pengada layanan -...

135
KETERPADUAN LAYANAN YANG MEMBERDAYAKAN: Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi Kerjasama KOMNAS PEREMPUAN dan FORUM PENGADA LAYANAN (FPL) 2017

Upload: dinhngoc

Post on 09-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

Keterpaduan Layanan yang MeMberdayaKan:

Hasil asesmen p2tp2a di 16 provinsi

Kerjasama KOMNAS PEREMPUAN

danFORUM PENGADA LAYANAN (FPL)

2017

PENGADA LAYANANB A G I P E R E M P U A N K O R B A N K E K E R A S A N

ISBN: 978-602-330-021-1

Keterpaduan Layanan yang MeM

berdayaKan: Hasil asesmen p2tp2a di 16 provinsi

Page 2: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana
Page 3: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

KETERPADUAN LAYANAN YANG MEMBERDAYAKAN:

Hasil Asesmen P2TP2ADi 16 Provinsi

KerjasamaKOMNAS PEREMPUAN

dan FORUM PENGADA LAYANAN (FPL)

2017

F O R U MPENGADA LAYANANBAGI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN

F O R U MPENGADA LAYANANBAGI PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN

Page 4: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| ii

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Publikasi ini disusun dan dicetak oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dengan dukungan dari Kemitraan Australia – Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (MAMPU). Program MAMPU merupakan inisiatif bersama antara Pemerintah Indonesia dan Australia bertujuan untuk meningkatkan akses perempuan miskin di Indonesia untuk layanan penting dan program pemerintah lainnya dalam rangka mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Informasi yang disajikan dalam publikasi ini adalah tanggung jawab dari tim produksi dan tidak mewakili pandangan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Australia.

Hasil Asesmen P2TP2A di 16 ProvinsiISBN: 978-602-330-021-1

Tim Penulis :• Retno Agustin (Penulis Utama)• Fatkhurozi• Indriyati Suparno• N.K.Endah Triwijati• Mun Djenaan• Rahmawati Bagang• Samsidar• Saur Tumiur Situmorang• Soraya Ramli• Susi Handayani• Vitria Lazzarini

Editor :• Indriyati Suparno• Samsidar• Soraya Ramli

Kompilasi & olah data : Rina Refliandra

Kompilasi tingkat wilayah :• PUPA – Bengkulu: Sumatera• Pulih - Jakarta: DKI Jakarta dan Jawa Barat• Savy Amira - Surabaya: Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Bali • Rumah Perempuan - Kupang : Nusa Tenggara Timur• Swara Parangpuan – Sulawesi Utara : Sulawesi dan Maluku

Keterpaduan Layanan yang Memberdayakan

Page 5: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

iii |

Pengantar Komnas Perempuan

Gagasan layanan terpadu bagi perempuan korban kekerasan muncul pertama sekali lewat Kesepakatan Tiga Menteri dan Kapolri (KATMAGATRIPOL) pada tahun 2002.

Sejak itu upaya pemerintah untuk menyediakan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan terus menguat, lewat sejumlah peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang layanan terpadu baik di tingkat nasional maupun daerah, serta lewat pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Komnas Perempuan mencatat, dari 301 kebijakan kondusif yang dihasilkan Pemerintah Daerah, sebagiannya mengatur tentang pembentukan P2TP2A. Meski dimungkinkan keterpaduan layanan lewat sistem rujukan, namun rata-rata P2TP2A yang dibentuk menggunakan konsep layanan satu atap.

Hadirnya lembaga P2TP2A pasca disahkannya UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKdRT) tahun 2004 dan UU Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang tahun 2007, telah memperluas akses perempuan (dan anak) korban kekerasan untuk mendapatkan pendampingan, yang sebelumnya lebih banyak diperankan oleh masyarakat.

Namun demikian dalam perkembangannya, tidak seluruh P2TP2A dapat menjalankan perannya sebagai mekanisme pemulihan bagi perempuan (dan anak) korban kekerasan. Minimnya dukungan Pemerintah Daerah terutama dalam penyediaan anggaran, merupakan tantangan yang hingga saat ini belum sepenuhnya terselesaikan. Dalam catatan Komnas Perempuan, hanya Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan DKI Jakarta yang memberikan dukungan memadai bagi pelaksanaan mandat P2TP2A, baik dari sisi anggaran maupun infrastruktur, sehingga perannya dalam pendampingan korban dapat berjalan.

Selain persoalan anggaran, keterbatasan sumber daya manusia dan ketiadaan sistem tata kelola P2TP2A juga menjadi penyebab P2TP2A tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. Beragamnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan (dan anak) dengan kompleksitas persoalannya, membutuhkan kreatifitas dan inovasi tersendiri agar dapat menjawab kebutuhan korban. Namun kenyataannya, kebutuhan tersebut belum dapat direspon oleh P2TP2A secara tepat dan menyeluruh. Meski tidak seluruh P2TP2A mengalami kondisi sebagaimana tersebut di atas, namun secara keseluruhan menunjukkan bahwa keberadaan P2TP2A sebagai “ujung tombak” layanan terpadu bagi perempuan (dan anak) korban kekerasan masih membutuhkan pembenahan agar dapat menjalankan mandatnya dalam memberikan layanan bagi perempuan (dan anak) korban kekerasan yang merupakan wujud dari tanggungjawab pemerintah terhadap pemenuhan hak korban.

Beranjak dari latar belakang tersebut dan juga sebagai bentuk pelaksanaan tugas dan kewenangan Komnas Perempuan sebagai mekanisme nasional HAM dengan mandat khusus penghapusan kekerasan terhadap perempuan, Komnas Perempuan memandang perlu melakukan assesmen terhadap P2TP2A

Page 6: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| iv

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

untuk mendapat masukan aktual tentang keberadaan P2TP2A dalam mendukung pemenuhan hak perempuan korban kekerasan. Assesmen ini dilakukan bersama dengan Forum Pengada Layanan (FPL). Pelibatan FPL dalam asesmen ini, bukan saja sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, namun juga dikarenakan FPL merupakan jejaring lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan yang berperan dalam membangun dan memajukan layanan di daerahnya masing-masing, dan juga mitra P2TP2A.

Bagi Komnas Perempuan, hasil asesmen yang telah melalui proses panjang ini merupakan masukan dan sekaligus tantangan bagi semua pihak yang memiliki peran dan tanggung jawab dalam memajukan layanan bagi perempuan (dan anak) korban kekerasan, secara mudah, cepat dan berkualitas.

Jakarta, Juli 2017

AzrianaKetua Komnas Perempuan

Page 7: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

v |

Pengantar

Forum Pengada Layanan (FPL) bagi Perempuan Korban Kekerasan

Dari tahun ke tahun perempuan yang mengalami kekerasan cenderung semakin meningkat. Catatan Forum Pengada Layanan bagi Perempuan Korban Kekerasan (FPL ) pada tahun 2016 jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani adalah 4.048 kasus. Jumlah ini adalah yang ditangani oleh 30 lembaga (saja) anggota FPL. Jadi setidaknya

pada tahun 2016, 1 (satu) lembaga menangani kasus (baru) 11-12 kasus setiap bulannya.

Dari satu sisi angka di atas dapat menunjukan bahwa semakin meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya perempuan yang mengalami kekerasan untuk melaporkan peristiwa kekerasan yang dialaminya. Namun di sisi yang lain menunjukan bahwa peristiwa kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan mendasar dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang mempengaruhi kualitas hidup dan masa depan perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, dan karenanya harus ditangani secara komprehensif dan berkualitas dengan pendekatan yang berperspektif korban.

Pembentukan P2TP2A atau nama lainnya yaitu pusat pelayanan terpadu (PPT) sejak tahun 2002 merupakan respon Pemerintah Indonesia terhadap perempuan dan anak yang mengalami kekerasan. Keberadaan P2TP2A sebagai jawaban atas persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, pada awalnya adalah gagasan dan komitmen pemerintah bersama masyarakat sipil dalam menghadirkan layanan yang menyeluruh dan terpadu bagi korban, agar korban dapat mengakses keadilan dan kebutuhannya untuk memulihkan diri dan kehidupannya. Keterpaduan mekanisme layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan berangkat dari kesadaran bahwa pengalaman kekerasan yang dialami perempuan korban sangatlah beragam, dan dampak yang ditimbulkannya juga tidak tunggal tapi multi impact, mempengaruhi segala aspek kehidupan korban, karenanya penanganannya pun membutuhkan beragam intervensi dan menyeluruh. Secara ringkas pendirian P2TP2A adalah perwujudan dari mekanisme layanan terpadu, juga gambaran keterpaduan pemerintah dan masyarakat dalam menangani perempuan dan anak korban kekerasan, yang tergambar dalam struktur dan unsur kepengurusan P2TP2A.

Keberadaan P2TP2A tidak hanya strategis bagi perempuan dan anak korban kekerasan tapi juga bagi lembaga non pemerintah seperti Forum Pengada Layanan. Di banyak provinsi dan kabupaten, keberadaan dan gerak P2TP2A tidak terlepas dari komitment dan keberpihakan lembaga maupun individu yang ada di FPL dalam memberikan pendampingan/ layanan dan mendekatkan akses keadilan pemenuhan hak-hak perempuan korban kekerasan. Dinamika dan kapasitas P2TP2A dapat dikatakan berpengaruh signifikan bagi kerja-kerja FPL dan lembaga layanan lainnya dalam menjalankan mandat dan keberpihakannya.

Page 8: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| vi

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Asesmen ini merupakan wujud kepedulian FPL terhadap keberadaan P2TP2A, upaya yang dilakukan FPL untuk memajukan P2TP2A dan mendorong P2TP2A agar lebih optimal dan berkualitas dalam memberi layanan dan sebagai motor utama dalam gerakan penanganan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. Melihat dari hasil pemetaan yang dihimpun dalam laporan ini, walaupun banyak kemajuan yang sudah dicapai P2TP2A, beberapa terobosan baik yang telah dilakukan P2TP2A, sebagai koordinator dalam layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan P2TP2A, masih harus bekerja keras dan memposisikan kelembagaan, peran-fungsinya dengan lebih strategis.

Pembentukan P2TP2A yang tersebar luas di seluruh provinsi dan kabupaten-kota di Indonesia, tidak berpuas diri dengan memenuhi aspek kuantitas, keluasan sebarannya tetapi yang terpenting adalah memastikan kualitas layanan terhadap korban semakin meningkat dan memenuhi rasa adil dan kebutuhan korban. Banyaknya perangkat kebijakan mekanisme kerja (SOP) tanpa kemampuan mengimplementasikan, akan menjadikan P2TP2A sebagai lembaga yang prioritas pada formalitas bukan pada pencapaian kinerja yang lebih substantif. Pendekatan yang semata-mata meletakan prioritas keberlangsungan P2TP2A dengan memastikan ketersediaan anggaran, sarana-prasarana melalui UPTD di bawah Dinas, perlu dikaji ulang dan tidak dijadikan goal capaian P2TP2A. Begitu juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana tunggal dalam kerja layanan bagi korban, akan menjadikan P2TP2A sebagai lembaga yang sarat beban, membutuhkan prasyarat yang tinggi dan ekslusif. Secara pasti akan menjauhkan peran jejaring kerja dan pada akhirnya spirit sebagai koordinator dan peran konsolidasi dalam mengarusutamakan mengintegrasikan layanan yang berperspektif korban akan tertinggal di belakang. Konsep dan spirit layanan terpadu akan disikapi sebagai sebuah lembaga tunggal bukan sebagai mekanisme kerja yang saling melengkapi dan terpadu.

Meletakkan posisi struktur P2TP2A dalam organisasi tatalaksana OPD haruslah secara proporsional dengan mempertimbangkan keluasan mandat, fungsi dan tanggung jawabnya terutama dalam mengkoordinasikan kerja-kerja penanganan korban dengan berbagai OPD-SKPD dan lembaga lainnya. Pilihan posisi struktur P2TP2A yang tidak mampu menjawab tantangan keluasan mandat P2TP2A, akan berpotensi menghambat kerja P2TP2A, mengecilkan kewenangan posisi P2TP2A sebagai pelaksana teknis semata tanpa kewenangan membuat kebijakan dan yang akhirnya terjebak dalam birokrasi struktural yang semakin panjang.

Kami menyadari pemetaan yang kami lakukan belumlah sempurna, dengan keterbatasan waktu dan sumberdaya yang ada pada kami, hasil asesmen ini tidak bisa memberi pembelajaran dan rekomendasi, solusi yang sempurna bagi keberadaan P2TP2A ke depan. Kiranya hasil asesmen ini bisa dijadikan pijakan bagi pemerintah khususnya dan semua pihak yang peduli dan terlibat dalam kerja-kerja layanan dalam membuat kebijakan termasuk strategi restrukturisasi P2TP2A dan mekanisme layanan yang berkualitas dan berperspektif korban.

Page 9: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

vii |

Terima kasih banyak atas kerjasama dan keterbukaan P2TP2A dan mitra kerjanya. Kesediaan korban (penyintas) berbagi pengalamannya memberi keluasan pandang dalam menyusun laporan ini. Kerja keras semua pihak terutama peneliti lapangan, pengolah data dan penulis wilayah dan tim penulis akhir editor, segenap rekan-rekan FPL, pimpinan, komisioner dan Badan Pekerja Komnas Perempuan, Bakti, Sekretariat Mampu, DFAT serta Bappenas hingga laporan ini bisa berwujud dan menjadi dokumen pembelajaran bersama.

Jakarta, 21 Juli 2017

SamsidarKetua Dewan Pengarah Nasional

Pengantar n

Page 10: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| viii

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Badan/Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, P2TP2A, mitra jaringan P2TP2A, profesional, terutama perempuan korban mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten dan Kota di semua wilayah asesmen yang telah meluangkan waktu untuk diwawancara, yang telah memberikan informasi

dan data selama asesmen berlangsung hingga menjadi laporan. Terima kasih dan apresiasi mendalam juga kami sampaikan kepada rekan-rekan FPL pengambil data lapangan hingga komplikasi hasil di masing- masing wilayah. Tidak lupa pula kami sampaikan terima kasih kepada para penulis, terutama Retno Agustin atas kesabarannya dalam menyelesaikan penulisan laporan ini.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung asesmen ini dan tidak sempat kami sebutkan satu-persatu. Kiranya hasil asesmen menjadi semangat baru bagi kerja-kerja pemenuhan hak perempuan korban kekerasan dan pemenuhan hak asasi perempuan.

Salam

Page 11: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

ix |

Daftar Isi

Pengantar Komnas Perempuan......................................................................................................................................................................................................

Pengantar Forum Pengada Layanan.......................................................................................................................................................................................

Ucapan Terima kasih...................................................................................................................................................................................................................................

Daftar Isi.......................................................................................................................................................................................................................................................................

Glosary............................................................................................................................................................................................................................................................................

BAB I Pendahuluan............................................................................................................................................................................................................................................................

a. Latar Belakang.......................................................................................................................................................................................................................................

b. Tujuan...............................................................................................................................................................................................................................................................

c. Hasil yang Diharapkan.............................................................................................................................................................................................................

d. Metodologi dan Kerangka Analisis..........................................................................................................................................................................

e. Kompilasi dan Analisis Hasil............................................................................................................................................................................................

f. Aspek yang Dianalisis.................................................................................................................................................................................................................

g. Alur dan Tahapan Asesmen.................................................................................................................................................................................................

h. Narasumber...............................................................................................................................................................................................................................................

i. Pelaporan dan Tahapan Penyusunan hasil Asesmen..........................................................................................................................

j. Tim Peneliti..............................................................................................................................................................................................................................................

BAB II Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi dan Standar Pelayanan..................................................................................

a. Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi dan Kepengurusan...............................................................................

b. Kepengurusan........................................................................................................................................................................................................................................

c. Struktur Keanggotaan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.........................................................................................

d. Standar Pelayanan dan Etik Penyelenggara Layanan ....................................................................................................................

e. Etik Penyelenggaraan Layanan .....................................................................................................................................................................................

f. Layanan dan Penyelenggaraan Layanan ..........................................................................................................................................................

g. Manajemen Kasus dan Mekanisme Rujukan.............................................................................................................................................

h. Manajemen Kasus Lewat Pemantauan dan Evaluasi........................................................................................................................

i. Mekanisme Rujukan ...................................................................................................................................................................................................................

BAB IIITemuan dan Analisis ..................................................................................................................................................................................................................................

a. Kelembagaan .........................................................................................................................................................................................................................................

i. Latar Belakang Pendirian P2TP2A di Wilayah Asesmen...........................................................................................

ii. Mandat dan Tujuan........................................................................................................................................................................................................

iiiv

viiiix

xii

11222334555

77

1011111214161718

19191924

Page 12: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| x

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

b. Model dan Bentuk Kelembagaan.......................................................................................................................................................................

i. Legalitas Pendirian...................................................................................................................................................................................................

ii. Struktur Kepengurusan, Fungsi dan Peningkatan Kapasitas........................................................................

iii. Perencanaan/Renstra dan Monev........................................................................................................................................................

c. Penyelenggaraan Layanan.............................................................................................................................................................................................

i. Mekanisme Pangaduan dan Waktu Layanan.......................................................................................................................

ii. Mekanisme Komplain.........................................................................................................................................................................................

iii. Mekanisme Koordinasi......................................................................................................................................................................................

d. Daya Dukung (SDM, Sarpras dan SOP/ Kebijakan, Anggaran, Pendataan dan Pendokumentasian, Kerjasama antar Lembaga).............................................................................................................................

i. Sumber dan Ketersediaan Anggaran...............................................................................................................................................

ii. Alokasi dan Pengelolaan Anggaran...................................................................................................................................................

iii. SOP...............................................................................................................................................................................................................................................

iv. Pendataan dan Pendokumentasian....................................................................................................................................................

v. SDM............................................................................................................................................................................................................................................

vi. Sarana Prasarana..........................................................................................................................................................................................................

e. Kinerja......................................................................................................................................................................................................................................................

f. Keberadaan P2TP2A Dalam Memperkuat Layanan Terhadap Korban.......................................................

i. Manfaat P2TP2A Dari Perspektif Korban..............................................................................................................................

ii Keberpihakan Pada Korban dan Kelompok Rentan.................................................................................................

iii. Peran P2TP2A Dalam Memperkuat Layanan Korban..........................................................................................

iv Memperkuat Jejaring Layanan Dengan Mitra Jejaring.........................................................................................

v. Membangun Inisiatif Lokal dan Mekanisme Khusus Untuk Kelompok Rentan.........

vi Pengaruh Keberadaan P2TP2A Terhadap Keberlanjutan Layanan Korban KTP..........

BAB IV Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (lima) Wilayah..............................................................................................................................

a. Pengalaman Pemerintah Kota Surakarta: Merubah Kelembagaan Layanan Terpadu PTPAS Menjadi UPT PTPAS Kota Surakarta............................................................................................................................

i. Sejarah Pendirian Layanan Terpadu Kota Surakarta PTPAS........................................................................

ii. Perubahan Status Kelembagaan PTPAS menjadi UPT PTPAS...............................................................

iii. Sarana prasarana dan Penganggaran................................................................................................................................................

iv. Layanan dan Rujukan.........................................................................................................................................................................................

b. Pengalaman Pemerintah Kabupaten Bandung : Memastikan Layanan Komprehensif Dengan Mempertahankan Ciri Lembaga “Jejaring” Dalam P2TP2A Kabupaten Bandung................................................................................................................................................................................................................................................

i. Pendirian P2TP2A Kabupaten Bandung..................................................................................................................................

ii. Bentuk Kelembagaan dan Struktur P2TP2A Kabupaten Bandung...................................................

iii. Ketersediaan Anggaran dan Sarana Prasarana Layanan........................................................................................

iv. Keterlibatan OPD dan Lembaga Pengada Layanan Dari Masyarakat............................................

c. Pengalaman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah UPTD PPA Menjadi Bagian Dari Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu PPT Provinsi Jawa Tengah....................................................

2629293437373941

444547485053555660616669697073

77

7878798081

8181828383

84

Page 13: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

xi |

i. Perubahan Regulasi Nasional...................................................................................................................................................................

ii. Penyesuaian Susunan Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah..........................

iii. Perubahan Struktur Pelayanan Terpadu Provinsi Jawa Tengah.................................................................

iv. Implikasi Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Jawa Tengah................................

d. Pengalaman Pemerintah Kota Semarang: Model Kebijakan Penganggaran Inklusif dan Monev Pelayanan Terpadu Oleh Komisi Non Struktural...............................................................................................

i. Model Kebijakan Penganggaran Inklusif Dalam Penanganan Korban Di Kota Semarang..............................................................................................................................................................................................................................

ii. Mengembangkan Pelaksanaan Monev Pelayanan Terpadu Oleh Komisi Non Struktural Daerah KPK2BGA................................................................................................................................................

e. Pengalaman Kota Makassar dalam Pelibatan Komunitas dan Dukungan Pembiayaan Penanganan Kepada Lembaga Pengada Layanan dan Pendamping Komunitas..............................

i. Dukungan Pembiayaan Penanganan Kepada Lembaga Pengada Layanan dan Pendamping Komunitas Di Perdesaan.......................................................................................................................................

ii. Pelibatan Komunitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu....................................................

BAB VPenutup.................................................................................................................................................................................................................................................................

a. Kesimpulan.......................................................................................................................................................................................................................................

b. Rekomendasi...................................................................................................................................................................................................................................

c. Pembelajaran...................................................................................................................................................................................................................................

c. Lampiran..............................................................................................................................................................................................................................................

i. Pengambil Data Lapangan...........................................................................................................................................................................

ii. Tentang Komnas Perempuan....................................................................................................................................................................

iii. Tentang Forum Pengada Layanan (FPL) Bagi Perempuan Korban Kekerasan..................

84848687

88

88

89

91

9192

939394

9699

112115116

Daftar Isi n

Page 14: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| xii

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Glossary

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara BNP2TK : Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga KerjaBansos : Bantuan Sosial BPPKB : Badan Pembina Potensi Keluarga BerencanaBPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial CEDAW : Convention on the Elimination af All Form of Discrimination againt Women (Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan)CSO : Civil Society OrganizationDAU : Dana Alokasi UmumDAK : Dana Alokasi Khusus DPN : Dewan Pengarah NasionalDekon : Dekonsentrasi FPL : Forum Pengada LayananFPMP : Forum Pemerhati Masalah PerempuanHAM : Hak Asasi ManusiaKPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia KS : Kekerasan SeksualKtP : Kekerasan terhadap PerempuanKUHP : Kitab Undang-Undang Hukum PidanaKUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara PidanaKPPPA : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan AnakKomnas Perempuan : Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap PerempuanKP3 : Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan PelabuhanKDRT : Kekerasan dalam Rumah Tangga KPK2BGA : Komisi Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak LBH : Lembaga Bantuan Hukum LSM : Lembaga Swadaya MasyarakatLRC-KJHAM : Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi ManusiaLKSA : Lembaga Kesejahteraan Sosial AnakMoU : Memorandum of UnderstandingNGO : Non Government OrganizationOPD : Organisasi Perangkat DaerahOSCC : One Stop Crisis Centre (Layanan Satu Atap) PPT : Pusat Pelayanan TerpaduP2TP2A : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan AnakPKDRT : Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Page 15: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

xiii |

Perda : Peraturan DaerahPKT : Pusat Krisis TerpaduPTPAS : Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak SurakartaRPSA : Rumah Perlindungan Sosial AnakRPTC : Rumah Perlindungan Trauma CenterRPSW : Rumah Perlindungan Sosial WanitaRAN PPKTA : Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap AnakRSUD : Rumah Sakit Umum DaerahRenja : Rencana KerjaRenstra : Rencana Strategis SDM : Sumber Daya ManusiaSIGA : Sistem Informasi Gender dan AnakSLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SPM : Standar Pelayanan MinimalSPT PPA : Satuan Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak SKPD : Satuan Kerja Pemerintah DaerahSOP : Standar Operasional ProsedurSKB : Surat Kesepakatan Bersama Sarpras : Sarana dan PrasaranaUnit PPA : Unit Perlindungan Perempuan dan Anak UPTB/D : Unti Pelaksana Teknis Badan/ Dinas UGD : Unit Gawat DaruratWCC : Women Crisis Center

Glossary n

Page 16: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana
Page 17: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

1 |

BAB IPENDAHULUAN

a. Latar BelakangKonsep Layanan terpadu untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dilahirkan

atas dasar kebutuhan untuk mendekatkan akses keadilan bagi perempuan korban dan sebagai strategi menjawab kebutuhan korban dalam proses pemulihan. Beragamnya pengalaman kekerasan yang dialami perempuan korban, membutuhkan pendekatan dan penanganan yang beragam, sehingga konsep pelayanan terpadu ini dibangun dan menjadi langkah maju dalam penyelenggaraan layanan bagi perempuan korban kekerasan.

Inisiatif masyarakat dalam melakukan penanganan dan pemulihan perempuan korban menjadi bagian penting dari lahirnya konsep dan kebijakan layanan terpadu. Keterpaduan layanan yang dimaksudkan adalah menguatnya mekanisme koordinasi antar institusi pengada layanan, sehingga korban semakin cepat terbantu dan tertangani. Pemerintah merespon kebutuhan mendesak ini dengan membangun Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) pada tahun 2002 dan dikuatkan melalui kebijakan Peraturan Menteri Negara Pemberdayan Perempuan Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayan Terpadu. Kebijakan ini juga untuk merespon Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) yang sebelumnya sudah terlebih dahulu dibentuk di Rumah Sakit (berbasis Rumah Sakit) atau di Lembaga Pengada Layanan lainnya.

P2TP2A saat ini telah terbentuk di 34 provinsi dan 390 kabupaten/kota di Indonesia (Data KPPPA, 2016). Sebagian besar pendiriannya dilatarbelakangi oleh dorongan organisasi masyarakat sipil, khususnya pengada layanan di daerah. Pembentukan P2TP2A di berbagai wilayah tersebut, dapat diartikan sebagai peluang untuk memastikan perempuan korban dapat terlayani dengan baik dan merupakan bentuk tanggung jawab negara dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan, meskipun masih banyak tantangan menyertai penyelenggaraannya. Cita-cita awal pendirian P2TP2A di berbagai wilayah, yakni untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan menjalankan fungsi-fungsi koordinasi dengan lembaga layanan yang sudah ada (lembaga layanan yang dibentuk masyarakat sipil) dan antar institusi pemerintah pemberi layanan hingga saat ini belum terpenuhi. Langkah pemerintah di tingkat Nasional untuk melakukan perbaikan terhadap peran dan fungsi

Page 18: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 2

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

P2TP2A hingga saat ini belum berdampak signifikan dalam mempengaruhi kualitas dan cakupan layanan di berbagai wilayah, padahal dari tahun ke tahun persoalan yang dihadapi perempuan korban semakin komplek dan membutuhkan penanganan yang lebih profesional dan komperhensif.

Berangkat dari sejumlah persoalan di atas, dan strategisnya keberadaan P2TP2A dalam penanganan perempuan korban kekerasan, Komnas Perempuan bersama Forum Pengada Layanan (FPL) berinisiatif melakukan pemetaan kapasitas, kinerja, dan efektivitas P2TP2A dalam menyelenggarakan layanan dan menjalankan fungsi koordinasi dengan lembaga layanan lainnya, termasuk melihat daya dukung serta hambatan-hambatan yang ada di P2TP2A. Pemetaan ini dilakukan dengan melakukan asesmen terhadap sejumlah P2TP2A, jaringan kerjanya dan perempuan korban yang mengakses layanan P2TP2A di 16 Provinsi. Hasil asesmen dikompilasi di tingkat wilayah (5 wilayah), kemudian dianalisis secara menyeluruh di tingkat nasional.

b. Tujuan 1. Memetakan tujuan, kapasitas pelayanan, daya dukung yang dimiliki, koordinasi dan relasi

dengan lembaga layanan, serta capaian dan tantangan P2TP2A dalam menjalankan mandat, tugas dan fungsinya;

2. Melihat kesesuaian dan gap antara tugas dan fungsi dengan pelaksanaan, kuantitas dan kapasitas pelayanan beserta daya dukung yang dimiliki, serta kesesuaian dengan harapan korban;

3. Merekomendasikan strategi untuk efektivitas P2TP2A dalam menjalankan mandat, tugas dan fungsi yang berorientasi pada pemenuhan hak perempuan korban kekerasan;

4. Merekomendasikan sejumlah pendekatan termasuk perbaikan regulasi dan dukungan dari Pemerintah daerah dan Pemerintah Nasional terhadap P2TP2A.

c. Hasil yang diharapkan1. Terpetakannya tujuan dan latar belakang pembentukan, kapasitas pelayanan, daya dukung

yang dimiliki, koordinasi dan relasi dengan lembaga layanan, serta capaian dan tantangan yang dialami P2TP2A dalam menjalankan mandat, tugas dan fungsinya;

2. Adanya informasi dan hasil analisis tentang gap dan kesesuaian antara tugas dan fungsi P2TP2A dengan pelaksanaannya, serta kuantitas dan kapasitas layanan dengan daya dukung yang dimiliki, dan faktor-faktor yang mempengaruhi, serta kesesuaian dengan harapan korban;

3. Terumuskannya sejumlah rekomendasi dan strategi untuk perbaikan kinerja dan regulasi terkait P2TP2A di tingkat Daerah dan Nasional.

4. Adanya dokumen dan hasil laporan asesmen P2TP2A di 16 Provinsi dan di tingkat Nasional.

d. Metodologi dan Kerangka AnalisisMetode pengambilan data dalam asesmen ini menggunakan metode wawancara mendalam dan

studi dokumen. Wawancara mendalam dilakukan kepada 3 kategori narasumber yaitu; 1)Pengurus dan staf P2TP2A, 2) Mitra Jejaring P2TP2A, 3) Perempuan Korban yang mengakses layanan di P2TP2A.

Page 19: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

3 |

Studi dokumen dilakukan dengan mengumpulkan dan mengkompilasi hasil asesmen, menelaah dokumen yang berkaitan dengan pembentukan dan pengelolan P2TP2A, baik di tingkat kabupaten/ kota/ provinsi maupun nasional, dokumen yang menjelaskan struktur organisasi, dan dokumen yang berkaitan dengan standar pelayanan, pengelolaan sumber daya, yang berupa SOP dan dokumen lainnya yang relevan.

Metode Narasumber/Dokumen yang dibutuhkan

Wawancara mendalam

Pengurus P2TP2A, para pihak yang terkait dengan fungsi P2TP2A dalam melakukan pelayanan atau koordinasi (unit PPA Kepolisian, Dinas sosial, rumah aman, shelter, rumah sakit, pendamping korban, penasehat hukum) dan perempuan korban, khususnya yang pernah mengakses layanan P2TP2A.

Studi Dokumen

Dokumen pembentukan P2TP2A, struktur organisasi, dan dokumen yang berkaitan dengan standar pelayanan, pengelolaan SDM, SOP, hasil riset dan evaluasi lembaga lainnya, dan dokumen pendukung lainnya.

e. Kompilasi dan Analisis HasilKompilasi hasil asesmen dilakukan setelah pengambilan data lapangan, yakni diawali dengan

kompilasi di tingkat wilayah. Kompilasi dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk sebagai kompilator di tingkat wilayah. Kompilasi secara nasional dilakukan sebagai gabungan dari kompilasi hasil di tiap wilayah.

Analisis hasil dilakukan dengan menelaah gap dan kesesuaian, capaian dan tantangan antara regulasi, tugas dan fungsi P2TP2A dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dijalankan. Analisis hasil juga dilakukan untuk melihat sejauh mana P2TP2A menjalankan organisasinya (manajemen kelembagaan), fungsi koordinasi, kemanfaatan bagi pihak terkait, serta daya dukung yang dimiliki (SDM, anggaran, sarana prasarana) dengan kualitas layanan yang diberikan.

f. Aspek yang dianalisisParameter atau aspek yang diasesmen meliputi:a) Latar belakang pendirian, tujuan dan bentuk P2TP2A.b) Kepengurusan dan sumberdaya manusia.c) Mekanisme Pengaduan, Pelayanan dan Sitem Rujukan bagi Perempuan Korban beserta

perangkat SOP nya.d) Managemen Pengelolaan Lembaga (perencanaan, monev, dan mekanisme komplain).e) Dukungan sarana prasarana dan pembiayaan.f ) Mekanisme koordinasi dan kemanfaatan P2TP2A bagi Lembaga Layanan.g) Sosialisasi dan publikasi pelayanan P2TP2A kepada Masyarakat Umum.h) Tantangan dan Rekomendasi.

Pendahuluan n

Page 20: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 4

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

g. Alur dan Tahapan Asesmen

Tabel 1 : Jumlah P2TP2A yang diasesemen

Jumlah P2TP2A yang diasesmen

Wilayah 1 (Sumatera)

Wilayah 2 (DKI & Jabar)

Wilayah 3 (Bali, DIY,

Jateng & Jatim)

Wilayah 4

(NTT)

Wilayah 5 (Sulawesi

& Maluku)

Jumlah

P2TP2A tingkat Provinsi

4 2 3 1 3 13

P2TP2A tingkat Kabupaten dan Kota

6 8 21 4 12 51

Total 10 10 24 5 15 64

Tabel 2 : Wilayah Asesmen

Wilayah Provinsi Kota dan Kabupaten

Wilayah 1 (Sumatera)

Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Kepulauan Riau,

Kota Bengkulu, Kab. Aceh Utara, Kab. Bireuen, Kab. Deli Serdang, Kota Padang, Kab. Labuhan Batu, Kab. Tanah Datar

Wilayah 2 ( DKI & Jabar)

DKI Jakarta, Jawa Barat Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya, Kab. Cirebon, Kab. Bandung, Kab. Tasikmalaya, Kab. Depok, Kab. Sukabumi

Wilayah 3 ( Bali, DIY, Jateng & Jatim)

Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah

Kota Malang, Kota Pasuruan, Kota Magelang, Kota Surakarta, Kota Semarang, Kota Jogja, Kab. Ponorogo, Kab. Jombang, Kab. Klaten, Kab. Boyolali, Kab. Wonosobo, Kab. Magelang, Kab. Jepara, Kab. Kendal, Kab. Grobogan, Kab. Sleman, Kab. Gunung Kidul, Kab. Bantul, Kab. Kulon Progo, Kab. Bangli, Kab. Buleleng

Wilayah 4 (NTT)

Nusa Tenggara Timur Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Belu, Kab. Sikka

Desain instrumen dan

panduan asesmen serta

persiapan asesmen

Pelaksanaan asesmen dan penulisan

hasil asesmen di 5 wilayah asesmen

Mei 2016

Kompilasi hasil analisisasesmen di 5

wilayah asesmenJuni-Desember 2016

Kompilasi dan analisis tingkat

nasionalPelaporan hasil

asesmen

Page 21: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

5 |

Wilayah 5 (Sulawesi & Maluku)

Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan

Kota Manado, Kota Bitung, Kota Palu, Kota Ambon, Kota Kendari, Kab. Minahasa Selatan, Kab. Minahasa Utara, Maros, Pangkep, Kab. Poso, Kab. Sigi, Kab. Maluku Tengah, Kab. Buru

h. NarasumberAsesmen ini mewawancarai 412 narasumber yang terdiri dari 123 orang (31%) penyintas (kor-

ban), 72 orang (17%) pengurus/ petugas P2TP2A serta 217 orang (52%) mitra P2TP2A. Adapun rinciannya sebagai berikut :

Tabel 3 Posisi Narasumber

No Karakteristik Narasumber Jumlah persentase

1 Petugas P2TP2A/PPT 72 17%

2 Penyintas (Korban) 123 31%

Mitra P2TP2A/ PPT

3 Polisi 55 13%

4 Rumah Sakit 54 13%

5 SKPD/OPD 79 19%

6 NGO/ Masyarakat 21 5%

7 Profesional 8 2%

Total 412 100%

i. Pelaporan dan Tahapan Penyusunan Hasil AsesmenPelaporan analisis hasil asesmen dilaksanakan dalam 2 tahapan, yaitu :1. Laporan kompilasi hasil tiap wilayah assesmen, yaitu wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta

dikompilasi oleh yayasan Pulih, wilayah Sumatera dikompilasi oleh Yayasan PUPA Bengkulu, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali oleh WCC Savy Amira, wilayah Nusa Tenggara Timur oleh Rumah Perempuan Kupang, dan Sulawesi, serta Maluku dikompilasi oleh Swara Parangpuan Sulawesi Utara.

2. Laporan Nasional (kompilasi dan analisis hasil dari 5 wilayah) oleh Komnas Perempuan bersama Dewan Pengarah Nasional FPL

j. Tim PenelitiAsesmen ini dilaksanakan sebagai bentuk kerjasama berbagai pihak. Asesmen dilaksanakan

oleh 31 organisasi FPL yang merupakan mitra/sub mitra program Mampu. Masing-masing organisasi menentukan tim peneliti di wilayahnya berdasarkan kriteria yang dibangun bersama. Mereka adalah anggota organisasi tersebut yang juga merupakan pendamping korban atau yang memahami tentang kerja-kerja pendampingan perempuan korban kekeraan.

Pendahuluan n

Page 22: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana
Page 23: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

7 |

BAB IILATAR BELAKANG PENDIRIAN,

KERANGKA REGULASI DAN STANDAR PELAYANAN

a. Latar belakang pendirian, kerangka regulasi dan kepengurusanSetelah reformasi Indonesia tahun 1998, bermunculan berbagai organisasi masyarakat termasuk

organisasi perempuan untuk pendampingan bagi perempuan korban kekerasan. Organisasi- organisasi berbasis masyarakat ini digerakkan dengan kepercayaan bahwa perempuan korban kekerasan merupakan individu yang harus didukung agar berdaya dan mampu menjalani hidup secara bermartabat.1 Organisasi-organisasi ini bergerak dengan sumber daya terbatas yang tersedia di masing-masing wilayahnya.2

Pada tahun 2000, Komnas Perempuan sebagai lembaga HAM nasional mengembangkan sistem dukungan bagi perempuan korban kekerasan dengan mengumpulkan kurang lebih 20 organisasi perempuan yang melakukan pendampingan bagi perempuan korban kekerasan di seluruh Indonesia. Pertemuan yang dilaksanakan di Malang tersebut bertujuan untuk menggalang dukungan bagi perempuan korban kekerasan dengan membangun jejaring sekaligus menyatukan sumber daya agar kebutuhan korban dapat terfasilitasi dengan maksimal. Jejaring ini dinamakan Forum Belajar (FB) untuk Penanganan Perempuan Korban Kekerasan.3

Inisiatif ini muncul atas kesadaran bahwa pemulihan perempuan korban kekerasan membutuhkan sumber daya yang besar dan waktu yang kadang tidak singkat. Selain itu, penanganan perempuan korban kekerasan tidak bisa dilakukan secara parsial dan membutuhkan keterpaduan sistem layanan. Inisiatif penanganan yang komprehensif ini juga membutuhkan dukungan pemerintah sebagai bagian dari tanggung jawab negara atas pemenuhan hak asasi warga negaranya, sehingga bersama forum belajar inilah, Komnas Perempuan mendorong kerjasama antar lembaga pemerintah terkait untuk

1. Organisasi-organisasi tersebar di banyak wilayah diantaranya Women Crisis centre (WCC) Palembang, WCC Cahaya Perempuan Bengkulu, dan WCC Suara Parangpuan Manado.

2. Di waktu yang hampir bersamaan, muncul organisasi penanganan perempuan korban kekerasan dengan nama Derap Warapsari yang dipelopori oleh Polwan-Polwan senior.

3. FORUM BELAJAR (FB) untuk Penanganan Perempuan Korban Kekerasan, sejak November 2014 telah berganti namamenjadi FORUM PENGADA LAYANAN (FPL) untuk Penanganan Perempuan Korban Kekerasan.

Page 24: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 8

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

penanganan perempuan korban. Upaya inilah yang kemudian melahirkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tertanggal 25 September 2002, antara 3 Menteri, yakni Menteri Pemberdayaan Perempuan (No. 14 / Men.PP / Bep.V / X / 2002), Menteri Sosial (No. 75 / huk / 2002 No. 75 / Huk / 2002), Menteri Kesehatan (No. 1329 / Menkes / SKB / X / 2002) dan Kapolri, tentang “Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak” yang berlaku selama 5 tahun. SKB 3 Menteri dan Kapolri ini merupakan awal mula penyusunan konsep dan regulasi tentang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.4 Sejak berlakunya kebijakan tersebut, Kementerian/Lembaga tersebut mulai membangun kebijakan penanganan perempuan korban di institusinya masing-masing.

Konsep pelayanan terpadu ini terus ditingkatkan dan diperkuat dengan terbitnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) kemudian mengeluarkan berbagai peraturan menteri untuk mendorong pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di semua provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.5

P2TP2A pada awalnya digerakkan dengan semangat mendekatkan akses korban terhadap layanan yang dibutuhkan.6 Tujuan pembentukan P2TP2A adalah memberikan perlindungan, penanganan dan pemenuhan hak perempuan korban yang ada di wilayah Indonesia dan luar negeri dengan memberikan layanan penanganan pengaduan, pelayanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan dan batuan hukum, serta pemulangan dan reintegrasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah serta perwakilan RI di luar negeri.

Saat ini P2TP2A telah terbentuk di 34 Provinsi, 83 kota dan 307 kabupaten, yang di dalam proses implementasinya membutuhkan pengawalan agar dapat berfungsi efektif untuk perempuan korban (Kpppa, 2016). Masing-masing P2TP2A telah disahkan melalui berbagai kebijakan di daerah. Di tingkat provinsi, P2TP2A disahkan melalui Peraturan Gubernur dan SK Gubernur. P2TP2A di beberapa daerah, juga telah diperkuat dengan peraturan daerah. Pembentukan P2TP2A secara umum mengacu pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 5 Tahun 2010 tentang panduan pembentukan dan pengembangan pusat pelayanan terpadu. Pembentukan di tingkat provinsi atau kabupaten/kota menjadi kewenangan dan sesuai kemampuan pemerintah daerah karena anggaran dan pelaksanaannya berasal dari APBD masing-masing daerah, serta tanggung jawab pelaksanaannya dan pengelolaan dilakukan oleh pemerintah daerah.

Mekanisme penganggaran APBD untuk P2TP2A terdiri dari 3 bentuk yakni melalui mekanisme hibah, bantuan (proposal) dan program atau kegiatan P2TP2A yang terintegrasi atau dimasukkan

4. Meskipun demikian, layanan terpadu telah dilakukan oleh beberapa lembaga formal maupun komunitas di beberapa daerah.5. Setelah adanya desakan dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2010, Permen

PP PA Nomor 5 Tahun 2010, maka unit layanan terpadu dan sejenisnya kemudian diubah namanya menjadi P2TP2A. Dasar kebijakan ini kemudian diperkuat melalui Permen No. 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

6. Dalam perjalanan pelaksanaan P2TP2A yang dimandatkan kepada pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) tidak sesuai dengan semangat awal pendiriannya. Situasi ini tidak terlepas dari kebijakan dan interpretasi atau pemahaman masing-masing daerah atas konsep layanan terpadu tersebut. Apalagi latar belakang pendirian di masing-masing daerah beragam dan ketersediaan dukungan sumber daya untuk mengimplemtasikannya.

Page 25: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

9 |

dalam nomenklatur SKPD terkait, seperti nomenklatur Badan/Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Hasil asesmen ini memperlihatkan bahwa pendanaan P2TP2A secara umum adalah melalui mekanisme hibah dan bantuan.

Tabel 4 : Daftar peraturan perundang-undangan yang terkait dengan layanan bagi korban kekerasan

No Peraturan perundang-undangan Ruang Lingkup

Undang –Undang 1 UU Nomor 21 Tahun 2007 Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang1

2 UU Nomor 23 Tahun 2004 Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Peraturan Pemerintah

1 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008

Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang.

2 Peraturan Pemerintah Nomor 4Tahun 2006

Penyelenggaraan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT.

Peraturan Kementrian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak

1 Peraturan Menteri PPPA Nomor 1Tahun 2017

Tata Kelola Unit Pelaksanaan Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak.

2 Peraturan Menteri PPPA Nomor 9 Tahun 2016

Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Bidang Pemberdayaan dan Perlindungan Anak.

3 Peraturan Menteri PPPA Nomor 1Tahun 2015

Rencana Strategis KPPP tahun 2015-2019

4 Peraturan Menteri PPPA Nomor 5Tahun 2015

Indikator Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

5 Peraturan Menteri PPPA No. 6Tahun 2015

Tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

6 Peraturan Mentri PPPA Nomor 2 Tahun 2013

Panduan monitoring dan evaluasi perencanaan dan penganggaran yang responsif gender di daerah.

7 Peraturan Mentri PPPA Nomor 4 Tahun 2013

Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan (dekonsentrasi) bidang Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak tahun 2014 kepada 12 Gubernur pemerintah provinsi selaku wakil pemerintah.

8 Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun2011

Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan

9 Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2011

Pedoman Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Lingkungan Keluarga, Masyarakat, dan Lembaga Pendidikan.

Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi Dan Standar Pelayanan n

Page 26: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 10

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

10 Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2010

Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Terhadap Anak (RAN PPKTA).

11 Peraturan Menteri KPPPA Nomor 05 Tahun 2010

Panduan Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu.

Peraturan Kementrian lainnya

12 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2007

Juknis Penyusunan dan Penerapan SPM.

13 Keputusan Mentri Kesehatan RINomor:1226/Menkes/SK/XII/2009

Pedoman Penata laksanaan PelayananTerpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Rumah Sakit.

b. KepengurusanTugas pengurus dan pengelola P2TP2A merumuskan dan menyusun: 1). AD/ART; 2). Visi

dan misi kelembagaan; 3). Program dan kegiatan dari bagian/divisi yang telah ditentukan; 4). Jenis layanan yang disediakan; 5). Mekanisme kerja P2TP2A berdasarkan prinsip-prinsip manajemen yang dibutuhkan secara menyeluruh dan rinci.

Gambar 1: Struktur P2TP2A/ PPT (Peraturan Menteri PPA No. 5 Tahun 2010)

KETUA UMUM

BENDAHARA

Bidang LayananTriagle/

Panduan

KETUA PELAKSANA SEKRETARIS/HUMAS

Bidang LayananRehabilitasi Sosial

Pemulangan & Registrasi Sosial

Bidang LayananRehabilitasi Kesehatan

Bidang LayananBantuan Hukum

BidangAdmisistrasi,

Data,Informasia dan Pelaporan

Ketua umum bertugas mengkoordinasikan perumusan kebijakan strategi, program dan kegiatan dan langkah-langkah dalam penyelenggaraan PPT serta melakukan pengawasan dan pembinaan atas pelaksanaan, perlindungan dan penanganan korban kekerasan. Melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Bertanggungjawab atas keseluruhan proses penyelenggaraan perlindungan dan penanganan korban kekerasan. Di bawah ketua umum terdapat ketua pelaksana, sekretaris/humas dan bendahara. Ketua pelaksana membawahi 4 bidang yaitu: 1). bidang layanan pengaduan; 2). bidang layanan rehabilitasi kesehatan; 3). bidang layanan rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial; 4). bidang layanan bantuan hukum. Bendahara serta sekretaris/humas membawahi bidang administrasi, data, informasi dan pelaporan. Sedangkan pada PPT yang berjejaring, peran staf mengikuti pada struktur serta tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) pada instansi masing-masing.

Page 27: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

11 |

Sedangkan dalam Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang sistem pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak mengatur tentang keanggotaan P2TP2A terbagi dalam keanggotaan sebagai fungsi koordinasi kebijakan dan fungsi teknis. Keanggotaan fungsi koordinasi terdiri dari instansi vertikal di daerah dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. Keanggotaan fungsi teknis adalah individu-individu dari lembaga masyarakat yang melakukan penanganan korban kekerasan yang mempunyai kapasitas terlatih dan berkompeten. Dalam Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 dijelaskan bahwa P2TP2A dibentuk berdasarkan keputusan Gubernur/Bupati/Walikota/Camat. Selain itu, keanggotaan dapat berasal dari unsur struktural dan non-struktural yang berasal dari kalangan profesi, akademisi, tokoh masyarakat. Sedangkan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota P2TP2A dibentuk dengan Keputusan Gubernur/Bupati Walikota dengan susunan keanggotaan sebagai berikut:

c. Struktur Keanggotaan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/KotaKeanggotaan :• Penasehat dan/atau Pembina adalah Wakil Gubernur, Wakil Bupati/Walikota.• Koordinator adalah Asisten Daerah Bidang Kesejahteraan Rakyat, Badan Perencanaan Daerah

dan Badan Pemberdayaan Perempuan.• Ketua dan Wakil Ketua/Ketua Harian yang dipilih sesuai AD dan ART.• Anggota: terdiri dari pimpinan msing-masing instansi vertikal dan SKPD terkait yaitu Kepolisian,

Kejaksaan, Pengadilan, Kanwil Hukum dan HAM, Kanwil/Kantor Agama, Bappeda, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pendidikan, serta organisasi masyarakat, lembaga keagamaan, lembaga profesi serta akademisi.

• Sekretariat: dipimpin oleh Kepala Sekretariat (Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak) bertugas menyusun program kerja, melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan serta menjalankan fungsi bidang kesekretariatan P2TP2A. Anggota sekretariat terdiri dari tenaga administrasi, tenaga pencatat dan pelaporan.

Keanggotaan tim teknis:• Ketua harian merangkap sebagai manajer kasus yang merupakan koordinator dalam penanganan

kasus dan dibantu dengan divisi layanan.• Divisi layanan: Divisi pendampingan dan advokasi, Divisi pelayanan dan pemulihan, serta Divisi

penguatan jaringan dan kemitraan.

d. Standar Pelayanan dan Etik Penyelenggara LayananDalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 12 ayat 1 bahwa bidang

kesehatan dan sosial merupakan urusan wajib pemerintahan berkenaan dengan pelayanan dasar yang pelaksanaannya harus berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat (pasal 18 ayat 2). Sementara Pasal 12 ayat 2 menyebutkan bahwa layanan pemberdayaan perempuan dan anak merupakan urusan pemerintahan wajib non pelayanan dasar, sehingga penerapan SPM bidang layanan terpadu perempuan dan anak korban kekerasan termasuk traficking sebagai urusan wajib non pelayanan dasar perlu diintegrasikan dalam SPM bidang kesehatan maupun sosial. P2TP2A di tingkat provinsi umumnya sudah memiliki mekanisme layanan korban berdasarkan

Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi Dan Standar Pelayanan n

Page 28: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 12

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

standar pelayanan dari Kementerian PPPA, sementara untuk P2TP2A di tingkat Kabupaten/Kota belum banyak yang memiliki mekanisme pelayanan korban yang tertulisa dan sesuai standar.

Tugas Pokok P2TP2A (atau di beberapa wilayah disebut PPT) sebagaimana diatur dalam Permen PPPA Nomor 5 Tahun 2010 adalah:

Memberikan layanan secepat mungkin dan “tanpa biaya” kepada korban:1) Menyelenggarakan perlindungan dan pemenuhan hak korban atas rehabilitasi kesehatan,

rehabilitasi sosial, pemulangan, reintegrasi sosial dan bantuan hukum;2) Melakukan kerjasama dengan lembaga tertentu dalam penyediaan penterjemah dan relawan

pendamping yang diperlukan bagi korban;3) Melakukan jejaring dengan rumah sakit pemerintah atau swasta untuk perawatan dan pemulihan

kesehatan korban serta melakukan kerjasama dengan lembaga perlindungan saksi dan korban, rumah perlindungan sosial atau pusat trauma milik pemerintah, masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya untuk pemulihan kesehatan korban;

4) Memberikan kemudahan, kenyamanan, keselamatan korban dan menjaga kerahasiaan korban; 5) Memberikan pemenuhan bantuan hukum bagi korban; 6) Dalam hal penyelenggaraan pelayanan terpadu dilakukan secara berjejaring, PPT tetap

bertanggung jawab atas keseluruhan proses rujukan pelayanan yang diperlukan korban.

Sedangkan Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, menyebutkan fungsi pendirian P2TP2A adalah untuk:1. Pusat informasi bagi perempuan dan anak;2. Pusat pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan; dan3. Pusat pemberdayaan bagi perempuan dan anak.

Berdasarkan kedua kebijakan tersebut, seharusnya P2TP2A dapat berfungsi maksimal untuk memberikan pelayanan terhadap korban kekerasan dan memastikan keterpaduan layanan melalui fungsi koordinasi. Sementara berdasarkan asesmen, fungsi pemberdayaan bagi perempuan dan anak belum terlihat jelas upaya, mekanisme dan hasilnya, sehingga secara khusus laporan ini merekomendasikan agar P2TP2A kembali kepada fungsi utamanya sebagai pusat layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan

e. Etik Penyelenggaraan LayananPenyelenggaraan layanan P2TP2A mengacu pada Peraturan Menteri PPPA Nomor 1 Tahun

2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, sehingga P2TP2A atau unit pelayanan terpadu setidaknya menyediakan 5 (lima) jenis layanan, yakni: Layanan pengaduan, Layanan kesehatan, Rehabilitasi Sosial, Penegakan dan bantuan hukum, Pemulangan dan Reintegrasi Sosial bagi korban. Pada kenyataannya, tidak semua P2TP2A mampu menyediakan 5 layanan standar tersebut.

Page 29: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

13 |

Penyelenggaraan layanan yang diberikan oleh P2TP2A pada umumnya masih terbatas pada layanan sebagaimana disebutkan dalam SPM. Sementara itu bentuk-bentuk layanan penting lainnya seperti layanan medis khusus, rumah aman, bantuan hukum serta pemberdayaan ekonomi masih terbatas. Meskipun P2TP2A sudah memiliki standar dan mekanisme layanan, tetapi dalam pemberian layanan kepada korban masih belum sesuai dengan standar dan mekanisme layanan, karena infrastruktur layanan yang belum memadai serta kapasitas petugas yang masih lemah. P2TP2A juga belum memiliki SOP atau mekanisme rujukan dan mekanisme khusus untuk penanganan korban kekerasan seksual, korban kekerasan dalam situasi konflik, situasi bencana, penyandang disabilitas, korban kekerasan dengan HIV dan AIDs serta korban kekerasan dari kelompok minoritas lainnya.

Kementerian PPPA pada tahun 2016 telah mengeluarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk Satuan Tugas (satgas) Penanganan Masalah Perempuan dan Anak. Pembentukan satuan tugas dimana didalamnya termasuk P2TP2A, bertujuan untuk mempermudah layanan terhadap korban dan membantu P2TP2A dalam memberikan layanan lanjutan. Pada tingkat pusat, pembentukan satgas diatur dalam Keputusan Menteri PPPA Nomor 25 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak Tingkat Pusat, sedangkan untuk di daerah dibentuk dengan keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota.

Dalam SOP Satgas terdapat prinsip-prinsip umum etik penyelenggaraan layanan seperti non diskriminasi, hubungan setara dan menghormati, menjaga privasi dan kerahasiaan, memberikan rasa aman dan nyaman, menghagai perbedaan individu, tidak menghakimi, menghormati pilihan dan putusan korban sendiri, menggunakan bahasa sederhana dan dapat dimengerti, serta empati. SOP juga mengatur standar layanan lainnya meliputi hal-hal yang harus diperhatikan dalam prosedur penjangkauan, hal-hal yang harus dilakukan sebelum melakukan identifikasi masalah dan korban, prosedur wawancara, keharusan untuk melakukan observasi dan mengenali tanda-tanda kekerasan serta memberikan informasi, kontak petugas satgas kepada korban. Satgas dapat memberikan pertolongan darurat dan mendampingi korban mengatasi situasinya, termasuk membantu akses tempat yang aman bagi korban.

Selain menggunakan SPM, pelayanan P2TP2A juga menggunakan etik pelayanan dalam penyelenggaraan layanan. Dalam Permen PPPA Nomor 5 Tahun 2010 diatur prinsip umum PPT yakni: a) Mudah, nyaman dan menjamin keselamatan korban; b) Efektifitas dan efisiensi proses pelayanan korban; c) Ada jaminan kepastian hukum dan keadilan; d) berkelanjutan. Selain itu juga terdapat Prinsip Dasar Operasional petugas, yaitu:

• Menciptakan rasa aman bagi korban;• Menghormati hak dan mendahulukan kepentingan dan pilihankorban (hak atas kerahasiaan,

atas informasi, atas perlindungan, hak anak, hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif, penghormatan atas pandangan/pilihan korban);

• Sikap tidak menghakimi dan menyalahkan korban;• Menguatkan korban;

Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi Dan Standar Pelayanan n

Page 30: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 14

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

• Empati, artinya menempatkan diri pada posisi korban dan dapat merasakan apa yang dirasakan korban dengan tetap menjaga jarak, mendengarkan keluhan korban secara efektif;

• Mempermudah dan tidak mempersulit akses dan layanan bagi korban dengan cara mempersingkat alur birokrasi dan mengutamakan penanganan korban;

• Membantu korban mendapatkan pelayanan lain (rujukan).

f. Layanan dan Penyelenggaraan LayananP2TP2A adalah pusat pelayanan yang terintegrasi dalam upaya pemberdayaan perempuan dan

anak yang dibentuk oleh pemerintah dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat yang meliputi pusat informasi, pusat konsultasi, layanan pengaduan, kesehatan tingkat awal, konseling, pendampingan hukum, pemulangan dan reintegrasi sosial, rumah singgah (shelter), pusat rujukan serta pelayanan pemberdayaan ekonomi dan kemandirian korban.

Dalam Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengatur tentang layanan yang diberikan oleh P2TP2A yaitu, layanan pencegahan, penanganan dan pemberdayaan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Hal ini menindaklanjuti mandat Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 Pasal (4) yaitu penyelenggaraan pemulihan korban kekerasan dalam rumah tangga meliputi pelayanan kesehatan, pendampingan korban, konseling, bimbingan rohani dan pemulangan reintegrasi. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu bagi saksi dan/atau korban TPPO Pasal 5 mengamanatkan pembentukan PPT dengan 2 (dua) pilihan, yaitu satu atap atau berbasis jejaring dengan lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat.

Dalam Permen PPPA Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan dan Pengembangan Pusat Pelayanan Terpadu mengatur bahwa P2TP2A dapat menyelenggarakan dua jenis layanan, yakni:

a. Pelayanan satu atap (One Stop Service) Pelayanan satu atap yang berbasis rumah sakit seperti Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) bertanggung

jawab melaksanakan keseluruhan proses dalam satu kesatuan unit kerja untuk memberikan layanan yang diperlukan korban. Penyelenggaraan pelayanan terpadu wajib didukung oleh petugas pelaksana atau petugas fungsional yang meliputi tenaga kesehatan, psikolog, psikiater, pekerja sosial, tenaga bantuan hukum yang disediakan oleh instansi atau lembaga terkait. Pelayanan komprehensif yang meliputi medis/medikolegal, psikososial, dan hukum yang dilakukan oleh tenaga profesional sesuai kompetensinya. Jika sumber daya tidak mencukupi maka pelayanan dilakukan di dalam satu atap dengan mendatangkan tenaga professional yang dibutuhkan (on call).

b. Pelayanan berjejaring Pelayanan berjejaring merupakan pelayanan yang dilakukan oleh institusi pemberi layanan secara

terpisah yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga layanan. Jika di satu lembaga layanan tidak tersedia layanan yang dibutuhkan, maka (korban) dirujuk ke institusi pelayanan lain sesuai

Page 31: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

15 |

kebutuhan korban. Meski demikian, lembaga yang memberikan rujukan tetap harus bertanggung jawab atas keseluruhan proses rujukan pelayanan yang diperlukan bagi korban hingga penanganan selesai. Oleh karena itu, perlu memperkuat kerjasama antar institusi terkait dalam hal penanganan perempuan korban kekerasan.

Fungsi P2TP2A berdasarkan Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yaitu a). Pusat informasi bagi perempuan dan anak; b). Pusat pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan c). Pusat pemberdayaan bagi perempuan dan anak. Peraturan menteri tersebut mengatur tentang upaya-upaya perlindungan oleh P2TP2A dalam bentuk promosi, pencegahan (preventif), penanganan (kuratif ) dan rehabilitasi.

Tabel 5: Fungsi P2TP2A ( Peraturan Menteri PPPA Nomor 6 Tahun 2015)

Upaya Promotif Upaya preventif Upaya kuratif Upaya Rehabilitatif

Memperkuatmekanisme koordinasi dan jejaring kerja antar unit layanan dalam upaya penanganan kasus-kasus kekerasan

Mengadakanpenyuluhan kesadaran hukum bagi masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak

Mengoptimalkanunit layanan teknis terkait pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak

Menyediakan tenagapendamping bagi korban kejahatan dan kekerasan yang meliputi; tenaga psikolog, psikiater, rohaniawan/pendamping spiritual, pengacara, tenaga medis

Menyediakanmateri-materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), terkait pencegahan dan penanganan kekerasan

Mengembangkangerakan massif dan berkelanjutan yang melibatkan masyarakat dalam aksi pencegahan dan penanganan kekerasan

Menyediakansarana dan prasarana yang memadai untuk penanganan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi, sosial, pemulangan, reintegrasi sosial dan bantuan hukum

Memperkuat jejaringkerja dan koordinasi dalam proses reintegrasi serta pemulangan korban kepada keluarga dan/atau lingkungan sosialnya

Menyelenggarakansosialisasi, advokasi dan kampanye sosial dalam rangka pencegahan dan penanganan kekerasan

Menanamkan nilai-nilai karakter, budi pekerti, dan ketahanan keluarga

Melakukanpenanganan bagi korban kejahatan dan kekerasan secara cepat, tepat, dan akurat oleh aparat penegak hukum

Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi Dan Standar Pelayanan n

Page 32: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 16

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Melibatkan perandan partisipasi masyarakat dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak

Layanan yang diberikan oleh P2TP2A berdasar Permen PPPA Nomor 5 Tahun 2010, yaitu:• Layanan pengaduan. Pada tahap ini, layanan berisi proses identifikasi tentang kebutuhan korban

untuk mendapatkan layanan yang dibutuhkan serta rencana intervensi kasus.• Layanan rehabilitasi kesehatan. Layanan ini dilakukan oleh dokter, perawat/bidan terlatih

tentang tata laksana kasus kekerasan terhadap perempuan. Layanan ini mengacu pada pedoman pengembangan puskesmas tentang kekerasan terhadap perempuan (dan anak) dan SOP rumah sakit. Layanan ini berupa: i) layanan non kritis; ii), layanan semi kritis, iii) layanan kritis, dan iv). layanan medicolegal.

• Layanan Rehabilitasi sosial mendapatkan layanan psikososial. Layanan ini dilakukan oleh pekerja sosial, psikolog/psikolog klinis, petugas konseling terlatih. Jika korban mengalami depresi berat dilakukan penanganan dengan psikiater. Tata laksana layanan mengacu pada SOP masing-masing tempat layanan. Jenis-jenis layanan antara lain, konseling, bimbingan mental - spiritual, pendampingan dan rujukan.

• Bantuan hukum. Layanan ini meliputi konsultasi hukum, pendampingan, pembelaan yang dilakukan oleh petugas hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, LPSK, lembaga advokat LSM, petugas P2TP2A. Layanan ini terdiri dari perlindungan saksi dan/atau korban, BAP, penuntutan, putusan dan restitusi.

• Pemulangan. Dalam menjalankan layanan ini harus berkoordinasi dengan lembaga (pemerintah dan masyarakat) terkait pemulangan korban mulai dari lokasi asal hingga daerah tujuan.

• Reintegrasi sosial. Proses reintegrasi sosial dengan berkoordinasi dan kerjasama dengan lembaga pemerintah dan masyarakat seperti dinas sosial, masyarakat, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan Nasional, Kemenlu, BNP2TKI, BP3TKI, Unit PPA. Layanan ini meliputi; Penyatuan dengan keluarga/keluarga pengganti, Pemberdayaan ekonomi dan sosial, Pendidikan dan monitoring/bimbingan lanjutan termasuk layanan rumah aman, jika dibutuhkan.

g. Manajemen Kasus dan Mekanisme RujukanMekanisme penanganan kasus di wilayah dilakukan oleh Badan PPPA (atau nama lain yang

serupa) atau P2TP2A. Mereka kemudian melakukan pendataan dan asesmen kebutuhan korban.7

Selanjutnya pelayanan diberikan sesuai kebutuhan korban lewat pendampingan oleh P2TP2A, Badan Pemberdayaan Perempuan, LSM/WCC/LBH dan mitra jaringan lainnya termsuk memberikan layanan kesehatan, rehabilitasi sosial, penegakan hukum dan reintegrasi. Secara garis besar dalam

7. dalam Sri Danti Anwar (KPP-PA 2015)

Page 33: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

17 |

proses penanganan kasus, penyelesaiannya dikoordinasikan oleh Badan PPPA dan atau P2TP2A dengan SKPD terkait dan lembaga layanan (masyarakat).

Sebagaimana diatur dalam Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015, garis koordinasi P2TP2A berada di bawah koordinasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit-unit lainnya yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. P2TP2A dapat berkonsultasi dan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan terlebih dahulu berkoordinasi dengan SKPD terkait. Bentuk koordinasi antar jejaring antara lain: a) rapat koordinasi, b) konsultasi; c) Penyampaian data dan informasi; d) Tindak lanjut penanganan kasus.

Tabel 6 : Jenis dan Penyelenggara Layanan ( Peraturan Menteri PPA Nomor 1 Tahun 2010)

No Jenis layanan Penyelenggara Layanan

1. Layanan pengaduan Polisi, Lembaga Swadaya Masyaraka dan organisasi peduli korban kekerasan.

2. Layanan rehabilitasikesehatan

Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, Rumah Sakit Jiwa.

3. Layanan rehabilitasisosial

Dinas Sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Psikolog, Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW), Shelter, Trauma Center, Panti, P2TP2A, Rumah Singgah, Lembaga Penterjemah, Lembaga Sosial lainnya.

4. Layanan bantuandan perlindungan hukum

Polisi, Lembaga Bantuan Hukum, Kejaksaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, P2TP2A, Lembaga Advokat, Pengadilan Negeri, Lembaga Perlindungan Saksi Korban.

5. Layanan pemulangandan Reintergrasi Sosial

Dinas Sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, Masyarakat, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perhubungan, Kementerian Luar Negeri, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3), Unit Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

h. Manajemen Kasus lewat Pemantauan dan EvaluasiPermen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 menjelaskan bahwa pemantauan merupakan kegiatan

pengumpulan informasi yang dilakukan oleh P2TP2A secara berkala dan berjenjang untuk memastikan apakah suatu kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pemantauan dilaksanakan melalui

Latar Belakang Pendirian, Kerangka Regulasi Dan Standar Pelayanan n

Page 34: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 18

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

pencatatan pelaporan, forum koordinasi, dan kunjungan lapangan dengan melibatkan pihak terkait, serta menyusun laporan hasil pemantauan. Pemantauan dilakukan secara berkala dan terpadu tiap enam 6 (bulan) oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak serta berkoordinasi dengan SKPD atau unit-unit lainnya yang menangani pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di daerah

Sedangkan Evaluasi dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dan bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak 1 (satu) kali dalam setahun. Evaluasi dilakukan secara berjenjang untuk mengetahui tingkat keberhasilan sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Evaluasi dilakukan setiap akhir tahun atau akhir program untuk melihat capaian.

i. Mekanisme RujukanPelaksanaan rujukan dilakukan oleh satgas dan berkoordinasi dengan P2TPA dan atau Badan

PPPA. Rujukan merupakan layanan lanjutan terhadap korban. Kategori layanan rujukan dalam SOP Satgas adalah layanan yang; a) Membutuhkan penanganan ahli, b) Hanya dapat diberikan oleh unit layanan teknis, c) Bersifat gawat atau kritis, d) Terkait dengan penegakan hukum.

Selanjutnya dalam mekanisme rujukan tersebut harus sesuai dengan SOP satgas yaitu:a. Berkoordinasi dengan P2TP2A atau lembaga layanan lainnya untuk mendapatkan layanan

yang dibutuhkan;b. Menyerahkan surat rujukan dan dokumen lengkap kepada P2TP2A atau lembaga layanan

lainnya;c. Mempersiapkan kendaraan untuk membawa korban ke P2TP2A atau lembaga layanan

lainnya;d. Melakukan observasi untuk memantau layanan yang dibutuhkan apakah sudah sesuai

dengan kebutuhan perempuan dan anak yang mengalami permasalahan; dane. Jika dalam pemantauan, layanan yang diberikan oleh lembaga layanan belum sesuai atau

tidak ada perkembangan maka P2TP2A harus melakukan rujukan (ulang) ke lembaga layanan lain yang sesuai dengan kebutuhan korban.

Dari mekanisme rujukan di atas dapat dilihat bahwa P2TP2A memiliki peran penting dan wajib berkoordinasi dengan lembaga lain sesuai dengan kebutuhan rujukan dan permasalahan perempuan dan anak yang beragam.

Page 35: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

19 |

BAB IIITemuan dan Analisis

a. Kelembagaan

i. Latar Belakang Pendirian P2TP2A di Wilayah Asesmen P2TP2A memiliki latar belakang dan waktu pendirian yang beragam. Kedaruratan kasus

kekerasan terhadap perempuan dan anak yang setiap tahun terus menerus meningkat menjadi latar belakang utama pentingnya membangun mekanisme keterpaduan layanan, selain itu juga adanya mandat yang tertuang di dalam kebijakan, baik kebijakan di tingkat nasional maupun daerah. Data tahun 2015 menyebutkan bahwa P2TP2A telah terbentuk di 33 Provinsi dan di 242 kabupaten/kota di Indonesia. P2TP2A di tingkat Provinsi secara umum berdiri lebih awal dibandingkan di tingkat kabupaten/kota. Temuan ini dapat dilihat dari, rata-rata umur pendirian P2TP2A di tingkat Provinsi, yakni antara 5 sampai 10 tahun. Sementara di tingkat kabupaten/kota rata-rata pendiriannya berumur antara 3 sampai 10 tahun. Lama pendirian tersebut menjadi salah satu faktor kemampuan P2TP2A membangun kapasitas kelembagaan dan layanannya, sehingga beberapa P2TP2A di tingkat Provinsi kemudian menjadi model atau dijadikan referensi untuk pengembangan P2TP2A di daerah lain.

Pendirian P2TP2A juga dilihat keterkaitannya dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Keterkaitan ini

Page 36: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 20

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

karena dalam UU PKDRT terdapat mandat bagi setiap wilayah untuk membangun keterpaduan layanan bagi pemenuhan hak perempuan korban kekerasan. Mandat yang tertuang secara eksplisit dalam UU ini menjadi dasar pendirian bagi sebagian besar daerah untuk membangun P2TP2A.

Hasil asesmen di 64 P2TP2A menyebutkan bahwa sejumlah 86% (55 P2TP2A) didirikan setelah keluarnya UU PKDRT, sedang 17 % (9 P2TP2A) dibangun sebelum UU PKDRT. Dasar pendirian P2TP2A sebelum UU PKDRT adalah SKB 3 Menteri dan Kapolri tahun 2002 (Katmagatripol).

Data di atas juga menunjukkan rentang usia berdirinya sebagian besar P2TP2A di wilayah asesmen, yakni antara 3-10 tahun, dengan pilihan nama kelembagaan sebagaimana yang dimandatkan Kementerian PPPA adalah P2TP2A.

Daerah asesmen yang memiliki dokumen pendirian setelah SKB 3 Menteri dan Kapolri atau sebelum UU PKDRT diantaranya adalah P2TP2A Provinsi Aceh, PPT Provinsi Bengkulu, PPT Jawa Tengah, PPT Jawa Timur, dan beberapa Pelayanan Terpadu/P2TP2A lainnya. Pengurus P2TP2A Provinsi Aceh menyampaikan data bahwa pendirian P2TP2A sebelum lahirnya UU PKDRT yakni semenjak pendirian Rumoh Putro Aceh pada 22 Juli 2003 dengan kegiatan utama adalah pemberdayaan ekonomi.

“P2TP2A didirikan untuk merespon peraturan menteri pemberdayaan perempuan tentang pembentukan P2TP2A diseluruh kabupaten kota di Indonesia”.“Baru pada tahun 2011 setelah adanya SPM maka P2TP2A Aceh merubah kegiatan utaman-ya menjadi pendampingan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan dimana sebelumnya pendampingan dan pelayanan terhadap korban kekerasan tersebut dimandatkan hanya pada PPT bhayangkara” (pengurus P2TP2A Provinsi Aceh).

Dengan demikian pendirian P2TP2A yang kemudian diarahkan untuk penanganan korban kekerasan di Provinsi Aceh merupakan respon lebih lanjut atas mandat UU PKDRT dan Peraturan Menteri PPPA tentang pendirian P2TP2A.

P2TP2A lainnya yang dibangun sebelum UU PKDRT adalah P2TP2A Provinsi Bengkulu, yang diinisiasi tahun 2001 oleh jaringan organisasi perempuan. Mereka berhasil mendorong pemerintah membangun mekanisme layanan bagi korban kekerasan, sehingga pada tahun 2006 lahirlah Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2006 tentang Pencegahan dan Penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu dan Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2006 tentang Pelarangan Perdagangan Perempuan dan Anak di Provinsi Bengkulu. Kebijakan-kebijakan ini yang menjadi dasar pembentukan dan penguatan pelayanan terpadu (PPT) untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi Bengkulu.

Perubahan nama PPT menjadi P2TP2A dilakukan setelah proses sosialisasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2007 dan setelah perdebatan panjang

Page 37: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

21 |

tentang konsep keterpaduan layanan serta penamaan P2TP2A. Perubahan nama dipilih dengan mempertimbangkan dasar kebijakan di tingkat nasional dan keberlanjutan layanan P2TP2A Provinsi Bengkulu. Pengesahan P2TP2A di Provinsi Bengkulu melalui SK Gubernur tahun 2013.

Sementara itu hasil asesmen di region Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Bali menyebutkan bahwa pendirian P2TP2A waktunya lebih awal yaitu antara tahun 2005-2011. Studi dokumen di wilayah tersebut menyebutkan bahwa umumnya pendirian P2TP2A dilakukan atas inisiatif jaringan yang peduli pada penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah tersebut. P2TP2A sebagai sebuah institusi yang dibangun sesuai dengan ketentuan dalam kebijakan nasional didirikan di Kota Jogja pada tahun 2006. Pengurus yang diwawancarai menjelaskan bahwa P2TP2A Kota Yogyakarta adalah salah satu P2TP2A tingkat kabupaten/kota yang didirikan paling awal di Provinsi DI Yogyakarta.

“Sejak tahun 2006 kota Yogyakarta sudah punya Perwali untuk merespon (peraturan walikota)kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan atau semacamnya, akhirnya disitu dibentuklah layanan terpadu bagi perempuan korban kekerasan. Sebenarnya namanya bukan P2TP2A, tapi jaringan penanganan korban kekerasan berbasis gender, sehingga karena namanya bukan P2TP2A, maka masyarakat berpikir Kota (Jogja) tidak memiliki lembaga P2TP2A. Kemudian kita konsultasikan kepada kementerian, dan mereka mengatakan bahwa kita tidak perlu ganti nama menjadi P2TP2A karena fungsinya sama. Tapi tahun ini dan ke depannya kita akan menggunakan nama P2TP2A, supaya sama dengan yang lainnya. Tapi secara kebijakan kita sudah ada sejak dulu”

(pengurus P2TP2A Kota Yogyakarta)

Pendirian P2TP2A di D.I. Yogyakarta tidak terlepas dari inisiatif jejaring lembaga pengadalayanan untuk korban, termasuk pembentukan P2TP2A Provinsi D.I Yogyakarta tahun 2005, juga sebagai respon terhadap permintaan masyarakat atas layanan yang terbaik dan komperhensif bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Sementara P2TP2A Kota Magelang memulai gagasan awal pembentukan pada tahun 2002 dalam bentuk Women Crisis Centre (WCC) dan merupakan salah satu daerah yang memiliki inisiatif awal di Provinsi Jawa Tengah.

“Keprihatinan atas banyaknya kasus kekerasan di Magelang tahun 2002 dibentuk WCC” (pengurus P2TP2A Kota Magelang).

Provinsi Jawa Timur juga menginisiasi pembentukan P2TP2A lebih awal. P2TP2A Jawa Timur dibentuk sebagai respon terhadap kebutuhan penanganan kasus kekerasan yang banyak terjadi dan inisiatif jejaring penanganan korban. Dasar pembentukan P2TP2A ini adalah SKB 3 Menteri dan Kapolri.

“Inisiatif pembentukan PPT Jatim merupakan inisiatif LSM di Surabaya (Savy Amira, KPPD, LPA) di tahun 2003-2004 yang secara reguler melakukan pertemuan untuk advokasi terkait Pusat Pelayanan Terpadu kepada pemerinta Provinsi Jatim. Advokasi ini selain untuk memenuhi hak

Temuan dan Analisis n

Page 38: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 22

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

korban juga merespon SKB 3 menteri dan Kepolisian. Pemerintah Provinsi Jatim merespon tuntutan dari LSM dengan membentuk PPT Jatim secara resmi tahun 2005, dan dikelola oleh Pemprov Jatim” (pengurus P2TP2A Provinsi Jawa Timur).

Dari rentang waktu yang tidak terlalu lama dengan pendirian PPT Jawa Timur, pembentukan P2TP2A Kabupaten Jombang mulai diinisiasi. Perbedaan dasar pembentukannya adalah P2TP2A Jombang dibangun sebagai tindak lanjut mandat UU PKDRT.

“Keluarnya Undang undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, kemudian dibentuklah P2TP2A. Adanya dorongan dan inisiatif dari LSM, WCC dan Humanistik” (pengurus P2TP2A Kabupaten Jombang).

Pendirian P2TP2A di region Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali secara umum memiliki pondasi yang cukup kuat karena dibangun dari inisiatif serta partisipasi jejaring masyarakat sipil dan lembaga pengadalayanan, meskipun sebagian besar P2TP2A didirikan setelah adanya UU PKDRT, yang artinya menjalankan mandat dari “atas”.

P2TP2A Provinsi DKI Jakarta didirikan pada tahun 2004, ditetapkan melalui SK Gubernur DKI No. 64 Tahun 2004 tanggal 19 Mei 2004 atas inisiatif Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang kemudian disahkan melalui Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2011. Pendirian P2TP2A di DKI Jakarta selaras dengan keterangan dari pengurusnya bahwa PPT DKI Jakarta berdiri sebagai amanah dari UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Meski demikian, berdasarkan penetapan awal pembentukan, P2TP2A di Provinsi DKI dimasukkan ke dalam kategori P2TP2A yang berdiri sebelum lahirnya UU PKDRT.

Di Provinsi Jawa Barat, pendirian P2TP2A berbeda di masing-masing kabupaten/kota. Proses pembentukan P2TP2A diawali dengan pembentukan Women Crisis Centre (WCC) tahun 2002 seperti P2TP2A Kota Bandung, selanjutnya, P2TP2A Kota Bandung kemudian berubah menjadi lembaga teknis atau UPT P2TP2A Kota bandung tahun 2008.

Inisiatif masyarakat sipil mendirikan P2TP2A juga terdapat di wilayah Sulawesi dan Maluku. Salah satu inisiatif yang dilakukan oleh Swara Parangpuan Sulawesi Utara, dimana sejak tahun 1998 Swara Parangpuan telah menjadi inisiator terbentuknya layanan terpadu bagi perempuan korban kekerasan di Sulawesi Utara. Keberadaan lembaga ini dan inisiatifnya menjadi pemantik lahirnya P2TP2A di Kota Manado, P2TP2A Provinsi Sulawesi Utara dan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Sulawesi Utara.

Di wilayah lainnya di Sulawesi yaitu Kabupaten Poso, pendirian P2TP2A di kabupaten ini merupakan respon atas banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan akibat konflik di wilayah ini.

“Wilayah Kabupaten Poso saat dan pasca konflik melahirkan banyak korban kekerasan baik korban KDRT dan juga korban kekerasan seksual aparat keamanan, selain itu kondisi korban yang membutuhkan bantuan hukum, pemberdayaan ekonomi dan pelayanan yang harus dipenuhi oleh

Page 39: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

23 |

pemerintah. Untuk mewujudkan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan (maka) dibentuk (P2TP2A) pada tahun 2007” (pengurus P2TP2A Kabupaten Poso)

Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki situasi dan temuan yang berbeda. Beberapa narasumber, termasuk pengurus P2TP2A kurang memahami secara baik kesejarahan dan proses pendirian P2TP2A di wilayahnya. Kabupaten Timur Tengah Selatan (TTS) menyampaikan bahwa cikal bakal pendirian P2TP2A dimulai dari dibangunnya shelter, sehingga P2TP2A di TTS ini merupakan yang pertama di NTT dan telah memiliki layanan shelter.

“Secara garis besar shelter berdiri pada tahun 2009 dan setelah itu baru ada P2TP2A, sudah ada struktur P2TP2A namun belum ada kegiatan yang dilakukan pada saat itu” (pengurus P2TP2A Kabupaten TTS).

Sementara itu, berkaitan dengan pengetahuan stakeholders tentang P2TP2A, meskipun mengetahui tujuan pendirian P2TP2A sebagai mandat Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 10 Tahun 2010, tetapi pengurus P2TP2A saat ini kurang memahami proses pembentukan P2TP2A di NTT, bentuk kelembagaan P2TP2A awal serta apa saja layanan yang diberikan oleh jejaring yang tergabung dalam P2TP2A Provinsi NTT.

Pengurus dan stakeholders P2TP2A saat ini belum bergabung di P2TP2A yang berdiri 8 (delapan) tahun lalu. Stakeholders seperti dinas sosial, kepolisian daerah dan Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSUD Provinsi NTT umumnya kurang memiliki pengetahuan yang memadai tentang pendirian P2TP2A. PKT RSUD Provinsi NTT hanya mengetahui tentang mandat pendirian P2TP2A terkait dengan kebutuhan layanan untuk korban, karena mereka berhadapan langsung dengan korban saat memberikan layanan medis.

LBH APIK di NTT salah satu yang memahami tujuan pendirian P2TP2A yaitu untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Menurut penjelasannya, dari seluruh stakeholder yang melakukan penanganan kekerasan perempuan dan anak di Provinsi NTT, hanya pengurus LBH APIK yang terlibat saat pembentukan P2TP2A tahun 2008. Asessmen ini menemukan beberapa narasumber dari pengurus P2TP2A yang kurang memahami kapan pendirian P2TP2A ;

“(Alasan pendiriannya) Karena kasus kekerasan perempuan dan anak di Indonesia sangat banyak sehingga dibentuk P2TP2A, terbentuknya tidak tahu” (pengurus P2TP2A Provinsi Sulawesi Utara)

“Saya tidak tahu pembentukannya kapan dan apa latar belakang pembentukannya. Yang saya tahu, saya dicari-cari untuk terlibat dalam kepengurusan. Yang mencari itu dari badan Pemberdayaaan Perempuan” (pengurus P2TP2A kota Ambon).

“Atas inisiatif bersama yaitu BPPKB & TRUK-F, kapan pendiriannya (saya) kurang tahu” (Pengurus P2TP2A Kabupaten Sikka)

Temuan dan Analisis n

Page 40: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 24

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Melihat keragaman alasan minimnya informasi tentang sejarah pendirian P2TP2A, karena beberapa hal:

a) Pimpinan dan petugas P2TP2A sering berganti karena tingginya mutasi jabatan di lingkup pemerintahan.

b) Belum terbangun mekanisme distribusi informasi di internal P2TP2A.c) Belum ada proses pendokumentasian rekam jejak P2TP2A sejak diinisiasi hingga berkembang

dalam bentuk kelembagaan. d) Terputusnya komunikasi dan informasi dengan para perintis sehingga pengurus dan

petugas yang saat ini bergiat kurang memahami kemendesakan dan semangat dibalik pendirian P2TP2A.

Mitra di sekitar P2TP2A seperti para pegiat LSM, WCC, dan Lembaga Bantuan Hukum, beberapa diantaranya justru dapat menjelaskan latar belakang pendirian P2TP2A meskipun sebagian dari mereka bukan atau tidak lagi sebagai pengurus P2TP2A. Situasi ini terjadi karena pengalaman langsung para pegiat tersebut sebagai inisiator pendirian P2TP2A.

ii. Mandat atau TujuanMandat utama pendirian P2TP2A atau pelayanan terpadu sejenisnya adalah memastikan

perempuan dan anak korban kekerasan dapat terpenuhi haknya untuk mendapatkan pelayanan dan penanganan yang baik sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia, melalui keterpaduan layanan multi pihak. Sementara mandat yang tertuang dalam UU PKDRT adalah pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program dan layanan untuk korban, yang melibatkan berbagai pihak dan mudah diakses (pasal 13 dan 14, UU No. 23 Tahun 2004).

Pengurus dan anggota P2TP2A di 16 Provinsi dan 60 kabupaten/kota mengetahui bahwa mandat utama P2TP2A adalah sebagai lembaga yang dibentuk untuk membangun keterpaduan layanan dan memberikan pelayanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan sebagaimana perintah UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (sebelum perubahan). Narasumber asesmen ini juga mengetahui bahwa P2TP2A memiliki mandat lain selain terkait dengan layanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan sebagaimana Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Permen PPPA) Nomor 5 Tahun 2010 tentang pedoman pembentukan dan pengembangan PPT dan Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 tentang Sistem Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Mandat yang lebih luas tersebut, salah satunya adalah pemberdayaan perempuan.

Page 41: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

25 |

Temuan dan Analisis n

Hasil asesmen menunjukkan secara nasional, terdapat 28% P2TP2A yang memiliki mandat hanya layanan korban, sementara 67% lainnya menyatakan selain memberikan layanan bagi korban juga memberikan layanan pemberdayaan perempuan. Data ini pada faktanya kurang sejalan dengan praktik P2TP2A yang umumnya adalah pemberian layanan penanganan untuk korban kekerasan. Informasi dari narasumber ini dapat bersumber dari pernyataan mandat/tujuan yang tertuang dalam dokumen pendirian P2TP2A dan pandangan bahwa layanan bagi korban juga mencakup layanan pemberdayaan perempuan (utamanya pemberdayaan ekonomi).

Terdapat 3 (tiga) P2TP2A di region Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Bali yang menyatakan bahwa mandat P2TP2A hanya untuk layanan korban saja, yaitu P2TP2A Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Boyolali. P2TP2A lainnya di region ini menyatakan mandatnya adalah untuk pemberdayaan perempuan, meskipun dalam proses wawancara hampir seluruh pengurus P2TP2A di region ini menyatakan bahwa tujuan dari pembentukan P2TP2A adalah untuk penanganan perempuan korban kekerasan ataupun korban kekerasan seksual. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun beberapa P2TP2A memasukkan aspek pemberdayaan perempuan sebagai bagian dari mandat dan layanan yang diberikan, tetapi mandat utama yang dipahami adalah layanan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (dan anak).

Narasumber di P2TP2A wilayah Maluku dan Sulawesi yaitu Dinas Sosial, Rumah Sakit Umum Daerah, UPPA Polres, lembaga pengadayanan maupun pengurus P2TP2A secara umum menyebutkan bahwa mandat dan tujuan pembentukan P2TP2A adalah melakukan penanganan dan membantu korban sebagai respon terhadap kondisi di daerah dimana angka kekerasan terhadap perempuan cukup tinggi.

Page 42: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 26

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Pengurus P2TP2A DKI Jakarta menyatakan bahwa mandatnya adalah juga memberikan layanan pemberdayaan bagi perempuan, meski demikian tidak ditemukan penjelasan mengenai layanan pemberdayaan yang dimaksud. Amanat SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 64 Tahun 2004 dan Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2011, bahwa P2TP2A menyediakan layanan bagi perempuan dan anak, khususnya yang mengalami kekerasan, serta sebagai pusat pelayanan dan rujukan terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di DKI Jakarta. Sementara pandangan dari pengurus P2TP2A Jawa Barat, diantaranya terlihat dalam pernyataan narasumber P2TP2A Kabupaten Bandung berikut ini:

“P2TP2A Kabupaten Bandung dibentuk karena banyaknya kasus kekerasan yang terjadi namun selama ini masyarakat enggan melapor. Juga banyak kasus yang terbengkalai dan banyak korban tidak terfasilitasi haknya. Sementara itu mandat dan tujuan didirikannya P2TP2A adalah sebagai upaya kaum-kaum (korban) perempuan/anak/laki-laki terutama perempuan dan anak yang mengalami korban kekerasan dapat terfasilitasi sehingga hak-hak pemulihan/pengaduan kasusnya, pelayanan kesehatan dan juga untuk mendapatkan pendampingan. Intinya supaya korban-korban kekerasan yang ada di Kabupaten Bandung dapat terfasilitasi dalam memenuhi hak - haknya.” (Wawancara dengan Kabid Bidang Pemberdayaan Perempuan Kab. Bandung dan Putri Windayanti, P2TP2A Kab. Bandung)

Di wilayah Sumatera, narasumber dari P2TP2A Kabupaten Bireuen Aceh menyampaikan bahwa mandat P2TP2A tidak hanya memberi pelayanan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan namun juga berupaya memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan perempuan dan anak. Meskipun bentuk pemberdayaan perempuan dan anak yang dimaksud, belum tergambar jelas dari hasil wawancara. Sementara di Kota Bengkulu, P2TP2A hadir selain berfungsi untuk mendokumentasikan data kasus, juga memberikan layanan (hukum, psikologis, spiritual) dan pemberdayaan ekonomi. Pemberdayaan ekonomi untuk korban kekerasan bekerjasama dengan dinas sosial dan dinas koperasi, dan tertuang jelas di dalam struktur P2TP2A.

b. Model dan Bentuk KelembagaanModel dan bentuk kelembagaan P2TP2A dikembangkan sesuai dengan kebutuhan layanan

untuk korban dan kapasitas masing-masing daerah. Sejak lahir konsep layanan terpadu hingga berbentuk P2TP2A, setidaknya terdapat 3 (tiga) model pelayanan terpadu yang dikembangkan di dalam P2TP2A yakni;(i) layanan terpadu berbasis jaringan atau sistem rujukan (berbentuk lembaga non struktural)(ii) layanan terpadu satu atap (one stop crisise center/OSCC); dan(iii) layanan terpadu berbasis lembaga pemerintah dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Badan /Dinas

(UPTB/D) dan bersifat struktural.

Page 43: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

27 |

Tabel di atas adalah gambaran hasil asesmen yang menunjukkan bahwa mayoritas bentuk layanan terpadu yang dikembangkan di tingkat daerah adalah model layanan terpadu berbasis jaringan dan sistem rujukan. Profil di masing-masing wilayah juga memperlihatkan bahwa jumlah P2TP2A dengan bentuk ini cukup besar. Wilayah Sumatera seluruh P2TP2A yang diasesmen berbentuk jaringan, sementara di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali, 96 % berbentuk jaringan. DKI Jakarta dan Jawa Barat 40 % berbentuk layanan terpadu satu atap, dan 60 % jaringan. Sementara di wilayah NTT baik yang bentuk jaringan maupun bentuk satu atap memiliki jumlah yang kurang lebih sama. Kelembagaan yang berbentuk jaringan ini menunjukkan bahwa P2TP2A sangat membutuhkan dukungan jaringan seperti LSM, WCC, institusi penegak hukum dan para tokoh dalam menjalankan aktivitasnya.

Tingginya inisiatif jaringan untuk mendorong berdirinya P2TP2A merupakan indikasi yang kuat bahwa jejaring di region Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Bali umumnya memahami dengan baik latar belakang dibalik pendirian P2TP2A dan mendukung keberadaan P2TP2A yang berbentuk jaringan. Beberapa kabupaten di Jawa Tengah seperti Kabupaten Magelang, Kabupaten Grobogan, dan Kota Surakarta pada awal pendirian memilih berbentuk jaringan yang telah bekerja dengan cukup baik. P2TP2A kabupaten Magelang contohnya, memiliki MoU dengan Pengacara untuk melakukan pendampingan hukum pro bono (cuma-cuma) untuk jasa bantuan hukum. Kabupaten Buleleng memiliki MoU kerjasama penanganan kasus antara P2TP2A dengan kepolisian, paralegal dan LBH APIK Bali. Kabupaten Grobogan juga memiliki kesepakatan bersama (MoU) antara Pemerintah Kabupaten Grobogan dengan Polres, Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri tentang pelayanan terpadu kekerasan berbasis gender kepada perempuan dan anak di tahun 2006. Demikian pula dengan P2TP2A Kota Surakarta memiliki MoU tentang pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan antara kepala daerah, SKPD/OPD terkait, institusi penegak hukum, LSM Perempuan dan Anak serta organisasi masyarakat sipil lainnya.

Berdasarkan informasi dari berbagai narasumber, P2TP2A berbasis jejaring yang dibangun berdasarkan MoU dan disepakati oleh banyak pihak lebih memudahkan layanan yang diterima korban.

Temuan dan Analisis n

Page 44: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 28

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Salah satu capaian P2TP2A Kabupaten Cirebon adalah adanya MoU antara P2TP2A dengan berbagai pihak, yakni : 1) MoU dengan RSUD Arjawinangun (Jawa Barat) untuk pelayanan kesehatan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, 2) MoU dengan RSUD Waled untuk Pelayanan kesehatan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, 3) MoU dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon tentang Pelayanan kesehatan dan pelaporan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak, 4) MoU dengan Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati (Unswagati) Cirebon tentang penyuluhan hukum dan layanan bantuan hukum perempuan dan anak.

Di Kabupaten Belu (NTT) menyatakan bahwa walaupun P2TP2A di wilayahnya berbentuk satu atap, namun pengurusnya juga mengakui pelaksanaan kerja penanganan korban tetap berbasis jejaring “

Lembaga pelayanan yang berjejaring dengan P2TP2A adalah FPPA, Rumah Aman, Yabiku Atambua, Unit PPA Polres Atambua, RSUD Atambua, Chile Fine, dan PPSE”

Para Korban yang diwawancarai juga menyampaikan bahwa mereka terlibat dalam jejaring layanan dalam penanganan kasusnya meski kurang merasakan layanan langsung dari P2TP2A.

“Tidak ada layanan yang saya dapat dari P2TP2A. Kasus yang saya alami itu langsung lapor ke Polisi, setelah sampai di Polisi baru Ibu Filo (dari FPPA) datang untuk damping saya dan Ibu melayani saya dengan baik” (korban kode 87, Kabupaten Belu).

Pengurus dari PPT Jatim menyatakan bahwa P2TP2A berbentuk satu atap, seperti terlihat dalam pernyataan ini;

“Bentuk PPT adalah satu atap, secara fisik PPT berada di RS Bhayangkara Polda Jatim. Jadi korban bisa ditangani dari sisi psikososial, hukum, medis (visum, medikolegal, perawatan medis), shelter, dan jika memerlukan ke kepolisian dekat dengan Polda Jatim” (pengurus P2TP2A Jatim).

Walaupun berbentuk PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) satu atap, PPT Jawa Timur juga memiliki kesepakatan tidak tertulis atau konsensus dengan jaringan pengadalayanan lainnya, seperti OPD terkait dan Lembaga Pengada Layanan di Provinsi Jawa Timur. Demikian pula yang terjadi di Provinsi DKI Jakarta, dimana terdapat dukungan jejaring dalam penanganan korban.

“Pemda (dinas sosial), kepolisian, Forum Pengada Layanan (FPL)” (petugas P2TP2A DKI Jakarta).

Korban juga menyampaikan konfirmasi adanya rujukan dari P2TP2A DKI Jakarta kepada lembaga pengadalayanan anggota FPL yang memiliki layanan pendampingan hukum.

Sedangkan dari P2TP2A Provinsi Jawa Barat meskipun menyatakan sebagai layanan satu atap, akan tetapi untuk layanan medis, P2TP2A harus merujuk korban ke rumah sakit.

Page 45: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

29 |

“kami sendiri punya tenaga ahli hukum, psikologi, kesehatan/medis, tapi kalau merujuk dalam hal medis karena kami tidak punya spesialis adanya dokter umum ya ke RS Hasan Sadikin, RS Silih Asih, RS Jiwa” (pengurus P2TP2A Provinsi Jawa barat)

i. Legalitas Pendirian Berdasarkan Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015, struktur kelembagaan P2TP2A dibentuk

berdasarkan keputusan Gubernur, Bupati, Walikota maupun Camat. Legalitas P2TP2A di beberapa wilayah sudah diperkuat dengan adanya peraturan daerah, sementara sebagian besar P2TP2A ( 59%) menyampaikan bahwa legalitas pendiriannya didukung oleh SK Gubernur, Bupati atau Walikota. P2TP2A yang pendiriannya dikuatkan dengan Perda sekaligus dilengkapi Pergub atau SK sebesar 5%. Sedangkan P2TP2A Provinsi DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat merupakan beberapa P2TP2A di tingkat Provinsi yang legalitas pendiriannya adalah Perda, Pergub dan Surat Keputusan Kepala Daerah. Implikasi dari dukungan kebijakan dalam bentuk perda ini adalah dukungan kelembagaan yang dapat dipastikan keberlanjutannya, termasuk anggaran.

ii. Struktur Kepengurusan, Fungsi dan Peningkatan KapasitasStruktur kepengurusan P2TP2A idealnya memenuhi aspek-aspek yang dibutuhkan dalam

memberikan layanan bagi perempuan korban kekerasan. Jika merujuk pada Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2010, dalam struktur kepengurusan P2TP2A terdapat bidang-bidang seperti bagian pengaduan, bagian layanan dan rujukan yang mencakup layanan medis, rehabilitasi sosial, bantuan hukum, dan konseling, serta bagian yang berfungsi administratif dan pendataan kasus.

Temuan asesmen menunjukkan bahwa kepengurusan P2TP2A masih bersifat akomodatif, terlalu gemuk dan kurang berfungsi. Menurut Permen PPPA Nomor 6 Tahun 2015 keanggotaan P2TP2A terdiri atas unsur struktural dan non struktural yang berasal dari kalangan profesi, akademisi, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Kepengurusan P2TP2A di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota terdiri dari perwakilan lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum, pekerja profesional, LSM dan

Temuan dan Analisis n

Page 46: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 30

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

organisasi kemasyarakatan yang terkait dengan pemberdayaan perempuan dan anak. Meskipun melibatkan banyak profesi dan lintas institusi, tetapi mayoritas kepengurusan P2TP2A yang di asessmen diisi oleh pegawai pemerintah, institusi penegak hukum dan isteri pejabat setempat.

Penempatan posisi pengurus yang berasal dari lembaga pemerintah, institusi penegak hukum dan istri pejabat seringkali hanya sebagai formalitas saja karena para tokoh tersebut memiliki banyak tanggung jawab lain dan tidak dapat menjalankan fungsi pemberian layanan, sehingga kurang dapat bisa mengelola kelembagaan P2TP2A secara baik. Asessmen ini menemukan, umumnya pengurus P2TP2A yang aktif adalah pegawai OPD terkait, seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan perwakilan LSM, serta organisasi keagamaan.

Hasil asessmen menemukan, sebesar 11% P2TP2A belum memiliki struktur kepengurusan dan 89 % telah memiliki struktur kepengurusan. Struktur kepengurusan PPT Provinsi Jawa Tengah misalnya adalah Gubernur sebagai penanggung jawab kemudian di bawahnya adalah kepala PPT, ketua, sekretariat PPT, kemudian bidang-bidang di bawah kepala PPT yang disesuaikan dengan jenis layanan yang diberikan (setidaknya mencakup seperti yang tertuang dalam Pemen PPPA Nomor 1 Tahun 2010)

Sementara di Provinsi Jawa tengah, dari delapan P2TP2A selain memiliki struktur organisasi juga dilengkapi dengan uraian tugas masing-masing posisi yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati atau SK Bupati. Sementara itu, dari 11 lokasi asessmen di Jateng, 80 % P2TP2A telah melibatkan LSM perempuan dan anak, ormas, perguruan tinggi, dan individu profesional atau tokoh masyarakat.

Demikian juga yang ditemukan di D.I. Yogyakarta, dimana 5 (lima) dari 6 (enam) P2TP2A telah memiliki struktur kepengurusan yang telah dibakukan dalam pergub, perbup atau perwali. Unsur-unsur yang terlibat dalam struktur juga sama dengan temuan di Jawa Tengah. Terdapat perbedaan di Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta dengan Jawa Timur. Di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta, unsur LSM,

Page 47: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

31 |

akademisi dan profesional menjadi bagian dalam struktur dan terlibat dalam pelaksanaan layanan P2TP2A. Namun di Jawa Timur tidak demikian, temuan asesmen menunjukkan hasil yang bervariasi, misalnya di PPT Provinsi Jawa Timur, unsur LSM dan Profesional ditempatkan sebagai konsultan lembaga yang perannya bersifat konsultatif sehingga tidak memiliki wewenang dalam mengontrol penyelenggaraan layanan.

Sementara itu hasil asessmen dari 15 P2TP2A di region Sulawesi dan Maluku, hanya kabupaten Pangkep (Sulawesi Selatan) yang belum memiliki struktur kepengurusan, sedangkan lainnya telah memiliki struktur kepengurusan dan tugas masing-masing bidang. Komposisi pengurus terdiri dari penanggung jawab adalah kepala daerah, kemudian ketua umum dijabat oleh Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi.

Di region Sumatra sebanyak 20 % P2TP2A belum memiliki struktur kepengurusan yakni di Kab. Labuhan Batu dan Kota Padang. Di NTT yang belum memiliki struktur kepengurusan hanya di kabupaten Sikka. P2TP2A yang belum memiliki kepengurusan ini memiliki kinerja lembaga yang lebih terbatas dibandingkan P2TP2A yang memiliki struktur kepengurusan.

Terkait dengan pemilihan dan penetapan serta masa kerja kepengurusan P2TP2A, temuan asesmen di Provinsi Jawa Barat menyebutkan bahwa kesesuaian latar belakang pendidikan pengurus dengan sifat layanan P2TP2A tidak menjadi syarat utama dalam pemilihan pengurus. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang pendidikan yang bervariasi. Unsur kepengurusan di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat terdiri atas PNS (26%), jejaring/LSM (10%), akademisi (16%), profesional (11%), sarjana dari beragam disiplin ilmu (16%), dan istri pejabat daerah/muspida (5%). Profesional yang menjadi pengurus antara lain psikolog, advokat, dan dokter.

Terdapat 6 (enam) P2TP2A yang menyatakan memilki mekanisme rekrutmen pengurus yakni Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Kabupaten Grobongan, Kota Semarang, Kabupaten Sikka dan PPT Provinsi Jawa Timur.

“Awal PPT berdiri, rekruitmen diumumkan secara terbuka di media massa. Setelah dilakukan seleksi administrasi, bagi yang lolos seleksi mengikuti tes psikologi dan wawancara. Saat ini jika memerlukan tenaga, PPT akan meminta tolong melalui jaringan PPT dengan mekanisme seleksi administrasi dan tes. Di PPT status tenaga adalah tenaga tetap dengan SK Gubernur per tahun” (pengurus P2TP2A Jawa Timur)

“Di tahun 2016 baru memulai proses rekruitmen dengan membuka lowongan, tes calon staf, dan wawancara” (pengurus P2TP2A Kota Semarang)

Selain 6 (enam) P2TP2A tersebut, narasumber dari P2TP2A lainnya menyatakan tidak memiliki standar rekrutmen pengurus yang baku atau ditetapkan, tetapi melalui penunjukan langsung. Seringkali P2TP2A juga melakukan rekrutmen melalui mitra jejaring pengada layanan, seperti dalam bentuk kerjasama lembaga, sehingga terbangun kesepahaman antar pihak, maupun dengan cara langsung

Temuan dan Analisis n

Page 48: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 32

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

merekrut pegiat LSM atau WCC menjadi staf ataupun pengurus P2TP2A tanpa melalui komunikasi dengan organisasinya terlebih dahulu. sehingga mengakibatkan kekurangan tenaga pendamping pada beberapa LSM atau WCC di daerah. Kondisi ini kerap ditemui pada P2TP2A di wilayah Sumatra.

Jawa Barat dan DKI Jakarta memiliki potret yang hampir sama, 40% narasumber di region ini menyatakan bahwa mekanisme pemilihan pengurus P2TP2A dibuat berdasarkan SK Bupati/Walikota. Narasumber lainnya (30%) menyatakan tidak ada mekanisme formal untuk pemilihan pengurus, sehingga pengurus dipilih dengan cara ditunjuk langsung oleh Bupati/Walikota atau Badan PP dan PA, atau dari ketua P2TP2A. Hanya di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya yang pemilihan pengurus dilakukan melalui rapat koordinasi. Secara keseluruhan hasil asesmen terkait mekanisme perekrutan pengurus P2TP2A terdapat pada diagram di bawah ini.

Diagram diatas menunjukkan sebagian besar P2TP2A belum memiliki mekanisme rekrutmen pengurus. Meski demikian, pengurus P2TP2A menyatakan bahwa terdapat standar kualifikasi atau kriteria untuk masuk dalam kepengurusan. Di region Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali kriteria penunjukkan pengurus adalah keahlian atau Pendidikan, pertimbangan lainnya adalah tupoksi dan jabatan dalam SKPD serta ikatan jejaring dalam P2TP2A. Selain itu komitmen dan ketertarikan pada isu juga dinilai sebagai syarat untuk menjadi pengurus dan terlibat dalam kegiatan P2TP2A. Situasi ini menjelaskan bahwa meskipun tidak secara khusus menetapkan mekanisme rekrutmen yang baku, tetapi P2TP2A di region ini tetap berupaya mempertimbangkan kapasitas terkait pelayanan korban.

Page 49: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

33 |

Temuan asesmen di region Sumatra mendapati bahwa pemilihan pengurus P2TP2A dilakukan berdasarkan pengamatan dan pengalaman kerjasama, misalnya seperti yang dituturkan informan atau narasumber dari P2TP2A kota Bengkulu dan Deli Serdang di bawah ini,

“Sebenarnya tidak ada. Tapi dari ibu ketua tim penggerak PKK (isteri bupati) yang menempat-kan orang-orang tersebut menjadi pengurus berdasarkan adanya kepedulian terhadap perempuan dan anak selama ini” (Narasumber dari Deli Serdang)“Badan PMPPKB diminta ibu Wakil Walikota Bengkulu memetakan orang-orang yang berpotensi untuk duduk di P2TP2A, dan meminta kesediaan orang-orang tersebut untuk berkenan terlibat” (Narasumber dari Kota Bengkulu)

Selain itu pengurus P2TP2A juga banyak berasal dari kalangan pejabat, seperti yang ada di P2TP2A Kota Padang.

“Latar belakang pengurus, guru, pengawas sekolah, Kanit PPA, istri kapolresta, istri Dandim, pisikolog, pengacara, istri ketua pengadilan dan istri rektor”

Dalam penunjukkan pejabat atau pasangan (istri) pejabat, seringkali kriteria rekrutmen kepengurusan P2TP2A yang terkait dengan kapasitas dan pengalaman layanan korban tidak digunakan sebagai pertimbangan. Dampaknya adalah tidak optimalnya kinerja dan layanan P2TP2A karena tidak diisi oleh orang dengan keahlian dan pengalaman yang memadai.

Di Jawa Barat, masing-masing wilayah memiliki jumlah pengurus yang berbeda. P2TP2A Provinsi Jawa Barat misalnya memiliki pegawai tetap 6 (enam) orang, relawan kontrak 8 (delapan) orang dan petugas keamanan. Kabupaten Bandung memiliki 5 (lima) orang pegawai tetap yang terdiri atas petugas administrasi dan keamanan. Sementara ada juga daerah yang memiliki jumlah pengurus cukup banyak seperti Kabupaten Sukabumi dengan 30 orang pengurus, terdiri dari pekerja tetap, pekerja tidak tetap dan relawan dari berbagai latar belakang profesi.

Banyaknya jumlah pegawai negeri sipil (PNS) dalam posisi kepengurusan P2TP2A juga menjadi tantangan tersendiri, karena berdampak pada kinerja P2TP2A bahkan tidak berfungsinya struktur, karena para PNS memiliki kesibukan pada tugas utama dan rentan terhadap mutasi jabatan. Walaupun demikian, terdapat P2TP2A di 5 (lima) region tersebut yang memilih pengurus dengan mengacu pada prosedur pembentukan P2TP2A yang diatur oleh pemerintah daerah, serta mempertimbangkan pengalaman di komunitas masing-masing. Tidak efektifnya pengurus dan staf yang ditunjuk menjadi persoalan tersendiri bagi P2TP2A.

“Terdapat 30 staf dan pengurus, yang aktif 9 (Sembilan) orang, 21 orang tidak aktif. (umumnya) tidak aktif karena merangkap jabatan sebagai PNS, misalnya BKKBS, RSU, Polres, Pengadilan, kerohanian. Struktur P2TP2A banyak namun sedikit yang bekerja aktif, sehingga anggaran lebih banyak keluar untuk membayar honor” (Narasumber P2TP2A, Kabupaten TTS).

Temuan dan Analisis n

Page 50: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 34

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Hal-hal lain yang menjadi tantangan dalam kepengurusan juga dipetakan dalam asesmen ini. Berdasarkan informasi di beberapa region, tantangan tersebut diantaranya adalah;

1) Koordinasi pengurus P2TP2A yang belum berjalan regular disebabkan karena sulitnya menentukan waktu koordinasi pengurus memiliki kesibukan dan pekerjaan lain.

2) Ketiadaan sarana pendukung yaitu sekertariat dan fasilitas pendukung lainnya seperti alat kantor, biaya logistik koordinasi, dll

3) Komitmen pengurus yang kurang karena P2TP2A tidak menjadi prioritas kerjanya.4) Aturan atau ketentuan dalam kebijakan daerah seperti penetapan para pihak yang berhak menjabat

secara struktural dalam P2TP2A.

Sebagai contoh, di Kabupaten Sleman terdapat peraturan bupati yang mengatur bahwa ketua P2TP2A harus dijabat oleh PNS. Aturan ini menyulitkan untuk mendapatkan orang dengan kapasitas yang tepat dan memadai untuk memimpin P2TP2A.

Terkait peningkatan kapasitas staf P2TP2A, sebagian besar pengurus menyatakan tidak memiliki skema peningkatan kapasitas yang standar dan berlangsung secara regular. Peningkatan kapasitas staf P2TP2A lebih banyak berharap dari forum-forum yang diselenggarakan pihak lain, diantaranya oleh SKPD terkait, jejaring pengadalayanan, LSM dan institusi lainnya yang tentu tidak selalu sejalan dengan kebutuhan P2TP2A. Inisiatif yang cukup baik dimiliki oleh P2TP2A Kota Bandung yaitu mewajibkan pengurus untuk mengikuti proses magang terlebih dahulu sebelum ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota sebagai pengurus P2TP2A.

iii. Perencanaan/Renstra dan MonevPerencanaan adalah aspek yang sangat penting dan diperlukan dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. P2TP2A sebagai sebuah mekanisme yang dibangun untuk memberikan layanan bagi korban, membutuhkan perencanaan, baik perencanaan strategis (renstra) atau perencanaan program/tahunan untuk optimalisasi kerja, serta mekanisme monitoring dan evaluasi untuk mengukur kinerja dan capaian organisasi. Hasil penelusuran kami menemukan tiga tipologi P2TP2A terkait perencanaan program dan kegiatan, yakni;

• pertama, P2TP2A yang memiliki dokumen renstra dan rencana program/kegiatan tahunan.• kedua, P2TP2A yang memiliki dokumen renstra tetapi tidak memiliki perencanaan tahunan atau

sebaliknya, yakni tidak memiliki dokumen renstra, tetapi memiliki perencanaan program/kegiatan tahunan.

• ketiga, P2TP2A yang sama sekali tidak memiliki dokumen perencanaan.

Sebagian besar P2TP2A yang menjadi sampel asesmen ini tidak menyusun renstra dan tidak memiliki perencanaan tahunan. Hasil asesmen menunjukkan, terdapat 52% P2TP2A yang memiliki

Page 51: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

35 |

rencana tahunan atau monev, 14% memiliki rencana tahunan dan monev serta hanya 3% yang memiliki renstra, rencana tahunan dan monev (lihat grafik di bawah ini):

Matriks di atas menjelaskan bahwa banyak P2TP2A baik ditingkat Provinsi maupun kabupaten/kota yang belum memiliki perencanaan program dan pengembangan kelembagaan yang terstruktur dan sistematis. Salah satu indikator perencanaan yang terstruktur dan sistematis adalah disusunya rencana strategis (renstra) untuk 5 (lima) tahun, yang kemudian diturunkan ke dalam rencana program/kegiatan tahunan. Dengan begitu, proyeksi capaian tujuan organisasi dalam kurun waktu jangka panjang akan terlihat.

Di region Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat 10 P2TP2A yang telah menyusun renstra. Sebaliknya di Provinsi DI Yogyakarta semua P2TP2A baik di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota telah memiliki rencana strategis 5 tahun.

Di seluruh region, situasi penyusunan rencana program/kegiatan tahunan P2TP2A tidak banyak melibatkan anggota P2TP2A termasuk lembaga pengada layanan. Penyusunan rencana program/kegiatan tahunan P2TP2A hanya dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sedangkan anggota hanya dilibatkan dalam pelaksanaan program /kegiatan saja.

Di region Sulawesi dan Maluku belum seluruh P2TP2A memiliki renstra 5 (lima) tahun. Wilayah asesmen yang telah memiliki renstra diantaranya Poso dan Kepulauan Buru. Sementara 6 (enam) wilayah lainnya belum memiliki renstra diantaranya, Manado, Bitung, Pangkep, Sigi dan Maluku Tengah. Informasi lainnya, terkait penyusunan renstra di region Sulawesi dan maluku hampir semua

Temuan dan Analisis n

Page 52: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 36

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

narasumber lembaga layanan dan pendamping menjawab belum atau tidak dilibatkan dalam proses penyusunan renstra, sosialisasi, monitoring dan evaluasi terkait P2TP2A di wilayahnya. Asesmen di region Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali menemukan bahwa narasumber dari P2TP2A dan mitra jejaring belum dapat membedakan antara renstra dengan program kerja dan rencana kegiatan tahunan atau antara Monitoring dan Evaluasi dengan pertemuan rutin internal atau jaringan dan diskusi.

Di Jawa Timur semua informan atau narasumber mengatakan bahwa belum ada monitoring evaluasi rutin atas kinerja mereka. Padahal seharusnya Badan PP (BPPKB) Provinsi Jawa Timur sebagai leading sector melakukan monitoring dan evaluasi atas kualitas layanan PPT secara reguler. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya Perda Provinsi Jawa Timur No. 16 Tahun 2012 yang mengatur bahwa BPPKB sebagai leading sector PPT wajib melakukan monev minimal 5 bulan sekali. Tetapi saat asesmen ini dilakukan BPPPKB belum pernah melakukan kewajiban tersebut. Menurut informan PPT Jawa Timur, BPPKB hanya melakukan peran sebagai lembaga koordinasi yakni menyalurkan dana, meminta laporan dan usulan kegiatan PPT provinsi untuk dimasukan dalam program kerja tahunan Bidang PP. Padahal sebagaimana diketahui, monev sangat penting agar leading sector paham kondisi PPT dan bisa memberikan masukan agar bisa meningkatkan kualitas layanan.

Hasil asemen menemukan, masih terdapat P2TP2A yang sama sekali tidak menjalankan rencana 5 tahunan/renstra, perencanaan program/kegiatan tahunan dan juga monitoring dan evaluasi, seperti P2TP2A Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Meskipun sebagian besar P2TP2A menyatakan telah melakukannya secara rutin dengan periode tertentu, namun rata-rata narasumber merujuk monitoring dilakukan bersamaan dengan rapat koordinasi. Begitu juga monitoring dan evaluasi di P2TP2A se-Provinsi D.I Yogyakarta, meskipun seluruh informan dari Provinsi D.I. Yogyakarta menyatakan terdapat monitoring dan evaluasi, namun kegiatan tersebut dimaknai secara beragam oleh masing-masing P2TP2A. Informan dari Kulonprogo, Sleman dan Gunungkidul memaknai bahwa pertemuan rutin jaringan setiap bulan, diskusi kasus dengan jaringan kerja juga merupakan aktivitas monev. Lain halnya dengan P2TP2A Kabupaten Bantul, yang mengatakan bahwa monev dilakukan setiap bulan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan. Untuk kota Jogyakarta, monev dilakukan rutin setiap akhir tahun, sementara P2TP2A Provinsi melakukan monev tiap bulan oleh Bidang Pemberdayaan Perempuan.

Sementara itu di semua wilayah hampir tidak ada keterlibatan penyintas baik dalam perencanaan program/kegiatan dan pengembangan kelembagaan serta dalam peningkatan kualitas layanan P2TP2A. 63% korban di Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I Yogyakarta dan Bali menyatakan tidak pernah dimintai saran atau masukan untuk perbaikan layanan P2TP2A. Mekanisme dan media atau sarana

Page 53: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

37 |

komplain hingga saat ini tidak banyak tersedia untuk korban. Perencanann yang dilakukan P2TP2A di 16 Provinsi dan 60 Kabupaten/Kota, belum ada yang melibatkan korban atau penyintas.

c. Penyelenggaraan Layanan i. Mekanisme Pangaduan dan Waktu Layanan

P2TP2A secara umum menyelenggarakan waktu layanan 8 (delapan) jam sehari. Sebanyak 17% P2TP2A menyatakan mampu memberikan layanan 24 jam, sedangkan 34% beroperasi kurang dari 8 (delapan) jam sehari. Lama waktu penyelenggaraan layanan ini disesuaikan dengan jam kerja kantor/dinas atau bahkan tergantung pada kesediaan waktu relawan yang datang ke sekretariat.

Waktu layanan ini menunjukkan bahwa kinerja staf/petugas P2TP2A masih berdasarkan pada jam kerja standar/umum pegawai dan belum berbasis pada respon terbaik bagi korban dan kasus-kasus kekerasan yang terjadi. Pembatasan ini mengakibatkan kasus-kasus yang membutuhkan layanan di luar jam buka sekretariat, petugas P2TP2A tidak bersedia memberikan layanan bahkan melakukan pengabaian terhadap korban. Korban dan pendamping juga mengeluhkan tentang pintu P2TP2A yang terkunci ketika datang untuk mengadukan kasus.

P2TP2A di Provinsi Jateng memiliki 4 (empat) P2TP2A di tingkat Kabupaten/kota yang dapat memberikan layanan 24 jam. Jumlah ini terbanyak diantara 15 provinsi lainnya.

Adapun terkait mekanisme pengaduan, penyintas dari wilayah Sumatera secara umum mengetahui bahwa untuk mengakses layanan P2TP2A dapat dilakukan dengan cara datang langsung, lewat telepon, dirujuk, dan didatangi petugas (home visit). Meskipun demikian terdapat pengalaman beberapa korban yang berulang kali datang ke kantor P2TP2A karena P2TP2A tidak selalu membuka kantornya, sebagaimana diungkapkan oleh korban di Deli Serdang

“karena kantor tidak dibuka, jadi tidak bisa mengadu ke kantor, hanya konsultasi via telepon kepada pengurus yang dikenal”

P2TP2A di Minahasa Utara, Kota Manado, Kota Bitung, Kota Palu, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Pangkep memberikan layanan sesuai dengan jam kerja kantor. Pelayanan seringkali tidak menentu karena menyesuaikan adanya laporan dan korban. Jawaban senada juga disampaikan oleh petugas P2TP2A provinsi Jawa Barat, yaitu layanan mereka tidak pasti atau tidak tentu, karena sangat tergantung dengan ada tidaknya korban yang harus ditangani.

Keterbatasan waktu pelayanan ini tidak hanya dikeluhkan oleh korban namun juga oleh mitra/jejaring yang menerima pengaduan dan melakukan pendampingan pada tahap awal, Pendamping yang dalam proses penanganan membutuhkan rujukan korban pada layanan P2TP2A, sering mendapati sekretariat P2TP2A tutup. Situasi ini ditemui di wilayah Sumatra, sebagian wilayah di Sulawesi dan Maluku serta NTT.

Temuan dan Analisis n

Page 54: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 38

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Untuk meningkatkan penjangkauan terhadap korban, P2TP2A telah berupaya mengembangkan beberapa mekanisme pengaduan dan layanan seperti hotline service 24 jam dan sistem jemput bola. Sistem jemput bola dikembangkan di P2TP2A kota Makassar, sedangkan hotline service 24 jam dikembangkan di DKI Jakarta. Kedua inisiatif ini dapat meningkatkan akses korban pada layanan pengaduan kasus. Daerah lain yang telah melakukan layanan hotline 24 jam adalah Kota Cirebon, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sukabumi.

Di Maluku dan Sulawesi layanan 24 jam juga sudah dilakukan di Kabupaten Minahasa Se-latan, Kabupaten Poso dan Kabupaten Buru. Meski demikian di beberapa daerah yang mengklaim memberikan layanan hotline 24 jam, belum diimbangi dengan kinerja yang baik dari petugas. Berdasarkan pengakuan beberapa korban bahwa telepon sering tidak diangkat, bahkan korban yang melaporkan kasusnya dimarahi ketika menelepon di malam hari.

P2TP2A DKI Jakarta adalah salah satu contoh lembaga layanan yang memiliki waktu layanan langsung 8 (delapan) jam namun menyediakan layanan hotline 24 jam. Pengurus P2TP2A menyatakan komitmen P2TP2A untuk menindaklanjuti kasus dengan cepat. Sebagian besar korban yang diwaw-ancarai dalam penelitian ini menyatakan kepuasan atas layanan, meski demikian respon cepat atas kebutuhan korban masih perlu ditingkatkan.

“petugasnya lebih berempati, tidak hanya menerima berkas, tapi juga menyampaikan informasi yang lengkap...” (WA, Korban P2TP2A DKI, 2016).

“pengaduan lebih cepat ditangani, lalu melakukan pendampingan menyeluruh hingga ke proses BAP di Kantor Polisi ....” (RM, korban, P2TP2A DKI, 2016).

Page 55: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

39 |

ii. Mekanisme KomplainUntuk mekanisme pengaduan keluhan atau komplain, menurut hasil asesmen di 16 Provinsi

ini, 84 % P2TP2A belum memiliki mekanisme pengaduan keluhan atau komplain, atau baru 16 % P2TP2A yang telah memiliki mekanisme pengaduan keluhan. Mekanisme pengaduan ini dapat bersumber dari korban serta dari jejaring yang memberi rujukan. Hampir seluruh korban tidak mengetahui adanya mekanisme pengaduan atas layanan yang diberikan P2TP2A. Selain itu jejaring yang melakukan rujukan ke P2TP2A, yang mengalami berbagai masalah dalam layanan rujukan ini, mengakui bahwa P2TP2A tidak memiliki mekanisme pengaduan, kecuali beberapa P2TP2A yang mekanisme koordinasinya berjalan dengan baik.

Sebanyak 80% P2TP2A di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat belum memiliki mekanisme komplain. Hasil asesmen menyebutkan hanya DKI Jakarta, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cirebon yang memiliki mekanisme komplain. DKI Jakarta memiliki mekanisme komplain yang beragam dan formal, yaitu melalui telepon, kotak saran, hingga kuesioner klien.

Korban dari DKI Jakarta pernah mengadukan tentang layanan pengaduan dan layanan bantuan hukum di P2TP2A DKI Jakarta yang dinilai masih kurang dibandingkan layanan rehabilitasi sosial dan layanan rehabilitasi medis yang dianggap lebih baik. Korban menyatakan bahwa “Fasilitas sudah bagus, namun dibutuhkan adanya tim respon cepat” (Korban kode 5, DKI Jakarta). Selain itu korban juga menginginkan mendapatkan informasi mengenai P2TP2A dan layanan yang berhak diterimanya.

“harusnya diperjelas wewenang dan kompetensi dari P2TP2A” walaupun begitu komplain terhadap layanan ketika disampaikan langsung, mendapat respon balik yang baik dari petugas P2TP2A. (Korban kode5, DKI Jakarta)

Ketidakjelasan informasi yang diterima korban atas layanan dan tahapan layanan ini juga dialami korban lain,

“saya pernah ajukan komplain, karena proses pemeriksaan agak lama, namun komplain dan saran saya ditindaklanjuti “ meskipun petugas lambat menindaklanjuti “ (korban kode 3, DKI Jakarta)

Mekanisme keluhan di kota Tasikmalaya dilakukan melalui kotak pengaduan di setiap RT. Sementara di Kota Cirebon, ditemukan mekanisme informal melalui pengaduan lewat kader. Tindak lanjut setelah adanya keluhan, menurut narasumber di P2TP2A DKI Jakarta akan dilakukan sesegera mungkin, sementara untuk Kota Cirebon, tindak lanjut komplain dilakukan segera setelah melalui proses pertemuan rutin lembaga per tiga bulan.

Di Provinsi D.I. Yogyakarta mekanisme komplain baru dimiliki oleh P2TP2A di Kabupaten Gunung Kidul, Kota Yogyakarta dan Provinsi D.I. Yogyakarta. Keluhan dapat disampaikan secara langsung, melalui kotak saran dan whatsapp. Keluhan akan didiskusikan di internal atau bersama jaringan apabila berkaitan dengan jaringan. Respon atas komplain kemudian akan disampaikan langsung pada pemberi komplain. Sementara itu di Jawa Timur hanya PPT Provinsi yang memiliki mekanisme komplain, yang bisa disampaikan secara langsung, lewat SMS maupun surat.

Temuan dan Analisis n

Page 56: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 40

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Umumnya yang sering mengajukan komplain adalah korban yang ditangani terkait dengan lamanya penyelesaian kasus yang dihadapi. Sementara itu hasil asesmen di wilayah Sumatra menyebutkan 90% P2TP2A yang diteliti belum memiliki mekanisme komplain, bahkan di wilayah NTT 100 % lembaga yang diasesmen belum memiliki mekanisme komplain. Fakta tersebut tentunya perlu menjadi perhatian bagi P2TP2A, Pemerintah maupun lembaga non pemerintah lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas layanan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban.

Kendala penerapan mekanisme pengaduan keluhan bersumber dari setidaknya 3 (tiga) hal; pertama, belum dipahaminya mekanisme pengaduan keluhan sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja lembaga P2TP2A sehingga sebagian besar P2TP2A belum menerapkan mekanisme ini. Kedua, belum diterapkannya mekanisme pengaduan keluhan yang ramah terhadap korban dengan feed back/respon balik yang jelas dan cepat. Umumnya mekanisme pengaduan sekedar untuk menampung masukan dari korban, namun korban tidak mengetahui apa hasil dari keluhan yang disampaikan. Ketiga, keengganan korban untuk menyampaikan keluhan karena berbagai pertimbangan, sebagaimana kasus berikut ini.

Korban dari Jepara mengeluhkan pemberian layanan yang dilakukan oleh petugas yang berbeda- beda,.

“Berbeda. Ada yang responnya cepat baik, ada yang seperti memojokan” (korban kode 51, Jepara).

Korban yang sama pernah bersitegang dengan petugas karena menilai layanan yang diberikan kurang responsif dan petugas cenderung menyalahkan korban,

“Pernah (complain) ke petugas karena layanan hukumnya kurang cepat dalam membantu mengurus perceraian saya di pengadailan agama. Ada juga (konselor) yang responsif (namun) ada yang kurang pas karena saya disalahkan”. (korban kode 51, Jepara)

Korban merasa cukup puas dengan keseluruhan layanan, hanya untuk konselor yang bertugas diharapkan dapat bersikap lebih responsif, lebih memahami kondisi dan perasaan korban, serta jumlahnya perlu ditambah. Korban lain juga mengaku memiliki pengalaman melakukan komplain karena petugas kepolisian melayaninya dengan nada bicara yang keras dan membentaknya;

“Ya saya pernah dibentak sekali oleh seorang petugas kepolisian, saya diperlakukan seperti ini, tapi petugas tidak menyalahkan saya hanya nada bicaranya keras.” (korban kode 52, Jepara).

Salah satu korban dari Provinsi Jawa Timur sempat bermaksud mengeluhkan layanan petugas P2TP2A yang cenderung menghakimi korban baik dari ucapan maupun bahasa tubuh petugas namun korban mengurungkannya karena merasa tidak nyaman. Korban yang lain mengeluhkan penanganan polisi yang cenderung menyalahkan korban;

“maksudku kenapa kok polisi bicaranya kaya gitu (menyalahkan korban)? Yang dihadapi ini kan korban” (korban kode 72, Jawa Timur, 2016).

Page 57: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

41 |

Walaupun terdapat komplain dari korban, namun korban mengaku layanan P2TP2A sangat bermanfaat dalam menyelesaikan konflik serta persoalan kekerasan yang dialami korban. Korban juga merasa terdukung karena setelah kasusnya selesai, mereka masih mendapatkan pendampingan ;

“(saya) masih dimonitor perkembangan di sekolah yang baru” (korban kode 52, Jepara, 2016).

Hasil assessmen terhadap korban menunjukkan bahwa korban seringkali tidak puas dengan layanan P2TP2A, tetapi enggan, sungkan atau tidak berani menyampaikan keluhannya dikarenakan mereka merasa masih membutuhkan pendampingan P2TP2A. Rasa enggan, sungkan dan takut untuk men-yampaikan keluhan kepada petugas ini, berangkat dari adanya relasi kuasa yang tidak setara antara korban dengan pendamping ataupun dengan P2TP2A dan kurangnya penjelasan tentang hak-hak kor-ban oleh petugas P2TP2A (sangat mungkin petugas juga belum paham).

Kondisi ini perlu disikapi dengan menjalankan prinsip-prinsip layanan yang setara dan penghormatan terhadap hak-hak korban, sehingga korban tidak merasa bahwa mereka yang membutuhkan layana, tetapi memang sudah menjadi tanggung jawab negara melalui P2TP2A untuk memberikan layanan terbaik.

iii. Mekanisme KoordinasiMekanisme koordinasi adalah aspek penting lainnya dalam melihat kapasitas layanan P2TP2A.

Hasil asesmen menunjukkan grafik berikut ini:

Grafik di atas menunjukkan bahwa sebagian P2TP2A (48%) memiliki mekanisme koordinasi insidental, yakni sebagai respon terhadap kasus dan 28% lainnya tidak memiliki mekanisme koordinasi. Sifat koordinasi yang insidental atau kadang reaktif ini cenderung hanya merespon kejadian kekerasan, tetapi belum menjangkau kebutuhan yang lebih luas, seperti pencegahan dan rehabilitasi korban. Kedua upaya tersebut membutuhkan koordinasi rutin dan intensif.

Temuan dan Analisis n

Page 58: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 42

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Minimnya P2TP2A yang memiliki mekanisme koordinasi dengan mitra kerjanya, berkaitan langsung dengan kurangnya pemahaman pengurus P2TP2A terhadap kebutuhan membangun keterpaduan layanan. Kebutuhan korban kekerasan yang tidak tunggal, membutuhkan keterlibatan banyak pihak, sehingga diperlukan koordinasi, baik untuk rujukan, membangun kerjasama yang lebih luas hingga berbagi sumber daya untuk pemenuhan hak korban. Di wilayah Sumatera, Aceh, Kepulauan Riau, Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara Timur, mekanisme koordinasi rutin P2TP2A secara umum belum berjalan.

Mekanisme koordinasi akan sejalan dengan mekanisme rujukan yang ada di masing-masing P2TP2A. Hasil asesmen menemukan bahwa belum semua P2TP2A memiliki mekanisme rujukan tertulis. Jawa Timur dan Bali misalnya, semua narasumber mengatakan bahwa P2TP2A belum memiliki mekanisme rujukan. Umumnya lembaga yang belum memiliki mekanisme rujukan tertulis, merujuk kasus dengan berbekal kesepakatan tidak tertulis atau konsensus, atau karena adanya kedekatan/saling kenal dengan petugas di lembaga lainnya. Kesepakatan tidak tertulis umumnya dibuat dengan stakeholder yang terlibat atau terkait dengan P2TP2A, maupun mengidentifikasi kontak di lembaga layanan yang ada. Ketiadaan mekanisme rujukan tertulis memiliki kelemahan ketika terjadi pergantian personil di masing-masing lembaga dan tidak terjadi transfer informasi, maka hal-hal yang telah disepakati akan sulit dilanjutkan dan harus melalui proes membangun kesepakatan kembali. Kondisi ini tentu mempengaruhi kualitas layanan terhadap korban.

Perihal mekanisme rujukan yang telah dilaksanakan di DKI Jakarta dan Jawa Barat diantara jawaban narasumber adalah saling berkoordinasi seperti melalui telepon dan whastsaap seperti yang dilakukan P2TP2A Depok. Di kabupaten dan kota Tasikmalaya, korban juga bisa mendatangi lembaga layanan terdekat, satgas PKDRT di tiap RT/RW, polsek, puskemas atau datang langsung ke P2TP2A agar nanti diidentifikasi dan diberikan rujukan sesuai kebutuhan. Di DKI Jakarta layanan P2TP2A sebagian besar adalah 8 jam, namun memiliki layanan hotline 24 jam. Mekanisme rujukan dilakukan melalui surat dan koordinasi melalui telepon antara RPTRA, dinas pendidikan, dinas sosial, Forum Pengada Layanan, kepolisian dan rumah sakit mitra P2TP2A.

P2TP2A Kota Cirebon menerapkan sistem rujukan dengan cara kasus yang diadukan korban pada kader Wadul Bae yang ada di tingkat RW, kelurahan, dan tingkat kota. Setelah itu dirujuk ke lembaga layanan sesuai dengan kebutuhan korban, misalnya ke puskesmas untuk mendapatkan layanan kesehatan, jika puskesmas tidak bisa menangani maka dirujuk ke PPT.

Mekanisme rujukan berbasis komunitas di kota Cirebon menjadi contoh baik atas partisipasi komunitas dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Kader-

Study kasus: mekanisme rujukan berbasis komunitas di Kota Cirebon

“Mekanismenya seperti ini dilapangan kan kita punya kader wadul bae, ditingkat RW, Kelurahan, dan tingkat Kota jika ada masalah biasanya korban akan melaporkan dulu kepada kader, setelah itu bisa difasilitasi layanannya oleh puskesmas dulu, jika puskesmas tidak bisa menangani maka dirujuk ke PPT”

(narasumber Kota Cirebon)

Page 59: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

43 |

kader tersebut menjadi penjangkau korban yang seringkali aksesnya jauh dari layanan. Selain itu kader- kader ini berperan sebagai ‘peer group’ sekaligus pendamping yang dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman korban karena merasa didampingi sejak awal.

Partisipasi komunitas dalam penjangkauan korban ini tidak dialami oleh korban di Provinsi NTT, sehingga korban harus lebih aktif mencari informasi penanganan kasusnya dan mengakses P2TP2A. Disamping itu, korban masih harus berhadapan dengan minimnya kapasitas pe tugas P2TP2A untuk memberi pendamping an, sehingga peran yang dimainkan P2TP2A sebatas mendata kasus, memberi konseling awal dan mengantarkan ke kepolisian. Kasus se bagaimana diilustrasikan dalam box disamping menunjukkan masih kurangnya pemahaman P2TP2A mengenai mekanisme rujukan Dari keterangan korban terlihat bahwa P2TP2A Provinsi NTT belum memahami mekanisme rujukan. Bagi petugas merujuk adalah sebatas membantu korban untuk mengakses layanan. Setelah itu mereka tidak mempunyai mekanisme untuk memastikan apakah korban sudah mendapatkan layanan dengan baik dan kasusnya korban sudah ditangani dengan baik.

Di wilayah provinsi Jateng, keberadaan MoU, SOP layanan dan mekanisme rujukan, mekanisme rapat/koordinasi rutin menjadi kunci untuk meningkatkan aksesibilitas, kualitas dan responsifitas layanan korban. Kuatnya koordinasi dan pembagian peran antar stakeholder-jejaring layanan dan antar wilayah di Provinsi Jateng ini kontras dengan kondisi kerja berjejaring dalam penanganan korban di wilayah Sumatera. Hasil asesment menunjukkan P2TP2A yang memiliki mekanisme rujukan di internalnya adalah P2TP2A Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Labuan Batu, Kabupaten Deli Serdang dan Kota Bengkulu. P2TP2A yang tidak

Temuan dan Analisis n

Study kasus Provinsi NTT

Saya datang sendiri ke P2TP2A atas informasi dari teman saya di Rumah Sakit. Petugas P2TP2A Provinsi. NTT menerima laporan saya dan memberi saya konseling. Mereka mendampingi saya ke Polda untuk melaporkan kasus saya. Setelah saya ditangani di Polda, saya lebih banyak didampingi oleh petugas di Polda NTT termasuk mencari solusi untuk kasus saya. Petugas P2TP2A tidak pernah lagi mengontak saya setelah mengantar saya melapor ke Polda. Ibu Rita dari Polda yang memperkenalkan saya dengan staff di Rumah Perempuan dan akhirnya saya didampingi oleh rumah perempuan hingga kasus saya selesai.

(korban kode 81, NTT, 2016).

Study kasus: Mekanisme rujukan terkoor-dinasi antar stakeholder dan antar P2TP2A yang diatur dalam MoU dan SOP Layanan di Jawa Tengah.

Di Jawa Tengah sebagian besar P2TP2A telah memiliki mekanisme rujukan yang diatur dalam SOP layanan mereka. Sistem rujukan ini dikuatkan dengan mekanisme koordinasi dan membangun kesepahaman yang intensif dengan stakeholder-Jejaring P2TP2A maupun P2TP2A di tingkat kabupaten kota.

Mekanisme yang digunakan untuk mem-bangun kesepahaman adalah rapat tahunan untuk menyusun program kerja, koordinasi

Page 60: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 44

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

memiliki mekanisme rujukan diantaranya adalah Kota Padang, Kabupaten Bireun, dan Kabupaten Tanah Datar.

Sementara itu hampir 60% P2TP2A di Kabupaten/Kota di Wilayah Sumat-era memiliki SOP layanan yang mengatur juga mekanisme rujukan dengan lembaga lain. P2TP2A yang tidak memiliki SOP layanan diantaranya P2TP2A Kabupaten Tanah Datar, dan Kabupaten Biruen. Sementara P2TP2A yang memikili SOP adalah Kabupaten Aceh Utara, Kota Padang, Kota Bengkulu, Kabupaten Labuan Batu dan Deli Serdang.

Meskipun demikian, narasumber menilai SOP layanan dan mekanisme rujukan ini masih sebatas kesepakatan diatas kertas sebagai mana disampaikan narasumber dari Deli Serdang dan Kota Bengkulu. Pada tataran implementasi efektifitas kesepakatan ini masih membutuhkan komitment dan konsistensi menjalankan nilai-nilai dan kesepakatan bersama yang perlu di re-internalisasi serta diwujudkan dalam pembagian peran antar pihak dalam penanganan setiap kasus.

Hasil asesmen di wilayah Sulawesi dan Maluku mengenai sistem rujukan menunjukkan bahwa di wilayah tersebut sebanyak 67% P2TP2A yang diasesmen belum memiliki SOP layanan maupun SOP rujukan. Jadi baru 33% P2TP2A yang telah memiliki SOP layanan. Semua P2TP2A ini masih mengacu pada SOP kementrian PP dan PA atau peraturan kepala daerah di wilayah masing-masing.

d. Daya Dukung (SDM, Sarpras dan SOP/ Kebijakan, anggaran, pendataan dan Pendokumentasian, Kerjasama antar Lembaga)Berdasarkan asesmen yang dilakukan besaran anggaran yang disediakan oleh pemerintah

daerah untuk P2TP2A sangat terbatas. Di Sumatera, Aceh, sebagian Sulawesi, dan di NTT, anggaran APBD yang dialokasikan untuk P2TP2A masih sangat kecil. Di sejumlah P2TP2A di pulau Sulawesi, Maluku dan NTT, dukungan dana dari APBD hanya mampu untuk membiayai operasional sekretariat, rapat koordinasi pengurus, sosialiasai serta pendampingan korban dengan jumlah yang terbatas. Walaupun bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi kualitas layanan terhadap korban kekerasan namun komitmen Pemerintah Daerah dalam bentuk anggaran merupakan salah satu indikator yang menunjukan keberpihakan Pemerintah terhadap pemenuhan hak-hak korban kekerasan dan juga berkorelasi terhadap kinerja dan kualitas layanan P2TP2A.

tahunan P2TP2A/PPT seluruh jateng, asistensi P2TP2A/PPT daerah, bimtek, rapat koordinasi stakeholder P2TP2A Provinsi per 3 bulanan, dan rapat koordinasi kasus. Temuan asesmen ini menunjukkan rujukan dari provinsi ke daerah maupun sebaliknya dan dari P2TP2A ke stakeholder lain mudah ditindaklanjuti karena adanya kesepahaman (MoU) dan adanya pagu anggaran penanganan korban dalam APBD dan serta ada nya alokasi anggaran yang melekat pada setiap institusi.

Page 61: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

45 |

i. Sumber dan Ketersediaan AnggaranSecara umum sumber dukungan anggaran untuk P2TP2A di tingkat Provinsi berasal dari alokasi

APBN dan APBD. Dana yang berasal dari APBN berupa; 1) Dana Dekonsentrasi, yakni bantuan untuk kegiatan yang peruntukkannya sudah ditetapkan oleh kementrian atau lembaga terkait. 2) Dana Alokasi Umum (DAU)/Dana Alokasi Khusus (DAK Kementrian), dimana DAU dan DAK diberikan pada daerah dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Alokasi dari APBD dapat berupa Hibah, bantuan sosial dan rencana kerja di OPD masing-masing.

P2TP2A di tingkat kabupaten/kota banyak yang tidak mendapatkan dukungan dana yang memadai. kalaupun ada, anggaran tersebut melalui APBD dan alokasinya masuk dalam anggaran Badan/Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak. Anggaran P2TP2A dalam bentuk hibah yaitu APBD dari anggaran Dinas Sosial di Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat dan UPTD Provinsi DKI Jakarta mendapat hibah APBD dari pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penerimaan dana APBD dengan cara hibah disatu sisi memberikan fleksibilitas untuk mengelolanya sesuai dengan kebutuhan korban yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Namun di sisi lain tidak ada jaminan keberlanjutan dukungan karena belum ada landasan hukumnya.

Hasil asesmen menunjukkan, di tingkat Provinsi, rata-rata P2TP2A telah menerima alokasi dana APBD antara Rp.100.000.000,-(Seratus juta rupiah) sampai Rp.700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah) per tahunnya. Meskipun ada beberapa pengecualian, seperti di P2TP2A Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan yang menerima pagu anggaran lebih besar. Sedangkan P2TP2A di tingkat kabupaten /kota hanya mendapatkan alokasi dana lewat APBD rata-rata antara Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) sampai Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) pertahun.

Di Provinsi Daerah Istimewa Yogjakarta misalnya, P2TP2A Kabupaten Kulon Progo menerima anggaran sebesar Rp 130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah) untuk tahun 2016 dan Kabupaten Bantul menerima Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) untuk tahun 2016. Di Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Grobogan sebesar Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), Kota Semarang sebesar Rp 817.122.000,- (delapan ratus tujuh belas juta seratus dua puluh dua ribu rupiah), Kabupaten Boyolali sebesar Rp 85.000.000,- (delapan puluh lima juta rupiah), dan Kota Surakarta sebesar Rp 136.000.000. (seratus tiga puluh enam juta rupiah). PPT Provinsi Jatim tahun anggaran 2016 mendapat alokasi anggaran sebesar Rp 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah). Ada dua P2TP2A yang memiliki anggaran lebih dari 3 Milyar rupiah dan dapat dilihat di tabel di bawah. Sementara hasil asesmen, sebanyak 40% P2TP2A tidak mendapatkan dana baik dari APBN maupun APBD. Atau hanya sekitar 60 % P2TP2A yang mendapatkan dana APBD.

Temuan dan Analisis n

Page 62: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 46

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Tabel : Jumlah Anggaran P2TP2A

P2TP2A Anggaran

PPT DKI Jakarta 4 Milyar

P2TP2A Kota Makassar > 3 Milyar

P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan >700 Juta

P2TP2A Provinsi Jawa Tengah >700 Juta

PPT Provinsi Jawa Timur 700 Juta

Ketersediaan anggaran yang diperoleh P2TP2A dari APBD sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengurusnya dalam mengadvokasi anggaran dengan menjelaskan pentingnya peran P2TP2A dan manfaatnya bagi korban kepada pemerintah daerah (bupati/walikota, badan/dinas PPA, Dinsos) serta ke DPRD. Hasil advokasi anggaran di Kabupaten Tasikmalaya tahun 2017 mendapatkan dana Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah), sedangkan Kota Tasikmalaya sebesar Rp. 76.000.000,- (tujuh puluh enam juta rupiah). Kabupaten Sukabumi sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah), bahkan selalu mengalami peningkatan jumlah anggaran sampai dengan Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tiap tahunnya. Advokasi anggaran yang dilakukan oleh P2TP2A DKI Jakarta dilakukan melalui pengajuan proposal hibah. Anggaran P2TP2A DKI Jakarta bersumber dari dana hibah APBD. Besaran anggaran untuk tahun 2016 sebesar 4 (empat) Milyar rupiah. Sedangkan dana hibah dari dinas sosial ke P2TP2A Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).

“Dana hibah untuk P2TP2A dilakukan dengan mengajukan proposal ke Dinas Pemberdayaan Perempuan 2017.” (Petugas P2TP2A DKI Jakarta)

Umumnya narasumber yang ditemui di wilayah Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, Jatim dan Bali menyatakan bahwa dukungan anggaran untuk P2TP2A terbatas. Namun semua P2TP2A yang diwawancara mengaku belum pernah melakukan advokasi anggaran kepada pemerintah daerah masing-masing. Satu daerah yang sudah berhasil melakukan advokasi anggaran adalah P2TP2A Kota Semarang yang pada tahun 2014 pernah melakukan advokasi anggaran bekerjasama dengan jaringan P2TP2A, advokasi anggaran tersebut dilakukan bersamaan dengan kegiatan peluncuran data hasil layanan P2TP2A.

Laporan asesmen wilayah NTT juga menyebutkan bahwa terkait anggaran ini, RPTC dinas sosial, UPPA Polda, PKT RSUD dan LBH Apik tidak pernah dilibatkan dan terlibat dalam melakukan advokasi anggaran untuk pembiayaan P2TP2A. Ketidakterlibatan ini dikarenakan minimnya koordinasi serta pertemuan rutin yang melibatkan semua lembaga pengada layanan serta minimnya peran koordinasi yang di lakukan oleh P2TP2A ataupun Badan PP sebagai leading sector. Meski demikian, P2TP2A

Page 63: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

47 |

Provinsi berusaha melakukan advokasi melalui tatap muka dengan ketua dan anggota komisi V DPRD Provinsi NTT dan surat tertulis kepada Gubernur NTT melalui kepala BP3A Provinsi NTT. Kegiatan tersebut mendapat respons yang positif dengan adanya tambahan dana pada perubahan anggaran di tahun anggaran 2015 dan penambahan anggaran dalam tahun anggaran 2016 untuk memenuhi beberapa sarana yang diperlukan oleh P2TP2A.

ii. Alokasi dan Pengelolaan Anggaran:Alokasi anggaran yang diberikan bagi P2TP2A yang berstatus UPTD jumlahnya lebih besar

sebagai contoh di DKI Jakarta pada tahun 2017 mendapat hibah anggaran dari Pemerintah Provinsi sebesar 4 Milyar. Angka ini terlihat besar, namun sesungguhnya anggaran tersebut banyak dialokasikan ke belanja pegawai, karena UPTD yang tidak berbasis jaringan sehingga harus memenuhi sendiri kebutuhan SDM untuk penanganan korban. Akibatnya, dana operasional untuk penanganan korban kurang memadai dan kurang responsif pada kebutuhan terbaik bagi korban. Terdapat sejumlah layanan yang dikeluhkan oleh korban khususnya pembiayaan visum. Pada saat asesmen ini dilakukan belum disahkan Pergub mengenai biaya visum gratis bagi korban kekerasan. Seluruh korban yang diwawancarai dari DKI Jakarta mengeluhkan tidak adanya bantuan transportasi, padahal salah satu korban adalah korban penelantaran ekonomi serta korban lainnya jarak rumah tinggalnya cukup jauh dari P2TP2A.

“Tidak dapat bantuan transportasi” (Korban kode 3, DK)

Hasil asesmen di wilayah Sumatera juga menunjukkan persoalan minimnya anggaran bagi P2TP2A. Hal ini seperti yang diungkapkan salah satu narasumber pada box di samping. Tidak hanya di Kabupaten Deli Serdang, dukungan dana APBD P2TP2A kota Bengkulu dan Provinsi Bengkulu, masih sangat minim. Anggaran di P2TP2A kota Bengkulu untuk setiap konseling dialokasikan Rp 100.000, - dan pendampingan dialokasikan sebesar Rp 100.000 per kegiatan.

Di NTT, kurangnya anggaran juga tampak dari hasil asesmen. Sebanyak 40% P2TP2A tidak mendapatkan dana baik dari APBN maupun APBD, atau hanya sekitar 60% P2TP2A yang mendapatkan dana APBD. Menurut narasumber dari RSUD Soe, layanan yang diberikan P2TP2A Kabupaten TTS belum maksimal karena terbentur pada anggaran. Intitusi pember layanan tidak pernah dilibatkan dan terlibat dalam menentukan anggaran untuk pembiayaan P2TP2A.

Ketidak terlibatan ini dikarenakan minimnya koordinasi serta pertemuan rutin yang melibatkan semua lembaga pengada layanan serta minimnya koordinasi yang di lakukan oleh P2TP2A ataupun

Temuan dan Analisis n

“Sarana Prasarana P2TP2A sudah ada, tetapi prasarana ini tidak mungkin berjalan tanpa adanya anggaran. Seperti menegakkan benang basah. Harusnya semua stakeholder, satu misi, jangan hanya polisi saja yang digenjot kinerjanya. Seperti halnya kami, bantuan hukum ini probono”

Narasumber Kepolisian Kab. Deli Serdang

Page 64: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 48

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Badan PP sebagai leading sector. Meski demikian, P2TP2A Provinsi berusaha melakukan advokasi melalui permohonan tatap muka dengan ketua dan anggota komisi V DPRD Provinsi NTT dan surat tertulis kepada Gubernur NTT melalui kepala BP3A Provinsi NTT. Kegiatan tersebut mendapat respon positif dengan adanya tambahan dana pada perubahan anggaran tahun 2015 dan penambahan anggaran dalam tahun anggaran 2016 untuk memenuhi beberapa sarana yang diperlukan oleh P2TP2A.

iii. SOPSelanjutnya, mengenai mekanisme layanan P2TP2A, belum semua P2TP2A memiliki SOP

layanan maupun SOP rujukan. Hal ini terlihat pada grafik di bawah ini:

Hanya 5% P2TP2A yang memiliki SOP layanan dan SOP rujukan. 55%nya bahkan tidak memiliki SOP sama sekali, 40% mengaku hanya memiliki salah satu SOP. Walaupun sebagian besar P2TP2A memiliki mekanisme layanan atau rujukan, namun pengurus maupun staf P2TP2A tidak mampu menjelaskan mengenai standar layanan rujukan. Masih terdapat gap antara konsep yang dijelaskan dengan isi dokumen, hal ini menunjukkan dokumen belum diinternalisasi dengan baik. Selain itu juga terdapat gap antara dokumen SOP dengan implementasi yang ditunjukkan dengan adanya ketidaksesuaian antara jawaban pengurus/petugas dengan mekanisme yang ditempuh oleh korban. Dalam perspektif hak dasar, ketidaksesuaian mekanisme ini berpotensi mengurangi aksesibilitas dan affordabilitas serta kemanfaatan korban atas layanan.

Ketersediaan dan diimplementasikannya SOP, di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta menunjukan bahwa sebagian besar P2TP2A yang diasesmen telah memiliki SOP. Umumnya jenis SOP yang dimiliki adalah SOP layanan. Di D.I. Yogyakarta hanya P2TP2A kabupaten Kulonprogo yang belum memiliki SOP layanan. Sebaliknya P2TP2A kota Yogyakarta bahkan memiliki 8 (delapan) SOP layanan, yang

Page 65: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

49 |

meliputi SOP layanan kesehatan di poli rumah sakit, SOP layanan bidang kesehatan di UGD Rumah Sakit, SOP layanan bidang kesehatan di Puskesmas, SOP layanan bidang hukum pidana, SOP layanan bidang hukum perdata, SOP layanan bidang rehabilitasi sosial, SOP layanan bidang pemberdayaan ekonomi, serta SOP layanan bidang psikologis dan spiritual.

Di Jawa Timur, hanya PPT provinsi dan kabupaten Ponorogo yang memiliki SOP. PPT Jawa Timur memiliki SOP layanan dan SOP rumah aman, sementara Kabupaten Ponorogo hanya memiliki SOP layanan. Daerah yang belum memiliki SOP sama sekali biasanya melakukan layanan dengan mengacu pada peraturan menteri PPPA tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sementara itu, di DKI Jakarta dan Jawa Barat menemukan sebanyak 60% narasumber menyatakan bahwa P2TP2A dalam memberikan layanan mengacu pada SOP yang tersedia, tetapi tidak dapat menjelaskan dengan lebih rinci apakah SOP yang digunakan adalah SOP nasional (SPM) atau SOP yang dikembangkan sendiri oleh P2TP2A.

Hasil asesmen di NTT menunjukan bahwa seluruh P2TP2A belum memiliki SOP terkait layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Layanan P2TP2A masih bergantung pada program kerja BPPKBKS, namun masih banyak yang belum memahami tentang tugas dan pekerjaan di P2TP2A sehingga kegiatan terkesan berjalan sendiri-sendiri tanpa mekanisme yang jelas. Sementara itu wawancara dengan RSUD Soe menemukan, walaupun belum ada SOP namun untuk perempuan dan anak korban kekerasan dilayani secara khusus.

Di wilayah Sulawesi dan Maluku, dari 15 P2TP2A yang diasesmen terdapat 7 (tujuh) P2TP2A yang sudah memiliki SOP Layanan. Namun semuanya masih mengacu pada SOP Kementrian PP dan PA. Sebagian P2TP2A lainnya mengacu pada pergub/perbup/perwali di wilayah masing-masing. P2TP2A yang telah memiliki SOP layanan yakni Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado, Sulawesi Selatan, Kab Minahasa Selatan, Kota Ambon dan Kota Kendari serta Kabupaten Pangkep. Khusus di P2TP2A Sulewesi Utara dan P2TP2A Kota Manado telah memiliki SOP dan MoU dengan Ikatan Advokat Sulawesi Utara dan Himpunan Psikolog Sulawesi Utara dalam penanganan perempuan korban kekerasan yang pembayaranya dibiayai oleh daerah.

Study kasus: Kota MakassarPenanganan Kasus di P2TP2A Kota Makassar telah mempunyai standar dan prosedur dalam bentuk SOP. P2TP2A Kota Makassar juga mempunyai shelter (sewa) yang cukup representatif. Layanan yang diberikan mencakup; pendampingan kasus, pendampingan hukum, konseling, bantuan medis, visum, shelter, pemulangan, reintegrasi, mediasi serta hak-hak lain yang dibutuhkan korban, seperti akta kelahiran dan pendidikan. (Wawancara dengan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Makassar).

Hasil asesmen di wilayah DKI Jakarta dijelaskan bahwa P2TP2A telah memiliki SOP penanganan korban, hanya saja dokumennya tidak dapat diakses publik karena bersifat rahasia. Sebagian besar (60%) P2TP2A di DKI Jakarta dan Jawa Barat menyatakan bahwa dalam memberikan layanan mereka memiliki SOP, akan tetapi tidak semua lembaga merinci lebih detil SOP yang digunakan oleh P2TP2A

Temuan dan Analisis n

Page 66: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 50

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

tersebut. P2TP2A yang menyatakan memiliki SOP adalah DKI Jakarta, Kota Depok, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya dan kabupaten Tasikmalaya. Tidak diketahui dengan jelas SOP yang digunakan adalah SOP nasional (SPM) ataukah SOP yang dikembangkan sendiri. P2TP2A Kota Tasikmalaya yang menyatakan bahwa SOP yang mereka gunakan adalah SOP provinsi, sementara Kabupaten Tasikmalaya menyatakan bahwa mereka menggunakan SPM sebagai acuan pelayanan. Minimnya data mengenai SOP dari P2TP2A yang memiliki SOP dikarenakan petugas yang menjadi narasumber menganggap bahwa SOP bersifat rahasia sehingga tidak bisa diberikan. Namun ada juga P2TP2A yang tercatat melampirkan, akan tetapi datanya tidak ada.

Asesmen di wilayah Sumatra menunjukkan bahwa 60 % P2TP2A memiliki SOP layanan. P2TP2A yang tidak memiliki SOP diantaranya P2TP2A Kabupaten Tanah Datar, Aceh Utara dan Bireuen. Sementara P2TP2A yang memikili SOP adalah Kota Padang, Kota Bengkulu, Labuan Batu dan Deli Serdang, meskipun tidak semua SOP dapat berjalan dengan baik.

iv. Pendataan dan PendokumentasianPada tahun 2015 terdapat sistem database online yang dikembangkan oleh Kementrian PPPA,

namun tidak semua P2TP2A kabupaten-kota mengembangkannya. Di Kepulauan Riau input database berjalan dengan baik namun hasilnya tidak bisa dilaporkan karena kendala teknis. Sebagian besar P2TP2A bahkan tidak memiliki sistem pencatatan yang memadai. Salah satu faktor penghambat pendataan dan dokumentasi adalah tidak adanya individu yang memiliki kompetensi khusus dalam pencatatan menggunakan sistem data base dan pendokumentasian tersebut. Selain itu dihambat juga dengan kurangnya sarana prasarana, karena data yang dikumpulkan oleh P2TP2A sebahagian besar adalah data yang dikompilasi dari lembaga penyedia layanan dan mitra kerja lainnya. Data tentang perempuan korban kekerasan yang terhimpun di P2TP2A sesungguhnya belum bisa dikatagorikan sebagai data yang menunjukan kinerja P2TP2A dalam memberikan layanan terhadap korban kekerasan. Tantangan lain adalah belum ada sistem pendataan di P2TP2A yang bisa merinci berapa angka kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, berapa jumlah korban yang telah didampingi dan dilayani oleh masing-masing lembaga layanan, baik sendiri-sendiri maupun bersama, serta berapa diantaranya yang ditangani oleh P2TP2A sendiri maupun bersama dengan jaringan kerjanya.

Persoalan data penanganan korban ini menjadi hal penting yang harus dicari jalan keluarnya. Jalan keluar sistem database dan pendokumentasiaan bukan semata-mata dengan membangun sebuah sistem yang canggih dengan perangkat yang modern yang mahal, tapi juga yang bisa menunjukan berapa jumlah korban yang dapat mengakses dan memanfaatkan layanan untuk memenuhi hak-haknya. Di samping itu juga, harus diperhatikan adalah pengakuan dan apresiasi terhadap kerja lembaga layanan lainnya di luar P2TP2A yang telah mencatat hasil kerja layanannya dalam sistem data base dan kemudian disebut sebagai data P2TP2A. Hal ini penting karena selain dapat secara bersama menjadikan data sebagai sumber informasi, sumber pembelajaran dan landasan dalam membuat kebijakan untuk pelayanan terhadap korban kekerasan yang lebih baik, tetapi juga untuk menjaga spirit kerja berjejaring yang lebih transparan, akuntable, saling menghargai dan mendukung dalam memberikan layanan terbaik bagi korban.

Page 67: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

51 |

Hasil asesmen di DKI Jakarta dan Jawa Barat menunjukkan seluruh P2TP2A memiliki sistem pendokumentasian kasus, meski mekanismenya cukup beragam di masing-masing P2TP2A. Pendokumentasian di Kota Bandung dilakukan oleh bagian tata usaha, sedangkan Provinsi Jawa Barat dilakukan oleh divisi advokasi dan Kabupaten Sukabumi pendokumentasian dilakukan di divisi masing-masing. Kota Cirebon menggunakan aplikasi SIGA (Sistem Informasi Gender dan Anak) dari KPPPA, sementara yang lainnya melakukan pencatatan secara manual baik secara hardcopy maupun softcopy, sehingga tidak mengherankan jika bentuk dan kualitas data yang dihasilkan berbeda-beda.

Di wilayah Sulawesi dan Maluku, sistem pencatatan dan pendokumentasian secara umum ma-sih menggunakan pencatatan manual, karena belum semua wilayah memiliki mekanisme pencatatan yang tersistem. Hal ini ditemukan diantaranya di P2TP2A Kabupaten Sigi, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung dan Kab. Pangkep. Sistem pencatatan manual ini diterapkan di Kabupaten Sigi masih sangat sederhana dan konvensional yaitu hanya untuk mengetahui identitas korban/pel-apor. Detail kasus dan bagaimana perkembangan kasus yang dialami korban tidak direkam-dicatat, sehingga tidak bisa ditelusuri riwayat kasus di masa lalu dan bagaimana kondisi korban yang pernah melaporkan kasusnya.

“sistem pendokumentasian saat ini masih dalam bentuk pencatatan atau registrasi dibuku registrasi saja yang kemudian dijumlahkan berdasarkan jenis kasus, usia korban dan tahun. Selama ini be-lum ada pengelolaan dokumentasi, kami hanya menuangkan hasil kerja-kerja P2TP2A dalam bentuk laporan kerja setiap tahun saja yang kemudian dipublikasikan ke pemerintah daerah dan pihak lain yang membutuhkan. (sehingga) kami tidak melakukan pendataan, jika setiap ada kasus kami merujuknya ke lembaga lain ” (Pengurus P2TP2A Kab Sigi).

Sebagian P2TP2A di wilayah Sulawesi Utara, Ambon dan Sulawesi Selatan memiliki buku catatan pengaduan, tetapi ada staf yang secara khusus ditugaskan untuk mencatat serta tidak diketahui apa manfaat lanjut dari pendataan tersebut, sebagaimana terjadi di Kabupaten Minahasa Utara.

“Saat ini masih dicatat di buku pengaduan” ( Ibu Merry Kasubag Perlindungan Anak Kab Minahasa Utara). Begitu juga pencatatan di kota Bitung.

“Sejauh ini masih melalui pencatatan biasa saja” ( Ibu Juliana Rambing Kasubag Perlindungan kota Bitung). Di Kabupaten Pangkep juga masih menggunakan pencatatan manual.

“Dilakukan oleh staf pemberdayaan dan masih dikelola secara manual” (P2TP2A Kabupaten Pangkep). P2TP2A Kabupaten Maros selain menggunakan pencatatan manual juga mulai menggunakan komputer dan telah memiliki staf khusus yang ditugaskan untuk melakukan pendataan, walaupun tidak diketahui seperti apa sistem pendataan non-manual yang dilakukan, “secara manual, di komputer, ada penanggungjawabnya yaitu staf pemberdayaan” (Ibu Hj. Nurhaedah T, Kasubag Kualitas Hidup & PA kabupaten Maros).

Temuan dan Analisis n

Page 68: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 52

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Terobosan menarik terdapat di P2TP2A Kota Palu dimana data yang dicatatat di buku pengaduan dikelola lebih lanjut menjadi sumber data dalam profile gender dan anak, sebagaimana disampaikan oleh Ibu Diana Adam Pattalalu, M.Si, Sekretaris P2TP2A Kota Palu. “Kerja-kerja P2TP2A dimasukkan dalam profile gender dan anak dan data kasus mengacu pada buku pengaduan”

Inisiatif yang bagus dimiliki oleh P2TP2A Ambon yang memiliki staf dengan kapasitas pendampingan sekaligus tekun melakukan pendataan, meski demikian disadari oleh Ketua P2TP2A Kota Ambon bahwa kerja pendataan seharusnya dilakukan oleh orang dengan kapasitas khusus. “Eta Purba (staf Pendampingan) dia yang melakukan pendampingan, sekaligus melakukan pendataan. Saya pikir harusnya ada yang mendokumentasikan data selain Eta (staf pendampingan), tapi dia yang membuat semuanya” Ibu Ina Soselisa, Ketua P2TP2A Kota Ambon.

P2TP2A yang telah memiliki sistem pendokumentasian non-manual, salah satunya adalah P2TP2A kota Manado, pengurus P2TP2A Kota Manado mengatakan hal tersebut ada namun belum terlaksana. Karena belum ada orang yang bertanggung jawab langsung atas pendokumentasian yang baik. Keterbatasan dalam pendokumentasian dan pencatatan kasus, selain karena terbatasnya fasilitas juga karena terbatas SDM.

Hasil asesmen P2TP2A di Jateng, DIY, Jatim dan Bali menunjukkan bahwa secara umum terdapat perbedaan sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di P2TP2A yang didatangi.8 Ketidakseragaman pengkategorian jenis kasus dan bentuk kekerasan menyebabkan data kasus tidak bisa dikomparasi dan dielaborasi antar wilayah. Kelemahan pendokumentasian kasus juga terjadi dalam kasus hasil rujukan. Faktor penyebabnya adalah pemahaman pentingnya mengelola data kasus dan tiadanya petugas khusus.

Dokumentasi data kasus biasanya ditujukan untuk keperluan laporan ke badan/dinas yang berperan sebagai leading sector. Hasil wawancara menunjukkan beberapa P2TP2A yang tidak melakukan pendampingan langsung seperti Kabupaten Jombang dan Kota Pasuruan mengkompilasi data kasus dari jaringan kerja (pengada layanan) untuk dan dilaporkan ke Badan Pemberdayaan Perempuan.

Pendokumentasian penanganan kasus di Provinsi Jawa tengah sudah dilakukan dengan sistem online. Data kasus yang didokumentasikan di PPT Provinsi Jawa Tengah, tidak hanya kasus yang ditangani oleh PPT Provinsi Jawa Tengah dan anggotanya, melainkan juga data yang ditangani oleh PPT di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. PPT Provinsi dan PPT di 35 Kabupaten /Kota di Jawa Tengah memasukkan data mereka secara online yang dikelola oleh Bagian Pusat Informasi Dinas PPPA

8. Sumber: Ringkasan Eksekutif oleh Lembaga Savy Amira.

“ada (prasarana untuk dokumentasi non manual), namun belum terlaksana. Belum ada orang yang bertanggung jawab langsung atas pendokumentasian yang baik” Wawancara Pengurus P2TP2A Kota Manado

Page 69: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

53 |

dan Dalduk Provinsi Jawa Tengah. Data yang dimasukkan ini berupa data korban (nama dan NIK), kronologi kasus, jenis dan bentuk kasus, serta layanan yang diberikan kepada korban. Data tersebut hanya dapat dibuka atau diakses oleh Bagian Pusat Informasi Dinas PPPA dan Dalduk Provinsi Jawa Tengah. Kepentingan mengikutsertakan NIK untuk tujuan integrasi dengan layanan jaminan sosial, seperti BPJS, beasiswa pendidikan, bantuan permodalan, bantuan uang dari dinas sosial dan sebagainya.

“....pendokumentasian kami sudah online. Di online juga dapat mengetahui layanan apa yang sudah dapat di akses oleh korban.” (Petugas PPT Provinsi Jawa Tengah).

Pendokumentasian penanganan kasus di PPT/P2TP2A Provinsi D.I. Jogyakarta dilakukan oleh Bidang Pengaduan P2TP2A/PPT. Data kasus yang telah didokumentasikan tersebut disimpan dan dijaga kerahasiaanya. Namun dokumentasi kasus di Provinsi D.I. Yogyakarta belum mengintegrasikan dokumentasi kasus dari kabupaten/kota. Kabupaten Sleman, salah satu kabupaten yang memiliki performa yang baik dalam pelayanan bagi difabel korban kekerasan namun belum memiliki pencatatan online akibat ketiadaan petugas.

“... ada, dan yang bertanggungjawab adalah bidang pengaduan. Hasilnya disimpan secara rahasia. Dan file-nya akan digunakan ketika dibutuhkan nanti.” (Sekretaris -P2TP2A Provinsi D.I. Jogyakarta).

Pendataan dan pendokumentasian kasus belum menjadi prioritas bagi P2TP2A. Hal ini tidak terlepas dari ketersediaan SDM dan dukungan sarana-prasarana termasuk peningkatan kapasitas yang belum terencana dengan baik karena P2TP2A belum memiliki rencana kerja, sehingga masih tergantung kepada pejabat yang ada di BP2KB.

“belum ada sistem pendataan dan pendokumentasian di P2TP2A Belu. Pendataan dilakukan oleh masing-masing lembaga mitra yang mendampingi korban.” ( Kabid P2TP2A Belu).

v. SDMPemilihan ketua dan pengurus P2TP2A dalam asesmen ini, sebahagian besar melalui mekanisme

penunjukan langsung oleh pimpinan daerah. Pemilihan ketua dan pengurus P2TP2A masih diwarnai dengan pertimbangan politis dibandingkan pertimbangan kapasitas, fungsional dalam menjalankan visi dan misi P2TP2A. Ditemukan hanya sekitar 40% P2TP2A yang pengurusnya aktif. Kondisi ini disebabkan banyaknya ketua dan pengurus yang belum memahami visi, misi dan tugas serta fungsi P2TP2A, sehingga belum mampu menjalankan dan mengembangkan P2TP2A dengan berperspektif pemenuhan hak korban.

Meskipun alasan penunjukan pengurus P2TP2A secara langsung diklaim telah mengikutsertakan pertimbangan kerelawanan dan komitmen orang-orang yang dipilih, tetapi pada kenyataannya tidak dapat menopang kebutuhan kompetensi-pengalaman dalam pengelolaan lembaga layanan dan

Temuan dan Analisis n

Page 70: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 54

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

pendampingan korban. Beberapa P2TP2A yang menggunakan mekanisme rekrutmen terbuka dan menggunakan jejaring kerjasama dengan LSM, cenderung dapat memperoleh pengurus dan staf yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam memberikan pelayanan pada korban. Kondisi Ini ditemukan di P2TP2A Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Aceh, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi DI.Yogyakarta dan Kota Makassar.

Hampir semua wilayah di 16 Provinsi dan 60 kabupaten/kota yang menjadi lokasi asesmen menyatakan bahwa perekrutan pengurus dan petugas P2TP2A dilakukan dengan penunjukkan oleh pejabat, seperti Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Wakil Walikota /Wakil Bupati dan isteri Walikota/Bupati /Wakil Walikota/Wakil Bupati serta rekomendasi dari LSM. P2TP2A di tingkat Provinsi maupun di kabupaten/kota ini belum memiliki mekanisme perekrutan dan pemberhentian pengurus serta petugasnya yang diatur dalam sebuah peraturan atau SOP yang dapat dijadikan landasan dalam melakukan rekruitmen . Perekrutan yang dilakukan melalui penunjukan langsung, pada akhirnya berdampak pada banyaknya pengurus-petugas P2TP2A yang tidak aktif menjalankan tugas dan fungsinya.

P2TP2A juga belum memiliki mekanisme peningkatan kapasitas bagi pengurus dan petugasnya. Tidak ada peningkatan kapasitas yang direncanakan secara khusus dan sistematis kepada pengurus dan petugasnya untuk meningkatkan kualitas pemberdayaan termasuk layanan kepada korban. Peningkatan kapasitas bagi pengurus dan petugas P2TP2A di tingkat provinsi telah dilakukan, tetapi masih terbatas berupa pelatihan singkat dan tidak setiap tahun rutin dilakukan. Di Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, DI. Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur, peningkatan kapasitas pengurus dan stafnya, sebagian besar (72%) masih mengandalkan pelatihan dan seminar yang bersifat insidental.

P2TP2A di wilayah Sulawesi dan Maluku menyebutkan bahwa belum memiliki standar kualifikasi yang dijadikan landasan dalam memilih dan menetapkan SDM serta kepengurusan. Ketiadaan standar kualifikasi ini ditemui di P2TP2A Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Kota Bitung, Manado, Kabupaten Sigi, Kota Kendari dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Perebutan pengurus yang ada hanya didasarkan kepada kebutuhan situasional. Sedangkan P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten Pangkep menetapkan, kualifikasi kepengurusan berdasarkan pada Permen PPA Nomor 1 Tahun 2010 tentang SPM. Daerah lainnya yang memiliki standar kualifikasi yang didasarkan pada latar belakang pendidikan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh pengurus petugas P2TP2A adalah Kabupaten Maros, Kabupaten Poso, Kota Palu, Kabupaten Maluku Tengah dan Kepulauan Buru.

Mekanisme rekrutmen tenaga tetap dan tenaga tidak tetap yang dilakukan oleh P2TP2A di 8 (delapan) wilayah di Sulawesi dan Maluku, dilaksanakan dengan penunjukan langsung oleh Kepala Badan P3A dan disertai dengan Surat Keputusan. Terdapat 5 daerah yang melalui rekrutmen-pemilihan dan memiliki mekanisme penguatan kapasitas SDM. Satu daerah yakni kabupaten Sigi tidak memiliki mekanisme perekrutan, hanya didasarkan pada kesediaan dalam bekerja. Memiliki pekerja tetap, 6 (enam) P2TP2A tidak memiliki pekerja tetap, dan 7 (tujuh) P2TP2A memiliki relawan yang umumnya adalah ibu rumah tangga. Demikian juga rekrutmen pengurus di P2TP2A Kabupaten Buleleng dan Bangli Provinsi Bali, dilakukan melalui penunjukan.

Page 71: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

55 |

Di Provinsi D.I. Yogjakarta, dari 6 (enam) P2TP2A hanya Kabupaten Gunungkidul yang belum memiliki struktur pengurus, karena P2TP2A tersebut baru dibentuk dan secara fisik masih bergabung dengan Badan Pemberdayaan Perempuan. Sementara itu P2TP2A di D.I. Yogyakarta telah memiliki struktur pengurus dan pembagian tugas yang dibakukan dalam pergub, perbup atau perwali. Unsur LSM perempuan dan anak, akademisi serta profesional tercantum dalam struktur lembaga dan terlibat dalam layanan P2TP2A di DI. Yogyakarta.

Keterlibatan unsur LSM perempuan dalam kepengurusan P2TP2A menurut berbagai narasumber dalam asesmen ini, berpengaruh pada kualitas layanan dan perspektif dalam menangani korban serta advokasi kebijakan, salah satu contohnya adalah P2TP2A Kabupaten Bantul. Hasil yang berbeda ditemukan pada kondisi dimana status P2TP2A tidak berubah menjadi UPT/ UPTD yang mensyaratkan posisi ketua adalah pejabat dari SKPD/ dinas terkait dengan status PNS. Narasumber di kabupaten Sleman menyampaikan bahwa bentuk kelembagaan baru dengan status ketua berasal dari PNS, mempengaruhi dinamika dan fungsi P2TP2A. Kemaksimalan peran ketua P2TP2A sulit diperoleh karena PNS dibatasi, tugas fungsi dan waktu. Sementara fungsi P2TP2A sebagai mekanisme koordinasi juga tidak dapat berjalan baik.

Kebijakan yang mensyaratkan Ketua dan pengurus atau petugas P2TP2A harus orang-orang yang menduduki jabatan struktural (PNS) dirasakan mempersulit ruang gerak dan perkembangan P2TP2A, termasuk tidak optimalnya mekanisme koordinasi karena pengurus memiliki pekerjaan lainnya.

vi. Sarana PrasaranaDukungan sarana dan prasarana bagi P2TP2A beragam di masing-masing wilayah, ini juga

mengindikasikan seberapa besar perhatian dan dukungan Pemerintah daerah terhadap P2TP2A. Kurangnya sarana pendukung P2TP2A, mempengaruhi kinerja layanan. 2 (dua) P2TP2A di Provinsi Bali, belum memiliki ruang atau kantor sekretariat sendiri sebagai pusat koordinasi kegiatan, bahkan tidak memiliki sarana prasarana fisik apapun, serta masih berkantor di Badan Pemberdayaan Perempuan.

P2TP2A Kabupaten Buleleng bahkan tidak memiliki ruangan sekretariat di Badan PP. Ketika ditanya ruang kerja dan ruang sekretariat, narasumber menjawab, “dimana ada kursi kosong disitu kita bisa bekerja.”

Kondisi yang berbeda ditemukan di P2TP2A Kabupaten Sleman dan provinsi D.I. Yogyakarta. P2TP2Anya memiliki fasilitas fisik yang cukup lengkap. Mereka memiliki kendaraan roda 4 dan kendaraan roda 2 yang digunakan untuk menjangkau korban, ruang istirahat dan ruang konseling yang terpisah dengan ruang kerja pegawai, serta shelter yang dikelola pemerintah dan jejaring kerja P2TP2A.

Di Jawa Tengah, beberapa Kabupatennya memiliki fasilitas fisik yang baik. P2TP2A Kabupaten Jepara, memiliki ruang cek medis, dapur, kamar mandi dan ruang tamu yang memadai. Sementara itu

Temuan dan Analisis n

Page 72: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 56

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

di Provinsi Jawa Timur, P2TP2A yang fasilitas fisiknya cukup lengkap adalah PPT Provinsi Jatim. PPT ini tidak hanya memiliki kendaraan operasional, tetapi juga memiliki ruang konseling dewasa, ruang konseling anak, kamar/shelter sementara untuk korban, ruang rapat, ruang pemeriksaan medis, hingga kamar mandi dan dapur. P2TP2A kota Pasuruan juga memiliki fasilitas fisik yang baik, hanya saja mereka tidak memiliki ruang konseling karena tidak memberikan layanan konseling langsung.

Pandangan korban terkait sarana dan prasarana, salah satunya dari Kabupaten Bangli Provinsi Bali. Korban dengan jarak rumah tinggal 2 jam dari P2TP2A tidak mendapat dukungan transportasi untuk penanganan kasusnya. Ia hanya pernah satu kali didatangi oleh petugas P2TP2A di rumahnya. Korban kekerasan seksual pada anak ini mengusulkan perbaikan fasilitas dan ruangan untuk pendampingan. Meskipun ruangan konseling dan pendampingan tersedia, korban menilai tempat penanganan kasus tidak memadai, sehingga ia mengalami hambatan terhadap akses dan kenyamanan dalam mengadukan kasusnya. “(Saya berharap P2TP2A) lebih menghargai saya, khususnya hal-hal yang bersifat pribadi” (korban kode 75, Kabupaten Bangli).

Di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta umumnya P2TP2A telah memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai seperti adanya ruang konseling dan ruang istirahat sementara. Fasilitas kendaraan operasional hanya dimiliki oleh PPT Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung dan DKI Jakarta. Beberapa daerah yang fasilitasnya belum memadai adalah P2TP2A kota dan kabupaten Tasikmalaya, dimana ruang layanan korban masih berada di bergabung BPMPKB setempat.

Sarana dan prasarana pendukung P2TP2A wilayah Sumatra juga belum semua memadai. P2T-P2A Kepulauan Riau telah memiliki kendaraan operasional dari dana APBD, namun P2TP2A lainnya hanya memanfaatkan kendaraan operasional kantor atau Badan PP dan PA. Sementara itu fasilitas fisik seperti gedung, ruang konseling, dan lain-lain berbeda-beda di masing-masing wilayah. Sumber dukungan dana untuk sarana dan prasarana serta layanan P2TP2A Provinsi lebih banyak dari alokasi APBD. Sedangkan P2TP2A kabupaten/kota banyak yang tidak mendapatkan dukungan dana atau dananya sangat terbatas.

Di wilayah Sulawesi dan Maluku, dukungan dalam bentuk fasilitas sarana dan prasarana, diantaranya gedung, kendaraan operasional, ruangan untuk kebutuhan penanganan korban, hotline dan tenaga layanan telah tersedia. Mekanisme yang dilakukan oleh P2TP2A dalam mengakses dukun-gan tersebut melalui perencanaan anggaran lewat Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setempat. Ada 10 P2TP2A yang memiliki sarana prasarana cukup memadai diantaranya adalah Sulawesi Utara, Minahasa Utara, Kota Manado, Bitung, Provinsi Sulawesi Selatan, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Poso, Maluku Tengah dan Sulawesi Tenggara.

e. KinerjaKeberadaan P2TP2A merupakan upaya untuk pemenuhan hak dasar korban. Semakin banyak

jumlah P2TP2A di kabupaten/kota yang tersebar di Indonesia merupakan langkah strategis untuk meningkatkan akses korban atas layanan. Namun akses masih dimaknai sebatas mendekatkan layanan hingga unit terbawah belum pada level ketersediaan, kemudahan dan kualitas layanan. Masih banyak

Page 73: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

57 |

kendala yang menghambat kinerja P2TP2A untuk meningkatkan akses korban pada layanan yang berkualitas. Beberapa persoalan terkait diantaranya masih minimnya dukungan kepala daerah, kapasitas SDM Pengurus dan petugas, anggaran dan dukungan bagi peningkatan kapasitas dan kompetensi, persoalan koordinasi dengan jaringan kerja serta perubahan kebijakan di tingkat lokal dan nasional yang berdampak pada pengelolaan dan kinerja P2TP2A.

Kinerja P2TP2A sangat dipengaruhi oleh visi misi kepala daerah dan cara pandang kepala daerah pada persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Hasil asesmen menunjukan ada 59% P2TP2A memiliki legalitas pendirian yang hanya didukung oleh SK gubernur, bupati atau walikota. P2TP2A yang pendiriannya dikuatkan dengan perda dan pergub hanya sebesar 5%. Umumnya P2TP2A di wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Barat telah didukung secara memadai melalui perda, pergub dan SK. Implikasi adanya dukungan peraturan daerah adalah kelembagaan yang lebih stabil dan peluang mengakses APBD. P2TP2A di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Sulawesi Selatan dan DKI Jakarta, dukungan anggaran untuk penanganan korban relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah lain. Sementara di Provinsi Bengkulu, pada tahun 2006 telah berhasil mendorong Perda No. 21 Tahun 2006 tentang pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta perda No. 22 Tahun 2006 tentang pelarangan perdagangan perempuan dan anak di Provinsi Bengkulu, yang semakin memperkuat dukungan pemerintah daerah terhadap layanan korban.

Di Makassar, meski belum ada perda dan hanya dengan SK Walikota, namun P2TP2A kota Makassar mendapat dukungan yang besar dari Walikota. Dukungan ini diwujudkan dalam bentuk anggaran bagi P2TP2A yang cukup besar dibandingkan daerah lain dan alokasinya telah memperhatikan kebutuhan korban sesuai yang disyaratkan dalam SPM. Layanannya pun variatif dan telah diatur dalam SOP. P2TP2A Kota Makassar juga mempunyai shelter (meskipun berstatus sewa) yang cukup representative dan shelter berbasis komunitas yang mendapat dukungan APBD serta mobil penanganan kasus dengan sistem jemput bola. Layanan yang diberikan mencakup pendampingan kasus, pendampingan hukum, konseling, bantuan medis, visum, shelter, pemulangan, reintegrasi, mediasi, serta hak-hak lain yang dibutuhkan korban, seperti akta kelahiran dan pendidikan. Dukungan yang besar dari kepala daerah seperti yang terjadi di kota Makassar ini tidak banyak terjadi dan perlu direplikasi di daerah lain.

Berbeda situasi di Kabupaten Buleleng, selain anggaran yang terbatas, narasumber juga mengatakan bahwa visi dan misi bupati tidak terlalu fokus pada isu perlindungan perempuan dan anak, sehingga keberadaan P2TP2A di tempat ini nyaris tidak menjadi perhatian-kebutuhan. Kurangnya dukungan kepala daerah ditunjukkan dengan penempatan orang-orang di P2TP2A yang tidak mencerminkan kapasitas dan kompetensi yang dibutuhkan untuk memberikan layanan bagi korban. Dampaknya adalah kurang berfungsinya P2TP2A dan lemahnya kinerja pelayanan karena pihak-pihak yang ditempatkan di P2TP2A tercantum namanya, tapi tidak menjalankan tugas dan fungsinya. Sebagian besar P2TP2A yang mengeluhkan tidak berfungsinya struktur dan kepengurusan merupakan pengurus yang dipilih melalui penunjukkan langsung. Asesmen ini menemukan bahwa

Temuan dan Analisis n

Page 74: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 58

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

meskipun pengurus P2TP2A telah dipilih berdasar pertimbangan komitmen, tetapi sebagian besar pengurus kurang memahami visi misi dan fungsi P2TP2A.

Keluhan mengenai ketidakaktifan kepengurusan terjadi hampir merata di P2TP2A wilayah Sumatera. Legalitas pendirian P2TP2A hanya berbasis SK gubernur/bupati/walikota saja sehingga kelembagaan dan pengurus tidak stabil serta dukungan anggaran yang relatif kecil. Dampaknya P2TP2A hanya digerakkan oleh staf dan tenaga honorer dengan kapasitas terbatas.

Situasi P2TP2A “tanpa nahkoda” ini seringkali terbantu dengan kuatnya jejaring dengan mitra kerja yang dapat memberikan pelayanan pada korban sehingga korban tetap terlayani. Sebagai contoh pelayanan yang diterima beberapa korban dari Provinsi NTT memiliki pengalaman kurang mendapat pendampingan P2TP2A dan hanya didampingi oleh mitra-jaringan.

“Saya tidak tahu P2TP2A, (saya) hanya tahu Truk F dan saya di dampingi dan dilindungi di shelter dan kasus saya sudah tertangani.” (korban kode 89, kab Sikka).

“Layanan dari P2TP2A tidak ada. Layanan yang selama ini saya dapat itu dari suster – suster (FPPA) yang memberikan dampingan, penguatan agar saya yang cacat ini bisa mandiri, tidak terikat pada suami sebagai pemberi nafkah.” (Korban kode 88, Kabupaten Belu).

Kuatnya jaringan layanan ini menjawab persoalan mendesak korban atas layanan pendampingan. Narasumber beberapa daerah yakni Kota Semarang, Kabupaten Jepara, Kota Surakarta, Kabupaten Magelang, Kota Malang, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Bandung, dan Kota Makassar, menyatakan bahwa kepengurusan P2TP2A yang terdiri dari berbagai unsur, baik yang berasal dari unsur pemerintah, jaringan LSM/ormas dan profesional, serta aktif terlibat dalam mengelola P2TP2A, maka cenderung memiliki kinerja yang baik. Kinerja yang lebih baik ditunjukkan dengan minimnya keluhan korban atas layanan yang diterima.

Komitmen politik kepala daerah dan dukungan anggaran merupakan faktor kunci untuk meningkatkan kinerja P2TP2A yang tengah mengalami peningkatan pengaduan akibat semakin meningkatnya kasus kekerasan dan meningkatnya kesadaran masyarakat atas persoalan kekerasan dan hukum. Dalam tiga tahun terakhir, terdapat 13,393 pelaporan di 63 P2TP2A. Jumlah tertinggi di Jatim, Jateng, Jogja, Bali sebesar 5,628. DKI Jakarta dan Jabar sebesar 5,501 pengaduan. Angka ini banyak ditopang dengan besarnya angka pengaduan melalui layanan hotline 24 jam P2TP2A DKI Jakarta. Angka pengaduan terendah terjadi di NTT. Rendahnya pengaduan ini disebutkan oleh pengurusnya disebabkan P2TP2A masih berumur sangat muda yaitu sekitar 3 tahun dan belum bisa memberikan layanan pengaduan dengan baik.

Page 75: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

59 |

Jumlah Pengaduan yang diterima P2TP2A dalam 3 tahun terakhir

No Wilayah Jumlah pengaduan

1 Sumatera dan Kepri 835

2 DKI Jakarta dan Jabar 5,501

3 Jatim, Jateng, Jogja dan Bali 5,628

4 Nusa Tenggara Timur 121

5 Sulawesi dan Maluku 1,308

Total/Jumlah Pelaporan di 5 wilayah 13,393

Meski meningkatnya pengaduan dapat menjadi indicator atas meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap P2TP2A, namun meningkatnya pengaduan tidak bisa serta merta menjadi indikator kinerja P2TP2A dalam memberikan pelayanan yang dapat menjamin terpenuhinya hak korban. Kinerja P2TP2A ditentukan oleh kemampuannya untuk memberikan layanan yang berkualitas bagi korban. Dari sudut pandang pengurus dan staf P2TP2A, 52% P2TP2A menyatakan telah memenuhi atau bahkan melebihi cakupan layanan minimal yang tercantum dalam SPM, sedangkan 48% cakupan layanannya masih kurang dari standar SPM. Sebagai contoh, sebagian besar P2TP2A di wilayah Sumatera telah memiliki cakupan layanan lebih dari SPM, namun hasil asesmen di Sumatera paling banyak ditemukan keluhan korban kekerasan yang sekedar mendapat layanan pencatat laporan/pengaduan dan tidak ada tindak lanjut dan pendampingan.

Dari sudut pandang korban, layanan yang paling dikenal korban adalah layanan pengaduan tetapi, korban tentu berharap agar kasusnya ditindaklanjuti. Sekedar mencatat kasus saja, merupakan pengabaian atas hak dan kebutuhan korban atas keadilan. Temuan asesmen menunjukkan bahwa P2TP2A yang kepengurusannya tidak bekerja efektif, maka pelayanannya cenderung terhambat. Indikator tersebut diantaranya kantor sering tutup, tidak bisa diakses di luar jam kantor, tidak ada petugas, sehingga pada akhirnya pelayanan pada korban sangat tergantung dengan jejaring pengada layanan maupun mitra kerja lain seperti rumah sakit dan kepolisian.

Kinerja P2TP2A sangat dipengaruhi juga oleh pendanaan dan terbatasnya anggaran untuk Bidang Pelayanan dan penanganan kasus kekerasan di masing-masing daerah. Dampak dari terbatasnya anggaran pada layanan P2TP2A adalah terbatasnya layanan dan kurang maksimalnya penjangkauan korban, belum terakomodasinya kebutuhan shelter atau rumah aman, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Hasil asesmen menunjukkan bahwa kebutuhan korban atas rumah aman/shelter bagi perlindungan sementara perempuan korban kekerasan cukup tinggi. Kinerja pendampingan P2TP2A sangat dipengaruhi oleh kemampuan P2TP2A untuk menyediakan dan mengelola shelter/rumah aman yang memenuhi rasa aman korban. Beberapa temuan dalam asesmen ini menunjukan bahwa pendampingan di rumah aman/shelter menjadi kunci bagi keberhasilan korban untuk keluar dari lingkaran kekerasan dan keberhasilan memberdayakan dirinya. Keberhasilan P2TP2A dalam

Temuan dan Analisis n

Page 76: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 60

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

mengembangkan rumah aman yang inklusif dan terintegrasi dengan program-program pemberdayaan dapat menjadi indikator atas keberhasilan kinerja P2TP2A. Meski demikian, situasi shelter saat ini masih jauh dari layak. Meskipun secara fisik bangunan shelter/rumah aman ada, namun korban menilai sejauh ini keberadaan shelter P2TP2A masih merupakan tempat menyembunyikan korban dari pelaku. Banyak korban yang melarikan diri dari rumah aman karena petugas di rumah aman cenderung mengurung korban di ruangan dan petugas tidak mengijinkan korban keluar dari rumah aman/shelter. Situasi pembatasan ruang gerak korban secara sosial tanpa aktivitas memadai, menurut pengakuan korban juga menimbulkan gangguan psikologis baru bagi korban.

Kinerja P2TP2A juga diukur dengan bagaimana koordinasi dilakukan dengan jaringan kerja, baik jaringan masyarakat sipil seperti LSM, Organisasi Bantuan Hukum, Advokat, Psikolog maupun dengan jaringan pemerintah seperti institusi penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Sosial dan lainnya. Koordinasi yang baik menyebabkan semua stakeholder P2TP2A yang terlibat dalam kepengurusan P2TP2A terlibat aktif dalam melakukan layanan dan koordinasi. Mekanisme koordinasi di beberapa wilayah dilakukan dalam bentuk rapat koordinasi. Seperti di wilayah Sulawesi, koordinasi yang bersifat rutin dilaksanakan di P2TP2A Provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Kabupaten Maros, Pangkep dan Kepulauan Buru.

Di wilayah Jawa dan Bali, rata-rata sudah memiliki mekanisme koordinasi secara tertulis terutama P2TP2A di tingkat Provinsi. Mekanisme koordinasi tersebut dilakukan baik secara reguler/rutin maupun yang sifatnya insidental. Namun meskipun telah memiliki mekanisme koordinasi secara tertulis dan telah dilaksanakan, pengurus atau petugas P2TP2A masih menganggap bahwa, ketentuan koordinasi masih belum dilaksanakan sepenuhnya, diantaranya karena (i) banyak pengurus P2TP2A terutama dari perwakilan SKPD yang merangkap jabatan/tugas dan fungsi; (ii) adanya mutasi; (iii) ego sektoral terutama dari SKPD-belum terintegrasinya program layanan dan dukungan; dan (iv) ketiadaan ruang rapat untuk koordinasi.

Untuk mengatasi persoalan di atas, di beberapa daerah, kendala koordinasi disiasati oleh P2TP2A dengan mendorong pembuatan MoU dengan lembaga-lembaga terkait. Tujuannya untuk memperjelas peran dan kewajiban para pihak dalam penanganan korban, serta memperkuat koordinasinya. Provinsi D.I Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan dapat menjadi contoh baik untuk kategori ini. Petugas di daerah ini dinilai oleh korban memiliki kapasitas untuk memberikan beragam layanan. Korban juga puas karena mereka dengan mudah dirujuk untuk mendapatkan layanan lain sesuai dengan kebutuhan korban. Staf, petugas dan jaringan kerja P2TP2A tidak kebingungan dengan perannya masing-masing serta mekanisme koordinasi dan rujukan berjalan dengan baik.

f. Keberadaan P2TP2A Dalam Memperkuat Layanan Terhadap KorbanAsesmen ini berhasil mewawancarai 129 korban/orang tua korban yang mendapat layanan

dari P2TP2A maupun mitra jejaringnya. Kasus terbanyak yang diadukan oleh korban adalah perkosaan-pelecehan seksual dan pencabulan (40%), disusul dengan KDRT yang mencapai 29%, trafiking 5% dan kasus kekerasan lainnya 15%.

Page 77: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

61 |

Jenis Kasus

i). Manfaat P2TP2A dari Perspektif KorbanSebagian besar korban menyatakan bahwa keberadaan P2TP2A bermanfaat bagi korban dalam

penanganan kasusnya. Asesmen ini menemukan bahwa cara pandang P2TP2A terhadap korban dan layanan akan menentukan tingkat kepuasan dan kemanfaatan bagi korban. P2TP2A yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak korban untuk mendapat kebenaran, keadilan, pemulihan dan ketidak berulangan berdampak langsung pada kenyamanan korban untuk memperjuangkan hak-nya melalui peradilan. Korban merasa tidak sendirian serta mendapatkan dukungan negara.

Seluruh korban yang diwawancarai, dari Kabupaten Magelang mengaku tidak dipungut biaya untuk visum et revertum. Hanya untuk perawatan luka yang harus mengeluarkan biaya sendiri karena mengambil layanan swasta.

“Visum gratis, tidak ada penggantian uang transport atau pun uang saat dilakukan pemeriksaan di kepolisian” (korban kode 53, Kabupaten Magelang).

“Tidak untuk visum tapi untuk periksa luka mebayar sendiri. Saya bayar sendiri. Kan waktu itu saya periksa dulu ke dokter praktek sendiri. Lha kan yang visum kan rekomendasi dari kepolisian, tidak bayar” (korban kode 54, Kabupaten Magelang).

“Tidak dipungut biaya. Hanya kalau untuk transport itu ngurus-ngurus itu sendiri pakai uang sendiri” (korban kode 55, Kabupaten Magelang).Walaupun demikian masih ditemukan adanya pelayanan tertentu yang dipungut biaya. Korban

dari Jepara mengaku mendapatkan pelayanan gratis, namun untuk pengacara ia tetap dipungut biaya

“Semua gratis kecuali bantuan hukum dari pengacara. Sekalipun pengacara disediakan oleh PPT, untuk proses hukum diminta membayar 3 juta rupiah” (Korban kode 51, Jepara).

Temuan dan Analisis n

Page 78: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 62

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Kejadian serupa juga dialami oleh seorang korban dari kota Magelang, sedangkan korban lain dari P2TP2A Kota Magelang mengaku tidak dipungut biaya.

“Sosialisasi di masyarakat masih sangat kurang, sebagai orang umum tidak pernah tahu jika ada P2TP2A. Masih perlu diperbaiki ketegasan dalam menangani masalah, petugasnya kurang cekatan, kurang greget (korban kode 48, Kota Magelang) Korban yang sama juga mengaku dipungut pembiayaan “Bayar 5,5 juta rupiah untuk pengacara perceraian”

Salah satu korban dari Kabupaten Bandung mengeluhkan adanya pembiayaan untuk visum “Saat visum aja bapak harus bayar pendaftaran di Rumah Sakit, selanjutnya tidak pernah keluar uang lagi” (Korban kode 8, Kab Bandung)

Korban dari Maluku Tengah juga mengeluhkan pembiayaan visum

“Di rumah sakit saya bayar visum seratus ribu lebih. Saya yang membeli obat. saya beli di luar bukan di rumah sakit. Harga obat seratus lima puluh ribu lebih. Sangat mahal, untung saya punya uang saat itu. Bagaimana nasib cucu saya kalau saya tidak punya uang?” (korban kode 103, Maluku tengah).

Pelayanan gratis oleh P2TP2A telah meningkatkan akses korban pada layanan pendampingan. Namun jarak layanan khususnya bagi korban yang berdomisili di wilayah terpencil maupun jauh dari ibukota kabupaten dan Provinsi, biaya transportasi dan operasional dirasa cukup berat. Asesmen ini menemukan sangat jarang korban mendapatkan bantuan transportasi. Beberapa inisiatif untuk meningkatkan aksesibilitas korban ditemukan yaitu adanya penggantian uang transport atau antar jemput korban, langkah ini cukup signifikan meningkatkan kepuasan korban atas layanan P2TP2A. Inisiatif ini dijumpai di P2TP2A di Kota Magelang, Kota Solo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jatim dan Provinsi DIY, Kab. Pangkep, Maluku Tengah, Provinsi Sultra dan Kota Makassar.

Sikap petugas yang ramah hampir dijumpai di seluruh P2TP2A, meski demikian masih terdapat pendekatan, sikap dan mekanisme yang dikeluhkan korban khususnya tentang kurangnya penguasaan petugas atas layanan, ketidakterpaduan layanan dan tidak sensitifnya petugas pada situasi korban. Ilustrasi berikut ini dapat menjelaskan persoalan yang umum ditemukan di sebagian besar wilayah asesmen yakni: minimnya pendampingan yang diberikan dan tidak tuntas, tiadanya layanan rujukan yang ditujukan pada lembaga mitra yang lebih berkompeten, serta layanan yang pendampingnya (petugas) berbeda- beda setiap pendampingan dan tidak terkoordinasi, sehingga korban lelah ditanyakan berulang-ulang dan mendapat penjelasan-penanganan yang kurang nyambung dari pendampingan sebelumnya.

Korban di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta menginginkan agar dilayani oleh petugas yang sama. Korban yang mendapat layanan memaparkan pandangan sebagai berikut:

“Iya, kalau petugasnya tetap, jadi saya tidak harus bercerita berulang - ulang” (Korban kode 12, Kota Bandung).

Page 79: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

63 |

“petugasnya sama, tidak apa-apa jadi karena sering ketemu kalau ada apa-apa tidak canggung” (korban kode 13, kab Sukabumi).

“iya, lebih fokus menangani kasus dibandingkan orangnya ganti-ganti (korban kode 1, kota Cirebon).

“dilayani oleh petugas yang sama, hal ini bagus karena saya mudah beradaptasi dengan petugas yang menangani.” (korban kode 3, DKI).

Dua orang anak korban penelantaran di Pasuruan menilai pendamping P2TP2A memperlakukannya dengan baik dan ramah, namun ia mengeluhkan shelter yang tidak nyaman “Makannya itu-itu saja, petugasnya laki-laki, tertekan nggak boleh keluar ada pengawasnya. Ruangannya berhantu” (korban kode 63, Pasuruan). Korban mengharapkan shelter P2TP2A memberikan fasilitas bermain serta mengijinkan mereka untuk keluar.

Narasumber kekerasan seksual mendapat layanan rumah aman, namun korban mengeluhkan perlakuan di rumah aman yang cenderung menyembunyikannya dan tidak memiliki aktifitas konstruktif untuk korban, “Di dalam shelter jenuh, sampai bosan, tidak pernah keluar” (korban kode 56, Kabupaten Wonosono).

Korban dari Kabupaten Cirebon sangat terbantu dengan adanya rumah aman dari Dinas Sosial

“iya, sudah 6 bulan saya di rumah aman, karena pelakunya yaitu paman saya, sudah kembali ke rumah karena gangguan jiwa” (Korban Kode 2, Kab Cirebon).

Kondisi ini berbeda dengan ketiadaan layanan rumah aman di beberapa daerah. Seluruh korban kekerasan seksual yang diwawancarai dari Kota Bandung juga mengeluhkan keterbatasan fasilitas layanan yang diberikan, khususnya tidak adanya rumah aman bagi korban.

“Harusnya P2TP2A dilengkapi dengan rumah aman dan ada kendaraan yang bisa menjemput korban ke daerah yang jauh dan memerlukan pelayanan segera yang tidak bisa datang ke kantor UPT P2TP2A” (korban kode 12, Kota Bandung).

Korban menilai petugas penjaga shelter tidak memiliki keberpihakan pada kasus yang sedang dihadapi korban “Petugas laki-laki diedukasi-lah, sebaiknya dia berempati pada si korban. Karena apa? Karena dia memandang dari sudut pandang sebagai suami” (korban kode 73, Provinsi Jawa Timur). Kedua korban juga merasa kurang nyaman dengan penanganan di shelter yang sangat ketat, meski demikian korban tidak mengajukan komplain karena sebagai pihak yang merasa terancam dan dibuat ketakutan oleh pelaku, korban menilai shelter masih merupakan tempat yang lebih aman.

Seorang korban yang bergabung menjadi relawan bagi korban lainnya menyatakan bahwa korban sering mengalami kebosanan di dalam shelter, “klien sering bosan, perlu pelatihan keterampilan” (korban kode 74, Jawa Timur. Ia mengusulkan adanya pelatihan keterampilan untuk mengisi waktu

Temuan dan Analisis n

Page 80: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 64

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

korban selama berada di dalam shelter, selain bisa mengurangi kebosanan juga ada pembekalan untuk meningkatkan penghasilan.

Pernyatan ini sejalan dengan harapan korban lainnya yang menginginkan perbaikan layanan shelter dengan menyediakan kegiatan yang bermanfaat ketika korban berada di shelter dan juga manfaat saat kembali ke tempat asal maupun perubahan perspektif dan sikap petugas terhadap korban.

“Mungkin ini ya, seperti trauma healing, mungkin ya... karena untuk korban kdrt, daripada kita nganggur di sana (shelter)... yang saya rasakan kan kita nganggur di kamar terus, gak bisa keluar, apa-apa juga gak boleh. Akhirya malah ingat ini (kasus), pengennya nangis terus nangis terus” (korban kode 72, Jawa Timur).

Shelter/rumah aman dinilai oleh beberapa korban sebagai kebutuhan yang mendesak. Meskipun demikian, keterbatasan anggaran di sebagian besar P2TP2A mengakibatkan ketiadaan layanan shelter yang nyaman dan ramah bagi korban. Bagi P2TP2A yang memiliki jejaring dengan pendamping berbasis komunitas dan lembaga lainnya, cenderung dapat mendayagunakan sumber dayanya untuk mendampingi korban selama di rumah aman maupun di luar rumah aman. Di rumah aman berbasis komunitas situasinya lebih responsif pada situasi korban. Sesungguhnya tujuan menyediakan ruang aman, tidak serta merta memutus korban dari kehidupan sosialnya. Perlindungan yang berbasis komunitas diyakini dapat membatasi pihak luar atau pelaku untuk mengakses korban, mekanisme perlindungan berbasis komunitas diyakini lebih efektif menjauhkan ancaman dari pelaku-keluarga pelaku terhadap korban.

Korban yang tidak mengetahui mengenai P2TP2A juga terbantu dengan adanya jejaring kemitraan yang responsive pada situasi korban. Beberapa situasi ini menjelaskan bagaiamana jejaring layanan dapat berperan signifikan pada saat korban mengalami kendala untuk mengakses- menjangkau layanan P2TP2A.

Korban dari Kabupaten Cirebon dan beberapa korban dari daerah lain menyatakan puas dengan layanan yang diberikan oleh jejaring layanan P2TP2A. Meski demikian korban tidak mengetahui mengenai P2TP2A “saya tidak tahu p2tp2a yang mana” (korban kode 2, Kabupaten Cirebon).

Penanganan korban di Kabupaten Cirebon dilakukan oleh jaringan pekerja sosial dari Dinas Sosial dan Yayasan Wadah Kreatif. Data korban ini diperoleh di P2TP2A, walau demikian tidak diketahui apakah koordinasi penangganan dilakukan oleh P2TP2A atau P2TP2A hanya mencatat kasusnya saja lalu merujuk korban ke jaringan kerjanya.

Dua korban dari Kabupaten Magelang didatangi langsung P2TP2A kemudian dirujuk ke mitra jaringan, yakni ke Sahabat Perempuan.

“Bapermaspuan (PPT) merujuk, tapi Bu Sri (Sahabat Perempuan) yang datang ke ke sini” (korban kode 53, Kab Magelang).

Page 81: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

65 |

“Didatangi petugas P2TP2A kemudian dirujuk ke Sahabat Perempuan. Tidak ada konseling dari bapermaspuan (PPT). (saya) Mendapat bantuan dari pemerintah lewat Sahabat Perempuan bantuan untuk usaha pop ice” (korban kode 54, Kab Magelang).

Korban di Ponorogo yang rumahnya berjarak 20 km dari P2TP2A menilai mendapat pelayanan yang cukup baik. Korban juga mendapat bantuan UEP (Usaha Ekonomi Produktif ) berupa kambing yang dibantu oleh relawan KPPA. Korban lainnya juga juga mendapatkan UEP berupa modal usaha sebesar 3 juta rupiah lewat KPPPA. Di Ponorogo seluruh korban tidak mengenal P2TP2A, mereka menyatakan mendapat pendampingan yang intens dari KPPA, baik dalam bentuk home visit maupun pendampingan kasus dari KPPA. Salah satu korban menilai manfaat P2TP2A adalah “buat jembatan gitu (penghubung), KPPA bisa menampung permasalahan kita, kita kan ada permasalahan rumah tangga, jadi KPPA kesini dapat mengurangi beban pikiran gitu” (korban kode 69, Ponorogo).

Korban dari Provinsi Jawa Timur menilai lembaga pemberi layanan sangat berperan dalam penanganan kasusnya.

“Ndak ada (pendampingan lanjut dari PPT). Justru yang berperan malah Savy Amira. Setelah saya dipukuli itu, mereka kan mengirimkan penasihat hukum, mbak siapa ya itu... lupa saya. Jadi waktu ke PPT itu, yang berperan malah Savy Amira. Pertama yang mendatangi, yang njemput saja juga Savy Amira. Karena kejadian itu kan [terjadi] setelah saya keluar dari PPT, jadi saya dipukuli, saya lari sembunyi di rumah tetangga sambil saya hubungi mbak Ervyn itu” (korban kode 72, Provinsi Jawa Timur).

Korban dari Kabupaten Buleleng mengaku tidak begitu mengenal P2TP2A dan tidak pernah datang ke kantor P2TP2A, ia mendapat layanan karena dirujuk langsung ke LBH Apik. “Saya dirujuk kepada paralegal LBH APIK Bali, diberikan pendampingan sampai putusan sidang pengadilan” (korban kode 77, Buleleng). Korban mengharapkan P2TP2A lebih proaktif dalam memberikan dukungan pada penanganan kasus korban “(saya berharap fasilitas) mobil dan akomodasi agar bisa membantu korban, karena selama ini yang membantu akomodasi korban hanya paralegal dan LBH APIK Bali” (korban kode 77, Buleleng).

Kepolisian telah menjadi saluran pengaduan dan memberi rujukan penanganan yang tepat dan dinilai korban cukup baik. Di Kabupaten Wonosobo, untuk mengadukan kasusnya pertama kali korban mendatangi Polres. Petugas P2TP2A mendatangi korban setelah mendapat rujukan dari Polres. Walaupun Kepolisian sering menjadi saluran pengaduan dan pemberi rujukan, namun korban menilai masih ada sikap petugas kepolisian belum responsive dan empati pada korban.

Korban mengeluhkan sikap petugas yang tidak responsif pada pengalaman dan trauma korban. Dalam beberapa kasus proses pembuatan BAP di kepolisian cukup menteror korban, khususnya pertanyaan berulang terkait kronologis kejadian yang sesungguhnya sudah disampaikan di P2TP2A, sebagaimana dialami oleh korban berikut ini:

Temuan dan Analisis n

Page 82: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 66

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

“…saya juga diperiksa, ditanya-tanyai, divisum terus polisinya menasehati agar tidak gampangan cari cowok biar tidak terjadi lagi” (korban kode 56, Kabupaten Wonosono).

“kalau yang ke polisi waktu itu kok pelakunya hanya disuruh wajib lapor. Saya kemudian mengadu ke pendamping di Upipa. Pendamping mengatakan akan berkoordinasi dengan kepolisian” (Orang tua korban kode 58, Kabupaten Wonosobo).

ii. Keberpihakan pada Korban dan Kelompok RentanTerdapat 6(enam) P2TP2A/PPT yang mengembangkan mekanisme khusus untuk penanganan

korban yang berasal dari kelompok penyandang disabilitas, HIV-AIDS, Kekerasan Seksual. P2TP2A/PPT yang memiliki mekanisme khusus ini adalah P2TP2A Provinsi Aceh, Prov. Jawa Tengah, PPT Prov. Jatim, Prov. D.I. Yogyakarta, dan Kabupaten Sleman. Walaupun sudah memiliki mekanisme khusus, namun tidak semua mekanisme khusus dimiliki oleh P2TP2A ini. Sebagai contoh di Kab. Sleman (bagi kelompok penyandang disabilitas), mekanisme khusus ini dapat dikembangkan sebagai hasil kesepakatan kerjasama dengan LSM yang bergiat dengan isu perempuan penyandang disabilitas.

“Di dampinginya kasus anak saya (oleh PPT Dan P2TP2A) dalam layanan hukum, sampai ke pengadilan dan pelaku sudah ditahan, meskipun masih menunggu keputusan berapa tahun pelaku ditahan. Adanya layanan psikologis baik anak saya dan saya pribadi selaku orangtua, sehingga emosi kami dapat terkontrol dan mengetahui apa yang kami butuhkan. Layanan sosial, dimana anak saya akan di sekolahkan setelah kasus anak saya selesai di pengadilan…. Layanan Hukum, layanan psikologis, dan layanan sosial… (pihak yang melayani) Polres Bantul, PPT Arum Dalu, Dinsos Bantul, RSUD Panembahan Senopati, dan SIGAB. Saya merasa senang karena mereka melakukan layanan sesuai dengan kebutuhan anak saya… Setelah putusan pengadilan selesai, anak saya akan di sekolahkan oleh pihak Dinsos di SLB/RSPA. P2TP2A memiliki jarak tempuh kurang lebih satu setengah jam dari rumah, kalau naik motor… (jarak) teratasi karena sering mendapat kunjungan dari PPT bahkan tetap ada pendampingan setelah kasus selesai” (korban kekerasan seksual yang merupakan anak penyandang disabilitas di Bantul).

Page 83: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

67 |

Tiadanya SOP serta mekanisme khusus yang menjangkau kelompok rentan dan penyandang disabilitas termasuk untuk penanganan kasus kekererasan seksual di sebagian besar P2TP2A, tidak ditopang dengan layanan yang ramah anak dan responsif pada kebutuhan khusus korban. Layanan khusus yang ada di P2TP2A ini ditunjang dengan adanya jejaring dengan stakeholder yang berasal dari LSM penyandangdisabilitas. Di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah fasilitas untuk korban berkebutuhan khusus yang belum ada adalah penterjemah untuk penyandang difabilitas rungu dan wicara. Selain itu penyandang disabilitas juga masih mengalami kendala akses karena rumah aman yang tidak mempertimbangkan aksesibilitas penyandang disabilitas.

“(Ingin ada) rumah aman yang ramah bagi korban penyandang disabilitas rungu wicara atau aksesibel untuk semua penyandang disabilitas.” (Penyintas penyandang disabilitas kasus perkosaan dari Sleman)

Dari lokasi yang menjadi sampel wilayah asesmen tidak ada satupun P2TP2A yang memiliki mekanisme khusus untuk perempuan korban kekerasan seksual. Walaupun begitu ada perlakuan khusus yang secara spontan dilakukan oleh petugas P2PTP2A.

Seluruh korban kekerasan seksual yang diwawancarai dari Malang menilai bahwa petugas P2TP2A ramah dan bagus dalam mendampingi dan memberikan konseling, namun petugas dinilai belum memadai dalam memberikan penanganan kasus lebih lanjut, “Dalam hal konseling sudah baik namun untuk penanganan kasus masih belum bisa (Korban kode 65, Malang).

Narasumber menginginkan adanya perbaikan kapasitas petugas dan peningkatan sosialisasi P2TP2A kepada masyarakat. Mereka juga menginginkan adanya beberapa fasilitas tambahan yang memungkinkan anak korban kekerasan seksual mendapat penanganan yang mempertimbangkan kebutuhan mereka atas rasa aman dan nyaman.

“Kantor yang memadai dengan standar P2TP2A” (korban kode 65, Malang).“Rumah aman, ruang bermain” (korban kode 66, Malang).“Mobil antar jemput korban” (korban kode 67, Malang).

Korban kekerasan seksual mengeluhkan ketiadaan ruang pendampingan yang dapat menjaga kerahasiaan, kenyamanan korban serta kurang responsifnya layanan P2TP2A

“Privasi ruangan khusus di PPA dan P2TP2A harus ditingkatkan untuk menjamin privasi dan agar nyaman. Harus ada jam piket di lembaga UPIPA sehingga saat korban ingin konsultasi akan selalu ada petugas yang siap di kantor” korban kode 58, Kabupaten Wonosono).

Seluruh korban menyampaikan tidak ada biaya yang dipungut kecuali satu orang narasumber yang merupakan orang tua korban pencabulan menyatakan adanya pungutan konsultasi psikologi sebesar lima puluh ribu rupiah.

Temuan dan Analisis n

Page 84: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 68

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Anak korban kekerasan seksual di Kabupaten Buleleng menilai kapasitas petugas P2TP2A cukup bagus, namun ia berharap ada perbaikan fasilitas ruang tempat bermain anak dan tempat konseling.

“Paling sering diakses adalah psikolog dari P2TP2A, kalau korban sendiri dirujuk ke LKSA(Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak) karena mengalami kekerasan dalam rumah, tidak mungkin korban dikembalikan ke rumah sehingga diamankan di LKSA dengan sepengetahuan dan persetujuan dari Dinsos” (korban kode 79, Buleleng).

Korban kekerasan seksual dari Jombang mendapat layanan dari WCC Jombang dan LP2A. Korban mendapat dukungan penanganan kasus dan dukungan pembiayaan.

“Dukungan dana untuk biaya persalinan dan mendapat perlengkapan bayi, pendampingan pada saat berproses hukum” (korban kode 59, Jombang).

Mekanisme lokal yang dibangun oleh WCC Jombang cukup mampu untuk membuat korban bangkit dan bergerak menjadi pendamping bagi sesama korban. Korban yang masih berusia 18 tahun ini kemudian juga mendapatkan pendampingan lanjutan dengan dihubungkan dengan kegiatan support group Remaja di WCC Jombang. Korban menilai kegiatan ini meningkatkan wawasannya sekaligus dapat mendukung-didukung korban-korban lainnya agar tidak putus asa dan memiliki semangat hidup. Kegiatan per group ini mampu membuat motivasi korban bangkit sehingga dia dapat bertransformasi dari korban menjadi agen yang aktif membela hak-hak korban. P2TP2A Kota Semarang memiliki layanan pusat trauma untuk penanganan pasca pemulihan. Korban kekerasan seksual dapat mengakses layanan ini.

Walaupun layanan yang diberikan oleh P2TP2A merupakan layanan gratis, akan tetapi terdapat persoalan lain terkait pembiayaan layanan medis dan visum bagi korban kekerasan seksual. Asesmen ini menemukan angka kejadian yang cukup besar dimana korban dikenakan biaya untuk melaksanakan visum. Pembiayaan visum yang tidak ditanggung oleh negara ini juga menjadi keluhan P2TP2A DKI Jakarta. Dalam konteks JKN, layanan visum merupakan layanan yang tidak ditanggung oleh BPJS. Hal ini menunjukkan perspektif negara dan sebagian besar pemerintah daerah masih mengkategorikan korban sebagai orang sakit. Seharusnya visum merupakan layanan medis pro justisia. Keberadaan visum tujuannya untuk memudahkan proses hukum dan memudahkan korban untuk mengakses keadilan. Pada prinsipnya visum merupakan kewajiban yang harus dipenuhi Negara, visum haruslah terintegrasi dalam proses keadilan. Pembiayaan visum menjadi bagian dari biaya perkara yang dibebankan pada pelaku.

Untuk penanganan kasus trafficking belum ditemukan adanya mekanisme koordinasi antar mitra jejaring yang dapat memberikan layanan yang responsive kepada korban. Korban trafiking dari Kabupaten Belu mengharapkan adanya penanganan yang responsive untuk kasus yang dihadapinya. “Saya tidak pernah (mengadu ke P2TP2A), karena tidak tahu P2TP2A ada dimana.

Page 85: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

69 |

“Tidak ada petugas dari P2TP2A yang mendampingi saya, yang saya itu dari Ibu Fillo dari FPPA yang sering datang mendampingi saya di kepolisiaan dan ke rumah untuk memberitahukan tentang perkembangan kasus saya, selain itu juga Mama Folo dari rumah aman/shalther yang juga datang memberikan konseling kepada saya dan saya ingin melanjutkan kembali sekolah di tingkat SLTA. Kasus yang saya alami waktu itu saya dan keluarga lapor di polisi setelah itu polisi memberitahukan untuk ke suster (FPPA) agar mendampingi saya dan pelaku ditahan di kepolisiaan waktu itu. Ibu Fillo (FPPA) yang selalu datang ke rumah untuk memberitahukan tentang perkembangan kasus saya. bila ada sidang di pengadilan ibu Fillo (FPPA) akan menjemput saya untuk hadir pada persidangan dan putusannya pelakunya sudah masuk penjara” (Korban kode 86, Belu).

iii. Peran P2TP2A dalam Memperkuat Layanan KorbanPeran aktif P2TP2A dalam memperkuat layanan korban dilakukan melalui tiga hal: pertama

melalui advokasi kebijakan dan anggaran kepada pemerintah daerah. Kedua, memperkuat jejaring layanan dengan mitra jejaring. Ketiga, membangun mekanisme khusus untuk kelompok rentan.

• Advokasi kebijakan dan anggaranKemampuan pengurus untuk mengadvokasi tentang pentingnya peran P2TP2A dan manfaatnya

sangat mempengaruhi besarnya dukungan yang diberikan pemerintah daerah. Dukungan yang diperoleh beragam mulai dari dana APBD, dana pemerintah kota, Badan PP setempat, DPRD, dan Bupati. Hasil dari advokasi anggaran ini Kabupaten Tasikmalaya tahun ini (2016) mendapatkan dana 70 juta rupiah. Sedangkan Kota Tasikmalaya sebesar 76 juta rupiah. Kabupaten Sukabumi sebesar 250 juta rupiah, bahkan Kabupaten Sukabumi selalu mengalami peningkatan jumlah anggaran sampai dengan 50 juta rupiah setiap tahunnya. Advokasi anggaran yang dilakukan oleh P2TP2A DKI diwujudkan dalam pengajuan proposal hibah. Anggaran P2TP2A DKI bersumber dari dana hibah APBD. Besaran anggaran untuk tahun 2016 sebesar 4 Milyar rupiah.

“Dana hibah untuk P2TP2A dilakukan dengan mengajukan proposal ke Dinas Pemberdayaan Perempuan 2017.” (Petugas P2TP2A DKI).Umumnya narasumber yang ditemui (pengurus dan petugas P2TP2A) di wilayah Jawa Tengah,

DIY, Jatim dan Bali menyatakan bahwa dukungan anggaran untuk P2TP2A terbatas. Namun semua P2TP2A yang diwawancara mengaku belum pernah melakukan advokasi anggaran kepada pemerintah daerah masing-masing. Satu daerah yang sudah berhasil melakukan advokasi anggaran adalah P2TP2A Kota Semarang yang pada tahun 2014 pernah melakukan advokasi anggaran bekerjasama dengan jaringan P2TP2A, advokasi anggaran tersebut dilakukan bersamaan dengan kegiatan launching data hasil layanan P2TP2A.

iv. Memperkuat jejaring layanan dengan mitra jejaringJejaring layanan korban menempatkan P2TP2A sebagai sekretariat pelayanan korban sekaligus

pusat koordinasi. P2TP2A yang didukung dengan jejaring yang kuat dapat mengatasi keterbatasan anggaran dan fasilitas sarana prasarana dan SDM dengan menggunakan dukungan jejaring. Jejaring

Temuan dan Analisis n

Page 86: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 70

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

memberikan layanan yang didasarkan fasilitas yang dimiliki tiap-tiap lembaga. Biasanya P2TP2A baru akan melakukan koordinasi jika ada pengaduan /pelaporan kasus atau jika ada pihak yang proaktif mendorong atau meminta dilakukannya rapat koordinasi. Disamping karena belum memiliki mekanisme koordinasi secara tertulis, kendala koordinasi juga terjadi karena belum sepahamnya pembagian peran, mekanisme layanan dan rujukan. Jejaring ini akan lebih efektif dalam memberikan pelayanan pada korban ketika terdapat MoU yang mengikat masing-masing pihak. Efektifitas MoU ini dipengaruhi oleh keterbukaan dan pembagian peran dari masing-masing stakeholder. Efektifitas MoU sangat ditentukan pada kesepahaman bahwa persoalan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan respon yang cepat, integratif dan tetap menjaga martabat korban.

Di wilayah Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Bali terdapat MoU antar lembaga di kabupaten Magelang, Grobogan, Kota Surakarta dan Kabupaten Buleleng yang dinilai mampu meningkatkan efektifitas dan responsifitas layanan korban. P2TP2A Kabupaten Magelang memiliki MoU dengan pengacara untuk melakukan pendampingan hukum pro-bono. P2TP2A Kabupaten Buleleng memiliki MoU kerjasama penanganan kasus antara P2TP2A dengan polres, paralegal dan LBH APIK Bali. Di Kabupaten Grobogan terdapat MoU yang mengatur kesepakatan antara Pemerintah Kabupaten Grobogan, Polres, Kejaksaan Negeri, dan Pengadilan Negeri di tahun 2006 tentang pelayanan terpadu kekerasan berbasis gender kepada perempuan dan anak. Di Kota Surakarta MoU tentang pelayanan terpadu pada perempuan dan anak dilakukan antara Kepala Daerah, SKPD terkait, APH, LSM Perempuan dan Anak serta Ormas.

Sementara itu, Kabupaten Poso terdapat MoU antar berbagai pihak “Ada MoU dengan 9 instansi yaitu dengan Polres, Kejaksaan, Pengadilan, Kementerian agama, Pendidikan dan kebudayaan, Dinas Kesehatan , Dinas Sosial , RSUD, BPPKB” (pengurus P2TP2A Kabupaten Poso).

Hasil asesmen menunjukan bahwa 60% narasumber mengatakan kerjasama P2TP2A dengan lembaga mitra baik pemerintah maupun non pemerintah memiliki kesepakatan atau MoU. MoU yang terjalin dengan lembaga pemerintah utamanya adalah untuk layanan medis dan layanan penegakkan hukum (kepolisian). Sementara untuk non pemerintah utamanya adalah layanan bantuan hukum (LBH/LKBH dan Fakultas Hukum).

Daerah yang belum memiliki MoU antar lembaga dalam upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak umumnya kerjasama dilakukan berdasarkan komitmen lisan dan SK kepala daerah masing-masing untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Tidak adanya MoU atau hanya berbasis komitmen lisan, menyebabkan kesepakatan kerjasama antar pihak cenderung cair dan satu sama lain tidak memahami pembangian kerja dan koordinasi, tetapi didasarkan pada kerelaan dan inisiatif masing-masing pihak.

v. Membangun inisiatif lokal dan mekanisme khusus untuk kelompok rentanDibalik adanya persoalan struktur dan kepengurusan yang mempengaruhi kinerja P2TP2A,

beberapa P2TP2A berhasil mendorong beberapa inisiatif yang memperkuat layanan pada korban. Beberapa inisiaif itu antara lain:

Page 87: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

71 |

a. Sistem jemput bola, keberhasilan sistem jemput bola juga ditunjang dengan tersedianya sarana pendukung seperti sarana dan prasarana serta petugas yang bersedia melaksanakan sistem ini. Dari beberapa daerah yang berhasil melaksanakan sistem jemput bola menunjukkan bahwa keberhasilan dari mekanisme ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan pendamping sebagai penghubung korban dengan layanan P2TP2A. Sistem jemput bola berhasil dikembangkan dengan baik di daerah yang terdapat partisipasi yang kuat dari masyarakat maupun organisasi masyarakat sipil, seperti di Kota Makassar, Kabupaten Bandung, dan Kota Semarang.

Seluruh korban yang diwawancarai dari Kabupaten Bandung merasa terbantu karena petugas responsif dengan mengantar jemput korban dan mendatangi korban ke rumah untuk konseling.

“Ya saat menjalani sidang kami di antar jemput oleh petugas P2TP2A” (korban kode 7, Kab Bandung).

“Mobil phanter biru tapi ga ada tulisan P2TP2A nya, hanya mobilnya plat merah” (Korban kode 8, Kab Bandung).

b. shelter/rumah aman berbasis komunitas yang salah satunya berada di Kota Makassar, telah mampu mengatasi persoalan eksklusi sosial yang dialami oleh korban yang sebelumnya “disembunyikan” di rumah aman.

c. pelayanan bagi penyandang disabilitas yang telah dikembangkan dengan baik di DIY dan sebagian Jawa Tengah.

d. test DNA gratis bagi korban kekerasan seksual sebagaimana dikembangkan di PPT Provinsi Jawa Tengah sangat bermanfaat bagi korban kekerasan seksual yang membutuhkan.

e. Pendampingan berbasis komunitas sebagaimana dikembangkan oleh kader Wadul Bae, yakni pendampingan/rujukan berbasis komunitas di kota Cirebon.

f. Pemberian pendampingan lanjutan untuk korban agar dapat berdaya, memulihkan diri dan mengalami reintegrasi sosial.

“Secara resmi tidak, tetapi saya sering main ke P2TP2A dan disana diterima dengan baik dan sering dibantu untuk makan anak saya. Di Ciqal (LSM penyandang disabilitas) diajari bahasa isyarat dan diajari cara hidup sehat, dan dikasih ayam untuk ternak” (Korban kode 18 Sleman).Masih ada lanjutannya. yaitu pendampingan ekonomi. (Korban kode 19 Sleman).

“setelah putusan pengadilan selesai, anak saya akan disekolahkan oleh pihak Dinsos di SLB/RSPA Binomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta” (Korban kode 21, Bantul).

Katanya kalau anak saya udah lahir, nanti akan dibantu dalam pengurusan akta, dan dibantu untuk melanjutkan sekolah (korban kode 27, Gunung Kidul).

Dibantu untuk bikin akta kelahiran dan untuk melanjutkan sekolah, saya dibantu untuk daftar paket C. (korban kode 28, Gunung Kidul).

Temuan dan Analisis n

Page 88: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 72

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Korban dari Kabupaten Boyolali mendapatkan layanan visum gratis, serta mendapat bantuan sembako dan peralatan untuk usaha.

“Diberi bantuan mesin cuci dan sembako”(korban kode 32, Boyolali) “Bantuan sembako” (korban kode 33, Boyolali).

Korban dari Surakarta menyatakan akan mendapat bantuan, akan tetapi sebelumnya mereka harus mengikuti pelatihan persiapan terlebih dahulu.

“Belum, ini baru pelatihan dulu katanya pemberdayaan/ bantuan menyusul” Korban kode 35, Surakarta).

Ada. Dibantu untuk maju dengan diberi pelatihan-pelatihan. Sudah mengikuti pelatihan sekitar 5-6 kali”. (Korban kode 44, Grobogan).

Korban dari Kota Ambon juga mendapat pemberdayaan ekonomi.

“Kak Eta (P2TP2A Kota Ambon) menanyakan keadaan saya terus menerus, saya juga mendapat bantuan berupa pemberdayaan ekononomi hasil kerjasama P2TP2A dengan Dinsos Kota” (korban kode 105, kota Ambon).

Korban dari Kota Cirebon mengaku puas dengan konseling yang diberikan oleh kader Wadul Bae dan Dinsos. Ia juga mengaku senang mendapat bantuan untuk pemberdayaan ekonomi. Meskipun demikian, korban mengaku tidak mengetahui mengenai P2TP2A dan juga tidak pernah pergi ke sekretariat P2TP2A.

“iya, saya dapet modal untuk usaha, ngebuat saya jadi lebih mandiri, hati jadi tenang setelah mendapatkan bimbingan konseling, dan jadi lebih mandiri diberi bimbingan ekonomi” (korban kode 1, Kota Cirebon).

• Jam layanan yang responsive dan memprioritaskan kebutuhan korban atas layanan.

Salah satu korban sengketa perebutan hak anak bahkan mengaku mendapat pelayanan diluar jam buka kantor.

“Pelayanannya sangat baik, bahkan untuk konsultasi malam juga dilayani” “geraknya sudah cepat, untuk minta bantuan segala macam dilayani” (korban kode 50, Kota Magelang).

Korban yang lain menyatakan mendapat fasilitas yang baik selama dilayani di P2TP2A “ada fasilitas antar jemput saat proses persidangan, cukup senang karena kemarin dikasih bantuan dari dinsos provinsi yakni tas dan buku” (korban kode 49, Kota Magelang, 2016).

• Adanya dukungan transportasi saat penanganan kasus untuk meningkatkan aksesibilitas korban.

Page 89: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

73 |

“diberi sangu kadang 100 ribu atau 50 ribu” (korban kode 34, Boyolali).

“(diberi) uang (transport) Rp. 50.000” (korban kode 35, Surakarta).

vi. Pengaruh Keberadaan P2TP2A Terhadap Keberlanjutan Layanan Korban KTPHasil asesmen menunjukan bahwa model layanan terpadu bagi korban kekerasan yang

dikembangkan oleh daerah disesuaikan dengan karakteristik dan daya dukung daerah. Pada dasarnya ada dua model layanan terpadu bagi korban yaitu layanan terpadu satu atap dan layanan terpadu banyak atap (jejaring). Model layanan satu atap yang telah dikembangkan pemerintah di beberapa tempat, memerlukan daya dukung dan pembiayaan yang besar. Sebagaimana yang dikembangkan oleh DKI Jakarta, pelayanan satu atap tersebut membutuhkan banyak SDM profesional sebagai pekerja fungsional. Temuan kami menemukan bahwa semakin banyak pekerja professional tetap, maka kemitraan dengan lembaga lain menjadi minimal. Padahal dengan tingginya angka pengaduan di DKI Jakarta tidak semua korban dapat dilayani sesuai SPM dan hanya mengandalkan tenaga profesional yang tersedia.

Melihat tren peningkatan kasus kekerasan, maka pengelolaan P2TP2A model layanan satu atap dengan jejaring yang minimal ini membutuhkan anggaran yang semakin besar. Selain itu tanpa dilibatkannya jejaring masyarakat sipil juga membawa kelemahan pada kapasitas P2TP2A untuk memberi pendampingan dan layanan hingga pemulihan yang komperhensif. Model unit struktural ini juga dipilih oleh P2TP2A Kabupaten Sleman, namun dengan strategi pelibatan jaringan untuk membangun mekanisme khusus bagi penanganan kekerasan terhadap penyandang cacat. Keberlanjutan model layanan satu atap ini cukup rentan karena akan sangat dipengaruhi oleh pemilihan pimpinan yang berasal dari PNS serta mutasi dan rotasi jabatan serta kapasitas pimpinan untuk mengadvokasi anggaran yang besar untuk menopang operasional unit P2TP2A.

Persoalan keberlanjutan dan responsifitas atas layanan korban menjadi pertimbang an utama dari P2TP2A Kabupaten Bandung untuk memilih bentuk kelembagaan P2TP2A-nya. P2TP2A Kabupaten Bandung dibentuk berdasarkan Surat keputusan Bupati Bandung No. 460/kep.256-BKBPP/2009 tentang pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung. P2TP2A berada di bawah Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung.

Temuan dan Analisis n

Study kasus Kabupaten Bandung

“P2TP2A Kabupaten Bandung mendapat penilaian A+ dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, tapi kami memutuskan P2TP2A Kabupaten Bandung tidak menjadi UPTD karena kami sangat sadar bahwa P2TP2A mempunyai tupoksi yang luas, membutuhkan koordinasi lintas SKPD untuk menjalankan tupoksinya. Dibutuhkan ketua P2TP2A yang bisa menjalankan fungsi koordinasi lintas SKPD. Kalau menjadi UPTD yang ketuanya PNS Eselon IV A, maka fungsi koordinasi tersebut sulit untuk dijalankannya, akan ada birokrasi yang sangat panjang” (HM. Haerun, Sekretaris DP2KBP3A Kabupaten Bandung, 9 April 2017).

Page 90: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 74

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Model yang dikembangkan oleh Kabupaten Bandung di atas sejalan dengan model layanan jejaring (banyak atap) yang mengedepankan pada kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil dalam wadah P2TP2A yang bersifat non-strukural. Pembiayaan untuk sekretariat lebih efisien pada model ini karena layanan dapat langsung merujuk pada lembaga yang di bawah koordinasi P2TP2A. Model ini membuka ruang pada setiap stakeholder-mitra kerja untuk berpartisipasi dalam penanganan kasus, peningkatan kapasitas maupun mengadvokasi anggaran bagi operasional sekretariat dan pelayanan. Model ini memiliki keberlanjutan yang lebih baik karena ditopang oleh banyak stakeholder, pembiayaan pun dapat diefektifkan untuk pengalokasian anggaran terbanyak bagi pembiayaan layanan korban. P2TP2A di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan banyak mengembangkan model P2TP2A banyak atap ini. Daya jangkau kepada korban pada pemulangan dan integrasi sosial korban menjadi lebih efektif.

Besaran dukungan anggaran dari Pemerintah Daerah, bentuk P2TP2A dan partisipasi masyarakat sipil akan sangat berpengaruh pada kualitas dan tingkat responsifitas layanan pada korban. Secara umum sumber dukungan anggaran untuk P2TP2A di tingkat Provinsi berasal dari alokasi APBD di tingkat Provinsi. Rata-rata P2TP2A telah menerima alokasi dana APBD antara Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai Rp.700.000.000,- (Tujuh ratus juta rupiah). Ada dua P2TP2A yang memiliki anggaran lebih dari 3 Milyar rupiah.

Tabel: Jumlah Anggaran P2TP2A

P2TP2A Anggaran

PPT DKI Jakarta 4 Milyar

P2TP2A Kota Makassar > 3 Milyar

P2TP2A Provinsi Sulawesi Selatan >700 Juta

P2TP2A Provinsi Jawa Tengah >700 Juta

PPT Provinsi Jawa Timur 700 Juta

Alokasi anggaran yang diberikan bagi UPTD biasanya lebih besar, contohnya di DKI Jakarta yang tahun ini (2016) mendapat hibah anggaran dari Pemerintah Provinsi sebesar 4 Milyar. Angka ini memang cenderung besar, namun anggaran tersebur juga tersedot ke belanja pegawai karena UPTD tidak bebasis jaringan, berusaha memenuhi sendiri kebutuhan SDM untuk penanganan korban. Akibatnya, dana operasional untuk penanganan korban tidak memadai, tidak responsive dan belum memenuhi kebutuhan terbaik bagi korban. Seluruh korban yang diwawancarai dari DKI mengeluhkan tidak adanya bantuan transportasi, padahal salah satu korban adalah korban penelantaran ekonomi. Korban lainnya jarak rumah tinggalnya cukup jauh dari P2TP2A “Tidak dapat bantuan transportasi” (Korban kode 3, DKI).

Sedangkan di 3 P2TP2A selain Jakarta, terdapat partisipasi yang cukup kuat dari masyarakat sipil yang secara langsung mengurangi beban anggaran penanganan kasus. Di P2TP2A Provinsi Jawa

Page 91: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

75 |

Tengah dana untuk penanganan korban juga tidak hanya terkonsentrasi pada P2TP2A saja, namun mitra jejaring lainnya telah mendapat alokasi anggaran masing-masing yang dapat digunakan untuk merespon kasus. Salah satunya adalah RSUD Provinsi Jawa Tengah memiliki anggaran untuk melayani visum dan pelayanan medis yang baik bagi korban kekerasan seksual.

Tabel : Anggaran P2TP2A Kabupaten-Kota

P2TP2 A Anggaran

Kota Semarang 817 juta

Kota Surakarta 136 Juta

Kabupaten Kulonprogo 130 juta

Kabupaten Bantul 100 juta

Kabupaten Boyolali 85 juta

Kabupaten Grobogan 30 juta

P2TP2A kabupaten/kota banyak yang tidak mendapatkan dukungan dana yang memadai dari APBD, sehingga meskipun ada alokasi, tetapi tidak secara langsung melainkan dimasukan di anggaran Badan/Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atau SKPD sejenis. P2TP2A di tingkat kabupaten /kota hanya mendapatkan alokasi dana APBD rata-rata antara Rp.30.000.000,-s.d Rp. 150.000.000 per tahunnya.

Sebagai ilustrasi adalah alokasi dan peruntukan dana P2TP2A Kota Makassar. Pada tahun 2016 anggarannya sebesar Rp. 3,620,582,800,000. Secara jumlah dan peruntukan alokasi anggaran P2TP2A ini termasuk sangat bagus dan menunjukan komitmen dan keberpihakan pemerintah daerah dalam pemenuhan hak dan penangan korban kekerasan. Walaupun begitu apabila dirincikan peruntukannya, terlihat masih mengutamakan kegiatan sosialisasi yaitu sebesar Rp. 1,428,272,500 (39.45%). Sementara itu untuk layanan-fasilitasi korban, penyediaan dan pengelolaan rumah aman termasuk gaji petugas adalah sebesar Rp. 1,399,908,300 (38.66%). Untuk peningkatan kapasitas petugas dan shelter warga sebesar Rp. 717,079,500 (19.81%) dan untuk bina keluarga lansia sebesar Rp. 75,322,500 (2.08%). Sebagai hal yang perlu diberi apresiasi adalah adanya kebijakan-anggaran dari pemerintah daerah untuk mensupport dan memfasilitasi partisipasi masyarakat-warga dalam penanganan-pendampingan korban kekerasan.

Temuan dan Analisis n

Page 92: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 76

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Dukungan pemerintah pada penanganan kekerasan terhadap perempuan berbasis warga sesungguhnya meningkatkan jangkauan pelayanan dan penanganan korban, namun sebaggian besar pemerintah daerah di Indonesia belum memiliki komitmen politik dan anggaran untuk pembiayaan penanganan kasus di luar dukungan yang diberikan pada unit kerjanya. Temuan ini sejalan dengan study UN Women-CPPS UGM dengan dukungan dari Ausaid mengenai anggaran penanganan kekerasan di Indonesia yang secara umum belum dapat mendukung sistem rujukan dan penanganan kekerasan yang dilakukan oleh aktor non pemerintah. Umumya anggaran untuk penanganan kekerasan dikelola langsung oleh unit kerja pemerintah daerah sehingga untuk penanganan yang tidak dilakukan oleh pemerintah diasumsikan anggarannya diberikan oleh stakeholder yang lain. Persoalannya, warga yang telah memiliki model partisipasi dalam penanganan kekerasan memiliki kapasitas pembiayaan yang sangat terbatas sehingga tidak dapat mengembangkan partisipasinya dalam penanganan korban kekerasan. Penganggaran program perlindungan perempuan dan anak di Kota Makassar sebagai contoh, telah menjawab pemenuhan hak dan kebutuhan korban atas layanan yang bermartabat.

Page 93: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

77 |

BAB IVPEMBELAJARAN DARI PENGALAMAN

DI 5 (LIMA) WILAYAH

Perkembangan Kelembagaan P2TP2A SeiringPerkembangan Kebijakan Layanan(Perubahan Kelembagaan P2TP2A Paska Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 1 Tahun 2017 )

Bagian ini adalah bab tambahan yang bukan merupakan bagian langsung dari proses asessmen P2TP2A yang dilakukan pada tahun 2016. Bab ini akan memaparkan secara ringkas pengalaman 5 daerah (di tingkat provinsi dan tingkat kabupatan/kota) yang memiliki perkembangan berbeda dalam menjalankan P2TP2A nya pada masa sekarang. Bab ini

ditulis untuk memberikan gambaran perkembangan kelembagaan P2TP2A setelah proses asessmen yang berjalan seiring dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tatakelola Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak. Cerita pengalaman Pemerintah Daerah yang diambil dalam Bab IV ini adalah pengalaman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Kota Semarang. Daerah tersebut dipilih bukan dimaksudkan untuk mengatakan bahwa penyelenggaraan layanan terpadu bagi perempuan dan anak di 4 (empat) daerah tersebut adalah yang terbaik, melainkan untuk membantu kita semua dalam memahami situasi kelembagaan P2TP2A atau PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) bagi perempuan dan anak korba kekerasan paska dikeluarkanya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tatakelola Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak.

Pengalaman 5 (lima) Pemerintah Daerah, memperlihatkan bahwa tidak semua Pemerintah Daerah mengubah bentuk kelembagaan P2TP2A dari semula lembaga non struktural menjadi lembaga struktural. Pengalaman Pemerintah Kota Surakarta dapat mewakili Pemerintah Daerah yang mengubah bentuk kelembagaan P2TP2A dari non struktural menjadi lembaga struktural atau Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Kemudian pengalaman Pemerintah Kabupaten Bandung mewakili Pemerintah Daerah yang memilih tetap mempertahankan bentuk kelembagaan P2TP2A sebagai lembaga non struktural yang beranggotakan lembaga pemerintah dan masyarakat, sehingga ciri “jejaring” tetap berkembang.

Page 94: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 78

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Sedangkan cerita dari pengalaman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dapat mewakili Pemerintah Daerah yang menggabungkan atau mengkombinasikan antara keinginan untuk tetap mempertahankan ciri “jejaring” dan keterpaduan antar lembaga pengada layanan baik milik pemerintah maupun milik masyarakat dalam sistem penanganan yang terintegrasi dalam PPT, tetapi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga tetap membentuk UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) dibawa Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Jawa Tengah, tetapi kelembagaan dan fungsi dari UPT PPA tersebut tetap menjadi bagian /anggota PPT Provinsi Jawa Tengah.

Sementara pengalaman Pemerintah Kota Semarang membantu kita memahami pentingnya kebijakan penganggaran yang inklusif dalam penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Anggaran penanganan yang dialokasikan oleh APBD Kota Semarang dapat diakses secara langsung dan mudah oleh lembaga pengada layanan. Kebijakan penganggaran yang inklusif dalam penanganan kasus sebagaimana pengalaman Pemerintah Kota Semarang dapat memperkuat keberlangsungan lembaga pengada layanan yang diinisiasi oleh masyarakat. Menguatnya lembaga pengada layanan dari masyarakat, secara langsung maupun tidak langsung menguatkan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dibangun oleh Pemerintah Daerah setempat juga keberkelanjutan lembaga layanan. Di akhir bab ini juga ditambahkan pengalaman pengembangan mekanisme dan perangkat atau tools monitoring evaluasi yang sangat terkait dengan upaya mengukur kinerja P2TP2A.

Dari 4 pengalaman yang dihimpun dalam Bab IV ini, perlunya pegambil kebijakan khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk dapat memahami perbedaan kapasitas, kondisi geografi, serta kepentingan daerah (pemerintah dan masyarakat) terhadap model kelembagaan penyelenggaraan layanan terpadu yang sesuai dan bisa dijalankan. Sehingga model kelembagaan layanan terpadu atau P2TP2A yang diadvokasi ke Pemerintah Daerah tidak tunggal, melainkan bisa beberapa pilihan model seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kota Surakarta dan Pemerintah Kabupaten Bandung.

a. Pengalaman Pemerintah Kota Surakarta: Merubah Kelembagaan Layanan Terpadu PTPAS Menjadi UPT PTPAS Kota Surakarta

i). Sejarah pendirian layanan terpadu Kota Surakarta PTPASPelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Kota Surakarta lahir sejak

tahun 2004 sebelum pengesahan UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Lahir atas desakan jaringan masyarakat sipil pengada layanan untuk menyikapi tingginya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang membutuhkan penanganan cepat, komperhensif dan dukungan pembiayaan yang berkelanjutan. Pelayanan Terpadu ini juga dibentuk untuk menindaklanjuti Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 3 Menteri dan Kapolri (Katmagatripol) tentang pelayanan terpadu bagi korban.

Pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan di Kota Surakarta dinamai dengan PTPAS (Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Kota Surakarta). Bentuk kelembagaannya adalah jejaring lembaga pengada layanan baik milik pemerintah maupun masyarakat. Jejaring penanganan

Page 95: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

79 |

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

terpadu ini dikoordinasikan oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat, PP dan PA (saat ini menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat/Dinas PP, PA & Permas). Kelembagaan PTPAS dibentuk melalui kesepakatan bersama (MoU) antar pimpinan lembaga anggota PTPAS, yang secara reguler diperbarui. Strukur kepengurusan PTPAS disahkan melalui SK Walikota Surakarta, karena PTPAS merupakan lembaga non struktural pemerintah daerah yang keanggotaanya terdiri dari organisasi perangkat daerah (OPD) terkait seperti termasuk Bapeda, Kepolisian, Kejaksaan, Rumah Sakit, termasuk Rumah Sakit Provinsi Jawa Tengah yang berlokasi di Surakarta, kemudian Organisasi Kemasyarakat, dan LSM Pengada layanan.

PTPAS menjalankan layanan melalui mekanisme rujukan yang dibangun berdasarkan Kesepakatan bersama (MoU) dan SOP yang disusun bersama-sama. Mekanisme penganggaranya ada di dalam atau menempel pada anggaran Badan Pemberdayaan Masyarakat PP, PA (Bapermas) dan penganggaran pada masing-masing OPD maupun lembaga di luar Pemerintah. Layanan visum, rumah aman, dan penanganan lainnya dibiayai secara terbatas oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui APBD di Bapermas. Kondisi ini yang menjadikan latar belakang perubahan status PTPAS menjadi UPT, lebih disebabkan kebutuhan daerah untuk adanya kepastian alokasi anggaran penanganan.

ii). Perubahan Status kelembagaan PTPAS menjadi UPT PTPASPerubahan kelembagaan PTPAS dari lembaga non struktural menjadi lembaga struktural pemerintah

daerah dilakukan pada akhir tahun 2016 melalui Perda Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Surakarta dan Peraturan Walikota (Perwal) Kota Surakarta No. 27F Tahun 2016 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tata Kerja dan Uraian Tugas Jabatan Struktural Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Surakarta. Dalam Perwali No. 27F Tahun 2016 tersebut, kelembagaan PTPAS berubah menjadi Unit Pelakasa Teknis (UPT) PTPAS yang berstatus sebagai lembaga struktural dibawah Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Surakarta. UPT PTPAS memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan penyusunan rencana teknis operasional, koordinasi dan pelaksanaan teknis operasional, evaluasi dan pelaporan di bidang Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak.

Berangkat dari tugas dan fungsi ini, Pemerintah kota Surakarta masih menginginkan terbangunnya keterpaduan layanan, hanya saja untuk pintu masuk pelayanan langsung, akan dijalankan oleh UPT PTPAS untuk kemudahan dan kepastian akses penganggaran penanganan korban dalam APBD Pemerintah Kota Surakarta.

Menurut pengelola PTPAS, status kelembagan yang berubah ini tidak terlalu mempengaruhi pelaksanaan sistem kerja penyelenggaraan pelayanan terpadu, karena penanganan kasus oleh PTPAS tetap dilakukan dengan berjejaring sesuai dengan Kesepakatan Bersama (MoU) yang masih berlaku. Tantangan UPT PTPAS adalah pada kedudukannya, yaitu menjadi pelaksana tugas teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu di bidang Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak di bawah struktur organisasi Dinas Pemberdayaan Perempuan.

Page 96: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 80

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

UPT PTPAS ini dipimpin oleh Kepala UPT yang yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan. Dengan demikian, kebutuhan koordinasi antar OPD menjadi tidak mudah, karena adanya perbedaan tingkat jabatan/eselon antara kepala UPT (eselon 4A) dengan kepala OPD atau pimpinan lembaga struktural lainnya. Sehingga koordinasi antara institusi struktural secara formal tetap dilakukan oleh Kepala Dinas sesuai dengan MoU antar para pihak anggota pelayanan terpadu di Kota Surakarta. Secara garis besar, meskipun kelembagaan layanan terpadu PTPAS berubah menjadi lembaga struktural yauitu UPT PTAS, namun dalam prakteknya UPT PAS lebih berperan pada aspek mengkoordinir dan memastikan penyelengaraan teknis operasional pelayanan terhadap korban kekerasan. Sedangkan koordinasi antar pimpinan OPD serta koordinasi kebijakannya tetap dijalankan oleh Kepala Dinas PP, PA dan Permas bersama iejaring lembaga anggota PTPAS yang sebelumnya telah terbentuk. Berikut struktur organisasi UPT PTPAS:

STRUKTUR ORGANISASI UPT. PTPASSTRUKTUR ORGANISASI PT. PTPAS

KADINAS PPPA DAN PM

KEPALA UPT

KELOMPOKJABATAN FUNGSIONAL

.....................

Petugas di UPT PPA sebagian adalah pegawai negeri sipil (PNS), khususnya Kepala UPT dan Kepala Subag Tata Usaha. Sedangkan untuk tenaga pelayanan dilakukan oleh full timer non PNS atau pejabat fungsional pendamping korban yang direkrut melalui rekrutmen terbuka. Saat ini tenaga full timer yang bekerja di UPT PTPAS adalah tenaga yang sebelumnya telah direkrut untuk membantu pelayanan terpadu di PTPAS, seperti petugas konselor, petugas rumah aman dan penjangkauan.

iii). Sarana prasarana dan penganggaranUPT PTPAS saat ini sudah memiliki mekanisme anggaran sendiri seperti untuk biaya transportasi,

akomodasi rapat, biaya korban selama di rumah aman, biaya komunikasi, serta biaya untuk pengadaan kelengkapan sarana prasarana UPT lainnya seperti listrik, air, alat tulis kantor, ruang tamu, ruang pengaduan, meja kerja dan sebagainya. UPT PTPAS juga telah memiliki gedung, alat kerja seperti set komputer dan mobil keliling untuk pelayanan, tetapi tetap di bawah koordinasi Dinas Pemberdayaan

4

Page 97: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

81 |

Perempuan. Rencananya tahun 2018 akan membangun ruang konseling dan ruang khusus untuk layanan bagi anak korban kekerasan.

iv). Layanan dan rujukanLayanan utama UPT PTPAS tidak jauh berbeda dengan layanan yang diselenggarakan oleh PTPAS

sebelum berubah menjadi UPT. Bedanya adalah pelayanan langsung oleh UPT, yang sebelumnya hanya diterima oleh bagian tertentu pada Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Masyarakat, lalu dilakukan rujukan. Layanan langsung yang diberikan adalah layanan konsultasi, konseling kasus, serta rumah aman. Jika ada kebutuhan yang lain dari layanan yang disediakan, maka akan dilakukan rujukan dengan lembaga pengada layanan yang memiliki layanan yang dibutuhkan korban. Sedangkan kebutuhan surat menyurat yang terkait layanan seperti surat untuk meminta layanan kesehatan ke rumah sakit, laporan kepolisian atau ke PPT Provinsi Jawa Tengah, akan dikeluarkan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Permas. Alur layanan untuk penanganan ini, telah dibuat dan disosialisasikan.

Dalam wawancara FPL dengan petugas UPT PTPAS, perbedaan yang terlihat adalah dalam hal penanganan kasus, bisa langsung dilakukan oleh tenaga di UPT PTPAS, kemudian data dan dokumentasi menjadi tertata dan terpusat karena terdapat petugas khusus yang melakukannya, sehingga kerahasiaanya lebih terjaga. Selain itu pembiayaan penanganan korban seperti untuk pendampingan, visum, dan layanan lainnya lebih mudah dan diutamakan karena telah tersedia anggaranya dari APBD Kota Surakarta.

b. Pengalaman Pemerintah Kabupaten Bandung: Memastikan Layanan Komprehensif Dengan Mempertahankan Ciri Lembaga “Jejaring” Dalam P2TP2A Kabupaten Bandung

i). Pendirian P2TP2A Kabupaten BandungP2TP2A Kabupaten Bandung merupakan salah satu contoh P2TP2A yang kelembagaanya tidak

diubah paska dikeluarkannya Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Tatakelola Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak, dimana dalam Permen PPA ini bentuk kelembagaan P2TP2A diarahkan untuk menjadi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

P2TP2A Kabupaten Bandung didirikan pada Tahun 2009 melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bandung No. 460/Kep.256-BKBPP/2009 Tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung. Pada tahun 2017, SK tersebut diperbaruhi melalui SK Bupati Bandung No. 460/Kep.110-DP2KBP3A/2017 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan No. 460/Kep.256-BKBPP/2009 tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bandung.

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

Page 98: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 82

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Perubahan SK ini sama sekali tidak mengubah bentuk kelembagaan, jenis layanan yang diberikan, mekanisme koordinasi penanganan, serta jejaring pelayanan terpadu baik dengan organisasi pemerintah daerah, dengan lembaga vertikal dan lembaga pengada layanan dari masyarakat juga tidak mengalami perubahan. Perubahan SK dilakukan karena adanya pergantian lembaga dan perwakilanya yang masuk dalam struktur kepengurusan P2TP2A Kabupaten Bandung.

Ada 3 jenis layanan yang diberikan oleh P2TP2A Kabupaten Bandung, yakni ; Pertama, layanan litigasi yang mencakup konsultasi dan pendampingan hukum, kedua, layanan non litigasi yang mencakup layanan konseling, reintegrasi sosial, rehabilitasi sosial, shelter dan rumah aman. Ketiga adalah layanan informasi yang terkait dengan kekerasan terhadap perempuan. Layanan yang dilakukan oleh P2TP2A tersebut dilakukan di bawah koordinasi Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

ii). Bentuk kelembagaan dan struktur P2TP2A Kabupaten BandungSebagaimana disebutkan di atas, bahwa meskipun pada tahun 2017 SK tentang pembentukan

P2TP2A Kabupaten Bandung diperbarui, tetapi perubahan SK ini tetap mempertahankan bentuk kelembagaan P2TP2A sebagai lembaga non struktural yang anggotanya dari berbagai unsur pemerintah dan masyarakat.

Dari wawancara yang dilakukan kepada Ketua P2TP2A Kabupaten Bandung Ibu Kurnia Agustina, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Ibu Teti Kusmawati, serta Penanggungjawab Sekretariat P2TP2A Bapak Haerun, setidaknya terdapat 4 (empat) alasan Pemerintah Kabupaten Bandung tetap mempertahankan bentuk kelembagaan P2TP2A sebagai lembaga non struktural:

1) Agar pelayanan P2TP2A, terutama pengaduan dan pendampingan korban dapat menjangkau masyarakat lebih luas. Sebab dengan model kelembagaan berjejaring, maka korban tidak hanya dapat mengadu di sekretariat P2TP2A, tetapi juga dapat mengadu /melapor ke semua lembaga yang menjadi anggota P2TP2A Kabupaten Bandung.

2) Mekanisme rujukan penanganan kasus antar lembaga pengada layanan yang selama ini terjadi sudah lebih mudah, cepat, dan melindungi korban.

3) Agar layanan yang diberikan kepada korban tetap komprehensif dan berkualitas, karena melibatkan banyak lembaga pengada layanan sebagai anggotanya yang disatukan dengan standart prosedur operasional penanganan kasus P2TP2A.

4) Anggaran penanganan korban tetap bisa menyebar di semua organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, seperti di Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, RSUD dan sebagainya. Sehingga anggaran penanganan korban tidak hanya menjadi tanggungjawab Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bandung.

Berdasarkan SK Bupati Bandung No. 460/Kep.110-DP2KBP3A/2017, struktur P2TP2A Kabupaten Bandung terdiri dari Pelindung, Penasehat, Penanggugjawab, Ketua, Sekretais dan 4 (empat) Bidang dibawahnya, yaitu Bidang Kerjasama dan Kemitraan; Bidang Data dan Informasi; Bidang Pendampingan dan Advokasi; Bidang Pemantauan; dan Bidang Pendidikan, Kajian dan Penelitian. Untuk ketua P2TP2A Kabupaten Bandung dijabat oleh isteri Bupati yaitu Ibu Kurnia Agustina M Naser.

Page 99: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

83 |

iii). Ketersediaan anggaran dan sarana prasarana layananMeskipun bentuk kelembagaan P2TP2A Kabupaten Bandung adalah lembaga non struktural,

tetapi dari aspek ketersediaan anggaran dan sarana prasarana layanan cukup memadai. Pada Tahun 2017, P2TP2A Kabupaten Bandung memperoleh alokasi anggaran penanganan korban dari APBD Kabupaten Bandung sebesar Rp. 334.000.000,- (tiga ratus tiga puluh empat juta rupiah) yang berada di Dinas P2KBP3A Kabupaten Bandung.

P2TP2A Kabupaten Bandung juga sudah memiliki kantor tersendiri dari Pemerintah Kabupaten Bandung yang dilengkapi dengan sarana penunjang kantor yang cukup memadai, seperti ruang tamu, ruang pengaduan, ruang rapat, ruang staf, ruang konseling, meja kerja staf, almari penyimpanan dokumen, perangkat komputer, alata komunikasi dan sebagainya. Biaya perawatan gedung yang digunakan sebagai kantor P2TP2A tersebut sepenuhnya menjadi tanggungjawab Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung. Selain kantor, P2TP2A Kabupaten Bandung juga sudah memiliki shelter sendiri yang difasilitasi juga Pemerintah Kabupaten Bandung.

iv). Keterlibatan OPD dan lembaga pengada layanan dari masyarakatPengalaman P2TP2A Kabupaten Bandung yang tetap mempertahankan model kelembagaan

non struktural, tanggugjawab dari OPD terkait, lembaga vertikal seperti kepolisian dan kejaksaan serta partisipasi lembaga-lembaga dari masyarakat justru lebih baik. OPD lain seperti Dinas sosial dan Rumah Sakit Umum Daerah daerah misalnya telah mengalokasikan anggaran untuk pendampingan kasus. Sehingga dana penanganan kasus tidak hanya bersumber dari anggaran yang ada di Dinas P2KBP3A saja. Misalnya Dinas Sosial bersedia menanggung biaya transportasi pekerja sosial/pendamping korban untuk pendampingan kasus. Kemudian program SLRT diintegrasikan dengan Pusat Kesejahteraan Sosial (Puskesos) yang ada di Desa-Desa. RSUD juga menganggarkan biaya untuk visum, persalinan dan perawatan medis untuk korban. Demikian juga dengan masyarakat, lembaga-lembaga pengada layanan dari masyarakat seperti PKK Kabupaten Bandung, SAPA Institut, JARI Bandung, LAHA Bandung juga aktif memberikan pendampingan korban dalam koordinasi sistem layanan terpadu yang ada di P2TP2A Kabupaten Bandung.

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

PeLInDung

PenASeHAT

PenAnggungJAwAB

KeTuA

SeKReTARIS

BIDAng KeRJASAMADAn KeMITRAAn

BIDAng DATA &InfoRMASI

BIDAng PenDAMPIngAn DAn

ADvoKASI

BIDAng PeMAnTAuAn

BIDAng PenDIDIKAn KAJIAn

DAn PeneLITIAn

ReLAwAn ReLAwAn ReLAwAn ReLAwAn ReLAwAn

Page 100: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 84

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

c. Pengalaman Pemerintah Provinsi Jawa Tengah UPTD PPA Menjadi Bagian Dari Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu PPT Provinsi Jawa Tengah

i). Perubahan Regulasi NasionalDisahkannya Undang-Undangan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah menuntut Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia untuk menyesuaikan organisasi perangkat daerahnya (OPD). Tak terkecuali struktur organisasi perangkat daerah yang membidangi urusan wajib non pelayanan dasar pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016, organisasi perangkat daerah yang membidangi urusan wajib pemberdayaan perempuan dan perlindungan yang semula banyak berbentuk badan diubah menjadi dinas.9 Tujuanya agar OPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dapat melaksanakan tugas teknis operasional, bukan tugas teknis penunjang. OPD yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ini juga dapat membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) untuk membantu pelaksanaan teknis operasional sebagain fungsi dari urusan wajib pemberdayaan perempuan dan perlindugan anak, yaitu sub urusan layanan korban dan rujukan. UPTD ini kemudian dinamai dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak atau UPTD PPA.10 Berdasarkan Permendagri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pembentukan dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah, UPTD PPA dapat dibentuk sebagai lembaga struktural atau menjadi bagian dari perangkat daerah provinsi.11

ii). Penyesuaian Susunan Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Jawa TengahMengacu pada perubahan peraturan perundangan tentang pemerintahan daerah, Pemerintah

Provinsi Jawa Tengah pun melakukan penyesuain susunan OPD yang ada di bawah Pemerintah Provinsi. Melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah, Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan KB (BPPPA & KB) yang membidangi 2 urusan wajib yaitu urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dengan urusan keluarga berencana dirubah menjadi Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPPA, Dalduk & KB).12 Sayangnya, perubahan kelembagaan dari badan ke dinas ini tetap menggabungkan urusan wajib non pelayanan dasar pemberdayaan dan perlindungan perempuan dengan urusan wajib non pelayanan dasar pengendalian penduduk dan keluarga berencana.

9. Undang-Undangan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.10. Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tatakelola Unit Pelaksana Teknis

Perlindungan Perempuan dan Anak.11. Pasal 16, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pembentukan dan KlasifikasiCabang Dinas dan Unit Pelaksana

Teknis Daerah.12. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Page 101: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

85 |

DPPPA, Dalduk & KB Provinsi Jawa Tengah tersebut dibentuk dengan tipe A untuk mewadahi Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dengan beban kerja yang besar. Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah, terdapat 5 bidang dan 1 UPT Dinas, yaitu Bidang Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan; Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak; Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Sejahtera; Bidang Keluarga Berencana, Advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi; Bidang Data dan Partisipasi Masyarakat; dan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak.13

Meskipun terlihat jumlah bidang yang ada dibawah OPD DPPPA, Dalduk dan KB ini tergolong banyak atau besar yaitu 5 bidang, tetapi karena dinas ini merupakan gabungan 2 urusan wajib non pelayanan dasar, maka sebenarnya bidang yang dibentuk untuk urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sedikit, yaitu hanya 2 bidang saja, yaitu Bidang Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan; dan Bidang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak. Hal yang perlu digarisbawahi meskipun DPPPA, Dalduk dan KB Provinsi Jawa Tengah dibentuk dengan tipe A, tetapi akhirnya tidak mampu menaikkan /menambah jumlah bidang dalam urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Perubahan kelembagaan dari badan ke dinas di Provinsi Jawa Tengah ini hanya berdampak terhadap 2 hal, yaitu pertama, menggeser – menaikkan fungsi OPD yang membidangi urusan wajib pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dari OPD penunjang (Badan) menjadi OPD pelaksana (Dinas) yang melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenanganan daerah. Kedua, penambahan UPTD PPA dalam struktur organisasi DPPPA, Dalduk dan KB Provinsi Jawa Tengah untuk menjalankan fungsi layanan dan rujukan penanganan perempuan dan anak korban kekerasan.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 95 Tahun 2016 tentang Satuan Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak, UPTD PPA yang dibentuk pun masih setingkat Satuan Pelaksana Teknis (SPT) Dinas yang diberi nama SPT PPA. SPT PPA ini dikepalai pegawai negeri sipil eselon IV atau setingkat Kepala Seksi Bidang.14 Struktur SPPT PPA yang dibentuk DPPPA, Dalduk dan KB Provinsi Jawa Tengah hanya memiliki 2 seksi atau sub bagian saja, yaitu Seksi /Sub Bagian Tata Usaha dan Seksi atau Sub Bagian Kelompok Pejabat Fungsional sebagati staf pelayanan dan rujukan dengan jumlah staf 10 orang yang terdiri 2 staf pegawai negeri sipil dan 8 staf pejabat fungsional.

13. Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah Nomor 65 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah.

14. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 95 Tahun 2016 tentang Satuan Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak.

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

Page 102: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 86

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

iii). Perubahan Struktur Pelayanan Terpadu Provinsi Jawa TengahAkibat dari perubahan susunan perangkat daerah Provinsi Jawa Tengah dan struktur Organisasi

DPPPA, Dalduk dan KB Provinsi Jawa Tengah, maka struktur kepengurusan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penyesuaian. Berdasarkan hasil Rapat Koordinasi Anggota PPT Provinsi Jawa Tengah tahun 2016, disepakati bahwa fungsi SPT PPA pada DPPPA, Dalduk dan KB tidak menggantikan atau mengambil seluruh fungsi dan kelembagaan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan sebagaimana perintah Perda No. 3 Tahun 2009 tentang Penyelengaraan Penanganan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak. SPT PPA hanya menjalankan atau merupakan pelaksana dari fungsi layanan dan rujukan yang menjadi tugas DPPPA, Dalduk dan KB. SPT PPA dan Bidang-Bidang lain yang terkait dalam DPPPA, Dalduk dan KB adalah bagian dari sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu dan anggota dari PPT Provinsi Jawa Tengah.15

Dalam Rapat Koordinasi Tahunan anggota PPT Provinsi Jawa Tengah tahun 2016, seluruh anggota PPT menyepakati struktur baru PPT yang disesuaikan dengan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Permen PPA Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tatakelola Unit

15. Notulensi Rapat Koordinasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2016.

STRuKTuR oRgAnISASI DInAS PeMBeRDAyAAn PeReMPuAn,

PeRLInDungAn AnAK, PengenDALIAn PenDuDuK DAn KeLuARgA BeRencAnA

PRovInSI JAwA TengAH

LampiranPeraturan gubernur Jawa Tengah nomor 95 Tahun 2016 Tentang organisasi dan Tata Kerja Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah

KeLoMPoKJABATAn

fungSIonAL

BIDAngKuALITAS HIDuP DAn

PeRLInDungAn PeReMPuAn

BIDAngPeMenuHAn HAK DAn PeRLInDungAn AnAK

BIDAngPengenDALIAn PenDuDuK DAn KeLuARgA SeJAHTeRA

kepala dinas

SuB BAgIAnPRogRAM

SuB BAgIAnKeuAngAn

SuB BAgIAnuMuM DAn

KePegAwAIAn

BIDAng DATA DAn PARTISIPASI

MASyARAKAT

BIDAng KeLuARgA BeRencAnA ADvoKASI

DAn KoMunIKASI InfoRMASI DAn

eDuKASI

SeKSI KuALITAS HIDuP PeReMPuAn

SeKSI PeRLInDungAnPeReMPuAn

SeKSI PeMenuHAn HAK AnAK

SeKSI PeRLInDungAnAnAK

SeKSI PengenDALIAn PenDuDuK

SeKSI KeLuARgASeJAHTeRA

upt dinas

SeKSI KeLuARgA BeRencAnA

SeKSI ADvoKASI DAn KoMunIKASI InfoRMASI

DAn eDuKASI

SeKSI DATA DAn InfoRMASI

SeKSI PARTISIPASI MASyARAKAT

guBeRnuR JAwA TengAH

gAnJAR PRAnowo

sekretariat

Page 103: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

87 |

Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak. SPT PPA menjadi penanggungjawab dari Sekretariat PPT Provinsi Jawa Tengah atau sebagai Ketua Sekretariat PPT Provinsi Jawa Tengah yang bertugas mengkoordinir dan memastikan pelayanan terpadu bagi korban,16 dengan demikian secara kelembagaan, SPT PPA ini berada di bawah langsung Kepala DPPPA dan, Dalduk dan KB Provinsi Jawa Tengah serta diangkat berdasarkan Surat Keputusan (SK) Kepala Dinas, tetapi fungsi dan tugas SPT PPA menjadi bagian yang terintegrasi dalam sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak Provinsi Jawa Tengah.

Sementara OPD lainnya seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, RSUD Provinsi Jawa Tengah, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat seperti Pusat Studi Wanita (PSW) atau Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), LRC-KJHAM, LBH APIK Semarang, Yayasan Setara, Fatayat NU Jawa Tengah, Aisiyah Jawa Tengah dan lain sebagainya serta kelompok profesional seperti Peradi Jawa Tengah, Ikatan Bidan Indonesia Jawa Tengah, Himpunanan Psikolog Indonesia Jawa Tengah tetap menjadi anggota dan bagian dari sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan Provinsi Jawa Tengah.17

“Dengan model dimana SPT PPA ini menjadi bagian dari PPT Provinsi Jawa Tengah, maka diharapkan PPT ini semakin kuat, karena program dan anggaranya semakin jelas, kemudian ada pegawai PNS yang secara khusus dipasrahi (diserahi tanggungjawab) mengelola sekretariat PPT dan pelaksanaan teknis penanganan korban. Selain itu partisipasi masyarakat dan organisasi perangkat daerah lainya juga masih tetap menjadi anggota PPT dan bisa lebih aktif lagi”. (Ibu Dra Sri Kusuma Astuti MSi).

iv). Implikasi terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu di Jawa TengahImplikasi dari perubahan struktur organisasi DPPPA, Dalduk dan KB Provinsi Jawa Tengah

serta struktur kepengurusan PPT Provinsi Jawa Tengah sebagaimana tersebut di atas menjadikan program dan alokasi anggaran untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan lebih jelas karena memiliki nomenklatur dan kode rekening tersendiri. Selain itu ketersediaan petugas khusus lebih memadai dengan status kepegawaiannya yang lebih jelas juga.

Sebelum terbentuk SPT PPA di Dinas PPPA, Dalduk dan KB, penanggungjawab sekretariat pelayanan terpadu PPT Provinsi Jawa Tengah dirangkap oleh Kepala Sekretariat Badan /Dinas dan fungsi /tugas harianya dirangkap oleh Kepala Sub Bidang Perlindungan Perempuan. Dengan adanya SPT PPA, maka sekretariat pelayanan terpadu PPT Provinsi Jawa Tengah dan fungsi hariannya menjadi tanggungjawab SPT PPA.

Oleh karena kepala SPT PPA dari pegawai negeri sipil yang belum pernah terlibat dalam berbagai upaya pemberdayaan perempuan khususnya pelayanan korban dan penyelenggaraan pelayanan terpadu, maka muncul kendala dari perspektif dan kapasitas menejemen pelayanan terpadu dan

16. Ibid.17. Ibid.

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

Page 104: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 88

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

menejemen penanganan korban. Sehingga membutuhkan peningkatan kapasitas bagi kepala dan staf SPT PPA, terutama yang dari pegawai negeri sipil.

d. Pengalaman Pemerintah Kota Semarang: Model Kebijakan Penganggaran Inklusif dan Monev Pelayanan Terpadu oleh Komisi Non Struktural

i). Model Kebijakan Penganggaran Inklusif Dalam Penanganan Korban Di Kota SemarangPusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni Kota Semarang didirikan pada tahun 2005 berangkat

dari Pelatihan dan Rapat Koordinasi Lintas Sektoral yang diselenggarakan oleh Tim ToT Pendidikan HAM Berperspektif Gender Jawa Tengah bekerja sama dengan Komnas Perempuan. Seruni merupakan singkatan dari Semarang Terpadu Rumah Perlindungan Untuk Membangun Nurani dan Cinta Kasih Insani.

PPT Seruni Kota Semarang didirikan pertama kali dengan SK Walikota Semarang Nomor 463.05/112 tanggal 4 Mei 2005 tentang Pembentukan Tim Pelayanan Terpadu Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak. SK pendirian ini kemudian dirubah di tahun 2009 dan di tahun 2011 karena ada penyesuaian kelembagaan dan perubahan struktur keanggotaan.18

Untuk mekanisme pelaporan dan penanganan korban, PPT Seruni memiliki 2 (dua) mekanisme yang terintegrasi. Mekanisme pertama adalah pelaporan dan penanganan korban yang langsung melalui sekretariat PPT Seruni Kota Semarang. Mekanisme kedua adalah mekanisme pelaporan dan penanganan korban melalui lembaga-lembaga yang menjadi anggotanya. Kedua mekanisme tersebut dijalankan berdasarkan standar prosedur operasional penanganan terpadu kasus kekerasan dan dibawah koordinasi Sekretariat PPT Seruni Kota Semarang. Tujuannya agar penanganan korban yang dilakukan oleh setiap lembaga anggota PPT Seruni tetap sesuai dengan standart dan prosedur pelayanan terpadu, sehingga tetap terintegrasi dengan layanan lainnya yang dibutuhkan oleh korban.

Memberlakukan 2 mekanisme pelaporan dan penanganan yang tetap terintegrasi dalam sistem penyelenggaraan pelayanan terpadu PPT Seruni, Pemerintah Kota Semarang menginginkan layanan yang disediakannya dapat menjangkau setiap perempuan dan anak korban kekerasan.

Sebagai akibat dari kedua mekanisme pelaporan dan penanganan tersebut, dukungan anggaran APBD Kota Semarang pun dapat digunakan untuk membiayai penanganan korban, baik yang lapor ke sekretariat PPT Seruni maupun yang lapor dan ditangani oleh anggota PPT Seruni. Organisasi masyarakat atau organisasi pengada layanan anggota PPT Seruni dapat mengajukan pembiayaan penanganan korban dari APBD Kota Semarang melalui mekanisme klaim ke Sekretariat PPT SERUNI. Selanjutnya Sekretariat PPT Seruni akan mengajukan klaim tersebut ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang untuk mendapatkan penggantian biaya penananan yang dikeluarkan oleh lembaga pengada layanan.

18. http://pptseruni.blogspot.co.id/

Page 105: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

89 |

Lampiran n

Menurut Ninik Jomoenita, Ketua Pelaksana Harian Sekretariat PPT SERUNI, model pembiayaan penanganan kasus tersebut sudah dijalankan sejak PPT Seruni didirikan pada tahun 2005 hingga sekarang. Penanganan kasus yang ditangani oleh Sekretariat PPT Seruni seluruhnya dibiayai oleh APBD Kota Semarang. Demikian pula dengan kasus yang ditangani oleh lembaga pengada layanan anggota PPT Seruni juga dapat mengajukan klaim pembiayaan ke APBD Kota Semarang. Pada tahun 2016, PPT Seruni mendapat alokasi anggaran dari APBD Pemerintah Kota Semarang sebesar Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah).19

ii). Mengembangkan Pelaksanaan Monev Pelayanan Terpadu Oleh Komisi Non Struktural Daerah KPK2BGAMandat monitoring dan evaluasiDi Provinsi Jawa Tengah, monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu dilakukan secara rutin yaitu minimal 1 kali dalam setahun. Monitoring dan evaluasi tersebut dilakukan berdasarkan perintah dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2009. Dalam Pasal 18 Perda Nomor 3 Tahun 2009, dinyatakan bahwa Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu.20

Kewajiban ini menjadi tugas dari Komisi Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (KPK2BGA) Provinsi Jawa Tengah.21 KPK2BGA merupakan komisi non struktural yang dibentuk berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2009 dengan tugas melakukan mediasi perselisihan antar lembaga anggota pelayanan terpadu, melakukan advokasi kebijakan serta melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan pelayanan terpadu yang dilakukan oleh Pusat Pelayanan Terpadu (PPT).22

Penyelenggaraan monitoring dan evaluasiMonitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu tersebut dimaksudkan untuk mengetahui peran, tanggungjawab, mekanisme kerja lintas sektor dari masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) serta untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui.23 Berdasarkan instrumen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan terpadu KPK2BGA, ada 5 (lima) aspek dari penyelenggaraan pelayanan terpadu yang dimonitoring dan dievaluasi yaitu; (i) aspek kebijakan dan alokasi anggaran daerah; (ii) aspek layanan yang disediakan; (iii) aspek SDM dan sarana prasarana; (iv) aspek koordinasi dan rujukan; dan (v) aspek partisipasi masyarakat.

Menurut salah seorang Badan Pekerja KPK2BGA Ibu Mawar, Monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu oleh KPK2BGA dapat dilakukan baik kepada Pusat Pelayanan

19. Laporan Wawancara dengan Ninik Jomenita, Petugas PPT Seruni Kota Semarang, tanggal 13 Juli 2017.20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2009 tentang Tentang Penyelenggaraan terhadap Korban Kekerasan Berbasis Gender dan

Anak.

21. Ibid. Pasal 18.22. Ibid. Pasal 19.23. Kerangka acuan dan laporan pelaksanaan monitoring dan evaluasi terhadap penyelenggaraan korban kekerasan di Jawa Tengah, Komisi Perlindungan

Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (KPK2BGA) Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2016.

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

Page 106: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 90

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Terpadu (PPT) Provinsi Jawa Tengah, maupun kepada Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.24

Hasil dari pelaksanaan monitoring dan evaluasi akan dilaporkan kepada Gubernur Jawa Tengah

serta disampaikan kepada OPD dan Bupati setempat. Berdasarkan pengalaman PPT Provinsi Jawa Tengah, laporan dari monitoring dan evaluasi yang dilakukan KPK2BGA akan disampaikan secara langsung kepada Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DPPPA, Dalduk & KB) selaku ketua PPT Provinsi Jawa Tengah. Selanjutnya kepala DPPPA, Dalduk & KB akan mengadakan rapat anggota PPT untuk menyampaikan dan menindaklajuti temuan serta rekomendasi hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh KPK-2BGA. Demikian pula untuk hasil monitoring dan evaluasi PPT Kabupaten /Kota, kata Ibu Dewi Inderajati, Msi., Kepala Bidang Perlindungan Perempuan DPPPA, Dalduk & KB Provinsi Jawa Tengah.25

Menurut Ibu Dewi Indrajati, MSi., laporan hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi KPK2BGA sangat berguna untuk membantu melihat kekurangan penyelenggaraan pelayanan terpadu baik oleh PPT Provinsi maupun PPT Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah. Dalam rapat koordinasi PPT se Jawa Tengah, KPK2BGA akan menyampaikan hasil monitoring dan evaluasinya, bahkan dibuat peringkat PPT Kabupaten /Kota berdasarkan kapasitasnya. “Dulu dalam laporan monitoring dan evaluasi KPK2BGA, PPT Kabupaten Wonogiri, kemudian PPT Kabupaten Grobogan dinilai sebagai salah satu PPT yang kurang baik layananya, tetapi kemudian mereka bekerja keras memperbaiki layanannya dan akhirnya sekarang PPT Kabupaten Grobogan dan PPT Kabupaten Wonogiri menjadi lebih baik seperti saat ini. Mereka punya staf pendamping khusus, sudah ada alokasi anggaran pendampingan, punya sekretariat, punya shelter, dan sebagainya. Itu salah satunya manfaat dari hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan KPKBGA”(Ibu Dewi Indrajati, MSi.)

24. Laporan Wawancara dengan Badan Pekerja KPK2BGA, Ibu Mawar tentang pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh KPK2BGA terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu oleh PPT Provinsi Jawa Tengah, 13 Juli 2017.

25. Laporan Wawancara dengan Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, Ibu Dewi Indrajati, M.Si., tentang pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh KPK2BGA terhadap penyelenggaraan pelayanan terpadu oleh PPT Provinsi Jawa Tengah, 13 Juli 2017.

Page 107: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

91 |

e. Pengalaman Kota Makassar dalam Pelibatan Komunitas dan Dukungan Pembiayaan Penanganan Kepada Lembaga Pengada Layanan dan Pendamping Komunitas26

i). Dukungan Pembiayaan Penanganan Kepada Lembaga Pengada Layanan dan Pendamping Komunitas Di PerdesaanPada tahun 2017, Pemerintah Kota Makassar telah mengalokasikan anggaran penanganan

perempuan dan anak korban kekerasan sebesar Rp. 550.000.000,- (Lima ratus lima puluh juta rupiah). Anggaran ini melekat pada anggaran di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar.

Anggaran tersebut digunakan untuk membiayai transportasi pendampingan, honor pendamping korban, honor tenaga profesional seperti pengacara dan psikolog, layanan konseling, layanan shelter, koordinasi penanganan kasus dan biaya sewa sekretariat P2TP2A. Sedangkan untuk layanan medis dan layanan pemberdayaan ekonomi dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lainnya yang terkait, seperti Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), Rumah Sakit Bhayangkara dan Dinas Kesehatan /Puskemas.

Setiap tahun perencanaan program dan anggaran penanganan korban di Kota Makassar dilakukan berdasarkan usulan anggota P2TP2A melalui rapat koordinasi. Selanjutnya DPPPA Kota Makassar memasukkan usulan program/kegiatan tersebut kedalam Rencana Kerja (Renja) Tahunan DPPPA Kota Makassar. Untuk usulan program dan anggaran penanganan korban yang terkait dengan urusan OPD lain, maka DPPPA Kota Makassar akan mengusulkannya ke OPD terkait agar masuk di Renjanya masing-masing. Berdasarkan SK Walikota Makassar tentang Desk PUG, DPPPA Kota Makassar diberikan tugas untuk memberikan asistensi kepada masing-masing OPD agar setiap OPD memiliki 1 program/kegiatan yang terkait dengan pemberdayaan perempuan. Melalui tugas inilah, DPPPA berkesempatan untuk mendorong program dan anggaran penanganan korban masuk dalam Renja OPD yang terkait.

Sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari APBD, anggaran penanganan untuk perempuan dan anak korban kekerasan langsung diberikan kepada setiap anggotanya melalui mekanisme hibah yaitu Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) setiap tahunnya. Dana hibah tersebut untuk membiayai keperluan seluruh penanganan korban yang dilakukan oleh anggota P2TP2A Kota Makassar.

Anggaran penanganan kasus sebesar Rp. 550.000.000,- (lima ratus lima puluh juta rupiah) tersebut tidak hanya dapat diakses oleh lembaga pengada layanan tetapi juga oleh pendamping komunitas dan shelter warga/desa. Lembaga pengada layanan anggota P2TP2A Kota Makassar dapat mengajukan klaim pembiayaan penanganan korban ke Sekretariat P2TP2A. Sedangkan untuk pendampingan oleh komunitas dan layanan shelter warga/shelter desa, komunitas mendapatkan dukungan biaya

26. Disarikan dari wawancara kepada Ibu Lusy Palulungan Kota Makassar, Juli Tahun 2017.

Pembelajaran Dari Pengalaman di 5 (Lima) Wilayah n

Page 108: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 92

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

pendampingan sebesar Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah) per kasus. Bahkan P2TP2A mengalokasikan dana stimulan atau dana insentif sebesar Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) kepada RT yang memiliki program pencegahan kekerasan dan kepedulian kepada perempuan dan anak korban kekerasan di wilayahnya.

Setiap tahun anggaran penanganan perempuan dan anak korban kekerasan selalu disampaikan ke seluruh anggota P2TP2A melalui rapat koordinasi anggota dan dapat dipantau oleh masyarakat karena dipublikasikan melalui media sosial dan media massa, termasuk di website Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar.

ii). Pelibatan Komunitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu27

P2TP2A Kota Makassar merupakan salah satu dari kabupaten/kota yang masih menjalankan model kelembagaan P2TP2A sebagai lembaga non UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas), yaitu model kelembagaan yang menguatkan jejaring layanan antara lembaga pemerintah, lembaga penegak hukum, organisasi profesi dan lembaga-lembaga masyarakat dalam penyelenggaraan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.

Keterlibatan lembaga masyarakat terutamanya lembaga pengada layanan dari masyarakat, tidak hanya terlibat dalam layanan saja, tetapi juga dalam struktur P2TP2A. Bahkan ketua dan sekretaris P2TP2A berasal dari unsur masyarakat.

Keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan terpadu yang dikoordinasikan oleh P2TP2A dianggap mempermudah usaha pemerintah untuk memberikan layanan yang komprehensif dan mudah diakses oleh korban. Lembaga-lembaga pengada layanan dari masyarakat diakui oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar sangat membantu layanan yang diberikan P2TP2A, seperti layanan pengaduan, layanan pendampingan, layanan konseling, layanan bantuan hukum, layanan shelter, dan reintegrasi.

Di tahun 2016 dan 2017, pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan layanan terpadu di Kota Makassar diperluas hingga ke komunitas perempuan yang ada di pelosok-pelosok desa. Peran komunitas tersebut dikuatkan untuk mampu melakukan pencegahan kekerasan di komunitasnya, memberikan pertolongan pertama pada saat menerima pelaporan seperti menyediakan shelter berbasis komunitas, serta pendampingan rujukan ke P2TP2A dan lembaga layanan lainnya untuk penanganan lanjutan. Komunitas tersebut diberikan dukungan biaya transportasi pendampingan sebesar Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah). Pada tahun 2017, sudah ada 6 komunitas di 6 desa yang dilibatkan dan diberikan dukungan pembiayaan pendampigan korban dari APBD Kota Makassar.

27. Disarikan dari wawancara dengan Ibu Lusy Palulungan Kota Makassar, Juli Tahun 2017.

Page 109: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

93 |

BAB VPENUTUP

a. Kesimpulan

Cara kerja dan waktu layanan di P2TP2A menunjukkan sebagian besar P2TP2A melihat persoalan korban sebagai persoalan keseharian biasa dan bukan melihat korban sebagai subyek marginal yang berhak mendapatkan dukungan negara. Pada P2TP2A yang memiliki waktu kerja hingga 24 jam atau dapat menggerakan jejaring dengan stakeholder

untuk penjangkauan korban cenderung dapat menjalankan fungsinya sebagai penyedia layanan dan bukan sekedar pencatatan kasus korban.

Peran P2TP2A adalah untuk mengkoordinasikan seluruh stakeholder pelayanan korban. Sebagai lembaga pemerintah P2TP2A bisa memanggil seluruh unsur untuk duduk bersama dan memberi pandangan. Pimpinan maupun staf di dinas PP sangat menentukan hubungan dengan dinas lain. Namun asesmen ini menemukan di banyak daerah dinas PP tidak cukup kuat untuk melakukan peran koordinasi. Beberapa pegiat P2TP2A di beberapa daerah berusaha menembus kemacetan sistem dengan mengembangkan “thinking and working politically” semisal di Maros pegiat P2TP2A langsung mengakses bupati juga untuk koordinasi dengan dinas lain. Selain itu juga mendorong pelibatan DPRD untuk pengawasan kinerja dinas yang terlibat dalam P2TP2A.

SOP dibutuhkan oleh P2TP2A, namun SOP saja tidak cukup. Diperlukan proses yang partisipatif dalam penyusunan SOP yang melibatkan beragam stakeholder, sehingga proses penyusunan SOP ini dapat menjadi mekanisme membangun kesepahaman kerja bersama lintas lembaga.

Anggaran yang disediakan untuk sebagian besar P2TP2A sangat terbatas. Dukungan dana dari APBD hanya mampu untuk membiayai operasional sekretariat, rapat koordinasi pengurus, sosialisasi serta pendampingan korban dengan jumlah yang terbatas. Walaupun bukan satu- satunya faktor namun komitmen dalam bentuk anggaran merupakan satu hal yang penting untuk meningkatkan kinerja dan layanan lembaga.

Kinerja P2TP2A sangat ditopang dengan adanya CSO, LSM dan komunitas pendamping yang peduli pada penanganan korban kekerasan. Karenanya partisipasi masyarakat ini adalah titik kuat P2TP2A non-struktural. Di sisi lain, kecenderungan untuk menggerakan P2TP2A sebagai unit pelayananan terpadu daerah (UPTD Struktural) berpotensi memangkas partisipasi yang berdampak

Page 110: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 94

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

pada menurunnya daya jangkau layanan terhadap korban. Sebaliknya, daerah yang mengembangkan pusat pelayanan terpadu dengan pendekatan non-struktural terbukti lebih mampu menjangkau korban dengan dukungan beragam pihak dan keterpaduan layanan serta dukungan anggaran yang luwes dan struktur yang efisien.

Daerah-daerah yang memiliki struktur yang efisien dan mekanisme kerja berjejaring mampu menyediakan layanan yang aksesibel, affordable dan membawa kemanfaatan bagi korban hingga tahapan pemulihan. Beberapa inisiatif layanan yang sifatnya terdapat partisipasi komunitas/jejaring (pendamping berbasis komunitas, rujukan berbasis komunitas, rumah aman berbasis komunitas), layanan jemput bola serta dukungan keuangan untuk mengurangi beban ekonomi korban diapresiasi korban dapat meningkatkan kepuasan layanan, rasa aman dan pemenuhan hak korban.

Asesmen ini menemukan bahwa perekrutan pengurus dan SDM memiliki pengaruh langsung pada kapasitas lembaga, sedangkan kapasitas kelembagaan yang lemah berdampak langsung pada lemahnya layanan. Daerah yang menggunakan model penunjukkan oleh pimpinan daerah cenderung memperoleh pengurus yang kurang memahami mandat lembaga. Mereka tidak mampu merespon tuntutan korban atas layanan karena pengurus dan staf cenderung tidak memahami peran P2TP2A dan bagaimana mengoptimalisasi fungsinya. Indikasi kurang baiknya layanan adalah tingginya ketidakpuasan korban, tidak terpenuhinya hak korban, keluhan atas kapasitas staf dan fasilitas, keluhan atas tidak adanya mekanisme rujukan yang mendekatkan korban pada akses keadilan.

Monitoring dan Evaluasi belum dinilai penting dan belum dilaksanakan oleh sebagian besar P2TP2A. begitupun Mekanisme pengaduan keluhan atas layanan dan pengelolaan keluhan belum menjadi aspek yang dinilai penting oleh P2TP2A. Padahal pengalaman korban yang dilayani serta hasil monev dapat dijadikan input untuk meningkatkan kualitas layanan.

Mekanisme complain atas layanan yang diberikan oleh P2TP2A ternyata belum dijadikan kebutuhan bagi P2TP2A untuk mendapat gambaran dari kinerjanya, juga untuk mendapat umpan balik dari penerima manfaat layanan P2TP2A, yang bisa dijadikan acuan untuk memperbaiki kinerjanya.

Tidak terdapat satu pun P2TP2A yang memiliki kebijakan-mekanisme khusus secara tertulis yang menjadi landasan bagi penanganan perempuan dan anak korban kekerasan seksual, padahal kasus kekerasan seksual membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif dan pendekatan khusus. Walaupun dalam prakteknya ada respon yang cukup baik dalam penanganan, namun hal ini sangat tergantung (perspektif ) dengan siapa yang saat itu menjadi pengurus dan petugasnya.

b. RekomendasiBerdasarkan pembelajaran dan simpulan yang telah dipaparkan, asesmen ini menyusun

rekomendasi secara spesifik kepada masing-masing pihak yang berkepentingan mulai dari pembuat kebijakan strategis hingga level teknis.

Page 111: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

95 |

Kementerian PPA dan Bappenas• Memperkuat kembali peran dan fungsi P2TP2A sebagai mekanisme koordinasi, untuk memastikan

terbangunnya keterpaduan layanan, termasuk melahirkan standar sistem rujukan, sistem data kasus yang terpadu, peningkatan kapasitas layanan dan penganggaran.

• Pemerintah mengeluarkan surat edaran untuk memastikan setiap desa memiliki pusat layanan berbasis komunitas (PATBM) atau lembaga layanan korban berbasis desa yang didukung oleh anggaran desa.

• Mendorong terbitnya kebijakan (Peraturan Presiden) yang mengatur agar pelayanan korban kekerasan mendapatkan dukungan anggaran dari negara dengan sistem case management.

Kementerian Kesehatan dan BPJS• Memasukkan komponen visum et repertum dan perawatan medis termasuk didalamnya perawatan

mental untuk perempuan korban kekerasan sebagai layanan medis gratis di semua level layanan kesehatan.

• Menerbitkan kebijakan yang dapat menjadi rujukan daerah bagi pelayanan medis untuk korban, seperti biaya untuk Visum, test DNA, dan layanan medis lain yang saat ini tidak dapat didukung oleh BPJS.

• Menerbitkan petunjuk teknis bagi pelaksana layanan kesehatan di daerah untuk dapat berkoordinasi dengan stakedolders terkait dalam kerangka pemenuhan hak korban.

Komnas Perempuan dan KPAI• Pengembangan konsep-konsep untuk penguatan fungsi P2TP2A.• Melakukan pemantauan terhadap kerja-kerja strategis P2Tp2A dengan menggunakan framework

women right approach.• Mendorong adanya sinergi antar lembaga pemerintah dan CSO dalam pencegahan dan

penanggulangan perempuan dan anak korban kekerasan.• Mendorong rakor tahunan untuk penanganan korban diantara NHRI.

Pemerintah daerah dan SKPD Pemberdayaan Perempuan• Pemerintah daerah harus terlibat aktif dalam reformasi kelembagaan P2TP2A melalui perbaikan

mekanisme rekrutmen ketua, pengurus dan pegiat P2TP2A dengan menggunakan mekanisme yang terbuka, formal dan sistem merit.

• Pemerintah daerah harus memastikan P2TP2A menjalankan fungsi koordinasi, pengawalan sistem rujukan, data, penganggaran dan peningkatan kapasitas.

• Mengalokasikan anggaran daerah 3% dari APBD untuk layanan korban dan memastikan 60%-nya dialokasikan untuk layanan korban.

• Pemerintah daerah dan Badan PP perlu mendukung potensi partisipasi masyarakat dalam penanganan kekerasan dan panguatan kapasitas dan dukungan anggaran, sarana dan prasarana, SDM untuk penangan korban kekerasan, termasuk dalam hal ini untuk penyedian pelayanan korban yang digerakkan warga semisal shelter dan rumah aman berbasis warga. Dukungan anggaran dari negara ini dapat memastikan keberlanjutan pelayanan dan pemenuhan hak korban.

Penutup n

Page 112: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 96

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

P2TP2A• Memperkuat fungsi koordinasi, termasuk pengawalan sistem rujukan, data, peningkatan kapasitas

dan penganggaran.• Mengembangkan mekanisme pemulihan bagi pendamping sebagai bagian dari penguatan kapasitas

lembaga-lembaga pengada layanan.• Mengembangkan renstra untuk pencegahan dan penanggulangan di tingkat daerah.• Perbaikan mekanisme rekrutmen ketua, pengurus dan pegiat P2TP2A dengan menggunakan

mekanisme yang terbuka, formal dan sistem merit. Untuk peningkatan kapasitas SDM P2TP2A dapat dilakukan dengan pemagangan ke Forum Pengada Layanan, maupun melakukan kesepakatan antar lembaga untuk meminjam staf LSM dan pekerja sosial.

• Perlunya dibangun mekanisme khusus serta SOP khusus bagi kelompok rentan dan korban kekerasan seksual

• P2TP2A perlu menambah tenaga pendamping yang memiliki kompetensi keahlian penanganan kasus. Rekrutmen pengurus, pegiat dan pendamping harus menggunakan mekanisme rekrutmen dan menggunakan sistem merit.

• Perbaikan sistem dokumentasi kasus yang dapat dijadikan rujukan penanganan kasus yang lebih komprehensif dan terpadu.

• Menyusun renstra secara bersama-sama dengan jejaring kemitraan dan asosiasi korban/penyintas sehingga dapat merumuskan langkah bersama untuk peningkatan kualitas layanan.

• Serta melakukan monitoring evaluasi partisipatif secara rutin dengan menggunakan indikator kinerja yang disepakati bersama.

• Organisasi Masyarakat.• Meningkatkan kapasitas dalam penyelenggaraan layanan bagi perempuan dan anak korban

kekerasan• Melakukan advokasi untuk mendapatkan dukungan anggaran bagi penanganan kasus kekerasan

terhadap perempuan.• Meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan P2TP2A, OPD terkait dan institusi

vertikal.• Menyusun renstra secara bersama-sama dengan P2TP2A dan asosiasi korban/penyintas.• Melakukan monitoring evaluasi partisipatif secara rutin dengan menggunakan indikator kinerja

yang disepakati bersama.

c. PembelajaranSetelah kurang lebih 10 tahun berdiri, P2TP2A telah berdiri di sebagian besar kabupaten kota,

meskipun demikian terdapat kecenderungan replikasi kelembagaan tanpa melihat perbedaan daya dukung tiap-tiap daerah. Replikasi yang mengabaikan daya dukung ini cenderung kurang memadai dalam menciptakan P2TP2A yang mampu menjalankan fungsi pelayanan. Asesmen ini menemukan bahwa kebutuhan SDM di P2TP2A sesungguhnya tidak banyak namun harus memiliki kompetensi agar efektif dalam menjalankan fungsinya. Beberapa P2TP2A yang tidak dapat berjalan dengan efektif adalah P2TP2A dengan struktur yang besar namun dengan pegiat yang tidak fokus pada pengembangan kelembagaan dan pelaksanaan tugas dan fungsi.

Page 113: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

97 |

Kinerja P2TP2A dipengaruhi olehkomitmen dan dukungan kepala daerah, anggaran dan dukungan sumber daya manusia dan kepengurusan, kualitas koordinasi dengan jaringan kerja serta kebijakan di tingkat lokal dan nasional, partisipasi masyarakat. Sarana, prasarana dan kebijakan yang kurang memadai dapat disiasati dengan kuatnya komitmen jejaring dan mitra kerja P2TP2A terhadap korban. Secara umum P2TP2A telah mampu mengembangkan sarana prasarana pendukung. Namun sarana dan prasarana ini belum parallel dengan langkah untuk memberikan layanan yang berpihak pada korban. Terdapat beberapa persoalan mendasar yakni perspektif dalam memandang korban serta kapasitas staf di unit pengada layanan.

Kekuatan P2TP2A di Indonesia adalah partisipasi yang tinggi dari jejaring masyarakat sipil yang diwujudkan dalam P2TP2A yang berbasis jejaring. Modalitas sosial dalam bentuk jejaring inilah yang menjadi katup pengaman pelayanan korban pada saat P2TP2A mengalami keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia. Beberapa kendala ketersediaan SDM yang memiliki kompetensi dan pengalaman dalam pendampingan korban dapat diatasi oleh sebagian P2TP2A melalui MoU kelembagaan dengan LSM dan CSO, meskipun ada juga yang sekedar merekrut pegiat CSO dan LSM yang telah memiliki pengalaman. Catatan mengenai konsep jejaring sebaiknya bukan dengan mengambil sumber daya manusia dari dari staf-staf CSO tapi membangun jejaring kemitraan dan koordinasi kelembagaan dengan CSO sebagai lembaga layanan. Sehingga baik P2TP2A memiliki kapasitas yang baik, sedangkan CSO juga terus dapat berkembang dan menginisiasi gerakan layanan korban dan supporting group untuk korban.

Beberapa inisiatif yang dikolaborasikan dengan NGO dan komunitas Forum Pengada Layanan menghasilkan model pendampingan berbasis masyarakat dan shelter berbasis komunitas/warga. Insiatif jemput bola oleh P2TP2A dapat bersinergi dengan mekanisme rujukan berbasis komunitas, rumah aman berbasis komunitas. Telah mulai muncul komitmen politik dan kebijakan anggaran pemerintah di beberapa daerah untuk mendukung partisipasi masyarakat dalam penanganan korban kekerasan. Dukungn anggaran ini dapat menjamin keberlanjutan penanganan korban dan meningkatkan kepuasan korban atas layanan yang berkualitas dan bermartabat.

Anggaran bagi penanganan korban kekerasan terbilang sangat minimal dan belum menunjukkan keseriusan daerah untuk menangani korban dan memenuhi hak korban. Di daerah dengan anggaran Badan Pemberdayaan perempuan dan anggaran P2TP2A yang besar cenderung lebih responsif pada persoalan kekerasan perempuan dan anak. Meskipun demikian terdapat daerah dengan anggaran yang besar namun tidak memiliki struktur, mekanisme dan jejaring kerja yang kuat akibatnya P2TP2A tidak dapat mengarahkan anggarannya untuk meningkatkan fungsi pelayanan bagi korban. Meskipun sebagian besar P2TP2A mengaku sudah memenuhi prasyarat SPM, namun layanan yang paling berfungsi adalah layanan pengaduan. Sebagian kecil mampu memberi perlindungan dan bantuan hukum serta merujuk layanan medis sedangkan layanan rehabilitasi sosial dan pemulangan belum menjadi perhatian.

Mekanisme pembiayaan penanganan korban kekerasan melalui BPJS tidak memungkinkan korban untuk mendapatkan layanan yang memenuhi rasa aman dan perlindungan. Selain itu terdapat

Penutup n

Page 114: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 98

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

pembiayan visum dan pembiayaan lain yang tidak dicakup BPJS. Solusinya bisa menggunakan model yang sudah dikembangkan oleh Jawa Tengah dengan skema anggaran khusus yang dapat digunakan untuk menggratiskan pembiayaan penanganan korban maupun dengan membebankan pada anggaran BLUD kesehatan. Model kedua dapat ditempuh dengan membebankan anggaran visum pada anggaran daerah dengan mengeluarkan keputusan pemerintah daerah/perhub untuk menggratiskan layanan visum dan penanganan korban.

Kesepahaman tentang MoU dan SOP merupakan satu paket dalam jejaring koordinasi dan kemitraan, sehingga di P2TP2A yang penyusunan MoU dan SOP dilakukan secara tidak partisipatif cenderung tidak mampu mendinamikakan gerak jejaring dalam penanganan korban. Penyusunan MoU dan SOP yang partisipatif dapat meningkatkan kesepahaman mengenai mandat, tugas fungsi lembaga, mekanisme koordinasi serta pembagian peran antar stakeholder.

Page 115: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

99 |

28

LAMPIRAN

Tabel 10 : Periode Pembentukan P2TP2A

Waktu PembentukanDaerah

Jumlah Provinsi, Kabupaten dan kota

Setelah SKB 3 Menteri Tahun 2002 atau sebelum UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT

7 daerah Provinsi Aceh, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Kota Surakarta dan Provinsi D.I Yogyakarta

Setelah UU No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT

55 daerah Wilayah Sumatera : Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Bireun, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang, Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Bengkulu;

Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat: Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi dan Kota Depok;

Wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali: Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Jombang, Kabupaten Ponorogo, Kota Malang, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonosobo, Kota Magelang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kendal, Kabupaten Grobongan, Kabupaten Buleleng, Kota Semarang.

Wilayah Nusa tenggara timur : Provinsi Nusa tenggara timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Belu dan Kabupaten Sikka;

Wilayah Sulawesi dan Maluku : Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kabupaten Bitung, Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Poso, Kabupaten Sigi, Kota Palu, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, Kota Ambon, Provinsi Sulawesi Tengara dan Kota Kendari

Tidak Menjawab 2 daerah Kabupaten Bangli dan Kabupaten Pasuruan

28. Meskipun pembentukannya setelah UU PKDRT, namun kelembagaannya sudah ada sebelum kebijakan tentang pendirian P2TP2A, karena lembaga tersebut merupakan pengembangan dari program sebelumnya. Setelah Tsunami Aceh tahun 2004, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) memfasilitasi pembentukan P2TP2A untuk memberikan layanan terhadap korban.

Page 116: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 100

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Tabel 11 : Mandat P2TP2A

Kategori Jumlah Persentase Lokasi P2TP2A

P2TP2A yang mandatnya hanya layanan bagi korban

18 28.13% Kabupaten Bireun, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Belu, Provinsi Sulawesi selatan, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Poso, Kabupaten Sigi

P2TP2A yang mandatnya pemberdayaan perempuandan layanan bagi korban

43 67.19% Provinsi Aceh, Aceh Utara, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Kepulauan Riau, Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar dan Kota Bengkulu, DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Buleleng, Provinsi D.I. Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Sikka, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Belu, Provinsi Sulawesi Utara, Kota Palu, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, Kota Ambon dan Kota Kendari

Tidak Menjawab 3 4.69% Provinsi Bengkulu, Kabupaten Bangli, Kabupaten Timor Tengah Utara

Page 117: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

101 |

Tabel 12 : Model/ Bentuk P2TP2A

Model/Bentuk

Wilayah

Wilayah Sumatera

Wilayah DKI Jakarta

dan Jawa Barat

Wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta dan Bali

Wilayah Nusa

Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi dan

Maluku

P2TP2A Satu Atap

Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Kota Tasik Malaya dan Kabupaten Tasikmalaya

PPT Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara

P2TP2AberbenntukUPTD/menjadilembagastrukturalbadan/dinas

P2TP2Aberbentukjaringan

Provinsi Aceh, Kabu-paten Aceh Utara, Kabu-paten Bireun, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Labuhan Batu,Provinsi Kepulauan Riau, Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar,

Kota Cirebon, Kota Bandung, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi,Kabupaten Depok

Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Provinsi Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Grobongan,Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Jepara,Kabupaten Magelang,

Kabupaten Sikka dan Kabupaten Timor Tengah Selatan

Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Kabupaten Bitung, ProvinsiSulawesi Selatan, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep,

Lampiran n

Page 118: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 102

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu

Kabupaten Wonosobo,Kabupaten Boyolali,Kabupaten Klaten, Kota Surakarta, Kota Magelang, Kabupaten Jombang,Kabupaten Ponorogo,Kota Pasuruan, Kota Malang dan Provinsi Jawa Tengah

Kabupaten Poso, KabupatenSigi, Kota Palu, KabupatenMaluku Tenggah, Kabupaten Buruh, Kota Ambon dan Kota Kendari

Tidak menjawab

Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak jawab

Tabel 13 : Legalitas Pendirian P2TP2A

Legalitas Pendirian

Region

Wilayah

Sumatera

Wilayah

DKI

Jakarta

dan Jawa Barat

WilayahJawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta dan Bali

WilayahNusa

Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi dan

Maluku

P2TP2A yang pendiriannya di kuatkan dengan Perda, Pergub dan Surat Keputusan kepala daerah

P2TP2AKabupatenCirebon,KabupatenDepok dan Kota Bandung

Provinsi Jawa Tengah

Page 119: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

103 |

P2TP2A yang pendiriannya dengan Pergub/ Perbub/ Perwakot dan Surat Keputusan Kepala Daerah

Kabupaten Bireuen, Kepulauan Riau

Provinsi Jawa Barat

Kabupaten Kulon Progo, Sleman, Bantul, Gunung Kidul, Kota Yogyakarta,Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Grobongan, Wonosobo, Provinsi Jawa Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Sikka

P2TP2A yang Pendiriannya hanya Surat keputusan Gubernur/ Bupati/Walikota

Provinsi Aceh, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Labuhan Batu, Kota Padang, Kabupaten Tanah Datar, Kota Bengkulu

Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya

Kabupaten Buleleng, Kota Semarang, Kabupaten Jepara,Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali,Kabupaten Klaten, Kota Magelang,KabupatenPonorogo

Kabupaten Belu, Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan

Provinsi Sulawesi Utara, Kota Manado, Bitung, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Maros, Pangkep, Kabupaten Maluku Tengah, Buru, Kota Ambon, Kota Kendari, Kota Palu, Kabupaten Poso dan Sigi

Tidak menjawab

Provinsi Bengkulu

Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Bangli, Kabupaten Kendal, Kota Surakarta, Kabupaten Jombang, Pasuruan dan Kota Malang

Kabupaten Minahasa Selatan

Lampiran n

Page 120: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 104

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Tabel 14 : Struktur P2TP2A

Region P2TP2A belum memiliki

struktur kepengurusan

P2TP2A yang memiliki struktur kepengurusan

Wilayah sumatera

Kabupaten Labuhan Batu dan Kota Padang

Provinsi Aceh, aceh Utara, Bireun, Kabupaten Deli Serdang, Kep. Riau, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu

Wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta

- DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kota Tasik, Kabupaten Cirebon, Bandung, Tasikmalaya, Sukabumi dan Depok

Wilayah Jawa Tengah, DI Yogyakarta,Jawa Timur dan Bali

Kabupaten Bangli, Kabupaten Kendal dan Kabupaten Gunung Kidul

Kabupaten Buleleng, Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, Kabupaten Grobongan, Kota Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Magelang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, Kota Surakarta, Kota Magelang, PPT Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Kota Malang

Wilayah Nusa Tenggara Timur

Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Belu, Tomor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan

Wilayah Sulawesi dan Maluku

Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Kota Manado, Kab. Bitung, Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Maros, Kota Palu, Kabupaten Poso, Sigi, Kabupaten Maluku Tengah, Buru, Kota Ambon dan Kota Kendari

Tabel 15: Mekanisme Rekruitmen P2TP2A

Rekruitmen Region

Wilayah Sumatera

WilayahDKI

Jakarta dan Jawa Barat

Wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur,Yogyakarta

dan Bali

Wilayah Nusa

Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi dan

Maluku

P2TP2Ayang punyamekanismerekuitment

Kepulauan Riau Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta

Kabupaten Grobongan, Kota Semarang dan Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Sikka

Page 121: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

105 |

P2TP2A yangtidak punyamekanismerekuitmen

ProvinsiAceh, AcehUtara, Bireun,KabupatenDeli Serdang,Labuhan Batu,Kota Padang,

Provinsi Jawa Barat, Kota Cirebon, Kota Bandung,Kota Tasik,KabupatenCirebon,

KabupatenBuleleng,Bangli,KabupatenKulan Progo,Sleman, Bantul,Gunung Kidul,

Provinsi Nusa TenggaraTimur,KabupatenBelu, TimorTengah Utara

ProvinsiSulawesi Utara,KabupatenMinahasaSelatan,MinahasaUtara, Manado,

KabupatenTanah Datar,ProvinsiBengkulu danKota Bengkulu

Bandung,Tasik,Sukabumidan Depok

Kota Yogyakarta,Provinsi Yogyakarta,KabupatenKendal, Jepara,Magelang,Wonosobo,Boyolali, Klaten, Kota Surakarta,Kota Magelang,KabupatenJombang,Ponorogo,Parusuan,Kota Malangdan ProvinsiJawa Tengah

dan TimorTengahSelatan

Bitung, Kota Palu, KabupatenPoso, Sigi, Kota Palu, Kabupaten Poso, Sigi, KabupatenMalukuTengah,Buru, Kota Ambon danKota Kendari

Tabel 16 : Renstra/ Raker P2TP2A

RENSTRA/Raker

Wilayah

Wilayah Suma-tera

WilayahDKI Jakarta

dan Jawa Barat

WilayahJawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta dan Bali

WilayahNusa

Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi dan

Maluku

P2TP2A yang punya Renstra,Raker programtahunan danmonev

Provinsi Jawa Barat

PPT Provinsi Jawa Tengah

Lampiran n

Page 122: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 106

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

P2TP2A yang punya mekanismeRaker dan Monev

Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Tanah Datar

Kota Cirebon, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya

Kota Yogyakarta, Kabupaten Grobongan dan Kota Surakarta

P2TP2Ayang punyasalah satuReker atauMonev

Bireun, Kabupaten Deli Serdang, Kepulauan Riau, Kota Padang, Provinsi Bengkulu dan Kota Bengkulu

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta,Kota Bandung dan Sukabumi

Kabupaten Buleleng, Kabupaten Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Kendal, Jepara, Magelang, Wonosobo, Klaten dan Kota Magelang, Kabupaten Ponorogo dan PPT Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Sikka

Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Maros, Kota Palu, Kabupaten Poso, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah dan Buruh

Tidak men-jawab

Provinsi Aceh dan Aceh Utara

Kabupaten Cirebon, Bandung dan Depok

Kabupaten Bangli, Kabupaten Sleman, Kota Semarang dan Kabupaten Boyolali, Kabupaten Jombang, Pasuruan dan Kota Malang

Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Belu

Kota Manado, Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Selatan, Pangkep dan Kabupaten Poso

Page 123: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

107 |

Tabel 17: Waktu Layanan P2TP2A

Waktu Layanan Wilayah

Sumatera DKI Jakarta dan Jawa Barat

Jawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta dan Bali

Nusa Tenggara

Timur

Sulawesi dan Maluku

P2TP2A yang memberikan layanan 24 Jam

Provinsi Kepulauan Riau

Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya

Kota Magelang, Surakarta, Kabupaten Jepara, Wonosobo dan PPT Provinsi Jawa Timur

Kabupaten Minahasa Selatan, Kabupaten Poso dan Kabupaten Buru

P2TP2A yang memberikan layanan 8 jam

Provinsi Aceh, Bireun, Kabupaten Labuhan Batu dan Deli Serdang

DKI Jakarta, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bandung, Sukabumi, dan Provinsi, Jawa Barat

Provinsi Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Kabupaten Slemen, Gunung Kidul, Grobongan, Kabupaten Jombang, Pasuruan, Kota Malang dan Provinsi Jawa Tengah

Kabupaten Belu dan Sikka

Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Manado, Bitung, Provinsi Sulawesi selatanl, Maros, Pangkep, Kota Palu, Kota Ambondan Kota Kendari

Lampiran n

Page 124: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 108

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

P2TP2A yang memberikan layanan kurang dari 8 jam

Aceh Utara, Kota Padang,KabupatenTanah Datar,ProvinsiBengkuludan KotaBengkulu

Depok dan Kota Bandung

Kabupaten Buleleng, Bangli, Kabupaten Kulon Progo, Bantul,Kota Semarang, Kabupaten Kendal, Magelang, Boyolali, Klaten dan Ponorogo

Provinsiinsi Nusa Tenggara Timur, Timor Tengah Selatandan Timor Tengah Utara

Kabupaten Sigi dan Kabupaten Maluku Tengah

Tabel 18 : Mekanisme Komplain P2TP2A

Wilayah

Mekanisme komplain

Sumatera DKI Jakarta dan Jawa Barat

Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta

dan Bali

Nusa Tenggara

Timur

Sulawesi dan Maluku

P2TP2Ayang punyamekanismekomplain

Provinsi Kepulauan Riau

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Kota Cirebon

Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Gunung kidul (melalui Kotak Saran), Kabupaten Grobongan (Melapor ke PTT untuk ditindaklanjut), Kota Magelang (menggunakan Kota Surat), PTT Provinsi Jawa Timur, (Melalui Surat) dan PPT Provinsi Jawa Tengah

Kota Manado

Page 125: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

109 |

P2TP2A yang tidak memiliki mekanisme Komplain

Provinsi Aceh, Bireun, Kabupaten Labuhan Batu, Deli Serdang, Aceh Utara, Provinsi Sumbar, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Bengkuludan Kota Bengkulu

Provinsi Jabar, Kota Bandung, Tasikmalaya, Depok, Kabupaten Cirebon, Bandung Sukabumi dan Tasikmalaya

Kabupaten Buleleng, Bangli, Kabupaten Kulonprogo, Sleman, Bantul, Kota Yogyakarta, Kota Semarang, Surakarta, Kabupaten Kendal, Jepara, Magelang, Wonosobo, Boyolali, Klaten, Ponorogo, Kabupaten Jombang, Pasuruan dan Kota Malang

Tidak ada makanisme komplain di semua wilayah

Provinsi Sulawesi Utara, Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Selatan, Minahasa Utara,Provinsi Sulawesi Selatan, Maros, Pangkep, Kota Palu, Kabupaten Sigi, Poso, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Buru dan Kota Kendari

Tabel 19 : Mekanisme Koordinasi di P2TP2A

Mekanisme Koordinasi di P2TP2A/

PPT

Wilayah

Sumatera DKI Jakarta dan Jawa

Barat

Jawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta dan Bali

Nusa Tenggara Timur

Sulawesi dan Maluku

P2TP2A yang mempunyai mekanisme koordinasi namun tidak regular

Kota Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul dan Provinsi Jawa Tengah

P2TP2Ayang punyakoordinasi regular

Aceh Utara (6 bulan sekali)

DKI Jakarta,Kota Cirebon(Dilakukan 3Bulan sekali)

KabupatenSleman, Bantul,KabupatenJepara, Magelang,Wonosobo,Boyolali danProvinsi Jawa Timur

Provinsi SulawesiUtara danKabupatenPangkep

Lampiran n

Page 126: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 110

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

P2TP2A yang Koordinasi jika ada kasus (insidentil)

Provinsi Aceh, Bireun, KabupatenLabuhan Batu, Deli Serdang, Provinsi Kepulauan Riau, Kabupaten Tanah Datar

Provinsi Jabar, Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Sukabumi

Kabupaten Kulonprogo, Kota Surakarta, Semarang, Magelang, Kabupaten Grobongan, Kabupaten Jombang dan Ponorogo

Kabupaten Belu, Timor Tengah Selatan dan Sikka

Kota Bitung, Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kabupaten Maros, Kota Palu, Kabupaten Poso, Sigi, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Buru dan Kota Kendari

P2TP2A yangtidak punyamekanismekoordinasi

ProvinsiSumbar,ProvinsiBengkulu, KotaBengkulu

KotaTasikmalaya,Depok,KabupatenCirebon danTasikmalaya(Tidak JelasJawabannya)

KabupatenBuleleng, Bangli,Provinsi Yogyakarta,Kabupaten Kendal,Klaten, KotaPasuruan danMalang

ProvinsiNusa TenggaraTimur danTTU

Provinsi Sulawesi Selatan(Tidak Menjawab),Kabupaten Minahasa Selatan

Tabel 20 : Mekanisme khusus untuk kelompok rentan

Mekanisme Khusus

Wilayah

Wilayah Sumatera

Wilayah Daerah

Khusus Ibu Kota

Jakarta dan Jawa Barat

Wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur,

Yogyakarta dan Bali

Wilayah Nusa Tenggara

Timur

Wilayah Sulawesi dan

Maluku

P2TP2Ayang punyamekanisme/SOP khususuntukkelompokrentan(Disabilitas,KekerasanSeksul, HIV)

- - Kabupaten Sleman (Bagi Kelompok Disabilitas) dan Kota Yogyakarta (Untuk Kelompok marginal),PPT Provinsi Jawa Tengah (Disabilitas)

Kota Manado (Namun tidak di jelaskan untuk kasus apa)

Page 127: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

111 |

P2TP2A yang tidak punya mekanisme untuk kelompok rentan

Bireun, Kabupaten Labuhan Batu, Deli serdang, Provinsi Kepulauan Riau, Kota Bengkulu, Aceh Utara, Provinsi Sumbar, Tanah Datar dan Provinsi Bengkulu,

Provinsi Daerah Khusus IbuKota Jakarta, Kota Bandung, Tasikmalaya, Kabupaten Bandung,Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Depok, Sukabumi, Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Tasikmalaya

Kabupaten Buleleng, Bangli, Provinsi Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul, Bantul, Kulon Progo, Kota Semarang, Surakarta, Magelang, Kabupaten Grobongan, Kendal, Jepara, Magelang,Boyolali, Klaten, Wonosobo, Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Jombang, Ponorogo, Pasuruan dan Kota Malang

Tidak Ada di semua wilayah

Provinsi Sulawesi Utara, Kabupaten Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi selatanl, Kabupaten Maros, Pangkep, KabupatenPoso, Sigi, Kota Palu, Kabupaten Maluku tengah, Buru, Kota Ambon dan Kota Kendari

Lampiran n

Page 128: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 112

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Pengambil Data Lapangan

No Wilayah Sumatera Lembaga

1 Arniati, S.Pd SPI Labuhan Batu2 Dea Prastiwi SPI Labuhan Batu3 Rita Ramadani Embun Pelangi4 Retno eka resti permatasari Embun Pelangi5 Ressi Dwiana S.sos, MA Hapsari-Labuan Batu6 Farida Hanum, SE LBH Apik Aceh7 Ariska Sahara, Spd LBH Apik Aceh8 Seri Rahayu LBH Apik Aceh9 Dewi Sofiana LBH Apik Aceh10 Erlita Sahara LBH Apik Aceh11 Irawati LBH Apik Aceh12 Rosita Mulya Ningsih Yayasan PUPA-Bengkulu13 Tiara Silalahi Yayasan PUPA-Bengkulu14 Rethauli Sihombing Yayasan PUPA-Bengkulu15 Septi Nurul Parida Yayasan PUPA-Bengkulu16 Silvia Mardela Yayasan PUPA-Bengkulu17 Sarmidi Nurani Perempuan-Padang18 Lidya Adzana Nurani Perempuan-Padang

No Wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat Lembaga

1 Meylinda Anggreani WCC Mawar Balqis

2 Ahmad Luthfi Firdaus LBH Apik Jakarta

3 Putri Windayanti Sapa Institut-Bandung

4 Eti Sumiati JARI-Bandung

5 Karmila WCC Pasundan Durebang-Bandung

6 Ira Imelda WCC Pasundan Durebang-Bandung

7 M. Qusyaeri Mahfudzi LENSA sukabumi

8 Siti Syarifah LENSA sukabumi

9 Atang Setiawan Puan Amal Hayati Cipasung

10 Asti Nurfitri Puan Amal Hayati Cipasung

11 Nasirudin Riharto WCC Mawar Balqis-Cirebon

12 Lutfiyah Handayani WCC Mawar Balqis-Cirebon

13 Syaeful Arief WCC Mawar Balqis-Cirebon

14 Yana Sujana

Page 129: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

113 |

No Wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Jogyakarta dan Bali

Lembaga

1 Ni Luh Komang Ayu Sriani, SE LBH Apik Bali

2 Ni Made Sutrisna Dewi LBH Apik Bali

3 Ni Luh Putu Nilawati, SH, MH LBH Apik Bali

4 YAYAH CIQAL-Yogyakarta

5 DUSRINAH CIQAL-Yogyakarta

6 Ramadhany Rahmi. CIQAL-Yogyakarta

7 Bonnie Kertaredja. CIQAL-Yogyakarta

8 Abdur Rohim RIFKA ANNISA-Yogyakarta

9 Khoirun Ni’mah RIFKA ANNISA-Yogyakarta

10 Wahid LRC-KJHAM-Semarang

11 Santi RAHAYU LRC-KJHAM-Semarang

12 Siti Aliffah LRC-KJHAM-Semarang

13 Elina Lestariyanti LRC-KJHAM-Semarang

14 Witi Muntari LRC-KJHAM-Semarang

15 Iwan Muharawan SPEKHAM-Solo

16 Atik Fatmawati SPEKHAM-Solo

17 Fitri Haryani SPEKHAM-Solo

18 Dian UPIPA-Wonosobo

19 Ahmad Tafrihan UPIPA-Wonosobo

20 Avyn SAPER (Sahabat Perempuan)-Magelang

21 Sri Wahyuningsih SAPER (Sahabat Perempuan)-Magelang

22 Wikan Prabowo DIAN MUTIARA MALANG

23 Nur Khasanah DIAN MUTIARA MALANG

24 Nurul DIAN MUTIARA MALANG

25 Elmia Cangge Haris Sariri WCC JOMBANG

26 Himawan Fuaddiansyah WCC JOMBANG

27 Indah Retno Palupi WCC PASURUAN

28 Astutik Supraptini WCC PASURUAN

29 Siti Y Mazdafiah SAVY AMIRA

30 Teguh Wijaya Mulya (Analist) SAVY AMIRA

31 N.K. E. Triwijati SAVY AMIRA

Lampiran II n

Page 130: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 114

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

No Wilayah Sulawesi dan Maluku Lembaga

1 Lusi Peilouw Lappan Ambon

2 Hasniaty Bugis Lappan Ambon

3 Jacoba Momole Lappan Ambon

4 Nancy Purmiasa Gasira Ambon

5 Garnis Maelany Gasira Ambon

6 Marvelony Titihalawa Gasira Ambon

7 Melsia Huliselan Gasira Ambon

8 Yustina Fendritan Lambu Ina-Muna

9 Munarti Lambu Ina-Muna

10 Ibnu Hajar LBH Apik Makassar

11 Sulastri LBH Apik Makassar

12 Emma Rahmayanti LBH Apik Makassar

13 Bayu Lesmana FPMP Sulawesi Selatan

14 Rosmiati LBH Apik Makassar

15 Ramlawat FPMP Selawesi Selatan

16 Salma Masri KPKPST Sulawesi Tengah

17 Ismail Husen Swara Parangpuan Sulawesi Utara

18 Nurhayati Suratinoyo Swara Parangpuan Sulawesi Utara

19 Luisa Malah Swara Parangpuan Sulawesi Utara

20 Moh. Abbas Swara Parangpuan Sulawesi Utara

21 Femmy Lasena Swara Parangpuan Sulawesi Utara

22 Christine Pasinaung Swara Parangpuan Sulawesi Utara

23 Mun Djenaan Swara Parangpuan Sulawesi Utara

No Wilayah Nusa Tenggara Timur Lembaga

1 Libby Ratuarat Sinla Eloe Rumah Perempuan Kupang

2 Stefanus Kefi Yabiku TTU

3 Ir. Filpin Therik Sanggar Suara Perempuan SoE

4 Dortyna Ngo Truk F Maumere

Page 131: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

115 |

ii) Tentang Komnas PerempuanKomisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) adalah lembaga

independen yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1998, berdasarkan Keputusan Presiden No.181/1998 dan diperbaharui dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab Negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan. Tuntutan tersebut berakar dari tragedi kekerasan seksual yang dialami terutama perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.

Mandat Komnas Perempuan adalah menciptakan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi perempuan. Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mengambil peran sebagai berikut :

1. Menjadi resource centre tentang hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan sebagai pelanggaran HAM;

2. Menjadi negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada kepentingan korban;

3. Menjadi insiator perubahan serta perumusan kebijakan;4. Menjadi pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan pemenuhan hak

korban;5. menjadi fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional dan

internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapa- sitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Dalam menjalankan mandatnya, Komnas Perempuan mendorong lahirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Tujuannya, untuk melindungi saksi dan korban tindak kekerasan terhadap perempuan. Capaian lainnya adalah bangunan pengetahuan yang antara lain dengan melahirkan kurang lebih 100 dokumen berupa laporan pemantauan HAM, buku referensi, laporan kajian, lembar informasi, instrument dan panduan, film tentang kondisi perempuan dan Catatan Tahunan (Catahu) tentang trend kekerasan terhadap perempuan dan penanganan korban. Sejak tahun 2003, Komnas Perempuan juga mengembangkan program penguatan kapasitas bagi penegak hukum dalam rangka membangun sistem pidana terpadu. Disamping itu, Komnas Perempuan membangun jaringan nasional sebagai forum belajar pengada layanan (FPL) bagi perempuan korban kekerasan.

Ditingkat regional dan internasional, Komnas Perempuan didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menginisiasi pertemuan komisi-komisi nasional HAM perempuan di Asia. Pertemuan ini dihadiri oleh komisi-komisi HAM perempuan se-Asia Pasifik. Komnas Perempuan juga aktif memberikan laporan perkembangan kondisi pemenuhan HAM perempuan di Indonesia, terutama melalui Pelapor Khusus PBB tentang Kekerasan terhadap Perempuan, Komite CEDAW dan Pelapor

Lampiran II n

Page 132: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

| 116

n Hasil Asesmen P2TP2A di 16 Provinsi 2017

Khusus Anti Penyiksaan. Laporan ini menjadi bagian dari upaya Komnas Perempuan agar mendorong Pemerintah Indonesia memenuhui tanggung jawabnya dalam memberikan jaminan hak-hak perempuan.

Komnas Perempuan juga terus menguatkan kapasitas kelembagaannya demi merawat independensi dan menguatkan efektivitasnya sebagai mekanisme penegakan hak asasi manusia. Kepemimpinan Komnas Perempuan bersifat kolektif, dimana kekuasaan tertinggi ada di rapat paripurna para komisioner. Saat ini, Komnas Perempuan telah menginjak kepemimpinan kelima, yaitu periode 2015-2019. Terdapat 15 orang komisioner yang berasal dari latar belakang yang beragam, baik segi agama dan suku, umur dan jenis kelamin, maupun dari segi disiplin ilmu dan profesi. Sebuah tim independen dibentuk untuk menyelenggarakan proses seleksi komisioner, yang didahului dengan konsultasi nasional untuk menentukan kriteria komisioner, proses nominasi calon komisioner oleh lembaga/organisasi hak perempuan dan hak asasi manusia pada umumnya, serta uji publik. Dalam pelaksanaan tugasnya, para komisioner didukung oleh badan pekerja yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.

Informasi lebih lanjut tentang Komnas Perempuan dapat dibaca melalui website di http:// www.komnasperempuan.go.id atau hubungi kami di 021-3903963.

iii). Tentang Forum Pengada Layanan (FPL) bagi Perempuan Korban Kekerasan

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang terus bermunculan, organisasi masyarakat yang memberikan layanan bagi perempuan dan Komnas Perempuan menginisiasi lahirnya Forum Belajar pada bulan Februari tahun 2000 di Batu Malang Jawa Timur. Untuk memperkuat kejelasan arah dan strategi perjuangan dalam mewujudkan profesionalitasnya, kedaya-gunaannya serta kemandiriannya agar terus dikembangkan lebih strategis. Pada tahun 2014 terjadi perubahan nama dari Forum Belajar menjadi Forum Pengada Layanan (FPL) bagi perempuan korban kekerasan.

Bahwa FPL bagi perempuan korban kekerasan terdiri dari lembaga-lembaga yang memiliki visi untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan meningkatkan dukungan, tanggung jawab negara dan masyarakat dalam memenuhi hak-hak perempuan korban kekerasan melalalui kerja-kerja pendampingan dan pemulihan terhadap perempuan korban kekerasan di seluruh Indonesia. Sejak awal pendiriannya, peran jejaring FPL dalam menghadirkan dan menguatkan layanan bagi perempuan korban kekerasan di wilayahnya masing-masing sangat besar. Mulai dari pendampingan korban, penguatan substansi layanan hingga advokasi kebijakan ke pemerintah mulai dari tingkat nasional hingga tingat daerah. Hingga tahun 2015 keanggotaan Forum Pengada Layanan ada 112 anggota yang tersebar di 32 Provinsi di Indonesia.

Dengan mempertimbangkan keberagaman wilayah, sumberdaya dan kebutuhan penanga- nan korban yang spesifik dan sesuai dengan kondisi lingkungannya, Forum Pengada Layanan dibagi kedalam beberapa region untuk mengoptimalkan kerja-kerjanya dalam memberi pelayanan pada

Page 133: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

117 |

perempuan korban. Saat ini Forum FPL terdiri dari 3 (tiga) region yaitu region barat (Sumatra), region tengah (Jawa-Bali-Kalimantan dan NTB) dan region timur (Sulawesi-Maluku-NTT dan Papua).

Visi :Visi Forum Pengada Layanan adalah terpenuhinya hak-hak perempuan korban kekerasan atas

kebenaran, keadilan, pemulihan, serta jaminan atas ketidakberulangan sebagai perwujudan dan dukungan atas upaya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan melalui pelaksanaan tanggungjawab negara, perubahan kondisi sosial yang lebih berkeadilan dan pemberdayaan perempuan termasuk perempuan yang mengalami kekerasan.

Misi :1. Melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan atas berbagai tindak kekerasan

terhadap perempuan;2. Mendorong ketersediaan sistem layanan yang komprehensif, holistik, inklusi, berkualitas,

dan berkelanjutan yang berorientasi pada kebutuhan dan hak-hak korban;3. Mengembangkan pengetahuan berbasis pengalaman;4. Memperkuat kapasitas, profesionalitas, dan posisi tawar lembaga pengada layanan sebagai bagian

dari gerakan sosial di Indonesia;5. mendorong tanggung jawab negara atas perlindungan, penghormatan, pemajuan dan pemenuhan

hak-hak perempuan korban kekerasan termasuk perubahan kebijakan, peraturan perundang-undangan, sarana-prasarana, penganggaran yang responsif dan berpihak pada kebutuhan dan hak-hak perempuan korban.

Lampiran II n

Page 134: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana
Page 135: PENGADA LAYANAN - komnasperempuan.go.idkomnasperempuan.go.id/file/pdf_file/2018/Publikasi/Keterpaduan... · juga kecenderungan menjadikan P2TP2A sebagai pusat implementasi pelaksana

Keterpaduan Layanan yang MeMberdayaKan:

Hasil asesmen p2tp2a di 16 provinsi

Kerjasama KOMNAS PEREMPUAN

danFORUM PENGADA LAYANAN (FPL)

2017

PENGADA LAYANANB A G I P E R E M P U A N K O R B A N K E K E R A S A N

ISBN: 978-602-330-021-1

Keterpaduan Layanan yang MeM

berdayaKan: Hasil asesmen p2tp2a di 16 provinsi