pengaruh kompos dan pupuk anorganik … · pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan...

68
PENGARUH KOMPOS DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN N, P, K TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ALLUVIAL KARAWANG Oleh INDRA GUNAWAN SIMBOLON A24103103 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: vananh

Post on 20-Aug-2018

241 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENGARUH KOMPOS DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN SERAPAN N, P, K TANAMAN JAGUNG (Zea

mays L.) PADA

TANAH ALLUVIAL KARAWANG

Oleh

INDRA GUNAWAN SIMBOLON

A24103103

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

PENGARUH KOMPOS DAN PUPUK ANORGANIK TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN SERAPAN N, P, K TANAMAN JAGUNG (Zea

mays L.) PADA

TANAH ALLUVIAL KARAWANG

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

INDRA GUNAWAN SIMBOLON

A24103103

PROGRAM STUDI ILMU TANAH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Judul Penelitian : Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Pertumbuhan dan Serapan N,P,K Tanaman Jagung (Zea

mays L.) pada Tanah Alluvial Karawang

Nama Mahasiswa : Indra Gunawan Simbolon

Nomor Pokok : A24103103

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. Dr. Ir. Suwarno, M.Sc

NIP. 130 902 751 NIP. 131 803 642

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M .Agr

NIP 131 124 019

Tanggal Lulus :

INDRA GUNAWAN SIMBOLON. A24103103. The Influence of compost and

inorganic fertilizer to the growth and N, P, and K uptake of corn plant (Zea mays L.) in

Alluvial soil from Karawang. (Supervised by SRI DJUNIWATI and SUWARNO)

SUMMARY

Corn is the source of carbohydrate next to rice. Corn is used to fulfill human need

for food and industrialization (oil extract). To maintain the corn production is needed

fertilization either organic and inorganic fertilizer. Application of inorganic fertilizer

continuously may give negative impact to the soil, therefore addition of organic matter is

one of the alternatives to avoid the negative impact to the soil. One of the organic

sources that can be applied to the soil is the residue of the plants as a matter of compost.

The objectives of this research were to study the influence of compost and inorganic

fertilizer on the availability of nitrate (NO3-), ammonium (NH4

+), phosphorus (P), and

potassium (K) by incubation experiment, and nitrogen (N), phosphorus (P), and

potassium (K) uptake of corn plant by pots experiment in Alluvial soil from Karawang.

The design of the research was completely randomized design (CRD) with a single factor

with 6 treatments were control, compost, inorganic fertilizer, (compost + ½ inorganic),

(1/2 compost +1/2 inorganic), and (compost + inorganic).

The results of the research indicated that availability of NH4+ and pH of the soil

were not influenced by compost and inorganic fertilizer , but the variables of plant height

8 WAP, fresh weight and dried weight of plant, K-, NO3-, P-, and K-available of soil

were significantly affected by the above treatments. The effect of compost gave plants

height 8 WAP, fresh weight of plant, weight of ear and grain, K-available, K and N

uptake of plant were higher than the effect of inorganic fertilizer, (compost + ½

inorganic) , and (1/2 compost +1/2 inorganic). However, the effect of compost was not

significantly different with the effect of inorganic fertilizer to the variables of dried

weight of plant, soil P-available, and P-uptake of plant. While, the effect of compost

was not different with the effect of (compost + ½ inorganic) to the variables of plant

height 8 WAP, NO3- - and K-available, fresh weight, and N, P, and K uptake of corn

plant. The effect of compost was not different with the effect of (compost + inorganic) to

the variables of K-available, fresh weight and dried weight, and K uptake of corn plant.

The highest weight of ear and grain were produced by compost treatment. Therefore,

generally the influence of compost 20 g/kg to Alluvial Karawang was able to substitute

inorganic fertilizer (100 mg urea/kg; 75 mg SP 36/kg.; 50 mg KCl/kg)

INDRA GUNAWAN SIMBOLON. A24103103. Pengaruh kompos dan

pupuk anorganik terhadap pertumbuhan dan serapan N, P, dan K tanaman jagung

(Zea mays L.) pada tanah Alluvial dari Karawang. (Dibawah bimbingan SRI

DJUNIWATI dan SUWARNO)

RINGKASAN

Jagung merupakan penyumbang karbohidrat selain beras. Jagung

digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk pakan dan industrialisasi

(ekstrak minyak). Untuk mempertahankan produksi jagung perlu dilakukan

pemupukan baik organik maupun anorganik. Penggunaan pupuk anorganik yang

terus menerus akan memberikan dampak negatif terhadap tanah, sehingga

penambahan bahan organik merupakan salah satu alternatif untuk memperbaiki

kondisi dampak negatif tanah tersebut. Salah satu bahan organik yang dapat

diaplikasikan ke dalam tanah adalah sisa tanaman dalam bentuk kompos.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompos dan pupuk

anorganik terhadap nitrat (NO3-), amonium (NH4

+), P dan K-tersedia melalui

percobaan inkubasi, serta pertumbuhan dan serapan N,P,K tanaman melalui

percobaan pot pada tanah Alluvial dari Karawang. Penelitian menggunakan

Rancangan Acak Lengkap Faktor Tunggal dengan 6 perlakuan yaitu kontrol,

kompos, anorganik, (kompos + ½ anorganik), (½ kompos + ½ anorganik), dan

(kompos + anorganik).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa amonium (NH4+) tersedia dan pH

tanah tidak dipengaruhi oleh perlakuan kompos dan pupuk anorganik, tetapi pada

parameter tinggi tanaman 8 MST, bobot basah dan bobot kering tanaman, bobot

tongkol dan bobot biji jagung, nitrat (NO3-), P dan K – tersedia tanah nyata

dipengaruhi oleh perlakuan tersebut di atas. Pengaruh pemberian kompos pada

umumnya menghasilkan tinggi tanaman 8 MST, bobot basah tanaman,bobot

tongkol dan bobot biji jagung, serta K-tersedia, serapan K dan N tanaman lebih

tinggi daripada pengaruh pupuk anorganik, (kompos + ½ anorganik), dan (1/2

kompos + ½ anorganik). Namun, pengaruh kompos tidak berbeda nyata dengan

pengaruh pupuk anorganik pada parameter bobot kering tanaman, P-tersedia tanah

, dan serapan P tanaman jagung. Selanjutnya pengaruh kompos tidak berbeda

dengan (kompos + ½ anorganik) pada parameter tinggi tanaman 8 MST, NO3- -

dan K-tersedia, bobot basah, serapan N, P, dan K tanaman jagung. Pengaruh

kompos tidak berbeda dengan pengaruh (kompos + anorganik) pada parameter K-

tersedia, bobot basah dan bobot kering, serta serapan K tanaman jagung. Bobot

tongkol dan bobot biji jagung tertinggi dicapai pada perlakuan kompos. Dengan

demikian, pada umumnya kompos dosis 20 g/kg pada tanah Alluvial Karawang

dapat menggantikan pupuk anorganik (100 mg urea/kg; 75 mg SP 36/kg.; 50 mg

KCl/kg).

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 17 Agustus 1985 dari

pasangan J.E. Toni Simbolon (alm) dan Yuniar Situmorang. Penulis merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara.

Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak-Kanak Xaverius 5 pada

tahun 1990, kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar (SD) Xaverius 5 Pelembang

dari tahun 1991 sampai lulus pada tahun 1997. Setelah itu, penulis melanjutkan ke

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Xaverius 1 Palembang dari tahun 1997

sampai lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah

Umum (SMU) Xaverius 3 Palembang dari tahun 2000 sampai lulus pada tahun

2003, dan pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Jurusan Tanah,

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam Organisasi

Perhimpunan Mahasiswa Kristen (PMK) pada Komisi Pelayanan Khusus

(Kopelkhu).

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa kerena

atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh

penulis untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik Terhadap

Pertumbuhan dan Serapan N,P,K Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah

Alluvial Karawang. Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini dapat terlaksana

berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Sri Djuniwati, M.Sc dan Dr. Ir. Suwarno, M.Sc yang telah banyak

memberikan saran dan masukan, serta bimbingannya selama penulisan

skripsi ini.

2. Dr. Ir. Hamim, M.Si atas saran, masukan serta materi yang diberikan

kepada penulis.

3. Dr. Ir. Komarudin Idris, M.Si sebagai dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran bagi kesempurnaan skripsi ini.

4. Mama yang telah banyak memberikan dorongan dalam bentuk moral,

materi, serta doanya yang menyertai penulis selama proses belajar ini.

5. David Ricardo, Parlindungan, serta Aseng untuk dorongan semangat bagi

penulis.

6. Sardina Naibaho atas doa, pengorbanan dan perhatiannya.

7. Rekan Penelitian (eko, oim, asri, dan eel), Mas Sigit (Biologi S2), Ifun

(Biologi’40), dan Eki (Biologi’40) atas kerjasamanya di rumah kaca dan di

laboratorium.

8. Iqwal, Surya, Lia, Susanti Puspa Eko Santoso, Novitasari, Aulia, Mbak

Nia (TNH’39), Kak Wing (TNH’39), Sardina Naibaho (EPS’40), Tika

(Agr’40), Juris (Agb’40) atas bantuan semuanya dari awal penelitian

sampai terbentuknya skripsi ini.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.............................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... vi

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat-Sifat Umum Aluvial .................................................................... 4

2.2 Kompos ................................................................................................ 4

2.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan ..................... 5

2.2.3 Cara Memperkaya Kompos ......................................................... 8

2.3 Tanaman Jagung ................................................................................. 11

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................. 14

3.2 Bahan dan Alat ................................................................................... 14

3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karekteristik Tanah Alluvial dari Karawang ..................................... 18

4.2 Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap pH Tanah,

P, K - tersedia, Nitrat dan Amonium Tanah ...............................19

4.2.1 pH Tanah .................................................................................. 19

4.2.2 Kadar P-tersedia ....................................................................... 20

4.2.3 Kadar K-tersedia ....................................................................... 21

4.2.4 Kadar Nitrat (NO3-) .................................................................... 22

4.2.5 Kadar Amonium (NH4+) ............................................................ 24

4.3 Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Tinggi

Tanaman, Bobot tongkol, Bobot biji, Bobot kering, dan

Bobot Basah Tanaman Jagung...................................................25

4.3.1 Tinggi Tanaman dan Produksi Jagung....................................... 25

4.3.2 Bobot Kering dan Bobot Basah Tanaman ................................. 27

4.4 Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Serapan Hara

N, P, K Tanaman Jagung .................................................................... 29

4.4.1 Serapan Fosfor (P)...................................................................... 29

4.4.2 Serapan Kalium (K) ................................................................... 30

4.4.3 Serapan Nitrogen (N) ................................................................. 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 33

5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 33

5.2 Saran ................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 35

LAMPIRAN .................................................................................................... 37

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Kondisi yang ideal dan marginal untuk mempercepat proses pengomposan .. 7

2. Kandungan hara kompos sisa tanaman secara umum ...................................... 8

3. Dosis kompos dan pupuk anorganik pada setiap perlakuan ........................... 16

4. Hasil analisis sifat-sifat kimia tanah sebelum perlakuan ............................... 18

5. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap ketersediaan

amonium, nitrat, P-tersedia, dan K-tersedia Tanah ....................................... 22

6. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap tinggi

tanaman jagung .............................................................................................. 25

7. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap

jumlah daun tanaman jagung ......................................................................... 27

8. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap

bobot basah dan bobot kering tanaman jagung .............................................. 28

9. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap

bobot kering, kadar dan serapan P tanaman ................................................... 30

10. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap

bobot kering, kadar dan serapan K tanaman .................................................. 31

11. Nilai rataan pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap

bobot kering, kadar dan serapan N tanaman ................................................... 32

LAMPIRAN

1 Hasil Analisis Sifat-Sifat Kimia Kompos yang digunakan dalam

Percobaan ........................................................................................................ 41

2. Nilai Pengaruh Kompos dan pupuk anorganik terhadap pH H2O .................. 42

3. Hasil Analisis Ragam pH H2O (1:5) terhadap Tanaman Jagung .................... 42

4. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Kadar N,P,K Tanaman Jagung........................................................................ 43

5. Hasil Analisis Ragam Kadar Nitrogen (N), Fosfat (P), Kalium (K)

Tanaman terhadap Tanaman Jagung. ............................................................. 44

6. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Ketersediaan Kadar N,P,K Tanaman Jagung.................................................. 44

7. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Serapan N,P,K Tanaman Jagung..................................................................... 45

8. Hasil Analisis Ragam Serapan Nitrogen (N), Fosfat (P), Kalium (K)

Tanaman terhadap Tanaman Jagung............................................................... 46

9. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik Terhadap

Kadar Nitrat, Amonium, P-tersedia, dan K-tersedia Tanah ............................ 47

10. Hasil Analisis Ragam Kadar Nitrat (NO3-), Amonium (NH4

+),

P-tersedia, dan K-tersedia Tanah .................................................................... 48

11. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman Jagung ......................................... 49

12. Hasil Analisis Ragam Bobot Basah dan Bobot kering

Tanaman Jagung.............................................................................................. 49

13. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1980). ........................................ 50

14. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Tinggi Rata-rata Tanaman Jagung Umur 2, 4, 6, 8 MST................................ 51

15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik

terhadap Tinggi Rata-rata Tanaman Jagung Umur 2, 4, 6, 8 MST ................ 52

16. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Bobot tongkol dan Bobot biji Tanaman Jagung.............................................. 53

17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap

Bobot tongkol dan Bobot biji Tanaman Jagung.............................................. 54

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung merupakan salah satu tanaman palawija yang paling utama di

Indonesia. Selain sebagai sumber kalori utama bagi sebagian penduduk Indonesia,

jagung juga merupakan penyumbang karbohidrat selain beras (Subandi, et al.,

1988). Tanaman jagung dapat tumbuh baik hampir di semua jenis tanah, salah

satunya adalah tanah alluvial yang memiliki sifat fisik : tekstur liat, berwarna

kelabu, memiliki konsistensi yang plastis di waktu basah, dan keras di waktu

kering (Soepraptohardjo, 1978).

Berdasarkan data dari BPS (2006), pada tahun 2002 produksi jagung

mencapai 9347192 ton dengan luas panen 3285866 ha, dan mengalami

peningkatan setiap tahunnya sampai tahun 2006 yang mencapai 12523894 ton

dengan luas panen sebesar 3625987 ha. Dengan demikian, dari tahun 2002-2006

telah terjadi peningkatan sebesar 3176702 ton produksi jagung.

Kebutuhan akan jagung yang meningkat setiap tahun disebabkan oleh

jagung tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi

digunakan untuk pakan (khususnya ternak, unggas, ikan, dan sapi), dan untuk

industrialisasi (ekstrak minyak). Agar produksi jagung terus mengalami

peningkatan, maka dilakukan pemupukan terhadap tanaman dengan menggunakan

pupuk organik maupun pupuk anorganik.

Pupuk anorganik (konvensional) banyak digunakan oleh petani, karena

pupuk anorganik lebih praktis, memiliki unsur yang dibutuhkan tanaman dalam

kadar yang tinggi, dan cepat tersedia bagi tanaman. Penggunaan pupuk anorganik

yang terus menerus akan memberikan dampak negatif terhadap tanah, yaitu

mengakibatkan kadar bahan organik menurun, polusi lingkungan, aktivitas

mikroorganisme tanah menurun, dan terjadinya pemadatan tanah. Penambahan

bahan organik merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi dampak negatif

yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk anorganik, karena bahan organik dapat

berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah, memperbaiki

struktur tanah, sumber unsur hara N, P, dan S, menambah kemampuan tanah

untuk menahan air, serta meningkatkan KTK (Hardjowigeno, 1989).

Banyak bentuk dan jenis bahan organik yang dapat diaplikasikan ke dalam

tanah, salah satunya adalah sisa-sisa tanaman. Untuk membuat sisa-sisa tanaman

cepat terdekomposisi dan unsur-unsur yang terdapat dalam sisa tanaman tersebut

menjadi tersedia di dalam tanah membutuhkan waktu yang lama (5-6 bulan).

Maka sebaiknya sisa-sisa tanaman tersebut dikomposkan terlebih dahulu, agar

unsur yang terdapat dalam sisa tanaman menjadi cepat tersedia di dalam tanah dan

mampu diserap oleh tanaman. Kompos dapat memperbaiki sifat-sifat tanah baik

sifat fisik, sifat biologi, dan sifat kimia tanah antara lain meningkatkan pH dan

KTK tanah.

Unsur hara yang dapat disumbangkan dari kompos tergantung pada

sumber dan jumlah kompos yang diberikan. Kompos yang berasal dari

serasah/sisa tanaman umumnya mempunyai kadar hara yang lebih rendah

dibandingkan dari kotoran hewan. Untuk meningkatkan kualitas kompos dapat

digunakan bakteri Rhizobium sp., Azosprillium sp., Azotobacter sp., bakteri

pelarut P, dan Pseudomanas sp., karena bakteri-bakteri ini berperan dalam proses

penyediaan dan pembentukan unsur hara di dalam tanah. Rhizobium sp.,

Azosprillium sp., dan Azotobacter sp. memiliki peranan dalam penyediaan dan

peningkatan unsur nitrogen melalui proses fiksasi N udara, sedangkan bakteri

pelarut P dan Pseudomanas sp. berfungsi untuk meningkatkan ketersediaan P di

dalam tanah.

1.2 Tujuan Penelitian

• Untuk mengetahui pengaruh kompos dan pupuk anorganik terhadap

kadar nitrat (NO3-), amonium (NH4

+), P, dan K di dalam tanah melalui

percobaan inkubasi, serta pertumbuhan dan serapan hara N, P, K

tanaman jagung melalui percobaan pot.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat-sifat Umum Alluvial

Tanah alluvial terbentuk akibat banjir di musim hujan, maka jenis bahan-

bahannya juga tergantung pada kekuatan banjir dan berbagai macam bahan yang

diangkut, bahan kasar yang terbawa banjir akan diendapkan tidak jauh dari

sumbernya. Tanah ini juga memiliki ciri morfologi berlapis-lapis atau berlembar-

lembar, akan tetapi bukan horison karena bukan hasil perkembangan tanah, tidak

dipengaruhi oleh iklim dan vegetasi, serta proses pembentukan tanahnya masih

muda (Darmawijaya, 1990).

Rachim dan Suwardi (1999) menyatakan bahwa tanah alluvial terbentuk

dari sedimen aluvial yang berasal dari lumpur yang ditranpotasikan dan

diendapkan oleh banjir. Soepraptohardjo (1978) menyatakan bahwa tanah alluvial

dapat ditemukan di daerah daratan, daerah cekungan dan daerah aliran sungai.

Tanah ini belum mengalami perkembangan profil, memiliki warna kelabu sampai

kecoklatan, mempunyai permeabilitas yang rendah, serta konsistensinya teguh

dalam keadaan lembab dan keras dalam keadaan kering. Hardjowigeno (1986)

menyatakan bahwa lapisan atas tanah alluvial terus mengalami penambahan bahan

organik akibat pengaruh dari genangan air atau pelimpahan banjir dan pasang.

2.2 Kompos

Kompos adalah pupuk yang dibuat dari sisa-sisa tanaman atau sisa hasil

panen yang dibusukkan pada suatu tempat, terlindungi dari matahari dan hujan,

serta diatur kelembabannya dengan menyiram air apabila terlalu kering

(Hardjowigeno, 1989). Proses pengomposan bisa berlangsung apabila bahan-

bahan mentah telah dicampur secara merata, pengomposan dapat dibagi menjadi 2

tahap yaitu : tahap aktif, dan tahap pematangan. Pada tahap awal proses, oksigen

dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh

mikroba mesofilik, yang mengakibatkan suhu tumpukan kompos akan tinggi dan

pH kompos meningkat. Suhu akan meningkat menjadi 50 – 70 0C, dan akan tetap

tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang berperan aktif pada kondisi ini adalah

mikroba termofilik yaitu mikroba yang aktif pada suhu yang tinggi. Pada saat

terjadi proses ini, maka proses dekomposisi bahan organik juga berlangsung

(Isroi, 2007).

Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan

menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian

besar bahan terurai, maka suhu akan mengalami penurunan secara perlahan,

dimana pada saat ini terjadi proses pematangan kompos tingkat lanjut. Selama

proses pengomposan, kompos akan mengalami penyusutan volume dan biomassa

bahan, yang mencapai 30 – 40% dari bobot awal bahan. Proses pengomposan

dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak

menggunakan oksigen). Proses yang dijelaskan di atas adalah proses aerobik

dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik.

(Isroi, 2007).

2.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan

Dalam proses pengomposan ada beberapa faktor yang mempengaruhi

cepat atau lambat kompos itu terbentuk (Isroi, 2007) yaitu :

1. Rasio C/N

Rasio C/N yang sesuai dan optimal untuk proses pengomposan yaitu 30 : 1

hingga 40 : 1, dan apabila perbandingan C/N terlalu tinggi akan mengakibatkan

mikroba kekurangan N sehingga proses dekomposisi berjalan lambat.

2. Aerasi

Proses pengomposon akan berlangsung dengan cepat apabila terdapat oksigen

dalam keadaan cukup. Pembentukan aerasi akan terjadi secara alami apabila

terjadi peningkatan suhu yang mengakibatkan udara hangat keluar dan udara

yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Faktor yang

mempengaruhi aerasi ini adalah porositas dan kelembaban. Apabila aerasi

terhambat akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak

sedap. Untuk memperbaiki aerasi dalam tumpukan kompos dapat dilakukan

dengan membolak-balik tumpukan.

3. Kelembaban

Kelembaban adalah faktor yang sangat penting dalam proses pengomposan

karena mempengaruhi proses metabolisme mikroba dan berpengaruh terhadap

suplay oksigen. Kelembaban 40 - 60% adalah kisaran optimum untuk

metabolisme mikroba. Apabila kelembaban tumpukan < 40% akan

mengakibatkan aktivitas mikroba mengalami penurunan, tetapi apabila

kelembabannya > 60 % akan membuat banyak hara yang tercuci, volume udara

berkurang sehingga terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau yang

tidak sedap.

4. Suhu

Panas dalam tumpukan kompos dihasilkan oleh aktivitas mikroba. Apabila

semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak konsumsi oksigen sehingga

proses dekomposisi akan semakin cepat. Suhu yang berkisar antara 30 – 60 0C

menandakan proses pengomposan yang cepat. Tetapi apabila suhu tumpukan >

60 0C akan mengakibatkan sebagian mikroba mati, sehingga hanya mikroba

termofilik yang mampu bertahan hidup.

5. pH

Kisaran pH yang cocok agar proses pengomposan dapat terjadi dengan baik

adalah 6.5 – 8.0, sedangkan pH kotoran ternak pada umumnya adalah 6.8 – 7.4.

Proses pengomposan juga dapat mengakibatkan perubahan pada bahan organik

dan pH bahan itu sendiri.

Menurut Ryak (1992) ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses

pengomposan, dan memaparkan kondisi yang ideal agar proses pengomposan

berlangsung dengan baik, seperti tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Kondisi yang marginal dan ideal untuk mempercepat proses

pengomposan (Ryak,1992)

Kondisi Kondisi yang bisa

diterima (marginal) Kondisi Ideal

Rasio C/N (20 : 1) - ( 40 : 1) (25 : 1) -(35 : 1)

Kelembaban 40 - 60 % 45 - 65 %

Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi

Konsentrasi oksigen tersedia > 5 % > 10 %

pH 5.5 - 9.0 6.5 - 8.0

Suhu 43 - 66 0C 54 - 60

0C

Kadar unsur makro yang terdapat di dalam pupuk kompos seperti N, P dan

K tidak setinggi pada pupuk anorganik, sehingga membuat pupuk kompos jarang

digunakan sebagai pupuk utama dalam bercocok tanam, tetapi pupuk kompos

memiliki unsur mikro yang cukup tinggi yang dibutuhkan oleh tanaman tertentu

untuk pertumbuhannya. Kandungan hara kompos secara umum dapat dilihat pada

Tabel 2 (Center for Policy and Implementation Studies, 1994).

Tabel 2. Kandungan Hara Kompos Sisa Tanaman Secara umum

2.2.2 Cara Memperkaya Kompos

Kompos-kompos yang sudah matang yang biasa diperjualbelikan di

pasaran, memang telah memiliki unsur yang cukup untuk diaplikasikan ke

tanaman. Akan tetapi, permasalahan yang sering muncul adalah kebutuhan

kompos yang cukup banyak untuk memenuhi seluruh kebutuhan hara tanaman.

Jika dibandingkan dengan pupuk kimia, memang kebutuhan pupuk kompos dapat

10-20 kali lebih banyak daripada pupuk kimia. Jadi untuk mengatasi masalah ini,

maka akhir-akhir ini banyak berkembang istilah kompos yang diperkaya. Bahan-

bahan yang dipergunakan untuk memperkaya kompos antara lain : pupuk kimia

konvensional, bahan-bahan organik lain yang memiliki kandungan hara tinggi dan

mikroba-mikroba bermanfaat. Mikroba-mikroba yang terdapat dalam kompos

memang memiliki manfaat yang sangat baik untuk tanah dan tanaman. Untuk

Komponen Kandungan (%)

Kadar air 41.00 - 43.00

C-organik 4.83 - 8.00

N 0.10 - 0.51

P2O5 0.35 - 1.12

K2O 0.32 - 0.80

Ca 1.00 - 2.09

Mg 0.10 - 0.19

Fe 0.50 - 0.64

Al 0.50 - 0.92

Mn 0.02 - 0.04

memperkaya dan meningkatkan kualitas kompos, mikroba-mikroba yang

bermanfaat bagi tanaman dapat ditambahkan dari luar. Mikroba yang sering

digunakan adalah mikroba penambat nitrogen (Azotobacter sp., Azosprillium sp.,

Rhizobium sp., dll), mikroba pelarut K dan P (Aspergillus sp., Aeromonas sp.),

mikroba agensia hayati (Metharhizium sp., Trichoderma sp.), mikroba perangsang

pertumbuhan tanaman (Trichoderma sp., Pseudomanas sp., Azosprillium sp.)

(Isroi, 2007).

2.2.3 Peranan Azotobacter sp., Azosprillium sp., Rhizobium sp., Pseudomanas

sp., Bakteri Pelarut P dalam pertanian.

Rhizobium sp. merupakan salah satu bakteri panambat N simbiotik yang

berkemampuan dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman, apabila bakteri ini

bersimbiosis dengan tanaman leguminose (kacang-kacangan). Bakteri ini akan

menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalam tanah. Apabila

Rhizobium sp. berada di dalam bintil akar tanaman maka proses penfiksasian

nitrogen yang berasal dari atmosfer akan terjadi di dalam tanah. Fungsi dari

Rhizobium sp. terhadap pertumbuhan tanaman berhubungan dengan penyediaan

dan peningkatan unsur nitrogen untuk tanaman inangnya (Rahmawati, 2005).

Azosprillium sp. merupakan salah satu jenis bakteri yang berperan dalam

penyediaan unsur di dalam tanah dan termasuk mikroba penambat N non-

simbiotik. Bakteri ini banyak ditemukan berasosiasi dengan tanaman rerumputan,

seperti serealia, jagung, gandum, dan cantel, dan infeksi yang disebabkan oleh

bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi perakaran. Fungsi dari

Azosprillium sp. adalah meningkatkan jumlah akar rambut yang menyebabkan

percabangan akar lebih berperan dalam penyerapan hara, meningkatkan efisiensi

penyerapan nitrogen, dan menurunkan kehilangan nitrogen akibat pencucian,

denitrifikasi, dan volatilisasi (Rahmawati, 2005).

Azotobacter sp. merupakan bakteri yang termasuk dalam bakteri penambat

N non-simbiotik. Bakteri ini hampir ditemukan pada semua jenis tanah, tetapi

jumlah populasinya relatif rendah. Bakteri ini mempunyai kemampuan yang sama

dengan Azosprillium sp. yaitu menambat nitrogen dan mikroba ini mampu

menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Azotobacter sp. juga dapat

menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.

Hormon yang dihasilkan oleh Azotobacter sp. akan diserap oleh tanaman sehingga

akan membuat tanaman lebih cepat tumbuh. Azotobacter sp. juga mempunyai

pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tanaman yaitu dengan mengurangi

kompetisi dengan mikroba lain dalam menambat nitrogen, mempengaruhi

perkecambahan benih, dan membuat sifat fisik tanah lebih baik untuk

pertumbuhan tanaman. Bakteri panambat N simbiotik hanya dapat digunakan

untuk tanaman leguminose, sedangkan bateri penambat N non-simbiotik dapat

digunakan untuk semua jenis tanaman (Rahmawati, 2005).

Bakteri Pelarut P merupakan salah satu bakteri penting yang berada di

dalam tanah, karena bakteri ini mempunyai kemampuan untuk melarutkan P yang

sukar larut menjadikannya dalam bentuk tersedia di dalam tanah dan air,

membantu meningkatkan kelarutan P yang terjerap, mengurangi kadar toksisitas

Al3+, Mn

2+, dan Fe

3+ terhadap tanaman pada tanah masam, memacu pertumbuhan

tanaman karena bakteri pelarut P menghasilkan zat pengatur tumbuh, dan

menghasilkan senyawa antibiotik (Rahmawati, 2005).

Pseudomanas sp. memiliki kemampuan yang sama dengan bakteri pelarut

P yaitu mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah, mampu melindungi

tanaman dari patogen fungi yang berasal dari tanah, dan menghasilkan zat

pengatur tumbuh seperti asam giberelin / GA3 (Rahmawati, 2005).

2.3 Tanaman Jagung

Jagung termasuk pada famili gramineceae (rumput-rumputan) dan

subkelas monocotyledoneae, dan merupakan tanaman semusim/ annual. Tanaman

jagung memiliki akar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang

sekitar 25 cm, penyebarannya pada lapisan olah tanah. Batangnya berwarna hijau

sampai keunguan, berbentuk bulat dengan penampang melintang 2-2.5 cm,

berbentuk berbuku-buku yang dibatasi oleh ruas-ruas. Daun terdiri dari pelepah

daun dan helaian daun. Antara pelepah daun dan helaian daun dibatasi oleh

spicula yang berfungsi untuk menghalangi masuknya air hujan/ embun masuk ke

dalam pelepah daun. Dalam setiap tanaman berkisar 10-20 helai daun. Biji

tersusun rapi pada tongkol. Biji berkeping tunggal berderet pada tongkol. Setiap

tongkol terdiri dari 10-14 deret, yang setiap tongkolnya 200-400 butir (Rukmana,

1999).

Jagung merupakan tanaman berumah satu dengan letak bunga jantan dan

bunga betina terpisah. Bunga jantan pada malai, sedangkan bunga betina pada

tongkolnya. Lebih kurang 95% dari bakal biji terjadi karena perkawinan silang

dan hanya 5% terjadi karena perkawinan sendiri. Iklim panas dan kering akan

mempercepat masaknya serbuksari. Perkawinan bisa terjadi 12-28 jam setelah

terjadi penyerbukan. Angin panas dan kering akan membuat serbuk sari tidak

keluar atau kadar air pada rambut tongkol akan berkurang sehingga serbuksari

tidak dapat tumbuh. Tersebarnya serbuk sari sangat bervariasi dari 2 – 7 hari

lebih. Sebaran serbuk sari jagung hibrida pada umumnya lebih lama daripada

jagung inbred. Rambut tongkol atas umumnya keluar lebih dulu daripada tongkol

bawah, 1 – 3 hari setelah serbuk sari tersebar (Setiamiardja, 2000).

Tanaman jagung tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dari 580 LU

sampai 400 LS. Tumbuh baik pada kisaran pH 5.5 - 7.0, di ketinggian sampai

3000 m dari permukaan laut (dpl), dengan curah hujan 250 - 5000 mm selama

pertumbuhannya. Suhu jagung tidak banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Suhu berpengaruh pada saat tanaman berbunga. Tepung sari umurnya pendek

apabila suhu di atas 30 0C, apalagi bila kelembaban rendah. Kekurangan air

biasanya menyebabkan rambut pada tongkol lambat keluar atau tidak keluar dari

tongkol dan menyebabkan keguguran pada tepung sari. Jagung yang ditanam di

rumah kaca atau ”growth chamber” pertumbuhannya kurang baik. Hal ini

disebabkan oleh tingkat penyinaran yang rendah. Penanaman di rumah kaca

diperbolehkan apabila untuk mencegah hama (Setiamiardja, 2000).

Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan jagung yaitu 23-27 0C. Tingkat

kemiringan permukaan tanah yang masih dapat ditanami jagung yaitu tidak

melebihi dari 8%, dan tanaman jagung juga dapat tumbuh baik hampir di semua

jenis tanah (Rukmana, 1999).

Pemupukan pada tanaman jagung diperlukan untuk mendapatkan hasil

yang baik. Kebutuhan untuk pupuk urea diperlukan sekitar 200-300 kg/ ha,

diberikan 3 kali yaitu 1/3 bagian pada saat tanam, 1/3 bagian ketika berusia 30

hari, dan 1/3 sisanya pada saat tanaman berumur 40-45 hari setelah tanam. Untuk

pupuk TSP 40-80 kg/ha dan pupuk KCl 50 kg/ha, yang keduanya diberikan pada

saat tanam (Lingga, 1986)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2006 sampai Mei 2007, dan

terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan inkubasi di laboratorium dan percobaan

pot di rumah kaca, kebun percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan

Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan tanah yang digunakan untuk percobaan pot dan inkubasi adalah

tanah Alluvial yang diambil dari desa Cariung Mulia, kecamatan Telaga Sari,

Karawang. Tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm. Bahan organik yang

digunakan adalah sisa-sisa tanaman yang telah dikomposkan. Sisa-sisa tanaman

yang telah menjadi kompos, lalu dicampur dengan beberapa mikroba yaitu

Rhizobium sp., Pseudomonas sp., Azospirillium sp., Azotobacter sp., dan Bakteri

Pelarut P. Pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, dan KCl.

Bahan yang digunakan untuk analisis adalah H2SO4 pekat, selenium mixer,

parafin cair, NaOH 50%, H3BO3 1%, indikator conway, HClO4, HNO3, HCl 6N,

dan aquades

Alat-alat yang digunakan di rumah kaca yaitu pot kapasitas 15 kg yang

berdiameter 35 cm, meteran, sekop, cangkul, ayakan, palu, timbangan, selang,

ajir, ember, plastik, selotip, dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk penelitian di

laboratorium yaitu mesin penggiling, pH meter, flamefotometer, spectrofotometer

UV, alat-alat gelas dan peralatan laboratorium lainnya.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan yaitu percobaan pot di rumah kaca

dan percobaan inkubasi di laboratorium.

• Percobaan pot

Tanah alluvial merupakan bahan tanah yang digunakan baik pada percobaan

pot maupun percobaan inkubasi. Sebelum diberi perlakuan, contoh tanah

dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tanah, yang

meliputi pH H2O, C-organik, N-Total, P-tersedia, K-tersedia, Ca, Mg, Na, KTK,

KB, Al-dd, Fe, Cu, Zn, Mn, dan tekstur. Setelah itu sebagian besar bahan tanah

kemudian dikering udarakan ± 2 minggu, lalu dilakukan pemisahan tanah dengan

partikel-partikel kasar yang terdapat dalam tanah seperti : akar tanaman, batu-

batuan, serasah, dan plastik. Bahan tanah ditumbuk dan diayak dengan ayakan 5

mm, kemudian tanah dicampur secara merata agar seluruh bahan tanah homogen,

lalu ditetapkan kadar air dan kadar air kapasitas lapang. Bahan tanah sebanyak 8

kg (BKM) dimasukkan ke dalam pot kapasitas 15 kg yang berdiameter 35 cm.

Hasil analisis kompos tertera pada Tabel Lampiran 1, sedangkan pupuk

anorganik yang digunakan adalah 200 kg Urea/ha, 150 kg SP-36/ha, dan 100 kg

KCl/ha atau setara dengan 100 mg Urea/kg, 75 mg SP-36/kg, dan 50 mg KCl /kg,

Pupuk kompos dan pupuk anorganik dicampur secara merata dengan bahan

tanah sesuai perlakuan, lalu ditambahkan kadar air sampai keadaan kapasitas

lapang, dan dilakukan inkubasi selama 2 minggu. Setelah masa inkubasi, bahan

tanah siap untuk ditanami.

Tanaman indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung

hibrida Pioneer-12 dengan 4 tanaman dalam setiap pot. Pada waktu tanaman

berumur 1 minggu, dilakukan penjarangan menjadi 2 tanaman dalam setiap pot,

dipilih tanaman yang memiliki sifat fisik baik yaitu daunnya tidak layu dan tidak

rusak seperti digigit serangga, atau terserang penyakit.

Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menjaga tanaman dari serangan

hama dan penyakit serta melakukan penyiraman setiap hari. Pengamatan

dilakukan setiap minggu untuk tinggi tanaman dan jumlah daun sampai tanaman

berumur 8 MST. Pada waktu tanaman jagung berumur 8 minggu (56 HST), maka

tanaman jagung dipanen. Bagian tanaman jagung yang dipanen adalah dari

pangkal batang sampai pucuk daun, lalu dimasukkan ke dalam map coklat yang

telah diberi ruang udara. Setelah itu ditimbang untuk mengetahui bobot basahnya,

dimasukkan ke dalam oven 60 0C selama ± 5 hari sampai bobotnya konstan dan

ditimbang kembali untuk mengetahui bobot kering tanaman. Selanjutnya

dilakukan persiapan contoh tanaman untuk menganalisis kadar N, P, dan K

tanaman. Penetapan kadar N dengan metode Kjeldahl, sedangkan kadar P dan K

dengan metode pengabuan basah.

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian merupakan kombinasi dosis

pupuk, disajikan pada Tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3. Dosis Kompos dan Pupuk Anorganik Pada Setiap Perlakuan

Perlakuan Kompos Urea SP-36 KCl

....(g/kg).... ........(mg/kg Tanah)........

Kontrol 0 0 0 0

Kompos 20 0 0 0

Anorganik 0 100 75 50

Kompos + ½ Anorganik 20 50 37.5 25

½ Kompos + ½ Anorganik 10 50 37.5 25

Kompos + Anorganik 20 100 75 50

• Percobaan inkubasi

Percobaan inkubasi yang dilakukan di laboratorim menggunakan bahan

tanah dan persiapan contoh tanah yang sama seperti percobaan di rumah kaca,

namun bahan tanah yang digunakan diayak dengan ayakan 2 mm. Bahan tanah

sebanyak 250 gram (BKM) yang telah diberi perlakuan, dimasukkan ke dalam

gelas plastik kapasitas 300 gram, lalu diinkubasi selama 1 bulan dan selama masa

inkubasi dilakukan penambahan air sampai keadaan kapasitas lapang pada setiap

perlakuan yang mengalami kehilangan kadar air. Setelah selesai masa inkubasi

lalu tanah dikering udarakan untuk persiapan analisis kadar nitrat (NO3-),

amonium (NH4+), P-tersedia, K-tersedia, dan pH.

Analisis statistik yang digunakan untuk percobaan pot dan laboratorium

adalah dengan menggunakan program SPSS. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal. Jika hasil

analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata akibat dari perlakuan maka

dilakukan uji lanjut dengan Uji Duncan pada taraf α = 0.05. Penelitian ini terdiri

dari 6 perlakuan dan 3 ulangan sehingga didapat 18 satuan percobaan. Model

persamaan matematik untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :

Yij = µ + τi + εij

Keterangan :

i = Perlakuan

j = Ulangan

Yij = Hasil perlakuan i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karekteristik Tanah Alluvial dari Karawang.

Hasil analisis pendahuluan terhadap sifat-sifat kimia dan fisik tanah

Alluvial tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Analisis Sifat-Sifat Kimia Tanah Sebelum Perlakuan.

Sifat-Sifat Tanah Metode Nilai Status

pH H2O (1:5) pH meter 5.4 Masam

C-organik (%) Walkley & Black 1.64 Rendah

N-total (%) Kjeldahl 0.17 Rendah

P-tersedia (ppm) Bray I 2.5 Sangat Rendah

Ca-dd (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 9.86 Sedang

Mg-dd (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 1.6 Sedang

K-dd (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 0.31 Sedang

Na-dd (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 0.68 Rendah

KTK (me/100g) N NH4OAc pH 7.0 19 Sedang

KB (%) Perhitungan 65.53 Tinggi

Al-dd(me/100g) N KCl 0.12

H-dd (me/100g) N KCl 0.18 Fe (ppm) DTPA 105.2

Cu (ppm) DTPA 8.28

Zn (ppm) DTPA 3.08

Mn (ppm) DTPA 36.08

Tekstur Pipet

Pasir (%) 11.91 Liat

Debu (%) 22.03 Liat (%) 66.06

Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1980)

Hasil analisis awal terhadap sifat-sifat kimia dan fisik tanah Alluvial

(Tabel 4) dan dengan menggunakan kriteria penilaian sifat kimia tanah PPT 1980

pada Tabel Lampiran 13, dapat diketahui bahwa tanah Alluvial ini mempunyai pH

yang rendah dan tergolong tanah yang masam. Kandungan basa-basanya yaitu Ca-

dd sedang, Mg-dd sedang, K-dd sedang, dan Na-dd rendah. Untuk kadar N-total

rendah, P-tersedia sangat rendah, kapasitas tukar kation (KTK) sedang dan C-

organik rendah. Berdasarkan Sulaeman (2005) tanah Alluvial ini mempunyai Fe

(besi), Cu (tembaga), dan Mn (Mangan) yang lebih dari cukup, sehingga akan

menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, serta translokasi P dan Ca ke

bagian atas tanaman (Sanchez, 1992).

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah Alluvial ini memiliki masalah

dalam rendahnya kadar C-organik di dalam tanah sehingga menjadikan faktor

pembatas terhadap tingkat kesuburan tanah. Jadi penambahan bahan organik

berupa kompos merupakan salah satu alternatif agar dapat meningkatkan kadar

bahan organik dan memperbaiki kesuburan tanah.

4.2 Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap pH Tanah, Kadar

P-tersedia, K-tersedia, Nitrat (NO3-), dan Amonium (NH4

+) Tanah.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kompos dan pupuk anorganik

tidak memberikan pengaruh terhadap pH (Tabel Lampiran 3) dan amonium (Tabel

Lampiran 10), tetapi berpengaruh nyata terhadap nitrat (NO3-), P, dan K-tersedia

tanah (Tabel Lampiran 10).

4.2.1 pH Tanah

Perlakuan kompos dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap pH (Tabel Lampiran 3), hal ini diduga karena karena buffer tanah

yang tinggi, yang disebabkan oleh kadar liat tanah yang tinggi (Tabel 4). Selain

itu, diduga karena asam-asam organik yang terbentuk dari hasil dekomposisi

kompos relatif rendah sehingga tidak mampu mengimbangi/ mengurangi ion

logam Fe dan Al di dalam tanah. Meskipun pengaruh perlakuan tidak berbeda

nyata, namun pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa perlakuan kompos, (kompos +

½ anorganik), dan (kompos + anorganik) cenderung menghasilkan pH yang lebih

tinggi dibandingkan perlakuan kontrol, anorganik, dan (½ kompos + ½

anorganik).

4.2.2 Kadar P-tersedia

Hasil uji lanjut P-tersedia tanah yang terdapat pada Tabel 6 dapat diketahui

bahwa perlakuan kompos tidak berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan pupuk

anorganik, kontrol, dan (½ kompos + ½ anorganik). Namun, P-tersedia pengaruh

perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik) nyata lebih tinggi

daripada pengaruh kompos.

Bila dilihat dari sumbangan hara N, P, dan K dari setiap perlakuan (Tabel

5) menunjukkan bahwa sumbangan hara P yang berasal dari kompos lebih tinggi

daripada yang berasal dari pupuk anorganik. Tidak berbedanya P-tersedia antara

perlakuan kompos dengan perlakuan anorganik (Tabel 6) diduga karena kompos

merupakan pupuk yang lambat tersedia (slow release) sehingga P yang terlarut

dalam larutan tanah lebih lambat daripada yang berasal dari pupuk anorganik.

Selain itu, unsur P merupakan unsur yang mudah mengalami fiksasi baik oleh liat

maupun ion logam Al dan Fe, hal ini membuat ketersediaan P rendah di dalam

tanah karena banyak mengalami pengikatan (fiksasi).

Tabel 5. Perbandingan unsur hara yang disumbangkan oleh kompos dan pupuk

anorganik.

N P K Jenis Pupuk

….…….……(mg/kg)………………

Anorganik 45 11.78 24.89

Kompos 238 68 246

(½ kompos + ½ anorganik) 141.50 39.89 135.44

(Kompos + ½ anorganik) 260.50 73.89 258.45

(Kompos + anorganik) 283 79.78 270.89

Namun, P-tersedia pengaruh perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan

(kompos + anorganik) lebih tinggi dibandingkan perlakuan kompos dan anorganik

(Tabel 6). Hal ini disebabkan karena sumber P yang dihasilkan dari perlakuan

(kompos + ½ anorganik) maupun (kompos + anorganik) mencapai 73.89 mg/kg

dan 79.78 mg/kg, lebih tinggi dibandingkan perlakuan kompos dan perlakuan

anorganik.

Tabel 6. Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap pH, Amonium

(NH4+), Nitrat (NO3

-), P dan K-tersedia Tanah

Kadar Hara Tanah

pH Amonium

(NH4+)

Nitrat

(NO3-)

Fosfor

(P2O5)

Kalium

(K2O) Perlakuan …………..(ppm)….……... (me/100g)

Kontrol 5,73 15,02 81.67 a 2.85 a 0.25 ab

Kompos 5,83 21,55 268.66 b 3.66 a 0.38 cd

Anorganik 5,68 15,17 280.40 b 3.86 a 0.23 a

(Kompos + ½ Anorganik) 5,83 21,61 316.73 bc 6.86 b 0.35 c

(½ Kompos + ½ Anorganik) 5,53 15,89 273.99 b 4.00 a 0.30 b

(Kompos + Anorganik) 5,77 16,27 359.79 c 7.80 b 0.40 d

Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 5%

4.2.3 Kadar K-tersedia

Penambahan kalium dapat berasal dari pupuk organik dan anorganik, dan

panambahan kalium dari pupuk organik berkisar antara 0.5 – 2.0 % (Ruhnayat,

1995). Selain itu, ketersediaan K di dalam tanah tergantung pada cadangan K di

dalam tanah, unsur K yang diserap tanaman, tingkat mineralisasi K, serta

pencucian oleh air hujan (Hardjowigeno, 1989).

Hasil uji lanjut K-tersedia tanah yang terdapat pada Tabel 6 dapat

diketahui bahwa perlakuan kompos nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan

kontrol, anorganik dan (½ kompos + ½ anorganik). Akan tetapi, K-tersedia

pengaruh perlakuan kompos tidak berbeda nyata dengan perlakuan (kompos + ½

anorganik) dan (kompos + anorganik).

K-tersedia pengaruh perlakuan kompos lebih tinggi dibandingkan

perlakuan anorganik, disebabkan karena sumbangan K yang berasal dari kompos

mencapai 246 mg/kg, lebih besar dibandingkan dari pupuk anorganik 24.89 mg/kg

(Tabel 5), sehingga K-tersedia pengaruh perlakuan kompos akan lebih tinggi

dibandingkan dengan perlakuan anorganik. Namun, K-tersedia pengaruh

perlakuan kompos tidak berbeda nyata dengan perlakuan (kompos + ½ anorganik)

dan perlakuan (kompos + anorganik), sedangkan sumber K dari perlakuan

(kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik) lebih tinggi daripada

perlakuan kompos (Tabel 5). Hal ini diduga terjadi fiksasi K di dalam tanah

karena adanya mineral montmorilonit.

4.2.4 Kadar Nitrat (NO3-)

Hasil uji lanjut nitrat yang terdapat pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa

perlakuan kompos tidak berbeda nyata dengan perlakuan anorganik, (kompos + ½

anorganik), dan (½ kompos + ½ anorganik), akan tetapi nyata lebih tinggi

dibandingkan kontrol dan lebih rendah dibandingkan perlakuan (kompos +

anorganik).

Nitrat pengaruh perlakuan kompos tidak berbeda nyata dengan perlakuan

anorganik, sedangkan sumbangan N yang diberikan oleh kompos (238 mg/kg)

lebih besar daripada sumbangan N dari pupuk anorganik (45 mg/kg). Demikian

juga nitrat pengaruh perlakuan (kompos + ½ anorganik) tidak berbeda dengan

pengaruh kompos namun cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan kompos

dan anorganik. Tidak berbedanya nitrat antara perlakuan kompos, anorganik, dan

(kompos + ½ anorganik) diduga karena proses penyediaan N-organik menjadi N-

anorganik (nitrat) memerlukan waktu dan mikrorganisme yang merubah bentuk

N-organik menjadi anorganik. Proses perubahan N-organik menjadi N-anorganik

melalui proses aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi, dimana proses-proses

tersebut dipengaruhi oleh keberadaan bakteri-bakteri yang berperan dalam setiap

proses tersebut (Hardjowigeno, 1989). Oleh karena itu penyediaan hara N dari

kompos menjadi lebih lambat daripada yang berasal dari pupuk anorganik. Dalam

hal ini proses penyediaan N dari pupuk anorganik (urea) hanya tergantung pada

air (H2O), digambarkan seperti reaksi di bawah ini :

urease

CO (NH2)2 + 2 H2O (NH4)2CO3

Perlakuan (kompos + anorganik) menghasilkan nitrat tersedia yang

tertinggi karena penambahan kompos dan pupuk anorganik, memberikan

sumbangan N yang tertinggi (283 mg/kg) akibatnya nitrat yang dihasilkan pada

perlakuan (kompos + anorganik) menjadi yang tertinggi. Sejalan dengan hasil

penelitian Nursyamsi et al., (1996) juga menunjukkan bahwa pemberian

kombinasi pupuk anorganik (urea) dan kompos dapat meningkatkan nitrat (NO3-),

C-organik, dan KTK tanah, serta dapat mempertahankan produktivitas jagung di

musim berikutnya. Saifuddin (1981) juga menyatakan bahwa sumber nitrogen

tanah berasal dari dekomposisi bahan organik, dimana N menjadi tersedia di

dalam tanah melalui proses mineralisasi N dan “fiksasi” N udara oleh

mikroorganisme sehingga nitrogen bisa diambil oleh tanaman dalam bentuk ion

amonium (NH4+) dan nitrat (NO3

-). Peran bakteri Azosprillium sp. dan

Azotobacter sp. yang ditambahkan ke dalam kompos juga mampu meningkatkan

efisiensi penyerapan nitrogen, dan menurunkan kehilangan nitrogen akibat

pencucian, denitrifikasi, dan volatilisasi (Rahmawati, 2005).

4.2.5 Kadar Amonium (NH4+)

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel Lampiran 10) menunjukkan

bahwa perlakuan kompos dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh nyata

terhadap kadar amonium. Pengaruh tidak nyata ini disebabkan karena unsur

amonium berada di tanah aerobik yang kaya akan oksigen (O2) sehingga membuat

amonium cenderung ternitrifikasi/ teroksidasi. Kecenderungan terjadinya proses

nitrifikasi tersebut mengakibatkan amonium menjadi lebih mobil, yaitu amonium

lebih mudah teroksidasi menjadi bentuk nitrat. Reaksi perubahan amonium

menjadi nitrat, dapat digambarkan secara sederhana seperti di bawah ini :

Nitrosomonas

2 NH4+ + 3 O2 2 NO2

- + 4 H

+ + 2 H2O

Nitrobacter

2 NO2- + O2 2 NO3

-

Walaupun dari hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan

kompos dan pupuk anorganik tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

amoniun, namun dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa amonium pengaruh

perlakuan kompos, (kompos + ½ anorganik), dan (kompos + anorganik)

menghasilkan amonium tersedia yang cenderung lebih tinggi dibandingkan

perlakuan kontrol, anorganik, dan (½ kompos + ½ anorganik).

4.3 Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Tinggi Tanaman,

Bobot tongkol, Bobot biji, Bobot kering, dan Bobot Basah Tanaman

Jagung.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kompos dan pupuk anorganik

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2,4,6

MST, tetapi memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman umur 8 MST,

bobot tongkol, bobot biji, bobot basah dan bobot kering tanaman jagung (Tabel

Lampiran 12, 15 dan 17).

4.3.1 Tinggi Tanaman dan Produksi Jagung.

Pada Tabel 7 di bawah ini dapat dilihat rata-rata tinggi tanaman jagung

umur 2, 4, 6 MST dan hasil uji lanjut tinggi tanaman jagung umur 8 MST.

Tabel 7. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Tinggi

Tanaman Jagung.

Tinggi Tanaman PERLAKUAN

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

.................................(cm)...............................

Kontrol 46.58 106.50 142.80 161.42 a

Kompos 44.50 105.83 156.75 176.17 bc

Anorganik 48.67 103.50 148.04 162.25 a

Kompos + ½ Anorganik 52.50 112.00 157.82 181.59 c

½ Kompos + ½ Anorganik 51.91 107.50 146.49 165.25 ab

Kompos + Anorganik 49.67 111.34 155.77 177.34 bc

Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 5%.

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa kompos sisa tanaman tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman umur 2, 4, dan 6 MST,

dimana antar perlakuan pada setiap umur yang berbeda, belum menampakkan

perbedaan pertumbuhan yang signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena sampai

umur 6 MST, kebutuhan tanaman relatif masih rendah dan tanaman masih mampu

mendapatkan unsur yang cukup dari dalam tanah, sehingga penambahan pupuk

anorganik maupun kompos belum memberikan dampak/ pengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman. Namun, pada umur 8 MST dimana unsur-unsur yang

dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan sudah semakin meningkat, maka

perbedaan tinggi tanaman dari masing-masing perlakuan mulai memberikan

perbedaan yang signifikan akibat dari penambahan kompos sisa tanaman. Pada

hasil uji lanjut tinggi tanaman jagung umur 8 MST (Tabel 8), dapat diketahui

bahwa perlakuan kompos memiliki pengaruh yang nyata lebih tinggi

dibandingkan perlakuan anorganik dan kontrol. Akan tetapi, perlakuan kompos

tidak berbeda nyata dengan perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos +

anorganik).

Pada awal proses pertumbuhan akan terjadi pertambahan tinggi tanaman

dalam ukuran yang kecil (umur 0 – 2 MST), setelah memasuki umur 2 - 6 MST

pertambahan tinggi tanaman akan berlangsung dengan cepat, dan kecepatannya

akan berkurang pada umur 6 – 10 MST sampai berhenti sama sekali

(Leiwakabessy, 1988). Hal ini dapat diperkuat dengan data pada Tabel 7, dimana

diketahui bahwa pertambahan tinggi tanaman jagung yang dihasilkan sampai

umur 2 MST rata-rata 48.97 cm, pada 2 - 6 MST rata-rata 102.30 cm, dan saat

umur jagung memasuki 6-8 MST pertambahan tinggi jagung menjadi lebih rendah

yaitu rata-rata 19.39 cm.

Pada Tabel 8 dapat diketahui pengaruh kompos dan pupuk anorganik

terhadap bobot tongkol dan bobot biji tanaman jagung. Hasil Uji lanjut bobot

tongkol dan bobot biji tanaman jagung dapat diketahui bahwa perlakuan kompos

nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, anorganik dan (½ kompos + ½

anorganik), akan tetapi perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos +

anorganik) tidak berbeda nyata namun nyata lebih rendah dibandingkan perlakuan

kompos.

Bobot tongkol dan biji pengaruh perlakuan kompos nyata lebih tinggi

daripada pengaruh pupuk anorganik, (kompos + ½ anorganik) dan (kompos +

anorganik). Hal ini dapat disebabkan karena kompos yang bersifat slow release,

yaitu hara yang dilepaskan oleh kompos lebih lambat, sehingga hara N tidak

banyak hilang dari tanah akibat penguapan, dan hara P dan K tidak banyak yang

terfiksasi. Dengan demikian, tanaman bisa menyerap hara sesuai yang dibutuhkan

tanaman saat untuk pembentukan bobot tongkol dan biji.

Tabel 8. Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Produksi Tanaman

Jagung.

Produksi PERLAKUAN

Bobot Tongkol Bobot Biji

......................(g/pot)……….......

Kontrol 13.87 a 10.39 a

Kompos 72.48 e 60.51 d

Anorganik 30.44 bc 23.62 ab

Kompos + ½ Anorganik 42.46 cd 32.49 bc

½ Kompos + ½ Anorganik 16.53 ab 12.40 a

Kompos + Anorganik 55.47 d 43.94 c

4.3.2 Bobot Kering dan Bobot Basah Tanaman.

Berdasarkan hasil uji lanjut bobot basah tanaman jagung (Tabel 9) dapat

diketahui bahwa perlakuan kompos nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol,

anorganik, dan (½ kompos + ½ anorganik), tetapi tidak berbeda nyata dengan

perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik).

Bobot basah pengaruh perlakuan kompos lebih tinggi dibandingkan

perlakuan pupuk anorganik dan (½ kompos + ½ anorganik) tetapi tidak berbeda

dengan pengaruh perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik).

Lebih tingginya pengaruh kompos berhubungan dengan lebih tingginya serapan N

dan K pengaruh kompos daripada pengaruh pupuk anorganik dan (½ kompos + ½

anorganik). Dalam hal ini, hara N berperan dalam mempengaruhi faktor vegetatif

tanaman sedangkan K berperan dalam mempengaruhi pembukaan/penutupan

stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air (Leiwakabessy el al., 2003).

Selain itu,pemberian kompos 20 g/kg dapat memberikan sumbangan hara N, P,

dan K lebih tinggi dibandingkan pupuk anorganik (Tabel 5). Akibatnya unsur hara

yang tersedia di dalam tanah yang mampu diserap oleh tanaman semakin banyak.

Hal ini akan berpengaruh positif terhadap pembentukan bobot basah tanaman.

Akan tetapi bobot basah pengaruh perlakuan kompos tidak berbeda nyata dengan

perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik), sedangkan kedua

perlakuan diberi penambahan pupuk anorganik sebanyak ½ dan 1 bagian. Hal ini

menunjukkan bahwa kebutuhan tanaman untuk pembentukan bobot basah telah

tercukupi dari kompos sehingga penambahan pupuk anorganik tidak harus

dilakukan, kerena cenderung menghasilkan bobot basah tanaman yang relatif

sama dengan perlakuan kompos.

Bobot kering pengaruh perlakuan kompos tidak bebeda nyata dengan

perlakuan anorganik (Tabel 9). Hal ini berhubungan dengan serapan P pengaruh

kompos tidak berbeda dengan pupuk anorganik. Hara P berperan dalam

pertumbuhan generatif dan perkembangan akar tanaman (Leiwakabessy et al.,

2003), yang akan berpengaruh juga pada bobot kering tanaman. Oleh karena

serapan P yang tidak berbeda antara perlakuan kompos dan pupuk anorganik

menghasilkan bobot kering yang tidak berbeda.

Tabel 9. Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Basah dan

Bobot Kering Tanaman Jagung.

PERLAKUAN Bobot Basah Bobot Kering

..............................(g/pot)...............................

Kontrol 230.54 a 59.90 a

Kompos 451.25 c 102.97 bc

Anorganik 344.86 b 98.17 bc

Kompos + ½ Anorganik 447.96 c 116.98 d

½ Kompos + ½ Anorganik 317.89 b 73.39 ab

Kompos + Anorganik 444.66 c 106.69 bc

Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 5%

4.4 Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Serapan Hara N,

P, K Tanaman Jagung.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kompos dan pupuk anorganik

memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan N, P, dan K tanaman (Tabel

Lampiran 7).

4.4.1 Serapan Fosfor (P)

Unsur fosfor yang dapat diserap oleh tanaman tergantung pada

ketersediaan P di dalam tanah dan bentuk fosfor yang umum diserap tanaman

adalah H2PO4- dan HPO4

2-. Fosfor masuk ke dalam tanaman melalui akar rambut,

ujung akar, dan sel luar akar (Ismunadji et al., 1991).

Berdasarkan hasil uji lanjut serapan P (Tabel 10) dapat diketahui bahwa

perlakuan (kompos + anorganik) menghasilkan serapan P yang tertinggi tetapi

antara perlakuan kompos, pupuk anorganik, (kompos + ½ anorganik), dan (½

kompos + ½ anorganik) tidak berbeda nyata. Hasil penelitian Nursyamsi et al.,

(1996) menunjukkan bahwa pemberian pupuk anorganik dengan penambahan

bahan organik masing-masing nyata meningkatkan serapan P dan Mg tanaman.

Tidak berbedanya serapan P pengaruh kompos, pupuk anorganik, (kompos

+ ½ anorganik), dan (½ kompos + ½ anorganik) berhubungan dengan tidak

berbedanya kadar P ( Tabel 10) dan P-tersedia tanah (Tabel 6). Hal ini karena P

tersedia tanah (2.85 - 6.86 ppm) masih dalam kriteria sangat rendah dan rendah,

yang diduga karena terjadinya fiksasi P tanah baik oleh liat maupun Al dan Fe

tanah. Serapan P perlakuan (kompos + anorganik) nyata lebih tinggi daripada

perlakuan lainnya berhubungan dengan paling tingginya kadar P tanaman dan P -

tersedia oleh perlakuan (kompos + anorganik).

Tabel 10. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot

Kering, Kadar dan Serapan P Tanaman.

Perlakuan Bobot kering Kadar P Tanaman Serapan P

(g/pot) (%) (mg/pot)

Kontrol 59.9 0.15 92.04 a

Kompos 102.97 0.14 142.99 a

Anorganik 98.17 0.12 118.17 a

Kompos + ½ Anorganik 116.98 0.13 146.59 a

½ Kompos + ½ Anorganik 73.39 0.14 99.20 a

Kompos + Anorganik 106.69 0.22 236.28 b

Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 5%

4.4.2 Serapan Kalium (K)

Tanaman menyerap kalium dalam bentuk kalium dapat dipertukarkan dan

kalium terlarut dalam air tanah. Jumlah kalium yang diserap tanaman dipengaruhi

oleh jenis dan umur tanaman, jumlah kalium tersedia, jumlah kation lain, keadaan

air dan udara tanah (Koefoed, 1978 dalam Ruhnayat, 1995).

Tabel 11. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot

Kering, Kadar dan Serapan K Tanaman.

Perlakuan Bobot kering Kadar K Tanaman Serapan K

(g/pot) (%) (mg/pot)

Kontrol 59.9 2.12 1267.70 a

Kompos 102.97 2.64 2722.86 c

Anorganik 98.17 1.82 1787.39 b

Kompos + ½ Anorganik 116.98 2.46 2722.84 c

½ Kompos + ½ Anorganik 73.39 2.38 1832.09 ab

Kompos + Anorganik 106.69 2.52 2550.85 bc

Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 5%

Hasil uji lanjut serapan K (Tabel 11) dapat diketahui bahwa perlakuan

kompos nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol, anorganik, dan (½ kompos + ½

anorganik), akan tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan (kompos + ½

anorganik) dan (kompos + anorganik).

Serapan K pengaruh perlakuan kompos lebih tinggi dibandingkan

perlakuan anorganik. Hal ini disebabkan karena sumbangan K dan K-tersedia

tanah (Tabel 6) pengaruh kompos lebih tinggi dibandingkan pupuk anorganik,

sehingga K yang diserap oleh tanaman menjadi lebih banyak. Namun demikian,

serapan K pengaruh kompos, (kompos + ½ anorganik), dan (kompos + anorganik)

tidak berbeda, hal ini berhubungan dengan K-tersedia pengaruh ketiga perlakuan

tidak berbeda sehingga yang diserap tanaman menjadi tidak berbeda.

4.4.3 Serapan Nitrogen (N)

Unsur N yang dapat diserap oleh tanaman tergantung pada ketersediaan N

di dalam tanah, tingkat pencucian, volatilisasi/ penguapan, dan denitirifikasi yang

terjadi di tanah (Rahmawati, 2005).

Berdasarkan hasil uji lanjut serapan N yang tertera pada Tabel 12 dapat

diketahui bahwa perlakuan kompos nyata lebih tinggi dibandingkan pupuk

anorganik, (½ kompos + ½ anorganik), dan kontrol, akan tetapi tidak berbeda

nyata dengan perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik)

Serapan N pengaruh perlakuan kompos lebih tinggi dibandingkan

perlakuan anorganik dan (½ kompos + ½ anorganik). Hal ini disebabkan karena

sumbangan N yang diberikan oleh kompos lebih tinggi dibandingkan pupuk

anorganik dan (½ kompos + ½ anorganik) (Tabel 5). Meskipun kadar nitrat

pengaruh kompos lebih rendah daripada anorganik (Tabel 6), namun karena

kompos merupakan pupuk slow release maka N yang tersedia dan diserap

tanaman lebih efisien karena kehilangan N akibat penguapan maupun denitrifikasi

akan lebih rendah, sehingga membuat unsur N yang tersedia pada perlakuan

kompos lebih tinggi dan N yang dapat diserap oleh tanaman menjadi lebih

banyak.

Tabel 12. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot

Kering, Kadar dan Serapan N Tanaman.

Perlakuan Bobot

Kering

Kadar N

Tanaman Serapan N

(g/pot) (%) (mg/pot)

Kontrol 59.9 0.48 290.49 a

Kompos 102.97 1.01 1040.34 d

Anorganik 98.17 0.72 709.17 bc

Kompos + ½ Anorganik 116.98 0.86 1004.63 cd

½ Kompos + ½ Anorganik 73.39 0.63 459.70 ab

Kompos + Anorganik 106.69 0.72 765.33 c

Keterangan : Angka dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak

berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf α = 5%

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kompos dan pupuk anorganik tidak berpengaruh nyata terhadap kadar

amonium (NH4+) dan pH tanah, tetapi pada parameter tinggi tanaman 8

MST, bobot basah dan bobot kering, bobot tongkol dan bobot biji jagung,

nitrat (NO3-), P dan K – tersedia tanah memberikan pengaruh nyata. Tinggi

tanaman jagung 8 MST dan bobot basah pengaruh kompos lebih tinggi

daripada pengaruh pupuk anorganik, tetapi tidak berbeda dengan

perlakuan (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik). Bobot

kering pengaruh kompos tidak berbeda nyata dengan pengaruh pupuk

anorganik, (½ kompos + ½ anorganik), dan (kompos + anorganik) tetapi

pengaruh semua perlakuan tersebut lebih tinggi daripada kontrol. Bobot

tongkol dan biji pengaruh kompos paling tinggi dari semua perlakuan.

2. Ketersediaan nitrat (NO3-) pengaruh kompos tidak berbeda nyata dengan

pengaruh pupuk anorganik, (kompos + ½ anorganik), (½ kompos + ½

anorganik), tetapi nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol. Fosfor (P) -

tersedia pengaruh kompos tidak berbeda nyata dengan pengaruh pupuk

anorganik, (½ kompos + ½ anorganik), dan kontrol, tetapi lebih rendah

daripada pengaruh (kompos + ½ anorganik) dan (kompos + anorganik).

Kalium (K) tersedia pengaruh kompos lebih tinggi daripada pengaruh

pupuk anorganik, (½ kompos + ½ anorganik) dan kontrol, tetapi tidak

berbeda dengan pengaruh (kompos + ½ anorganik) dan (kompos +

anorganik).

3. Serapan N dan K pengaruh perlakuan kompos lebih tinggi daripada

pengaruh pupuk anorganik dan (½ kompos + ½ anorganik), tetapi tidak

berbeda dengan pengaruh (kompos + ½ anorganik). Selanjutnya serapan P

pengaruh (kompos + anorganik) lebih tinggi daripada perlakuan lainnya,

tetapi diantara pengaruh perlakuan kompos, pupuk anorganik, (kompos +

½ anorganik), dan (½ kompos + ½ anorganik) tidak berbeda nyata.

5.2 Saran

• Perlunya dilakukan penelitian lanjutan di lapang, agar bisa mengetahui

perbandingan keefektifan kompos antara di rumah kaca dan lapang.

DAFTAR PUSTAKA

BPS 2006. Statistik Indonesia 2005. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

Center for Policy and Implementation Studies. 1994. Buku Panduan Teknik

Pembuatan Kompos dari Sampah. Jakarta.

Darmawijaya, M. I. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Foth, H. D. 1978. Fundamental of Soil Science, Soil Ecology. John Wiley & Sons.

New York.

Hardjowigeno, S. 1986. Genesis dan Klasifikasi Tanah. Jurusan tanah. Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Hue, N.V. 1991. Effects of organic acids/ anions on P sorption and

Phytoavailability in soil with different mineralogies. J. Soil Sci., 152 : 463-

471.

Ismunadji. M, S. Partohardjono, dan A. Syarifuddin Karama. 1991. Fosfor

Peranan dan Penggunaannya Dalam Bidang Pertanian. Balai Penelitian

Tanaman Pangan. Bogor.

Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Padat Organik. Agustus 2007.

http://www.ipard.com/art_perkebun/KomposLimbahPadatOrganik.pdf.

(diakses 28 oktober 2007)

Leiwakabessy, F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi.

Penebar Swadaya, Jakarta.

Nursyamsi, D., J. Sri Adiningsih, Sholeh, dan Abdurachman Adimihardja. 1996.

Penggunaan Bahan Organik Untuk Meningkatkan Efisiensi Pupuk N dan

Produktivitas Tanah Ultisols di Sitiung, Sumbar. Jurnal Tanah Tropika 2 :

26-33.

Leiwakabessy, F. M., U.M. Wahjudin, Suwarno. 2003. Kesuburan Tanah. Jurusan

Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lingga, P. 1986. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rachim, D. A. dan Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan

Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Makalah.

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Ruhnayat, A. 1995. Peranan Unsur Hara Kalium dalam Meningkatkan

Pertumbuhan, Hasil, dan Daya Tahan Tanaman Rempah dan Obat. J.

Litbang Pertanian, XIV (1) : 10 – 15.

Rukmana, R. 1999. Usaha Tani Jagung. Kanisius, Yogyakarta.

Ryak, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural

Engineering Service Pub. No. 54 Cooperative Extension Service. Ithaca,

N.Y. 1992 ; 186 pp. A classic in on-farm composting. Website:

www.nraes.org

Saifuddin, S. 1981. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah.

Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Bandung.

Sanchez, A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Jurusan Ilmu Tanah

North Carolina, State University. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Setiamiardja, R. 2000. Teknik Khusus Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian,

Universitas Padjadjaran. Bandung.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepraptohardjo, M. 1978. Jenis-Jenis Tanah di Indonesia. Lembaga Penelitian

Tanah. Bogor.

Subandi. 1988. Koordinasi Program Penelitian Nasional : Jagung. Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Subba Rao, N. S. 1982. Biofertilizers in Agriculture. Oxford & IBH Publishing

Co. New Delhi.

Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Analisis Kima Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.

Balai Penelitian Tanah. Bogor.

LAMPIRAN

Gambar Lampiran 1. Tinggi Tanaman Jagung Umur 8 MST pada Perlakuan

Kontrol, Kompos, dan Anorganik.

Gambar lampiran 2. Tinggi Tanaman Jagung Umur 8 MST pada Perlakuan

Kontrol, Kompos, Anorganik, dan (Kompos + ½

Anorganik)

Gambar Lampiran 3. Tinggi Tanaman Jagung Umur 8 MST pada Perlakuan

Kontrol, Kompos, Anorganik, dan (½ Kompos + ½

Anorganik).

Gambar Lampiran 4. Tinggi Tanaman Jagung Umur 8 MST pada Perlakuan

Kontrol, Kompos, Anorganik, dan (Kompos +

Anorganik).

Gambar Lampiran 5. Tinggi Tanaman Jagung Umur 8 MST pada Perlakuan

Kontrol, (Kompos + ½ Anorganik), (½ Kompos + ½

Anorganik), (Kompos + Anorganik).

Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Sifat-Sifat Kimia Kompos yang digunakan

dalam Percobaan.

Sifat-sifat Kimia Satuan A

N % 1.19

P % 0.34

K % 1.23

C-organik % 25.94

Ca % 2.55

Mg % 1.03

Fe ppm 9356.8

Cu ppm 39.6

Zn ppm 281.4

Mn ppm 373.9

KTK me/100g 31.2

pH H2O 7.6

C : N 22 : 1

S-Tot (ppm) 150.6

KA (%) 56.52

Tabel Lampiran 2. Nilai Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik Terhadap pH

H2O (1:5).

Perlakuan pH (1 : 5)

Kontrol (1) 5.70

Kontrol (2) 5.80

Kontrol (3) 5.70

Rata-rata 5.73

Kompos (1) 5.65

Kompos (2) 6.15

Kompos (3) 5.7

Rata-rata 5.83

Anorganik (1) 5.8

Anorganik (2) 5.75

Anorganik (3) 5.5

Rata-rata 5.68

Kompos + ½ Anorganik (1) 5.75

Kompos + ½ Anorganik (2) 5.75

Kompos + ½ Anorganik (3) 6.00

Rata-rata 5.83

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 5.4

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 5.4

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 5.8

Rata-rata 5.53

Kompos + Anorganik (1) 5.75

Kompos + Anorganik (2) 5.75

Kompos + Anorganik (3) 5.80

Rata-rata 5.77

Tabel Lampiran 3. Hasil Analisis Ragam pH H2O (1:5) terhadap Tanaman

Jagung.

F-tabel Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F-hitung

5% 1%

pH

Perlakuan 5 0.191 0.038 1.271tn 3.11 5.06

Galat 12 0.360 0.030

Total 17 0.551

Keterangan : tn : Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 4. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik

Terhadap Kadar N,P,K Tanaman Jagung.

Kadar Hara Tanaman (%) Perlakuan

N P K

Kontrol (1) 0.48 0.17 1.63

Kontrol (2) 0.45 0.19 2.39

Kontrol (3) 0.52 0.11 2.33

Rata-rata 0.48 0.15 2.12

Kompos (1) 0.97 0.12 2.71

Kompos (2) 1.08 0.12 2.77

Kompos (3) 0.99 0.17 2.45

Rata-rata 1.01 0.14 2.64

Anorganik (1) 0.77 0.14 1.95

Anorganik (2) 0.65 0.11 2.20

Anorganik (3) 0.74 0.11 1.31

Rata-rata 0.72 0.12 1.82

Kompos + ½ Anorganik (1) 0.77 0.11 2.54

Kompos + ½ Anorganik (2) 0.83 0.15 2.33

Kompos + ½ Anorganik (3) 0.97 0.11 2.52

Rata-rata 0.86 0.13 2.46

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 0.71 0.16 2.58

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 0.56 0.12 2.26

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 0.61 0.12 2.31

Rata-rata 0.63 0.14 2.38

Kompos + Anorganik (1) 0.65 0.20 2.47

Kompos + Anorganik (2) 0.77 0.24 2.45

Kompos + Anorganik (3) 0.73 0.22 2.64

Rata-rata 0.72 0.22 2.52

Tabel Lampiran 5. Hasil Analisis Ragam Kadar Nitrogen (N), Fosfat (P), Kalium

(K) Tanaman terhadap Tanaman Jagung.

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F-hitung F-tabel

(5%)

Kadar N

Perlakuan 5 0.5036 0.1007 21.085* 3.11

Galat 12 0.0573 0.0047

Total 17 0.561

Kadar K

Perlakuan 5 1.2829 0.2565 2.653tn 3.11

Galat 12 1.1604 0.0967

Total 17 2.4434

Kadar P

Perlakuan 5 0.0209 0.0041 5.81* 3.11

Galat 12 0.0086 0.0007

Total 17 0.0296

Keterangan : * : Berbeda nyata

tn : Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 6. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik

terhadap Ketersediaan Kadar N,P,K Tanaman Jagung beserta

Hasil Uji Duncan nya.

Kadar Hara Tanaman (%) PERLAKUAN

N P K

Kontrol 0.48 a 0.15 a 2.12

Kompos 1.01 d 0.14 a 2.64

Anorganik 0.72 b 0.12 a 1.82

Kompos + ½ Anorganik 0.85 c 0.13 a 2.33

½ Kompos + ½ Anorganik 0.62 b 0.14 a 2.50

Kompos + Anorganik 0.71 b 0.22 b 2.39

Tabel Lampiran 7. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik

Terhadap Serapan N,P,K Tanaman Jagung.

Serapan Hara Tanaman (mg/pot) Perlakuan

N P K

Kontrol (1) 283.12 98.34 951.97

Kontrol (2) 221.05 89.99 1162.46

Kontrol (3) 374.60 78.10 1692.13

Rata-rata 290.49 92.04 1267.70

Kompos (1) 788.74 99.39 2201.88

Kompos (2) 1152.72 128.96 2968.61

Kompos (3) 1186.62 209.60 2956.40

Rata-rata 1040.34 142.99 2722.86

Anorganik (1) 951.76 173.28 2398.05

Anorganik (2) 466.92 80.95 1576.90

Anorganik (3) 740.52 107.13 1310.18

Rata-rata 709.17 118.17 1787.39

Kompos + ½ Anorganik (1) 1020.62 149.19 2822.54

Kompos + ½ Anorganik (2) 1100.34 197.97 3072.59

Kompos + ½ Anorgnaik (3) 842.76 98.17 2187.55

Rata-rata 1004.63 146.59 2722.84

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 451.38 103.23 1635.56

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 419.93 91.54 1695.65

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 496.48 98.59 2165.70

Rata-rata 459.70 99.20 1832.09

Kompos + Anorganik (1) 772.22 241.25 2457.84

Kompos + Anorganik (2) 764.48 237.95 2427.51

Kompos + Anorganik (3) 746.79 226.09 2714.66

Rata-rata 765.33 236.28 2550.85

Tabel Lampiran 8. Hasil Analisis Ragam Serapan Nitrogen (N), Fosfat (P),

Kalium (K) Tanaman pada Tanaman Jagung.

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah f -hitung

F-tabel

(5%)

Serapan N

Perlakuan 5 1287401.653 257480.33 11.637* 3.11

Galat 12 265508.867 22125.738

Total 17 1552910.521

Serapan P

Perlakuan 5 41798.888 8359.777 6.109* 3.11

Galat 12 16420.688 1368.39

Total 17 58219.577

Serapan K

Perlakuan 5 5346007.4 1069201.48 6.565* 3.11

Galat 12 1954292.159 162857.679

Total 17 7300299.56

Keterangan : * : Berbeda nyata

Tabel Lampiran 9. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik

Terhadap Kadar Nitrat (NO3-), Amonium (NH4

+), P-tersedia,

dan K-tersedia Tanah.

Kadar Hara Tanah

Nitrat

(NO3-)

Amonium

(NH4+)

Fosfat

(P)

Kalium

(K) Perlakuan

(ppm) (me/100g)

Kontrol (1) 55.12 14.37 0.75 0.22

Kontrol (2) 76.55 16.42 0.54 0.23

Kontrol (3) 112.90 14.30 2.43 0.17

Rata-rata 81.67 15.02 1.25 0.21

Kompos (1) 253.81 11.27 2.24 0.32

Kompos (2) 262.17 38.61 1.82 0.30

Kompos (3) 289.92 14.87 0.74 0.33

Rata-rata 268.66 21.55 1.60 0.32

Anorganik (1) 283.34 15.50 1.18 0.17

Anorganik (2) 329.08 13.03 1.18 0.20

Anorganik (3) 228.40 17.00 2.70 0.20

Rata-rata 280.40 15.17 1.69 0.19

Kompos + ½ Anorganik (1) 300.72 11.76 2.39 0.29

Kompos + ½ Anorganik (2) 312.15 13.93 3.32 0.30

Kompos + ½ Anorganik (3) 337.85 39.33 3.29 0.29

Rata-rata 316.73 21.61 2.99 0.29

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 278.39 15.33 1.83 0.28

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 269.84 15.81 1.83 0.22

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 273.95 16.52 1.59 0.23

Rata-rata 273.99 15.89 1.75 0.25

Kompos + Anorganik (1) 398.94 16.50 2.90 0.33

Kompos + Anorganik (2) 352.18 16.44 3.76 0.34

Kompos + Anorganik (3) 328.22 15.87 3.55 0.34

Rata-rata 359.79 16.27 3.41 0.33

Tabel Lampiran 10. Hasil Analisis Ragam Kadar Nitrat (NO3-), Amonium (NH4

+),

P-tersedia, dan K-tersedia Tanah.

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F-hitung F-tabel (5%)

Kadar Nitrat

Perlakuan 5 136975.201 27395.04 30.298* 3.11

Galat 12 10849.926 904.16

Total 17 147825.128

Kadar Amonium

Perlakuan 5 164.1 32.82 0.426tn 3.11

Galat 12 924.104 77.008

Total 17 1088.204

Kadar P-tersedia

Perlakuan 5 11.371 2.274 4.639* 3.11

Galat 12 5.883 0.49

Total 17 17.254

Kadar K-tersedia

Perlakuan 5 0.0543 0.0108 24.44* 3.11

Galat 12 0.0053 0.0004

Total 17 0.0596

Keterangan : * : Berbeda nyata

tn : Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 11. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik

terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman Jagung

PERLAKUAN Bobot basah Bobot Kering

(gram/pot) (gram/pot)

Kontrol (1) 246.99 58.38

Kontrol (2) 229.01 48.62

Kontrol (3) 215.61 72.70

Rata-rata 230.54 59.90

Kompos (1) 399.80 81.32

Kompos (2) 463.70 107.13

Kompos (3) 490.26 120.46

Rata-rata 451.25 102.97

Anorganik (1) 398.21 123.14

Anorganik (2) 270.40 71.65

Anorganik (3) 365.98 99.72

Rata-rata 344.86 98.17

Kompos + ½ Anorgnaik (1) 467.85 132.05

Kompos + ½ Anorganik (2) 448.23 132.01

Kompos + ½ Anorganik (3) 427.80 86.89

Rata-rata 447.96 116.98

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 336.56 63.37

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 283.87 74.89

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 333.24 81.90

Rata-rata 317.89 73.39

Kompos + Anorganik (1) 438.78 118.5

Kompos + Anorganik (2) 428.58 98.91

Kompos + Anorganik (3) 466.62 102.66

Rata-rata 444.66 106.69

Tabel Lampiran 12. Hasil Analisis Ragam Bobot Basah dan Bobot kering

Tanaman Jagung.

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah F-hitung F-tabel (5%)

Bobot Basah

Perlakuan 5 123006.63 24601.33 17.391* 3.11

Galat 12 16975.35 1414.61

Total 17 139981.98

Bobot Kering

Perlakuan 5 7107.11 1421.42 4.096* 3.11

Galat 12 4164.26 347.02

Total 17 11271.37

Keterangan : * : Berbeda nyata

Tabel Lampiran 13. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1980) dalam

Sulaeman et al., (2005)

Sifat Tanah

Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

C (%) < 1 1-2 2-3 3-5 >5

N (%) < 0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75

C/N < 5 5-10 11-15 16-25 >25

P2O5 HCl 25% (mg/100g) < 15 15-20 21-40 41-60 >60

P2O5 Bray (ppm P) < 4 5-7 8-10 11-15 >15

P2O5 Olsen (ppm P) < 5 5-10 11-15 16-20 >20

K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10-20 21-40 41-60 >60

KTK (me/100g) < 5 5-16 17-24 25-40 >40

Susunan Kation

Ca (%) < 2 2-5 6-10 11-20 >20

Mg (%) < 0.3 0.4-1 1.1-2.0 2.1-8.0 >8

K (%) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1

Na (%) < 0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1

Kejenuhan Basa (%) < 20 20-40 41-60 61-80 >80

Kejenuhan Alumunium (%) <5 5-10 1-20 20-40 >40

Cadangan Mineral (%) < 5 5-10 11-20 20-40 >40

Salinitas/ DHL (ds/m) < 1 1-2 2-3 3-4 >4

Sangat Masam

Masam Agak

Masam Netral

Agak

Alkalis Alkalis

pH H2O < 4.50 4.50 - 5.50 5.60 - 6.50 6.50 - 7.50 7.80 - 8.50 > 8.50

Unsur Mikro DTPA* Defisiensi Marginal Cukup

Zn (ppm) 0.5 0.5 -1.0 1.0

Fe (ppm) 2.5 2.5 - 4.5 4.5

Mn (ppm) 1.0 - 1.0

Cu (ppm) 0.2 - 0.2 Sumber : Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk (2005)

* = Penilaian ini hanya berdasarkan pada sifat umum secara empiris

.

Tabel Lampiran 14. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Tinggi Rata-rata Tanaman Jagung Umur 2, 4, 6, 8

MST

Tinggi Rata-Rata Tanaman (cm) PERLAKUAN

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST

Kontrol (1) 50.75 111.00 154.75 170.50

Kontrol (2) 46.75 105.50 144.35 159.00

Kontrol (3) 42.25 103.00 129.30 154.75

Rata-rata 46.58 106.50 142.80 161.42

Kompos (1) 43.00 106.00 156.05 177.00

Kompos (2) 45.00 105.50 150.20 175.50

Kompos (3) 45.50 106.00 164.00 176.00

Rata-rata 44.50 105.83 156.75 176.17

Anorganik (1) 48.00 108.00 149.75 160.00

Anorganik (2) 47.00 85.00 132.85 154.25

Anorganik (3) 51.00 117.50 161.50 172.50

Rata-rata 48.67 103.50 148.04 162.25

Kompos + ½ Anorganik(1) 52.50 106.50 152.25 177.75

Kompos + ½ Anorganik (2) 56.50 117.00 160.20 180.50

Kompos + ½ Anorganik (3) 48.50 112.50 161.00 186.50

Rata-rata 52.50 112.00 157.82 181.59

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 52.00 110.00 152.20 169.50

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 48.75 106.50 143.45 172.00

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 55.00 106.00 143.80 154.25

Rata-rata 51.92 107.50 146.49 165.25

Kompos + Anorganik (1) 55.50 116.50 157.05 177.00

Kompos + Anorganik (2) 45.50 114.00 160.50 178.50

Kompos + Anorganik (3) 48.00 103.50 149.75 176.50

Rata-rata 49.67 111.34 155.77 177.34

Tabel Lampiran 15. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Tinggi Rata-rata Tanaman Jagung Umur 2, 4,

6, 8 MST.

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel (5%)

2 MST

Perlakuan 5 142.194 28.439 2.215tn 3.11

Galat 12 154.042 12.837

Total 17 296.236

4 MST

Perlakuan 5 162.778 32.556 0.519tn 3.11

Galat 12 752.333 62.694

Total 17 915.111

6 MST

Perlakuan 5 594.715 118.943 1.435tn 3.11

Galat 12 994.377 82.865

Total 17 1589.091

8 MST

Perlakuan 5 1138.833 227.767 5.110* 3.11

Galat 12 534.917 44.576

Total 17 1673.75

Keterangan : * : Berbeda nyata

tn : Tidak berbeda nyata

Tabel Lampiran 16. Nilai Rataan Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Tongkol dan Bobot Biji Tanaman Jagung

Produksi

PERLAKUAN Bobot Tongkol Bobot Biji

Kontrol (1) 9,64 6,26

Kontrol (2) 5,17 3,55

Kontrol (3) 26,81 21,37

Rata-rata 13,87 10,39

Kompos (1) 70,39 58,2

Kompos (2) 78,56 65,48

Kompos (3) 68,49 57,87

Rata-rata 72,48 60,52

Anorganik (1) 42,8 34,94

Anorganik (2) 22,69 15,51

Anorganik (3) 25,84 20,41

Rata-rata 30,44 23,62

Kompos + ½ Anorganik (1) 37,37 27,25

Kompos + ½ Anorganik (2) 42,2 32,67

Kompos + ½ Anorganik (3) 47,82 37,56

Rata-rata 42,46 32,49

½ Kompos + ½ Anorganik (1) 24,6 19,83

½ Kompos + ½ Anorganik (2) 13,07 10,48

½ Kompos + ½ Anorganik (3) 11,94 6,9

Rata-rata 16,54 12,40

Kompos + Anorganik (1) 67,88 54,49

Kompos + Anorganik (2) 48,5 38,01

Kompos + Anorganik (3) 50,03 39,34

Rata-rata 55,47 43,95

Tabel Lampiran 17. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Bobot Tongkol dan Bobot Biji Tanaman

Jagung

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F-hitung F-tabel (5%)

Bobot Tongkol

Perlakuan 5 7836,264 1567,253 20,065* 3.11

Galat 12 937,325 78,11

Total 17 35515,725

Bobot Biji

Perlakuan 5 5594,595 1118,919 18,253* 3.11

Galat 12 735,591 61,299

Total 17 23143,076

Keterangan : * : berbeda nyata