pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan … · education-oriented lifestyle as soon as...

100
PENGARUH GAYA HIDUP TERHADAP KEBIASAAN MAKAN MAHASISWA ANITA SAUFIKA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: phamthuy

Post on 30-Aug-2018

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

PENGARUH GAYA HIDUP

TERHADAP KEBIASAAN MAKAN MAHASISWA

ANITA SAUFIKA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh

Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa” adalah karya saya dengan

arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Bogor, April 2012

Anita Saufika

NIM I24070058

ABSTRACT

ANITA SAUFIKA. Influence of Lifestyle toward Food Habits of College Student. Supervised by RETNANINGSIH and ALFIASARI. The research focused to analyze the influence of lifestyle toward college student’s food habits. This research used cross sectional study design, involved 120 samples, choosed by cluster random sampling method. In this study, descriptive, cluster, and logistic regression analysis were used. The research found that lifestyle was classified as two category, there are education-oriented lifestyle as soon as entertaintment and healthy-oriented lifestyle. Sex, father’s age, and reference group influenced student’s habits to eat three times a day. Breakfast habits was influenced by reference group. Dinner habits was influenced by sex, mother’s occupation and reference group. Meanwhile, snack habits was influenced by sex and reference group. However, this study didn’t found any influence variable toward lunch habits.

Keywords: food frequency, breakfast habits, lunch habits, dinner habits, snack habits

ABSTRAK

ANITA SAUFIKA. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ALFIASARI

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dilakukan dengan 120 contoh yang dipilih secara acak. Data dalam penelitiaan ini dianalisis menggunakan uji deskriptif, analisis cluster, dan uji regresi logistik. Gaya hidup dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan makan tiga kali sehari dipengaruhi oleh jenis kelamin, usia ayah, dan kelompok acuan. Hanya ada satu variabel yang memengaruhi kebiasaan sarapan, yaitu kelompok acuan sedangkan kebiasaan makan malam dipengaruhi oleh jenis kelamin, pekerjaan ibu, dan kelompok acuan. Sementara itu, kebiasaan makan camilan dipengaruhi oleh jenis kelamin dan kelompok acuan. Akan tetapi hasil penelitian ini tidak menemukan satu pun variabel yang memengaruhi kebiasaan sarapan dan makan siang. Kata kunci: frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang,

kebiasaan makan malam, kebiasaan makan camilan

RINGKASAN

ANITA SAUFIKA. Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan ALFIASARI.

Kebiasaan makan penting untuk diperhatikan karena akan memengaruhi keoptimalan fungsi sistem organ dan keoptimalan individu dalam menjalankan aktivitas. Gaya hidup serta perilaku yang tidak mendukung konsumsi makanan yang sehat dan bergizi menyebabkan individu kurang mengontrol makanan yang dikonsumsinya. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Secara khusus, penelitian ini memiliki tujuan: 1) mengidentifikasi gaya hidup mahasiswa, 2) mengidentifikasi kebiasaan makan mahasiswa, 3) menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya hidup, dan 4) menganalisis pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode survei. Institut Pertanian Bogor (IPB) dipilih secara purposive sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan bahwa

IPB merupakan kampus yang memiliki mahasiswa terbanyak di Bogor. Pengambilan data berlangsung pada bulan September hingga Oktober 2011. Mahasiswa yang dilibatkan sebagai responden penelitian ini berjumlah 120 orang dan dipilih melalui metode cluster random sampling. Jenis data yang digunakan

dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang sebelumnya sudah diuji coba terlebih dahulu. Jenis data primer yang dikumpulkan adalah: 1) faktor internal dan faktor eksternal mahasiswa, 2) gaya hidup, dan 3) kebiasaan makan mahasiswa (frekuensi makan dalam sehari; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan camilan; tempat makan; makanan pantangan; pertimbangan dalam memilih makanan; cara memperoleh makanan; dan frekuensi makan berdasarkan kelompok makanan). Data sekunder diperoleh dari Direktorat Administrasi dan Pendidikan mengenai data jumlah mahasiswa IPB dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel dan SPSS. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji reliabilitas, analisis deskriptif, analisis cluster dan uji regresi logistik.

Faktor internal yang diukur dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, lama kuliah, suku bangsa, agama, dan uang saku. Mahasiswa yang menjadi partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada pada periode remaja dan dewasa awal dengan rentang usia 18-22 tahun. Proporsi terbesar mahasiswa adalah berjenis kelamin perempuan (58,3%). Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa berkisar antara 14-27 bulan dengan rata-rata 26,5 bulan. Sebagian besar mahasiswa dalam penelitian ini juga berasal dari sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), bersuku Jawa, dan menganut agama Islam. Rata-rata uang saku mahasiswa adalah sebesar Rp811.316,67 dengan sumber uang saku utama terbesar berasal dari orang tua dan uang saku tambahan berasal dari beasiswa. Karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan adalah faktor eksternal yang dilihat dalam penelitian ini. Berdasarkan karakteristik keluarga, hampir seluruh ayah dan ibu mahasiswa termasuk pada periode dewasa madya. Sebanyak 42,9 persen ayah mahasiswa menempuh pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi dan 38,3 persen ibu mahasiswa menempuh pendidikan sampai SMA/sederajat. Sebesar 25,9 persen ayah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sedangkan 59 persen ibu tidak bekerja. Rata-rata pendapatan keluarga mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dan rata-

rata jumlah anggota kelurga sebesar 4,8 orang. Proporsi terbesar pola asuh makan mahasiswa berada pada kategori sedang (59,2%). Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kelompok acuan yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa adalah teman (84,2%). Berdasarkan hasil analisis cluster, diperoleh dua tipe gaya hidup yang

terbagi menjadi gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan memiliki proporsi lebih tinggi (64,2%) daripada gaya hidup berorientasi pendidikan (35,8%). Sekitar enam dari sepuluh mahasiswa memiliki frekuensi makan tiga kali sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sementara itu, masih terdapat 33,3 persen mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan sarapan, sedangkan kebiasaan makan yang paling tidak pernah dilewatkan oleh hampir seluruh mahasiswa adalah pada waktu makan siang dan makan malam. Selain itu, 67,5 persen mahasiswa juga terbiasa mengonsumsi makanan camilan setiap hari. Sementara tempat yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa untuk mengonsumsi makanannya adalah kantin atau warung makan.

Berdasarkan hasil uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel usia dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap gaya hidup. Usia mahasiswa yang lebih tinggi dan jumlah anggota keluarga yang lebih besar membuat peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan pun akan lebih besar. Sementara itu, peluang untuk memiliki gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan lebih besar pada mahasiswa yang lebih banyak memilih televisi sebagai kelompok acuannya.

Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Hal ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki dewasa memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dewasa. Selain itu, mahasiwa dengan usia ayah dan skor kelompok acuan teman yang lebih tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali sehari, kelompok acuan teman juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam melakukan sarapan. Hasil regresi logistik yang lain juga memerlihatkan bahwa mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan makan camilan. Ibu yang tidak bekerja juga membuat peluang mahasiswa lebih besar untuk melakukan kebiasaan makan malam daripada mahasiswa dengan ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ibu yang tidak bekerja memiliki lebih banyak waktu di rumah sehingga dapat lebih memerhatikan dan menyiapkan makanan untuk keluarganya. Sementara itu, mahasiswa yang menjadikan keluarga sebagai kelompok acuannya memiliki peluang yang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari, makan malam, dan makan camilan. Akan tetapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel dalam penelitian ini yang memengaruhi kebiasaan makan siang.

Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengukur gaya hidup dan kebiasaan makan pada periode perkembangan yang lain atau melihat pengaruh faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi gaya hidup serta kebiasaan makan yang belum diukur dalam penelitian ini. Kata kunci: frekuensi makan, kebiasaan sarapan, kebiasaan makan siang,

kebiasaan makan malam, kebiasaan makan camilan.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH GAYA HIDUP

TERHADAP KEBIASAAN MAKAN MAHASISWA

ANITA SAUFIKA

Skripsi

sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen Fakultas Ekologi Manusia

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Judul : Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa

Nama : Anita Saufika

NIM : I24070058

Disetujui,

Tanggal Lulus:

Diketahui,

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Ketua Depertemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

NIP. 19630714 198703 1 002

Ir. Retnaningsih, M.Si. Pembimbing I

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

NIP. 19630714 198703 1 002

Alfiasari, S.P., M.Si. Pembimbing II

Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc

NIP. 19630714 198703 1 002

PRAKATA

Segala puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Hidup terhadap Kebiasaan Makan Mahasiswa”. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Ir. Retnaningsih, M.Si. dan Alfiasari S.P., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, masukan, serta ilmu yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Megawati Simanjuntak, S.P., M.Si. sebagai dosen pemandu seminar dan Ir. M. D. Djamaludin, M.Si. selaku dosen penguji atas saran serta masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Herien Puspitawati M.Sc., M.Sc. atas bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjadi dosen pembimbing pendidikan.

4. Ketua Departemen beserta seluruh jajaran dosen dan staf Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen atas ilmu, pengetahuan, dan bimbingannya selama penulis menjalani masa perkuliahan.

5. Keluarga tercinta, mama, papa, dan adik atas limpahan doa, kasih sayang, serta dukungan yang tiada henti. Dede Juliandar atas doa dan motivasi yang selalu mengalir untuk penulis.

6. Teman-teman FMIPA khususnya Departemen Statistik, Biologi, Fisika, dan Biokimia atas kesediannya menjadi responden dalam penelitian ini. Diah, Putra, Arreza, Eki, Yanti, Taufik, Lilis, Riswan, Nugraha, Azmi, Nurul, dan Vino atas bantuannya selama penulis melakukan turun lapang.

7. Sahabat-sahabat tersayang, Winda Nur Aprianti, Anasril, Anik Nurhayati, Atik Nurwanda, Namira Andiani, dan Suci Dian Firani yang selalu memberikan motivasi dan menemani penulis, baik dalam suka maupun duka.

8. Ruri Setianti, Dini Aprilia, Restu Dwi Prihatina, Restystika Dianeswari, Husfani A, Putri, Cefti Lia, Nadia Nandana, Nadia Naomi, dan Agus Surachman untuk kebersamaan yang penuh dengan tawa, canda, dan semangat yang luar biasa.

9. Elmanora, Mustika Dewanggi, dan seluruh teman-teman IKK 44 atas kebersamaan dan kekompakan yang begitu terasa indah sejak bertemu di semester tiga. Tak lupa untuk seluruh keluarga besar IKK dan HIMAIKO yang telah menjadi bagian dari keluarga penulis selama berada di kampus.

10. Mrs. Medina Rahmawati, Miss Shely Septiana, Miss Dwi Anindita, Miss Lia Widyanti beserta seluruh staf Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA dan teman-teman magang atas doa serta bimbingannya selama penulis berada di Labschool.

11. Pihak-pihak yang turut membantu proses penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, walaupun demikian penulis tetap mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bogor, April 2012

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

Latar Belakang ........................................................................................... 1 Perumusan Masalah .................................................................................. 4 Tujuan ........................................................................................................ 6 Kegunaan .................................................................................................. 6

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7

Gaya Hidup ................................................................................................. 7 Gaya Hidup dalam Kajian Perilaku Konsumen ...................................... 7 Ruang Lingkup Gaya Hidup ................................................................... 8 Gaya Hidup dan Faktor-faktor Pembentuknya ....................................... 9 Kebiasaan Makan ......................................................................................10 Ruang Lingkup Kebiasaan Makan .........................................................10 Kebiasaan Makan dan Faktor-faktor Pembentuknya ..............................12

Kebiasaan Makan dalam Ruang Lingkup Perkembangan Remaja dan Dewasa Muda .................................................................................12

KERANGKA PENELITIAN ................................................................................15

METODE PENELITIAN .....................................................................................17

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ......................................................17

Teknik Pengambilan Contoh ......................................................................17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................18

Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................23

Definisi Operasional ..................................................................................25

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................29

Hasil ...............................................................................................................29

Faktor Internal ............................................................................................29 Faktor Eksternal .........................................................................................32 Gaya hidup ................................................................................................39 Kebiasaan Makan ......................................................................................42 Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup ............................................57 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebiasaan Makan ..................................58

Pembahasan ..................................................................................................62

SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................69

Simpulan ........................................................................................................69 Saran ..............................................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................71

LAMPIRAN .......................................................................................................75

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup ......................................... 9

2 Jenis variabel yang dikumpulkan ............................................................ 20

3 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku ......................................... 31

4 Sebaran mahasiswa berdasarkan sumber uang saku ............................. 32

5 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua .................................... 33

6 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan orang tua ......................... 33

7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan orang tua ........................... 34

8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan keluarga ......................... 34

9 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga ................................... 35

10 Sebaran mahasiswa berdasarkan pernyataan pola asuh makan ............. 36

11 Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik dengan pola asuh makan 37

12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan yang paling banyak dipilih mahasiswa ....................................................................... 38

13 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan dalam setiap aspek proses perilaku konsumsi ............................................................. 39

14 Sebaran mahasiwa berdasarkan karakteristik dengan gaya hidup .......... 41

15 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) .......................................................................... 41

16 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan frekuensi makan ..................... 43

17 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan frekuensi makan ....... 43

18 Sebaran mahasiswa berdasarkan nilai indeks prestasi kumulatif (IPK) dan frekuensi makan ....................................................................... 44

19 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam .............................................. 45

20 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam ............................ 46

21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam .................................................................................. 46

22 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam .............................................. 47

23 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan makan camilan ........................................................................................ 48

24 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan makan camilan ...................................................................... 49

25 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat makan camilan ...................... 49

26 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat makan camilan ................................................................................................... 49

27 Sebaran mahasiswa berdasarkan pertimbangan dalam memilih makanan ................................................................................................. 50

28 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor agama ............................................................... 52

29 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor kesehatan ......................................................... 52

30 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor adat ................................................................... 53

31 Sebaran mahasiswa berdasarkan cara memperoleh makanan ................ 54

32 Rata-rata skor frekuensi konsumsi mahasiswa berdasarkan kelompok makanan ................................................................................. 56

33 Faktor yang berpengaruh terhadap gaya hidup ....................................... 58

34 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan tiga kali sehari ...................................................................................................... 59

35 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan .......................... 60

36 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan siang ................... 60

37 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan malam ................. 61

38 Faktor yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan camilan ............... 62

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen ............................... 7

2 Kerangka pemikiran penelitian “pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa” ................................................................. 16

3 Skema cara penarikan mahasiswa .......................................................... 18

4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah ........................................ 30

5 Sebaran mahasiswa berdasarkan suku bangsa ..................................... 30

6 Sebaran mahasiswa berdasarkan agama ............................................... 31

7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pola asuh makan ................... 37

8 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup ........................................ 40

9 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan dalam sehari ........... 42

10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan sarapan, makan siang, dan makan malam ........................................................................ 44

11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan camilan ................. 48

12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan pantangan ........................ 51

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Riwayat hidup .......................................................................................... 77

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah pangan. Dalam proses

pemenuhan kebutuhan pangan, salah satu aktivitas yang bersifat individual

adalah konsumsi pangan. Bagi individu, konsumsi pangan tidak hanya untuk

kebutuhan perkembangan tetapi juga untuk kebutuhan kesehatan dan

menambah nilai gengsi.

Kebutuhan makan menurut Teori Hierarki Kebutuhan Maslow merupakan

salah satu kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis. Sebagai akibat dari

rasa lapar atau tubuh merasa kehilangan zat-zat makanan tertentu akan

memotivasi manusia untuk berperilaku dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan makan (Sumarwan 2004). Makanan atau susunan hidangan berfungsi

pula untuk memenuhi kebutuhan sosial manusia. Maslow mengemukakan

berbagai tingkat kebutuhan sosial manusia yang telah ada sejak manusia

dilahirkan akan berkembang seiring bertambahnya usia. Kebutuhan sosial yang

terbawa sejak lahir ini juga dapat disebut sebagai naluri atau instinct sosial, yaitu

naluri untuk hidup, naluri untuk perasaan aman, naluri untuk diakui kelompok,

naluri untuk gengsi, dan naluri untuk menonjolkan diri (Suhardjo 1989).

Makanan sehari-hari akan sangat menentukan kualitas kesehatan

seseorang. Oleh karena itu, sudah seharusnya setiap individu memperhatikan

apa yang dimakannya setiap hari. Kebutuhan makan juga bukan hanya untuk

menumbuhkan badan secara fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta

kondisi psikologis seseorang. Pola pemenuhan kebutuhan makan selanjutnya

menjadi perilaku yang bisa disebut dengan perilaku makan. Perilaku makan

merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan dilakukan individu dalam rangka

memenuhi kebutuhan makan yang merupakan kebutuhan dasar individu dan

juga merupakan reaksi terhadap stimulus yang berasal dari dalam serta luar diri

individu.

Saat ini trend yang terjadi di kalangan anak usia remaja dan dewasa

muda adalah lebih terbiasa mengonsumsi makanan cepat saji atau makanan

yang tidak dipersiapkan dari rumah. Perubahan pola makan menjurus ke sajian

siap santap yang tidak sehat dan tidak seimbang membawa konsekuensi

terhadap kejadian perubahan status gizi menuju gizi lebih yang secara umum

dikenal dengan obesitas. Hal ini disebabkan makanan tersebut mengandung

kalori, lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan. Pada akhirnya

2

kebiasaan tersebut akan mengakibatkan meningkatnya resiko berkembangnya

penyakit degeneratif seperti jantung, diabetes mellitus, kanker, dan hipertensi

(Nurlita 20091).

Perilaku konsumsi individu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu

faktor yang memengaruhi perilaku konsumsi seseorang adalah gaya hidup.

Penelitian yang dilakukan oleh Phujiyanti (2004) menemukan bahwa gaya hidup

thinker, experiencer, dan believer berhubungan dengan kebiasaan sarapan

mahasiswa. Hasil penelitian Jelinic, Nola, dan Matanic (2008) juga menyebutkan

bahwa tempat mengonsumsi makanan, frekuensi konsumsi daging, dan aktivitas

fisik memengaruhi gaya hidup dan kebiasaan makan. Sementara itu, gaya hidup

juga dapat memengaruhi status zat gizi, pola konsumsi, dan tingkat konsumsi zat

gizi remaja (Sundari 2003). Temuan-temuan tersebut menegaskan bahwa gaya

hidup memengaruhi perilaku konsumsi seseorang

Perubahan gaya hidup juga dapat membawa perubahan pada selera,

kebiasaan, dan perilaku pembelian. Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard

(1994), gaya hidup merupakan konsep yang kontemporer, lebih komprehensif,

dan lebih berguna daripada kepribadian. Seperti yang dikemukakan oleh Kotler

dan Amstrong (2008), gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang

yang bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat,

dan pendapatnya. Lebih lanjut Kotler dan Amstrong (2008) juga mengatakan

bahwa gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam interaksinya

dengan lingkungannya. Interaksi seseorang dengan lingkungannya tak lepas dari

pengaruh orang-orang dan keadaan di sekitarnya.

Jenis kelamin, status pernikahan, pendapatan, dan tempat domisili

merupakan faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup konsumen di Thailand

(Suwanvijit & Promsa-ad 2009). Penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa

gaya hidup konsumen terbagi menjadi lima kelompok, yaitu gaya hidup yang

berorientasi pada pergaulan, ketergantungan dalam pengambilan keputusan,

kesadaran ekonomi, kebutuhan, dan kesempatan. Individu dengan orientasi gaya

hidup yang berbeda juga akan memiliki perilaku pembelian dan konsumsi yang

berbeda.

Gaya hidup setiap individu akan dapat berbeda-beda walaupun berasal

dari lingkungan keluarga dan budaya yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa

1 Nurlita H. 2009. Diambil dari makalah berjudul “Mari Lakukan Pengendalian Penyakit

Jantung dan Pembuluh Darah Melalui Pola Makan Bergizi Seimbang”. Jakarta:

Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes. Diakses melalui http//depkes.go.id.

3

gaya hidup dipengaruhi oleh berbagai faktor. Selain faktor-faktor yang ada dalam

dirinya (faktor internal), faktor-faktor lain di luar dirinya (faktor eksternal) pun turut

memengaruhi aktivitas, minat, dan pendapatnya dalam menjalani kehidupan

sehari-hari serta dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Gaya hidup

individu dapat berubah dan menurut Schiffman dan Kanuk (2004), berubahnya

gaya hidup memainkan peran utama dalam menentukan manfaat produk yang

penting bagi konsumen. Pada periode dewasa, individu akan menetapkan gaya

hidup yang dijalaninya (Turner & Helms 1986).

Salah satu kelompok usia dalam masa perkembangan adalah periode

remaja dan dewasa muda. Periode remaja adalah saat-saat seseorang akan

mencari identitas dirinya. Pada periode berikutnya, yaitu dewasa muda, individu

sudah terlepas dari keluarganya atau sudah mengalami tahap launching. Pada

periode ini juga individu akan beradaptasi dengan keadaan dan lingkungan yang

baru. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari lingkungan sebelumnya akan

memengaruhi perilakunya sehari-hari yang kemudian membentuk gaya hidupnya.

Dewasa muda juga dikatakan sebagai periode seseorang untuk bekerja

dan berprestasi baik fisik, mental, maupun intelektual secara maksimal. Oleh

karena itu, diperlukan gizi yang tepat dan cukup untuk dapat beraktivitas sesuai

dengan tugas perkembangannya. Idealnya, pada periode ini telah terbentuk ideal

eating habits dan ideal body weight pada masing-masing diri individu. Individu-

individu yang berada pada tahap usia dewasa muda memiliki aktivitas yang tinggi

sehingga asupan makanan yang dibutuhkannya pun berbeda. Sementara itu,

pada periode remaja gangguan-gangguan psikologis akibat gangguan makan,

seperti anoreksia nervosa dan bulimia, seringkali muncul.

Kebiasaan makan pada periode remaja dan dewasa muda ini penting

untuk diperhatikan karena akan memengaruhi keoptimalan fungsi sistem organ

selama proses penuaan. Gaya hidup serta perilaku yang tidak mendukung

konsumsi makanan yang sehat dan bergizi menyebabkan individu kurang

mengontrol makanan yang dikonsumsinya. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan

makan seseorang atau sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau

negatif) khususnya berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).

Pada umumnya, mahasiswa merupakan sekelompok individu yang

termasuk dalam periode dewasa muda. Periode dewasa muda ini adalah periode

proses peralihan dari remaja menuju dewasa. Menurut Suhardjo (1989), pada

umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa

4

remaja khususnya remaja putri sering mengonsumsi makanan dalam jumlah

yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut

mengalami kegemukan. Penelitian Hurlock (1997) juga menunjukan bahwa

remaja suka sekali jajan makanan ringan, terutama kue-kue yang manis.

Sementara itu golongan sayur-sayuran dan buah-buahan yang mengandung

banyak vitamin dan mineral tidak populer dikalangan remaja. Remaja memliki

tingkat konsumsi yang rendah terhadap sayur dan buah-buahan (Sop et al. 2010).

Remaja seharusnya memiliki kebiasaan makan yang baik agar status gizinya

juga baik (Suhardjo 1989). Selain itu kebiasaan makan yang terbentuk saat di

akhir periode remaja juga akan memengaruhi kebiasaan makan seseorang saat

dewasa, karena kebiasaan makan terbentuk sejak dini dan akan terbawa sampai

waktu yang akan datang.

Hasil penelitian Jelinic, Nola, dan Matanic (2008) menyebutkan bahwa

tinggal sendiri atau indekos membuat mahasiswa lebih tidak terbiasa untuk

melakukan kebiasaan sarapan. Selain itu, mahasiswa yang tidak tinggal di rumah

juga lebih terbiasa untuk makan di kantin, sedangkan mahasiswa yang tinggal di

rumah lebih terbiasa untuk mengonsumsi makanan yang sudah disediakan

dirumah. Sarapan merupakan kebiasaan yang paling sering dilewatkan

mahasiswa, dibandingkan dengan kebiasaan makan siang dan makan malam

(Phujiyanti 2004). Penelitian Mustopa (2003) juga menemukan bahwa overweight

lebih banyak terjadi pada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki, sedangkan tubuh

yang kurus lebih banyak dimiliki oleh mahasiswa berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan pemaparan di atas, gaya hidup dan kebiasaan makan mahasiswa

merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu penelitian ini

bertujuan untuk melihat pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan

mahasiswa.

Perumusan Masalah

Salah satu periode pada dewasa muda adalah masa-masa mahasiswa.

Mahasiswa memiliki karakteristik dan berasal dari latar belakang keluarga serta

budaya yang beragam sehingga memiliki perilaku dan kebiasaan yang berbeda.

Banyak faktor yang memengaruhi perilaku konsumsinya, seperti aktivitas serta

pendapatan mereka. Tidak jarang perilaku konsumsi ini juga dipengaruhi oleh

gaya hidup yang dibawanya dari rumah masing-masing maupun gaya hidup yang

sudah dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka yang baru.

5

Salah satu contoh, karena aktivitas yang seringkali dimulai sejak pagi hari,

banyak mahasiswa yang tidak membiasakan diri untuk makan pagi. Padahal

makan pagi atau sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang

dewasa, makan pagi dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya

tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja (Soekirman &

Atmawikarta 2011). Aktivitas yang tinggi juga membuat mahasiswa hanya

memiliki sedikit waktu untuk membuat perencanaan menu atau menyiapkan

makanan sendiri sehingga lebih sering mengonsumsi makanan yang telah diolah.

Selain itu, saat ini makanan yang dijual di sekitar lingkungan para

mahasiswa pun semakin beragam. Baik makanan pokok maupun makanan

jajanan diolah dan dikemas semenarik mungkin agar mendapat perhatian lebih.

Hal ini akan memengaruhi kebiasaan makan para mahasiswa. Makanan yang

dapat langsung dikonsumsi tersebut membuat mahasiswa semakin memilih

untuk makan di luar daripada di rumah atau indekos. Tidak jarang, makanan

yang dipilih untuk diolah sendiri pun adalah makanan instan atau menggunakan

bumbu yang siap pakai. Mie instan adalah salah satu contoh makanan favorit

bagi para mahasiswa yang tidak memiliki banyak waktu untuk mengolah

makanannya sendiri ataupun bagi mahasiswa yang memiliki uang saku dengan

jumlah terbatas. Selain dapat dimasak dengan cepat, harganya yang murah,

serta mudah diperoleh, mie instan juga dianggap dapat memenuhi kebutuhan

karbohidrat yang diperlukan tubuh. Tingkat kesehatan dan kebutuhan gizi

seringkali tidak menjadi perhatian utama dalam mengonsumsi makanan. Hal ini

dapat disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya adalah waktu yang

tersedia untuk makan dan keterbatasan ekonomi. Berdasarkan hal-hal tersebut,

permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gaya hidup mahasiswa?

2. Bagaimana kebiasaan makan mahasiswa?

3. Bagaimana pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya

hidup mahasiswa?

4. Bagaimana pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup

terhadap kebiasaan makan mahasiswa?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya

hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa.

6

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi gaya hidup mahasiswa.

2. Mengidentifikasi kebiasaan makan mahasiswa.

3. Menganalisis pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya

hidup mahasiswa.

4. Menganalisis pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup

terhadap kebiasaan makan mahasiswa

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini diantaranya adalah:

1. Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk menerapkan pengetahuan yang selama ini

diperoleh untuk menganalisis gaya hidup konsumen.

2. Konsumen

Mahasiswa sebagai konsumen diharapkan dapat memilih gaya hidup dan

kebiasaan makan yang lebih baik lagi setelah mendapatkan informasi dari

penelitian ini.

3. Institusi

Pihak institusi terkait dapat menggunakan penelitian ini sebagai informasi

mengenai gaya hidup dan kebiasaan makan mahasiswa.

4. Ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gaya hidup

mahasiswa beserta pengaruhnya terhadap kebiasaan makan agar dapat

menjadi dasar bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan

gaya hidup dan kebiasaan makan.

7

TINJAUAN PUSTAKA

Gaya Hidup

Gaya Hidup dalam Kajian Perilaku Konsumen

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) mengatakan bahwa perilaku

konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan,

mengonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan

yang mendahului dan menyusul tindakan tersebut yang dipengaruhi perbedaan

individu, proses psikologis dan pengaruh lingkungan. Perilaku konsumen ini

dapat dilhat dan diamati karena merupakan proses pengulangan yang terjadi dan

membentuk pola tersendiri. Selain itu, Sumarwan (2004) juga mengatakan

bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses

psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika

membeli, menggunakan, menghabiskan barang atau jasa.

Proses pengambilan keputusan konsumen juga dipengaruhi berbagai

faktor. Pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kultural, sosial,

pribadi, dan psikologis. Faktor kultural meliputi budaya, subbudaya, dan kelas

sosial. Lalu faktor sosial meliputi kelompok acuan, keluarga, serta peran dan

status. Selanjutnya faktor pribadi terdiri dari usia dan tahap daur hidup, jabatan,

keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian, dan konsep diri. Sedangkan di dalam

faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, pengetahuan, kepercayaan, dan

sikap (Kotler & Amstrong 2008). Gaya hidup termasuk dalam faktor pribadi yang

memengaruhi pembelian konsumen sehingga individu-individu yang memiliki

gaya hidup yang berbeda akan memiliki proses pengambilan keputusan yang

berbeda. Gambar 1 memerlihatkan karakteristik yang memengaruhi perilaku

konsumen.

Gambar 1 Karakteristik yang memengaruhi perilaku konsumen

Sumber: Kotler dan Amstrong (2008)

Kultural - kultural - sub kultur - kelas sosial

Sosial - kelompok acuan - keluarga - peran & status

Pribadi - usia & tahap daur

hidup - jabatan - keadaan ekonomi - gaya hidup - kepribadian - konsep diri

Psikologis - motivasi - persepsi - belajar - kepercayaan - sikap

Pembeli

8

Memahami gaya hidup konsumen akan sangat bermanfaat bagi pemasar.

Terdapat empat manfaat yang dapat diperoleh pemasar dari pemahaman gaya

hidup konsumen. Pertama, pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen

untuk melakukan segmentasipasar sasaran. Kedua, pemahaman gaya hidup

konsumen juga akan membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan

menggunakan iklan. Ketiga, jika gaya hidup telah diketahui, maka pemasar dapat

menempatkan iklan produknya pada media-media yang paling cocok. Keempat,

mengetahui gaya hidup konsumen, berarti pemasar dapat mengembangkan

produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka (Sutisna 2001).

Ruang Lingkup Gaya Hidup

Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa gaya hidup

didefinisikan sebagai pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta

uang. Kotler (2000) juga mengatakan bahwa gaya hidup merupakan pola hidup

seseorang yang dinyatakan dalam tiga hal, yakni cara menggunakan waktunya,

sikap, dan pendapatnya mengenai diri dan lingkungannya. Mowen dan Minor

(1998) mendefinisikan gaya hidup sebagai bagaimana orang-orang hidup,

menggunakan uangnya, dan mengalokasikan waktu mereka.

Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang

bersangkutan di dunia ini sebagaimana tercermin dalam kegiatan, minat, dan

pendapatnya. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan orang tersebut dalam

interaksinya dengan lingkungannya. Gaya hidup seseorang merangkum sesuatu

yang lebih daripada kelas sosial seseorang, kita dapat menduga beberapa hal

mengenai perilaku orang tersebut tetapi tidak banyak mengenai kegiatan, minat,

dan bakatnya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam

beraksi dan berinteraksi di dunia (Kotler & Amstrong 2008).

Secara luas, gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang

diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas),

apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa

yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri (pendapat). Gaya hidup suatu

individu akan bergerak dinamis dari masa ke masa. Namun demikian, gaya hidup

tidak cepat berubah sehingga pada kurun waktu tertentu gaya hidup relatif

permanen (Sutisna 2001). Gaya hidup juga dapat menentukan bentuk pola

konsumsi pangan. Gaya hidup memengaruhi kebiasaan makan seseorang atau

9

sekelompok orang dan berdampak tertentu (positif atau negatif) khususnya

berkaitan dengan gizi (Suhardjo 1989).

Menurut Hawkins, Best, dan Coney (2001), gaya hidup biasanya diukur

menggunakan teknik psikografik. Teknik ini fokus mengukur kegiatan (activities),

minat (interest), dan opini (opinion) individu yang biasa disebut dengan AIO

inventories. Pernyataan AIO (activities, interest, opinion) di dalam AIO inventories

dapat bersifat umum atau spesifik. Dalam melakukan pengukuran AIO

inventories konsumen ditanya apakah mereka sangat setuju, setuju, netral, tidak

setuju, atau sangat tidak setuju (Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Kategori

AIO dari studi mengenai gaya hidup dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kategori AIO dari studi mengenai gaya hidup

Activities (Kegiatan) Interest (Minat) Opinion (Opini) Demografi

Kerja Hobi Peristiwa sosial Liburan Hiburan Keanggotaan klub Komunitas Berbelanja Olahraga

Keluarga Rumah Pekerjaan Komunitas Rekreasi Mode Makanan Media Prestasi

Diri mereka sendiri Isu sosial Politik Bisnis Ekonomi Pendidikan Produk Masa depan Budaya

Usia Pendidikan Pendapatan Pekerjaan Ukuran keluarga Tempat tinggal Geografi Ukuran kota Tahap di dalam siklus kehidupan

Sumber: Plummer (1974) dalam Engel, Blackwell, dan Miniard (1994)

Gaya Hidup dan Faktor-faktor Pembentuknya

Orang menggunakan konsep seperti gaya hidup untuk menganalisis

peristiwa yang terjadi di sekitar diri mereka serta untuk menafsirkan dan

meramalkan suatu peristiwa. Orang-orang yang berasal dari sub budaya, kelas

sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda.

(Engel, Blackwell, dan Miniard 1994, Kotler 1985).

Faktor internal dan eksternal individu memengaruhi gaya hidup. Menurut

Hawkins, Best, dan Coney (2001), faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup

adalah budaya, nilai, karakteristik demografi, subbudaya, kelas sosial, kelompok

acuan, keluarga, motivasi, emosi, dan kepribadian. Lalu menurut hasil penelitian

Suwanvijit dan Promsa-ad (2009) yang dilakukan di Thailand, ditemukan bahwa

faktor-faktor yang memengaruhi gaya hidup adalah usia, jenis kelamin, status

pernikahan, agama, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga.

Suhardjo (1989) mengatakan bahwa gaya hidup adalah hasil penyaringan

dari serentetan interaksi sosial, budaya, dan keadaan. Gaya hidup merupakan

10

hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi dalam keluarga atau rumah

tangga. Faktor-faktor yang merupakan masukan (input) bagi terbentuknya suatu

gaya hidup adalah penghasilan, pendidikan, lingkungan hidup (kota atau desa),

susunan keluarga, pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan atau agama, pendapat

tentang kesehatan, pengetahuan gizi, produksi pangan, sistem distribusi, dan

banyak hal lagi faktor sosiopolitik yang bersangkutan.

Kebiasaan Makan

Ruang Lingkup Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau sekelompok manusia

dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan,

dan pemilihan makanan. Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan

dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok (Khumaidi 1988).

Kebutuhan makan tidak hanya bermanfaat untuk menumbuhkan badan secara

fisik tetapi juga memengaruhi kecerdasan serta kondisi psikologis seseorang.

Suhardjo (1989) mendefinisikan perilaku makan sebagai cara individu memilih

pangan dan mengonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis,

psikologis, sosial, dan budaya.

Khumaidi (1988) juga menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah

rakitan-rakitan dari bermacam-macam segi yang bersifat multidimensional.

Kebiasaan makan adalah berupa apa, oleh siapa, untuk siapa, kapan, dan

bagaimana makanan siap di atas meja untuk disantap. Cara seseorang atau

kelompok memilih dan memakannya sebagai tanggapan terhadap pengaruh

fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial juga disebut kebiasaan makan (Suhardjo

et al. 1998).

Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam sehari yang terdiri dari

sarapan pagi, makan siang, dan makan malam. Menurut Khomsan (2003),

apabila kita makan hanya satu atau dua kali per hari, sulit secara kuantitas dan

kualitas untuk memenuhi kebutuhan gizi. Keterbatasan lambung menyebabkan

kita tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Berdasarkan waktu makan,

kebiasaan dibagi menjadi tiga, yaitu sarapan pagi, makan siang, dan makan

malam. Sarapan pagi ialah makan di waktu pagi dengan tujuan untuk persiapan

bekerja. Sarapan pagi biasanya lebih sedikit karena selera makan belum begitu

besar. Makan siang artinya makan di waktu siang dengan tujuan untuk

menghilangkan rasa lapar setelah beraktivitas. Makan siang biasanya paling

11

sering dilakukan sebab pada umumnya aktivitas sejak pagi membuat individu

merasa lapar sehingga selera makan sangat tinggi. Makan malam artinya makan

pada waktu malam dengan tujuan untuk mempersiapkan terjadinya proses

pembakaran untuk menghasilkan energi yang diperlukan pada saat tidur. Karena

dalam keadaan tidur energi tersebut dipergunakan untuk menggerakan paru-paru,

jantung, serta organ tubuh lainnya. Selain itu, terdapat juga kebiasaan makan

camilan, yaitu masakan yang dimakan sepanjang hari tidak terbatas pada waktu,

tempat, dan jumlah yang dimakan. Tujuannya ialah untuk pengurangan rasa

lapar walaupun tidak mutlak, menambah zat-zat yang tidak ada atau kurang

pada makanan utama dan lauk-pauknya, serta sebagai hiburan (Moertjipto,

Rumijah, & Astuti 1993).

Setiap orang dianjurkan makan makanan yang cukup mengandung energi,

agar dapat hidup dan melaksanakan kegiatan sehari-hari, seperti bekerja, belajar,

berolah raga, berekreasi, kegiatan sosial, dan kegiatan yang lain. Kebutuhan

energi dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan sumber karbohidrat,

protein dan lemak (Soekirman & Atmawikarta 2011). Konsumsi makan yang baik

haruslah beraneka ragam dan terdiri dari sumber karbohidrat, protein (hewani

dan nabati), vitamin, dan mineral.

Dalam mengkaji kebiasaan makan, jenis makanan perlu diperhatikan

karena untuk memenuhi kebutuhan makanan individu, diperlukan pemenuhan

gizi yang seimbang. Makanan yang beragam, bergizi, dan berimbang merupakan

hal yang penting untuk diperhatikan oleh setiap individu dalam melakukan

kebiasaan makannya. Karena tubuh tidak hanya membutuhkan satu jenis

makanan saja. Makanan yang sehat harus mengandung unsur-unsur gizi yang

diperlukan oleh tubuh. Makanan yang beragam dijamin dapat member manfaat

yang lebih besar terhadap kesehatan (Khomsan & Anwar 2008). Pengelompokan

jenis makanan ini diantaranya adalah makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-

buahan, dan makanan jcamilan.

Pantangan ialah suatu larangan untuk mengonsumsi jenis makanan

tertentu, karena terdapat ancaman bahaya atau hukuman apabila dilanggar.

Pantangan berdasarkan larangan agama bersifat absolut dan tidak bisa ditawar

lagi oleh penganut agama tersebut. Selain pantangan karena agama, ada juga

pantangan yang sudah diwariskan dari leluhur melalui orang tua dan akan

berlanjut sampai generasi-generasi berikutnya. Individu yang menganut

pantangan ini biasanya percaya bahwa pantangan tersebut dilanggar akan

12

memberikan kerugian yang menurutnya sebagai suatu hukuman (Suhardjo 1989).

Keadaan (status) kesehatan juga sangat memengaruhi kebiasaan makan.

Individu dengan penyakit tertentu biasanya dianjurkan untuk menghindari

beberapa jenis makanan (Khumaidi 1988). Keadaan yang bersifat terpaksa ini

tidak jarang mengakibatkan menurunnya konsumsi zat gizi.

Kebiasaan Makan dan Faktor-faktor Pembentuknya

Kebiasaan makan mulai terbentuk sejak kecil, saat anak berada dalam

lingkungan keluarganya. Akan tetapi perilaku konsumsi tidak hanya dipengaruhi

oleh faktor lingkungan keluarga, masih ada faktor-faktor lain yang

memengaruhinya. Kebiasaan makan ini dapat dipengaruhi oleh faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal dapat terdiri dari kondisi fisiologis dan

psikologis. Sedangkan faktor eksternal antara lain terdiri dari kondisi sosial

budaya, gaya hidup, perubahan sosial, faktor ekonomi, dan perubahan teknologi.

Setiap individu juga mengalami proses pembelajaran dalam perilaku konsumsi

makan. Hal inilah yang menyebabkan kebiasaan makan seseorang dapat

berubah karena semakin dewasa seseorang maka faktor-faktor yang

memengaruhinya pun semakin banyak dan kompleks.

Menurut Khumaidi (1988), pada dasarnya ada dua faktor yang

memengaruhi kebiasaan makan, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik.

Kebiasaan makan individu, kelarga, dan masyarakat dipengaruhi oleh faktor

budaya (cara-cara seseorang berfikir, berperasaan, dan berpandangan tentang

makanan), faktor lingkungan sosial (segi kependudukan dengan susunan, strata,

dan sifat-sifatnya), faktor lingkungan ekonomi (daya beli, ketersediaan uang),

lingkungan ekologi (kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani,

dan system pasar), faktor ketersediaan bahan makanan (kondisi-kondisi yang

bersifat hasil karya manusia), serta faktor pengembangan teknologi.

Kebiasaan Makan dalam Ruang Lingkup Perkembangan Remaja dan Dewasa Muda

Periode dewasa dikatakan sebagai periode terpanjang dalam siklus

kehidupan. Selama periode dewasa yang panjang ini, perubahan-perubahan fisik

dan psikologis terjadi pada waktu-waktu yang dapat diramalkan seperti masa

kanak-kanak dan masa remaja (Hurlock 1980). Periode dewasa muda

merupakan masa peralihan dari remaja menuju dewasa. Berbagai permasalahan

yang ada pada periode remaja juga dapat terbawa hingga periode dewasa muda

13

ini. Gangguan makan merupakan masalah yang seringkali terlihat pada individu

yang berada pada periode remaja. Gangguan makan adalah suatu hal yang

kompleks, melibatkan keturunan genetis, faktor fisiologis, kognitif, dan

pengalaman yang diperoleh dari lingkungan Tiga gangguan makan yang paling

menonjol adalah anoreksia nervosa, bulimia, dan obesitas (Santrock 2003).

Anoreksia nervosa adalah gangguan makan karenan adanya keinginan

yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus dengan cara melaparkan diri.

Anoreksia nervosa terutama terjadi pada perempuan selama masa remaja dan

masa dewasa awal. Mereka terus membuat diri mereka kelaparan dan jumlah

lemak di dalam tubuh terus menurun sampai batas minimum, sehingga pada

kondisi ini menstruasi biasanya terhenti. Bulimia merupakan pola makan

berlebihan dan memuntahkannya kembali secara teratur. Faktor-faktor sosial,

psikologis, dan fisiologis diyakini menjadi penyebab gangguan makan ini.

Penderita bulimia terus makan dalam jumlah yang banyak dan kemudian

mengeluarkan dengan memuntahkannya kembali atau dengan menggunakan

obat pencahar. Pada umumnya penderita bulimia adalah perempuan. Penderita

anoreksia dapat mengendalikan diri dalam hal makan, sedangkan bulimia tidak.

Depresi adalah karakteristik yang umum dari penderita bulimia (Santrock 2003).

Obesitas pada remaja melibatkan pengaruh keturunan genetis,

mekanisme fisiologis, faktor kognitif, dan pengaruh lingkungan. Pengaruh pola

makan barat yang tinggi kalori dan rendah serat serta peningkatan teknologi

merubah gaya hidup yang tanpa perlu banyak aktivitas tubuh yang menjadi

penyebab masalah gizi lebih (Adiningsih 2003). Para pekerja medis dan psikolog

semakin memilik keprihatinan terhadap bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh

obesitas. Pola makan yang terbentuk di masa kanak-kanak dan remaja sangat

berhubungan dengan obesitas di masa dewasa, sebesar 80 persen remaja yang

mengalami obesitas akan terus menjadi orang dewasa yang juga mengalami

obesitas (Santrock 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gangguan-gangguan

makan yang terbentuk saat remaja akan terus berlanjut sampai dewasa dan akan

sulit untuk disembuhkan.

14

15

KERANGKA PEMIKIRAN

Gaya hidup merupakan aktivitas, minat, dan pendapat individu dalam

kehidupan sehari-hari yang diukur menggunakan teknik psikografik. Berbagai

faktor dapat memengaruhi terbentuknya gaya hidup seorang individu, baik faktor

internal maupun faktor eksternal. Fakor internal yang memengaruhi gaya hidup

berasal dari karakteristik individu itu sendiri, yaitu usia, jenis kelamin, urutan

kelahiran, suku bangsa, pendidikan, pendapatan, dan agama. Sementara itu

karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan adalah faktor

eksternal yang diteliti dalam penelitian ini. Karakteristik keluarga yang diteliti

meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan

besar keluarga.

Teori psikografik merupakan konsep yang digunakan untuk mengukur

gaya hidup. Aktivitas, minat, dan opini seorang individu dilihat untuk menentukan

gaya hidupnya. Selanjutnya gaya hidup tersebut akan memengaruhi kebiasaan

makan karena diduga aktivitas, minat, dan opini seseorang akan memengaruhi

frekuensi makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan

camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan dalam

memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh makanan; dan

frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok makanan. Individu dengan

gaya hidup yang berbeda juga diduga memiliki kebiasaan makan yang berbeda

pula. Selain gaya hidup, faktor internal dan eksternal juga diduga akan

memengaruhi kebiasaan makan. Secara lengkap kerangka pemikiran pengaruh

gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa dapat dilihat pada Gambar 2.

16

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian “pengaruh gaya hidup terhadap kebiasaan makan mahasiswa”

Faktor Internal - usia - jenis kelamin - urutan kelahiran - lama kuliah - suku bangsa - agama - uang saku

Faktor Eksternal - karakteristik keluarga - pola asuh makan - kelompok rujukan

Gaya Hidup - aktivitas - minat

- opini

Kebiasaan Makan - Frekuensi makan - Kebiasaan sarapan, makan siang,

makan malam, dan makan camilan - Tempat makan - Makanan pantangan - Pertimbangan dalam memilih makanan - Cara memperoleh makanan - Frekuensi konsumsi berdasarkan

kelompok makanan

17

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study, yaitu penelitian

yang dilakukan pada kurun waktu tertentu dan tidak berkelanjutan. Institut

Pertanian Bogor (IPB) dipilih secara purposive sebagai tempat penelitian dengan

pertimbangan bahwa IPB merupakan kampus yang memiliki mahasiswa

terbanyak di Bogor. Pengambilan data berlangsung sejak akhir bulan September

hingga akhir bulan Oktober 2011.

Teknik Pengambilan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa mayor minor IPB Tahun

Ajaran 2011/2012 yang terdiri dari mahasiswa semester tiga, lima, dan tujuh.

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) terpilih sebagai

tempat dilakukannya penelitian dengan pengambilan contoh secara acak fakultas

yang ada di IPB. Selanjutnya empat departemen di FMIPA terpilih secara acak

dari delapan departemen yang ada dan terpilihlah Departemen Statistik, Biologi,

Fisika, dan Biokimia.

Jumlah contoh yang diambil untuk penelitian ini ditentukan dengan

menggunakan rumus Slovin seperti berikut (Umar 2000):

keterangan:

n = jumlah contoh yang diambil N = jumlah populasi e = taraf nyata 0,09

Perhitungan menggunakan rumus Slovin tersebut menghasilkan jumlah

mahasiswa yang menjadi contoh penelitian minimal sebesar 117 orang. Namun

dalam penelitian ini mahasiswa yang dilibatkan sebagai contoh penelitian

berjumlah 120 orang. Selanjutnya, pengambilan contoh dilakukan melalui metode

cluster random sampling dengan proporsi 30 contoh pada setiap departemen

yang terpilih. Contoh selanjutnya akan disebut dengan mahasiswa. Skema

pengambilan contoh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

contoh

18

Gambar 3. Skema cara penarikan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang terdiri dari

variabel-variabel penelitian sebagai berikut:

1. Faktor internal

Faktor internal contoh dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin,

urutan dalam keluarga, departemen, fakultas, lama kuliah, asal daerah, suku

bangsa, uang saku, dan sumber uang saku. Seluruh faktor internal ini

ditanyakan dalam bentuk pertanyaan terbuka, sehingga contoh dapat

mengisi langsung sesuai dengan karakteristiknya masing-masing.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal contoh dalam penellitian ini adalah karakteristik

keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan. Karakteristik keluarga

yang dilihat adalah pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan

orang tua, dan besar keluarga. Seperti halnya faktor internal, karakteristik

keluarga juga ditanyakan pada contoh melalui pertanyaan terbuka.

Pola asuh makan diukur melalui 15 pertanyaan yang berkaitan dengan

kebiasaan makan yang dilakukan ketika contoh berada di lingkungan

keluarga. Instrumen ini memiliki empat pilihan jawaban, yaitu tidak pernah

(skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2) dan selalu (skor 3). Hasil uji

reliabilitas menunjukkan bahwa intrumen pola asuh makan ini sudah dapat

dikatakan reliabel dengan nilai cronbach alpha sebesar 0,678.

Kelompok acuan diukur melalui sepuluh pernyataan terkait dengan

proses konsumsi contoh. Contoh diminta memilih kelompok acuan yang

IPB ( 12.832 orang )

FMIPA (1938 orang)

Statistika (278 orang)

Biologi (365 orang)

Fisika (202 orang)

Biokimia 263 orang)

n=30 n=30 n=30 n=30

acak sederhana

acak sederhana

cluster random sampling

19

paling dijadikan referensi pada setiap pernyataan yang diajukan. Contoh

juga boleh memilih lebih dari satu kelompok acuan dalam setiap pernyataan.

3. Gaya hidup

Gaya hidup contoh diukur menggunakan konsep psikografik,

berhubungan dengan sifat atau ciri pribadi (psyco) dan profil (graphics).

Pengukuran ini mengacu pada pengukuran kegiatan, minat, dan opini

(Activities, Interest, dan Opinion) yang biasa disebut dengan AIO inventories

(Engel, Blackwell, dan Miniard 1994). Instrumen yang digunakan merupakan

hasil pengembangan peneliti dari Mowen dan Minor (1998). Terdapat 44

pernyataan untuk mengukur gaya hidup ini yang terdiri dari 15 pernyataan

untuk activities, 14 pernyataan untuk interest, dan 15 pernyataan untuk

opinion. Jawaban untuk pernyataan dalam instrumen ini terdiri dari lima

pilihan jawaban, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), cukup

setuju (CS), setuju (S), dan sangat setuju (SS). Skor yang diberikan untuk

masing-masing pilihan jawaban adalah satu untuk jawaban sangat tidak

setuju, dua untuk jawaban tidak setuju, tiga untuk jawaban cukup setuju,

empat untuk jawaban setuju, dan lima untuk jawaban sangat setuju. Nilai

cronbach alpha sebesar 0,623 diperoleh setelah dilakukan uji reliabilitas.

4. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi

makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan

camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan dalam

memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh makanan; dan

frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok makanan. Variabel-

variabel tersebut dikur dengan cara yang berbeda-beda.

Contoh diberi empat pilihan dalam menjawab frekuensi makan dalam

sehari. Pilihan tersebut adalah satu kali, dua kali, tiga kali, atau yang lainnya.

Pilihan lainnya diisi oleh contoh yang memiliki frekuensi makan yang tidak

tentu dalam sehari. Contoh juga diminta menyebutkan alasan sesuai dengan

frekuensi makannya dalam sehari.

Kebiasaan sarapan pagi, makan siang, makan malam, dan makan

camilan serta makanan pantangan diukur melalui pernyataan “ya rutin

dilakukan” dan “tidak rutin dilakukan”. Contoh diminta memilih pernyataan

yang sesuai dengan kebiasaan mereka beserta alasannya. Selain itu contoh

juga diminta menyebutkan tempat yang biasanya dipilih untuk melakukan

20

kebiasaan makannya sesuai waktu makan (sarapan, makan siang, makan

malam, dan makan camilan) beserta alasannya.

Pertimbangan dalam memilih makanan diukur melalui sepuluh

komponen. Pilihan jawaban untuk pertimbangan memilih makanan ini terdiri

dari tidak pernah (skor 0), jarang (skor 1), sering (skor 2), dan selalu (skor 3).

Nilai cronbach alpha sebesar 0,684 diperoleh setelah dilakukan uji reliabilitas.

Cara memperoleh makanan terbagi menjadi tiga, yaitu memasak sendiri,

masakan dari rumah, dan membeli matang. Jawaban untuk cara

memperoleh makanan terdiri dari tidak pernah, jarang, sering, dan selalu.

Contoh juga diminta menuliskan alasan terkait cara memperoleh

makanannya.

Frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok makanan dilihat

berdasarkan kelompok makanan pokok, sayur-mayur, lauk-pauk, buah, dan

makanan camilan. Frekuensi yang dapat dipilih oleh contoh, yaitu tidak

pernah (skor 0), kurang dari satu kali seminggu (skor 1), kurang dari tiga kali

seminggu (skor 10), tiga kali seminggu (skor 15), satu kali sehari (skor 25),

dan lebih dari satu kali sehari (skor 50).

Data sekunder diperoleh dari direktorat Administrasi dan Pendidikan

mengenai data jumlah mahasiswa IPB dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif

(IPK) contoh. Selain itu, digunakan juga literatur-literatur berupa buku, artikel,

jurnal, internet, yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga terkait serta bahan

pustaka yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya. Jenis variabel yang

dikumpulkan dalam penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan

Variabel Jenis data

mentah Dasar pengkategorian Pengkategorian

Faktor Internal Contoh

Usia Rasio Papalia, Olds, dan Feldman

(2008) Remaja (13-19 th) Dewasa muda (18-40 th)

Jenis kelamin Nominal - [0] Laki-laki [1] Perempuan

Urutan kelahiran

Ordinal

Data yang diperoleh merupakan urutan anak dalam keluarga, kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori.

Anak sulung Anak bungsu Anak tunggal atau berada diantara anak sulung dan bungsu

Lama kuliah Rasio

Lama kuliah contoh diukur berdasarkan bulan dan dihitung sejak awal kuliah contoh hingga penelitian ini dilakukan.

14 dan15 bln (Semester 3) 26 dan 27 bln (Semester 5) 38 dan 39 bln (Semester 7)

21

Variabel Jenis data

mentah Dasar pengkategorian Pengkategorian

Suku bangsa

Nominal -

[1] Sunda [2] Jawa [3] Betawi [4] Batak [5] Minang [6] Melayu [7] Bali [8] Bima/Sasak/Rote [8] Bugis/Gorontalo [9] Lainnya

Uang saku Rasio

Data mentah jumlah uang saku berbentuk data rasio yang selanjutnya dikategorikan berdasarkan kelas interval dari rata-rata uang saku contoh.

[1] ≤Rp500.000,00 [2] Rp500.001,00-

Rp1.000.000,00 [3] ≥Rp1.000.001,00

Sumber uang saku

Nominal -

[1] Orang tua [2] Saudara [3] Beasiswa [4] Bekerja [5] Orang tua dan lainnya [6] Beasiswa dan lainnya

Faktor Eksternal Contoh

Usia orang tua Rasio Papalia, Olds, dan Feldman

(2008)

Dewasa muda (20-40) Dewasa madya (41-65) Dewasa lanjut (>65)

Pendidikan orang tua

Ordinal -

[1] Tidak tamat SD [2] SD [3] SMP [4] SMA [5] Diploma/Akademi [6] S1/S2/S3

Pekerjaan orang tua

Nominal -

[1] Tidak bekerja [2] PNS [3] Pegawai swasta [4] Wirausaha [5] Guru/dosen [6] TNI/ POLRI [7] Pedagang/buruh [8] Pensiunan [9] Lainnya

Pendapatan orang tua

Rasio

Data mentah jumlah pendapatan ayah dan ibu berbentuk data rasio yang kemudian dijumlahkan sehingga menjadi pundapatan keluarga. Selanjutnya, pendapatan orang tua dikategorikan berdasarkan kelas interval dari rata-rata pendapatan orang tua contoh.

[0] tidak memiliki pendapatan

[1] ≤ Rp2.900.000,00 [2] Rp2.900.001,00-

Rp5.800.000,00 [3] Rp5.800.001,00-

Rp8.700.000,00 [4] Rp8.700.001,00-

Rp11.600.000,00 [5] ≥ Rp11.600.001,00

Besar keluarga Rasio BKKBN (1980) [1] Keluarga kecil (≤4 org) [2] Keluarga sedang (5-7org) [3] Keluarga besar (≥8org)

Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan (Lanjutan)

22

Variabel Jenis data

mentah Dasar pengkategorian Pengkategorian

Kelompok acuan

Nominal -

[1] Teman [2] Keluarga [3] Iklan atau selebriti [4] Televisi [5] Internet [6] Media cetak [7] Ahli kesehatan/dosen [8] Lainnya

Pola asuh makan

Ordinal Ulfah dan Latifah (2007) [1] Kurang (<60%) [2] Sedang (60-80%) [3] Baik (>80%)

Gaya Hidup

Gaya hidup Ordinal

Gaya hidup contoh diperoleh dari hasil pengelompokan dari hasil uji analisis cluster yang kemudian diberi nama sesuai dengan cirri-ciri setiap cluster yang terbentuk.

[1] Gaya hidup berorientasi pendidikan

[2] Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan

Kebiasaan Makan Contoh

Frekuensi makan

Rasio

-

tidak tentu 1 kali 2 kali 3 kali

Kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan camilan

Nominal - [1] Ya, rutin dilakukan [0] Tidak rutin dilakukan

Tempat makan Nominal -

[1] Rumah [2] Indekos/kontrakan [3] Kantin/warung makan [4] Asrama

Pertimbangan dalam memilih makanan

Ordinal -

Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu

Makanan pantangan

Nominal - Agama Kesehatan Adat

Cara memperoleh makanan

Nominal - Memasak sendiri Makanan dari rumah Membeli makanan matang

Frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok makanan

Rasio Suhardjo (1989)

[skor 0] Tidak pernah [skor 1] < 1 kali seminggu [skor 10] < 3 kali seminggu [skor 15] 3 kali seminggu [skor 25] 1 kali sehari [skor 50] > 1 kali sehari

Tabel 3 Jenis variabel yang dikumpulkan (Lanjutan)

23

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses mengedit, mengodekan,

memasukkan ke dalam program, dan menganalisis. Pengolahan data dilakukan

dengan menggunakan program Microsoft Office Exel dan SPSS. Data dan

informasi yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji

reliabilitas, analisis cluster dan uji regresi logistik.

Analisis deskriptif yang digunakan meliputi frekuensi distribusi, ukuran

sebaran serta grafik dan tabulasi silang. Analisis deskriptif ini digunakan untuk

mengidentifikasi faktor internal contoh (usia, jenis kelamin, urutan kelahiran

dalam keluarga, lama kuliah, asal daerah, suku bangsa, uang saku, dan sumber

uang saku), faktor eksternall contoh (karakteristik keluarga, pola asuh makan,

dan kelompok acuan), dan kebiasaan makan contoh (frekuensi makan;

kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan makan camilan; tempat

makan; pertimbangan dalam memilih makanan; makanan pantangan; cara

memperoleh makanan; dan frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok

makanan).

Gaya hidup contoh dianalisis menggunakan analisis cluster yang

bertujuan untuk mengklasifikasikan objek-objek menjadi beberapa gerombol

berdasarkan ukuran kemiripan atau ciri-ciri umum antar objek, sehingga objek-

objek yang berada dalam gerombol yang sama memiliki kemiripan yang lebih

besar dibandingkan dengan objek pada gerombol yang berbeda. Analisis cluster

yang digunakan dalam penelitian ini adalah K-Mean Cluster, yaitu analisis

statistik yang berguna untuk mengelompokan sejumlah objek ke dalam jumlah

kelompok yang sudah ditentukan terlebih dahulu (Santoso 2010). Analisis ini

sangat efektif dan efisien jika digunakan untuk mengelompokkan objek yang

berjumlah besar. K-Mean Cluster ini digunakan untuk objek yang berjumlah lebih

dari 100 (Suseno 2009).

Pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap gaya hidup serta

pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap kebiasaan

makan dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Analisis regresi logistik adalah

salah satu bentuk analisis data dengan menggunakan teknik regresi yang dapat

diaplikasikan ketika akan mengetahui hubungan antara variabel dependen

dengan satu atau lebih variabel independen dan variabel dependen berbentuk

kategorikal. Dalam penelitian ini, terdapat dua model regresi logistik untuk gaya

24

hidup dan lima model untuk kebiasaan makan. Model regresi untuk pengaruh

faktor internal dan eksternal terhadap gaya hidup memiliki variabel independen

(xi) yang tetap dengan variabel dependen (y) yang tidak sama. Variabel

dependen tersebut (y) adalah 1= gaya hidup berorientasi pendidikan , 0= gaya

hidup berorientasi hiburan dan kesehatan

Keterangan:

p = Peluang untuk gaya hidup α = Konstanta β1-5 = Koefisien regresi

X1 = Usia (th)

X2 = Jumlah uang saku (Rp)

X3 = Usia ibu (th)

X4 = Jumlah anggota keluarga (org)

X5 = Pola asuh makan (skor %)

X6 = Kelompok acuan teman (skor)

X7 = Kelompok acuan televisi (skor)

γ1-3 = Koefisien dummy

D1 = Jenis kelamin (1= perempuan , 0=laki-laki)

D2 = Suku bangsa (1= Jawa , 0= lainnya)

D3 = Pekerjaan ibu (1= bekerja , 0= tidak bekerja)

ε = Error

Model regresi untuk kebiasaan makan juga memiliki variabel independen

(xi) yang tetap dengan variabel dependent (yi) yang tidak sama. Variabel

dependen yang pertama (y1) adalah frekuensi makan yang dilihat dari kebiasaan

makan tiga kali sehari (1= makan tiga kali sehari, 0= tidak makan tiga kali sehari).

Variabel dependen kedua (y2) adalah kebiasaan sarapan (1= rutin sarapan/

hampir setiap hari sarapan, 0= tidak rutin sarapan). Variabel ketiga (y3) adalah

kebiasaan makan siang (1= rutin makan siang, 0= tidak rutin makan siang).

Variabel keempat (y4) adalah kebiasaan makan malam (1= rutin makan malam,

0= tidak rutin makan malam). Variabel terakhir (y5) adalah kebiasaan makan

camilan (1= rutin makan camilan, 0= tidak rutin makan camilan).

= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 +β7X7 + γ1D1 + γ2D2 +

γ3D3 + ε

= α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 +β8X8 + γ1D1+ γ2D2

+γ3D3 + ε

25

Keterangan:

p = Peluang untuk kebiasaan makan α = Konstanta β1-5 = Koefisien regresi

X1 = Usia (th)

X2 = Jumlah uang saku (Rp)

X3 = Usia ayah (th)

X4 = Pola asuh makan (skor %)

X5 = Kelompok acuan teman (skor)

X6 = Kelompok acuan keluarga (skor)

γ1-3 = Koefisien dummy

D1 = Jenis kelamin (1= perempuan , 0=laki-laki)

D2 = Pekerjaan ibu (1= bekerja , 0= tidak bekerja)

D3 = Gaya hidup (1= gaya hidup berorientasi pendidikan , 0= gaya hidup berorientasi

hiburan dan kesehatan) ε = Error

Definisi Operasional

Contoh adalah mahasiswa mayor-minor Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam yang masih aktif mulai dari

semester 3 sampai semester 7 pada tahun ajaran 2011/2012

Faktor internal adalah ciri-ciri yang berasal dari dalam diri mahasiswa yang

meliputi usia, jenis kelamin, urutan anak, departemen, fakultas, lama

kuliah, asal daerah, suku bangsa, uang saku, dan sumber uang saku

Usia adalah lama hidup mahasiswa yang dinyatakan dalam tahun.

Lama kuliah adalah lamanya studi yang sudah ditempuh mahasiswa

dan dinyatakan dalam bulan.

Urutan anak adalah urutan mahasiswa dalam keluarga, yaitu sebagai

anak sulung, bungsu, atau yang lainnya.

Suku bangsa adalah suku bangsa asal mahasiswa.

Uang saku adalah pendapatan yang diperoleh mahasiswa setiap

bulan yang terdiri dari uang saku utama dan uang saku tambahan.

Sumber uang saku adalah sumber yang memberikan pendapatan

untuk mahasiswa, baik uang saku utama maupun uang saku

tambahan. Sumber uang saku ini dapat berasal dari orang tua,

saudara, beasiswa, bekerja, dan sumber yang lainnya.

26

Faktor eksternal adalah ciri-ciri yang berasal dari luar diri mahasiswa yang

meliputi karakteristik keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan.

Karakteristik keluarga terdiri dari pendidikan orang tua, pekerjaan

orang tua, dan besar keluarga mahasiswa.

Pendidikan orang tua tingkat pendidikan terakhir yang ditempuh oleh

orang tua mahasiswa. Tingkat pendidikan ini dikelompokkan mulai

dari tidak tamat SD sampai perguruan tinggi.

Pekerjaan orang tua adalah kegiatan atau aktivitas orang tua

mahasiswa yang dapat memberikan penghasilan bagi dirinya.

Pendapatan orang tua adalah jumlah uang yang diperoleh oleh orang

tua mahasiswa setiap bulan dari pekerjaan yang dilakukannya.

Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga mahasiswa yang

dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang),

keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang).

Pola asuh makan adalah pola perilaku makan yang diterapkan atau

dibiasakan oleh keluarga mahasiswa ketika mahasiswa berada di

lingkungan keluarga.

Kelompok acuan adalah individu, sekelompok individu, atau media

yang dipercaya oleh mahasiswa untuk menjadi referensi ketika

mahasiswa akan melakukan suatu proses konsumsi. Kelompok

acuan ini dapat terdiri dari teman, keluarga, media, dan lain-lain.

Gaya hidup adalah kegiatan, minat, dan pendapat mahasiswa dalam kehidupan

sehari-hari yang diukur menggunakan teknik psikografik.

Kebiasaan makan adalah perilaku berulang-ulang yang meliputi frekuensi

makan; kebiasaan sarapan, makan siang, makan malam, dan maka

camilan; tempat individu mengonsumsi makanannya; pertimbangan

dalam memillih makanan; makanan pantangan; cara memperoleh

makanan; dan frekuensi konsumsi individu berdasarkan kelompok

makanan.

Frekuensi makan adalah jumlah berapa kali mahasiswa makan dalam

satu hari.

Tempat makan adalah tempat yang dipilih seseorang untuk

mengkonsumsi makanannya. Tempat makan ini dapat di rumah

atau indekos, kantin dalam kampus, warung makan, maupun

tempat lain.

27

Pertimbangan dalam memilih makanan adalah hal-hal yang

diperhatikan mahasiswa sebelum mengonsumsi makanan.

Makanan pantangan adalah makanan atau minuman yang tidak

dikonsumsi mahasiswa karena alasan, agama, kesehatan, dan adat.

Cara memperoleh makanan adalah cara seseorang untuk

mendapatkan makanan yang akan dikonsumsinya. Hal ini bisa

dilakukan dengan cara memasak sendiri, membeli di tempat lain,

atau cara lain yang biasanya dilakukan seseorang.

Frekuensi konsumsi berdasarkan kelompok makanan adalah

seberapa sering mahasiswa mengonsumsi makanan yang

dikelompokan menjadi makanan pokok, lauk-pauk, sayuran, buah-

buahan, dan camilan.

28

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Faktor Internal

Usia. Usia mahasiswa dalam penelitian ini berksar antara 18-22 tahun

Rata-rata usia mahasiswa sebesar 19,8 tahun dan standar deviasi sebesar 1,0

tahun. Rata-rata usia mahasiswa perempuan (19,7 ± 0,9 tahun) relatif lebih

rendah daripada rata-rata usia mahasiswa laki-laki (20,1 tahun ± 1,1 tahun). Usia

mahasiswa ini termasuk ke dalam periode remaja dan dewasa muda (Papalia,

Old, & Feldman 2008).

Jenis Kelamin. Pada penelitian ini, mahasiswa yang berjenis kelamin

perempuan (58,3%) lebih banyak daripada mahasiswa yang berjenis kelamin

laki-laki (41,7%). Hal ini sejalan dengan data jumlah mahasiswa IPB tahun 2011,

yaitu mahasiswa perempuan (60,2%) lebih banyak dibandingkan dengan laki-

laki (39,8%)

Urutan Kelahiran. Berdasarkan urutan kelahiran, mahasiswa dapat

dibedakan menjadi anak sulung, anak bungsu, dan lainnya. Mahasiswa yang

termasuk kategori lainnya adalah mahasiswa yang merupakan anak tunggal atau

berada pada urutan antara anak sulung dan anak bungsu. Pada penelitian ini,

proporsi terbesar mahasiswa ada pada urutan anak sulung, yaitu sebesar 45,8

persen, sedangkan proporsi terkecil berada pada urutan anak bungsu, yaitu

sebesar 18,3 persen.

Lama Kuliah. Dilihat dari lama kuliah (bulan), lama kuliah mahasiswa

berkisar antara 14-27 bulan. Rata-rata lama kuliah mahasiswa 26,5 bulan dan

standar deviasi sebesar 9,8 bulan.

Asal Daerah. Proporsi terbesar mahasiswa dalam penelitian ini berasal

dari daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Sementara itu, sebesar 15,8 persen mahasiswa berasal dari kota yang berada di

Jawa Barat selain Bogor, Depok, dan Bekasi. Mahasiswa dalam penelitian ini

tidak hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga berasal dari daerah lain yang

ada di luar Pulau Jawa (Gambar 4). Hal ini membuktikan bahwa mahasiswa IPB

berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia.

30

Gambar 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan asal daerah

Suku Bangsa. Berdasarkan hasil penelitian, mahasiswa berasal dari

berbagai macam suku yang ada di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa

mahasiswa IPB memiliki latar belakang budaya yang sangat beragam. Jumlah

mahasiswa terbanyak dalam penelitian ini berasal dari suku Jawa dan Sunda.

Sekitar empat dari sepuluh mahasiswa berasal dari suku Jawa dan tiga dari

sepuluh mahasiswa berasal dari suku Sunda. Suku bangsa lainnya adalah

mahasiswa yang berasal dari suku campuran, seperti Bali-Etnis, Jawa-Sunda,

Jawa-Betawi, Melayu-Sunda, dan lain-lain.

Gambar 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan suku bangsa

31

Agama. Hampir seluruh mahasiswa dalam penelitian ini menganut

agama Islam. Selain Islam, agama lain yang dianut oleh mahasiswa adalah

Kristen dan Hindu (Gambar 6).

Gambar 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan agama

Uang Saku. Uang saku merupakan sumber pendapatan bagi mahasiswa.

Rata-rata uang saku mahasiswa setiap bulannya adalah Rp811.316,67 dengan

standar deviasi Rp293.283,29 dan berada pada rentang Rp250.000,00 sampai

Rp1.750.000,00. Tabel 3 menunjukkan bahwa proporsi terbesar mahasiswa

berada pada uang saku yang berkisar pada rentang Rp500.001,00-

Rp1.000.000,00 per bulan.

Uang saku mahasiswa terdiri dari uang saku utama dan uang saku

tambahan. Rata-rata uang saku utama mahasiswa setiap bulan adalah

Rp688.816,67 dengan standar deviasi Rp268.246.03 dan berada pada rentang

Rp250.000,00-Rp1.658.000,00. Uang saku tambahan berfungsi menambah uang

saku utama mahasiswa untuk memenuhi kebutuhannya. Tetapi tidak semua

mahasiswa memiliki uang saku tambahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

separuh mahasiswa tidak memiliki uang saku tambahan dan memenuhi

kebutuhannya dengan menggunakan uang saku utama saja. Uang saku

tambahan mahasiswa berada pada rentang Rp50.000,00-Rp500.000,00 per

bulan. Rata-rata uang saku tambahan mahasiswa adalah Rp253.448,30 dengan

standar deviasi Rp123.460,70.

Tabel 3 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku

Uang saku total (per bulan) n %

≤ Rp500.000 24 20,0 Rp500.001 – Rp1.000.000 77 64,2 ≥ Rp1.000.001 19 15,8

Total 120 100,0

32

Mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan uang saku dari sumber

yang beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar uang saku

utama mahasiswa berasal dari orang tua. Sumber yang lain berasal dari saudara,

beasiswa, dan bekerja. Walaupun sebagian besar mahasiswa mendapatkan

uang saku utama dari orang tua, ternyata ada satu orang mahasiswa yang

mendapatkan uang saku utama dari hasil bekerja (mengajar les).

Sama seperti uang saku utama, uang saku tambahan mahasiswa juga

berasal dari berbagai sumber. Sumber uang saku tambahan terbesar adalah

beasiswa. Sebanyak dua dari lima mahasiswa dalam penelitian ini mendapatkan

uang tambahan dari beasiswa yang diterimanya. Sumber uang saku tambahan

mahasiswa yang lain diantaranya adalah orang tua, bekerja, dan saudara. Selain

itu, Tabel 4 juga menunjukan bahwa terdapat mahasiswa yang memperoleh uang

saku utamanya lebih dari satu sumber, baik untuk uang saku utama maupun

uang saku tambahan.

Tabel 4 Sebaran mahasiswa berdasarkan sumber uang saku

Sumber uang saku Uang saku

utama Uang saku tambahan

n % n %

Orang tua 101 84,2 14 24,1 Saudara 2 1,7 6 10,3 Beasiswa 7 5,8 25 43,1 Bekerja 1 0,8 9 15,5 Orang tua dan lainnya 6 5,0 2 3,4 Beasiswa dan lainnya 3 2,5 2 3,4

Total 120 100,0 58 100,0

Faktor Eksternal

Karakteristik Keluarga. Usia orang tua mahasiswa secara keseluruhan

termasuk dalam kategori dewasa. Berdasarkan hasil penelitian, hampir seluruh

usia ayah maupun ibu mahasiswa termasuk pada kategori dewasa madya. Tidak

ada ibu yang termasuk pada usia dewasa lanjut, sedangkan ada satu orang ayah

mahasiswa termasuk pada kategori dewasa lanjut. Usia ayah mahasiswa berada

pada rentang 44-59 tahun dengan rata-rata 50,1 tahun dan standar deviasi 4,9

tahun. Usia ibu berada pada rentang 39-53 tahun dengan rata-rata 46,5 tahun

dan standar deviasi 4,1 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata usia ibu

mahasiswa lebih muda daripada usia ayah mahasiswa (Tabel 5).

33

Tabel 5 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia orang tua Keterangan: *sebanyak delapan orang ayah mahasiswa telah meninggal dunia

Tingkat pendidikan orang tua yang diukur dalam penelitian ini adalah

tingkat pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa.

Pendidikan tertinggi yang ditempuh oleh orang tua mahasiswa adalah perguruan

tinggi (S1/S2/S3) dan tidak ada satu orang pun orang tua mahasiswa yang tidak

menamatkan pendidikannya dari Sekolah Dasar (SD). Proporsi terbesar

pendidikan ayah mahasiswa berada pada tingkat perguruan tinggi, sedangkan

proporsi terbesar pendidikan ibu mahasiswa berada pada tingkat SMA/sederajat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan orang tua mahasiswa dalam

penelitian ini sudah relatif baik (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendidikan orang tua

Pekerjaan yang dilakukan orang tua mahasiswa merupakan kegiatan

yang menjadi sumber pendapatan orang tua mahasiswa untuk memenuhi

kebutuhan hidup keluarganya. Pekerjaan ini beragam jenisnya, mulai dari

pegawai negeri, pegawai swasta, guru, dan pekerjaan lainnya. Pekerjaan ayah

mahasiswa lebih didominasi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pegawai

swasta. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir seluruh ayah

mahasiswa memiliki pekerjaan, akan tetapi ada tiga orang ayah mahasiswa tidak

memiliki pekerjaan karena terkendala oleh masalah kesehatan.

Kelompok Usia Orangtua (th) Ayah Ibu

n % n %

Dewasa muda (20-40) 3 2,7 9 7,5

Dewasa madya (41-65) 108 96,4 111 92,5

Dewasa lanjut (>65) 1 0,9 0 0

Total 112* 100,0 120 100,0

Pendidikan Ayah Ibu

n % n %

Tidak tamat SD 0 0 0 0 SD 5 4,5 18 15,0 SMP/sederajat 10 8,9 9 7,5 SMA/sederajat 39 34,8 46 38,3 Diploma/akademi 10 8,9 15 12,5 Perguruan tinggi (S1/S2/S3) 48 42,9 32 26,7

Total 112 100,0 120 100,0

34

Berbeda dengan pekerjaan ayah mahasiswa yang didominasi oleh PNS,

pekerjaan ibu mahasiswa lebih didominasi oleh ibu rumah tangga (tidak bekerja).

Pekerjaan lain yang dimiliki oleh ibu mahasiswa diantaranya adalah PNS, guru

atau dosen, dan pegawai swasta. Tabel 7 juga menunjukkan bahwa ada ibu

mahasiswa yang bekerja sebagai dokter/perawat/analis, tetapi tidak ada ibu

mahasiswa yang bekerja sebagai TNI/POLRI, pedagang/buruh, dan pensiunan.

Tabel 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan pekerjaan orang tua

Pendapatan orang tua mahasiswa berkisar antara Rp500.000,00 hingga

Rp15.000.000,00. Tetapi ada pula dua keluarga mahasiswa yang sama sekali

tidak memiliki pendapatan. Hal ini dikarenakan oleh ayah mahasiswa yang sudah

meninggal dan ibu mahasiswa yang tidak bekerja. Rata-rata pendapatan orang

tua mahasiswa setiap bulan adalah Rp3.525.432,00 dengan standar deviasi

Rp2.451.786,00. Proporsi terbesar pendapatan orang tua mahasiswa berada

pada rentang kurang dari sama dengan Rp2.900.000,00 per bulan dan hanya

ada satu keluarga mahasiswa yang memiliki pendapatan pada rentang lebih dari

Rp11.600.000,00 per bulan (Tabel 8). Pendapatan orang tua tertinggi ini dimiliki

oleh mahasiswa dengan ayah yang bekerja sebagai pegawai swasta dan ibu

tidak bekerja.

Tabel 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan orang tua

Jenis pekerjaan Ayah Ibu

n % n %

Tidak bekerja 3 2.7 71 59.2 PNS 29 25,9 21 17.5 Pegawai swasta 25 22.3 8 6.7 Wiraswasta 21 18.8 5 4.2 TNI/POLRI 5 4.5 0 0 Guru/Dosen 10 8.9 10 8.3 Dokter/perawat/analis 0 0 4 3.3 Pedagang/buruh 7 6.2 0 0 Pensiunan 7 6.2 0 0 Lainnya 5 4.5 1 0,8

Total 112 100.0 120 100,0

Pendapatan n %

Tidak memiliki pendapatan 2 1,7

≤ Rp2.900.000 57 47,5 Rp2.900.001 – Rp5.800.000 41 34,2 Rp5.800.001 – Rp8.700.000 16 13,3 Rp8.700.001 – Rp11.600.000 3 2,5 ≥ Rp11.600.001 1 0,8

Total 120 100.0

35

Rata-rata jumlah anggota keluarga mahasiswa adalah 5 orang dengan

rentang jumlah anggota keluarga sebesar 2-10 orang. Hasil penellitian

menunjukkan bahwa persentase terbesar besar keluarga mahasiswa berada

pada kategori keluarga kecil dengan jumlah keluarga kurang dari atau sama

dengan empat orang, sedangkan persentase terkecil besar keluarga mahasiswa

berada pada keluarga besar. Keluarga yang termasuk kategori keluarga besar ini

memiliki jumlah anak lebih dari 5 orang.

Tabel 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan besar keluarga

Pola Asuh Makan. Pola asuh makan yang dilakukan mahasiswa saat

berada di lingkungan keluarganya berbeda-beda (Tabel 10). Sarapan ternyata

selalu menjadi hal yang penting bagi sebagian besar keluarga mahasiswa

(62,5%). Tidak ada satu orang mahasiswa pun yang tidak pernah dibiasakan

sejak dini untuk cuci tangan sebelum makan, meskipun kebiasaan ini ada yang

jarang melakukan sampai selalu melakukan. Sebanyak tujuh dari sepuluh

mahasiswa lebih memilih makanan yang dimasak di rumah saat mereka sedang

berkumpul dengan keluarga di rumah. Hal-hal yang selalu dilakukan mahasiswa

saat berada di rumah dengan persentase tertinggi selanjutnya adalah makan tiga

kali sehari, makan bersama keluarga, dan berdoa bersama sebelum makan.

Walaupun tidak makan mie instan lebih dari tiga kali dalam seminggu sudah

dilakukan oleh empat dari sepuluh mahasiswa ketika berada di rumah, akan

tetapi mie instan seringkali masih menjadi alternatif pilihan makanan yang

disediakan di rumah. Hal ini ditunjukkan dari masih adanya 53,3 persen

mahasiswa yang mengaku bahwa tidak tersedianya mie instan di rumah adalah

sesuatu yang jarang. Fast food juga masih menjadi makanan yang dipilih oleh

mahasiswa dan keluarganya saat makan di luar rumah. Meskipun demikian,

sayur dan buah juga menjadi sesuatu yang seringkali tersedia dalam menu

makanan keluarga mahasiswa. Sementara itu, hal-hal yang jarang dilakukan oleh

mahasiswa dan keluarganya adalah berbicara ketika makan bersama, makan

dengan tertib di meja makan, menghindari minuman berwarna/ bersoda, dan

tidak makan lebih dari jam 9 malam.

Besar keluarga n %

Kecil (≤4 org) 58 48,3 Sedang (5-7 org) 54 45,0 Besar (≥8 org) 8 6,7

Total 120 100,0

36

Tabel 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan pernyataan pola asuh makan

Pernyataan Selalu Sering Jarang

Tidak pernah

Total

n % n % n % n % n %

Makan teratur 3 kali sehari ketika berada di rumah.

63 52,5 32 26,7 23 19,2 2 1,7 120 100,0

Terbiasa makan bersama minimal satu kali dalam sehari dengan keluarga.

48 40,0 32 26,7 35 29,2 5 4,2 120 100,0

Sarapan adalah hal yang penting dalam keluarga.

75 62,5 29 24,2 13 10,8 3 2,5 120 100,0

Makan dengan tertib di meja makan bersama keluarga.

19 15,8 28 23,3 50 41,7 23 19,2 120 100,0

Sayur dan buah selalu tersedia dalam menu makanan keluarga.

36 30,0 58 48,3 25 20,8 1 0.8 120 100,0

Minuman berwarna/ bersoda adalah hal yang dihindari dalam keluarga.

27 22,5 34 28,3 55 45,8 4 3,3 120 100,0

Sudah dibiasakan sejak dini untuk mencuci tangan sebelum makan.

73 60,8 41 34,2 6 5,0 0 0 120 100,0

Tidak ada satupun anggota keluarga yang berbicara ketika makan bersama.

4 3,3 27 22,5 67 55,8 22 18,3 120 100,0

Fast food adalah makanan favorit keluarga ketika makan bersama di luar rumah,

42 35,0 62 51,7 11 9,2 5 4,2 120 100,0

Fast food adalah pilihan makanan pertama keluarga ketika ibu sedang tidak memasak di rumah.

46 38,3 55 45,8 14 11,7 5 4,2 120 100,0

Tidak makan malam lebih dari jam 9 malam.

27 22,5 40 33,3 44 36,7 9 7,5 120 100,0

Lebih memilih makanan yang dimasak di rumah daripada membeli masakan matang ketika sedang berkumpul di rumah.

72 60,0 32 26,7 14 11,7 2 1,7 120 100,0

Makanan instan tidak tersedia di rumah.

10 8,3 19 15,8 64 53,3 27 22,5 120 100,0

Tidak makan mie instan lebih dari 3 bungkus dalam seminggu ketika berada di rumah.

55 45,8 29 24,2 28 23,3 8 6,7 120 100,0

Berdoa bersama sebelum makan saat makan bersama keluarga.

39 32,5 36 30,0 36 30,0 9 7,5 120 100,0

Tingkat pola asuh makan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori,

yaitu baik (>80%), sedang (60-80%), dan kurang (<60%) seperti pengkategorian

yang dilakukan oleh Ulfah dan Latifah (2007). Rata-rata skor mahasiswa untuk

pola asuh makannya adalah sebesar 64,8 persen dengan standar deviasi 11,8

persen. Gambar 7 menunjukkan bahwa hanya ada sembilan orang mahasiswa

yang berada pada kategori pola asuh makan yang baik, sedangkan sepertiga

37

mahasiswa berada pada kategori kurang. Sementara itu, proporsi terbesar pola

asuh makan mahasiswa berada pada kategori sedang.

Gambar 7 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pola asuh makan

Seperti yang tersaji pada Tabel 11, hasil penelitian menunjukkan bahwa

mahasiswa dengan usia yang berada pada periode remaja memiliki proporsi

lebih besar dalam pola asuh makan kurang, sedangkan mahasiswa yang berada

pada periode dewasa awal memiliki proporsi lebih besar pada pola asuh makan

sedang dan pola asuh makan baik. Berdasarkan jenis kelamin, persentase

mahasiswa perempuan lebih tinggi pada pola asuh makan sedang. Sementara

itu, mahasiswa laki-laki memiliki persentase lebih tinggi dalam pola asuh kurang

dan pola asuh makan baik. Pada hasil penelitian juga terlihat bahwa anak sulung

memiliki proporsi paling tinggi pada pola asuh sedang, sedangkan pada dua

kategori lainnya mahasiswa dengan urutan kelahiran selain anak sulung dan

anak bungsu memiliki persentase yang paling tinggi.

Tabel 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan karakteristik dengan pola asuh makan

Karakteristik mahasiswa

Kategori pola asuh makan Total

Kurang Sedang Tinggi

% % % %

Usia Remaja Dewasa awal

42,9 26,8

51,9 64,8

6,1 8,5

100,0 100,0

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

34,0 32,9

58,0 60,0

8,0 7,1

100,0 100,0

Urutan kelahiran Sulung Bungsu Lainnya

27,3 31,8 41,9

67,3 63,6 46,5

5,5 4,5

11,6

100,0 100,0 100,0

38

Kelompok Acuan. Kelompok acuan (reference group) adalah seorang

individu atau sekelompok orang yang secara nyata memengaruhi perilaku

pembelian (Sumarwan 2004). Dalam penelitian ini mahasiswa dapat memilih

lebih dari satu kelompok acuan pada setiap pernyataan, akan tetapi dari hasil

penelitian ini diketahui bahwa selalu ada satu kelompok acuan yang paling

banyak dipilih oleh setiap mahasiswa. Berdasarkan Tabel 12, kelompok acuan

yang paling banyak dipilih oleh mahasiswa adalah teman, keluarga, dan televisi.

Teman menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih dengan proporsi

terbesar. Sementara itu, keluarga juga menjadi kelompok acuan selanjutnya

yang paling banyak dipilih oleh sekitar satu dari sepuluh mahasiswa. Selain itu,

lima dari seratus mahasiswa menjadikan televisi sebagai kelompok acuan yang

dipilihnya. Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini lebih kepada iklan atau

selebriti yang dilihat mahasiswa melalui televisi.

Tabel 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan yang paling banyak dipilih mahasiswa

Kelompok acuan n %

Teman 101 84,2 Keluarga 13 10,8 Televisi 6 5,0 Internet 0 0 Media cetak 0 0 Ahli kesehatan/ dosen 0 0 Lainnya 0 0

Total 120 100,0

Kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa sangat beragam. Selain

menjadi kelompok acuan yang paling banyak dipilih, teman juga menjadi

kelompok acuan yang dipilih oleh mahasiswa dengan persentase tertinggi dalam

sepuluh pernyataan yang diajukan. Hal ini memperlihatkan bahwa teman adalah

kelompok acuan yang paling memengaruhi mahasiswa dalam melakukan proses

konsumsi. Tabel 13 memperlihatkan bahwa keluarga juga memiliki persentase

yang cukup besar dalam menentukan makanan mahasiswa dan paling dipercaya

oleh mahasiswa dalam memberikan pendapat. Selanjutnya proporsi terbesar

televisi dan internet berada pada kelompok acuan yang memberikan informasi

terbaru. Selain itu, media cetak juga menjadi salah satu kelompok acuan yang

dipilih mahasiswa dalam beberapa pernyataan. Media cetak yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah artikel-artikel kesehatan yang tertera pada majalah.

39

Sebanyak tiga orang mahasiswa menyatakan bahwa media cetak menjadi

kelompok acuan mereka dalam memilih makanan. Beberapa mahasiswa

menjadikan ahli kesehatan atau dosen mereka sebagai kelompok acuan,

diantaranya adalah dalam bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan.

Sementara itu kelompok acuan lainnya terdiri dari pacar dan orang-orang yang

tidak dikenal oleh mahasiswa, seperti seseorang yang sedang makan di pinggir

jalan atau pedagang makanan.

Tabel 13 Sebaran mahasiswa berdasarkan kelompok acuan dalam setiap aspek proses perilaku konsumsi

Keterangan: *kelompok acuan yang dipilih pada masing-masing pernyataan boleh lebih dari satu **P1: memilih makanan

P2: menentukan menu makanan P3: informasi tentang jenis makanan baru P4: informasi tentang tempat makanan baru P5: mengonsumsi makanan baru P6: paling dipercaya dalam memberikan pendapat P7: paling sering memberikan informasi P8: membuat tertarik untuk mengonsumsi suatu produk P9: tempat bertanya saat kebingungan untuk membuat keputusan P10: memberikan suatu berita terbaru

Gaya Hidup

Gaya hidup adalah kegiatan, minat, dan pendapat yang menggambarkan

perilaku mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini gaya

hidup mahasiswa terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi

pendidikan dan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Gaya hidup

berorientasi pendidikan terdiri dari mahasiswa yang aktivitas, minat, dan

pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari lebih tinggi pada kegiatan belajar.

Mereka lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca buku dan

mengerjakan tugas kuliah daripada untuk jalan-jalan atau hal-hal lain yang

berkaitan dengan hiburan. Mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi

pendidikan ini juga memiliki perhatian lebih rendah terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kegiatan olahraga dan memiliki kebiasaan makan yang kurang

Kelompok acuan

P1 (%)

P2 (%)

P3 (%)

P4 (%)

P5 (%)

P6 (%)

P7 (%)

P8 (%)

P9 (%)

P10 (%)

Teman 66,7 49,2 73,3 86,7 75,8 67,5 80,0 65,8 84,2 60,0 Keluarga 30,8 38,3 11,7 5,8 19,2 38,3 10,0 8,3 32,5 6,7 Televisi 8,3 0,8 47,5 30,8 4,2 2,5 25,0 40,0 0,8 55,0 Internet 0,0 0,0 3,3 3,3 0,0 0,0 5,0 0,0 0,0 12,5 Media cetak 2,5 0,0 0,8 0,0 0,8 1,7 0,8 0,0 0,0 1,7 Ahli kesehatan/ dosen

0,0 0,0 0,8 0,0 1,7 1,7 0,0 0,0 0,8 0,0

Lainnya 2,5 0,8 0,8 0,8 0,0 0,8 0,8 0,0 0,8 2,5

40

baik, seperti tidak makan teratur tiga kali dalam sehari serta menyukai makanan

cepat saji dan makanan instan.

Mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi

hiburan dan kesehatan adalah seseorang yang lebih suka menghabiskan uang

dan waktunya dengan melakukan hal-hal terkait dengan hiburan atau jalan-jalan,

suka berolahraga dan memiliki perhatian lebih tinggi dalam hal kesehatan, aktif

dalam organisasi, serta lebih suka berakhir pekan bersama teman-teman

daripada bersama keluarga. Mahasiswa bergaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan suka menjadi pusat perhatian karena mendapatkan penghargaan diri

dari lingkungan sekitar adalah hal yang penting baginya. Selain itu gaya hidup

berorientasi hiburan dan kesehatan juga terdiri dari mahasiswa yang menyukai

produk dengan merek terkenal karena menurutnya produk yang mahal pasti

berkualitas tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa gaya hidup berorientasi

hiburan dan kesehatan merupakan gaya hidup lebih banyak dimiliki oleh

mahasiswa. Sementara itu, hanya sekitar sepertiga mahasiswa yang termasuk

pada kelompok gaya hidup berorientasi pendidikan.

Gambar 8 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup

Hasil lain juga menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang termasuk

pada periode dewasa awal hampir menyebar rata baik pada gaya hidup

berorientasi hiburan dan kesehatan maupun gaya hidup berorientasi pendidikan.

Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki persentase yang lebih tinggi

pada gaya hidup berorientasi pendidikan, begitu pula dengan mahasiswa

berjenis kelamin perempuan. Selanjutnya, urutan kelahiran sulung dan bungsu

juga memiliki proporsi terbesar dalam gaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan, sedangkan proporsi mahasiswa dengan urutan kelahiran lainnya

berada pada gaya hidup berorientasi pendidikan. Proporsi mahasiswa dengan

uang saku kurang dari atau sama dengan Rp500.000,00 hampir menyebar rata

pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan dan gaya hidup berorientasi

41

pendidikan. Sementara itu, proporsi terbesar mahasiswa dengan uang saku

Rp500.001.00-Rp1.000.000,00 dan lebih dari atau sama dengan Rp1000.001,00

berada pada gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran mahasiwa berdasarkan karakteristik dan gaya hidup

Karakteristik mahasiswa

Kategori gaya hidup

Total Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan

Gaya hidup berorientasi pendidikan

% % %

Usia

Remaja 75,5 24,5 100,0

Dewasa muda 56,3 43,7 100,0

Jenis kelamin

Laki-laki 66,0 34,0 100,0

Perempuan 62,9 37,1 100,0

Urutan kelahiran

Sulung 69,1 30,9 100,0

Bungsu 81,8 18,2 100,0

Lainnya 48,8 51,2 100,0

Uang saku

≤ Rp500.000 58,3 41,7 100,0

Rp500.001–Rp1.000.000 66,2 33,8 100,0

≥ Rp1.000.001 63,2 36,8 100,0

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai IPK mahasiswa dengan

dua gaya hidup yang berbeda ini menyebar dalam enam kisaran nilai. Akan

tetapi baik proporsi terbesar mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi

pendidikan maupun hedonis berada pada rentang nilai IPK sebesar 2,76-3,00

(Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran mahasiswa berdasarkan gaya hidup dan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK)

Gaya Hidup

IPK Total

≤ 2,50 2,51–2,75 2,76–3,00 3,01–3,25 3,26–3,50 ≥ 3,51

% % % % % % %

Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan

18,2 10,4 23,4 19,5 19,5 9,1 100,0

Gaya hidup berorientasi pendidikan

14,0 14,0 23,3 14,0 18,6 16,3 100,0

42

Kebiasaan Makan

Frekuensi Makan. Frekuensi makan yang baik adalah tiga kali dalam

sehari. Hal ini dianjurkan agar individu dapat memenuhi kebutuhan gizinya

dengan baik. Tidak hanya sekedar jumlah yang cukup, akan tetapi waktu makan

yang teratur juga penting agar makanan yang masuk dapat terserap gizinya

dengan baik. Dalam penelitian ini, frekuensi makan mahasiswa berkisar pada

rentang 1-3 kali sehari dengan rata-rata 3 kali sehari. Sekitar separuh mahasiswa

memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali sehari. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa yang memiliki frekuensi makan

kurang dari tiga kali sehari, satu orang diantaranya memiliki kebiasaan makan

hanya satu kali dalam sehari (Gambar 9). Selain itu, terdapat juga mahasiswa

dengan memiliki frekuensi makan yang tidak tentu, yaitu antara 2-3 kali sehari.

Mereka mengaku lebih sering makan dua kali sehari, namun sesekali juga

mereka melakukan makan tiga kali sehari, tergantung situasi dan kondisi.

Gambar 9 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi makan dalam sehari

Mahasiswa memiliki alasan yang beragam dalam menentukan frekuensi

makannya dalam sehari. Alasan terbanyak yang melatarbelakangi mahasiswa

terbiasa makan tiga kali sehari adalah karena kebutuhan (Tabel 16). Kebutuhan

yang dimaksud oleh mahasiswa adalah untuk memenuhi kebutuhan energi

tubuhnya atau untuk menghilangkan rasa lapar. Sekitar sepertiga mahasiswa

yang terbiasa makan dua kali sehari memiliki alasan karena tidak biasa

melakukan sarapan, sehingga hanya terbiasa melakukan makan siang dan

makan malam saja. Mahasiswa yang mengaku hanya makan satu kali sehari

menyatakan alasan bahwa ia merasa takut gemuk jika makan terlalu banyak,

oleh karena itu ia hanya terbiasa melakukan makan siang saja setiap harinya.

Sementara itu, alasan terbanyak yang dikemukakan oleh mahasiswa yang

memiliki kebiasaan makan dengan frekuensi yang tidak tentu adalah karena

43

waktu. Aktivitas yang padat dan tidak menentu membuat jadwal makan mereka

pun seringkali terganggu.

Tabel 16 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan frekuensi makan

Alasan

Frekuensi makan

1 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu

n % n % n % n %

Kebutuhan 0 0 6 12,0 28 43,0 1 12,5 Kebiasaan 0 0 5 10.9 13 20,0 0 0 Kesehatan 0 0 0 0 16 24,6 0 0 Tidak biasa sarapan 0 0 15 32,6 0 0 0 0 Waktu 0 0 8 17,4 3 4,6 3 37,5 Ekonomi 0 0 5 10,9 0 0 2 25,0 Malas makan 0 0 1 2,2 0 0 0 0 Diet 0 0 2 4,3 0 0 0 0 Takut gemuk 1 100,0 0 0 0 0 0 0 Lainnya 0 0 4 8,7 5 7,7 2 25,0

Total 1 100,0 46 100,0 65 100,0 8 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa dengan

gaya hidup berorientasi pendidikan serta gaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan memiliki persentase tertinggi pada frekuensi makan tiga kali sehari,

Tidak ada satu pun mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan yang memiliki frekuensi makan satu kali sehari, sedangkan pada gaya

hidup berorientasi pendidikan terdapat satu orang mahasiswa yang memiliki

kebiasaan makan satu kali dalam sehari (Tabel 17).

Tabel 17 Sebaran mahasiwa berdasarkan gaya hidup dan frekuensi makan

Gaya hidup

Frekuensi makan

Total 1 kali 2 kali 3 kali Tidak tentu

% % % % %

Gaya hidup berorientasi pendidikan 2,3 44,2 46,5 7,0 100,0

Gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan

0,0 35,1 58,4 6,5 100,0

Hasil lain menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki kebiasaan

makan satu kali sehari adalah mahasiswa dengan nilai IPK kurang dari sama

dengan 2,50. Proporsi terbesar pada frekuensi makan dua kali sehari adalah

mahasiswa dengan nilai IPK yang berkisar pada rentang 2,76-3,00. Pada

frekuensi makan tiga kali sehari, proporsi mahasiswa hampir tersebar merata

pada rentang nilai IPK antara 2,76-3,50. Sementara itu, mahasiswa yang

memiliki frekuensi makan yang tidak tentu memiliki persentase yang sama pada

nilai IPK yang berkisar antara 2,76-3,00 dan 3,26-3,50 (Tabel 18).

44

Tabel 18 Sebaran mahasiwa berdasarkan nilai Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dan frekuensi makan

Frekuensi makan

IPK Total

≤ 2,50 2,51–2,75 2,76–3,00 3,01–3,25 3,26–3,50 ≥ 3,51

% % % % % % %

1 kali 100,0 0 0 0 0 0 100,0

2 kali 17,4 10,9 26,1 13,0 15,2 17,4 100,0

3 kali 16,9 12,3 20,0 21,5 20,0 9,2 100,0

Tidak tentu 0 12,5 37,5 12,5 37,5 0 100,0

Kebiasaan Sarapan, Makan Siang, dan Makan Malam. Kebiasaan

makan berdasarkan faktor waktu terbagi menjadi makan pagi, makan siang, dan

makan malam (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993). Sarapan merupakan hal yang

penting untuk setiap individu karena sarapan memberikan energi di pagi hari saat

individu mulai beraktivitas. Sementara itu makan siang dan makan malam dapat

berfungsi untuk menggantikan energi yang telah hilang selama aktivitas

sepanjang hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua per tiga mahasiswa

terbiasa melakukan sarapan. Selain itu, hampir seluruh mahasiswa memiliki

kebiasaan untuk melakukan makan siang. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa

sebagian besar mahasiswa terbiasa melakukan makan malam. Sebanyak dua

orang mahasiswa dalam penelitian ini memiliki kebiasaan makan malam di sore

hari. Kedua mahasiswa tersebut juga tidak terbiasa melakukan makan siang

karena setiap harinya mahasiswa terbiasa makan dua kali sehari, yaitu hanya

sarapan dan makan sore. Berdasarkan hasil penelitian, dapat terlihat bahwa

sarapan memiliki persentase terendah dibandingkan dengan makan siang dan

makan malam. Masih terdapat sepertiga mahasiswa yang belum melakukan

kebiasaan sarapan.

Gambar 10 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan sarapan, makan siang, dan makan malam

45

Setiap mahasiswa yang menjadikan sarapan, makan siang, dan makan

malam sebagai suatu kebiasaan juga memiliki alasan masing-masing. Akan

tetapi dari sekian banyak alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa, alasan

sebagai kebutuhan merupakan alasan yang memiliki proporsi paling besar. Baik

untuk kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, maupun makan malam.

Selain karena kebutuhan, terdapat 5 dari 100 mahasiswa yang terbiasa

melakukan sarapan memiliki alasan agar dapat berkonsentrasi dalam melakukan

kegiatannya. Alasan kesehatan juga menjadi salah satu yang mendasari

mahasiswa untuk terbiasa melakukan makan. Sementara itu, terdapat juga

mahasiswa yang terbiasa melakukan makan malam dengan alasan agar dapat

tidur dengan nyenyak (Tabel 19).

Tabel 19 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam

Alasan Sarapan

Makan siang

Makan malam

n % n % n %

Kebutuhan 50 62,5 89 80,9 83 77,5 Kebiasaan 10 12,5 5 4,5 8 7,4 Kesehatan 9 11,2 8 7,3 8 7,4 Konsentrasi 4 5,0 0 0 0 0 Penting 5 6,2 0 0 0 0 Sudah waktunya makan 0 0 5 4,5 3 2,8 Agar tidur nyenyak 0 0 0 0 4 3,7 Lainnya 2 2,5 3 2,7 2 1,9

Total 80 100,0 110 100,0 108 100,0

Selain alasan kebiasaan melakukan sarapan, makan siang, dan makan

malam, mahasiswa yang tidak memiliki kebiasaan tersebut juga memiliki alasan

tersendiri. Alasan yang paling mendominasi tidak terbiasanya mahasiswa

melakukan sarapan dan makan siang adalah karena tidak sempat makan. Kuliah

yang seringkali dimulai sejak pagi dan terlalu padatnya aktivitas mahasiswa

membuat mahasiswa seringkali tidak memiliki waktu yang cukup untuk sarapan

maupun makan siang. Lain halnya dengan makan malam, berdasarkan hasil

penelitian dapat terlihat bahwa alasan karena sedang diet adalah alasan paling

banyak yang membuat mahasiswa memilih untuk tidak terbiasa melakukan

makan malam.

Tabel 20 juga menunjukkan bahwa terdapat satu orang mahasiswa yang

takut mengantuk saat sedang kuliah di pagi hari jika ia sarapan terlebih dahulu.

Alasan lain yang dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak terbiasa makan siang

adalah karena tidak terbiasa sejak kecil, tidak merasa lapar saat siang hari, dan

46

untuk menghemat uangnya. Alasan karena kesehatan juga dinyatakan oleh salah

seorang mahasiswa yang tidak terbiasa makan malam, menurutnya makan

malam akan membuat pankreasnya terganggu.

Tabel 20 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam

Alasan Sarapan

Makan siang

Makan malam

n % n % n %

Tidak terbiasa 5 12,5 2 20 2 16,7 Tidak sempat 24 60,0 4 40 0 0 Kesehatan 3 7,5 0 0 1 8,3 Malas 3 7,5 0 0 0 0 Tidak lapar 1 2,5 2 20 1 8,3 Mengantuk 1 2,5 0 0 0 0 Hemat uang 0 0 2 20 0 0 Diet 0 0 0 0 5 41,7 Biasa makan sore 0 0 0 0 2 16,7 Lainnya 3 7,5 0 0 1 8,3

Total 40 100,0 10 100,0 12 100,0

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa

melakukan sarapan, makan siang, dan makan malam di kantin atau warung

makan yang ada di sekitar kampus. Selain itu terdapat dua orang mahasiswa

yang terbiasa melakukan sarapan dan makan malam di asrama. Kedua

mahasiswa tersebut merupakan Senior Residence (SR) di asrama TPB. Tempat

lain yang dipilih mahasiswa untuk makan adalah rumah dan indekos atau

kontrakan. Mahasiswa yang terbiasa makan di rumah adalah mahasiswa yang

berasal dari Bogor atau sekitarnya dan pergi dan pulang ke rumah setiap hari

(Tabel 21).

Tabel 21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam

Tempat Sarapan

Makan siang

Makan malam

n % n % n %

Rumah 15 18,75 4 3,6 14 12,9 Indekos/kontrakan 21 26,25 7 6,4 22 20,3 Kantin/warung makan 42 52,5 99 90,0 71 65,7 Asrama 2 2,5 0 0 2 1,8

Total 80 100 110 100,0 108 100,0

Jarak yang dekat menjadi salah satu alasan mahasiswa dalam memilih

tempat sarapan. Sekitar tiga dari sepuluh mahasiswa memilih tempat sarapan

karena dekat dengan tempat mahasiswa berada. Alasan lain yang membuat

mahasiswa memilih tempat sarapannya adalah karena tempat tersebut nyaman

47

untuk mahasiswa. Selain itu sebanyak 15 dari 100 mahasiswa mengatakan

bahwa mereka masih di rumah saat pagi hari sehingga mereka pun melakukan

sarapannya di rumah

Tabel 22 juga menunjukkan bahwa persentase terbesar alasan

mahasiswa menentukan tempat makan siangnya adalah karena dekat dari

tempatnya berada. Alasan bersih dan murah menjadi alasan lain yang juga

dikemukakan oleh mahasiswa. Selain itu ada pula dua orang mahasiswa yang

memilih tempat makan siangnya karena ingin makan bersema teman-teman.

Tabel 22 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat sarapan, makan siang, dan makan malam

Alasan Sarapan

Makan siang

Makan malam

n % n % n %

Dekat 22 27,5 48 43,6 34 31,5 Bersih 6 7,5 12 10,9 10 9,3 Murah 8 10 12 10,9 10 9,3 Nyaman 14 17,5 9 8,2 14 13,0 Ada di rumah (keberadaan) 12 15 0 0 16 14,8 Sedang di kampus 0 0 10 9,1 0 0,0 Makanannya enak 4 5 7 6,4 11 10,2 Masak sendiri 4 5 0 0 2 1,9 Praktis 5 6,25 6 5,5 7 6,5 Bersama teman-teman 0 0 2 1,8 0 0,0 Lainnya 5 6,25 4 3,6 5 4,6

Total 80 100 110 100,0 108 100,0

Alasan mahasiswa memilih tempat untuk menyantap makan malam pun

beragam. Alasan yang paling panyak dikemukakan oleh mahasiswa adalah

karena jarak yang dekat dengan tempat tinggal mahasiswa. Harga yang murah

juga menjadi alasan sekitar delapan dari seratus mahasiswa dalam menentukan

tempat makan malamnya. Alasan lain mahasiswa dalam memilih tempat makan

malam diantaranya yaitu karena sudah kembali berada di rumah atau indekos,

nyaman, bersih, dan makanan yang enak.

Kebiasaan Makan Camilan. Kebiasaan makan camilan dapat berfungsi

menambah asupan gizi untuk tubuh. Dalam penelitian ini, sekitar dua per tiga

mahasiswa memiliki kebiasaan untuk mengonsumsi makanan camilan setiap hari.

Akan tetapi mahasiswa lainnya tidak terbiasa untuk mengonsumsi makanan

camilan dan hanya mengandalkan asupan gizi dari makanan dalam menu

makanan utamanya saja (Gambar 11)

48

Gambar 11 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan makan camilan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua dari lima mahasiswa memiliki

kebiasaan untuk makan camilan karena hobi atau iseng. Sekitar sepertiga

mahasiswa yang lain menyebutkan bahwa makanan camilan digunakan untuk

mengisi perut saat waktu makan belum tiba ataupun saat mahasiswa sedang

tidak sempat makan berat. Selain itu terdapat pula mahasiswa yang memberikan

alasan terbiasa mengonsumsi makanan camilan untuk pengganti makan berat

dan karena memiliki penyakit maag sehingga lambungnya harus selalu terisi agar

tidak sakit (Tabel 23).

Tabel 23 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan melakukan makan camilan

Alasan n %

Mengisi perut 29 35,8 Hobi/iseng 35 43,3 Kebiasaan 8 9,9 Kesehatan (maag) 2 2,5 Konsentrasi 3 3,7 Pengganti makan 2 2,5 Lainnya 2 2,5

Total 81 100,0

Mahasiswa yang tidak biasa untuk melakukan makan camilan juga

memiliki alasan yang beragam. Alasan dengan persentase terbesar adalah

karena mahasiswa jarang mengonsumsi makanan camilan dan hanya

mengonsumsinya saat sedang ada waktu saja. Sebanyak 20 dari 100 mahasiswa

memiliki alasan tidak biasa mengonsumsi makanan camilan untuk menghemat

uangnya. Selain itu Tabel 24 menunjukkan bahwa sekitar satu dari delapan

mahasiswa merasa sudah cukup makan berat sehingga tidak perlu

mengonsumsi makana camilan.

49

Tabel 24 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan kebiasaan tidak melakukan makan camilan

Alasan n %

Jarang makan camilan 19 48,8 Cukup makan berat 5 12,8 Hemat uang 8 20,5 Malas 3 7,7 Takut gemuk 3 7,7 Banyak makanan yang tidak cocok 1 2,6

Total 39 100,0

Tempat makan camilan adalah tempat mahasiswa mengonsumsi atau

mendapatkan makanan camilannya. Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui

bahwa satu dari tiga mahasiswa memiliki tempat yang tidak tentu. Indekos atau

kontrakan menjadi pilihan tempat mahasiswa mengonsumsi makanan camilan

dengan persentase terbesar kedua. Tempat yang dipilih mahasiswa selanjutnya

adalah sekitar kampus, warung, sekitar daerah lingkar luar kampus, rumah,

minimarket, dan toko kue.

Tabel 25 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat makan camilan

Tempat makan camilan n %

Rumah 6 7,4 Indekos/ kontrakan 16 19,8 Minimarket 6 7,4 Toko kue 3 3,7 Warung 11 13,6 Daerahlingkar luar kampus 7 8,6 Sekitar kampus 11 13,6 Tidak tentu 24 29,6

Total 81 100,0

Salah satu alasan mahasiswa dalam memilih tempat diantaranya adalah

sesuai dengan keberadaan mahasiswa saat akan mengonsumsi makanan.

Kemudian sama halnya dengan alasan pemilihan tempat makan yang lain, jarak

yang dekat pun menjadi salah satu yang menjadi pertimbangan mahasiswa

dalam memilih tempat mengonsumsi makanan camilannya (Tabel 26).

Tabel 26 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan pemilihan tempat makan camilan

Alasan n %

Dekat 16 19,8 Bersih 5 6,2 Murah 5 6,2 Enak, nyaman 14 17,3 Tergantung keberadaan 25 30,9 Camilannya ada di rumah/indekos 4 4,9 Beragam/banyak pilihan 8 9,9 Praktis 2 2,5

50

Lainnya 5 6,2

Total 81 100,0

Pertimbangan dalam memilih makanan. Pada penelitian ini, terdapat

sepuluh pertimbangan yang diberikan pada mahasiswa untuk mengetahui hal-hal

yang diperhatikan mahasiswa sebelum mengonsumsi suatu makanan.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tanggal kadaluarsa selalu menjadi

pertimbangan dua per tiga mahasiswa sebelum memilih suatu makanan. Begitu

pun dengan kode halal, harga, dan kebersihan yang selalu menjadi

pertimbangan bagi lebih dari separuh mahasiswa dalam memilih makanan.

Sementara itu, jenis kemasan, tempat pembelian, manfaat makanan untuk

kesehatan, dan komponen makanan kesukaan memiliki persentase terbesar

dalam kategori sering (Tabel 27).

Tabel 27 Sebaran mahasiswa berdasarkan pertimbangan dalam memilih makanan

Komponen Tidak pernah Jarang Sering Selalu Total

n % n % n % n % n %

Tanggal kadaluarsa

1 0,8 15 12,5 14 11,7 90 75,0 120 100

Kode halal 6 5,0 18 15,0 29 24,2 67 55,8 120 100

Jenis kemasan 5 4,2 25 20,8 57 47,5 33 27,5 120 100

Harga 1 ,8 12 10,0 31 25,8 76 63,3 120 100

Tempat pembelian

2 1,7 19 15,8 51 42,5 48 40,0 120 100

Kebersihan 0 0 3 2,5 29 24,2 88 73,3 120 100

Cara pengolahan

6 5,0 51 42,5 41 34,2 22 18,3 120 100

Manfaat untuk kesehatan

0 0 28 23,3 47 39,2 45 37,5 120 100

Adanya pantangan

19 15,8 48 40,0 19 15,8 34 28,3 120 100

Makanan kesukaan

0 0 7 5,8 40 33,3 7 5,8 120 100

Selain itu, komponen yang paling jarang untuk dijadikan pertimbangan

dalam memilih makanan adalah cara pengolahan makanan dan adanya suatu

pantangan yang membuat mahasiswa menghindari makanan tertentu. Tabel 24

juga menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak pernah menjadikan

komponen kebersihan, manfaat makanan untuk kesehatan, dan makanan

kesukaan sebagai dasar pertimbangan mereka dalam memilih makanan.

Makanan pantangan. Makanan pantangan bagi individu dapat

disebabkan oleh beragam faktor. Beberapa diantaranya adalah karena faktor

agama, kesehatan, dan adat istiadat. Agama tertentu melarang para pemeluknya

51

untuk mengonsumsi suatu makanan atau minuman. Kondisi kesehatan

seseorang yang sedang menurun atau mengalami sakit tertentu juga dapat

menyebabkan penderita dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan yang

dapat memengaruhi kondisi kesehatannya. Selain agama dan kesehatan, di

beberapa daerah tertentu pun menganjurkan warganya untuk menghindari jenis-

jenis makanan yang sudah ditentukan karena alasan adat istiadat dan biasanya

sebagian besar masyarakat mengikuti pantangan ini dengan alasan pamali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh mahasiswa memiliki

pantangan makanan karena faktor agama. Seluruh mahasiswa yang memiliki

pantangan ini beragama Islam, sedangkan mahasiswa yang beragama non-Islam

menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pantangan makanan karena faktor

agama. Faktor kesehatan juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan

mahasiswa menghindari makanan tertentu. dapat dilihat bahwa terdapat 60 dari

100 mahasiswa yang memiliki pantangan makanan karena faktor kesehatan.

Sementara itu hanya ada dua orang mahasiswa yang memiliki makanan

pantangan karena faktor adat (Gambar 12).

Gambar 12 Sebaran mahasiswa berdasarkan kebiasaan pantangan

Sebagian besar mahasiswa yang memiliki pantangan karena faktor

agama mengemukakan alasan karena diharamkan. Lalu ada pula dua orang

mahasiswa yang memiliki alasan karena banyaknya makanan dari luar negeri

sehingga meragukan kehalalannya. Makanan yang dipantang oleh mahasiswa

banyak macamnya, akan tetapi sebagian besar mahasiswa menyebutkan

makanan-makanan yang diharamkan dalam agama Islam, seperti daging babi,

anjing, hewah bertaring, darah, bangkai, dan lain sebagainya, sesuai dengan

yang tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-An’am ayat 145. Tabel 28 memperlihatkan

bahwa mahasiswa yang memiliki pantangan agama lebih dikarenakan oleh

ketaatan mahasiswa terhadap agama. Hal ini terlihat dari seluruh mahasiswa

52

beragama Islam yang memiliki larangan untuk tidak mengonsumsi jenis makanan

atau minuman tertentu ternyata menaati larangan tersebut.

Tabel 28 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor agama

Pantangan agama n %

Jenis makanan pantangan Makanan dan minuman yang diharamkan 108 97,3 Lainnya 2 1,8

Total 111 100,0 Alasan Haram 109 98,2 Makanan berasal dari luar negeri 2 1,8

Total 111 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya mahasiswa yang

memiliki masalah dengan kesehatan yang memiliki pantangan makanan karena

faktor kesehatan, tetapi juga ada pula mahasiswa yang memiliki kepedulian atau

perhatian yang lebih terhadap kesehatannya sehingga menghindari suatu

makanan tertentu agar kesehatannya tetap terjaga. Jenis makanan yang

dipantang pun beragam, akan tetapi ikan dan makanan laut lainnya adalah

makanan yang paling dihindari oleh mahasiswa karena alasan alergi.

Mahasiswa yang lainnya memiliki makanan pantangan karena

bermasalah dengan kesehatan. Beberapa diantaranya memiliki masalah dengan

organ pencernaan seperti lambung dan tenggorokan. Sebanyak satu dari

sepuluh mahasiswa juga menghindari makanan yang mengandung lemak

berlebih. Hal ini dilakukan karena beberapa mahasiswa menghindari terjadinya

obesitas dan menghindari kolesterol. Selain itu, dan ada juga seorang

mahasiswa yang memiliki masalah dengan kesehatan jantungnya (Tabel 29).

Tabel 29 Sebaran mahasiswa berdasarkan alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor kesehatan

Pantangan kesehatan n %

Jenis makanan Gorengan 2 4,3 Ikan dan makanan laut lainnya 14 29,8 Makanan pedas/asam 10 21,3 Mie instan 4 8,5 Daging/jeroan/makanan dengan lemak berlebih 5 10,6 Makanan yang terlalu manis 2 4,3 Makanan dengan bahan tambahan pangan berlebih 2 4,3 Minuman dingin/bersoda/beralkohol/berkafein 6 12,8 Buah (nanas,rambutan, nangka) 2 4,3

Total 47 100,0 Alasan Alergi 16 34,0

53

Ada masalah kesehatan 15 31,9 Tidak baik untuk kesehatan 11 23,4 Lainnya 5 10,6

Total 47 100,0

Dalam penelitian ini hanya ditemukan dua orang mahasiswa yang

memiliki pantangan karena faktor adat. Masing-masing mahasiswa pun memiliki

alasan dan jenis makanan yang berbeda. Tabel 30 menunjukkan bahwa

mahasiswa pertama menghindari untuk mengonsumsi makanan yang asam di

sore hari dengan alasan pamali. Sementara itu mahasiswa yang terakhir

menghindari untuk mengonsumsi ikan mpole karena dipercaya dapat membuat

gatal-gatal. Secara umum mahasiswa dalam penelitian ini tidak memiliki

makanan pantangan karena faktor adat.

Tabel 30 Sebaran mahasiswa berdasarkan pantangan beserta alasan dan jenis makanan yang dipantang karena faktor adat

Pantangan adat n %

Jenis makanan Makanan asam di sore hari 1 50,0 Ikan mpole 1 50,0

Total 2 100,0 Alasan Pamali 1 50,0 Membuat gatal-gatal 1 50,0

Total 2 100,0

Cara memperoleh makanan. Makanan yang dikonsumsi oleh setiap

individu dapat diperoleh dengan cara yang beragam. Kebiasaan memakan

makanan yang instan dapat membuat kebiasaan memasak makanan sendiri

menjadi hal yang jarang ditemukan, khususnya bagi mahasiswa yang memiliki

aktivitas yang padat. Semakin banyaknya penjual makanan matang membuat

individu lebih mudah mendapatkan makanan yang siap untuk disantap tanpa

perlu diolah lebih lanjut.

Tabel 31 menunjukkan bahwa sebagian mahasiswa tidak terbiasa untuk

memasak sendiri di waktu sarapan, makan siang, dan makan malam. Sementara

itu mahasiswa yang tidak terbiasa memasak sendiri untuk makanan camilan

menunjukkan persentase yang lebih besar. Walaupun demikian, masih terdapat

mahasiswa yang selalu memasak sendiri makanannya pada setiap waktu makan.

Alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa sangat bervariasi. Akan tetapi alasan

yang paling banyak dikemukakan oleh mahasiswa yang tidak terbiasa memasak

sendiri adalah karena waktu yang tidak sempat, tidak adanya fasilitas untuk

memasak, dan tidak bisa memasak. Mahasiswa yang terbiasa memasak pun

54

memiliki alasan tersendiri. Beberapa diantaranya adalah karena untuk

menghemat uang saku, praktis, serta merasa lebih higienis dan sehat. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sedikit mahasiswa yang terbiasa

memasak sendiri makanan yang akan dikonsumsinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak

terbiasa mengonsumsi makanan yang berasal dari rumah. Hal ini disebabkan

oleh sebagian besar mahasiswa yang saat ini tinggal jauh dari rumah. Hanya

mahasiswa yang masih tinggal di rumah yang memiliki kebiasaan selalu

mengonsumsi makanan dari rumah, baik untuk sarapan, makan siang, makan

malam, maupun makanan camilan. Sama halnya dengan kebiasaan memasak

sendiri, alasan mahasiswa terkait kebiasaaan memperoleh makanan dari rumah

pun beragam. Akan tetapi alasan jauh dari rumah merupakan alasan sebagian

besar mahasiswa yang cenderung tidak terbiasa memperoleh makanannya dari

rumah. Sementara itu untuk mahasiswa yang lebih terbiasa mengonsumsi

makanan yang berasal dari rumah adalah karena sudah disediakan di rumah dan

merasa makanan yang dikonsumsinya lebih terjamin.

Tabel 31 Sebaran mahasiswa berdasarkan cara memperoleh makanan

Cara memperoleh Sarapan Siang Malam Camilan

n % n % n % n %

Memasak sendiri Tidak pernah 62 51,7 69 57,5 61 50,8 88 73,3 Ya 58 48,3 51 42,5 59 49,2 32 26,7

Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Makanan dari rumah

Tidak pernah 93 77,5 97 80,8 91 75,8 84 70,0 Ya 27 22,6 23 19,2 29 24,2 36 30

Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0 Membeli matang

Tidak pernah 27 22,5 6 5,0 8 6,7 9 7,5 Ya 93 77,5 114 95 112 93,4 111 92,5

Total 120 100,0 120 100,0 120 100,0 120 100,0

Selain memasak dan mendapatkan makanan dari rumah, cara lain yang

lebih disukai sebagian mahasiswa adalah dengan membeli makanan yang bisa

langsung dimakan. Sebagian besar mahasiswa lebih terbiasa membeli makanan

yang aan dikonsumsinya, baik saat sarapan, makan siang, makan malam,

maupun untuk makan camilan. Berdasarkan Tabel 31 dapat terlihat bahwa

jumlah mahasiswa yang cenderung terbiasa membeli matang makanannya lebih

besar pada waktu makan siang. Alasan yang dikemukakan mahasiswa yang

cenderung terbiasa membeli makanan yang dikonsumsi lebih didominasi karena

55

faktor kemudahan yang mereka peroleh (praktis). Selanjutnya alasan tidak

sempat memasak dan sedang berada di luar atau di kampus adalah alasan yang

juga melatarbelakangi mahasiswa untuk lebih memilih membeli makanan matang.

Sementara itu, alasan yang dikemukakan mahasiswa yang tidak terbiasa

membeli makanan matang lebih disebabkan oleh terbiasanya mahasiswa

memasak makanannya sendiri, sudah disediakan di rumah, dan merasa

makanan rumah lebih terjamin.

Frekuensi Konsumsi berdasarkan Kelompok Jenis Makanan.

Pengelompokan jenis makanan dalam penelitian ini dibagi ke dalam kelompok

makanan pokok, sayur-mayur, lauk-pauk, buah-buahan, makanan camilan.

Kelompok lauk-pauk dibedakan lagi menjadi kelompok lauk hewani dan lauk

nabati. Kelompok makanan camilan juga dibedakan menjadi makanan dan

minuman.

Makanan utama atau pokok ialah jenis-jenis masakan yang menjadi

bahan pokok untuk makanan sehari-hari dengan tujuan untuk mencukupi

kebutuhan badan dalam segala hal. Bahan pokok untuk makanan utama atau

makanan pokok tersebut biasanya bahan makanan yang mengandung tepung

karena tepung bersifat mengenyangkan. Sesuai bahannya, makanan pokok

terdiri dari makanan pokok bahan dari beras, ketela, dan jagung (Moertjipto,

Rumijah, & Astuti 1993).

Makanan pokok yang dikonsumsi mahasiswa dengan frekuensi paling

tinggi adalah nasi, mie, dan roti. Beras atau nasi masih menjadi makanan pokok

yang dipilih oleh seluruh mahasiswa untuk dikonsumsi sehari-hari. Rata-rata skor

untuk nasi adalah sebesar 48,1. Artinya, hampir seluruh mahasiswa memiliki

rata-rata konsumsi nasi sebanyak tiga kali sehari. Menurut Moertjipto, Rumijah, &

Astuti (1993), pada umumnya nasi dari beras dapat dikonsumsi oleh semua

lapisan masyarakat. Mie dan roti juga menjadi makanan pokok yang cukup sering

dikonsumsi oleh mahasiswa. Kedua makanan ini rata-rata dikonsumsi oleh

mahasiswa kurang dari tiga kali dalam seminggu dengan skor rata-rata 9.

Sayur memiliki banyak kandungan vitamin dan mineral. Sayur yang paling

sering dikonsumsi oleh mahasiswa adalah wortel. Mahasiswa rata-rata

mengonsumsi wortel tiga kali dalam seminggu dengan skor rata-rata sebesar

15,5. Sayur kol dan kangkung merupakan sayur selanjutnya yang dikonsumsi

mahasiswa dengan skor rata-rata tertinggi. Akan tetapi dalam penelitian ini juga

56

ditemukan mahasiswa yang tidak pernah mengonsumsi sayur-mayur. Hal ini

disebabkan oleh ketidaksukaan mahasiswa terhadap sayuran.

Lauk-pauk adalah sumber pangan hewani dan nabati yang memiliki

kandungan protein dan lemak yang dibutuhkan oleh tubuh. Telur ayam

merupakan sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian

besar mahasiswa sedangkan untuk sumber pangan nabati, sebagian besar

mahasiswa lebih sering memilih tempe untuk dikonsumsinya. Telur ayam

memiliki skor rata-rata 21,9 dan tempe memiliki skor rata-rata 26,3. Hal ini

menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi mahasiswa terhadap lauk nabati lebih

tinggi daripada frekuensi konsumsi mahasiswa terhadap lauk hewani.

Tabel 32 Rata-rata skor frekuensi mahasiswa berdasarkan kelompok makanan

Kelompok makanan Rata-rata skor

Makanan pokok Nasi Mie Roti

48,1 9,1 8,7

Sayur-mayur Wortel Kol Kangkung

15,5 12,0 11,8

Lauk hewani Telur ayam Daging ayam Ikan segar

Lauk nabati Tempe Tahu

21,9 16,8 12,7

26,3 23,7

Buah Pepaya Jeruk Mangga

11,2 8,7 8,3

Camilan Gorengan Soto Coklat

Minuman Susu Teh Soft drink

14,5 8,2 8,1

18,9 16,7 8,1

Selain sayur, kelompok makanan yang kaya akan kandungan vitamin dan

mineral adalah buah-buahan. Buah-buahan sangat dibutuhkan untuk membantu

dalam proses metabolisme tubuh. Konsumsi mahasiswa terhadap buah-buahan

masih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata tertinggi

mahasiswa dalam mengonsumsi buah hanya sebesar 11,2, yaitu pada jenis buah

pepaya. Artinya, rata-rata frekuensi konsumsi buah pada mahasiswa tidak

57

sampai tiga kali dalam seminggu. Seringkali mahasiswa juga lebih memilih jus

sebagai alternatif cara untuk mengonsumsi buah. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa jeruk dan mangga adalah buah selanjutnya yang paling

sering dikonsumsi oleh sebagian besar mahasiswa.

Makanan camilan merupakan sejenis makanan yang dalam

pengadaannya tidak harus ada. Akan tetapi, mengonsumsi makanan camilan

dapat bertujuan untuk mengurangi rasa lapar walaupun tidak mutlak, menambah

zat-zat yang tidak ada atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya, dan

sebagai hiburan (Moertjipto, Rumijah, & Astuti 1993). Makanan camilan dalam

penelitian ini terdiri dari makanan ringan dan makanan berat. Konsumsi makanan

camilan mahasiswa pada penelitian ini masih cukup rendah. Padahal makanan

camilan ini memiliki peranan yang cukup tinggi untuk memberikan tambahan

asupan gizi bagi tubuh mahasiswa. Berdasarkan hasil penelitian makanan

camilan yang memiliki skor rata-rata yang paling tinggi adalah gorengan, yaitu

sebesar 14,5. Artinya, rata-rata frekuensi konsumsi mahahsiswa terhadap

gorengan adalah tiga kali seminggu.

Makanan camilan tidak hanya terdiri dari makanan ringan, makanan berat,

serta kue dan gorengan saja, tetapi minuman juga termasuk di dalamnya. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa susu, teh, dan soft drink adalah minuman yang

paling sering dikonsumsi oleh mahasiswa. Skor rata-rata minuman lebih tinggi

jika dibandingkan dengan rata-rata skor konsumsi mahasiswa terhadap makanan

camilan (Tabel 32).

Faktor-faktor yang Memengaruhi Gaya Hidup

Pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap gaya hidup

dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Variabel bebas yang termasuk

dalam model adalah usia, jenis kelamin, suku bangsa, jumlah uang saku, usia ibu,

pekerjan ibu, jumlah anggota keluarga, pola asuh makan, dan kelompok acuan.

Hasil regresi logistik untuk variabel yang memengaruhi gaya hidup

menghasilkan koefisien determinasi (nagelkerke R2) sebesar 0,140. Artinya, 14,0

persen varian gaya hidup sehari dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam

model dan 85,6 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan

Tabel 33, diketahui bahwa variabel usia dan jumlah anggota keluarga

berpengaruh posiitif terhadap gaya hidup. Semakin tinggi usia mahasiswa maka

peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan 1,433 kali

58

lebih tinggi. Mahasiswa yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih besar juga

berpeluang untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan yang lebih tinggi

sebanyak 1,329 kali. Sementara itu, variabel kelompok acuan televisi

berpengaruh negatif terhadap gaya hidup. Semakin banyak mahasiswa memilih

televisi menjadi kelompok acuannya, maka peluang mahasiswa untuk memiliki

gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan 0,804 kali lebih tinggi.

Tabel 33 Variabel yang berpengaruh terhadap gaya hidup

Variabel bebas

Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan)

B Sig. Exp(B)

Usia (tahun) 0,360 0,082* 1,433

Jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki) 0,350 0,405 1,419

Suku bangsa (1=Jawa, 0=lainnya) 0,327 0,442 1,387

Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,433 1,000

Usia ibu (tahun) 0,048 0,351 1,049

Pekerjaan ibu (1=bekerja, 0=tidak bekerja) -0,379 0,366 0,684

Jumlah anggota keluarga (orang) 0,285 0,058* 1,329

Pola asuh makan (skor%) -0,008 0,633 0,992

Kelompok acuan teman (skor) -0,118 0,166 0,889

Kelompok acuan tv (skor) -0,218 0,079 0,804

Konstanta -9,314 0,059 0,000

Nagelkerke R Square 0,140

Chi-square 19,234

Sig. 0,227

Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebiasaan Makan

Pengaruh faktor internal, faktor eksternal, dan gaya hidup terhadap

kebiasaan makan dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Variabel

bebas yang termasuk dalam model adalah usia, jenis kelamin, urutan kelahiran,

jumlah uang saku, usia ayah, jumlah anggota keluarga, pendapatan orang tua,

pola asuh makan, kelompok acuan, gaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan serta gaya hidup berorientasi belajar. Kebiasaan makan tiga kali

sehari dalam model regresi ini merupakan variabel dummy (1= makan tiga kali

dalam sehari, 0= tidak makan tiga kali dalam sehari).

Hasil regresi logistik untuk faktor-faktor yang memengaruhi kebiasaan

makan tiga kali sehari menghasilkan koefisien determinasi (nagelkerke R2)

sebesar 0,224. Artinya, 22,4 persen varian kebiasaan makan tiga kali sehari

59

dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa variabel yang memengaruhi kebiasaan makan tiga kali

sehari mahasiswa adalah variabel jenis kelamin, usia ayah, kelompok acuan

teman, dan kelompok acuan keluarga.

Mahasiswa berjenis kelamin perempuan memiliki peluang 0,425 kali lebih

rendah untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Semakin tinggi usia

ayah akan membuat mahasiswa berpeluang untuk memiliki kebiasaan makan

tiga kali sehari 1,097 lebih tinggi. Sementara itu, variabel teman dan keluarga

sebagai kelompok acuan memiliki pengaruh yang positif terhadap kebiasaan

makan tiga kali sehari. Hal ini berarti semakin banyak mahasiswa memilih teman

menjadi kelompok acuannya maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan

makan tiga kali sehari akan 1,275 kali lebih tinggi. Selain itu, mahasiswa dengan

skor kelompok acuan keluarga yang lebih besar juga berpeluang 1,336 kali lebih

tinggi untuk memiliki kebiasaan makan malam (Tabel 34).

Tabel 34 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan tiga kali sehari

Variabel Bebas Kebiasaan makan tiga kali sehari

B Sig. Exp(B)

Usia (tahun) -0,224 0,317 0,799 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -0,856 0,050* 0,425 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,682 1,000 Usia ayah (tahun) 0,092 0,068* 1,097 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) -0,317 0,467 0,729 Pola asuh makan (skor %) 0,024 0,201 1,024 Kelompok acuan teman (skor) 0,243 0,026** 1,275 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,290 0,010** 1,336 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)

-0,601 0,170 0,548

Konstanta -3,167 0,521 0,042 Nagelkerke R Square 0,224 Chi-square 20,540 Sig. 0,015

Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1

Hasil regresi logistik pada Tabel 35 menunjukkan bahwa model

persamaan regresi yang disusun memiliki koefisien determinasi (nagelkerke R2)

sebesar 0,141. Artinya, 14,1 persen varian kebiasaan sarapan dapat dijelaskan

oleh variabel yang ada dalam model. Akan tetapi dari sepuluh variabel bebas

yang terdapat pada model, hanya ada satu variabel yang berpengaruh terhadap

kebiasaan sarapan mahasiswa, yaitu kelompok acuan teman. Penelitian ini

menunjukkan bahwa mahasiswa dengan skor kelompok acuan teman yang lebih

60

besar memiliki peluang 1,188 kali lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan

melakukan sarapan.

Tabel 35 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan sarapan

Variabel Bebas Kebiasaan makan sarapan

B Sig. Exp(B)

Usia (tahun) -0,259 0,259 0,772 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -0,742 0,103 0,476 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,443 1,000 Usia ayah (tahun) 0,027 0,567 1,027 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) 0,569 0,217 1,766 Pola asuh makan (skor %) 0,020 0,288 1,020 Kelompok acuan teman (skor) 0,172 0,099* 1,188 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,153 0,169 1,165 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)

-0,246 0,579 0,782

Konstanta 1,624 0,748 5,074 Nagelkerke R Square 0,141 Chi-square 11,899 Sig. 0,219

Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1

Tabel 36 menunjukkan bahwa koefisien determinasi (nagelkerke R2)

model regresi ini adalah sebesar 0,077. Nilai tersebut menunjukkan 7,7 persen

varian kebiasaan makan siang dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam

model. Hasil regresi juga menunjukkan bahwa tidak ada satu pun variabel bebas

yang diduga memiliki pengaruh terhadap kebiasaan makan siang mahasiswa.

Tabel 36 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan siang

Variabel Bebas Kebiasaan makan siang

B Sig. Exp(B)

Usia (tahun) -0,363 0,362 0,696 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -0,525 0,501 0,591 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,941 1,000 Usia ayah (tahun) 0,104 0,234 1,110 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) 0,218 0,777 1,244 Pola asuh makan (skor %) 0,015 0,610 1,015 Kelompok acuan teman (skor) 0,064 0,716 1,066 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,149 0,458 1,160 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)

-0,237 0,743 0,789

Konstanta 3,310 0,701 27,398 Nagelkerke R Square 0,077 Chi-square 3,766 Sig. 0,926

Model persamaan regresi logistik selanjutnya memiliki koefisien

determinasi (nagelkerke R2) sebesar 0,393. Artinya, 39,3 persen varian

61

kebiasaan makan malam dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model,

sedangkan 68,7 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa variabel jenis kelamin dan

pekerjaan ibu berpengaruh negatif terhadap kebiasaan makan malam

mahasiswa. Hal ini berarti mahasiswa berjenis kelamin laki-laki berpeluang 0,065

kali lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan makan malam dibandingkan dengan

mahasiswa yang berjenis kelamin perempuan. Sementara itu, mahasiswa

dengan ibu yang bekerja memiliki peluang 0,069 lebih rendah untuk terbiasa

melakukan makan malam. Akan tetapi, Tabel 37 juga menunjukkan bahwa

semakin banyak mahasiswa memilih keluarga sebagai kelompok acuannya,

maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan makan malam akan 1,445

kali lebih tinggi.

Tabel 37 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan malam

Variabel Bebas Kebiasaan makan malam

B Sig. Exp(B)

Usia (tahun) 0,299 0,466 1,348 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) -2,728 0,019** 0,065 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,631 1,000 Usia ayah (tahun) 0,122 0,204 1,130 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) -2,671 0,003** 0,069 Pola asuh makan (skor %) 0,040 0,170 1,041 Kelompok acuan teman (skor) -0,014 0,942 0,986 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,368 0,082* 1,445 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)

-0,514 0,521 0,598

Konstanta -9,545 0,271 0,000 Nagelkerke R Square 0,393 Chi-square 24,168 Sig. 0,004

Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien determinasi (nagelkerke

R2) adalah sebesar 0,198 (Tabel 38). Artinya, 19,8 persen varian kebiasaan

makan camilan dapat dijelaskan oleh variabel yang ada dalam model, sedangkan

80,2 persen sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat pada model.

Kebiasaan makan camilan pada penelitian ini dipengaruhi oleh variabel jenis

kelamin dan kelompok acuan keluarga. Kedua variabel ini berpengaruh positif

terhadap kebiasaan makan camilan mahasiswa. Artinya, mahasiswa dengan

jenis kelamin perempuan berpeluang 3,006 kali lebih tinggi untuk memiliki

kebiasaan makan camilan dibandingkan dengan mahasiswa yang berjenis

kelamin laki-laki. Selain itu, semakin tinggi skor keluarga yang dipilih mahasiswa

62

sebagai kelompok acuan maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan

makan camilan pun akan 1,279 kali lebih tinggi.

Tabel 38 Variabel yang berpengaruh terhadap kebiasaan makan camilan

Variabel Bebas Kebiasaan makan camilan

B Sig. Exp(B)

Usia (tahun) -0,250 0,294 0,779 Jenis kelamin (1= perempuan, 0= laki-laki) 1,101 0,014** 3,006 Jumlah uang saku (rupiah) 0,000 0,765 1,000 Usia ayah (tahun) 0,069 0,152 1,072 Pekerjaan ibu (1= bekerja, 0= tidak bekerja) 0,673 0,151 1,961 Pola asuh makan (skor %) -0,013 0,487 0,987 Kelompok acuan teman (skor) 0,114 0,303 1,121 Kelompok acuan keluarga (skor) 0,246 0,044** 1,279 Gaya hidup (1=gaya hidup berorientasi pendidikan, 0=gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan)

0,092 0,840 1,096

Konstanta 0,802 0,873 2,229 Nagelkerke R Square 0,198 Chi-square 17,057 Sig. 0,048

Ket= **nyata pada p<0,05; *nyata pada p<0,1

Pembahasan

Penelitian dilakukan pada mahasiswa semester tiga sampai tujuh dan

berusia 18-22 tahun. Mahasiswa berjenis kelamin perempuan dalam penelitian

ini lebih banyak daripada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki Hal ini

dimungkinkan terjadi karena berdasarkan data tahun 2011, secara keseluruhan

jumlah mahasiswa IPB yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak

dibandingkan dengan laki-laki. Hampir separuh mahasiswa dalam penelitian ini

juga berasal dari sekitar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi

(Jabodetabek), tidak terlalu jauh dari tempat mahasiswa melanjutkan pendidikan.

Faktor eksternal yang diteliti selain karakteristik keluarga adalah pola

asuh makan dan kelompok acuan. Pola asuh makan yang diterima oleh

mahasiswa dalam penelitian ini pada dasarnya sudah cukup baik. Pola asuh

makan digunakan untuk melihat perilaku makan mahasiswa yang diterapkan oleh

lingkungan keluarganya sebab pengalaman mahasiswa saat berada di

lingkungan keluarga dapat memengaruhi perilaku makannya walaupun

mahasiswa sedang berada jauh dari keluarga.

Kelompok acuan adalah seorang individu atau sekelompok orang yang

secara nyata memengaruhi perilaku pembelian (Sumarwan 2004). Pada

penelitian ini, kelompok acuan yang paling dominan memengaruhi mahasiswa

63

dalam proses perilaku konsumsi adalah teman. Menurut Hurlock (1980), semakin

lama orang dewasa muda melanjutkan perguruan tinggi atau akademi, maka

semakin panjang periode pengaruh teman sebaya dan semakin lama mereka

berperilaku sesuai dengan standar teman kelompok sebayanya tersebut.

Media juga merupakan salah satu kelompok acuan yang memengaruhi

mahasiswa dalam penelitian ini. Media yang dimaksud adalah media televisi

(terutama iklan dan selebriti), internet, dan media cetak. Bahkan satu dari dua

puluh mahasiswa memilih media televisi dengan jumlah paling banyak

dibandingkan dengan kelompok acuan lainnya. Hal ini dapat terjadi karena

menurut Schiffman dan Kanuk (2004), kelompok acuan tidak hanya terdiri dari

kelompok acuan langsung tetapi juga kelompok acuan tidak langsung. Kelompok

acuan tidak langsung terdiri dari seseorang atau sekelompok orang yang tidak

memiliki kontak langsung seperti bintang film, pahlawan olahraga, tokoh politik,

tokoh dalam televisi, maupun orang yang terlihat menarik di pinggir jalan.

Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan

berinteraksi di dunia (Kotler & Amstrong 2008). Dalam penelitian ini gaya hidup

mahasiswa terbagi menjadi dua kategori, yaitu gaya hidup berorientasi

pendidikan dan gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan. Gaya hidup

berorientasi pendidikan terdiri dari mahasiswa yang aktivitas, minat, dan

pendapatnya dalam kehidupan sehari-hari lebih tinggi pada kegiatan belajar.

Mereka lebih suka menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca buku dan

mengerjakan tugas kuliah daripada untuk jalan-jalan atau hal-hal lain yang

berkaitan dengan hiburan. Mahasiswa dengan gaya hidup berorientasi

pendidikan ini juga memiliki perhatian lebih rendah terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kegiatan olahraga dan memiliki kebiasaan makan yang kurang

baik, seperti tidak makan teratur tiga kali dalam sehari serta menyukai makanan

cepat saji dan makanan instan.

Mahasiswa yang termasuk pada kelompok gaya hidup berorientasi

hiburan dan kesehatan adalah seseorang yang lebih suka menghabiskan uang

dan waktunya dengan melakukan hal-hal terkait dengan hiburan atau jalan-jalan,

suka berolahraga dan memiliki perhatian lebih tinggi dalam hal kesehatan, aktif

dalam organisasi, serta lebih suka berakhir pekan bersama teman-teman

daripada bersama keluarga. Mahasiswa bergaya hidup berorientasi hiburan dan

kesehatan suka menjadi pusat perhatian karena mendapatkan penghargaan diri

dari lingkungan sekitar adalah hal yang penting baginya. Selain itu gaya hidup

64

berorientasi hiburan dan kesehatan juga terdiri dari mahasiswa yang menyukai

produk dengan merek terkenal karena menurutnya produk yang mahal pasti

berkualitas tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa gaya hidup berorientasi

hiburan dan kesehatan merupakan gaya hidup lebih banyak dimiliki oleh

mahasiswa. Sementara itu, hanya sekitar sepertiga mahasiswa yang termasuk

pada kelompok gaya hidup berorientasi pendidikan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa proporsi mahasiswa yang memiliki memiliki perhatian lebih

tinggi pada kegiatan yang berkaitan dengan kuliah lebih rendah, padahal

mahasiswa yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa

yang masih aktif. Pengaruh globalisasi dan berkembangnya teknologi adalah dua

kemungkinan yang dapat menyebabkan pergeseran gaya hidup mahasiswa ini.

Kebiasaan makan adalah suatu pola perilaku konsumsi pangan yang

diperoleh karena terjadi secara berulang-ulang. Sekitar separuh mahasiswa pada

penelitian ini memiliki frekuensi makan sebanyak tiga kali sehari. Akan tetapi

masih terdapat mahasiswa yang hanya makan sekali dalam sehari. Hal ini tentu

kurang baik untuk tubuh mahasiswa, karena setiap orang dianjurkan untuk

mengonsumsi makanan yang cukup mengandung energi agar dapat hidup dan

melaksanakan kegiatan sehari-hari (Soekirman & Atmawikarta 2011). Alasan

mahasiswa yang hanya memiliki frekuensi makan satu kali sehari adalah karena

takut gemuk.

Masih terdapat sepertiga mahasiswa yang melewatkan sarapan, padahal

sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan

dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan tubuh saat

bekerja, dan meningkatkan produktivitas kerja. Kebiasaan sarapan juga

membantu seseorang untuk memenuhi kecukupan gizi sehari-hari (Khomsan &

Anwar 2008). Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Indonesia juga

menganjurkan agar setiap individu membiasakan diri untuk sarapan. Hasil

penelitian ini mendukung berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa sarapan

merupakan kebiasaan yang paling sering dilewatkan pada beberapa kelompok

usia. Dalam penelitian ini alasan terbesar yang membuat mahasiswa tidak biasa

melakukan sarapan adalah karena banyaknya kuliah yang dimulai di pagi hari

sehingga membuat mereka tidak sempat sarapan.

Sementara itu, hampir seluruh mahasiswa sudah terbiasa untuk selalu

melakukan makan siang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Jelinic, Nola, dan

65

Matanic (2008) yang menunjukkan bahwa makan siang adalah waktu makan

yang paling jarang dilewati oleh mahasiswa. Alasan terbesar mahasiswa

melakukan makan siang adalah karena untuk mencukupi kebutuhan energi atau

menghilangkan rasa laparnya.

Sebagian besar mahasiswa juga terbiasa makan malam dengan teratur.

Menurut Moertjipto, Rumijah, & Astuti (1993), makan malam bertujuan untuk

mempersiapkan terjadinya proses pembakaran untuk menghasilkan energi yang

diperlukan pada saat tidur yang digunakan untuk menggerakan paru-paru,

jantung, serta organ tubuh lainnya. Sama seperti alasan makan siang,

mahasiswa juga melakukan makan malam untuk mencukupi kebutuhannya.

Makan camilan juga dapat berfungsi untuk menambah zat-zat yang tidak

ada atau kurang pada makanan utama dan lauk-pauknya. Selain itu, makanan

camilan juga dapat dikonsumsi sebagai makanan pengganti makanan utama dan

sebagai hiburan. Makanan yang dapat berfungsi sebagai hiburan ini sebagian

besar berupa makanan kecil atau makanan ringan, sebab dapat dikonsumsi

sebagai teman santai bersama keluarga atau teman (Moertjipto, Rumijah, &

Astuti 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa

memiliki kebiasaan makan camilan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia mahasiswa dan

semakin besar jumlah anggota keluarga, maka semakin besar pula peluang

mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan. Akan tetapi,

semakin rendah usia mahasiswa dan semakin kecil jumlah anggota keluarga,

maka mahasiswa akan berpeluang lebih besar untuk memiliki gaya hidup

berorientasi hiburan dan kesehatan. Hal ini sesuai dengan penelitian Suwanvijit

dan Promsa-ad (2009) yang menemukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

gaya hidup konsumen di Thailand adalah usia, jenis kelamin, status pernikahan,

dan pendapatan. Sementara itu, mahasiswa yang lebih banyak memilih televisi

menjadi kelompok acuannya akan semakin berpeluang untuk memiliki gaya

hidup berorientasi hiburan dan kesehatan.

Mahasiswa yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi

untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Hal ini dimungkinkan terjadi

karena laki-laki dewasa memiliki kebutuhan energi yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perempuan dewasa. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

2004, pria dewasa yang berusia 19 sampai 29 tahun membutuhkan asupan

energi sebesar 2550 kkal dan protein sebesar 60 gram per hari sedangkan

66

wanita usia dewasa membutuhkan asupan energi sebesar 1900 kkal dan protein

sebesar 50 gram per hari. Selain itu, mahasiwa dengan usia ayah lebih tinggi

akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali

sehari. Hasi penelitian juga menunjukkan bahwa semakin tinggi skor kelompok

acuan teman maka peluang mahasiswa untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali

sehari pun akan semakin besar. Menurut Arisman (2004) teman sebaya

berpengaruh besar terhadap kebiasaan makan.

Berdasarkan hasil uji regresi logistik, hanya satu variabel dalam penelitian

ini yang dapat memengaruhi kebiasaan sarapan, yaitu kelompok acuan teman.

Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali sehari, kelompok acuan teman

juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam melakukan sarapan. Kebiasaan

sarapan ini juga dapat dipengaruhi faktor-faktor lain yang tidak diukur dalam

penelitian ini. Kebiasaan sarapan mahasiswa kemungkinan dapat dipengaruhi

oleh ketersediaan waktu di pagi hari sebelum memulai aktivitas karena menurut

hasil penelitian ini, sebagian besar mahasiswa yang tidak terbiasa melakukan

sarapan memiliki alasan karena tidak memiki cukup waktu sehingga tidak sempat

untuk melakukan sarapan. Selain itu, pengetahuan tentang pentingnya sarapan

juga dapat memengaruhi mahasiswa untuk terbiasa melakukan sarapan.

Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk

melakukan kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin

perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan

makan camilan. Hal ini mendukung hasil penelitian Przystawski et al. (2011)

bahwa remaja putri sangat menyukai makanan camilan dan mengonsumsinya

setiap hari disamping mengonsumsi makanan utama. Ibu yang tidak bekerja juga

membuat peluang mahasiswa lebih besar untuk melakukan kebiasaan makan

malam daripada mahasiswa dengan ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan

terjadi karena ibu yang tidak bekerja memiliki lebih banyak waktu di rumah

sehingga dapat lebih memerhatikan dan menyiapkan makanan untuk

keluarganya.

Sementara itu, mahasiswa yang menjadikan keluarga sebagai kelompok

acuannya memiliki peluang yang lebih besar untuk memiliki kebiasaan makan

tiga kali sehari, makan malam, dan makan camilan. Suhardjo (1989) menyatakan

bahwa keluarga merupakan faktor utama dalam pembentukan pola perilaku

makan dan juga dalam pembinaan kesehatan keluarga. Hal ini juga membuktikan

bahwa keluarga tetap menjadi gatekeeper (penjaga pintu) yaitu seseorang yang

67

memiliki peranan dalam mengendalikan kebiasaan makan mahasiswa sesuai

dengan teori saluran menurut Lewin yang tertera dalam Khumaidi (1988).

Penelitian ini juga tidak menemukan satu pun variabel bebas yang

memengaruhi kebiasaan makan siang. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena

makan siang dianggap sebagai kebutuhan yang harus selalu dipenuhi oleh

mahasiswa setiap harinya dalam kondisi apapun. Karena di siang hari

mahasiswa membutuhkan asupan energi untuk menggantikan energi yang telah

dikeluarkannya di pagi hari dan untuk melanjutkan aktivitasnya lagi.

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah hanya berfokus pada salah satu

faktor yang memengaruhi kebiasaan makan, yaitu gaya hidup. Masih banyak

faktor-faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap kebiasaan makan dan

dapat menjadi pertimbangan dalam penelitian selanjutnya, seperti lingkungan

sosial budaya, ketersediaan pangan, dan keadaan psikologis (Khumaidi 1988).

Aktivitas fisik juga dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kebiasaan

makan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sop et al. (2010). Selain itu,

menurut Suhardjo (1989) pengetahun gizi juga menjadi salah satu hal yang

penting dalam menentukan kebiasaan makan seseorang. Studi lebih lanjut dapat

mengkaji tentang gaya hidup dan kebiasaan makan dengan variabel-variabel

lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.

68

69

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar mahasiswa berada pada

gaya hidup berorientasi hiburan dan kesehatan, sedangkan sisanya termasuk

pada gaya hidup berorientasi pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa

dalam penelitian ini lebih memfokuskan aktivitas, minat, dan opini dalam

kehidupan sehari-harinya pada hal-hal yang berhubungan dengan hiburan,

olahraga, kesehatan, dan organisasi dibandingkan dengan hal-hal yang

berhubungan dengan kegiatan perkuliahan.

Kebiasaan mahasiswa pada penelitian ini sudah cukup baik. Hal ini

terlihat dari sekitar separuh mahasiswa yang memiliki frekuensi makan tiga kali

sehari. Sebagian besar mahasiswa memiliki kebiasaan sarapan akan tetapi

masih terdapat satu dari tiga mahasiswa yang belum terbiasa melakukan

sarapan setiap hari. Sementara itu, kebiasaan yang paling tidak pernah

dilewatkan oleh mahasiswa adalah kebiasaan makan siang dan makan malam.

Makanan yang dikonsumsi mahasiswa juga sudah cukup beragam, namun

frekuensinya masih cukup rendah.

Berdasarkan hasil uji regresi logistik, diketahui bahwa variabel usia dan

jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap gaya hidup. Usia

mahasiswa yang lebih tinggi dan jumlah anggota keluarga yang lebih besar

membuat peluang mahasiswa untuk memiliki gaya hidup berorientasi pendidikan

pun akan lebih besar. Sementara itu, peluang untuk memiliki gaya hidup

berorientasi hiburan dan kesehatan lebih besar pada mahasiswa yang lebih

banyak memilih televisi sebagai kelompok acuannya.

Hasil uji regresi logistik juga menunjukkan bahwa mahasiswa laki-laki

memiliki peluang lebih tinggi untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari. Hal

ini dimungkinkan terjadi karena laki-laki dewasa memiliki kebutuhan energi yang

lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan dewasa. Selain itu, mahasiwa

dengan usia ayah lebih tinggi akan memiliki peluang lebih besar untuk memiliki

kebiasaan makan tiga kali sehari. Hasi penelitian juga menunjukkan bahwa

semakin tinggi skor kelompok acuan teman dan keluarga maka peluang

mahasiswa untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari pun akan semakin

70

besar. Selain memengaruhi kebiasaan makan tiga kali sehari, kelompok acuan

teman juga memengaruhi kebiasaan mahasiswa dalam melakukan sarapan.

Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki memiliki peluang lebih tinggi untuk

melakukan kebiasaan makan malam, sedangkan mahasiswa berjenis kelamin

perempuan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk melakukan kebiasaan

makan camilan. Ibu yang tidak bekerja juga membuat peluang mahasiswa lebih

besar untuk melakukan kebiasaan makan malam daripada mahasiswa dengan

ibu yang bekerja. Hal ini dimungkinkan terjadi karena ibu yang tidak bekerja

memiliki lebih banyak waktu di rumah sehingga dapat lebih memerhatikan dan

menyiapkan makanan untuk keluarganya. Sementara itu, mahasiswa yang

menjadikan keluarga sebagai kelompok acuannya memiliki peluang yang lebih

besar untuk memiliki kebiasaan makan tiga kali sehari, makan malam, dan

makan camilan. Akan tetapi, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada

satupun variabel dalam penelitian ini yang memengaruhi kebiasaan makan siang.

Sementara itu, hasil penelitian tidak menemukan satupun variabel yang

memengaruhi kebiasaan makan siang.

Saran

Keluarga, teman, dan televisi adalah kelompok acuan yang paling

memberikan pengaruh kepada mahasiswa. Oleh karena itu, pemerintah

sebaiknya membina keluarga yang ada di Indonesia agar memiliki kebiasaan

makan yang baik. IPB sebagai institusi pendidikan juga dapat melakukan

pembinaan lebih baik kepada mahasiswanya, seperti melalui organisasi

kemahasiswaan, agar para mahasiswa dapat saling memengaruhi untuk memiliki

kebiasaan makan yang baik. Pihak IPB juga diharapkan dapat lebih memantau

tempat-tempat makan seperti kantin atau warung makan yang berada di sekitar

kampus, terutama dalam hal higienitas.

Keterbatasan penelitian ini adalah hanya melihat salah satu faktor yang

memengaruhi kebiasaan makan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

mengukur gaya hidup dan kebiasaan makan pada periode perkembangan yang

lain atau melihat pengaruh faktor-faktor lain yang mungkin dapat memengaruhi

gaya hidup serta kebiasaan makan yang belum diukur dalam penelitian ini.

Penelitian ini juga menghasilkan dua kategori gaya hidup yang merupakan potret

mahasiswa saat ini sehingga menarik untuk dikaji dalam lima atau sepuluh tahun

mendatang apakah terjadi pergeseran pada gaya hidup mahasiswa. Selain itu,

71

penelitian selanjutnya dapat melihat pengaruh gaya hidup terhadap variabel-

variabel lain penelitian, seperti kualitas pendidikan atau kualitas gizi mahasiswa.

72

DAFTAR PUSTAKA

Andiyani SF. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup dan Coping Mechanism Guru SD Negeri dan Swasta (Kasus di Kecamatan

Purwakarta, Kota Cilegon, Propinsi Banten) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC.

Astawan M. 1996. Pemanfaatan Lahan Pekarangan. Majalah Selera, 8 (16), halaman 39-42.

Engel JF, Blackwell RD, & Miniard PW. 1995. Perilaku Konsumen Jilid 2. Jakarta:

Binarupa Aksara.

Hafitri V. 2003. Studi tentang Kebiasaan Makan Remaja SMU di Wilayah Kota Bogor Tengah [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hawkins DI, Best RJ, Coney KA. 2001. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy: 8th Edition. Boston. MA: Irwin-McGraw-Hill.

Hurlock E. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta (ID): Erlangga.

Jelinic JD, Nola IA, Matanic D. 2008. Living or Away from Home-Impact on Student’s Eating Habits. Materia Socio Medica. 20(4): 204-208.

Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Rajagrafindo Persada:

Jakarta.

_______, Anwar F. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika.

Khumaidi M. 1988. Gizi Masyarakat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Kim DJ, Cho B, Rao HR. 1999. Effects of Consumer Lifestyles on Purchasing Behavior on the Internet: A Conceptual Framework and Empirical Validation. p. 688-695.

Kotler P. 1985. Manajemen Pemasaran, Marketing Management, Analisis, Perencanaan, dan Pengendalian. Edisi keempat. Jakarta: Erlangga.

_______, Amstrong G. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran: Edisi 12. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kucukemiroglu O. 1997. Market Segmentation by using Consumer Lifestyle Dimensions and Ethnocentrism: An Empirical Study. European Journal of Marketing. Vol 33:470-487.

Meyer LH. 1982. Food Chemistry 4th edition. The AVI Plubishing Company

Weatpon Connectitut.

Mowen JC. & Minor M. 1998. Consumer Behavior. 4th Edition. New Jersey: Prantice Hall.

Moertjipto, Rumijah SJ, Astuti J. 1993. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya, serta Cara Penyajiannya pada Orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta.

Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

73

Mustopa N. 2003. Studi tentang Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Mahasiswa Universitas Pakuan [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Papalia DE, Olds SW, & Feldman RD. 2008. Human Development: Tenth Edition.

New York (US): McGraw Hill Companies, Inc.

Phujiyanti Y. 2004. Identifikasi Gaya Hidup dan Kebiasaan Makan Mahasiswa IPB [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Przystawski J, Stelmach M, Grygiel-Gorniac B, Mardas M, Walkowiak J. 2011. Dietary Habits and Nutritional Status of Female Adolescents from the Great Poland Region. Polish Journal of. Food and Nutrition Science. 61 (1): 73-78

Purwaningrum NF. 2008. Hubungan Antara Citra Raga dengan Perilaku Makan pada Remaja Putri [skripsi]. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Semarang.

Santoso S. 2010. Statistik Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.

Jakarta: PT Elex Media.

Santrock JW. 2003. Adolesecence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Shiffman L.G. & Kanuk LL. 2004. Consumer Behavoir: Eight Edition. New

Jersey : Pearson Prantice Hall

Soekirman, Atmawikarta A. 2011. Buku Panduan 12 Pesan Dasar Gizi Seimbang. http://depkes.go.id. [7 Mei 2011]

Sop MMK, Gouado I, Tetanye E, dan Zollo PHA. 2010. Nutritional Status, Food Habits, and Energi Profile of Young Adult Cameroonian University Students. African Journal of Food Science. 4(12): 748-753.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB.

_______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor: Bumi Aksara

bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia dengan MMA IPB.

Sundari A. 2003. Studi tentang Gaya Hidup, Pola Konsumsi Pangan, dan Status Gizi Siswa SMU Negeri 3 Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Suwanvijit W, Promsa-ad S. 2009.The Insight Study of Consumer Life-style and Purchasing Behaviors in Songkla Province, Thailand. International Journal of Marketing Studies. 1(2): 66-73.

Turner JS, Helms DB. 1986. Contemporary Adulthood: Third Edition. Kanada:

CBS College Publishing

Umar H. 2000. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

74

Ulfah M, Latifah M. 2007. Hubungan Pola Asuh Makan, Pengetahuan Gizi, Persepsi, dengan Kebiasaan Makan Sayuran Ibu Rumah Tangga di Perkotaan dan Pedesaan Bogor. Jurnal Media Gizi dan Keluarga. 31(1): 30-41.

Waluya A. 2007. Perubahan Konsumsi Pangan pada Mahasiswi Peserta Program Pemberian Makanan Tambahan di IPB, Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

75

76

LAMPIRAN

77

78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Januari

1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara pasangan Drs. Tatang Maulana dan Ike Silvia.

Penulis juga memiliki seorang adik perempuan yang

bernama Dara Ninggar. Pada Tahun 2007, penulis

menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 5

Bogor. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan strata satu

melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di mayor

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen dengan minor Gizi Masyarakat,

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi

kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO)

sebagai Bendahara Umum selama dua tahun berturut-turut, yaitu periode

2008/2009 dan 2009/2010. Selain itu penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan

kepanitiaan seperti Open House IPB 2008, Family and Consumer Day, Be Good

in Jurnalistic (BOUNJOUR), Conference of Human Ecology Student of Indonesia

(COHESI), Masa Perkenalan Fakultas (SPECTACULARS ’45), Masa Perkenalan

Departemen (SOULMATE ’45), Penglepasan Sarjana Fakultas Ekologi Manusia,

Sosialisasi IPB Bogor - Depok dan berbagai kegiatan lainnya.

Selama menjalani kegiatan perkuliahan, penulis pernah menerima beasiswa

Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009 dan beasiwa Peningkatan

Prestasi Pendidikan (PPA) pada tahun 2010. Selain itu, penulis juga pernah

bergabung menjadi Asisten Praktikum Dasar-dasar Komunikasi dan menjadi

Asisten Guru di Labschool Pendidikan Karakter IPB-ISFA pada tahun 2011.