pengaruh golput di indonesia

10
Pengaruh Golput Pada Pemilu Nasional dan Daerah Terhadap kelangsungan Demokrasi (Masa Depan Demokrasi Indonesia) By : Putranto Argi N Latar belakang Demokrasi tidak hanya sebagai Ideologi yang flexibel bagi penyelenggara suatu pemerintahan, namun dapat juga sebagai proses yang jujur, adil, luas, dan bebas bagi suatu calon tokoh figur yang akan memasuki dunia Politik melalui Partai Politik untuk menduduki jabatan Legislatif maupun Eksekutif, yaitu dengan cara Pemilu. Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilu umum yang diselenggarakan dalam suasanan keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. 1 Pemilu ini adalah tonggak/pondasi bagi suatu kekuatan Legitimasi Tokoh tersebut untuk menduduki jabatan Eksekutif maupun Legislatif, yang jika suara telah melewati ambang batas ‘Threshold’ dapat memperoleh jatah kursi. Sehingga sangat-sangat mendasar sekali adalah para pemilih masyarakat sebagai kekuatan ‘Power of People. Jika suatu saat ke depan rakyat tidak mau memilih (Golput), bagaimana jalannya demokrasi di Indonesia seterusnya? Karena Pemilu adalah pilar bagi demokrasi sendiri. Karena itulah yang akan menjadi tantangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam melihat fenomena Golput. Golput, kata yang terkenal saat ini untuk menggambarkan kekuatan tersembunyi bagi sebuah proses pemilu. Memiliki kekuatan besar bagi kekuatan legitimasi seorang calon pemimpin baik 1 . Budiardjo, Miriam, 2010 Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hal 461

Upload: putranto-noviantoko

Post on 22-Jun-2015

3.098 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh golput di indonesia

Pengaruh Golput Pada Pemilu Nasional dan Daerah Terhadap kelangsungan Demokrasi

(Masa Depan Demokrasi Indonesia)

By : Putranto Argi N

Latar belakang

Demokrasi tidak hanya sebagai Ideologi yang flexibel bagi penyelenggara suatu pemerintahan,

namun dapat juga sebagai proses yang jujur, adil, luas, dan bebas bagi suatu calon tokoh figur yang

akan memasuki dunia Politik melalui Partai Politik untuk menduduki jabatan Legislatif maupun

Eksekutif, yaitu dengan cara Pemilu. Di kebanyakan negara demokrasi, pemilu dianggap lambang,

sekaligus tolak ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilu umum yang diselenggarakan dalam suasanan

keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan

dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat.1 Pemilu ini adalah tonggak/pondasi bagi

suatu kekuatan Legitimasi Tokoh tersebut untuk menduduki jabatan Eksekutif maupun Legislatif,

yang jika suara telah melewati ambang batas ‘Threshold’ dapat memperoleh jatah kursi. Sehingga

sangat-sangat mendasar sekali adalah para pemilih masyarakat sebagai kekuatan ‘Power of People’.

Jika suatu saat ke depan rakyat tidak mau memilih (Golput), bagaimana jalannya demokrasi di

Indonesia seterusnya? Karena Pemilu adalah pilar bagi demokrasi sendiri. Karena itulah yang akan

menjadi tantangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dalam melihat fenomena Golput.

Golput, kata yang terkenal saat ini untuk menggambarkan kekuatan tersembunyi bagi sebuah

proses pemilu. Memiliki kekuatan besar bagi kekuatan legitimasi seorang calon pemimpin baik

1 . Budiardjo, Miriam, 2010 “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hal 461

Page 2: Pengaruh golput di indonesia

legislatif maupun eksekutif di pusat maupun daerah. Kekuatan ini di Indonesia dari tahun-tahun

semakin meningkat, tercatat bahwa Golput pada pemilu legislatif pasca Orba di tahun 1999

berjumlah 10.4%, di tahun 2004 sebesar 23.24% dan di tahun 2009 mencapai 29,01%. Dimana

jumlah pemilih tahun 2009 sebanyak 171.265.442, dengan 104.099.785 suara yang sah dan Jumlah

suara Golput 49.677.776 (29,01%) ditambah dengan suara yang tidak sah sebesar 17.488.581. Begitu

juga pilkada di seluruh indonesia, dimana kekuatan Golput mengalami peningkatan setiap tahunnya

seperti, pada Provinsi Jawa tengah sebesar 50%, Jawa Timur sebesar 47%, bahkan Jawa Barat dan

Sumatra Utara suara sah kurang dari 50%. Sementara Goput di Kota Bogor sebesar 40% , dan Kota

Padang sebesar 42%. Malah diprediksikan bahwa pemilu nasional tahun 2014 Golput bisa mencapai

70 juta suara dari total suara yang terdaftar sebanyak 175 juta. Bisa saja para pemilih lama-lama

akan habis pada pemilu mendatang seperti tahun 2019, 2024, 2029, 2034 malah bisa saja sistem

pengangkatan pejabat politik kita kembali mengunakan sistem penunjukan kembali seperti jaman

Orba, sebagai tanda kekuatan demokrasi semakin ditinggalkan. Fenomena ini sangat penting untuk

kita amati.

Golongan Putih kata untuk menggambarkan orang yang telah cukup syarat pemilu, namun tidak

ikut atau mengunakan suara dalam pemilu baik tidak datang atau datang hanya untuk merusak surat

suara atau tidak memilih gambar partai atau calon yang diberikan pada orang tersebut.

Sesungguhnya Golput ini telah ada sejak jaman Orba, tepatnya pada tahun 1971 oleh Arif Budiman

yang menjadi kekuatan gerakan politik. Fenomena ini adalah momok yang sangat berbahaya bagi

demokrasi sendiri, karena jika suatu saat yang datang pada kotak suara secara nasional hanya orang

yang mencalonkan beserta keluarga dan kerabatnya saja, itu adalah tanda bagi kehancuran

demokrasi itu sendiri. Banyak usaha dari berbagai pihak untuk menekan kekuatan golput ini, seperti

yang dilakukan oleh para intelektual politik, masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama dan

pemerintahan sendiri.

Banyak sekali caranya seperti pendidikan pemilu dasar bagi SD, SMP, SMA dengan cara seminar,

maupun pendidikan formal PKN (Pendidikan kewarganegaraan) dan terhadap masyarakat umum

seperti seminar-seminar KPU dari desa ke desa hingga ke tingkat nasional, Pemberitahuan Pemilu

oleh KPU melalui media massa koran, Radio, Televisi, dan Internet, Fatwa haram oleh Ulama jika

Golput, dan sebagainya. Pemilu sendiri memiliki sifat yang terbuka, sehingga boleh jika pemilih

untuk tidak datang di TPS. Sehingga Golput itu sah-sah saja dalam dinamika Demokrasi itu sendiri.

Page 3: Pengaruh golput di indonesia

Rumusan Masalah

1. Apakah Demokrasi akan terganggu eksitensinya jika Golput dalam pemilu nasional dan

daerah terus naik dan menjadi suara masif/mayoritas sekarang dan masa depan?

2. Alasan apakah yang menyebabkan Golput menjadi naik dan bagaimana solusinya

kedepan?

Kerangka Teori

I. Partisipasi Politik

Dalam perjalanan politik Indonesia, Partisipasi Politik adalah kekuatan besar dalam

perubahan bangsa. Huntington dan Nelson, membedakan Partisipasi politik menjadi 2 yaitu,

partisipasi yang bersifat otonom (autonomous participation) dan partisipasi yang dimobilisasi

(mobilized participation). Banyak sekali caranya untuk berpartisipasi politik seperti menghadiri rapat

umum, menjadi anggota partai politik, ikut dalam anggota kepentingan, mengadakan hubungan

dengan berbagai pejabat pemerintahan, dan memberikan suara pada pemilihan umum (pemilu) baik

daerah maupun nasional, bahkan dengan cara nonkonvensional (violence) seperti demo maupun

kudeta kekuasaan. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut

serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara

langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy).2 Sehingga

diharapkan partisipasi politik dalam masyarakat yang menuntut suatu kebijakan pemerintahan

dengan cara pemilu, akan membuat mereka untuk selalu datang dalam pemilu baik daerah maupun

nasional untuk memilih calon pemimpin yang berkualitas.

Namun jika partisipasi politik rendah, maka sebaliknya dalam menuntut suatu kebijakan

melalui pemilu menjadi kurang berpengaruh, karena jika banyak masyarakat Golput otomatis

kepemimpinan suatu calon kurang kuat dimata masyarakat yang dapat menimbulkan apatisme

terhadap pemerintahan seperti saat ini. Menurut Herbert McClosky berpendapat bahwa partisipasi

politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil

bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dan tidak langsung, dalam proses

pembentukan kebijakan umum.3 sehingga sah-sah saja jika dimasa demokrasi yang liberal ini

masyarakat memilih untuk menjadi Golput. Menurut Milbart membedakan macam-macam

partisipasi dalam pemilu yaitu sebagai berikut :

A) Bersikap bodoh/Apatis, Sebagai contoh ,golput karena malas atau tidak peduli dalam

pemilu, Ini juga dapat diklarifikasikan sebagai partisipasi politik.

2 Budiardjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Yayasan Obor, Jakarta. Hal 1

3 Budiardjo, Miriam, Loc-cit Hal 1

Page 4: Pengaruh golput di indonesia

B) Spektator, artinya orang yang pernah ikut pemilihan umum, walau sekali.

C) Kegiatan gladiator, yaitu orang yang masuk dalam partai politik, jabatan publik, calon

pejabat politik, juru kampanye, dan penyandang dana.

D) Pengkritis, orang yang berpartisipasi secara nonkonvensional.4

Sehingga menjadikan partisipasi politik itu kekuatan dasar pada pemilu adalah suatu hal

yang penting. Sehingga Golput ini diperbolehkan, namun menjadi momok yang yang

membayangi kekuatan legitimasi pemimpin secara demokratis, sehingga “trusted” pada

masyarakat ke pemerintah ataupun sebaliknya menjadi lemah. Bisa saja suatu saat nanti sistem

pengangkatan pejabat pemerintah daerah secara nasional akan kembali menganut sistem ketika

Orde-Baru yang menempatkan pejabat pemerintahan daerah oleh pusat. Sehingga menjadi

tangung jawab pemerintahan untuk memberikan kepercayaan terhadap masyarakat akan

kemampuan negara dalam hal menjalankan demokrasi secara baik.

II. Pilihan rasional

Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-tujuan (goal-seeking atau goal-

oriented) yang mencerminkan apa yang dianggap kepentingan diri sendiri. 5sehingga mereka harus

membuat pilihan dengan keadaan yang dihadapi dan harus se-efisien mungkin. Dalam rasionalitas

manusia, sangat besar sekali mencoba untuk membangun kehidupannya sendiri. Dalam hal ini

pendekatannya adalah rasionalitas manusia baik waktu, ekonomi, kesejahteraan dan keamanan

dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Secara simple bahwa manusia akan selalu berpikir

dua kali dalam melakukan suatu hal dimana berdasarkan faktor rasional manusia pada saat itu. Sama

halnya ketika tiba hari pencoblosan pemilu, yang dimana kebutuhan ekonomi sangat sulit sekali saat

ini, khususnya kelas menengah ke bawah yang membuat mereka lebih memikirkan makan apa hari

ini dibandingkan dengan memilih calon politik yang dirasa tidak membawa perubahan yang berarti,

namun malah membawa kesengsaraan masyarakat secara umum.6 Dengan tingkat kasus korupsi

yang tinggi dan merata, membuat uang pembangunan terutama dari pajak malah meleset ke

dompet/rekening para pejabat yang korup, membuat masyarakat semakin apatis malah cenderung

benci dengan pemerintahan saat ini yang lebih mementingkan partainya masing-masing dan

mengabaikan masyarakat.7

Berbeda ketika orde baru yang pemerintahannya masih memberikan rasionalitas dalam

pembangunan lapangan kerja, maupun menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok dibandingkan

4 Surbakti, Ramlan., 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo hal 182-183

5 Budiardjo, Miriam, 2010 “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta,...op-cit, hal 93.

6 Sumitro,Anwar.2014.Dipimpin SBY 2 Periode, Rakyat Malah Sengsara,

http://politik.teraspos.com/read/2014/01/10/73795/dipimpin-sby-2-periode-rakyat-malah-sengsara 7 Elite Partai Korup Sebabkan Rakyat Benci Partai, 2012,http://www.rumahpemilu.org/read/1016/Elite-Partai-Korup-

Sebabkan-Rakyat-Benci-Partai

Page 5: Pengaruh golput di indonesia

sekarang, maksudnya bukan yang paling baik antara orde-orde yang lainnya, namun lebih baik

ketimbang pasca orde baru/sekarang,8 karena distribusi uang dalam bentuk fisik itu tidak terbuang-

buang secara besar, pertanyaan ini dibenarkan oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri

seperti yang dikutip bahwa Presiden mengatakan kasus korupsi terasa semakin banyak karena

dampak dari distribusi kekuasaan yang luas di era reformasi. Biasanya, kata dia, kasus korupsi itu

terjadi satu atau dua kasus di Jakarta, namun sekarang tersebar di mana-mana.9 Dan juga

pernyataan tersebut diperkuat oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud Md yang

menegaskan bahwa otonomi daerah yang diterapkan pemerintah pusat telah mendorong terjadinya

desentralisasi korupsi. Bahkan Korupsi di era reformasi ini lebih parah dari sebelumnya10. Sehingga

itulah salah satu contoh alasan rasionalitas berdampak paling besar bagi golput secara nasional.

Sangat disayangkan sekali demokrasi di Indonesia tidak didukung dengan transparasi dan hukum

yang tegas, jelas, adil, dan merata bagi para koruptor.

III. Konsep Pemilu, Golput, dan Demokrasi

Dalam perjalanan pemilu sendiri telah berjalan sebanyak 10 kali, yang pertama tahun 1955

pada orde lama, kemudian 6 kali di orde baru tahun 1971, 1977, 1982, 1988, 1992, 1997 11dan masa

sekarang pasca orde baru runtuh sebanyak 3 kali ditahun 1999, 2004, dan 2009. Yang paling menarik

mulai tahun 2004 ketika presiden Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat, yang sebelumnya

diangkat oleh MPR. Munculnya Golput sebetulnya telah muncul pada masa orde lama, namun masih

kecil. Gerakan golput muncul pada tahun 1971 menjadi sebuah gerakan oleh Arif Budiman dan

kawan-kawan12, ketika Soeharto mencoba untuk menanamkan kekuasaannya dengan memperkecil

jumlah partai dengan upayanya dalam membungkam kelompok-kelompok intelektual kritis dalam

sayap partai.

Banyak alasan mengapa kelompok Golput pasca Orde Baru meningkat drastis dari pada

ketika Orde Baru sendiri. Alasan yang dapat memberikan info mengapa meningkatnya Golput pasca

Orde Baru berdasarkan para peneliti dan ilmuan politik telah begitu banyak. Namun alasan secara

umum yaitu yang Pertama, pemerintahan setelah Orde Baru (reformasi) masih belum dapat

menyelesaikan masalah yang terkait seperti KKN yang sangat tinggi dan merata, ketimpangan

ekonomi semakin tinggi sejak krisis ekonomi tahun 1997, yang rata-rata masyarakat telah menilai

gagalnya pemerintahan di era reformasi ini. Kedua, masyarakat indonesia merasa bahwa kedatangan

mereka di TPS dalam rangka pemilu tidak ada untungnya malah menghabiskan waktu, tenaga, dan

uang hasil bekerja untuk transportasi. Ketiga, banyak urusan pribadi yang lebih penting dimana

8 Orde Baru Lebih Baik, 2011, http://www.tokohindonesia.com/berita/article/307-topik-pilihan/3439-orde-baru-lebih-baik

9 Di Era Reformasi, Tindak Korupsi Tersebar Merata, 2012, http://www.pikiran-rakyat.com/node/174332

10 Bedo.2012, Korupsi Makin Merata dan Parah, 2012, http://www.adakita.com/article-1498-korupsi-makin-merata-dan-

parah.html 11

KPU, Modul 1 Pemilih Untuk Pemula, Jakarta, November 2010 hal 33-50. 12

Gramedia, Arif Budiman, http://www.gramediapustakautama.com/penulis-detail/34660/Arief-Budiman

Page 6: Pengaruh golput di indonesia

setelah reformasi masyarakat disibukkan berbagai masalah terutama ekonomi, dari pada ke TPS

lebih baik bekerja cari nafkah, Keempat adalah malas, alasan yang klasik bagi orang yang apatis

terhadap politik.

Demokrasi di indonesia baru berumur 15 tahunan. Di usia semuda itu masih harus diperbaiki

akan kualitas sistem yang lebih baik dan membawa harapan yang nyata kepada masyarakat secara

umum, terutama di daerah terpencil agar tidak menjadi simbolitas penyelengara demokrasi tanpa

adanya keseimbangan pembangunan ekonomi dan sarana fisik yang merata13. Sehingga jelas bahwa

masyarakat adalah kekuatan pendorong bagi terciptanya demokrasi yang sempurna terutama kelas

menengah-bawah yang begitu banyak, namun dapat juga menjadi kekuatan yang menghancurkan,

dengan bertindak apatis dalam pemilihan umum. Agar angka Golput menurun, pemerintah jangan

hanya menyalahkan rakyat yang tidak datang ke TPS, namun pemerintah juga mengaca diri dalam

memperbaiki kerjanya dengan diwujudkannya sistem dan hasil yang baik. Sehingga, itu menjadi

pekerjaan negara untuk membuat partipasi dalam pemilu tinggi dengan memperbaiki Kinerja dan

sistem yang baik di Pemerintahan. Dimana politik hanya sebagai pengatur masyarakat, namun yang

diutamakan adalah pembangunan ekonomi dan sarana infrakstruktur. Sehingga harapan bangsa

menjadi lebih baik akan segera terwujud jika pemerintahan maupun masyarakat menjadi mitra yang

saling Check and Balance.

Metode penelitian

Saya menggunakan penelitian Kualitatif dalam melihat fenomena Golput dan mengunakan

metode Analisis Wacana (Discourse Analysis). Analisis wacana terdiri dari dua kata, yang pertama

Analisis dan Wacana. Banyak sekali arti atau penjelasan dari makna Analisis maupun Wacana. Yang

pertama Analisis secara umum adalah yang memiliki makna bahwa suatu yang diteliti dan dikaji inti

dari suatu hal sementara Wacana secara umum adalah komunikasi verbal, ucapan, percakapan

mapun tulisan14. Analisis Wacana digunakan dalam metode penelitian di berbagai ilmu baik

psikologi, sastra, dan sebagainya. Sedangkan dalam lapangan politik, Analisis Wacana adalah praktik

pemakaian bahasa, terutama politik bahasa. Karena bahasa adalah aspek sentral dari

penggambarkan suatu objek, dan lewat bahasa ideologi terserap didalamnya, maka aspek inilah

yang dipelajari dalam analisis wacana.15 Dalam Analisis Wacana sendiri dibagi menjadi 3 pandangan

yaitu positivime-empiris, konstruktivisme, dan terakhir yaitu pandangan kritis16. Dari ketiga itu saya

condong menggunakan pandangan kritis dalam melihat literatur yang saya punya.

13

Antaranews, Kadin : pembangunan infrastruktur Indonesia masih buruk, http://www.antaranews.com/print/335842/kadin--pembangunan-infrastruktur-indonesia-masih-buruk 14

Eriyanto, 2001, Analisa Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, LKIS, Hal 2 15

Ibid hal 3 16

Ibid hal 5-6

Page 7: Pengaruh golput di indonesia

Dengan penjelasan bahwa Analisis wacana dalam paradigma ini menekankan pada

konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Individu tidak

dianggap sebagai subjek yang netral yang bisa menafsirkan secara bebas sesuai dengan pikirannya,

karena sangat berhubungan dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat.

Bahasa di sini tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar si pembicara. Bahasa

dalam pandangan kritis dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek

tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis

wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa. Karena memakai

prespektif kritis, analisa wacana kategori ketiga itu juga disebut sebagai analisis wacana kritis

(Critical Discourse)17

Pengumpulan data berasal dari literatur, yaitu berupa buku-buku yang berkaitan dengan

pemilu dan penelitian sosial yang saya punya dan saya pinjam. Yang paling utama adalah artikel-

artikel media masa dalam bentuk elektronik dengan sumber yang valid. Karena yang saya butuhkan

adalah berita terbaru dan akurat yang tidak mungkin saya dapatkan dari buku karena kejadian yang

baru biasanya akan tampil pada media masa khususnya internet. Alasannya saya mengunakan

Analisis Wacana karena alasan kepraktisan waktu, tempat, maupun energi. Karena saya hanya butuh

menganalisis data yang biasa kita lihat terutama pada berita-berita baik di televisi, radio, maupun

tulisan serta melihat situasi secara nasional baik dari pemerintah maupun masyarakat. Namun fokus

saya hanya pada literatur buku dan media masa elektronik atau internet.

Buku yang saya gunakan secara utama sebagi rujukan dalam penelitian adalah”Analisa

Wacana: Pengantar Analisis Teks Media“ dan ”Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif

Pendekatan”. Ide penulisan saya ini dimulai dari pertanyaan mengenai bagaimana masa depan

Indonesia dengan pemilu dan Demokrasi. Saya juga terbesit membuat tema ini karena melihat biaya

pemilu 2014 yang cukup besar yaitu 14,4 triliun18 dan juga pengamanan dari polisi sebesar 1,8 triliun

dalam satu putaran, jika sampai dua putaran maka diperkirakan 2,2 triliun19.Uang tersebut sangatlah

banyak, sehingga sangat disayangkan, jika masyarakat banyak yang Golput, dimana hal tersebut

adalah pemborosan yang begitu besar. Dan saya membaca berita juga bahwa sekumpulan

Mahasiswa di Jogja ada yang terorganisir untuk memprotes atau menolak pemilu 2014 dengan

membentuk kelompok Golput20. karena mereka merasa bahwa tidak akan ada perubahan yang

17

Ibid. Hal 6 18

Fadhly Zikry, Dana Pemilu 2014 Mencapai Rp14,4 Triliun, 2014. http://nasional.inilah.com/read/detail/2063277/dana-pemilu-2014-mencapai-rp144-triliun 19

Esthi Maharani, Yudha Manggala P Putra, 2014. Polri Butuh Rp 1,8 Triliun Amankan Pemilu, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/16/mzhsti-polri-butuh-rp-18-triliun-amankan- pemilu 20

Adam, 2013, Mahasiswa di Yogyakarta Ancam Golput Pemilu 2014,http://manteb.com/berita/18999/Mahasiswa.di.Yogyakarta.Ancam.Golput.Pemilu.Tahun.2014

Page 8: Pengaruh golput di indonesia

berarti dalam pemilu 2014, karena menurunnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan saat

ini21. Sehingga saya terarik untuk menelitinya.

21

Marlen Sitompul, 2014, Pramono Prihatin Angka Golput Meningkat, http://nasional.inilah.com/read/detail/2065377/pramono-prihatin-angka-golput-meningkat#.UtihuxDV9mc

Page 9: Pengaruh golput di indonesia

Daftar Pustaka

Bagong Suyanto, Sutinah, “Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan”,

Kencana: Jakarta, 2010

Budiardjo, Miriam, “Partisipasi dan Partai Politik”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998.

Eriyanto, “Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media”, LkiS, Yogyakarta, 2001.

Miriam Budiardjo, “Dasar-Dasar Ilmu Politik” Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, 2010.

Muhammad Asfan, “Presiden Golput” , Jawa Pos Press, 2004.

Samuel P Huntington dan Joan Nelson, “ Partisipasi Politik : Tak Ada Pilihan Mudah” . Jakarta: PT.sangkala Pulsar, 1984.

Surbakti, Ramlan, “Memahami Ilmu Politik”. Jakarta: PT. Grasindo, 1992.

Media Masa :

Marlen Sitompul, 2014, Pramono Prihatin Angka Golput Meningkat,

http://nasional.inilah.com/read/detail/2065377/pramono-prihatin-angka-golput-meningkat#.UtihuxDV9mc

Adam, 2013, Mahasiswa di Yogyakarta Ancam Golput Pemilu 2014,http://manteb.com/berita/18999/Mahasiswa.di.Yogyakarta.Ancam.Golput.Pemilu.Tahun.2014

Antara, 2013, Golput Pilkada Jatim di Surabaya 47 Persen, http://id.berita.yahoo.com/golput-pilkada-jatim-di-surabaya-47-persen-133702225.html

Antaranews, Kadin : pembangunan infrastruktur Indonesia masih buruk, http://www.antaranews.com/print/335842/kadin--pembangunan-infrastruktur-indonesia-masih-buruk

Bedo, 2012, Korupsi Makin Merata dan Parah, 2012, http://www.adakita.com/article-1498-korupsi-makin-merata-dan-parah.html

Bedo.2012, Korupsi Makin Merata dan Parah, 2012, http://www.adakita.com/article-1498-korupsi-makin-merata-dan-parah.html

Dani Prabowo, Hertanto Soebijoto, 2013, Angka Golput Diprediksi Naik, http://nasional.kompas.com/read/2013/04/28/14190415/Angka.Golput.Diprediksi.Naik

Di Era Reformasi, Tindak Korupsi Tersebar Merata, 2012, http://www.pikiran-rakyat.com/node/174332

Di Era Reformasi, Tindak Korupsi Tersebar Merata, 2012, http://www.pikiran-rakyat.com/node/174332

Elite Partai Korup Sebabkan Rakyat Benci Partai, 2012,http://www.rumahpemilu.org/read/1016/Elite-Partai-Korup-Sebabkan-Rakyat-Benci-Partai

Esthi Maharani, Yudha Manggala P Putra, 2014. Polri Butuh Rp 1,8 Triliun Amankan Pemilu, http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/01/16/mzhsti-polri-butuh-rp-18-triliun-amankan- pemilu

Fadhly Zikry, Dana Pemilu 2014 Mencapai Rp14,4 Triliun, 2014. http://nasional.inilah.com/read/detail/2063277/dana-pemilu-2014-mencapai-rp144-triliun

Gramedia, Arif Budiman, http://www.gramediapustakautama.com/penulis-detail/34660/Arief-Budiman

Haryudi, 2013, Golput di Pilkada Kota Bogor tembus 40 persen, http://metro.sindonews.com/read/2013/09/17/31/783957/golput-di-pilkada-kota-bogor-tembus-40-persen

Page 10: Pengaruh golput di indonesia

Heri Ruslan, 2013, Potensi Golput di Indonesia Capai 70 Juta, http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/13/06/09/mo46ua-potensi-golput-di-indonesia-capai-70-juta

Heri Ruslan, Antara, 2013, Potensi Golput di Indonesia Capai 70 Juta, http://www.infosumbar.net/berita/golput-pilkada-kota-padang-42-persen/

KPU, Modul 1 Pemilih Untuk Pemula, Jakarta, November 2010.

Orde Baru Lebih Baik, 2011, http://www.tokohindonesia.com/berita/article/307-topik-pilihan/3439-orde-baru-lebih-baik

Parwito,2013,Golput di Pilgub Jawa Tengah capai 50 persen, http://www.merdeka.com/politik/golput-di-pilgub-jawa-tengah-capai-50-persen.html

PRAGA UTAMA, 2014, 175 Juta Penduduk Indonesia Akan Ikut Pemilu 2014, http://www.tempo.co/read/news/2013/04/26/078476064/175-Juta-Penduduk-Indonesia-Akan-Ikut-Pemilu-2014

Sumitro,Anwar.2014.Dipimpin SBY 2 Periode, Rakyat Malah Sengsara, http://politik.teraspos.com/read/2014/01/10/73795/dipimpin-sby-2-periode-rakyat-malah-sengsara