pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai

Upload: harry-d-fauzi

Post on 11-Oct-2015

1.113 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Skripsi Ilmu Pemerintahan, Manajemen, SDM tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai

TRANSCRIPT

  • PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI PADA KANTOR KECAMATAN

    554587895522154854 KABUPATEN 223145655225

    SKRIPSI

    Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Program Strata Satu (S-1) Program Studi Administrasi Pemerintahan

    oleh

    SRIKANDI BINTI DRUPADA NPM. 10010289

    PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PEMERINTAHAN SEKOLAH TINGGIILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (STISIP)

    BENTANG BARANANG ANTAH BERANTAH 2014

  • 2

    ABSTRAK SRIKANDI BINTI DRUPADA (10010289) Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 Sekolah Tinggi Imu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (STISIP) Bentang baranang Antah berantah Pembimbing:

    Penelitian ini dilaksanakan pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan (1) budaya organisasi dan kinerja pegawai di Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225, (2) pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225, dan (3) Besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai di Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225.

    Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, dengan pegawai di Kantor Camat 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 yang seluruhnya berjumlah 32 orang. Teknik pengumpulan data untuk kedua variabel Budaya Organisasi dan kinerja pegawai menggunakan instrumen angket dengan skala ordinal serta menggunakan skala Likert.

    Hasil penelitian menunjukkan: (1) Budaya organisasi pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 berada pada tingkat yang sedang atau kualitasnya cukup baik dengan persentasi sebesar 77,61%. (2) Kinerja Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 tergambar dalam keadaan cukup baik yang ditunjukkan dengan tanggapan responden sebesar 73,17%. (3) Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan nilai thitung (2,607) yang lebih besar daripada nilai ttabel (1,697) pada tingkat kekeliruan 5% dan db = 32-2=30. (4) Budaya Organisasi berpengaruh sebesar 16,80 % terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Camat 554587895522154854. Sedangkan sisanya sebesar 83,20 % merupakan pengaruh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

  • 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian

    Dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan

    kedudukan dan peranan pegawai pemerintahan sangatlah penting. Hal ini

    disebabkan karena pegawai pemerintahan merupakan unsur aparatur negara

    yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dalam usaha

    mencapai tujuan nasional. Unsur manusia merupakan unsur penting, karena

    manusia selalau berperan aktif dan dominan dalam setiap organisasi.

    Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara

    sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, bekerja secara

    terus menerus untuk mencapai tujuan.1 Secara eksplisit, definisi tersebut

    mengasumsikan kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi

    manusianya. Pola interaksi SDM dalam organisasi harus diseimbangkan dan

    diselaraskan agar organisasi dapat tetap eksis.

    Penyediaan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat (pelayanan

    publik) merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap

    penyelenggara negara. Keberhasilan pemerintah dalam memberikan pelayanan

    publik kepada masyarakat merupakan keberhasilan penyelenggaraan

    1 Robbins S. P.,2001, Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, Aplikasi, edisi kedelapan versi

    Bahasa Indonesia, Jilid 1 & 2, (Jakarta: PT Prenhallindo, 2001) p. 31

  • 4

    pemerintahan. Pengembangan pelayanan publik menjadi tugas pemerintah

    yang harus dilaksanakan secara sinergis dan berkesinambungan seiring dengan

    semakin meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan lingkungan akan

    penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan prinsip pengelolaan

    pemerintahan yang baik (good governance). Agar pengembangan pelayanan

    publik dapat berhasil optimal, maka perlu dilaksanakan dengan menggunakan

    strategi yang tepat.

    Berbagai masalah nasional saat ini adalah bagaimana dapat

    meningkatkan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal. Agar

    terpenuhinya pelayanan pemerintahan yang baik, tentunya harus didukung

    oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai dan sesuai dengan jenis

    pekerjaan yang ada. Sumber daya manusia yang potensial apabila

    didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang

    gerak lajunya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Melihat kondisi

    sumber daya manusia yang ada saat ini mengharuskan berpikir secara seksama

    yaitu bagaimana dapat memanfaatkan secara optimal. Dari sisi lain tentunya

    agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal memerlukan

    perencanaan dan pengembangan berkelanjutan secara maksimal dari masing-

    masing pihak yang berkepentingan. Kelemahan dalam penyediaan berbagai

    fasilitas pengembangan sumber daya manusia dapat mengakibatkan

    munculnya hambatan dalam pelayanan masyarakat dan produktivitas

    masyarakat. Pada umumnya mengenai kemampuan sumber daya manusia

    yang ada masih jauh dari yang kita harapkan.

  • 5

    Organisasi yang sukses membutuhkan pegawai yang akan melakukan

    melebihi tugas pekerjaan yang biasa mereka lakukan atau pegawai yang akan

    memberikan kinerja melebihi harapan organisasi. Dalam dunia kerja yang

    dinamis saat ini, dimana tugas-tugas makin banyak dilakukan dalam tim dan

    fleksibilitas menjadi sangat kritis, organisasi membutuhkan pegawai yang

    akan melakukan OCB (Organizational Citizenship Behavior), yakni perilaku

    pegawai yang melakukan tugas semata-mata bukan hanya karena bagian dari

    persyaratan kerja, melainkan juga karena pencapaian efektivitas kerja itu

    sendiri. Wujud perilaku tersebut antara lain: membantu rekan dalam timnya,

    secara sukarela melakukan pekerjaan ekstra, menghindari konflik yang tidak

    perlu, menghargai semangat serta aturan dan peraturan organisasi/perusahaan,

    dan sesekali menolerir pekerjaan yang dapat menjadi beban, gangguan dan

    menyusahkan.

    Menyadari pentingnya peranan pegawai tersebut, pemerintah telah

    banyak melakukan kegiatan untuk memberdayakan pegawai pemerintahan

    sehingga memiliki kemampuan dan kinerja yang optimal dalam upaya

    pencapaian tujuan nasional. Hal ini juga jelaskan dalam Undang-Undang

    Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang dalam pen-

    jelasannya menyatakan bahwa kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah-

    an dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan aparatur

    negara khususnya pegawai pemerintahan.

    Kantor kecamatan sebagai ujung tombak pemerintahan daerah dalam

    hal melakukan pembangunan daerah tentunya harus didukung dengan

  • 6

    kemampuan pegawai yang berkualitas. Untuk itu perlu adanya pengembangan

    kinerja pegawai sehingga dapat memberikan kinerja yang maksimal dalam

    melaksanakan tugasnya. Sama seperti instansi pemerintah lainnya yang

    memiliki kendala dalam peningkatan kinerja pegawai, kantor Kantor

    Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225 juga demikian.

    Juga masih banyak keluhan-keluhan masyarakat yang menyatakan buruknya

    kinerja pegawai pemerintahan dalam pemberian pelayanan bagi masyarakat.

    Kinerja pegawai yang merupakan hasil olah pikir dan tenaga

    dari seorang pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukannya, dapat

    berujud, dilihat, dihitung jumlahnya, akan tetapi dalam banyak hal hasil

    olah pikiran dan tenaga tidak dapat dihitung dan dilihat, seperti ide-ide

    pemecahan suatu persoalan, inovasi baru suatu produk barang atau

    jasa, bisa juga merupakan penemuan atas prosedur kerja yang lebih

    efisien. Temuan hasil studi tentang kinerja pegawai dipengaruhi oleh

    kepuasan kerja, budaya organisasi/ perusahaan, serta gaya

    kepemimpinan.

    Dalam manajemen kinerja (Amstrong, 1994)2 istilah kompetensi

    mengacu kepada dimensi perilaku dari sebuah peran perilaku yang

    diperlukan seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya secara

    memuaskan. Menurut Surya Dharma3 kompetensi adalah apa yang

    dibawa seseorang ke dalam pekerjaannya dalam bentuk jenis dan

    2 Teguh Sulistiyani Ambar & Rosidah. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori

    dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. (Yogyakarta: Graha Ilmu. 2003) p. 205 3 Loc Cit

  • 7

    tingkatan perilaku yang berbeda. Ini harus dibedakan dari atribut

    tertentu (pengetahuan, keahlian dan kepiawaian) yang dibutuhkan

    untuk melaksanakan berbagai tugas yang berhubungan dengan suatu

    pekerjaan. Kompetensi menentukan aspek-aspek proses dari kinerja

    suatu pekerjaan.

    Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam

    suatu organisasi menuntut untuk diperhatikan, sebab secanggih apapun

    teknologi yang dipergunakan dalam suatu organisasi serta sebesar apapun

    modal organisasi, pegawai dalam organisasilah yang pada akhirnya yang

    menjalankan. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa didukung dengan kualitas

    yang baik dari pegawai dalam melaksanakan tugasnya keberhasilan organisasi

    tidak tercapai. Kontribusi pegawai pada suatu organisasi akan menentukan

    maju atau mundurnya organisasi.

    Kontribusi pegawai pada organisasi akan menjadi penting, jika dilaku-

    kan dengan tindakan efektif dan berperilaku secara benar. Tidak hanya jumlah

    usaha tetapi juga arah dari usaha. Sifat-sifat yang ada pada diri pegawai, upaya

    atau kemauan untuk bekerja, serta berbagai hal yang merupakan dukungan

    dari organisasi sangat besar artinya bagi keberhasilan kinerja pegawai.4

    Dengan demikian setiap pegawai perlu mengetahui dengan pasti apa yang

    menjadi tanggung jawab utamanya, kinerja seperti apa yang harus dicapainya

    serta dapat mengukur sendiri sesuai indikator keberhasilannya. Banyak hal

    4 Soehardi Sigit, Esensi Teori Perilaku Organisasional, (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi

    Universitas Sarjana Wiyata Taman Siswa Yogyakarta. 2001)

  • 8

    yang menjadi perhatian pihak manajemen guna mendorong kinerja pegawai

    diantaranya dalam kaitan budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan

    kepuasan kerja bagi pegawainya.

    Gagasan budaya organisasi telah menjadi penting dalam studi tentang

    perilaku organisasional. Meskipun ketidaksetujuan di antara beberapa elemen

    definisi dan pengukuran, para peneliti tampak sepakat bahwa budaya mungkin

    merupakan faktor penting dalam penentuan bagaimana sebaiknya seseorang

    individu menyesuaikan dengan konteks organisasi.

    OReilly (1989), pada penelitian awal tentang norma pengukuran

    memperlihatkan dua karakteristik penting dari budaya yang kuat. Salah

    satunya adalah intensitasnya terhadap bagian anggota organisasi yakni

    menunjukkan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap mereka yang

    bertindak dengan cara tertentu, kedua adalah adanya kristalisasi atau

    kesepakatan yang luas terhadap nilai tersebut diantara anggota. Jika tidak ada

    kesepakatan bahwa serangkaian nilai yang terbatas penting dalam suatu unit

    sosial, budaya yang kuat tidak ada.5

    Jika ada kesepakatan kuat dan meluas tentang arti penting nilai-nilai

    tertentu, sistem nilai sentral atau budaya kuat mungkin ada. Banyak penelitian

    telah menyimpulkan bahwa kesesuaian pegawai terhadap budaya organisasi

    meningkatkan komitmen, kepuasan, dan kinerja. Namun penelitian empiris

    terhadap hubungan ini yang telah dilakukan masih sedikit. Sementara

    5 O Reilly III C. A., Chatman J. Caldwell D. F., 1991, People and Organizational Culture: A

    Profile Comparison Approach to Assesing Person Organization Fit, Academy of Management Journal, Vol. 34, 3, p.487- 516.

  • 9

    pendapat Daulatram (2003), bahwa perembesan budaya organisasi membutuh-

    kan pengenalan dimensi-dimensi dasar dari budaya organisasi dan pengaruh-

    nya pada variabel yang berkaitan dengan pegawai seperti kepuasan,

    komitmen, kohesi, implementasi strategi, kinerja, dan lain-lain.6

    Dalam studi yang berkaitan, Nystrom meneliti perawatan kesehatan,

    menemukan bahwa pegawai pada budaya yang kuat cenderung mengekspresi-

    kan komitmen organisasi yang lebih besar sebagaimana kepuasan kerja yang

    tinggi.7 Survei yang dilakukan Sheridan, menunjukkan bahwa budaya organi-

    sasi secara signifikan berhubungan dengan kinerja pegawai, voluntary

    turnover, dan organizational commitment.8 Dikatakan bahwa dalam berbagai

    cultural values memiliki pengaruh terhadap tingkat turnover dan kinerja

    pegawai.

    Berdasarkan latar belakang pemasalahan tentang kinerja pegawai yang

    belum optimal dan hubungannya terhadap budaya organisasi maka perlu

    kiranya kajian yang lebih dalam tentang pengaruh budaya organisasi terhadap

    kinerja pegawai. Dengan demikian penulis pun tertarik untuk mengkaji lebih

    dalam tentang pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai,

    khususnya pada pegawai Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten

    223145655225. Untuk itu penulis bermaksud mengadakan sebuah penelitian

    6 Erni R. Ernawan, Pengaruh Budaya Organisasi dan Orientasi Etika Terhadap Kinerja

    Perusahaan Manufaktur, Usahawan, September 2004, No. 09, Tahun XXXIII. 7 Nystrom P.C., Organizational Culture Strategies, and Committments in Health Care

    Organizations, Health Care Management Review, 1993. Vol.18, p.43-9. 8 Sheridan J.E. Organizational Culture and Employee Retention, Academy of Management

    Journal (Desember, 1992). pp. 1036 - 1056.

  • 10

    ilmiah dengan judul Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai

    pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225.

    B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, dapat

    teridentifikasi beberapa permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut.

    1) Bagaimanakah budaya organisasi dan kinerja pegawai pada Kantor

    Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225?

    2) Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai pada

    Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225?

    3) Seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada

    Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225?

    C. Maksud dan Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan permasalahan yang teridentifikasi di atas, penelitian ini

    bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut.

    1) Budaya organisasi dan kinerja pegawai pada Kantor Kecamatan

    554587895522154854, Kabupaten 223145655225.

    2) Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor

    Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225.

    3) Besarnya pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada

    Kantor Kecamatan 554587895522154854, Kabupaten 223145655225.

  • 11

    D. Kegunaan Penelitian

    1. Kegunaan Praktis

    a. Menyajikan hasil empiris pengaruh Budaya Organisasi dan Kinerja

    Pegawai pada kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten

    223145655225.

    b. Bagi institusi kecamatan, diharapkan dapat menjadi salah satu sumber

    informasi untuk meninjau kembali terhadap kebijakan yang telah

    dilakukan dalam kaitannya mengenai Budaya Organisasi dan Kinerja

    Pegawai pada kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten

    223145655225.

    2. Kegunaan Teoretis

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu

    bahan kajian empirik terutama menyangkut perilaku organisasi

    khususnya pada aspek Budaya Organisasi dan Kinerja Pegawai.

    b. Bagi peneliti, memberikan solusi dalam pemecahan suatu masalah

    empiris yang didukung dengan teori yang mendukung sehingga dapat

    memberikan pola pikir yang terstruktur dalam memecahkan suatu

    permasalahan.

  • 12

    E. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

    1. Kerangka Pemikiran

    Budaya organisasi menurut McShane dan Von Glinow, organizational

    culture is the basic pattern of shared values and assumptions governing the

    way employees within an organization think about and act on problems and

    opportunities.9 McShane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa budaya

    organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan sebaliknya

    bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun. Budaya

    organisasi memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai sistem pengawasan,

    perekat hubungan sosial, dan saling memahami.10

    Kepemimpinan berperan dalam memperkuat dan mengubah budaya

    organisasi, oleh karena pertama, pendiri dan pemimpin menjadi teladan dalam

    menjaga budaya organisasi. Pengaruh pendiri dan pemimpin melalui

    keteladannya akan memperkuat budaya organisasi. Kedua, sistem reward

    (pemberian penghargaan) disesuaikan dengan nilai-nilai budaya organisasi.

    Dengan demikian setiap anggota organisasi mengetahui dengan jelas perilaku

    9 McShane, Steven L. & Von Glinow, Mary Ann. (2008). Organizational behavior (fourth

    edition). (USA: McGRAW hill-International. 2008) p. 460 10 Ibid

  • 13

    yang mendatangkan penghargaan. Ketiga, artifaknya sesuai atau sejalan

    dengan kemajuan budaya yang berlaku di masyarakat. Contohnya, dulu

    pengelola rumah sakit arogan, mereka beranggapan pasien membutuhkan

    rumah sakit. Pada masa sekarang ketika persaingan ketat, pandangan berubah

    yaitu rumah sakit membutuhkan pasien. Keempat, proses seleksi dan

    sosialisasi mengacu pada kebutuhan organisasi. Calon pekerja yang dipilih

    adalah mereka yang memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan budaya

    organisasi.11

    Budaya organisasi menurut Jones dan Goerge, organizational culture

    is the shared set of beliefs, expectations, values, norms, and work routines that

    influence the ways in which individuals, groups, and teams intreract with one

    another and cooperate to achieve organizational goals.12

    Jones dan Goerge juga mengatakan, bahwa ketika para anggota

    organisasi memiliki komitmen yang kuat terhadap keyakinan, harapan, nilai-

    nilai, norma-norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang digunakannya dalam

    mencapai tujuan, menunjukkan budaya organisasi yang kuat.

    Sebaliknya bila para anggota organisasi tidak memiliki komitmen yang

    kuat, menunjukkan budaya organisasinya lemah. Setiap organisasi memiliki

    budaya, tetapi budaya organisasi yang satu dengan organisasi yang lain belum

    tentu sama. Budaya organisasi dibentuk melalui interaksi 4 (empat) faktor

    utama, yaitu: Personal and professional characteristics of people within the

    11 Ibid, p. 472 12 Jones, Gareth R. & George, Jennifer M. Contemporary management (fifth edition). (USA:

    McGRAWhill-International. 2008) p. 105

  • 14

    organization (characteristics of organizational members), organizational

    ethics, the employment relationship, and organizational structure.13

    Budaya organisasi menurut Robbins, organizational culture refers to a

    system of shared meaning held by members that distinguishes the organization

    from other organizations.14

    Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli tersebut di atas,

    maka dapat disimpulkan, bahwa budaya organisasi merupakan pola dasar

    nilai-nilai, harapan, kebiasaan-kebiasaan dan keyakinan yang dimiliki bersama

    seluruh anggota organisasi sebagai pedoman dalam melaksanakan tugas untuk

    mencapai tujuan organisasi.

    Karakteristik Budaya menurut Robbins dikemukakan ada tujuh

    karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya

    organisasi. Ketujuh karakter tersebut yaitu: inovasi dan mengambil risiko,

    perhatian pada rincian, orientasi hasil, orientasi manusia, orientasi tim,

    agresivitas, dan stabilitas.15

    Inovasi dan pengambilan risiko berkaitan dengan sejauh mana para

    anggota organisasi/ karyawan didorong untuk inovatif dan berani mengambil

    risiko. Perhatian ke hal yang rinci berkaitan dengan sejauh mana para anggota

    organisasi/karyawan diharapkan mau memperlihatkan kecermatan (presisi),

    analisis, dan perhatian kepada rincian. Orientasi hasil mendiskripsikan sejauh

    13 Ibid, p 415 14 Robbins, P. S. 2008. Organizational Behaviour (10thedition). (versi Bahasa Indonesia). (New

    Jersey. Prentice Hall, Inc. 2008) hlm. 511 15 Ibid. hlm. 512

  • 15

    mana manajemen focus pada hasil bukan pada teknik dan proses yang

    digunakan untuk mendapatkan hasil tersebut.

    Orientasi orang menjelaskan sejauh mana keputusan manajemen

    memperhitungkan efek hasil kepada orang-orang di dalam organisasi tersebut.

    Orientasi tim berkaitan dengan sejauh mana kegiatan kerja organisasi

    dilaksanakan dalam tim-tim kerja, bukan pada individuindividu. Keagresifan

    menjelaskan sejauh mana orang-orang dalam organisasi menunjukkan

    keagresifan dan kompetitif, bukan bersantai.

    Stabilitas adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan

    dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan atau inovasi.

    Masing-masing ciri tersebut di atas dapat dinilai dalam sebuah kontinum dari

    rendah sampai tinggi. Penilaian yang tinggi menunjukkan organisasi tersebut

    memiliki budaya yang kuat, dan sebaliknya penilaian rendah menunjukkan

    budaya organisasi lemah. Dengan menilai ketujuh dimensi organisasi, orang

    akan mendapatkan gambaran yang majemuk mengenai budaya suatu

    organisasi.

    Menurut Robbins, budaya sebagai tatanan sistem yang terus

    dikembangkan, meliputi empat fungsi, yaitu: Pertama, budaya menciptakan

    pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan lainnya. Kedua,

    budaya memberikan identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya

    mendorong timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada

  • 16

    kepentingan pribadi seseorang. Keempat, budaya merupakan perekat sosial

    diantara sesama anggota organisasi.16

    Menurut Robbins17 ada empat cara bagi anggota organisasi

    mempelajari budaya organisasi, yaitu: Pertama, melalui cerita mengenai

    kegigihan pendiri organisasi atau orang-orang yang dianggap sukses di

    organisasi tersebut. Kedua, melalui ritual deretan kegiatan berulang yang

    mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, misalnya

    apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting, dan mana

    yang dapat dikorbankan. Ketiga, melalui lambang dan kebendaan. Keempat,

    melalui bahasa.

    Menurut Jones dan Goerge motivation is psychological forces that

    determine the direction of a persons level of effort, and a persons level of

    persistence.18 Jones dan George juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan

    sentral manajemen, sebab menjelaskan bagaimana orang berperilaku dan cara

    mereka melakukan pekerjaan di dalam organisasi. Motivasi ada yang berasal

    dari dalam (intrinsic) dan ada yang berasal dari luar (extrinsic). Para pimpinan

    berusaha memiliki tim dengan kinerja yang tinggi perlu memotivasi

    anggotanya untuk bekerja mencapai tujuan organisasi, mengurangi kemalasan,

    dan membantu timnya mengatasi konflik secara efektif.

    Menurut Jones dan George, motivasi menggambarkan bagaimana para

    pekerja berperilaku dalam melaksanakan pekerjaannya. Misalnya para pelayan

    16 Ibid. hlm. 516 17 Robbins. Op.Cit. pp. 525-526 18 Jones dan George, Op.Cit. p. 519 dan 617

  • 17

    took melayani pelanggan dengan ramah, atau guru taman kanak-kanak

    berusaha membuat anak-anak senang dalam belajar.

    Bila motivasi kerja para pekerja rendah akan mengakibatkan para

    pelanggan kecewa. Motivasi ada yang berasal dari dalam diri pekerja, dan ada

    pula yang berasal dari luar diri pekerja. Oleh karena itu sangat penting

    mendorong agar para pekerja memiliki motivasi yang tinggi, agar kinerjanya

    tinggi, dan mampu memuaskan para pelanggan. Suatu organisasi akan menjadi

    efektif bila anggota organisasi termotivasi untuk memiliki kinerja pada tingkat

    yang lebih tinggi.

    Menurut Mc.Shane dan Von Glinow, motivation refers to the forces

    within a person that affect the direction, intensity, and persistence of

    voluntary behavior. McShane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa

    motivasi merupakan salah satu dari empat faktor yang menggerakkan

    seseorang berperilaku dan menunjukan kinerjanya. Empat faktor tersebut

    adalah: motivation, ability, role perception, and situational factors of

    individual behavior and results (MARS model).19

    Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat

    disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan baik berasal dari dalam diri

    seseorang maupun yang berasal dari luar yang menggerakkan seseorang

    melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Menurut hasil penelitian

    McClelland (dalam McShane, Von Glinow dan Mary Ann) terdapat tiga

    kebutuhan yang mendorong motivasi, yaitu: Need for achievement, need for

    19 Mc.Shane dan Von Glinow, Op.Cit. p. 134

  • 18

    affiliation, dan need for power.20 Kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan

    diterima oleh kelompoknya, dan kebutuhan untuk menduduki jabatan dapat

    mendorong orang memiliki motivasi tinggi dalam melaksanakan pekerjaan.

    Bila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi akan berakibat

    meningkatkan kinerja. Kinerja menurut Wirawan, adalah keluaran yang

    dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau

    suatu profesi dalam waktu tertentu.21

    Menurut Wirawan secara umum dimensi kinerja dapat dikelompokkan

    menjadi tiga jenis, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang

    berhubungan dengan pekerjaan.22

    a. Hasil Kerja

    Hasil kerja merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa

    yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Pengukuran kinerja

    melalui hasil kerja pekerja sejalan dengan pendapat Peter Drucker melalui

    teori Management by Objectives (MBO). Seorang pekerja dinilai melalui hasil

    kerjanya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Misalnya kuantitas

    hasil kerja seorang pegawai teller bank diukur seberapa banyak nasabah yang

    dilayaninya. Kualitas hasil kerjanya diukur seberapa tepat teller tersebut

    memenuhi standar layanan nasabah atau seberapa puas nasabah yang

    dilayaninya. Kuantitas hasil kerja seorang pekerja pabrik rokok diukur

    sebarapa banyak batang rokok yang berhasil dilinting setiap hari. Kualitas 20 Ibid. Pp. 140-141 21 Wirawan. Evaluasi kinerja sumber daya manusia. (Jakarta: Salemba Empat. 2009) p.5 22 Ibid. pp. 54-55

  • 19

    hasil kerjanya seberapa baik hasil lintingan rokok memenuhi standar produksi

    atau tidak.

    b. Perilaku kerja

    Ketika berada di tempat kerja karyawan memiliki dua perilaku, yaitu

    perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi merupakan perilaku yang

    tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: cara berjalan, cara berbicara,

    dan sebagainya. Perilaku kerja merupakan perilaku pekerja yang berhubungan

    dengan pekerjaan, misalnya: kerja keras, ramah, disiplin, dan sebagainya.

    Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur kerja, kode etik,

    dan peraturan organisasi. Perilaku kerja dapat dikelompokkan menjadi

    perilaku kerja umum dan khusus. Perilaku kerja umum merupakan perilaku

    yang diperlukan semua jenis pekerjaan, misalnya: loyal pada organisasi,

    disiplin, dan bekerja keras.

    Perilaku kerja khusus diperlukan untuk pekerjaan tertentu, misalnya:

    Satpam tegas dan tidak banyak bicara, penjual jasa dituntut ramah dan selalu

    ceria ketika melayani pelanggan. Sistem evaluasi kinerja yang menggunakan

    pendekatan perilaku kerja di antaranya model Behaviorally Anchor Rating

    Scale (BARS), Behavior Observation Scale (BOS), dan Behavior Expectation

    Scale (BES).

    c. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan

    Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan

    diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi yang

  • 20

    dinilai hanyalah sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, misalnya:

    penampilan, sikap terhadap pekerjaan, jujur, cerdas, dan sebagainya.

    Misalnya, seorang pramusaji di restoran dituntut untuk memiliki sifat pribadi

    bersih, wangi, ramah, pandai bergaul, dan periang. Penyusunan evaluasi

    mengguna-kan sifat pribadi mudah dan universal, karena hanya menentukan

    indikator sifat pribadi dan deskripsi level kinerja dalam bentuk kata sifat dan

    angka.

    Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja,

    dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Hasil kerja harus

    dicapai dengan berperilaku tertentu sesuai standar dan tidak boleh sekehendak

    hati pekerja. Demikian juga untuk mencapai hasil tertentu diperlukan sifat

    pribadi tertentu. Kombinasi ketiga dimensi kinerja bila dinyatakan dalam

    persentase untuk jenis pekerjaan yang satu berbeda dengan jenis pekerjaan

    yang lain. Misalnya untuk pekerja pabrik rokok persentase hasil kerja 80%,

    perilaku kerja 15%, dan sifat pribadi yang berhubungan pekerjaan 5%. Kinerja

    manajer sumber daya manusia mungkin untuk hasil kerja 15%, perilaku kerja

    60%, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan 25%. Ada juga

    yang mengkombinasikan antara hasil kerja dengan perilaku kerja, karena sifat

    pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan dimasukkan ke dalam dimensi

    perilaku kerja.

    Hubungan budaya organisasi dengan kinerja didukung oleh hasil

    penelitian Ojo Olu melalui tesisnya yang berjudul: Impact Assessment of

    Corporate Culture on Employee Job Performance yang diterbitkan oleh

  • 21

    Business Intelligence Journal bulan Agustus 2009 volume 2 nomor 2,

    menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara budaya organisasi dengan

    kinerja pekerja perbankan di Nigeria.23 Hubungan antara budaya organisasi

    dengan kinerja dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut ini.

    Gambar 1.1: Kerangka pemikiran Budaya Organisasi dengan Kinerja

    2. Hipotesis Penelitian

    Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan di atas, hipotesis

    yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

    23 Olu, Ojo. (2009). Impact assessment of corporate culture on employee job performance.

    business intelligence journal August, 2009 Vol.2 No.2 http://www.saycocorporatiivo. com/SayCo.Uk/BIJ/journal/Vol2_No2/articleg.pc

    X Y Budaya Organisasi Kinerja Pegawai

    Budaya Organisasi (X) 1. Toleransi terhadap tindakan

    beresiko 2. Arah 3. Integrasi 4. Dukungan dari manajemen 5. Toleransi terhadap konflik 6. Pola-pola komunikasi (Gordon, terjemahan Pasolong, 2003:480) dan Robbins (1994)

    Kinerja Pegawai (Y) 1. Hasil Kerja 2. Perilaku Kerja 3. Sifat Pribadi (Wirawan, 2008:27)

  • 22

    Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai pada Kantor

    Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten 223145655225

    Operasional variabel penelitian mengacu pada semua variabel dan

    indikator-indikator variabel yang terkandung dalam hipotesis yang

    dirumuskan sebagai berikut.

    1) Variabel budaya organisasi sebagai variable indipenden (X1) yang akan

    ditelusuri melalui 6 (enam) indikator, yaitu: Toleransi terhadap tindakan

    beresiko, Arah, Integrasi, Dukungan dari manajemen, Toleransi terhadap

    konflik, dan Pola-pola komunikasi, berdasarkan pendapat Robbins.

    2) Variabel kinerja sebagai variabel dipenden (Y) yang akan ditelusuri

    melalui 3 (tiga) indikator, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat

    pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan, berdasarkan pendapat

    Wirawan.

    F. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

    1. Metode Penelitian

    Penelitian tentang Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja

    Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten

    223145655225 ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan

    kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang ada dalam penelitian.

    Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam menentukan

    variabel-variabel penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah terlihat dari

    asumsi dasar penelitian kuantitatif.

  • 23

    Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai

    objek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam

    bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas

    merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan

    pendekatan ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil

    penelitian dan kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model

    penelitian sejenis. Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya

    hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan

    berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan

    digunakan. Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungan-

    nya dengan penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan

    kulturalnya.

    Metode penelitian memandu peneliti tentang urut-urutan bagaimana

    penelitian akan dilakukan, dengan alat apa dan prosedur yang bagaimana.

    Dalam penelitian tentang Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja

    Pegawai pada Kantor Kecamatan 554587895522154854 Kabupaten

    223145655225 ini digunakan metode deskriptif verifikasi dengan

    menggunakan teknik survei. Singarimbun mengemukakan bahwa penelitian

    survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan

    menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.24

    Sementara itu, Sugiyono mengemukakan bahwa menurut tingkat

    24 Masri Singarimbun & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai. (Jakarta: LP3ES. 2003) p. 3

  • 24

    eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian asosiatif.25

    Penelitian asosiatif adalah penelitian yang mencari pengaruh antara satu

    variabel dengan variabel lainnya. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah (1) Budaya Organisasi dan (2) Kinerja Pegawai pada Kantor Camat

    554587895522154854.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    Menurut Sugiyono, teknik pengumpulan data merupakan instrumen

    ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang akan

    dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan,

    serta beragam fakta yang berpengaruh terhadap fokus penelitian yang sedang

    diteliti. Sesuai dengan pengertian teknik penelitian di atas, teknik

    pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini terutama ada dua

    macam, yakni studi dokumentasi dan teknik angket.26

    a. Studi Dokumentasi

    Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini

    dimaksudkan sebagai cara pengumpulkan data dengan mempelajari dan

    mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi

    yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi lain yang ada

    pengaruhnya dengan lokasi penelitian. Studi dokumentasi ditujukan untuk

    memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku,

    25 Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. (Bandung: Alfabeta. 2004) p. 11 26 Ibid

  • 25

    laporan kegiatan dan keuangan, serta dokumen lain yang relevan dengan

    fokus penelitian.

    b. Teknik Angket

    Angket yang disusun dan dipersiapkan disebar kepada responden

    sebagaimana ditetapkan sebagai sampel penelitian. Jumlah angket yang

    disebarkan seluruhnya adalah sebanyak sampel yang ditentukan untuk

    penelitian. Pemilihan dengan model angket ini didasarkan atas alasan

    bahwa (a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-

    pertanyaan atau pernyataan-pernyataan yang diajukan, (b) setiap

    responden menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas

    pertanyaan yang diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan dalam

    memilih jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau

    keterangan dari banyak responden dalam waktu yang cepat dan tepat.

    Untuk mengungkap data ini digunakan angket yang berbentuk skala

    Likert. Adapun alasan menggunakan skala Likert ini untuk mengukur sikap,

    pendapat dan profesi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu

    fenomena sosial. Permasalahan strategi pemasaran dan keputusan pembelian

    produk dapat dikategorikan sebagai fenomena sosial. Oleh karena itu,

    penggunaan skala Likert pada penelitian ini dapat diterima.

    Skala Likert yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 26

    Tabel 1.1 Penskoran Skala Likert

    Pernyataan Bobot Penilaian Pernyataan Bobot

    Penilaian

    Sangat setuju Skor : 5 Sangat baik Skor : 5

    Setuju Skor : 4 Baik Skor : 4

    Netral Skor : 3 Netral Skor : 3

    Tidak setuju Skor : 2 Tidak baik Skor : 2

    Sangat tidak setuju Skor : 1 Sangat tidak baik Skor : 1

    G. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di Kantor Camat 554587895522154854, yang

    berlokasi di Jl. Jangari, Kademangan, Kabupaten 223145655225. Penelitian

    ini dilaksanakan selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2014 sampai

    dengan bulan Juli 2014. Rincian pelaksanaan penelitian dapat dijelaskan

    melalui tabel berikut.

    Tabel 1.2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

    No Kegiatan Februari 2014 Maret 2014

    April 2014

    Mei 2014

    Juni 2014

    Juli 2014

    1 Kegiatan Prapenelitian X X X

    2 Pengumpulan Data X X X

    3 Analisis Data X X X X X

    4 Penyusunan Laporan X X X X

    5 Bimbingan dan Perbaikan X X X X

    6 Sidang Skripsi X

  • 27

    H. Sistematika Penulisan Skripsi

    Secara sistematis, karya tulis ini dikembangkan dalam lima bagian

    sebagai berikut.

    1. Bagian pertama merupakan pendahuluan yang membahas latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

    pemikiran dan hipotesis, waktu dan lokasi penelitian, serta sistematika

    pengembangan skripsi.

    2. Bagian kedua merupakan tinjauan teoretis yang berisi tentang pembahasan

    budaya organisasi dan kinerja pegawai.

    3. Bagian ketiga merupakan pembatasan mengenai metode penelitian yang

    membahas tentang latar penelitian, metode dan teknik penelitian, metode

    dan teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan data.

    4. Pembahasan hasil penelitian yang berisi deskripsi, analisis, serta pem-

    bahasan hasil penelitian serta pembuktian hipotesis.

    5. Bagian kelima merupakan kesimpulan atas seluruh hasil analisis data yang

    diperoleh dalam penelitian serta saran yang dapat dikemukakan

    berdasarkan temuan-temuan pada saat penelitian.

  • 28

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS

    A. Budaya Organisasi

    Istilah budaya organisasi (organizational culture) banyak dijumpai di

    berbagai media, para ahli, praktisi maupun akademisi yang melakukan analisis

    dan kajian berkaitan dengan budaya organisasi. Diskusi maupun seminar telah

    banyak diselenggarakan untuk mengungkapkan berbagai substansi yang

    berkaitan dengan pengembangan budaya organisasi, fungsi dan pengaruh serta

    manfaatnya untuk sebuah organisasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa budaya

    organisasi memang dirasakan sangat penting dan memiliki manfaat baik

    langsung maupun tidak langsung terhadap perkembangan organisasi,

    tertutama dalam kancah persaingan yang semakin ketat.

    Secara alami budaya sukar dipahami, tidak berwujud, implisit dan di-

    anggap biasa saja. Tetapi semua organisasi mengembangkan seperangkat inti

    pengandaian, pemahaman, dan aturan implisit yang mengatur perilaku sehari-

    hari dalam tempat kerja. Peran budaya dalam mempengaruhi perilaku

    karyawan semakin penting bagi organisasi.

    Para ahli berpendapat bahwa definisi budaya organisasi memiliki tiga

    hal yang merupakan ciri khas budaya organisasi tersebut, antara lain: (1)

    dipelajari, (2) dimiliki bersama, dan (3) diwariskan dari generasi ke generasi.

    Faktor yang paling penting bagi organisasi adalah bagaimana seorang

  • 29

    pemimpin, ketua ataupun manajer sebuah organisasi dapat menciptakan dan

    memelihara suatu budaya organisasi yang kuat dan jelas.

    Budaya organisasi merupakan perekat antar karyawan, oleh sebab itu

    sekolah harus memiliki budaya yang kuat, sehingga sekolah beserta warganya

    akan memiliki perilaku yang sejalan serta memiliki keyakinan kolektif yang

    dapat meningkatkan kemampuan profesional mereka dalam mewujudkan

    kualitas pendidikan.

    Budaya organisasi adalah norma, nilai nilai asumsi, kepercayaan,

    filafat, kebiasaan organisasi dan sebagainya (isi budaya organisasi) yang

    dikembangkan dalam waktu yang lama oleh pendiri, pemimpin, dan anggota

    organisasi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku anggota

    organisasi dalam meng-hasilkan produk, melayani para konsumen dan

    mencapai tujuan organisasi.27

    Wirawan lebih lanjut mengemukakan bahwa budaya organisasi mem-

    bentuk perilaku organisasi anggotanya, bahkan tidak jarang perilaku anggota

    organisasi sebagai individu. Definisi budaya organisasi tersebut berisi

    sejumlah kata kunci yang memerlukan penjelasan.

    a. Isi budaya organisasi. Isi budaya organisasi terdiri atas beragam jenis. Isi

    budaya organisasi ada yang didapat di indera dengan mudah seperti artefak

    dan ada yang sukar di indera seperti nilai-nilai, norma, asumsi, dan filsafat

    organisasi. Isi budaya organisasi kecil dan sederhana.

    27 Wirawan. Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian. (Jakarta: Penerbit

    Salemba Empat. 2007) p.10

  • 30

    b. Sosialisasi. Budaya organisasi disosialisasikan dan didifusikan dan diajar-

    kan kepada setiap anggota organisasi baru. Isi budaya organisasi diper-

    kenalkan dan diajarkan serta diterapkan dalam kegiatan organisasi. Mereka

    yang ingin menjadi anggota wajib memahami, merasa memiliki, dan

    menerapkannya dalam perilakunya. Anggota organisasi yang melanggar-

    nya dikenai sanksi.

    c. Dikembangkan dalam waktu yang lama, budaya organisasi dikembangkan

    pertama kalinya oleh pendiri organisasi ketika mendirikan organisasi.

    Norma, nilai-nilai, pola pikir, budaya dan agama, dari pendiri organisasi

    mempengaruhi budaya organisasi yang dikembangkannnya.

    d. Demikian juga, Negara Republik Indonesia dewasa ini tetap menggunakan

    dasar Negara Pancasila yang diajukan oleh para pendiri Negara: Panitia

    Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Isi Iklim organisasi merupakan

    gabungan persepsi-persepsi suatu evaluasi makro mengenai peristiwa

    organisasi, perilaku manusia, respons karyawan terhadap karyawan

    lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antar personal, dan kesempatan

    bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut.28

    Schein mengemukakan bahwa budaya prganisasi adalah A pattern of

    basic assumption invented, discovered, or developed by given group as it

    learns to cope with it problems for external adaptation and internal

    integration that has worked well enough to be considered valid and therefore,

    to be though to new members as the correct way to perceine, think and feel in

    28 Ibid. pp.10-11

  • 31

    relation to those problems.29 Budaya organisasi adalah pola dasar yang

    diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,

    membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan

    mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada

    anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam

    mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.

    Menurut Schein (2002), budaya yang ada dalam organisasi memiliki

    tiga elemen dasar, yaitu: artifak, nilai-nilai yang didukung (espoused values),

    serta asumsi yang mendasari (underlying assumtions).

    Gambar 2.1 Tingkat Budaya Schein30

    Artifak merupakan hal-hal yang dilihat, didengar, dan dirasa kalau

    seseorang berhubungan dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang

    tidak dikenalnya. Yang termasuk dalam artifak antara lain: produk, jasa,

    29 Schein, Edgar H. (copyright 1985). Organizational Culture and Leadership. (San Francisco:

    Jossey-Bass Publishers. 2002) p. 12 30 Ibid. p.17

    ARTIFAK

    NILAI-NILAI YANG DIDUKUNG

    ASUMSI DASAR

    Struktur organisasi dan proses yang tampak (sulit diterjemahkan)

    Bawah sadar, keyakinan yang dianggap sudah ada, persepsi pemikiran, dan perasaan (sumber akhir dari nilai dan tindakan)

    Strategi, sasaran, filosofi (alasan yang didukung)

  • 32

    bahkan tingkah laku anggota organisasi tersebut. Artifak ada di mana-mana,

    dan kita dapat belajar mengenai suatu budaya dengan memperhatikan artifak

    tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai-nilai yang didukung adalah

    alasan yang diberikan oleh sebuah organisasi untuk mendukung cara

    organisasi tersebut dalam melakukan sesuatu. Selanjutnya, asumsi dasar

    merupakan sebuah keyakinan yang dianggap sudah ada oleh anggota suatu

    organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu di

    sebuah organisasi, sering kali lewat asumsi yang tidak diucapkan.

    Dengan demikian, budaya organisasi merupakan pemahaman terhadap

    norma, nilai, sikap, dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh semua anggota

    organisasi.31 Atau, budaya organisasi merupakan kerangka kerja yang menjadi

    pedoman tingkah laku sehari-hari, pedoman dalam membuat keputusan, serta

    mengarahkan tindakan anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

    Budaya harus sejalan dengan tindakan-tindakan organisasi, seperti:

    perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian. Apabila

    budaya tidak sejalan dengan tugas-tugas tersebut maka organisasi akan

    menghadapi masa-masa yang sulit.32 Oleh karena itu, budaya memiliki peran

    sentral dalam manajemen strategis.

    Bagi organisasi, budaya organisasi merupakan tekanan normatif pada

    setiap individu yang ada dalam organisasi untuk memiliki perilaku tertentu.

    Perilaku tersebut antara lain perilaku untuk setia/loyal pada

    31 Stoner, James A.F; Freeman, R. Edward; Gilbert Jr., Daniel R. Management, diterjemahkan

    oleh Sindoro, Alexander. 1996. Manajemen. (Jakarta: Indeks, Gramedia Grup. 1995), p. 15 32 Kotter, J.P. & Heskett, J.L. Corporate Culture and Performance. (New York: Free Press.

    1992), p.19

  • 33

    organisasi. Outcome-nya, loyalitas tersebut selanjutnya akan menciptakan

    komitmen yang tinggi pada organisasi.33

    Soetjipto (2002) juga menambahkan bahwa individu yang memiliki

    komitmen yang tinggi pada organisasi biasanya rela berkorban, memiliki tekat

    yang kuat dan peduli pada kemajuan organisasi. Hal tersebut tercermin dari

    tindakan individu untuk bekerja sebaik mungkin bagi organisasi. Budaya

    organisasi yang bisa menciptakan good organizational citizens merupakan

    dambaan setiap pemimpin. Apabila perilaku karyawan goes above and

    beyond the call of duty maka bisa dipastikan organisasi bisa membuat

    kompetisi menjadi tidak relevan.34 Artinya, organisasi akan memiliki

    keunggulan kompetitif yang tinggi yang sulit untuk ditiru oleh pesaing.

    Oleh karena itu, budaya organisasi seharusnya tumbuh dan mengakar

    secara kuat dalam setiap organisasi. Budaya organisasi harus selaras dengan

    situasi dan kondisi persaingan di mana organisasi terlibat di dalamnya

    dan/atau mendukung strategi bisnis yang diterapkan organisasi. Selain itu,

    budaya organisasi juga harus memberi perhatian yang penuh, tidak hanya pada

    para pemegang saham dan pelanggan, tetapi juga pada seluruh individu

    organisasi dan masyarakat secara luas. Budaya organisasi modern harus kuat

    tapi terbatas, membedakan asumsi dasar yang dianggap penting (vital bagi

    33 Soetjipto, Budi W. 2002. Menuiai Sukses dalam Kegiatan Usaha. (Usahawan No. 12, Th.

    XXXI, Desember. 2002), pp. 47-50. 34 Averett, Todd. Executive Commentary. Academy of Management Executive, Vol. 17, No. 3.

    2003, pp. 72-73.

  • 34

    kelangsungan hidup organisasi dan keberhasilan) dari segala sesuatu yang lain

    yang hanya dalam tahap relevan saja (diinginkan tetapi tidak wajib).35

    Menurut Vijay Santhe, sebagaimana dikutip oleh Taliziduhu Ndraha,

    budaya adalah: The set of important assumption (often unstated) that

    members of community share in common.36 Dari teori yang dikemukakan

    oleh Vijay Sathe dan Schein di atas, ditemukan kata kunci dari pengertian

    budaya yaitu shared basic assumptions atau menganggap pasti terhadap

    sesuatu. Sathe, dalam Ndraha, lebih lanjut mengemukakan bahwa shared

    basic assumptions meliputi: (1) shared things; (2) shared saying, (3) shared

    doing;dan (4) shared feelings.37 Pada bagian lain, Schein menyebutkan

    bahwa basic assumption dihasilkan melalui : (1) evolve as solution to problem

    is repeated over and over again; (2) hypothesis becomes reality, dan (3) to

    learn something new requires resurrection, reexamination, frame breaking.38

    Taliziduhu Ndraha mengemukakan bahwa asumsi meliputi beliefs

    (keyakinan) dan value (nilai). Beliefs merupakan asumsi dasar tentang dunia

    dan bagaimana dunia berjalan. Belief (keyakinan) merupakan state of mind

    (lukisan pikiran) yang terlepas dari ekspresi material yang diperoleh suatu

    komunitas. Value (nilai) merupakan suatu ukuran normatif yang

    mempengaruhi manusia untuk melaksanakan tindakan yang dihayatinya.39

    35 Schein. Opcit. 36 Ndraha, Taliziduhu. 1997. Budaya Organisasi. (Jakarta : PT Rineka Cipta. 1997), p. 46 37 Ibid. 38 Schein, Opcit. 39 Ndraha. Opcit.

  • 35

    Menurut Vijay Sathe dalam Ndraha bahwa nilai merupakan basic

    assumption about what ideals are desirable or worth striving for.

    Pada tingkat ini organisasi dan anggotanya membutuhkan tuntunan

    strategi (strategies), tujuan (goals) dan filosofi dari pemimpin organisasi

    untuk bertindak dan berperilaku. Sedangkan pada tingkat basic underlying

    assumptions (asumsi dasar) berisi sejumlah keyakinan (beliefs) bahwa para

    anggota organisasi mendapat jaminan (take for granted) bahwa mereka

    diterima baik untuk melakukan sesuatu secara benar dan cara yang tepat.

    Schein (2002) mengemukakan bahwa budaya organisasi dapat dibagi

    ke dalam dua dimensi yaitu:

    1) Dimensi external environments; yang di dalamnya terdapat lima hal esensial yaitu: (a)mission and strategy; (b) goals; (c) means to achieve goals; (d) measurement; dan (e)correction.

    2) Dimensi internal integration yang di dalamnya terdapat enam aspek utama, yaitu : (a)common language; (b) group boundaries for inclusion and exclusion; (c) distributing power and status; (d) developing norms of intimacy, friendship, and love; (e) reward and punishment; dan (f) explaining and explainable : ideology and religion.40

    Pada bagian lain, Edgar Schein mengetengahkan sepuluh karateristik

    budaya organisasi, mencakup: (1) observe behavior: language, customs,

    traditi-ons; (2) groups norms: standards and values; (3) espoused values:

    published, publicly announced values; (4) formal philosophy:

    mission; (5) rules of the game: rules to all in organization; (6) climate:

    climate of group in interaction; (7) embedded skills; (8) habits of thinking,

    40 Schein. Opcit.

  • 36

    acting, paradigms: shared knowledge for socialization; (9) shared meanings

    of the group; dan (10) metaphors or symbols.41

    Luthans mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan norma-

    norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi di mana

    setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar

    diterima oleh lingkungannya.42 Budaya organisasi memiliki karakteristik

    yang penerapan-nya mendukung pencapaian sasaran organisasi. Karakteristik

    ini merupakan ciri utama budaya organisasi yang tidak dapat dipisahkan satu

    sama lainnya, juga berlaku pada semua jenis organisasi baik yang berorientasi

    kepada jasa atau produk.

    Luthans mengetengahkan enam karakteristik penting dari budaya

    organisasi, yaitu: (1) obeserved behavioral regularities; yakni keberaturan

    cara bertindak dari para anggota yang tampak teramati. Ketika anggota

    organisasi berinteraksi dengan anggota lainnya, mereka mungkin

    menggunakan bahasa umum, istilah, atau ritual tertentu; (2) norms; yakni

    berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman

    sejauh mana suatu pekerjaan harus dilakukan; (3) dominant values; yaitu

    adanya nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh seluruh anggota organisasi,

    misalnya tentang kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah atau

    efisiensi yang tinggi; (4) philosophy; yakni adanya kebijakan-kebijakan yang

    berkenaan dengan keyakinan organisasi dalam memper-lakukan pelanggan

    dan karyawan (5) rules; yaitu adanya pedoman yang ketat, dikaitkan dengan 41 Ibid. 42 Luthans, Fred. Organizational Behaviour. (N.Y. : McGraw-Hill. 2002), p. 122

  • 37

    kemajuan organisasi; (6) organization climate; merupakan perasaan

    keseluruhan (an overall feeling) yang tergambarkan dan disampaikan

    melalui kondisi tata ruang, cara berinteraksi para anggota organisasi, dan cara

    anggota organisasi memperlakukan dirinya dan pelanggan atau orang lain.43

    Karakteristik budaya organisasi yang dikemukakan Luthans di atas

    tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya, unsur-unsur

    tersebut men-cerminkan budaya yang berlaku dalam suatu jenis organisasi

    baik yang ber-orientasi pada pelayanan jasa atau organisasi yang

    menghasilkan produk.

    Luthans juga menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menentukan

    kekuatan budaya organisasi adalah sebagai berikut.

    1) Kebersamaan yaitu sejauh mana anggota organisasi mempunyai nilai-nilai

    inti yang dianut secara bersama. Derajat kesamaan dipengaruhi oleh unsur

    orientasi dan imbalan. Orientasi dimaksudkan pembinaan kepada anggota-

    anggota baru khususnya melaui program-program pelatihan, sedangkan

    imbalan dapat berupa kenaikan gaji, jabatan (promosi), hadiah-hadiah dan

    tindakan-tindakan lainnya yang memperkuat nilai-nilai budaya organisasi.

    2) Intensitas merupakan suatu hasil dari struktur imbalan keinginan pegawai

    untuk melaksanakan nilai-nilai budaya dan bekerja semakin meningkat

    apabila mereka diberi imbalan, oleh karena itu pimpinan organisasi perlu

    memperhatikan dan mentaati struktur imbalan yang diberikan kepada

    43 Ibid.

  • 38

    anggota-anggota organisasi guna menanamkan nilai-nilai inti budaya

    organisasi.44

    Budaya organisasi dapat dipandang sebagai sebuah sistem. Mc

    Namara45 mengemukakan bahwa dilihat dari sisi input, budaya organisasi

    mencakup umpan balik (feed back) dari masyarakat, profesi, hukum,

    kompetisi dan sebagainya. Sedangkan dilihat dari proses, budaya organisasi

    mengacu kepada asumsi, nilai dan norma, misalnya nilai tentang : uang,

    waktu, manusia, fasilitas dan ruang. Sementara dilihat dari out put,

    berhubungan dengan pengaruh budaya organisasi terhadap perilaku organisasi,

    teknologi, strategi, image, produk dan sebagainya.

    Jones dan George mengemukakan bahwa Organizational culture is

    the shared set of beliefs, expectations, values, norms, and work routines that

    influence the ways in which individuals, groups, and teams intreract with one

    another and cooperate to achieve organizational goals.46 Budaya organisasi

    adalah himpunan bersama keyakinan, harapan, nilai, norma, dan rutinitas kerja

    yang mempengaruhi cara di mana individu, kelompok, dan tim saling

    berinteraksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan

    organisasi.

    Jones dan George menyebukan faktor-faktor budaya organisasi yang

    terdiri atas (1) personal and professional characteristics of people within the

    44 Ibid, p. 135 45 Carter McNamara. 2002. Organizational Culture The Management Assistance Program for

    Nonprofits. Terdapat pada http:// 46 Jones, Gareth R. & George, Jennifer M. Contemporary Management (Fifth edition). (USA:

    McGRAWhill-International. 2008), p. 105

  • 39

    organization (characteristics of organizational members), (2) organizational

    ethics, (3) the employment relationship, and (4) organizational structure.

    Artinya, budaya organisasi dibentuk oleh elemen-elemen (1) karakteristik

    pribadi dan profesionalitas orang dalam organisasi (karakteristik anggota

    organisasi), (2) etika organisasi, (3) hubungan kerja, dan (4) struktur

    organisasi.47 Ketika para anggota organisasi memiliki komitmen yang kuat

    terhadap keyakinan, harapan, nilai-nilai, norma-norma, dan kebiasaan-

    kebiasaan yang digunakannya dalam mencapai tujuan, maka hal itu akan

    menunjukkan budaya organisasi yang kuat.

    Robbins mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu sistem makna

    bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi

    tersebut dengan organisasi yang lain. (Organizational culture refers to a

    system of shared meaning held by members that distinguishes the organization

    from other organizations).48 Lebih lanjut, Robbins menyatakan bahwa sebuah

    sistem pe-maknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi

    pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan

    seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi ("a system of shared

    meaning held by members that distinguishes the organization from other

    organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set

    of key characteristics that the organization values").49 Budaya organisasi

    memiliki kepribadian yang menunjuk-kan ciri suasana psikologis organisasi,

    47 Ibid, p. 415 48 Robbins, Stephen P. and Timothy, A.Judge. Organizational Behavior (Twelfth Edition). (New

    Jersey: Pearson, Prentice Hall, 2007), p. 248 49 Ibid.

  • 40

    yang memiliki arti penting bagi kehidupan organisasi, kenyamanan,

    kelancaran, dan keefektifan organisasi. Suasana psiko-logis terbangun pola-

    pola kepercayaan, ritual, mitos, serta praktek-praktek yang telah berkembang

    sejak lama, yang pada gilirannya menciptakan pemahaman yang sama di

    antara para anggota organisasi mengenai bagaimana sebenarnya organisasi itu

    dan bagaimana para anggota harus berperilaku. Oleh karena itu, budaya

    organisasi itu berwujud dalam filosofi, ideologi, nilai-nilai, asumsi-asumsi,

    keyakinan, serta sikap dan norma bersama anggota organisasi tersebut dalam

    memandang berbagai realitas, terutama berkaitan dengan permasalahan

    internal maupun eksternal organisasi.

    Robbins memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut.

    (1) Inovasi dan keberanian mengambil risiko (innovation and risk taking),

    adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap

    inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi

    menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan

    membangkitkan ide karyawan;

    (2) Perhatian terhadap detil (Attention to detail), adalah sejauh mana

    organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan,

    analisis danperhatian kepada rincian.

    (3) Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation), adalah sejauh mana

    manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian

    pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.

  • 41

    (4) Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana

    keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-

    orang di dalam organisasi.

    (5) Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja

    diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu

    untuk mendukung kerjasama.

    (6) Agresivitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam

    organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya

    organisasi sebaik-baiknya.

    (7) Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi

    menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan.50

    Konsekuensi budaya tersebut akan mempengaruhi kinerja dan daya

    saing organisasi dalam jangka panjang. Budaya organisasi didefinisikan

    sebagai pola pemecahan masalah eksternal dan internal yang diterapkan secara

    konsisten bagi suatu kelompok, dan oleh karenanya diajarkan kepada anggota-

    anggota baru sebagai cara yang benar dalam memandang, memikirkan, dan

    memecahkan masalah yang dihadapi tersebut.

    Robins kemudian menyimpulkan sebagai berikut.

    - Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu dengan lainnya.

    - Budaya memberikan identitas bagi anggota-anggota organisasi. - Budaya mendorong timbulnya komitmen pada sesuatu yang

    lebih luas daripada kepentingan pribadi seseorang. 50 Ibid, pp. 511-512

  • 42

    - Budaya merupakan perekat sosial di antara sesama anggota organisasi.51

    McShane dan Von Glinow mengemukakan bahwa organizational

    culture is the basic pattern of shared values and assumptions governing the

    way employees within an organization think about and act on problems and

    opportunities.52 McShane dan Von Glinow juga mengatakan, bahwa budaya

    organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja, dan sebaliknya

    bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun. Budaya

    organisasi memiliki tiga fungsi penting yaitu sebagai sistem pengawasan,

    perekat hubungan sosial, dan saling memahami.

    B. Kinerja Pegawai

    Kinerja merupakan suatu konsep umum yang digunakan untuk menge-

    tahui efektivitas pelaksanaan kerja pegawai sehingga dapat diaplikasikan

    dalam beragam setting organisasi. Kata kinerja merupakan terjemahan dari

    kata performance yang berarti: (1) melakukan, menjalankan, dan

    melaksanakan, (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban sebuah nazar, (3)

    melaksanakan dan menyempurnakan tanggungjawab, dan (4) melakukan

    sesuatu yang diharapkan oleh seseorang.53 Dalam kamus Websters, third New

    International disebutkan beberapa pengertian performance di antaranya : the

    act or process of carrying out something; the execution of an action the ability

    51 IIbid. p. 516 52 McShane, Steven L. and Mary Ann Von Glinow. Organizational Behavior, 4thEdition. (New

    York: McGraw Hill Irwin, 2008), p. 460 53 Prawirosentono, Suyadi. Kebijaksanaan Kinerja Karyawan - Kiat Membangun Organisasi

    Kompetitif Menjalang Perdagangan Bebas Dunia. (Yogyakarta: BPFE. 1999) p. 1.

  • 43

    to perform, the capacity to achieve a desired result54, yang berarti aktivitas

    atau proses penyelesaian sesuatu; pelaksanaan kegiatan; kemampuan

    berprestasi; kemampuan untuk mencapai hasil yang telah diharapkan.

    Banyak ahli memberi batasan tentang kinerja sesuai dengan sudut

    pandang masing-masing. Menurut Bernadin dan Rusell bahwa kinerja adalah

    the record outcomer produced on a specified job function or activity during

    specified time period55, yang berarti kinerja adalah catatan yang dihasilkan

    outcomer dari fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu priode

    tertentu. Dengan demikian, kinerja dalam konteks guru adalah seperangkat

    prilaku yang ditunjukan oleh seorang guru pada waktu melaksana-

    kan proses pembelajaran.

    Hoy dan Miskel, yang mengutip pendapat Vroom, menyatakan bahwa

    performance = f (ability x motivation). Dengan kata lain, performance atau

    kinerja ditentukan oleh: (a) kemampuan yang diperoleh dari hasil pendidikan,

    pelatihan, pengalaman, (b) motivasi yang merupakan perhatian khusus dari

    hasrat seorang pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan dengan baik.56 Hal

    senada dikemukakan Sutermesiser bahwa We have recognation that

    employee performance depend on both motivation and ability.57 Tampilan

    atau kinerja seorang pegawai menurut Sutermeister ditentukan oleh dua faktor:

    54 Gove, Philip Babcock and Webster, Merriam. Webster Third New International Dictionary.

    (Springfield, Mass., U.S.A. : Merriam-Webster, [1996], 1993) p. 1678 55 Bernardin, John and Russel, Joyce, E. A. 1998. Human Resource Management an Experiental

    Approach. 2nd edition. (New York: Mc.Graw-Hill Companies Inc. 1998), p. 239 56 Hoy, W.K. & Miskel, C.G. Education Administration: Theory, Research and Practice. (New

    York: Random House, 1978), p. 116 57 Sutermeister, Robert A. People and Productivity. (New York : Mc Graw Hill. Book Company,

    1976), p. 45

  • 44

    (a) faktor kemampuan atau ability; (b) faktor motivasi atau motivation.58

    Faktor ability seorang pegawai sendiri dipengaruhi dua hal, pertama

    pengetahuan pegawai yang diperoleh melalui pendidikan, pengalaman, latihan

    dan interest, kedua keterampil-an atau skill yang dimiliki sebagai aptitude atau

    kecakapan dan personality. Faktor motivasi sendiri menurut Sutermeister

    tumbuh oleh karena pengaruh kebutuhan individu, kondisi fisik pekerjaan dan

    kondisi sosial pekerjaan.

    Selanjutnya, Gibson et.al. mengartikan kinerja sebagai tingkat

    keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai

    tujuan yang telah ditetapkan.59 Menurutnya, kinerja karyawan merupakan

    suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil

    pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada

    periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja

    atau kinerja organisasi. Menurut Gibson, ada 3 faktor yang berpengaruh

    terhadap kinerja, yakni: (1) faktor individu yang terdiri atas: kemampuan,

    ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan

    demografi seseorang; (2) faktor psikologis yang terdiri atas: persepsi, peran,

    sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; serta (3) faktor organisasi

    yang terdiri atas: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepe-mimpinan, sistem

    58 Ibid., p. 11 59 Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. Organisasi, Perilaku,

    Struktur, Proses. (Alih Bahasa Nunuk Adiarni), (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), p. 118

  • 45

    penghargaan (reward system), imbalan, sarana dan prasarana, supervisi, dan

    dukungan atasan.60

    Hasibuan menyebutkan kinerja sebagai prestasi kerja, mengungkapkan

    bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

    melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang disandarkan atas

    kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.61 Menurut Hasibuan,

    peningkatan kinerja karyawan akan terlihat jika technical skill, dan human

    skill karyawan yang semakin baik, maka kualitas dan kuantitas produksi pun

    akan semakin baik. Oleh karena itu, untuk melihat perkembangan dan

    peningkatan kinerja, Hasibuan menegaskan perlunya penilaian kinerja yang

    tujuannya meliputi hal-hal sebagai berikut.

    1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk

    promosi, demosi, pemberhentian, dan penetapan besarnya upah.

    2) Untum mengukur prestasi kerja.

    3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas perusahaan.

    4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan.

    5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan latihan karyawan.

    6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi karyawan.

    7) Untuk mendorong atau membiasakan para atasan untuk mengobservasi

    perilaku bawahan supaya diketahui minat dan kebutuhan bawahannya.

    8) Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan masa lampau dan

    meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.

    9) Sebagai kriteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan. 60 Ibid. 61 Hasibuan, Melayu SP. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), p. 94

  • 46

    10) Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan

    karyawan.

    11) Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian

    pekerjaan.62

    Mangkunegara mengatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja

    secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam

    melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan

    kepadanya.63 Menurut Mangkunegara, terdapat aspek-aspek standar pekerjaan

    yang terdiri dari aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.

    Aspek kuantitatif yaitu :

    1) proses kerja dan kondisi pekerjaan, 2) waktu yang dipergunakan atau lamanya melaksanakan pekerjaan, 3) jumlah kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan, dan 4) jumlah dan jenis pemberian pelayanan dalam bekerja Aspek kualitatif yaitu :

    1) ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan, 2) tingkat kemampuan dalam bekerja, 3) kemampuan menganalisis data/informasi, kemampuan/kegagalan

    menggunakan mesin/peralatan, dan

    4) kemampuan mengevaluasi (keluhan atau keberatan konsumen atau masyarakat).64

    Kebutuhan individu pegawai menjadi motivasi utama karena hal ini

    terkait dengan pemenuhan kebutuhan psikologis, kebutuhan sosial dan juga

    kebutuhan egois (egoistical needs) pegawai sendiri. Kondisi fisik pekerjaan

    dapat menjadi motivasi kuat bagi pegawai karena terkait lingkungan tempat

    62 Ibid, p. 89 63 Mangkunegara, Anwar Prabu. Evaluasi Kinerja SDM. (Jakarta:Tiga Serangkai, 2005), p. 67 64 Ibid, p.71

  • 47

    pegawai bekerja dan ini meliputi; tingkat kebisingan, pencahayaan, ventilasi,

    kondisi ekonomi secara umum, dan situasi personal si pegawai yang

    bersangkutan. Kondisi sosial pekerja-an ditempatkan pada motivasi tinggi

    karena terkait: (a) organisasi formal; (b) organisasi informal, dan; (c)

    kepemimpinan atau supervisor.

    Menurut hasil penelitian McClelland dalam McShane, Von Glinow

    dan Mary Ann terdapat tiga kebutuhan yang mendorong motivasi, yaitu: Need

    for achievement, need for affiliation, dan need for power. Kebutuhan untuk

    berprestasi, kebutuhan diterima oleh kelompoknya, dan kebutuhan untuk

    menduduki jabatan dapat mendorong orang memiliki motivasi tinggi dalam

    melaksanakan pekerjaan. Bila kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi

    akan berakibat meningkatkan kinerja.65

    Kinerja menurut Wirawan, adalah keluaran yang dihasilkan oleh

    fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam

    waktu tertentu.66 Menurut Wirawan secara umum dimensi kinerja dapat

    dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat

    pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan.67

    1. Hasil Kerja

    Hasil kerja merupakan keluaran kerja dalam bentuk barang dan

    jasa yang dapat dihitung dan diukur kuantitas dan kualitasnya. Pengukuran

    65 McShane, Steven L. & Von Glinow, Mary Ann. Op.Cit. pp. 140-141 66 Wirawan. Op.Cit. p. 5 67 Ibid. pp. 54-55

  • 48

    kinerja melalui hasil kerja pekerja sejalan dengan pendapat Peter Drucker

    melalui teori Management by Objectives (MBO). Seorang pekerja dinilai

    melalui hasil kerjanya baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

    Misalnya kuantitas hasil kerja seorang pegawai teller bank diukur seberapa

    banyak nasabah yang dilayaninya. Kualitas hasil kerjanya diukur seberapa

    tepat teller tersebut memenuhi standar layanan nasabah atau seberapa puas

    nasabah yang dilayaninya. Kuantitas hasil kerja seorang pekerja pabrik

    rokok diukur sebarapa banyak batang rokok yang berhasil dilinting setiap

    hari. Kualitas hasil kerjanya seberapa baik hasil lintingan rokok memenuhi

    standar produksi atau tidak.

    2. Perilaku kerja

    Ketika berada di tempat kerja karyawan memiliki dua perilaku, yaitu

    perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi merupakan perilaku

    yang tidak berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: cara berjalan, cara

    berbicara, dan sebagainya. Perilaku kerja merupakan perilaku pekerja yang

    berhubungan dengan pekerjaan, misalnya: kerja keras, ramah, disiplin, dan

    sebagainya. Perilaku kerja dicantumkan dalam standar kinerja, prosedur

    kerja, kode etik, dan peraturan organisasi. Perilaku kerja dapat

    dikelompokkan menjadi perilaku kerja umum dan khusus. Perilaku kerja

    umum merupakan perilaku yang diperlukan semua jenis pekerjaan,

    misalnya: loyal pada organisasi, disiplin, dan bekerja keras. Perilaku kerja

    khusus diperlukan untuk pekerjaan tertentu, misalnya: Satpam tegas dan

    tidak banyak bicara, penjual jasa dituntut ramah dan selalu ceria ketika

  • 49

    melayani pelanggan. Sistem evaluasi kinerja yang menggunakan

    pendekatan perilaku kerja di antaranya model Behaviorally Anchor Rating

    Scale (BARS), Behavior Observation Scale (BOS), dan Behavior

    Expectation Scale (BES).

    3. Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan

    Seseorang memiliki banyak sifat pribadi yang dibawa sejak lahir dan

    diperoleh ketika dewasa dari pengalaman dalam pekerjaan. Sifat pribadi

    yang dinilai hanyalah sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan,

    misalnya: penampilan, sikap terhadap pekerjaan, jujur, cerdas, dan

    sebagainya. Misalnya, seorang pramusaji di restoran dituntut untuk

    memiliki sifat pribadi bersih, wangi, ramah, pandai bergaul, dan periang.

    Penyusunan evaluasi menggunakan sifat pribadi mudah dan universal,

    karena hanya menentukan indikator sifat pribadi dan deskripsi level

    kinerja dalam bentuk kata sifat dan angka.

    Kinerja pekerja merupakan kombinasi dari hasil kerja, perilaku kerja,

    dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Hasil kerja harus

    dicapai dengan berperilaku tertentu sesuai standar dan tidak boleh sekehendak

    hati pekerja. Demikian juga untuk mencapai hasil tertentu diperlukan sifat

    pribadi tertentu. Kombinasi ketiga dimensi kinerja bila dinyatakan dalam

    persentase untuk jenis pekerjaan yang satu berbeda dengan jenis pekerjaan

    yang lain. Misalnya untuk pekerja pabrik rokok persentase hasil kerja 80%,

    perilaku kerja 15%, dan sifat pribadi yang berhubungan pekerjaan 5%. Kinerja

    manajer sumber daya manusia mungkin untuk hasil kerja 15%, perilaku kerja

  • 50

    60%, dan sifat pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan 25%. Ada juga

    yang mengkombinasikan antara hasil kerja dengan perilaku kerja, karena sifat

    pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan dimasukkan ke dalam dimensi

    perilaku kerja.

    C. Penilaian Kinerja

    Kegiatan yang paling lazim dinilai dalam suatu organisasi adalah

    kinerja pegawai, yakni bagaimana ia melakukan segala sesuatu yang

    berhubungan dengan suatu pekerjaan, jabatan, atau peranan dalam organisasi.

    Dalam konteks vitalitas kerja, maka memberdayakan pegawai menjadi sesuatu

    yang penting. Pegawai yang berharga bagi perusahaan adalah karyawan yang

    menciptakan prestasi yang berharga dengan cara yang efisien.

    Menurut Werther dan Davis, pengukuran kinerja dapat dilakukan

    dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut

    harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan

    hal-hal yang memang menentukan kinerja.68 Pengukuran kinerja juga berarti

    membandingkan antara standar yang telah ditetapkan dengan kinerja

    sebenarnya yang terjadi.

    Pengukuran kinerja dapat bersifat subjektif atau objektif. Objektif

    berarti pengukuran kinerja dapat juga diterima, diukur oleh pihak lain selain

    yang melakukan penilaian dan bersifat kuantitatif. Sedangkan pengukuran

    yang bersifat subjektif berarti pengukuran yang berdasarkan pendapat pribadi 68 Werther, WB dan Davis, K, Human Resources and Personel Management, (McGraw Hill Inc,

    New York. 1996), p. 346

  • 51

    atau standar pribadi orang yang melakukan penilaian dan sulit untuk

    diverifikasi oleh orang lain.

    Fokus pengukuran kinerja sektor publik justru terletak pada outcome

    dan bukan sekedar input dan proses. Outcome yang dimaksudkan adalah

    outcome yang dihasilkan oleh individu ataupun organisasi secara keseluruhan,

    outcome harus mampu memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat menjadi

    tolok ukur keberhasilan organisasi sektor publik.

    Castetter memberikan definisi penilaian kinerja, sebagai suatu proses

    penetapan kinerja individu pada masa lalu atau saat ini dibandingkan dengan

    latar belakang lingkungan kerjanya serta mengenai potensi masa depan bagi

    organisasi.69 Penilaian kinerja harus dapat diarahkan pada tingkat pencapaian

    produktivitas pegawai, yaitu seberapa produktif seorang pegawai berkinerja,

    sama atau lebih efektif pada masa akan datang, sehingga karyawan, organisasi

    dan masyarakat memperoleh manfaat.

    Tujuan penilaian kinerja pada dasarnya untuk mendapatkan informasi

    tentang apa yang dikerjakan pekerja dalam kurun waktu tertentu sesuai standar

    kerja yang telah ditentukan, dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk

    proses perbaikan di masa yang akan datang.

    Castetter mengelompokkan tujuan penilaian kinerja dalam lima

    kategori: a) to determine personal employment status; b) to implement

    personal actions; c) to improve individual performance; d) to achieve

    69 Castetter, William B. The Human Resources Function in Educational Administration. (New

    Jersey: Prentice Hall, 1996), p. 270

  • 52

    organizational goals, and e) to translate the authority system into controls

    that regulate performance.70

    Setiap organisasi memiliki sistem pengukuran kinerjanya sendiri-

    sendiri dan dimensi-dimensi yang dijadikan ukuran, yaitu job specification

    and job description. T.R Mitchell menguraikan dalam lima dimensi kinerja

    yang dapat diukur, yaitu (1) quality of work, (2) promptness, (3) initiative, (4)

    capability, (5) communication.71 Sedangkan Gibson mengemukakan empat

    dimensi: (1) performance, (2) conformance, (3) dependability, (4) personal

    adjustment.72 Hasibuan memberi dimensi yang lebih banyak dibanding kedua

    pakar di atas, sebelas dimensi, yakni (1) kesetiaan, (2) prestasi, (3) kejujuran,

    (4) kedisiplinan, (5) kreativitas, (6) kerjasama, (7) kepemimpinan, (8)

    kepribadian, (9) prakarsa, (10) kecakapan, (11) tanggung jawab.73

    70 Ibid, p. 277 71 Mitchell, T. R. People In Organization; Under Standing Their Behaviors. (New York : Mc Grow-

    Hill. 1978) p. 343 72 Gibson. Op.Cit., p. 120 73 Hasibuan. Op.Cit., p. 106

  • 53

    BAB III

    OBJEK PENELITIAN

    A. Deskripsi Latar Penelitian

    Kecamatan merupakan perangkat daerah sebagai pelaksana teknis

    kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh

    Camat. Camat berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati

    melalui Sekretaris Daerah.

    Kecamatan 554587895522154854 memiliki luas daerah 105,20 km2

    dengan jumlah penduduk 64.654 jiwa. Kecamatan 554587895522154854

    memiliki 12 desa, 64 Rukun Warga (RW), serta 282 Rukun Tetangga (RT).

    Kantor Kecamatan 554587895522154854 terletak di Jl. R.A.N KM.14

    554587895522154854 Telp. (0263)284993, 223145655225 43292.

    Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan

    yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi

    daerah dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan, meliputi

    pemberdayaan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum, penerapan dan

    penegakan peraturan perundangan-undangan, pemeliharaan prasarana dan

    fasilitas pelayanan umum pemerintahan di tingkat kecamatan, pemerintahan

    desa dan atau kelurahan, dan pelayanan masyarakat sesuai dengan ketentuan

    dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dalam melaksanakan tugas, Kecamatan menyelenggarakan fungsi :

  • 54

    1. Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;

    2. Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban

    umum;

    3. Pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan perundang-

    undangan;

    4. Pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

    5. Pengkoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat

    kecamatan;

    6. Pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan;

    7. Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya

    dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan desa atau

    kelurahan.

    Adapun struktur organisasi Kecamatan 554587895522154854 adalah

    sebagai berikut.

  • 55

    B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

    Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna

    variabel yang sedang diteliti. Singarimbun (2003:46-47) memberikan

    pengertian tentang definisi operasional sebagai unsur penelitian yang

    memberitahukan bagaimana cara mengukur suatu variabel. Definisi

    operasional dapat juga dikatakan sebagai informasi ilmiah yang sangat

    membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama. Dengan

    demikian, definisi operasional dalam sebuah penelitian harus dapat diukur dan

    spesifik serta dapat dipahami oleh orang lain.

    Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan, variabel penelitian

    ini dapat didefinisikan sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

  • 56

    Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel Penelitian

    Variabel Dimensi Indikator Item Skala

    Toleransi terhadap tindakan beresiko

    1. Perusahaan memberikan keleluasaan kepada pegawai dalam melakukan inovasi.

    1, 2 Ordinal

    Arah 2. Perusahaan memberikan arah yang jelas tentang sasaran dan harapan berkaitan dengan prestasi.

    3, 4 Ordinal

    Integrasi 3. Unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi

    5 Ordinal

    Dukungan dari manajemen

    4. Para manajer memberi komunikasi yang jelas, bantuan, serta dukungan terhadap bawahan mereka.

    6, 7 Ordinal

    Toleransi terhadap konflik

    5. Para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik terbuka

    8, 9 Ordinal

    Budaya Organisasi (X) (Gordon, terjemahan Pasolong, 2003:480)

    Robbins (1994)

    Pola-pola komunikasi

    6. Komunikasi organisasi dibatasi oleh hierarki kewenangan yang formal

    10 Ordinal

    1. Proses kerja dapat menghemat anggaran.

    11 Ordinal Hasil Kerja

    2. Sasaran kerja dapat tercapai dengan baik.

    12, 13 Ordinal

    3. Pegawai mampu memanfaatkan fungsinya dalam mencapai tujuan perusahaan.

    14, 15 Ordinal

    Kinerja Pegawai (Y) (Wirawan, 2007:27)

    Perilaku Kerja

    4. Pegawai konsisten menjalankan fungsinya

    16 Ordinal

  • 57

    Variabel Dimensi Indikator Item Skala

    sesuai dengan job deskripsi yang digariskan.

    5. Pegawai mematuhi aturan yang ditetapkan perusahaan

    17, 18 Ordinal Sifat Pribadi

    6. Pegawai memiliki insiatif dalam menentukan pencapaian target pekerjaan sebelum deadline

    19, 20 Ordinal

    (Sumber: Data diolah oleh Penulis dari berbagai Sumber)

    C. Populasi dan Sampel Penelitian

    1. Populasi Penelitian

    Sumber data mengacu kepada populasi penelitian serta penentuan

    sampel yang digunakan dalam penelitian. Populasi menurut Husaeni (2008:

    41) adalah semua nilai baik melalui perhitungan kuantitatif maupun kualitatif,

    dari karakteristik tertentu mengenai objek yang lengkap dan jelas. Ditinjau

    dari banyaknya anggota populasi, maka populasi terdiri dari populasi terbatas

    (terhingga) dan populasi tak terbatas (tak terhingga), dan dilihat dari sifatnya

    populasi dapat bersifat homogen dan heterogen. Menurut Sugiyono (2004:4)

    populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang

    mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu y