pengaruh peningkatan kualitas data magnetotelurik di pulau

10
Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis Koherensi Terhadap Pemodelan 2D G. M. Lucki Junursyah 1)* , Dimas H. Salsabil 2) , Eddy Mirnanda 3 1) Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro No.57, Gedung C, Bandung 2) Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Djunjunan No.236, Bandung Diterima 07 Oktober 2019, direvisi 03 Oktober 2019 ABSTRAK Penelitian di daerah Pulau Muna dan sekitarnya telah banyak dilakukan sebelum tahun 2011, karena merupakan bagian dari cekungan sedimen frontier yang berpotensi mengandung hidrokarbon. Secara regional, bagian permukaan daerah ini didominasi oleh batugamping Formasi Wapulaka berumur Kuarter sehingga untuk mengetahui sebaran batuan yang lebih tua sangatlah sulit dilakukan, oleh sebab itu diperlukan penelitian menggunakan metode geofisika yang salah satunya adalah metode Magnetotelurik (MT) untuk dapat menafsirkan kondisi geologi bawah permukaan (>1 km) berdasarkan sifat kelistrikan batuan. Metode MT merupakan metode geofisika pasif dengan mengukur medan listrik dan magnet alam di permukaan, sehingga akan dipengaruhi oleh banyak gangguan ( noise). Analisis koherensi pada data MT termasuk didalamnya proses Robust, analisis deret waktu, dan edit XPR dilakukan untuk mereduksi gangguan tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas data dari 53,9 79% menjadi 80,1 95,1% atau meningkat sebanyak 15,7% - 32,1%. Analisis trend kurva dan kedalaman penetrasi pada hasil koherensi memperlihatkan bahwa gangguan dapat tereduksi secara keseluruhan tetapi tidak pada kondisi geologi bawah permukaan yang sangat konduktif. Kata kunci: metode magnetotelurik; analisis koherensi; analisis trend kurva; analisis kedalaman penetrasi. ABSTRACT Research in the Muna Island area and its surroundings has been carried out before 2011, because it is part of a frontier sedimentary basin that has the potential to contain hydrocarbons. Regionally, the surface area of this region is dominated by Quaternary Wapulaka Formation limestone so to know the distribution of older rocks is very difficult to do, therefore research is needed using geophysical methods, one of which is the magnetoteluric (MT) method to be able to interpret subsurface geological conditions (> 1 km) based on the rock's electrical properties. The MT method is a passive geophysical method by measuring the natural electric and magnetic fields on the surface, so that it will be affected by many disturbances (noise). Coherence analysis on MT data including robust process, time series analysis, and XPR editing was done to reduce the disturbance so as to improve data quality from 53.9 - 79% to 80.1 - 95.1% or an increase of 15.7% - 32.1%. Analysis of curve trends and penetration depth on the results of coherence shows that the disturbance can be reduced overall but not under highly conductive subsurface geological conditions Keywords: magnetotelluric method; coherence analysis; curve trend analysis; penetration depth analysis. PENDAHULUAN Pulau Muna-Buton hingga Kepulauan Tukangbesi termasuk dalam wilayah cekungan Muna-Buton yang terbentuk akibat adanya lembah merekah di pinggiran pasif pada umur PraTersier- Tersier [1]. Daerah penelitian berada di wilayah Pulau Muna dan sekitarnya, Provinsi Sulawesi Tenggara atau terletak di selatan garis khatulistiwa dengan koordinat 4°30’0” 26’24” LS dan NATURAL B, Vol. 5, No. 2, Oktober 2019 --------------------- *Corresponding author: E-mail: [email protected]

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

49

Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis Koherensi Terhadap

Pemodelan 2D

G. M. Lucki Junursyah1)*, Dimas H. Salsabil2), Eddy Mirnanda3

1) Pusat Survei Geologi, Jl. Diponegoro No.57, Gedung C, Bandung

2) Program Studi Teknik Geofisika, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang 3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Djunjunan No.236, Bandung

Diterima 07 Oktober 2019, direvisi 03 Oktober 2019

ABSTRAK

Penelitian di daerah Pulau Muna dan sekitarnya telah banyak dilakukan sebelum tahun 2011,

karena merupakan bagian dari cekungan sedimen frontier yang berpotensi mengandung hidrokarbon.

Secara regional, bagian permukaan daerah ini didominasi oleh batugamping Formasi Wapulaka berumur

Kuarter sehingga untuk mengetahui sebaran batuan yang lebih tua sangatlah sulit dilakukan, oleh sebab

itu diperlukan penelitian menggunakan metode geofisika yang salah satunya adalah metode

Magnetotelurik (MT) untuk dapat menafsirkan kondisi geologi bawah permukaan (>1 km) berdasarkan

sifat kelistrikan batuan. Metode MT merupakan metode geofisika pasif dengan mengukur medan listrik

dan magnet alam di permukaan, sehingga akan dipengaruhi oleh banyak gangguan (noise). Analisis

koherensi pada data MT termasuk didalamnya proses Robust, analisis deret waktu, dan edit XPR dilakukan

untuk mereduksi gangguan tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas data dari 53,9 – 79% menjadi

80,1 – 95,1% atau meningkat sebanyak 15,7% - 32,1%. Analisis trend kurva dan kedalaman penetrasi pada

hasil koherensi memperlihatkan bahwa gangguan dapat tereduksi secara keseluruhan tetapi tidak pada

kondisi geologi bawah permukaan yang sangat konduktif.

Kata kunci: metode magnetotelurik; analisis koherensi; analisis trend kurva; analisis kedalaman penetrasi.

ABSTRACT

Research in the Muna Island area and its surroundings has been carried out before 2011, because it is

part of a frontier sedimentary basin that has the potential to contain hydrocarbons. Regionally, the surface

area of this region is dominated by Quaternary Wapulaka Formation limestone so to know the distribution of

older rocks is very difficult to do, therefore research is needed using geophysical methods, one of which is the

magnetoteluric (MT) method to be able to interpret subsurface geological conditions (> 1 km) based on the

rock's electrical properties. The MT method is a passive geophysical method by measuring the natural electric

and magnetic fields on the surface, so that it will be affected by many disturbances (noise). Coherence analysis

on MT data including robust process, time series analysis, and XPR editing was done to reduce the disturbance

so as to improve data quality from 53.9 - 79% to 80.1 - 95.1% or an increase of 15.7% - 32.1%. Analysis of

curve trends and penetration depth on the results of coherence shows that the disturbance can be reduced

overall but not under highly conductive subsurface geological conditions

Keywords: magnetotelluric method; coherence analysis; curve trend analysis; penetration depth analysis.

PENDAHULUAN

Pulau Muna-Buton hingga Kepulauan

Tukangbesi termasuk dalam wilayah cekungan

Muna-Buton yang terbentuk akibat adanya lembah

merekah di pinggiran pasif pada umur PraTersier-

Tersier [1]. Daerah penelitian berada di wilayah

Pulau Muna dan sekitarnya, Provinsi Sulawesi

Tenggara atau terletak di selatan garis khatulistiwa

dengan koordinat 4°30’0” – 5°26’24” LS dan

NATURAL B, Vol. 5, No. 2, Oktober 2019

---------------------

*Corresponding author:

E-mail: [email protected]

Page 2: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

50

Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

122°15’0” – 122°46’48” BT. Secara regional area

penelitian didominasi oleh batu gamping Formasi

Wapulaka (Qpw) berumur Kuarter [2] sehingga

untuk mengetahui persebaran batuan yang lebih

tua di permukaan sangatlah sulit. Untuk

mendapatkan informasi geologi bawah permukaan

secara lebih mendalam di daerah ini, maka dapat

dilakukan dengan menggunakan metode geofisika

Magnetotelurik (MT).

Metode MT merupakan salah satu metode

geofisika pasif yang mengukur komponen medan

listrik (E) dan medan magnet (H) alam yang

bervariasi terhadap waktu [3]. Sumber medan

elektromagnet (EM) alam berasal dari aktifitas

matahari dan petir [4], yang merambat secara

vertikal ke dalam bumi dan berasosiasi dengan

medium konduktif sehingga menghasilkan medan

EM sekunder yang diukur oleh alat di permukaan [5].

Pengukuran MT yang bersifat pasif

mengakibatkan perolehan datanya tidak dapat

terhindar dari noise, oleh sebab itu diperlukan

peningkatan kualitas data berdasarkan analisis

koherensi. Hasil analisis ini dapat mereduksi

noise, terlihat dari peningkatan nilai koherensi

data yang berpengaruh terhadap kedalaman

penetrasi, serta hasil inversi 1D dan 2D. Hasilnya

dapat dibandingkan dengan hasil tanpa dilakukan

analisis, sehingga dapat diketahui pemodelan 2D

terbaik yang akan digunakan dalam tahap

interpretasi secara lebih lanjut.

METODE PENELITIAN

Kemampuan penetrasi kedalaman gelombang

EM ketika menembus bawah permukaan bumi

dipengaruhi oleh tahanan jenis batuan (ρ) dan

frekuensi (f) yang digunakan [6], sehingga semakin

rendah frekuensi yang digunakan maka akan

semakin dalam jangkauan penetrasinya [7]. Data

yang dihasilkan dari metode ini adalah kurva tahanan

jenis semu (ρa) dan fase (φ) terhadap frekuensi yang

dapat dinyatakan oleh persamaan (1) [8].

== −

y

x

y

x

y

xa

H

E

H

E

H

E

fRe

Im

tan;2,0 1

2

(1)

dengan

Ex = Medan listrik

Hy = Medan magnet

f = frekuensi

Saat kondisi ideal, koherensi data yang

menyatakan hubungan antara medan E dan H pada

arah yang saling tegak lurus akan bernilai satu [9],

tetapi hal tersebut sulit terjadi karena data yang

terekam mengandung gangguan (noise), baik

akibat aktivitas manusia maupun alam, dapat

dinyatakan dalam persamaan (2).

=yyxx

xy

xyCC

Cy

2

2 (2)

dengan

Cxy = Kerapatan antara spektrum medan listrik

dan medan magnet

Cxx = Kerapatan spektrum medan listrik

Cyy = Kerapatan spektrum medan magnet

Reduksi noise dalam tahap pengolahan data

dapat dilakukan dengan cara melakukan proses

robust, analisis deret waktu, dan edit XPR [10-13].

Data yang digunakan adalah data sekunder dari

Pusat Survei Geologi yang belum pernah di

analisis secara lebih lanjut sebelumnya, sebanyak

13 titik pengukuran Audio Magnetotelurik (AMT)

dan Magnetotelurik (MT) yang menjadi satu

lintasan memanjang berarah relatif timur laut-

barat daya (Gambar 1), terletak di bagian tenggara

Pulau Muna [14].

Pengukuran AMT menghasilkan tiga data

deret waktu yang terbagi berdasarkan perbedaan

rentang frekuensi, yaitu TS2 (900 - 10400 Hz),

TS3 (40 - 320 Hz), dan TS4 (5,6 - 33 Hz),

sedangkan MT menghasilkan data TS3 (40 - 320

Hz), TS4 (5,6 - 33 Hz), dan TS5 (0,00034 - 4,7

Hz). Keseluruhan data tersebut digabungkan

untuk dianalisis secara lebih lanjut hingga

pemodelan 2D. Proses dan analisis data hingga

pemodelan 2D terbagi menjadi beberapa tahapan,

yaitu sebagai berikut (Gambar 2).

Proses Robust. Hasil pengukuran MT berupa

data deret waktu yang ditranformasi menjadi data

deret frekuensi, sehingga menjadi nilai impedansi,

tahanan jenis semu, dan fase, setelah dikoreksi

oleh parameter hasil pengukuran AC, DC, dan

kontak resistan di lapangan [15]. Proses robust

dilakukan untuk menghapus data yang

menyimpang akibat adanya noise dan mereduksi

nilai outliers [11], terbagi menjadi beberapa

macam pembobotan, yaitu [16]: No Weight (tanpa

pembobotan), Rho Variance (berdasarkan variasi

nilai tahanan jenis), dan Ordinary Coherence

(berdasarkan koherensi terbaik dari medan E dan

medan H).

Page 3: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

51 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

Gambar 1. Lokasi pengukuran MT dan AMT (titik merah) di daerah Pulau Muna dan sekitarnya yang merupakan bagian dari

cekungan Muna-Buton (Badan Geologi, 2009), dikorelasikan dengan peta geologi regional [2].

Gambar 2. Diagram alir proses dan analisis data, hingga

pemodelan 2D.

Analisis Koherensi. Analisis ini dilakukan

dengan membandingkan hasil proses robust pada

tiga macam pembobotan dan dipilih salah satunya

berdasarkan nilai koherensi yang terbaik. Hasil

pemilihan pembobotan terbaik, kemudian

dianalisis data deret waktunya untuk mereduksi

noise dengan menyeleksi sinyal koheren pada data

medan E dan H, lalu dilakukan pemotongan waktu

pengukuran terhadap sinyal yang koheren dan

sinyal yang memiliki amplitudo tinggi pada

frekeunsi rendah [10-12]. Edit XPR dilakukan

pada data hasil analisis deret waktu yang telah

ditransformasi menjadi kurva tahanan jenis semu

dan fase, dengan memilih data XPR yang

memiliki bobot tinggi dan mengeliminasi data

XPR dengan bobot rendah pada setiap frekuensi.

Analisis Trend Kurva. Analisis ini dilakukan

untuk mengeliminasi data pada kurva tahanan

jenis semu dan fase yang menyimpang jauh dari

trend kurva, karena dianggap terpengaruh oleh

noise pada data awal, hasil proses Robust, analisis

koherensi, dan edit XPR.

Analisis Inversi 1D dan 2D. Pemodelan

inversi dilakukan dengan memasukkan parameter

data tertentu secara berulang (literasi) hingga

diperoleh model yang paling sesuai dengan data

Page 4: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

52

Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

lapangan [17]. Hasil proses inversi ini

menghasilkan model 1D dan 2D berdasarkan

variasi nilai tahanan jenis.

Analisis Kedalaman Model Inversi 1D.

Menganalisis kedalaman maksimal yang mampu

dicapai setelah dilakukan inversi 1D pada data awal,

hasil proses Robust, analisis koherensi, dan edit XPR.

Pemilihan Model 2D Terbaik. Tahap ini

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

pengaruh peningkatan koherensi terhadap

pemodelan yang dihasilkan berdasarkan variasi

nilai tahanan jenis dan nilai rms error. Hasilnya

dapat diketahui pemodelan 2D terbaik yang dapat

digunakan untuk interpretasi secara lebih lanjut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Koherensi. Proses reduksi noise

menggunakan analisis deret waktu dilakukan

untuk meningkatkan nilai koherensi telah sering

dilakukan pada data yang memiliki nilai koherensi

<75% [12, 13]. Pada data MT di Pulau Muna dan

sekitarnya ini dilakukan analisis deret waktu dan

edit XPR pada keseluruhan data MT hasil

pemilihan proses Robust terbaik untuk

mengetahui peningkatan koherensinya. Hasil

analisis koherensi di daerah ini memperlihatkan

peningkatan nilai koherensi rata-rata dari data

awal 68,7% menjadi 88,7% atau meningkat

sebesar 20,1%. Data awal memiliki nilai koherensi

terendah 53,9% (MN03) dan tertinggi hingga 79%

(MN09). Proses Robust terbaik didominasi oleh

proses Rho Variance (RV) dengan nilai koherensi

terendah 68,5% (MN06) dan tertinggi mencapai

91,6% (MN09), atau mengalami peningkatan

sebesar 8,2% hingga 21,8%. Analisis deret waktu

yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas data

mencapai 71,4% hingga 94,1%, atau mengalami

peningkatan dibandingkan dengan hasil proses

Robust sebesar 2,3% hingga 12,1%. Proses edit

XPR yang dilakukan dapat meningkatkan kualitas

data mencapai 80,1% hingga 95,1%, atau

mengalami peningkatan dibandingkan dengan

hasil analisis deret waktu sebesar 0,7% hingga

8,8%. Peningkatan nilai koherensi tertinggi

terdapat di titik MN03 yaitu sebesar 32,1%, dari

53,9% hingga 86,0%, sedangkan peningkatan

terendah terdapat di titik MN11 yaitu sebesar

15,9%, dari 74,3% hingga 90,3% (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis koherensi dari 13 titik AMT-MT di daerah penelitian.

STAT. TOTAL

DATA

DATA AWAL

COH (%) RATA-

RATA

(%)

ROBUST

KOHERENSI

(%) RATA-

RATA

(%)

DERET WAKTU

COH (%) RATA-

RATA

(%)

EDIT XPR

COH (%) RATA-

RATA

(%) RHO

XY

RHO

YX

RHO

XY

RHO

YX

RHO

XY

RHO

YX

RHO

XY

RHO

YX

MN01 100 74.34 75.52 73.4 RV UP 89.35 83.31 86.3 94.37 90.14 92.3 94.83 91.10 93.0

MN02 100 75.72 57.74 66.7 OC UP 83.68 73.83 78.8 85.21 78.28 81.7 89.90 84.12 87.0

MN03 100 58.08 49.64 53.9 RV UP 83.35 67.90 75.6 86.79 75.80 81.3 91.81 80.15 86.0

MN04 100 72.94 48.82 60.9 RV 88.68 66.27 77.5 91.93 67.84 79.9 93.22 76.12 84.7

MN05 100 73.69 65.21 69.5 OC UP 80.55 81.37 81.0 82.19 86.25 84.2 87.82 88.54 88.2

MN06 100 62.25 54.34 58.3 RV UP 69.29 67.74 68.5 72.84 69.89 71.4 81.24 79.04 80.1

MN07 100 73.27 71.97 72.6 OC UP 84.71 81.45 83.1 87.72 84.11 85.9 90.85 87.69 89.3

MN08 100 76.70 62.38 69.5 RV 85.56 74.58 80.1 86.25 79.24 82.7 90.85 83.27 87.1

MN09 100 79.09 79.00 79.8 OC 94.77 88.34 91.6 95.96 92.14 96.1 97.41 92.84 95.1

MN10 100 80.24 65.80 73.0 RV UP 95.56 73.59 84.8 97.92 83.09 90.5 98.60 84.91 91.8

MN11 100 67.63 81.02 74.3 OC 78.79 86.27 82.5 81.89 89.05 85.5 88.40 92.12 90.3

MN13 100 75.49 76.35 75.9 RV 92.15 84.02 88.1 93.90 86.87 90.4 94.91 88.42 91.7

MN14 100 72.50 56.81 65.7 OC UP 84.95 66.02 75.5 92.94 82.25 87.6 94.49 84.61 89.6

Pada kurva koherensi terhadap frekuensi di

titik MN03 terlihat perubahan nilai koherensi pada

Rho-XY dan Rho-YX yang dominan di frekuensi

0,0042 Hz hingga 18,79 Hz (Gambar 3). Plot

koherensi data awal (kurva berwarna biru)

memperlihatkan nilai koherensi dominan pada

Page 5: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

53 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

0,54 (54%) yang kemudian mengalami

peningkatan setelah dilakukan proses Robust

(kurva berwarna hijau) yang dominan pada 0,76

(76%). Peningkatan nilai koherensi terjadi setelah

dilakukan analisis deret waktu (kurva berwarna

kuning) dan edit XPR (kurva berwarna merah)

dominan pada 0,81 – 0,86 (81% - 86%), terlihat

pula dari kurva yang makin mendekati 1 yang

berawal dari frekuensi 18,79 Hz menjadi dimulai

dari frekuensi 0,29 Hz. Peningkatan nilai koherensi

ini berpengaruh terhadap hasil kurva tahanan jenis

semu dan fase yang cenderung mengikuti trend,

serta berpengaruh terhadap kedalaman penetrasi

yang dihasilkan sehingga dapat dikatakan

peningkatan koherensi ini berkesinambungan

dengan menurunnya tingkat noise yang terjadi.

Gambar 3. Kurva nilai koherensi terhadap frekuensi Rho-XY dan Rho-YX di titik MN03 pada data awal (warna biru), proses

robust (warna hijau), analisis deret waktu (warna kuning), dan edit XPR (warna merah).

Analisis Trend Kurva. Hasil analisis trend

kurva memperlihatkan penurunan jumlah data

pada kurva tahanan jenis semu dan fase terhadap

frekuensi yang dieliminasi menjadi rata-rata 40

unit, dibandingkan dengan data awal yang

tereliminasi hingga mencapai rata-rata 60 unit.

Penurunan jumlah data yang tereliminasi tertinggi

terdapat di titik MN14 yaitu sebanyak 35 unit dan

terendah terdapat di titik MN07 dan MN11 yaitu

sebanyak 8 unit. Pada titik MN06 yang memiliki

eliminasi data terbanyak (80 unit) terlihat

penurunan eliminasi hingga mencapai 53 unit, hal

Page 6: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

54

Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

ini berkesinambungan dengan peningkatan

kualitas data berdasarkan analisis koherensi yaitu

dari 58,3% menjadi 80,1%. Pada titik MN09 yang

memiliki hasil eliminasi terkecil (26 unit) dari data

awal sebesar 51 unit, hal ini memperlihatkan

kesinambungan dengan hasil analisis koherensi

tertinggi yaitu mencapai 95,1% (Gambar 4).

Berdasarkan korelasi antara analisis trend kurva

terhadap analisis koherensi pada data awal hingga

proses Robust, dapat diketahui nilai koherensi

rata-rata <68,7% dapat menyebabkan eleminasi

data mencapai rata-rata >55 unit, sedangkan

berdasarkan korelasi terhadap analisis koherensi

pada analisis deret waktu hingga edit XPR, dapat

diketahui nilai koherensi <85.9 % dapat

menyebabkan eleminasi data mencapai rata-rata

>43 unit. Hasil dari kedua analisis ini

memperlihatkan bahwa data dengan koherensi

<68.7% merupakan data yang mengandung

banyak noise dan tidak dapat direduksi hanya

dengan proses Robust, karena eliminasi data

mencapai >55 unit dari total 100 unit data.

Analisis deret waktu dan edit XPR dapat

meningkatkan kualitas data hingga mencapai

koherensi >85.9% dengan data tereliminasi

mencapai <43 unit dari total 100 unit data.

STASIUN TOTAL

DATA

DATA TERELIMINASI (UNIT)

DATA

AWAL ROBUST

DERET

WAKTU

EDIT

XPR

MN01 100 50 48 45 40

MN02 100 68 63 47 44

MN03 100 64 51 50 45

MN04 100 63 58 57 52

MN05 100 63 44 42 36

MN06 100 80 64 63 53

MN07 100 44 41 40 36

MN08 100 53 41 40 39

MN09 100 51 44 40 26

MN10 100 64 49 48 44

MN11 100 46 45 40 38

MN13 100 57 40 34 33

MN14 100 72 60 45 37

Gambar 4. Tabel Jumlah data yang dieleminasi berdasarkan analisis trend kurva pada data awal, proses robust, analisis deret

waktu, dan edit XPR (kiri). Kurva tahanan jenis semu dan fase terhadap perioda di titik MN14 yang

memperlihatkan eliminasi data edit XPR berdasarkan analisis trend kurva (kanan).

Kurva tahanan jenis dan fase terhadap perioda

di titik MN14 (Gambar 4) memperlihatkan

peningkatan jumlah titik yang mengikuti trend

kurva dan berubah secara gradual berdasarkan

hasil analisis koherensi sehingga dapat diketahui

bahwa noise yang terdapat pada data MT telah

tereduksi karena sudah tidak adanya lagi lonjakan

nilai tahanan jenis semu dan fase. Hasil proses

Robust dapat meningkatkan jumlah data yang

tereliminasi dari 72 unit menjadi 60 unit atau

meningkat 12 unit, dimulai dari frekuensi 0,00034

– 5,6 Hz hingga 390 - 640 Hz, sedangkan

berdasarkan analisis deret waktu dan edit XPR

jumlah data tereliminasi mencapai 37 unit dari

frekuensi 0,00034 – 0,176 Hz (Gambar 4).

Eleminasi data terjadi dominan pada frekuensi

<100 Hz yang berangsur bertambah dengan proses

dan analisis yang dilakukan, hal ini dapat

mempengaruhi analisis selanjutnya yang

berhubungan dengan penetrasi kedalaman yang

mampu dicapai, serta peningkatan resolusi data

berdasarkan variasi tahanan jenis pada pemodelan

1D dan 2D.

Analisis Kedalaman Model Inversi 1D. Hasil

analisis kedalaman penetrasi dari pemodelan

inversi 1D terhadap analisis koherensi,

memperlihatkan peningkatan kedalaman rata-rata

Page 7: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

55 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

dari data awal 506 m menjadi 683,7 m setelah

dilakukan proses Robust, kemudian meningkat

menjadi 1704,2 m hingga 3170,5 m setelah

dilakukan analisis deret waktu dan edit XPR

(Gambar 5). Pada hasil proses Robust dapat dilihat

kedalaman terdangkal terletak di titik MN06 (332,2

m atau <400 m), apabila dibandingkan dengan hasil

analisis sebelumnya maka data MN06 memiliki

nilai koherensi terkecil (58,3%) dan tereliminasi

terbesar (80 unit). Kedalaman penetrasi <400 m ini

dijadikan indikasi untuk menganalisis data di titik

lainnya, terlihat perubahan kedalaman <400 m

setelah proses analisis koherensi terjadi di semua

titik kecuali pada titik MN02 dan MN06, hal ini

berkesinambungan dengan jumlah data tereliminasi

pada proses Robust berdasarkan analisis trend

kurva sebanyak >60 unit dan nilai koherensi pada

data awal <60%.

STASIUN

SKIN DEPTH MAKSIMUM (m)

DATA

AWAL ROBUST

DERET

WAKTU EDIT XPR

MN01 1056.2 1066.3 2117.2 3281.2

MN02 334.1 339.7 348.7 386.0

MN03 325.6 643.9 732.2 747.4

MN04 430.9 456.8 473.7 722.1

MN05 298.2 644.4 1513.2 2551.5

MN06 133.5 332.2 346.8 394.0

MN07 957.7 1016.6 1602.8 2520.0

MN08 400.9 1197.0 1364.0 2225.6

MN09 612.7 616.1 659.1 5709.4

MN10 476.0 612.1 625.0 682.8

MN11 820.7 828.9 4160.2 9553.3

MN13 392.9 680.8 6871.3 7530.9

MN14 338.0 453.2 1340.4 4912.3

Gambar 5. Tabel kedalaman maksimal hasil pemodelan inversi 1D pada data awal, proses robust, analisis deret waktu, dan

edit XPR (kiri). Kurva kedalaman terhadap nilai tahanan jenis di titik MN01 yang memperlihatkan hasil

pemodelan 1D data awal yang mencapai kedalaman maksimal 1056.2 m dan berubah mencapai 3281.2 m pada

hasil edit XPR (kanan).

Peningkatan kedalaman terdalam setelah

dilakukan proses Robust terletak di titik MN08

(1197 m atau meningkat sedalam 796,1 m),

analisis deret waktu terletak di titik MN13 (6871,3

m atau meningkat sedalam 6190,5 m), dan edit

XPR di titik MN11 (9553,3 m atau meningkat

sedalam 5393,1 m), sehingga dapat diketahui

bahwa analisis deret waktu dan edit XPR paling

dominan meningkatkan penetrasi kedalaman

dibandingkan proses Robust. Berdasarkan ketiga

analisis ini dapat diketahui bahwa data awal

dengan koherensi <68,7% sangatlah rentan

terhadap pengaruh noise dan tidak selalu dapat

direduksi dengan proses Robust, analisis deret

waktu, hingga edit XPR, walaupun nilai koherensi

meningkat mencapai >85,9% dan data tereliminasi

berkurang hingga <43 unit, tetapi tetap tidak dapat

menambah kedalaman penetrasi.

Diskusi. Penggunaan proses Robust yang

didominasi oleh Rho Variance (RV) dapat

meningkatkan kualitas data berdasarkan analisis

koherensi dari 8,2% hingga 21,8%, tetapi tidak

dapat mereduksi noise secara keseluruhan. Hasil

analisis trend kurva pada proses Robust

memperlihatkan kualitas data yang berada disekitar

<68,7% mengalami tingkat eliminasi mencapai >55

unit dari total 100 unit data atau lebih dari setengah

total data. Penggunaan analisis deret waktu hingga

edit XPR dapat meningkatkan kualitas data dari

15,7% hingga 32,1% atau peningkatan nilai

koherensi dari 53,9 - 79% menjadi 80,1 – 95,1%.

Analisis ini dapat mereduksi noise secara

keseluruhan, terlihat dari analisis trend kurva pada

kualitas data rata-rata <85,9% dapat menyebabkan

eleminasi data mencapai rata-rata >43 unit dari total

100 unit data.

Page 8: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

56

Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

Ga

mb

ar 6

. P

erban

din

gan

hasil p

emo

delan

inv

ersi 2D

pad

a (a) data aw

al; (b) p

roses R

obu

st; (c) An

alisis deret w

aktu

, dan

(d) E

dit X

PR

.

(c)

(a

)

(d

)

(b

)

Page 9: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

57 Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

Analisis kedalaman hasil pemodelan 1D

memperlihatkan bahwa data awal yang memiliki

nilai koherensi <68,7% tidak selalu dapat

ditingkatkan penetrasi kedalamannya, walaupun

telah dilakukan proses Robust, analisis deret

waktu, hingga edit XPR. Peningkatan koherensi

hingga mencapai >85,9% dan data tereliminasi

berkurang hingga <43 unit tetap tidak dapat

menambah kedalaman penetrasi secara signifikan

pada titik MN02 dan MN06, hal ini kemungkinan

disebabkan oleh kondisi geologi di bawah

permukaan yang sangat konduktif, sehingga

perambatan gelombang elektromagnet mengalami

atenuasi [6]. Hasil pemodelan inversi 2D

berdasarkan data awal hingga hasil edit XPR

memperlihatkan perubahan kontras nilai tahanan

jenis yang lebih beragam (resolusi yang lebih

baik), seiring dengan meningkatnya penetrasi

kedalaman dan nilai presentase RMS error dari

3.63% menjadi 1.45% (Gambar 6). Dari hasil

pemodelan 2D ini terlihat tidak adanya perubahan

yang signifikan terhadap kedalaman penetrasi dan

kontras nilai tahanan jenis antara data awal dengan

proses Robust, tetapi terlihat jelas ketika analisis

deret waktu dan edit XPR dilakukan. Sehingga

peningkatan kualitas data MT menggunakan

analisis koherensi menjadi salah satu metode yang

cukup efektif untuk membuat data MT menjadi

lebih baik.

KESIMPULAN

Peningkatan kualitas data MT berdasarkan

analisis koherensi di daerah penelitian mencapai

maksimal 32,1% yang signifikan terjadi pada

analisis deret waktu dan edit XPR dibandingkan

dengan proses Robust. Analisis koherensi yang

dilakukan dapat mereduksi noise secara

keseluruhan, terlihat dengan peningkatan

koherensi data dari 53,9 - 79% menjadi 80,1 –

95,1% dan data yang tereliminasi berdasarkan

analisis trend kurva berkurang hingga rata-rata

<43 unit dari total 100 unit data. Berdasarkan

analisis kedalaman penetrasi pemodelan 1D

terlihat juga peningkatan penetrasi yang signifikan

ketika dilakukan analisis deret waktu dan edit

XPR, tetapi di beberapa titik pengukuran MT tidak

dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh

kondisi geologi bawah permukaan yang sangat

konduktif. Berdasarkan hasil pemodelan inversi

2D terlihat jelas perubahan kontras nilai tahanan

jenis yang makin meningkat resolusinya ketika

dilakukan analisis deret waktu dan edit XPR,

dengan peningkatan RMS error dari 3.63%

menjadi 1.45%.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Badan Geologi. 2009. Peta Cekungan

Sedimen Indonesia Berdasarkan Data

Gayaberat dan Geologi, skala 1:5.000.000.

Badan Geologi, Bandung.

[2] Sikumbang, N., Sanyoto, P., Supandjono,

R.J.B., dan Gafoer, S., 1995. Peta Geologi

Lembar Buton, Sulawesi Tenggara, skala

1:250.000. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, Bandung.

[3] Vozoff, K., 1972. The Magnetotelluric

Method in the Exploration of Sedimentary

Basins. Geophysics, 37:98-141.

[4] Unsworth, M., 2008. Lecture Notes

Geophysics 424. University of Alberta,

Canada.

[5] Green, A.M., 2003. Magnetotelluric Crustal

Studies in Kenai, Alaska. Thesis, Colorado

School of Mines, Colorado.

[6] Chave, A.D., dan Jones, A.G., 2012. The

Magnetotelluric Method, Theory and

Practice. Cambridge University Press.

United Kingdom:544h.

[7] Sulistyo, A., 2011. Koreksi Pergeseran Statik

Data Magnetotelurik (MT) Menggunakan

Metode Geostatistik, Perata-rataan, dan

Time Domain Elektromagnetik. Skripsi,

Universitas Indonesia.

[8] Simpson, F., dan Bahr, K., 2005. Practical

Magnetotellurics. Cambridge University

Press, United Kingdom:245h.

[9] Mwakirani, R., 2012. Magneto-telluric (MT)

Data Processing. Short Course VII on

Exploration for Geothermal Resources,

Kenya.

[10] Hidayat, A.R., Junursyah, G.M.L., dan

Harja, A., 2016. Analisis Deret Waktu Untuk

Peningkatan Kualitas Data Magnetotellurik

(Studi Kasus Lapangan Geothermal). Proc.

Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya,

Universitas Padjadjaran, Jatinangor:01-10.

[11] Maryani, L., Junursyah, G.M.L., dan Harja,

S., 2016. Analisis Deret Waktu (Time Series)

Metode Magnetotellurik pada Cekungan

Buton, Sulawesi, Tenggara. Proc. Seminar

Nasional Geofisika, Semarang,

Indonesia:101-107.

Page 10: Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau

58

Pengaruh Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di Pulau Muna dan Sekitarnya Berdasarkan Analisis

Koherensi Terhadap Pemodelan 2D

[12] Anugrah, F., dan Junursyah, G.M.L., 2016.

Peningkatan Kualitas Data Magnetotelurik di

Daerah Biak dan Sekitarnya Berdasarkan

Analisis Parameter Koherensi. Proc. Seminar

Nasional Mahasiswa Fisika III, Semarang,

Indonesia:252-255.

[13] Dwiyantoro, R.R., Junursyah, G.M.L., dan

Yatini. 2018. Rise of Magnetotelluric Data

Quality Based on Coherence Parameter in

Savu Basin, East Nusa Tenggara. Proc. ISPG

Research Forum, Jakarta, Indonesia:612-

621.

[14] Mirnanda, E., Junursyah, G.M.L.,

Nurmaliah, Sudaryono, Silitonga, J.,

Sujatnika, dan Mulyadi, D., 2011. Laporan

Awal Kegiatan Survei Magnetotelurik di

daerah Muna dan Sekitarnya, Provinsi

Sulawesi Tenggara. Laporan internal Pusat

Survei Geologi, Bandung (tidak terbit).

[15] Heditama, D.Z., 2011. Pemrosesan Data

Time Series pada Metode Magnetotelurik

(MT) Menjadi Data Resistivitas Semu dan

Fase Menggunakan MatLab. Skripsi,

Universitas Indonesia.

[16] Phoenix Geophysics, 2005. Data Processing

User Guide. Phoenix Geophysics,

Canada:194h.

[17] Siripunvaraporn, W., Egbert, G., Lenbury,

Y., dan Uyeshima, M., 2003. Three-

dimensional Magnetotelluric Inversion:

Data-space Method. Physics of the Earth and

Planetary Interiors, 150:3-14.