pengaruh peningkatan kualitas data magnetotelurik di pulau
TRANSCRIPT
49
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau
Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis Koherensi Terhadap
Pemodelan 2D
G. M. Lucki Junursyah1)*, Dimas H. Salsabil2), Eddy Mirnanda3
1) Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro No.57, Gedung C, Bandung
2) Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Djunjunan No.236, Bandung
Diterima 07 Oktober 2019, direvisi 03 Oktober 2019
ABSTRAK
Penelitian di daerah Pulau Muna dan sekitarnya telah banyak dilakukan sebelum tahun 2011,
karena merupakan bagian dari cekungan sedimen frontier yang berpotensi mengandung hidrokarbon.
Secara regional, bagian permukaan daerah ini didominasi oleh batugamping Formasi Wapulaka berumur
Kuarter sehingga untuk mengetahui sebaran batuan yang lebih tua sangatlah sulit dilakukan, oleh sebab
itu diperlukan penelitian menggunakan metode geofisika yang salah satunya adalah metode
Magnetotelurik (MT) untuk dapat menafsirkan kondisi geologi bawah permukaan (>1 km) berdasarkan
sifat kelistrikan batuan. Metode MT merupakan metode geofisika pasif dengan mengukur medan listrik
dan magnet alam di permukaan, sehingga akan dipengaruhi oleh banyak gangguan (noise). Analisis
koherensi pada data MT termasuk didalamnya proses Robust, analisis deret waktu, dan edit XPR dilakukan
untuk mereduksi gangguan tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas data dari 53,9 – 79% menjadi
80,1 – 95,1% atau meningkat sebanyak 15,7% - 32,1%. Analisis trend kurva dan kedalaman penetrasi pada
hasil koherensi memperlihatkan bahwa gangguan dapat tereduksi secara keseluruhan tetapi tidak pada
kondisi geologi bawah permukaan yang sangat konduktif.
Kata kunci: metode magnetotelurik; analisis koherensi; analisis trend kurva; analisis kedalaman penetrasi.
ABSTRACT
Research in the Muna Island area and its surroundings has been carried out before 2011, because it is
part of a frontier sedimentary basin that has the potential to contain hydrocarbons. Regionally, the surface
area of this region is dominated by Quaternary Wapulaka Formation limestone so to know the distribution of
older rocks is very difficult to do, therefore research is needed using geophysical methods, one of which is the
magnetoteluric (MT) method to be able to interpret subsurface geological conditions (> 1 km) based on the
rock's electrical properties. The MT method is a passive geophysical method by measuring the natural electric
and magnetic fields on the surface, so that it will be affected by many disturbances (noise). Coherence analysis
on MT data including robust process, time series analysis, and XPR editing was done to reduce the disturbance
so as to improve data quality from 53.9 - 79% to 80.1 - 95.1% or an increase of 15.7% - 32.1%. Analysis of
curve trends and penetration depth on the results of coherence shows that the disturbance can be reduced
overall but not under highly conductive subsurface geological conditions
Keywords: magnetotelluric method; coherence analysis; curve trend analysis; penetration depth analysis.
PENDAHULUAN
Pulau Muna-Buton hingga Kepulauan
Tukangbesi termasuk dalam wilayah cekungan
Muna-Buton yang terbentuk akibat adanya lembah
merekah di pinggiran pasif pada umur PraTersier-
Tersier [1]. Daerah penelitian berada di wilayah
Pulau Muna dan sekitarnya, Provinsi Sulawesi
Tenggara atau terletak di selatan garis khatulistiwa
dengan koordinat 4°30’0” – 5°26’24” LS dan
NATURAL B, Vol. 5, No. 2, Oktober 2019
---------------------
*Corresponding author:
E-mail: [email protected]
50
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
122°15’0” – 122°46’48” BT. Secara regional area
penelitian didominasi oleh batu gamping Formasi
Wapulaka (Qpw) berumur Kuarter [2] sehingga
untuk mengetahui persebaran batuan yang lebih
tua di permukaan sangatlah sulit. Untuk
mendapatkan informasi geologi bawah permukaan
secara lebih mendalam di daerah ini, maka dapat
dilakukan dengan menggunakan metode geofisika
Magnetotelurik (MT).
Metode MT merupakan salah satu metode
geofisika pasif yang mengukur komponen medan
listrik (E) dan medan magnet (H) alam yang
bervariasi terhadap waktu [3]. Sumber medan
elektromagnet (EM) alam berasal dari aktifitas
matahari dan petir [4], yang merambat secara
vertikal ke dalam bumi dan berasosiasi dengan
medium konduktif sehingga menghasilkan medan
EM sekunder yang diukur oleh alat di permukaan [5].
Pengukuran MT yang bersifat pasif
mengakibatkan perolehan datanya tidak dapat
terhindar dari noise, oleh sebab itu diperlukan
peningkatan kualitas data berdasarkan analisis
koherensi. Hasil analisis ini dapat mereduksi
noise, terlihat dari peningkatan nilai koherensi
data yang berpengaruh terhadap kedalaman
penetrasi, serta hasil inversi 1D dan 2D. Hasilnya
dapat dibandingkan dengan hasil tanpa dilakukan
analisis, sehingga dapat diketahui pemodelan 2D
terbaik yang akan digunakan dalam tahap
interpretasi secara lebih lanjut.
METODE PENELITIAN
Kemampuan penetrasi kedalaman gelombang
EM ketika menembus bawah permukaan bumi
dipengaruhi oleh tahanan jenis batuan (ρ) dan
frekuensi (f) yang digunakan [6], sehingga semakin
rendah frekuensi yang digunakan maka akan
semakin dalam jangkauan penetrasinya [7]. Data
yang dihasilkan dari metode ini adalah kurva tahanan
jenis semu (ρa) dan fase (φ) terhadap frekuensi yang
dapat dinyatakan oleh persamaan (1) [8].
== −
y
x
y
x
y
xa
H
E
H
E
H
E
fRe
Im
tan;2,0 1
2
(1)
dengan
Ex = Medan listrik
Hy = Medan magnet
f = frekuensi
Saat kondisi ideal, koherensi data yang
menyatakan hubungan antara medan E dan H pada
arah yang saling tegak lurus akan bernilai satu [9],
tetapi hal tersebut sulit terjadi karena data yang
terekam mengandung gangguan (noise), baik
akibat aktivitas manusia maupun alam, dapat
dinyatakan dalam persamaan (2).
=yyxx
xy
xyCC
Cy
2
2 (2)
dengan
Cxy = Kerapatan antara spektrum medan listrik
dan medan magnet
Cxx = Kerapatan spektrum medan listrik
Cyy = Kerapatan spektrum medan magnet
Reduksi noise dalam tahap pengolahan data
dapat dilakukan dengan cara melakukan proses
robust, analisis deret waktu, dan edit XPR [10-13].
Data yang digunakan adalah data sekunder dari
Pusat Survei Geologi yang belum pernah di
analisis secara lebih lanjut sebelumnya, sebanyak
13 titik pengukuran Audio Magnetotelurik (AMT)
dan Magnetotelurik (MT) yang menjadi satu
lintasan memanjang berarah relatif timur laut-
barat daya (Gambar 1), terletak di bagian tenggara
Pulau Muna [14].
Pengukuran AMT menghasilkan tiga data
deret waktu yang terbagi berdasarkan perbedaan
rentang frekuensi, yaitu TS2 (900 - 10400 Hz),
TS3 (40 - 320 Hz), dan TS4 (5,6 - 33 Hz),
sedangkan MT menghasilkan data TS3 (40 - 320
Hz), TS4 (5,6 - 33 Hz), dan TS5 (0,00034 - 4,7
Hz). Keseluruhan data tersebut digabungkan
untuk dianalisis secara lebih lanjut hingga
pemodelan 2D. Proses dan analisis data hingga
pemodelan 2D terbagi menjadi beberapa tahapan,
yaitu sebagai berikut (Gambar 2).
Proses Robust. Hasil pengukuran MT berupa
data deret waktu yang ditranformasi menjadi data
deret frekuensi, sehingga menjadi nilai impedansi,
tahanan jenis semu, dan fase, setelah dikoreksi
oleh parameter hasil pengukuran AC, DC, dan
kontak resistan di lapangan [15]. Proses robust
dilakukan untuk menghapus data yang
menyimpang akibat adanya noise dan mereduksi
nilai outliers [11], terbagi menjadi beberapa
macam pembobotan, yaitu [16]: No Weight (tanpa
pembobotan), Rho Variance (berdasarkan variasi
nilai tahanan jenis), dan Ordinary Coherence
(berdasarkan koherensi terbaik dari medan E dan
medan H).
51 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
Gambar 1. Lokasi pengukuran MT dan AMT (titik merah) di daerah Pulau Muna dan sekitarnya yang merupakan bagian dari
cekungan Muna-Buton (Badan Geologi, 2009), dikorelasikan dengan peta geologi regional [2].
Gambar 2. Diagram alir proses dan analisis data, hingga
pemodelan 2D.
Analisis Koherensi. Analisis ini dilakukan
dengan membandingkan hasil proses robust pada
tiga macam pembobotan dan dipilih salah satunya
berdasarkan nilai koherensi yang terbaik. Hasil
pemilihan pembobotan terbaik, kemudian
dianalisis data deret waktunya untuk mereduksi
noise dengan menyeleksi sinyal koheren pada data
medan E dan H, lalu dilakukan pemotongan waktu
pengukuran terhadap sinyal yang koheren dan
sinyal yang memiliki amplitudo tinggi pada
frekeunsi rendah [10-12]. Edit XPR dilakukan
pada data hasil analisis deret waktu yang telah
ditransformasi menjadi kurva tahanan jenis semu
dan fase, dengan memilih data XPR yang
memiliki bobot tinggi dan mengeliminasi data
XPR dengan bobot rendah pada setiap frekuensi.
Analisis Trend Kurva. Analisis ini dilakukan
untuk mengeliminasi data pada kurva tahanan
jenis semu dan fase yang menyimpang jauh dari
trend kurva, karena dianggap terpengaruh oleh
noise pada data awal, hasil proses Robust, analisis
koherensi, dan edit XPR.
Analisis Inversi 1D dan 2D. Pemodelan
inversi dilakukan dengan memasukkan parameter
data tertentu secara berulang (literasi) hingga
diperoleh model yang paling sesuai dengan data
52
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
lapangan [17]. Hasil proses inversi ini
menghasilkan model 1D dan 2D berdasarkan
variasi nilai tahanan jenis.
Analisis Kedalaman Model Inversi 1D.
Menganalisis kedalaman maksimal yang mampu
dicapai setelah dilakukan inversi 1D pada data awal,
hasil proses Robust, analisis koherensi, dan edit XPR.
Pemilihan Model 2D Terbaik. Tahap ini
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh peningkatan koherensi terhadap
pemodelan yang dihasilkan berdasarkan variasi
nilai tahanan jenis dan nilai rms error. Hasilnya
dapat diketahui pemodelan 2D terbaik yang dapat
digunakan untuk interpretasi secara lebih lanjut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Koherensi. Proses reduksi noise
menggunakan analisis deret waktu dilakukan
untuk meningkatkan nilai koherensi telah sering
dilakukan pada data yang memiliki nilai koherensi
<75% [12, 13]. Pada data MT di Pulau Muna dan
sekitarnya ini dilakukan analisis deret waktu dan
edit XPR pada keseluruhan data MT hasil
pemilihan proses Robust terbaik untuk
mengetahui peningkatan koherensinya. Hasil
analisis koherensi di daerah ini memperlihatkan
peningkatan nilai koherensi rata-rata dari data
awal 68,7% menjadi 88,7% atau meningkat
sebesar 20,1%. Data awal memiliki nilai koherensi
terendah 53,9% (MN03) dan tertinggi hingga 79%
(MN09). Proses Robust terbaik didominasi oleh
proses Rho Variance (RV) dengan nilai koherensi
terendah 68,5% (MN06) dan tertinggi mencapai
91,6% (MN09), atau mengalami peningkatan
sebesar 8,2% hingga 21,8%. Analisis deret waktu
yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas data
mencapai 71,4% hingga 94,1%, atau mengalami
peningkatan dibandingkan dengan hasil proses
Robust sebesar 2,3% hingga 12,1%. Proses edit
XPR yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas
data mencapai 80,1% hingga 95,1%, atau
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
hasil analisis deret waktu sebesar 0,7% hingga
8,8%. Peningkatan nilai koherensi tertinggi
terdapat di titik MN03 yaitu sebesar 32,1%, dari
53,9% hingga 86,0%, sedangkan peningkatan
terendah terdapat di titik MN11 yaitu sebesar
15,9%, dari 74,3% hingga 90,3% (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil analisis koherensi dari 13 titik AMT-MT di daerah penelitian.
STAT. TOTAL
DATA
DATA AWAL
COH (%) RATA-
RATA
(%)
ROBUST
KOHERENSI
(%) RATA-
RATA
(%)
DERET WAKTU
COH (%) RATA-
RATA
(%)
EDIT XPR
COH (%) RATA-
RATA
(%) RHO
XY
RHO
YX
RHO
XY
RHO
YX
RHO
XY
RHO
YX
RHO
XY
RHO
YX
MN01 100 74.34 75.52 73.4 RV UP 89.35 83.31 86.3 94.37 90.14 92.3 94.83 91.10 93.0
MN02 100 75.72 57.74 66.7 OC UP 83.68 73.83 78.8 85.21 78.28 81.7 89.90 84.12 87.0
MN03 100 58.08 49.64 53.9 RV UP 83.35 67.90 75.6 86.79 75.80 81.3 91.81 80.15 86.0
MN04 100 72.94 48.82 60.9 RV 88.68 66.27 77.5 91.93 67.84 79.9 93.22 76.12 84.7
MN05 100 73.69 65.21 69.5 OC UP 80.55 81.37 81.0 82.19 86.25 84.2 87.82 88.54 88.2
MN06 100 62.25 54.34 58.3 RV UP 69.29 67.74 68.5 72.84 69.89 71.4 81.24 79.04 80.1
MN07 100 73.27 71.97 72.6 OC UP 84.71 81.45 83.1 87.72 84.11 85.9 90.85 87.69 89.3
MN08 100 76.70 62.38 69.5 RV 85.56 74.58 80.1 86.25 79.24 82.7 90.85 83.27 87.1
MN09 100 79.09 79.00 79.8 OC 94.77 88.34 91.6 95.96 92.14 96.1 97.41 92.84 95.1
MN10 100 80.24 65.80 73.0 RV UP 95.56 73.59 84.8 97.92 83.09 90.5 98.60 84.91 91.8
MN11 100 67.63 81.02 74.3 OC 78.79 86.27 82.5 81.89 89.05 85.5 88.40 92.12 90.3
MN13 100 75.49 76.35 75.9 RV 92.15 84.02 88.1 93.90 86.87 90.4 94.91 88.42 91.7
MN14 100 72.50 56.81 65.7 OC UP 84.95 66.02 75.5 92.94 82.25 87.6 94.49 84.61 89.6
Pada kurva koherensi terhadap frekuensi di
titik MN03 terlihat perubahan nilai koherensi pada
Rho-XY dan Rho-YX yang dominan di frekuensi
0,0042 Hz hingga 18,79 Hz (Gambar 3). Plot
koherensi data awal (kurva berwarna biru)
memperlihatkan nilai koherensi dominan pada
53 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
0,54 (54%) yang kemudian mengalami
peningkatan setelah dilakukan proses Robust
(kurva berwarna hijau) yang dominan pada 0,76
(76%). Peningkatan nilai koherensi terjadi setelah
dilakukan analisis deret waktu (kurva berwarna
kuning) dan edit XPR (kurva berwarna merah)
dominan pada 0,81 – 0,86 (81% - 86%), terlihat
pula dari kurva yang makin mendekati 1 yang
berawal dari frekuensi 18,79 Hz menjadi dimulai
dari frekuensi 0,29 Hz. Peningkatan nilai koherensi
ini berpengaruh terhadap hasil kurva tahanan jenis
semu dan fase yang cenderung mengikuti trend,
serta berpengaruh terhadap kedalaman penetrasi
yang dihasilkan sehingga dapat dikatakan
peningkatan koherensi ini berkesinambungan
dengan menurunnya tingkat noise yang terjadi.
Gambar 3. Kurva nilai koherensi terhadap frekuensi Rho-XY dan Rho-YX di titik MN03 pada data awal (warna biru), proses
robust (warna hijau), analisis deret waktu (warna kuning), dan edit XPR (warna merah).
Analisis Trend Kurva. Hasil analisis trend
kurva memperlihatkan penurunan jumlah data
pada kurva tahanan jenis semu dan fase terhadap
frekuensi yang dieliminasi menjadi rata-rata 40
unit, dibandingkan dengan data awal yang
tereliminasi hingga mencapai rata-rata 60 unit.
Penurunan jumlah data yang tereliminasi tertinggi
terdapat di titik MN14 yaitu sebanyak 35 unit dan
terendah terdapat di titik MN07 dan MN11 yaitu
sebanyak 8 unit. Pada titik MN06 yang memiliki
eliminasi data terbanyak (80 unit) terlihat
penurunan eliminasi hingga mencapai 53 unit, hal
54
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
ini berkesinambungan dengan peningkatan
kualitas data berdasarkan analisis koherensi yaitu
dari 58,3% menjadi 80,1%. Pada titik MN09 yang
memiliki hasil eliminasi terkecil (26 unit) dari data
awal sebesar 51 unit, hal ini memperlihatkan
kesinambungan dengan hasil analisis koherensi
tertinggi yaitu mencapai 95,1% (Gambar 4).
Berdasarkan korelasi antara analisis trend kurva
terhadap analisis koherensi pada data awal hingga
proses Robust, dapat diketahui nilai koherensi
rata-rata <68,7% dapat menyebabkan eleminasi
data mencapai rata-rata >55 unit, sedangkan
berdasarkan korelasi terhadap analisis koherensi
pada analisis deret waktu hingga edit XPR, dapat
diketahui nilai koherensi <85.9 % dapat
menyebabkan eleminasi data mencapai rata-rata
>43 unit. Hasil dari kedua analisis ini
memperlihatkan bahwa data dengan koherensi
<68.7% merupakan data yang mengandung
banyak noise dan tidak dapat direduksi hanya
dengan proses Robust, karena eliminasi data
mencapai >55 unit dari total 100 unit data.
Analisis deret waktu dan edit XPR dapat
meningkatkan kualitas data hingga mencapai
koherensi >85.9% dengan data tereliminasi
mencapai <43 unit dari total 100 unit data.
STASIUN TOTAL
DATA
DATA TERELIMINASI (UNIT)
DATA
AWAL ROBUST
DERET
WAKTU
EDIT
XPR
MN01 100 50 48 45 40
MN02 100 68 63 47 44
MN03 100 64 51 50 45
MN04 100 63 58 57 52
MN05 100 63 44 42 36
MN06 100 80 64 63 53
MN07 100 44 41 40 36
MN08 100 53 41 40 39
MN09 100 51 44 40 26
MN10 100 64 49 48 44
MN11 100 46 45 40 38
MN13 100 57 40 34 33
MN14 100 72 60 45 37
Gambar 4. Tabel Jumlah data yang dieleminasi berdasarkan analisis trend kurva pada data awal, proses robust, analisis deret
waktu, dan edit XPR (kiri). Kurva tahanan jenis semu dan fase terhadap perioda di titik MN14 yang
memperlihatkan eliminasi data edit XPR berdasarkan analisis trend kurva (kanan).
Kurva tahanan jenis dan fase terhadap perioda
di titik MN14 (Gambar 4) memperlihatkan
peningkatan jumlah titik yang mengikuti trend
kurva dan berubah secara gradual berdasarkan
hasil analisis koherensi sehingga dapat diketahui
bahwa noise yang terdapat pada data MT telah
tereduksi karena sudah tidak adanya lagi lonjakan
nilai tahanan jenis semu dan fase. Hasil proses
Robust dapat meningkatkan jumlah data yang
tereliminasi dari 72 unit menjadi 60 unit atau
meningkat 12 unit, dimulai dari frekuensi 0,00034
– 5,6 Hz hingga 390 - 640 Hz, sedangkan
berdasarkan analisis deret waktu dan edit XPR
jumlah data tereliminasi mencapai 37 unit dari
frekuensi 0,00034 – 0,176 Hz (Gambar 4).
Eleminasi data terjadi dominan pada frekuensi
<100 Hz yang berangsur bertambah dengan proses
dan analisis yang dilakukan, hal ini dapat
mempengaruhi analisis selanjutnya yang
berhubungan dengan penetrasi kedalaman yang
mampu dicapai, serta peningkatan resolusi data
berdasarkan variasi tahanan jenis pada pemodelan
1D dan 2D.
Analisis Kedalaman Model Inversi 1D. Hasil
analisis kedalaman penetrasi dari pemodelan
inversi 1D terhadap analisis koherensi,
memperlihatkan peningkatan kedalaman rata-rata
55 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
dari data awal 506 m menjadi 683,7 m setelah
dilakukan proses Robust, kemudian meningkat
menjadi 1704,2 m hingga 3170,5 m setelah
dilakukan analisis deret waktu dan edit XPR
(Gambar 5). Pada hasil proses Robust dapat dilihat
kedalaman terdangkal terletak di titik MN06 (332,2
m atau <400 m), apabila dibandingkan dengan hasil
analisis sebelumnya maka data MN06 memiliki
nilai koherensi terkecil (58,3%) dan tereliminasi
terbesar (80 unit). Kedalaman penetrasi <400 m ini
dijadikan indikasi untuk menganalisis data di titik
lainnya, terlihat perubahan kedalaman <400 m
setelah proses analisis koherensi terjadi di semua
titik kecuali pada titik MN02 dan MN06, hal ini
berkesinambungan dengan jumlah data tereliminasi
pada proses Robust berdasarkan analisis trend
kurva sebanyak >60 unit dan nilai koherensi pada
data awal <60%.
STASIUN
SKIN DEPTH MAKSIMUM (m)
DATA
AWAL ROBUST
DERET
WAKTU EDIT XPR
MN01 1056.2 1066.3 2117.2 3281.2
MN02 334.1 339.7 348.7 386.0
MN03 325.6 643.9 732.2 747.4
MN04 430.9 456.8 473.7 722.1
MN05 298.2 644.4 1513.2 2551.5
MN06 133.5 332.2 346.8 394.0
MN07 957.7 1016.6 1602.8 2520.0
MN08 400.9 1197.0 1364.0 2225.6
MN09 612.7 616.1 659.1 5709.4
MN10 476.0 612.1 625.0 682.8
MN11 820.7 828.9 4160.2 9553.3
MN13 392.9 680.8 6871.3 7530.9
MN14 338.0 453.2 1340.4 4912.3
Gambar 5. Tabel kedalaman maksimal hasil pemodelan inversi 1D pada data awal, proses robust, analisis deret waktu, dan
edit XPR (kiri). Kurva kedalaman terhadap nilai tahanan jenis di titik MN01 yang memperlihatkan hasil
pemodelan 1D data awal yang mencapai kedalaman maksimal 1056.2 m dan berubah mencapai 3281.2 m pada
hasil edit XPR (kanan).
Peningkatan kedalaman terdalam setelah
dilakukan proses Robust terletak di titik MN08
(1197 m atau meningkat sedalam 796,1 m),
analisis deret waktu terletak di titik MN13 (6871,3
m atau meningkat sedalam 6190,5 m), dan edit
XPR di titik MN11 (9553,3 m atau meningkat
sedalam 5393,1 m), sehingga dapat diketahui
bahwa analisis deret waktu dan edit XPR paling
dominan meningkatkan penetrasi kedalaman
dibandingkan proses Robust. Berdasarkan ketiga
analisis ini dapat diketahui bahwa data awal
dengan koherensi <68,7% sangatlah rentan
terhadap pengaruh noise dan tidak selalu dapat
direduksi dengan proses Robust, analisis deret
waktu, hingga edit XPR, walaupun nilai koherensi
meningkat mencapai >85,9% dan data tereliminasi
berkurang hingga <43 unit, tetapi tetap tidak dapat
menambah kedalaman penetrasi.
Diskusi. Penggunaan proses Robust yang
didominasi oleh Rho Variance (RV) dapat
meningkatkan kualitas data berdasarkan analisis
koherensi dari 8,2% hingga 21,8%, tetapi tidak
dapat mereduksi noise secara keseluruhan. Hasil
analisis trend kurva pada proses Robust
memperlihatkan kualitas data yang berada disekitar
<68,7% mengalami tingkat eliminasi mencapai >55
unit dari total 100 unit data atau lebih dari setengah
total data. Penggunaan analisis deret waktu hingga
edit XPR dapat meningkatkan kualitas data dari
15,7% hingga 32,1% atau peningkatan nilai
koherensi dari 53,9 - 79% menjadi 80,1 – 95,1%.
Analisis ini dapat mereduksi noise secara
keseluruhan, terlihat dari analisis trend kurva pada
kualitas data rata-rata <85,9% dapat menyebabkan
eleminasi data mencapai rata-rata >43 unit dari total
100 unit data.
56
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
Ga
mb
ar 6
. P
erban
din
gan
hasil p
emo
delan
inv
ersi 2D
pad
a (a) data aw
al; (b) p
roses R
obu
st; (c) An
alisis deret w
aktu
, dan
(d) E
dit X
PR
.
(c)
(a
)
(d
)
(b
)
57 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
Analisis kedalaman hasil pemodelan 1D
memperlihatkan bahwa data awal yang memiliki
nilai koherensi <68,7% tidak selalu dapat
ditingkatkan penetrasi kedalamannya, walaupun
telah dilakukan proses Robust, analisis deret
waktu, hingga edit XPR. Peningkatan koherensi
hingga mencapai >85,9% dan data tereliminasi
berkurang hingga <43 unit tetap tidak dapat
menambah kedalaman penetrasi secara signifikan
pada titik MN02 dan MN06, hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kondisi geologi di bawah
permukaan yang sangat konduktif, sehingga
perambatan gelombang elektromagnet mengalami
atenuasi [6]. Hasil pemodelan inversi 2D
berdasarkan data awal hingga hasil edit XPR
memperlihatkan perubahan kontras nilai tahanan
jenis yang lebih beragam (resolusi yang lebih
baik), seiring dengan meningkatnya penetrasi
kedalaman dan nilai presentase RMS error dari
3.63% menjadi 1.45% (Gambar 6). Dari hasil
pemodelan 2D ini terlihat tidak adanya perubahan
yang signifikan terhadap kedalaman penetrasi dan
kontras nilai tahanan jenis antara data awal dengan
proses Robust, tetapi terlihat jelas ketika analisis
deret waktu dan edit XPR dilakukan. Sehingga
peningkatan kualitas data MT menggunakan
analisis koherensi menjadi salah satu metode yang
cukup efektif untuk membuat data MT menjadi
lebih baik.
KESIMPULAN
Peningkatan kualitas data MT berdasarkan
analisis koherensi di daerah penelitian mencapai
maksimal 32,1% yang signifikan terjadi pada
analisis deret waktu dan edit XPR dibandingkan
dengan proses Robust. Analisis koherensi yang
dilakukan dapat mereduksi noise secara
keseluruhan, terlihat dengan peningkatan
koherensi data dari 53,9 - 79% menjadi 80,1 –
95,1% dan data yang tereliminasi berdasarkan
analisis trend kurva berkurang hingga rata-rata
<43 unit dari total 100 unit data. Berdasarkan
analisis kedalaman penetrasi pemodelan 1D
terlihat juga peningkatan penetrasi yang signifikan
ketika dilakukan analisis deret waktu dan edit
XPR, tetapi di beberapa titik pengukuran MT tidak
dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh
kondisi geologi bawah permukaan yang sangat
konduktif. Berdasarkan hasil pemodelan inversi
2D terlihat jelas perubahan kontras nilai tahanan
jenis yang makin meningkat resolusinya ketika
dilakukan analisis deret waktu dan edit XPR,
dengan peningkatan RMS error dari 3.63%
menjadi 1.45%.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Badan Geologi. 2009. Peta Cekungan
Sedimen Indonesia Berdasarkan Data
Gayaberat dan Geologi, skala 1:5.000.000.
Badan Geologi, Bandung.
[2] Sikumbang, N., Sanyoto, P., Supandjono,
R.J.B., dan Gafoer, S., 1995. Peta Geologi
Lembar Buton, Sulawesi Tenggara, skala
1:250.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
[3] Vozoff, K., 1972. The Magnetotelluric
Method in the Exploration of Sedimentary
Basins. Geophysics, 37:98-141.
[4] Unsworth, M., 2008. Lecture Notes
Geophysics 424. University of Alberta,
Canada.
[5] Green, A.M., 2003. Magnetotelluric Crustal
Studies in Kenai, Alaska. Thesis, Colorado
School of Mines, Colorado.
[6] Chave, A.D., dan Jones, A.G., 2012. The
Magnetotelluric Method, Theory and
Practice. Cambridge University Press.
United Kingdom:544h.
[7] Sulistyo, A., 2011. Koreksi Pergeseran Statik
Data Magnetotelurik (MT) Menggunakan
Metode Geostatistik, Perata-rataan, dan
Time Domain Elektromagnetik. Skripsi,
Universitas Indonesia.
[8] Simpson, F., dan Bahr, K., 2005. Practical
Magnetotellurics. Cambridge University
Press, United Kingdom:245h.
[9] Mwakirani, R., 2012. Magneto-telluric (MT)
Data Processing. Short Course VII on
Exploration for Geothermal Resources,
Kenya.
[10] Hidayat, A.R., Junursyah, G.M.L., dan
Harja, A., 2016. Analisis Deret Waktu Untuk
Peningkatan Kualitas Data Magnetotellurik
(Studi Kasus Lapangan Geothermal). Proc.
Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya,
Universitas Padjadjaran, Jatinangor:01-10.
[11] Maryani, L., Junursyah, G.M.L., dan Harja,
S., 2016. Analisis Deret Waktu (Time Series)
Metode Magnetotellurik pada Cekungan
Buton, Sulawesi, Tenggara. Proc. Seminar
Nasional Geofisika, Semarang,
Indonesia:101-107.
58
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis
Koherensi Terhadap Pemodelan 2D
[12] Anugrah, F., dan Junursyah, G.M.L., 2016.
Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di
Daerah Biak dan Sekitarnya Berdasarkan
Analisis Parameter Koherensi. Proc. Seminar
Nasional Mahasiswa Fisika III, Semarang,
Indonesia:252-255.
[13] Dwiyantoro, R.R., Junursyah, G.M.L., dan
Yatini. 2018. Rise of Magnetotelluric Data
Quality Based on Coherence Parameter in
Savu Basin, East Nusa Tenggara. Proc. ISPG
Research Forum, Jakarta, Indonesia:612-
621.
[14] Mirnanda, E., Junursyah, G.M.L.,
Nurmaliah, Sudaryono, Silitonga, J.,
Sujatnika, dan Mulyadi, D., 2011. Laporan
Awal Kegiatan Survei Magnetotelurik di
daerah Muna dan Sekitarnya, Provinsi
Sulawesi Tenggara. Laporan internal Pusat
Survei Geologi, Bandung (tidak terbit).
[15] Heditama, D.Z., 2011. Pemrosesan Data
Time Series pada Metode Magnetotelurik
(MT) Menjadi Data Resistivitas Semu dan
Fase Menggunakan MatLab. Skripsi,
Universitas Indonesia.
[16] Phoenix Geophysics, 2005. Data Processing
User Guide. Phoenix Geophysics,
Canada:194h.
[17] Siripunvaraporn, W., Egbert, G., Lenbury,
Y., dan Uyeshima, M., 2003. Three-
dimensional Magnetotelluric Inversion:
Data-space Method. Physics of the Earth and
Planetary Interiors, 150:3-14.