pengaruh audit internal terhadap penerapan good corporate governance - copy

18
PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE ( STUDI KASUS PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN, TBK) Batari Chaga Tsania 120110120068 LATAR BELAKANG Krisis keuangan yang melanda kawasan Asia di sekitar tahun 1997-1998, di mana Indonesia termasuk di dalamnya telah dirasakan amat memberatkan kehidupan bagi semua kalangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Baird (2000) bahwa salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai negara Asia lainnya adalah buruknya pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan) dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerintah (BUMN & BUMD) maupun yang dimiliki pihak swasta. Perhatian terhadap corporate governance terutama juga dipicu oleh skandal spektakuler seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards (Kaihatu, 2006).

Upload: batari-chaga-tsania

Post on 16-Sep-2015

36 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

jm

TRANSCRIPT

PENGARUH AUDIT INTERNAL TERHADAP PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE ( STUDI KASUS PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA BARAT DAN BANTEN, TBK)Batari Chaga Tsania120110120068LATAR BELAKANGKrisis keuangan yang melanda kawasan Asia di sekitar tahun 1997-1998, di mana Indonesia termasuk di dalamnya telah dirasakan amat memberatkan kehidupan bagi semua kalangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Baird (2000) bahwa salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai negara Asia lainnya adalah buruknya pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan) dihampir semua perusahaan yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerintah (BUMN & BUMD) maupun yang dimiliki pihak swasta. Perhatian terhadap corporate governance terutama juga dipicu oleh skandal spektakuler seperti, Enron, Worldcom, Tyco, London & Commonwealth, Poly Peck, Maxwell, dan lain-lain. Keruntuhan perusahaan-perusahaan publik tersebut dikarenakan oleh kegagalan strategi maupun praktek curang dari manajemen puncak yang berlangsung tanpa terdeteksi dalam waktu yang cukup lama karena lemahnya pengawasan yang independen oleh corporate boards (Kaihatu, 2006). Dalam kasus-kasus yang terjadi kinerja perusahaan yang buruk disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya adalah kegagalan perusahaan dalam melakukan pemantauan dan menentukan perencanaan strategis. Faktor lain yang menyebabkan buruknya kinerja perusahaan adalah pelanggaran terhadap etika bisnis. Seperti diketahui, budaya sogok-menyogok, suap-menyuap, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) yang marak mewarnai praktik bisnis di Indonesia maupun di negara lainnya.Namun demikian, akibat dari krisis ekonomi yang melanda, membawa efek meningkatnya perhatian dari pemerintah, kalangan pebisnis, serta masyarakat luas pada umumnya terhadap pentingnya penerapan GCG. Penerapan GCG juga telah menjadi sebuah isu sentral dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang stabil serta sustainable dimasa yang akan datang. Di era globalisasi ini, perusahaan dituntut untuk memahami prinsip-prinsip GCG dan menerapkan good corporate governance tersebut sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.Seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan, maka pada tahun 2006 Bank Indonesia menggagas peraturan yang secara khusus mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum. Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan GCG pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Dalam pelaksanaan GCG tersebut, diperlukan keberadaaan Komisaris Independen dan Pihak Independen.Salah satu krisis yang berdampak cukup besar bagi perekonomian terutama sektor keuangan adalah krisis finansial yang terjadi pada tahun 2008 silam. Perbankan harus ekstra kerja keras memacu pertumbuhan usaha sekaligus menjaga tingkat kesehatannya karena ada kekhawatiran bahwa imbas krisis tersebut akan memperlambat pertumbuhan industri yang akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja massal yang bisa mendongkrak rasio kredit bermasalah dimana risiko kredit merupakan risiko terbesar dalam bidang perbankan. PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk (Bank BJB) pun sebagai bank yang pertumbuhan kreditnya tinggi tentunya memiliki masalah kredit macet.Ditambah beberapa publikasi negatif yang diberitakan media massa yang tentunya berpotensi meningkatkan risiko reputasi Bank BJB sebagai bank yang tengah tumbuh. Bila perusahaan bermasalah dengan pihak pemerintahan baik penegak hukum, pemerintah maupun legislatif, dapat dengan cepat menyeret perusahaan masuk daftar hitam dan menimbulkan masalah yang berkepanjangan. Pemegang saham terbesar Bank BJB adalah Pemda Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, dan Kota Bandung sehingga ini akan menjadi sorotan masyarakat termasuk masyarakat pers ketika ada pelanggaran ataupun ketidakberesan dalam pengelolaannya, seperti berita mengenai penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas empat tersangka dalam kasus suap terkait manipulasi pajak Bank BJB. Mereka adalah mantan Direktur Kepatuhan, Hery Achmad Bukhori dan tiga orang pegawai Direktorat Jenderal Pajak Roy Yuliandri, Muhammad Yazid dan Dien Rajana Mulya. Lalu berita mengenai kasus dana pinjaman senilai Rp 200 Milyar oleh Pemerintah Kabupaten Pandeglang kepada Bank BJB cabang Pandeglang yang melibatkan Kepala Cabang BJB Lebak Jamal Muslim (Poskota, 2010). Terakhir mengenai penyuapan mantan dirut BJB Umar Syarifudin yang memberikan uang suap atas pengurangan jumlah pajak kurang bayar BJB tahun buku 2001-2002 dan merugikan negara sebesar Rp. 51,287 Milyar (www.detik.com, 2010). Dan masalah pada tahun 2013 mengenai kasus dugaan korupsi pembelian kantor Gedung T Tower Bank Jabar-Bantendi Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta.Di tengah kondisi perekonomian yang sedang berusaha bangkit ini, Bank BJB pada tahun 2010 telah mengambil langkah besar dalam pengembangan bisnisnya dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui IPO (Initial Public Offering). Sebagai konsekuensi logis perubahan statusnya menjadi perusahaan publik, maka transparansi yang memadai merupakan kewajiban dalam tata kelola yang baik.Auditor internal dapat menambah nilai perusahaan dengan memberikan jaminan bahwa eksposur risiko dapat dipahami dan dikelola dengan benar. Pelaksanaan audit internal harus menerapkan metode audit dengan pendekatan audit berbasiskan risiko. Hal utama dalam metodologi ini adalah adanya pemahaman yang lebih baik akan kualitas manajemen, karakteristik bisnis dan risiko yang dihadapi bank serta memastikan bahwa risiko-risiko telah diidentifikasikan dengan benar. Internal audit dapat berperan proaktif dalam membangun atau meningkatkan pengendalian internal baru untuk menunjukkan nilai mereka melalui audit yang berbasis risiko. Jelas nampak bahwa ketetapan independen dan objektif dalam mengevaluasi (manajemen risiko) merupakan tugas assurance dari internal audit.Berlandaskan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti mengenai peranan audit internal yang membantu manajemen dalam membangun Good Corporate Governance .Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi fokus pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut; (1) Bagaimana gambaran pelaksanaan audit internal yang diterapkan Bank BJB?; (2) Bagaimana gambaran pengelolaan Good Corporate Governance di Bank BJB?; (3) Bagaimana peranan audit internal dalam mewujudkan efektivitas Good Corporate Governance di Bank BJB ?Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dan diidentifikasi adalah sebagai berikut :1. Bagaimana Audit Internal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk? 2. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk? 3. Seberapa besar pengaruh Audit Internal berpengaruh terhadap penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk?Tujuan Penelitian Sehubungan dengan latar belakang serta identifikasi masalah tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mencoba mempelajari dan menilai pengaruh Audit Internal terhadap penerapan Good Corporate Governance, adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa Audit Internal pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk. 2. Untuk mengetahui dan menganalisa sejauhmana penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk.3. Untuk mengetahui dan menganalisa seberapa besar pengaruh Audit Internal dalam penerapan Good Corporate Governance pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk.

KERANGKA TEORITIS Kaihatu (2006) menjabarkan terdapat dua teori utama terkait corporate governance, yaitu stewardship theory dan agency theory (Chinn,2000;Shaw,2003).1. Stewardship theoryStewardship theory dibangun diatas asumsi filosofis menenai sifatmanusia, yaitu bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, teori ini memandang manusia dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya baik kepentingan public pada umumnya maupun stakeholders pada khususnya.Stewardship theory menekankan kosekuensi yang bermanfaat pada shareholders return bila struktur otorisasi bersifat fasilitatif melalui penyatuan pimpinan puncak manajemen (Chief Executive Officer/CEO) degan pimpinan organ pengawasan (Chair of the Board). Peran ganda CEO dan Chairman ini diharapkan akan meningkatkan efektivitas dan hasil yang diperoleh, serta mengutamakan superior return kepada shareholders daripada pemisahan peran Chairman da CEO. Di perusahaan-perusahaan yang mengadopsi stewardship theory, peran CEO dan Chairman akan dipegang oleh individu yang sama (CEO duality). Peran seperti ini banyak dimiliki oleh perusahaan besar di Amerika Serikat yang memiliki CEO sekaligus Chair of The Board (Alijoyo dan Zaini, 2004).2. Agency Theory Agency theory (teori agensi) yang dikembangkan oleh Jensen&Meckling (1976), memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai agents bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Bertentangan dengan stewardship theory , agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-baiknya baik kepentingan public pada umumnya maupun stakeholders pada khususnya. Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran bertumpu pada agency theory dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.Implementasi Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Corporate GovernanceSetiap perusahaan harus memastikan bahwa asas Good Corporate Governance diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas Good Corporate Governance yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan. Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) terdapat pedoman umum good corporate governance yaitu:1. Transparansi (Transparancy) Prinsip Dasar Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.2. Akuntabilitas (Accountability) Prinsip Dasar Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan3. Responsibilitas (Responsibility) Prinsip Dasar Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.4. Independensi (Independency) Prinsip Dasar Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness) Prinsip Dasar Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.Good Corporate Governance pada Perbankan Bank adalah lembaga intermediasi yang dalam menjalankan kegiatan usahanya bergantung pada dana masyarakat dan kepercayaan baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai risiko, baik risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional maupun risiko reputasi. Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk memenuhi modal minimum sesuai dengan kondisi masing-masing bank, menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang highly regulated (KNKG, 2004:1). Krisis perbankan di Indonesia yang dimulai akhir tahun 1997 bukan semata-mata diakibatkan oleh krisis ekonomi, tetapi juga diakibatkan oleh belum dilaksanakannya GCG dan etika yang melandasinya. Oleh karena itu, usaha mengembalikan kepercayaan kepada dunia perbankan Indonesia melalui restrukturisasi dan rekapitalisasi hanya dapat mempunyai dampak jangka panjang dan mendasar apabila disertai tiga tindakan penting lain yaitu:a. Ketaatan terhadap prinsip kehati-hatian; b. Pelaksanaan good corporate governance; dan c. Pengawasan yang efektif dari Otoritas Pengawas Bank. Pelaksanaan GCG sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk berkembang dengan baik dan sehat. Oleh karena itu Bank for International Sattlement (BIS) sebagai lembaga yang mengkaji terus menerus prinsip kehati-hatian yang harus dianut oleh perbankan, telah pula mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan GCG bagi dunia perbankan secara internasional.GCG mengandung lima prinsip utama yaitu keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), tanggung jawab (responsibility), independensi (independency) serta kewajaran (fairness), dan diciptakan untuk dapat melindungi kepentingan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders). Pengaturan dan implementasi GCG memerlukan komitmen dari top management dan seluruh jajaran organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari penetapan kebijakan dasar (strategic policy) dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang diwujudkan dalam satunya kata dan perbuatan, merupakan faktor penting sebagai landasan penerapan GCG.Unsur-unsur Good Corporate Governance Menurut Ardeno Kurniawan (2012: 43) unsur-unsur dalam Good Corporate Governance (GCG), terdiri atas : 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 2. Dewan Komisaris 3. Dewan Direksi.

Pengertian Audit InternalMenurut Institute of Internal Auditing (IIA):Audit internal adalah aktivitas penjaminan yang independen dan objektif serta jasa konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal akan membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan terjadwal untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko, kecukupan pengendalian dan pengelolaan pengendalian.

KERANGKA PEMIKIRAN, VARIABEL, DAN HIPOTESISKERANGKA PEMIKIRANSecara umum, audit internal adalah aktivitas penjaminan yang independen dan objektif serta jasa konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah (value added) dan meningkatkan prestasi organisasi. Audit internal akan membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan terjadwal untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas proses pengelolaan risiko, kecukupan pengendalian dan pengelolaan organisasi.dalam International Standards For The Professional of Internal Auditing (Standards) :Kegiatan audit internal adalah untuk memberikan rekomendasi untuk meningkatkan proses tata kelola organisasi agar proses tersebut mampu untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut diantaranya :1. Mendorong implementasi etika dan nilai-nilai yang layak didalam organisasi. 2. Memastikan adanya manajemen kinerja organisasional yang efektif dan akuntabel.3. Memastikan adanya proses komunikasi risiko dan pengendalian kepada unti-unit yang tepat di dalam organisasi. 4. Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dari, serta mengkomunikasikan informasi diantara pimpinan, dewan pengawasan, auditor internal dan eksternal serta manajemen. Tujuan tersebut haruslah dapat dicapai oleh audit internal dalam rangka mewujudkan Good Corporate Governance untuk memastikan bahwa manajemen telah mengembangkan nilai-nilai etika di dalam organisasi yang mencukupi, efektifitas dan akuntabilitas di dalam pengelolaan kinerja organisasi telah tercapai, adanya komunikasi yang baik mengenai risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi serta terlaksananya koordinasi kegiatan dan aliran komunikasi yang efektif.Corporate Governance merupakan tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang menentukan arah kinerja perusahaan. Selain itu, secara umum Good Corporate Governance merupakan salah satu elemen dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, komite audit, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Good Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring manajemen. Penerapan prinsip-prinsip dasar Good Corporate Governance pada dasarnya memiliki tujuan untuk memberikan kemajuan terhadap kinerja suatu perusahaan. Dalam jangka panjang pelaksanaan Good Corporate Governance dapat meningkatkan kinerja atau nilai perusahaan karena meningkatkan kepercayaan investor dan menguntungkan pemegang saham (nilai saham dan deviden yang diterima meningkat), memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasi mereka.Antara audit internal dan Good Corporate Governance memiliki hubungan yang sangat erat dimana audit internal sebagai orang dalam bagian perusahaan yang mengetahui bagaimana kinerja sehari-hari di perusahaan harus dapat menerapkan tata kelola perusahaan yang baik guna mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Keberadaan audit internal sangat penting di dalam memastikan terlaksananya nilai-nilai etika dalam pencapaian Good Corporate Governance sehubungan dengan adanya berbagai macam kasus yang terjadi baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Ini menunjukan bahwa organisasi tersebut tidak melaksanakan prinsip-prinsip maupun mekanisme tata kelola perusahaan dengan baik. Peran audit internal yang independen akan sangat penting dalam membantu penerapan Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan.VARIABELVariabel Independen Pada penelitian ini, terdapat dua variabel bebas yang mempengaruhi variabel dependen, antara lain audit internal (X1) Dimensi dari audit internal dapat dipecah menjadi empat, dimana keempat dimensi ini diambil dari penelitian Wardoyo dan Lena (2010). Dimensi-dimensi tersebut antara lain: 1. Independensi (X1.1)2. Kemampuan profesional (X1.2) 3. Ruang lingkup audit (X1.3) 4. Pelaksanaan audit (X1.4) Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah good governance (Y). Variabel ini dapat dipecah menjadi lima dimensi, dimana kelima dimensi ini diadopsi dari penelitian Wardoyo & Lena (2010) dan Fadilah (2011), antara lain: 1. Akuntabilitas (Y1) 2. Transparansi (Y2) 3. Pertanggungjawaban (Y3) 4. Kewajaran (Y4) 5. Kemandirian (Y5) Elemen-elemen good governance ini merupakan hasil dari pengoperasionalan penelitian yang dilakukan Gumilang (2009).HIPOTESISHubungan antara Audit Internal dan Pelaksanaan Good Governance Secara lebih spesifik, organisasi mengandalkan fungsi audit intern untuk membantu memastikan bahwa proses manajemen risiko, lingkup pengendalian secara keseluruhan dan efektivitas kinerja dari proses usaha telah konsisten dengan ekspektasi manajemen. Fungsi audit internal saat ini tidak sekedar dituntut menemukan permasalahan namun sekaligus menjadi bagian dari solusi dan memberikan usulan perbaikan. Audit internal terlibat dan berperan aktif memantau aktivitas unit bisnis dan memberikan peran konsultatif dalam pelaksanaan proses operasi perusahaan. Dengan demikian, peran audit internal tidak hanya sebatas sebagai detector namun bisa lebih yaitu sebagai pencegah yang diharapkan mampu mendukung dan mendorong proses terwujudnya good governance. Berdasarkan rerangka teoritis diatas, maka penulis mengembangkan hipotesis berikut ini: H : Audit internal berpengaruh terhadap pelaksanaan good governance