pengaruh kebijakan makroekonomi terhadap volatilitas harga komoditas dalam perspektif g20 [mboeik &...

Upload: fashhan-adilla-rahman

Post on 09-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengaruh Kebijakan Makroekonomi Terhadap Volatilitas Harga Komoditas Dalam Perspektif G20 [Mboeik & Rakhmindyarto,

TRANSCRIPT

  • 1

    Pengaruh kebijakan makroekonomi terhadap volatilitas harga

    komoditas dalam perspektif G20

    Regina Patricia Mboeik dan Rakhmindyarto1

    Pendahuluan

    Perkembangan ekonomi global yang tidak tidak menentu membuat volatilitas harga

    komoditas berkontribusi pada terciptanya risiko-risiko ekonomi yang dapat menghambat

    upaya pemulihan kondisi global. Hal ini diperkuat oleh prediksi World Bank pada awal

    tahun 2011 dalam Global Commodity Market Outlook bahwa harga komoditas, khususnya

    komoditas dasar seperti pangan, logam, mineral, dan energi, secara umum cenderung akan

    mengalami penurunan harga sejak mencapai harga puncak pada awal 2011. Hal ini

    disebabkan oleh merosotnya kondisi ekonomi global yang ditandai dengan penurunan

    permintaan komoditas dan peningkatan sisi supply yang salah satunya ditunjang oleh

    meningkatnya sisi investasi akibat kenaikan harga.

    Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran proses pembahasan isu-isu

    volatilitas harga komoditas pada forum G20, bagaimana G20 kemudian menganalisis untuk

    melihat dampak volatilitas harga komoditas terhadap kondisi makro ekonomi dan kebijakan-

    kabijakan yang diambil untuk memitigasi dampak tersebut

    Volatilitas Harga Komoditas

    Pada tahun 2011, Para menteri Keuangan G20 membentuk G20 Study Group on

    Commodities yang diberi mandat untuk melakukan kajian mendalam terkait volatilitas harga

    komoditas, termasuk komoditas energi. Target dari pelaksanaan kajian mengenai komoditas

    ini adalah memperoleh pemahaman yang cukup mengenai faktor-faktor yang menentukan

    terjadinya volatilitas harga komoditas. Dalam hal ini dimaksudkan untuk membangun dasar

    pemikiran dan persepsi yang sama untuk tahap-tahap pembahasan agenda mengenai isu

    komoditas di G20. Hasil dari kajian yang dilakukan oleh study group tersebut kemudian

    1 Kedua penulis bekerja pada Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Kementerian

    Keuangan. Penulis dapat dihubungi lewat email: [email protected] dan

    [email protected]. Tulisan ini adalah pendapat pribadi.

  • 2

    dilaporkan kepada para menteri keuangan dan gubernur bank sentral G20 sebagai

    rekomendasi yang mencakup informasi penting mengenai: i) faktor-faktor pendorong

    volatilitas harga komoditas, ii) dampak dari volatilitas harga komoditas terhadap

    pertumbuhan, distribusi pendapatan, stabilitas harga, stabilitas pasar keuangan, serta

    tantangan terhadap kebijakan ekonomi suatu negara, termasuk kebijakan moneter.2

    Dalam kerja sama forum G20 dibawah Keketuaan Perancis pada tahun 2011, Study

    Group yang telah melakukan serangkaian pertemuan untuk mempersiapkan masukan dalam

    mengidentifikasi faktor-faktor penyebab volatilitas harga komoditas dan usulan posisi yang

    perlu diambil oleh negara-negara anggota G20 dalam menanggapi masalah ini. Meskipun

    Study Group ini tidak dimandatkan untuk memberikan usulan kebijakan konkret dalam

    penanggulangan volatilitas harga komoditas, namun hasil yang diperoleh diharapkan menjadi

    acuan pengambilan sikap kolektif bagi negara-negara anggota G20 selanjutnya.

    Salah satu pekerjaan penting yang dilaksanakan oleh Study Group tersebut yaitu

    kajian komprehensif mengenai volatilitas harga komoditas di bawah kepemimpinan Mr.

    Hiroshi Nakaso yang kemudian mempresentasikan hasil penelitian dalam bentuk Report of

    the G20 Study Group on Commodities under the chairmanship of Mr. Hiroshi Nakaso.

    Laporan tersebut diawali dengan gambaran keadaan harga komoditas saat ini yang relatif

    meningkat ditandai dengan fluktuasi yang signifikan atas harga komoditas. Pergerakan harga

    komoditas ini telah direspon oleh masing-masing negara melalui kebijakan domestik.

    Pembahasan kemudian diarahkan untuk memenuhi mandat para pemimpin negara G20 dalam

    mengkaji atau mengidentifikasi faktor-faktor penyebab volatilitas harga komoditas, di

    antaranya: i) distorsi suplai dan penyebabnya ii) kebijakan pemerintah yang berkontribusi

    terhadap volatilitas harga iii) peran pelaku pasar dalam mempengaruhi volatilitas harga iv)

    inisiatif bersama yang dapat dilakukan dalam mengatasi volatilitas harga.

    Dalam memandang distorsi pasokan komoditas sebagai salah satu penyebab

    volatilitas harga, negara anggota G20 pada umumnya sepakat bahwa terganggunya pasokan

    komoditas pangan dan energi terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan dari

    negara-negara berkembang khususnya negara emerging seperti India dan RRT. Peningkatan

    permintaan yang tidak diikuti oleh meningkatnya produksi secara memadai dinilai ikut

    2 G20 Study Group on Commodities: Elements of Terms of Reference on the Commodities Study Group, Annex

    2 of Report of the G20 Study Group on Commodities under the chairmanship of Mr. Hiroshi NAKASO

  • 3

    mendorong terciptanya peningkatan harga komoditas energi dan pangan dunia. Disamping

    itu, penyebab lainnya yaitu kurangnya investasi baik untuk produksi pangan maupun minyak

    juga dianggap turut berkontribusi terhadap hal ini.

    Lebih jauh, dalam pembahasan agenda komoditas di forum G20, negara anggota

    menyampaikan kekhawatiran terjadinya perubahan kebijakan di masing-masing negara akibat

    kondisi geopolitik yang kurang kondusif termasuk yang terjadi negara-negara penghasil

    minyak akibat terganggunya pasokan komoditas minyak. Selain itu, perubahan iklim dan

    bencana alam ikut berkontribusi dalam menggagalkan panen di beberapa negara produsen

    pangan penting di dunia seperti Australia, Jepang, Thailand dan Vietnam. Selama

    pelaksanaan diskusi dalam study group ini, muncul perdebatan dan usulan inisiatif untuk

    mencari beberapa pilihan alternatif, khususnya menjawab kekurangan pasokan komoditas

    energi, di antaranya peningkatan investasi dalam ekplorasi minyak bumi atau dengan

    mengembangkan energi alternatif antara lain biofuel. Namun demikian, dalam pembahasan

    juga terjadi perbedaan pendapat di antara beberapa negara anggota mengenai sumber dan

    bahan baku untuk pembuatan biofuel seperti bio-ethanol yang berasal dari tanaman pangan

    (jagung, tanaman tebu), karena adanya kekhawatiran produksi bahan baku bio-ethanol dalam

    jumlah besar akan mempengaruhi pasokan komoditas pangan tradisional.

    Selain terganggunya pasokan komoditas dunia, faktor lain yang dianggap sebagai

    penyebab volatilitas dan kenaikan harga komoditas adalah kebijakan yang diterapkan oleh

    negara-negara pengekspor dan pengimpor komoditas. Kebijakan yang dianggap distortif dan

    mendorong volatilitas harga di antaranya adalah kebijakan pembatasan ekspor (export

    restriction) yang biasanya diambil oleh negara-negara produsen komoditas dalam rangka

    memelihara pasokan komoditasnya dan menjaga kestabilan harga domestik. Kebijakan

    tersebut dinilai menghambat pasokan komoditas dunia khususnya di masa krisis ketika

    banyak negara yang mengalami gagal panen dan peningkatan permintaan semakin tergantung

    pada pasokan pasar komoditas dunia. Di samping itu, kebijakan subsidi impor (import

    subsidy) dianggap kontra produktif karena penerapan subsidi ini dinilai tidak akan

    memberikan sinyal harga yang efektif bagi produsen dan konsumen domestik.

    Isu lain yang juga menjadi perdebatan karena dianggap termasuk kebijakan distortif

    adalah pemberian subsidi untuk peningkatan produksi (producers subsidy) yang cenderung

    memihak produksi komoditas tertentu. Beberapa negara berkembang berpendapat bahwa

    subsidi produksi yang cenderung memihak juga dapat berdampak distortif terhadap transmisi

    sinyal perkembangan harga komoditas dunia.

  • 4

    Dalam pembahasan di G20 juga disoroti peran kebijakan moneter dalam

    mempengaruhi volatilitas harga komoditas. Dalam hal ini perhatian diarahkan kepada

    kebijakan penentuan tingkat suku bunga oleh otoritas moneter di banyak negara yang

    dianggap cukup mempengaruhi stabilitas harga komoditas global, khususnya apabila itu

    dilakukan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Oleh karenanya

    muncul usulan untuk mengadopsi kebijakan suku bunga yang lebih ketat dalam rangka

    mengurangi vulnerabilitas aliran modal ke pasar komoditas.

    Beberapa negara anggota G20 termasuk Indonesia dan Italia menyatakan bahwa

    faktor utama dan mendasar yang menjadi penyebab terjadinya volatilitas harga komoditas di

    pasar global adalah dampak likuiditas yang berlebihan. Untuk itu negara-negara tersebut

    memandang perlu perhatian yang lebih tinggi juga diberikan kepada masalah kebijakan

    moneter di beberapa negara yang cenderung memberikan ruang untuk peningkatan likuiditas

    di tingkat global. Yang dimaksudkan disini adalah fenomena kelebihan likuiditas global yang

    diakibatkan salah satunya oleh kebijakan quantitative easing yang diterapkan oleh Amerika

    Serikat. Seharusnya dalam setiap perumusan kebijakan moneter dilakukan juga kajian

    dampak kepada perekonomian negara lain dan global.

    Dalam hal peran pasar komoditas dalam menciptakan volatilitas harga, pendapat

    negara-negara anggota Study Group cukup bervariasi. Negara-negara seperti Perancis dan

    Argentina berpendapat bahwa gejala peningkatan transaksi komoditas terutama pada feature

    market disebabkan oleh peningkatan drastis investasi di pasar komoditas, dan ini berakibat

    pada terdorongnya harga komoditas. Disamping itu, negara anggota G20 juga sepakat bahwa

    aktivitas spekulasi di pasar komoditas mempengaruhi tingkat volatilitas harga dan oleh

    karenanya G20 mendukung penerapan sistem monitoring dan pengamanan (safeguards) yang

    memadai untuk mencegah praktek spekulasi juga perlu dipertimbangkan.

    Di pihak lain negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris berpendapat bahwa

    tidak terdapat bukti yang signifikan untuk menyimpulkan adanya hubungan antara perilaku

    investor komoditas dan perkembangan harganya, bahkan dapat terjadi sebaliknya dimana

    perilaku investor justru dipengaruhi perkembangan harga. Lebih jauh implementasi

    safeguards bila dilakukan secara berlebihan juga dapat memberikan dampak negatif kepada

    upaya pengembangan pasar komoditas di banyak negara berkembang yang masih dalam

    tahap pengembangan pasar domestiknya. Sementara upaya pengembangan pasar komoditas

  • 5

    tersebut diharapkan dapat memberikan akses yang lebih besar bagi pelaku pasar lokal dan

    regional atas instrumen hedging.

    Volatilitas harga atas komoditas energi, khususnya bahan bakar fosil, juga dibahas

    dalam kaitannya dengan praktik pelaku pasar dan lembaga pemeringkat harga (Price Rating

    Agencies/PRAs) yang selama ini dipandang memberikan peluang terjadinya praktik

    manipulasi harga dan spekulasi akibat kurangnya transparansi proses pembentukan referensi

    harga pasar. Hal penting kedua yang dibahas adalah urgensi perbaikan dan pengembangan

    sistem pertukaran informasi melalui JODI (Joint Oil Data Integration, kemudian diubah

    menjadi Joint Organization Data Initiative) di mana masalah akurasi, keterkinian dan

    perluasan datanya dianggap sangat penting untuk dibahas dan dicari solusi perbaikannya.3

    Koordinasi Kebijakan Makroekonomi

    Laporan Study Group G20 tentang Komoditas tersebut memberikan indikasi adanya

    kesepahaman negara-negara anggota akan pentingnya kebijakan negara-negara G20 yang

    lebih terkonsolidasi dan terkoordinir dalam mengatasi dampak negatif dari volatilitas harga

    komoditas. Kebijakan tersebut terutama untuk mengatasi dampak terhadap pertumbuhan

    ekonomi global dan terhadap upaya pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan serta

    kesejahteraan ekonomi dan sosial.

    Banyak negara telah mengambil kebijakan domestik untuk mengurangi dampak

    ekonomi dan sosial dalam negeri, khususnya terhadap harga komoditas pangan dan energi

    tertentu. Kebijakan domestik tersebut seperti pengurangan tarif impor, pembatasan ekspor,

    subsidi konsumsi domestik, dapat memberikan pengaruh lebih luas ke lingkup global seperti

    peningkatan harga di pasar global serta distorsi terhadap perdagangan internasional. Dalam

    jangka panjang, distorsi di pasar domestik dan global cenderung dapat mengakibatkan

    disalokasi pasokan komoditas, dan dapat mengantarkan pada tantangan terhadap ketahanan

    pangan bagi komoditas pangan. Oleh karena itu, G20 menguatkan kembali komitmennya

    dalam mendorong koordinasi kebijakan terkait volatilitas harga komoditas yang bersifat

    global guna menghindari implikasi negatif dari kebijakan domestik.

    3 Disarikan dari laporan G20 study group on commodity (2011) dan background note on commodity untuk

    Briefing Sheet MGM dan Leaders Summit di Cannes (Cahyadi, 2011)

  • 6

    Selain itu berdasarkan proses identifikasi yang secara komprehensif dilakukan oleh

    Study Group sepanjang tahun 2011 tersebut, G20 sepakat pada pandangan bahwa volatilitas

    harga komoditas global yang excessive saat ini khususnya komoditas energi masih

    merupakan tantangan yang serius. Ketidakstabilan harga komoditas global telah memberikan

    dampak negatif dalam upaya-upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi global dalam beberapa

    dimensi. Komoditas global telah mengalami fluktuasi harga dalam beberapa tahun terakhir

    yang mencerminkan perubahan signifikan pada sisi fundamental supply dan demand.

    Salah satu pendorong utama dari terjadinya volatilitas harga ini antara lain ketidak-

    seimbangan struktur makroekonomi seperti pertumbuhan pendapatan, nilai tukar, dan kondisi

    pasar yang longgar disertai dengan sector-specific driver lainnya. Pasar keuangan secara

    umum berfungsi sebagai penyedia likuiditas. Tetapi pada periode volatilitas yang tinggi,

    kemampuan transfer sumber daya dan hedging menjadi terbatas. Untuk itu, volatilitas harga

    komoditas kini dipandang memberikan dampak negatif yang beragam terhadap

    perekonomian dalam beberapa dimensi. Hal ini dituangkan dalam Komunike Bersama Para

    Pemimpin Negara G20 (Cannes Communiqu) di Cannes pada bulan November 2011.

    Mengingat komitmen negara-negara anggota G20 tahun 2011 tersebut, disepakati

    untuk melanjutkan pembahasan isu volatilitas harga komoditas pada masa keketuaan G20

    oleh Mexico tahun 2012 dan pelaksanannya tetap merujuk kepada hasil studi yang disusun

    oleh study group sebelumnya. Namun negara anggota G20 memutuskan bahwa pembahasan

    isu volatilitas ini harus dikatikan dengan kebijakan makroekonomi di masing-masing. Selama

    pembahasannya, G20 menghasilkan beberapa rekomendasi berupa alternatif kebijakan yang

    dapat diterapkan oleh negara-negara anggota dan mengingat implementasi dari komitmen

    tersebut sifatnya sukarela, maka diberikan ruang bagi negara-negara anggota G20 dalam

    proses implementasi domestiknya sesuai karakteristik masing-masing.

    Alasan adanya keterkaitan antara volatilitas harga komoditas dan kondisi

    makroekonomi didasarkan kepada perkembangan dan fluktuasi harga di pasar komoditas

    termasuk komoditas energi sebagai akibat kebijakan makroekonomi dalam negeri. Disamping

    itu, sebagaimana dikemukan sebelumnya, kebijakan dari pelaksanaan easing monetary

    aproach oleh beberapa negara maju, antara lain Amerika Serikat dan Inggris dinilai telah ikut

    memicu kelebihan likuditas di tingkat global.

    Kenaikan harga komoditas dapat menghambat pertumbuhan ekonomi khususnya di

    negara yang mengimpor komoditas yang mengalami kenaikan harga, yang secara jangka

  • 7

    panjang dapat memberikan implikasi terhadap ketidakpastian pasokan dan risiko misalokasi

    modal. Ketidakpastian harga pangan dan energi memiliki dampak pada distribusi pendapatan

    dan kemiskinan terutama di negara berpenghasilan rendah, di mana rumah tangga

    menghabiskan sebagian besar pendapatan riil mereka pada makanan. Ketika penduduk

    miskin tidak mampu untuk membeli makanan karena harga yang lebih tinggi dapat menjadi

    penyebab ketidakstabilan sosial. Selain itu, tingginya harga komoditas juga memperkuat

    tekanan inflasi global.

    Indonesia dalam Penanganan Issue Komoditas di Forum G20

    Study Group on Commodities diformulasikan ulang menjadi Energy and Commodity

    Market Working Group di mana Indonesia memimpin kelompok kerja ini bersama dengan

    Inggris. Indonesia berpartisipasi dalam perumusan pembahasan tentang keterkaitan antara

    volatilitas harga komoditas di pasar global dengan kebijakan makroekonomi di negara

    anggota G20. Dalam hal ini, Indonesia memandang pentingnya fokus pada upaya mengurangi

    dampak negatif dari volatilitas harga komoditas karena tekanan inflasi. Untuk itu, Indonesia

    memandang bahwa G20 harus lebih menunjukkan upaya konsolidasi untuk mengatasi

    tantangan ini, mengingat situasi ekonomi global yang tidak menentu akibat krisis di zona

    euro dan melemahnya pertumbuhan banyak negara di dunia.

    Fokus dari pembahasan working group ini adalah analisis pengaruh volatilitas harga

    komoditas terhadap pertumbuhan ekonomi global serta melakukan analisis hubungan antara

    kebijakan ekonomi makro dan pasar komoditas internasional guna menghasilkan

    rekomendasi yang pragmatis (dalam bentuk policy alternatives) bagi negara-negara G20

    dalam memitigasi efek negatif dari volatilitas harga. Bersama-sama negara anggota G20

    lainnya, Indoensia secara aktif mendukung pembahasan rumusan koordinasi kebijakan

    makroekonomi (coordinated macroeconomic policy commitments) tersebut di dalam menjaga

    stabilitas dan mengurangi volatilitasi harga komoditas di pasar global. Dalam pembahasan di

    working group juga dikaji lebih dalam peran dari Price Reporting Agencies dalam

    mempengaruhi tingkat transparansi proses pembentukan harga dan upaya-upaya peningkatan

    pengawasan terhadap PRAs. Disamping itu, dibahas juga usulan perluasan prinsip-prinsip

    pertukaran informasi untuk komoditas minyak bumi dalam JODI-Oil ke komoditi gas dalam

    bentuk JODI-Gas.

    Pembahasan dalam working group menghasilkan laporan kerja yang telah dilaporkan

    dalam KTT Los Cabos Juni 2012 lalu. Dalam laporan the Report on the Macroeconomics

  • 8

    Impacts of Excessive Commodity Price Volatility on Growth and Policy Options to Consider

    disebutkan bahwa pergerakan harga komoditas yang berlebihan dapat menyebabkan

    ketidakstabilan pasar yang mempengaruhi kondisi perekonomian suatu negara. Oleh karena

    itu,G20 mendukung upaya peningkatan transparansi di pasar komoditas global, serta

    peningkatan pengawasan atas pelaku pasar komoditas termasuk PRAs. Dalam laporan

    tersebut, digambarkan kondisi kecenderungan pergerakan harga beberapa komoditas penting

    untuk pangan dan energi volatile dan excessive sehingga dikhawatirkan akan meningkatkan

    risiko penurunan pertumbuhan ekonomi, umumnya di negara-negara pengekspor komoditas.

    Pengalaman menunjukkan bahwa guncangan harga eksternal telah memberikan

    dampak pada merosotnya angka pertumbuhan, khususnya terhadapnegara yang

    mengandalkan sektor-sektor perdagangan komoditas. Kondisi ini diperburuk oleh terjadinya

    penurunan permintaan secara agregat akibat krisis utang di kawasan Eropa dan perlambatan

    ekonomi di beberapa negara maju. Hal ini dapat saja mempengaruhi pertumbuhan permintaan

    terhadap beberapa komoditas tertentu di negara emerging.

    Untuk mengelola dan memitigasi risiko yang ditimbulkan dari volatilitas harga

    komoditas yang berlebihan, suatu negara membutuhkan kombinasi kebijakan yang konsisten

    dan tergantung pada karakteristik spesifik dari negara tersebut. Tantangan utama dalam

    penyusunan kebijakan memitigasi risiko tersebut adalah kebutuhan untuk meningkatan

    transparansi proses pembentukan harga, stabilisasi pasar melalui penguatan regulasi dan

    pengawasan dalam perdagangan komoditas untuk membatasi aksi spekulasi, dan upaya-upaya

    meminimalkan dampak yang merugikan pertumbuhan makroekonomi.

    Dalam hubungannya dengan karakteristik spesifik dari negara-negara khususnya

    dalam meminimalkan dampak volatilitas harga terhadap pertumbuhan, kebijakan moneter

    yang ketat untuk menjaga angka inflasi domestik tetap perlu dipertimbangkan oleh negara-

    negara pengimpor komoditas . Sedangkan negara-negara dengan sistem keuangan yang jauh

    lebih siap dapat mengatur dampak peningkatan inflasi tidak hanya dengan mengandalkan

    instrumen kebijakan moneter, tapi juga dapat melalui kebijakan terkait pendapatan. Negara

    produsen komoditas dapat mengadopsi dana stabilisasi tidak hanya untuk menjaga stabilitas

    makroekonomi dan inter-generational equity tetapi juga untuk meminimalkan nilai tukar riil

  • 9

    atas apresiasi mata uangnya. Risiko-risiko terjadinya Dutch disease4 dapat diatasi melalui

    langkah-langkah kebijakan nasional yang terkoordinasi dan menghubungkan antara

    kebutuhan sisi produksi komoditas dengan pembangunan sektor manufaktur.

    Negara yang menganut sistem nilai tukar yang mengambang (floating exchange rates)

    yang menggunakan kebijakan pengetatan moneter untuk mengurangi tekanan inflasi dapat

    berpotensi menghadapi masalah yang berkaitan dengan apresiasi mata uang yang melebihi

    tingkat yang diharapkan oleh indikator fundamental makroekonominya. Overshooting

    seringkali diakibatkan oleh arus capital inflows yang bersifat jangka pendek oleh dorongan

    mencari keuntungan dari suku bunga yang berbeda antar negara melalui kegiatan spekulasi.

    Dalam hal ini, dapat dikembangkan suatu standar internasional untuk mengatur sistem nilai

    tukar mengambang guna mencapai stabilitas yang lebih besar dari nilai tukar nyata untuk

    meningkatkan perdagangan internasional dan memfasilitasi pengambilan keputusan investasi

    tetap dalam sektor perdagangan, dan pada saat yang sama memberikan fleksibilitas dari

    nominal nilai tukar untuk menghindari lasting real exchange rate misalignments (UNCTAD,

    2012).

    Langkah-langkah koordinasi juga perlu ditingkatkan dalam rangka memberikan

    keseimbangan dalam neraca pembayaran suatu negara sebagai dampak dari ketidakstabilan

    harga komoditas. Perbaikan dapat dilakukan melalui penciptaan suatu skema pembiayaan

    untuk mengkompensasi dampak tersebut dimana skema tersebut perlu menghindari pro-

    cyclicality. Langkah-langkah untuk melakukan diversifikasi dan industrialisasi tetap menjadi

    cara terbaik dalam jangka panjang untuk mengurangi kerentanan suatu negara terhadap

    dampak terhadap pertumbuhan. Hal ini salah satunya dapat dicapai dengan mengintegrasikan

    kebijakan makroekonomi terhadap komoditas dengan keseluruhan strategi pembangunan

    nasional.

    4 Dutch disease adalah fenomena di bidang perekonomian yang merujuk kepada negara yang memiliki sumber

    daya alam yang berlimpah, namun dalam pemanfaatannya malah cenderung merugikan sektor tertentu dalam

    perekonomian negara itu sendiri.

  • 10

    Penutup

    Indonesia meyakini bahwa serangkaian langkah yang terkoordinasi akan berjalan

    lebih efektif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dalam memitigasi dampak

    makroekonomi atas volatilitas harga komoditas yang dipandang excessive. Untuk itu, G20

    perlu mendorong kebijakan makroekonomi yang terkoordinasi yang membantu menjaga

    stabilitas dan mengurangi volatilitas harga, khususnya dalam rangka mencegah dan

    membatasi perdagangan spekulatif tanpa menimbulkan distorsi terhadap mekanisme pasar.

    Di samping itu, adanya disiplin oleh setiap negara untuk menyusun kebijakan

    makroekonomi yang seminimum mungkin memberikan spill-over effects ke negara lain akan

    membantu menstabilkan pasar komoditas di tingkat global.

    Daftar Pustaka

    Cahyadi, A. (2011) background note on commodity: Briefing sheet MGM dan leaders

    summit di Cannes

    G20 Energy and Commodity Markets Working Group. (2012) Co-chairs Progress Report to

    Leaders, June.

    G20 Energy and Commodity Markets Working Group. (2012) G20 Commodity Markets

    Subgroup Summary Report on the Impacts of Excessive Commodity Price Volatility on

    Growth.

    Mexican Presidency. (2012) The impacts of commodity price volatility on growth. Call for

    inputs.

    UNCTAD. (2012) Excessive Commodity Price Volatility: Macroeconomic Effects on

    Growth and Policy Options. Contribution from the UNCTAD secretariat to the G20

    Commodity Markets Working Group.