pengaruh penerapan uu wakaf -...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENERAPAN UU NO. 41/ 2004 TENTANG WAKAF
TERHADAP PROFESIONALITAS PENGELOLAAN WAKAF
PADA LEMBAGA TABUNG WAKAF INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh :
SITI AMINAH
NIM : 102044125067
Dibawah Bimbingan :
Dra. Maskufa, M.Ag
NIM : 150 268 590
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H / 2008 M
PENGARUH PENERAPAN UU NO. 41/ 2004 TENTANG WAKAF
TERHADAP PROFESIONALITAS PENGELOLAAN WAKAF
PADA LEMBAGA TABUNG WAKAF INDONESIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh :
SITI AMINAH
NIM : 102044125067
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROGRAM STUDI AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 13 Maret 2008
Siti Aminah
KATA PENGANTAR
��������� ��� ����� ������ �� ���
Alhamdulillah, puja serta puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi yang senantiasa
membimbing penulis dengan segala Rahman dan Rahim-Nya, dari awal hingga akhir
penulisan ini. Semoga Rahmat-Nya tetap tercurah hingga Yaumil Hisab nanti.
Shalawat serta Salam semoga tetap tersampaikan kepada Nabi seluruh zaman
Muhammad Ibnu Abdullah Saw, yang telah melayani umatnya dari fase gulita
kejahiliyahan menuju cahaya ketaqwaan, yang telah menjadi inspirator bagi siapapun.
Semoga kelak kita beroleh syafaatnya di Padang Mahsyar.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada pihak pihak yang telah membantu penulis semasa kuliah sampai
purna menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu di Fakultas Syari’ah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan ini penulis bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., Dekan FakultasSyari’ah dan
Hukum yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menyelesaikan studi
dengan baik. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Basiq
Djalil, S.H., M.H., dan Kamarusdiana S.Ag., M.H, Ketua dan Sekretaris Jurusan yang
telah membantu penulis dalam proses studi baik sebagai pelayan akademis maupun
kapasitasnya sebagai dosen pengajar. Tak lupa pula kepada Dra. Maskufa, M.Ag
selaku pembimbing skripsi ini. Juga kepada Dr. JM Muslimin, M.A, dan Jaenal
Arifin, M.A selaku penguji skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga
penulis persembahkan untuk segenap dosen dan para pengajar yang telah
mendedikasikan hidupnya mencurahkan ilmu dan pengetahuan kepada bangsa dan
negara khususnya kami, para mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Kepada segenap staf perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah
memberikan pelayanan kepustakaan dan literasi, penulis sampaikan rasa terima
kasihnya atas semua bantuannya.
Kepada segenap jajaran staf dan direktur TWI. Buat Pak Herman Budianto,
S.E, selaku direktur TWI, makasih udah memberi kesempatan kepada penulis untuk
melakukan penelitian. Untuk mba Diah Handayani S.Sos.I, Pak Hendra Jatnika, Mba
Destria Meryana Atmayanti S.H, Mba Poppy Salindri Puspitasari S.E, dan Mba Novi
S.E, makasih buat waktu, semua dukungan dan informasinya tentang TWI. Mudah-
mudahan berkah dan bermanfaat buat orang banyak.
Doa yang tak henti penulis lantunkan teruntuk kedua orang tua tercinta yang
telah berjasa dalam mendidik, membimbing dan mendewasakan penulis. Kepada
Abah H. Muh. Djahra dan Emak Hj. Siti Umayyah, penulis haturkan terima kasih atas
peluh, airmata, keletihan dan doa-doa panjang keduanya serta atas seluruh jasanya
yang tak kan pernah sanggup berbalas, hingga selalu menjadi inspirator yang baik
bagi penulis dalam beramal dan berkarya. Semoga kecintaan dan bakti penulis kepada
keduanya senantiasa semakin bertambah dan lebih baik lagi. Buat Teteh Umi thanks
to be My best Sister, I’m Proud of You. Buat Iman, Rudi dan Ari makasih buat Jepri
(ojek pribadi)nya selama ini. Buat semua abang-abangku dan adik-adikku tersayang,
makasih atas segala sokongannya baik materil maupun immateril. Aku sayaaaaaang
banget sama kalian semua…..
Buat teman-teman seperjuangan, senasib dan sepenanggungan, di Peradilan
Agama angkatan 2002/2003 khususnya kelas B. Terima kasih atas segala
persahabatan yang dirindukan. For My best friends “Oel” Ulfah dan “Zie” Azizah,
Thanks for everything. I’ll always remember our best friendship.
Untuk saudari-saudariku tercinta Mba Erna, Mba Rina dan Fitri Syukran buat
segalanya n udah sering ngingetin, Beti dan Mba Eka ayo cepetan kita lulus bareng!,
Teh Ina, Mba Nur, Mba Niza, Mba Mia, Dewi, Mba Eni. Terutama buat Ummi
makasih atas segala cinta dan ilmunya. Uhibbukunna Fillah…
Juga buat ikhwati fillah seperjuangan. Rekan-rekan di LDK UIN Syahid
Jakarta khususnya di staf Div. Syi’ar 2005/2006, Euis, Iyet, Akh Pras, Akh Ari dan
Akh Kukuh, thanks atas ukhuwah dan kerja dakwah yang indah. Moga kan kekal
hingga ke syurga. I’ll mizz U All.
Untuk ikhwan-akhwat di LDK Fak. Syari’ah & Hukum. Buat Mba Susi, Teh
Enen, Ana, Akh Tian, Akh Gilang, Nunung, makasih atas segalanya. Ingat! Tugas
dan PR kita masih banyak.
Selanjutnya teruntuk adik-adikku tercinta di Sabila Adzkia. Neng, Heny,
Fatimah, Rahma, Atikah, Dian, Desi, Eni, Rini, Wihdah, jaga ya kebersamaan kita. I
Luv U All Coz Allah.
Juga buat Zahra, Mira, Lita, Iqbal, Ershad, Luthfi dan semua adik-adikku di
Rohis PRIMA MAN IV Jakarta, terutama buat Khadijah, Nana, Dini dan Sakinah.
Ane sayang kalian semua....
Selanjutnya, buat ikhwah fillah di InSure (Institute for Suistainable Reform),
semoga tetap konsisten dengan segala idealita perjuangan. Terutama buat ”Mba QQ”
Kaukabus Syarqiyyah, jazakillah khairan atas segala taushiyah dan motivasinya.
Moga Sukses dengan S2nya...
The last but not least, untuk semua yang sudah berjasa atas terselesaikannya
skripsi ini. Buat Iyoeng, thanks for everythink. Moga pertemanan kita kan abadi
sampe nenek-nenek, he..he..
Penulis menyadari bahwa Laporan Penelitian ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis maupun pembaca sekalian.
Ciputat, Maret 2008
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………...1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………………...6
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………..7
D. Metode Penelitian......……………………………………………...8
E. Sistematika Penulisan……………………………………………..10
BAB II WAKAF DALAM TINJAUAN UU NO. 41 TAHUN 2004
A. Pengertian Wakaf…………………………………………………12
B. Dasar Hukum Wakaf……………………………………………...15
C. Rukun dan Syarat Wakaf…………………………………………21
D. Tujuan dan Fungsi Wakaf………………………………………...31
E. Macam-macam Wakaf……………………………………………32
BAB III SISTEM PENGELOLAAN WAKAF
A. MENURUT UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
A.1. Sistem Pengelolaan Wakaf…………………………………36
A.2. Sistem Pengembangan Wakaf……………………………...39
B. MENURUT LEMBAGA TABUNG WAKAF INDONESIA
DOMPET DHUAFA REPUBLIKA
B.1. Gambaran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia……………..39
B.2. Sistem Pengelolaan Wakaf Dalam Tinjauan TWI…….. …..43
a. Perencanaan dan Pengorganisasian……………………...44
b. Fungsi Manajemen……………………………………...46
c. Administrasi Pengelolaan Wakaf………………………..49
d. Pengembangan Wakaf…………………………………..50
BAB IV PENGARUH UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
TERHADAP PROFESIONALITAS PENGELOLAAN WAKAF
DI LEMBAGA TABUNG WAKAF INDONESIA
A. Urgensi UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf………………...58
B. Peranan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Terhadap
Profesionalitas Lembaga Tabung Wakaf Indonesia…………...63
C. Analisa………………………………………………………........67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………..….......94
B. Saran dan Rekomendasi…………………………………………..95
DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………..............99
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Allah Swt semata-mata untuk beribadah hanya
kepada-Nya. Beribadah dalam arti yang sesungguhnya, secara totalitas dan harus
mengacu kepada tata cara yang telah ditentukan baik dalam Al-Qur'an maupun
Al-Hadits. Ibadah yang telah ditentukan pun tidak hanya bersifat ubudiyah
vertikal, namun juga sangat ditekankan tentang pentingnya ibadah secara sosial
kemasyarakatan (horizontal) yang sangat terkait dengan prinsip nilai-nilai
kemanusiaan.
Dalam pelaksanaan ibadah sosial kemasyarakatan secara umum berupa
pengabdian kita kepada-Nya melalui pengabdian untuk kepentingan kemanusiaan
dan kemasyarakatan, yaitu untuk kepentingan umum atau kepentingan jama’ah.
Allah dan Rasul-Nya pun selalu menekankan pentingnya ibadah dengan
memperhatikan kondisi lingkungan sekitar dimana kita berada. Hal ini tentu
sangat sejalan dengan prinsip Islam Rahmatan Li Al-‘alamin, karena hanya
dengan ibadah sosial kita mampu mewujudkan terciptanya hubungan yang
harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lainnya dalam suatu
masyarakat.
Salah satu amal sosial kemasyarakatan adalah wakaf, yang dapat disebut juga
sebagai salah satu bentuk realisasi ibadat dalam Islam yang telah tumbuh subur
dan selalu dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sejak Islam dianut sebagai agama.
Wujud perwakafan tersebut banyak macamnya, ada yang berwujud tanah,
gedung, pohon, dan harta wakaf lainnya.1 Wakaf merupakan satu bentuk ibadah
dengan cara memisahkan sebagian harta benda yang kita miliki untuk dijadikan
harta milik umum, yang akan diambil manfaatnya bagi kepentingan orang lain
atau manusia pada umumnya.
Wakaf telah disyari’atkan dan telah dipraktekkan oleh umat Islam seluruh
dunia sejak zaman Nabi Muhammad Saw sampai sekarang -tentunya setelah
melalui begitu banyak perkembangan dan kemajuan yang signifikan- termasuk
oleh masyarakat Islam di negara Indonesia. Menurut Ameer Ali hukum wakaf
merupakan cabang yang terpenting dalam syari’at Islam, sebab ia terjalin ke
dalam seluruh kehidupan ibadat dan perekonomian sosial kaum Muslimin.2
Wakaf merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari hukum Islam.
Ia mempunyai jalinan hubungan antara kehidupan spiritual dengan bidang sosial
ekonomi masyarakat Muslim. Wakaf selain berdimensi ubudiyah Ilahiyah, ia juga
berfungsi sosial kemasyarakatan. Ibadah wakaf merupakan manifestasi dari rasa
keimanan seseorang yang mantap dan rasa solidaritas yang tinggi terhadap
sesama umat manusia. Wakaf sebagai perekat hubungan Hablun Min Allah wa
Hablun Min An-Nas, hubungan vertikal kepada Allah dan hubungan horizontal
kepada sesama manusia.3
1 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Darul Ulum Press, 1999),
Cet. Ke-III, h. v 2 Ibid., h. 2
3 Abdul Hakim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), Cet. Ke-I,
h. 2-3
Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi umat dan negara yang unik.
Dalam wakaf yang layak untuk dimanfaatkan adalah hasil dari perputaran dan
pengelolaan wakaf, bukan pokoknya. Dengan demikian barang wakaf tidak akan
habis. Keunikan wakaf juga terlihat pada pengembangan harta yang tidak
didasarkan pada tingkat pencapaian keuntungan bagi pemilik harta wakaf, tetapi
lebih didasarkan pada target dan didasarkan pada unsure kebajikan (Birr),
kebaikan (Ihsan) dan kerjasamanya. Bisa jadi sebuah harta wakaf tidak
mendatangkan keuntungan, namun jika dialokasikan dengan benar sehingga bisa
merekrut tenaga pengangguran, maka harta wakaf tadi sudah berdayaguna.
Dengan begitu wakaf harus dikelola dengan penuh kebersamaan dan transparan,
karena harta wakaf adalah milik umat maka wajar sekali bila pengelolaan dan
transparansinya harus diketahui oleh umat.
Kajian wakaf sebagai lembaga yang diatur oleh negara merujuk kepada
peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara itu. Sejalan dengan prinsip
konsepsi bangsa Indonesia dalam mengatur negaranya, maka Syari’at Islam di
Indonesia telah tumbuh subur begitu juga mengenai pelaksanaan perwakafan ini,
sebagai salah satu realisasi ibadat dalam agama Islam, yang dipeluk oleh sebagian
besar penduduk Indonesia. Perwakafan (terutama perwakafan tanah) telah
mendapat tanggapan positif dan selalu dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sejak
Islam dianut sebagai agama pada beberapa abad yang lalu. Di Indonesia,
perwakafan telah diatur dalam perundang-undangan sejak tahun 1905, walaupun
masih terbatas pada perwakafan tanah yang termasuk didalamnya masjid dan
rumah-rumah suci.
Praktek perwakafan di Indonesia dapat kita temui pada perwakafan tanah
untuk sarana ibadah pendidikan dan pemakaman umum. Objek yang umum
diwakafkan dalam masyarakat Muslim Indonesia adalah tanah dan bangunan,
hingga pemerintah memandang perlu untuk mengatur dalam sebuah undang-
undang. Undang-undang yang mengatur perwakafan adalah Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah (PP) No. 28
Tahun 1977, Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi
Hukum Islam (KHI) dan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
serta Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 yang khusus mengatur
pelaksanaan UU tentang wakaf.
Kelahiran Undang-undang wakaf berdasarkan beberapa pertimbangan
sebagaimana dijelaskan dalam UU RI No.41 tahun 2004, bahwa tujuan negara
kesatuan RI sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 antara lain
adalah memajukan kesejahteraan umum. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut
perlu diusahakan menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam
lembaga keagamaan yang memiliki manfaat ekonomi.
Lembaga Tabung Wakaf Indonesia adalah sebuah lembaga yang didirikan
oleh yayasan Dompet Dhuafa Republika yang khusus menangani seluruh hal
yang berkaitan dengan wakaf. Dari sejak berdirinya, Tabung Wakaf Indonesia
lebih mengkonsentrasikan pengelolaan harta wakafnya pada harta wakaf yang
bergerak seperti uang, saham, obligasi, dll. Sejak diresmikan pada tanggal 14 Juli
2005, kehadiran Tabung Wakaf Indonesia (TWI) dirasakan cukup memberi andil
manfaat yang cukup besar kepada masyarakat khususnya kaum papa dan dhuafa.
Sekian banyak program pemberdayaan bagi kaum dhuafa yang dikelola
sedemikian rupa oleh badan amil zakat Dompet Dhuafa, sebagian besarnya
mengandalkan dana wakaf untuk pembiayaan operasional yang tentu saja berasal
dari Tabung Wakaf Indonesia.
Praktek wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien, sehingga dalam berbagai kasus harta wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, seperti terlantar atau beralih ke tangan pihak
ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian disebabkan tidak hanya
karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf, melainkan juga sikap masyarakat yang
kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya
dilindungi demi kesejahteraan umum.
Dengan adanya permasalahan seperti uraian diatas, maka penulis tertarik
untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana pengaruh yang efektif dari
keberadaan dan penerapan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 terhadap
professional dan tidaknya sebuah pengelolaan wakaf pada lembaga-lembaga
wakaf yang ada di Indonesia. Beranjak dari sinilah penulis berinisiatif untuk
mengambil tema tersebut sebagai bahan penelusuran pembahasan pada skripsi ini
dengan judul : Pengaruh Penerapan Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf Terhadap Profesionalitas Pengelolaan Wakaf di Lembaga
Tabung Wakaf Indonesia – Dompet Dhuafa Republika.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penelitian dan penulisan skripsi ini menjadi fokus dalam
pembahasannya, maka penulis membatasi penelitian atau permasalahan yang
akan dikaji. Batasan yang digariskan adalah sebagai berikut :
1. UU RI No. 41 Tahun 2004 yang akan dikaji adalah khusus pada Bab V yaitu
pada pasal 42 sampai dengan pasal 45.
2. Lembaga yang menjadi objek penelitian adalah Lembaga Tabung Wakaf
Indonesia-Dompet Dhuafa Republika
Berdasarkan pembatasan diatas maka permasalahannya dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana sistem pengelolaan wakaf menurut UU RI No. 41 Tahun 2004
tentang wakaf ?
2. Bagaimana sistem pengelolaan wakaf menurut Tabung Wakaf Indonesia?
3. Adakah pengaruh sistem pengelolaan wakaf dalam UU RI No. 41 Tahun 2004
tentang wakaf terhadap pengelolaan wakaf di Tabung Wakaf Indonesia ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun mengenai tujuan penulisan dalam skripsi ini, adalah sebagai berikut :
1.Mengetahui sistem pengelolaan wakaf menurut UU No. 41 Tahun 2004
Tentang wakaf
2.Mengetahui sistem pengelolaan wakaf menurut lembaga Tabung Wakaf
Indonesia – Dompet Dhuafa Republika
3.Mengetahui pengaruh sistem pengelolaan dalam UU No. 41 Tahun 2004
tentang wakaf terhadap sistem pengelolaan wakaf di Tabung Wakaf Indonesia –
Dompet Dhuafa Republika
Sedangkan penulisan skripsi ini mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam
terutama pada kasus yang diteliti dan sebagai sumbangsih bagi wahana ilmu
pengetahuan di bidang hukum Islam terkait dengan topik yang dibahas dalam
penulisan skripsi ini.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai bahan referensi bagi para pencari ilmu terutama yang berkaitan
dengan tema pada pembahasan peenulisan ini, serta memberikan kejelasan pada
masyarakat pada umumnya tentang ketentuan hukum dan perundang-undangan
yang mengatur.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif empiris dengan
meneliti dan mengadakan pengukuran terhadap UU Wakaf No. 41 tahun 2004
mengenai pengaruh penerapannya yang kemudian dikaitkan dengan fakta dan
realita data primer yang terjadi di lapangan, dengan menggunakan metode
wawancara dengan menanyakan soal-soal yang berkaitan dengan pengelolaan
wakaf pada pihak-pihak terkait di lembaga Tabung Wakaf Indonesia.
2. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi
kepustakaan dan studi lapangan yang datanya diperoleh dari hasil wawancara
dan dokumentasi. Sumber data diperoleh dari :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yakni :
a). Hasil wawancara penulis dengan lembaga Tabung Wakaf Indonesia pada
penelitian di lapangan
b). Peraturan UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan
Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf.
b. Bahan Hukum Sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan-
bahan hukum primer seperti : hasil karya ilmiah yang menjelaskan tentang
wakaf
3. Tehnik Pengolahan Data
a. Seleksi Data
Setelah memperoleh bahan-bahan atau data, baik data melalui kepustakaan
atau melalui penelitian lapangan, lalu data tersebut diperiksa kembali satu-
persatu agar tidak terjadi kekeliruan.
b. Klasifikasi Data
Setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan jenis data
tertentu, kemudian dipisah-pisahkan menurut kategori, guna memperoleh
suatu kesimpulan.
c. Analisa Data
Setelah pengolahan data, langkah selanjutnya adalah analisis data dan
interpretasi data. Analisis data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-
data tersebut secara jelas dan menganalisa isinya dengan menggunakan
metode Qualitative Content Analysis (analisis isi secara kualitatif), yang mana
analisis isi kualitatif ini digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi dan
menganalisis teks atau dokumen (dalam hal ini UU Wakaf No. 41 tahun
2004) untuk memahami makna, signifikansi dan relevansi UU Wakaf tersebut
di lapangan. Setelah itu, data-data yang sudah dianalisa kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan bahasa penulis sendiri supaya
pembahasan dalam skripsi ini dapat dipahami dengan baik.
E. Sistematika Penulisan
Guna mempermudah penulisan skripsi ini, penulis membagi karya ini dalam
bab per bab yang disusun secara sistematis yang mana masing-masing bab itu
terbagi ke dalam sub–sub bagian, yang diantaranya adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab pendahuluan penulis mengemukakan tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penulisan, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : SEKILAS WAKAF DALAM TINJAUAN UU RI NO. 41
TAHUN 2004
Pada bab kedua penulis menguraikan pembahasan teori
perwakafan dengan memaparkan pengertian wakaf, dasar
hukum wakaf, rukun dan syarat-syarat wakaf, tujuan dan
fungsi Wakaf, serta macam-macam wakaf.
BAB III : SISTEM PENGELOLAAN WAKAF
Dalam pembahasan pada bab ini diuraikan gambaran mengenai
Sistem pengelolaan wakaf menurut UU No. 41 Tahun 2004
tentang wakaf dan sistem pengembangannya. Serta gambaran
umum tentang Lembaga Tabung Wakaf Indonesia – Dompet
Dhuafa Republika, dan sistem pengelolaan wakafnya yang
terdiri dari perencanaan pengorganisasian, fungsi manajemen,
administrasi pengelolaan wakaf serta pengembangannya..
BAB IV : PENGARUH UU RI NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG
WAKAF TERHADAP PROFESIONALITAS
PENGELOLAAN WAKAF DI LEMBAGA TABUNG
WAKAF INDONESIA
Bab keempat ini adalah pokok pembahasan sebagai gambaran
dari teori-teori pada bab-bab sebelumnya. Pada bab ini terdiri
dari pembahasan mengenai pengaruh penerapan UU RI No. 41
tahun 2004 tentang wakaf terhadap profesionalitas lembaga
Tabung Wakaf Indonesia, yang memuat didalamnya mengenai
urgensi dan peranan UU Wakaf serta analisanya.
BAB V : PENUTUP
Pada bab penutup ini terdiri dari dua sub bagian yaitu :
kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
SEKILAS WAKAF
DALAM TINJAUAN UU RI NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
A. Pengertian Wakaf
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta benda
miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/ atau kesejahteraan umum
menurut syari’ah. (BAB I pasal 1 ketentuan umum lihat juga PP No. 42 tahun
2006 tentang peraturan pelaksanaan UU Wakaf).
Wakaf berasal dari bahasa arab al-waqf bentuk masdar (kata benda) dari
kata kerja Waqafa yang berarti menahan, mencegah, menghentikan dan berdiam
di tempat4.
Kata al-waqf juga semakna dengan al-habs bentuk masdar dari kata kerja
habasa, dan istilah waqf pada awalnya menggunakan kata al-habs, hal tersebut
diperkuat dengan adanya riwayat hadis yang menggunakan istilah al-habs untuk
waqf, tapi kemudian yang berkembang adalah istilah waqf dibanding istilah al-
4 A. Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya : Pustaka Progressif, 2002), Cet.
Ke-25, h. 1576
habs, kecuali oraang-orang Maroko yang masih menggunakan istilah al-ahbas
untuk waqf sampai saat ini.5
Dalam pengertian istilah, terdapat beberapa pendapat ulama. Imam Abu
Hanifah mendefinisikan wakaf yaitu menahan suatu benda yang kepemilikannya
tetap dimiliki oleh si wakif (pewakaf), akan tetapi manfaatnya disedekahkan
untuk kepentingan umum.
Sedangkan ulama Malikiyah mendefinisikan wakaf sebagaimana definisi
yang diungkapkan oleh ulama Hanafiyah, yaitu tidak lepasnya kepemilikan bagi
si wakif, akan tetapi memberikan hak kepada pihak penerima wakaf untuk
menjual objek wakaf tersebut dengan dua syarat. Pertama, dipersyaratkan diawal
hak tersebut kepada penerima wakaf. Kedua, ada alasan yang mendesak untuk
melakukan hal tersebut.
Selain itu ulama Syafi’iyah menyebutkan wakaf adalah menahan harta yang
dapat dimanfaatkan dengan tetap menjaga keutuhan barangnya, terlepas dari
campur tangan wakif atau lainnya, dan hasilnya disalurkan untuk kebaikan
semata-mata, untuk taqarrub kepada Allah Swt.
Ulama Hanabilah mendefinisikan wakaf adalah menahan asal dan
mengalirkan hasilnya, demikian Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni. Definisi ini
dianggap paling umum dan menjadi definisi pilihan karena pertama, bahwa
definisi ini adalah penukilan dari hadis Nabi Saw kepada Umar bin Khathab ra,
menahan yang asal dan mengalirkan hasilnya, dan Nabi Saw adalah orang yang
5 Taufik Ridho, Panduan Wakaf Praktis, (Jakarta : Tabung Wakaf Indonesia, 2006), Cet. Ke-
I, h. 3
paling fasih lisannya dan yang paling sempurna penjelasannya serta yang paling
mengerti akan sabdanya. Kedua, definisi ini tidak dipertentangkan seperti definisi
yang lainnya. Bahwa definisi ini hanya membatasi pada hakikat wakaf saja, dan
tidak mengandung perincian lain yang dapat mencakup definisi yang lain, seperti
mensyaratkan niat mendekatkan diri kepada Alllah, atau tetapnya kepemilikan
wakif atau keluar dari kepemilikannya dan perincian-perincian yang lainnya,
tetapi menyerahkan perincian itu dalam pembicaraan rukun-rukun dan syarat-
syaratnya. Karena masuk dalam perician terkadang menyimpangkan definisi dari
dilalahnya (maksud dan tujuan) dan menjauhi dari sasarannya.6
Dr. Mundzir Qohf mendefinisikan wakaf dengan bahasa kontemporer,
yaitu wakaf adalah menahan harta baik mu’abbadd (untuk selamanya) atau
mu’aqqat (sementara), untuk dimanfaatkan baik harta tersebut maupun hasilnya,
secara berulang-ulang untuk suatu tujuan kemaslahatan umum atau khusus.7
Dalam bahasa lain beliau mengistilahkan wakaf dalam artian umum dan
menurut pengertian realitasnya adalah menempatkan harta dan aset produktif
terpisah dari tasharruf (pengelolaan) pemiliknya secara langsung terhadap harta
tersebut serta mengkhususkan hasil atau manfaatnya untuk tujuan kebajikan
tertentu, baik yang bersifat perorangan, sosial, keagamaan maupun kepentingan
umum.
Sedangkan dalam redaksi Undang-undang Wakaf No. 41 Tahun 2004
menyebutkan sebagai berikut, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau
6 Ibid.
7 Ibid., h. 5
kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.8 Definisi ini
juga seperti yang didefinisikan dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
Dari seluruh definisi wakaf tersebut, maka dapat penulis simpulkan bahwa
wakaf itu adalah suatu perbuatan hukum yang memisahkan sebagian hartanya
untuk diberikan kepada lembaga yang berwenang (dalam hal ini nazhir wakaf)
untuk dikelola dan dimanfaatkan semata-mata untuk kemaslahatan umat sebagai
sarana ibadah, baik untuk jangka waktu tertentu maupun untuk selamanya.
B. Dasar Hukum Wakaf
Dasar hukum wakaf dalam UU Wakaf ini tercantum dalam BAB II Mengenai
Dasar-dasar wakaf Bagian Pertama Umum yaitu wakaf sah apabila dilaksanakan
menurut syari’ah9 ( pasal 2 ), dan wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat
dibatalkan (pasal 3).
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum wakaf adalah disunnahkan dan
dianjurkan, berdasarkan dalil-dalil umum dan dalil-dalil khusus.10
Diantara dalil-
dalil umum itu adalah sebagai berikut :
a. Firman Allah Swt dalam QS. Ali ‘Imran : 92.
������� ���� ������ ������ �� ��� �� ��� �! "#$ %���& ���'(�)#$ %���� ��� �! "#$ *�+�� ���(,�� ����%�"�$ ��.
8 Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Departemen Agama RI, UU RI No. 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Jakarta : Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004), h. 3 9 Maksudnya sesuai dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan As-Sunnah
10 Taufik Ridho, Ibid., h. 7-9
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum
kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkanm, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Ali
‘Imran/ 3 : 92)
Ketika Abu Tholhah mendengar ayat ini serta merta muncul
keinginannya untuk mewakafkan kebunnya yang paling dicintainya dan
dikenal dengan sebutan Bairaha, seraya pergi menghadap Rasulullah Saw dan
mengungkapkan keinginannya.
Selain itu firman Allah mengenai wakaf dalam ayat yang lain yaitu :
�- .�/,�� ��� ��0�� %�" 1�� 2�3 %�����& �#+ (���4 %�� �5%�(6��7 �� ��� �! 8�3 ��#"���9� �:�;��� %�<':�3%�:
��#��� ���& ����� ��#=�� >#$ ,��3 %���? ��:�;�2@�� �#+ ����& ���� �! "#$ #� "�� �A��(�B,�� ��#������$ %���&
����� ���3 C����� D��"�E.
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah/ 2 :
267)
b. Hadis riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah11
, Rasulullah Saw bersabda :
�G�(��+�H�& �I�':�3 �� ��)�: �%"�J�C��)�C��L�M ��� ��"L�: (��O#� #��& . ����%�H : %�"�J�C��
�Q���%�R�?)���!L�1 #�� ��#S (������3 �� ���T�L�� ��� , �V� �W �#M�. ,��3 �X�� :��#S *���� ��
�W%�H �����M�& �� ����� V� *���Y : 8�Z� �5%�� ��[�?�\�]� 8�? ��%�� �G�J �T�J �� � �� #������� #� "�� :
�G�:�.%�1 �G�H �C�Y ,���� #\�!�+ "#: ��,��� &�� ,�C���& &�� #��� �#� C�: �_�� %�Y)���� `�&. ,abcd ,
eH��� f V� W�M. � g%0�h� f i;���+��& ,jkld , m%�"��&anlj , ���&
o&&�okdld( “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah segala amal
perbuatannya, kecuali tiga hal : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim). Shadaqah jariyah yang
dimaksud adalah wakaf.
Adapun dalil-dalil khusus tentang disyariatkannya wakaf, diantaranya adalah :
a. Hadis riwayat Imam Muslim dari Ibnu Umar ra12
�J�C��'*������+�� ��B�: #�� ��)�: %�" .�\��%�8 �� ����� ��� ��� ���=2�3 #�� #����#M %�8���(2�3,
11
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Shahih Muslim (Lil Imam Abi Husain Muslim Ibnu Hajjaj
Al- Qusyairy An- Naisabury), Juz Ke-III, Bab Maa Yalhaqu Al-Insanu min Ats-Tsawabi Ba’da
Wafatihi, (Kairo : Daru Ihya Al- Kutubi Al-Arabiyati, t.th), h. 1255 12
Ibid. Lihat Juga Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ismail Al-Bukhary dalam Shahih Bukhary,
Bab Asy- Syuruthu Fi Al- Waqfi, ( Daru Nahr An-Niil, t.th), Juz Tsani, h. 124
����#� � ��� �� W%�H :�I%�Y�3��( ��B�� %pq .�� ����#� , �����M�& �G ����� Gr��� �*��Y *6(�"��� *�$,/��
%�< ��� �X#�#�,/�+ ��: , �W%� �� :#M�. %�:�V� �W � , st�H u %�� v�Y�� ��� ��( ��B�� %pq .�� #w (�Y�� *68��
#� "�� i�C "�� #x�! 8�� , �W%�H y �G�� *�8#�#�,/�$ %���� : �w,H�C�z�+�� �%<�� Y�� �w ��(�� �w,{�� ,��?
�|�. �#: � �& #v�S �#:� �& #}%�(#:� #��8�3#���#�%�<�� #~�C�z�+�� �W%�H%�<��, *�� �%<�� �~�C�z�$�&
��%�"#1� �e ��=���& �Q ��(���� # ���& �V� �Q ��(�M *���& �I�%H6��� �f�& *�� �� ,�� �f�& ������ �!,��
�W'����+#��� ��E ���L,]#:�& �� &#� L��,�%��%�< "�� �Q�4,%�: ,��� %�<'����& �� *���� .�W�%H : �� ���� w�J�C�)��
:�M,�W%� �� :u %��9 �Q�J�/�+#��� ��E.) `�&.���� ,%:%Y��� ,eH��� :abcn
i.%B(��& ,eH��� f �&���� f :knak :i;��+��& , W�M. � g%0�h� f
V� ,eH��� f ,jkl� :*�%�"��& ,�%(�^� f ,andj.(
”Umar mempunyai tanah di Khaibar, kemudian ia datang kepada Rasulullah
Saw meminta untuk mengolahnya, sambil berkata :” Ya Rasulullah, aku
memiliki sebidang tanah di Khaibar. Tetapi aku belum mengambil
manfaatnya, bagaimana aku harus berbuat?.Rasulullah Saw bersabda : jika
engkau menginginkannya tahanlah tanah itu dan shadaqahkan hasilnya.
Tanah tersebut tidak boleh dijual atau diperjualbelikan, dihibahkan atau di
diwariskan. Maka ia (Umar) menshadaqahkannya kepada faqir miskin, karib
kerabat, budak belian dan Ibnu Sabil. Tidak berdosa bagi orang yang
mengurus harta tersebut untuk menggunakan sekedar keperluannya tanpa
meksud memiliki harta itu.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Berkata Ibnu Hajar dalam Fathul Bari: ”Hadis Umar ini adalah asal dan
landasan Syari’ah pada wakaf.”13
Hadits Umar pada bab ini merupakan dasar
13 Ibid., h. 9
disyariatkannya wakaf. Imam Ahmad berkata : Hammad (Ibnu Khalid)
menceritakan kepada kami, Abdullah (Al Umari) telah menceritakan kepada kami
dari Nafi’, dari Ibnu Umar dia berkata :
�G�H�C�Y �W�&�3– G����H��� �3 –����#� �G�H�C�Y �g�TM� � *�� w�8%�4 .
Artinya : “ Sedekah yang pertama – yakni yang diwakafkan – dalam Islam
adalah sedekah Umar”.14
Umar Bin Syabah meriwayatkan dari Amr Bin Muadz,
dia berkata:
�x(�� �W�&�3 �� %�"��/�M�g�TM� � *�� . �&#��1%�<��� �W%� �� : #.%�z89h� �W%�H�& ����#� �G�H�C�Y:
���M�& ������ V� *���Y V� W�#M�. �G�H�C�Y .
Artinya : “ Kami bertanya tentang wakaf pertama dalam Islam, maka orang-
orang Muhajirin berkata : Sedekah Umar. Sementara orang-orang Anshar
mengatakan : Sedekah Rasulullah Saw”.15
Sedangkan diberlakukannya UU Wakaf menjadi kebutuhan yang sangat
penting bagi umat Islam pada khususnya. Hal ini dapat dilihat dari logika Hukum
itu sendiri dan logika secara Syariah. Logika hukum mengajarkan kepada kita
bahwa terciptanya sebuah produk Undang-undang semata-mata bertujuan
menciptakan ketertiban tidak hanya pada tataran masyarakat namun juga pada
tataran Undang-undang itu sendiri. Sehingga agar tercapai sebuah upaya tertib
hukum, maka kehadiran dan pemberlakuan UU Wakaf bagi masyarakat Muslim
14
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari (Penjelasan Kitab Shahih Al- Bukhari), terj.
Amiruddin, (Jakarta : Pustaka Azzam, 2006), Cet. Pertama, Buku ke-15, h. 530-531 15 Ibid.
Indonesia menjadi sebuah keniscayaan, yang pada akhirnya tidak hanya
menjamin tertibnya hukum di Indonesia, tapi lebih penting dari itu adalah sebagai
upaya menjamin eksistensi sebuah instrumen dan produk Islam yaitu wakaf.
Secara logika Syariah, maka Al-Qur’an pun telah menyebutkan secara jelas
keharusan kita sebagai Umat Islam untuk mentaati segala kebijakan peraturan
yang diterbitkan oleh pemerintah, selama pemerintah itu sendiri tidak
memerintahkan kita untuk berbuat maksiat kepada Allah. Hal ini sebagaimana
yang tercantum dalam QS. An-Nisa : 59, yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa / 4 : 59)
Ayat tersebut menegaskan kepada kita bahwa keharusan sesudah kita
mentaati Allah dan Rasul-Nya, adalah keharusan mentaati ulil amri (pemerintah).
Dalam hal ini ketika pemerintah mensahkan UU Wakaf , maka keharusan kita
adalah menerima dan menerapkan isi dan segala ketentuan dalam UU Wakaf
tersebut.
Selain itu, dalam kajian fiqh juga dikenal dengan adanya kaidah maqasid as-
Syari’ah yang jika ketentuan UU Wakaf dimasukkan ke dalam kaidah tersebut,
maka pemberlakuan UU Wakaf tersebut masuk ke dalam kategori Hifdzu al-Mal
(yaitu memelihara harta) dan Hifdzhu al-Din (yaitu memelihara agama). Sehingga
mengingat betapa pentingnya instrumen wakaf dan eksistensinya ditinjau dari
logika hukum dan syariah, maka menjadi sebuah keharusan bagi kita umat Islam
untuk mendukung pemberlakuan dan penerapan UU Wakaf No. 41 Tahun 2004
tersebut.
C. Rukun dan Syarat Wakaf
Mengenai rukun-rukun wakaf dibahas dalam BAB II Mengenai Dasar-dasar
Wakaf Bagian Ketiga tentang Unsur Wakaf, yaitu wakaf dilaksanakan dengan
memenuhi unsur wakaf sebagai berikut :
a. Wakif ;
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. Peruntukan Harta Benda Wakaf;
f. Jangka Waktu Wakaf.
Sedangkan pembahasan seputar syarat-syarat wakaf diatur pada bagian-bagian
berikutnya.
a. Wakif
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. (pasal 1
BAB I Ketentuan Umum).
Wakif meliputi :
a) Perseorangan;
b) Organisasi;
c) badan hukum. (pasal 7)
Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a hanya
dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan :
a) dewasa;
b) berakal sehat;
c) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan;
d) pemilik sah harta benda wakaf. (pasal 8 ayat 1)
Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b hanya
dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran
dasar organisasi yang bersangkutan. (pasal 8 ayat 2)
Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c hanya
dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang bersangkutan. (pasal 8 ayat 3)
b. Nazhir
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. (pasal 1 BAB I
Ketentuan Umum)
Nazhir mempunyai tugas yaitu :
a) melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b) mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan,
fungsi dan peruntukannya;
c) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d) melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. (pasal 11
Bagian Kelima tentang Nazhir, BAB II Dasar-dasar wakaf)
Nazir meliputi :
a) perseorangan;
b) organisasi; atau
c) badan hukum. (pasal 9 Bagian Kelima)
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a hanya dapat
menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a) warga negara Indonesia;
b) beragama Islam;
c) dewasa;
d) amanah;
e) mampu secara jasmani dan rohani; dan
f) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. (pasal 10 ayat 1)
Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b hanya dapat
menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a) pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b) organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan
dan/ atau keagamaan Islam. (pasal 10 ayat 2)
Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c hanya dapat
menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan:
a) pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b) badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
c) badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/ atau keagamaan Islam. (pasal 10 ayat 3)
c. Harta Benda Wakaf
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama
dan/ atau jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah
yang diwakafkan oleh wakif. (pasal 1 BAB I Ketentuan Umum)
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai
oleh wakif secara sah. (pasal 15 Bagian Keenam)
Harta benda wakaf terdiri dari :
a) benda tidak bergerak; dan
b) benda bergerak. (pasal 16 ayat 1)
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a
c) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 2)
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta
benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a) uang;
b) logam mulia;
c) surat berharga;
d) kendaraan;
e) hak atas kekayaan intelektual;
f) hak sewa; dan
g) benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 3)
d. Ikrar Wakaf
Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara
lisan dan/ atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
(pasal 1 BAB I Ketentuan Umum)
Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir di hadapan PPAIW
dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. (pasal 17 ayat 1 Bagian Ketujuh
tentang Ikrar Wakaf)
Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan
dan/ atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW. (pasal
17 ayat 2)
Dalam hal wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau
tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang
dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa
yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi. (pasal 18 )
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya
menyerahkan surat dan/ atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf
kepada PPAIW. (pasal 19)
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a) dewasa;
b) beragama Islam;
c) berakal sehat;
d) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. (pasal 20)
Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf. (pasal 21 ayat 1)
Akta Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling sedikit
memuat:
a) nama dan identitas wakif;
b) nama dan identitas nazhir;
c) data dan keterangan harta benda wakaf;
d) peruntukan harta benda wakaf;
e) jangka waktu wakaf. (pasal 21 ayat 2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat 2 diatur dengan Peraturan Pemerintah. (pasal 21 ayat 3)
e. Peruntukan Harta Benda Wakaf
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf (sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 4 dan 5, BAB II Dasar-dasar Wakaf Bagian Kedua
Tentang Tujuan dan Fungsi Wakaf), harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi :
a) sarana dan kegiatan ibadah;
b) sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c) bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d) kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/ atau
e) kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syariah dan peraturan perundang-undangan. (pasal 22 Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf)
Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 dilakukan oleh wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf. (pasal 23 ayat 1)
Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, nazhir
dapat menetapkan peruntukan harta benda yang dilakukan sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf. (pasal 23 ayat 2)
f. Jangka Waktu Wakaf
Mengenai jangka waktu wakaf tidak ditemukan pembahasan yang lebih
mendetail baik dalam UU Wakaf No. 41 tahun 2004 atau dalam Peraturan
Pemerintah No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf.
Wakaf termasuk amal ibadah yang disyariatkan agama Islam. Untuk
kesempurnaan ibadah agar diterima Allah Swt harus memenuhi dua syarat
agar sebagaimana amal-amal ibadah yang lain. Pertama, al-ikhlas (tujuan
ibadah semata-mata untuk mengharap ridha Allah Swt). Kedua, al-ittiba’
(beribadah sesuai syariat yang diajarkan Rasulullah Saw.
Para Fuqaha telah merumuskan berdasarkan nash-nash umum dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah serta hasil ijtihad mereka sebagai jawaban dari
berbagai tuntutan situasi dan kondisi yang terus berkembang. Dalam kitab-
kitab fiqh klasik maupun kontemporer kita temukan bab wakaf yang
kandungannya antara lain membahas tata cara berwakaf. Termasuk
didalamnya, penjelasan rukun dan syarat wakaf. Siapapun yang hendak
berwakaf harus mengetahui dan memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Waqif (orang yang berwakaf)
Pada hakikatnya amalan wakaf adalah tabarru’ (melepaskan hak milik
tanpa imbalan), karena itu syarat seorang wakif adalah :
1) Cakap melakukan tindakan hukum dalam hal ini adalah wakaf,
artinya sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam keadaan
terpaksa atau dipaksa, dan telah mencapai umur baligh
2) Benar-benar pemilik harta yang diwakafkan
2. Mauquf Bihi (benda yang diwakafkan)
Hendaknya benda-benda yang diwakafkan memiliki syarat-syarat
antara lain :
1) Benda wakaf dapat dimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak habis
sekali pakai. Hal ini karena sifat wakaf lebih mementingkan manfaat
benda tersebut.
2) Benda wakaf dapat berupa milik seseorang atau kelompok atau badan
hukum.
3) Hak milik wakif jelas batas-batas kepemilikannya. Selain itu benda
wakaf merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan,
ikatan, sitaan dan sengketa.
4) Benda wakaf tersebut dapat dimiliki dan dipindahkan
kepemilikannya.
5) Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk maslahat
yang lebih besar.
6) Benda wakaf tidak dapaat diperjualbelikan, dihibahkan atau
diwariskan.
Dalam hal objek umumnya yang diwakafkan adalah aset tidak bergerak,
seperti tanah, bangunan dan sejenisnya, karena mereka mensyaratkan
kekekalan objek tersebut, oleh sebab itu para ulama berbeda pendapat
mengenai wakaf aset benda bergerak terutama uang yang dianggap akan
habis.
Ulama Hanafiyah mensyaratkan tiga hal untuk aset bergerak. Pertama,
aset tersebut merupakan ikutan pada aset tetap yang diwakafkan seperti alat-
alat produksi yang mengikut pada wakaf pabrik misalnya. Kedua, ada nash
yang membolehkannya seperti dalam riwayat yang menjelaskan boleehnya
mewakafkan senjata dan kendaraan untuk jihad, sebagaimana yang dilakukan
oleh Khalid Bin Walid. Ketiga, berlakunya kebiasaan wakaf pada objek
tersebut seperti wakaf mushaf , buku dan sejenisnya.
3. Mauquf ‘Alaih (tujuan atau sasaran wakaf)
Sebaiknya wakif menetukan tujuan ia mewakafkan harta benda
miliknya. Apakah ia mewakafkan hartanya itu untuk menolong keluarganya
sendiri, untuk fakir miskin, Sabilillah, Ibnu Sabil atau diwakafkan untuk
kepentingan umum. Syarat dari tujuan wakaf adalah untuk kebaikan, mencari
keridhan Allah Swt dan mendekatkan diri kepada-Nya. Karena itu tujuan
wakaf tidak boleh digunakan untuk kepentingan maksiat, atau membantu,
mendukung dan atau yang memungkinkan diperuntukkan untuk tujuan
maksiat. Dalam Ensiklopedi Fiqh, disebutkan menyerahkan wakaf kepada
seseorang yang tidak jelas identitasnya adalah tidak sah.
4. Sighat (ikrar atau akad wakaf)
Sighat atau ikrar adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk
mewakafkan harta benda miliknya. Sighat atau pernyataan harus dinyatakan
degan tegas baik secara lisan atau tulisan, menggunakan kata “aku
mewakafkan “ atau “aku menahan” atau kalimat semakna lainnya. Dengan
pernyataan wakif itu, maka gugurlah hak wakif. Selanjutnya benda itu
menjadi milik mutlak Allah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum
yang menjadi tujuan wakaf.
5. Nazhir Wakaf (pengelola wakaf).
Nazhir adalah orang atau sekelompok orang dan atau badan hukum yang
diserahi tugas oleh wakif untuk mengelola wakafnya. Untuk menjadi nazhir,
haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Mukalaf (memiliki kecakapan bertindak hukum), yaitu Muslim
(beragama Islam), ‘Aqil (berakal sehat), Baligh (cukup umur).
2) Memiliki kemampuan dan keahlian mengelola wakaf (profesional).
3) Memiliki sifat amanah, jujur dan ‘Adalah (bersikap adil).
D. Tujuan dan Fungsi Wakaf
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan
fungsinya. (pasal 4 Bagian Kedua BAB II Dasar-dasar Wakaf)
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
(pasal 5)
Tujuan dari berdirinya Tabung Wakaf Indonesia sendiri yaitu
mewujudkan sebuah lembaga nazhir wakaf dengan model suatu lembaga
keuangan yang dapat melakukan kegiatan mobilisasi penghimpunan harta
benda dan dana wakaf guna memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat
sekaligus ikut mendorong pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi.
Institusi Tabung Wakaf Indonesia yang berfungsi selaku pengelola wakaf
(nazhir wakaf) khususnya wakaf uang tunai, sekaligus mengalokasikannya
secara tepat dengan profesionalitas dan amanah, tentu dengan tuntunan
AlQur’an dan Hadis Rasulullah Saw, serta pertimbangan kebutuhan umat
pada umumnya.
E. Macam-macam Wakaf
Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 16 ayat 1 Bagian Keenam
mengenai harta benda wakaf, maka harta benda wakaf itu terdiri dari :
a. Benda tidak bergerak; dan
b. Benda bergerak.
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi :
a) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a
c) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d) hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
e) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 2)
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta
benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
a) uang;
b) logam mulia;
c) surat berharga;
d) kendaraan;
e) hak atas kekayaan intelektual;
f) hak sewa; dan
g) benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. (pasal 16 ayat 3)
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a) dijadikan jaminan;
b) disita;
c) dihibahkan;
d) dijual;
e) diwariskan;
f) ditukar; atau
g)dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. (pasal 40 BAB IV
Perubahan Status Harta Benda Wakaf)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f dikecualikan
apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepntingan
umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan syariah. (pasal 41 ayat 1)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari menteri atas persetujuan
Badan Wakaf Indonesia. (pasal 41 ayat 2)
Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan
pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib ditukar dengan harta
benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta
benda wakaf semula. (pasal 41 ayat 3)
Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat 1, ayat 2, dan ayat 3 ditukar lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah. (pasal 41 ayat 4)
Sedangkan harta benda wakaf menurut TWI yaitu :
a. Menurut Arti Ekonomi16
a) Al-Awqaf Al-Mubasyarah (wakaf-wakaf langsung), yaitu wakaf yang
memberikan layanan secara langsung kepada obyek wakaf.
b) Al-Awqaf Al-Ististmary, yaitu harta wakaf untuk investasi.
b. Menurut Arti Fiqh
a) Al-Awqaf Al-‘Am (wakaf umum)
adalah wakaf yang sasarannya mencakup semua orang yang sesuai
dengan kriteria sasaran. Baik sasaran ini mencakup semua orang, untuk
umat Islam saja atau untuk orang-orang yang berdiam di suatu wilayah
atau daerah tertentu.
b) Al-Awqaf Al-Khash (wakaf khusus)
16
Herman Budianto, “Tabung Wakaf Indonesia”. Dalam Training Relawan Zakat 1427 H
Dompet Dhuafa Republika, 6 September 2006, (Jakarta : Dompet Dhuafa Republika, 2006)
adalah wakaf yang hasil dan manfaatnya oleh pewakaf diperuntukkan
secara khusus kepada kegiatan tertentu. Misalnya, wakaf khusus untuk
beberapa orang atau khusus untuk suatu kegiatan tertentu.
c) Al-Awqaf Al-Musytarak (wakaf campuran)
adalah wakaf yang beberapa dari manfaat dan hasilnya oleh pewakaf
dikhususkan untuk anak keturunannya dan beberapa yang lain
diperuntukkan untuk amal sosial umum.
BAB III
SISTEM PENGELOLAAN WAKAF
A. MENURUT UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
A.1. Sistem Pengelolaan Wakaf
Sistem pengelolaan wakaf dalam UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang
wakaf, diatur pada BAB V yaitu Pengelolaan dan Pengembangan Harta
Benda Wakaf.
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai
dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. (pasal 42 BAB V)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh nazhir
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip
syariah. (pasal 43 ayat 1)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dilakukan secara produktif. (pasal 43 ayat 2)
Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, yang pertama-
tama harus dilakukan adalah perlunya pembentukan suatu badan atau
lembaga yang khusus mengelola wakaf. Struktur organisasi yang baik dan
modern itu jika seluruh potensi kelembagaan berjalan sebagaimana mestinya
dan ada mekanisme kontrol yang baik.17
Selain itu juga memiliki standar
17
Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Paradigma Baru
Wakaf di Indonesia, (Jakarta : Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Depatemen Agama,
2004), h. 106-116
operasional pengelolaan wakaf yang baik. Yang dimaksud dengan standar
operasional pengelolaan wakaf adalah batasan atau garis kebijakan dalam
mengelola wakaf agar menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat bagi
kepentingan masyarakat banyak18
Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
dimaksud pada ayat 1 diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga
penjamin syariah. (pasal 43 ayat 3)
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nazhir
dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas
dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia. (pasal 44 ayat 1)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat diberikan apabila
harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan
peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf. (pasal 44 ayat 2)
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nazhir
diberhentikan dan diganti dengan nazhir lain apabila nazhir yang
bersangkutan :
a) meninggal dunia bagi nazhir perseorangan;
b) bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan
hukum.;
c) atas permintaan sendiri;
18 Ibid.
d) tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan atau melanggar
ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
e) dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. (pasal 45 ayat 1)
Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat
1 dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. (pasal 45 ayat 2)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh
Nazhir lain karena pemberhentiann dan penggantian Nazhir, dilakukan
dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan
dan tujuan serta fungsi wakaf. (pasal 45 ayat 3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan
pasal 45 diatur dengan Peraturan Pemerintah. (Pasal 46)
A.2. Sistem Pengembangan Wakaf
Mengenai sistem pengembangan wakaf dalam tinjauan UU RI No. 41
tentang wakaf, maka uraiannya sebagaimana yang telah dijelaskan tercantum
pada sistem pengelolaan wakaf diatas.
B. MENURUT LEMBAGA TABUNG WAKAF INDONESIA DOMPET
DHUAFA REPUBLIKA
B.1. Gambaran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia
B.1.1. Sejarah Berdirinya Lembaga Tabung Wakaf Indonesia (Dompet
Dhuafa Republika)19
B.1.1.1. Latar Belakang
Pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi yang dilakukan
secara terus-menerus menuntut kita untuk mencari alternatif solusi yang
dapat mendorongnya lebih cepat. Dan salah satu alternatif solusi itu
adalah mobilisasi dan optimalisasi peran wakaf secara efektif serta
profesional.
Tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat, terlebih
setelah lahirnya UU tentang zakat dan UU tentang wakaf, membuktikan
bahwa peran dan potensi umat dalam pembangunan sangatlah potensial.
Demikian pula dengan keberadaan lembaga wakaf.
Oleh karenanya, secara pasti dibutuhkan peran Nazhir (pengelola)
wakaf yang amanah dan profesional sehingga penghimpunan,
pengelolaan dan pengalokasian dana wakaf menjadi optimal. Meski saat
ini kebutuhan akan adanya nazhir wakaf masih belum mendapat
perhatian utama dari umat.
19
Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia, (Jakarta : Tabung Wakaf
Indonesia, 2006), th
Berdasarkan kondisi diatas, maka Dompet Dhuafa tergerak untuk
mengambil inisiatif membentuk institusi Tabung Wakaf Indonesia
yang berfungsi selaku pengelola wakaf (nazhir wakaf) khususnya wakaf
uang tunai, sekaligus mengalokasikannya secara tepat dengan
profesionalitas dan amanah, tentu dengan tuntunan AlQur’an dan Hadis
Rasulullah Saw, serta pertimbangan kebutuhan umat pada umumnya.
B.1.1.2. Bentuk dan Badan Hukum Tabung Wakaf Indonesia
Sesuai dengan UU RI No. 41 Tahun 2004, Tabung Wakaf Indonesia
(adalah nazhir wakaf) berbentuk badan hukum, dan karenanya
persyaratan yang akan dipenuhi adalah :
a. Pengurus badan hukum Tabung Wakaf Indonesia ini memenuhi
persyaratan sebagai nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud
pada pasal 9 (1) UU Wakaf No. 41 tahun 2004
b. Badan hukum ini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Badan hukum ini bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan atau keagamaan Islam
d. Tabung Wakaf Indonesia merupakan badan unit atau badan otonom
dari dan dengan landasan badan hukum Dompet Dhuafa Republika,
sebagai sebuah badan yayasan yang telah kredibel dan memenuhi
persyaratan sebagai nazhir wakaf sebagaimana dimaksud UU Wakaf
tersebut.
B.1.1.3. Visi dan Misi Organisasi20
Sebagai sebuah lembaga, Tabung Wakaf Indonesia mempunyai
visi, misi dan tujuan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf
khususnya wakaf tunai. Visi yang diusung oleh Tabung Wakaf Indonesia
adalah membangkitkan peran wakaf sebagai penegak dan pembangkit
ekonomi umat. Dengan adanya wakaf tunai ini diharapkan mampu
membangkitkan perkembangan ekonomi umat di Indonesia. Adapun
misi yang dijalankan adalah mendorong pertumbuhan ekonomi umat
serta optimalisasi peran wakaf dalam sektor sosial dan ekonomi
produktif.
Sedangkan tujuan dari berdirinya Tabung Wakaf Indonesia sendiri
yaitu mewujudkan sebuah lembaga nazhir wakaf dengan model suatu
lembaga keuangan yang dapat melakukan kegiatan mobilisasi
penghimpunan harta benda dan dana wakaf guna memenuhi tuntutan
kebutuhan masyarakat sekaligus ikut mendorong pembangunan sosial
dan pemberdayaan ekonomi.
B.1.1.4. Biaya Operasional
Sesuai dengan UU RI No. 41 tahun 2004,maka lembaga wakaf dapat
menggunakan maksimal 10 % dari hasil wakaf sebagaimana yang
terdapat dalam pasal 12, dan bukan pokok wakaf, sehingga dana wakaf
tidak diperkenankan dikurangi sedikit pun untuk kegiatan operasional.
20 Ibid.
Dari kebijakan tersebut Tabung Wakaf Indonesia mendapatkan biaya
operasional dari dua sumber, yaitu :
a. Profit Investasi
Yaitu keuntungan yang didapat lembaga dari menginvestasikan dana
wakaf pada sektor produktif maksimal 10%.
b. Infak Operasional
Yaitu memberikan kesempatan kepada wakif untuk menambah infak di
luar dana wakaf.
B.1.2. Peran Lembaga Tabung Wakaf Indonesia Di Tengah Masyarakat
Menurut Herman Budianto, selaku direktur TWI, hadirnya Tabung
Wakaf Indonesia (TWI), merupakan fase penting dari pelayanan yang
dilakukan lewat institusi-institusi otonom yang lahir dari Dompet Dhuafa
Republika. Sejumlah institusi otonom yangterpilah dalam dua karakter
kelembagaan, yakni yang sosial (charity) maupun yang produktif, pada
tahap penguatannya setidaknya sampai kurun lima tahun mendatang (tahun
2012), memerlukan dukungan finansial yang tidak kecil. Maka, TWI hadir
mewadahi segenap ikhtiar penggalangan dana wakaf uang tunai yang
peruntukannya terarah pada penguatan lembaga otonom maupun jejaring
Dompet Dhuafa.21
Pada perjalanannya hingga saat ini, seluruh lembaga otonom maupun
jejaring tersebut memang dapat berjalan dengan simultan karena suntikan
21
Herman Budianto, TWI - Fase Penting Pelayanan Dhuafa, (Jakarta : Tabung Wakaf
Indonesia, 2006), h. 2
dana yang diperoleh tidak hanya dari pemasukan zakat, infak dan shadaqah
yang selama ini juga dikembangkan oleh Dompet Dhuafa pada momen-
momen Ramadhan, namun dana itu juga didapat dari wakaf tunai hasil
pengelolaan dan pengembangan lembaga TWI selama ini. Sehingga
semakin banyak dana wakaf tunai yang diperoleh TWI, maka dengan
sendirinya akan semakin bertambah pula para dhuafa yang dapat
terberdayakan melalui program-program sosial pemberdayaannya.
B.2. Sistem Pengelolaan Wakaf Dalam Tinjauan TWI
Dalam melakukan kewajibannya selaku Nazhir, Tabung Wakaf
Indonesia harus melakukan pengelolaan dan pengembangan atas harta
benda wakaf yang dihimpunnya sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya dengan prinsip-prinsip Syari’ah, yaitu bahwa Nazhir wajib
mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi
dan peruntukannya.22
Dimana pengelolaan yang dilakukan oleh Tabung
Wakaf Indonesia berdasarkan dua pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan Produktif
Yaitu pengelolaan harta wakaf untuk hal-hal yang bersifat produktif
dan menghasilkan keuntungan. Diatur dalam pasal 43 ayat 2 bahwa
pengelolaan harta benda wakaf dilakukan secara produktif. Contoh :
pembuatan rumah sakit komersil dari dana wakaf, keuntungan dari rumah
sakit sepenuhnya untukkegiatan kemaslahatan umat.
22
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 42 BAB V UU RI No. 41 tahun 2004 tentang
wakaf
2) Pendekatan Non Produktif
Yaitu pengelolaan harta benda wakaf untuk hal-hal yang bersifat
tidak menghasilkan keuntungan (non produktif). Contoh : pembuatan
sekolah gratis untuk Dhuafa, seluruh dana wakaf yang terkumpul
digunakan untuk kegiatan tersebut.
a. Perencanaan dan Pengorganisasian
a.1. Struktur Organisasi23
Berdasarkan uraian diatas, maka organisasi Tabung Wakaf
Indonesia didisain dengan memperhatikan visi dan misinya yang
berorientasi pada kepentingan dan kemaslahatan masyarakat umum
sebagaimana dapat digambarkan dalam struktur organisasi berikut ini :
23 Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia, Ibid.
DIREKTUR DEWAN SYARIAH
DIVISI FUNDRAISING DIVISI SUPPORT
MARKETING COMM
CUSTOMER RELATION
ADM & ACC
HRD & GA
MARKETING DATABASE
a.2. Perencanaan TWI
Dalam perjalanannya selama ini, TWI selaku nazhir wakaf
menerapkan beberapa perencanaan sebagai berikut :
a) menyelenggarakan sosialisasi akan pentingnya wakaf tunai dengan
melalui pengajian-pengajian majlis ta’lim, melalui penyiaran radio,
dan melalui media internet. Media sosialisasi merupakan jalan yang
sangat penting untuk berjalannya sebuah organisasi baik melalui
media cetak maupun media elektronik.
b) menyelenggarakan musyawarah dengan staf-staf TWI. Musyawarah
menjadi bagian ketika program itu ada. Tanpa adanya musyawarah
maka permasalahan yang ada tidak akan terselesaikan.
c) tetap berkoordinasi dengan Dompet Dhuafa Republika. Dompet
Dhuafa merupakan bagian dari organisasi TWI. Sehingga ketika ada
permasalahan yang tidak bisa ditangani secara langsung oleh TWI,
maka koordinasinya dengan Dompet Dhuafa.
b. Fungsi Manajemen
Adapun keterangan struktur bagan organisasi TWI tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Divisi Fundraising
Divisi ini bertugas melakukan penghimpunan harta benda wakaf
khususnya harta benda bergerak, yaitu meliputi :
a. Uang Tunai
b. Logam Mulia
c. Surat Berharga
d. Kendaraan
e. Hak atas kekayaan intelektual
f. Harta bergerak lainnya sesuai dengan ketentuan Syari’ah dan
Undang- undang.24
Terdapat tiga peran dalam Divisi Fundraising, yaitu :
a. Marketing Communication (Markom)
Merupakan inti dari fundraising itu sendiri. Dimana tugasnya
melakukan penghimpunan harta benda wakaf, terutama wakaf tunai,
sebelum pada akhirnya dikelola dan dikembangkan dengan kerjasama
beberapa jejaring Dompet Dhuafa.
b. Customer Relation (CR)
Tugasnya menerima pendaftaran calon wakif dan memberikan
pelayanan yang terbaik (services exellence) tidak hanya kepada calon
wakif yang sudah terdaftar, tapi juga kepada para wakif yang sudah
ada.
c. Marketing (pemasaran)
Tugasnya ‘menjual’ TWI dengan segala macam produk dan program
pemberdayaan wakaf kepada masyarakat luas, baik melalui media
publikasi cetak dan elektronik, maupun melalui pendekatan jemput
bola seperti lewat pengajian-pengajian di berbagai perusahaan
maupun perumahan.
24 Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 16 ayat 3 UU RI No. 41 tahun 2004
Kegiatan penghimpunan harta wakaf benda bergerak dikhususkan
berupa uang tunai dengan pertimbangan untuk memudahkan
pemanfaatan dan penyaluran harta wakaf sesuai dengan program yang
dirancang, tapi tidak menutup kemungkinan untuk menerima wakaf
tanah dan gedung dengan pertimbangan kemampuan mengelola dan
kemanfaatan untuk umat.
Setiap wakif yang melakukan wakaf tunai akan dikeluarkan
sertifikat wakaf tunai. Sesuai dengan pasal 29 yaitu bahwa wakaf benda
bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud, wakaf dilaksanakan
oleh wakif yang dilakukan secara tertulis pada ayat 1. pada ayat 2 wakaf
benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
Lembaga Tabung Wakaf Indonesia mengeluarkan dua jenis
sertifikat wakaf tunai, yaitu :
1). Atas Unjuk, yaitu sertifikat yang dikeluarkan untuk donasi wakaf
dibawah nilai nominal Rp. 5.000.000,-
2). Atas Nama, yaitu sertifikat yang dikeluarkan untuk donasi wakaf
diatas nilai nominal Rp. 5.000.000,-
Sertifikat tersebut diatas diterbitkan di Jakarta dan ditandatangani oleh :
1) Dipl-Ec.M.Taufiq Ridho, Lc. (merupakan ketua dewan Syari’ah)
2) Herman Budianto (merupakan Direktur Tabung Wakaf Indonesia)
3) Rahmat Riyadi (merupakan presiden Dompet Dhuafa Republika)
2. Divisi Support
Kegiatan Support mempunyai peranan yang sangat signifikan
dalam menunjang operasional Tabung Wakaf Indonesia. Terdapat tiga
peran strategis dalam Departemen Support, yaitu :
a. HRD (Human Research Development) dan GA (General Affair)
Tugasnya mempersiapkan dan mengelola sumber daya manusia,
sehingga tercipta sumber daya manusia sebagai pengelola wakaf
yang amanah dan profesional, sehingga dana wakaf akan aman dan
berkembang.
b. Administrasi (Adm) dan Accounting (Acc)
Sebagai bagian pembuatan sertifikat dan Akta Ikrar Wakaf
(AIW) dan sistem keuangan yang amanah dan transparan, sehingga
masyarakat dapat mengetahui dengan mudah aktifitas keuangan
Tabung Wakaf Indonesia. Untuk pembuatan AIW sampai dengan
saat ini TWI masih menggunakan jasa Legal internal Dompet
Dhuafa yaitu dibawah pengawasan Evi Risnayanti, SH dan Sarniti,
SH.25
c. Database
Merupakan bagian dari divisi Adm & Acc. Dimana tugasnya
memasukkan dan merapikan data-data wakif yang masuk dalam
bank data TWI seperti data mengenai formulir dan kwitansi wakif
yang masuk setiap periodenya.
25 Wawancara Pribadi dengan Poppy Salindri, (staf Adm& HRD), Jakarta, 12 Maret 2008
c. Administrasi Pengelolaan Wakaf
Sebagai bagian dari perusahaan maka administrasi bertugas melakukan
pembuatan sertifikat dan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan sistem keuangan
yang amanah dan transparan, sehingga masyarakat dapat mengetahui
dengan mudah aktifitas keuangan Tabung Wakaf Indonesia. Untuk sistem
pelayanan, maka TWI sendiri membuka pendaftaran bagi wakif di
kantornya sendiri yang beralamat di Perkantoran Margaguna, Jl. Radio
Dalam Raya No. 11 Jak-Sel. Sedangkan untuk sistem pengelolaan dan
pengembangan maka seluruh staf beserta Direktur, TWI melakukan
koordinasi dengan Dompet Dhuafa serta seluruh anak jejaringnya untuk
melakukan proses pengembangan dan pendayagunaan dengan
meningkatkan kuantitas dan kualitas berbagai program yang sudah berjalan
selama ini.
d. Pengembangan Wakaf
Pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh TWI dapat
terlihat dari Produk-produk Wakaf Dan Program Pemberdayaannya Pada
Lembaga Tabung Wakaf Indonesia
Beberapa pilihan kemudahan dalam berwakaf tunai dari TWI untuk
(calon) wakif, tergambar dari sejumlah produk wakafnya yang antara lain :
a. Wakaf Untaian Kasih
Yaitu jenis wakaf yang dapat mempererat tali silaturahmi dan
menunjukkan perhatian abadi bagi orang-orang terkasih. Wakaf ini dapat
dihadiahkan untuk orang-orang tercinta seperti : suami, isteri, anak atau
orang tua. Tak ketinggalan kerabat, baik itu saudara jauh / dekat, teman
maupun relasi bisnis.
b. Wakaf Rindu Ilahi
Yaitu sebentuk wakaf bagi wakif yang ingin bertaqarrub ilallah
(mendekatkan diri kepada Allah) dan bertujuan demi kemaslahatan umat
tanpa mengharapkan harapan lain kecuali cinta dan ridha Allah dengan
segala kemuliaannya di akhirat, sebagai wujud nyata kerinduan suci
kepada sang Khalik yang InsyaAllah membawa keberkahan pula bagi
sesama.
c. Wakaf Syukur Nikmat
Yaitu sebuah wakaf sebagai jalan indah mengungkapkan rasa syukur
tatkala mendapatkan karunia berlimpah, dan agar rizki yang melimpah
tersebut semakin berkah serta berlipat ganda manfaatnya.
d. Wakaf Naungan Ilahi
Yaitu wakaf dengan salah satu niatan untuk mendapatkan ampunan
atas segala dosa yang telah dilakukan, agar terhindar dari musibah atau
marabahaya yang mungkin akan terjadi, dll.
Secara umum, bidang kegiatan dan program pemberdayaan Tabung
Wakaf Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua bidang kegiatan yaitu :
1. Sosial (Non Produktif), dengan program pemberdayaannya sebagai berikut:
a. SMART EI
Lembaga Pengembangan Insani Sekolah Menengah Akselerasi
(Internat) Ekselensia Indonesia (LPI - SMART EI) adalah sektor model
yang dibentuk oleh Dompet Dhuafa dengan peserta anak didik seluruhnya
berasal dari anak-anak dengan orang tua yang kurang mampu namun
memiliki potensi akademik dan kecerdasan lainnya yang cemerlang.
Sekolah ini tidak memungut biaya apapun dari anak didiknya dan sesuai
namanya sekolah ini adalah gabungan SLTP dan SLTA dengan program
akselerasi 5 tahun dan seluruh pesertanya diberikan materi pelajaran
terpadu dalam lingkungan berasrama (Internat / Boarding School).
b. Institut Kemandirian Indonesia
Institut Kemandirian Indonesia memberikan program pelatihan
kewirausahaan bagi kaum dhuafa dengan sistem pengajaran Short Course
dengan target setiap alumni dapat menjadi wirausahawan. Kegiatan
kewirausahaannya adalah dalam bentuk : katering, bengkel, percetakan,
menjahit dan program latihan kewirausahawan.
c. LKC (Layanan Kesehatan Cuma-Cuma)
Program penyaluran wakaf tunai untuk kesehatan bagi kaum dhuafa
selama 24 jam, dengan fasilitas yang dimiliki berupa : Unit Gawat
Darurat, Rawat Jalan, Rawat Inap, Dokter Spesialis, Konsultasi Gigi,
Aksi Luar Gedung, Poli Gigi, Poli Kandungan, Bina Rohani Pasien.
Dengan sistem membership untuk kaum dhuafa, total member saat ini
9000 kk.
d. Masjid untuk daerah bencana dan Yatim Mandiri
Yaitu membangun masjid dan madrasah di daerah terkena bencana
untuk dijadikan sentra terapi ruhiyah (spiritual) sekaligus benteng
keimanan. Pengalokasian dana wakaf untuk mendirikan masjid dan yatim
dengan cara membuat satu unit bisnis berupa mini market kepada masjid
dan dikelola oleh yatim piatu. Target program ini adalah :
a) masjid menjadi penggerak ekonomi umat
b) masjid mempunyai sumber keuangan untuk membiayai kegiatan
operasional dan pengembangan
c) memberikan peluang kerja kepada anak yatim/yatim piatu sekaligus
mempersiapkan mereka menjadi wirausahawan yang mandiri.
e. RBC (Rumah Bersalin Cuma-Cuma)
Merupakan program kerjasama antara Tabung Wakaf Indonesia
dengan Dompet Dhuafa Kalimantan Timur. Konsep program ini adalah
pelayanan bersalin dan perawatan ibu dan anak pasca melahirkan untuk
dhuafa dengan sistem membership. Tujuannya adalah :
a) membantu kaum dhuafa khususnya ibu yang akan melahirkan
b) mengurangi angka kematian ibu dan bayi karena tidak mampu
membayar biaya melahirkan
c) meningkatkan gizi dan kesehatan ibu dan anak
f. Rumah Baca Cahaya
Awalnya, Rumah Cahaya yang berlokasi di Depok didukung Dompet
Dhuafa dengan meminjamkan fasilitas berupa rumah wakaf berikut
penyediaan rak buku. Kini, TWI juga berhasrat memperkuat pelayanan
Rumah Cahaya ini lewat penggalangan dana wakaf tunai. Bagi wakif
yang cinta dunia perbukuan dan bacaan, segenap kreatifitas berbasis buku
dan kegiatan menulis, bisa berwakaf lewat TWI.
2. Produktif , dengan program pemberdayaannya sebagai berikut :
a. Program Jangka Pendek
a). BMT (Baitul Mal wa Tamwil)
Program penyertaan modal kepada seluruh BMT yang tergabung
dalam BMT Centre. Dana wakaf diinvestasikan ke BMT, karena BMT
merupakan lembaga keuangan Islam yang langsung bersentuhan
dengan masyarakat ekonomi lemah, sehingga diharapkan dana wakaf
dapat berperan langsung dalam peningkatan ekonomi umat.
Keuntungan dari investasi ke BMT akan disalurkan untuk kegiatan
sosial kemasyarakatan. BMT Beringharjo ini, satu dari lima BMT
terbesar di Indonesia, dan menjadi yang pertama dan terbesar di
Yogyakarta. Pilihan investasi di lembaga ini, bukan sekedar karena
secara ekonomi menguntungkan (karena boleh jadi, di usaha lainnya,
bisa lebih besar keuntungannya), namun yang tak kalah pentingnya,
BMT ini memutar dananya di kalangan usaha mikro. Selain itu, basis
dakwahnya juga konkret. BMT ini bukan sekedar sebuah kongsi
bisnis, tetapi juga sebuah ikhtiar merekat ukhuwah komunitas dakwah
terutama di kalangan pedagang pasar Beringharjo. Keuntungan
pertahunnya yang diperoleh TWI, untuk dimanfaatkan sebagai dana
program pengentasan kemiskinan. Semakin besar perputaran modal di
BMT ini, maka InsyaAllah kucuran dana sosialnya bagi kaum dhuafa
pun kian besar.26
b). Kampoeng Ternak
Kampoeng Ternak hadir guna mengelola unit-unit pembibitan,
pemberdayaan dan pemasaran seputar hewan ternak yang nanti akan
menjadi hewan kurban saat Idul Adha. Cakupannya, strategi
pemberdayaan dan pendampingan intensif petani ternak, pemuliaan
dan pengembangan bibit ternak lokal, pembangunan jaringan
peternakan rakyat, dan pembangunan jaringan pasar (marketing board
/ bangsal pemasaran). Wakaf uang tunai yang terhimpun di TWI,
menjadi peledak kesanggupan Kampoeng Ternak secara nasional.
c). Wakaf Produktif untuk daerah terpencil. Merupakan program baru
yang dilakukan untuk meningkatkan tingkat ekonomi dan spiritual
muslim yang tinggal didaerah pedalaman.
b. Program Jangka Menengah
a). Bakmi Langgara
Kiprah ekspansif Bakmi Tebet selama ini, membuatnya potensial
sebagai mata air sosial benefit penyertaan investasi sosial. Dengan
harapan itu, TWI mengamanahkan dana wakaf uang tunai dalam
usaha boga ini. Menurut catatan, total omzet usaha bakmi Wahyu
Saidi ini mencapai miliaran rupiah perbulan. Pilihan TWI
menginvestasikan dana wakaf di Bakmi Tebet, langkah penting yang
26 Ibid., h. 14-15
menjadi pijakan suksesnya usaha pelipatgandaan manfaat wakaf.
Perputaran usaha dana wakaf melalui bisnis tetap ini bisa dipetik
hasilnya untuk berbagai program sosial. Prinsip untuk ”menahan
pokoknya dan memetik hasilnya (saja)”, betul-betul bisa dijalankan.
b). Kluster Madani
Program dengan memadukan konsep pemberdayaan dan investasi
di sektor produktif, sebagai gambaran akan dibuat sebuah kawasan/
kluster kecil yang melakukan aktifitas ekonomi dan pembinaan
keagamaan. Aktifitas ekonomi dirancang secara khusus untuk
menampung pengusaha kelas kecil-menengah, dana wakaf dan
investor. Kluster kecil ini akan mencerminkan konsep manajemen
Islam yang sebenarnya yaitu resik, asri, profesional dan kental suasana
spiritual.
c. Program Jangka Panjang
Untuk jangka panjang maka program pemberdayaan wakafnya
dengan Wakaf Saham yaitu dengan menanamkan modal lewat pembelian
saham, yang hasilnya bisa menguntungkan. Sejatinya saham, sebagai
salah satu bentuk surat berharga, tatkala diwakafkan, sebagaimana harta
bergerak lainnya (emas, uang tunai), menjadi obyek yang hanya dipetik
manfaatnya (deviden tahunan) tanpa menghilangkan pokoknya. Dimana
pengelolaan dilakukan sesuai dengan kaidah syariah untuk mendapatkan
keberkahan dan deviden yang dapat digunakan untuk kemaslahatan umat.
Tiap tahun, saham itu akan “bekerja” mencetak amaliyah bagi si wakif.
Tiap tahun pula, catatan amal pemilik saham terisi.27
27
Tabung Wakaf Indonesia Dompet Dhuafa Republika, Jembatan itu Bernama Wakaf,
(Jakarta : TWI, 2006)
BAB IV
PENGARUH UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
TERHADAP PROFESIONALITAS PENGELOLAAN WAKAF
DI LEMBAGA TABUNG WAKAF INDONESIA
A. Urgensi UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan
tersebut, perlu menggali dan mengembangkan potensi yang terdapat dalam
pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu lagkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu
meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya
bertujuan menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki
kekuatan ekonomi yang berpotensi antara lain untuk memajukan keseahteraan
umum sehingga perlu dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip
syari’ah.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya
berjalan tertib dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak
terpelihara sebagaimana mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga
dengan cara melawan hukum. Keadaan demikian itu tidak hanya karena kelalaian
atau ketidakmampuan nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda
wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum
memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk
kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukan wakaf.
Berdasarkan pertimbangan diatas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum
dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-undang
tentang wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan
syariah dan peraturan perundang-undangan dicantumkan kembali dalam undang-
undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok pengaturan yang baru antara lain
sebagai berikut:
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi
harta benda wakaf, undang-undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum
wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan
serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara
yang diatur dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan
harus dilaksanakan (sebagaimana yang diatur dalam ps.21 (1) dan ps.17 (2)
Bagian Kedua BAB II Dasar-dasar Wakaf UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang
wakaf dan ps.28-33 Bagian Kedua BAB II PP No. 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaan UU Wakaf). Undang-undang ini tidak memisahkan antara wakaf
ahli yang pengelolaan dan pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk
kaum kerabat (ahli waris) dengan wakaf khairi yang dimaksudkan untuk
kepentingan masyarakat umum sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung
terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan,
menurut undang-undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian
kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak
berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan
intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya (sebagaimana yang diatur
dalam ps.16 Bagian Keenam BAB II Dasar-dasar Wakaf UU RI No. 41
Tahun 2004 dan ps.15-23 BAB III Bagian Pertama PP No. 42 Tahun 2006
tentang pelaksanaan UU Wakaf). Dalam hal benda bergerak berupa uang,
wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syari’ah. Yang
dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syari’ah adalah badan hukum
Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundnag-undangan yang
berlaku yang bergerak di bidang keuangan syari’ah, misalnya badan hukum di
bidang perbankan syari’ah. Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa
uang melalui Lembaga Keuangan Syari’ah dimaksudkan agar memudahkan
wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana
ibadah dan sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan
umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda
wakaf (sebagaimana yang diatur dalam ps.5 Bagian Kedua BAB II UU RI No.
41 Tahun 2004 tentang wakaf dan ps.45 (2) BAB V Pengelolaan dan
Pengembangan PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Wakaf). Hal itu
memungkinkan pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah
kegiatan ekonomi dalam arti luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai
dengan prinsip manajemen dan ekonomi syari’ah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional
nazhir (seperti profesional dalam manajemen, dalam kreatifitas dan
produktifitas pemberdayaan wakaf, dll).
5. Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang
dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan
tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang
perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap nazhir, melakukan
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan dan status
harta benda wakaf, dan memberikan saran dan perimbangan kepada
Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan (Penjelasan
atas rancangan Undang-undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf).
Keberadaan UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf sangat urgen
mengingat tujuan diberlakukannya UU Wakaf tersebut untuk :
a. Mengintegrasikan peraturan perundang-undangan bidang perwakafan
b. Menjamin kepastian hukum dibidang perwakafan
c. Melindungi dan memberikan rasa aman bagi wakif dan nazhir
d. Sebagai instrumen untuk mengembangkan rasa tanggung jawab bagi para
pihak yang mendapat kepercayaan mengelola benda wakaf
e. Sebagai koridor kebijakan publik dalam rangka advokasi dan penyelesaian
kasus-kasus perwakafan
f. Mendorong optimalisasi pengelolaan potensi wakaf, dan
g. Memperluas pengaturan mengenai wakaf sehingga mencakup pula wakaf uang
dan surat-surat berharga28
Sedangkan sasaran yang ingin diwujudkan melalui penyusunan UU Wakaf
tersebut adalah untuk :
a. Terciptanya tertib hukum dan tertib aturan di bidang perwakafan dalam wadah
negara kesatuan Republik Indonesia
b. Terjaminnya kesinambungan dan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan
aset wakaf sesuai dengan sistem ekonomi syari’ah, tersedianya landasan
peraturan perundang-undangan bagi pembentukan dan pelaksanaan peran, tugas
dan fungsi Badan Wakaf Indonesia
c. Terwujudnya akumulasi asset wakaf sebagai alternatif sumber pendanaan bagi
pembangunan masyarakat.
B. Peranan UU RI No. 41 Tahun 2004
Dari beberapa penjelasan sebelumnya, ada beberapa hal dalam pengelolaan
wakaf di TWI yang bila dibandingkan dengan yang ada di UU Wakaf, bahwa
antara ketetapan wakaf sebagaimana yang telah termaktub dalam UU No. 41
Tahun 2004 tentang wakaf dengan ketentuan wakaf yang digunakan oleh Tabung
28
Direktorat pengembangan zakat dan wakaf Departemen Agama, Proses Lahirnya UU No.
41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, (Jakarta : Direktorat pengembangan zakat dan wakaf, 2005), h. 30
Wakaf Indonesia selaku nazhir wakaf, maka dapat simpulkan bahwa ada
ketetapan yang sejalan antar keduanya. Beberapa ketetapan tersebut yaitu :
1. Definisi Wakaf
Ada prinsip yang sejalan antara definisi wakaf yang ditawarkan oleh UU
No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dengan pengertian wakaf yang dipakai oleh
TWI yaitu suatu perbuatan hukum seorang wakif yang mewakafkan hartanya
dengan jangka waktu tertentu atau selamanya semata-mata untuk kepentingan
ibadah dan kesejahteraan sosial, sebagaimana semuanya telah diatur dalam
Syari’at.
2. Dasar Hukum Wakaf
Dasar-dasar mengenai perwakafan dalam UU Wakaf telah diatur dalam
BAB II Mengenai Dasar-dasar wakaf Bagian Pertama Umum yang terdapat
dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Hal itu sejalan dengan ketetapan dasar hukum
wakaf yang digunakan oleh TWI – yaitu melaksanakannya sesuai Syari’ah-
dengan menerapkan dalil-dalil naqli yang membahas seputar wakaf dalam
Islam. Sebagaimana yang tercantum dalam AlQur’an dan AlHadits. Sehingga
ketentuan dalam pasal 2 BAB II Bagian Pertama Umum mengenai dasar-
dasar wakaf dalam UU Wakaf yang menyatakan bahwa wakaf sah apabila
dilaksanakan menurut syari’ah, telah diterapkan oleh TWI.
3. Rukun-rukun dan Syarat-syarat
Mengenai rukun-rukun dan syarat-syarat wakaf , dalam UU Wakaf
sebagaimana telah dijelaskan dalam BAB II penulisan ini, telah dicantumkan
beberapa ketetapannya baik tentang rukun-rukun juga syarat-syaratnya.
Sedangkan dalam penerapan TWI, tidak semua rukun wakaf sejalan dengan
unsur-unsur wakaf yang ada di UU Wakaf. Karena dalam UU Wakaf
disebutkan bahwa unsur wakaf itu adalah : wakif, nazhir, harta benda wakaf,
ikrar wakaf, peruntukan harta benda wakaf serta jangka waktu wakaf.
Sedangkan dalam TWI, rukun wakaf itu adalah wakif, benda yang diwakafkan
(mauquf bihi), tujuan atau sasaran wakaf (mauquf ‘alaih), ikrar atau akad
wakaf (sighat) serta pengelola wakaf (nazhir). Jadi, dalam TWI tidak
disebutkan secara tertulis tentang adanya rukun atau unsur berupa jangka
waktu sebagaimana yang terdapat dalam rukun wakaf pada UU Wakaf,
walaupun pada tataran aplikatifnya TWI pun memberi kebebasan kepada
wakif untuk mewakafkan harta benda wakafnya baik untuk selamanya
maupun untuk jangka waktu tertentu.
4. Tujuan dan Fungsi Wakaf
Tujuan dan fungsi wakaf sebagaimana yang telah penulis bahas dimuka,
dalam UU Wakaf diatur dalam pasal 4 dan pasal 5 Bagian Kedua mengenai
Dasar-dasar Wakaf pada BAB II, yaitu wakaf bertujuan untuk memanfaatkan
harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya (pasal 4). Sedangkan pada pasal 5
disebutkan bahwa wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum. Tujuan dari berdirinya Tabung Wakaf Indonesia sendiri
yaitu mewujudkan sebuah lembaga nazhir wakaf dengan model suatu lembaga
keuangan yang dapat melakukan kegiatan mobilisasi penghimpunan harta
benda dan dana wakaf guna memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat
sekaligus ikut mendorong pembangunan sosial dan pemberdayaan ekonomi.
Institusi Tabung Wakaf Indonesia selain berfungsi selaku pengelola
(nazhir) wakaf khususnya wakaf uang tunai, juga sekaligus
mengalokasikannya secara tepat dengan profesionalitas dan amanah, tentu
dengan tuntunan AlQur’an dan Hadis Rasulullah Saw, serta pertimbangan
kebutuhan umat pada umumnya. Hal ini terlihat dari beragamnya harta benda
wakaf yang telah diproduktifkan oleh TWI untuk kesejahteraan dan
kemaslahatan umat dan masyarakat Indonesia pada umumnya, hal ini
sebagaimana yang telah penulis gambarkan dalam BAB III penulisan di
muka. Sehingga ada keselarasan prinsip pendayagunaan antara ketetapan UU
Wakaf dengan aplikasi TWI di lapangan.
5. Macam-macam Wakaf
Dalam UU Wakaf disebutkan bahwa macam-macam harta benda wakaf
itu ada dua macam yaitu harta benda wakaf bergerak dan harta benda wakaf
tidak bergerak (sebagaimana yang tercantum dalam BAB II mengenai dasar-
dasar wakaf Bagian Keenam tentang Harta Benda Wakaf terdapat dalam pasal
15 dan 16). Sedangkan pada TWI, macam-macam harta benda wakaf yang
diterapkan adalah semua harta benda wakaf yang masuk dalam pengertian
ekonomi dan pengertian fiqh (sebagaimana yang telah dijabarkan dalam
penjelasan BAB III mengenai TWI), walaupun pada TWI semua harta benda
wakaf telah diterapkan secara lebih luas. Maka dalam hal ini, dapat penulis
katakan bahwa ada kesamaan dalam hal pelaksanaan macam-macam harta
benda wakaf antara UU Wakaf (juga sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam Pasal 15 Bagian Kesatu mengenai Jenis Harta Benda Wakaf BAB III
PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf) dengan TWI selaku
nazhir.
6. Sistem Pengelolaan
Dalam hal sistem pengelolaan, berdasarkan hasil wawancara langsung
penulis dengan staf karyawan TWI, dapat penulis simpulkan bahwa pada
dasarnya sistem pengelolaan harta benda wakaf yang dilakukan oleh TWI
semuanya merujuk kepada ketentuan dan ketetapan pengelolaan wakaf dalam
UU Wakaf, sehingga sistem pengelolaan wakaf di TWI diterapkan sesuai
syariah, dikelola dan dikembangkan secara produktif dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan umum (sebagaimana yang terdapat dalam BAB V mengenai
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf dijelaskan dalam pasal
42 s.d pasal 46).
Dalam melakukan kewajibannya selaku Nazhir, Tabung Wakaf
Indonesia telah berupaya melakukan pengelolaan dan pengembangan atas
harta benda wakaf yang dihimpunnya sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya dengan prinsip-prinsip Syari’ah, dimana pengelolaan yang
dilakukan oleh Tabung Wakaf Indonesia sendiri berdasarkan dua pendekatan,
yaitu : pendekatan produktif (sesuai yang diatur dalam pasal 43 ayat 2) dan
pendekatan non produktif (sebagaimana yang telah penulis paparkan dalam
penjelasan BAB III mengenai gambaran wakaf dalam tinjauan TWI).
C. Analisa
1. Penerapan UU RI No. 41 Tahun 2004 Pada Lembaga Tabung Wakaf
Indonesia
Berbicara mengenai penerapan UU RI No. 41 Tahun 2004 mengenai
perwakafan pada Lembaga Tabung Wakaf Indonesia, maka Penulis
memperoleh hasilnya dari data-data berupa wawancara maupun observasi
secara langsung. Dari hasil data tersebut Penulis memperoleh jawaban bahwa
belum semua isi dan ketetapan pasal yang terdapat dalam UU Wakaf tersebut
sudah diterapkan oleh TWI selaku Nazhir Wakaf. Hal ini dikarenakan masih
adanya ketentuan-ketentuan perwakafan yang ada dalam UU RI No. 41 Tahun
2004 mengenai wakaf (seperti pasal dan ketentuan yang berkaitan dengan
keberadaan BWI yang masih belum bisa diaplikasikan), khususnya yang
berkaitan dengan teknis di lapangan, yang masih membutuhkan penyesuaian-
penyesuaian. Hal ini mengingat apa yang dihadapi di lapangan ternyata berbeda
jauh dengan apa yang tertulis dalam UU Wakaf tersebut.
Namun berangkat dari itu semua, tidak dapat dipungkiri bahwa
bagaimanapun juga keberadaan UU Wakaf No. 41 tahun 2004 merupakan
kebutuhan umat Islam Indonesia sejak lama. Sangat besarnya potensi yang
dapat dikembangkan dari harta benda wakaf dan pengaruhnya yang luar biasa
dalam hal pengentasan kemiskinan, menjadikan pentingnya kedudukan UU
wakaf bagi sebuah lembaga Nazhir wakaf. Selain itu adanya UU RI No. 41
tahun 2004 mengenai wakaf menjadi penting karena dapat menjadi payung
hukum dalam hal tata cara pengelolaan harta benda wakaf. Hal ini sebagaimana
yang diungkapkan oleh Ibu Destria Meriyana Atmayanti, SH (staf Adm&Acc
Tabung Wakaf Indonesia),
“(penerapan UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf oleh sebuah lembaga
nazhir wakaf) sangat urgen. Mengingat UU tersebut merupakan impian umat
Islam Indonesia sejak lama untuk dapat mengatur tata cara pelaksanaan
wakaf, dan juga keberadaannya berfungsi sebagai payung hukum mengenai
pengaturan wakaf di Indonesia.”29
Dalam hal penerapan UU Wakaf, TWI sendiri selaku nazhir wakaf
mengaku belum sepenuhnya dapat menerapkan isi UU Wakaf tersebut. Hal ini
dikarenakan masih ada ketentuan pasal dalam UU tersebut yang masih sulit
diterapkan dan membutuhkan penyesuaian (seperti keberadaan BWI, prosedural
pendaftaran harta benda wakaf, ketentuan-ketentuan mengenai akta ikrar wakaf,
aturan pelaksanaan wakaf di lapangan, dll). Sebagaimana yang diungkapkan
oleh Ibu Destria berikut ini,
“(TWI dalam menerapkan UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf) belum
sepenuhnya. Hal ini dikarenakan ada beberapa pasal yang kami rasa
membutuhkan penyesuaian untuk diterapkan di lapangan. Sebaliknya, masih
banyak ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan wakaf yang masih
belum diatur (yaitu yang berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya teknis) dalam
UU Wakaf tersebut.”30
Selama ini, TWI sendiri masih berpedoman pada AlQur’an dan AsSunnah
sebagai rujukan utama dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf. Setelah itu merujuk kepada UU RI No.41 tahun 2004 mengenai wakaf,
29
Wawancara pribadi dengan Ibu Destria Meryana Atmayanti, (staf Adm& Database TWI),
Jakarta, 6 Juni 2007 30 Ibid.
walaupun -sebagaimana yang telah Penulis kemukakan -belum semua isi dari
pasal-pasal UU Wakaf tersebut sudah dapat diterapkan oleh nazhir wakaf.
Dalam hal perubahan status dan peruntukan harta benda wakaf dan
pengembangannya, TWI sendiri berupaya untuk tidak melakukannya. Hal ini
dikarenakan dalam UU Wakaf dengan tegas disebutkan bahwa nazhir wakaf
dilarang melakukan perubahan status dan peruntukan harta benda wakaf kecuali
dengan dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia (sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 44 (1) BAB V UU Wakaf No. 41 tahun 2004). Namun,
hal tersebut menjadi pengecualian jika memang kondisi harta benda wakaf
(khususnya benda wakaf tidak bergerak) di lapangan menuntut dilakukannya
hal tersebut. Dalam hal ini, calon Wakif tetap akan diajak berdialog untuk
mencari solusi yang disepakati. Hingga bila telah terjadi sebuah kesepakatan
antara calon wakif dengan TWI selaku nazhir wakaf, selanjutnya transaksi
wakaf tersebut dapat disahkan melalui akad serah terima wakaf.
Dari sejak didirikannya hingga sekarang, TWI sendiri dalam menjalankan
amanah lembaganya sebagai pengelola harta benda wakaf, pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf selama ini dilakukan dengan cara trial and
error.31 Seperti dalam hal penghimpunan dan pengelolaan harta benda wakaf,
sebelum berdirinya TWI, maka harta benda wakaf yang dihimpun oleh lembaga
zakat Dompet Dhuafa Republika terus mengalami perubahan terlebih pasca
hadirnya UU Wakaf No. 41 tahun 2004 dan sudah berdirinya TWI, perubahan
tersebut terus beriringan dengan kemajuan yang diperoleh dari hasil kerja keras
31 Destria., ibid.
dan pengalaman mereka (TWI dan Dompet Dhuafa) selama ini. Hal ini
dikarenakan mengingat Badan Wakaf Indonesia (BWI) sendiri – sebagaimana
yang tercantum dalam amanah UU Wakaf yang bertugas sebagai pembina dan
pengawas nazhir wakaf- baru-baru ini saja bisa terbentuk (tepatnya melalui
Kepres No. 75 M / 2007 tertanggal 13 Juli 2007, yang kemudian penetapannya
dilakukan oleh Menteri Agama No. 96 / 2007 tertanggal 20 Sept 2007),
sehingga sampai saat ini belum memiliki perangkat-perangkat tugas yang
jelas.32
Hal ini membuat TWI dan nazhir wakaf lainnya, mau tidak mau dituntut
kematangan dan keprofesionalannya dalam mengelola dan mengembangkan
harta benda wakaf, berjalan sendiri tanpa binaan.
Selanjutnya penulis mencoba membahas kinerja TWI dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf, dalam perspektif UU Wakaf khususnya
yang terdapat pada pasal 42 s.d. pasal 46 BAB V Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf berikut ini :
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai
dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.(ps.4-5 Bagian Kedua dan ps.22
Bagian Kedelapan BAB II UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, dan ps.13
(1) Bagian Kelima BAB II PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU
Wakaf). Sesuai dengan yang tertulis dalam Akta Ikrar Wakaf (ps.45 (1) BAB V
PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf).
32 ibid.
Sebagaimana yang telah penulis uraikan dimuka bahwa pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf di TWI telah sesuai dan sejalan sebagaimana
yang dimaksudkan dalam UU Wakaf, yaitu dilaksanakan berdasarkan prinsip
syariah, dikelola dan dikembangkan dengan produktif dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan masyarakat umum dan umat Islam pada khususnya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip Syari’ah. (ps.2
BAB II UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan ps.45 (2) BAB V PP No.
42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf di TWI dilakukan
dengan menjadikan AlQuran dan AsSunnah sebagai rujukan utama.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara
produktif antara lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal,
produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
pengembangan teknologi, pembanguan gedung, apartemen, rumah susun, pasar
swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan
dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syari’ah. (penjelasan atas UU
No. 41 tahun 2004 tentang wakaf)
Sebagaimana yang penulis telah bahas bahwa dari berbagai macam produk
dan program pemberdayaan harta benda wakaf yang telah dikembangkan oleh
TWI, maka hal tersebut menunjukkan bahwa TWI telah mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud
pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin
Syari’ah.
Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syari’ah adalah badan hukum
yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang
dapat dilakukan antara lain melalui skim asuransi atau skim lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (penjelasan atas
UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf)
Dari hasil penelitian dan wawancara penulis, maka diperoleh keterangan
bahwa Dompet Dhuafa Republika merupakan lembaga penjamin syariah TWI.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang
melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin
tertulis dari Badan Wakaf Indonesia. (sesuai dengan ps.49 (1) dan (2) BAB VI
PP No. 42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf)
Sebagaimana yang telah penulis singgung diawal, bahwa berhubung
lembaga BWI baru terbentuk belum lama ini, maka sampai dengan saat ini
belum dapat dilakukan upaya sinergi dan koordinasi antara BWI dengan nazhir-
nazhir wakaf yang ada (khususnya dengan TWI).
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta
benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang
dinyatakan dalam ikrar wakaf. (sesuai dengan ps.49 (2) dan (3) BAB VI PP No.
42 tahun 2006 tentang pelaksanaan UU Wakaf)
Hal ini sejalan dengan komitmen TWI untuk sebisa mungkin tidak
melakukan perubahan peruntukan wakaf, kecuali jika kondisi dilapangan
mengharuskan perubahan tersebut, dan juga selama wakif mengetahui dan
menyetujuinya sehingga barulah kemudian disahkan dalam akad serah terima
wakaf dan diterbitkan dalam akta ikrar wakaf.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir
diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang
bersangkutan:
a. Meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
b. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum.;
c. Atas permintaan sendiri;
d. Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan atau melanggar ketentuan
larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir
lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap
memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta
fungsi wakaf.
Pada bab ini, TWI pun sudah menerapkan isinya dikarenakan dalam
beberapa bulan yang lalu salah seorang karyawan TWI (manajer marketing)
menyatakan mengundurkan diri dari posisinya, sehingga digantikan dengan
nazhir perseorangan yang lain, dan prosesinya dilakukan oleh internal TWI
sendiri.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan
pasal 45 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Selain itu penulis juga akan membahasnya melalui perspektif PP No. 42
tahun 2006 sebagai pelaksana UU Wakaf tersebut, khususnya pada pasal 45 s.d.
pasal 48 BAB V mengenai Pengelolaan dan Pengembangan sebagai berikut :
Pasal 45
(1) Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
peruntukan yang tercantum dalam AIW.
Hal ini sebagaimana yang penulis telah bahas dimuka, meskipun pada
kenyatannya akta ikrar wakaf yang digunakan oleh TWI merupakan AIW yang
masih dibuat sendiri oleh internal TWI.
(2) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk memajukan kesejahteraan umum, nazhir dapat
bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syariah.
Dari hasil wawancara dilapangan dan dari berbagai literatur TWI yang
penulis peroleh, maka selama ini tim marketing TWI telah melakukan upaya
kerjasama dengan banyak pihak baik sebagai sarana publikasi maupun sebagai
sarana pelayanan, diantaranya seperti bekerjasama dengan majalah AzZikra
(AzZikra magazine Pride of Islam), DaktaFM 107, DKM Al-Istiqamah (PT.
Indonesian Epson Industry), SenyuMuslim (Franchise Toko Buku Islam
Pertama di Indonesia), Al-Fath Busana Muslim, Tamini Square, ITC Mega
Grosir, dll .
Pasal 46
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dari perorangan warga
negara asing, organisasi asing dan badan hukum asing yang berskala nasional
atau internasional, serta harta benda wakaf terlantar, dapat dilakukan oleh BWI.
Sebagaimana dari keterangan Ibu Destria, bahwa selama ini pernah ada
seorang wakif asing berkebangsaan Jepang yang bernama Machiko Maeama
(pemilik yayasan sekolah komik di Jepang) yang telah mendonasikan uangnya
sebesar Rp 1 juta. Dan prosesi serta penerbitan akta ikrarnya dilakukan oleh
internal TWI sendiri.
Pasal 47
Dalam hal harta benda wakaf berasal dari luar negeri, wakif harus melengkapi
dengan bukti kepemilikan sah harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan, dan nazhir harus melaporkan kepada lembaga
terkait perihal adanya perbuatan wakaf.
Dalam perjalanannya sebagai nazhir wakaf selama ini, maka TWI sendiri
belum memperoleh wakif atau harta benda wakaf yang berasal dari luar negeri.
Pasal 48
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf harus berpedoman pada
peraturan BWI.
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan, bahwa BWI (yang diketuai
oleh Prof. Dr. H.M. Tholhah Hasan dan beralamatkan di Gedung Laboratorium
Pangan Halal Departemen Agama, Jl. Pinang Ranti Raya Pondok Gede Jak-
Tim) sampai saat ini belum dapat melakukan upaya sinergi dan koordinasi
dengan nazhir-nazhir wakaf yang ada dikarenakan belum perangkat-perangkat
yang mendukung kinerjanya.
(2) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang hanya dapat
dilakukan melalui investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen
keuangan syariah.
Lembaga-lembaga keuangan Syariah yang menjadi mitra TWI dalam
menampung dana wakaf tunai diantaranya : Bank Danamon Syariah Cab.
Ciracas, BNI Syariah Cab. Jak-Sel, Bank Syariah Mandiri Cab. Pondok Indah,
BII Syariah Platinum Access Cab. Thamrin, dan Bank Syariah Mega Indonesia
Cab. Tugu Kuningan.
(3) Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, maka
nazhir hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf uang pada LKS-PWU dimaksud.
(4) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan
pada bank syariah harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai
dengan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf uang yang dilakukan
dalam bentuk investasi di luar bank syariah harus diasuransikan pada asuransi
syariah.
Selama ini, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terjadi hal-hal
yang berkaitan dengan perlindungan, maka TWI mempercayakan
penjaminannya kepada Dompet Dhuafa sebagai lembaga induk dan lembaga
penjamin bagi TWI.
2.Pengaruh UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Terhadap Profesionalitas
Pengelolaan Lembaga Tabung Wakaf Indonesia
Wakaf, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, merupakan ibadah
tabarru’ yang sifat keuntungannya tidak hanya untuk diri pribadi wakif, namun
juga masyarakat luas yang menjadi sasaran pendayagunaan harta benda wakaf.
Walaupun wakaf sebatas amal kebajikan yang bersifat anjuran, tetapi daya dorong
untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan sangat tinggi. Karena prinsip yang
mendasari ibadah wakaf adalah terciptanya kondisi sosial kemasyarakatan yang
dibangun diatas kesamaan hak dan kewajiban sebagai mahluk Allah.
Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah memerankan peran yang sangat penting
dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan
masyarakat Islam. Selain itu keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi
para sarjana dan mahasiswa dengan berbagai sarana dan prasarana yang memadai
untuk melakukan riset dan pendidikan. Sehingga dapat mengurangi ketergantungan
dana pada pemerintah. Kenyataan menunjukkan, institusi wakaf telah menjalankan
sebagian dari tugas-tugas institusi pemerintah atau kementerian-kementerian
khusus, seperti Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Sosial.
Sebagai salah satu aspek ajaran Islam yang berdimensi sosial, wakaf
menempati posisi penting dalam upaya agama ini membangun suatu sistem sosial
yang berkeadilan dan berkesejahteraan. Setelah menyelesaikan tugas wajib dalam
melaksanakan zakat, sekurang-kurangnya dua setengah persen dari seluruh
kekayaan seseorang jika berlangsung selama setahun, para muzakki sangat
dianjurkan agar melaksanakan ibadah sosial lainnya dalam rangka pemberdayaan
ekonomi lemah seperti infak dan sedekah jariyah. Karena, tugas untuk
mengentaskan kemiskinan adalah suatu kewajiban bagi pihak-pihak yang memiliki
kemampuan lebih secara ekonomi.
Yang terpenting dari ajaran wakaf adalah ia bukan suatu perbuatan sosial
yang hanya nampak kepada sifat kedermawanan seseorang tanpa adanya sebuah
bangunan prinsip untuk kesejahteraan masyarakat banyak. Namun wakaf
sebenarnya menempati peran yang cukup besar setelah zakat, sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat ekonomi lemah. Jika zakat memiliki gagasan untuk
menolong golongan lemah agar tetap bisa hidup untuk mencukupi kebutuhan diri
dan keluarganya setiap harinya, maka wakaf menduduki peran pemberdayaan
mereka secara lebih luas untuk meningkatkan taraf hidup dari sekedar mencukupi
sehari-hari.
Wakaf tunai merupakan salah satu usaha yang tengah dikembangkan dalam
rangka meningkatkan peran wakaf dalam bidang ekonomi. Karena wakaf tunai
memiliki kekuatan yang bersifat umum dimana setiap orang bisa menyumbangkan
harta tanpa batas-batas tertentu. Demikian juga fleksibilitas dari wujud wakaf tunai
itu sendiri dan pemanfaatannya yang dapat menjangkau seluruh potensi untuk
dikembangkan.
Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ford
Foundation pernah mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa jumlah
kedermawanan umat Islam Indonesia mencapai Rp 19,3 triliyun (dalam bentuk
barang Rp 5,1 triliyun dan uang Rp 14,2 triliyun). Jumlah dana sebesar itu,
sepertiganya masih berasal dari zakat fitrah (Rp 6,2 triliyun) dan sisanya zakat mal
(Rp 13,1 triliuyn).33
Selain itu penelitian PIRAC pernah menyebutkan potensi zakat Indonesia
sebesar Rp 20 triliyun pertahun (diluar wakaf tunai) belum seluruhnya terserap.
Penyerapan zakat tingkat nasional selama ini yang berkisar Rp 23,5 miliar belum
seberapa dibandingkan dengan potensi zakat yang sebenarnya.34
Mustafa Edwin Nasution pernah membuat asumsi bahwa jumlah penduduk
muslim kelas menengah di Indonesia sebanyak 10 juta jiwa dengan penghasilan
33
AlHikmah “Bagaimana Dana Zakat Dikelola – Menyoal Transparansi dan Independensi
Amil Zakat”, 1-15 Oktober 2006, h. 7 34 Ibid.
rata-rata antara Rp 0,5 juta – 10 juta perbulan. Dan ini merupakan potensi yang
besar. Bayangkan misalnya bila warga yang berpenghasilan Rp 0,5 juta sebanyak 4
juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp 60 ribu. Maka setiap tahun
akan terkumpul Rp 240 miliar. Jika warga yang berpenghasilan Rp 1-2 juta
sebanyak 3 juta jiwa dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp 120 ribu, maka
akan terkumpul dana sebesar Rp 360 miliar. Jika warga yang berpenghasilan Rp 2-
5 juta sebanyak 2 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp 600 ribu,
akan terkumpul dana Rp 1,2 trilyun. Dan jika warga yang berpenghasilan Rp 5-10
juta berjumlah 1 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf Rp 1,2 juta
maka akan terkumpul dana Rp 1,2 trilyun. Jadi dana yang terkumpul mencapai Rp
3 trilyun setahun.35
Gambaran data tersebut menunjukkan potensi dana sesungguhnya kaum
Muslimin yang luar biasa. Terutama jika dana itu diserahkan kepada nazhir
profesional dan oleh pengelola, wakaf itu diinvestasikan di sektor yang produktif.
Dijamin jumlahnya tidak akan berkurang, tapi bertambah bahkan bergulir.
Misalnya saja dana itu dititipkan di Bank Syari’ah yang katakanlah setiap tahun
diberikan bagi hasil sebesar 9 %, maka pada akhir tahun sudah ada dana segar Rp
270 miliar. Tentunya akan sangat banyak yang bisa dilakukan dengan dana
sebanyak itu.36
Karenanya model wakaf tunai sangat tepat memberikan jawaban yang
menjanjikan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu mengatasi
35
Depag, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, h. 71-71 36 Ibid.
krisis ekonomi Indonesia kontemporer. Ia sangat potensial menjadi sumber
pendanaan abadi guna melepaskan bangsa dari jerat hutang dan ketergantungan luar
negeri. Wakaf tunai juga sangat strategis menciptakan lahan pekerjaan dan
mengurangi pengangguran dalam aktifitas produksi yang selektif sesuai kaidah
Syari’ah dan kemaslahatan. Ia sangat potensial untuk memberdayakan sektor riil
dan memperkuat fundamental ekonomi.
Mengingat penting dan besarnya potensi wakaf tunai tersebut dan bisa
menjadi salah satu solusi bagi penanggulangan kemiskinan di Indonesia, maka
untuk mencapai hasil optimal dari pendayagunaan harta benda wakaf yang
dilakukan oleh nazhir wakaf diperlukan sebuah peraturan yang dapat menjadi
tameng bagi pelaksanaan dan pengembangan harta benda wakaf di lapangan.
Semua itu dapat dilihat dalam UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang telah
diundangkan oleh Presiden RI pada tanggal 27 Oktober 2004. kelahiran UU Wakaf
ini berdasarkan beberapa pertimbangan sebagaimana dijelaskan dalam UU RI No.
41 tahun 2004, bahwa tujuan Negara Kesatuan RI sebagaimana yang diamanatkan
dalam pembukaan UUD 1945 antara lain adalah memajukan kesejahteraan umum.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perlu diusahakan menggali dan
mengembangkan potensi yang terdapat dalam lembaga keagamaan –dalam hal ini
nazhir wakaf- yang memiliki manfaat ekonomi.
Dengan lahirnya UU RI No.41 tahun 2004 tentang wakaf, diharapkan agar
upaya pengembangan dan pemberdayaan harta benda wakaf dapat dilakukan secara
produktif dan lebih optimal. Nazhir, sebagai lembaga yang diamanahi dapat
memberdayakan wakaf dapat melakukan perannya disini. Ketika regulasi
mengenai perwakafan telah diundangkan, maka diharapkan keberadaan UU Wakaf
tersebut dapat berpengaruh secara efektif terhadap kinerja dan efektifitas sebuah
nazhir wakaf . Sehingga ke depan diharapkan nazhir-nazhir wakaf yang sudah ada
dapat menjadi lebih baik lagi. Mengingat UU RI No. 41 tahun 2004 dapat dijadikan
payung hukum oleh nazhir dalam mengatur tata cara pelaksanaan perwakafan di
lapangan.
Sebagaimana yang telah Penulis kemukakan mengenai Tabung Wakaf
Indonesia (TWI). TWI selaku nazhir wakaf, dalam tataran aplikatifnya ternyata
belum menerapkan semua isi yang terkandung dalam UU Wakaf. Dalam hal ini
seperti pembuatan akta ikrar wakaf, prosedural pendaftaran wakaf ke instansi-
instansi pemerintah terkait, dll. Hal tersebut menjadi wajar, jika melihat bahwa
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UU Wakaf tersebut belum sepenuhnya
dapat disesuaikan dengan kebutuhan nazhir di lapangan. Seperti dalam UU RI No.
41 tahun 2004 disebutkan tentang adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang
dibentuk oleh pemerintah. Namun, BWI sendiri baru-baru ini saja bisa terbentuk.
Padahal, jika pembentukannya bisa sedari awal, maka keberadaannya dipastikan
dapat menjadikan nazhir-nazhir wakaf lebih baik lagi dan lebih profesional dalam
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, mengingat mereka mendapat
bimbingan dan pembinaan langsung dari BWI.
Mengingat urgensi sebuah UU Wakaf – sebagaimana yang telah Penulis
kemukakan- terhadap kinerja sebuah nazhir wakaf cukup besar, maka dalam hal ini
menjadi sebuah keniscayaan bagi nazhir-nazhir wakaf untuk dapat menerapkan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam UU Wakaf, walaupun tidak dapat
dipungkiri bahwa masih diperlukannya upaya –upaya perbaikan mengenai isi dan
ketentuan dalam UU RI No. 41 tahun 2004 mengenai wakaf, agar dapat sesuai
dengan kenyataan yang dibutuhkan oleh para nazhir wakaf di lapangan.
TWI selaku nazhir wakaf memang menjadikan AlQur’an dan AsSunnah
sebagai rujukan utama dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.
Namun, pada kenyataannya mereka pun tetap menggunakan UU RI No. 41 tahun
2004 sebagai acuan dan payung hukum, terutama yang berkaitan dengan tata cara
pengelolaan. Sehingga dapat penulis katakan bahwa kehadiran UU Wakaf No. 41
tahun 2004 ternyata juga berpengaruh terhadap pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf di TWI, meskipun pada akhirnya ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam UU Wakaf tersebut belum mampu mengakomodir perkembangan
dan kemajuan signifikan yang dialami oleh TWI saat ini.
Kaitannya dengan profesionalitas sebuah lembaga wakaf, dapat Penulis
simpulkan bahwa penerapan UU Wakaf yang dilakukan oleh TWI tidak menjadi
faktor dominan dalam membangun citra TWI sebagai sebuah lembaga wakaf yang
amanah dan profesional. Berdasarkan penuturan Ibu Destria, bahwa selama ini TWI
sendiri lebih cenderung melakukan trial and error37 dalam upayanya menjalankan
amanah sebagai pengelola dan pengembang harta benda wakaf yang dititipkan oleh
wakif. Karena pengalaman itulah yang membuat TWI semakin cepat berkembang
sebagai lembaga wakaf yang tidak hanya dikenal masyarakat sebagai nazhir wakaf
yang amanah dan profesional, tetapi juga dikenal sebagai nazhir wakaf yang
produktif. Hal ini dapat terlihat dari prosentase jumlah wakif yang terus meningkat
37 Wawancara dengan Ibu Destria., Ibid.
dari sejak berdirinya TWI dua setengah tahun silam (hingga kini database wakif di
TWI menunjukkan angka lebih dari 1000 orang wakif yang telah terdaftar).38
Bahkan, berdasarkan penuturan Ibu Poppy bahwa Badan Wakaf Indonesia yang
baru saja dibentuk oleh pemerintah, menjadikan TWI sebagai tempat belajarnya
dalam hal pengalaman.39
Sebagai salah satu elemen penting dalam pengembangan paradigma baru
wakaf, sistem manajemen pengelolaan wakaf harus ditampilkan lebih profesional
dan modern. Hal inilah yang ingin coba ditampilkan oleh TWI sebagai nazhir
wakaf, yang terlihat pada hal-hal berikut40
ini :
1. Kelembagaan
Untuk mengelola benda-benda wakaf secara produktif, yang pertama-tama
harus dilakukan adalah perlunya pembentukan suatu badan atau lembaga yang
khusus mengelola wakaf. Struktur organisasi yang baik dan modern itu jika
seluruh potensi kelembagaan berjalan sebagaimana mestinya dan ada mekanisme
kontrol yang baik. Dalam hal ini TWI telah menjalankan seluruh potensi
kelembagaan sebagaimana visi-misi dan tujuan pendiriannya sebagai nazhir
wakaf, dan juga memiliki mekanisme kontrol yang baik, baik dari pimpinan TWI
sendiri maupun dari internal Dompet Dhuafa sebagai lembaga induk dan
Lembaga Penjamin Syari’ah TWI.
2. Pengelolaan Operasional
38
Ibid. 39
Wawancara dengan Ibu Poppy., Ibid. 40
Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Paradigma Baru
Wakaf di Indonesia, Ibid.
Yang dimaksud dengan standar operasional pengelolaan wakaf adalah
batasan atau garis kebijakan dalam mengelola wakaf agar menghasilkan sesuatu
yang lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat banyak. Dalam hal ini,
dengan berbagai program pemberdayaan yang produktif dan membawa manfaat
bagi sasaran wakaf (seperti LKC, SMART EI, BMT, dll) yang telah dilakukan
oleh TWI, menjadi bukti bahwa perhatian TWI sangat concern terhadap
kesehatan, pendidikan dan perkonomian mauquf ‘alaihnya, sehingga diharapkan
akan semakin banyak mauquf ‘alaih yang merasakan manfaat langsung dari
kinerja nazhir wakaf yang amanah dan profesional. Dan ini semua menunjukkan
bahwa garis kebijakan yang ditempuh oleh TWI selaku nazhir, adalah semata-
mata demi menghasilkan manfaat yang lebih berdayaguna lagi bagi para mauquf
‘alaih.
3. Kehumasan
Dalam mengelola benda-benda wakaf, maka peran kehumasan (dalam hal ini
divisi marketing) dianggap menempati posisi penting. Dan inilah yang terus
diupayakan oleh Divisi Marketing TWI. Dalam kinerjanya, Marketing TWI
berusaha memperkuat image bahwa harta benda wakaf yang dikelola oleh TWI
betul-betul dapat dikembangkan dan hasilnya untuk kesejahteraan masyarakat
banyak. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya program pemberdayaan harta benda
wakaf yang manfaatnya difokuskan pada kesejahteraan hidup mauquf ‘alaih yang
lebih baik. Selain itu, mereka juga meyakinkan calon wakif yang masih ragu-ragu
apakah benda-benda yang ingin diwakafkan dapat dikelola secara baik atau tidak.
Marketing juga berperan meyakinkan orang yang tadinya tidak tertarik
menunaikan ibadah wakaf, pada akhirnya dapat tertarik. Kepada calon wakif,
mereka juga memperkenalkan aspek wakaf yang tidak hanya pahala oriented,
tapi juga memberikan bukti bahwa ajaran Islam sangat menonjolkan aspek
kesejahteraan bagi umat manusia lain, khususnya bagi kalangan yang kurang
mampu. Semua itu terus digalakkan Marketing TWI dengan mengadakan
seminar-seminar seputar wakaf, baik kepada kalangan eksekutif maupun
golongan ekonomi menengah keatas, sebagai sasaran calon wakif.
Adapun kiat praktis untuk membangun citra atau image pengelolaan wakaf
yang baik41
terkait dengan :
(1) penampilan, tidak membohongi masyarakat penerima wakaf baik yang terkait
dengan kuantitas atau kualitas. Hal ini ditunjukkan oleh TWI dengan
berusaha menunjukkan penampilan yang sesuai dengan realitanya. Baik
terhadap wakif maupun mauquf ‘alaih.
(2) pelayanan, kualitas pelayanan yang baik dengan tidak membuka peluang
menyakiti penerima wakaf. Menjadikan para penerima manfaat wakaf sebagai
amanah yang harus dilayani (melalui program-program pemberdayaan harta
benda wakaf) dengan sebaik-baiknya, sehingga TWI dikenal sebagai lembaga
wakaf yang komitmen dengan pendayagunaan mauquf bihi dan mauquf ‘alaih
nya.
(3) persuasi, yaitu meyakinkan dengan tindakan yang santun dan ramah.
Terutama kepada calon wakif, TWI terus membangun komunikasi yang baik
dengan pihak yang masih ragu untuk berwakaf dengan cara-cara yang baik,
41 Ibid., h. 111-112
dari hati ke hati. Sehingga para calon wakif semakin yakin dengan
menyalurkan harta benda wakafnya melalui TWI sebagai nazhirnya.
(4) pemuasan, dengan kerja yang rapi, profesional dan bertanggungjawab
terhadap para penerima wakaf, sehingga dapat menjadikan pengelolaan wakaf
semakin bertambah sempurna. Hal ini terbukti dengan adanya report rutin
yang diberikan kepada wakif sebagai bentuk pertanggungjawaban dan
transparansi TWI sebagai nazhir yang telah diamanahi oleh para wakif untuk
mengelola dan mengembangkan mauquf bihi mereka.
4. Sistem Keuangan
Penerapan sistem keuangan yang baik dalam sebuah proses pengelolaan
manajemen lembaga kenazhiran, sangat terkait dengan akuntansi dan auditing.
Dalam konteks lembaga wakaf, bagaimana peran dan fungsi akuntansi dan
auditing? Baik akuntansi maupun auditing, keduanya merupakan alat yang dapat
dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Secara sangat umum, semua lembaga wakaf dibentuk atau didirikan adalah
dalam rangka mengelola sebuah atau sejumlah kekayaan wakaf, agar manfaat
maksimalnya dapat dicapai untuk kesejahteraan umat, dan mungkin menolong
mereka yang kurang mampu khususnya.
Dengan merujuk secara sederhana pada bangunan akuntansi konvensional,
maka bentuk entitas seperti ini dapat dilayani oleh akuntansi nirlaba, atau sering
juga disebut dengan istilah fund accounting (akuntansi dana). Hal yang sama
juga berlaku untuk proses auditingnya. Artinya sebatas secara jelas tidak
melanggar asas-asas Syari’ah, tujuan dan prosedur auditing dalam perspektif
konvensional dapat dipakai, setidaknya untuk sementara waktu. Ini juga berlaku
baik untuk tujuan, ruang lingkup dan prosedurnya.
Dalam realitasnya, sebagian besar nazhir wakaf memakai format yayasan
yang memang lebih bernuansakan sosial dan nirlaba, daripada komersial. Untuk
keperluan ini sesungguhnya dapat dipakai pendekatan akuntansi dana.
Selanjutnya, bila wakaf akan dikelola secara lebih produktif dalam bentuk usaha
komersial misalnya, maka dapat dipakai akuntansi konvensional. Sedangkan
untuk auditingnya, Lembaga Tabung Wakaf Indonesia sendiri masih menginduk
pada Dompet Dhuafa Republika yang menggunakan jasa auditing dari Grant
Thornton (KPA Grant Thornton Hendrawinata).42
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata-kata profesional berasal dari
kata profesi yaitu bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Sedangkan kata profesional mengandung
tiga pengertian. Yang pertama yaitu bersangkutan dengan profesi. Kedua yaitu
memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Contohnya pertandingan
tinju profesional. Pengertian yang ketiga yaitu mengharuskan adanya
pembayaran untuk melakukannya (lawan amatir). Contohnya ia seorang juru
masak profesional.43
Kata profesionalitas memiliki dua pengertian yaitu perihal profesi,
keprofesian dan kemampuan untuk bertindak secara profesional. Sedangkan kata
42
Wawancara pribadi dengan Dian Rifiah (Staf Accounting Dompet Dhuafa Republika),
Jakarta, Rabu 16 Januari 2008 43
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005),
Edisi Ketiga, h. 897
profesionalisme bermakna mutu, kualitas dan tindak-tanduk yang merupakan ciri
suatu profesi atau orang yang profesional. Contohnya profesionalisme
perusahaan kecil perlu ditingkatkan di waktu belakangan ini.44
Merujuk kepada makna kata profesional diatas maka dapat penulis simpulkan
bahwa Tabung Wakaf Indonesia sebagai nazhir wakaf, selama ini telah
menunjukkan kinerja sebuah lembaga yang profesional. Hal ini dikarenakan TWI
dalam mengelola harta benda wakaf ternyata selain menerapkan sistem
perwakafan menurut prinsip-prinsip syariah dan ketentuan UU No. 41 tahun
2004 tentang wakaf (meskipun UU Wakaf tersebut bukanlah rujukan utama bagi
TWI, namun berfungsi hanya sebagai payung yang menjamin kepastian hukum
dalam perkara advokasi dan kasus-kasus penyelesaian perwakafan yang ada di
TWI selaku nazhir), ternyata juga menerapkan pola manajemen lembaga yang
inovatif, produktif dan profesional. Terbukti dengan hasil kinerjanya - yang baru
berdiri sejak lebih dari dua tahun yang lalu itu- yang telah menunjukkan berbagai
peningkatan yang cukup signifikan, baik dari segi peningkatan kuantitas para
wakif dari tahun ke tahun dan jumlah perolehan wakaf tunainya yang telah
terdaftar (tercatat sejak 14 Juli 2005 s.d. 14 Desember 2007 jumlah wakif
mencapai lebih dari 1000 orang dan total seluruh wakaf tunai yang masuk
mencapai Rp 3.839.484.407.0045), maupun dari segi program-program
pemberdayaannya yang tidak hanya bermanfaat bagi kaum dhuafa, namun TWI
juga semakin produktif dan terus mengembangkan kreatifitas pemberdayaannya
44
Ibid. 45 Ibu Destria., Ibid.
untuk meningkatkan mutunya –tidak hanya dalam pandangan para wakif dan
kaum dhuafa saja, tapi juga kepada masyarakat luas- sebagai nazhir wakaf yang
amanah, transparan dan profesional. Jika melihat dari proses berdirinya yang
baru dua tahun lebih itu, maka keberadaan TWI telah menunjukkan sebuah
komitmen dan kesungguhan yang nyata bagi masyarakat untuk senantiasa
memberikan pelayanan yang terbaik bagi para dhuafa. Uraian lebih jelasnya,
sebagaimana yang telah penulis paparkan dalam BAB III mengenai Tabung
Wakaf Indonesia.
Dari beberapa uraian penulis mengenai UU Wakaf dan pengaruh
penerapannya terhadap profesionalitas pengelolaan wakaf pada lembaga TWI,
maka penulis memperoleh beberapa hal yang bisa menjadi masukan terkait
keberadaan UU Wakaf ditengah-tengah kehidupan masyarakat Indonesia pada
umumnya dan Umat Islam pada khususnya.
Meski kehadiran produk UU Wakaf tersebut bertujuan untuk memberi pijakan
hukum yang pasti, kepercayaan publik, serta perlindungan terhadap aset
masyarakat, jelas ini dapat juga ditafsirkan sebagai cara negara mengundang
Islam untuk memainkan perannya secara lebih luas di ruang publik. Tumbuhnya
lembaga keuangan syariah, lembaga-lembaga amil zakat (LAZ), dan Badan Amil
Zakat (BAZ), serta meningkatnya minat pada wakaf tunai, dalam kurun waktu
tersebut merupakan beberapa contoh konkret meningkatnya peran Islam di dalam
masyarakat. Meski produk UU tersebut tidak cukup ideal, kehadiran UU tersebut
secara simbolik menandai ‘kemauan politik’ negara untuk memperhatikan
permasalahan sosial umat Islam. Di mata publik Islam, kecenderungan ini tentu
menguntungkan, karena dengan demikian lembaga-lembaga filantropi Islam
dapat tumbuh secara dinamis.
Secara legal-administratif, ketentuan-ketentuan hukum dalam UU Wakaf itu
membantu mewujudkan tertib hukum pengelolaan wakaf. Namun demikian,
seperangkat produk hukum wakaf tersebut belum sepenuhnya menghasilkan
kebijakan yang mendukung pengembangan wakaf bagi perwujudan kesejahteraan
dan keadilan sosial. Artinya, regulasi di sektor ini relatif telah berhasil
memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga wakaf. Meskipun
demikian, kebijakan yang ada belum mengarah kepada tujuan pengembangan
kapasitas lembaga-lembaga wakaf agar mampu menjalankan fungsi tanggung
jawab sosialnya secara lebih baik dan akuntabel. Termasuk diantaranya UU
Wakaf tersebut pada realitasnya belum mampu mengakomodir ketentuan-
ketentuan mengenai segala perkembangan dan kemajuan yang telah dialami oleh
sebuah lembaga wakaf (seperti TWI). Jadi dalam hal ini, bisa dikatakan TWI
ternyata telah ‘mendahului’ UU Wakaf tersebut.
Hadirnya UU Wakaf membawa perubahan penting. Seberapa penting
perubahan itu masih harus diuji setelah UU tersebut benar-benar berlaku secara
efektif. Dan sejatinya sebuah Undang-undang merupakan produk buatan
manusia, maka tentunya kedepan kehadiran UU Wakaf tersebut masih perlu
untuk diamandemen, sehingga kehadirannya kelak benar-benar mampu
mendampingi berbagai macam kemajuan yang dihasilkan oleh instrumen wakaf,
termasuk diantaranya mampu menjadi problem solver bagi berbagai macam
permasalahan umat, seperti kemiskinan, keterbelakangan dan lainnya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa hasil uraian pembahasan dalam penulisan karya ini, yang sesuai
dengan rumusan masalah yang penulis angkat, maka penulis berkesimpulan
bahwa :
1. Sistem pengelolaan wakaf menurut UU RI No. 41 Tahun 2004 yaitu Nazhir
wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya, mengedepankan prinsip syariah, dilakukan
secara produktif dan diupayakan menggunakan lembaga penjamin syariah.
2. Sistem pengelolaan wakaf menurut Tabung Wakaf Indonesia yaitu dengan
melakukan sistem pengelolaan dan pengembangan atas harta benda wakaf
yang dihimpunnya sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya dengan
prinsip-prinsip Syari’ah (AlQuran dan AsSunnah), menerapkan UU Wakaf
sebagai pedoman pelaksanaan, dikelola dan dikembangkan secara produktif
dan berdayaguna serta menggunakan sistem manajemen wakaf yang amanah
dan profesional, dimana pengelolaan yang dilakukan oleh Tabung Wakaf
Indonesia selama ini berdasarkan dua pendekatan, yaitu : Pendekatan
Produktif (pengelolaan harta wakaf untuk hal-hal yang bersifat produktif dan
menghasilkan keuntungan) dan Pendekatan Non Produktif (pengelolaan harta
benda wakaf untuk hal-hal yang bersifat tidak menghasilkan keuntungan).
3. Penerapan UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf oleh Lembaga Tabung
Wakaf Indonesia – Dompet Dhuafa Republika dalam mengelola dan
mengembangkan sebuah harta benda wakaf, dapat penulis katakan
berpengaruh (tidak secara dominan) terhadap kinerja TWI yang amanah dan
profesional. Hal ini mengingat UU Wakaf yang berfungsi dan berperan
sebagai payung yang menjamin kepastian hukum dalam perkara advokasi
dan kasus-kasus penyelesaian perwakafan yang ada di TWI selaku nazhir
wakaf tersebut lahir sebelum keberadaan TWI di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga sedikit banyak pasal-pasal yang tercantum dalam ketentuan UU
Wakaf tersebut diterapkan oleh TWI dalam pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf selama ini.
B. Rekomendasi
1. Kepada para muzakki dan calon wakif diharapkan senantiasa konsisten dalam
ibadah Maliyahnya. Mengingat sarana ZISWAF tidak hanya bermanfaat
dunia –akhirat bagi mereka, tapi ZISWAF juga merupakan instrumen yang
sangat penting dan menjadi kunci bagi terbukanya solusi-solusi kesejahteraan
dan pengentasan kemiskinan, khususnya yang telah mendera kebanyakan
umat Islam Indonesia.
2. Bagi yang mampu berwakaf hendaknya dapat lebih selektif lagi dalam
memilih nazhir untuk menyalurkan harta benda wakafnya. Hal ini menjadi
penting dikarenakan belum semua lembaga wakaf yang ada telah amanah dan
berkompeten dalam menanganinya, sehingga dapat mempengaruhi nilai dan
manfaat harta benda wakaf yang disalurkan wakif kepada nazhir yang telah
ditunjuknya.
3. Kepada para nazhir wakaf yang ada hendaknya selalu memperbaiki kinerja
dan efektifitasnya dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf yang
telah dititipkan oleh para wakif. Meningkatkan kreatifitas dan
produktifitasnya dalam mengemban amanah lembaga wakaf yang profesional.
Karena ditangan nazhir lah sebuah harta benda wakaf dapat bermanfaat, tepat
dan berdayaguna bagi sasarannya ataupun sebaliknya.
4. Setiap nazhir harus siap diaudit secara berkala oleh akuntan publik dan
diawasi oleh lembaga pengawasan – pemerintah maupun independen- dan
masyarakat.
5. Aspek akuntabilitas pengelolaan wakaf hendaknya menjadi salah satu
prioritas dalam perumusan kebijakan yang lebih rinci mengenai pengelolaan
wakaf kedepan, mengingat masih banyak pengelola wakaf yang belum
menerapkan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan
wakaf, sesuai standar yang profesional.
6. Kebijakan yang ketat tentang pertanggungjawaban pengelolaan wakaf
diperlukan guna mencegah merosotnya kepercayaan publik terhadap
pengelolaan wakaf.
7. Kepada pemerintah diharapkan dapat menjadi partner yang baik bagi nazhir
wakaf yang telah ada selama ini. Ada baiknya pemerintah mengalakkan
kembali sosialisasi UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf kepada masyarakat,
baik melalui penyuluhan-penyuluhan maupun melalui media yang lain,
sehingga seluruh masyarakat dapat mengetahui dan berperan aktif dalam
mengembangkan proyek wakaf di Indonesia.
8. Hendaknya pelaksanaan UU RI No. 41 tahun 2004 tentang wakaf yang telah
ada dapat ditegakkan dan diterapkan dengan baik oleh seluruh pihak.
Termasuk oleh pemerintah sendiri yang dalam hal ini menjadi regulator dalam
pembentukan Undang-undang di Indonesia.
9. Agar wakaf di Indonesia dapat memberikan kesejahteraan sosial bagi
masyarakat, maka diperlukan pengelolaan wakaf secara optimal oleh para
nazhir. Untuk mendorong atau mengoptimalkan wakaf oleh para nazhir, maka
perlu ditingkatkan peran suatu badan wakaf yang berskala nasional (dalam hal
ini Badan Wakaf Indonesia) yang berfungsi antara lain memberikan
pembinaan kepada para nazhir wakaf dalam hal pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf.
10. BWI kedepan, wewenang dan tugasnya hendaknya dibatasi sehingga tidak
melampaui tugas dan wewenang lembaga lain, dan keberadaanya diawasi oleh
publik. Selain itu, hendaknya BWI menjadikan isu akuntabilitas dan
pengawasan sebagai prioritasnya, dan menujukan perhatiannya pada tata
kelola wakaf yang profesional guna meningkatkan public trust pada institusi
wakaf nasional sehingga masyarakat tertarik untuk mendukung berbagai
program maupun agenda yang ditawarkannya.
11. Kedepan, wakaf sebagai salah satu voluntary fund dalam Islam akan mampu
menjadi pengemban amanah Islam, yaitu terciptanya masyarakat yang adil,
makmur dan sejahtera. Bahkan bisa jadi wakaf akan menjadi instrumen
keuangan alternatif dari instrumen keuangan konvensional, karena sistem
ekonomi konvensional (kapitalis dan sosialis) telah terbukti gagal
mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera. Sehingga kepada seluruh
masyarakat Muslim Indonesia diharapkan dapat berperan dan berpartisipasi
aktif, dan kepada Pemerintah khususnya harus dapat memberikan perhatian
yang ekstra terhadap keberadaan dan perkembangan wakaf (tunai khususnya)
di tanah air.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahnya
Abid Abdullah Al-Kabisi, Muhammad, Hukum Wakaf (Kajian Kontemporer Pertama
dan Terlengkap Tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian
Atas Sengketa Wakaf), Jakarta : Iiman Press – Dompet Dhuafa Republika,
2004, Cet ke-1
Asqalani -al, Ibnu Hajar, Fathul Bari (Penjelasan Kitab Shahih Al- Bukhari), terj.
Amiruddin, Jakarta : Pustaka Azzam, 2006, Cet. Pertama, Buku ke-15
Bukhary -al, Abi Abdullah Muhammad Ibnu Ismail, dalam Shahih Bukhary, Bab Asy-
Syuruthu Fi Al- Waqfi, ( Daru Nahr An-Niil, t.th), Juz Tsani
Departemen Agama RI, UU RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Jakarta : Dirjen
Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2004
___________________, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta :
Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji (Proyek Peningkatan
Pemberdayaan Wakaf), 2004
___________________, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta :
Dirjen Bimas Haji, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005, Cet.
Ke-III
___________________, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta : Dirjen Bimas
Haji, Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005, Cet. Ke-II
______________________, Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai, Jakarta : Dirjen Bimas
Islam dan Penyelenggaraan Haji, Direktorat pengembangan zakat dan wakaf, 2004
__________________, Proses Lahirnya UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf,
Jakarta : Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, Direktorat
pengembangan zakat dan wakaf, 2005
Dompet Dhuafa Republika, Profil Tabung Wakaf Indonesia, Jakarta : Dompet
Dhuafa Republika, 2006
Fuad Abdul Baqi, Muhammad, Shahih Muslim (Lil Imam Abi Husain Muslim Ibnu
Hajjaj Al- Qusyairy An- Naisabury), Bab Maa Yalhaqu Al-Insanu min Ats-
Tsawabi Ba’da Wafatihi, Kairo : Daru Ihya Al- Kutubi Al-Arabiyati, t.th, Juz
ke-III
Halim, Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta : Ciputat Press, 2005, Cet.
Ke-I
Herman Budianto, “Tabung Wakaf Indonesia”. Dalam Training Relawan Zakat 1427
H Dompet Dhuafa Republika, 6 September 2006, Jakarta : Dompet Dhuafa
Republika, 2006
Hikmah -al, Telaah Utama “Bagaimana Dana Zakat Dikelola – Menyoal
Transparansi dan Independensi Amil Zakat”, Bandung : Oktober 2006
Mujieb, M. Abdul, DKK, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta : PT. Pustaka Firdaus, 2002,
Cet. Ke-III
Munawwir, A. Warson, Kamus Al-Munawwir, Surabaya : Pustaka Progressif, 2002,
Cet. Ke-25
Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka,
2005, Edisi Ketiga
Shiddieqy -ash, Tengku Muhammad Hasbi, Hukum-hukum Fiqh Islam (Tinjauan
Antar Mazhab), Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, Cet.ke-II
Tabung Wakaf Indonesia Magazine, Jembatan itu Bernama Wakaf, Ramadhan 1427
H / 2006
Taufik Ridho, Panduan Wakaf Praktis, Jakarta : Tabung Wakaf Indonesia, 2006, Cet.
Ke-I
Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta : Darul Ulum Press,
1999, Cet. Ke-III
Wawancara Pribadi dengan Ibu Destria Meryana Atmayanti, (staf Adm& Database
TWI), Jakarta, 6 Juni 2007
Wawancara Pribadi dengan Dian Rifiah (Staf Accounting Dompet Dhuafa
Republika), Jakarta, Rabu 16 Januari 2008
Wawancara Pribadi dengan Poppy Salindri Puspitasari, (staf Adm& HRD), Jakarta,
12 Maret 2008
Zuhdi, Masjfuk, Studi Islam Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1993,
Jilid II, h. 77
UU RI NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
A. Ketetapan Perwakafan Pada UU RI No. 41 Tahun 2004
BAB I
Ketentuan Umum
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimksud dengan :
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka
waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau
kesejahteraan umum menurut Syari’ah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3. Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan
atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola
dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan atau
manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut Syariah yang
diwakafkan oleh wakif.
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW,adalah pejabat
berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan
perwakafan di Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri
atas Presiden beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggungjawab di bidang agama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut Syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut :
a. Wakif
b. Nazhir
c. Harta BendaWakaf
d. Ikrar Wakaf
e. Peruntukan harta benda wakaf
f. Jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi :
a. Perseorangan;
b. Organisasi;
c. Badan Hukum.
Pasal 8
(1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalampasal 7 huruf a hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan :
a. Dewasa
b. Berakal sehat
c. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
d. Pemilik sah harta benda wakaf.
(2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang
bersangkutan.
(3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c hanya dapat
melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan
hukum yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi :
a. Perseorangan;
b. Organisasi; atau
c. Badan Hukum
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalampasal 9 huruf a hanya dapat menjadi
Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b dapat menjadi Nazhir
apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan atau
keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c hanya dapat
menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan Nazhir
perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi
dan peruntukannya;
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nazhir dapat
menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, Nazhir
memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, Nazhir harus
terdaftar dalam pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 9,
pasal 10, pasal 11, pasal 12, pasal 13, dan pasal 14 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif
secara sah.
Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiri dari :
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
b. hak asuh tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
c. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana
dimaksud pada huruf a;
d. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
e. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
f. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan Syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta
benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergeraklain sesuai dengan ketentuan Syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan PPAIW dengan
disaksikan oleh 2(dua) orang saksi.
(2) Ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan atau
tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat
hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum,
Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua)
orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan
atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan :
a. dewasa;
b. beragama Islam;
c. berakal sehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a. nama dan identitas Wakif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta benda wakaf;
d. peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi :
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidakk bertentangan dengan Syariah
dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat
menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan
dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan
apabila disaksikan oleh palinh sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga)
dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan
persetujuan seluruh ahli waris.
Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang
bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa
wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam undang-
undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas
permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima
wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uangg melalui lembaga keuangan
Syari’ah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 28
dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang dilakukan
secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan
disampaikan oleh lembaga keuangan Syari’ah kepada wakif dan Nazhir sebagai
bukti penyerahan harta benda wakaf
Pasal 30
Lembaga keuangan Syari’ah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf
berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjuut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, dan pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada instansi yang
berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari keerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 32,
PPAIW menyerahkan :
a. salinan akta ikrar wakaf
b.surat-surat dan atau bukti-bikti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam pasal 34
disampaikan oleh PPAIW kkepada Nazhir.
Pasal 36
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui
PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf
Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda
wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda
wakaf yang telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran danpengumuman
harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan;
d. dijual;
e. diwariskan;
f. ditukar;
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf f dikecualikan apabila
harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum
sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan
perundang—undanngan yang berlaku dan tidak bertentangan denngan Syari’ah.
(2) Pelaksanaan keteentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan
Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar denagan harta benda yang
manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf
semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, dan peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip Syari’ah
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud
pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin Syari’ah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang
melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin
tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta
benda wakaf ternyata tiidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang
dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan
dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersanngkutan :
f. meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
g. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum.;
h. Atas permintaan sendiri;
i. Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan atau melanggar ketentuan
larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
j. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Badan Wakaf Inndonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir
lain karena pemberhentiann dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap
memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta
fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, pasal 43, pasal 44, dan pasal 455 diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk
Badan Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan
tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Inndonesia berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan atau Kabupaten atau
Kota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang :
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala
nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status
harta benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf
Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah, Organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain
yang dipandang perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 49, Badan Wakaf
Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama
Indonesia.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur
pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (!) merupakan unsur
pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan
2 (dua) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan
Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
para anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Inndonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh)
orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon
anggota harus memenuhi persyaratan :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
g. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan atau pengalaman di bidang
perwakafan dan atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi Syari’ah; dan
h. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan
nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai
persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh
Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
1. Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
2. Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan
diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian
anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
peraturan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden
untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cata pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf
Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa
jabatan diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia,Pemerintah wajib
membantu biaya operasional.
Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan
tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf
Indonesia diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan
melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan
disampaikan kepada Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada
masyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk
mencapai mufakat.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau
pengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf
untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf;
(2) Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia;
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama
Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan
kerjasama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak
lain yang dianggap perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri
dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 63, pasal 64, dan
pasal 65 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda
wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 atau tanpa
izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp
400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas
hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang
ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak
didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan Syari’ah dan PPAIW
sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 dan pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi
lembaga keuangan Syari’ah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya undang-undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya
undang-undang ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut undang-undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan
paling lama 5 (lima) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau belum diganti dengan peraturan
yang baru berdasarkan undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
DRAFT WAWANCARA
“Pengaruh Penerapan UU RI No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Terhadap Profesionalitas Pengelolaan Lembaga Wakaf
(Studi Kasus Pada Tabung Wakaf Indonesia-Dompet Dhuafa Republika)”
Nama : Destria Meryana Atmayanti, SH
Jabatan : Staf Adm & Database
Tempat : Kantor TWI (Perkantoran Margaguna Jak-Sel)
Waktu : Rabu, 6 Juni 2008
Pukul : 16.00 s.d selesai
Pertanyaan
1. T : Bagaimana potensi wakaf di Indonesia ?
J : Potensi wakaf di Indonesia cukup besar, baik wakaf benda bergerak
maupun benda tidak bergerak. khususnya wakaf yang berujud tanah
yang terdapat di seluruh Indonesia. Seperti pada tahun 2002 wakaf
berupa tanah cukup besar, yakni 359.462 lokasi dengan luas
keseluruhan 1. 472. 047. 607 m2 yang selalu berkembang mengikuti
perkembangan ekonomi umat.
2. T : Apa kendala yang dihadapi oleh Tabung Wakaf Indonesia
(TWI) dalam mensosialisasikan wakaf (khususnya wakaf tunai)
kepada masyarakat ?
J : Kendala yang dihadapi oleh TWI dalam mensosialisasikan wakaf,
dari segi internal masih minim dan kurang memadainya SDM yang
tersedia (seluruh karyawan TWI hanya 7 orang). Sedangkan dari segi
eksternal masih kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat
untuk berwakaf (terutama wakaf tunai)
3. T : Bagaimana respon masyarakat terhadap sosialisasi adanya
wakaf tunai (uang, saham,dll)?
J : Responnya (pasca penyuluhan berupa kajian-kajian tentang wakaf)
mereka (peserta penyuluhan) sangat antusias, hal ini terlihat dari
banyaknya peserta kajian-kajian wakaf tersebut yang menindaklanjuti
hasil kajiannya dengan langsung menghubungi pihak TWI untuk
mencari informasi yang lebih detail dan mendalam mengenai tata cara
berwakaf.
4. T : Apa strategi TWI dalam rangka menarik simpati dan minat
masyarakat untuk berwakaf tunai ?
J : Dengan melakukan sosialisasi melalui media-media seperti koran
(HU Republika), spanduk-spanduk dan juga melalui media internet
dengan alamat www.tabungwakaf.com. Selain itu dalam rangka
menarik simpati dan minat masyarakat untuk berwakaf (khususnya
wakaf tunai) TWI juga rutin mengadakan kajian-kajian bertemakan
wakaf yang diadakan di setiap pengajian-pengajian, baik pengajian
yang ada di perkantoran-perkantoran, komplek-komplek perumahan,
dll.
5. T : Bagaimana prospek wakaf tunai ke depan ?
J : Untuk kedepan prospek wakaf tunai sangat menggembirakan. Hal ini
mengingat prosentase jumlah wakif dari tahun ke tahun menunjukkan
trend peningkatan yang cukup signifikan. Sebagaimana prosentase
penerimaan zakat yang terus mengalami peningkatan.
6. T : Dalam menjalankan pengelolaan dan pengembangan harta
wakaf di lapangan apakah TWI bersinergi / berkoordinasi
dengan Badan Wakaf Indonesia ?
J : Tidak (belum). Karena sampai dengan saat ini Badan Wakaf
Indonesia (BWI ) sendiri baru terbentuk, jadi belum memiliki
perangkat tugas.
7. T : Apakah TWI mengacu pada UU RI No. 41 Tahun 2004 dalam
pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
?
J : Dalam pelaksanaan, pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf selama ini TWI selalu mengacu pada Al-Qur’an dan As-
Sunnah sebagai pedoman dan rujukan utama dalam pengelolaan, baru
setelah itu merujuk pada UU RI No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
(meskipun tidak seluruh isinya diterapkan).
8. T : Bagaimana TWI menilai ketentuan wakaf yang ada dalam UU
RI No. 41 Tahun 2004 ?
J : Sudah cukup baik. Hanya saja masih perlu dilakukan revisi kembali
melihat ada beberapa ketentuan pasal yang ternyata tidak dapat
diterapkan di lapangan.
9. T : Apakah ketentuan wakaf yang berlaku dalam UU RI No. 41
Tahun 2004 sudah relevan dengan kondisi yang terjadi di
Lapangan ?
J : Belum sepenuhnya relevan dengan kebutuhan para Nazhir wakaf
(TWI khususnya) di lapangan.
10. T : Seberapa besar urgensi dan pengaruh penerapan UU RI No. 41
Tahun 2004 bagi sebuah lembaga wakaf yang ada di Indonesia ?
dan juga terhadap perkembangan wakaf di Indonesia ?
J : Sangat urgen, mengingat UU RI No. 41 Tahun 2004 merupakan
impian umat Islam Indonesia sejak lama sebagai regulasi perwakafan
agar dapat mengatur tata cara pelaksanaan wakaf, dan juga yang
terpenting keberadaannya berfungsi sebagai payung hukum mengenai
pelaksanaan wakaf di Indonesia. Apalagi melihat potensi wakaf umat
Islam Indonesia yang sangat luar biasa – jika dikelola dengan sangat
baik akan dapat mengalami perkembangan yang signifikan yang pada
akhirnya mampu membantu mengentaskan kemiskinan di Indonesia-
maka sangat diperlukan UU yang dapat menaungi dan melindungi
segala hal yang berkaitan dengan tata cara pelaksanaan wakaf ke
depan.
11. T : Apakah ketentuan-ketentuan wakaf yang terdapat dalam UU RI
No. 41 Tahun 2004 telah cukup menjawab permasalahan dan
kendala yang dihadapi oleh lembaga wakaf (TWI khususnya) di
lapangan ?
J : Belum. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa pasal yang tidak
relevan untuk diterapkan di lapangan. Sebaliknya masih banyak
ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan wakaf yang
masih belum diatur dalam UU RI No. 41 Tahun 2004.
12. T : Apakah dalam praktek di lapangan TWI melakukan perubahan
status/ peruntukan harta benda wakaf ?
J : Dalam prakteknya TWI selalu berdialog dengan para calon Wakif
sebelum melakukan akad serah terima wakaf. Selain itu jika Mauquf
Bihi (benda wakaf)nya berupa Fixxed Asset (harta tidak bergerak)
seperti tanah, bangunan, pohon, dll maka TWI terlebih dahulu
melakukan survei ke lapangan untuk mengetahui kondisi riil dari harta
benda wakaf tidak bergerak tersebut. Jika memang siuasi di lapangan
menghendaki TWI melakukan perubahan status atau peruntukan harta
benda wakaf (seperti tempatnya sangat jauh di pelosok / pedalaman,
lokasinya sulit ditempuh, dll), maka calon Wakif akan diajak berdialog
hingga terjadinya sebuah kesepakatan untuk kemudian disahkan lewat
akad serah terima wakaf dari Wakif kepada TWI (selaku Nazhir
wakaf).
13. T : Dari sejak berdirinya, bagaimana perkembangan yang dialami
oleh TWI dalam menerima, mengelola dan mengembangkan
sebuah harta benda wakaf ?
J : Sangat signifikan. Hal ini terlihat dari perolehan dana dan harta
wakaf yang terus meningkat. Sejak didirikannya TWI 2,5 tahun yang
lalu, dalam jangka waktu itu pula TWI selaku Nazhir wakaf telah
memperoleh pendapatan wakaf > Rp 2 Miliar. Lalu untuk tahun 2007
ini TWI khusus menargetkan tercapainya perolehan pendapatan wakaf
senilai > Rp 6 Miliar.
14. T : Apa keutamaan/ kelebihan yang akan diperoleh calon wakif jika
mewakafkan hartanya di lembaga TWI ?
J : Kelebihan yang akan diperoleh calon Wakif jika mewakafkan
hartanya (baik berupa wakaf tunai maupun wakaf harta tidak bergerak)
di TWI maka dapat dipastikan aksesnya sangat mudah,
transparansinya terjamin, terbuka layanan konsultasi wakaf, selain itu
si Wakif juga akan memperoleh Progress Report mengenai wakaf
secara rutin.
15. T : Bagaimana strategi penghimpunan dana/ harta wakaf pada
Tabung Wakaf Indonesia ?
J : Strateginya dengan cara membuka Layanan Jemput Wakaf, layanan
konter penerimaan wakaf baik melalui kas-kas Dompet Dhuafa
Republika, maupun melalui Bank-bank dan juga konter layanan wakaf
via SMS (Short Messaging Services).
16. T : Bagaimana sistem pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf yang produktif di TWI ?
J : Dalam melakukan kewajibannya selaku Nazhir, Tabung Wakaf
Indonesia haarus melakukan pengelolaan dan pengembangan atas
harta benda wakaf yang dihimpunnya sesuai dengan tujuan, fungsi dan
peruntukannya dengan prinsip-prinsip Syari’ah, yaitu bahwa Nazhir
wajib mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya. Dimana pengelolaan yang
dilakukan oleh Tabung Wakaf Indonesia berdasarkan dua pendekatan,
yaitu :
1. Pendekatan Produktif
yaitu pengelolaan harta wakaf untuk hal-hal yang bersifat produktif
dan menghasilkan keuntungan. Diatur dalam pasal 43 ayat 2 bahwa
pengelolaan harta benda wakaf dilakukan secara produktif. Contoh :
pembuatan rumah sakit komersil dari dana wakaf, keuntungan dari
rumah sakit sepenuhnya untukkegiatan kemaslahatan umat.
2. Pendekatan Non Produktif
Yaitu pengelolaan harta benda wakaf untuk hal-hal yang bersifat
tidak menghasilkan keuntungan (non produktif). Contoh :
pembuatan sekolah gratis untuk Dhuafa, seluruh dana wakaf yang
terkumpul digunakan untuk kegiatan tersebut.
17. T : Menurut TWI, sebuah lembaga wakaf dapat dikatakan
profesional, jika sistem pengelolaan wakafnya seperti apa ?
J : Sebuah lembaga wakaf dapat dikategorikan profesional jika dari segi
SDMnya memiliki sifat Amanah, Jujur, dan kinerjanya Profesional.
Sedangkan jika dilihat dari segi pengelolaannya mengedepankan
transparansi dan melalui proses auditing.
18. T : Bagaimana peran TWI ditengah-tengah masyarakat khususnya
kaum Dhuafa yang memetik manfaat langsung dari program-
program pemberdayaan wakaf di TWI ?
J : Sampai saat ini InsyaAllah TWI terus konsisten dengan perannya
sebagai lembaga wakaf yang tidak hanya amanah dan profesional, tapi
juga berusaha menjadikan wakaf yang diamanahi semakin produktif
dan berdayaguna, khususnya bagi kaum dhu’afa yang menjadi target
sasaran pemberdayaan kita. Selama ini TWI berperan
mendayagunakan wakaf (khususnya tunai) dari sektor sosial dan
sektor produktif. Dari sektor sosial peran TWI seperti SMART EI,
Institut Kemandirian Indonesia, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma
(LKC), Masjid Mandiri, Rumah Bersalin Cuma-Cuma (RBC), dan
Rumah Baca Cahaya. Sedangkan dari sektor produktif TWI berperan
melalui pendayagunaan BMT (Baitul Mal wa Tamwil), Kampoeng
Ternak, Bakmi Langgara dan juga melalui wakaf saham yang
produktif.
19. T : Menurut TWI, apakah penerapan UU RI No.41 tahun 2004 oleh
sebuah lembaga wakaf dapat berpengaruh terhadap
profesionalitas lembaga wakaf tersebut ?
J : Ya, dapat berpengaruh. Namun sifat pengaruhnya tidak dapat
dikatakan dominan.
DRAFT WAWANCARA
“Pengaruh Penerapan UU RI No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Terhadap Profesionalitas Pengelolaan Lembaga Wakaf
(Studi Kasus Pada Tabung Wakaf Indonesia-Dompet Dhuafa Republika)”
Nama : Poppy Salindri Puspitasari, SE
Jabatan : Staf Adm & HRD
Tempat : Via Telepon
Waktu : Rabu, 12 Maret 2008
Pukul : 10.00 s.d. selesai
Pertanyaan
1. T : Bagaimana sistem administrasi dan pengelolaan harta benda
wakaf di TWI ?
J : Sebagai bagian dari perusahaan maka administrasi bertugas
melakukan pembuatan sertifikat dan Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan
sistem keuangan yang amanah dan transparan, sehingga masyarakat
dapat mengetahui dengan mudah aktifitas keuangan Tabung Wakaf
Indonesia. Untuk sistem pelayanan, maka TWI sendiri membuka
pendaftaran bagi wakif di kantornya sendiri yang beralamat di
Perkantoran Margaguna, Jl. Radio Dalam Raya No. 11 Jak-Sel.
Sedangkan untuk sistem pengelolaan dan pengembangan maka
seluruh staf beserta Direktur, TWI melakukan koordinasi dengan
Dompet Dhuafa serta seluruh anak jejaringnya untuk melakukan
proses pengembangan dan pendayagunaan dengan meningkatkan
kuantitas dan kualitas berbagai program yang sudah berjalan selama
ini.
DRAFT WAWANCARA
“Pengaruh Penerapan UU RI No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf
Terhadap Profesionalitas Pengelolaan Lembaga Wakaf
(Studi Kasus Pada Tabung Wakaf Indonesia-Dompet Dhuafa Republika)”
Nama : Dian Rifiah
Jabatan : Staf Accounting Dompet Dhuafa Republika
Tempat : Via Telepon
Waktu : Rabu, 16 Januari 2008
Pukul : 14.00 s.d selesai
Pertanyaan
1. T : Lembaga Auditor apa yang dipercayai Dompet Dhuafa untuk
mengaudit seluruh transaksi di DD termasuk TWI?
J : Lembaga yang kita gunakan untuk mengaudit seluruh transaksi keuangan
kita, yaitu lembaga auditor Grant Thornton (KPA Grant Thornton
Hendrawinata).