pengaruh role stressor, perceived organizational...
TRANSCRIPT
PENGARUH ROLE STRESSOR, PERCEIVED
ORGANIZATIONAL SUPPORT DAN FAKTOR DEMOGRAFIS
TERHADAP WORK-FAMILY CONFLICT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Devi Irma Wardhani
1110070000087
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2015
v
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 April 2015
Devi Irma Wardhani
NIM: 1110070000087
vi
Motto:
Don’t be sad, Allah is with Us
Persembahan:
Skripsi ini saya persembahkan untuk umi, abi , kakak,
adik dan sahabat yang saya sayangi,
vi
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University
B) April 2015
C) Devi Irma Wardhani
D) Effect of work stressor, perceived organizational support and factor
demographic toward work-family conflict.
E) xv + 89 pages + appendix
F) This study is to examine effect of work stressor, perceived organizational
support and factor demographic toward work-family conflict.
Researcher hypothesis that there is effect of dimention work stressor (role
conflict, role ambiguity & role overload), dimention of perceived
organiztional support (fairness, supervisor support &organizational reward
& job condition) and factor demographic (age, education & tenure) toward
work-family conflict.
The population in this study are women workers at PT. Sun-Indo
Adipersada Cullinan, West Java. The sample used in this study were 200
workers were taken by technique in non-probability sampling. The entire
measuring instruments used in this study using a Likert scale models.
Measuring instruments used in this study is a tool scale adaptation of
work-family conflict scale, work stressor scale and SPOS (Survey Of
Perceived Organizational Support). The validity of the measuring
instrument is tested using techniques Confirmatory Factor Analysis (CFA)
with LISREL 8.7 software and to test hypotheses of the study using the
technique of multiple regression analysis using SPSS 17.0 software.
The result is demonstrate that there is significant effect of work stressors,
perceived organizational support and demographic factors on work-family
conflict. Minor hypothesis test results show that role conflict, role
ambiguity, education and tenure have significant influence on work-family
conflict. Meanwhile, role ambiguity, fairness, supervisor support,
organizational reward and job condition and age have no significant effect
on the work-family conflict. The results also show the proportion of the
variance of work-family conflict described by all independent variables
was 16.4%, while 83.6% is influenced by other variables outside the
research.
Subjects in this study that female workers, so it is recommended further
research the subject of research can be expanded, not just factory workers,
so it will be possible to obtain results that are more varied.
G) References: 48, book: 5 + journal: 43+ website: 1
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) April 2015
C) Devi Irma Wardhani
D) Pengaruh work stressor, perceived organizational support dan faktor
demografi terhadap work-family conflict
E) xvi+89 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh work stressor, perceived
organizational support dan gender terhadap work-family conflict.
Dihipotesiskan bahwa dimensi work stressor (role conflict, role ambiguity &
role overload), dimensi perceived organiztional support (fairness, supervisor
support dan organizationalreward & job condition), dan faktor demografi
(usia, pendidikan & masa kerja) memiliki pengaruh terhadap work-family
conflict.
Populasi penelitian ini yaitu buruh wanita di PT.Sun-Indo Adipersada
Cileungsi, Jawa Barat. Sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah
200 buruh yang diambil dengan teknik non probability sampling. Seluruh alat
ukur yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat skala hasil adaptasi
dari work-family conflict scale, work stressor scale dan SPOS (Survey Of
Perceived Organizational Support). Validitas alat ukur diuji dengan
menggunakan teknik Confirmatory Factor Analysis(CFA) dengan software
LISREL 8.7 dan untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan teknik
multiple regression analysis dengan menggunakan software SPSS 17.0.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh work stressor, perceived
organizational support dan faktor demografi terhadap work-family conflict.
Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa role conflict, role ambiguity,
pendidikan dan masa kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-
family conflict. Sementara itu,role ambiguity, fairness, supervisor support,
organizational reward and job condition serta usia tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap work-family conflict. Hasil penelitian juga menunjukkan
proporsi varians dari work-family conflictyang dijelaskan oleh seluruh variabel
independen adalah 16,4% sedangkan 83,6% sisanya dipengaruhi oleh variabel
lain di luar penelitian ini.
Subjek pada penelitian ini yaitu buruh wanita, sehingga disarankan penelitian
selanjutnya subjek penelitian dapat diperluas, tidak hanya buruh pabrik,
sehingga dimungkinkan akan memperoleh hasil yang lebih bervariasi.
G) Bahan bacaan: 48, 5 buku + 43 jurnal + website: 1
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahirabbil’alamiin, tidak akan ada habisnya rasa syukur yang peneliti
panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayat dan kasih sayang
yang diberikan oleh-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh
Work Stressor, Perceived Organizational Support Dan Faktor Demografi
Terhadap Work-Family Conflict” ini dapat diselesaikan.
Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabat. Penelitian skripsi ini
diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik
dalam bentuk bantuan pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karenanya dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Dr. Abd. Mujib,
M.Si.. Wakil Dekan Bidang akademik Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si,
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dra. Diana Mutiah, M.Si dan Wakil
Dekan Bidang Administrasi Umum Ikhwan Luthfi, M.Si yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan mengembangkan
potensi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
ix
2. Dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik Bapak
Miftahuddin, M.Si, Penulis sangat berterimakasih dan merasa sangat
beruntung dibimbing oleh beliau. Beliau telah membimbing dan
mengarahkan penulis dengan ketulusan, kesabaran dan kelemah lembutannya
serta memberikan motivasi serta wawasan baru kepada penulis.
3. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan. Terima kasih telah banyak membantu Peneliti selama menjalani
perkuliahan hingga selesai.
4. Bapak Angga & Ibu Suharti sebagai HRD PT. Sun-Indo yang telah banyak
membantu peneliti dalam penelitian ini
5. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ngasyif dan Ibu Suharsih thanks for the
never-ending pray, love and support serta pelajaran hidup yang sangat berarti
sehingga menjadikan penulis seperti saat ini.
6. Kakak, adik tercinta, Rizka dan Khusna serta kaka ipar Wasis. Terima kasih
telah banyak memberikan dukungan serta bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi. Adik kecil Haura yang selalu memberikan senyuman,
tangis dan tawanya di sela-sela penyelesaian skripsi sehingga memberikan
warna dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Sahabat penulis tersayang. Terimakasih untuk senyuman dan semangatnya
sampai saat ini, Aulia Milatushifa, Fidia Hanan Zahara dan Nur Faizah
8. Sahabat-sahabat perjuangan skripsi Isnia, Syifa. F, Rahmatiya, Turfa, Zaini,
Liya, Lisa, Urfi, Vina, Leo, Ey, Badai, Jamal. Perkenalan kami memang
x
singkat, namun semangat, senyuman serta pengorbanan merekalah yang
mampu memberikan warna baru bagi kehidupan penulis hingga saat ini.
9. Seluruh keluarga besar Psikologi UIN C 2010 terima kasih atas kebersamaan
dan kekompakannya selama 4 tahun yang sangat berharga, semoga hubungan
silaturrahmi ini dapat tetap terjalin
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk
segala doa, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah
SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar
pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta bagi pembaca
umumnya.
Jakarta, 24 April 2015
Devi Irma Wardhani
DAFTAR ISI
JUDUL SKRIPSI ......................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iii
LEMBAR ORISINALITAS ........................................................................ iv
LEMBAR BPERNYATAAN ...................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang masalah ............................................................... 1
1.2. Pembatasan dan perumusanmasalah ........................................... 8
1.2.1 Pembatasan masalah .................................................................. 8
1.2.2 Perumusan masalah .................................................................. 9
1.3. Tujuan dan manfaat penelitian .................................................... 10
1.3.1. Tujuan penelitian ............................................................... 10
1.3.2. Manfaat penelitian ............................................................. 10
1.4. Sistematika penulisan .................................................................. 11
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Work-family conflict .................................................................... 13
2.1.1. Definisiwork-family conflict .............................................. 13
2.1.2. Dimensi work-family conflict ............................................ 15
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi work-family conflict 17
2.1.4. Alat ukurwork-family conflict ........................................... 19
2.2.Work streesor ............................................................................... 19
2.2.1. Definisi work streesor ....................................................... 19
2.2.2. Dimensiwork streesor ...................................................... 20
2.2.3. Alat ukurwork streesor ...................................................... 23
2.3. Perceived organizational support ............................................... 23
2.3.1. Definisi perceived organizational support ........................ 23
2.3.2. Dimensi perceived organizational support ....................... 25
2.3.3. Alat ukurperceived organizational support................. ..... 28
2.4. Faktor demografi ......................................................................... 29
2.5. Kerangka berpikir ........................................................................ 31
2.6. Hipotesispenelitian ...................................................................... 38
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel ...................... 40
3.1.1. Populasi dan sampel .......................................................... 40
3.1.2. Teknik pengambilan Sampel ............................................. 40
3.2. Variabel penelitian dan definisi operasional variabel ................. 41
3.2.1. Variabel penelitian ............................................................ 41
3.2.2. Definisi operasional variabel ............................................. 41
3.3. Instrumen pengumpulan data ...................................................... 43
3.3.1. Instrumenwork-family conflict .......................................... 44
3.3.2. Instrumen work stressor .................................................... 44
3.3.3. Instrumen perceived organizational support .................... 44
3.3.4. Skala faktor demografi ...................................................... 46
3.4. Uji validitas konstruk .................................................................. 47
3.4.1. Uji validitas konstruk work-family conflict ....................... 49
3.4.2. Uji validitas konstruk work stressor ................................. 52
3.4.3. Uji validitas konstruk role conflict .................................... 52
3.4.4. Uji validitas konstruk role ambiguity ................................ 53
3.4.5. Uji validitas konstruk role overload .................................. 55
3.4.6. Uji validitas konstruk fairness .......................................... 57
3.4.7. Uji validitas konstruk supervisor support ......................... 59
3.4.8 Uji validitas konstruk organizational reward & job condition 61
3.5. Teknik analisis data ..................................................................... 63
3.6. Prosedur penelitian ...................................................................... 66
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran subjek penelitian ........................................................ 68
4.2. Hasil analisis deskriptif ............................................................... 69
4.3. Hasil uji hipotesis ........................................................................ 70
4.4. Proporsi varians ........................................................................... 76
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 80
5.2. Diskusi ......................................................................................... 80
5.3. Saran ............................................................................................ 86
5.3.1. Saran teoritis ...................................................................... 86
5.3.1. Saran praktis ...................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Blue print work-family conflict
Tabel 3.2. Blue print work stressor
Tabel 3.3. Blue print perceived organizational support
Tabel 3.4. Muatan faktor item work-family conflict
Tabel 3.5. Muatan faktor item role conflict
Tabel 3.6. Muatan faktor item role ambiguity
Tabel 3.7. Muatan faktor item role overload
Tabel 3.8. Muatan faktor item fairness
Tabel 3.9. Muatan faktor item supervisor support
Tabel 3.10. Muatan faktor item organizational reward & job condition
Tabel 4.1. Gambaran Subjek Penelitian
Tabel 4.2. Hasil analisis deskriptif
Tabel 4.3. Model summary
Tabel 4.4. ANOVA
Tabel 4.5. Koefisien regresi
Tabel 4.6. Proporsi varians untuk masing-masing independent
variable (iv)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Gambar 3.1 Path diagram work-family conflict
Gambar 3.2 Path diagram role conflict
Gambar 3.3 Path diagram role ambiguity
Gambar 3.4 Path diagram role overload
Gambar 3.5 Path diagram fairness
Gambar 3.6 Path diagram supervisor support
Gambar 3.7 Path diagram organizational reward & job condition
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan memuat empat sub bab yaitu latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta
sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pekerjaan dan keluarga merupakan dua titik fokus yang sangat penting bagi
kehidupan dewasa ini (Ahmad & Skitmore, 2003), sehingga sangat sulit untuk
memprioritaskan satu diantara keduanya. Namun, dengan adanya persaingan yang
semakin ketat didalam perusahaan, menuntut karyawan untuk lebih meningkatkan
produktifitas dan waktunya dalam bekerja. Jelas, kondisi seperti ini membuat
karyawan lebih banyak menghabiskan waktu dan energi mereka untuk bekerja,
sehingga waktu yang tersisa untuk keluarga sangatlah terbatas (Akintayo, 2010).
Keadaan ini, mengakibatkan karyawan sering memprioritaskan karir
dibandingkan pribadi, tanggungjawab serta prestasi kerjanya. Adanya ketidak-
seimbangan antara tanggungjawab pekerjaan dengan keluarga seperti ini, menurut
Greenhaus dan Beutell (1985) akan menimbulkan tekanan dan konflik yang dapat
mengganggu keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi seseorang.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan terjadinya konflik antara pekerjaan dan
keluarga atau biasa disebut dengan work-family conflict.
Work-family conflict merupakan bentuk konflik antar peran, dimana hal ini
terjadi disaat adanya tekanan peran dari pekerjaan ataupun keluarga yang saling
2
bertentangan (Greenhaus & Beutell, 1985). Work-family conflict memiliki dua
arah yaitu; work interfering with family dan family interfering with work (Frone,
Yardley dan Markel (dalam Cinamon, 2006). Work interfering with family terjadi
disaat peran pekerjaan mengganggu keluarga. Sedangkan family interfering with
work terjadi disaat pengalaman keluarga mengganggu peran dalam pekerjaan.
Banyaknya fenomena work-family conflict yang terjadi di beberapa
negara, menjadikan topik ini menarik untuk diteliti lebih lanjut (Stepanski, 2002).
Mengingat banyak pula efek negatif yang ditimbulkan baik bagi perusahaan
maupun karyawan itu sendiri (Lu, 2007). Seperti yang dijelaskan dalam
Stepankski (2002) work-family conflict memiliki dampak negatif bagi perusahaan
yaitu; meningkatnya absensi, menurunnya produktivitas, keterlambatan hingga
terjadinya turnover. Begitu pula dengan dampak negatif yang dirasakan karyawan
itu sendiri, meliputi menurunnya kepuasan hidup, kesehatan mental hingga
munculnya stress yang dapat mengakibatkan masalah kesehatan.
Selain itu, work-family conflict juga banyak dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut dibagi menjadi
tiga antara lain; individu, keluarga dan pekerjaan. Faktor yang berasal dari
individu seperti status keluarga, usia pekerja, karakteristik kepribadian dan jenis
pekerjaan. Sedangkan, faktor keluarga antara lain adanya tekanan dalam
pernikahan, usia dan jumlah anak, dan yang terakhir ialah faktor pekerjaan seperti,
jam kerja yang panjang, tuntutan dan beban pekerjaan yang berat. Semua faktor
tersebut, diketahui memiliki korelasi yang positif terhadap work-family conflict
(Bellavina & Frone, 2005).
3
Di Indonesia sendiri, work-family conflict telah menjadi salah satu topik
yang ramai diperbincangkan dalam dunia organisasi. Menurut Aycan (2002)
work-family conflict dianggap sebagai hambatan penting dalam kemajuan karir
wanita Indonesia. Hal ini dikarenakan, Indonesia masih mengadopsi orientasi
gender tradisional dimana wanita Indonesia dihadapkan dengan tuntutan untuk
membawa lebih banyak tanggungjawab dalam kehidupan rumah tangga. Namun
di sisi lain sebagai seorang pekerja, wanita juga di tuntut untuk memberikan
performa yang baik di tempat kerjanya. Sehingga hal inilah yang seringkali
menimbulkan berbagai macam masalah (Srimulyani, 2010).
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penelitian work-family conflict di
Indonesia. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Kusendi (2013). Penelitian ini
diikuti oleh 85 pekerja swasta, yang melaporkan bahwa para pekerja swasta ini
merasakan work-family conflict. Jika dilihat dari hasil analisis, menunjukan 18,3%
dari pekerja mengalami work-family conflict yang kebanyakan disebabkan karena
adanya ketidakseimbangan dalam membagi waktu (time-based conflict) antara
pekerjaans dengan keluarga. Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Perdana & Nurtjahjanti (2006) di Pekalongan terhadap 90 buruh wanita
pabrik sarung tenun. Hasilnya menunjukan bahwa 93,3% buruh merasakan work-
family conflict yang rendah, 5,6% merasakan sedang dan hanya 1,1% buruh
merasakan work-family conflict yang tinggi.
Seperti yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya, bahwa terdapat
beberapa faktor yang menjadi penyebab work-family conflict. Namun dalam
penelitian ini hanya akan membahas dua faktor yang mempengaruhi work-family
4
conflict yaitu faktor pekerjaan (work stressor & perceived organizational support)
dan personal (usia, pendidikan dan masa kerja karyawan). Work stressor
merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang positif terhadap work-family
conflict. Semakin tinggi work stressor yang dirasakan karyawan, maka akan
semakin tinggi pula work-family conflict nya. Begitu pula sebaliknya semakin
rendah work stressor yang dialami karyawan, maka akan semakin rendah pula
work-family conflict yang dirasakan. Ada berbagai macam work stressor yang ada
di lingkungan pekerjaan, yaitu role conflict, role ambiguity dan role overload
(Foley, Ngo & Lui, 2005). Dimana ketiga work stressor ini akan di bahas dalam
penelitian ini.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa work stressor memiliki efek yang
negatif bagi sikap kerja karyawan serta meningkatan ketegangan (O'Driscoll &
Beehr, 1994), bahkan sampai memicu terjadinya work-family conflict (Greenhaus
& Beuteull, 1985). Seperti penelitian yang dilakukan Poelmans (2001) dengan
judul “work family conflict as a mediator work stress-mental health relationship”,
yang menerangkan bahwa work-family conflict memiliki pengaruh yang positif
dengan work stress baik dalam dunia kerja maupun masyarakat. Selain itu,
penelitian yang dilakukan Foley et al. (2005) di Hongkong, juga menjelaskan
bahwa work stressor menjadi variabel yang memiliki pengaruh sebesar 16%
terhadap work-family conflict yang dirasakan individu. Work stressor sendiri
didefinisikan sebagai kondisi yang tidak menyenangkan akibat adanya tekanan
yang muncul karena tuntutan dalam pekerjaan dan organisasi.
5
Selain work stressor, faktor lain yang mempengaruhi work-family conflict
adalah perceived organizational support. Dalam meminimalisir konflik yang
terjadi pada dua peran yang berbeda (pekerjaan dan keluarga) sangat dibutuhkan
dukungan dari salah satu peran seperti adanya dukungan dari organisasi (Kahya &
Kesen, 2014). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perceived organizational support terhadap work-family conflict.
Sebuah penelitian terbaru yang dilakukan Kahya dan Kesen (2014)
mengenai the effect of perceived organizational support on work to family
conflict: a Turkish case menjelaskan bahwa perceived organizational support
memiliki pengaruh yang negatif (r = -.442, p <.01) terhadap work-family conflict .
Hasil ini menunjukan bahwa karyawan di Bayburt University memiliki tingkat
perceived organizational support yang tinggi. Artinya disaat karyawan sudah
merasakan tingkat perceived organizational support yang tinggi, karyawan akan
mengerjakan pekerjaannya dengan baik sehingga dapat meningkatkan kepuasan
kerja, suasana hati yang lebih positif dan berkurangnya stres pada karyawan
(Rhoades & Eisenberger, 2002).
Hasil penelitian Kahya dan Kesen (2014) sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Foley et al. (2005) di Hongkong, yang melaporkan bahwa perceived
organizational support memiliki pengaruh yang negatif terhadap work-family
conflict. Menurutnya work-family conflict akan tinggi disaat perceived
organizational support yang dirasakan karyawan rendah. Begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan (Listyanti & Dewi, 2014) mengenai pengaruh perceived
organizational support terhadap work-family conflict pada karyawati PT. PLN
6
Distribusi Jawa Tengah & DIY. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya
pengaruh yang negatif antara perceived organizational support (POS) terhadap
work-family conflict (WFC). Hal ini disebabkan karena, mayoritas karyawan PT.
PLN Distribusi Jawa Tengah & DIY merasakan tingkat perceived organizational
support yang tinggi, sehingga keadaan ini dapat meminimalisir terjadinya work-
family conflict pada karyawan.
Perceived organizational support sendiri didefinisikan sebagai sejauh
mana karyawan menilai bahwa organisasi menghargai kontribusi dan peduli
tentang kesejahteraan karyawan (Eisenberger, Huntington, Hutchison, & Sowa,
1986). Menurut Elloy dan Mackie (dalam Kusendi, 2013) organisasi yang tidak
produktif dan tidak memberi keuntungan yang cukup bagi karyawan dapat
menyebabkan permasalahan bagi karyawan yang dapat terbawa ke lingkungan
keluarga.
Oleh karena itu, karyawan harus mendapatkan perlakuan dan prosedur
pelaksanaan kerja dalam kondisi yang nyaman, sehingga ada faktor human
resources practice dalam perceived organizational support yang dapat dirasakan
oleh karyawan dalam organisasi tersebut. Kondisi ini jelas akan membuat
karyawan lebih merasa berharga keberadaannya dalam sistem kinerja organisasi
tersebut (Einsberger et al., 1986). Jika pola perceived organizational support ini
sudah terbentuk dan dapat dirasakan secara keseluruhan oleh setiap anggota
organisasi, maka hal ini dapat menciptakan efek positif yang berkaitan dengan
lingkungan kerja karyawan (Rhoades & Einsberger, 2002).
7
Selain kedua variabel yang telah disebutkan diatas, terdapat variabel lain
yang diduga menjadi penyebab terjadinya work-family conflict, yaitu variabel
demografi (Adam, 2008). Cohen dan Liani (2009) menyebutkan terdapat tiga
variabel demografi yang memiliki pengaruh terhadap work-family conflict yaitu;
usia, pendidikan dan masa kerja karyawan. Dalam penelitian ini, ketiga variabel
demografi akan diteliti untuk melihat pengaruhnya terhadap work-family conflict.
Menurut Malone (2011) usia ibu yang bekerja dapat mempengaruhi
persepsi-nya terhadap work-family conflict. Hal ini didukung oleh penelitian Mjoli
et al. (2013) mengenai demographic determinants of work-family conflict among
female factory workers in South Africa. Dalam penelitian tersebut menunjukan
bahwa usia memiliki pengaruh yang positif terhadap work-family conflict.
Menurutnya semakin bertambah usia seseorang, maka perhatian terhadap keluarga
akan bertambah, sehingga kepuasan terhadap karir akan lebih menurun. Hasil ini
berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan Abdulqader (2005) di
Yament yang melaporkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh terhadap work-
family conflict.
Selanjutnya faktor yang dapat mempengaruhi work-family conflict adalah
pendidikan. Dalam penelitian Razak, Yunus & Nasurdin (2011) dijelaskan bahwa
pendidikan memiliki pengaruh terhadap work-family conflict. Semakin tingginya
tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin rentan mengalami work-family
conflict. Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anafarta dan
Kuuruzum (2012) yang menyebutkan bahwa level education seseorang tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-family conflict.
8
Begitu pula dengan masa kerja karyawan yang memiliki dampak pada
work-family conflict (Adalikwu, 2013). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh La
Brooy (2013) menemukan bahwa masa kerja karyawan memiliki pengaruh yang
positif terhadap work-family conflict, karena, dengan adanya pengalaman dan
kompetensi yang diperoleh selama menjadi karyawan, diharapkan dapat
mengembangkan strategi formal dan informal untuk mengatasi masalah yang
diciptakan oleh work-family conflict (WFC) dan family-work conflict (FWC)
(Anafarta & Kuruuzum, 2012).
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul pengaruh work stressor, perceived
organizational support dan faktor demografi terhadap work-family conflict.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar peneliti lebih terfokus, terarah dan tidak
menyimpang dari pembahasan. Oleh karena itu, peneliti memfokuskan pada
pembahasan atas beberapa masalah pokok yang dibatasi dalam konteks
permasalahan yang terdiri dari:
1. Work-family conflict
Work-family conflict merupakan bentuk konflik interrole di mana tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga secara mutual saling bertentangan dalam beberapa hal,
sehingga partisipasi dalam satu peran membuatnya lebih sulit untuk berpartisipasi
dalam peran lainnya. Dilihat dari tiga aspek: time-based conflict, strain-based
conflict dan behaviour-based conflict (Greenhaus dan Beutell, 1985).
9
2. Work stressor
Work stressor didefinisikan sebagai tekanan yang dialami oleh individu sebagai
akibat dari adanya tuntutan pekerjaan dan organisasi. Dilihat dari role conflict,
role ambiguity dan role overload (Kahn, Wolfe, Quinn & Snoek, 1964).
3. Perceived organizational support
Perceived organizational support merupakan persepsi karyawan mengenai sejauh
mana organisasi menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan.
Dilihat dari tiga aspek, fairness, supervisor support dan organizational reward
and job condition (Rhoades & Eisenberger, 2002).
4. Faktor demografi
Faktor demografi terdiri dari, usia, tingkat pendidikan dan masa kerja.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan work stressor, perceived
organizational support dan faktor demografi terhadap work-family conflict ?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi role conflict pada variabel
work stressor terhadap work-family conflict ?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi role ambiguity pada
variabel work stressor terhadap work-family conflict ?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi role overload pada
variabel work stressor terhadap work-family conflict ?
10
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi fairness pada variabel
perceived organizational support terhadap work-family conflict ?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi supervisor support pada
variabel perceived organizational support terhadap work-family conflict ?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi organizational reward
and job condition pada variabel perceived organizational support terhadap
work-family conflict ?
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan usia terhadap work-family
conflict?
9. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan terhadap work-family
conflict ?
10. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan masa kerja terhadap work-family
conflict ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan work stressor, perceived
organizational support, dan faktor demografi terhadap work-family conflict.
2. Mengetahui seberapa besar kontribusi dari variabel work stressor, perceived
organizational support dan faktor demografi terhadap work-family conflict.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis.
Adapun manfaat yang diharapkan tersebut adalah sebagai berikut:
11
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah kajian
psikologi, terutama yang berkaitan dengan psikologi industri dan organisasi yang
berkaitan dengan gambaran pengaruh work stressor, perceived orgaizational
support, dan faktor demografi terhadap work-family conflict.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan adanya hasil penelitian ini, maka diharapkan dapat membantu perusahaan
dalam mengambil kebijakan yang dapat meminimalisir terjadinya work-family
conflict terhadap ibu yang bekerja.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan
APA (American Psychology Association) style dan penyusunan dan penulisan
skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan penelitian
ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti berikut ini:
BAB 1 : Pendahuluan
Dalam bab ini pendahuluan akan dibahas mengenai latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB 2 : Kajian Pustaka
Dalam bab kajian pustaka akan dibahas mengenai definisi work-family conflict,
definisi work-stressor, definisi perceived organizational support, definisi usia,
pendidikan dan masa kerja, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
12
BAB 3 : Metode Penelitian
Dalam bab metode penelitian ini akan dibahas mengenai populasi, sampel dan
teknik pengambilan sample, variabel penelitian dan definisi operasional,
instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisis
data dan prosedur penelitian.
BAB 4 : Hasil Penelitian
Dalam bab penelitian akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah
dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi gambaran subjek penelitian, analisis
data dan hasil penelitian.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil
penelitian.
13
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini diuraikan teori-teori yang terkait dengan variabel terikat definisi
work-family conflict, dimensi work-family conflict, faktor penyebab work-family
conflict, pengukuran work-family conflict, dan variabel bebas meliputi; definisi
work stressors, dimensi work stressors, definisi perceived organization support,
dimensi perceived organization support, definisi usia, pendidikan dan masa kerja,
dilanjutkan dengan kerangka berpikir dan hipotesis.
2.1 Work family conflict
2.1.1 Definisi work family conflict
Pekerjaan dan keluarga merupakan bagian penting dari kehidupan seseorang, oleh
karena itu, ketika pekerjaan dan keluarga tidak seimbang, maka akan
mempengaruhi kesejahteraan karyawan dan kualitas hidup seseorang (Kossek &
Ozeki, 1998), serta menyebabkan tingkat stres yang tinggi dan ketidak-efektifan
dalam bekerja (Kofodimos dalam Lee & Hong, 2005 ).
Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik pekerjaan-keluarga
(work-family conflict) sebagai bentuk konflik interrole di mana tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga secara mutual saling bertentangan dalam beberapa hal,
sehingga partisipasi dalam satu peran membuatnya lebih sulit untuk berpartisipasi
dalam peran lainnya.
Menurut Frone, Rusell & Rooper (1992) work-family conflict sebagai role
conflict yang terjadi pada karyawan, dimana satu sisi karyawan harus melakukan
pekerjaan ditempat kerja dan di sisi lain harus memperhatikan keluarganya secara
14
penuh, sehingga sulit untuk membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga
dan keluarga mengganggu pekerjaan. Sedangkan menurut Hennessy (2005) yang
menyebutkan bahwa work-family conflict disebabkan karena adanya tuntutan
ditempat kerja, sehingga sangat sulit untuk menyelesaikan tanggung jawab
keluarga seperti mengurus anak dan pekerjaan rumah tangga.
Frone (2000) mendefinisikan work-family conflict merupakan bentuk
hubungan bi-directional antara kehidupan pekerjaan dan keluarga, dimana
tuntutan peran dari pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat di sejajarkan
dalam beberapa hal. Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang yang berusaha
memenuhi tuntutan peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh
kemampuan orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya, atau
sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga dipengaruhi oleh
kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya.
Sedangkan menurut Carlson, Kacmar & Williams (2000) work-family
coflict merupakan sumber stress yang pastinya pernah dirasakan oleh setiap
individu, dan mereka mengatakan work-family conflict ini tidak terjadi saat
kondisi pekerjaan memiliki gangguan dari keluarga melainkan terjadi saat kondisi
keluarga memiliki gangguan dari pekerjaan, itu artinya kedua peran ini saling
berhubungan satu sama lain.
Dari penjelasan diatas, pada skripsi ini memakai definisi work-family
conflict menurut Greenhaus dan Beutell (1985) yang menjelaskan bahwa work-
family conflict merupakan bentuk konflik interrole di mana tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga secara mutual saling bertentangan dalam beberapa hal,
15
sehingga partisipasi dalam satu peran membuatnya lebih sulit untuk berpartisipasi
dalam peran lainnya.
2.4.1 Dimensi work-family conflict
Greenhaus dan Beutell (1985) telah mengidentifikasikan bahwa dalam work
family conflict ini terdapat tiga dimensi yakni sebagai berikut;
1. Time-based conflict
Time based conflict ini muncul ketika waktu yang digunakan untuk menjalankan
suatu peran, tidak dapat digunakan juga untuk menjalankan peran yang lain.
Terdapat dua bentuk time based conflict, pertama tuntutan waktu dari peran yang
satu membuat individu secara fisik tidak dapat memenuhi ekspektasi dari peran
yang lain. Kedua adanya tuntutan waktu yang dapat menyebabkan individu
terokupasi dengan peran yang satu pada saat seharusnya individu mencoba untuk
memenuhi tuntutan peran lainnya (Bartolome & Evans dalam Greenhouse &
Beautell, 1985).
Adapun dua sumber yang dapat memicu terjadinya time-based conflict.
a Konflik yang berasal dari pekerjaan. Burke et.al. (dalam Greenhouse &
Beautell, 1985) menyatakan work-family conflict memiliki hubungan yang
posiif dengan jumlah jam kerja setiap minggunya (Bohen & Viveros-Long
dalam Greenhouse & Beautell, 1985). Begitu juga dengan jumlah dan
frekuensi lembur serta ketidak-teraturan dalam mengatur jam kerja, seperti
jadwal kerja yang tidak fleksibel yang dapat memicu terjadinya work-family
conflict (Pleck et. al. dalam Greenhause & Beautell, 1985).
16
b Konflik yang berasal dari keluarga. Studi menunjukan bahwa orang tua dari
anak yang masih kecil dapat merasakan konflik yang lebih besar
dibandingkan dengan orang tua yang memiliki anak yang lebih tua (Beutell &
Greenhaus; Greenhaus & Kopelman; Pleck et al.,). Memiliki keluarga yang
besar juga diasumsikan cenderung lebih banyak tuntutan dari pada keluarga
kecil dan hal ini juga berhubungan positif dengan tingginya work-family
conflict (Cartwright, Keith & Schafer dalam Greenhouse & Beautell, 1985).
Keluarga yang besar menyebabkan tingginya tingkat konflik peran khususnya
pada perempuan dimana mereka memiliki suami pekerja keras dan hanya
memiliki sedikit waktu untuk keluarga (Greenhouse & Beautell, 1982).
2. Strain- based conflict
Strain-based conflict terjadi ketika tekanan dari salah satu peran yang
mempengaruhi kinerja seseorang dalam peran lainnya. Contohnya seorang
karyawan yang mengalami depresi akan merasakan kesulitan menjadi partner
yang perhatian atau mencintai orang tuanya. Strain based conflict ini dapat
berkontribusi terhadap work family conflict di kedua arah (Haar & Spell dalam
Copur, 2003).
Terdapat dua sumber yang dapat memicu terjadinya strain based conflict.
a. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan. Peran pekerjaan yang tidak jelas
(ambiguity) memiliki hubungan yang positif dengan work-family conflict
(Jones & Butler; Kopelman et al., dalam Greenhouse & Beautell, 1985).
Kurangnya dukungan dari atasan juga dapat menyebabkan work-family
conflict (Jones & Butler, dalam Greenhouse & Beautell, 1985).
17
b. Sumber konflik yang berasal dari keluarga. Memiliki pasangan yang
mendukung satu sama lain dapat mengurangi terjadinya work-family conflict
(Holahan & Gilbert, dalam Greenhouse & Beautell, 1985). Menurut
Greenhouse & Beautell, (1982) wanita yang orientasi kariernya berbeda
dengan suami, akan merasakan konflik peran yang lebih tinggi.
3. Behaviour-based conflict
Behaviour-based conflict terjadi ketika perilaku yang diharapkan muncul pada
saat menjalankan peran yang lainya, dan bertentangan dengan ekspektasi dari
peran lainnya. Misalnya ibu yang bersikap mandiri, emosinya stabil, agresif, dan
objektif dalam bekerja (Schein dalam Greenhouse & Beautell, 1985). Namun
disisi lain, khususnya dalam keluarga dia juga diharapkan untuk memiliki sikap
yang hangat, peka saat berinteraksi dengan mereka dan penuh kasih sayang.
Ketiga dimensi work-family conflict yang dijelaskan ini sangat berkaitan
dengan para pekerja wanita (buruh) yang jam kerjanya panjang dan jadwal shift
kerja yang dapat memicu terjadinya time-based conflict, dengan banyaknya
pekerjaan dapat menghasilkan ketegangan (strain-based conflict) yang nantinya
akan mempengaruhi pola perilaku individu disaat menjalankan perannya dalam
keluarga (behavior-based conflict).
2.1.2 Faktor yang mempengaruhi work-family conflict
Work-family conflict tidak hanya disebabkan oleh faktor pekerjaan, namun
terdapat beberapa faktor lain yang menjadi pemicu terjadinya work-family conflict
yaitu; faktor keluarga, individu dan demografi.
18
Dalam domain pekerjaan, Greenhaus & Beuteull (1985) menemukan bahwa
work-role stressors (role conflict, role ambiguity & role overload) merupakan
sumber utama penyebab stress dalam urusan pekerjaan & keluarga. Begitu juga
dengan tipe pekerjaan yang dipercaya menjadi faktor pemicu work-family conflict
(Ahmad, 2005). Sesuai dengan penelitian di Malaysia yang melaporkan ada
beberapa jenis pekerjaan seperti; operator, panitera, sekretaris, perawat dan dokter,
yang memiliki resiko tinggi mengalami work-family conflict. Sedangkan, menurut
Foley et.al., (2005) kurangnya perceived organizational support juga dapat
memicu terjadinya work-family conflict.
Ahmad (2008) melaporkan bahwa faktor yang memicu work-family conflict
pada urusan keluarga meliputi, family structure dimana mereka harus mengasuh
anak dan orang tua yang sudah renta. Selain itu adanya tekanan dalam pernikahan,
usia dan jumlah anak juga termasuk faktor pemicu work-famiy conflict (Bellavina
& Frone, 2005).
Dan yang terakhir ialah faktor personal/ individu. Menurut Bellavina dan Frone
(2005) faktor yang berasal dari individu yaitu; status keluarga, usia pekerja
memiliki pengaruh terhadap work-family conflict. Sedangkan Cohen dan Liani;
Gordon et al. (2009) menyebutkan usia, pendidikan dan masa kerja karyawan
memiliki pengaruh terhadap work-family conflict.
Dari ketiga faktor yang memicu terjadinya work-family conflict, faktor terkait
pekerjaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah work stressor yang terdiri
dari role conflict, role ambiguity, role overload dan perceived organizational di
19
tempat kerja, selain itu faktor yang terkait dengan personal seperti usia,
pendidikan dan masa kerja juga akan diteliti dalam penelitian ini
2.1.3 Alat ukur work family conflict
Dalam penelitian ini menggunakan alat ukur yang digunakan dalam peneltian ini
merupakan alat ukur yang dibuat oleh Carlson et al. (2000). Skala ini terdiri dari
18 item yang mengukur tiga dimensi work-family conflict yang dikonstruk oleh
Greenhaus dan Beutell (1985), yakni; konflik berdasarkan waktu (time based
conflict), konflik berdasarkan ketegangan (strain based conflict), dan konflik
berdasarkan tingkah laku (behavior-based conflict).
2.2 Work Stressor
Seperti yang telah diungkapkan dalam uraian sebelumnya bahwa work-family
conflict dipengaruhi oleh work stressor. Berikut adalah definisi work-stressor.
2.2.1 Definisi work stressor
Work stress merupakan stres yang dialami oleh seseorang karena peran mereka
(pekerjaan) di tempat kerja. Menurut Kahn, Wolfe, Quinn & Snoek (1964) work
stressor didefinisikan sebagai tekanan yang dialami oleh individu sebagai akibat
dari adanya tuntutan pekerjaan dan organisasi. Work stressor sendiri terdiri dari
ambiguitas peran, konflik peran, dan peran yang berlebihan. Sedangkan, menurut
Leka, Griffiths dan Cox ( dalam Bokti & Talib, 2009) menerangkan bahwa work
stressor terjadi ketika individu merasa tertekan dengan pekerjaan yang tidak
sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya.
Adapun dampak yang dirasakan individu jika mengalami work stress
berkepanjangan dengan intensitas yang tinggi diantaranya: memburuknya
20
kesehatan mental, terjadinya sakit punggung, penyakit jantung, gangguan
pencernaan, serta beberapa penyakit ringan lainnya seperti, sesak nafas, sakit
kepala dll (Aamir & Hira, 2011). Selain itu, work stressor juga dapat menurunkan
produktivitas, kecelakaan kerja, meningkatkan kesalahan dan meningkatkan
konflik (Pflanz & Ogle, 2006).
Dari penjelasan diatas, pada skripsi ini memakai definisi work stressor
menurut Kahn et.al. (1964) bahwa work stressor merupakan sebagai tekanan yang
dialami oleh individu sebagai akibat dari adanya tuntutan pekerjaan dan organisasi.
2.2.2 Dimensi work stressor
Dimensi work stressor terdiri dari role conflict, role ambiguity dan role overload.
1. Role Conflict
Secara umum role conflict dapat didefinisikan sebagai adanya dua tekanan atau
lebih secara simultan sehingga pemenuhan terhadap salah satu tuntutan akan
membuat pemenuhan terhadap tuntutan lainnya menjadi sulit.
Role conflict, muncul ketika ada berbagai tuntutan dari banyak sumber yang
menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang
harus dipenuhi tanpa mengabaikan tuntutan lain (Rizzo, House, & Lirtzman,
1970). Biasanya role conflict terjadi karena adanya perbedaan konsep antara
karyawan dengan supervisor (atasan) mengenai pentingnya tugas-tugas pekerjaan
yang dibutuhkan. Sedangkan menurut, Sculthz & Ellen (1994) role conflict terjadi
karena adanya perbedaan antara aturan perusahaan dengan aturan yang dianut
karyawan. Berbeda dengan Levy (2006) yang menjelaskan bahwa role conflict
dapat terjadi ketika adanya ketidak konsistenan dari suatu harapan.
21
2. Role Ambiguity
Role ambiguity merupakan keadaan dimana suatu pekerjaan memiliki kekurangan
dalam memprediksikan suatu respon terhadap perilaku lain dan kejelasan
mengenai perilaku yang diharapkan (Rizzo et al., 1970). Sedangkan menurut
Peterson et al., (1995) role ambiguity merupakan ketidak-pastian mengenai
tindakan apa yang harus dilakukan dalam meyelesaikan suatu peran. Namun
berbeda dengan Sculthz dan Ellen (1994) role ambiguity terjadi ketika ruang
lingkup dan tanggung jawab pekerjaan karyawan tidak terstruktur.
Psikologi industri-organisasi telah mengusulkan tiga komponen bagi role
ambiguity:
Ambiguitas kinerja: ketidak-pastian tentang standar yang digunakan untuk
mengevaluasi kinerja pekerjaan pekerja
Ambiguitas metode kerja: ketidak-pastian tentang metode atau prosedur yang
sesuai dengan kinerja.
Ambiguitas penjadwalan: ketidak-pastian mengenai waktu atau urutan kerja
Berdasarkan teori klasik, setiap posisi dalam struktur organisasi formal harus
memiliki serangkaian tugas atau tanggung jawab posisi yang jelas. Kewajiban
yang terspesifikasi dengan jelas, atau definisi formal dari persyaratan peran, maka
akan memberikan kemudahan bagi pihak manajemen dalam mengendalikan
kinerja tertentu dari atasannya. Jika seorang pekerja tidak mengetahui
wewenangnya untuk mengambil suatu keputusan, tidak mengetahui apa yang
diharapkan darinya dan tidak mengetahui bagaimana dia akan dinilai, maka dia
22
akan ragu-ragu dalam membuat keputusan dan akan menggunakan pendekatan
(trial error) dalam memenuhi ekspektasi atasannya (Rizzo et al., 1970).
Ketika seseorang tidak puas dengan perannya, maka akan mengalami
kecemasan, mendistorsi realitas, dan tidak efektif dalam menyelesaikan sesuatu.
(Rizzo et al., 1970). Role Ambiguity terjadi karena adanya rencana atau tujuan
yang tidak jelas, kurangnya kejelasan tugas dan ketidak-pastian tentang
kewenangan yang diberikan untuk melakukan tugas (Rizzo et al., 1970).
Dari berbagai penjelasan diatas, dapat di cirikan bahwa orang yang
mengalami role ambiguity;
Tidak memahami dengan jelas tujuan peran yang dilakukan
Tidak memahami apa yang diharapkan darinya
3. Role Overload
Role overload didefinisikan terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan
dalam satu waktu. (Beehr, Walsh, & Taber (1976). Beban kerja berkaitan dengan
banyaknya tugas-tugas yang harus dilaksanakan, ketersediaan waktu, serta
ketersediaan sumber daya. Apabila proporsi ketiganya tidak seimbang,
kemungkinan besar tugas tersebut tidak bisa diselesaikan dengan baik dan adanya
ketidak-seimbangan ini bisa menyebabkan seseorang mengalami stres.
Role overload dianggap sebagai persepsi terhadap ketidak-cukupan waktu
dan sumber daya untuk menyelesaikan berbagai kegiatan seseorang (Caplan,
Cobb, Prancis, Harrison, & Pinneau, 1975 dalam Tatman 2001). Sedangkan
menurut (Rizzo et al., 1970) role overload menggambarkan situasi dimana
karyawan merasa terlalu banyaknya tanggung jawab serta tugas yang diharapkan
23
dari mereka namun terkendala oleh waktu yang diberikan serta kemampuan yang
dimilikinya.
2.2.3 Alat ukur work stressor
Work stressor ini memiliki tiga bentuk yang ada didalamnya, dimana salah satu
dari ketiga dimensi ini, memiliki instrumen skala yang berbeda. Berikut ini
merupakan instrumen skala yang akan digunakan dalam penelitian ini;
1. Role conflict menggunakan skala dari teori (Rizzo et al., 1970), dengan
jumlah item sebanyak delapan item.
2. Role ambiguity menggunakan skala dari teori (Rizzo et al., 1970), dengan
jumlah item sebanyak enam item.
3. Role overload menggunakan skala dari teori (Beehr et al., 1976) yang terdiri
dari tiga item. Namun peneliti menambahkan tiga item lagi yang dibuat oleh
peneliti berdasarkan teori (Beehr et al., 1976).
2.3 Perceived organizational support
Seperti yang telah diungkapkan dalam uraian sebelumnya bahwa work-family
conflict dipengaruhi oleh perceived organizational support. Berikut adalah
definisi Perceived organizational support.
2.3.1 Definisi perceived organizational support
Dalam sebuah organisasi, interaksi sosial dapat terjadi dalam konteks individu
dengan organisasinya. Terkait dengan hal ini, konsep dukungan organisasi
mecoba untuk menjelaskan interaksi individu dengan organisasi yang secara
khusus mempelajari bagaimana organisasi memperlakukan para karyawan,
dimana perlakuan yang diterima oleh karyawan dianggap merupakan suatu
24
stimulus yang diinterpretasikan menjadi sebuah persepsi terhadap dukungan
organisasi.
Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai
sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli
terhadap kesejahteraan karyawan (Rhoades & Eisenberger, 2002). Jika karyawan
menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanya tinggi, maka
karyawan tersebut akan menyatukan keanggotaan sebagai anggota organisasi ke
dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan hubungan dan
persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Dengan menyatunya
keanggotaan dalam organisasi dengan identitas karyawan, maka karyawan
tersebut merasa menjadi bagian dari organisasi dan merasa bertanggung jawab
untuk berkontribusi dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasi (Rhoades
& Eisenberger, 2002).
Bagi karyawan, organisasi merupakan sumber penting bagi kebutuhan
sosio-emosional mereka seperti respect (penghargaan), caring (kepedulian), dan
tangible benefit seperti gaji dan tunjangan kesehatan. Perasaan dihargai oleh
organisasi membantu mempertemukan kebutuhan karyawan terhadap approval
(persetujuan), esteem (penghargaan) dan affiliation (keanggotaan). Penilaian
positif dari organisasi juga meningkatkan kepercayaan bahwa peningkatan usaha
dalam bekerja akan dihargai. Oleh karena itu karyawan akan memberikan
perhatian yang lebih atas penghargaan yang mereka terima dari atasan mereka
(Eisenberger & Rhoades , 2002),
25
Dari penjelasan diatas, pada skripsi ini memakai definisi Perceived
organizational support (POS) menurut Rhoades & Eisenberger (2002) bahwa
Perceived organizational support (POS) merupakan persepsi karyawan mengenai
sejauh mana organisasi menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap
kesejahteraan karyawan.
2.3.2 Dimensi perceived organizational support
Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002)
mengindikasikan bahwa ketiga kategori utama dari perlakuan yang dipersepsikan
oleh karyawan memiliki hubungan dengan persepsi dukungan organisasi. Ketiga
kategori utama ini adalah sebagai berikut:
1. Fairness
Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan
bagaimana mendistribusikan sumber daya di antara karyawan (Greenberg, dalam
Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (dalam Rhoades & Eisenberger,
2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan
dalam mendistribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada
persepsi dukungan organisasi (POS) dimana hal ini menunjukkan bahwa
organisasi memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan.
Cropanzo dan Greenberg (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) membagi
keadilan prosedural menjadi aspek keadilan struktural dan aspek sosial. Aspek
struktural mencakup peraturan formal dan keputusan mengenai karyawan, seperti
penerimaan informasi yang akurat serta adanya kesempatan untuk menyuarakan
aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Sedangkan aspek sosial
26
seringkali disebut dengan keadilan interaksional seperti bagaimana organisasi
memperlakukan karyawan dengan hormat dan menjelaskan pada karyawan terkait
dengan penentuan keputusan.
2. Supervisor support
Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan menilai
kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Kottke &
Sharafinski, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Karena atasan bertindak
sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan
dan mengevaluasi kinerja bawahan. Pandangan karyawan mengenai didukung
atau tidaknya oleh supervisor menjadi sebuah indikasi dukungan organisasi.
(Levinson et al., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
Dampak supervisory support pada POS tergantung pada level dari supervisor
itu sendiri. Semakin tinggi level supervisor dalam memberikan dukungan pada
karyawan, maka akan semakin tinggi pula dampaknya pada perceived
organizational support (POS) yang dirasakan karyawan. Selain itu adanya
penyampaian evaluasi kerja bawahan pada manajemen, juga memiliki dampak
bagi supervisory support pada POS.
3. Organizational rewards and job conditions
Shore and shore (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa
kegiatan sumber daya manusia yang menunjukan pengakuan atau kontribusi
karyawan, akan memiliki hubungan positif dengan POS. Terdapat berbagai
imbalan dan kondisi kerja yang diteliti hubungannya dengan POS seperti adanya
27
pengakuan, gaji, promosi, job security, autonomy, role stressors, pelatihan dan
ukuran organisasi.
Uraian lebih lanjut mengenai imbalan dan kondisi kerja sebagai berikut;
a. Recognition, pay, and promotions.
Sesuai dengan teori dukungan organisasi, kesempatan untuk mendapatkan hadiah
(gaji, pengakuan, dan promosi) akan meningkatkan kontribusi karyawan dan akan
meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002).
b. Job security
Adanya jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan keanggotaan di masa
depan memberikan indikasi yang kuat terhadap persepsi dukungan organisasi
(Griffith et al., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
c. Autonomy
Dengan kemandirian yaitu, kewenangan yang dimiliki karyawan dalam
melakukan dan menentukan pekerjaannya sendiri seperti penjadwalan, prosedur
kerja dan semua tugas. Otonomy yang tinggi dalam suatu organisasi dipercaya
akan meningkatkan POS (Cameron et al., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
d. Role stressor
Stress mengacu pada ketidakmampuan individu mengatasi tuntutan dari
lingkungan (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Stres
berkorelasi negatif dengan persepsi dukungan organisasi karena karyawan tahu
bahwa faktor-faktor penyebab stres berasal dari lingkungan yang dikontrol oleh
organisasi.
28
Stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam organisasi yang
berkorelasi negatif dengan persepsi dukungan organisasi, yaitu: tuntutan yang
melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu (role-overload),
kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung jawab pekerjaan (role-
ambiguity), dan adanya tanggung jawab yang saling bertentangan (role-conflict)
(Lazarus & Folkman, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
e. Training
Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang nantinya
akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Wayne et al., dalam Rhoades
& Eisenberger, 2002).
f. Organization size
Dekker dan Barling (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan karyawan
akan merasa kurang dihargai ketika berada dalam organisasi yang besar, dimana
adanya aturan formal dan prosedur yang secara kuat mengatur karyawan. Hal ini
dapat menurunkan persepsi terhadap dukungan organisasi karyawan.
2.3.3 Alat ukur perceived organizational support
Jika dilihat dari beberapa penelitian terdahulu secara keseluruhan penelitian yang
menggunakan variabel POS menggunakan alat ukur survey perceived
organizational support (SPOS) yang dikembangkan oleh Einsberger et al. 1984.
Dalam penelitian ini skala yang akan digunakan merupakan skala baku dari
Perceived Organizational Support Survey (SPOS). Skala ini dikembangkan oleh
Einsberger et al. Pada tahun 1984 dengan jumlah item 36. Eisenberger et.al.
(1984) menyebutkan bahwa karyawan menunjukan pola yang konsisten dalam
29
memberi respon terhadap pernyataan mengenai perlakuan organisasi dalam
menghargai konstribusi mereka, baik dalam situasi yang ideal maupun dalam
keadaan yang berbeda.
2.4 Faktor demografi
Faktor demografi merupakan faktor kependudukan yang menunjukan keadaan dan
karakter penduduk, diantaranya adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan,
tingkat pendidikan dan masa kerja (Sule, 2002). Faktor demografi yang digunakan
dalam beberapa penelitian mengenai work-family conflict sangatlah bervariasi.
Seperti penelitian Foley et.al.,(2005) yang melaporkan bahwa gender dan usia
memiliki pengaruh terhadap work-family conflict. Sedangkan dalam penelitian
yang dilakukan Abdulqadeer (2005) faktor demografi terdiri dari usia, pendidikan,
masa kerja dan status pernikahan. Berdasarkan beberapa jurnal yang telah
disebutkan sebelumnya, maka faktor demografi yang akan digunakan dalam
penelitian ini ialah, usia, pendidikan serta masa kerja karyawan.
Secara khusus, para peneliti mengamati bahwa, dalam tahap awal karir,
individu sering bersedia mengorbankan kehidupan pribadi mereka demi
kepentingan kemajuan karir mereka. Namun, sebagai individu yang hidup pada
zaman sekarang, usia tahap kematangan karir, individu telah menemukan cara
untuk menempatkan penekanan lebih besar pada keseimbangan antara bekerja dan
keluarga dibandingkan ketika menilai karirnya. Dengan demikian, karena prioritas
yang lebih besar bahwa individu memberikan kepada mereka peran keluarga
dengan bertambahnya usia mereka, maka kepuasan terhadap karir bagi individu
30
yang lebih tua akan memiliki pengaruh yang negatif terhadap konflik kerja-
keluarga dari pada individu yang lebih muda.
Menurut Malone (2011) usia ibu yang bekerja dapat mempengaruhi
persepsi-nya terhadap work-family conflict. hal ini didukung oleh sebuah
penelitian yang dilakukan Mjoli et al. (2013) mengenai demographic
determinants of work-family conflict among female factory workers in South
Africa, yang menunjukan bahwa usia memiliki pengaruh yang positif terhadap
work-family conflict. Menurutnya, semakin bertambah usia seseorang, maka
perhatian terhadap keluarga akan bertambah, sehingga kepuasan terhadap karir
akan lebih menurun.
Selanjutnya ialah pendidikan, dimana pendidikan merupakan hal yang
kompleks dan sangat penting untuk diperhitungkan, mengingat tingkat pendidikan
seseorang mampu mengukur kemampuan seseorang dalam mengelola tuntutan
pekerjaan dan urusan keluarga. (Beek & Bloemberg, 2011). Pernyataan ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Razak et al. (2011) semakin rendah pendidikan
seseorang maka akan semakin tinggi work-family conflict. yang dirasakannya,
kondisi ini dikarenakan individu yang memiliki pendidikan yang tinggi
diharapkan dapat mencegah atau meminimalisir terjadinya work-family conflict
pada dirinya sehingga, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi pendidikan yang
dimiliki individu, maka akan semakin rendah pula work-family conflict yang
dialami individu (Malone,2011).
Begitu pula dengan masa kerja, seperti diketahui bahwa masa kerja karyawan
memiliki dampak terhadap work-family conflict (Adalikwu, 2013).
31
Masa kerja yang dirasakan baik wanita maupun pria dianggap dapat
membantu mengatasi tuntutan pekerjaan tanpa dipengaruhi tanggung jawab
keluarga (Cinamon & Rich, 2005). Hal ini didukung oleh penelitian dari La Brooy
(2013) yang menyebutkan bahwa masa kerja karyawan mempengaruhi work-
family conflict. kondisi ini terjadi karena, dengan adanya pengalaman dan
kompetensi yang diperoleh selama menjadi karyawan, diharapkan dapat
mengembangkan strategi formal dan informal untuk mengatasi masalah yang
diciptakan oleh work-family conflict (WFC) dan family-work conflict (FWC).
Oleh karena itu, semakin lamanya individu bekerja pada sebuah perusahaan, maka
individu semakin mampu dalam mengatasi atau meminimalisir terjadinya work-
family conflict pada dirinya (Anafarta & Kuruuzum, 2012).
2.5 Kerangka berpikir
Work-family conflict merupakan kondisi yang dirasakan seseorang disaat salah
satu peran (pekerjaan atau kelarga) mengganggu peran yang lainnya yaitu
keluarga atau pekerjaan (Greenhaus & Beutell, 1985). Biasanya hal ini terjadi
pada wanita yang sudah memiliki keluarga dan memiliki anak, karena pada
kondisi seperti ini wanita mengalami kesulitan karena harus menjalankan kedua
perannya baik sebagai ibu rumah tangga atau sebagai karyawan ditempat kerjanya.
Keadaan seperti ini disebabkan oleh adanya work stressor dan kurangnya
perceived organizational support yang dialami karyawan (Foley et al., 2005). Jika
dibiarkan maka kondisi seperti ini, tentu dapat menghambat segala aktivitasnnya
sebagai ibu dan pekerja. Adapun dimensi-dimensi work-family conflict yang
32
terdiri dari time-based confllict, strain-based conflict dan behavior-based conflict
(Greenhaus & Beutell, 1985) .
Work-family conflict dapat dipengaruhi oleh work stressor dan perceived
organizational support (Foley et al., 2005). Work stressor merupakan kondisi
yang tidak menyenangkan yang biasa dialami seseorang, akibat adanya tuntutan
pekerjaan dan organisasi sehingga membuat seseorang yang mengalaminya
merasa tertekan baik secara fisik maupun psikologis. Adapun beberapa dimensi
work stressor yang dapat mempengaruhi work-family conflict terdiri dari role
conflict, role ambiguity dan role overload (Kahn et al., 1964).
Selain itu, beberapa peneliti menyebutkan bahwa kurangnya perceived
organizational support dapat menyebabkan seseorang mengalami work-family
conflict. Perceived organizational support merupakan sejauh mana persepsi
karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya dalam hal memberi dukungan,
kepedulian dan menghargai setiap kinerja yang dikeluarkan oleh karyawan untuk
perusahaan. Jika seorang karyawan telah merasakan adanya dukungan dari
organisasi, maka ini akan membuat karyawan merasa nyaman dan merasa lebih
dihargai keberadaannya di organisasi tersebut (Rhoades & Eisenberger, 2002).
Sehingga menciptakan efek yang positif bagi lingkungan kerja dan karyawan.
Namun, jika hal ini tidak dirasakan oleh karyawan, maka akan menciptakan rasa
tidak nyaman dalam menjalankan tugas, selalu merasa tidak puas dalam bekerja
sehingga hal ini dapat menyebabkan work-family conflict.
Work stressor memiliki beberapa dimensi yang diketahui dapat
mempengaruhi work-family conflict. Pertama ialah role conflict, dimana role
33
conflict biasanya terjadi karena adanya tuntutan dari banyak sumber yang
menyebabkan karyawan menjadi kesulitan dalam menentukan tuntutan apa yang
harus dipenuhi tanpa mengabaikan tuntutan lain. Seperti halnya individu yang
mengalami role conflict yang tinggi di tempat kerjanya karena terlalu banyak
menggunakan sumber daya yang dimilikinya untuk pekerjaannya dan menyisakan
sedikit sumber dayanya untuk memenuhi peran keluarganya. Sehingga kondisi
seperti inilah yang dapat memicu timbulnya ketidak-seimbangan antara dua
tuntutan peran yang berbeda atau yang biasa disebut dengan work-family conflict.
Banyaknya individu yang mengalami role conflict dilaporkan mengalami work-
family conflict, oleh karena itu bisa diartikan bahwa semakin tinggi role conflict
maka akan semakin tinggi pula work-family conflict yang dirasakan.
Selanjutnya, selain role conflict terdapat role ambiguity. Role ambiguity
merupakan penentu yang paling penting dalam memicu terjadinya work-family
conflict. Individu yang mengalami role ambiguity ini biasanya mengalami
ketidak-puasan dalam bekerja, kecemasan serta kurang efektif dalam melakukan
segala sesuatu. Dimana disebutkan bahwa role ambiguity ini dapat terjadi ketika
seseorang tidak menerima kejelasan informasi mengenai pekerjaan, tugas serta
wewenang yang dimilikinya dan hal ini akan menimbulkan perasaan tertekan
dalam diri individu yang dapat memicu terjadinya stress. Seperti diketahui bahwa
stres merupakan salah satu penyebab utama munculnya work-family conflict. Role
ambiguity ini terjadi karena adanya tekanan yang terjadi pada salah satu peran
sehingga mempengaruhi kinerja peran lainnya dan keadaan ini termasuk dalam
34
dimensi strain-based conflict dalam variabel work-family conflict (Greenhaus &
Beutell, 1985).
Selanjutnya adalah role overload. Dimana role overload ini merupakan
gambaran dari persepsi karyawan tentang pekerjaannya yang terlalu banyak dan
harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Individu yang merasa bahwa beban
pekerjaannya terlalu banyak dan berat untuk di selesaikan, maka akan mengalami
kelelahan dan kelelahan inilah yang nantinya akan menimbulkan dampak negatif
bagi individu, salah satunya adalah kurangnya motivasi untuk merespon tuntutan
dari peran lainnya seperti peran keluarga. Terbukti dengan adanya beberapa
penelitian yang menyebutkan bahwa role overload memiliki pengaruh positif
terhadap work-family conflict, hal ini terjadi karena role overload merupakan
salah satu prediktor utama penyebab terjadinya work-family conflict pada individu.
Selain itu, adanya perceived organizational support dapat membantu
meminimalisir terjadinya work-family conflict, namun sebaliknya jika kurangnya
perceived organizational support yang dirasakan individu maka hal ini akan
menimbulkan work-family conflict. Terdapat tiga dimensi dari perceived
organizational support, yang pertama ialah fairness. Fairness ini mengacu pada
sejauh mana karyawan merasa diperlakukan adil oleh organisasinya (Rhoades &
Eisenberger, 2002). Adanya hubungan interaktif yang terjadi antara fairness
dengan work-family conflict membuat individu menganggap bahwa terjadinya
work-family conflict yang dialaminya merupakan hasil dari adanya umpan balik
negatif dari perusahaan, seperti perlakuan yang tidak adil dan kurangnya
pegakuan terhadap dirinya. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa semakin
35
rendahnya fairness yang dirasakan individu maka akan semakin tinggi work-
family conflict yang dirasakannya.
Begitu juga dengan pentingnya supervisor support. Supervisor support
merupakan seberapa jauh seorang supervisor menghargai, menilai kontribusi
karyawan, bertanggung jawab dan peduli terhadap nasib karyawan (Rhoades &
Eisenberger, 2002). Keadaan ini merupakan salah satu suatu upaya untuk
mempererat dan menciptakan keharmonisasian antara karyawan dengan
supervisor-nya dalam sebuah perusahaan. Oleh karena itu, dengan adanya
dukungan supervisor ini akan membuat individu lebih merasa dihargai sebagai
karyawan. Sehingga kondisi ini akan menciptakan suasana yang nyaman bagi
karyawan dalam bekerja dan mampu megurangi perasaan tertekan yang
menyebabkan work-family conflict.
Selain itu, organizational reward and job condition juga memiiki peran
penting terhadap work-family conflict. Adanya organizational reward and job
condition mengacu pada sejauh mana individu merasa bahwa dirinya berhak
mendapatkan penghargaan dari apa yang dikerjakannya, seperi gaji, reward dll
(Rhoades & Eisenberger, 2002). Selain itu, kondisi organisasi juga berpengaruh
terhadap work-family conflict. Kondisi organisasi yang lebih besar lebih dapat
menghargai individu dengan beberapa kebijakannya seperti adanya hari libur
sesuai dengan pemerintah, adanya cuti sakit, serta adanya alternatif dalam
pegaturan jadwal kerja dll. Selain itu, individu yang berada pada kondisi kerja
seperti itu akan mendapatkan keuntungan dari kebijakan tersebut. Dimana
kebijakan ini merupakan salah satu cara yang efektif dalam mengurangi work-
36
family conflict yang dirasakan individu. Hal ini akan berbanding terbalik, ketika
suatu organisasi sudah tidak produktif serta tidak mampu memberikan keutungan
bagi karyawannya maka hal ini dapat menimbulkan permasalahan baru bagi
karyawan yang dapat terbawa kelingkungan keluarga dan hal ini akan
menyebabkan work-family conflict.
Selain itu, variabel demografi seperti usia, pendidikan dan masa kerja
karyawan juga menjadi faktor yang mempengaruhi work-family conflict, karena
terdapat pandangan bahwa karyawan yang memiliki usia lebih muda cenderung
mengalami work-family conflict dibandingkan dengan karyawan yang berusia
lebih tua (Mjoli et al., 2013). Begitu pula dengan pendidikan yang disebutkan
bahwa tinggi rendahnya pendidikan karyawan dapat memicu timbulnya work-
family conflict, menurut beberapa ahli menyebutkan bahwa seseorang yang
memiliki status pendidikan lebih tinggi dianggap lebih mampu mangatur tuntutan
pekerjaan dan urusan keluarga, namun tidak dengan individu yang berstatus
pendidikan rendah (Razak et al., 2011). Variabel demografi yang terakhir ialah
masa kerja karyawan, beberapa penelitian menyebutkan bahwa karyawan yang
memiliki masa kerja sebentar cenderung mengalami work-family conflict jika
dibandingkan karyawan yang bekerja sudah lama bekerja (La Brooy, 2013). Hal
ini dikarenakan, karyawan dengan masa kerja yang lama sudah memiliki strategi
untuk mengatasi dan meminimalisir work-family conflict yang terjadi padanya
(Anafarta & Kuruuzum, 2012).
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka penelitian dapat dirumuskan
dalam bentuk skema sebagai berikut:
37
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Demografi
Perceived
organizational
support
Masa kerja
Pendidikan
Usia
Organizational
reward & job
condition
Supervisory
support
Fairness
Work stressor
Role conflict
Role ambiguity
Role overload
Work-family
conflict
38
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dijelaskan diatas, maka dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 :Terdapat pengaruh signifikan variabel work stressor, perceived
organizational support dan faktor demografi terhadap work-family
conflict.
H2 :Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi role conflict terhadap
work-family conflict
H3 :Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi role ambiguity terhadap
work-family conflict
H4 :Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi role overload terhadap
work-family conflict
H5 :Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi fairness terhadap work-
family conflict
H6 :Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi supervisor support
terhadap work-family conflict
H7 :Terdapat pengaruh yang signifikan dimensi organizational reward and
job condition terhadap work-family conflict
H8 :Terdapat pengaruh yang signifikan usia pekerja terhadap work-family
conflict
H9 :Terdapat pengaruh yang signifikan pendidikan terhadap work-family
conflict
39
H10 :Terdapat pengaruh yang signifikan masa kerja terhadap work-family
conflict
40
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai populasi, sampel dan teknik pengambilan
sample, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen pengumpulan data,
uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisis data dan prosedur penelitian.
3.1 Populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel
3.1.1 Populasi dan sampel
Populasi dalam penelitian ini merupakan 460 pekerja wanita di sebuah PT. Sun-
Indo Cileungsi, Jawa-Barat. Namun dalam penelitian ini, sampel yang digunakan
hanya 200 sampel dari populasi yang ada.
3.1.2 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
teknik non-probability sampling yaitu, teknik pengambilan sampel dimana
kemungkinan setiap objek penelitian untuk terpilih tidak dapat diketahui atau
tidak dapat dihitung. Sampel yang diambil adalah sampel yang telah memenuhi
kriteria yaitu buruh wanita yang sudah berstatus menikah, memiliki anak dibawah
6 tahun dan memiliki pasangan yang masih produktif.
Dalam penelitian ini, cara pengambilan datanya tidak dilakukan secara
langsung oleh peneliti, melainkan melalui kepala HRD PT. Sun-Indo, yaitu
dimana pihak perusahaan yang menyerahkan langsung kepada karyawan yang
dipandang memenuhi karakteristik yang telah dibuat oleh penulis. Hal ini juga
didasarkan dengan pertimbangan tenaga, waktu dan menyesuaikan kebijakan dari
perusahaan.
41
3.2 Variabel penelitian dan definisi operasional
3.2.1 Variabel penelitian
Dalam penelitian ini, dependent variable (DV) adalah work-family conflict
(WFC). Sedangkan independent variable (IV) adalah work stressor (role conflict,
role ambiguity & role overload), perceived organizational support (fairness,
supervisor support, organizational reward & job condition) dan faktor demografi
(usia, masa kerja dan pendidikan).
3.2.2 Definisi operasional variabel
Adapun definisi operasional dari variabel yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
3.2.2.1 Work-family conflict
Work-family conflict merupakan bentuk konflik interrole di mana tuntutan peran
pekerjaan dan keluarga secara mutual saling bertentangan dalam beberapa hal,
sehingga partisipasi dalam satu peran membuatnya lebih sulit untuk berpartisipasi
dalam peran lainnya
Hal ini diukur menekankan pada 3 dimensi yakni,
1. Time based conflict, terjadi disaat permintaan waktu dari satu peran yang
mengganggu peran lainnya
2. Strain based conflict merupakan adanya ketegangan dalam satu peran yang
mempengaruhi kinerja seseorang dalam peran lainnya
3. Behavior based conflict, adanya ketidakcocokan antara pola perilaku yang
diinginkan oleh kedua peran (pekerjaan atau keluarga)
42
Work-family conflict akan diukur menggunakan alat ukur dari Carlson et al.
(2000)
3.2.2.2 Work stressor
Work stressor merupakan kondisi yang tidak menyenangkan akibat adanya
tekanan fisik dan psikologis seseorang dalam pekerjaan dan organisasi. Work
stressor memiliki beberapa dimensi sebagai berikut:
1. Role conflict : adanya dua tekanan atau lebih secara bersamaan, sehingga sulit
dalam memenuhi satu dari keduanya.
2. Role ambiguity : ketidak-jelasan tugas-tugas yang harus dilaksanakan seorang
karyawan
3. Role overload : terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan dalam satu
waktu.
Work stressor akan diukur menggunakan alat ukur dari Rizzo et al. 1970 dan
Beehr et al. 1976.
3.2.2.3 Perceived organizational support
Perceived organizational support merupakan persepsi karyawan mengenai sejauh
mana organisasi menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan.
Perceived organizational support ini memiliki beberapa dimensi :
1. Keadilan: sejauh mana karyawan merasa dilakukan secara adil di lingkungan
kerja.
2. Dukungan atasan: pandangan umum karyawan tentang sejauh mana atasan
menilai kontribusi dan peduli terhadap kesejahteraan karyawan
43
3. Penghargaan organisasi berdasarkan pada perlakuan organisasi seperti, gaji,
pengakuan, promosi dan kondisi pekerjaan berdasarkan keamanan dalam
bekerja (job insecurity), otonomi, intensitas stres dalam pekerjaan, serta
pengaruh ukuran organisasi.
Perceived organizational support akan diukur menggunakan alat ukur yaitu
survey of perceived organizational support (SPOS) dari Eisenberger et al., (1984).
3.3 Instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk
kuesioner dengan menggunakan skala likert yang memiliki empat rentangan dari
(SS) sangat sesuai, (TS) tidak sesuai, (S) sesuai dan (SS) sangat sesuai. Instrumen
pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari 3 alat ukur.
3.3.1 Instrumen work-family conflict
Instrumen work-family conflict yang digunakan merupakan alat ukur baku yang
disarankan oleh Carlson et al. (2000) yaitu work-family scale. Alat ukur ini
mengukur tiga dimensi yaitu time based conflict, strain based conflict dan
behavior based conflict. Instrumen ini terdiri dari 18 item dengan 4 respon skala
likert dimulai dari sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju.
Adapun blue print skala work-family conflict dijelaskan pada tabel 3.1.
44
Tabel 3.1
Blue print work family scale
No. Dimensi Indikator Item jumlah
favo unfav
1. Time-
based
conflict
Kurangnya waktu dalam
menjalankan masing-masing peran
2,4,5 -
6 Salah satu peran menggaggu aktivitas
peran lainnya
1,3,6
2. Strain-
based
conflict
Kelelahan fisik dalam menjalankan
satu peran karena peran lainnya
7,9 -
6
Ketidak stabilan emosi yang
dirasakan pada satu peran karena
peran lainnya
8,12
-
Membawa masalah pada satu peran
ke peran lainnya
10,11
3. Behavior
-base
conflict
Pemecahan masalah yang tidak
sesuai
13,18 -
6 Ketidakcocokan antara pola perilaku
pada masing-masing peran
14,15,
16,17
-
Jumlah - 18
3.3.2 Instrumen work stressor
Instrumen work stressor yang digunakan dalam penelitian ini disusun,
berdasarkan dengan teori berikut;
1. Role conflict menggunakan skala dari teori (Rizzo et al., 1970) dengan jumlah
item sebanyak delapan item.
2. Role ambiguity menggunakan skala dari teori (Rizzo et al., 1970) dengan
jumlah item sebanyak enam item.
3. Role overload menggunakan skala dari teori (Beehr et al., 1976), dengan
jumlah item sebanyak tiga item. Namun peneliti menambahkan tiga item yang
45
dibuat oleh peneliti berdasarkan teori (Beehr et al., 1976). Adapun blue print
skala work stressor dijelaskan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Blue print work stressors scale
No. Dimensi Indikator Item Jumlah
favo Unfav
1. Role
conflict
Tanggung jawab yang saling
bertentangan
5,9,21,24,
26,28, 30
11 8
2. Role
ambiguity
Ketidakjelasan tugas yang
dikerjakan karyawan
2,4,7,12,
18 20,
- 6
3. Role
overload
Banyaknya beban pekerjaan
yang dilakukan dalam satu
waktu
2,3,4,5,6 1 6
Jumlah 20
3.3.3 Instrumen perceived organizational support
Instrumen perceived organizational support yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan alat ukur baku yang disarankan oleh Eisenberger et al., (1984) yaitu
survey of perceived organizational support (SPOS). Alat ukur ini mengukur tiga
dimensi yaitu fairness, supervisor support dan oganizational reward and job
condition. Instrumen ini terdiri dari 36 item dengan 4 respon skala likert dimulai
dari sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju dan sangat setuju. Adapun blue print
skala survey of perceived organizational support (SPOS) dijelaskan pada tabel
3.3.
46
Tabel 3.3
Blue print perceived organizational support scale
No
.
Dimensi Indikator Item Jumlah
Favo Unfav
1. Keadilan Keadilan struktural 8
10 Perlakuan organisasi 13,20,29,
31, 33,35
11,22,
26
2. Dukungan
atasan
Peduli terhadap
karyawan
4,5,9,21,2
3
28
13 Menghargai
kontribusi setiap
karyawan
1,25,36 6,7,
3,17
3. Organizational
rewards dan job
condition
Adanya pengakuan 27
13
Upah yang sesuai 30, 32
Adanya rasa aman
untuk masa depan
24 2,12,14
19, 34
Berkurangnya stres
kerja
18
Kesempatan untuk
mengikuti pelatihan
10, 16
Pengaruh ukuran
organisasi
15
Jumlah 36
3.3.4 Skala faktor demografi
Untuk mendata usia, pendidikan dan masa kerja responden pada instrumen ini,
terdapat pernyataan mengenai usia, pendidikan dan masa kerja yang harus dijawab
oleh responden.
47
3.4 Uji validitas konstruk
Setelah mendapatkan data dari prosedur pengumpulan data, penulis kemudian
menguji validitas konstruk pada masing-masing instrument penelitian.Uji validitas
memberitahukan mengenai apa yang bisa disimpulkan dari skor tes. Sehubungan
dengan hal tersebut, digunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan
bantuan software Lisrel 8.70 sebagai metode uji validitasnya sehingga dapat
diketahui apakah masing-masing item pada instrumen penelitian signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur.
Menurut Umar (2011) terdapat beberapa langkah dalam menguji validitas
dari setiap alat ukur atau instrument dalam penelitian ini yakni sebagai berikut;
1. Lakukan uji CFA dengan model satu faktor, lihat nilai p-value yang
dihasilkan. Jika p-value tidak signifikan (P>0,05), maka item hanya mengukur
satu faktor saja, tetapi jika p-value yang dihasilkan signifikan (P<0,05) maka
perlu dilakukan uji sesuai langkah kedua berikutnya.
2. Jika p-value signifikan (P<0,05), maka dilakukan modifikasi model
pengukuran dengan cara membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan
pengukuran. Hal ini terjadi saat suatu item selain mengukur konstruk yang
ingin diukur, tetapi item ini juga mengukur hal lain (mengukur lebih dari satu
konstruk atau multidimensional). Setelah beberapa kesalahan pengukuran
dibebaskan untuk saling berkorelasi maka akan diperoleh model yang fit,
maka model yang terakhir inilah yang digunakan pada selanjutnya.
3. Jika telah diperoleh model yang fit, maka analisi item dilanjutkan dengan
melihat apakah muatan faktor item tersebut signifikan dan mempunyai
48
koefisien positif. Untuk melihat signifikan atau tidaknya item tersebut dalam
pengukuran faktor ini, yaitu dengan cara melihat nilai dari T-value dan
koefisien muatan faktor item tersebut. Jika T-value >1,96 maka item tersebut
signifikan atau tidak akan di drop dan begitu juga sebaliknya.
4. Selain itu, juga perlu dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif.
Dalam hal ini, jika ada item pernyataan yang negatif, maka saat scoring
terhadap item tersebut, arah skornya diubah menjadi positif. Jika setelah
diubah arah skornya masih terdapat item dengan muatan faktor negatif maka
item tersebut akan di- drop.
5. Selanjutnya, yaitu melihat kesalahan pengukuran yang berkorelasi. Apabila
menemukan item dengan banyak kesalahan pengukuran yang berkorelasi
dengan banyak item lain, maka hal ini berarti bahwa item tersebut selain
mengukur satu hal, juga mengukur hal lain, sehingga item seperti ini juga
dapat di-drop karena bersifat multidimensional yang sangat kompleks.
6. Setelah melakukan modifikasi terhadap model, maka dilakukanlah olah data
untuk mendapatkan faktor skornya. Olah data dilakukan dengan menggunakan
spss 17.0 dengan ketentuan tidak mengikut sertakan skor mentah dari item
yang sudah di-drop.
7. Setelah proses mendapatkan faktor skor dilakukan, kemudian di transform
dalam skala T-score (true score) dengan menggunakan formula berikut:
T-score = 50 + (10*F-score)
Faktor skor yang masih mengandung angka negatif harus di transform
menjadi true score dengan mean =50 dan standard deviation (SD) = 10
49
8. Setelah diperoleh true score (T-score) dari masing-masing variabel, maka
dilakukan analisis regresi. Dalam penelitian ini menggunaakan analisis regresi
berganda (multiple regression analysis).
3.4.1 Uji validitas skala work-family conflict
Pada skala work-family conflict ini terdapat 18 item yang terdapat dalam tiga
dimensi yaitu time-based conflict, strain-based conflict dan behavior-based
conflict, dengan penjelasan uji validitas sebagai berikut:
Peneliti menguji apakah tiga dimensi yang ada bersifat unidimensional
mengukur satu faktor yaitu work-family conflict. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 1176.02 df = 135, p-
value = 0.00000, RMSEA = 0.197. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi
sebanyak 38 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit.
Dengan nilai chi-square = 115.52 df = 93, P-value = 0.05684, RMSEA = 0.035..
Nilai Chi–Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima di mana seluruh item
mengukur satu faktor aja yaitu work-family conflict. Seperti pada gambar 3.1:
50
Gambar 3.1
Path diagram work-family conflict
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
51
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran work-family conflict disajikan pada tabel 3.4.
Tabel 3.4
Muatan faktor item work-family conflict
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.44 0.07 6,41 √
2 0.37 0.07 5,36 √
3 0.38 0.07 5,23 √
4 0.41 0.07 5,63 √
5 0.39 0.07 5,49 √
6 0.42 0.07 5,81 √
7 0.73 0.07 11,08 √
8 0.68 0.06 10,40 √
9 0.73 0.06 11,39 √
10 0.55 0.07 7,75 √
11 0.41 0.07 5,89 √
12 0.46 0.07 6,71 √
13 0.08 0.07 1.12 X
14 0.19 0.07 2,62 √
15 0.07 0.07 0,91 X
16 0.16 0.08 2,10 √
17 -0.04 0.08 -0,59 X
18 0.13 0.07 1.79 X
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 14 item yang signifikan (t >
1.96) dan 4 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 13,15,17 dan
18. Dengan demikian, item nomor 13,15,17 dan 18 akan di drop yang berarti item
tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 14 item
yang bobot nilainya akan diikut sertakan dalam analisis uji hipotesis.
52
3.4.2 Uji validitas skala work stressor
Pada skala work stressor ini terdapat 20 item yang terdapat dalam tiga dimensi
yaitu role conflict, role ambiguity dan role overload, dengan penjelasan uji
validitas sebagai berikut:
1. Dimensi role conflict
Peneliti menguji apakah 8 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor yaitu role conflict. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan chi-square = 77.52, df = 20, p-value = 0.00000, RMSEA=
0.120. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 5 kali terhadap
model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan
berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit. Dengan nilai chi-
square = 22,26 df = 15, p-value = 0.10121, RMSEA = 0.049. Artinya, model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu role conflict. Seperti pada gambar 3.2 berikut :
Gambar 3.2
Path diagram role conflict
53
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran role conflict disajikan pada tabel 3.5.
Tabel 3.5
Muatan faktor item role conflict
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
5 0.20 0.08 2.60 √
9 0.42 0.07 5,52 √
11 0.51 0.08 6,16 √
21 0.63 0.07 8,80 √
24 0.76 0.07 11,05 √
26 0.65 0.07 9.52 √
28 0.34 0.08 4,39 √
30 0,56 0,08 7,20 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa delapan item signifikan (t > 1.96) dan
artinya tidak ada item yang tidak signifikan (t < 1,96), dengan demikian, tidak ada
item yang akan di drop.
2. Dimensi role ambiguity
Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor yaitu role ambiguity. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan chi-square = 22.49, df = 9, p-value = 0.00519, RMSEA=
0.090. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 3 kali terhadap
model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan
54
berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit, dengan nilai chi-
square = 8.15 df = 6, p-value = 0.22700, RMSEA= 0.042. Artinya, model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur
satu faktor saja yaitu role ambiguity. Seperti pada gambar 3.3 berikut :
Gambar 3.3
Path diagram role ambiguity
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
55
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran role ambiguity disajikan pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Muatan faktor item role ambiguity
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
2 0,62 0,07 9,27 √
4 0,85 0,06 14,62 √
7 0,93 0,05 17.18 √
12 0,91 0,06 16,48 √
18 0,85 0,06 14.72 √
20 0,27 0,07 3,71 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa enam item signifikan (t > 1.96) dan
artinya tidak ada item yang tidak signifikan (t < 1,96), dengan demikian, tidak ada
item yang akan di drop.
3. Dimensi role overload
Peneliti menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor yaitu role overload. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu
faktor tidak fit, dengan chi-square = 25.67, df = 9, p-value = 0.00005, RMSEA=
0.122. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 3 kali terhadap
model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan
berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit, dengan nilai chi-
square = 6,90 df = 6 , p-value = 0.33053, RMSEA = 0.027. Artinya, model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu role overload. Seperti pada gambar 3.4 berikut :
56
Gambar 3.4
Path diagram role overload
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran role overload disajikan pada tabel 3.7.
57
Tabel 3.7
Muatan faktor item role overload
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0,21 0,08 2,70 √
2 0,71 0,07 10,10 √
3 0,86 0,07 12,43 √
4 0,57 0,07 7,77 √
5 0,42 0,07 5,60 √
6 0,56 0,07 7,68 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa enam item signifikan (t > 1.96) dan
artinya tidak ada item yang tidak signifikan (t < 1,96), dengan demikian, tidak ada
item yang akan di drop.
1.4.3. Uji validitas skala perceived organizational support
Pada skala perceived organizational support ini terdapat 36 item yang terdapat
dalam tiga dimensi yaitu fairness, supervisor support dan organizational reward
and job condition, dengan penjelasan uji validitas sebagai berikut:
1. Dimensi fairness
Peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor yaitu fairness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor
tidak fit, dengan chi-square = 128.51, df = 33, p-value = 0.00000, RMSEA =
0.116. Oleh sebab itu peneliti melakukan modifikasi sebanyak 8 kali terhadap
model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan
berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit, dengan nilai chi-
square = 37.06 df = 27, p-value = 0.09387, RMSEA = 0.043. Artinya, model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya
mengukur satu faktor saja yaitu fairness. Seperti pada gambar 3.2 berikut :
58
Gambar 3.6
Path diagram fairness
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran fairness disajikan pada tabel 3.8.
59
Tabel 3.8
Muatan faktor item fairness
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0,34 0,08 4.06 √
2 0.49 0,09 5.73 √
3 0,52 0,09 5.46 √
4 0,57 0,11 5.30 √
5 0,08 0,08 0.94 X
6 -0,19 0,10 -1.82 X
7 4.11 0,08 4.11 √
8 -0,04 0,08 -0.56 X
9 0,44 0,09 4.74 √
10 -0,26 0.08 3.22 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada7 item yang signifikan (t > 1.96) dan
3 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 5,6 dan 8. Dengan
demikian, item nomor 5,6 dan 8 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan
ikut dianalisis dalam perhitungan faktor skor dan ada 7 item yang bobot nilainya
akan diikut sertakan dalam analisis uji hipotesis.
2. Dimensi supervisor support
Peneliti menguji apakah 13 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor yaitu supervisor support. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan, model
satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 193.29, df = 65, p-value = 0.00000,
RMSEA = 0.100. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi sebanyak 13 kali
terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item diperbolehkan
berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh model fit, dengan nilai chi-
square = 66.08df = 52, p-value = 0.09060, RMSEA = 0.037. Artinya, model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya
60
mengukur satu faktor saja yaitu supervisor support. Seperti pada gambar 3.7
berikut :
Gambar 3.7
Path diagram supervisor support
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
61
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran supervisor support disajikan pada tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan faktor item supervisor support
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0,47 0,08 6,17 √
2 0,46 0,08 6.12 √
3 0,29 0,08 3.73 √
4 0.56 0,07 6.91 √
5 0,68 0,07 9.41 √
6 0,45 0,08 5.91 √
7 0,63 0,07 8,68 √
8 0,46 0,08 5.81 √
9 0,49 0,08 6.52 √
10 0,26 0,08 3.31 √
11 0,40 0,08 5.10 √
12 0,39 0,08 5,09 √
13 0,35 0,08 4.40 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 13 item signifikan (t > 1.96) dan artinya
tidak ada item yang tidak signifikan (t < 1,96), dengan demikian, tidak ada item
yang akan di drop
3. Dimensi organizational reward and job condition
Peneliti menguji apakah 13 item yang ada bersifat unidimensional mengukur satu
faktor yaitu organizational reward and job condition. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan chi-square = 158,19 df = 65,
p-value = 0.00000, RMSEA = 0.085. Oleh sebab itu, peneliti melakukan
modifikasi sebanyak 11 kali terhadap model dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item diperbolehkan berkorelasi dengan item lainnya, sehingga diperoleh
model fit, dengan nilai chi-square = 69.02 df = 54, p-value = 0.08182, RMSEA =
62
0.027. Artinya, model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu organizational reward and job
condition. Seperti pada gambar 3.8 berikut :
Gambar 3.8
Path diagram organizational reward and job condition
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
63
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran organizational reward and job condition disajikan pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan faktor item organizational reward and job condition
ITEM Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0,39 0,08 4.96 √
2 0,17 0,08 2.00 √
3 0,42 0,08 5.34 √
4 0,40 0,08 5.09 √
5 0,15 0,08 1.82 X
6 0,26 0,08 3.15 √
7 0,55 0,08 6.53 √
8 0,45 0,07 5.40 √
9 0,35 0,08 4.38 √
10 0,53 0,08 6,54 √
11 0,32 0,08 4.06 √
12 0,58 0,08 7,71 √
13 0,45 0,08 5.81 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (nilai t > 1.96) X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ada 12 item yang signifikan (t > 1.96)
dan 1 item yang tidak signifikan (t < 1,96) yaitu item nomor 5. Dengan demikian,
item nomor 5 akan di drop yang berarti item tersebut tidak akan ikut dianalisis
dalam perhitungan faktor skor dan ada 12 item yang bobot nilainya akan diikut
sertakan dalam analisis uji hipotesis.
3.6 Teknik analisis data
Pengujian hipotesis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah regresi
berganda. Metode analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh lebih dari satu variabel bebas (IV) dalam penelitian ini work
stressor (role conflict, role ambiguity & role overload) dan faktor demografi
64
(usia, pendidikan & masa kerja) terhadap variabel terikat (DV) yaitu work-family
conflict (time-based conflict, strain-based conflict & behavior-based conflict),.
Pada penelitian ini, analisis statistik regresi berganda dihitung dengan
menggunakan SPSS versi 17.
Persamaan regresi pada penelitian ini adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8+ b9X9 + e
Keterangan:
Y = work-family conflict
a = konstanta
b = koefisien regresi untuk masing-masing X
X1 = role conflict
X2 = role ambiguity
X3 = role overload
X4 = fairness
X5 = supervisor support
X6 = organizational reward and job condition
X7 = usia
X8 = pendidikan
X9 = masa kerja
e = Residual (hal yang mempengaruhi DV diluar dari IV)
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki residual terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian
dan analisis.
65
Besarnya proporsi varian dari work-family conflict yang dipengaruhi oleh
seluruh independen variabel secara bersama-sama, ditunjukkan oleh koefisien
determinasi (R2). Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
R2 = 𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑆𝑆𝑦
Keterangan :
Ssreg : Jumlah kuadrat dari regresi
Ssy : Jumlah kuadrat dari variabel y, yang dimaksud variabel y dalam
penelitian ini adalah work-family conflict.
Untuk menyimpulkan R2 signifikan atau tidak, dilakukan uji F dengan
hipotesis H0 : R2 = 0. Yang rumusnya adalah sebagai berikut:
F = R2/𝑘
(1−R2)/(𝑁−𝑘−1) , dengan df = k dan (N-k-1),
Keterangan:
k : Jumlah independen variabel
N : Jumlah sampel
Dari hasil uji F yang dilakukan, dapat dilihat apakah seluruh independent
vaiable secara bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap dependent
variable. Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan masing-
masing independent variable signifikan terhadap dependent variable, maka
peneliti melakukan uji t terhadap koefisien regresi.
Uji T digunakan untuk melihat apakah pengaruh yang diberikan masing-
masing variabel bebas (X) signifikan terhadap variabel terikat (Y). Uji ini
digunakan untuk menguji apakah sebuah variabel bebas (X) benar-benar
66
memberikan kontribusi terhadap variabel terikat (Y). Uji T yang akan dilakukan
menggunakan rumuas sebagai berikut:
t = 𝑏
𝑆𝑏
Keterangan:
b = Koefisien regresi
Sb = Standart error estimate
3.6. Prosedur penelitian
Adapun beberapa langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini, yaitu;
1. Menentukan judul dan rumusan penelitian, mengumpulkan materi yang
membahas mengenai variabel penelitian dan menentukan teori yang akan
digunakan
2. Menentukan alat ukur yang akan disebarkan kepada responden penelitian,
yaitu skala work-family conflict scale, work stressor scale dan survey of
perceived organizational support (SPOS)
3. Mengadaptasi alat ukur yang digunakan dalam penelitian yaitu work-family
conflict yang di adaptasi dari Carlson & Cackmar (2000), work stressor yang
di adaptasi dari Rizzo, House & Litzman (1970) dan Beehr, Walsh & Taber
(1976) dan SPOS diadaptasi dari Einsberger et.al., ( 1986)
4. Mengajukan persetujuan kepada pembimbing mengenai alat ukur yang akan
digunakan
5. Mengajukan permohonan izin kepada pihak PT. Sun-Indo Cileungsi
6. Melakukan diskusi dan kesepakatan mengenai prosedur pendistribusian alat
ukur serta melakukan pengecekan oleh pihak PT. Sun-Indo, Cileungsi
mengenai skala ukur yang digunakan .
67
7. Menyerahkan alat ukur kepada pihak PT. Sun-Indo, Cileungsi dan kemudian
didistribusikan kepada karyawan wanita yang sesuai dengan karakteristik
sampel dalam penelitian ini.
8. Memantau berjalannya pendistribusian alat ukur yang dilakukan oleh pihak
HRD PT. Sun-Indo, Cileungsi.
9. Pihak HRD mengembalikan alat ukur yang telah didistribusikan sesuai dengan
jumlah kuesioner sebelumnya.
10. Melakukan pengecekan kembali mengenai alat ukur yang sudah terisi dengan
lengkap, baik data subjek maupun jawaban yang ada dalam instrument. Jika
terdapat alat ukur yang tidak terisi lengkap baik data subjek maupun jawaban
yang ada dalam instrument maka alat ukur tersebut tidak dapat dimasukan
dalam proses scoring.
11. Melakukan scoring terhadap alat ukur yang telah terisi dengan baik data
subjek mapun jawaban yang ada dalam instrument dan meng-input data
scoring kedalam Ms.Excel.
12. Melakukan analisis validitas dan reabilitas terhadap item melalui skor yang
telah diperoleh. Setelah didapatkan item yang dianggap valid dari hasil uji
validitas dan reabilitas maka item tersebut baru dapat dianalisis sesuai dengan
tujuan penelitian.
68
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputigambaran subjek penelitian, analisis datadan hasil
penelitian.
4.1 Gambaran subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini ada 200buruh wanita, di daerah Cileungsi. Selanjutnya
akan dijelaskan gambaran subjek lebih rinci pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Gambaran subjek penelitian
Kriteria subjek N (%)
Usia
24-40 tahun 200 (100%)
Pendidikan
SD 32 (16%)
SMP 69 (34,5%)
SMA 99 (49,5%)
Masa kerja
0-10 134(67%)
11-20 52 (26%)
21-30 14 (7%)
Berdasarkan hasil persentase data yang ada pada tabel 4.1, diketahui bahwa usia
responden dari 25-40 tahun. Jika diuraikan 25 (16,5%), 26 (11,5%), 27(7,5%), 28
(4,5%), 29(3%), 30(8,5%), 31(6%), 32(5,5%), 33(6,5%), 34 (6%), 35(8%), 36(5,5%),
37 (2%), 38(3%), 39 (6,5%), 40 (5,5%). Terlihat dari hasil uraian diatas bahwa usia
responden terbanyak ialah usia 25 tahun sebesar(16,5%). Sedangkan pendidikan
terakhir terbanyak yaitu SMA sebanyak 99 responden (49,5%) dan yang terakhir
69
masa kerja responden terbanyak ialah 0-10 tahun bekerja dengan hasil presentase
sebanyak (67%).
4.2 Hasil analisis deskriptif
Hasil analisis deskriptif mengenai nilai minimum, nilai maksimum, mean dan standar
deviasi (SD) dari variabel penelitian ini, digambarkan pada tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2
Hasil analisis deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Work-family conflict 200 24.22 67.07 50.00 8.98177
Role conflict 200 27.91 67.27 50.00 8.49529
Role ambiguity 200 24.00 67.31 50.00 9.55634
Role overload 200 25.15 73.78 50.00 8.72206
Fairness 200 27.11 67.55 50.00 7.34837
Supervisor support 200 23.42 71.68 50.00 8.73149
Organizational reward&job condition 200 30.44 72.26 50.00 8.29416
Valid N (listwise) 200
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa pertama, variabel work-family conflict
memiliki nilai minimum= 24 nilai maksimum= 67, nilai mean= 50.00 dan nilai SD =
8.981. Kedua, variabel role conflictmemiliki nilai minimum= 27, nilai maksimum=
67, nilai mean= 50.00 dan nilai SD = 8.495.Ketiga, variabel role ambiguity memiliki
nilai minimum= 24, nilai maksimum= 67, nilai mean= 50.00 dan nilai SD= 9.556.
Keempat, variabel role overload memiliki nilai minimum= 25, nilai maksimum= 73,
nilai mean= 50.00 dan nilai SD= 8.722. Kelima, variabel fairness memiliki nilai
minimum= 27, nilai maksimum= 67, nilai mean= 50.00 dan nilai SD= 7.348.
Keenam,variabel supervisor support memiliki nilai minimum= 23, nilai maksimum=
71, nilai mean= 50.000 dan nilai SD=8.731. Ketujuh, variabel organizational reward
70
and job condition memiliki nilai minimum= 30nilai maksimum= 72, nilai mean=
50.00 dan nilai SD= 8.294.
4.3 Hasil uji hipotesis
Tahap selanjutnya yaitu uji hipotesis yang digunakan untuk mengetahui besar
pengaruh independent variable terhadapdependent variable dengan mengunakan
teknik analisis Multiple Regression dan mengunakan softwere SPSS 17.Dalam regresi
ada tiga hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa
persen (%) varian dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable,
kedua apakah secara keseluruhan dari independent variable berpengaruh secara
signifikan terhadap dependent variable, Kemudian terakhir melihat signifikan atau
tidaknya koefisien regresi dari masing-masingindependent variable.
Langkah pertama, peneliti melihat besaran R-square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians dependent variable (work-family conflict) yang dijelaskan oleh
independent variable(role conflict, role ambiguity, role overload, fairness, supervisor
support, organizational reward & job condition, usia, pendidikan & masa kerja).
Tabel R-square dipaparkan pada tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3
Model summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .405a .164 .124 8.40612
a. Predictors: (Constant),masker, roleoverload, pendidikan, supervisorsupport, roleconflict, usia,
roleambiguity, fairness, organizationalreward&jobcondition
71
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa perolehan R-square sebesar 0.164 atau
16,4%. Artinya proposi varians dari work-family conflictyang dapat dijelaskan oleh
semua independent variable (role conflict, role ambiguity, role overload, fairness,
supervisor support, organizational reward & job condition, usia, pendidikan & masa
kerja)adalah sebesar 16,4%, sedangkan 83,6%sisanya dipengaruhi oleh variabel lain
diluar penelitian ini.
Langkah kedua, peneliti menganalisis dampak independent variable(role
conflict, role ambiguity, role overload, fairness, supervisor support, organizational
support & job condition, usia, pendidikan & masa kerja)terhadap work-family
conflict. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:
Tabel 4.4
Tabel anova
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2627.806 9 291.978 4.132 .000a
Residual 13425.947 190 70.663
Total 16053.753 199
a. Predictors: (Constant), masker, roleoverload, pendidikan, supervisorsupport, roleconflict,
usia, roleambiguity, fairness, organizationalreward&jobcondition
b. Dependent Variable: work-family conflict
Jika melihat kolom pertama dari kanan pada tabel 4.4dapat dilihat bahwa nilai Sig.
pada kolom paling kanan sebesar 0.000< 0.05. Ini berarti hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel work stressor(role
conflict, role ambiguity& role overoad), perceived organizational support (fairness,
supervisor support, organizational reward &job condition) dan faktor
demografi(usia, pendidikan & masa kerja) ditolak. Artinya ada pengaruh yang
72
signifikan dari variabel work stressor(role conflict, role ambiguity& role overoad),
perceived organizational support (fairness, supervisor support, organizational
reward &job condition) dan faktor demografi (usia, pendidikan & masa kerja)
terhadap work-family conflict.
Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi pada masing-masing independent
variable(role conflict, role ambiguity, role overload, fairness, supervisor support,
organizational reward& job condition, usia, pendidikan & masa kerja).Jika Sig.<
0.05 maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap work-
family conflict, begitupun sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing
masing independent variable(role conflict, role ambiguity, role overload, fairness,
supervisor support, organizational reward& job condition, usia, pendidikan & masa
kerja)terhadap work-family conflict dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Koefisien regresi
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 50.052 9.448 5.297 .000
Role Conflict .158 .072 .149 2.182 .030
Role Ambiguity -.083 .067 -.088 -1.238 .217
Role Overload .154 .073 .149 2.109 .036
Fairness .017 .097 .014 .180 .858
Supervisor Support .006 .089 .006 .069 .945
Organizational Reward & JobCondition -.165 .093 -.152 -1.778 .077
Usia .024 .164 .013 .146 .884
Pendidikan -2.998 .873 -.247 -3.433 .001
Masa kerja -2.883 1.290 -.198 -2.234 .027
a. Dependent Variable: WFC
73
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.5, dapat disimpulkan persamaan regresi
sebagai berikut: Work-family conflict = 50.052 + 0.158role conflict*–0.083role
ambiguity+ 0.154role overload* + 0.017fairness+0.006supervisor support–
0.165organizational reward & job condition + 0.024usia – 2.998pendidikan*–
2.883masa kerja*.
*signifikan
Dari tabel koefisien regresi, dapat dijelaskan dari sembilan independent
variable(role conflict, role ambiguity, role overload, fairness, supervisor support,
organizational reward& job condition, usia, pendidikan & masa kerja)hanya empat
variabel yang signifikan (role conflict, role overload, pendidikan dan masa kerja)
sedangkan, variabel lainnya tidak signifikan (role ambiguity, fairness, supervisor
support, organizational reward& job condition serta usia) terhadap work-family
conflict.Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing
independent variableadalah sebagai berikut:
1. Nilai koefisien regresi pada variabel role conflict sebesar 0.158 dengan nilai sig
sebesar 0.030 (sig <0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan tidak
ada pengaruh signifikan dari dimensi role conflict tarhadap work-family conflict
ditolak. Artinya bahwa role conflict dengan arah yang positif memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap work-family conflict. Dari arah yang positif tersebut
diartikan jika skor role conflict seseorang tinggi maka skor work-family conflict
nya akan tinggi, begitupun sebaliknya.
74
2. Nilai koefisien regresi pada variabel role ambiguity sebesar -0.083 dengan nilai
sig sebesar 0.217 (sig > 0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan
tidak ada pengaruh signifikan dari role ambiguity terhadap work-family conflict
diterima. Artinya, bahwa role ambiguity tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap work-family conflict.
3. Nilai koefisien regresi pada variabel role overload sebesar 0,154 dengan nilai sig
sebesar 0.036 (sig < 0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan
tidak ada pengaruh signifikan dari dimensi role overload tarhadap work-family
conflict ditolak. Artinya bahwa role overload dengan arah yang positif memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap work-family conflict. Dari arah yang positif
tersebut diartikan jika skor role overload seseorang tinggi maka skor work-family
conflict nya akan tinggi, begitupun sebaliknya.
4. Nilai koefisien regresi pada variabel fairness sebesar 0.017 dengan nilai sig
sebesar 0.858 (sig > 0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan
tidak ada pengaruh signifikan dari fairness terhadap work-family conflict diterima.
Artinya, bahwa fairness tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-family
conflict.
5. Nilai koefisien regresi pada variabel supervisor support sebesar 0.006 dengan
nilai sig sebesar 0.945 (sig > 0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh signifikan dari supervisor support terhadap work-
75
family conflict diterima. Artinya, bahwa supervisor support tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap work-family conflict.
6. Nilai koefisien regresi pada variabel organizational reward & job condition
sebesar -0.165 dengan nilai sig sebesar 0.077 (sig > 0.05), dengan demikian
hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh signifikan dari
organizational reward & job condition terhadap work-family conflict diterima.
Artinya, bahwa organizational reward & job condition tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap work-family conflict.
7. Nilai koefisien regresi pada variabel usia sebesar 0.024 dengan nilai sig sebesar
0.884 (sig > 0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh signifikan dari usiaterhadap work-family conflict diterima. Artinya,
bahwa usiatidak memiliki pengaruh signifikan terhadap work-family conflict
8. Nilai koefisien regresi pada variabel pendidikansebesar -2.998 dengan nilai sig
sebesar 0.001 (sig > 0.05), dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan
tidak ada pengaruh signifikan dari pendidikan terhadap work-family conflict
ditolak. Artinya bahwa pendidikan dengan arah yang negatif memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap work-family conflict. Dari arah yang negatif tersebut
diartikan jika skor pendidikan seseorang rendah maka skor work-family conflict
nya akan tinggi.
9. Nilai koefisien regresi pada variabel masa kerja sebesar -0.2883 dengan nilai sig
sebesar 0.027 (sig > 0.05),dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan tidak
ada pengaruh signifikan dari masa kerja tarhadap work-family conflict ditolak.
76
Artinya bahwa masa kerja dengan arah yang negatif memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap work-family conflict. Dari arah yang negatif tersebut diartikan
jika skor masa kerjaseseorang rendah maka skor work-family conflict nya akan
tinggi.
Berdasarkan hasil yang ditemukan, maka hipotesis minor yang diterima hanya ada
empat yang memiliki pengaruh signifikan terhadap work-family conflictyaitu, role
conflict terhadap work-family conflict, role overload terhadap work-family conflict,
pendidikan terhadap work-family conflict, masa kerja terhadap work-family conflict.
Sementara hipotesis minor lainnya tidak diterima.
4.4 Proporsi varian
Selanjutnya, dianalisis juga penambahan proporsi varians yang disumbangkan dari
masing-masing independent variable (role conflict, role ambiguity, role overload,
fairness, supervisor support, organizational reward & job condition,usia, pendidikan
dan masa kerja) terhadap work-family conflict. Pada table 4.6 kolom pertama adalah
independent variableyang dianalisis secara satu per satu kedalam analisis regresi,
dengan tujuan untukmelihat penambahan (incremented) proporsi varians dari masing-
masing independent variable apakah signifikan atau tidak.Selanjutnya pada kolom
kedua merupakan R2 yang dihasilkan setelah independent variable baru ditambahkan,
kolom ketiga merupakan penambahan proporsi varians dari dependent variable
(work-family conflict) yang disumbangkan oleh independent variable yang baru
dimasukkan dalam persamaan, kolom keempat adalah nilai F untuk menguji
77
signifikan atau tidaknya pertambahan varians oleh masing-masing independent
variable, kolom DF adalah derajat kebebasan independent variableuntuk nilai F yang
bersangkutan. Besarnya proporsi varians pada work-family conflict dapat dilihat pada
tabel berikut ini;
Tabel 4.6
Proporsi varians untuk masing-masing independent variable
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .174a .030 .025 8.86714 .030 6.178 1 198 .014
2 .227b .052 .042 8.79074 .021 4.456 1 197 .036
3 .267c .072 .057 8.72060 .020 4.182 1 196 .042
4 .279d .078 .059 8.71193 .007 1.390 1 195 .240
5 .284e .081 .057 8.72268 .002 .520 1 194 .472
6 .315f .099 .071 8.65655 .019 3.975 1 193 .048
7 .317g .101 .068 8.67197 .001 .314 1 192 .576
8 .376h .142 .106 8.49349 .041 9.154 1 191 .003
9 .405i .164 .124 8.40612 .022 4.991 1 190 .027
Dari tabel 4.6 dapat diketahui proporsi varian dari masing-masing independent
variabel terhadap work-family conflict. Berikut informasi yang dapat dijelaskan:
1. Variabel role conflictmemberikan sumbangan sebesar 3,0% terhadap varian work-
family conflict. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.014
(sig< 0.05), F Change = 6.178 dan df = 1.198.
2. Variabel role ambiguity memberikan sumbangan sebesar 2,1% terhadap varian
work-family conflict. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change =
0.036 (sig< 0.05), F Change = 4.456 dan df = 1.197.
78
3. Variabel role overload memberikan sumbangan sebesar 2,0% terhadap varian
work-family conflict. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change =
0.042 (sig< 0.05), F Change = 4.182 dan df = 1.196
4. Variabel fairnessmemberikan sumbangan sebesar 0,7% terhadap varian work-
family conflict. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F Change =
0.240 (sig> 0.05), F Change = 1.390dan df = 1.195.
5. Variabel supervisor supportmemberikan sumbangan sebesar 0,2% terhadap
varian work-family conflict. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F
Change = 0.472 (sig>0.05), F Change = 520dan df = 1.194.
6. Variabel organizational reward & job condition memberikan sumbangan sebesar
1,9% terhadap varian work-family conflict. Sumbangan tersebut signifikan dengan
Sig. F Change = 0.048 (sig< 0.05), F Change =3.975dan df = 1.193
7. Variabel usiamemberikan sumbangan sebesar 0,1% terhadap varian work-family
conflict. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan Sig. F Change = 0.576
(sig>0.05), F Change = 314dan df = 1.192.
8. Variabel pendidikanmemberikan sumbangan sebesar 4,1% terhadap varian work-
family conflict. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change =
0.003(sig< 0.05), F Change = 9.154 dan df = 1.191.
9. Variabel masa kerjamemberikan sumbangan sebesar 2,2% terhadap varian work-
family conflict. Sumbangan tersebut signifikan dengan Sig. F Change = 0.027
(sig< 0.05), F Change = 4.991dan df = 1.190.
79
Dengan demikian, terdapat enam dari sembilan independent variable yang
sumbangan proporsi variansnya signifikan terhadap work-family conflict yaitu, role
conflict, role ambiguity, role overload, organizational reward & job condition,
pendidikan dan masa kerja.
80
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bagian ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran. Secara rinci dijelaskan
sebagai berikut:
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji analisis data yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel work stressor
(role conflict, role ambiguity & role overoad), perceived organizational support
(fairness, supervisor support, organizational reward & job condition) dan faktor
demografi (usia, pendidikan & masa kerja) terhadap work-family conflict. Namun,
jika dilihat per variabel, terdapat enam variabel yaitu role conflict, role ambiguity,
role overload, organizational reward and job condition, pendidikan dan masa kerja
yang memberikan kontribusi signifikan terhadap work-family conflict.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk lebih memahami individu terkait dengan work-family
conflict. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti akan
membahas diskusi mengenai sembilan independent variable yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu work stressor (role conflict, role ambiguity & role overload),
perceived organizational support (fairness, supervisor support, organzational reward
& job condition), serta faktor demografi (usia,pendidikan dan masa kerja) terhadap
dependent variable yaitu work-family conflict dan juga akan membahas penelitian
81
dan literarur terdahulu mengenai kesembilan independent variable yang dikaitkan
dengan dependent variable tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan
signifikan antara role conflict, role overload terhadap work-family conflict, sedangkan
role ambiguity tidak memiliki pengaruh terhadap work-family conflict. Berbeda
dengan variabel work stressor yang hampir semua dimensinya memiliki pengaruh
terhadap work-family conflict, variabel perceived organizational support yang
memiliki tiga dimensi, tidak ada yang memiliki pengaruh positif terhadap work-
family conflict, begitu juga dengan variabel demografi dari ketiga variabel demografi
hanya satu variabel yang tidak memiliki pengaruh positif terhadap work-family
conflict yaitu, usia pekerja.
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya, variabel role conflict, role
overload memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap work-family
conflict. Berdasarkan hasil koefisien regresi variabel role conflict dan role overload
yang bernilai positif, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi role conflict
dan role overload yang dirasakan individu, maka akan semakin tinggi pula work-
family conflict yang dirasakan.
Work stressor menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab munculnya
work-family conflict. Hal ini sejalan dengan penelitian (Foley et al., 2005; Poelmans,
2001) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh dari work stressor yang terdiri dari
tiga dimensi yakni role conflict, role ambiguity dan role overload terhadap work-
family conflict. Uniknya, dalam penelitian ini hanya dua dari tiga dimensi yang
82
memiliki pengaruh signifikan terhadap work-family conflict, yaitu role conflict dan
role overload.
Role conflict memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-family conflict
dengan nilai sig Sebesar .030 (sig > 0.05), yang berarti bahwa role conflict secara
positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-family conflict. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Foley et al. (2005) dan Poelmans
(2001) yang menyatakan bahwa role conflict memiliki pengaruh terhadap work-
family conflict. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi role conflict yang dirasakan
individu maka akan semakin tinggi pula work-family conflict yang dialaminya.
Namun, hal ini berbeda dengan role ambiguity, dimana dalam penelitian ini
role ambiguity tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-family conflit
hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dhevi dan Tharmalingam
(2014). Artinya individu yang bekerja dalam perusahaan ini sudah faham dengan
tugas & tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepadanya, sehingga tidak
terjadi kebingungan antara peran atau pekerjaannya. Semakin individu mengerti akan
pekerjaannya masing-masing maka akan semakin rendah pula tingkat work-family
conflict yang dirasakan. Namun, hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan
penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa variabel role ambiguty memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap work-family conflict (Foley et al., 2005;
Poelmans, 2001).
Begitu pula dengan role overload yang memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap work-family conflict , dengan nilai sig sebesar.0.36 (sig > 0.05), yang berarti
83
bahwa role overload memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-family
conflict. Role overload mengacu pada sejauh mana individu diminta untuk melakukan
banyak tugas dalam waktu yang singkat. Artinya semakin banyaknya tugas yang
dikerjakan individu dengan waktu yang singkat maka akan semakin tinggi pula work-
family conflict yang dirasakan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Foley et al. (2005); Poelmans (2001) yang menyatakan bahwa role overload
memiliki pengaruh terhadap work-family conflict.
Dimensi lain dari Perceived Organizatonal Support seperti fairness,
supervisor support dan organizational reward & job condition dalam penelitian ini
tidak ada satupun variabel yang memiliki pengaruh positif terhadap work-family
conflict. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Foley et
al., 2005; Kahya & Kesen; 2014; Listyanti & Dewi, 2014) yang melaporkan bahwa
dari ketiga dimensi yang dimiliki variabel perceived organizational support tidak ada
yang memiliki pengaruh terhadap work-family conflict, hal ini terjadi karena individu
merasa bahwa perusahaan selalu mendukung dengan cara memberikan kebijakan
kerja dan bersimpati terhadap masalah yang dialami karyawan baik pribadi ataupun
keluarga, sehingga, individu akan merasa adanya peran pendukung dari perusahaan
itu sendiri, sehingga muncullah keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan
keluarga, hal ini juga dipercaya mampu untuk meminimalisir terjadinya work-family
conflict bagi karyawan.
Kemudian pada penelitian ini terdapat tiga variabel demografi yang diteliti
yaitu usia, pendidikan dan masa kerja. Hal ini didukung oleh Cohen dan Liani (2009)
84
yang menyebutkan terdapat tiga variabel demografis yang memiliki pengaruh
terhadap work-family conflict yaitu; usia, pendidikan dan masa kerja karyawan.
Namun dari ketiga variabel demografi tersebut hanya pendidikan dan masa kerja yang
memiliki pengaruh yang signifikan dengan work-family conflict.
Pada penelitian ini usia tidak memiliki pengaruh pada work-family conflict,
hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Abdulqadeer (2005) yang
menyebutkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-
family conflict. Sedangkan hasil penelitian Foley et al. (2005) dan Mjoli et al. (2013)
menyebutkan bahwa usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap work-family
conflict. Karena, pada umumnya individu yang berusia lebih muda rela
mengorbankan kehidupan pribadinya demi mengerjar karir dan menomer dua kan
urusan keluarga, sehingga rentan mengalami work-family conflict. Tetapi alasan ini
tidak berlaku bagi penelitian ini, walaupun usia responden didominasi ibu muda,
namun, tujuan responden bekerja ialah untuk membantu ekonomi keluarga sehingga
sangat jarang dari responden yang berniat untuk mengejar karir.
Selanjutnya variabel pendidikan yang memiliki hubungan positif namun
dengan arah yang negatif. Artinya semakin rendah pendidikan seseorang maka akan
semakin tinggi work-family conflict yang dirasakan. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dlakukan oleh Razak et al. (2011) dan Adalikwu (2014).
Pendidikan merupakan hal yang kompleks dan sangat penting untuk diperhitungkan,
mengingat tingkat pendidikan seseorang mampu mengukur kemampuan responden
dalam mengelola tuntutan pekerjaan dan urusan keluarga. Namun hasil penelitian ini
85
berbanding dengan penelitian Malone (2011) yang menyebutkan bahwa work-family
conflict tidak memiliki hasil yang signifikan, pada individu yang memiliki pendidikan
tinggi. Menurutnya, ketika seorang pekerja memiiki pendidikan yang tinggi maka hal
ini akan membantu individu mengurangi work-family conflict. maka dapat diartikan
semakin tingginya pendidikan yang dimiliki individu maka akan semakin rendah
work-family conflict yang dirasakannya.
Begitu juga dengan variabel masa kerja, dimana dalam penelitian ini masa
kerja memiliki pengaruh yang positif terhadap work-family conflict, hasil ini
didukung oleh penelitian La Brooy (2013) dan Adalikwu (2014) yang menemukan
bahwa masa kerja karyawan memiliki hubungan yang positif terhadap work-family
conflict, khususnya masa kerja wanita yang kurang dari 5 tahun atau lebih. Hal ini
dapat terjadi karena individu yang baru bekerja dengan hitungan bulan atau tahun,
belum memiliki banyak pengalaman, kompetensi dan strategi dalam mengatasi work-
family conflict yang terjadi pada dirinya sehingga kemungkinan untuk mengalami
work-family conflict pun sangat tinggi. Sedangkan hasil penelitian ini berbanding
terbalik dengan hasil penelitian dari Akintayo (2010) dan Nasurdin (2011) yang
menyebutkan bahwa work-family conflict memiliki korelasi yang negatif terhadap
individu yang memiliki masa kerja diatas 10 tahun atau lebih.
Secara keseluruhan, peneliti menemukan adanya perbedaan hasil penelitian ini
dengan peneltian terdahulu dikarenakan adanya perbedaan sampel baik jumlah, latar
belakang, budaya ataupun tempat penelitian yang digunakan sehingga menjadi hal
utama penyebab dari perbedaan hasil penelitian.
86
5.3 Saran
Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran
untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya, baik
berupa saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran teoritis
1. Pada penelitian ini ditemukan bahwa proporsi varians dari work-family conflict
yang dijelaskan oleh semua independent variable (role conflict, role ambiguity,
role overload, fairness, supervisor support, organizational reward & job
condition, usia, pendidikan & masa kerja) adalah sebesar 16,4% sedangkan
83,6%. Sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitan ini. Oleh karena
itu, peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti dan
menganalisis pengaruh dari variabel lain yang juga memiliki pengaruh terhadap
work-family conflict seperti work-demand (mengacu pada penelitian Aycan.Z
& Yildrim.D, 2007), organizational commitment (mengacu pada penelitian
Akintayo.D.I., 2010), job-satisfaction dan psychological distress (mengacu
pada penelitian Kafetsios. K, 2007), turnover-intentions (mengacu pada
penelitian Blomme, Rheede & Trom, 2010), atau work-overload and job
involvement (mengacu pada penelitian Razak et al., 2011) sehingga diharapkan
akan mendapat hasil proporsi varians yang lebih tinggi dibandingkan penelitian
ini.
87
2. Dalam penelitian ini ditemukan terdapat empat variabel yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap work-family conflict yaitu, role conflict, role
overload, pendidikan dan masa kerja karyawan sehingga peneliti menyarankan
agar variabel tersebut dapat dijadikan referensi dalam penelitian selanjutnya.
3. Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah buruh wanita dimana
work-family conflict yang dirasakan hanya sebesar 52,5%, sehingga peneliti
menyarakan agar dalam penelitian selanjutnya tidak menggunakan sampel
yang sama. Namun, menggunakan sampel yang berbeda seperti perawat
(mengacu pada penelitian Aycan.Z & Yildrim.D., 2007), dokter (mengacu
pada penelitian Razak et al., 2011) atau guru (mengacu penelitian Noor &
Zainuddin, 2011), sehingga didapatkan hasil yang lebih bervariasi dan dapat
dijadikan pembanding bagi penelitian ini.
4. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya sebanyak 200 buruh wanita,
oleh karena itu, diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar dapat
memperbanyak jumlah sampel, sehingga dapat menghasilkan penghitungan
yang lebih baik pada uji validitas work-family conflict.
5.3.2 Saran praktis
Terkait hasil penelitian yang signifikan pengaruhnya terhadap work-family conflict
dari yang terendah hingga tertinggi yaitu role conflict, role overload, pendidikan dan
masa kerja dapat disarankan sebagai berikut:
1. Adanya signifikansi secara positif antara work-family conflict dengan work
stressor, menunjukan bahwa buruh wanita pada perusahaan ini mengalami work
88
stress yang dapat menimbulkan work-family conflict. Oleh karena itu, diharapkan
bagi pihak perusahaan agar mampu menangani masalah work-family conflict yang
dialami buruh wanita dengan serius, karena selain penting bagi buruh wanita,
kondisi ini juga penting bagi perusahaan, jika tidak ditangani maka, keadaan ini
mampu memberikan dampak buruk bagi perusahaan baik secara materi maupun
inmateri, mengingat work-family conflict merupakan salah satu penyebab
terjadinya turnover, absteinm dan burnout.
2. Berdasarkan hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa role overload memiliki
hasil yang signifikan secara positif terhadap work-family conflict, sehingga
diharapkan bagi perusahaan agar mampu mencari solusi untuk mengurangi role
overload, seperti diketahui bahwa role overload ini merupakan salah satu
penyebab work-family conflict, misalnya mencegah adanya buruh yang bekerja
double serta melakukan pendistribusian sumber daya yang dimiliki para buruh
wanita sesuai dengan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas
3. Adanya pengaruh yang signifikan secara positif antara role conflict dengan work-
family conflict, sehingga diharapkan agar perusahaan mengurangi hal-hal yang
dapat memicu terjadinya role conflict, dengan cara memberikan dukungan secara
lebih terhadap para buruh serta memberikan kebijakan dan peraturan kerja yang
jelas.
4. Berdasarkan hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara pendidikan buruh wanita dengan work-family conflict yakni
sebesar 0,001, dengan catatan tingkat pendidikan SD yang paling banyak dalam
89
mengalami work-family conflict. Oleh karena itu, diharapkan bagi perusahaan
untuk lebih cermat dalam menyeleksi karyawan baru dalam perusahaan ini, salah
satunya dengan memperhatikan pendidikan terakhir calon karyawan, karena
pendidikan terakhir seorang pekerja mampu mempengaruhi terjadinya work-
family conflict
5. Hasil dalam penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari masa kerja karyawan dengan work-family conflict. Oleh karena itu,
diharapkan bagi perusahaan untuk memberikan pemahaman dan solusi dalam
mengenai masalah work-family conflict bagi para buruh wanita terutama buruh
yang baru mulai bergabung dalam perusahaan ini, dengan begitu, diharapkan cara
ini mampu meminimalisir terjadinya work-family conflict bagi buruh wanita.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulqader.A (2005). The factor affecting work-family conflict among employes
in yement geverment organization. Dissertation. The degree of master of
business administration in Al-Abyat University.
Adalikwu. C (2014). Demographic predictors of work-family conflict for men and
women: the case of Nigeria. Research in business and management 1(1), 1-
22. doi:10.5296/rbm.v1i1.4696
Adam.S. (2008). Work-family conflict among female and male physicians ini
hungary: prevalence, stressor predictors and potential consequences on
physicians’well-being. Thesis. The degree of mental health sciences
doctoral school in the Semmelwies University.
Ahmad. A (2008). Job family and individual factors as predictors of work-family
conflict. Journal of human resource and adult learning 4(1), 57-65.
Ahmad & Skitmore. (2003).work-family conflict:a survey of singaporean workers.
Journal of management 25(1), 35-52.
Akintayo.D.I. (2010). Work-family role conflict and organizational commitment
industrial worker in Nigeria. Journal of psychology and counseling 2(1), 1 -
8.
Aamir. S. & Hira. A (2011). Work stress & family imbalance in service sector of
Pakistan. International journal of business and social science 2(13), 1-12.
Apperson, M, Schmidt, H, Moore, S., & Grunberg, L. 2002. Women managers and
the experience of work-family conflict. American journal of undergraduate
research 1(3), 1-8.
Aycan.Z. (2002). Cross-cultural approach work-family conflict. Journal of
psychology 4(1),1-9.
Beehr, T. A., Walsh, J. T., & Taber,T. D. (1976). Relationship of stress to
individually and organizationally valued states: Higher order needs as a
moderator. Journal of applied psychology 61(7), 41–47. doi: 10.1037/
t02548-000.
Bellavina & Frone (2005). Handbook of work stress. :SAGE publication, Inc.
113-149. doi.10.4135/9781412975995.
Beek, V.G & Bloemberg, M (2011). Gender differences in work-family conflict
fact or fable? Retrieved may 21, 2014 from dspace. library. uu. nl/ handle/
1874/210323
Boles. S.J., Wood. A.J. & Johnson. J. (2003). Interrelationship of role conflict, role
ambiguity and work-family conflict with different facets of job satisfaction
and the moderating effects of gender. Journal of personal selling and sales
management 23(2), 99-113. doi: 10.1080/08853134.2003.10748991.
Carlson, D. S., Kacmar, K. M., & Williams,L. J. (2000). Construction and initial
validation of a multidimensional measure of work-family conflict. Journal
of vocational behavior 56(2), 249-276. doi:10.1006/jvbe.1999.1713.
Cinamon. G.R. (2006). Anticipated work-family conflict: effects of gender, self
efficacy, and family background. The career development quarterly 54(3),
202-215. doi: 10.1002/j.2161-0045.2006.tb00152.x.
Cinamon, R. G., & Rich, Y. (2005). Reducing teachers’ work-family conflict,
from theory to practice. Journal of career development 32(1), 91-103.
doi: 10.1177/0894845305277044.
Cohen, A., & Liani, E. (2009). Work-family conflict among female employees in
Israeli hospitals. Personnel review 38(2), 124-141. doi:/10.1108/004834
80910931307.
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived
organizational support. Journal of applied psychology 71(3), 500-507.
doi:0021-9010/86.
Estes, S.B. (2004). How are family-responsive workplace arrangement family
friendly? employer accommodations, parenting, and children’s socio
emotional well-being. The sociological quarterly 45(4), 637-661.
doi/10.1111/j.1533-8525.2004.tb02308.
Foley. S., Hang-Yue. N & Lui. S. (2005). The effects of work stressors,perceived
organizational support, and gender on work-family conflict in hong kong.
Asia pacific journal of management, 22, 237–256
Frone.R.M, Russel .M & Cooper.L.M. (1992). Antecedents and outcomes of
work-family conflict: testing a model of the work-family interface. Journal
of applied psychology 77(1), 65-78. doi: 10.1037//0021-9010.77.1.65.
Frone.R.M (2000). Work-family conflict and employee psychiatric disorders:The
national comorbidity survey. Journal of applied psychology 85(6), 888-895.
doi: 10.I037//0021-90I0.85.6.888.
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. 1985. Sources of conflict between work and
family roles. Academy of management review 10(1), 76–88. doi 10.1037//
0021-9010.77.1.65.
Haar.M.Jarrod. (2004). Work-family conflict and turnover intention:exploring the
moderation effect of perceived work-family support. Journal of psychology
33(1), 35-39. doi:10.1007/s11205-010-9729.
Idris. K.M (2011). Longitudinal effects of role stressors on strain: a comparison
between there competing analytical approaches. Internasional journal of
economics and management 5(1), 98-113. doi:10.1080/026783701100840
49.
Indriyani.A. (2009). Pengaruh konflik peran ganda dan stress kerja terhadap
kinerja perawat wanita rumah sakit. Tesis. Program studi magister
manajemen pada Universitas Diponegoro.
Kuruzum.A & Anafarta. N (2012). Demographic predictors of work-family
conflict for men and women: turkish case. Internasional journal of business
and management 7(13), 1-14. doi:10.5539/ijbm.v7n13p145.
Kahya & Kesen (2014). The effect of perceived organizational support on work to
family conflict: a Turkish case. Journal of business and management, (2),
139-148.
Kahn, R.L., Wolfe, D.M., Quinn, R.P. and Snoek, J.D. (1964) Organizational
stress: Studies in role conflict and ambiguity. New York: Wiley.
La Brooy.B.A (2013). A study on perceived work family conflict and intention to
leave among malaysian service sector staff with mediating factors (indirect
effects). Dissertation. The degree of master of business administration in
University Tunku Abdul Rahman.
Lu Yu-Ying (2007). The impact of work-family conflict on working women in
Taiwan the effects of organizational suppport. Thesis. The degree of doctor
of philosophy in Queensland University of Technology.
Listyanti. & Dewi. (2014). Pengaruh perceived organizational support terhadap
work-family conflict pada karyawati PT. PLN Distribusi Jawa Tengah &
DIY. Empati fakultas psikologi 3(4), 1-9.
Malone. A. K (2011). Mother’s perceptions of work–family conflict and the
relationship to positive parenting, and parental satisfaction. Dissertation.
The degree of doctor of philosophy in Lowa State University
Michel, Mitchelson, Pichler & Cullen (2010). Clarifiying relationships among
work and family social support, stressors and work-family conflict. Journal
of vocational behavior 76(1), 91-104. doi:10.1016/j.jvb.2009.05.007.
Mjoli.T., Dywili.M., & Dodd.N (2013). Demografic determinants of work-family
conflict among female factory workers in south africa. Jurnal of economics,
business and management 1(1), 1-3. doi : 10.7763/JOEBM.2013.V1.9.
Mohhammad Bokti. N & Abu Talib.M. (2009). A preliminary study on
occupational stress and job satisfaction among male navy personnel at a
naval base in Lumut, Malaysia. Journal of international social research
2(9),1-9.
Mohsin. M. & Zahid. H. (2012). The predictors and performance-related
outcomes bi-directional work-family conflict:An empirical study. Journal
of business management 6 (46), 11504-11510. doi: 10.5897/AJBM11.1784.
O’driscoll.P.M & Behr.A.T. (1994). Supervisor behaviors, role stressors and
uncertainty as predictors of personal outcomes for subordinates. Journal of
organizational behavior 15(2), 141-155. doi: 10.1002/job.4030150204.
Ogbogu.C. (2013). Work-family role conflict among academic women in
Nigerian public Universities. International academic conference
proceedings.19-2.
Perdana. R.M & Nurtjahjanti. H. (2006). Correlation between social support of
family with work-family conflict on women workers of woven sarong
factory in Pekalongan. Empati fakultas psikologi 3(3), 1-9.
Razak, Yunus & Nasurdin, M (2011). The impact of work overload and job
involvement on work-family conflict among malaysian doctors. Labuan e-
journal of muamalat and society (5), 1-10.
Rizzo, J. R., House, R. J., & Lirtzman, S. I. 1970. Role conflict and ambiguity in
complex organizations. Administrative science quarterly 15(2), 150–163.
doi: 10.2307/2391486
Rhoades, L., & Einsberger., (2002). Perceived Organizational Support :A review
of the literature. Journal of applied psychology 87(4), 698-714.
doi:0.1037//0021-9010.87.4.698.
Srimulyani. A.V.(2010). Pengaruh role stressor dan perceived organizational
support terhadap kepuasan kerja pegawai. Journal of management (2), 149-
160
Tharmalingam. S.D. (2014). Investigation on job involvement, role ambiguity, job
demand and work-family conflict : Moderating by social support, 2(3): 52-
62 . doi 10.11648/j.jhrm.20140203.12.
Tatmana. (2001). Role stressors, interrole conflict, and well-being: the moderating
influence of spousal support and coping behaviors among employed
parents. a replicative study. Dissertation. The master of science degree with
a major in marriage and family therapy in University of Wisconsin-Stout
LAMPIRAN
SYNTAX OF WORK-FAMILY CONFLICT
SYNTAX OF ROLE CONFLICT
SYNTAX OF ROLE AMBIGUITY
SYNTAX OF ROLE OVERLOAD
SYNTAX OF FAIRNESS
SYNTAX OF SUPERVISOR SUPPORT
SYNTAX OF ORGANIZATIONAL REWARD & JOB CONDITION
KUESIOER PENELITIAN
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
2014-2015
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian dalam rangka
menyelesaikan skripsi untuk memperoleh gelar sarjana strata-1 (S1) Psikologi.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini. Dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar
ataupun salah. Jawablah dengan sejujur-jujurnya dan sesuai dengan kondisi
Bapak/Ibu. Identitas responden dan jawaban yang diberikan akan dijamin
kerhasaiannya
Bacalah petunjuk pengisisn terlebih dahulu, kemudian setelah selesai
mohon diteliti kembali jawaban saudara agar tidak ada pernyataan yang tidak
terjawb atau terlewati.
Atas perhatian dan bantuannya saya mengucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum, Wr, Wb
Peneliti
Devi irma wardhani
IDENTITAS RESPONDEN (WAJIB DIISI)
Nama (inisial) :
Usia :
Pendidikan terakhir :
Masa jabatan/ masa kerja :
PETUNJUK PENGISIAN:
1. Baca dan pahamilah setiap pernyataan dibawah ini dengan teliti. Setiap
pernyataan diikuti 5 pilihan jawaban. Bapak/Ibu cukup memilih salah satu dari 5
pilihan jawaban yang tersedia.
2. Berilah jawaban dengan memberi tanda (X) pada kolom disebelah kanan pada
setiap pernyataan sesuai dengan diri anda
3. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah.
STS = Sangat tidak setuju
TS = Tidak setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju
4. Sebelum anda menyerhkan lembaran ini, harap periksa kembali dan pastikan
semua nomer terisi dengan baik
5. Contoh :
No. Pernyataan STS TS S SS
1 Saya senang bermain musik X
SKALA 1
No Pernyataan STS TS S SS
1 Pekerjaan membuat saya jarang berkumpul
dengan keluarga
2 Banyaknya waktu yang saya habiskan untuk
bekerja, membuat saya tidak dapat bertanggung
jawab atas keluarga
3 Banyaknya waktu yang dihabiskan untuk
bekerja membuat saya kehilangan waktu
bersama keluarga
4 Waktu yang dihabiskan bersama keluarga
seringkali mengganggu tanggung jawab saya
terhadap pekerjaan
5 Waktu yang dihabiskan bersama keluarga
seringkali mengakibatkan saya tidak bekerja
dengan baik dan hal ini akan berdampak bagi
karir saya
6 Banyaknya waktu yang saya habiskan di rumah
membuat saya melewatkan kegiatan yang ada di
tempat kerja
7 Perasaan lelah sering menghampiri saya ketika
pulang dari tempat kerja, sehingga membuat
saya tidak dapat beraktivitas bersama keluarga
8 Perasaan gagal dan emosi menghampiri setiap
kali saya pulang kerumah, sehingga kondisi ini
dapat mengganggu aktivitas saya bersama
keluarga
9 Tekanan di tempat kerja membuat saya stres,
sehingga hal ini mengganggu aktivitas saya
bersama keluarga
10 Saya sering mencampur adukan permasalahan
yang ada dirumah dengan pekerjaan
11 Besarnya tanggung jawab dirumah, membuat
saya stres dan sulit berkonsentrasi pada
pekerjaan
12 Perasaan marah dan cemas yang muncul akibat
masalah keluarga menurunkan kinerja saya
ditempat kerja
13 Metode pemecahan masalah yang biasa saya
terapkan di tempat kerja tidak efektif jika
diterapkan dirumah
14 Perilaku yang saya terapkan ditempat kerja,
tidak efektif jika diterapkan dirumah
15 Perilaku yang saya terapkan di tempat kerja
tidak membuat saya menjadi orang tua atau istri
yang lebih baik dirumah
16 Perilaku yang biasa saya tunjukan dirumah tidak
efektif jika saya tunjukan ditempat kerja
17 Perilaku yang saya lakukan dirumah tidak akan
efektif jika saya lakukan di tempat kerja
18 Cara saya menyelesaikan masalah dirumah tidak
efektif jika saya gunakan ditempat kerja
SKALA 2
NO Pernyataan STS TS S SS
1 Saya bekerja dengan beberapa team yang
memiliki cara kerja berbeda
2 Pekerjaan yang saya lakukan merupakan hal
yang tidak penting
3 Saya harus berusaha mengatur kebijakan dalam
menyelesaikan tugas
4 Pekerjaan yang saya lakukan cenderung tidak
diterima banyak orang
5 Pekerjaan yang saya dapat tidak sesuai
6 Tugas yang saya terima tidak mampu saya
selesaikan
7 Saya harus mengerjakan tugas yang harus
dilakukan namun dengan cara yang berbeda
8 Pekerjaan yang saya terima tidak sesuai dengan
kemampuan
9 Saya yakin dengan wewenang yang saya miliki
10 Tujuan dan sasaran yang ditujukan untuk
pekerjaan saya sangat jelas
11 Saya memahami tugas apa yang harus
dikerjakan
12 Saya merupakan orang yang bertanggung jawab
13 Saya memahami apa yang diharapkan
perusahaan dari saya
14 Saya pandai dalam mengatur waktu
15 Waktu yang diberikan perusahaan sangat cukup
untuk menyelesaikan semua pekerjaan
16 Pekerjaan yang saya terima terlalu banyak jika
dilakukan sendiri
17 Standar kinerja, pada pekerjaan saya terlalu
tinggi
18 Banyaknya pekerjaan membuat saya terlalu
sibuk
19 Sungguh saya tidak memiliki waktu dan tenaga
untuk menyelesaikan tugas
20 Saya merasa 24 jam dalam sehari tidak cukup
untuk menyelesaikan semua pekerjaan
SKALA 3
NO Pernyataan STS TS S SS
1 Perusahaan menghargai kontribusi saya
2 Perusahaan akan mencari orang untuk
menggantikan posisi saya dengan gaji yang lebih
rendah
3 Perusahaan tidak menghargai kerja keras yang
saya lakukan untuk perusahaan
4 Perusahaan mempertimbangkan nilai dan tujuan
saya
5 Perusahaan memberikan toleransi ketidakhadiran
saya karena sakit
6 Perusahaan mengabaikan semua keluhan saya
7 Perusahaan tidak melibatkan saya ketika membuat
keputusan yang dapat mempengaruhi hidup saya
8 Bantuan perusahaan selalu datang disaat saya
mendapatkan masalah
9 Perusahaan memperdulikan kesejahteraan saya
10 Perusahaan memberikan keleluasan dalam
bekerja, agar saya mampu mengeluarkan
kemampuan terbaik yang saya miliki
11 Perusahaan tidak bisa memahami ketidakhadiran
saya karena masalah pribadi
12 Perusahaan akan menggantikan posisi saya, jika
menemukan cara yang efisien untuk pekerjaan
saya
13 Jika saya mengakui kesalahan saya dengan jujur,
maka Perusahaan akan memaafkannya
14 Perusahaan akan menggantikan posisi saya disaat
kinerja saya menurun
15 Bagi perusahaan mempekerjakan saya hanya
memberikan sedikit keuntungan
16 Perusahaan memberi sedikit kesempatan untuk
saya naik pangkat/ jabatan
17 Perusahaan tidak bisa menghargai segala usaha
yang saya lakukan termasuk menyelesaikan
pekerjaan dengan baik
18 Perusahaan memberi masukan untuk memperbaiki
kondisi kerja saya
19 Jika saya di PHK, maka perusahaan lebih memilih
untuk mecari karyawan baru dibadingkan
mempertahankan saya
20 Perusahaan bersedia membantu, jika saya
membutuhkan bantuan khusus
21 Perusahaan peduli terhadap kepuasan kerja saya
secara keseluruhan
22 Jika ada kesempatan, Perusahaan akan mengambil
keuntungan dari apa yang saya lakukan
23 Perusahaan menunjukan sedikit perhatiannya
terhadap saya
24 Jika saya memutuskan untuk berhenti, maka pihak
perusahaan akan berusaha mempertahankan saya
25 Perusahaan menghargai pendapat saya
26 Bagi perusahaan mempekerjakan saya merupakan
sebuah kesalahan
27 Perusahaan bangga dengan prestasi saya
28 Perusahaan lebih memperdulikan keuntungan bagi
perusahaan dibandingkan saya
29 Perusahaan memahami jika saya telat
menyelesaikan tugas
30 Perusahaan akan menaikan gaji saya, jika
mendapatkan keuntungan yang besar
31 Perusahaan menilai bahwa pekerjaan yang saya
lakukan juga dapat dilakukan oleh orang lain
32 Perusahaan tidak memberikan gaji yang layak
sesuai dengan apa yang seharusnya saya dapatkan
33 Perusahaan memberikan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan saya
34 Jika posisi saya ditiadakan, perusahaan lebih
memilih memberhentikan saya dibandingkan
memindahkan saya di posisi yang baru
35 Perusahaan berusaha menjadikan pekerjaan saya
semenarik mungkin
36 Atasan saya bangga karena saya menjadi bagian
dari perusahaan