pengaruh profesionalisme, faktor...
TRANSCRIPT
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN
FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR
MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
(Studi Empiris pada Beberapa Inspektorat Jenderal Kementerian)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Annisa Herdiyany
NIM (1112082000044)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
i
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN
FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR
MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
(Studi Empiris pada Beberapa Inspektorat Jenderal Kementerian)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Annisa Herdiyany
NIM (1112082000044)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Annisa Herdiyany
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 28 November 1994
3. Alamat : KH Mas Mansyur 25A Blok 34/4/2,
Tanah Abang, Jakarta Pusat
4. Telepon : 08975883841
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Lerep 06 Tahun 2000-2006
2. SMP Negeri 3 Ungaran Tahun 2006-2009
3. SMK Negeri 2 Jakarta Tahun 2009-2012
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012-2016
III. PENGALAMAN BERORGANISASI
1. Anggota Purna Paskibraka Indonesia Jakarta Pusat Tahun 2010
2. Anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi Tahun 2013
IV. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Sebagai peserta dalam “Seminar Motivasi dan Kewirausahaan”, 6
September 2012 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vii
2. Sebagai peserta dalam “Seminar Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi
Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi’ 3 Oktober 2012, Teater Lt.2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Alm. Herman Ali
2. Ibu : Deni Kusumawardani
3. Anak ke : 1 dari 1 bersaudara
viii
THE INFLUENCE OF PROFESIONALISM, ORGANIZATIONAL FACTOR
AND SITUATIONAL FACTORS TO INTERNAL AUDITOR’S
WHISTLEBLOWING INTENTIONS
ABSTRACT
This research is to examine empirically the influence of professionalism,
organizational factor (managerial status) and situational factors (seriousness of
wrongdoing and status of wrongdoer) on internal auditor’s whistleblowing
intentions. Based on purposive sampling method, this research used a sample of
101 respondents who work as internal auditors in ministry that use
whistleblowing system. Data was analyzed multiple regression analysis with SPSS
22 processing.
The result of this research indicates that situational factor (seriouness of
wrongdoing) has an influence on whistleblowin intentions. While the
professionalism, organizational factor (managerial status) and situational factor
(status of wrongdoer) do not have an influence on whistleblowin intentions.
Keywords: professionalism, managerial status, seriousness of wrongdoing, status
of wrongdoer, whistleblowing intentions.
ix
PENGARUH PROFESIONALISME, FAKTOR ORGANISASIONAL DAN
FAKTOR SITUASIONAL TERHADAP INTENSI INTERNAL AUDITOR
MELAKUKAN WHISTLEBLOWING
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menilai secara empiris pengaruh
profesionalisme, faktor organisasional (status manajerial) dan faktor situasional
(tingkat keseriusan kecurangan dan status pelanggar) terhadap intensi internal
auditor melakukan whistleblowing. Berdasarkan metode purposive sampling,
penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 101 responden yang bekerja sebagai
internal auditor di kementerian yang menerapkan whistleblowing system. Data
dianalisis menggunakan analisis regresi berganda yang pengolahannya melalui
SPSS 22.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor situasional (tingkat
keseriusan kecurangan) berpengaruh terhadap intensi melakukan whistleblowing.
Sedangkan profesionalisme, faktor organisasional (status manajerial) dan faktor
situasional (status pelanggar) tidak berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
Kata kunci : profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan,
status pelanggar, intensi whistleblowing
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur yang tak terhingga
penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga kemudahan dan kelancaran selalu penulis rasakan, serta
sholawat yang senantiasa penulis junjung kepada Rasullah SAW, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, banyak
hambatan yang dialami penulis sehingga penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan, semangat, bimbingan,
bantuan, serta doa tulus yang tiada henti-hentinya. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Mama dan Alm. Papa, terimakasih atas segala dukungan, doa dan kasih
sayang yang tidak pernah putus sampai saat ini.
2. Keluarga besar, terutama Eyang, terimakasih atas doa dan dukungannya.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC, MA selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE, M.Si., Ak selaku ketua Jurusan Akuntansi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM., Ak., CA selaku Sekretaris Jurusan
Akuntansi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Prof. Dr. Azzam Jazin, MBA selaku Dosen Pembimbing I yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi, memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu yang telah
Bapak berikan selama ini.
xi
7. Ibu Fitri Yani Jalil, SE., M.Sc., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu
atas segala bantuan, dukungan, perhatian, bimbingan, saran, dan waktu yang
selalu Ibu luangkan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya
sidang skripsi.
8. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmunya
dan karyawan dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.
9. Keluarga AKUNTANSI B 2012 Galih, Fai, Ajay, Dara, Dina, Dita, Dwi,
Fadil, Farid, Fitri, Hery, Ilman, Ida, Jian, Kia, Latul, Mayeda, Rita, Randi,
Revan, Seren, Vivi, Yudhi, terima kasih atas dukungan dan bantuannya
kepada penulis, terutama untuk yang masuk grup “KITA” terimakasih
semangat yang tidak pernah berhenti dari kalian.
10. Ahmad Nauval Firaki, S.Kom., terimakasih atas waktu, semangat, bantuan
dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat tercinta, Rafi, Suhardi, Heni, Tanti, Titi, Nindya, Tya, Hesti,
Bu Lolo, Bu Susi, 20 PC, terimakasih atas dukungan yang telah diberikan.
12. Teman-teman AKUNTANSI 2012 yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi ini.
13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, tanpa mengurangi rasa
hormat, dan terima kasih penulis atas masukan dan bantuannya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan dan maish jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman
dan pengatahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
segala bentuk saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak untuk
perbaikan penelitian selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 10 Juni 2016
Annisa Herdiyany
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................ iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... vi
ABSTRACT ..................................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10
1. Tujuan Penelitian ............................................................ 10
2. Manfaat Penelitian .......................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 13
A. Tinjauan Literatur................................................................... 13
xiii
1. Teori Perilaku Terencana ................................................ 13
2. Profesionalisme .............................................................. 14
3. Faktor Organisasional ..................................................... 15
4. Faktor Situasional ........................................................... 15
5. Intensi .............................................................................. 18
6. InternalAuditor ................................................................ 20
7. Whistleblowing .............................................................. .23
B. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ........................................... 25
C. Kerangka Pemikiran ............................................................... 30
D. Perumusan Hipotesis .............................................................. 31
1. Profesionalisme terhadap Intensi Internal Auditor
Melakukan Whistleblowing ........................................... 31
2. Status Manajerial terhadap Intensi Internal Auditor
Melakukan Whistleblowing ............................................ 33
3. Tingkat Keseriusan Kecurangan terhadap Intensi
Internal Auditor Melakukan Whistleblowing ................. 34
4. Status Pelanggar terhadap Intensi Internal Auditor
Melakukan Whistleblowing ............................................ 35
5. Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan
Kecurangan, Status Pelanggar terhadap Intensi Internal
Auditor Melakukan Whistleblowing .............................. 36
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 38
A. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 38
xiv
B. Metode Penentuan Sampel ..................................................... 38
C. Metode Pengumpulan Data .................................................... 38
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian...................................... 39
1. Profesionalisme ................................................................ 40
2. Status Manajerial ............................................................. 40
3. Tingkat Keseriusan Kecurangan dan Status Manajerial .. 40
E. Metode Analisis Data ............................................................. 42
1. Statistik Deskriptif .......................................................... 43
2. Uji Kualitas Data ............................................................ 43
a. Uji Reliabilitas .......................................................... 43
b. Uji Validitas .............................................................. 44
3. Uji Asumsi Klasik ........................................................... 44
a. Uji Multikolonieritas ................................................ 44
b. Uji Normalitas ......................................................... 45
c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 46
4. Koefissien Determinasi ................................................... 47
5. Uji Hipotesis ................................................................... 48
a. Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uj Statistik t) .......................................................... 48
b. Uji Signifikansi Parameter Simultan
(Uji Statistik F) ........................................................ 49
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................. 50
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ........................... 50
xv
1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................... 50
2. Karakteristik Profil Responden ....................................... 52
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian ............................................... 54
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif ........................................... 54
2. Uji Kualitas Data ............................................................ 55
a. Uji Reliabilitas ......................................................... 55
b. Uji Validitas ............................................................. 56
3. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................. 58
a. Uji Multikolonieritas ................................................ 58
b. Uji Normalitas .......................................................... 59
c. Uji Heterokedastisitas .............................................. 63
4. Koefisien Determinasi..................................................... 64
5. Hasil Uji Hipotesis .......................................................... 65
a. Uji Signifikansi Parameter Individual
(Uj Statistik t) .......................................................... 65
b. Uji Signifikan Parameter Simultan
(Uji Statistik F) ........................................................ 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 74
A. Kesimpulan ............................................................................ 74
B. Saran ....................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 77
LAMPIRAN .................................................................................................... 81
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Indonesia.............................. 26
Tabel 2.2 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Luar Negeri .......................... 28
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian ............................................. 41
Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian ................................................................. 51
Tabel 4.2 Data Distribusi Sampel Penelitian................................................. 51
Tabel 4.3 Deskripsi Responden ..................................................................... 52
Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif ......................................................... 54
Tabel 4.5 Hasil Uji Reliabilitas ..................................................................... 56
Tabel 4.6 HasilUji Validitas Variabel Profesionalisme ................................ 57
Tabel 4.7 HasilUji Validitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan ....... 57
Tabel 4.8 HasilUji Validitas Variabel Status Pelanggar ............................... 58
Tabel 4.9 HasilUji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing ..................... 58
Tabel 4.10 HasilUji Multikolonieritas............................................................. 59
Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnocv ................................ 60
Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnocv ................................ 61
Tabel 4.13 Hasil Uji Glejser ............................................................................ 64
Tabel 4.14 Hasil Uji Koefisien Determinasi ................................................... 65
Tabel 4.15 Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t) ........ 66
Tabel 4.16 Hasil Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji Statistik F) ......... 71
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran ..................................................... 30
Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-P Plot ............... 62
Gambar 4.2 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram............ 62
Gambar 4.3 Hasil Uji Scatterplot ................................................................. 63
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Penelitian ..................................................... 81
Lampiran 2 Surat Keterangan dari Kementerian ......................................... 86
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ................................................................. 92
Lampiran 4 Jawaban Responden.................................................................. 99
Lampiran 5 Hasil Output SPSS .................................................................... 115
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skandal akuntansi yang terjadi selama ini baik di Indonesia maupun di
luar negeri banyak melibatkan pihak yang berwenang dalam perusahaan.
Untuk dapat mengungkap skandal ini, perlu ditumbuhkan kesediaan
masyarakat agar bersedia melaporkan jika mengetahui telah terjadi tindak
pidana korupsi. Sebagian besar kasus ditemukannya tindak pidana korupsi
karena adanya informasi yang berasal dari aduan atau laporan dari masyarakat
atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), laporan pegawai/orang dalam,
temuan audit atau hasil investigasi intel. Laporan ini sangat membantu pihak
berwenang untuk proses penyelidikan selanjutnya karena biasanya pelapor
(whsitleblower) mempunyai informasi atau data yang dapat dijadikan bukti.
Keinginan dari seseorang untuk melaporkan kesalahan yang dilakukan
oleh orang lain kepada pihak yang berwenang merupakan suatu hal yang
penting bagi suatu organisasi untuk mencegah kerugian yang mungkin
timbul. Sejalan dengan hal tersebut akan timbul suatu pertanyaan faktor-
faktor apakah yang mempengaruhi seorang individu untuk berkeinginan
melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan orang lain yang berada dalam
lingkup tanggung jawabnya.
Di Indonesia sendiri istilah whistleblower sempat menjadi trending
topic pemberitaan di media massa. Susno Duadji yang melaporkan dan
mengungkap tentang adanya mafia pajak dan skandal di tubuh kepolisian.
2
Kasus Mufran Imron yang diancam akan dibunuh dan dibakar rumahnya
karena menjadi whistleblower kasus suap 27 orang dari 30 orang anggota
DPRD Seluma. Kemudian kasus whistleblower Simulator SIM, Sukotjo S.
Bambang, whistleblower kasus manipulasi pajak trilyunan rupiah PT. Asian
Agri oleh Vincentius Amin Sutanto dan whistleblower Khairiansyah seorang
auditor BPK yang mengaudit Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga
akhirnya beberapa anggota KPU dipidana dengan kasus korupsi. Pada kasus
Agus Condro yang merupakan mantan anggota DPR RI periode 1999 – 2004
dari partai PDI Perjuangan, ia mengungkapkan kepada publik bahwa dia dan
beberapa rekannya menerima cek perjalanan sebagai suap dalam pemilihan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2000an awal. Agus Condro
secara terbuka mengakui dia termasuk sebagai penerima cek dari seorang
pengusaha untuk memenangkan calon deputi yaitu Miranda Goeltom. Ada
juga kasus Hambalang yang diungkap oleh Nazaruddin mantan bendahara
umum Partai Demokrat. Nazaruddin menjelaskan lebih rinci tentang aliran
dana fee proyek Hambalang yang diterima oleh sejumlah orang dan beberapa
nama muncul yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Di luar negeri ada Chintya Cooper, seorang internal audit yang
mengungkap kasus Worldcom. Chintya Cooper melaporkan kepada kepala
komite audit Max Hobbit kemudian meminta KPMG selaku eksternal audit
untuk melakukan investigasi. Chintya telah menyelamatkan perusahaan dari
kemungkinan lebih buruk bersama dengan whistleblower lainnya. Pada kasus
Enron, beberapa internal auditor yang mengetahui ketidaketisan tersebut tidak
3
melapor karena takut karir dan keselamatan mereka terancam. Namun
Sherron Watkins selaku wakil presiden Enron mengungkapkan ketidaketisan
tersebut. Ada juga Jeffrey Wigand adalah seorang whistleblower yang sangat
terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap skandal perusahaan The Big
Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang addictive
dan perusahaan ini menambahkan bahan carcinogenic di dalam ramuan rokok
tersebut, dimana carcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat
menimbulkan kanker.
Dari kasus-kasus yang terjadi di Indonesia maupun di luar negeri
tersebut menimbulkan pertanyaan besar, mengapa internal auditor tidak dapat
mendeteksi fraud yang dilakukan oleh manajemen. Hal tersebut bisa terjadi
apabila manajemen memanipulasi tugas dan fungsi internal auditor. Pihak
manajemen berupaya agar fraud yang dilakukan tidak tersentuh atau bahkan
mustahil untuk ditemukan. Selain itu pihak manajemen juga dapat meminta
internal auditor untuk mengubah laporan dari penugasan audit internal yang
telah dilakukannya.
Internal auditor dituntut untuk memiliki sikap profesionalisme.
Internal auditor dengan profesionalismenya diharapkan dapat mendeteksi
segala bentuk fraud. Walaupun dapat mendeteksi fraud, tetapi tidak semua
internal auditor berani untuk mengungkapkan segala fraud tersebut. Tindakan
diam terhadap segala bentuk fraud seperti itu bertentangan dengan
profesionalisme internal auditor. Karena menurut Standar Profesi Internal
Auditor yang dikeluarkan oleh The Institute of the Internal Auditors (IIA),
4
bahwa internal auditor harus bersifat independen dan objektif terhadap
performa pekerjaan mereka (Sagara, 2013).
Peran internal auditor sangat penting bagi perusahaan, baik sektor
swasta maupun sektor pemerintah. Internal auditor bertindak sebagai penilai
independen untuk menelaah operasional perusahaan dengan mengukur dan
mengevaluasi kecukupan kontrol serta efisiensi dan efektifitas kinerja
perusahaan (Sawyer, 2005). Ketika seorang internal auditor mengaudit dan
mengindikasi bahwa pihak manajemen melakukan tindak kecurangan yang
material, maka akan menjadi suatu dilema etik bagi internal auditor tersebut
untuk mengungkap tindak kecurangan yang mungkin dilakukan oleh auditee.
Berbeda dengan auditor eksternal, whistleblowing yang dilakukan
oleh internal auditor akan menjadi pertimbangan yang lebih sulit. Apalagi
jika pelaku kecurangan adalah seseorang yang memiliki jabatan tinggi dalam
perusahaan. Secara kultural tidak jarang orang-orang yang bekerja di satu
organisasi tertentu dituntut untuk memiliki rasa keterikatan sosial baik
dengan organisasi atau orang di sekitar yang menjadi rekan kerjanya. Alasan
tersebut menjadi kebiasaan organisasi yang sebenarnya bisa berpengaruh
buruk terhadap kesehatan organisasi yang berwujud pada loyalitas buta.
Sedangkan yang akan dihadapi sang whistleblower tidaklah kecil. Pernyataan
kebenaran kepada publik umum justru bisa menjadi bumerang bagi dirinya
sendiri. Karena realita seringkali terjadi sebaliknya, sang pengungkap justru
malah dihukum oleh instansi, ada penurunan pangkat, bahkan pengucilan dari
rekan-rekannya yang tiba-tiba berubah menjadi musuh. Risiko yang harus
5
ditanggung para whistleblower amat berat, mulai dari ancaman kehilangan
pekerjaan sampai kemungkinan munculnya intimidasi tidak hanya terhadap
mereka tetapi juga terhadap anggota keluarganya. Dilema etika antara
loyalitas terhadap organisasi tempat seorang bekerja atau loyalitas terhadap
dirinya sebagai seseorang yang memiliki idealisme kuat yang ingin
membongkar permasalahan yang dirahasiakan.
Sistem hukum yang melindungi whistleblower merupakan
pertimbangan bagi individu untuk melaporkan perbuatan tidak etis di dalam
suatu organisasi. Peraturan yang secara khusus mengatur mengenai
whistleblowing sampai sekarang belum ada di Indonesia. Secara implisit, hal
ini diatur dalam Undang-undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2011 tentang Perlakuan terhadap Pelapor Tindak Pidana (whistleblower) dan
Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (LPSK, 2011). Penerapan whistleblowing di
Indonesia telah dilakukan di sektor swasta dan sektor publik. Namun,
whistleblowing system akan menjadi tidak efektif jika tidak ada peraturan
yang mengatur secara jelas mekanisme whistleblowing dan perlindungan
hukum terhadap whistleblower.
Dampak dari ketidakjelasan sistem hukum ini akan mengakibatkan
whistleblower dapat dipindahkan atau diturunkan posisinya, bahkan sampai
pemutusan hubungan kerja. Namun, hal yang demikian tidak selamanya
dihadapi oleh whistleblower. Misalnya saja, pemberian Integrity Award oleh
Transparency International (TI) terhadap whistleblower. Pemberian award
6
dianggap perlu karena peran whistleblower yang cukup besar untuk
membongkar sebuah kasus. Namun, pemberian award harus
mempertimbangkan motif individu dalam melakukan whistleblowing. True
whistleblower harus dilihat dari motif pengungkapan kasus, terutama sejauh
apa keterlibatannya dalam kasus tersebut.
Tindakan individu untuk melakukan whistleblowing dipengaruhi oleh
faktor internal maupun faktor eksternal. Internal auditor berfungsi untuk
memberikan nilai tambah bagi organisasi, terutama dalam hal pengendalian
internal. Demikian juga jika dikaitkan dengan whistleblowing, internal auditor
diharapkan menjadi pihak pertama yang dapat mendeteksi jika terdapat red
flag bahwa telah terjadi tindakan yang tidak etis atau fraud. Internal auditor
memiliki kewenangan formal untuk melaporkan adanya ketidakberesan dalam
organisasi. Ketika internal auditor menemukan bukti bahwa informasi laporan
keuangan telah menyesatkan publik, internal auditor harus memutuskan
apakah melaporkan peristiwa tersebut dan kepada siapa dia harus melaporkan
(Miceli et al., 1991).
Namun pada kenyataannya, praktik tidak berjalan sesuai dengan teori.
Profesionalisme internal auditor masih dipertanyakan, salah satu contohnya
adalah kasus di Bank BTN yang melibatkan Guntur Dwi S sebagai internal
auditor yang menyalahgunakan jabatannya dengan menyelewengkan audit
yang tidak sesuai PSAK dalam menutupi kerugian Bank BTN akibat
terjadinya kredit macet, tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa.
Guntur telah melanggar kode etik internal auditor yaitu integritas, yang
7
menyatakan bahwa internal auditor harus 1) melakukan pekerjaan mereka
dengan kejujuran, ketekunan, dan tanggung jawab, 2) mentaati hukum dan
membuat pengungkapan yang diharuskan oleh ketentuan perundang-
undangan dan profesi, 3) sadar tidak boleh terlibat dalam aktivitas ilegal
apapun, atau terlibat dalam tindakan yang memalukan untuk profesi audit
internal atau pun organisasi, 4) menghormati dan berkontribusi pada tujuan
yang sah dan etis dari organisasi.
Kesenjangan antara penelitian dengan penelitian juga terjadi. Antara
penelitian Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014) yang sama-sama
menggunakan variabel profesionalisme internal auditor, namun hasil
penelitiannya berbeda. Penelitian Sari dan Laksito (2014) mengatakan bahwa
afiliasi komunitas berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
intensitas melakukan whistleblowing sedangkan aspek kewajiban sosial,
dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap peraturan profesi, dan
tuntutan untuk mandiri berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensitas
melakukan whistleblowing. Penelitian Sagara (2013) mengatakan bahwa
hanya dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif terhadap
intensi melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi afiliasi komunitas,
aspek kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan, keyakinan terhadap
peraturan profesi berpengaruh negatif terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
Faktor-faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis
sangat penting untuk diteliti karena diyakini dapat mendorong partisipasi
8
aktif pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan dalam upaya mencegah
dan mengungkap praktik atau tindakan yang bertentangan dengan good
governance melalui budaya keterbukaan, kejujuran, dan keadilan merupakan
faktor-faktor penting yang dapat memotivasi pimpinan, pegawai, dan
pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusi bagi kepentingan
organisasi (Septianti, 2013).
Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan minat whistleblowing
yang dilakukan oleh Park dan Blenkinsopp (2008) dan Winardi (2013)
menggunakan kerangka theory of planned behavior dari Ajzen untuk
menjelaskan faktor-faktor individual yang membentuk minat whistleblowing.
Salah satu faktor individual tersebut adalah sikap terhadap whistleblowing
(attitude towards whistle-blowing) yang menurut dua penelitian tersebut
memiliki pengaruh positif terhadap minat whistleblowing. Selain faktor
individual, beberapa penelitian juga mengaitkan faktor situasional seperti
tingkat keseriusan kecurangan dan status pelanggar (Winardi, 2013) dan
faktor demografi seperti gender, usia, dan tenure (Ahmad dkk., 2011) dan
suku bangsa (Septianti, 2013) sebagai faktor yang turut mempengaruhi minat
whistle-blowing.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan
penelitian ini karena pertama, internal auditor sering dilanda dilema etika
untuk melakukan whistleblowing atas kecurangan yang dilakukan oleh pihak
manajemen dan terancam akan dikucilkan bahkan dipecat. Ditambah dengan
belum adanya peraturan jelas yang mengatur tentang perlindungan hukum
9
bagi whistleblower di Indonesia. Namun jika internal auditor memegang
teguh profesionalismenya, dan tidak terpengaruh oleh pihak-pihak yang
melakukan kecurangan maka internal auditor tidak akan takut untuk
melakukan whistleblowing. Kedua, penelitian tentang whistleblowing di
Indonesia masih relatif sedikit dan hasilnya masih menunjukkan hasil yang
tidak konsisten. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Profesionalisme, Faktor Organisasional dan Faktor
Situasional terhadap Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing”.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu penelitian
yang dilakukan oleh Septianti (2013) dan Sagara (2013). Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
a. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya berfokus pada
faktor organisasional dan faktor situasional. Karena pada peneliti
terdahulu faktor individual seperti locus of control, komitmen
organisasional dan personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap
niat whistleblowing internal, sehingga peneliti menjadikan variabel
profesionalisme sebagai penggantinya yang mengacu pada penelitian
Sagara (2013).
b. Populasi dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja pada
sektor publik maupun swasta yang sudah menerapkan whistleblowing
system. Sedangkan pada peneliti sebelumnya populasinya adalah
pegawai PPATK.
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing?
2. Apakah faktor organisasional berpengaruh terhadap intensi internal
auditor melakukan whistleblowing?
3. a. Apakah faktor situasional seperti tingkat keseriusan kecurangan
berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing?
b. Apakah faktor situasional seperti status pelanggar berpengaruh
terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing?
4. Apakah profesionalisme, faktor organisasional dan faktor situasional
berpengaruh terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut :
1. Pengaruh profesionalisme terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing.
2. Pengaruh faktor organisasional terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing.
11
3. a. Pengaruh faktor situasional seperti tingkat keseriusan
kecurangan terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing.
b. Pengaruh faktor situasional seperti status pelanggar terhadap
intensi internal auditor melakukan whistleblowing.
4. Pengaruh profesionalisme, faktor situasional dan faktor
organisasional terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing.
2. Manfaat Penelitian
a. Kontribusi Teoritis
1) Mahasiswa Jurusan Akuntansi, penelitian ini bermanfaat untuk
menambah wawasan dan dapat dijadikan referensi tentang
whistleblowing.
2) Masyarakat, sebagai sarana informasi tentang whistleblowing
dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menjadi
whistleblower.
3) Peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi dan pembanding
untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang
whistleblowing.
4) Penulis, sebagai sarana untuk menambah wawasan mengenai
intensi internal auditor melakukan whistleblowing dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya, sehingga diharapkan dapat
bermanfaat di masa yang akan datang.
12
b. Kontribusi Praktis
1) Internal auditor, diharapkan dapat dijadikan informasi untuk
meningkatkan profesionalisme internal auditor dan
mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi internal
auditor untuk melakukan whistleblowing.
2) Kementerian, diharapkan dapat bermanfaat untuk menilai
profesionalisme internal auditor serta faktor-faktor yang
mempengaruhi internal auditor untuk melakukan
whistleblowing.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behaviour)
Teori perilaku terencana merupakan perluasan dari teori tindakan
beralasan (theory of reasoned action) dibuat perlu oleh keterbatasan model
asli dalam menangani perilaku di mana orang tidak memiliki kendali
penuh atas kehendak. Theory of reasoned action menyatakan bahwa
intensi untuk melakukan suatu perilaku memiliki dua prediktor utama,
yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm. Pengembangan
dari teori ini, planned behavior theory, menemukan prediktor lain yang
juga memengaruhi intensi untuk melakukan suatu perilaku dengan
memasukkan konsep perceived behavioral control. Sehingga terdapat tiga
prediktor utama yang memengaruhi intensi individu untuk melakukan
suatu perilaku, yaitu sikap terhadap suatu perilaku (attitude toward the
behavior), norma subyektif tentang suatu perilaku (subjective norm), dan
persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavioral control) (Ajzen,
2005).
a. Sikap terhadap perilaku.
Keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral beliefs) yang kemudian
menghasilkan sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior)
adalah keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi
14
atas hasil tersebut (beliefs strength and outcome evaluation), apakah
perilaku tersebut positif atau negatif.
b. Norma Subjektif
Keyakinan normatif (normative beliefs) adalah keyakinan tentang
harapan normatif orang lain yang memotivasi seseorang untuk
memenuhi harapan tersebut (normative beliefs and motivation to
comply). Keyakinan normatif merupakan indikator yang kemudian
menghasilkan norma subjektif (subjective norms). Jadi norma subjektif
adalah persepsi seseorang tentang pengaruh sosial dalam membentuk
perilaku tertentu. Seseorang bisa terpengaruh atau tidak terpengaruh
oleh tekanan sosial.
c. Kontrol perilaku yang dipersepsikan
Keyakinan kontrol (control beliefs) yang kemudian melahirkan
kontrol perilaku yang dipersepsikan adalah keyakinan tentang
keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang
akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang
mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).
2. Profesionalisme
Menurut Arens et al. (2008) profesionalisme adalah tanggung jawab
individu untuk berperilaku lebih baik dari sekedar mematuhi undang-
undang dan peraturan masyarakat yang ada.
Menurut Tjiptohadi (1996) dalam Khikmah (2005) profesionalisme
bisa mempunyai beberapa makna. Pertama, profesionalisme berarti suatu
15
keahlian, mempunyai kualifikasi tertentu, berpengalaman sesuai bidang
keahliannya, atau memperoleh imbalan karena keahliannya. Seseorang
bisa dikatakan profesional apabila telah mengikuti pendidikan tertentu
yang menyebabkan mempunyai keahlian atau kualifikasi khusus. Kedua,
pengertian profesionalisme merujuk pada suatu standar pekerjaan yaitu
prinsip-prinsip moral dan etika profesi. Prinsip-prinsip moral seperti
halnya norma umum masyarakat, mengarahkan akuntan agar berperilaku
sesuai dengan tatanan kehidupan seorang profesional. Ketiga, profesional
berarti moral. Kadar moral seseorang yang membedakan antara internal
auditor satu dengan yang lainnya. Moral seseorang dan sikap menjunjung
tinggi etika profesi bersifat sangat individual.
3. Faktor Organisasional
1. Status Manajerial
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk membujuk atau
mempengaruhi orang lain untuk mengikuti perintahnya atau berbagai
bentuk norma yang dia dukung yang digunakan untuk mempengaruhi
anggota-anggota organisasional lainnya (Greenberger, dkk. 1987).
Dengan demikian, pemegang status manajerial yang tinggi dalam
organisasi mempengaruhi aktivitas whistleblowing.
4. Faktor Situasional
1. Tingkat Keseriusan Kecurangan (Seriousness of Wrongdoing)
Setiap anggota organisasi mempunyai persepsi yang berbeda
terhadap tingkat keseriusan kecurangan. Semakin tinggi tingkat
16
keseriusan kecurangan maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk
melakukan whistleblowing. Miceli, Near dan Schwenk (1991)
mengatakan bahwa anggota organisasi mungkin memiliki reaksi yang
berbeda terhadap berbagai jenis kecurangan.
Zhuang (2003) mendefinisikan keseriusan perbuatan sebagai
sejauh mana masalah etis dianggap serius yang merupakan sebuah
fungsi dari karakteristik-karakteristik objektif situasi, penilaian nyata
dari orang lain mengenai masalah keseriusan, dan kecenderungan
individual untuk membesar-besarkan atau meminimalkan kepelikan
suatu masalah.
Ukuran keseriusan kecurangan dapat bervariasi. Beberapa
penelitian terdahulu menggunakan perspektif kuantitatif untuk
mengukur keseriusan kecurangan seperti yang dilakukan oleh Schultz
et al. (1993) dan Menk (2011) yang menerapkan konsep materialitas
dalam konteks akuntansi sehingga keseriusan kecurangan diukur
berdasarkan variasi besarnya nilai kecurangan/kerugian akibat
kecurangan. Perspektif kuantitatif tersebut merupakan pendekatan
yang paling mudah dilakukan karena indikatornya yang jelas, terukur
dan mudah diamati. Penelitian yang dilakukan oleh Curtis (2006)
menggunakan pendekatan kualitatif seperti kemungkinan wrongdoing
dapat merugikan pihak lain, tingkat kepastian wrongdoing
menimbulkan dampak negatif dan tingkat keterjadian wrongdoing.
17
Miceli, Near and Schwenk (1991) menambahkan bahwa jika
kecurangan dilakukan hanya untuk keuntungan pribadi belaka, seperti
pencurian, maka akan menimbulkan keinginan anggota organisasi
untuk melaporkan. Hal ini dikarenakan aksi pencurian hanya
memperkaya si pelaku sendiri, sama saja dengan merusak garis bawah
organisasi. Bagaimanapun, jika kecurangan dilakukan untuk
kepentingan perusahaan, maka kecil kemungkinan bagi anggota
organisasi untuk melaporkan. Misalnya, perusahaan menerbitkan
laporan keuangan yang sudah dimanipulasi, untuk menaikkan citra
perusahaan atau menaikkan laba untuk meningkatkan bonus
karyawan.
2. Status Pelanggar (Status of Wrongdoer)
Status dari anggota organisasi yang melakukan kecurangan atau
tindakan ilegal juga mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan
whistleblowing. Kecurangan yang dilakukan oleh anggota organisasi
yang pangkatnya lebih tinggi, seperti top manajemen, tidak mudah
untuk dihentikan melalui pemecatan (Near & Miceli, 1990). Jika si
pembuat kecurangan berada pada level yang tinggi dalam organisasi,
dia mempunyai kekuasaan untuk menindas atau menekan si
whistleblower.
Kecil kemungkinan bagi seseorang untuk melaporkan kecurangan
yang dibuat oleh atasannya karena beberapa alasan: 1) takut akan
pembalasan dendam dari si pembuat kecurangan, 2) kelangsungan
18
perusahaan bergantung pada si pembuat kecurangan, 3) akibat negatif
yang siginifikan karena melaporkan si pembuat kecurangan.
Hal lain yang juga perlu dipertimbangkan adalah kecurangan yang
dipimpin oleh seseorang yang levelnya tinggi mungkin dilakukan
hanya untuk tujuan strategis belaka (Rehg, Miceli, Near, & Van
Scotter, 2008). Seperti kecurangan yang dibutuhkan untuk
memungkinkan organisasi menjadi kompetitif. Hal ini konsisten
dengan pendapat Brief dan Motowidlo (1986) bahwa keyakinan
anggota organisasi tentang apakah organisasi sebagai penerima
manfaat atau sebagai korban dari kecurangan akan mempengaruhi
reaksi mereka terhadap whistleblower.
5. Intensi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) intensi diartikan
sebagai maksud atau tujuan. Oxford Dictionary of Psychology
(Coleman dalam Chritstanti, 2008) mendefinisikan intensi sebagai
suatu kecenderungan perilaku yang dilakukan dengan sengaja dan
bukan tanpa tujuan. Sedangkan menurut Engel et al. (1993) (dikutip
dalam Sukirno & Sutarmanto, 2007), intensi adalah kompetensi diri
individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan suatu
perilaku tertentu.
Fishbein dan Ajzen (2005) menjelaskan intensi sebagai
representasi kognitif dan konatif dari kesiapan individu untuk
menampilkan suatu perilaku. Intensi merupakan penentu dan disposisi
19
dari perilaku, hingga individu memiliki kesempatan dan waktu yang
tepat untuk menampilkan perilaku tersebut secara nyata.
Secara spesifik, dalam planned behavior theory, dijelaskan bahwa
intensi untuk melakukan suatu perilaku adalah indikasi kecenderungan
individu untuk melakukan suatu perilaku dan merupakan anteseden
langsung dari perilaku tersebut. Intensi untuk melakukan suatu
perilaku dapat diukur melalui tiga prediktor utama yang memengaruhi
intensi tersebut, yaitu attitude toward the behavior, subjective norm,
dan perceived behavioral control (Ajzen, 2006).
Secara umum, jika individu memiliki intensi untuk melakukan
suatu perilaku maka individu cenderung akan melakukan perilaku
tersebut; sebaliknya, jika individu tidak memiliki intensi untuk
melakukan suatu perilaku maka individu cenderung tidak akan
melakukan perilaku tersebut (Fishbein & Ajzen, 2005). Namun intensi
individu untuk melakukan suatu perilaku memiliki keterbatasan waktu
dalam perwujudannya ke arah perilaku nyata, maka dalam melakukan
pengukuran intensi untuk melakukan suatu perilaku perlu untuk
diperhatikan empat elemen utama dari intensi, yaitu target dari
perilaku yang dituju (target), tindakan (action), situasi saat perilaku
ditampilkan (contex), dan waktu saat perilaku ditampilkan (time)
(Fishbein & Ajzen 2005).
20
6. Internal Auditor
Menurut Sukrisno Agoes (2004:221), internal audit (pemeriksaan
intern) adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit
perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi
perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak
yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan
ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan
pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal,
lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain.
Ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi
keuangan.
Menurut IIA (Institute of Internal Auditor) yang dikutip oleh
Boynton (2001:980) yakni:
”Internal auditing is an independent, objective assurance and
consulting activity designed to add value and improve an
organization’s operations. It helps an organization accomplish its
objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate
and improve the effectiveness of risk management, control, and
governance processes”.
Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan
konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan
operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai
tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk
21
mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko,
pengendalian dan proses tata kelola.
Menurut Hiro Tugiman (2006:11), internal auditing atau
pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen
dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan
organisasi yang dilaksanakan.
Menurut Mulyadi (2002:29), audit intern adalah auditor yang
bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan
swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi,
menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan
organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan
organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh
berbagai bagian organisasi. IIA (Institute of Internal auditor)
memperkenalkan Standards for the professional Practice of Internal
Auditing (SPPIA) dikutip dari Sawyer (2005:8), audit internal adalah
fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk
memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang
diberikan kepada perusahaan.
Definisi audit intern yang dikemukakan oleh Sawyer adalah
“audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif
yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang
berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1)
22
informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2)
risiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasi dan
diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur
internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang
memuaskan telah terpenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara
efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara
efektif – semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan
manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan
tanggung jawabnya secara efektif (Sawyer, 2005:10).
Marcia Miceli berargumen bahwa ada tiga alasan mengapa auditor
internal juga dapat dianggap sebagai whistleblower. Pertama, memiliki
mandat formal meski bukan satu-satunya organ dalam perusahaan
untuk melaporkan bila terjadi kesalahan. Setiap pegawai perusahaan
juga memiliki hak untuk melakukannya juga, meski pada umumnya
auditor internal yang lebih paham mengenai kesalahan yang terjadi
dalam perusahaan. Kedua, laporan auditor internal mungkin
bertentangan dengan pernyataan top managers. Jika para manager
cenderung menutupi kesalahan guna memoles kondisi perusahaan,
maka laporan auditor internal mengenai kesalahan justru sebaliknya,
membuat para stakeholder menjadi kecil hati. Ketiga, perbuatan
mengungkap kesalahan merupakan tindakan yang jarang ditegaskan
dalam aturan perusahaan. Hanya beberapa asosiasi profesi saja yang
menekankan bolehnya pelaporan kesalahan yang telah ditentukan
23
melalui jalur-jalur tertentu di internal perusahaan. (Semendawai,
2011:3-4).
7. Whistleblowing
Whistleblowing adalah pengungkapan tindakan pelanggaran atau
pengungkapan perbuatan melawan hukum, perbuatan tidak etis / tidak
bermoral atau perbuatan lain yang dapat merugikan organisasi maupun
pemangku kepentingan, yang dilakukan oleh karyawan atau pimpinan
organisasi atau lembaga lain yang dapat mengambil tindakan atas
pelanggaran tersebut. Pengungkapan ini umumnya dilakukan secara
rahasia (confidential). (Tuanakotta, 2012).
Near dan Miceli (1985), mengartikan whistleblowing sebagai suatu
pengungkapan yang dilakukan anggota organisasi atas suatu praktik
illegal atau tanpa legitimasi hukum di bawah kendali pimpinan mereka
kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek
tindakan perbaikan.
Menurut Dozier (1985) whistleblowing adalah tindakan
melaporkan suatu tindakan atau keputusan organisasi yang
menyimpang dari peraturan dan undang-undang yang dilakukan oleh
seseorang anggota organisasi itu kepada pihak lain seperti pemerintah,
media masa, atau pihak-pihak yang berkaitan.
Menurut King (1998) whistleblowing adalah tindakan yang
dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang pekerja untuk
24
melaporkan kekurangan yang dilakukan oleh pegawai atasan atau
majikannya kepada pihak lain.
Pada dasarnya pelapor pelanggaran (whistleblower) adalah
karyawan dari organisasi itu sendiri (pihak internal), akan tetapi tidak
tertutup adanya pelapor berasal dari pihak eksternal (pelanggan,
pemasok, masyarakat). Pelapor seyogyanya memberikan bukti,
informasi, atau indikasi yang jelas atas terjadinya pelanggaran yang
dilaporkan, sehingga dapat ditelusuri atau ditindaklanjuti. Tanpa
informasi yang memadai laporan akan sulit untuk ditindaklanjuti.
(Tuanakotta, 2012).
Menurut PP No.71 Tahun 2000 pelapor adalah orang yang
memberi suatu informasi kepada penegak hukum atau komisi
mengenai terjadinya suatu tindak pidana korupsi dan bukan pelapor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 24 Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Adapun istilah
pengungkap fakta (whistleblower) dalam UU Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pelindungan Saksi dan Korban tidak memberikan pengertian
tentang “pengungkap fakta”, dan berkaitan dengan itu hanya
memberikan pengertian tentang saksi. Adapun yang disebut dengan
saksi menurut UU No. 13 Tahun 2006 adalah orang yang dapat
memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu
25
perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan / atau ia
alami sendiri.
Whistleblower memiliki dua mekanisma pelaporan pelanggaran
organisasional, yaitu mekanisma pelaporan internal dan eksternal.
Eaton dan Akers (2007) mengemukakan bahwa whistleblowing
internal melibatkan pelaporan informasi kepada sumber yang berada di
dalam organisasi, sedangkan whistleblowing eksternal melibatkan
pelaporan informasi kepada sumber yang berada di luar organisasi,
misalnya media atau regulator.
B. Hasil – Hasil Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
2.1 dan tabel 2.2.
26
Tabel 2.1
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Indonesia
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Rizki
Bagustianto,
Nurkholis
(2015)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Minat
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
untuk melakukan tindakan
Whistle-blowing
Variabel Tingkat
Keseriusan
Kecurangan
Dan Whistleblowing
Sikap terhadap
Whistleblowing,
Komitmen Organisasi,
Personal Cost
Sampling PNS di BPK
Sikap terhadap whistleblowing, komitmen
organisasi, tingkat keseriusan kecurangan
berpengaruh positif terhadap minat PNS
melakukan tindakan whistleblowing
kecuali personal cost.
2. Devi Novita
Sari, Herry
Laksito (2014)
Profesionalisme Internal
Auditor dan Intensi
Melakukan Whistleblowing
Variabel
Profesionalisme dan
Whistleblowing
Sample pada
perusahaan perbankan
nasional
Afiliasi Komunitas berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap intensitas
melakukan whistleblowing
Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap
Pekerjaan, Keyakinan terhadap Peraturan
Profesi, dan Tuntutan untuk Mandiri
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap intensitas melakukan
whistleblowing
Bersambung pada halaman selanjutnya
27
Tabel (lanjutan)
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
3. Windy
Septianti
(2013)
Pengaruh Faktor
Organisasional,
Individual, Situasional, Dan
Demografis Terhadap Niat
Melakukan Whistleblowing
Internal
Faktor
Organisasional,
Situasional, dan niat
whistleblowing
Faktor Individual, dan
Demografis
Sample pegawai
PPATK
Status manajerial, locus of control,
komitmen organisasional, personal cost,
status pelanggar tidak berpengaruh
signifikan
Keseriusan pelanggaran, suku bangsa
berpengaruh signifikan terhadap niat
whistleblowing internal
4. Yusar Sagara
(2013)
Profesionalisme Internal
Auditor dan Intensi
Melakukan Whistleblowing
Variabel
Profesionalisme dan
Whistleblowing
Metode Analisis
Regresi Berganda
Variabel status
manajerial, tingkat
keseriusan
kecurangan, status
pelanggar
Hanya dimensi Tuntutan untuk Mandiri
yang berpengaruh positif, sedangkan
dimensi Afiliasi Komunitas, Kewajiban
Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan,
Keyakinan terhadap Peraturan Profesi
berpengaruh negatif terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
5. Rijadh Djatu
Winardi
(2013)
The Influence of Individual
and Situational Factors on
Lower Level Civil Servants’
Whistle-Blowing Intention
in Indonesia
Variabel Situational:
Tingkat Keseriusan
Kecurangan, Status
Pelaku Kecurangan,
Variabel Individual:
Sikap terhadap
Whistle-blowing,
Norma Subjektif,
Perceived
Behavioural Control
Personal Cost of
Reporting
Sikap terhadap Whistleblowing, Norma
Subjektif, Tingkat Keseriusan Kecurangan,
Status Pelaku Kecurangan berpengaruh
positif dan siginifikan terhadap intensi
whistleblowing
28
Tabel 2.2
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu di Luar Negeri
No
Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Zakaria, Razak
& Noor (2015)
Antecedent Factors of
Whistleblowing
Variabel Intensi
Whistleblowing
Variabel Budaya etis
organisasional,
Penilaian
Deontological,
Penilaian Teleological
Budaya etis organisasional, Penilaian
deontological dan Penilaian Teleological
berpengaruh positif terhadap intensi
whistleblowing
2. Jingyu Gao,
Robert
Greenberg,
Bernard
Wong-On-
Wing (2014)
Whistleblowing Intentions of
Lower-Level Employees:
The Effect
of Reporting Channel,
Bystanders, and Wrongdoer
Power Status
Variabel Intensi
Whistleblowing dan
Status Pelanggar
Variabel Saluran
Pelaporan, Bystanders
Intensi whistleblowing lebih tinggi ketika
saluran pelaporan dikelola oleh pihak di
luar perusahaan dibandingkan pihak
internal, Status pelanggar berpengaruh
terhadap intensi whistleblowing
3. Pailin
Trongmateerut
, John T.
Sweeney
(2012)
The Influence of Subjective
Norms on Whistle-Blowing:
A Cross-Cultural
Investigation
Variabel Intensi
Whistleblowing
Norma Subjektif,
Sikap terhadap
Whistleblowing
Norma Subjektif dan Sikap terhadap
Whistleblowing berpengaruh positif dan
signifikan terhadap intensi Whistleblowing
Bersambung pada halaman selanjutnya
29
Tabel (lanjutan)
No Peneliti
(Tahun) Judul Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
4. Syahrul Ahmar
Ahmad,
Professor
Malcolm
Smith,
Dr Zubaidah
Ismail (2011)
Internal Auditors and
Internal Whistleblowing
Intentions: A
study of Organisational,
Individual, Situational and
Demographic Factors
Variabel Status
Manajerial
Variabel Situational:
Seriousness of
Wrongdoing dan
Status of
Wrongdoers
Variabel
Organisational:
Ethical Climate,
Ukuran Perusahaan
Variabel Individual:
Pertimbangan Etis,
Locus of Control dan
dan Komitmen
Organisasi
Variabel Demografis:
Jenis Kelamin, Umur,
dan Jabatan
Sampling pada
internal audit yang
terdaftar di Institute of
Internal Auditor of
Malaysia (IIAM)
Iklim etis, Locus of Control dan Komitmen
Organisasi berpengaruh positif dan
signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal
Auditor Internal perempuan lebih etis
dalam pertimbangan dan perilaku mereka
daripada laki-laki
Auditor internal berusia diatas 36 lebih
intensi untuk whistleblowing daripada
yang berusia dibawah 36
Sumber: Data yang diolah, 2016.
30
C. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam
gambar 2.1.
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Variabel Independen Variabel Dependen
Bersambung pada halaman selanjutnya
Profesionalisme (X1)
Intensi Internal
Auditor
melakukan
Whistleblowing
(Y1)
Faktor Organisasional :
Status Manajerial (X2)
Faktor Situasional :
- Tingkat
Keseriusan
Kecurangan (X3)
- Status Pelanggar
(X4)
Banyak internal auditor
yang takut melaporkan
pelanggaran
Internal Auditor harusnya
melaporkan jika terjadi
pelanggaran
Kesenjangan antara teori dan praktik
Basis Teori : Teori Perilaku Terencana (Theory
of Planned Behavior)
31
Gambar 2.1 (lanjutan)
D. Perumusan Hipotesis
Hubungan atau Keterkaitan antara variabel independen dan dependen
dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Profesionalisme terhadap intensi auditor internal melakukan
whistleblowing
Hall (1968) dalam Kalbers dan Fogarty (1995) mengembangkan
konsep profesionalisme dari level individual yang digunakan untuk
profesionalisme auditor, meliputi lima dimensi:
Pengabdian pada profesi (dedication), yang tercermin dalam
dedikasi profesional melalui penggunaan pengetahuan dan
kecakapan yang dimiliki. Sikap ini adalah ekspresi dari
penyerahan diri secara total terhadap pekerjaan. Pekerjaan
didefinisikan sebagai tujuan hidup dan bukan sekedar sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Penyerahan diri secara total merupakan
komitmen pribadi, dan sebagai kompensasi utama yang
Metode Analisis :
Regresi Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
32
diharapkan adalah kepuasan rohaniah dan kemudian kepuasan
material.
Kewajiban sosial (social obligation), yaitu pandangan tentang
pentingnya peran profesi serta manfaat yang diperoleh baik oleh
masyarakat ataupun profesional karena adanya pekerjaan tersebut.
Kemandirian (autonomy demands), yaitu suatu pandangan bahwa
seorang profesional harus mampu membuat keputusan sendiri
tanpa tekanan dari pihak yang lain.
Keyakinan terhadap peraturan profesi (belief in self regulation),
yaitu suatu keyakinan bahwa yang berwenang untuk menilai
pekerjaan profesional adalah rekan sesama profesi, dan bukan
pihak luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu
dan pekerjaan mereka.
Hubungan dengan sesama profesi (proffesional community
affiliation), berarti menggunakan ikatan profesi sebagai acuan
termasuk organisasi formal dan kelompok-kelompok kolega
informal sebagai sumber ide utama pekerjaan. Melalui ikatan
profesi ini para profesional membangun kesadaran profesinya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Laksito (2014)
adalah dimensi Afiliasi Komunitas berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing, sedangkan
dimensi Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan, Keyakinan
terhadap Peraturan Profesi, dan Tuntutan untuk Mandiri berpengaruh
33
positif dan signifikan terhadap intensitas melakukan whistleblowing. Hal
ini berbeda dengan hasil penelitian Sagara (2013) yang menunjukkan
bahwa hanya dimensi Tuntutan untuk Mandiri yang berpengaruh positif
terhadap intensi melakukan whistleblowing, sedangkan dimensi Afiliasi
Komunitas, Aspek Kewajiban Sosial, Dedikasi terhadap Pekerjaan,
Keyakinan terhadap Peraturan Profesi berpengaruh negatif terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Laksito
(2014), Sagara (2013) dapat dinyatakan bahwa belum adanya hasil yang
konsisten tentang pengaruh profesionalisme terhadap intensi melakukan
whistleblowing. Penelitian ini akan menguji kembali keterkaitan antara
variabel profesionalisme dan intensi internal auditor melakukan
whistleblowing. Oleh karena itu, hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut:
H1: Profesionalisme berpengaruh terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing.
2. Status manajerial terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing
Hasil penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level
atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan
lebih mungkin melakukan whistleblowing dalam berbagai jenis
pelanggaran dibandingkan dengan manajer level pertama dan manajer
level menengah karena manajer level atas berada pada posisi puncak
34
organisasi, memiliki diskresi dan kekuasaan yang lebih besar, dan
mendapat sedikit tekanan, sehingga merasa lebih bebas melakukan
whistleblowing.
Perbedaan status manajerial dalam organisasi diharapkan akan
mempengaruhi persepsi individu terhadap pelanggaran. Pegawai yang
memegang posisi manajerial yang lebih tinggi diharapkan akan lebih
bertanggungjawab untuk melaporkan dugaan pelanggaran karena mereka
dapat menghentikan potensi terjadinya pelanggaran dengan kekuasaan
yang dimiliki. Dengan demikian, status manajerial dalam organisasi
diharapkan akan mempengaruhi niat individu terhadap niat melakukan
whistleblowing internal (Septianti, 2013). Berdasarkan uraian sebelumnya
maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H2: Status manajerial berpengaruh terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing.
3. Tingkat keseriusan kecurangan terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing
Kaplan dan Shultz (2007) memberikan bukti bahwa intensi
individu untuk melaporkan dipengaruhi oleh sifat dari kasus. Penelitian
mereka berfokus pada karakteristik kecurangan dan memeriksa perilaku
pelaporan yang menjelaskan tiga kasus berbeda, meliputi kecurangan
keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Dari hasil penelitian
tersebut ditemukan bahwa faktor ekonomi dan non ekonomi terlihat dari
hasil perbedaan yang signifikan dalam intensi pelaporan.
35
Hasil yang serupa juga ditemukan dalam penelitian Ayers dan
Kaplan (2005). Menggunakan pendekatan percobaan (melalui hipotesis
skenario kasus) ditemukan bahwa persepsi tentang tingkat keseriusan
kecurangan berhubungan dengan melaporkan kecurangan baik laporan
tanpa nama maupun menggunakan nama. Penelitian etika lainnya yang
menggunakan skenario kasus secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat
keseriusan kecurangan secara signifikan berhubungan dengan pelaporan
individu atau intensi whistleblowing (Curtis, 2006; E.Z. Taylor & Curtis,
2010). Oleh karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
H3: Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh terhadap intensi
internal auditor melakukan whistleblowing.
4. Status Pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing
Temuan awal menunjukkan bahwa kemungkinan mengungkap
kecurangan organisasi menurun ketika status pelaku kecurangan berada
pada level atas (Miceli, Near, & Schwenk, 1991). Karena pelaku
kecurangan yang berada di level atas mempunyai kekuasaan dalam
organisasi, whistleblower mungkin akan mendapat pembalasan ketika
mereka mengejar pelaku kecurangan (Cortina & Magley, 2003). Oleh
karena itu hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
H4: Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing.
36
5. Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan Kecurangan,
Status Pelanggar terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sagara (2013) yang
menggunakan lima dimensi profesional menunjukkan bahwa hanya
dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif, sedangkan
dimensi afiliasi komunitas, kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan,
keyakinan terhadap peraturan profesi berpengaruh negatif terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
Pada penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level
atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan
lebih mungkin melakukan whistleblowing dibandingkan dengan manajer
level pertama dan manajer level menengah.
Kaplan dan Schultz (2007) menguji karakteristik pelanggaran dan
menginvestigasi perilaku pelaporan dalam tiga kasus yang melibatkan
fraud keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor ekonomik dan non-ekonomik yang muncul
dalam ketiga kasus tersebut merupakan faktor yang signifikan untuk
membedakan subjek niat melaporkan whistleblowing.
Kecenderungan seseorang melaporkan pelanggaran tergantung
pada persepsi bahwa pelaporan akan menghasilkan tindakan korektif dan
terkait dengan jabatan pelanggar dalam hierarki organisasional. Semakin
jauh rentang kekuasaan antara pelanggar dan observer pelanggaran,
37
semakin mungkin observer pelanggaran akan mendapatkan perlakuan
retaliasi. Jika pelanggar menduduki jabatan yang tinggi dalam hierarki
organisasi, maka pelanggar tersebut memiliki kekuatan untuk menekan
perilaku whistleblowing, sehingga menyebabkan semakin rendahnya niat
pegawai melakukan whistleblowing. Berdasarkan uraian sebelumnya maka
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H5: Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat Keseriusan
Kecurangan, Status Pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal
auditor melakukan whistleblowing.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh
variabel independen, yaitu profesionalisme, status manajerial, tingkat
keseriusan kecurangan, dan status pelaku kecurangan terhadap variabel
dependen, yaitu intensi internal auditor melakukan whistleblowing.
B. Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling dengan teknik berdasarkan pertimbangan (judgement
sampling) yang merupakan tipe pemilihan sampel secara tidak acak yang
informasinya diperoleh dengan menggunakan pertimbangan tertentu
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Sampel merupakan internal auditor yang bekerja di Inspektorat
Jenderal Kementerian.
b. Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system.
C. Metode Pengumpulan Data
Peneliti memperoleh data dalam penelitian ini dengan
menggunakan penelitian lapangan.
1. Penelitian Lapangan
Data utama dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian
lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data
39
primer). Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah
internal auditor yang bekerja di Inspektorat Jenderal Kementerian di
wilayah DKI Jakarta. Kementerian yang sudah menerapkan
whistleblowing system antara lain Kementerian Perhubungan,
Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi,
Kementerian Agama, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian
Ketenagakerjaan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Pertanian, dan Kementerian Hukum dan HAM. Peneliti memperoleh
data dengan mengirimkan kuesioner kepada Inspektorat Jenderal
Kementerian secara langsung. Data primer diperoleh dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah terstruktur dengan tujuan
untuk mengumpulkan informasi dari internal auditor yang berkerja
pada Inspektorat Jenderal Kementerian sebagai responden dalam
penelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah skor masing-
masing indikator variabel yang diperoleh dari pengisian kuesioner
yang telah dibagikan kepada internal auditor yang berkerja di
Inspektorat Jenderal Kementerian sebagai responden.
D. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Pada bagian ini akan diuraikan masing-masing variabel yang
digunakan berikut dengan operasional dan cara pengukurannya.
40
1. Profesionalisme (X1)
Menurut Arens et al. (2008) profesionalisme adalah
tanggung jawab individu untuk berperilaku lebih baik dari sekedar
mematuhi undang-undang dan peraturan masyarakat yang ada.
Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang
digunakan Sagara (2013). Variabel ini diukur menggunakan skala
likert 5 poin dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), kurang
setuju (3), setuju (4) dan sangat setuju (5).
2. Status Manajerial (X2)
Status manajerial diukur berdasarkan jawaban dari
responden mengenai jabatan yang sedang diduduki. Variabel status
manajerial diubah menjadi variabel dummy. Status manajerial yang
diberi kode 1 mewakili status manajerial yang lebih tinggi yaitu
Auditor Ahli, sedangkan status manajerial yang diberi kode 0
mewakili status manajerial yang lebih rendah yaitu Auditor
Terampil.
3. Tingkat Keseriusan Kecurangan (X3) dan Status Pelanggar
(X4)
Tingkat keseriusan pelanggaran dan status pelanggar diukur
menggunakan tiga jenis kasus hipotetis occupational fraud yang
dikembangkan oleh peneliti yang sebelumnya. Kasus pertama
berkaitan dengan penyalahgunaan aset. Kasus kedua berkaitan
41
dengan korupsi. Kasus ketiga berkaitan dengan fraud laporan
keuangan. Gundlach dkk. (2008) menyatakan bahwa pendekatan
dengan penggunaan kasus hipotetis dianggap cukup memadai dan
efektif untuk memperoleh data dalam penelitian whistleblowing.
Kasus occupational fraud yang digunakan dalam penelitian ini
disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Responden diminta
menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan 5 poin
skala Likert.
Untuk lebih jelasnya mengenai variabel, sub variabel, dan
indikator dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Indikator No. Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
Profesionalisme
(X1) (Sagara,
2013)
Profesionalisme
auditor dimensi
afiliasi komunitas
1,2,3,4
Interval
Profesionalisme
auditor dimensi
dedikasi terhadap
pekerjaan
5,7,11
Profesionalisme
auditor dimensi
keyakinan terhadap
peraturan sendiri
atau profesi
6,8
Profesionalisme
auditor dimensi
tuntutan untuk
mandiri
9,10
Status
Manajerial (X2)
(Permen PAN
No:
PER/220/M.PA
Auditor Ahli
Nominal Auditor Terampil
42
Variabel Indikator No. Butir
Pertanyaan
Skala
Pengukuran
N/7/2008)
Status Pelanggar
(X3) (Septianti,
2013)
Kasus yang
berkaitan dengan
penyalahgunaan
aset
1.b
Interval
Kasus yang
berkaitan dengan
korupsi
2.b
Kasus yang
berkaitan dengan
fraud laporan
keuangan
3.b
Tingkat
Keseriusan
Pelanggaran
(X4) (Septianti,
2013)
Kasus yang
berkaitan dengan
penyalahgunaan
aset
1.a
Interval
Kasus yang
berkaitan dengan
korupsi
2.a
Kasus yang
berkaitan dengan
fraud laporan
keuangan
3.a
Intensi
melakukan
Whistleblowing
(X5) (Septianti,
2013)
Kasus yang
berkaitan dengan
penyalahgunaan
aset
1.c
Interval
Kasus yang
berkaitan dengan
korupsi
2.c
Kasus yang
berkaitan dengan
fraud laporan
keuangan
3.c
Sumber: Data yang diolah, 2016.
E. Metode Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi
suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,
43
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness
(kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2013:19).
2. Uji Kualitas Data
Pengujian kualitas data terdapat dua macam pengujian, yaitu
sebagai berikut:
a. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu
kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau
konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal
jika jawaban seseorang terhadap pernyataan tersebut
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran
reliabilitas dapat dilakukan 2 cara yaitu:
1) Repeated measure atau pengukuran ulang. Disini
seseorang akan diberikan pertanyaan yang sama pada
waktu yang berbeda, kemudian dilihat apakah
jawabannya tetap konsisten dengan jawabannya.
2) One shot atau pengukuran sekali saja, disini
pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya
dibandingkan dengan pernyataan lain atau mengukur
korelasi antar jawaban pernyataan. Untuk mengukur
reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa (α).
Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai
Cronbach’s Alfa > 0,60. Sedangkan jika sebaliknya,
44
data tersebut dikatakan tidak reliabel (Ghozali,
2013:47-48).
b. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau
tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Pengujian validitas ini menggunakan nilai signifikan di
bawah 0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa masing-masing
indikator pertanyaan pada kuesioner valid ketika nilai
signifikansinya di bawah 0,05 (Ghozali, 2013:52-55).
3. Uji Asumsi Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini,
maka peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas, dan
uji heteroskedastisitas.
a. Uji Multikolonieritas
Pengujian multikolonieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel
independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang
45
nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol
(Ghozali, 2013:105).
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas di dalam
model regresi dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor
(VIF) dan nilai Tolerance. Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Jika nilai tolerance <0,10 atau sama dengan
nilai VIF > 10, maka dalam model regresi tersebut terdapat
multikolonieritas yang tidak dapat ditoleransi dan variabel
tersebut harus dikeluarkan dari model regresi agar hasil yang
diperoleh tidak bias (Ghozali, 2013:106).
b. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid
untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
analisis grafik dan uji statistik (Ghozali, 2013:160).
46
Analisis grafik menggunakan grafik histogram dan
probability plot. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Namun analisis grafik dapat
menyesatkan jika tidak hati-hati secara visual terlihat normal
padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam
penelitian ini selain menggunakan analisis grafik juga dilengkapi
dengan uji statistik menggunakan non-parametik Kolmogorov-
Smirnov (K-S). Dalam uji K-S dilihat dari angka probabilitas
signifikansi data residual. Jika angka probabilitas kurang dari 0,05
maka variabel ini tidak berdistribusi secara normal (Ghozali,
2011:164).
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilihat
jika ada pola tertentu pada grafik scatterplot, seperti titik yang
47
membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit). Analsis dengan grafik plots memiliki
kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah pemgamatan
mempengaruhi hasil ploting. Oleh karena itu diperlukan uji
statistik yaitu uji Glejser. Uji Glejser mengusulkan untuk
meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Jika
variabel independen signifikan secara statistik mempengaruhi
variabel dependen, maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas.
Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansi di bawah tingkat
kepercayaan 5%. (Ghozali, 2013:139-143).
4. Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinan (R2) mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinan adalah antara nol sampai satu. Apabila
hanya terdapat satu variabel independen maka R2 yang dipakai.
Tetapi apabila terdapat dua atau lebih variabel independen maka
yang dipakai adalah Adjusted R2. Setiap tambahan variabel
independen, R2 akan meningkat tidak peduli variabel tersebut
berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen.
Sedangkan nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali,
2013:97).
48
5. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan
model regresi berganda. Model regresi berganda umumnya
digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel
independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran
interval atau rasio dalam persamaan linier. Variabel independen
terdiri dari profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan
kecurangan dan status pelaku kecurangan. Sedangkan variabel
dependennya adalah intensi internal auditor melakukan
whistleblowing. Persamaan regresi berganda dirumuskan sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Keterangan :
Y = Intensi Internal Auditor melakukan Whistleblowing
a = Konstanta
b = Koefeisien Regresi
X1 = Profesionalisme
X2 = Status Manajerial
X3 = Tingkat Keseriusan Kecurangan
X4 = Status Pelaku Kecurangan
E = Error
Pengujian hipotesis ini melalui beberapa pengujian, yaitu:
a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
49
Uji Statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel penjelas dan independen secara individu
dalam menerangkan variansi variabel dependen. Apakah
variabel independen berpengaruh secara nyata atau tidak
(Ghozali, 2013:98). Pengambilan keputusan dapat
dilakukan dengan melihat probabilitasnya, yaitu:
Jika probabilitas > 0,05, maka model ditolak.
Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.
b. Uji Signifikan Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen atau terkait (Ghozali, 2013:98). Dalam
membandingkan probabilitas dengan taraf nyata kurang
dari 0,05.
Jika probabilitas > 0,05, maka model ditolak.
Jika probabilitas < 0,05 maka model diterima.
50
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah internal auditor yang bekerja
pada Inspektorat Jenderal Kementerian. Auditor yang berpartisipasi
dalam penelitian ini meliputi auditor ahli dan auditor terampil yang
melaksanakan pekerjaan di bidang auditing.
Pengumpulan data dilaksanakan melalui penyebaran kuesioner
penelitian secara langsung dengan cara mendatangi responden yang
bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian yang sudah menerapkan
whistleblowing system. Penyebaran serta pengembalian kuesioner
dilaksanakan mulai tanggal 11 Februari 2016 hingga 8 April 2016.
Penelitian dilakukan pada 13 Kementerian dari keseluruhan
kementerian yang ada. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 155 buah
dimana jumlah kuesioner yang disebarkan di Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia merupakan jumlah yang paling banyak karena
peneliti melakukan trial kuesioner di kementerian tersebut. Dan jumlah
kuesioner yang kembali sebanyak 136 kuesioner atau 87,74%, sedangkan
sisanya sebanyak 19 kuesioner atau 12,26% tidak kembali dengan alasan
banyak auditor yang sedang tugas keluar kota. Kuesioner yang dapat
diolah berjumlah 101 atau 74,26%, sedangkan sisanya sebanyak 35
kuesioner atau 25,74% tidak dapat diolah dengan alasan tidak memenuhi
51
kriteria sebagai sampel dan tidak diisi secara lengkap oleh responden.
Gambaran mengenai data sampel disajikan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian
No. Keterangan Jumlah Persentase
1. Jumlah kuesioner yang disebar 155 100%
2. Jumlah kuesioner yang kembali 136 87,74%
3. Jumlah kuesioner yang tidak
kembali
19 12,26%
4. Jumlah kuesioner yang dapat diolah 101 74,26%
5. Jumlah kuesioner yang tid ak dapat
diolah
35 25,74%
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Data distribusi penyebaran kuesioner penelitian ini dapat dilihat
dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Data Distribusi Sampel Penelitian
No. Inspektorat Jenderal Kementerian Kuesioner
dikirim
Kuesioner
dikembalikan
1. Kementerian Keuangan 10 10
2. Kementerian Luar Negeri 10 5
3. Kementerian Kelautan dan Perikanan 10 10
4. Kementerian Perhubungan 10 9
5. Kementerian Komunikasi dan
Informatika
10 10
6. Kementerian Ketenagakerjaan 10 10
7. Kementerian Perindustrian 10 10
8. Kementerian Hukum dan HAM 35 30
9. Kementerian Kesehatan 10 10
10. Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (ESDM)
10 10
11. Kementerian Agama 10 6
12. Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi
10 10
13. Kementerian Pertanian 10 6
Total 155 136
Sumber: Data Primer yang diolah, 2016.
52
2. Karakteristik Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah internal auditor yang
bekerja pada Inspektorat Jenderal Kementerian di Jakarta. Dari seluruh
Kementerian yang ada, hanya 13 Kementerian yang sudah menerapkan
whistleblowing system. Berikut tabel 4.3 menjelaskan deskripsi mengenai
identitas responden penelitian yang terdiri dari jenis kelamin, usia,
pendidikan terakhir, lama bekerja, dan jabatan fungsional auditor.
Tabel 4.3
Deskripsi Responden
Deskriptif Keterangan Jumlah Presentase
Jenis Kelamin Laki-laki 66 65,3%
Perempuan 35 34,7%
Usia
<20 tahun 0 0%
20-30 tahun 25 24,7%
31 – 40 tahun 42 41,6%
>40 tahun 34 33,7%
Pendidikan
Terakhir
SLTA 3 3%
D3 6 5,9%
S1 60 59,4%
S2 32 31,7%
S3 0 0%
Lama Bekerja
<5 tahun 16 15,8%
5 - 10 tahun 40 39,6%
>10 tahun 45 44,6%
Jabatan
Fungsional
Auditor
Auditor
Terampil
Pelaksana 8 7,9%
Pelaksana
Lanjutan 4 4%
Penyelia 5 4,9%
Auditor
Ahli
Pertama 45 44,6%
Muda 21 20,8%%
Madya 18 17,8%
Utama 0 0%
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
53
Berdasarka tabel 4.3 dapat diketahui bahwa jumlah responden
berdasarkan jenis kelamin didominasi oleh laki-laki, yaitu sebanyak 66
orang atau 65,3% sedangkan sisanya sejumlah 35 orang atau 34,7%
responden berjenis kelamin perempuan.
Jumlah responden berdasarkan usia didominasi oleh responden
yang berusia 31-40 tahun yaitu sebanyak 42 orang atau 41,6%, kemudian
responden yang berusia >40 tahun sebanyak 34 orang atau 33,7%,
responden yang berusia 20 – 30 tahun sebanyak 25 orang atau 24,7% dan
terakhir tidak ada responden yang berusia <20 tahun atau 0%.
Berdasarkan pendidikan terakhir, responden didominasi dengan
latar belakang pendidikan S1 yaitu sebanyak 60 orang atau 59,4%.
Responden dengan pendidikan SLTA berjumlah 3 orang atau 3%,
responden dengan pendidikan D3 berjumlah 6 orang atau 5,9%,
responden dengan pendidikan S2 berjumlah 32 orang atau 31,7%, dan
yang terakhir tidak ada responden dengan pendidikan S3 atau 0%.
Jumlah responden berdasarkan lama bekerja didominasi oleh
responden yang lama bekerjanya lebih dari 10 tahun yaitu sebanyak 45
orang atau 44,6%. Kemudian disusul dengan responden yang lama
bekerjanya 5-10 tahun sebanyak 40 orang atau 39,6% dan responden
yang lama bekerjanya <5 tahun sebanyak 16 orang atau 15,8%.
Berdasarkan jabatan fungsional auditor, menunjukkan bahwa
responden didominasi oleh responden yang mempunyai jabatan
fungsional sebagai auditor ahli yaitu sebanyak 84 orang atau 83,2% yang
54
terdiri dari 45 auditor pertama, 21 auditor muda, dan 18 auditor madya.
Sedangkan sisanya sebanyak 17 orang atau 17,8% adalah auditor
terampil yang terdiri dari 8 auditor pelaksana, 4 auditor pelaksana
lanjutan dan 5 auditor penyelia.
B. Hasil Uji Instrumen Penelitian
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi
profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, status
pelanggar dan intensi whistleblowing akan diuji secara deskriptif seperti
yang terlihat dalam tabel 4.4
Tabel 4.4
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TP 101 30 50 41,64 4,312
SM 101 0 1 ,83 ,376
TTKK 101 6 15 13,35 2,002
TSP 101 5 15 11,71 2,617
TIW 101 8 15 13,48 1,671
Valid N (listwise) 101
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.4 menjelaskan bahwa pada variabel profesionalisme
jawaban minimum responden sebesar 30 dan maksimum sebesar 50,
dengan rata-rata total jawaban 41,64 dan standar deviasi 4,312, maka
dapat disimpulkan bahwa rata-rata jawaban responden untuk variabel
profesionalisme adalah setuju. Variabel status manajerial jawaban
minimum responden sebesar 0 dan jawaban maksimum sebesar 1, dengan
55
rata-rata total jawaban 0,83 dan standar deviasi 0,376, maka dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah
auditor ahli. Pada variabel tingkat keseriusan kecurangan jawaban
minimum responden sebesar 6, jawaban maksimum sebesar 15, rata-rata
total jawaban 13,35 dan standar deviasi 2,002, maka dapat disimpulkan
bahwa rata-rata responden menganggap bahwa ketiga kasus dalam
kuesioner adalah serius. Variabel status pelanggar memiliki jawaban
minimum sebesar 5 dan maksimum sebesar 15, dengan rata-rata total
jawaban sebesar 11,71 dan standar deviasi sebesar 2,617, , maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata responden menganggap bahwa status
pelanggar dalam kasus tersebut adalah cukup berkuasa. Sedangkan pada
variabel intensi whistleblowing jawaban minimum responden sebesar 8,
jawaban maksimum sebesar 15, rata-rata total jawaban 13,48 dan standar
deviasi 1,671, maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat
kemungkinan responden melaporkan kasus tersebut adalah tinggi.
2. Hasil Uji Kualitas Data
a. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan untuk menilai konsistensi dari
instrumen penelitian. Suatu instrumen penelitian dapat dikatakan
reliabel jika nilai Cronbach Alpha berada diatas 0,6 (Ghozali,
2011). Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji reliabilitas untuk variabel
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.
56
Tabel 4.5
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbach’s
Alpha Keterangan
Profesionalisme 0,677 Reliabel
Tingkat Keseriusan Kecurangan 0,846 Reliabel
Status Pelanggar 0,778 Reliabel
Intensi Whistleblowing 0,782 Reliabel
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.5 menunjukkan nilai cronbach’s alpha atas variabel
profesionalisme sebesar 0,677, tingkat keseriusan kecurangan
sebesar 0,846, status pelanggar sebesar 0,778 dan intensi
whistleblowing sebesar 0,782. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pertanyaan dalam kuesioner ini reliabel karena mempunyai
nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap item pertanyaan yang digunakan akan mampu
memperoleh data yang konsisten yang berarti bila pertanyaan itu
diajukan kembali akan diperoleh jawaban yang relatif sama dengan
jawaban sebelumnya.
b. Hasil Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya
suatu kuesioner. Suatu pertanyaan pada kuesioner dikatakan valid
jika tingkat signifikansinya dibawah 0,05 (Ghozali, 2013). Tabel
berikut menunjukkan hasil uji validitas dari lima variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu profesionalisme (P), status
manajerial (SM), tingkat keseriusan kecurangan (TKK), status
57
pelanggar (SP), dan intensi whistleblowing (IW), dengan 101
sampel responden.
Tabel 4.6
Hasil Uji Validitas Profesionalisme
Nomor Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Sig
(2-Tailed) Keterangan
P1 0,541** 0,000 Valid
P2 0,549** 0,000 Valid
P3 0,488** 0,000 Valid
P4 0,601** 0,000 Valid
P5 0,491** 0,000 Valid
P6 0,427** 0,000 Valid
P7 0,482** 0,000 Valid
P8 0,532** 0,000 Valid
P9 0,438** 0,000 Valid
P10 0,290** 0,003 Valid
P11 0,445** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.6 menunjukkan variabel profesionalisme
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
Tabel 4.7
Hasil Uji Validitas Tingkat Keseriusan Kecurangan
Nomor Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Sig
(2-Tailed) Keterangan
TKK1 0,877** 0,000 Valid
TKK2 0,870** 0,000 Valid
TKK3 0,874** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.7 menunjukkan variabel tingkat keseriusan
kecurangan mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan
dengan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
58
Tabel 4.8
Hasil Uji Validitas Status Pelanggar
Nomor Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Sig
(2-Tailed) Keterangan
SP1 0,895** 0,000 Valid
SP2 0,819** 0,000 Valid
SP3 0,779** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.8 menunjukkan variabel status pelanggar
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Intensi Whistleblowing
Nomor Butir
Pertanyaan
Pearson
Correlation
Sig
(2-Tailed) Keterangan
IW1 0,827** 0,000 Valid
IW2 0,867** 0,000 Valid
IW3 0,808** 0,000 Valid
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.9 menunjukkan variabel intensi whistleblowing
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05.
3. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah
adanya korelasi antar variabel bebas (independen) dalam model
regresi. Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam
penelitian ini dengan menggunakan Nilai Tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF). Tabel berikut ini menyajikan hasil uji
59
multikolonieritas dengan menggunakan Nilai Tolerance dan VIF,
yaitu:
Tabel 4.10
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242
TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333 ,886 1,129
SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565 ,964 1,037
TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000 ,852 1,173
TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186 ,908 1,101
a. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016
Berdasarkan tabel 4.10 diatas terlihat bahwa nilai tolerance
mendekati angka 1 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF)
disekitar angka 1 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan dengan
nilai tolerance dan VIF untuk profesionalisme adalah 0,886 dan
1,129. Variabel status manajerial memiliki nilai tolerance 0,964
serta VIF 1,037. Kemudian variabel tingkat keseriusan kecurangan
dengan nilai tolerance 0,852 dan VIF 1,173. Dan untuk variabel
status pelanggar memiliki nilai tolerance 0,908 dan VIF 1,101.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model persamaan
regresi tidak terdapat problem multiko dan dapat digunakan dalam
penelitian ini.
b. Hasil Uji Normalitas
60
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi, variabel dependen dan variabel independen
atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model
regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati
normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan
menggunakan analisis grafik (histogram dan probability plot) dan
uji statistik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Dasar pengambilan
keputusan pada uji grafik histogram dan grafik normal p-plot
adalah dengan melihat bentuk grafik dan persebaran titik-titik
residual. Sedangkan pengambilan keputusan dalam uji K-S adalah
dengan melihat nilai probabilitas signifikansi data residual. Apabila
angka probabilitas lebih dari 0,05 berarti data terdistribusi secara
normal. Adapun hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov-
Smirnov (K-S) dapat dilihat dalam tabel 4.11
Tabel 4.11
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,42501229
Most Extreme Differences Absolute ,120
Positive ,076
Negative -,120
Test Statistic ,120
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001c
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
61
Pada tabel 4.11 terlihat bahwa variabel memiliki
probabilitas signifikansi 0,001 dan nilainya jauh dibawah 0,05. Hal
ini berarti variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat
keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing
tidak terdistribusi secara normal. Untuk mendapatkan hasil
pengujian yang lebih baik dan valid maka dilakukan transformasi
variabel penelitian yang tidak terdistribusi secara normal ke dalam
bentuk akar kuadrat (sqrt). Hasil uji normalitas setelah transformasi
variabel dapat dilihat dalam tabel 4.12.
Tabel 4.12
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,70758413
Most Extreme Differences Absolute ,058
Positive ,048
Negative -,058
Test Statistic ,058
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Menurut tabel 4.12 diatas, hasil uji (K-S) menunjukkan
bahwa data terdistribusi normal setelah dilakukan transformasi
variabel tingkat keseriusan kecurangan, status pelanggar dan intensi
whistleblowing ke dalam bentuk akar kuadrat (sqrt). Hal ini terlihat
dari nilai probabilitas sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05. Sehingga
model penelitian ini memenuhi uji asumsi klasik normalitas. Hasil
62
yang sama juga ditunjukkan oleh pengujian menggunakan grafik
normal p-plot pada gambar 4.1 dan histogram pada gambar 4.2.
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot
Sumber: Data primer yang diolah, 2016
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Gambar 4.1 dan 4.2 memperlihatkan penyebaran data yang
berada di sekitar garis diagonal dan bentuk grafik yang simetris
63
tidak condong ke kiri atau ke kanan. Hal ini menunjukkan bahwa
model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji
apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians
dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians
dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homoskedastisitas. Dalam penelitian ini uji
heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik scatterplot dan uji
statistik menggunakan uji Glejser. Berikut hasil uji
heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot.
Gambar 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Berdasarkan gambar 4.3, grafik scatterplot menunjukkan
bahwa data tersebat di atas dan di bawah angka 0 (nol) pada sumbu
64
Y dan tidak terdapat suatu pola yang jelas pada penyebaran data
tersebut. Berikut hasil uji heteroskedastisitas menggunakan uji
Glejser.
Tabel 4.13
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,192 ,478 2,496 ,014
TP -,015 ,010 -,158 -1,482 ,142
SM -,023 ,114 -,021 -,202 ,840
TTKKsqrt -,049 ,051 -,105 -,968 ,336
TSPsqrt ,049 ,048 ,108 1,031 ,305
a. Dependent Variable: ABS_RES
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Berdasarkan tabel 4.13 di atas, semua variabel independen
memiliki angka signifikan di atas 0,05. Hal ini terlihat dari nilai
signifikansi profesionalisme sebesar 0,142, status manajerial
sebesar 0,840, tingkat keseriusan kecurangan sebesar 0,336 dan
status pelanggar sebesar 0,305. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
terjadi heteroskedastisitas pada model persamaan regresi, sehingga
model regresi layak digunakan untuk memprediksi intensi
melakukan tindakan whistleblowing.
4. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh
65
variabel independen. Adapun hasil uji koefisien determinasi untuk
variabel profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan
kecurangan, status pelanggar dan intensi whistleblowing disajikan
dalam tabel 4.14 di bawah ini:
Tabel 4.14
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,545a ,297 ,268 ,72218
a. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt
b. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa nilai Adjusted R Square
sebesar 0,268. Hal ini menandakan bahwa variasi variabel
profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan
status pelanggar hanya bisa menjelaskan 26,8% variasi variabel
intensi whistleblowing. Sedangkan sisanya, yaitu 73,2% dijelaskan
oleh variabel-variabel lain di luar model baik yang berasal dari faktor
internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi intensi internal
auditor melakukan whistleblowing seperti komitmen organisasi,
personal cost, pertimbangan etis, faktor demografi dan lainnya.
5. Hasil Uji Hipotesis
a. Hasil Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
66
terhadap variabel dependen. Tabel berikut ini menyajikan hasil uji
statistik t dalam penelitian ini:
Tabel 4.15
Hasil Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242
TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333
SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565
TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000
TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186
a. Dependent Variable: TIWsqrt
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Berdasarkan tabel 4.15 dapat dilihat bahwa satu variabel
independen yaitu tingkat keseriusan kecurangan (TTKKsqrt) yang
berpengaruh terhadap variabel dependen intensi whistleblowing
(TIWsqrt). Sedangkan tiga variabel independen lainnya yaitu
profesionalisme (TP), status manajerial (SM), status pelanggar
(TSPsqrt) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen intensi
whistleblowing (TIWsqrt). Adapun penjelasannya sebagai berikut:
Hipotesis 1: Profesionalisme berpengaruh terhadap intensi
internal auditor melakukan whistleblowing
Hasil pengujian variabel profesionalisme mempunyai
signifikansi sebesar 0,333 lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa profesionalisme tidak memiliki pengaruh
yang signifikan, dengan demikian H1 ditolak. Hasil penelitian ini
67
tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014).
Tidak adanya pengaruh profesionalisme terhadap intensi
melakukan whistleblowing dapat dikarenakan dilema etika yang
besar dalam diri seorang internal auditor dalam memilih antara
loyalitas terhadap organisasi atau loyalitas terhadap dirinya yang
memiliki idealisme kuat. Hal ini berkaitan pula dengan faktor yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja auditor yang dapat berasal
dari rekan kerja atau pimpinan organisasi secara umum. Hasil ini
dapat memberikan gambaran bahwa seorang internal auditor yang
mempunya profesionalisme tinggi tidak mempengaruhi niatnya
untuk melakukan whistleblowing.
Adanya rutinitas dalam berlangganan publikasi atau jurnal
tentang internal auditor, adanya partisipasi dalam pertemuan
internal auditor, dan berdiskusi dengan internal auditor dari
organisasi lain tidak akan meningkatkan intensi melakukan
whistleblowing. Hal itu dapat saja meningkatkan pengetahuan dan
profesionalisme seorang internal auditor, tetapi kalau tidak ada
kesadaran dari dalam diri sendiri tidak akan menumbuhkan niat
seorang internal auditor untuk mengungkapkan sebuah kecurangan
meskipun ia mengetahui bahwa itu merupakan kerugian bagi
organisasi (Sagara, 2013).
68
Hipotesis 2: Status manajerial berpengaruh terhadap intensi
internal auditor melakukan whistleblowing
Hasil pengujian variabel status manajerial mempunyai nilai
signifikansi sebesar 0,565 lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa status manajerial tidak memiliki pengaruh
yang signifikan, dengan demikian H2 ditolak. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013). Sedangkan
dalam penelitian Ahmad (2011) mengatakan bahwa internal
auditor yang mempunyai status manajerial yang lebih tinggi akan
memiliki intensi whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan
dengan internal auditor dengan status manajerial yang rendah.
Dalam penelitian ini diharapkan posisi manajerial internal
auditor dapat lebih berhasil untuk menghentikan potensi terjadinya
pelanggaran, namun status manajerial tidak berpengaruh signifikan
terhadap niat melakukan whistleblowing mungkin disebabkan oleh
kekuasaan pelanggar. Kekuasaan yang dimiliki oleh posisi
manajerial yang lebih tinggi hanya terbatas pada para staf yang
berada dalam kendalinya, sehingga para whistleblower yang
memiliki posisi manajerial yang lebih tinggi lebih berniat
melaporkan dugaan pelanggaran bila posisi manajerial pelanggar
berada di bawah posisi manajerialnya. Demikian pula dengan
whistleblower yang memiliki posisi manajerial yang lebih rendah
merasa tidak nyaman untuk melaporkan dugaan pelanggaran
69
karena merasa tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk
membuat perubahan dan melakukan whistleblowing.
Hipotesis 3: Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh
terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing.
Hasil pengujian variabel tingkat keseriusan kecurangan
mempunyai angka signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh
secara signifikan terhadap intensi internal auditor melakukan
whistleblowing, dengan demikian H3 diterima. Nilai beta yang
dihasilkan bernilai positif sebesar 0,492. Arah positif pada
koefisien variabel tingkat keseriusan kecurangan menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat keseriusan kecurangan maka
semakin tinggi pula intensi untuk melakukan whistleblowing. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011),
Winardi (2013) dan Bagustianto (2015).
Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh signifikan
terhadap intensi melakukan whistleblowing mungkin disebabkan
oleh para internal auditor yang mempunyai persepsi bahwa semua
jenis kecurangan yang terjadi adalah jenis kecurangan yang relatif
serius dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi
organisasi. Dengan demikian, para internal auditor dalam
penelitian ini terdorong untuk melakukan whistleblowing.
70
Hipotesis 4: Status pelanggar berpengaruh terhadap intensi
internal auditor melakukan whistleblowing.
Hasil pengujian variabel status pelanggar mempunyai nilai
signifikansi sebesar 0,186 lebih besar dari 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa status pelanggar tidak memiliki pengaruh
yang signifikan, dengan demikian H4 ditolak. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013) dan Ahmad
(2011), dimana status pelanggar tidak berpengaruh terhadap intensi
melakukan whistleblowing. Namun hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991). Penelitian
mereka menemukan terdapat pengaruh status pelanggar terhadap
intensi melakukan whistleblowing.
Berdasarkan penelitian ini status pelanggar terbukti belum
dapat mempengaruhi intensi whistleblowing walaupun status
pelanggar diyakini sebagai variabel yang memiliki pengaruh cukup
besar terhadap intensi whistleblowing internal auditor. Hal ini
mungkin disebabkan oleh para whistleblowers yang menganggap
bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang yang berada di
level atas akan lebih sulit untuk diberikan sanksi. Dan
kemungkinan para whistleblowers untuk mendapatkan konsekuensi
berupa pengucilan sampai pemecatan juga merupakan faktor yang
menjadi pertimbangan untuk melakukan whistleblowing. Namun
71
seharusnya internal auditor dalam penelitian ini dapat melakukan
tindakan whistleblowing tanpa melihat jabatan pelanggar tinggi
atau rendah, karena objek dalam penelitian ini sudah menyediakan
whistleblowing system.
Berdasarkan hasil uji t pada tabel 4.15 maka dapat
diperoleh model persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 0,966 – 0,17X1 + 0,113X2 + 0,426X3 + 0,110 X4 + 0,822
Keterangan:
Y = Intensi Whistleblowing
X1 = Profesionalisme
X2 = Status Manajerial
X3 = Tingkat Keseriusan Kecurangan
X4 = Status Pelaku Kecurangan
e = Error
b. Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Tabel berikut ini menyajikan hasil uji statistik F untuk
variabel Y, X1, X2, X3 dan X4.
Tabel 4.16
Hasil Uji Statistik F
ANOVAa
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 21,143 4 5,286 10,135 ,000b
Residual 50,068 96 ,522
Total 71,211 100
a. Dependent Variable: TIWsqrt
b. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt
72
Sumber: Data primer yang diolah, 2016.
Hipotesis 5: Profesionalisme, Status Manajerial, Tingkat
Keseriusan Kecurangan, dan Status Pelanggar berpengaruh
terhadap intensi internal auditor melakukan whistleblowing.
Tabel 4.16 menunjukkan nilai F hitung sebesar 10,135
dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas signifikansi
jauh lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi variabel profesionalisme, status manajerial,
tingkat keseriusan kecurangan, dan status pelanggar secara
bersama-sama berpengaruh terhadap intensi melakukan
whistleblowing.
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014) yang menyatakan
bahwa auditor yang memiliki profesionalisme tinggi lebih
cenderung melaporkan kecurangan yang terjadi. Hasil penelitian
ini juga mendukung penelitian Ahmad (2011) yang mengatakan
bahwa internal auditor yang mempunyai status manajerial yang
lebih tinggi akan memiliki intensi whistleblowing yang tinggi pula
dibandingkan dengan internal auditor dengan status manajerial
yang rendah.
Demikian pula hasil penelitian ini konsisten dengan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Septianti
(2013), Ahmad (2011), Winardi (2013) dan Bagustianto (2015)
73
tentang tingkat keseriusan kecurangan dimana internal auditor
menganggap bahwa semua jenis kecurangan yang terjadi adalah
jenis kecurangan yang relatif serius dan merugikan organisasi
sehingga mendorong mereka untuk melakukan whistleblowing.
Penelitian selanjutnya mengenai status pelanggar yang dilakukan
oleh Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991), mereka
menemukan terdapat pengaruh status pelanggar terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
profesionalisme, faktor organisasional dan faktor situasional terhadap
intensi internal auditor melakukan whistleblowing. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 101 internal auditor yang bekerja di Inspektorat
Jenderal Kementerian yang sudah menerapkan whistleblowing system di
wilayah Jakarta. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan hasil
penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Profesionalisme tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi
yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,333. Hasil penelitian ini tidak
konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Sagara (2013) dan Sari dan Laksito (2014).
2. Status manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi
yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,565. Hasil penelitian ini konsisten
dengan hasil penelitian Septianti (2013). Sedangkan dalam penelitian
Ahmad (2011) mengatakan bahwa internal auditor yang mempunyai
status manajerial yang lebih tinggi akan memiliki intensi
75
whistleblowing yang tinggi pula dibandingkan dengan internal auditor
dengan status manajerial yang rendah.
3. Tingkat keseriusan kecurangan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap intensi melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari
nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Septianti (2013), Ahmad (2011), Winardi (2013)
dan Bagustianto (2015).
4. Status pelanggar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap intensi
melakukan whistleblowing. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi
yang lebih besar dari 0,05 yaitu 0,186. Hasil penelitian ini berbeda
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk (1991). Namun hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Septianti (2013) dan
Ahmad (2011).
5. Profesionalisme, status manajerial, tingkat keseriusan kecurangan, dan
status pelanggar berpengaruh terhadap intensi internal auditor
melakukan whistleblowing.
B. Saran
Penelitian mengenai whistleblowing di masa mendatang
diharapkan mampu memberikan hasil penelitian yang lebih berkualitas,
dengan mempertimbangkan saran di bawah ini:
76
1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabel-
variabel independen lainnya yang mempengaruhi intensi melakukan
whistleblowing, seperti komitmen organisasi, personal cost,
pertimbangan etis, faktor demografi dan lainnya.
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel
moderating atau intervening untuk mengetahui variabel-variabel lain
yang dapat mempengaruhi dan memperkuat atau memperlemah
variabel dependen.
3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk mendapatkan data
berupa wawancara dengan responden agar bisa mendapatkan data
yang lebih nyata dan bisa keluar dari pertanyaan-pertanyaan kuesioner
yang mungkin terlalu sempit atau kurang menggambarkan keadaan
yang sesungguhnya.
77
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail, dan R. M. Yunos. “Internal
Whistleblowing Intentions: Influence of Internal Auditors’ Demographic
and Individual Factors”. Annual Summit on Business and
Entrepreneurial Studies. Malaysia, 2011.
Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail. “Internal Auditors and Internal
Whistleblowing Intentions: A Study of Organisational, Individual,
Situational and Demographic Factors”. Edith Cowan University.
Western Australia, 2011.
Ajzen, I. “From intentions to actions: A theory of planned behavior. In J. Kuhl &
Beckman (Eds.), Actioncontrol:From cognition to behavior”. (pp. 11–
39). Heidelberg, Germany: Springer, 1985.
Ajzen, I., & Fishbein, M. “The Influence of Attitudes on Behavior.” The handbook
of attitudes (pp. 173-221). New Jersey: Erlbaum., 2005.
Ajzen, I. “Constructing a TpB Questionnaire: Conceptual and Methodological
Considerations”, Occasional paper, 2006. Diakses pada 5 Desember
2015 dari Http://people.umass.edu/aizen.
Arens, Alvin A, Randal J Elder, dan Mark S Beasley. Auditing dan Jasa
Assurance, Edisi Keduabelas, Jilid 1. Penerbit Erlangga, Jakarta, 2008.
Ayers, S. dan S. E. Kaplan. “Wrongdoing by Consultants: An Examination of
Employees' Reporting Intentions”. Journal of Business Ethics 57(2): 121-
137, 2005.
Boynton, William C. Johnson., Raymond N. Dan Kell, Water G. Modern
Auditing. Edisi Ketujuh, Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 2001.
Chiu, R. K.. “Ethical Judgment and Whistleblowing Intention: Examining the
Moderating Role of Locus of Control”. Journal of Business Ethics
43(1/2): 65-74, 2004.
Christanti, D. “Sikap Ataukah Significant Others Yang Dapat Mempengaruhi
Intensi Membuang Sampah Sesuai Jenisnya”. Jurnal Ilmiah Psikologi
Manasa, 2(2), 129-145, 2008.
Cortina, L. M. dan V. J. Magley. “Raising Voice, Risking Retaliation: Events
Following Interpersonal Mistreatment in the Workplace”. Journal of
Occupational Health Psychology 8(4): 247-265, 2003.
78
Curtis, Mary B. “Whistleblower Mechanisms: A Study of the Perceptions of Users
and Responders”. The IIA Research Foundation, 2006.
Dozier, Janelle Brinker and Marcia P. Miceli. “Potential Predictors of Whistle-
Blowing: A Prosocial Behavior Perspective”, The Academy of
Management Review, Vol. 10, No. 4, pp. 823-836, 1985.
Eaton, T. V. dan M. D. Akers. “Whistleblowing and Good Governance”. The
CPA Journal 77(6): 66-71, 2007.
Fitri Yani Jalil. “Pengaruh Komitmen Profesional Auditor terhadap Intensi
Melakukan Whistleblowing: Locus of Control Sebagai Variabel
Pemoderaasi”, Simposium Nasional Akuntansi XVI, Manado, 2013.
Gao, Jingyu., Greenberg R., dan Bernard W.”Whistleblowing Intentions of Lower-
Level Employees: The Effect of Reporting Channel, Bystanders, and
Wrongdoer Power Status”. Journal of Business Ethics 126: 85-99, 2015.
Greenberger, D. B., M. P. Miceli, dan D. J. Cohen. “Oppositionists and Group
Norms: The Reciprocal Influence of Whistle-Blowers and Co-Workers”.
Journal of Business Ethics 6(7): 527-542, 1987.
Gundlach, M. J., M. J. Martinko, dan S. C. Douglas. “A New Approach to
Examining Whistle-Blowing: The Influence of Cognitions and Anger‟,
S.A.M. Advanced Management Journal 73(4), 40-50, 2008.
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 21
Update PLS Regresi, Badan Penrebit Universitas Diponegoro,
Semarang.2013.
Kalbers, L.P., and T.J. Fogarty. “Professionalism and Its Consequences: A Study
of Internal Auditors”. Auditing : A Journal of Practice & Theory 14
(Spring) : 64-86, 1995.
Kaplan, S. E. dan J. J. Schultz. “Intentions to Report Questionable Acts: An
Examination of the Influence of Anonymous Reporting Channel, Internal
Audit Quality, and Setting”. Journal of Business Ethics 71(2): 109-124,
2007.
Keenan, J. P. “Whistleblowing: A Study of Managerial Differences”. Employee
Responsibilities and Rights Journal 14(1): 17-32, 2002.
Khikmah, Siti Noor. “Pengaruh Profesionalisme terhadap Keinginan Berpindah
dengan Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja sebagai Variabel
Intervening”. Jurnal Maksi Vol. 5 No. 2 (Agustus 2005): h. 140-160.
79
King, Granville. “The Implication of an Organization’s Structure on
Whistleblowing”. Journal of Business Ethics: 315-326, 1999.
Menk, Karl Bryan. “The Impact of Materiality, Personality Traits, and Ethical
Position on Whistle-Blowing Intentions”. VCU Scholars Compass, 2011.
Miceli, M. P., J. P. Near, dan J. B. Dozier. “Blowing the Whistle on Data
Fudging: A Controlled Field Experiment”. Journal of Applied Social
Psychology 21(4): 271-295, 1991.
Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk. “Who Blows the Whistle and
Why?”. Industrial & Labor Relations Review 45(1): 113-130, 1991.
Mulyadi. Auditing. Buku I, Jilid 3, Edisi Keenam. Salemba Empat. Jakarta. 2002.
Near, J. P. dan M. P. Miceli. “Organizational Dissidence: The Case of Whistle-
Blowing.” Journal of Business Ethics 4(1): 1-16, 1985.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka
Kreditnya.
Rehg, M. T., Miceli, M. P., J. P. Near dan J. R. Van Scotter. “Antecedents and
Outcomes of Retaliation Against Whistleblowers: Gender Differences
and Power Relationships”. Organization Science 19(2): 221-240, 2008.
Rizky Bagustianto dan Nurkholis. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat
Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk melakukan tindakan Whistle-
Blowing”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, 2015.
Sagara, Yusar. “Profesionalisme Internal Auditor dan Intensi Melakukan
Whistleblowing”, Jurnal Liquidity, Vol. 2 No. 1, Januari-Juni Hal 34-44,
STIE Ahmad Dahlan Jakarta, 2013.
Sawyer. Audit Internal Sawyer, Edisi Kelima, Jakarta: Salemba Empat, 2005.
Sari, Devi Novita dan Laksito, Herry. “Profesionalisme Internal Auditor dan
Intensi Melakukan Whistleblowing”, Diponegoro Journal of Accounting
V. 03 No. 3 Tahun 2014, h.1 ISSN (Online): 2337-3806.
Schultz, J. J., et al.,“An Investigation of The Reporting of Questionable Acts in An
International Setting”. Journal of Accounting Research, 31, 75-103,
1993.
Sukirno, R. S. H., & Sutarmanto, H. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intensi
Membeli Produk Wayang Kulit Pada Masyarakat Suku Jawa”.
Psikologika, 24, 119-131, 2007.
80
Sukrisno Agoes, “Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan Publik”,
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
Semendawai, A. H., F. Santoso, W. Wagiman, B. I. Omas, Susilaningtias, dan S.
M. Wiryawan. Mengenal Whistleblowing. Jakarta: Lembaga
Perlindungan Saksi dan Korban, 2011.
Taylor, Eileen Z dan Mary B Curtis, “An Examination of The Layers of
Workplace Influence in Ethical Judgments: Whistleblowing Liklihood
and Preseverance in Public Accounting”, Journal of Business Ethics,
2010.
Trongmateerut, P., Sweeney, John T. “The Influence of Subjective Norms on
Whistle-blowing: A Cross-Cultural Investigation”. Journal of Business
Ethics 112: 437-451, 2013.
Tuanakotta, Theodorus M. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta:
Salemba Empat, 2012.
Tugiman, Hiro. Standar Profesional Audit Internal, Edisi Kelima. Kanisius.
Yogyakarta, 2006.
Windy Septianti. “Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional dan
Demografis terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal”.
Simposium Nasional Akuntansi XVI. Manado, 2013.
Winardi, Rijadh Djatu. “The Influence of Individual and Situational Factors on
Lower-Level Civic Servants’ Whistle-blowing Intention In Indonesia”.
Journal of Indonesian Economy and Business. Vol. 28. No. 3. 361-376.,
2013.
Zakaria, M., Razak, S.N.A.A., dan Noor, W.N.B.W.M. “Antecedent Factors of
Whistleblowing”. International Review of Social Sciences. Vol. 3 Issue.
6, 2015.
Zhuang, J. “Whistleblowing & Peer Reporting: A Cross-Cultural Comparison of
Canadians and Chinese”. Tesis Magister Sains, University of
Lethbridge, Canada, 2003.
81
LAMPIRAN 1
SURAT PENELITIAN
SKRIPSI
82
83
84
85
86
LAMPIRAN 2
SURAT KETERANGAN
DARI KEMENTERIAN
87
88
89
90
91
92
LAMPIRAN 3
KUESIONER
PENELITIAN
93
KUESIONER
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
94
Hal: Permohonan Pengisian Kuesioner Jakarta, Februari 2016
Kepada Yth.
Bapak/Ibu/Sdr/i Responden
Di Tempat
Dengan hormat,
Sehubungan dengan penyelesaian tugas akhir sebagai mahasiswi Program
Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saya:
Nama : Annisa Herdiyany
NIM : 112082000044
Fak/Jur/Smtr : Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi/VIII
bermaksud melakukan penelitian ilmiah untuk penyusunan skripsi.Untuk itu, saya
sangat mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjadi responden dengan
mengisi lembar kuesioner ini secara lengkap dan sebelumnya saya mohon maaf
telah menggangu waktu bekerja Bapak/Ibu/Sdr/i. Data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian dan tidak digunakan sebagai penilaian
kinerja di tempat Bapak/Ibu/Sdr/i bekerja, sehingga kerahasiaannya akan saya
jaga sesuai dengan etika penelitian.
Tidak ada jawaban yang salah atau benar dalam pilihan anda, yang
penting memilih jawaban yang sesuai dengan pendapat anda.
Apabila diantara Bapak/Ibu/Sdr/i ada yang membutuhkan hasil penelitian
ini atau saran/masukan/kritik, maka Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya di
nomor 08975883841 atau email [email protected]. Atas kesediaan
Bapak/Ibu/Sdr/i meluangkan waktu untuk mengisi dan menjawab semua
pertanyaan dalam eksperimen ini, saya sampaikan terima kasih.
Hormat saya,
Dosen Pembimbing Peneliti
(Prof. Dr. Azzam Jassin, MBA) (Annisa Herdiyany)
95
Silakan memberi tanda silang (X) atau (√) pada kolom untuk setiap pernyataan
yang menggambarkan persepsi Anda.
1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 4 = Setuju (S)
2 = Tidak Setuju (TS) 5 = Sangat Setuju (SS)
3 = Kurang Setuju (KS)
No. Pernyataan STS TS KS S SS
1 2 3 4 5
1. Menjadi seorang anggota asosiasi internal
auditor sangat menginspirasi saya untuk
melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-
baiknya
2. Saya selalu datang dan berpastisipasi dalam
pertemuan asosiasi profesi internal auditor.
3. Saya berlangganan dan membaca secara rutin
majalah dan jurnal tentang audit internal dan
mengenai profesi internal auditor.
4. Saya sering bertukar pikiran dengan internal
auditor dari organisasi lain untuk
meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
saya
5. Saya menggunakan segenap pengetahuan dan
kemampuan saya dalam melaksanakan
kegiatan audit internal
6. Standar perilaku profesional untuk internal
auditor tidak dapat diterapkan di semua
organisasi.
7. Saya tetap menekuni profesi internal auditor
meskipun memperoleh gaji yang sedikit.
8. Seorang internal auditor lebih baik dinilai oleh
internal auditor lainnya daripada dinilai oleh
bukan auditor.
9. Saya merencanakan dan memutuskan hasil
audit saya berdasarkan fakta yang saya temui
dalam proses pemeriksaan.
10. Staf Internal Auditor sebaiknya diijinkan
membuat keputusan penting terhadap
pekerjaan auditnya tanpa adanya intervensi
dari divisi lainnya.
11. Saya menggunakan segenap pengalaman saya
dalam melaksanakan kegiatan audit internal
96
Kasus 1
Wanda adalah seorang staf auditor internal pada sebuah kementerian/lembaga
di Indonesia. Salah satu pekerjaan rutin Wanda ialah mereview akun biaya
perjalanan dinas. Saat Raffi meminta penggantian atas biaya penginapan
perjalanan dinas atas suatu projek pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS) Tahun Anggaran 2012, Wanda mendengar kabar mengenai reputasi
Raffi sebagai Direktur Sumber Daya Manusia yang merupakan seorang
pemboros besar. Dugaan Wanda berubah menjadi sebuah kekhawatiran ketika
dia menemukan permintaan penggantian biaya hotel sebesar Rp 4.410.000,00
atas nama keluarga Raffi tanpa pembenaran yang jelas. Dia mengetahui bahwa
biaya hotel atas nama keluarga Raffi ini tidak termasuk dalam kebijakan
penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas. Untuk meminta
penjelasan atas permasalahan ini, Wanda pergi menemui Raffi untuk
menanyakan hal ini. Raffi marah besar dan merespon pertanyaan Wanda,
“Saya yang bertanggung jawab akan kesuksesan projek ini. Selain itu, saya
adalah Direktur Sumber Daya Manusia di kantor ini”. Raffi juga mengatakan
bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan
meminta Wanda untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi.
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Direktur Sumber Daya
Manusia dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan
kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
Kasus 2
Aryo adalah seorang staf auditor internal pada suatu kementerian/lembaga di
Indonesia. Kantor Aryo sedang melakukan suatu projek pengadaan
infrastruktur teknologi informasi yang bernilai Rp5.000.000.000,00. Projek
tersebut ternyata banyak diminati dan diikuti oleh berbagai perusahaan
teknologi informasi di Indonesia. Selama proses pengadaan berlangsung,
secara tidak sengaja, Aryo melihat pertemuan rahasia di salah satu hotel
mewah antara kepala unit layanan pengadaan dengan direktur salah satu
perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut. Aryo
mengetahui ternyata dalam pertemuan rahasia tersebut, direktur salah satu
perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut memberikan cek
senilai Rp100.000.000,00 kepada kepala unit layanan pengadaan dengan
tujuan agar perusahaannya dapat memenangkan projek pengadaan. Cek
tersebut ternyata diterima oleh kepala unit layanan pengadaan. Untuk meminta
97
penjelasan atas permasalahan ini, Aryo pergi menemui kepala unit layanan
pengadaan untuk berdiskusi. Kepala unit layanan pengadaan mengatakan
bahwa dia tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan
meminta Aryo untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi.
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Kepala Unit Layanan
Pengadaan dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan
kasus tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
Kasus 3
Farhat adalah seorang staf senior auditor internal pada suatu
kementerian/lembaga di Indonesia. Ketika sedang melakukan audit terhadap
laporan keuangan tahun 2012, Farhat menemukan bukti bahwa terdapat
beberapa transaksi pembelian barang/jasa yang telah dipotong pajak, tetapi
bendahara tidak menyetorkan pajak tersebut ke kas negara. Setelah Farhat
melakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak yang tidak disetorkan ke kas
negara dan menyebabkan penundaan penerimaan negara adalah sebesar Rp
95.948.500,00. Farhat menduga uang pajak tersebut masuk ke rekening pribadi
milik bendahara. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Farhat
pergi menemui bendahara untuk berdiskusi. Bendahara mengatakan bahwa dia
tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Farhat
untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan
melaporkan kepada atasan Farhat bahwa sebenarnya dia mengetahui bahwa
dulu, ketika Farhat menjadi staf unit layanan pengadaan, Farhat pernah
menerima travel cheque senilai Rp50.000.000,00 dari salah satu rekanan.
Farhat menyadari bahwa jika atasannya sampai mengetahui perbuatannya
dulu, kemungkinan dirinya akan terancam dipecat dan dimasukkan ke dalam
penjara.
a. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
b. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Bendahara dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
c. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus
tersebut kepada pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
98
DATA RESPONDEN
Jenis Kelamin : Pria Wanita
Usia : < 20 thn 31-40 thn
20-30 thn > 40 thn
Pendidikan Terakhir : SLTA D3 S1 S2 S3
Lama bekerja : < 5 thn 5-10 thn > 10 thn
Saya adalah auditor : Ya Tidak
Jabatan Fungsional Auditor : Auditor Terampil : (lingkari salah satu)
Pelaksana / Pelaksana Lanjutan / Penyelia
Auditor Ahli : (lingkari salah satu)
Pertama / Muda / Madya / Utama
Mohon periksa kembali semua jawaban Anda. Jangan sampai ada pertanyaan
yang terlewatkan. Terima kasih atas bantuan anda yang telah meluangkan waktu
untuk mengisi kuesioner ini.
99
LAMPIRAN 4
JAWABAN
RESPONDEN
100
IDENTITAS RESPONDEN
NO GENDER USIA PENDIDIKAN LAMA
BEKERJA JABATAN
1 2 2 3 2 1
2 1 4 4 1 1
3 1 3 4 2 1
4 1 4 4 3 1
5 2 3 2 2 0
6 2 3 4 3 1
7 1 4 1 3 0
8 2 3 3 2 1
9 1 2 4 3 0
10 2 3 3 2 1
11 2 3 4 3 1
12 1 3 3 2 0
13 2 3 3 1 1
14 2 4 1 3 0
15 1 3 4 2 1
16 1 4 4 3 1
17 1 4 3 2 1
18 2 2 2 1 1
19 2 4 4 2 1
20 1 3 3 2 0
21 2 3 3 2 1
22 1 2 3 2 1
23 2 3 3 2 1
24 1 3 3 3 1
25 1 2 3 1 1
26 1 4 4 3 1
27 2 3 4 2 1
28 2 2 3 1 1
29 1 2 3 1 1
30 1 2 3 1 1
31 1 3 3 3 1
32 1 4 3 3 1
33 1 3 3 2 1
34 1 3 3 2 1
35 1 4 3 3 1
36 2 4 3 3 1
37 2 2 3 1 0
Bersambung pada halaman selanjutnya
101
IDENTITAS RESPONDEN (Lanjutan)
NO GENDER USIA PENDIDIKAN LAMA
BEKERJA JABATAN
38 1 4 4 3 1
39 2 3 3 3 1
40 1 3 3 3 1
41 1 3 4 3 1
42 1 3 3 3 1
43 1 4 4 3 1
44 1 4 4 3 1
45 1 3 2 3 1
46 2 3 4 3 0
47 1 3 3 3 1
48 1 3 4 2 1
49 1 2 3 1 1
50 2 2 3 1 1
51 2 2 3 1 1
52 1 2 3 1 1
53 1 3 3 2 1
54 1 4 4 3 1
55 1 3 3 2 1
56 1 4 3 3 1
57 1 4 4 3 1
58 1 4 3 3 1
59 2 4 3 3 1
60 2 3 4 3 1
61 2 3 4 3 1
62 1 4 3 2 1
63 1 3 3 1 1
64 1 4 4 3 1
65 2 4 4 2 1
66 1 4 4 3 1
67 1 4 1 3 1
68 2 4 3 3 0
69 2 2 4 2 1
70 1 3 2 2 1
71 1 3 3 2 1
72 1 3 3 2 1
73 1 2 3 1 1
74 1 2 3 1 0
Bersambung pada halaman selanjutnya
102
IDENTITAS RESPONDEN (Lanjutan)
NO GENDER USIA PENDIDIKAN LAMA
BEKERJA JABATAN
75 1 2 3 1 1
76 2 3 3 2 1
77 1 2 3 2 1
78 1 2 2 2 0
79 1 2 2 2 0
81 1 2 3 2 0
82 2 2 3 2 0
83 1 2 3 2 0
84 2 2 3 2 0
85 2 3 4 2 1
86 1 3 3 2 1
87 1 4 3 3 1
88 1 4 4 3 1
89 2 3 3 2 1
90 2 3 4 2 1
91 2 4 3 3 1
92 1 4 3 3 1
93 1 4 3 3 1
94 1 4 3 3 1
95 1 3 4 2 1
96 1 3 4 2 1
97 1 3 3 3 1
98 2 3 4 3 1
99 1 4 4 3 1
100 2 4 3 3 1
101 1 4 3 3 1
103
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME
NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
1 5 3 4 4 5 4 4 5 5 5 5 49
2 5 4 4 5 5 2 2 3 3 4 4 41
3 4 3 4 4 4 2 2 3 4 4 4 38
4 5 4 4 5 5 5 3 5 5 1 5 47
5 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 41
6 5 2 3 3 5 3 5 2 5 5 3 41
7 5 4 5 5 5 4 5 5 5 2 5 50
8 4 2 2 3 4 4 2 2 3 5 4 35
9 4 3 4 4 4 3 4 5 5 3 4 43
10 4 5 4 5 5 1 5 4 4 1 5 43
11 4 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 44
12 4 3 4 4 5 3 4 4 5 5 5 46
13 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 41
14 4 3 4 4 5 3 4 4 5 5 5 46
15 4 4 3 3 3 2 2 5 5 5 5 41
16 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 43
17 3 3 2 2 4 2 2 4 4 2 4 32
18 4 4 3 4 4 2 2 2 4 4 3 36
19 5 4 4 5 5 3 3 4 4 3 4 44
20 5 4 4 5 5 2 4 4 4 4 5 46
21 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 42
22 5 4 4 3 5 3 4 4 4 4 5 45
23 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 39
24 4 3 3 3 4 2 4 5 5 5 4 42
25 4 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 40
26 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 46
27 4 2 2 3 4 4 4 4 4 3 4 38
28 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 38
29 4 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 39
30 4 2 3 2 4 2 1 1 4 4 4 31
31 4 2 2 2 4 2 3 4 5 5 5 38
32 5 4 4 4 5 2 2 5 5 5 5 46
33 4 4 3 3 4 2 4 3 4 4 4 39
34 4 3 3 4 4 2 3 3 4 3 4 37
35 4 3 2 2 4 2 4 4 4 3 4 36
36 4 4 4 4 5 4 2 5 5 2 5 44
37 5 4 4 4 5 1 3 3 4 4 4 41
Bersambung pada halaman selanjutnya
104
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME (Lanjutan)
NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
38 5 4 4 4 5 2 2 4 5 5 5 45
39 5 2 2 2 5 1 5 5 4 5 5 41
40 4 2 2 2 5 1 5 5 5 5 5 41
41 4 3 2 3 4 2 4 4 4 4 4 38
42 4 3 2 2 5 2 3 4 4 4 5 38
43 5 3 4 5 5 2 4 5 5 5 5 48
44 4 3 2 4 4 2 3 4 4 2 4 36
45 5 5 2 4 5 4 4 5 5 5 5 49
46 5 4 1 4 5 1 5 5 5 5 5 45
47 4 4 4 4 4 3 3 2 4 5 4 41
48 3 3 3 3 4 1 3 2 4 5 4 35
49 4 4 2 4 4 3 3 3 4 3 2 36
50 4 3 4 4 3 3 4 3 5 4 4 41
51 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 40
52 5 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 42
53 4 4 3 4 5 4 3 2 5 4 4 42
54 4 3 2 3 4 3 4 4 5 4 4 40
55 4 3 4 4 5 3 4 4 4 4 5 44
56 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 40
57 4 4 4 4 5 2 4 5 5 2 4 43
58 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 4 48
59 5 4 3 3 4 4 4 4 5 5 5 46
60 4 4 2 4 5 3 4 4 5 5 5 45
61 4 4 3 5 5 3 4 3 5 5 4 45
62 5 3 3 4 5 2 2 4 5 5 5 43
63 5 3 3 3 5 1 3 3 5 3 5 39
64 4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 40
65 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 4 43
66 4 4 4 4 5 2 3 2 5 5 4 42
67 5 4 4 4 5 1 1 5 4 2 5 40
68 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 40
69 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 44
70 4 3 4 4 4 3 4 5 5 4 4 44
71 4 2 4 2 2 4 2 2 4 4 4 34
72 4 3 3 4 4 1 1 1 4 1 4 30
73 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 42
74 5 4 4 5 5 1 4 2 5 5 5 45
Bersambung pada halaman selanjutnya
105
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL PROFESIONALISME (Lanjutan)
NO P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
75 3 3 3 3 4 2 1 4 5 4 5 37
76 5 4 4 4 5 3 4 5 5 5 5 49
77 3 2 2 2 4 2 3 4 5 5 4 36
78 3 1 2 2 5 3 2 4 4 5 4 35
79 3 2 3 2 4 2 3 2 4 4 4 33
80 4 3 3 4 4 4 3 4 5 3 4 41
81 4 3 3 4 5 4 3 4 5 5 5 45
82 4 4 3 3 4 3 3 5 5 5 5 44
83 4 3 3 4 4 3 5 4 4 3 4 41
84 5 2 3 3 5 3 5 5 5 5 5 46
85 4 3 4 4 5 4 4 5 4 5 5 47
86 3 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 40
87 4 4 4 4 4 3 4 3 4 5 4 43
88 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 40
89 4 4 4 4 5 5 4 5 5 5 5 50
90 4 2 3 2 4 2 2 4 4 4 4 35
91 5 4 4 4 5 3 3 2 3 4 5 42
92 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 46
93 5 4 4 4 5 3 5 4 4 4 4 46
94 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 42
95 5 5 5 5 5 4 1 2 5 5 4 46
96 4 2 4 4 5 2 2 2 5 4 4 38
97 5 1 1 1 5 5 4 5 3 3 5 38
98 4 4 4 4 5 5 3 4 4 5 4 46
99 4 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 43
100 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 46
101 4 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 48
106
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN
KECURANGAN
NO TKK1 TKK2 TKK3 TTKK
1 5 5 5 15
2 2 4 4 10
3 5 5 5 15
4 5 5 4 14
5 5 5 5 15
6 5 5 5 15
7 5 5 5 15
8 4 4 4 12
9 5 5 5 15
10 3 5 5 13
11 5 5 5 15
12 5 5 5 15
13 4 5 5 14
14 5 5 5 15
15 3 4 4 11
16 4 5 4 13
17 4 3 4 11
18 5 4 4 13
19 5 5 5 15
20 5 5 5 15
21 2 2 2 6
22 3 3 3 9
23 5 5 5 15
24 3 4 4 11
25 4 5 5 14
26 4 4 4 12
27 4 4 4 12
28 5 5 5 15
29 4 5 4 13
30 5 5 5 15
31 5 5 5 15
32 4 4 5 13
33 3 4 4 11
34 3 4 4 11
35 2 4 4 10
36 5 5 5 15
Bersambung pada halaman selanjutnya
107
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN
KECURANGAN (Lanjutan)
NO TKK1 TKK2 TKK3 TTKK
37 5 5 5 15
38 5 5 5 15
39 5 5 5 15
40 4 5 4 13
41 4 4 4 12
42 5 5 5 15
43 5 5 5 15
44 4 4 4 12
45 5 5 5 15
46 5 5 5 15
47 5 5 5 15
48 5 5 5 15
49 3 4 4 11
50 5 4 5 14
51 4 4 5 13
52 5 4 5 14
53 5 5 5 15
54 4 5 4 13
55 4 5 2 11
56 3 2 4 9
57 4 5 4 13
58 3 3 3 9
59 5 5 5 15
60 5 5 5 15
61 5 5 5 15
62 5 5 5 15
63 3 5 5 13
64 4 5 5 14
65 4 4 3 11
66 5 5 5 15
67 5 5 5 15
68 5 5 5 15
69 5 5 5 15
70 4 5 5 14
71 5 4 5 14
72 4 4 4 12
Bersambung pada halaman selanjutnya
108
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL TINGKAT KESERIUSAN
KECURANGAN (Lanjutan)
NO TKK1 TKK2 TKK3 TTKK
73 4 5 4 13
74 5 5 5 15
75 2 3 3 8
76 5 5 5 15
77 4 5 5 14
78 3 3 4 10
79 3 4 3 10
80 4 5 5 14
81 3 5 5 13
82 3 5 5 13
83 4 4 4 12
84 5 5 5 15
85 4 4 4 12
86 4 5 5 14
87 3 3 2 8
88 4 4 5 13
89 5 5 5 15
90 4 5 5 14
91 5 5 5 15
92 5 5 5 15
93 4 5 5 14
94 5 5 5 15
95 5 5 5 15
96 4 4 4 12
97 5 5 5 15
98 5 4 4 13
99 5 5 5 15
100 4 4 5 13
101 5 4 4 13
109
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR
NO SP1 SP2 SP3 TSP
1 5 4 3 12
2 2 3 3 8
3 4 4 4 12
4 5 4 5 14
5 3 3 3 9
6 5 5 5 15
7 1 5 1 7
8 4 4 4 12
9 5 5 5 15
10 4 3 3 10
11 5 5 5 15
12 5 5 4 14
13 4 5 5 14
14 5 5 4 14
15 3 4 3 10
16 2 3 4 9
17 4 3 3 10
18 4 4 4 12
19 5 5 4 14
20 4 4 5 13
21 5 5 5 15
22 3 4 3 10
23 4 3 4 11
24 4 4 5 13
25 3 4 4 11
26 4 4 4 12
27 4 3 3 10
28 4 3 2 9
29 4 4 4 12
30 1 2 4 7
31 5 5 5 15
32 3 3 4 10
33 2 2 2 6
34 3 3 3 9
35 3 4 3 10
36 5 5 4 14
37 5 5 5 15
Bersambung pada halaman selanjutnya
110
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR (Lanjutan)
NO SP1 SP2 SP3 TSP
38 3 3 3 9
39 5 5 3 13
40 4 4 4 12
41 4 4 3 11
42 5 5 5 15
43 5 5 5 15
44 4 4 4 12
45 4 5 5 14
46 5 5 5 15
47 1 3 4 8
48 1 3 4 8
49 4 4 4 12
50 4 3 3 10
51 3 3 3 9
52 4 3 3 10
53 1 2 2 5
54 4 5 4 13
55 5 4 3 12
56 5 5 4 14
57 5 4 4 13
58 3 4 4 11
59 5 5 1 11
60 4 5 4 13
61 5 5 5 15
62 5 4 5 14
63 3 3 3 9
64 4 5 5 14
65 4 3 3 10
66 2 3 2 7
67 3 3 3 9
68 5 5 5 15
69 1 5 1 7
70 3 3 3 9
71 5 4 5 14
72 4 4 4 12
73 4 4 4 12
74 3 4 3 10
Bersambung pada halaman selanjutnya
111
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL STATUS PELANGGAR (Lanjutan)
NO SP1 SP2 SP3 TSP
75 5 5 5 15
76 5 5 5 15
77 4 4 5 13
78 5 4 4 13
79 3 3 3 9
80 5 4 4 13
81 2 3 3 8
82 2 3 3 8
83 4 4 4 12
84 1 1 5 7
85 4 4 4 12
86 5 4 5 14
87 4 2 3 9
88 4 4 3 11
89 5 5 5 15
90 2 3 3 8
91 4 4 5 13
92 5 5 5 15
93 5 5 5 15
94 5 5 4 14
95 5 5 5 15
96 2 4 4 10
97 5 5 5 15
98 5 5 4 14
99 5 4 5 14
100 4 4 5 13
101 4 4 5 13
112
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING
NO IW1 IW2 IW3 TIW
1 5 5 5 15
2 4 4 4 12
3 4 5 3 12
4 4 4 4 12
5 3 4 4 11
6 5 5 3 13
7 5 5 5 15
8 5 5 5 15
9 5 5 5 15
10 4 5 5 14
11 4 4 4 12
12 5 5 5 15
13 4 5 5 14
14 5 5 5 15
15 3 3 2 8
16 5 4 3 12
17 4 4 4 12
18 4 4 4 12
19 5 5 4 14
20 5 5 4 14
21 4 4 4 12
22 4 4 4 12
23 3 4 4 11
24 3 3 5 11
25 4 4 5 13
26 4 4 4 12
27 4 3 4 11
28 4 3 3 10
29 4 4 4 12
30 4 5 5 14
31 5 5 5 15
32 5 5 5 15
33 5 5 5 15
34 3 4 4 11
35 4 4 4 12
36 5 5 5 15
37 5 5 5 15
Bersambung pada halaman selanjutnya
113
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING
(Lanjutan)
NO IW1 IW2 IW3 TIW
38 5 5 5 15
39 4 4 4 12
40 5 5 5 15
41 4 4 4 12
42 5 5 5 15
43 5 5 5 15
44 5 5 5 15
45 5 5 5 15
46 5 5 3 13
47 5 5 5 15
48 5 5 5 15
49 4 5 4 13
50 5 5 5 15
51 5 5 5 15
52 5 5 5 15
53 5 5 5 15
54 4 5 4 13
55 4 5 3 12
56 4 4 4 12
57 4 5 5 14
58 4 4 4 12
59 5 5 5 15
60 5 5 4 14
61 5 5 5 15
62 5 5 5 15
63 3 5 5 13
64 4 5 5 14
65 3 4 4 11
66 5 4 5 14
67 5 5 5 15
68 5 5 5 15
69 5 5 5 15
70 4 4 4 12
71 4 4 5 13
72 4 4 4 12
73 5 5 4 14
Bersambung pada halaman selanjutnya
114
JAWABAN RESPONDEN VARIABEL INTENSI WHISTLEBLOWING
(Lanjutan)
NO IW1 IW2 IW3 TIW
74 5 5 5 15
75 5 5 5 15
76 5 5 5 15
77 4 4 4 12
78 5 5 5 15
79 4 4 3 11
80 5 5 5 15
81 5 5 3 13
82 5 5 3 13
83 4 4 4 12
84 5 5 5 15
85 4 4 4 12
86 4 4 5 13
87 4 2 3 9
88 3 3 3 9
89 5 5 5 15
90 4 5 5 14
91 5 5 5 15
92 5 5 5 15
93 5 5 4 14
94 5 5 5 15
95 5 5 5 15
96 4 5 4 13
97 5 5 5 15
98 5 5 5 15
99 5 5 5 15
100 5 4 5 14
101 4 5 5 14
115
LAMPIRAN 5
OUTPUT HASIL
PENGUJIAN DATA
116
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Profesionalisme
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 101 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 101 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
,638 ,677 11
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
P1 4,20 ,583 101
P2 3,36 ,832 101
P3 3,33 ,850 101
P4 3,67 ,884 101
P5 4,40 ,601 101
P6 2,88 1,052 101
P7 3,40 1,030 101
P8 3,76 1,021 101
P9 4,37 ,578 101
P10 3,99 1,005 101
P11 4,30 ,592 101
Bersambung pada halaman selanjutnya
117
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Profesionalisme (Lanjutan)
Inter-Item Correlation Matrix
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11
P1 1,000 ,265 ,191 ,320 ,487 ,022 ,201 ,180 ,139 ,089 ,349
P2 ,265 1,000 ,499 ,663 ,155 ,140 ,055 ,077 ,121 -,091 ,027
P3 ,191 ,499 1,000 ,622 ,096 ,212 -,058 -,048 ,080 -,055 ,024
P4 ,320 ,663 ,622 1,000 ,265 ,184 ,111 ,035 ,139 -,127 -,023
P5 ,487 ,155 ,096 ,265 1,000 -,067 ,132 ,187 ,269 ,106 ,453
P6 ,022 ,140 ,212 ,184 -,067 1,000 ,182 ,206 -,026 ,027 -,087
P7 ,201 ,055 -,058 ,111 ,132 ,182 1,000 ,375 ,090 ,091 ,067
P8 ,180 ,077 -,048 ,035 ,187 ,206 ,375 1,000 ,267 -,022 ,448
P9 ,139 ,121 ,080 ,139 ,269 -,026 ,090 ,267 1,000 ,247 ,321
P10 ,089 -,091 -,055 -,127 ,106 ,027 ,091 -,022 ,247 1,000 ,207
P11 ,349 ,027 ,024 -,023 ,453 -,087 ,067 ,448 ,321 ,207 1,000
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
P1 37,45 16,210 ,435 ,334 ,600
P2 38,29 15,347 ,392 ,462 ,596
P3 38,32 15,739 ,316 ,447 ,611
P4 37,97 14,789 ,444 ,617 ,584
P5 37,25 16,408 ,374 ,383 ,607
P6 38,76 15,823 ,199 ,166 ,641
P7 38,25 15,368 ,268 ,227 ,624
P8 37,88 14,946 ,330 ,414 ,609
P9 37,28 16,742 ,320 ,213 ,615
P10 37,65 17,089 ,059 ,164 ,669
P11 37,35 16,669 ,325 ,458 ,614
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
41,64 18,592 4,312 11
118
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 101 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 101 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
,840 ,846 3
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
TKK1 4,28 ,862 101
TKK2 4,54 ,700 101
TKK3 4,52 ,729 101
Inter-Item Correlation Matrix
TKK1 TKK2 TKK3
TKK1 1,000 ,626 ,626
TKK2 ,626 1,000 ,688
TKK3 ,626 ,688 1,000
Bersambung pada halaman selanjutnya
119
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan (Lanjutan)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
TKK1 9,07 1,725 ,681 ,464 ,815
TKK2 8,80 2,060 ,725 ,536 ,763
TKK3 8,82 1,988 ,724 ,536 ,760
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
13,35 4,009 2,002 3
120
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Status Pelanggar
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 101 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 101 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
,774 ,778 3
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
SP1 3,85 1,203 101
SP2 3,98 ,916 101
SP3 3,88 1,013 101
Inter-Item Correlation Matrix
SP1 SP2 SP3
SP1 1,000 ,659 ,527
SP2 ,659 1,000 ,428
SP3 ,527 ,428 1,000
Bersambung pada halaman selanjutnya
121
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Status Pelanggar (Lanjutan)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
SP1 7,86 2,661 ,698 ,508 ,598
SP2 7,73 3,758 ,633 ,444 ,684
SP3 7,83 3,741 ,531 ,289 ,777
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
11,71 6,847 2,617 3
122
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 101 100,0
Excludeda 0 ,0
Total 101 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
Cronbach's
Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
,777 ,782 3
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
IW1 4,47 ,641 101
IW2 4,57 ,638 101
IW3 4,44 ,727 101
Inter-Item Correlation Matrix
IW1 IW2 IW3
IW1 1,000 ,660 ,440
IW2 ,660 1,000 ,533
IW3 ,440 ,533 1,000
Bersambung pada halaman selanjutnya
123
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Intensi Whistleblowing (Lanjutan)
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Squared
Multiple
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
IW1 9,01 1,430 ,620 ,447 ,692
IW2 8,90 1,350 ,698 ,509 ,608
IW3 9,04 1,358 ,534 ,298 ,795
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
13,48 2,792 1,671 3
124
Hasil Uji Validitas Variabel Profesionalisme Correlations
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 TP
P1 Pearson Correlation 1 ,265** ,191 ,320** ,487** ,022 ,201* ,180 ,139 ,089 ,349** ,541**
Sig. (2-tailed) ,007 ,056 ,001 ,000 ,824 ,044 ,071 ,167 ,378 ,000 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P2 Pearson Correlation ,265** 1 ,499** ,663** ,155 ,140 ,055 ,077 ,121 -,091 ,027 ,549**
Sig. (2-tailed) ,007 ,000 ,000 ,122 ,161 ,583 ,443 ,229 ,363 ,792 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P3 Pearson Correlation ,191 ,499** 1 ,622** ,096 ,212* -,058 -,048 ,080 -,055 ,024 ,488**
Sig. (2-tailed) ,056 ,000 ,000 ,337 ,034 ,565 ,634 ,429 ,587 ,813 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P4 Pearson Correlation ,320** ,663** ,622** 1 ,265** ,184 ,111 ,035 ,139 -,127 -,023 ,601**
Sig. (2-tailed) ,001 ,000 ,000 ,008 ,066 ,271 ,728 ,167 ,204 ,820 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P5 Pearson Correlation ,487** ,155 ,096 ,265** 1 -,067 ,132 ,187 ,269** ,106 ,453** ,491**
Sig. (2-tailed) ,000 ,122 ,337 ,008 ,504 ,189 ,061 ,007 ,292 ,000 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P6 Pearson Correlation ,022 ,140 ,212* ,184 -,067 1 ,182 ,206* -,026 ,027 -,087 ,427**
Sig. (2-tailed) ,824 ,161 ,034 ,066 ,504 ,068 ,039 ,793 ,787 ,386 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P7 Pearson Correlation ,201* ,055 -,058 ,111 ,132 ,182 1 ,375** ,090 ,091 ,067 ,482**
Sig. (2-tailed) ,044 ,583 ,565 ,271 ,189 ,068 ,000 ,372 ,367 ,503 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P8 Pearson Correlation ,180 ,077 -,048 ,035 ,187 ,206* ,375** 1 ,267** -,022 ,448** ,532**
Sig. (2-tailed) ,071 ,443 ,634 ,728 ,061 ,039 ,000 ,007 ,829 ,000 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P9 Pearson Correlation ,139 ,121 ,080 ,139 ,269** -,026 ,090 ,267** 1 ,247* ,321** ,438**
Sig. (2-tailed) ,167 ,229 ,429 ,167 ,007 ,793 ,372 ,007 ,013 ,001 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P10 Pearson Correlation ,089 -,091 -,055 -,127 ,106 ,027 ,091 -,022 ,247* 1 ,207* ,290**
Sig. (2-tailed) ,378 ,363 ,587 ,204 ,292 ,787 ,367 ,829 ,013 ,038 ,003
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
P11 Pearson Correlation ,349** ,027 ,024 -,023 ,453** -,087 ,067 ,448** ,321** ,207* 1 ,445**
Sig. (2-tailed) ,000 ,792 ,813 ,820 ,000 ,386 ,503 ,000 ,001 ,038 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
TP Pearson Correlation ,541** ,549** ,488** ,601** ,491** ,427** ,482** ,532** ,438** ,290** ,445** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,000 ,003 ,000
N 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
125
Hasil Uji Validitas Variabel Tingkat Keseriusan Kecurangan
Correlations
TKK1 TKK2 TKK3 TTKK
TKK1 Pearson Correlation 1 ,626** ,626** ,877**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TKK2 Pearson Correlation ,626** 1 ,688** ,870**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TKK3 Pearson Correlation ,626** ,688** 1 ,874**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TTKK Pearson Correlation ,877** ,870** ,874** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
126
Hasil Uji Validitas Variabel Status Pelanggar
Correlations
SP1 SP2 SP3 TSP
SP1 Pearson Correlation 1 ,659** ,527** ,895**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
SP2 Pearson Correlation ,659** 1 ,428** ,819**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
SP3 Pearson Correlation ,527** ,428** 1 ,779**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TSP Pearson Correlation ,895** ,819** ,779** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
127
Hasil Uji Validitas Variabel Intensi Whistleblowing
Correlations
IW1 IW2 IW3 TIW
IW1 Pearson Correlation 1 ,660** ,440** ,827**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
IW2 Pearson Correlation ,660** 1 ,533** ,867**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
IW3 Pearson Correlation ,440** ,533** 1 ,808**
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
TIW Pearson Correlation ,827** ,867** ,808** 1
Sig. (2-tailed) ,000 ,000 ,000
N 101 101 101 101
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
128
HASIL UJI MULTIKOLONIERITAS
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242
TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333 ,886 1,129
SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565 ,964 1,037
TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000 ,852 1,173
TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186 ,908 1,101
a. Dependent Variable: TIWsqrt
HASIL UJI NORMALITAS SEBELUM TRANSFORMASI
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 1,42501229
Most Extreme Differences Absolute ,120
Positive ,076
Negative -,120
Test Statistic ,120
Asymp. Sig. (2-tailed) ,001c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
129
HASIL UJI NORMALITAS SESUDAH TRANSFORMASI
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 101
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,70758413
Most Extreme Differences Absolute ,058
Positive ,048
Negative -,058
Test Statistic ,058
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
130
HASIL UJI HETEROSKEDASTISITAS
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,192 ,478 2,496 ,014
TP -,015 ,010 -,158 -1,482 ,142
SM -,023 ,114 -,021 -,202 ,840
TTKKsqrt -,049 ,051 -,105 -,968 ,336
TSPsqrt ,049 ,048 ,108 1,031 ,305
a. Dependent Variable: ABS_RES
131
HASIL UJI KOEFISIEN DETERMINASI
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,545a ,297 ,268 ,72218
a. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt
b. Dependent Variable: TIWsqrt
HASIL UJI STATISTIK t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,966 ,822 1,176 ,242
TP -,017 ,018 -,088 -,972 ,333
SM ,113 ,196 ,050 ,578 ,565
TTKKsqrt ,426 ,087 ,454 4,900 ,000
TSPsqrt ,110 ,083 ,120 1,332 ,186
a. Dependent Variable: TIWsqrt
HASIL UJI STATISTIK F
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 21,143 4 5,286 10,135 ,000b
Residual 50,068 96 ,522
Total 71,211 100
a. Dependent Variable: TIWsqrt
b. Predictors: (Constant), TSPsqrt, SM, TP, TTKKsqrt