pengaruh media tumbuh dan dosis pupuk …digilib.unila.ac.id/59063/3/3. skripsi full tanpa...
TRANSCRIPT
PENGARUH MEDIA TUMBUH DAN DOSIS PUPUK NPK PADA
PERTUMBUHAN SETEK LADA (Piper nigrum L.)
(Skripsi)
Oleh
RANI ENGGAR DINI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGARUH MEDIA TUMBUH DAN DOSIS PUPUK NPK PADA
PERTUMBUHAN SETEK LADA (Piper nigrum L.)
Oleh
RANI ENGGAR DINI
Bibit lada dapat diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan menggunakan setek.
Media tumbuh sangat penting pada pembibitan lada dengan cara setek. Media
tumbuh yang gembur, dapat menyimpan air, dan aerasi yang baik akan
meningkatkan pertumbuhan bibit setek lada. Pertumbuhan bibit setek lada
membutuhkan unsur hara yang cukup, oleh karena itu perlu diketahui dosis pupuk
yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media tumbuh,
dosis pupuk NPK, dan interaksi antara keduanya terhadap pertumbuhan bibit
setek lada. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok
Teracak Sempurna (RKTS) dengan perlakuan disusun secara faktorial (4x4).
Faktor pertama adalah bahan media tumbuh (B) terdiri atas pasir kali (B0), pasir
kali + kompos (B1), pasir kali + pupuk kandang sapi (B2), dan pasir kali + arang
sekam (B3). Faktor kedua adalah dosis pupuk NPK (D) terdiri atas 0 (D0), 3
(D1), 6 (D2), dan 9 gram/setek (D3). Percobaan terdiri atas 16 kombinasi
perlakuan dan diulang 3 kali kemudian setiap unit percobaan terdiri atas 3 setek.
Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan Uji Bartlett dan aditivitas data
diuji dengan Uji Tukey kemudian analisis data dilanjutkan dengan uji
perbandingan kelas ortogonal kontras dan polinomial. Pengujian dilakukan pada
α 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Komposisi media tumbuh yang
paling baik untuk pertumbuhan setek lada adalah pasir kali + arang sekam pada
persentase tumbuh, panjang tunas 4, 8, dan 12 MST, diameter tunas 8 dan 12
MST, bobot segar (tunas dan akar buku), bobot kering (akar buku dan total), (2)
Dosis pupuk NPK memberikan respon kuadratik pada bobot segar (tunas dan akar
buku) dan bobot kering tunas dengan kisaran 3,63 – 3,78 gram/setek, dan (3)
Terjadi interaksi antara media tumbuh dan pupuk NPK pada pertumbuhan setek
lada. Menggunakan media pasir kali + kompos, dosis pupuk optimum 4,00 - 5,11
gram/setek, menggunakan media pasir kali + pupuk kandang sapi adalah 3,89 -
4,25 gram/setek, dan menggunakan media pasir kali + arang sekam adalah 4,40 -
4,72 gram/setek pada jumlah akar buku, jumlah akar total dan bobot segar akar
total.
Kata kunci: Media tumbuh, pupuk NPK, dan setek lada.
Rani Enggar Dini
Rani Enggar Dini
PENGARUH MEDIA TUMBUH DAN DOSIS PUPUK NPK PADA
PERTUMBUHAN SETEK LADA (Piper nigrum L.)
Oleh
RANI ENGGAR DINI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Gumukmas, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten
Pringsewu, pada 10 Juni 1997. Penulis merupakan anak ketiga dari empat
bersaudara dari pasangan Bapak Suyatno dan Ibu Risnanita. Penulis
menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita Gumukmas
pada tahun 2003, pendidikan dasar di SD N 1 Patoman pada tahun 2009,
pendidikan menengah pertama di SMP N 1 Pringsewu pada tahun 2012 dan
pendidikan menengah atas di SMA N 1 Pringsewu pada tahun 2015. Penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2015 melalui jalur Seleksi Bersama Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis memilih Agronomi sebagai konsentrasi dari perkuliahan. Penulis
berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar (2016/2017)
dan Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2017/2018 dan 2018/2019. Penulis
menjadi tutor FILMA (Forum Ilmiah Mahasiswa) di Fakultas Pertanian
(2017/2018). Penulis menerima Beasiswa PPA pada tahun ajaran 2016/2017 dan
2017/2018. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di Persatuan Mahasiswa
Agroteknologi (PERMA-AGT) sebagai anggota bidang Penelitian dan
Pengembangan Keilmuan (LITBANG) pada tahun ajaran 2015/2016 dan
2016/2017. Penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKM-F)
Lembaga Study Mahasiswa Petanian (LS-MATA), sebagai anggota bidang Ilmu
Pengetahuan Teknologi dan Lingkungan Hidup (2016/2017) dan sebagai anggota
bidang Pengembangan Sumber Daya Anggota (PSDA) (2017/2018).
Pada tahun 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari
di Desa Umbar, Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus. Pada tahun
yang sama penulis juga melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Besar
Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang, Jawa Barat selama 30 hari kerja dengan
judul Teknik Budidaya Tanaman Bawang Merah (Allium cepa Var. ascalonicum
L.) Di Inkubator Agribisnis Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Lembang,
Jawa Barat.
Aku persembahkan karya ini kepada Ibu dan Ayah tercinta.
Kejujuran terakhir mahasiswa adalah skripsi.
Laa Tahla, wa Laa Tahzan
Jangan mengeluh dan jangan bersedih
-Penulis
SANWACANA
Puji syukur penulis hanturkan ke hadirat Allah SWT atas anugerah yang telah
diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Penyelesaian
pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas koreksi, saran dan
persetujuan percetakan skripsi.
4. Bapak Ir. Sugiatno, M.S., selaku dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan pengarahan, saran, dan bimbingan dengan sabarnya selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
5. Ibu Ir. Niar Nurmauli, M.S., selaku dosen Pembimbing Kedua yang telah
memberikan pengarahan, saran, dan bimbingan dengan sabarnya selama proses
penelitian dan penulisan skripsi.
6. Bapak Akari Edy, S.P., M.Si., selaku penguji atas koreksi, kritik, dan saran
yang telah diberikan dalam penulisan skripsi.
7. Bapak Dr. Ir. Dwi Hapsoro M. Sc., selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama menjadi mahasiswa Agroteknologi.
8. Kedua orang tua, Ibu Risnanita dan Bapak Suyatno, kedua kakak, Ria dan
Ririn serta Adik Ridho yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam
bentuk moral maupun materil, dan untaian doa yang tiada terputus untuk
kerberhasilan penulis.
9. Teman seperjuangan dalam penelitian Siti Munawaroh, Syaicha Fachrun,
Qudus Sabha S.P., Yogi Prakoso, Taufik Ricky, Dendhi Firnanda S.P., dan
Agung Prayogi atas dukungan semangat dan bantuan bagi penulis.
10. Sahabat seperjuangan Sekelik, yaitu Muna, Syaicha, Rini, Darma, Anis, Ima,
Devi, Yana, Ussudur, Dwi S.P., Bagas, Agung, Fauzan, dan Wasri atas
waktu, tenaga, dan pikirannya yang telah diberikan untuk keberhasilan
penulis, dan Wara sebagai roommate selama penulis menjadi mahasiswi,
serta Tahzani yang menjadi support system penulis.
11. Semua mahasiswa/i Agroteknologi 2015 khususnya Agroteknologi kelas C
atas kehangatan dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penulisan skripsi
ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga
skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Bandar Lampung, 29 Agustus 2019
Penulis,
Rani Enggar Dini
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. x
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ........................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1.3 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 5
1.4 Hipotesis ....................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10
2.1 Setek Tanaman Lada ..................................................................... 10
2.2 Media Tumbuh .............................................................................. 13
2.2.1 Pasir kali ............................................................................... 14
2.2.2 Kompos ................................................................................. 15
2.2.3 Pupuk kandang sapi ............................................................. 17
2.2.4 Arang sekam ........................................................................ 18
2.3 Pupuk NPK (16:16:16) .................................................................. 19
III. BAHAN DAN METODE ............................................................... 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 21
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................... 21
3.3 Metode Penelitian ........................................................................ 21
3.4 Pelaksanaan Penelitian . .............................................................. 22
3.5 Pengamatan ................................................................................. 24
iv
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 27
4.1 Hasil …....................................................................................... 27
4.1.1 Persentase tumbuh ............................................................ 27
4.1.2 Waktu muncul tunas .......................................................... 28
4.1.3 Panjang tunas 4, 8, dan 12 MST ........................................ 28
4.1.4 Diameter tunas 4, 8, dan 12 MST ....................................... 29
4.1.5 Bobot segar dan kering tunas ............................................. 30
4.1.6 Jumlah daun ......................................................................... 32
4.1.7 Jumlah, bobot segar, dan kering akar buku ........................ 34
4.1.8 Jumlah, bobot segar, dan kering akar pangkal ................... 37
4.1.9 Jumlah, bobot segar, dan kering akar total ......................... 39
4.2 Pembahasan ................................................................................ 42
V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 49
5.1 Simpulan ........................................................................................ 49
5.2 Saran ............................................................................................. 50
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 51
LAMPIRAN ............................................................................................ 55-98
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi lada tahun 2013-2017 pada lima provinsi penghasil lada ... 2
2. Komposis unsur hara pupuk sapi ...................................................... 18
3. Hasil uji orthogonal kontras dan polinomial persentase tumbuh
setek lada ........................................................................................... 27
4. Hasil uji orthogonal kontras dan polinomial waktu muncul tunas
setek lada ........................................................................................... 28
5. Rekapitulasi hasil uji orthogonal kontras dan polinomial panjang
tunas setek lada ................................................................................. 29
6. Rekapitulasi hasil uji orthogonal kontras dan polinomial diameter
tunas setek lada .................................................................................. 30
7. Rekapitulasi hasil uji orthogonal kontras dan polinomial bobot
segar dan kering tunas setek lada ...................................................... 31
8. Hasil uji orthogonal kontras dan polinomial jumlah daun setek lada . 33
9. Rekapitulasi hasil uji orthogonal kontras dan polinomial pada akar
buku setek lada ................................................................................... 36
10. Rekapitulasi hasil uji orthogonal kontras dan polinomial pada akar
pangkal setek lada .............................................................................. 38
11. Rekapitulasi hasil uji orthogonal kontras dan polinomial pada akar
total setek lada .................................................................................... 41
12. Koefisien perbandingan kelas ........................................................... 56
13. Data persentase tumbuh setek lada 12 MST ...................................... 57
14. Uji homogenitas ragam persentase tumbuh setek lada 12 MST ...... 57
vi
15. Analisis ragam persentase tumbuh setek lada 12 MST ..................... 58
16. Uji orthogonal kontras dan polinomial persentase tumbuh setek
lada .................................................................................................... 58
17. Data pengamatan waktu muncul tunas .............................................. 59
18. Uji homogenitas ragam waktu muncul tunas ..................................... 59
19. Analisis ragam waktu muncul tunas ................................................ 60
20. Uji orthogonal kontras dan polinomial waktu muncul tunas .............. 60
21. Data pengamatan panjang tunas 4 MST ........................................... 61
22. Uji homogenitas ragam panjang tunas 4 MST .................................. 61
23. Analisis ragam panjang tunas 4 MST ............................................... 62
24. Uji orthogonal kontras dan polinomial panjang tunas 4 MST .......... 62
25. Data pengamatan panjang tunas 8 MST ........................................... 63
26. Uji homogenitas ragam panjang tunas 8 MST .................................. 63
27. Analisis ragam panjang tunas 8 MST ............................................... 64
28. Uji orthogonal kontras dan polinomial panjang tunas 8MST ........... 64
29. Data pengamatan panjang tunas 12 MST ......................................... 65
30. Uji homogenitas ragam panjang tunas 12 MST ................................ 65
31. Analisis ragam panjang tunas 12 MST ............................................. 66
32. Uji orthogonal kontras dan polinomial panjang tunas 12MST ......... 66
33. Data pengamatan diameter tunas 4 MST ......................................... 67
34. Uji homogenitas ragam diameter tunas 4 MST ................................ 67
35. Analisis ragam diameter tunas 4 MST .............................................. 68
36. Uji orthogonal kontras dan polinomial diameter tunas 4 MST ......... 68
37. Data pengamatan diameter 8 MST .................................................... 69
38. Uji homogenitas ragam diameter tunas 8 MST ................................ 69
vii
39. Analisis ragam diameter tunas 8 MST .............................................. 70
40. Uji orthogonal kontras dan polinomial diameter tunas 8 MST ......... 70
41. Data pengamatan diameter tunas 12 MST ....................................... 71
42. Uji homogenitas ragam diameter tunas 12 MST ............................... 71
43. Analisis ragam diameter tunas 12 MST ........................................... 72
44. Uji orthogonal kontras dan polinomial diameter tunas 12MST ........ 72
45. Data pengamatan bobot segar tunas 12 MST .................................. 73
46. Uji homogenitas ragam bobot segar tunas 12 MST .......................... 73
47. Analisis ragam bobot segar tunas 12 MST ...................................... 74
48. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot segar tunas 12 MST . 74
49. Data pengamatan bobot kering tunas 12 MST ................................. 75
50. Uji homogenitas ragam bobot kering tunas 12 MST ........................ 75
51. Analisis ragam bobot kering tunas 12 MST ..................................... 76
52. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot kering tunas 12MST . 76
53. Data pengamatann jumlah daun 12 MST .......................................... 77
54. Uji homogenitas ragam jumlah daun 12 MST ................................. 77
55. Analisis ragam jumlah daun 12 MST ............................................... 78
56. Uji orthogonal kontras dan polinomial jumlah daun 12 MST .......... 78
57. Data pengamatan jumlah akar buku 12 MST ................................... 79
58. Uji homogenitas ragam jumlah akar buku 12 MST .......................... 79
59. Analisis ragam jumlah akar buku 12 MST ....................................... 80
60. Uji orthogonal kontras dan polinomial jumlah akar buku 12 MST . 80
61. Data pengamatan bobot segar akar buku 12 MST ............................ 81
62. Uji homogenitas ragam bobot segar akar buku 12 MST .................. 81
viii
63. Analisis ragam bobot segar akar buku 12 MST ................................ 82
64. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot segar akar buku 12
MST . ................................................................................................... 82
65. Data pengamatan bobot kering akar buku 12 MST .......................... 83
66. Uji homogenitas ragam bobot kering akar buku 12 MST ................. 83
67. Analisis ragam bobot kering akar buku 12 MST .............................. 84
68. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot kering akar buku
12 MST ............................................................................................. 84
69. Data pengamatan jumlah akar pangkal 12 MST ............................... 85
70. Uji homogenitas ragam jumlah akar pangkal 12 MST ..................... 85
71. Analisis ragam jumlah akar pangkal 12 MST ................................... 86
72. Uji orthogonal kontras dan polinomial jumlah akar pangkal 12
MST .................................................................................................. 86
73. Data pengamatan bobot segar akar pangkal 12 MST ....................... 87
74. Uji homogenitas ragam bobot segar akar pangkal 12 MST .............. 87
75. Analisis ragam bobot segar akar pangkal 12 MST ........................... 88
76. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot segar akar pangkal
12 MST ............................................................................................. 88
77. Data pengamatan bobot kering akar pangkal 12 MST ...................... 89
78. Uji homogenitas ragam bobot kering akar pangkal 12 MST ............ 89
79. Analisis ragam bobot kering akar pangkal 12 MST ........................ 90
80. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot kering akar pangkal
12 MST ............................................................................................. 90
81. Data pengamatan jumlah akar total 12 MST .................................... 91
82. Uji homogenitas ragam jumlah akar total 12 MST ........................... 91
83. Analisis ragam jumlah akar total 12 MST ........................................ 92
84. Uji orthogonal kontras dan polinomial jumlah akar total 12 MST ... 92
ix
85. Data pengamatan bobot segar akar total 12 MST ............................. 93
86. Uji homogenitas ragam bobot segar akar total 12 MST ................... 93
87. Analisis ragam bobot segar akar total 12 MST ................................. 94
88. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot segar akar total 12
MST ................................................................................................... 94
89. Data pengamatan bobot kering akar total 12 MST ........................... 95
90. Uji homogenitas ragam bobot kering akar total 12 MST ................. 95
91. Analisis ragam bobot kering akar total 12 MST ............................... 96
92. Uji orthogonal kontras dan polinomial bobot kering akar total
12 MST ............................................................................................. 96
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Hubungan dosis pupuk NPK dengan bobot segar tunas ..................... 31
2. Hubungan dosis pupuk NPK dengan bobot kering tunas ................... 32
3. Hubungan dosis pupuk NPK dengan jumlah daun pada macam media
tumbuh .............................................................................................. 32
4. Hubungan dosis pupuk NPK dengan jumlah akar buku pada macam
media tumbuh ..................................................................................... 34
5. Hubungan dosis pupuk NPK dengan bobot segar akar buku .............. 35
6. Hubungan dosis pupuk NPK dengan bobot segar akar pangkal
pada macam media tumbuh ............................................................... 36
7. Hubungan dosis pupuk NPK dengan jumlah akar total pada
macam media tumbuh ........................................................................ 39
8. Hubungan dosis pupuk NPK dengan bobot segar akar total pada
macam media tumbuh ......................................................................... 40
9. Jumlah daun pada media pasir kali + kompos, (a) 0 gram/setek,
(b) 3 gram/setek, (c) 6 gram/setek, dan d) 9 gram/setek .................... 43
10. Akar setek lada, (a) pasir kali, (b) pasir kali + kompos, (c). pasir kali
+ pupuk kandang sapi, dan (d). pasir kali + arang sekam ................ 44
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Lada (Piper nigrum L.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang
dikategorikan dalam tanaman rempah. Tanaman rempah ini mempunyai prospek dan
potensi untuk dikembangkan secara ekonomis, terintegrasi, dan berkelanjutan.
Sebagian besar komoditi rempah memiliki cita rasa dan aroma yang khas. Menurut
Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar (2011) lada merupakan salah satu jenis
rempah yang sangat khas dan tidak dapat digantikan oleh rempah lainnya. Selain itu,
lada juga merupakan salah satu tanaman industri yang mempunyai keunggulan
komparatif tinggi (Rukmana, 2003).
Tamanan lada memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian umumnya
dan secara spesifik dalam pembangunan perkebunan. Peranan strategis tersebut
berkaitan langsung dengan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, dan
peningkatan devisa negara, serta pengembangan wilayah (Direktorat Tanaman
Rempah dan Penyegar, 2011). Pemanfaatan lada yang utama antara lain untuk
pengobatan dan industri makanan. Dalam bidang pengobatan, lada digunakan untuk
simultan pengeluaran keringat (diaphoretic), peningkat selera makan, pengeluaran
2
angin (carminatif), peluruh air seni (diuretic), dan mempercepat pencernaan zat-zat
lemak. Sementara dalam industri makanan, lada dipakai sebagai bumbu beragam
masakan (Rismunandar dan Riski, 2003).
Produksi lada nasional pada tahun 2016 sampai dengan 2018 terus mengalami
peningkatan. Pada tahun 2016 produksi lada nasional yaitu 86.334 ton. Pada tahun
2017 produksi lada meningkat menjadi 87.029 ton dengan luas areal 181.978 dan
produksi tersebut terus meningkat pada tahun 2018 mencapai 87.934 ton dengan luas
areal 181.988 ha (Direktorat Jendral Perkebunan, 2017). Namun, Provinsi Lampung
yang dulunya dikenal sebagai sentra produksi lada di Indonesia mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Produksi lada di Provinsi Lampung dibanding
dengan produksi lada di Kepulauan Bangka Belitung, masih rendah (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi lada tahun 2013-2017 pada lima provinsi penghasil lada.
Provinsi penghasil lada
Jumlah produksi lada (ton)
Tahun
2013
Tahun
2014
Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun
2017
Sumatra Selatan 8.757 9.167 8.725 8.776 8.855
Kep. Bangka Belitung 33.597 33.828 31.408 31.896 32.352
Lampung 24.654 15.642 14.860 14.848 14.830
Sulawesi Selatan 4.645 5.087 5.067 5.092 5.181
Kalimantan Timur 6.818 6.704 6.923 6.968 7.046
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan (2007).
3
Salah satu faktor penyebab penurunan produksi lada tersebut adalah teknik budidaya
tanaman lada yang kurang baik, khususnya pada teknik perbanyakan tanaman lada.
Perbanyakan tanaman lada yang baik akan meningkatkan ketersediaan bibit lada yang
sehat dalam jumlah yang banyak, hal ini merupakan salah satu kunci bagi
keberhasilan produksi lada. Perbanyakan tanaman lada umumnya secara vegetatif
melalui setek. Salah satu keuntungan perbanyakan vegetatif adalah keturunannya
relatif seragam, menyerupai induknya, serta cepat pertumbuhannya sehingga mampu
menyediakan bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan secara generatif
(Rukmana, 2010).
Salah satu faktor keberhasilan pembibitan setek lada adalah media tumbuh yang
digunakan. Media tumbuh yang baik harus memiliki persyaratan-persyaratan sebagai
tempat berpijak tanaman, memiliki kemampuan mengikat air dan menyuplai unsur
hara yang dibutuhkan tanaman. Media tumbuh tersebut juga mampu mengontrol
kelebihan air (drainase), memiliki sirkulasi dan ketersediaan udara (aerasi) yang baik
serta dapat mempertahankan kelembaban di sekitar akar tanaman.
Menurut Wasito dan Nuryani (2005) media tumbuh berupa campuran bahan organik
memberikan dua keuntungan yaitu berperan sebagai media pertumbuhan akar dan
penyedia unsur hara serta air untuk pertumbuhan perakaran. Menurut Hartmann dkk.
(2011) media tumbuh yang baik untuk pembibitan dengan cara setek adalah bahan
mineral dan bahan organik. Media tanam berupa kompos berfungsi untuk
memperbaiki kondisi tanah (Lingga dan Marsono, 2001). Menurut Murbandono
4
(2005) media tumbuh menggunakan arang sekam dapat bermanfaat menggemburkan,
meningkatkan porositas, aerasi, dan memudahkan pertumbuhan akar tanaman. Pupuk
kandang memambah bahan organik, unsur hara, dan memperbaiki sifat fisik tanah
serta mengembalikan hara yang hilang.
Selain media tumbuh yang digunakan untuk pembibitan setek lada, pemberian dosis
pupuk yang tepat juga harus diperhatikan. Pupuk merupakan bahan yang diberikan
ke dalam media tumbuh baik organik maupun anorganik untuk menjaga kesuburan
media tumbuh dan menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Pupuk
anorganik mengandung kadar hara dengan konsentrasi tinggi dan mudah larut.
Pemberian pupuk anorganik terutama pupuk NPK tersebut diharapkan mampu
menyumbang unsur hara N, P, dan K ke dalam media tumbuh sehingga dapat
digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Nurmasyitah dan Khairuna, 2017).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komposisi media tumbuh yang paling baik untuk pertumbuhan setek
lada?
2. Bagaimana pengaruh perbedaan pemberian dosis pupuk NPK terhadap
pertumbuhan setek lada?
3. Bagaimana tanggapan pertumbuhan setek lada terhadap dosis pupuk NPK yang
berbeda pada berbagai media tumbuh?
5
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini dilakukan dengan
tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui komposisi media tumbuh yang paling baik untuk pertumbuhan setek
lada.
2. Mengetahui pengaruh perbedaan pemberian dosis pupuk NPK terhadap
pertumbuhan setek lada.
3. Mengetahui tanggapan pertumbuhan setek lada terhadap dosis pupuk NPK yang
berbeda pada berbagai media tumbuh.
1.3 Kerangka Pemikiran
Penggunaan media tumbuh dan dosis pupuk yang tepat merupakan salah satu
keberhasilan dalam perbanyakan lada menggunakan setek. Fungsi media tumbuh
untuk mendukung pertumbuhan setek tanaman yaitu sebagai tempat tersedianya
unsur hara, mampu menahan air yang tersedia bagi tanaman, dapat melakukan
pertukaran udara antara akar dan atmosfer di atas media dan dapat menyokong
pertumbuhan tanaman. Media tumbuh setek yang baik terdiri dari bahan mineral dan
bahan organik. Bahan mineral yang digunakan adalah pasir kali. Pasir kali
digunakan untuk pembibitan setek lada karena dapat menciptakan kondisi aerasi yang
baik. Namun, pasir kali memiliki kapasitas menyimpan air dan kelembaban yang
sangat rendah serta kandungan hara yang rendah. Oleh karena itu, perlunya
campuran media tumbuh pasir kali dengan bahan organik.
6
Bahan organik yang digunakan diantaranya terdiri dari kompos, pupuk kandang sapi,
dan arang sekam. Kompos digunakan sebagai media tumbuh karena dapat menjadi
daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitasnya pada tanah,
memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan daya tahan serta daya serap air.
Pupuk kandang sapi merupakan salah satu bahan organik yang dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang juga meningkatkan kadar humus
dan mendorong kehidupan jasad renik. Arang sekam berfungsi sebagai pengikat hara
(ketika kelebihan hara) yang dapat digunakan tanaman ketika kekurangan hara, hara
dilepas secara perlahan sesuai kebutuhan tanaman. Selain itu, arang sekam juga
dapat memperbaiki sifat fisik tanah (porositas dan aerasi).
Persentase setek lada yang tumbuh dipengaruhi oleh media tumbuh yang digunakan.
Menurut hasil penelitian Saefudin dan Listyati (2012) persentase tumbuh setek lada
bervariasi menurut jenis media tumbuh yang digunakan, dengan hasil tertinggi
terdapat pada perlakuan media tumbuh cocopit + arang sekam yaitu 100%, diikuti
media tumbuh tanah + pasir + pupuk kandang yaitu 96% dan terendah adalah media
tumbuh tanah yaitu 74%. Untuk merangsang inisiasi tunas dan akar setek lada
membutuhkan media tumbuh dengan aerasi yang baik, yaitu ditunjukkan oleh
perlakuan arang sekam. Hasil tersebut nyata lebih baik dibandingkan media
campuran tanah dengan pasir, tanah dengan pupuk kandang dan tanah.
Hasil penelitian Zulmah dkk. (2017) kombinasi antara komposisi media tumbuh
tanah + arang sekam + pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 memberikan
pertumbuhan setek lada terbaik, dibanding dengan komposisi media 100% tanah, dan
7
tanah + arang sekam + pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:2 dan 2:1:1.
Menurut hasil penelitian Shofiyah dkk. (2017) media tumbuh juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan setek sirih merah (Piper crocatum). Penggunaan media tanah
+ arang sekam menunjukkan pertumbuhan terbaik pada bobot segar tajuk, bobot
kering tajuk, bobot segar tanaman, dan bobot kering tanaman. Hasil sidik ragam
terhadap tinggi tanaman hasil tertinggi pada perlakuan tanah + arang sekam tetapi
tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanah + pasir + arang sekam.
Selain media tumbuh, hal lain yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman
setek lada adalah pemberian pupuk dengan dosis yang sesuai. Pemberian pupuk NPK
(16:16:16) diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Pertumbuhan setek lada yang
optimal dapat dilihat dari beberapa aspek yang ditunjukan terjadi peningkatan tinggi
tanaman, panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar,
serta bobot basah dan bobot kering tanaman.
Pemberian pupuk NPK majemuk (16:16:16) ini pada saat 3 minggu setelah tanam
(MST) dengan dosis yang berbeda-beda dari taraf 0, 3, 6, dan 9 gram/setek. Hasil
penelitian Mulyono (2009) dosis pupuk NPK yang optimum terhadap tanaman lada
yang masih muda (berumur kurang lebih enam bulan) adalah 5,0 gram/setek.
Menurut penelitian Naibaho dkk., (2012) pemberian pupuk NPK (16:16:16) pada
setek kakao yang menunjukkan hasil optimum (jika dilihat dari rataan diameter
batang dan bobot basah tajuk) adalah pada 8 gram/setek. Sedangkan hasil penelitian
Marpaung (2013) pemberian pupuk NPK (16:16:16) pada setek kakao dengan dosis
8
pada taraf 0; 2,5; 5; 7,5; dan 10 gram/setek, pada 10 gram/setek berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, diameter batang, luas daun total, dan nisbah tajuk akar dapat
meningkatkan pertumbuhan kakao.
Hasil penelitian Hamzah dan Silaen (2018) pemberian pupuk NPK 6,0 gram/setek
jabon merah yang diberikan secara bertahap memberikan hasil yang terbaik terhadap
pertambahan tinggi, jumlah daun, berat kering akar, berat kering tajuk, dan berat
kering total. Pada dosis pupuk NPK 30 gram/setek yang diberikan secara bertahap
menyebabkan kematian pada setek jabon merah (Anthocephalus macrophyllus) yang
dimulai pada saat 7 hari setelah pengaplikasian pupuk. Supriyanto dkk., (2014)
menyatakan bahwa pemberian pupuk yang terlalu banyak menyebabkan larutan tanah
menjadi pekat sehingga air dan garam-garam mineral tidak dapat diserap oleh akar
dan terjadi penimbunan garam atau ion-ion di permukaan akar yang akan
menghambat peresapan hara dan sekaligus menimbulkan keracunan bagi tanaman.
Berdasarkan uraian tersebut, dilakukan percobaan perbanyakan lada dengan cara
setek mengunakan berbagai komposisi media tumbuh dengan dosis pupuk NPK yang
berbeda.
9
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka hipotesis yang diajukan
adalah sebagai berikut:
1. Komposisi media tumbuh yang paling baik untuk pertumbuhan setek lada adalah
campuran pasir kali dan bahan organik.
2. Pemberian pupuk NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan setek lada.
3. Adanya tanggapan pertumbuhan setek lada terhadap dosis pupuk NPK yang
berbeda pada berbagai media tumbuh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Setek Tanaman Lada
Setek (cutting) atau potongan adalah teknik menumbuhkan bagian atau potongan
tanaman, sehingga menjadi tanaman baru. Setek merupakan suatu perlakuan
pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, dan tunas)
dengan tujuan agar bagian-bagian tersebut membentuk akar. Setek biasanya diiris
miring, sehingga setek mempunyai permukaan yang lebih luas bila dibandingkan
dengan pangkal datar. Pada pemotongan miring, jumlah akar yang tumbuh akan
lebih banyak karena pada pangkal setek terakumulasi zat tumbuh. Setek pada
umumnya menggunakan cabang orthotrop, sulur gantung, dan sulur tanah.
Cabang atau sulur yang digunakan berumur 1 – 2 tahun (Kanisius, 2007).
Keuntungan bibit dari setek adalah tanaman tersebut akan mempunyai sifat yang
persis sama dengan induknya, terutama dalam hal bentuk buah, ukuran, warna,
dan rasanya. Tanaman asal setek ini bisa ditanam pada tempat yang permukaan
air tanahnya dangkal, karena tanaman asal setek tidak mempunyai akar tunggang.
Perbanyakan tanaman dengan setek merupakan cara perbanyakan yang praktis dan
mudah dilakukan. Setek dapat dikerjakan dengan cepat, murah, mudah, dan tidak
memerlukan teknik khusus seperti pada cara cangkok dan okulasi (Prastowo dkk.,
2006).
11
Tempat yang ideal untuk lokasi pembibitan adalah yang bersuhu udara
sejuk, serta curah hujan yang cukup akan menunjang pertumbuhan awal bibit
tanaman. Sinar matahari yang masuk ke pembibitan hanya berkisar antara 30 -
60% saja. Kelembaban udara sebaiknya tinggi, sekitar 70-90%. Suhu mendekati
suhu kamar, 25-27oC. Selain itu dalam pembentukan akar setek diperlukan juga
oksigen yang cukup. Oleh karena itu media yang digunakan harus cukup gembur,
sehingga aerasinya baik (Prastowo dkk., 2006).
Perbanyakan tanaman lada dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu perbanyakan
generatif dengan menggunakan biji, dan perbanyakan vegetatif. Perbanyakan
vegetatif tanaman lada dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu setek dan sambung
(grafting). Sekarang ini yang banyak dilakukan oleh petani adalah dengan cara
setek. Menurut Nurhakim (2014) tamanan yang dihasilkan dari perbanyakan ini
juga relatif cepat berbuah, dan bisa berumur lebih panjang dengan masa produksi
yang lebih lama juga. Sedangkan kelemahan perbanyakan vegetatif ini adalah
terbatasnya jumlah tanaman baru yang akan digunakan sebagai setek.
Menurut Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (2008)
bahan tanaman lada untuk bibit dapat berasal dari setek pendek maupun setek
panjang. Banyak keuntungan yang diperoleh jika menerapkan teknik setek lada
satu ruas, diantaranya yaitu bahan tanaman yang dipakai untuk setek lebih hemat,
bisa menghasilkan bibit lada dalam waktu relatif singkat, jumlah bibit lada yang
dihasilkan juga lebih banyak, pada saat penyulaman tidak butuh bibit yang
banyak, dan kemunculan cabang generatif lebih banyak (Nurhakim, 2014).
12
Pembibitan lada dengan tiang panjat terdapat dua ukuran setek, yaitu ukuran tujuh
ruas dan satu ruas (setek berdaun satu). Setek tujuh ruas merupakan setek yang
diambil dari pohon induknya sebanyak tujuh ruas. Setek satu ruas dalam
praktiknya disebut setek daun. Batang dan cabang tanaman lada yang buku-
bukunya dilengkapi akar perekat akan mudah berakar bila disetek. Oleh karena
itu, sangat mungkin tanaman ini disetek dengan satu buku yang masih berdaun
dan berakar perekat. Pemotongan setek dilakukan menggunakan pisau tajam agar
lukanya rata. Potongan setek ini segera dimasukan ke dalam air. Tujuannya
adalah agar setek tetap segar sebelum ditanam (Rismunandar dan Riski, 2003).
Kriteria bibit lada yang siap untuk digunakan ditandai dengan daun berwarna
hijau tua dan tidak menunjukan gejala-gejala abnormal juga tanda-tanda terserang
hama penyakit. Warna sulur hijau tua sampai kecoklatan yang menandakan
bahwa sulur tidak terlalu tua maupun terlalu muda, diameter batang berkisar
antara 0,6 – 1,2 cm, tinggi tanaman mencapai 5 –7 ruas, dan pada setiap buku ruas
memiliki akar lekat yang banyak serta pada ketiak daunnya terdapat tunas tidur
(Wahid, 1983). Bahan setek yang diambil dari sulur panjat, umur tanaman tidak
lebih dari 2 tahun, sedangkan umur fisiologis cabang yang disetek sekitar 6 bulan.
Setek yang terlalu tua pertumbuhannya kurang baik, demikian pula setek yang
terlalu muda (Setiabudy, 2002).
Menurut Prastowo dkk. (2006) setelah 3-4 minggu setek akan bertunas dan
berakar. Setek bisa dipindahkan ke polybag setelah lebih kurang dua bulan.
Selanjutnya disimpan di bawah naungan sampai berumur sekitar enam bulan.
13
Setek bibit lada yang digunakan pada penelitian ini Varietas Natar 1. Varietas ini
memiliki daun berbentuk bulat telur hingga oval. Memiliki batang pipih dengan
panjang ruas batang 85 mm dan ruas cabang 68 mm. Buah lada tersebut
berbentuk bulat dan berwarna hijau disaat muda dan merah jingga disaat masak.
Tanaman tersebut berbunga 10 bulan setelah tanam. Buah mulai masak setelah 8
bulan sejak mulai berbunga. Varietas Natar 1 dapat menghasilkan perpohonnya
2,5 kg lada hitam kering. Varietas ini agak tahan terhadap penyakit busuk
pangkal batang dan peka terhadap penyakit kuning (Rismunandar dan Riski,
2003).
Pembibitan setek lada pada penelitian ini menggunakan naungan. Naungan
pembibitan dibuat bertujuan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari.
Naungan ini berfungsi juga sebagai pelindung bibit yang ada di persemaian dari
pengaruh intensitas matahari, mengendalikan kelembaban udara dan suhu udara
yang ada di areal persemaian. Naungan persemaian dapat dibuat dari berbagai
bahan, antara lain daun kelapa, alang-alang, anyaman batang bambu, shading net
atau sarlon shade (paranet). Tinggi naungan yang umumnya dibuat adalah 1-2 m,
untuk memudahkahan para pekerja saat perawatan persemaian (Indriyanto, 2013).
2.2 Media Tumbuh
Media tumbuh merupakan suatu komponen utama ketika akan bercocok tanam.
Media tumbuh yang digunakan harus sesuai dengan jenis tanaman yang akan
ditanam. Manfaat pemberian bahan organik pada media tumbuh adalah
meningkatkan humus tanah, mengurangi pencemaran lingkungan dan mengurangi
14
pengurasan hara. Menurut Wasito dan Nuryani (2005) media tumbuh berupa
bahan organik memberikan dua keuntungan yaitu berperan sebagai media
pertumbuhan akar dan penyedia unsur hara dan air untuk pertumbuhan perakaran.
Media penyetekan yang baik adalah media yang memiliki porositas cukup, aerasi
baik, drainase baik, kapasitas mengikat air tinggi, dan bebas patogen. Media
dalam penyetekan ini berfungsi sebagai penahan setek selama masa pertumbuhan
akar, menjaga kelembaban, dan memudahkan penetrasi udara.
2.2.1 Pasir kali
Menurut Ashari (1995) pasir kali cukup baik digunakan sebagai media tumbuh
karena dapat menciptakan kondisi porous dan aerasi yang baik namun hanya
memiliki kapasitas menyimpan air sebesar 33,7%. Pasir kali yang dapat dijadikan
media tumbuh adalah pasir kali yang tidak mengandung bahan beracun, pH-nya
6,0 - 7,5 dan ukuran pasir tersebut adalah 0,05-0,80 mm.
Menurut Ringgo (2014) media tumbuh pasir kali dianggap memadai dan sesuai
jika digunakan sebagai media tumbuh untuk penyemaian benih, pertumbuhan
bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Bobot pasir kali yang cukup
berat akan mempermudahkan tegaknya setek batang. Selain itu, pasir kali
memiliki sifat yang cepat kering dan memudahkan proses pengangkutan bibit
tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain.
Namun, kelemahan dari media tumbuh pasir kali yaitu mengandung kadar garam,
oleh sebab itu sebelum digunakan sebaiknya pasir kali dicuci terlebih dahulu
untuk mengurangi partikel liat yang terdapat pada pasir kali tersebut.
15
2.2.2 Kompos
Kompos yang digunakan pada penelitian ini mengandung sisa-sisa kotoran ternak
dan sabut kelapa. Sabut kelapa merupakan bahan organik yang bisa dipakai
sebagai media tumbuh. Keunggulan sabut kelapa sebagai media tumbuh yaitu
mudah mengikat dan menyimpan air dengan baik. Sabut kelapa mengandung
beberapa unsur hara dan senyawa antara lain N, P, K, dan Ca. Selain itu kaya
bahan organik, abu, hemiselulosa, selulosa, pentosa, dan lignin (Wasfandriyanto,
2016).
Kompos merupakan istilah untuk salah satu pupuk organik buatan manusia,
melalui proses pembusukan sisa-sisa bahan organik (tanaman maupun hewan).
Secara keseluruhan, proses ini disebut dekomposisi atau penguraian. Proses
pembentukan kompos sebenarnya sama dengan proses terbentuknya humus di
alam. Namun, proses tersebut dipercepat hanya dalam jangka waktu 30-90 hari,
dengan cara merekayasa kondisi lingkungannya. Waktu ini melebihi kecepatan
terbentuknya humus secara alami (Habibi, 2009). Sedangkan menurut Roidah
(2013) kompos adalah bahan organik yang dibusukkan pada suatu tempat yang
terlindung dari matahari dan hujan, diatur kelembabannya dengan menyiram air
bila terlalu kering. Untuk mempercepat perombakan dapat ditambah kapur,
sehingga terbentuk kompos dengan C/N rasio rendah yang siap untuk digunakan.
Novizan (2003) menyatakan kompos adalah hasil pembusukan sisa –sisa tanaman
yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai. Bahan kompos dengan
C/N rasio tinggi akan terurai atau membusuk lebih lama dibandingkan dengan
16
bahan yang mempunyai C/N ratio rendah. Kualitas kompos dianggap baik jika
memiliki C/N rasio antara 12 – 15, ciri fisik kompos yang baik adalah berwarna
cokelat kehitaman, agak lembab, gembur, dan bahan pembentuknya sudah tidak
tampak lagi.
Manfaat pemberian kompos pada media tumbuh untuk memperbaiki kondisi fisik
tanah daripada untuk menyediakan unsur hara. Kompos dapat memperbaiki
struktur tanah. Kompos merupakan perekat pada butir-butir tanah dan mampu
menjadi penyeimbang tingkat kerekatan tanah. Sehingga kompos dapat
meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan air. Selain itu dengan adanya
kompos pada tanah, menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan
aktivitasnya pada tanah. Kompos cenderung berperan menjaga fungsi tanah agar
unsur hara dalam tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Habibi, 2009).
Kandungan utama dengan kadar tertinggi dari kompos adalah bahan organik yang
berfungsi untuk memperbaiki kondisi tanah. Unsur lainnya bervariasi cukup
banyak dengan kadar rendah seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan
magnesium (Lingga, 1999). Menurut Habibi (2009) kompos juga memiliki
manfaat bagi tanaman antara lain adalah menyediakan unsur hara bagi tanaman.
Kompos terdiri dari berbagai komponen diantaranya N dengan kandungan 0,10-
0,51%, P2O5 0,35-1,12%, K2O 0,32-0,80%. Selain itu, kompos juga dapat
meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan pH pada tanah asam. KTK
adalah sifat kimia tanah yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah. Tanah
17
dengan KTK tinggi lebih mampu menyediakan unsur hara daripada tanah dengan
KTK rendah.
Keuntungan menggunakan media kompos menurut Santoso (1998) mampu
mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah baik fisik,
kimiawi maupun biologis, mempercepat dan mempermudah penyerapan unsur
nitrogen oleh tanaman, karena telah diadakan perlakuan khusus sebelumnya,
mengurangi tumbuhnya tumbuhan pengganggu, dan dapat disediakan secara
mudah, murah, serta relatif cepat. Kompos juga mempunyai beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain memperbaiki struktur tanah berlempung menjadi
ringan, menambah daya ikat air pada tanah, mempertinggi daya ikat tanah
terhadap zat hara, membantu proses pelapukan bahan mineral, memberi
ketersediaan bahan makanan bagi mikroba, dan menurunkan aktivitas mikroba
yang merugikan.
2.2.3 Pupuk kandang sapi
Pupuk kandang sapi merupakan pupuk padat yang banyak mengandung air dan
lendir. Pupuk ini bila terpengaruh oleh udara, maka akan cepat menjadi keras.
Dalam keadaan demikian, peranan jasad renik untuk mengubah bahan-bahan yang
terkandung dalam pupuk menjadi zat-zat hara yang tersedia dalam tanah
mengalami hambatan, perubahan berlangsung secara perlahan-lahan. Pada
perubahan-perubahan ini kurang sekali terbentuk panas. Keadaan demikan
mencirikan bahwa pupuk sapi adalah pupuk dingin. Karena merupakan pupuk
18
dingin, sebaiknya pemakaian atau pembenamannya dalam tanah dilakukan 3 atau
4 minggu sebelum masa tanam (Sutedjo, 2008).
Pupuk kandang sapi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pupuk
kimia yaitu membantu menetralkan pH tanah, membantu menetralkan racun
akibat adanya logam berat di dalam tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi
lebih gembur dan secara langsung meningkatkan ketersediaan air tanah,
membantu penyerapan hara dari pupuk kimia yang ditambahkan (Marsono dan
Sigit, 2001).
Sapi menghasilkan kotoran segar sekitar 7,5 ton per tahun dan diperoleh pupuk
kandang matang sekitar 5 ton, yang kandungannya terdiri dari 15 kg N/tahun, 5 kg
P/tahun, dan kandungan K adalah 25 kg/tahun (Setedjo, 2008). Komposisi unsur
hara pada pupuk sapi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposis unsur hara pupuk sapi (Sutedjo, 2008)
Jenis Pupuk Wujud Bahan
(%)
H2O
(%)
N
(%)
P2O5
(%)
K2O
(%)
Pupuk Sapi Padat 70 85 0,40 0,20 0,10
Cair 30 92 1,00 0,20 1,50
Total - 86 0,60 0,15 0,45
2.2.4 Arang sekam
Arang sekam merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari sekam padi (kulit
gabah) yang menghasilkan warna hitam. Warna hitam pada arang sekam
menyebabkan daya serap terhadap panas tinggi sehingga menaikkan suhu dan
mempercepat perkecambahan (Aurum, 2005).
19
Menurut Fidryaningsih (2010) penambahan arang sekam pada media tumbuh akan
menguntungkan karena dapat memperbaiki sifat tanah di antaranya adalah
mengefektifkan pemupukan karena selain memperbaiki sifat fisik tanah (porositas,
aerasi), arang sekam juga berfungsi sebagai pengikat hara (ketika kelebihan hara)
yang dapat digunakan tanaman ketika kekurangan hara, hara dilepas secara
perlahan sesuai kebutuhan tanaman/slow release. Arang sekam bersifat ringan,
tidak kotor, dan porositas yang baik akan tetapi memiliki kemampuan menyerap
air yang rendah. Porositas yang baik dapat memperbaiki aerasi dan drainase
media namun menurunkan kapasitas menahan air pada arang sekam. Arang
sekam kemampuan menyimpan air pada sekam bakar sebesar 12,3% .
2.3 Pupuk NPK (16:16:16)
Pupuk anorganik atau sering disebut pupuk buatan adalah pupuk yang dibuat oleh
pabrik-pabrik pupuk. Pabrik tersebut memformulasikan bahan-bahan kimia
(anorganik) dengan kadar hara yang cukup tinggi. Misalnya pupuk urea berkadar
N 45-46% (setiap 100 kg urea terdapat 45 sampai dengan 46 kg hara nitrogen)
(Lingga dan Marsono, 2001). Pupuk majemuk merupakan pupuk campuran yang
mengandung lebih dari satu macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik
unsur hara makro maupun mikro. Kandungan unsur hara utama pada pupuk
majemuk adalah N, P, dan K (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Pupuk NPK
mutiara (16:16:16) merupakan salah satu pupuk anorganik bersifat majemuk yang
memiliki unsur hara makro N, P, dan K masing-masing 16% (Fahmi, 2014).
20
Unsur hara yang diperlukan untuk tanaman terbagi dalam unsur hara makro dan
mikro. Salah satu unsur hara makro yang diberikan pada penelitian ini adalah N,
P, dan K. Masing-masing unsur hara ini memiliki peranan utama. Peranan utama
nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan khususnya bagian batang, cabang, dan daun. Selain itu N juga
berperan dalam pembentukan hijau daun yang bermanfaat dalam proses
fotositesis. Peranan utama fosfor (P) bagi tanaman adalah untuk merangsang
pertumbuhan akar khusunya akar benih atau tanaman muda, mempercepat
pembungaan, pemasakan biji, dan buah. Sedangkan peranan utama kalium (K)
bagi tanaman adalah memperkuat tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak
mudah gugur (Lingga, 1999).
Keuntungan penggunaan pupuk majemuk yaitu dengan satu kali pemberian
pupuk, telah mencakup beberapa unsur. Menurut Novizan (2003) komposisi
pupuk seperti pada NPK mutiara menunjukan unsur hara yang seimbang. Pada
penelitian Adinugraha (2012) pemberian pupuk NPK berpengaruh positif
terhadap nilai indeks kualitas bibit. Peningkatan dosis pupuk NPK yang diberikan
meningkatkan rerata nilai indeks kualitas bibit. Indeks kualitas bibit merupakan
perbandingan antara berat kering total dengan kekokohan bibit dan nisbah pucuk
akar. Indeks kualitas bibit dapat dijadikan suatu parameter karena dapat
menggambarkan sifat morfologis dan fisiologis semai. Menurut Mashudi (2010)
pertumbuhan tunas lateral/trubusan, diameter trubusan, jumlah nodus, dan jumlah
daun, juga dipengaruhi oleh dosis pupuk yang diberikan.
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman, Fakultas
Pertanian Universitas Lampung. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Oktober
2018 sampai dengan Januari 2019.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk NPK (16:16:16),
pasir kali, kompos, pupuk kandang sapi, arang sekam, dan setek lada dua buku
Varietas Natar 1, varietas ini memiliki beberapa keunggulan antara lain
mempunyai adaptasi terhadap cekaman air sedang, toleran terhadap hama
penggerek batang dan penyakit busuk pangkal batang. Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah polybag, paranet, pengayak pasir, gembor, label
plastik, cutter, oven, timbangan digital, jangka sorong, kamera, dan alat-alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
Kelompok Teracak Sempurna (RKTS) dengan perlakuan disusun secara faktorial
(4x4). Faktor pertama adalah bahan media tumbuh (B) terdiri dari pasir kali (B0),
22
pasir kali + kompos (B1), pasir kali + pupuk kandang sapi (B2), dan pasir kali +
arang sekam (B3). Faktor kedua adalah dosis pupuk NPK (D) terdiri dari 0 (D0),
3 (D1), 6 (D2), dan 9 gram/setek (D3). Percobaan terdiri dari 16 kombinasi
perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali kemudian setiap unit
percobaan terdiri atas 3 setek. Homogenitas ragam antar perlakuan diuji dengan
Uji Bartlett dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey kemudian analisis data
dilanjutkan dengan uji perbandingan kelas orthogonal kontras dan polinomial
(Tabel 9, Lampiran), pengujian dilakukan pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Media tumbuh yang digunakan pada penelitian ini adalah pasir kali, kompos,
pupuk kandang sapi, dan arang sekam. Pasir kali yang akan digunakan terlebih
dahulu diayak, menggunakan alat pengayak pasir. Kemudian, pasir kali tersebut
dicuci bersih, lalu dijemur. Kompos, pupuk kandang sapi, dan arang sekam ini
didapatkan dari toko pertanian. Kompos mengandung 0,10-0,51% N, 0,35-1,12%
P2O5, dan 0,32-0,80% K2O (Habibi, 2009), pupuk kandang sapi mengandung
0,40% N; 0,20% P2O5; dan 0,10% K2O (Sutedjo, 2008), dan pada arang sekam
mengandung 72% SiO2 dan 31% C, kandungan lain dalam arang sekam yaitu
Fe2O3, K2O, MgO, CaO, MnO, dan Cu dalam jumlah rendah (Bakri, 2008).
Media tumbuh yang sudah siap kemudian dicampur dengan perbandingan volume
pasir kali dan bahan organik yaitu 1:1, lalu dimasukan ke dalam polybag dengan
ukuran 20 x 15 cm. Bobot polybag pasir kali saja (B0) adalah 1,5 kg sedangkan
rata-rata bobot polybag pasir kali dengan campuran kompos (B1) atau pupuk
kandang sapi (B2) atau arang sekam (B3) yaitu 1,0 kg. Polybag yang sudah terisi
23
media kemudian disusun di atas meja dengan susunan sesuai tata letak percobaan.
Pada penelitian ini, pada meja bagian atas diberi naungan paranet dengan tingkat
naungan sedang. Hasil pengukuran intesitas cahaya menggunakan luxmeter yaitu
4950 lux (55%). Tinggi paranet dari atas meja penelitian adalah 1 meter. Paranet
ini sebagai naungan setak lada.
Setek lada dua buku yang digunakan diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Lampung, Natar, Lampung Selatan. Setek lada dua buku
tersebut sudah berumur 1 tahun. Bagian tanaman yang digunakan untuk setek
adalah bagian tengah sulur panjat. Sulur tengah yang digunakan dihitung 8 buku
dari pangkal dan 6 buku dari pucuk. Sulur panjat tersebut kemudian dipotong-
potong menjadi dua buku satu daun. Bagian pangkal setek lada dua buku
dipotong miring sedangkan bagian ujung dipotong tumpul. Pemotongan setek
lada dua buku menggunakan cutter, saat pemotongan dilakukan di dalam air,
kemudian setek lada dua buku tersebut direndam dalam air sebelum ditanam.
Bahan tanam setek dipilih yang seragam dan sehat.
Penanaman setek lada dua buku dilakukan pada sore hari. Sebelum penanaman,
media tumbuh disiram terlebih dahulu, untuk menjaga kelembaban dan
memudahkan saat penanaman. Media tumbuh yang sudah siap, diberi lubang
tanam. Setek lada dua buku ditanam pada media dengan buku bagian bawah
tertimbun media. Setelah setek lada dua buku ditanam, diberi label kemudian
disiram. Pemeliharaan yang dilakukan antara lain penyiraman, penyiangan,
pengendalian hama dan penyakit.
24
Aplikasi pupuk NPK pada penelitian ini diberikan pada 3 minggu setelah tanam,
dengan cara ditabur pada permukaan media tumbuh. Pengaplikasian pupuk NPK
ini hanya dibedakan berdasarkan dosis pupuk yang diberikan per setek lada.
3.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama 12 minggu setelah tanam (MST). Adapun peubah-
peubah yang diamati pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Persentase tumbuh setek (%)
Setek yang hidup memiliki ciri-ciri tanaman yang segar, tidak layu, batang
tanaman berwarna hijau, dan menunjukan gejala pertumbuhan awal yaitu
muncul tunas pada setiap buku.
Persentase tanaman yang tumbuh dihitung dengan cara sebagai berikut:
2. Waktu muncul tunas (MST)
Waktu muncul tunas merupakan waktu yang dibutuhkan setek lada untuk
menghasilkan tunas. Mata tunas baru yang muncul berwarna merah tua atau
merah keunguan dengan panjang tunas minimal 0,5 cm (Amanah, 2009).
Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai dengan 12 MST.
3. Panjang tunas (cm)
Panjang tunas diukur dari titik awal tumbuh tunas sampai ujung tunas tertinggi
(Amanah, 2009). Pengukuran menggunakan mistar dengan satuan cm dengan
panjang tunas minimal 0,5 cm. Panjang tunas diamati pada 4, 8, dan 12 MST.
25
4. Diameter tunas (mm)
Pengukuran diameter tunas dilakukan pada bagian pangkal ruas pertama tunas,
dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran diameter tunas dilakukan
pada 4, 8, dan 12 MST.
5. Bobot segar tunas (gram)
Bobot segar tunas ditimbang menggunakan timbangan digital dengan ketelitian
0,01 gram pada akhir penelitian saat setek berumur 12 MST. Bobot segar
tunas yang ditimbang adalah tunas yang tumbuh dari buku kedua dari pangkal
setek.
6. Bobot kering tunas (gram)
Penimbangan bobot kering tunas dilakukan pada saat setek berumur 12 MST
setelah dilakukan pengovenan pada suhu 700C selama 72 jam. Alat yang
digunakan adalah timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.
7. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung dengan batasan daun baru yang telah membuka
sempurna pada setiap setek. Jumlah daun dihitung pada 12 MST
(Wasfandriyanto, 2016).
8. Jumlah akar (helai)
Penghitungan jumlah akar terbagi menjadi tiga, yaitu jumlah akar yang
muncul pada pangkal setek, bagian buku pertama, dan jumlah akar total yaitu
akumulasi antara jumlah akar pangkal setek dan bagian buku pertama.
26
Penghitungan jumlah akar dilakukan pada akhir penelitain saat setek berumur
12 MST.
9. Bobot segar akar (gram)
Bobot segar akar ditimbang menggunakan timbangan digital dengan
ketelitian 0,01 gram pada akhir penelitian saat setek berumur 12 MST.
Penimbangan bagian akar segar pangkal dan buku dipisahkan.
10. Bobot kering akar (gram)
Penimbangan bobot kering akar dilakukan pada saat setek berumur 12 MST
setelah dilakukan pengovenan pada suhu 700C selama 72 jam. Penimbangan
bagian akar pangkal dan buku dipisahkan. Alat yang digunakan adalah
timbangan digital dengan ketelitian 0,01 gram.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Komposisi media tumbuh yang paling baik untuk pertumbuhan setek lada
adalah pasir kali + arang sekam pada persentase tumbuh, panjang tunas 4, 8,
dan 12 MST, diameter tunas 8 dan 12 MST, bobot segar (tunas dan akar buku),
dan bobot kering (akar buku dan total).
2. Dosis pupuk NPK optimum 3,63 – 3,78 gram/setek pada bobot segar tunas,
bobot kering tunas, dan bobot segar akar buku.
3. Terjadi interaksi antara media tumbuh dan pupuk NPK pada pertumbuhan
setek lada. Menggunakan media pasir kali + kompos, dosis pupuk optimum
adalah 4,00 – 5,11 gram/setek, menggunakan media pasir kali + pupuk
kandang sapi adalah 3,89 - 4,25 gram/setek, dan menggunakan media pasir kali
+ arang sekam adalah 4,40 - 4,72 gram/setek pada jumlah akar buku, jumlah
akar total dan bobot segar akar total.
50
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan pada penelitian selanjutnya
perlu dilakukan penyemaian bahan tanam setek lada terlebih dahulu selama 2
minggu dan analisis unsur hara NPK pada media tumbuh yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, H.A. 2012. Pengaruh cara penyemaian dan pemupukan NPK
terhadap pertumbuhan bibit mahoni daun lebar di pesemaian. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan. 6(1): 1-10.
Amanah, S. 2009. Pertumbuhan Bibit Setek Lada (Piper nigrum L.) pada
beberapa Macam Media dan Konsentrasi Auksin. Skripsi. FP Universitas
Sebelas Maret. Surakarta. 51 hlm.
Ashari, S. 1995. Hortikultura. Universitas Indonesia. Jakarta. 99 hlm.
Aurum, M. 2005. Pengaruh Jenis Media Tanam dan Pupuk Kandang terhadap
Pertumbuhan Setek Sambang Colok (Aerva sanguinolenta Blume.)
Skripsi. Program Studi Agronomi. Fakultas Pertanian. IPB. 53 hlm.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 2008. Teknologi
budidaya lada. Agro Inovasi. Bandarlampung. Hlm. 1-3.
Budianto, M.I., Arsyadmunir, A., dan Suhartono. 2013. Pertumbuhan setek cabe
jamu (Piper retrofractum Vahl) pada berbagai campuran media tanam dan
konsentrasi zat pengatur tumbuh rootone-f. Agrovigor. 6(2): 112-120.
Direktorat Jendral Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat
Jendral Perkebunan. Jakarta. 36 hlm.
Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar. 2011. Rencana Strategis Direktorat
Tanaman Rempah dan Penyegar Tahun 2010-2014. Direktorat Tanaman
Rempah dan Penyegar Kementerian Pertanian. Jakarta. 58 hlm.
Fahmi, N. 2014. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan
dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merril). J. Floratek. 9: 53-62.
Fidryaningsih, F. 2010. Pemanfaatan arang sekam untuk memperbaiki
pertumbuhan semai jabon (Anthocephalus cadamba (Roxb.) Miq) pada
media subsoil. Jurnal Silvikultur Tropika. 1(1): 24 – 28.
Habibi, L. 2009. Pembutan Pupuk Kompos dari Limbah Rumah Tangga. Penerbit
Titian Ilmu. Bandung. 74 hlm.
52
Hamzah dan Silaen, R.H. 2018. Pengaruh dosis pupuk NPK (15-15-15) terhadap
pertumbuhan bibit jabon merah (Anthocephalus macrophyllus roxb.)
Havil) di pembibitan. Jurnal Silva Tropika. 2(2): 1-5.
Hartmann, H.T., Kester, D.E., Davies, F.T., dan Geneve, R.L. 2011. Plant
Propagation: Principles and Practice. 6th
Edition. Prentice Hall Inc. New
Jersey. 277-385.
Indriyanto. 2013. Teknik dan Manajemen Persemaian. Lembaga Penelitian
Universitas Lampung. Lampung. 270 hlm.
Kanisius, A.A. 2007. Bercocok Tanam Lada. Cet. Ke-21. Kanisius. Yogyakarta.
132 hlm.
Lingga, P. 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Bogor.
163 hlm.
Lingga, P. dan Marsono. 2001. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta. 150 hlm.
Marpaung, R. 2013. Pertumbuhan bibit kakao (Theobroma cacao) dengan
pemberian beberapa dosis pupuk NPK (16:16:16) pada tanah ultisol di
polybag. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 13(4): 95-98.
Marsono dan Sigit. 2001. Pupuk Akar, Jenis, dan Aplikasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 160 hlm.
Mashudi. 2010. Pengaruh asal populasi, komposisi media dan dosis pupuk NPK
terhadap kemampuan bertunas tanaman pangkas jenis pulai darat (Alstonia
angustiloba Miq.). Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 4(3): 145-155.
Mulyono, D. 2009. Pengaruh pupuk akar (NPK) dengan pupuk daun (multimikro)
dan zat pengatur tumbuh (ethrel) terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman
lada. Jurnal Sains dan Teknologi. 11(3): 139-144.
Murbandono, H.S.L. 2005. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.
44 hlm.
Naibaho, D.C., Barus, A., dan Irsal. 2012. Pengaruh campuran media tumbuh
dan dosis pupuk NPK (16:16:16) terhadap pertumbuhan kakao
(Theobroma cacao L.) di pembibitan. Jurnal Online Agroekoteknologi.
1(1): 1-14.
Nasrullah, Nurhayati, dan Marliah, A. 2015. Pengaruh dosis pupuk NPK
(16:16:16) dan mikoriza terhadap pertumbuhan bibit kakao (Theobroma
cacao L.) pada media tumbuh subsoil. Jurnal Agrium. 12(2): 56-64.
Novizan. 2003. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
53
114 hlm.
Nurhakim, Y.I. 2014. Perkebunan Lada Cepat Panen. Infra Pustaka. Jakarta.
140 hlm.
Nurmasyitah dan Khairuna. 2017. Aplikasi pupuk NPK dan fungi mikoriza
arbuskular (FMA) terhadap P-tersedia tanah, serapan P dan pertumbuhan
bibit lada lokal Aceh pada media tanah inceptisols. J. Floratek.12(2):
62-74.
Prastowo, N.H., Roshetko, J.M., Maurung, G.E.S., Nugraha, E., Tukan, J.M.,
dan Harum, F. 2006. Tehnik Pembibitan dan Perbanyakan Vegetatif
Tanaman Buah. World Agroforestry Centre (ICRAF) & Winrock
International. Bogor. 100 hlm.
Prihmantoro, H. 2007. Memupuk Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
76 hlm.
Ringgo, A.S. 2014. Pengaruh Aplikasi IBA (Indolebutyric Acid) terhadap
Pengakaran Setek Lada (Piper nigrum L.). Skripsi. FP Universitas
Lampung. Bandarlampung. 36 hlm.
Rismunandar dan Riski, M.H. 2003. Lada Budidaya & Tata Niaga. Penebar
Swadaya. Jakarta. 126 hlm.
Roidah, I.S. 2013. Manfaat penggunaan pupuk organik untuk kesuburan
tanah. Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo. 1(1): 30 - 42.
Rosmarkam, A. dan Yuwono, N.W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kasinus.
Jogyakarta. 210 hlm.
Rukmana, R. 2003. Usaha Tani Lada Perdu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
60 hlm.
Rukmana, D. 2010. Teknik perbanyakan setek lada melalui kebun induk mini.
Buletin Teknik Pertanian. 15(2): 63-65.
Saefudin dan Listyati, D. 2012. Pengaruh media tumbuh dan interval
penyemprotan fungisida terhadap viabilitas, pertumbuhan dan harga pokok
benih lada. Buletin RISTRI. 3(2): 135-142.
Salisbury, F.B. dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi tumbuhan III. ITB. Bandung.
173 hlm.
Santoso, H.B. 1998. Pupuk Kompos. Kanisius. Yogyakarta. 28 hlm.
Setiabudy, T. 2002. Perkiraan produksi bibit setek satu ruas pada kebun bibit
tanaman lada. Jurnal Teknik Pertanian. 7(1): 1-3.
54
Shofiyah R.A., Titiek, W., dan Bambang H.I. 2017. Pengaruh berbagai media
tanam terhadap pertumbuhan setek sirih merah (Piper Crocatum, Ruiz
And Pav.). Seminar Hasil Penelitian. Prodi Agroteknologi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Hlm. 1-18.
Sutedjo, M.M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
177 hlm.
Supriyanto, Muslimin, dan Uma, H. 2014. Pengaruh dosis pupuk organik cair urin
sapi terhadap pertumbuhan semai jabon merah (Antocephalus
macrophyllus (Roxb) Havil). Warta rimba. 2(2): 14-21.
Wahid, P. 1983. Pedoman Pembibitan dan Pembuatan Kebun Perbanyakan Lada.
Direktorat Jendral Perkebunan bekerjasama dengan Jurusan Agronomi
Fakultas Pertanain IPB. Bogor. 49 hlm.
Wasfandriyanto, A.E. 2016. Respons Bibit Setek Lada (Piper nigrum L.) pada
berbagai Media Tanam dan Konsentrasi ZPT. Skripsi. Sekolah Tinggi
Ilmu Pertanian Dharma Wacana Metro. Lampung. 77 hlm.
Wasito, A. dan Nuryani, W. 2005. Dayaguna kompos limbah pertanian
berbahan aktif cendawan glioclodium terhadap dua varietas krisan.
J. Hort.15(2): 97-101.
Wudianto, R. 2002. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya.
Jakarta. 172 hlm.
Zulmah, Z., Nurhayati, dan Hayati, E. 2017. Pengaruh komposisi media tanam
dan lama perendaman dalam larutan urin sapi terhadap pertumbuhan setek
lada (Piper nigrum Linn.). JIM Pertanian Unsyiah – AGT. 2(4): 1-13.