pengaruh penambahan ekstrak daun kelor (moringa …repository.ub.ac.id/12349/1/desy dwi...
TRANSCRIPT
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK
DAUN KELOR (Moringa oleifera) YANG
BERBEDA DALAM PENGENCER CEP-2
KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS
SEMEN BEKU KAMBING SENDURO
SKRIPSI
Oleh:
Desy Dwi Afifah
NIM. 145050100111016
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK
DAUN KELOR (Moringa oleifera) YANG
BERBEDA DALAM PENGENCER CEP-2
KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS
SEMEN BEKU KAMBING SENDURO
SKRIPSI
Oleh:
Desy Dwi Afifah
NIM. 145050100111016
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Desy Dwi Afifah dilahirkan
di Lamongan pada tanggal 22 Desember 1995. Penulis
merupakan anak ketiga dari pasangan Bapak Doto dan Ibu
Narti. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN
Banjargondang lulus pada tahun 2007, pendidikan menengah
pertama di SMPN 1 Sukorame lulus pada tahun 2010,
pendidikan menengah atas di SMAN 1 Bluluk lulus pada tahun
2013 dan diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya pada tahun 2014 melalui jalur Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) serta
mendapatkan beasiswa Bidikmisi.
Penulis pernah memperoleh penghargaan sebagai
finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-29
pada tahun 2016. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang
(PKL) di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Budidaya
Ternak Kabupaten Pasuruan pada tahun 2017 dengan judul
“Manajemen Peternakan Ruminansia di UPTD Budidaya
Ternak Kabupaten Pasuruan”. Sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana (S1) Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Kelor (Moringa
oleifera) yang Berbeda Dalam Pengencer CEP-2 Kuning Telur
Terhadap Kualitas Semen Beku Kambing Senduro”.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha
Kuasa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian skripsi dengan
judul “Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Kelor
(Moringa oleifera) yang Berbeda Dalam Pengencer CEP-2
Kuning Telur Terhadap Kualitas Semen Beku Kambing
Senduro” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya.
Penyelesaian penulisan laporan ini tidak lepas dari
bantuan, bimbingan serta dorongan motivasi dari beberapa
pihak, penulis sampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS., selaku Dekan
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang dan
Dr. Ir. Sri Minarti, MP., selaku Ketua Jurusan Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya.
2. Dr. Ir. Sri Wahjuningsih, M.Si., selaku Pembimbing
Utama dan Prof. Dr. Ir. Moh. Nur Ihsan, MS., selaku
Pembimbing Pendamping atas saran dan bimbingannya
selama penelitian sampai dengan penyusunan skripsi
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu.
3. Prof. Dr. Ir. M. Nur Ihsan, MS., selaku ketua penelitian
PUPTN yang telah memberikan fasilitas selama
penelitian.
4. Dr. Ir. Agus Budiarto, MS dan Artharini Irsyammawati,
S.Pt, MP., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan koreksi sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik
iv
5. Dr. Ir. Agus Budiarto, MS., selaku ketua Laboratorium
Lapang Sumber Sekar Fakultas Peternakan yang telah
menyediakan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian
dan Bapak Sumali selaku Koordinator Laboratorium
yang telah membantu serta memberi arahan dalam
proses penelitian berlangsung.
6. Achadiah Rachmawati, S.Pt, M.Si., dan Muhammad
Ade Salim, S.Pt, MP., yang telah membantu
menyediakan fasilitas dan memberikan arahan selama
proses penelitian.
7. Ibu Narti dan Bapak Doto, selaku kedua orang tua
tersayang atas doa, motivasi serta dukungan baik secara
moral maupun materi.
8. Anggota tim penelitian EXPERT TEAM antara lain
Uzwajul M, Aprilia Retno A, Sulaiman dan Angga
Setiawan yang telah bekerjasama dengan baik selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
9. Riski Septiani, Wida Apriliani, Churrotul M, Wiwik
Srilidiya W, Mulfi Qaulan S, Mirza, Arif, Ivanda,
Niswatin Hasanah selaku teman seperjuangan yang
selalu memberikan semangat dan membantu dalam
penelitian dan penyusunan skripsi.
10. Kepada pihak-pihak terkait lainnya yang telah
membantu baik dalam pelaksaan penelitian maupun
dalam penyelesaian skripsi.
Penulis berharap kritik dan saran yang membangun
untuk kesempurnaan skripsi dan penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis maupun pembaca.
Malang, Juni 2018
Penulis
v
EFFECT OF ADDITIONAL OF MORINGA
LEAVES EXTRACT (Moringa oleifera) DIFFERENT
IN DILUENT CEP-2 EGG YOLK OF THE
QUALITY OF FROZEN SEMEN
SENDURO GOATS
Desy Dwi Afifah1), Sri Wahjuningsih2), Nur Ihsan2)
1) Student at Production Department, Animal Science Faculty,
Brawijaya University 2) Lecturer of Animal Production, Animal Science Faculty,
Brawijaya University
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this research was to evaluate the
different of addition of moringa leaves extraction diluted in
CEP-2 Egg Yolk base extender to frozen semen quality of
Senduro goats. The materials used for this research were
Senduro goats semen, which was collected by artificial vagina.
Semen diluent were divided into five groups, there were P0
(90% CEP-2 + 10% Egg Yolk); P1 (90% CEP-2 + 10% Egg
Yolk + 1% Moringa Leaves Extraction); P2 (90% CEP-2 + 10%
Egg Yolk + 3% Moringa Leaves Extraction); P3 (90% CEP-2 +
10% Egg Yolk + 5% Moringa Leaves Extraction) and P4 (90%
CEP-2 + 10% Egg Yolk + 7% Moringa Leaves Extraction) with
ten replications. Quality of collected-spermatozoa were
observed based on percentages of motility spermatozoa,
viability spermatozoa, abnormally spermatozoa and plasma
membran intact. The data were analyzed with Analysis of
Variance (ANOVA) based on Randomized Block Design, if
there was significant effect, then tested by Duncan’s Multiple
vi
Range Test (DMRT). The result showed that addition of
different moringa leaves extraction in CEP-2 egg yolk extender
on percentages of motility spermatozoa, viability spermatozoa
and plasma membrane intact, have significant effect (P<0.05),
but there was no significant effect on percentage of abnormal
spermatozoa (P>0.05). P3 better than P1, P2, P4 and P0 on
percentages of motility spermatozoa, viability spermatozoa, and
plasma membrane intact on Post Thawing. The conclusion was
addition Moringa oleifera extraction in CEP-2 egg yolk
extender with level 5% (P3) can improve the quality of frozen
semen Senduro goats.
Keywords: CEP-2 Egg Yolk, Moringa leaves extract, Semen
vii
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK DAUN KELOR
(Moringa oleifera) YANG BERBEDA DALAM PENGENCER
CEP-2 KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN
BEKU KAMBING SENDURO
Desy Dwi Afifah1), Sri Wahjuningsih2), M. Nur Ihsan2)
1) Mahasiswa Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya 2) Dosen Bagian Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Universitas Brawijaya
E-mail : [email protected]
RINGKASAN
Salah satu usaha dalam meningkatkan produksi daging
adalah dengan adanya peningkatan mutu genetik yaitu dengan
program Inseminasi Buatan (IB). Faktor keberhasilan IB
memerlukan semen berkualitas baik dan memiliki daya hidup
yang tinggi, sehingga ketersediaan semen yang diperlukan
setiap saat tetap dalam keadaan baik dan layak untuk dilakukan
inseminasi dengan cara pengawetan semen berupa pengenceran
semen. Pengencer Cauda Epididymal Plasma-2 (CEP-2)
merupakan salah satu jenis pengencer yang mampu
mempertahankan spermatozoa selama penyimpanan untuk
melindungi spermatozoa dari kejut dingin (cold shock). Bovine
Serum Albumin (BSA) merupakan salah satu bahan yang
terdapat di dalam CEP-2 yang berfungsi melindungi sel
spermatozoa dari luar saat proses pembekuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penambahan
ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) yang berbeda terhadap
kualitas semen beku kambing Senduro. Materi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah semen kambing Senduro dari
viii
Laboratorium Lapang Sumber Sekar Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada 10
November 2017 sampai tanggal 9 Maret 2018. Penampungan
dan prosesing semen dilaksanakan di Laboratorium Lapang
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Penampungan
semen kambing Senduro dilaksanakan dua kali dalam seminggu
menggunakan metode vagina buatan. Persyaratan semen segar
yang digunakan yaitu semen yang mempunyai motilitas
individu ≥70% dan motilitas massa minimal 2+. Kuning telur
yang digunakan adalah kuning telur segar jenis ayam buras
dengan umur telur maksimal 3 hari yang berasal dari Desa
Sumber Sekar Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Pengencer
yang digunakan meliputi CEP-2 kuning telur tanpa penambahan
Ekstrak Daun Kelor (EDK). Metode yang digunakan dalam
penelitian adalah metode percobaan laboratorium dengan jenis
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yaitu
P0 (90% CEP-2 + 10% Kuning Telur (KT)), P1 (90% CEP-2 +
10% KT + 1% EDK), P2 (90% CEP-2 + 10% KT + 3% EDK),
P3 (90% CEP-2 + 10% KT + 5% EDK) dan P4 (90% CEP-2 +
10% KT + 7% EDK) dengan masing-masing 10 kali ulangan.
Apabila terdapat perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka
akan dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD).
Variabel yang diamati meliputi persentase motilitas, persentase
viabilitas, persentase abnormalitas dan integritas membran
spermatozoa selama pembekuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase
motilitas individu, viabilitas dan integritas membran
spermatozoa saat pengamatan post thawing memberikan
pengaruh yang nyata (P<0,05), sedangkan persentase
abnormalitas tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05).
Persentase rataan motilitas individu post thawing pada masing-
ix
masing perlakuan adalah P0 (32,00±6,32%), P1
(31,50±4,74%), P2 (37,50±8,58%), P3 (40,50±7,62%) dan P4
(35,50±7,62%). Persentase rataan viabilitas setelah pembekuan
pada masing-masing perlakuan adalah P0 (37,96±8,73%), P1
(45,08±4,99%), P2 (44,05±9,53%), P3 (45,53±8,68%) dan P4
(38,41±6,72%). Persentase rataan abnormalitas setelah
pembekuan untuk masing-masing perlakuan adalah P0
(3,14±2,19%), P1 (3,19±2,08%), P2 (3,11±1,34%), P3
(3,44±1,62%) dan P4 (3,40±2,54%). Persentase rataan
integritas membran setelah pembekuan untuk masing-masing
perlakuan adalah P0 (38,51±5,92%), P1 (39,67±8,56%), P2
(39,84±4,59%), P3 (47,24±6,42%) dan P4 (41,63±6,65%).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa
penambahan ekstrak daun kelor pada level 5% mampu
mempertahankan kualitas semen beku kambing Senduro dalam
pengencer CEP-2 kuning telur terhadap persentase motilitas,
persentase viabilitas dan persentase integritas membran
spermatozoa selama penympanan beku. Saran dari penelitian
ini adalah menggunakan P3 dengan pengencer 90% CEP-2 +
10% KT + 5% ekstrak daun kelor karena mampu menjaga
kualitas spermatozoa dengan baik serta diharapkan untuk
dilakukan proses inseminasi buatan pada kambing Senduro
untuk mengetahui tingkat keberhasilannya.
x
xi
DAFTAR ISI
Isi Halaman
RIWAYAT HIDUP ............................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................... iii
ABSTRACT ............................................................................ v
RINGKASAN ...................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN ................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................ 4
1.3. Tujuan ............................................................... 4
1.4. Kegunaan ......................................................... 4
1.5. Kerangka Pikir .................................................. 5
1.6. Hipotesis ........................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kambing Senduro ............................................. 9
2.2. Spermatozoa ................................................... 10
2.3. Uji Kualitas Spermatozoa ............................... 12
2.4. Integritas Membran Spermatozoa .................... 14
2.5. Pembekuan Semen .......................................... 15
2.6. Pengencer CEP-2 Kuning Telur ..................... 18
2.7. Daun Kelor (Moringa oleifera) ....................... 19
BAB III MATERI DAN METODE
3.1. Lokasi dan Waktu ........................................... 25
3.2. Materi Penelitian ............................................. 25
xii
3.2.1. Penampungan Semen ............................ 26
3.2.2. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor ........... 26
3.2.3. Pembuatan Larutan Ekstrak
Daun Kelor ........................................... 27
3.2.4. Pembuatan Pengencer CEP-2
Kuning Telur ........................................ 28
3.2.5. Penggunaan Pengencer CEP-2
Kuning Telur ........................................ 30
3.2.6. Prosedur Persiapan Pengencer ............. 36
3.2.6.1. Pengencer Kontrol (P0) .......... 36
3.2.6.2. Pengencer Perlakuan
(P1, P2, P3, P4) ........................ 37
3.2.7. Pembuatan Larutan Hypoosmotic
Swelling Test (HOST) .......................... 37
3.3. Metode Penelitian ........................................... 38
3.4. Analisis Data ................................................... 38
3.5. Variabel Penelitian .......................................... 39
3.5.1. Pemeriksaan Makroskopis Semen ......... 39
3.5.2. Pemeriksaan Mikroskopis Semen ......... 40
3.5.3. Integritas Membran Spermatozoa ......... 42
3.6. Batasan Istilah .................................................. 42
3.7. Kerangka Operasional...................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pemeriksaan Kualitas Semen Segar
Kambing Senduro .......................................... 45
4.2. Pemeriksaan Motilitas Individu Semen
Kambing Senduro ........................................... 47
4.3. Pemeriksaan Viabilitas Semen
Kambing Senduro ........................................... 52
4.4. Pemeriksaan Abnormalitas
Semen Kambing Senduro ................................ 54
xiii
4.5. Pemeriksaan Integritas Membran
Semen Kambing Senduro ................................ 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ................................................... 63
5.2. Saran ............................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 65
LAMPIRAN ..................................................................... 75
xiv
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Nilai Gizi Daun Kelor Segar dan Kering ... 21
2. Kandungan Bagian-bagian Daun Kelor .......................... 23
3. Komposisi Bahan Pengencer CEP-2 .............................. 29
4. Rataan Semen Segar Kambing Senduro ......................... 45
5. Rataan Motilitas Individu (%)
Semen Kambing Senduro ............................................... 48
6. Rataan Viabilitas (%) Semen Kambing Senduro ........... 53
7. Rataan Abnormalitas (%) Semen Kambing Senduro ..... 55
8. Rataan Integritas Membran Spermatozoa (%)
Kambing Senduro ........................................................... 59
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Skema Kerangka Pikir Penelitian .................................... 7
2. Kambing Senduro ........................................................... 10
3. Spermatozoa Pada Beberapa Ternak .............................. 11
4. Mekanisme Masuknya Krioprotektan di Dalam Sel ....... 17
5. Daun Kelor (Moringa oleifera) ...................................... 20
6. Prosedur Persiapan Pengencer Kontrol (P0) .................. 36
7. Prosedur Persiapan Pengencer
Perlakuan (P1, P2, P3, P4) .............................................. 37
8. Kerangka Operasional .................................................... 43
9. Spermatozoa Hidup dan Mati Perbesaran 400 kali ........ 52
10. Abnormalitas Spermatozoa Perbesaran 400 kali ............ 55
11. Integritas Membran Spermatozoa Perbesaran 400 kali .. 58
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data Rataan Kualitas Semen Segar Kambing Senduro .. 75
2. Data Persentase Motilitas Individu (%) Spermatozoa .... 76
3. Data Persentase Viabilitas (%) Spermatozoa ................. 77
4. Data Persentase Abnormalitas (%) Spermatozoa ........... 78
5. Data Persentase Integritas Membran (%) Spermatozoa . 79
6. Analisis Statistik Motilitas Spermatozoa ........................ 80
7. Analisis Statistik Viabilitas Spermatozoa ....................... 84
8. Analisis Statistik Abnormalitas Spermatozoa ................ 88
9. Analisis Statistik Integritas Membran Spermatozoa ...... 92
10. Dokumentasi .................................................................. 96
xviii
DAFTAR SINGKATAN
BF : Before Freezing
BSA : Bovine Serum Albumin
dkk., : dan kawan-kawan
EDK : Ekstrak Daun Kelor
et al., : et alii
Kg : Kilogram
KT : Kuning Telur
P : Perlakuan
pH : Potential Hydrogen
PTM : Post Thawing Motility
RAK : Rancangan Acak Kelompok
rpm : rate per minute
SD : Standar Deviasi
oC : Derajad Celcius
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang saat
ini banyak dipelihara oleh masyarakat luas terutama di
pedesaan karena memiliki berbagai keuntungan antara lain
cepat berkembangbiak, modal untuk pemeliharaannya relatif
kecil, cara pemeliharaannya mudah, sebagai investasi serta
sebagai jaminan apabila terjadi kegagalan panen. Menurut
Batubara, Nasution, Subandriyo, Inounu, Tiesnamurti dan
Anggraeni (2016) menyatakan bahwa populasi kambing di
Indonesia saat ini mencapai 19.608.181 ekor. Sekitar 58,33%
terdapat di Pulau Jawa, 22,78% di Pulau Sumatera, 1,03% di
Pulau Kalimantan, 9,25% di Pulau Sulawesi dan 8,61% di pulau
lain (Pulau Maluku, NTB, NTT, Bali, Papua, dan Papua Barat).
Anonimus (2016) melaporkan bahwa kambing Senduro
merupakan suatu kekayaan sumberdaya genetik ternak lokal di
Indonesia yang harus dilindungi dan dilestarikan. Secara
genetik, kambing yang memiliki ciri khas bulu putih mulus ini
terdapat komponen darah kambing etawa dari India, kambing
Jawarandu dan kambing Kacang.
Salah satu upaya dalam meningkatkan produktivitas
ternak dengan metode Inseminasi Buatan (IB). Penerapan
teknologi IB pada kambing di Indonesia belum populer apabila
dibandingkan dengan ternak sapi serta angka kebuntingan yang
diperoleh umumnya masih dibawah 40% (Tambing dan
Sariubang, 2008).Terdapat dua masalah yang mempengaruhi
keberhasilan IB pada kambing, yaitu kesulitan mendeteksi
berahi dan teknik inseminasi yang belum tepat. Program IB
yang berhasil dapat dicapai dengan melihat kualitas semen
2
jantan, perlakuan terhadap semen, transportasi serta
pelaksanaan dalam inseminasi, sehingga ketersediaan semen
yang diperlukan setiap saat tetap dalam keadaan baik dan layak
untuk dilakukan inseminasi dengan cara pengawetan semen
berupa pengenceran semen. Tujuan pengenceran semen
dilakukan untuk mengurangi kepadatan dan menjaga
kelangsungan hidup spermatozoa (Widjaya, 2011). Syarat
bahan pengencer harus mengandung zat-zat makanan berupa
sumber energi dan tidak bersifat racun bagi spermatozoa, dapat
melindungi spermatozoa dari kejut dingin (cold shock),
menghambat pertumbuhan mikroba serta bersifat sebagai
penyangga.
Kerusakan spermatozoa merupakan salah satu kendala
dalam upaya untuk mempertahankan semen pada suhu rendah.
Semen kambing mudah mengalami kerusakan selama proses
pembekuan, karena terjadinya pembentukan kristal es yang
menyebabkan kematian spermatozoa. Munazaroh,
Wahjuningsih dan Ciptadi (2013) menjelaskan bahwa selama
proses pembekuan semen, kristal-kristal es yang terbentuk
dapat menyebabkan konsentrasi elektrolit meningkat di dalam
sel yang akan melarutkan selubung lipoprotein dinding sel
spermatozoa dan pada waktu pemeriksaan setelah pembekuan
(thawing) akan mengubah permeabilitas membran plasma
sehingga spermatozoa akan mati. Salah satu pengencer yang
dapat digunakan yaitu Cauda Epididymal Plasma (CEP-2)
merupakan salah satu jenis pengencer dalam penyimpanan
spermatozoa sapi pada suhu refrigator. Pengencer ini
mengandung sumber energi seperti fruktosa, beberapa mineral
(Na+, Ca+, K+), pH serta osmolaritasnya yang sama dengan
keadaan plasma kauda epididimis (Verbeckmoes, Varisoom,
Dewulf and Kruif, 2004 dalam Wiratri, Susilawati dan
3
Wahjuningsih, 2014). Selama proses penyimpanan dibutuhkan
bahan tambahan lain yang dapat melindungi spermatozoa salah
satunya yaitu kuning telur. Nugroho, Susilawati dan
Wahjuningsih (2014) menjelaskan bahwa terdapat jenis
krioprotektan ekstraseluler yang banyak digunakan dalam
proses pendinginan semen yaitu kuning telur. Kuning telur
mengandung lesitin dan lipoprotein yang mampu melindungi
membran sel spermatozoa untuk mencegah terjadinya cold
shock selama pendinginan pada suhu 5oC. Selain itu, perlu
adanya penambahan antioksidan salah satunya yaitu daun kelor.
Ekstrak daun kelor memiliki berbagai efek terhadap kualitas
semen. Daun kelor dapat meningkatkan kualitas spermatozoa
dan bentuk testes pada kelinci jantan (Abu, Ahemen and
Ikpechukwu, 2013). Fitria, Indra dan Lyrawati (2013)
menjelaskan bahwa di dalam daun kelor (Moringa oleifera)
mengandung antioksidan yang tinggi dan beberapa senyawa
bioaktif kelompok flavonoid seperti quercetin, kaempferol dan
proanthocyanidin. Quercetin merupakan antioksidan kuat yang
memiliki kekuatan 4-5 kali lebih tinggi jika dibandingkan
dengan vitamin C dan vitamin E yang dikenal sebagai
antioksidan potensial. Terdapat zat fitokimia pada daun kelor
yang merupakan antioksidan seperti tanin, steroid dan
triterpenoid, flavonoid, saponin, antarquinon dan alkaloid
(Kasolo, Bimeya, Ojok, Ochieng and Okwal-okeng, 2010).
Proses pembekuan semen dilakukan dengan
menggunakan medium nitrogen cair (N2 cair) dengan suhu -
196oC. Spermatozoa yang telah dibekukan akan mampu
bertahan hidup dalam kurun waktu yang lama, bahkan
bertahun-tahun. Ismaya (2014) menjelaskan bahwa motilitas
spermatozoa tetap dalam keadaan baik setelah dibekukan dan
dicairkan, yaitu mencapai 40-60%, namun hanya sekitar 20-
4
30% spermatozoa yang masih baik. Spermatozoa yang
mengalami kerusakan kemungkinan masih motil, tetapi
kemampuan dalam membuahi sel telur masih kurang maksimal.
Penelitian tentang pengenceran semen kambing Senduro
menggunakan CEP-2 kuning telur dan ekstrak daun kelor belum
banyak dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian ini
dengan menggunakan bahan lokal (ekstrak daun kelor) dan
menekan biaya prosesing semen serta kualitas semen beku tetap
dalam keadaan motil dan mampu secara maksimal membuahi
sel telur.
1.2. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh penambahan ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera) yang berbeda dalam pengencer CEP-2 kuning telur
terhadap kualitas semen beku kambing Senduro.
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian adalah mengetahui dan mengkaji
pengaruh kadar ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) yang
berbeda dalam pengencer CEP-2 kuning telur terhadap kualitas
semen beku kambing Senduro.
1.4. Kegunaan
Hasil penelitian diharapkan memberikan informasi
tentang pengaruh kadar ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)
yang berbeda dalam pengencer CEP-2 kuning telur terhadap
kualitas semen beku kambing Senduro, sehingga dapat
mencegah penurunan kualitas spermatozoa yang diakibatkan
oleh radikal bebas serta berguna sebagai standar optimal
pemberian ekstrak daun kelor pada penelitian selanjutnya guna
5
mendukung perkembangan ilmu peternakan pada bidang
bioteknologi reproduksi.
1.5. Kerangka Pikir
Manajemen reproduksi kambing Senduro harus
dilakukan perbaikan secara terus menerus salah satunya yaitu
produksi semen yang berkualitas tinggi. Menurut Wiratri dkk.,
(2014) menjelaskan bahwa semen beku yang sering digunakan
sebagai IB mempunyai kualitas yang lebih rendah dan hanya
dapat dipertahankan dengan adanya Nitrogen cair (N2 cair),
sedangkan di beberapa daerah di Indonesia N2 cair masih sulit
didapatkan dan akan berdampak terhadap rendahnya tingkat
keberhasilan IB.
Pengenceran dan penyimpanan semen merupakan
suatu usaha dalam mempertahankan kualitas spermatozoa.
Pengenceran semen dilakukan untuk mengurangi kepadatan
dan menjaga kelangsungan hidup spermatozoa. Syarat bahan
pengencer harus mengandung zat-zat makanan berupa sumber
energi dan tidak bersifat racun bagi spermatozoa, dapat
melindungi spermatozoa dari kejut dingin (cold shock),
menghambat pertumbuhan mikroba serta bersifat sebagai
penyangga (Widjaya, 2011). Salah satu pengencer yang dapat
digunakan yaitu Cauda Epididymal Plasma (CEP-2)
merupakan salah satu jenis pengencer dalam penyimpanan
spermatozoa sapi pada suhu refrigator. CEP-2 mengandung
sumber energi berupa fruktosa, beberapa mineral seperti (Na+,
Ca+, K+), pH serta osmolaritasnya sama dengan keadaan plasma
kauda epididimis (Verbeckmoes et al., 2004 dalam Wiratri
dkk., 2014). Nugroho, Susilawati dan Wahjuningsih (2014)
menjelaskan bahwa jenis krioprotektan ekstraseluler yang
banyak digunakan dalam proses pendinginan semen adalah
6
kuning telur yang terdapat kandungan lesitin dan lipoprotein
yang mampu melindungi membran sel spermatozoa untuk
mencegah terjadinya cold shock selama pendinginan pada suhu
5oC.
Pengencer CEP-2 yang ditambahkan 20% kuning telur
dapat memberikan kualitas terbaik dalam mempertahankan
daya hidup spermatozoa (Ducha, Susilawati, Aulanni’am dan
Wahyuningsih, 2013). Penambahan ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera) dalam pengencer CEP-2 kuning telur
mampu menjaga kualitas semen kambing Senduro selama
penyimpanan beku. Daun kelor memiliki kandungan senyawa
flavonoid berupa antioksidan yang salah satu sumber
fenoliknya dapat menangkap radikal bebas dan fraksi etanolnya
dapat melindungi terhadap penghentian DNA (Pandey,
Poonam, Gupta, Haider, Bhatt and Singh, 2012).
Penelitian terkait pengenceran semen beku kambing
Senduro menggunakan ekstrak daun kelor dalam pengencer
CEP-2 kuning telur belum banyak dilakukan, sehingga perlu
dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kualitas semen
kambing Senduro sebagai dasar penentuan kadar ekstrak daun
kelor yang tepat. Skema kerangka pikir penelitian dapat dilihat
pada Gambar 1.
7
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian
Syarat:
• Sumber energi
• Tidak toksik
• Pelindung dari cold shock
• Sebagai buffer
Pengencer CEP-2
kuning telur mampu
mempertahankan daya
hidup spermatozoa
(Ducha dkk., 2013)
Perbaikan manajemen
reproduksi kambing
Senduro
Produksi semen yang
berkualitas tinggi
Pengenceran dan
penyimpanan untuk
mempertahankan
kualitas semen
kambing Senduro
Penambahan ekstrak daun
kelor sebagai antioksidan
(Pandey et al., 2012) dan
mampu meningkatkan
pergerakan spermatozoa pada
kambing (Raji and Njidda,
2014)
Penentuan konsentrasi
ekstrak daun kelor
yang tepat untuk
mempertahankan
kualitas semen beku
kambing Senduro
8
1.6. Hipotesis
Kadar ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) yang
berbeda dalam pengencer CEP-2 kuning telur mampu
mempertahankan kualitas semen beku kambing Senduro.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kambing Senduro
Kambing Senduro merupakan suatu kekayaan
sumberdaya genetik ternak lokal di Indonesia yang harus
dilindungi dan dilestarikan. Secara genetik, kambing yang
memiliki ciri khas bulu putih mulus ini terdapat komponen
darah kambing Etawa dari India, kambing Jawarandu dan
kambing Kacang. Kambing Senduro juga memiliki fertilitas
(tingkat kesuburan reproduksi ternak) yang cukup tinggi. Rata-
rata Kambing Senduro sudah mampu beranak pertama ketika
mencapai umur 394±58 hari, dengan jarak beranak 220±17 hari.
Dalam jangka waktu dua tahun, Kambing Senduro akan mampu
melahirkan hingga tiga kali dengan kelahiran rata-rata kembar
(Anonimus, 2016). Kambing Senduro memiliki karakteristik
yaitu warna putih, bentuk kepala dengan muka cembung,
telinga panjang menggantung kebawah dan terpilin, bertanduk
dan tidak bertanduk, bentuk punggung lurus sedikit
melengkung sampai titik terendah dibagian tengah tubuh
membentuk sudut dan semakin tinggi sampai pinggul, bulu
tubuh bagian leher dan pinggul lebih panjang dan pada jantan
bulu lebih panjang mengurai, ekor pendek dan bentuk ambing
menggantung seperti kendi. Rata-rata produksi susu kambing
Senduro adalah 1,3±0,5 liter/hari, umur beranak pertama
394±58 hari, lama bunting 5±0,3 bulan, lama berahi 18±6 jam,
berahi setelah beranak 63±6 hari, jumlah anak sekelahiran 1-2
ekor dan jarak beranak (Kidding Interval) 220±17 hari
(Anonimus, 2014)
10
Gambar 2. Kambing Senduro
2.2. Spermatozoa
Spermatozoa dibentuk dari tubuli seminiferi yang berada
di dalam testis. Spermatozoa memiliki sel yang panjang, terdiri
dari kepala yang tumpul didalamnya terdapat inti sel, ekor yang
mengandung apparatus untuk pergerakan sel. Pada kepala
terdapat akrosom yang memiliki struktur dinding rangkap
terletak diantara membran plasma bagian anterior nukleus,
leher menghubungkan kepala dan ekor (flagela) yang dibagi
menjadi bagian tengah, pokok dan akhir. Bagian-bagian
tersebut memiliki struktur yang berbeda (Susilawati, 2011).
Spermatozoa pada masing-masing spesies memiliki
ukuran yang berbeda, namun bentuknya secara umum hampir
sama. Morfologi spermatozoa pada beberapa spesies dapat
dilihat pada Gambar 3.
11
Gambar 3. Spermatozoa Pada Beberapa Ternak (Sumber:
Garner and Hafez, 2008)
Bentuk kepala spermatozoa adalah oval, tumpul dan
mengandung nukleus dengan kromatin yang sangat padat.
Kromatin ini terdiri atas Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) yang
kompleks dari suatu protein yang disebut sebagai protamine
sperma. Kromosom spermatozoa memiliki jumlah haploid atau
setengah dari sel somatik. Sel ini dihasilkan dari proses
pembelahan secara meiosis yang terjadi selama proses
spermatogenesis. Bagian akrosom merupakan bagian akhir dari
inti spermatozoa yang dibungkus oleh akrosom tipis, lapisan
membran yang menutupi ini terbentuk saat proses
spermatogenesis. Bagian akrosom berisi beberapa enzim
hidrolitik seperti proacrosin, hyaluronidase, esterase dan asam
hidrolase yang dibutuhkan dalam proses fertilisasi. Ekor
spermatozoa dibagi menjadi leher, bagian tengah, pokok dan
akhir. Leher menghubungkan potongan bagian basal plate
bagian posterior dan bagian terbawah dari nukleus. Bagian ini
12
akan berlanjut sampai akhir dengan sembilan serabut kasar
yang mengeras pada seluruh bagian ekor (Susilawati, 2011).
Spermatogenesis merupakan proses pembentukan
spermatozoa di dalam testis, selanjutnya mengalami
pematangan lebih lanjut di dalam epididimis dimana sperma
disimpan sampai ejakulasi. Spermatogenesis ini meliputi:
Spermatositogenesis (Spermatocytogenesis) atau pembentukan
spermatosit primer dan sekunder dari spermatogonia tipe A dan
Spermiogenesis atau pembentukan spermatozoa dari spermatid
(Feradis, 2014).
2.3. Uji Kualitas Spermatozoa
Pelaksanaan IB dapat menyebabkan kegagalan karena
dapat disebabkan oleh faktor keberadaan dan keterbatasan
semen beku, yaitu ketersediaan yang tidak berkesinambungan,
semen beku yang tersedia dengan persentase spermatozoa hidup
yang rendah sebagai akibat kurang dan tidak tersedianya N2 cair
pada penyimpanannya, sehingga untuk menjaga kualitas
spermatozoa dalam straw tetap baik maka N2 cair dalam
kontainer harus mencukupi atau 1/3 kontainer harus terisi N2
cair (Putranti, Kustono dan Ismaya, 2010).
Uji kualitas spermatozoa harus segera dilakukan setelah
penampungan atau sebelum proses pengenceran yang meliputi
pemeriksaan makroskopis: volume, warna, konsistensi dan pH.
Pemeriksaan mikroskopis meliputi: motilitas massa, motilitas
individu, persentase hidup dan mati, konsentrasi serta
abnormalitas (Susilawati, 2011).
Menurut Susilawati (2013) menjelaskan bahwa volume
semen kambing per ejakulasi memiliki rata-rata 1 ml dengan
kisaran 0,5-1,2 ml. Warna semen yang normal adalah putih
kekuningan atau putih susu. Keasaman semen dapat diketahui
13
dengan menggunakan pH meter atau kertas lakmus. Semen
yang normal memiliki pH berkisar 6,2-6,8. Semen kambing dan
domba biasanya sedikit asam. Semen yang pekat biasanya
mudah mengalami perubahan pH menjadi lebih asam, karena
terjadinya penimbunan asam laktat sebagai akibat dari aktivitas
metabolisme spermatozoa. Menurut Ihsan (2011) menjelaskan
bahwa rataan volume semen 1±0,3 ml dengan kisaran 0,6-1,5
ml merupakan kisaran yag normal, karena semen yang dapat
ditampung waktu ejakulasi berkisar antara 0,95±0,18 ml dengan
konsentrasi 3536±419 juta/ml pada kambing Jawarandu.
Nyuwita, Susilawati dan Isnaini (2015) melaporkan bahwa
volume semen dan konsentrasi spermatozoa dapat
mempengaruhi total spermatozoa yang dihasilkan, sehingga
semakin tinggi volume semen dan konsentrasi spermatozoa
maka total spermatozoa semakin banyak dan meningkatkan
total dosis semen beku yang dihasilkan. Jika semakin tinggi
total spermatozoa maka semen beku yang dihasilkan akan
semakin tinggi.
Penilaian motilitas spermatozoa meliputi penilaian
motilitas massa dan individu. Motilitas massa spermatozoa
dapat diamati dengan cara meneteskan semen diatas gelas
obyek, kemudian diamati dibawah mikroskop dengan
perbesaran 100 kali. Sehingga dengan cara ini dapat diamati
sekelompok sel sperma yang bergerak bersama-sama satu arah
dan besar kecilnya gelombang serta keaktifan dalam
pergerakan. Penilaian motilitas individu dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop perbesaran 400 kali pada suhu yang
dijaga konstan 37oC dengan menggunakan cover glass,
kemudian menentukan proporsi (persentase) spermatozoa yang
bergerak progresif (Susilawati, 2013). Hartono (2008)
menjelaskan bahwa semen beku yang dapat disimpan dan
14
digunakan untuk IB harus mempunyai persentase motilitas yang
tidak kurang dari 40% setelah pencairan kembali.
Abnormalitas spermatozoa dapat dibedakan menjadi dua
yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekuner.
Abnormalitas primer berhubungan dengan kepala dan akrosom.
Sedangkan abnormalitas sekunder berhubungan dengan adanya
sitoplasmic droplet pada mid piece pada ekor (Susilawati,
2011). Menurut Wiratri dkk. (2014) menjelaskan bahwa
abnormalitas spermatozoa akan mengalami peningkatan setiap
jam. Hal ini dipengaruhi oleh spermatogenesis dari ternak dan
perlakuan semen setelah ejakulasi, misalnya penanganan semen
segar, pencampuran semen dengan pengencer dan pada saat
proses pembuatan ulasan. Waktu yang terlalu lama dalam
penyimpanan juga dapat mempengaruhi jumlah spermatozoa
abnormal.
Viabilitas atau daya hidup spermatozoa dapat diamati
melalui perubahan warna spermatozoa setelah diulas dengan
pewarna eosin negrosin. Spermatozoa yang hidup ditandai
dengan warna yang tidak terserap oleh spermatozoa karena
membran sel spermatozoa dalam keadaan baik, namun pada
spermatozoa yang mati akan menyerap warna sehingga dapat
dikatakan bahwa terjadi kerusakan pada membran sel
spermatozoa (Sholikah, Isnaini, Yekti dan Susilawati, 2016)
2.4. Integritas Membran Spermatozoa
Keutuhan membran plasma spermatozoa merupakan
salah satu faktor penting dalam metabolisme spermatozoa,
reaksi akrosom, kapasitasi, dan pengikatan spermatozoa pada
permukaan sel telur (Baqir, Fakhrildin and Kouty, 2009).
Urutan kerja Hypoosmotic Swelling Test (HOST) yaitu 1 ml
larutan hipoosmotik 150 m osmol (yang dibuat dari 7,35 gram
15
natrium sitrat, 2H2O, 13,52 gram fruktosa dilarutkan dalam
1000 ml aquades) ditambah dengan 0,1 ml spermatozoa
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit,
selanjutnya diamati dengan perbesaran 400 kali perubahan yang
khas yaitu adanya pembengkakan atau ekornya melingkar pada
bagian ujungnya (Susilawati, 2013).
Spermatozoa dengan membran yang masih utuh dapat
menahan cairan hipoosmotik dalam sel, sehingga akan terlihat
ekor menjadi melingkar atau bengkok. Spermatozoa dengan
membran yang mengalami kerusakan menunjukkan ekor yang
lurus karena tidak mampu untuk menahan air yang masuk.
Keutuhan membran plasma sangat diperlukan spermatozoa
karena kerusakan membran plasma akan berpengaruh terhadap
proses metabolisme, motilitas serta daya hidup spermatozoa
yang dihasilkan (Arsiwan, Takdir, La Ode dan Rahadi, 2014).
Persentase integritas membran spermatozoa dapat
dihitung dengan membandingkan antara jumlah spermatozoa
yang bereaksi (HOS positif) dibagi dengan jumlah spermatozoa
total (bereaksi dan tidak bereaksi) dikalikan dengan 100%
(Nurcholis, Arifiantini dan Yamin, 2016).
2.5. Pembekuan Semen
Pembekuan semen merupakan proses penghentian
kehidupan spermatozoa secara sementara untuk mengurangi
proses metabolisme hampir secara total dengan tujuan
mengurangi penggunaan energi. Masalah yang ditimbulkan dari
proses pembekuan semen adalah stres terhadap cekaman dingin
(cold shock) dan terbentuknya kristal es yang diakibatkan oleh
proses pengeluaran air secara intraseluler (Setiono, Suharyati
dan Santosa, 2015). Menurut Insani, Rahayu, Pramana dan
Soewondo (2014) menjelaskan bahwa pembekuan sel dapat
16
menyebabkan terbentuknya kristal es dan penumpukan
elektrolit serta bahan terlarut lainnya. Kristal es intraseluler
dapat merusak semen secara mekanik. Konsentrasi elektrolit
yang berlebihan dapat menyebabkan pelarutan selubung
lipoprotein membran sel sperma sehingga permeabilitas
membran akan mengalami perubahan dan dapat menyebabkan
kematian sel.
Gliserol ditambahkan sebagai bahan untuk melindungi
spermatozoa dari efek pembekuan. Pada saat sel bersuhu 0oC
bentukan es intraseluler akan terbentuk karena sebagian besar
spermatozoa tersusun oleh air dengan penambahan intraseluler
krioprotektan (misal gliserol, DMSO, ethilen glicol) akan
menurunkan titik beku sel spermatozoa hingga -196oC.
Mekanisme perubahan titik beku disebabkan oleh peristiwa
masuknya krioprotektan di dalam sel seperti pada Gambar 4
yaitu intraseluler krioprotektan yang bersifat higroskopis akan
menarik air yang ada dalam sel, kemudian digantikan oleh
intraseluler krioprotektan. Ekstraseluler krioprotektan yang
berupa phospolipid atau glukosa sangat diperlukan. Bahan
ekstraseluler krioprotektan dapat berupa lesitin (kuning telur
yang mengandung lesitin) atau ekstraseluler lain seperti
golongan gula adalah fruktosa, glukosa dan raffinosa
(Susilawati, 2013).
17
Gambar 4. Mekanisme Masuknya Krioprotektan di Dalam Sel
(Susilawati, 2013)
Ismaya (2014) melaporkan bahwa pembekuan semen
dapat menyebabkan kerusakan spermatozoa baik kerusakan
fungsional (biochemical) maupun kerusakan fisik
(ultrastructural). Kerusakan fisik dapat berupa kerusakan
plasma dan membrane acrosome, acrosome, mitochondrial
sheath dan axonema. Selama freeze-thawing mengakibatkan
perubahan biokimia atau hilangnya bagian penting dari
spermatozoa, seperti hilangnya glutamic oxaloacetic
transaminase (GOT), hilangnya lipoprotein dan asam amino,
menurunnya aktivitas phospatase, menurunnya pengikatan
cholesterol protein, meningkatnya sodium dan menurunnya
jumlah potassium, tidak aktifnya enzim hyaluronidase dan
acrosin, kehilangan prostaglandin, mengurangi sintesa
adenosinetriphospate (ATP) dan adenosinediphospate (ADP),
dan menurunnya aktivitas proteolitik acrosome. Kerusakan ini
lebih banyak terjadi pada spermatozoa domba daripada sapi.
18
2.6. Pengencer CEP-2 Kuning Telur
Pengencer Cauda Epididymal Plasma (CEP-2)
merupakan salah satu jenis pengencer yang mengandung
sumber energi berupa fruktosa, beberapa mineral, pH serta
osmolaritasnya sama dengan keadaan plasma kauda epididimis
(Verbeckmoes et al., 2004 dalam Wiratri dkk., 2014). Nugroho,
Susilawati dan Wahyuningsih (2014) menjelaskan bahwa jenis
krioprotektan ekstraseluler yang banyak digunakan dalam
proses pendinginan semen adalah kuning telur karena
mengandung lesitin dan lipoprotein yang mampu melindungi
membran sel spermatozoa untuk mencegah terjadinya cold
shock selama pendinginan pada suhu 5oC.
Kuning telur akan mengurangi terjadinya kerusakan
membran plasma dan akrosom sehingga terjadi penurunan
mortilitas dan kecepatan gerakan spermatozoa pada saat semen
dibekukan. Setelah dilakukan pengawetan spermatozoa
mengembang sehingga akrosom pecah dan menyebabkan
berkurangnya kandungan akrosin dan proakrosin. Kerusakan
terjadi, sebagian besar pada saat pencairan kembali (thawing),
dimana kerusakan fisik akrosom merupakan salah satu
penyebab kematian sel spermatozoa. Pembekuan dan
penyimpanan semen menyebabkan ketidakseimbangan
membran dari sel-sel yang motil sehingga menurunkan
ketahanan spermatozoa setelah inseminasi (Ihsan, 2011).
Pada pengencer CEP-2 dan 10% kuning telur memiliki
nilai abnormalitas paling rendah karena pengencer tersebut
dapat meminimalisir abnormalitas spermatozoa, adanya lesitin
dan kuning telur yang berfungsi sebagai pelindung dalam
mempertahankan integritas selubung lipoprotein dari sel
spermatozoa (Firdausi, Susilawati dan Wahyuningsih, 2014).
Menurut Ducha dkk. (2013) melaporkan bahwa pada pengencer
19
CEP-2 yang ditambahkan 20% kuning telur dapat memberikan
kualitas terbaik dalam mempertahankan motilitas dan viabilitas
spermatozoa.
Bahan pengencer yang ditambahkan berfungsi untuk
menyediakan sumber energi bagi spermatozoa, memperbanyak
volume semen, mengurangi kepadatan dan menjaga
kelangsungan hidup spermatozoa sampai batas penyimpanan
tertentu pada kondisi dibawah atau diatas titik beku, sehingga
dapat menjamin kelangsungan hidup spermatozoa selama
penyimpanan atau pembekuan (Astrini dkk., 2016).
Penggunaan kuning telur mampu memberikan
perlindungan terhadap spermatozoa. Selain itu kuning telur
mengandung lipoprotein dan lesitin yang mampu untuk
melindungi integritas sel selama penyimpanan dan kandungan
glukosa pada kuning telur yang bermanfaat karena adanya daya
viskositas (Juniandri, Susilawati dan Isnaini, 2014).
Penambahan kuning telur pada pengencer CEP-2 mampu
untuk melindungi spermatozoa dari Reactive Oxygen Species
(ROS), melindungi integritas membran serta mempertahankan
keutuhan ultrastruktur membran spermatozoa (Ducha,
Susilawati, Aulanni’am, Wahyuningsih and Pangestu, 2012).
2.7. Daun Kelor (Moringa oleifera)
Moringa oleifera (daun kelor) merupakan tanaman yang
masuk dalam familia Moringaceae dan dapat digunakan
sebagai obat berbagai penyakit dalam pengobatan tradisional.
Daun kelor sebagai sumber antioksidan yang memiliki
kandungan flavonoid, saponin, alkaloid, tanin, karotenoid
(terutama lutein dan β-karoten), kuersetin dan fenol. Salah satu
sumber fenoliknya dapat menangkap radikal bebas dan fraksi
etanolnya dapat melindungi terhadap penghentian DNA.
20
Kandungan kimia dari daun kelor per 100 g terdiri atas Fosfor
70 g/kal, Besi 7 g/kal, Zinc 0,16 g/kal, β-karoten 6,78 g/kal,
Tiamin 0,06 g/kal, Riboflavin 0,05 g/kal, Niacin 0,8 g/kal dan
Vitamin C sebanyak 220 g/kal (Pandey et al., 2012). Daun kelor
memiliki senyawa anti nutrisi seperti Phytate 2,59%, Oxalate
0,45%, Saponin 1,6%, Tanin 21,19%, Hydrogen Cyanida
(HCN) 0,1% (Oghe and Affiku, 2012)
Gambar 5. Daun Kelor
Kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan kimia
yang berfungsi untuk berbagai penyakit, seperti beri-beri,
reumatik, kurap, epilepsi, batangnya mengandung gum dan
kulitnya mengandung Beta-sitosterol dan beberapa jenis
alkaloid (Aisyah dan Gassing, 2016). Menurut Aminah,
Ramdhan dan Yanis (2016) melaporkan bahwa daun kelor
merupakan salah satu tanaman yang memiliki berbagai
kandungan nutrisi, seperti kalsium, besi, protein, vitamin A,
vitamin B dan vitamin C. Daun kelor juga mengandung
21
antioksidan tinggi dan antimikroba. Kandungan nilai gizi daun
kelor segar dan kering disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nilai Gizi Daun Kelor Segar dan Kering
Komponen Gizi Daun Segar Daun Kering
Kadar air (%) 94,01 4,09
Protein (%) 22,70 28,44
Lemak (%) 4,65 2,74
Kadar abu - 7,95
Karbohidrat (%) 51,66 57,01
Serat (%) 7,92 12,63
Kalsium (mg) 350-550 1600-2200
Energi (Kcal/100g) - 307,30
Sumber: Aminah dkk. (2016)
Daun kelor merupakan sumber β-karoten, protein,
vitamin C, kalsium dan potasium serta sebagai sumber
antioksidan alami yang baik, sehingga dapat meningkatkan
masa simpan makanan yang mengandung lemak karena adanya
berbagai senyawa antioksidan seperti asam askorbat, flavonoid,
fenolat dan karotenoid (Anwar, Latif, Ashraf and Gilani, 2007).
Menurut Das, Rajkumar, Verma and Swarup (2012)
melaporkan bahwa daun kelor muda mengandung sumber
protein yang sangat baik, seperti provitamin A, vitamin B dan
C, mineral (terutama zat besi) dan sumber asam amino esensial
yang kaya seperti metionin, sistin, triptofan dan lisin.
Daun kelor mengandung fenol dalam jumlah yang
banyak yang dikenal dapat menangkal senyawa radikal bebas.
Kandungan fenol dalam daun kelor segar sebanyak 3,4%
sedangkan pada daun kelor yang telah diekstraksi sebanyak
22
1,6% (Verma, Vijayakumar, Mathela and Rao, 2009). Daun
kelor (Moringa oleifera) mengandung antioksidan yang tinggi
dan beberapa senyawa bioaktif kelompok flavonoid seperti
quercetin, kaempferol dan proanthocyanidin (Fitria dkk, 2013).
Menurut Kasolo et al. (2010) melaporkan bahwa terdapat zat
fitokimia pada daun kelor yang merupakan antioksidan seperti
tanin, steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, antarquinon
dan alkaloid. Kandungan setiap bagian dari daun kelor disajikan
pada Tabel 2.
23
Tabel 2. Kandungan Bagian-bagian Daun Kelor
Kandungan Fitokimia Sumber
Aurantiamide acetate (dipeptida langka a rare dipeptide)
dan 1,3 dibenzyl urea
Akar
Vanillin, β-sitostenone, 4-hydroxymellein dan
octacosanoic acid
Batang
Alkaloids-moringine, moringinine Kulit
batang
L-arabinose, D-galactose, D-glucuronic acid, L-
rhamnose, L-mannose, D-mannose dan D-xylose
Getah
Nitrile glycosides-niazirin dan niazinin, tri glikosida
mustard oil, 4-[4-O-acetyl-α-L-rhamnosyloxy) benzyl]
isothiocynate, niaziminin A dan niaziminin B
Daun
Growth promoters, Phenolic acids-gallic, chlorogenic,
ellagic dan ferulic acid, Flavonoids-kaempferol,
quercetin dan rutin,
Asam askorbat, carotenoids (terutama lutein dan β-
carotene)
Sumber: Pandey, Rishabh, Poonam, Gupta, Jamal, Saumya and
Singh (2011)
Ekstrak daun kelor memiliki berbagai efek terhadap
kualitas semen. Raji and Njidda (2014) melaporkan bahwa daun
kelor yang ditambahnkan pada pakan sebanyak 50% mampu
meningkatkan motilitas dan pH pada ternak kambing merah
Sokoto. Selain itu menurut Sukonbi, Ajani, Lawanson and
Amao (2015) menjelaskan bahwa ekstrak daun kelor mampu
mempertahankan motilitas, morfologi dan integritas membran
semen sapi selama lebih dari 72 jam ketika disimpan pada suhu
dingin 6oC.
24
25
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1. Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai November 2017 sampai
dengan Maret 2018. Penampungan dan prosesing semen
dilakukan di Laboratorium Lapang Sumber Sekar Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Daun kelor didapatkan dari
Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Pembuatan
ekstrak daun kelor dilakukan di Laboratorium Biomol Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas
Brawijaya.
3.2. Materi Penelitian
Materi yang digunakan adalah semen segar dari kambing
Senduro sebanyak 3 ekor berumur kurang lebih 1,5-2 tahun
dengan bobot badan rata-rata 65 kg yang dipelihara di
Laboratorium Sumber Sekar Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya. Semen yang akan digunakan sebagai penelitian
mempunyai persyaratan motilitas individu minimal 70% dan
motilitas massa minimal 2+ dengan frekuensi penampungan
semen dua kali dalam seminggu. Penampungan semen
menggunakan vagina buatan (artificial vagina). Bahan yang
digunakan yaitu eosin-negrosin sebagai zat warna pada uji
viabilitas, larutan Hypoosmotic Swelling Test (HOST) untuk uji
integritas membran spermatozoa dan NaCl fisiologis 3% untuk
menghitung konsentrasi semen. Kuning telur yang digunakan
adalah kuning telur segar dari peternak ayam buras dengan
umur telur kurang dari 3 hari yang berasal dari peternak ayam
di Desa Sumber Sekar, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
26
3.2.1. Penampungan Semen
Penampungan semen segar kambing Senduro dilakukan
pada pagi hari antara pukul 08.00-09.30 WIB di Laboratorium
Lapang Sumber Sekar, Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya. Semen dari pejantan kambing Senduro ditampung
dengan vagina buatan yang dilengkapi dengan tabung
penampung semen. Vagina buatan disiapkan dengan memasang
kedua selubung karet atau inner liner dan tabung penampung
yang sudah steril, sedangkan ruang antara selubung luar dan
dalam diisi dengan air hangat suhu 40-50oC dan sepertiga
bagian selubung dalam vagina buatan diolesi vaselin. Tabung
penampung dilapisi kain hitam atau aluminium foil untuk
menghindari sinar matahari langsung. Pejantan diberikan
rangsangan dengan betina pemancing sampai tiga kali mounting
dan dilakukan penampungan semen. Semen yang sudah
ditampung dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Lapang
Sumber Sekar (Susilawati, 2013).
3.2.2. Pembuatan Ekstrak Daun Kelor
Pembuatan ekstrak daun kelor dilakukan dengan
mengambil daun kelor umur 5-7 minggu, yang memiliki kriteria
daun kelor dan batang berwarna hijau muda. Pemanenan
dilakukan dengan cara memetik tangkai daun berasal dari
cabang dan diambil hanya bagian daun, sedangkan batangnya
tidak digunakan (Anonimus, 2016). Pembuatan ekstrak daun
kelor menurut Kumala, Masfufatun dan Devi (2016) sebagai
berikut:
- Alat : Timbangan, blender, nampan, dish meal,
kertas whatman 42, vacum rotary evaporator,
labu erlenmeyer, automatic shaker, dan gelas
ukur
27
- Bahan : Daun kelor muda tanpa batang sebanyak 1 kg
serta pelarut ethanol 70%
- Cara Pembuatan:
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diangin-anginkan daun kelor terlebih dahulu selama 16 jam
kemudian diblender hingga hancur
3. Dimaserasi daun kelor yang sudah hancur dengan
menggunakan larutan ethanol 70% dan didiamkan selama 24
jam
4. Disaring bahan yang sudah dimaserasi dengan kertas
whatman 42 hingga diperoleh filtrat
5. Dimasukkan filtrat ke dalam vacum rotary evaporator
dengan suhu 60oC, 35 rpm selama 1 jam hingga diperoleh
ekstrak berbentuk pasta
Dari 1 kg bahan segar daun kelor tanpa batang diekstraksi
membutuhkan pelarut etanol 70% sebanyak 6 liter dan
dihasilkan ekstrak daun kelor dalam bentuk pasta sebanyak 25
gr.
3.2.3. Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kelor
Pembuatan ekstrak daun kelor menurut Sukonbi et al.,
(2015) sebagai berikut :
- Alat : Erlenmeyer 100 ml, gelas ukur 100 ml,
timbangan, magnetic stirrer, centrifuge,
tabung reaksi, freezer
- Bahan : Ekstrak daun kelor 0,5 gr, Aquabidest 50 ml
- Cara Pembuatan:
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang 0,5 gr ekstrak daun kelor dan 50 ml aquabidest
28
3. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian dihomogenkan
dengan magnetic stirrer selama 15 menit dengan kecepatan
400 rpm
4. Dituangkan ke dalam tabung reaksi kemudian disentrifugasi
selama 2x30 menit dengan kecepatan 1500 rpm
5. Dibuang endapan dan diambil supernatan
6. Disimpan ke dalam freezer dan diencerkan apabila akan
digunakan untuk menjaga kualitas larutan ekstrak daun kelor
3.2.4. Pembuatan Pengencer CEP-2 Kuning Telur
- Alat : Labu Erlenmeyer 250 ml dan 50 ml, pipet
ukur, timbangan analitik, magnetic stirrer,
botol media steril, alumunium foil,
mikropipet ukuran 1000 µl, mikrotip volume
200-1000 µl, disposable syringe ukuran 5 ml
dan 10 ml, penyaring dan pH meter (kertas
pH)
- Bahan : Bahan pengencer CEP-2 disajikan pada Tabel
3.
29
Tabel 3. Komposisi Bahan Pengencer CEP-2 (Verberkcmoes et
al., 2004)
Bahan Jumlah
NaCl 0,09 g/l
KCl 0,05 g/l
CaCL2(H2O) 2 0,04 g/l
MgCL2(H2O) 6 0,08 g/l
NaHCO3 0,10 g/l
NaH2PO2 0,11 g/l
KH2PO4 0,27 g/l
Fruktosa 0,27 g/l
Tris Aminomethan 1,61 g/l
Asam Sitrat 0,82 g/l
Aquabidest 90 ml
Penicilin 0,006 g/l
Streptomicyn 0,01 g/l
Kuning Telur 10 ml
Bovine Serum Albumin 0,2 g/l
- Cara pembuatan :
1. Disiapkan alat steril dan bahan
2. Ditimbang semua bahan dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer ukuran 250 ml
3. Ditempatkan 1 liter aquabidest steril dalam botol media
4. Dimasukkan bahan-bahan pengencer secara berurutan ke
dalam aquabidest steril. Dicampur larutan menggunakan
magnetic stirrer kecepatan 400 rpm atau skala 4 selama 15
menit.
5. Dicek pH dengan rata-rata 6,5
6. Disaring bahan-bahan pengencer yang sudah dihomogenkan
menggunakan disposable syringe dan disaring agar tidak ada
kotoran yang ikut kedalam pengencer menggunakan
erlenmeyer baru
30
7. Ditambahkan pengencer CEP-2 dengan 10% kuning telur
dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer kecepatan 400
rpm atau skala 4 selama 15 menit.
8. Ditambahkan Bovine Serum Albumin (BSA) ke dalam
pengencer CEP-2 dengan digoyangkan sampai homogen
9. Disimpan dingin dengan suhu 4-5oC
3.2.5. Penggunaan Pengencer CEP-2 Kuning Telur
Volume semen yang digunakan = 0,08 ml
Konsentrasi spermatozoa = 4570 x 106
Ulangan = 10 ulangan
1. P0 = 90% CEP-2 + 10% Kuning Telur (KT)
• Pengencer V1
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 0,08 x 10 = 0,72 ml
b. 10% KT = 10/100 x 0,08 x 10 = 0,08 ml
• Pengencer V2
Vtot =Vsemen segar x konsentrasi spermatozoa x 106
50 x 106𝑥0,25
=0,08 x 4570 x 106
50 x 106 𝑥 0,25
= 1,83 ml
V2 =Vtot − (Vsemen + VA1)
2
= 1,83−(0,08+0,08)
2
= 1,75 ml
31
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 1,75 x 10 = 15,75 ml
b. 10% KT = 10/100 x 1,75 x 10 = 1,75 ml
Penambahan Gliserol 13%
VB = 1,83/2 = 0,92 ml
VB = (87/100 x 0,92) + (13/100 x 0,92)
= 0,8 + 0,12 = 0,92 ml
2. P1 = 90% CEP-2 + 10% KT + 1% Ekstrak Daun Kelor
(EDK)
Volume semen yang digunakan = 0,08 ml
Konsentrasi spermatozoa = 4570 x 106
Ulangan = 10 ulangan
c. Pengencer V1
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 0,08 x 10 = 0,72 ml
b. 10% KT = 10/100 x 0,08 x 10 = 0,08 ml
c. 1% EDK = 1/100 x 0,08 x 10 = 0,008 ml
d. Pengencer V2
Vtot =Vsemen segar x konsentrasi spermatozoa x 106
50 x 106 𝑥 0,25
=0,08 x 4570 x 106
50 x 106 𝑥 0,25
= 1,83 ml
V2 =Vtot − (Vsemen+VA1)
2
= 1,83−(0,08+0,08)
2
32
= 1,75 ml
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 1,75 x 10 = 15,75 ml
b. 10% KT = 10/100 x 1,75 x 10 = 1,75 ml
c. 1% EDK = 1/100 x 1,75 x 10 = 0,175 ml
Penambahan Gliserol 13%
VB = 1,83/2 = 0,92 ml
VB = (87/100 x 0,92) + (13/100 x 0,92)
= 0,8 + 0,12 = 0,92 ml
3. P2 = 90% CEP-2 + 10% KT + 3% EDK
Volume semen yang digunakan = 0,08 ml
Konsentrasi spermatozoa = 4570 x 106
Ulangan = 10 ulangan
e. Pengencer V1
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 0,08 x 10 = 0,72 ml
b. 10% KT = 10/100 x 0,08 x 10 = 0,08 ml
c. 3% EDK = 3/100 x 0,08 x 10 = 0,024 ml
f. Pengencer V2
Vtot
=Vsemen segar x konsentrasi spermatozoa x 106
50 x 106 𝑥 0,25
=0,08 x 4570 x 106
50 x 106 𝑥 0,25
= 1,83 ml
33
VA2 =Vtot − (Vsemen+VA1)
2
= 1,83−(0,08+0,08)
2
= 1,75 ml
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 1,75 x 10 = 15,75 ml
b. 10% KT = 10/100 x 1,75 x 10 = 1,75 ml
c. 3% EDK = 3/100 x 1,75 x 10 = 0,53 ml
Penambahan Gliserol 13%
VB = 1,83/2 = 0,92 ml
VB = (87/100 x 0,92) + (13/100 x 0,92)
= 0,8 + 0,12 = 0,92 ml
4. P3 = 90% CEP-2 + 10% KT + 5% EDK
Volume semen yang digunakan = 0,08 ml
Konsentrasi spermatozoa = 4570 x 106
Ulangan = 10 ulangan
g. Pengencer V1
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 0,08 x 10 = 0,72 ml
b. 10% KT = 10/100 x 0,08 x 10 = 0,08 ml
c. 5% EDK = 5/100 x 0,08 x 10 = 0,04 ml
h. Pengencer V2
Vtot
=Vsemen segar x konsentrasi spermatozoa x 106
50 x 106 𝑥 0,25
34
=0,08 x 4570 x 106
50 x 106 𝑥 0,25
= 1,83 ml
VA2 =Vtot − (Vsemen+VA1)
2
= 1,83−(0,08+0,08)
2
= 1,75 ml
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 1,75 x 10 = 15,75 ml
b. 10% KT = 10/100 x 1,75 x 10 = 1,75 ml
c. 5% EDK = 5/100 x 1,75 x 10 = 0,88 ml
i. Penambahan Gliserol 13%
VB = 1,83/2 = 0,92 ml
VB = (87/100 x 0,92) + (13/100 x 0,92)
= 0,8 + 0,12 = 0,92 ml
5. P4 = 90% CEP-2 + 10% KT + 7% EDK
Volume semen yang digunakan = 0,08 ml
Konsentrasi spermatozoa = 4570 x 106
Ulangan = 10 ulangan
j. Pengencer V1
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 0,08 x 10 = 0,72 ml
b. 10% KT = 10/100 x 0,08 x 10 = 0,08 ml
c. 7% EDK = 7/100 x 0,08 x 10 = 0,06 ml
k. Pengencer V2
35
Vtot
=Vsemen segar x konsentrasi spermatozoa x 106
50 x 106 𝑥 0,25
=0,08 x 4570 x 106
50 x 106 𝑥 0,25
= 1,83 ml
VA2 =Vtot − (Vsemen+VA1)
2
= 1,83−(0,08+0,08)
2
= 1,75 ml
a. 90% CEP-2 = 90/100 x 1,75 x 10 = 15,75 ml
b. 10% KT = 10/100 x 1,75 x 10 = 1,75 ml
c. 7% EDK = 7/100 x 1,75 x 10 = 1,23 ml
Penambahan Gliserol 13%
VB = 1,83/2 = 0,92 ml
VB = (87/100 x 0,92) + (13/100 x 0,92)
= 0,8 + 0,12 = 0,92 ml
36
3.2.6. Prosedur Persiapan Pengencer
3.2.6.1. Pengencer Kontrol (P0)
Gambar 6. Prosedur Persiapan Pengencer Kontrol (P0)
90% CEP-2 + 10% Kuning Telur (Kontrol)
Dihomogenisasi selama 15 menit dengan
magnetic stirrer dengan kecepatan 400 rpm
Ditambahkan Bovine Serum Albumin (BSA)
Dihomogenkan
37
3.2.6.2. Pengencer Perlakuan (P1, P2, P3, P4)
Gambar 7. Prosedur Persiapan Pengencer Perlakuan (P1, P2, P3, P4)
3.2.7. Pembuatan Larutan Hypoosmotic Swelling Test (HOST)
Pembuatan larutan HOST menurut Susilawati (2013)
sebagai berikut:
- Alat : Timbangan Analitik, Erlenmeyer 100 ml,
magnetic stirrer
- Bahan : Natrium Sitrat 0,31 gr, D-Fructose 0,569 gr,
dan Aquabidest 50 ml.
90% CEP-2 + 10% Kuning Telur
Dihomogenisasi menggunakan magnetic stirrer
selama 15 menit dengan kecepatan 400 rpm
Ditambahkan Bovine Serum Albumin (BSA)
Dihomogenkan
Ditambahkan Ekstrak Daun Kelor sesuai
perlakuan:
P1= Ekstrak Daun Kelor 1%
P2= Ekstrak Daun kelor 3%
P3= Ekstrak daun Kelor 5%
P4= Ekstrak Daun Kelor 7%
38
Cara Pembuatan:
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang bahan sesuai jumlah volume
3. Dimasukkan semua bahan ke dalam erlenmeyer 100 ml
dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer
kecepatan 150 rpm selama 30 menit dengan skala 1,5
4. Disimpan suhu dingin 4-5oC
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan
laboratorium (experimental laboratory) dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan dengan
penambahan ekstrak daun kelor yang berbeda dalam pengencer
CEP-2 kuning telur pada semen beku kambing Senduro
disimpan pada suhu beku. Perlakuan dibagi menjadi 5
perlakuan dan 10 ulangan sebagai berikut:
P0= CEP-2 90% + Kuning Telur (KT) 10%
P1= CEP-2 90% + KT 10% + Ekstrak Daun Kelor (EDK) 1%
P2= CEP-2 90% + KT 10% + EDK 3%
P3= CEP-2 90% + KT 10% + EDK 5%
P4= CEP-2 90% + KT 10% + EDK 7%
3.4. Analisis Data
Data hasil penelitian dicatat dan ditabulasi
menggunakan program Microsoft Excel dan selanjutnya data
dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) berdasarkan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang dikelompokkan
berdasarkan penampungan semen. Uji Duncan Multiple Range
Test (DMRT) digunakan apabila terdapat perbedaan pengaruh
diantara perlakuan. Menurut model matematika Rancangan
Acak Kelompok adalah:
39
Yij = µ + Ʈi + βj + Ԑij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
µ = Nilai tengah umum
Ʈi = Pengaruh pada kelompok ke-i
βj = Pengaruh pada kelompok ke-j
Ԑij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i kelompok ke-j
3.5. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Pengencer CEP-2 kuning telur dengan
level ekstrak daun kelor yang berbeda
Variabel Terikat : Persentase motilitas individu,
viabilitas, abnormalitas dan integritas
membran spermatozoa yang diamati
pada semen segar, sebelum
pembekuan (Before Freezing) dan
setelah pembekuan (Post Thawing)
Variabel Kontrol : Tanpa penambahan ekstrak daun
kelor
3.5.1. Pemeriksaan Makroskopis Semen
a) Volume
Volume ejakulat semen segar dapat langsung ditampung
pada tabung penampung yang berskala dalam satuan ml.
Volume semen kambing berkisar antara 0,8-1,2 ml (Susilawati,
2011).
b) Warna
Semen kambing berwarna abu-abu hingga kekuningan dan
diantara pejantan warna bervariasi juga pada pejantan yang
sama (Susilawati, 2013).
40
c) Bau
Bau ejakulat semen dapat diamati secara langsung dengan
langsung mencium bau semen segar secara langsung dan
memiliki bau yang khas kambing (Susilawati, 2013).
d) pH
Pengamatan pH ejakulat semen segar menggunakan kertas
lakmus dengan cara mengambil sedikit semen segar dengan
menggunakan ose dan diletakkan pada kertas lakmus atau pH
meter, kemudian dilihat pH semen. pH normal semen 6,2-6,8
(Susilawati, 2013).
e) Konsistensi
Kekentalan semen juga dapat diketahui dengan cara
menggoyang-goyangkan tabung yang berisi semen secara
perlahan-lahan. Indikator dalam menentukan konsistensi semen
yaitu warna, seperti kental atau krem, encer atau keruh, cair atau
sedikit keruh dan jernih (Ismaya, 2014).
3.5.2. Pemeriksaan Mikroskopis Semen
a) Motilitas Massa
Penilaian motilitas spermatozoa dilakukan setelah semen
diencerkan atau setelah freezing dan thawing. Motilitas massa
dapat diamati dengan menggunakan mikroskop tanpa cover
glass dengan perbesaran 400 kali atau 100 kali pada suhu yang
dijaga secara konstan 37oC (Susilawati, 2013).
b) Motilitas Individu
Penilaian motilitas individu dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop perbesaran 400 kali pada suhu yang
dijaga konstan 37oC dengan menggunakan cover glass,
kemudian menentukan persentase spermatozoa yang bergerak
progresif (Susilawati, 2013).
41
c) Viabilitas
Viabilitas atau daya hidup spermatozoa dapat diamati
melalui perubahan warna spermatozoa setelah diulas dengan
pewarna eosin negrosin. Spermatozoa yang hidup ditandai
dengan warna yang tidak terserap oleh spermatozoa karena
membran sel spermatozoa dalam keadaan baik, namun pada
spermatozoa yang mati akan menyerap warna sehingga dapat
dikatakan bahwa terjadi kerusakan pada membran sel
spermatozoa (Sholikah, Isnaini, Yekti dan Susilawati, 2016).
d) Abnormalitas
Abnormalitas spermatozoa dapat dibedakan menjadi dua
yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder.
Abnormalitas primer berhubungan dengan kepala dan akrosom.
Sedangkan abnormalitas sekunder berhubungan dengan adanya
sitoplasmic droplet pada mid piece pada ekor (Susilawati,
2011).
e) Konsentrasi
Konsentrasi spermatozoa dihitung dengan menggunakan
haemocytometer dengan cara kerja sebagai berikut: semen
dihisap dengan pipet eritrocyt sampai angka 0,5 kemudian NaCl
3% dihisap sampai angka 10,1. Pipet eritrosit digoyang-
goyangkan agar larutan menjadi homogen, kemudian beberapa
tetes dibuang dan digoyang lagi selama 2-3 menit lalu beberapa
tetes dibuang. Setelah itu semen membentuk angka delapan
selama 2-3 menit. Kemudian semen dibuang 1-2 dibuang 1-2
tetes lagi, yang kemudian baru dituang pada kamar hitung yang
diatasnya sudah ditutupi dengan cover glass sebanyak satu
tetes. Spermatozoa dihitung pada 5 kotak (kamar hitung) yaitu
pada sudut kanan dan kiri atas, sudut kanan dan kiri bawah, dan
tengah (Susilawati, 2013).
42
3.5.3. Integritas Membran Spermatozoa
Perhitungan persentase Integritas membran dengan
menghitung jumlah spermatozoa yang memiliki ekor
melengkung dan lurus. Spermatozoa yang memiliki membran
utuh akan menahan cairan hipoosmotik di dalam sel, sehingga
ekornya akan terlihat melengkung atau bengkok. Sedangkan
spermatozoa yang lurus menunjukkan bahwa membran plasma
telah mengalami kerusakan karena tidak mampu menahan air
yang masuk, sehingga ekornya akan terlihat lurus (Arsiwan
dkk., 2014). Persentase perhitungan integritas membran
spermatozoa yaitu:
jumlah ekor melingkar
jumlah ekor melengkung + jumlah ekor lurus 𝑥 100%
3.6. Batasan Istilah
Daun Kelor : Daun kelor yang muda tanpa batang
dengan umur 5-7 minggu minggu
Semen : Hasil sekresi organ reproduksi
ternak jantan yang secara normal
diejakulasikan melalui penis ke
dalam saluran kelamin betina
sewaktu terjadi kopulasi. Kualitas
semen segar sesuai dengan SNI
memiliki motilitas massa minimal
2+ dan motilitas individu minimal
70%.
43
3.7. Kerangka Operasional
Gambar 8. Kerangka Operasional
Penampungan semen pejantan kambing
Senduro dengan metode vagina buatan
Ditambahkan pengencer V2
pada suhu 30oC, 25oC, 20oC
dan 12oC
Filling sealing straw
Pre Freezing selama 9
menit dengan diuapkan
diatas Nitrogen cair
Freezing (-196oC) selama 24
jam kemudian evaluasi semen
setelah pembekuan (Post
Thawing)
Uji kualitas makroskopis
dan mikroskopis
Ditambahkan 0,08 ml semen
dalam pengencer V1 suhu
37oC sesuai perlakuan.
Disimpan dalam refrigerator.
Ditambahkan pengencer Vb dan
Gliserol pada suhu 5oC. Evaluasi
semen sebelum pembekuan (Before
Freezing) : motilitas individu,
viabilitas, abnormalitas dan integritas
membran
P0 P1 P2 P3 P4
Water Jacket
P0 P1 P2 P3 P4
Water Jacket
44
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pemeriksaan Kualitas Semen Segar Kambing Senduro
Pemeriksaan semen segar kambing Senduro dilakukan
setelah penampungan semen, karena untuk mengetahui kualitas
semen secara makroskopis (volume, warna, bau dan
konsistensi), mikroskopis (motilitas massa, motilitas individu,
viabilitas, abnormalitas dan konsentrasi) dan integritas
membran spermatozoa. Pemeriksaan semen segar dilakukan
untuk mengetahui kelayakan semen agar dapat diproses lebih
lanjut. Data hasil pemeriksaan semen segar kambing Senduro
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Semen Segar Kambing Senduro
Parameter Rataan (X ± SD)
Makroskopis Volume (ml) 0,98 ± 0,30
Warna Putih Susu
pH 7,00 ± 0,00
Bau Khas
Konsistensi Sedang
Mikroskopis
Motilitas Massa 3+
Motilitas Individu (%) 72,00 ± 2,74
Konsentrasi (juta/ml) 4060,00 ± 1154,21
Viabilitas (%) 75,82 ± 13,03
Abnormalitas (%) 0,83 ± 0,40
Integritas Membran (%) 65,46 ± 10,44
46
Dari hasil pemeriksaan semen segar menunjukkan
volume semen berkisar 0,98±0,30 ml dan volume semen
tersebut masih dalam kisaran normal. Warna semen segar putih
kekuningan serta memiliki bau yang khas semen dan konsentrasi
semen segar berkisar 4060,00±1154,21 juta/ml dengan
konsistensi sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Susilawati
(2013) bahwa volume semen kambing berkisar 0,5-1,2 ml per
ejakulasi dengan warna semen segar putih kekuningan atau putih
susu, hal ini karena adanya riboflavin yang berada di dalam
semen. Menurut Rizal, Herdis, Surachman dan Nalley (2008)
menjelaskan bahwa warna semen segar kambing persilangan
Etawa yaitu putih susu dengan konsistensi sedikit kental, dan
memiliki konsentrasi 4148,57±198,60 x106/ml. Nyuwita,
Susilawati dan Isnaini (2015) menjelaskan bahwa volume semen
dan konsentrasi pada kualitas semen segar sapi simmental pada
umur yang berbeda dapat mempengaruhi oleh total spermatozoa
yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi volume semen dan
konsentrasi maka total spermatozoa semakin banyak dan
meningkatkan total dosis semen beku yang dihasilkan. Jika
semakin tinggi total spermatozoa maka semen beku yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Rataan pH semen segar adalah
7 yang berarti normal. Menurut Pamungkas, Batubara and
Sutoro (2014) menjelaskan bahwa pada semen segar kambing
Gembrong memiliki pH 6,4 sehingga layak untuk diproses.
Hasil pemeriksaan mikroskopis motilitas massa 2+, hal
tersebut menunjukkan bahwa semen layak untuk diproses.
Persentase motilitas individu semen segar dengan rata-rata
72,00±2,74%. Persentase viabilitas berkisar 75,82±13,03% dan
persentase abnormalitas berkisar 0,83±0,40%. Menurut
Pezzanite, Allen, Mike and Hutchens (2012) menjelaskan
bahwa kriteria semen segar yang dapat digunakan sebagai dasar
47
penentuan dalam proses kriopreservasi memiliki persentase
motilitas spermatozoa lebih dari 50%, persentase minimal
viabilitas spermatozoa yaitu 80%, dan persentase abnormalitas
spermatozoa tidak lebih dari 15%.
Hasil pemeriksaan integritas membran spermatozoa dari
semen segar kambing senduro berkisar 65,46±10,44%.
Rajashri, Ramchandra, Aruna, Nalini and Kesharwani (2017)
melaporkan pada semen domba Deccani memiliki persentase
integritas membran 69,22±1,88%. Menurut Baqir et al. (2009)
menjelaskan bahwa fungsi dari keutuhan membran plasma
spermatozoa merupakan salah satu faktor penting dalam
metabolisme spermatozoa, reaksi akrosom, kapasitasi dan
pengikatan spermatozoa pada permukaan sel telur.
4.2. Pemeriksaan Motilitas Individu Semen Kambing
Senduro
Motilitas individu spermatozoa merupakan salah satu
parameter dalam uji kualitas semen yang diperhatikan dalam
keperluan IB. Pengamatan hasil rataan persentase motilitas
individu semen beku kambing Senduro dianalisis dengan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan dilanjutkan uji beda
nyata duncan Hasil pengamatan motilitas individu spermatozoa
sebelum pembekuan dan setelah pembekuan disajikan pada
Tabel 5.
48
Tabel 5. Rataan Motilitas Individu (%) Semen Kambing Senduro
Pengamatan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
BF 36,00±
7,38a
37,00±
4,22a
40,50±
8,96ab
45,50±
7,62b
40,50±
7,62ab
PTM 32,00±
6,32a
31,50±
4,74a
37,50±
8,58ab
40,50±
7,62b
35,50±
7,62ab
Keterangan: Notasi yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar
perlakuan (P<0,05).
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan pada
penambahan ekstrak daun kelor memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (P<0,05) terhadap motilitas individu spermatozoa
saat proses BF dan PTM. Pada Tabel 5 diketahui perlakuan P3
dengan penambahan ekstrak daun kelor 5% dalam pengencer
CEP-2 kuning telur sebelum pembekuan (45,50±7,62%) dan
setelah pembekuan (40,50±7,62%) memiliki motilitas tertinggi
dan tergolong dapat dilakukan untuk inseminasi buatan. Hal ini
sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) (2014) bahwa
dalam persyaratan mutu semen beku setelah dicairkan kembali
pada suhu 37-38oC selama 15 detik sampai dengan 30 detik
harus menunjukkan motilitas spermatozoa minimal 40%.
Hasil analisis dapat diketahui bahwa penambahan ekstrak
daun kelor sebanyak 5% memberikan hasil yang terbaik dari
perlakuan lainnya. Hal ini memberikan informasi bahwa CEP-2
kuning telur mampu menjaga kelangsungan hidup spermatozoa
selama prosesing semen beku, sebab di dalam pengencer CEP-2
kuning telur mengandung bahan-bahan yang dapat menunjang
kehidupan spermatozoa selama prosesing semen beku. Salah
satu bahan yang digunakan saat proses pembekuan semen adalah
penambahan gliserol pada saat sebelum pembekuan. Gliserol
49
merupakan suatu bahan pelindung (krioprotektan) yang dapat
langsung dan diserap ke dalam sel spermatozoa. Menurut
Azizah dan Arifianti (2009) menjelaskan bahwa gliserol yang
digunakan sebagai krioprotektan, menembus dan memasuki
spermatozoa dan oleh spermatozoa dipakai untuk metabolisme
oksidatif, menggantikan air bebas dan mendesak keluar
elektrolit-elektrolit, menurunkan konsentrasi elektrolit
intraseluler serta mengurangi daya merusaknya terhadap sel
spermatozoa. Efek dari gliserol yaitu mencegah pengumpulan
molekul H2O dan mencegah kristalisasi es pada daerah titik beku
larutan. Menurut Nalley, Handarini, Yusuf, Purwantara and
Semiadi (2011) bahwa gliserol pada umumnya digunakan
sebagai krioprotektan yang dapat menyerap dalam pembekuan
spermatozoa, namun tingkat toksisitasnya dapat menyebabkan
hilangnya viabilitas dan kesuburan spermatozoa.
Bahan lain yang dapat melindungi spermatozoa saat
pembekuan yaitu adanya Bovine Serum Albumin (BSA) yang
merupakan jenis ekstraseluler krioprotektan untuk melindungi
sel spermatozoa dari luar saat proses pembekuan. Menurut
Ervandi, Susilawati dan Wahjuningsih (2013) bahwa BSA
merupakan makromolekul yang berperan dalam mengikat Ca2+,
mencegah masuknya Ca2+ intraseluler ke tingkat toksit bagi
spermatozoa, sehingga motilitas, viabilitas dan spermatozoa
yang belum melakukan kapasitasi dipertahankan tetap tinggi.
Makromolekul BSA yang ada di dalam pengencer dapat
menjadikan spermatozoa menjadi bergerak lebih progresif.
Spermatozoa yang belum kapasitasi menandakan bahwa
spermatozoa masih memiliki membran yang utuh dan normal,
artinya tidak mengalami perubahan distribusi dan komposisi
lipid dan fospolipid penyusun membran plasma.
50
Penambahan ekstrak daun kelor sebanyak 5% memberikan
hasil yang optimal dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal
ini dikarenakan spermatozoa mampu mempertahankan
membran selama proses pembekuan. Kandungan antioksidan
pada daun kelor yang mampu mempertahankan membran
spermatozoa dan melindungi kerusakan semen yang
diakibatkan oleh radikal bebas. Pandey et al. (2012)
melaporkan bahwa daun kelor sebagai sumber antioksidan yang
memiliki kandungan flavonoid, saponin, alkaloid, tanin,
karotenoid (terutama lutein dan β-karoten), quersetin dan fenol.
Salah satu sumber fenoliknya dapat menangkap radikal bebas
dan fraksi etanolnya dapat melindungi terhadap penghentian
DNA. Kasolo et al. (2010) melaporkan bahwa terdapat zat
fitokimia pada daun kelor yang merupakan antioksidan seperti
tanin, steroid dan triterpenoid, flavonoid, saponin, antarquinon
dan alkaloid. Menurut Obembe, Urom, Ofutet, ikpi and Ene
(2015) melaporkan bahwa evaluasi fitokimia dari daun kelor
mengandung alkaloid, tanin, protein, elektrolit, saponin, asam
amino esensial, minyak omega-3, anti inflamasi dan flavonoid
serta Kandungan vitamin yang ada di daun kelor maupun
antioksidannya tidak mengandung racun.
Motilitas individu dari tahap pengolahan semen beku BF
sampai PTM mengalami penurunan. Penurunan nilai motilitas
individu spermatozoa setelah pembekuan bisa disebabkan
karena terjadi kejutan osmotik pada saat spermatozoa dibekukan
atau penurunan suhu yang sangat cepat, sehingga berakibat
terjadi pembentukan kristal es di dalam sel yang dapat merusak
struktur membran plasma. Krioprotektan intraseluler dapat
bekerja dalam mencegah pembentukan kristal es di dalam dan di
luar sel saat pembekuan. Krioprotektan juga dapat bersifat
toksik terutama saat ekuilibrasi dan setelah thawing (Arifianti,
51
Supriatna dan Aminah, 2007). Kombinasi krioprotektan dengan
pengencer yang digunakan sangat penting dalam menentukan
keberhasilan kriopreservasi. Kualitas semen yang sangat
dipengaruhi oleh efek pembekuan adalah motilitas, karena
tingginya persentase penurunan dari semen segar sampai
motilitas setelah thawing. Pembentukan ATP oleh mitokondria
yang terdapat pada bagian midpiece sangat diperlukan.
Membran plasma pada bagian midpiece ini lebih mudah rusak
akibat pembekuan sehingga pembentukan ATP dari glukosa
gagal dilakukan dan spermatozoa akan kehilangan kemampuan
untuk bergerak secara progresif.
Penurunan motilitas diduga dapat disebabkan adanya zat
antinutrisi yang ada di dalam daun kelor salah satunya tanin.
Semakin bertambahnya level EDK pada perlakuan maka akan
menyebabkan menurunnya motilitas. Menurut Putra, Agung
dan Sudimartini (2016) melaporkan bahwa tanin merupakan
golongan senyawa aktif pada tumbuhan yang bersifat fenol
memiliki rasa sepat. Senyawa tanin terdapat pada berbagai
spesies tanaman yang memiliki peran dalam perlindungan dari
predasi, sebagai pestisida dan regulasi dalam pertumbuhan
tanaman. Tanin dapat merusak membran sel bakteri,
mengkerutkan dinding sel, sehinngga dapat mengganggu
permeabilitas sel yang menyebabkan kematian. Kadar tanin
yang semakin meningkat dapat menghambat pergerakan dari
spermatozoa, karena tanin dapat mengikat protein komplek atau
protein-protein yang terikat dengan ion Ca, Mg, Na, dan K;
karbohidrat dan lemak (Putranti, Kustono dan Ismaya, 2010).
52
4.3. Pemeriksaan Viabilitas Semen Kambing Senduro
Viabilitas merupakan salah satu parameter kualitas semen
yang perlu diperhatikan selain motilitas individu dan motilitas
massa. Penambahan ekstrak daun kelor dalam pengencer CEP-
2 kuning telur diharapkan mampu mempertahankan viabilitas
spermatozoa. Perbedaan spermatozoa yang hidup dan mati
ditampilkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Spermatozoa Hidup dan Mati Perbesaran 400 kali
Keterangan:
A = Spermatozoa hidup tidak menyerap warna (transparan)
B = Spermatozoa mati menyerap warna (merah muda)
Spermatozoa yang mati menunjukkan permeabilitas
membran selnya meningkat, terutama pada daerah post nuclear
caps sehingga sel spermatozoa yang mati akan menyerap warna
dari eosin negrosin. Sebaliknya, sel spermatozoa yang hidup
memiliki kondisi membran yang baik sehingga zat warna akan
sulit untuk menembus membran sel dan sel spermatozoa akan
tetap berwarna jernih (Achlis dkk., 2013). Hasil pengamatan
viabilitas semen kambing Senduro sebelum dan setelah
B
A
53
pembekuan dengan penambahan ekstrak daun kelor disajikan
pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan Viabilitas (%) Semen Kambing Senduro
Pengamatan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
BF 50,47±
6,01a
53,33±
8,57ab
55,96±
7,57ab
60,57±
3,55b
57,53±
9,13ab
Post
Thawing
(PT)
37,96±
8,73a
45,08±
4,99ab
44,05±
9,53ab
45,53±
8,68b
38,41±
6,72ab
Keterangan: Notasi yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar
perlakuan (P<0,05).
Berdasarkan data tabel di atas menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak daun kelor pada pengencer CEP-2 kuning
telur memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
viabilitas atau daya hidup spermatozoa sebelum dan setelah
pembekuan (P<0,05). Pada tahap BF P3 (60,57±3,55%)
memberikan hasil yang terbaik diikuti perlakuan P4
(57,53±9,13%), P2 (55,96±7,57%), P1 (53,33±8,57%), dan P0
(50,47±6,01%). P3 pada tahap Post Thawing (45,53±8,68%)
memberikan hasil terbaik diikuti perlakuan P1 (45,08±4,99%),
P2 (44,05±9,53%), P4 (38,41±6,72%), dan P0 (37,96±8,73%).
Kondisi ini diduga karena adanya kuning telur pada pengencer
CEP-2 dapat memberikan pengaruh dalam melindungi sel
spermatozoa dari kejutan dingin. Hal ini sebanding dengan
pendapat Arifiantini and Purwantara (2010) bahwa viabilitas
berkorelasi dengan keutuhan membran sperma. Penambahan
kuning telur yang mengandung fosfolipid dan lesitin di berbagai
pengencer dapat melindungi membran sperma terhadap kejutan
54
dingin (cold shock). Nalley et al. (2011) melaporkan kuning
telur dianggap sebagai komponen yang menguntungkan bagi
proses pembekuan, yaitu dengan merangsang Adenylatecyclase
dan merangsang motilitas spermatozoa. Lipoprotein dari
kuning telur terbukti dapat mencegah spermatozoa dari cold
shock. Dari Tabel 6 terlihat bahwa terjadi penurunan yang
cukup signifikan dari sebelum pembekuan sampai setelah
pembekuan. Mari, Bucci, Love, Mislei, Rizzato, Giaretta,
Merlo and Spinaci (2015) melaporkan bahwa penurunan
viabilitas saat proses setelah thawing diduga karena fosfolipid
membran sel spermatozoa yang mengalami kerusakan
permanen dan terjadinya penurunan fungsi dari membran sel.
4.4. Pemeriksaan Abnormalitas Semen Kambing Senduro
Abnormalitas merupakan keadaan bahwa spermatozoa
mengalami kerusakan pada salah satu atau pada bagian tubuh
spermatozoa. Menurut Susilawati (2011) melaporkan bahwa
abnormalitas spermatozoa dapat dibedakan menjadi dua yaitu
abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas
primer berhubungan dengan kepala dan akrosom. Sedangkan
abnormalitas sekunder berhubungan dengan adanya sitoplasmic
droplet pada mid piece pada ekor seperti ekor melipat, kepala
tanpa ekor (putus), ekor tanpa kepala yang putus, dan lain-lain.
Abnormalitas spermatozoa ditampilkan pada Gambar 10.
55
Gambar 10. Abnormalitas Spermatozoa Perbesaran 400 kali
Keterangan:
A = Spermatozoa abnormal ekor tanpa kepala
B = Spermatozoa abnormal (double head)
Hasil pengamatan abnormalitas semen kambing Senduro
sebelum dan setelah pembekuan dengan penambahan ekstrak
daun kelor disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan Abnormalitas (%) Semen Kambing Senduro
Pengamatan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
BF 3,00±
1,8
4,28±
1,88
3,05±
1,17
3,93±
1,99
3,05±
2,29
PT 3,14±
2,19
3,19±
2,08
3,11±
1,34
3,44±
1,62
3,40±
2,54
Keterangan: Notasi yang sama pada baris yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata antar
perlakuan (P>0,05)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan
ekstrak daun kelor tidak memberikan perbedaan yang nyata
(P>0,05) antar perlakuan. P0 (3,00±1,81%) pada tahap BF
A
B
56
memiliki tingkat abnormalitas yang rendah diikuti oleh P2
(3,05±1,17%), P4 (3,05±2,29%), P3 (3,93±1,99%) dan P1
(4,28±1,88%). Tahap Post Thawing abnormalitas terendah yaitu
pada P2 (3,11±1,34%) dan diikuti P0 (3,14±2,19%), P1
(3,19±2,08%), P4 (3,40±2,54%) dan P3 (3,44±1,62%) dan
rataan abnormalitas semen kambing Senduro tersebut masih
normal. Menurut Hamdan, Budianto, Amalia, Dwinna,
Erdiansyah dan Dalimunthe (2010) bahwa rataan persentase
spermatozoa abnormal asal epididimis kambing lokal Aceh
berkisar antara 7,23%-10,75% dan menurut Ridwan (2009)
bahwa rataan semen kambing lokal 3,4%-6,26%. Faktor yang
dapat mempengaruhi tingkat abnormalitas adalah pada
pembuatan preparat ulas yang salah sehingga dapat
meningkatkan abnormalitas spermatozoa. Spermatozoa yang
mempunyai morfologi berbeda dari spermatozoa normal disebut
abnormalitas spermatozoa. Wiratri dkk. (2014) menjelaskan
bahwa abnormalitas spermatozoa akan mengalami peningkatan
setiap jam. Hal ini dipengaruhi oleh spermatogenesis dari ternak
dan perlakuan semen setelah ejakulasi, misalnya penanganan
semen segar, pencampuran semen dengan pengencer dan pada
saat proses pembuatan ulasan. Waktu yang terlalu lama dalam
penyimpanan juga dapat mempengaruhi jumlah spermatozoa
abnormal. Suyadi, Susilorini dan Amalta (2015) menambahkan
bahwa peningkatan abnormalitas dapat disebabkan oleh adanya
proses peroksidase lipid, perubahan tekanan osmotik akibat
radikal bebas dan asam laktat hasil dari proses metabolik,
sehingga dapat merusak membran plasma dan menyebabkan
peningkatan abnormalitas spermatozoa.
Penurunan persentase abnormalitas spermatozoa pada saat
BF sampai Post Thawing terjadi pada beberapa perlakuan yaitu
pada P1 sebesar 4,28±1,88% menjadi 3,19±2,08% dan P3 sebesar
57
3,93±1,99% menjadi 3,44±1,62%, sehingga menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak daun kelor sebanyak 1% dan 5% mampu
untuk menurunkan tingkat abnormalitas sampai evaluasi semen
setelah Thawing. Penurunan persentase abnormalitas diduga
disebabkan oleh adanya kandungan vitamin C pada daun kelor.
Menurut Nugraheni, Astirin dan Widiyani (2003) melaporkan
bahwa kandungan vitamin C berfungsi sebagai antioksidan yang
dapat menangkal radikal bebas sehingga membran sel
spermatozoa tetap terlindungi serta dapat memperkecil tingkat
abnormalitas.
4.5. Pemeriksaan Integritas Membran Spermatozoa
Kambing Senduro
Persentase integritas membran merupakan keutuhan dari
membran plasma spermatozoa yang diamati dengan metode
Hypoosmotic Swelling Test (HOS) tes. Menurut Achlis dkk.
(2013) bahwa membran plasma yang utuh ditandai dengan
adanya ekor yang melengkung, karena membran plasma dari
spermatozoa masih berfungsi baik dalam menyerap air pada
lingkungan yang bersifat hipotonik. Sebaliknya, spermatozoa
yang memiliki membran plasma rusak atau permeabilitasnya
meningkat, larutan hypoosmotic akan keluar masuk membran
spermatozoa secara bebas dan tidak terperangkap sehingga ekor
terlihat lurus. Integritas membran plasma utuh ditampilkan pada
Gambar 11.
58
Gambra 11. Integritas Membran Spermatozoa Perbesaran 400
kali
Keterangan:
A= Ekor spermatozoa melingkar
B= Ekor spermatozoa lurus
Spermatozoa dengan membran yang masih utuh dapat
menahan cairan hipoosmotik dalam sel, sehingga akan terlihat
ekor menjadi melingkar atau bengkok. Spermatozoa dengan
membran yang mengalami kerusakan menunjukkan ekor yang
lurus, karena tidak mampu untuk menahan air yang masuk.
Keutuhan membran plasma sangat diperlukan spermatozoa
karena kerusakan membran plasma akan berpengaruh terhadap
proses metabolisme, motilitas serta daya hidup spermatozoa
yang dihasilkan (Arsiwan dkk., 2014). Menurut Nalley and
Arifiantini (2013) bahwa membran plasma spermatozoa rentan
terhadap kerusakan yang disebabkan oleh tekanan osmotik atau
peroksidasi lipid. Tekanan osmotik ini dapat menyebabkan
kerusakan membran, kecuali tidak melewati batas-batas dari
integritas membran maka membran plasma akan merespon baik
A
B
59
dan sebagai osmometer yang ideal. Pemeriksaan integritas
membran spermatozoa (HOST) didasarkan pada prinsip
tersebut. Sehingga ketika sampel ditempatkan pada larutan
HOST maka akan terjadi reaksi pembengkakan dan ekor yang
terlihat melingkar. Hasil pengamatan integritas membran
plasma utuh semen kambing Senduro sebelum dan setelah
pembekaun disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan Integritas Membran Spermatozoa (%) Kambing
Senduro
Pengamatan Perlakuan
P0 P1 P2 P3 P4
BF 45,53±
7,16a
46,86±
6,56ab
42,80±
7,97a
52,26±
3,13b
46,81±
7,35ab
PT 38,51±
5,92a
39,67±
8,56a
39,84±
4,59a
47,24±
6,42ab
41,63±
6,65b
Keterangan: Notasi yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antar
perlakuan (P<0,05).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan
ekstrak daun kelor memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(P<0,05) terhadap persentase integritas membran spermatozoa
kambing Senduro. Tahap BF menunjukkan bahwa terdapat
spermatozoa yang dapat mempertahankan integritas membran
yaitu pada P3 sebesar 52,26±3,13% namun tidak berbeda nyata
dengan P1 dan P4 yaitu 46,86±6,56% dan 46,81±7,35%.
Sedangkan pada tahap Post Thawing P3 yang mampu
mempertahankan integritas membran berkisar 47,24±6,42%
dan tidak berbeda nyata dengan P4 dan P2 yaitu 41,63±6,65%
dan 39,84±4,59%. Menurut Achlis dkk. (2013) melaporkan
60
bahwa rata-rata persentase integritas membran spermatozoa
pada kambing Peranakan Etawa setelah pembekuan pada
pengencer Andromed sebesar 41,50±5,21%. Menurut Arsiwan
dkk. (2014) bahwa keutuhan membran plasma sangat
dibutuhkan oleh spermatozoa karena kerusakan membran
plasma akan berpengaruh terhadap proses dari metabolisme dan
akan berhubungan dengan motilitas serta daya hidup dari
spermatozoa yang dihasilkan.
Kuning telur yang berada dalam pengencer CEP-2 juga
diduga mampu untuk mempertahankan integritas membran.
Menurut Purwoistri, Susilawati dan Rahayu (2013)
menjelaskan bahwa kuning telur yang ditambahkan dalam
pengencer CEP-2 mengandung substansi protektif berupa
lesitin dan lipoprotein. Lesitin dan lipoprotein di dalam kuning
telur memiliki molekul-molekul besar yang tidak dapat
menembus membran sel spermatozoa dan berfungsi sebagai
pelindung serta mempertahankan integritas lipoprotein
penyusun membran spermatozoa. Ducha et al. (2012)
menambahkan bahwa penambahan kuning telur pada pengencer
CEP-2 dapat melindungi spermatozoa terhadap serangan
Reactive Oxygen Species (ROS), sehingga memiliki integritas
membran yang baik dan melindungi keutuhan ultrastruktur
spermatozoa. Penambahan ekstrak daun kelor yang
mengandung antioksidan dapat mempertahankan integritas
membran spermatozoa saat Post Thawing. Menurut Rizal dan
Herdis (2010) menjelaskan bahwa antioksidan merupakan
senyawa nukleofilik atau mempunyai kemampuan dalam
mereduksi, memadamkan atau menekan radikal bebas.
Senyawa antioksidan dibagi menjadi dua golongan, yakni
antioksidan pencegah timbulnya senyawa-senyawa oksidan
secara berlebihan (katalase, glutation peroksidase dan glutation)
61
dan antioksidan pemutus rantai reaksi untuk mencegah reaksi-
reaksi berlanjut (vitamin E, vitamin C, β-karoten, glutation dan
sistein). Penambahan vitamin C di dalam pengencer dapat
memperbaiki kualitas semen beku terutama dalam persentase
hidup dan keutuhan membran plasma spermatozoa. Rajashri et
al. (2017) melaporkan adanya variasi dalam integritas membran
plasma utuh spermatozoa karena terdapat perbedaan dalam usia
pejantan, musim, pertumbuhan dan jenis pengencer.
62
63
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penambahan ekstrak daun kelor 5% dalam pengencer
CEP-2 kuning telur mampu mempertahankan kualitas semen
beku kambing Senduro selama Post Thawing yang meliputi
persentase motilitas individu, viablitas, abnormalitas dan
integritas membran spermatozoa.
5.2. Saran
Saran dari penelitian ini adalah menggunakan penambahan
ekstrak daun kelor sebanyak 5% karena mampu menjaga
kualitas spermatozoa dengan baik dan dilakukan proses IB pada
kambing Senduro untuk mengetahui tingkat keberhasilan dalam
IB.
64
65
DAFTAR PUSTAKA
Abu, A.H., Ahemen and Ikpechukwu. 2013. The Testicular
Morphometry and Sperm Quality of Rabbit Bucks Fed
Graded Levels of Moringa oleifera Leaf Meal (MOLM).
Agrosearch. 13(1): 49-56
Achlis, R., A. Husni, H. Sri, dan P. Srianto. 2013. Kualitas
Semen Beku Kambing Peranakan Etawa Dalam Berbagai
Macam Pengencer. Veterinaria Medika. 6(1): 69-77.
Aisyah, S.T dan A. Gassing. 2016. Pengaruh Ekstrak Kulit
Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap
Angka Konsepsi Mencit (Mus musculus) ICR Jantan.
Biogenesis. 4(1): 58-63
Aminah, S., T. Ramdhan dan M. Yanis. 2016. Kandungan
Nutrisi dan Sifat Fungsional Tanaman Kelor (Moringa
oleifera). Buletin Pertanian Perkotaan. 5(2): 35-44
Anonimus. 2014. Kambing Senduro.
Pustaka.ditjenpkh.pertanian.go.id Diakses pada tanggal 1
November 2017.
Anonimus. 2016. Budidaya Okra dan Kelor Dalam Pot.
http:jakarta.litbang.pertanian.go.id Diakses pada 5 Juni
2018.
Anonimus. 2016. Kambing Senduro Ternak Unggulan
Kabupaten Lumajang. www.disnak.jatimprov.go.id
Diakses tanggal 27 September 2017.
Anwar, F., S. Latif, M. Ashraf and A.H. Gilani. 2007. Moringa
oleifera: A Food Plant With Multiple Medicinal Uses.
Phytotherapy Research. 21: 17-25
Arifiantini, I., I. Supriatna dan Aminah. 2007. Kualitas Semen
Beku Kuda Dalam Pengencer Susu Skim dan
66
Dimitropoulos dengan Dimetilformamida Sebagai
Krioprotektan. Media Peternakan. 30(2): 100-105.
Arifiantini, R. I and B. Purwantara. 2010. Motility and Viability
of Friesian Holstein Spermatozoa in Three Different
Extender Stored at 5oC. J. Indonesian Trop. Anim. Agric.
35(4): 222-226.
Arsiwan, T. Saili, L. O. Baa dan S. Rahadi. 2014. Membran
Plasma Utuh Spermatozoa Epididimis Kambing
Peranakan Ettawa Dalam Natrium Klorida dengan
Konsentrasi Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Peternakan Tropis. 1(1): 79-87.
Astrini, E.A., N. Ducha dan N. Kuswati. 2016. Implementasi
Pengencer CEP-2 dalam Metode Pembekuan Semen Sapi
Limousin. Prosiding Seminar Nasional Biologi ISBN:
978-602-0951-11-9: 223-226
Azizah dan R. I. Arifiantini. 2009. Kualitas Semen Beku Kuda
pada Pengencer Susu Skim dengan Konsentrasi Gliserol
yang Berbeda. Jurnal Veteriner. 10(2): 63-70.
Baqir, M., M. R. Fakhrildin, and B. K. Kouty. 2009. Outcomes
of Sperm Parameters, Hypo-Osmotic Swelling Test and
Intra-Uterine Insemination For Varicocelic and Non-
Varicocelic Infertile Patients. Journal Dohuk University.
12(1): 1-6.
Batubara, A., S. Nasution, Subandriyo, I. Inounu, B.
Tiesnamurti dan A. Anggraeni. 2016. Kambing
Peranakan Etawa (PE). Jakarta. IAARD PRESS.
Das, A. K., V. Rajkumar, A. K. Verma and D. Swarup. 2012.
Moringa oleifera Leaves Extract: A Natural Antioxidant
for Retarding Lipid Peroxidation in Cooked Goat Meat
Patties. International Journal of Food Science and
Technology. 47: 585-591
67
Ducha, N., T. Susilawati, Aulanni’am dan S. Wahjuningsih.
2013. Motilitas dan Viabilitas Spermatozoa Sapi
Limousin Selama Penyimpanan pada Refrigator Dalam
Pengencer CEP-2 dengan Suplementasi Kuning Telur.
Jurnal Kedokteran Hewan. 7(1): 5-9
Ducha, N., T. Susilawati, Aulanni’am, S. Wahjuningsih and M.
Pangestu. 2012. Ultrastructure and Fertilizing Ability of
Limousin Bull Sperm After Storage in CEP-2 Extender
with and Without Egg Yolk. Pakistan Journal of
Biological Sciences. 15(20): 979-985
Ervandi, M., T. Susilawati, dan S. Wahjunigsih. 2013. Pengaruh
Pengencer Berbeda Terhadap Kualitas Spermatozoa Sapi
Hasil Sexing dengan Gradien Albumin (Putih Telur).
Jurnal Ternak Veteriner. 18(3): 177-184.
Firdausi, P. A., T. Susilawati dan S. Wahjuningsih. 2014.
Kualitas Semen Sapi Limousin Selama Pendinginan
Menggunakan Pengencer CEP-2 dengan Penambahan
Berbagai Konsentrasi Santan. Jurnal Ternak Tropika.
15(1): 21-30
Fitria, R. N., M. R. Indra dan D. Lyrawati. 2013. Ekstrak
Metanol Daun Kelor Mempengaruhi Ekspresi P53
Mukosa Kolon Tikus yang Diinduksi DMBA. Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 27(4): 207-211
Garner, D. L and E. S. E. Hafez. 2008. Spermatozoa and
Seminal Plasma. Reproduction in Farm Animals. 7th
edition by E. S. E Hafez and B. Hafez. Kiawah Island,
South Caroline. USA: 96-125.
Hamdan, Budianto, Amalia, Dwinna, Erdiansyah, dan
Dalimunthe. 2010. Pengaruh Penyimpanan Epididimis
Pada Suhu 5oC Terhadap Kualitas Speramtozoa Kambing
Lokal Aceh. Jurnal Kedokteran Hewan. 4(2): 81-86.
68
Hartono, M. 2008. Optimalisasi Penambahan Vitamin E Dalam
Pengencer Sitrat Kuning Telur Untuk Mempertahankan
Kualitas Semen Kambing Boer. Journal Indonesian
Tropical Animal Agriculture. 3(1): 11-19
Ihsan, M. N. 2011. Penggunaan Telur Itik Sebagai Pengencer
Semen Kambing. Jurnal Ternak Tropika. 12(1): 10-14
Insani, K., S. Rahayu, A. Pramana dan A. Soewondo. 2014.
Kadar MDA Spermatozoa Setelah Proses Pembekuan.
Jurnal Biotropika. 2(3): 142-147
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan
Kerbau. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Juniandri, T. Susilawati dan N. Isnaini. 2014. Perbandingan
Pengencer Andromed dan CEP-2 Terhadap Kualitas
Spermatozoa Sapi Hasil Seksing dengan Sentrifugasi
Gradien Densitas Percoll. Jurnal Veteriner. 15(2): 252-
262
Kasolo, J. N., G. S. Bimeya, L. Ojok, J. Ochieng and J. W.
Okwal-okeng. 2010. Phytochemicals and Uses of
Moringa oleifera Leaves in Ugandan Rural
Communities. Journal of Medical Plant Research. 4(9):
753-757
Kumala, N., Masfufatun dan E. Devi. 2016. Potensi Ekstrak
Daun Kelor (Moringa oleifera) Sebagai Hepatoprotektor
Pada Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diinduksi
Parasetamol Dosis Toksis. Jurnal Ilmiah Kedokteran.
5(1): 58-66.
Mari, G., D. Bucci, D. Love, B. Mislei, G. Rizzato, E. Giaretta,
B. Merlo and Spinaci. 2015. Effect of Cushioned or
Single Layer Semen Centrifugation Before Sex Sorting
on Frozen Stallion Semen Quality. International Journal
Of Animal Reproduction. 83(6): 953-958
69
Nalley, R. Handarini, T. L. Yusuf, B. Purwantara, and G.
Semiadi. 2011. The Effect of Glycerol Concentration in
Tris Glucose Egg Yolk Extender on The Quality of
Timor Deer Frozen Semen. Journal Indonesian Tropical
Animal Agriculture. 36(2): 9-14.
Nalley, W. M. M and R. I. Arifiantini. 2013. The Hypo-Osmotic
Swelling Test in Fresh Garut Ram Spermatozoa. Journal
Indonesian Tropical Animal Agriculture. 38(4): 212-217.
Nugraheni, T., O. P. Astirin dan T. Widiyani. 2003. Pengaruh
Vitamin C Terhadap Perbaikan Spermatogenesis dan
Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus musculus (L.))
Setelah Pemberian Ekstrak Tembakau (Nicotiana
tabacum (L.)). Biofarmasi. 1(1): 13-19.
Nugroho, Y., T. Susilawati dan S. Wahjuningsih. 2014. Kualitas
Semen Sapi Limousin Selama Pendinginan
Menggunakan Pengencer CEP-2 dengan Penambahan
Berbagai Konsentrasi Kuning Telur dan Sari Buah Jambu
Biji (Psidium guajava). Jurnal Ternak Tropika. 15(1):
31-42.
Nurcholis, R. I. Arifiantini dan M. Yamin. 2016. Kriopreservasi
Semen Domba Garut Menggunakan Tris Kuning Telur
yang Disuplementasi Omega-3 Minyak Ikan Salmon.
Jurnal Veteriner. 17(2): 309-315
Nyuwita, A., T. Susilawati dan N. Isnaini. 2015. Kualitas
Semen Segar dan Produksi Semen Beku Sapi Simmental
Pada Umur Yang Berbeda. Jurnal Ternak Tropika. 16(1):
61-68.
Obembe, O. A. Urom, S. E. Ofutet, E. O. Ikpi and I. A. Okpo-
Ene. 2015. The Effect Aqueous Seed Extract of Moringa
oleifera on Sperm Count, Motility and Morphology in
Male Albino Wistar Rats. Scholars Research Library.
7(3): 129-133.
70
Oghe, A. O and J. P Affiku. 2012. Effect of Polyherbal Aqueous
Extracts (Moringa oleifera, Gum Arabic and Wild
Ganoderma lucidum) in Comparison with Antibiotic on
Growth Performance and Haemotological Parameters of
Broiler Chickens. Research Journal of Recent Science.
1(7): 10-18.
Pamungkas, F. A., A. Batubara and Sutoro. 2014. The Quality
of Spermatozoa of Gembrong Goats During
Cryopreservation Process. Media Peternakan. 37(2): 95-
100.
Pandey, A., D. P. Rishabh, T. Poonam, P.P. Gupta, H. Jamal, B.
Saumya and A. V Singh. 2011. Moringa oleifera Lam.
(Sahijan)- A Plant With a Plethora of Diverse
Therapeutic Benefits: An Updated Restrospection.
Medical and Aromatic Plants. 1(1): 1-8.
Pandey, A., R. D. Pandey, T. Poonam, P. P. Gupta, J. Haider, S.
Bhatt and A.V. Singh. 2012. Moringa oleifera Lam.
(Sahijan)-A Plant with a Plethora of Diverse Therapeutic
Benefits: an Updated Retrospection. Medicinal Aromatic
Plants. 1(1): 1-9
Pezzanite, L., A. Bridges, M. Neary and T. Hutchens. 2012.
Breeding Soundness Examinations of Rams and Bucks.
http://www.extension.pudue.edu/extmedia/AS/AS-599-
W.pdf. Diakses tanggal 08 April 2018.
Purwoistri, R. F., T. Susilawati dan S. Rahayu. 2013. Kualitas
Spermatozoa Hasil Sexing Menggunakan Pengencer
Andromed dan Cauda Epididymal Plasma-2 (CEP-2)
Ditambah Kuning Telur 10%. Jurnal Kedokteran Hewan.
7(2): 116-119.
Putra, I. W. D. P., A. A. Agung dan Sudimartini. 2016.
Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Daun Kelor
71
(Moringa oleifera L) di Bali. Indonesia Medicus
Veterinus. 5(5): 464-473.
Putranti, O. D., Kustono dan Ismaya. 2010. Pengaruh
Penambahan Crude Tannin Pada Sperma Cair Kambing
Peranakan Ettawa yang Disimpan Selama 14 Hari
Terhadap Viabilitas Spermatozoa. Buletin Peternakan.
34(1): 1-7.
Rajashri, K. Ramchandra, G. Aruna, N. Nalini and Kesharwani.
2017. Correlation Between Hypo-Osmotic Swelling Test
(HOST) and Other Seminal Characteristics of Deccani
Ram Semen. Journal of Experimental Biology and
Agricultural Sciences. 5(2): 195-200.
Raji, A.Y and A. A. Njidda. 2014. Gonadal and Extra-Gonadal
Sperm Reserves of The Red Sokoto Goats Fed Moringa
oleifera Supplemented Diets. International Journal of
Agriculture and Biosciences. 3(2): 61-64
Ridwan. 2009. Pengaruh Pengencer Semen Terhadap
Abnormalitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa
Kambing Lokal Pada Penyimpanan Suhu 5oC. Jurnal
Agroland. 16(2): 187-192.
Rizal, M dan Herdis. 2010. Peranan Antioksidan Dalam
Meningkatkan Kualitas Semen Beku. WARTAZOA.
20(3): 139-145.
Rizal, M., Herdis, M. Surachman dan W. M. M. Nalley. 2008.
Pengaruh Plasma Semen Domba Priangan Terhadap
Daya Hidup Spermatozoa Kambing Peranakan Etawah
yang Disimpan pada Suhu 3-5oC. Jurnal Ilmu Ternak
Veteriner. 13: 23-29.
Setiono, N., S. Suharyati dan P. E. Santosa. 2015. Kualitas
Semen Beku Sapi Brahman dengan Dosis Krioprotektan
72
Gliserol yang Berbeda dalam Bahan Pengencer Tris
Sitrat Kuning Telur. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu.
3(2): 61-69
Sholikah, N., N. Isnaini, A. P. A. Yekti dan T. Susilawati. 2016.
Pengaruh Penggantian Bovine Serum Albumin (BSA)
dengan Putih Telur pada Pengencer CEP-2 terhadap
Kualitas Semen Sapi Peranakan Ongole pada Suhu
Penyimpanan 3-5oC. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(1):
7-15.
Sokunbi, O.A., O. S. Ajani, A. A. Lawanson and E. A. Amao.
2015. Antibiotic Potential of Moringa Leaf (Moringa
oleifera Lam.) Crude Extract in Bull Semen Extender.
European Journal of Medicinal Plants. 9(2): 1-8.
Standar Nasional Indonesia. 2014. Semen Beku- Bagian 3:
Kambing dan Domba. SNI 4869.3: 1-9.
Susilawati, T. 2011. Spermatologi. UB Press. Malang.
_________. 2013. Pedoman Inseminasi Buatan pada Ternak.
Malang: UB Press, ISBN: 98-602-203-458-2.
Suyadi, T. E. Susilorini dan L. Amalta. 2015. Kualitas Semen
Kambing Peranakan Etawah (PE) Dalam Pengencer
Dengan Penambahan Ekstrak Bawang Merah (Allium
cepa L.) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. 1-11.
Tambing, S. N dan M. Sariubang. 2008. Kajian Komponen
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) pada Induk Kambing.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
552-555.
Verbeckmoes, S., A. V. Soom, J. Dewulf, I. D. Pauw and A. D.
D. Kruif. 2004. Storage of Fresh Bovne Semen in Diluent
73
Based on The Ionic Composition of Cauda Epididymal
Plasma. Journal Reprod. Domest. Anim. 39(6): 1-7.
Verma, A.R., M. Vijayakumar, C.S. Mathela and C.V. Rao.
2009. In Vitro and In Vivo Antioxidant Properties of
Different Fractions of Moringa oleifera Leaves. Food
Chem. Toxicol. 47. 2196-2201.
Widjaya, N. 2011. Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan
Pengencer Tris Kuning Telur Terhadap Daya Tahan
Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5oC.
Sains Peternakan. 9(2): 72-76.
Wiratri V. D. B., T. Susilawati dan S. Wahjuningsih. 2014.
Kualitas Semen Sapi Limousin pada Pengencer yang
Berbeda Selama Pendinginan. Jurnal Ternak Tropika.
15(1): 13-20.
74
63