pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai

71
 PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI KANTOR CAMAT 568744321897 856 KABUPATEN 223145655225 SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan oleh DEWI WARA ARIMBI PRINGGANDANI NPM. 10010290 PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP) BENTANG BARANANG GRINGSING WESI 2014

Upload: harry-d-fauzi

Post on 11-Oct-2015

1.806 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Skripsi Ilmu Pemerintahan, Manajemen, SDM tentang pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di tingkat kecamatan

TRANSCRIPT

  • PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI DI KANTOR CAMAT 568744321897856

    KABUPATEN 223145655225

    SKRIPSI

    Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan

    oleh

    DEWI WARA ARIMBI PRINGGANDANI NPM. 10010290

    PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)

    BENTANG BARANANG GRINGSING WESI 2014

  • 2

    ABSTRAK DEWI WARA ARIMBI PRINGGANDANI (10010290) Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu Pedmerintahan (STISIP) Bentang Baranang Gringsing Wesi Pembimbing:

    Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kecamatan 568744321897856 Kabupaten 223145655225. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) kinerja pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225, (2) pengaruh kepemimpinan di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225, dan (3) Besarnya pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225.

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua variabel Kepemimpinan Camat dan kinerja pegawai menggunakan instrumen angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala Likert.

    Hasil penelitian menunjukkan: (1) Kinerja pegawai pada Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 berada pada tingkat yang sedang atau kualitasnya cukup baik dengan persentasi sebesar 78,36%. (2) Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 tergambar dalam keadaan cukup baik yang ditunjukkan dengan tanggapan responden sebesar 70,93%. (3) Kepemimpinan Camat berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan nilai thitung (2,613) yang lebih besar daripada nilai ttabel (1,613) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 32-2=30. (4) Kepemimpinan Camat berpengaruh sebesar 63,20 % terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856. Sedangkan sisanya sebesar 36,80 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

  • 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian

    Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan

    dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi

    oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan dan didukung oleh kapasitas

    organisasi pemerintahan yang memadai, maka penyelenggaraan tata

    pemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud, sebaliknya

    kelemahan kepemimpinan merupakan salah satu sebab keruntuhan kinerja

    birokrasi di Indonesia.1

    Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang

    pemimpin (leader) dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh

    unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasinya untuk mencapai suatu

    tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan kinerja pegawai

    yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja pegawai berarti tercapainya

    hasil kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan tujuan organisasi.

    Kepemimpinan yang ada di Kantor Camat 568744321897856

    Kabupaten 223145655225 dipimpin oleh seorang Camat yang membawahi 30

    orang pegawai membutuhkan kepemimpinan yang baik sehingga Kantor

    Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225 dapat menciptakan

    pelayanan yang maksimal kepada masyarakat yang ada di wilayah tersebut.

    Salah satu permasalahan yang terjadi di Kantor Camat

    568744321897856 Kabupaten 223145655225 yang juga merupakan

    permasalahan hampir di semua lembaga atau instansi pemerintahan adalah 1 Istianto, Bambang. Manajemen Pemerintahan Dalam Persepektif Pelayanan Publik. (Jakarta:

    Mitra Wacana Media. 2009) p. 2

  • 4

    munculnya keluhan dan ketidak-puasan masyarakat terhadap pelayanan

    kepada masyarakat yang tidak maksi-mal seperti yang dikemukakan oleh

    mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris2 bahwa kinerja Pegawai Negeri

    Sipil (PNS) masih memprihatinkan, masih buruknya kinerja PNS diketahui

    dari masih tingginya persentase keterlambatan masuk kerja dan pelaksanaan

    tugas yang tidak sesuai standar.

    Masih buruknya kinerja birokrasi ini juga tercermin dari ungkapan

    seorang pejabat di DPRD 223145655225 yang mendesak Bupati mengganti

    Camat yang tidak berkompeten, Camat yang merupakan perpanjangan tangan

    dari kebijakan dan pelayanan Bupati di tingkat Kecamatan harus siap

    melayani masyarakat serta memahami betul kondisi daerah yang dipimpinnya.

    Kalau Camat tidak berhasil memimpin masyarakatnya, tentu akan berdampak

    kepada citra Bupati juga tandasnya. Kalau masyarakat resah dan terganggu

    untuk berurusan dengan pemerintah khususnya terkait administrasi, tentu

    pembangunan juga akan terhambat bahkan bisa menggagagalkan program dan

    kebijakan pembangunan di 223145655225.

    Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan

    judul Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai Di Kantor

    Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225.

    B. Identifikasi dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

    Berdasar kepada latar belakang penelitian di atas, beberapa permasalahan

    dapat teridentifikasi sebagai berikut.

    a. Apakah kepemimpinan dapat mempengaruhi kesuksesan dan

    kegagalan pencapaian tujuan organisasi?

    b. Apakah kepemimpinan dapat meningkatkan kinerja pegawai di

    lingkungan Kantor Camat 568744321897856?

    2 Artikel Kinerja (Online) pada http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/24/1346573/kinerja

  • 5

    c. Apa saja langkah yang seharusnya diambil oleh seorang pemimpin

    dalam meningkatkan kinerja pegawainya?

    d. Bagaimana sebenarnya kualitas kinerja pegawai negeri sipil dan aparat

    pemerintahan di lingkungan kecamatan 568744321897856?

    e. Seberapa besar kepemimpinan dapat mempengaruhi kinerja pegawai di

    lingkungan kecamatan 568744321897856?

    2. Rumusan Masalah

    Permasalahan yang teridentifikasi di atas ternyata cukup banyak.

    Oleh karena itu, dalam penelitian ini diperlukan pembatasan permasalahan

    yang dirumuskan melalui rumusan masalah. Di samping itu, untuk

    memudahkan peneliti nantinya, dan agar peneliti memiliki arah yang jelas

    maka terlebih dahulu dilakukan perumusan masalah.

    Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini

    adalah sebagai berikut.

    1) Bagaimanakah kinerja pegawai di Kantor Camat 568744321897856

    Kabupaten 223145655225?

    2) Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja pegawai di

    Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225?

    3) Seberapa besar pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di

    Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225?

    C. Maksud dan Tujuan Penelitian

    Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan

    hal-hal sebagai berikut.

    1. Kinerja pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten

    223145655225.

    2. Pengaruh kepemimpinan di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten

    223145655225.

  • 6

    3. Besarnya pengaruh kepemimpinan camat terhadap kinerja pegawai di

    Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten 223145655225.

    D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Praktis

    a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak

    dan diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai

    alternatif pemecahan masalah-masalah dalam pengembangan

    manajemen pemerintahan.

    b. Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi yang

    bermanfaat sebagai masukan dan pertimbangan bagi lembaga

    pemerintahan terkait untuk mengetahui arti pentingnya kinerja pegawai

    sehingga dapat mendorong perbaikan kualitas layanan masyarakat

    secara keseluruhan.

    c. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam memberikan alternatif terhadap peningkatan sumber

    daya manusia di lingkungan kerja Kantor Camat 568744321897856

    dan untuk menentukan pilihan kebijakan yang berkaitan dengan upaya

    peningkatan kinerja pegawai.

    2. Kegunaan Teoretis

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan yang

    bersifat akademis bagi pengembangan teori, konsep-konsep ilmiah dan

    referensi dalam pengembangan ilmu manajemen khususnya manaje-

    men pemerintahan.

  • 7

    b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman bagi peneliti-

    an-penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kinerja pegawai

    dalam upaya meningkatkan disiplin kerja.

    E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1. Kerangka Pemikiran

    a. Kepemimpinan

    Menurut Hasibuan3, kepemimpinan adalah cara seorang pe-

    mimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan

    bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.

    Selanjutnya menurut Istianto4 ada beberapa definisi kepemimpinan

    yang dapat mewakili tentang kepemimpinan, yaitu sebagai berikut.

    1) Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam memimpin sedangkan

    pemimpin adalah orangnya yang memiliki kemampuan untuk

    mempengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti apa

    yang diinginkannya. Oleh karena itu pemimpin harus mampu

    mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

    bersama.

    2) Kepemimpinan adalah dimana seorang pemimpin harus mampu

    mengatur dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan

    bersama.

    3) Kepemimpinan merupakan subjek yang penting di dalam manajemen

    dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan hubungan

    antara atasan dan bawahan di dalam organisasi.

    4) Kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia dan

    dapat diukur dari pengaruhnya terhadap perilaku organisasi.

    3 Hasibuan, Malayu, S.P. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah (Jakarta: Gunung

    Agung.2003 p. 170 4 Istianto, Bambang. Manajemen Pemerintahan Dalam Persepektif Pelayanan Publik. (Jakarta:

    Mitra Wacana Media. 2009) p. 87

  • 8

    5) Kepemimpinan pemerintahan adalah sikap, perilaku dan kegiatan

    pemimpin pemrintahan di pusat dan daerah dalam upaya mencapai

    tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.

    Dari berbagai pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

    pengertian kepemimpinan merupakan suatu cara seorang pemimpin dalam

    usahanya untuk mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama untuk

    mencapai tujuan organisasi.

    Kepemimpinan transformasional (transformational leadership)

    merupakan salah-satu diantara sekian model kepemimpinan, oleh Burns

    diartikan sebagai sebuah proses saling meningkatkan diantara para

    pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih

    tinggi.5 Bass mengistilahkan kepemimpinan transformasional sebagai

    Fours Is, yang meliputi pengaruh individual (individualized influence),

    motivasi inspiratif (inspirational motivation), stimulasi intelektual

    (intellectual stimulation), dan pertimbangan individual (individualized

    consideration) (individualized consideration).6

    Keefektifan peran seorang pemimpin sangatlah diperlukan dalam

    lingkungan kerja. Bass (1985) mendefinisikan bahwa kepemimpinan

    sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi

    bawahan dengan cara-cara tertentu.7 Bawahan merasa percaya, kagum,

    loyal dan hormat terhadap atasannya sehingga bawahan termotivasi untuk

    berbuat lebih banyak dari pada apa yang biasa dilakukan dan

    diharapkannya. Kepemimpinan pada prinsipnya memotivasi bawahan

    untuk berbuat lebih baik dari apa yang biasa dilakukan, dengan kata lain

    dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan

    berpengaruh terhadap peningkatan kerja.

    5 Yukl, Gary. Leadership in Organization. (Saddle River, New Jersey: Prentice Hall Inc. 2010) p.

    296) 6 Ibid 7 Toha, Miftah. Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo. 2003) p. 78

  • 9

    Faktor kepemimpinan, dari atasan dapat memberikan pengayoman

    dan bimbingan kepada karyawan dalam menghadapi tugas dan lingkungan

    kerja yang baru. Pemimpin yang baik akan mampu menularkan optimisme

    dan pengetahuan yang dimilikinya agar karyawan yang menjadi

    bawahannya dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Menurut

    Robbins, kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi

    suatu kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan.8 Fungsi kepemimpinan

    adalah memandu, menuntun, membimbing, membangun, atau memberi

    motivasi kerja, dan membuat jaringan komunikasi dan membawa

    pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju dengan ketentuan waktu dan

    perencanaan. Sehingga setiap pimpinan akan memperlihatkan gaya

    kepemimpinannya lewat ucapan, sikap tingkah lakunya yang dirasa oleh

    dirinya sendiri maupun orang lain.

    Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator

    kepemimpinan terdiri atas:

    1) Pengarahan. Camat memberikan pengarahan yang jelas dan dapat

    dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.

    2) Komunikasi. Komunikasi sebagai cara yang dilakukan Camat dalam

    proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.

    3) Pengambilan keputusan. Camat memberikan wewenang dan

    tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya

    dalam menyelesaikan pekerjaan.

    4) Motivasi. Camat memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan

    kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan.

    b. Kinerja Pegawai

    8 Robbins, Stephen. P. dan Mary Coulter. Manajemen. Gramedia. Jakarta. 2005) p. 56

  • 10

    Pengertian kinerja menurut Tika menyatakan bahwa kinerja adalah

    hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam

    melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.9

    Sedangkan pengertian kinerja menurut Anwar Prabu merupakan

    perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang

    dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.10

    Selanjutnya Rivai mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku

    nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan

    oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.11

    Pengertian kinerja juga dikemukakan oleh beberapa ahli

    manajemen antara lain sebagai berikut

    1) Prawiro Suntoro mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang

    dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi

    dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu.

    2) Handoko mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana organisasi

    mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.12

    Berdasarkan beberapa definisi tersebut, penulis mengambil

    kesimpulan tentang definisi dari kinerja seseorang pegawai adalah sebagai

    hasil pekerjaan atau kegiatan seorang pegawai secara kualitas dan

    kuantitas dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan dalam

    melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

    Pengukuran Kinerja Pegawai Menurut Agus Dharma hampir

    semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai

    berikut: 9 Tika, P. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara.

    Jakarta. 2006) p. 235 10 Anwar Prabu Mangkunegara. 2008. Kinerja (Online). Terdapat pada

    (http://intanghina.wordpress.com/2008/06/10/kinerja/). Diunduh tanggal 4 Februari 2014. 11 Veithzal Rivai dan Deddy Mulyadi. 2009. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. (Jakarta :

    PT Rajagrafindo Persada.. 2009) p. 309 12 Tjutju Yuniarsih dan Suwatno. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung : Alfabeta. 2008)

    p. 121

  • 11

    1) kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.

    2) kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran

    kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran atau tingkat kepuasan

    yaitu seberapa baik penyelesaiannya

    3) ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang

    direncanakan.13

    Sedangkan menurut Mathis yang menjadi indikator dalam

    mengukur kinerja atau prestasi karyawan adalah sebagai berikut:

    1) kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dalam kondisi

    normal.

    2) kualitas kerja, yaitu dapat berupa kerapian ketelitian dan keterkaitan

    hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan.

    3) pemanfaatan waktu, yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan

    dengan kebijaksanaan perusahaan atau lembaga pemerintahan.

    4) kerjasama, yaitu kemampuan menangani hubungan dengan orang lain

    dalam pekerjaan.14

    Berdasar kepada pemikiran di atas, indikator kinerja pegawai

    terdiri atas:

    1) Kuantitas kerja yang dilihat dari penyelesaian semua tugas dengan baik

    dan tanpa banyak kesalahan.

    2) Kualitas kerja berupa kerapian, ketelitian dan mematuhi semua

    peraturan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya.

    3) Pemanfaatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai

    dengan peraturan yang berlaku.

    13 Agus Dharma (2003:355) 14 Mathis, Robert L & John H. Jackson ( Terjemahan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira),

    Manajemen Sumber Daya Manusia, jilid 2, Jakarta: Salemba Empat. 2002) p. 78

  • 12

    4) Kerjasama yakni kemampuan pegawai dalam membina hubungan

    dengan pegawai lain dan pimpinan

    2. Hipotesis Penelitian

    Hipotesis merupakan jawaban sementara dari penelitian yang akan

    dilakukan, yang mana kebenarannya perlu untuk diuji serta dibuktikan

    melalui penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan

    baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-

    fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Dengan kata lain,

    hipotesis dapat juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

    masalah penelitian, belum jawaban yang empirik.15

    Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka teori yang telah

    dipaparkan di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: Terdapat

    pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja pegawai Kecamatan

    568744321897856 Kabupaten 223145655225.

    Paradigma penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

    Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

    F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Penelitian

    Penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja

    Pegawai Kecamatan 568744321897856 Kabupaten 223145655225 ini

    15 Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 70

    Kepemimpinan Camat (X)

    Kinerja Pegawai (Y)

    (1) Pengarahan (2) Komunikasi (3) Pengambilan

    Keputusan (4) Motivasi

    (1) Kuantitas kerja (2) Kualitas Kerja (3) Pemanfaatan

    Waktu (4) Kerja sama

  • 13

    menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah

    satu pendekatan yang ada dalam penelitian. Pendekatan ini menekankan pada

    prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya.

    Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari asumsi dasar penelitian

    kuantitatif.

    Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai

    objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam

    bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas

    merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan

    pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil

    penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model

    penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya

    hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan

    berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan

    digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungan-

    nya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan

    kulturalnya.

    Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana

    penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.

    Dalam penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja Pegawai

    Kecamatan 568744321897856 Kabupaten 223145655225 ini digunakan

    metode deskriptif verifikasi dengan menggunakan teknik survei. Singarimbun

    mengemukakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil

    sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat

    pengumpul data yang pokok.16 Sementara itu, Sugiyono mengemukakan

    bahwa menurut tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke dalam

    penelitian asosiatif.17 Penelitian asosiatif adalah penelitian yang mencari

    pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang

    16 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3 17 Sugiyono. Op.Cit. p. 11

  • 14

    dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) Kepemimpinan dan (2) Kinerja

    Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    Menurut Nasir, teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur

    yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan

    dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan,

    serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang

    diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik

    pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua

    macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.18

    a. Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini

    dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan

    mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi

    yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada

    pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk

    memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku,

    laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan dengan

    fokus penelitian.

    b. Teknik Angket

    Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden

    sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Pemilihan dengan

    model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden memiliki

    waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan

    yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara

    pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden

    mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan

    18 Nazir, Moh. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2005) p. 328

  • 15

    untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam

    waktu yang cepat dan tepat.

    Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala

    Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap,

    pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu

    fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian

    produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu,

    penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.

    Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

    Tabel 1.1 Penskoran Skala Likert

    Pernyataan Bobot Penilaian Pernyataan Bobot

    Penilaian

    Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5

    Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4

    Netral Skor : 3 Netral Skor : 3

    Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2

    Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1

    G. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat 568744321897856, yang

    berlokasi di Jl. Jangari, Kademangan, Kabupaten 223145655225. Penelitian

    ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2014 sampai

    dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan

    melalui tabel berikut.

    Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

    No Kegiatan Februari 2014 Maret 2014

    April 2014

    Mei 2014

    Juni 2014

    Juli 2014

    1 Kegiatan Prapenelitian X X X

  • 16

    2 Pengumpulan Data X X X

    3 Analisis Data X X X X X

    4 Penyusunan Laporan X X X X

    5 Bimbingan dan Perbaikan X X X X

    6 Sidang Skripsi X

    H. Sistematika Penulisan Skripsi

    Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima bagian

    sebagai berikut.

    1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

    pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta sistematika

    pengembangan skripsi.

    2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang pembahasan

    kepemimpinan dan kinerja pegawai.

    3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian yang

    membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian, metode

    dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.

    4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis, serta pem-

    bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.

    5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil analisis data yang

    diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat dikemukakan

    berdasarkan temuan-temuan pada saat penelitian.

  • 17

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS

    A. Kepemimpinan 1. Pengertian Kepemimpinan

    Makna kata kepemimpinan erat kaitannya dengan kata memimpin.

    Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan

    segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga dapat didayagunakan

    secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pengertian

    kepemimpinan itu bersifat universal, berlaku dan terdapat pada berbagai

    bidang kegiatan hidup manusia. Oleh karena itu, sebelum dibahas pengertian

    kepemimpin-an yang menjurus pada bidang pendidikan, maka perlu dipahami

    dahulu pengertian kepemimpinan yang bersifat universal.

    Istilah kepemimpinan mempunyai banyak batasan dan para pakar pen-

    didikan memberikan pengertian kepemimpinan yang berbeda-beda. Guna

    lebih memahami makna dari kepemimpinan, berikut dikemukakan menurut

    beberapa ahli pendidikan mengenai pengertian dan definisi tentang

    kepemimpinan.

  • 18

    Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting

    dalam suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu

    organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut.

    Pentingnya ke-pemimpinan seperti yang dikemukakan oleh James M. Black

    pada Management: a Guide to Executive Command dalam Sadili Samsudin

    menyebutkan bahwa Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan

    menggerakkan orang lain agar mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya

    sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.19

    Menurut Goetsch dan Stanley20 kepemimpinan adalah kemampuan

    untuk menginspirasikan orang guna menciptakan satu komitmen total,

    diinginkan dan sukarela terhadap pencapaian tujuan organisasional atau

    melebihi pencapaian tujuan tersebut. Selanjutnya Terry, juga mengatakan

    bahwa kepemimpinan adalah hubungan di mana satu orang yakni pemimpin,

    mempengaruhi pihak lain untuk dapat bekerja sama dalam upaya mencapai

    tujuan. Dari pengertian itu, dapat diketahui bahwa pemimpin berhubungan

    dengan sekelompok orang.21

    Sedangkan menurut Kimball Wiles, dengan secara singkat

    mendefinisikan kepemimpinan itu dari sudut pandangan yang agak berbeda,

    dan dengan "scope" pengertian yang lebih luas. Beliau mengatakan bahwa:

    Leadership is any contribution to the establishment and attainment of group

    purposes.22 Beliau tidak memandang kepemimpinan itu sebagai satu kesiapan,

    kemampuan atau energi belaka, tetapi ia lebih menekankan kepemimpinan itu

    sebagai satu sumbangan dari setiap orang yang dapat bermanfaat di dalam

    penetapan dan pencapaian tujuan "group" secara bersama.

    Sementara itu, Indrafachrudi mengartikan kepemimpinan adalah suatu

    kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga 19 Samsudin, Sadili. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bandung: Pustaka Setia. 2006), p. 287 20 David L. Goetsch dan Stanley B. Davis, Manajemen Mutu Total, alih bahasa; Benyamin Molan,

    (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2002), p. 169 21 Marno & Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: Refika

    Aditama, 2008), p.22 22 Kimball Wiles, Supervision for Better Schools, (New York: Englewood Cliffs, Printice- Hall.,

    1961), p.29

  • 19

    tercapai-lah tujuan itu.23 Kemudian menurut Ukas, kepemimpinan adalah

    kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi orang

    lain, agar ia mau berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu

    maksud dan tujuan.24 Sedangkan George R. Terry dalam Miftah Thoha

    mengartikan bahwa kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi

    orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.25

    Sejumlah definisi dikemukakan pula oleh berbagai ahli di dunia

    sebagai-mana dikutip berikut ini.

    1) Kepemimpinan adalah suatu proses di mana individu mempengaruhi

    kelompok untuk mencapai tujuan umum.26

    2) Kepemimpinan itu adalah kemampuan untuk menanamkan keyakinan dan

    memperoleh dukungan dari anggota organisasi untuk mencapai tujuan

    organisasi.27

    3) Menurut Rivai definisi kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses

    mempengaruhi dan menetukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku

    pengikut untuk mencapai tujuan, dan mempengaruhi untuk memperbaiki

    kelompok dan budayanya.28

    4) Menurut Nawawi, kepemimpinan berarti kemampuan menggerakkan

    memberikan motivasi dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia

    melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui

    keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.29

    23 Indrafachrudi, Soekarto. Bagaimana Memimpin Sekolah yang Efektif. (Bogor: Ghalia Indonesia,

    2006), p. 2 24 Ukas, Maman. Manajemen: Konsep, Prinsip, dan Aplikasi. (Bandung: Agini, 2004), p. 268. 25 Toha, Miftah. Kepemimpinan dalam Manajemen, (Jakarta: Raja Grafindo. 2003), p. 5. 26 P. G. Northouse, Leadership: Theory and Practice (New Delhi: Response Book, 2003), p.3.

    Pengertian ini dipertajam oleh Suprayogo bahwa proses mempengaruhi aktivitas dapat dilakukan kepada individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Lihat Imam Suprayogo, Reformulasi Visi dan Misi Pendidikan Islam (Malang: STAIN Press, 1999), p. 160.

    27 A. J. Dubrin, Leadership: Research Findings, Practices, and Skills, (Boston: Houghton Mifflin Company, 2001), p. 3.

    28 Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 2. 29 Hadari Nawawi, Administrasi Pandidikan (Jakarta: Haji Masagung, 1998), p. 81.

  • 20

    Pada definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada

    dasarnya terkandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti: (1) di

    dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau

    lebih, (2) di dalam melibatkan proses mempengaruhi, di mana pengaruh yang

    sengaja (intentional influence) digunakan oleh memimpin terhadap bawahan.

    Di samping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definsi tersebut juga

    memiliki perbedaan yang bersifat umum pula seperti: (1) siapa yang

    mempergunakan pengaruh, (2) tujuan dari usaha untuk mempengaruhi, dan (3)

    cara pengaruh itu digunakan.

    Bertolak dari pengertian kepemimpinan di atas, terdapat tiga unsur

    yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat

    memper-lakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin

    harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan

    dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini

    dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari

    pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun secara tidak

    disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya menurut

    caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan

    dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya.

    2. Teori Kepemimpinan

    Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan pemimpin

    untuk mempengaruhi karyawan dalam sebuah organisasi, sehingga mereka

    termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam memberikan penilaian

    terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin, karyawan

    melakukan proses kognitif untuk menerima, mengorganisasikan, dan memberi

    penafsiran terhadap pemimpin.

  • 21

    Menurut Wursanto, teori kepemimpinan adalah bagaimana seseorang

    menjadi pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin.30 Beberapa

    teori tentang kepemimpinan yaitu:

    a. Teori Kelebihan

    Teori ini beranggapan bahwa seorang akan menjadi pemimpin apabila ia

    memiliki kelebihan dari para pengikutnya. Pada dasarnya kelebihan yang

    harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup 3 hal yaitu kelebihan

    ratio, kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.

    b. Teori Sifat

    Teori ini menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik

    apabila memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para pengikutnya dapat

    menjadi pengikut yang baik, sifat-sifat kepemimpinan yang umum

    misalnya bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh

    inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan

    kreatif.

    c. Teori Keturunan

    Menurut teori ini, seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan

    atau warisan, karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya

    otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orangtuanya.

    d. Teori Kharismatik

    Teori ini menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang

    tersebut mempunyai kharisma (pengaruh yang sangat besar). Pemimpin ini

    biasanya memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat

    besar.

    e. Teori Bakat

    30 Wursanto. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. (2002:197)

  • 22

    Teori ini disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin

    lahir karena bakatnya. Ia menjadi pemimpin karena memang mempunyai

    bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan harus

    dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut

    menduduki suatu jabatan.

    f. Teori Sosial

    Teori ini beranggapan pada dasarnya setiap orang dapat menjadi pemimpin.

    Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia diberi

    kesempatan. Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah

    kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun

    pengalaman praktek.

    3. Fungsi-fungsi Kepemimpinan

    Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam

    kehidupan kelompok/ organisasi dimana fungsi kepemimpinan harus

    diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai31 secara operasional

    fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut.

    a. Fungsi Instruktif

    Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator

    merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana

    perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif.

    Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerak-

    kan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

    b. Fungsi Konsultatif

    Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha

    menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan

    pertimbangan yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang

    31 Rivai. (2005:53)

  • 23

    yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang

    diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari

    pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah

    keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi itu

    dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback)

    untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah

    ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat

    diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan

    lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan berlangsung

    efektif.

    c. Fungsi Partisipasi

    Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-

    orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan

    maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat

    semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama

    dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

    Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan

    bukan pelaksana.

    d. Fungsi Delegasi

    Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang

    membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun

    tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti

    kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan

    pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan

    aspirasi.

    e. Fungsi Pengendalian

    Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/

    efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam

    koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan

  • 24

    bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan

    melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.

    4. Teknik Kepemimpinan

    Menurut Wursanto teknik kepemimpinan yaitu membicarakan

    bagaimana seorang pemimpin, menjalankan fungsi kepemimpinanya yang

    terdiri atas teknik-teknik berikut.32

    a. Teknik Kepengikutan

    Merupakan teknik untuk membuat orang-orang suka mengikuti apa yang

    menjadi kehendak si pemimpin. Ada beberapa sebab mengapa seseorang

    mau menjadi pengikut yaitu:

    - kepengikutan karena peraturan/ hukum yang berlaku

    - kepengikutan karena agama

    - kepengikutan karena tradisi atau naluri

    - kepengikutan karena rasio

    b. Teknik Human Relations

    Merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk mendapatkan

    kepuasan psikologis maupun kepuasan jasmaniah. Teknik human relations

    dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam kebutuhan kepada

    para bawahan, baik kepuasan psikologis ataupun jasmaniah.

    c. Teknik Memberi Teladan, Semangat, dan Dorongan

    Dengan teknik ini pemimpin menempatkan diri sebagai pemberi teladan,

    pemberi semangat, dan pemberi dorongan. Dengan cara demikian diharapkan

    dapat memberikan pengertian dan kesadaran kepada para bawahan sehingga

    mereka mau dan suka mengikuti apa yang menjadi kehendak pemimpin.

    5. Tipe Kepemimpinan

    32 Wursanto. Op.Cit. p. 207.

  • 25

    Tipe kepemimpinan sering diartikan sebagai perilaku kepemimpinan

    atau gaya kepemimpinan (leadership style). Secara umum dapat dikatakan

    bahwa, kepemimpinan merupakan sumbangan dari seseorang di dalam situasi-

    situasi kelompok/kerjasama. Kepemimpinan dan kelompok adalah dua hal

    yang tidak dapat dipisahkan, karena tidak ada kelompok tanpa adanya

    kepemimpian, dan sebaliknya kepemimpinan hanya terjadi dalam situasi

    interaksi kelompok, seorang pemimpin harus berada di dalam suatu kelompok

    di mana dia memainkan peranan-peranan dan kegiatan-kegiatan kepemimpin-

    annya.

    Tipe kepemimpinan menurut Sanusi adalah sebagai berikut.

    1) Tipe Otokratik, menganggap bahwa kepemimpinan adalah hak pribadinya sehingga ia tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain dan tidak boleh ada orang lain.

    2) Tipe Kendali bebas (Laeissez-Faire), cenderung memilih peran pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri. Pemimpin Laeissez-Faire banyak memberikan kekebasan kepada personil untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan dan sedikit sekali memberikan pengarahan kepada personilnya. Kepemimpinan Laeissez-Faire tidak dapat diterapkan secara resmi di lembaga pendidikan, kepemimpinan Laeissez-Faire dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakukan tidak terarah, perwujudan kerja samping siur, wewenang dan tanggungjawab tidak jelas, yang akhirnya apa yang menjadi tujuan pendidikan tidak tercapai.

    3) Tipe Paternalistik, seorang pemimpin yang tergolong paternalistik menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap melindungi, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya, dan bersikap maha tahu.

    4) Tipe Kharismatik, pemimpin yang mempunyai daya tarik sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang banyak dan pengikutnya tidak dapat menjelaskan secara kongkrit mengapa pemimpinnya dikagumi.

    5) Tipe Militeristik, pemimpin yang menggerakkan bawahannya sering menggunakan dengan sistem perintah, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan dari bawahannya dan meng-gemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

  • 26

    6) Tipe Pseudo-demokratik, pemimpin semu demokratis, nampak demokratis padahal otokratis.

    7) Tipe Demokratis, pemimpin yang menggerakkan bawahannya bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritikan dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork.33

    Sejalan dengan pendapat Sanusi di atas, Siagian mengemukakan

    tentang lima tipe kepemimpinan, yakni:

    (1) kepemimpinan otokratis, menganggap organisasi yang dipimpinnya sebagai milik pribadi, mengidentifikasikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, dan tidak mau menerima pendapat, saran dan kritik dari anggotannya;

    (2) kepemimpinan militeristis, menggerakkan bawahan sering mengguna-kan cara perintah, senang bergantung pada jabatan, senang formalitas yang berlebih-lebihan, dan sulit menerima kritik dan saran dari bawahnnya;

    (3) kepemimpinan paternalistis, menganggap bawahan sebagai manusia yang tidak dewasa, terlalu melindungi, jarang memberi kesempatan pada bawahan untuk mengambil keputusan, hampir tidak pernah memberi kesempatan pada bawahan untuk berinisiatif sendiri dan mengembangkan krasi dan fantasinya;

    (4) kepemimpinan karismatis, memiliki daya penarik yang sangat besar sehingga memiliki pengikut yang besar jumlahnya, pengikutnya tidak dapat menjelaskan mengapa mereka tertarik mengikuti dan mentaati pemimpinnya, dia seolah-olah memiliki kekuatan gaib, karisma yang dimilikinya tidak bergantung pada umur, kekayaan, kesehatan atau ketampanan si pemimpin, dan

    (5) kepemimpinan demokratis, dalam menggerakkan bawahan ber-pendapat bahwa manusia itu makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi bawahan, senang menerima saran, pendapat dan kritik dari bawahan.34

    Selanjutnya, gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan

    pemim-pin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Menurut Thoha gaya 33 Sanusi Achmad, Kepemimpinan Sekarang dan Masa Depan, (Bandung: Prospect, 2009), p. 51 34 Siagian, Sondang P. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I. Cetakan Ketiga Belas. (Jakarta:

    Bumi Aksara. 2006), pp. 67-68

  • 27

    kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada

    saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia

    lihat.35

    Di lihat dari segi efektif dan tidak efektif gaya kepemimpinan menurut

    Mulyasa mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan dikelompokkan sebagai

    berikut.

    a. Gaya Efektif 1) Executif, gaya ini menunjukkan adanya perhatian baik kepada

    tugas maupun kepada hubungan kerja dalam kelompok. Pimpinan berusaha memotivasi anggota dan menetapkan standar kerja yang tinggi serta mau mengerti perbedaan individu, dan menempatkan individu sebagai manusia.

    2) Developer, gaya ini memberikan perhatian yang cukup tinggi terhadap hubungan kerja dalam kelompok dan perhatian menimum terhadap tugas pekerjaan. Pimpinan yang menganut gaya ini sangat memperhatikan pengembangan individu.

    3) Benevolent Authocrat, gaya ini memberikan perhatian yang tinggi terhadap tugas dan rendah dalam hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini mengetahui secara tepat apa yang ia inginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan di pihak lain.

    4) Birokrat, gaya ini memberikan perhatian yang rendah terhadap tugas maupun terhadap hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini menerima setiap peraturan dan berusaha memeliharanya dan melaksanakannya.

    b. Gaya yang tidak Efektif 1) Compromiser, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas

    maupun pada hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini merupakan pembuat keputusan yang tidak efektif dan sering menemui hambatan dan masalah.

    2) Missionary, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada hubungan kerja dan rendah pada tugas. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya tertarik pada keharmonitas dan tidak bersedia mengontrol hubungan meskipun tujuan tidak tercapai.

    3) Autocrat, gaya ini memberi perhatian yang tinggi pada tugas dan rendah pada hubungan. Pemimpin yang menganut gaya ini selalu menetapkan kebijaksanaan dan keputusan sendiri.

    35 Toha, Miftah. Opcit, p. 45.

  • 28

    4) Deserter, gaya ini memberi perhatian yang rendah pada tugas dan hubungan kerja. Pemimpin yang menganut gaya ini hanya mau memberikan dukungan dan memberikan struktur yang jelas serta tanggung jawab, hanya pada waktu dibutuhkan.36

    Sergovanni dan Starrat telah mengidentifikasikan dua dimensi kunci

    kepemimpinan yakni (1) gaya kepemimpinan yang berorientasi pada

    pelaksanaan pekerjaan dan tugas, dan (2) gaya kepemimpinan yang

    berorientasi terhadap kebutuhan atau perasaan manusia dan hubungan diantara

    mereka.37

    Dalam situasi yang tidak tepat, gaya kepemimpinan tersebut menjadi

    kurang efektif, tetapi dalam situasi yang tepat ia menjadi sangat efektif. Gaya

    kepemimpinan yang ideal adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan

    semua gaya yang ada sebaik mungkin pada situasi yang mendukung dan

    memenuhi kebutuhan kinerja kepemimpinan itu sendiri. Hal ini berarti

    situasilah yang mungkin menentukan gaya apa yang digunakan, karenanya

    tidak mungkin menerapkan satu gaya secara efesien.

    B. Kinerja Pegawai

    1. Pengertian Kinerja

    Kinerja merupakan suatu konsep umum yang digunakan untuk menge-

    tahui efektivitas pelaksanaan kerja pegawai sehingga dapat diaplikasikan

    dalam beragam setting organisasi. Kata kinerja merupakan terjemahan dari

    kata performance yang berarti: (1) melakukan, menjalankan, dan

    melaksanakan, (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban sebuah nazar, (3)

    melaksanakan dan menyempurnakan tanggungjawab, dan (4) melakukan

    sesuatu yang diharapkan oleh seseorang.38 Dalam kamus Websters, third New

    International disebutkan beberapa pengertian performance di antaranya : the

    act or process of carrying out something; the execution of an action the ability

    36 Mulyasa, OpCit, p. 138 37 Sagala, Syaiful. Administrasi Pendidikan Kontemporer. (Bandung: Alfabeta. 2002), p. 153 38 Prawirosentono, Suyadi. Kebijaksanaan Kinerja Karyawan - Kiat Membangun Organisasi

    Kompetitif Menjalang Perdagangan Bebas Dunia. (Yogyakarta: BPFE. 1999) p. 1.

  • 29

    to perform, the capacity to achieve a desired result39, yang berarti aktivitas

    atau proses penyelesaian sesuatu; pelaksanaan kegiatan; kemampuan

    berprestasi; kemampuan untuk mencapai hasil yang telah diharapkan.

    Banyak ahli memberi batasan tentang kinerja sesuai dengan sudut

    pandang masing-masing. Menurut Bernadin dan Rusell bahwa kinerja adalah

    the record outcomer produced on a specified job function or activity during

    specified time period40, yang berarti kinerja adalah catatan yang dihasilkan

    outcomer dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu priode

    tertentu.

    Hasibuan menyebutkan kinerja sebagai prestasi kerja, mengungkapkan

    bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

    melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang disandarkan atas

    kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.41 Menurut Hasibuan,

    peningkatan kinerja karyawan akan terlihat jika technical skill, dan human

    skill karyawan yang semakin baik, maka kualitas dan kuantitas produksi pun

    akan semakin baik. Oleh karena itu, untuk melihat perkembangan dan

    peningkatan kinerja, Hasibuan menegaskan perlunya penilaian kinerja yang

    tujuannya meliputi hal-hal sebagai berikut.

    a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk

    promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya upah.

    b. Untuk mengukur prestasi kerja.

    c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas perusahaan.

    d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan.

    e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan latihan karyawan.

    39 Gove, Philip Babcock and Webster, Merriam. Webster Third New International Dictionary.

    (Springfield, Mass., U.S.A. : Merriam-Webster, [1996], 1993) p. 1678 40 Bernardin, John and Russel, Joyce, E. A. 1998. Human Resource Management an Experiental

    Approach. 2nd edition. (New York: Mc.Graw-Hill Companies Inc. 1998), p. 239 41 Hasibuan, Malayu SP. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), p.

    94

  • 30

    f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi karyawan.

    g. Untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk mengobservasi

    perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan bawahannya.

    h. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan masa lampau dan

    meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

    i. Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.

    j. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan

    karyawan.

    k. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian

    pekerjaan.42

    Mangkunegara mengatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja

    secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam

    melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

    kepadanya.43 Menurut Mangkunegara, terdapat aspek-aspek standar pekerjaan

    yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.

    Aspek kuantitatif yaitu :

    a. proses kerja dan kondisi pekerjaan, b. waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, c. jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan d. jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja

    Aspek kualitatif yaitu :

    a. ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, b. tingkat kemampuan dalam bekerja, c. kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan

    menggunakan mesin/peralatan, dan

    42 Ibid, p. 89 43 Mangkunegara, Anwar Prabu. Evaluasi Kinerja SDM. (Jakarta:Tiga Serangkai, 2005), p. 67

  • 31

    d. kemampuan mengevaluasi (keluhan atau keberatan konsumen atau masyarakat).44

    Kebutuhan individu pegawai menjadi motivasi utama karena hal ini

    terkait dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial dan juga

    kebutuhan egois (egoistical needs) pegawai sendiri. Kondisi fisik pekerjaan

    dapat menjadi motivasi kuat bagi pegawai karena terkait lingkungan tempat

    pegawai bekerja dan ini meliputi; tingkat kebisingan, pencahayaan, ventilasi,

    kondisi ekonomi secara umum, dan situasi personal si pegawai yang

    bersangkutan. Kondisi sosial pekerjaan ditempatkan pada motivasi tinggi

    karena terkait: (a) organisasi formal; (b) organisasi informal, dan; (c)

    kepemimpinan atau supervisor.

    2. Pengukuran Kinerja

    Kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi adalah

    kinerja pegawai, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang

    berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi.

    Dalam konteks vitalitas kerja, maka memberdayakan pegawai menjadi sesuatu

    yang penting. Pegawai yang berharga bagi perusahaan adalah karyawan yang

    menciptakan prestasi yang berharga dengan cara yang efisien.

    Pengukuran kinerja dapat bersifat subjektif atau objektif. Objektif

    berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain

    yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran

    yang bersifat subjektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi

    atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk

    diverifikasi oleh orang lain.

    Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome

    dan bukan sekedar input dan proses. Outcome yang dimaksudkan adalah

    outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan,

    44 Ibid, p.71

  • 32

    outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi

    tolok ukur keberhasilan organisasi sektor publik.

    Castetter memberikan definisi penilaian kinerja, sebagai suatu proses

    penetapan kinerja individu pada masa lalu atau saat ini dibandingkan dengan

    latar belakang lingkungan kerjanya serta mengenai potensi masa depan bagi

    organisasi.45 Penilaian kinerja harus dapat diarahkan pada tingkat pencapaian

    produktivitas pegawai, yaitu seberapa produktif seorang pegawai berkinerja,

    sama atau lebih efektif pada masa akan datang, sehingga karyawan, organisasi

    dan masyarakat memperoleh manfaat.

    Tujuan penilaian kinerja pada dasarnya untuk mendapatkan informasi

    tentang apa yang dikerjakan pekerja dalam kurun waktu tertentu sesuai standar

    kerja yang telah ditentukan, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk

    proses perbaikan di masa yang akan datang. Castetter mengelompokkan tujuan

    penilaian kinerja dalam lima kategori: a) to determine personal employment

    status; b) to implement personal actions; c) to improve individual

    performance; d) to achieve organizational goals, and e) to translate the

    authority system into controls that regulate performance.46

    Setiap organisasi memiliki sistem pengukuran kinerjanya sendiri-

    sendiri dan dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran, yaitu job specification

    and job description. T.R Mitchell menguraikan dalam lima dimensi kinerja

    yang dapat diukur, yaitu (1) quality of work, (2) promptness, (3) initiative, (4)

    capability, (5) communication.47 Sedangkan Gibson mengemukakan empat

    dimensi: (1) performance, (2) conformance, (3) dependability, (4) personal

    adjustment.48 Hasibuan memberi dimensi yang lebih banyak dibanding kedua

    pakar di atas, sebelas dimensi, yakni (1) kesetiaan, (2) prestasi, (3) kejujuran,

    45 Castetter, William B. The Human Resources Function in Educational Administration. (New

    Jersey: Prentice Hall, 1996), p. 270 46 Ibid, p. 277 47 Mitchell, T. R. People In Organization; Under Standing Their Behaviors. (New York : Mc Grow-

    Hill. 1978) p. 343 48 Gibson. Op.Cit., p. 120

  • 33

    (4) kedisiplinan, (5) kreativitas, (6) kerjasama, (7) kepemimpinan, (8)

    kepribadian, (9) prakarsa, (10) kecakapan, (11) tanggung jawab.49

    Tidak semua standar penilaian kinerja efektif dapat dilaksanakan,

    Casteter mengemukakan mengenai beberapa hal yang menjadi penyebab

    ketidakefektifan kinerja seperti berikut.

    a. Sumber individu pekerja itu sendiri yang disebabkan oleh: (1) kelemahan intelektual, (2) kelemahan psikologis, (3) kelemahan fisiologis, (4) kelemahan motivasi, (5) faktor-faktor personalitas, (6) faktor ketuaan/usia, (7) preparasi posisi, (8) orientasi nilai.

    b. Sumber dari organisasi yang disebabkan oleh: (1) sistem organisasi, (2) peranan organisasi, (3) kelompok-kelompok dalam organisasi, (4) perilaku yang berhubungan dengan pengawasan, (5) iklim organisasi.

    c. Sumber dari lingkungan eksternal, yang disebabkan oleh: (1) keluarga, (2) kondisi ekonomi, (3) kondisi politik, (4) kondisi hukum, (5) nilai-nilai sosial, (6) pasar kerja, (7) perubahan teknologi, (8) perkumpulan- perkumpulan.50

    C. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai

    Berdasarkan deskripsi teori-teori yang ada dapat disimpulkan bahwa

    kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seorang pemimpin

    dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan untuk bekerja sama

    dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan untuk mencapai

    tujuan yang telah ditetapkan. Dapat dikatakan bahwa kepemimpinanlah yang

    memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi

    dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja

    para pegawainya.51 Yang dapat dilihat dari bagaimana seorang pemimpin

    dapat mempengaruhi bawahannya untuk bekerjasama menghasilkan pekerjaan

    yang efektif dan efisien.

    Sedangkan Kinerja pegawai adalah hasil pekerjaan atau kegiatan

    seorang pegawai secara kuantitas dan kualitas untuk mencapai tujuan

    49 Hasibuan. Op.Cit., p. 106 50 Castetter. Op.Cit., p. 324 51 (Siagian, 2003:3)

  • 34

    organisasi yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya dimana tugas pegawai

    negeri adalah bersifat pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.

    BAB III

    OBJEK PENELITIAN

    A. Deskripsi Latar Penelitian

    Kecamatan merupakan perangkat daerah sebagai pelaksana teknis

    kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh

    Camat. Camat berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati

    melalui Sekretaris Daerah.

    Kecamatan 568744321897856 memiliki luas daerah 105,20 km2

    dengan jumlah penduduk 64.654 jiwa. Kecamatan 568744321897856

    memiliki 12 desa, 64 Rukun Warga (RW), serta 282 Rukun Tetangga (RT).

    Kantor Kecamatan 568744321897856 terletak di Jl. R.A. Natamanggala

    KM.14 568744321897856 Telp. (0263)284993, 223145655225 43292.

    Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan

    yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi

    daerah dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan, meliputi

    pemberdayaan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum, penerapan dan

    penegakan peraturan perundangan-undangan, pemeliharaan prasarana dan

  • 35

    fasilitas pelayanan umum pemerintahan di tingkat kecamatan, pemerintahan

    desa dan atau kelurahan, dan pelayanan masyarakat sesuai dengan ketentuan

    dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dalam melaksanakan tugas, Kecamatan menyelenggarakan fungsi :

    1. Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;

    2. Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban

    umum;

    3. Pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-

    undangan;

    4. Pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

    5. Pengkoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

    kecamatan;

    6. Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;

    7. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya

    dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau

    kelurahan.

    Adapun struktur organisasi Kecamatan 568744321897856 adalah

    sebagai berikut.

  • 36

    Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kecamatan

    B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

    Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna

    variabel yang sedang diteliti. Singarimbun52 memberikan pengertian tentang

    definisi operasional sebagai unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana

    cara mengukur suatu variabel. Definisi operasional dapat juga dikatakan

    sebagai informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan

    menggunakan variabel yang sama. Dengan demikian, definisi operasional

    dalam sebuah penelitian harus dapat diukur dan spesifik serta dapat dipahami

    oleh orang lain.

    Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan, variabel penelitian

    ini dapat didefinisikan sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

    Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Penelitian

    Variabel Dimensi Indikator Item Skala

    Kepemimpinan Pengarahan 1. Camat memberikan pengarahan yang jelas

    1, 2 Ordinal

    52 Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES, 2003) hal. 46-47

  • 37

    Variabel Dimensi Indikator Item Skala

    dan dapat dimengerti oleh pegawai dalam melakukan pekerjaan.

    Komunikasi 2. Komunikasi sebagai cara yang dilakukan Camat dalam proses pekerjaan sehingga pegawai mau bekerjasama.

    3, 4 Ordinal

    Pengambilan Keputusan

    3. Camat memberikan wewenang dan tanggungjawab dalam pengambilan keputusan kepada pegawainya dalam menyelesaikan pekerjaan.

    5, 6 Ordinal

    Camat (X)

    Motivasi 4. Camat memberikan bimbingan, dorongan dan pengawasan kepada bawahan dalam pelaksanaan pekerjaan.

    7, 8 Ordinal

    Kuantitas Kerja 5. Dilihat dari penyelesaian semua tugas dengan baik dan tanpa banyak kesalahan.

    1, 2 Ordinal

    Kualitas Kerja 6. Berupa kerapian, ketelitian dan mematuhi semua peraturan dalam melaksanakan tugas sesuai dengan pekerjaannya.

    3, 4 Ordinal

    Kinerja Pegawai (Y)

    Pemanfaatan Waktu

    7. Dalam menyelesaikan pekerjaan tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    5, 6 Ordinal

  • 38

    Variabel Dimensi Indikator Item Skala

    Kerja Sama 8. Kemampuan pegawai dalam membina hubungan dengan pegawai lain dan pimpinan

    7, 8 Ordinal

    C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

    Sumber data mengacu kepada populasi penelitian serta penentuan

    sampel yang digunakan dalam penelitian. Populasi menurut Husaeni53

    adalah semua nilai baik melalui perhitungan kuantitatif maupun kualitatif,

    dari karak-teristik tertentu mengenai objek yang lengkap dan jelas.

    Ditinjau dari banyaknya anggota populasi, maka populasi terdiri dari

    populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak terbatas (tak terhingga), dan

    dilihat dari sifatnya populasi dapat bersifat homogen dan heterogen.

    Menurut Sugiyono54 populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

    objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

    ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

    Populasi penelitian tentang Pengaruh Kepemimpinan Terhadap

    Kinerja Pegawai di Kantor Camat 568744321897856 Kabupaten

    223145655225 ini adalah seluruh pegawai Kantor Camat

    568744321897856, Kabupaten 223145655225 yang seluruhnya berjumlah

    32 orang. Jumlah ini meliputi camat hingga pegawai pada seksi-seksi yang

    ada.

    2. Sampel Penelitian

    Pada penelitian ini digunakan teknik sampling berupa probability

    sampling, yaitu teknik sampling yang memberikan peluang yang sama

    53 Winarno, Surakhmad. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, (Bandung: Tarsito.

    2005), hal. 8 54 Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) hal. 4

  • 39

    bagi semua anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel.55

    Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah stratified random

    sampling di mana populasi mempunyai anggota yang tidak homogen dan

    berstrata secara proporsional.

    Sampel yang diambil pada penelitian ini didasarkan kepada

    pendapat Arikunto56 yang menyatakan bahwa untuk sekedar ancer-ancer,

    maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya.

    Selanjutnya jika jumlah subjeknya lebih besar, dapat diambil antara 10 % -

    15 % atau 20 % - 25 %.

    Mengingat jumlah populasi di atas sedikit (32 orang), maka seluruh

    populasi dijadikan sebagai sampel atau sensus penelitian. Seluruh

    responden akan menjawab seluruh item yang terdapat pada angket yang

    diajukan tanpa pemilahan dan pengklasifikasian.

    D. Langkah-langkah Pengumpulan Data

    Menurut Nasir57, teknik pengumpulan data merupakan instrumen ukur

    yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan

    dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan,

    serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang

    diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik

    pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua

    macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.

    1. Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan

    sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat

    bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi yang

    terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada 55 Ibid, hal. 92 56 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta: Rineka Cipta.

    2002), hal. 94 57 Nasir, Muhammad. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2005), hal. 328

  • 40

    pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk

    memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku,

    laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan dengan

    fokus penelitian.

    2. Teknik Angket

    Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden

    sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang

    disebarkan seluruhnya adalah 31 perangkat angket. Pemilihan dengan

    model angket ini didasarkan atas alasan bahwa (a) responden memiliki

    waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan

    yang diajukan, (b) setiap responden menghadapi susunan dan cara

    pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden

    mempunyai kebebasan dalam memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan

    untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dalam

    waktu yang cepat dan tepat.

    Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk

    skala Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk

    mengukur sikap, pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang

    tentang suatu fenomena sosial. Permasalahan kepemimpinan dan kinerja

    pegawai dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu,

    penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.

    E. Langkah-langkah Pengolahan Data 1. Analisis Deskriptif Hasil Penelitian

    Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur

    persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah

    peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang

    telah ditetapkan oleh peneliti. Pengolahan data secara deskriptif adalah

    dengan cara memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden dengan

    skor pilihan jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah

  • 41

    responden pada masing-masing pilihan jawaban ini (pada masing-masing

    item) dijadikan dasar penafsiran data hasil penelitian secara deskriptif.

    Untuk menentukan tingkat tanggapan responden, dilakukan

    perhitungan persentase dengan mengacu kepada teori yang dikemukakan

    oleh Harun Al-Rasyid dalam Ating Somantri58 dalam menyusun

    penskalaan dengan metode Likerts Summated Rating yang ditentukan

    oleh skor maksimum dan skor minimum yang mungkin dicapai oleh setiap

    responden.

    z z z z z

    2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

    Uji validitas instrumen penelitian bertujuan untuk mengukur valid

    tidaknya instrumen itu. Teknik analisis yang dipergunakan adalah teknik r

    Product Moment, yaitu hasil perhitungan dibandingkan dengan kriteria

    validitas yaitu suatu butir pernyataan dinyatakan valid jika koefesien rhitung

    lebih besar dari rtabel pada taraf signifikansi = 0,05. Uji validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun

    ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau

    pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur

    korelasi antara masing-masing item pertanyaan dengan skor total variabel

    dengan nilai item correted correlation pada analisis reability statistics

    dengan menggunakan aplikasi SPSS 18.0 for Windows. Jika nilai item

    correted correlation > rtabel, maka item instrumen dinyatakan valid.

    58 Ating Somantri dan Sambas A. Muhidin. Aplikasi Statistik dalam Penelitian. (Bandung:

    Pustaka Setia. 2006), hal. 122.

    Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

    20 40 60 80 100

  • 42

    Uji reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan

    koefesien reliabilitas dari Alpha Cornbach. Uji reliabilitas merupakan

    indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat

    dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk

    menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbachs

    Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran

    dengan ketentuan jika nilai r Cronbachs Alpha > rtabel, maka instrumen

    dinyatakan reliabel atau dapat dipercaya.

    3. Uji Asumsi Klasik

    a. Uji Normalitas Distribusi Data

    Karena statistik parametrik berlandaskan pada asumsi bahwa

    data yang akan dianalisis harus berdistribusi normal, maka dilakukan

    pengujian normalitas untuk mengetahui apakah data yang dihasilkan

    berdistribusi normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan syarat

    penting pada pengujian kebermaknaan koefisien regresi. Apabila data

    residual dari mode regresi tidak mengikuti distribusi normal, maka

    kesimpulan dari uji F dan uji t perlu dipertanyakan karena statistik uji

    dalam analisis regresi diturunkan dari data yang berdistribusi normal

    (Sugiono, 2004: 74).

    Uji normalitas distribusi data yang digunakan pada penelitian

    ini adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Dasar pengambilan

    keputusannya jika thitung < ttabel maka data telah berasal dari data yang

    berdistribusi normal.

    b. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

    Persyaratan kedua dalam analisis regresi linier klasik adalah

    harus tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Artinya, varian residu

    pada data harus bersifat homogen atau sama. Uji heteroskedastitas

    dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara

    variabel bebas dengan nilai residu regresi parsialnya. Jika probabiltias

  • 43

    kesalahan statistik atau p-value > ( = 0,05) atau nonsignifikan, maka

    diputuskan tidak terjadi situasi heteroskedastitas.

    c. Uji Asumsi Autokorelasi

    Menurut Maurice G. Kendall (1971:8), autokorelasi akan

    menjelaskan bahwa varian residual (e) tidak saling berpengaruh. Hal

    ini dapat dilihat dengan menggunakan tes dari Durbin-Watson.

    Mekanisme tes Durbin-Watson (dalam Gujarati, 1993:217) ini

    adalah sebagai berikut.

    (1) Menentukan regresi OLS dan menentukan residual ei.

    (2) Menghitung nilai d (dengan menggunakan aplikasi

    komputer).

    (3) Untuk ukuran sampel tertentu, menghitung nilai kritis dL

    dan dU.

    (4) Menghitung nilai d-dL dan 4-dU dan kemudian mem-

    bandingkannya dengan nilai d pada daerah berikut.

    1 dL dU 4-dL 4-dU 4

    4 1,660 1,660 2,340 2,340 4

    Autokorelasi (+)

    Tidak meyakinkan Tidak ada Autokorelasi

    Tidak meyakinkan

    Autokorelasi (-)

    Jika nilai d terletak di antara dU dan 4-dU, maka dapat

    disimpulkan tidak ada autokofrelasi dalam data. Sedangkan jika nilai d

    berada pada daerah lainnya maka kesimpulan diberikan oleh gambar di

    atas. Untuk mengatasi masalah autokorelasi dilakukan transformasi

    melalui transformasi p = 1 d/2 (d= nilai Durbin-Watson).

    4. Uji Regresi Linier Sederhana

    Analisis data diarahkan pada pengujian hipotesis yang diawali

    dengan deskripsi data penelitian dari ketiga variabel dalam bentuk

    distribusi frekuensi dan histogramnya serta menentukan persamaan

  • 44

    regresinya. Analisis regresei linier sederhana diawali dengan pengujian

    asumsi klasik dengan persamaan regresi sebagai berikut.

    = a + bX + e

    Keterangan:

    Y : Kinerja Pegawai

    X : Kepemimpinan Camat

    a : konstanta

    b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X

    e : epsilon, galat presisi yang terjadi secara acak.

    (Sugiyono, 2004: 124)

    5. Pengujian Hipotesis Sebelum digunakan sebagai dasar kesimpulan, persamaan regresi

    yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi regresi melalui pengujian di

    atas, perlu diuji koefisien regresinya. Pengujian regresi ini dilakukan untuk

    melihat apakah model yang diperoleh dan koefisien regresinya dapat

    dikatakan bermakna secara statistik sehingga dapat diambil kesimpulan

    secara umum untuk populasi penelitian.

    Untuk mengetahui apakah variabel independen (X) memiliki

    pengaruh terhadap variabel Y dengan tingkat keyakinan 1 , maka

    digunakan uji t. Bentuk hipotesis statistik yang diuji adalah sebagai

    berikut.

    Hipotesis statistik yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai

    berikut.

    HO : i = 0 Tidak terdapat pengaruh Kepemimpinan Camat terhadap

    Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856

    Kabupaten 223145655225.

    HA : i 0 Terdapat pengaruh Kepemimpinan Camat terhadap Kinerja

    Pegawai pada Kantor Camat 568744321897856

    Kabupaten 223145655225.

  • 45

    Statistik Uji-t yang digunakan menggunakan rumus sebagai

    berikut.

    thitung = SE

    atau thitung = r 2r - 12 -n

    Keterangan:

    = koefisien regresi SE = standar error dari koefisien regresi

    r = koefisien korelasi

    n = ukuran sampel

    Terdapat 2 (dua) cara pengambilan keputusan atas hasil pengujian

    di atas, yakni dengan cara sebagai berikut.

    (1) Membandingkan nilai thitung dengan ttabel.

    (a) Jika thitung > ttabel, maka HO ditolak dan HA diterima.

    (b) Jika thitung ttabel, maka HA ditolak dan HO diterima.

    (2) Membandingkan nilai signifikansi dengan nilai alpha.

    (a) Jika nilai signifikansi (p-value) < , maka HO ditolak dan HA

    diterima.

    (b) Jika nilai signifikansi (p-value) , maka HA ditolak dan HO

    diterima.

    Jika HO ditolak, berarti variabel independen berpengaruh secara

    nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Sebaliknya, jika HO ditolak,

    maka variabel independen tidak bepengaruh secara nyata (signifikan)

    terhadap variabel dependen.

    6. Koefisien Determinasi

  • 46

    Koefisien determinasi dihitung untuk menentukan variabel

    independen terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi multiple

    diperoleh dari jumlah kuadrat regresi dan jumlah kuadrat total dengan

    menggunakan rumus sebagai berikut.

    KD = R2 x 100%

    Untuk mempermudah pengolahan dan analisis, maka dalam

    penelitian ini digunakan aplikasi SPSS (Statistical Product and Service

    Solutions) for Windows Release 18. Langkah ini ditempuh mengingat

    pengolahan data pada paket program tersebut lebih cepat dan mempunyai

    tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan perhitungan

    secara manual.

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Profil Responden

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 dengan responden

    seluruh pegawai pada Kantor Camat 568744321897856, Kabupaten

    223145655225, yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Berdasarkan hasil

  • 47

    angket yang disebarkan ke seluruh responden penelitian, diperoleh profil

    responden sebagai berikut.

    Tabel 4.1

    Penggolongan Responden Berdasarkan Kelompok Umur

    No. Kelompok Usia Responden (Tahun) Jumlah Persentase

    1 < 30 2 6,25

    2 31 35 12 37,50

    3 36 40 9 28,125

    4 41 45 6 18,75

    5 46 50 2 6,25

    6 > 51 1 3,125

    Jumlah Seluruh 32 100 Sumber: Data hasil pengolahan penulis (2014)

    Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa usia responden terbanyak

    adalah berusia 31-35 tahun serta 36-40 tahun, yang masing-masing

    berjumlah 12 orang atau 37,50% dan 9 orang atau 28,125%, sedangkan

    yang berusia di bawah 30 tahun sebanyak 2 orang, atau 6,25%. Data ini

    menunjukkan bahwa responden penelitian ini, yakni para pegawai Kantor

    Camat 568744321897856 masih tergolong cukup muda.

    Tabel 4.2

    Penggolongan Responden berdasarkan Gender

    No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

    1 Laki-laki 24 75

    2 Perempuan 8 25

  • 48

    Jumlah Seluruh 32 100 Sumber: Data hasil pengolahan penulis (2014)

    Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa responden laki-laki ternyata

    lebih banyak daripada responden perempuan, yakni sebanyak 75%. Hal ini

    menunjukkan bahwa pegawai Kantor Camat 568744321897856 lebih

    banyak lak-laki daripada wanita.

    Tabel 4.3

    Penggolongan Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan

    No. Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Persentase

    1 Pascasarjana 1 3,125

    2 Sarjana 11 34,375

    3 Diploma II dan III 5 15,625

    4 SLTA 12 37,50

    5 SMP dan di bawahnya 3 9,375

    Jumlah Seluruh 32 100

    Data pada tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan

    responden yang terbanyak adalah tingkat SLTA, yakni 12 orang atau

    sebanyak 37,50%. Kemudian responden yang berpendidikan Sarjana

    sebanyak 11 orang atau 34,375%. Dengan demikian dapat disimpulkan

    bahwa responden pegawai Kantor Camat 568744321897856 223145655225

    rata-rata cukup tinggi.

    B. Uji Instrumen

    1. Uji Validitas Instrumen

    Uji validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat

    kesahihan atau ketepatan suatu instrumen penelitian sehingga tidak

    menyimpang dari operasional variabel yang telah ditetapkan. Uji validitas

    dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi item total melalui

  • 49

    koefisien korelasi r Product Moment dari Pearson dengan pengujian dua

    arah (two tailed test). Data diolah dengan bantuan program SPSS for

    Windows Release 18.0 dengan hasil sebagai berikut.

    Tabel 4.4

    Hasil Uji Validitas Instrumen Kepemimpinan Camat (X)

    Item Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted

    Corrected Item-Total Correlation

    Squared Multiple Correlation

    Cronbach's Alpha if Item Deleted

    Item 1 53,0364 46,258 ,513 ,627 ,795

    Item 2 53,8545 41,756 ,437 ,559 ,785

    Item 3 53,9636 42,221 ,445 ,484 ,785

    Item 4 53,2909 45,729 ,458 ,647 ,797

    Item 5 53,8364 42,732 ,438 ,608 ,785

    Item 6 53,6000 42,467 ,530 ,564 ,779

    Item 7 53,2909 43,951 ,534 ,743 ,793

    Item 8 54,0000 40,593 ,520 ,674 ,778

    Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r

    product moment sebesar 0,344 pada taraf signifikansi 5% dan N = 32.

    Hasil pada tabel di atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.

    1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,513 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 1

    dinyatakan Valid.

    2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,437 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 2

    dinyatakan Valid.

    3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,445 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 3

    dinyatakan Valid.

    4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,458 < r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 4

    dinyatakan Valid.

  • 50

    5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,438 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 5

    dinyatakan Valid.

    6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,530 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 6

    dinyatakan Valid.

    7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,534 > r kritis = 0,266. Dengan demikian instrumen Item 7

    dinyatakan Valid.

    8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,520 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 8

    dinyatakan Valid.

    Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai

    kritis pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=32,

    yakni sebesar 0,344. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa seluruh

    item memiliki validitas cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai

    koefisien korelasi item yang terletak antara 0,400 0,699 (Sugiyono,

    2001:149).

    Tabel 4.5

    Hasil Uji Validitas Instrumen Kinerja Pegawai (Y)

    Scale Mean if Item Deleted Scale Variance if Item Deleted

    Corrected Item-Total Correlation

    Squared Multiple Correlation

    Cronbach's Alpha if Item Deleted

    Item 1 52,7091 47,877 ,535 ,622 ,783

    Item 2 53,2364 45,851 ,612 ,540 ,776

    Item 3 53,2909 46,655 ,581 ,542 ,779

    Item 4 52,7091 46,543 ,654 ,638 ,774

    Item 5 53,4545 46,215 ,550 ,670 ,781

    Item 6 53,2545 49,823 ,418 ,408 ,799

    Item 7 52,8000 49,459 ,421 ,407 ,791

    Item 8 53,2182 46,766 ,522 ,576 ,783

  • 51

    Validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai pada table r

    product moment sebesar 0,344 pada taraf signifikansi 5% dan N = 32.

    Hasil pada tabel di atas dapat ditafsirkan sebagai berikut.

    1) Skor Item 1. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,535 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 1

    dinyatakan Valid.

    2) Skor Item 2. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,612 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 2

    dinyatakan Valid.

    3) Skor Item 3. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,581 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 3

    dinyatakan Valid.

    4) Skor Item 4. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,654 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 4

    dinyatakan Valid.

    5) Skor Item 5. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,550 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 5

    dinyatakan Valid.

    6) Skor Item 6. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,418 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 6

    dinyatakan Valid.

    7) Skor Item 7. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,421 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 7

    dinyatakan Valid.

    8) Skor Item 8. Besarnya Koefisien korelasi skor item terhadap Skor

    Total = 0,522 > r kritis = 0,344. Dengan demikian instrumen Item 8

    dinyatakan Valid.

  • 52

    Dasar penentuan validitas item kuesioner didasarkan kepada nilai

    kritis pada tabel r Product Moment pada taraf signifikansi 5% dan N=32,

    yakni sebesar 0,344. Pada tabel di atas pun tampak pula bahwa seluruh

    item memiliki validitas cukup tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh nilai

    koefisien korelasi item yang terletak antara 0,400 0,699 (Sugiyono,

    2001:149).

    2. Uji Reliabilitas Instrumen

    Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana tingkat

    konsistensi atau kehandalan penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan

    menggunakan teknik belah dua (split-half) melalui formulasi Spearman-

    Brown.

    Hasil uji reliabilitas untuk masing-masing variabel disajikan pada

    tabel berikut ini.

    Tabel 4.6

    Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Kepemimpinan Camat (X)

    Reliability Statistics

    Value ,644Part 1

    N of Items 4a

    Value ,596Part 2

    N of Items 4b

    Cronbach's Alpha

    Total N of Items 8

    Correlation Between Forms ,817

    Equal Length ,899Spearman-Brown Coefficient

    Unequal Length ,900

    Guttman Split-Half Coefficient ,899

    a. The items are: Item 1, Item 2, Item 3, Item 4.

    b. The items are: Item 5, Item 6, Item 7, Item 8.

    Koefsien Reliabilitas 8 item instrumen kepemimpinan Camat

    dengan metode Split-half pada tabel 4.6 di atas menunjukkan korelasi

    belahan I terhadap belahan II