal ginjal akut, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa), profil lemak (setelah puasa 9-12
jam) termasuk HDL, LDL, dan trigliserida.
b. Elektrokardiogram
Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia atau infark miokard, peninggian
gelombang P dan gangguan konduksi.
c. Foto rontgen
Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta,
pembendungan dan melebarnya paru, hipertrofi parenkim ginjal dan
hipertrofi vaskular ginjal.
7. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit
jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit
ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem
organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup. Komplikasi yang terjadi
pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak.
Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada
hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering
terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya
mikroaneurisma yang dapat menyebabkan kematian. Kelainan lain yang
dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA) (Bianti Nuraini, 2015).
Gagal gijal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama
dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Kerusakan pada ginjal
akibat hipertensi bisa menurunkan fungsi ginjal sebagai penyaring racun
dalam tubuh. Pemakaian obat dalam jangka panjang bisa menyebabkan
berbagai komplikasi, seperti terganggunya fungsi atau terjadi kerusakan
organ otak, ginjal, jantung dan mata (Wiryowidagdo & Sitamanggang,
2006).
8. Penatalaksanaan dan pencegahan Hipertensi
Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan
risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang
berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan
sistolik dibawah 140 mmHg dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan
mengontrol faktor risiko (Aspiani, 2015). Penatalaksanaan hipertensi dapat
dilakukan dengan mengguakan obat-obatan ataupun dengan cara modifikasi
gaya hidup (Kemenkes RI, 2014a).
a. Terapi Farmakologis menurut JNC 8
ACE inhibitors (captopril, enalapril, lisinopril), angiotensin receptor
blokers (eprosartan, candesartan, losartan, valsartan, irbesartan), 𝛽-
Blokers (atenolol, metoprolol), calcium channel blokers (amlodipine,
diltiazem extended release, nitrendipine), thiazide-type diuretics
(bendroflumethiazide, chlorthalidone, hydrochlorothiazide,
indapamide).
b. Terapi Non Farmakologis
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah faktor risiko
dengan cara modifikasi gaya hidup menurut JNC 8 dalam (Muhadi,
2016), antara lain:
1) Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat mengurangi tekanan darah sistolik 5-
20 mmHg/penurunan 10 kg. Rekomendasi penurunan berat badan
meliputi nasihat mengurangi asupan kalori dan juga meningkatkan
aktivitas fisik.
2) Adopsi pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension)
Pola makan ini dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14
mmHg. Lebih banyak makan buah, sayur-sayuran, dan produk susu
rendah lemak dengan kandungan lemak jenuh dan total lebih sedikit,
kaya akan pottasium dan calcium.
3) Retriksi garam
Retriksi garam harian dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-8
mmHg. Konsumsi sodium chloride ≤6 g/hari (100 mmol
sodium/hari). Rekomendasikan makanan rendah garam sebagai
bagian pola makan sehat.
4) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg.
Lakukan aktivitas fisik intensitas sedang pada kebanyakan, atau
setiap hari pada 1 minggu (total harian dapat diakumulasikan, misal
3 sesi @10 menit).
5) Pembatasan konsumsi alkohol
Cara ini dapat menurunkan tekanan darah sistolik 2-4 mmHg.
Maksimum 2 minuman standar/hari.
6) Berhenti merokokuntuk mengurangi risiko kardiovaskuler secara
keseluruhan.
Hal yang perlu diperhatikan ketika merawat lansia dengan hipertensi
adalah mengobservasi pengobatan untuk memastikan dosis pengobatan
yang tepat. Umumnya lansia tidak melakukan pengobatan secara teratur
dengan alasan tidak menyukai efek samping dari obat. Pada beberapa
penderita lansia menghentikan pengobatan diuretik adalah karena efek
samping obat yang meningkatkan frekuensi BAK mengganggu jam tidur
malamnya atau aktivitas hariannya (Dewi, 2014).
Terapi non-farmakologi untuk menurunkan tekanan darah salah
satunya ialah olahraga. Perlu di perhatikan kegiatan olahraga pada lansia.
Dengan berkurangnya hormon estrogen pada wanita sesudah menopause,
resiko untuk terjadinya osteoporosis meningkat, mudah mengalami patah
tulang, tinggi badan berkurang karena bungkuk, dan gejala lainnya. Dengan
demikian, harus diingat bahwa olahraga yang dilakukan haruslah efektif dan
aman. Sebelum melakukan aktivitas perlu untuk mengetahui apakah
penderita hipertensi lansia sudah menderita osteoporosis atau belum karena
latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan
olahraga untuk mencegah osteoporosis (Santoso & Ismail, 2009).
9. Alat Ukur
Pengkajian tekanan darah dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis, karena itu perawat harus tahu lebih spesifik cara pengukuran
tekanan darah (Muttaqin, 2009). Melakukan pengukuran tekanan darah,
hasil dari curah jantung dan tahanan pembuluh darah perifer menggunakan
spigmomanometer (Kusyati et al., 2016). Spigmomanometer adalah alat
untuk mengukur tekanan darah. Pada umumnya spigmomanometer terbagi
menjadi 2 yaitu manual dan digital. Spigmomanometer manual terbagi lagi
menjadi 2 yaitu dengan air raksa dan tanpa air raksa.
Teknik pengukuran tekanan darah menurut (Muttaqin, 2009),
anatara lain:
a. Cara palpasi
1) Hanya untuk mengukur tekanan sistolik
2) Manset spigmomanometer yang digunakan harus sesuai dengan usia
(manset anak-anak lebih kecil dibandingkan dengan manset orang
dewasa)
3) Kenakan manset pada lengan atas lalu pompa dengan udara secara
perlahan sampai denyut nadi pergelangan tangan tidak teraba lagi
4) Tekanan di dalam manset diturunkan secara perlahan dengan
membuka lubang pemompa secara perlahan
5) Amati tekanan pada skala spigmomanometer
6) Saat denyut nadi teraba kembali, baca tekanan pada skala
spigmomanometer, tekanan itu adalah tekanan sistolik
b. Cara auskultasi
1) Untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik
2) Manset spigmomanometer diikatkan pada lengan atas
3) Stetoskop diletakkan pada arteri brakialis pada permukaan ventral
siku agak bawah manset spigmomanometer
4) Sambil mendengarkan denyut nadi di pergelangan tangan, tekanan
dalam spigmomanometer dinaikkan dengan memompa udara
kedalam manset sampai nadi tidak teraba lagi
5) Tekanan dalam spigmomanometer diturunkan secara perlahan
6) Pada saat denyut nadi terdengar, baca skala spigmomanometer,
tekanan ini adalah tekanan sistolik
7) Suara denyutan nadi selanjutnya menjadi agak keras dan tetap
terdengar keras sampai suatu saat denyutannya melemah atau
menghilang sama sekali
8) Pada saat suara denyutan nadi itu berubah menjadi melemah, baca
lagi tekanan pada skala spigmomanometer, tekanan itu adalah
tekanan diastolik
9) Tekanan darah diukur saat klien berbaring atau duduk
c. Pengukuran dengan alat ukur digital (Kowalski, 2010).
1) Untuk mengukur tekanan sistolik dan diastolik
2) Siapkan pasien untuk duduk atau berbaring
3) Pasangkan manset disekeliling lengan
4) Usahakan pikiran rileks selama beberapa menit sebelum memompa
manset
5) Jika duduk, jejakkan kaki di permukaan lantai. Cobalah untuk tidak
mengangkat kaki, karena gerakan akan menurunkan akurasi. Posisi
lengan dan manset harus sejajar dengan jantung
6) Tekan tombol “start” dan catat tekanan darah setelah hasil sudah
terlihat
Pengukuran tekanan darah untuk menentukan tekanan darah
yang akurat pada lansia menurut (Dewi, 2014), antara lain:
a) Minta lansia untuk duduk tenang selama 3-5 menit sebelum
dilakukan pengukuran tekanan darah. Lansia yang mengalami
deconditioning membutuhkan waktu rehat supaya tubuh dapat
kembali ke kondisi normalnya meskipun setelah mengalami kondisi
stres minor, contohnya berjalan masuk ke ruang pemeriksaan.
b) Pilih ukuran cuff yang tepat. Cuff reguler untuk dewasa bisa jadi
terlalu besar atau terlalu kecil bagi lansia. Gunakan cuff pediatrik
untuk lansia dengan lengan kecil dan cuff dewasa untuk lansia yang
berlengan besar atau obesitas. Hal ini penting untuk menentukan
akurasi. Ukuran cuff harus lebih besar 20% dari diameter lengan
klien lansia.
c) Gap auskultasi sering ditemukan pada pengukuran tekanan darah
lansia. Untuk menghindari pembacaan tekanan sistolik yang
inakurat, lakukan palpasi pada arteri radialis dan kembangkan cuff
pada tekanan 10 mmHg ketika mempalpasi. Bunyi korotkoff bisa
jadi diikuti gap pada tekanan 20-30 mmHg sebelum bunyi
selanjutnya terdengar.
d) Jika pengukuran ini dilakukan pertama kalinya pada lansia, maka
pengukuran tekanan darah dilakukan apada kedua lengan. Hasil
pengukuran bisa jadi menunjukkan perbedaan tekanan sebesar 10
mmHg. Misalnya saja pada lansia, terdapat plak aterosklerosis pada
arteri subclavia dextra, maka tekanan darah pada lengan kanan akan
lebih rendah dibandingkan lengan kiri. Pembacaan yang tepat
selanjutnya dilakukan pada lengan kiri.
e) Kaji adanya hipotensi orthostatik, terutama jika lansia
mengkonsumsi obat-obatan antihipertensi.
f) Jika mengalami kesulitan mendengar bunyi korotkoff terakhir untuk
menentukan tekanan diastolik, tekanan diastolik ditentukan dari
bunyi muffled terakhir yang didengar. Salah satu teknik mudah
untuk mendengarkan bunyi diastolik adalah dengan mengelevasikan
lengan di atas tinggi jantung.
Menerapkan hidup sehat bagi setiap orang sangatlah penting
untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
penting untuk penanganan hipertensi (Bina et al., 2006). Salah satu gaya
hidup sehat adalah melakukan aktivitas fisik dengan cara berolahraga.
Salah satu olahraga yang dapat dilakukan ialah senam Ergonomis karena
merupakan suatu metode yang praktis, efektif, efisien dan logis dalam
memelihara kesehatan tubuh mausia (Maryam et al., 2008).
C. Tekanan Darah Sistolik
1. Definisi
Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah
mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan
tubuh manusia. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu
jantung menguncup (sistole) (Gunawan, 2007). Tekanan darah sistolik
dicapai bila bilik-bilik jantung menguncup, pada saat itu tekanan yang
dicapai adalah tekanan yang tertinggi (Stevens, Bordui, & Weyde, 1999).
Peningkatan tekanan darah sistolik di atas normal lebih akurat sebagai
prediktor penyakit jantung yang mengarah pada serangan jantung dan
stroke, sesuai penelitian di Jepang, yang diterbitkan dalam jurnal
Hypertension pada November 2006 (Kowalski, 2010).
2. Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik
3Tabel 2.3 Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <130 <85
Hipertensi sistolik >140 <90
Border line hipertensi sistolik 140-149 <90
3. Faktor Risiko Hipertensi Sistolik
a. Keturunan (genetik)
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi meningkatkan risiko
hipertensi terutama hipertensi primer (esensial). Faktor genetik juga
berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin membran
sel. Bila kedua orangtuanya menderita hipertensi maka sekitar 45% akan
turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya (Simbolon,
2016). Penelitian yang dilakukan oleh (Dedullah, Molanda, & Joseph,
2015), terdapat hubungan antara responden yang memiliki riwayat
keluarga hipertensi pada masyarakat di Kelurahan Motoboi Kecil
Kecamatan Kotamobagu Selatan Kota Kotamobagu.
b. Usia
Dengan bertambahnya usia risiko terkena hipertensi semakin besar.
Pada usia lanjut hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan
tekanan sistolik atau hipertensi sistolik terisolasi (HST) (Simbolon,
2016). Penelitian yang dilakukan oleh (Novitaningtyas, 2014),
menunjukkan bahwa kecenderungan subjek yang mengalami hipertensi
adalah kategori usia lansia.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin pria mempunyai risiko sekitar 2,3 kali lebih banyak
mengalami hipertensi dibandingkan perempuan (Siringoringo, Hiswani,
& Jemadi, 2013).
d. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes
for Healt USA (NIH, 1998), prevelensi tekanan darah tinggi pada orang
dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria
dan 32% untuk wanita, dibandingkan dengan prevelensi 18% 18% untuk
pria dan 17% untuk wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi
normal menurut standar internasional). Menurut Hall (2004), perubahan
fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara kelebihan berat badan
dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
hiperinsulinemia, aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin,
dan perubahan fisik pada ginjal. Berdasarkan penelitian yag dilakukan
oleh (Kurniasih & Setiawan, 2013), sebagian besar responden yang
menderita hipertensi ialah yang memiliki indeks masa tubuh yang
masuk dalam kategori obesitas (50%).
e. Stres
Stres dapat meningkatkan tekanan darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu stres, dan dapat mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh (Islami, 2015), terdapat hubungan yang
sangat bermakna antara stres dengan hipertensi pada pasien rawat jalan
di Puskesmas Rapak Mahang Kabupaten Kutai Kartnegara Provinsi
Kalimantan Timur.
f. Kurang olahraga/aktivitas.
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak
menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi)
dan melatih otot jantung sehingga terbiasa ketika apabila jantung harus
melakukan pekejaan yang lebih berat karena kondisi tertentu.
Kurangnya aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko tekanan darah
tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang
yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung yang lebih cepat
dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,
semakin keras dan sering jantung memompa semakin besar pula
kekuatan yang mendesak arteri. Penelitian yang dilakukan oleh (Sutangi
& Winantri, 2013), menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang
menderita hipertensi ialah responden yang tidak bekerja sebanyak
69,57%.
g. Kebiasaan merokok
Merokok dapat menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan
risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami aterosklerosis.
Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari
Brigmans and Women’s Hospital, Massachussetts terhadap 28.236
subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak
merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14
batang perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang
perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertnsi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang
perhari (Bianti Nuraini, 2015).
D. Senam
1. Definisi Senam Ergonomis
Senam Ergonomis adalah salah satu metode yang praktis dan efektif
dalam memelihara kecerdasan tubuh, yaitu dengan melakukan latihan
senam Ergonomis secara rutin (Wratsongko & Sulistiyo, 2006). Senam
Ergonomis atau senam inti prima raga adalah teknik senam untuk
mengembalikan atau membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf dan
aliran darah, memaksimalkan supply oksigen ke otak, membuka sistem
kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem pembakaran
asam urat, kolesterol, gula darah, asam laktat, christal oxalate, sistem
konversi karbohidrat, sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam darah,
sistem kesegaran tubuh dan sistem kekebalan tubuh dari energi
negatif/virus, serta sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh
(Wratsongko, 2008). Gerakan – gerakan senam Ergonomis sesuai dengan
kaidah-kaidah penciptaan tubuh yang diilhami dari gerakan shalat (Sagiran,
2012).
2. Teknik dan Manfaat Senam Ergonomis
Nama-nama gerakan senam Ergonomis itu diilhami oleh ayat suci
Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imran ayat 190-191:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-
orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):
"Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia,
Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka.”
(QS. Ali Imran, 03: 190-191).
Adapun nama-nama gerakan senam Ergonomis juga di ambil
melalui ilham dari dua ayat di atas dan ini adalah ciri ulul albab “ciri orang
yang berakal” yang oleh Allah digambarkan orang yang selalu ingat dalam
keadaan berdiri, duduk, maupun berbaring. Oleh karena itu gerakan
pembuka dalam senam Ergonomis di beri nama gerakan berdiri sempurna.
Kemudian gerakan pertama di beri nama gerakan lapang dada karena dalam
gerakan itu membuat rongga dada menjadi terbuka lebar bahkan paling
lebar pada saat melakukan gerakan tersebut.
Gerakan kedua adalah gerakan tunduk stukur di mana kita
melakukan gerakan seperti tunduknya orang yang sedang rukuk. Gerakan
pembuka dan dua gerakan pertama dilakukan dengan posisi berdiri,
sedangkan gerakan yang ketiga yaitu gerakan duduk perkasa, gerakan itu
menggunakan posisi duduk. Sedangkan gerakan keempat adalah gerakan
duduk pembakaran. Duduk ini berfungsi untuk mengaktifkan titik-titik
kesehatan yang ada di kaki. Di samping itu, duduk ini juga merupakan
latihan intensif terhadap pertumbuhan pembuluh darah kolateral di tungkai
bawah.
Dua gerakan diatas, yaitu gerakan ketiga dan keempat dilakukan
dalam posisi duduk. Sedangkan gerakan kelima dilakukan dalam posisi
berbaring sehingga dinamakan gerakan berbaring pasrah. Gerakan pembuka
dan lima gerakan senam Ergonomis ini merupakan gerakan dasar dari
senam Ergonomis. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan berangkai sebagai
latihan senam rutin setiap hari, atau sekurang-kurangnya 2-3 kali dalam
seminggu. Masing-masing gerakan juga dapat dilakukan secara terpisah, di
sela-sela kegiatan atau bekerja sehari-hari.
Teknik dan manfaat senam Ergonomis menurut (Sagiran, 2014) dan
(Wratsongko, 2014) :
a. Gerakan Pembuka, Berdiri Sempurna
1) Cara: berdiri tegak, pandangan lurus kedepan, tubuh rileks, tangan
di depan dada, telapak tangan kanan di atas telapak tangan kiri
menempel di dada, dengan jair-jari sedikit meregang. Posisi kaki
meregang sehingga mengangkang kira-kira selebar bahu, telapak
dan jari-jari kaki mengarah lurus ke depan.
2) Pernafasan: diatur serileks mungkin sehingga tidak terlalu dalam dan
cepat. Bila baru selesai dari suatu kegiatan atau pekerjaan, maka
dengan posisi ini nafas diatur sampai benar-benar rileks, jantung
juga tidak berdegup kencang, baru kemudian memulai senam
dengan gerakan-gerakan berikutnya.
3) Frekuensi: bagi pemula mungkin agak lama sekitar 2-3 menit. Akan
tetapi jika sudah terbiasa cukup 30-60 detik. Gerakan ini yang
penting sudah mengantarkan ke kondisi yang rileks, setelah dirasa
sudah rileks maka dikatakan cukup.
4) Manfaat: dengan gerakan pembukaan berdiri sempurna, seluruh
saraf menjadi satu titik pada pengendaliannya di otak. Saat itu
pikiran dikendalikan oleh kesadaran akal untuk sehat dan bugar,
tubuh dibebaskan dari beban pekerjaan, berat tubuh ditumpukkan
dengan pembagian beban yang sama pada kedua kakinya. Pada
waktu berdiri sempurna kedua kaki tegak sehingga telapak kaki
menekan seluruh titik saraf di telapak kaki yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan tubuh. Posisi demikian akan membuat punggung
lurus, sehingga akan memperbaiki bentuk tubuh, jantung bekerja
normal, begitu juga dengan paru-paru, punggung dan tulang
punggung lurus dan seluruh organ dalam keadaan normal. Postur
yang salah pada saat aktivitas sehari-hari akan diperbaiki pada saat
melakukan gerakan ini.
b. Gerakan Lapang Dada
1) Cara: dari posisi berdiri sempurna, kedua tangan menjuntai ke
bawah, kemudian dimulai dengan gerakan memutar lengan. Tangan
diangkat lurus kedepan, lalu keatas, terus ke belakang, dan kembali
menjuntai kebawah. Satu putaran, disambung dengan putaran
berikutnya sehingga seperti baling-baling. Posisi kaki dijinjitkan-
diturunkan, mengikuti irama gerakan tangan.
1Gambar 2.1 Lapang Dada
2) Pernafasan: pola nafas dengan sendirinya akan mengikuti gerakan
putaran lengan. Pada saat tangan di atas, tulang-tulang rusuk saling
meregang, ikut terangkat bagian depannya sehingga rongga dada
akan berada dalam ukuran paling lebar, tekanan udara nafas di dalam
menjadi negatif, udara segar dari luar mengalir masuk. Sedangkan
pada saat tangan bergerak ke belakang dan turun, rongga dada
kembali mengecil, udara akan keluar.
3) Frekuensi: untuk senam, gerakan ini dilakukan 40 kali putaran. Satu
gerakan butuh waktu 4 detik, sebagai gerakan aerobik. Keseluruhan
40 kali putaran akan selesai dalam waktu 4 menit. Akan tetapi, bisa
juga gerakan putaran dipercepat, berikutnya bahkan bisa dilakukan
dengan sangat cepat seperti gerakan baling-baling.
4) Manfaat: akan mengaktifkan fungsi organ, karena sekuruh sistem
saraf menarik titik-titik kesehatan yang tersebar di seluruh tubuh.
Putaran lengan adalah sebagaimana putaran generator listrik
sehingga gerakan memutar lengan ke belakang adalah gerakan
membangkitkan BIOLISTRIK di dalam tubuh sekaligus terjadi
sirkulasi oksigen yang cukup, sehingga tubuh akan terasa segar dan
adanya tambahan energi.
c. Gerakan Tunduk Syukur
1) Cara: dimulai dengan mengangkat tangan lurus ke atas, kemudian
tangan membungkuk, tangan kemudian meraih mata kaki, dipegang
kuat, tarik, cengkeram seakan-akan mau mengangkat tubuh. Posisi
kaki tetap seperti semula. Pada saat itu kepala mendongak dan
pandangan diarahkan ke depan. Setelah itu kembali ke posisi berdiri
dengan lengan menjuntai.
2Gambar 2.2 Tunduk Syukur
2) Pernafasan: saat memulai menggerakan tangan hingga tangan
sampai ke atas, tarik nafas dalam-dalam. Saat mulai
membungkukkan badan, buang nafas sedikit demi sedikit, tetapi
jangan dihabiskan hingga tangan mencengkeram dan menarik ke
pergelangan kaki ketika kepala mendongak, kita masih menyimpan
kira-kira separuh nafas. Pada posisi terakhir ini nafas ditahan di
dada, samoai sekuatnya. Nafas dibuang saat kembali ke posisi
berdiri. Segera ambil nafas baru 3-4 kali sebelum melanjutkan
gerakan.
3) Frekuensi: gerakan kedua ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali
gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk jeda nafas.
Keseluruhan 5 kali gerakan dalam waktu 4 menit.
4) Manfaat: gerakan ini adalah gerakan memasok oksigen ke kepala
dan mengembalikan posisi tulang punggung supaya tegak. Gerakan
ini akan melonggarkan otot-otot punggung bagian bawah, paha, dan
betis. Gerakan ini juga akan mempermudah untuk persalinan bagi
ibu-ibu hamil yang melakukan secara rutin. Juga dapat membantu
menyembuhkan berbagai macam penyakit yang menyerang tulang
belakang yang meliputi ruas tulang punggung, ruas tulang leher, ruas
tulang pinggang dan tulang ekor. Bagi mereka yang terkena penyakit
sinusitis dan asma, sesaat sesudah melakukan gerakan ini bisa
langsung dirasakan manfaatnya.
d. Duduk Perkasa
1) Cara: dari posisi sebelumnya, jatuhkan kedua lutut ke lantai, posisi
kedua telapak kaki tegak berdiri, jari-jari kaki tertekuk mengarah ke
depan. Tangan mencengkeram pergelangan kaki. Mulai gerakan
seperti mau sujud tetapi kepala mendongak, pandangan kedepan,
jadi dagu hampir menyentuh lantai. Setelah beberapa saat (satu
tahanan nafas) kemudian kembali ke posisi duduk perkasa.
3Gambar 2.3 Duduk Perkasa
2) Pernafasan: sesaat sebelum melakukan gerakan sujud, ambil nafas
dalam-dalam. Saat mulai membungkukkan badan, buang nafas
sedikit-sedikit, hingga saat dagu hampir menyentuh lantai, masih
menyimpan kira-kira separuh nafas. Pada posisi terakhir ini nafas
ditahan di dada, selama mungkin. Jangan coba bernafas normal pada
posisi ini, karena akan ada rasa nyeri di sekat rongga badan. Nafas
dibuang saat kembali ke posisi duduk. Segera ambil nafas baru 3-4
kali sebelum melanjutkan gerakan.
3) Frekuensi: gerakan ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan
selesai dalam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk nafas jeda.
Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam waktu 4 menit.
4) Manfaat: gerakan duduk perkasa adalah gerakan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh dan meningkatkan keperkasaan.
Sujud dengan posisi jari-jari di tekuk. Gerakan sujud ini akan
membuat otot dada dan sela iga menjadi kuat, sehingga rongga dada
menjadi lebih besar dan paru-paru akan berkembang dengan baik
dan dapat menghisap oksigen lebih banyak. Lutut yang membentuk
sudut yang tepat memungkinkan otot perut berkembang. Menambah
aliran darah ke bagian atas tubuh, terutama kepala, mata, telinga,
hidung serta paru-paru. Memungkinkan toksin-toksin dibersihkan
oleh darah, bermanfaat memanfaatkan posisi “benar” pada janin
(bagi ibu hamil), mengontrol tekanan darah tinggi, serta menambah
elastisitas tulang itu sendiri. Sujud dengan posisi duduk perkasa jari-
jari kaki ditekuk akan membantu mereka yang menderita migrain,
vertigo, pusing, mual, dan lain-lain. Saat jari-jari ditekuk seluruh
titik kesehatan aktif membuang sampah biolistrik. Bagi yang
menderita sakit seperti diatas, akan terasa sakit sekali awalnya tapi
lama-kelamaan akan hilang. Biasanya saat duduk perkasa ada angin
yang berputar di perut dan langsung buang angin. Gerakan ini
membantu juga bagi yang sulit buang air besar karena pencernaan
akan terbantu. Selanjutnya, bagi yang ingin perkasa saat
berhubungan seks, gerakan ini dapat dilakukan sambil membaca
kurang lebih 15-20 menit setiap hari dalam kurun waktu satu
minggu. Lebih baik apabila dipadukan dengan pemijatan khusus
untuk melancarkan aliran darah ke daerah lipatan paha.
e. Gerakan Duduk Membakar
1) Cara: dari posisi sebelumnya, kedua telapak kaki dihamparkan ke
belakang, sehingga kita duduk beralaskan telapak kaki (bersimpuh;
duduk sinden). Tangan berada di pinggang. Mulai gerakan seperti
akan sujud tetapi kepala mendongak, pandangan ke depan, dan dagu
hampir menyentuh lantai. Setelah beberapa saat (satu tahanan nafas)
kemudian kembali ke posisi duduk pembakaran.
2) Pernafasan: sesaat sebelum memulai gerakan akan sujud, ambil nafa
dalam-dalam. Saat mulai membungkukkan badan, buang nafas
sedikit-sedikit, hingga saat dagu hampir menyentuh lantai kita masih
menyimpan kira-kira separuh nafas. Pada posisi terakhir ini nafas
ditahan di dada sekuatnya. Nafas dibuang saat kembali ke posisi
duduk. Segera ambil nafas baru 3-4 kali sebelum melanjutkan
gerakan.
4Gambar 2.4 Duduk Membakar
3) Frekuensi: gerakan ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali gerakan
selesai dalam waktu 35 detik ditambah 10 detik untuk nafas jeda.
Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam waktu 4 menit.
4) Manfaat: gerakan ini untuk memperkuat otot pinggang dan
memperkuat ginjal, sujud dengan posisi duduk pembakaran atau
dengan alas punggung kaki akan membakar lemak dan racun dalam
tubuh. Saat duduk pembakaran, titik pembakaran di punggung kaki
diaktifkan. Bagi mereka yang menderita asam urat, keracunan obat,
keracunan makanan atau kondisi badan yang sedang lemah akan
merasakan sepeerti terbakar. Gerakan ini sebaiknya dilakukan setiap
saat misalnya, sambil menonton TV.
f. Gerakan Berbaring Pasrah
1) Cara: dari posisi duduk pembakaran, rebahkan tubuh ke belakang.
Ini gerakan paling berat meskipun terlihat sepele. Berbaring pada
tungkai pada posisi menekuk di lutut. Ini harus hati-hati, mungkin
harus dengan cara bertahap. Jika sudah rebah, tangan diluruskan ke
atas kepala, ke samping kanan-kiri maupun ke bawah menempel
badan. Pada saat itu tangan memegang betis, tarik seperti mau
bangun, dengan rileks, kepala bisa didongakkan dan digerak-
gerakkan ke kanan-kiri. Posisi dan gerakkan ini dilakukan berulang-
ulang sampai mau bangun. Gerakkan ini cukup satu kali tetapi
dipertahankan selama beberapa menit sekuatnya.
5Gambar 2.5 Berbaring Pasrah
2) Pernafasan: nafas dibiarkan mengalir dengan sendirinya, karena ini
gerakan relaksasi terakhir, sekaligus memaksimalkan kelenturan
tubuh.
3) Frekuensi: gerekan ini sebaiknya dilakukan minimal 5 menit. Sudah
termasuk gerakan kepala dan leher serta ayunan tangan ke atas,
samping maupun bawah. Sekali lagi, jangan terlalu memaksakan
diri, baik rebahnya maupun bangunnya.
4) Manfaat: gerakan ini bermanfaat untuk memperkuat otot-otot bagian
bawah dan bermanfaat untuk diet.
3. Pengaruh Senam terhadap Penurunan Tekanan Darah
Senam akan menyebabkan tekanan darah meningkat untuk waktu
yang singkat dan akan kembali normal ketika berhenti senam (Manembu,
Rumampuk, & Danes, 2015). Faktor utama yang mempengaruhi tekanan
darah adalah curah jantung, tekanan darah pembuluh darah perifer dan
volume/ aliran darah. Rata-rata tekanan darah arteri ditentukan oleh curah
jantung dan resistensi perifer total. Penurunan tekanan arteri setelah latihan
harus dimediasi oleh penurunan satu atau kedua variabel tersebut.
Penurunan resistensi perifer total tampaknya menjadi mekanisme utama
yang menjadikan penurunan tekanan darah setelah olahraga. Penurunan
tahanan perifer dapat dijelaskan dari mekanisme:
Adaptasi Neurohormonal
1) Sistem saraf simpatik
Aktivitas sistem saraf simpatik yang meningkat adalah ciri penting
dari hipertensi. Aktivitas saraf simpatik dan adanya pelepasan
norepinefrin (NE) memediasi vasokontriksi dan meningkatkan
resistensi vaskuler. Penurunan aliran saraf simpatis pusat atau
sirkulasi norepinefrin (NE) menipiskan vasokontriksi dan
menyebabkan penurunan tekanan darah. Meskipun bukti yang
terbatas untuk mendukung pengurangan eferen aktivitas saraf
simpatik setelah latihan/olahraga, pengurangan norepinefrin (NE)
plasma telah dibuktikan setelah latihan/olahraga. Penelitian yang
dilakukan oleh Meredith et al menemukan bahwa penurunan NE
plasma setelah latihan berhubungan dengan penurunan spillover
yang menunjukkan penurunan aktivitas saraf simpatik.
Berkurangnya NE pada sinaps akan menjadi salah satu mekanisme
yang memfasilitasi pengurangan resistensi pembuluh darah setelah
olahraga dan menyebabkan penurunan tekanan darah (Pescestello,
2010).
2) Hiperinsulinemia dan resistensi insulin
Hiperinsulinemia dan resistensi insulin berhubungan dengan
hipertensi dan aktivitas saraf simpatik. Karena latihan olahraga
meningkatkan sensitivitas insulin, ini merupakan mekanisme
penting dalam mediasi penurunan aliran simpatis dan tekanan darah.
Penelitian terbaru terkait hipertensi menunjukkan hubungan erat
antara penurunan istirahat tekanan darah dan NE plasma serta
meningkatkan sensitivitas insulin setelah olahraga (Pascestello,
2010).
3) Sistem Renin-Angiotensis
Angiotensin II adalah vasokonstritor kuat dan pengatur volume
darah, penurunan renin dan angiotensin II dengan latihan
berkemungkinan akan menjadi faktor penurunan tekanan darah
(Pascestello, 2010).
4) Respon vaskular
Adaptasi vaskular yang akan memberikan konstribusi untuk
menurunkan tekanan darah setelah latihan. Latihan mengubah
respon vaskular dua vasokonstriktor kuat, NE dan Endotel-1.
Endotel-1 mendorong pengeluaran NO (nitrat oxide) dan
mempertahankan keseimbangan antara efek vasodilatasi dari NO
dan efek vasokonstriktor dari Endotelin-1 itu sendiri. Endotel sangat
bergantung pada vasodilatasi yang berkaitan erat dengan produksi
oksida nitrat. Endotel memproduksi NO, yaitu faktor vasorelaksan
ampuh yang memberikan konstribusi dalam pembuluh darah. NO
dibentuk oleh sintesis enzim NO (NOS) yang terbentuk dari asam
amino L-Arginin. NO berdifusi ke sel-sel otot polos pembuluh
darah, mengaktifkan guanylate cyclase dan menghasilkan
vasorelaksasi (Mancia, 2014). Olahraga diduga dapat mengubah
vasokonstriktor menjadi vasodilator (mengurangi vasokonstriksi
dan tekanan pada tekanan darah). Latihan olahraga juga terbukti
meningkatkan produksi oksida nitrat dan meningkatkan fungsi
vasodilatasi yang akan mengurangi resistensi perifer dan
menurunkan tekanan darah (Pescestello, 2010).
4. Waktu Pengukuran Tekanan Darah Setelah Senam Ergonomis
Pengukuran tekanan darah dilakukan sebelum dan sesudah senam
ergonomis. Setelah selesai senam, akan didapatkan tekanan darah selama
minimal 30 menit. Maka dari itu lakukan pengukuran tekanan darah 30
menit sebelum dan sesudah senam ergonomik (Marliani & Tantan, 2007).
Terjadi kontrol terintegrasi pada tekanan darah selama senam. Tekanan
darah dikendalikan secara refleks oleh sistem saraf otonom, yang disebut
refleks baroreseptor yang berlokasi di aortic arch dan arteri karotid (Kenney,
2011). Fungsi dari baroreseptor adalah sebagai pengontrol pada perubahan
akut tekanan darah (Brown, 2006).
Setelah senam, terjadi penurunan aktivitas kardiovaskular.
Baroreseptor akan merespon untuk memberikan penurunan denyut jantung
dan kontraktilitas jantung serta penurunan tekanan darah. Baroreseptor
bertugas untuk mengembalikan keadaan tubuh menjadi seimbang atau
homeostasis. Penurunan darah akan turun sampai dibawah normal dan
berlangsung selama 30-120 menit. Penurunan tekanan darah terjadi karena
terjadi pelebaran dan relaksasi pada pembuluh darah (Bafirman, 2007).
5. Ketentuan-Ketentuan dalam Latihan Fisik pada Lansia
Ketentuan-ketentuan menurut (Maryam et al., 2008) :
a. Latihan fisik harus disenangi
b. Harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan (ada kelainan/ penyakit
atau tidak).
c. Bervariasi
d. Latihan fisik sebaiknya bersifat aerobik dimana pelaksanaannya lama
dan ritmis (berulang, contohnya senam aerobik, berenang, joging,
bersepeda).
e. Lakukan pemanasan, peregangan terlebih dahulu kemudian latihan inti.
Selanjutnya lakukan pendinginan dan peregangan kembali (memeriksa
tekanan darah dan nadi sangat penting dilakukan terlebih dahulu)
f. Sebelum latihan, minum terlebih dahulu untuk menggantikan keringat
yang hilang. Bila memungkinkan, minumlah air sebelum, selama dan
sesudah berlatih.
g. Latihan dilakukan minimal dua jam setelah makan agar tidak
mengganggu sistem pencernaan. Jika latihan dilakukan pagi hari tidak
perlu makan sebelumnya.
h. Diawasi oleh pelatih agar tidak cedera.
i. Latihan dilakukan secara lambat, tidak eksplosif, dan gerakan juga tidak
boleh menyentak dan memutar terutama pada tulang belakang.
j. Pakaian yang digunakan terbuat dari bahan yang tipis dan ringan. Tidak
menggunakan pakaian yang tebal dan sangat menutup badan.
E. Penelitian terkait Senam Ergonomis dan Hipertensi
1. Penelitian yang dilakukan oleh (Idealita, 2012), tentang Pengaruh senam
ergonomis terhadap penurunan tingkat depresi pada lansia di Unit
Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran Kabupaten Semarang,
dengan populasi penelitian seluruh lansia seebanyak 100 lansia. Penelitian
ini menggunakan desain penelitian rancangan eksperimen semu (Quasi
Eksperimen Design) dengan jenis rancangan pretest posttest dengan
kelompok kontrol (Pretest-Posttest with Control Group). Hasil penelitian
tersebut ialah, terdapat perbedaan yang signifikan tingkat depresi pada
lansia sebelum dan sesudah diberrikan senam ergonomis pada kelompok
intervensi dengan nilai p-value 0,000<(α=0,05). Tidak ada perbedaan rata-
rata skor tingkat depresi pada lansia sebelum dan sesudah diberikan
perlakuan pada kelompok kontrol dengan nilai p-value 0,144> (α=0,05).
2. Pengaruh relaksasi aromaterapi mawar terhadap perubahan tekanan darah
pada lansia hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis
pengaruh terapi relaksasi aromaterapi mawar terhadap tekanan darah.
Desain penelitian menggunakan quasy eksperiment. Populasinya ialah
lansia dengan hipertensi, sampelnya 44 responden menggunakan teknik
porpusive sampling. Analisisnya menggunakan uji paired sample t-test dan
independent t-test dengan tingkat signifikan α < 0,05. Hasil menunjukkan
tekanan sistolik dan diastolik mengalami penurunan yang signifikan
(p=sistolik 0,000 dan p=diastolik 0,000). Terapi relaksasi aromaterapi
mawar selama 10 menit dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan
tekanan darah diastolik, dengan nilai mean penurunan sistolik dan diastolik
yaitu 10,63 mmHg, dan 10,18 mmHg, dan nilai maksimal penurunan
sistolik dan diastolik 28,00 mmHg dan 20,00 mmHg (Kenia & Taviyanda,
2013).
3. Penelitian yang dilakukan oleh (Lestari & Wahyuni, 2014), tentang
pengaruh senam ergonomis terhadap distress diabetes bertujuan untuk
menganalisis pengaruh senam ergonomis terhadap distress diabetes.
Penelitian ini menggunakan desain quasy eksperiment dengan desain pre-
post test dengan kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa senam ergonomis memiliki pengaruh terhadap penurunan distress
diabetes p=0,002.
4. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Wahyuningsih & Astuti, 2013),
tentang faktor yang mempengaruhi hipertensi pada usia lanjut ialah
hipertensi pada lanjut usia berhubungan dengan usia, kebiasaan olahraga,
obesitas dan tipe kepribadian sedangkan faktor yang mempengaruhi
hipertensi adalah usia, obesitas, kebiasaan olahraga, stress, tipe kepribadian
serta stress merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi
hipertensi pada lanjut usia. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross
sectional yang bertujuan untuk mengetahui faktor yang paling dominan
yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia.
5. Pengaruh senam ergonomis terhadap gangguan tidur (insomnia) pada lansia
di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh senam ergonomis terhadap gangguan tidur (insomnia)
pada lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pre-eksperimen dengan pendekatan posttest only
control group design. Populasinya seluruh lansia yang berada di panti
sebanyak 47 orang. Metode pengambilan sampel menggunakan porposive
sampling. Analisa data menggunakan mann whitney-U. Hasil penelitian
menunjukkan ada pengaruh senam ergonomis terhadap gangguan tidur
(insomnia) pada lansia, diperoleh angka yang signifikan (0,001) jauh lebih
rendah dari standart signifikan 0,005 atau (p< 𝛼) dan Zhitung (3,179) >
Ztabel (1,96) maka H1 diterima (Sugandika & Nuhariani, 2014).
F. Kerangka Teori
\
1Bagan 2.1 Kerangka Teori (Baradero et al., 2008), (Aspiani, 2015), (Aziza,
2007), (Hikayati & Flora R, 2012), (Sagiran, 2014), (Bianti Nuraini, 2015),
(Maryam et al., 2008)
Penyebab hipertensi primer
Faktor – faktor:
Umur (lanjut usia)
Jenis kelamin (pria)
Riwayat hipertensi pada keluarga
Obesitas
Aterosklerosis
Merokok
Konsumsi garam tinggi
Konsumsi alkohol
(Baradero et al., 2008)
Meningkatkan sekresi
hormon ADH
Menyebabkan
terjadinya 2 aksi
Terbentuknya
angiotensin II
Tekanan darah
meningkat
Hipertensi
Volume darah
meningkat
Penatalaksanaan farmakologi (Aspiani, 2015):
Terapi oksigen, pemantauan hemodinamik, pemantauan
jantung, obat-obatan (diuretik, penyekat saluran
kalsium, penghambat enzim pengubah angiotensin II,
Antagonis (penyekat), reseptor beta (𝛽-bloker),
Antagonis reseptor alfa (𝛼-bloker),vasodilator arteriol
Penatalaksanaan non-farmakologi (Aspiani,
2015), (Hikayati, Flora R, 2012):
Pengaturan diet
Penurunan berat badan
Memperbaiki gaya hidup kurang sehat
Olahraga: Senam Ergonomis
Pusing, vertigo, nyeri
hebat
setengah/seluruh
kepala, pegal
tengkuk, mual,
muntah, pandangan
kabur, kaki bengkak,
mimisan, nafas berat
(Aziza, 2007)
Senam menimbulkan efek beta bloker yang dapat
menenangkan sistem saraf simpatik, dimana bila
terjadi penurunan aktivitas simpatik pada
pembuluh darah perifer dapat menjadi petunjuk
penurunan tekanan darah
Menstimulasi sekresi
hormon aldosteron
Perubahan tekanan
darah
54
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Prabowo,
2008). Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin
diteliti. Kerangka konsep ini digunakan untuk menghubungkan atau
menjelaskan secara luas tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi,
2007).
1. Variabel Independen adalah senam ergonomik
2. Variabel Dependen adalah tekanan darah
2Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Senam Ergonomik Tekanan Darah Sistolik
Variabel confounding
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga
dengan hipertensi
5. Kebiasaan merokok
Keterangan:
Variabel Independen senam Ergonomis
Variabel Dependen tekanan darah
Variabel Confounding
B. Hipotesis Penelitian
Ha = Ha diterima apabila nilai P < 0,05
Ho = Ho ditolak apabila nilai P > 0,05
Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh senam ergonomik
terhadap tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 3 Margaguna Jakarta Selatan.
C. Definisi Opersional
4Tabel 3.1 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Independen
Senam
Ergonomis
Gerakan
kombinasi dari
gerakan otot dan
teknik
pernafasan.
Terdiri dari
enam gerakan,
yaitu gerakan
pembuka berdiri
sempurna,
lapang dada,
tunduk syukur,
duduk
pembakaran,
duduk perkasa
dan berbaring
pasrah yang
dilakukan
selama 20-30
menit sebanyak
2 kali dalam 3
minggu
Observasi
Lembar observasi
yang berjumlah 6
gerakan.
0= tidak dilakukan
1= dilakukan
Ordinal
Dependen
Tekanan darah
sistolik
Ukuran tekanan
darah responden
yang dinyatakan
dalam mmHg
Pengukuran
tekanan darah
Menggunakan alat
pengukur tekanan
darah
spigmomanometer
Hasil pengukuran
tekanan darah sistolik
yang dinyatakan
dalam mmHg
1= 120-30/80-89
2= 140-159/90-99
3= ≥160/≥100
Interval
Karakteristik
responden
Usia
Jenis kelamin
IMT
Jumlah tahun
yang dilalui
lansia sejak
lahir hingga
ulang tahun
terakhir
Identitas seksual
responden yang
dibawa sejak
lahir
Nilai yang
diambil dari
perhitungan
antara berat
Wawancara
Wawancara
Pengukuran
berat badan (Kg)
dibagi
Kuesioner
Kuesioner
Menggunakan alat
ukur timbangan
berat badan digital
dan alat ukur
≥60 tahun
1= laki-laki
2= perempuan
1= BB kurang
2= BB normal
3= kelebihan BB
4= beresiko obes
Rasio
Nominal
Ordinal
Kebiasaan
merokok
Riwayat
hipertensi pada
keluarga
badan dan tinggi
badan seseorang
Perilaku
merokok
responden yang
diukur melalui
jumlah batang
rokok yang
dihisapnya
Data riwayat
hipertensi dalam
keluarga
diperoleh dari
kuesioner
pengukuran
tinggi badan (m)2
Mengisi
kuesioner
Wawancara
tinggi badan
stature meter
Kuesioner
Kuesioner
5= obes I
6= obes II
1= perokok berat >15
batang/hari
2= perokok sedang 5-
14 batang/hari
3= perokok ringan 1-
4 batang/hari
1= ada riwayat
hipertensi dalam
keluarga
2=tidak ada riwayat
hipertensi dalam
keliarga
Ordinal
Nominal
58
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian pra-eksperimental one group pretest-postest. Pra-eksperimental
merupakan desain penelitian yang tidak memiliki kelompok pembanding
(kontrol) namun sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang
memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan yang terjadi setelah
adanya eksperimen (Setiadi, 2007).
Keterangan:
01 = pre-test
02 = post-test
X = intervensi senam ergonomik
B. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti
(Setiadi, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang
01 X 02
3Bagan 4.1 Desain Penelitian pra-eksperimental one group
pre-test dan post-test
menderita hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan. Saat ini lansia yang menderita hipertensi di
Panti Sosial tersebut sebanyak 64 lansia.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau
diukur (Sumantri, 2011). Pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan
sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi yang sesuai
dengan yang dikehendaki peneliti (Nursalam, 2008). Penelitian ini
termasuk penelitian analitis numerik berpasangan maka rumus yang
dapat digunakan adalah:
n= ((𝑍𝛼 + 𝑍𝛽)𝑆
𝑥1 − 𝑥2 ) ²
Keterangan:
Z𝛼 : Deviat baku alpha, kesalahan tipe I ditetapkan 5%, atau Z𝛼
= 1,645
Z𝛽 : Deviat baku beta, kesalahan tipe II ditetapkan 10%, atau Z𝛽
= 1,282
S : Simpang baku = 14
X₁-X₂ : Effect size (perbedaan rerata) = 9
n= ((1,645+ 1,282)14
9) ²
= 20,70, dibulatkan menjadi 21
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka besar sampel
penelitian adalah 21 responden.
Pada penelitian dengan menggunakan metode pengambilan sampel
purposive sampling diperlukan kriteria sampel. Kriteria sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Kriteria inklusi:
1) Usia ≥60 tahun
2) Bersedia menjadi responden
3) Menderita hipertensi ringan-sedang
4) Mengkonsumsi obat anti hipertensi (captopril) sekurang-
kurangnya 6 jam sebelum melakukan senam ergonomik
5) Jarang melakukan senam
b. Kriteria eksklusi:
1) Lansia yang tidak kooperatif yaitu yang tidak mengikuti
kegiatan secara penuh
2) Lansia yang menderita hipertensi berat
3) Lansia yang mempunyai penyakit penyerta (asma, cacat fisik,
penyakit jantung, psikotik)
4) Lansia yang menderita osteoporosis
5) Lansia yang memiliki kelemahan fisik
6) Lansia yang menolak menjadi responden
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
3 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan selama 2 minggu
sebanyak 3 kali dalam 1 minggu. Senam ergonomik ini dilakukan selama
15-25 menit .
D. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah instrumen penelitian berupa data karakteristik responden (nama,
usia, jenis kelamin), riwayat kesehatan (keluhan kesehatan saat ini, obat-
obatan yang rutin di konsumsi, riwayat hipertensi keluarga, riwayat
merokok), lembar observasi (pelaksanaan senam dan hasil pengukuran
tekanan darah) dan alat pengukuran tekanan darah.
Lembar observasi senam digunakan untuk mengobservasi latihan
senam yang dilakukan oleh responden, sedangkan lembar observasi tekanan
darah yang digunakan untuk mencatat pemeriksaan tekanan darah
responden, dan untuk mengukur tekanan darah menggunakan
spigmomanometer digital, sebelumnya spigmomanometer yang digunakan
sudah terdaftar oleh KEMENKES RI dengan nomor AKL 20501510947.
E. Prosedur Pengambilan Data
Penelitian dimulai setelah proposal disetujui pembimbing dan
penguji, selanjutnya melakukan prosedur administrasi dan prosedur teknis.
Pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian ini terdapat
beberapa tahap, yaitu:
1. Prosedur Administrasi
a. Tahap persiapan diawali dengan poses administrasi yaitu
mengajukan surat permohonan penelitian dari dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk diajukan kepada Kepala
Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Jakarta Selatan, selanjutnya
peneliti meneruskan surat tersebut kepada Kepala Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
b. Mendapatkan izin melakukan penelitian dari Kepala Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
2. Prosedur Teknis
a. Persiapan penelitian, pada tahap ini peneliti melakukan pelatihan
terlebih dahulu dengan pelatih master senam ergonomik, yaitu
bapak Madyo Wrastsongko.
b. Peneliti sudah dikatakan mampu memberikan pelatihan oleh bapak
Madyo Wratsongko.
c. Peneliti melakukan skrining responden, dengan cara mengukur
tekanan darah calon responden door to door, dengan menyesuaikan
inklusi dan eksklusi.
d. Peneliti meminta kerjasama dari pegawai Panti Sosial selama
penelitian berlangsung dan memberikan penjelasan mengenai hal-
hal yang berkaitan dengan penelitian, serta meminta izin disediakan
ruangan untuk pelaksanaan senam ergonomik.
e. Peneliti menyiapkan ruangan untuk pelaksanaan senam ergonomik.
f. Peneliti melakukan penelitian pada Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
g. Kepada responden senam ergonomik:
1) Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur penelitian
serta meminta persetujuan responden untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
2) Setiap responden diberikan kebebasan untuk memberikan
persetujuan atau menolak menjadi subjek penelitian. Setelah
calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti prosedur
penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani
lembar informed consent yang telah disiapkan peneliti
(lampiran). Setelah mengisi lembar informed consent, kemudian
responden diminta untuk mengisi data demogrfi meliputi nama,
usia, dan jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, dan riwayat
kebiasaan merokok.
3) Peneliti memberikan penjelasan kepada responden mengenai
senam ergonomik dan lama waktu yang dibutuhkan (15-25
menit) untuk melakukan senam ergonomik yang akan dijalani
responden. Selama dilakukan intervensi akan diobservasi oleh
asisten peneliti. Asisten peneliti dalam penelitian isi sebanyak 4
orang. Hasil observasi didokumentasikan pada lembar observasi
senam ergonomik (lampiran).
4) Alat pemeriksaan tekanan darah sebelum digunakan harus dicek
terlebih dahulu.
5) Peneliti melakukan pemeriksaan tekanan darah (pre-test)
selanjutnya akan diukur kembali setelah intervensi (post-test) 30
menit setelah senam. Hasil pemeriksaan tekanan darah tersebut
akan dicatat pada lembar observasi tekanan darah (lampiran).
6) Mengumpulkan data dan untuk selanjutnya data diolah dan
dianalisis.
7) Peneliti memberikan reinforcement positif pada semua
responden atas keterlibatannya dalam penelitian.
F. Pengolahan Data
1. Editing/Memeriksa
Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian
formulir atau kuesioner. Editing dilakukan pada tahap pengumpulan
data atau setelah data terkumpul. Kegiatan editing meliputi pemeriksaan
kelengkapan data, apakah jawaban atau tulisan bisa terbaca atau jelas,
apakah jawaban relevan dengan pertanyan dan apakah pertanyaan dan
jawaban konsisten (Hastono, 2006).
2. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi
data berbentuk angka/bilangan. Peneliti memberikan kode pada setiap
variabel agar mempermudah dalam proses tabulasi dan analisis data.
Pengkodean juga dilaksanakan pada setiap item pertanyaan berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan peneliti untuk melakukan analisis.
3. Entry data/processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah
melewati pengkodean, maka langkah selanjutnya dengan memproses
data agar data yang sudah entri dapat dianalisis. Pemrosesan data
dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program
komputer kemudian membuat frekuensi sederhana atau bisa juga
dengan membuat tabel kontigensi.
4. Cleaning data
Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang
sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak, kemungkinan-
kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan
sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi kembali.
5. Melakukan teknis analisis
Dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data penelitian
akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan
tujuan yang akan dianalisis.
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui frekuensi dan
gambaran karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin,
kebiasaan merokok, riwayat penyakit keluarga, variabel dependen dan
independen. Data-data yang terkumpul selanjutnya akan dilakukan
analisis menggunakan proporsi dan tendency central. Hasil analisis dari
data numerik menunjukkan nilai mean, median, standar deviasi
sedangkan data kategorik menggunakan frekuensi dan poporsi masing-
masing.
Analisis proporsi dilakukan pada data-data jenis kategorik yang
meliputi data tentang jenis kelamin, riwayat keluarga dengan hipertensi,
dan riwayat merokok. Sedangkan data-data yang berjenis numerik
meliputi usia, tekanan darah, dan nilai IMT yang akan di analisis dengan
tendency central.
2. Analisis Bivariat
Analisis pada penelitian ini menggunakan uji beda yang
sebelumnya sudah dilakukan uji normalitas data dengan melihat
histogram miring ke kanan, hasil dari skewness dan kurtosis dikatakan
normal jika -2 s/d 2. Uji beda untuk membuktikan adanya pengaruh
senam Ergonomis terhadap tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Penggunaan paired t-test untuk menguji hasil dari dua hasil pengukuran
(pre-test dan post-test) melihat apakah terjadi perubahan yang
signifikan. Berdasarkan uji tersebut baru bisa dilihat kesimpulannya,
apakah Ho ditolak atau gagal untuk ditolak, Ho ditolak jika nilai P >
0,05 dan Ho gagal ditolak jika nilai P < 0,05. Sedangkan uji regresi linier
digunakan untuk melihat berapa rata-rata selisih penurunan tekanan
darah responden. Menilai seberapa besar pengaruh intervensinya.
Apabila menggunakan metode tersebut berdistribusi tidak normal, maka
uji yang digunakan sebagai alternatif ialah uji Wilcoxon.
H. Etika Penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan
berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus
diperhatikan (Hidayat, 2007). Masalah etika penelitian yang harus
diperhatikan antara lain sebagai berikut:
1. Informed Consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuan dari Informed consent adalah agar subjek mengerti maksud
tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika subjek
tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak pasien.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara
tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar
alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data
atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti. Peneliti akan menjamin kerahasiaan
identitas responden, dimana data-data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila telah selesai maka
data tersebut akan dimusnahkan.
69
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian
Pada bab ini akan memaparkan secara lengkap hasil penelitian
tentang pengaruh senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik pada
lansia dengan hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan pada lansia yang
menderita hipertensi. Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Maret
sampai dengan 16 Maret 2017. Penelitian dilakukan selama 2 minggu dan
dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu. Intervensi dilakukan pada jam
09.00 WIB sampai dengan 10.00 WIB.
B. Hasil Analisa Univariat
Analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran dan
penjelasan mean, median, standar deviasi dari variabel numerik. Data-data
yang dilakukan analisis univariat dalam penelitian ini adalah: karakteristik
responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia, Indeks Massa Tubuh (IMT),
riwayat merokok dan riwayat hipertensi pada keluarga.
1. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh tentang jenis kelamin
responden. Data karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
dapat dilihat pada tabel 5.1.
5Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki-laki
Perempuan
5
16
23,8
76,2
Total 21 100
Dari hasil pengamatan tabel 5.1 terhadap 21 responden, 76,2%
responden adalah perempuan dan 23,8% lainnya adalah laki-laki.
2. Karakteristik Responden berdasarkan Usia
Data karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada
tabel 5.2.
6Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
Usia
Mean SD Min-Maks (95% CI)
68,33 7,81 60-85 (64,77-71,89)
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 5.2, rata-rata usia responden
adalah 68,33 tahun dengan standar deviasi sebesar 7,81 tahun. Usia
termuda adalah 60 tahun dan usia tertua adalah 85 tahun. Berdasarkan
hasil estimasi interval, diketahui bahwa rata-rata usia responden
penelitian berada pada rentang 64,77-71,89 tahun.
3. Karakteristik Responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Data karakteristik responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT) dapat dilihat dari tabel 5.3.
7Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indeks Massa
Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh
Mean SD Min-Maks (95% CI)
22,21 3,36 15,63-28,30 (20,67-23,74)
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 5.3, rata-rata Indeks Massa
Tubuh responden adalah 22,21 kg/m2 dengan standar deviasi sebesar
3,36 kg/m2. IMT terendah adalah 15,63 kg/m2 dan IMT tertinggi adalah
28,30 kg/m2. Berdasarkan hasil estimasi interval, diketahui bahwa rata-
rata IMT responden penelitian berada pada rentang 15,63-28,30 kg/m2.
4. Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Merokok
Data karakteristik responden berdasarkan riwayat merokok dapat
dilihat dari tabel 5.4
8Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Merokok
Riwayat Merokok N %
Tidak merokok
Ringan
Sedang
Berat
12
4
1
4
57,1
19
4,8
19
Total 21 100
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 5.4 dari 21 responden, 12 orang
tidak merokok, 4 orang merupakan perokok ringan, 1 orang perokok
sedang, dan 4 orang perokok berat.
5. Karakteristik Responden berdasarkan Riwayat Hipertensi
Keluarga
Data karakteristik responden berdasarkan riwayat hipertensi
keluarga dapat dilihat dari tabel 5.5
9Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Hipertensi
Keluarga
Riwayat Hipertensi Keluarga N %
Tidak ada riwayat
Ada riwayat
16
5
76,2
23,8
Total 21 100
Berdasarkan hasil pengamatan tabel 5.5 dari 21 responden, 16 orang
tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga dan sisanya 5 orang
memiliki riwayat riwayat hipertensi dalam keluarga.
C. Hasil Analisa Bivariat
Analisis bivariat untuk menghubungkan antara variabel bebas dan
variabel terikat. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah Paired T-
test yaitu untuk melihat beda rata-rata tekanan darah sistolik responden
selama dua minggu dan menilai apakah terjadi perubahan yang signifikan.
Pada penelitian ini, analisis bivariat meliputi: uji normalitas dan pengaruh
senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi
di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta.
1. Uji Normalitas
Normalitas hasil pengukuran tekanan darah sistolik lansia dengan
hipertensi sebelum dan sesudah senam ergonomik dapat dilihat pada
tabel 5.6.
10Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Hasil Uji Normalitas Pengukuran Tekanan
Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Senam Ergonomik
Test of Normality
Variabel Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig Statistic Df Sig
Pre-test 1
Post-test 1
Pre-test 2
Post-test 2
Pre-test 3
Post-test 3
Pre-test 4
Post-test 4
Pre-test 5
Post-test 5
Pre-test 6
Post-test 6
0,153
0,095
0,148
0,116
0,113
0,150
0,090
0,115
0,118
0,111
0,101
0,106
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,200
0,960
0,994
0,976
0,953
0,952
0,951
0,986
0,969
0,976
0,975
0,964
0,966
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
21
0,523
1,000
0,860
0,384
0,373
0,353
0,985
0,712
0,860
0,840
0,592
0,635
Uji normalitas diatas menggunakan uji Kolmogororf Smirnof dan
Shapiro Wilk. Dari hasil uji tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
semua data tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah intervensi senam
berdistribusi normal (p>0,05). Kesimpulan dari hasil uji normalitas
menunjukkan bahwa penelitian ini dapat menggunakan uji analisis
paired t-test.
2. Perbedaan tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi sebelum
dan sesudah melakukan senam ergonomik di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
Perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik lansia dengan hipertensi
sebelum dan sesudah melakukan senam ergonomik terlihat pada tabel
5.7 dibawah ini:
11Tabel 5.7 Distribusi Rata-rata Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan
Sesudah Melakukan Senam Ergonomik
Variabel Pengukuran Paired Difference P
Value t
Mean SD Mean SD 95% CI
Hari-1
Pre-test
Post-test
154,57
136,09
26,21
21,49
18,47 12,60
12,73
24,21 0,000 6,715
Hari-2
Pre-test
Post-test
146,85
135,66
25,47
25,48
11,19 9,60
6,82
15,56 0,000 5,342
Hari-3
Pre-test
Post-test
144,90
134,95
21,85
21,96
9,95 8,28
6,18
13,72 0,000 5,505
Hari-4
Pre-test
Post-test
142,38
134,42
26,36
21,75
8,28 8,33
4,15
11,74 0,000 4,370
Hari-5
Pre-test
Post-test
142,28
133,42
23,39
20,63
9,34 9,34
4,60
13,11 0,000 4,343
Hari-6
Pre-test
Post-test
142,57
132,19
25,81
20,39
10,53 10,53
5,58
15,17 0,000 4,514
Berdasarkan tabel 5.7 diatas menjelaskan bahwa adanya pengaruh
senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik pada lansia dengan
hipertensi. Terjadi penurunan rata-rata tekanan darah sistolik setelah
intervensi senam ergonomik pada setiap harinya. Penurunan rata-rata
tekanan darah sistolik tertinggi terjadi pada hari pertama intervensi
dengan rata-rata perbedaan nilai tekanan darah sistolik sebelum dan
sesudah intervensi adalah 18,47 mmHg dengan standar deviasi 12,60.
Dari nilai p=0,000 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara rata-rata tekanan darah sistolik responden dari hari ke-1 samapai
dengan hari ke-6 dengan rata-rata penurunan dalam 2 minggu sebanyak
6 hari yaitu 11,29 mmHg dengan standar deviasi 3,65.
76
BAB VI
PEMBAHASAN
Interpretasi dan diskusi hasil penelitian dipaparkan berdasarkan tujuan
penelitian yaitu, mengetahui karakteristik responden dan mengetahui apakah ada
pengaruh senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
A. Interpretasi Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin,
usia, indeks massa tubuh, riwayat merokok dan riwayat hipertensi
keluarga.
1) Jenis Kelamin
Hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis
kelamin terhadap lansia dengan hipertensi di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan didapatkan
bahwa jenis kelamin responden adalah 76,2% responden adalah
perempuan dan 23,8% responden adalah laki-laki. Total seluruh
responden adalah 21 responden.
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Arifin et al., 2016), menyatakan bahwa responden yang
memiliki jenis kelamin perempuan yang menderita hipertensi
sebesar 71,01% sedangkan pada jenis kelamin laki-laki yang
memiliki hipertensi sebesar 28,99% pada usia ≥ 60 tahun.
Jenis kelamin dapat mempengaruhi tekanan darah yang
dapat dikaitkan dengan usia individu. Terdapat perbedaan jenis
kelamin dalam hubungannya antara usia dan tekanan darah
sistolik. Pria memiliki tekanan darah sistolik lebih tinggi
dibandingkan perempuan selama dewasa awal dan dewasa
tengah, sedangkan perempuan cenderung memiliki tingkat
tekanan darah sistolik lebih tinggi setelah menopause yaitu
diatas usia 45 tahun (Novitaningtyas, 2014).
Jenis kelamin nerupakan tanda-tanda seks sekunder yang
diperlihatkan oleh seseorang. Faktor jenis kelamin berpengaruh
pada terjadinya hipertensi, dimana pada usia muda dibawah 60
tahun, laki-laki lebih banyak yang menderita hipertensi
dibandingkan perempuan. Laki-laki diduga memiliki gaya hidup
yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibanding
perempuan. Namun setelah memasuki menopause, prevelensi
hipertensi pada wanita meningkat (Arifin et al., 2016).
Perempuan yang belum menopause dilindungi oleh hormon
estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi
merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai
penjelasan adanya imunitas perempuan pada usia
premenopause. Pada premenopause perempuan mulai
kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembiluh darah dari kerusakan. Proses ini terus
berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya
sesuai dengan umur perempuan secara alami, yang umumnya
mulai terjadi pada perempuan umur 45-55 tahun (Bianiti
Nuraini, 2015).
Hormon estrogen pada wanita juga mengungkapkan peranan
dan bagaimana hormon dapat mempengaruhi tekanan darah.
Menopause dihubungkan dengan pengurangan pada estradiol
dan penurunan perbandingan rasio estrogen dan testosteron. Hal
ini mengakibatkan disfungsi endothelial dan menambah BMI
yang menyebabkan kenaikan pada aktivasi saraf simpatetik yang
kerap kali terjadi pada wanita yang mengalami menopause.
Aktivasi saraf simpatetik ini akan mengeluarkan stimulan renin
dan angiotensin II. Disfungsi endothelial ini akhirnya
meningkatkan kesensitifan terhadap garam dan kenaikan
endhotelin. Tidak hanya itu kenaikan angiotensin dan endhotelin
dapat menyebabkan stres oksidatif yang akhirnya berujung pada
hipertensi atau tekanan darah tinggi.
2) Usia
Dilihat dari distribusi frekuensi responden berdasarkan usia
terhadap lansia dengan hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan didapatkan bahwa
rata-rata usia responden adalah 68,33 tahun dengan usia termuda
60 tahun dan usia tertua adalah 85 tahun.
Hasil penelitian peneliti juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Kurniasih & Setiawan, 2013), bahwa didapatkan
usia penderita hiperte nsi lebih banyak pada usia ≥ 55 tahun,
terbukti bahwa usia ≥ 55 tahun memiliki faktor risiko hipertensi
dengan nilai signifikansi p=0,010.
Menurut penelitian (Dedullah, Molanda & Joseph, 2015),
yang juga mendukung hasil penelitian yang dilakukan peneliti
yaitu kategori usia ≥ 43 tahun memiliki risiko 5 kali lebih besar
menderita hipertensi dibandingkan kategori usia ≤ 43 tahun.
Responden pada penelitian ini adalah usia lanjut ≥ 60 tahun.
Hal ini dikarenakan kejadian hipertensi semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa setelah umur 55 tahun, dinding arteri akan
mengalami penebalan karena adanya penumpukan zat kolagen
pada lapisan otot sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku. hipertensi merupakan
salahsatu penyakit degeneratif, dengan bertambahnya usia, maka
tekanan darah juga akan meningkat yang disebabkan beberapa
perubahan fisiologi. Pada proses fisiologi terjadi peningkatan
aktifitas simpatik, dinding arteri akan mengalami penebalan
karena kolagen yang menumpuk pada lapisan otot, sehingga
pembuluh darah berangsur-angsur menjadi sempit dan kaku.
Selain itu pada usia lanjut sensitivitas pengatur tekanan darah
yaitu baroreseptor mulai berkurang, demikian juga dengan peran
ginjal dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
menurun, hal ini memicu terjadinya hipertensi (Kurniasih &
Setiawan, 2013).
3) Indeks Massa Tubuh (IMT)
Dilihat dari distribusi frekuensi responden berdasarkan
indeks massa tubuh terhadap lansia dengan hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan
didapatkan bahwa rata-rata IMT adalah 22,21 dengan IMT
terendah 15,63 dan IMT tertinggi 28,30. Hasil penelitian ini
lebih banyak responden dengan nilai IMT normal yaitu sebanyak
11 responden, 5 responden dengan overweight, 3 responden
dengan obesitas tingkat 1, dan 2 responden dengan IMT kurang.
Penelitian yang dilakukan oleh (Arifin et al., 2016), dimana
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan
kejadian hipertensi. Obesitas merupakan faktor risiko untuk
terjadinya hipertensi, namun data pada populasi yang diwakili
oleh sampel dalam penelitian ini belum dapat disimpulkan
bahwa faktor obesitas yang dikaji benar-benar bukan merupakan
faktor risiko. Sehingga dapat disimpulkan bahwa obesitas belum
dapat dikatakan secara definitif sebagai faktor yang tidak
berhubungan dengan terjadinya hipertensi pada lansia dengan
hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan.
4) Riwayat Merokok
Dilihat dari distribusi frekuensi responden berdasarkan
riwayat merokok terhadap lansia dengan hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan
didapatkan bahwa dari 21 responden, hanya 9 responden yang
mempunyai riwayat merokok, 4 responden diantaranya
merupakan perokok ringan, 1 responden perokok sedang dan 4
responden perokok berat.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Arifin et al., 2016),
dimana pada penelitian tersebut hasil uji statistik menyimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara merokok
dengan kejadian hipertensi. Jumlah responden yang mengalami
hipertensi pada penelitian ini lebih banyak pada lansia yang tidak
merokok. Pada penelitian ini responden yang tidak merokok
sebanyak 12 responden dari 21 responden.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Octavian,
Setyanda, Sulastri & Lestari, 2015), hasilnya tidak ada hubungan
bermakna antara derajat merokok dengan kejadian hipertensi.
Hasil berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Anggara
& Prayitno, 2013), dimana pada penelitian ini menunjukan
adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok
dengan tekanan darah.
Hubungan merokok dengan hipertensi memang belum jelas.
Menurut literatur, nikotin dan karbondioksida yang terkandung
dalam rokok akan merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri, elastisitas pembuluh darah berkurang sehingga
menyebabkan tekanan darah meningkat (Depkes RI, 2014).
Mekanisme ini menjelaskan mengapa responden yang merokok
setiap hari memiliki risiko untuk menderita hipertensi.
Data pada populasi yang diwakili oleh sampel belum dapat
disimpulkan bahwa faktor riwayat merokok yang dikaji benar-
benar bukan merupakan faktor risiko. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa riwayat merokok belum dapat dikatakan
secara definitif sebagai faktor yang tidak berhubungan dengan
terjadinya hipertensi pada lansia dengan hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan.
5) Riwayat Hipertensi Keluarga
Dilihat dari distribusi frekuensi responden berdasarkan
riwayat riwayat hipertensi keluarga terhadap lansia dengan
hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3
Margaguna Jakarta Selatan didapatkan bahwa dari 21 responden,
hanya 5 responden yang mempunyai riwayat hipertensi dalam
keluarga.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Adnyani & Sudhana,
2014), menunjukkan bahwa kejadian hipertensi terjadi pada
sebagian besar responden yang tidak memiliki riwayat keluarga
dengan hipertensi. Dari hasil uji statistik, diperoleh hubungan
yang positif antara riwayat keluarga dengan hipertensi dengan
kejadian hipertensi (r=0,051), namun tidak signifikan secara
statistik, yaitu nilai p=0,540.
Hasil penelitian berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh (Siringoringo et al., 2013), bahwa adanya
hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan
kejadian hipertensi, dengan menggunakan uji chi-square,
diperoleh nilai p=0,000. Tekanan darah seorang anak akan lebih
medekati tekanan darah orangtuanya bila mereka memiliki
hubungan darah. Penelitian ini menunjukkan bahwa gen yang
diturunkan bukan satu-satunya yang menentukan tekanan darah
seseorang, faktor makanan (seperti makanan atau status sosial)
juga berperan besar dalam menentukan tekanan darah seseorang.
2. Analisis Bivariat
a. Pengaruh senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik
Pengaruh senam ergonomik terhadap tekanan darah sistolik
lansia dengan hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya
3 Margaguna Jakarta Selatan pada uji regresi linier menyatakan
bahwa rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah melakukan
senam ergonomik pada hari pertama adalah 18,47 mmHg. Rata-rata
penurunan tekanan darah sistolik setelah melakukan senam
ergonomik pada hari kedua 11,19 mmHg. Rata-rata penururnan
tekanan darah sistolik setelah melakukan senam ergonomik pada
hari ketiga 9,95 mmHg. Rata-rata penurunan tekanan darah sistolik
setelah melakukan senam ergonomik pada hari keempat 8,28
mmHg. Rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah
melakukan senam ergonomik pada hari kelima 9,34 mmHg. Rata-
rata penurunan tekanan darah sistolik setelah melakukan senam
ergonomik pada hari keenam 10,53 mmHg. Dari data pemeriksaan
tekanan darah sistolik baik pada sebelum dan sesudah senam
ergonomik tiap harinya, menunjukkan bahwa pengaruh senam yang
dilakukan selama 2 minggu sebanyak 3 kali dalam seminggunya
terhadap tekanan darah sistolik menunjukkan adanya perubahan dan
pengaruh yang signifikan dengan nilai P value 0,000, dengan rata-
rata penurunan dalam 2 minggu sebanyak 6 hari yaitu 11,29 mmHg.
Senam ergonomik itu sendiri merupakan teknik senam dan
pernapasan untuk mengembalikan atau memperbaiki posisi
kelenturan sistem saraf dan aliran darah. Apabila kelenturan aliran
darah baik maka akan memudahkan pembuluh darah untuk
mengendur dengan cepat selama jantung memompa darah. Pada
pembuluh darah yang kurang elastis atau kaku akan menyulitkan
pembuluh darah kendur dengan cepat saat jantung memompa, yang
nantinya akan berakibat tekanan darah darah lebih meningkat saat
jantung berkontraksi. Senam ergonomik juga memaksimalkan
suplai oksigen ke otak, apabila pembuluh darah elastis darah akan
mengalir dengan mudah otak, sehingga otak tidak kekurangan
oksigen dan nutrisi dan terhindar dari kerusakan pembuluh darah di
otak. Senam ergonomik pun dapat memaksimalkan sistem
pembakaran salah satunya pembakaran kolestrol. Pembakaran
kolesterol akan mempengaruhi tingkat LDL dalam darah dan
meningkatkan HDL yang nantinya akan mengurangi aterosklerosis
yang menghambat aliran darah. Gerakan yang terkandung dalam
senam ergonomik merupakan gerakan yang sangat efektif, efisien,
dan logis karena merupakan rangkaian gerakan shalat yang
dilakukan manusia sejak dulu sampai saat ini (Wratsongko, 2014).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Lumempouw,
Wungouw, & Polii, 2016) bahwa senam berengaruh terhadap
tekanan darah sistolik baik 2 kali perminggu maupun 3 kali
perminggu. Penelitian yang dilakukan oleh (Sundari, Suhandi, &
Maryati, 2014), bahwa senam yang dilakukan selama 2 minggu juga
berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah dengan nilai
p=0,008.
3. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari banyak terdapat kekurangan dalam penelitian ini, hal
ini disebabkan karena adanya beberapa keterbatasan dalam pelaksanaan
penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Penelitian ini tidak bisa menghomogenkan secara keseluruhan
faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah diantaranya yaitu
responden yang diambil terdiri dari laki-laki dan perempuan,
dikarenakan jumlah responden yang termasuk dalam kriteria inklusi
dan eksklusi terbatas..
b. Tidak adanya sumber atau referensi dari format lembar observasi
senam ergonomik pada penelitian ini.
87
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya
maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Usia responden didapatkan bahwa proporsi responden berada pada usia
60-85 tahun dengan rata-rata usia responden 68,33 tahun, proporsi jenis
kelamin terbanyak adalah perempuan sebesar 76,2%, dan proporsi nilai
IMT 15,63-28,30 dengan rata-rata nilai IMT responden 22,21.
2. Tekanan darah sistolik pada lansia sebelum senam, umumnya lebih
tinggi dari tekanan darah sistolik lansia sesudah senam.
3. Dari hasil analisa data diperoleh bahwa pada pre-test dan post-test, pada
hasil uji regresi linier menyatakan bahwa rata-rata penurunan tekanan
darah sistolik setelah melakukan senam ergonomik pada hari pertama
adalah 18,47 mmHg, rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah
melakukan senam ergonomik pada hari kedua 11,19 mmHg, rata-rata
penurunan tekanan darah sistolik setelah melakukan senam ergonomik
pada hari ketiga 9,95 mmHg, rata-rata penurunan tekanan darah sistolik
setelah melakukan senam ergonomik pada hari keempat 8,28 mmHg,
rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah melakukan senam
ergonomik pada hari kelima 9,34 mmHg, dan rata-rata penurunan
tekanan darah sistolik setelah melakukan senam ergonomik pada hari
keenam 10,53 mmHg. Rata-rata penurunan dalam 2 minggu sebanyak 6
hari yaitu 11,29 mmHg.
4. Dari hasil uji statistik dari keenam hari hasil penelitian diperoleh P value
0,000, yang artinya terdapat pengaruh senam ergonomik terhadap
terhadap tekanan darah sistolik pada lansia dengan hipertensi.
B. Saran
1. Bagi klien
Bagi lansia yang sudah tahu pengaruh senam terhadap tekanan darah
terutama senam ergonomik , diharapkan agar rutin menjalani senam.
2. Bagi pelayanan kesehatan
Bagi pelayanan kesehatan diharapkan agar lebih aktif dan meningkatkan
program kesehatan serta memotivasi, memfasilitasi dan mendukung
khususnya untuk kegiatan senam ergonomik agar dapat dijadikan
program rutin, karena senam salahsatu olahraga yang memiliki banyak
manfaat untuk kesehatan tubuh lansia.
3. Bagi isntitusi keperawatan
Memberikan edukasi berupa pendidikan kesehatan tentang manfaat
senam terhadap tekanan darah kepada lansia agar pengetahuan lansia
meningkat sehingga sikap senam secara teratur dapat dijalankan lansia
4. Bagi peneliti selanjutnya
a. Diharapkan peneliti selanjutnya, pemilihan responden dilakukan
dengan melakukan homogen pada semua faktor yang
mempengaruhi, sehingga meminimalkan bias.
b. Diharaapkan peneliti selanjutnya, menggunakan kelompok kontrol
sebagai pembanding penelitian.
c. Diharapkan peneliti selanjutnya, penerapan senam ergonomik
dengan sampel yang lebih banyak, tempat berbeda dan intervensi
lain misalnya, kolesterol, diabetes, vertigo.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani, P. P., & Sudhana, I. W. (2014). Prevelensi dan Faktor Risiko Terjadinya
Hipertensi pada Masyarakat di Desa Sidemen Kecamatan Sidemen
Karangasem Periode Juni-Juli 2014.
Anggara, F. H. D., & Prayitno, N. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Tekanan Darah di Puskesmas Telaga Murni Murni, Cikarang Barat
Tahun 2012.
Arifin, M. H. B. M., Weta, I. W., & Ratnawati, N. L. K. A. (2016). Faktor-Faktor
yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Petang I Kabupaten Bandung Tahun 2016.
Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kline Gangguan
Kadiovaskular Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: EGC.
Aziza, L. (2007). Hipertensi:The Silent Killer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia.
Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswadi, Y. (2008). Klien Gangguan
Kardiovaskular Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Bina, D., Komunitas, F., Klinik, D. A. N., Jenderal, D., Kefarmasian, B., Alat, D.
A. N., & Ri, D. K. (2006). Pharmaceutical care.
Brown. (2006). Exercise Physiology: Basic of Human Movement i Healt and
Disease: Lippcott Williams & Wilkins Cengage Learning.
Corwin, E. J. (2009). buku saku patofisiologi. Jakarta.
Dalimartha, S., Purnama, B. T., Sutarina, N., Mahendra, & Darmawan, R. (2008).
Care Your Self Hipertensi. Jakarta: Penebar Plus.
Dedullah, R. F., Molanda, N. S. ., & Joseph, W. B. S. (2015). Hubungan Antara
Faktor Risiko Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat di
Kelurahan Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan Kota
Kotamobagu.
Depkes RI. (2014). Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pusat Data Dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 1–8. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/inf
odatin-jantung.pdf
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.
Efendi, F. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Gleadle, J. (2007). At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga.
Gunawan, L. (2007). Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Kanisius.
Hastono, S. P. (2006). Analaisa Data. Jakarta: Universitas Indonesia.
Hidayat, A. A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta:
Salemba Medika.
Hikayati, Flora R, S. P. (2012). Penatalaksanaan Non Farmakologis Terapi
Komplementer Sebagai Upaya Untuk Mengatasi dan Mencegah Komplikasi
Pada Penderita Hipertensi Primer Di Kelurahan Indralaya Mulya Kabupaten
Ogan Ilir. Pengabdian Sriwijaya, 124–131.
Idealita, N. N. (2012). Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Penurunan Tingkat
Depresi pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran
Kabupaten Semarang.
Islami, K. I. (2015). Hubungan antara Stres dengan Hipertensi pada Pasien Rawat
Jalan di Puskesmas Rapak Mahang Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi
Kalimantan Timur.
Kemenkes RI. (2014a). Infodatin Hipertensi
Kemenkes RI. (2014b). Pusdatin Hipertensi
Kenia, N. M., & Taviyanda, D. (2013). Pengaruh relaksasi (aromaterapi mawar)
terhadap perubahan tekanan darah pada lansia lipertensi.
Kenney, L. W. (2011). Physiology of Sport and Exercise (5th ed.). USA: Human
Kinestic.
Komariah, A. (2015). Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Kadar Asam Urat
Pada Lansia Dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur.
Kowalski, R. E. (2010). Terapi Hipertensi: Program 8 Minggu Menurunkan
Tekanan Darah Tinggi dan Menurunkan Risiko Serangan Jantung dan
Stroke secara Alami. Bandung: Mizan Pustaka.
Kurniasih, I., & Setiawan, M. R. (2013). Analisis Faktor Risiko Kejadian
Hipertensi di Puskesmas Srondol Semarang Periode Bulan September –
Oktober 2011, 54–59.
Kusyati, E., Yunani, Syaifudin, A., Wahyuningsih, R. D., Mustaida, R, F., &
Hartana, A. (2016). Keterampilan & Prosedur Laboratorium Keperawatan
Dasar. Jakarta: EGC.
Lestari, D. T., & Wahyuni, F. (2014). Pengruh Senam Ergonomis Terhadap
Distress Diabetes.
Lumempouw, D. O., Wungouw, H. I. S., & Polii, H. (2016). Pengaruh Senam
Prolanis terhadap Penyandang Hipertensi.
Mahasiswa Departemen Epidemiologi FKM USU, & Dosen Departemen
Epidemiologi FKM USU. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir Tahun
2013.
Mancia, R. G. (2014). Manual of Hypertension of the European Society of
Hypertension. USA: CRC Press.
Manembu, M., Rumampuk, J., & Danes, V. R. (2015). Pengaruh Posisi Duduk
dan Berdiri terhadap Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik pada Pegawai
Negeri Sipil Kabupaten Minahasa Utara.
Mardina, Y., & Zelvino. (2014). Hubungan antara Tingkat Stres Lansia dan
Kejadian Hipertensi pada Lansia di RW 01 Kunciran Tangerang.
Marliani, L., & Tantan. (2007). 100 Question & Answer. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Maryam, S. R., Ekasaru, M. F., Rosidawati, Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Moniaga, V., Pangemanan, D. H. C., & Rampengan, J. J. . (2013). Pengaruh
Senam Bugar Lansia terhadapTekanan Darah Penderita Hipertensi di BPLU
Senja Cerah Paniki Bawah.
Muhadi. (2016). ANALISIS JNC 8 : Evidence-based Guideline Penanganan
Pasien Hipertensi Dewasa.
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Novitaningtyas, T. (2014). Hubungan Karakteristik (Umur, Jenis Kelamin,
Tingkat Pendidikan) dan Aktivitas Fisik dengan Tekanan Darah pada Lansia
di Kelurahan Makamhaji Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo.
Nugroho, W. (2009). Komunikasi dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.
Nuraini, B. (2015). Risk factors of hypertension.
Nuraini, B. (2015). Risk Factors of Hypertension.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penetapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Octavian, Y., Setyanda, G., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Hubungan Merokok
dengan Kejadian Hipertensi pada Laki-laki Usia 35-65 Tahun di Kota
Padang.
Prabowo, A. (2008). Pedoman Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta: EGC.
Prasetyo, J. D., & Agustrianti, L. (2014). Pengaruh Senam Ergonomis terhadap
Perubahan Kadar Gula Darah pada Klien Diabetes Mellitus Tipe 2 di
Wilayah Kerja Puskesmas Karangdadap Kabupaten Pekalongan.
Prasetyo, Y. (2013). Olahraga Bagi Penderita Hipertensi.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2014).
Infodatin Lansia.
Sagiran. (2012). Mukjizat Gerakan Shalat. Jakarta: Argo Media Pustaka.
Sagiran. (2014). Sehat Gaya Rasul. Jakarta: Argo Media Pustaka.
Santoso, H., & Ismail, A. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia Uraian Medis &
Pedagogis Patoral. Jakarta: Gunung Mulia.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Siringoringo, M., Hiswani, & Jemadi. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Hipertensi pada Lansia di Desa Sigaol Simbolon Kabupaten Samosir
Tahun 2013.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
(Brunner & Suddaarth, Eds.) (8th ed.). Jakarta: EGC.
Stevens, P. J. M., Bordui, F., & Weyde, J. A. G. Van Der. (1999). Ilmu
Keperawatan.
Sugandika, D., & Nuhariani, P. (2014). Pengaruh Senam Ergonomis terhadap
Gangguan Tidur (Insomnia) pada Lansia di Panti Werdha Mojopahit
Mojokerto.
Sumantri, A. (2011). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sundari, M. J., Suhandi, & Maryati. (2014). Pengaruh Senam Lansia terhadap
Penurunan Tekanan Darah pada Lansia di Panti Werda Usia “Bethany”
Semarang.
Sutangi, H., & Winantri. (2013). Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Wanita Lansia di Posbindu Desa Sukaurip Kecamatan
Balongan Indramayu.
Tamher, S., & Noorkasiani. (2009). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Triwibowo, H., Frilasari, H., & Hapsari, Y. W. (2011). Penderita Hipertensi Di
Desa Sumber Agung Kecamatan Jatirejo.
Wahyuningsih, & Astuti, E. (2013). Faktor Yang Mempengaruhi Hipertensi pada
Usia Lanjut.
Wijayanti. (2008). Hubungan Kondisi Fisik RTT Lansia Terhadap Kondisi Sosial
Lansia.
Wiryowidagdo, S., & Sitamanggang, M. (2006). Tanaman Obat untuk Penyakit
Jantung, Darah Tinggi & Kolesterol. Jakarta: Argo Media Pustaka.
Wratsongko, M. (2008). Shalat jadi Obat. Jakarta: Gramedia.
Wratsongko, M. (2014). Mukjizat Gerakan Shalat & Rahasia 13 Unsur Manusia.
Jakarta: Mizan Digital Publishing.
Wratsongko, M., & Sulistiyo, T. B. (2006). 205 Resep Pencegahan &
Penyembuhan Penyakit dengan Gerakan Shalat. Jakarta: Qultum Media.
LAMPIRAN
Lampiran 1
3Lampiran 2
4Lamiran 3
5Lampiran 4
SURAT PERNYATAAN
BERSEDIA BERPARTISIPASI MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Inisial nama :
No. Responden :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti, dengan ini saya menyatakan
bersedia berpartisipasi menjadi responden dalam penelitian yang berjudul
“Pengaruh Senam Ergonomis terhadap Tekanan Darah pada Lansia dengan
Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta
Selatan”
Adapun bentuk kesediaan saya adalah:
1. Bersedia diukur tekanan darahnya
2. Meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner
3. Memberikan informasi yang benar dan jujur terhadap apa yang diminta atau
ditanya peneliti
4. Bersedia mengikuti kegiatan senam ergonomis yang ditentukan oleh
peneliti
Keikutsertaan saya ini sukarela, tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat, untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Jakarta, 2017
( )
6Lampiran 5
LEMBAR OBSERVASI TEKANAN DARAH
Inisial nama :
Usia :
Jenis kelamin :
No. responden No. Responden
Minggu Hari Pre-test (mmHg) Post-test (mmHg)
Minggu 1
1
2
3
Minggu 2
1
2
3
7Lampiran 6
LEMBAR OBSERVASI GERAKAN SENAM ERGONOMIK
No Frekuensi Gerakan Ket
1. 2-3 menit Berdiri sempurna
a. Berdiri tegak pandangan lurus ke depan
b. Tubuh rileks
c. Tangan ke depan dada, telapak tangan kanan di
atas telapak tangan kiri menempel di dada, dengan
jari- jari sedikit meregang
d. Posisi kaki meregang sehingga mengangkang
selebar bahu
e. Telapak dan jari-jari kaki mengarah lurus ke
depan
f. Pernafasan diatur serileks mungkin
2. 40 kali
putaran
Lapang dada
a. Posisi berdiri sempurna
b. Kedua tangan menjuntai ke bawah
c. Memutar lengan: tangan diangkat lurus ke depan,
lalu ke atas, terus ke belakang, dan kembali
menjuntai ke bawah
d. Posisi kaki dijinjitkan-diturunkan, mengikuti
irama gerakan tangan
3. 5 kali Tunduk syukur
a. Mengangkat tangan lurus ke atas sambil
memenarik nafas dalam-dalam
b. Tangan membungkuk sambil membuang nafas
sedikit demi sedikit, kemudian meraih mata kaki,
No. Responden
dipegang kuat, tarik, cengkram seakan-akan mau
mengangkat tubuh sambil menahan nafas
c. Posisi kaki tetap seperti semula
d. Kepala mendongak dan pandangan diarahkan ke
depan
e. Setelah itu kembali ke posisi berdiri dengan
lengan menjuntai sambil membuang nafas
f. Segera ambil nafas baru 3-4 kali sebelum
melanjutkan gerakan
4. 5 kali Duduk perkasa
a. Jatuhkan lutut ke lantai
b. Posisikan kedua telapak kaki tegak berdiri, jari-
jari kaki tertekuk mengarah ke depan
c. Tangan mencengkram pergelangan kaki
d. Ambil nafas dalam-dalam
e. Mulai gerakan seperti mau sujud tetapi kepala
mendongak, pandangan ke depan jadi dagu
hampir menyentuh lantai sambil membuang nafas
sedikit semi sedikit namun tidak di habiskan
f. Nafas di tahan di dada selama mungkin
g. Kemudian kembali ke posisi duduk perkasa
h. Segera ambil nafas baru 3-4 kali sebelum
melanjutkan gerakan
5. 5 kali Duduk pembakaran
a. Dari posisi sebelumnya, kedua telapak kaki
dihamparkan ke belakang, sehingga duduk
beralaskan telapak kaki (bersimpuh, duduk
sinden)
b. Tangan berada di pinggang
c. Ambil nafas dalam-dalam
d. Mulai gerakan seperti mau sujud tetapi kepala
mendongak, pandangan ke depan dan dagu hampir
menyentuh lantai sambil buang nafas sedikit demi
sedikit namun tidak di habiskan
e. Nafas di tahan di dada sekuatnya
f. Kemudian kembali ke posisi duduk pembakaran
g. Segera ambil nafas 3-4 kali sebelum melanjutkan
gerakan
6. Minimal 5
menit
Berbaring pasrah
a. Dari posisi duduk pembakaran, rebahkan tubuh ke
belakang dengan hati-hati
b. Jika sudah rebah, tangan di luruskan ke atas
kepala, ke samping kanan dan kiri maupun ke
bawah menempel badan
c. Tangan memegang betis, tarik seperti mau
bangun, dengan rileks
d. Kepala didongakkan dan digerak-gerakkan ke
kanan dan kiri
8Lampiran 7
LAMPIRAN OUTPUT SPSS
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelamin 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Usia 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
IMT 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Riw.Perokok 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Riw.Hip 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Kelamin
Mean 1,7619 ,09524
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1,5632
Upper Bound 1,9606
5% Trimmed Mean 1,7910
Median 2,0000
Variance ,190
Std. Deviation ,43644
Minimum 1,00
Maximum 2,00
Range 1,00
Interquartile Range ,50
Skewness -1,327 ,501
Kurtosis -,276 ,972
Usia
Mean 68,3333 1,70620
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 64,7743
Upper Bound 71,8924
5% Trimmed Mean 67,8783
Median 67,0000
Variance 61,133
Std. Deviation 7,81878
Minimum 60,00
Maximum 85,00
Range 25,00
Interquartile Range 12,00
Skewness ,672 ,501
Kurtosis -,536 ,972
IMT
Mean 22,2119 ,73514
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 20,6784
Upper Bound 23,7454
5% Trimmed Mean 22,2373
Median 22,3000
Variance 11,349
Std. Deviation 3,36882
Minimum 15,63
Maximum 28,30
Range 12,67
Interquartile Range 4,64
Skewness ,030 ,501
Kurtosis -,237 ,972
Riw.Perokok
Mean ,8571 ,26082
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound ,3131
Upper Bound 1,4012
5% Trimmed Mean ,7857
Median ,0000
Variance 1,429
Std. Deviation 1,19523
Minimum ,00
Maximum 3,00
Range 3,00
Interquartile Range 1,50
Skewness 1,078 ,501
Kurtosis -,447 ,972
Riw.Hip
Mean 1,7619 ,09524
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1,5632
Upper Bound 1,9606
5% Trimmed Mean 1,7910
Median 2,0000
Variance ,190
Std. Deviation ,43644
Minimum 1,00
Maximum 2,00
Range 1,00
Interquartile Range ,50
Skewness -1,327 ,501
Kurtosis -,276 ,972
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pre 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pos 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pre2 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pos2 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pre3 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pos3 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pre4 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pos4 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pre5 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pos5 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pre6 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Pos6 21 100,0% 0 0,0% 21 100,0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Pre
Mean 154,5714 5,72071
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 142,6382
Upper Bound 166,5046
5% Trimmed Mean 154,1190
Median 160,0000
Variance 687,257
Std. Deviation 26,21559
Minimum 98,00
Maximum 220,00
Range 122,00
Interquartile Range 31,50
Skewness ,122 ,501
Kurtosis 1,306 ,972
Pos
Mean 136,0952 4,69037
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 126,3113
Upper Bound 145,8792
5% Trimmed Mean 136,1614
Median 137,0000
Variance 461,990
Std. Deviation 21,49396
Minimum 92,00
Maximum 179,00
Range 87,00
Interquartile Range 33,50
Skewness -,015 ,501
Kurtosis -,219 ,972
Pre2
Mean 146,8571 5,56018
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 135,2588
Upper Bound 158,4555
5% Trimmed Mean 146,5820
Median 143,0000
Variance 649,229
Std. Deviation 25,47996
Minimum 99,00
Maximum 200,00
Range 101,00
Interquartile Range 37,50
Skewness ,251 ,501
Kurtosis -,286 ,972
Pos2
Mean 135,6667 5,56235
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 124,0638
Upper Bound 147,2695
5% Trimmed Mean 136,2381
Median 138,0000
Variance 649,733
Std. Deviation 25,48987
Minimum 89,00
Maximum 172,00
Range 83,00
Interquartile Range 42,00
Skewness -,255 ,501
Kurtosis -,736 ,972
Pre3
Mean 144,9048 4,76840
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 134,9581
Upper Bound 154,8515
5% Trimmed Mean 144,9497
Median 140,0000
Variance 477,490
Std. Deviation 21,85156
Minimum 108,00
Maximum 181,00
Range 73,00
Interquartile Range 33,00
Skewness ,144 ,501
Kurtosis -,902 ,972
Pos3
Mean 134,9524 4,79309
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 124,9542
Upper Bound 144,9506
5% Trimmed Mean 135,8307
Median 130,0000
Variance 482,448
Std. Deviation 21,96469
Minimum 83,00
Maximum 170,00
Range 87,00
Interquartile Range 30,00
Skewness -,191 ,501
Kurtosis ,243 ,972
Pre4
Mean 142,3810 5,75428
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 130,3777
Upper Bound 154,3842
5% Trimmed Mean 142,1720
Median 142,0000
Variance 695,348
Std. Deviation 26,36944
Minimum 89,00
Maximum 200,00
Range 111,00
Interquartile Range 34,00
Skewness -,030 ,501
Kurtosis ,225 ,972
Pos4
Mean 134,4286 4,74722
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 124,5261
Upper Bound 144,3311
5% Trimmed Mean 133,9683
Median 132,0000
Variance 473,257
Std. Deviation 21,75447
Minimum 98,00
Maximum 180,00
Range 82,00
Interquartile Range 33,00
Skewness ,056 ,501
Kurtosis -,480 ,972
Pre5
Mean 142,2857 5,10562
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 131,6356
Upper Bound 152,9358
5% Trimmed Mean 142,2540
Median 147,0000
Variance 547,414
Std. Deviation 23,39689
Minimum 91,00
Maximum 194,00
Range 103,00
Interquartile Range 31,00
Skewness -,083 ,501
Kurtosis ,455 ,972
Pos5
Mean 133,4286 4,50215
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 124,0372
Upper Bound 142,8199
5% Trimmed Mean 133,3651
Median 138,0000
Variance 425,657
Std. Deviation 20,63146
Minimum 90,00
Maximum 178,00
Range 88,00
Interquartile Range 34,00
Skewness -,052 ,501
Kurtosis ,044 ,972
Pre6
Mean 142,5714 5,63348
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 130,8202
Upper Bound 154,3227
5% Trimmed Mean 141,3571
Median 140,0000
Variance 666,457
Std. Deviation 25,81583
Minimum 101,00
Maximum 207,00
Range 106,00
Interquartile Range 34,50
Skewness ,703 ,501
Kurtosis ,534 ,972
Pos6
Mean 132,1905 4,45112
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 122,9056
Upper Bound 141,4754
5% Trimmed Mean 131,5688
Median 130,0000
Variance 416,062
Std. Deviation 20,39760
Minimum 100,00
Maximum 176,00
Range 76,00
Interquartile Range 28,00
Skewness ,307 ,501
Kurtosis -,301 ,972
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Pre ,153 21 ,200* ,960 21 ,523
Pos ,095 21 ,200* ,994 21 1,000
Pre2 ,148 21 ,200* ,976 21 ,860
Pos2 ,116 21 ,200* ,953 21 ,384
Pre3 ,113 21 ,200* ,952 21 ,373
Pos3 ,150 21 ,200* ,951 21 ,353
Pre4 ,090 21 ,200* ,986 21 ,985
Pos4 ,115 21 ,200* ,969 21 ,712
Pre5 ,118 21 ,200* ,976 21 ,860
Pos5 ,111 21 ,200* ,975 21 ,840
Pre6 ,101 21 ,200* ,964 21 ,592
Pos6 ,106 21 ,200* ,966 21 ,635
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre 154,5714 21 26,21559 5,72071
Pos 136,0952 21 21,49396 4,69037
Pair 2 Pre2 146,8571 21 25,47996 5,56018
Pos2 135,6667 21 25,48987 5,56235
Pair 3 Pre3 144,9048 21 21,85156 4,76840
Pos3 134,9524 21 21,96469 4,79309
Pair 4 Pre4 142,3810 21 26,36944 5,75428
Pos4 134,4286 21 21,75447 4,74722
Pair 5 Pre5 142,2857 21 23,39689 5,10562
Pos5 133,4286 21 20,63146 4,50215
Pair 6 Pre6 142,5714 21 25,81583 5,63348
Pos6 132,1905 21 20,39760 4,45112
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre & Pos 21 ,879 ,000
Pair 2 Pre2 & Pos2 21 ,929 ,000
Pair 3 Pre3 & Pos3 21 ,928 ,000
Pair 4 Pre4 & Pos4 21 ,958 ,000
Pair 5 Pre5 & Pos5 21 ,917 ,000
Pair 6 Pre6 & Pos6 21 ,922 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre – Pos 18,47619 12,60801 2,75129 12,73709 24,21529 6,715 20 ,000
Pair 2 Pre2 - Pos2 11,19048 9,60010 2,09491 6,82056 15,56039 5,342 20 ,000
Pair 3 Pre3 - Pos3 9,95238 8,28539 1,80802 6,18092 13,72384 5,505 20 ,000
Pair 4 Pre4 - Pos4 7,95238 8,33952 1,81983 4,15628 11,74849 4,370 20 ,000
Pair 5 Pre5 - Pos5 8,85714 9,34498 2,03924 4,60336 13,11092 4,343 20 ,000
Pair 6 Pre6 - Pos6 10,38095 10,53791 2,29956 5,58415 15,17775 4,514 20 ,000