penetapan status anak dari perkawinan yang tidak...

134
Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan (Analisis Putusan Nomor 597 K/Ag/2015) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Ania Fitriah 1110044100029 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1438 H/2017 M

Upload: others

Post on 28-Dec-2019

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan

(Analisis Putusan Nomor 597 K/Ag/2015)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Ania Fitriah

1110044100029

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1438 H/2017 M

Page 2: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,
Page 3: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,
Page 4: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan asli hasil karya saya yang diajukan untuk

memenuhisalah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli 2017

Ania Fitriah

1110044100029

Page 5: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

ABSTRAK

Ania Fitriah. NIM 1110044100029. PENETAPAN STATUS ANAK DARI

PERKAWINAN YANG TIDAK DICATATKAN (ANALISIS PUTUSAN

NOMOR 597 K/AG/2015). Program Studi Hukum Keluarga (Akhwalul

Syakhshiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M. Ix + 100 halaman 10 halaman lampiran.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum dan pertimbangan hakim

dalam putusan nomor 597 K/Ag/2015 yang mengabulkan Penetapan status anak

pada perkawinan yang tidak dicatatkan, kemudian meninjau putusan tersebut

menurut perspektif Hukum Fiqih dan Hukum Positif. Penetapan status anak selalu

dihubungkan dengan pencatatan perkawinan, dalam Pasal 2 Undang Undang

Perkawinan No. 1 Tahun 1974 adalah Perkawinan sah bila dilakukan menurut

agamanya masing- masing, dan setiap perkawinan dicatatkan menurut peraturan

perundang- undangan yang berlaku. Penetapan status anak pada perkawinan yang

tidak dicatatkan harus mempunyai syarat- syarat yang berlaku menurut

perundang- undangan dan syariat Islam, dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam

(KHI) adanya calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi, dan ijab kabul.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Hukum Normatif dan library

reasearch dengan melakukan pengkajian terhadap putusan majelis hakim,

peraturan perundang- undangan, buku- buku, dan kitab- kitab yang berkaitan

dengan judul skripsi ini.

Hasil penelitian, dasar hukum dan pertimbangan majelis hakim dalam

putusan nomor 597/K/Ag/2015 secara umum telah sesuai Hukum Fiqih dan

Hukum Positif, yaitu menerima Penetapan status anak pada perkawinan yang

tidak dicatatkan. Perkawinan yang sesuai dengan ketentuan syarat dan rukun

perkawinan, meskipun tidak dicatatkan, terlihat dalam Kompilasi Hukum Islam

(KHI) pasal 99, dan Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak dan di dukung oleh adanya Putusan MK Nomor 46/PUU-

VIII/2010, bahwa anak juga mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya dan

kelurga ayahnya, sehingga dapat disimpulkan majelis hakim dalam memutuskan

putusan tersebut lebih menekankan pada aspek kemaslahatan anak.

Kata Kunci: Asal- usul Anak, Pencatatan Perkawinan, Mahmakah Agung.

Pembimbing : Afwan Faizin, MA

Daftar Pustaka : Tahun 1974 s.d 2017

Page 6: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puja dan puji syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkah rahmat

nikmat serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan”. Shalawat serta

salam penulis curahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang

selalu memberi syafaat kepada umatnya dari setiap lafadz sholawat yang terucap.

Penulis sadar bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak luput dari

dukungan, arahan, dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan

rasa syukur penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

beserta jajaran dan staf Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Bapak Dr. H. Abdul Halim, M.Ag selaku Ketua Program Studi Hukum

Keluarga serta Bapak Arip Purkon, S.HI., M.A selaku Sekretaris Program

Studi Hukum Keluarga yang telah bekerja dengan maksimal.

3. Bapak Afwan Faizin, MA. Menjadi pembimbing skripsi yang telah banyak

membimbing, memberikan masukan serta pencerahan, motivasi semangat

dan ilmunya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-

ilmu yang tak ternilai harganya, seluruh staff dan karyawan perpustakaan

Fakultas Syariah dan Hukum, perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan bagian tata usaha Fakultas Syariah yang telah

memberikan pelayanan yang terbaik.

5. Saya Persembahkan untuk Suami tercinta Andi Firman, MPd.I yang tiada

hentinya memberikan cinta, semangat, dan doa untuk terus mengingatkan

dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teristimewa untuk orang tua penulis yaitu ayahanda tercinta Drs. H. M.

Dasuki, MMPd, ibunda tercinta Hj. Tamimah Herawati, MMPd yang

telah memberikan motivasi serta arahan yang tak pernah putus serta tiada

Page 7: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

ii

henti mendoakan penulis dalam menempuh pendidikan. Dan juga kepada

kakak- kakak, dan adik penulis Machrul Falaq, ST, Khozin Arif, M.E,

Kiki Mardhotillah, S.Pd.I, Ulfiah Rachmah, LC, dan Darojatul Hurumat

yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat kepada penulis.

7. Keluarga besar serta dewan guru Yayasan Al- Hidayah, khususnya staff

dan guru- guru SMP Dasta Karya, Sahabat tersayang Rina Zahrona, Mimi

Muthiatillah, Maula Qonita, dan Citra Rahmah yang selalu menemani dan

mendukung dalam setiap perjuangan menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman- teman program studi Akhwalul Syakhsyiyah angkatan 2010 yang

telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan banyak yang

perlu diperbaiki lebih dalam. Oleh karena itu, saran dan kritik penulis harapkan

demi kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi

penulis khususnya dan setiap pembaca dan umumnya serta menjadi amal baik di

sisi Allah SWT. Semoga setiap bantuan do’a, motivasi yang telah diberikan

kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT.

Wasslamu’alaikum, Wr. Wb

Jakarta, Juli 2017

Ania Fitriah

Page 8: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

iii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

LAMPIRAN ......................................................................................................... v

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 7

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .............................. 7

D. Metode Penelitian.................................................................... 9

E. Riview Studi Terdahulu …....................................................11

F. Sistematika Penulisan …........................................................12

BAB II Status Anak Menurut Hukum Fiqih

A. Pengertian Status Anak Menurut Hukum Fiqih …..................14

B. Kedudukan Status Anak Menurut Hukum Fiqih ....................20

C. Hubungan Nasab Dalam Hukum Fiqih...................................23

1. Pengertian Nasab ............................................................23

2. Sebab- sebab Nasab.........................................................28

3. Dasar Hukum Nasab .......................................................29

D. Hak Anak Dalam Hukum Fiqih ..............................................29

E. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan Perspektif

Hukum Fiqih ..........................................................................38

BAB III Status Anak Menurut Hukum Positif

A. Pengertian Status Anak Menurut Hukum Positif …..............42

B. Kedudukan Status Anak Menurut Hukum Positif ..................46

C. Hubungan Nasab Dalam Hukum Positif ................................48

Page 9: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

iv

1. Pengertian Nasab ............................................................48

2. Sebab- sebab Nasab ........................................................49

3. Dasar Hukum Nasab .......................................................54

D. Hak Anak Dalam Hukum Positif ...........................................56

E. Dasar Hukum Pencatatan perkawinan perspektif

Hukum Positif .......................................................................74

BAB IV Analisis Putusan Nomor 597 K/Ag/2015 Dalam Prespektif

Hukum Fiqih dan Positif

A. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 597/K/Ag/2015 ............79

1. Duduk Perkara ............................................................... 79

2. Alasan- Alasan Kasasi.....................................................81

3. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung........................84

4. Amar Putusan..................................................................86

B. Tinjauan Hukum Fiqih Terhadap Putusan Nomor :

597 K/Ag/2015 .................................................. ...................87

C. Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan Nomor :

597 K/Ag/2015 ......................................................................93

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …....................................................................... 98

B. Rekomendasi …......................................................................99

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Surat Mohon Kesediaan Pembimbing Skripsi

2. Putusan Mahkamah Agung No. 597 K/Ag/2015

3. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 0346/Pdt.P/2014/PA

JS

Page 10: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Pasal 1 Undang - Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,

selanjutnya disebut Undang – Undang Perkawinan menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan perkawinan, adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk

keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa. Dalam Al-Qur’an surat An-Nisâ; ayat 19, Allah SWT

berfirman ;

مب ببعض لتذهبىا تعضلىهه وال كرهب النسبء ترثىا أن لكم يحل ال آمنىا الذيه أيهب يب

أن فعسى كرهتمىهه فإن ببلمعروف وعبشروهه مبينة بفبحشة يأتيه أن إال آتيتمىهه

كثيرا خيرا فيه هالل ويجعل شيئب تكرهىا

Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai

wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena

hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan

kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan

bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai

mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,

padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa :

19)

Sesungguhnya ikatan lahir batin adalah untuk saling membahagiakan

antara suami istri seumur hidup, jadi ikatan lahir batin harus ada, tidak hanya

cukup lahir atau batin saja, karena tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir akan

menjadi rapuh. Sedangkan tujuan perkawinannya adalah membentuk keluarga

( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa.

Page 11: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

2

Sedangkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyatakan,

bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing -

masing agamanya dan kepercayaannya itu. Sebagai salah satu perbuatan

hukum, perkawinan mempunyai akibat hukum yang erat sekali hubungannya

dengan sahnya perbuatan hukum itu. Perkawinan tidak hanya menyatukan

seorang pria dan wanita dalam sebuah rumah tangga, namun perkawinan

membawa konsekwensi hukum, baik kepada suami maupun istri yang telah

menikah secara sah.

Para pakar hukum dari kalangan teoritis dan praktisi hukum juga masih

bersilang pendapat tentang pengertian yuridis sahnya suatu perkawinan. Ada

dua pendapat para pakar hukum mengenai masalah ini. Pertama, Ahli hukum

yang berpegang pada cara penafsiran legisme (kebahasaan). Mereka

berpendapat bahwa perkawinan yang dilakukan menurut cara berdasarkan

aturan agama dan keyakinan dua belah pihak yang melakukan perkawinan

adalah sah, sedangkan pencatatn perkawinan bukanlah syarat sah perkawinan,

tetapi hanya sebagai syarat kelengkapan administrasi perkawinan.

Kedua, Ahli hukum yang berpegang pada cara penafsiran sistematis

(penafsiran Undang-undang dengan asumsi bahwa antara Pasal yang satu

dengan yang lainya saling menjelaskan dan merupakan satu-kesatuan).

Mereka berpendapat bahwa pencatatan perkawinan adalah syarat sahnya

sebuah perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan yang tidak dicatat dianggap

tidak mempunyai kekuatan hukum. Sebagaimana diketahui, bahwa dasar

terbentuknya sebuah keluarga adalah perkawinan. Dari pengertian

perkawinan tersebut di atas, jelaslah bahwa perkawinan merupakan lembaga

suci dan berkekuatan hukum.

Disisi lain, menurut M. Quraish Shihabpula, perkawinan yang tidak

tercatat merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan karena

dapat menghilangkan hak-hak kaum perempuan. 1 Pernikahan apa pun selain

yang tercatat secara resmi di negara hukumnya tidak sah. 2

1 M. Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2006),h. 216. 2 Dadang Hawari, Marriage Counseling (Konsultasi Perkawinan), (Jakarta: FKUI, 2006), h. 83

Page 12: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

3

Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, berbagai

konsekwensi hukum tersebut sebenarnya sudah diatur, antara lain

menyangkut hak dan kewajiban antara suami istri secara timbal balik,

tanggung jawab suami istri tehadap anak – anaknya, juga konsekwensi

terhadap harta kekayaan dalam perkawinan serta akibat hukumnya terhadap

pihak ketiga. Berhubung dalam perkawinan mempunyai risiko dan segala

konsekwensi hukum, maka perlu adanya pemahaman masyarakat tentang

hukum perkawinan, yaitu yang mengatur syarat-syarat perkawinan, tata cara

pelaksanaan, kelanjutan dan berakhirnya perkawinan.

Dalam penjelasan Pasal 1 Undang – Undang Perkawinan, dinyatakan

bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila pertamanya,

ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan

yang erat sekali dengan agama / kerokhanian, sehingga perkawinan bukan

saja mempunyai unsur lahir / jasmani, tetapi unsur batin / rokhani juga

mempunyai peranan penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat

hubungan dengan keturunan, yang pula merupakan tujuan perkawinan,

pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

Sungguh sangat ideal tujuan perkawinan yang diinginkan oleh Undang-

Undang Perkawinan, yang tidak hanya melihat dari segi perjanjian lahiriah

saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan batin antara suami istri yang

ditujukan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, tanpa berakhir

dengan perceraian dan mendapatkan keturunan / anak yang baik dan sehat.

Anak sebagai hasil dari suatu perkawinan, merupakan bagian yang sangat

penting kedudukannya dalam keluarga, maka orang tua mempunyai

kewajiban penuh untuk memelihara dan mendidik anak- anaknya dengan

sebaik – baiknya hingga dewasa, dapat berdiri sendiri atau telah menikah3.

Kedudukan anak dalam Undang- undang Perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua , yaitu anak yang sah dan anak

yang dilahirkan di luar perkawinan. Dalam undang- undang Perkawinan dan

3 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta : Uii Pres, 2010) h. 11

Page 13: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

4

Kompilasi Hukum Islam anak yang sah, adalah anak yang dilahirkan dalam

atau akibat perkawinan yang sah.

Menurut Undang – Undang Perkawinan Pasal 42 , yaitu “ Anak yang sah

adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah

“, Pasal 43, (1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai

hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Artinya si anak tidak

mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya, baik yang berkenaan dengan

pendidikan maupun warisan. Dalam Undang- Undang Perkawinan Pasal 43

ayat (2) dikatakan bahwa, “Kedudukan anak luar nikah selanjutnya akan

diatur dalam Peraturan Pemerintah”. Akan tetapi sampai saat ini Peraturan

Pemerintah yang dimaksud tersebut belum juga diterbitkan. Peraturan

Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang merupakan peraturan pelaksanaan

Undang- Undang tersebut tidak mengatur mengenai status anak tersebut.

Anak luar nikah tersebut tidak dapat dinasabkan kepada bapaknya sehingga ia

tidak akan mempunyai hubungan baik secara hukum maupun kekerabatan

dengan bapaknya. Sehingga secara yuridis formal ayah tidak wajib

memberikan nafkah kepada anak itu, walaupun secara biologis anak itu

adalah anaknya sendiri. Jadi hubungan kekerabatan hanya berlangsung secara

manusiawi bukan secara hukum.

Akan tetapi kemudian Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya

No. 46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan

menyatakan “ Anak yang lahir di luar nikah mempunyai hubungan hukum

dengan ayah biologisnya” , tidak lagi hanya kepada ibu dan keluarga ibu.

Putusan MK ini mencerminkan prinsip persamaan di hadapan hukum

(equality before the law ) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1)

yang berbunyi : “Setiap anak berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,

dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum,

dengan demikian bahwa hukum harus memberi perlindungan dan kepastian

hukum yang adil terhadap status setiap anak yang dilahirkan dan hak- hak

yang ada padanya, termaksud kepada anak yang dilahirkan dilur pernikahan

yang sah menurut peraturan perundang- undangan.

Page 14: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

5

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang

Perlindungan Anak, menyebutkan Anak adalah seseorang yang belum genap

berusia 18 (delapan belas) tahun, serta termasuk anak yang masih dalam

kandungan pun masih dikategorikan sebagai anak-anak.

Anak yang masih dalam kandugan maupun yang telah di lahirkan

mendapatkan perlindugan hukum dari Pemerintah. Perlindungan hukum

tersebut bentuknya bermacam-macam, salah satunya yaitu untuk

mendapatkan akta kelahiran anak, hal tersebut telah diperkuat dalam Pasal 28

B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

yang mana isi pasal tersebut menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Hal yang menyebabkan anak tidak mendapatkan akta kelahiran adalah

perkawinan yang tidak dicatatkan oleh orangtua anak tersebut, padahal

diketahui bahwa Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan dijelaskan bahwa syarat sahnya perkawinan yaitu :4

(1) Perkawinan sah apabila dilakukan menurut masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu, dan di dalam ayat;

(2) menyebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Melihat pentingnya pencatatan akta kelahiran bagi anak maka setiap anak

diharuskan memiliki akta kelahiran, akta kelahiran ini dapat diperoleh apabila

perkawinan dilakukan secara sah menurut agama dan perundang-undangan

yang berlaku di Negara Indonesia. Sah menurut peraturan perundang-

undangan maksudnya yaitu perkawinan tersebut di catat di Kantor Urusan

Agama kecamatan di tiap-tiap daerah pasangan yang melakukan perkawinan

bagi pasangan yang beragama islam, namun bagi pasangan yang beagaman

non islam pencatatan perkawinan tersebut dilakukaan di kantor catatn sipil.

Oleh karena itu pasal 55 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan mengatur mengenai tata cara untuk mendapatkan akta

4 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Page 15: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

6

kelahiran anak bagi anak yang tidak dapat memiliki akta kelahiran, tapi masih

menimbulkan pertanyaan bagaimana bukti-bukti yang memenuhi syarat.

Pasal tersebut menyebutkan :5

(1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta

kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang.

(2) Bila akta kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada

maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal

usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti

berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.

(3) Atas dasar ketentuan pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini maka

instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum

pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran bagi

anak yang bersangkutan.

Dilihat dari pasal tersebut, apabila anak diluar nikah yang tidak memiliki

akta kelahiran, maka akta kelahiran mengenai asal usul anak dapat

dimintakan penetapannya ke Pengadilan. Hal ini dapat dilihat dari penetapan

yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dalam Penetapan

Nomor ; 0346/Pdt.P/2014/PA JS tersebut dimintakan oleh pasangan David

Allen Clive Delbridge dan Anastasia , disebut sebagai pemohon I dan

pemohon II. Para pemohon mengajukan permohonan penetapan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, karena anak mereka yang bernama

Devon David Delbridge dalam akte kelahirannya dicatatkan hanya

mempunyai hubungan nasab dengan pemohon II, yaitu ibunya. Maka mereka

meminta akte kelahiran baru agar dicatatkan mempunyai hubungan nasab

dengan pemohon II. Dalam kasus ini hakim menolak penetapan yang di

ajukan oleh para pemohon.

Dalam hal ini, pertimbangan hukum yang digunakan hakim untuk

mengabulkan permohonan pemohon tersebut hanya sebatas konsepsi pada

5 Pasal 55 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Page 16: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

7

ketentuan yang termuat pada pasal 2 ayat (1) Undang-undang perkawinan

Nomor 1 Tahun 1974, pasal 55 Undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun

1974, dan pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002. Dalam

artian bahwa, dasar penetapan tersebut tidak mengacu putusan MK yang

menyatakan bahwa anak yang lahir di luar nikah mempunyai hubungan

hukum dengan ayah biologisnya. Para pemomohon mengajukan kasisi ke

Mahkamah Agung, dalam putusan Mahkamah Agung Nomor ; 597

K/Ag/2015, Kasus tersebut diterima.

Bahwa berdasarkan dari 2 putusan kasus tersebut terdapat perbedaan

putusan oleh hakim tentang penetapan permohonan asal usul anak, padahal

menurut penulis, pernikahan yang dilakukan oleh kedua pasangan tersebut

sama-sama pernikahan yang tidak sah secara hukum nasional, sehingga

mengakibatkan perbedaan akibat hukum bagi si anak. Oleh karena itu penulis

ingin mengangkat penelitian mengenai Penetapan Status Anak Dari

Perkawinan Yang Tidak Dicatatkan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas

dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Di sini penulis hanya akan

membahas apa saja dasar hukum dan syarat- syarat yang diterima Mahkamah

Agung dalam menerima Putusan Nomor 597 K/Ag/2015, Dalam undang-

undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam anak yang sah, adalah anak

yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Pasal 55 Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa asal usul seorang

anak hanya dapat dibuktikan dengan akte kelahiran yang otentik.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan

penelitian sebagai berikut :

Page 17: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

8

a. Bagaimana pertimbangan hukum dan syarat- syarat pada putusan

Nomor 597 K/Ag/2015 yang mengabulkan penetapan status anak pada

perkawinan yang tidak dicatatkan ?

b. Bagaimana Tinjauan Hukum Positif terhadap Putusan Nomor 597

K/Ag/2015 ?

c. Bagaimana Tinjauan Hukum Fikih terhadap Putusan Nomor 597

K/Ag/2015 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Mengacu pada permasalahan yang telah disebutkan di atas, penelitian ini

bertujuan :

a. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Putusan Nomor 597 K/Ag/2015

Yang Mengabulkan Penetapan Status Anak Pada Perkawinan Yang

Tidak Dicatatkan.

b. Untuk Mengetahui Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan

Nomor 597 K/Ag/2015.

c. Untuk Mengetahui Tinjauan Hukum Fikih Terhadap Putusan Nomor

597 K/Ag/2015.

2. Manfaat Penelitian

Untuk memberikan hasil penulisan yang berguna, serta diharapkan mampu

menjadi dasar secara keseluruhan untuk dijadikan pedoman bagi pelaksanaan

secara teoritis maupun praktis, maka penelitian ini sekiranya bermanfaat

diantaranya :

a. Secara Akademik

Menambah ilmu pengetahuan dibidang hukum perdata serta

mengembangkan ilmu dibidang syariah, khususnya dalam bidang perkawinan

mengenai status anak pada perkawinan yang tidak dicatatkan.

b. Secara Lembaga Pustaka

Page 18: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

9

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan ilmiah

dalam memperkaya studi analisis yurisprudensi.

c. Secara Pribadi

Untuk memperluas pengetahuan hukum bagi penulis, khususnya mengenai

Keperdataan Islam dibidang perkawinan serta meningkatkan kualitas penulis

dalam membuat karya tulis ilmiah serta untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar S1 dalam bidang hukum.

d. Secara Umum

Pengembangan wawasan hukum terhadap perkara-perkara yang ada pada

perkawinan yaitu perkara penetapan status anak pada perkawinan yang tidak

dicatatkan.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang ditempuh oleh penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penulisan, sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

a. Kualitatif

Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat diamati

dari subjek itu sendiri, (Putusan yang telah di terima oleh hakim

Mahkamah Agung).

b. Penelitian Kepustakaan

Penulisan ini dilakukan dengan menggunakan pengkajian dari buku-

buku yang mengacu dan berhubungan dengan pembahasan skripsi ini

yang dianalisis data-datanya. Studi kepustakaan (library reseach),

yaitu untuk memperoleh landasan teoritis yang ada kaitannya dengan

judul penulis yang dibahas, dimana penelitian yang dilakukan dengan

cara mengkaji buku-buku, makalah, artikel maupun website.

c. Penelitian Hukum Normatif

Page 19: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

10

Penelitian ini dilakukan meneliti bahan pustaka yang ada6, penulis

menganalisis Putusan No. Nomor 597 K/Ag/2015, Undang- undang

dalam Hukum positif, dan Hukum Islam.

2. Jenis Data

a. Data Primer

Bahan hukum primer, yaitu semua bahan/materi hukum yang

mempunyai kedudukan mengikat secara yuridis. Bahan hukum primer

terdiri dari peraturan perundang- undangan yang terkait dengan

penelitian ini.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku, internet

dan beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan perkara status

anak pada perkawinan yang tidak dicatatkan.

3. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bahan hukum dikumpulkan melalui prosedur inventarisasi dan

identifikasi peraturan perundang- undangan , serta klarifikasi dan

sistematisasi bahan hukum sesuai permasalahan penelitian. Oleh karena

itu, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara

membaca, menelaah, mencatat membuat ulasan bahan- bahan pustaka

yang ada kaitannya dengan hukum status anak.

4. Teknik Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data penelitian hukum

normatif dengan cara data yang diperoleh di analisis secara deskriptif

analisis yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa di hitung. Bahan

hukum yang diperoleh selanjutnya dilakukan pembahasan, pemeriksaan

dan pengelempokan ke dalam bagian- bagian tertentu untuk diolah

menjadi data informasi.

5. Teknik Penulisan Skripsi

6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Cetakan ke- 11. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 13- 14

Page 20: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

11

Teknik penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu

dengan cara menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data

yang ada, lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan.

Adapun pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah tahun 2017.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

1. Ahmad Saidi, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Hukum Keluarga

Tahun 2015, Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Status Anak Lahir

Di Luar Nikah Perspektif Maqasid Syari’ah.

Mengetahui bagaimana hakim Mahkamah Konstitusi memutus

perkara status anak yang lahir di luar pernikahan. Pada penelitian ini

penulis menganalisis bagaimana putusan mahkamah konstitusi terhadap

status anak yang lahir diluar nikah menurut maqasid syari’ah.

2. M. Mashud Ali, Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Perbandingan

Hukum Tahun 2014, Parktik Perkawinan Siri Dan Akibat Hukum

Terhadap Kedudukan Istri, Anak Serta Harta Kekayaannya (Analisis

Perbandingan Fikuh Dan Hukum Positif).

Mengetahui bagaimana Parktik Perkawinan Siri Dan Akibat

Hukum Terhadap Kedudukan Istri, Anak Serta Harta Kekayaannya

(Analisis Perbandingan Fikuh Dan Hukum Positif)

3. Muh. Rizki Prasetya , Akhwal Al-Syakhshiyah Konsentrasi Peradilan

Agama Tahun 2010, Hilangnya Hak- Hak Anak Dan Istri Akibat Nikah

Dibawah Tangan.

Menyajikan analisis tentang Hilangnya Hak- Hak Anak Dan Istri

Akibat Nikah Dibawah Tangan.

4. Miftahul Rohmah, Perbandingan Mahzab Dan Hukum, Konsentrasi

Perbandingan Hukum Tahun 2011, Perkawinan Di Bawah Tangan Dan

Solusi Hukumnya Di Indonesia Dan Malaysia.

Page 21: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

12

Menyajikan analisis tentang Perkawinan Di Bawah Tangan Dan

Solusi Hukumnya Di Indonesia Dan Malaysia.

Dari review yang saya lakukan, terlihat bahwa para peneliti memang

sudah banyak yang membahas mengenai masalah status anak dari perkawinan

yang tidak dicatatkan. Dari kasus peneliti diatas, maka penulis sangat

membedakan penelitian dalam masalah status anak ini yaitu berdasarkan

putusan Mahkamah Agung. Ketidakserasian dalam Hukum Positif di

Indonesia tentang status anak pada perkawinan yang tidak dicatatkan,

menarik sekali bagi penulis untuk membahasnya, dikarenakan penelitian-

penelitian yang telah dilakukan sebelum pembahasan skripsi ini memberikan

inspirasi pada penulis untuk mengkaji lebih lanjut ditinjau dari segi mana dan

apa yang menjadi dasar seorang hakim dalam menerima putusan tersebut.

Penulis ingin lebih fokus dengan analisis terhadap Penetapan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 597 K/Ag/2015 tentang status anak , agar

pembahasan skripsi ini tidak melebar. Dengan demikian penulis

menggarisbawahi bahwasanya bahasan ini tidak ada kesamaan isi dan

pertimbangan hakim karena berdasarkan data yang diperoleh di Mahkamah

Agung.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, yaitu

sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, kajian tinjauan terdahulu, dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisikan status anak menurut hukum fiqih yang meliputi

pengertian status anak menurut hukum fiqih, kedudukan status anak menurut

hukum fiqih, hubungan nasab dalam hukum fiqih, hak anak dalam hukum

fiqih, dan dasar hukum pencatatan perkawinan perspektif hukum fiqih.

Page 22: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

13

Bab ketiga berisikan status anak menurut hukum positif, pengertian status

anak menurut hukum positif, kedudukan status anak menurut hukum positif,

hubungan nasab dalam hukum positif, hak anak dalam hukum positif, dan dasar

hukum pencatatan perkawinan perspektif hukum positif.

Bab keempat mengenai analisis penulis terhadap Penetapan Status Anak

pada perkawinan yang tidak dicatatkan pada putusan nomor 597 K/Ag/2015

yang meliputi putusan mahkamah agung nomor 597 K/Ag/2015 , tinjauan

hukum fiqih terhadap putusan nomor 597 K/Ag/2015, dan tinjauan hukum

positif terhadap putusan nomor 597 K/Ag/2015.

Bab kelima merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-

saran.

Page 23: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

14

BAB II

STATUS ANAK MENURUT HUKUM FIQIH

A. Pengertian Status Anak

Pengakuan anak dalam literatur hukum islam disebut dengan “Istilhaq”

atau “iqrar” yang berarti pengakuan seorang laki- laki secara suka rela

terhadap anak bahwa ia mempunyai hubungan darah dengan anak tersebut,

baik anak tersebut berstatus di luar nikah atau anak tersebut tidak diketahui

asal usulnya. 1 menrut Fatchur Rahman yang dikatakan dengan nasab, ialah

mengakui orang lain yang tidak diketahui asal-mula nasabnya sebagai

nasabnya sendiri atau sebagai nasab keluarga.2

Pengertian anak dalam Islam disosialisasikan sebagai makhluk ciptaan

Allah SWT yang arif dan berkedudukan mulia yang keberadaanya melalui

proses penciptaan yang berdimensi pada kewenangan kehendak Allah SWT.

Secara rasional, seorang anak terbentuk dari unsur gaib yang transcendental

dari proses ratifiksi sain (ilmu pengetahuan) dengan unsur-unsur ilmiah yang

diambil dari nilai-nilai material alam semesta dan nilai-nilai spiritual yang

diambil dari proses keyakinan (tauhid Islam).

Adapun kedudukan/status anak adalah anak kandung, anak angkat, anak

susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar nikah, berikut pembahasannya:

a. Anak Kandung

Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah

anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya.

Dalam hukum positif dinyatakan anak yang sah adalah

anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.

Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya,

orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup,

pendidikan yang cukup, memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia

dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah

1 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Pedata Islam, (Jakarta: Prenada Media Group,

2014) h. 76 2 Facthur Rahman Djamil, Pengakuan Anak Luar Kawin dan Akibat Hukumnya, (Jakarta:

PT. Pustaka Firdaus, 1994), h. 72

Page 24: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

15

merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus

keturunanya.

b. Anak angkat

Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang dalam

pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya pendidikan dan sebagainya

beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya

berdasarkan putusan pengadilan. Dengan adanya pengangkatan anak,

maka anak angkat itu tidak mengakibatkan berubahnya hubungan hukum

antara anak angkat dengan orang tua angkatnya baik dalam hubungan

keturunan/darah maupun dalam hubungan muhrim. Sehingga status anak

angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi

tetapi memperolehnya melalui wasiat dari orang tua angkatnya, apabila

anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia

diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang

tua angkatnya.

Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak, anak angkat

itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua angkat dengan anak

angkatnya. Hal ini berarti bahwa didalam hukum Islam anak angkat tidak

dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar untuk mewarisi adalah

hubungan darah dan perkawinan, demikian juga pengangkatan anak tidak

mengakibatkan halangan untuk melangsungkan perkawinan.

c. Anak tiri

Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan

terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak

masing-masing membawa anak kedalam perkawinanya. Anak itu tetap

berada pada tanggung jawab Orang tuanya, apabila didalam suatu

perkawinan tersebut pihak istri membawa anak yang dibawah umur

(belum dewasa) dan menurut keputusan pengadilan anak itu masih

mendapat nafkah dari pihak bapaknya samapai ia dewasa, maka keputusan

itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan peria lain.

Kedudukan anak tiri

ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam Hukum Adat, Hukum

Page 25: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

16

Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak

tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia

tetap mendapat hak waris dari harta kekayaan peninggalan (warisan) dari

ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan bapak kandungnya meninggal

dunia.

d. Anak piara/asuh

Anak piara/asuh lain juga dari anak-

anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia hanya dibantu

dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk

keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak

piara ini ada yang hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan

hukumnya tetap dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh.

Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang

tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikanya

mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal

pewarisan, maka anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian,

kecuali apabila orang tua asuh memberikan hartanya melalui hibah atau

kemungkinan melalui surat wasiat.

e. Anak luar nikah

Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin luar

Nikah. Mengenai status anak luar nikah, bahwa anak itu hanya

dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan hanya

mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal ini

berakibat pula pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada

anak dan hilangnya hak anak kepada ayah.

Menurut imam jauhari cara menentukan asal usul anak ada tiga yaitu

dengan cara perkawinan sah atau fasid, pengakuan nasab, dan kesaksian,3

menentukan asal- usul anak dengan cara perkawinan sah atau fasid,

maksudnya adalah seorang suami pergi jauh meninggalkan istrinya bertahun-

tahun. Setelah dia kembali ternyata istrinya telah menikah dengan orang lain,

dan pada istri itu ada anak yang dia duga adalah anak kandungnya, akrena itu

3 Imam Jauhari, Kapita Selekta Hukum Islam, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007),h. 25

Page 26: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

17

dia mengajukan perkara pengakuan anak ke pengadilan . atau sebaliknya, jika

misalnya seorang pejabat diam- diam kawin lagi dengan seorang perempuan

disuatu daerah, kemuadian perempuan itu ditelantarkannya dalam keadaan

hamil. Istri itu kemudian melahirkan. Beberapa tahun kemudian, anak yang

dilahirkannya itu menuntut agar diakui sebagai anak. Dalam contoh- contoh

diatas, maka harus dubuktikan antara lain adalah adanya perkawinan yang

sah, serta pengakuan dari si ibu bahwa benar anak itu adalah anaknya.

Selanjutnya menentukan asal- usul anak dengan cara kesaksian,artinya

adalah si fulan menemukan seorang bayi yang tidak diketahui siapa orang

tuanya, kemudian dipelihara dengan baik. Sekian tahun kemudian anak itu

menjadi seorang penyanyi yang terkenal dan kaya. Tiba- tiba suatu saat

datang seorang ibu atau seorang laki- laki mengajukan gugatan bahwa anak

temuan itu adalah anaknya yang dia buang atau hilang sekian tahun yang lalu.

Dalam kasus seperti ini, tentu tidak bisa secara merta pengakuannya tersebut

harus diterima. Diperlakukan pembuktian baik dengan pemeriksaan golongan

darah atau pemeriksaan DNA atau alat bukti lain. Kejadian sebaliknya bisa

saja terjadi, dimana anak yang dibuang/anak temuan, menuntut pengakuan

sebagai anak terhadap seseorang yang diduganya sebagai orang tuanya.

Adapun menentukan asal- usul anak dengan cara pengakuan nasab atau

dakwaan nasab, dapat dilakukan sebagai berikut ;

1. Pengakuan atas diri sendiri

Umpanya bapak mengakui anak, ataupun anak mengakui bapak,

seperti ia berkata “ ini adalah anak saya”, atau ”ini adalah bapak saya”.

Pengakuan ini sah dibuat walaupun ia sedang sakit berat yang membawa

mati dengan empat syarat yang akan datang yang disepakati oleh

kebanyakan fuqaha di dalam mazhab- mazhab. Syarat- syarat itu akan

diuraikan sebagai berikut :4

a. Orang yang mengakui tidak diketahui nasab, yaitu tidak diketahui

nasabnya dari bapak lain. Seandainya ia ketahui mempunyai nasabnya

4 H.A.Mukhsin Asyrof, Mengupas Permasalahan Istilahan Dalam Hukum Islam, (Jakarta:

Gema Insani, 2009).h. 46

Page 27: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

18

dari bapak yang lan. Seandainya ia diketahui mempunyai nasab dari

bapak yang lain (bukan yang membuat pengakuan ), maka

pengakuannya batal karena syarat menghukumkan ketetapan nasab

dari bapak itu dan bila yakin ketetapan pada nasab dari seseorang, ia

tidak lagi menerima perpindahan dari padanya kepada orang lain.

Sesungguhnya nabi SAW melaknat orang yang menasabkan

keturunan tidak kepada bapaknya atau orang yang mewakilkan tidak

pada walinya.

b. Para ulama membuat pengecualian terhadap li‟an, bahwa tidak sah

dakwan terhadap orang lain bahwa itu anaknya.

c. Pengakuan dapat dibenarkan dengan orang yang mengakui bahwa

anak itu kemungkinan mempunyai pertalian nasab dengan orang yang

membuat pengakuan.

d. Anak yang dili‟an dapat mengetahui kebenaran terhadap bapaknya

tersebut, asalkan memenuhi syarat- syaratnya.

Berdasarkan keterangan diatas, apabila orang yang membuat

pengakuan nasab ialah seorang istri ataupun perempuan yang sedang

berada dalam iddah, maka disyaratkan juga suaminya turut setuju mengaku

anak yang diakui oleh istrinya itu adalah anaknya juga. Ataupun istri dapat

membuktikan bahwa ia yang melahirkan anak yang diakui dari suaminya

itu karena pengakuan itu meletakkan nasab kepada orang lain. Dan ini

tidak boleh diterima kecuali ia membenarkannya atau dengan bukti saksi.

Ikrar batal jika orang yang diakui itu adalah anaknya dari zina, karena

zina tidak layak menjadi sebab bagi keteapan nasab, lantaran nasab tidak

boleh dicapai dengan cara yang diharamkan. Apabila telah sempurna ikrar

nasab tersebut dengan syarat- syarat yang telah ditentukan, maka sahlah

nasab orang yang diakui dari orang yang membuat pengakuan dan ikrarnya

itu. Dan tidak boleh menarik balik pengakuannya.

2. Pengakuan terhadap orang lain

Pengakuan dengan nasab yang diletakkan kepada orang lain, yaitu

ikrar keturunan yang merupakan cabang dari asal nasab. Contohnya

Page 28: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

19

seseorang berikrar katanta, “ini adalah saudara saya”, “ ini adalah bapak

saudara saya”, atau yang lain- lainnya.5 Pengakuan itu adalah sah dengan

syarat- syarat di atas serta satu syarat tambahan, yaitu pembenaran orang

lain. Apabila seseorang berkata, “ini adalah saudara saya”, maka keteapan

nasabnya disisi Ulama Hanafi dengan syarat bapaknya mengiakan

pengakuan anak itu, atau ada bukti saksi menunjukkan sah pengakunnya

itu atau dua orang waris mengiakan pengakuan itu jika bapaknya telah

mati karena ikrar hanya menjadi hujjah bagi orang yang membuat

pengakuan saja. Ia hanya mempunyai wilayah (kuasa) atas diri sendiri,

tidak pada orang lain.6

3. Pengakuan sebagai anak terhadap anak temuan

Menurut sayyid sabiq yang dimaksud dengan “al-Laqith” (anak

temuan) adalah anak kecil yang belum baligh, yang ditemukan dan dia

memungutnya maerupakan fardhu kifayah, sama hukumnya memungut

barang hilang lainnya. Seorang yang menemukan anak temuan tersebut

berkewajiban untuk memberi nafkah, jika ia tidak memiliki harta, maka ia

dapat meminta bantuan kepda baitul mal guna untuk membiyai hidup dan

biaya lai- lain yang diperlukan anak tersebut.7

Seperti telah disebutkan, salah satu objek permasalah istilhaq adalah

anak temuan atau yang tidak dketahui nasabnya. Bahkan dalam beberapa

kajian istilhaq, maka maslah anak yang tidak diketahui nasabnya inilah

yang sering jadi pokok bahasa utama. Sehingga terkesan pengakuan anak

atau pengesahan anak (istilhaq) itu hanya ada pada anak yang tidak

diketahui nasabnya saja.

Sebagaimana telah dijelaskan, seorang anak mustalhiq, yang telah

resmi disahkan sebagai anak dari seseorang maka kedududkannya sama

seperti anak sah lainnya, dan di nasabkan kepada ayah yang mengakuinya.

Artinya pengakuan atau pengesahan anak tersebut mempunyai akibat

5 H. Taufiq, Pengakuan Anak Wajar Menurut Hukm Perdata Tertulis dan Hukum Islam,

(Jakarta: Dirbinbapersis Depag RI, 1995), h. 62 6 Ahmad Husni, Ahkam Syai/ayah fi Ahwalisy Syashiyah ‘ala Mazhabil Imam Abu hanifah

(kairo; daar al- kutub), h. 56 7 Sayyid sabiq, fiqh sunnah jilid 7, penerjemah Moh. Thalib, (Bandung; al- Ma’arif,

1994)h. 92

Page 29: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

20

hukum keperdataan yang nyata, baik di bidang hukum kewarisan maupun

perkawinan.

Hanya saja yang juga dicatat disini, adalah pengakuan anak dari anak

temuan yang tidak diketahui nasabnya, oleh orang yang menemukannya

atau oleh orang yang jelas- jelas tidak ada hubungan darah dengan anak

temuan tersebut, adalah merupakan pengakuan anak yang terbatas, sebagai

hukum yang khusus, yang diberlakukan lebih banyak atas pertimbangan

pada kemashlahatan si anak temuan. Artinya meskipun nasabnya

dinisbatkan pada orang yang mengakuinya, tetapi tidak mempunyai akibat

hukum keperdataan baik di bidang hukum perkawinan maupun hukum

kewarisan. Yakni tidak dapat menjadi ahli waris, tidak juga menjadi

mawani’un nikah.

B. Kedudukan Status Anak Menurut Hukum Fiqih

Status atau kedudukan merupakan seseuatu yang amat penting bagi

seorang anak karena nantinya akan menentukan hak- hak dan kedudukan

anak tersebut dengan ornga tuanya. Dalam wacana fiqh, ketika seorang laki-

laki mengadakan hubungan seksual dengan perempuan di luar pernikahn yang

sah kemuadian terjadi kehamilan dari hubungn tersebut, maka langkah

penyelamatan nasab anak tersebut dilakukam dengan pernikahan antara laki-

laki dan perempuan tersebut. Dalam hal ini sangat terkait dengan menikahi

wanita hamil mahzab syafi‟i mengatakan sah- sah saja dilangsungkan

perneikahan dengan pasangan zina sang perempuan tapi makruh hukumnya

untuk berhubungan intim sampai perempuan itu melahirkan.8 Mahzab hanafi

menyebutkan sah akad nikahnya, namun haram hubungan intim sampai

dengan melahirkan dan meewati masa nifas.9 Sedangkan hambali dan maliki

serta ulama madinah menyatakan secara tegas haram menikahkan pasangan

tersebut dan menunggu sampai melahirkan.

8 Muhammad Jawad Mugniyah, Al Ahwal al- Syakhsiyyah a’la Mazahibil Al-Khamsnh,

jilid. VI (Beirut: Dar al-‘Ilm, Lil Malyin, t.th), h. 601 9 Abi ‘Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Suwarah, Al-Jami al- Shahih Wa Huwa Sunan al-

Turmudzi,”Kitab Nikah”, bab”al ja’a Fi a- Rajuli Yasytani al- Jariyati Wahiya Hamil”, jilid III (Beirut: Dar al-Kutub al- Alamiyah, t.th), h. 473

Page 30: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

21

Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas mengenai pendapat para

ulama tentang status akad wanita hamil akibat zina maka selanjutnya akan

terkait dengan masalah ada tidaknya „iddah bagi wanita hamil akibat zina,

sehingga akan terdapat perbedaan diantara para ulama.

Umumnya mereka konsisten dengan pendapatnya, baik yang berpendapat

wanita hamil akibat zina itu wajib „iddah maupun tidak, namun sebagian

ulama Hanafiyah (Abu Hanifah dan Muhammad) kurang konsisten, dimana

setelah meyakini akad nikah bagi wanita hamil akibat zina hukumnya sah,

keduanya berpendapat bahwa wanita tersebut tidak boleh disetubuhi, pedahal

salh satu tujuan dari akad adalah untuk menghalalkan persetubuhan. Bahkan

arti nikah sendiri bagi para ahli ushul Hanafiyah adalah “setubuh”.

Dalam kehati- hatian, yang palong hati- hati tentunya para ualam dari

mazhab Malikiyah dan Hanabilah. Mereka melarang wanita hamil akibat zina

melakukan pernikahan, bahkan hanabilah mewajibkan bertobat sebelum

melangsungkan akad nikah10

.

Tujuan disyariatkannya nikah adalah agar terpelihara keturunan nasab,

sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah SWT di dalam Al- Qur‟an

surat an- Nahl (16) ayat 72 yang berbunyi :

جعل لكم مه أوفسكم أزواجا وجعل لكم مه أزواجكم بىيه وحفدة ورزقكم مه والله

الطيبات أفبالباطل يؤمىون وبىعمت الله هم يكفرون

Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu istri- istri dari jenis kamu sendiri

dan menjadikan bagimu dari istri- istri kamu itu, anak- anak dan cucu- cucu,

dan memberimu rezki dari yang baik- baik. Maka mengapakah mereka

beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” QS. An- Nahl:

72)

Perngertian nasab adalah pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan

darah melalui akad pernikahan yang sah. Dari pengertian tersebut maka nasab

10 Al- Basri, Abu al- Hasan ‘Ali ibn Muhammad ibn Habib, Al- Mawardi, al- Nukad wa al-

‘Uyun: Tafsir al-Mawardi, ed. Ibn ‘Abd al- Rahim, jilid.IV (Beirut: Dar al- Kutub al’Ilmiyyah- Muassasah al Kutub al- Saqafiyah,t.th) h.74.

Page 31: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

22

dapat dihubungkan dengan darah dan perkawinan yang sah. Semua anak yang

dilahirkan di dunia ini, baik itu sebagai anak kandung, anak angkat, anak

zina, mempunyai kedudukan tersendiri adanya kedudukan tersebut

mempengaruhi dalam menentukan perwalian, nasab, warisan, dan hadhanah.

Terkait dengan anak diluar nikah, prespektif fiqh dan menjelma menjadi

kesepakatan dalam hukum islam bahwa anak luar nikah tidak dianggap

sebagai anak sah karena itu berakibat hukum ;

a. Tidak adanya hubungan nasab kepada laki- laki yang mencampuri ibunya

secara tidak sah. Secara yuridis formal ayah tidak wajib memberikan

nafkah meski secara biologis dan geneologis anak itu adalah anaknya

sendiri.

b. Tidak saling mewarisi

Sebagai akibat lebih lanjut dari tidak adanya hubungan nasab, antara anak

zina dengan laki- laki yang mencampuri ibunya secara tidak sah, maka

mereka tidak dapat saling mewari satu sama lain.

c. Tidak dapat menjadi wali bagi anak luar nikah

Pada dasarnya nasab anak luar nikah dihubungkan dengan ibunya ketika

suami dari ibunya menolak anak tersebut, sesuai dengan hadis nabi 11

:

لبل لضى انب جد ع أب ب ع شع ر ب ع ع ي سهى أ عه صهى انه

ال رد."را أحد ال هحك ب ب فئ ر ب حرة عب ي ب ، أ هك أيت نى ي كب

أب داد اب يبج انداري انحدذ حس األنبب

Artinya: “Dari amri bin syuaib dari ayahnya, dari kakeknya abu hurairah

dia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW ; anak itu tidak dinasabkan

pada ayah biologisnya meski ayahnya mengatakan itu adalah anaknya”.

(HR. Ahmad, Abu Daud, Ad-Darmy, dihasankan Al-Albani).

C. Hubungan Nasab Dalam Hukum Fiqih

11

Syihabuddin Ahmad Ibnu Ali, Fath al- Bary (Kairo : Musthafa al- Babi al- Halabiy, 1378 H/ 1959 M).juz 2. N. Hadits, h. 52.

Page 32: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

23

1. Pengertian Nasab

Shaykh Hasanayn Muhammad Makhluf, seorang mufti dari Mesir,

membuat terminologi anak zina sebagai anak yang dilahirkan sebagai

akibat dari hubungan suami isteri yang tidak sah. Hubungan suami isteri

yang tidak sah sebagimana dimaksud adalah hubungan badan

(senggama/wathi’) antara dua orang yang tidak terikat tali pernikahan

yang memenuhi unsur rukun dan syarat nikah yang telah ditentukan.12

Selain itu, hubungan suami isteri yang tidak sah tersebut, dapat terjadi

atas dasar suka sama suka ataupun karena pemerkosaan, baik yang

dilakukan oleh orang yang telah menikah ataupun belum menikah.

Meskipun istilah anak zina merupakan istilah yang populer dan melekat

dalam kehidupan masyarakat, namun Kompilasi Hukum Islam tidak

mengadopsi istilah tersebut.

Hal tersebut bertujuan agar anak sebagai hasil hubungan zina, tidak

dijadikan sasaran hukuman sosial, celaan masyarakat dan lain sebagainya

akibat perbuatan dosa yang telah dilakukan ibu kandungnya dan ayah

genetiknya. Untuk lebih mendekatkan makna tersebut, Pasal 44 ayat (1)

Undang- undang No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwasanya “seorang

suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya,

bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan

kelahiran anak itu akibat daripada perzinaan tersebut”.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, anak zina yang didefinisikan oleh

Shaykh Hasanyn adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah,

sebagaimana pada Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam yang menjelaskan

bahwa “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

nasab dengan ibu dan keluarga ibunya”. Berdasarkan definisi

pendekatan diatas, maka mkana anak zina adalah janin atau

pembuahannya merupakan akibat dari zina atau tanpa ikatan pernikahan

dan dilahirkan diluar pernikahan sebagai akibat dari perbuatan zina.

Dengan demikian sejalan dengan Pasal 43 ayat (1) Undang- Undang No.

12

Sebagaimana dikutip Abd Al- Rahman Al-Jaziiry, Al- Fiqh ‘ala Al- Madzaahib Al- Arba’ah, Jilid V, Mesir: Al- Maktabah Al- Tijariyah Al- Kubra’, tt.

Page 33: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

24

1 tahun 1974 yang rumusannya sama dengan pasal 100 Kompilasi

Hukum Islam.

Berdasarkan terminologi, anak luar nikah adalah anak yang dilahirkan

seorang perempuang yang tidak berada dalam ikatan perkawinan yang

sah dengan pria genetik yang sah. Sedangkan pengertian luar nikah

adalah hubungan seorang pria dan wanita yang dapat melahirkan

keturunan dan hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan yang sah

menurut hukum positif dan agama yang dianutnya.13

Anak yang lahir di luar perkawinan menurut istilah yang digunakan

dalam hukum perdata dinamakan natuurlijk kind (anak alami).

Pendekatan istilah anak zina sebagai anak yang lahir di luar perkawinan

yang sah, berbeda dengan pengertian anak zina yang ada dalam hukum

perdata. Dalam hukum perdata, istilah anak zina dalah anak yang

dilahirkan dari hubungan dua orang, laki- laki dan perempuan yang

bukan suami isteri, dimana salah seorang atau kedua- duanya terikat

perkawinan dengan orang lain. Oleh sebab itu, anak luar kawian yang ada

dalam hukum perdata adalah anak yang dibenihkan dan dilahirkan di luar

perkawinan dan istilah lain yang tidak bisa diartikan sebagai anak zina.14

Dalam al- Qur‟an kata nasab disebut di tiga tempat, yaitu dalam surah al-

Furqan : 54 dan al- Shaffat : 158, masing- masing dalam bentuk mufrad

(nasab) dan dalam al- Mu‟minun: 101 dalam bentuk jamak (anshab).

“Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan

manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu

Maha Kuasa”(QS. Al- Furqan : 54)

13 Abd. Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam,( Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1999) h. 34 14

Sebagaimana dikutip Wahbah Al-Zuhaily, Fiqh Al- Islam Wa Adillatuhu, Juz VIII, (Bairut: Dar Al- fikr, 1985)

Page 34: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

25

“Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan

sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret

(ke neraka)”(QS. Al- Shaffat : 158)

“Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di

antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya”.

QS. Al-Mu‟minun : 101)

Secara etimilogis nasab bearti al- qarabah (kekerabatan).15

Menurut

al- Lubily, isilah nasab sudah dikenal maksudnya, yaitu jika engkau

menyebut seseorang maka engkau akan mengatakan fulan bin fulan, atau

menisbatkannya pada sebuah suku, Negara atau pekerjaan.16

Nasab dalam hukum perkawinan indonesia dapat didefinisikan sebagai

sebuah hubungan darah (keturunan) antara eorang anak dengan ayahnya,

karena adanya akad nikah yang sah. Nasab merupakan nikmat yang

paling besar yang diturunkan oleh Allah SWT kepada hamba- Nya,

sebagaimna firman Allah dalam surat al- Furqan ayat 54 diatas, oleh

karenanya Islam sangat menekankan pentingnya hubungan nasab/ darah

(Rahim/Arham). Dalam sejumlah ayat dan hadis terdapat perintah

menjaga hubungan darah (silaturahmi) dan kecaman keras terhadap

orang yang memutuskan hubungan darah.

15 Ibn Manzur, Al-Qamus al- Muhit, Juz I, h. 125. 16

Akhmad Jalaluddin, “Nasab : Antara Hubungan Darah dan Hukum Serta Implikasinya Terhadap Kewarisan”, (Surakarta : Jurnal Publikasi Ilmiah UMS : Ishraqi, No. 1, Juni X, 2012), h. 67

Page 35: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

26

Lebih penting lagi adalah hubungan darah dengan orang yang menuru

kannya. Al-Qur‟an melarang memutuskan penisbatan (nasab) seseorang

dari ayah kandungnya. Karena itulah Islam melarang adopsi yang

berakibat memutuskan nasab anak tersebut dari orang tua kandungnya

dan sebaliknya menasabkannya kepada orang tua angkatnya.

Dalam hadis diriwayatkan al- Bukhariy, Muslim, Ahmad, Abu Dawud,

Ibn Majah17

:

Artinya: Diriwayatkan dari Sa'd bin Abu Waqqash dan dari Abu

Bakrah, Syu'bah berkata; Ini adalah orang pertama yang melepaskan

anak panah fi sabilillah sedangkan yang ini adalah orang pertama yang

turun dari benteng Tha`if untuk bergabung dengan Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam. Sesungguhnya mereka berdua

menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Barangsiapa mengakui orang lain sebagai ayah kandungnya, padahal ia

tahu bahwa orang itu bukan ayah kandungnya, maka surga haram

atasnya. (Riwayat Bukhori dan Muslim dan Ahmad, dan Abu daud dan

Ibn Majah)

Islam telah menetapkan bahwa setiap anak yang dilahirkan ke dunia

mempunyai hak- hak yang tentu saja menjadi kewajiban orang tua untuk

memenuhi hak tersebut. Ada 5 bagian hak anak yaitu : Nasab (garis

keturunan), penyusuan, pemeliharaan/pengasuhan, perwakilan dengan

17 Imam Nawawi dalam Syarah Muslim, hlm. 2/19

Page 36: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

27

berbagai jenisnya yaitu perwalian atas jiwa dan perwalian atas harta serta

nafkah.18

Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan

oleh ulama yang dapat disimpulkan bahwasanya nasab adalah legalitas

hubungan kekeluargaan yang berdasarkan tali darah, sebagai salah satu

akibat dari pernikahan yang sah, atau nikah fasid, atau senggama subhat.

Nasab merupakan sebuah pengakuan syara‟ bagi hubungan seorang anak

dengan garis keturunan ayahnya sehingga dengan itu anak tersebut

menjadi salah seorang anggota keluarga dari keturunan itu dan dengan

demikian anak itu berhak mendapatkan hak- hak sebagai akibat adanya

hubungan nasab. Menurut Hazairin, Islam dengan mengacu pada al-

Qur‟an dan as-Sunnah mengatur sistem bilateral/parental. Selanjutnya

Ulama Fiqh menjadikannya lebih cenderung patrilineal.19

Dalam kamus istilah fiqh, nasan adalah keturunan, ahli waris atau

keluarga yang berhak menerima harta warisan karena pertalian darah atau

keturunan, yaitu anak (laki- laki/ perempuan) dan lain sebagainya.20

Dalam kamus istilah agama kata nasab dalam Al-Qur‟an bearti keturunan

dan hubungan kekeluargaan.21

Hubungan diluar nikah atau zina adalah munculnya perbuatan dalam

arti yang sebenar- benarnya dari seorang yang baligh, berakal sehat,

sadar bahwa yang dilakukannya itu perbuatan haram, dan tidak dipaksa.

Para ulama mazhab sepakat bahwa, bila zina terbukti, maka tidak ada hak

waris mewarisi antara anak yang dilahirkan melalui perzinaan dengan

orang- orang yang lahir dari mani orangtuanya. Sebab, anak itu secara

syar‟i tidak memiliki kaitan nasab yang sah dengannya. 22

18 Al Abdulan Majid Mahmud Muthlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah, alih bahasa

Harits Fadly dan Ahmad Khotib, Cet 1, (Solo: Era Media, 2005), h. 520 19 Haizirin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an (Jakarta: Tintamas, 1982), h.

26 20 M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi’i adalah A.M, Kamus Istilah Fiqh, Cet. I

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 243. 21 M. Shodiq, Kamus Istilah Agama (Jakarta: Bonafida Cipta Pratama, 1991), h. 242. 22

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab ( Jakarta: Basrie Press, 1994), h. 113

Page 37: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

28

Sedangkan anak zina di nisbatkan kepada ibu yang mengandungnya,

itupun bukan dari hakikatnya. Sementara ulama berpendapat, bahwa

manusia akan dipanggil dengan menisbahkan namanya kepada ibunya.

Hal ini bukan saja sebagai penghormatan kepada Isa putra Maryam as,

tetapi juga untuk menutup malu anak- anak zina. Pendapat ini didasarkan

oleh pemahaman ayat 71 surah Al-Isra dengan memahami kata imam

pada ayat tersebut dalam arti bentuk jamak dari umm (Ibu). 23

2. Sebab- sebab Nasab

Ada tiga hal yang menetapkan sahnya suatu keturunan menurut

syari‟at Islam, yaitu :

a. Hubungan suami- istri yang terjadi dalam perkawinan yang

sah.

Perkawinan yang sah, maksudnya perkawinan yang sudah

resmi, antara seorang pria dengan wanita.24

Jika dari hubungan

itu istri hamil, kemudian melahirkan anak, maka anak yang

dilahirkan itu adalah anak yang sah, dengan arti bahwa bapak

dan ibu dari anak itu dapat diketahui dengan pasti sesuai

dengan ketentuan- ketentuan agama.25

b. Pengakuan (ikrar)

Di dalam hal pengakuan ada dua macam pengakuan keturunan,

yaitu:

1) Pengakuan yang langsung seperti seorang bapak mengakui

bahwa seseorang adalah anak laki- laki atau anak

perempuannya.

2) Pengakuan yang tidak langsung seperti seorang mengakui

bahwa seorang adalah cucunya.

c. Pembuktian (bayyinah)

Keturunan dapat juga ditetapkan berdasarkan adanya bukti

yang sah menurut agama Islam, yaitu saksi- saksi yang terdiri

23 M. Quraish Shihab, M Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut

Anda Ketahui (Tangerang: Lentera Hati, 2008), hlm. 512. 24 Zakaria ahmad al-Barry, Hukum Anak- anak dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang,

1977), h. 567 25 Murni Djamal, M.A, Ilmu Fiqh, Jilid II (Jakarta: IAIN, 1984), h. 172.

Page 38: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

29

dari dua orang laki- laki atau satu orang laki- laki dan dua

orang wanita26

.

3. Dasar Hukum Nasab

Dasar hukum nasab adalah firman Allah yang berbunyi:

An- nahl ayat 72

حفدة اجكى ب أز جعم نكى ي اجب فسكى أز أ جعم نكى ي انه

انطببث ى كفررزلكى ي ج انه ع ب .أفببنببطم ؤي

Artinya: “Allah menjadikan bagimu isteri-isteri dari jenismu sendiri

dan menjadikan bagimu dari isteri-isterimu itu anak-anak dan cucu-

cucu, dan memberimu rizki dari yang baik-baik. Maka mengapakah

mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”

(QS. an-Nahl: 72)

D. Hak Anak Dalam Hukum Fiqih

Sebagai seorang Muslim tentu saja kita harus memahami dan mengetahui

mengenai hak dan kedudukan anak di dalam HukumIslam apalagi kita sendiri

berperan sebagai anak, namun tidak hanya itu saja melainkan anak juga harus

bisa mengetahui hak maupun kedudukan atas dirinya dari kedua orang tuanya

dan anak juga diharuskan untuk bisa berbakti, menaati dan berbuat baik

terhadap kedua orang tuanya.

Disamping itu juga sebagai orang tua harus bisa memberikan contoh

yang baik terhadap anak di dalam keluarga tanpa harus memberikan didikan

yang keras terhadap anak, karena anak sangat bergantung pengharapan

keluarga dikemudian hari karena ialah ujung cita- cita dalam segenap

kepayahan.

26

Zakaria Ahmad al-Barry, Hukum Anak- anak dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1977),h. 67

Page 39: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

30

Sebagai anak juga dirinya berhak untuk mendapatkan perlindungan dan

kasih sayang dari kedua orang tuanya, karena dari situlah anak akan bisa

mewujudkan karakter dirinya sebagai anak dan merasakan kenyamanan dari

rasa cita kedua orang tuanya terhadap dirinya sendiri. Oleh sebab itu Nabi

Muhammad SAW sangat sayang kepada anak- anak sampai punggungnya

diperkuda- kuda oleh anak- anak disaat dirinya sedang sujud di waktu shalat,

sampai anak- anak dipangkunya ketika sedang mengerjakan ibadah dan

apabila dia hendak sujud diletakannya anak itu kesampingnya dan bila

hendak tegak di punggungnya kembali.

Beliau bersabda : “Rumah yang tidak ada anak- anak, tidaklah ada

berkat didalamnya”.(Abu Syaikh, Ibnu Hibban)27

Dalam hadist lain Rasul bersabda : “anak- anak adalh setengan dari

harum- haruman surga (Turmidzi) peliharalah anak- anakmu dan

perbaikilah budi pekerti mereka. Sesungguhnya anak- anak iitu adalah

hadiah Allah kepadamu”. (HR. Bukhari).28

Pengertian anak dalam Hukum Islam dan hukum keperdataan yang

dihubungkan dengan keluarga. Anak dalam hubungannya dengan keluarga,

seperti anak kandung, anak laki- laki dan anak perempuan, anak sah dan anak

tidak sah, anak sulung dan anak bungsu, anak tiri dan anak angkat, anak piara,

anak pungut, anak kemenakan, anak pisang, anak sumbang (anak haram) dan

sebagainya.29

Adapun sebenarnya pengertian anak dalam islam

disosialisasikan sebagai mahkluk ciptaan Allah SWT yang arif dan

berkedudukan mulia yang keberadaannya melaui proses penciptaan yang

berdimensi pada kewenangan kehendak Allah SWT.30

Penjelasan status anak dalam agama Islam ditegaskan dalam al- Qur‟an

surat al- isra ayat 70, yang artinya :

انط ى ي ب رزل انبحر ى ف انبر ب ه ح ى نمد كريب ب آدو ب فضه ببث

خهمب حفضهب عهى كثر ي

27 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983) , h. 223 28 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983) , h. 223 29

Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983) , h. 41 30 Hamka, Lembaga Hidup, (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983) , h. 223

Page 40: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

31

Artinya :”Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak- anak adam.

Kami angkut mereka didarat dan dilautan, kami beri mereka rezeki dari

yang baik- baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang

sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptaan.” (QS. Al-

Isra : 70)

Dengan begitu bahwa al-Qur‟an akidah Islam meletakan kedudukan anak

sebagai suatu makhluk yang mulia, diberikan rezeki yang baik- baik dan

memiliki nilai plus, semua diperoleh melalui kehendak sang Pencipta Allah

SWT. Dalam hukum Islam terdapat bermacam- macam kedudukan/ status

anak, sesuai dengan sumber asal- usul anak itu sendiri, sumber asal itulah

yang akan menentukan kedudukan status seorang anak.

Adapun kedudukan/ status anak dalam hukum Islam adalah anak

kandung, anak angkat, anak susu, anak pungut, anak tiri, dan anak luar

nikah,31

masing- masing anak tersebut diatas, mendapat perhatian khusus

dalam syariat Islam yang menentukan kedudukan/statusnya, baik dalam

keturunan dan kewarisan, maupun perwalian. Berikut macam- macam dari

kedudukan anak dalam Islam adalah sebagai berikut :

1. Anak kandung

Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertiannya adalah

anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya.

Dalam hukum positif dinyatakan anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.32

Dalam

pandangan hukum Islam, ada 4 (empat) syarat supaya nasab anak itu

dianggap sah, yaitu :

a. Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya

normal dan wajar untuk hamil. Imam Hanafi tidak mensyaratkan

seperti ini, menurut beliau meskipun suami isteri tidak melakukan

31 Lihat Pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99

huruf a Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 32

Lihat Psal 42 UU Nomor 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Lihat juga Pasal 99 huruf a Instruksi Presiden Nomor 1Tahun 1991 Tentang Perkawinan.

Page 41: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

32

hubungan seksual, apabila anak lahir dari seorang isteri yang dikawini

secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.

b. Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-

dikitnya enam bulan sejak perkawinan dilaksanakan. Tentang ini

terjadi ijma‟ para pakar hukum Islam (fuqha) sebagai masa terpendek

dari suatu kehamilan.

c. Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang

panjangnya kehamilan. Tentang hal ini masih dipersilisihkan oleh

para pakar hukum Islam.

d. Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li‟an. Jika

seorang laki- laki ragu tentang batas minimal maksimal kehamilan

terlampui maka ada alasan bagi suami untuk mengingkari anak yang

dikandung oleh istrinya dengan cara li‟an.33

Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya,

orang tua berkewajiban untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang

cukup, memelihara kehidupan anak tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia

dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah merupakan tumpuan

harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunannya.34

2. Anak Angkat

Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud

firman Allah SWT dalam surat al- Ahzab ayat 4 dan 5 :

اجكى انالئ يب جعم أز ف ف ج لهب نرجم ي يب جعم انه

يب جعم أدعبءكى بحكى أي ي ر كى حظب ا نكى بأف بءكى ذنكى ل أب

دي انسبم ) مل انحك د ٤انه ألسط ع ى ى ببئ ( ادع

كى س عه ن انكى ي اكى ف اند ى فئخ ا آببء نى حعه فئ جبح انه

ب ) غفرا رح انه كب دث لهبكى يب حع نك ب أخطأحى ب (٥ف

33 Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Materiil dalam Praktek Peradilan Agama,

(Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003) , h. 102 34

Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Materiil dalam Praktek Peradilan Agama, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003) , h. 103

Page 42: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

33

Artinya : “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah

hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu

zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu

sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah

perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya

dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). 5. Panggilah mereka (anak-

anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah

yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-

bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu

seagama dan maula-maulamu. dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa

yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja

oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

(QS. al-Ahzab: 4-5)

Pengertian anak angkat dalam hukum Islam adalah yang dalam

pemeliharaan untuk hidupnya sehari- hari biaya pendidikn dan

sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang

tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.35

Dengan adanya

pengangkatan anak, maka anak angkat itu tidak mengakibatkan

berubahnya hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua

angkatnya baik dalam hubungan keturunan/darah maupun dalam

hubungan muhrim. Sehingga status anak angkat terhadap harta

peninggalan orang tua angkatnya ia tidak warisi tetapi memperolehnya

melalui wasiat dari orang tua angkatnya, maka ia diberi wasiat wajibah

sebanyak- banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.36

Dalam hukum Islam, lembaga (peraturan) pengangkatan anak,

anak angkat itu tidak mempunyai hubungan darah antara orang tua

angkat dengan anak angkatnya. Hal ini berarti bahwa di dalam hukum

Islam anak angkat tidak dijadikan dasar mewarisi, karena prinsip dasar

untuk mewarsisi adalah hubungan darah dan perkawinan, demikian juga

35 Lihat Pasal 171 huruf h Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi

Hukum Islam 36

Lihat Pasal 209 ayat 2 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Page 43: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

34

pengangkatan anak tidak mengakibatkan halangan untuk melangsungkan

perkawinan.

3. Anak tiri

Mengenai anak tiri dapat terjadi apabila dalam suatu perkainan

terdapat salah satu pihak baik isteri atau suami, maupun kedua belah

pihak masing- masing membawa anak kedalam perkawinannya. Anak itu

tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam suatu

perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur

(belum dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih

mendapat nafkah dari pihak bapaknya sampai ia dewasa, maka keputusan

itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin lagi dengan pria lain.

Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam

hukum adat, Hukum Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu

karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu dan bapak kandung, maka

dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris dari harta kekayaan

penginggalan (warisan) dari ibu dan bapak kandungnya apabila ibu dan

bapak kandungnya meninggal dunia.37

4. Anak piara/asuh

Anak piara/asuh lain juga dari anak- anak tersebut diatas, karena

mengenai piara/ asuh ini ia hanya dibantu dalam hal kelangsungan

hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk keperluan sehari- hari

maupun untuk biaya pendidikan.38

Dalam hal anak piara ini ada yang

hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap

dan tidak ada hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada

itu ada juga anak piara/asuh yang tetap mengikuti orang tua kandungnya,

namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya mendapatkan dari

orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka

anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang

37 Imam Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Perundang-

Undangan, (Medan : Pustaka Bangsa, 2008) h. 87 38

Imam Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Perundang- Undangan, (Medan : Pustaka Bangsa, 2008) h. 9

Page 44: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

35

tua asuh memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui

hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

5. Anak luar nikah

Anak luar nikah adalah anak yang lahir dari hasil hubungan

kelamin luar nikah,39

dalam Hukum Islam anak tersebut dapat dianggap

anak di luar nikah adalah :

1. Anak zina, adalah anak yang lahir dari hasil hubungan kelamin

tanpa pernikahan, karena perbuatan yang dilakukan oleh orang

yang menyebabkan kelahiran anak tersebut.

2. Anak mula’anah, adalah anak yang dilahirkan oleh seorang

isteri yang mana keberadaan anak itu dibantah oleh suami

sebagai anaknya dan menuduh isterinya telah berbuat zina

dengan pria lain dengan cara melakukan sumpah li‟an terhadap

istrinya.

3. Anak shubhat, adalah anak yang dilahirkan dari seorang wanita

yang digauli dengan cara syubhat dalam hal ini, menurut jawad

mughaniyah yaitu seorang laki- laki manggauli seorang wanita

yang haram atasnya karena tidak tahu dengan keharaman itu.40

Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun

hukum Islam bahwa anak itu hanya dibansakan pada ibunya, bahwa anak

yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan dengan ibunya

dan keluarga ibunya.41

Maka hal ini berakibat pula pada hilangnya kewajiban

tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada ayah.

Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda- tanda perubahan

badaniah baik bagi laki- laki maupun perempuan. Apabila tanda- tanda ini

tidak kelihatan maka seorang anak dianggap telah dewasa apabila telah

mencapai usia 15 tahun.

39 Imam Jauhari, Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan Perundang-

Undangan, (Medan : Pustaka Bangsa, 2008) h. 202 40 Huzaemah Tahido, Kedudukan Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Islam, (Jakarta:

Makalah Kowani, 2001) h . 2 41

Lihat Pasal 43 UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Pasal 100 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam

Page 45: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

36

Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan

wanita tanpa ikatan perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual

tersebut tidak dibedakan apakah pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka,

beristri atau duda sebagaimana yang berlaku pada hukum perdata.

Setelah adanya kedudukan anak dalam ketentuan hukum Islam

kemuadian akan timbulnya suatu pemberian hak atau melahirkan hak anak

yang harus diakui/diyakini, dan diamankan sebagai implementasi amalan

yang diterima oleh anak dari orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara.

Ketentuan tersebut ditegaskan dalam Surat al-Isra‟ayat 31 yang artinya :

لخه إبكى إ ى رزل نبدكى خشت إيهبق ح خطئب نب حمخها أ ى كب

كبرا

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak- anak karena takut

kemiskinan. Kamilah yang memberi rizki kepada mereka dan juga kepada

kamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar “(QS.

Al-Isra : 31)

Hak anak dalam pandangan Islam ini memiliki aspek yang universal

terhadap kepentingan anak, yaitu meletakan hak anak dalam pandangan

Islam, memberikan gambaran bahwa tujuan dasar kehidupan umat Islam

adalah membangun umat manusia yang memegang teguh ajaran Islam dengan

demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi aspek hukum dalam

lingkungan hidup seseorang untuk Islam. Cara pandang yang dimaksud tidak

saja memposisikan umat Islam yang harus tunduk pada hukum- hukum Islam

seperti hukum Pidana Islam, hukum Perdata Islam, Hukum Perkawinan

Islam, hukum Tata Negara Islam dan hukum waris sebagai formalitas-

formalitas wajib yang harus ditaati oleh umat Islam dan apabila dilanggar

maka perbuatan tersebut akan mendapat laknat dan siksaan dari Allah SWT

baik diatas dunia maupun di akhirat kelak. Pada tindakan lain seorang umat

Islam harus taat dalam menegakkan hak azasi anak yang dapat diletakan atas

dasar hukum Peerdata, hukum Pidana, dan hukum Tata Negara yang berlaku

dalam ruang lingkup wilayah Indonesia.

Page 46: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

37

Hak menurut Pengertian umum yaitu suatu ketentuan yang dengannya

syara‟ menetapkan suatu kekuasaan atu suatu beban hukum. Demikian ini

adalah sebagai hak wali bertasharruf atas tiap- tiap anak yang dibawah

perwaliannya. Hak- hak anak yang mutlak dalam dimensi akidah dan

pandangan kehidupan agama Islam, terdiri dari :

1. Hak untuk melindungi anak ketika masih berada dalam kandungan atau

rahim ibunya terdapat dalam al-Qur‟an Surat al-Baqarah ayat 233

2. Hak untuk disusui selama dua tahun terdapat dalam al-Qur‟an Surat

Luqman ayat 14

3. Hak untuk diberi pendidikan, ajaran, pembinaan, tuntutan dan akhlak

yang benar terdapat dalam al-Qur‟an Surat al-Mujadilah ayat 11

4. Hak untuk mewarisi harta kekayaan milik kedua orang tuanya terdapat

dalam al-Qur‟an Surat an-Nisa‟ ayat 2,6 dan 10

5. Hak untuk mendapatkan nafkah dari orang tuanya terdapat dalam surat

al-Qashah ayat 12

6. Hak untuk mempertahankan agama dan aqidahnya, biladipaksa untuk

murtad oleh pelaksana hadhanah terdapat dalam surat Luqman ayat 51. 42

Hak asasi anak dalam pandangan Islam dikelompokkan secara umum ke

dalam bentuk hak asasi anak yang meliputi subsistem berikut ini :

1. Hak anak sebelum dan sesudah dilahirkan

2. Hak dalam kesucian keturunan

3. Hak anak dalam menerima pemberian nama yang baik

4. Hak anak dalam menerima susuan

5. Hak anak dalam mendapat asuhan, perawatan pemeliharaan

6. Hak dalam memiliki harta benda atau hak warisan demi

kelangsungan hidup anak yang bersangkutan

7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.43

E. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan Perpektif Fiqih

42 Imam Jauhari, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Keluarga Poligami, (Jakarta:

Pustaka Bangsa Press, 2003), h. 87 43

Imam Jauhari, Hak- Hak Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2003), h. 21

Page 47: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

38

Pada mulanya syariat islam baik dalam Al-Qur‟an atau al- Sunnah tidak

mengatur secara konkret tentang adanya pencatatan perkawinan.44

Pencatatan

perkawinan tidak diberi perhatian yang serius oleh fikih walaupun ada ayat

al- Qur‟an menganjurkan untuk mencatat segala bentuk transaksi muamalat.45

Mengenai pencatatan transaksi mu‟amalah, terdapat aturan yang jelas dan

tegas di dalam al-Qur‟an. Ketentuan ini diungkap dalam surat al- baqarah

ayat 282 yang dikenal oleh para ulama dengan ayat al- mudayanah (ayat

hutang piutang) :

ك كتت ث ن فبكتج إن أجم يس تى ثذ آيا إرا تذا ب انز ى ب أ

هم انز عه ن كتت فه انه ب عه كتت ك ؤة كبتت أ نب كبتت ثبنعذل

ب أ انحك سف انز عه كب ئب فئ ش جخس ي نب سث تك انه ن انحك

ضع ي ذ ذا ش استش ثبنعذل ن هم فه م ستطع أ نب فب أ

تضم ذاء أ انش ي تشض ي ايشأتب فشجم نى كب سجه سجبنكى فئ

ب فتزك إحذا نب تسؤيا أ ذاء إرا يب دعا ؤة انش نب ب انؤخش ش إحذا

أ أد بدح و نهش أل ذ انه رنكى ألسط ع كجشا إن أجه صغشا أ نب تكتج

تك ب تشتبثا إنب أ بح أنب تكتج كى ج س عه كى فه ب ث تجبسح حبضشح تذش

فسق ثكى تفعها فئ إ ذ نب ش نب ضبس كبتت عتى ذا إرا تجب أش

كى عه ء عهىاتما انه ثكم ش انه انه

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.

Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.

Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah

mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang

berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia

bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun

daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau

lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka

44 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2013), h. 91 45 Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), h. 120

Page 48: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

39

hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan

dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang

lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi

yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang

mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)

apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik

kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,

lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat

kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu),

kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara

kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan

persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi

saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka

sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah

kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala

sesuatu” (QS. Al- Baqarah: 282)

Secara garis besar, ayat ini berbicara tentang anjuran bahwa menurut

sebgian ulama bersifat kewajiban untuk mencatat hutang piutang dan

mempersaksikannya di hadapan pihal ketiga yang di hadapan pihak ketiga

yang dipercaya. Selain itu, ayat ini juga menekankan perlunya menulis hutang

walaupun hanya sedikit, disertai dengan jumlah dan ketetapan waktunya.

Tujuannya untuk menghindarkan terjadinya sengketa di kemudian hari.46

Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa adanya bukti autentik sangat

diperlukan untuk menjaga kepastian hukum bahkan secara redaksional

menunjukkan bahwa catatan didahulukan daripada kesaksian, yang dalam

perkawinan persaksian menjadi salah satu rukun yang harus dilaksanakan.

Pada hal yang penting sebagai keniscayaan jaman dan kebutuhan legalitas

hukum adalah adanya pencatatan perkawinan.47

Suatu perkawinan, pencatatan

46 M. Quraih Shihab, Tafsir al- Misbah, vol. 1, (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 602 47

Yayan Sopyan, Islam- Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: UIN Syarih Hidayatullah), h. 127- 129

Page 49: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

40

mutlak diperlukan. Adapun fungsi dan kegunaan pencatatan adalah untuk

memeberikan jaminan hukum terhadap perkawinan yang dilakukan, bahwa

perkawinan itu dilaksanakan dengan sungguh- sungguh, berdasarkan i‟tikad

baik, serta suami sebagai pihak yang melakukan transaksi benar- benar akan

menjalankan segala konsekuensi atau akibat hukum dari perkawinan yang

dilaksanakannya itu.

Pencatatan perkawinan dalam bentuk akta nikah sangat diperlukan di

dunia modern seperti sekarang ini, seseorang yangmenkah tanpa dicatat oleh

Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau tidak mempunyai akta nikah, maka

nikahnya tidak sah menurut undang- undang yang berlaku di suatu negara.48

Adapun pencatatan perkawinan ini sesuai dengan kaidah Ushul Fiqh,

yakni Al- Mashlahatul Mursalah.

“Bahwa terdpat satu makna yang dirasa ketentuan itu cocok dengan akal

sedang dalil yang disepakati tentang (hal tersebut) tidak terdapat”

Maksud dari kiadah Ushul Fiqh diatas adalah bahwa di dalam Al-Qur‟an

tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pencatatan perkawinan, maka

berdasarkan Maslahatul Mursalah untuk kedepannya pencatatan perkawinan

akan mendapatkan bukti percatatan perkawinan yaitu akta nikah, maka

pencatatan perkawinan hukumnya wajib.

Perlu kita perhatikan pula Q.S An-Nisa ayat 59:

بصعتى ت كى فئ أن انؤيش ي أطعا انشسل آيا أطعا انه ب انز ب أ

و ان ثبنه تى تؤي ك انشسل إ إن انه ء فشد ش ف ش انآخش رنك خ

م تؤ اأحس

Artinya ; “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)

dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan

48 Mardani, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2001),h. 86

Page 50: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

41

hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik

akibatnya.”(QS. An-Nisa :59)

Kemudian berdasarkan ayat diatas dijelaskan bahwa diwajibkan

melaksanakan keputusan pemerintah, dalam hal ini tentang pencatatan

perkawinan. Oleh karena itu setiap warga Negara yang ingin menikah harus

mendaftarkan perkawinannya ke pada instansi yang berwenang.

Page 51: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

42

BAB III

STATUS ANAK MENURUT HUKUM POSITIF

A. Pengertian Status Anak Menurut Hukum Positif

Secara umum dikatakan anak adalah seorang yang dilahirkan dari

perkawinan anatar seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak

menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak

pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak1.

Anak juga merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang

merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia

bagi pembangunan Nasional. Anak adalah asset bangsa.Masa depan bangsa

dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang.Semakin

baik keperibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa

depan bangsa.Begitu pula sebaliknya, Apabila keperibadian anak tersebut

buruk maka akan buruk pula kehidupan bangsa yang akan datang.

Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan

masa yang panjang dalam rentang kehidupan.Bagi kehidupan anak, masa

kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada akhirnya, sehingga mereka tidak

sabar menunggu saat yang didambakan yaitu pengakuan dari masyarakat

bahwa mereka bukan lagi anak-anak tapi orang dewasa

Menurut Hurlock (1980), manusia berkembang melalui beberapa tahapan

yang berlangsung secara berurutan, terus menerus dan dalam tempo

perkembangan yang tertentu, terus menerus dan dalam tempo perkembangan

yang tertentu dan bias berlaku umum.

Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada

uraian tersebut: – Masa pra-lahir : Dimulahi sejak terjadinya konsepsi lahir –

Masa jabang bayi : satu hari-dua minggu. – Masa Bayi : dua minggu-satu

tahun. – Masa anak : – masa anak-anak awal : 1 tahun-6 bulan, Anak-anak

1 Chairinniza Graha, Keberhasilan Anak Di Tangan Orang Tua,( Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2007), h. 4

Page 52: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

43

lahir : 6 tahun-12/13 tahun. – Masa remaja : 12/13 tahun-21 tahun – Masa

dewasa : 21 tahun-40 tahun. – Masa tengah baya : 40 tahun-60 tahun. – Masa

tua : 60 tahun-meninggal2.

Dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam

bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat di telah dari

sisi pandang sentralistis kehidupan. Misalnya agama, hukum dan sosiologi

menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan

social. Untuk meletakan anak kedalam pengertian subjek hukum maka

diperlukan unsur-unsur internal maupun eksternal di dalam ruang lingkup

untuk menggolongkan status anak tersebut. Unsur- unsur tersebut adalah

sebagai berikut3:

a. Unsur internal pada diri anak. Subjek Hukum: sebagai manusia anak juga

digolongkan sebagai human right yang terkait dalam ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ketentuan dimaksud diletakkan pada anak dalam

golongan orang yang belum dewasa, seseorang yang berada dalam

perwalian, orang yang tidak mampu melakukan perbuatan hukum.

Persamaan hak dan kewajiban anak : anak juga mempunyai hak dan

kewajiban yang sama dengan dengan orang dewasa yang diberikan oleh

ketentuan peraturan perundang-undangan dalam melakukan perbuatan

hukum. Hukum akan meletakan anak dalam posisi seabagai perantara

hukum untuk dapat disejajarkan dengan kedudukan orang dewasa atau

untuk disebut sebagai subjek hukum.

b. Unsur eksternal pada diri anak. Ketentuan hukum atau persamaan

kedudukan dalam hukum (equality before the low) dapat memberikan

legalitas formal terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk

berbuat peristiwa hukum yang ditentukan oleh ketentuan peraturan-

peraturan hukum itu sendiri, atau meletakan ketentuan hukum yang

2 Dawn Lighter, M.A, 50 Cara Efektif Menanamkan Tingkah Laku Positif Pada Anak,

(Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 5 3 Dede Lilis Ch.,S.Sos.,M.Si, Media Anak Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor

Indonesia, 2014), h. 23

Page 53: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

44

memuat perincian tentang klasifikasi kemampuan dan kewenangan

berbuat peristiwa hukum dari anak yang bersangkutan. Hak-hak privilege

yang diberikan Negara atau pemerintah yang timbul dari UUD dan

peraturan perundang-undangan .

Salah satu implikasi status anak adalah distribusi keuangan (waris atau

hibah). Terdapat perbedaan aturan untuk anak kandung dan bukan anak

kandung. Oleh sebab itu status seorang anak harus diberi kejelasan. Berikut

ini 5 status anak menurut Hukum Positif di Indonesia4, yaitu

1. Anak sah

Menurut UU Perkawinan, anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam

atau sebagai akibat perkawinan yang sah (pasa 42 dan 43 UU Perkawinan

No 1 tahun 1974). Bagaimana dengan bayi tabung? Pasal 99 Kompilasi

Hukum Islam menyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, serta hasil perbuatan

suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut. Jadi

bayi tabung menurut Kompilasi Hukum Islam, termasuk anak sah. Anak

sah berhak mendaptkan segala hak yang diberikan kepadanya, salah

satunya adalah pembagian waris. Anak sah dibuktikan dengan adanya akta

lahir, jika tidak ada akta lahir, harus dibuat surat kenal lahir yang

ditetapkan pengadilan.

2. Anak angkat

Anak angkat ini adanya dalam UU no 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak, PP no 54 tahun 2007 tentang pengangkatan anak.

Seseorang boleh mengangkat anak untuk kepentingan terbaik anak sesuai

dengan kebiasaan setempat dan peraturan perundang-undangang yang

berlaku. Orang tua angkat juga harus seagama dengan anak angkat. Orang

asing boleh mengangkat anak, sebagai pilihan terakhir.

4

Page 54: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

45

Anak angkat memiliki hak waris atas orang tua asal, karena adanya

hubungan darah dengan orang tua asal. Selain itu anak angkat juga berhak

mewarisi harta gono gini orang tua angkatnya seperti halnya anak sah.

3. Anak luar kawin

Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan bukan dari sebuah

perkawinan yang sah. Anak luar kawin dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

anak luar kawin yang diakui dan tidak diakui. Anak luar kawin yang dapat

diakui sahnya adalah hubungan laki-laki dan perempuan yang belum

kawin atau tidak sedarah. Anak luar kawin yang tidak dapat diakui adalah

hubungan laki-laki yang salah satunya sudah terikat perkawinan yang sah.

Anak luar kawin memiliki hak mewarisi kekayaan orang tuanya, namun

besarnya hanya sepertiga dari hak anak kandung (jika memiliki anak

kandung). Kalau tidak memiliki anak kandung, maka bagiannya setengah

bagian dan paling banyak tiga per empat bagian.

4. Anak sumbang dan anak zina

Anak zina adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan luar nikah

antara seorang laki-laki dan seorang perempuan di mana salah satu atau

kedua-duanya, terikat perkawinan dengan orang lain. Anak sumbang

adalah anak-anak yang dilahirkan dari hubungan antara seorang laki-laki

dan seorang perempuan, yang antara keduanya berdasarkan ketentuan

undang-undang ada larangan untuk saling menikahi. Anak zina tidak

memiliki hak waris dari ibu atau ayah, tetapi mereka berhak mendapatkan

nafkah.

5. Anak asuh

Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang, lembaga untuk

diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan dan kesehatan,

karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin

tumbuh kembang anak secara wajar. Anak asuh tidak mewarisi kekayaan

orang tua. Anak asuh dapat menerima kekayaan orang tua asuh dengan

cara hibah atau wasiat, tetapi tidak dengan waris.

Page 55: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

46

B. Kedudukan Status Anak Menurut Hukum Positif

Hukum positif di Indonesia membedakan antara keturunan yang sah dan

keturunan yang tidak sah. Keturunan yang sah didasarkan atas adanya

perkawinan yang sah, dalam arti bahwa yang satu adalah keturunan yang lain

berdasarkan kelahiran dalam atau sebagai akibat dari perkawinan yang sah,

anak- anak yang demikian disebut anak sah. Sedangkan keturunan yang tidak

sah adalah keturunan yang tidak didasarkan atas suatu perkawinan yang sah,

anak yang demikian disebut anak luar kawin.5

Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam,

anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalan atau akibat perkawinan yang

sah, meskipun anak tersebut lahir dari perkawinan wanita hamil yang usia

kandungannya kurang dari 6 (enam) bulan lamanya sejak ia menikah resmi.

Mengenai anak sah maupun anak luar kawin, Undang- Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah mengaturnya dalam Pasal 42, 43, dan

44, yaitu:

Pasal 42

Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat

perkawinan yang sah.

Pasal 43

1) Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibunya dn keluarga ibunya.

2) Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur

dalam Peraturan Pemerintah

Pasal 44

5 J. Satrio, Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang- Undang (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2000), h. 5

Page 56: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

47

1) Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh

istrinya bilamana ia dapat membuktikan bawa istrinya telah berzina

dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.

2) Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas

permintaan pihak yang berkepentingan.

Kewenangan Mahkamah, berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan

Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi serta Pasal 29 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

salah satu kewenangan Konstitusional Mahkamah adalah mengadili pada

tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji

Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar maka permohonan

pemohon untuk menguji Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan

Mahkamah Konstitusi.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2000 Tanggal 13

Februari 2012, dalam Pasal 43 ayat (1) di atas harus dibaca, “ Anak yang

dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya

dan keluarga ibunya serta dengan laki- laki sebagai ayahnya yang dapat

dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti

lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan

perdata dengan keluarga ayahnya”.6 Putusan MK ini mencerminkan prinsip

persamaan di hadapan hukum (equality before the law ) sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) yang berbunyi : “Setiap anak berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum, dengan demikian bahwa hukum

6 Syafran Sofyan, Putusan Mahkamah Konstitusi tentang Status Anak Luar Kawin

(www.jimlyschool.com)

Page 57: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

48

harus memberi perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap status

setiap anak yang dilahirkan dan hak- hak yang ada padanya, termaksud

kepada anak yang dilahirkan dilur pernikahan yang sah menurut peraturan

perundang- undangan.

Anak luar kawin yang diakui secara sah adalah salah satu ahli waris

menurut undang- undang yang diatur dalam KUHPerdata berdasarkan Pasal

208 jo Pasal 863 KUHPerdata. Anak luar kawin yang berhak mewarisi

tersebut merupakan anak luar kawin dalam arti sempit, mengingat doktrin

mengelompokkan anak tidak sah dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu anak luar

kawin, anak zina, dan anak sumbang, sesuai dengan penyebutan di dalam

Pasal 272 jo Pasal 283 KUHPerdata (tentang anak zina dan sumbang). Anak

luar kawin yang berhak mendapatkan waris adalah sesuai dengan

pengaturannya dalam Pasal 280 KUHPerdata.

Dengan demikian, bagi anak yang lahir dari perkawinan siri atau anak luar

kawin bisa mendapatkan pengakuan sebagai anak yang sah dan mendapatkan

hubungan perdata bukan hanya dengan ibunya saja, tapi dengan ayah dan

keluarga ayahnya, apabila hubungan darahnya dapat dibuktikan berdasarkan

ilmu pengetahuan dan teknologi atau bukti- bukti yang lain. Sehingga

hubungan perdata dengan ayah atau ibunya dilindungi dan terjamin secara

hukum.

C. Hubungan Nasab Dalam Hukum Positif

1. Pengertian Nasab

Nasab dalam hukum perkawinan Indonesia dapat didefinisikan

sebagai sebuah hubungan darah (keturunan) antara seorang anak dengan

ayahnya, karena adanya akad nikah yang sah. Hal ini dapat dipahami dari

beberapa ketentuan, diantaranya pasal 42 dan 45 serta 47 undang- undang

perkawinan. Pasal 42 dinyatakan bahwa anak yang sah adalah anak yang

dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 45 (1)

kedua orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) ini berlaku sampai anak

Page 58: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

49

itu kawin atau anak itu dapat berdiri sendiri. Kewajiban mana berlaku

terus meskipun perkawinan kedua orang tua putus. Pasal 47 (1) anak yang

belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama

mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. (2) orang tua mewakili anak

tersebut mengenai perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan.7

Dan pada pasal 98 dan 99 kompilasi hukum islam. Pasal 98

menyatakan (1) batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa

adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun

mental atau belum pernah melangsingkan perkawinan. (2) orang tuanya

mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum didalam dan

diluar pengadilan. (3) pengadilan agama dapat menunjuk salah satu

kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila

kedua orang tuanya tidak mampu.

Pasal 99 : anak yang sah adalah (1) anak yang dilahirkandalam

atau akibat perkawinan sah. (2) hasil pembuahan suami istri yang sah

diluar rahim yang dilahirkan oleh istri tersebut.8

Dalam hukum perkawinan Indonesia hubungan ini tidak dikritik

beratkan pada salah satu garis keturunan ayah atau ibunya, melainkan

kepada keduanya secara seimbang. Namun seorang anak menjadi

tanggungjawab bersama antara istri dan suami.

2. Sebab- sebab Nasab

Seorang anak, dilihat dalam Hukum Perkawinan Indonesia secara

langsung memiliki hubungan nasab dengan ibunya. Ini dapat dipahami

dari pasal 43 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak

yang lahir di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan

ibunya dan keluarga ibunya.

7 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995), h. 23

8 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995), h. 137

Page 59: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

50

Penentuan nasab anak kepada bapaknya dalam hukum perkawinan

Indonesia didasarkan pada :

1) Perkawinan yang sah.

Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut

hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya. Setiap

perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang- undangan

yang berlaku.

Penetapan nasab berdasarkan perkawinan yang sah, diatur dalam

beberapa ketentuan yaitu : Pertama, UU No. 1 Tahun 1974 pasal 42

yang berbunyi: “ anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau

sebagai akibat perkawinan yang sah”.9 Kedua, Kompilasi Hukum

Islam (KHI) pasal 99 yang menytakan : “anak sah adalah : (a) anak

yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. (b) hasil

pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh

istri tersebut”.10

Dapat di pahami dari peraturan- peraturan tersebut, seorang anak

dapat dikategorikan sah, bila memenuhi salah satu dari 3 syarat :

a. Anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, dengan dua

kemungkinan. Pertama, setelah terjadi akad nikah yang sah istri

hamil, dan kemuadian melahirkan. Kedua, sebelum akad nikah

istri telah hamil terlenih dahulu, dan kemudian melahirkan setelah

akad nikah. Inilah yang dapat ditangkap dari pasal tersebut, namun

kita perlu pertanyaan yang besar, apakah memang demikian.

b. Anak yang lahir sebagai akibat dari perkawinan yang sah. Contoh,

istri hamil dan kemudian suami meninggal. Anak yang dikandung

istri adalah anak sah sebagai akibat dari adanya perkawinan yang

sah.11

9 R. Subekti, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradya Paramitha, 1996),

h. 550 10 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995), h. 138 11

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993), h. 95

Page 60: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

51

c. Anak yang dibuahi di luar rahim oleh pasangan suami istri yang

sah, dan kemudian dilahirkan oleh istrinya. Ketentuan ini untuk

menjawab kemajuan teknologi tentang bayi tabung.

2) Perkawinan yang dibatalkan

Kompilasi Hukum Islam pasal 76 menyatakan batalnya

perkawinan tidak akan memutuskan hukum antara anak dan orang

tuanya. Selanjutnya perkawinan dapat dibatalkan hanya keputusan

Pengadilan. Suatu perkawinan dapat dibatalkan dengan syarat- syarat

sebagaimana yang tertuang dalam Undang- Undang Perkawinan pasal

22-28.

Pasal 22 : Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak

memenuhi syarat- syarat untuk melangsungkan perkawinan. Pasal 23 :

yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu : Para keluarga

dari garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri; Suami atau

istri; Pejabat perkawinan hanya selama perkawinan belum diputuskan;

pejabat yang ditunjuk tersebut UU Perkawinan pasal 16 ayat (2) dan

setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung

terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu

putus.

Pasal 24 : Barang siapa karena perkawinan masih terikat diri

dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya

perkawinan dapat mengajukan pembatalan yang baru dengan tidak

mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 UU Perkawinan.

Pasal 25: Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada

Pengadilan dalam daerah hukum di aman perkawinan dilangsungkan

atau di tempat tinggal kedua suami istri, Suami atau istri.

Pasal 26: (1) perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai

pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah

atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat

diminta pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan

lurus ke atas dari suami atau istri jaksa dan suami atau istri. (2) hak

Page 61: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

52

untuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasan dalam

ayat (1) pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama sebagai

suami istri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat

pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan

harus diperbaharu supaya sah.

Pasal 27: (1) seorang suami atau istri dapat mengajukan

permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan

dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum. (2) seorang

suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi

salah sangka mengenai diri suami atau istri. (3) apabila ancaman itu

telah berhenti, atau bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan

dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup

sebagai suami istri, dan tidak dipergunakan haknya untuk mengajukan

permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Pasal 28: (1) batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan

Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak

saat berlangsungnya perkawinan. (2) keputusan tidak berlaku surut

terhadap : anak- anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut; suami

istri yang bertindak dengan iktikad baik, kecuali terhadap harta

bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya

perkawinan lain yang lebih dahulu; orang ketiga lainnya tidak

termasuk dalam a dan b sepanjang mereka memperoleh hak- hak

dengan iktikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Seterusnya sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum

Islam Pasal 70- 76 yang menyatakan: Pasal 70: Perkawinan batal

apabila: (a) Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak

melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri,

sekalipun salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj’i.

(b) Seseorang menikahi istrinya yang telah di li’annya. (c) Seseorang

Page 62: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

53

menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,

kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang

kemudian bercerai lagi ba’da dhukul dari pria tersebut dan telah habis

masa iddahnya. (d) Perkawinan dilakukan antara dua orang yang

mempunyai hubungan darah, semenda dan susunan sampai serajat

tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 UU No. 1

Tahun 1974, yaitu: Berhubungan darah dalam garis keturunan lirus ke

bawah atau ke atas; berhubungan darah dalam garis keturunan

menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara

orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; Berhubungan

susuan, yaitu orang tua susuan, anak sesusuan, saudara sesusuan, dan

bibi dan paman sesusuan; (e) Istri adalah saudara kandung atau

sebagai bibi atau kemenakan dari istri atau istri- istrinya.

Pada pasal 71: Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila: (a)

Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama; (b)

Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih sebagai

istri orang lain yang mafqud; (c) Perempuan yang dikawini ternyata

kemudian diketahui masih dalam iddah dari suami lain; (d)

perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana

yang ditetapkan pasal 7 UU No. 1 Tahun 1974 (e) Perkawinan yang

dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak

berhak; (f) Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Pasal 72: (1) Seorang suami atau istri dapat mengajukan

pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah

ancaman yang melanggar hukum (2) seorang suami atau istri dapat

mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu

berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka itu

menyadari keadaannya, dan dalam jangka 6 (enam) bulan setelah itu

masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan

haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya

gugur.

Page 63: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

54

Pasal 73:Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan

perkawinan yaitu: Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas

dari suami atau istri; suami atau istri; pejabat yang berwenang

mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut Undang- Undang; para

pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam

rukun dan syarat perkawinan menurut Hukum Islam dan peraturan

perundang- undangan sebagaimana tersebut dalam pasal 67.

Selanjutnya pada pasal 74: (1) Permohonan pembatalan perkawinan

dapat diajukan Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal

suami atau istri atau tempat perkawinan dilangsungkan. (2) Batalnya

suatu perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama

mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak saat

berlangsungnya perkawinan.

Pasal 75: dijelaskan bahwa keputusan pembatalan perkawinan

tidak berlaku surut terhadap: (a) Perkawinan yang batal karena salh

satu dari suami istri murtad; (b) Anak yang dilahirkan dari perkawinan

tersebut; (c) Pihak ketiga sepanjang mereka memperoleh hak- hak

dengan beritikad baik, sebelum keputusan pembatalan perkawinan

mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Selanjutnya pasal 76: Batalnya suatu perkawinan tidak akan

memutuskan hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya.12

Dapat dipahami dari maksud ketentuan tidak berakhirnya hubungan

hukum antara seorang anak dengan orang tuanya, jika perkawinan

kedua orang tuanya dibatalkan oleh pengadilan adalah untuk

memberikan perlindungan hukum dan didasarkan pada pertimbangan

masa depan si anak.

3. Dasar Hukum Nasab

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003

Tentang Perlindungan Anak, menyebutkan Anak adalah seseorang yang

12 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Presindo, 1995), h. 129

Page 64: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

55

belum genap berusia 18 (delapan belas) tahun, serta termasuk anak yang

masih dalam kandungan pun masih dikategorikan sebagai anak-anak.

Anak yang masih dalam kandugan maupun yang telah di lahirkan

mendapatkan perlindugan hukum dari Pemerintah. Perlindungan hukum

tersebut bentuknya bermacam-macam, salah satunya yaitu untuk

mendapatkan akta kelahiran anak, hal tersebut telah diperkuat dalam Pasal

28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang mana isi pasal tersebut menyatakan bahwa setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Hal yang menyebabkan anak tidak mendapatkan akta kelahiran

adalah perkawinan yang tidak dicatatkan oleh orangtua anak tersebut,

padahal diketahui bahwa Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan dijelaskan bahwa syarat sahnya perkawinan

yaitu :13

(1) Perkawinan sah apabila dilakukan menurut masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu, dan di dalam ayat;

(2) menyebutkan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Melihat pentingnya pencatatan akta kelahiran bagi anak maka

setiap anak diharuskan memiliki akta kelahiran, akta kelahiran ini dapat

diperoleh apabila perkawinan dilakukan secara sah menurut agama dan

perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia. Sah menurut

peraturan perundang-undangan maksudnya yaitu perkawinan tersebut di

catat di Kantor Urusan Agama kecamatan di tiap-tiap daerah pasangan

yang melakukan perkawinan bagi pasangan yang beragama islam, namun

bagi pasangan yang beagaman non islam pencatatan perkawinan tersebut

dilakukaan di kantor catatn sipil.

Oleh karena itu pasal 55 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan mengatur mengenai tata cara untuk

13 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Page 65: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

56

mendapatkan akta kelahiran anak bagi anak yang tidak dapat memiliki

akta kelahiran, tapi masih menimbulkan pertanyaan bagaimana bukti-bukti

yang memenuhi syarat. Pasal tersebut menyebutkan :14

(1) Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta

kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang.

(2) Bila akta kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada

maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal

usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti

berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat.

(3) Atas dasar ketentuan pengadilan tersebut ayat (2) pasal ini maka

instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum

pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran bagi

anak yang bersangkutan.

Dilihat dari pasal tersebut, apabila anak diluar nikah yang tidak memiliki

akta kelahiran, maka akta kelahiran mengenai asal usul anak dapat

dimintakan penetapannya ke Pengadilan.

D. Hak Anak Dalam Hukum Positif

Pasal 1 ayat (12) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak menjelaskan bahwa yang dimaksud hak anak adalah

bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi

oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Dalam

kaitannya dengan orang tuanya, hak anak menurut hukum adalah :

a. Hak Nafkah,

Nafkah berati belanja, kebutuhan pokok yang dimaksudkan adalah

kebutuhan pokok yang diperlukan oleh orang- orang yang

membutuhkannya. Mengingat banyaknya kebutuhan yang diperlukan oleh

keluarga tersebut maka dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa

kebutuhan pokok minimal adalah pangan, sedangkan kebutuhan yang lain

14 Pasal 55 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Page 66: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

57

tergantung kemampuan orang yang berkewajiban membayar atau

menyediakannya dan memenuhinya.15

Pasal 2 UU No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak

merumuskan hak- hak anak sebagai berikut: “ Anak berhak atas

kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih

sayang baik dalam keluarga maupun didalam asuhan khusus untuk

tumbuh dan berkembang dengan wajar”.

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan

dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kepribadian bangsa untuk

menjadi warga negara yang baik anak berhak atas pemeliharaan dan

perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.

Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan yang

wajar.16

Pada Pasal 321 KUH. Perdata disebutkan bahwa “Tiap- tiap anak

berwajib memberi nafkah kepada kedua orang tuanya dan para keluarga

sedarahnya dalam garis ke atas, apabila mereka dalam keadaan miskin”.

Selanjutnya dalam Pasal 323 KUH. Perdata dijelaskan bahwa “

Kewajiban- kewajiban yang timbul karena ketentuan- ketentuan dalam

kedua pasal yang lalu, adalah bertimbal balik”.

Menurut pasal tersebut, maka timbul hubungan timbal- balik untuk

menafkahi antara orang tua dan anak apabila salah satu dari keduanya

tidak mampu. Sudah barang tentu anak adalah tanggung jawab orang

tuanya untuk diberi nafkah sampai dapat berdiri sendiri atau menikah dan

orang tua menjadi tanggung jawab anaknya apabila sudah berusia lanjut

ataupun tak mampu mencari nafkah.

Pada dasarnya pemberian nafkah kepada anak dimulai sejak masa

dalam kandungan, sesuai dengan Pasal 2 KUH. Perdata yang

15 Safuddin Mujtaba dan Imam Jamhari (I), Hak- hak Anak Dalam Hukum Islam, (Jakarta:

Pustaka Bangsa Press, 2003), h. 84 16

Yusuf Thalib, Pengaturan Hak Anak Dalam Hukum Positif, (Jakarta: BPHN, 1984), h. 132

Page 67: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

58

menyebutkan, “Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan,

dianggap sebagai telah dilahirkan, bilman juga kepentingan di anak

menghendakinya”.

Adapun mengenai ketentuan nafkah yang diberikan, disesuaikan

antara kebutuhan yang diberi nafkah dengan pendapatan serta kekayaan

yang memberi nafkah. Hal ini diatur dalam Pasal 329a KUH Perdata yang

berbunyi,

“Nafkah yang diwajibkan menurut buku ini, termasuk yang

diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan seorang anak di bawah

umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan pihak yang

berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak

yang wajib membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-

orang yang menurut buku ini menjadi tanggungannya”.17

Dan Pasal 383 KUH. Perdata yang menyatakan, “Wali harus

menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan bagi anak belum

dewasa menurut kemempuan harta kekayaannya dan harus mewakili

anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata”.

b. Hak Perwalian

Seperti diketahui bahwa dalam KUH. Perdata ada juga disebutkan

pengertian dari Perwalian itu, yaitu Pasal 330 ayat (3) menyatakan

:”Mereka yang belum dewasa dan tidak berada dibawah kekuasaan

orang tua, berada dibawah perwalian atas dasar dan cara sebagaimana

teratur dalam bagian ketiga, keempat, kelima, dan keenam bab ini”.

Pada umumnya didalam sistem perwalian menurut KUH. Perdata

memiliki beberapa asas, yakni :

1. Asas tak dapat dibagi- bagi (Ondeelbaarheid)

Pada tiap- tiap perwalian hanya ada satu wali, hal ini tercantum dalam

Pasal 331 KUH. Perdata. Asas tak dapat dibagi- bagi ini mempunyai

pengecualian dalam dua hal, yaitu :

17 R. Subekti dan Titrosudibio. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 89

Page 68: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

59

a) Jika perwalian itu dilakukan oleh ibu sebagai orang tua yang hidup

paling lama (langs tlevendeouder), maka kalau ia kawin lagi

suaminya manjadi medevoogd atau wali serta, Pasal 351 KUH

Perdata.

b) Jika sampai ditunjuk pelaksanaan pengurusan (bewindvoerder)

yang mengurus barang- barang minderjarige diluar Indonesia

didasarkan Pasal 361 KUH Perdata.18

2. Asas kesepakatan dari keluarga

Keluarga harus dimintai persetujuan tentang perwalian. Dalam hal

keluarga tidak ada maka tidak diperlukan persetujuan pihak keluarga

itu, sedang pihak keluarga kalau tidak datang sesudah diadakan

panggilan dapat dituntut berdasarkan Pasal 524 KUH Perdata.19

3. Orang – orang yang tidak dapat ditunjuk sebagai wali.

Ada 3 (tiga) macam perwalian, yaitu :

1. Perwalian oleh suami atau isteri yang hidup lebih lama.

Pasal 345 KUH Perdata menyatakan :”Apabila salah satu dari

kedua orang tua meninggal dunia, amak perwalian terhadap

anak- anak kawin yang belum dewasa, demi hukum dipangku

oleh orang tua yang hidup terlama, sekadar ini tidak telah

dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tuanya”.

Ketentuan ini tidak mengadakan pengecualian bagi suami istri

yang hidup terpisah, karena perkawinan yang terjadi oleh

perceraian atau pisah tempat tidur. Jadi apabila ayah yang

menjadi wali setelah perceraian dan kemudian meninggal

dunia, maka dengan sendirinya (van rechtswege) ibu menjadi

wali atas anak tersebut.

Anak luar kawin yang diakui berada di bawah perwalian. Oleh

karena kekuasaan orang tua hanya ada bila terdapat

perkawinan, maka seorang anak luar kawin yang diakui

18

R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum, h. 233 19 R. Soetojo Prawirohamidjojo dan Marthalena Pohan, Hukum, h. 233

Page 69: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

60

dengan sendirinya (menurut hukum/ van rechtsweg) berada di

bawah perwalian ayah atau ibu yang telah mengakuinya.

Kecuali, bila ayah ibu dikecualikan untuk menjadi wali atau

kehilangan hak untuk menjadi wali (Pasal 353 ayat (1)

KUH.Perdata).

2. Perwalian yang ditunjuk oleh ayah atau ibi dengan suatu

tetamen atau akte khusus.

Pasal 355 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa :”

Masing- masing orang tua, yang melakukan kekuasaan orang

tua atau perwalian bagi seorang anaknya atau lebih berhak

mengangkat seorang wali bagi anak- anak itu, jika kiranya

perwalian itu setelah ia meninggal dunia demi hukum ataupun

karena penetapan Hakim menurut ayat terakhir pasal 353,

tidak harus dilakukan oleh orang tua yang lain “. Dengan kata

lain, orang tua masing- masing yang menjadi wali atau

memegang kekuasaan orang tua berhak mengangkat wali kalau

perwalian tersebut memang masih terbuka.

3. Perwalian yang diangkat oleh Hakim

Pasal 359 KUH Perdata menentukan :” Semua minderjarige

yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua dan yang

diatur perwaliannya secara sah akan ditunjuk seorang wali

setelah mendengar pendapat atau memanggil keluarga

sedarah atau semenda.

Dalam ayat 2 pasal tersebut dikatakan bahwa bila seorang

tidak mungkin melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian,

maka Pengadilan Negeri akan mengangkat seorang wali

sementara selama orang tua atau wali yang dimaksud tidak

dapat melakukan kekuasaannya sampai pihak yang

berkepentingan (orang tua atau wali) tersebut meminta

kembali haknya. Pengangkatan seorang wali sementara

dilakukan pula apabila hidup matinya ayah atau ibunya tidak

Page 70: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

61

diketahui atau dalam hal tidak diketahui tempat kediamannya

(Pasal 359 ayat (3) KUH Perdata).

4. Orang – orang yang berwenang menjadi wali.

Pasal 379 KUH. Perdata menyebutkan lima golongan orang

yang dikecualikan atau tidak boleh menjadi wali, yaitu ;

1) Orang- orang sakit ingatan (krankzinnigen)

2) Minderjarigen

3) Orang yang diletakkan dibawah pengampunan (curatele)

4) Mereka yang dipecat atau dicabut (ontzet) dari kekuasaan

orang tua atau perwalian atau penetapan pengadilan.

5) Para ketua, wakil ketua, sekretaris Balai Harta

Peninggalan, kecuali atas anak- anak tiri pejabat- pejabat

itu sendiri.

Pada Pasal 332 b ayat (1) KUH Perdata menyatakan

“perempuan bersuami tidak boleh menerima perwalian tanpa

bantuan dan izin tertulis dari suaminya”. Akan tetapi jika

suami tidak memberikan izin maka dalam Pasal 332 b (2)

KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa bantuan dari

pendamping (bijstand) itu dapat digantikan dengan kekuasaan

dari hakim. Selanjutnya Pasal 332 b ayat 2 KUH Perdata

menyatakan :

“Apabila si suami telah memberikan bantuan atau izin itu

atau apabila ia kawin dengan perempuan itu setelah

perwalian bermula, sepertipun apabila si perempuan tadi

menurut pasal 112 atau pasal 114 dengan kuasa dari hakim

telah menerima perwalian tersebut, maka si wali perempuan

bersuami atau tidak bersuami, berhak melakukan segala

tindakan- tidakan perdata berkenaan dengan perwalian itu

tanpa pemberian kuasa atau bantuan ataupun juga dan atau

tindakan- tindakan itupun bertanggung jawab pula “.

Page 71: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

62

Sehubungan dengan kewenangan perhmpunan, yayasan dan

lembaga- lembaga sebagai wali atas penunjukkan ayah atau

ibu, maka dalam Pasal 355 ayat (2) KUH Perdata dikatakan

bahwa badan hukum tidak boleh diangkat menjadi wali,

kecuali bila perwalian itu diperintahkan oleh Pengadilan.

5. Mulainya Perwalian

Dalam Pasal 331a KUH Perdata, ditemukan mulai berlaknya

perwalian untuk setiap jenis perwalian, yaitu :

1) Jika seorang wali diangkat oleh hakim, dimulai dari saat

pengangkatan jika ia hadir dalam pengangkatan itu, bila ia

tidak hadir maka perwalian itu dimulai saat pengangkatan

itu diberitahukan kepadanya.

2) Jika seorang wali diangkat oleh salah satu orang tua,

dimulai dari saat orang tua itu meninggal dunia dan

sesudah wali dinyatakan menerima pengangkatan tersebut.

3) Bagi wali menurut undang- undang dimuali dari saat

terjadinya peristiwa yang menimbulkan perwalian itu,

misalnya kematian salah seorang orang tua.

Berdasarkan Pasal 362 KUH Perdata maka setiap wali yang

diangkat kecuali badan hukum harus mengangkat sumpah

dimuka Balai Harta Peninggalan.

6. Hal Melakukan Perwalian

Pengawasan atas diri pupil (orang yang menentukan perwalian

). Dalam Pasal 383 (1) KUH Perdata, “Setiap wali harus

menyelenggarakan pemeliharaan dan pendidikan terhadap

pribadi si belum dewasa sesuai dengan harta kekayaannya

dan ia harus mewakilinya dalam segala tindakan- tindakan.”

Artinya wali bertanggung jawab atas semua tindakan anak

yang menjadi perwaliannya.

Dalam ayat 2 Pasal tersebut ditentukan, “si belum dewasa

harus menghormati walinya.” Artinya si anak yang

Page 72: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

63

memperoleh perwaliannya berkewajiban menghormati si

walinya.

Pasal 383 (1) KUH Perdata juga menyebutkan :”... pun ia

harus mewakilinya dalam segala tindakan- tindakan perdata”.

Namun demikian pada keadaan tertentu pupil dapat bertindak

sendiri atau didampingi oleh walinya, misalnya dalam hal

pupil itu akan menikah.

7. Barang- barang yang Tak Termasuk Pengawasan Wali

Menurut Pasal 385 (2) KUH Perdata, barang- barang tersebut

adalah berupa barang- barang yang dihadiahkan atau

diwariskan kepada pupil dengan ketentuan barang tersebut

akan diurus oleh seorang pengurus atau beberapa pengurus.

8. Tugas dan Kewajiban Wali

Adapun kewajiban wali adalah :

a. Kewajiban memberitahukan kepada Balai Harta

Peninggalan. Pasal 368 KUH Perdata apabila kewajiban ini

tidak dilaksanakan wali maka ia dapat dikenakan sanksi

berupa wali dapat dipecat dan dapat diharuskan membayar

biaya- biaya dan ongkos- ongkos.

b. Kewajiban mengadakan investarisasi mengenai harta si

anak yang diperwakilannya (Pasal 386 ayat 1 KUH

Perdata).

c. Kewajiban- kewajiban untuk mengadakan jaminan (Pasal

335 KUH Perdata).

d. Kewajiban menentukan jumlah yang dapat dipergubakan

tiap- tiap tahun oleh anak tersebut dan biaya pengurusan.

(Pasal 338 KUH Perdata).

e. Kewajiban wali untuk menjual perabotan rumah tangga

minderjarigen dan semua barang bergerak dan tidak

memberikan buah atau hasil atau keuntungan kecuali

Page 73: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

64

barang- barang yang diperbolehkan disimpan innatira

dengan izin Weeskamer. (Pasal 389 KUH Perdata)

f. Kewajiban untuk mendaftarkan surat- surat piutang negara

jika ternyata dalam harta kekayaan minderjarigen ada surat

piutang negera. (Pasal 392 KUH Perdata)

g. Kewajiban untuk menanam (belegen) sisa uang milik

minderjarigen setelah dikurangi biaya penghidupan

tersebut.

9. Berakhirnya Perwalian

Berakhirnya perwalian dapat ditinjau dari dua keadaan, yaitu :

1) Dalam hubungan dengan keadaan si anak, dalam hal ini

perwalian berakhir karena :

a. Si anak telah menjadi dewasa (meerderjarig)

b. Matinya si anak

c. Timbulnya kembali kekuasaan orang tuanya

d. Pengesahan seorang anak di luar kawin yang diakui

2) Dalam hubungan dan tugas wali, dalam hal ini perwalian

dapat berakhir karena :

a. Ada pemecatan atau pembebasan atas diri si wali

b. Ada alasan pembebasan dan pemecatan dari perwalian

(Pasal 380 KUHP Perdata). Syarat utama untuk

pemecatan adalah karena lebih mementingkan

kepentingan anak minderjarig itu sendiri.

Alasan lain yang dapat memintakan pemecatan atas wali

didalam Pasal 382 KUHPerdata menyatakan :

1) Jika wali berkelakuan buruk

2) Jika dalam melaksanakan tugasnya wali tidak cakap

atau menyalahgunakan kecakapannya

3) Jika wali dalam keadaan pailit

4) Jika wali untuk dirinya sendiri atau keluarganya

melakukan perlawanan terhadap si anak tersebut

Page 74: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

65

5) Jika wali dijatuhi hukuman pidana yang telah

berkekuatan hukum tetap

6) Jika wali alpa memberitahukan terjadinya perwalian

kepada Balai Hart Peninggalan (Pasal 368

KUHPerdata).

7) Jika wali tidak memberikan pertanggung jawaban

kepada Balai Harta Peninggalan (Pasal 372

KUHPerdata).

10. Perhitungan dan Tanggung jawab

Pasal 409 KUH. Perdata menentukan bahwa di setiap akhir

perwaliannya, seorang wali wajib mengadakan perhitungan

tanggung jawab penutup. Perhitungan itu dilakukan :

1) Dalam hal perkawinan yang sama sekali dihentikan, yaitu

kepada minderjarige atau kepada ahli warisnya

2) Dalam hal perwalian yang dihentikan karena dir (person)

wali, yaitu kepada yang menggantikannya

3) Dalam minderjarige yang sesudah berada di bawah

perwalian, kembali lagi beradadi bawah kekuasaan orang

tua, yaitu kepada ayag atau ibu minderjarige itu.

11. Wali Pengawas

Pengangkatan wali pengawas sealu terjadi dalam setiap

perwalian. Wali wajib menjaga adanya wali pengawas (Pasal

368 KUH. Perdata). Sebagaimana dikatakan diatas, bila wali

tidak memberitahukan kepada Balai Harta Peninggalan tentang

terjadinya perwalian, maka wali itu dapat dipecat. Kewajiban

wali pengawas adalah :

1) Mengadakan pengawasan terus kepada wali

2) Menyatakan pendapatnya terhadap berbagai tindakan yang

harus dilakukan oleh wali atas perintah hakim atau dengan

persetujuan hakim.

Page 75: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

66

3) Bertindak bersama- sama dengan wali atau ikut hadir

dalam tindakan- tindakan tertentu

4) Bertindak bila ada kepentingan yang bertentangan antara

wali dengan minderjarige

5) Bertindak bila wali tidak hadir atau perwalian itu terulang

c. Hak Waris

Pengertian waris diatur dalam Pasal 833 KUH Perdata yakni

pewarisan sebagai suatu proses perpindahan hak milik dari seseorang

kepada orang lain atas segala barang, segala hak dan segala piutang dari

seseorang yang meninggal dunia kepada para ahli warisnya. Pada

dasarnya pewarisan adalah suatu perpindahan segala hak dan kewajiban

seseorang yang meninggal kepada para ahli warisnya. Dan secara singkat

dapat juga dikatakan bahwa definisi dari hukum waris menurut KUH

Perdata ini adalah perpindahan harta kekayaan dari orang yang meninggal

kepada orang yang masih hidup, jadi bukan hanya ahli waris dalam

pengertian keluarga dekat (sebagaimana hukum Islam), namun juga orang

yang meninggal dunia sebagai ahli warisnya.

Pada dasarnya dalam sistem kewarisan dalam KUH Perdata adalah

pewarisan sebagai proses perpindahan harta peninggalan dari seseorang

yang meninggal dunia kepada ahli warisnya, akan tetapi proses tersebut

tidak dapat terlaksana apabila unsurnya tidak lengkap. Adapun unsur-

unsur tersebut adalah :

1) Orang yang meninggalkan harta (erflater)

Elflater adalah orang yang meninggal dunia yang meninggalkan harta

untuk orang- orang (ahli waris) yang masih hidup.

2) Harta warisan (erfenis).

Mengenai harta warisan ini dalam KUH Perdata dikategorikan

menjadi :

a. Harta kekayaan yang berwujud dan dapat dinilai dengan uang

termasuk di dalamnya piutang yang hendak ditagih yang disebut

dengan istilah activa;

Page 76: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

67

b. Harta kekayaan yang merupakan hutang- hutang yang harus

dibayar pada saat meninggal dunia atau passiva;

c. Harta kekayaan yang masih bercampur dengan harta bawaan

masing- masing suami isteri, harta bersama dan sebagainya.

3) Ahli Waris ( erfegnaam)

Ahli waris adalah anggota keluarga yang masih hidup yang

menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan

karena meninggalnya pewaris. Ahli waris dalam sistem kewarisan

Kitab Undang- Undang Hukum Perdata secara garis besar terbagi

menjadi dua macam yakni :

a. Ahli waris menurut Undang undang (ab intestato) adalah ahli

waris yang mempunyai hubungan darah dengan si pewaris.

Mewaris berdasarkan undang- undang ini adalah yang paling

diutamakan mengingat adanya ketentuan legitime portie yang

dimikili oleh setiap ahli waris ab intestato ini. Dalam Pasal 832

KUH Perdata, dinyatakan bahwa yang berhak menjadi ahli waris

adalah keluarga sederajat baik sah maupun di luar kawin yang

diakui, serta suami isteri yang hidup terlama.20

b. Berdasarkan penggantian (bij plaatvervuling) ahli waris yang

menerima ahli waris dengan cara menggantikan, yakni ahli waris

yang menerima warisan yang telah meninggal dunia terlebih

dahulu dari pewaris. Ahli waris bij plaatvervuling ini diatur dalam

Pasal 841 samap Pasal 848 KUH Perdata.21

Adapun ahli waris dan bagian- bagiannya secara lebih spesifik

diklasifikasikan berdasarkan urutan di mana mereka terpanggil untuk

menjadi ahli waris dibagi menjadi empat macam yang disebut

golongan ahli waris, terdiri dari :

1) Golongan pertama: terdiri dari anak- anak dan keturunnya baik

atas kehendak sendiri maupun karena penggantian dan suami atau

20

R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 221 21 R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 224 - 225

Page 77: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

68

isteri yang hidup telama. Bagian anak adalah sama dengan tidak

membedakan laki- laki dan perempuan besar, besar maupun kecil.

(Pasal 852 KUH Perdata ) dan bagian suami atau isteri

dipersamakan dengan anak sah (Pasal 852a KUH Perdata).

2) Golongan kedua yaitu orang tua, saudara laki- laki, saudara

perempuan, dan keturunan saudara laki- laki dan perempuan

tersebut22

;

a. Bagian orang tua (Pasal 854-855 KUH Perdata)

1. ⅓ bagian jika tidak ada suami atau isteri yang ada hanya

ibu atau bersama 2 saudara,

2. ½ bagian jika hanya seorang ibu/ bapak bersama seorang

saudara,

3. ¼ jika bersama lebih dari dua orang saudara.

b. Bagian saudara (Pasal 854 KUH Perdata)

1. ⅓ jika seorang diri atau ahli waris hanya ibu, bapak dan

seorang saudara dan atau ahli waris hanya bapak atau ibu

bersama 2 orang saudara.

2. ½ jika berdua dan bersama dengan ahli waris ibu/ bapak.

3. ¾ jika lebih dari 2 orang dan atau bersama dengan ahli

waris terdiri dari bapak/ibu.

3) Golongan ketiga adalah sekalian keluarga yang dalam garis lurus

ke atas, baik dari garis ayah (kakek) maupun ibu (nenek) yakni

ayah dan ibu dari ayah dan ibu ayah dan ibu dari pewaris. Yang

terdekat mandapat ½ bagian dengan mengenyampingkan segala

ahli waris lain (Pasal 850, 853 dan 858 KUH Perdata) dan dibagi

dua (kloving) satu bagian untuk keluarga pihak bapak dan yang

lainnya bagian pihak ibu.

4) Golongan keempat adalah sanak keluarga lainnya dalam garis

menyimpang sampai dengan derajat ke enam. Golongan ini diatur

dalam Pasal 858 KUH Perdata, yang menyatakan :

22 R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 227-228

Page 78: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

69

“bila tidak ada saudara laki- laki dan perempuan dan juga tidak

ada keluarga sedarah yang masih hidup dalam salah satu garis ke

atas, maka separuh dari harta peninggalan itu menjadi bagian

dari keluarga sedarah dalam garis ke atas yang masih hidup.

Sedangkan separuh lagi menjadi bagian dari keluarga sedarah

garis kesamping dari garis ke atas lainnya, kecuali hal yang

tercantum dalam pasal berikut”

Ahli waris berdasarkan wasiat adalah orang yang ditunjuk atau

diangkat oleh pewaris denga surat wasiat sebagai ahli warisnya

(erfstelling), yang kemudian disebut dengan ahli waris ad tetamento.

Wasiat atau testamen dalam kuh Perdata adalah pernyataan seseorang

tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia. Pada

asasnya suatu pernyataan kemauan terakhir itu ialah keluar dari satu

pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali

(herroepen) oleh pewasiat baik secara tegas (uitdrukklijk) atau secara

diam- diam (stilzwijdend).23

Aturan testamen yang terdapat dalam Pasal 874 KUH Perdata ini

mengandung suatu syarat bahwa testamen tidak boleh bertentangan

dengan legitime portie dalam pasal 913 KUH Perdata. Dan paling lazim

adalah suatu tetamen berisi apa yang dinamakan erfstelling yaitu

penunjukkan seseorang atau nenerapa orang menjadi ahli waris yang

akan mendapat harta warisan seluruh atau sebagian dari harta warisan.

Dalam pasal 830 KUH Perdata disebutkan bahwa pewarisan hanya

terjadi karena kematian, ini berarti hanya kematian sajalah yang

menjadi sebab mewaris (terjadinya pewarisan ). Karenanya adalah yang

paling penting menetukan saat meninggalnya itu. Biasanya dianggap

sebagai yang menentukan ialah saat jantung berhenti berdenyut atau

saat nafasnya berhenti berhembus. Kemudian secara spesifik mengenai

sebab- sebab para ahli waris berhak menerima warisan adalah :

23 R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 232

Page 79: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

70

1) Hidup pada saat warisan terbuka. Seorang ahli waris menerima

warisan adalah karena ia masih hidup pada saat warisan terbuka

sebagaimana dalam Pasal 836 KUH Perdata dengan

pengecualiannya sebagaimana Pasal 2 ayat (2) KUH Perdata.24

2) Bukan orang yang dinyatakan tidak patut (onwaardig). Orang

yang menjadi ahli waris tidak dinyatakan orang yang tidak patut

untuk menerima warisan, berdasar Pasal 838 KUH Perdata.25

3) Tidak menolak warisan. Orang yang tidak menolak (verwerpwn)

adalah orang yang masih hidup dan tidak diwakili dengan cara

penggantian sebagaimana di atur dalam Pasal 1060 KUH

Perdata.26

Berdasarkan Pasal 838 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata

(KUH Perdata) yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan

karenanya dikecualikan dari pewarisnya ialah27

:

1) Mereka yang dengan putusan hakim dihukum karena

dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si

yang meninggalkan;

2) Mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan

karena secara fitnah telah mengadakan pengajuan terhadap si

meninggal, ialah suatu pengajuan telah malakukan tindakan

kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun

lamanya atau hukuman yang lebih berat;

3) Mereka dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si

yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat

wasiatnya;

4) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan

surat wasiat si yang meninggal dunia.

d. Pengakuan Terhadap Anak di Luar Perkawinan

24 R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 222 25 R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 223 26

R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 273 27 R. Subekti dan Titrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, h. 223

Page 80: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

71

Anak yang lahir diluar kawin perlu diakui oleh ayah atau ibunya

supaya ada hubungan hukum. Sebab kalau tidak ada pengakuan maka

tidak terdapat hubungan hukum. Meskipun sorang anak itu dilahirkan

oleh seorang ibu, ibu itu harus tega mengakui anak itu. Kalau tidak maka

tidak ada hubungan hukum antara ibu dan anak. Pengakuan ini adalah

suatu hal yang lain sifat dari pengesahan. Dengan pengakuan seorang

anak itu tidak menjadi anak sah. Anak yang lahir di luar perkawinan itu,

baru menjadi anak sah jika kedua orang tuanya kemuadian kawin, setelah

kedua orang tua itu mengakuinya, atau jika pengakuan itu dilakukan

dalam akta perkawinan sendiri.28

Menurut pendapat R. Soebakti bahwa hubungan tali kekeluargaan

beserta dengan segala akibat- akibatnya terutama hak mewarisi antara

anak dan orang tuanya baru bisa terjadi apabila ada pengakuan dari orang

tuanya. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 272 KUH Perdata yang

berbunyi29

, “Kecuali anak- anak yang dibenihkan dalam zina, atau dalam

sumbang. Tiap- tiap anak yang diperbuahkan diluar perkawinan, dengan

kemudian kawinnya bapak dan ibunya akan menjadi sah, apabila kedua

orang tua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut ketentuan

Undang- Undang, atau apabila pengakuan itu dilakukan dalam akta

perkawinan sendiri”.

Berkenaan dengan Pasal diatas, dapat ditegaskan bahwa pengakuan

yang dilakukan oleh kedua orang tuanya dari anak luar kawin, yang dapat

diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, akan tetapi ia tidak

dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan yang

sah dan tidak termasuk anak zina dan anak sumbang. Dan pasal diatas

dipertegas dalam Pasal 280 KUH Perdata yang berbunyi, “dengan

pengakuan yang dilakukan terhadap anak luar kawin, timbulah hubungan

perdata antara si anak dan abapk atau ibunya”.

28 Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, (Jakarta; Rineka Cipta,

2015), h. 146 29

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, (Jakarta; Balai Pustaka, 2014), h. 68

Page 81: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

72

Dalam hal status hukum anak yang dilahirkan dari perbuatan zina

dan penodaan darah tidak diperkenankan untuk diakui orang tuanya.

Kecuali anak penodaan darah dapat diakui apabila orang tuanya

mendapatkan dispensasi untuk menikah, sebagaimana yang diatur dalam

Pasal 273 KUH Perdata.

Menurut KUH Perdata ada tiga tingkatan status hukum dari anak luar

kawin yaitu:

1. Anak di luar perkawinan, anak ini belum diakui oleh kedua orang

tuanya.

2. Anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua

orang tuanya.

3. Anak di luar perkawinan itu menjadi anak sah, sebagai akibat kedua

orang tuanya melangsungkan perkawinan sah.30

Sesuai dengan Klasifikasi di atas dapat di pahami bahwa untuk

menjadikan seorang anak luar kawin sah di mata hukum dan memperoleh

haknya selaku anak dalam hal waris, maka anak luar kawin perlu

mendapat sebuah pengakuan dari salah satu atau kedua orang tuanya. Jika

kedua orang tuanya melangsungkan perkawinan belum memberikan

pengakuan terhadap anaknya yang lahir sebelum perkawinan, amak

pengesahan anak hanya dapat dilakukan dengan surat pengesahan dari

Kepala Negara.

Pengakuan ini adalah suatu hal pengesahan orang tua terhadap anak

yang lahir di luar perkawinan, dan pengesahan ini hanya dapat dilakukan

dengan ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (B.W) Pasal

272, sedang untuk pengakuan terhadap anak luar kawin dimuat dalam

Pasal 281, Pengakuan terhadap anak luar kawin dapat dilakukan melalui:

1. Dalam akta kelahiran di anak.

2. Dalam akta perkawinan ayah dan ibu kalau kemudian kawin.

30 Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sunar Grafika, 1992), h. 41

Page 82: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

73

3. Dalam akta yang dibuat oleh Pegawai Catatn Sipil dan kemudian

dibukukan dalam daftar kehadiran menurut tanggal dibuatnya akta

tadi.

4. Dalam akta otentik lain. Dalam hal ini tiap- tiap orang yang

berkepentingan dapat menurut supaya pengakuan ini dicatat dalam

akta kelahiran anak.31

Anak yang lahir dari perkawinan wanita hamil adalah anak sah dari

kedua orang tuanya, sehingga ia memiliki hak- hak yang wajib dipenuhi

oleh kedua orang tuanya. Hal ini diatur dalam Pasal 42 s/d 44 Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Maka dari itu anak luar kawin yang dapat mewarisi adalah anak yang

diakui dengan sah oleh kedua ibu bapaknya, karena menurut Kitan

Undang- Undang Hukum Perdata (B.W.) asasnya adalah, bahwa mereka

mempunyai hubungan hukum dengan pewaris yang berhak menerima

harta warisan menurut undang- undang dan hubungan hukum tersebut

karena adanya pengakuan dari kedua orang tuanya. Pengakuan dari ibu

dan bapak sebagai anak yang sah dan hanya dapat dibuktikan dengan akta

otentik. Dengan mutlak mendapatkan hak waris, hal ini termuat dalam

Pasal 916 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata yang berbunyi,

“Bagian mutlak anak diluar kawin yang telah diakui dengan sah, adalah

setengah dari bagian yang menurut Undang- Undang sedianya harus

diwarisinya dalam pewarisan karena kematian”

Pasal 873 yang berbunyi : “Jika salah seorang keluarga sedarah

tersebut meninggal dunia dengan tidak meninggalkan sanak saudara

dalam derajat yang mengizinkan kewarisan, maupun suami istri yang

lebih hidup lama, maka si anak luar kawin berhak menuntut warisan

untuk dirinya sendiri dengan mengesampingkan negara”32

31 R. Subekti dan Titosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Burgelijk

Wetboek) dengan tambahan undang- undang Agraria dan Undang- Undang Perkawinan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2001), h. 69

32 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, (Jakarta; Balai

Pustaka, 2014), h. 210

Page 83: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

74

Sedang anak zina dan anak sumbang tidak dapat mewarisi, akan tetapi

bagi mereka diberikan hak untuk menuntut pemberian nafkah seperlunya,

dan besar nafkah sesuai dengan kemampuan ibu dan bapaknya.33

E. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan Prespektif Hukum Positif

Sebelum terjadinya Undang- Undang Perkawinan Nasional, perkawinan

merupakan kumpulan kaidah (lembaga hukum) yang bertitik berat pada segi

perdataannya sebagai perikatan.

Pasal 2 Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 terdiri dari 2 ayat :

ayat 1 tentang sahnya, ayat 2 tentang pendaftarannya. Pasal 2 tersebut

berbunyi:

1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu.

2) Tiap- tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan

yang berlaku

Pasal 1 ayat (1) undang- undang nomor 22 tahun 1946 itu menentukan.

Nikah yang dilakukan menurut agama islam diawasi oleh Pegawai

pencatatn nikah yang diangkat oleh mentri agama atau oleh pegawai yang

ditunjuk olehnya. Disini terlihat bahwa pegawai pencatatan nikah itu

hanya bertugas mengawasi terlaksana perkawinan agar perkawinan itu

berlangsung menurut ketentuan- ketentuan agama islam.

Bagi yang tidak mendaftarkan perkawinan atau yang enggan

melangsungkan perkawinan di hadapan pegawai pencatat nikah, maka

akan menanggung risiko yuridis, perkawinannya diskualifikasikan sebagai

perkawinan liar dalam bentuk kumpul kebo atau compassionate

marriage.34

Pada Kompilasi hukum islam, masalah pencatatan perkawinan

diatur dalam pasal 5-7.

Pasal 5

33 Sudarsono, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, (Jakarta: Renika Cipta, 2004), hal. 90 34

Abdul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 295

Page 84: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

75

1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap

perkawinan harus dicatat.

2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh

Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-

undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang- undang No. 32 Tahun 1954

Pasal 6

1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan

harus dilansungkan dihadapan dan di bawah pengawasan

Pegawai Pencatat Nikah

2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat

Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 7

1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang

dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.

2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah,

dapat diajukan isbat nikahnya ke Pengadilan Agama.

3) Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas

mengenai hal- hal yang berkenaan dengan:

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;

b. Hilangnya Akta Nikah;

c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat

perkawinan;

d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 dan

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai

halangan perkawinan menurut Undang- undang No. 1 Tahun

1974

4) Yang berhak mengajukan permohonan isbat nikah ialah suami atau

istri, anak- anak mereka, wali nikah dan pihak yang

berkepentingan dengan perkawinan itu.

Page 85: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

76

Aturan- aturan di dalam Kompilasi Hukum Islam sudah melangkah

lebih jauh dan tidak hanya bicara masalah administratif. Pertama, didalam

pasal 5 ada klausul yang menyatakan agar terjaminnya ketertiban

perkawinan bagi masyarakat Islam. Ketertiban disini menyangkut ghayat

al-tasyri’ (tujuan hukum Islam) yaitu menciptakan kemaslahatan bagi

masyarakat. Kedua pada pasal 6 ayat (2) ada klausul tidak mempunyai

kekuatan hukum. Jadi perkawinan yang tidak dicatat dipandang tidak

sah.35

Formalitas yang berkaitan dengan penctatan perkawinan diatur dalam

PP No. 9 Tahun 1974 tentang pelaksanaan UU No. 1 Thaun 1974 tentang

perkawinan. Peraturan tentang pencatatan pernikahan ini telah pula diatur

dalam UU No. 22 Tahun 1946 yang berlaku sejak 2 november a954

melalui UU No. 32 Tahun 1954, yakni UU Pencatatan Nikah, Talak, dan

Rujuk.36

Menurut Khairuddin Nasution yang dikutip oleh Amiur Nuruddin dan

Azhari Akmal Tarigan, bahwa Undang- undang Perkawinan bukanlah

Undang- undang pertama yang mengatur tentang pencatatan perkawinan

bagi Muslim Indonesia. Sebelumnya sudah ada Undang- undang No. 22

Tahun 1946, yang mengatur tentang perceraian Nikah, Talak, dan Rujuk.

Di dalam Undang- undang No. 22 Tahun 1946 disebutkan: (i) perkawinan

diawasi oleh Pegawai pencatat nikah (ii) bagi pasangan yang melakukan

perkawinan tanpa pengawasan dari Pegawai pencatat nikah dikenakan

hukuman karena merupakan satu pelanggaran.37

Tujuan utama dari adanya pencatatan perkawinan adalah untuk

menciptakan ketertiban yang berkaitan dengan administratif kenegaraan

yang diharapkan akan mengarah kepada terciptanya ketertiban sosial

35 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), h. 324

36 Abdul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 298

37 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), h. 134

Page 86: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

77

kemasyarakat. Dengan adanya tertib administrasi kenegaraan itu

diharapkan peristiwa- peristiwa perkawinan di indonesia dapat dikontrol

sehingga tidak ada pihak- pihak (terutama perempuan) yang dirugikan.

Dengan kata lain, peraturan perundang- undangan ini dibuat bukannya

tanpa tujuan. Ketentuan pencatat perkawinan itu hanya masalah

administrasi Negara saja dan tidak ada hubungannya dengan kategori sah

atau tidaknya sebuah perkawinan.38

Perkawinan mempunyai dampak yang luas, baik dalam hubungan

kekeluargaan pada khususnya, maupun pada kehidupan bermasyarakat dan

bernegara pada umumnya. Ada hal yang penting sebagai keniscayaan

jaman dan kebutuhan legalitas hukum adalah adanya pencatat

perkawinan.39

Unsur kebijakan Negara dapat terlihat pada beberapa aturan

perkawinan. Jika merujuk pada doktrin hukum islam klasik, perkawinan

dianggap sah jika akad (ijab dan qabul) diucapkan di hadapan saksi, yang

terdiri dari satu orang muslim laki- laki atau dua orang muslim perempuan.

Fiqih tidak mengatur adanya pencatatan atau pendaftaran, namun untuk

mewujudkan tujuan kemaslahatan bagi pasangan dan keluarga, pencatatn

diatur dalam undang- undang di beberapa Negara muslim. Meskipun detail

dan prinsip- prinsip yang digunakan untuk membuat aturan itu efektif

berbeda- beda, aturan pencatatan dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan pada pasangan, Istri dan anak- anak utamanya.

Melalui kompilasi indonesia mengatur bahwa perkawinan harus

dilaksanakan dengan hadirnya pencatat perkawinan yang resmi atau harus

didaftarkan. Pasangan yang tidak mendaftarkan perkawinan akan

mendapatkan sanksi atau akibat dari gagalnya upaya pencatatan, yaitu

mereka tidak akan memperoleh bantuan hukum ketika memerlukan, ini

berarti bahwa kompilasi tidak memberi ruang bagi perkawinan yang tidak

terdaftar.

38 Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistemology Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2006), h. 253 39

Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2012), h. 129

Page 87: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

78

Pencatatan perkawinan hanya merupakan masalah asministrasi yang

jika tidak terpenuhi tidak menyebabkan pernikahan dianggap tidak sah.

Mendudukan pendaftaram sebagai murni persoalan administratif,

kompilasi tidak mengatur sanksi bagi mereka yang tidak mematuhinya.

Undang- undang 1975 yang menjelaskan penerapan undang- undang

perkawinan menyebut sanksi itu tetapi ia diterapkan hanya pada para

pencatatan tidak mendaftar perkawinan, dia akan di denda 7.500 rupiah.

Undang- undang ini cenderung yang tidak mendaftarkan perkawinannya

akan dihukum membayar denda.40

Agaknya masalah pencatatan perkawinan ini tidak hanya

diperdebatkan apakah sebagai syarat sah atau syarat administratif. Tetapi

bagaimana dibangun cara pandang baru dalam rangka pembaharuan

hukum keluarga islam di Indonesia. Menurut pendapat Atho’ Muzhar yang

dikutip oleh Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, beliau

menyatakan bahwa pencatatan perkawinan harus dilihat sebagai bentuk

baru cara mengumumkan (mengi’lankan perkawinan).41

40 Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Admanistrasi Keperdataan Islam di Indonesia,

(Ciputat, Tangerang Selatan: Orbit Publishing, 2003), h. 22-24 41 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai KHI), (Jakarta: Kencana, 2004), h. 135

Page 88: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

79

BAB IV

Analisis Putusan Nomor: 597 K/Ag/2015 Dalam Perspektif

Hukum Fiqih dan Hukum Positif

A. Putusan Mahkamah Agung Nomor 597 K/Ag/2015

1. Duduk Perkara

Dalam putusan nomor 597 K/Ag/2015 dijelaskan bahwa Pemohon

I dan Pemohonan II telah melangsungkan perkawinan menurut agama

Islam pada bulan Juli 2009, dengan dihadiri oleh wali nikah dan saksi-

saksi, dari perkawinan Pemohon I dan Pemohon II tersebut telah

dikaruniai seorang anak laki- laki bernama DDD, lahir pada tanggal 8

Juni 2010 di jakarta, sesuai dengan Kutipan Akta Kelahiran Nomor

18281/KLU/JP/2010, tertanggal 16 Juni 2010, tetapi karena perkawinan

Pemohon I dan Pemohon II tidak dicatatkan pada Kantor Urusan Agama

setempat, maka dalam Bukti P-1 tersebut, disebutkan bahwa anak

Pemohon I dan Pemohon II bernama DDD tersebut dicatatkan hanya

mempunyai hubungan nasab dengan Pemohon II.

Pada tanggal 4 Mei 2014, Pemohon I dan Pemohon II telah

melangsungkan perkawinan uang menurut agama Islam dan dicatatkan

pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, sesuai

dengan kutipan Akta Nikah, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama

Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Nomor

465/30/V/2014, tanggal 5 Mei 2014, akan tetapi Kutipan Akta Nikah

Pemohon I dan Pemohon II tersebut di atas tidak dapat dijadikan dasar

untuk dilakukannya pembaruan Akta Kelahiran anak laki- laki dari hasil

perkawinan antara Pemohon I dan Pemohon II yang bernama DDD

tersebut, anak Pemohonan I dan Pemohon II sejak lahir dan sampai saat

ini tinggal bersama- sama serta dipelihara, dididik serta dirawat langsung

oleh Pemohon I dan Pemohon II.

Pemohon I dan Pemohon II mengakui sepenuhnya bahwa DDD

benar- benar anak kandung dari perkawinan Pemohon I dan Pemohon II

Page 89: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

80

serta yang dilahirkan dari rahim Pemohon II, hingga saat ini tidak ada

orang/pihak mana pun yang menyangkal atau berkerabatan/ menolak

terhadap status maupun keberadaan DDD sebagai anak kandung Pemohon

I dan Pemohon II, untuk memberikan kepastian hukum dan hak serta

untuk kepentingan masa depan anak Pemohon I dan Pemohon II bernama

DDD tersebut, Pemohon I dan Pemohon II memerlukan Penetapan Asal

Usul Anak dari Pengadilan yang berwenang agar dapat ditegaskan dan

ditetapkan hubungan nasab dan status DDD tersebut sebagai anak sah dari

seorang ayah bernama DACD (Pemohon I) dan seorang ibu bernama AN

(Pemohon II), berikut segala akibatnya, termasuk pula untuk dapat

dijadikan dasar dikeluarkan/diperbaruinya akta kelahiran anak Pemohon I

dan Pemohon II tersebut.

Maka sesuai dan didasarkan pada ketentuan Pasal 55 Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur bahwa

―Bila asal usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka

mengenai hal itu akan ditetapkan dengan putusan pengadilan yang

berwenang‖, juncto Pasal 103 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, dalam

Buku I tentang Perkawinan, menyatakan bahwa ―Bila akta kelahiran dan

alat bukti lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada , maka Pengadilan

Agama dapat mengeluarkan pendapat tentang asal usul seorang anak

setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan pada bukti-

bukti yang sah‖, sedangkan dalam ayat (3) disebutkan: ―bahwa atas dasar

ketetapan Pengadilan Agama tersebut ayat (2), instansi pencatat kelahiran

yang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan

akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan‖,

Berlandaskan semua fakta, bukti serta ketentuan hukum tersebut di

atas, kiranya permohonan Penetapan Asal Usul Anak atasanak Pemohon I

dan Pemohon II bernama DDD telah sesuai dengan peraturan dan hukum

yang berlaku, berdasarkan hal- hal tersebut di atas Para Pemohon telah

memohon kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan agar memberikan

putusan sebagai berikut :

Page 90: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

81

1. Mengabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon II seluruhnya;

2. Menetapkan Davon David Delbridge, lahir di ajkarta pada tanggal 8

Juni 2010, sebagai anak sah yang lahir dari perkawinan Pemohon I dan

Pemohon II;

3. Memerintahkan kepada Kantor Suku Dnias Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan untuk menertibkan

atau memeperbarui akta kelahiran Davon David Delbridge tersebut;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;

5. Apabila Pengadilan Agama Jakarta Selatan berpendapat lain, mohon

penetapan yang seadil- adilnya;

Dan amar di Pengadilan Agama Jakarta Selatan adalah menolak

keseluruhannya, Maka Pemohon I dan Pemohon II mengajukan kasasi kepada

Mahkamah Agung pada tanggal 23 April 2015 sebagaimana ternyata dari

Akta Permohonan Kasasi Nomor 0346/Pdt.P/2014/PA.JS. yang dibuat oleh

Wakil Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan, permohonan kasasi a quo

beserta alasan- alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama

Jakarta Selatan tersebut pada tanggal 6 Mei 2015.

2. Alasan- alasan Kasasi

Alasan- alasan yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi/Para Pemohon

dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:

1. Para Pemohon Kasasi keberatan terhadap Penetapan a quo karena judex

facti salah dalam pertimbangan hukumnya yang pada bagiannya

merugikan kepentingan masa depan dan hak- hak anak Para Pemohon

Kasasi;

2. Judex facti dalam pertimbangan hukumnya terpaku dan mendasarkan dari

sisi hukum perdata formal semata- mata tanpa mempertimbangkan dari

sisi hukum yang lebih luas dan mendasar yang dapat memberikan

perlindungan, keadilan, dan kepastian hukum terhadap hak asasi anak Para

Pemohon Kasasi, sebagaimana yang dimaksud dalam:

Page 91: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

82

a. Pasal 28 B ayat (2) Undang—Undang Dasar 1945 yang

menyatakan:‖Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh

dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari ...........‖,

b. Pasal 28 D ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 ysng

menyatakan: ― Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang

sama di hadapan hukum‖

c. Pasal 28 G ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 yang

menyatakan: ― Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,

keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah

kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi;

d. Pasal 28 H ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945 yang

menyatakan: ―Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

batin,.......‖;

e. Pasal 28 H ayat (2) Undang – Undang Dasar 1945 yang

menyatakan: ―Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan

khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama

guna mencapai persamaan dan keadilan:

f. Karenanya judex facti telah salah dalm penerapan hukum yang

berakibat terabaikannya semua hak dasar anak dari Para Pemohon

Kasasi untuk mendapatkan perlindungan diri pribadi dan martabat

yang hakiki untuk melangsungkan hidup, tumbuh dan berkembang

dengan mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan serta

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum, memperoleh kesempatan yang sama dalam mencapai

persamaan dan keadilan.

3. Judex facti tidak memepertimbangkan pula kepentingan dan hak asasi

manusia anak Para Pemohon Kasasi yang wajib dijamin, dilindungi serta

dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, maupun

Page 92: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

83

pemerintah seumumnya maupun secara khusus untuk dapat hidup,

tumbuh, dan berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabatnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Undang- Undang Nomor

35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak;

4. Judex facti telah salah dalam mempertimbangkan hukum atas Surat

Catatan Nikah Islami (P-8). Judex facti hanya mempertimbangkan

kekuatan pembuktian atas bukti surat di atas, tanpa dan secara salah tidak

memepertimbangkan secara material fakta hukum dari bukti P-8;

5. Fakta hukum dalam bukti P-8 yang diperkuat oleh bukti keterangan saksi-

saksi dalam persidangan, senyata- nyatanya secara hukum Para Pemohon

Kasasi telah menikah secara syariiat Islam, yang berarti pernikahan Para

Pemohon Kasasi telah sesuai dengan ketentuan syarat dan rukun

perkawinan menurut hukum munakahat Islam, sekalipun persyaratan

administratif sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan junto Pasal 5 ayat (1)

dan (2) Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, baru dipenuhi kemudian

dengan dilakukannya pernikahan ulang Para Pemohon Kasasi secara resmi

dan tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Pancoran, Jakarta

Selatan, pada tanggal 4 Mei 2014, sesuai dengan bukti P-2;

6. Pernikahan Para Pemohon Kasasi yang dilakukan menurut hukum

munakahat Islam pada dasarnya tidak menyalahi atau bertentangan

dengan, dankarenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-

undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal ini ditegaskan pula

dalam Kompilasi Hukum Islam, dimana dalam Pasal 4 secara tegass

dinyatakan bahwa ―Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut

hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan‖,

7. Berdasarkan fakta- fakta hukum di atas, tidak terbantahkan lagi bahwa

DDD, adalah anak sah dari pernikahan yang sah dari Para Pemohon Kasasi

semula Para Pemohon, karenanya judex facti pertimbangan dan penerapan

Page 93: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

84

hukum judex facti yang menyatakan bahwa DDD lahir dari perkawinan

yang tidak sah/belum dicatatkan/tidak berkekuatan hukum adalah keliru

dan salah;

8. Pertimbangan atau dalil Para Pemohon Kasasi sebagaimana tersebut di

atas adalah sesuai dengan dalil fiqhiyah yang tercantum dalam kitab Al

Fiqh Al Islami wa Adillatuhu jilid V halaman 690 sebagai berikut :

―Pernikahan, baik yang sah maupun yang fasid adalah merupakan sebab

untuk menetapkan nasab di dalam suatu kasus. Maka apabila telah nyata

terjadi suatu pernikahan, walaupun pernikahan itu fasid (rusak) atau

pernikahan yang dilakukan secara adat, yang terjadi dengan cara- cara

akad pernikahan yang dilakukan secara adat, yang terjadi dengan cara-

cara akad tertentu (tradisional) tanpa didaftarkan di dalam akta pernikahan

secara resmi, dapat ditetapkan banwa nasab anak yang dilahirkan oleh

perempuan tersebut sebagai anak dari suami istri (yang bersangkutan)‖;

3. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

Hakim Mahkamah Agung mempertimbangakan putusan tersebut

dengan alasan- alasan yang dapat dibenarkan, karena menurut mereka

judex facti telah salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai

berikut:

a. Berdasarkan Pasal 42 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dan Pasal 99 huruf a Kompilasi Hukum Islam anak yang

sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang

sah. Tentang perkawinan yang sah, Pasal 2 ayat (1) Undang- Undang

Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskannya sebagai perkawinan yang

dilakukan menurut hukum agama dan penjelasan ini dipertegas oleh

Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa ―Perkawinan

adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan

Pasal 2 ayat (1) Indang- Undang Nomor 1 Tahun 1974‖. Hal ini

menjelaskan bahwa pencatatan perkawinan sebagai syarat sah

Page 94: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

85

perkawinan bagi orang Islam belum menjadi hukum positif di

Indonesia;

b. Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II telah melaksanakan

perkawinan berdasrkan hukum Islam pada tahun 2009 tetapi tidak di

hadapan Pegawai Pencatat Nikah atau dengan kata lain tidak tercatat,

dan memperoleh anak yang diberi David Devon Delbridge pada

tanggal 8 Juni 2010, maka bila berpegang teguh kepada bunyi Pasal 2

ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 4 Kompilasi

Hukum Islam, dan Pasal 42 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo.

Pasal 99 huruf a Kompilasi Hukum Islam, anak bernama DDD adalah

anak sah dari Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi II;

c. Menyangkut hak anak dari perlindungan atas anak Pengadilan Agama

seharusnya mendasari pertimbangannya dengan asas ―kepentingan

yang terbaik bagi anak‖ yaitu mempertimbangkan hak tumbuh

kembang anak baik dari aspek psikologis perkembangan anak maupun

dari aspek peraturan perundang- undangan sebagaimana diatur dalam

Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 2 dan Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 23 Thun 2003 tentang Perlindungan Anak;

d. Menurut hukum Islam, penetapan Asal usul anak atau penetapan nasab

juga dilakukan dengan memperhatikan kepentingan anak, yaitu cukup

perkawinan tersebut ( Ibnu Qudamah, Al- Mughni, VIII: 96 atau

Wahbah Zuhaili, Al- Fiqhu al- Islam wa Adillatuh, VII: 690). Cara lain

ialah berbentuk pengakuan (iqrar), dan apabila ada keberatan dari

pihak lain baru diperlukan pembuktian (bayyinah) ;

Oleh karena itu Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan harus

dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini

dengan pertimbangan berikut ini;

1. Anak Pemohon I dan Pemohon II yaitu lahir dari perkawinan yang

sah, meskipun tidak tercatat yang kemudian dilakukan tajdid nikah

Page 95: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

86

(nikah resmi) dan memperoleh Akta Nikah dan demi kepentingan

anak, maka anak yang bernama DDD dinyatakan sebagai anak sah

dari Pemohon I dan Pemohon II;

2. berdasarkan pertimbangan di atas, dengan tidak perlu

mempertimbangkan alasan kasasi lainnya, menurut pendapat Mahkamah

Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari

Para Pemohon Kasasi: DACD dan kawan dan membatalkan Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 0346/Pdt.G/2014/PA.JS.,

tanggal 09 April 2015 M, yang bertepatan dengan tanggal 19 Jumadil

Akhir 1436 H., serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini.

4. Amar Putusan

Dalam amar putusan nomor 597 K/Ag/2015, Hakim Mahkamah Agung

menyatakan bahwa dalam perkara ini mengenai sengketa di bidang

perkawinan, yaitu :

1. Sesuai dengan Pasal 89 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989

sebagimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun

2006 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 50 Tahun

2006 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 50 Tahun

2009 maka biaya perkara dibebankan kepada Para Pemohon Kasasi;

2. Hakim Agung telah memperhatikan pasal- pasal dari Undang- Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-

Undang Nomor 14 Thun 1985 tentang Mahkamah Agung,

sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun

2009, Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 3

Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 50

Tahun 2009 serta peraturan perundang- undangn lain yang

bersangkutan;

3. Mengadili, Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon

Kasasi, dan Membatalkan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Page 96: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

87

Nomor 0346/Pdt.G/2014/PA. JS., tanggal 09 April 2015 M.

Bertepatan dengan tanggal 19 Jumadil Akhir 1436 H.;

4. Mengadili sendiri:

a. Mengabulkan permohonan Para Pemohon;

b. Menyatakan anak yang bernama DDD, lahir di Jakarta pada

tanggal 8 Juni 2010 adalah anak sah dari hasil perkawinan

Pemohon I (DACD) dan Pemohon II (AN),

c. Memerintahkan kepada Kepala Kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Jakarta Selatan Untuk menerbitkan dan/atau

memperbarui Akta Kleahiran anak yang bernama DDD;

d. Membebankan kepada Para Pemohon untuk membayar biaya

perkara dalam tingkat pertama sejumlah rp. 216.000,00 (dua ratus

enam belas ribu rupiah);

Membebankan kepada Para Pemohon Kasasi/ Para Pemohon

untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah

Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);

B. Tinjauan Hukum Fiqih Terhadap Putusan Nomor : 597 K/Ag/2015.

Dalam putusan Nomor 597 K/Ag/2015, hakim memutuskan untuk

menerima Pemohon I dan II, agar anaknya DDD memiliki nasab apada ayah

biologisnya, dengan asumsi bahwa meskipun pernikahan mereka tidak

dicatatkan, namun pernikahan mereka terjadi secara sah menurut syariat

Islam yang berarti pernikahan mereka telah sesuai dengan ketentuan syarat

dan rukun perkawinan menurut hukum munakahat Islam, meskipun mereka

melakukan pernikahan ulang (tajdid nikah ).

Dalam putusan tersebut, hakim mempertimbangkan bahwa dalil para

Pemohon Kasasi sesuai dengan dalil fiqhiyyah yaitu, ―Pernikahan, baik yang

sah maupun yang fasid adalah merupakan sebab untuk menetapkan nasab di

dalam suatu kasus‖. Maka apabila telah nyata terjadi suatu pernikahan,

walaupun pernikahan itu fasid (rusak) atau pernikahan yang dilakukan secara

adat, yang terjadi dengan cara- cara akad tertentu (tradisional) tanpa

didaftarkan di dalam akta pernikahan secara resmi, dapat ditetapkan bahwa

Page 97: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

88

nasab anak yang dilahirkan oleh perempuan tersebut sebagai anak dari suami

istri (yang bersangkutan).

Hakim juga menyatakan bahwa menurut hukum Islam, Penetapan asal usul

anak atau penetapan dengan adanya pernikahan tanpa memandang sah atau

tidaknya perkawinan tersebut. 1Cara lain ialah berbentuk pengakuan (iqrar),

dan apabila ada keberatan dari pihak lain baru diperlukan pembuktian

(bayyinah).

Menurut kaidah hukum Islam, salah satu tujuan penerapan hukum adalah

untuk maslahat, bahkan dalam mazhab Maliki dikenal maslahah mursalah

sebagai salah satu metode pengembangan hukum ( istimbath al-ahkam).

Hukum Islam sangat memperhatikan harmonisasi kehidupan manusia. Beban

hukum yang dibawa manusia bukanlah untuk membinasakan manusia tetapi

sebaliknya yaitu untuk mengantarkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan

akhirat. Namun demikian, menetapkan hukum dengan pertimbangan maslahat

tidak berarti dapat menghalalkan yang jelas-jelas dilarang dan mengharamkan

yang dibolehkan.

Pertimbangan maslahat juga tidak boleh mengabaikan kemungkinan

kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh hukum tersebut. Ada kaidah lainnya

dalam hukum Islam ―Menolak kerusakan harus diutamakan dari mewujudkan

suatu kemaslahatan‖.2 Penambahan pasal 43 ayat (1) yang dilakukan oleh MK

melalui Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 tidak sebatas dengan hak

perlindungan tetapi memiliki makna yang sangat luas seperti halnya makna

yang melekat pada anak sah. Jika dihubungkan dengan UU RI/1/1974,

pengertian anak luar kawin memuat dua makna yang secara prinsip berbeda:

a. Anak yang dilahirkan akibat perkawinan yang sah secara agama, tetapi

tidak memiliki legalitas, karena perkawinan kedua orang tuanya tidak

dicatatkan sesuai dengan ketetuan perundang-undangan yang berlaku.

b. Anak yang lahir dari orang tua yang tanpa pernikahan yang sah secara

agama atau anak hasil zina. Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-

1 ( Wahbah Zuhaili, Al- Fiqhu al- Islam wa Adillatuh, VII: 690). 2 Abu Ishaq al-Syathibi, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Juz II, (Beirut: Daar al-Kutb al-

Islamiyah, t.th), h. 50.

Page 98: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

89

undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 4 Inpres RI

Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, dan ketentuan

perkawinan menurut hukum Islam pada umumnya, terhadap anak yang

dilahirkan sebagai akibat perkawinan yang sah secara agama, Putusan

MK Nomor 46/PUU-VII/2012 sudah tepat dan sesuai dengan hukum

Islam.

Menurut ketentuan hukum Islam, perkawinan sah apabila syarat dan

rukunnya telah terpenuhi. Jika perkawinan sah menurut agama Islam, maka

segala akibat hukumnya juga sah dan anak tersebut memiliki hubungan nasab

dengan kedua orang tuanya. Suatu perbuatan hukum yang sah, mengandung

makna bahwa hubungan hukum dan akibat hukum menjadi sah pula.

Perbuatan hukum yang sah sehubungan dilakukannya perkawinan yang sah

antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan menunjukkan bahwa

pasangan suami isteri tersebut adalah sah. Demikian pula dengan akibat

hukum lainnya, misalnya terjadinya hubungan kekeluargaan yang berakibat

timbulnya larangan perkawinan, dan juga terhadap harta kekayaan, maupun

anak yang dilahirkan akibat perkawinan tersebut.3

Fiqh menganut pemahaman yang cukup tegas berkenaan dengan anak

yang sah. Kendatipun tidak ditemukan definisi yang jelas dan tegas

berkenaan dengan anak yang sah, namun dilihat dari definisi ayat-ayat al-

Qur'an dan Hadis, dapat diberikan batasan, anak yang sah adalah anak yang

lahir oleh sebab dan di dalam perkawinan yang sah. Selain itu, disebut

sebagai anak zina (walad al-zina) yang hanya memiliki hubungan nasab

dengan ibunya. Mengenai definisi anak luar nikah, terdapat banyak

pengertian yang disuguhkan oleh para yuris Islam. Walaupun demikian,

dalam tulisan ini hanya dimuat beberapa pengertian, diantaranya yaitu

menurut Amir Syarifuddin, beliau mengistilahkannya dengan anak zina.4

Menurutnya, Anak zina adalah anak yang dilahirkan dari suatu perbuatan

3 Neng Djubaedah, Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatatkan menurut

Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta: Dinar Grafika) , h. 2010, h. 157. 4 Al-Mughni (IX/129-134), cet. Darul Hadits.

Page 99: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

90

zina, yaitu hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan yang tidak

terikat dalam nikah yang sah meskipun ia lahir dalam suatu perkawinan yang

sah dengan laki-laki yang melakukan zina atau dengan laki-laki lain.

Sedangkan menurut Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Anak zina adalah

anak yang dilahirkan ibunya dari hasil hubungan badan di luar nikah yang sah

menurut Islam.5

Fiqh tidak memberikan definisi yang tegas tentang anak yang sah, namun

para ulama mendefinisikan anak zina sebagai kontra anak yang sah. Anak

zina adalah anak yang dilahirkan ibunya dari hubungan yang tidak sah. Dan

anak li'an adalah anak yang secara hukum tidak dinasabkan kepada bapaknya,

setelah suami istri saling meli'an dengan sifat tuduhan yang jelas. Definisi di

atas membicarakan dua jenis status anak. Anak zina yang lahir dari hubungan

yang tidak sah (zina) dan anak li'an. Apabila terjadi perkawinan antara suami

dan istri secara sah, kemudian istri mengandung dan melahirkan anaknya,

maka suami dapat mengingkari kesahan anak itu apabila:

a. Istri melahirkan anak sebelum masa kehamilan.

b. Melahirkan anak setelah lewat batas maksimal masa kehamilan dari masa

perceraian.

Dalam surah al-Ahqaf ayat 15 dijelaskan secara kumulatif, jumlah

mengandung dan menyapih yaitu 30 (tiga puluh) bulan. Sedangkan dalam

surat Luqman dijelaskan batas maksimal menyapih adalah 2 tahun (24 bulan).

Jadi masa hamil yang paling sedikit adalah 30 puluh bulan dikurangi 24 bulan

sama dengan enam bulan.

Menurut Ibn Abbas dan disepakati para ulama yang menafsirkan bahwa

ayat pertama menunjukkan bahwa tenggang waktu mengandung dan

menyapih adalah 30 bulan. Ayat kedua menerangkan bahwa menyapihnya

setelah bayi disusukan secara sempurna membutuhkan waktu dua tahun atau

dua puluh empat bulan. Berarti bayi membutuhkan waktu 30-24 = 6 bulan di

5 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, (terj, Abdul Ghoffar), cet. 27,

(Jakarta: Al-Kautsar, 2008), h. 577-578

Page 100: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

91

dalam kandungan6. Pendapat ini agaknya disepakati oleh ahli fiqh yang

diperoleh dengan menangkap dalil isyarah al-Qur'an. Bahkan Wahbah al-

Zuhaily menyebutnya sebagai satu bentuk pengambilan hukum yang sahih7.

Jika dianalisis pandangan fikih berkenaan dengan anak sah ini dapatlah

dipahami bahwa anak sah dimulai sejak terjadinya konsepsi atau. pembuahan

sel telur (ovum) oleh sperma yang terjadi pada rahim wanita calon ibu dan

konsepsi ini haruslah terjadi di dalam perkawinan yang sah. Dari sinilah

penetapan anak sah tersebut dilakukan.

Dengan demikian menegaskan bahwa seorang anak supaya dapat dianggap

sebagai anak yang sah dari suami ibunya, anak itu harus lahir

sekurangkurangnya enam bulan sesudah pernikahan atau di dalam tenggang

iddah selama empat bulan sepuluh hari sesudah perkawinan terputus.

Mengenai tenggang waktu ini ada aliran di antara ahli fiqh yang berpendapat

seorang anak lahir setelah melampaui tenggang iddah sesudah perkawinan

terputus, adalah anak sah dari bekas suaminya asal dapat dianggap bahwa

kelahirannya disebabkan oleh perbuatan bersetubuh antara bekas suami istri

itu.

Dengan adanya perbedaan pandangan tersebut, ditetapkanlah tenggang

waktu maksimun selama empat tahun, asal saja nyata bahwa dalam waktu

empat tahun tadi ibunya tidak ada mengeluarkan kotoran. Dengan demikian,

apabila bayi lahir kurang dari enam bulan sejak masa perkawinan, maka anak

tersebut tidak dapat dihubungkan kekerabatannya dengan bapaknya

kendatipun lahir dalam perkawinan yang sah. la hanya memiliki hubungan

nasab dengan ibunya saja.

Mengenai nasab pendapat, Amir Syarifuddin menuturkan bahwa hubungan

nasab antara anak zina (luar nikah) dengan ayahnya tidak ditentukan oleh

sebab alamiah seperti pada ibu anak tersebut, tetapi hubungan tersebut

6 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 1998) , hlm. 224. 7 Musthafa Rahman, Anak Luar Nikah: Status dan Implikasi Hukumnya,( Jakarta: Atmaja,

2003), hlm. 45.

Page 101: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

92

disebabkan oleh hukum, artinya telah berlangsung hubungan akad nikah yang

sah atau tidak, sehingga sah tidaknya suatu hubungan akan menentuan apakah

anak mempuyai hak-haknya selaku anak kepada ayahnya ataupun tidak8.

Begitu juga halnya penjelasan Fathur Raman bahwa anak zina atau anak luar

nikah adalah tidak mempunyai hubungan nasab dan secara sempit tidak

memunyai hubungan saling mewarisi dengan bapak dan keluarga bapaknya9.

Jika dilihat dari sisi kehamilan seorang wanita, fikih Islam telah memuat

ketentuan-ketentuan terhadap ketetapan nasab dengan batas kehamilan

tersebut secara akurat. Dalam hal ini, ada tiga syarat nasab anak menjadi sah

kepada kedua orang tuanya, yaitu:

1. Kehamilan bagi seorang wanita bukan hal yang mustahil, artinya

normal dan wajar untuk hamil. Imam hanafi sebagai mana dikutip oleh

Abdul Manan bahwa tidak mensyaratkan seperti ini, menurutnya

meskipun suami isri tidak melakkan hubungan seksual, kemudian anak

lahir dari seorang istri yang dikawini secara sah, maka anak tersebut

adala anak sah.

2. Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan minimal

enam bulan sejak perkawinan dilaksanaka. Tentang hal ini terjadi ijma’

dikalangan fuqaha sebagai masa terpendek dari masa kehamilan.

3. Anak yana lahir tersebut terjadi dalam waktu kurang dari masa

maksimal kehamilan, adapun dala hal ini ulama berselisih paham. Dari

ketiga syarat tersebut di atas dapat dipahami bahwa sahnya hubungan

nasab, berawal dari suatu pekawinan yang sah karena telah terjadi akad

perawinan (peristiwa hukum). Selain adanya hubungan perkawinan

yang sah, harus pula terjadi hubungan biologis antara suamiistri.

Meskipun begitu, yang berlaku secara umum adalah bahwa hubungan

nasab tetap sah tanpa terjadi hubungan biologis antara suami dan istri,

8 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, cet. 3, (Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2008), hlm. 148-149 9 Fatchur Rahman, Ilmu Waris, cet. 10, (Yogyakarta: PT Al-Ma’arif Bandung, 1971), hlm.

594

Page 102: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

93

selanjutnya akan tidak sah apabila hanya ada hubungan biologis tanpa

adanya akad nikah yang sah.

Jadi pada perkara ini, Pemohon I dan Pemohon II tidak memiliki bukti

Pencatatan Perkawinan mereka pada KUA setempat, namun mereka sudah

melangsungkan pernikahan secara syariat Islam yang terjadi pada Tahun

2009, hanya saja tidak dicatatkan, meskipun melakukan pernikahan ulang

secara resmi dan tercatat di KUA Kecamatan Pancoran Jaksel, pada tanggal 4

Mei 2014. Hakim menerima perkara tersebut dengan pertimbangan

kemaslahatan pada anak- anak mereka, dan syarat- syarat yang mencukupi

seperti adanya saksi- saksi pernikahan mereka yang mereka hadirkan dalam

persidangan, dalam hukum Fiqih jika perkawinan mereka dilakukan secara

sah, maka anak mereka pun bisa dinasabkan kepada ayah biologisnya.

C. Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan Nomor : 597 K/Ag/2015

Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan

pula bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dalam penjelasan umum disebutkan bahwa

pencatatan perkawinan adalah sama halnya dengan peristiwa-peristiwa

penting dalam kehidupan seseorang misalnya kelahiran, kematian yang

dinyatakan dalam surat-surat keterangan suatu akta resmi yang juga dimuat

dalam daftar pencatatan. Perbuatan pencatatan tidak menentukan sahnya

suatu perkawinan, tetapi menyatakan bahwa peristiwa itu memang ada dan

terjadi, jadi semata-mata bersifat administratif10

.

Merujuk kepada Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) yang menentukan bahwa

suatu perkawinan harus dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya

dan kepercayaannya dan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku, maka ketentuan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat

dipilih keberlakuannya. Apabila hanya memenuhi salah satu ketentuan saja,

10

K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan di Indonesia,( Jakarta: Ghalia Indonesia:, 1976), h. 16

Page 103: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

94

maka peristiwa perkawinan tersebut belum memenuhi unsur hukum yang

ditentukan oleh undang-undang.

Pencatatan perkawinan diatur dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor

9 tahun 1975 yang menyatakan bahwa:

Bagi yang beragama Islam pencatatannya oleh pegawai pencatat

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954

tentang Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk.

Bagi mereka yang bukan Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawai

pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil.

Dengan kata lain bagi mereka yang melakukan perkawinan menurut

agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA), pada

umumnya dilaksanaan bersamaan dengan upacara akad nikah karena petugas

pencatat nikah dari KUA hadir dalam acara akad nikah tersebut. Sedang bagi

yang beragama Katholik, Kristen, Budha, Hindu, pencatatan itu dilakukan di

Kantor Catatan Sipil setelah kedua mempelai melakukan pernikahan menurut

agamanya masing- masing. Misalnya bagi mereka yang memeluk agama

Katholik atau Kristen, terlebih dahulu kedua mempelai melakukan prosesi

penikahan di gereja, dengan membawa bukti (surat kawin) dari gereja barulah

pernikahan tersebut dicatatkan di Kantor Catatan Sipil setempat.

Pada 17 Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi melalui sembilan

hakimnya yang diketuai oleh Moh. Mahfud MD, mengabulkan sebagian

permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan yang diajukan oleh Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti. H.

Mochtar Ibrahim. Dalam amar putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan

Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan

dengan laki-laki yang dapat dibuktikan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan

atau alat bukti lain ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya.

Mengenai pencatatan perkawinan, sebagaimana yang diatur pada Pasal 2

ayat (2) Undang-Undang Perkawinan, Mahkamah Konstitusi

Page 104: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

95

mempertimbangkan penjelasan umum angka 4 huruf b yang menyatakan:

“...bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu; dan disamping itu tiap-

tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku”. Pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya dengan

pencatatan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya

kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akte

yang juga dimuat dalam daftar pencatatan.

Pentingnya kewajiban administratif berupa pencatatan perkawinan tersebut

menurut Mahkmah dapat dilihat dari dua perspektif. Dari perspektif Negara,

pencatatan dimaksud diwajibkan dalam rangka fungsi Negara memberikan

jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi

manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab Negara dan

harus dilakukan sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis yang

diatur serta dituangkan dalam peraturan perundang-undangan (vide) Pasal 28I

ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Sekiranya pencatatan dimaksud dianggap

sebagai pembatasan, pencatatan demikian menurut mahkamah tidak

bertentangan dengan ketentuan Konstitusional karena pembatasan ditetapkan

dengan Undang- Undang dan dilakukan dengan maksud semata-mata untuk

menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain,

dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,

nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang

demokratis (vide Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945).

Pada Hukum Positif, putusan Nomor : 597 K/Ag/2015 tersebut, mengacu

pada hak anak dan perlindungan atas anak ―asas kepentingan yang terbaik

bagi anak‖, yaitu mempertimbangkan hak tumbuh kembang anak baik dari

aspek psikologis perkembangan anak maupun dari aspek peraturan perundang-

undangan sebagaimana di atur pada Pasal 52 ayat (1) dan ayat (2) Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “Kewajiban dasar

manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan,

tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi manusia‖ dan

Page 105: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

96

Pasal 2 dan Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang

Perlindungan Anak yaitu, “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan

pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat

kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.

Menurut hukum Perkawinan Nasional Indonesia, status anak dibedakan

menjadi dua: pertama, anak sah. kedua, anak luar nikah. Anak sah

sebagaimana yang dinyatakan UU No. Tahun 1974 pasal 42: adalah dalam

anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Dan

Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 99 yang menyatakan : ― anak sah adalah

: (a) anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. (b).

Hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri

tersebut‖

Bila dicermati secara analisis, sepertinya bunyi pasal tentang anak sah ini

memimbulkan kerancuan, anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai

akibat perkawinan yang sah. Bila dinyatakan ―anak yang lahir akibat

perkwinan yang sah‖ tidak ada masalah, namun ― anak yang lahir dalam masa

perkawinan yang sah‖ini akan memimbulkan suatu kecurigaan bila pasal ini

dihubungkan dengan pasal yang membolehkan wanita hamil karenan zina,

menikah dengan pria yang menghamilinya. Perkawinan perempuan hamil

karena zina dengan laki laki yang menghamilinya adalah perkawinan yang

sah. Seandainya beberapa bulan sesudah perkawinan yang sah itu berlansung,

lahir anak yang dikandungnya, tentu akan berarti anak yang lahir anak sah dari

suami yang mengawininya bila masa kelahiran telah enam bulan dari waktu

pernikahan.

Yang dimaksud dengan anak luar nikah adalah anak yang dibuahi dan

dilahirkan di luar pernikahan yang sah, sebagaimana yang dsebutkan dalam

peraturan perundang-undangan Nasional antara lain:

1. UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat 1, menyatakan anak yang

dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya.

Page 106: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

97

2. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100, menyebutkan anak yang

lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan

ibunya dan keluarga ibunya

Pada akhirnya bila dicermati dari peraturan perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia tentang Hukum Perkawinan, menyatakan bahwa status

nasab anak di luar nikah mempunyai hubungan keperdataan hanya kepada

ibunya dan keluarga ibunya. Hubungan ini biasa disebut dengan kekuasaan

orang tua, yakni timbulnya hak dan kewajiban antara orang tua dan anak.

Implementasinya adalah bahwa anak di luar nikah hanya memiliki hubungan

yang menimbulkan adanya hak dan kewajiban dengan ibu dan kelaurga

ibunya. Agaknya dapat dinyatakan mafhum mukhalafah dari pernyataan

tersebut bahwa anak itu tidak mempunyai hubungan keperdataan dengan

bapak biologisnya dalam bentuk nasab, hak dan kewajiban secara timbal

balik.

Dapat dipahami bahwa hakim Mahkamah Agung menerima putusan

tersebut adalah untuk memberikan perlindungan hukum dan didasarkan pada

pertimbangan masa depan si anak, sesuai Undang- Undang yang berlaku pada

putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/ 2010 Tentang Pengujian

Pencatatan Perkawinan dan Status Hukum Anak yang Dilahirkan dari

Perkawinan yang Tidak Tercatat, bertujuan sebagai Access to justice atau

akses menuju keadilan diartikan sebagai kesempatan atau kemampuan setiap

warga Negara tanpa membedakan latar belakangnya (ras, agama, keturunan,

pendidikan atau tempat lahirnya) untuk memperoleh keadilan melalui lembaga

peradilan. Dalam kasus ini Pemohon I dan II yang meminta untuk penetapan

asal usul anak mereka agar ditetapkan memiliki hubungan nasab dengan

Pemohon I atau ayah biologisnya.

Page 107: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

98

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab- bab sebelumya, pada bab ini penulis

menarik kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang telah

dirumuskan:

1. Dasar hukum dan pertimbangan majelis hakim dalam putusan nomor 597

K/Ag/2015 yang mengabulkan Penetapan asal usul anak kepada

bapaknya pada perkawinan yang tidak dicatatkan, secara umum telah

sesuai dengan hukum Fiqih, karna pernikahan mereka terjadi secara sah

menurut syariat Islam yang berarti pernikahan mereka telah sesuai

dengan ketentuan syarat dan rukun perkawinan, meskipun tidak

dicatatkan.

2. Dasar hukum dan pertimbangan majelis hakim dalam putusan nomor 597

K/Ag/2015 yang mengabulkan Penetapan asal usul anak kepada

bapaknya pada perkawinan yang tidak dicatatkan, secara umum telah

sesuai dengan hukum positif indonesia, pada Undang – Undang tentang

Perlindungan Anak dan di dukung oleh adanya Putusan MK Nomor

46/PUU-VIII/2010, Dalam putusan MK tersebut, jika semula ia hanya

memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya, maka

sekarang juga mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya dan

kelurga ayahnya, tanpa mempersoalkan pernikahan orang tuanya, sesuai

realitas yang ada.

3. Dalam pembuktian asal usul anak, Pasal 55 Undang-Undang tentang

perkawinan ditegaskan bahwa Asal-usul seoarang anak hanya dapat

dibuktikan dengan akte kelahiran yang autentik, yang dikeluarkan oleh

pejabat yang berwenang, Bila akte kelahiran tersebut tidak sah, maka

pengadilan dapat mengeluarkan penetapan asal usul seorang anak setelah

diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang

memenuhi syarat, atas dasar ketentuan pengadilan tersebut, maka instansi

Page 108: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

99

pencatatan kelahiran yang ada dalam daerah hukum pengadilan yang

mengeluarkan akte kelahiran bagi anak yang bersangkutan.

B. Rekomendasi

1. Kepada Masyarakat yang akan atau telah melangsungkan perkawinan,

hendaklah mencatatkan perkawinannya dihadapan pejabat yang

berwenang, guna mendapatkan kepastian hukum mengenai pernikhannya

serta untuk melindungi istri dan anaknya.

2. Kepada pemerintah agar lebih mempermudah proses pencatatan

perkawinan tersebut, sepserti memperhatikan letak lokasi Kantor Urusan

Agama supaya dapat lebih mudah dijangkau oleh masyarakat yang tinggal

di daerah yang terpencil mengingat pentingnya pencatatan perkawinan

karna menyangkut istri dan anak.

3. Kepada Majlis Hakim agar lebih memperhatikan untuk menerima

perkara- perkara nasab anak yang harus dinasabkan pada bapak

biologisnya, mengacu pada kemaslahatan anak, yang harus mendapatkan

keadilan hukum.

Page 109: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Akademika Presindo, 1995

Afandi, Ali. Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian. Jakarta; Rineka

Cipta, 2015

Al-Barry, Zakaria ahmad. Hukum Anak- anak dalam Islam. Jakarta: Bulan

Bintang, 1977

Al- Zuhaily, Wahbah, Fiqh Al- Islam Wa Adillatuhu. Bairut: Dar Al- fikr, 1985

Al- Syathibi, Abu Ishaq. al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah, Juz II. Beirut: Daar

al-Kutb al-Islamiyah, t.th

Alimin dan Euis Nurlaelawati. Potret Admanistrasi Keperdataan Islam di

Indonesia. Ciputat, Tangerang Selatan: Orbit Publishing, 2003

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta ; Uii Pres, 2010

Dahlan, Abdul Aziz , Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1999.

Djamal , Ilmu Fiqh. Jilid II. Jakarta: IAIN, 1984

Djubaedah, Neng. Pencatatan Perkawinan dan Perkawinan Tidak Dicatatkan

menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam. Jakarta: Dinar

Grafika, 2010

Graha, Chairinniza. Keberhasilan Anak Di Tangan Orang Tua. Jakarta: PT Elex

Media Komputindo, 2007

Haizirin. Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an. Jakarta: Tintamas,

1982

Hamka. Lembaga Hidup. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983

Hawari, Marriage Counseling (Konsultasi Perkawinan), Jakarta: FKUI, 2006.

Jalaluddin, Akhmad. “Nasab : Antara Hubungan Darah dan Hukum Serta

Implikasinya Terhadap Kewarisan”. Surakarta : Jurnal Publikasi Ilmiah

UMS : Ishraqi, No. 1, Juni X, 2012

J. Satrio. Hukum Keluarga tentang Kedudukan Anak dalam Undang- Undang.

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000

Jauhari, Imam. Advokasi Hak-Hak Anak Ditinjau dari Hukum Islam dan

Perundang- Undangan. Medan : Pustaka Bangsa, 2008

Page 110: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Jauhari, Imam. Hak- Hak Anak dalam Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Bangsa

Press, 2003

Jauhari, Imam. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Keluarga Poligami.

Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2003

Lighter, Dawn. 50 Cara Efektif Menanamkan Tingkah Laku Positif Pada Anak.

Yogyakarta: Kanisius, 1999

Lilis, Dede. Media Anak Indonesia. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,

2014

Manan, Abdul. Aneka Masalah Hukum Materiil dalam Praktek Peradilan Agama.

Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003

Manzur, Ibn. Al-Qamus al- Muhit

Mardani. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2001

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1993

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Basrie Press, 1994

Mujieb, M. Abdul, dkk. Kamus Istilah Fiqh, Cet. I. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

Mujtaba, Safuddin dan Imam Jamhari. Hak- hak Anak Dalam Hukum Islam.

Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2003

Muthlub, Al Abdulan Majid Mahmud. Panduan Hukum Keluarga Sakinah. Cet 1.

Solo: Era Media, 2005

Nuruddin, Amir dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia

(Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1974 Sampai

KHI). Jakarta: Kencana, 2004

Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam di Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2013

Rahman, Musthafa. Anak Luar Nikah: Status dan Implikasi Hukumnya. Jakarta:

Atmaja, 2003

Rahman, Fatchur. Ilmu Waris, cet. 10. Yogyakarta: PT Al-Ma’arif Bandung, 1971

Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 1998

R. Subekti. Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Jakarta : Pradya Paramitha,

1996

Saleh, K. Wantjik. Hukum Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia,

1976

Page 111: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Shihab, M. Quraish. M Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang

Patut Anda Ketahui. Tangerang: Lentera Hati, 2008

Shihab, M. Quraish. Perempuan. Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Shihab, M. Quraih. Tafsir al- Misbah, vol. 1. Jakarta: Lentera Hati, 2004

Shodiq, Muhammad, Kamus Istilah Agama. Jakarta: Bonafida Cipta Pratama,

1991

Shomad, Abdul. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum

Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010

Soekanto Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009

Soimin, Soedharyo. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sunar Grafika, 1992

Sopyan, Yayan. Islam- Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Jakarta: UIN Syarih Hidayatullah, 2004

Subekti dan Tjitrosudibio. Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Jakarta; Balai

Pustaka, 2014

Sudarsono. Hukum Waris dan Sistem Bilateral. Jakarta: Renika Cipta, 2004

Syarifuddin, Amir. Hukum Kewarisan Islam, cet. 3. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2008

Syaukani, Imam. Rekonstruksi Epistemology Hukum Islam Indonesia. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2006

Tahido, Huzaemah. Kedudukan Anak di Luar Nikah Menurut Hukum Islam.

Jakarta: Makalah Kowani, 2001.

Thalib, Yusuf. Pengaturan Hak Anak Dalam Hukum Positif. Jakarta: BPHN, 1984

Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. Fiqih Wanita, cet. 27. Jakarta: Al-Kautsar,

2008

Prawirohamidjojo, R. Soetojo dan Marthalena Pohan. Hukum Orang dan

Keluarga (Personen en Familie-Recht), Surabaya: Airlangga University

PressSurabaya, 1991

Yayan Sopyan, Islam Negara Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam

Hukum Nasional. Jakarta: PT Wahana Semesta Intermedia, 2012

Page 112: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,
Page 113: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

.."i,---1il.lt -/' -, .\i i/ \r,..."li \

;,,:J 'L

\l ', ! i1,, : ,l

\"''',, :i'f.i\. .:

\i ,l'*..ii".-;,.'

PUTTJSAN

Nomor 597 t{JAgl2015

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DEMI KEADILAN BERDASARKA].I KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan

sebagai berikut dalam perkara antara:

1. DAVID ALLEN CLIVE DELBRIDGE, umur 50 tahun, agama

lslam, pekerjaan Swasta, Warga Negara Australia, pemegang

Passport Australia, Nornor E- 4027 459',

2. ANASTASIA, lahir di Jakarta pada tanggal 27 April 1977,

pekerjaan Swasta, Warga Negara lndonesia, Pemegang Kartu

Tanda Penduduk Nomor 317401670477005, keduanya memilih

domisili hukum di Kantor kuasa hukumnya Gedung Graha

lratna 1t.15, Suite B, Jalan H.R. Rasuna Said, Blok X-1, Kav.1

& 2, Jakarta 'i2950, dalam hal ini memberi kuasa kepada:

lllAWAN SOETANTO, S.H., dan MAORIZAL. S H., Para

Acivokat, berkantor di Gedung Graha lrama Lt.15, Suite B,

Jalan H.R. Rasuna Said, Blok X-l, Kav l & 2. Jakarla 1295A.

berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 21 April 2015, Para

F'emohon Kasasi dahulu Para Pemohon;

Mahkamah Agung tersebut;

Mennbaca s;urat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat.sur€rt tersebut ternyata bahwa Para

Pemohon Kasasi dahulu sebagai Para Pemohon telah mengajukan permohonan

Pengesahan Anak di muka persidangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pada pokoknya atas dalil-dalil sebagai berikut:

1. Bahwa Pemohon I dan Pemohon ll telah melangsungkan perkawinan

menurut agama lslam pada bulan Juli 2009, dengan dihadiri oleh wali nikah

dan saksi-saksi;

2. Bahwa dari perkawinan Pemohon I dan Pemohon ll tersebut telah dikarunia

seorang anak laki-laki bernama Devon David Delbridge, lahir pada tanggal

B Juni 2010 di Jakarta, sesuai dengan Kutipan Akta K.elahiran Nomor

18281IKLUIJPl20'10, tertanggal 16 Juni 2010;

lal. 1 dari I haL Putusan Nornor 597 4Agl20'5

Page 114: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

6.

3. Bahwa oleh karena perkawinan Pemohon ldan Pemohon ll tidak dicatatkan

pada Kantor tJrusan Agama setempat, maka dalam Bukti P-1 tersebut,

disebutkan bahwa anak Pemohon ldan Pemohon ll bernama Devon David

Delbridge tersebut dicatatkan hanya mempunyai hubungan nasab dengan

Pemohon ll;

4. Bahwa pada tanggal 4 Mei 201t1, Pemohon I dan Pemohon ll ielah

melangsungkan perkawinan ulang menurut agama lslam dan dicatatkan

pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, sesuai

dengan Kutipan Akia Nikah, yang dikeluarkan oleh l(antor Urusan Agama

Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Nomor

46513tJN12014, tanggal 5 Mei 2014;

Bahwa namun demikian Kutipan Akta Nikah Pemohon I dan Pemohon ll

tersebut di atas tidak dapat dijadikan dasar untuk dilakukannya pembaruan

Akta Kelahiran anak laki-laki dari har;il perkawinan antara Pemohon ldengan

Pemohon ll yang bernama Devon David Delbridge tersebut;

Bahwa anak Pemohon I dan Pemohon ll bernama Dbvon David Delbridge

tersebut sejak lahir dan sampai saat ini tinggal bersama-sama serta

diperlihara, dididik sena dirawat langsung oleh Pemohon I dan Pemohon ll;

Bahwa Pemohon I maupun Pemohon ll mengakui sepenuhnya bahwa

Devon David Delbridge benar-benar anak kandung dari perkawinan

Pemohon ldan Pemohon ll serta yang dilahirkan dari rahim Pemohon ll;

8. Bahwa hingga saat ini tidak ada orang/pihak mana pun yang menyangkal

atau berkeberatan/menolak terhadap status maupun keberadaan Devon

David Delbridge sebagai anak kandung Pemohon I dan Pemohon ll;

9. Bahwa untuk memberikatt kepastian hukum dan hak serta untuk

kepentingan masa depan anak Pemohon ldan Pemohon ll bernama Devon

David Delbriclge tersebut, Pemohon ldan Pemohon ll memerlukan{

Penetapan Asal Usul Anak dari Pengadilan yang berwenang agar dapat

ditegaskan dan ditetapkan hubungan nasab dan status Devon David

Delbridge tersebut sebagai anak salr dari seorang ayah bernama David Allen

Clive Delbridge (Pemohon l) dan seorang ibu bernama Anastasia (Pemohon

ll), berikut segala akibatnya, termasuk pula untuk'dapat dijadikan dasar

dikeluarkan/diperbaruinya akta kelahiran anak Pemohon ldan Pemohon ll

tersebut. Hal rnana adalah sesuai dan didasarkan pada ketentuan Pasal 55

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur

bahwa "bila asal-usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta otentik maka

mengenai hal itu akan ditetapkan dengan putusan pengadilan yang

1 7.II

.!

I

I

Hal.2 dari I hal. Putusan Nomor 597 KJAgl2015

Page 115: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

,.|,t.

0346/Pdt.P/2014iPA.JS. yang dibuat oleh Wakil Panitera Pengadilan Agama

Jakarta Selata, oermohonan mana diikuti dengan memori kasasi yang memuat

alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan tersebut pada tanggal 6 Mei 2015;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasa nnya

diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam

undang-undang, rnaka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara

formal dapat diterima;

ALASAN-ALASAN KASASI

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Para Pemohon

Kasasi/Para Pemohon dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah:

1. Bahwa Para Pemohon Kasasi keberatan terhadap Penetapan a quo karena

judex facti salah _ dalam pertimbangan hukumnya yang pada bagiannya

merugikan kepenringan masa depan dan hak-hak anak Para Pemohorr

Kasasi;

2. Bahwa judex facti dalan pertimbangan hukumnya terpaku dan mendasarkan

dari sisi hukum perdata formal semiata-rnata tanpa mempertimbangkan dari

sisi hukum yang lebih luas dan mendasar yang dapat memberikan

perlindungan, keadilan dan kepastian hukum terhadap hak asasi anak Para

Pemohon Kasasi, sebagaimana yang dimaksud dalam:

(i) Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undhng Dasar 1945 yang menyatakan.

"Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari .. . , .";

(ii) Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan.'

"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan

kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan

hukum":

(iii) Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undarig Dasar 1945 yang menyatakan:

"setiap orang berhak atas perlindungah diri pribadi, keluarga,

kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya,

serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan

untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi;

(iv) Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan.

"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dzrn batin, .... ";

(v) Pasal 28 H ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan.

"Setiap orang mendapat kenrudahan dan perlakr"ran khusus untuk

memperoleh kesempatan dan marrfaat yang sama guna mencapai

persamaan dan keadilan:

i I

I

Hal. 4 dari I hal. Putusan Nomor 597 KlAgl2015

Page 116: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

J.

Karenanya iudex facti telah salah dalam penerapan hukum yang berakibat

terabaikannya semua hak dasar anak dari Para Pemohon Kasasi untuk

mendapatkan perlindungan diri pribadi dan martabat yang hakiki untuk

melangsungkan hidup, tunrbuh dan berkembang dengan mendapatkan

pengakuan,jaminan,perlindungansertakepastianhukumyangadilserta

perlakuan yang sama di hadapan hukum, memperoleh kesempatan yang

sama dalam mencapai persamaan dan keadilan'

Bahwa Tudex factl tidak mempertimbangkan pula kepentingan dan hak asasi

manusia anak Para Pemohon Kasasi yang wajib dijamin, di|indungi serta

dipenuhi oleh orang iua, keluarga, masyarakat, negara, maupun pemerintah

seumumnya maupun secara khusus untuk dapat hidup, tumbuh dan

berkembang secara optimal sesuai dengan harkat dan martabatnya'

sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 20'14

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak;

Bahwa judex facti telah salah dalam mempertiinbangkan'hukum atas Surat

catatan Nikah lslami (P-B). Judex facti hanya mempedimbangkan kekuatan

pembuktian atas bukti surai di atas, tanpa dan secara salah tidak

mempertimbangkan secara material fakta hukum dari bukti P-8,

BahwasesuaidenganfaktahukunrdalambuktiP.Syangdiperkuatoleh

bukti keterangan saksi-saksi dalam persidangan, senyata-nyatanya secara

hukum Para Penohon Kasasi telah menikah secara syari'at lslam, yang

berarti pernikahan Para Pe:nohon Kasasi teiah sesuai dengan ketentuan

syarat dan rukun perkawinan menurut hukum munakahat lslam, sekalipun

persyaratan administratif sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 2 ayat

(2) Undang-Undang Nomor 1 Tahurr 1974 tentang Perkawinan iuncto Pasal

5 ayat (1) dan (2) Kornpilasi Hukum lslam di lndonesia, baru dipenuhi

kemudian dengan dilakukannya pernikahan ulang Para Pemohon Kasasi

secara resmi cian tercatat di Kantor Urusan Agama Kecamatan Pancoran,

Jakarta Selatan, pada tanggal 4 Mei2014, sesuai dengan bukti P-2,

Bahwa dengan demikian pernikahan Para Pemohon Kasasi yang dilakukan

menurut hukum munakat lslanr pada dasarnya tidak menyalahi atau

bertentangan dengan, dan karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Hal ini

ditegaskan pula dalam Kompilasi Hukum lslam, dimana dalam Pasal 4

secara tegas dinyatakan bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan

4

I/\/ ira, I v.

.)I

i

\

6.

l-.lal. 5 dari I hal. Putusan Nomor 597 KlAgl2015

Page 117: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

menurut htrkunr lslam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentanfJ Perkar't'inan";

7. Bahwa berdasarkan faktajakta hukum di atas' tidak terbantahkan lagi

bahwa Devon David Delbridge, adalah anak sah dari pernikahan yang sah

dari Para Pemohon Kasasi semula Para Pemohon' karenanya iudex facti

pertimbangan dan penerapan hukurn iudex facti yang menyatakan bahwa:

Devon David Delbridge lahir dari pekawinan yang tidak sah/belum

dicatatkanitidak berkekuatan hukum adalah keliru dan salah'

8. Bahwa pertimbangan atau dalil Para Pemohon Kasasi sebagaimana tersebut

di atas adalah sesuai dengan dalil fiqhiyah yang tercantunr dalam kitab Al

Fiqh Al lslami wa Adillatuhu jilid V halaman 690 sebagai berikut:

"Pernikahan, baik yang sah maupun yang fasid adatah merupakan sebab

untuk menetapkan nasab di dalam suatu kasus Maka apabila telah nyata

terjadi suatu pernikahan, walaupun pernikahan itir fasid (rusak) atau

pernikahan yang dilakukan secara adat' yang teriadi dengan cara-cara akad

tertentu (tradisional) tanpa didaftarkan di dalam akta pernikahan secara

resmi, dapat ditetapkan bahwa nasab anak yang dilahirkan oleh perempuan

tersebut sebagai anak clari suami istri (yang bersangkutan)";

PERTIMBANGAN HUKUM

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

mempertimbangkan sebagai berikut:

mengenai alasan ke'6 sampai dengan alasan ke-8:

Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, karena judex facti

telah salah menerapkan hukum, dengarr pertimbangan sebagai berikut:

-BahwaberdasarkanPasal42lJndang-UndangNomorlTahunl9T4tentang Perkawinan dan Pasal 99 huruf a' Kompilasi Hukum lslam anak

yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang

sah. Tentang perkawinan yang sah, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 menjelaskannya sebagai perkawinan yang dilakukan menurut

hukum agama dan penjelasan ini dipertegas oleh Pasal 4 Kompilasi Hukum

lslam yang menyatakan bahwa "perkawinan adalah sah apabila dilakukan

menurut hukum lslam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974". Hal ini menjelaskan bahwa pencatatan perkawinan

sebagai syarert sah perkawinan bagi

positif di lndorresia;

orang lslam belum meniadi hukum

- Bahwa Pemohon Kasasi I dan Pemohon Kasasi ll telah melaksanakan

perkawinan berdasarkan hukum lslam pada tahun 2009 tetapi tidak di

hadapan Pegawai Pencatat Nikah atau dengan kata lain tidak tercatat' dan

I

!

t,

Page 118: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

memperoleh anak yang diberi nama Devon David Delbridge pada tanggal

B Juni 2010, maka bila berpeglang teguh kepada bunyi Pasal 2 ayat (1)

Undang-Undang Nomor t Tafrun 1974 io' Pasal 4 Kompilasi Hukum lslam'

dan Pasal 42 tJndang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 io' Pasal 99 huruf a

Kompilasi Hukum lslam' un"k b"'nu'nu Devon David Delbridge adalah anak

sah ciari Pemohon Kasasi I dan Pemr:hon Kasasi ll'

Bahwa menyangkut hak anak dan perlindungan atas anak Pengadilan

Agama seharusnya mendasari pertirnbangannya dengan asas "kepentingan

yang terbaik bagi anak" yaitu mempertimbangkan hak tumbuh kembang

anak baik dari aspek psikologis perkembangan anak maupun dari aspek

peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (1)

dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia dan pasar 2 dan pasar 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2003 tentang Perlindungan Anak;

Bahwa meuurut Hukum rsram, penetapan asal usur anak atau penetapan

nasab ]uga dilakukan dengan memperhatikan' kepentingan anak' yaitu cukup

,Cengan adanya pernikahan ianpa memandang sah atau tidaknya

perkawinan tersebut (lbnu Qudamah' Al-Mughni' Vlll: 96 atau Wahbah

Zuhaili, Al-Fiqhu al-lslam wa Adillatuh' Vll: 690) Cara lain ialah berbentuk

pengakuan (iqra), dartapabila ada keberatan dari pihak lain baru dtperlLtkan

pembuktian (baYYin ah)'

Bahwa oleh karena itu Putusan Pengadilan Agama Jakart' ::l:ti:

harus dibatalkart dan Mahkarnah Agung akan mengadili sendiri perkara ini

dengan Pertimbangan berikut ini:

Menimbang, bahwa oleh karena anak Pemohon ldan Pemohon ll lahir

dari perkawinan yang sah' meskipun tidak tercatat yang kemudian dilakukan

tajdid nikatt (nikah resmi) dan memperoleh Akta Nikah dan demr kepentingan

anak, maka anak yang bernama Devon David Delbridge dinyatakan sebagai

anak sah dari Pernohon ldan Pemohon ll;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas' dengan tidak

perlu mempertimbangkan alasan kasasi lainnya' menurui pendapat Mahkamah

Agung terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasl dari Para

Pemohon Kasasi: DAVID ALLEN CLIVE DELBRIDGE dan kawan dan

membatalkan Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor

0346/Pdt.G/2014/PAJS, tanggal 09 April 2015 M bertepatan Cengan tanggal

19 Jumadii Akhir 1436 H ' serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara

ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini'

Page 119: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

/I

Menimbang, bahwa oleh karena perkara ini mengenai sengketa di bidang

perkawinan, sesuai dengan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 7 Tahun '1989

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan

perubahan kedua dengan Undang-tJndang Nomor 50 Tahun 2009 maka biaya

perkara dibebankan kepada Para Pemohon Kasasi;

Memperhatikan pasal-pasal dari tJndang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan ki3dua dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama'

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan

perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta

peraturan perunda ng-undangan lain yang bersangkutan'

MENGADILI:

Mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1' DAVII)

ALLEN CLIVE DELBRIDGE, 2. ANAST'ASll\ tersebut;

Membatalkan Putrtsan Pengaclilan Agama Jakarta Selatan Nomor

0346/Pdt.G/2014IPA.JS.,tanggal09April2015M'bertepatandengantanggal

19 Jumadil Akhir 1436 H.;

MENGADILI SENDIRI:

1. Mengabulkan permohonan Para Petnohon;

2.MenyatakananakyangbernamaDEVoNDAV|DDELBR|DGE,lahirdi

JakartapadatanggalBJuni20l0adalahanaksahdarihasilperkawinan

Pemohon I (DAVID ALLEN CLIVE DELBRIDGE) dan Pemohon ll

(T,NASTASIA);

3. lvlemerintahkan kepada Kepala Kantor Dinas Kependudukan dan

Pencatatan sipil Kota Jakarta selatan untuk menerbitkan daniatau

memperbarui Akta Kelahiran anak yang bernama DEVON DAVID

DELBRIDGE;

4. Membebankan kePada

dalam tingkat Pertama

rupiah);

MembebankankepadaParaFemohonKasasi/ParaPemohonuntuk

membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima

ratus ribu rupiah);

Para Penrohon untuk membayar biaya perkara

sejumlah Ro216.000,00 (dua ratus enam belas ribu

Page 120: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Anggota-Anggota:

Ttd.

1. Meterai2. Redaksi

Demikian dlputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung

pada hari Senin, tanggal 28 September 2015, oleh Dr' H' MUKHTAR

ZAMZAMI, S.H., M'H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah

Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H. I\MRAN SUADI, S'H', M'H" M'M' dan

Dr. H. PURWOSUSILO, S.H., M.H', Hal<im-Hakim Agung sebagai Anggota dan

diucapkan dalanr sidang terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal

30 septernber 2015, oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim Anggota dan

dibantu oleh Drs. H. SAHIDIN MUSTAFA, S'H., M'H', Panitera Pengganti'

dengan tidak dihacliri oleh kedua belah pihak.

Ketua Majelis,

Ttd,

Dr. H. MUKHTAR ZAMZAMI, S'H', M'H.

Dr. H. AMRAN StlADl, S.H., M.H., M.M.

Ttd.

Dr. H. PURWOSUSILO, S.H., M.H.

Biaya Kasasi:

Rp 6.000,00

Rp 5.000,00 Drs. H. SAHIDIN MUSTAFA, S.H., M.H.

3. Adm iniqlrcsiKasasl-Bp4le.00QJq

Jumlah Rp500.000,00

Untuk Salirran

MAHKAMAH AGUNG - RI.

Paniteia )f0dxpe rdata Agama

L GHONI, S,H., M.H.

- llP, 904141988031005

Panitera Pengganti;

Ttd.

Page 121: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

I

/

berwenang",junctoPasall03ayat(2)KompilasiHukumlslam,dalamBukul

tentang Perkawianan, menyatakan bahwa "bila akta kelahiran dan alat bukti

lainnya tersebr"rt dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat

mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah

mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan pada bukti-buki yang sah";

sedangkan dalam ayat (3; disebutkan: "bahwa atas dasar ketetapan

Pengadilan Agama tersebut ayat (2), instansi pencatat kelahiran yang ada

dalam daerah hukum Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta

kelahiran bagi anak yang bersangkutan";

10. Bahwa herlanclaskan semua fakta, bukti serta ketentuan hukum tersebut di

atas, kiranya permohonan Penetapan Asal Usul Anak atas anak Pemohon I

dan Pemohon ll bernama Davon David Delbridge telah sesuai dengan

peraturan dan hukunr yang berlaku,

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Para Pemohon mohon

kepacJa Pengadilan Agama Jakarta Selatan agar memberikan' putusan sebagai

berikut:

1. t\4engabulkan permohonan Pemohon I dan Pemohon ll seluruhnya;

2. Menetapkan Davon David Delbridge, lahir di Jakarta pada tanggal B Juni

2010, sebagai anak sah yang lahir dari perkawinan Pemohon I dan

Pemohon ll;

3. Memerintahkan kepada Kantor Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan untuk menerbitkan atau

memperbarui akta kelahiran Davon David Delbridge tersebut;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum;

5. Apabila Pengadilan Agama Jakarta Selatan berpendapat lain mohon

penetapan yang seadil-adilnya;

Bahwa terhadap permohonan tersebut Pen$adilan Agarra Jakarta

Selatan telah menjatuhkan Putusan Nomor 0346/Pdt.Gl2014lPAJS., tanggal

09 April 2015 M. bertepatan dengan tanggal 19 Jumadil Akhir 1436 H., yang

amarnya sebagai berikut:

1. Menolak permohonan Para Pemohon seluruhnya,

2. Membebankan kepada Para Pemohorl untuk membayar biaya perkara

sejumlah Rp216.000,00 (dua ratus enarn belas ribu rupiah),

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini dibacakan kepada Para

Pemohon pada tanggal 9 April 2015 kemudian terhadapnya oleh Para

Pemohon, (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus

tanggal 21 April 2015), diajukan permohonan kasasi pada tanggal 23 April

2015 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Kasasi Nomor

Page 122: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

PENGADILAN

,i

AGAMA JAKARTA SELATAN

SALINAN PENETAPAN

Nomor : 0346/Pdt.P12014lPA JS

JENIS PERKARA

Asal UsulAnak

Yang diajukan oleh

David Allen Clive Delbridge

Sebagai Pemohon

$\)i tE-B

Page 123: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

#r... Jl 0iar;rll At n *DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadiliperkara tertentu pada tingkat pertama daram sidang majeris terah menjatuhkanPenetapan perkara Asa/ tJsul Anak yang diajuka n oteir :

'1. David Allen Clive Delbridge, umur 50 tahun, agama lslam,Swasta, Warga Negara Australia, pemegangAustralia No.E 4027459, sebagai pemohon

1..

lahir di Jakarta. pada tanggat 27 April .1g77, swasia, WargaNegara Indonesia, Agama isiam, pemegang Kartu TandaPenduduk No. 3174O.t6Z0477005,pemohon IDalam hal ini pemohon I dan ll diwakili kuasanya IRAWANSOETANTO, SH dan MAORIZAL, SH., advokat pada kantorHukum TRAWAN SOETANTO & RE;GN, berkantor diGedung Graha lrama Lt. 1 5, Suite B, Jl, H. R Rasuna Said,Blok X-1, Kav.1 & 2, Jakaria 12gSO, berdasarkan suratkuasa tertanggal 17 Desember 2014, selanjutnya disebutPara Pemohon .

Pengadilan Agama tersebut;Telah mempelajari surat_surat yang berkaitan dengan perkararini;Telah mendengar keterangan pemohon I dan ll serta para saksi di mukasidang;

DUDUK PERKARAMenimbang, bahwa para pemohon dalam surat permohonannya

tanggal 22 Desember 2014 dan perubahannya tertanggal 12 Februari 2O1S

Salinan

2. ANASTASIA,

PENETAPANNomor 0346/pdt.p/2014lpA JS.

pekerjaan

Passport

Hal. I dari 12 hat. put. No. 0346/pdt.p/2014lpAJS

Page 124: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

telah mengajukan permohonan Asal Usul Anak, yang telah didaftar diKepaniteraan pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan Nomor0346lPdt.Pt2014ipA JS., tanggal 23 Desember 2014, mengajukan daljl-dalitsebagai berikut:

1. Bahws pemohon I dan pemohon l!

menurut agama lslam pada bulan Juli 2OOg,

saksi-saksi,

telah melangsungkan perkawinan

dengan dihadiri oleh wali nrkah dan

2 Bahwa dari perkawinan pemohon r dan pemohon , tersebut terahdikarunia seorang anak raki-raki bernama DEV'N DAV,D DELBRTDGE, rahirpada tanggar 8 Juni 2o1o di Jakarta, sesuai dengan.Kutipan Akta KerahiranNo.18281/KLU/Jp/2o10, tertanggal 16 Juni 2010 (Bukti p_ 1);

3' Bahwa oreh karena perrawinan pemohon t'dan pemonon I tidakdicaiaikan pacia Kantor Urusan Agama setempat, maka cjaiam ijukti p-1tersebut, disebutkan bahwa anak pe,.nohon rdan pemohon, bernama DEVoNDAVID DELBRIDGE tersebut dicatatkan hanya mempunyat hubungan nasabdengan Pemohon-ll;

4. Bahwa pada tanggal 4 Mei 2014, pemohon I dan pemohon ll telahmelangsungkan perkawinan ulang menurut agama lslam dan dicatatkan padaKantor Urusan Agama Kecamatan pancoran, Jakarta Selatan, sesuai denganKUTIPAN AKTA NIKAH, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan AgamaKecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, propinsi DKI Jakarta,No.465/30/V/20.14, tangggat E Mei 2014 (Bukti p-2);

S Bahwa namun demikian Kutipan Akta Nikah pemohon rdan pemohon,tersebut di atas tidak dapat dijadikan dasar untuk dirakukannya pembaharuanakta Kerahiran anak raki-raki dari hasii perkawinan antara pemohon r denganPemohon ll yang bernama DEVON DAVID DELBRIDGE tersebut;

Hal.2 da-j 12 hat. put. No. 0346/pdt.p/20i4lpAJS

Page 125: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

6. Bahwa anak Pemohon ldan Pemohon ll bernama DEVON DAVID

DELBRIDGE tersebut sejak lahir dan sampai saat ini tinggal bersama-sama

serta diperlihara, dididik serta dirawat langsung oleh Pemohon I dan Pemohon

il;

7. Bahwa Pemohon I maupun Pemohon ll mengakui sepenuhnya bahwa

DEVON DAVID DELBRIDGE benar-benar anak kandung dari perkawinan

Pemohon ldan Pemohon ll serta yang dilahirkan dari rahim Pemohon ll;

8. Bahwa hingga saat ini tidak ada orang/pihak mana pun yang

menyangkal atau berkeberatan/menolak terhadap status maupun keberadaan

DEVON DAVID DELBRIDGE sebagai anak kandung Pemohon I dan Pemohon.

o Bahwa untuk memberikan kepastian hukJm dan hak serta untuk

kepentingan masa depan anak Pemohon ldan Pemohon ll bernama DEVON

DAVID DELBRIDGE tersebut, Pemohon ldan Pemohon ll memerlukan

Peneiapan Asal Usul ,Anak Cari Pengadilan yang ben*enang agar dapat

ditegaskan dan ditetapkan hubungan nasab dan status DEVON DAVID

DELBRIDGE tersebut sebagai anak sah dari seorang ayah bernama DAVID

ALLEN CLIVE DELBRIDGE (Pemohon l) ' dan seorang ibu bernama

ANASTASIA (Pemohon ll), berikut segala akibatnya, termasuk pula untuk dapat

dijadikan dasar dikeluarkan/ diperbaharuinya akta kelahiran anak Pemohon I

dan Pemohon ll tersebut; Hal mana adalah sesuai dan didasarkan pada

ketentuan Pasal 55 Undang-Undang No. '1 tahun 1974 tentang Perkawinan

yang mengatur bahwa "bila asal-usul anak tidak dapat dibuktikan dengan akta

otentik maka mengenai hal itu akan ditetapkan dengan putusan pengadilan

yang beruenang", juncto pasal 103 ayal (2) Kompilasi Hukum lslam, dalam

Buku ltentang Perkawianan, menyatakan bahwa "bila akta kelahiran dan alat

bukti lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat

mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah mengadakan

pemeriksaan yang teliti berdasarkan pada bukti-buki yang sah"; sedangkan

Hal. 3 dari 12 hal. Put. llo. 0346/Pdt. P/201 4/PAJ S

Page 126: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

dalam ayat (3)nya disebutkan: "bahwa atas dasar ketetapan Pengadilan Agama

tersebut ayat (2), instansi Pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum

Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta keiahiran bagi anak yang

bersangkutan".

10. Bahwa berlandaskan senrua fakta, bukti serta ketentuan hukum tersebut

diatas, kiranya permohonan Penetapan Asal Usul Anak atas anak Pemohon I

dan Pemohon ll bernama DAVON DAVID DELBRIDGE telah sesuai dengan

peraturan dan hukum yang berlaku.

Berdasarkan semua fakta, bukti serta dasar hukum tersebut, Pemohon I dan

Pemohon ll dengan ini mengajukan permohonan Penetapan Asal Usul Anak

sebagaimana tersebut di atas kepada Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan

menjatuhkan Penetapan sebagai berikut :

1. Mengabulkan perrnohona Pemohon I dan Perhohon ll untuk seluruhnya;

2. Menetapkan DAVON DAV!D DELBKIDGE, lahir di Jakarta pada tangEal

8 Juni 2010, sebagai anak sah yang lahrr dari perkawinan Pernohon I dan

Pen rohcn !1,

3. Memerintahkan kepada Kantor Suku Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Administrasi Jakarta Selatan untuk menerbitkan atau

memperbaharui akta kelahiran DAVON DAVID DELBRIDGE tersebut;

4. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.

Atau apabila Pengadilan Agama Jakaita Selatan berpendapat lain, mohon

penetapan yang seadil-adilnya.

Menimbang, bahwa pada hari dan tanggal sidang yang telah ditetapkan,

Para Pemohon hadlr didampingi kuasa hukumnya, dan lvlajelis Hakim telah

memberikan nasehat agar persoalan yang diajukan oleh Para Pemohon

diselesaikan diluar persidangan saja, namun Para Pemohon melalui kuasanya

tetap diputuskan melalui persidangan .

HaL4dati r2 hat. Put. No. 0346/Pdt.P/2014/PAJS

Page 127: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Menimbang, bahwa selanjutnyapermohonan Para pemohon bese(adipertahankan oleh para pemohon;

membacakan suratyang isinya tetap

Majelis Hakim

perubahannya

Menimbang, bahwa untuk

telah mengajukan alat bukti surat

membuktikan dalil-dalilnya, para pemohon

berupa:

1. Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran atas nama Devon David Delbrige,Nomor 18281/K[UlJpt2OjO, tanggal 16 Juni 2010, yang dikeluarkan olehSuku Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil Kota AdministrasiJakarta Pusat. Bukti surat tersebut terah diberi materai cukup dan terahdicocokkan dengan aslinya yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua Majelisdibubuhi tanggal dan diparaf serta diberi tanda p.1;

2 Fotokopi Kutipan Buku Nikah Nomor 465r3oNr2o14 tanggar 04 Mei 2014yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan pancoian Jakarta Selatan. Buktisurat tersebut telah diberi materai cukup dan telah dicocokkan denganaslinya yang te, rtyata sesuai, lalu oleh Ketua Majelis cjibubuhi tanggaldan dipar.af serta diberi tanda p.2,

3. Fotokopi Kutipan Buku Nikah atas nama David Allen Clive Delbrigedengan Anastasia Nomor 46'l3)l\,/t2014 tanggal 04 Mei 2014 yangdikeluarkan oleh KUA Kecamatan pancoran Jakarta Selatan. Bukti surattersebut terah diberi materai cukup dan terah dicocokkan dengan asrinyayang ternyata sesuai, talu oleh Ketua Majelis dibubuhi tanggal dandiparaf serta diberi tanda p.3;

4. Fotokopi Kartu Keluarga Nomor 31740.1280.1 11.lOO9 atas nama KepalaKeluarga Anastasia, alamat Jl. Swadaya ll No.28 Rt. 009 Rw. 08Kelurahan Manggarai Jakarta selatan. Eukti surat @rsebut telah diber.irnaterai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya yang ternyatasesuai, raru oreh Ketua Majeris dibubuhi tanggar dan diparaf serta diberitanda P.4;

5. Fotokopi Kartu Tanda penduduk Nomor 3174Oi6704710005 atas namaAnastasia. Bukti surat tersebut terah diberi materai cukup dan terah

Hal. 5 dari 12 hat. Put. No. 0346/pdt.p/20,14lpAJS

Page 128: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

dicocokkan dengan aslinya yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua Majelisdibubuhi tanggal dan diparaf serta diberi tanda p.5;

6. Fotokopi Pasport No. E 4027459, yang dikeluarkan oleh pemerintah

Australia, atas nama David Allen Clive Delbrige, yang berlaku hinggatanggal 27 Aprir 2020. Bukti surat tersebut terah diberi materai cukup dantelah dicocokkan dengan aslinya yang ternyata sesuai, lalu oleh KetuaMajelis dibubuhi tanggal dan diparaf serta diberi tanda p.6;

7. Fotokopi Kartu izin Tinggal Terbatas/Limited Stay permit Card, No.2C11JE4713AN, yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal lmigrasi,Departemen Kehakiman atas nama David Allen Clive Delbrige. Buktisurat tersebut terah diberi materai cukup dan terah dicocokkan denganaslinya yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua Majelis dibubuhi tanggaldan diparaf sella diberi tanda p.7;

8. Fotokopi Catatan Nikah lslamy atas nama para pemohon, yangdikeluarkan Al Hikmah Islamic Centre tertanggal 24 Oktober 20C9. Buktisurat tersebut terah diberi materai cukup dan terah dicocokkan denganaslinya yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua ir,4ajelis dibubuhi tanggaldan diparaf ser.ta diberi tanda p.B;

Menimbang, bahwa para pemohon juga mengajukan saksi saksi antara lainsebagai berikut :

'1. Yuliana binti Sanusi, umur'50 tahun, agama lslam, pekerjaan ibu rumahtangga, tempat kediaman di Jl. Swadaya ll Rt. OO9 Rw. 08 No.28Kelurahan Manggarai Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan;

. Bahwa saksi adalah ibu kandung dari pemchon ll, Hubunganantara pemohon ldan pemohon ll adalah suami istri.

. Bahwa para pemohon menikah siri pada tahun 2009, yang

menjadi wali nikah pemohon ll adalah ayah kandung pemohon llyang bernama Firmansyah.

r Bahwa yang hadir pada saat itu adalah orangtua dan adik-adikkandung pemohon ll.

Hal. 6 dari 12 hal. Put. No. 0346/pdt.p/2014lpAJS

Page 129: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

. Bahwa setelah menikah siri para pemohon dikaruniai 1 oranganak laki-laki yang bernama Devon David Delbridge, yang lahirpada tanggal 08 Juni 20j 0.

. Bahwa pada tanggal 05 Mei 2014 pernikahan para pemohontelah didaftarkan di KUA Kecamatan pancoran dan sudahmendapat nomor registrasj dari KUA pancoran.

n Bahwa tujuan para pemohon mengajukan permohonan asal usulanak adalah untuk mencantumkan nama ayahnya (pemohon l)dibelakang nama anak para pemohon yang bernama DevonDavid Delbridge. Karena dalam akte kelahiran hanya tertera namaibunya saja (pemohon ll)

lvan Ardiansyah bin Firmansyah, umur 36 tahun, agama lslam,pekerjaan Wiraswasta, tempat kediaman Jl. Swadaya ll Rt. 009 Rw. 0gNo.28 Kelurahan Manggarai Kecamatan Tebet,. Jakarta Se.latan.;

. Bahwa saksi adalah adik kandung dari pemohon ll, Hubunganantara Pemohon ldar: pemohon li acialah suami istii.

. Bahwa Para pemohon menikah siri pada tahun 2OOg, yangmenjacii waii nifah pemohon ll adalah ayah kandung pemohon llyang bernama Firmansyah.

. Bahwa Yang hadir pada saat itu adalah orangtua dan adik_adikkandung Pemohon ll.

o Bahwa setelah menikah siri para pemohon dikar.uniai 1 oranganak lakiiaki yang bernama Devon Darrid Delbridge, yang lahirpada tanggal 08 Juni 2010.

o Bahwa pada tanggal 0E Mei 2014 pernikahan para pernohon

telah didaftarkan di KUA Kecamatan pancoran dan sudahmendapat nomor registrasi dari KUA pancoranl

r Bahwa tujuan para pemohon mengajukan permohonan asal usulanak adalah untuk mencantumkan nama ayahnya (pemohon l)dibelakang nama anak para pemohon yang bernama DevonDavld Delbridge. Karena dalam akte kelahii.an hany.a tertera namaibunya saja (pemohon ll).

Hal.7 dari 12 hat. put. No. 0346/pdt.p/2014/PAJS

Page 130: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Menimbang, bahwa para pemohon melalui kuasanya menyatakan cukupdengan bukti bukti yang sudah diajukan

Menimbang, bahwa kemudian para pemohon melalui kuasanya ielahrnengajukan kesirnpuran yakni tetap seperti permohonan semura .

Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian penetapan ini, segalayang dicatat dalam berita acara sidang merupakan bagtan yang tak terplsahkandari penetapan ini;

PERTIMB,ANGAN HUKUMMenimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemohon adarah

sebagaimana telah diuraikan di atas;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti p_5 terbukti bahwa pemohon llberalamat di Jalan Swadaya ll No.2g Rt 09 Rw 0g Kelurahan ManggaraiKecamatan Tebet Jakarta selatan, bahwa salah satu pemohon yakni pemohonlr berdomisiri diwirayah Jakarta seratan, maka berdasarkan ketentuan passr .! 18HIR Pengadilan Agama Jakarta Selatan berwenang mengadili perkara a quo .

fulenimbang, bahwa perkara a quc adalah permohonan tentang asai usulanak yang masih berkaitan dengan perkawinan, maka sesuai ketentuan pasal49 Undang Undang No.7 tahun 1gg9 tentang peraciilan Agarna yang telahdirubah dengan Undang undang No.3 tahun 2006 dan peiubahan keduadengan undang undang No.50 tahun 2009 adarah kewenangan pengadilanAgama .

Menimbang, bahwa para pemohon mengajukan permohonanpada pokoknya aiasan pemohon sebagai berikut:

1. Mohon agar Davon David Delbridge , lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juni2010, ditetapkan sebagai anak sah yang lahir dari perkawinan pemohonI dan Pemohon ll .

2. Mohon agar pengadilan memerintahkan kepada lGntor Suku DinasKepenciudukan dan pencatatan sipir Kota Administrasi Jakarta seratanuntuk menerbitkan atau memperbarui akta kelahiran Davon DavidDelbridge .

yang

Hal. 8 dari 12 hat. put. No. 0346/pdt.p/Zoi4lpAJS

Page 131: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

Menimbang, bahwa sehubungan dengan dalilPara Pemohon tersebut, telah diajukan bukti tertulisdua orang saksi fakta .

Menimbang, tjahwa bukti p-B berupa fotokopisecara lslami, adalah surat biasa, bukan akta,diserahkan kepada penilaian hakim;

Meninlbang, bahwa bukti p_1 berupa akta kelahiran an. Devon DavidDelbridge ' yang dikeruarkan oreh pejabat yang berwenang yaitu Suku Dinaskependudukan dan catatan Sipir Jakarta pusat, adarah fotokopi dari aktaotentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikatsepanjang relevan dengan pokok perkara yang akan dibuktikan;

Menimbang, bahwa bukti p_2 dan p_3 berupa akta nikah (pemohon Idan'menikah pada 4 Mei 2014) . adarah berupa fatokopi dari akta otentik danmempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat sepanjang relevandengan pokok perkara yang akan dibuktikan;

Menimbang, bahwa bukti p_4 cian p-5 berupa fotokopi sesuai asli dari KKcian KTP an. Kepala keluarga Anastasia. adalah mertrnakan )trr. ^+--Lt, A^_mempunyai kekuatan pembuktian

""r'urn. .." ;;;r; .;ffi ff:;dengan pokok perkara yang akan dibuktikan;

Menimbang, bahwa p_6 dan p_7 adalah forokopi dari paspcr dan Suratkgtefa,roan iTin t;n.a^-r ,^-i h-- ,v,,yyq, ud, rerl|onor_t I, adalah merupakan akta otentikmempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan mengikai sepanjang relevandengan pokok perkara yang akan dibuktikan;

dalil yang diajukan oleh

berupa P-l s/d p-g dan

Menimbang, bahwa saksi saksi yang dihadirkan oleh para Femohonadalah ibu kandung dan adik kandung dari pemohon ll, yang menurutketentuan pasal 1909 KuHperdata jo pasal ,145 ayat(j) HIR dapat ciibebaskandari memberikan kesaksian, namun karena keterangan saksi tersebutberkenaan dengan kedudukan keperdataan, maka sesuai dengan ketentuanPasal 19'10 KUH perdata jo pasat 145 ayat (2) HlR, dapat diterima sepanjangberkaitan dengan perkara yang akan dibuktikan .

Menimbang, bahwa permohonan pemohon Nomor 1 (satu) agar DavonDavid Delbridge , lahir di Jakarta pada tanggal I Juni 20.10, OltetaptJn .Jn.,

dari Surat catatan nikah

kekuatan pembuktiannya

Hal. 9 dari 12 hat. put. No. 0346/pdt. ptZOl4tpAJS

Page 132: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

anak sah yang lahir dari perkawinan pemohon ldan pemohon ll, majelismem pertim bangkan sebagai berikut

Menimbang, bawha berdasarkan pasal 42 Undang_undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak yang sah adarahanak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.Disamping jtu anak yang sah juga anak yang lahjr dalam perkawinan yangtelah diitsbatkan;

Menimbang, bahwa bukti yang diajukan oleh para pemohon yang

berkaitan dengan perkawinan adalah p-2, p-3 dan p-g , meskipun bukti p_2 danP-3 adalah akta Otentik yang menyatakan bahwa pemohon ldan pemohon 2adalah suarni isteri sah sejak 4 Mei 2014 , sementara anak yang akanditetapkan sebagai anak sah adalah lahir pada tanggal. g Juni 2010, sedangkanbukti P-8 adalah surat biasa yang tidak didukung bukti iainnya dan harusdikesampingkan , jadi menurut majelis tidak ada bukti yang mendukungbahwa Devon David Derbridge rahir dari perkawinan y.ng..n ( baik itu aktanikah maupur r oernikahan yang ietah d jisbatkan ) sehingga !a dapet dijadikananak sah .

ivilenimbang, bahwa berdasarkan pertirnbangan iersebui oleh karenaDevon David Delbridge lahir dari perkawinan yang tidak sah /belum dicatatkan/tidak berkekuatan hukum , maka permohonan Fara pemohon agar anak yangyang bersangkutan ditetapkan sebagai anak sah tidak terbukti dan harusditolak.

Menimbang, bahwa permohonan para pemohon yang 2 (kedua) yaitu

agar Pengadilan memerintahkan kepada Kantor Suku Dinas Kependudukandan Pencatatan sipil Kota Administrasi Jakarta pusat untuk menerbitkan ataumemperbarui akta kelahiran Davon David Delbridge majelis pertimbangkan

sebagai berikut. (

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan para pemohon angka 1

(satu) agar Devon David Delbridge ditetapkan sebagai anak sah telah ditolakoleh Majelis Hakim, maka permohonan pemohon yang kedua agar pengadilan

memerintahkan suku Dinas Kependudukan dan pencatatan sipil Jakarta pusat

Hal. 10 dari 12 hat. put. No. 0346/pdt.p/2014lpAJS

Page 133: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

untuk memperbarui akta kerahiran an, Devon David Derbridge tidak perrudipertimbangkan lagi dan harus dikesampingkan .

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan pertimbangan tersebutdiatas maka permohonan para pemohon harus ditolak untuk seluruhnya .

Menimbang, bahwa oleh karena perkara tersebut dalam bidangperkawinan, maka berdasarkan ketentuan pasal g9 ayat (i) Undang-UndangNomor 7 Tahun 19g9 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang_UndangI,lomor 3 Tahun 2006, dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor50 Tahun 2OOg, maka para pemohon dibebankan untuk membayar biayaperkara;

Mengingat, bunyi dari pasal-pasal dari peraturan perundang-undanganyang berlaku serta dalil-dalil yang berkaitan dengan perkara ini;

MENETAPKAN1. Menolak permohonan para pemohon seluruhnya;2. l'v1en-ibeba nkan kepada para pemohon untijk membayar Diaya perkara

sejurniah Rp. 216.000,00 ( dua r.atus enam belas ribu rupiah);

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majeiis yangdilangsungkan pada hari Kamis tanggal 9 April 2015 Masehi, bertepatandengan tariggal 1 9 Jumadrl Akhir" .,t436

Hijriyah, oleh kami Drs. Nasrul, M.A.sebagai Ketua Majelis, Drs. yusran, M.H. dan Drs. Mustopa, S.H. masing_mcsing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidangterbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis tersebut dengandidampingi oleh Hakim Anggota dan dibantu oleh Siti Makbullah, S. H. seOa-gaiPanitera Pengganti serta dihadiri oleh Kuasa para pemohon

.

Hakim Anggota,

ttd

Drs. Yusran, M.H.

Ketua Majelis,

ttd

Drs. Nasrul, M.A.

Hal. 11 dari 12 hat. put. No. 0346/pdt.p/2014lpAJS

Page 134: Penetapan Status Anak Dari Perkawinan Yang Tidak ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41575/1/ANIA FITRIAH... · Dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia,

\

Hakim Anggota,

ttd

Drs. Mustopa, S.H.

Perincian biaya:

1. Pendaftaran

2. Proses

3. Panggilan

4. Redaksi

5. Materai

Jumlah

Rp. 30.000

Rp. 75.000

Rp. 100.000

Rp. 50C0

: Rp. 216.000

( ciua ratus enarn belas ribu rupiah)

Untuk salinan sesuai aslinya

Pengadilan Agama .jakai-ta Selatan

Panitera Pengganti,

ttd

Siti Makbullah, S.H

P@/-:rSuryr'n,S.H.

Hal. '12 dari 12 hat. Put. No. 0346/pdt.p/2014/PAJS