pengaruh metode pembelajaran stad (student … · kelas xi sma negeri 5 surakarta tahun pelajaran...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN STAD (STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN TAI (TEAMS ASSISTED
INDIVIDUALIZATION) DILENGKAPI PRAKTIKUM
DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA TERHADAP
PRESTASI BELAJAR PADA MATERI LAJU REAKSI
KELAS XI SMA NEGERI 5 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh
SRI AGUSTINA WIJIASTUTI
K3305018
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PENGARUH METODE PEMBELAJARAN STAD (STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN TAI (TEAMS ASSISTED
INDIVIDUALIZATION) DILENGKAPI PRAKTIKUM
DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA TERHADAP
PRESTASI BELAJAR PADA MATERI LAJU REAKSI
KELAS XI SMA NEGERI 5 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh
SRI AGUSTINA WIJIASTUTI
K3305018
Skripsi
Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kimia Jurusan P MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim penguji
Skripsi Program Pendidikan Kimia Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra Tri Redjeki, M.S. Elfi Susanti VH, S.Si., M.Si.
NIP 19510601 197603 2 004 NIP 19721023 199802 2 001
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi diterima
dan disetujui dengan baik oleh Tim Penguji Skripsi Program Pendidikan Kimia
Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan
gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Nama Terang Tanda Tangan
1. Ketua : Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. 1. _________
2. Sekretaris : Sri Retno Dwi Ariani, S.Si, M.Si 2. _________
3. Anggota I : Dra. Tri Redjeki, M.S. 3. _________
4. Anggota II : Elfi Susanti VH, S.Si., M.Si. 4. _________
Disahkan oleh :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
v
ABSTRAK Sri Agustina Wijiastuti. PENGARUH METODE PEMBELAJARAN STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) DAN TAI (TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION) DILENGKAPI PRAKTIKUM DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PADA MATERI LAJU REAKSI KELAS XI SMA NEGERI 5 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI dilengkapi praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju Reaksi. (2) Pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah yang tinggi dan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran STAD dan TAI dilengkapi praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju Reaksi. (3) Interaksi metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI serta tinggi rendahnya sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju Reaksi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Populasi penelitian adalah siswa kelas XI Ilmu Alam SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling. Uji coba instrumen dilaksanakan terhadap siswa kelas XII IPA 1 SMA Negeri 5 Suarakarta. Teknik pengumpulan data dengan metode tes digunakan untuk mendapatkan data prestasi belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi, metode angket untuk angket afektif dan angket Sikap Ilmiah siswa yang digunakan untuk mengetahui tinggi rendahnya Sikap Ilmiah siswa, metode observasi digunakan untuk menilai aspek psikomotor. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dilanjutkan dengan uji Scheffe. Pengujian dilakukan dengan taraf signifikansi 5 %. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : (1) Ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotor materi pokok Laju Reaksi tetapi tidak ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar afektif materi pokok Laju Reaksi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kelas eksperimen 1 pada aspek kognitif, dan psikomotor memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan kelas eksperimen 2. Nilai kelas eksperimen 1 pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor berturut-turut adalah 37,31; 66,17 dan 61,63 sedangkan nilai kelas eksperimen 2 pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor berturut-turut adalah 28,83; 66,06 dan 52,91. Dari hasil analisis data diperoleh Fhitung= 5,95 untuk prestasi kognitif, Fhitung = 0,01 untuk prestasi afektif dan FA hitung= 88,20 untuk prestasi psikomotor dengan harga Ftabel = 3,99. (2) Ada pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar kognitif dan psikomotor materi pokok Laju Reaksi tetapi tidak ada pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan
vi
siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar afektif materi pokok Laju Reaksi. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fhitung = 29,41 untuk prestasi kognitif, Fhitung = 0,70 untuk prestasi afektif dan F hitung = 90,03 untuk prestasi psikomotor dengan harga Ftabel = 3,99. (3) Tidak ada interaksi metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kognitif, afektif dan psikomotor pada materi pokok Laju Reaksi. Hal ini ditunjukkan dengan harga harga Fhitung = 2,78 untuk prestasi kognitif, Fhitung = 1,34 untuk prestasi afektif dan Fhitung = 2,05 untuk prestasi psikomotor dengan harga Ftabel = 3,99.
vii
ABSTRACT
Sri Agustina Wijiastuti. THE EFFECT OF STAD (STUDENTS TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS) AND TAI (TEAMS ASSISTED INDIVIDUALIZATION) LEARNING METHODS COUPLED WITH LABORATORY PRACTICE VIEWED FROM THE STUDENT’S SCIENTIFIC ATTITUDE TO LEARNING ACHIEVEMENT IN THE REACTION RATE MATERIAL OF XI GRADERS OF SMA NEGERI 5 SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, February 2010.
The objective of research is to find out: (1) The effect of STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice on the chemistry learning achievement in the Reaction Rate basic material. (2) The effect of students with high and low scientific attitude in the STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice on the chemistry learning achievement in the Reaction Rate basic material. (3) The interaction of STAD and TAI cooperative learning method as well as the student’s scientific attitude level on the chemistry learning achievement in the Reaction Rate basic material.
This research employed an experimental research method. The population of research was the XI Natural Science graders of SMA Negeri 5 Surakarta in the school year of 2009/2010. There were two classes employed as the sample. The sample taking was done using random sampling technique. The instrument trial was applied to the XI Natural Science graders of SMA Negeri 5 Surakarta. Technique of collecting data used for obtaining the data on student’s learning achievement in the Reaction Rate basic material was test method, for finding out the student’s scientific attitude level were affective and student scientific attitude questionnaires, while for finding out the psychomotor aspect was observation method. Technique of analyzing data used was a two-way variance analysis with different cell followed by the Scheffe test. The testing was done at significance level of 5%.
From the result of research it can be concluded that: (1) There is an effect of STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice on the chemical learning achievement in the cognitive and psychomotor aspect in the Reaction Rate basic material but there is no effect of STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice in the affective aspect. It is indicated by the scores of experiment class 1 in the cognitive aspect and psychomotor with better achievement compared with the experiment class 2. The scores of experiment class 1 in the cognitive, affective and psychomotor aspect are 37.31; 66.17 and 61.63, respectively, while the scores of experiment class 2 in the cognitive, affective and psychomotor aspect are 28.83; 66.17 and 52.91. From the result of data analysis, it is obtained Fstatistic = 5.95 for cognitive achievement, Fstatistic = 0.01 for affective achievement and FA statistic = 88.20 for psychomotor achievement with Ftable = 3.99 (2) There is an effect of the students with high and low scientific attitude in the STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice on the chemistry learning achievement in
viii
the cognitive and psychomotor aspect in the Reaction Rate basic material but there is no effect of the students with high and low scientific attitude in the STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice on the chemistry learning achievement in the affective aspect. From the result of data analysis it is obtained the value of Fstatistic = 29.41 for cognitive achievement, FA
statistic= 0.70 for affective achievement, and Fstatistic = 90.03 for psychomotor achievement with Ftable = 3.99. (3) There is no interaction of STAD and TAI cooperative learning method coupled with laboratory practice and the students’ scientific attitude on the cognitive, affective and psychomotor learning achievement in the Reaction Rate basic material. It is indicated by the value of Fstatistic = 2.78 for cognitive achievement, Fstatistic = 1.34 for affective achievement, and Fstatistic = 2.05 for psychomotor achievement with Ftable = 3.99.
ix
MOTTO
% Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku.
( Filipi 4:13)
% Diberkati orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya
kepada Tuhan!
(Yeremia 17:7)
% Serahkan hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia
akan bertindak
(Mazmur 37:5)
x
PERSEMBAHAN
Keseluruhan karya ini dipersembahkan untuk
orang-orang terkasih:
¶ Papi yang telah tenang dalam ribaan-Nya
¶ Mami ( I lop you every day)
¶ CayangQ ko Agus ( thanks buat doa & supportnya)
¶ My sisters (l lop you all)
¶ mz Aji & De’ rama
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah karena kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul
“Pengaruh Metode Pembelajaran STAD (Student Teams-Achievement Divisions)
dan TAI (Team Assisted Individualization) Dilengkapi Praktikum Ditinjau dari
Sikap Ilmiah Siswa Terhadap Prestasi Belajar Pada Materi Laju Reaksi Kelas XI
SMA Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010”.
Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam
rangka menyelesaikan studi tingkat sarjana (S1) di Program Kimia Jurusan P.
MIPA, FKIP Universitas sebelas Maret Surakarta.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penelitian skripsi
ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan – kesulitan yang
timbul dapat teratasi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Rasa
terima kasih ini penulis haturkan setulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS yang telah memberikan ijin menyusun
skripsi ini.
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si., selaku Ketua Jurusan P MIPA FKIP UNS
yang telah memberikan ijin menyusun skripsi ini.
3. Ibu Dra. Tri Redjeki, M.S., selaku Ketua Program P Kimia FKIP UNS dan
juga Pembimbing I atas bimbingan, dukungan, saran, kepercayaan dan
kemudahan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Elfi Susanti VH, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, dukungan, kepercayaan, kemudahan dan berbagai
masukan yang sangat membantu dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Drs.Unggul Sudarmo, M.Pd., selaku kepala sekolah SMA Negeri 5
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan uji coba instrumen.
xii
6. Bapak Drs Ari Harnanto, selaku guru bidang Studi Kimia SMA Negeri 5
Surakarta yang telah memberikan kesempatan, kepercayaan, bimbingan
selama melakukan penelitian.
7. Teman – teman Program P. Kimia 2005
8. Anak-anak kost Wisma Putri Shima 2
9. Berbagai pihak lainnya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Demikian skripsi ini disusun dan penulis sadar masih banyak kekurangan
didalamnya. Demi sempurnanya suatu pembelajaran, maka segala keterbatasan
dan kekurangan tersebut perlu senantiasa diperbaiki, oleh karenanya saran, ide,
dan kritik yang membangun dari semua pihak tetap penulis harapkan.
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan
memberikan sedikit kontribusi serta masukan bagi dunia pendidikan guna
mencapai tujuan pendidikan yang optimal.
Surakarta, Februari 2010
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN PENGAJUAN ……………………………………………. ii
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………. iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. iv
HALAMAN ABSTRAK ……………………………………………….. v
ABSTRACT .............................................................................................. vii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………... ix
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………... x
KATA PENGANTAR ………………………………………………….. xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. xiii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xvi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… xviii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xx
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………..... 1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1
B. Identifikasi Masalah …………………………………………….... 5
C. Pembatasan Masalah ……………………………………………... 5
D. Perumusan Masalah ……………………………………………… 6
E. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 6
F. Manfaat Penelitian ………………………………………………... 7
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………... 8
A. Kajian Pustaka ...…………………………………………………. 8
1. Belajar ……………………………………………….................. 8
a Pengertian Belajar …………………………………………... 8
b Pembelajaran ….…………………………………………….. 11
2. Metode Pembelajaran…………………………………………….12
3. Model Pembelajaran Kooperatif ……………………………... 12
4. Metode STAD (Student Teams Achievement Divisions)............... 15
xiv
5. Metode TAI (Team Assisted Individualizaton)…………………. 17
6. Praktikum( Kegiatan Laboratorium) ……..…………………….. 21
7. Sikap Ilmiah ………………………………………………….. 24
8. Prestasi Belajar ………….…………………………………..... 25
9. Materi Pokok Laju Reaksi ……………………………………. 27
B. Kerangka Berpikir ………………………………………………... 44
C. Hipotesis ……………………..…………………………………… 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. 48
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………. 48
1. Tempat Penelitian ....................................................................... 48
2. Waktu Penelitian ......................................................................... 48
3. Subjek dan Objek Penelitian ....................................................... 48
B. Metode Penelitian ………………………………………………… 48
C. Populasi dan Sampel ……………………………………………... 49
1. Penetapan Populasi…………………………………………….. 49
2. Teknik Pengambilan Sampel....................................................... 49
D. Variabel Penelitian ……………………………………………...... 49
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian..................................... 50
2. Skala Pengukuran dari Variabel Penelitian.................................. 50
3. Prosedur Penelitian ..................................................................... 50
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………………. 51
1. Metode Tes ……………………………………………………. 51
2. Metode Angket ........................................................................... 52
3. Metode Observasi ....................................................................... 52
F. Instrumen Penelitian ……………………………………………... 52
1. Instrumen Penilaian Kognitif ………………………………….. 52
2. Instrumen Penilaian Afektif dan Sikap Ilmiah ........................... 56
3. Instrumen Penilaian Psikomotor ................................................ 57
G. Teknik Analisis Data …………………………………………….. 58
1. Uji Prasyarat Analisis ................................................................ 58
2. Uji Hipotesis .............................................................................. 60
xv
BAB IV HASIL PENELITIAN ………………………………………… 65
A. Deskripsi Data …………………………………………………… 65
B. Pengujian Persyaratan Analisis ………………………………….. 77
1. Uji Keseimbangan ………………………………………….. 77
2. Uji Normalitas …………………………………………….... 77
3. Uji Homogenitas ……………………………………………. 78
C. Pengujian Hipotesis ……………………………………………… 79
1. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama ……………......... 79
2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ........................................ 80
3. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Dua Jalan …………......... 82
D. Pembahasan Hasil Analisis ………………………………………. 84
1. Hipotesis Pertama …………………………………………... 84
2. Hipotesis Kedua ……………………………………………... 86
3. Hipotesis Ketiga …………………………………………….. 87
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ……………………… 89
A. Simpulan ………………………………………………………….. 89
B. Implikasi …………………………………………………………. 90
1. Implikasi Teoritis ……………………………………………. 90
2. Implikasi Praktis …………………………………………….. 90
C. Saran ……………………………………………………………... 90
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….... 92
LAMPIRAN …………………………………………………………….. 94
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai rata-rata kelas mata pelajaran kimia di
SMA Negeri 5 Surakarta .................................................. 1
Tabel 2. Reaksi antara gas AB dan gas C2 ..................................... 32
Tabel 3. Rancangan penelitian ....................................................... 49
Tabel 4 . Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat
Deviasi ............................................................................. 61
Tabel 5. Rataan dan Jumlah Rataan ............................................... 61
Tabel 6. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan
Sel Tak Sama .................................................................. 64
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas
Eksperimen 1.................................................................... 66
Tabel 8 . Distribusi Frekuensi Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas
Eksperimen 2.................................................................... 67
Tabel 9. Perbandingan Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas Eksperimen
1 dan Kelas Eksperimen 2 .................................................. 68
Tabel 10. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian ............................. 69
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif untuk Kelas
Eksperimen 1..................................................................... 69
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif untuk Kelas
Eksperimen 2. ................................................................... 70
Tabel 13. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif
Siswa Antara Kelas Eksperimen 1 dan Kelas
Eksperimen 2..................................................................... 71
xvii
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas
Eksperimen 1 ............................................ ....................... 72
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas
Eksperimen 2 .................................................................... 72
Tabel 16. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa
antara Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2......... 73
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor Siswa Kelas
Eksperimen 1...................................................................... 74
Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor Siswa Kelas
Eksperimen 2 ..................................................................... 75
Tabel 19. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor Siswa
antara Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2........... 76
Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Normalitas ........................................... 77
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas........................................ 78
Tabel 22. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Aspek Kognitif ...................................................................... 79
Tabel 23. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Aspek Afektif ....................................................................... 79
Tabel 24. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak
Sama aspek Psikomotor ...................................................... 80
Tabel 25. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Kolom
Aspek Kognitif ..................................................................... 82
Tabel 26. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Kolom
Aspek Psikomotor ............................................................... 83
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Perubahan perilaku atau pribadi menurut Di Vesta and
Tompson (1979:111) dalam Abin Syamsuddin
Makmun (2004: 157) ......................................................... 8
Gambar 2. Grafik konsentrasi terhadap waktu ................................... 29
Gambar 3. Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi
terhadap laju reaksi ............................................................ 31
Gambar 4. Tumbukan molekul dan reaksi kimia ................................ 36
Gambar 5. Tumbukan molekul dan reaksi kimia ................................ 36
Gambar 6. Bola akan menggelinding kembali ke lembah bila tidak
cukup energi untuk mendorong sampai di puncak ............ 37
Gambar 7. Diagram energi pada reaksi eksoterm dan endoterm.......... 37
Gambar 8. Larutan HCl dengan konsentrasi 2 M dan 4 M ................. 38
Gambar 9. Luas permukaan bidang sentuh zat padat dapat
diperbesar dengan memperkecil ukuran partikelnya.......... 39
Gambar 10.Grafik tingkat energi reaksi dengan katalis dan
tanpa katalis …………………………………………….. 41
Gambar 11 .Histogram Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas
Eksperimen 1 ................................................................... 66
Gambar 12. Histogram Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas
Eksperimen 2 .................................................................. 67
Gambar 13. Histogram Perbandingan Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas
Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2............................. 68
Gambar 14. Histogram Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif
untuk Kelas Eksperimen 1.................................................. 70
Gambar 15. Histogram Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif
xix
Kelas Eksperimen 2........................................................... 70
Gambar 16. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai
Kognitif Siswa Antara Kelas Eksperimen 1 dan
Kelas Eksperimen 2 ........................................................... 71
Gambar 17. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas
Eksperimen 1..................................................................... 72
Gambar 18. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa antara
Kelas Eksperimen 2 ............................................................ 73
Gambar 19. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif
Siswa antara Kelas Eksperimen 1 dan Kelas
Eksperimen ......................................................................... 74
Gambar 20. Histogram Nilai Psikomotor Siswa Kelas
Eksperimen 1...................................................................... 75
Gambar 21. Histogram Nilai Psikomotor Siswa Kelas
Eksperimen 2........................................................................ 75
Gambar 22. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai
Psikomotor Siswa antara Kelas Eksperimen 1 dan Kelas
Eksperimen 2 ........................................................................ 76
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Silabus .......................................................................... 94
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ............................. 98
Lampiran 3. Kisi-kisi tes kognitif Laju Reaksi ................................. 113
Lampiran 4. Instrumen kognitif Laju Reaksi ..................................... 115
Lampiran 5. Kunci jawaban penilaian aspek kognitif …………....... 131
Lampiran 6. Indikator angket penilaian afektif ................................. 132
Lampiran 7. Kisi-kisi angket afektif ................................................. 133
Lampiran 8. Alat penilaian afektif Laju Reaksi .......................……. 134
Lampiran 9. Kisi-kisi angket sikap ilmiah …………………………. 137
Lampiran 10. Angket sikap ilmiah …………………………………... 139
Lampiran 11. Indikator aspek psikomotor ………………………….. 144
Lampiran 12. Lembar Penilaian Psikomotor Kelas Eksperimen ……. 145
Lampiran 13. Pedoman Penskoran aspek psikomotor ………………. 147
Lampiran 14. Petunjuk kegiatan praktikum faktor-faktor yang
mempengaruhi Laju Reaksi …………………………… 151
Lampiran 15. Laporan praktikum kimia penentuan orde reaksi……… 159
Lampiran 16. Daftar nama siswa kelas XI Ilmu Alam 3 ……………... 162
Lampiran 17. Daftar nama siswa kelas XI Ilmu Alam 4 ……………... 163
Lampiran 18. Foto-foto penelitian ……………………………………. 164
Lampiran 19. Jurnal internasional .......................................................... 170
Lampiran 20. Data induk uji t-matching ................................................ 188
Lampiran 21. Uji validitas, reabilitas, derajat kesukaran, dan daya
pembeda tes prestasi ........................................................ 198
Lampiran 22. Data Induk penelitian ....................................................... 207
Lampiran 23. Data induk penelitian berdasarkan kategori ……………. 209
Lampiran 24. Distribusi frekuensi data induk penelitian ........................ 210
Lampiran 25. Uji normalitas …………………………………………... 222
Lampiran 26. Uji homogenitas ………………………………………… 240
xxi
Lampiran 27. Pengujian hipotesis ……………………………………. 246
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Kimia merupakan mata pelajaran wajib bagi siswa yang
mengambil jurusan Ilmu Alam pada siswa SMA, sehingga tidak menutup
kemungkinan adanya kesulitan dalam mengikuti proses pembelajarannya. Pada
umumnya siswa sudah menganggap bahwa mata pelajaran Kimia menakutkan dan
membosankan, akibatnya tidak sedikit siswa yang kurang bahkan tidak tertarik
dalam memahami dan menguasai konsep-konsep dasar pada materi kimia.
SMA Negeri 5 Surakarta merupakan SMA yang terletak di Surakarta yang
memiliki 4 kelas Ilmu Alam di kelas XI. Pada mata pelajaran kimia nilai KKM
(Kreteria Ketuntasan Mengajar) yang ditetapkan adalah 60. Akan tetapi nilai rata-
rata kelas pada semester ganjil yang diperoleh selama 2 tahun belakangan ini
kurang dari dari 60. Dari hasil wawancara dengan guru mata pelajaran kimia yang
mengajar pada tahun pelajaran 2007/2008 dan 2008/2009 diperoleh data nilai rata-
rata untuk mata pelajaran kimia.
Tabel 1. Nilai rata-rata kelas mata pelajaran kimia di SMA Negeri 5 Surakarta
Tahun Ajaran KKM
2007/2008 57,35
2008/2009 58,20
Di SMA Negeri 5 Surakarta, materi Kimia diajarkan secara konvensional yaitu
dengan menggunakan metode ceramah. Akibatnya minat siswa terhadap materi
yang diajarkan menjadi rendah karena mereka menganggap materi kimia adalah
materi yang membosankan, penuh dengan hitungan yang berbelit-belit, konsepnya
susah di mengerti oleh siswa dan susah menghafal kata-kata dan nama-nama
ilmiah yang baru siswa kenal. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
xxii
kepada guru kimia dan beberapa siswa kelas XII Ilmu Alam SMA Negeri 5
Surakarta bahwa materi Laju Reaksi tergolong materi yang susah dipahami oleh
siswa. Selama ini metode pembelajaran pada materi laju reaksi dilakukan dengan
metode ceramah. Siswa hanya datang, duduk dan mendengarkan penjelasan dari
guru. Latihan soal jarang sekali dilakukan dan lembar kerja siswa diwajibkan
untuk dibeli tetapi tidak pernah melakukan pembahasan soal. Pada umumnya
siswa lebih tertarik melakukan pembelajaran di laboratorium kimia daripada
melihat dan mendengarkan ceramah atau demonstrasi yang dilakukan oleh guru di
depan kelas. Media laboratorium dapat memotivasi siswa untuk belajar serta
memberi variasi pengajaran untuk menghindari kebosanan siswa. Adapun
penggunaan laboratorium di SMA Negeri 5 Suarakarta sebagai tempat untuk
melakukan eksperimen tidak disertai dengan variasi penggunaan metode
pembelajaran yang ada. Kegiatan praktikum dilakukan setelah semua materi
diberikan tanpa melakukan pembahasan lebih lanjut tentang teori-teori yang
diberikan pada pertemuan sebelumnya, akibatnya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran menjadi rendah dan siswa kurang dapat memahami materi kimia.
Pelajaran kimia khususnya materi Laju Reaksi meliputi Sub Materi Pokok
yaitu Konsep Laju Reaksi, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi, Teori
Tumbukan dan Persamaan Laju Reaksi. Pada Sub Materi Pokok Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Laju Reaksi dilakukan praktikum di laboratorium agar siswa
lebih memahami materi yang diajarkan. Hal ini berkaitan dengan sikap dari para
siswa dalam menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah
serta berkomunikasi sebagai aspek penting dalam bersosialisasi yang menekankan
pada pemberian pengalaman belajar secara langsung atau berbasis eksperimen
melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Bila siswa memiliki sikap ilmiah yang tinggi, rasa keingintahuan akan sesuatu
juga besar. Hal ini memungkinkan siswa sendiri menggali informasi yang mereka
butuhkan dan tidak hanya terbatas dari apa yang disampaikan oleh guru.
Meskipun kurikulum berubah tetapi laboratorium mutlak digunakan dalam
perkembangan pembelajaran kimia. Siswa tidak hanya mengetahui fakta, prinsip
xxiii
atau konsep tetapi terampil menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-
hari.
Berkaitan dengan hal tersebut, perlu diupayakan suatu bentuk
pembelajaran yang tidak hanya mampu secara materi saja tetapi mempunyai
kemampuan yang bersifat formal, sehingga selain diharapkan mampu
meningkatkan prestasi belajar dengan diterapkannya metode pembelajaran dapat
membuat siswa aktif terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar. Salah satu
cara yang tepat untuk mengajak siswa agar lebih aktif adalah dengan siswa
menerapkan pengetahuannya, mempunyai rasa ingin tahu yang besar, belajar
memecahkan masalah, mendiskusikan masalah dengan teman-temannya,
mempuyai keberanian menyampaikan ide atau gagasan, dan mempunyai tanggung
jawab terhadap tugasnya dan mempunyai kediplinan yang tinggi.
Ketepatan penggunaan metode mengajar yang dilakukan oleh guru akan
membangkitkan sikap ilmiah siswa tinggi terhadap mata pelajaran yang diberikan,
juga terhadap proses dan pencapaian hasil belajar siswa. Metode mengajar yang
baik adalah metode yang sesuai dengan dengan materi yang akan disampaikan,
kondisi siswa, sarana dan prasarana yang tersedia serta tujuan pembelajarannya.
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien salah satunya
diperlukan suatu metode mengajar yang tepat. Salah satu metode mengajar adalah
metode pembelajaran kooperatif (Anita Lie, 2007: 38). Pembelajaran kooperatif
merupakan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.
Pembagian kelompok dibuat heterogen dalam hal prestasi belajar, jenis kelamin,
budaya dan tingkat sosio-ekonomi. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat
tanggung jawab individu sekaligus kelompok sehingga dalam diri siswa terbentuk
sikap saling ketergantungan positif dalam kelompoknya untuk belajar, bekerja,
dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh. Mengingat pentingnya interaksi
kooperatif dan adanya kecenderungan pembelajaran yang monoton perlu adanya
perubahan metode pembelajaran. Oleh sebab itu, untuk menciptakan tujuan dari
suatu kelompok, maka salah seorang anggota harus membantu kelompoknya
dengan melakukan apa saja yang dapat membantu keberhasilan kelompok itu.
(Slavin, 1995: 5).
xxiv
Metode kooperatif mempunyai kelemahan dan kelebihan yang berbeda
serta keefektifan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam
pelaksanaannya. Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif diantaranya STAD
(Student Teams-Achievement Divisions) dan TAI (Team Assisted
Individualization). Metode STAD (Student Team Achievement Divisions) sebagai
contoh metode pembelajaran kooperatif berdasarkan penelitian Deasy Wulandari
(2007) terbukti efektif jika diterapkan pada materi hitungan yang memerlukan
pemahaman konsep pada materi sebelumnya. Materi Laju Reaksi berhubungan
dengan hitungan, sehingga kurang diminati siswa. Dengan metode STAD ini,
siswa dapat saling bantu membantu dalam kelompoknya dalam menguasai konsep
pada materi tersebut. Disisi lain, metode pembelajaran STAD ini merupakan
metode pembelajaran kooperatif yang kegiatan kelompoknya lebih mudah
dikendalikan dan diawasi.
Metode pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted Individualization)
merupakan metode pembelajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa
yang lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara
individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok. Dalam hal ini
peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar
mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif
bagi peserta didiknya (Slavin, 1995:4). Metode pembelajaran TAI akan
memotivasi siswa saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta
semangat dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu
tanpa mengorbankan aspek kooperatif. Metode pembelajaran TAI dapat
dilengkapi dengan praktikum. Kesulitan pemahaman materi yang tidak dapat
dipecahkan secara individual dapat dipecahkan bersama dengan asisten serta
bimbingan guru. Kesulitan pemahaman konsep dapat dipecahkan secara bersama-
sama karena keberhasilan dari setiap individu ditentukan oleh keberhasilan
kelompok.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis terdorong untuk
mengadakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode
xxv
kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum ditinjau dari sikap
ilmiah siswa terhadap materi pelajaran Laju Reaksi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
timbul berbagai masalah yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Apakah dalam memilih motode pembelajaran seorang guru perlu
memperhatikan materi yang akan dipelajari oleh siswa?
2. Apakah metode yang diterapkan oleh guru pada materi laju reaksi di SMA
Negeri 5 Surakarta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa?
3. Apakah pembelajaran dengan metode STAD sesuai dengan materi pokok laju
reaksi?
4. Apakah pembelajaran dengan metode TAI sesuai dengan materi pokok laju
reaksi?
5. Apakah terdapat pengaruh penggunaan metode pengajaran STAD terhadap
prestasi belajar siswa, hasil belajar afektif dan psikomotor pada materi pokok
Laju Reaksi?
6. Apakah terdapat pengaruh penggunaan metode pengajaran TAI terhadap
prestasi belajar siswa, hasil belajar afektif dan psikomotor pada materi pokok
Laju Reaksi?
7. Apakah terdapat pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap
metode pembelajaran STAD?
8. Apakah terdapat pengaruh sikap ilmiah kategori tinggi dan rendah terhadap
metode pembelajaran TAI?
C. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada :
xxvi
1. Pengaruh metode pembelajaran STAD dan TAI dilengkapi praktikum disertai
dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia.
2. Praktikum yang dilakukan dibatasi pada penentuan orde reaksi dan penentuan
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
3. Prestasi yang akan diteliti meliputi kognitif, afektif, dan psikomotor ditinjau
dari sikap ilmiah siswa.
4. Sikap ilmiah yang akan diteliti meliputi sikap ingin tahu, sikap ingin
mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerja sama, sikap tidak putus asa, sikap
bertanggung jawab, sikap menerima gagasan yang baru atau terbuka dan sikap
kedisiplinan.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI
dilengkapi praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju
Reaksi?
2. Apakah terdapat pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah yang tinggi dan
siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran
STAD dan TAI dilengkapi praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi
pokok Laju Reaksi?
3. Apakah terdapat interaksi metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI
serta tinggi rendahnya sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia
materi pokok Laju Reaksi?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan masalah yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui :
1. Pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI dilengkapi
praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju Reaksi.
xxvii
2. Pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah yang tinggi dan siswa yang
memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran STAD dan TAI
dilengkapi praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju
Reaksi.
3. Interaksi metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI serta tinggi
rendahnya sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar kimia materi pokok
Laju Reaksi.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis:
a. Memberikan masukan pada guru bidang studi kimia tentang penggunaan
metode kooperatif dalam meningkatkan prestasi belajat siswa pada materi
pokok Laju Reaksi.
b. Memberikan masukan dalam pemilihan strategi pembelajaran yang
diharapkan lebih memberikan efektifitas pembelajaran (terutama dalam
penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Manfaat Teoritis:
Untuk menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam mendukung
teori-teori yang telah ada berhubungan dengan masalah yang diteliti.
xxviii
Perilaku/ pribadi sesudah belajar (post-learning)
Pengalaman, praktik, latihan (learning exercise)
Perilaku/ pribadi sebelum belajar (pre-learning)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Banyak definisi tokoh pendidikan yang memberikan pengertian belajar.
Namun pada dasarnya belajar adalah proses orang memperoleh berbagai
kecakapan, keterampilan, dan sikap. Belajar adalah proses usaha yang dilakukan
oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Secara visual perubahan perilaku atau pribadi menurut Di Vesta and
Tompson (1979:111) dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004:157) pada
prinsipnya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Perubahan perilaku atau pribadi menurut Di Vesta and Tompson
(1979:111) dalam Abin Syamsuddin Makmun (2004: 157)
Abin Syamsuddin Makmun (2004:158) mengidentifikasi beberapa ciri
perubahan yang merupakan perilaku belajar, diantaranya:
1) Perubahan intensional
xxix
Dalam arti praktik atau latihan dengan sengaja dan disadari dilakukan
bukan secara kebetulan.
2) Perubahan itu positif
Dalam arti sesuai dengan yang diharapkan baik dipandang dari siswa
(tingkat abilitas dan bakat) maupun dari segi guru (tuntutan masyarakat)
3) Perubahan itu efektif
Dalam arti membawa pengaruh dan makna tertentu bagi pelajar dalam
memecahkan masalah.
Secara fundamental Dollar and Miller (Loree, 1970:136) dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2004: 164) menegaskan bahwa keefektifan perilaku belajar
dipengaruhi oleh empat hal, yaitu:
1) Adanya motivasi (drives) siswa harus menghendaki sesuatu (the learner must
want something);
2) Adanya perhatian dan pengetahuan sasaran (cue), siswa harus memperhatikan
sesutau (the learner must notice something);
3) Adanya usaha (response), siswa harus melakukan sesuatu (the learner must do
something );
4) Adanya evaluasi dan pemantapan hasil (reinforcement) siswa harus
memperoleh sesuatu (the learner must get something).
Menurut M. Sobry Sutikno, 2003:59 belajar merupakan kegiatan pokok
dalam pendidikan. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pendidik dalam proses
belajar mengajar sebagai upaya untuk membuat peserta didik belajar. Gagne
(1985) menyebutkan ada 5 macam hasil belajar:
1) Keterampilan intelektual atau keterampilan prosedural yang mencakup belajar
diskriptif, dan pemecahan masalah yang kesemuanya diperoleh melalui materi
yang disajikan oleh pengajar di sekolah.
2) Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru
dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam
memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir.
3) Informasi verbal yaitu kemampuan untuk mendeskripsikan sesuatu dengan
kata-kata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
8
xxx
4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan untuk melaksanakan dan
mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
5) Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku
seseorang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan, serta faktor
intelektual.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung secara aktif sebagai
bekal untuk memecahkan persoalan yang sesuai dengan perkembangan kognitif
siswamenghasilkan perubahan yang relatif tetap dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan dan nilai sikap.
Teori yang mendasari penelitian ini adalah:
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut para penganut konstruktif, pengetahuan dibina secara aktif oleh
seseorang yang berpikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan
pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan
menyesuaikan informasi baru atau pengetahuan yang disampaikan guru dengan
pengetahuan atua pengalaman yang telah dimilikinya melalui interaksi sosial
dengan peserta didik lain atau dengan gurunya. Guru tidak akan mampu
memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan
pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme ini adalah
ide. Siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks
ke situasi lain. Dengan dasar itu, maka belajar dan pembelajaran harus dikemas
menjadi proses mengkonstruksi, bukan menerima pengetahuan.
Prinsip yang paling umum dan paling esensial yang dapat diturunkan dari
konstruktivisme aialah bahwa anak-anak memperoleh banyak pengetahuan dari
luar sekolah, dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang
proses alamiah ini. (Ratna Wilis Dahar, 1989:160). Secara filosofis, belajar
menurut teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi
sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak
tiba-tiba, karena pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep,
atau kaidah-kaidah yang siap diambil atau diingat.
xxxi
2. Teori Belajar Sosial
Teori belajar sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional. Dalam pandangan belajar sosial ” manusia itu tidak dapat didorong
oleh kekuatan-kekuatan dari dalam, dan juga tidak ”dipukul” oleh stimulus-
stimulus lingkungan. Tetapi, fungsi psikologi diterangkan sebagai interaksi yang
kontinu dan timbal balik dari determinan-determinan pribadi dan determinan-
determinan lingkungan” (Bandura dalam Ratna Wilis Dahar, 1989:27).
Respon-respon kognitif kita terhadap perilaku kita sendiri mengijinkan
kita untuk mengatur perilaku kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan
data tentang respon-respon kita. Melalui standar-standar penampilan yang sudah
terinternalisasi, kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan
perilaku kita. Dengan memberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat
mengendalikan perilaku kita secara efektif. Kita tidak perlu dkendalikan oleh
kekuatan-kekatan lingkungan atau keinginan-keinginan yang datang dari dalam.
Kita dapat belajar dari manusia sosial yang berkepribadian. Dengan menerapkan
gagasan-gagasan dari teori belajar sosial kita dapat menjadi guru dan siswa yang
lebih baik.
(Ratna Wilis Dahar, 1989: 31)
b. Pembelajaran
Pembelajaran merupakan usaha sadar dan disengaja oleh guru untuk
membuat siswa belajar dengan jalan mengaktifkan faktor intern dan faktor ekstern
dalam kegiatan belajar mengajar. Menurut Alvin W. Howard, pembelajaran
adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk
mendapatkan, mengubah atau mengembangkan keterampilan, sikap, cita-cita,
penghargaan dan pengetahuan (Slameto, 1995:32). Sedangkan pembelajaran yang
dilaksanakan harus sesuai dengan materi dan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Dalam proses pembelajaran, keaktifan siswa lebih diutamakan
sehingga mereka mempunyai kebebasan yang bertanggung jawab untuk
menyampaikan ide atau gagasan dalam pikirannya sehingga dengan sendirinya
pemahaman mereka tentang materi lebih tertanam didalam pikirannya. Guru
xxxii
dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai dalam melaksanakan kegiatan
pembelajarannya dan harus mampu mewujudkan lingkungan belajar yang efektif
dan lebih mampu mengelola kelasnya.
2. Metode Pembelajaran
Winarno Surachmad (1994:131) menyatakan bahwa ”metode adalah cara
utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji
serangkaian hipotesa, dengan mempergunakan teknik serta alat-alat tertentu.”
Tujuan belajar yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang diharapkan
pada diri siswa setelah melakukan kegiatan belajar. Jadi jelas bahwa peranan
metode mengajar sangat menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan
mengetahui berbagai kelemahan dan kekurangan berbagai metode, guru akan
lebih mudah memilih metode yang cocok untuk diterapkan pada keadaan yang
dihadapi. Roestiyah N.K. (2008:1) mengemukakan bahwa ”Teknik penyajian
pelajaran adalah suatu pengetahuan yang tentang cara-cara mengajar yang
diperlukan oleh guru atau instruktur ”.
Jadi pengertian metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang
digunakan oleh guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada
siswa di dalam kelas, agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan
oleh siswa dengan baik. Pemilihan metode yang tepat akan mempengaruhi belajar
siswa dengan baik sehingga siswa benar-benar memahami materi yang
disampaikan. Apapun penggunaan suatu metode hendaknya dapat menempatkan
anak didik pada keterlibatan aktif belajar, mampu menumbuhkan dan
mengembangkan perolehan hasil belajar serta menghidupkan proses pengajaran
yang sedang berlangsung.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
xxxiii
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode
pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam
kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling
mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka
kuasai saat ini dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Ide yang melatarbelakangi bentuk pembelajaran kooperatif adalah apabila
para siswa ingin agar timnya berhasil, mereka akan mendorong anggota timnya
untuk lebih baik. Menurut Slavin (1995:26), model pembelajaran kooperatif
memiliki berbagai perbedaan tetapi dapat dikategorikan menurut enam
karakteristik prinsipal berikut ini:
a. Tujuan kelompok
Kebanyakan model pembelajaran kooperatif menggunakan beberapa
bentuk tujuan kelompok. Dalam metode pembelajaran tim berupa sertifikat
atau rekognisi lainnya yang diberikan kepada tim yang memenuhi kriteria
yang ditentukan sebelumnya.
b. Tanggung jawab individual
Ini dilaksanakan dalam dua cara. Yang pertama adalah dengan menjumlah
skor kelompok atau nilai rata-rata kuis individual atau penilaian lainnya. Yang
kedua adalah spesialisasi tugas, dimana tiap siswa diberikan tanggung jawab
khusus untuk sebagian tugas kelompok.
c. Kesempatan sukses yang sama
Karakteristik dari pembelajaran tim adalah penggunaan metode skor yang
memastikan semua siswa mendapat kesempatan yang sama untuk
berkontribusi dalam timnya.
d. Kompetisi tim
Studi tahap awal dari STAD dan TGT menggunakan kompetisi antar tim
sebagai sarana untuk memotivasi siswa untuk bekerja sama dengan anggota
timnya.
e. Spesialisasi tugas
xxxiv
Unsur utama dari jigsaw, Group Investigation dan metode spesialisasi
tugas lainnya adalah tugas untuk melaksanakan subtugas terhadap masing-
masing anggota kelompok.
f. Adaptasi terhadap kebutuhan kelompok
Kebanyakan metode pembelajaran kooperatif menggunakan pengajaran
yang mempercepat langkah kelompok tetapi ada dua yaitu TAI dan CIRC
yang mengadaptasi pengajaran terhadap kebutuhan individual.
Di dalam model mengajar kooperatif diharapkan siswa bekerja sama satu
sama lainnya berdiskusi dan berdebat, menilai kemampuan pengetahuan dan
mengisi kekurangan anggota lainnya. Bila diorganisasikan dengan tepat, siswa
dapat bekerja sama dengan yang lainnya untuk memastikan bahwa setiap siswa
dalam kelompok tersebut telah menguasai konsep yang telah diajarkan. Hal ini
akan menumbuhkan realisasi bahwa siswa membutuhkan belajar dan berpikir
untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilannya.
Menurut Slavin (1995: 11), Lima prinsip model belajar kooperatif yang
dikembangkan dan terus dilakukan serta diperbaiki antara lain:
a. STAD (Student Teams Achievement Divisions);
b. TGT (Teams Games Tournament);
c. Jigsaw;
d. CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition);
e. TAI (Team Assisted Individualization).
Selain itu ada juga model belajar kooperatif lain juga dikembangkan dan
dipelajari yaitu:
a. Group Investigation;
b. Learning Together;
c. Complex Instruction;
d. Structural Dyadic Methods.
(Slavin, 1995: 24-26)
Model kooperatif mempunyai kelebihan-kelebihan dibandingkan metode
lain, yaitu:
xxxv
a. Meningkatkan kemampuan siswa;
b. Meningkatkan rasa percaya diri;
c. Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan keahlian dan pengetahuan;
d. Memperbaiki hubungan antar kelompok.
Disamping itu ada juga kelemahannya, yaitu:
a. Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya;
b. Bila terjadi persaingan negatif, maka hasilnya akan buruk.
4. Metode STAD (Student Teams-Achievement Divisions)
Gagasan utama dari STAD adalah (Student Teams-Achievement Divisions)
adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu
satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Menurut
Ajelabi (1998) dalam Francis A. Adesoji (2009: 16) menyatakan bahwa: Metode
pembelajaran ini diadaptasikan guru dalam mempromosikan pembelajaran yang
paling bermanfaat untuk memperkenalkan dan mengadaptasikan teknik
intruksional yang terbaru dalam rangka menarik minat siswa
STAD terdiri dari 5 komponen utama, yaitu :
a. Presentasi Kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di
dalam kelas. Ini merupakan pengajaran yang sering kali dilakukan atau diskusi
pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi
audiovisual. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka benar-
benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian
akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka
menentukan skor tim mereka.
b. Tim
Tim terdiri dari 4 atau 5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas
dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utam adari
tim adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk lebih bisa
xxxvi
mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim
berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Pembelajaran
yang terjadi adalah melibatkan pembahasan permasalahan bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi setiap kesalahan pemahaman.
c. Kuis.
Setelah sekitar satu atau 2 periode guru memberikan presentasi dan setelah
satu atau 2 periode guru memberikan praktek tim, para siswa akan mengerjakan
kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis.
d. Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa
tujuan kinerja yang akan dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan
memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa akan
diberikan skor awal yang diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut
sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan
mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis
mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
e. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain
apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
(Slavin: 1995:143-147)
STAD terdiri dari sebuah siklus instruksi kegiatan regular, sebagai berikut:
a. Mengajar
Tiap pelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi pelajaran tersebut
di dalam kelas. Presentasi tersebut mencakup pembukaan, pengembangan, dan
pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran. Kegiatan tim dan
kuis mencakup latihan dan penilaian yang independen secara berturut-turut.
b. Belajar tim
Selama masa belajar tim, tugas para anggota tim adalah menguasai materi
yang disampaikan di dalam kelas dan membantu teman sekelasnya untuk
xxxvii
menguasai materi tersebut. Para siswa mempunyai lembar kegiatan dan lembar
jawaban yang dapat mereka gunakan untuk melatih kamampuan selama proses
pengajaran dan untuk menilai diri mereka sendiri dan teman sekelasnya.
Pada hari pertama kerja tim dalam STAD yang harus dijelaskan kepada
para siswa adalah artinya bekerja dalam tim. Aturan dalam tim antara lain:
1) Para siswa punya tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman satu
tim mereka telah mempelajari materinya.
2) Tidak ada yang boleh berhenti belajar sampai semua teman satu tim
menguasai pelajaran tersebut.
3) Meminta bantuan dari semua teman satu tim untuk membantu temannya
sebelum teman mereka bertanya kepada guru.
4) Teman satu tim boleh berbicara satu sama lain dengan suara pelan.
c. Tes (Ujian)
1) Membagikan kuis dan memberikan waktu yang sesuai kepada para siswa
untuk menyelesaikannya. Tidak membiarkan para siswa bekerja sama
untuk mengerjakan kuis tersebut.
2) Membiarkan siswa untuk bertukar kertas dengan anggota tim lain, maupun
mengumpulkan kuis untuk dinilai setelah kelas selesai.
d. Rekognisi Tim
Digunakan untuk menghitung skor kemajuan individual dan skor tim serta
untuk memberikan sertifikat atau bentuk penghargaan tim lainnya.
(Slavin, 1995: 151-160)
5. TAI (Team Assisted Individualization)
Metode pembelajaran kooperatif TAI (Team Assisted Individualization)
merupakan metode pembelajaran secara kelompok dimana terdapat seorang siswa
yang lebih mampu berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara
individual siswa lain yang kurang mampu dalam suatu kelompok. Dalam hal ini
peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar
mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif
bagi peserta didiknya (Slavin, 1995:4). Metode pembelajaran TAI akan
xxxviii
memotivasi siswa saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta
semangat dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu
tanpa mengorbankan aspek kooperatif.
Metode pembelajaran TAI akan memotivasi siswa untuk saling
membantu angggota kelompok sehingga tercipta semangat dalam sistem
kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa mengorbankan aspek
kooperatif. Secara umum TAI terdiri dari delapan komponen utama, yaitu:
a. Kelompok/Tim
Peserta didik dalam pengajaran TAI terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang
mewakili bagian dari kelasnya dalam menjalankan aktivitas akademik, jenis
kelamin, dan suku atau etnik. Fungsi utama dari tim adalah membentuk semua tim
agar mengingat materi yang telah diberikan dan lebih memahami materi yang
nantinya digunakan dalam persiapan mengerjakan lembar kerja sehingga bisa
mengerjakan dengan baik. Dalam hal ini biasanya siswa menggunakan cara
pembelajaran diskusi tentang masalah-masalah yang ada, membandingkan soal
yang ada, dan mengoreksi beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami
kesalahan. Semuanya tersebut dilakukan setelah presentasi awal dari guru dan
pemberian lembar kerja. Anggota kelompok yang mengalami kesulitan dapat
bertanya kepada anggota yang telah ditunjuk sebagai ketua atau anggota lain yang
lebih tahu.
b. Tes Pengelompokan
Siswa-siswa diberi tes awal pada awal program pengajaran. Hasil dari
tes awal digunakan untuk membuat kelompok berdasarkan point yang mereka
peroleh.
c. Materi Kurikulum
Pada proses pengajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat
pada kurikulum yang berlaku dengan menerapkan teknik dan strategi pemecahan
masalah untuk menguasai materi.
xxxix
d. Kelompok Belajar
Berdasarkan tes pengelompokan maka dibentuk kelompok belajar. Siswa
dalam kelompoknya mendengarkan presentasi dari guru dan mengerjakan lembar
kerja. Jika ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada
anggota lainnya atau ketua yang telah ditunjuk, kalau belum paham juga baru
meminta penjelasan dari guru.
e. Penilaian dan Pengakuan Tim
Setelah diberikan tes, kemudian tes tersebut dikoreksi dan dinilai
berdasarkan kriteria tertentu. Tim akan mendapatkan sertifikat atau perhargaan
atau sejenisnya jika dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan.
f. Mengajar Kelompok
Materi yang belum dipahami oleh suatu kelompok dapat ditanyakan
kepada guru, guru menjelaskan materi pada kelompok tersebut. Pada saat guru
mengajar, siswa dapat sambil memahami materi baik secara individual dan
kelompok dengan kebebasan tetapi bertanggung jawab. Keaktivan siswa sangat
diutamakan pada pengajaran TAI.
g. Lembar Kerja
Pada setiap sub konsep materi pokok diberikan lembar kerja siswa secara
individual untuk mengetahui pemahaman individu. Bahan atau materi dapat
berupa ringkasan materi yang dipelajari di rumah kemudian pertemuan
selanjutnya dikerjakan.
h. Mengajar Seluruh Kelas
Setelah akhir dari pengajaran materi pokok suatu materi guru
menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep-konsep yang
belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir
pengajaran diberikan kesimpulan dari materi tersebut (Slavin, 1995: 102-104).
xl
Adapun dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif TAI ini
adalah sebagai berikut:
a. Pengelompokan
Sebelum pengajaran TAI, dilaksanakan suatu tes awal (Tes Kemampuan
Awal) yang menyangkut tentang konsep-konsep yang akan diajarkan, tes awal
berguna untuk pembentukan kelompok agar penyebaran siswa berdasarkan point
yang didapat pada tes awal tersebut secara heterogen. Selain itu dalam tes awal ini
dapat digunakan untuk menunjuk ketua atau asisten yang memimpin suatu
kelompok. Dalam proses pengelompokan juga didasarkan pada prestasi belajar
sebelumnya.
b. Penyajian Materi Pelajaran
Pada tahap ini bahan-bahan atau materi pelajaran diperkenalkan melalui
penyajian materi kelas. Pada penyajian materi ini dilakukan melalui:
1) Pengajaran Kelompok
Jika terdapat materi pelajaran yang kurang dipahami dalam suatu kelompok,
maka kelompok tersebut dapat meminta penjelasan dari guru untuk
menjelaskan materi yang belum dipahami tersebut, sedangkan kelompok lain
yang sudah paham dapat melanjutkan pekerjaannya.
2) Pengajaran Seluruh Kelas
Pengajaran ini dilakukan pada akhir proses pembelajaran. Guru
menyimpulkan penekanan materi yang dianggap penting. Dalam
pembelajaran, keaktifan siswa sangat diharapkan melalui latihan pengajaran.
3) Kegiatan Kelompok
Setelah terbagi dalam kelompok-kelompok, masing-masing individu
mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui modul. Mereka bekerja
sebagai satu tim, jika terdapat kesulitan dipecahkan secara bersama-sama
dengan kelompoknya. Setelah selesai mengerjakan secara mandiri kemudian
saling mencocokan dengan teman sekelompoknya. Paket soal yang terdapat
pada modul diberikan menurut tingkat kesukaran soal, diurutkan dari soal
xli
yang mudah dilanjutkan soal yang sukar dan juga sesuai dengan urutan materi,
dari materi yang mudah dilanjutkan materi yang sulit. Setelah paket soal
selesai dikerjakan maka dicocokan dengan kelompok lain untuk mengukur
keberhasilan dari kelompok untuk kemudian diberikan nilai oleh guru.
TAI memiliki kelebihan antara lain :
a. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan
rutin.
b. Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan
dengan cepat dan akurat serta tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan
jalan pintas.
c. Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa; tidak mahal,
fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan atau tim guru.
d. Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif,
dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk
terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa maintream yang cacat
secara akademik dan diantara para siswa dari latar belakang ras atau etnik
yang berbeda.
TAI memiliki kelemahan yaitu guru setidaknya akan menghabiskan
separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
(Slavin, 1995: 190)
6. Praktikum (Kegiatan Laboratorium)
Kegiatan laboratorium dilaksanakan untuk memberikan kesempatan
kepada siswa agar dapat mengalami sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati
suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang
suatu objek, keadaan atau proses sesuatu serta menumbuhkan cara berpikir
rasional dan ilmiah (Mulyani Sumantri, 2001: 136).
Dengan demikian, praktikum adalah bentuk pengajaran yang bersifat
khusus dan istimewa yang dimanfaatkan seoptimal mungkin yang bertujuan agar
siswa mendapat kesempatan untuk menguji apa yang diperoleh dalam teori untuk
melaksanakan percobaan dalam keadaan yang nyata.
xlii
Sedangkan ketrampilan berpraktikum adalah kemampuan yang dimiliki
oleh siswa untuk melakukan kegiatan praktikum dengan benar dan tepat sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi
kesuksesan dalam melaksanakan praktikum kimia. Dianataranya kondisi dari
lingkungan dimana praktikum itu dilakukan, kemampuan kognitif dari tiap-tiap
individu dalam melaksanakan praktikum, kemampuan afektif dari siswa dalam
menerima pelajaran, dan metode yang digunakan dalam praktikum.
(Anonim, 2009: 1)
Praktikum bertujuan sebagai berikut:
a. Ketrampilan Kognitif yang tinggi
1) Melatih agar teori dapat dimengerti
2) Agar segi-segi teori yang berlainan dapat diintegrasikan
3) Agar teori dapat diterapkan pada keadaan yang nyata
b. Ketrampilan Afektif yang tinggi
1) Belajar merencanakan kegiatan secara mandiri
2) Belajar bekerjasama
3) Belajar mengkomunikasikan informasi mengenai bidangnya
4) Belajar menghargai bidangnya
c. Ketrampilan psikomotor yang tinggi
1) Belajar menyiapkan alat-alat, memasang alat sehingga dapat dipakai
2) Belajar memakai peralatan dan instrument tertentu
Kegiatan laboratorium dapat diartikan sebagai prosedur mengajar dengan
menggunakan causal effect yaitu sifat dari fenomena, baik fenomena sosial, psikis
maupun fisik. Diteliti atau dipelajari dengan melakukan eksperimen dibawah
kondisi-kondisi yang diatur .
Beberapa kelebihannya :
a. Melibatkan siswa secara langsung
b. Pendekatan multisensori
c. Siswa dapat mendengar, melihat, meraba, membawa apa yang mereka pelajari.
xliii
d. Memberikan kepada para siswa perasaan mampu, ini terjadi atau terbentuk
sesama siswa memperkembangkan ketrampilan mereka dalam mengelola
alat-alat, mengadakan percobaan, menyelidiki lingkungan baru.
e. Menimbulkan suasana akrab antar sesama siswa dan guru, karena mereka
bekerjasama di laboratorium.
f. Mempunyai tingkat relevansi yang tinggi dan kebutuhan masyarakat, karena
para siswa dapat meningkatkan ketrampilan yang nantinya digunakan dalam
masyarakat.
g. Metode ini lebih lanjut dapat di kembangkan untuk keperluan riset.
Beberapa kekurangannya:
a. Harus dilaksanakan oleh guru yang benar-benar mampu.
b. Dapat mengacaukan perhatian siswa, karena pada saat yang sama siswa
kadang-kadang harus melakukan beberapa macam kegiatan.
c. Harus dibuat perencanaan yang masak dan teliti, agar efektif.
d. Dapat menjadi mahal biayanya, karena kadang-kadang diperlukan bahan-
bahan mahal harganya.
e. Strategi ini kadang-kadang memboroskan waktu belajar bila pengelolaan
kelasnya tidak tertib dan efektif.
Pentingnya Praktikum Kimia
Dalam dunia pendidikan disadari pentingnya menghubungkan antara teori
dan praktek. Hal ini mendorong diadakannya kegiatan praktikum, yaitu suatu
kegiatan dimana siswa melakukan percobaan tentang suatu hal, mengamati
prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian memikirkan,
merencanakan penjelasan berdasarkan hasil pengamatannya. Untuk itu, fasilitas
laboratorium dalam proses belajar mengajar mutlak diperlukan. Dengan kata lain,
laboratorium merupakan suatu tempat dimana percobaan dan penyelidikan
dilakukan. Menurut Oemar Hamalik (2003:55) mengembangkan laboratorium
meliputi :
a. Mempelajari fungsi laboratorium dalam proses belajar mengajar,
b. Mempelajari kriteria pemilihan alat,
xliv
c. Mempelajari berbagai desain laboratorium,
d. Berlatih menilai efektivitas kegiatan laboratorium,
e. Berlatih mengembangkan eksperimen baru.
Kegiatan praktek seharusnya menjadi pusat minat pengajaran kimia,
mengingat kimia sebagai sains eksperimen. Menurut Tresna Sastrawijaya (1998:135-
136), “praktikum kimia dapat dibagi dalam beberapa macam, misalnya: (1)
eksperimen oleh siswa, (2) eksperimen yang didemonstrasikan kepada siswa, (3)
eksperimen yang tidak ditunjukkan secara langsung tetapi melalui alat peraga, (4)
eksperimen yang hanya diceritakan oleh guru/buku”. Kegiatan praktikum kimia pada
umumnya diprioritaskan pada eksperimen oleh siswa.
7. Sikap Ilmiah
a. Definisi Sikap Ilmiah
Untuk dapat mendefinisikan pengertian sikap ilmiah dapat ditinjau dari
pengertian sikap (attitude). Orang yang bersikap tertentu, kecenderungan untuk
menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu.
Sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil
tindakan, lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan dapat dilakukan
untuk bertindak. (W.S. Winkel, 1996:104)
Potensi reaksi yang sudah terbentuk dalam individu dalam situasi bebas
akan muncul sebagai perilaku aktual sebagai cerminan sikap yang sebenarnya.
Sikap ilmiah biasa dikaitkan dengan keilmuan, sehingga sikap ilmiah dapat
didefinisikan sebagai sikap yang diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual yang
bersifat keilmuan terhadap suatu stimulus tertentu.
b. Aspek Sikap Ilmiah
Winner Harlen dalam Margono, dkk (1995:150) mengutarakan ada
sembilan aspek ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak, yakni:
1) Sikap ingin tahu (curiosity)
2) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
3) Sikap kerjasama (cooperative)
4) Sikap tidak putus asa (perseverance)
5) Sikap tidak berprasangka (open mindedness)
xlv
6) Sikap mawas diri (self awareness)
7) Sikap bertanggung jawab (responsibility)
8) Sikap berpikir bebas (independence in thinking)
9) Sikap kedisiplinan (discipline)
Carin dan Sund dalam bukunya Theaching Science Though Discovery,
seperti yang dikutip oleh Margono mengemukakan aspek sikap ilmiah yaitu:
1) Sikap ingin tahu (curiosity)
2) Kerendahan hati (humility)
3) Ketidakpercayaan (scepticism)
4) Tidak fanatik (avoidance of dogmatism or gullibility)
5) Tidak berprasangka (open minededness)
6) Pendekatan positif pada kegagalan (apossitive approach to failure)
Dari penjelasan tentang aspek-aspek dalam sikap ilmiah dapat ditarik
kesimpulan bahwa sikap ilmiah yang penting adalah:
1) Sikap ingin tahu (curiosity)
2) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
3) Sikap kerjasama (cooperative)
4) Sikap tidak putus asa (perseverance)
5) Sikap bertanggung jawab (responsibility)
6) Sikap berpikir bebas (independence in thinking)
7) Sikap kedisiplinan (discipline)
8. Prestasi Belajar
Dalam proses belajar mengajar, prestasi belajar merupakan hasil yang
dicapai dari suatu usaha dalam mengikuti pendidikan atau latihan tertentu yang
hasilnya dapat ditentukan dengan memberikan test pada akhir pendidikan.
Kedudukan siswa dalam kelas dapat diketahui melalui prestasi belajar, yaitu siswa
tersebut termasuk pandai, sedang atau kurang. Dengan demikian prestasi belajar
mempunyai fungsi yang penting disamping sebagai indikator keberhasilan belajar
dalam mata pelajaran tertentu, juga dapat berguna sebagai evaluasi dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar.
xlvi
Prestasi belajar terdiri dari kata “prestasi” dan “belajar”. Menurut Zainal
Arifin (1990: 2) kata prestasi berasal dari bahasa Belanda yaitu “prestatie”,
kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi” yang berarti hasil usaha.
Dalam kamus bahasa Indonesia, arti dari prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, yang
lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru.
Menurut Winkel (1996: 52) bahwa prestasi (performance) dapat terlihat dari hasil
belajar. Selama potensi atau kemampuan internal tidak diwujudkan dalam bentuk
suatu perilaku, sulitlah diperoleh kepastian tentang apa yang telah dipelajari
sehingga hasil prestasi belajar menunjukkan tingkat keberhasilan seorang siswa
dalam proses belajar. Hasil belajar merupakan hal penting dalam proses belajar
mengajar, karena dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan seorang siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang telah
dilaksanakan. B.S. Bloom dalam Winkel (1996: 244) mengemukakan bahwa
prestasi belajar sebagai perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yaitu
ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.
Prestasi belajar siswa dapat diketahui dengan adanya evaluasi belajar
atau penilaian hasil belajar. Penilaian merupakan suatu usaha untuk
mengumpulkan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh
tentang proses belajar dan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa melalui
kegiatan belajar mengajar. Evaluasi hasil belajar mengajar siswa bermakna bagi
semua komponen dalam proses pengajaran terutama siswa, guru dan orang tua.
Evaluasi hasil belajar dapat dilakukan melalui ulangan harian dan
ulangan umum. Ulangan harian merupakan ulangan yang mencakup satu atau
beberapa pokok bahasan. Melalui ulangan harian dapat diketahui penguasaan
siswa terhadap tujuan pembelajaran setelah siswa melakukan kegiatan belajar.
Ulangan umum merupakan ulangan yang mencakup seluruh konsep dalam satu
semester. Selain untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang
telah dipelajari, dapat juga untuk menentukan kemajuan atau hasil pembelajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah
hasil yang diperoleh dari serangkaian usaha individu dalam rangka untuk
xlvii
memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil dari
aktivitas belajar dan interaksi dengan lingkungan.
Prestasi belajar yang dicapai orang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
yang mempengaruhinya selama proses belajar. Secara global, faktor-fakktor yang
mempengaruhi belajar dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Faktor Internal Siswa
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri yang meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis
bersifat jasmaniah, yang meliputi kesehatan dan organ-organ tubuh. Sedangkan
aspek bersifat rohaniah, yang meliputi intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa,
minat siswa, dan motivasi siswa.
b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa terdiri dari dua macam, yaitu lingkungan sosial
dan lingkungn non sosial. Lingkungan sosial meliputi para guru, staf administrasi,
teman sekelas, masyarakakat, teman, tetangga, orang tua siswa, dan keluarga
siswa. Sedangkan lingkungn non sosial meliputi gedung sekolah dan letaknya,
rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, serta
waktu belajar yang digunakan siswa.
c. Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar merupakan jenis upaya belajar siswa yang dapat
dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan materi pelajaran, sehingga dapat menunjang efektifitas dan efisiensi
proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini adalah seperangkat
langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan
masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.
(Muhibbin Syah, 1995: 132-139)
Prestasi belajar sebagai hasil belajar dapat diketahui saat dilakukan
penilaian. Penilaian digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa
dan berbagai hal yang pernah diajarkan, sehingga dapat diperoleh gambaran
tentang pencapaian program pendidikan. Jadi, fungsi prestasi belajar sangat
xlviii
penting bagi anak didik baik sebagai indikator kualitas pendidikan dan berfungsi
sebagai umpan balik bagi guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
9. Materi Pokok Laju Reaksi
Laju reaksi adalah salah satu materi pokok bidang studi kimia, dimana
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberikan pada siswa
SMA kelas XI semester gasal.
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dari materi pokok laju
reaksi sebagai berikut:
a. Standar Kompetensi:
Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kompetensi Dasar:
1) Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan
tentang faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
2) Memahami teori tumbukan (tabrakan) untuk menjelaskan faktor-faktor
penentu laju, orde reaksi, dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Materi pokok Laju Reaksi terbagi dalam beberapa sub materi pokok, yaitu:
Konsep Laju Reaksi, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi, Persamaan
Laju Reaksi, Teori Tumbukan dan Penerapan Konsep Laju Reaksi.
a. Konsep Laju Reaksi
Pengalaman menunjukkan bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat
daripada balok kayu; besi lebih cepat berkarat apabila tidak di cat; makanan lebih
cepat membusuk apabila tidak dimasukkan didalam kulkas; kulit bule lebih cepat
menjadi gelap dalam musim panas daripada dalam musim dingin (Keenan, 1989:
512). Hal ini berarti bahwa reaksi yang sama dapat berlangsung dengan kelajuan
yang berbeda, ada reaksi yang berlangsung seketika, dan ada reaksi yang
berlangsung sangat lambat. Contoh reaksi yang berlangsung seketika atau cepat
yaitu bom atau petasan meledak, batang korek api terbakar dan sebagainya.
Sedangkan contoh reaksi yang berlangsung lambat yaitu perkaratan besi dan
“pencoklatan” apel, dan proses terbentuknya fosil pada organisme.
xlix
1) Pengertian Laju reaksi
Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Oleh
karena itu, pada waktu reaksi berlangsung, jumlah zat pereaksi akan semakin
berkurang sedangkan jumlah produk bertambah. Satuan dari jumlah zat
bermacam-macam, misalnya gram, mol atau konsentrasi. Dalam perhitungan
kimia banyak digunakan zat kimia berupa larutan atau berupa gas dalam ruang
tertutup. (Keenan, dkk, 1989: 516)
Ukuran jumlah zat dalam reaksi kimia umumnya dinyatakan sebagai
konsentrasi molar atau molaritas (M). Dengan demikian, maka laju reaksi
menyatakan berkurangnya konsentrasi pereaksi atau bertambahnya konsentrasi zat
hasil reaksi setiap satu satuan waktu (detik atau sekon). Satuan laju reaksi
umumnya dinyatakan dalam satuan mol dm-3s-1 atau mol/liter sekon. Satuan mol
dm-3 atau molaritas (M) merupakan satuan konsentrasi larutan.
2) Ungkapan Laju reaksi
Untuk sistem homogen, cara yang umum digunakan untuk menyatakan
laju reaksi adalah laju pengurangan konsentrasi molar pereaksi atau laju
pertambahan konsentrasi molar produk dalam satu satuan waktu sebagai berikut:
Gambar 2. Gambar konsentrasi terhadap waktu
(Tim Cendikia, 2003: 50)
Berdasarkan grafik diatas reaksi: mR ® nP
Maka laju reaksi dinyatakan dengan:
[ ]tR
vDD
-= atau [ ]
tP
vDD
+=
Dengan : R = pereksi (reaktan)
P = produk
v = laju reaksi
Konsen t r as i
waktu
P
R
l
[ ]RD = perubahan konsentrasi molar pereksi
[ ]PD = perubahan konsentrasi molar produk
[ ]tRDD
- = laju pengurangan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam satu
satuan waktu
[ ]tPDD
+ = laju pertambahan konsentrasi molar salah satu pereaksi dalam satu
satuan waktu
Contoh
Untuk reaksi:
2N2O5 (g) ®4NO2 (g) + O2 (g)
Laju reaksi dinyatakan sebagai laju pengurangan konsentrasi molar N2O5 atau laju
pertambahan konsentrasi molar NO2 atau laju pertambahan konsentrasi molar O2 .
[ ]t
ONv ON D
D-= 52
52 Ms-1
[ ]t
NOvNO D
D+= 2
2 Ms-1
[ ]t
OvO D
D+= 2
2 Ms-1
Sesuai dengan hubungan laju reaksi dan perbandingan koefisien reaksi, laju
pembentukan O2 adalah setengah dari laju peruraian N2O5 atau seperempat dari
laju pembentukan NO2. Untuk contoh diatas, laju reaksi dinyatakan sebagai
berikut:
v=21
-[ ]
t
ON
DD 52 =
41
+[ ]
tNOD
D 2 =[ ]
tOD
D+ 2
b. Persamaan Laju Reaksi
Hubungan kuantitatif antara konsentrasi pereaksi dengan laju reaksi
dinyatakan dengan suatu persamaan, yaitu persamaan laju reaksi.
1) Bentuk Persamaan Laju Reaksi
li
Bentuk persamaan laju reaksi dinyatakan sebagai berikut:
Untuk reaksi:
mA + nB ® pC + qD
Persamaan laju reaksi:
v= [ ] [ ]yx BAk
dengan k: tetapan jenis reaksi
x: orde (tingkat/ pangkat) reaksi terhadap pereaksi A
y: orde (tingkat/ pangkat) reaksi terhadap pereaksi B
Tetapan jenis (k) adalah suatu tetapan yang harganya bergantung pada jenis
pereaksi, suhu dan katalis. Setiap reaksi mempunyai harga k tertentu pada suhu
tertentu. Harga k akan berubah jika suhu berubah. Reaksi yang berlangsung cepat
akan mempunyai harga k yang besar, sedangkan reaksi yang lambat mempunyai
harga k yang kecil. Kenaikan suhu dan penggunaan katalis umumnya
memperbesar harga k. Pangkat konsentrasi perekasi dalam persamaan laju reaksi
disebut orde atau tingkat reaksi. Reaksi diatas berorde x terhadap A dan berorde y
terhadap B. Orde reaksi keseluruhan adalah x dan y.
2) Makna Orde Reaksi
Orde reaksi menyatakan besarnya pengaruh konsentrasi pereaksi pada laju
reaksi.
a) Orde Nol
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila
perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya
asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi tidak
mempegaruhi laju reaksi.
b) Orde Satu
Suatu reaksi dikatakan berorde satu terhadap salah satu pereaksinya jika
laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi itu.
c) Orde dua
Suatu reaksi dikatakan berorde dua terhadap salah satu pereaksi jika laju
reaksi merupakan pangkat dua dari konsentrasi pereaksi itu.
lii
[x] [x] [x]
1) Orde nol 2) Orde Satu 3) Orde dua
[x] = konsentrasi pereaksi; v = laju reaksi
Gambar 3. Grafik yang menyatakan pengaruh perubahan konsentrasi terhadap laju
reaksi.
3) Menentukan Persamaan Laju
Persamaan laju reaksi tidak dapat diturunkan dari stoikiometri reaksi tetapi
ditentukan melalui percobaan. Salah satu cara menentukan persamaan laju reaksi
dengan metode laju awal. Menurut cara ini, laju diukur pada awal reaksi dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Untuk memahami metode ini, marilah kita
perhatikan reaksi antara gas AB dan gas C2 dengan reaksi 2AB + C2 ®2AC + B2
yang datanya diberikan pada tabel 2.
Tabel 2. Reaksi antara gas AB dan gas C2
No. [AB] (M) [ C2] V (M det-1)
1.
2.
3.
0,2
0,2
0,6
0,2
1
0,2
4
20
36
Tentukan :
a. Orde reaksi
b. Persamaan laju reaksi
c. Konstanta laju reaksi (k)
Jawab:
a. Pada penentuan orde reaksi terhadap gas AB digunakan percobaan 1 dan 3
karena menurut hukum persamaan laju reaksi secara umum: v= k[A]x[B]y
Sehingga diperoleh persamaan:
[ ] [ ][ ] [ ]yx
Yx
CABk
CABk
v
v
3233
1211
3
1 =
v v v
liii
Karena harga k nilainya konstan dan konsentrasi C2 pada percobaan 1 sama
dengan konsentrasi C2 pada percobaan 3 maka:
[ ][ ]x
x
AB
ABv
v
3
1
3
1 = x
÷ø
öçè
æ=
6,02,0
364
91
31
=÷øö
çèæ
x
2
31
31
÷øö
çèæ=÷
øö
çèæ
x
x= 2
Jadi orde reaksi terhadap gas AB adalah 2
Untuk menentukan orde reaksi terhadap gas C2 diambil [AB] yang sama, yaitu
percobaan 1 dan 2 yaitu:
Karena menurut hukum persamaan laju reaksi secara umum: v= k[A]x[B]y
Sehingga diperoleh persamaan:
[ ] [ ][ ] [ ]yx
Yx
CABk
CABk
v
v
2222
1211
2
1 =
Karena harga k nilainya konstan dan konsentrasi AB pada percobaan 1 sama
dengan konsentrasi AB pada percobaan 2 maka:
[ ][ ]x
x
AB
ABv
v
2
1
2
1 =
y
÷øö
çèæ=
12,0
204
51
51
=÷øö
çèæ
y
y= 1
Jadi orde reaksi terhadap gas C2 adalah 1.
b. Persamaan laju reaksi:
v= k [AB]2[C2]1
liv
c. v= k [AB]2[C2]1 (diambil salah satu percobaan misalnya percobaan 1)
4= k [0,2]2[0,2]
k=( )
500008,04
2,0
43
==
(Michael Purba, 2007: 102-115)
Contoh 2.
Diketahui reaksi: 2A + B2 ® 2AB dengan data percobaan sebagai berikut
Percobaan Konsentrasi Awal (M) Waktu (detik)
A B2
1.
2.
3.
0,25
0,50
0,50
0,25
0,25
0,50
160
80
20
Tentukan :
a. Orde reaksi,
b. Persamaan laju reaksi,
c. Harga k,
d. Waktu reaksi jika [A] = [B2] = 1 M!
Jawab:
Waktu berbanding terbalik dengan laju reaksi.
a. Menentukan orde terhadap A (percobaan 1 dan 2)
[ ][ ]
x
AA
v
v÷÷ø
öççè
æ=
2
1
2
1
÷ø
öçè
æ=
50,025,0
801160
1
21
21
=÷øö
çèæ
x
x= 1
lv
Jadi orde reaksi terhadap A adalah 1
Menentukan orde reaksi terhadap B2 (percobaan 2 dan 3)
[ ][ ]
y
B
B
vv
÷÷ø
öççè
æ=
32
22
3
2
y
÷ø
öçè
æ=
50,025,0
201
801
y
÷øö
çèæ=
21
41
y= 2
Jadi orde reaksi terhadap B2 adalah 2.
b. Persamaan laju reaksinya adalah :
[ ][ ]22BAkv =
c. [ ][ ]22BAkv =
Dari percobaan no 3 kita dapat persamaan sebagai berikut:
( )( )25,05,0201
k=
( ) 205,0
13 x
k =
= 0,4
d. [ ][ ]22BAkv =
( )( )2114,0=v
= 0,4
5,24,0
11===
vt detik
Jadi waktu reaksi yang diperlukan adalah 2,5 detik.
c. Teori Tumbukan
Suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain apabila partikel-
partikelnya saling bertumbukan. Tumbukan yang terjadi tersebut akan
lvi
menghasilkan energi untuk memulai terjadinya reaksi. Terjadinya tumbukan
antara partikel disebabkan partikel-partikel (molekul-molekul) zat selalu
bergerak dengan arah yang tidak teratur. Tumbukan antarpartikel yang
bereaksi tidak selalu menimbulkan reaksi, hanya tumbukan yang
menghasilkan energi yang cukup yang dapat menghasilkan reaksi.
Gambar 4. Tumbukan molekul dan reaksi kimia. (a) Tumbukan pertikel-
partikel yang tidak menghasilkan reaksi. (b) Tumbukan yang
menghasilkan energi yang cukup untuk menghasilkan reaksi.
Sebelum tumbukan terjadi tumbukan setelah tumbukan
Gambar 5. Tumbukan molekul dan reaksi kimia. (a) Tumbukan yang tidak
menghasilkan reaksi. (b) Tumbukan yang menghasilkan energi yang cukup
untuk menghasilkan reaksi.
(Brady, 1981:467)
Model tumbukan antara partikel dapat digambarkan sebagai bola yang
akan menggelinding mencapai puncak lekukan suatu bukit ke lereng bukit.
Energi diperlukan supaya bola menggelinding mencapai puncak lekukan
lvii
(keadaan transisi). Setelah mencapai keadaan transisi pun masih diperlukan
energi agar bisa terlepas dari puncak lekukan tersebut agar dapat
menggelinding ke lereng gunung. Jikan energi tidak cukup maka bola tersebut
akan menggelinding kembali ke lekukan itu.
Gambar 6. Bola akan menggelinding kembali ke lembah bila tidak
cukup energi untuk mendorong sampai di puncak
Gambar 7. Diagram energi pada reaksi eksoterm dan endoterm
Energi yang diperlukan agar bola sampai ke puncak bukit dan
menggelinding dianalogikan sebagai energi pengaktifan. Dalam reaksi kimia
energi pengaktifan (energi aktivasi) merupakan energi minimum agar suatu
reaksi dapat berlangsung. Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut
tumbukan efektif. Dengan menggunakan teori tumbukan ini dapat dijelaskan
bagaimana faktor-faktor yang dapat mempercepat laju reaksi.
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
a) Konsentrasi
lviii
Secara umum konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi.
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi.
Pada reaksi orde 0 (nol) perubahan konsentrasi pereaksi tidak berpengaruh
terhadap laju reaksi.
Reaksi orde 1 (satu) setiap kenaikan konsentrasi dua kali akan
mempercepat laju reaksi menjadi dua kali lebih cepat, sedangkan untuk
reaksi orde 2 bila konsentrasi dinaikkan menjadi dua kali laju reaksi
menjadi empat kali lebih cepat.
Pada umumnya reaksi berlangsung lebih cepat jika konsentrasi
pereaksi diperbesar. Misalnya, reaksi keping pualam dengan larutan HCl 4
M berlangsung lebih cepat dari pada larutan HCl 2 M.
Reaksi :
CaCO3(s) + 2 HCl (aq) ® CaCl2(aq) + CO2(g) + H2O(1)
CaCO3(s) + 2 H+(aq) + 2 Cl -(aq) ® Ca2+
(aq) + 2 Cl-(aq) + CO2(g) + H2O(1)
CaCO3(s) + 2 H+(aq) ® Ca2+
(aq) + CO2(g) + H2O(1)
Larutan HCl 4 M cepat Larutan HCl 2 M lambat
Gambar 8. Larutan HCl dengan konsentrasi 2 M dan 4 M
Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ini dapat dijelaskan
dengan model teori tumbukan. Semakin tinggi konsentrasi berarti semakin
banyak molekul-molekul dalam setiap satuan luas ruangan, dengan
demikian tumbukan antara partikel semakin sering terjadi. Semakin
banyak tumbukan yang terjadi berarti kemungkinan untuk menghasilkan
tumbukan efektif semakin besar, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.
b) Luas Permukaan Sentuhan
Ion Cl-
(aq) Ion H+
Tjd reaksi
Ion H+
Tjd reaksi
lix
Untuk reaksi heterogen (wujud tidak sama), misalnya logam zink
dengan larutan asam klorida, laju reaksi selain dipengaruhi oleh
konsentrasi asam klorida juga dipengaruhi oleh kondisi logam zink. Dalam
jumlah (massa) yang sama butiran logam zink akan bereaksi lebih lambat
daripada serbuk zink.
Reaksi terjadi antara molekul-molekul asam klorida dalam larutan
dengan atom-atom zink yang bersentuhan langsung dengan asam klorida.
Pada butiran zink, atom-atom zink yang bersentuhan langsung dengan
asam klorida lebih sedikit daripada serbuk zink, sebab atom-atom zink
yang bersentuhan hanya atom zink yang ada di permukaan butiran. Akan
tetapi, bila butiran zink tersebut dipecahmenjadi butiran-butiran yang lebih
kecil, atau menjadis serbuk, maka atom-atom zink yang semula di dalam
akan berada di permukaan dan terdapat lebih banyak atom zink yang
secara bersamaan bereaksi dengan larutan asam klorida. Dengan
menggunakan teori tumbukan dapat dijelaskan bahwa semakin luas
permukaan zat padat semakin banyak tempat terjadinya tumbukan
antarpartikel yang bereaksi.
Gambar 9. Luas permukaan bidang sentuh zat padat dapat diperbesar dengan
memperkecil ukuran partikelnya.
c) Suhu
Harga tetapan laju reaksi (k) akan berubah. Bagi kebanyakan reaksi
kimia, kenaikan sekitar 100 C akan menyebabkan harga tetapan laju reaksi
menjadi dua kali semula. Dengan naiknya harga tetapan laju reaksi (k),
maka reaksi akan menjadi lebih cepat. Jadi, kenaikan suhu akan
mengakibatkan reaksi berlangsung semakin cepat.
Ion H+ Ion Cl-
Tjd Reaksi
Logam zink
lx
Hal tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan teori
tumbukan, yaitu bila terjadi kenaikan suhu maka molekul-molekul yang
bereaksi akan bergerak lebih cepat, sehingga energi kinetiknya tinggi.
Oleh karena energi kinetiknya tinggi, maka energi yang dihasilkan pada
tumbukan antarmolekul akan menghasilkan energi yang besar dan cukup
untuk melangsungkan reaksi. Dengan demikian, semakin tinggi suhu
berarti kemungkinan akan terjadi tumbukan yang menghasilkan energi
yang cukup untuk reaksi juga semakin banyak, dan berakibat reaksi
berlangsung lebih cepat. Bila pada setiap kenaikan CT0D suatu reaksi
berlangsung n kali lebih cepat, maka laju reaksi pada T2 (v2) bila
dibandingkan laju reaksi pada T1(v1) dapat dirumuskan:
2v = ( ) ÷øö
çèæ
D-T
TT
1
12
nv
Contoh soal:
Laju suatu reaksi menjadi dua kali lebih cepat pada setiap kenaikan suhu
100 C. Bila pada suhu 200 C reaksi berlangsung dengan laju reaksi 2
mol10 3-´ L-1 s-1 berapa laju reaksi yang terjadi pada suhu 500C ?
Jawab:
50v = ( ) ÷øö
çèæ -
102050
20 2v
50v = 2 ´10-3 (2)3
= 1,6 ´10-2 mol L-1 s-1
d) Katalis
Beberapa reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat
dengan menambahkan suatu zat kedalamnya, tetapi zat tersebut setelah
reaksi selesai ternyata tidak berubah. Misalnya, pada penguraian kalium
klorat untuk menghasilkan gas oksigen.
2KClO3 (s) ® 2KCl (s) + 3O2 (s)
Reaksi berlangsung pada suhu tinggi dan berjalan lambat, tetapi
dengan penambahan kristal MnO2 kedalamnya ternyata reaksi akan dapat
berlangsung dengan lebih cepat pada suhu yang lebih rendah. Setelah
lxi
semua KClO3 terurai, ternyata MnO2 masih tetap ada (tidak berubah).
Dalam reaksi tersebut MnO2 disebut sebagaai katalis.
Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa
dirinya mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalis mungkin dapat
terlibat dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi
berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalis akan diperoleh
kembali dalam jumlah sama.
(Unggul Sudarmo,2007: 86-89)
Perhatikan reaksi umum A + B ® AB , dengan K menyatakan
katalisnya seperti dilukiskan pada gambar 10.
Gambar 10. Grafik tingkat energi reaksi dengan katalis dan tanpa katalis
Keterangan :
Reaksi tanpa katalis:
A + B ® [A---B]* (AB reaksi lambat)
Energi pengaktifan tinggi , AB terbentuk perlahan-lahan
Reaksi dengan katalis:
A + K® [A---K]* ® AK (reaksi cepat)
AK + B ® [B---A---K]* ®AB + K (cepat)
(Keenan, 1989:522)
Energi keadaan transisi tanpa katalis
Energi keadaan transisi dengan katalis
Energi senyawa antara
Energi molekul peraksi
Energi molekul produk
[A--B]*
A + B + K
[A--K ]*+B
AK + B
[A—B--K]*
AB + K
Ene
rgi
lxii
Katalis mempercepat reaksi dengan cara mengubah jalannya
reaksi. Jalur reaksi yang ditempuh tersebut mempunyai energi aktivasi
yang lebih rendah daripada jalur reaksi yang ditempuh tanpa katalis. Jadi,
dapat dikatakan bahwa katalis berperan menurunkan energi aktivasi.
Ada dua cara yang dilakukan katalis dalam mempercepat reaksi, yaitu:
a) Pembentukan Senyawa Antara
Umumnya reaksi berjalan lambat bila energi aktivasi suatu reaksi
terlalu tinggi. Agar reaksi dapat berlangsung lebih cepat, maka dapat
dilakukan dengan cara menurunkan energi aktivasi. Untuk
menurunkan energi aktivasi dapat dilakukan dengan mencari senyawa
antara lain yang berenergi lebih rendah. Fungsi katalis dalam hal ini
mengubah jalannya reaksi sehingga diperoleh senyawa antara yang
energinya relatif rendah. Katalis homogen (katalis yang mempunyai
fase yang sama dengan zat pereaksi yang dikatalis) bekerja dengan
cara ini.
Misalnya,
A + B ® AB, berlangsung tanpa katalis:
A + B ® AB (AB lambat)
Apabila ke dalam reaksi tersebut ditambahkan katalis (K) maka,
tahapan reaksi berlangsung sebagai berikut,
Tahap I : A + K ® AK*
Tahap II : AK* + B ® AB + K
Pada kedua tahap tersebut terlihat bahwa pada akhir reaksi K diperoleh
kembali dan mengkatalis molekul-molekul A dan B yang lain.
Penggambaran energi menunjukkan bahwa dengan adanya jalan reaksi
yang berbeda akan memerlukan energi pengaktifan yang rendah.
b) Adsorpsi
Proses katalisasi dengan cara adsorpsi umumnya dilakukan
oleh katalis heterogen, yaitu katalis yang fasenya tidak sama dengan
lxiii
fase zat yang dikatalis (khususnya reaksi gas dengan katalis padat).
Pada proses adsorpsi, molekul-molekul pereaksi akan teradsorpsi pada
permukaan katalis, dengan terserapnya pereaksi di permukaan katalis
mengakibatkan zat-zat pereaksi terkonsentrasi di permukaan katalis
dan akan mempercepat reaksi. Kemungkinan yang lain, karena
pereaksi-pereaksi teradsorpsi di permukaan katalis akan dapat
menimbulkan gaya tarik antarmolekul yang bereaksi, dan ini
menyebabkan molekul-molekul tersebut menjadi reaktif.
Agar katalis tersebut berlangsung efektif, katalis tidak boleh
mengadsorpsi zat hasil reaksi, dan dengan demikian permukaan logam
akan segera ditempati oleh molekul baru. Bila zat pereaksi atau
pengotor teradsorpsi dengan kuat oleh katalis menyebabkan
permukaan katalis menjadi tidak aktif. Dalam keadaan demikian,
katalis dikatakan telah teracuni, dan ini akan menghambat reaksi.
Contoh katalis adsorpsi adalah nikel pada pembuatan margarin, untuk
mengkatalisis reaksi antara gas hidrogen dengan lemak atau minyak
menjadi margarin. Pada industri asam sulfat dikatakan katalis V2O5
untuk mempercepat reaksi antara gas SO2 dan O2 menjadi SO3.
(Unggul Sudarmo, 2007: 90-91)
d. Penerapan Konsep Laju Reaksi
Konsep laju reaksi dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
industri. Penerapan konsep laju reaksi pada kehidupan sehari-hari misalnya pada
pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju reaksi, sedangkan konsep
laju reaksi yang dapat diterapkan dalam industri adalah pengaruh katalis terhadap
laju reaksi.
1) Penerapan Pengaruh Luas Permukaan Bidang Sentuh terhadap Laju Reaksi
Penerapan pengaruh luas permukaan bidang sentuh terhadap laju reaksi
dapat ditemukan pada industri makanan dan kehidupan sehari-hari. Sebelum
dimasukkan, bumbu dihancurkan terlebih dahulu. Hal itu dilakukan agar bumbu
lxiv
memiliki luas permukaan yang besar sehingga mudah meresap pada masakan.
Selain itu, bahan yang dimasak juga dibuat berukuran kecil agar luas permukaan
bidang sentuh makin besar.
2) Penggunaan Katalis dalam Industri Kimia
Kebanyakan industri kimia menggunakan katalis dalam proses
produksinya karena proses dapat berlangsung lebih cepat dan biaya produksi
dapat dikurangi. Sebagian besar katalisator merupakan unsur transisi atau
senyawanya. Contoh penggunaan katalis pada industri kimia adalah pada proses
Haber dan proses kontak.
Proses Haber adalah sintesis amonia dari gas nitrogen dan hidrogen
menurut reaksi: N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH3 (g) DH = -92 kJ
Reaksi ini berlangsung sangat lambat pada suhu rendah, bahkan pada suhu 500°C.
Serbuk besi yang dicampur dengan berbagai oksida logam lain seperti Al2O3,
MgO, CaO, dan K2O menjadikan reaksi cukup ekonomis.
Proses kontak adalah proses industri pembuatan asam sulfat. Salah satu
tahapan penting dalam proses itu adalah oksidasi SO2 menjadi SO3 (SO3
kemudian dilarutkan dalam air sehingga diperoleh H2SO4).
Reaksi: 2 SO2 (g) + O2 (g) 2 SO3 (g) DH = -198 kJ
Sama halnya dengan sintesis ammonia, reaksi oksidsi SO2 berlangsung sangat
lambat pada suhu rendah. V2O5 dapat membuat reaksi berlangsung lebih cepat.
(Michael Purba, 2004: 142)
B. Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini adalah:
Kualitas dan kuantitas pendidikan sampai saat ini merupakan suatu
masalah yang amat menonjol dalam setiap pembaharuan sistem pendidikan
nasional, sejalan dengan itu upaya pembaharuan pendidikan terus dilakukan
sampai saat ini yaitu dengan KTSP (Kurilukum Tingkat Satuan Pendidikan).
lxv
Kurikulum ini menekankan pada pencapaian kompetensi melalui pendekatan
pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai subyek utama pengajaran.
Pencapaian kompetensi prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa
faktor baik ekstern maupun intern. Salah satu faktor ekstern adalah metode
mengajar. Suatu metode mengajar tertentu dapat digunakan pada konsep tertentu
tetapi belum tentu cocok digunakan pada konsep lain. Penggunaan metode yang
cocok akan mempengaruhi siswa menumbuhkan minat belajar sehingga dapat
mempengaruhi prestasi belajar. Dalam model pembelajaran kooperatif dikenal
berbagai macam metode pembelajaran diantaranya metode pembelajaran STAD
dan TAI. Metode-metode pembelajaran ini dapat dilengkapi dan disesuaikan
dengan materi pelajaran yang akan dipelajari, diantaranya dengan memodifikasi
melalui praktikum. Materi pokok Laju Reaksi meliputi Konsep Laju Reaksi,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi, Persamaan Laju Reaksi, Teori
Tumbukan dan Penerapan Konsep Laju Reaksi membutuhkan pemahaman yang
tinggi karena mencakup konsep-konsep kimia dan perhitungan-perhitungan yang
menurut siswa merupakan pelajaran yang rumit.
Dalam metode pembelajaran STAD yang dilengkapi dengan praktikum
setiap anggota kelompok memiliki kemampuan yang hampir sama sehingga setiap
anggota kelompok memiliki hak dan kedudukan yang sama pula. Bila dalam
proses diskusi kelompok terdapat anggota yang belum memahami materi, maka
dapat meminta penjelasan kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pada metode
STAD yang dilengkapi dengan praktikum ini siswa dituntut untuk mengerjakan
kuis-kuis secara individual, sehingga skor yang diperoleh oleh masing-masing
individu akan mempengaruhi skor kelompoknya. Metode ini bertujuan untuk
memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain
dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru.
Metode pembelajaran TAI merupakan suatu pembelajaran kooperatif
dimana siswa diharapkan dapat bekerja sama, berdiskusi, dan beradu argumen
dengan temannya, menilai kemampuan dan mengisi kekurangan anggota
kelompoknya. Adanya sumbangan yang diberikan oleh seorang asisten kepada
lxvi
anggota kelompok dapat membuat mereka lebih memahami materi dan belajar
dengan baik. Keberhasilan proses belajar kelompok akan membantu siswa dalam
berkomunikasi dengan siswa lain karena pada metode ini dituntut adanya
kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi atau ide dalam pikirannya.
Pada metode TAI yang dilengkapi dengan praktikum ini siswa banyak mengalami
latihan, melihat dan berpraktikum sehingga siswa akan mendapatkan pengalaman
secara nyata dan langsung terhadap materi pelajaran yang telah dipelajarinya.
Dalam melakukan suatu praktikum siswa mendapat kesempatan untuk
menguji dan melaksanakan hal-hal yang diperoleh dalam keadaan yang nyata
dengan apa yang diperoleh dalam teori. Untuk mendapatkan jawaban atas
praktikum yang dilakukan dibutuhkan suatu sikap ilmiah yang meliputi sikap
ingin tahu (curiosity), sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality),
sikap kerjasama (cooperative), sikap tidak putus asa (perseverance), sikap
bertanggung jawab (responsibility), sikap berpikir bebas (independence in
thinking) dan sikap kedisiplinan (discipline). Siswa yang memiliki sikap ilmiah
yang tinggi akan mampu menjalankan perannya sebagai peserta didik yang baik,
sebaliknya dengan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah akan memiliki
prestasi yang rendah di kelas. Pada pengajaran materi laju reaksi dengan metode
STAD dan TAI yang dilengkapi praktikum dengan memperhatikan sikap ilmiah
siswa dimungkinkan akan terjadi fenomena dimana siswa yang memiliki sikap
ilmiah yang tinggi yang diajar dengan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi dengan praktikum prestasi belajarnya akan lebih baik daripada yang
diajar dengan metode TAI yang dilengkapi dengan praktikum. Sedangkan siswa
yang memiliki sikap ilmiah yang rendah yang diajar dengan metode pembelajaran
STAD yang dilengkapi dengan praktikum diharapkan akan mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik karena siswa dituntut untuk dapat berkomunikasi lebih
baik dengan guru maupun dengan sesama siswa.
Dari pemikiran diatas, diduga terdapat interaksi antara metode
pembelajaran STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum dengan sikap
ilmiah siswa terhadap prestasi belajar siswa materi pokok Laju Reaksi.
lxvii
Keterangan :
X : Model pembelajaran kooperatif
X1 : Metode STAD yang dilengkapi dengan praktikum
X2 : Metode TAI yang dilengkapi dengan praktikum
Y1 : Sikap ilmiah tinggi
Y2 : Sikap ilmiah rendah
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang dikemukakan diatas, maka dalam
penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang
dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar kimia materi pokok
Laju Reaksi.
2. Terdapat pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang
memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran kooperatif
X1
Y1 Y1
X1
X
Y2
X1 Y2
X2
Y1 Y1
X2
Y2
X2
Y2
lxviii
STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar
kimia materi pokok Laju Reaksi.
3. Terdapat interaksi metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang
dilengkapi dengan praktikum serta tinggi rendahnya sikap ilmiah siswa
terhadap prestasi belajar kimia materi pokok Laju Reaksi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 5 Surakarta pada semester ganjil
kelas XI tahun ajaran 2009/2010.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada April 2009 dengan Maret 2010 dengan
tahapan sebagai berikut:
a. Pembuatan Proposal April 2009
b. Uji Coba Instrumen Agustus 2009
c. Penelitian dan Pengambilan data September 2009
d. Pengolahan data dan penyusunan hasil November 2009
e. Pelaporan Februari-Maret 2010
3. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek Penelitian adalah siswa kelas XI semester ganjil SMA Negeri 5
Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Pemilihan subjek dalam penelitian ini
menggunakan teknik random sampling karena didasarkan pada pertimbangan
lxix
yaitu memberi hak yang sama pada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan
(chance) untuk dipilih menjadi sampel. Penggunaan metode dan media yang telah
dirancang diterapkan pada subjek yang tepat yaitu kelas XI. Objek penelitian ini
adalah prestasi belajar siswa pada materi pelajaran Laju Reaksi.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Dengan
menggunakan rancangan faktorial 2x2. Faktor pertama adalah sikap ilmiah siswa
yaitu sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah. Faktor yang kedua adalah
metode pembelajaran yaitu metode pembelajaran STAD yang dilengkapi dengan
praktikum dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum.
Tabel 3. Rancangan penelitian.
Faktor A (Metode Pembelajaran) Faktor B (Sikap Ilmiah)
Tinggi (B1) Rendah (B2)
STAD dilengkapi praktikum (A1) A1 B1 A1 B2
TAI dilengkapi praktikum (A2) A2 B1 A2 B2
Keterangan :
A1 : Metode STAD yang dilengkapi praktikum
A2 : Metode TAI yang dilengkapi praktikum
B1 : Sikap ilmiah tinggi
B2 : Sikap ilmiah rendah
48
lxx
C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Penetapan Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI Ilmu Alam SMA
Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini sebagai sampel diambil 2 kelas dari 4 kelas XI Ilmu
Alam yang ada di SMA Negeri 5 Surakarta. Pengambilan sampel dengan
menggunakan teknik random sampling. Kelas yang digunakan untuk sampel yaitu
kelas XI Ilmu Alam 3 mendapatkan perlakuan dengan metode STAD yang
dilengkapi dengan praktikum dan kelas XI Ilmu Alam 4 mendapatkan perlakuan
dengan metode TAI yang dilengkapi dengan praktikum.
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu metode
pembelajaran dan Sikap Ilmiah yang dikategorikan dalam tinggi dan rendah.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar.
1. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Variabel bebas 1: Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah teknik penyajian yang digunakan oleh guru
untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran Laju Reaksi kepada siswa di
lxxi
dalam kelas, agar pelajaran itu dapat ditangkap, dipahami dan digunakan oleh
siswa dengan baik. Dalam penelitian ini digunakan metode pembelajaran STAD
dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum.
b. Variabel bebas 2 : Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah dapat didefinisikan sebagai sikap yang diberikan oleh siswa
diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual yang bersifat keilmuan terhadap materi
Laju Reaksi di dalam kelas.
c. Variabel terikat : Prestasi belajar
Prestasi belajar adalah perolehan skor pada pengukuran dengan prestasi
belajar yang mencerminkan tingkat penguasaan siswa terhadap konsep-konsep
pada materi pelajaran Laju Reaksi setelah siswa mengikuti proses belajar
mengajar.
2. Skala Pengukuran dari Variabel Penelitian
Variabel pembelajaran kimia meliputi pembelajaran STAD dan TAI yang
dilengkapi dengan praktikum berskala pengukuran interval. Variabel Sikap Ilmiah
berskala pengukuran ordinal yang dibedakan menjadi kategori tinggi dan kategori
rendah. Pembuatan kategori ini berdasarkan pada nilai rata-rata untuk keseluruhan
skor yang dicapai siswa. Siswa dengan perolehan di atas atau sama dengan nilai
rata-rata dimasukkan dalam kategori tinggi, sedangkan siswa dengan perolehan
skor di bawah nilai rata-rata dimasukkan dalam kategori rendah.
3. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
dengan urutan sebagai berikut:
lxxii
a. Memilih subjek dari suatu populasi secara random.
b. Mengelompokkan subjek tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
eksperimen 1 yang dikenal variable perlakuan X1 dan kelompok eksperimen 2
dikenai perlakuan X2.
c. Menyamakan kemampuan awal dengan membandingkan nilai prestasi belajar
siswa dengan menggunakan nilai raport semester 2 kelas X untuk mengetahui
apakah kedua kelompok telah seimbang, sehingga kedua kelompok berangkat
dari titik yang sama.
d. Melakukan pretest dan angket sikap ilmiah siswa yang mempunyai syarat
untuk digunakan dalam pengambilan data penelitian.
e. Melakukan eksperimen dan memberikan perlakuan yang berbeda antara
kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Kelompok eksperimen
menggunakan metode pembelajaran STAD disertai dengan praktikum dan
metode pembelajaran TAI yang disertai dengan praktikum.
f. Mengadakan test terhadap kedua kelompok pada akhir pengajaran.
g. Mengadakan postest dan angket sikap ilmiah siswa.
h. Membandingkan hasil test akhir kedua kelompok untuk mengetahui perbedaan
prestasi belajar siswa.
i. Menggunakan test statistik yang cocok dengan rancangan ini untuk
menentukan apakah perbedaan tersebut signifikan.
j. Menarik kesimpulan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode tes dan metode angket serta metode observasi.
1. Metode Tes
lxxiii
Metode tes digunakan untuk mendapatkan data prestasi belajar siswa pada
materi pokok Laju Reaksi siswa kelas XI Ilmu Alam SMA Negeri 5 Surakarta
tahun pelajaran 2009/2010.
2. Metode Angket
Angket yang digunakan adalah angket Sikap Ilmiah siswa yang digunakan
untuk mengetahui tinggi rendahnya Sikap Ilmiah siswa dan angket afektif.
3. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk menilai aspek psikomotor.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini terdiri atas penilaian kognitif dengan
menggunakan test prestasi, penilaian afektif dengan menggunakan angket Sikap
Ilmiah, dan instrumen penilaian psikomotor digunakan lembar observasi.
1. Instrumen Penilaian Kognitif.
a. Uji Validitas
Validitas suatu tes adalah taraf sampai dimana suatu tes mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur (Masidjo, 1995:242). Validitas yang diuji
dalam penelitian ini validitas isi dan validitas item. Validitas isi adalah suatu
validitas yang menunjukkan sampai dimana isi suatu tes atau alat pengukur
mencerminkan hal-hal yang mau diukur atau diteskan. Validitas item adalah
ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item. Pada penelitian ini dalam
perhitungan validitas digunakan rumus korelasi product moment karl pearson dari
Karl Pearson sebagai berikut :
lxxiv
rxy =( ) ( )( )( )( ) ( )( )[ ]2222 YYNXXN
YXXYN
S-SS-S
SS-S
Keterangan rumus:
rxy : koefisien validitas
X : skor butir item nomor tertentu
Y : skor total
N : jumlah subyek
Item dikatakan valid bila harga r hitung > r total kriteria.
Klasifikasi koefisien korelasi:
0,91 – 1,00 : sangat tinggi
0,71 – 0,90 : tinggi
0,41 – 0,70 : cukup
0,21 – 0,40 : rendah
negatif – 0,20 : sangat rendah
Sebuah tes dianggap valid jika rxy > r tab.
( Masidjo, 1995: 243 )
b. Uji Reliabilitas
Suatu tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut diujikan berkali-kali
hasilnya relatif sama. Dengan kata lain, jika pada siswa yang sama diberikan tes
yang sama pada waktu yang berlainan maka setiap siswa akan tetap berada dalam
urutan (rangking) yang sama dalam kelompoknya. Taraf reliabilitas suatu tes
dinyatakan dengan suatu koefisien yang disebut dengan koefisien realibilitas atau
r11 yang dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien antara –1,00 sampai 1,00.
Pada penelitian ini untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus
KR 20, yaitu :
r11 = úû
ùêë
é S-úûù
êëé- 2
2
1 t
t
S
pqSn
n
Keterangan rumus :
lxxv
r11 : koefisien reliabilitas
n : jumlah item
St : standar deviasi
p : proporsi subyek yang menjawab item dengan benar
q : proporsi subyek yang menjawab
S pq : jumlah hasil perkalian antara p dan q
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan
dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel maka tes instrumen
tersebut adalah reliabel.
Klasifikasi koefisien korelasi :
0,91 – 1,00 : sangat tinggi
0,71 – 0,90 : tinggi
0,41 – 0,70 : cukup
0,21 – 0,40 : rendah
negatif – 0,20 : sangat rendah
( Masidjo, 1995: 209)
1) Taraf kesukaran Soal
Taraf kesukaran suatu item dapat diketahui dari banyaknya siswa yang
menjawab benar. Taraf kesukaran suatu item dinyatakan dalam bilangan indeks
yang disebut indeks kesukaran (IK), yaitu bilangan yang merupakan hasil
perbandingan antara jawaban benar yang diperoleh dengan jawaban yang
seharusnya diperoleh dari suatu item. Rumus indeks kesukaran soal adalah
sebagai berikut :
IK = MaksimalSkor N
B´
Keterangan :
IK : indeks kesukaran
B : jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa
lxxvi
Skor Maksimal : besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban dari suatu
item
N x Skor maksimal : jumlah jawaban benar yang seharusnya diperoleh siswa
dari suatu item
(Masidjo, 1995:189)
Adapun kriterianya adalah sebagai berikut :
0,81 – 1,00 : mudah sekali
0,61 – 0,80 : mudah
0,41 – 0,60 : sedang / cukup
0,21 – 0,40 : sukar
0,00 – 0,20 : sukar sekali
(Masidjo, 1995 : 192)
2) Daya Pembeda Soal
Taraf perbedaan suatu item adalah taraf sampai dimana jumlah jawaban
benar dari siswa. Siswa yang tergolong kelompok atas (pandai) berbeda dari siswa
yang tergolong kelompok bawah (kurang pandai). Perbedaan jawaban benar dari
siswa yang tergolong kelompok atas dan bawah disebut indeks diskriminasi (ID).
Rumus untuk menentukan daya pembeda soal (soal bentuk objektif) adalah
sebagai berikut :
ID = MaksimalSkor NKBatau NKA
KB KA ´-
Keterangan :
ID : indeks diskriminasi
KA : jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa yang tergolong
kelompok atas
KB : jumlah jawaban benar yang diperoleh siswa yang tergolong
kelompok bawah
lxxvii
NKA atau NKB : jumlah siswa yang tergolong kelompok atas atau kelompok
bawah
NKA atau NKB x Skor maksimal :perbedaan jawaban benar dari siswa-siswa
yangtergolong kelompok atas atau bawah yang
seharusnya diperoleh
(Masidjo, 1995:198)
Kriteria taraf pembeda:
0,800 – 1,00 : sangat membedakan
0,60 – 0,79 : lebih membedakan
0,40 – 0,59 : cukup membedakan
0,20 – 0,39 : kurang membedakan
negatif – 0,19 : sangat kurang membedakan
(Masidjo, 1995 : 201)
2. Instrumen Penilaian Afektif dan Sikap Ilmiah
Dalam penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh nilai afektif
dan sikap ilmiah siswa serta respon siswa terhadap metode pembelajaran STAD
yang dilengkapi dengan laboratorium dan TAI yang dilengkapi dengan
laboratorium pada materi pokok Laju Reaksi. Jenis angket yang digunakan adalah
angket langsung dan sekaligus menyediakan alternatif jawaban. Responden atau
siswa memberikan jawaban dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang
sudah disediakan.
Untuk angket penilaian afektifnya sebelum digunakan dalam
pengambilan data, instrumennya diujicobakan terlebih dahulu guna mengetahui
kualitas item angket.
a. Uji Validitas
Untuk menghitung validitas butir soal angket digunakan rumus sebagai
berikut :
lxxviii
rxy =( ) ( )( )( )( ) ( )( )[ ]2222 YYNXXN
YXXYN
S-SS-S
SS-S
Keterangan rumus:
rxy : koefisien validitas
X : skor butir item nomor tertentu
Y : skor total
N : jumlah subyek
Item dikatakan valid bila harga r hitung > r total kriteria.
Klasifikasi koefisien korelasi:
0,91 – 1,00 : sangat tinggi
0,71 – 0,90 : tinggi
0,41 – 0,70 : cukup
0,21 – 0,40 : rendah
negatif – 0,20 : sangat rendah
(Masidjo, 1995: 243)
Hasil dari perhitungan diatas dikonsultasikan dengan tabel kritik r
product moment. Sebuah Tes dianggap valid jika rxy > r tab.
b. Uji Reabilitas
Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran tersebut dapat
memberikan hasil yang relatif tidak berbeda bila dilakukan pengukuran kembali
pada subyek yang sama. Untuk mengetahui tingkat reabilitas digunakan rumus
alpha (digunakan untuk mencari reabilitas yang skornya bukan 1 dan 0); yaitu
sebagai berikut:
r11= úúû
ù
êêë
é-úû
ùêëé
-å
2
2
11 i
i
nn
s
s
Keterangan :
r11 : reabilitas instrumen
n : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
å 2is : jumlah kuadrat s masing-masing item
lxxix
2is : kuadrat s total keseluruha item
Keterangan
0,91-1,00 : Sangat Tinggi
0,71-0,90 : Tinggi
0,41-0,70 : Cukup
0,21-0,40 : Rendah
Negatif – 0,20 : Sangat Rendah
( Masidjo, 1995: 243)
3. Instrumen Penilaian Psikomotor
Instrumen penilaian psikomotor berupa lembar penilaian observasi kinerja
(Performance Assesment). Bentuk instrumen inji digunakan untuk kompetensi
yang berhubungan dengan praktek. Perangkat tes ini diisi oleh guru atau asisten
laboratorium sesuai dengan kriteria skor untuk tiap-tiap aspek yang dinilai.
Analisis instumen penilaian psikomotor menggunakan analisis kualitatif.
Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan oleh teman sejawat dalam
rumpun keahlian yang sama, dosen pembimbing skripsi atau para ahli. Tujuannya
untuk menilai materi, konstruksi dan apakah bahasa yang digunakan sudah
memenuhi pedoman dan bisa dipahami oleh siswa.
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Sebagai uji prasyarat analisis dilakukan uji keseimbangan, normalitas, dan
homogenitas. Kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan
analisis variasi dua jalan dengan sel tidak sama.
a. Uji Keseimbangan
Uji ini digunakan untuk mengetahui kesamaan rata-rata kedua kelas
eksperimen dengan cara teknik dokumentasi yaitu menggunakan nilai raport mata
pelajaran kimia siswa tersebut di kelas X.
lxxx
b. Uji Normalitas
Untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi normal atau tidak, maka
dilakukan uji normalitas dengan “uji Lilliefors”, yaitu :
Lo = |F(zi) – S(zi)| ; i: 1,2,3...
Dimana :
F(zi) : P(z<zi)
S(zi) : Banyaknya z1, z2,…,zn < zi
n
Zi : skor standar
Lo : koefisien Lilliefors pengamatan
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1) Menghitung rata-rata dan simpangan bakunya
n
i
_ å=C ( )1)-n(n
xi- xin S
222 å å=
2) Menghitung nilai zi
S
X-xi Zi
_
÷øö
çèæ
=
3) Mencari nilai zi pada daftar F
4) Menghitung S(zi), yaitu banyaknya z1, z2, ……….,zn < zi
n
5) Menghitung selisih F(zi) – S(zi)
6) Mencari nilai kritis yang dapat diperoleh pada kolom harga mutlak, kemudian
dibandingkan dengan tabel.
7) Kriteria Pengujian adalah : tolak Ho jika Lo maks < L tabel berarti sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
(Sudjana, 1996: 466-469)
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah sampel penelitian
berasal dari populasi yang homogen. Untuk mengetahui homogenitas variansi
digunakan “Uji Bartlett” dengan rumus :
lxxxi
}S log )1- (n-{B 2,3026
}S log )1- (n - {B 10)(ln X2
i1
2i1
2
åå
=
=
)1(n )S (log B 2 -= å i
åå
-=
1)(n
S 1)-(n S
i
2ii2
Hipotesis yang akan diuji adalah :
=== δ δ Ho 22
21 kedua populasi mempunyai varian yang sama
=== δ δ Ho 22
21 paling sedikit satu tanda sama tidak berlaku
Adapun langkah-langkah pengujian homogenitas dengan menggunakan uji
Bartlett sebagai berikut :
Menentukan hipotesis
δ δ Ho 22
21 ==
δ δ H 22
211 ==
Menghitung varians masing-masing sampel (Si2) dengan rumus :
1nX)-(X
Si2
i2
-=
Menghitung varian gabungan dari semua sampel (S2) dengan rumus :
åå
-=
1)n(
1)S-(n S
i
2ii2
Menghitung harga satuan
å -= )1(n)S (log B i2
Menghitung Chi_kuadrat )(χ 2 , dengan rumus :
å -= }logS )1(n-{B 10)(ln χ 2ii
2
Menghitung 2χ dari tabel distribusi Chi-kuadrat pada taraf signifikan 5%
Kriteria uji.
Ho diterima, apabila 2χ hitung < 2χ tabel, yang berarti sampel homogen.
lxxxii
(Sudjana, 1996: 261-263)
2. Uji Hipotesis
Dalam penelitia ini digunakan Analisis Variasi Dua Jalan dengan isi sel
tidak sama.
a. Model
Xijk = ijkijji eabbam ++++ )(
Dengan:
Xijk : Data amatan ke- k pada baris ke-i dan kolom ke-j
m : Rerata dari seluruh amatan
ia : Efek faktor A kategori i
jb : Efek faktor B kategori j
( ij)ab : Interaksi baris ke-i dan kolom ke-j
ijke : Deviasi data amatan terhadap rataan populasinya ( ijm ) yang terdistribusi
normal dengan rataan 0 dan variansi s
i =1,2; 1. Pemberian pembelajaran dengan metode STAD
2. Pemberian pembelajaran dengan metode TAI
j =1,2; 1. Sikap ilmiah kategori tinggi
2. Sikap ilmiah kategori rendah
b. Notasi dan Tata Letak Data
Tabel 4 . Data Amatan, Rataan dan Jumlah Kuadrat Deviasi
lxxxiii
B
A
Sikap Ilmiah
B1 B2
Metode
Pembelajaran
A1 n11
åk
kX 11
11X
åk
kX 211
C11
SS11
n12
åk
kX 12
12X
åk
kX 212
C12
SS12
A2 n21
åk
kX 21
21X
åk
kX 221
C21
SS21
n22
åk
kX 22
22X
åk
kX 222
C22
SS22
Dengan:
Cij = ij
kijk
n
X2
÷÷ø
öçè
æå; SSij =å -
kijkX 2 Cij
Tabel 5. Rataan dan Jumlah Rataan
B
A
B1 B2 Total
A1 11X X 12 A1
A2 X 21 X 22 A2
Total B1 B2 G
c. Hipotesis
lxxxiv
HoA : ia = 0 : Tidak terdapat pengaruh metode pembelajaran terhadap
prestasi belajar, hasil belajar afektif, dan psikomotor siswa
materi pokok Laju Reaksi.
H1A : ia ¹ 0 : Terdapat pengaruh metode pembelajaran terhadap prestasi
belajar, hasil belajar afektif, dan psikomotor siswa materi
pokok Laju Reaksi.
H1B : b i = 0 : Tidak terdapat pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi
belajar, hasil belajar afektif, dan psikomotor siswa materi pokok
Laju Reaksi.
H1B : b j¹ 0 : Terdapat pengaruh sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar,
hasil belajar afektif, dan psikomotor siswa materi
pokok Laju Reaksi.
H0AB : (ab )ij = 0 : Tidak terdapat interksi antara metode pembelajara dan
sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar, hasil belajar
afektif, dan psikomotor siswa materi pokok Laju Reaksi.
H1AB : (ab )ij ¹ 0 : Terdapat interksi antara metode pembelajara dan sikap
ilmiah siswa terhadap prestasi belajar, hasil belajar
afektif, dan psikomotor siswa materi pokok Laju Reaksi.
d. Komputasi
Didefinisikan
Rerata harmonik frekuensi seluruh sel
lxxxv
hn =
åji ijn
pq
,
1
Dengan : hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel
P = banyaknya baris
q = banyaknya kolom
nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
Cij = ijk
2ijkij
ij
2
kijk
CXSS;n
X-å=
÷øöç
èæå
(1) = å å=ij i
iij q
ASS
pqG 22
)3()2( (4) = å=åij
ij2
j
2j AB)5(
p
B
JKA = )1()3(n h -
JKB = )1()4(n h - JKG = (2)
JKT = JKA + JKAB + JKG
JKAB = ( ){ })4()3()5(1n h --+
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah :
dkA = p-1 dkB = q-1
dkAB = (p-1) (q-1) dkG = N-pq
dkt = N-1
Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing diperoleh
rataan kuadrat sebagai berikut :
RKA = dkGJKG
RKG;dkABJKAB
RKAB;dkBJKB
RKB;dkAJKA
===
e. Statistik Uji
Statistik uji yang digunakan adalah:
1) Untuk HoA adalah Fa = RKGRKA
yang merupakan nilai dari vriabel random yang
berdistribusi F dengan derajat kebebasan p-1 dan N-pq;
lxxxvi
2) Untuk HoB adalah Fb=RKGRKB
yang merupakan nilai dari variabel random yang
berdistribusi F dengan derajat kebebasan q-1 dan N-pq;
3) Untuk HoAB adalah Fab = RKG
RKAB yang merupakan nilai dari variabel random
yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p-1) (q-1) dan N-pq.
f. Daerah Kritik
Untuk Fa adalah DK = {F│F > Fα;p-1,N-pq}
Untuk Fb adalah DK = {F│F > Fα;q-1,N-pq}
Untuk Fab adalah DK = {F│F > Fα;(p-1)(q-1),N-pq}
g. Rangkuman Analisis
Tabel 6. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber JK Dk RK Fobs Fa Baris (A)
Kolom (B) Interaksi (AB)
Galat (G)
JKA JKB
JKAB JKG
p-1 q-1
(p-1) (q-1) N-pq
RKA RKB
RKAB RKG
Fa Fb
Fab
-
Ftabel Ftabel Ftabel
- Total JKT N-1 - - -
(Budiyono, 2004: 224-237)
lxxxvii
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah skor sikap ilmiah siswa
dan nilai prestasi belajar pada materi pelajaran pokok laju reaksi. Prestasi belajar
lxxxviii
siswa meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Data-data
tersebut diambil dari kelas eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2. Jumlah
siswa yang dilibatkan dalam penelitian adalah 70 siswa dari kelas XI Ilmu Alam 3
dan Ilmu Alam 4 SMA Negeri 5 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Untuk
lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian dari masing-masing
variabel.
1. Skor Sikap Ilmiah Siswa pada Materi Pokok Laju Reaksi Kelas Ekperimen 1
Data penelitian mengenai skor sikap ilmiah siswa diperoleh dengan cara
angket. Dari data yang terkumpul, skor terendah pada kelas eksperimen 1 yang
dicapai adalah 102 dan skor tertinggi adalah 133. Data dikelompokkan ke dalam
dua kategori skor sama dengan atau di atas rerata termasuk dalam kategori sikap
ilmiah tinggi dan skor di bawah rerata termasuk dalam kategori sikap ilmiah yang
rendah. Ini didasarkan dari mean (rerata) hasil angket sikap ilmiah siswa untuk
dua kelas (kelas eksperimen 1 dan kelas kelas eksperimen 2).
Pada kelas eksperimen 1 terdapat 18 siswa yang mempunyai sikap ilmiah
yang tinggi dan 17 siswa yang mempunyai sikap ilmiah yang rendah. Deskripsi
data skor sikap ilmiah siswa dan kriteriannya dapat dilihat pada Lampiran 23 .
Distribusi frekuensi skor sikap ilmiah siswa untuk kelas eksperimen 1
disajikan pada tabel 7 dan histogramnya dapat dilihat pada gambar 11.
lxxxix
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas Eksperimen 1
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi 102,0 - 107,1 104,6 2 5,71 107,2 - 112,3 109,8 3 8,57 112,4 - 117,5 115,0 10 28,57 117,6 - 122,7 120,2 8 22,86 122,8 - 127,9 125,4 7 20,00 128,0 - 133,1 130,6 5 14,29
Jumlah 35 100
23
10
87
5
0
2
4
6
8
10
12
104,6 109,8 115 120,2 125,4 130,6
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 11 .Histogram Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas Eksperimen 1
2. Skor Sikap Ilmiah Siswa pada Materi Pokok Laju Reaksi Kelas Ekperimen 2
Dari data yang terkumpul, skor terendah pada kelas eksperimen 2 yang
dicapai adalah 104 dan skor tertinggi adalah 132. Pada kelas eksperimen metode
TAI yang dilengkapi dengan praktikum terdapat 15 siswa yang mempunyai sikap
ilmiah yang tinggi dan 20 siswa yang mempunyai sikap ilmiah yang rendah.
65
xc
Deskripsi data skor sikap ilmiah siswa dan kriteriannya dapat dilihat pada
Lampiran 23.
Distribusi frekuensi skor sikap ilmiah siswa untuk kelas eksperimen 2
disajikan pada tabel 8 dan histogramnya dapat dilihat pada gambar 12.
Tabel 8 . Distribusi Frekuensi Skor Sikap Imiah untuk Kelas Eksperimen 2
Interval Tengah interval
Frekuensi % Frekuensi
104,0 - 108,6 106,3 4 11,43 108,7 - 113,3 111,0 6 17,14 113,4 - 118,0 115,7 10 28,57 118,1 - 122,7 120,4 7 20,00 122,8 - 127,4 125,1 5 14,29 127,5 - 132,1 129,8 3 8,57
Jumlah 35 100
xci
4
6
10
7
5
3
0
2
4
6
8
10
12
106,3 111 115,7 120,4 125,1 129,8Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 12. Histogram Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas Eksperimen 2
Perbandingan distribusi frekuensi skor sikap ilmiah siswa untuk kelas
eksperimen dengan menggunakan metode STAD yang dilengkapi dengan
praktikum dan kelas eksperimen dengan menggunakan metode TAI yang
dilengkapi praktikum pada tabel 9 dan histogramnya dapat dilihat pada Gambar
13.
Tabel 9. Perbandingan Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas Eksperimen 1 dengan Kelas
Eksperimen 2.
xcii
Interval Tengah interval Metode STAD Metode TAI
f % f f % f
102 - 106,4 104,2 1 2,86 1 2,86
106,5 - 110,9 108,7 1 2,86 5 14,29
111 - 115,4 113,2 9 25,71 7 20
115,5 - 119,9 117,7 8 22,86 8 22,86
120 - 124,4 122,2 7 20 10 28,57
125 - 129,4 127,2 7 20 3 8,57
130 - 134,4 132,2 2 5,71 1 2,86
Jumlah 35 100 35 100
1 1
98
7 7
21
5
78
10
3
1
0
2
4
6
8
10
12
104,2108,7 113,2117,7122,2 127,2132,2
TENGAH INTERVAL
FREK
UEN
SI
KelasEksperimenMetode STAD yang DilengkapidenganPraktikum
KelasEksperimenMetode TAIyang DilengkapidenganPraktikum.
Gambar 13. Histogram Perbandingan Skor Sikap Ilmiah untuk Kelas Eksperimen
1 dengan Kelas Eksperimen 2
3. Prestasi Belajar Materi Laju Reaksi Kelas eksperimen 1.
Data penelitian mengenai prestasi belajar meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotor siswa pada materi pokok Laju Reaksi kelas eksperimen 1 kelas XI
xciii
Ilmu Alam 3 SMA Negeri 5 Surakarta dengan sampel sebanyak 35 siswa.
Selengkapnya dapat dilihat di lampiran 23. Deskripsi data penelitian mengenai
prestasi belajar secara ringkas disajikan pada tabel 10.
4. Prestasi Belajar Materi Laju Reaksi Kelas eksperimen 2
Data penelitian mengenai prestasi belajar meliputi aspek kognitif, afektif
dan psikomotor siswa pada materi pokok Laju Reaksi kelas eksperimen 2 kelas XI
Ilmu Alam 4 SMA Negeri 5 Surakarta dengan sampel sebanyak 35 siswa.
Selengkapnya dapat dilihat di lampiran 23. Deskripsi data penelitian mengenai
prestasi belajar secara ringkas disajikan pada tabel 10.
Tabel 10. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian
Uraian Kelas eksperimen 1 Kelas eksperimen 2
Rata-rata pretest kognitif 45,89 42,36
Rata-rata postest kognitif 83,21 71,18
Rata-rata postest afektif 66,179 66,06
Rata-rata nilai psikomotor 61,63 52,91
Rata-rata selisih nilai kognitif 37,31 28,83
Data penelitian ini dipaparkan dalam distribusi frekuensi untuk
mempermudah dalam pengamatan hasil penelitian.
5. Selisih Nilai Kognitif Materi Pokok Laju Reaksi
Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif kelas eksperimen 1 pada materi
pokok laju reaksi disajikan pada tabel 11 dan histogramnya pada gambar 14.
xciv
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif untuk Kelas Eksperimen
1 pada Materi Laju Reaksi.
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi 3,0 - 14,2 8,6 3 8,57 14,3 - 25,5 19,9 4 11,43 25,6 - 36,8 31,2 9 25,71 36,9 - 48,1 42,5 12 34,29 48,2 - 59,4 53,8 4 11,43 59,5 - 70,7 65,1 3 8,57
Jumlah 35 100 %
34
9
12
43
0
2
4
6
8
10
12
14
8,6 19,9 31,2 42,5 53,8 65,1
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 14. Histogram Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif untuk Kelas
Eksperimen 1 pada Materi Laju Reaksi.
Distribusi frekuensi selisih nilai kognitif kelas eksperimen 2 pada materi
pokok laju reaksi disajikan pada tabel 11 dan histogramnya pada gambar 15.
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif untuk Kelas 2 pada Materi
Laju Reaksi.
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi
xcv
17,6 - 25,4 21,5 1 2,86 25,5 - 33,3 29,4 6 17,14 33,4 - 41,2 37,3 10 28,57 41,3 - 49,1 45,2 8 22,86 49,2 - 57,0 53,1 7 20,00 57,1 - 64,9 61,0 3 8,57
Jumlah 35 100
1
6
10
87
3
0
2
4
6
8
10
12
21,5 29,4 37,3 45,2 53,1 61
Tengah Interval
Fre
ku
en
si
Gambar 15. Histogram Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif untuk Kelas
Eksperimen 2 pada Materi Laju Reaksi.
Perbandingan distribusi frekuensi selisih nilai kognitif siswa untuk kedua
kelas eksperimen pada materi pokok laju reaksi disajikan dalam Tabel 13 dan
histogramnya pada Gambar 16.
Tabel 13. Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif Siswa Antara
Kelas eksperimen 1 dan Kelas eksperimen 2.
Interval Tengah interval
Kelas eksperimen 1 Kelas eksperimen 2
f % f f % f
3,0 - 12,6 7,8 3 8,6 5 14,3
12,7 - 22,3 17,5 4 11,4 5 14,3
22,4 - 32 54,4 2 5,7 13 37,1
32,1 - 41,7 36,9 15 42,9 6 17,1
xcvi
41,8 - 51,4 46,6 6 17,1 5 14,3
51,5 - 61,6 56,55 2 5,7 0 0
61,7 71,3 66,5 3 8,6 1 2,9
Jumlah 35 100 35 100
34
2
15
6
23
5 5
13
65
01
0
2
4
6
8
10
12
14
16
7,8 17,5 54,4 36,9 46,6 56,55 66,5Tengah Interval
Frek
uens
i
Kelas EksperimenSTAD yangDilengkapi denganPraktikum
Kelas Eksperimen TAIyang Dilengkapidengan Praktikum
Gambar 16. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Selisih Nilai Kognitif
Siswa Antara Kelas Eksperimen 1 dengan Kelas Eksperimen 2.
6. Nilai Afektif Materi Pokok Laju Reaksi
Distribusi frekuensi nilai kelas eksperimen 1 pada materi pokok laju reaksi
disajikan dalam Tabel 14 dan histogramnya pada Gambar 17.
Tabel 14. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen 1.
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi 56,0 - 58,8 57,4 1 2,86
xcvii
58,9 - 61,7 60,3 2 5,71 61,8 - 64,6 63,2 8 22,86 64,7 - 67,5 66,1 11 31,43 67,6 - 70,4 69,0 8 22,86 70,5 - 73,3 71,9 5 14,29
Jumlah 35 100
12
8
11
8
5
0
2
4
6
8
10
12
57,4 60,3 63,2 66,1 69 71,9
Tengah Interval
Fre
kue
nsi
Gambar 17. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas
Eksperimen 1
Distribusi frekuensi nilai kelas eksperimen 2 pada materi pokok laju reaksi
disajikan dalam Tabel 15 dan histogramnya pada Gambar 18.
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa Kelas Eksperimen 2.
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi 58,0 - 61,3 59,7 6 17,14 61,4 - 64,7 63,1 8 22,86 64,8 - 68,1 66,5 10 28,57 68,2 - 71,5 69,9 7 20,00 71,6 - 74,9 73,3 3 8,57 75,0 - 78,3 76,7 1 2,86
Jumlah 35 100
xcviii
6
8
10
7
3
1
0
2
4
6
8
10
12
59,7 63,1 66,5 69,9 73,3 76,7
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 18. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa antara Kelas
Eksperimen 2.
Perbandingan distribusi frekuensi nilai afektif siswa untuk kedua kelas
eksperimen pada materi pokok laju reaksi disajikan pada tabel 16 dan
histogramnya pada Gambar 19 .
Tabel 16. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa antara Kelas
Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2
Interval Tengah interval
Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2
f % f f % f
56 - 59,1 57,55 1 2,9 2 5,7
59,2 - 62,3 60,75 5 14,3 5 14,3
62,4 - 65,5 63,95 9 25,7 11 31,4
65,6 - 68,7 67,15 11 31,4 6 17,1
68,8 - 71,9 70,35 6 17,1 7 20
72 - 75,1 73,55 3 8,6 3 8,6
75,2 78,3 76,75 0 0 1 2,9
Jumlah 35 100 35 100
xcix
1
5
9
11
6
3
0
2
5
11
67
3
1
0
2
4
6
8
10
12
57,55 60,75 63,95 67,15 70,35 73,55 76,75
Tengah Interval
Frek
uens
i
Kelas Eksperimen STADyang Dilengkapi denganPraktikum
Kelas Eksperimen TAIyang Dilengkapi denganPraktikum
Gambar 19. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Afektif Siswa
antara Kelas eksperimen 1 dengan Kelas eksperimen 2.
7. Nilai Psikomotor Materi Pokok Laju Reaksi
Distribusi frekuensi nilai psikomotor eksperimen 1 pada materi pokok laju
reaksi disajikan pada Tabel 17 dan histogramnya pada Gambar 20.
Tabel 17. Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen 1.
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi 49,0 - 52,6 50,8 2 5,71 52,7 - 56,3 54,5 3 8,57 56,4 - 60,0 58,2 7 20,00 60,1 - 63,7 61,9 11 31,43 63,8 - 67,4 65,6 8 22,86 67,5 - 71,1 69,3 4 11,43
Jumlah 35 100
c
23
7
11
8
4
0
2
4
6
8
10
12
50,8 54,5 58,2 61,9 65,6 69,3
Tengah Interval
Frek
uens
i
Gambar 20. Histogram Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen 1.
Distribusi frekuensi nilai psikomotor kelas eksperimen 2 pada materi
pokok laju reaksi disajikan pada Tabel 18 dan histogramnya pada Gambar 21.
Tabel 18. Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen 2.
Interval Tengah interval Frekuensi % Frekuensi 42,0 - 45,8 43,9 4 11,43 45,9 - 49,7 47,8 6 17,14 49,8 - 53,6 51,7 9 25,71 53,7 - 57,5 55,6 8 22,86 57,6 - 61,4 59,5 6 17,14 61,5 - 65,3 63,4 2 5,71
Jumlah 35 100 %
4
6
9
8
6
2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
43,9 47,8 51,7 55,6 59,5 63,4Tengah Interval
Frek
uens
i
ci
Gambar 21. Histogram Nilai Psikomotor Siswa Kelas Eksperimen 2.
Perbandingan distribusi frekuensi nilai psikomotor siswa untuk kedua
kelas eksperimen pada materi pokok laju reaksi disajikan pada Tabel 19 dan
histogramnya pada Gambar 22 .
Tabel 19. Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor Siswa antara Kelas
Eksperimen 1 dengan Kelas Eksperimen 2.
Interval Tengah interval
Kelas Eksperimen 1 Kelas Eksperimen 2
f % f f % f
42 - 46,1 44,05 0 0 5 14,3
46,2 - 50,3 48,25 1 2,90 7 20
50,4 - 54,5 52,45 3 8,6 9 25,7
54,6 - 58,7 56,65 5 14,3 8 22,9
58,8 - 62,9 60,85 9 25,7 4 11,4
63 - 67,1 65,05 13 37,1 2 5,7
67,2 71,3 69,25 4 11,4 0 0
Jumlah 35 100 35 100
cii
01
3
5
9
13
45
7
98
4
2
00
2
4
6
8
10
12
14
44,05 48,25 52,45 56,65 60,85 65,05 69,25
Tengah Interval
Frek
uens
i Kelas Eksperimen STADyang Dilengkapi denganPraktikum
Kelas Eksperimen TAIyang Dilengkapi denganPraktikum
Gambar 22. Histogram Perbandingan Distribusi Frekuensi Nilai Psikomotor
Siswa antara Kelas Eksperimen 1 dengan Kelas Eksperimen 2.
B. Hasil Penelitian dan Prasyarat Analisis
1. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan ini diambil dari nilai raport kelas X SMA Negeri 5
Surakarta tahun pelajaran 2008/2009 pada mata pelajaran kimia kelas eksperimen
metode STAD yang dilengkapi praktikum dan kelas eksperimen metode TAI yang
dilengkapi praktikum. Untuk kelas XI Ilmu Alam 3 (kelas eksperimen 1) dengan
jumlah siswa 35 diperoleh rata-rata 71,3429 dan variansi 71,0555. Untuk kelas XI
Ilmu Alam 4 (kelas eksperimen 2) dengan jumlah siswa 35 diperoleh rata-rata
70,1714 dan variansi 72,2639.
Hasil uji keseimbangan dengan menggunakan uji t diperoleh thit = 0,587
dengan t0,975 = 2,0 atau -t0,975 = -2,0. Karena -t0,975 < thit< t0,975, maka dapat
disimpulkan bahwa kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 mempunyai rata-
ciii
rata kemampuan awal yang sama atau kedua kelas tersebut dalam keadaan
seimbang.
2. Uji Normalitas
Salah satu syarat agar teknik analisis variansi dapat diterapkan maka harus
normal pada distribusi populasinya. Untuk mengetahui apakah prasyarat telah
dipenuhi, maka dilakukan uji liliefors. Uji ini dilakukan bertujuan untuk
menyelidiki apakah sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi normal atau
tidak (Sudjana, 2002: 291-292).
Hasil uji normalitas selisih nilai kognitif, nilai afektif dan nilai psikomotor
tercantum pada lampiran 25. Hasil uji normalitas telah terangkum dalam tabel-
tabel berikut.
Tabel 20. Ringkasan Hasil Uji Normalitas
Kemampuan Kelas Harga L Kesimpulan Berdistribusi Hitung Tabel
Kognitif Pretest Eksperimen 1 0,15 0,15 Normal
Postest Eksperimen 1 0,06 0,15 Normal
Selisih Eksperimen 1 0,09 0,15 Normal
Pretest Eksperimen 2 0,12 0,15 Normal
Postest Eksperimen 2 0,09 0,15 Normal
Selisih Eksperimen 2 0,14 0,15 Normal
Afektif Eksperimen 1 0,06 0,15 Normal
Eksperimen 2 0,11 0,15 Normal
Psikomotor Eksperimen 1 0,05 0,15 Normal
Eksperimen 2 0,05 0,15 Normal
Sikap Ilmiah Eksperimen 1 0,09 0,15 Normal
Eksperimen 2 0,06 0,15 Normal
civ
Tampak bahwa Lhitung < Ltabel sehingga dapat dikatakan bahwa sampel pada
penelitian ini terdistribusi normal.
3. Uji Homogenitas
Syarat yang harus dipenuhi dalam penggunaan analisis variansi adalah
varians populasi harus homogen. Untuk menguji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan metode bartlett (Sudjana, 2001:261-265). Hasil uji homogenitas
selisih nilai kognitif, nilai afektif, nilai psikomotor, sikap ilmiah siswa, nilai
kognitif dengan memperhatikan sikap ilmiah tercantum dalam Lampiran 26. Hasil
uji homogenitas telah tercantum dalam tabel-tabel berikut.
Tabel 21. Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
Nilai S2 B c2hitung c2
Tabel Kesimpulan
Selisih Kognitif 457,15 160,41 1,79 3,84 Homogen
Afektif 18,33 85,90 1,08 3,84 Homogen
Psikomotor 28,84 99,28 0,53 3,84 Homogen
Sikap Ilmiah 46,11 113,14 0,05 3,84 Homogen
Tampak dari tabel-tabel diatas bahwa harga statistik uji c2 tidak
melampaui harga kritik c2, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sampel
berasal dari populasi yang homogen.
cv
C. Hasil Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tidak Sama
Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel yang tak sama
disajikan pada tabel berikut.
Tabel 22. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Aspek Kognitif
Sumber JK dk RK Fobs Fa Keputusan
Metode Mengajar (A)
Sikap Ilmiah (B)
Interaksi (AB)
Galat
940,25
4646,24
439,84
10428,12
1
1
1
66
940,25
4646,24
439,84
158
5,95
29,41
2,78
-
3,99 3,99 3,99
-
H0A ditolak
H0B ditolak
H0AB diterima
-
Total 16454,45 69 - - - -
Dari tabel 22 dapat dinyatakan bahwa:
a. FA hitung = 5,95 > F tabel = 3,99 , maka H0A ditolak sehingga ada perbedaan
pengaruh antara metode mengajar 1 dan metode mengajar 2 terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
b. FB hitung = 29,41 > F tabel = 3,99 , maka H0B ditolak sehingga ada perbedaan
pengaruh antara sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
c. FAB hitung = 2,78 < F tabel= 3,99 , maka H0AB diterima sehingga tidak ada interaksi
pengaruh antara metode mengajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap
kemampuan kognitif siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
cvi
Tabel 23. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama aspek Afektif
Sumber JK dk RK Fobs Fa Keputusan
Metode Mengajar (A)
Sikap Ilmiah (B)
Interaksi (AB)
Galat
0,21
12,74
24,56
1209,20
1
1
1
66
0,20
12,74
24,56
18,32
0,01
0,70
1,34
-
3,99
3,99
3,99
-
H0A diterima
H0B diterima
H0AB diterima
-
Total 1246,71 69 - - 3,99 -
Dari tabel 23 dapat dinyatakan bahwa:
a. FA hitung = 0,01 < F tabel = 3,99 , maka HoA diterima sehingga tidak ada
perbedaan pengaruh antara metode mengajar 1 dan metode mengajar 2 yang
dimodifikasi praktikum terhadap kemampuan afektif siswa pada pokok bahasan
laju reaksi).
b. FB hitung = 0,70 < F tabel = 3,99 , maka H0B diterima sehingga tidak ada
perbedaan pengaruh antara sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap
kemampuan afektif siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
c. FAB hitung = 1,34 < Ftabel = 3,99 , maka H0AB diterima sehingga tidak ada
interaksi pengaruh antara metode mengajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap
kemampuan afektif siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
Tabel 24. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama aspek
Psikomotor
Sumber JK dk RK Fobs Fa Keputusan
Metode Mengajar (A)
Sikap Ilmiah (B)
Interaksi (AB)
Galat
1095,86
1118,67
25,41
820,60
1
1
1
66
1095,86
1118,67
25,41
12,43
88,20
90,03
2,05
-
3,99
3,99
3,99
-
H0A ditolak
H0B ditolak
H0AB diterima
-
Total 3060,01 69 - - 3,99 -
Dari tabel 24 dapat dinyatakan bahwa:
cvii
a. FA hitung = 88,20 > F tabel = 3,99 , maka H0A ditolak sehingga ada perbedaan
pengaruh antara metode mengajar 1 dan metode mengajar 2 terhadap
kemampuan psikomotorik siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
b. FB hitung = 90,03 > F tabel = 3,99 , maka H0B ditolak sehingga ada perbedaan
pengaruh antara sikap ilmiah tinggi dan sikap ilmiah rendah terhadap
kemampuan psikomotorik siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
c. FAB hitung = 2,05 < F tabel = 3,99 , maka H0AB diterima sehingga tidak ada
interaksi pengaruh antara metode mengajar dengan sikap ilmiah siswa terhadap
kemampuan psikomotorik siswa pada pokok bahasan laju reaksi.
2. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
a. Pengujian Hipotesis Pertama
Hipotesis pertama menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara
metode pembelajaran 1 dan metode pembelajaran 2 terhadap prestasi belajar
kimia materi pokok Laju Reaksi. Hipotesis tersebut diuji dengan analisis
variasi dua jalan. Dari hasil analisis data diperoleh Fhitung = 5,95 untuk prestasi
kognitif dan Fhitung = 0,01 untuk prestasi afektif dan FA hitung = 88,20 untuk
prestasi psikomotor dengan harga Ftabel = 3,99 pada taraf signifkansi 0,05.
Karena Fobs > Ftabel untuk prestasi kognitif H0A ditolak dan H1A diterima,
untuk prestasi afektif H0A diterima dan H1A ditolak karena Fobs < Ftabel dan
unutk prestasi psikomotor Fobs > Ftabel maka H0A ditolak dan H1A diterima.
Dari hasil pengujian hipotesis ini maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan pengaruh prestasi kognitif dan psikomotor tetapi tidak ada
perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa pada kelas eksperimen 1 dengan
kelas eksperimen 2 pada materi pokok Laju Reaksi.
b. Pengujian Hipotesis Kedua
Hipotesis kedua menyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh sikap
ilmiah terhadap prestasi belajar materi pokok Laju Reaksi. Hipotesis ini diuji
dengan analisis variansi dua jalan. Dari hasil analisis data diperoleh harga
Fhitung = 29,406 untuk prestasi kognitif, Fhitung = 0,695 untuk prestasi afektif,
dan F hitung = 90,033 dengan harga Ftabel = 3,99 pada taraf signifkansi 0,05.
cviii
Karena Fobs > Ftabel pada aspek kognitif maka prestasi kognitif H0B ditolak,
untuk prestasi afektif H0B diterima karena Fobs < Ftabel dan untuk prestasi
psikomotor H0B ditolak karena Fobs > Ftabel . Dari hasil pengujian hipotesis ini
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh prestasi kognitif
dan psikomotor tetapi tidak ada perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa
antara sikap ilmiah kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah pada
materi pokok Laju Reaksi.
c. Pengujian Hipotesis Ketiga
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa tidak terdapat interaksi antara metode
pembelajaran yang digunakan dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi
belajar siswa pada materi pokok Laju Reaksi . Hipotesis ini diuji dengan
analisis variansi dua jalan. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fhitung =
2,784 untuk prestasi kognitif dan Fhitung = 1,341 untuk prestasi afektif dan
Fhitung = 2,045 untuk prestasi psikomotor dengan harga Ftabel = 3,99 pada taraf
signifkansi 0,05 Karena Fobs < Ftabel pada aspek kognitif maka prestasi
kognitif H0AB diterima, untuk prestasi afektif H0AB diterima karena Fobs < Ftabel
dan untuk prestasi psikomotor H0AB diterima karena Fobs < Ftabel.
3. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Dua Jalan
Analisis variansi mempunyai kelemahan dan kelebihan. Untuk menutupi
kelemahan-kelemahan tersebut perlu dilakukan uji lanjut anava yaitu uji
komparasi ganda. Hal ini diperlukan untuk mengetahui karakteristik pada variabel
bebas dan variabel terikat.
Dalam penelitian ini uji komparasi ganda dilakukan pada aspek kognitif
dan aspek psikomotor. Pada aspek afektif tidak diperlukan uji komparasi ganda
karena keputusan H0 diterima. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 28).
cix
H0A ditolak maka perlu dilakukan uji komparasi ganda antar kolom untuk
mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan kolom. Hasil perhitungan uji lanjut
anava untuk aspek kognitif disajikan pada Tabel 25 (Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 28).
H0A ditolak maka perlu dilakukan uji komparasi ganda untuk mengetahui
perbedaan rerata setiap pasangan antar baris. Hasil perhitungan uji lanjut anava
untuk aspek kognitif disajikan pada Tabel 25 (Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 28).
Tabel 25. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Kolom Aspek Kognitif
Komparasi
Rerata F hitung
F tabel
Keputusan
iX jX
A1 vs A2
B1 vs B2 37,31 42,08
28,83 25,04
7,98 32,06
3,99 3,99
H0 ditolak H0 ditolak
Keterangan:
A1: Kelas eksperimen 1
A2 : Kelas eksperimen 2
B1 : Sikap ilmiah kategori tinggi
B2 : Sikap ilmiah kategori rendah
Dari tabel 25 dapat dinyatakan bahwa:
a. FA1,2 = 7,98 > F tabel = 3,99 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (Kelas eksperimen 1)
dengan baris A2 (Kelas eksperimen 2).
b. FB1,2 hitung = 32,06 > F tabel = 3,99 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (Sikap
ilmiah kategori tinggi) dan kolom B2 (Sikap ilmiah kategori rendah).
Pada aspek psikomotor H0A ditolak maka perlu dilakukan uji komparasi
ganda antar kolom untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan kolom.
cx
Hasil perhitungan uji lanjut anava untuk aspek psikomotor disajikan pada Tabel
26 (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 28).
H0A ditolak maka perlu dilakukan uji komparasi ganda untuk mengetahui
perbedaan rerata setiap pasangan antar baris. Hasil perhitungan uji lanjut anava
untuk aspek psikomotor disajikan pada Tabel 26 (Perhitungan selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 28).
Tabel 26. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Antar Kolom Aspek Psikomotor
Komparasi
Rerata F hitung
F tabel
Keputusan
iX jX
A1 vs A2
B1 vs B2 61,63 61,88
52,91 53,16
106,96 106,66
3,99 3,99
H0 ditolak H0 ditolak
Keterangan:
A1: Kelas eksperimen 1
A2 : Kelas eksperimen 2
B1 : Sikap ilmiah kategori tinggi
B2 : Sikap ilmiah kategori rendah
Dari tabel 26 dapat dinyatakan bahwa:
a. FA12 = 106,96 > Ftabel = 3,99 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara baris A1 (Kelas eksperimen 1)
dengan baris A2 (Kelas eksperimen 2).
b. FB12 = 106,66 > Ftabel = 3,99 maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara kolom B1 (Sikap ilmiah
kategori tinggi) dan kolom B2 (Sikap ilmiah kategori rendah).
D. Pembahasan Hasil Analisis
cxi
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI Ilmu Alam di
SMA Negeri 5 Surakarta XI Ilmu Alam 3 dan kelas XI Ilmu Alam 4 merupakan
kelas yang seimbang untuk digunakan untuk penelitian. Hal ini diperkuat dengan
hasil uji t-matcing yang dilakukan berdasarkan nilai siswa di kelas tersebut pada
waktu mereka kelas X.
Penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama. Hasil analisis variansi dua jalan untuk hipotesis pertama menunjukkan
perbedaan antara aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Terdapat
perbedaan pengaruh prestasi kognitif dan psikomotor tetapi tidak ada perbedaan
pengaruh prestasi afektif siswa pada kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen
2 pada materi pokok Laju Reaksi.
Hasil analisis variansi dua jalan untuk hipotesis kedua dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan pengaruh prestasi kognitif dan psikomotor tetapi tidak
ada perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa antara sikap ilmiah kategori tinggi
dan sikap ilmiah kategori rendah pada materi pokok Laju Reaksi.
Hasil analisis variansi dua jalan untuk hipotesis ketiga tidak ada interaksi
antara metode pembelajaran yang digunakan dengan sikap ilmiah siswa terhadap
prestasi belajar siswa materi pokok laju reaksi.
1. Hipotesis Pertama
Dari data penelitian didapatkan nilai rerata untuk aspek kognitif kelas
eksperimen 1 (1AX ) adalah 37,31 dan kelas eksperimen 2 (
2AX ) adalah 28,83.
(Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23). Nilai rerata untuk
aspek psikomotor kelas eksperimen 1 (A1) adalah 61,63 dan kelas eksperimen 2
(A2) adalah 52,91. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 28).
Harga 1AX >
2AX pada aspek kognitif dan aspek psikomotor dikarenakan pada
kelas eksperimen 1 peran guru masih berpengaruh besar terhadap proses belajar
mengajar. Tiap awal pelajaran guru mempresentasikan materi yang akan
didiskusikan oleh siswa. Presentasi guru sangat membantu pada saat diskusi siswa
karena siswa memahami materi yang akan didiskusikan. Selain itu, presentasi
cxii
guru dapat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka
menentukan skot tim. Presentasi tersebut mencakup pembukaan, pengembangan,
dan pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran yang akan
dilakukan. Pada kelas ini setiap siswa dalam tiap-tiap kelompok memiliki peran
dan kedudukan yang sama dalam kelompok sehingga tidak ada perasaan satu lebih
pandai daripada yang lain. Tiap anggota dalam kelompok mempunyai tanggung
jawab untuk memastikan teman satu tim mereka telah mempelajari materinya dan
meminta bantuan dari teman satu tim apabila ada kesulitan sebelum bertanya
kepada guru. Dengan metode ini mengakibatkan adanya interaksi antar siswa yang
dapat meningkatkan kerja sama dalam kelompok.
Pada kelas eksperimen 2 tiap-tiap kelompok dipimpin oleh seorang asisten
yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan anggota lain dalam
kelompoknya. Asisten ini dipilih berdasarkan pada nilai pretest pada tiap-tiap
siswa dan didasarkan pada prestasi belajar sebelumnya. Dengan penerapan
metode ini tiap-tiap asisten akan menjelaskan kepada kelompoknya masing-
masing apabila ada materi yang kurang dipahami oleh anggota kelompok
sehingga kemajuan dalam kelompok dipengaruhi oleh kemampuan asisten dalam
memberikan penjelasan kepada anggota kelompoknya. Pada metode ini kurang
efektif dari segi waktu, apabila ada anggota kelompok yang kurang memahami
materi yang didiskusikan harus bertanya dahulu kepada asisten, apabila asisten
tidak dapat menjelaskan baru bertanya kepada guru. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penerapan pada kelas eksperimen 1 lebih baik dibandingkan
dengan pada kelas eksperimen 2.
Pada aspek afektif nilai rerata untuk aspek afektif kelas eksperimen 1 (A1)
adalah 66,17 untuk kelas eksperimen 2 (A2) adalah 66,06 dengan harga FA= 0,011
< F0,05; 1,66 = 3,99 (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23).
Dari hasil perhitungan nilai rata-rata aspek afektif kelas eksperimen 1 dengan
kelas eksperimen 2 statistik uji < daerah kritis sehingga H0A diterima. Hal ini
dapat dikatakan pada aspek afektif ini tidak ada perbedaan pengaruh prestasi
afektif siswa pada kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2 pada materi
pokok Laju Reaksi.
cxiii
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh prestasi kognitif
dan psikomotor tetapi tidak ada perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa pada
kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2 pada materi pokok Laju Reaksi.
2. Hipotesis Kedua
Hasil pengujian hipotesis kedua untuk aspek kognitif menunjukkan
terdapat perbedaan pengaruh antara sikap ilmiah siswa kategori tinggi dan
kategori rendah terhadap prestasi belajar siswa materi pokok Laju Reaksi. Artinya
kelompok yang mempunyai sikap ilmiah tinggi berbeda prestasi belajarnya
dengan kelompok siswa yang memiliki sikap ilmiah rendah pada materi pokok
Laju Reaksi. Hal ini ditunjukkan dengan rerata siswa pada kelompok dengan
kategori sikap ilmiah tinggi dengan kategori sikap ilmiah tinggi (1BX ) sebesar
61,88 sedangkan kelompok siswa kategori rendah (2BX ) sebesar 53,16. Untuk
aspek psikomotor menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh antara sikap ilmiah
siswa terhadap prestasi belajar materi pokok Laju Reaksi. Rerata kelas pada
kelompok siswa dengan kategori sikap ilmiah siswa tinggi (1BX ) sebesar 123,14
sedangkan kelompok siswa kategori rendah (2BX ) sebesar 107,07.
Untuk aspek afektif menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengaruh
antara sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar materi pokok Laju Reaksi.
Rerata kelas pada kelompok siswa dengan kategori sikap ilmiah siswa tinggi
(1BX ) sebesar 133,03 sedangkan kelompok siswa kategori rendah (
2BX )
sebesar 131,32 dengan FB = 0,695 < F0,05; 1,66 = 3,99. Dari hasil perhitungan
nilai rata-rata aspek afektif kelas eksperimen 1 dengan kelas eksperimen 2 statistik
uji < daerah kritis sehingga H0B diterima. (Perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 28).
Sikap ilmiah adalah sikap yang diwujudkan dalam bentuk perilaku aktual
yang bersikap keilmuan terhadap stimulus tertentu. Pada materi laju reaksi
terdapat materi-materi yang membutuhkan sikap ilmiah yang tinggi dari siswa
karena meliputi konsep-konsep yang harus dipelajari. Sehingga dilakukan
cxiv
praktikum pada faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan penentuan rde
reaksi. Pada praktikum faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang
memungkinkan siswa untuk dapat menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi laju reaksi dan dapat menjelaskannya dengan teori tumbukan.
Pada praktikum penentuan orde reaksi siswa dapat membuat grafik untuk
menentukan orde reaksi atau tingkat reaksi berdasarkan data percobaan. Penilaian
sikap ilmiah sangat erat kaitannya dengan aspek kognitif dan aspek psikomotor.
Apabila siswa memiliki sikap ilmiah yang tinggi akan mempunyai prestasi
kognitif dan psikomotor yang tinggi karena memiliki sikap ingin tahu yang tinggi,
sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru, sikap kerjasama (cooperative) pada
saat praktikum maupun kerja kelompok, sikap tidak putus asa (perseverance) pada
saat memdapatkan soal yang sulit atau penelitiannya mengalami kegagalan, sikap
bertanggung jawab, sikap menerima gagasan baru/ terbuka terhadap pendapat
orang lain dan sikap kedisiplinan (discipline) mengikuti pelajaran. Sedangkan
siswa yang memiliki sikap ilmiah yang rendah akan memiliki prestasi kognitif dan
psikomotor yang rendah.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh prestasi kognitif
dan psikomotor tetapi tidak ada perbedaan pengaruh prestasi afektif siswa antara
sikap ilmiah kategori tinggi dan sikap ilmiah kategori rendah pada materi pokok
Laju Reaksi.
3. Hipotesis Ketiga
Hasil pengujian hipotesis yang ketiga tidak ada interaksi antara metode
pembelajaran yang digunakan dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar
siswa materi pokok laju reaksi. Kelas eksperimen 1 pada penelitian ini lebih baik
dibandingkan dengan kelas eksperimen 2. Untuk sikap ilmiah siswa, semakin
tinggi sikap ilmiah siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang dicapai.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan siswa-siswa pada
kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 diperoleh hasil yang berbeda diantara
keduanya. Kelas eksperimen 1 jumlah siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi
lebih banyak daripada kelas eksperimen 2. Pada kelas eksperimen 2 suasana kelas
cxv
menjadi gaduh karena kemampuan siswa untuk memahami materi ditentukan oleh
anggota dalam kelompok dan juga kemampuan dari asisten untuk menjelaskan
materi yang belum dimengerti oleh siswa. Apabila jawaban dari asisten dirasa
kurang memuaskan anggota kelompok, anggota kelompok ada yang bersikap cuek
dengan materi yang dipelajari dan mereka mengobrol tentang hal-hal yang lain
sehingga suasana kelompok menjadi kurang kondusif untuk belajar. Pada kelas
eksperimen 1 pada awal pelajaran guru telah memberikan presentasinya sehingga
siswa mempunyai pandangan tentang materi yang akan dipelajari. Para siswa
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama dalam kelompok sehingga
mereka harus seoptimal mungkin untuk memberikan yang terbaik untuk kemajuan
kelompoknya.
Dari pembahasan hipotesis kedua, siswa dengan sikap ilmiah yang tinggi
akan memiliki prestasi yang lebih tinggi. Hal ini tidak disebabkan mutlak karena
siswa tersebut dapat bekerja sama tetapi pada dasarnya siswa tersebut memiliki
pengetahuan yang lebih dari siswa yang lain. Ada siswa yang baik prestasinya
apabila dilengkapi dengan penjelasan guru tetapi jika tanpa dilengkapi dengan
penjelasan siswa tersebut dapat memiliki prestasi yang baik pula.
Jadi apapun metode pembelajaran yang digunakan siswa yang memiliki
sikap ilmiah tinggi akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa
yang memiliki sikap ilmiah rendah. Sebaliknya seberapapun tingkat sikap ilmiah
siswa, baik kategori tinggi maupun rendah siswa yang dikenai metode STAD
yang dilengkapi dengan praktikum akan memiliki prestasi belajar yang lebih baik
daripada siswa yang dikenai metode TAI yang dilengkapi dengan praktikum.
Secara mandiri sikap ilmiah siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa
tetapi setelah berinteraksi dengan metode pembelajaran yang digunakan sikap
ilmiah siswa tidak berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
cxvi
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung dengan hasil analisis serta mengacu
pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa:
1. Ada pengaruh metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang
dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar kognitif dan
psikomotor materi pokok Laju Reaksi tetapi tidak ada pengaruh metode
pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum
terhadap prestasi belajar afektif materi pokok Laju Reaksi. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai kelas eksperimen 1 pada aspek kognitif, dan psikomotor memiliki
prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan kelas eksperimen 2. Nilai kelas
eksperimen 1 pada aspek kognitif, afektif dan psikomotor berturut-turut adalah
37,31; 66,17 dan 61,63 sedangkan nilai kelas eksperimen 2 pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotor berturut-turut adalah 28,83; 66,06 dan 52,91.
Dari hasil analisis data diperoleh Fhitung= 5,95 untuk prestasi kognitif, Fhitung =
0,01 untuk prestasi afektif dan FA hitung= 88,20 untuk prestasi psikomotor
dengan harga Ftabel = 3,99.
2. Ada pengaruh siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang
memiliki sikap ilmiah yang rendah pada metode pembelajaran kooperatif
STAD dan TAI yang dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar
kognitif dan psikomotor materi pokok Laju Reaksi tetapi tidak ada pengaruh
siswa yang memiliki sikap ilmiah tinggi dan siswa yang memiliki sikap ilmiah
yang rendah pada metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang
dilengkapi dengan praktikum terhadap prestasi belajar afektif materi pokok
Laju Reaksi. Dari hasil analisis data diperoleh harga Fhitung = 29,41 untuk
prestasi kognitif, Fhitung = 0,70 untuk prestasi afektif dan F hitung = 90,03 untuk
prestasi psikomotor dengan harga Ftabel = 3,99.
3. Tidak ada interaksi metode pembelajaran kooperatif STAD dan TAI yang
dilengkapi dengan praktikum dengan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi
belajar kognitif, afektif dan psikomotor pada materi pokok Laju Reaksi. Hal 89
cxvii
ini ditunjukkan dengan harga harga Fhitung = 2,78 untuk prestasi kognitif, Fhitung
= 1,34 untuk prestasi afektif dan Fhitung = 2,05 untuk prestasi psikomotor
dengan harga Ftabel = 3,99.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian, maka secara teoritis hasil penelitian tersebut
mengimplikasikan bahwa:
a. Perlu adanya penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik belajar kimia dan dapat menciptakan proses belajar mengajar
yang lebih bermakna sehingga prestasi belajar dapat meningkat baik dari segi
kognitif, afektik maupun psikomotor.
b. Bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang bertujuan untuk mengetahui
metode pembelajaran yang lain yang sesuai pada pada materi pelajaran yang
akan disampaikan untuk meningkatkan prestasi siswa.
2. Implikasi Praktis
Berdasarkan hasil penelitian secara praktis hasil penelitian tersebut
mengimplikasikan bahwa:
Perlu adanya peningkatan sikap ilmiah dari siswa karena sikap ilmiah
siswa mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar.
C. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan implikasi tersebut dapat dikemukakan
saran-saran sebagai berikut:
1. Guru-guru kimia perlu menerapkan metode pembelajaran STAD yang
dilengkapi dengan praktikum dan metode pembelajaran TAI yang dilengkapi
dengan praktikum untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan metode STAD
yang dilengkapi dengan praktikum dengan memperhatikan sikap ilmiah siswa
pada materi pokok lain yang sesuai.
cxviii
DAFTAR PUSTAKA
cxix
Abin Syamsuddin Makmun. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Anita Lie. 2007. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Anonim. 2009. Investigating the Effects of Project- Oriented Chemistry
Eksperiments on Some Affective and Cognitive Field Components. Journal
of Turkish Science Education. Volume 6: 108-114.
Budiyono. 2004. Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Deasy Wulandari. 2007. Kontribusi Kecerdasan Emosional dan Sikap Ilmiah
erhadap prestasi Belajar Kimia dalam Metode Pembelajaran GI (Group
Investigation) dan STAD (Student Teams Achievement Divisions) Materi
Laju Reaksi Pada Siswa Kelas XI IPA Semeste 1 SMA Negeri 1 Surakarta
Tahun Pelajaran 2005/2006. Skrispsi. UNS.
Francis A. Adesoji dan Tunde L. Ibraheem. 2009. Effects Of Student Teams-
Achievement Divisions Strategy and Mathematics Knowledge on
Learning Outcomes in Chemical Kinetics. The Journal Of International
Social Research. volume 2/6:15-24
James E. Brady. 1981. Fundamentals Of Chemistry. New York: John Willey
Sons Inc.
Keenan, C.W., Kleinfelter, D.C., dan Wood, J.H. 1989. Kimia Untuk Universitas
Jilid 1 Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Margono. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: Sebelas Maret University
Press.
Masidjo, I. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa Di Sekolah.
Yogyakarta: Kanisius.
cxx
Michael Purba. 2004. Kimia SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Michael Purba. 2007. Kimia SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Muhibbin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyani Sumantri. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Maulana
Oemar Hamalik. 2003. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem. Bandung: Bumi Aksara
Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Roestiyah N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning: Teory, Researt dan Praktice. Boston:
Asiman and Schuster Co.
Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung : Penerbit Tarsito
Tim Cendikia. 2003. Mudah Belajar Kimia 2A SMU. Jakarta: Yudhistira
Tresna Sastrawijaya. 1998. Proses Belajar Mengajar Kimia. Jakarta: Depdikbud.
Unggul Sudarmo. 2007. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: PHibETA.
Winarno Surakhmad. 1994. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito.
W.S. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.
Zainal Arifin. 1990. Evaluasi Instruksional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
cxxi