pengaruh pembinaan kerohanian islam terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH PEMBINAAN KEROHANIAN ISLAM TERHADAP
KESADARAN BERAGAMA BAGI NARAPIDANA (STUDI
KASUS DI RUMAH TAHANAN NEGARA
KELAS IIB SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam
Oleh:
Muh Rondi
NIM : 114-14-002
JURUSAN HUKUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
iii
iv
v
MOTTO dan PERSEMBAHAN
MOTTO
ل يضيع أجر المحسنين إن للا
“Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik
(QS. At-Taubah 120)”
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, serta dengan ketulusan dan kerendahan hati, Penulis
persembahkan skripsi ini untuk: Isteri tercinta Iro Hayati yang telah memotifasi dan dukunganya
sepenuh hati, Anak-anakku Bekti Wahyu Utami, Muhamad Rizky Fajar dan Sabrina
Rahmawati sebagai penyemangat, Keluarga besar Runah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga
Dan Seluruh Teman-Teman Progdi PAI ekstensi 2014 Temen-temen PPL, KKL dan KKN yang telah banyak memberikan
dukunganya
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, serta inayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
skrpsi dengan judul “Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran
Beragama Narapidana Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga”
sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam. Sholawat serta salam selalu
peneliti haturkan kepada Nabi akhir zaman,junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
senantiasa kita teladani sebagai Uswatun Khasanah dalam segala ilmu.
Selanjutnya penulis sangat bersyukur dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
lancar. penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu peneliti bermaksud memberikan ucapan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah senantiasa membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini,
yaitu kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2 Bapak Suwardi, M. Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu keguruan IAIN
Salatiga.
3. Bapak Mufiq, M. Phil, selaku Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
keguruan IAIN Salatiga dan dosen pembimbing.
4. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan
Agama Islam IAIN Salatiga.
5. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
6. Keluarga Besar Rumah Tahanan Negara Kelas IIb Salatiga yang telah memberi
banyak bantuan dan dukungan dalam pembuatan skripsi ini.
vii
7. Keluarga penulis tercinta yang telah senantiasa memberikan motivasi dan
mendoakan agar peneliti diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Seluruh sahabat-sahabat seperjuangan “Mahasiswa Pendidikan Agama Islam
Angkatan 2004” yang penulis sayangi.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, yang telah membantu proses
pembuatan skripsi ini.
Semoga kebaikan yang mereka berikan kepada penulis diberikan balasan yang
terbaik dan lebih baik oleh Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Salatiga, 6 Februari 2018
Penulis
Muh Rondi
NIM 114-14-002
viii
ABSTRAK
Muh Rondi, NIM : 2018, Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap
Kesadaran Beragama Narapidana (Studi Kasus di Rumah Tahanan
Negara Kelas IIB Salatiga). Skripsi. Jurusan Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam (FTIK). Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing ; Mufiq, S.Ag,
M.Phil.
Kata kunci: Pembinaan, Kerohanian, Kesadaran, Beragama, Narapidana.
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya pengaruh atau tidak antara Pembinaan
Kerohanian Islam dengan Kesadaran Beragama Narapidana yang ada di RUTAN
Salatiga. Karena masih banyaknya mantan narapidana yang mengulangi
perbuatanya lagi ini disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah belum
maksimalnya program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan khususnya
pembinaan kerohanian Islam.
Studi penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan. (1) Bagaimana
pelaksanaan pendidikan agama Islam di Rumah Tahanan Kelas IIB Salatiga? (2)
Bagaimana peranan pegawai Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga dalam
pembinaan Kerohanian Islam narapidana? (3) Apakah ada pengaruh pendidikan
agama Islam terhadap kesadaran beragama paranarapidana?
Permasalahan tersebut di bahas melalui sebuah penelitian kualitatif sebagai
deskripsi kenyataan di lapangan dan penelitian kuantitatif dengan pendekatan
korelasional sebagai pembanding nilai pengaruh yang dilaksanakan di RUTAN
Salatiga. Proses pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara observasi, angket,
wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data ini dianalisis dengan pendekatan
rumus statistik product moment.
Sedangkan dari hasil perolehan angka korelasi yang menunjukkan r hitung
(rh) = 0,46 lebih besar dari r tabel (rt)5% = 0,361, maka dapat peneliti simpulkan
bahwa pembinaan di RUTAN Salatiga ada pengaruhnya yang cukup signifikan.
Sedangkan prosentase kontribusi kesadaran beragama di RUTAN Salatiga
dipengaruhi oleh pembinaan kerohanian Islam sebesar 21,16 %, dan sisanya 78,84 %
dipengaruhi oleh faktor lain baik intern maupun ekstren narapidana tersebut.
Semakin banyak narapidana mengikiuti pembinaan keagamaan semakin besar pula
kesadaran untuk beragama yang lebih baik.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING .............................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... iii
PENGESAHAN ......................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN DAN MOTTO .............................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 10
E. Penegasan Istilah ................................................................................. 10
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 11
G. Metode Penelitian ............................................................................... 12
1. Jenis Penelitian .............................................................................. 12
2. Sumber Data .................................................................................. 12
3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 13
4. Teknik Analisis Data .....................................................................15
x
H. Sistematika Penulisan ......................................................................... 16
BAB II : KERANGKA TEORI
A. Pembinaan Kerohanian Islam ........................................................................ 17
1. Pengertian Kerohanian Islam ............................................................ 17
2. Pengertian Kerohanian Islam ............................................................ 18
3. Dasar-dasar Pembinaan Kerohanian Islam terhadap
Narapidana ......................................................................................... 19
4. Tujuan Pembinaan Kerohanian Islam ............................................... 21
5. Ruang Lingkup Pembelajaran Agama Islam ..................................... 23
B. Kesadaran Beragama ..................................................................................... 26
1. Pengertian Kesadaran Beragama ....................................................... 26
2. Fungsi dan Tujuan Agama ............................................................. 27
3. Kebutuhan Terhadap Agama bagi Manusia .................................. 29
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan ................. 30
5. Indikator Sikap Keagamaan .............................................................. 34
C. NARAPIDANA ............................................................................................. 37
1. Pengertian Narapidana ....................................................................... 37
2. Pembinaan Narapidana ...................................................................... 38
3. Tujuan Pembinaan Hukum Pidana .................................................... 46
4. Penggolongan Narapidana ................................................................. 47
5. Hak dan Kewajiban Narapidana ........................................................ 48
xi
6. Dasar-dasar Pembinaan Narapidana .................................................. 49
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................... 51
1. Tempat Penelitian .............................................................................. 51
2. Waktu Penelitian ............................................................................... 51
B. Metode Penelitian .......................................................................................... 51
C. Populasi dan Sampel ...................................................................................... 52
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 53
E. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 57
F. Hipotesis Statistik .......................................................................................... 60
BAB IV : HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Rutan Kelas IIB Salatiga .............................................................. 61
B. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................... 61
1. Tinjauan Historis ..................................................................................... 61
2. Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Sasaran Rutan Salatiga .......................... 62
3. Tinjauan Geografis .................................................................................. 64
4. Struktur Organisasi .................................................................................. 65
C. Program Pembinaan Rutan Salatiga .............................................................. 68
1. Metode Pembinaan .................................................................................. 68
2. Ruang Lingkup Pembinaan ..................................................................... 69
xii
D. Pengujian Hipotesis ....................................................................................... 72
E. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................................... 75
1. Interpretasi Data Hasil Statistik ............................................................... 75
2. Keterkaitan Temuan dengan Teori yang Melandasi Variabel-
Variabel Penelitian ................................................................................. 78
3. Komparasi antara Temuan Penelitian dengan Hasil Penelitian
yang Terdahulu ........................................................................................ 79
F. Prosentase Hasil Angket/Quesioner Penelitian ............................................. 80
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................... 83
B. Implikasi ........................................................................................................ 84
C. Saran .............................................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 86
LAMPIRAN LAMPIRAN
FOTO DOKUMEN KEGIATAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pendidikan adalah studi ilmu yang diharapkan untuk dapat mencapai
tujuan.(Fadilah, 2005: 39) Dalam definisi tersebut tercermin suatu proses kegiatan
mendidik. Dengan demikian dalam praktiknya pendidikan adalah suatu usaha,
proses, bimbingan, tuntunan, dan pembekalan yang secara sadar oleh pendidik
kepada anak didiknya guna membantu anak didik tersebut memiliki kecakapan-
kecakapan dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Agama merupakan risalah dan wahyu disampaikan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW sebagai petujuk dan hukum-hukum yang sempurna dalam
menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan
tanggung jawab kepada Allah SWT, dirinya sebagai hamba Allah SWT, manusia dan
masyarakat serta alam sekitarnya.(Zakiyah, 1984: 58). Hukum yang dimaksud di sini
sebagai pola tatacara hidup manusia di dunia dan di akhirat yang mengatur
pemeliharaan hubungan antara manusia dengan Sang Khalik, manusia dengan
manusia serta manusia dengan lingkunganya.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat Adz-Dzariyat: 56:
وما خلقت الجن والنس إل ليعبدون
2
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Pendidikan agama adalah satu ilmu yang holistic bukan hanya
mengembangkan intelektual saja tetapi juga menjadikan manusia seutuhnya, serta
tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentiment) agama saja. Akan tetapi,
melalui pendidikan agamalah kepribadian anak didik akan terbentuk secara
keseluruhan mulai dari pengetahuan agama, latihan-latihan amaliah sehari-hari, sikap
keberagamaannya dan perilaku (akhlak), yang sesuai dengan ajaran, baik yang
menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lainnya,
manusia dengan alam serta manusia dengan dirinya sendiri.( Zakiyah, 2009: 124).
Islam, pendidikan mempunyai posisi yang sangat signifikan sebagai dakwah
dan pengajaran akhlak peserta didik. Hal ini terlihat dari turunnya wahyu pertama
yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, dalam surat al-Alaq yaitu Iqra yang
biasa diterjemahkan dengan bacalah! Kata ini merupakan pintu gerbang bagi
terbukanya ilmu pengetahuan. Perintah membaca adalah jalan membuka cara
berpikir umat sehingga dapat memahami perintah dengan benar sehingga, wajarlah
bila dikatakan bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban,
dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, demikian
pula sebaliknya.( M. Quraish Shihab, 2003 : 170).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat beragama
hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. (Abdul, 2004: 130). Dengan kata
3
lain ilmu agama sangatlah penting dalam pembentukan tingkah laku peserta didik,
karena mereka merupakan penerus generasi bangsa, negara, dan agama. Banyak
bekal pengetahuan dan kesiapan mental yang matang yang harus dimiliki anak didik
dalam rangka melaksanakan tugasnya agar dapat memiliki dedikasi yang benar dan
bertanggungjawab seutuhnya.
Dengan pendidikan Islam maka pengajar dapat menjadikan peserta didik
menjadi pengajar yang berkesinambungan, menyebarkan agama Islam kepada
generasi yang akan datang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW. kepada para sahabatnya, sehingga kita dapat melihat sebuah pengajaran yang
berkelanjutan dan pribadi Islam yang utuh.
Mengenai keutamaan belajar, Di dalam Firmanya Allah SWT mengangkat
derajat orang-orang yang berilmu dan mengamalkanya, salah satu ayat yang
menjelaskan tentang keutamaan pendidikan yaitu dalam surat Al-Mujadalah: 11:
الذين آمنوا منكم والذين أوتوا العلم درجاوإذا قيل انشزوا فانشزوا يرفع للا
“Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah:11).
Dengan demikian pendidikan Islam mentransfer nilai-nilai atau keilmuan
Islam harus mampu membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai ajaran Islam yang
telah disampaikan tersebut. Pendidikan adalah satu disiplin ilmu yang primer dalam
kebutuhan manusia. Seperti dijelaskan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
4
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. ( Undang-undang SISDIKNAS,
2003: 7)
Tujuan ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, yaitu fitrah beragama. Maka
hal tersebut mengisyaratkan bagaimana pendidikan sangatlah penting bagi peserta
didik terutama pendidikan Islam dalam pembentukan karakter.
Berkembangnya manusia pastilah memiliki tujuan yang sama yaitu bahagia
dunia dan akhirat. Salah satu cara yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan
adalah melalui ilmu pendidikan. Ilmu dapat diperoleh dengan adanya pendidikan,
baik pendidikan yang dimulai dari dalam rumah atau keluarga, di sekolah, maupun di
dalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan sangat berperan penting dalam
mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan.
Bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam sebaiknya telah
ditanamkan sejak manusia berada dalam kandungan seperti misalnya seorang ibu
yang sedang mengandung bayi dianjurkan untuk lebih banyak berdzikir dan
membaca Al-Qur’an serta berdoa demi perkembangan janin dan keselamatannya
kelak. Manusiapun sejak lahir hingga akhir hayatnya selalu membutuhkan agama
sebagai bagian dari kebutuhan jiwanya. Misalnya sejak seorang calon bayi yang
telah ditiupkan ruhnya oleh Allah SWT sejak itu pula ia selalu berdzikir kepada
Tuhannya, dilahirkan oleh ibunya, kemudian tumbuh dan berkembang menjadi anak-
anak, remaja, dewasa, hingga sebelum ia dikuburkanpun seseorang tetap
bersinggungan dengan agama.
5
Oleh karena itulah pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama
Islam sangat penting sebab dengan bimbingan kerohanian Islam, orang tua atau guru
berusaha secara sadar memimpin dan memberikan pengajaran yang sesuai dengan
tuntunan ajaran Islam yang mampu memenuhi kebutuhan akhlak setiap diri manusia.
Secara prinsip, bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam
baik yang diselengarakan oleh lembaga pendidikan non formal maupun formal
bertujuan untuk membekali seseorang agar memiliki pengetahuan lengkap tentang
agama Islam dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk amalan praktis. Dengan
demikian seseorang dapat melaksanakan ritual-ritual, serta hukum-hukum syariat
ibadah secara benar menurut ajaran Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktikan dan
diajarkan oleh Rasulullah SAW, baik itu berupa ibadah secara akhlak maupun ibadah
praktis seperti sholat dan sebagainya.
Dengan pembinaan dan bimbingan kerohanian Islam, seseorang diharapkan
dapat memahami berbagai teori ibadah dan tatacara pelaksanaannya. Sehingga
dengan teori-teori tersebut secara sadar mereka mampu melaksanakan ibadah secara
baik dan benar.
Kebutuhan yang tidak kalah pentingnya dalam diri manusia adalah kebutuhan
rasa kasih sayang dan rasa aman. Untuk melindungi serta menunjang hidupnya
hingga ia mampu berdiri dan mandiri menjalani kehidupannya di dalam
bermasyarakat. Dalam hal ini orang pertama yang mempengaruhi sikap dan tingkah
laku seseorang ialah kedua orang tuanya, keluarga, lingkungan pendidikan, dan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Keluarga merupakan sumber utama pembentuk
kepribadian seseorang yang sesuai dengan fitrahnya sejak lahir, maka apabila di
6
dalam suatu keluarga tidak adanya keseimbangan dan kesadaran serta
tanggungjawab dalam mendidik anak-anak didiknya akan menimbulkan sebab dari
penyimpangan sosial yang dilakukan seseorang. Dengan kata lain, hendaklah
minimal dalam lingkungan keluarga telah tertanam kesadaran beragama dalam
menjalani kehidupan sehari-hari.
Arus era modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan ummat
manusia, namun di sisi lain ternyata telah melahirkan dampak yang negatif pula bagi
kehidupan manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai problema yang semakin
kompleks, baik yang bersifat personal maupun yang bersifat sosial. Manusia modern
telah terpedaya oleh produk pemikirannya sendiri karena kurang mampu mengontrol
efek dari hasil pemikiran itu sendiri.
Derasnya arus modernisasi membutuhkan penanganan serius dimulai dari
penanaman rohani Islam yang terkandung dalam Pendidikan Agama Islam. Oleh
karena itu bimbingan kerohanian Islam sangat berperan penting dalam
perkembangan seorang anak didik sedini mungkin agar tidak terjerumus kelak dalam
permasalahan-permasalahan negatif yang khas, seperti halnya ego sentris
perkembangan, perkembangan emosi, dan penyimpang dalam masyarakat.
Untuk mewujudkan manusia Islam yang holistik, setiap umat beragama harus
memiliki dimensi secara utuh yaitu. Dimensi-dimensi itu ialah: dimensi keyakinan,
dimensi peribadatan, dimensi pengalaman, dan dimensi pengetahuan. Dari dimensi
tersebut, dimensi pengetahuan akan sangat berperan terhadap munculnya kesadaran
keagamaan. Agar setiap umat beragama dapat memiliki kesadaran yang utuh maka
model pendidikan agama yang harus dikembangkan tidak semata bersifat doktrinal,
7
dengan menekankan serangkaian ajaran dan kewajiban kepada pemeluk agama,
melainkan pendidikan agama harus dilakukan dengan melibatkan emosi dan
rasionalitas para penganutnya.
Ada pula seorang anak didik yang hampir tidak pernah dikenalkan tentang
ilmu agama oleh orang tuanya, namun ia tinggal di dalam lingkungan masyarakat
yang mempunyai nilai kesadaran beragama yang tinggi sehingga anak tersebut
mempelajari ilmu agama bersama teman sepermainannya serta warga sekitarnya.
Namun ada pula seorang anak didik yang jarang sekali diberikan pengetahuan
keagamaan oleh orang tuanya, kemudian di dalam masyarakat pula ia sering merasa
asing karena sangat jarang bertemu dan bersosialisasi di lingkungan sekitarnya
sehingga ia lebih memilih menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri.
Pada kondisi yang memprihatinkan inilah seorang anak didik yang kurang
kontrol terhadap agama, orang tua, dan masyarakat sekitarnya yang akan berefek
negatif pada diri anak didik itu sendiri. Sebagai contoh, seorang anak didik yang
akhirnya mengkonsumsi narkoba melakukan tindakan kekerasan hingga pencurian
dan pembunuhan dengan dalih kurangnya perhatian dari kedua orang tuanya serta
mengikuti trend teman-teman sekitarnya yang akhirnya anak didik tersebut terbuai
oleh perilaku menyimpang yang menyebabkan ia menjadi pelaku tindak pidana, dan
menjadi narapidana guna menebus kesalahannya.
Dari kronologis di atas Rumah Tahanan Negara Salatiga mengacu pada UU.
No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. (UU. No. 12 Th 1995) melakukan
pembinaan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
8
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Pembinaan di dalam Rumah Tahanan Negara bukan hanya pemberian hukuman,
penanaman bakat dan keterampilan, namun juga terdapat pembinaan moral dan
kerohanian berupa pembinaan kesadaran beragama guna menunjang jiwa keagamaan
anak binaan. Banyak hal yang dilaksanakan dalam kegiatan pembinaan kerohanian
Islam pada narapidana misalnya, pada setiap harinya narapidana selalu melaksanakan
pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh beberapa ustad dan
ustadzah.
Dengan pembinaan kerohanian Islam, seorang narapidana diharapkan dapat
memahami berbagai teori ibadah dan tata cara pelaksanaannya. Dengan teori-teori
tersebut mereka secara sadar mampu melaksanakan ibadah secara baik, benar, dan
bagus. Namun terkadang masih ada saja seorang narapidana yang telah mendapatkan
pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam di dalam Rumah
Tahanan Negara, ketika seorang tersebut telah bebas hukuman dan kembali di
masyarakat, mantan narapidana tersebut tidak melaksanakan kewajiban agamanya
seperti yang biasa ia lakukan di dalam Rumah Tahanan Negara sebelumnya. Bahkan
ironisnya lagi adalah, ketika berada di dalam Rumah Tahanan Negara seorang
narapidana bahkan bisa lebih meluaskan jaringannya karena bertemu dengan
narapidana lain yang terjerat dengan kasus yang sama bahkan lebih profesional.
Disinilah seharusnya control agama dalam dirinya yang berperan dalam setiap
tindakannya. Oleh karena itu patut dipertanyakan bahwa kemanakah kesadaran
9
beragama terhadap dirinya maka dari itu akan ada pengaruh antara teori pembinaan
kerohanian Islam dengan kesadaran beragama seseorang.
Atas dasar pemikiran itulah, untuk lebih jauh mengetahui adanya pengaruh
antara Pendidikan Agama Islam yang dimiliki seseorang dengan Kesadaran
Beragamanya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama Bagi
Narapidana ( Studi Kasus di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga)”,
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di Rumah Tahanan Kelas
IIB Salatiga?
2. Bagaimana peranan pegawai Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga
dalam pembinaan Kerohanian Islam narapidana?
3. Apakah ada pengaruh pendidikan agama Islam terhadap kesadaran beragama
para narapidana?
C. Tujuan Penelitian.
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di
Rumah Tahanan Kelas IIB Salatiga.
2. Mengetahui peran pegawai dalam pembinaan kerohanian Islam narapidana di
Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga.
3. Untuk mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama Islam terhadap
kesadaran beragama para narapidana.
10
D. Manfaat Penelitian.
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara
akademis/teoritik maupun dalam masyarakat. Secara akademis, penelitian ini dapat
menjadi salah satu pengembangan teori mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
nilai pembinan narapidana, dan hal yang berkaitan sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi khasanah ilmu, dapat
memberikan kontribusi keilmuan pada civitas akademik IAIN Salatiga tentang
pembinaan kerohanian Islam bagi narapidana, menambah pengetahuan dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah pada permasalahan dan kondisi di
masyarakat sehingga mendapat pengalaman di lapangan.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi dan masukan mengenai pembinaan kerohanian
Islam pada narapidana di Rumah Tahanan Negara Kota Salatiga supaya dapat
ditingkatkan lagi dalam proses pelaksanaan pembinaan tersebut agar menjadi lebih
baik.
E. Penegasan Istilah.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini, penulis akan
mengemukakan beberapa definisi, istilah-istilah yang terkandung dalam judul skripsi
ini, sehingga tidak menimbulkan suatu persoalan ataupun kebingungan.
1. Pengaruh.
Daya yang ada atau timbul dari suatu (benda atau orang) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.(Hasan, 2005: 849)
11
2. Pembinaan.
Suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk
membantu mencapai tujuan organisasi.(Mathis, 2002:112)
3. Pembinaan Kerohanian Islam.
Usaha untuk hidup iman, sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan
diri penuh kepada Tuhan.(Darminta,2006:16)
4. Islam.
Mengacuh pada agama yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah
SWT, bukan berasal dari manusia. (Abdullah, 2006:7)
5. Narapidana.
Orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan. (Andi, 2009:107)
6. Kesadaran beragama
Aspek mental dari aktivitas agama. (Ramayulis, 2009:8)
F. Tinjauan Pustaka.
Dalam penyusunan proposal skripsi ini, penulis merujuk pada penelitian
sebelumnya yaitu yang berjudul ” Pembinaan Kesadaran Beragama Pada Kehidupan
Anak Jalanan” studi kasus di Rumah Singgah Anak Kurnia, karya Siti Shofiyah dan
diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010.
Penelitian tersebut memperoleh data mengenai pembinaan kesadaran
beragama pada kehidupan anak jalanan yang dilakukan di Rumah Singgah Anak
Kurnia baik, hal ini dapat dilihat dari hasil interpretasi data dengan nilai hasil rata-
12
rata skor 78,8%, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah:
objek penelitian dan tempat penelitian.
G. Metode penelitian.
1. Jenis Penelitian.
Di dalam Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan penelitian
kualitatif.
Menurut Moleong (2009:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.
Penelitian kualitatif dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk
menelaah atau menyelusuri sesuatu latar belakang misalnya tentang motivasi,
peranan, nilai, sikap, dan persepsi. (Moleong,2009:7)
2. Sumber Data
Menurut Lofland (1984:47) dikutip dari Moleong (2009:157) sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Data Primer
Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang diperoleh dari pihak
pertama berupa hasil wawancara dengan subjek penelitian. Dalam hal ini,
peneliti mewawancarai narapidana yang berada di Rumah Tahanan Negara
kelas II B Salatiga.
13
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data pelengkap yang membantu peneliti dalam
melakukan proses penelitian. Dalam penelitian ini, data sekunder berupa: ayat-
ayat Qur’an, hadits, pendapat para ulama, ijma’ dan karangan berupa buku,
serta UU dan Peraturan Pemerintah .
c. Data Tersier
Data tersier merupakan data penunjang yang dapat memberi petunjuk terhadap
data primer dan data sekunder. Dalam hal ini data tersier yang digunakan
adalah Kamus lengkap Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik atau metode
wawancara mendalam (in depth interview). Dengan wawancara mendalam, bisa
digali apa yang tersembunyi di sanubari seseorang, apakah yang menyangkut
masa lampau, masa kini maupun masa sekarang. (Bungin, 2010 : 67)
b. Observasi
Menurut Moleong (2009:175) observasi atau pengamatan
mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya; observasi memungkinkan
observer untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian.
14
c. Telaah Dokumen
Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan
dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat
berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang,
notulen, blog, halaman web, foto, dan lainnya. (Sarosa, 2012:61)
d. Triangulasi
Triangulasi merupakan cara pemeriksaan keabsahan data yang paling
umum digunakan. Cara ini dilakukan dengan memanfaatkan sesuatu yang
lain diluar data untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Dalam kaitan ini Patton (dalam Sutopo, 2006: 92) menjelaskan teknik
triangulasi yang dapat digunakan.
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti
mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek
kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai
sumber data.
e. Kehadiran peneliti
Kehadiran peneliti merupakan keharusan seorang peneliti untuk
mendapakan data secara langsung dari obyek penelitian dengan cara observasi,
wawancara maupun kuesioner yang langsung dilakukan oleh peneliti.
15
f. Kuesioner
Kuesioner atau Angket merupakan suatu teknik pengumpulan data
secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan
responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket
berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh
responden (Sutopo, 2006: 82). Responden mempunyai kebebasan untuk
memberikan jawaban atau respon sesuai dengan persepsinya.
Kuesioner (angket) merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya, dimana peneliti tidak langsung
bertanya jawab dengan responden (Sutopo, 2006: 87). Karena angket dijawab
atau diisi oleh responden dan peneliti tidak selalu bertemu langsung dengan
responden, maka dalam menyusun angket perlu diperhatikan beberapa hal.
Pertama, sebelum butir-butir pertanyaan atau peryataan ada pengantar atau
petunjuk pengisian. Kedua, butir-butir pertanyaan dirumuskan secara jelas
menggunakan kata-kata yang lazim digunakan (popular), kalimat tidak terlalu
panjang. Dan ketiga, untuk setiap pertanyaan atau pernyataan terbuka dan
berstruktur disesuaikan kolom untuk menuliskan jawaban atau respon dari
responden secukupnya.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dalam suatu proses. Proses berarti pelaksanaannya
sudah mulai dilakukan sejak awal pertama kali pengumpulan data dilakukan dan
16
dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian.
(Moleong,2009:281)
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan analisis
atau analytical approach.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan untuk
mempermudah jalan pikiran pembaca dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi.
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan
masalah, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan pembahasan yang berisi tentang pengertian pembinaan
kerohanian Islam, dasar hukum, bentuk kegiatan pembinan kerohanian, pengaruh
pembinaan, serta kesadaran beragama bagi narapidana.
Bab III merupakan paparan data dan temuan peneliti meliputi : Profil Rumah
Tahanan Negara kelas IIB Salatiga, proses dan praktek pembinaan kerohanian Islam
di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga.
Bab IV merupakan analisis data mengenai konsep pembinaan kerohanian
narapidana dan analisis dampak kesadaran beragama bagi narapidana.
Bab V merupakan penutup meliputi kesimpulan dan saran-saran.
17
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pembinaan Kerohanian Islam
1. Pengertian Pembinaan
Sebelum dibahas lebih lanjut tentang pembinaan kerohanian Islam, maka
perlu kiranya dikemukakan pengertian pembinaan itu sendiri, diantaranya:
a. Menurut Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10
Pembinaan adalah usaha yang ditujukan untuk memperbaiki,
meningkatkan akhlak (budi pekerti).
b. Menurut PP RI Nomor 31 Tahun 1999 pasal 1 ayat 1
Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani.
c. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:152)
Pembinaan berasal dari kata dasar “bina” yang mendapatkan awalan “pe”
dan akhiran “an” yang mempunyai arti perbuatan, cara. Pembinaan berarti
kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh
hasil yang lebih baik.
d. Menurut Mathis (2002:112)
Suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk
membantu mencapai tujuan organisasi.
18
e. Menurut Thoha (2003)
Membinaan adalah sebagai suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan
menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukan adanya kemajuan,
peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan,
berkembangnya, atau meningkatnya sesuatu. Disini terdapat dua unsur
pengertian, yakni pembinaan dari suatu tujuan dan yang kedua pembinaan
dapat menunjukkan kepada “perbaikan” atas sesuatu.
f. Menurut Munandar (1993:12) bahwa pembinaan pada hakekatnya
merupakan upaya dalam mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan serta sikap yang ditujukan bagi terciptanya
manusia yang terampil, cakap dan terpupuk sikap mental yang positif
dimana pengembangan diselaraskan dengan nilai yang dianut.
2. Pengertian Kerohanian Islam
Arti dari kerohanian Islam itu sendiri adalah usaha untuk hidup iman,
sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh kepada Tuhan
(Darminta,2006:16). Secara umum Islam adalah agama wahyu yang diterima
langsung oleh Nabi Muhammad SAW. diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Allah SWT. telah menganugerahkan
kepada manusia suatu kelebihan dan keutamaan di atas makhluk lainnya yaitu
fitrah, kebebasan, ruh yang kekal, dan akal.
19
لبهن ببث وفض هب ب آدم وحولبهن ف البش والبحش وسصقبهن هي الط ولقذ مش
ي خلقب تفضل مثش هو عل
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna. ”. (Al-Isra: 70).
Para intelektual muslim mencoba mengkomunikasikan dan memformulasi
pengertian pembinaan kerohanian Islam, di antara batasan yang sangat variatif
tersebut adalah:
Pembinaan Kerohanian Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan hukum syariat dan
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar
ummat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa. (Abdul Majid,
2006:130).
3. Dasar-dasar Pembinaan Kerohanian Islam terhadap Narapidana
Dasar atau landasan pembinaan keagamaan telah dijelaskan dalam ajaran-
ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur‟an dan Hadits. Dalam buku M. Quraisy
Syihab (2005: 63) Allah SWT menjelaskan hal tersebut dalam Surat Ali Imron:
104 yang berbunyi:
هىى عي ولتني ش وأهشوى ببلوعشوف و ت ذعىى إل الخ نن أه ه
ئل هن الوفلحىى نش وأول الو
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru
kepada kebajikan, menyeru (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Ali Imran:104).
20
Dalam firman-Nya dinyatakan bahwa Allah SWT. mengangkat derajat
ummatnya yang berilmu, bahkan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. bukanlah ayat yang
menerangkan tentang shalat, puasa, ataupun zakat, melainkan perintah “Iqra”
yaitu membaca, menelaah, merenungkan, dan mengkaji yang merupakan salah
satu upaya dalam mencerdaskan manusia melalui pembinaan atau pendidikan.
Adapun dasar-dasar Pembinaan Kerohanian Islam menurut M. Arifin
dalam bukunya yaitu: Pendidikan Islam adalah usaha merubah tingkah laku
individu didalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan
kehidupan dalam alam sekitar melalui proses pendidikan.
a. Al-Quran, merupakan kalam Allah SWT yang telah diwahyukan-Nya kepada
Nabi Muhammad SAW, lewat malaikat Jibril dan mutawatir sebagai petunjuk
bagi seluruh ummat manusia. Al-Quran merupakan petunjuk yang lengkap,
pedoman bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan
bersifat universal.
Dengan demikian Al-Qur’an merupakan tuntunan atau kitab suci yang
berisi petunjuk Allah SWT bagi manusia untuk mencapai kecerdasan,
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad SAW sebagai pendidik
pertama pada masa pertumbuhan Islam telah menjadikan Al-Qur’an sebagai
dasar pendidikan agama Islam di samping sunnah. Kedudukan Al-Qur’an sebagai
sumber pokok. pendidikan dapat dipahami dari ayat Al-Qur’an surat An-Nahl:
64, yaitu:
21
ل النتبة إال لتبي لهن الز اختلفىا فه وهذي وسحوت وهب أضلب عل
لقىم ؤهىى
Artinya: “dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (Al-ur’an) ini
melainkan agarkamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan itu menjadi
petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S. an- Nahl:64).
b. Hadits (As-Sunnah), dasar yang kedua selain al-Quran adalah Sunnah
Rasulullah SAW, yaitu perbuatan, perkataan, dan taqriri yang pernah di
contohkan Nabi Muhammad SAW, dalam perjalanan hidupnya melaksanakan
dakwah Islam. ( Nizar,2001:95-97).
Di lingkup pendidikan, sunnah mempunyai dua faidah, yaitu: pertama,
menjelaskan system pendidikan agama Islam sebagaimana terdapat di dalam Al-
Qur’an dan menerangkan hal- hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua,
menggariskan metode-metode pendidikan yang dapat dipraktekan. Pribadi Rasul
sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkret dari hasil pendidikan agama
Islam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 21:
خش والىم ا أعىة حغت لوي مبى شجى للا لقذ مبى لنن ف سعىه للا
مثشا ورمش للا
Artinya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW. itu suri tauladan
yang baik bagimu, (yaitu)bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah SWT dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah SWT.” (Q.S. l-
Ahzab:21).
4. Tujuan Pembinaan Kerohanian Islam
Sebagaimana dikutip oleh Mujib, dkk., (2006: 82) tujuan pembinaan
kerohanian Islam antara lain adalah:
22
a. Mengembangkan wawasan spiritual yang semakin mendalam.
b. Membekali anak muda dengan berbagai pengetahuan dan kebaikan.
c. Membantu peserta didik yang sedang tumbuh untuk belajar berpikir secara
logis dan membimbing proses pemikirannya.
d. Mengembangkan wawasan rasional dan lingkungan sebagaimana yang
dicita-citakan dalam Islam, dengan melatih kebiasaan dengan baik.
Armai Arief mengutip pendapat Mohammad Al Toumy Al Syaibani
(2002: 25-26), tentang tujuan pembinaan keagamaan mempunyai tahapan-
tahapan sebagai berikut:
a. Tujuan individual
Tujuan ini berkaitan dengan masing-masing individu dalam mewujudkan
perubahan yang dicapai pada tingkah laku dan aktifitasnya.
b. Tujuan sosial
Tujuan ini berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan dan
tingkah laku mereka secara umum.
c. Tujuan profesional
Tujuan ini berkaitan dengan pembinaan dan pengajaran sebagai sebuah ilmu.
Pembinaan kerohanian Islam dalam konteks keagamaan bertujuan untuk
menumbuhkan kesadaran dan memelihara norma agama secara terus-menerus
agar perilaku hidup manusia senantiasa berada pada tatanan. Namun secara garis
besar, arah atau tujuan dari pembinaan keagamaan adalah meliputi dua hal, yaitu:
1). Tujuan yang berorientasi pada kehidupan akhirat, yaitu membentuk
seorang hamba yang bertakwa kepada Allah Swt;
23
2). Tujuan yang berorientasi pada kehidupan dunia, yaitu membentuk
manusia yang mampu menghadapi segala bentuk kebutuhan dan
tantangan kehidupan agar hidupnya lebih layak dan bermanfaat bagi
orang lain. (Arief, 2002:23).
Allah SWT berfirman dalam Al Qur‟an surat Al Qashash: 77, yang
berbunyi:
ب ظ صبل هي الذ الذاس اخشة وال ت وابتغ فوب آتبك للا
Artinya: “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di
dunia” (QS. Al Qashash: 77)
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa Allah SWT menyuruh
kepada semua hamba-Nya agar mencari kebahagiaan akhirat dengan cara
beribadah kepada Allah SWT. Tetapi manusia tidak boleh melupakan
kebahagiaan dunia, oleh sebab itu manusia disuruh untuk bekerja guna
memenuhi kehidupan selama masih hidup di dunia.
5. Ruang Lingkup Pembelajaran Agama Islam
Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan antara: Hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan
manusia dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan makhluk lainnya dan alam semesta.
Dalam rangka menjelaskan ruang lingkup pelaksanaan pembinaan
kerohanian Islam, berikut ini akan dikemukakan beberapa bidang pembahasan
pengajaran agama yang menjadi pedoman dalam pembelajaran yang
dilaksanakan dalam pembinaan. Ruang lingkup pembelajaran dalam pembinaan
24
kerohanian Islam hampir sama halnya dengan kurikulum yang diajarkan seperti
di sekolah- sekolah atau di lembaga informal lainnya yaitu berupa pembelajaran
aqidah-akhlak, fiqh, al-Quran-Hadis, dan sejarah kebudayaan Islam (SKI).
Materi agama Islam yang diberikan tidak disusun dalam bentuk silabus atau
rencana pembelajaran terlebih dahulu, akan tetapi ustad dan ustadzah yang
mempunyai peran penuh dalam menentukan materi dengan topik yang akan
disampaikan pada setiap pertemuan dalam pelaksanaan pembinaan kerohanian
Islam di Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga. Topik-topik pengajarannya
antara lain:
a. Pengajaran aqidah-akhlak, meliputi:
1). Pengajaran keimanan, meliputi keperayaan kepada Allah SWT, kepada
Rasulullah SAW, kepada para Malaikat, kepada kitab-kitab Allah SWT,
kepada hari akhir, dan kepada qadha dan qadar.
2). Pengajaran akhlak, meliputi sifat-sifat terpuji dan tercela dan hal yang
langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat-sifat itu pada diri
seseorang secara umum.
3). Pengajaran ibadat, meliputi semua rukun Islam, membicarakan hal-hal
yang wajib, sunnat, hukum melaksanakan ibadah, rukun, syarat, kaifiyat,
dan bai’atnya.
b. Pengajaran fiqh, meliputi:
1). Fiqh, meliputi hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri dari hukum
wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram, disamping itu ada pula dalam
25
bentuk lain seperti sah, batal, benar, salah, berpahala, berdosa dan
sebagainya.
2). Pengajaran ushul fiqh, meliputi bentuk-bentuk dan macam-macam hukum,
mahkumfih, mahkum’alaih, awaridl muktasabah dan awaridl samawiyah,
masalah istinbath dan istidlal, masalah ra’yu, ijtihad, ittiba dan taqlid,
masalah adillah syar’iyah, serta masalah ra’yu dan qiyas.
c. Pengajaran Al-Qur’an-Hadits, meliputi:
1). Qiraat Qur’an adalah membaca sedangkan tilawah aktifitas membaca
yang diikuti komitmen dan kehendak untuk mengikuti apa yang dibaca.
2). Pengajaran tafsir, menjelaskan uraian penjelasan terhadap arti teks Al-
Qur’an; yang berarti lebih luas dan lebih jelas dari alih bahasa.
3). Pengajaran ilmu tafsir, menjelaskan tentang sejumlah teori atau ilmu
yang berhubungan dengan berbagai petunjuk dan ketentuan untuk
menafsirkan Al-Qur’an.
4). Pengajaran hadis, meliputi ajaran Islam yang berhubungan dengan
masalah yang dibicarakan.
5). Pengajara ilmu hadis, berisi bagaimana menilai sesuatu teks hadis untuk
dijadikan sumber hukum dalam ajaran Islam.
d. Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI), meliputi:
1). Tarikh Islam, membahas tentang sejarah yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan ummat Islam.
2). Tarikh tasyri, membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan ajaran
hukum Islam.
26
B. Kesadaran Beragama
1. Pengertian Kesadaran Beragama
Kesadaran berasal dari kata “sadar” yang berarti insaf, ingat kembali, dan
bangun. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran adalah
keadaan atau hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. (Departemen
Pendidikan Nasional, 2002:975)
Sedangkan agama, berasal dari kata “al-Din”, menurut Quraish Shihab, dalam
bahasa arab terdiri dari huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini bisa dibaca
dengan dain yang berarti hutang, dan dengan Din yang mengandung arti agama,
menguasai, menundukkan, patuh, kebiasaan, dan hari kiamat. Ketiga arti tersebut
sama-sama menunjukkan adanya dua pihak yang berbeda. Pihak pertama
berkedudukan lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dan disegani oleh pihak kedua.
Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan khamr, babi,
atau darah karena semua itu haram dan tidak berharga. Dalam agama, Tuhan
adalah sebagai pihak utama yang lebih tinggi daripada manusia. (Gholib,2006:4).
Menurut Zakiyah Darajat, kesadaran beragama adalah aspek mental dari
aktivitas agama. Aspek ini merupakan bagian atau segi agama yang hadir (terasa)
dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi. Dengan adanya kesadaran agama
dalam diri seseorang yang akan di tunjukkan melalui akifitas keagamaan, maka
munculah pengalaman beragama. Adapun yang di maksud dengan pengalaman
beragama ialah unsur perasaan dalam kesadaran agama, yaitu perasaan yang
membawa kepada keyakinan yang dihasilkan dalam tindakan (amaliyah) nyata.
(Ramayulis, 2009:8)
27
Dengan demikian, kesadaran beragama adalah keadaan sadar seorang hamba
terhadap penciptanya sehingga keberadaan Tuhannya tercipta di dalam dirinya yang
dengan keadaan tersebut ia melaksanakan segala perintah Tuhannya dan menjauhi
larangan-Nya.
Kesadaran beragama dalam tulisan ini meliputi rasa keagamaan, pengalaman
ke-Tuhanan , keimanan, sikap dan tingkah laku keagaman, yang terorganisasi dalam
sistem mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga
manusia, maka kesadaran beragamapun mencapai aspek-aspek afektif, konatif,
kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat didalam
pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan rindu kepada Tuhan. Aspek kognitif
nampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik
nampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku dan keagamaan. Dalam
kehidupan sehari-hari, berbagai aspek tersebut sukar dipisahkan karena merupakan
suatu sistem kesadaran beragama yang utuh dalam pribadi seseorang.
(Ahyadi,1995:3714).
2. Fungsi dan Tujuan Agama
Menurut Abudin Nata seperti yang dikutip oleh Achmad Gholib dalam
bukunya study Islam, sekurang-kurangnya ada tiga alasan perlunya manusia
terhadap agama, yakni: Pertama, latar belakang fitrah manusia. Kenyataan
bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut untuk pertama kali
ditegaskan dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan manusia.
Kedua, alasan tentang kelemahan dan kekurangan manusia. Alasan inipun
kelihatannya bisa diterima, disamping karena keterbatasan akal manusia untuk
28
menentukan hal-hal yang diluar kekuatan pikiran manusia itu sendiri, juga
karena manusia sendiri merupakan makhluk dhaif (lemah) yang sangat
memerlukan agama. Ketiga, adanya tantangan manusia. Manusia dalam
kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam
maupun dari luar. Tantangan dari dalam berupa dorongan hawa nafsu dan
bisikan syetan, sedangkan tantangan dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-
upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupaya memalingkan
manusia dari Tuhan. (Gholib, 10-11).
Dijelaskan pula dalam referensi lain, bahwa seorang sosiolog agama
bernama Elizabeth K. Nottingham sebagaimana yang dikutip oleh Bambang
Syamsul Arifin menurut gambarannya, agama adalah gejala yang begitu sering
“terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia
untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan
alam semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang
paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju
kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dillihat (akhirat), namun agama
melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik
kehidupan individu maupun kehidupan sosial. (Arifin, 2008:142-143).
Ditinjau dari segi tujuannya, agama berfungsi untuk membimbing umat
manusia agar hidup tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat. Menurut
Murtadha Muthari, ada tiga bagian pengaruh dan manfaat-manfaat keyakinan
keagamaan terhadap manusia. Pertama, agama akan memberi manfaat untuk
memperoleh kebahagiaan dan kegembiraan. Kedua, agama berfungsi dalam
29
mempererat hubungan-hubungan sosial dan kemasyarakatan. Ketiga, agama
berfungsi sebagai penawar tekanan jiwa. (Gholib,11-12).
3. Kebutuhan Terhadap Agama bagi Manusia
Ada tiga alasan yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama, yaitu
sebagai berikut. (Nata, 2006:16).
a. Latar belakang fitrah manusia.
Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan
dalam ajaran Islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia.
Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen, Hindu,
maupun Budha. Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi
agama yaitu pada manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi
mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun
yang mereka percayai itu terbatas pada khayalan.
Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa, dalam diri manusia
sudah terdapat potensi beragama yang di berikan Tuhannya kepada kita,
namun potensi ini harus di kembangkan akan dibawa kemana jiwa yang
mempunyai potensi agama tersebut.
b. Kelemahan dan kekurangan manusia
Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga
memiliki kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan oleh
Allah dalam keadaan sempurna, namun diperoleh pula manusia berpotensi
30
positif dan negatif, sedangkan daya tarik keburukan lebih kuat dari pada
kebaikan.
Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong,
inkar, iri, tamak dan lain sebagainya, karena itu manusia dituntut untuk
menjaga kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya
dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan di
sinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang diberikan
kelebihan berupa akal dan tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan yang lainnya. Dari
akal tersebutlah manusia mampu mengenal Tuhannya, yang terlahir sebagai ummat
beragama. Dan keduanya ini merupakan fitrah yang dianugerahkan oleh Tuhan
dalam diri manusia.
Dengan kemampuan mengenal Tuhan, manusia dapat memenuhi kebutuhan
jiwanya seperti kebutuhan kebebasan, kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan
rasa aman, dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua orang mampu
memaksimalkan kerja akalnya, yang menyebabkan mereka tidak mengenal
agamanya. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena kurangnya pengetahuan
orang tua terhadap agama yang menyebabkan anak didikannya menjadi minim
pemahaman agamanya serta kurang efektifnya pendidikan agama Islam yang di
terima oleh masing-masing individu, ditambah lagi dengan keadaan lingkungan yang
mungkin jauh dari nilai-nilai dan norma-norma agama. Selain itu ada juga yang
mendapat kesempatan untuk mengenal agama, baik dari pendidikan orang tuanya di
31
rumah, pendidikan agama Islam di bangku sekolah, maupun pendidikan yang di
terimanya dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.
Agama menyangkut batin manusia, oleh karena itu kesadaran beragama dan
pengalaman seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang
ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran beragama dan
pengalaman beragamalah yang kemudian munculah sikap keagamaan yang
ditampilkan seseorang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwasannya sikap keagaman seseorang dapat di
pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Berikut akan di
jelaskan mengenai dua faktor tersebut:
a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dari manusia itu sendiri, karena
manusia adalah homo religius (makhluk beragama) yang sudah memiliki fitrah
untuk beragama. (Jalaludin, 2010: 304-311)
b. Faktor ekstern, yaitu lingkungan yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan
jiwa keagamaan seseorang, karena lingkungan merupakan tempat dimana
seseorang itu hidup dan berinteraksi, lingkungan disini dibagi menjadi tiga, yaitu
keluarga, institusi, dan masyarakat. ( Jalaludin, 1995: 139)
1). Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan menyenangkan,
maka anak akan tumbuh baik pula, begitupun sebaliknya. Berdasarkan Al-Quran
dan Sunnah, tujuan terpenting dari pembentukan keluarga ialah sebagai berikut:
- Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah tangga.
32
- Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis.
- Mewujudkan sunnah Rasulullah.
- Memenuhi kebutuhan cinta-kasih anak.
- Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-
penyimpangan. (Abdurahman, 1995:193)
Jadi, keluarga adalah orang yang pertama yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan atau pendidikan anak yang sedang tumbuh. Hal tersebut
sebagaimana firman-Nya dalam surat At- Tahrim ayat 6:
هب فغنن وأهلنن بسا وقىدهب البط والحجبسة عل ب أهب الزي آهىا قىا أ
هب أهشهن وفعلىى هب ؤهشوى هلئنت غلظ شذاد ال عصىى للا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (QS. At-Tahriim:6)
Pembentukan kesadaran beragama ini sangat erat kaitannya dengan peran
orang tua sebagai teladan dalam pembentukan pribadi anak, karena orang tua
adalah panutan dan cermin pertama kali yang mereka lihat dan mereka tiru
sebelum mereka berpaling kepada lingkungan sekitarnya, sehingga dari kesadaran
beragama tersebut akan menimbulkan sikap atau tingkah laku beragama.
2). Lingkungan Institusional
Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan jiwa
keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah maupun non formal
seperti perkumpulan atau organisasi. Sekolah merupakan lembaga pendidikan
33
formal yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan sengaja,
teratur dan terencana. Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa:
Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan pendidikan dan
pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana adalah sekolah. Guru-guru yang
melaksanakan tugas pembinaan, pendidikan dan pengajaran tersebut adalah orang-
orang yang telah dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik, dan mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan tugas pendidikan. Guru masuk kedalam kelas,
membawa seluruh unsur kepribadiannya, agamanya, akhlaknya, pemikirannya,
sikap, dan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaiannya, cara
berbicara, bergaul, dan memperlakukan anak bahkan emosi dan keadaan jiwa yang
dialaminya, ideologi dan paham yang dianutnya terbawa tanpa disengaja ketika ia
berhadapan dengan anak didiknya. Seluruhnya akan terserap oleh si anak tanpa
disadari oleh guru dan orang tua, bahkan anak sampai kagum dan sayang kepada
gurunya. (Nata, 2005 : 207)
3). Lingkungan Masyarakat
Dalam kehidupan, manusia tidak akan lepas dari orang lain, karena
manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya saling membutuhkan satu
sama lain. Untuk itu, lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang
juga ikut mempengaruhi perkembangan sikap dan perilaku seseorang. Masyarakat
disini dapat diartikan sebagai komunitas yang amat heterogen dengan berbagai
aspeknya. Di dalamnya terdapat berbagai kegiatan dalam bidang agama, sosial,
ekonomi, politik, seni budaya, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Semuanya
itu merupakan ligkungan yang dapat digunakan untuk kegiatan pendidikan. (Nata.
34
1995) Adapun lingkungan masyarakat yang dapat memberi pengaruh terhadap
perkembangan sikap keagamaan anak dapat dibedakan menjadi tiga kelompok,
yaitu: (Zuhairini, 1995: 175)
a). Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama.
Lingkungan seperti ini biasanya tidak peduli terhadap segala aspek
kegiataan yang bersifat keagamaan bagi masyarakatnya. Masyarakat
seperti ini menganggap bahwasannya urusan agama merupakan tanggung
jawab pribadi masing-masing.
b). Lingkungan yang berpegang teguh pada tradisi agama, tetapi tanpa
dorongan batin. Biasanya lingkungan seperti ini menghasilkan anak-anak
beragama tanpa kritik, atau beragama secara kebetulan.
c). Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam
lingkungan agama.
5. Indikator Sikap Keagamaan
Agama menyangkut kehidupan manusia, kesadaran agama dan pengalaman
agama seseorang menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang berkaitan
dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama
inilah timbulnya sikap keagamaan yang ditampilkan oleh seseorang. Untuk dapat
menilai apakah seseorang mempunyai sikap keagamaan atau tidak dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu: (Ancok, Fuad, 2005: 77)
a. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-
35
ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di dalam Islam, dimensi ini
menyangkut keyakinan tentang Allah SWT, para Malaikat, Nabi/Rasul, kitab-
kitab Allah SWT, surga dan neraka dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka
percaya pada Allah SWT, para Malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah SWT,
surga dan neraka dan lain-lain.
b. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan dengan
syariah.
Dimensi merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seseorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan dan
dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan menyangkut
pelaksanaan shalat, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan lain-lain. Contoh:
apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa, dan lain-
lain.
c. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim dalam
merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman religius, dalam
Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau akrab dengan Allah
SWT, perasaan doa-doa terkabul, perasaan, bersyukur pada Allah dan lain-
lain. Contoh: Apakah mereka memiliki perasaan dekat atau akrab dengan
Allah dan lain-lain.
d. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama mengenai
36
ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi ini menyangkut
pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok, ajaran yang harus diimani
dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun Islam), hukum-hukum Islam dan
sebagainya. Contoh: Apakah mereka mengikuti pengajian, kegiatan-kegiatan
keagamaan, membaca buku- buku keagamaan dan lain-lain.
e. Dimensi pengamalan (konsekuensial) yang disejajarkan dengan akhlak.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengalaman seorang
muslim berprilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu bagaimana
seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia lain. Dalam Islam,
dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama menegakkan keadilan,
berlaku jujur, bersikap sopan santun, memaafkan, tidak mencuri dan lain-lain.
Secara umum cerminan sikap keagamaan dinyatakan dalam tiga hal,
yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan pondasi utama yang
akan menentukan sikap seseorang dengan keimanan yang tertanam dalam
dirinya. Objek keimanan yang tidak akan berubah dan tidak akan pernah
hilang adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Akhlak itu sendiri
merupakan tingkah laku manusia atau sikap hidup manusia dengan pergaulan
hidup, sedangkan syariah merupakan peraturan-peraturan yang diciptakan
Allah SWT atau pokok-pokok supaya manusia berpegang teguh kepadanya di
dalam hubungannya dengan Tuhannya dan dengan kehidupannya.
(Zuhairini,1995. 42-43)
Dari berbagai uraian tentang sikap keagamaan, maka yang dimaksud
dengan sikap keagamaan pada narapidana dalam penelitian ini adalah suatu
37
keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah
laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan
tersebut terjadi oleh adanya konsistensi antara pemahaman terhadap
keagamaan dan prilaku terhadap keagamaannya.
C. NARAPIDANA
1. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah orang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
dalam lembaga pemasyarakatan. (Andi, 2009: 107) Sesuai dengan UU No. 12 Tahun
1995, pasal 1 angka ke 7 bahwa narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana
hilang kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam
sistem pemasyarakatan Indonesia.
Narapidana bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek yang tidak
berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan
atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang
harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat dikenakan pidana. (Priyatno, 2006:
103)
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, narapidana adalah orang
yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya, prilakunya dianggap tidak
dapat ditoleransi dan harus diperbaiki dengan penjatuhan sanksi pengambilan
kemerdekaannya sebagai penegakkan norma-norma (aturan-aturan) oleh alat-alat
kekuasaan (negara) yang ditunjukkan untuk melawan dan memberantas prilaku yang
mengancam keberlakuan norma tersebut.
38
2. Pembinaan Narapidana
Pembinaan narapidana adalah penyampaian materi atau kegiatan yang efektif
dan efesien yang diterima oleh narapidana yang dapat menghasilkan perubahan dari
diri narapidana ke arah yang lebih baik dalam perubahan berfikir, bertindak atau
dalam bertingkah laku. Secara umum narapidana adalah manusia biasa, seperti kita
semua, tetapi tidak dapat menyamakan begitu saja, karena menurut hukum ada
karakteristik tertentu yang menyebabkan seseorang disebut narapidana. Maka dalam
membina narapidana tidak dapat disamakan dengan kebanyakan orang atau antara
narapidana yang satu dengan yang lain. Pembinaan yang sekarang dilakukan pada
awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan
perkembangan nilai dan hakekat yang tumbuh di masyarakat. Bagaimanapun juga
narapidana adalah manusia yang memiliki potensi yang dapat dikembangkan kearah
yang positif, yang mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih produktif, lebih
baik dari sebelum seseorang menjalani pidana. Tujuan perlakuan terhadap
narapidana di Indonesia mulai nampak sejak tahun 1964, setelah Dr. Sahardjo
mengemukakan dalam konferensi Kepenjaraan di Lembang, Bandung bahwa tujuan
pemidanaan adalah pemasyarakatan. Jadi mereka yang menjadi narapidana bukan
lagi dibuat jera, tetapi dibina untuk dimasyarakatkan. Ide Pemasyarakatan bagi
terpidana, dikemukakan oleh Dr. Sahardjo yang dikenal sebagai tokoh pembaharu
dalam dunia kepenjaraan menjadi pemsyarakatan.
Pokok dasar memperlakukan narapidanan sesuai dengan kepribadian kita
adalah:
a. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia.
39
b. Tiap orang adalah mahkluk kemasyarakatan, tidak ada orang diluar masyarakat.
c. Narapidana hanya dijatuhi hukuman kehilangan kemerdekaan bergerak.
Hal- Hal yang termasuk dalam pembinaan dan pembimbingan dijelaskan
dalam Pasal 3 Peraturan Pemarintah Nomor 31 Tentang Pembinaan Narapidana.
Pasal tersebut berbunyi:
Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian yang
dimaksudkan dalam pasal 2 hal- hal yang berkaitan dengan:
a. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Kesadaran berbangsa dan bernegara
c. Intelektual
d. Sikap dan perilaku
e. Kesehatan jasmani dan rohani
f. Kesadaran hukum
g. Reintegrasi sehat dengan masyarakat
h. Keterampilan kerja, dan
i. Latihan kerja dan produksi
Dwidja Priyatno (2006:98) juga mengemukakan sepuluh prinsip yang harus
diperhatikan dalam membina dan membimbing narapidana yaitu:
40
a. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup
sebagai warga negara yang baik dan berguna dalam masyarakat.
b. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam dari pemerintah.
c. Rasa tobat bukanlah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan
bimbingan.
d. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau jahat
daripada sebelum ia masuk Lembaga Pemasyarakaran.
e. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan kepada
masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
f. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi waktu
atau hanya diperuntukkan bagi kepentingan Lembaga atau negara saja,
pekerjaan yang diberikan harus ditujukan kepada pembangunan negara.
g. Bimbingan dan didikkan harus berdasarkan Pancasila
h. Tiap orang adalah manusia yang harus diperlakukan sebagai manusia meskipun
ia telah tersesat, tidak boleh dijatuhkan kepada narapidana bahwa ia itu
penjahat.
i. Narapidana itu hanya dijatuhkan pidana hilang kemerdekaan
j. Sarana fisik lembaga dewasa ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan
sistem pemasyarakatan.
Sepuluh prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana itu sangat berkait
dengan pelaksanaan pembinaan narapidana karena sepuluh (10) prinsip pembinaan
41
dan bimbingan serta sistem pembinaan narapidana merupakan dasar pemikiran dan
patokan bagi petugas dalam hal pola pembinaan terhadap narapidana.
Pembinaan narapidana harus menggunakan empat komponen prinsip-prinsip
pembinaan narapidana, (Harsono, 1995:51) yaitu sebagai berikut:
a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri. Narapidana sendiri yang harus
melakukan proses pembinaan bagi diri sendiri, agar mampu untuk merubah diri
kearah perubahan yang positif.
b. Keluarga, yaitu keluarga harus aktif dalam membina narapidana. Biasanya
keluarga yang harmonis berperan aktif dalam pembinaan narapidana dan
sebaliknya narapidana yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis kurang
berhasil dalam pembinaan.
c. Masyarakat, yaitu selain dukungan dari narapidana sendiri dan keluarga,
masyarakat dimana narapidana tinggal mempunyai peran dalam membina
narapidana. Masyarakat tidak mengasingkan bekas narapidana dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Petugas pemerintah dan kelompok masyarakat, yaitu komponen keempat yang
ikut serta dalam membina narapidana sangat dominan sekali dalam
menentukan keberhasilan pembinaan narapidana.
Sedangkan pemasyarakatan itu sendiri bertujuan untuk:
a. Mengembalikan mantan narapidana ke masyarakat sebagai manusia yang baik.
42
b. Melindungi masyarakat dari kemungkinan kambuhnya kejahatan mantan
narapidana karena tidak mendapatkan pekerjaan.
Perubahan pandangan dalam memperlakukan narapidana di Indonesia
tentunya didasarkan pada suatu evaluasi kemanusiaan yang merupakan wujud
manisfestasi Pancasila, sebagai dasar pandangan hidup bangsa Indonesia yang
mengakui hak-hak asasi narapidana. Dr. Sahardjo adalah tokoh yang pertama kali
melontarkan perlunya perbaikan pelakuan bagi narapidana yang hidup dibalik
tembok penjara.
Lembaga Pemasyarakatan yang tadinya sebagai tempat pembalasan berganti
sebagai tempat pembinaan. Bentuk pembinaan bagi narapidana menurut pola
pembinaan narapidana/ tahanan meliputi:
a. Pembinaan berupa interaksi langsung sifatnya kekeluargaan antara pembina
dengan yang dibina.
b. Pembinaan yang bersifat persuasif yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui
keteladanan.
c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis. Pembinaan keperibadian
yang meliputi kesadaran beragama, berbangsa dan bernegara, intelektual,
kecerdasan, kasadaran hukum, ketrampilan, mental spiritual.
Sehubungan pengertian pembinaan Sahardjo yang dikutip oleh Petrus dan
Pandapotan (1995:50) melontarkan pendapatnya sebagai berikut:
43
“Narapidana bukan orang hukuman melainkan orang tersesat yang mempunyai
waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan
melainkan dengan bimbingan”. Sistem pemasyarakatan (narapidana) itu sendiri
dilaksanakan berdasarkan atas:
a. Pengayoman
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan
c. Pendidikan
d. Pembimbingan
e. Penghormatan harkat dan martabat manusia
f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan
g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang
tertentu.
Petrus dan Pandapotan (1995:38) Pembinaan narapidana menurut sistem
pemasyarakatan terdiri dari pembinaan didalam lembaga, yang meliputi pendidikan
agama, pendidikan umum, kursus ketrampilan, rekreasi, olah raga, kesenian,
kepramukaan, latihan kerja asimilasi, sedangkan pembinaan diluar lembaga antara
lain bimbingan selama terpidana, mendapat bebas bersyarat, cuti menjelang bebas.
Lebih lanjut didalam sistem pemasyarakatan terdapat proses pemasyarakatan yang
diartikan sebagai suatu proses sejak seorang narapidana masuk ke Lembaga
Pemasyarakatan sampai lepas kembali ketengah-tengah masyarakat. Sehubungan
dengan itu, berdasarkan Surat Edaran Kepala Direktorat Pemasyarakatan No. Kp 10.
44
13/3/1/ tanggal 8 Februari 1965, telah ditetapkan pemasyarakatan sebagai proses
dalam pembinaan narapidana dan dilaksanakan melalui empat tahap yaitu:
a. Tahap Keamanan Maximal sampai batas 1/3 dari masa pidana yang sebenarnya.
b. Tahap Keamanan menengah sampai batas 1/2 dari masa pidana yang sebenarnya.
c. Tahap Keamanan minimal sampai batas 2/3 dari masa pidana yang sebenarnya.
d. Tahap integrasi dan selesainya 2/3 dari masa tahanan sampai habis masa
pidananya.
Perlunya mempersoalkan hak-hak narapidana itu diakui dan dilindungi oleh
hukum dan penegak hukum, khususnya para staf di Lembaga Pemasyarakatan,
merupakan suatu yang perlu bagi negara hukum yang menghargai hak-hak asasi
narapidana sebagai warga masyarakat yang harus diayomi, walaupun telah
melanggar hukum. Disamping itu, juga banyak ketidakadilan pelakuan bagi
narapidana. Misalnya penyiksaan, tidak mendapatkan fasilitas yang wajar, tidak
adanya kesempatan untuk mendapatkan remisi, cuti menjelang bebas. Harus diakui,
narapidana sewaktu menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam beberapa
hal kurang mendapat perhatian, khususnya perlindungan hak-hak asasinya sebagai
manusia. Hal itu menggambarkan perlakuan yang tidak adil. Padahal konsep
Pemasyarakatan yang dikemukakan oleh Sahardjo menyatakan, narapidana adalah
orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat
tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan. Memahami
hal ini, jelas pembinaan tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cara-cara yang
manusiawi yang menghargai hak-hak narapidana. Bambang Waluyo SH (2004: 38)
45
menjelaskan bahwa dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
telah mengatur hak- hak tersangka sebenarnya sudah cukup memadai. Rumusan
pasal pasal yang mengatur hak- hak tersebut paling tidak adalah pasal 50 – pasal 68
Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, yaitu:
a. Hak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik, diajukan ke penuntut umum,
segera dimajukan ke pengadilan dan segera di adili oleh pengadilan.
b. Hak untuk diberi tahu dengan jelas dalam bahasa yang di mengerti olehnnya
tentang apa yang disangkakan dan yang didakwakan kepadanya.
c. Hak memberikan keterangan secara bebas kepada Penyidik atau Hakim dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan.
d. Hak untuk mendapatkan bantuan juru bahasa atau penerjemah bagi terdakwa
atau saksi yang bisu atau tuli
e. Hak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum
selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan
f. Hak memilih sendiri penasihat hukumnya
g. Hak mendapat bantuan hukum cuma- cuma bagi yang tidak mampu, yang
diancam dengan pidana lima tahun atau lebih.
h. Hak menghubungi penasihat hukumnya dan bagi yang berkebangsaan asing
berhak menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam
menghadapi proses perkaranya.
i. Hak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk
kepentingan kesehatannya.
46
j. Hak diberitahukan tentang penahanan kepada keluarganya atau orang lain yang
serumah atau orang lain yang bantuannya dibutuhkan.
k. Hak menghubungi dan menerima kunjngan dari pihak yang mempunyai
hubungan yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya
l. Hak menghubungi dan menerima kunjungan sanak kelurganya yang tidak ada
hubungannya perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan
atau kekeluargaan.
m. Hak mengirim surat atau menerima surat dari/ke penasihat hukumnya atau
dengan sanak keluarganya dengan tidak diperiksa. Kecuali terdapat cukup
alasan untuk diduga bahwa surat menyurat tersebut disalahgunakan
n. Hak menghubungi dan menerima kunjungan rohaniawan.
o. Hak untuk diadili disidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
p. Hak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan
dirinya.
q. Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
r. Hak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.
s. Hak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
t. Hak tersangka wajib diberitahukan hakim ketua, segera sesudah keputusan
pemidanaan diucapkan
3. Tujuan Pembinaan Narapidana
Dijelaskan dalam Rancangan Undang-undang tentang Asas-asas dan Dasar-
dasar Pokok tata hukum Indonesia, pada BAB II tentang pidana, pasal 7:
47
“Kepada tindak pidana dijatuhkan pidana, berupa suatu penderitaan,
dengan tujuan untuk menjadikannya bertaubat dan insaf serta
membimbingnya sebagai warga masyarakat yang baik menuju ke
pembangunan masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur”.
4. Penggolongan Narapidana
Dalam UU RI Nomor 12 Tahun 1995 pada BAB III tentang Narapidana, pada
pasal 12 disebutkan:
a. Dalam rangka pembinaan narapidana di LAPAS dilakukan penggolongan atas
dasar:
1). Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin dibedakan berdasarkan perbedaan antara
pria dan wanita.
2). Usia
Berdasarkan usia, narapidana digolongkan menjadi dua, yang
pertama usia dewasa yaitu mereka yang sudah berumur 18 tahun keatas,
dan yang kedua usia anak-anak yaitu mereka yang berusia kurang dari 18
tahun.
3). Jenis kasus
Berdasarkan jenis kasus di lembaga pemasyarakatan, narapidana di
pisahkan dalam beberapa jenis kasus kejahatan, yaitu kejahatan politik dan
kejahatan kriminal dengan kekerasan seperti perampokan, narkoba,
penodongan, serta kriminal tanpa kekerasan seperti penipuan, dan lain-lain.
4). Lama hukuman
48
Berdasarkan lama hukuman narapidana digolongkan berdasarkan
lamanya masa hukuman yang dijatuhkan vonis pengadilan yang
terhadapnya, yaitu: seumur hidup, 1-20 tahun (klasifikasi B-I), 4-12 bulan
(klasifikasi B-IIa), 1-3 bulan (klasifikasi B-IIb), pidana denda (klasifikasi
B-IIIc) yang sudah ditentukan pengadilan.
5. Hak-hak dan Kewajiban Narapidana
Yang telah diatur pula dalam UU RI Nomor 12 Tahun 1995 pada BAB III
tentang Narapidana, pasal 14 ayat 1: (UU No. 12 Th 1995)
a. Narapidana berhak:
1). Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
2). Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
3). Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
4). Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
5). Menyampaikan keluhan.
6). Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang.
7). Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
b. Pada pasal 15, narapidana wajib:
Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu.
49
6. Peratuan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan
Pembinaan Narapidana
Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi beberapa
ketentuan umum yang berlaku di semua bidang pembinaan dan pembimbingan
warga binaan pemasyarakatan, antara lain yang menyangkut program-program,
kegiatan-kegiatan, dan pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan. Selanjutnya
diatur mengenai tahap pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan,
pemindahan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, dan berakhirnya pembinaan
dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.
Bertitik tolak dari pemahaman sistem pemasyarakatan dan
penyelenggaraannya, program pembinaan warga binaan pemasyarakatan di LAPAS
dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan oleh BAPAS ditekankan pada
kegiatan pembinaan kepribadian dan kegiatan pembinaan kemandirian. Pembinaan
kepribadian diarahkan pada pembinaan mental dan watak agar bertanggung jawab
kepada diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Sedangkan pembinaan kemandirian
diarahkan pada pembinaan bakat dan keterampilan agar warga binaan
pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan
bertanggung jawab. Agar terdapat keterpaduan dari pelaksanaan pembinaan dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan sebagaimana ditentukan dalam pasal-
pasal Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang meliputi:
50
a. Pasal 7 ayat (2) yang mengatur ketentuan mengenai pembinaan warga binaan
pemasyarakatan di LAPAS dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan
oleh BAPAS;
b. Pasal 15 ayat (2), Pasal 23 ayat (2), Pasal 30 ayat (2), Pasal 37 ayat (2) dan Pasal
44 yang mengatur ketentuan mengenai program pembinaan Narapidana, Anak
Pidana, Anak Negara, dan Anak Sipil serta pembimbingan Klien;
c. Pasal 16 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), Pasal 31 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) yang
mengatur ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara pemindahan bagi
Narapidana, Anak Pidana, Anak Negara dan Anak Sipil; yang pelaksanaannya
perlu diatur dengan Peraturan Pemerintah, maka pengaturan tersebut diatur dalam
satu Peraturan Pemerintah tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan
pemasyarakatan.
Fungsi dan tugas pembinaan pemasyarakatan terhadap warga binaan
pemasyarakatan dilaksanakan secara terpadu dengan tujuan agar narapidana setelah
selesai menjalani pidananya, pembinaannya dan bimbingannya dapat menjadi warga
masyarakat yang baik.
51
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang akan menjadi objek peneliti adalah Rumah Tahanan
Negara Kelas II B Salatiga.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian sudah dimulai sejak tanggal 13 Desember 2017 s/d 10
Januari 2018 pengamatan diawali dengan cara mengikuti kegiatan pengajian rutin
para narapidana dan pembinaan lainya yang dilaksanakan di Rumah Tahanan
Negara Kelas IIB Salatiga.
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mix method atau metode
campuran antara metode kuantitatif dan metode kualitatif. Pendekatan utama yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang merupakan salah
satu pendekatan dalam penelitian yang menekankan pada data yang bersifat
kumulatif untuk menghasilkan penafsiran yang kokoh. Metode kuantitatif sebagai
metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkret/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Hasil data penelitian
metode ini berupa angka-angka dan analisis data menggunakan analisis statistic
(Sugiyono,2015). Untuk mendukung pemahaman lebih kuat, maka dilengkapi pula
dengan metode kualitatif guna melengkapi data-data yang belum dapat terjelaskan
melalui metode kuantitatif.
52
Metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode korelasi, yakni melihat bentuk hubungan antara variabel-variabel yang
diteliti. Metode korelasi ini bertujuan untuk meneliti sejauh mana variabel pada satu
faktor berkaitan dengan faktor lainnya.
Disamping pendekatan kuantitatif, penelitian ini juga menggunakan
penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yang bertujuan menggambarkan
keadaan sebenarnya.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan nilai yang mungkin, hasil pengukuran ataupun
perhitungan, kualitatif maupun kuntitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua
anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajarai sifat- sifatnya.
Menurut terminologi riset, populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian. Populasi
adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda, hewan,
tumbuh-tumbuhan dan peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu dalam sebuah peneliti anggota populasi”. Sedangkan yang dimaksud dengan
sample, bagian yang diambil dari sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili
populasi tersebut (Hasan,2005). Dalam pengambilan sampel kali ini peneliti akan
menggunakan cara random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
narapidana di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga sebanyak 196 narapidana
dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu narapidana yang mengikuti
kegiatan pembinaan kesadaran beragama Islam yang diadakan di dalam lapas
tersebut, yaitu diambil sebanyak 10% dari 196 populasi adalah 20 orang.
53
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini diperlukan beberapa teknik,
adapun teknik pengumpulan data yang saya gunakan adalah:
1. Observasi langsung kelapangan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan,
adapun obyek observasinya adalah:
Tabel 3.1
Pedoman Observasi
2. Angket, teknik ini dapat dipandang sebagai interview tertulis, dengan berbagai
pertanyaan untuk dijawab tertulis pula oleh responden. Dengan teknik ini pula
akan memudahkan peneliti dalam mengambil kesimpulan mengenai Pembinaan
Kerohanian Islam dengan kesadaran beragama Islam narapidana di Rumah
Tahanan Negara kelas IIB, Salatiga.
No Obyek Observasi
1 Keadaan lingkungan Lembaga
2 Fasilitas Lembaga Pemasyarakatan
3 Struktur organisasi
4 Keadaan petugas lapangan
5 Keadaan para narapidana Lembaga Pemasyarakatan
6 Jenis-jenis kegiatan narapidana
54
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen
N
o
Variabel Dimensi Indikator
No Soal Jml
1. PAI • Dimensi
Pengalaman
•Dimensi
Pemahaman
•Dimensi
Keterampilan
• Latar belakang keagamaan
keluarga dan lingkungan
sekitar.
• Membina keagamaan.
• Keimanan, ibadah, fiqh,
ushul fiqh, Al- Qur’an-Hadis,
dan tafsir.
• Berakhlak dan pergaulan.
• Keterammpilan
mempelajari Al-Qur’an.
1, 2, 3, 4.
5, 6, 8, 10,
11, 12, 13.
7, 9, 14, 15.
7,8,9
11,12,13,14
4
7
4
3
4
2. Kesadaran
Beragama
•Dimensi
keyakinan
•Dimensi
peribadatan
• Kesadaran meyakini ajaran
agama
• Kesadaran melatih diri
dalam melaksanakan
kewajiban sebagai hamba
1,2,3,4,5,15
4,5,8,14
6
4
55
•Dimensi
pengetahuan
•Dimensi
penghayatan
•Dimensi
pengamalan
•Kesadaran menuntut ilmu
pengetahuan
•Kesadaran bersosialisasi
untuk saling berbagi ilmu
agama
• Kesadaran menghayati
kehidupan
• Bersikap menerima dalam
keadaan apapun yang
diberikan oleh Allah SWT
•Kesadaran berprilaku baik
•Menunjukkan sikap pemaaf
•Berpakaian dan penampilan
yang syar’i
3,8,9,10,12,1
3.
6,15
1,3,8
1,12
5,6,11,15
6
2
3
2
4
3. Interview atau wawancara, interview merupakan alat pengumpul informasi
dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang diajukan secara lisan.
Ciri utama pada interview ini adalah si peneliti bertatap muka langsung
dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti akan mengadakan
wawancara langsung dengan kepala Rumah Tahanan Negara Kelas IIB
Salatiga.
56
Table 3.3
Kisi-kisi Wawancara
No Objek wawancara
Indicator Jumlah soal
1 Sub Seksi Bimpas 1. Jenis kasus
2. Jenis pemberian
pertimbangan
3. Jenis-jenis
kegiatan
4. Controlling
kegiatan
4
2 Ustad/ustadzah 1. Materi
pembelajaran
2. Pola
penyampaian
materi
2
3. Narapidana 1. Materi
2. Ketertarikan
belajar
3. Pemahaman
3
57
4. Dokumentasi, yaitu cara pengumpulan data dengan cara mempelajari data yang
sudah direkomendasikan oleh kepala Rumah Tahanan Negara Kelas IIB,
Salatiga.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistika.
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variable dan
jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variable dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variable yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah
diajukan (Sugiyono,2015). Data yang telah terkumpul diolah terlebih dahulu melalui
langkah-langkah sebagai berikut: (Suharsimi, 2006)
1. Editing, yaitu memeriksa data pertanyaan yang telah diserahkan oleh responden.
Tujuannya untuk merapikan data agar bersih dan rapih sehingga dapat
mengadakan pengolahan lebih lanjut. Langkah dalam kegiatan ini antara lain:
a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi.
b. Mengecek kelengkapan data.
c. Mengecek macam isian data.
2. Tabulating, bertujuan untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap item
yang penulis kemukakan. Untuk itu dibuatlah tabel yang mempunyai kolom
setiap bagian angket, sehingga terlihat jawaban yang satu dengan yang lain.
Langkah dalam kegiatan ini antara lain:
a. Memberikan skor terhadap item-item yang perlu diberi skor.
b. Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor.
58
c. Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasikan dengan teknik analisis
yang akan digunakan.
d. Memberikan kode dalam hubungan dengan pengolahan data jika akan
menggunakan komputer.
3. Penerapan data sesuai sesuai dengan Pendekatan Penelitian. Analisa data adalah
proses penyederhanaan kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterpretasikan. Tujuan analisa data dalam penelitian ini yaitu untuk membatasi
penemuan-penemuan sehingga mudah dipahami bukan hanya oleh penulis tetapi
oleh orang lain yang ingin mengetahui hasil dari penelitian ini.
Analisa data dilakukan dengan menggunakan bentuk tabel dengan
menggunakan teknik persentase diskriptif dengan rumus sebagai berikut:
P =N/ F x %100
Keterangan: (Sudjono, 2008)
P= Presentase
F= Frekuensi
N= Jumlah responden
Dalam analisis penelitian ini dengan menggunakan korelasi product moment,
adapun rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment, secara
operasional, analisa data tersebut dilakukan melalui tahap:
1. Mencari angka korelasi dengan rumus
√
59
rxy = Angka indeks korelasi “r” Product Moment
N = Jumlah responden
XY= Julah hasil perkalian skor X dan skor Y
X= Jumlah seluruh skor X
Y= Jumlah seluruh skor Y5
2. Memberikan interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” product moment
a. Interprestasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokkan perhitungan
dengan angka indeks korelasi “r” product moment, seperti dibawah ini:
(Sugiyono, 2015)
Tabel 3.4
Interpretasi nilai r
Besarnya “r” Product Moment (rxy) Interprestasi
0,00 - 0,20 Antara variabel X dan variabel Y
memang terdapat korelasi, akan tetapi
korelasi itu diabaikan (dianggap tidak
ada korelasi antara variabel X dan
variabel Y)
0,20 - 0,40 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang lemah/ rendah
0,40 - 0,70 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang sedang/ cukup
60
0,70 - 0,90 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang kuat/ tinggi
0,90 - 1,00 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang sangat kuat/
tinggi
b. Interprestasi menggunakan tabel nilai “r” product moment (rt), dengan terlebih
dahulu mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) yang rumusnya
adalah:
df= N-nr
Keterangan:
df = Degress of freedom
N = Number of Cases
Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan.(Sudjono,2008)
Untuk mencari konstribusi variabel X terhadap variabel Y penulis
menggunakan rumus sebagai berikut:
KD = r2 X 100%
Keterangan:
KD = Konstribusi variabel X terhadap Y
R = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
F. Hipotesis Statistik
H0 : þ= 0 (tidak ada hubungan)
H1 : þ ≠ 0 (ada hubungan)
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Rutan Salatiga
Rutan atau Rumah Tahanan Negara Klas IIB Salatiga, beralamat di Jl. Yos
Sudarso No: 2 Salatiga, berada di tengah kota Salatiga-Jawa Tengah yang berhawa
sejuk dan dikenal sebagai kota pelajar yang memiliki beberapa Perguruan Tinggi
ternama dengan mahasiswanya yang berasal dari seluruh pelosok Indonesia. Secara
fisik, bangunan Rutan Salatiga merupakan peninggalan dari pemerintah kolonial
Hindia Belanda yang ketika itu bangunan tersebut juga sebagai penjara dijaman
penjajahan pemerintah kolonial, dan baru sekali dilaksanakan renovasi dan
penambahan lantai pada tahun 1995. Sebagai institusi dibidang hukum, Rutan
Salatiga memiliki visi, misi, sasaran dan tujuan sebagai suatu target goal attaintmen
dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang harus diwujudkan.
B. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Tinjauan Historis
RUTAN atau Rumah Tahanan Negara Salatiga ini merupakan bangunan
peninggalan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dibangun pada tahun 1886,
pada era pemerintahan kolonial bangunan ini dipergunakan sebagai rumah penjara.
Setelah peralihan pemerintah kolonial ke pemerintah Republik Indonesia, bangunan
ini tetap difungsikan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Salatiga, Lembaga
Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan
62
pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Namun
pada tahun 1974 diubah menjadi Rumah Tahanan Negara Salatiga. Berdasarkan surat
pemberitahuan dari Pemerintah Kota Salatiga Nomor 430/941/2010 bangunan
RUTAN Salatiga dikategorikan sebagai Benda Cagar Budaya.
2. Visi, Misi, Tujuan, Motto, dan Sasaran Rutan Salatiga
a. Visi
Visi yang ingin dicapai adalah Memulihkan kesatuan hubungan hidup,
kehidupan dan penghidupan tahanan/napi sebagai individu, anggota masyarakat
dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka membangun manusia
Indonesia yang mandiri.
b. Misi
1) Mengemban melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan terhadap
narapidana dalam kerangka penegakkan hukum, pencegahan dan
penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan hak asasi
manusia mewujudkan tertib.
2) Mengembangkan kerjasama dengan mengoptimalkan keterlibatan
stakeholder.
3) Melaksanaan tugas pokok dan fungsi pemasyarakatan secara konsisten
dengan mengedepankan penghormatan terhadap hukum dan hak asasi
manusia yang adil dan beradab.
63
4) Mengembangkan kompetensi dan potensi sumber daya petugas secara
konsisten dan berkesinambungan.
c. Tujuan
Tujuan dari Rutan kelas IIB Salatiga antara lain sebagai berikut :
1) Membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari
kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga
dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan
dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab.
2) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di
Rumah Tahanan Negara dalam rangka memperlancar proses penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
3) Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan/para pihak yang
berperkara serta keselamatan dan keamanan serta kelancaran dalam proses
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
d. Motto
Motto dari Rutan klas IIB Salatiga yaitu
BERKARYA (BERSIH, KREATIF YAKIN )
- Bersih mempunyai makna ; Bersih dalam pikiran, tindakan dan perkataan.
- Kreatif Dalam Usaha.
- Yakin Pasti Bisa.
64
e. Sasaran
Sasaran perawatan dan pembinaan tahanan/napi di Rutan Salatiga
adalah meningkatkan kualitas yang sebelumnya/awalnya sebagian atau
seluruhnya dalam kondisi kurang, aspek tersebut meliputi antara lain :
1) Kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Kualitas intelektual.
3) Kualitas sikap perilaku.
4) Kualitas profesionalisme/keterampilan.
5) Kesehatan jasmani dan rohani
3. Tinjauan Geografis
Penelitian ini dilaksanakan di RUTAN Salatiga bulan Desember tahun
2017, RUTAN ini terletak di Jl. Yos Sudarso No 2 kelurahan Salatiga,
Kecamatan Sidorejo. Luas tanah 2.398 m2, berstatus bersertifikat (tahun 2011)
dan ada bangunan di atasnya (milik sendiri). Gedung bangunan didirikan tahun
1886 pada mas pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Yang terbagi dalam 3
(tiga) blok yaitu blok muka, blok belakang dan blok wanita. Luas blok 500 m2
dan memiliki 12 kamar. Luas bangunan 1.169 m2, gedung kantor 2 (dua) lantai
berdasarkan pengukuran DJKN pada bulan Juni 2008. Renovasi I tahun 1985,
Renovasi II tahun 1995/1996. Luas gedung kantor lantai 1 seluas 339 m2 dan
lantai 2 seluas 194 m2.
65
KEPALA
RUTAN
KEPALA KEAMANAN
RUTAN
KA SUB SIE
PELAYANAN
TAHANAN
KA SUB SIE
PENGELOLAAN
Kepala Rutan Salatiga Bapak Hero Sulistiyono, Bc.IP, SH, M.Si
mengungkapkan “Kondisi Rumah Tahanan Negara (RUTAN) Kelas II Kota
Salatiga yang berada di pusat kota saat ini, memiliki peralatan pelatihan
perbengkelan dan keterampilan, seperti mesin bubut, las yang lengkap, tapi
mereka tidak bisa melakukan pembinaan dengan optimal kepada warga binaan,
hal itu terjadi karena kendala terbatasnya lokasi.“( Arsip Rutan Salatiga).
4. Struktur Organisasi
66
JABATAN NAMA
KEPALA RUTAN HERO SULISTIYONO, Bc.IP, SH, M.Si
KA. KP RUTAN KUMRODJI, SH
KASUB SIE PELTAH DWI MURDANTO, SH
KASUB SIE PENGELOLAAN AGUS WIJAYANTO, SH
Staff Pengelolaan 1. Dewi K, SP
2. Tiwik H
3. Nuryadi
4. Muh Rondi
5. B. Suprobo
Staff Peltah 1. Dra Palupi
2. Roffi, Sh
3. Ruwiyanto, SH
4. Triyuni
5. Imam B
6. Heru
7. Catur Fitria
Staff Penjagaan 1. Nuryati
2. Suharsono
3. Setiyono
67
Ka Jaga 1. Ihwan
2. Paryono
3. Tamino
4. Marsono
Waka Jaga 1. Rochman D
2. Joko Mulyono
3. Joko Nursanto
4. Pekih Pranowo
Staff Penjagaan 1. M.Oktavian A
2. Parjono
3. Chandra Widianto
4. Arief Eka Y
5. Mathori
6. Paryono
7. Sugma Marga S
Penjaga Pintu Utama 1. Setiyono
2. Basuki Rahmat
3. Tri Adi Saputro
4. Wasis Ariadi S
68
C. Program Pembinaan Rutan Salatiga
1. Metode Pembinaan
Metoda pembinaan/bimbingan meliputi :
a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara
pembina dengan yang dibina (warga binaan pemasyarakatan).
b. Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah tingkah
lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil di antara sesama
mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang terpuji,
menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia yang memiliki
potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan kewajibannya yang sama
dengan manusia lainnya.
c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis.
d. Dalam rangka menumbuhkan rasa kesungguhan, keikhlasan dan tanggung
jawab dalam melaksanakan tugas serta menanamkan kesetiaan ketaatan dan
keteladanan di dalam pengabdiannya terhadap negara, hukum dan masyarakat,
para petugas dalam jajaran pemasyarakatan perlu memiliki kode perilaku dan
dirumuskan dalam bentuk ETOS KERJA yang isinya :
1) Kami petugas pemasyarakatan adalah abdi hukum, pembina narapidana dan
pengayom masyarakat.
2) Kami petugas pemasyarakatan wajib bersikap bijaksa-na dan bertindak adil
dalam pelaksanaan tugas.
69
3) Kami petugas pemasyarakatan bertekad menjadi suri teladan dalam
mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila.
2. Ruang Lingkup Pembinaan
a. Pembinaan kesadaran beragama.
Usaha ini diperlukan agar dapat diteguhkan imannya terutama
memberi pengertian agar warga binaan pemasyarakatan dapat menyadari
akibat-akibat dari perbuatan-perbuatan yang benar dan perbutan-perbutan
yang salah.
Pembinaan kesadaran beragama di antaranya :
1) Program bimbingan Kerohanian Islam
Bimbingan agama Islam dilaksanakan pada setiap Rabu, Jumat dan
Sabtu, bekerjasama dengan LSM (KP Salimah dan MTA Surakarta).
2) Kristen/ Katholik :
Program kegiatan kerohanian bagi narapidana yang beragama Kristen
dengan kebhaktian setiap Senin dan Sabtu yang dipandu oleh LSM,
Gereja dan Yayasan di Salatiga.
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Usaha ini dilaksanakan melalui penyuluhan tentang kewarganegaraan
dan setiap hari senin warga binaan diwajibkan upacara bendera. Dalam
upacara juga dibacakan ikrar Catur Dharma Narapidana yang ditirukan
oleh semua warga binaan pemasyarakatan.
70
Catur Dharma Narapidana adalah ikrar sebagai berikut:
1) Kami Narapidana, Berjanji Menjadi Manusia Susila yang Ber
Pancasila dan Menjadi Manusia Pembangunan yang Aktif dan
Produktif.
2) Kami Narapidana, Menyadari dan Menyesali Sepenuhnya Perbuatan
Pelanggaran Hukum yang Pernah Kami Lakukan dan Berjanji Tidak
Akan Mengulangi Lagi Perbuatan Tersebut.
3) Kami Narapidana, Berjanji Untuk Memelihara Tata Krama dan
Tata Tertib, Melakukan Perbuatan yang Utama dan Menjadi Teladan
Dalam Lembaga Pemasyarakatan.
4) Kami Narapidana, Dengan Tulus Ikhlas Bersedia Menerima
Bimbingan, Dorongan dan Tegoran serta Patuh, Taat dan Hormat
Kepada Petugas dan Pembimbing Pemasyarakaran.
Dengan ikrar tersebut di atas maka diharapkan akan
menumbuhkan dan menyadarkan mereka agar dapat menjadi warga
negara yang baik dan berbakti bagi bangsa dan negaranya.
c. Pembinaan kesadaran hukum.
Pembinaan kesadaran hukum warga binaan pemasyarakatan
dilaksanakan dengan memberikan penyuluhan hukum yang bertujuan
untuk mencapai kadar kesadaran hukum. Penyuluhan hukum bertujuan
lebih lanjut untuk membentuk keluarga Sadar Hukum
(KADARKUM) yang dibina selama berada dalam lingkungan
pembinaan maupun setelah berada kembati di tengah-tengah masyarakat.
d. Pembinaan mengintegeasikan diri dengan masyarakat.
Pembinaan di bidang ini dapat dikatakan juga pembinaan
kehidupan sosial kemasyarakatan, yang bertujuan pokok agar bekas
narapidana mudah diterima kembali oleh masyarakat lingkungannya,
misalnya pemberian asimilasi.
e. Program kegiatan kesehatan
71
Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan narapidana dan tahanan di
Rutan Salatiga bekerjasama dengan PUKESMAS Sidorejo Salatiga, yang
dilaksanakan setiap hari sabtu pada akhir bulanya. Sedangkan pelayanan
setiap harinya dilasanakan oleh dokter (dr. Soegiharto Hendrawijaya) pada
setiap hari Kamis. Apabila terdapat pasien yang sakit dan sekiranya
memerlukan perawatan lanjutan akan segera dibawa ke RSUD Salatiga
selain itu juga dengan penyuluhan dan pencegahan HIV dari LSM.
f. Program pembinaan jasmani
Sedangkan untuk memenuhi kebugaran warga binaan maka Rutan
Salatiga mengadakan beberapa program olah raga di antaranya senam pagi
setiap hari Jum’at, tenis meja catur dan rekreasi berupa kesenian setiap
hari Selasa.
Mengingat keterbatasan luas lahan atau area yang berdampak pada
terbatasnya fasilitas yang tersedia, Rutan Salatiga belum dapat melaksanakan
program kegiatan secara optimal. Salah satu fasilitas yang belum terdapat di
Rutan Salatiga yang merupakan sarana pendukung program kegiatan pembinaan
adalah arena kerja atau bengkel kerja, sehingga beberapa program kegiatan
pembinaan masih belum dapat dilaksanakan. Namun demikian Rutan Salatiga
senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan kegiatan pembinaan
terhadap warga binaan pemasyarakatan (WBP) secara maksimal dengan sarana
prasarana yang ada.
Adapun program kegiatan unggulan yang dilaksanakan di Rutan Salatiga
yaitu program pembinaan bimbingan kerohanian baik Islam maupun non Islam,
72
karena program pembinaan kerohanian sebagai salah satu prasyarat untuk
pengajuan pembinaan program pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB)
dan cuti menjelang bebas (CMB), bagi narapidana.
D. Pengujian Hipotesis
Dalam menganalisis data, supaya mempermudah memahami data hasil
penelitian terlebih dahulu penulis memaparkan skor dari tiap variable dalam tabel.
Berikut ini adalah data dari tiap-tiap variable.
Keterangan :
Variabel X : Pembinaan Kerohanian Islam
Variabel Y : Kesadaran beragama Narapidana
Untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antara variabel X dengan
variabel Y maka terlebih dahulu dirumuskan menggunakan hipotesis nihil (Ho)
dan Hipotesis alternative (Ha) sebagai berikut :
Ho : Tidak ada pengaruh antara pembinaan kerohanian Islam dengan
kesadaran beragama narapidana.
Ha : Terdapat pengaruh antara pembinaan kerohanian Islamn dengan
kesadaran beragama narapidana.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi
product moment dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :
1. Terima Ho, jika r hit < r tabel
2. Terima Ha, jika r hit >r table
Tabel 4.1
73
Uji korelasi antara pembinaan kerohanian Islam dengan kesadaran beragama
Narapidana
No x y xy xx yy
1 60 53 3180 3600 2809
2 54 58 3132 2916 3364
3 55 55 3025 3025 3025
4 55 53 2915 3025 2809
5 55 54 2970 3025 2916
6 55 60 3300 3025 3600
7 55 58 3190 3025 3364
8 56 47 2632 3136 2209
9 57 53 3021 3249 2809
10 60 60 3600 3600 3600
11 53 55 2915 2809 3025
12 50 52 2600 2500 2704
13 60 60 3600 3600 3600
14 60 60 3600 3600 3600
15 55 60 3300 3025 3600
16 56 52 2912 3136 2704
17 55 55 3025 3025 3025
18 60 60 3600 3600 3600
19 60 60 3600 3600 3600
20 60 60 3600 3600 3600
1,131 1,125 63,717 64,121 63,563
Diketahui :
N : 20 X : 1,131 Y : 1,125
XY 63,717 X2
: 64,121 Y2 : 63,563
Hasil perhitungan diatas akan diuji keabsahannya dengan menggunakan
rumus Korelasi Product Moment sebagai berikut :
74
√
√
√
√
√
= 0,46
Dapat dilihat dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa korelasi
antara pembinaan kerohanian islam terhadap kesadaran beragama narapidana
sebesar 0,46.
E. Pembahasan Hasil penelitian
1. Interpretasi Data Hasil Statistik
Cara untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel maka dilakukan
dengan cara mencocokkan hasil perhitungan dengan indeks korelasi “r” product
moment, dengan berpedoman pada nilai interpretasi sebagai berikut :
Tabel 4.1
Interpretasi nilai r
75
Besarnya “r” Product Moment (rxy) Interprestasi
0,00 - 0,20 Antara variabel X dan variabel Y
memang terdapat korelasi, akan tetapi
korelasi itu diabaikan (dianggap tidak
ada korelasi antara variabel X dan
variabel Y)
0,20 - 0,40 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang lemah/ rendah
0,40 - 0,70 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang sedang/ cukup
0,70 - 0,90 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang kuat/ tinggi
0,90 - 1,00 Antara variabel X dan variabel Y
terdapat korelasi, yang sangat kuat/
tinggi
Dari perhitungan di atas diperoleh angka korelasi antara variabel X dan
variabel Y atau rxy adalah 0,46. Sehingga dapat dilihat berdasarkan tabel
interpretasi nilai rxy berada pada rentangan antara 0,40-0,70 yang berarti antara
variabel X (Pendidikan Agama Islam) dan variabel Y (Kesadaran Beragama
Narapidana) terdapat korelasi yang sedang atau cukup atau mempunyai pengaruh
yang sedang atau cukup. Dengan demikian secara sederhana penulis dapat
76
memberikan interpretasi terhadap rxy tersebut yaitu, bahwa terdapat korelasi
antara variabel X dan variabel Y dengan taraf korelasi yang sedang atau cukup.
Untuk mengetahui kebenaran atau kepalsuan dari hipotesa yang telah
diajukan sebelumnya, yaitu dengan cara memperbandingkan besarnya “r” yang
telah diperoleh dalam perhitungan atau r hitung dengan besarnya r yang
tercantum dalam table nilai “r” product moment (rt), dengan terlebih dahulu
mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom (df) yang rumusnya
adalah:
Df = N-nr
= 20-2
= 18
Keterangan:
df = Degress of freedom
N = Number of Cases
Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan
Dengan df sebesar 18 ketentuannya bila r hitung lebih kecil dari r tabel,
maka Ho diterima dan Ha ditolak. Tetapi sebaliknya r hitung lebih besar dari r
tabel maka Ha diterima. Ternyata diperoleh r tabel pada taraf signifikansi 5 %
sebesar 0,361 dan taraf signifikansi 1 % sebesar 0,463, karena rxy pada taraf
signifikansi 5 % adalah lebih besar dari r table (0,46>0,361). maka pada taraf
signifikansi 5 % Ho ditolak sedangkan Ha diterima. Dengan demikian koefisien
korelasi 0,46 itu signifikan. Tetapi untuk taraf signifikansi 1% nilai table lebih
77
besar dari “r” hitung maka tidak signifikan pada taraf 1%. Ini berarti terdapat
korelasi yang signifikan atau terdapat korelasi yang sedang atau cukup antara
variabel X dan variabel Y atau bahkan bisa dikatakan terdapat pengaruh yang
signifikan.
Dari hasil perhitungan rxy dan melihat table “r” maka penulis
menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang cukup signifikan antara Pendidikan
Kerohanian Islam terhadap Kesadaran Beragama Narapidana di Rutan Salatiga.
Untuk mengetahui kontribusi variabel X dan Variabel Y, penulis
memanfaatkan rumus perhitungan Koefisien Determinasi (KD) sebagai berikut :
KD = r2
x 100%
= (0,46)2 x 100%
= 0,2116 x 100%
= 21,16%
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pembinaan kerohanian Islam
dengan nilai sebesar 21,16 % dapat mempengaruhi kesadaran beragama
narapidana kelas IIB di rutan Salatiga, walaupun masih taraf yang cukup/sedang.
Sisanya 78,84 % untuk faktor lain misalnya faktor internal/eksternal dari
narapidana sendiri yang mempengaruhi kesadaran beragama mereka.
2. Keterkaitan Temuan dengan Teori yang Melandasi Variabel-Variabel
Penelitian.
Berdasarkan konsep dan teori yang telah dikemukakan pada landasan teori
di bab I bahwasanya kesadaran beragama seseorang dipengaruhi berbagai macam
faktor, baik itu faktor internal yaitu pada tingkat usia, kepribadian dan kondisi
78
jiwa seseorang, maupun untuk faktor eksternal baik itu lingkungan keluarga,
institusi pendidikan serta masyarakat yang ikut mempengaruhi kesadaran
beragama seseorang. Pada penelitian ini terfokus pada keterkaitan pembinaan
kerohanian Islam yang mempengaruhi kesadaran beragama narapidana dan
mendapatkan hasil yaitu adanya pengaruh yang cukup signifikan antara variabel
bebas (pembinaan kerohanian Islam) dan variabel terikat (kesadaran beragama).
3. Komparasi antara Temuan Penelitian dengan Hasil Penelitian yang
Terdahulu.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dengan hasil penelitian yang
peneliti ajukan hasilnya tidak jauh berbeda, yakni mempunyai taraf signifikansi
yang cukup/sedang antara variabel-variabel yang dikomparasikan. Namun dalam
penelitian ini peneliti menggunakan objek yang sangat menarik yaitu narapidana.
Sebagaimana yang kita ketahui narapidana adalah orang yang sangat memerlukan
pembinaan lebih supaya menjadi orang yang lebih baik lagi. Oleh karena itu
peneliti sangat tertarik untuk mengambil objek penelitian yaitu narapidana.
Yang dapat peneliti komparasikan antara penelitian terdahulu dengan
hasil penelitian yang peneliti dapatkan ialah pada penelitian sebelumnya objek
yang diambil adalah para anak jalanan yang mendapatkan pendidikan agama
Islam di rumah singgah maupun penerapan kesadaran beragama anak jalanan atau
anak yatim piatu yang memang sudah diajarkan sejak dini. Pada penelitian ini,
peneliti hanya terfokus pada kegiatan kesadaran beragama narapidana yang
memang rutin dilaksanakan sebagai upaya pembinaan mental jasmani dan rohani
dari Lembaga Pemasyarakatan atau Rutan untuk mengembalikan dan
79
menumbuhkembangkan keagamaan dalam diri narapidana agar kelak nanti sudah
kembali kemasyarakat menjadi pribadi yang baik dan unggul serta dapat diterima
masyarakat dengan baik.
F. Prosentase Hasil Angket/Quesioner Penelitian
Setelah diperoleh data berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada
narapidana Rumah Tahanan Negara kelas IIB Salatiga, maka langkah selanjutnya
yang dilakukan adalah mencari angka prosentase dalam bentuk tabel dengan
menggunakan teknik persentase sebagai berikut :
P = F/N x 100%
Keterangan:
P = Persentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden
SS = Selalu
S = Sering
J = Jarang
TD = Tidak Pernah
Berikut ini penulis sajikan hasil perhitungan prosentase angket dari 20
responden (10% dari 196 Narapidana kelas IIB Salatiga)
80
Tabel 4. 2
Indikator Mengenai Pembinaan Kerohanian Islam
N
O
INDIKATOR JAWABAN (F) JML
(N) PERSENTASE (%) JML
SS S J TD SS S J TD
1 Diajarkan agama sejak dini 18 2 0 0 20 90 10 0 0 100
2 Mrmpelajari pendidikan agama
Islam ketika berada si dalam Rutan
17 2 1 0 20 80 10 5 0 100
3 Menyakini bahwa Allah da Malaikat
selalu mengawasi
20 0 0 0 20 100 0 0 0 100
4 Menyakini setiap kehendak Allah
AWT
19 1 0 0 20 95 5 0 0 100
5 Bersedekah mengajarkan untuk
rendah hati
17 3 0 0 20 85 15 0 0 100
6 Berpuasa mengajarkan untuk selalu
bersabar
15 3 2 0 20 75 15 10 0 100
7 Sholat mengajarkan untuk disiplin
waktu
18 1 0 1 20 90 5 0 5 100
8 Berzakat mengajarkan untuk
membersihkan hati
18 2 0 0 20 90 10 0 0 100
9 Jadwal idul fitri waktu dari
pemerintah
9 11 1 0 20 40 55 5 0 100
10 Mampu mempratekan tata cara
wudhu dan sholat
6 12 2 0 20 30 60 10 0 100
11 Menyempatkan waktu untuk
mempelajari Al Qur’an
6 14 0 0 20 30 70 0 0 100
12 Menghafal surat-surat pendek dalam
Al Qur’an
18 2 0 0 20 90 10 0 0 100
13 Mengikuti penkajian Al-Qur’an di
Rutan
19 1 0 0 20 95 5 0 0 100
14 Menghafal asmaul husna dan
maknanya
18 2 0 0 20 90 10 0 0 100
15 Meneladani Rasulullah 5 14 1 0 20 25 70 5 0 100
81
Tabel 4. 3
Indikator Mengenai Kesadaran Beragama
N
O
INDIKATOR JAWABAN (F) JML
(N) PERSENTASE (%) JML
SS S J TD SS S J TD
1 Meyakini hari kiamat 13 6 1 0 20 65 30 5 0 100
2 Suka mempelajari agama Islam 15 5 0 0 20 75 25 0 0 100
3 Membiasakan khusu’ dalam
melaksanakan sholat
11 9 1 0 20 60 35 5 0 100
4 Membiasakan berdoa ketika
memulai kegiatan agar berkah
18 2 0 0 20 90 10 0 0 100
5 Meminta maaf ketika melakukan
kesalahan kepada sesama
14 6 0 0 20 70 30 0 0 100
6 Membiasakan membaca Al-Qur’an 11 8 1 0 20 55 40 5 0 100
7 Hati menjadi tenang dan tentram
ketika mendengar bacaan Al-
Qur’an
14 6 0 0 20 70 30 0 0 100
8 Membaca buku-buku agama Islam
sebagai penambah pengetahuan
7 13 0 0 20 35 65 0 0 100
9 Rutin mengikuti pengajian 5 13 2 0 20 25 65 10 0 100
10 Mampu memimpin pengajian di
Rutan
10 10 0 0 20 50 50 0 0 100
11 Mengakui kesalahan sehingga
mendapat hukuman dari Negara
9 7 2 2 20 45 35 10 10 100
12 Takut dosa jika melakuakan hal
yang dilarang Allah
14 6 0 0 20 70 30 0 0 100
13 Menyesali kesalahan yang telah
dilakukan
7 12 1 0 20 35 60 5 0 100
14 Merasa bersalah pada Allah, diri
sendiri dan keluarga karena
melakukan tindak pidana
11 8 1 0 20 55 40 5 0 100
15 Terpaksa mengikuti pengajian di
Rutan
1 2 10 7 20 5 10 50 35 100
82
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pembinaan kerohanian Islam di Rutan kelas IIB Salatiga
berbentuk program pengajaran, pelatihan, dan pembinaan agam Islam yang
selalu dilaksanakan setiap Senin hingga Sabtu mulai pukul 08.00 pagi s/d
12.00 siang dengan agenda kegiatan pembacaan iqro dan Al-Qur’an yang
diampu oleh petugas Rutan yang membidangi bimbingan kerohanian dan
mental narapidana. Sedangkan untuk hari Rabu, Jum’at dan Sabtu diadakan
pengajian bersama dan tausiah yang dipimpin langsung oleh ustad dan
ustadzah yang terpercaya, serta menjalankan sholat berjamah dhuhur dan
ashar setiap hari yang diikuti oleh semua warga binaan dan pegawai.
2. Peranan pegawai Rutan Salatiga adalah sangat penting disamping sebagai
petugas utamanya menjaga keamanan dan ketertiban Lapas/Rutan juga
sebagai pembina dan pendamping semua kegiatan pembinaan narapidana
termasuk pembinaan agama Islam.
3. Terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara pembinaan kerohanian Islam
terhadap kesadaran beragama narapidana Rutan Kelas IIB Salatiga. Hal ini
terlihat dari hasil perolehan angka korelasi yang menunjukkan r hitung (rh)
lebih besar dari r tabel (rt) yaitu sebesar 0,46 yang dalam rentang (0,40-0,70)
berarti cukup/sedang. Sedangkan persentase kontribusi kesadaran beragama
Narapidana kelas IIB Salatiga yang dipengaruhi oleh pembinaan kerohanian
83
Islam sebesar 21,16 %, dan sisanya 78,84 % dipengaruhi oleh faktor lain baik
intern maupun ekstren narapidana tersebut.
B. Implikasi
Pengaruh yang positif terhadap pola pembinaan maka pemberian materi
pendidikan agama Islam di Lapas sudah baik dan struktur acara sudah jelas,
namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah, penyadaran keagamaan bukan hanya
sekedar pemberian materi keagamaan saja dengan metode diskusi, tanya jawab,
ataupun ceramah saja, tetapi juga demi meningkatkan kesadaran beragama
Narapidana dalam melaksanakan tugasnya sebagai hamba, maka perlu
ditingkatkan bahwa Narapidana bukan hanya sebagai objek penerima materi ajar,
namun bisa pula sebagai subjek pembelajaran, misalnya dengan memberikan
kesempatan kepada Narapidana berbagi pengalaman spiritualnya ataupun
memberikan kesempatan untuk memimpin sebuah pengajian.
C. Saran
Beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan terkait dengan pembinaan
kerohanian Islam pada Seksi Pembinaan agama Islam di Rumah Tahanan Negara
Kelas IIB Salatiga diantaranya:
1. Kepada pengampu bidang kerohanian Islam di Rumah Tahanan Negara Kelas
IIB Salatiga yang telah menyusun kegiatan pembinaan kerohanian Islam di
Rutan Kelas IIB Salatiga sudah sangat baik, namun masih ada kekurangan
yaitu masalah penyampaian materi belum terstruktur seperti belum adanya
kurikulum penddikan kerohanian Islam. Penulis menyarankan agar kedepanya
dibuatkan sekedar jadwal atau kurikulum.
84
2. Pelaksana Pembina kerohanian Islam di RUTAN Salatiga sudah baik dalam
pelaksanaannya, namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah penggunaan
metode-metode pendidikan dalam pemberian materi. Misalnya, menggunakan
diskusi kelompok yang memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk
berbagi dan bertukar pikiran antar warga binaan.
3. Kepada warga binaan yang menjadi narapidana di Rutan Salatiga Kelas IIB
Salatiga agar senantiasa meningkatkan keaktifannya dalam mengikuti
pembinaan keagamaan yang telah dijadwalkan. Karena dengan kegiatan
pembinaan kerohanian Islam dapat membantu kita memperbaiki sikap
kesadaran beragama kita dan dengan kesadaran beragama yang kita butuhkan
maka akan sangat dirasakan manfaatnya dalam bersikap dan berprilaku
sepanjang hayat.
4. Kepada semua petugas Rumah Tahanan Negara Kelas IIB untuk meningkatkan
kompetensi agar lebih berkwalitas dalam pembinaan agama Islam.
85
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin, 2006, Studi Islam Kotemporer. Jakarta: Amzah.
Abdul Majid, 2006, dkk. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
Bandung:
Rosda Karya.
An Nahlawi, Abdurrahman, 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani.
Arifin, Bambang Syamsul, 2008, Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia.
Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi VI). Jakarta: Rineka Cipta.
Badwan, 2016, Materi Hadits Akham. Salatiga: Fakultas Syariah IAIN Salatiga.
Bungin, Burhan, 2000, Analisis Data Kualitatif: Pemahaman Filosofi dan
Metodologi ke Arah Penguasaan Modal Aplikasi. Jakarta : Rajawali Press.
Darminta, 2006, Praksis Bimbingan Rohani. Yogyakarta: Konisius.
Departemen Agama RI, 2002, Mushaf Al-qur’an Terjemah (Edisi Tahun 2002).
Depok: Al Huda.
Departemen Pendidikan Nasional, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Djamaludin, Ancok., dkk, 2005, Psikologi Islam; Solusi Islam akan Problem
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia.
Bandung: PT Refika Aditama.
Fadilah Suralaga dkk, 2005, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam.
Jakarta: UIN.
Gholib, Achmad, 2006, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran,
Al-Hadis, Dan Sejarah Peradaban Islam). Jakarta: Faza Media.
Hamzah, Andi, 2009, Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.
86
Hasan Alwi, Dkk, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Balai Pustaka.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Statistic 1 (statistic deskriptif). Jakarta:
Bumi Aksara, 2005.
Harsono, 1995, Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Jakarta: Djambatan.
Jalaludin, 2010, Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo.
Lexy, J Moleong, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Nata, Abudin, 2006, Metodology Study Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Nizar, Samsul, 2002, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis,
dan Praktis. Jakarta: Ciputat Press.
Peratuan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1993 Tentang Pelaksanaan Pembinaan
Narapidana.
Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, 1995, Lembaga
Pemasyarakatan Perspektif Sistem Peradilan Pidana. Jakarta.
Priyatno, Dwidja, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Indonesia. Bandung:
Refika Aditama.
Ramayulis, 2009, Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.
Ramayulis, 1990, Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Sarosa, Samiaji, 2012, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: Indeks.
Shihab, M. Quraish, 2003, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: mizan.
Sudjono, Anas, 2008, Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. Cet. X.
Sugiyono, 2015, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharjo, Ana Retnoningsih, 2016, Kamus Besar Bahasa Indonesia Lengkap (Edisi
Kedua). Semarang : Widya Karya.
87
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang
Pemasyarakatan.
Undang-undang SISDIKNAS, 2003, Jakarta: Sinar Grafika.
Zakiyah Darajat, dkk, 1984, Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta, Bulan Bintang.
Zakiyah Darajat, 2003, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Zakiyah, Darajat, 2006, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi
Aksara,
Zuhairini, 1995, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Angket untuk Narapidana
Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran
Beragama Bagi Narapidana
(Studi Kasus Di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Salatiga)”
Persetujuan sebagai responden:
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya bersedia
menjadi responden dalam penelitian skripsi yang peneliti ajukan.
Petunjuk Pengisian Angket
1. Awali dengan membaca Basmallah.
2. Mohon dijawab semua pertanyaan di bawah ini sejujur-jujurnya dengan
memberi tanda contreng (√) pada jawaban yang paling cocok dengan keadaan
Anda, pada kolom SS (apabila sangat setuju), S (apabila setuju),TS (apabila
tidak setuju), dan STS (apabila sangat tidak setuju).
3. Kerahasiaan jawaban Anda dijamin oleh peneliti.
4. Diharapkan semua soal yang terdapat dalam angket ini dapat terisi secara
keseluruhan dan penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasinya.
5. Akhiri dengan membaca Hamdallah.
Tertanda
Pertanyaan Mengenai Pembinaan Kerohanian Islam
No Pertanyaan SS S TS STS
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Saya diajarkan pendidikan agama Islam sejak dini.
Saya mempelajari pendidikan agama Islam ketika
saya berada di lembaga pemasyarakatan.
Saya yakin bahwa setiap saya sholat selalu dilihat
oleh Allah SWT serta selalu diawasi oleh para
malaikat.
Saya yakin bahwa semua yang terjadi adalah
kehendak Allah SWT.
Bersedekah mengajarkan saya untuk selalu rendah
hati.
Berpuasa mengajarkan saya untuk selalu bersabar.
Sholat mengajarkan saya untuk selalu disiplin
terhadap waktu.
Zakat mengajarkan saya untuk membersihkan hati.
Saya mengikuti waktu yang ditetapkan pemerintah
saat merayakan Idul fitri.
Saya mampu mempraktikan tata cara wudhu dan
sholat.
Saya menyempatkan waktu mempelajari Al-
Quran.
Saya menghafal surat-surat pendek dalam Al-
Qur’an.
14
15
Saya selalu mengikuti pengkajian Al-Quran di
dalam Lapas.
Saya hafal asma Allah dan maknanya.
Nabi Muhammad saw sebagai suri teladan bagi
ummat manusia, oleh karena itu segala perkataan,
perbuatan, dan keputusan yang berasal dari Nabi
harus diteladani dan ditiru.
Pertanyaan Mengenai Kesadaran Beragama
No Pertanyaan SS S TS STS
1
2
3
4
5
6
7
Saya meyakini akan adanya hari kiamat.
Saya suka mempelajari pendidikan agama Islam.
Membiasakan khusu’ dalam sholat dan berdoa
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Saya selalu membaca doa ketika ingin
memulai akfititas agar mendapat keberkahan.
Saya meminta maaf jika melakukan kesalahan
kepada orang lain dan memaafkan kesalahan
orang lain terhadap saya.
Saya membiasakan membaca Al-Qur’an dengan
harapan dapat lancar membacanya.
Hati saya menjadi tenang dan tentram ketika
8
9
10
11
12
13
14
15
mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.
Membaca buku-buku agama Islam sebagai
penambah pengetahuan.
Rutin mengikuti pengajian sebagai tempat berbagi
ilmu pengetahuan agama.
Saya mampu memimpin kegiatan pengajian
didalam lembaga pemasyarakatan.
Saya mengakui kesalahan yang saya lakukan
sehingga mendapat hukuman dari negara.
Saya takut akan dosa kepada Allah jika saya
melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
Saya menyesali perbuatan saya dan tak akan
mengulanginya lagi.
Saya merasa bersalah kepada Tuhan, diri saya, dan
keluarga kerena telah melakukan tindak pidana.
Saya terpaksa mengikuti pembinaan kesadaran
beragama (pengajian) di dalam Lapas
Lampira 3 Foto-foto
Dokumen wawancara dengan Kepala Rutan Salatiga Bapak Hero
Sulistiyono, Bc.IP, S.H, M.Si
WAWANCARA DENGAN OBJEK PENELITIAN YAITU NARAPIDAN
PENGAJIAN DALAM RANGKA MEMERINGATI MAULUD NABI SAW
Dalam Rangka maulud nabi menghadirkan salah satu motivator
mantan narapidana yang sukses bpk Hartadi (Singkong Keju D9
Salatiga)
UPACARA PEGAWAI BESERTA WARGA BINAAN
UPACARA KHUSUS WARGA BINAAN YANG DILAKSANAKAN SETIAP HARI SENIN
PERESMIAN TAMAN BACAAN AL-QURAN
KEGIATAN BELAJAR MEMBACA AL-QURAN DI MASJD AT TAUBAH RUTAN SALATIGA
KEGIATAN REKREASI WARGA BINAAN SETIAP HARI SELASA BERUPA SENI MUSIK
PENYULUHAN HUKUM NARA SUMBER DARI POLRES SALATIGA
KEGIATAN PELATIHAN KEMANDIRIAN BEKERJA SAMA DENGAN PEMKOT KOTA SALATIGA
PELATIHAN POTONG RAMBUT
PELATIHAN TATA RIAS BAGI WARGA BINAAN
PEMBINAAN KESEHATAN BEKERJA SAMA DENGAN PUSKESMAS SIDOREJO
KEGIATAN DONOR DARAH BAGI WARGA BINAAN DAN PETUGAS BEKERJA SAMA
DENGAN PMI KOTA SALATIGA
KHOTBAH JUMAT
KEGIATAN SHOLAT JUMAT
KEGIATAN PEMBINAAN SHOLAT BERJAMAH DHUHUR DAN ASHAR YANG DIWAJIB KAN
OLEH KEPALA RUTAN SALATIGA
KEGIATAN KAJIAN TAFSIR AL-QURAN
PEMBINAAN KESEHATAN JASMANI BERUPA SENAM SEHAT SETIAP HARI JUMAT PAGI