pengantar - methodist.or.id 2016 indonesia final.pdf · dan ular sebagai hewan yang paling cerdik...

84
1

Upload: lamnhu

Post on 07-Jun-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

2

PENGANTAR

Apakah yang dimaksud dengan Masa Lenten?

Masa Lenten adalah masa pertobatan, berpuasa dan persiapan menjelang

Hari Paskah. Pada masa gereja mula-mula, masa Lenten merupakan waktu

mempersiapkan para petobat baru untuk baptisan. Di masa kini, orang

percaya mengisi masa Lenten dengan berfokus pada hubungan pribadi

dengan Tuhan, serta dengan rela memberi diri membantu orang lain yang

membutuhkan.

Kapankah Masa Lenten itu?

Masa Lenten adalah masa selama 40 hari sebelum hari Paskah (tanpa

memperhitungkan hari Minggu yang dianggap sebagai Paskah kecil). Bila

diurutkan, maka masa Lenten akan dimulai pada hari Rabu Abu dan berakhir

menjelang hari Paskah. Untuk tahun 2016 ini, Masa Lenten dimulai dari hari

Rabu, 10 Februari 2016 dan berakhir pada hari Sabtu, 26 Maret 2016.

Mengapa 40 hari?

Empat puluh hari menggambarkan masa Tuhan Yesus berada di padang

gurun berpuasa setelah itu dicobai oleh Iblis. Oleh karenanya bagi kita orang

percaya masa Lenten merupakan masa kita berpuasa, berdoa, dicobai dan

bertobat. Masa Lenten tidaklah diwajibkan oleh satupun ayat Alkitab namun

itu sudah menjadi suatu tradisi gereja yang dilakukan oleh orang percaya

pada 2.000 tahun terakhir ini.

3

Bagaimanakah Kehidupan Selama Masa Lenten?

Masa Lenten menitikberatkan untuk kita mengingat kembali karya

keselamatan yang telah digenapi Yesus Kristus, dan merasakan

kelemahlembutan, kasih, keberanian, dan kesepian-Nya. Pada Masa Lenten

umumnya orang percaya melakukan puasa, doa dan perbuatan baik kepada

sesama. Puasa yang dilakukan selama Masa Lenten adalah puasa yang

disesuaikan dengan keadaan kesehatan. Mengaku dosa dan bertobat,

mendekatkan diri pada Tuhan dengan hati yang tulus dan murni, merupakan

bagian dari persiapan diri menyongsong hari Paskah. Berpuasa bukan

sekedar tidak makan atau minum, juga menjaga pancaindera dan hati dari

segala sesuatu yang menghalangi fokus kepada Tuhan. Belajar menahan diri

dan menderita bersama Kristus, mengalami pencobaan dan memperoleh

kemenangan atas pencobaan tersebut. Melalui menahan lapar, haus dan hawa

nafsu, kita dilatih untuk meningkatkan kehidupan rohani, selain menderita

bersama Kristus, kita juga dapat merasakan kehidupan orang lain yang

menderita kekurangan. Masa Lenten juga diisi dengan menghemat uang

untuk makan dan hiburan sehingga dapat memberi lebih banyak untuk

menolong mereka yang kekurangan sebagai wujud kasih yang nyata dari

Tuhan.

4

PENDAHULUAN

” ... bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab

Taurat Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.” – Lukas 24:44b

Alkitab adalah wahyu atau firman Allah yang progresif. Jika kita

melangkahi setengah bagian awal dari suatu buku dan berusaha hanya

membaca setengah bagian akhir saja, kita akan kesulitan memahami atau

mendapatkan pesan yang mau disampaikan buku tersebut. Kita akan

kehilangan informasi mengenai pendahuluan, tokoh dan karakter yang

dibangun, setengah jalan cerita dan lain-lain.

Demikian juga dengan Alkitab yang terdiri dari Perjanjian Lama

(PL) dan Perjanjian Baru (PB). Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru

memiliki keterkaitan yang saling erat. Membaca kisah-kisah dalam

Perjanjian Lama tanpa kisah-kisah dalam Perjanjian Baru, kita akan

mendapati bahwa seolah-olah Allah tidak setia dengan segala janji yang

diucapkan-Nya. Sebaliknya, membaca kisah-kisah dalam Perjanjian Baru

tanpa membaca kisah-kisah dalam Perjanjian Lama, kita akan kehilangan

asal usul tentang identitas Yesus dan dasar dari segala sesuatu yang diajarkan

dan diperbuat oleh Yesus.

Dalam beberapa kesempatan, Yesus dengan tegas mengatakan

bahwa segala tulisan dalam Perjanjian Lama memberi kesaksian tentang diri-

Nya (bdk. Yoh. 5:39 dan 46), dan segala nubuatan yang disampaikan oleh

para nabi, digenapi dalam diri-Nya. Yesus adalah pribadi yang menggenapi

janji Allah dalam Perjanjian Lama dan pribadi yang menggenapi segala

pengharapan umat Allah dalam Perjanjian Lama akan datangnya Mesias.

5

Dalam renungan lenten masa pra-Paskah ini, kita akan menelusuri segala

penggenapan dalam diri Yesus dari nubuatan-nubuatan yang disampaikan

dalam Perjanjian Lama. Kiranya dalam masa lenten ini, kita semakin

memahami kesatuan Alkitab dan mendapatkan bahwa segala penggenapan

dan pemenuhan janji Allah bagi kita hanya terdapat dalam pribadi Yesus

Kristus yang rela mati dan bangkit untuk kita semua.

6

Hari ke-1, Rabu 10 Februari 2016 (Rabu Abu)

Bacaan Alkitab: Kejadian 3: 14-19

”Debu Tanah”

Ketika kita membaca Kej. 3, kita mendapatkan Allah adalah Allah

yang mengutuk. Allah berespon terhadap ketidaktaatan Adam, Hawa dan

juga terhadap tipuan dari si ular. Allah menyatakan kutukan dan

penghakiman bagi setiap mereka, dan dengan demikian Allah mencabut

kembali karya kreatifitas-Nya yang penuh dengan kasih karunia dan

kebaikan. Adam yang diciptakan dari debu tanah akan kembali kepada debu

tanah. Hawa yang diciptakan dari Adam akan kembali dikuasai oleh Adam.

Dan ular sebagai hewan yang paling cerdik di antara semua binatang di darat

yang Allah ciptakan, direndahkan menjadi berjalan dengan perut dan

memakan debu tanah. Dalam pasal ini kita melihat dosa telah merusak segala

ciptaan Allah.

Pasal ini berbicara kepada kita untuk melihat kembali asal mula kita

dan kembali diingatkan bahwa kita adalah manusia yang berdosa. Allah tidak

memandang remeh terhadap dosa. Dosa membawa kegelapan, penderitaan

dan keputus-asaan. Dosa mengakibatkan kerusakan dan kematian kepada

seluruh ciptaan. Tetapi yang terburuk dari kutukan dosa akan dijatuhkan

berabad-abad kemudian kepada satu pribadi yang tidak berdosa, tepat seperti

apa yang dikatakan Paulus, ”Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum

Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada

tertulis:”Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” (Gal. 3: 13).

Hari Rabu Abu kembali mengingatkan bahwa manusia adalah

makhluk yang fana dan akan kembali kepada debu. Tetapi kutukan yang

7

Allah jatuhkan telah diperbarui dengan anugerah terbesar di dalam diri Yesus

dengan menjadikan diri-Nya berdosa dan terkutuk. Dengan demikian, kita

dapat menerima pengampunan dosa dan kehidupan yang kekal.

Tuhan, aku menyadari bahwa Engkau adalah Allah yang menanggapi

dengan serius perkara dosa, karena Engkau adalah Allah yang kudus dan

Allah yang mengasihi keadilan. Allah yang tidak akan membiarkan dosa

tanpa hukuman yang setimpal. Tetapi aku mengucap syukur atas hikmat dan

kemurahan-Mu yang melepaskanku dari hukuman kekal di dalam nama

Anak-Mu, Yesus Kristus. Amin.

8

Hari ke-2, Kamis 11 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Kejadian 9: 8-17

”Busur Allah”

Masa Lenten adalah masa perenungan di mana kita diingatkan

kembali siapa kita. Rabu Abu mengingatkan bahwa kehidupan manusia itu

fana karena berasal dari debu tanah dan akan kembali kepada debu tanah.

Segera setelah itu kita melihat bahwa kehidupan manusia tidak hanya fana,

tetapi kerusakan akibat dosa juga menyebar ke seluruh manusia dengan

segala kejahatannya. Pada jaman Nuh, kerusakan dan kejahatan manusia

menjadi sedemikian hebatnya sehingga Allah menyesal atas apa yang

diciptakan-Nya. Allah dalam kemaha kuasaan-Nya digambarkan berdukacita

dan murka atas kekerasan dan kegelapan hati ciptaan-Nya. Jikalau Allah

adalah Allah yang Maha Kuasa tetapi digambarkan dapat menjadi berduka,

ini menunjukkan kualitas kebobrokan dosa yang dilakukan manusia.

Tetapi yang ”menusuk” adalah bahwa kisah-kisah tersebut tidak

hanya berbicara tentang kondisi hati manusia secara abstrak. Tidak, kisah-

kisah tersebut secara khusus berbicara tentang hati kita, kebobrokan dosa

yang kita lakukan, bahkan penyesalan Allah melihat cara hidup kita. Tetapi

di tengah-tengah kegelapan dan paska penghakiman Allah, kita melihat ada

suatu harapan bersinar. Nuh mengangkat wajahnya dan melihat di tengah-

tengah langit yang kelabu ada sebuah busur pelangi di mana matahari dan

badai bertemu. Di dalam busur tersebut, Nuh melihat ada murka Allah yang

dikesampingkan dan ada suatu janji perdamaian yang diberikan.

Janji itu adalah bahwa betapa pun besarnya dan gelapnya dosa yang

manusia lakukan, Allah tidak akan menghukum manusia seperti Ia

9

menghukum mereka pada jaman Nuh dengan air bah. Tetapi Allah akan

mengarahkan busur amarah-Nya dari surga kepada Anak-Nya dan

membiarkan Anak-Nya menanggung dosa seluruh manusia. Pada salib itu,

sekali lagi manusia akan melihat di mana cahaya kasih Allah yang begitu

besar bertemu dengan badai kemarahan Allah. Yesus mati di dalam

kegelapan agar cahaya kemuliaan karya penyelamatan itu bersinar di dalam

hati kita. Dan semuanya itu Allah lakukan tanpa suatu penyesalan.

Tuhan, tolong aku agar aku peka akan kepedihan dan kemarahan Engkau

akan dosa-dosa yang aku lakukan. Dalam masa lenten ini, aku berdoa

kiranya aku dapat melihat ke dalam hatiku sendiri kegelapan dosa yang

kulakukan sehingga aku dapat melihat juga cahaya kemuliaan karya

keselamatan di dalam Kristus. Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

10

Hari ke-3, Jumat 12 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Kejadian 15:7-12,17-21

”Kegelapan yang Meliputi”

Kejadian 15 merupakan salah satu pengalaman yang paling

mengerikan yang pernah dialami oleh Abraham. Sebagai seorang

penggembara, janji untuk memiliki tanah adalah sesuatu yang

menggembirakan sekaligus sesuatu yang sulit dipercaya. Maka tidak heran,

Abraham secara alami bertanya tentang jaminan kalau ia akan memiliki

tanah tersebut. Yang mengejutkan bukanlah pertanyaan Abraham, tetapi apa

yang Allah lakukan sebagai tanda bahwa Ia akan menepati janji-Nya.

Abraham menyediakan hewan-hewan yang diminta, menyembelih

dan meletakan mereka sesuai perintah Allah. Sang penulis dengan jelas

menuliskan bahwa hari mulai gelap karena matahari telah terbenam dan

Abraham pun mulai tertidur. Abraham tertidur tidak hanya karena kelelahan

fisik, tetapi jiwanya pun lelah menantikan penggenapan janji Allah. Pada saat

itulah kegelapan yang gelap gulita dan mengerikan turun meliputi Abraham.

Dan Allah menampakan diri dalam wujud ”... perapian yang berasap beserta

suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan daging itu.” (15:17b).

Dalam kebudayaan dunia Timur Dekat kuno, ketika 2 pihak

mengadakan perjanjian, mereka akan melakukan ritual pengorbanan hewan

dengan memotong menjadi 2 bagian dan kedua pihak harus berjalan di antara

kedua potongan daging tersebut. Hal ini dilakukan untuk menjadi pengingat

jika salah satu pihak lalai memenuhi perjanjian yang telah disepakati, maka

ia akan mengalami nasib yang sama dengan hewan korban tersebut. Dalam

hal ini, Allah sendiri yang berjalan melalui hewan korban, sedangkan

11

Abraham tidak. Artinya Allah sendiri yang menjadi penjamin dalam

perjanjian-Nya dengan Abraham, dan penggenapan perjanjian tersebut

bergantung semata hanya kepada Allah. Di dalam kegelapan, Abraham

mendapatkan jaminan dari penggenapan janji Allah.

Penulis Injil juga melihat hal yang sama ketika mencatat kisah Yesus

disalibkan. Pada saat itu kegelapan melingkupi langit Golgota, dan Allah

mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban untuk menggenapi janji-Nya. Ini

mengingatkan juga bahwa Yesus masuk ke dalam kubur untuk memberikan

kita surga, Yesus menjadi pribadi yang ditolak untuk memberikan kita

tempat tinggal, dan Yesus mengalami kegelapan untuk membawa terang

kepada kita. Sehingga Allah memberikan jaminan kepada Abraham dengan

berkata, ”Janganlah takut, Abram. Akulah perisaimu.” (15:1). Apakah kita

sungguh percaya kepada jaminan mulia ini?

Yesus, terima kasih untuk segala karya agung-Mu yang Kau berikan

kepadaku.Tolong aku supaya aku tidak takut dan percaya karena Engkau

adalah perisaiku dan anugerah terbesarku. Amin.

12

Hari ke-4, Sabtu 13 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Kejadian 22:1-14

”Ujian Iman”

Kisah ini merupakan salah satu kisah yang terkenal dalam Alkitab

sekaligus juga kisah yang sulit dipahami. Dalam Kejadian 12, Allah

memperkenalkan kepada kita seorang tokoh bernama Abraham di mana

melaluinya ”... semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” (Kej.

12:3). Ketika kita sampai pada kisah ini, kita mendapatkan bahwa apa yang

menjadi panggilan Allah bagi Abraham untuk meninggalkan negerinya telah

mencapai puncaknya yang dramatis. Allah mengikut-sertakan di dalam

panggilan-Nya tersebut sebuah pengorbanan besar dan ujian bagi iman

Abraham, yaitu kerelaan untuk mengorbankan anak tunggalnya.

Kebingungan dalam kisah ini semakin nyata ketika kita mengetahui bahwa

faktanya Abraham dan Sara telah berada dalam penantian yang panjang

untuk penggenapan janji Allah akan keturunan ini dan melalui keturunan

inilah Allah akan menggenapi janji-Nya untuk membangun suatu bangsa

yang besar.

Setelah Allah menggenapi janji-Nya, Abraham diminta untuk

melakukan sesuatu yang kejam dan tidak masuk akal. Bagaimana Allah dapat

membangun suatu bangsa yang besar melalui Abraham jika ia harus

mengorbankan anak tunggalnya? Bagaimana kematian anak tunggalnya ini

dapat menggenapi janji berkat yang Allah berikan kepada Abraham?

Jawabannya kita temukan ketika kita bergerak dari kisah kehidupan Abraham

kepada kisah kehidupan Yesus.

13

Ketika kita membaca dan merenungkan kisah iman Abraham dan

pengorbanan ini pada masa lenten, kita melihat bahwa kisah ini menjadi

bayang-bayang dari penggenapan dan pengorbanan Yesus sendiri. Keyakinan

Abraham bahwa Allah sendiri yang akan menyediakan anak domba untuk

korban bakaran mengingatkan kita juga bahwa Allah sendiri yang

menyerahkan Anak-Nya sebagai Anak Domba untuk menyelamatkan dunia

(Yoh. 1:29, 36). Penyembelihan dan pengorbanan anak domba yang

dilakukan oleh Abraham di atas salah satu bukit Moria mengingatkan kita

akan pengorbanan Yesus yang mati di kayu salib di atas bukit Golgota.

Melalui kisah ini, kita kembali diingatkan bahwa Allah adalah Allah yang

menepati janji-Nya dengan menyediakan dan mengorbankan diri-Nya

sendiri.

Bapa, aku mengucap syukur karena Engkau mengutus Anak tunggal-Mu ke

dalam dunia. Berikan aku mata yang dapat melihat kesempurnaan dan

kesucian Yesus sebagai Anak Domba yang tak bercacat yang dengan penuh

kerelaan mengorbankan diri sendiri sehingga dosa-dosaku diampuni. Dan

dengan demikian aku dapat meninggikan dan memuliakan Yesus dalam

hidupku ini. Amin.

14

Hari ke-5, Senin 15 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Kejadian 49:8-12

”Singa Yehuda”

Menjelang kematiannya, Yakub memberikan berkat dan bernubuat

kepada kedua belas anaknya. Nubuatan-nubuatan Yakub kepada anak-anak

dan kepada keturunan mereka bermacam-macam, dari yang akan

mendapatkan kemakmuran, kekuasaan hingga yang akan mendapatkan malu

dan kutukan. Tetapi ada 1 nubuatan kepada keturunan dari anaknya yang

penuh dengan keutamaan dan kemenangan.

Bagi Yehuda, putra ke empat Yakub, masa depan keturunannya

berbeda dengan keturunan saudara-saudaranya. Ia akan ditinggikan oleh

saudara-saudaranya dan menjalankan pemerintahan atas bangsa-bangsa lain.

Pemerintahannya akan bertahan, tidak tergoyahkan dan membawa

kemakmuran serta puncak kejayaan. Kemakmuran dan puncak kejayaannya

digambarkan seperti kelimpahan pohon anggur, karena anggur adalah simbol

kemewahan. Di bawah pemerintahan Yehuda, orang tidak perlu takut keledai

akan merusak pohon anggur ketika ditambatkan pada pohon anggur, karena

hasil anggur yang melimpah. Orang-orang dapat mencuci pakaian mereka

dengan anggur tanpa takut akan kekurangan anggur. Bahkan orang-orang

dapat minum anggur sepuas-puasnya hingga matanya berubah warna seperti

anggur karena melimpahnya hasil anggur. Pemerintahan Yehuda akan penuh

dengan kemuliaan sehingga tidak heran ia akan disebut Singa Yehuda.

Dalam Wahyu 5, rasul Yohanes mendapat penglihatan Singa Yehuda

yang duduk di tahta disetarakan dengan Anak Domba yang disembelih.

Mengapa? Firman Tuhan menunjukkan kepada kita kalau Yesus

15

menunjukkan kekuatan-Nya melalui kerelaan. Keilahian-Nya melalui

pelayanan. Dan kedaulatan-Nya melalui pengorbanan diri. Tepat seperti

perkataan Paulus tentang Yesus bahwa Yesus ”... yang dalam rupa Allah,

tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus

dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan

mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.” (Fil.

2:6-7). Dalam keadaan kita yang sulit dan penuh tantangan, apakah kita

melihat Yesus yang merasakan juga penderitaan bagi kita agar kita dapat

menikmati kelimpahan berkat dari pemerintahan-Nya dalam hidup kita?

Yesus, kami takjub melihat bahwa Engkau memerintah tidak hanya melalui

kekuasaan-Mu, tetapi juga melalui pelayanan-Mu, bukan hanya melalui

keagungan-Mu, tetapi juga melalui kerendahan-Mu, dan bukan hanya

melalui kebesaran-Mu, tetapi juga melalui kerelaan-Mu. Tolong kami untuk

dapat melihat bahwa Engkau adalah Singa Yehuda yang disembelih seperti

Anak Domba, sehingga dalam ketidakberdayaan kami, kami merasakan

keagungan-Mu. Dalam nama Kristus. Amin.

16

Hari ke-6, Selasa 16 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Keluaran 12:1-13

”Perayaan Paskah”

Perayaan Paskah pertama yang dimulai dengan keluarnya bangsa

Israel dari perbudakan di Mesir, merupakan tema sentral dari Perjanjian

Lama. Kisah ini dimaksudkan untuk berbicara dengan jelas kepada umat

Allah. Di satu sisi, kisah ini menjadi pengingat bahwa tanpa campur tangan

Allah, kita tetap berada dalam kondisi yang sama dengan orang-orang tidak

percaya, yaitu di bawah penghakiman dan penghukuman Allah. Kesadaran

bahwa kita memerlukan Allah ini harus menjadi bagian dalam hidup sehari-

hari. Tanpanya kita tidak dapat belajar untuk menjadi rendah hati di hadapan

Allah dan sesama.

Tetapi di sisi yang lain, perayaan Paskah pertama juga menjadi

pengingat bagi kita bahwa Allah merindukan kita untuk percaya kepada-Nya.

Allah rindu agar kita percaya bahwa Ia adalah pribadi yang murah hati dan

mengasihi kita. Allah juga rindu agar kita percaya bahwa Ia menginginkan

untuk menyelamatkan, bukan menghukum manusia. Itu lah sebabnya Ia

datang ke dunia dalam rupa manusia yaitu Yesus. Yesus datang untuk

memberikan teladan ketaatan kepada Allah bagi kita sebagai bentuk

kepercayaan kita kepada Allah. Bangsa Israel dipanggil untuk menaati Allah

dengan membubuhkan darah hewan korban pada kedua tiang dan ambang

atas pintu rumah. Mereka juga dipanggil untuk menaati Allah dengan

menyantap makanan perayaan Paskah. Bagaimana dengan kepercayaan kita

kepada Allah? Apakah ini termanifestasi dalam ketaatan kita kepada Allah?

17

Yesus, terima kasih untuk teladan ketaatan-Mu yang Kauberikan kepada

kami. Ajar kami untuk selalu menaati Engkau sebagai bentuk nyata

kepercayaan kami di dalam nama-Mu. Amin.

18

Hari ke-7, Rabu 17 Februari 2016

Bacaan Alkitab: 1 Samuel 2:1-10

”Doa Hana”

Sebelum bagian doa Hana ini, ada dua kisah yang mendahulinya dan

saling terjalin menjadi satu. Yang pertama adalah kisah Hana sendiri yang

bergumul karena tidak dapat mempunyai keturunan. Yang kedua adalah

kisah umat Allah yang setiap tahun berziarah ke Silo untuk

mempersembahkan korban kepada Allah. Kedua kisah ini pada akhirnya

membentuk apa yang keluar dari hati Hana yaitu doanya kepada Allah.

Menjadi seorang perempuan yang mandul adalah sesuatu yang

sangat menyiksa bagi Hana. Ia hidup di tengah masyarakat yang memandang

penting untuk memiliki keturunan demi keberlangsungannya bangsa Israel.

Kondisi yang diderita oleh Hana tidak hanya menggangu secara fisik, tetapi

juga kerohanian dan kehidupan sosialnya. Setelah menanggung derita

bertahun-tahun, Hana menyadari bahwa ia harus menyerahkan dirinya

kepada Allah. Ia pergi ke Silo, mempersembahkan korban dan berjanji untuk

menyerahkan anaknya kepada Allah jika ia dikaruniakan, ketimbang menjadi

bukti bahwa ia berhasil mempunyai keturunan untuk ditunjukkan kepada

orang-orang yang mencemooh dirinya. Beberapa tahun kemudian, Hana

menempati janjinya dengan kembali ke Silo dan mempersembahkan anaknya

untuk membantu imam Eli. Anak itu bernama Samuel, yang kelak menjadi

salah satu nabi terbesar dalam sejarah bangsa Israel.

Kehidupan Hana mengalami perubahan besar ketika Allah mengubah

dukacitanya menjadi sukacita. Hati Hana bersukaria karena Tuhan. Ia

mendapatkan kekuatan di dalam Tuhan. Ia dibangkitkan kembali oleh satu

19

pribadi yang tidak ada seorangpun dapat menandingi-Nya, yaitu Allah yang

Maha Kudus dan gunung batu. Hana menyadari bahwa di balik dukacitanya

ada kuasa Allah yang bekerja, bukan kekuatannya sendiri. Bagaimana

dengan kita? Apakah kita mendapatkan sukacita, kekuatan dan pembaharuan

hidup di dalam Yesus? Masa lenten kembali mengingatkan kita, walaupun

kita berdukacita atas dosa-dosa kita, Yesus mengubahnya menjadi sukacita,

karena Yesus mati untuk mengampuni dosa-dosa kita.

Ya Tuhan, walaupun kami mungkin tidak memiliki dukacita yang serupa

dengan dukacita Hana, tetapi kami rindu untuk mengalami Yesus yang

mengubahkan dukacita kami menjadi sukacita karena pengurbanan,

kerelaan dan kasih Yesus sendiri. Amin.

20

Hari ke-8, Kamis 18 Februari 2016

Bacaan Alkitab: 1 Samuel 2:27-36

”Sang Imam”

Apakah kita termasuk orang-orang yang ingin agar kesalahan-

kesalahan di dunia ini diperbaiki? Pada perikop hari ini, kita melihat bahwa

tugas seorang imam adalah datang menghadap ke hadirat Allah mewakili

umat dengan membawa persembahan korban, membakar ukupan untuk

menjalani tugas keagamaan dan menghormati Allah, dan memakai baju efod

untuk menyampaikan kehendak Allah kepada umat. Tetapi kita juga melihat

bagaimana kehidupan anak-anak dari imam Eli, yaitu Hofni dan Pinehas

yang membantu tugas keimaman Eli, berlaku serong. Mereka yang dipanggil

untuk melayani Allah dan umat, ternyata hidup ”menggemukan diri” dengan

loba dan tidak menghormati Allah. Mereka tidak hanya hidup untuk diri

sendiri, tetapi mereka pun merusak moral umat yang seharusnya mereka

pedulikan dan layani. Bagaimana Allah akan menghukum ketidakadilan

seperti ini?

Ketika kita melihat ke sekeliling kita, kita pun akan bertanya hal

yang sama, bagaimana Allah akan menghukum ketidakadilan dalam dunia

ini? Pertanyaan ini menjadi ironi ketika kita menyadari bahwa kita pun

ternyata sering tidak berlaku adil terhadap sesama. Orang-orang sekitar kita

yang seharusnya kita pedulikan dan layani, sering menjadi korban dari

keegoisan kita untuk memenuhi keinginan dan prioritas-prioritas kita.

Kita melihat bagaimana Allah menghukum dan menghentikan

ketidakadilan yang dijalankan oleh keluarga imam Eli. Kita harus

menghentikan ketidakadilan, tetapi kita memerlukan pribadi untuk datang

21

menghadap kepada Allah untuk memohon pengampunan, karena kita juga

adalah orang-orang berdosa. Siapakah pribadi tersebut? Pada ayat ke-35,

Allah berjanji ”... akan mengangkat bagi-Ku seorang imam kepercayaan

yang berlaku sesuai dengan hati-Ku dan jiwa-Ku ... orang yang Kuurapi”

Dalam bahasa aslinya akar kata ”kepercayaan” dapat juga berarti abadi, ini

berarti keimamannya akan ada untuk selamanya. Sedangkan ”orang yang

Kuurapi” menunjuk kepada seorang raja. Siapakah pribadi yang adalah

imam kepercayaan dan juga raja untuk selamanya? Hanya satu pribadi, yaitu

Yesus.

Yesus, Imam Besar dan Raja kami, Engkau telah membuka jalan bagi kami

untuk dapat menghampiri Allah walaupun kami sering berbuat dosa. Ampuni

kami dan berikan kami karunia-Mu yang memulihkan, memelihara,

memimpin, menjaga dan menyediakan pengharapan kami. Amin.

22

Hari ke-9, Jumat 19 Februari 2016

Bacaan Alkitab: 2 Samuel 7:1-5, 11-17

”Tahta Daud”

Raja Daud, yang pada akhirnya memiliki rumah untuk tempat

tinggalnya, merindukan untuk membangunkan rumah bagi tabut Allah.

Tetapi firman Allah datang kepada nabi Natan berkata bahwa Allah tidak

mengijinkan Daud untuk mendirikan rumah bagi Allah, tetapi Allah akan

menjaga dan menjamin keturunan Daud untuk terus duduk di tahta Daud

selama-lamanya.

Allah tidak hanya menjanjikan bahwa Ia akan memastikan

kelanjutan keturunan Daud untuk menduduki tahta Daud. Tetapi Allah

berjanji untuk membangkitkan Anak-Nya yang berasal dari keturunan Daud

yang akan menanggung dosa-dosa kita.

Kita sungguh mengucap syukur memiliki Allah seperti ini. Allah

yang memberikan kepada kita melampaui dari apa yang kita minta dan

doakan. Daud dengan kerinduannya menawarkan Allah untuk dibangunkan

bait Allah, tetapi Allah dengan kasih-Nya memberikan tahta kerajaan kepada

keturunan Daud. Bahkan dari keturunannya sendiri, Allah akan memberikan

berkat terbesar-Nya bagi seluruh umat manusia. Yesus akan menjadi Raja

dan memerintah untuk selama-lamanya.

Allah mengetahui segala maksud dan rencana hati umat-Nya. Tetapi

Allah mengubah semuanya itu menjadi seturut dengan kehendak-Nya dan

melampaui segala yang umat-Nya pikirkan dan doakan. Karena Allah

mengetahui apa yang terbaik bagi umat-Nya.

23

Tuhan, Engkau adalah Allah yang maha Kuasa dan penuh dengan kasih

setia. Engkau adalah Allah yang maha Tahu dan Allah yang maha Baik.

Kami mengucap syukur kepada-Mu, karena kami bisa mempercayakan hidup

kami ke dalam tangan-Mu. Dalam nama Yesus. Amin.

24

Hari ke-10, Sabtu 20 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 110

”Raja dan Imam”

Yesus dikenal oleh orang banyak dengan bermacam sebutan.

Kebanyakan orang mengenal Yesus sebagai seorang guru yang penuh dengan

hikmat dan teladan yang baik bagi orang lain. Tetapi pada perikop ini,

perikop yang paling banyak dikutip dalam Perjanjian Baru, mengatakan

kepada kita bahwa Yesus adalah Raja dan Imam.

Raja dalam perikop ini adalah Raja yang tidak tertandingi dalam

kekuasaan dan kebesaran-Nya. Ia duduk di sebelah kanan Allah di tempat

yang Maha Tinggi. Ia diberikan kemenangan atas lawan-lawan-Nya dan

memerintah sehingga seluruh rakyat mengasihi-Nya. Ia mengalahkan raja-

raja yang menjadi musuh-Nya dan menghakimi bangsa-bangsa mereka. Ia

ditinggikan dan mempunyai jaminan kemenangan yang mulia.

Ketika Yesus bangkit dari kematian dan naik ke surga, Allah

mengembalikan kedudukan-Nya di sebelah kanan Allah. Kebangkitan Yesus

merupakan proklamasi bahwa Ia adalah Anak Allah, dan kenaikan-Nya

merupakan penyataan bahwa Ia adalah Raja sejati atas seluruh ciptaan-Nya.

Yesus mengalahkan kuasa dosa dan maut, sehingga Ia layak menjadi Raja.

Ini berarti bahwa Yesus memiliki kuasa dan otoritas untuk menjauhkan kita

dari kuasa si jahat dan Ia layak menerima pujian dan hormat dari umat-Nya.

Perikop ini juga memberitahukan kepada kita bahwa Yesus adalah

Imam untuk selama-lamanya. Biasanya, imam membawa persembahan

korban hewan kepada Allah mewakili umat-Nya. Tetapi Yesus adalah Imam

untuk selama-lamanya menurut Melkisedek melebihi dari imam-imam yang

25

ada. Yesus membawa sendiri persembahan kurban diri-Nya kepada Allah

dan Ia menjadi perantara kita dengan Allah selama-lamanya. Dengan

demikian, kita dapat datang menghampiri Allah di dalam nama Yesus.

Bapa, kami mengucap syukur karena Engkau memberikan kami Raja sejati

dan Imam Besar sejati yang adalah Anak Tunggal-Mu sendiri. Kami juga

mengucap syukur karena di dalam nama-Nya kami dapat menghampiri

Engkau dan beroleh keselamatan. Di dalam nama Kristus. Amin.

26

Hari ke-11, Senin 22 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 2

”Sang Anak”

Lenten adalah sebuah masa untuk mengakui dosa dan juga

merendahkan diri, sebuah momen di mana kita dipanggil untuk menyadari

keberdosaan kita sebagai manusia dan juga kerapuhan kita dalam terang

kemuliaan dan kesempurnaan Tuhan, Raja kita. Mazmur 2 adalah yang

paling awal dari banyak mazmur yang disebut “Mazmur Raja,” yang

berfokus pada karakter Tuhan sebagai Raja. Mazmur ini dibuka dengan

keinginan raja-raja dan para pembesar yang bersatu untuk mengadakan

pemberontakan melawan Raja yang sejati. Tetapi pemberontakan mereka

mendapat reaksi dari “Dia, yang bersemayam di sorga” dengan tawa yang

mengolok-olok dengan mengatakan bahwa sang Raja adalah ketetapan dan

tangan kanan-Nya.

Reaksinya bukan hanya sekedar ejekan tetapi sebuah aksi. Allah

menunjukkan bahwa Anak-Nya adalah sang Raja sejati yang akan datang dan

menyelesaikan semua yang pada mulanya diharapkan dari raja Daud dan

keturunannya. Semua adalah milik-Nya, dan kekuasan-Nya atas seluruh raja-

raja palsu dan bangsa menunjukkan bahwa sikap para pemberontak tidak

hanya bodoh namun berbahaya. Dalam gambaran yang puitis dan

menggetarkan, “sang Penjunan” (Yes. 45:9) akan menghancurkan hidup

mereka seperti beling periuk, dimana akan diinjak-injak dan tidak berguna

menjadi debu di tanah.

Selain jelas dalam penghakimannya, Mazmur ini juga membawa

pengharapan yang besar. Pengharapan itu merujuk pada sang Anak yang

27

datang menjadi satu-satunya raja sejati, yang taat kepada Bapa secara

sempurna dan mematahkan belenggu dosa untuk membebaskan kita. Karena

Kristus menyelesaikan misi-Nya di dunia, Ia dapat berkata: “Kepada-ku telah

diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi.” (Mat. 28:18). Dialah yang

Kitab Suci katakan “... cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan

menopang segala yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan” (Ibr.

1:3).

Raja dan Bapa kami, di manapun Engkau berada, kebesaran dan

kesempurnaan mengikuti Engkau. Terima kasih telah memberikan Anak-Mu

kepada kami, yang merefleksikan kemuliaan-Mu, membela kami, dan

mengirim kami Roh Kudus untuk memimpin kami kepada semua kebenaran.

Dalam Kristus kami berdoa. Amin.

28

Hari ke-12, Selasa 23 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 118:22-24

”Batu Penjuru ”

Dalam perumpamaan mengenai penggarap-penggarap kebun anggur,

sang pemilik kebun anggur menyewakan kebun kepada para penggarap lalu

pergi ke negeri lain. Ketika ia berada di sana, ia mengirim para pelayan untuk

mengambil bagian dari hasil kebun itu dari mereka, tetapi para penggarap

memukul pelayan-pelayan dan membunuhnya. Akhirnya, ia mengirim

anaknya untuk mengambil bagian dan berpikir bahwa “Anakku akan mereka

segani”. Namun ia keliru. mereka membunuh anaknya juga.

Yesus menjelaskan arti dari perumpamaan dengan mengutip Mazmur

118: “Tidak pernahkah kamu membaca nas ini: Batu yang dibuang oleh

tukang-tukang bangunan teah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari

pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” (Mrk. 12:10-11, Mat.

21:42). Dengan kata lain, Tuhan lah pemiliik dari kebun anggur. Para

penggarap adalah umat-Nya. Mereka seharusnya memberikan kepada-Nya

buah dari kehidupan mereka melalui pujian dan ketaatan. Namun mereka

menolak para nabi dan pembawa pesan. Akhirnya, Ia mengirim Anak-Nya.

Tetapi mereka menolak-Nya juga. Dalam pemberontakan, mereka tidak

menghormati atau memuliakan Yesus sebagai Anak Allah. Melainkan

mereka membunuh-Nya.

Namun Yesus tidak tersapu oleh gelombang badai kemarahan dan

tidak terkontrol dari manusia. Penolakannya sesuai dengan rencana Allah -

“terjadi dari pihak Tuhan”. Ini “suatu perbuatan ajaib di mata kita” karena

kematian Kristus mengalahkan maut. Kita bersukacita karena Allah

29

membangkitkan Yesus dan menjadikan-Nya batu penjuru keselamatan untuk

semua orang yang percaya. Di dalam-Nya, kita akan hidup dan tidak binasa

(Yoh. 11:25-27).

Tuhan, Engkau melakukan segalanya seturut kehendak baik-Mu. Walaupun

kematian Kristus nampak seperti kekalahan, tetapi Engkau menang karena

membangkitkan Dia dari antara orang mati. Di dalam Dia kami dapat

memuji: ”Aku tidak akan mati, tetapi hidup.” Di dalam nama Yesus. Amin

30

Hari ke-13, Rabu 24 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 69:1-13

”Cemooh”

Daud sedang tenggelam dalam kesesakan (ay. 1-3). Ia menangis

dalam kesendiriannya yang menyakitkan, ditolak oleh teman-temannya dan

keluarga (ay. 4) dan menjadi celaan para musuhnya (ay. 8). Reputasinya

sedang diserang. Seorang pahlawan yang namanya dahulu dirayakan di jalan-

jalan sekarang menjadi sindiran. Penyelamat Israel sekarang menangis untuk

keselamatan dan tidak ada jawaban terdengar. (ay. 3)

Kesakitan yang kita alami ketika reputasi kita sedang diserang sangat

menyakitkan. Tidak peduli apakah kita datang dari latar belakang budaya

yang menjunjung tinggi nama keluarga atau seseorang yang mencari untuk

membuat nama bagi dirinya, nama itu adalah reputasi kita. Rusaknya reputasi

menjadikan kita berada dalam bahaya krisis identitas. Bagaimana kita

menghadapi godaan untuk merespon ketika reputasi kita sedang diserang?

Apakah kita menutupi kecacatan kita? Apaka kita kalah dalam keputusasaan?

Apakah kita membuat diri kita (dan orang lain) masuk dalam kegilaan di

dalam pencariaan akan kesempurnaan yang tidak berpengharapan? Daud

berada dalam jalan yang berbeda.

Meskipun di dalam kesulitan, pikiran Daud tidak berfokus pada

dirinya. Ia tidak sibuk dengan kehormatan dirinya. Cintanya adalah untuk

rumah Tuhan. Itulah yang menghanguskan dia (ay. 9). Secara jujur mengakui

kesalahannya, ia berdoa agar tidak ada kerusakan dari kebodohannya yang

akan mencemarkan nama Allah Israel atau kepada mereka yang mencari

Allah (ay. 5-6). Daud membuat permohonannya, dengan berani ia

31

membangun tuntutannya diatas kasih Allah yang tidak berkesudahan dan

kesetiaannya akan keadilan dan kemahatahuan-Nya (ayat 13). Singkatnya, ia

menempatkan dirinya dalam reputasi Allah sendiri.

Bertahun-tahun kemudian, seseorang yang disebut Anak Daud,

memasuki bait Allah di Yerusalem ketika Paskah, mengusir para pedagang

dan penukar uang. Murid-murid-Nya ingat bahwa ada tertulis sebab “Cinta

untuk rumah-Mu menghanguskan Aku” (Yoh 2:17). Konfrontasi ini

merupakan awal dari rangkaian kejadian yang akan berujung pada

kehilangan terbesar pada harga diri yang tidak terbayangkan. Pencipta dunia,

dipermalukan sebagai seorang penjahat di atas kayu salib, berdoa bagi para

musuh-Nya, dan menawarkan mereka semua kebaikan dari nama-Nya yang

baik. Dalam Yesus, kita mewarisi reputasi kekal yang tidak akan ternodai.

Tuhan Yesus Kristus, Anak Daud, Anak Allah, kami mengakui bahwa kami

mencari begitu banyak untuk membuat nama bagi diri kami, dan memikirkan

terlalu sedikit nama yang Engkau telah berikan kepada kami. Engkau, nama

di atas segala nama, membuat diri-Mu kehilangan reputasi. Engkau

merendahkan diri-Mu, mengambil rupa seorang hamba, dan menanggung

ejekan yang begitu kejam dari mereka yang di mana Engaku tawarkan

nama-Mu. Melalui penebusan-Mu, Engkau telah menuliskan nama-Mu di

dahi kami dan menuliskan nama kami dalam Buku Kehidupan yang tak

terhapuskan. Berikan kepada kami kebijaksanaan dan iman yang

dibutuhkan untuk menerima peninggian dari-Mu. Ajari kami oleh Roh-Mu

dan firman-Mu untuk tumbuh bersama dalam nama tersebut, dan kemudian

mulai untuk mencerminkan sifat-sifat-Mu. Untuk kerajaan-Mu, oleh

kekuataan-Mu dan untuk kemuliaan-Mu, Amin.

32

Hari ke-14, Kamis 25 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 109:21-31

”Permohonan”

Dalam dunia yang begitu rusak, pemazmur memohon kepada Allah

untuk berurusan dengan para pendakwa dirinya yang palsu. Ide dari

permohonan, “Biarlah orang-orang yang mendakwa aku berpakaikan noda,

dan berselimutkan malunya” mungkin tidak nyaman bagi kita yang tidak

mengalami ketidakadilan perang, pembunuhan massal dan penyelundupan

orang yang dialami orang-orang lain. Dan meskipun begitu, ada satu titik

dimana kita semua telah berpikir atau memilih untuk membayar kejahatan

dengan kejahatan. Namun ketimbang mengatasi ketidakadilan dengan

caranya, pemazmur membawa ketidakadilan ini kepada Allah dan memohon

kepada-Nya untuk bertindak mewakili dirinya. Ia memilih untuk membiarkan

Allah yang kudus dan adil untuk berhadapan dengan orang-orang yang

berbuat salah kepadanya dari pada mencari pembalasan.

Bila Allah hanya mengampuni tetapi tidak berlaku adil, tidak akan

ada tempat untuk kita datangi ketika kita diperlakukan tidak adil oleh orang

lain. Tetapi kekudusan Allah tidak akan menoleransi ketidakadilan. Sama

halnya dengan musuh-musuh pemazmur, kita pun juga seringkali bersikap

tidak adil terhadap sesama, sehingga kita tidak lepas dari penghakiman Allah

pula. Satu-satunya alasan pemazmur (dan kita) dapat memohon kepada

Tuhan adalah karena Kristus telah mewakili kita. Ketika Kristus berseru di

hadapan Allah di atas kayu salib, Ia ditolak dan dicemooh karena Ia

mengambil tempat manusia yang berdosa. Sekarang kita dapat memohon

33

kepada Allah karena Ia melihat kita melalui Kristus yang tidak berdosa yang

telah mewakili kita.

Tuhan, Bapa kami, kami memuji Engkau karena telah mengutus Kristus

untuk menutupi ketidakadilan yang kami perbuat terhadap Engkau sehingga

sekarang kami boleh memiliki relasi dengan Engkau, yang sungguh

sempurna di dalam kekudusan. Kami mengucap syukur kalau Engkau

mendengarkan permohonan kami ketika kami telah diperlakukan dengan

salah dan bahwa Engkau mendengarkan kami dalam belas kasihan dan

pengampunan. Tolong kami untuk membawa para pendakwa kami kepada-

Mu ketimbang mencari ganti rugi ketika orang bersalah kepada kami. Dalam

nama Kristus. Amin.

34

Hari ke-15, Jumat 26 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 22:2-12, 29-31

”Yang Ditinggalkan”

Mazmur 22 adalah mazmur pertama dari kumpulan mazmur yang

menggambarkan penderitaan seseorang yang kelihatannya bergema dalam

catatan Yesaya di mana menceritakan penderitaan dari Hamba Tuhan. Baris

pertama dari Mazmur ini sangat familiar di telinga kita karena Yesus

meneriakkan kata-kata yang sama ketika Ia disalibkan di kayu salib. Namun

Mazmur ini ditulis oleh Daud, generasi yang telah ada jauh sebelum Yesus.

Apapun penderitaan yang Daud sedang alami, Ia juga sedang menubuatkan

penderitaan yang akan Kristus alami di atas kayu salib ribuan tahun

kemudian.

Yesus pasti telah membaca Mazmur ini berulang-ulang kali dalam

hidup-Nya ketika sedang beribadah di Bait Allah. Ia pasti sangat mengenal

Mazmur ini hingga Ia menjadikannya doa-Nya ketika di kayu salib.

Mengetahui apa yang akan Ia alami, Yesus bisa saja menghabiskan

hidup-Nya dalam ketakutan atau kengerian. Tetapi, Yesus, seperti Daud,

bergantung pada kebenaran yang Ia tahu: Allah itu kudus, Allah adalah

Bapa-Nya, dan Allah itu setia . Berdasarkan kebenaran ini, Daud memohon

kepada Allah untuk tetap dekat kepadanya. Yesus tahu, walaupun

penderitaan terbesar yang akan Ia hadapi adalah ditinggalkan Allah, namun

Allah tidak akan pernah meninggalkan umat-Nya.

Mazmur ini ditutup dengan pujian dan sebuah catatan kemenangan:

“... sebab Ia telah melakukannya.” Yesus setia hingga akhir, menanggung

35

dosa kita, dan mendamaikan kita dengan Allah. Natur mesianik dalam

Mazmur ini menjadi semakin jelas ketika Daud mengumumkan bahwa

generasi di masa lalu yang telah mati dan generasi di masa depan yang belum

lahir akan mengetahui bahwa Allahnya adalah Allah yang menyelamatkan

umat-Nya dari penderitaan. Bagaimanapun juga karena Yesus pernah

ditinggalkan oleh Allah (karena kita), kita dapat dengan yakin percaya bahwa

kita tidak akan pernah dilupakan oleh Allah, sekalipun dalam penderitaan-

penderitaan kita.

Allah yang penuh anugerah, kami muliakan Engkau karena Yesus tahu apa

arti dari keterpisahan dari-Mu, sehingga kami tidak perlu mengalaminya.

Kuatkan iman kami untuk percaya ini, khususnya ketika kami berpikir kami

punya banyak alasan untuk meragukannya. Dalam nama Kristus. Amin.

36

Hari ke-16, Sabtu 27 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 68:8-19

”Sang Pemenang”

Mazmur 68:7-18 adalah sebuah pujian atas kuasa Allah yang nyata

dalam karya penebusan. Terdapat tiga pergerakan dalam bagian ini. Ayat 8-

11 menggambarkan kuasa Allah dalam membebaskan bangsa Israel dari

perbudakan Mesir. Kemudian, ayat ke-12-15 menceritakan kembali kuasa

Allah pada masa kini untuk memelihara orang-orang kepunyaan-Nya yang

hidup di antara musuh-musuh mereka. Terakhir, ayat 16-19 menunjukkan

kegembiraan atas kuasa Allah yang akan membawa orang-orang kepunyaan-

Nya kembali pulang ke gunung Allah dengan selamat.

Ketiga pergerakan ini menggambarkan kehidupan seorang Kristen.

Kita adalah orang-orang yang telah dibawa keluar dari perbudakan dosa dan

maut, yang dipelihara dalam perjalanan kita saat ini, dan telah diberikan

sebuah janji bahwa kita akan sampai di sorga dengan selamat. Bagaimana

seluruh kebenaran yang indah ini bisa terjadi? Kebenaran-kebenaran ini ada

oleh karena Sang Juara kita.

Mazmur 68:19 mengacu kepada seseorang yang telah naik ke tempat

tinggi dan memimpin maju sejumlah tawanan dalam keretanya. Menurut

rasul Paulus, bagian ini menggambarkan Yesus Kristus, khususnya

menggambarkan kemenangan Kristus melalui kebangkitan-Nya dari

kematian (Ef. 4:8).

Dalam Ibrani 12:2 kita diajarkan untuk terus memandang kepada

Yesus, sang archegos iman kita. Walaupun kata archegos telah

diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa sebagai “penulis” atau “perintis”,

37

terjemahan paling baik dari kata ini adalah “pemenang”. Dengan kata lain,

Yesus bertarung berhadap-hadapan dengan dosa dan maut dan menang! Ia

bertarung demi kita menghadapi kematian dan memperoleh kemenangan.

Sekarang, kita dapat bersandar pada-Nya, dengan mengetahui bahwa kuasa

yang sama yang membangkitkan Yesus dari kematian tersebut juga sedang

bekerja di dalam kita (1 Kor. 6:14).

Apakah Anda mengalami kecemasan hari ini, mungkin takut akan

apa yang akan terjadi di masa depan? Biarkan kebenaran ayat-ayat ini

menjadi pengingat bahwa kuasa Allah hadir dalam hidup Anda oleh karena

pekerjaan Sang Juara kita. Karena Ia, kita telah dibebaskan dari perbudakan,

dipelihara melewati hari demi hari, dan dengan anugerah-Nya kita akan

sampai di rumah dengan selamat.

Ya Bapa kami yang di sorga, kami mengucapkan syukur atas kuasa yang

hadir dalam hidup kami oleh karena Sang Juara kami, Yesus Kristus, dan

kami mohon agar kiranya hari ini kami diperlengkapi dengan keberanian

dan kegembiraan oleh karena Dia yang naik ke tempat tinggi. Dalam nama

Kristu., Amin.

38

Hari ke-17, Senin, 29 Februari 2016

Bacaan Alkitab: Mazmur 72:12-19

”Sang Raja”

Dalam pelantikan seorang raja Israel, rakyat akan memanjatkan

sebuah doa seperti yang tertulis dalam Mazmur 72. Doa ini bukan hanya

sebuah pengakuan terhadap sang raja, tetapi juga mengandung harapan-

harapan dan kriteria-kriteria bagi pemimpin mereka. Sang raja dipandang

sebagai sarana yang melaluinya berbagai berkat dicurahkan Allah kepada

umat-Nya dan sang raja juga diharapkan untuk menjunjung tinggi standar

ilahi yaitu keadilan dan kebenaran. Harapan rakyat akan belas kasihan dan

pembebasan bagi kaum yang lemah dari sang raja bukanlah khayalan semata,

melainkan sebuah harapan yang didasarkan pada karakter Pribadi yang

mengurapinya. Allah Israel adalah pribadi penyelamat dan penolong bagi

yang tidak berdaya, demikian pula sang raja. Doa-doa bagi keberlangsungan

tahta sang raja didasarkan pada harapan tersebut, bahwa sang raja akan

memenuhi komitmennya bagi yang lemah, dan doa-doa yang dipanjatkan

untuknya berarti keamanan dan kebahagiaan bagi semuanya.

Dari dulu sampai sekarang, tidak ada raja atau pemimpin yang

mampu memenuhi standar-standar ilahi ini. Saat ini banyak yang telah

kehilangan kepercayaan pada para pemimpin dan curiga pada mereka semua,

sementara yang lainnya menghabiskan hidup dan uang mereka untuk

mempromosikan nama ini atau nama itu sebagai satu-satunya pribadi yang

pada akhirnya akan menyelamatkan kita. Sebagai pengikut Kristus, kita dapat

mengetahui bahwa Tuhan telah memberikan kita satu-satunya pribadi, yang

di dalam namanya, orang-orang yang membutuhkan, miskin, dan tidak

39

berdaya akan menemukan pembebasan yang sebenarnya. Kita mengetahui

bahwa dalam Kristus, kita memiliki seorang Raja yang tidak hanya peduli

terhadap kebutuhan dan penderitaan kita, tetapi turut merasakan penderitaan-

penderitaan kita. Kita tahu bahwa dalam Kristus, doa-doa bagi kemashyuran

nama dan kekuasaan-Nya akan berarti kedamaian dan berkat bagi semua

orang. Apakah Anda tahu bahwa sang Raja sunguh peduli pada diri Anda dan

seluruh kebutuhan-kebutuhan Anda? Sudahkah Anda datang kepada-Nya?

Allah yang Maha Kuasa, kami memuji-Mu oleh karena Putera-Mu adalah

sang Raja yang kami semua inginkan dan butuhkan; bahwa belas kasih-Nya

jauh melampaui segala yang pernah kami lihat. Tolong kami untuk percaya

dan mematuhi Engkau sebagai Raja kami yang adil, dan kiranya Nama-Mu

dipuji selama-lamanya. Dalam nama Kristus. Amin.

40

Hari ke-18, Selasa 1 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yesaya 42:1-9

”Hamba yang Dipilih”

Pada pasal sebelumnya, Allah melalui nabi Yesaya, mengajukan satu

perkara (41:21). Ia mengatakan bahwa berhala-berhala yang terus disembah

oleh umat Allah, mereka adalah ilah-ilah yang menipu, memperbudak dan

pada akhirnya gagal. Pada bagian ini, “hamba” yang dipilih oleh Allah diutus

untuk menegakkan keadilan dan membebaskan mereka yang terjerat dalam

tahanan (42:7). Ini merupakan pembelajaran bagi bangsa Israel dan terus

menjadi pembelajaran bagi kita pada saat ini.

Pada dasarnya, penyembahan berhala adalah penyembahan yang

diberikan kepada sesuatu yang tidak layak untuk menerimanya. Tetapi pesan

dari bagian ini adalah bahwa Yesus Kristus “Yang Dipilih,” adalah pribadi

yang benar-benar layak menerima penyembahan, bahkan yang telah

melayani kita terlebih dahulu.

Pada ayat 1-4, kita diajarkan untuk “Lihat!” yang kepada-Nya Allah

berkenan. Melihat berarti memandang dan menanggapi. Yesaya meminta

bangsa Israel untuk memandang dan menanggapi Allah melalui hamba-Nya;

ditunjuk oleh Allah, dan Roh Kudus ada di atas-Nya. Dalam melihat hamba-

Nya ini kita mampu membedakan secara jelas antara yang sejati dengan yang

palsu: sebuah “patung tuangan” dan penuh dengan “angin dan kesia-siaan”

(41:29) dengan seorang hamba penuh Roh yang telah datang sebagai

manusia (Yoh. 1). Hamba-Nya ini, yang telah dari lama memandang kita,

tahu bahwa kita terluka dan selalu berada di ambang keputusasaan dan akan

menyelesaikan tugas-Nya dengan kelembutan seorang sahabat (42:3).

41

Lihatlah kesenangan yang ditemukan sang Anak dalam melayani Bapa-Nya

bahkan sampai kematian. Kemudian bersukacitalah dalam Yesus dan

bebaslah.

Yesus, kami bersyukur karena Engkau datang sebagai Allah yang hidup dan

sejati bagi kami. Ampuni kami atas berhala-berhala yang kami miliki di

dunia ini. Biarlah mata dan hati kami hanya tertuju kepada Engkau saja

yang mampu dan telah menyelamatkan kami. Dalam nama Kristus. Amin

42

Hari ke-19, Rabu 2 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yesaya 49:1-6

”Sang Hamba Israel”

Bagaimana kita mengetahui bahwa Allah itu baik? Yesaya 49

dimulai sebagai sebuah surat yang dikirimkan ke seluruh bangsa (ay. 1, “hai

pulau-pulau… dan bangsa-bangsa yang jauh”), tetapi surat tersebut sedang

dibaca dan didengar oleh bangsa Israel. Oleh karena itu, penulisnya pada

dasarnya sedang berbicara kepada semua orang. Orang-orang Yahudi pada

saat itu telah dibawa ke tempat pengasingan dan rindu untuk dibebaskan dan

mereka ingin tahu dari mana penyelamatan akan datang. Yesaya membuat

pernyataan yang mengejutkan bahwa “Sang Hamba” (ay.3), yang telah

dipersiapkan untuk waktu tersebut, akan menjadi orang yang membebaskan

mereka, tetapi pembebasan tersebut tidak dilakukan dengan kekuatan militer,

tetapi melalui kuasa mulutnya (ay.2). Hal ini berarti, apa yang dikatakannya

dan dilakukannya akan membawa keselamatan yang sesungguhnya, tidak

hanya pembebasan secara fisik.

Hal yang membingungkan dari fakta tersebut adalah bahwa hamba

misterius ini bernama Israel (ay.3) – dan walaupun ia adalah satu orang, ia

adalah orang yang ideal yang mewujudkan semua sifat yang seharusnya

dimiliki oleh orang Israel. Mengenai bacaan ini kita perlu mengingat bahwa

bangsa Israel dimaksudkan untuk menjadi berkat bagi seluruh bangsa

(Kej.12), sebuah perintah yang tidak pernah mereka penuhi. Siapakah yang

akan menggenapkannya? Orang ini harus sempurna untuk dapat menjadi

Israel versi ideal, dan tidak hanya menyelamatkan orang-orang Yahudi—

43

karena agar keagungannya dapat dinyatakan (ay.3), ia juga harus menjadi

“terang bagi bangsa-bangsa” (ay.6).

Kita tahu bahwa Allah itu baik karena Ia melihat orang-orang-Nya

yang suka memberontak dan seluruh bagian lainnya dari dunia dan

membawa mereka semua kembali memiliki relasi dengan-Nya (ay.5).

Bagaimana? Terjemahan kita mengatakan pada ayat yang ke-6, “supaya

keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” tetapi tata bahasa

Ibrani-nya memiliki arti yang lebih sederhana, “untuk menjadi keselamatan-

Ku sampai ke ujung bumi.” Yesus sebagai Hamba tidak semata-mata sebagai

sarana untuk menyalurkan keselamatan dari Tuhan tetapi Ia merupakan

keselamatan itu sendiri—melalui kematian dan kehidupan-Nya.

Tuhan Yesus, Hamba yang menderita dan Sang Penebus, Engkau telah

membawa kami kembali untuk bisa memiliki relasi dengan-Mu dengan

menjadi Keselamatan kami, membayar kami dengan hidup-Mu, menebus

kami dari kematian yang pasti. Berikanlah hati kami yang penuh kedagingan

ini kehangatan atas kebenaran dari kebaikan-Mu yang ditemukan dalam

kepastian kasih-Mu bagi kami melalui kematian dan kebangkitan-Mu. Dalam

nama Yesus. Amin.

44

Hari ke-20, Kamis 3 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yesaya 50:4-9

”Hamba yang Tidak Berdosa”

Dalam ayat-ayat ini kita mengamati perbedaan antara hamba Allah

yang setia dan mereka yang menyiksa dan menganiaya-Nya. Herannya,

hamba yang setia tersebut malah dipanggil untuk menderita sebagai ganti

orang-orang yang tidak taat—untuk dipukul, diludahi, dan dihina. Akan

tetapi, Ia meneguhkan hatinya seperti keteguhan gunung batu terhadap jalan

kesengsaraan dan akan tidak mendapat malu. Ia tahu bahwa penderitaan ini

tidak sia-sia karena melaluinya orang-orang-Nya akan ditebus.

Penulis Perjanjian Baru mengenali sang hamba Allah yang dirujuk

dalam bagian ini, adalah tidak lain dari pada Yesus Kristus. Ia “mengarahkan

pandangan-Nya” ke Yerusalem, mengetahui penderitaan yang menanti-Nya

di sana (Luk. 9:51). Ia dipukul, dihinda, dan diludahi (Mark. 15:19-20). Ia

menderita, bukan karena dosa-Nya tetapi karena dosa-dosa kita, dan

hidupnya ditandai dengan ketaatan yang sempurna, bahkan sampai pada

kematian di kayu salib (Flp. 2:5-9).

Melalui semua ini, Yesus tetaplah sang Hamba yang tidak berdosa

(Ibr. 12:2). Bagaimana Yesus mampu menanggung perlakuan semacam itu

dan tetap yakin bahwa pada akhirnya Ia tidak akan mendapatkan malu?

Jawabannya, dalam satu kata, yaitu sukacita: karena “dengan mengabaikan

kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.”

Sukacita yang memotivasi Yesus adalah fakta bahwa melalui penderitaan-

Nya orang-orang-Nya akan ditebus.

45

Kita pun memiliki sukacita yang luar biasa yang telah disiapkan bagi

kita hari ini. Tentunya akan ada kesakitan dan penderitaan dalam perjalanan

kita, namun dengan dipersatukan dengan Kristus melalui iman, kita tidak

akan mendapatkan malu! Marilah kita pikul salib kita dan ikuti Kristus, sang

Hamba yang tidak berdosa.

Bapa yang di sorga, kami mengucapkan syukur pada-Mu atas kehidupan,

kematian, dan kebangkitan Yesus, hamba-Mu yang tidak berdosa. Biarlah

kabar baik ini menjadi kekuatan bagi kami untuk mengejar sukacita di

tengah-tengah kesakitan dan penderitaan kami. Dalam nama Kristus. Amin.

46

Hari ke-21, Jumat 4 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yesaya 53:1-6

”Hamba yang Menderita”

Yesus adalah pribadi yang luar biasa dalam banyak hal. Namun

ketika kehidupan-Nya dinilai berdasarkan standar dunia, kemungkinan besar

orang banyak akan mengatakan kehidupan Yesus adalah kehidupan yang

gagal. Dia miskin, ditolak, dan mati dalam penderitaan dan memalukan. Di

saat semua orang berlomba-lomba mengejar kenyamanan, kekuasaan, dan

pengakuan dari orang lain, Yesus tidak lah mencari itu semua.

Dari penampilan fisik-Nya, tidak terlihat adanya tanda-tanda yang

menunjukan bahwa Dia adalah Pencipta dan Penopang seluruh alam semesta

ini. Tidak terlihat keindahan dan keagungan-Nya yang membuat orang lain

kagum, padahal Dia adalah sumber segala keindahan. Terlebih dari semua

itu, Ia ditolak mentah-mentah dan dibenci, Ia dicap sebagai simbol

penderitaan, hingga orang-orang di sekitar-Nya pun lantas menghindar dan

memalingkan wajah mereka dari-Nya. Dia dipukul, ditikam, ditindas,

dihancurkan, dan menderita sampai titik yang tak dapat kita bayangkan.

Semua ini ditanggung-Nya yang sebenarnya adalah pribadi paling tak

bersalah dari antara semua orang yang hidup di dunia.

Yesus melalui semua penderitaan ini agar kita semua tidak perlu

merasakannya. Dia mengalami kesedihan yang mendalam, yang tidak akan

pernah sanggup kita tanggung. Dia dihukum oleh karena dosa, walaupun Dia

sendiri tidak pernah berdosa. Pada ayat terkhir dikatakan bahwa kita

seumpama domba yang bebal, tak berdaya, dan ingin melangkah sesuai

keinginan kita sendiri. Tetapi Allah telah menimpakan kepada-Nya kejahatan

47

kita sekalian. Sekalipun Dia kaya, namun demi kita Dia menjadi miskin,

supaya kita oleh karena kemiskinan-Nya menjadi kaya.

Bapa, kami mengagumi kerendahan hati dan kasih sayang dari Anak-Mu.

Hanya oleh karena bilur-bilur-Nya, kami dipulihkan. Perbaharui selalu hati

kami agar selalu dapat bersukacita, bersyukur atas keselamatan yang telah

kami terima dan tolong kami untuk hidup senantiasa dalam terang Kristus.

Di dalam nama Tuhan Yesus, Amin.

48

Hari ke-22, Sabtu 5 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yesaya 55:1-7

”Air Kehidupan”

Dalam Yesaya 55, Allah Israel berseru melalui Yesaya, meminta

agar setiap umat-Nya di malam menjelang kehancuran mereka untuk kembali

kepada sumber air yang hidup. Allah menegaskan bahwa tidak ada halangan

untuk datang kepada sumber air hidup yang kekal. Ayat 2 dan 3 menjelaskan

“air” yang dimaksud disini adalah Firman Tuhan. “Marilah dan minumlah

air” mengajak setiap umat Israel untuk menerima Firman, menghidupi

Firman, bersukacita oleh karena Firman, dan mendengarnya seolah-olah

Firman tersebut tidak pernah didengar sebelumnya. “Dengarkanlah” (ay. 2)

menunjukkan Allah menginginkan sebuah perhatian yang terfokus dan terus

menerus. Karena sesungguhnya Firman tersebut akan menyelamatkan

mereka (ay.3), mengubah mereka (ay.7), dan menjadikan mereka berkat bagi

seluruh bangsa (ay.5). Mereka dipanggil untuk bersekutu dengan Allah yang

penuh kasih (ay.7). Namun sayangnya mereka menolak untuk mendengar

perkataan Allah (6:9).

Masa lenten adalah waktu untuk kita menyadari betapa seringnya

kita menunjukkan sikap yang sama seperti bangsa Israel yang berada di

hadapan Yesaya. Secara sadar maupun tidak sadar, karena beberapa alasan

tertentu, kita memiliki kecenderungan untuk mengabaikan Firman Tuhan,

bahkan pada akhirnya mengabaikan Tuhan itu sendiri. Ketika kita jauh dari

Firman Tuhan, seringkali kita mengalami “lupa rohani”, kita melupakan

sebuah rasa yang lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan

dari sarang lebah (Maz. 19:10). Seperti perempuan Samaria yang bertemu

49

Yesus di tepi sumur, masa lenten adalah waktu juga untuk kita bertemu

secara pribadi dengan Kristus – sumber air yang murni, yang memberikan

kepuasan tak terbatas pada jiwa kita yang dahaga. Kembalilah ke sumur

tersebut dan minumlah sebanyak-banyaknya. “... barangsiapa minum air

yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya.

Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di

dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang

kekal.” (Yoh 4:14).

Bapa, dengan penuh belas kasihan Engkau memanggil kami. Dengan

rahmat-Mu, bukalah telinga kami untuk mendengar suara-Mu, dan kembali

pada-Mu. Singkirkan balok penghalang pada mata kami dan singkapkan

keajaiban Firman-Mu. Keagungan-Mu nyata melalui Firman-Mu. Jadilah

sumber sukacita kami. Jadilah sumber kepuasan dalam hidup kami. Berikan

kami pengharapan yang baru, sebab barangsiapa yang percaya pada-Mu

tidak pernah dikecewakan. Bapa yang maha mulia, kami adalah milik-Mu.

Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

50

Hari ke-23, Senin 7 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yesaya 61:1-3

”Roh Kudus”

Bagian terakhir dari bacaan hari ini diakhiri dengan harapan akan

sebuah perubahan hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus. Seperti yang sudah

dijelaskan di renungan beberapa hari terakhir, Allah telah mengurapi seorang

raja sekaligus hamba untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang

sengsara, orang-orang yang remuk hati, para tawanan, dan orang-orang yang

terkurung dalam penjara. Yang diurapi disini adalah seorang hamba yang

memiliki belas kasihan bagi mereka yang membutuhkan dan seorang raja

yang memiliki kekuasaan untuk memberlakukan perubahan ini.

Sangatlah sulit untuk tidak membaca ayat-ayat ini tanpa adanya

sebuah rasa kerinduan, sukacita, dan pengharapan. Setiap ayat membawa hati

kita kepada pengharapan bahwa setiap ratapan dapat diubahkan Allah

menjadi sukacita, ucapan syukur, dan alat untuk menyatakan kemuliaan

Allah. Walaupun kehidupan kita sangat jauh berbeda dengan kehidupan

bangsa Israel di dalam pembuangan, namun secara tidak langsung ayat-ayat

ini menggambarkan kita juga adalah orang-orang yang sengsara, yang remuk

hati, ditawan dan terkurung dalam penjara oleh karena perbuatan kita

masing-masing. Kita mencari sesuatu atau seseorang yang dapat

menyelamatkan kita dari kesalahan-kesalahan kita, karena kita tidak mampu

mendapatkan itu semua hanya dengan bermodalkan kepintaran, uang ataupun

keinginan pribadi kita semata. Jadi siapakah yang diurapi untuk membawa

kita percaya bahwa kita tidak sendirian dan terabaikan?

51

Dari antara semua kitab dalam Perjanjian Lama yang dapat dipakai

untuk memulai pelayanan-Nya, Yesus membaca bagian ini dan dengan

lantang Ia berkata ”Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu

mendengarnya” (Luk 4:21). Ketika ada masalah-masalah yang membuat

Anda merasa sendirian dan tak berdaya, ingatlah bahwa pengharapan atas

perubahan hidup yang dicatat dalam bagian ini telah tergenapi, dan Yesus

adalah penggenapan dari pengharapan tersebut.

Bapa yang di surga, oleh karena kuasa-Mu, Roh Kudus tinggal di dalam

hidup kami. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, kami memalingkan

pandangan kami dari Engkau, kami berharap akan sebuah perubahan

dengan mengandalkan pada kekuatan kami sendiri dan bukan pada Engkau.

Ajar kami untuk melihat setiap karya Roh Kudus dalam kehidupan kami,

menaruh pengharapan kami pada-Nya, dan merasakan penghiburan,

kebebasan, ketenangan yang diberikan pada kita hanya oleh karena

anugerah-Nya. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

52

Hari ke-24, Selasa 8 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yeremia 33:14-18

”Tunas Keadilan”

Sangatlah mudah terjebak dalam pandangan bahwa besarnya kasih

Allah kepada kita ditentukan oleh bagaimana gaya hidup kita sebagai orang

percaya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita pun seringkali mengasihi

seseorang hanya jika orang tersebut baik atau menguntungkan bagi kita.

Kabar baiknya, di tengah kasih manusia yang tidak konsisten ini, ada kasih

Allah yang selalu konsisten bagi kita.

Melalui nabi Yeremia, Allah mengingatkan umat-Nya bahwa Ia akan

selalu menepati janji-janji-Nya dan akan selalu menyertai mereka. Ia

berjanji: ”Keturunan Daud tidak akan terputus duduk di atas takhta kerajaan

... dan keturunan imam-imam orang Lewi tidak akan terputus

mempersembahkan korban bakaran ...” (ay. 17-18). Pada akhirnya, Tuhan

Yesus sendiri lah sang Raja yang duduk di atas takhta kerajaan dan yang

mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban bakaran sekali untuk

selamanya.

Yesus adalah sang Ranting Keadilan yang membawa kebenaran agar

kita dapat menghampiri Allah. Oleh karena itu kita dapat membawa semua

kegagalan dan keraguan kita kepada Allah. Yesus tidak akan mengabaikan

kita. Setiap hari kita dapat membawa pertobatan dan tahu bahwa Ia

senantiasa menerimanya. Kita dapat bergantung pada-Nya untuk

memberikan awal yang baru oleh karena Tuhan Yesus telah hidup, mati dan

bangkit. Kita semua membutuhkan awal yang baru setiap hari. Jika Anda

53

datang dan meminta kepada-Nya, Allah akan menepati janji-Nya dan

memberikan itu kepada Anda.

Tuhan Yesus, terima kasih untuk pengampunan-Mu yang selalu baru setiap

pagi dan kesetiaan-Mu yang luar biasa. Berikan anugerah-Mu, agar kami

dapat bertobat hari ini dari hal-hal yang tidak berkenan kepada-Mu, karena

kami tahu Engkau adalah Allah yang tidak akan pernah meninggalkan kami

ketika kami ingin hidup seturut jalan-Mu. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

54

Hari ke-25, Rabu 9 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yehezkiel 34:23-31

”Gembala yang Baik”

Alkitab seringkali menggambarkan umat Allah seumpama sebuah

kawanan domba. Bagian awal dari pasal ini menceritakan gembala-gembala

Israel (para pemimpin bangsa) yang ditegur oleh karena penyalahgunaan

kekuasaan yang mereka miliki (34:1-22). Mereka menggembalakan dirinya

sendiri, menjadi kaya, dan melupakan domba-domba yang seharusnya

mereka jaga. Pada akhirnya kita dapat melihat, Allah menjatuhkan hukuman

kepada gembala-gembala tersebut. Peringatan-peringatan Allah diubah

menjadi janji bahwa Ia tidak hanya akan menyelamatkan domba-domba-Nya,

namun Ia juga akan mengangkat seorang raja, seperti Daud, untuk

menggembalakan domba-domba-Nya dan memberikan kedamaian selamanya

(ay. 25). Oleh karena dosa, kedamaian dan ketenangan telah hilang dari

manusia (Kej. 3:15, 4:8), dan hal ini jugalah yang sering nabi Yehezkiel

utarakan (Yes. 9:6-7). Inilah saatnya kita mengarahkan pandangan kita pada

Yesus, sang Gembala, sang Raja, yang hidup-Nya bertolak belakang dengan

pemimpin-pemimpin jahat seperti yang dijelaskan di awal dari pasal ini.

Para penulis Injil memberitahu kita bahwa Yesus datang untuk

menyampaikan kabar baik bagi orang-orang miskin, untuk memberitakan

pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang

buta (Luk. 4:18). Yesus lah yang menangisi Yerusalem karena mereka tidak

tahu apa yang diperlukan untuk mendatangkan damai sejahtera (Luk. 19:41).

Yesus lah yang memberikan nyawa untuk domba-domba-Nya agar kita dapat

memperoleh kedamaian dengan Bapa dan orang lain. Dan Yesus lah yang

55

suatu hari nanti akan kembali lagi untuk memberikan kedamaian abadi bagi

seluruh dunia (Wahyu 21). Saat ini, ada masa-masa susah dan kekecewaan

yang terkadang membuat kita putus harapan dan ragu bahwa Allah akan

memenuhi janji-Nya. Ketidakadilan di dunia sekeliling kita membuat kita

seringkali hilang harapan. Ketika kita sedang dalam situasi tersebut, ingatlah

Yesus adalah sang Gembala yang baik dan ingatlah Ia telah memberikan

nyawa-Nya sendiri untuk domba-domba-Nya. Suatu hari nanti kita akan

tinggal diam dalam rumah Tuhan selamanya.

Tuhan Yesus, terima kasih atas kasih dan kepeduliaan terhadap domba-

domba-Mu. Terima kasih telah menyerahkan nyawa-Mu di atas kayu salib,

sehingga ada kedamaian di dunia ini. Dalam masa perenungan ini, dengan

terang kasih-Mu, tolong kami untuk menemukan cara agar dapat berdamai

dengan orang di sekeliling kami dan dapat menyerahkan hidup kami untuk

orang lain. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

56

Hari ke-26, Kamis 10 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Hagai 2:7-10

”Harta Bangsa-Bangsa”

Kitab Hagai ditulis bagi bangsa Israel yang saat itu baru kembali dari

pembuangan di Babel untuk membangun kembali bait Allah yang telah

dihancurkan. Kitab ini juga menjadi motivasi, dorongan, dan panggilan untuk

membangun kembali bait Allah, membangun kembali harapan di tengah

kesedihan, dan membangun kembali iman percaya walaupun di dalam

kondisi yang sulit dan kekecewaan.

Dalam ayat ke-7 hingga ke-10, Hagai berbicara tentang suatu masa

yang akan datang di mana dunia ini akan bergoncang. Ironisnya, perkataan

ini merupakan upaya untuk memberi ketenangan bagi bangsa Israel yang

sedang berdiri di atas puing-puing yang tersisa. Memang, hal ini sepertinya

sulit untuk dimengerti ketika kita membacanya pertama kali. Tetapi penulis

kitab Ibrani menjelaskan bahwa goncangan tersebut ”... menunjuk kepada

perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia dijadikan supaya

tinggal tetap apa yang tidak digoncangkan ... kerajaan yang tidak

tergoncangkan ...” (Ibr. 12:27-28).

Inti dari deklarasi Hagai adalah bahwa semua ciptaan (ay. 7) dan

bangsa-bangsa (ayat 8) akan tergoncang, dan ada sebuah janji yang

menyatakan bahwa ”barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa

datang mengalir”. Karena kata ”barang yang indah-indah” dalam bahasa

Ibrani dapat bersifat jamak dan tunggal, maka tidak hanya segala harta karun

bangsa-bangsa yang akan dibawa masuk, tetapi Dia juga akan hadir, sebagai

”harta sejati” yang akan bertahta. Bagi Hagai, justru ketika seluruh dunia

57

tergoncang lah kita dapat melihat apa dan siapa yang akan benar-benar

berdiri teguh dan harta manakah yang akan tetap bertahan.

Ketika dunia Anda tergoncang, apakah Anda juga ikut tergoncang

atau Anda tetap berdiri teguh? Ketika segala sesuatu yang berharga bagi

Anda mengecewakan Anda, apakah Anda langsung menyerah dan larut

dalam kekecewaan, ataukah hati Anda tetap teguh di dalam ”harta sejati”

dunia, yaitu Kristus?

Yesus, tolong kami untuk terus berpegang teguh pada Kerajaan-Mu yang

tidak pernah goncang ketika dunia kami bergoncang; untuk terus mengingat

bahwa Engkau menjalani ”goncangan salib” sehingga kami tidak akan

tergoncang; dan untuk terus mengingat dan merenungkan bahwa ketika

seluruh harta kekayaan di dunia ini membuat kami kecewa, Engkau-lah

harta sejati atas segala bangsa. Di dalam nama Yesus. Amin.

58

Hari ke-27, Jumat 11 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Zakharia 9:9-10

”Raja yang Akan Datang”

Pada jaman dahulu, seorang raja biasanya akan memasuki kota-

kotanya dengan menunggang kuda untuk memperlihatkan kekuatan

militernya. Tetapi ada kekhususan tersendiri, yaitu ketika sang raja yang

sangat dikasihi oleh rakyatnya memasuki kotanya sendiri, ia akan

menunggang seekor keledai.

Nabi Zakharia berbicara mengenai suatu hari di masa yang akan

datang di mana Yerusalem akan melihat Rajanya kembali. Sang Raja akan

menaklukkan segala musuh sekali untuk selamanya, membawa keselamatan

dan mewujudkan pemerintahan baru yang penuh kedamaian untuk rakyat-

Nya. Harapan akan Raja sejati yang menunggang seekor keledai ini

mengundang keramaian bersorak-sorai, “Hosana bagi Anak Daud,

diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan…” ketika mereka melihat

Yesus memasuki Yerusalem.

Namun sekumpulan keramaian ini jugalah yang akan menjadi

orang-orang yang dipenuhi dengan kemarahan dan meminta pertumpahan

darah: “Salibkan Dia!”. Tuhan Yesus, yang sedang disambut sedemikian

rupa sebagai Raja yang kembali, akan mengalami penolakan yang begitu

besar dari orang-orang yang membenci dan menganggap-Nya musuh. Raja

sejati kembali ke ibukota untuk menemukan bahwa semua orang-orang yang

sedang menyambut-Nya, akan berbalik mengkhianati Dia. Namun tetap saja,

Dia duduk di atas keledai, bukan seekor kuda gagah, dan memasuki kota itu

dengan damai.

59

Dia akan membawa kemenangan sempurna, sekalipun bagi orang-

orang yang mengkhianati-Nya dengan menyerahkan diri-Nya bagi kejahatan

mereka (juga kejahatan kita semua). Musuh yang seharusnya dimusnahkan

oleh sang Raja adalah kita. Harga yang harus dibayar untuk kemenangan

sejati yang kita rindukan adalah melalui kematian-Nya. Dan Yesus

menggenapinya.

Tuhan, kami bersorak dengan nyaring bahwa Engkau rela memberikan

hidup-Mu untuk membayar harga seluruh kesalahan kami. Kami memuji-Mu

sebagai Raja kami yang kami kasihi yang telah kami nantikan. Datanglah

dan jadilah Raja di dalam hati kami dan hidup kami. Di dalam nama Tuhan

Yesus. Amin.

60

Hari ke-28, Sabtu 12 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Zakharia 12:10-14

”Ratapan”

Walaupun Zakharia yang mengatakan perkataan ini, tetapi

sebenarnya perkataan tersebut berasal dari Allah. Namun, bagaimanakah

mungkin? Bagaimana mungkin Allah mengatakan, “... mereka akan

memandang kepada dia yang telah mereka tikam”? Dapatkah Allah terluka?

Hal yang lebih membingungkan lagi adalah bagaimanakah Tuhan dapat

“ditikam”—yang di mana mengindikasikan ada suatu pembunuhan? Dengan

kata lain, bagaimanakah Allah dapat mati?

Yesus Kristus menggenapi nubuatan ini. Tidak hanya Dia adalah

Allah sepenuhnya, Dia juga adalah manusia sepenuhnya. Seperti yang telah

dinubuatkan, Yesus adalah anak tunggal dari Bapa (Yoh. 3:16). Ia mati dan

di atas kayu salib, Dia ditikam : “tetapi seorang dari antara prajurit itu

menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah

dan air” (Yoh. 19:34).

Namun, nubuatan itu juga berkata lebih dari pada itu. Nubuatan ini

mengatakan bahwa mereka yang menikam Dia akan meratap karena Allah

“mencurahkan kepada mereka roh pengasihan dan roh permohonan”

Dengan kata lain, Roh Kudus akan membukakan mata mereka agar mereka

dapat melihat apa yang telah mereka perbuat, dan betapa menyedihkannya

dosa yang telah mereka perbuat. Ratapan ini akan meluas tetapi begitu

mendalam bagi setiap keluarga —“Negeri itu akan meratap, setiap kaum

keluarga tersendiri…”

61

Sebagian dari nubuatan ini digenapi pada hari Pentakosta. Petrus

berkata kepada para pendengarnya, “Dia yang diserahkan Allah menurut

maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan

bangsa-bangsa durhaka.” (Kis. 2:23). Setelah mereka mendengarkannya,

hati mereka terharu dan tersentuh, hingga pada akhirnya 3 ribu orang

diselamatkan hari itu (Kis. 2:37-41). Hari ini, nubuatan ini masih digenapi.

Bersamaan dengan Roh Kudus yang memenuhi kita dengan anugerah yang

besar, kita meratapi kematian Kristus karena kita tahu bahwa “Dia tertikam

oleh karena pemberontakan kita”. Tetapi di dalam kesedihan, kita juga

bersukacita karena di dalam kematian-Nya justru “oleh bilur-bilurnya kita

menjadi sembuh” (Yes.53:5).

Tuhan, kami mengakui bahwa karena dosa kami Yesus telah ditikam. Oleh

karena itu, kami bersedih hati serta memohon kepada-Mu untuk memberikan

kepada kami anugerah dan pengampunan. Dengan rendah hati kami

bersukacita bahwa kasih setia-Mu tidak pernah tidak berubah—karena

Yesus telah mati bagi kami, ketika kami masih berdosa. Dalam nama Yesus.

Amin.

62

Hari ke-29, Senin 14 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yohanes 1:29-34

”Anak Domba Allah”

Dalam Kejadian 22, Abraham membawa anak tunggalnya, Ishak ke

Moria karena Allah memerintahkannya untuk mempersembahkan Ishak

sebagai korban bakaran. Ishak pun bertanya kepada Abraham, “Di manakah

anak domba untuk korban bakaran itu?” Abraham merespon kepada

putranya, “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran

bagi-Nya.” Dan ketika Abraham hendak mempersembahkan anaknya sendiri

di atas mezbah untuk Allah, Allah menghentikan dia dan menyediakan

domba jantan untuk dipersembahkan.

Tuhan Yesus adalah domba yang disediakan Allah untuk menghapus

semua dosa. Abraham tidak perlu mengorbankan anak satu-satunya, karena

Allah telah memilih untuk mengorbankan Anak-Nya sendiri untuk

menghapus segala dosa manusia. Oleh karena itu, Allah melihat kita

sebagaimana Ia melihat Anak-Nya pada saat Yohanes Pembaptis

menyaksikan Roh Kudus turun dari Sorga ke atas-Nya. Allah memanggil kita

semua sebagai anak-anak-Nya yang Dia kasihi, karena kita berkenan di

hadapan Dia di dalam Anak-Nya.

Sekarang kita tidak lagi hidup di dalam kekhawatiran untuk mencari

pembenaran diri. Pembenaran kita yang sejati dan satu-satunya adalah di

dalam Kristus, Anak Domba Allah yang sempurna dan tidak bercacat, yang

mengambil dan menghapus segala dosa kita dan seluruh dosa-dosa di dunia.

63

Allah Bapa , kami sungguh bersyukur dan berterimakasih karena Engkau

telah menjadikan kami anak-anak-Mu yang Kau kasihi dan yang berkenan.

Kami berdoa kiranya Engkau terus menyadarkan bahwa kami tidak perlu

lagi bekerja keras untuk pembenaran, tetapi kami dapat merasakan damai

sejahtera karena mengetahui identitas kami adalah di dalam Anak Domba

Allah. Berikan kami pengertian betapa dalamnya dan luar biasanya

pengorbanan Yesus yang telah digenapi untuk menghapus semua dosa kami

sehingga kami lebih mengasihi Engkau dan dapat mengetahui siapa diri

kami dan bagaimana kami harus bertindak. Di dalam nama Yesus. Amin.

64

Hari ke-30, Selasa 15 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Matius 4:1-11

”Pedang Roh”

Pada kisah ini, kita melihat 3 pencobaan yang ditujukan Iblis kepada

Yesus. Setiap pencobaan memiliki karteristik tersendiri untuk mencobai

Yesus, yaitu pertama dengan menantang kebutuhan jasmani Yesus untuk

makan. Yang kedua menantang Yesus untuk menunjukkan kuasa-Nya yang

besar di surga. Dan yang terakhir menantang Yesus untuk menggunakan

kuasa-Nya mendirikan kerajaan Allah secara politik. Pada pencobaan yang

terakhir, Iblis menggoda Yesus untuk meninggalkan jalan salib dan

mengambil jalan singkat. Iblis menggoda Yesus untuk tidak menderita,

menyangkal Bapa dan mendapatkan dunia dengan cara yang mudah, yaitu

menyembah Iblis. Namun, setiap pencobaan diresponi oleh Yesus dengan

firman Allah, yaitu “pedang Roh” (Ef. 6:17) untuk menolak semua godaan-

godaan tersebut.

Yesus mengalahkan semua pencobaan dengan firman Allah yang

berasal dari diri-Nya. Bahkan Yesus sendiri adalah firman Allah yang

menjadi manusia (Yoh 1:14). Kemenangan atas pencobaan hanya dapat kita

raih jika kita hidup di dalam Yesus. Yesus datang tidak hanya untuk

menyelamatkan kita dari hukuman dosa, tetapi ia memberikan kepada kita

kuasa untuk mengalahkan segala pencobaan.

Yesus, terima kasih untuk teladan yang Engkau berikan agar kami dapat

menang dari pencobaan. Terima kasih kalau Engkau adalah Allah yang juga

turut merasakan pencobaan tetapi Engkau menang atasnya. Terima kasih

65

untuk teladan yang Kau berikan kepada kami. Tolong kami dalam

mengalahkan setiap pencobaan yang kami alami dengan kuasa firman-Mu.

Di dalam nama Yesus. Amin.

66

Hari ke-31, Rabu 16 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Markus 1:40-45

”Sang Penderita Kusta ”

Menderita penyakit kusta merupakan salah satu hal yang paling

tragis yang dapat menimpa manusia pada masa lampau. Bilamana penderita

kusta berada di sekitar orang lain , ia harus berseru “najis..najis” sehingga

orang yang berada di sekitarnya dapat menjaga jarak dengannya. Penderita

kusta harus tinggal menyendiri, jauh dari pemukimannya untuk menghindari

resiko menularkan penyakit kusta kepada yang lain. (Im. 13:45-46).

Penderita kusta akan diasingkan dan dicemooh terus-menerus.

Yesus datang dan mengubah stigma yang ada. Salah satu hal yang

luar biasa tercatat di dalam kitab-kitab Injil adalah seringnya Yesus

berinteraksi dengan penderita kusta. Yesus mendekati penderita kusta dan

Yesus didekati oleh mereka. Yesus menghormati dan mengasihi mereka.

Bahkan Yesus melakukan tindakan yang tidak dibayangkan, yaitu menyentuh

mereka dan sentuhan-Nya mentahirkan mereka. Yesus menyembuhkan

penderita kusta.

Para penafsir Alkitab berpendapat bahwa ada persamaan antara

kondisi fisik penderita kusta dengan kondisi kerohanian dari manusia

berdosa. Dosa yang berasal dari hati kita menjauhkan kita dari hubungan

dengan Tuhan dan sesama. Walaupun kita berusaha untuk menutupi atau

pun menghilangkannya, noda dari dosa tetap ada. Segala usaha manusia

untuk menutupi atau menghilangkan dosa adalah tindakan sia-sia belaka.

67

Kabar baik dari Injil adalah bahwa Yesus adalah pribadi yang kudus

dan memberikan kekudusan-Nya. Ketika Ia menyentuh penderita kusta, Ia

tidak tertular penyakit kusta, melainkan Ia menyembuhkan mereka. Siapa

pun yang ingin menghapus dosanya, harus membuka dirinya untuk

disembuhkan oleh Yesus. Seperti halnya penderita kusta, kita yang telah

merasakan “sentuhan” Yesus dapat mengalami rasa syukur yang mengebu-

gebu dan tergerak untuk bersaksi mengenai perjumpaan kita dengan Yesus.

Bapa kami yang di surga, kami bersyukur untuk Putra-Mu yang

”menyembuhkan” segala sesuatu yang disentuh-Nya . Dengan kuasa-Nya,

kiranya hati kami dan tindakan kami “disentuh” oleh-Nya hari ini dan setiap

hari. Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin

68

Hari ke-32, Kamis 17 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yohanes 8:1-11

”Wanita yang Berzinah”

Hukum Taurat bagi pelaku perzinahan jelas, di mana perzinahan

merupakan salah satu kejahatan besar yang dilakukan oleh kedua belah

pihak. “Apabila seseorang kedapatan tidur dengan seorang perempuan yang

bersuami, maka haruslah keduanya dibunuh mati: laki-laki yang telah tidur

dengan perempuan itu dan perempuan itu juga. Demikianlah harus

kauhapuskan yang jahat itu dari antara orang Israel.” (Ul. 22:22).

Berdasarkan hukum Taurat tersebut, para ahli Taurat dan orang

Farisi mendatangi Yesus membawa seorang wanita yang tertangkap berzinah

untuk dihukum rajam. Tetapi dimana pasangannya yang juga berbuat zinah?

Para ahli Taurat dan orang Farisi tidak peduli. Yang dipermasalahkan mereka

bukanlah menegakkan hukum Taurat. Mereka hanya ingin mencobai Yesus.

Namun Yesus tidak dapat dibodohi. Dia berkata “Barangsiapa di antara

kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada

perempuan itu.” Tentunya Yesus tidak bermaksud untuk membuat usulan

sistem peradilan yang baru yaitu tiada kejahatan yang dapat

dipertanggungjawabkan apabila sang hakim juga berdosa.

Yesus menyampaikan sebuah pesan. Pesan yang seringkali Dia

sampaikan kepada ahli Taurat dan orang Farisi. Dia sering menyatakan hal-

hal kepada mereka seperti , “Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini:

Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (Mat.

9:13). Dengan kata lain, Ia menyampaikan kepada mereka bahwa mereka

melupakan bagian penting dari Hukum Taurat di mana dasar utama dari

69

hukum tersebut adalah kasih (Mat. 22:34-40). Sebab itu, walaupun para ahli

Taurat dan orang Farisi kelihatan ingin menegakkan hukum Taurat, mereka

sebenarnya melanggarnya karena mereka bertindak tidak didasari oleh kasih,

anugerah, kerendahan hati dan belas kasihan.

Satu persatu dari mereka pergi. Lalu Yesus berkata kepada wanita

itu, “Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa

lagi mulai dari sekarang." Yesus tidak sedang mengatakan bahwa dosa yang

diperbuatnya tidak masalah. Namun maksud perkataan-Nya adalah “Aku

sendiri yang membentuk kesalehanmu berdasarkan kasih dan anugerah.

Maka jangan berdosa lagi, bukan karena engkau takut terhadap hukumannya

namun karena engkau telah bertemu dengan-Ku dan telah diselamatkan oleh

anugerah.”

Tuhan, kami memuliakan nama Yesus karena kebenaran yang kami terima

berasal dari anugrah-Nya semata. Oleh sebab itu, walaupun kami tidak

ingin berdosa lagi, biarlah kami merindukan kekudusan dan kebenaran yang

berasal dari kesadaran yang mendalam bahwa kami telah diselamatkan oleh

anugerah Tuhan. Dalam nama Tuhan Yesus. Amin

70

Hari ke-33, Jumat 18 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Lukas 9:18-27

”Panggilan”

Setelah mengikuti Tuhan Yesus, mendengarkan pengajaran-Nya dan

melayani bersama-Nya, Petrus dapat bersaksi bahwa Yesus adalah Mesias

yang dijanjikan dari Allah. Orang-orang yang tidak dekat dengan Yesus

hanya percaya bahwa Yesus adalah seorang pembawa pesan. Namun murid-

murid Yesus mengetahui bahwa Yesus bukanlah sekedar pembawa pesan , Ia

adalah pesan itu sendiri. Setelah kesaksian Petrus, Yesus mencoba membuat

murid-murid-Nya memahami akan misi-Nya dan konsekuensi dalam

mengikuti-Nya. Yesus bukanlah Mesias yang sesuai dengan harapan mereka

dan mengikuti Yesus tidaklah semudah yang dibayangkan sebelumnya oleh

mereka.

Yesus menyampaikan sebuah panggilan yang jelas bagi murid-

murid-Nya, di mana kesetiaan kepada Yesus berarti harus menyangkal diri,

memikul salib dan mengikuti Dia. Sejak dari dahulu hingga sekarang,

menaati firman-Nya bukanlah perkara mudah. Kita hidup di dalam budaya

yang mengajarkan untuk mementingkan diri sendiri dan mengejar

kenyamanan, kekuasaan dan kepuasan diri sendiri di atas segalanya. Untuk

menyangkal diri dan melakukan apa yang berkenan kepada Allah, terasa

seperti bukan natur kita, namun itulah panggilan Yesus bagi kita. Yesus

berkata kepada kita bahwa untuk mengikuti-Nya, kita harus melepaskan

kendali dari apa yang kita miliki dan teguh menghadapi penderitaan dan

penolakan, karena dengan demikian kita akan semakin serupa dengan-Nya.

Di dalam-Nya, kemenangan diperoleh melalui penderitaan. Yesus

71

memanggil kita untuk keluar dari hidup kita yang lama, sehingga Dia dapat

memberikan kehidupan yang sesungguhnya dan kekal bersama-Nya. Apakah

Anda mendengar panggilan-Nya? Apakah Anda rela menyangkal diri dan

memikul salib untuk mengikuti Dia? Apakah Anda percaya bahwa Ia akan

memimpin ke dalam kehidupan yang sejati?

Tuhan yang maha Pemurah, kami bersyukur karena Engkau telah

memberikan Anak-Mu kepada kami, Yesus Kristus, sang Mesias yang kami

perlukan. Berikanlah kami anugerah yang diperlukan untuk mengikuti-Mu.

Engkaulah yang layak dan kami hendak menyerahkan hidup kami kepada-

Mu. Untuk itu kami mohon Engkau yang memampukan kami. Dalam nama

Tuhan Yesus. Amin.

72

Hari ke-34, Sabtu 19 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Yohanes 12:20-33

”Pemberitaan”

Rasul Yohanes banyak mencatat di dalam Injilnya kisah enam hari

terakhir Yesus di dunia. Dalam Yoh. 12 Yesus memberitakan penderitaan

dan kematian seperti apa yang akan dijalani-Nya, yaitu yang dapat

melepaskan genggaman Iblis yang mematikan terhadap dunia ini, yang

melaluinya Yesus akan bangkit dan menang atas kegelapan salib dan kubur,

dan yang akan membawa orang-orang dari seluruh dunia kepada-Nya (ay.

32). Dalam pemberitaan-Nya ini, Yesus juga menegaskan kembali teladan

diri-Nya bagi mereka yang akan mengikuti-Nya dan dikenal sebagai murid-

Nya.

Sejak awal pelayanan-Nya di dalam Injil Yohanes, Yesus beberapa

kali menyebutkan tentang “saat”-Nya. Saat di mana Ia akan menjalani

penderitaan dan kematian bagi dosa-dosa manusia. Namun dari penderitaan

dan kematian yang akan dijalani-Nya, Yesus memancarkan kemuliaan Allah

bagi umat manusia. Allah Bapa memuliakan nama Yesus bukan hanya dari

pelayanan Yesus di dunia tetapi juga melalui kematian Yesus. Rasul Yohanes

telah memberikan ”bayang-bayang” kemuliaan ini di awal Injilnya dengan

menuliskan “... kita telah melihat kemuliaan-Nya ... penuh kasih karunia dan

kebenaran” (1:14).

Dalam kemanusiaan-Nya, dengan jujur Yesus mengakui bahwa, ”...

jiwa-Ku terharu ...” (ay. 27) ketika Ia akan menjalani penderitaan dan

kematian-Nya. Yesus memberikan teladan yang sempurna akan pribadi yang

berserah sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi pergumulan, karena

73

yang menjadi tujuan-Nya adalah kemuliaan Allah melebihi yang lainnya.

Dan ini menjadi inti pengajaran bagi murid-murid-Nya.

Suatu benih hanya akan menjadi buah ketika benih itu jatuh ke dalam

tanah dan mati. Benih hanya membawa kehidupan ketika mati terlebih

dahulu. Secara umum kematian Yesus kelihatan seperti tragedi, namun

dengan “jatuh ke dalam tanah” (ay. 24) Yesus menarik orang-orang dan

membawa mereka kepada kemuliaan (Ibr. 2:10). Namun, menjadi pengikut

Kristus memerlukan pengorbanan besar; para murid-murid Yesus pertama

harus mengalami kematian yang mengerikan. Hal ini mendorong Tertullian,

bapa gereja mula-mula, menyimpulkan bahwa “Darah para martir adalah

benih dari gereja”. Menjadi murid Yesus harus “mati” setiap saat untuk

mendapatkan “suatu hidup yang penuh pengharapan” (1 Pet. 1:3-5) di dalam

Kristus. Dietrich Bonhoeffer, seorang teolog dari Jerman mengatakan:

“Ketika Yesus memanggil manusia, Dia menawarkan kepadanya untuk

datang dan mati”.

Allah yang hidup, Engkau mengasihi kami sehingga Engkau mati untuk

menyelamatkan kami dari maut. Kami berdoa melalui pengorbanan-Mu

menjadikan kami rendah hati, menyembah-Mu senantiasa dan memberikan

keberanian untuk hidup sesuai dengan kehendak-Mu. Di dalam nama Yesus.

Amin.

74

Hari ke-35, Senin 21 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Markus 14:3-9

”Pengurapan”

“Sebuah pemborosan!” Keluhan ini disampaikan terkait dengan

seorang wanita yang menggunakan minyak narwastu yang mahal untuk

mengurapi Yesus. Yesus bergeming. Ia mengetahui bahwa di mata manusia

yang dilakukan wanita itu dianggap tidak perlu dan merupakan pemborosan.

Walaupun uang untuk membeli minyak narwastu dapat digunakan untuk hal

lain yang mulia, Yesus menganggap yang dilakukan wanita itu pantas.

Mengapa ? Karena itu merupakan tindakan penyembahan. Yesus mengetahui

bahwa hidup ini dijalani dengan apa yang menjadi fokus kita.

Memfokuskan pada hal yang salah tidak akan membawa kepada

hasil yang benar. Namun dengan menyembah Allah yang hidup, yang telah

mengorbankan diri-Nya bagi umat manusia melalui Yesus, kita dapat

menemukan kembali fokus di dalam hidup kita. Dengan demikian, kita akan

segera menyadari bahwa kita sedang memberikan seluruh hidup kita kepada

Kristus, bukan untuk diri sendiri. Termasuk ketika kita memberi kepada

orang-orang yang membutuhkan.

Bertolak belakang dari yang sering dipikirkan, Yesus sedang tidak

mengurangi tanggung jawab kita kepada orang-orang yang membutuhkan

sebagaimana tercantum di dalam kisah ini. Sebenarnya Yesus sedang

mengajarkan murid-murid-Nya perihal kepedulian kepada orang-orang yang

membutuhkan, seperti yang tercantum dalam Ulangan 15 yang menjadi

pengajaran Musa. Kepedulian harus didasari dalam sikap penyembahan

75

kepada Allah. Tempatkan Allah menjadi pusat kehidupan, dan Anda akan

menemukan diri sendiri melayani dunia dengan cara yang berbeda.

Tuhan, sering kali kami memfokuskan pada hal yang sia-sia. Tolong kami

untuk dapat menyadari hidup kami seharusnya berpusat pada-Mu dan dari

sanalah anugrah-Mu mengalir untuk kami gunakan melayani. Dalam nama

Tuhan Yesus. Amin.

76

Hari ke-36, Selasa 22 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Markus 11:15-19

”Penyucian”

Setiap tahun pada hari perayaan Paskah, ribuan orang Yahudi datang

dari segala penjuru untuk mempersembahkan korban di Bait Allah. Karena

kebanyakan dari mereka harus menempuh jarak yang jauh, mereka seringkali

membeli hewan korban di Yerusalem dari pada harus menanggung resiko

hewan korban mereka menjadi cacat karena dibawa dari tempat asal mereka

yang jauh. Oleh sebab itu, dibangunlah sebuah pasar untuk memudahkan

orang-orang Yahudi dalam hal membeli hewan korban. Namun, pasar ini

dibangun di depan Bait Suci di tempat orang-orang non Yahudi datang untuk

menyembah Allah. Oleh karena itu, pada hari perayaan Paskah, pelataran

Bait Suci yang seharusnya menjadi tempat ibadah, menjadi penuh dengan

penjual ternak dan penukar mata uang asing.

Ketika Yesus melihat hal ini Ia menjadi marah, sehingga Ia

membalikkan meja- meja dan mengusir para penjual itu. Tapi mengapa?

Bukankah para penjual justru membantu pengunjung yang berasal dari jauh

untuk menyediakan hewan korban bakaran? Mungkin. Tapi mereka

melakukannya dengan mengorbankan orang-orang non Yahudi yang mencari

Allah. Para penjual menganggap ibadah orang-orang non Yahudi tidak

penting. Ketika Yesus memanggil mereka “penyamum”, Yesus sedang

menunjuk pada cara mereka yang serakah dalam meraup keuntungan dan

bagaimana mereka merebut tempat ibadah orang- orang non-Yahudi.

77

Dalam kisah lain yang hampir mirip dengan kisah ini, Yesus pernah

diminta untuk menunjukkan tanda dari kekuasaan-Nya. Yesus menjawab

“Rombak bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya

kembali.” (Yoh. 2:19). Tetapi Yesus bukan berbicara tentang bangunan Bait

Suci, “tetapi yang dimaksudkan-Nya dengan bait Allah adalah tubuh-Nya

sendiri” (Yoh. 2:21). Dengan kata lain, ketika Ia mati, Bait Suci beserta

seluruh kegiatannya- para imam, kurban, kemuliaannya- akan mati bersama-

Nya karena Ia sendirilah sang Domba Paskah, Imam Besar, dan kemuliaan

Allah sendiri. Maka ketika tabir Bait Suci terbelah dua saat kematian Kristus

(Mrk. 15:38), batas antara Allah dan manusia pun terkoyak. Yesus sendiri

yang menjadi “Rumah doa bagi segala bangsa”. Hari ini, kita tidak perlu

berjalan jauh hingga ke Yerusalem untuk menyembah Allah. Tidak ada pula

pembedaan antara orang-orang Yahudi dan non-Yahudi. Penyembahan

bukan lagi terbatas dalam hal tempat, melainkan pada sebuah pribadi.

Yesuslah Bait Allah itu sendiri. Dialah tempat kita berjumpa dengan Allah.

Tuhan, kami mengucap syukur karena Yesus adalah Domba Paskah, Imam

Besar, kemuliaan Allah dan Bait Allah itu sendiri. Dengan demikian, kami

dan segala bangsa dapat memperoleh keselamatan karena di dalam nama-

Nya. Di dalam nama Yesus Kristus. Amin.

78

Hari ke-37, Rabu 23 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Matius 26:1-5;14-25

”Rancangan”

Walaupun seolah-olah waktu bagi Yesus untuk ”kehilangan” nyawa-

Nya semakin mendekat, Yesus tetap memegang kendali atas segala

sesuatunya. Dia sudah menubuatkan perihal penangkapan dan penyaliban-

Nya jauh sebelum para pemimpin agama merencanakan untuk menangkap

Yesus. Dia juga tahu bahwa Yudas, salah seorang murid kepercayaan-Nya,

akan mengkhianati-Nya. Pastinya ini sungguh mengganggu pikiran Yudas,

ketika ia tahu bahwa Yesus mampu melihat jauh melampaui topeng yang ia

kenakan. Walaupun manusia memiliki rencana dan maksud sendiri,

rancangan Allah lah yang akan terjadi. Tidak ada yang dapat menghalangi

rancangan Allah. Tidak ada pula yang lebih utama dalam rancangan kekal

Allah bahwa Yesus, sang Anak Manusia, akan diserahkan untuk disalibkan.

Makan malam Paskah terakhir-Nya mencerminkan maksud dan tujuan dari

kematian-Nya. Hari perayaan Paskah merupakan perayaan tahunan

memperingati ”keluarnya” bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Tetapi,

kematian Yesus akan menjadi perayaan hari Paskah yang baru. Mereka yang

percaya kepada-Nya akan menerima ”keluaran” sejati, yaitu pembebasan dari

perbudakan dosa. Hasilnya, mereka akan mampu menikmati indahnya hidup

dalam kemerdekaan dan mengalami kasih Allah lebih lagi.

Ketika hidup kita terlihat berantakan, ketika segala sesuatu

sepertinya tidak berjalan sesuai harapan, penghiburan terbesar yang dapat

kita temukan adalah melihat kembali pengalaman kehidupan terakhir Yesus.

Walaupun manusia berencana jahat terhadap Dia dan berhasil menjalankan

79

apa yang mereka rencanakan itu, mereka tidak dapat menghalangi rancangan

Allah. Sungguh merupakan suatu penghiburan besar ketika mengetahui

bahwa tidak ada satu pun yang dapat menghalangi kuasa Allah! Dia bekerja

dalam segala hal untuk menggenapi tujuan baik-Nya. Dengan mengingat dan

melihat kembali kematian Yesus bagi kita, kita kembali menemukan apa

rancangan utama Allah bagi kita. Melalui kematian Yesus, kita memperoleh

hidup. Melalui darah-Nya yang tercurah, kita menerima kebebasan dari

perbudakan dosa dan kebebasan untuk hidup di dalam kasih-Nya.

Tuhan, kami mengucap syukur karena Engkau memegang kendali atas hidup

kami, bahkan ketika kami merasa segala sesuatu tidak terkendali. Biarlah

kami boleh hidup dalam rancangan-Mu yang kekal. Mampukan kami, Roh

Kudus, untuk dapat bersandar pada Kristus dan mengalami kebebasan

sejati. Dan dalam pengampunan dosa, kami hidup setiap hari di dalam

kasih-Mu. Berikan kepada kami hati yang mau berserah kepada-Mu. Dalam

nama Yesus. Amin.

80

Hari ke-38: Kamis 24 Maret 2016 (Kamis Putih)

Bacaan Alkitab: Yohanes 13:1-15

”Pembasuhan”

Dalam pembukaannya pada bagian ini, rasul Yohanes menuliskan

bahwa: “Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya

demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya.”

(ay. 1b). Dalam tindakan-Nya membasuh kaki para murid, Yesus sedang

menyampaikan kasih-Nya yang ilahi. Kasih bukanlah sekedar apa yang

Yesus perbuat, tetapi Dia lah sang kasih itu.

Seringkali ketika kita mengasihi seseorang, kita hanya memikirkan

tindakan dan perbuatan kita. Kita bertanya- tanya, “Dengan cara apa saya

dapat menunjukkan kasih saya?” Tapi Yesus dalam tindakan pelayanan-Nya

ini membawa kita untuk bertanya “Siapakah saya?” Tanpa kita sadari, kita

terbiasa untuk membatasi kepada siapa kasih yang akan kita berikan, karena

kita tidak bertindak sebagai orang yang sudah diubahkan oleh firman Allah.

Ego kita akan menghalangi kita untuk melayani mereka yang sepertinya

‘tidak layak’ untuk kita layani.

Ketika kita melihat kepada Yesus, kita akan menemukan keindahan

berbagi dengan sesama. Keindahan ini timbul karena kita menyadari identitas

Yesus “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan

dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah

mengosongkan diri-Nya sendiri , dan mengambil rupa seorang hamba, dan

menjadi sama dengan manusia” (Fil. 2:6-7). Yesus mampu melayani dalam

cara yang tidak terpikirkan orang lain karena Ia mengenal kasih Bapa secara

pribadi. Hati yang sama membawa-Nya untuk membasuh kaki para murid,

81

dan pada akhirnya hati itu pula yang membawa-Nya ke atas kayu salib. Hari

ini, Yesus mengajarkan suatu hati dan identitas baru yang diubahkan oleh-

Nya. Hati dan identitas untuk mengasihi dan melayani dengan cara yang

radikal, seperti bagaimana Ia telah terlebih dahulu melayani dan mengasihi

kita.

Bapa kami yang di surga, seringkali kami melupakan siapa diri kami di

dalam Kristus dan anugerah-Nya yang membungkus hidup kami. Kasih kami

memiliki batas karena kami tidak menyadari siapa diri kami yang telah Kau

ubahkan. Tolong kami untuk menghidupi identitas kami sebagai anak-anak-

Mu sehingga kasih kami untuk orang lain mengalir melalui identitas kami

yang baru. Jadikan kami pelayan-Mu yang baru karena Engkau sendiri yang

menghancurkan batas yang kami tetapkan dalam mengasihi sesama. Dalam

nama Kristus. Amin.

82

Hari ke -39, Jumat 25 Maret 2016 (Jumat Agung)

Bacaan Alkitab: Yohanes 19:1-37

”Salib-Nya ”

Bacalah kembali bagian ini dengan perlahan-lahan dan penuh

penghayatan. Gunakan imajinasi kita untuk membayangkan setiap adegan.

Apa yang kita lihat, dengar, dan rasakan dalam setiap bagiannya? Apa

artinya bagi kita? Biarkan Roh Kudus berbicara kepada kita melalui kisah

kematian Kristus hari ini.

Tuhan Yesus, karena dosa-dosa kamilah yang menghantarkan Engkau pada

kayu salib. Di sana kami melihat Raja kami. Di sana Engkau menggenapi

karya penebusan bagi kami. Di sana kami memandang kepada-Mu yang

telah kami salibkan. Penebusan telah digenapi. Terima kasih untuk kasih-Mu

yang besar. Dalam nama Kristus. Amin

83

Hari ke-40, Sabtu 26 Maret 2016

Bacaan Alkitab: Matius 27:57-66

”Kuburan”

Pernyataan utama dalam sejarah ke-Kristenan adalah bahwa Yesus

Kristus bangkit dari antara orang mati. Kita seringkali tergoda untuk

langsung melompat dari hari Jumat ke hari Minggu, dari kematian di salib

menuju kebangkitan. Namun Matius membawa kita untuk menghayati

ketenangan dan kesunyian kubur.

Banyak orang berusaha untuk meruntuhkan pernyataan orang Kristen

dengan mengatakan bahwa Yesus tidak mati, atau murid-murid-Nya telah

mencuri tubuh-Nya dan mengklaim bahwa Juruselamat mereka bangkit.

Namun jeda yang diusung oleh Matius di antara napas terakhir dan

penampakan pertama-Nya, menunjukkan kepastian kematian Yesus,

keheningan dalam kubur, dan disusul dengan peristiwa yang tidak disangka

oleh siapa pun yaitu kebangkitan-Nya.

Pemerintahan Roma sangat ketat dalam menjalankan eksekusi

hukuman mati, terutama bagi mereka yang dituduh atas pengkhianatan.

Ketika Yusuf diberi ijin untuk menurunkan tubuh Yesus, itu artinya para

pengeksekusi sudah yakin bahwa pekerjaan mereka tuntas. Orang Yahudi,

sepanjang Perjanjian Lama, akan menempatkan batu di depan kubur para

penjahat besar untuk menandakan bahwa tidak ada lagi kehidupan di balik

kubur. Batu besar di pelataran kubur berarti tidak ada lagi harapan akan

kehidupan di dalam kubur. Kubur itu gelap dan hening.

Seharusnya situasi inilah yang kita alami. Namun, harapan kita

timbul melalui Dia yang terlebih dahulu masuk ke dalam kubur itu sebelum

84

kita, yaitu harapan untuk keluar menuju dunia baru yang diciptakan oleh

Allah. Kisah Matius tentang kubur itu sendiri adalah pengingat bahwa kubur

yang gelap dan hening itu hanya bersifat sementara, dan Kristus akan segera

bangkit.

Yesus, ingatkan kami bahwa kegelapan dan keheningan di dalam kubur akan

segera diatasi oleh terang-Mu pada hari ketiga. Dalam nama Kristus. Amin.