pengaruh metode tapps terhadap hasil belajar dan...
TRANSCRIPT
1
PENGARUH METODE TAPPS TERHADAP HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN
BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 SALATIGA
SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2014/2015
Widya Pratiwi1, Kriswandani
2, Erlina Prihatnani
3
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1 Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
2 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
3 : Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar dan
keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran
2014/2015. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015 sebanyak
281 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling dan diperoleh
siswa kelas X-3 sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas X-4 sebagai kelompok kontrol dengan
jumlah siswa untuk masing-masing kelas 36 siswa. Desain penelitian ini menggunakan Pretest-
Postest Control Group Design dengan kondisi awal baik hasil belajar maupun keaktifan belajar
matematika siswa dalam kondisi seimbang. Hasil uji normalitas posttest menghasilkan nilai
signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,093 dan untuk kelas kontrol sama atau lebih dari 0,200.
Hal ini berarti nilai posttest pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. Hasil uji hipotesis data untuk hasil belajar menunjukkan antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol menghasilkan nilai signifikansi 0,022, yang berarti terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap
hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.
Hasil uji normalitas keaktifan belajar akhir menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen
sama atau lebih dari 0,200 dan untuk kelas kontrol sebesar 0,061. Hal ini berarti keaktifan belajar
akhir pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji
hipotesis data untuk keaktifan belajar akhir menunjukkan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
menghasilkan nilai signifikansi mendekati 0 dan kurang dari 0,05, yang berarti terdapat pengaruh
metode TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester
2 Tahun Ajaran 2014/2015.
Kata Kunci : metode TAPPS, hasil belajar, keaktifan belajar
PENDAHULUAN
Tujuan pembelajaran matematika yang diungkapkan dalam Garis-garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) matematika menurut Suherman, dkk (2003: 58) meliputi dua hal, yaitu
mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan
di dunia yang selalu berkembang melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis,
rasional, kritis, cermat, jujur, efisien, dan efektif serta mempersiapkan siswa agar dapat
menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan
menerapkannya dalam mempelajari ilmu pengetahuan lainnya. Menurut Djamarah (2000:
25), salah satu indikator tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran adalah dengan melihat
hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya
ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru, tes tersebut misalnya ulangan harian, tugas-
2
tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pembelajaran berlangsung, tes akhir
semester, dan sebagainya (Nasution, 2006: 36). Selain itu, Tirtonegoro (2001) mengatakan
bahwa hasil belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah
dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu.
Kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika merupakan masalah utama
dalam pembelajaran matematika (Suhendra, dkk., 2007). Masalah hasil belajar pada
pembelajaran matematika juga dialami oleh siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga.
Permasalahan yang terjadi adalah belum optimalnya hasil belajar matematika siswa. Hal
tersebut diantaranya dapat dilihat dari nilai siswa kelas X-3 pada tes akhir semester 1 yang
hanya mencapai rata-rata 57,75. Data menunjukkan bahwa dari 36 siswa, hanya 7 siswa yang
dapat mencapai nilai pada kategori tinggi dengan rentang nilai 68 – 101.
Selain permasalahan hasil belajar, juga terdapat permasalahan tentang keaktifan belajar
siswa. Sudjana dan Rivai dalam Agung (2010: 74) mendefinisikan keaktifan belajar sebagai
peristiwa dimana siswa terlibat langsung secara intelektual dan emosional sehingga siswa
betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan yang dilakukan selama
proses pembelajaran. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila siswa terlibat langsung
secara aktif dalam suatu kegiatan baik secara intelektual dan emosional. Hal tersebut
didukung oleh pendapat Sanjaya (2006: 141) yang menyebutkan bahwa ada 3 ciri-ciri
keaktifan belajar siswa, yaitu 1) adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental,
emosional maupun intelektual dalam setiap proses pembelajaran; 2) adanya keterlibatan
siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan pertanyaan, berusaha
memecahkan masalah yang diajukan atau timbul selama proses pembelajaran berlangsung;
dan 3) terjadinya interaksi yang multi arah, baik antara siswa dengan siswa atau antara guru
dengan siswa.
Keaktifan belajar siswa menurut Sugandi (2007: 75) tidak hanya keterlibatan dalam
bentuk fisik seperti duduk melingkar, mengerjakan atau melakukan sesuatu, akan tetapi dapat
juga dalam bentuk proses analisis, analogi, komparasi, penghayatan, yang kesemuanya
merupakan keterlibatan siswa dalam hal psikis dan emosi. Sejalan dengan pendapat tersebut,
Diedrich dalam Sardiman (2007) mendefinisikan bahwa terdapat 8 indikator keaktifan
belajar, yaitu kegiatan visual (visual activities), kegiatan lisan (oral activities), kegiatan
mendengarkan (listening activities), kegiatan menulis (writing activities), kegiatan
menggambar (drawing activities), kegiatan emosional (emotional activities), kegiatan
motorik (motor activities), dan kegiatan mental (mental activities). Keaktifan belajar siswa
3
dapat diukur dengan cara mengamati siswa dengan lembar observasi dan angket keaktifan
belajar siswa.
Hasil observasi dan wawancara guru matematika kelas X SMA Negeri 2 Salatiga
menunjukkan bahwa guru masih menggunakan metode ceramah. Siswa cenderung kurang
aktif untuk berpartisipasi pada proses pembelajaran di kelas. Hal tersebut ditunjukkan dengan
masih sedikitnya siswa yang mengemukakan pendapat saat pelajaran, siswa berbicara sendiri
saat guru menerangkan, banyak siswa tidak mencatat apa yang dituliskan guru, dan
kebanyakan siswa tidak bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Berdasarkan hasil
observasi menggunakan lembar observasi dan hasil perhitungan angket keaktifan belajar yang
sudah diisi oleh siswa, dari 36 siswa banyak siswa yang masuk kategori tinggi yaitu sebanyak
33 siswa, sedangkan 3 siswa yang lain masuk kategori sedang.
Roestiyah (2008) mengungkapkan bahwa salah satu upaya untuk memperbaiki hasil
belajar dan keaktifan belajar siswa adalah dengan pemilihan dan penggunaan metode
pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran menurut Sutikno (2009: 88) adalah cara-cara
menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran
pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan. Salah satu metode pembelajaran yang
menitikberatkan pada peran serta siswa dalam belajar adalah metode Thingking Aloud Pair
Problem Solving (TAPPS). Barkley (2012: 257) mendefinisikan metode TAPPS sebagai
teknik dimana siswa menyelesaikan masalah secara lisan untuk menunjukkan penalaran
mereka kepada temannya yang mendengarkan. Metode ini sangat berguna untuk menekankan
proses penyelesaian masalah (bukan hasilnya) dan membantu siswa mengidentifikasikan
kesalahan-kesalahan logika atau proses. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stice (2012)
mengungkapkan bahwa metode pembelajaran ini merupakan salah satu metode pembelajaran
yang menekankan pada keaktifan siswa dalam menggunakan semua indera dan kemampuan
berpikir untuk memahami konsep yang dipelajari.
Pembelajaran dengan metode TAPPS mencakup tiga peranan, yaitu fasilitator yang
merupakan peran guru serta problem solver dan listener sebagai peran dari siswa. Menurut
Stice (2012), setiap peranan memiliki tugas masing-masing yang akan mengikuti aturan
tertentu. Fasilitator bertugas untuk mengatur, memonitor, membimbing, dan mengevaluasi
jalannya diskusi. Problem solver bertugas untuk membaca soal dengan suara cukup keras,
menyelesaikan soal dengan cara sendiri, dan mengungkapkan segala hasil pemikirannya
kepada listener. Adapun listener bertugas untuk bertanya, mengoreksi, dan memastikan
pekerjaan problem solver dalam menyelesaikan permasalahannya. Langkah-langkah
pembelajaran metode TAPPS yang dilaksanakan di dalam kelas menurut Timarna (2013)
4
adalah 1) Pendahuluan, yang meliputi menyampaikan tujuan pembelajaran, memberikan
apersepsi, dan memotivasi siswa agar berpartisipasi aktif dalam pembelajaran; 2) Kegiatan
inti, yang meliputi menjelaskan materi, membagi siswa menjadi beberapa kelompok,
mengarahkan siswa untuk menentukan siapa yang akan menjadi problem solver dan listener
dalam kelompok tersebut, memberikan tugas untuk siswa pecahkan, berkeliling untuk
memantau kegiatan siswa, bersama siswa membahas bersama masalah yang diberikan,
memberikan tes akhir untuk dikerjakan secara individu, membahas posttest tersebut bersama-
sama, dan memberikan penghargaan kepada siswa atau kelompok yang berhasil menjawab
soal dengan benar; 3) Penutup, yang meliputi membimbing siswa untuk merangkum apa yang
telah dipelajari dan menyimpulkan hasil dari pembelajaran.
Kelebihan pembelajaran dengan metode TAPPS menurut Sanjaya (2007: 218-219)
diantaranya 1) menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa, 2) siswa lebih memahami isi pelajaran karena pembelajaran
dilakukan dengan teknik pemecahan masalah, 3) membantu siswa untuk mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang siswa lakukan, 4)
mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir, dan 5) memberikan kesempatan kepada siswa
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan metode TAPPS sebagai metode
pembelajaran, seperti penelitian yang dilakukan Frisca (2013) yang menyimpulkan bahwa
metode TAPPS dapat meningkatkan prestasi dan aktivitas belajar siswa kelas VIII J SMPN
15 Mataram Tahun Ajaran 2012/2013 pada materi pokok bangun ruang sisi datar. Penelitian
lain oleh Fatimah (2013), menyimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas V SD
Darul Falah dapat ditingkatkan dengan menggunakan metode TAPPS. Selain itu juga terdapat
penelitian Mukaromah (2013) yang menyimpulkan bahwa metode pembelajaran TAPPS
lebih efektif daripada metode konvensional (diskusi) yang selama ini digunakan guru mata
pelajaran biologi di SMP Negeri 10 Jember.
Bertolak dari permasalahan hasil belajar dan keaktifan belajar serta adanya teori dan
hasil penelitian terkait metode TAPPS, maka dirumuskan masalah: 1) Apakah terdapat
pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2
Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015? dan 2) Apakah terdapat pengaruh metode
TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga
semester 2 tahun ajaran 2014/2015? Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk: 1)
Mengetahui ada tidaknya pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar matematika siswa
5
kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015 dan 2) Mengetahui ada
tidaknya pengaruh metode TAPPS terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA
Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment), disebut
eksperimen karena adanya pemberian perlakuan terhadap kelas eksperimen dan disebut semu
karena peneliti tidak dapat mengontrol seluruh variabel luar yang berpengaruh terhadap hasil
penelitian. Hal ini berarti bahwa hasil belajar dan keaktifan belajar kedua kelompok setelah
diberi perlakuan tidak hanya dipengaruhi oleh metode pembelajaran saja, tetapi juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lain. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2
Salatiga yang berlokasi di Jalan Tegalrejo No.79, Kecamatan Argomulyo, Salatiga pada
semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjumlah 281 siswa
yang terbagi dalam 8 kelas. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan Cluster Random
Sampling dan diperoleh dua kelas sampel yaitu siswa kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dan
siswa kelas X-4 sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa untuk masing-masing kelas 36
siswa. Kelas eksperimen adalah kelas yang diberi perlakuan menggunakan metode TAPPS
sebanyak 4 kali pertemuan yang masing-masing pertemuan lamanya 2x40 menit, sedangkan
kelas kontrol adalah kelas yang menerapkan metode ceramah tanpa menggunakan metode
TAPPS. Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode TAPPS, sedangkan variabel
terikatnya adalah hasil belajar dan keaktifan belajar. Desain dalam penelitian ini adalah
Pretest-Postest Control Group Design, yaitu desain yang menggunakan dua kelas yang
dipilih secara random, kemudian kedua kelas diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal
adakah perbedaan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol selanjutnya diberikan posttest
untuk mengetahui pengaruh dari penerapan metode setelah diberikan perlakuan (Sugiyono,
2012: 112).
Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi yang digunakan untuk
memperoleh data nilai tes akhir semester 1 yang dijadikan data pretest, metode tes yang
digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa, serta metode observasi dan
angket yang digunakan untuk mengukur keaktifan belajar matematika siswa. Instrumen yang
digunakan adalah tes hasil belajar, angket keaktifan belajar, dan lembar observasi keaktifan
belajar. Instrumen tes hasil belajar berupa 8 soal uraian yang disusun berdasarkan SK, KD,
dan indikator materi. Instrumen angket keaktifan belajar terdiri dari 40 pernyataan yang
6
disusun berdasarkan indikator keaktifan belajar menurut Diedrich. Angket disusun atas dasar
skala Likert dimana pernyataan-pernyataan yang diajukan dinilai oleh subjek dengan pilihan
sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai. Instrumen lembar observasi
keaktifan belajar terdiri dari 8 pernyataan yang disusun berdasarkan indikator keaktifan
belajar menurut Diedrich. Sebelum digunakan untuk pengukuran, dilakukan uji validitas
untuk soal posttest serta uji validitas dan reliabilitas untuk angket keaktifan belajar. Hal ini
dilakukan untuk memastikan bahwa instrumen layak digunakan untuk pengukuran.
Hasil pengujian validitas angket keaktifan belajar diketahui bahwa dari 40 item
pernyataan, 23 item dinyatakan valid karena memiliki nilai r ≥ 0,3 dan 17 item dinyatakan
tidak valid karena memiliki nilai r ≤ 0,3. Selanjutnya, analisis reliabilitas instrumen
memberikan koefisien reliabilitas sebesar 0,808. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa
instrumen layak digunakan untuk mengukur variabel penelitian.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal sebelum diberi Perlakuan
1. Hasil Belajar
Analisis hasil belajar awal menggunakan data tes akhir semester 1 (pretest).
Hasil analisis deskriptif pretest dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 36 30 87 57.75 13.832
Kontrol 36 33 85 58.25 14.076
Valid N (listwise) 36
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa rata-rata nilai pretest kelas kontrol yaitu
58,25 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 57,75. Selain itu, nilai
minimal kelas kontrol yaitu 33 juga lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen
yaitu 30. Namun demikian, nilai maksimal kelas kontrol yaitu 85 lebih rendah
dibandingkan kelas eksperimen yang bisa mencapai 87. Selain itu, standar deviasi
dari nilai kelas kontrol pun yaitu 14,076 lebih tinggi daripada kelas eksperimen yaitu
13,832. Hal ini berarti keberagaman nilai kelas kontrol lebih tinggi daripada kelas
eksperimen. Sebaran nilai pretest kelas baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol
dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2. Kategori Nilai Pretest
No. Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %
1 68 – 101 Tinggi 7 9,72 8 11,11
2 34 – 67 Sedang 26 36,11 26 36,11
3 0 – 33 Rendah 3 4,17 2 2,78
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa sebagian
besar siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masuk dalam kategori
sedang dengan jumlah siswa yang sama yaitu 26 siswa. Adapun yang masuk
kategori tinggi dan sedang untuk kelas eksperimen dan kontrol hanya berselisih 1
untuk masing-masing kategori. Siswa yang masuk kategori tinggi untuk kelas
eksperimen 7 siswa dan kelas kontrol 8 siswa, sedangkan siswa yang masuk kategori
rendah untuk kelas eksperimen 3 siswa dan untuk kelas kontrol hanya 2 siswa.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Nilai Pretest
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen .102 36 .200*
Kontrol .077 36 .200*
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi awal hasil belajar
matematika siswa juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat
dilihat pada Tabel 3. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov untuk
kelas eksperimen dan kontrol keduanya menghasilkan nilai signifikansi sama atau
lebih dari 0,200. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti nilai pretest pada setiap
kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dapat
dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji beda rerata
dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Uji Independent Sample t-test Nilai Pretest
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Nilai
awal
Equal
variances
assumed
.107 .744 -.152 70 .880 -.500 3.289 -7.060 6.060
Equal
variances
not assumed
-.152 69.979 .880 -.500 3.289 -7.060 6.060
8
Berdasarkan Tabel 4, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0,744 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi
sama (homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan
adalah uji independent sample t-test jenis equal variances assumed. Uji tersebut
menghasilkan nilai signifikansi 0,880. Nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga H0
diterima. Hal ini berarti nilai hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dalam kondisi seimbang.
2. Keaktifan Belajar
Hasil analisis keaktifan belajar awal siswa menggunakan data hasil perhitungan
jumlah skor angket dan lembar observasi keaktifan belajar awal siswa. Hasil analisis
deskriptif keaktifan belajar awal dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Deskripsi Statistika Keaktifan Belajar Awal
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 36 65 96 77.33 7.006
Kontrol 36 69 96 78.22 6.321
Valid N (listwise) 36
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan belajar kelas
kontrol yaitu 78,22 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 77,33. Selain
itu, skor minimal kelas kontrol yaitu 69 juga lebih tinggi dibandingkan kelas
eksperimen yaitu 65. Skor maksimal kelas kontrol sama dengan kelas eksperimen
yaitu 96. Standar deviasi dari skor kelas kontrol yaitu 6,321 lebih rendah daripada
kelas eksperimen yaitu 7,006. Hal ini berarti keberagaman skor kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sebaran skor keaktifan belajar awal kelas baik
kelas eksperimen maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kategori Skor Keaktifan Belajar Awal
No. Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %
1 68 – 101 Tinggi 33 45,83 36 50
2 34 – 67 Sedang 3 4,17 0 0
3 0 – 33 Rendah 0 0 0 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 6, dapat dilihat bahwa tidak ada
siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk kategori rendah.
Selain itu, semua siswa dari kelas kontrol yaitu 36 siswa masuk pada kategori tinggi.
Adapun untuk kelas eksperimen hanya 33 siswa yang masuk pada kategori tinggi,
sedangkan 3 siswa yang lain masuk pada kategori sedang.
9
Tabel 7. Uji Normalitas Keaktifan Belajar Awal
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen .130 36 .127
Kontrol .144 36 .056
a. Lilliefors Significance Correction
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi keaktifan belajar
awal juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada
Tabel 7. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov menghasilkan nilai
signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,127 dan untuk kelas kontrol sebesar
0,056. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti keaktifan belajar pada setiap kelas
masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal, maka dapat
dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji beda rerata
dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Independent Sample t-test Keaktifan Belajar Awal
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skor Equal
variances
assumed
.173 .679 -.866 70 .389 -1.389 1.603 -4.586 1.808
Equal
variances
not
assumed
-.866 69.737 .389 -1.389 1.603 -4.586 1.808
Berdasarkan Tabel 8, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0,679 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi
sama (homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan
adalah uji independent sample t-test jenis equal variances assumed. Uji tersebut
menghasilkan nilai signifikansi 0,389. Nilai signifikansi lebih dari 0,05 sehingga H0
diterima. Hal ini berarti kondisi awal keaktifan belajar siswa antara kedua kelompok
sampel seimbang.
B. Kondisi Akhir setelah diberi Perlakuan
1. Hasil Belajar
Analisis hasil belajar akhir menggunakan data hasil posttest. Hasil analisis
deskriptif posttest dapat dilihat pada Tabel 9.
10
Tabel 9. Hasil Deskripsi Statistik Nilai Posttest
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 36 53 90 71.69 10.212
Kontrol 36 43 85 65.58 11.814
Valid N (listwise) 36
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa rata-rata nilai posttest kelas eksperimen
yaitu 71,69 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 65,58. Nilai minimal kelas
eksperimen yaitu 53 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 43, selain itu nilai
maksimal kelas eksperimen yaitu 90 juga lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol
yaitu 85. Standar deviasi dari nilai kelas kontrol yaitu 11,814 lebih tinggi daripada
kelas eksperimen yaitu 10,212. Hal ini berarti keberagaman nilai kelas kontrol lebih
tinggi daripada kelas eksperimen. Sebaran nilai posttest kelas baik kelas eksperimen
maupun kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Kategori Nilai Posttest
No. Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %
1 68 – 101 Tinggi 20 27,78 18 25
2 34 – 67 Sedang 16 22,22 18 25
3 0 – 33 Rendah 0 0 0 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 10, dapat dilihat bahwa tidak ada
siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk kategori rendah.
Adapun untuk kelas kontrol, siswa yang masuk kategori tinggi dan sedang
jumlahnya setara yaitu 18 siswa. Jumlah tersebut selisih 2 siswa untuk masing-
masing kategori tinggi dan sedang pada kelas eksperimen, yaitu 20 siswa untuk
kategori tinggi dan 16 siswa untuk kategori sedang.
Tabel 11. Uji Normalitas Posttest
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen .107 36 .200*
Kontrol .089 36 .200*
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi akhir hasil
belajar matematika siswa juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya
dapat dilihat pada Tabel 11. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov
menghasilkan nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sebesar 0,093 dan untuk
kelas kontrol sama atau lebih dari 0,200. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti
nilai posttest pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang
11
berdistribusi normal, maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas
dengan Levene dan uji beda rerata dengan independent sample t-test. Hasil
perhitungannya dapat dilihat dalam Tabel 12.
Tabel 12. Hasil Uji Independent Sample T-test Posttest
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Nilai Equal
variances
assumed
.474 .494 2.348 70 .022 6.111 2.603 .920 11.302
Equal
variances not
assumed
2.348 68.564 .022 6.111 2.603 .919 11.304
Berdasarkan Tabel 12, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0,494 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi
sama (homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang digunakan
adalah uji independent sample t-test jenis equal variances assumed yaitu 0,022.
Nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima, berarti rata-
rata nilai hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak sama. Rata-
rata nilai hasil belajar kelas eksperimen 71,69 lebih tinggi daripada kelas kontrol
65,58. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode TAPPS
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
2. Keaktifan Belajar
Hasil analisis keaktifan belajar akhir siswa menggunakan data hasil perhitungan
skor rata-rata angket dan lembar observasi keaktifan belajar akhir siswa. Hasil
analisis deskriptif keaktifan belajar akhir dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Deskripsi Keaktifan Belajar Akhir
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Eksperimen 36 69 92 80.06 5.767
Kontrol 36 66 81 73.56 3.946
Valid N (listwise) 36
Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa rata-rata skor keaktifan belajar kelas
eksperimen yaitu 80,06 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 73,56. Selain
itu, skor minimal kelas eksperimen yaitu 69 juga lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol yaitu 66. Skor maksimal kelas kontrol pun yaitu 81 lebih rendah
12
dibandingkan kelas eksperimen yang bisa mencapai 92. Standar deviasi dari skor
kelas kontrol yaitu 3,946 lebih rendah daripada kelas eksperimen yaitu 5,767. Hal ini
berarti keberagaman skor kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.
Sebaran skor keaktifan belajar akhir kelas baik kelas eksperimen maupun kelas
kontrol dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Kategori Keaktifan Belajar Akhir
No. Interval Kategori Eksperimen Kontrol
Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %
1 68 – 101 Tinggi 36 50 35 48,61
2 34 – 67 Sedang 0 0 1 1,39
3 0 – 33 Rendah 0 0 0 0
Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa tidak ada
siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol yang masuk kategori rendah.
Selain itu, semua siswa dari kelas eksperimen yaitu 36 siswa masuk pada kategori
tinggi. Adapun untuk kelas eksperimen hanya 35 siswa yang masuk pada kategori
tinggi, sedangkan 1 siswa yang lain masuk pada kategori sedang.
Tabel 15. Uji Normalitas Keaktifan Belajar Akhir
Kolmogorov-Smirnova
Statistic df Sig.
Eksperimen .087 36 .200*
Kontrol .143 36 .061
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Selain analisis deskriptif, guna menguji keseimbangan kondisi akhir keaktifan
belajar siswa juga digunakan analisis inferensial. Hasil perhitungannya dapat dilihat
pada Tabel 15. Hasil uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov menghasilkan
nilai signifikansi untuk kelas eksperimen sama atau lebih dari 0,200 dan untuk kelas
kontrol sebesar 0,061. Keduanya lebih dari 0,05. Hal ini berarti keaktifan belajar
pada setiap kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal,
maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas dengan Levene dan uji
beda rerata dengan independent sample t-test. Hasil perhitungannya dapat dilihat
dalam Tabel 16.
13
Tabel 16. Hasil Uji Independent Sample T-test Keaktifan Belajar Akhir
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Skor Equal
variances
assumed
5.196 .026 5.582 70 .000 6.500 1.165 4.177 8.823
Equal
variances
not
assumed
5.582 61.880 .000 6.500 1.165 4.172 8.828
Berdasarkan Tabel 16, hasil uji homogenitas menghasilkan nilai signifikansi
sebesar 0,026 > 0,05 yang berarti data berasal dari populasi yang memiliki variansi
tidak sama (tidak homogen). Oleh karena itu, uji independent sample t-test yang
digunakan adalah uji independent sample t-test jenis equal variances not assumed
yaitu mendekati 0,000. Nilai signifikansi kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dan
H1 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa keaktifan belajar kelas eksperimen lebih
tinggi daripada keaktifan belajar kelas kontrol. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan metode TAPPS berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa.
C. Pembahasan
1. Hasil Belajar
Hasil perhitungan data pretest dengan uji independent t-test menghasilkan nilai
signifikansi sebesar 0,880 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal hasil
belajar matematika siswa antara kedua kelas seimbang. Tindakan yang dilakukan
berikutnya adalah pelaksanaan pembelajaran selama 3 kali pertemuan untuk masing-
masing kelas. Pembelajaran yang dilakukan pada kelas eksperimen dilakukan
dengan diterapkannya metode TAPPS, sedangkan kelas kontrol menggunakan
metode ceramah tanpa penggunaan metode TAPPS. Setelah proses pembelajaran
berakhir, kemudian kedua kelas diberikan tes untuk mengukur hasil belajar
matematika siswa setelah adanya perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.
Hasil perhitungan data posttest dengan uji independent t-test menghasilkan nilai
signifikansi sebesar 0,022 < 0,05 sehingga H0 ditolak, hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan kedua hasil tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode TAPPS terhadap hasil belajar
14
matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran
2014/2015. Hasil ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam penelitian ini.
Adapun perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika siswa yang
diajar dengan metode TAPPS dengan siswa yang diajar tanpa metode TAPPS
dikarenakan pembelajaran dengan metode TAPPS lebih ditekankan pada proses
dimana siswa dapat memecahkan masalah dengan pikirannya sendiri (Musanif,
2007: 1). Hal ini mengakibatkan siswa lebih memahami apa yang siswa kerjakan
dengan memperhatikan langkah demi langkah penyelesaiannya. Berbeda dengan
pembelajaran tanpa metode TAPPS yang pembelajarannya dilakukan dengan lebih
banyak ceramah dan pemberian contoh soal dengan hanya berpatokan pada rumus
yang sudah ada. Hal tersebut akan mengakibatkan pemikiran siswa hanya terbatas
pada hafalan.
Pembelajaran dengan metode TAPPS juga mengajarkan kepada siswa untuk
bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu permasalahan dan atas apa yang
siswa kerjakan. Hal ini sesuai dengan peranan siswa sebagai problem solver yang
dituntut untuk memberikan informasi permasalahan serta penyelesaiannya dengan
memperhatikan darimana penyelesaian itu berasal. Bagitu juga dengan siswa yang
berperan sebagai listener, metode TAPPS mengajarkan siswa untuk lebih teliti
dalam memperhatikan penyelesaian dari problem solver. Hal itu dikarenakan sebagai
listener dituntut untuk membantu dan memastikan pekerjaan problem solver dalam
menyelesaikan permasalahannya (Stice, 2012). Apabila listener kurang teliti maka
akan berakibat keduanya memiliki pemahaman yang salah mengenai penyelesaian
tersebut. Pada pembelajaran yang tanpa menggunakan metode TAPPS, ada juga
peran listener namun karena problem solvernya guru maka siswa enggan bertanya.
Kemampuan guru dalam menerapkan metode ini juga diuji dikarenakan guru
ikut berperan sebagai fasilitator. Sebagai fasilitator guru berperan untuk mengatur,
memonitor, membimbing, dan mengevaluasi jalannya diskusi. Namun, dikarenakan
pembagian kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 2 siswa dan jumlah
siswa ada 36, jadi ada 18 kelompok yang harus diatasi, maka menjadikan guru
kesulitan mengatasi siswa yang ramai. Hal itu mengakibatkan guru kurang maksimal
dalam menjalankan tugasnya sebagai fasilitator. Permasalahan tersebut dapat diatasi
dengan cara pembagian kelompok yang lebih besar, yaitu masing-masing kelompok
terdiri dari 9 siswa yang terbagi menjadi 4 kelompok, sehingga guru lebih mudah
dalam memonitor jalannya diskusi. Namun demikian, pembelajaran dengan metode
15
TAPPS berlangsung dengan baik karena kebanyakan siswa dapat mudah menangkap
arahan dan penjelasan dari guru. Siswa juga dapat mengingat materi yang pernah
siswa pelajari dengan baik, hal itu memudahkan dalam proses diskusi kelompok.
2. Keaktifan Belajar
Sebelum diberi perlakuan, kedua kelas yaitu kelas eskperimen dan kontrol
diberikan angket keaktifan belajar awal untuk diisi oleh masing-masing siswa dan
dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dari masing-masing kelas
untuk memperoleh data awal keaktifan belajar matematika siswa. Hasil perhitungan
data keaktifan belajar awal dengan uji independent t-test menghasilkan nilai
signifikansi sebesar 0,389 > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa kondisi awal
keaktifan belajar matematika siswa antara kedua kelas seimbang. Selama proses
pembelajaran, dilakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran dari masing-
masing kelas untuk masing-masing pertemuan dan setelah proses pembelajaran
berakhir, kembali kedua kelas diberikan angket keaktifan belajar akhir untuk diisi
oleh masing-masing siswa untuk mengukur keaktifan belajar matematika siswa
setelah adanya perbedaan perlakuan dalam proses pembelajaran.
Hasil perhitungan data keaktifan belajar akhir dengan uji independent t-test
menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 sehingga H0 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan keaktifan belajar matematika siswa antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan. Berdasarkan kedua
hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh metode TAPPS
terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga
semester 2 tahun ajaran 2014/2015. Hasil ini sesuai dengan rumusan hipotesis dalam
penelitian ini.
Adapun perbedaan yang signifikan antara keaktifan belajar matematika siswa
yang diajar dengan metode TAPPS dengan siswa yang diajar tanpa metode TAPPS
dikarenakan pembelajaran dengan metode TAPPS menekankan pada keaktifan siswa
dalam menggunakan semua indera dan kemampuan berpikir untuk memahami
konsep yang dipelajari (Stice, 2012). Hal ini mengakibatkan siswa lebih aktif
daripada guru. Berbeda dengan pembelajaran tanpa metode TAPPS yang
pembelajarannya dilakukan dengan lebih banyak ceramah dan pemberian contoh
soal untuk dikerjakan. Hal tersebut akan mengakibatkan siswa cenderung kurang
aktif karena didominasi oleh guru.
16
Pembelajaran dengan metode TAPPS secara tidak langsung menumbuhkan
keaktifan siswa dikarenakan tuntutan peranan dari masing-masing siswa yang
mengharuskan siswa berpartisipasi aktif dalam proses diskusi kelompok. Hal ini
melatih siswa untuk terbiasa aktif dalam proses pembelajaran, entah itu aktif
berbicara, mengemukakan pendapat, dsb seperti halnya 8 indikator keaktifan belajar
yang dikemukakan oleh Diedrich dalam Sardiman (2007), yaitu kegiatan visual
(visual activities), kegiatan lisan (oral activities), kegiatan mendengarkan (listening
activities), kegiatan menulis (writing activities), kegiatan menggambar (drawing
activities), kegiatan emosional (emotional activities), kegiatan motorik (motor
activities), dan kegiatan mental (mental activities). 8 indikator tersebut dapat dicapai
oleh siswa melalui penerapan metode TAPPS karena langkah-langkah dalam metode
ini sudah disusun sedemikian rupa sehingga siswa aktif segalanya.
Kegiatan yang dilakukan siswa adalah diskusi dengan bimbingan dari guru.
Pelaksanaan pembelajaran pada pertemuan pertama masih belum maksimal karena
siswa belum terbiasa belajar secara berkelompok. Beberapa siswa masih tidak
terlibat aktif dengan kelompoknya. Pelaksanaan pembelajaran pertemuan
selanjutnya sudah cukup baik karena siswa sudah mulai terbiasa. Siswa lebih merasa
tertantang karena dalam pembelajaran siswa dituntut harus menguasai apa yang
siswa kerjakan, mengingat siswa harus menerangkan kepada pasangannya sampai
siswa itu mengerti. Siswa dapat memahami materi dengan mudah karena selain
siswa belajar sendiri, temannya juga menerangkan materi tersebut. Namun,
terkadang siswa ribut sendiri dengan siswa lain yang bukan pasangannya
membicarakan materi yang sedang siswa itu kerjakan. Hal itu membuat guru sulit
untuk mengontrol siswa karena siswa terlihat begitu semangat dalam pembelajaran.
Semangat dan antusias siswa dalam pembelajaran di kelas ditunjukkan dengan
semakin banyak kelompok yang ikut aktif berdiskusi dan menanggapi kelompok-
kelompok yang mempresentasikan hasil diskusi. Proses tanya jawab dari kelompok
yang berpresentasi dan kelompok lain berjalan dengan baik. Pada akhir presentasi
hasil diskusi kelompok, guru bersama siswa membuat kesimpulan dari hasil diskusi
untuk menguatkan jawaban siswa.
17
SIMPULAN
Nilai signifikansi hasil uji independent sample t-test untuk hasil belajar dan keaktifan
belajar berturut-turut sebesar 0,022 dan mendekati 0 namun tetap kurang dari 0,050. Oleh
karena itu, dapat disimpulkan metode TAPPS berpengaruh terhadap hasil belajar matematika
siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga semester 2 tahun ajaran 2014/2015 dan metode TAPPS
berpengaruh terhadap keaktifan belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 2 Salatiga
semester 2 tahun ajaran 2014/2015, dengan kata lain hasil belajar matematika siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dan keaktifan belajar matematika siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Iskandar. 2010. Meningkatkan Kreativitas Pembelajaran Bagi Guru. Jakarta: Bestari
Buana Murni.
Barkley, dkk. 2012. Collaborative Learning Techniques: Teknik-Teknik Pembelajaran
Kolaboratif. Bandung: Nusa Media.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Psikologi Belajar. Banjarmasin: Rineka Cipta.
Fatimah. 2013. Penerapan Model Kooperatif Tipe TAPPS (Thinking Aloud Pair Problem
Solving) sebagai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Materi
Perbandingan dan Skala pada Siswa Kelas V SD Darul Falah Tahun Ajaran
2012/2013. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri.
Frisca, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Thinking Aloud Pair
Problem Solving (TAPPS) dengan Pendekatan Resource Based Learning (RBL) pada
Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar untuk Meningkatakan Aktivitas dan Prestasi
Belajar Siswa Kelas VIII J SMPN 15 Mataram Tahun Pelajaran 2012/2013. Skripsi.
Mataram: Universitas Mataram.
Mukaromah, Mazwin. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif dengan Metode
Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) terhadap Hasil Belajar Biologi dan
Aktivitas Siswa Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2012/2013 di SMP Negeri 10
Jember. Skripsi. Jember: Universitas Jember.
Nasution, S. 2006. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Roestiyah, N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
18
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
_____. 2007. Buku Materi Pokok: Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Sekolah
Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sardiman, AM. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Stice, J.E. 2012. Teaching Problem Solving. Diakses melalui http://www.csi.unian.it pada
September 2014.
Sugandi, Achmad, dkk. 2007. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT UNNES PRESS.
Suhendra. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bandung: UPI PRESS.
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung:
UPI PRESS.
Sutikno, Sobry. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: Cetakan Kelima.
Timarna, Gesit. 2013. Penerapan Pembelajaran Kolaboratif Tipe Thinking Aloud Pair
Problem Solving (TAPPS) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika Siswa Kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun Ajaran
2013/2014. Skripsi. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta.
Tirtonegoro, Sutratinah. 2001. Penelitian Hasil Belajar Mengajar. Surabaya: Usaha
Nasional.