pengaruh model pembelajaran auditory …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/artikel ilmiah...

14
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI MUARA BELITI TAHUN PELAJARAN 2017/2018 ARTIKEL ILMIAH Oleh: IXEN PUTRA WIJAYA NPM 4013049 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU 2017

Upload: others

Post on 02-Mar-2020

23 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY

REPETITION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI

MUARA BELITI TAHUN PELAJARAN 2017/2018

ARTIKEL ILMIAH

Oleh:

IXEN PUTRA WIJAYA

NPM 4013049

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU

2017

2

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN AUDITORY INTELLECTUALLY

REPETITION TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI

MUARA BELITI TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Oleh

Ixen Putra Wijaya1, Rani Refianti

2, Novianti Mandasari

3

Email: [email protected]

STKIP PGRI Lubuklinggau

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Auditory, Intellectually,

Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa

Kelas VIII SMP Negeri Muara Beliti Tahun Pelajaran 2017/2018”. Masalah pada

penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh model pembelajaran Auditory,

Intellectually, Repetition (AIR) terhadap kemampuan pemahaman konsep

matematika siswa selas VIII SMP Negeri Muara Beliti Tahun Pelajaran

2017/2018. Jenis Penelitian ini adalah True Eksperimental Design, yaitu

eksperimen yang dianggap sudah baik, karena sudah memenuhi persyaratan dalam

eksperimen, yaitu dengan adanya kelompok lain yang tidak mengalami

eksperimen yang diamati, sehingga perubahan yang terjadi antara sebelum

penelitian dan setelah penelitian benar-benar terlihat. Sebagai populasinya adalah

seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri Muara Beliti Tahun Pelajaran 2017/2018,

yang terdiri dari 285 siswa dan sebagai sampel kelas eksperimen adalah kelas

VIII.5 dan sebagai kelas kontrol adalah kelas VIII.3, kedua kelas tersebut dipilih

secara acak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes, yaitu pre-test dan

post-test. Kemudian data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t,

berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf signifikansi 𝛼 = 0,05, diperoleh thitung

> ttabel (2,56 > 1,67), sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh model

pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) terhadap kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa selas VIII SMP Negeri Muara Beliti Tahun

Pelajaran 2017/2018.

Kata Kunci: Auditory, Intellectually, Repetition (AIR), Pemahaman Konsep.

3

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

PENDAHULUAN

Matematika mempelajari tentang keteraturan, tentang struktur yang

terorganisasikan, konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, berstruktur

dan sistematika, mulai dari konsep matematika yang paling sederhana sampai

pada konsep paling kompleks. Dalam matematika dipelajari adalah abstrak,

sehingga disebut objek mental, objek itu merupakan objek pikiran. Objek dasar

meliputi konsep, prinsip, dan operasi, menurut Soedjadi (Selviani, dkk.

2016:193). Pemahaman terhadap konsep-konsep matematika merupakan dasar

untuk belajar matematika. Matz (Sarianingsih, 2014:213) menyatakan bahwa

kesulitan yang dialami siswa sekolah menengah dalam mengerjakan soal

matematika dikarenakan kurangnya pemaham konsep matematika. Pemahaman

berasal dari kata paham yang artinya “mengerti benar”. Dalam pengetian yang

lebih luas pemahaman dapat diartikan dengan mengerti benar sehingga dapat

mengkomunikasikan dan mengajarkan kepada orang lain. Dalam hal ini

pemahaman konsep merupakan hal yang diperlukan dalam mencapai hasil belajar

yang baik, termasuk dalam pembelajaran matematika (Zevika, dkk. 2012:45).

Menurut Rosmawati (Putri 2012:68) pemahaman konsep berupa penguasaan

sejumlah materi pembelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengenal dan

mengetahui, tetapi mampu mengungkapkan kembali konsep dalam bentuk yang

lebih mudah dimengerti serta mampu mengaplikasikannya. Pembelajaran

matematika tidak hanya dilakukan dengan mentransfer pengetahuan kepada siswa,

akan tetapi untuk membantu siswa menanamkan konsep matematika dengan

benar, menurut (Putri 2012:68)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 25 April

2017 melalui tes soal pemahaman konsep matematika dengan memberikan 4 soal

kepada siswa-siswa kelas VIII.7 SMP Negeri Muara Beliti, dari 26 siswa hanya 3

siswa yang mampu menyelesaikan 1 soal dari 4 soal yang diberikan oleh peneliti

secara tepat, sedangkan untuk 3 soal lainnnya tidak terdapat siswa yang menjawab

secara tepat untuk memenuhi indikator pemahaman konsep yang diinginkan,

dilihat dari indikator pemahaman konsep matematika masih banyak siswa merasa

bingung sehingga keliru dalam menyelesaikan soal padahal sebelumnya guru telah

4

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

memberikan penjelasan tentang materi tersebut. Kenyataan tersebut

mengisyaratkan bahwa siswa masih sulit untuk menyelesaikan soal karena kurang

paham terhadap konsep materi yang diberikan. Berbagai masalah yang telah

diuraikan di atas maka peneliti tertarik untuk mengatasi masalah pemahaman

konsep matematika siswa yang masih tergolong rendah.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan peneliti tertarik untuk

mengadakan suatu penelitian yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran

Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) Terhadap Kemampuan Pemahaman

Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri Muara beliti Tahun Pelajaran

2017/2018.

LANDASAN TEORI

Berikut ini adalah beberapa deskripsi teori yang digunakan dalam penelitian

ini adalah:

1. Pemahaman Konsep Matematika

Pemahaman merupakan terjemahan dari istilah understanding yang diartikan

sebagai penyerapan arti suatu materi yang dipelajari. Menurut Purwanto (Murizal,

dkk. 2012:19), “pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan

siswa mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang diketahuinya.”

Bloom (Rahmawati, 2014:279) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan

pemahaman adalah kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti

mengungkapkan suatu materi yang disajikan kedalam bentuk yang lebih

dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya.

Definisi lain diungkapkan oleh Gilbert (Yuniarti, 2014:372) bahwa pemahaman

adalah kemampuan menjelaskan suatu situasi dengan kata-kata yang berbeda dan

dapat menginterpretasikan atau menarik kesimpulan dari tabel, data, grafik, dan

sebagainya. Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

pemahaman adalah kemampuan penyerapan materi yang dipelajari siswa dan

dapat menginterpretasikan atau menarik kesimpulan dari tabel, data, grafik, dan

sebagainya. Konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk

proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran

menggunakan simbol berupa argumen (Bernard 2014:427). Menurut Burhan, dkk.

5

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

(2014:6) konsep adalah ide (abstrak) yang dapat digunakan atau memungkinkan

seseorang untuk menggelompokkan/menggolongkan sesuatu objek. Sedangkan

konsep menurut Gagne (Akmil, 2012:25) adalah ide abstrak yang memungkinkan

kita dapat mengelompokkan objek/kejadian. Dari beberapa pendapat ahli di atas

dapat disimpulkan bahwa konsep adalah ide atau pengertian umum yang abstrak

dengan simbol yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek/kejadian.

Pemahaman konsep adalah yang berupa penguasaan sejumlah materi

pembelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengenal dan mengetahui, tetapi

mampu mengungkapkan kembali konsep dalam bentuk yang lebih mudah

dimengerti serta mampu mengaplikasikannya, Rosmawati (Putri, dkk. 2012:68).

Sedangkan menurut Saltifa, dkk. (2012:73) mengemukakan pemahaman konsep

merupakan tingkat kemampuan siswa yang paham tentang konsep matematika

serta dapat menjelaskan dan menyatakan ulang dengan bahasa mereka sendiri

konsep-konsep tersebut. Selain itu menurut Kilpatrick, Swafford, dan Findell

(Afrillianto, 2012:196) pemahaman konsep (conceptual understanding) adalah

kemampuan dalam memahami konsep, operasi dan relasi dalam matematika.

Salah satu kecakapan (proficiency) dalam matematika yang penting dimiliki oleh

siswa adalah pemahaman konsep (conceptual understanding).

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman

konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika, sehingga

siswa tidak sekedar mengenal dan mengetahui, tetapi mampu mengungkapkan

kembali konsep dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti serta mampu

mengaplikasikannya dengan bahasa mereka sendiri konsep-konsep tersebut.

Menurut Kilpatrick, Swafford dan Findell (Afrillianto, 2012:196), ada lima

indikator pemahaman konsep matematika siswa adalah sebagai berikut:

a. Menyatakan ulang secara verbal konsep yang telah dipelajari.

b. Mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya

persyaratan untuk membentuk konsep tersebut.

c. Menerapkan konsep secara algoritma.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika.

e. Mengaitkan berbagai konsep (internal dan eksternal matematika).

6

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

2. Model Pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR)

Huda (2016:289) menyatakan bahwa gaya pembelajaran Auditory,

Intellectually, Repetition (AIR) merupakan gaya pembelajaran yang mirip dengan

Somatic, Auditory, Visualization, Intellectually (SAVI) dan pembelajaran

Visualization, Auditory, Kinesthetic (VAK). Perbedaannya hanya terletak pada

pengulangan (repitisi) yang bermakna pendalaman, perluasan dan pemantapan

dengan cara pemberian tugas atau kuis. Pengertian serupa juga dikemukan oleh

Wahyudin (2015:58) bahwa model pembelajaran AIR adalah model pembelajaran

yang efektif dengan memperhatikan tiga hal, yaitu auditory (mendengar),

intellectually (berpikir), dan repetition (pengulangan).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) adalah model

pembelajaran yang menekankan pada tiga aspek yaitu auditory (mendengar),

intellectually (berpikir), dan repetition (pengulangan) yang bermakna

pendalaman, perluasan, pemantapan dengan cara pemberian tugas atau kuis.

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing aspek dalam model

pembelajaran AIR:

a. Auditory

Meier (Huda 2016:289) menyatakan pikiran audiotoris lebih kuat daripada

yang kita sadari. Telinga kita terus menerus menangkap dan menyimpan informasi

auditoris, bahakan tanpa kita sadari. Belajar auditoris merupakan cara belajar

standar bagi masyarakat. Auditory berarti belajar dengan berbicara dan

mendengarkan. Rose (Hamzah, 2014:26) mengungkapkan bahwa dengan

memberikan tekanan auditory pada suatu bahan yang sedang dipelajari akan

membantu melekatkannya pada pikiran dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Menurut Meier (Khadijah, 2013:70) auditory bermakna bahwa belajar haruslah

dengan melalui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi,

mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Sehingga auditory adalah salah satu

modalitas belajar yaitu bagaimana menyerap informasi saat berkomunikasi

ataupun belajar dengan cara mendengarkan pada kegiatan ini siswa dapat saling

menukar informasi yang didapatkan dan siswa dapat mengeluarkan ide mereka

7

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

secara verbal atau guru mengajak siswa membicarakan tentang apa yang

dipelajari, hal ini dikemukakan oleh Baban Sarbana (khadijah, 2013:70).

b. Intellectually

Meier (Huda, 2016:290) menyatakan bahwa intelektual bukanlah pendekatan

tanpa emosi, rasionalistis, akademis, dan terkotak-kotak. Kata intelektual

menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran mereka secara

internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu

pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari

pengalaman tersebut. Intelektualitas yang dijelaskan oleh Huda (2016:290)

sebagai sarana yang digunakan manusia untuk berpikir, menyatukan gagasan dan

menciptakan jaringan saraf. Proses ini tentu tidak berjalan dengan sendirinya, ia

dibantu oleh faktor mental, fisik, emosional dan intuitif. inilah sarana yang

digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan,

pengetahuan menjadi pemahaman, dan pemahaman menjadi kearifan.

Intellectually yang bermakna bahwa belajar haruslah menggunakan

kemampuan berpikir (minds-on), belajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan

berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi,

menemukan, mencipta, mengkonstruksi,memecahkan masalah, dan menerapkan,

Suyatno (Khadijah, 2013:70).

c. Repetition

Menurut Huda (2014:291) repitisi bermakna pengulangan. Dalam konteks

pembelajaran ia merujuk pada pendalaman, perluasan, dan pemantapan siswa

dengan cara memberinya tugas atau kuis. Hamalik (Hamzah, 2014:26)

mengemukakan bahwa repetition adalah mengulang suatu perbuatan berkali-kali.

pentingnya repetition diungkapkan oleh Burhan, dkk (2014:7) bahwa

pengulangan diperlukan dalam pembelajaran agar pemahaman lebih mendalam

dan luas, sebagaimana yang dikemukakan oleh Trianto (2007:22) seluruh

informasi yang masuk, sebagian kecil yang disimpan oleh otak untuk selanjutnya

diteruskan ke memori jangka pendek. Oleh karena itu dengan adanya repetition

dapat diberikan secara teratur pada waktu-waktu tertentu atau setelah tiap unit

yang diberikan, maupun disaat waktu yang dianggap perlu pengulangan. Dengan

8

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

adanya pengulangan dapat mendorong dan memperluas pemahaman siswa,

Slameto (Hamzah, 2014:27).

Adapun langkah-langkah model embelajaran Auditory, Intellectually,

Repetition (AIR) menurut Shoimin (2016:30) sebagai berikut:

a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok 4-5

anggota.

b. Siswa mendengarkan dan memerhatikan penjelasan dari guru.

c. Setiap kelompok mendiskusikan tentang materi yang mereka pelajari dan

menuliskan hasil diskusi tersebut dan selanjutnya untuk dipersentasikan di

depan kelas (auditory).

d. Saat diskusi berlangsung, siswa mendapat soal atau permasalahan yang

berkaitan dengan materi.

e. Masing-masing kelompok memikirkan cara menerapkan hasil diskusi serta

dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk menyelesaikan masalah

(intellectual).

f. Setelah selesai berdiskusi, siswa mendapat pengulangan materi dengan cara

Menurut Shoimin (2016:31) model pembelajaran Auditory, Intellectually,

Repetition (AIR) kelebihannya yaitu siswa lebih aktif dan efektif sedangkan

kekurangannya model ini membutuhkan waktu yang lama, maka didapatkan

penjelasan mengenai model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition

(AIR) yang telah dikemukakan sebelumnya maka kelebihan model ini yaitu:

a. Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering

mengekspresikan idenya.

b. Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif.

c. Siswa dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan

cara mereka sendiri.

d. Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

e. Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam

menjawab permasalahan

9

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Sedangkan kekurangan model pembelajaran Auditory, Intellectually,

Repetition (AIR) yaitu:

a. Membuat dan menyiapkan masalah yang bermakna bagi siswa bukanlah

pekerjaan mudah, upaya memperkecilnya guru harus mempunyai persiapan

yang lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut.

b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit

sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon

permasalahan yang diberikan.

c. Siswa dengan kemampuan tinggi cenderung bosan karena diadakan

pengulangan soal yang mereka telah paham.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunkana metode True Experimental Design, Desain

eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah random, pre-test, post-test

design dimana terdapat kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran

Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dan di kelas kontrol menggunakan

pembelajaran konvensional.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kela VIII SMP Negeri

Muara Beliti yang berjumlah 285 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil

dengan secara acak (sample random) yaitu dengan mengambil dua kelas secara

acak dari populasi yang terdiri dari delapan kelas . Sampel yang terpilih yaitu

kelas VIII.3 yang terdiri dari 34 siswa sebagai kelas eksperimen dengan

menggunakan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) dan

kelas VIII.5 yang terdiri dari 36 siswa sebagai kelas kontrol dengan menggunakan

pembelajaran konvensional.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

tes. Tes diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah (post-

test) siswa diberi perlakuan (treatment) dengan model pembelajaran Auditory,

Intellectually, Repetition (AIR) (kelas eksperimen). Pre-test diberikan untuk

mengetahui kemampuan awal siswa dan post-test diberikan untuk mengetahui

kemampuan akhir siswa setelah diberikan perlakuan. Materi yang digunakan

adalah Operasi Bentuk Aljabar.

10

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Dalam proses penelitian yang dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri Muara

Beliti, peneliti menggunakan model pembelajaran Auditory, Intellectually,

Repetition (AIR) yang dilaksanakan pada materi operasi bentuk aljabar. Dari

delapan kelas yang ada akan diambil sampel secara acak dengan tujuan agar

semua kelas mendapatkan peluang yang sama untuk menjadi sampel pada

penelitian ini. Setelah dilakukan pemilihan secara acak dapatlah dua kelas sebagai

sampel yang kemudian diacak lagi sehingga diperoleh kelas VIII.5 sebagai kelas

eksperimen dan kelas VIII.3 sebagai kelas kontrol. Jumlah pertemuan yang

dilaksanakan peneliti pada kelas eksperimen ini sebanyak lima pertemuan, dengan

rincian satu pertemuan sebagai pre-test, tiga pertemuan pada proses pembelajaran

yang menggunakan model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR)

dan satu pertemuan sebagai post-test. Sedangkan pada kelas kontrol dua

pertemuan yaitu pertemuan pertama sebagai pre-test dan pertemuan selanjutnya

sebagai post-test, untuk proses pembelajarannya dilaksanakan oleh guru

matematika kelas tersebut dengan pembelajaran konvensional.

a. Pre-test

Tabel 4.1

Rekapitulasi Data Hasil Pre-test No Kelas N 𝑥 S

1 Eksperimen 36 10,50 2,62

2 Kontrol 34 10,09 2,92

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat dijabar bahwa dari 36 siswa kelas

eksperimen yang mengikuti pre-test dengan hasil skor terbesar 16 dan skor

terkecil 6. Sedangkan pada kelas kontrol dengan jumlah siswa yang mengikuti

pre-test sebanyak 34 siswa dengan perolehan skor terbesar 16 dan skor terkecil 5.

b. Post-test

Tabel 4.2

Rekapitulasi Data Hasil Post-test

No Kelas N 𝑥 S

1 Eksperimen 36 38,89 3,69

2 Kontrol 34 36,74 3,41

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dijabar bahwa dari 36 siswa kelas

eksperimen yang mengikuti post-test dengan hasil skor terbesar 46 dan skor

11

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

terkecil 28. Sedangkan pada kelas kontrol dengan jumlah siswa yang mengikuti

pre-test sebanyak 34 siswa dengan perolehan skor terbesar 46 dan skor terkecil

30. Dari data di atas dapat dilihat bahwa peningkatan rata-rata skor kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen sebesar 38,89 dan

peningkatan rata-rata skor kemampuan pemahaman konsep matematika siswa

kelas kontrol sebesar 36,74. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan

kemampuan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Perbandingan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa saat pre-

test dan post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada

grafik 4.1:

Grafik 4.1: Skor Rata-rata Pre-test dan Post-test

Pembahasan

Model Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) diharapakan dapat menjadi

salah satu model yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang

membutuhkan pemahaman konsep yang tinggi khususnya masalah yang sering

terjadi dalam pembelajaran, sehingga siswa dapat menggunakan kemampuan

pemahaman konsep dan juga imajinasinya dalam menyelesaikan masalah yang

diberikan bahkan di ikuti dengan praktik yang nyata di depan kelas.

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui peningkatan skor rata-rata

kemampuan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen sebesar 38,89 sedangkan

pada kelas kontrol hanya mengalami peningkatan skor rata-rata kemampuan

pemahaman konsep matematika siswa sebesar 36,74. Hal tersebut berarti

0

10

20

30

40

Kontrol Eksperimen

Pre-test

Post-test

12

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

peningkatan skor rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa

kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Setelah dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas diperoleh kesimpulan pada uji-t yaitu tolak Ho

dan terima Ha, karena thitung > ttabel (2,56 > 1,67) sehingga hipotesis yang diajukan

dalam penelitian ini terbukti. Jadi kesimpulan pada penelitian ini adalah “Terdapat

pengaruh model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR) terhadap

kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP Negeri Muara

Beliti Tahun Pelajaran 2017/2018”.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa

terdapat pengaruh model pembelajaran Auditory, Intellectually, Repetition (AIR)

terhadap kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas VIII SMP

Negeri Muara Beliti tahun pelajaran 2017/2018. Rata-rata pemahaman konsep

matematika kelas eksperimen adalah 38,89 dan kelas kontrol 36,74.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis

menyampaikan saran-saran sebagai berikut: 1) Siswa, diharapkan agar lebih aktif

dan dalam belajar terutama dalam menyelesaikan soal-soal baik secara mandiri

ataupun berkelompok. 2) Guru, diharapkan dapat menerapakan model Auditory,

Intellectually, Repetition (AIR) sebagai upaya meningkatkan pemahaman konep

siswa, sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang ada

di sekolah. 3) Peneliti, diharapkan dapat menggunakan model Auditory,

Intellectually, Repetition (AIR) pada pembelajaran matematika untuk dijadikan

sebagai pengalaman dalam mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

Afrilianto, M. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Kompetensi Strategis

Matematis Siswa SMP dengan Pendekatan Metaphorical Thinking. Jurnal

Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 1 (2)

Hal. 354-358.

Akmil, R. A. 2012. Implementasi CTL dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep

Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol.1(1) Hal. 22-29.

13

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Bernard, M. 2014. Pengaruh pembelajaran dengan menggunakan multimedia

macromedia falsh terhadap kemampuan penalaran matematik. Prosiding

Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP

Siliwangi Bandung. Vol. 1 Hal. 425-429.

Burhan, Arini Viola, dkk. 2014. Penerapan Model AIR Pada Pembelajaran

Matematika Siswa Kelas VII SMPN 18 Padang. Jurnal Pendidikan

Matematika, Part 1 Vol. 3 No.1 Hal. 6-11.

Hamzah Nur, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa dalam

Pembelajaran Fisika Kelas X IPA 3 SMA Negeri 3 Purworejo Tahun

Pelajaran 2013/2014, Vol. 4 No. 1 Hal. 26-29.

Huda, Miftahul. 2016. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran:Isu-Isu

Metodis dan Paradigmatis.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Khadijah, S. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Auditory intellectually

repetition dalam Pengajaran Matematika di Kelas VII MTS, Jurnal

Pendidikan Matematika. Vol.1 (1) Hal. 68-75.

Putri, M. P. dkk. 2012. Pemahaman Konsep Matematika Pada Materi Turunan

Melalui Pembelajaran Teknik Probing. Jurnal Pendidikan Matematika.

Vol.1 (1) Part 2 Hal. 68-72.

Putri, M. P. dkk. 2012. Pemahaman Konsep Matematika Pada Materi Turunan

Melalui Pembelajaran Teknik Probing. Jurnal Pendidikan Matematika.

Vol.1 (1) Part 2 Hal. 68-72.

Rahmawati, A. 2014. meningkatkan kemampuan pemahaman matematik siswa

smp melalui metode penemuan terbimbing. Prosiding Seminar Nasional

Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung.

Vol. 1 Hal. 278-282.

Saltifa, Pon. dkk. 2012. Penggunaan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Dalam

Memahami Konsep Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol.1 (1)

Part 2 Hal-73-76.

Sariningsih, R. 2014. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA

Menggunakan Pembelajaran Kontekstual. Prosiding Seminar Nasional

Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi

Bandung. Vol. 1 Hal. 171-179.

Selviani, dkk. 2016. Pengaruh Model Pembelajaran Auditory Intellectually And

Reptetition Terhadap Kemampuan Pemahamn Konsep di SMP PUSTEK

SERPONG. Jurnal E-Dumath. Vol 2 (2). Hal 193-201.

14

Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

Shoimin, A. 2013. 68 Model Pembelajaran Inovatif Dalam Kurikulum 2013.

Yogyakarta: AR-Ruzz Media.

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Yuniarti, Y.S. 2014. Meningkatkan kemampuan generalisasi matematis siswa smp

dan sikap siswa terhadap matematika dengan model pembelajaran inkuiri

terbimbing. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program

Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 1 Hal. 392-396.

Zevika, dkk. 2012. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa Kelas

Viii SMP Negeri 2 Padang Panjang Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think Pair Share Disertai Peta Pikiran. Jurnal Pendidikan Matematika.

Vol. 1 (2) Hal. 45-50.