pengaruh bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak selama menjalani rawat inap di rsup dr....

80
PENGARUH BERMAIN SIMBOLIK TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK SELAMA MENJALANI RAWAT INAP DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan Universitas Gadjah Mada Disusun oleh: Yuniarti Harsono 02/155443/KU/10416 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2006

Upload: reffimel

Post on 28-Jul-2015

1.944 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

PENGARUH BERMAIN SIMBOLIK

TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK SELAMA MENJALANI

RAWAT INAP DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Skripsi

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan

Universitas Gadjah Mada

Disusun oleh:

Yuniarti Harsono 02/155443/KU/10416

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2006

Page 2: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta
Page 3: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya Tulis ini Penulis persembahkan:

1. Sebagai bentuk kesungguhan menetapi jalan-Mu, semoga dapat menjadi amal

untuk bekal hari kelak.

2. Kepada Ibu dan Bapak, terimakasih atas kasih sayang, do’a dan segala pengorbanan

selama ini, semoga karya tulis ini bisa menjadi hadiah kecil, penghibur hati.

3. Untuk Adek-adek yang masih di bangku sekolah, gantungkan cita-cita setinggi

bintang di langit.

4. Bagi Keluarga dan kerabatku, terimakasih semua

5. Untuk Mas Jenggot dari Bantul dan De Jenggot Teknik SIPIL, terimakasih atas

semuanya.

6. Untuk Sahabat-sahabatku, yang selalu menemani dalam suka dan duka

iii

Page 4: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... iii

KATA PENGANTAR .......................................................................... iv

DAFTAR ISI.......................................................................................... vi

DAFTAR TABEL…………………………………………………….. viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... ix

INTISARI……………………………………………………………... x

ABSTRACT ........................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………….. 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………. 5

C. Tujuan Penelitian………………………………………………… 6

D. Manfaat Penelitian………………………………………………. 6

E. Keaslian Penelitian………………………………………………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

A. Bermain…………………………………………………………… 10

B. Hospitalisasi……………………………………………………… 16

C. Kooperatif……………………………………………………….. 23

D. Usia Kanak-kanak Awal…………………………………………. 25

vi

Page 5: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

E. Landasan Teori…………………………………………………… 29

F. Kerangka Konsep……………………………………………….. 31

G. Hipotesis………………………………………………………… 31

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian…………………………………………… 32

B. Populasi dan Sampel…..………………………………………… 32

C. Variabel Penelitian………………………………………………. 33

D. Definisi Operasional…………………………………………….. 33

E. Alat Ukur………………………………………………………… 34

F. Jalannya Penelitian ……….……………………………………... 36

G. Analisis Data………..…………………………………………… 39

H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian.……………………………. 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil………………………………...……………………………. 44

B. Pembahasan………………………………………………………. 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan………………………………………………………. 57

B. Saran ……………………………………………………………... 57

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii

Page 6: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

viii

Page 7: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

PENGARUH BERMAIN SIMBOLIK TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK SELAMA MENJALANI RAWAT INAP DI RSUP DR. SARDJITO

YOGYAKARTA

Yuniarti Harsono,1 Lely Lusmilasari,2 Sri Hartini2

Intisari

Latar Belakang. Sakit merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak, apalagi bila anak harus dirawat di rumah sakit. Dalam keadaan demikian sikap yang biasa muncul adalah sikap regresif, agresif, dan menarik diri (withdrawl) sehingga membuat anak menjadi tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Tujuan. Mengetahui pengaruh bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak yang menjalani rawat inap di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Metode. Penelitian quasi eksperimen (pre dan post design). Sampel adalah 23 pasien anak yang sedang dirawat di IRNA I Ruang Cendana 4 (D2) RSUP DR. Sardjito Yogyakarta, selama periode Desember 2005-Maret 2006. Sampel diambil dengan teknik aksidental sampel. Analisa statistik menggunakan paired t-test. Hasil. Ada pengaruh secara bermakna bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak (p=0,047). Kesimpulan. Bermain simbolik (bermain terapeutik) berpengaruh secara bermakna terhadap perilaku kooperatif anak selama menjalani perawatan di rumah sakit. Kata Kunci: Bermain simbolik, perilaku kooperatif anak. 1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada 2. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada

x

Page 8: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

THE INFLUENCE OF SIMBOLIC PLAY TO CHILDREN COOPERATIVE BEHAVIOUR DURING HOSPITALIZATION AT DR.

SARDJITO HOSPITAL YOGYAKARTA

Yuniarti Harsono1, Lely Lusmilasari2, Sri Hartini2

Abstract Background: Ill represents the inconvenience experience for children, and surely, when children have to be taken care in hospital. In this condition, the most common responses are regression, aggression and withdrawl, so that children become incooperative to health worker. Objective: To know the influence of symbolic play to children cooperative behaviour during hospitalization in Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta. Method: Research of Quasi experiment (pre and post) design. Sample was 23 children patient which being taken care at Inpatient Installation I Cendana Room 4 (D2) of Dr. Sardjito Hospital Yogyakarta from Descember 2005-March 2006. Sample had been taken with accidental sampling technique. Statistical analysis used the paired t-test. Result: There was significant influence of symbolic play to children behaviour (p=0,047). Conclusion: There had been significant influence of symbolic play (therapeutic play) to children cooperative behaviour during hospitalization. Keyword: playing at symbolic, behaviour of child cooperative. 1. Student of Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University. 2. Nursing Education Program, Faculty of Medicine, Gadjah Mada University.

Page 9: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

1

BAB I

A. Latar Belakang

Bermain adalah bagian dari dunia anak-anak dan penting bagi

perkembangan kesehatannya. Selama bermain anak belajar tentang diri mereka

sendiri, tentang dunianya dan mencoba pengalaman baru serta melakukan

keterampilan baru. Bagi anak-anak mengekspresikan perasaannya melalui

bermain lebih mudah dan lebih nyaman daripada menyampaikan dengan kata-

kata.

Pada kenyataanya, tidak semua anak dapat melalui masa kanak-kanaknya

dengan mulus, ada sebagian yang dalam proses tumbuh kembangnya mengalami

gangguan kesehatan sehingga mengharuskan anak untuk dirawat di rumah sakit

atau menjalani hospitalisasi. Bagi anak, sakit sudah merupakan pengalaman yang

tidak menyenangkan apalagi bila anak ternyata harus dirawat di rumah sakit.

Bagi anak yang menjalani hospitalisasi akan muncul tantangan yang harus

dihadapi: mengatasi sebuah perpisahan, penyesuaian diri kepada suatu lingkungan

yang baru baginya, penyesuaian dengan banyak orang yang mengurusinya,

kerapkali berhubungan dan bergaul dengan anak-anak yang sakit lainnya serta

pengalaman menjalani terapi yang menyakitkan. Oleh karena itu wajar apabila

muncul dampak psikologis pada anak yang mengalami hospitalisasi. Semakin

muda usia anak dan semakin lama anak mengalami hospitalisasi dampak

psikologis yang dirasakan semakin besar (Simbolon, 1999).

Dampak psikologis yang terjadi salah satunya adalah peningkatan

kecemasan yang berhubungan erat dengan perpisahan dengan orang tua dan akibat

Page 10: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

2

pemindahan dari lingkungan yang sudah akrab dan sesuai dengannya. Dalam

keadaan demikian, sikap regresif, agresif dan withdrawl hampir merupakan

fenomena yang umum terjadi pada anak-anak. Sesuai pendapat Freud (1972; cit

Simbolon, 1999), sikap regresi merupakan fenomena yang umum terjadi pada

anak–anak yang menjalani rawat inap. Untuk kasus yang lebih ringan sikap

regresi tersebut muncul dalam bentuk menangis, “nglendot” pada ibu dan

mengisap jari serta pada yang agak lebih berat anak bisa menolak makan.

Kemungkinan lain adalah terjadinya ketergantungan seperti keinginan untuk terus

diperhatikan dan tidak dapat tidur, yang dapat merupakan masalah (Simbolon,

1999)

Dengan membuat anak selalu dalam keadaan pasif maka rumah sakit yang

hanya memberikan pelayanan kesehatan tanpa pendekatan psikologis khususnya

perawat akan membuat mereka lebih infantil (Simbolon, 1999).

Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan

seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan

lainnya, selain itu juga dapat membuat anak kooperatif dengan petugas kesehatan

selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui permainan.

Permainan terapeutik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi anak

merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh

kembang anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan

perasaan dan pikiran anak, mengalihkan perasaan nyeri, dan relaksasi. Dari

berbagai macam jenis permainan banyak pakar permainan melihat tahun–tahun

prasekolah sebagai “usia emas” permainan simbolis atau pura–pura yang bersifat

Page 11: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

3

dramatis atau sosiodramatis (Bergin et al, 1988; Cit Santrock, 2002). Anak usia

sembilan bulan hingga 30 bulan meningkatkan penggunaan benda-benda di dalam

permainan simbolis mereka. Melalui permainan pura-pura atau simbolis, anak

dapat mengekspresikan perasaan dan menstimulus perilaku kooperatif secara

spontan dari perintah dan aturan dalam permainan.

Menurut Supartini (2004) aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada

anak di rumah sakit akan memberikan beberapa keuntungan yaitu meningkatkan

hubungan antara klien (anak dan keluarga) dengan perawat, aktivitas bermain

yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak, selain dapat

memberikan rasa senang pada anak, juga akan membantu anak mengekspresikan

perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, serta nyeri. Keuntungan yang

diperoleh dari permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan

anak untuk mempunyai perilaku positif, serta menurunkan ketegangan pada anak

dan keluarganya pada permainan yang memberi kesempatan pada beberapa anak

untuk berkompetisi secara sehat.

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. Sardjito menyediakan pelayanan

rawat inap bagi pasien bedah anak-anak ditempatkan tersendiri, menjadi bagian

bangsal bedah pasien dewasa. Berdasarkan studi pendahuluan di ruangan Cendana

4, Bangsal Bedah Anak (D2) RSUP DR. Sardjito pada bulan September 2005

melalui metode wawancara kepada perawat yang sedang bertugas dan observasi

pasien didapatkan data bahwa di bangsal bedah anak belum disediakan ruang

khusus bermain meskipun memiliki alat mainan yang dapat dipinjamkan atau

digunakan anak untuk bermain. Di bangsal ini bermain yang menjadi kebutuhan

Page 12: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

4

alami bagi pasien anak, perawat di sana diakui belum menjadi fokus utama

perhatian, oleh karena terbatasnya tenaga perawat. Orang tua dipersilakan untuk

mengajak putra atau putrinya yang sedang dirawat untuk bermain. Perawat

mengijinkan anak bermain asalkan tidak membahayakannya serta meminta orang

tua menemani pada saat anak bermain. Memang selama ini terapi

bermain/permainan terapeutik yang ditujukan untuk anak terkadang dilakukan

pada pasien anak oleh mahasiswa keperawatan tahap profesi yang sedang

menjalani stase Bedah di bangsal rawat inap Bedah Anak.

Pada bulan Maret hingga Mei 2005 saja tercatat anak-anak di ruang

Cendana 4(D2/bangsal bedah anak) rata-rata menjalani perawatan selama delapan

hingga sembilan hari. Dengan lama perawatan terpendek sekitar empat hari dan

yang terlama telah menjalani rawat inap selama dua bulan. Perbandingan jumlah

usia anak dalam rentang yang dirawat antara usia todler (1-3 tahun), prasekolah

(3-5 tahun) dan sekolah (6-12 tahun) adalah 2:1:1. Dengan diagnosa medis utama

antara lain Hipospadia, Intracanial Injury, Artificial opening status, Cleft palate

with cleft lip, Inguinal hernia dan sebagainya. Studi pendahuluan selanjutnya

diperoleh keterangan dari hasil wawancara dengan perawat di bangsal D2 bahwa

kondisi yang ditemui di bangsal D2 adalah pada anak yang pertama kali

mengalami rawat inap, anak menunjukkan persoalan dalam perilaku yang

ditunjukkan dengan menggelayut/”nglendot” pada orang tuanya terus-menerus,

menangis ketika akan dilakukan tindakan medis atau tindakan perawatan, anak

tidak menjawab pertanyaan perawat atau orang baru yang ditemuinya, anak

terlihat takut pada perawat yang datang oleh karena trauma dengan tindakan

Page 13: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

5

invasif yang dilakukan pada hari sebelumnya. Sehingga membuat perawat cukup

kesulitan dalam melakukan tindakan pada anak. Dengan memilih permainan

simbolik untuk klien anak diharapkan dapat mengekspresikan perasaan dan

menstimulus perilaku kooperatif secara spontan melalui praktek dalam permainan,

termasuk praktek perilaku kooperatif pada saat pura-pura berperan menjadi

petugas kesehatan seperti dokter, perawat atau tenaga kesehatan lain atau pura-

pura menjalani prosedur perawatan atau pengobatan.

Berdasarkan uraian di atas yaitu kondisi anak yang baru pertama kali

dirawat inap di ruang Cendana 4, RSUP Dr. Sardjito dengan hari perawatan yang

cukup lama, mengalami banyak tindakan medis baik yang invasif maupun yang

tidak, sedangkan upaya mengatasi gangguan perilaku akibat hospitalisasi dengan

metode permainan belum dilakukan secara optimal, yang pada akhirnya bisa jadi

mempengaruhi kerjasama anak pada waktu akan, atau sedang dilakukan tindakan

medis atau keperawatan, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh bermain

simbolis terhadap perilaku kooperatif anak yang dirawat di RSUP DR. Sardjito

pada saat sebelum dan setelah melakukan aktifitas bermain yang dituangkan

dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Pengaruh Bermain Simbolik terhadap

Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Perawatan Di RSUP DR. Sardjito.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disusun, maka perumusan

masalah yang dapat ditarik yaitu: Adakah pengaruh bermain simbolik terhadap

perilaku kooperatif anak yang sedang dirawat inap setelah melakukan aktifitas

bermain.

Page 14: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

6

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah disusun di atas, penelitian

ini dilakukan dengan tujuan:

Mengetahui pengaruh bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak

yang menjalani rawat inap di RSUP DR. Sardjito.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat memberikan

manfaat yaitu:

1. Bagi profesi keperawatan

Memberi masukan bagi peningkatan dan pengembangan asuhan keperawatan

khususnya bidang kerperawatan anak, dalam hal membantu anak mengatasi

stres psikologi maupun gangguan perilaku akibat hospitalisasi.

2. Bagi institusi rumah sakit

a. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang pengaruh bermain terhadap

kemampuan kooperasi anak dalam perawatan sehingga tujuan yang

diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan bisa berhasil dengan

memuaskan.

b. Menjadi rekomendasi bagi institusi untuk mengembangkan program

bermain bagi klien anak dan meningkatkan fasilitas bermain, sesuai

perkembangan dan kemampuan anak selama perawatan.

Page 15: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

7

3. Bagi Klien dan Keluarga

a. Membantu anak mengatasi stres psikologi maupun gangguan perilaku

akibat hospitalisasi sehingga anak dapat lebih menerima tindakan medis

dan kooperatif dalam melalui masa perawatan.

b. Menambah pengetahuan keluarga tentang pentingnya bermain untuk

menjalin komunikasi dengan anak sehingga dapat mengurangi dampak

psikologis hospitalisasi.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan baik materi maupun metode dalam penelitian tentang

pengaruh bermain pada anak yang dirawat di rumah sakit.

E. Keaslian Penelitian

Adapun penelitian yang sudah pernah dilakukan yaitu:

1. Nursanti (2000), melakukan penelitian dengan judul Peran keluarga terhadap

pelaksanaan terapi bermain pada anak prasekolah di IRNA II RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta. Dengan metode penelitian analitik kuantitatif. Hasilnya

Pengetahuan keluarga terhadap pelaksanaan terapi bermain sudah baik dan

peran keluarga dalam pelaksanaan terapi bermain sudah cukup baik.

Perbedaan terletak pada variabel yang diteliti yaitu variabel peran keluarga.

2. Penelitian Herliana (2001), dengan judul penelitiannya Pengaruh Terapi

Bermain terhadap Tingkat Kooperatif Selama Menjalani Perawatan pada Usia

Prasekolah di IRNA II (Bangsal Perawatan Anak) RS. Dr. Sardjito

Yogyakarta. Menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif, hasil yang

diperoleh terapi bermain memberi pengaruh terhadap tingkat kooperasi anak

Page 16: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

8

dimana meningkat setelah diberi terapi. Perbedaan dengan penelitian yang

akan dilakukan adalah pada karakteristik sampel yang diambil.

3. Sedangkan Simanjuntak (2005), meneliti tentang Peran Perawat dalam

pelaksanaan terapi bermain pada anak prasekolah di ruang rawat inap Instalasi

Kesehatan Anak RS. Dr. Sardjito. Menggunakan pendekatan Analitik

kuantitatif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada

variabel yang diteliti yaitu peran perawat .

4. Zahr (1998), dalam penelitiannya yang berjudul Bermain terapeutik bagi anak-

anak yang menjalani Hospitalisasi di Lebanon memberikan gambaran bahwa

bermain terapeutik telah terpercaya dalam mengurangi respon stres terhadap

hospitalisasi dan pembedahan pada anak-anak di Lebanon. Anak-anak yang

memperoleh intervensi bermain terapeutik menunjukkan penurunan

kecemasan dan lebih kooperatif serta mengalami penurunan tekanan darah dan

nadi selama prosedur injeksi dibanding anak-anak yang tidak memperoleh

intervensi bermain terapeutik. Metode penelitian yang digunakan adalah

Analitik kuantitatif dengan menggunakan quasi experiment design. Penelitian

tidak hanya meneliti pengaruh bermain secara psikologis namun juga secara

fisiologis.

5. Suprapto (2002), dengan hasil penelitiannya tentang terapi permainan kreatif

dengan mewarnai gambar yang dapat digunakan sebagai metoda penyuluhan

kesehatan untuk merubah perilaku anak (makan, penerimaan tindakan medis,

dan komunikasi) selama dirawat di rumah sakit. Dengan judul penelitiannya

Mewarnai Gambar Sebagai Metoda Penyuluhan untuk Anak: Studi

Page 17: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

9

pendahuluan pada program pemulihan anak sakit IRNA Anak RSUD Dr.

Soetomo Surabaya. Menggunakan metode studi eksperimental (pre-post

design). Jenis permainan dalam penelitian ini yaitu metode mewarnai buku

gambar merupakan hal yang membedakan dengan penelitian yang akan

dilakukan.

Sedangkan judul penelitian ini adalah Pengaruh Bermain terhadap Perilaku

Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Dilaksanakan tahun 2005 hingga 2006. Metode yang digunakan adalah analitik

kuantitatif dengan rancangan pre-post design. Subyek penelitian ini adalah pasien

rawat inap, dengan teknik accidental sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar observasi.

Page 18: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bermain

1. Pengertian

a. Bermain (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga

arti utamanya mungkin hilang, maksudnya adalah setiap kegiatan yang

dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa

mempertimbangkan hasil akhir (Hurlock, 1994).

b. Bermain adalah cara individu untuk menyelesaikan konflik dirinya.

Bermain secara alamiah berarti usaha untuk mengadaptasi suatu

pengalaman baru baginya yang menimbulkan stress (Wong, 1996).

c. Supartini (2004) menyebutkan bahwa bermain merupakan media yang

baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata

(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,

melakukan apa yang dapat dilakukannya, mengenal waktu, jarak serta

suara.

2. Fungsi Bermain

a. Perkembangan sensori motorik

Aktivitas sensori motorik merupakan komponen utama bermain pada

semua tingkat usia anak. Bermain aktif menjadi hal yang penting dalam

perkembangan sistem otot dan saraf yang bermanfaat dalam melepaskan

kelebihan energi.

Page 19: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

11

b. Perkembangan kognitif/intelektual

Anak dapat mengeksplorasi dan memanipulasi ukuran, bentuk, tekstur dan

warna. Mengenali angka, hubungan yang renggang dan konsep yang

abstrak. Bermain memberi kesempatan untuk menghilangkan pengalaman

masa lalu untuk memasukkan kedalam persepsi dan persahabatan yang

baru. Bermain membantu anak untuk mengintegrasikan dunia dimana

mereka tinggal, untuk membedakan antara realitas dan fantasi

c. Perkembangan moral dan sosial anak

Dalam bermain anak belajar memberi dan menerima. Anak belajar

membedakan gender, pola perilaku dan tindakan yang disetujui dan

diharapkan masyarakat darinya. Perkembangan nilai moral dan etik sangat

berkaitan dengan sosialisasi. Anak belajar membedakan yang benar dari

yang salah, norma masyarakat dan memahami tanggung jawab dari

tindakannya.

d. Meningkatkan kreativitas

Bermain memberi kesempatan pada anak untuk mengeluarkan ide dan

minat kreasi, mengijinkan mereka untuk berfantasi dan berimajinasi serta

memberi kesempatan untuk mengembangkan bakat dan minat. Sekali anak

merasa puas ketika berhasil melakukan sesuatu hal yang baru maka anak

akan memindahkan rasa ketertarikan ini kedalam situasi di luar dunia

bermainnya.

Page 20: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

12

e. Perkembangan kesadaran diri

Bermain memberikan kemampuan untuk membandingkan kemampuan

sendiri dengan kemampuan anak lain dan belajar bagaimana pengaruh

tingkah laku pribadi terhadap orang lain.

f. Nilai terapeutik

Dalam bermain anak mampu mencoba dan menguji situasi yang

menakutkan dan bisa memahami dan berpura-pura menguasai peran dan

posisi yang mereka tidak mampu melakukannya dalam dunia nyata. Anak

mengungkapkan banyak tentang dirinya ketika bermain.

3. Jenis Permainan

Wholey & Wong (1987) menyebutkan bahwa klasifikasi bermain pada anak

dapat dilihat dari klasifikasi bermain menurut isinya dan karakter sosial.

Klasifikasi bermain menurut isinya dibagi menjadi:

a. Social affective play/bermain afektif sosial

Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang

menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan

mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang

menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang lain. Permainan yang

biasa dilakukan adalah “cilukba”, berbicara sambil tersenyum/tertawa,

atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya, tetapi

dengan diiringi berbicara sambil tersenyum dan tertawa.

Page 21: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

13

b. Sense of pleasure play/ bermain untuk senang-senang

Permainan ini menggunakan alat yang bisa menimbulkan rasa senang pada

anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya, dengan menggunakan pasir,

anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang

dapat dibentuknya dengan pasir. Bisa juga dengan menggunakan air anak

akan melakukan bermacam-macam permainan, misalnya memindah-

mindahkan air ke botol, bak atau tempat lain.

c. Skill play/bermain keterampilan

Sesuai sebutannya, permainan ini akan meningkatkan keterampilan anak,

khususnya motorik kasar dan halus. Misalnya, bayi akan terampil

memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke

tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi keterampilan

tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang

dilakukan.

d. Dramatic play role play/permainan simbolik atau pura-pura

Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran

orang lain melalui permainannya. Anak berceloteh sambil berpakaian

meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan

sebagai yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan

terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.

Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran

tertentu.

Page 22: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

14

Selain keempat jenis permainan di atas Supartini (2004) menyebutkan dua

jenis permainan lain yang juga berdasarkan pada isi permainannya yaitu:

a. Games atau permainan

Games atau permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang

menggunakan perhitungan dan/atau skor. Permainan ini bisa dilakukan

oleh anak sendiri dan/atau dengan temannya. Banyak sekali jenis

permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun yang modern.

Misalnya, ular tangga, congklak, puzzle, dan lain-lain.

b. Unoccupied behaviour/ perilaku bermalas-malasan

Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa,

jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang

ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau benda

lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan

situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakannya sebagai

alat permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang

menarik perhatiannya. Peran ini berbeda dibandingkan dengan onlooker,

dimana anak aktif mengamati aktifitas anak lain.

Menurut Hurlock (1994) kategori bermain terdiri atas bermain aktif dan

bermain pasif. Permainan aktif adalah bermain yang kegembiraannya timbul dari

apa yang dilakukan anak itu sendiri. Dalam melakukan permainan aktif

banyaknya waktu yang digunakan dan kegembiraan yang diperoleh dari setiap

permainan sangat bervariasi. Adapun variasi tersebut disebabkan oleh sejumlah

Page 23: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

15

faktor yaitu: kesehatan, teman bermain, tingkat intelegensia anak, jenis kelamin,

alat permainan dan lingkungan.

Sedangkan bermain pasif atau hiburan merupakan tempat anak

memperoleh hiburan dengan usaha minimum dari orang lain seperti membacakan

buku cerita. Kurangnya hubungan sosial mempengaruhi kegembiraan anak

sebagaimana bermain aktif. Adapun manfaat dari bermain pasif atau hiburan

adalah memberi sumber pengetahuan, membantu anak belajar berkomunikasi

dengan orang lain, membantu anak dalam mengontrol emosinya, anak belajar

bermotivasi untuk memperoleh keinginannya, membantu mengembangkan

kecerdasan anak, mendorong anak berkreatifitas dan membantu anak

mengembangkan kepribadian.

Tiga tipe bermain yang bermanfaat untuk mengurangi stress yaitu:

a. Bermain rekreasi (untuk senang-senang)/recretional play, adalah bermain

spontan dan tidak terstruktur. Terjadi secara spontan, anak memilih alat

bermain dan permainan sendiri (LeRoy et al., 2003).

b. Bermain terapetik/therapeutik play terjadi bila orang dewasa menstruktur

aktifitas untuk tujuan tertentu. Disebut juga expressive play karena

memberi kesempatan anak untuk mengekspresikan perasaan,

menghasilkan semangat/energi, dan relaksasi (LeRoy et al., 2003)

c. Terapi bermain/play therapy yaitu suatu bentuk terapan dari psikoterapi

yang biasa digunakan oleh psikiater, psikolog, praktisi perawat jiwa.

Tujuan terapi bermain adalah untuk meningkatkan insight anak terhadap

perilaku dan perasaannya (Mott et al., 1990)

Page 24: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

16

Adapun bentuk permainan di rumah sakit yang sesuai dengan usia awal

masa kanak-kanak (todler dan prasekolah) (Mott et al., 1990) antara lain:

a. Anak usia 2-3 tahun

Bermain balok, mainan bersusun, bola, alat permainan yang lembut,

mendorong dan menarik alat mainan, mendengarkan cerita, musik, dan

puzzle yang sederhana.

b. Anak usia 3-4 tahun

Bermain puzzle, balon, musik, bercerita, bermain game sederhana, belajar

bermain kelompok dengan pengawasan orang dewasa, permainan pura-

pura memasak, bermain pura-pura menjadi dokter, perawat, dan lain-lain.

c. Anak usia 4-5 tahun

Bermain game, menyobek kertas, memotong dengan gunting, mewarnai

buku-buku bergambar, menggunakan kertas dibuat boneka, topeng dan

perahu, mainan alat musik, bermain games dengan bantuan orang dewasa

dalam mengikuti aturan permainan.

B. Hospitalisasi

Hospitalisasi menurut kamus Dorland (2002) adalah pemasukan seorang

penderita ke dalam rumah sakit atau masa selama di rumah sakit tersebut.

Sedangkan Supartini (2004) menyebutkan bahwa hospitalisasi (rawat inap)

merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,

mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan

sampai pemulangannya kembali ke rumah. Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa hospitalisasi (rawat inap) adalah memasukkan seseorang ke

Page 25: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

17

rumah sakit karena perubahan kondisi tubuh untuk dilakukan perawatan hingga

kondisi tubuh membaik.

Anak akan menunjukkan berbagai perilau sebagai reaksi terhadap

pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat

bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya

terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang

dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena

perpisahan, kehilangan control, ketakutan akan perlukaan tubuh, dan rasa nyeri

(Whaley & Wong, 1990).

Pengalaman hospitalisasi merupakan hal yang paling berkesan bagi anak

dan menyebabkan stres bagi anak dan keluarga. Dampak hospitalisasi pada anak

menurut Pearce (2000); cit Gunawan (2001) meliputi;

1. Perpisahan

Perpisahan dengan figur pemberi kasih sayang selama prosedur yang

menakutkan atau menyakitkan akan meningkatkan rasa tidak nyaman.

2. Kehilangan kendali

Hospitalisasi menyebabkan anak menjadi tidak berdaya dan frustasi serta

menimbulkan ketergantungan pada orang lain.

3. Perubahan gambaran diri

Perubahan penampilan tubuh atau fungsinya disebabkan oleh pengobatan,

perlukaan atau ketidakmampuan menyebabkan anak merasa tidak nyaman.

Page 26: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

18

4. Nyeri

Prosedur yang menyakitkan dan invasif merupakan stressor bagi anak pada

semua usia

5. Rasa takut

Ketakutan terjadi karena anak berada di lingkungan rumah sakit yang

asing baginya dan karena perpisahan dengan orang-orang yang sudah

dikenalnya.

Kecemasan yang menghinggapi anak ketika mereka harus ke rumah sakit

terdiri atas beberapa komponen (Pearce, 2000; cit Gunawan, 2001)

1. Kegelisahan perpisahan – jauh dari orang tua dan rumah.

2. Kegelisahan orang asing – berada diantara orang banyak yang tidak

dikenal.

3. Ketakutan akan hal-hal yang tidak dikenal dan asing.

4. Ketakutan yang didapat dari orang tua.

5. Ketakutan yang nyata akan sakit dan penyakit.

Perilaku anak sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi pada masa

todler terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres yang

utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak sesuai dengan

tahapannya, yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran/denial (Supartini,

2004):

Page 27: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

19

1. Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat,

menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan

orang lain.

2. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis

berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan

makan, sedih dan apatis.

3. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar

mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak

mulai terlihat menyukai lingkungannya.

Sedangkan respon hospitalisasi pada anak usia prasekolah ditunjukkan

dengan:

1. Reaksi terhadap perpisahan, seperti perilaku menolak makan, sering

bertanya, menangis walau secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap

petugas kesehatan.

2. Reaksi agresif yang timbul akibat ketakutan anak terhadap perlukaan,

yang muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya

mengancam integritas tubuhnya ditunjukkan dengan marah dan berontak,

ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja

sama dengan perawat dan ketergantungan pada orang tua.

Kail & Nelson (1993), menerangkan dengan dirawat di rumah sakit maka

akan terjadi banyak perubahan yang memerlukan penyesuaian pada kehidupan

sehari-hari sebuah keluarga. Setiap anak atau remaja berespon terhadap stres

dengan cara yang unik oleh karena tergantung usia dan kepribadian individu,

Page 28: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

20

tetapi respon regresif, agresif dan menarik diri (withdrawl) adalah respon yang

paling umum terhadap hospitalisasi (Freud 1972; cit Simbolon 1999). Perilaku ini

seiring dengan waktu biasanya dan sering kali berkurang pada saat anak atau

remaja mulai merasa nyaman dan aman dengan peristiwa yang ia alami dan ketika

telah terbangun pengalaman atau menjadi kebiasaan.

Remaja dan anak-anak kadang mengalami kemunduran yang merupakan

koping terhadap situasi baru. Anak-anak mungkin mengambil gaya lama yang

nyaman yaitu menyerah, seperti menghisap ibu jari, lebih menggelayut atau

melekat pada orang tuanya atau lebih merengek dibanding saat sebelum dirawat di

rumah sakit (Kail & Nelson, 1993).

Di rumah sakit keputusan yang dibuat untuk anak dan remaja dalam

banyak hal sering membuat mereka merasa kehilangan kontrol. Sehingga wajar

bila pada anak dan dan remaja bereaksi dengan kemarahan. Respon tersebut

termasuk menangis, berteriak, menendang dan melawan. Beberapa anak dan

remaja berespon kurang terbuka terhadap hospitalisasi atau tindakan dengan

menarik diri. Orang tua atau perawat dapat mengobservasi mereka menjadi kurang

tertarik dengan aktifitas yang biasanya mereka nikmati, tidur lebih banyak,

menjadi sedikit berbicara, makannya berkurang atau tidak mengadakan kontak

mata (Kail & Nelson, 1993)

Bermain dalam masa perawatan di rumah sakit

a. Tujuan bermain di rumah sakit (Soetjiningsih, 1998):

1. Dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stres di rumah sakit.

2. Dapat melanjutkan tumbuh kembang selama perawatan di rumah sakit.

Page 29: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

21

3. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang

tepat.

b. Fungsi bermain di rumah sakit (Wholey & Wong, 1996):

1. Memberi kesempatan anak belajar tentang bagian-bagian tubuh, fungsi dan

penyakitnya sendiri.

2. Membantu anak merasa lebih nyaman di lingkungan yang asing.

3. Memberikan hiburan dan membantu relaksasi.

4. Membantu melepaskan ketegangan dan mengekspresikan perasaan.

5. Mendorong perkembangan dan interaksi yang baik.

6. Cara untuk mengekspresikan ide yang kreatif.

7. Menjelaskan tujuan pengobatan.

8. Mengurangi kecemasan.

c. Teknik bermain di rumah sakit (Petrillo & Sangen, 1990)

1. Berikan alat permainan yang merangsang anak bermain sesuai dengan

umur dan perkembangannya.

2. Berikan cukup waktu untuk bermain dan menghindari interupsi.

3. Berilah mainan yang dapat menurunkan emosi anak.

4. Tentukan kapan anak boleh keluar atau turun dari tempat tidur sesuai

kondisi anak.

5. Gunakan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak dalam bermain.

d. Bermain terapeutik:

Suatu bentuk permainan terstruktur yang telah ditemukan dapat

mempermudah home sickness, melepaskan ketakutan/gugup, dan menyediakan

Page 30: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

22

jalan keluar berupa ide-ide konstruktif dan aktifitas (Hide, 1971; Latimer, 1978;

cit Zahr, 1998). Bermain terapeutik dapat membantu perawat dan anggota staf

yang lain untuk memperoleh insight terhadap pikiran dan perasaan anak, suka dan

ketidaksukaan, keinginan dan kebutuhan anak, selama menemani anak untuk

mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh suatu pengalaman (Oremland,

1988; cit Mott et al, 1990)

e. Bermain simbolik di rumah sakit

Permainan pura-pura/simbolik terjadi ketika anak mentrasformasikan

lingkungan fisik ke dalam suatu simbol (De Hart & Smith, 1991; Fein, 1986;

Hows, Unger & Seidner, 1989; Roger & Sawyers, 1988; cit Santrock, 2002).

Antara usia sembilan dan 30 bulan, anak-anak meningkatkan penggunaan benda-

benda dengan menggantikan benda itu dengan benda lain dan memperlakukan

benda tersebut seperti benda yang digantikannya.

Chaterine Garvey (1977, cit Santrock, 2002) menunjukkan bahwa: Tiga

unsur terdapat pada hampir semua permainan pura-pura; alat-alat, alur cerita, dan

peran. Anak-anak menggunakan benda sebagai alat di dalam permainan pura-pura

mereka. Kebanyakan permainan pura-pura juga memiliki alur cerita, walaupun

cukup sederhana. Tema permainan pura-pura seringkali mencerminkan apa yang

sedang mereka saksikan berlangsung dalam hidup mereka seperti ketika mereka

memainkan keluarga, sekolah atau dokter. Di dalam permainan pura-pura, anak-

anak mencobakan banyak peran yang berbeda. Beberapa peran berasal dari

kenyataan, peran lain datang dari fantasi.

Page 31: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

23

Melalui permainan pura-pura atau simbolis, anak dapat mengekspresikan

perasaan dan menstimulus perilaku yang diharapkan secara spontan dari perintah

dan aturan dalam permainan. Permainan simbolik di rumah sakit dapat berbentuk

pura-pura berperan menjadi petugas kesehatan (dokter, perawat atau tenaga

kesehatan lain) atau pura-pura menjalani prosedur perawatan atau pengobatan.

C. Kooperatif

1. Konsep Perilaku Kooperatif

Perilaku adalah sesuatu yang dapat diobservasi, dicatat dan diukur, seperti

gerakan atau respon individu. Sebelum perilaku diukur maka harus didefinisikan

secara tepat. Perilaku adalah apa yang diobservasi, bukan rangkuman, kesimpulan

atau terjemah gambaran dari sebuah observasi. (Stuart & Sundeen, 1994)

Kooperasi atau kerjasama biasanya didefinisikan sebagai dua orang atau

lebih yang bekerja sama menuju satu tujuan yang sama (Mussen, Conger, Kagan

dan Huston, (1994); cit Herliana, 2001). Kerjasama dimulai pada tahun-tahun

pertama prasekolah.

Dalam suatu kajian klasik terhadap anak-anak dari usia dua hingga lima

tahun, Parten (cit Mussen et al, 1994; cit Herliana 2001) membuktikan bahwa

anak-anak yang masih sangat kecil kerap terlibat dalam aktivitas bermain paralel

(dua anak bermain dengan obyek tersendiri tetapi dekat satu sama lain dan kadang

bercakap bersama). Menurut Hurlock (1986): Dalam usia itu hanya sedikit

terdapat kerjasama dalam permainan mereka bersama anak-anak yang lain

seusianya karena anak yang sangat muda memiliki karakteristik self centered.

Sama halnya pada saat berinteraksi dengan orang dewasa kurang terlihat adanya

Page 32: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

24

kerjasama oleh karena orang dewasa yang memiliki kecenderungan pada anak

untuk mengalah dan membiarkan anak memperoleh sesuatu dengan caranya

sendiri. Pada akhir usia tiga tahun, permainan kooperatif dan aktifitas kelompok

akan lebih sering dan lebih lama. Dengan melakukan praktek, anak-anak belajar

bekerja sama dengan lainnya dan untuk bermain dalam suasana yang bertambah

rukun/harmonis. Parten (cit Mussen et al, 1994; cit Herliana 2001) menambahkan

“sementara anak menjadi semakin besar mereka memanifestasikan aktivitas

bermain yang lebih kooperatif. Dalam aktivitas bersama itu, mereka

mengkoordinasi kegiatan mereka untuk mencapai tujuan bersama”.

2. Pentingnya bersikap kooperatif dalam pelaksanaan keperawatan.

Salah satu dampak hospitalisasi adalah timbulnya rasa takut (Mott et al,

1990). Ketakutan tersebut selain ditimbulkan oleh lingkungan yang asing serta

orang-orang yang tidak dikenal, juga oleh prosedur-prosedur selama hospitalisasi.

Tindakan invasif yang dilakukan tanpa melalui pendekatan dan menimbulkan

ketakutan pada anak yang selanjutnya menjadi suatu trauma psikologis yang akan

berpengaruh pada perkembangan selanjutnya (Mott. et al, 1990).

Dalam memberikan perawatan, perawat memerlukan sikap kooperatif dari

anak dan keluarga. Hal ini biasanya tidak terlalu sulit pada anak yang lebih besar

tetapi mungkin akan menjadi masalah pada anak yang lebih muda. Oleh

karenanya komunikasi non verbal sama pentingnya dengan komunikasi verbal

(Mott et al, 1990). Adapun respon yang diperlihatkan anak pada saat anak tidak

kooperatif antara lain menangis, berteriak, menjerit, meronta-ronta memeluk

ibunya, menarik diri dan tidak memberikan anggota tubuhnya untuk dilakukan

Page 33: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

25

tindakan (Parini, 1999; cit Herliana 2001). Anak memerlukan persiapan yang hati-

hati sebelum tindakan dilakukan, karena pada kenyataannya prosedur yang rutin

dilakukan pun bisa menjadikan suatu kecemasan bila tidak diberikan dengan hati-

hati, akibatnya proses perawatan yang akan dilakukan tidak berjalan lancar

sehingga tujuan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik.

3. Bermain sebagai upaya peningkatan perilaku kooperatif pada anak.

Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan

aktifitas bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk

menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun koping

terhadap stess, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakitnya

dan hospitalisasi (Mott et al., 1990).

Mott et al. (1990), menyatakan bahwa bermain menyediakan kebebasan

untuk mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan anak terhadap stres,

sebab bermain membantu anak menanggulangi pengalaman yang tidak

menyenangkan, pengobatan dan prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan

respon anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresif dan witdrawl

dapat berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di

rumah sakit.

D. Usia Kanak-kanak Awal

Perkembangan Umum pada Awal masa Anak-anak:

Menurut Hurlock (1994), perkembangan umum pada awal masa anak-anak

(usia satu hingga enam tahun) adalah:

Page 34: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

26

a. Perkembangan fisik

Pertumbuhan selama awal masa kanak-kanak berlangsung lambat

dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada masa bayi. Awal masa anak-

anak merupakan masa pertumbuhan yang relatif seimbang meskipun terdapat

perbedaan secara individual dalam setiap aspek pertumbuhan fisik. Anak

dengan tingkat kecerdasan yang tinggi, misalnya, tubuhnya cenderung lebih

tinggi pada awal masa kanak-kanak daripada mereka yang kecerdasannya rata-

rata atau di bawah rata-rata dan gigi sementaranya lebih cepat tanggal.

Meskipun perbedaan seks tidak menonjol dalam peningkatan tinggi dan berat

badan, tetapi pengerasan tulang dan lepasnya gigi sementara akan lebih cepat

pada anak perempuan dari usia ke usia. Anak dari kelompok sosial ekonomi

yang lebih tinggi cenderung memperoleh gizi dan perawatan yang lebih baik

sebelum dan sesudah kelahiran. Oleh karena itu, perkembangan tinggi, berat

badan, otot-otot badan cenderung lebih baik.

b. Perkembangan keterampilan motorik

Keterampilan yang dipelajari anak tergantung sebagian pada kesiapan/

kematangan terutama kesempatan yang diberikan untuk mempelajari dan

bimbingan yang diperoleh dalam menguasai keterampilan ini secara cepat dan

efisien.

Keterampilan motorik pada anak meliputi;

1. Keterampilan tangan, diantaranya adalah; keterampilan dalam makan dan

berpakaian sendiri, menyisir rambut dan mandi, melempar dan menangkap

Page 35: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

27

bola, menggunakan gunting, bermain tanah liat, membuat kue-kue,

mewarnai gambar dan menggambar sendiri.

2. Keterampilan kaki, diantaranya adalah melompat dan berjalan cepat,

memanjat, naik roda tiga, berenang, lompat tali, keseimbangan berjalan di

atas pagar, sepatu es dan menari.

c. Kemajuan Berbicara

Selama masa prasekolah, anak-anak memiliki kebutuhan dan dorongan

yang kuat untuk belajar berbicara. Hal ini disebabkan karena dua hal, pertama

belajar berbicara merupakan sarana pokok dalam bersosialisasi, kedua, belajar

berbicara merupakan sarana untuk memperoleh kemandirian. Untuk

meningkatkan komunikasi, anak-anak harus menguasai dua tugas pokok yang

merupakan unsur penting dalam belajar berbicara yaitu meningkatkan

kemampuan untuk mengerti apa yang di katakan orang lain.

d. Perkembangan emosi

Emosi yang menonjol adalah:

1. Amarah

Penyebab amarah yang paling umum adalah pertengkaran mengenai

permainan, tidak tercapaimya keinginan dan serangan dari anak lain.

Ungkapan marah pada anak antara lain menangis, berteriak, menggertak,

menendang, melompat-lompat atau memukul.

2. Takut

Pembicaraan, peniruan dan ingatan tentang pengalaman yang kurang

menyenangkan berperan penting dalam menimbulkan rasa takut.

Page 36: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

28

3. Cemburu

Anak menjadi cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang

tua beralih pada orang lain di dalam keluarganya, misal adik yang baru

lahir.

4. Rasa ingin tahu

Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya

jugamengenai tubuhnya dan tubuh orang lain.

5. Iri hati

Anak sering iri hati mengenai kemajuan atau barangnya sendiri dan

mengungkapkan keinginannya untuk memiliki barang orang lain.

6. Gembira

Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak bunyi

yang tiba-tiba atau yang tidak diharapkan, bencana yang ringan,

membohongi orang lain dan berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit.

7. Sedih

Anak merasa sedih bila kehilangan sesuatu yang dicintai atau yang

dianggap penting bagi dirinya.

8. Kasih sayang

Anak-anak belajar mencintai orang, binatang atau benda yang

menyenangkan dengan cara menepuk, memeluk dan mencium obyek kasih

sayangnya.

Page 37: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

29

e. Perkembangan konsep/pengertian

Dengan meningkatnya kemampuan intelektual terutama kemampuan

berpikir dan melihat hubungan-hubungan, dengan meningkatnya kemampuan

untuk menjelajah lingkungan karena bertambah besarnya kemandirian dan

pengendalian motorik serta meningkatnya kemampuan untuk bertanya dengan

menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti orang lain maka pengertian

anak tentang orang, benda dan situasi meningkat dengan pesat. Anak mulai

memperhatikan hal-hal kecil yang tadinya tidak diperhatikan. Dengan

demikian anak tidak lagi mudah bingung kalau menghadapi benda-benda,

situasi atau orang-orang yang memiliki unsur-unsur sama.

E. Landasan Teoritis

Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan

stres, baik bagi anak maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit itu sendiri

merupakan penyebab stres bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik

rumah sakit seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih

petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien, ataupun

interasi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaaan, seperti takut, cemas,

tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya, sering kali dialami

anak (Supartini, 2004). Dalam keadaan demikian, sikap regresif, agresif dan

withdrawl hampir merupakan fenomena yang umum terjadi pada anak-anak.

Bermain di rumah sakit memberikan kesempatan bagi anak untuk

bertanya, merasa takut dan memperhatikan terhadap perlukaan atau penyakitnya,

pengobatan dan lingkungan rumah sakit serta menyediakan kebebasan untuk

Page 38: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

30

mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan pada anak terhadap stres

karena membantu anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan

(Mott et al., 1990). Dengan memilih permainan simbolik untuk klien anak

diharapkan dapat mengekspresikan perasaan dan menstimulus perilaku kooperatif

secara spontan melalui praktek dalam permainan, termasuk praktek perilaku

kooperatif pada saat pura-pura berperan menjadi petugas kesehatan (dokter,

perawat atau tenaga kesehatan lain) atau pura-pura menjalani prosedur perawatan

atau pengobatan. Anak-anak menggunakan benda sebagai alat menurut Santrock

(2002) di dalam permainan pura-pura mereka. Tema permainan pura-pura

seringkali mencerminkan apa yang mereka saksikan berlangsung dalam hidup

mereka. Di dalam permainan pura-pura, anak mencobakan banyak peran yang

berbeda (dapat berasal dari kenyataan atau dari fantasi).

Dengan demikian bermain permainan simbolik menyediakan kebebasan

untuk mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan anak terhadap stres,

sebab bermain membantu anak menanggulangi pengalaman yang tidak

menyenangkan, pengobatan dan prosedur invasif. Sehingga diharapkan respon

anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresif dan witdrawl dapat

berkurang sehingga anak lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah

sakit.

Page 39: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

31

F. Kerangka Konsep

Perilaku kooperatif anak - ↓ regresi - ↓ agresi - ↓ withdrawl/

menarik diri

Bermain simbolik

Anak rawat inap

Faktor-faktor berpengaruh: -jenis penyakit -jenis tindakan -sikap perawat

Gambar 1. Kerangka konsep

Keterangan:

Dilakukan Pengamatan :

Tidak dilakukan pengamatan :

G. Hipotesis

Ada pengaruh bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak selama

menjalani rawat inap di RSUP Dr. Sardjito.

Page 40: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

BAB III

Metode Penelitian

A. Rancangan penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian quasi eksperimen dengan

menggunakan rancangan One Group Pretest-Postest Design (Notoatmodjo,

2002). Dilakukan pengukuran dengan cara observasi sebanyak dua kali yaitu

sebelum dan setelah perlakuan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien anak yang dirawat inap di

Ruang Cendana 4, IRNA I RSUP Dr. Sardjito. Rata-rata jumlah pasien perbulan

dalam tiga bulan antara Februari-April 2005 sebanyak 34 pasien.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara Non probability sampling

dengan teknik accidental sampling (Notoadmodjo, 2002), yaitu dengan

mengambil responden yang kebetulan ada atau tersedia selama waktu penelitian

yang ditentukan. Sampel terdiri atas pasien anak yang dirawat inap di RSUP. Dr.

Sardjito, ruang Cendana 4, IRNA I, dengan kriteria:

1. Inklusi

a. Anak usia 2 tahun hingga 6 tahun.

b. Anak dapat diajak berbicara/berkomunikasi.

c. Anak mendapatkan tindakan invasif atau perawatan luka.

2. Eksklusi

a. Pasien dalam kondisi koma/tidak sadar.

b. Pasien dengan manifestasi klinis perilaku kacau.

33

Page 41: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Waktu penelitian semula direncanakan selama satu bulan yaitu bulan

Desember 2005. Menurut Arikunto (2002) jumlah sampel penelitian eksperimen,

agar bisa mewakili data penelitian diperlukan jumlah sampel minimal 30 orang,

tetapi pada pelaksanaannya proses pengambilan data berlangsung selama tiga

bulan yang berakhir pada bulan Maret 2006. Selama waktu tersebut jumlah

sampel yang diperoleh sebanyak 23 anak.

C. Variabel Penelitian

Variabel Independen : Perilaku Kooperatif

D. Definisi Operasional

1. Bermain simbolik: suatu kegiatan yang sengaja direncanakan untuk membantu

stimulus anak terhadap perilaku kooperatif dimana dilakukan oleh peneliti

sendiri sebanyak dua sesi, kurang lebih 10-20 menit dalam setiap sesinya.

Adapun permainan yang dilakukan adalah jenis permainan simbolik atau pura-

pura dengan kegiatan mengenalkan anak pada lingkungan rumah sakit serta

tindakan-tindakan sederhana yang dilakukan selama perawatan di rumah sakit.

Alat permainan yang digunakan berupa alat medis tiruan seperti spuit,

stetoskop, termometer mainan, gambar-gambar dokter, perawat, boneka. Anak

pura-pura berperan menjadi petugas kesehatan seperti dokter, perawat atau

tenaga kesehatan lain atau pura-pura menjalani prosedur perawatan atau

pengobatan. Untuk menjalin kedekatan dengan anak maka pada permainan

sesi pertama anak diajak melakukan aktifitas bermain bebas, anak diberi

kesempatan memilih permainan yang disukai dengan peneliti mengarahkannya

pada mainan atau permainan tertentu sesuai jenis kelamin dan umur. Alat

34

Page 42: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

permainan yang digunakan adalah boneka, mobil-mobilan, alat-alat memasak

mainan, mainan alat musik, puzzle, kertas lipat.

2. Perilaku kooperatif anak adalah perilaku anak yang mendukung terhadap

tindakan perawatan sehingga tidak menolak terhadap prosedur atau tindakan

yang akan dilakukan terhadapnya, dan tidak menolak untuk berinteraksi

terhadap perawat atau tenaga kesehatan lainnya. Perilaku yang diamati

meliputi respon regresif, agresif dan withdrawl/menarik diri. Untuk

mengukurnya digunakan metode observasi dengan membandingkan tingkat

kooperatif sebelum dan sesudah aktifitas bermain. Tingkat kooperatif anak

diukur dengan skala interval.

E. Alat Ukur

Instrumen yang digunakan adalah: lembar observasi yang disusun oleh

peneliti, dengan memodifikasi instrumen mengacu pada berbagai literatur yang

ada. Instrumen pernah digunakan oleh Herliana (2001) dalam penelitiannya untuk

mengetahui tingkat kooperatif pada anak yang menjalani perawatan. Instrumen

digunakan untuk mengukur tingkat kooperatif anak pada saat dilakukan tindakan

keperawatan atau pengobatan. Pengamat (observer) memberikan tanda check (√)

di muka pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun sesuai dengan pengamatan.

Untuk pertanyaan favorabel jawaban “ya” diberi nilai satu (1) dan jawaban

“tidak” diberi nilai nol (0). Sebaliknya untuk pertanyaan unfavorabel jawaban

“ya” diberi nilai nol (0) dan jawaban “tidak” diberi nilai satu (1). Instrumen terdiri

atas 30 item pernyataan respon perilaku kooperatif anak pada saat dilakukan

tindakan invasifpada anak dengan urutan kegiatan:

35

Page 43: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

1. Perawat mengajak anak bercakap-cakap atau berbicara.

2. Perawat datang dengan membawa alat-alat perawatan.

3. Perawat melakukan prosedur pemeriksaan/perawatan yang

menyakitkan/invasif.

4. Perawat memerintahkan sesuatu kepada anak sebagai salah satu prosedur

perawatan.

Instrumen tersusun atas tiga aspek respon perilaku dengan sebaran:

Tabel 1 Distribusi pertanyaan sesuai respon

Aspek F / T-F Nomor item Jumlah

F 5 1 Respon regresif

T-F 3,26 2

F

6,7,15,25

4 Respon agresif

T-F 1,2,8,9,10,16,17,18,19,20 10

F

13,14,23,24,30

5

Respon withdrawl

(menarik diri) T-F 4,11,12,21,22,27,28,29 8

Jumlah 30 F: Favorabel

T-F: Tidak Favorabel

Sebelum pelaksanaan penelitian, instrumen ini dilakukan uji coba

reliabilitas pengamatan atau observasi, dilakukan dengan cara mencari koefisien

kesepakatan (KK) agar diperoleh pengamatan yang sama. Observer adalah teman

sesama peneliti yaitu mahasiswa PSIK FK UGM yang duduk di semester delapan,

yang sebelumnya telah disamakan persepsinya dengan peneliti.

36

Page 44: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

F. Jalannya Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr. Sardjito, ruang Cendana 4 (bangsal

Bedah anak/D2) IRNA I. Adapun langkah-langkahnya:

1) Tahap Persiapan: dimulai dengan penyusunan dan presentasi proposal,

mengurus perijinan dan penjelasan kepada kepala IRNA I, dan kepala ruang

Cendana 4 (bedah anak), serta persiapan asisten sebagai observer.

2) Tahap Uji coba: untuk menyamakan persepsi antar peneliti dan observer

dilakukan dengan mendiskusikan format observasi serta latihan bagaimana

cara mengisi pengisian format tersebut. Pengamat pertama dan kedua

berunding untuk menentukan kesepakatan bersama-sama sebelum melakukan

pengamatan. Pengamat pertama dan kedua kemudian melakukan pengamatan

sendiri-sendiri terhadap anak dengan menggunakan dua format yang sama,

setelah kedua format terisi dilakukan pencatatan hasil. Dalam uji reliabilitas

pengamatan atau observasi digunakan rumus yang dikemukakan oleh

Fernandes (1984) sebagai berikut:

21 NNS2KK+

=

Dimana :

KK = Koefisien kesepakatan

S = Sepakat, jumlah kode yang sama untuk setiap objek yang diamati

N1 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat pertama

N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh pengamat kedua

37

Page 45: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu dengan melakukan

observasi sebelum dan sesudah intervensi di ruang Cendana 4 IRNA I RSUP DR.

Sardjito Yogyakarta, peneliti mendapatkan hasil sebagai berikut:

1. Karakteristik anak

Distribusi responden berdasarkan kategori usia, jenis kelamin dan

pengalaman hospitalisasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin dan pengalaman hospitalisasi

Karakteristik Frek. %

1. Jenis kelamin

Laki-laki 15

8

65,22

Perempuan 34,88

2. Umur (bulan)

25 – 36 5 21,74

37– 60 18 78,26

3. Hospitalisasi sebelumnya

Pernah

Tidak Pernah

4

19

17,39

82,61

Total responden 23 Sumber: Data primer IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006

100,00

Berdasarkan kategori umur, responden kebanyakan berkisar pada usia

37–60 bulan (78,26 %). Total responden sejumlah 23 anak dari target semula

sebanyak 30 responden. Hal tersebut dikarenakan pada saat pelaksanaan

penelitian sebanyak 7 responden drop out (23,33%).

Page 46: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

45

Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa klien yang menjadi responden

penelitian terdiri atas 15 anak (65,22 %) berjenis kelamin laki-laki dan 8 anak

(34,88%) perempuan. Hasil penghitungan chi-square menunjukkan tidak adanya

pengaruh bermakna antara perbedaan jenis kelamin responden terhadap hasil

penelitian. Tetapi variasi pada kategori usia dan pengalaman hospitalisasi

sebelumnya berpengaruh secara bermakna terhadap hasil penelitian. Demikian

memang dalam periode masa penelitian yaitu bulan Desember hingga Maret 2006

ternyata responden yang berhasil diteliti menunjukkan hasil seperti tersebut dalam

tabel di atas.

2. Perilaku kooperatif

Untuk mengetahui perbandingan perilaku kooperatif keseluruhan data

penelitian antara data sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan uji t-tes (table 3),

mean sebelum perlakuan 13,6078 mean sesudah perlakuan 15,4783 sehingga

didapatkan perbedaan mean sebelum dan sesudah perlakuan 1,8695 dengan data

terdistribusi normal. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 95 % (p=0,05)

diperoleh nilai t sebesar 2,106 p=0,047 (<0,05). Jadi bila dilihat dari hasil

pengujian, maka hipotesis nol yang diajukan penulis adalah ditolak. Artinya ada

pengaruh secara bermakna bermain simbolik terhadap perilaku kooperatif anak.

Uji normalitas data dengan analisa Shapiro-Wilk (Satoto, 1990) dengan

taraf signifikansi sebesar 95 % (p=0,05) diperoleh nilai data sebelum perlakuan

p=0,66 dan data sesudah perlakuan p=0,344 (>0,05), maka Ho diterima, jadi

kedua data terdistribusi normal.

Page 47: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

46

Adapun dari hasil pengujian analisis statistik nilai sebelum dan sesudah

intervensi menghasilkan data sebagai berikut:

Tabel 3. Uji t perbedaan rata-rata nilai perilaku kooperatif anak antara sebelum dan sesudah dilakukan intervensi bermain

Mean ± SD Variabel Sebelum Sesudah Beda

(mean+SD) t-tes p

Perilaku kooperatif anak 13,60±5,02 15,47±5,72 1,87±4,26 2,106 0,047

Total 23 23 Sumber: Data olahan IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006

Tabel 4. Uji t perbedaan perilaku kooperatif anak antara sebelum dan sesudah

dilakukan intervensi bermain berdasarkan sikap yang ditunjukkan anak Mean±SD

Respon Sebelum Sesudah

Beda

(mean±SD) t-tes p

Non Regresif 0,83±0,94 1,48±0,99 0,65±1,11 2,81 0,010

Non Agresif 7,09±2,78 8,35±2,78 1,26±2,38 2,54 0,019

Non Withdrawl 5,70±2,29 5,65±2,85 -0,04±2,53 -0,08 0,935 Sumber: Data olahan IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan perilaku

kooperatif, pada respon non regresif dan non agresif ditunjukkan dengan adanya

perbedaan yang bermakna (p=0,01 dan p=0,019) rata-rata nilai sebelum dan

setelah intervensi. Kenaikan nilai rata-rata setelah dilakukan intervensi

menunjukkan bahwa perilaku regresif dan agresif anak semakin berkurang.

Sedangkan pada perilaku withdrawl tidak terjadi perbedaan yang bermakna antara

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Sehingga intervensi bermain

berpengaruh secara bermakna terhadap penurunan perilaku regresif dan agresif

pada anak setelah dilakukan intervensi.

Berikut distribusi frekuensi tingkat kooperatif anak sebelum dan sesudah

intervensi:

Page 48: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

47

Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat kooperatif sebelum dan sesudah dilakukan intervensi bermain

Sebelum Sesudah Kategori tingkat

kooperatif Frekuensi % Frekuensi %

Sangat tinggi 2 8,70 3 13,04

Tinggi 2 8,70 3 13,04

Sedang 6 26,08 11 47,82

Rendah 11 47,82 5 21,75

Sangat rendah 2 8,70 1 4,35

Jumlah 23 100,00 23 100,00 Sumber: Data olahan IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006

Melihat tabel di atas tampak adanya peningkatan perilaku kooperatif anak

setelah diberikan intervensi bermain dibanding sebelum intervensi yaitu;

peningkatan jumlah responden kategori sedang dari 6 anak (26,08%) menjadi 11

anak (47,82%). Sebaliknya kategori kooperatif rendah mengalami perubahan dari

11 anak (47,82%) menjadi 5 anak (21,75%).

Page 49: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

48

Tabel 6. Tabulasi silang tingkat kooperatif dengan respon anak

Non Regresif (pre) Non Regresif (pos) Tk Koop T % S % R %

To tal % T % S % R %

To tal %

ST 1 4.3 1 4.3 0 0 2 8.6 2 8.6 1 4.3 0 0 3 13.0

T 1 4.3 0 0 1 4.3 2 8.6 2 8.6 1 4.3 0 0 3 13.0

S 2 8.6 1 4.3 3 13.0 6 26.1 7 30.4 2 8.6 2 8.6 11 47.8

R 1 4.3 4 17.4 6 26.1 11 47.8 1 4.3 1 4.3 3 13.0 5 21.7

SR 1 4.3 0 0 1 4.3 2 8.6 1 4.3 0 0 0 0 1 4.3

Total 6 26.1 6 26.1 11 47.8 23 100 13 56.5 5 21.7 5 21.7 23 100 Non Agresif (pre) Non Agresif (pos) Tk

Koop T % S % R % To tal % T % S % R %

To tal %

ST 2 8.6 0 .0 0 .0 2 8.6 3 13.0 0 .0 0 .0 3 13.0

T 2 8.6 0 .0 0 .0 2 8.6 1 4.3 2 8.6 0 .0 3 13.0

S 1 4.3 5 21.7 0 .0 6 26.1 1 4.3 10 43.5 0 .0 11 47.8

R 0 .0 8 34.8 3 13.0 11 47.8 0 .0 5 21.7 0 .0 5 21.7

SR 0 .0 .0 .0 2 8.6 2 8.6 0 .0 0 .0 1 4.3 1 4.3

Total 5 21.7 13 56.5 5 21.7 23 100 5 21.7 17 73.9 1 4.3 23 100 Non Withdrawl (pre) Non Withdrawl (pos) Tk

Koop T % S % R % To tal % T % S % R %

To tal %

ST 2 8.6 0 .0 0 .0 2 8.6 0 .0 2 8.6 1 4.3 3 13.0

T 2 8.6 0 .0 0 .0 2 8.6 0 .0 2 8.6 1 4.3 3 13.0

S 0 .0 6 26.1 0 .0 6 26.1 1 4.3 5 21.7 5 21.7 11 47.8

R 0 .0 7 30.4 4 17.4 11 47.8 2 8.6 2 8.6 1 4.3 5 21.7

SR 0 .0 0 .0 2 8.6 2 8.6 1 4.3 0 .0 0 .0 1 4.3

Total 4 17.4 13 56.5 6 26.1 23 100 4 17.4 11 47.8 8 34.8 23 100

Ket: ST: Sangat Tinggi T: Tinggi S: Sedang SR: Sangat Rendah R: Rendah

Sumber: Data olahan IRNA I Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito, th 2006

Pada tabel tabulasi silang di atas dapat dilihat distribusi frekuensi

perbedaan tingkat kooperatif sebelum dan sesudah intervensi bermain beserta

komponen respon perilaku yang ditunjukkan anak (regresif, agresif dan

withdrawl).

Page 50: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

49

B. PEMBAHASAN

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan secara keseluruhan dapat dilihat

bahwa kegiatan bermain terapeutik di rumah sakit dapat memberikan pengaruh

terhadap perilaku kooperatif yang ditunjukkan dengan kenaikan tingkat

kooperatif anak. Hal ini dapat dipahami karena dengan bermain anak dapat

mengekspresikan perasaan, keinginan dan fantasi serta ide-idenya tentang

berbagai perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami ketika dirawat di

rumah sakit.

Bagi anak yang lebih muda bermain adalah bentuk utama komunikasi.

Selain itu anak dapat mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan

masalah serta anak dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit

dan dirawat di rumah sakit. Dengan demikian bermain di rumah sakit dapat

mengurangi rasa cemas dan ketakutan pada anak yang dapat dilihat dari

perubahan respon perilaku yang anak tunjukkan pada saat dilakukan observasi

oleh peneliti dengan alat ukur yang sama pada saat sebelum dan sesudah

dilakukan kegiatan bermain.

Pada saat bermain perawat dapat mengajak bercakap-cakap anak, yang

merupakan upaya untuk membina hubungan saling percaya. Bermain terapeutik

merupakan dasar teknik bermain yang digunakan anak sehingga membantu

perawat mengerti perasaan, pikiran dan gagasan serta motivasi anak. Perawat dan

petugas kesehatan lainnya juga dapat mengerti apa yang disukai dan tidak disukai

oleh anak, kebutuhan dan keinginannya, dimana hal itu dapat dikaji dari anak.

Sehingga dapat membantu dalam proses berinteraksi dengan anak, perawat lebih

Page 51: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

50

bisa memahami perasaan atau mood yang dialami anak oleh karena telah terjalin

hubungan afeksional dengan anak dan orang tua. Pada saat diajak bercakap-cakap

anak lebih memperhatikan dan menanggapi apa yang perawat sampaikan oleh

perawat. Dengan bermain simbolik dokter-dokteran anak secara psikodinamik

dapat mengidentifikasi dirinya sebagai agresor dengan demikian memberi

kesempatan kepadanya untuk mengatasi kecemasan dan kemarahannya terhadap

prosedur yang menyakitkan

Di rumah sakit sebagian besar anak ditunggui oleh ibu atau salah satu

anggota keluarganya. Keberadaan ibu atau orang-orang terdekat tersebut dapat

membantu mengurangi stres akibat perpisahan dan menjadi sumber dukungan

emosional baginya (Potter & Perry, 1993). Oleh karena perpisahan dengan

keluarga membuat anak mengalami kehilangan dukungan emosional, anak

berpisah dengan keluarga yang menjadi sumber kepuasan emosi dan rasa aman

disamping juga pemindahan dari lingkungan yang sudah akrab dan sesuai

dengannya. Menurut Simbolon (1990) bahwa anak-anak banyak menunjukkan

distres apabila perpisahan itu terjadi pada saat usia anak menunjukkkan kelekatan

pada orang tua mereka (usia kurang dari 3 tahun) dimana terjadi kegagalan

membentuk keterikatan afeksional sedangkan jika perpisahan terjadi secara

berkepanjangan terutama dengan ibu atau ibu pengganti selama 5 tahun kehidupan

pertama anak, menyebabkan perilaku delikuen di kemudian hari.

Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Herliana (2001)

yang mendapatkan hasil bahwa ada pengaruh secara bermakna bermain terhadap

tingkat kooperatif (menggunakan derajat kepercayaan 95%, p=0,00). Beberapa

Page 52: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

51

anak pada awalnya menunjukkan sikap bermusuhan pada perawat/peneliti

misalnya anak mengusir perawat/peneliti sebelum sempat bercakap-cakap dengan

anak, anak berespon sedikit yaitu hanya menjawab ”ya” dan ”tidak”, ataupun anak

tidak menjawab sapaan/pertanyaan perawat/peneliti. Setelah dilakukan permainan

dengan anak sikap anak berubah misalnya bersikap lebih ramah kepada perawat,

mau diajak bercakap-cakap dan berespon baik terhadap pembicaraan perawat.

Perubahan tersebut bisa dikarenakan anak tidak merasa asing lagi dengan

lingkungan maupun tenaga pemberi pelayanan perawatan/pengobatan yang

menanganinya di rumah sakit. Dengan bermain terapeutik anak merasa lebih

familiar dengan lingkungannya yang baru sehingga stress mentalnya berkurang

dan tingkat kecemasan anak bisa dikurangi (Mott et al, 1990).

Namun pengaruh intervensi terhadap perilaku anak terutama pada respon

withdrawl terlihat tidak bermakna. Baik sebelum atau sesudah intervensi hampir

sebagian besar anak tetap menunjukkan perilaku withdrawl yang tinggi. Dari

penghitungan statistik diketahui mean sebelum perlakuan 5,70 mean setelah

perlakuan 5,65 sehingga didapat beda rerata -0,05. Dengan menggunakan derajat

kepercayaan 95 %, diperoleh nilai t -0,08 dan p=0,96 (> 0,05). Pada saat perawat

datang dengan membawa alat-alat perawatan anak menunjukkan respon mulai

menangis, menjerit-jerit, memanggil-manggil orang tuanya, merapatkan diri pada

orang tuanya karena anak merasa lebih aman berada dipelukan orang terdekat.

Anak merasa tidak nyaman apabila ada perawat yang melintas, karena takut

perawat akan melakukan sesuatu tindakan terhadap dirinya yang dirasa

menyakitkan (Supartini, 2004). Reaksi demikian memang wajar karena termasuk

Page 53: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

52

reaksi hospitalisasi utama pada anak-anak yang biasa muncul disamping reaksi

lain seperti kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol dan nyeri (Whaley

& Wong, 1990).

Selanjutnya pada saat perawat melakukan prosedur perawatan invasif

berupa injeksi obat bolus (jarum ditusukkan pada selang infus) atau perawatan

luka. Pengamatan pada respon anak menunjukkan tidak adanya pengaruh

permainan simbolik terhadap perilaku withdrawl anak.

Meskipun pada saat sesi bermain anak diperkenalkan dengan macam-

macam alat perawatan, cara penggunaanya serta anak diberikan kesempatan untuk

mencoba menggunakan alat-alat tersebut baik pada boneka maupun pada anggota

keluarga yang menemani, namun rupanya pada beberapa anak respon yang

muncul dipengaruhi oleh suatu pengalaman trauma dari tindakan yang diterima

sebelumnya ketika anak dilakukan tindakan/pemeriksaan sebelum anak menjalani

perawatan inap yang berdampak pada perilaku kooperatif anak pada saat

dilakukan tindakan keperawatan invasif. Misalnya pengambilan darah yang tidak

berhasil sekaligus sehingga harus dicoba lagi berkali-kali menusuk anak.

Pengalaman hospitalisasi berperan besar menentukan respon anak-anak ataupun

remaja terhadap prosedur invasif, terutama apabila pengalaman tersebut

dipersepsikan negatif (LeRoy et al., 2003).

Perilaku withdrawl yang nampak pada anak saat dilakukan prosedur

invasif mungkin berkaitan dengan perasaan ketakutan berkaitan dengan perawatan

kesehatan yaitu ketakutan terhadap jarum, pengalaman tindakan invasif

sebelumnya yang melukai bagian tubuh, dipaksa berbaring untuk dilakukan

Page 54: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

53

prosedur, menjadi subyek untuk dilakukan pemeriksaan sinar X dan lain

sebagainya. Selain di atas sensasi nyeri yang dirasakan merupakan bagian penting

dalam perawatan yang tidak dapat diabaikan. Persepsi nyeri pada anak bervariasi

sesuai kondisi dan derajat kecemasan yang turut mempengaruhi nyeri. Anak-anak

sering mengaitkan kecemasan dan ketakutan dengan nyeri dan mungkin

mempersepsikan bahwa nyeri adalah sebagai hukuman bagi orang yang berbuat

jahat atau berpikiran buruk (Potter dan Perry, 1993).

Selain menangis, anak masih menunjukkan respon ketakutan (withdrawl)

dengan merapat pada orang tua, memanggil nama orang tua, mengajak pulang,

memukul perawat dan meronta-ronta (agresif). Pada beberapa anak observasi

dilakukan pada bentuk tindakan perawatan yang berbeda yang bisa jadi tingkat

stimulus stresnya lebih tinggi misalnya dua pasien memperoleh tindakan hecting

up pada observasi yang kedua hal tersebut oleh karena anak sudah tidak

mendapatkan bentuk tindakan perawatan yang sama dengan tindakan pada saat

observasi yang pertama, sehingga kemungkinan dapat menimbulkan bias.

Respon anak pada saat perawat memerintahkan sesuatu sebagai salah satu

pelaksanaan prosedur perawatan, anak masih menunjukkan respon agresif yang

sama seperti pada saat sebelum intervensi bermain. Secara umum tidak terjadi

perubahan yang berarti. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan observasi

dilakukan ketika perawat melakukan tindakan perawatan yang invasif kepada

anak. Sehingga meskipun pada saat bermain anak sudah diajarkan tentang

pentingnya anak mematuhi perintah perawat yang akan bermanfaat bagi

kesembuhannya, misalnya perintah perawat meminta anak untuk memberikan

Page 55: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

54

tangannya untuk diambil darahnya, dan meminta anak untuk tidak menekuk

anggota tubuhnya yang akan dilakukan pemeriksaaan atau perawatan. Pada saat

dilakukan prosedur invasif anak sedang mengalami keadaan puncak berupa nyeri,

cemas, takut sehingga sesederhana apapun perintah perawat tidak dihiraukan oleh

anak. Tetapi di luar tindakan invasif anak menunjukkan respon positif, misalnya

pada saat perawat memerintahkan untuk mandi, makan, minum obat, atau turun

dari tempat tidur pada saat sprei akan diganti.

Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Zahr (1998), pada

anak-anak usia prasekolah yang mendapat intervensi permainan terapeutik dengan

pertunjukkan boneka wayang, anak-anak menjadi lebih kalem/tenang tetapi tidak

lebih kooperatif dari kelompok kontrol yang ditunjukkan dengan nilai t sebesar

-1,81 derajat signifikansi yang digunakan 99 % (p=0,01). Terdapat kesesuaian

dengan hasil penelitian ini, yaitu diperoleh respon regresif dan agresif menurun

tetapi respon withdrawl tetap tinggi setelah diberikan perlakuan dengan

permainan simbolik

Menurut Zahr (1998) dari hasil penelitiannya tentang persiapan anak untuk

hospitalisasi menunjukkan hasil bahwa persiapan yang diperoleh dengan metode

menggunakan pertunjukkan boneka wayang membantu mereka lebih kalem

dibandingkan kelompok kontrol ketika mereka memerima injeksi preoperatif.

Manfaat permainan terapeutik juga berpengaruh secara fisiologis yaitu terjadi

penurunan rata-rata tekanan darah dan nadi selama injeksi. Hal tersebut sangat

besar manfaatnya untuk perawat ataupun ahli pediatrik lainnya (Zahr, 1998).

Page 56: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

55

Potter dan Perry (1993) berpendapat beberapa hal yang dapat dilakukan

oleh perawat pada saat berkomunikasi pada anak dengan membiarkan anak

memperhatikan interaksi yang dekat antara perawat dengan orang tua sebelum

mendekati anak, menggunakan boneka sebelum melakukan prosedur tindakan

pada anak, berkomunikasi pada anak sejajar dengan posisi mata anak.

Membiasakan anak-anak berinteraksi dengan perawat dengan beberapa kegiatan

bermain misalnya bermain dengan balon sebelum menyentuh anak. Selain itu

berusaha melibatkan orang tua pada pemeriksaan/tindakan apabila memungkinkan

serta menghindari bahasa tubuh seperti senyuman yang terlalu lebar dan tatapan

yang dalam atau lama.

Untuk mengurangi ketakutan pada anak perawat dapat meminta anak

untuk duduk untuk pemeriksaan atau prosedur bila memungkinkan, perawat

memperagakan langkah-langkah tindakan terhadap boneka, perawat lain atau

orang tua sebelum memulai prosedur perawatan. Mempersilakan anak untuk

melihat dan memegang peralatan atau menggunakannya pada boneka.

Mengupayakan kehadiran orang tua selama prosedur dan perlakuan, memberi

kesempatan pada anak untuk bermain dengan pengalamannya dan membebaskan

perasaan kemarahan dan frustasi dalam berbagai bentuk tindakan (seperti bermain

spuit, melempar mainan, membuat benda dari bahan yang dapat dibentuk dan

memainkan alat musik perkusi). Terakhir dengan menyediakan sesi bermain

terapeutik (Potter dan Perry, 1993).

Perawat seringkali tidak dapat mencegah nyeri tetapi dapat melakukan

sesuatu untuk mengurangi ketidaknyamanan fisik. Untuk itu perawat dapat

Page 57: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

56

melakukan; pada anak usia todler atau yang lebih muda perawat dapat berbicara

dengan suara yang lembut atau dengan nyanyian dan dengan sentuhan fisik seperti

memegang, mengayun, memeluk, merangkul dan mengusap-usap. Menganjurkan

anak untuk disediakan benda-benda yang dapat membuatnya nyaman seperti

selimut kesayangannya, mainan kesayangannya, atau selendang ibunya. Perawat

memperbolehkan anak untuk menangis namun tetap melakukan tindakan yang

membantu misalnya memegang tangan mereka agar diam selama tindakan.

Memberi kesempatan kepada anak untuk memilih misalnya ajari mana yang akan

diambil darahnya untuk pemeriksaan. Membiasakan partisipasi anak dalam

prosedur yang mungkin juga menyakitkan, yang menjadi berlebihan oleh

kecemasan. Menyediakan perangsang yang dapat mendorong kerjasama

(cooperation) dengan tindakan keperawatan yang menimbulkan ketidaknyamanan

(misal memberikan pilihan kepada anak untuk mengambil hadiah kejutan dari

kotak yang disediakan setiap kali anak bekerjasama pada saat pengambilan darah

untuk pemeriksaan) dan tentu saja perawat secara kolaborasi dapat memberikan

analgesik sebagai pengontrol nyeri untuk memberikan kenyamanan dan

meningkatkan kerjasama pada pelaksanaan prosedur invasif (Potter dan Perry,

1993).

Page 58: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Nilai koefisien kesepakatan yang ideal adalah 1, namun dalam hal ini

hampir tidak pernah diperoleh. Nilai antara 0,8 – 0,1 dianggap tinggi; antara

0,6 – 0,8 cukup; antara 0,4 – 0,6 agak rendah; antara 0,2 – 0,4 rendah; antara

0,0 – 0,2 sangat rendah (Arikunto, 2002).

Perhitungan nilai koefisien kesepakatan dilakukan pada hasil

observasi peneliti dengan observasi asisten peneliti/observer dua. Bagi

observer yang memiliki nilai koefisien kesepakatan >0,6 maka dia diterima

sebagai asisten peneliti sedangkan bila nilai KK yang diperoleh <0,6 maka

akan dilakukan pemahaman kembali format dan observasi kembali sampai

diperoleh nilai KK yang >0,6. Hasil uji reliabilitas pengamat yang dilakukan

diperoleh nilai KK1 0,6 dan KK2 0,8.

Lembar observasi perilaku kooperatif anak berguna untuk memudahkan

observer dalam melihat perilaku kooperatif anak selama menjalani rawat inap

di ruang Cendana 4 (bangsal bedah anak) RSUP Dr. Sardjito.

3) Tahap Pelaksanaan :

Dalam penelitian ini penulis mengambil tempat penelitian di ruang

perawatan bedah anak Cendana 4 IRNA I RSUP DR. Sardjito Yogyakarta

yang direncanakan selama satu bulan yaitu pada bulan Desember, tetapi proses

pengambilan data berlangsung selama tiga bulan yang berakhir pada bulan

Maret 2006. Karena dalam tempo waktu satu bulan tersebut belum diperoleh

sejumlah sampel yang diharapkan yaitu minimal 30 responden, maka peneliti

memperpanjang jangka waktu penelitian selama dua bulan kemudian hingga

bulan Maret. Selama waktu tersebut diperoleh sampel sejumlah 23 responden.

38

Page 59: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian yang peneliti lakukan

adalah:

a. Peneliti melakukan pendekatan pada klien (pasien dan keluarganya),

menjelaskan bahwa peneliti akan melakukan dua kali pengamatan kepada

anak dan terutama pada saat dilakukan tindakan medis/keperawatan dan

saat berinteraksi dengan perawat yaitu sebelum dan sesudah anak bermain.

b. Melakukan observasi pretest, kemudian mengajak anak untuk bermain

dengan ditemani ayah, ibu, teman sesama pasien atau keluarganya yang

lain.

c. Melakukan permainan simbolik/pura-pura dengan anak, dengan peneliti

sebagai fasilitator. Permainan dilakukan sebanyak dua sesi dengan waktu

terpisah, setiap sesi dilakukan kurang lebih selama 10 hingga 20 menit.

Peneliti melakukan permainan dengan anak atau membimbing anak untuk

melakukan permainan sendiri dengan ditemani keluarganya dengan cara

mengarahkan alat permainan yang sesuai. Adapun pelaksanaan permainan

dengan anak dilakukan tidak tetap dalam waktu tertentu, peneliti kadang

menemui klien pada pagi atau sore hari (setelah anak mendapat tindakan),

pada siang hari (setelah anak makan siang) bahkan pada hari libur

sekalipun. Pada mulanya permainan direncanakan dilakukan secara

berkelompok dengan sesama pasien, namun karena kondisi anak yang

tidak mendukung maka permainan secara berkelompok hanya dilakukan

pada beberapa pasien saja, sebagian besar anak bermain bersama keluarga

yang menemaninya. Kondisi tersebut ialah tahapan perawatan anak yang

39

Page 60: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

berbeda-beda, sehingga berpengaruh pada tahap pengambilan data.

Apabila menunggu pasien lain untuk permainan berkelompok bisa jadi

pasien lainnya drop out karena akan segera pulang, belum, atau bahkan

sudah tidak mendapatkan jenis tindakan yang dimaksud peneliti untuk

diobservasi perilakunya.

d. Setelah dilakukan aktifitas bermain sebanyak dua sesi, peneliti melakukan

observasi lagi kepada anak (posttest) untuk melihat perilaku kooperatifnya.

Anak rawat Perilaku kooperatif setelah bermain

Bermain Perilaku Kooperatif sebelum bermain

Faktor-faktor berpengaruh: -jenis penyakit -jenis tindakan -sikap perawat

Perbandingan

Gambar 2. Skema Jalannya Penelitian

G. Analisis Data

Analisa data dilakukan setelah pengumpulan data. Langkah pertama yang

dilakukan dengan editing kemudian mentabulasikan seluruh data yang terkumpul,

kemudian menjumlah skor dari hasil observasi respon anak. Untuk menganalisis

data tersebut, karena dalam hal ini data hasil eksperimen menggunakan pre-test

dan post-test one group design, maka rumusnya adalah:

40

Page 61: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

)1(

2

=∑

NNdx

Mdt

dimana :

Md : Mean dari beda post test dan pre test

xd : deviasi masing-masing subjek

dx∑ 2 : jumlah kuadrat deviasi

N : Subjek pada sampel

d.b. : dientukan dengan N – 1

(Arikunto, 2002)

Harga t tersebut kemudian dibandingkan dengan harga t tabel sehingga diperoleh

interpretasi dari hipotesis ada tidaknya perbedaan sebelum dan sesudah

perlakuan. Untuk menghitung perbedaan tersebut maka digunakan nilai

probabilitas dengan tingkat kemaknaan 95% (p=0,05). Dikatakan ada perbedaan

bermakna apabila p<0,05 (Sugiyono, 2005). Sedangkan untuk mengetahui apakah

data terdistribusi normal atau tidak dilakukan uji Shapiro-Wilk (Satoto, 1990).

Selanjutnya untuk memberikan interpretasi skor skala dilakukan dengan

bantuan statistik deskriptif berdasarkan standar deviasi yang terbagi ke dalam lima

kelas tingkat kooperatif sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi

(Azwar,1999). Norma kategorisasi dalam populasi teoritik yang mengikuti

sebaran normal standar (μ=0; standar deviasi (σ)= 1) berupa:

X ≤ -1,5σ Kategori sangat rendah

-1,5σ < X ≤ -0,05σ Kategori rendah

41

Page 62: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

-0,05σ < X ≤ +0,05σ Kategori sedang

+0,05σ < X ≤ +1,5σ Kategori tinggi

+1,5σ <X Kategori sangat tinggi

Distribusi di atas misal bila ditetapkan dalam skala perilaku kooperatif (yang

secara teoritis kemungkinan skornya berkisar dari 0 sampai dengan 30 dan standar

deviasi (σ) = 5) akan menghasilkan kategori skor sebagai berikut:

X ≤ 7,5 Kategori sangat rendah

7,5 < X ≤ 12,5 Kategori rendah

12,5 < X ≤ 17,5 Kategori sedang

17,5 < X ≤ 22,5 Kategori tinggi

22,5 < X Kategori sangat tinggi

Demikian juga pengkategorian diterapkan untuk masing-masing tingkat respon

regresif, agresif dan withdrawl dengan disesuaikan kisaran skor dan standar

deviasinya.

(Azwar,1999)

H. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian

1. Kesulitan penelitian

Kapasitas ruang perawatan bedah anak yang kecil, yang hanya dapat

menampung sedikit pasien, sehingga dalam masa pengambilan data selama

tiga bulan hanya mendapatkan 23 responden, selain itu lama waktu rawat

inap pasien yang relatif panjang juga menyebabkan masuknya pasien baru

terbatas karena menunggu antrian tempat untuk dirawat/menjalani prosedur

2. Kelemahan Penelitian

42

Page 63: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

a. Identifikasi temperamen anak diperoleh dengan menanyakan pada keluarga

tanpa menggunakan panduan, sedangkan untuk mendapatkan identifikasi

yang akurat diperlukan instrumen/panduan yang tepat. Sehingga peneliti

tidak dapat mengendalikan apakah respon perilaku yang muncul pada

responden merupakan dampak karena stressor di rumah sakit atau karena

karakteriktik anak memang demikian, yang hal ini dapat menimbulkan bias

terhadap hasil penelitian.

b. Pada kriteria eksklusi responden dengan manifestasi klinis perilaku kacau

memerlukan pengukuran dengan menggunakan instrumen yang tepat,

namun dalam penelitian ini hal tersebut belum dapat dilakukan. Sehingga

kemungkinan besar menimbulkan bias terhadap hasil penelitian.

c. Permainan yang rencananya akan dilakukan secara berkelompok namun

karena kondisi tahap perawatan anak yang berbeda-beda maka permainan

dilakukan secara individu, anak sebagian besar tidak bermain bersama

sesama pasien tetapi bersama anggota keluarga yang menungguinya. Selain

itu terdapat variasi dalam waktu lamanya permainan masing-masing anak

dan variasi adanya teman/keluarga yang menemani anak selama bemain.

d. Dari variabel-variabel yang berpengaruh terhadap hasil pelaksanaan

kegiatan bermain terapeutik tidak semuanya dikendalikan. Hanya variabel

jenis tindakan saja yang dikendalikan. Variabel jenis penyakit dan sikap

perawat tidak dikendalikan.

e. Perilaku tidak terjadi secara sporadis (timbul dan hilang saat-saat tertentu),

tetapi selalu ada kelangsungan kontinuitas antara satu perilaku dengan

43

Page 64: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

perilaku berikutnya, sehingga semakin banyak dilakukan pengukuran

semakin baik karena dapat menunjukkan sifat kontinuitas dari perilaku.

Namun dalam penelitian ini pengukuran perilaku anak hanya dilakukan dua

kali, pre dan pos aktivitas bermain masing-masing dilakukan satu kali

observasi.

44

Page 65: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

BAB V

KESIMPULAN dan SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian intervensi

bermain simbolik berpengaruh terhadap peningkatan perilaku kooperatif anak selama

menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya

perbedaan rata-rata perilaku kooperatif secara bermakna antara sebelum dan sesudah

bermain, dengan nilai kemaknaan sebesar 0,047.

B. Saran

1. Mengingat manfaat bermain di rumah sakit berupa pengaruhnya terhadap

peningkatan perilaku kooperatif anak pada saat menjalani perawatan maka

hendaknya rumah sakit dapat memfasilitasi terselenggaranya kegiatan bermain

bagi pasien di bangsal bedah anak.

2. Hendaknya perawat senantiasa berupaya untuk menyampaikan kepada orang tua

tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan anak untuk tetap dapat bermain meski

dalam keadaan sakit (yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi kesehatan anak).

3. Perawat hendaknya dapat membantu anak dan orang tua dalam praktik bermain,

memberikan informasi jenis-jenis bermain terapeutik yang dapat dilakukan untuk

mendukung proses perawatan, termasuk bermain simbolik pura-pura menjadi

dokter-pasien/perawat-pasien yang dapat menurunkan perilaku regresif dan

agresif selama prosedur invasif.

57

Page 66: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

4. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh perawat pada saat berkomunikasi pada

anak yaitu dengan menggunakan boneka sebelum melakukan prosedur tindakan

pada anak. Membiasakan anak-anak berinteraksi dengan perawat denagan

beberapa kegiatan bermain misalnya bermain dengan balon sebelum menyentuh

anak.

5. Tindakan dapat dilakukan perawat untuk membantu mengurangi ketakutan pada

anak, perawat dapat memperagakan langkah-langkah tindakan terhadap boneka,

perawat lain atau orang tua sebelum memulai prosedur perawatan.

6. Perawat seringkali tidak dapat mencegah nyeri tetapi dapat berupaya mengurangi

ketidaknyamanan fisik dengan menganjurkan anak untuk disediakan benda-benda

yang dapat membuatnya nyaman seperti selimut dan mainan kesayangannya.

7. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengendalikan faktor-faktor lain

yang mempengaruhi dan penelitian untuk mengetahui jenis permainan apa yang

paling efektif untuk meningkatkan perilaku kooperatif anak selama tindakan

invasif.

58

Page 67: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Lampiran 1 Observasi I / II *

KARAKTERISTIK RESPONDEN

Identitas Responden

1. Nama Anak :……………………………………………

2. Jenis Kelamin :……………………………………………

3. Umur :……………………………………………

4. Tanggal masuk RS :………………………………………….…

5. Diagnosa Medis :……………………………………………

6. Pasien anak no. :………dari…………bersaudara

7. Pernah rawat inap di rumah sakit sebelumnya: ya/tidak*

……..………………

Jika ya:

a. Tahun…………………penyebab rawat inap………….……

b. Tahun…………………penyebab rawat inap..……….…….

c. Tahun…………………penyebab rawat inap… ……………

Keterangan: * Lingkari sesuai pilihan

PERILAKU KOOPERATIF

Berikut ini adalah pedoman observasi untuk melihat perilaku kooperatif

anak yang dirawat di ruang Cendana 4 RSUP Dr. Sardjito pada usia 2-6 tahun.

i

Page 68: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

PEDOMAN OBSERVASI

PERILAKU KOOPERATIF ANAK SELAMA MENJALANI PERAWATAN

PETUNJUK

Berilah tanda check (V) pada kolom “ya” atau “tidak” berdasarkan perilaku yang

ditunjukkan oleh anak:

NO. REAKSI YANG MUNCUL PADA ANAK YA TIDAK

A. Perilaku anak pada saat perawat mengajak bercakap-

cakap atau berbicara

1. Anak mengusir perawat.

2. Anak menunjukkan respon marah pada perawat.

3. Anak tidak mengeluarkan sepatah kata pun

4. Anak menghindari kontak mata dengan perawat.

5. Anak berespon dengan mengeluarkan jawaban ya atau

tidak.

6. Anak bersikap ramah dan berespon baik terhadap perawat.

7. Anak berespon antusias terhadap pembicaraan perawat.

B. Perilaku anak pada saat perawat datang dengan membawa alat-alat

perawatan

8. Anak menjerit-jerit.

9. Anak menangis.

10. Anak mengucapkan kata-kata marah atau respon marah

pada perawat.

11. Anak mengajak orang tuanya pulang.

ii

Page 69: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

12. Anak merapatkan dirinya/bersembunyi pada orang tuanya.

13. Anak bersikap wajar tetapi tetap pada aktivitasnya.

14. Anak menanyakan alat apa yang dibawa perawat.

15. Anak menerima perawat dengan ramah dan menanyakan

prosedur apa yang akan dilakukannya.

C. Perilaku anak pada saat perawat melakukan prosedur

pemeriksaan/perawatan baik yang menyakitkan ataupun tidak

16. Anak memanggil-manggil orang tuanya.

17. Anak meronta-ronta.

18. Anak menendang-nendangkan kakinya.

19. Anak menangis kuat atau menjerit-jerit

20. Anak melawan (misal memukul atau mencakar) perawat

yang melakukan tindakan.

21. Anak menepiskan tangan perawat yang memeganginya.

22. Anak menekuk kaku tangan atau anggota tubuh yang akan

dilakukan pemeriksaan.

23. Anak memberikan anggota tubuh yang akan dilakukan

pemeriksaan.

24. Anak menanyakan dulu kepada perawat tindakan. yang

akan dilakukan sakit atau tidak kemudian mempersilakan

perawat melakukan pemeriksaan terhadapnya.

25. Anak tanpa bertanya apa-apa langsung mempersilakan

perawat melakukan pemeriksaan terhadapnya.

iii

Page 70: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

D. Perilaku anak pada saat perawat memerintahkan sesuatu sebagai salah

satu prosedur perawatan

26. Anak menangis.

27. Anak menunjukkan respon marah pada perawat.

28. Anak tidak mau melakukan perintah perawat.

29. Anak melakukan perintah tetapi dengan sedikit paksaan.

30. Anak melakukan perintah secara spontan tanpa paksaan.

Catatan observer:

……….……….……….……….……….…………………….

……….……….……….……….……….…………………….

……………………………………………………………….

………… 2005

Tanda tangan Observer

( )

iv

Page 71: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Lampiran 2

Materi kegiatan yang dilakukan pada penelitian

Sesi I, selama 10 – 20 menit

Hari/tanggal :

Waktu :

No Materi yang kegiatan Ya Tdk

1 Perkenalan dengan anak dan orang tua

a. Memperkenalkan nama dan identitas singkat dari

peneliti.

b. Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penelitian.

c. Memberikan informasi tentang pentingnya orang tua

dalam mendampingi anak selama dilakukan aktivitas

bermain oleh peneliti.

2 Melakukan pendekatan dengan anak

a. Membina hubungan saling percaya.

b. Mengadakan kontrak waktu dengan anak pada awal

permainan.

3 Persiapan sebelum melakukan permainan:

a. Memilih permainan yang disukai anak untuk bermain

dan mengarahkannya pada jenis tertentu.

- Puzzle, mobil-mobilan, boneka, alat memasak

mainan, kertas lipat, mainan alat musik, gambar

benda-benda di rumah sakit, buku gambar.

Page 72: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

b. Memberikan alat bermain yang tidak menguras tenaga.

c. Memberikan alat bermain sesuai jenis kelamin dan

umur.

d. Mendaftar benda yang ada di rumah sakit dan latihan

tebak-menebak tentang benda tersebut.

e. Biarkan anak untuk menggambar apa yang disukai

dan tidak disukainya di rumah sakit.

4 Mengakhiri permainan.

a. Meminta ijin pada anak untuk mengakhiri pemainan.

b. Meminta anak melanjutkan permainan lagi nanti atau

esok hari.

5 Mencatat respon anak selama permainan.

Respon Anak:

………………………………………………………………

………………………………………………………………

……………………………………..……………………….

Tanda tangan

pelaksana

( )

Page 73: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Sesi II, selama 10 - 20 menit

Hari/tanggal :

Waktu :

Sarana yang digunakan :

Boneka, gambar dokter dan perawat, peralatan rumah sakit (termometer,

stetoskop, alat suntik tanpa jarum, cangkir)

No. Materi kegiatan Ya Tdk

1 Mempersiapkan permainan yang akan dilakukan bersama

anak.

2 Mengadakan kontrak waktu dengan anak

3 Melakukan permainan bersama anak:

a. Untuk menjelaskan sakitnya, tunjukkan bagian yang

sakit pada anak dengan mempergunakan boneka.

b. Mengenalkan dan mendekatkan anak dengan dokter

dan perawat dengan menggunakan gambar-gambar

dokter dan perawat atau dapat juga mengenalkannya

secara langsung.

c. Perkenalkan anak dengan alat-alat yang ada di

rumah sakit yang tidak menyakitkannya: termometer,

stetoskop.

d. Ajari anak menggunakannya sambil dijelaskan.

e. Perkenalkan anak dengan alat rumah sakit yang

Page 74: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

menakutkannya (misalnya: alat suntik tanpa jarum) dan

ajarkan cara menggunakannya.

f. Anak bermain pura-pura menjadi perawat atau

dokter.

g. Biarkan anak memegang spuit tanpa jarum, ajarkan

menyuntik dan gambarkan lokasi yang akan disuntik dan

perlihatkan wajah boneka tersenyum.

h. Jika memungkinkan anak bisa bermain air dengan

menggunakan spuit.

4 Mengakhiri permainan

a. Meminta ijin pada anak dan orang tuanya bahwa tugas

perawat sudah selesai.

b. Mengucapkan terimakasih pada orang tua atas ijin yang

diberikan dan partisipasinya.

c. Meminta orang tuanya untuk mengajak anaknya bermain.

5 Mencatat respon anak selama permainan.

Respon Anak:

………………………………………………………………

………………………………………………………………

……………………………………..……………………….

Tanda tangan

pelaksana

( )

Page 75: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Lampiran 3

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :…………………………..

Umur :…………………………..

Selaku wali dari anak :

Nama :…………………………..

Umur :…………………………..

telah memberikan persetujuan anak saya untuk di observasi dalam penelitian

“Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Selama Menjalani

rawat inap di RSUP. Dr. Sardjito Yogyakarta”.

Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan. Saya

mengetahui bahwa penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

anak-anak dalam menjalani rawat inap.

Demikian pernyataan ini dibuat secara sukarela dan tidak ada unsur

paksaan dari siapapun.

Yogyakarta,…………2005

(…………….)

Page 76: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

ii

Page 77: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Lampiran 4

Lembar Kesediaan Menjadi Observer

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :……………………………………..

Umur :……………………………………..

Jenis kelamin :……………………………………..

Pendidikan :……………………………………..

Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai observer dalam

penelitian yang berjudul “Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku

Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta”. Saya telah menerima informasi atau penjelasan dan mengerti

tentang observasi yang akan dilakukan pada penelitian ini.

Demikian surat kesediaan yang saya buat.

Yogyakarta,………………..2005

(……………….)

Page 78: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

ii

Page 79: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Lampiran Uji homogenitas sampel NPAR-Test Chi Square –Test Frequencies KELAMIN Jenis Kel. Observed N Expected N Residual Laki-laki 15 11.5 3.5Perempuan 8 11.5 -3.5Total 23

Test Statistics KELAMIN Chi-Square(a) 2.130 df 1 Asymp. Sig. .144

a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 11.5.

NPAR-Test Chi Square –Test Frequencies USIA Observed N Expected N Residual 2-3 th 5 11.5 -6.53-6 th 18 11.5 6.5Total 23

Test Statistics USIA Chi-Square(a) 7.348 df 1 Asymp. Sig. .007

a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 11.5.

Page 80: Pengaruh Bermain Simbolik Terhadap Perilaku Kooperatif Anak Selama Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta

Lampiran Uji homogenitas sampel NPAR-Test Chi Square –Test Frequencies HOSPITAL Hospitalisasi Observed N Expected N Residual Tidak 19 11.5 7.5Ya 4 11.5 -7.5Total 23

Test Statistics HOSPITAL Chi-Square(a) 9.783

df 1 Asymp. Sig. .002

a 0 cells (.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 11.5.