pengaruh pola asuh orang tua dan interaksi …etheses.iainponorogo.ac.id/2487/1/laras eka...
TRANSCRIPT
56
PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA DAN INTERAKSI SOSIAL
TERHADAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK DI DESA DADI
KECAMATAN PLAOSAN KABUPATEN MAGETAN
SKRIPSI
OLEH:
LARAS EKA AFRIANA
NIM 210313227
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) PONOROGO
2018
57
ABSTRAK
Afriana, Laras Eka. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Interaksi Sosial
terhadap Perkembangan Moral Anak di Desa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Pendidikan
Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing:
Kadi,M.Pd.I
Kata Kunci : Pola Asuh Orang tua, Interaksi Sosial, Perkembangan Moral
Besarnya peran pola asuh orang tua dalam mewujudkan perilaku moral
dalam diri anak harus diimbangi dengan kontrol dalam interaksi sosial. Karena
semakin maraknya tidak kriminal yang dilakukan oleh remaja dan pola pergaulan
anak dijaman sekarang yang kurang sesuai apabila dilakukan oleh anak pada usia
antara 10-14 tahun. Sehingga dalam penelitian yang dilakukan di desa Dadi,
Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan ini bertujuan untuk mendeskripsikan
pola asuh orang tua, interaksi sosial anak, perkembangan moral anak, dan
pengaruh antara pola asuh orang tua dan interaksi sosial anak terhadap
perkembangan moral anak usia 10-14 tahun di desa Dadi kecamatan plaosan
kabupaten magetan. Berdasarkan jumlah populasi anak di desa Dadi berjumlah 75
anak maka penelinian ini dilakukan dengan menggunakan 75 sampel anak di desa
Dadi, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan dengan usia 10-14 tahun. karena
pada usia yang demikian usia yang sangat rentan akan terjadinya perkembangan
moral anak, mengingat dengan usia dalam tingkat peralihan dari masa kanak-
kanak menuju tahap remaja. Anak akan mudah mencoba melakukan suatu hal
yang baru, sehingga dapat memuaskan dirinya. Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner tertutup dengan 4 opsi pilihan yang sudah
diujicobakan terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan penskoran dan teknik analisis
data menggunakan uji regresi linier berganda.
Berdasarkan hasil analisis data dan uji hipotesis regresi linier diperoleh
kesimpulan bahwa: 1) Pola asuh orang tua berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan dengan thitung = 3.710 > ttabel = 1.99254 dan nilai Sig. 0.000 serta 72%
anak memiliki respon sangat baik; 2) Interaksi sosial berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan thitung = 5.080 > ttabel = 1.99254 dan nilai Sig. 0.000
serta 73.3% anak memiliki respon sangat baik; dan 7) Pola asuh dan interaksi
sosial secara bersama–sama berpengaruh terhadap perkembangan moral anak
diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan dengan nilasi Sig. 0.000
serta 69.3% anak memiliki respon sangat baik.
58
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat
dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan yang
berlangsung di sekolah ataupun di luar sekolah. Untuk mempersiapkan peserta
didik agar dapat menjalankan kehidupannya dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat dimasa yang akan datang.
Lembaga pendidikan yang tak kalah penting dengan lembaga sekolah
yaitu keluarga. Seorang individu tidak akan terlepas dari suatu keluarga.
Menurut Gunarsa keluarga ideal merupakan ada dua individu yang memainkan
peran sebagai ayah dan ibu. Peran ibu yaitu memenuhi kebutuhan biologis dan
fisik, merawat dan mengurus keluarga, mendidik, mengatur, dan membimbing
anak, serta menjadi contoh dan teladan bagi anak. Sedangkan peran ayah yaitu
pencari nafkah, memberi rasa aman, berpartisipasi dalam pendidikan anak,
sebagai pelindung dan mengasihi keluarga, karena orangtua berkewajiban
dalam mendidik dan membimbing anak.1Dari dalam keluarga itulah anak akan
mendapatkan rangsangan, hambatan dan pengaruh yang pertama dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara fisik ataupun psikisnya.
Keluarga harus mampu memberikan berbagai sumbangan lain bagi
1 Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002), 35.
59
perkembangan anak. Sumbangan yang diberikan kepada anak ditemukan oleh
sifat hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga yang lain. Dia
akan memulai untuk bersosialsisasi dengan teman sebayanya, bukan hanya
dengan anggota keluarganya. Karena itu orang tua perlu mengetahui cara
mendidiknya agar ia dapat aktif secara sosial. Melalui komunikasi dan interaksi
yang sering terjadi dalam lingkungan sosial anak akan terbiasa untuk berbagi
dan bekerjasama, belajar peka akan perasaan orang lain, menyelesaikan
pertengkaran dengan kata-kata dan bukan dengan perilaku yang agresif,2
sehingga anak akan dapat menjalin interaksi sosial yang baik.
Jenis pola keluarga yang berperan dalam memberikan sumbagan kepada
anak akan berpengaruh pada perkembangan anak. Pola asuh orang tua dipilih
untuk mendidik dan mengasuh anak kelak akan membentuk anak sesuai
harapan dan keinginan orang tua. Cara orang tua mengasuh anak akan
mempengaruhi sikap orang tua dalam memperlakukan anak mereka sendiri.
Hal itu akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak terhadap orang tua
maupun kepada orang lain. Orang tua seharusnya mampu bersikap positif jika
ingin anaknya tumbuh dengan baik.
Pola kepengasuhan anak adalah salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi bagaimana masa depan anak. Apakah ia akan tumbuh menjadi
anak seperti dambaan orang tua atau bahkan sebaliknya. Maka faktor yang
menjadi penyebab tidak tercapainya harapan orang tua terhadap anak, antara
lain adalah ketidaktahuan orang tua tentang bagaimana mendidik atau
2 Sri Mulyanti, Cara Cerdas Mendidik & Mengoptimalkan Kecerdasan Anak
(Yogyakarta: Buana Pustaka, 2013), 53-54.
60
mengasuh anak secara benar. Pola asuh yang benar adalah yang mengacu pada
konsep dasar tumbuh kembang (asah-asih-asuh) sehingga anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal. Menurut Old dan Felman menyatakan bahwa
pola asuh ada lima macam antara lain pola asuh orang tua otoriter, pola asuh
orang tua demokratis, pola asuh orang tua permisif, pola asuh orang tua
situasional dan pola asuh orang tua laisses fire. Pola asuh yang diberikan orang
tua kepada anak melainkan akan berpengaruh pula pada perkembangan anak
terutama perkembangan moral.
Menurut John W. Santrock perkembangan moral adalah perubahan
penalaran, perasaan dan perilaku tentang standar mengenai benar dan
salah.3Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi
dalam kehidupan anak berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau
standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Berdasarkan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada pasal 7 ayat 1 berbunyi “ Orang tua mempunyai kewajiban
untuk mengasuh putra-putrinya. Sikap tersebut tercermin dalam pola
pengasuhan kepada anak-anaknya. Karena masing-masing orang tua memiliki
pola asuh tertentu. Selain itu orang tua berhak berperan serta dalam memilih
satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan
pendidikan anaknya.”
Akan tetapi yang terjadi pada saat ini justru kebanyakan orang tua yang
belum menerapkan pola asuh yang baik bagi anaknya sesuai dengan kebutuhan
3 John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi ketujuh, Jilid dua (Surabaya: Erlangga,
2007), 9.
61
dan perkembangan anak. Selain itu pada saat ini banyak orang tua yang lebih
memilih untuk menyerahkan kepengasuhan anaknya kepada pengasuh. Orang
tua yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga segala sesuatunya diserahkan
kepada pengasuh si anak. Tentu saja hal ini sangatlah merugikan anak karena
pola asuh yang diberikan bukan pola asuh orang tua sebagaimana mestinya
diberikan oleh orang tua akan tetapi pola asuh diberikan dari pengasuh anak.
Selain itu masih banyak orang tua yang berpendapat jika kebijaksanaan dalam
mendidik anak otomatis akan muncul seiring dengan semakin bertambahnya
usia. Mereka tidak mengetahui secara sadar dan rasional suatu hal yang sangat
dibutuhkan anaknya. Mengingat adanya zaman yang berkembang secara pesat
dan tantangan di dalam membesarkan anak pun semakin kompleks, maka perlu
dikaji lebih mendalam. Pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan
perkembangan moral anak, karena pola asuh orang tua adalah suatu interaksi
antara orang tua dengan anaknya , dimana orang tua bermaksud untuk
memberikan rangsangan kepada anak dengan tujuan untuk mengubah tingkah
laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap tepat oleh orang tua agar
anak menjadi mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
Karena sebagai bentuk dari upaya orang tua mengasuh, memelihara,
meunjukkan kekuasaannya terhadap anak dan salah satu tanggung jawab orang
tua dalam mengantarkan anaknya menuju kedewasaan.
Berdasarkan beberapa penjelasan diatas nyata bahwa peran orang tua
dalam pengasuhan sangat besar dimana orang tua diharuskan untuk
memperhatikan pola asuh yang akan diberikan dalam mendidik anaknya. Pola
62
asuh yang bermacam-macam itulah yang nantinya akan mempengaruhi
perkembangan moral anak. Apabila orang tua dapat memberikan pola asuh
yang tepat kepada anak maka perkembangan moral anak akan berkembang
sesuai dengan yang kami harapkan.
Penanganan terhadap perilaku anak yang menyimpang bukanlah hal yang
mudah. Orang tua berhak memilih pola asuh yang diharapkan dalam kehidupan
berkeluarga. Akan tetapi, pola asuh yang diterapkan orang tua keliru, maka
yang akan terjadi bukan perilaku yang baik, sebaliknya akan menambah buruk
perilaku anak. Dengan demikian orang tua diharapkan dapat memilih pola asuh
yang tepat bagi anak, yang bertujuan untuk mengoptimalkan perkembangan
anak dan yang paling utama pola asuh bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai
agama pada anak, sehingga dapat mencegah dan menghindari segala bentuk
dan perilaku menyimpang pada anak di kemudian hari. Betapa besarnya
tanggungjawab orang tua dihadapan Allah Swt terhadap pendidikan anak.
Dalam permasalahan ini Allah berfirman dalam QS. At-Tahrim ayat 6:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka yang selalu mengerjakan apa yang
telah diperintahkan”4
Berdasarkan pengamatan awal yang peneliti lakukan di lapangan
4Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Al-qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Pustaka
Amani, 2005), 820..
63
khususnya di desa Dadi, ditemukan beberapa anak yang perkembangan moralnya
belum sesuai dengan tahapan perkembangan. Seperti halnya anak pada usia balita
ataupun kanak-kanak meniru gaya bicara orang dewasa dengan mengucapkan
kata-kata kasar, anak pada usia 11-12 tahun sudah mulai merokok, mengendarai
sepeda motor dengan ugal-ugalan di jalan. Serta remaja mulai dari usia 14 tahun
pun banyak yang mulai mengkonsumsi minuman keras, sehingga seringkali
terjadi konflik antar teman. Selain itu anak-anak juga malas untuk pergi ke TPQ
ataupun mengikuti bimbel dan lebih mementingkan bermain untuk berkumpul
dengan teman-temannya.5
Mencermati kenyataan tersebut diatas, bahwa dari latar belakang
keluarga yang berbeda akan membentuk pola kepengasuhan yang berbeda pula,
selain itu bentuk interaksi sosial yang dilakukan anak sehari-hari juga akan
mempengaruhi perkembangan moral juga. Secara kenyataannya di desa Dadi
belum pernah diadakan penelitian yang mendalam tentang “ Pengaruh Pola
Asuh Orang Tua dan Interaksi Sosial terhadap Perkembangan Moral Anak”.
Hal tersebutlah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian tentang
pengaruh pola asuh orang tua dan interaksi sosial terhadap perkembangan
moral di desa tersebut, dan akhirnya penulis merumuskan kedalam penelitian
yang berjudul: “Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dan Interaksi Sosial Terhadap
Perkembangan Moral Anak di Desa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan”.
5Observasi dilakukan pada tanggal 15 September 2017 di Desa Dadi, Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan.
64
B. Batasan Masalah
Adanya berbagai keterbatasan yang ada baik waktu, dana, maupun
Banyak faktor atau variabel yang dapat dikaji untuk ditindak lanjuti dalam
penelitian ini. Namun karena cakupan bidang yang sangat luas serta jangka
penulis. Sehingga dalam penelitian ini dibatasi pada:
1. Pola asuh orangtua dalam penelitian ini yaitu pola asuh yang diberikan
oleh orang tua kepada anak dalam bentuk perlakuan secara fisik maupun
psikis yang tercermin dalam tutur kata, sikap, perilaku dan tindakan.
Dalam penelitian ini pola asuh yang diukur pola asuh orang tua otoriter,
demokratis, permisif, situasional dan laisses fire.
2. Interaksi sosial dalam penelitian ini yaitu semua hal yang dilakukan anak
baik melalui kerjasama, persaingan, pertikaian atau pertentangan dan
akomodasi dengan teman sebaya ataupun dengan orang tua serta dengan
masyarakat yang turut mempengaruhi terhadap perkembangan moral.
3. Subyek dalam penelitian ini adalah anak berusia 10 hingga 14 tahun dan
bertempat tinggal di dusun Dadi, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan.
Karena pada usia antara 10 hingga 14 tahun itulah masa-masa yang sangat
rentan akan terjadinya kenakalan remaja. Hal itu akibat dengan adanya
masa-masa pubertas yaitu dengan peralihannya masa kanak-kanak menuju
tahap remaja. Dengan demikian anak akan memulai untuk menemukan jati
dirinya dan akan mencoba-coba melakukan suatu hal baru yang akan
membuat ia merasa senang.
4. Tempat yang menjadi penelitian ini berlokasi di desa Dadi, kecamatan
65
Plaosan, Kabupaten Magetan. Tempat yang dijadikan penelitian ini dibatasi
hanya di Dusun Dadi.Karena di dusun Dadi ini memiliki tingkatan usia anak
yang merata mulai dari usia 10 hingga 14 tahun yang berjumlah 93 anak.
Dengan adanya batasan masalah dalam penelitian ini, diharapkan dapat
mempermudah dan mempertegas ruang lingkup pembahasan.
C. Rumusanmasalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan moral
anak di desa Dadi, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan?
2. Bagaimana pengaruh interaksi sosial terhadap perkembangan moral anak di
desa Dadi, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan?
3. Bagaimana pengaruh pola asuh orang tua dan interaksi sosial terhadap
perkembangan moral anak di Desa Dadi, Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh antara pola asuh orang tua terhadap
perkembangan moral anak di Desa Dadi, Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan.
66
2. Untuk mengetahui pengaruh antara interaksi sosial terkadap perkembangan
moral anak di Desa Dadi, Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
3. Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan pola interaksi sosial
terhadap perkembangan moral anak di Desa Dadi, Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoretis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menguji teori tentang
pengaruh pola asuh orang tua dan pola interaksi sosial terhadap
perkembangan moral anak.
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi Peneliti
Sebagai sarana menambah wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan
konsep pola asuh orang tua dan interaksi sosial yang berlaku di dalam
sebuah keluarga ataupun masyarakat terhadap perkembangan moral anak.
Serta menambah pengalaman dalam hal penulisan karya ilmiah.
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan serangkaian teori tentang
pola asuh orang tua dan interaksi sosial yang dilakukan di dalam sebuah
keluarga terhadap perkembangan moral anak. Sehingga dapat
memberikan gambaran yang jelas bagi para pembaca bahwa kedua aspek
tersebut sangatlah penting dan berpengaruh terhadap pertumbuhan serta
67
perkembangan anak.
c. Bagi Orang Tua
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan moral di
lingkungan keluarga, dapat memberikan sumbangan kepada orang tua
untuk selalu membentuk moral yang baik pada anak-anaknya.
d. Bagi Anak
Penelitian ini diarapkan dapat memberikan masukan bagi anak untuk
meningkatkan moral anak dengan memperhatikan pola asuh orang tua
dan interaksi sosialnya.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dimaksudkan untuk mempermudah pembaca
menelaah isi kandungan yang ada dalam laporan penelitian. Penelitian ini
terdiri dari lima bab, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, Pendahuluan. Bab ini berfungsi untuk memberikan
gambaran tentang penelitian yang akan dilakukan yang meliputi latar belakang
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, Landasan Teori, telaah hasil penelitian terdahulu, kerangka
berfikir, pengajuan hipotesis. Landasan teori dalam penelitian ini memuat
tentang pola suh orang tua, pola interaksi dalam keluarga dan perkembangan
moral.
Bab ketiga, Metode penelitian. Berisi rancangan penelitian, populasi,
68
sampel, instrumen pengumpulan data, teknik pengumpulan data dan teknik
analisis data, yaitu menjelaskan tentang penggunaan rumus.
Bab keempat, Hasil penelitian, berisi deskripsi data, analisis data
(pengajuan hipotesis), pembahasan dan interpretasi.
Bab kelima, Penutup. Berisi kesimpulan dan saran. Bab ini berfungsi
mempermudah pembaca dalam mengambil inti sari dari penelitian ini.
69
BAB II
LANDASAN TEORI, TELAAH HASIL PENELITIAN TERDAHULU,
KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Pola Asuh Orang Tua
a. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh, pola yang
berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tepat.6
Sedangkan kata asuh berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak
kecil, membimbing (membantu, melatih, dan sebagainya) dan memimpin
satu badan atau lembaga.7 Lebih jelasnya kata asuh yaitu mencakup
segala aspek yang berkaitan dengan perawatan, pemeliharaan, dukungan
dan bantuan sehingga seseorang tetap berdiri dan menjalankan
kehidupannya. Pola asuh merupakan suatu cara terbaik yang dapat
ditempuh orang tua dalam mendidik anak-anaknya sebagai perwujudan
dari rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya. Gunarso mengatakan
pola asuh merupakan cara orang tua bertindak, berinteraksi, mendidik,
dan membimbing anak sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak
perilaku tertentu secara individu maupun bersama-sama dalam
6 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 54.
7 TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. Ke-1, 692.
70
serangkaian usaha aktif untuk mengarahkan anak.8 Sedangkan pola asuh
yang kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua mempunyai
tanggungjawab primer.9 Tanggung jawab tersebut meliputi membimbing,
mendidik, menanamkan ketauhidan, serta membentuk kepribadian yang
baik di dalam diri anak.
Dengan demikian pola asuh orang tua merupakan gambaran
tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi,
berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam
kegiatan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian,
peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap
keinginan anak-anaknya.10
Sehingga dengan melalui sikap, perilaku, dan
kebiasaan orang tua yang telah dilihat oleh anak akan cenderung ditiru
oleh anaknya hingga dapat menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh
anak-anaknya.
b. Macam-macam Pola Asuh
Berikut ini diuraikan macam-macam pola asuh orang tua terhadap
anak, antara lain:
1. Pola Asuh Otoriter (Parent Oriented)
Pola asuh otoriter pada umumnya menggunakan pola
komunikasi satu arah (One Way Communication). Ciri-ciri pola asuh
8 Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Anak dan Remaja (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2002), 37. 9Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005), 350.
10Moh. Haitami Salim, Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya secara
terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi dan masyarakat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013), 81.
71
jenis ini menekankan bahwa segala aturan orang tua harus ditaati oleh
anak-anaknya.11
Hal ini bermaksud bahwa orang tua sering kali
memaksa anak untuk berperilaku seperti mereka, kebebasan untuk
bertindak atas nama sendiri cenderung dibatasi. Pola asuh ini juga
ditandai dengan adanya hukuman-hukuman yang dilakukan dengan
keras, mayoritas hukuman badan dan anak juga diatur untuk
membatasi perilakunya.
Dengan demikian sampai menginjak dewasa kemungkinan besar
mempunyai sifat-sifat yang ragu-ragu, mudah tersinggung, penakut,
pemurung, mudah terpengaruh, mudah stress, tidak punya arah masa
depan yang jelas, tidak bersahabat dan lemah kepribadian serta tidak
mampu mengambil keputusan tentang apapun yang dihadapi dalam
kehidupannya, sehingga anak akan selalu menggantungkan orang
lain.12
2. Pola Asuh Permisif (Children Centered)
Pola asuh permisif ini menggunakan pola komunikasi satu arah
(One Way Communication) karena meskipun orang tua memiliki
kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak, tetapi anak
memutuskan keinginannya sendiri baik orang tua setuju ataupun tidak.
Artinya dalam pola asuh jenis ini orang tua mengikuti segala kemauan
anaknya. Dengan demikian pola asuh ini menyebabkan anak kurang
disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Namun jika anak
11
Helmawati, Pendidikan Keluarga: Teoritis dan Praktis (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), 138. 12
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, 354.
72
menerapkan pola asuh ini dengan tanggungjawab maka anak akan
menjadi seseorang yang mandiri, kreatif, inisiatif, bersikap impulsif
dan agresif, suka memberontak, suka mendominasi, tidak jelas arah
hidupnya, prestasi rendah dan mampu mewujudkan aktualisasi dirinya
dalam kehidupan masyarakat.
3. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis menggunakan komunikasi dua arah (Two
Way Communication). Kedudukan antara orang tua dan anak dalam
berkomunikasi sejajar. Sehingga suatu keputusan diambil bersama
dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan
yang bertanggungjawab. Artinya, segala yang dilakukan anak tetap
dibawah pengawasan orangtua dan dapat dipertanggungjawabkan
secara moral. Dalam pola asuh jenis ini anak akan menjadi indivisu
yang mempercayai orang lain, bertanggungjawab terhadap setiap
tindakannya, tidak munafik dan jujur.13
Selain itu pola asuh tipe ini
akan menghasilkan ciri-ciri sebagai berikut: bersikap bersahabat,
bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, berorientasi terhadap prestasi, dan memiliki rasa percaya diri
yang tinggi.
4. Pola Asuh Situasional
Dalam tipe pola asuh ini orang tua tidak menetapkan salah satu
tipe dalam mendidik anak. Orang tua dapat menggunakan satu atau
13
Helmawati, Pendidikan Keluarga: Teoretis dan Praktis, 138-139.
73
dua (campuran pola asuh) dalam situasi tertentu. Hal ini bertujuan
untuk membentuk agar anak menjadi anak yang berani menyampaikan
pendapat sehingga memiliki ide-ide yang kreatif, berani dan jujur.
5. Pola Asuh Laisses fire
Pola asuh jenis ini orang tua mendidik anak secara bebas, anak
diberi kelonggaran seluas-luasnya terhadap apa saja yang ia
kehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, orang tua
juga tidak membrikan bimbingan kepada anaknya.14
Sehingga apa
yang dilakukan oleh anak dianggap benar dan tidak perlu mendapat
teguran, arahan, ataupun bimbingan dari orang tua.
c. Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh antara
lain sebagai berikut:
1) Jenis Kelamin
Pada umumnya orang tua akan lebih keras terhadap anak wanita
daripada terhadap anak laki-laki.
2) Kebudayaan
Latar belakang budaya akan menghasilkan perbedaan dalam pola
pengasuhan anak. Hal ini terkait dengan adanya perbedaan peran
antara wanita dan laki-laki di dalam suatu kebudayaan masyarakat.
3) Status Sosial
Orang tua yang berlatar pendidikan rendah, tingkat ekonomi kelas
14
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, 356.
74
menengah dan rendah akan cenderung lebih keras, memaksa dan
kurang toleransi disbanding dengan mereka yang berasal dari kelas
menengah atas, akan tetapi mereka akan lebih konsisten.15
d. Tujuan Kepengasuhan Orang Tua
Memberikan landasan kehidupan keluarga pada anak-anak, agar
anak kelak menjadi adaptif dalam menyiasati kehidupan mereka,
menanamkan sikap disiplin pada anak dan membangun rasa percaya diri
anak.16
2. Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena pada diri
manusia ada dorongan, untuk berhubungan atau berinteraksi dengan
orang lain. Interaksi adalah hubungan timbal balik antar individu,
individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok
lainnya. merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut
hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok.17
Berdasarkan penjabaran-penjabaran tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa interaksi sosial merupakan pengaruh timbal balik
15
M. Enoch Markum, Keluarga dan Masyarakat ( Jakarta: Sinar Harapan, 1985) cet II,
41. 16
Singgih D. Gunarsa, Dari Anak Sampai Usia Lanjut, ( Jakarta: Gunung Mulia, 2006),
297. 17
https://ronnyafrianto1.wordpress.com/category/interaksi-anak-dalam-keluarga/html,
diakses pada tanggal 05 Januari 2017, pukul: 19.19 Wib.
75
antara individu satu dengan individu yang lain atau dengan kelompok
yang lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Namun perlu diketahui
bahwa dengan adanya interaksi dapat mempengarui tingkah laku orang
lain. Seperti halnya dengan melalui obrolan, pendengaran, melakukan
gerakan badan, penglihatan, tulisan ataupun cara berhubungan jarak jauh.
b. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial dapat terjadi dalam berbagai bentuk, antara lain:
1) Kerjasama
Menurut Roucek dan Warren kerjasama diartikan sebagai bekerja
bersama-sama dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama.18
Sehingga berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kerja
sama merupakan pola hubungan antara satu individu yang satu dengan
yang lain dengan melibatkan pembagian tugas dan tanggungjawab
tertentu pada anggota kelompoknya dalam rangka untuk mencapai
tujuan bersama.
2) Persaingan
Merupakan suatu usaha dari seseorang untuk mencapai sesuatu yang
lebih daripada yang lainnya. Persaingan tersebut umumnya bersifat
individu dan hasil persaingan itu dianggap cukup untuk memenuhi
kepentingan pribadi. Namun perlu diketahui bahwa bentuk persaingan
ini biasanya didorong oleh motivasi sebagai berikut: mendapatkan
status sosial, memperoleh jodoh, mendapatkan kekuasaan,
18
Abdul Syani, Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan , (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
156.
76
mendapatkan nama baik, dan mendapatkan kekayaan.
3) Pertikaian atau pertentangan
Menurut Sarjono Soekanto menjelaskan pertikaian adalah suatu proses
sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha
untuk memenuhi usahanya atau tujuannya dengan jalan menentang
pihak lawan yang disertai dengan ancaman ataupun kekerasan.
4) Akomodasi
Menurut Soedjono, akomodasi merupakan suatu keadaan dimana
suatu pertikaian atau konflik, mendapat penyelesaian sehingga
terjalin kerjasama yang baik kembali.19
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara lain:
1) Imitasi
Imitasi adalah dorongan untuk meniru perilaku dan gaya seseorang
yang menjadi idolanya. Sehingga imitasi memgang peranan penting
dalam interaksi social, dalam hal ini individu mempengaruhi atau
meniru orang lain melalui imitasi dan interaksi social. Tindakan
imitasi dilakukan dengan belajar dan mengikuti perbuatan orang lain
yang menarik perhatiannya. Imitasi dapat terjadi contohnya cara
berpakaian, model rambut, gaya bicara, cara bertingkah laku, dan
sebagainya. Imitasi dapat bersifat positif jika mendorong seseorang
untuk mempertahankan, melestarikan, serta menaati norma dan nilai
19
Ibid., 158-159.
77
yang berlaku.
2) Sugesti
Sugesti adalah pengaruh psikologis, baik yang dating dai dalam diri
sendiri ataupun orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya
kritik dari individu yang bersangkutan, .sugesti dapat dibedakan
menjadi dua yaitu: auto-sugesti, yaitu sugesti terhadap diri sendiri,
sugesti yang datang dari dalam individu yang bersangkutan, dan
hetero-sugesti yaitu sugesti yang dating dari orang lain. Sugesti akan
mudah diterima oleh orang lain apabila memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a) Bila daya pikir kritisnya dihambat
b) Bila kemampuan berfikirnya terpecah-pecah
c) Bila sugesti tersebut mendapatkan dukungan dari orang banyak
d) Bila sugesti tersebut diberikan oleh orang yang memiliki otoritas
3) Identifikasi
Identifikasi adalah keinginan seseorang untuk sama dengan orang lain.
Sifat identifikasi lebih mendalam dari pada imitasi karena dalam
proses ini kepribadian seseorang turut terbentuk. Proses identifikasi
dapat berlangsung tanpa sengaja atau dengan sengaja, sehingga
prosesi identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang. Karena
pada saat terjadi identifikasi anak mempelajari norma-norma sosial
dari ornag tua atau masyarakat melalui sikap-sikap ataupun norma-
norma dari lingkungan tersebut yang dijadikan tempat untuk
78
melakukan identifiaksi.
4) Simpati
Simpati adalah perasaan rasa tertarik kepada orang lain dalam
interaksi sosial. Karena simpati merupakan perasaan, maka simpati
timbul tidak atas dasar logis rasional , melainkan atas dasar perasaan
atau emosi. Sehingga simpati disampaikan kepada seseorang pada
saat-saat tertentu, bisa saat bergembira bisa pula saat bersedih.
5) Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang diberikan kepada seseorang individu
kepada individu lainnya. Motivasi bertujuan agar orang yang diberi
motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang
dimotivasikan. Selain diberikan kepada individu, motivasi juga dapat
diberikan individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok,
dan kelompok kepada individu.
6) Empati
Empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau
mengindentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang
sama dengan orang atau kelompok lain. Misalnya, jika melihat
seseorang mengalami kecelakaan dan luka berat. kita berempati
seolah-olah juga ikut merasakan sakit orang tersebut. Dengan kata
lain, kita memposisikan diri kita pada orang lain.20
20https://ronnyafrianto1.wordpress.com/category/interaksi-anak-dalam-keluarga/Html,
diakses pada tanggal 05 Januari 2017, Pukul: 20.38 Wib.
79
3. Perkembangan Moral
a. Pengertian Moral
Secara etimologi istilah moral berasal dari bahasa latin yaitu mos,
moris yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan/nilai-nilai atau
tatacara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip moral. Secara
terminologis, terdapat berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi
substantif materiilnya tidak ada perbedaan, tetapi bentuk formalnya
berbeda. beberapa ahli mengartikan moral dengan sebagai berikut:
Widjaja menyatakan bahwa moral adalah ajaran yang baik dan buruk
tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Sedangkan Al-Ghazali
mengemukakan pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai
perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa mnausia dan
merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara
mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan
sebelumnya.21
Selain itu Bambang Daroeso merumusakn pengertian
moral secara lebih komprehensif rumusan formalnya sebagai berikut:
1) Moral sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan
warna dasar tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia didalam
lingkungan tertentu.
2) Moral adalah ajaran tentang laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu.
21
Muchson AR dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral: Basis Pengembangan
Pendidikan Karakter (Yogjakarta: Ombak, 2015), 1.
80
3) Moral sebagai tingkah laku hidup manusia, yang mendasarkan pada
kesadaran bahwa ia terikat oleh keharusan untuk mencapai yang baik,
sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam lingkungannya.22
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat disimpulkan bahwa
moral merupakan pandangan benar atau salah, baik atau buruk, apa yang
dapat ataupun apa yang tidak dapat dilakukan oleh seseorang yang dapat
mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Pengertian Perkembangan Moral
Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan
perilaku tentang standar benar-salah. Perkembangan moral memiliki
dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas seseorangketika dia tidak
terlibat dalam interaksi social dan dimensi interpersonal yang mengatur
interaksi sosial dan penyelesaian konflik.23
Sedangkan perkembangan
moral dalam tinjauan paradigma absolutistik, menurut Liebert, lebih
memperhatikan kemajuan dalam tingatan atau tahap perkembangan
moral insani yang berlaku secara universal.24
Menurut hemat penulis
perkembangan moral merupakan perkembangan yang berkaitan dengan
aturan dan konvensi mengenai dengan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia dalam berinteraksi dengan orang lain. Seperti halnya yang
berkenaan dengan tatacara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang
berlaku dalam suatu kelompok sosial.
22
Ibid., 2. 23
John W. Santrock, Perkembangan Anak, Edisi kesebelas Jilid 2 (Jakarta: Erlangga,
2007), 117. 24
Muchson AR dan Samsuri, Dasar-Dasar Pendidikan Moral, 50.
81
c. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh
lingkungannya (baik lingkungan keluarga, sekolah ataupun masyarakat).
Namun anak memperoleh nilai-nilai moral dari lingkungannya, terutama
dari orangtuanya.25
Selain itu Piaget ataupun Kohlberg menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi perkembangan moral anak antara lain pengasuhan orang
tua dan hubungan dengan teman sebaya.26
d. Proses Perkembangan Moral
Perkembangan moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara,
sebagai berikut:
1. Pendidikan langsung
Yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah laku yang benar
dan salah, atau baik dan buruk oleh orang tua, guru ataupun orang
dewasa yang lainnya. Namun yang paling penting dalam pendidikan
moral yaitu teladan dari orangtua, guru ataupun orang dewasa lainnya.
2. Identifikasi
Yaitu dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau
tingkah laku moral seesorang yang menjadi idolanya (seperti
orangtua, guru, artis atau orang dewasa lainnya).
3. Proses coba-coba (trial & error)
Yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral secara coba-
25
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, 133. 26
John W. Santrock., Perkembangan Anak, 132.
82
coba. Sehingga tingkah laku yang mendatangkan pujian akan terus
dilakukan sedangkan tingkah laku yang mendatangkan
hukuman/celaan akan dihentikan.27
e. Tingkat dan Tahap Perkembangan Moral
Adapun perlu diketahui bahwa sebelum Lawrence Kohlberg
mencetuskan teori perkembangan moral, Jean Piaget lebih dulu
menyusun teori perkembangan moral. Yang dikenal sebagai teori
struktural kognitif. Teori ini melihat perkembangan moral sebagai suatu
hasil interaksi antara pelaksana aturan, pengikut atau pembuatnya secara
individu dengan kerangka jalinan aturan yang bersangkutan yang telah
menunjukkan esensi moralitas tersebut. Sehingga teori yang
dikemukakan oleh Jean Piaget berfokus pada sikap, perasaan (afeksi),
serta kognisi dari individu terhadap perangkat aturan yang telah
bersangkutan.28
Sedangkan teori perkembangan Lawrence Kohlberg
merupakan pengembangan teori struktural-kognitif yang telah dilakukan
oleh piaget sebelumnya. Sehingga Lawrence Kohlberg mengusulkan
suatu teori perkembangan pemikiran moral ( teori development
kognitive). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu melelui sebuah
tahapan moral. Tiap-tiap tahap ditandai oleh struktur mental khusus yang
diekspresikan dalam bentuk khusus penalaran moral.29
Berdasarkan pennelitiannya Lawrence Kohlberg (Ronald Duska
dan Mariellen Whelan) mengklasifikasikan perkembangan moral
27
Ibid., 134. 28
Mucson AR dan Samsuri, Dasar-dasar Pendidikan Moral, 50. 29
Mucson AR dan Samsuri, Dasar-dasar Pendidikan Moral, 54.
83
kedalam tiga tingkat, yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Klasifikasi Perkembangan Moral
Tingkat (Level) Tahap (Stages)
I. Pra Konvensional
Pada tahap ini, anak mengenal
baik-buruk, benar-salah suatu
perbuatan, dari sudut
konsekuensi (dampak/akibat)
menyenangkan (ganjaran) atau
menyakiti (hukuman) secara
fisik akibat perbuatan yang
diterima. Dengan kata lain
bahwa dalam tahap ini anak
tidak memiliki ide tentang
aturan-aturan atau standar
moral.30
1. Orientasi Hukuman dan
Kepatuhan
Anak menilai baik-buruk,
atau benar-salah dari sudut
dampak
(hukuman/ganjaran) yang
diterimanya dari yang
mempunyai otoritas (yang
membuat aturan), baik
orangtua ataupun orang
dewasa lainnya. Dengan
demikian anak akan
melakukan perbuatan baik
ataupun semata-mata hanya
untuk menghindari
hukuman dan anak
mematuhi aturan orangtua
agar terhindar dari
hukuman.
2. Orientasi Relativis-
Instrumental
Perbuatan yang benar/salah
adalah yang berfungsi
sebagai instrumen (alat)
30
Ibid., 55.
84
untuk memenuhi kebutuhan
atau kepuasan diri.
Sehingga anak akan
mematuhi segala apa pun
selama dapat memuaskan
diri sendiri ataupun
oranglain. Dengan demikian
anak melakukan atau
memberikan sesuatu kepada
orang lain bukan karena
rasa terima kasih atau
sebagai curahan kasih
sayang, melainkan karena
bersifat pamrih ( keinginan
untuk mendapatkan
balasan).
II. Konvensional
Pada tahap ini, anak
memandang perbuatan
baik/benar, atau berharga
bagi dirinya apabila dapat
memenuhi
harapan/persetujuan
keluarga, kelompok, atau
bangsa. Sehingga anak
menghormati moralitas
sebagai perangkat aturan
sosial dan harapan-harapan
sosial.31
Dengan demikian
3. Orientasi Kesepakatan
antar Pribadi, atau
Orientasi Anak Manis
(good boy/girl)
Anak memandang suatu
perbuatan itu baik, atau
berharga baginya apabila
dapat menyenangkan,
membantu atau disetujui
orang lain.
4. Orientasi Hukuman dan
Ketertiban
Perilaku yang baik adalah
31
Ibid.,
85
dalam diri anak akan
berkembanglah sikap
konformitas, loyalitas, atau
penyesuaian diri terhadap
keinginan kelompok atau
aturan sosial masyarakat.
melaksanakan kewajiban,
menghormati otoritas, dan
memelihara ketertiban
sosial.
Dalam konteks usia manusia, tahap perkembangannya ialah sebagai
berikut: a) Tahap ke-1 dan 2 umumnya terjadi pada usia 10-14 tahun. b)
tahap ke-3 untuk usia 14 tahun keatas. Kohlberg juga beranggapan bahwa
tahapan itu bersifat taksonomik, artinya selalu mengikuti pola ukuran
jenjang. Sehingga untuk memasuki ke tahap yang lebih tinggi harus
melalui dan ditentukan tahap sebelumnya. Sebagaimana yang sesuai
dengan teori sosiologi dari K.Manheim mengenai situation gebundenthiet
das menslichen und denken. Hal ini bermakna bahwa pola fikir dan
keinginan manusia ditentukan oleh situasi dan lingkungannya.32
Namun perlu diketahui bahwa dengan adanya berbagai penjabaran
tentang tahap-tahap perkembangan moral tersebut, peneliti hanya
mengambil titik fokus pada tahap perkembangan moral konvensional
saja. Karena tahap perkembangan moral konvensional berdasarkan pada
harapan-harapan sosial, yang pada umumnya terjadi melalui adanya
interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
32
Hamid Darmadi, DASAR KONSEP PENDIDIKAN MORAL: Landasan Konsep Dasar
dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2012), 49.
86
4. Anak
a. Pengertian Anak
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang
masih kecil, Seseorang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri,
daerah, dan sebagainya, atau manusia yang lebih kecil dibandingkan
orang dewasa, bisa juga dikatakan keturunan Adam.33
Namun perlu
diketahui bahwa di Indonesia, batasan anak yaitu dari usia 0-12 tahun.
Maka, dalam kelompok anak di Indonesia akan termasuk bayi, anak
balita, dan anak usia sekolah.34
Dengan demikian dapat didimpulkan
bahwa anak adalah manusia yang masih kecil, dan belum dapat dikatakan
dewasa.
b. Tugas Perkembangan Anak Usia 7-12 Tahun
Usia 7 sampai 12 tahun adalah tahapan perpindahan dari berfikir
pra-operasional menjadi operasional konkret. Dengan berfikir
operasional konkret anak belajar membentuk sistem logika, kemampuan
kognitifnya meningkat beriringan dengan situasi-situasi konkret yang
terjadi di sekitarnya.35
Tugas perkembangan anak usia 7-12 tahun (masa kanak-kanak
akhir) menurut Havighurst adalah:
1) Membangun sikap dan perilaku yang sehat mengenai diri sendiri,
sebagai makhluk yang sedang tumbuh.
33
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), Cet I, 30-31. 34
Ensiklopedia Nasional Indonesia, (Bekasi: PT Delta Pamungkas, 2004), cet IV, 4. 35
Abu Bakar Braja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, (Jakarta: Studi
Press, 2005), cet ke-1, 43.
87
2) Mengembangkan hati nurani, memahami moral (akhlak), tata tertib
dan tingkatan nilai.
3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
4) Mencapai kebebasan pribadi.
5) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk
kehidupan sehari-hari.
6) Mulai mengembangkan peran sosial wanita dan pria yang tepat.36
Selain itu periode anak-anak akhir ada tiga proses perkembangan
yaitu: perkembangan kognitif, perkembangan psikososial dan
perkembangan moral.37
B. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu
Disamping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan
ini, penulis juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang ada
relevansinya dengan penelitian ini. Berikut adalah bebrapa penelitian yang
membahas tentang pola asuh orang tua:
1. Dalam skripsi yang ditulis oleh Rulik Pebriana Sari (2011, STAIN
Ponorogo) dengan judul “Studi Korelasi Pola Kepengasuhan Orang Tua
dengan Kedisiplinan Siswa-siswi Kelas IV SDN 1 Serangan Kecamatan
Sukorejo Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2010-2011”.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pola kepengasuhan orang tua kelas IV SDN Serangan kecamatan
36
Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1994), 10. 37
Ibid., 15.
88
Sukorejo kabupaten ponorogo Tahun pelajaran 2010-2011, adalah
kategori tinggi (9,52%), kategori sedang (76,19%), dan kategori
rendah (14,29%).
b. Kedisiplinan siswa-siswi kwlas IV SDN Serangan kecamatan
Sukorejo kabupaten ponorogo tahun pelajaran 2010-2011, adalah
kategor tinggi (14,29%), kategori sedang (66,66%), dan kategori
rendah (19,05%).
c. Terdapat korelasi positif dan signifikan antara pola kepengasuhan
orang tua dengan kedisiplinan siswa-siswi kelas IV SDN Serangan
kecamatan sukorejo kabupaten ponorogo tahun pelajaran 2010-
2011 dengan koefisien korelasi sebesar 0,693730521 atau 0,694.38
2. Dalam skripsi yang ditulis oleh Nilam Nur Khotimah (2015, STAIN
Ponorogo) dengan judul “Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan
Empati Peserta Didik dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI
SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran 2014/2015 ”. Kesimpulan dari
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pola Asuh Demokratis Orang Tua Peserta Didik kelas XI SMAN 1
Ponorogo adalah (17,46%) kategori baik, (57,14%) kategori cukup,
dan (25,40%) kategori kurang.
b. Empati Peserta Didik kelas XI SMAN 1 Ponorogo adalah (20,63%)
kategori baik, (63,49%) kategori cukup dan (15,87%) kategori
kurang.
38
Rulik Pebriana Sari, “Studi Korelasi Pola Kepengasuhan Orang tua dengan Kedisiplinan
Siswa-siswi Kelas IV SDN 1 Serangan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Ponorogo Tahun 2010-
2011,” (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2011), 90.
89
c. Perilaku Prososial Peserta Didik kelas XI SMAN 1 ponorogo adalah
(17,46%) kategori baik, (57,14%) kategori cukup dan (25,40%)
kategori kurang.
d. Terdapat korelasi yang kuat antara pola asuh demokratis orang tua
dan mepati peserta didik dengan perilaku prososial peserta didik
kelas XI SMAN 1 Ponorogo.39
3. Dalam skripsi yang ditulis oleh Annas Musthofa (2014, STAIN Ponorogo)
dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat
Kedisiplinan Belajar Siswa Kelas XI di SMK Wahid Hasyim Ponorogo
Tahun Pelajaran 2013/2014”. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Pola Asuh Tipe Otoriter dengan Tingkat Kedisiplinan
BelajarBerdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh data bahwa
0,483 atau 48,3% tingkat kedisiplinan belajar siswa dipengaruhi oleh
pola asuh orang tua tipe otoriter, sedangkan 51,7% dipengaruhi oleh
faktor lain.
b. Pola Asuh Tipe Demokrasi dengan Tingkat Kedisiplinan Belajar
Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh data bahwa 0,683 atau
6,83% tingkat kedidiplinan belajar siswa dipengaruhi oleh pola asuh
orang tua tipe demokrasi, sedangkan yang 31,7% diperkirakan
dipengaruhi oleh faktor lain.
c. Pola Asuh Tipe Permisif dengan Tingkat Kedisiplinan Belajar
39
Nilam Nur Khotimah, “Korelasi Pola Asuh Demokratis Orang Tua dan Empati Peserta
Didik dengan Perilaku Prososial Peserta Didik Kelas XI SMAN 1 Ponorogo Tahun Pelajaran
2014/2015 ” (Skripsi, STAIN, Ponorogo, 2015), 99.
90
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diperoleh hasil yang cukup
tinggi yaitu adanya hubungan antara pola asuh orang tua tipe permisif
dengan tingkat kedisiplinan belajar siswa kelas XI di SMK Wahid
Hasyim Ponorogo Tahun Ajaran 2013-2014 mencapai 100%. Namun
tidak sepenuhnya tingkat kedisiplinan belajar siswa dipengarui oleh
pola asuh orangtua tipe permisif dan kemungkinan ada faktor lain yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan belajar siswa.40
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori tang dikemukakan diatas, maka dihasilkan
kerangka berfikir, sebagai berikut
Gambar 2.1
Hubungan Antar Variabel
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak yang
relatif konsisiten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh
anak, dari segi positif dan negatif.41
Pola asuh tersebut merupakan bentuk
interaksi antara anak dengan orang tua selama mengadakan kegiatan
40Annas Musthofa , “Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Kedisiplinan
Belajar Siswa Kelas XI di SMK Wahid Hasyim Ponorogo Tahun Pelajaran 2013/2014,” (Skripsi,STAIN, Ponorogo, 2014), 93-94.
41 Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (
Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 26.
Pola Asuh Orang Tua
(Variabel X1)
Perkembangan
Moral Anak Interaksi Sosial
91
pengasuhan dengan memalui pendidikan, bimbingan, dan mendisiplinkan serta
melindungi anak untuk mencapai kedewasaan. Sehingga orang tua dapat
memilih pola asuh yang tepat bagi anaknya dalam membentuk moral yang baik
pada anak. Selain itu interaksi sosial merupakan pengaruh timbal balik antara
individu yang satu dengan yang lainnya dalam suatu kelompok tertentu dalam
rangka mencapai tujuan tertentu. Sehingga interaksi sosial ini sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dalam diri anak. Dengan
demikian penerapan pola asuh orang tua dan interaksi sosial dapat membentuk
moral yang baik dan tidak membawa kehancuran moral atau merusak jiwa dan
watak seorang anak.
D. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian.42
Atas dasar kerangka berfikir yang menghubungkan variabel-
variabel penelitian yang digunakan yaitu. Pengaruh pola asuh orang tua (X1),
Interaksi sosial (X2), dan perkembangan moral (Y) maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua terhadap
perkembangan moral anak.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial terhadap
perkembangan moral anak.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh orang tua dan interaksi
42
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2017), Cet ke-25, 63.
92
sosial anak secara bersama-sama terhadap perkembangan moral anak.
93
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif yang mana data-
datanya diperoleh sebagian besar berupa angka. Sehingga penelitian ini secara
umum menggunakan analisis statistik. Sehingga pengumpulan data yang
dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan daftar pertanyaan
berstruktur (angket) yang disusun berdasarkan pengukuran terhadap variabel
yang diteliti kemudian menghasilkan data kuantitatif.43
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.44
Dalam penelitian ini
populasinya adalah anak-anak di Dusun Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan yang berjumlah75 anak.
43
Sugiiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung:
Alfabeta Cet ke-25, 2017), 7. 44
Ibid., 80.
94
Tabel 3.1
Populasi Penelitian
No Usia Jumlah
1 10 Tahun 15 Anak
2 11 Tahun 15 Anak
3 12 Tahun 15 Anak
4 13 Tahun 15 Anak
5 14 Tahun 15 Anak
Jumlah 75 Anak
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada pada populasi karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,
maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi. Teknik
yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah menggunakan total
sampling karena jumlah sampel sama dengan populasi.45
Menurut Sugiyono
apabila jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan
sampel penelitian semuanya. Berdasarkan alasan tersebut, maka peneliti
menjadikan sampel semuanya.
C. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala. Dalam
penelitian ini skala diberikan kepada anak-anak di desa Dadi mulai dari usia 10
hingga 14 tahun. skala yang diberikan berupa skala pola asuh orang tua,
45
Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: RemajaRosdakarya, 2014),
152.
95
interaksi sosial dan perkembangan moral.
Instrumen yang akan digunakan dibuat berdasarkan kisi-kisi yang telah
ditetapkan sebelumnyaberdasarkan kajian teori yang telah disusun, oleh karena
itu pembuatan instrumen harus melalui beberapa tahapan. Penyusunan
instrumen melalui enam tahap. Tahap tersebut yaitu perencanaan, penulisan
butir soal, penyuntingan, uji coba, penganalisaan hasil, dan mengadakan revisi.
Tahapan pembuatan instrumen adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan pembuatan instrumen didasarkan pada tujuan penelitian.
Tujuan penelitian diwujudkan dalam kisi-kisi skala yang dibuat berdasarkan
kajian teori.
2. Penulisan Butir Soal
Data dalam penelitian ini diperoleh dari skala pengukuran. Skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala dengan empat pilihan jawaban.
Variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator yang dijadikan
pedoman penyusunan skala dengan empat pilihan jawaban. Respon jawaban
diberikan dengan menggunakan tanda (X) pada jawaban yang telah
disediakan. Berikut ini alternatif jawaban yang diberikan pada pertanyaan
positif dalam skala.
a. Selalu diberi skor 4
b. Sering diberi skor 3
c. Kadang-kadang diberi skor 2
d. Tidak pernah diberi skor 1
96
Alternatif jawaban pada pernyataan negatif dalam skala sebagai berikut.
a. Selalu diberi skor 1
b. Sering diberi skor 2
c. Kadang-kadang diberi skor 3
d. Tidak pernah diberi skor 4
Penyusunan skala diawali dengan penyusunan kisi-kisi.
Penyusunan kisi-kisi ini bertujuan agar skala yang dibuat mampu
memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian.
Berikut ini kisi-kisi yang digunakan untuk menyusun skala.
Tabel 3.2
Kisi-kisi Pengembangan Kuesioner
Variabel Indikator Aspek No. Butir Jumlah
Pola Asuh
Orang tua
Otoriter Anak Patuh terhadap
Orangtua
1,2
Orangtua memberikan
aturan yang kaku pada
anak
3
Orangtua memberikan
hukuman kepada anak
4
Kesempatan anak untuk
bereksplorasi terbatas
5
Permisif Orangtua cenderung
membiarkan anak
6,7
Orangtua hampir tidak
menghukum anak
8
Orangtua memberikan
kepercayaan penuh
9
97
kepada anak
Komunikasi antara
orang tua dan anak
9,10
Demokratis Orang tua memberikan
kesempatan kepada
anak untuk saling
berinteraksi dengan
lingkungan
11,12
Orang tua mampu
menempatkan dirinya
sebagai teman curhat
anak
13
Orang tua memberikan
pujian, ketika anak
berhasil dalam
melakukan sesuatu
14
Orang tua melibatkan
anak dalam mengambil
keputusan dalam
kebutuhan keluarga
15
Situasional Orangtua menghukum
anak ketika melanggar
peraturan
16
Orang tua memberi
kebebasan anak dalam
bergaul
17
Orang tua mengontrol
kegiatan anak sehari-
hari
18
Orang tua memberikan 19
98
kepercayaan penuh
kepada anak
Orang tua mampu
menjadi teman curhat
anak
20
Leisses Fire Orang tua
cenderungmembebaska
n anak
21
Orang tua tidak
melibatkan anak dalam
mengambil keputusan
22
Orang tua menasehati
anak, tatkala ia telah
berbuat kesalahan
23
Orang tua cenderung
memanjakan anak
secara meteri daripada
untuk berkumpul
bersama anak
24
Terjalinnya komunikasi
yang baik antara orang
tua dan anak
25 1
Jumlah Butir Pertanyaan Pola Asuh 25
Interaksi
Sosial
Kerjasama
Anak lebih suka belajar
kelompok
1
Anak terbiasa untuk
saling berbagi engan
teman
2
Anak berpartisipasi
dalam segala kegiatan
3
99
yang ada di desa
Anak cenderung suka
bersosial memiliki
banyak teman
4
Anak terbiasa
membantu orang yang
kesusahan
5
Persaingan Anak bersaing untuk
mendapatkan prestasi
belajar
6
Anak bersaing untuk
mendapatkan prestasi
secara sportif
7,8
Anak terbiasa mengalah
untuk menerima
kekalahannya
9,10
Pertikaian/
Pertentangan
Anak lebih terbiasa
untuk berkelahi ketika
ingin mendapatkan
sesuatu, ataupun terjadi
dalam hal apapun
11,13
Anak melakukan
tindakan curang di
sekolah
12
Anak terbiasa
mempunyai karakter
sebagai pendendam
14,15
Akomodasi Siswa dan guru terbiasa
untuk menyelesaikan
masalah secara damai
16,17
100
dengan bermusyawarah
Anak mengalah demi
untuk menutupi
kesalahan teman
18
Anak terbiasa
mengambil hakim
sendiri ketika menemui
suatu masalah
19
Ketika hendak terjadi
suatu masalah anak
menyerahkannya pada
pihak yang berwajib
20
Jumlah Butir Pertanyaan Interaksi Sosial 20
Perkemba
ngan
Moral
Orientasi
Kesepakata
n antar
Pribadi atau
Orientasi
Anak Manis
Anak akan
menghormati kedua
orang tuanya
1
Anak akan patuh
kepada orang tua, untuk
membuat mereka
merasa senang
2,3
Anak selalu taat kepada
orang tua dan guru
4
Anak merasa malu
ketika mendapat
hukuman
5
Orientasi
hukuman
dan
ketertiban
Anak patuh terhadap
aturan dan tata tertib
6,8
Anak mematuhi aturan,
untuk menghindari
adanya hukuman
7
101
Anak beraprtisipasi
dalam menjunjung
nilai-nilai hukum adat
9
Anak merasa malu,
ketika melanggar suatu
hukum
10
Jumlah Butir Pertanyaan Perkembangan Moral 10
3. Penyuntingan
Proses penyuntingan dalam skala ini meliputi penyuntingan bahasa
dan penambahan pedoman pengisian skala. Penyuntingan bahasa digunakan
agar bahasa dalam skala mudah dimengerti anak-anak. Penambahan
pedoman pengisian skala bertujuan untuk memberi petunjuk kepada anak-
anak dalam memilih jawaban sesuai dengan skala yang telah ditentukan.
4. Uji Coba
Uji coba skala ini dilakukan untuk menguji kelayakan suatu skala
yang akan digunakan dalam penelitian. Pengujian instrument bertujuan
untuk memperoleh hasil penelitian yang valid dan reliabel. Uji coba dalam
penelitian ini dimulai dengan menyebar skala pada anak-anak di luar subyek
penelitian, kemudian menganalisis hasil uji coba dan menggugurkan butir
soal yang tidak layak digunakan dalam instrumen.
5. Penganalisaan Hasil
Skala yang valid dan reliabilitas merupakan syarat mutlak dalam
mencapai hasil penelitian yang valid dan reliabel. Oleh karena itu analisis
hasil uji coba skala ini dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas
102
butir soal.
a. Uji validitas
Uji validitas mencakup dua hal, yaitu uji validitas internal dan
eksternal. Uji validitas skala dalam penelitian ini menggunakan validitas
internal dan eksternal. uji validitas butir soal dengan menggunakan
bantuan SPSS. Suatu butir soal dinyatakan valid jika r hitung ≥ r tabel
0,361 dengan rumus Korelasi Product Moment untuk mencari validitas
eksternal tiap item.Rumus Korelasi Product Moment :
= � Σ − (Σ )(Σ ) �Σ 2 − (Σ )2 (�Σ 2 − (Σ )2
Dimana
= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua
variabel yang dikorelasikan
Setelah uji coba dilakukan pada 20 anak hasilnya akan dilakukan
penskoran dan dianalisis menggunakan korelasi product moment untuk
mengetahui tingkat kevalidan dan uji reliabilitas menggunakan SPSS for
windows versi 23. Berikut hasil analisa person korelasi product moment:
Tabel 3.3
Hasil Validitas Uji Coba Kuesioner
Pola Asuh Interaksi Sosial Perkembangan Moral
No. Butir rhitung No. Butir rhitung No. Butir rhitung
1 -0.648 1 0.937 1 0.984
2 -0.587 2 0.942 2 0.974
3 -0.783 3 0.933 3 0.978
4 -0.926 4 0.77 4 0.899
103
5 -0.773 5 0.823 5 0.967
6 0.975 6 0.933 6 0.984
7 -0.783 7 0.942 7 0.932
8 -0.926 8 -0.714 8 0.819
9 -0.773 9 0.944 9 0.93
10 0.825 10 0.917 10 0.924
11 0.975 11 -0.766
12 0.975 12 -0.848
13 0.975 13 -0.807
14 0.975 14 -0.799
15 0.975 15 -0.862
16 0.886 16 0.935
17 0.975 17 0.955
18 0.975 18 -0.887
19 0.975 19 -0.853
20 0.975 20 0.955
21 0.886
22 -0.648
23 0.975
24 -0.648
25 0.975
Berdasarkan hasil uji SPSS diketahui nilai rhitung 0.361 yang berarti
bahwa semua butir pernyataan dapat digunakan untuk mengukur variabel
yang hendak di ukur.
b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrument dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui konsistensi dari instrument sebagai alat ukur, sehingga hasil
104
suatu pengukuran dapat dipercaya.46
Dengan demikian tes yang
digunakan dalam penelitian untuk mengetahui apakah alat pengumpul
data yang digunakan menunjukkan tingkat ketepatan, keakuratan,
kestabilan, dan konsistensi dalam mengungkapkan gejala dari
sekelompok individu walaupun dilaksanakan pada waktu yang berbeda.
Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reabilitas instrumen.47
Adapun rumus yang digunakan untuk uji reliabilitas instrumen ini
adalah rumus Cronbach Alpha. Hasil pengolahan reabilitas data dengan
menggunakan SPSS. Nilai Cronbach Alpha pada penelitian ini akan
digunakan nilai 0,6 dengan asumsi bahwa daftar pertanyaan yang diuji
akan dikatakan reliabel bila nilai Cronbach Alpha ≥ 0,6.Uji alpha sebagai
berikut :
11 = �� − 1 1 − Σ��2��2
Tabel 3.4
Indeks Reliabilitas dan Interpretasinya
Koefisien Alpha (α) Interpretasi
0,800 – 1,00 Sangat Tinggi
0,600 – 0,799 Tinggi
0,400 – 0,599 Cukup Tinggi
0,200 – 0,399 Rendah
<0,200 Sangat Rendah
46
Ibid., 47
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, 185.
105
Sedangkan pengujian reliabilitas data yaitu dengan
membandingkan r ALPHA dengan Cronbach Alpha , penggunaan nilai
ALPHA dengan Cronbach Alpha disebabkan perhitungan lebih akurat
tanpa menghilangkan data yang tidak valid, di mana jika:
- r ALPHA hasil uji reliabel > 0,6, data reliabel
- r ALPHA hasil uji reliabel < 0,6 data tidak reliabel
Berikut hasil peritungan r ALPHA dengan Cronbach
Alphamenggunakan SPSS versi 23:
Tabel 3.5
Hasil Reabilitas Uji Coba Kuesioner
Variabel Nilai Cronbach's Alpha Intepretasi
Pola Asuh 0.711 Tinggi
Interaksi Sosial 0.669 Tinggi
Perkembangan Moral 0.794 Tinggi
Karena hasil nilai cronbach's alphamemiliki interpretasi tinggi,
maka kuesionerdikatakan reliabel dan memiliki tingkat keeratan
(korelasi) tinggi dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian.
Sehingga secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa instrumen
kuesioner pola asuh, interaksi sosial dan perkembangan moral dapat
digunakan untuk mengetahui pengaruh yang ditimbulkan.
c. Mengadakan Revisi
Setelah melalui analisis data, langkah selanjutnya adalah
mengadakan revisi instrumen penelitian. Butir soal yang tidak valid
maupun reliabel kemudian diperbaiki.
106
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk memperoleh data dan
keterangan-keterangan yang telah dibutuhkan dalam penelitian. Data dan
keterangan tersebut dapat diperoleh dengan menentukan teknik pengumpulan
data yang sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan skala dengan empat pilihan jawaban.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengumpulkan
data tentang pola asuh orang tua, interaksi sosial dan perkembangan moral.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan regresi ganda.
Analisis regresi ganda untuk pengolahan data penelitian ini menggunakan
SPSS for windows versi 23. Analisis regresi ganda membahas hubungan
variabel terikat dengan dua atau lebih variabel bebas. Variabel terikat dalam
penelitian ini adalah perkembangan moral. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah pola asuh orang tua dan interaksi sosial.
1. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel dependen dan independen keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki
107
distribusi data normal atau mendekati normal.48
Deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik normal P-P Plot. Adapun pengambilan keputusan
disasarkan kepada:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, atau grafik histogram tidak menunjukkan pola
distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen yaitu
variabel pola asuh orang tua dan interaksi sosial, maka dinamakan
terdapat problem multikolinieritas. Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.49
Pengujian ada tidaknya gejala multikolinieritas dilakukan dengan
memperhatikan nilai matriks korelasi yang dihasilkan pada saat
pengolahan data. Apabila nilai matriks korelasi tidak ada yang lebih
besar dari 0,5 maka dapat dikatakan data yang akan dianalisis terlepas
48
Retno Widianingrum, Statistika Edisi Revisi, (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2013), 103-
104. 49
Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik ( Jakarta: PT Elex Media
Computindo, 2000), 84.
108
dari gejala multikolinieritas. Kemudian apabila nilai matriks berada di
sekitar angka 1 maka dapat diambil kesimpulan bahwa model regresi
tersebut tidak terdapat masalah multikolinieritas.
c. Uji heterokesdastisitas
Heterokesdatisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu
pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
Homokesdatisitas. Dan jika varians berbeda, disebut heterokesdatisitas.
Model regresi yang beik adalah tidak terjadi heterokesdatisitas.
Uji heterokesdatisitas dalam penelitian ini menggunakan
scatterplot pada uji regresi yang dilakukan sebelumnya. Dalam uji ini
yang perlu diperhatikan adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada scatterplot dari variabel terikat, dimana jika tidak terdapat pola
tertentu maka terjadi heterokesdatisitas namun apabila terdapat pola
tertentu maka terjadi heterokesdatisitas pada data yang digunakan dalam
penelitian ini.
d. Uji Autokorelasi
Untuk melakukan uji autukorelasi, pada penelitian ini
menggunakan besaran Durbin Watson, dimana ketentuannya adalah:
Tabel 3.6
Persyaratan Uji Autokorelasi
HIPOTESIS NOL KEPUTUSAN JIKA
Tidak ada autukorelasi
positif
Ditolak 0<d<Dl
Tidak ada autokorelasi Tidak ada keputusan dL≤d≤dU
109
positif
Tidak ada korelasi
negative
Ditolak 4-dL<d<4
Tidak ada korelasi
negative
Tidak ada keputusan
4-dU≤d≤4-dL
Tidak ada autokorelasi
positif atau negative
Tidak ditolak
dU<d<4-dU
Dengan melihat dL dan Du jelas bahwa karena dU<DW≤4-Du jika
nilai Durbin Watson terletak Du<DW≤4-Du maka model dapat dikatakan
tidak mengandung gejala autokorelasi.
2. Analisis Regresi Ganda
Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini
berupa metode analisis statistik. Teknik statistik digunakan untuk menguji
hipotesis penelitian, dengan memakai teknik analisis regresi dua prediktor.
Y : F (� ,� ,� ,� ,� ,� )
Keterangan:
Y : Perkembangan Moral Anak
X1 : Pola Asuh Orang Tua Otoriter
X2 : Pola Asuh Permisif
X3 : Pola Asuh Demokratis
X4 : Pola Asuh Situasional
X5 : Pola Asuh Laisses Fire
X6 : Interaksi Sosial
Sehingga setelah data diolah dapat diperoleh persamaan, dengan
Metode yang digunakan sebagai berikut:
110
Y = α + � � + � � + � � + � � + � � + � �
Keterangan:
Y : Perkembangan Moral Anak
α : Konstanta β1,2,3 : Variabel Bebas
X1 : Pola Asuh Orang Tua Otoriter
X2 : Pola Asuh Permisif
X3 : Pola Asuh Demokratis
X4 : Pola Asuh Situasional
X5 : Pola Asuh Laisses Fire
X6 : Interaksi Sosial
3. UjiHipotesis
Untuk megetahui ada tidaknya pegaruh variabel bebas terhadap
variabel terikat maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah
diajukan pada penelitian ini. Metode pengujian terhadap hipotesis yang
diajukan dilakukan pengujian secara parsial menggunakan uji t.
a. Uji t (Pengujian signifikansi secara parsial)
Pengukuran � dimaksudkan untuk mempengaruhi apakah secara
individu ada pengaruh antara variabel-variabel bebas dengan variabel
terikat. Pengujian secara parsial untuk setiap koefisien regresi diuji untuk
megetahui pegaruh secara parsial antara variabel bebas dengan variabel
terikat, dengan melihat tingkat signifikansi nilai t pada 5% rumus yang
111
digunakan sebagai berikut: �� = �−��
Ket:
ℎ : t hitung � : parameter yang diestimasi
b : koefisien regresi
� : standar error
Dengan pengujian satu sisi, setiap koefisien regresi dikatakan
signifikan apabila nilai mutlak th > t maka hipotesis nol (Ho)
ditolakdan hipotesis alteratif (Ha) diterima. Sehingga ada pengaruh
secara parsial antara variabel bebas di dalam peelitian ini dapat dikatakan
signifikan pada α = 5% apabila nilai probability significancy dari t-rasio
pada hasil regresi lebih kecil dari 0,05. Artinya tingkat signifikan 5%
atau 0,05 yaitu mengambil resiko salah dalam mengambil keputusan
untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak 5% dan benar dalam
mengambil keputusan sedikitnya 95% (tingkat kepercayaan).50
b. Uji F (Pengujian signifikansi secara simultan)
Untuk menguji secara bersama-sama antara variabel bebas dengan
variabel terikat dengan melihat tingkat signifikansi (F) pada 5% rumus
yang digunakan.
50
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), 261.
112
��=
��− −��−�
Keteragan:
R : Koefisien korelasi ganda
Fh : F hitung
K : Jumlah variabel bebas
N : Jumlah sampel yang dipakai
Pengujian setiap koefien regresi bersama-sama dikatakan signifikan
bila nilai mutlak Fh ≥ Ft maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis
alternatif (Ha) diterima. Sebaliknya dikatakan tidak signifikan bila Fh <
Ft maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.
Jika nilai probability significancy dari F-rasio dari regresi lebih
kecil dari 0,050 maka dapat dikatakan bahwa semua variabel bebas yang
ada pada model secara simultan mempengaruhi variabel terikat dan
significancy pada α = 5%.
4. Analisis Determinasi ( )
Koefisien determinasi (R2 ) dipergunakan untuk mengetahui sampai
seberapa besar prosentase variasi variabel bebas pada model dapat
menerangkan variabel terikat. Koefisien determinasi (R2) dinyatakan dalam
prosentase. Nilai R2 dinyatakan dalam prosentase. Nilai R2 ini berkisar
antara 0 <R2< 1.
113
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Variabel
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuipengaruh pola asuh orang tua
dan interaksi sosial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan, maka penelitian ini juga telah dilakukan dengan
mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Hasil survei menggunakan kuesioner dengan
sampel 75 anak usia 10-14 tahun untukpola asuh orang tua(X1) dan interaksi sosial
(X2) serta perkembangan moral anak (Y) dilakukan penskoran hingga diperoleh hasil
sebagai berikut:
1. Deskripsi Data Pola AsuhOrang Tua
Berdasarkan penskoran kuesioner75 anak usia 10-14 tahunDesa Dadi
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan mengenai pola asuh yang dikategorikan
menjadi 5 bagian diperoleh data sebagai:
Tabel 4.1
Rekapitulasi Kuesioner Pola Asuh Orang Tua
Interval
Skor
Frekuensi Pola Asuh
Kategori Otoriter Permisif Demokratis Situasional
Laisses
Fire
17 - 20 4 0 54 45 0 Sangat Baik
13 – 16 9 51 5 14 42 Baik
9 – 12 4 21 2 6 30 Cukup
5 – 8 58 3 14 10 3 Rendah
1 – 4 0 0 0 0 0 Sangat Rendah
Berdasarkan hasil rekapitulasi kategori pola asuh, maka dapat diketahui
bahwa untuk frekuensi tertinggi pola asuh orang tua otoriter yakni kategori
rendah sebanyak 58 anak, pola asuh orang tua permisif frekuensi tertinggi yakni
114
kategori baik sebanyak 51 anak, pola asuh orang tua demokrasi memiliki frekuensi
tertinggi yakni kategori sangat baik sebanyak 54 anak, pola asuh orang tua
situasional memiliki frekuensi tertinggi yakni kategori sangat baik sebanyak 45
anak, dan pola asuh orang tua Laisses Fire memiliki frekuensi tertinggi yakni
kategori baik sebanyak 42 anak.
2. Deskripsi Data Interaksi Sosial
Berdasarkan penskoran kuesioner 75 anak usia 10-14 tahunDesa Dadi
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan mengenai interaksi sosial yang diperoleh
data sebagai:
Tabel 4.2
Rekapitulasi Kuesioner Interaksi Sosial
Interval Skor Frekuensi Kategori
65 – 80 1 Sangat Baik
49 – 64 55 Baik
33 – 48 19 Cukup
17 – 32 0 Rendah
1 – 16 0 Sangat Rendah
Jumlah 75
Berdasarkan table 4.2 di atas, diketahui bahwa interaksi sosial 75 anak usia
10-14 tahunDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan memiliki kategori
paling banyak baik sebanyak 55 anak.
3. Deskripsi Data Perkembangan Moral Anak
Berdasarkan penskoran kuesioner 75 anak usia 10-14 tahunDesa Dadi
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan mengenai perkembangan moral anak
yang diperoleh data sebagai:
Tabel 4.3
Rekapitulasi Kuesioner Perkembangan Moral Anak
115
Interval Skor Frekuensi Kategori
33 – 40 52 Sangat Baik
25 – 32 7 Baik
17 – 24 1 Cukup
9 – 16 15 Rendah
1 – 8 0 Sangat Rendah
Jumlah 75
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa perkembangan moral
anak75 anak usia 10-14 tahunDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan
memiliki kategori paling banyak sangat baik sebanyak 52 anak.
B. Analisis Data
Alat analisa yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda, maka untuk
memenuhi syarat yang ditentukan dalam penggunaan model regresi linier berganda
perlu dilakukan pengujian atas beberapa asumsi klasik yang digunakan yaitu: Uji
Normalitas, Multikolinearitas, Heteroskedastisitas, dan Autokorelasi yang secara rinci
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan pada keempat variabel
penelitian, yaitu pola asuh orang tuaotoriter (X1), pola asuh orang tua permisif
(X2) dan pola asuh orang tua demokrasi (X3), pola asuh orang tua
situasional(X4), pola asuh orang tua Laisses Fire (X5) dan interaksi sosial (X6)
serta perkembangan moral anak (Y)menggunakan SPSS for windows versi 23.
Berikut hasil uji normalitas:
116
Gambar 4.1 Output P-P Plot SPSS
117
Berdasarkan gambar 4.1 di atas, maka dapat dilihat bahwa data
menyebar di sekitar garis normal dan mendekati garis normal. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari kuesioner memiliki distribusi
normal dan dapat dilakukan uji coba selanjutnya.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen yaitu variabel pola asuh
orang tua dan interaksi sosial, maka dinamakan terdapat problem
multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas dalam
model regresi dapat dilihat dari tolerancevalue atau variance inflation factor
(VIF). Hasil uji multikolinieritas, dapat dilihat pada tabel Coefficientsadari
output for windows versi 23:
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel Independent Collinearity Statistics
Kategori Tolerance VIF
Pola Asuh Orang Tua Otoriter 0.170 5.886 Ada
Pola asuh orang tua permisif 0.225 4.451 Ada
Pola asuh orang tua demokrasi 0.059 16.859 Tidak
Pola asuh orang tua situasional 0.089 11.229 Tidak
Pola asuh orang tua Laisses Fire 0.450 2.222 Ada
Interaksi Sosial 0.386 2.594 Ada
Hasil dari uji VIF pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa variabel pola asuh
orang tua otoriter, permisif, Laisses fire, dan interaksi sosial terjadi
multikolinieritas karena nilai VIF < 10 dan TOL > 0.1. Sedangkan, variabel pola
asuh orang tua demokrasi dan situasioal VIF > 10 dan TOL < 0.1, maka tidak
ada multikolinieritas.Dengan demikian variabel independen dapat digunakan
118
untuk memprediksi perkembangan moral anak selama periode pengamatan.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Untuk menentukan heteroskedastisitas juga dapat
menggunakan grafik scatterplot, titik-titik yang terbentuk harus menyebar
secara acak, tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hasil
uji heteroskedastisitas dapat Model regresi yang baik adalah yang terjadi
homokesdastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut hasil grafik
Scatterplot, yang ditunjukkan pada gambar 4.1 dibawah ini:
Gambar 4.2Scatterplot Variabel Terikat
Berdasarkan grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara
acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol (0) pada sumbu Y,
tidak berkumpul disatu tempat, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
119
terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam artian bahwa varian
semua variabel ini menunjukkan variabel independen dapat digunakan untuk
memprediksi perkembangan moral anakusia 10-14 tahunDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan.
d. Uji Autokorelasi
Penyimpangan autokorelasi dalam penelitian ini diuji dengan uji Durbin-
Watson (DW-test). Hasil regresi dengan lavel of signifikan 0,05 dengan
sejumlah variabel independen 6 dan banyak data (n = 75). Adapun hasil dari uji
autokorelasi pada tabel Model Summaryb. Berikutrincian hasil uji autokorelasi:
Tabel 4.5
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .962a .926 .920 2.812 1.854
a. Predictors: (Constant), Interaksi Sosial, Pola asuh orang tua Laisses Fire, Pola asuh
orang tua permisif, Pola Asuh Orang Tua Otoriter, Pola asuh orang tua situasional, Pola
asuh orang tua demokrasi
b. Dependent Variable: Perkembangan Moral Anak
Berdasarkan hasil uji Durbin-Watson sebesar 2.255. Berdasarkan
kategori tabel 4.5 nilai DW berada lebih besar dari dU = 1.8013 dan dL =
1.4577, maka dapat disimpulkan bahwa DW-test tidak dapat menolak H0 yang
menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi negatif maupun positif. Sehingga
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada usia anak
saat ini dan sebelumnya.
2. Analisis Regresi Linier Berganda
Untuk mengetahui adanya pengaruh variabel bebas dengan variabel terikat
120
dapat dilihat dari hasil uji regresi linier berganda SPSS for windows versi 23
dengan model regresi linier berganda yang dirumuskan dengan persamaan
berikut:
Keterangan :
Y : Perkembangan Moral Anak
α : Konstanta
e : Variabel residual β1,2,3,4,5,6 :Koefisien Regresi
X1 : Pola Asuh Orang Tua Otoriter
X2 : Pola asuh orang tua permisif
X3 : Pola asuh orang tua demokrasi
X4 : Pola asuh orang tua situasional
X5 : Pola asuh orang tua Laisses Fire
X6 : Interaksi Sosial
Untuk mendapatkan hasil persamaan model regresi linier seerti di atas,
dapat dilihat dari hasil SPSS for windows versi 23 output uji regresi linier berikut
ini:
Tabel 4.6
Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.592 4.997
Pola Asuh Orang Tua Otoriter -0.920 0.196 -0.375
Pola asuh orang tua permisif 1.294 0.329 0.274
Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 e
121
Pola asuh orang tua demokrasi 0.992 0.267 0.502
Pola asuh orang tua situasional -0.738 0.278 -0.293
Pola asuh orang tua Laisses Fire -0.547 0.260 -0.103
Interaksi Sosial 0.328 0.065 0.270
Berdasarkan hasil output SPSS for windows versi 23 nampak bahwa
pengaruh secara parsial keenam variabel independen tersebut
terhadapperkembangan moral anak. Dari hasil analisis regresi linier berganda
dengan program SPSS seperti terlihat pada table 4.6 persamaan regeresi linier
yang terbentuk adalah:
Y = 7.592 -0.920X1+1.294X2+ 0.992X3- 0.738X4- 0.547X5+ 0.328X6+ e
Dari persamaan regresi linier berganda diatas maka dapat dianalisis sebagai
berikut:
a. Konstanta sebesar 7.592menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap
konstan, maka nilai perkembangan moral anak sebesar 7.592.
b. Dari hasil perhitungan uji regresi linier berganda koefisien variabel pola asuh
orang tua otoriter mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0.920. Koefisien
bertanda negatif. Hal ini menyatakan bahwa setiap penurunan rasio pola asuh
orang tua otoriter sebesar 1 satuan akan mengakibatkan perkembangan moral
anakturun sebesar 0.920.
c. Dari hasil perhitungan uji regresi linier berganda variabel pola asuh orang tua
permisif mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 1.294.Koefisien bertanda
positif. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan atau kenaikan rasio pola
asuh orang tua permisif sebesar 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan
perkembangan moral anak naik sebesar 1.294.
d. Dari hasil perhitungan uji regresi linier berganda koefisien variabel pola asuh
122
orang tua demokrasimempuyai nilai koefisien regresi sebesar 0.992. Koefisien
bertanda positif, hal ini menyatakan bahwa setiap kenaikan atau penambahan
rasio pola asuh orang tua demokrasi sebesar 1 satuan akan
menaikkanperkembangan moral anak sebesar 0.992.
e. Dari hasil perhitungan uji regresi linier berganda koefisien variabel pola asuh
orang tua situasionalmempuyai nilai koefisien regresi sebesar 0.738. Koefisien
bertanda negatif, hal ini menyatakan bahwa setiap penurunan rasio pola asuh
orang tua situasional sebesar 1 satuan akan menurunkanperkembangan moral
anak sebesar 0.738.
f. Dari hasil perhitungan uji regresi linier berganda koefisien variabel pola asuh
orang tua Laisses Firemempuyai nilai koefisien regresi sebesar 0.547. Koefisien
bertanda negatif, hal ini menyatakan bahwa setiap penurunan rasio pola asuh
orang tua Laisses Fire sebesar 1 satuan akan menurunkanperkembangan moral
anak sebesar 0.547.
g. Dari hasil perhitungan uji regresi linier berganda variabel interaksi sosial
mempunyai nilai koefisien regresi sebesar 0.328.Koefisien bertanda positif. Hal
ini menyatakan bahwa setiap penambahan atau kenaikan rasio interaksi
sosialsebesar 1 satuan akan mengakibatkan kenaikan perkembangan moral
anak naik sebesar 0.328.
C. Pengujian Hipotesis
1. Pengujian Hipotesis secara Parsial ( Uji t )
Berikut ini merupakan hasil pengujian secara parsial menggunakan uji t
123
yang nilainya akan dibandingkan dengan signifikansi 0,05 atau 5%. Pengujian
secara parsial menggunakan uji t (pengujian signifikansi secara parsial)
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pola asuh orang
tuaotoriter (X1), pola asuh orang tua permisif (X2) dan pola asuh orang tua
demokrasi (X3), pola asuh orang tua situasional(X4), pola asuh orang tua Laisses
Fire (X5) dan interaksi sosial (X6)terhadapperkembangan moral anak (Y) diDesa
Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil output SPSS for windows versi 23 nampak bahwa
pengaruh secara parsial keenam variabel independen tersebut perkembangan
moral anak seperti ditunjukkan pada tabel 4.9 sebagai berikut:
Tabel 4.7
Uji Pengaruh Parsial
Model t Sig.
1 (Constant) 1.519 0.133
Pola Asuh Orang Tua Otoriter -4.692 0.000
Pola asuh orang tua permisif 3.935 0.000
Pola asuh orang tua demokrasi 3.710 0.000
Pola asuh orang tua situasional -2.650 0.010
Pola asuh orang tua Laisses Fire -2.105 0.039
Interaksi Sosial 5.080 0.000
Berdasarkan hasil tabel di atas akan dibuat kesimpulan untuk pengambilan
hipotesis sebagai berikut:
a. Pengujian Hipotesis 1
H0 : b1 = Pola asuh orang tua otoriter tidak berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi
Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
124
Ha : b1 = Pola asuh orang tua otoriter berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui hasil uji T-test
untuk variabel pola asuh orang tua otoriter senilai thitung = -4.692>ttabel = -
1.99254 (df=74) dan nilai Sig. 0.000> 0.05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel pola asuh orang tua otoriter(X1) berpengaruh
signifikan secara parsial perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan.
b. Pengujian Hipotesis 2
H0 : b2 = Pola asuh orang tua permisif tidak berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan.
Ha : b2 = Pola asuh orang tua permisif berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui hasil uji T-test
untuk variabel pola asuh orang tua permisif senilai thitung = 3.935>ttabel =
1.99254 dan nilai Sig. 0.000< 0.05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel pola asuh orang tua permisifberpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
c. Pengujian Hipotesis 3
125
H0 : b3 = Pola asuh orang tua demokrasi tidak berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan.
Ha : b3 = Pola asuh orang tua demokrasi berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui hasil uji T-test
untuk variabel pola asuh orang tua demokrasi senilai thitung= 3.710>ttabel =
1.99254 dan nilai Sig. 0.00 < 0.05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa variabel pola asuh orang tua demokrasi berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
d. Pengujian Hipotesis 4
H0 : b4 = Pola asuh orang tua situasional tidak berpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan
Plaosan Kabupaten Magetan.
Ha : b4 = Pola asuh orang tua situasional berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui hasil uji T-test
untuk variabel DER senilai thitung= -2.650>ttabel = -1.99254 dan nilai Sig. 0.010<
0.05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pola asuh
orang tua situasional berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
126
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan.
e. Pengujian Hipotesis 5
H0 : b5 = Pola asuh Leisses fire tidak berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Ha : b5 = Pola asuh Leisses fire berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui hasil uji T-test
untuk variabel DER senilai thitung= -2.105>ttabel = -1.99254 dan nilai Sig. 0.039<
0.05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pola asuh
Leisses fire berpengaruh signifikan secara parsial terhadap perkembangan
moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
f. Pengujian Hipotesis 6
H0 : b6 = Interaksi sosial tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Ha : b6 = Interaksi sosial berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas, maka dapat diketahui hasil uji T-test
untuk variabel DER senilai thitung= 5.080>ttabel = 1.99254 dan nilai Sig. 0.000 <
127
0.05, yang berarti H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel interaksi
sosial berpengaruh signifikan secara parsial terhadap perkembangan moral
anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
2. Pengujian Hipotesis secara Simultan ( Uji F)
H0 = Pola asuh dan interaksi sosial secara bersama–sama tidak berpengaruh
terhadap perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan.
Ha = Pola asuh dan interaksi sosial secara bersama–sama berpengaruh terhadap
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten
Magetan.
Berikut ini adalah hasil dari pengujian secara simultan menggunakan uji F
yang nilainya akan dibandingkan dengan signifikansi 0,05 atau 5%. Berdasarkan
hasil output SPSS for windows versi 23 nampak bahwa pengaruh secara bersama-
sama empat variabel independen tersebut terhadap perkembangan moral anak
seperti ditunjukkan pada table 4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Perhitungan Uji Simultan Regresi
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6734.904 6 1122.484 141.938 .000b
Residual 537.763 68 7.908
Total 7272.667 74
a. Dependent Variable: Perkembangan Moral Anak
b. Predictors: (Constant), Interaksi Sosial, Pola asuh orang tua Laisses Fire, Pola asuh
orang tua permisif, Pola Asuh Orang Tua Otoriter, Pola asuh orang tua situasional, Pola
asuh orang tua demokrasi
128
Dari hasil perhitungan yang diperoleh nilai F sebesar 141.938 dan nilai
signifikan sebesar 0.000. Karena nilai signifikansi kurang dari 5% atau 0.05, maka
H0 ditolak dan terdapat pengaruh yang signifikan variabel pola asuh dan interaksi
sosial secara bersama–sama berpengaruh terhadap perkembangan moral anak
diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan.
Sehingga dari uji T dan uji F dapat dibuat rekapitulasi hasil analisis regresi
linier berganda sebagai berikut:
Tabel 4.9
Rekapitulasi Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Jenis Uji Variabel Nilai Sig. Kriteria
Uji T
(Parsial) Pola asuh
orang tua
otoriter
0.000< 0.05
Pola asuh orang tua
otoriterberpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral
anak.
Pola asuh
orang tua
permisif
0.000< 0.05
Pola asuh orang tua
permisifberpengaruh signifikan secara
parsial terhadapperkembangan moral
anak.
Pola asuh
orang tua
demokrasi
0.000< 0.05
Pola asuh orang tua
demokrasiberpengaruh signifikan secara
parsial terhadap perkembangan moral
anak.
Pola asuh
orang tua
situasional 0.010< 0.05
Pola asuh orang tua situasional
berpengaruh signifikan secara parsial
terhadap perkembangan moral anak.
Pola asuh
Leisses Fire 0.039< 0.05
Pola asuh Leisses Fire berpengaruh
signifikan secara parsial terhadap
perkembangan moral anak.
Interaksi
Sosial 0.000< 0.05
Interaksi sosial berpengaruh signifikan
secara parsial terhadap perkembangan
moral anak.
Uji F
(Simutan) EPS, ROE, dan
DER 0.005< 0.05
Pola asuh dan interaksi sosial secara
bersama-sama berpengaruh terhadap
perkembangan moral anak.
129
(Sumber: Data sekunder diolah tahun 2017 dengan SPSS for windows versi 23)
3. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi 2pada adalah mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Nilai 2 yang kecil berarti kemampuan variabel-
variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel dependen amat
terbatas.Nilai koefisien determinasi dapat menunjukkan presentase variansi nilai
variabel dependen, yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan.
Uji koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model
regresi. Berdasarkan hasil output SPSS for windows versi 23 besarnya nilai
adjusted R² dapat dilihat pada tabel 4.11 sebagai berikut:
Tabel 4.10
Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .962a .926 .920 2.812 1.854
a. Predictors: (Constant), Interaksi Sosial, Pola asuh orang tua Laisses Fire, Pola asuh
orang tua permisif, Pola Asuh Orang Tua Otoriter, Pola asuh orang tua situasional, Pola
asuh orang tua demokrasi
b. Dependent Variable: Perkembangan Moral Anak
Dilihat dari tabel diatas, nilai koefisien Determinasi (R²) sebesar 0.926 atau 92.6%. Hal
ini berarti 92.6% variasi perkembangan moral anak yang bisa dijelaskan oleh variasi
dari keenam variabel independen yaitu,pola asuh orang tua otoriter, pola asuh orang
tua permisif, pola asuh orang tua demokrasi, pola asuh orang tua situasional, pola
asuh orang tua Laisses Fire, dan interaksi sosial. Sedangkan sisanya sebesar 7.4%
130
dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar model regresi. Standar Error of estimate (SEE)
sebesar 2.812. Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat
dalam memprediksi variabel dependen.
g. Pembahasan
Keluarga adalah suatu wadah yang terbentuk karena ikatan perkawinan antara
suami-istri yang ingin hidup bersama. Sehingga didalamnya terdapat anggota
keluarga yang meliputi ayah, ibu dan juga anak, yang menjadi tanggungjawab
orangtua.Orang tua perlu mengontrol, mengendalikan serta melakukan pola asuh
yang baik kepada anak-anaknya. Sehingga anak mampu tumbuh dan berkembang
serta berinteraksi dengan baik sesuai dengan tingkat usia mereka. Oleh karena itu,
dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh macam-macam polaasuh dan
interaksi sosial terhadap perkembangan moral anakdiDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetan. Untuk dapat mengetahui pola asuh yang baik dalam
mengontrol anak, supaya dapat ber interaksi dengan lingkungan dan memiliki moral
yang baik.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sudah
dikembangkan dan dilakukan uji validasi serta reabilitas, supaya angket layak
digunakan untukmengukur variabel-variabel yang diteliti. Kuesioner yang sudah valid
diberikan pada 75 anak yang menjadi sampel. Setelah sampel menyelesaikan
kuesioner yang diberikan, maka kuesioner akan dilakukan penskoran untuk di analisis
secara regresi linier berganda menggunakan aplikasi SPSS for windows versi 23 untuk
mengetahui pengaruh variabel pengamatan.
131
Berdasarkan hasil analisis regresi linier bergandadihasilkan persamaan korelasi
antara untukpola asuh orang tuaotoriter (X1), pola asuh orang tua permisif (X2) dan
pola asuh orang tua demokrasi (X3), pola asuh orang tua situasional(X4), pola asuh
orang tua Laisses Fire (X5) dan interaksi sosial (X6)terhadapperkembangan moral
anak (Y) sebagai berikut ini:
Y = 7.592 - 0.920X1 + 1.294X2 + 0.992X3- 0.738X4 - 0.547X5 + 0.328X6+ e
Berdasarkan persamaan regresi di atas, dapat diketahui bahwa variabel pola
asuh orang tua permisif (X2), pola asuh orang tua demokrasi (X3), dan interaksi sosial
(X6) memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan moral anakdiDesa
Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan serta dari hasil uji T dan uji F semua
variabel menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini, dapat diartikan bahwauntuk
meningkatkan perkembangan moral anak menjadi lebih baik, orang tua dapat
menerapkan pola asuh secara permisif dan demokrasi serta memberikan kesempatan
kepada anak untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya secara
terkontrol.
Hasil penelitian ini juga sependapat dengan hasil penelitian Musthofa (2014)
yang menyatakan bahwa, ti gkat kedisipli a belajar siswa siswa kelas XI di SMK
Wahid Hasyim Ponorogo Tahun Ajaran 2013-2014dipengaruhi pola asuh orang tua
demokrasi sebesar 6.83% dan pola asuh orang tua permisif sbesar % . “ehi gga
untuk membentuk perkembangan moral baik dari segi kedisiplinan maupun
kepatuhan dari diri sendiri dapat diterapkan pola asuh dengan tipe permisif dan
demokrasi.
Pola asuh yang diterapkan oleh orangtua merupakan bentuk interaksi antara
132
anak dengan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan dengan melalui
pendidikan, bimbingan, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan. Sehingga orang tua dapat memilih pola asuh yang tepat bagi anaknya
dalam membentuk moral yang baik pada anak.
Berdasarkan hasil deskripsi data juga dapat diketahui bagaimana bentuk tipe
pola asuh dan interaksi sosial serta perkembangan moral anak khususnya diDesa
Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3 Grafik Kategori Data Kuesioner
Berdasarkan hasil grafik di atas, diketahui bahwa pola asuh otoriter memiliki
respon paling tinggi dengan kategorirendah sebanyak 77.3% dari 75 anak, pola asuh
orang tua permisif memiliki respon paling tinggi dengan kategori baik sebanyak 68%,
pola asuh orang tua demokrasi memiliki respon paling tinggi dengan kategori sangat
baik sebanyak 72%,pola asuh orang tua situasional memiliki respon paling tinggi
dengan kategori sangat baik sebanyak 60%, pola asuh Leisses Fire memiliki respon
9
51
5
14
42
55
74
21
26
30
19
1
58
3
1410
30
15
0 0 0 0 0 0 00
10
20
30
40
50
60
70
Sangat Baik
Baik
Cukup
Rendah
Sangat Rendah
133
paling tinggi dengan kategori baik sebanyak56%, interaksi sosial memiliki respon
paling tinggi dengan kategori sangat baik sebanyak 73.3%, dan perkembangan moral
anak memiliki respon paling tinggi dengan kategori sangat baik sebanyak 69.3% dari
75 anak yang menyelesaikan kesioner. Ini menunjukkan bahwa anak-anak tidak suka
diberlakukan pola asuh otoriter yakni, hanya komunikasi secara sepihak atau satu
arah saja. Anak-anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan memiliki
respon yang sangat baik dengan pola asuh orang tua demokrasi dan situasinal.
Berarti anak-anak suka dibimbing dengan komunikasi dua arah dan diberikan
kebebasan atas meraka dengan batas-batasan yang sudah disepakati sesuai dengan
kondisi mereka. Hal inilah yang juga menunjukkan perkembangan morak anak diDesa
Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan 69.3% memiliki bentuk perkembangan
yang sangat sangat baik.
Sehingga diharapkan dengan interaksi sosial yang sangat baik akan memberi
pengaruh timbal balik antara individu yang satu dengan yang lainnya dalam suatu
kelompok tertentu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sehingga interaksi sosial
ini sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dalam diri anak. Dengan
demikian penerapan pola asuh orang tua dan interaksi sosial dapat membentuk
moral yang baik dan tidak membawa kehancuran moral atau merusak jiwa dan watak
seorang anak.
134
BAB V
PENUTUP
A. Keimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan serta dari hipotesis yang
telahdisusundan telah diuji menggunakan regresi linier berganda, maka dapat
disimpulkan pengaruh variabel-variabel independen (pola asuh orang tuadan
interaksi sosial) terhadap perkembangan moral anakdiDesa Dadi Kecamatan Plaosan
Kabupaten Magetansebagai berikut:
1. Pola asuh orang tua berpengaruh signifikan secara parsial terhadap
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan
dengan thitung = 3.710 > ttabel = 1.99254 dan nilai Sig. 0.00 serta 72%anak memiliki
respon sangat baik.
2. Interaksi sosial berpengaruh signifikan secara parsial terhadap perkembangan
moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetanthitung= 5.080>ttabel
= 1.99254 dan nilai Sig. 0.000serta 73.3% anak memiliki respon sangat baik.
3. Pola asuh dan interaksi sosial secara bersama–sama berpengaruh terhadap
perkembangan moral anak diDesa Dadi Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan
dengan nilasi Sig. 0.000serta 69.3% anak memiliki respon sangat baik.
B. Saran
135
Setelah mengkaji hasil penelitian ini maka saran yang dapatpenulis ajukan
sebagai berikut:
1. Sebagai orang tua memang memilikikewajiban untuk membimbing dan
mengontrol anaknya dengan pola asuh yang tepat, tetapi tidak dengan cara
membatasi semua aktivitas dan keinginan anak. Maka orang tua dapat
menerapkan pola asuh demokratis yang memberikan kebebasan anak dan pola
situasional yang tetap memberikan batasan serta kebebasan sesuai dengan
kondisi yang terjadi.
2. Jika Orangtua yang memberikan pola asuh yang tepat sesuai dengan kebutuhan
anak yang merupakan bentuk interaksi anak dengan lingkungan terutama
keluarga. Ini akan membentuk pola interaksi anak saat dilingkungan secara
sosialdengan baik juga.
3. Dengan bentuk interaksi orang tua yang harmonis maka akan mendidik anak
dengan interaksi sosial yang baik pula, sehingga perkembangan moral anak baik di
keluarga maupun secara sosial juga akan sangat baik.
4. Interaksi sosial yang terjadi di desa Dadi sudah cukup baik, sehingga dapat
menciptakan suasana yang rukun dan damai. Namun alangkah baiknya apabila
dalam berinteraksi sosial dapat terklasifikasi. Seperti halnya anak mampu bergaul
sesuai dengan tingkat usia mereka. Dengan demikian dapat memperkecil adanya
faktor-faktor negatif yang mampu mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan jiwa anak.
136
5. Dengan berdasarkan hasil penelitian yang saya dapatkan saat ini, saya sangatlah
berharap akan adanya peneliti berikutnya yang dapat memperkuat hasil
penelitian yang telah dilakukan saat ini.
137
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’a da Terje aha ya. Jakarta: Pustaka Amani. 2005.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002.
Braja, Bakar. Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya. Jakarta: Studi
Press, 2005. cet ke-1.
Darmadi, Hamid. DASAR KONSEP PENDIDIKAN MORAL: Landasan Konsep
Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta. 2012.
Djamarah, Syaiful Bahri. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga.
Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
Ensiklopedia Nasional Indonesia. Bekasi: PT Delta Pamungkas. 2004. cet IV.
Felman. Duskin, dkk, HUMAN DEVELOPMENT Perkembangan Manusia, Edisi
10 buku 2.Jakarta: McGraw – Hill. 2009.
Gunarsa, Singgih. D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. Jakarta: Gunung Mulia,
2006.
. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja , Jakarta: BPK Gunung Mulia.
2002.
. Psikologi Anak dan Remaja . Jakarta: BPK Gunung
Mulia. 2002.
Helmawati, Pendidikan Keluarga: Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2014.
Hurlock, Elizabeth. Perkembangan Anak jilid 2. Jakarta: Erlangga. 1999.
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an, Al-qur’an dan Terjemahnya .Jakarta:
Pustaka Amani. 2005.
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 2005.
Markum, M. Enoch. Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan, 1985. cet
II.
Mulyanti, Sri. Cara Cerdas Mendidik & Mengoptimalkan Kecerdasan Anak.
Yogyakarta: Buana Pustaka. 2013.
138
Salim, Moh Haitami. Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implementasinya secara
terpadu di lingkungan keluarga, sekolah, perguruan tinggi dan
masyarakat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Samsuri, Muchson AR. Dasar-Dasar Pendidikan Moral: Basis Pengembangan
Pendidikan Karakter. Yogjakarta: Ombak. 2015.
.
Santrock, John W. Perkembangan Anak, Edisi kesebelas Jilid 2. Jakarta:
Erlangga. 2007.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2017.
Cet ke-25.
Syani, Abdul. Sosiologi: Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara,
2012.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1988.
Widianingrum, Retno. Statistika.Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2013.
Wulansari, Andhita Dessy. Penelitian Pendidikan. Ponorogo: STAIN PO PRESS, 2012