“pengaruh muzaraah terhadap tingkat...
TRANSCRIPT
PENGARUH MUZARAAH
TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL
JAWA TENGAH
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Mulyo Winarsih 103046128274
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGARUH MUZARAAH
TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL
JAWA TENGAH
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
Mulyo Winarsih 103046128274
Di Bawah Bimbingan,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra Dr. Mujar Ibnu Syarif M.Ag NIP : 080 030 109 NIP : 150 275 509
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1429 H/2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “PENGARUH MUZARAAH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal 10 April 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Muamalat Program Studi Perbankan Syariah. Jakarta, 10 April 2008 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP : 150 210 422
Panitia Ujian Munaqasyah Ketua : Euis Amalia, M.Ag. (………………………) NIP. 150 289 264 Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag. (………………………) NIP. 150 318 308 Pembimbing I : Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra ( ..…………………… ) NIP : 080 030 109 Pembimbing II : Dr. Mujar Ibnu Syarif M.Ag ( ..…………………… ) NIP : 150 275 509 Penguji I : Dr. Anwar Abbas, M.Ag ( ..………............... … ) NIP : 131 273 007 Penguji II : Muhammad Taufiki,M.Ag (..................... ..............) NIP : 150 290 159
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT. Ya
Allah, kiranya memang pantaslah hamba-Mu mengungkapkan segala keagungan-Mu.
Penulis tuangkan semua luapan kebahagiaan dari-Mu melalui nafas kehidupan. Tiada
kata yang tepat yang dapat penulis untaikan untuk menunjukkan betapa Allah SWT.
Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan kasih dan hidayah-Nya penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada sang pembawa risalah
kebenaran, pemimpin umat Nabi Muhammad Saw.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini selesai bukan
semata dari buah tangan penulis sendiri, tetapi juga karena bantuan berbagai pihak
yang dengan tulus telah meluangkan waktu meski hanya sekedar menuangkan
aspirasi maupun hanya sekedar memberi motivasi kepada penulis. Tanpa mereka,
penulisan skripsi ini akan terasa sangat berat. Karena itu, sudah sepantasnya jika pada
kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MH, MM, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ibu Euis Amalia, M.Ag, Selaku Ketua Program Studi Perbankan Syariah dan
Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, Selaku Sekretaris Program Studi
Perbankan Syariah.
3. Bapak Dr. Ir. H. Murasa Sarkaniputra dan Bapak Dr. Mujar Ibnu Syarif , M.Ag
selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, mengarahkan dan
membimbing penulis dengan baik.
4. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
5. Staf perpustakaan baik kepada perpustakaan Utama, perpustakaan Fakultas
Syariah dan Hukum, dan perpustakaan Kabupaten Tegal yang telah membantu
meminjamkan buku-buku sebagai bahan acuan untuk menyusun skripsi ini.
6. Seluruh Dewan Kelurahan Kalisapu terutama Ibu Purwanti,yang telah
membantu penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Bapak
Muslikhin selaku Petugas Penyuluh Lapangan dari Dinas Pertanian dan
Kehutanan, Bapak Suka selaku Pelaksana Teknis Pengairan, Bapak Mas’ud,
Bapak Kidin dan Bapak Suwatno yang telah membantu penulis selama
menyusun skripsi ini.
7. Orang Tua tercinta Ayahanda H.Slamet Kurdi (Alm) dan Ibunda Hj.Triningsih
yang telah mengasuh, membesarkan dan mendidik penulis. Rasanya tidak
pernah cukup untuk berterima kasih, semoga Allah SWT selalu mencurahkan
rahmat dan kasih sayang kepada keduanya. Kakak-kakakku tercinta Mulyono,
Dairoh, Mulyadi, Mulyati, Ahmad Alwi Mustofa, Mulyani, Mulyasih, Hamid
Wibowo (Alm), Lely Kurniani, Mulyanto, Sugeng Riyadi, Ariyanti, Mulyatun,
dan Adikku Tersayang Mulyo Joko Pamungkas, yang selalu mendoakan,
memberikan semangat dan bantuan baik moral maupun materiil kepada penulis,
Semoga Allah SWT melipatgandakan balasan kebaikannya.
8. Rekan-rekan seperjuangan dan sependeritaan, Deni Kusuma yang tidak pernah
bosan memberikan semangat dan selalu siap membantu, Isti’amah sobatku yang
selalu bersama sejak pertama hingga selesai kuliah, Zul, Memet, Ali (Alm),
teman-teman satu kosan Ayang, Umi, Ari, Anam, Fatur dan sahabat Astro Iwan,
Omen, Budi, K Izul, Harun, Aip, Wahab, Bang Indra, Zeni yang selalu
memotivasi dan mewarnai hari-hariku selama ini. Semoga Allah SWT selalu
memberkahi kita, memberikan kasih sayang dan merahmati dengan segala
kebaikan.
9. Sahabat-sahabatku kelas PS B angkatan tahun 2003 terutama Faizah, Wilda,
Irma dan Evi yang selalu memotivasi, dan banyak lagi yang lainnya yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu. Teman-teman KKS angkatan tahun
2003 semoga tali silaturahmi kita tetap terjalin.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, semoga amal baik
mereka dibalas dengan berlipat ganda. Amin.
Jakarta, Muharam 1429 H
19 Januari 2008 M
Penulis
ABSTRAKSI
Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan hampir 50% dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian. Beras merupakan bahan makanan pokok bangsa Indonesia. Permintaan padi yang terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006) total keluarga miskin di pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa.
Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah untuk merevitalisasi pertanian Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya, petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan mekanisme kerja yang tidak efisien.
Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian penduduknya hidup dari hasil pertanian. Salah satu bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau sistem bagi hasil.
Dalam skripsi ini penulis membatasi khususnya daerah persawahan yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah. Perumusan masalah berfokus pada bagaimana potret tingkat pendapatan masyarakat di desa Kalisapu yang ikut terlibat dalam kegiatan muzara’ah dan apakah sistem muzara'ah berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu?
Tujuan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa Kalisapu seiring dengan pelaksanaan sistem muzara'ah dan mengetahui sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Kalisapu.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat khususnya Petani Penggarap. Jumlah populasi petani penggarap disesuaikan dari jumlah anggota dalam kelompok adalah 114 orang. Dan jumlah sampelnya 53 0rang. Penulis melakukan teknik penarikan sampel dengan cara yaitu non acak (purposif sampling).
Metode analisa data dengan metode prosentase yaitu P= f/nx100%. Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian deskriptif ialah menggunakan tabel. Untuk meringkaskan data kedalam bentuk yang mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut kedalam bentuk distribusi frekuensi.
Hipotesa dari rumusan diatas adalah: Terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y).
Dari hasil penelitian penulis menyimpulkan bahwa petani penggarap
melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil sebagai berikut: 1/2:1/2, 2/3:1/3, 3/4:1/4 dan hasil temuannya adalah tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu khususnya petani yaitu petani penggarap yang tadinya menganggur, mengalami kenaikan pendapatan ketika petani penggarap tersebut melakukan muzara’ah atau menggarap tanah orang lain. Karena sistem muzara’ah merupakan alternatif yang dapat diusahakan petani untuk keluarganya dalam memenuhi kebutuhan. Selain itu, dapat menanamkan ibadah yaitu menciptakan rasa persaudaraan, saling tolong menolong dan mempererat tali silaturahmi, menyerap tenaga kerja yang menganggur, dan memakmurkan tanah ketika tanah yang menganggur digarap orang lain.
Sistem muzara’ah berpengaruh signifikan pada tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu. Hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variable bagi hasil muzara’ah memiliki hubungan yang
signifikan terhadap tingkat pendapatan masyarakat, yakni sebesar 0.938 pengujiannya dengan Metode Korelasi Rank
Spearman. Dan ketika diuji dengan persamaan Regresi Linier menghasilkan persamaan y = 1.17(+) 0.98, tanda
positif itu menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 % nilai bagi hasil muzara’ah (X) maka jumlah pendapatan petani
per tahun (Y) akan bertambah sebesar 9,8%.
Luas Lahan Bagi Hasil PLS
Pendapatan Petani
Pendapatan Petani Per
Tahun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... viii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………....1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah…………..……………………………..5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………….…………….6
D. Kerangka Teori………………………………………………………………..7
E. Tinjauan Pustaka………………………………………………………….…..8
F. Metode Penelitian ...................................………………………....................10
G. Sistematika Penulisan……………………………………………………… .17
BAB II: LANDASAN TEORI
A. Teori Umum......................................................................................................19
B. Muzara’ah…………………………………………………………………….19
1. Pengertian………………………………………………………………..19
2. Dasar Hukum...…………………………………………………………..22
3. Rukun dan Syarat Muzara’ah...………………………………………….28
4. Akibat Akad Muzara’ah...……………………………………………….31
5. Berakhirnya Akad Muzara’ah...………………………………………….32
C. Bentuk-Bentuk Muzara'ah...…………………………………………………33
D. Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani…………….…………..………....37
E. Pendapatan………………………………………………………..………….44
1. Pengertian Pendapatan……………………………………………………44
2. Pembagian Pendapatan...............................................................................44
3. Fungsi Biaya dan Pendapatan yang Linier................................................49
BAB III: GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Gambaran Umum Kabupaten Tegal.................................................................51
B. Gambaran Umum Desa Kalisapu......................................................................54
1. Kondisi Geografis dan Sosial Masyarakat Desa Kalisapu..........................54
2. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu..................................................56
3. Sistem Bagi hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu.............................61
BAB IV: ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Profil Responden……………………………………………………………...66
B. Analisa .............................................................................................................70
1. Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu 70
2. Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax)
Masyarakat Kalisapu dengan Persamaan Regresi Linier Sederhana.........75
3. Analisa Pengaruh Muzara’ah Terhadap Tingkat Pendapatan Masyarakat Kalisapu dengan Metode Korelasi
Rank Sperman....................................76
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………..78
B. Saran……..…………………………………………………………………..79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................81
LAMPIRAN...............................................................................................................84
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Tinjauan Pustaka…….……………………………………...…... 8
2. Tabel 4.1 Jenis kelamin Responden……………………………………….. 67
3. Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Responden………………………………… 67
4. Tabel 4.3 Pemilikan Luas Lahan……………………………...……………68
5. Tabel 4.4 Pekerjaan Awal Responden………………………...………… 68
6. Tabel 4.5 Petani yang menggarap tanah untuk Muzara’ah…………...….... 68
7. Tabel 4.6 Pertanian dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari…..…… 69
8. Tabel 4.7 Usaha untuk mencukupi kebutuhan selain dari pertanian……... 69
9. Tabel 4.8 Pertanian dapat untuk investasi atau modal usaha lain......…...... 69
10. Tabel 4.9 Pertanian dapat untuk menabung ………...………….…………. 70
11. Tabel 4.10 Biaya produksi tanaman padi pada musim subur … .....……… 71
12. Tabel 4.11 Biaya produksi tanaman padi pada musim kemarau ……..…… 72
13. Tabel 4.12 Biaya produksi tanaman jagung pada musim kemarau………... 73
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Skema dalam Transaksi Muzara’ah………………………….. 41
2. Gambar 2.2 Sudanese Islamic Bank, Rural Departement Agricultural
Financing Model………………………………………………..42
3. Gambar 2.3 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan
Pola Revenue Sharing……………………………. ……………46
4. Gambar 2.4 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan
Pola Profit Sharing ……………… ..…………………………..47
BAB 1
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
Tidak ada yang lebih penting bagi negara manapun selain kemampuan
memberi makan dirinya sendiri. Di Indonesia, kata-kata itu sudah beberapa kali
terbukti dan setiap rezim pemerintahan dinegara ini tampaknya sadar betul untuk
tidak bermain-main dengan pangan.
Kunci stabilitas masa depan Indonesia terletak pada kemampuannya untuk
menjamin ketahanan pangan dan keberhasilan pembangunan masyarakat
pedesaannya. Demikian pesan yang disampaikan oleh Ronald P. Cantrell, Direktur
Jendral Internasional Rice Research Institute.1
Negara Indonesia merupakan negara agraris dan tanahnya terkenal subur. Dan
hampir 50% dari total tenaga kerja bekerja di sektor pertanian.2 Permintaan padi yang
terus meningkat selaras dengan pertumbuhan penduduk, seharusnya dapat
menjadikan para petani yang umumnya bertempat tinggal dipedesaan makmur. Tetapi
realita yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu petani Indonesia hidup dibawah garis
kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2006) total keluarga miskin di
pedesaan mencapai 39,05 juta jiwa3.
Krisis beras di negara ini terjadi tidak lama setelah swasembada beras
tercapai. Tahun 1990, konsumsi beras melebihi pasokan yang bisa diproduksi petani.
1 Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.33 2 www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.1 3 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.1
1
Selang dua tahun produksi mampu ditingkatkan lagi, namun hanya bisa bertahan
hingga 1996. Mulai 1997, Indonesia mengalami defisit beras, dan ketergantungan
terhadap impor beras semakin tinggi hingga saat ini.4
Ketika dunia banyak berharap pada produk pertanian dari negara tropis dan
subtropis, bangsa Indonesia tidak segera menangkap gejala itu. Kekurangan dan
ketergantungan sejak hampir 20 tahun ini tidak segera menyadarkan pemerintah
untuk merevitalisasi pertanian. Kesejahteraan petani tidak membaik. Akibatnya,
petani kita selalu didera kemiskinan, pendapatan rendah, produktifitas rendah, dan
mekanisme kerja yang tidak efisien5. Peran Bulog mengendalikan harga produsen
melalui harga dasar tidak memberi insentif6 kepada petani untuk bertahan disektor
pertanian dan meningkatkan produksi. Peran Bulog menjaga stabilitas harga beras
konsumen pun belum memberi perlindungan harga maksimum yang menjamin harga
yang layak bagi konsumen.
Pandangan Bank Dunia bahwa harga beras rendah dan menghapus larangan
impor adalah cara paling cepat untuk menekan kemiskinan, yang menurut Badan
Pusat Statistik (BPS) angkanya meningkat dari 16 persen (Februari 2005) menjadi
17,75 persen (Maret 2006). Kebijakan impor beras untuk menekan harga dalam
jangka pendek memang sangat menolong masyarakat miskin. Tetapi, dalam jangka
panjang, tidak menyelesaikan akar persoalan, sebaliknya justru menjadi demotivasi
4 Kompas, Edisi 24 Februari 2007, h.35 5 Efisien yaitu suatu besaran atau angka untuk menunjukkan sampai seberapa jauh sumber
daya berhasil dimanfaatkan 6 Intensif yaitu pemberian sesuatu, biasanya dalam bentuk uang, yang dapat mendorong
semangat pekerja untuk lebih keras bekerja dan lebih produktif
bagi petani untuk menggenjot produksi, mengingat makin tidak adanya insentif untuk
berproduksi.
Akhirnya, pemerintah memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah
atau HPP untuk gabah dan beras. Harga gabah kering panen naik 17,65% menjadi Rp
2.000 per kg gabah kering giling Rp 2.575 per kg dan beras Rp 4000 per kg.
Kenaikan itu berlaku efektif mulai 1 April 2007.
Penetapan kebijakan kenaikan HPP itu tertuang dalam Instruksi Presiden
(Inpres) No. 3 Tahun 2007 tentang kebijakan perberasan.7 Inpres tersebut merupakan
pemutakhiran Inpres No. 13/2005, yang sudah dua tahun tidak direvisi, walaupun
biaya produksi bahkan biaya hidup petani sudah naik berkali-kali lipat.
Pertimbangannya adalah karena adanya perubahan tingkat harga gabah dan
beras baru ditingkat petani maupun konsumen, kenaikan biaya produksi padi hingga
beras, perkiraan produksi beras nasional meliputi volume produksi dan pola waktu
panen.
Swasembada beras dan kemandirian pangan menjadi satu hal yang krusial,
bukan hanya karena beras komoditas strategis sekaligus politis, tetapi juga sudah
menyangkut kepentingan nasional sebagai negara dengan jumlah penduduk besar
dengan makanan pokok beras. Swasembada, kemandirian dan ketahanan pangan yang
berkesinambungan hanya bisa diwujudkan jika kepentingan petani tidak dikorbankan.
Idealnya, seiring pergerakan pertumbuhan dunia, pertanian kita juga harus
bergerak pula secara dinamis mengikuti arah pergerakan dunia. Namun,
7 Kompas, Edisi 1 April 2007, h.15
kenyataannya tidak. Laju alih generasi melalui sistem bagi waris di Indonesia lebih
cepat dibandingkan pertumbuhan sektor dunia modern lain, seperti industri, jasa,
perbankan, serta sektor lain yang menggerakkan dunia dan simbol modernisme.
Padahal, bila sistem pertanian bisa bekerja lebih efektif dan efisien, tidak
mustahil produk makanan olahan kita juga yang bahan bakunya bersumber dari
pertanian dapat bersaing dan menguasai pasar lebih luas dan bisa menyejahterakan
petani.
Pertanian harus mendapatkan perhatian, karena melalui pertanian manusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya terutama dalam hal mendapatkan makanan.8
Pertanian juga sangat penting keberadaannya dimasyarakat. Islam pun telah mengatur
praktek-prakteknya agar sesuai dengan syariat. Dalam masyarakat, ada sebagian
diantara mereka yang mempunyai lahan pertanian dan juga alat-alat pertanian, tetapi
tidak memiliki kemampuan bertani. Adapula sebagian yang lainnya yang tidak
memiliki apapun, kecuali tenaga dan kemampuan dalam bercocok tanam. Agar terjadi
pemerataan dan tidak ada lahan pertanian yang menganggur, maka Islam
mengharuskan kepada setiap pemilik lahan untuk memanfaatkannya sendiri. Jika
pemilik tidak dapat mengerjakannya langsung atau tidak memiliki kemampuan dalam
bercocok tanam, maka pengelolaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang lebih
ahli dalam pertanian.
Jika ada orang yang melakukan transaksi untuk kerja sama, yaitu satu pihak
menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan pihak kedua melakukan
8 Izzuddin Khatib al-Tamim, Bisnis Islami, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1992), cet.ke-1, h.56
pengolahan dan penggarapan dengan binatang ternak dan tenaganya, dan keduanya
akan mendapatkan hasil pertanian tersebut, semata-mata untuk memanfaatkan tanah
dan meluaskan lahan pertanian, maka hal itu sudah cukup baik.9
Kalisapu merupakan salah satu desa di kabupaten Tegal yang sebagian
penduduknya hidup dari hasil pertanian. Sistem pertanian yang dipakai oleh mereka
bermacam-macam sesuai dengan kondisi dan adat istiadat setempat. Salah satu
bentuk pengolahan pertanian yang mereka pakai adalah sistem paroan sawah atau
sistem bagi hasil. Sistem tersebut adalah suatu jenis kerjasama antara petani dan
pemilik lahan, yang salah satunya menyerahkan lahan pertanian dan benih, sedangkan
pihak lain melakukan pengolahan atau penggarapan, yang apabila mendapatkan hasil
maka hasilnya akan dibagi sesuai kesepakatan bersama. Sehingga dari sistem tersebut
terlihat adanya pengaruh muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat.
Oleh karena itu untuk mengetahui sejauh mana pengaruh sistem muzara’ah
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat kabupaten Tegal khususnya desa
Kalisapu, maka penulis merekomendasikan skripsi dengan judul, ”PENGARUH
MUZARA’AH TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN MASYARAKAT DESA
KALISAPU KECAMATAN SLAWI KABUPATEN TEGAL JAWA TENGAH”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan efisien, maka penulis
membatasinya dalam masalah pengaruh sistem muzara’ah (bagi hasil) terhadap
9 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta:PT. Toko Gunung Agung, 1996), cet.9, h.130
peningkatan pendapatan masyarakat di bidang pertanian khususnya persawahan yang
dilakukan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah.
Dari pembatasan masalah tersebut maka perumusan masalah berfokus pada
seputar permasalahan-permasalahan berikut :
a. Bagaimana potret tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu yang
terlibat dalam kegiatan muzara’ah?
b. Apakah sistem muzara'ah berpengaruh pada tingkat pendapatan
masyarakat khususnya desa Kalisapu?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari
hasil penelitian ini adalah :
1. Mengetahui sejauh mana tingkat pendapatan masyarakat khususnya desa
Kalisapu seiring dengan pelaksanaan sistem muzara'ah.
2. Mengetahui sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa Kalisapu.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada :
1. Peneliti
Mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan penulis tentang
penelitian yang dilakukan.
2. Petani
Memberikan masukan yang bermanfaat kepada petani sehingga dalam bekerja
dan mengembangkan usahanya disektor pertanian menjadi lebih baik.
3. Masyarakat
Berguna untuk menambah pengetahuan tentang bagaimana menjalankan
kegiatan dibidang pertanian dengan sistem bagi hasil yang baik dan sesuai
dengan syariat.
4. Pembaca
Merupakan informasi yang berharga dalam menambah pengetahuannya
tentang sistem bagi hasil dalam pertanian dan mengetahui transaksi yang
terjadi khususnya di daerah pedesaan.
D. Kerangka Teori
Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam mengurangi
kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan secara langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi serta manfaat-manfaat ekonomis lainnya.
Sektor pertanian yang merupakan basis pertumbuhan ekonomi pedesaan,
sangat strategis dalam meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan.
Akan tetapi, sampai saat ini para petani juga masih dihadapkan pada kemiskinan dan
kesulitan dalam pembiayaan untuk pengembangan usahanya.
Konsep bagi hasil sebenarnya bukan transaksi baru dalam masyarakat
Indonesia. Tradisi ini telah lama dikenal dalam berbagai kegiatan ekonomi. Pada
sektor pertanian dikenal system maro, mertelu, marapat, paroan10. Sistem bagi hasil
pertanian, terutama untuk tanaman padi berlangsung antara penggarap dan pemilik
modal lahan dengan proporsi bagi hasil yang relatif beragam.
Kerangka Konsep:
Sistem Muzara’ah (Bagi Hasil)
Tingkat Pendapatan Masyarakat
Uji Statistik
Kesimpulan analisis pengaruh muzara'ah terhadap tingkat pendapatan
Masyarakat
E. Tinjauan Pustaka
Ada beberapa penelitian skripsi yang mengangkat tema mengenai muzara’ah, diantaranya:
Tabel 1 NO Judul Skripsi Penyusun
1. Pengaruh sistem muzara’ah terhadap perekonomian masyarakat
(studi kasus sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa
Dewasari kecamatan Cijeungjing kabupaten Ciamis Jawa Barat)
Endang
Yulianti/200
4
2. Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat (studi kasus pada
masyarakat desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat)
Dewi
Lestari/2004
10 www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.1
3. Muzara'ah dan pengaruhnya terhadap masyarakat pedesaan
(studi kasus sistem bagi hasil pertanian masyarakat desa
Cihamerang kecamatan Kabandungan kabupaten Sukabumi)
Yuliani/200
4
Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Endang Yulianti, sudah sangat
bagus mengenai pengaruh yang ditimbulkan pelaksanaan sistem muzara’ah terhadap
perekonomian masyarakat khususnya dalam peningkatan produksi pertanian dan
penyerapan tenaga kerja masyarakat. Tetapi dalam hal ini tidak terdapat penjelasan
dalam bentuk data-data kuantitatif, tidak terdapat tinjauan pustaka, manfaat penelitian
secara khusus, dan hipotesa.
Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Dewi Lestari sudah sangat bagus
mengenai Aplikasi sistem muzara'ah pada masyarakat. Tetapi dalam hal ini tidak
terdapat penjelasan mengenai aplikasi muzara'ah dalam masyarakat dengan
menerangkan dengan data-data kuantitatif.
Pembahasan yang dikemukakan oleh saudari Yuliani sudah sangat bagus
mengenai muzara'ah dalam perspektif hukum Islam dan menerangkan pengaruh
muzara'ah terhadap aspek perekonomian dan aspek sosial. Tetapi dalam hal ini tidak
menjelaskan tentang sistem muzara'ah dengan menggunakan data-data kuantitatif.
Dari topik-topik yang diangkat tersebut, sudah jelas perbedaan yang akan
penulis angkat, yakni mengenai pengaruh sistem muzara’ah terhadap tingkat
pendapatan masyarakat desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa
Tengah, dengan menggunakan data-data kuantitatif.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif.
2. Sumber Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis data yaitu :
a. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden,
melalui masyarakat desa Kalisapu yang berkaitan dengan materi skripsi
ini.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data
yang didapat dari responden serta diperoleh dari literatur-literatur
kepustakaan seperti buku-buku, dokumen-dokumen, surat kabar, internet
dan kepustakaan lain yang berkaitan dan ada relevansi dengan skripsi ini.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa
Tengah.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh data-data yang dibutuhkan sebagai bahan penulisan maka
yang digunakan dalan penelitian ini adalah:
a. Studi Kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari dan memanfaatkan beberapa informasi yang
diperlukan melalui buku-buku maupun laporan studi yang relevan berkaitan
dengan permasalahan, baik catatan maupun laporan pelaksanaan yang terdapat
di desa Kalisapu kecamatan Slawi kabupaten Tegal Jawa Tengah maupun
instansi lain yang terkait yang hendak diangkat oleh penulis.
b. Penelitian Lapangan
Yaitu dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari sasaran penelitian,
yaitu dengan cara:
1. Wawancara (interview)
Yaitu melakukan tanya jawab langsung terhadap pihak terkait untuk memperoleh data-data yang berhubungan erat dengan masalah yang dibahas.
2. Angket
Angket atau kuesioner adalah jumlah pertanyaan tertulis digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.11 Pertanyaan
kuesioner sebagian bersifat tertutup dimana pilihan atau alternatif
jawaban tersedia dan sebagian lagi terbuka untuk menggali informasi
yang mungkin muncul diluar pertanyaan yang tersedia.
5. Populasi dan Sampel
11 Suharsini Arikunto, prosedur penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2002), cet. Ke-12,
h.128
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat khususnya Petani
Penggarap. Jenis penelitian sampel adalah jika kita hanya meneliti sebagian kecil
dari populasi, maka penelitiannya dinamakan sampel.
Dengan penarikan sampel jenis ini, maka peneliti mempertegas bahwa dengan
penarikan sampel peneliti tidak menganggap hasil penelitian atau kesimpulan ini
berlaku umum, namun kesimpulan yang didapat dari penelitian hanya berlaku
didaerah yang dapat diteliti saja. Jumlah populasi petani penggarap disesuaikan
dari jumlah anggota dalam kelompok adalah 114 orang.
Adapun rumus penghitungan besaran sample12 yaitu :
n =1)( 2 +dN
N
Keterangan :
n = Jumlah sample yang dicari
N = Jumlah populasi
d = Nilai Presisi (penulis menggunakan 10%)
Perhitungannya sebagai berikut:
n =1)( 2 +dN
N
n = =+1)1.0(114
1142 53 orang
6. Teknik Penarikan Sampel
12 M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan
Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, (Jakarta:Kencana, 2005) h.105
Teknik penarikan sampel dengan cara yaitu non acak (purposif sampling) yaitu
suatu penarikan contoh dari unsur-unsur populasi untuk menjadi unsur dengan
tidak memberi peluang yang sama kepada masing-masing unsur populasi.
7. Metode Analisa Data
a. Kuantitatif yaitu data yang dapat diukur sehingga dapat menggunakan
statistik dalam pengujiannya.
b. Kualitatif yaitu penelitian yang datanya adalah data kualitatif, umumnya
dalam bentuk narasi atau gambar-gambar.
c. Dengan Metode Prosentase :
P = f/n x 100%
Keterangan :
P : Prosentase N : Jumlah Sampel
F : Frekuensi 100% : Bilangan Tetap13
Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian
deskriptif ialah menggunakan tabel. Untuk meringkaskan data kedalam
bentuk yang mudah dibaca adalah dengan menampilkan data tersebut
kedalam bentuk distribusi frekuensi.
d. Metode Regresi14 yaitu persamaan garis yang menerangkan pola hubungan
variable-variabel. Pola itu bisa berbentuk linier atau non linier. Dalam
13 M Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan Kebijakan
Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, h.171-172
pengujiannya menggunakan perhitungan dengan rumus umum regrasi linier
(lurus) : Y = a + bx
a = ∑∑
∑∑∑∑−
−22
2
)())(())((
xxnxyxxy
b= ∑∑
∑ ∑ ∑−
−22 )(
))((xxn
yxxyn
Keterangan :
n : Jumlah pengamatan (sampel)
e. Metode Korelasi Rank Spearman15yaitu statistik yang didasarkan atas
ranking (jenjang). Ini adalah ukuran asosiasi yang menuntut kedua variabel
diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga obyek-obyek atau
individu-individu yang dipelajari dapat di-ranking dalam dua rangkaian
berurut.
rs = 1NN
diN
i
−−∑=3
1
26
Dimana:
di = perbedaan antara kedua ranking.
Σdi = Jumlah kuadrat dari di
14 Ali Maududi, Statistik I Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, (Jakarta: PT.Prima Heza
Lestari,2006) Ed.1 h.94 15 Sidney Siegel, Statistik NonParametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: PT. Gramedia,
1985) h.253
8. Variabel penelitian
• Variabel penelitian
Bagi hasil
Muzara’ah
• Operasional variabel dan indikator
X = Bagi Hasil Muzara’ah
Y = Pendapatan Petani Per Tahun
X = Hasil Pendapatan Muzaraah
Y = Pendapatan Petani Per Tahun ( Hasil Muzara’ah+Pendapatan Awal)
Hasil Muzara’ah = EBZT x Persen Bagi Hasil Muzara’ah
EBZT (Laba Kotor) = TR-TC
TR = Q (Jumlah hasil produksi per kuintal) x P (Harga dalam rupiah (Price)
Keterangan :
TR = Total Penerimaan (total revenue) yaitu jumlah penerimaan yang
diperoleh dari penjualan produk yang dapat dijual.
TC = Total Biaya (total cost) yaitu keseluruhan biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksi suatu barang.
Pendapatan Petani
per tahun
9. Uji signifikasi
Uji signifikasi adalah menguji dengan t-tabel dan t- hitung. Dengan asumsi
apabila t-hitung berada di daerah Ho, berarti tidak ada hubungan antara variabel X
dan Y, tapi apabila t-hitung berada pada wilayah kritis, maksudnya menolak Ho,
maka ada hubungannya. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini :
Gambar 1.1 Menolak Ho manerima Ho Menolak Ho
(hubungan negatif) (hubungan positif)
Keterangan :
►Taraf nyata kami tentukan 5 %, dengan angka kritik dari table sebaran t.
►Untuk mencari daerah kritis adalah 5 % = 205.0 = 0,025
►Df, adalah N-1 = 53-2 = 52
► T-tabel adalah = 2,0005
10. Hipotesa
Hipotesa merupakan jawaban sementara yang digunakan penulis dalam
penelitian yang sebenarnya masih harus diuji kembali. 16 Hipotesa bisa saja benar
dan bisa saja salah. Hipotesa dari rumusan diatas adalah: Terdapat hubungan
antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y).
Dari pertanyaan statistik dapat dirumuskan sebagai berikut:
16 Masri Singarimbun dan Sopian Effendi, Metode Penelitian Survai, Jakarta:LP3ES, 1989 cet
2,h.43
ρo = 0, tidak terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah dan pendapatan
petani per tahun.
ρ1 ≠ 0, terdapat hubungan antara bagi hasil muzara’ah dan pendapatan petani
per tahun.
11. Tehnik Penulisan
Dalam teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh penulis
disesuaikan dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah pada buku "Pedoman
Penulisan Skripsi 2007" yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara sederhana agar memudahkan penulisan
skripsi maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari Lima Bab dengan
rincian sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini memuat tentang Latar belakang masalah, Pembatasan masalah dan
Perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Kerangka teori,
Tinjauan pustaka, Metode penelitian dan Teknik penelitian, serta
Sistematika penulisan.
BABII: KERANGKA TEORI
Bab ini berisi tinjauan pustaka sistem muzara’ah yang mengurai tentang
Pengertian dan Dasar hukum muzara'ah, Bentuk-bentuk muzara'ah, Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Petani, Pengertian pendapatan, Pembagian
Pendapatan dan Fungsi Biaya dan Pendapatan yang Linier.
BAB III: PROFIL RESPONDEN
Bab ini berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Tegal, Gambaran
Umum Desa Kalisapu meliputi Kondisi geografis dan sosial Masyarakat,
Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu dan Sistem Bagi hasil Pertanian
Masyarakat Desa Kalisapu.
BABIV: ANALISIS HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi tentang Profil Responden, Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu,
Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax) Masyarakat dengan Persamaan Regresi Linier
Sederhana, Analisa Pengaruh Muzara’ah terhadap tingkat pendapatan Masyarakat dengan Metode Korelasi Rank
Sperman. BABV: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan bab-
bab sebelumnya serta saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat Desa Kalisapu dalam bidang pertanian.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Umum
A.1. Sistem
Dalam kamus manajemen karangan B.N Marbun, SH disebutkan bahwa yang
dimaksud sistem adalah sekelompok unsur saling bergantung dan jalin menjalin serta
dapat dianggap atau diperlukan sebagai kesatuan.17
A.2. Tingkat
Tingkat adalah angka yang menunjukkan tingkat nilai, harga, kecepatan
perkembangan, produksi dan sebagainya dari sesuatu berdasarkan satuan ukur
tertentu.18
B. MUZARA’AH
1. Pengertian Muzara’ah
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh as-Sunnah mendefinisikan
muzara’ah dengan,” menyerahkan tanah kepada orang yang akan menggarapnya,
dengan ketentuan si penggarap akan mendapatkan bagian dari hasil tanaman itu,
separuh, sepertiga atau lebih, atau kurang dari itu, berdasarkan kesepakatan bersama.”
19Adapun muzara’ah menurut Imam Maliki yaitu” perjanjian kerjasama dalam sektor
17 B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003) 18 B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003) 19 Sayid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Dar al-Fikr, Beirut 1998), jilid 3, h.137
19
pertanian”. Sedangkan menurut Imam Hambali yaitu” Suatu kontrak penyerahan
tanah kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi dua”.20
Menurut Rahman, muzara’ah diartikan sewa dalam bentuk bagi hasil terhadap
tanah pertanian, sedangkan musaqat dilakukan terhadap tanah perkebunan/kebun.
Sedangkan dalam perbankan Syariah dikatakan bahwa muzara’ah diidentikkan
dengan mukhabarah, hanya saja bila muzara’ah benihnya dari pemilik tanah, maka
kalau mukhabarah benihnya dari penyewa. Musaqat diartikan persewaan tanah
dimana penyewa hanya berkewajiban mengairi dan memelihara tanah.21
Besarnya sewa ditetapkan dari hasil produksi dengan cara menentukan
besarnya masing-masing dalam bentuk proporsi seperti : 1/3;1/4 dan lain-lain sesuai
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak serta berdasarkan kebijakan masing-
masing daerah atau kondisi wilayah di mana tanah itu berada.
Menurut Sunarto Zulkifli membedakan jenis muzara’ah kepada dua bagian :22
1. Muzara’ah adalah kerjasama pengolahan lahan pertanian dimana benih berasal
dari pemilik lahan.
2. Mukhabarah adalah kerjasama pengolahan lahan pertanian dimana benih berasal
dari petani penggarap.
20 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqih al-Islami Wa’adillatuh, (Beirut:Dar-al-Fikr,1983), Juz 5, h.613
21 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, (BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta, 2005), h.326
22 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003) cet.1, h.56
Muzara’ah adalah metode pendanaan tradisional yang menggunakan prinsip
mudharabah dan musyarakah23. Muzara’ah adalah imbangan tradisional dari
mudharabah dalam bidang pertanian di mana petani mengambil lahan pertanian
berdasarkan prinsip bagi hasil panen. Bank-bank menyerahkan kepada para petani
lahan yang mereka miliki atau yang bukan dalam pemilikan mereka. Kapling
tanahnya harus benar-benar ditentukan dalam perjanjian dan harus ditetapkan untuk
suatu periode waktu tertentu. Hasil dari lahan itu dibagi di antara bank dan petani
menurut proporsi yang disepakati.
Menurut Nasrun Haroen dalam buku fiqh muamalah, secara etimologi, al
muzara’ah berarti kerjasama di bidang pertanian antara pemilik tanah dengan petani
penggarap. Sedangkan dalam terminology fiqh terdapat beberapa definisi al
muzara’ah yang dikemukakan ulama fiqh.
Menurut Imam Maliki yaitu :
24ع ر الز فى آة الشرPerserikatan dalam pertanian.
Menurut Imam Hambali al muzara’ah adalah:
25بينهما والزرع عليها يعمل او يزرعها من الى االرض فع دPenyerahan tanah pertanian kepada seorang petani untuk digarap dan hasilnya dibagi berdua.
23 Latifa M. Alqaoud dan Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek, (
Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), h.81 24Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.275 25Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.275
Pengertian tersebut dalam kebiasaan Indonesia disebut sebagai “paroan sawah.
Penduduk Irak menyebutnya “ al-mukhabarah”, tetapi dalam al-mukhabarah, bibit
yang akan ditanam berasal dari pemilik tanah.
Imam asy-Syafi’I mendefinisikan al-mukhabarah dengan :
26مل العا من ر والبذ منها ج يخر ما ببعض االرض عملPengelolaan tanah oleh petani dengan imbalan hasil pertanian, sedangkan bibit pertanian disediakan penggarap tanah. Dalam al-mukhabarah, bibit yang akan ditanam disediakan oleh penggarap tanah,
sedang dalam al-muzara’ah bibit yang akan ditanam boleh dari pemilik.
2. Dasar Hukum Muzara’ah
Dalam membahas hukum muzara’ah terjadi perbedaan pendapat para ulama.
Ada ulama yang menolak sistem muzara’ah dan ada pula ulama yang membolehkan
akad muzara’ah. Imam Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M) dan Zufair ibn Huzail
(728-774 M), pakar fiqh hanafi, berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak boleh.
Menurut mereka, akad al-muzara’ah dengan bagi hasil, seperti seperempat dan
seperdua, hukumnya batal. Alasan Imam Abu Hanifah dan Zufair ibn Huzail adalah
hadist yang bersumber dari Tsabit Ibnu adh-Dhahhak.
26 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.275
Dalam riwayat Sabit ibn adh-Dhahhak dikatakan :
ثا عن مسلم رواه(المزارعة عن نهى وسلم عليه اهللا صلى اهللا ل رسو ان
بن بت
27 )الضحاك "Rasulullah saw. melarang al-muzara’ah" (HR Muslim dari tsabit Ibnu Adh-dhahhak).
Menurut mereka, obyek akad dalam al-muzara’ah belum ada dan tidak jelas
kadarnya, karena yang dijadikan imbalan untuk petani adalah hasil pertanian yang
belum ada (al-ma’dum) dan tidak jelas (al-jahalah) ukurannya, sehingga keuntungan
yang akan dibagi, sejak semula tidak jelas. Boleh saja pertanian itu tidak
menghasilkan, sehingga petani tidak mendapatkan apa-apa dari hasil kerjanya. Oleh
karena itu unsur spekulasi (untung-untungan) dalam akad ini terlalu besar, obyek
akad yang bersifat al-ma’dum dan al-jahalah inilah yang membuat akad ini tidak sah.
Adapun perbuatan Rasulullah saw. dengan penduduk Khaibar) menurut mereka,
bukan merupakan akad al-muzara’ah, adalah berbentuk al-kharaj al-muqasamah,
yaitu ketentuan pajak yang harus dibayarkan petani kepada Rasulullah setiap kali
panen dalam prosentase tertentu.
Dalam hadist yang diriwayatkan al-Jama’ah (mayoritas pakar hadist)
dikatakan bahwa :
27 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Liban: Dar al-Firk, 1993), Jilid 3, h.27
من يخرج ما بشطر خيبر اهل مل اع وسلم عليه اهللا صلى اهللا ل رسو ان
اوزرع ثمر
واحمد مذى والتر ماجه وابن والنسائى داود وابو ومسلم البخارى ه روا (
بن
28 )عمر بن اهللا عبد عن حنبل Rasulullah saw. melakukan akad muzara’ah dengan penduduk Khaibar, Yang
hasilnya dibagi antara Rasul dengan para pekerja.(HR al-Bukhari, Muslim, Abu
Daud, an-Nasa’I, Ibnu Majah,at-Tirmizi, dan Imam Ahmad ibn Hanbal dari
Abdullah ibn Umar).
Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M), Muhammad ibn al-Hasan asy-Syaibani
(748-804 M), keduanya sahabat Abu Hanifah, juga berpendapat bahwa akad al-
muzara’ah hukumnya boleh, karena akadnya cukup jelas, yaitu menjadikan petani
sebagai serikat dalam penggarapan sawah.
Menurut mereka, akad ini bertujuan untuk saling membantu antara petani
dengan pemilik tanah pertanian. Pemilik tanah tidak mampu untuk mengerjakan
tanahnya, sedangkan petani tidak mempunyai tanah pertanian. Oleh sebab itu, adalah
wajar apabila antara pemilik tanah persawahan bekerjasama dengan petani
penggarap, dengan ketentuan bahwa hasilnya mereka bagi sesuai dengan kesepakatan
28 Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, (Jakarta: Pustaka Amani, 1996), Cet.
h. 496
bersama. Menurut mereka, akad seperti ini termasuk ke dalam firman Allah dalam
surat al-Ma’idah, 5:2 yang berbunyi :
)2:المائدة(وان العد و ثم اال على ونوا تعا وال وىوالتق البر ونواعلى وتعا‘’Bertolong menolonglah kamu atas kebajikan dan ketakwaan dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan…. ‘’(Q.S. Al Maidah:2)
Firman Allah dalam surat An Nisaa: 29 berbunyi : عن تجارة َتكون أن إَلا ِبالباطِل بينكم مأموالك َتْأآلوا ال الذينءامنوا ياأيها
)29:النساء...(َتراض منكم“Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu…”(Q.S. An Nisaa’:29)
Mujahid juga meriwayatkan bahwa:
ان اخبرنا حما د بن زيد عن عمرو،. حدثنا يحيى بن يحيى
فاسمع منه . انطلق بنا الى ابن رافع بن خديج: مجاهداقال لطاوس
ان . قال فانتهره. الحديث عن ابيه عن النبي صلى اهللا عليه وسلم
ولكن حد ثنى من . يه وسلم نهى عنه ما فعلتهرسول اهللا صلى اهللا عل
ان رسول اهللا صلى اهللا عليه ) : يعنى ابن عباس(هوا علم به منهم
ال ن يمنح الرجل اخا ه ارضه خيرله من ان ياخد عليها (( وسلم قال
29)رواه مسلم)) (خرجا معلوما“Mujahid meriwayatkan dari Rafi’bin Khadij bahwa Rasulullah SAW melarang mereka untuk melakukan urusan yang mendatangkan keuntungan (memberi tanah dengan bagi hasil atau pembayaran tunai) Rasulullah SAW juga berkata kepada mereka bahwa jika mereka mempunyai tanah, mereka
29 Imam Muslim, Shahih Muslim, h.27
harus menggarapnya sendiri atau menyerahkannya kepada saudara-saudara mereka yang dipercayai untuk menggarapnya.” (Riwayat Muslim)
Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa akad al-muzara’ah tidak sah, kecuali
apabila al-muzara’ah mengikut pada akad al-musaqah (kerjasama pemilik kebun
dengan petani dalam mengelola pepohonan yang ada di kebun itu, yang hasilnya nanti
dibagi menurut kesepakatan bersama). Misalnya apabila terjadi kerjasama dalam
pengolahan perkebunan, kemudian ada tanah kosong yang boleh dimanfaatkan untuk
al-muzara’ah (pertanian), maka menurut Imam Syafi’i, akad al-muzara’ah boleh
dilakukan. Akad ini tidak berdiri sendiri, tetapi mengikut pada akad al-musaqah.
Ada juga yang melarang dengan dalil hadist shahihnya yang menerangkan
bahwa nabi SAW melarang menyewakan tanah dengan penyewaan atau bagian
tertentu, yaitu hadis yang diriwayatkan dari Nabi oleh dua orang peserta Perang
Badar Rafi’bin Khadij dan Jabir bin Abdullah.30
Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. berkata:
عن رافع بن خد يج قال آنا اآثر اهل المد ينة مزد رعا آنا نكرى
الرض بالنا حية منها مسمى لسيد الرض قال فمما يصا ب ذالك وتسلم
والورق فلم الرض ومما يصا ب الرض ويسلم ذالك فنهينا اما الذ هب
31)2327:رواه البخارى . (يكن يو مئذ
“Diriwayatkan dari Rafi’bin Khadij r.a. dia berkata: kami adalah penduduk Madinah yang paling banyak memiliki lading. Kami menggarap lahan
30 http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3 31 Ahmad Zaidun, Ringkasan Hadist Shahih Al-Bukhari, h. 496
pertanian dengan cara bagi hasil dengan ditentukan lokasi mana yang akan kami pungut hasilnya dan mana pula yang akan dipungut hasilnya oleh pekerja. Kadang-kadang lokasi tertentu ( jatah untuk upah pekerja) terserang hama, sementara lokasi yang lain (jatah untuk kami) selamat. Kadang-kadang juga terjadi sebaliknya. Maka kami dilarang (oleh Rasulullah SAW menerapkan cara bagi hasil seperti itu). Ketika itu mata uang emas (dinar) dan perak (dirham) belum berlaku”. (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor hadis: 2327) Adapun yang berpendapat bahwa penyewaan tanah yang dilarangnya itu ialah
penyewaan dengan uang (emas dan parak). Adapun muzara’ah dipandang tidak apa-
apa tetapi dengan 1/3 atau ¼ ialah Thawus (salah seorang ahli Fiqih dari Yaman dan
seorang Tabi’in besar), Muhammad bin Sirin dan Al-Qasim bin Muhammad bin Abu
baker as-Shiddiq.32
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membolehkan menyewakan tanah, tetapi beliau
sendiri menyebutkan, bahwa muzara’ah adalah lebih sesuai dengan keadilan dan
prinsip syariah Islamiyah. Beliau berkata: “Muzara’ah lebih halal daripada kira’33,
dan lebih mendekati kepada keadilan dan pokok ajaran agama Islam. Sebab dalam
muzara’ah itu kedua belah pihak bersekutu dalam keuntungan dan kerugian, berbeda
dengan kira’, maka pemilik tanah sudah pasti menerima keuntungan, sedang pihak
penyewa kadang-kadang dapat dan kadang-kadang tidak dapat.34
Muzara’ah yang adil adalah cara yang dilakukan oleh kaum muslimin di
zaman Rasulullah SAW, para khulafaur Rasyidin, keluarga Abu bakar, keluarga
Umar, keluarga Usman, keluarga Ali dan kaum muhajirin. Dan ini pulalah yang
32 http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3 33 Kira’ yaitu bentuk muzara’ah yang dilarang karena pemilik sudah pasti menerima
keuntungan sedangkan untuk penyewa belumpasti menerima hasil. 34 http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.3
menjadi pendirian kebanyakan para sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ubai bin Ka’ab,
Zaid bin Tsabit dan lain-lain. Dan ini pulalah yang menjadi pendirian Ulama ahli
hadist seperti Imam Ahmad, Ishak bin rahawih, Muhammad bin Ismail al-Bukhari,
Daud bin Ali, Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah, Abu bakar bin al-Mundzir,
Muhammad bin Nasr al-Maruzi. Dan ini juga yang menjadi pendirian kebanyakan
ulama Islam seperti Al-Laits bin Sa’ad, Ibnu Abi Laila, Abu Yusuf, Muhammad bin
al-Hasan dan lain-lain.35
3. Rukun dan Syarat-syarat Muzara’ah
a. Rukun Muzara’ah
Jumhur Ulama yaitu Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali yang membolehkan akad muzara’ah
mengemukakan rukun yang harus dipenuhi, agar akad itu menjadi sah, di antaranya :
1) Pemilik tanah;
2) Petani penggarap (pengelola);
3) Objek muzara’ah yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja pengelola;
4) Ijab dan Kabul.36
Secara sederhana ijab dan kabul cukup dengan lisan saja. Namun, sebaliknya
dapat dituangkan dalam surat perjanjian yang dibuat dan disetujui bersama, termasuk
bagi hasil ( persentase kerjasama itu).37
35 http: //media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal.htm, 2 Mei 2007, h.6 36 Ijab adalah ungkapan penyerahan lahan dari pemilik lahan dan Qabul adalah pernyataan
menerima lahan untuk diolah dari petani.
b. Syarat-syarat Muzara’ah
Syarat-syarat muzara’ah, ada yang berkaitan dengan orang yang berakad,
benih yang akan ditanam, lahan yang akan dikerjakan, hasil yang akan dipanen, dan
jangka waktu berlaku akad.
1. Syarat yang berkaitan dengan orang yang melakukan akad, harus baligh dan
berakal, agar mereka dapat bertindak atas nama hukum.
2. Syarat yang berkaitan dengan benih yang akan ditanam harus jelas dan
menghasilkan.
3. Syarat yang berkaitan dengan lahan pertanian adalah :38
a) Menurut adat kebiasaan dikalangan petani, lahan itu bisa diolah dan
menghasilkan panen dan bukan tanah tandus39. Sebab, ada tanaman yang tidak
cocok ditanami pada daerah tertentu.
b) Batas-batas lahan itu jelas
c) Lahan itu diserahkan sepenuhnya kepada petani untuk diolah dan pemilik
lahan tidak boleh ikut campur tangan untuk mengelolanya.40
4. Syarat yang berkaitan dengan hasil panen adalah sebagai berikut :
Pembagian hasil panen harus jelas (persentasenya) dan ditentukan dari awal
kontrak, agar tidak terjadi perselisihan41.
37 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta:PT. Raja Grafindo, 2003),
cet.1, h.283-284 38 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h.278 39 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.140 40 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, h. 278 41 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h.141
Hasil panen itu benar-benar milik bersama orang yang berakad, tanpa ada
pengkhususan seperti disisihkan lebih dahulu sekian persen, persyaratan ini
pun sebaiknya dicantumkan di dalam perjanjian, sehingga tidak timbul
perselisihan dibelakang hari, terutama sekali lahan yang dikelola itu sangat
luas.
5. Syarat yang berkaitan dengan waktu pun harus jelas didalam akad, sehingga
pengelola tidak dirugikan, seperti membatalkan akad itu sewaktu-waktu. Untuk
menentukan jangka waktu ini biasanya disesuaikan dengan adat kebiasaan
setempat.
6. Syarat yang berhubungan dengan objek akad, juga harus jelas pemanfaatannya
benihnya, pupuknya, dan objeknya, seperti yang berlaku pada daerah setempat.
Perjanjian dengan sistem muzara’ah akan sah apabila tidak seorangpun yang
dikorbankan haknya, tidak boleh ada syarat-syarat yang sejenisnya yang dapat
menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak dan tidak satupun syarat yang
tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang mungkin
membahayakan hak salah satu dari kedua belah pihak.42 Maksud dari kalimat
diatas bahwa masing-masing kedua belah pihak tidak boleh melakukan
kecurangan sehingga saat melakukan kerjasama harus timbul adanya saling
percaya.
42 Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, ( Yogyakarta: PT Dana Bhakti wakaf UII), jilid
2, h.287
3. Akibat Akad Muzara’ah
Menurut Jumhur Ulama yang membolehkan akad muzara’ah, apabila akad ini
telah memenuhi rukun dan syaratnya, maka akibat hukumnya adalah sebagai berikut :
1. Petani bertanggung jawab mengeluarkan biaya benih dan biaya pemeliharaan
pertanian tersebut.
2. Biaya pertanian, seperti pupuk, biaya penuaian, serta biaya pembersihan tanaman,
ditanggung oleh petani dan pemilik tanah sesuai dengan prosentase bagian
masing-masing.
3. Hasil panen dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
4. Pengairan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila tidak ada
kesepakatan, berlaku kebiasaan ditempat masing-masing.43 Apabila kebiasaan
tanah itu diairi dengan air hujan, maka masing-masing pihak tidak boleh dipaksa
untuk mengairi tanah itu dengan melalui irigasi. Apabila tanah pertanian itu
biasanya diairi melalui irigasi, sedangkan dalam akad disepakati menjadi
tanggungjawab petani, maka petani bertanggungjawab mengairi pertanian itu
dengan irigasi.
5. Apabila salah seorang meninggal dunia sebelum panen, akad tetap berlaku sampai
panen, dan yang meninggal diwakili oleh ahli warisnya, karena jumhur ulama
berpendapat bahwa akad upah mengupah (al ijarah) bersifat mengikat kedua belah
pihak dan boleh diwariskan. Oleh sebab itu, menurut mereka, kematian salah satu
pihak yang berakad tidak membatalkan akad ini.
43 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, h.278
4. Berakhirnya Akad al-Muzara’ah
Para ulama fiqih yang membolehkan akad al-muzara’ah mengatakan bahwa
akad ini akan berakhir apabila :
1. Jangka waktu yang disepakati berakhir. Akan tetapi, apabila jangka waktunya
sudah habis, sedangkan hasil pertanian itu belum laik panen, maka akad itu tidak
dibatalkan sampai panen dan hasilnya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama
di waktu akad. Oleh sebab itu, dalam menunggu panen itu, menurut jumhur
ulama, petani berhak mendapatkan upah sesuai dengan upah minimal yang
berlaku bagi petani setempat. Bila kerjasama berakhir sebelum panen, maka yang
diterima oleh pekerja adalah upah dan yang diterima oleh pemilik lahan adalah
sewa dalam ukuran yang patut yang disebut ujratul mitsil44. Selanjutnya, dalam
menunggu masa panen itu biaya tanaman, seperti pupuk, biaya pemeliharaan, dan
pengairan merupakan tanggungjawab bersama pemilik tanah dan petani, sesuai
dengan prosentase pembagian masing-masing.
2. Menurut ulama Hanafiyah dan ulama Hanabillah, apabila salah seorang yang
berakad wafat, maka akad al-muzara’ah berakhir, karena mereka berpendapat
bahwa akad al-ijarah tidak boleh diwariskan. Akan tetapi ulama Malikiyah dan
ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa akad al-muzara’ah itu dapat diwariskan.
Oleh karena itu, akad tidak berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang
berakad.
44 AH. Azharudin Lathif, Fiqh Muamalat, h.141
3. Adanya uzur salah satu pihak, baik dari pihak pemilik tanah maupun dari pihak
petani yang menyebabkan mereka tidak boleh melanjutkan akad al-muzara’ah itu.
Uzur dimaksud antara lain adalah :
(a) Pemilik tanah terbelit utang, sehingga tanah pertanian itu harus ia jual, karena
tidak ada harta lain yang dapat melunasi utang itu. Pembatalan ini harus
dilaksanakan melalui campur tangan hakim. Akan tetapi, apabila tumbuh-
tumbuhan itu telah berbuah, tetapi belum laik panen, maka tanah itu tidak
boleh dijual sampai panen.
(b) Adanya uzur petani, seperti sakit atau harus melakukan suatu perjalanan ke
luar kota, sehingga ia tidak mampu melaksanakan pekerjaannya.
C. BENTUK-BENTUK MUZARA’AH
Ada suatu bentuk muzara’ah yang sudah biasa berlaku dizaman Nabi, tetapi
oleh beliau dilarangnya karena terdapat unsur-unsur penipuan dan kesamaran yang
berakibat kepada persengketaan, dan bertentangan dengan jiwa keadilan yang sangat
dijunjung tinggi oleh Islam dalam seluruh lapangan. Diantaranya, yaitu :
a. Bentuk Muzara’ah yang dianggap terlarang oleh para ahli Fiqih seperti
Rafi’bin Khadij, Jabir bin Abdullah serta Tsabit ibnu adh-Dhahhak), yaitu :
1. Suatu bentuk perjanjian yang menetapkan sejumlah hasil tertentu yang harus
diberikan kepada pemilik tanah, yaitu suatu syarat yang menentukan bahwa
apapun hasilnya yang diperoleh, pemilik tanah tetap akan menerima lima atau
sepuluh maund dari hasil panen.
2. Apabila hanya bagian-bagian tertentu dari lahan itu yang berproduksi, misalnya
bagian utara atau bagian selatan dan sebagainya, maka bagian-bagian tersebut
diperuntukkan bagi pemilik tanah.
3. Apabila hasil itu berada dibagian tertentu, misalnya disekitar aliran sungai atau
didaerah yang mendapat cahaya matahari, maka hasil daerah tanah tersebut
disimpan untuk pemilik tanah, semua bentuk-bentuk pengolahan semacam ini
dianggap terlarang karena bagian untuk satu pihak telah ditentukan sementara
bagian pihak lain masih diragukan, atau pembagian untuk keduanya tergantung
pada nasib baik atau buruk sehingga ada satu pihak yang merugi.
4. Penyerahan tanah kepada seseorang dengan syarat tanah tersebut tetap akan
menjadi miliknya jika sepanjang pemilik tanah masih menginginkannya dan akan
menghapuskan kepemilikannya manakala pemilik tanah menghendakinya.
Karena hal ini mengandung unsur ketidakadilan bagi para petani atau akan
membahayakan hak-hak mereka dengan adanya penarikan tanah yang telah
menjadi milik mereka bias menimbulkan kesengsaraan dan kemelaratan. Oleh
karena itu syarat yang penting untuk keabsahan Muzara’ah yaitu dengan
menentukan jangka waktu persetujuan.
5. Ketika petani dan pemilik tanah sepakat membagi hasil tanah tapi satu pihak
menyediakan bibit dan yang lainnya alat-alat pertanian.
6. Apabila tanah pertanian menjadi tanah milik pertama, benih dibebankan kepada
pihak kedua, alat-alat pertanian kepada pihak ketiga dan tenaga kerja kepada
pihak keempat; atau dalam hal ini tenaga kerja dan alat-alat pertanian termasuk
bagian dari pihak lainnya.
7. Perjanjian pengolahan menetapkan tenaga kerja dan tanah menjadi tanggung
jawab pihak pertama dan benih serta alat-alat pertanian pada pihak lainnya.
8. Bagian seseorang harus ditetapkan dalam jumlah, misalnya sepuluh atau duapuluh
maunds gandum untuk satu pihak dan sisanya untuk pihak lain.
9. Ditetapkan jumlah tertentu dari hasil panen yang harus dibayarkan kepada satu
pihak selain dari bagiannya dari hasil tersebut.
10. Adanya hasil panen lain (selain daripada yang ditanam di ladang atau di kebun)
harus dibayar oleh satu pihak sebagai tambahan kepada hasil pengeluaran tanah.
Perjanjian dengan sistem muzara’ah akan sah hanya apabila tidak seorangpun
yang dikorbankan haknya, dan tidak ada pemanfaatan secara tidak adil atas
kelemahan dan kebutuhan seseorang, dan tidak boleh ada syarat-syarat yang
sejenisnya yang dapat menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak, dan tidak
satupun syarat yang tidak diberi ketetapan pada saat perjanjian itu berlangsung yang
mungkin membahayakan hak salah satu dari kedua belah pihak.
b. Bentuk-bentuk muzara’ah yang dibolehkan
Berikut ini ada bentuk-bentuk sistem bagi hasil yang dianggap sah yaitu :
1. Perjanjian kerjasama dalam pengolahan dimana tanah milik satu pihak, peralatan
pertanian, benih dan tenaga kerja dari pihak lain, keduanya menyetujui bahwa
pemilik tanah akan memperoleh bagian tertentu dari hasil.
2. Apabila tanah, peralatan pertanian dan benih, semuanya dibebankan kepada
pemilik tanah sedangkan hanya buruh yang dibebankan kepada petani maka harus
ditetapkan pemilik tanh mendapat bagian tertentu dari hasil.
3. Perjanjian dimana tanah dan benih dari pemilik tanah sedangkan peralatan
pertanian dan buruh adalah dari petani dan pembagian dari hasi tersebut harus
ditetapkan secara proporsional.
4. Apabila keduanya sepakat atas tanah, perlengkapan pertanian, benih dan buruh
serta menetapkan bagian masing-masing yang akan diperoleh dari hasil.
5. Imam Abu Yusuf menggambarkan bentuk muzara’ah yang dibolehkan bahwa :
Jika tanah diberikan secara Cuma-Cuma kepada seseorang untuk digarap, semua
pembiayaan pengolahan ditanggung oleh petani dan semua hasil menjadi
miliknya tapi kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah. Dan jika tanah tersebut
adalah “ Ushri, akan dibayar oleh petani.
5. Apabila tanah berasal dari satu pihak dan kedua belah pihak bersama
menanggung benih, buruh dan pembiayaan-pembiayaan pengolahannya, dalam
hal ini keduanya akan mendapat bagian dari hasil. Jika hal ini merupakan
“Ushri”’Ushr yang harus dibayar berasal dari hasil dan jika tanah itu “kharaj”,
kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah.
6. Apabila tanah disewakan kepada seseorang dan itu adalah Kharaj45, maka
menurut Imam Abu Hanifah, kharaj akan dibayar oleh pemilik tanah dan jika
tanah itu”’Ushri”, ‘Ushr juga akan dibayar olehnya, tapi menurut Imam Abu
Yusuf, jika tanah itu “Ushri”,’Ushr akan dibayar oleh petani.
7. Apabila perjanjian Muzara’ah ditetapkan dengan sepertiga atau seperempat dari
hasil, maka menurut Imam Abu Hanifah, keduanya, Kharaj dan ‘Ushr akan
dibayar oleh pemilik tanah.
D. UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI
a. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005
Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, melalui pembangunan
ketahanan pangan telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 200546,
yakni: program penelitian dan pengembangan IPTEK, program difusi dan
pemanfaatan IPTEK dan program penguatan kelembagaan IPTEK sistem produksi
b. P3TIP
Program Pemberdayakan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian
(P3TIP) atau Farmer Empowerment Throught Agricultural Technology and
Information (FEATI) 47yaitu program yang dibiayai dari dana pinjaman Bank Dunia
dengan dana pandamping dari APBN dan APBD, juga merupakan salah satu upaya
45 Kharaj yaitu tanah yang dibayar kepada tuan tanah. Dibayar secara tunai atau dengan hasil
bumi. Contohnya, petani dapat membayar sejumlah uang yang ditetapkan atas penggunaan tanah tersebut atau dia menawarkan bagian tertentu dari hasil produksi tanah tersebut kepada pemilik tanah.
46 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.3 47 Sinar Tani, Edisi15-21 Agustus 2007, h.15
agar UU No.16/2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
dapat dilaksanakan di tingkat lapangan.
Sesuai dengan UU No.16/2006, kabupaten dan propinsi yang menerima dana
dan program FEATI maka diwajibkan sudah memiliki kelembagaan penyuluhan.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat propinsinya adalah Badan Koordinasi
Penyuluhan dan tingkat kabupaten adalah Badan Pelaksana Penyuluhan, dan di
kecamatan adalah Balai Penyuluhan.
Ada lima komponen yang dikembangkan dan difasilitasi dalam program
FEATI, yaitu :
1. Penguatan sistem penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan petani.
2.Penguatan kelembagaan dan kemampuan aparat.
3. Perbaikan pengkajian dan diseminasi teknologi.
4. Penguatan pelayanan sistem informasi pertanian.
5. Dukungan kebijakan dan manajemen proyek.
b. PUAP
PUAP ( Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan)48 yaitu program utama
Departemen Pertanian untuk tahun 2008 untuk penanggulangan kemiskinan dan
penciptaan lapangan kerja dipedesaan, sekaligus mengurangi kesenjangan
pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor, dengan cara
melakukan pelatihan kepemimpinan, kewirausahaan dan manajemen sehingga petani
memiliki ketrampilan.
48 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h. 4
c. Mengembalikan Kejayaan Koperasi
Mengembalikan kejayaan koperasi49 dengan pembinaan kepada INKOPTAN (
Induk Koperasi Pertanian) di samping dari Departemen Koperasi dan UKM juga
perlu diberikan kepada Departemen Pertanian, dan Pemda Propinsi/Kabupaten/Kota
dalam rangka otonomi daerah, khususnya dalam pemberian kemudahan untuk
menyalurkan sarana produksi pertanian.
Pembinaan koperasi tidak terbatas pada departemen koperasi dan UKM, tetapi
juga departemen lain seperti Departemen Keuangan dan lembaga keuangan dengan
memberikan subsidi bunga rendah kepada koperasi. Misalnya koperasi persusuan
yang ingin melakukan impor bibit sapi perah.
d. Menggalakkan dan mensosialisasikan SP3 (Skim Pelayanan Pembiayaan
Pertanian)
Pemerintah telah membuat program penjaminan kredit bagi petani/kelompok
tani yang tidak memiliki agunan, yakni dengan mengembangkan Skim Pelayanan
Pembiayaan Pertanian (SP3)50.Tujuannya adalah meningkatkan akses petani pada
fasilitas kredit dari bank pelaksana melalui mekanisme pembagian resiko anatara
bank pelaksana dan pemerintah yang mana selama ini usaha di sektor pertanian masih
dianggap beresiko tinggi oleh kalangan perbankan, sehingga menghambat aliran
modal investasi maupun modal kerja ke sektor pertanian.
49 Sinar Tani, Edisi 25-31 Juli 2007, h.3 50 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.13
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut pemerintah melalui Departemen
Pertanian saat ini telah menetapkan lima bank yaitu: Bank Mandiri, Bank Syariah
Mandiri, Bank Bukopin, Bank Jatim dan Bank NTB sebagai pelaksana51. Namun
bank yang telah ditetapkan belum mensosialisasikan kebijakan tersebut pada bank-
bank jajarannya di daerah sehingga para petani belum mengetahui adanya kebijakan
pemerintah dalam hal Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3) tanpa agunan.
Lembaga perbankan syariah sangat tepat untuk mengembangkan sektor
agribisnis seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan baik bank umum
syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah.52 Hal ini dikarenakan bank
syariah menggunakan skema bagi hasil (mudharabah, muzara’ah, musyarakah), di
samping skema lainnya seperti jual beli salam dan murabahah. Bank Islam tidak
dikenal adanya penghitungan bunga, tetapi menggunakan prinsip bagi hasil dan
pengambilan keuntungan secara jual beli.
Dalam prinsip bagi hasil, besarnya pembagian porsi keuntungan antara
pemilik dana (Bank) dan pengelola usaha (Petani) diserahkan kepada kedua belah
pihak tersebut disesuaikan masa panen. Dengan demikian, pada usaha pertanian yang
kecil pendapatannya, nisbah yang disepakati akan tidak sama dengan usaha yang
lebih besar pendapatannya. Setiap komoditi usaha pertanian memiliki tingkat
pendapatan yang berbeda, dan masa panen menghasilkan yang berbeda pula. Petani
tidak dibebani dengan bunga pinjaman, melainkan pengembaliannya secara otomatis
disesuaikan dengan masa panen.
51 Sinar Tani, Edisi 3-9 Oktober 2007, h.13 52 www.waspadaonline.com, 20 Mei 2005, h.2
Adapun aplikasi al muzara’ah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.53
Gambar 2.1
Skema Dalam Transaksi Muzara’ah
Dari skema diatas penulis memberi penjelasan bahwa pemilik lahan
melakukan kerjasama dengan penggarap lahan dalam sebuah perjanjian bagi hasil
untuk menggarap lahan pertanian. Kemudian dari kerjasama itu menghasilkan hasil
dari lahan garapan tersebut dengan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan kedua
belah pihak. Dimana dalam hal ini, lahan, bibit dan pupuk berasal dari pemilik lahan.
Sedangkan keahlian, SDM dan waktu berasal dari penggarap lahan.
Sudanese Islamic Bank di Sudan juga telah melakukan eksperimen dan
mengadaptasi musyarakah sebagai alat untuk membiayai pembangunan pedesaan (Al-
Haran, 1993).54 Berbeda dengan model-model yang diusulkan oleh Khan (1994),
yang memasukkan lembaga-lembaga pemerintah atau non-pemerintah Islam dalam
pola pembiayaannya, kemitraan-kemitraan ini melibatkan bank dan petani.
53 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Tazkia
Cendekia Gema Insani, 2001), h.99 54 Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek,
h.160-161
PERJANJIAN BAGI HASIL
PENGGARAP LAHAN PEMILIK LAHAN
HASIL GARAPAN
LAHAN GARAPAN
Keahlian SDM Waktu
Lahan Bibit Pupuk
Gambar 2.2 Sudanese Islamic Bank, Rural Development Departement
Agricultural Financing Model
(a) Harta tetap (fixed asset) 1. Traktor, bajak 2. Pompa air 3. Semprotan
(b) Input variable 1. bahan baker, minyak, pelumas 2. Bibit 3. Pestisida 4. Pupuk 5. Karung goni 6. Manajemen bersama 7. Pemasaran dan penyimpanan
1. Tanah 2. Tenaga 3. Manajemen
Pendapatan kotor
Produksi pertanian oleh petani-petani kecil
Laba sisa
LABA BERSIH
1. Zakat 2. Biaya berjalan
Untuk petani atas saham ekuitasnya
30 % kepada petani untuk manajemen
Untuk SBI atas saham ekuitasnya
Tidak ada garansi atau kolateral
Sama
kurang
Keterangan:
a. Bank memberikan harta tetap (fixed asset) seperti traktor, bajak, garu, pompa air,
dan input-input seperti benih, pupuk, pestisida, bahab bakar, karung goni, dan
manajemen bersama, pemasaran, penyimpanan, dan pendistribusian.55
b. Petani, di lain pihak, memberikan kontribusi berupa ladang, kerja, sebagian biaya
yang harus keluar, dan manajemen.
c. Dari laba bersih petani memperoleh 30 persen untuk manajemen.
d. Laba sisanya 70 persen dibagi antara bank dan petani sesuai dengan saham
ekuitas mereka.
Gambar diatas dimodifikasikan sesuai dengan metode pengairannya, misalnya,
pola yang diairi dengan air dari saluran, pola yang diairi dengan pompa air dan hujan.
Untuk musyarakah sistem irigasi saluran, misalnya, dan juga lahan, kerja, dan
manajemen, petani harus memberikan sebagian modal. Dari laba bersih petani
memperoleh 25-40 persen untuk manajemen. Laba sisanya dibagi di antara petani dan
SIB sesuai dengan kontribusi modal mereka.56
55 Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek,
h.160-161 56 Mervyn K. Lewis & Lativa M. Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip Praktik Prospek,
h.161-162
E. PENDAPATAN
1. Pengertian pendapatan
Menurut B.N Marbun dalam kamus manajemen, Pendapatan adalah uang
yang diterima oleh perorangan, perusahaan, dan organisasi lain dalam bentuk upah,
gaji, sewa bunga, komisi, ongkos laba.57
Dalam kamus manajemen, juga terdapat pengertian dari pendapatan kotor
yaitu jumlah pemasukan yang diterima oleh perusahaan dalam jangka (waktu)
tertentu sebelum diadakan pemotongan pajak dan lain-lain.
2. Pembagian Pendapatan
Menurut Abdul Rahim dan Diah Retno Hastuti dalam bukunya pengantar,
teori dan kasus ekonomika pertanian, bahwa pendapatan rumah tangga petani terdiri
dari :
Pendapatan Luar Usaha Tani
Yaitu sumber pendapatan masyarakat petani pedesaan yang berasal dari
berbagai kegiatan yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi indusrti,
pengrajin, jasa angkutan, dan sebagainya.
Pendapatan Usaha Tani
Usahatani yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input
atau faktor-faktor produksi ( tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan
pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang
tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat.
57 B.N. Marbun, Kamus Manajemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003)
Adapun pengertian dari pendapatan Usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan xx meliputi
pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih.58Pendapatan
kotor/penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan
sebelum dikurangi biaya produksi. Pengertian biaya produksi barang dalam kamus
manajemen adalah biaya yang dikeluarkan atau yang dibebankan untuk membuat
barang atau produksi meliputi bahan baku, upah dan biaya tidak langsung.
Di Indonesia, dikenal tiga model kaitannya dengan total penerimaan yakni,
revenue sharing, profit sharing dan profit and loss sharing. Adapun pengertian ketiga
istilah diatas sebagai berikut :
a. Revenue Sharing
Menurut Sunarto Zulkifli, Revenue sharing basis perhitungannya adalah
pendapatan bank. Dengan menggunakan metode revenue sharing, maka dana
investasi nasabah tidak akan berkurang atau minimal tidak mendapat bagi hasil.
Adapun pengertian dari revenue (penerimaan) dalam kamus manajemen, adalah uang
tunai yang diperoleh perusahaan selama jangka waktu tertentu, baik dari penjualan
barang maupun jasa atau piutang, maupun sumber lain, seperti bunga, dividen, atau
sewa.
Menurut Muhammad dalam bukunya Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam,
Revenue sharing yaitu mekanisme bagi hasil di mana seluruh biaya ditanggung oleh
58 Abd. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti, Ekonomika Pertanian (Pengantar, Teori, dan
Kasus), (Jakarta; Penebar Swadaya, 2007), h.166
pengelola modal.59 Sementara pemilik modal tidak menanggung biaya produksi.
Dalam system bagi hasil yang berubah adalah kurva total penerimaan (TR). Kurva ini
akan berputar ke arah jarum jam dengan titik 0 (Origin) sebagai sumbu putarnya.
Besar kecilya putaran kurva tersebut tergantung pada nisbah bagi hasil yang diberikan
kepada pemodal. Kurva TR ini akan berputar sehingga dapat sampai mendekati
sumbu horizontal sumbu X.
Gambar 2.3 Hubungan Biaya, Penerimaan dan jumlah Produksi dengan Pola
Revenue Sharing
Titik BEP adalah titik impas yang terjadi ketika TR berpotongan dengan
kurva TC (BEP terjadi ketika TR=TC). Bergesernya kurva tital penerimaan dari TR
menuju TRrs, titik BEP yang tadinya berada pada jumlah Q akan bergeser ke Qrs.
59 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, h.263
FC
TC
TRrs
TR Rp
Q Qrs Q
b. Profit Sharing
Dalam akad muamalah Islam, mudharabah, yaitu akad yang disepakati antara
pemilik modal dengan pelaksana usaha mengenai nisbah bagi hasil sebagai pedoman
pembagian keuntungan. Namun jika usaha tersebut mengalamai kerugian, maka
seluruh kerugian akan ditanggung oleh pemodal 100%. Si pelaksana akan
menanggung kerugian bila kerugian itu disebabkan oleh kelalaiannya dan/atau
melanggar syarat yang telah disepakati bersama.
Gambar 2.4 Hubungan Biaya, Penerimaan dan Jumlah Produksi dengan Pola
Profit Sharing
Pada profit sharing seluruh biaya ditanggung oleh pemodal, maka yang dibagi
adalah keuntungan60. Kurva TR pada mekanisme bagi hasil akan berputar dengan
poros titik BEP (BEP sebagai tanda mulai terjadinya keuntungan). Tingkat produksi
sebelum titik BEP tercapai (Q<Qps) adalah keadaan di mana total biaya lebih besar
60 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, h.265
FC
Q Qps
TC
TRps Rp
TR
daripada total penerimaan (TC>TR) dan sebaliknya. Putaran TRps akan terjadi hanya
berkisar antara kurva TR dengan TC, yaitu ruang yang menggambarkan besarnya
keuntungan.
b. Profit and Loss Sharing
Menurut kamus lengkap ekonomi, Profit sharing adalah sistem dimana buruh
menerima bagian laba yang dicapai.61Menurut Sunarto Zulkifli, profit sharing adalah
sistem bagi hasil yang basis perhitungannya adalah dari profit yang diterima bank62.
Dalam buku Apa dan bagaimana bank Islam, Profit sharing yaitu penyertaan modal
dalam suatu perusahaan pemerintah atau swasta dalam bentuk pembagian laba.63
Menurut Muhammad dalam bukunya Ekonomi Mikro dalam perspektif Islam,
Profit and loss sharing dapat dilakukan pada akad syirkah. Bagi untung dan bagi rugi
tidak terjadi secara simetris, karena adanya dasar yang berbeda. Bagi untung
didasarkan pada nisbah, sementara bagi rugi didasarkan pada besaran penyertaan
modal. Bagi untung terjadi antara kurva TR dan TC dan bagi rugi terjadi antara kurva
TC dan TR, dengan sumbu putarnya dari titik 0. Obyek yang dibagihasilkan adalah
TR-TC.
61 Ahmad Antoni K. Muda Gita, Kamus lengkap ekonomi, (Jakarta: PT. Media Press, 2003),
cet.1 62 Sunarto Zulkifli, Panduan praktis transaksi perbankan syariah, h.105 63 H. karnaen Perwataatmadja dan H. Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank
Islam,(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1999), cet.3, h. 67
3. Fungsi Biaya dan Pendapatan yang linier
a. Fungsi Biaya
Fungsi adalah hubungan antara dua buah variable atau lebih, dimana masing-
masing variable tersebut saling mempengaruhi64.
Contoh: y = f(x) atau z = f(x,y)
Dalam hal ini x,y, dan z disebut variable. Variabel merupakan suatu besaran yang
sifatnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah dan saling mempengaruhi.
Jadi fungsi biaya dalam pengertian ekonomi adalah semua beban yang harus
dibayar produsen untuk menghasilkan barang dan jasa sampai barang atau jasa
tersebut dikonsumsikan konsumen.
Besar kecilnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada banyak sedikitnya
barang dan jasa yang dihasilkan. Dalam matematika dapat dikatakan bahwa biaya
merupakan fungsi dari jumlah produksi.
Secara fungsional dapat ditulis:
Dimana : TC = Total Cost
Q = Kuantitas
Jadi fungsi biaya adalah suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara biaya dan jumlah barang yang
diproduksi.
b. Fungsi Pendapatan
64 Prathama Rahardja, Ekonomi 3, (PT. Intan Pariwara, Klaten: 1996), h.118
TC = f(Q)
Pendapatan adalah jumlah uang dari hasil penjualan barang dan jasa. Jumlah
pendapatan sering disebut TR (Total Revenue). Besarnya total pendapatan sama
dengan harga atau unit dikalikan jumlah barang yang dijual.
Sedangkan rata-rata hasil penjualan dapat dihitung dengan TR (Total
Revenue) di bagi dengan jumlah barang yang dijual (Q).
Jadi kesimpulannya untuk menentukan jumlah minimum barang yang harus
diproduksi, perusahaan harus memerlukan beberapa informasi antara lain besarnya
Total revenue (TR) dan besarnya Total Cost (TC).
Dalam penentuan jumlah minimum barang yang harus diproduksi dapat
menggunakan konsep Break Even Point (BEP), yaitu:
1. Bila TR>TC berarti mengalami laba;
2. Bila TR=TC berarti mengalami Impas (BEP);
3. Bila TR<TC berarti mengalami Rugi.
TR = P x Q
AR = TR /
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Gambaran Umum Kabupaten Tegal
Kabupaten Tegal merupakan salah satu di antara 35 kabupaten di propinsi
Jawa Tengah, terletak di pantai Utara bagian barat pada jalur lintas utara Cirebon-
Tegal-Semarang dan Purwokerto. Namun karena kota Tegal merupakan bagian dari
wilayah Pemerintahan Kabupaten Tegal maka terhitung sejak tanggal 19 Desember
1985 pusat administrasi pemerintahannya dipindahkan ke Slawi, 14 Kilometer ke
arah selatan dari kota Tegal.
Luas wilayah Kabupaten Tegal seluruhnya 8.616,6 kilometer persegi dan
lebih kurangnya 50%-nya terdiri dari tanah persawahan. Secara geografis Kabupaten
Tegal terletak di antara 108’8 -107’45 Bujur Timur dan 7’12 -7’12 Lintang Selatan.
Secara topografis, bagian utara daerah ini merupakan dataran rendah dan
pantai beriklim tropis. Sedangkan sebelah selatan merupakan tanah subur yang
dikelilingi lembah, bukit dan pegunungan di lereng Gunung Slamet dengan panorama
yang cantik, menawan dan beriklim sejuk. Dengan kondisi yang demikian Kabupaten
Tegal memiliki kekayaan sumber daya alam beraneka ragam yang tersebar pada 6
wilayah Pembantu Bupati, 18 Kecamatan, 6 Kelurahan dan 272 Desa.
Kekayaan alam yang melimpah terwujud pada hasil-hasil pertanian,
perkebunan, kehutanan, deposit pertambangan dan potensi ekonomi lainnya. Banyak
industri yang tumbuh bahkan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan,
mulai dari industri makanan, minuman, sandang sampai industri berskala luas dengan
51
nilai eksport yang tinggi. Hal ini ditunjang oleh sarana dan prasarana yang tersedia,
misalnya listrik, penyediaan lokasi, fasilitas komunikasi, transportasi, akomodasi, air
bersih dan lain-lain di samping stabilitas keamanan yang mantap.
Produk-produk pembangunan Industri di Kabupaten Tegal, antara lain :
1. Makanan : dodol, tahu, tempe, krupuk mie, krupuk udang, kecap dan
jipang.
2. Minuman : es lilin, teh poci, teh gopek, teh dua tang, es balok dan limun.
3. Sandang : sarung lembang, kain kasa dan pembalut, sarung bordir,
pengikalan benang, sarung batik bordir, batik, bad cover dan taplak, baju
hangat, kemeja, celana panjang dan rok.
4. Alat pertanian : traktor, hand spayer dan alat-alat pertanian lain.
5. Kerajinan kulit : sandal, sepatu, sabuk kulit, tutup sandal kulit, tutup sadel
kulit, tas dan koper.
6. Industri kecil logam : meliputi bidang usaha cor ferro, cor non ferro,
machining, plate working, konstruksi, las dan elektroplating.
Dan masih banyak aktifitas produksi lain di kabupaten Tegal. Khusus untuk
industri menengah dan besar dalam rangka sub kontarakting, sudah memiliki
pelanggan tetap seperti Kubota, Yanmar, Jasa Marina Indah, Pupuk Kujang, Industri
Sandang II dan Petro Kimia Gresik.
Di dalam memacu gerak langkah pembangunan, Kabupaten Tegal mempunyai
motto: Slawi Ayu. Penjabarannya secara makro tercemin pada penataan lingkungan
fisik kota yang dapat diartikan terciptanya kondisi lingkungan hidup yang terpadu
dalam pemanfaatan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangannya
agar tetap lestari. Sedangkan secara mikro dimaksudkan untuk keindahan, kebersihan,
tamanisasi dan penerangan jalan umum. Untuk mencapai Slawi yang Ayu, yakni
Slawi yang bersih, sejuk, indah, tertib dan aman, maka oleh pemerintah daerah telah
dilaksanakan pembangunan pintu gerbang masuk kota Slawi, trotoar, taman,
jembatan, pelebaran jalan protokol dan penerangan jalan.
Seirama dengan peningkatan derap langkah pembangunan di berbagai bidang,
Pemerintah Kabupaten Tegal menetapkan kepariwisataan sebagai salah satu potensi
yang harus dikembangkan untuk menunjang Program Pendapatan Asli Daerah Sendiri
(PADS). Kini Pemerintah Daerah melalui Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Tegal
telah memperluas jangkauan pengelolaannya dengan merangkul investor-investor
swasta, seperti perusahaan Teh Botol Sosro yang menanamkan modalnya di
Purwahamba Indah dan perusahaan Teh Dua Tang yang mengelola obyek wisata
Guci.
Obyek wisata potensial lainnya di samping obyek-obyek wisata Air Panas
Guci dan pantai Purwahamba Indah adalah Obyek wisata Tirta Waduk Cacaban dan
Kalibakung Ria. Sedangkan obyek wisata yang dikembangkan antara lain : obyek
wisata Gunung Tanjung (Makam Syech Jambu Karang) di Kecamatan Lebaksiu,
obyek wisata Makam Amangkurat I Tegal Arum di Kecamatan Adiwerna, obyek
wisata Makam Surapana awen di Kecamatan Adiwerna, obyek wisata Gunung Lawet,
Makam Cenggini dan Ikan Keramat di Kecamatan Balapulang, obyek wisata Curug
Putri di Kecamatan Bumijawa, dan obyek wisata Makam Semeda di Kecamatan
Kedungbanteng.
B. Gambaran Umum Desa Kalisapu
1. Kondisi Geografis dan Sosial Masyarakat Desa Kalisapu
Desa Kalisapu secara administrasi merupakan salah satu desa di antara lima Desa dan lima Kelurahan dalam
wilayah Kecamatan Slawi Kabupaten Tegal yang terletak kurang lebih 2 km sebelah Barat Kota Slawi dengan batas-
batas sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Desa Pakembaran Kec. Slawi
b. Sebelah Selatan : Desa Dukuhwringin dan Tegalandong
c. Sebelah timur : Desa Slawi Kulon Kec. Slawi
d. Sebelah Barat : Desa Kabunan Kec Dukuh Waru
a. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Kalisapu secara keseluruhan adalah 310,361 Ha yang
terdiri dari :
1. Tanah Sawah : 230,566 Ha
2. Tanah Darat : 69,710 Ha
3. Tanah lainnya : 9,775 Ha
b. Pembagian Wilayah
Untuk memudahkan koordinasi dan Pemantauan wilayah, Desa Kalisapu
dibagi menjadi 8 Rukun warga dan 45 Rukun Tetangga yang ditangani oleh
Kopak, yaitu :
1. Kopak I membawahi RW.01 (terdiri dari 5 RT)
2. Kopak II membawahi RW.02 (terdiri dari 5 RT)
3. Kopak III membawahi RW.03 (terdiri dari 6 RT)
4. Kopak IVmembawahi RW.04 (terdiri dari 4 RT)
5. Kopak V membawahi RW.05 (terdiri dari 5 RT)
6. Kopak VI membawahi RW.06 (terdiri dari 6 RT)
7. Kopak VII membawahi RW.07 (terdiri dari 5 RT)
8. Kopak VIII membawahi RW.08 (terdiri dari 9 RT)
c. Keadaan Topografi
Wilayah Desa Kalisapu secara keseluruhan merupakan dataran rendah yang
terletak pada ketinggian 40 M diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata
per tahun 230 mm. Dan untuk tanah pertanian merupakan tanah pertanian tadah
hujan dan lainnya mendapat pengairan dengan irigasi. Wilayah Desa Kalisapu
dilewati oleh 4 buah sungai.
d. Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Desa Kalisapu adalah sebagai berikut :
1. Jumlah total penduduk : 9.893 jiwa
2. Jumlah penduduk laki-laki : 4.828 jiwa
3. Jumlah penduduk perempuan : 5.065 jiwa
2. Kondisi Sosial Masyarakat Desa Kalisapu
I. Potensi Sumber Daya Manusia
a. Pendidikan
1. Belum sekolah : 1.074 orang;
2. Usia 7-15 tahun tidak pernah sekolah : 51 orang;
3. Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat : 973 orang;
4. Tamat SD / sederajat : 3.243 orang;
5. Tamat SLTP / sederajat : 2.743 orang;
6. Tamat SLTA / sederajat : 1.671 orang;
7. D-1 : 25 orang;
8. D-2 : 15 orang;
9. D-3 : 30 orang;
10. S-1 : 40 orang;
11. S-2 : 5 orang.
b. Mata pencaharian pokok
1. Petani : 948 orang;
2. Buruh tani : 257 orang;
3. Buruh / swasta : 2.215 orang;
4. Pegawai negeri : 765 orang;
5. TNI / POLRI : 25 orang;
6. Pengrajin : 10 orang;
7. Pedagang : 85 orang;
8. Penjahit : 10 orang;
9. Montir : 11 orang;
10. Supir : 32 orang;
11. Kontraktor : 5 orang;
12. Tukang kayu : 12 orang;
13. Guru swasta : 7 orang.
c. Agama
1. Islam : 9.790 orang;
2. Kristen : 59 orang;
3. Katholik : 21 orang.
d. Tenaga kerja
1. Jumlah penduduk usia 15-55 tahun : 6.407 orang;
2. Jumlah ibu rumah tangga usia 15-55 tahun : 1.875 orang;
3. Penduduk usia 15-55 tahun masih sekolah : 1.960 orang;
4. Tenaga kerja : 2.572 orang.
II. Potensi Kelembagaan
a. Lembaga pemerintahan
1. Pemerintah Desa dengan jumlah aparat 9 orang;
2. Badan Perwakilan Desa dengan jumlah anggota 9 orang.
b. Lembaga kemasyarakatan
1. Organisasi Perempuan dengan jumlah anggota 60 orang;
2. Organisasi PKK dengan jumlah anggota 40 orang;
3. Karang Taruna dengan jumlah anggota 25 orang ;
4. Organisasi Bapak-bapak dengan anggota 14 orang;
5. LKMD dengan jumlah anggota 48 orang.
c. Kelembagaan ekonomi
1. Koperasi, dengan jumlah 1 unit dan jumlah anggota 5 pekerja;
2. Industri makanan, jumlah 3 unit dengan 9 orang tenaga kerja;
3. Toko / swalayan, jumlah 1 unit dengan 25 orang tenaga kerja;
4. Warung kelontong, jumlah 30 unit dengan 30 orang tenaga kerja;
5. Angkutan, jumlah 10 unit dengan 20 orang tenaga kerja;
6. Kelompok Simpan pinjam, jumlah 2 unit dengan 7 orang tenaga kerja.
d. Lembaga pendidikan
1. Taman Kanak-kanak, jumlah 4 unit, jumlah murid 345 orang dan 16 orang
guru;
2. SD / sederajat, jumlah 5 unit, jumlah murid 1.200 orang dan 60 orang
guru;
3. SLTA / sederajat, jumlah 1 unit, jumlah murid 600 orang dan 28 orang
guru;
4. Pendidikan Keagamaan, jumlah 13 unit, jumlah murid 325 orang dan 14
orang guru.
e. Kelembagaan keamanan
1. Jumlah Pos kamling 14 unit;
2. Jumlah hansip 52 orang;
3. Bentuk partisipasi masyarakat yaitu Ronda.
III. Potensi Prasarana dan Sarana
a. Prasarana Transportasi Darat
1. Jalan aspal dengan panjang 8.6 km atau unit dan kerusakan 0,5 km atau
unit;
2. Jalan aspal antar desa / kecamatan 1 km atau unit;
3. Jembatan beton dengan jumlah 6 km atau unit;
4. Jembatan besi dengan jumlah 1 km atau unit;
5. Jembatan beton antar desa / kecamatan jumlah 2 km atau unit;
b. Sarana Transportasi Darat yaitu angkutan pedesaan dan becak
c. Prasarana Komunikasi yaitu Wartel, jumlah TV 2.555 unit dan 3 unit parabola
d. Prasarana Air bersih
1. Jumlah sumur pompa 34 unit dan jumlah penggunanya 34 KK;
2. Jumlah sumur gali 1.955 dan jumlah penggunanya 1.955 KK;
3. Jumlah mata air 2 unit, jumlah pengguna air sungai 2 KK dan pengguna
PAM 562 KK.
e. Prasarana Irigasi
1. Jumlah panjang saluran sekunder 2.500 meter dan yang rusak 200 meter
Jumlah panjang saluran tersier 5.000 meter dan yang rusak 300 meter;
2. Jumlah pintu sadap 3 unit dan yang rusak 1 unit;
3. Jumlah pintu bagi 5 unit dan yang rusak 2 unit.
f. Prasarana Pemerintahan
1. Balai desa dengan kondisi baik memiliki 5 buah mesin ketik, 25 meja, 125
kursi dan 3 buah almari arsip;
2. Balai dusun;
3. Kantor BPD dengan kondisi baik dan kendaraan dinas.
g. Prasarana Peribadatan
1. Jumlah Mesjid : 5 buah;
2. Jumlah langgar / surau / mushola : 35 buah.
h. Prasarana Olah raga
1. Lapangan sepak bola : 1 buah;
2. Lapangan bulu tangkis : 8 buah;
3. Meja pingpong : 10 buah;
4. Lapangan voli : 4 buah;
5. Lapangan basket : 1 buah.
i. Prasarana Kesehatan
1. Poliklinik / balai pengobatan : 1 unit;
2. Posyandu : 1 unit.
j. Sarana Kesehatan
1. Jumlah Paramedis : 2 orang;
2. Jumlah dukun terlatih : 2 orang;
3. Bidan desa : 1 orang.
k. Prasarana Penerangan
1. Listrik PLN : 2.505 rumah;
2. Lampu minyak : 20 rumah.
l. Prasarana Pendidikan
1. Tempat penitipan anak : 1 unit;
2. Perpustakaan : 2 unit.
C. Sistem Bagi Hasil Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan, adapun kegiatan pertanian
yang terjadi di Desa Kalisapu yaitu terbagi menjadi lima kelompok tani. Kelompok
Tani tersebut diadakan dengan tujuan membimbing petani tentang masalah
pembibitan dan pemupukan65, dapat saling berbagi informasi tentang masalah
pertanian66, dapat membantu dinas pertanian dalam memberikan penyuluhan
pertanian67, mengetahui jatah pemupukan dan mempermudah dalam memberikan
pengarahan.68
Adapun kegiatan atau manfaat dari Kelompok Tani yaitu pertemuan rutin
membahas masalah pertanian dan paguyuban, menguji hasil pertanian atau contoh
65 Suwatno, Peggarap Sawah, Wawancara Pribadi, 20 Oktober 2007 66 Mas’ud, Ketua Kelompok Tani Makaryo, Wawancara Pribadi, 21 Oktober 2007 67 H. Mustofa, Ketua Kelompok Tani Ngasinan, Wawancara Pribadi, 21 Oktober 2007 68 Manis, Ketua Kelompok Tani Makmur, Wawancara Pribadi, 21 Oktober 2007
petakan untuk mengetahui produksi pangan, terorganisir dalam masalah penyaluran
bantuan dari pemerintah.
Dari hasil wawancara yang telah penulis lakukan, kegiatan pertanian yang
dilakukan masyarakat desa Kalisapu, dalam Islam secara garis besarnya, dapat
disamakan dengan muzara’ah. Hal ini juga merujuk pada teori hasil penelitian
terdahulu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di daerah-daerah lain yaitu
oleh Dewi Lestari pada tahun 2004 tentang Aplikasi sistem muzara'ah pada
masyarakat (studi kasus pada masyarakat desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat)
Adapun sistem pertanian yang dilakukan masyarakat desa Kalisapu adalah
sebagai berikut :
1. Sistem Sewa
Sistem sewa tanah yaitu sistem dalam pertanian dengan cara pemilik tanah
menyewakan tanahnya kepada petani penyewa dengan ketentuan bahwa petani
penyewa akan memberikan uang sewa secara tunai, yang besarnya sesuai dengan
yang ditentukan oleh pemilik lahan dalam jangka waktu sesuai yang telah disepakati.
Besarnya sewa juga disesuaikan dengan kondisi tanah, jenis tanaman yang ditanam
dan luas tanah. Dalam hal ini modal sepenuhnya ditanggung petani penyewa dan hasil
pertanian sepenuhnya menjadi hak petani penyewa. Pemilik tanah hanya
mendapatkan uang sewa saja.
2. Sistem Pemilik sekaligus Penggarap
Sistem pertanian ini biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki lahan
pertanian dan dalam mengolah tanah dikerjakan sendiri. Dalam hal permodalan
biasanya modal (biaya) ditanggung sendiri tanpa campur tangan dari orang lain dan
hasilnya pun menjadi milik pribadi. Untuk Desa Kalisapu, dari data pada tahun 2005
menunjukkan bahwa jumlah yang menjadi pemilik tanah adalah 221 orang dan petani
penggarap adalah 47 orang, sedangkan untuk buruh tani sebanyak 1.156 orang.
3. Sistem Paparoan
Sistem paparoan adalah sistem pertanian yang dilakukan oleh dua pihak dimana dalam penggarapan tanah
dilakukan oleh pihak petani penggarap dan pihak lain sebagai pemilik tanah dengan kesepakatan membagi hasil
panennya. Dalam pengolahan tanah, petani penggarap mempunyai kewajiban melakukan pengairan, pemeliharaan
tanaman dan mengetamnya waktu panen. Sedangkan penyediaan bibit (benih), pupuk, obat penyemprot hama
(insektisida) ditanggung pemilik lahan. Dalam hal ini keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai
kesepakatan. 4. Sistem Tanam / Nyeblok
Sistem adalah sistem kerjasama dimana petani penggarap sebagai buruh tani
hanya berkewajiban dalam pengolahan tanah, dan pemilik lahan berkewajiban dalam
penyediaan alat-alat pertanian, bibit, pupuk, obat penyemprot hama (insektisida)
bahkan konsumsi.
Dari sistem-sistem tersebut diatas, maka yang tidak relevan dengan sistem
muzara’ah adalah sistem petani pemilik sekaligus penggarap dan sistem sewa, karena
tidak ada kesepakatan bagi hasil.69Dan sistem yang ada relevansinya dengan sistem
muzara’ah adalah sistem bagi hasil dengan investor70, paparoan dan nyeblok. Dalam
hal ini, perlu kajian lebih mendalam tentang keshahihan atau tentang sah atau
tidaknya akad yang dilakukan.
Alasan sistem muzara’ah mempunyai relevansi dengan sistem bagi hasil
dengan investor, paparoan dan nyeblok, menurut Dewi Lestari dalam analisis hasil
penelitiannya adalah bahwa pertama, sistem bagi hasil dengan investor hanya dipakai
oleh sebagian kecil petani saja, karena biasanya sistem/akad ini dilakukan
berdasarkan sistem kepercayaan. Dengan demikian, maka tidak mudah bagi setiap
petani mendapatkan kepercayaan itu, karena dalam hal ini membutuhkan tanggung
jawab yang cukup besar agar kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
Kedua, sistem paparoan yaitu sistem bagi hasil yang dianggap sah adalah
lahan dan bibit dari pemilik lahan, tenaga kerja dan alat-alat dari petani, sehingga
yang menjadi objek muzara’ah adalah jasa petani. Dalam sistem ini penggarap diberi
modal oleh pemilik lahan. Artinya penggarap hanya bermodalkan jasa dan tenaga
saja, karena segala sesuatunya disediakan oleh pemilik lahan. Maka sistem tersebut
sesuai dengan konsep muzara’ah. Sistem seperti ini di Desa Kalisapu sedikit
digunakan oleh masyarakat.
Ketiga, sistem nyeblok memiliki kesamaan dengan sistem paparoan, tetapi
dalam hal ini petani penggarap sering disebut dengan buruh tani, dimana buruh tani
69 Dewi Lestari, Aplikasi system muzara’ah pada masyarakat (studi kasus pada masyarakat
desa Sukamulya Sukabumi Jawa Barat, 2004) h.50 70 Dewi Lestari, Aplikasi system muzara’ah pada masyarakat, h.50
mempunyai lebih sedikit kewajiban dari pada petani penggarap dalam sistem
paparoan. Permasalahan banyaknya orang yang menjadi penggarap lahan tidak
membatalkan akad muzara’ah. Kerjasama ini sah, dan apabila terjadi keraguan maka
bisa diatasi dengan cara pihak yang bekerjasama melakukan akadnya masing-masing.
Jadi menurut penulis, dalam sistem nyeblok, seorang pemilik lahan dapat melakukan
akad muzara’ah dengan satu orang atau beberapa orang petani penggarap atau buruh
tani, dengan syarat pemilik lahan melakukan beberapa akad untuk masing-masing
pihak yang melakukan transaksi kerjasama.
Dari penjelasan diatas, maka kesimpulan yang dapat penulis ambil adalah
sistem pertanian di Desa Kalisapu yang sesuai dengan sistem muzara’ah adalah
sistem Paroan.
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Profil Responden
Pendapatan Muzara’ah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat Kalisapu
yang bermata pencaharian petani maupun buruh tani yang ketika petani tersebut
menggarap tanah orang lain.
Rasulullah Saw membolehkan muzara’ah didasarkan pada pengambilan
manfaat atas tanah oleh orang lain untuk usaha produktif. Selain itu tanah yang
tadinya tidak dikelola oleh pemiliknya dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk
usaha produktif. Selain itu tanah yang tadinya dikelola oleh pemiliknya dapat
dimanfaatkan oleh orang yang membutuhkan, sehingga ikut membantu proses
pendistribusian kekayaan agar harta itu tidak berputar di tangan orang kaya saja, serta
mewujudkan rasa kasih sayang dan tolong menolong antara manusia.
Wilayah desa Kalisapu mempunyai potensi tanah yang cukup subur, sehingga
masyarakat mempunyai peluang mengolah tanahnya untuk pertanian padi, jagung,
holtikultura71 dan perkebunan (Tebu). Dalam menanam padi, jagung dan holtikultura
ini, sebagian besar masyarakat desa Kalisapu menggarapnya sendiri, akan tetapi, ada
juga sebagian lainnya menyerahkannya kepada penggarap. Dengan demikian, maka
mayoritas masyarakat desa Kalisapu menjadikan pertanian sebagai sumber mata
71 Holtikultura adalah membudidayakan kebun. Berasal dari kata “hortus” yang berarti kebun
dan kata “colare” yang berarti membudidayakan. Holtikultura ini memberikan produk tanaman yang bernilai tinggi karena dibudidayakan secara intensif, seperti sayuran, bunga (tanaman hias) dan bibit.
66
pencaharian. Hal ini berdasarkan data yang ada bahwa sebagian besar penduduknya
adalah hidup dari hasil pertanian.
Dengan sistem paroan (muzara’ah) tersebut masyarakat dapat memperoleh
pendapatan walaupun jumlahnya tidak besar tetapi cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Untuk mengetahui tingkat pendapatan masyarakat desa Kalisapu penulis
menguraikannya, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden
No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Laki-Laki 52 98.11 % 2 Perempuan 1 1.89 % Jumlah 53 100 % Tabel diatas menunjukkan tentang jenis kelamin
responden, yaitu bahwa dari 53 responden, yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 98,11 % dan yang berjenis
kelamin perempuan sebesar 1,89 %. Tabel 4.2
Tingkat Pendidikan No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Tidak Sekolah 18 33.96 % 2 SD 25 47.17 % 3 SLTP 6 11.32 % 4 SLTA 4 7.55 % 5 Diploma 0 0 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang tingkat pendidikan responden, yaitu bahwa dari 53 responden, yang tidak sekolah sebesar 33,96 %, SD sebesar 47,17 %, SLTP sebesar 11,32 %, SLTA sebesar 7,55 %, dan Diploma
sebesar 0 %.
Tabel 4.3 Pemilikan Lahan Pertanian (dalam Hektar)
No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 0,175 32 60,38% 2 0,35 8 15,09% 3 0,375 1 1,89% 4 0,5 12 22,64% Jumlah 53 100 % Tabel diatas menunjukkan tentang pemilikan lahan
pertanian, yaitu bahwa dari 53 responden, yang memiliki lahan seluas 0,175 hektar sebesar 60,38 %, yang
memiliki lahan seluas 0,35 hektar sebesar 15,09 %, yang memiliki lahan seluas 0,375 hektar sebesar 1,89 % dan yang memiliki lahan seluas 0,5 hektar sebesar 22,64 %.
Pekerjaan awal No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Buruh 34 64.15 % 2 Pedagang 6 11.32 % 3 Tidak Kerja Sampingan 13 24.53 % Jumlah 53 100 % Tabel diatas menunjukkan tentang pekerjaan awal
responden, yaitu bahwa dari 53 responden, yang Buruh sebesar 64,15 %, Pedagang sebesar 11,32 % dan yang
tidak kerja sampingan sebesar 1,89 %. Tabel 4.4
Petani penggarap yang menggarap tanah untuk muzara’ah No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Pada satu tempat 45 84,91 % 2 Pada dua tempat 8 15,09 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang pekerjaan petani penggarap yang menggarap tanah untuk muzara’ah,
yaitu bahwa dari 53 responden, yang menggarap tanah pada satu tempat sebesar 84,91 % dan yang menggarap
tanah pada dua tempat sebesar 15,09 %. Tabel 4.5
Pertanian dapat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Cukup 33 62,26 % 2 Tidak cukup 20 37,74 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang hasil pertanian yang dapat untuk
mencukupi kebutuhan sehari-hari, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab
cukup sebesar 62,26 % dan yang menjawab tidak cukup sebesar 37,74 %.
Tabel 4.6 Usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari selain dari hasil pertanian
No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Tabungan 0 0 % 2 Pinjaman 9 16,98 % 3 Usaha lain (sampingan) 44 83,02 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang usaha yang dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab dari hasil
tabungan sebesar 0 %, yang menjawab dari pinjaman sebesar 16,98 %, dan yang
menjawab dari hasil usaha sampingan sebesar 83,02 %.
Tabel 4.7 Pertanian dapat untuk investasi atau modal usaha lain No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Ya 5 9,44 % 2 Tidak 48 90,57 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang responden yang menggunakan hasil
pertanian selain untuk kebutuhan sehari-hari juga cukup untuk investasi atau
modal usaha, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab cukup sebesar 9,44
% dan yang menjawab tidak cukup sebesar 90,57 %.
Tabel 4.8 Pertanian dapat untuk Menabung
No Keterangan Distribusi frekuensi Persentase 1 Ya 0 0 % 2 Tidak 53 100 % Jumlah 53 100 %
Tabel diatas menunjukkan tentang responden yang menggunakan hasil pertanian selain untuk kebutuhan sehari-hari juga cukup untuk menabung, yaitu bahwa dari 53 responden, yang menjawab cukup sebesar 0 %
dan yang menjawab tidak cukup sebesar 100 %.
Analisa
1. Analisa Besarnya Biaya Produksi Pertanian Masyarakat Desa Kalisapu
Dari hasil wawancara penulis mendapatkan data, yaitu petani penggarap
melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil72:
a. 1/2:1/2, terjadi pada musim subur dan bibit berasal dari pemilik lahan.
b. 2/3:1/3, terjadi pada musim subur tetapi bibit berasal dari petani penggarap.
c. 3/4:1/4, terjadi pada musim kemarau atau pada lahan garapan yang berada
pada posisi yang sulit untuk mendapatkan air. Dalam hal ini, bibit berasal dari
petani penggarap. Jenis tamanannya antara lain padi, jagung (palawija).
Apabila menanam padi pada musim kemarau untuk biaya pengairan dan
pemupukan bertambah sesuai kebutuhan tanaman.
Adapun total biaya produksi dalam pertanian untuk pendapatan petani jika
memiliki tanah seluas 1 Hektar (Ha), biaya produksi pertaniannya, yaitu:
Tabel 4.9 Tanaman Padi pada musim subur di Desa Kalisapu
Keterangan Nilai dalam rupiah (Rp)
72 Suwatno, Penggarap Sawah, Wawancara Pribadi, 20 Oktober 2007
Biaya Bibit = Rp 25.000,00 x 6 Rp 150.000,00 Biaya pupuk = 4,5 Kuintal x Rp 140.000,00 Rp 630.000,00 TSP = 90 kg x Rp 2.800,00 Rp 252.000,00 Tenaga pembajak = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga mencangkul = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga penanam = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga pemeliharaan = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga penggiling&konsumsi = Rp 40.000 x 6 Rp 240.000,00 Tenaga Obat Rp 800.000,00 Biaya Obat hama Rp 600.000,00 Biaya pengairan Rp 250.000,00 Total biaya produksi Rp 5.382.000,00
Akan menghasilkan gabah giling sebanyak 6 ton, harga jual : Rp 2.300,00/kg73 maka
= 6 ton ------- 6000 kg x Rp 2.300,00 : Rp 13.800.000,00 Jadi seluruhnya terjual dengan harga : Rp 13.800.000,00
Jika menggunakan sistem paroan (muzara’ah) misalkan :
Harga : Rp 13.800.000,00 Modal : Rp 5.382.000,00 -
Untung : Rp 8.418.000,00
Penggarap mendapat 2/3 bagian dan pemilik lahan 1/3 bagian, untuk tanah
seluas 1 Ha maka perhitungannya :
Bagian petani penggarap ----------- 2/3 x Rp 8.418.000,00 : Rp 5.612.000,00 Bagian pemilik lahan ----------- 1/3 x Rp 8.418.000,00 : Rp 2.806.000,00
Jadi dapat diambil kesimpulan pendapatan petani penggarap setiap 1 Ha
setelah panen adalah Rp 5.612.000,00/3 bulan : Rp 1.870.667,00/Ha/bulan.
Tetapi masyarakat di Desa Kalisapu mayoritas menggarap tanah pertanian
seluas ¼ Bau74. Untuk rata-rata pendapatan petani setiap panen dengan luas lahan ¼
Bau adalah:
73 Kompas, Edisi 24 Fabruari 2007, h.35
Rp 5.612.000,00/6 : Rp 935.334,00/3 bulan ------------ Rp 311.778,00/bulan. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah pada musim subur pendapatan
yang diterima petani masyarakat Desa Kalisapu, setiap musim panen untuk tanaman
padi adalah sangat minim yaitu Rp 311.778,00/bulan. Hasil itu kemudian untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan keperluan-keperluan lain.
Tabel 4.10 Tanaman Padi pada musim kemarau di Desa Kalisapu
Keterangan Nilai dalam rupiah (Rp)Biaya Bibit = Rp 25.000,00 x 6 Rp 150.000,00 Biaya pupuk = 6 Kuintal x Rp 140.000,00 Rp 840.000,00 TSP = 90 kg x Rp 2.800,00 Rp 252.000,00 Tenaga pembajak = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga mencangkul = Rp125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Tenaga penanam = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga pemeliharaan = Rp 80.000 x 6 Rp 480.000,00 Tenaga penggiling&konsumsi = Rp 40.000 x 6 Rp 240.000,00 Tenaga Obat Rp 800.000,00 Biaya Obat hama Rp 600.000,00 Biaya pengairan Rp 310.000,00 Total biaya produksi Rp 5.652.000,00
Akan menghasilkan gabah giling sebanyak 6 ton, harga jual : Rp 2.500,00/kg maka
= 6 ton ------- 6000 kg x Rp 2.500,00 : Rp 15.000.000,00 Jadi seluruhnya terjual dengan harga : Rp 15.000.000,00
Jika menggunakan sistem paroan (muzara’ah) misalkan :
Harga : Rp 15.000.000,00
Modal : Rp 5.652.000,00 -
Untung : Rp 9.348.000,00
74 1 Hektar = ¼ x 6 atau 10.000 m2. 1 bau = ¼ x 4 atau , Jadi ¼ Bau = ¼ x 1 atau 2000 meter
persegi. ¼ Bau, Sumber dari Radar Tegal, 2 November 2007, h.9
Penggarap mendapat 3/4 bagian dan pemilik lahan 1/4 bagian, untuk tanah
seluas 1 Ha maka perhitungannya :
Bagian petani penggarap ----------- 3/4 x Rp 9.348.000,00 : Rp 7.011.000,00 Bagian pemilik lahan ----------- 1/4 x Rp 9.348.000,00 : Rp 2.337.000,00
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pendapatan petani penggarap pada
musim kemarau setiap 1 Ha setelah panen adalah Rp 7.011.000,00/3 bulan : Rp
2.337.000/Ha/bulan.
Masyarakat di Desa Kalisapu yang menggarap tanah pertanian seluas ¼ Bau
pada musim kemarau untuk tanaman padi, dapat diperhitungkan sebagai berikut:
Rp 7.011.000,00/6 : Rp 1.168.500,00/3 bulan ------------ Rp 389.500,00/bulan Jadi kesimpulannya pada musim kemarau, rata-rata pendapatan petani setiap
panen dengan luas lahan ¼ Bau adalah Rp 389.500,00/bulan.
Tabel 4.11 Tanaman Jagung pada musim kemarau di Desa Kalisapu
Keterangan Nilai dalam rupiah (Rp)Biaya Bibit = Rp 60.000,00 x 4 x 6 Rp 1.440.000,00 Biaya pemupukan Rp 525.000,00 TSP = 90 kg x Rp 3.500,00 Rp 315.000,00 Tenaga mencangkul dan menyebar benih = 250.000 x 6
Rp 1.500.000,00
Biaya pengairan = Rp 10.000,00 x 6 Rp 60.000,00 Panen = Rp 125.000,00 x 6 Rp 750.000,00 Total biaya produksi Rp 4.590.000,00
Akan menghasilkan gabah kering giling sebanyak 5 ton, harga jual : Rp 1.700,00/kg
maka,
= 5 ton ------ 5000 kg x Rp 1.700,00 : Rp 8.500.000,00 Jadi seluruhnya terjual dengan harga : Rp 8.500.000,00
Jika menggunakan sistem paroan (muzara’ah) misalkan :
Harga : Rp 8.500.000,00
Modal : Rp 4.590.000,00 -
Untung : Rp 3.910.000,00
Penggarap mendapat 3/4 bagian dan pemilik lahan 1/4 bagian, untuk tanah
seluas 1 Ha maka perhitungannya :
Bagian petani penggarap ----------- 3/4 x Rp 3.910.000,00 : Rp 2.932.500,00 Bagian pemilik lahan ----------- 1/4 x Rp 3.910.000,00 : Rp 977.500,00
Pendapatan petani penggarap setiap 1 Ha setelah panen untuk tanaman Jagung
adalah Rp 2.932.500,00/3 bulan : Rp 977.500/Ha/bulan.
Pada musim kemarau, untuk tanaman jagung yaitu rata-rata pendapatan
masyarakat petani setiap panen dengan luas lahan ¼ Bau adalah
Rp 2.932.500,00/6 : Rp 488.750/3 bulan ------------ Rp 162.916,67,00 Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan yaitu untuk tanaman Jagung pada
musim kemarau, banyak dilakukan oleh petani dengan sistem pemilik sekaligus
penggarap. Untuk sistem paroan, petani penggarap sendiri lebih memilih tidak
menggarap lahannya atau menanam padi saja. Hal itu disebabkan, apabila menanam
Jagung biaya yang dikeluarkan besar yaitu untuk pengairan dan biaya tenaga kerjanya
tetapi hasil yang didapat kecil. Lain halnya dengan tanaman Padi, walaupun biaya
untuk menanam padi juga besar, tetapi hasil pendapatannya besar karena hasilnya
dapat dijual dengan harga tinggi.
3. Analisa Laba Kotor atau EBZT (Earning Before Zakat and Tax) Masyarakat
Kalisapu dengan Persamaan Regresi Linier Sederhana
Lihat Lampiran Penghitungannya sebagai berikut:
• : Y = a + bx
a= ∑∑
∑∑∑∑−
−22
2
)())(())((
xxnxyxxy
b= ∑∑
∑ ∑ ∑−
−22 )(
))((xxn
yxxyn
a = 2)75.188()1038(53)28.1235)(75.188()1038)(47.246(
−−
=)56.35626(55014
)1.233159()86.255835(−
− =44.1938776.22676 = 1.17
b = 2)75.188()1038(53)47.246)(75.188()28.1235(53
−−
=)56.35626(55014
21.4652184.65469−− =
44.1938763.18948 = 0.98
Y = a + bx
Y = 1.17 (+) 0.98x
X = 188.75 X2 = 1038.03
Y = 246.47 Y2 = 1527.3
XY = 1235.28
“Tanda positif menunjukkan adanya pertambahan kenaikan sebesar 0.98”.
Pertambahan sebesar 0.98 % berarti bahwa setiap kenaikan 10% bagi hasil
muzara’ah akan meningkatkan pendapatan petani sebesar 9.8 %.
4. Analisa Pengaruh Muzara’ah terhadap tingkat pendapatan Masyarakat
Kalisapu dengan Metode Korelasi Rank Sperman Perhitungannya sebagai berikut :
• Rs = 1NN
diN
i
−−∑=3
1
26
Dimana:
di = perbedaan antara kedua ranking.
Ódi = Jumlah kuadrat dari di
Rs = 1)1)53((53
154162 −
−x = 1 -
)12809(539246
−
= 1 - )2808(53
9246 =1 - 148824
9246 = 1 - 0,062 = 0,938
Dengan rs-test:
Menolak Ho Menerima Ho Menolak Ho
(ada hubungan -) (tidak ada hubungan) (ada hubungan +)
-0.938 - 0.305 0 0.305 0.938
Keterangan:
Dari uji rs-test ternyata angka rs = 0,938 berada diluar daerah
menolak Ho, artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara bagi hasil
muzara’ah (X) dengan pendapatan petani per tahun (Y).
• Uji signifikan dengan T-test (t-student dengan tingkat kesalahan 5 %
Perhitungannya sebagai berikut :
t = 2)(12
rsnrs
−−
= 2)938,0(1253938,0
−− =
)88,0(151938,0
−=
12,051938,0 =
12.014,7938.0 x =
12.07,6 =55,84
• Df (Derajat kebebasan=N) = n-2 = 53-2 = 51 -----t-tabel = 2.0005
Menolak Ho Menerima Ho Menolak Ho
(hubungan negatif) tidak ada hubungan (hubungan negatif)
-55.84 -2.0005 0 2.0005 55.84
”Menolak Ho, artinya ada hubungan yang signifikan antara bagi hasil muzara’ah (X) dengan pendapatan masyarakat per
tahun(Y), artinya hubungan positif yang terdapat pada sampel berlaku pula pada populasi, dan angka 55.84 adalah
signifikan.”
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari yang telah penulis paparkan maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu khususnya petani yaitu petani
penggarap yang tadinya menganggur, maupun yang bermata pencaharian
pedagang dan buruh mengalami kenaikan pendapatan ketika petani penggarap
tersebut melakukan muzara’ah atau menggarap tanah orang lain. Petani
penggarap melakukan kerjasama dengan pemilik lahan dengan bagi hasil
sebagai berikut: 1/2:1/2, 2/3:1/3, 3/4:1/4. Sistem muzara’ah merupakan
peluang bisnis atau alternatif yang dapat diusahakan petani untuk keluarganya
dalam memenuhi kebutuhan. Selain itu, dapat menanamkan ibadah yaitu
menciptakan rasa persaudaraan, saling tolong menolong dan mempererat tali
silaturahmi, menyerap tenaga kerja yang menganggur, dan memakmurkan
tanah ketika tanah yang menganggur digarap orang lain.
2. Sistem muzara’ah berpengaruh signifikan pada
tingkat pendapatan masyarakat di Desa Kalisapu. Hal
ini dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa variable bagi hasil muzara’ah memiliki
hubungan yang signifikan terhadap tingkat
78
pendapatan masyarakat, yakni sebesar 0.938 dengan
metode korelasi rank spearman. Dan ketika diuji
dengan persamaan regresi menghasilkan persamaan
y = 1.17(+) 0.98, tanda positif itu menunjukkan bahwa setiap kenaikan 10 % nilai bagi hasil muzara’ah (X) maka jumlah pendapatan petani per tahun (Y) akan
bertambah sebesar 9,8 %.
B. Saran-saran
Usulan Kebijakan yang dapat dirumuskan DPRD, Bupati, dan Camat,
yaitu:
1. Lebih mensosialisasikan konsep muzara’ah kepada petani agar keadilan dan
amanah yang diajarkan dalam agama Islam dapat lebih ditingkatkan, untuk
itu dibutuhkan peran serta dari para tokoh masyarakat melalui kegiatan
penyuluhan-penyuluhan dibidang pertanian guna memberikan informasi.
2. Petani sebagai tulang punggung Negara sebaiknya lebih diperhatikan. Oleh karena itu, bantuan modal baik dari pemerintah maupun swasta sangat diharapkan bagi petani baik berupa dana, bibit, pupuk, obat pembunuh hama maupun alat-alat pertanian agar dapat meningkatkan produksi pertanian sehingga pendapatan petani juga dapat ditingkatkan.
3. Pemerintah dapat memberikan harga yang layak untuk hasil produksi
pertanian dan menjaga keseimbangan khususnya pada saat panen raya agar
harga tidak merosot sehingga tidak ada pihak (petani) yang merasa
dirugikan. Dan Meningkatkan pengawasan dalam penyaluran bantuan
pemerintah terhadap petani.
4. Petani mengharapkan agar hasil panen langsung dibeli pemerintah tanpa
melalui Bulog. Karena bagi petani, sistem penjualan lewat Bulog merupakan
ajang untuk melakukan korupsi.
5. Meningkatkan kegiatan dan kinerja penyuluhan pertanian seperti kegiatan
belajar mengajar, membimbing petani dalam penerapan teknologi dan
membantu permasalahan-permasalahan dalam pertanian yang tidak ada
solusinya. Karena informasi yang akan disampaikan penyuluh pertanian
sebagai fasilitator, penting dalam menunjang dan membangun kegiatan
pertanian di pedesaan khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan perlu penelitian lebih lanjut
mengenai apakah penelitian ini dapat dilakukan selain dalam kegiatan
usahatani? Apakah penelitian ini dapat diterapkan dalam aktifitas kegiatan
industri khususnya UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) karena hal ini
dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur.
DAFTAR PUSTAKA
Al Quran Al Karim Al Hadits Alqaoud, Latifa M, Mervyn K. Lewis, Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik,
Prospek, Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005 Ali, Hasan, M, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Jakarta, PT. Raja
Grafindo, 2003, cet.1 Antonio, M.Syafi’I, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta, PT.Tazkia
Cendekia Gema Insani, 2001 Antoni, Ahmad, Drs, Kamus lengkap ekonomi, Jakarta, PT. Media Press, 2003, cet.1 Bungin, Burhan, M, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Komunikasi Ekonomi dan
Kebijakan Politik serta Ilmu-ilmu Lainnya, Jakarta, PT. Kencana, 2005 Departemen Agama RI, Al Qur’an Al-Karim, Semarang, PT. Karya Toha Putra Laporan Pertanggung jawaban Kepala Desa Kalisapu Dalam RangkaPenyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Desa Kalisapu KecamatanSlawi, 2005 Lathif, Azharudin, AH, M.Ag, Fiqh Muamalat, Jakarta, UIN Jakarta Press, 2005 Maududi, Ali, AC, MA, Statistik I; Penelitian Ekonomi Islam dari Sosial, Ed.1,
Jakarta, PT. Prima Heza Lestari, 2006 Haroen .H, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2007, cet. ke-2 Marbun, B.N, SH, Kamus Manajemen, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2003
Muhammad, Drs. M.Ag. Ekonomi Mikro dalam Perspkektif Islam, Yogyakarta,
BPFE-Yogyakarta, Ed. 2005 Perwataatmadja, karnaen, Drs. H. MPA dan H. Muhammad Syafi’I Antonio, M.Ec, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1999, cet.3 Rahardja, Prathama, S.E, Ekonomi 3, Klaten, PT. Intan Pariwara, 1996 Prasetyo, Bambang dan Jannah, Lina Miftahul, Metode Penelitian Kuantitatif
Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2006 Rahim, Abdul, S.P., M.Si, dan Retno Dwi Hastuti, Diah, S.P., M.Si, Ekonomika
Pertanian; Pengantar, Teori, dan Kasus, Jakarta, Penebar Swadaya, 2007, cet ke-1
Rahman, Afzalur, Doktrin ekonomi Islam jilid 2, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995, Ed. Lisensi Siegel, Sidney, Statistik NonParametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, PT.
Gramedia, 1985 Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Jakarta,
LP3ES, 1989 Soekartawi, Dr, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi, Jakarta,
Rajawali Pers, 1989, cet. ke-2 Suhendi, Hendi,H. Drs, M, Si., Fiqh Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, cet. ke-1 Tamimi, Al Izzuddin Khatib, Bisnis Islam, Jakarta, Fikahati Aneska, 1992, cet. ke-1 Tnunay, Tontje, Potensi Wisata Jawa Tengah Berwawasan Lingkungan, Klaten,
CV. Sahabat Klaten, 1996 Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1996 Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta, Zikrul
Hakim, 2002 Wawancara Pribadi dengan Suwatno Selaku Penggarap Sawah, 20 Oktober 2007
Wawancara Pribadi dengan Mas’ud selaku Ketua Kelompok Tani Makaryo, 21
Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan H. Mustofa Selaku Ketua Kelompok Tani Ngasinan,
21 Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan Manis Selaku Ketua Kelompok Tani Makmur, 26
Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan Muslikhin Selaku Petugas Penyuluh Lapangan
Kecamatan Slawi, 21 Oktober 2007 Wawancara Pribadi dengan Suka Selaku Ketua Kelompok Tani Gadel Makmur
Sekaligus Pelaksana Teknis Pengairan, 21 Oktober 2007 Kompas, Edisi Februari 2007 _______, Edisi April 2007 Sinar Tani, Edisi 25-31 Juli 2007 ________ , Edisi 15-21 Agustus 2007 ________ , Edisi 3-9 Oktober 2007 www.waspadaonline.com www.tazkiaonline.com
LEMBARAN KUESIONER
PETUNJUK PENGISIAN
Jika ada pertanyaan yang tidak jelas, Bapak/Ibu/Saudara bisa bertanya. Teknik
memberi jawaban dengan cara memberi tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang
tersedia, atau dengan cara mengisi tempat kosong yang tersedia.
A. Identitas Responden
1. Nama : _____
2. Usia : _____ Tahun
3. Alamat : ______
4. Tingkat pendidikan :
a) Tidak sekolah d) SLTA
b) SD e) Diploma (D1/D2/D3)
c) SLTP h) __________
5. Apa pekerjaan bapak/Ibu/Sdr selain dari pertanian? Berapa rata-rata
penghasilan per tahun? ......................( Rp......................)
B. Pertanyaan- pertanyaan tentang produksi pertanian
1. Berapa luas lahan yang bapak/ibu/saudara garap?..........
2. Untuk Musim Subur
a. Tanaman apa yang bapak/ibu/saudara tanam pada musim
subur/rendeng?...............
b. Berapa bagi hasil (paroan) yang bapak sepakati dengan pemilik lahan?..............
c. Berapa kuintal jumlah hasil panen setiap seperempat hektar/setiap
panen?................
d. Berapa biaya untuk membeli bibit?...........
e. Berapa biaya untuk membeli pupuk?..........
f. Berapa biaya untuk pengairan?..........
g. Berapa biaya untuk menyemprot hama, jika ada?............
h. Berapa biaya untuk tenaga kerja? ……..
• Mencangkul : …….. Traktor : …….
• Menanam /Tandur : …….. Tukang Rumput : ……..
i. Berapa untuk membayar zakat panen?...........
j. Berapa harga jual setiap penjualan?
3. Untuk Musim Kering
a. Tanaman apa yang bapak/ibu/saudara tanam pada musim kering? ……………..
b. Berapa bagi hasil (paroan) yang bapak sepakati dengan pemilik
lahan?................
c. Berapa kuintal jumlah hasil panen setiap seperempat hektar/setiap
panen?...............
d. Berapa biaya untuk membeli bibit?...........
e. Berapa biaya untuk membeli pupuk?..........
f. Berapa biaya untuk pengairan?..........
g. Berapa biaya untuk menyemprot hama, jika ada?..............
h. Berapa biaya untuk tenaga kerja? ……….
• Mencangkul : …….. Traktor : …….
• Menanam /Tandur : …….. Tukang Rumput : ……..
i. Berapa harga jual setiap penjualan?
C. Pertanyaan-pertanyaan tentang konsumsi
1. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti membeli makanan, dan lain-lain?
a. Cukup b. Tidak cukup
2. Apabila hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, darimana bapak/ibu/saudara dapat
mencukupinya?
a. Tabungan b. Pinjaman c. Usaha lain (sampingan)
3. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh dapat dipergunakan
untuk investasi atau modal usaha lain?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah hasil pertanian yang bapak/ibu/saudara peroleh dapat untuk ditabung?
a. Ya b. Tidak
Terima Kasih
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
UNTUK PETANI PENGGARAP
1. Berapa kali bapak panen dalam setahun? Bulan apa saja?
2. Pada bulan apa bapak membutuhkan tambahan modal untuk
pengembangan pertanian?
3. Apakah pernah ada bantuan dana dari pemerintah?
4. Apakah pernah diadakan penyuluhan-penyuluhan tentang pertanian?
5. Mohon penjelasan tentang Kelompok Tani dan kegiatannya di Desa
Kalisapu?
6. Apa manfaat diadakannya Kelompok Tani?
7. Bagaimana sistem pertanian yang terjadi di Desa Kalisapu?
8. Apakah harapan bapak terhadap pemerintah?
Terima Kasih
HASIL PERTANYAAN WAWANCARA
Nama : _________
Usia : _________
Alamat : _________
Pekerjaan : _________ Selaku : _________
Kalisapu, 2007
( ______________ ) (
______________ )
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
UNTUK PENYULUH PERTANIAN
1. Berapa kali bapak melakukan kunjungan?
Informasi apa yang telah bapak berikan:
a. Berapa kali melakukan kunjungan?
b. Apakah pernah mendampingi ketua keompok tani dalaam penyusunan
rencana definitif?
c. Apakah pernah melakukan bimbingan penerapan teknologi?
d. Apakah pernah melakukan pemeriksan lapangan bersama petani untuk
mengetahui permasalahan pertanian?
e. Apakah pernah ada permasalahan pertanian yang tidak ditemukan
jawabannya?
2. Apakah pernah ada bantuan dari pemerintah? Bagaimana proses
pemyalurannya?
3. Untuk kegiatan praktek dananya darimana?
4. Apakah pernah mengadakan diskusi umum antara penyuluh pertanian?
5. Apa kendala dalam kegiatan penyuluhan?
Terima Kasih