pengambilan keputusan untuk profesi pada siswa

8
 Pengambilan Keputusan untuk Profesi pada Siswa Jenjang Pendidikan Menengah (Survei pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta). Oleh: Hayadin Abstrak: Penelitian ini dilakukan didorong oleh keprihatinan atas tingginya  jumlah pengangguran terutama pengangguran terpelajar, dan tingginya  permasalahan sosial yang terjadi pada pelajar / siswa usia dan j enjang Pendidikan Menengah di tanah air. Asumsinya adalah, pelajar yang memiliki keputusan untuk menggeluti profesi tertentu pada masa depan, tidak akan melakukan hal-hal negatif yang merusak cita-citanya. Penelitian ini mempertanyakan kemampuan dan wawasan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, dan Sekolah Menengah Kejuruan dalam hal membuat keputusan tentang profesi dan  pekerjaan. Penelitian dilakukan di Kota Jakarta pada bulan Januari sampai dengan Maret 2005. Sampel penelitian diperoleh secara oportunistik sebanyak 400 siswa. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayo ritas siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK),  belum memiliki keputusan yang jelas tentang profesi yang akan digelutinya. Kata Kunci: pengambilan keputusan, penemuan diri, profesi, siswa, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan. 1. Pendahuluan Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20 Tahun 2003; fasal 1, ayat 1 pengertian pendidikan adalah ³usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar  peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian , kecerdasan , a khlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara´. Pengertian tersebut merupakan ungkapan makna teleologis dari  pendidikan yakni menciptakan warga negara yang bertaqwa, berakhlak dan terampil. Untuk mencapai tujuan t ersebut maka diselenggarakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang bersifat formal, nonformal maupun informal dengan  berbagai jenjang mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi. Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh oleh anak Indonesia dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal. Jenjang ini merupakan tahap yang strategis dan kritis bagi perkembangan dan masa depan anak Indonesia. Pada jenjang ini, anak Indonesia berada pada pintu gerbang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk membentuk integritas profesi yang didambakannya. Pada tahap ini pula, anak Indonesia bersiap untuk memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan kompetisi. Secara psikologis, masa tersebut merupakan masa pematangan kedewasaan. Pada tahap ini anak mulai mengidentifikasi profesi dan jati dirinya secara utuh. Para

Upload: rsativani

Post on 13-Jul-2015

63 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

Pengambilan Keputusan untuk Profesi pada Siswa

Jenjang Pendidikan Menengah

(Survei pada SMA, MA, dan SMK di DKI Jakarta).

Oleh: Hayadin

Abstrak: Penelitian ini dilakukan didorong oleh keprihatinan atas tingginya

 jumlah pengangguran terutama pengangguran terpelajar, dan tingginya

 permasalahan sosial yang terjadi pada pelajar / siswa usia dan jenjang Pendidikan

Menengah di tanah air. Asumsinya adalah, pelajar yang memiliki keputusan untuk 

menggeluti profesi tertentu pada masa depan, tidak akan melakukan hal-hal

negatif yang merusak cita-citanya. Penelitian ini mempertanyakan kemampuan

dan wawasan siswa-siswi Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, dan

Sekolah Menengah Kejuruan dalam hal membuat keputusan tentang profesi dan

 pekerjaan. Penelitian dilakukan di Kota Jakarta pada bulan Januari sampai dengan

Maret 2005. Sampel penelitian diperoleh secara oportunistik sebanyak 400 siswa.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara dan angket.Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas siswa-siswi Sekolah Menengah

Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), belum memiliki keputusan yang jelas tentang profesi yang akan digelutinya.

Kata Kunci: pengambilan keputusan, penemuan diri, profesi, siswa, Sekolah

Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan.

1. Pendahuluan

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Nomor 20

Tahun 2003; fasal 1, ayat 1 pengertian pendidikan adalah ³usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar  peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara´. Pengertian tersebut merupakan ungkapan makna teleologis dari pendidikan yakni menciptakan warga negara yang bertaqwa, berakhlak dan

terampil. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diselenggarakan serangkaiankegiatan pembelajaran yang bersifat formal, nonformal maupun informal dengan

 berbagai jenjang mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi.

Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan

Madrasah Aliyah (MA) merupakan salah satu jenjang pendidikan yang ditempuh

oleh anak Indonesia dalam mengikuti kegiatan pembelajaran secara formal.

Jenjang ini merupakan tahap yang strategis dan kritis bagi perkembangan danmasa depan anak Indonesia. Pada jenjang ini, anak Indonesia berada pada pintu

gerbang untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang merupakan wahana untuk 

membentuk integritas profesi yang didambakannya. Pada tahap ini pula, anak 

Indonesia bersiap untuk memasuki dunia kerja yang penuh tantangan dan

kompetisi.

Secara psikologis, masa tersebut merupakan masa pematangan kedewasaan. Pada

tahap ini anak mulai mengidentifikasi profesi dan jati dirinya secara utuh. Para

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

ahli pendidikan seperti Montessory dan Charless Buhler (dalam Sugeng Santosa;

2000), menyatakan bahwa pada usia tersebut seseorang berada pada masa

µpenemuan diri¶. Secara spesifik, Montessory menyebutkan pada usia 12 ± 18

tahun, sementara Charles Buhler menyebutkan pada usia 13 ± 19 tahun. Salah satuaspek µpenemuan diri¶ pada anak yang paling penting pada tahap ini adalah

 pekerjaan dan profesi. Secara psikologis mereka mulai mengidentifikasi jenis

 pekerjaan dan profesi yang sesuai dengan bakat, minat, dan kecerdasan serta

 potensi yang dimilikinya.

Pada sisi lain, secara empirik kita melihat kenyataan para pelajar tersebut

menghadapi berbagai permasalahan yang serius seperti: tawuran, dan

 penyalahgunaan obat psikotropika. Selain itu, para pelajar sering pula diberitakan

media melakukan tindakan kekerasan, pergaulan yang tidak teratur, serta banyak 

menyia-nyiakan waktu.

Kondisi tersebut melahirkan berbagai implikasi langsung kepada diri para pelajar maupun implikasi tidak langsung kepada lingkungan sosial dan budaya bangsa.

Dampak kepada para pelajar sebagai implikasi dari perilaku tersebut di atas adalahrendahnya prestasi akademik. Sementara dampak kepada lingkungan sosial dan

 budaya bangsa dari perilaku pelajar tersebut di atas adalah tingginya angka penggangguran terpelajar (student unemployment) serta rendahnya daya saing

 bangsa di tengah ± tengah bangsa lain di dunia.Rendahnya daya saing tersebut (seperti telah dimaklumi publik) dipengaruhi oleh

rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Salah satu indikator 

rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah melalui angka indeks

 pembangunan manusia atau Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan

oleh UNDP salah satu organisasi pembangunan PBB. Rating list yang dikeluarkan

selalu menempatkan negara Indonesia pada urutan 105 , 104, dan 103. Rating

tersebut berada di bawah rating negara-negara Asean lainnya.Berdasarkan data statistik pada Biro Pusat Statistik (BPS-RI; 2002) jumlah

 pengangguran terbuka (open unemployment) di tanah air sebanyak 9.132.104

 jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,2 % (3.763.971 jiwa) adalah tamatan

SLTA (jenjang pendidikan Menengah), Diploma, Akademi dan Universitas atau

µpengangguran terpelajar¶. Di antara jumlah pengangguran terbuka tersebut,

2.651.809 jiwa tergolong Hopeless of Job (merasa tidak yakin mendapatkan

 pekerjaan); 436.164 diantaranya adalah tamatan SLTA, Diploma, Akademi, danUniversitas.

Data dan konteks yang diuraikan di atas menunjukkan adanya berbagai persoalandengan siswa pada jenjang Pendidikan Menengah yakni Sekolah Menengah Atas

(SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) di tanah

air. Persoalan tersebut (jika dikaji lebih lanjut) berkaitan dengan sistem pembelajaran seperti: kurikulum, media, sumber belajar, dan tenaga pengajar;ataupun lingkungan tempat mereka belajar seperti budaya dan iklim sekolah serta

lingkungan makro di mana anak-anak tersebut berada.

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan siswa

 pada jenjang Pendidikan Menengah yakni: Sekolah Menengah Atas (SMA),

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) dalam

mengambil keputusan tentang profesi. Secara khusus, penelitian ini ingin

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

mengetahui pilihan (preferensi) siswa setelah tamat pada jenjang Pendidikan

Menengah. Apakah mereka akan langsung bekerja atau melanjutkan ke Jenjang

Pendidikan Tinggi. Apakah mereka telah mempunyai pilihan yang berkaitan

dengan profesi, pekerjaan, Perguruan Tinggi dan Lembaga Kursus yang sesuaidengan pilihan profesinya.

2. Kajian Literatur.

a. Pengertian Pengambilan Keputusan.

Secara sederhana pengambilan keputusan merupakan peristiwa yang senantiasa

terjadi dalam setiap aspek kehidupan manusia. Hal tersebut sebagai konsekuensi

logis dari dinamika perkembangan kehidupan yang senantiasa berubah dan

 bersifat sangat kompleks. Dalam konteks ini, proses pengambilan keputusan

merupakan salah satu bentuk respon manusia terhadap lingkungannya. Keputusan

yang diambil oleh manusia akan menjadi awal bagi penentuan kehidupan

selanjutnya. Demikian seterusnya terjalin secara dialektis antara proses

 pengambilan keputusan dengan lingkungan kehidupan manusia yang luas dankompleks.

Fred Luthans dan Keith Davis (1996) mengemukakan bahwa µDecision making isalmost universally defined as choosing between alternatives. Artinya, bahwa

secara umum pengertian dari pengambilan keputusan adalah memilih diantara berbagai alternatif. Pengertian ini diperkuat oleh pendapat Garry Deslerr (2001)

 bahwa µDecision is a choice made between available alternatives¶. Ditinjau darisudut pandang lain dinyatakan pula bahwa µDecision making is the process of 

developing and analyzing alternatives and choosing from among them¶ (Garry

Desler, 2001).

Way K. Hay dan Cecil G. Miskel (1982) menyatakan bahwa pengambilan

keputusan merupakan siklus kegiatan yang melibatkan pemikiran rasional baik secara individu maupun kelompok dalam semua tingkat dan bentuk organisasi.

Pendapat ini menyebutkan pemikiran rasional sebagai hal yang penting.

Pemikiran yang rasional merupakan landasan dalam membuat keputusan, karena

 pilihan terhadap berbagai alternatif yang tersedia didasarkan pada pertimbangan

 plus-minus, atau manfaat dan konsekwensi yang menyertai setiap pilihan. Setiap

 pilihan memiliki konsekwensi. Dan rasionalitas berperan utama dalam

menemukan konsekwensi tersebut sebelum keputusan diimplementasikan.

Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas, terdapat satu kata kunci yang

 penting untuk memahami makna pengambilan keputusan yakni memilih (choice).Memilih berarti menentukan satu hal dari beberapa hal yang ada atau tersedia.

Sesuatu yang dipilih ditentukan oleh pertimbangan selera dan rasionalitas individu

(Herbert A. Simon, 1997). Biasanya, selera dan rasionalitas tersebut merujuk padahal-hal yang menyenangkan atau menguntungkan individu dan masyarakat.

 b. Pengertian Profesi.

Secara sederhana profesi dapat diartikan sebagai pekerjaan yang didasari oleh

keterampilan dan keahlian (skill and expertise) tertentu. Carter V. Good (1973),

menjelaskan bahwa jenis pekerjaan yang berkualifikasi profesional memiliki ciri-

ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi calon

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

 pelakunya, kecakapan profesi berdasarkan standard baku yang ditetapkan oleh

organisasi profesi atau organisasi yang berwenang lainnya, profesi tersebut

mendapatkan pengakuan dari masyarakat dan negara dengan segala civil effectnya

(Carter V. Good, 1973).Ahli profesi di Indonesia seperti dikutip oleh Nyoman Dentes menyusun ciri-ciri

utama profesi, yakni sebagai berikut: (1). Memiliki fungsi atau signifikansi sosial

yang krusial; (2). Tuntutan penguasaan keterampilan sampai pada tingkatan

tertentu; (3). Proses pemilikan keterampilan tersebut berdasarkan penggunaan

metode imiah; (4). Memiliki batang tubuh disiplin ilmu yang jelas, eksplisit dan

sistematis; dan (5). Penguasaan profesi tersebut memerlukan pendidikan pada

 jenjang perguruan tinggi (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka makna terpenting dari

 profesi adalah adanya keterampilan sebagai dasar kehidupan yang diperoleh

melalui pendidikan, dan bertujuan untuk menolong masyarakat. Pengertian inimenyiratkan makna bahwa tidak semua pekerjaan dapat dikategorikan sebagai

 profesi. Tetapi setiap profesi selalu berbentuk pekerjaan.

c. Urgensi Pengambilan Keputusan Profesi.Berdasarkan uraian sebelumnya tentang profesi, dapat dimengerti bahwa profesi

merupakan salah satu urusan penting dan utama bagi kelangsungan hidup, harkatdan martabat individu. Hal tersebut karena profesi berkaitan dengan pekerjaan,

mata pencaharian, dan penghasilan serta kesejahteraan. Kehidupan seseorangdapat memiliki makna yang berarti hanya dengan profesi yang digeluti. Tanpa

 profesi yang dijalani, maka kehidupan seseorang tidak memiliki nilai.

Sebelum suatu profesi dijalani, terlebih dahulu secara personal terjadi proses

 pengambilan keputusan, yakni aktivitas berpikir, menelaah dan menimbang

 beberapa jenis profesi. Ini adalah proses pengambilan keputusan profesi. Dalamrentang kehidupan individu, ada suatu tahap di mana tahap perkembangan

individu secara sadar mendorongnya untuk memilih profesi, dan/atau pekerjaan.

Tahap ini menurut Anne W. Gormly dan David M. Brodzisky (1993) disebut

dengan tahap decision years; yakni masa pengambilan keputusan. Secara biologis,

ini ada pada rentang usia 18 ± 40 tahun. Masa ini disebut pula dengan fase awal

kedewasaan (early-childhood). Pada fase ini, seseorang mulai memasuki dunia

kerja, profesi, dan karier.

Selanjutnya, Gormly dan Brodzisky (1993) mengkaji kehidupan manusia

 berdasarkan µlifespan perspektif¶; yakni suatu pandangan yang meyakini bahwa perkembangan yang terjadi sepanjang usia manusia merupakan hasil dari interaksi

faktor-faktor: fisik, biologis, sosial, historis, budaya dan psikologis. Mereka

membagi tahapan kehidupan manusia terdiri atas: beginning years, exploringyears, learning years, transition years, decision years, reassessment years, goldenyears, dan final years. Setiap tahap adalah kontinuitas dan sekuens dari tahap

sebelumnya.Berdasarkan lifespan perspektif, maka pekerjaan, mata pencaharian dan profesi,

ada dan mulai berkembang pada tahap learning years, transition years, dan

decision years dan seterusnya. Pada tahap learning years, individu mulai

menyadari pentingnya peran dan pekerjaan. Ini ada pada usia 6 ± 12 tahun. Oleh

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

karena itu, tahap ini dalam perspektif psikologis disebut masa pertengahan anak-

anak (middle-childhood). Selanjutnya setelah learning years adalah tahap transisi

(transition years) pada usia 12 ± 18 tahun. Biasa disebut pula dengan masa

Adolescence. Pada tahap ini orang mulai mengembangkan keterampilan kerja, bekerja paruh waktu, dan mulai mengeksplorasi dan merencanakan karier. Setelah

tahap ini selesai, maka seseorang memasuki tahap decision years.

Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa jenjang Pendidikan Menengah

atau masa pada Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), dan

Sekolah Menengah Kejuruan(SMK) yang berada pada rentang usia 16 ± 18 tahun

merupakan akhir masa transisi (transition years) dan awal masa pengambilan

keputusan (decision years). Oleh karena itu, pengambilan keputusan profesi pada

masa ini merupakan hal yang penting.

d. Hasil Studi yang Relevan

Dari berbagai referensi, salah satu hasil studi yang relevan dengan peneltian ini

adalah seperti dilakukan oleh Badeni (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2002).Studi tersebut meneliti tentang Relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

dengan kebutuhan pasar kerja di Indonesia. Penelitian dilakukan pada enam provinsi di Indonesia dengan jumlah sampel sebesar 720 orang alumni SMK.

Hasilnya menunjukkan bahwa kesesuaian antara jurusan yang diambil ketika bersekolah di SMK dengan bidang pekerjaan setelah tamat, sangat bervariasi.

3. Metodologi

Penelitian dilakukan dengan survei dan bertujuan untuk mengetahui kemampuansiswa pada jenjang Pendidikan Menengah dalam mengambil keputusan tentang

 profesi yang akan digeluti. Penelitian ini dilakukan di beberapa Sekolah

Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan MadrasahAliyah (MA) kelas tiga di DKI Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Januari

sampai dengan Maret 2005. Sampel dipilih secara oportunistik sebanyak 400

siswa. Jumlah tersebut terdiri atas 96 siswa Madrasah Aliyah (MA), 79 siswa

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan sisanya adalah siswa Sekolah

Menengah Atas (SMA). Sementara orang tua siswa (sebagai responden) yang

dijangkau berjumlah 52 orang. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan

teknik wawancara dan angket. Triangulasi dilakukan untuk memperoleh data dan

informasi secara matang. Triangulasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk 

merecek data yang diperoleh melalui angket dengan informasi melaluiwawancara, baik dari dan kepada murid maupun kepada orang uta dan tenaga

 pendidik dan kependidikan di sekolah. Teknik analisis data menggunakan

deskriptif-analitik.Teknik opportunistic sampling digunakan dalam penelitian ini merujuk pada

 pendapat Michael Quinn Patton yang menyatakan µOpportunistic samling is

following new leads during field work, taking advantage of the unexpected

flexibility¶ (1990). Artinya, opportunistik sampling adalah mengikuti petunjuk 

 baru selama di lapangan, mengambil manfaat dari fleksibilitas yang tak terduga.

Dalam penelitian ini, siswa dan mereka yang menjadi sampel dan responden

adalah yang dapat dijangkau oleh peneliti dan sesuai dengan karakteristik sampel

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

dan tujuan penelitian.

Dengan metode kualitatif seperti tersebut di atas, penelitian ini memiliki beberapa

keterbatasan dan kelemahan. Keterbatasan yang sangat dirasakan oleh peneliti

adalah pada instrumen angket dan teknik sampling yang digunakan.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan.

a. Kemampuan Mengambil Keputusan

Indikator utama yang digunakan untuk mengetahui kemampuan dalam mengambil

keputusan adalah preferansi pekerjaan dan profesi setelah tamat jenjang

Pendidikan Menengah. Berdasarkan data kuisioner, diperoleh gambaran, bahwa:

35,75% siswa kelas tiga SMA/MA/SMK sudah mempunyai pilihan pekerjaan dan

 profesi; sementara 64,25% lainnya belum memiliki pilihan profesi dan pekerjaan.

Siswa-siswi yang belum memiliki keputusan untuk profesi tersebut terdiri atas

mereka yang memiliki prestasi akademik yang baik dan ada pula yang prestasi

akademiknya sedang.

Mereka berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, mengikuti kursusketerampilan, dan sebagian yang lain langsung mencari pekerjaan. Sebanyak 54 %

siswa yang disurvei berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi; 8,9 % berencana untuk mengikuti kursus keterampilan; dan 37,1 % yang lain berencana

untuk melamar / mencari kerja. Meskipun demikian, belum seluruh siswa-siswiyang berencana untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi telah memiliki

keputusan tentang perguruan tinggi dan jurusan atau fakultas yang akan dipilih.Sebanyak 52,3 % siswa-siswi (yang mengembalikan angket) belum memiliki

 pilihan perguruan tinggi. Sisanya sudah memiliki pilihan.

Secara detail, data tersebut dapat disajikan dalam Tabel berikut:

Tabel 1. Prosentase hasil pengambilan keputusan siswa pada jenjang Pendidikan

Menengah (SMA/SMK/MA): Nomor. Uraian Prosentase Keterangan.

1.

Sudah punya pilihan profesi 35,75 % N = 316.

Belum punya pilihan profesi 64,25 %

2. Memilih lanjut ke PT. 54 % N = 370.

Memilih mengikuti kursus 8,9 %

Memilih melamar kerja 37,1 %

3. Sudah punya pilihan PT. 47,7 % N = 355

Belum punya pilihan PT. 52,3 %4. Sudah punya pilihan disiplin ilmu / jurusan di PT. 55,7 % N = 327

Belum punya pilihan disiplin ilmu / jurusan di PT. 44,3%

5 Memilih PNS sebagai profesi/pekerjaan pada 5 atau 8 tahun yang akan datang.66,1 % N = 336

Memilih Non-PNS sebagai profesi/pekerjaan pada 5 atau 8 tahun yang akan

datang. 33,9 %

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa mayoritas anak sekolah pada jenjang

Pendidikan Menengah yang diteliti belum mempunyai pilihan pekerjaan dan

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

 profesi yang akan digeluti. Ketidakmampuan memilih pekerjaan dan profesi

tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: (1). Kurangnya wawasan dan

 pengetahuan anak tentang dunia profesi dan pekerjaan; (2). Rendahnya perhatian

orang tua terhadap pilihan profesi anak, serta (3). Lemahnya perhatian sekolahtempat anak belajar terhadap dunia pekerjaan dan profesi serta karier.

 b. Preferensi siswa kelas tiga SMA/MA.

Informasi rendahnya wawasan dan pengetahuan responden tentang profesi dan

 pekerjaan, selain dapat dilihat pada Tabel tersebut di atas, juga dapat diketahui

melalui ketidaksesuaian (inkoherensi) antara pilihan pekerjaan dan pilihan disiplin

ilmu yang akan dipilih di Perguruan Tinggi. Pekerjaan yang dipilih (seperti

terlihat pada Tabel 1, nomor 5), menunjukkan mayoritas pada Pegawai Negeri

Sipil (PNS). Sementara itu disiplin ilmu yang dipilih tidak sesuai dengan

karakteristik pekerjaan PNS.

Beberapa orang tua siswa yang ditemui di lokasi penelitian menyatakan bahwamereka tidak mengetahui apa profesi, pekerjaan dan karier yang hendak ditekuni

anaknya. Kebanyakan orang tua yang menjadi responden yakni 71% dari 52 orangtua tidak mengetahui cita-cita anaknya. Mereka adalah orang tua yang memiliki

 pengetahuan dan wawasan rendah tentang dunia kerja dan profesi. Disamping itu,tekanan ekonomi yang berat, dan kesibukan mencari nafkah membuat mereka

tidak memiliki waktu untuk berbincang-bincang tentang pekerjaan dan profesianaknya. Beberapa orang tua yang telah berpendidikan telah mengetahui apa

 profesi yang akan digeluti oleh anak mereka.

Sekolah tempat anak belajar tidak memberikan wawasan yang cukup tentang

 pekerjaan dan profesi. Kebanyakan guru dan Pimpinan Sekolah sangat sibuk 

dengan tugas mengajar. Sementara sistem penyelenggaraan layanan Bimbingan

dan Penyuluhan atau Konseling (BP/K) belum tersedia secara maksimal. Fungsi

guru Bimbingan dan Penyuluhan atau Konseling (BP/K) belum berjalan secaramaksimal. Mereka belum mengarahkan siswa-siswinya secara sistematis pada

 pengambilan keputusan tentang profesi, pekerjaan dan karier.

6. Kesimpulan dan Saran.

a. Kesimpulan.

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Pada umumnya siswa pada jenjang Pendidikan Menengah (SMA, MA, SMK)

yakni 64,25%, belum mampu mengambil keputusan untuk profesi, pekerjaan dan

karier yang akan digelutinya.2. Pada umumnya siswa pada jenjang Pendidikan Menengah (SMA, MA, SMK)

 belum memperoleh wawasan, pengetahuan dan informasi yang cukup untuk 

mengambil keputusan tentang profesi, pekerjaan, dan karier.3. Pada umumnya orang tua siswa, pendidik dan tenaga kependidikan pada

 jenjang Pendidikan Menengah belum memberikan wawasan, pengetahuan dan

informasi yang relevan tentang dunia pekerjaan dan profesi kepada siswa.c. Saran-saran.

Berdasarkan temuan penelitian seperti tersebut di atas, maka beberapa hal yang

 perlu dilakukan adalah:

1. Para pengamat dan ilmuwan sosial perlu merubah titik pandang (point of view)

5/12/2018 Pengambilan Keputusan Untuk Profesi Pada Siswa - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/pengambilan-keputusan-untuk-profesi-pada-siswa-55a4d153a5b2b

tentang penyebab pengangguran terutama pengangguran terpelajar (scholar 

unemployment). Selama ini pandangan publik terbentuk bahwa pengangguran

merupakan akibat dari kelangkaan kesempatan kerja. Tetapi melalui temuan

 penelitian ini, pandangan tersebut tidak semuanya benar. Pengangguran terutama pengangguran terpelajar (scholar unemployment) juga merupakan akibat dari

ketidak-siapan output pendidikan memasuki pasar kerja. Hal tersebut karena

mereka belum mengambil keputusan tentang profesi ketika berada di sekolah.

2. Sekolah terutama pada jenjang Pendidikan Menengah perlu menyediakan

informasi dan wawasan dasar tentang profesi, pekerjaan dan karier kepada

siswanya. Pendidik dan tenaga kependidikan, utamanya Kepala sekolah bersama

guru Bimbingan Penyuluhan dan Konseling perlu memberikan pengetahuan dan

informasi yang relevan tentang pekerjaan, profesi dan karier kepada siswa-

siswinya. Hal ini harus diatur sedemikian rupa agar tidak menggagu proses

 belajar-mengajar anak, serta tidak mempengaruhi hasil belajar. Sedapat mungkinini dapat menjadi sumber motivasi dan inspirasi bagi anak untuk memacu

 prestasinya dan menyongsong masa depannya yang cerah.3. Orang tua atau wali siswa diharapkan sering melakukan dialog (sharing)

dengan putra-putrinya yang duduk di bangku sekolah jenjang PendidikanMenengah untuk membahas pekerjaan dan profesi yang akan digeluti.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS RI

Depdiknas. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 038, Tahun ke 8, 2002.Jakarta: Balitbang-Diknas

Deslerr, Garry, 2001. Management; Leading People and Organizations in the 21st

Century. New Jersey: Prentice HallGood. V. Carter. 1973. Dictionary of Education. NewYork: McGrow-Hill Inc.

Gormly. W. Anne, and David M. Brodzisky. 1993. Lifespan Human

Development. Florida: H.B.J. Publisher 

Hay. K. Way. and Cecil G. Miskel. 1982. Education Administration: Theory,

Research, and Practice. Newyork: Random House Inc.

Luthans, Fred. and Keith, Davis. 1996. Organizational Behavior. New York:

McGrow-Hill

Patton, Michael Quinn. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods.

London: Sage PublicationSantoso, Sugeng. 2000. Problematika Pendidikan. Jakarta: Kreasi Pena Gading

Simon. A. Herbert. 1997. Administrative behavior. New York: The Free Press

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.