pengaruh konsentrasi partai politik di daerah terhadap

16
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Vol. 13 No. 2, Januari 2013: 109-124 ISSN 1411-5212 Pengaruh Konsentrasi Partai Politik di Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Impact of Political Concentration in the Regional Government to the Regional Economic Growth Catur Sugiyanto a,* , Budiono S. Handoko a , Ilham Adinusa a a Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Abstract In the Indonesia democracy, the multiparty system is used as one of the canal to aggregate the public aspirations. This mechanism is supported by Law No. 25/1999 about fiscal decentralization and a series of related regulations. It is also supported by direct election for regional head (Pilkada). As such, the winning political parties may influence the local government budget allocation which finally transform into the economic growth. This study estimates the influence of party politic concentration on the local economic growth. The data used is the local government election of 2004 and 2009 from 55 regions (cities). The concentration of political power in regional legislatives is measured by using Herfindahl Hirschman Index (HHI). The results of analysis confirm that the more concentrated political power in the regional legislative results lower economic growth. Keywords: Political Power, Economic Growth, Herfindahl Hirschman Index Abstrak Dalam dinamika demokrasi Indonesia, mekanisme multipartai merupakan salah satu cara untuk mengatur aspirasi. Mekanisme ini didukung Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 mengenai desentralisasi fiskal dan dinamika perubahannya. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pun turut mendukung mekanisme demokrasi di daerah. Partai politik pemenang pilkada akan memengaruhi pola alokasi anggaran daerah yang akhirnya bisa berdampak pada efektifitas pengeluaran pemerintah. Studi ini mengestimasi seberapa besar pengaruh konsentrasi partai di daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Analisis menggunakan data 55 kabupaten/kota tahun 2004 dan 2009. Konsentrasi partai politik di dalam parlemen di daerah diukur dari proporsi anggota dewan dari masing-masing partai politik menggunakan Herfindahl Hirschman Index (HHI). Data tahun 2004 dan 2009 mengonfirmasi bahwa semakin terkonsentrasinya anggota dewan pada satu partai politik tertentu, maka semakin rendah pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Kata kunci: Kekuasaan Politik, Pertumbuhan Ekonomi, Herfindahl Hirschman Index JEL classifications: H11, P16 Penulis sangat berterimakasih kepada anonymous referee yang telah memberikan komentar, saran perba- ikan, dan kritik terhadap studi ini. Kami telah berusaha mengakomodirnya di dalam revisi sehingga presentasi kami menjadi semakin jelas. Namun demikian, segala kekurangan dan kesalahan tetap menjadi tanggung ja- wab penulis. * E-mail : [email protected]. Pendahuluan Proses demokratisasi memosisikan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di du- nia. Demokrasi telah memberikan ruang kebe- basan yang lebih besar termasuk di bidang eko- nomi. Oleh karena itu, ekonom mulai menga-

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaVol. 13 No. 2, Januari 2013: 109-124

ISSN 1411-5212

Pengaruh Konsentrasi Partai Politik di Daerah terhadap PertumbuhanEkonomi Daerah I

Impact of Political Concentration in the Regional Government to theRegional Economic Growth

Catur Sugiyantoa,∗, Budiono S. Handokoa, Ilham Adinusaa

aFakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Abstract

In the Indonesia democracy, the multiparty system is used as one of the canal to aggregate the publicaspirations. This mechanism is supported by Law No. 25/1999 about fiscal decentralization and a series ofrelated regulations. It is also supported by direct election for regional head (Pilkada). As such, the winningpolitical parties may influence the local government budget allocation which finally transform into theeconomic growth. This study estimates the influence of party politic concentration on the local economicgrowth. The data used is the local government election of 2004 and 2009 from 55 regions (cities). Theconcentration of political power in regional legislatives is measured by using Herfindahl Hirschman Index(HHI). The results of analysis confirm that the more concentrated political power in the regional legislativeresults lower economic growth.Keywords: Political Power, Economic Growth, Herfindahl Hirschman Index

Abstrak

Dalam dinamika demokrasi Indonesia, mekanisme multipartai merupakan salah satu cara untuk mengaturaspirasi. Mekanisme ini didukung Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 mengenai desentralisasi fiskal dandinamika perubahannya. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung pun turut mendukung mekanismedemokrasi di daerah. Partai politik pemenang pilkada akan memengaruhi pola alokasi anggaran daerah yangakhirnya bisa berdampak pada efektifitas pengeluaran pemerintah. Studi ini mengestimasi seberapa besarpengaruh konsentrasi partai di daerah terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Analisis menggunakandata 55 kabupaten/kota tahun 2004 dan 2009. Konsentrasi partai politik di dalam parlemen di daerahdiukur dari proporsi anggota dewan dari masing-masing partai politik menggunakan Herfindahl HirschmanIndex (HHI). Data tahun 2004 dan 2009 mengonfirmasi bahwa semakin terkonsentrasinya anggota dewanpada satu partai politik tertentu, maka semakin rendah pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.Kata kunci: Kekuasaan Politik, Pertumbuhan Ekonomi, Herfindahl Hirschman Index

JEL classifications: H11, P16

IPenulis sangat berterimakasih kepada anonymousreferee yang telah memberikan komentar, saran perba-ikan, dan kritik terhadap studi ini. Kami telah berusahamengakomodirnya di dalam revisi sehingga presentasikami menjadi semakin jelas. Namun demikian, segalakekurangan dan kesalahan tetap menjadi tanggung ja-wab penulis.

∗E-mail : [email protected].

Pendahuluan

Proses demokratisasi memosisikan Indonesiasebagai negara demokrasi terbesar ketiga di du-nia. Demokrasi telah memberikan ruang kebe-basan yang lebih besar termasuk di bidang eko-nomi. Oleh karena itu, ekonom mulai menga-

110 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

mati bagaimana kaitan antara demokrasi danpertumbuhan ekonomi. Amartya Sen (1996),peraih Nobel Ekonomi tahun 1998, memper-tanyakan hubungan kausal antara rezim peme-rintahan yang otoriter terhadap kemajuan eko-nomi. Sen (1996) mengungkapkan bahwa da-ri data statistik seratus negara terbukti bah-wa dampak positif sebuah rezim pemerintah-an yang otoriter terhadap pertumbuhan ekono-mi sangat kecil. Dengan kata lain, negara yangmenganut sistem demokrasi cenderung memi-liki tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebihtinggi.

Argumen Sen tersebut senada dengan Barro(1996), bahwa munculnya kebebasan di negara-negara otoriter memang menghidupkan eko-nomi, namun begitu sebuah tingkat demokra-si tercapai, pertumbuhan ekonomi di negara-negara otoriter itu mengalami kemunduran.Dalam era demokrasi tersebut masyarakat mu-lai meminta tambahan pembelanjaan kesejah-teraan sosial, sementara negara otoriter biasa-nya tidak memiliki mekanisme demokratis un-tuk mengatur aspirasi tersebut.

Sejumlah studi empiris lain, terutama olehpara ekonom, menyimpulkan bahwa demokrasibukan penentu utama prestasi ekonomi (Bar-ro, 1999; Boediono, 2008). Menurut pandang-an ahli-ahli ini, terutama bagi negara-negaraberpenghasilan rendah, aturan hukum lebihmenentukan kinerja ekonomi daripada demo-krasi semata. Apabila simpulan ini benar ma-ka negara-negara berpenghasilan rendah da-pat memacu pertumbuhan ekonominya, meski-pun mereka belum siap menerapkan demokra-si, asalkan mereka dapat memperbaiki aturanhukum (rule of law). Oleh karena itu, masihperlu dicari bukti empiris bagaimana sebenar-nya kaitan antara bentuk rezim pemerintahan(demokratis vs otoriter) terhadap kinerja eko-nomi (misalnya, pertumbuhan ekonomi).

Dalam dinamika demokrasi di Indonesia, me-kanisme multipartai merupakan salah satu ca-ra untuk mengatur aspirasi. Mekanisme ini ju-ga didukung oleh Undang-Undang (UU) No. 22

Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah danUU No. 25 Tahun 1999 tentang PerimbanganKeuangan Antara Pusat dan Daerah. Pilkadasecara langsung pun turut mendukung meka-nisme demokrasi terutama di tingkat daerahsetelah disahkannya UU No. 32 Tahun 2004.

Perekonomian daerah pascaotonomi daerahmemberikan keleluasaan bagi pembuat kebijak-an di daerah tersebut untuk mengelola keu-angannya sendiri dengan pengawasan dari ang-gota legislatif di daerah. Badan legislatif da-erah yang terdiri dari berbagai macam unsurpartai politik ini memiliki peranan penting da-lam pembuatan kebijakan pemerintah di dae-rah. Akan tetapi, sejauh mana dampak dinami-ka multipartai yang tercermin dalam kekuatanpemerintah daerah memengaruhi pertumbuh-an ekonomi daerah tersebut masih belum je-las. Apakah semakin besar kemungkinan par-tai terlibat di dalam pemerintahan dengan di-sertai alokasi anggaran yang terdesentralisasi(memberikan kesempatan yang lebih luas) danberarti demokratis akan menunjang pertum-buhan ekonomi atau justru menghambat? Se-makin banyaknya jumlah partai di suatu dae-rah, namun dikuasai oleh partai tertentu (men-jadi kurang demokratis, karena dominasi satupartai) bisa mendorong pertumbuhan ekonomiatau justru menahan?

Studi yang memasukkan variabel-variabelpolitik seperti kekuatan pemerintah, polarisasiantarpemerintah, dan fragmentasi politik da-lam kajian ekonomi politik memang sudah dila-kukan. Namun, studi yang ada baru sebatas pa-da kebijakan fiskal yang berhubungan dengandefisit anggaran, utang, dan efisiensi. Sementa-ra itu, kajian yang melihat pengaruh kekuatanpemerintahan baik eksekutif maupun legislatifterhadap pertumbuhan ekonomi terutama da-lam konteks demokrasi politik di era otonomidaerah di Indonesia dengan sistem multipar-tai belum pernah dilakukan. Oleh karena itu,diperlukan analisis pengaruh konsentrasi par-tai politik terhadap pertumbuhan ekonomi da-erah.

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 111

Studi ini bertujuan untuk menganalisis pe-ngaruh kekuatan pemerintah daerah (terkon-sentrasi atau tersebar di beberapa partai) ter-hadap pertumbuhan ekonomi di daerah terse-but. Pemerintahan koalisi biasanya akan salingmemengaruhi antar-anggota koalisi yang satudengan yang lainnya untuk mencapai kesepa-katan bersama. Kebijakan yang diambil punakan saling memengaruhi. Kematangan konso-lidasi akan dipengaruhi oleh kekuatan koalisitersebut. Begitu pula halnya pemerintahan de-ngan mayoritas satu partai akan memberikanpengaruh yang berbeda terhadap pertumbuh-an ekonomi daerah tersebut. Keterwakilan par-tai dalam pemerintah daerah di Indonesia sa-ngat beragam. Beberapa daerah memiliki pe-merintah yang kuat didukung partai politik se-hingga setiap kebijakan dalam mendorong per-tumbuhan ekonomi akan lebih optimal. Jikapartai yang terlibat dalam koalisi pemerintahdaerah relatif lebih banyak, kecil kemungkinankoordinasi dan konsolidasi berjalan dengan op-timal. Kondisi ini dapat membentuk ketidak-harmonisan pola hubungan eksekutif dan legis-latif dalam merumuskan anggaran yang berpe-ngaruh terhadap perekonomian daerah.

Untuk menjawab berbagai permasalahantersebut di atas, studi ini akan dimulai de-ngan bagian tinjauan referensi yang mengurai-kan berbagai studi sebelumnya terkait kekuat-an politik daerah dan pertumbuhan ekonomi.Kemudian bagian metode yang menerangkanmodel yang digunakan di dalam analisis. Se-lanjutnya bagian hasil dan analisis yang meng-uraikan data yang digunakan dan juga pemba-hasan, dan bagian simpulan sebagai penutupyang berisi simpulan dan rekomendasi kebijak-an.

Tinjauan Referensi

Pengaruh politik dalam kebijakan ekonomimenjadi kajian menarik oleh para ekonom da-lam dua dekade terakhir. Sebagaimana diung-kapkan Sen (1996), variabel-variabel politik

merupakan variabel yang juga memiliki penga-ruh signifikan terhadap dinamika perekonomi-an sebuah negara. Barro (1996) menggarisba-wahi pentingnya hukum yang berlaku, keterbu-kaan pasar, konsumsi pemerintah yang sedikit,dan sumber daya manusia yang tinggi sebagaikunci pertumbuhan ekonomi di 100 negara an-tara tahun 1960 dan 1990.

Faktor politik bisa berpengaruh melalui ber-bagai aspek yang menunjang pertumbuhanekonomi, seperti investasi sumber daya manu-sia dan infrastruktur, perbaikan institusi poli-tik dan hukum (Petrakos et al., 2007). Dengandemikian kondisi stabilitas makroekonomi ma-sih merupakan kondisi yang perlu (necessary),tetapi belum cukup (sufficient) untuk pertum-buhan ekonomi (Fischer, 1993).

Bagaimana mekanisme transmisi atau jalurpengaruh politik terhadap pertumbuhan eko-nomi masih menjadi perdebatan. Roubini danSach (1989) melihat pengaruh kekuatan peme-rintah terhadap defisit anggaran menggunakanpendekatan prisoner’s dilemma1. Pemerintah-an mayoritas dengan satu partai adalah ben-tuk pemerintahan paling kuat karena pemerin-tahan mengendalikan parlemen vis a vis oposi-si dan menghadapi konflik internal yang tidakterlalu signifikan mengenai kebijakan pengang-garan.

Sementara itu, pemerintahan koalisi meng-hadapi lebih banyak konflik internal dalam ke-bijakan penganggaran. Logikanya adalah bah-wa mengurangi defisit anggaran dapat diang-gap sebagai barang publik dalam pemerin-tah koalisi. Setiap partai ingin mengonsum-si barang publik (dari pengurangan defisit)tanpa membayarnya dengan cara memotongpengeluaran-pengeluaran yang menguntung-kan kelompoknya. Semakin banyak partai yang

1The prisoner’s dilemma adalah contoh kanonik darisebuah analisa permainan di dalam game theory yangmenunjukkan kemungkinan dua orang tidak bekerja sa-ma, bahkan jika kemungkinan tersebut merupakan ke-pentingan terbaik mereka untuk melakukannya. Teoriini dikemukakan oleh Merrill Flood dan Melvin Dres-her.

112 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

terlibat dalam koalisi, kecil kemungkinan koor-dinasi dalam defisit anggaran akan sukses.

Di sisi lain, Allesina dan Drazen (1991)menggunakan model teori permainan (war ofattrition2) untuk menjelaskan bagaimana pe-motongan anggaran pemerintah dan kenaikanpajak untuk stabilisasi sulit dicapai. Kenaik-an pajak yang berarti memberikan beban lebihpada suatu kelompok masyarakat akan diten-tang dengan cara kelompok masyarakat terse-but berusaha memengaruhi keputusan peme-rintah untuk menunda keputusan atau meng-hindarkannya meskipun dengan suatu pengor-banan. Selama besarnya pengorbanan masihlebih rendah daripada besarnya beban pajakyang harus ditanggung, maka kelompok masya-rakat ini akan terus menerus memengaruhi pe-merintah untuk menunda keputusan kenaikanpajak (berarti menghindarkan kelompok ma-syarakat dari beban pajak).

Apabila di dalam masyarakat ada dua ke-lompok (partai) yang berkuasa, maka keduakelompok ini berlomba untuk memengaruhi pe-merintah supaya tidak mengenakan pajak (mi-salnya sebesar 0, 5V ) terhadap kelompoknya.Karena tidak ada pajak (penerimaan peme-rintah) maka alokasi anggaran kepada kelom-pok ini menjadi menurun (misalnya sebesar b).Apabila kedua partai ini bersepakat untuk ber-

2Di dalam teori permainan, the war of attrition ada-lah model persaingan di mana dua kontestan bersainguntuk sebuah sumber daya nilai V misalnya, dengan ca-ra bertahan sambil terus mengakumulasikan biaya da-lam kurun waktu tertentu selama kontes berlangsung.Model ini awalnya dirumuskan oleh John Maynard Key-nes. Cara kerja permainan ini sebagai berikut: Seti-ap pemain membuat tawaran, pemain yang tawaran-nya tinggi memenangkan sumber daya senilai V . Setiappemain membayar senilai tawaran yang lebih rendah.Jika pemain yang tawarannya lebih rendah memiliki ni-lai tawaran sebesar b, maka pemain ini kehilangan (ka-lah dan harus membayar sebesar) b dan pemain lainnya(yang menawar lebih tinggi dari b) akan mendapatkankeuntungan dengan sejumlah V − b, karena dia hanyadiminta membayar sebesar tawaran terendah (yaitu b)dan dia menang memperoleh nilai V . Jika kedua pema-in memiliki nilai tawaran yang sama b, mereka membaginilai V , masing-masing mendapatkan (V/2) − b.

sedia menerima b, maka keduanya diuntungkansebesar 0, 5V − b, karena beban pajak yang se-harusnya dibayar masing-masing partai adalah0, 5V . Kondisinya akan lain, jika kedua partaiberlomba memengaruhi pemerintah, sebagai-mana suatu permainan. Jika partai 1 bersediamenerima b1 dan partai 2 bersedia menerimab2, dan b1 > b2, dan pemerintah mengikuti alo-kasi yang rendah dan mengenakan pajak kepa-da yang kalah (kelompok 1) sebesar 0, 5V , ma-ka pemerintah akan mengalokasikan anggarankepada kedua partai sebesar b2. Partai 1 mem-peroleh ”keuntungan” sebesar b2 − 0, 5V (me-nerima alokasi anggaran b2 dan membayar pa-jak 0, 5V ) dan partai 2 memperoleh keuntung-an 0, 5V + b2 (tidak terbebani pajak sebesar0, 5V dan menerima alokasi anggaran sebesarb2). Partai akan berlomba untuk menentukannilai b yang serendah-rendahnya supaya terhin-dar dari membayar pajak.

Apabila kedua partai menentukan b sebesar0 (nol), maka keduanya akan membayar pa-jak sebesar 0, 5V dan tidak menerima aloka-si anggaran. Partai besar (yang memiliki uangbanyak) akan bisa bertahan, sementara partaikecil akan terlempar. Koalisi besar akan ber-tahan, sementara koalisi kecil akan kalah. Aki-batnya, kekuasaan akan mengumpul pada satukelompok. Dengan demikian defisit yang besarsearah dengan koalisi atau pemerintahan yangterpusat pada suatu kelompok.

Mengenai bukti empiris dari efek kekuatanpemerintah dan penyebaran kekuasaan dalampemerintah terhadap defisit anggaran, Roubin-ni dan Sachs (1989) menemukan tendensi bah-wa defisit yang lebih besar terjadi pada negara-negara dengan jumlah partai politik yang be-sar di parlemen. Namun hasil studi ini diperta-nyakan secara serius oleh studi-studi yang di-lakukan sesudahnya. Edin dan Ohlsson (1990)berargumen bahwa indeks penyebaran kekua-saan politik yang digunakan oleh Roubinni danSach lebih menangkap efek dari pemerintahanminoritas daripada pemerintahan dengan ko-alisi mayoritas. Oleh karena itu, pemerintahan

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 113

dengan satu partai hanya dapat dinilai mempu-nyai defisit anggaran yang kecil dalam perban-dingan dengan pemerintahan minoritas, bu-kan pemerintahan koalisi secara umum. Keti-ka memeriksa kembali efek dari indeks penye-baran kekuatan politik dan memperluas kelom-pok data sampai kepada dekade-dekade sebe-lumnya, Edin dan Ohlsson (1990) juga meli-hat hubungan kekuatan pemerintah dengan de-fisit anggaran. Mereka mengkonstruksi indekskekuatan negara yang dihitung dari penjum-lahan jumlah rata-rata partai dalam pemerin-tah pada tahun sebelumnya, jumlah dari ta-bungan pemerintah selama tahun sebelumnya,dan variabel dummy yang mengindikasikan ta-hun pemilihan sebelumnya. Jumlah yang le-bih tinggi mengimplikasikan pemerintah yanglebih lemah. Studi ini juga memasukkan va-riabel dummy yang mengindikasikan pening-katan yang tinggi dalam tingkat penganggur-an dan pertumbuhan Gross Domestic Product(GDP) yang rendah, dan menginteraksikannyadengan indeks kekuatan pemerintahan. Temu-annya menyimpulkan bahwa pemerintah yanglemah memiliki defisit yang lebih tinggi, na-mun pada kondisi pertumbuhan ekonomi yang’melempem’ (sluggish). Temuan mereka tidakmemiliki variabel politik yang kehadirannya se-cara otomatis menyebabkan defisit yang lebihtinggi, tanpa mempertimbangkan kondisi eko-nomi.

Sementara itu, Ashworth dan Heyndels(2001) mampu memberikan bobot kepadahipotesis mengenai pemerintahan yang le-mah. Mereka mengonsentrasikan tinjauan padastruktur pajak di antara negara-negara Orga-nisation for Economic Co-operation and De-velopment (OECD) dan menemukan korelasiyang signifikan antara struktur pajak yang ke-tat dengan pemerintahan koalisi yang lemah.Ide dasarnya adalah struktur pajak yang ideal.Ketika struktur pajak aktual jauh dari kondisiideal yang mungkin terjadi karena shock ekso-gen, untuk mengembalikan pada kondisi semu-la jauh lebih sulit dan memakan waktu yang

lebih lama ketika pemerintah lemah dan lebihterfragmentasi.

Jika Borrelli dan Royed (1995) menelitimengenai kekuatan pemerintah vis a vis opo-sisi, Volkerink dan De Haan (2001) meninjaubeberapa aspek dari fragmentasi politik dalamparlemen dan di antara anggota-anggota ko-alisi, karena koherensi ideologis dari kabinetdalam pemerintahan sangat mungkin memilikiperanan dalam hasil akhir kebijakan. Menggu-nakan data dari 22 negara OECD dalam ku-run waktu sepanjang tahun 1972–1996, merekamenemukan bahwa fragmentasi pemerintahanyang lebih tinggi, yang diukur dengan belanjamenteri (spending ministers) dalam pemerin-tahan menyebabkan defisit anggaran yang le-bih tinggi. Namun, fragmentasi politik dari pe-merintah (diukur dengan bantuan skala ideolo-gi politik satu dimensi kiri-kanan) memengaru-hi defisit anggaran pemerintah pusat. Semakinterfragmentasi keseluruhan parlemen (terma-suk partai-partai oposisi), semakin besar defisitanggaran pemerintah pusat.

Volkerink dan De Haan (2001), yang meru-pakan peneliti awal tentang peran fragmentasipolitik dalam pemerintah koalisi dan menga-nalisis pengaruh dari fragmentasi terhadap de-fisit anggaran. Namun demikian, dalam sudutpandang Huber et al. (2003), pengukuran darifragmentasi politik (dan ideologi) adalah masa-lah yang tricky. Polarisasi ideologi dari partai-partai koalisi yang diukur dengan skala satu di-mensi ”kiri-kanan” dapat menyebabkan masa-lah klasifikasi, contohnya pada negara denganjumlah partai yang besar, berkompetisi untukmendapatkan suara pada beberapa isu multi-dimensi, atau ketika fraksi yang berbeda da-ri sebuah partai besar dalam koalisi percayadan memegang teori yang berbeda. Oleh kare-na itu, mereka berargumen bahwa fragmentasidalam pemerintahan haruslah secara lebih aku-rat menjelaskan kekuatan dari anggota koalisidalam pembentukan atau pembubaran peme-rintahan.

Secara umum, sebuah partai lebih berkuasa

114 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

jika partai ini: (1) lebih krusial bagi koalisi un-tuk memperoleh kekuasaan mayoritas di par-lemen, dan (2) jika lebih banyak pilihan yangdimilikinya dari luar untuk membentuk peme-rintahan mayoritas dengan partai-partai laindi parlemen. Kekuasaan partai koalisi dan pe-nyebaran kekuasaan dalam sebuah koalisi ju-ga akan menjadi penting ketika tiba saatnyauntuk mendistribusikan beban jika diperlukanuntuk melakukan penyesuaian anggaran. Poli-tikus lokal berusaha memengaruhi alokasi ang-garan supaya kepercayaan masyarakat kepadapartai menjadi semakin besar, terutama darikonstituen. Oleh karena itu, politikus lokal ber-sifat oportunistik (Alesina et al., 1997), meme-ngaruhi APBD agar bisa dipilih kembali. Buk-ti empiris mengenai bagaimana pertumbuhanekonomi suatu daerah yang dikuasai oleh satupartai politik dibandingkan dengan daerah la-in yang dikuasai oleh beberapa partai politik(koalisi) memberikan indikasi bagaimana kait-an antara keuatan partai politik dengan kiner-ja ekonomi. Bargaining antara bupati/walikotadengan parlemen lokal bisa mengarah pada ne-gatifnya pengaruh anggaran terhadap pertum-buhan ekonomi. Hal ini berbeda dengan temu-an Mariyono dan Saputro (2009) yang meng-klaim bahwa semakin banyak partai dan jum-lah kursi mereka di dalam parlemen akan men-dorong pertumbuhan ekonomi.

Huber et al. (2003) menganalisis pengaruhkekuatan negara terhadap tingkat defisit danhutang pada 21 negara OECD dari tahun1970–1999. Simpulan studi tersebut menye-butkan bahwa persebaran yang tinggi dalamvoting power dari pemerintahan koalisi menye-babkan akumulasi hutang yang lebih sedikit(stabilitas hutang lebih sukses).

Dari berbagai studi di atas, secara virtu-al, dalam Diagram Kartesius kemungkinan hu-bungan antara konsentrasi partai dengan per-tumbuhan ekonomi bisa dipotret sebagaimanapada Gambar 13. Apakah bukti empiris di In-

3Penulis sangat berterima kasih untuk visualisasi se-bagaimana disarankan referee.

donesia selama 2004 dan 2009 mengarah padaposisi di Kuadran I, II, III atau IV?

Metode

Dari berbagai studi di atas terlihat bahwa per-sebaran voting power, konsentrasi partai poli-tik atau koalisi akan memengaruhi pola alo-kasi anggaran, yang akhirnya dapat berpe-ngaruh terhadap kinerja ekonomi suatu nega-ra/daerah. Banyak cara mengukur bagaima-na konsentrasi tersebut, salah satunya adalahEdin dan Ohlsson (1990) yang mengkonstruk-si indeks kekuatan negara yang dihitung da-ri penjumlahan jumlah rata-rata partai dalampemerintah pada tahun sebelumnya, jumlahdari tabungan pemerintah selama tahun sebe-lumnya, dan variabel dummy yang mengindika-sikan tahun pemilihan sebelumnya. Volkerinkdan De Haan (2001) mengukur fragmentasi po-litik dari pemerintah dengan bantuan skala ide-ologi politik satu dimensi kiri-kanan. Identikdengan penjumlahan rata-rata partai di dalampemerintahan, indeks konsentrasi partai poli-tik menggunakan Herfindahl Hirschman Index(HHI) mungkin bisa dilakukan4. Dengan meng-gunakan HHI, maka share (peran) partai po-litik diukur secara kuadratik, semakin besarpangsa suatu partai politik di suatu daerah ma-ka semakin besar nilai indeks HHI. Di sampingberbagai analisis mengenai peran politik mela-lui anggaran di atas, tidak dipungkiri bahwafaktor pertumbuhan ekonomi neoklasik seper-ti kapital, tenaga kerja, dan tingkat pendidik-an masih mendominasi pertumbuhan ekonomidi Asia, termasuk Indonesia (Lee dan Hong,2010). Oleh karena itu, variabel ini masih di-pergunakan sebagai variabel kontrol pertum-buhan ekonomi daerah.

Model dasar pertumbuhan ekonomi dalamstudi ini merujuk pada Todaro (2004) yang

4H =∑N

i=1 s2i , di mana si = share partai i di suatu

daerah, N = jumlah partai, H = Herfindahl HirschmanIndex.

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 115

Gambar 1: Diagram Kartesius

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

menyatakan bahwa terdapat tiga faktor ataukomponen utama dalam pertumbuhan ekono-mi dari setiap bangsa, antara lain: (1) akomo-dasi modal yang meliputi semua bentuk ataujenis investasi yang ditanamkan pada tanah,peralatan fisik dan modal atau sumber dayamanusia; (2) pertumbuhan penduduk yang be-berapa tahun selanjutnya akan memperbanyakakumulasi kapital; dan (3) kemajuan teknologi.Ketiga faktor tersebut juga menjadi determi-nan penting dalam teori pertumbuhan ekono-mi yang dikenal sebagai model pertumbuhanSolow (Solow Growth Model).

Selain variabel tersebut, pengeluaran peme-rintah menjadi variabel penting untuk diana-lisis dan diperdebatkan. Pengeluaran pemerin-tah menentukan besarnya belanja modal yangakan menentukan kapasitas produksi masyara-kat (Rustiono, 2008; Mangkoesoebroto, 1988).Apalagi di dalam era desentralisasi, banyaksekali daerah yang kegiatan ekonominya sa-ngat tergantung pada APBD. Barro dan Sala-i-Martin (1995) menyatakan bahwa kegiatanpemerintah mempunyai efek terhadap pertum-buhan ekonomi melalui pengadaan jasa-jasa

infrastruktur, perlindungan hak kepemilikan,dan pengenaan pajak terhadap aktivitas eko-nomi. Output yang dihasilkan oleh pemerintahmenjadi masukan (input) bagi sektor swastadalam menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa. Sesuai dengan teori Musgrave (1959) danRostow (1962), pengeluaran pemerintah seja-lan dengan tahap pembangunan ekonomi. Padatahap awal perkembangan ekonomi, persenta-se investasi pemerintah terhadap total investa-si besar sebab pada tahap ini pemerintah ha-rus menyediakan prasarana. Pada tahap me-nengah, investasi pemerintah tetap diperlukanuntuk menghindari terjadinya kegagalan pasaryang disebabkan oleh investasi swasta yang su-dah semakin besar pula. Pada tingkat ekonomiyang lebih lanjut, aktivitas pemerintah bera-lih pada bentuk pengeluaran-pengeluaran un-tuk aktivitas-aktivitas sosial.

Pola alokasi belanja pemerintah daerah sa-ngat dipengaruhi konstelasi politik di daerah.Semakin besar tingkat desentralisasi politik da-erah akan semakin besar dampaknya terhadapproduktivitas belanja daerah. Oleh karena itu,belanja daerah yang tidak mempertimbangkan

116 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

kebutuhan masyarakat dianggap tidak berkon-tribusi terhadap produktivitas ekonomi daerahtersebut. Dalam hal ini, tingkat desentralisasipolitik di daerah diukur dengan menggunakankonsentrasi partai politik di dalam parlemen didaerah.

Secara umum model pertumbuhan konven-sional yang dapat dipertimbangkan untuk ka-sus ini adalah:

gi = θi + θiτi + θ2FDi + θ3PDi

+θ4ni + θ5Xi + εi (1)

Definisi Operasional Variabel:g = Pertumbuhan Ekonomi adalahpertumbuhan PDRB riil per kapita padakabupaten/kota sampel, menggunakan satuanpersen (%);θiτi = Pengaruh konsentrasi partai po-litik dalam DPRD di setiap kabupaten/kotadiukur dengan HHI mendekati 1 berarti singlemajority (konsentrasi tinggi) dan HHI men-dekati 0 (nol) berarti kekuatan partai politiktersebar merata, banyak sekali partai;PD = Indikator Pengeluaran Desentra-lisasi Fiskal, yaitu merupakan rasio totalbelanja pemerintah daerah terhadap totalbelanja pemerintah pusat;FD = Indikator Penerimaan Desen-tralisasi Fiskal, yaitu merupakan rasioPenerimaan Asli Daerah terhadap Total Pene-rimaan Daerah;n = Human Capital diukur melalui jumlahpenduduk yang sekolah hingga tamat SMA,diukur dengan satuan persen (%);X = Level Awal Pertumbuhan (ILPDRB)merupakan tingkat PDRB rill per kapita yangdimiliki suatu daerah pada periode sebe-lumnya, menggunakan satuan jutaan rupiah.Mengikuti Barro (1996), variabel ini mengukurtingkat konvergensi perekonomian antardae-rah;POP = Pertumbuhan Populasi di setiapkabupaten/kota diukur dengan satuan persen(%);Dummy1 = 0 adalah data tahun 2004, 1

adalah data tahun 2009;Dummy2 = 0 adalah sampel kabupaten/kotayang berada di pulau Jawa, 1 adalah sampelkabupaten/kota yang berada di luar pulauJawa.

Analisis ditujukan untuk menjawab bagai-mana konsentrasi partai politik di daerah ber-pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi da-erah, mengingat perannya di dalam penentu-an alokasi anggaran. Secara ekstrem ada 2 hal,pertama, pemerintah koalisi lebih lemah dari-pada pemerintahan dengan 1 partai mayoritas.Kedua, pemerintahan minoritas adalah sebabutama dari kinerja fiskal yang lemah.

Mengikuti logika tersebut, maka ada bebe-rapa kemungkinan, pertama, single majori-ty , di mana fokus anggaran pada konstitu-en, mayoritas masyarakat, sehingga anggaranterutama pemerataan dapat diprioritaskan un-tuk melanggengkan kekuasaan (mengorbankangrowth).

Kedua, koalisi sama kuat, di mana fo-kus anggaran kepada masing-masing konstitu-en, menyebar (merata), mungkin tidak fokus,tetapi kesempatan growth lebih baik.

Ketiga, koalisi mayoritas dan minoritasdi mana mungkin agak fokus tetapi anggotakoalisi menjadi penyebab tidak fokusnya alo-kasi anggaran sehingga pemerataan mungkinlebih dominan, leader mengusahakan agar ti-dak kehilangan konstituen, dan mengusahakanmenambah pemilih.

Dan keempat, kekuatan partai yang me-rata menyebabkan tidak ada pihak yang me-mikirkan masa depan bangsa, partai politikbersifat short-vision (proyeksi lima tahunan),anggaran terfokus kepentingan konstituen –pertumbuhan mungkin baik (karena anggaranmerata).

Indeks HHI, hanya mampu mengukur kon-sentrasi satu partai (HHI mendekati 1) atautidak terkonsentrasi (merata) HHI mendekati0 (nol) (Tabel 1).

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 117

Tabel 1: Konsentrasi Partai Politik di DPRD

Koalisi/Ter-Konsentrasi Kekuatan Partai Merata Pertumbuhan Pemerataan

Satu Partai No Yes/No Yes/NoKoalisi Multipartai Yes No Yes?Koalisi Multipartai No No Yes?Tidak Ada Koalisi Yes Yes? Yes?

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Hasil dan Analisis

Data yang digunakan dalam studi ini terdiridari data sekunder, yang terdiri atas 55 kabu-paten/kota. Karena terbatasnya kemampuanmengakses data, maka data yang lengkapuntuk variabel-variabel yang diamati hanyatersedia untuk tahun 2004 dan 2009 (teru-tama mengenai komposisi partai politik diparlemen). Dengan menggunakan HHI, makakategori konsentrasi parlemen dikelompokkansebagai berikut:

HHI > 0,25 : konsentrasi yang tinggi;0,15 < HHI < 0,25 : konsentrasi moderat;HHI < 0,15 : tidak terkonsentrasi.

Dengan pedoman tersebut maka untuk peri-ode 2004–2009, daerah dikelompokkan menjadiseperti pada Tabel 2 dan 3 (lampiran).

Secara grafis, konsentrasi anggota dewanberhubungan negatif terhadap pertumbuhanekonomi daerah. Secara umum, hubungan ne-gatif antara konsentrasi partai politik dan per-tumbuhan ekonomi untuk tahun 2004 terlihatpada Gambar 2 (gambar berserak (scatter dia-gram)) serta Tabel 4 (pada lampiran).

Berdasarkan Gambar 2, ada 2 daerah yangsangat ekstrem, yaitu memiliki konsentrasiyang sangat tinggi (diatas 0,5) dan pertum-buhan ekonomi negatif, yaitu: Kabupaten Ber-au Dalam dengan HHI 0,54, dan KabupatenTimor Tengah Selatan dengan HHI 0,52. Ke-lompok kedua adalah 6 daerah dengan tingkatkonsentrasi sekitar 0,3 dengan tingkat pertum-buhan ekonomi yang negatif, yaitu: Aceh Uta-ra, Kabupaten Yapen, Kota Gorontalo, Kabu-paten Timor Tengah Utara, Jayapura, dan Ma-

diun. Kelompok ketiga adalah daerah-daerahdengan tingkat HHI antara 0,15 sampai 0,3.Kelompok daerah ini memiliki tingkat pertum-buhan positif antara 0 sampai 9%.

Gambaran tersebut mencerminkan bagaima-na situasi di daerah pada awal duduknya parle-men daerah hasil pemilu 2004. Mungkin, par-lemen yang masih baru ini tidak atau belumbanyak mewarnai alokasi anggaran daerah. Na-mun demikian, mengingat sebagian besar darianggota dewan adalah anggota dewan yang pa-da periode sebelumnya juga sudah berada diparlemen, mungkin mereka sudah mampu me-mengaruhi keputusan alokasi anggaran. Hanyasaja mereka ini harus menahan diri mengingatadanya sebagian anggota dewan yang baru, se-hingga komunikasi di antara mereka di dalammemengaruhi alokasi anggaran belum begitubaik.

Apabila perhatian difokuskan pada kelom-pok daerah dengan tingkat pertumbuhan eko-nomi yang positif, maka terlihat pola yang je-las bagaimana hubungan antara pertumbuhanekonomi dengan konsentrasi anggota parlemendi daerah. Dari kelompok daerah ini terlihatbahwa, dua daerah yang pertumbuhan ekono-minya paling tinggi memiliki tingkat konsen-trasi parlemen yang paling rendah. Sementa-ra beberapa daerah yang tingkat konsentrasiparlemennya sangat tinggi, masih mempunyaitingkat pertumbuhan ekonomi di kelompok te-ngah, dan 2 daerah dengan tingkat pertumbuh-an ekonomi paling bawah mempunyai tingkatkonsentrasi sekitar 0,19.

Hubungan negatif antara konsentrasi partaipolitik dan pertumbuhan ekonomi untuk tahun2009 terlihat pada Gambar 3 (gambar berserak

118 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

Gambar 2: Pengaruh Konsentrasi Partai Politik (HI) di DPRD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah

(Growth) pada Tahun 2004

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

(scatter diagram)) serta Tabel 5 (pada lampir-an).

Gambaran secara umum hubungan nega-tif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkatkonsentrasi parlemen masih terlihat pada ta-hun 2009. Dengan tingkat konsentrasi yang ti-dak berubah, mengingat hasil pemilihan umumparlemen tahun 2004 masih menempatkan de-wan tersebut pada tahun 2009, pola pertum-buhan daerah sudah mulai berubah. Meskipundiakui bahwa banyak faktor yang berpengaruhterhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dae-rah, faktor konsentrasi parlemen menunjukkanhubungan yang negatif terhadap pertumbuhanekonomi suatu daerah.

Apabila diperhatikan mengenai daerah-daerah yang ekstrem, terlihat dua daerah de-ngan tingkat konsentrasi tinggi memiliki per-tumbuhan yang negatif. Meskipun demikian,ada daerah yang pertumbuhannya negatif mes-kipun tingkat konsentrasinya rendah dan da-erah yang pertumbuhannya positif tinggi de-ngan tingkat konsentrasi yang relatif sama.Apabila perhatian terfokus pada dua kelom-pok scatter tersebut terlihat adanya hubungan

negatif antara tingkat konsentrasi dengan per-tumbuhan ekonomi.

Perubahan pola hubungan tersebut terlihatdari adanya beberapa daerah yang posisinyaekstrem, yaitu daerah dengan konsentrasi sa-ngat tinggi memiliki laju pertumbuhan ekono-mi yang negatif, daerah yang mempunyai ting-kat pertumbuhan ekonomi paling tinggi mem-punyai tingkat konsentrasi yang agak rendah(mendekati 0,2), daerah yang mempunyai ting-kat konsentrasi rendah namun memiliki lajupertumbuhan ekonomi yang negatif. Di luar2 kelompok ekstrem tersebut, ada 2 kelompokyang menunjukkan hubungan negatif lebih je-las antara pertumbuhan ekonomi dan tingkatkonsentrasi.

Tabel hasil estimasi (Tabel 6 pada lampiran)mengonfirmasi adanya pengaruh negatif ting-kat konsentrasi terhadap pertumbuhan ekono-mi. Pada persamaan tahun 2004 pengaruh ne-gatif tingkat konsentrasi terhadap pertumbuh-an ekonomi lebih kuat dibandingkan pada per-samaan 2009. Fenomena ini mungkin berkait-an dengan semakin dekatnya masa pemilu 2009sehingga parlemen tidak begitu gencar dalam

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 119

Gambar 3: Pengaruh Konsentrasi Partai Politik (HI) di DPRD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah(Growth) pada Tahun 2009

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

memengaruhi alokasi anggaran. Apabila demi-kian, maka proses demokrasi di daerah per-lu dicermati dan dominasi suatu partai poli-tik tertentu bisa dikelola untuk pertumbuhanekonomi.

Sistem threshold di tingkat lokal yang me-mungkinkan partai yang memperoleh suara sa-ngat sedikit tidak bisa ikut di daerah yang ber-sangkutan memberikan kemungkinan terjadi-nya keseimbangan kekuatan antarpartai. Na-mun, mungkin penerapannya tidaklah seder-hana, mengingat partai biasanya bersifat ter-pusat, demikian pula penerapan threshold -nya.Atau, sistem perencanaan pembangunan yangterintegrasi antara pusat dan daerah mung-kin bisa mengurangi efek negatif dari tingginyakonsentrasi tersebut.

Variabel-variabel derajat fiskal dan sumberdaya manusia terlihat, seperti yang diharap-kan. Tingginya derajat fiskal mendorong per-tumbuhan ekonomi di daerah. Diskresi yangdiberikan kepada daerah memberikan kelelua-saan bagi daerah untuk mengatur alokasi ang-garan sesuai prioritas di daerah. Demikian ju-

ga mengenai kebebasan daerah dalam meng-gali sumber-sumber pendapatan daerah. Kebi-jakan desentralisasi seperti ini perlu didorongterus mengingat buki-bukti empiris yang me-nunjukkan positif terhadap pertumbuhan eko-nomi.

Kualitas sumber daya manusia dan tingkatpendidikan tenaga kerja di daerah memberikankontribusi positif terhadap pertumbuhan eko-nomi. Hal ini sesuai dengan teori pertumbuh-an ekonomi, bahwa kualitas tenaga kerja a-kan memberikan tenaga kerja efektif di dalamproses produksi. Pada akhirnya, jumlah tena-ga kerja saja tidak akan berpengaruh terha-dap pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi jugamengonfirmasi hal ini. Jumlah populasi tidaksignifikan di dalam pertumbuhan ekonomi da-erah.

Perilaku pertumbuhan ekonomi di daerahuntuk tahun 2004 dan 2009 ternyata sama, se-bagaimana ditunjukkan variabel dummy tahun(D-year) yang tidak signifikan. Perilaku per-tumbuhan ekonomi di Jawa dan di luar Jawajuga tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bah-

120 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

wa faktor tahun dan daerah tidak akan mem-bedakan pola pertumbuhan ekonomi daerah.Meskipun demikian, secara umum kemampu-an menjelaskan perilaku pertumbuhan ekono-mi di daerah masih terbatas. Model pertum-buhan baru mampu menjelaskan variasi per-tumbuhan ekonomi sekitar 70%. Masih ada se-kitar 30% variasi pertumbuhan ekonomi dae-rah yang perlu dijelaskan dalam studi selan-jutnya.

Simpulan

Studi ini menunjukkan adanya pengaruh nega-tif konsentrasi partai politik di daerah terha-dap pertumbuhan ekonomi. Semakin terkon-sentrasi dan semakin kuat anggota parlemensuatu partai politik tertentu menguasai par-lemen, berpengaruh terhadap alokasi anggar-an sehingga pada akhirnya berpengaruh nega-tif terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah.Fenomena ini mengonfirmasi hipotesis bahwaterkonsentrasinya parlemen pada suatu partaipolitik tertentu memengaruhi bagaimana alo-kasi anggaran daerah (Anggaran Pendapatandan Belanja Daerah (APBD)). Alokasi yanghanya memperhatikan konstituen partai poli-tik yang menguasai parlemen di daerah menye-babkan rendahnya pertumbuhan ekonomi dae-rah. Bagi daerah yang perekenomiannya sangattergantung APBD, maka konsentrasi partai po-litik di parlemen akan menghambat pertum-buhan ekonomi daerah. Oleh karena itu, meka-nisme alokasi anggaran yang cenderung mengi-kuti kehendak parlemen perlu dihindari. Peren-canaan pembangunan yang terintegrasi denganpusat dan manajemen pembangunan regionalyang baik, mungkin bisa mengurangi efek ne-gatif konsentrasi tersebut.

Studi ini juga mengonfirmasi berbagai pen-dapat dan hasil studi, bahwa desentralisasi fis-kal memberikan keleluasaan bagi daerah un-tuk mengatur pengeluaran dan penerimaan da-erah, memberikan dampak positif bagi pertum-buhan ekonomi daerah. Fenomena ini sejalan

dengan ruh otonomi, memberikan kemungkin-an yang paling besar kepada daerah untuk me-milih prioritas pembangunan daerahnya. Aki-batnya, pertumbuhan ekonomi daerah menjaditerpacu.

Kualitas sumber daya manusia, bukan jum-lah penduduk, juga menjadi kunci pertumbuh-an ekonomi daerah. Kualitas sumber daya ma-nusia menjadikan tenaga kerja efektif di dalamproses produksi. Pada akhirnya tenaga kerjaefektif ini mendorong pertumbuhan ekonomi didaerah. Hasil studi ini merekomendasikan un-tuk meningkatkan derajat fiskal di daerah, baikdari sisi penerimaan maupun dari sisi pengelu-aran, karena akan meningkatkan pertumbuhanekonomi di daerah. Selanjutnya, daerah dido-rong untuk yakin bahwa kualitas sumber dayamanusia menjadi kunci pertumbuhan ekonomidaerah. Dengan demikian, upaya alokasi danauntuk peningkatan kualitas sumber daya ma-nusia perlu didukung.

Daftar Pustaka

[1] Alesina, A., Spolaore, E., & Wacziarg, R. (1997).Economic Integration and Political Disintegration.NBER Working Papers, 6163. National Bureau ofEconomic Research.

[2] Allesina, A. & Drazen, A. (1991). Why are Stabi-lizations Delayed? American Economic Review, 81(5), 1170-1188.

[3] Ashworth, J. & Heyndels, B. (2001). Political Frag-mentation and the Evolution of National Tax Stru-ctures in the OECD. International Tax and PublicFinance, 8 (4), 377–393.

[4] Barro, R. J. (1996). Democracy and Growth. Jo-urnal of Economi Growth, 1, 1–27

[5] Barro, R. J. (1999). Determinants of Democra-cy. Journal of Political Economy, 107 (S6), S158–S183.

[6] Barro, R. J. & Sala-i-Martin, X. I. (1995). Econo-mic Growth. Singapore: McGraw Hill.

[7] Boediono. (2008). Dimensi Ekonomi-Politik Pem-bangunan Indonesia. Jurnal Keuangan Publik, 5(1), 1–17.

[8] Borrelli, S. A. & Royed, T. J. (1995). Government’Strength’ and Budget Deficits in Advanced Demo-cracies. European Journal of Political Research, 28(2), 225-260.

[9] Edin, P-A. & Ohlsson, H. (1990). Political De-

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 121

terminants of Budget Deficits: Coalition EffectsVersus Minority Effects. Papers 1990k, Uppsala-Working Paper Series.

[10] Fischer, S. (1993). The Role of Macroeconomic Fa-ctors in Growth. NBER Working Papers, 4565.National Bureau of Economic Research, Inc.

[11] Huber, G., Kocher, M., & Sutter, M. (2003). Go-vernment Strength, Power Dispersion in Govern-ments and Budget Deficits in OECD-Countries: AVoting Power Approach. Public Choice, 116 (3/4),333–350.

[12] Lee, J-H. & Hong, K. (2010). Economic Growth inAsia: Determinants and Prospects. ADB Econo-mics Working Paper Series, 220. Asian Develop-ment Bank.

[13] Mangkoesoebroto, G. (1998). Ekonomi Publik. Yo-gyakarta: BPFE Yogyakarta.

[14] Mariyono, J. & Saputro, E. N. M. (2009). Poli-tical Determinants of Regional Economic Growthin Indonesia. The Asia Pacific Journal of PublicAdministration, 31 (1), 39–56.

[15] Musgrave, R. A. (1959). The Theory of Public Fi-nance: A Study in Public Economy. McGraw-Hill.

[16] Petrakos, G., Arvanitidis, P., & Pavleas, S. (2007).Determinants of Economic Growth: The Experts’View. DYNERG Working Papers, DYNREG20.Dublin: Economic and Social Research Institute(ESRI). Dynamic Regions in a Knowledge-DrivenGlobal Economy Lessons and Policy Implicationfor the EU. http://www.esri.ie/research/

research_areas/international_economics/

dynreg/papers/Working_Paper_No._20.pdf

(Accessed April 18, 2012).[17] Rostow, W. W. (1962). The Stages of Economic

Growth. London: Cambridge University Press.[18] Roubini, N. & Sachs, J. (1989). Government Spen-

ding and Budget Deficits in the Industrial Econo-mies. NBER Working Papers, 2919. National Bu-reau of Economic Research.

[19] Rustiono, D. (2008). Analisis Pengaruh Investasi,Tenaga Kerja, dan Pengeluaran Pemerintah Terha-dap Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Te-ngah. Tesis. Semarang: Universitas Dipenogoro.

[20] Sen, A. (1996). Rationality, Joy and Freedom. Cri-tical Review: A Journal of Politics and Society, 10(4), 481–494.

[21] Todaro, M. P. & Smith, S. C. (2004). Pembangun-an Ekonomi, Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga.

[22] Volkerink, B. & de Haan, J. (2001). Political andInstitutional Determinants of the Tax Mix: AnEmpirical Investigation for OECD Countries. Re-search Report, 99E05. University of Groningen,Research Institute SOM (Systems, Organisationsand Management).

122 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

Tabel 2: Konsentrasi Partai Politik di DPRD pada Periode 2004–2009

HHI > 0,25 0,15 < HHI < 0,25 HHI < 0,15

18 Kabupaten/Kota 39 Kabupaten/Kota 2 Kabupaten/Kota

Aceh Utara Aceh Barat Daya Kabupaten KudusBanjar Bantul Kota PalangkarayaBanyumas BengkalisBerau Dalam BireuenJayapura BojonegoroKabupaten Lamongan Boven DigoelKabupaten Paser BrebesKabupaten Sumenep CirebonKabupaten Timor Tengah Selatan Gunung KidulKabupaten Timor Tengah Utara Indragiri HuluKabupaten Yapen Kabupaten KamparKeerom Kabupaten KotabaruKota Gorontalo Kabupaten Lampung selatanKota Singkawang Kabupaten Lombok TengahMadiun Kabupaten Lombok Timur

Kabupaten LumajangKabupaten MeraukeKabupaten Muaro JambiKabupaten NgawiKabupaten PemalangKabupaten Puncak JayaKabupaten PurwakartaKabupaten SekadauKabupaten SiakKabupaten Sumba BaratKabupaten TeboKarawangKota BekasiKota DepokKota KupangKota PekalonganKota SamarindaKota SukabumiKota TarakanKota Ternate Kabupaten Lampung TengahSukabumiTegal

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik... 123

Tabel 3: Dominasi Partai Politik di Daerah pada Periode 2004–2009

Golkar PDIP Partai Islam

Aceh Utara Bantul BanjarBengkalis Banyumas BekasiBerau Brebes BireuenBoven Digoel Cirebon BojonegoroGorontalo Lumajang DepokGunung Kidul Madiun KudusIndragiri Hulu Ngawi LamonganJayapura Palangkaraya SumenepKarawang PekalonganKeerom PemalangKotabaru SingkawangKupang TegalLampung SelatanLampung TengahLombok TengahLombok TimurMuaro JambiPurwakartaSamarindaSekadauSiakSukabumiSukabumiTarakanTeboTimor Tengah SelatanTimor Tengah UtaraYapen

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 4: Daerah-Daerah yang Memiliki Hubungan Negatif Antara Konsentrasi Partai Politik danPertumbuhan Ekonomi pada Tahun 2004

Pertumbuhan Ekonomi Negatif HHI > 0,5 HHI 0,3–0,5 HHI 0,15–0,3

-10 sampai -15 Berau DalamTimor Tengah Selatan

-5 sampai -10 JayapuraKeerom

-0 sampai -5 Timor Tengah Utara MadiunYapenAceh Utara

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

124 Catur S., Budiono S. H. & Ilham A./Pengaruh Konsentrasi Partai Politik...

Tabel 5: Daerah-Daerah yang Memiliki Hubungan Negatif Antara Konsentrasi Partai Politik danPertumbuhan Ekonomi pada Tahun 2009

Pertumbuhan Ekonomi Negatif HHI > 0,5 HHI 0,3–0,5 HHI 0,15–0,3

Diatas -15 Puncak Jaya

-10 sampai -15 Berau Dalam KeeromTimor Tengah Selatan Banjar

-5 sampai -10 Aceh Utara JayapuraYapen Paser

LamonganMadiun

-0 sampai -5 Timor Tengah Utara Singkawang

Sumber: Hasil Pengolahan Penulis

Tabel 6: Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Daerah

VariabelPooled 2004–2009 2004 2009

Koefisien Statistika t Koefisien Statistika t Koefisien Statistika t

C 4,54 1,99 7,26** -0,14 -0,53 4,26PD 6,72** 2,06 6,17** 2,62 42,5** 2,91FD 0,49** 4,84 0,22** 2,63 0,47** 2,51X -0,00 -0,58 -0,00 -0,36 -0,00 -1,36θiτi -29,77** -4,67 -31,41** -1,72 -19,74* -6,16n 0,28** 8,58 0,48** 4,96 0,23** 3,65POP 0,04 0,49 -0,04 0,39 0,04 -0,22Dummy1 0,44 0,45Dummy2 0,78 0,94

R2 0,77 0,83 0,80F 44,29 38,78 33,07

Sumber: Hasil Pengolahan PenulisKeterangan: * signifikan pada taraf 10%Keterangan: ** signifikan pada taraf 5%