penetapan hak hadhanah kepada bapak …...skripsi yang berjudul “penetapan hak hadhanah kepada...

101
PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) Oleh: NOVA ANDRIANI NIM: 107044200445 KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2011 M

Upload: others

Post on 24-Jul-2020

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI

ANAK BELUM MUMAYIZ

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara Nomor

228/Pdt.G/2009/PA.JB)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy)

Oleh:

NOVA ANDRIANI

NIM: 107044200445

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H / 2011 M

Page 2: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI

ANAK BELUM MUMAYIZ

(Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara Nomor

228/Pdt.G/2009/PA.JB)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

NOVA ANDRIANI

NIM: 107044200445

Dibawah Bimbingan:

Pembimbing

Dr. Abdurrahman Dahlan, MA

NIP: 19581110 198803 1001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1432 H / 2011 M

Page 3: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI

ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat

Perkara Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB)”, telah diujikan dalam sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 24 Mei 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah,

Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.

Jakarta, 24 Mei 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH.,MA.,MM

NIP. 19550505 198203 1012

PANITIA UJIAN

Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH.,MA

NIP. 19500306 197603 1001 : (.................................)

Sekretaris : Hj. Rosdiana, MA

NIP. 19690610 200312 2001 : (.................................)

Pembimbing : Dr. Abdurrahman Dahlan, MA

NIP. 19581110 198803 1001 : (.................................)

Penguji I : Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, MA

NIP. 19760807 200312 1001 : (.................................)

Penguji II : Mu’min Rouf, M.Ag

NIP. 150281979 : (.................................)

Page 4: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2011

Nova Andriani

Page 5: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan

kita baginda Rasul yang mulia, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan

seluruh umat Islam yang selalu menjaga sunnah dan mengamalkannya semoga kita

mendapat syafa’atnya di akhirat kelak.

Atas berkah dan rahmat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang

diharapkan, patutlah rasa syukur penulis panjatkan kepada-Nya serta rasa terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan perkuliahan di fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat rampung tanpa adanya

bantuan orang lain yang begitu berharga dan bermakna bagi penulis, dengan

demikian dalam kesempatan yang berharga ini penulis menghaturkan rasa hormat dan

ucapan terima kasih kepada:

Page 6: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

ii

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. H. Komaruddin

Hidayat, MA.

2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM beserta segenap pimpinan, karyawan,

dan staf yang berdedikasi tinggi dan sepenuh hati memberikan nasihat-nasihat

yang berharga demi meningkatkan kualitas spiritual dan intelektual kepada

Mahasiswa/I Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah, Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil,

SH., MA., Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah, Ibu Hj. Rosdiana,

MA, serta Dosen Penasehat Akademik, Bapak Dr. H. Supriyadi Ahmad, MA

yang tiada henti memberikan dukungan, motivasi, serta bimbingan demi

kelancaran penulisan skripsi ini.

4. Pembimbing skripsi, Bapak Dr. Abdurrahman Dahlan, MA yang senantiasa ikhlas

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga beliau selalu dalam lindungan dan

rahmat Allah SWT.

5. Ketua Pengadilan Agama Jakarta Barat, Bapak Drs. H. Musfizal Musa, SH., MH

berserta seluruh staf jajarannya baik Panitera, Panitera Muda Hukum yang telah

memberikan penulis izin untuk melaksanakan observasi dan wawancara selama

penulis mengadakan penelitian. Para hakim, khususnya kepada Ibu Dra. Ida

Hamidah, MH yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai serta

Page 7: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

iii

membantu dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu

pengetahuan selama penulis belajar di kampus tercinta, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang banyak membuka cakrawala dan wacana berpikir penulis. Tidak lupa

juga teruntuk Habib Zein Ali Al-Jupri, Umi Syifa, para guru penulis dari masa

kecil sampai sekarang yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Serta para

Asatidz/Asatidzah MAKN Surakarta. Terima kasih atas segala keiklasan dalam

mencurahkan ilmunya kepada penulis. Serta pihak-pihak terkait, para pimpinan

dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah Dan Hukum,

Perpustakaan Fakultas Dirasat Islamiyah, dan Perpustakaan Lentera Hati yang

telah memberikan fasilitas dan membantu penulis mencari data demi

terselesaikannya skripsi ini.

7. Rasa Ta’zhim dan terima kasih yang mendalam kepada ayahanda Sukirno dan

Ibunda tercinta Waginah yang telah memberikan motivasi, dukungan moril dan

materil, kesabaran, keikhlasan, perhatian, kasih sayang serta doa munajatnya yang

tak henti-henti kepada Allah SWT senantiasa agar penulis mendapatkan

kesuksesan dalam penyelesaian studi dan juga atas perjuangan mereka yang telah

mendidik dan mengajarkan arti kehidupan. Penulis persembahkan skripsi ini.

8. Mbak-mbkku tercinta, Susilowati, SE, Dwi Hartini, ST, dan Tri Priyantini,

S.Kom, yang telah banyak berkorban demi membantu finansial penulis dalam

menyelesaikan studi ini. Syukron katsiron atas segala doa, kesabaran, jerih payah,

Page 8: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

iv

serta nasihat yang senantiasa memberikan semangat tanpa jemu hingga Ananda

dapat menyelesaikan studi. Tiada kata yang pantas selain ucapan doa, sungguh

jasamu tiada tara dan semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat

ganda. Dan juga adik-adikku tercinta, Agung Rahmadi dan Kiki Rizki Alfarizi

yang telah memberikan support dan keceriaan dalam setiap kehidupan penulis.

9. Teman-teman seperjuangan Administrasi Keperdataan Islam angkatan 2007 yang

tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah bersama-sama berjuang dalam

menuntut ilmu baik dalam suasana suka maupun duka di Fakultas Syariah Dan

Hukum tercinta, semoga ukhuwah islamiyah diantara kita tetap terjaga selamanya.

Dan tidak lupa teruntuk kakak kelasku yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu yang telah banyak memberikan sumbangsih saran dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

10. Teman-teman Pengurus dan Anggota Moot Court Community (MCC) Fakultas

Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BEM Jurusan Administrasi

Keperdataan Islam, serta kawan-kawan KKN_SCC 2010 yang senantiasa berbagi

cerita, pengalaman, dan wawasan.

11. Teman-teman IKAMAKSUTA RAYA (Ikatan Alumni Madrasah Aliyah

Keagamaan Negeri Surakarta-Jakarta Raya), khususnya yang kuliah di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu siap untuk

berbagi, saling mengingatkan, saling mendoakan, saling support serta saling

membantu satu sama lain.

Page 9: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

v

Penulis menyadari bahwa masih banyak nama-nama yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, kepada semua pihak yang telah memotivasi dan memberi

inspirasi kepada penulis untuk mencapai suatu cita-cita dan telah membantu baik

secara langsung maupun tidak langsung, moril maupun materil. Hanya ucapan terima

kasih yang penulis haturkan semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal

ibadah di sisi Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak akan diterima

dengan baik. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Amin.

Jakarta, 6 Mei 2011

Penulis,

Nova Andriani

Page 10: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.......................................... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 6

D. Metode Penelitian........................................................................ 6

E. Review Studi Terdahulu .............................................................. 9

F. Analisis Data ............................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II HADHANAH ANAK DALAM FIKIH DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Hadhanah .................................................................. 15

1. Menurut Fikih ......................................................................... 15

2. Menurut Hukum Perdata ......................................................... 19

3. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan Dan KHI................................................ 22

B. Dasar Hukum Hadhanah............................................................. 28

C. Syarat-syarat Hadhanah .............................................................. 31

D. Pihak Yang Berhak Melakukan Hadhanah ................................ 34

1. Menurut Fikih ......................................................................... 34

Page 11: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

vii

2. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan Dan KHI................................................ 38

E. Pendapat Ulama Tentang Masa Hadhanah ................................. 39

BAB III HADHANAH ANAK KEPADA BAPAK DI PENGADILAN

AGAMA JAKARTA BARAT

A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jakarta Barat...................... 44

1. Sejarah Singkat........................................................................ 44

2. Letak Geografis ....................................................................... 49

3. Struktur Organisasi.................................................................. 53

B. Deskripsi/Duduk Perkara............................................................. 55

C. Profil Dan Pihak Yang Terlibat................................................... 58

D. Pertimbangan Hukum Hakim...................................................... 60

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN

AGAMA JAKARTA BARAT TENTANG HAK HADHANAH

ANAK KEPADA BAPAK

A. Peranan Hakim Dalam Penyelesaian Perkara Hadhanah Anak.. 65

B. Segi-Segi Persamaan Dengan Fikih Dan Hukum Positif........... 67

C. Segi-Segi Perbedaan Dengan Fikih Dan Hukum Positif............. 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 77

B. Saran-Saran.................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 80

Page 12: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

viii

LAMPIRAN-LAMPIRAN...................................................................................... 81

1. Pedoman Wawancara.................................................................................... 81

2. Hasil Wawancara........................................................................................... 84

3. Permohonan Melakukan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Barat... 90

4. Keterangan Melakukan Wawancara di Pengadilan Agama Jakarta Barat..... 91

5. Permohonan Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi.................................. 92

6. Putusan Perkara No.228/Pdt.G/2009/ PA.JB................................................. 93

Page 13: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling mengenal dan

berpasang-pasangan agar mereka cenderung satu sama lain, saling menyayangi dan

saling mencintai. Bagi umat Islam terdapat aturan untuk hidup bersama yaitu seperti

yang dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.1

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2, menegaskan bahwa perkawinan

adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalizhan) untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.2 Oleh karena itu, pengertian perkawinan dalam

ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah.

Dalam Islam, pernikahan bukanlah semata-mata sebagai kontak keperdataan

biasa, tetapi mempunyai nilai ibadah Al-Qur’an sendiri menggambarkan tali

1 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 7.

2 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama (Dalam Sistem Hukum

Nasional), Cet. Ke-2, (Jakarta: Logos, 1999), h. 140.

Page 14: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

2

perkawinan itu sebagai tali yang kokoh (mitsaqan ghalizhan) untuk mentaati perintah

Allah dan melakukannya merupakan ibadah.3

Tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memenuhi petunjuk Allah

dalam rangka membina keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia. Selain itu

juga untuk menghasilkan serta melestarikan keturunan.

Idealnya sebuah kehidupan rumah tangga adalah hidup rukun, bahagia, dan

tentram. Namun, sebuah kehidupan rumah tangga tidak selamanya berjalan dengan

baik, ada kalanya keadaan itu tidak baik dan terlebih lagi bisa ke arah pada

perceraian. Walaupun perceraian sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah tetapi

apabila semua cara sudah dilakukan, ternyata tidak bisa dipertahankan maka

perceraian adalah jalan keluarnya.

Berbagai permasalahan timbul akibat terjadinya perceraian, baik

permasalahan harta bersama sampai permasalahan siapa yang lebih berhak mengasuh

anaknya (hadhanah) termasuk mengenai nafkah yang akan diberikan kepada anak

tersebut.

Pemeliharaan anak setelah terjadi perceraian dalam bahasa Fikih disebut

hadhanah. Dalam Islam, hak mengasuh anak adalah menjadi tanggung jawab yang

besar yang harus dijalankan oleh pihak-pihak yang terkait yaitu baik ibu maupun

bapak karena anak adalah titipan sang Khalik yang harus kita rawat, apabila kita tidak

melaksanakan semua itu dengan baik maka kita akan dikenai hukum Allah.

3 Tim Penulis, Relasi Suami Istri Dalam Islam, (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004), h. 1.

Page 15: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

3

Anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk

anak yang masih dalam kandungan.4 Sedangkan menurut KHI, anak adalah orang

yang belum genap 21 tahun dan belum pernah menikah dan karenanya belum mampu

untuk berdiri sendiri. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa

depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas

perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

Dalam hal pendidikan, orang tua sangat bertanggung jawab dalam hal ini,

karena undang-undang mengamanahkan terhadap orang tua berkewajiban dan

bertanggung jawab terhadap anak. Sebagaimana terdapat pada Pasal 26 ayat (1) huruf

(a) UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: “Orang tua berkewajiban

dan bertanggung jawab untuk: mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi

anak”.5

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 huruf (a), menyebutkan bahwa

dalam hal terjadinya perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum

berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Kemudian, dalam Pasal 156 huruf (a), akibat

putusnya perkawinan karena perceraian ialah anak yang belum mumayiz berhak

mendapatkan hadhanah dari ibunya.6

4 UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Bandung: PT. Citra Umbara, 2003),

h.4. 5 Ibid., h. 4.

6 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2007), h. 151.

Page 16: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

4

Dari ketentuan di atas, dapat kita lihat bahwa peranan ibu sangatlah penting

terhadap anak yang belum mumayiz apabila di dalam rumah tangga terjadi perceraian.

Adapun siapa yang lebih berhak mengasuh anak yang belum mumayiz, bila kita

melihat argumen di atas, maka yang berhak mengasuh anak yang belum mumayiz

adalah pihak ibu.

Pada poin yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya anak yang belum

mumayiz jatuh ke tangan ibu, tapi tidak demikian adanya yang terjadi di Pengadilan

Agama. Banyak pihak yang mengajukan perkara tentang hak hadhanah anak setelah

terjadinya perceraian, dimana anak merupakan hasil dari perkawinan yang selama ini

mereka jalani bersama serta harus melepaskan ikatan perkawinan dikarenakan alasan-

alasan yang memicu retaknya hubungan perkawinan.

Kemudian, bagaimana majelis hakim yang menangani perkara hak hadhanah

anak sehingga terjadi penetapan hak tersebut, jika anak yang diperebutkan, masih di

bawah umur tidak jatuh ke tangan ibu, melainkan kepada bapak. Tentunya majelis

hakim mempunyai pertimbangan hukum hakim terhadap putusan yang ditetapkan.

Oleh karena itu, menjadi hal yang menarik untuk diteliti, putusan majelis

hakim, dasar hukum, alasan-alasan serta implikasi lain dalam putusan yang

berkekuatan hukum tetap yang disepakati oleh majelis hakim. Inilah yang menjadikan

penulis tertarik untuk mengkaji dalam skripsi dengan judul “Penetapan Hak

Hadhanah Kepada Bapak Bagi Anak Belum Mumayiz (Analisis Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB)”.

Page 17: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

5

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Menyadari karena luasnya permasalahan pada hukum perkawinan, maka

penulis membatasi masalah pada Penetapan hak asuh anak (hadhanah) terhadap

anak belum mumayiz.

2. Perumusan Masalah

Pada dasarnya Islam, baik dari nash maupun fikih, pengasuhan anak yang

belum mumayiz berada pada ibu, demikian juga diatur dalam hukum materiil atau

undang-undang. Pada kenyataannya anak yang belum mumayiz diputus oleh

hakim, bahwa hadhanah anak bisa jatuh kepada bapak. Hal ini yang ingin penulis

teliti mengenai putusan hakim terhadap hadhanah anak yang belum mumayiz

yang jatuh kepada bapak terhadap perkara hadhanah di Pengadilan Agama

Jakarta Barat Perkara No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

Untuk memecahkan masalah yang ada, maka penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana metode ijtihad majelis hakim dalam memutuskan perkara hak

hadhanah anak kepada bapak dalam putusan perkara nomor

228/Pdt.G/2009/PA.JB?

2. Apa dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam

memutuskan perkara tersebut?

Page 18: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui metode majelis hakim dalam menetapkan suatu keputusan

dalam menentukan hak hadhanah akibat perceraian dalam putusan perkara

Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

2. Untuk mengetahui dasar hukum majelis hakim dalam memutuskan perkara

hak hadhanah kepada bapak bagi anak belum mumayiz.

Adapun manfaat secara teoritis dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan penjelasan tentang cara hakim memutuskan suatu perkara dan

metode-metode yang digunakan hakim dalam menetapkan suatu keputusan.

2. Untuk memperkaya khazanah keilmuan di lingkungan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya di Fakultas Syariah dan Hukum.

D. Metode Penelitian

Metode dalam sebuah penelitian merupakan hal yang penting dan harus

dipegang untuk mencapai hasil yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Metodologi dibutuhkan agar penelitian yang dilakukan terlaksana dengan teratur

sesuai dengan prosedur keilmuan yang berlaku.

Dalam penyusunan skripsi ini, metode yang digunakan penulis adalah sebagai

berikut:

Page 19: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

7

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini diaplikasikan model pendekatan kasus, yaitu

mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam

praktik hukum. Terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus lalu dipelajari

untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu

aturan hukum dalam praktik hukum.7

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian

dengan menggunakan pendekatan kualitatif yang menekankan kualitas sesuai

dengan pemahaman deskriptif. Penelitian ini berupa analisis terhadap kasus yang

berkenaan dengan penetapan hak hadhanah kepada bapak bagi anak belum

mumayiz yang terjadi di Pengadilan Agama Jakarta Barat.

Adapun jenis penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif. Sedangkan

jenis data yang digunakan yaitu data kualitatif.8

2. Metode Pengumpulan Data

Sumber data penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

penelitian berupa data primer dan data sekunder.9 Adapun sumber data yang

diperlukan dalam penelitian ini adalah:

7 Johny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. II, (Jawa Timur:

Baymedia Publising,2006), h. 321.

8 Ibid., h. 45.

9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008),

h. 141.

Page 20: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

8

a. Data Primer : 1. Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat perkara

Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

2. Wawancara mendalam (indept interview) terhadap

hakim untuk mendapatkan informasi tentang

bagaimana pertimbangan hakim dalam

menetapkan perkara.

b. Data sekunder : 1. Buku-buku dan kitab-kitab yang berkenaan dengan

Hadhanah.

2. Artikel-artikel yang berkaitan baik dari surat kabar

maupun elektronik.

Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

Putusan perkara Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB, yaitu teknik pengumpul data

dengan cara meng-copy putusan tersebut kemudian dianalisis oleh penulis.

Wawancara mendalam (indept interview), yaitu teknik pengumpul data untuk

mendapat informasi dengan cara mengajukan pertanyaan dan meminta penjelasan

kepada hakim yang memutus perkara tersebut.10

Kajian kepustakaan, untuk memahami teori-teori dan konsep yang berkenaan

dengan metode ijtihad hakim melalui berbagai buku dan literatur yang dipandang

mewakili (representative) dan berkaitan dengan obyek penelitian.

10

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi Ke arah Ragam

Varian Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), h. 36.

Page 21: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

9

Obyek dalam penelitian ini adalah putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Jakarta Barat yaitu putusan perkara Nomor

228/Pdt.G/2009/PA.JB.

3. Teknik Penulisan Skripsi

Penulisan yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu dengan cara

penulisan yang menggambarkan permasalahan yang didasari pada data-data yang ada,

lalu dianalisis lebih lanjut untuk kemudian diambil kesimpulan. Adapun pedoman

yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah buku Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2007. Serta penulisan ayat Al-Qur’an dan Hadits ditulis satu spasi, termasuk

terjemahan Al-Quran dan Hadits dalam penulisannya diketik satu spasi meskipun

kurang dari enam baris dan penulisan skripsi ini menggunakan ejaan yang

disempurnakan (EYD), kecuali nama pengarang dan daftar pustaka ditulis di awal.11

E. Review Studi Terdahulu

Adapun penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah dalam

penelitian antara lain:

1. Skripsi oleh Aditya Nur Pratama, Tahun 2009 Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyah, Konsentrasi Peradilan Agama, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Judul “Pencabutan Hak Asuh Anak Dari Ibu (Studi Analisis Putusan Pengadilan

11

Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, cet.I, (Jakarta:

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007), h. 11.

Page 22: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

10

Agama Depok No. 430/Pdt.G/2006/PA.Dpk)”. Berisi tentang landasan teori

seputar hak asuh (hadhanah) anak meliputi pengertian hadhanah, dasar hukum

hadhanah, syarat-syarat hadhinah dan hadhin, masa hadhanah serta analisa

terhadap putusan Pengadilan Agama tentang pencabutan hak asuh anak dari ibu.

Secara umum, skripsi tersebut membahas tentang pencabutan hak asuh

(hadhanah) anak dari ibu, sedangkan penelitian penulis tentang hak asuh

(hadhanah) anak belum mumayiz kepada bapak.

2. Skripsi oleh Firman Sulaeman, Tahun 2005, Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah, UIN

Jakarta. Judul “Hak Pemeliharaan Anak yang Belum Mumayiz Akibat Perceraian

(Studi Kritis terhadap Pasal 105 Point A KHI)”. Berisi tentang pembahasan

mengenai efektifitas penerapan pasal 105 point A KHI sebagai sumber hukum

dalam menyelesaikan sengketa hadhanah di lingkungan Pengadilan Agama. Dari

segi isi skripsi, skripsi tersebut membahas tentang efektifitas penerapan pasal 105

point A KHI dalam menyelesaikan sengketa hadhanah di Peradilan Agama,

dengan melakukan studi kritis terhadap Pasal 105 point A KHI, sedangkan

penelitian penulis dengan menganalisis putusan hakim tentang hadhanah anak

dan juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.

3. Skripsi oleh Sabarudin, Tahun 2008, Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyah,

Konsentrasi Peradilan Agama, UIN Jakarta. Judul “Hadhanah Perspektif Mazhab

Hanafi dan Mazhab Syafi’i dan Prakteknya Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

(Studi Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1185/Pdt.G/2006/PA.JS

Tentang Hadhanah)”. Pembahasan mengenai hak asuh anak bagi orang tua yang

Page 23: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

11

murtad di Pengadilan Agama Jakarta Selatan No. 1185/Pdt.G/2006/PA.JS serta

ditinjau menurut mazhab Imam Hanafi dan Syafi’i. Secara umum, skripsi tersebut

berisi tentang hak asuh (hadhanah) anak bagi orang tua yang murtad dengan

menganalisis putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan juga

membandingkan antara dua perspektif yaitu mazhab Imam Hanafi dan Mazhab

Imam Syafi’i mengenai hadhanah, sedangkan penelitian penulis tidak

membandingkan keduanya tetapi hanya menganalisis pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara.

Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya

dengan skripsi yang akan dibahas penulis. Adapun penelitian ini memfokuskan pada

analisis yurisprudensi putusan majelis hakim terhadap hadhanah kepada bapak bagi

anak belum mumayiz dengan perkara nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

F. Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis mengenai

alasan dan dasar hukum yang dijadikan pegangan hakim dalam menetapkan

keputusan terhadap kasus yang dibahas. Analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan content analysis (analisis isi) dan

mengidentifikasi apa yang menjadi perhatian (concerns) penulis yaitu terhadap

putusan hakim yang berkenaan dengan hadhanah anak di Pengadilan Agama Jakarta

Barat, serta apa yang menjadi persoalan (issues).

Page 24: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

12

Dalam melakukan identifikasi ini proses yang akan penulis lakukan antara

lain:

1. proses kategorisasi, yaitu proses menyusun kembali catatan dari hasil

observasi atau wawancara menjadi bentuk yang lebih sistematis.

2. proses prioritas, yaitu dengan memilih mana yang kategori yang dapat

ditampilkan dan mana yang tidak perlu ditampilkan.

3. proses penentuan kelengkapan, yaitu untuk mengetahui kategori yang

dihasilkan sudah cukup atau belum.12

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih mempermudah pembahasan dan agar penulisan skripsi ini lebih

terfokus dan sistematis, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam

beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab Pertama, sebagai penelitian ilmiah maka pada bab ini diawali dengan

pendahuluan merupakan penjelasan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas

dalam bab tertentu yang memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh

tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang latar belakang masalah yang

menjelaskan alasan mengapa masalah yang diangkat perlu diteliti. Menurut penulis,

masalah penetapan hak hadhanah kepada bapak bagi anak belum mumayiz perlu

diteliti karena dalam ketentuan fikih maupun hukum positif (dalam hal ini ketentuan

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),

h.135.

Page 25: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

13

hukum yang termuat dalam KHI) menyatakan bahwa hak hadhanah bagi anak belum

mumayiz adalah hak ibunya. Namun, hal ini berbeda dengan putusan hakim

Pengadilan Agama Jakarta Barat yang menetapkan hak hadhanah kepada bapak bagi

anak belum mumayiz. Pembatasan dan perumusan masalah yang diteliti, yaitu

membatasi pada masalah penetapan hak hadhanah bagi anak belum mumayiz dengan

rumusan masalah “penetapan hak hadhanah kepada bapak bagi anak belum

mumayiz”. Pertanyaan yang dirumuskan yaitu bagaimana metode ijtihad hakim dan

dasar pertimbangan hukum yang digunakan dalam memutuskan perkara tersebut.

Pada bab ini juga berisi tentang metode penelitian yang digunakan oleh penulis,

review studi terdahulu dengan mendata dan mengevaluasi seluruh studi, terutama

skripsi yang lebih membahas fokus yang berkaitan dengan penelitian yang penulis

teliti sehingga terlihat perbedaannya dengan skripsi yang telah ada. Analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan content analysis (analisis

isi) dan mengidentifikasi concerns penulis terhadap putusan hakim yang berkenaan

dengan hadhanah anak di Pengadilan Agama Jakarta Barat. Sistematika penulisan ini

berisi tentang deskripsi daftar isi dari penelitian ilmiah bab per bab dalam bentuk esai

yang menggambarkan alur logis dan struktur dari bahasan skripsi.

Bab kedua, untuk memudahkan pembaca memahami inti dari permasalahan

yang penulis teliti, maka terlebih dahulu penulis menyajikan kajian kepustakaan

terkait mengenai landasan (kerangka) teori yang didasarkan pada teori-teori yang

relevan dengan tema penelitian penulis dengan memaparkan gambaran umum

tentang hadhanah anak menurut perspektif fikih dan hukum positif (Hukum Perdata,

Page 26: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

14

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum

Islam).

Bab ketiga, tidak semua hak hadhanah anak merupakan hak bapak, maka

penulis memfokuskan objek penelitian ini pada kasus putusan yang dikeluarkan oleh

Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara Nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB. Penulis

menyajikan data hasil penelitian, berupa deskripsi data berkenaan dengan variabel

yang diteliti secara objektif dalam arti tidak dicampur dengan opini penulis. Pada bab

ini, penulis menjelaskan sekilas tentang Pengadilan Agama Jakarta Barat meliputi:

sejarah singkat, letak geografis dan struktur organisasi. Selain itu, menjelaskan

deskripsi/duduk perkara serta pertimbangan hukum hakim dalam memutuskan

perkara tersebut.

Bab keempat, pada bab ini, penulis menganalisis permasalahan yang diteliti

dengan melihat dari segi-segi persamaan dan perbedaan dengan fikih dan hukum

positif terhadap penetapan hak hadhanah kepada bapak bagi anak belum mumayiz

serta menjelaskan hal-hal yang menjadi pertimbangan hukum hakim dalam

memutuskan perkara tersebut.

Bab kelima, pada bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban atas

masalah yang dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh serta saran-saran dan

harapan penulis.

Page 27: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

15

BAB II

HADHANAH ANAK DALAM FIKIH DAN HUKUM POSITIF

A. Pengertian Hadhanah

1. Menurut Fikih

Dalam Islam pemeliharaan anak disebut hadhanah. Secara etimologis,

hadhanah jamaknya ahdhan atau hudhun terambil dari kata hidhn yaitu anggota

badan yang terletak di bawah ketiak hingga al-kayh (bagian badan sekitar pinggul

antara pusat hingga pinggang). Burung dikatakan hadhanat-tha‟ir baydhahu,

manakala burung tidak mengerami telurnya karena dia mengumpulkan (mengempit)

telurnya itu ke dalam dirinya di bawah (himpitan) sayapnya.1 Demikian pula sebutan

hadhanah diberikan kepada seorang perempuan (ibu) manakala mendekap

(mengemban) anaknya di bawah ketiak, dada, serta pinggulnya.2

Hadhanah menurut bahasa berarti meletakkan sesuatu dekat tulang rusuk atau

di pangkuan.3 Hadhanah juga berarti “di samping” atau berada “di bawah ketiak”.

Sedangkan secara terminologis, hadhanah adalah merawat dan mendidik seseorang

1 Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir Arab – Indonesia, (Surabaya : Pustaka Progresif,

1997), h. 296.

2 Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah Jilid 2, (Beirut-Lubhan: Dar al-Fikr, 1973), h. 339.

3 DEPAG RI, Ilmu Fiqh, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek

Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN Jakarta, 1984/1985. Jilid II, h. 206.

Page 28: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

16

yang belum mumayiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena mereka tidak bisa

memenuhi keperluannya sendiri.4

Dalam kajian fikih, pemeliharaan anak biasa disebut dengan hadhanah yang

berarti memelihara seorang anak yang belum mampu hidup mandiri yang meliputi

pendidikan dan segala sesuatu yang diperlukannya baik dalam bentuk melaksanakan

maupun dalam bentuk menghindari sesuatu yang dapat merusaknya.5

Para ulama Fikih mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan

anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar

tetapi belum tamyiz, menyediakan sesuatu yang menjadi kebaikannya, menjaganya

dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani, akhlaknya

agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab.6

Dalam kitab Subulus salam disebutkan bahwa hadhanah adalah pemeliharaan

anak yang belum mampu berdiri sendiri mengurus dirinya, pendidikannya serta

pemeliharaannya dari segala sesuatu yang membinasakannya atau yang

membahayakannya.7

Dalam literatur fikih, hadhanah didefinisikan dalam beberapa terminologis,

diantaranya:

4 Amiur Nuruddin, dkk, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006),

h.293. 5 Ali Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 67.

6 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, (Beirut: Dar Fikr, 1983), h. 287.

7 Imam Muhammad Ibnu Ismail As-Shan‟ani, Subulussalam Juz III, (Kairo: Dar Ihya Al-

Turas Al-Araby, 1960), h. 227.

Page 29: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

17

a. Menurut Muhammad Ibnu Ismail Al-Shan‟ani:8

.

Artinya: “Memelihara orang yang belum mampu mengurus diri sendiri dan

menjaganya dari sesuatu yang dapat membinasakan atau

membahayakan”.

b. Menurut Sayyid Sabiq:9

.

Artinya: “Suatu sikap pemeliharaan terhadap anak kecil baik laki-laki maupun

perempuan atau yang kurang akal, belum dapat membedakan antara

baik dan buruk, belum mampu dengan bebas mengurus diri sendiri dan

belum tahu mengerjakan sesuatu untuk kebaikan, dan memeliharanya

dari sesuatu yang menyakiti dan membahayakannya, mendidik serta

mengasuhnya baik fisik maupun mental atau akal, supaya menegakkan

kehidupan sempurna dan bertanggung jawab”.

c. Menurut Qalyubi Dan Umairah:10

.

Artinya: “Hadhanah ialah menjaga anak yang tidak dapat mengurus urusannya

dan mendidiknya dengan hal-hal yang baik”.

8 Imam Muhammad Ibnu Ismail As-Shan‟ani, Subulussalam Juz III, (Kairo: Dar Ihya Al-

Turas Al-Araby, 1960), h. 227.

9 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, (Beirut: Dar Fikr, 1983), h. 289.

10

Syeikh Al-Syihab Al-Din Al-Qalyubi Wa Al-„Umairah, Al-Mahalli Juz IV, (Kairo: Dar

Wahya Al-Kutub, 1971), h. 88.

Page 30: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

18

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan hadhanah adalah mengasuh atau memelihara anak yang belum mumayiz

supaya menjadi manusia yang hidup sempurna dan tanggung jawab. Hadhanah

diartikan dengan pemeliharaan dan pendidikan. Yang dimaksud mendidik dam

memelihara disini adalah menjaga, memimpin, dan mengatur segala hal yang anak-

anak itu belum sanggup mengatur sendiri.11

Menurut Wahbah Al-Zuhaili, hadhanah merupakan hak bersama antara kedua

orang tua serta anak-anak, sehingga apabila nantinya timbul permasalahan dalam

hadhanah, maka yang diutamakan adalah hak anak.12

Dalam meniti kehidupannya di dunia seorang anak memiliki hak mutlak yang

tidak dapat diganggu gugat. Orang tua tidak boleh begitu saja mengabaikan lantaran

hak-hak anak tersebut termasuk ke dalam salah satu kewajiban orang tua terhadap

anak yang telah digariskan dalam islam, yakni , memelihara anak sebagai

amanah Allah yang harus dilaksanakan dengan baik.13

Kewajiban orang tua merupakan hak anak. Menurut Abdul Rozak, anak

mempunyai hak-hak sebagai berikut:14

1. Hak anak sebelum dan sesudah melahirkan.

11

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004), h. 391.

12

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Islam Wa Adillatuhu Juz VII, (Damaskus: Daar Al-Fikr, 1984),

h.279. 13

Abdur Rozak Kusein, Hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneska, 1995), h. 49.

14

Neng Djubaedah, dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: PT. Hecca Utama,

2005), h. 177.

Page 31: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

19

2. Hak anak dalam kesucian keturunannya.

3. Hak anak dalam pemberian nama yang baik.

4. Hak anak dalam menerima susuan.

5. Hak anak dalam mendapatkan asuhan, perawatan dan pemeliharaan.

6. Hak anak dalam kepemilikan harta benda atau hak warisan demi kelangsungan

hidupnya.

7. Hak anak dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

Undang-undang perkawinan saat ini belum mengatur secara khusus tentang

pengawasan anak sehingga pada waktu sebelum tahun 1989, para hakim masih

menggunakan kitab-kitab fikih. Barulah setelah diberlakukannya UU No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama dan Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang penyebarluasan

KHI, masalah hadhanah menjadi hukum positif di Indonesia dan Peradilan Agama

diberi wewenang untuk memeriksa dan menyelesaikannya.15

2. Menurut Hukum Perdata

Pemeliharaan anak terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Buku Kesatu hal Orang pada Bab X, XI, dan XIV. Pada pasal 289 bab XIV Tentang

Kekuasaan Orang Tua bagian 1 Akibat-akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap

Pribadi Anak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa setiap

anak, berapapun juga umurnya wajib menghormati dan menghargai kedua orang

tuanya. Dalam tinjauan hukum perdata mengenai siapa yang paling berhak

15

Amiur Nuruddin dkk, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.298-

299.

Page 32: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

20

memelihara atau mengasuh anak yang masih di bawah umur, akibat dari perceraian

suami istri adalah kewajiban orang tuanya. Orang tua wajib memelihara dan

mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan kekuasaan orang

tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban untuk memberi

tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan

pendidikan anak-anak mereka itu.16

Kemudian juga dijelaskan pada pasal 299 bab XIV Tentang Kekuasaan Orang

Tua bagian 1 Akibat-akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Anak dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa selama perkawinan orang tuanya,

setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan kedua orang tuanya, sejauh

kedua orang tua tersebut tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu. Kecuali

jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai

pisah meja dan ranjang, bapak sendiri yang melakukan kekuasaan itu. Bila bapak

berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kecuali

dalam hal adanya pisah meja dan ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak

berwenang, maka oleh Pengadilan Negeri diangkat seorang wali sesuai dengan pasal

359. Hal ini terdapat dalam pasal 300 bab XIV Tentang Kekuasaan Orang Tua bagian

1 Akibat-akibat Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Anak dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.17

16

Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),

h. 72. 17

Ibid., h. 76.

Page 33: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

21

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

orang tua (bapak ataupun ibu) memiliki hak yang setara dan sama sebagai orang tua

untuk mengasuh, memelihara dan merawat serta melindungi hak-hak anak. Yang

terpenting, kemampuan orang tua untuk mengasuh dan memelihara anak.18

Mengenai pemeliharaan anak yang masih dibawah umur, diatur dalam pasal

229 bab X Tentang Pembubaran Perkawinan pada umumnya dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata, yang berisikan: “Setelah memutuskan perceraian, dan

setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orang tua atau keluarga sedarah

atau semenda dari anak-anak yang di bawah umur, Pengadilan Negeri akan

menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melakukan perwalian atas tiap-tiap anak,

kecuali jika kedua orang tua itu dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua,

dengan mengindahkan putusan-putusan hakim terdahulu yang mungkin memecat atau

melepas mereka dari kekuasaan orang tua”.19

Dari uraian tersebut di atas, bahwa setelah adanya kekuasaan orang tua atau

para wali atau yang ditetapkan oleh Pengadilan, kecuali keduanya telah dipecat dari

kekuasaannya, dikarenakan telah melalaikan tugasnya atau berperilaku tidak baik.

Jadi, menurut hukum perdata, bahwa hak memelihara atau mengasuh anak yang

masih kecil tetap berada dalam tanggungan orang tua baik dari ibu maupun ayah.

18

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2009), h. 211.

19

Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),

h. 72.

Page 34: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

22

Sebagaimana dijelaskan juga dalam pasal 231 bab X Tentang Pembubaran

Perkawinan pada umumnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

“Bubarnya perkawinan karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang

lahir dari perkawinan itu kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijamin bagi

mereka oleh undang-undang atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka”.

Menurut pasal tersebut di atas, bahwa hak mengasuh terhadap anak kecil meskipun

orang tua telah terjadi perceraian, tetap berada dalam tanggungannya, dengan syarat

anak tersebut adalah anak yang dilahirkan atas perkawinan yang sah.20

3. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan KHI

Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah

disebutkan tentang hukum penguasaan anak secara tegas yang merupakan rangkaian

dari hukum perkawinan di Indonesia, akan tetapi hukum penguasaan anak itu belum

diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 secara luas dan rinci. Oleh

karena itu, masalah penguasaan anak (hadhanah) ini belum dapat diberlakukan secara

efektif sehingga pada hakim di lingkungan Peradilan Agama pada waktu itu masih

mempergunakan hukum hadhanah yang tersebut dalam Kitab-Kitab Fikih ketika

memutus perkara yang berhubungan dengan hadhanah itu. Setelah diberlakukan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Inpres Nomor 1

Tahun 1991 tentang penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, masalah hadhanah

20

Ibid., h. 55-56.

Page 35: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

23

menjadi hukum positif di Indonesia dan Peradilan Agama diberi wewenang untuk

menjadi dan menyelesaikannya.21

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 42-

45 dijelaskan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya yang

belum mencapai umur 18 tahun dengan cara yang baik sampai anak itu kawin atau

dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini berlaku terus meskipun perkawinan antara orang

tua si anak putus karena perceraian atau kematian. Kekuasaan orang tua juga meliputi

untuk mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar

pengadilan. Kewajiban orang tua memelihara anak meliputi pengawasan (menjaga

keselamatan jasmani dan rohani), pelayanan (memberi dan menanamkan kasih

sayang) dan pembelajaran dalam arti yang luas yaitu kebutuhan primer dan sekunder

sesuai dengan kebutuhan dan tingkat sosial ekonomi orang tua si anak. Ketentuan ini

sama dengan konsep hadhanah dalam hukum Islam, dimana dikemukakan bahwa

orang tua berkewajiban memelihara anak-anaknya, semaksimal mungkin dengan

sebaik-baiknya.22

Kompilasi Hukum Islam juga melakukan antisipasi jika kemungkinan seorang

bayi disusukan kepada perempuan yang bukan ibunya sebagaimana dikemukakan

dalam pasal 104 yaitu:

21

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 428- 429.

22

Ibid., h. 429.

Page 36: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

24

(1) semua biaya penyusuan anak dipertanggungjawabkan kepada ayah. Apabila

ayahnya meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang

berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya;

(2) penyusuan dilakukan paling lama dua tahun dan dilakukan penyapihan dalam

masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayahnya.23

Antisipasi ini sangat positif sebab meskipun ibu yang harus menyusui

anaknya tetapi dapat diganti dengan susu kaleng atau anak disusukan oleh seorang

ibu yang bukan ibunya sendiri. Ketentuan ini juga relevan dengan hal yang terdapat

dalam ayat 233 surat Al-Baqarah yang menjadi acuan dalam hal pemeliharaan anak.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 41,

dapat dipahami bahwa ada perbedaan antara tanggung jawab pemeliharaan yang

bersifat material dengan tanggung jawab pengasuhan. Pasal 41 ini lebih

memfokuskan kepada kewajiban dan tanggung jawab material yang menjadi beban

suami atau bekas suami jika ia mampu, dan sekiranya tidak mampu Pengadilan

Agama dapat menentukan lain sesuai dengan keyakinannya.24

Dalam kaitan ini,

Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 menjelaskan secara lebih rinci dalam hal suami

istri terjadi perceraian yaitu (1) pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum

berumur 12 tahun adalah hak ibunya; (2) pemeliharaan anak yang sudah mumayiz

diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang

hak pemeliharaannya; (3) biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.25

23

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2007), h. 138.

24

Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 149.

25

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2007), h. 138.

Page 37: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

25

Pada pasal 45 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan

Anak Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan pada ayat

1 bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-

baiknya. Pada ayat 2 menyatakan kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1

pasal ini berlaku sampai anak itu menikah atau dapat berdiri sendiri, yang mana

kewajiban tersebut berlaku selamanya meskipun antara kedua orang tua putus.26

Selanjutnya dijelaskan pula pada pasal 47 ayat 1 bab X mengenai Hak dan Kewajiban

antara Orang Tua dan Anak Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

bahwa anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan

perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari

kekuasaannya. Pada ayat 2, orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala

perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.27

Pada pasal 48 bab X mengenai Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan

Anak Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan orang tua

juga tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap

yang dimiliki anaknya yang berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan

perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya.28

26

Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus untuk Anggota

ABRI, POLRI, Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negeri Sipil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 14.

27

Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),

h. 14-15.

28

Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus untuk Anggota

ABRI, POLRI, Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negeri Sipil, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 14-15.

Page 38: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

26

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 98 menyatakan pada ayat:

1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah usia 21 tahun,

sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah

melangsungkan perkawinan.

2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di

dalam dan di luar pengadilan.

3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu

menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu. 29

Jadi, dengan adanya perceraian, hadhanah bagi anak yang belum mumayiz

dilaksanakan oleh ibunya, sedangkan biaya pemeliharaan tersebut tetap dipikulkan

kepada ayahnya. Tanggung jawab ini tidak hilang meskipun mereka bercerai. Hal ini

sejalan dengan bunyi pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan, dimana dijelaskan bahwa suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi

dan memberi segala kepentingan biaya yang diperlukan dalam kehidupan rumah

tangganya. Apabila suami ingkar terhadap tanggung jawabnya, bekas istri yang diberi

beban untuk melaksanakan, maka Pengadilan Agama setempat agar menghukum

bekas suaminya untuk membayar biaya hadhanah sebanyak yang dianggap patut

jumlahnya oleh Pengadilan Agama. Jadi, pembayaran itu dapat dipaksakan melalui

hukum berdasarkan putusan Pengadilan Agama.30

Jika orang tua dalam melaksanakan kekuasaannya tidak cakap atau tidak

mampu melaksanakan kewajibannya memelihara dan mendidik anak-anaknya, maka

29

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama (Dalam Sistem Hukum

Nasional), (Jakarta: Logos, 1999), h. 189.

30

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Bandung: Citra Umbara, 2007), h. 13.

Page 39: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

27

kekuasaan orang tua dapat dicabut dengan putusan Pengadilan Agama. Adapun alas

an pencabutan tersebut karena: (1) orang tua itu sangat melalaikan kewajiban

terhadap anaknya; (2) orang tua berkelakuan buruk sekali, M. Yahya Harahap (1975:

216) menjelaskan bahwa orang yang melalaikan kewajiban terhadap anaknya yaitu

meliputi ketidakbecusan si orang tua itu atau sama sekali tidak mungkin

melaksanakannya sama sekali, boleh jadi disebabkan karena dijatuhi hukuman

penjara yang memerlukan waktu lama, sakit uzur atau gila dan bepergian dalam suatu

jangka waktu yang tidak diketahui kembalinya. Sedangkan berkelakuan buruk

meliputi segala tingkah laku yang tidak senonoh sebagai pengasuh dan pendidik yang

seharusnya memberikan contoh yang baik.31

Akibat pencabutan kekuasaan dari orang tua sebagaimana tersebut di atas,

maka terhentinya kekuasaan orang tua itu untuk melakukan penguasaan kepada

anaknya. Jika yang dicabut kekuasaan terhadap anaknya hanya ayahnya saja, maka

dia tidak berhak lagi mengurusi urusan pengasuhan, pemeliharaan dan mendidik

anaknya, tidak berhak lagi untuk mewakili anak di dalam dan di luar pengadilan.32

Dengan demikian, ibunyalah yang berhak melakukan pengasuhan terhadap anak

tersebut, ibunyalah yang mengendalikan pemeliharaan dan pendidikan anak tersebut.

Berdasarkan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

31

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta: Kencana, 2008), h. 431.

32

Ibid., h. 431.

Page 40: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

28

Perkawinan, biaya pemeliharaan ini tetap melekat secara permanen meskipun

kekuasaannya terhadap anaknya dicabut.33

B. Dasar Hukum Hadhanah

Islam telah mewajibkan pemeliharaan atas anak sampai anak tersebut telah

mampu berdiri dengan sendirinya tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Oleh

karena itu mengasuh anak yang masih kecil adalah wajib karena apabila anak yang

masih di bawah umur dibiarkan begitu saja akan mendapatkan bahaya jika tidak

mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak

sampai membahayakan. Selain itu, ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan

dari segala hal yang dapat merusaknya. Dasar hukum hadhanah yaitu:

a. Al-Qur‟an

Sebagaimana firman Allah SWT :

33

Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),

h. 15.

Page 41: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

29

. ) ۲:البقرة /

۲۳۳ .(

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,

yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah

memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.

seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.

janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan

seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan

keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan

jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa

bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat

apa yang kamu kerjakan”.

Pada ayat ini, Allah SWT mewajibkan kepada orang tua untuk memelihara

anak mereka, ibu berkewajiban menyusuinya sampai umur dua tahun. Dan bapak

berkewajiban memberikan nafkah kepada ibu. Dibolehkan mengadakan penyapihan

(menghentikan penyusuan) sebelum dua tahun apabila ada kesepakatan antara kedua

orang tua dan mereka boleh mengambil perempuan lain untuk menyusukan anak

tersebut dengan syarat memberikan upah yang pantas. Hal ini demi keselamatan anak

itu sendiri.34

. ( ٦ /٦٦: التحريم).

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya

malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah

34

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 392-393.

Page 42: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

30

terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu

mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Pada ayat ini orang tua diperintahkan Allah SWT untuk memelihara

keluarganya dari api neraka, dengan berusaha agar seluruh anggota keluarganya itu

melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah, termasuk

anggota keluarga dalam ayat ini adalah anak. Kewajiban membiayai anak yang masih

kecil bukan hanya berlaku selama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan

saja, namun juga berlanjut setelah perceraian.35

b. As-Sunnah

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :36

:

:

) .(

Artinya: “Dari hadis yang diriwayatkan oleh Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari

kakeknya, Abdullah bin Amr bahwa seorang perempuan berkata kepada

Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya anakku ini telah

menjadikan perutku sebagai tempat (naungan)-nya, air susuku menjadi

minumannya, dan pangkuanku sebagai tempat berteduhnya. Sedangkan

ayahnya telah mentalakku seraya menginginkan untuk mengambilnya

dariku”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Kamu lebih berhak

terhadapnya selama belum menikah”.

35

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h.

328. 36

Abu Daud Sulaiman bin Al-„Asy‟ats As-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, (Beirut: Daar

Fikr, 2003), h. 525.

Page 43: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

31

Hadis ini menjelaskan bahwa ibu lebih berhak daripada bapak selama ibunya

belum menikah lagi. Ibu lebih diutamakan karena mempunyai kelayakan mengasuh

dan menyusui, mengingat ibu lebih mengerti dan mampu mendidik anak. Kesabaran

ibu dalam hal ini lebih besar daripada bapak. Waktu yang dimiliki ibu lebih lapang

daripada bapak. Karena itu, ibu lebih diutamakan demi menjaga kemaslahatan anak.

Jika si ibu telah menikah dengan laki-laki lain, maka hak hadhanah menjadi hilang.37

C. Syarat-Syarat Hadhanah

Seorang hadhinah atau hadhin yang menangani dan menyelenggarakan

kepentingan anak kecil yang diasuhnya, yaitu adanya kecukupan dan kecakapan yang

memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat itu tidak terpenuhi satu saja

maka gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanah.

Adapun syarat-syarat hadhanah, antara lain:

1. Baligh dan berakal sehat; hak hadhanah anak diberikan kepada orang yang

berakal sehat dan tidak terganggu ingatannya, sebab hadhanah itu merupakan

pekerjaan yang penuh tanggung jawab. Oleh karena itu, seorang ibu yang

mendapat gangguan jiwa atau gangguan ingatan tidak layak melakukan tugas

hadhanah. Imam Ahmad bin Hanbal menambahkan agar yang melakukan

hadhanah tidak mengidap penyakit menular.38

37

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), h. 528.

38

Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (Jakarta:

Kencana, 2005), h. 172.

Page 44: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

32

2. Dewasa; anak kecil, meskipun tergolong mumayiz, tetap bergantung pada orang

lain yang mengurus dan mengasuhnya. Sehingga tidak layak mengasuh orang

lain.39

3. Mampu mendidik.

4. Amanah dan berakhlak; sebab orang yang curang, tidak dapat dipercaya untuk

menunaikan kewajibannya dengan baik. Bahkan dikhawatirkan bila nantinya si

anak dapat meniru atau berkelakuan seperti kelakuan orang yang curang ini.40

5. Islam; anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang bukan muslim

(non muslim), sebab hadhanah merupakan masalah perwalian. Sedangkan

Allah SWT tidak membolehkan seorang mukmin di bawah perwalian orang

kafir.

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa ayat 141:

... .... )۱۴۱ /۴ :النساء)

Artinya: “... dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-

orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.

Selain itu, agama anak dikhawatirkan terpengaruh oleh pengasuh, karena tentu

akan berusaha keras mendekatkan anak tersebut dan mendidiknya berdasarkan

ajaran agamanya. Akibatnya, di kemudian hari anak akan sulit melepaskan diri

darinya. Inilah bahaya terbesar yang mengancam anak.41

39

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), h. 533.

40

Ibid., h. 531.

41

Ibid., h. 533.

Page 45: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

33

6. Ibunya belum menikah lagi, jika si ibu telah menikah lagi dengan laki-laki lain,

maka hak hadhanah menjadi hilang.

7. Merdeka, sebab seorang budak biasanya sangat sibuk dengan urusan-urusan

tuannya, sehingga tidak ada kesempatan untuk mengasuh anak kecil.42

Menurut Imamiyah, pengasuh harus terhindar dari penyakit-penyakit menular.

Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, pengasuh harus terbebas dari penyakit

lepra dan belang dan yang terpenting dia tidak membahayakan kesehatan si anak.43

Peraturan perundang-undangan Indonesia, seperti terlihat jelas dalam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur pemeliharaan anak sedemikian rupa.

Namun, baik Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan maupun

KHI tidak membahas mengenai syarat-syarat pihak yang berhak atas pengasuhan. Ini

berbeda dengan aturan fikih yang menetapkan bahwa seorang pengasuh harus

memenuhi beberapa kriteria jika ingin mendapatkan hak asuhnya.44

42

Ali Abdulloh, “Hadhanah”, artikel diakses pada 11 Januari 2011 dari

http://aliabdulloh.blogspot.com.

43

Muhammad Jawad Mugniyah, Fiqh Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2006), h. 418.

44

Arskal Salim, dkk, Demi Keadilan dan Kesetaraan, (Ciputat: Puskumham UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 69.

Page 46: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

34

D. Pihak Yang Berhak Melakukan Hadhanah

1. Menurut Fikih

Ketika pengasuhan anak merupakan hak dasar ibu, maka para ulama

menyimpulkan, kerabat ibu lebih didahulukan daripada kerabat ayah.45

Karenanya,

urutan orang-orang yang berhak mengasuh anak, sebagai berikut: Ibu, tetapi jika ada

faktor yang membuatnya tidak layak didahulukan, maka hak pengasuhan dialihkan

kepada ibunya (nenek) dan seterusnya. Lalu, jika ada faktor yang menghalangi

mereka didahulukan maka dialihkan kepada ibu ayah (nenek). Berikutnya adalah

saudara perempuan kandung, saudara perempuan dari ibu, saudara perempuan dari

ayah, putri saudara perempuan kandung, putri saudara perempuan dari ibu, bibi

kandung dari ibu (al-khalah asy-syaqiqah), bibi dari ibu (al-khalah li-umm),bibi dari

ayah (al-khalah li-ab), putri saudara perempuan dari ayah, putri saudara laki-laki

kandung, putri saudara laki-laki dari ibu, putri saudara laki-laki dari ayah, bibi

kandung dari ayah (al-„ammah asy-syaqiqah), bibi dari ibu (al-„ammah li-umm), bibi

dari ayah (al-„ammah li-ab), saudara perempuan nenek dari ibu (khalah al-umm),

saudara perempuan nenek dari ayah (khalah li-ab), saudara perempuan kakek dari ibu

(„ammah al-umm), saudara perempuan kakek dari ayah („ammah li-ab), dengan

megutamakan yang memiliki hubungan kandung di antara mereka.46

45

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh Juz VII, (Damaskus: Daar Al-Fikr,

1984), h.680.

46

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), h. 529-530.

Page 47: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

35

Jika anak kecil tersebut tidak punya kerabat wanita di antara orang-orang di

atas, atau sekalipun ada tapi tidak layak mengasuh, maka hak asuh dialihkan kepada

kerabat laki-lakinya berdasarkan urutan hak menerima waris. Dengan demikian, hak

asuh beralih kepada ayah, kakek dari ayah, dan seterusnya. Berikutnya adalah saudara

laki-laki kandung, saudara laki-laki dari ayah, putra saudara laki-laki kandung, putra

saudara laki-laki dari ayah, putra saudara laki-laki kandung, putra saudara laki-laki

dari ayah, paman kandung dari ayah, paman dari ayah, saudara laki-laki kandung

kakek dari ayah („amm abihi asy-syaqiq), dan saudara laki-laki kakek dari ayah

(„amma abihi li‟ab).47

Jika tidak terdapat kerabat laki-laki ashabah, atau sekalipun ada tapi tidak

layak mengasuh, maka hak asuh dialihkan kepada mahram kerabat laki-lakinya yang

bukan ashabah. Dengan demikian, hak asuh diberikan secara urut kepada kakek dari

ibu, saudara laki-laki dari ibu, putra saudara laki-laki dari ibu, saudara laki-laki kakek

dari ibu, saudara laki-laki kandung ibu, saudara laki-laki nenek dari ayah (al-khal li-

ab), dan saudara laki-laki nenek dari ibu (al-khal li-umm).48

Jika anak kecil tersebut tidak punya kerabat sama sekali, maka hakim

menunjuk pengasuh wanita yang akan mendidiknya. Karena pengasuhan anak kecil

merupakan suatu keharusan, dan orang yang paling pantas yang mengasuhnya adalah

kerabatnya sendiri. Sementara ada kerabat yang hubungannya lebih dekat daripada

47

Ibid., h. 530.

48

Ibid., h. 530.

Page 48: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

36

yang lain. Karenanya, wali-wali anak tersebut didahulukan karena merekalah yang

memiliki wewenang dasar untuk memenuhi kemaslahatannya. Tapi jika mereka tidak

ada, atau sekalipun ada tapi tidak layak mengasuh, maka hak asuh dialihkan kepada

kerabat yang lebih dekat dan seterusnya. Jika tidak punya kerabat sama sekali, maka

hakim bertanggung jawab menunjuk orang yang layak mengasuhnya.49

Sebagaimana hak mengasuh anak pertama diberikan kepada ibu, maka para

ahli fikih menyimpulkan bahwa keluarga ibu dari seorang anak lebih berhak daripada

keluarga bapaknya.

Menurut kalangan mazhab Hanbali berpendapat bahwa hak asuh anak dimulai

dari ibu kandung, nenek dari ibu, kakek dari ibu, bibi dari kedua orang tua, saudara

perempuan seibu, saudara perempuan seayah, bibi dari kedua orang tua, bibinya ibu,

bibinya ayah, bibinya ibu dari jalur ibu, bibinya ayah dari jalur ibu, bibinya ayah dari

pihak ayah, anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuan dari paman ayah

dari pihak ayah kemudian kerabat terdekat.50

Menurut kalangan mazhab Hanafi hak asuh berturut-turut dialihkan dari ibu

kepada:

1) Ibunya ibu.

2) Ibunya ayah.

3) Saudara-saudara perempuan kandung.

49

Ibid., h. 530.

50

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh Juz VII, (Damaskus: Daar Al-Fikr,

1984), h.683.

Page 49: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

37

4) Saudara-saudara perempuan seibu.

5) Saudara-saudara perempuan seayah.51

6) Anak perempuan dari saudara perempuan kandung.

7) Anak perempuan dari saudara seibu.

8) Demikian seterusnya hingga pada bibi dari pihak ibu dan ayah.52

Sedangkan menurut kalangan mazhab Maliki, hak asuh berturut-turut dialihkan dari

ibu kepada:

1) Ibunya ibu dan seterusnya ke atas.

2) Saudara perempuan ibu sekandung.

3) Saudara perempuan ibu seibu.

4) Saudara perempuan nenek perempuan dari pihak ibu.

5) Saudara perempuan kakek dari pihak ibu.

6) Saudara perempuan kakek dari pihak ayah.

7) Ibu ibunya ayah.

8) Ibu bapaknya ayah dan seterusnya.53

Menurut mazhab Syafi‟i, hak atas asuhan secara berturut-turut adalah:

1) Ibu.

51

Ibid., h. 683.

52

Muhammad Uwaidah dan Syaikh Kamil Muhammad, Fiqh Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2004), h. 456.

53

Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Dalam Kalangan Ahlussunnah dan

Negara-negara Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 87.

Page 50: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

38

2) Ibunya ibu dan seterusnya hingga ke atas dengan syarat itu mereka adalah

pewaris-pewaris si anak.

3) Ibu dari ibunya ayah dan seterusnya hingga ke atas dengan syarat mereka adalah

pewaris-pewarisnya pula.

4) Saudara-saudara perempuan kandung.

5) Saudara-saudara perempuan seibu.

6) Saudara-saudara perempuan seayah.

7) Anak perempuan dari saudara perempuan kandung.

8) Anak perempuan dari saudara seibu.

9) Demikian seterusnya hingga pada bibi dari pihak ibu dan ayah.54

2. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan KHI

Dalam pasal 41 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

menyatakan: 55

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,

semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada perselisihan mengenai

penguasaan anak-anak Pengadilan memberi keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan

yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi

kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya

tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya

penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

54

Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh Juz VII, (Damaskus: Daar Al-Fikr,

1984), h.683.

55

UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Citra

Umbara, 2007), h.16-17.

Page 51: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

39

Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 156 huruf (a) anak yang belum

mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah

meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh:

1. wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu;

2. ayah;

3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.56

E. Pendapat Ulama Tentang Masa Hadhanah

Hadhanah (pengasuhan) anak berakhir ketika anak kecil, laki-laki ataupun

perempuan, tidak lagi bergantung pada pelayanan wanita dewasa, mencapai tamyiz

dan sudah bisa mandiri, yakni diperhitungkan dapat mengerjakan sendiri kebutuhan-

kebutuhan dasarnya, seperti makan, berpakaian, dan membersihkan diri (mandi dan

lainnya). Masa ini tidak dapat ditentukan pada usia tertentu, melainkan ukurannya

adalah tamyiz dan lepas dari ketergantungan. Selama anak kecil sudah mumayiz dan

tidak lagi bergantung pada pelayanan wanita, serta dapat mengerjakan sendiri seluruh

kebutuhan dasarnya maka berakhirlah masa pengasuhannya.

56

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo,

2007), h. 138.

Page 52: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

40

Tidak terdapat ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadis yang menerangkan dengan tegas

tentang masa (jangka waktu) hadhanah. Mengenai hal ini, para ulama berijtihad

dalam menetapkan masa (jangka waktu) hadhanah.

a. Menurut mazhab Hanafi, hadhanah anak laki-laki berakhir pada saat anak itu

tidak lagi memerlukan penjagaan dan telah dapat mengurus keperluannya sehari-

hari dan bagi anak perempuan berakhir apabila telah datang masa haid

pertamanya.57

Pendapat mazhab Hanafi yang lain mengatakan bahwa masa hadhanah berakhir

bilamana si anak telah mencapai umur 7 tahun bagi laki-laki, dan 9 tahun bagi

perempuan. Mereka menganggap bagi perempuan lebih lama, sebab agar dia

dapat menirukan kebiasaan-kebiasaan kewanitaan dari perempuan (ibu) yang

mengasuhnya. Selain itu juga, agar anak tersebut lebih dahulu merasakan

kebiasaan haid di bawah bimbingan pengasuhnya.58

b. Menurut mazhab Imam Malik, masa hadhanah anak laki-laki itu berakhir dengan

ihtilam (mimpi), sedangkan masa hadhanah untuk anak perempuan berakhir

dengan sampainya ia pada usia menikah. Jika ia sampai pada usia menikah,

sedangkan ibu dalam masa iddah, maka ia lebih berhak terhadap anak putrinya

sampai ia menikah (lagi). Jika tidak sedang demikian, maka anak itu dititipkan

57

Abd.Rahman Ghazali, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 185.

58

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2010), h. 186.

Page 53: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

41

kepada ayahnya atau jika ayahnya tidak ada, maka ia dititipkan atau digabungkan

kepada wali-walinya.59

c. Menurut mazhab Imam Syafi‟i, masa hadhanah anak, baik laki-laki maupun

perempuan, berakhir ketika sampai usia tujuh tahun atau delapan tahun. Jika telah

sampai usia tersebut dan ia termasuk yang berakal sehat, maka ia dipersilakan

untuk memilih antara ayah dan ibunya. Ia berhak untuk ikut siapa saja di antara

mereka yang ia pilih.60

Dalil yang mereka pergunakan adalah sebagai berikut:

:

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra ia berkata, “Ada seorang

perempuan yang datang kepada Nabi Muhammad SAW dan aku sedang

duduk di sampingnya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya

suamiku ingin membawa anakku. Anak itu telah mengambilkan air

untukku dari sumur Abu „Anbah. Ia telah memberi manfaat padaku

dengan nafkah yang diberikannya”. Lalu nabi Muhammad SAW

bersabda, “Ambillah bagian olehmu berdua padanya”. Suaminya

berkata, “Siapakah yang membenciku karena mengurus anakku?

“Nabi SAW bersabda, “Ini ayahmu dan ini ibumu, maka peganglah

tangan yang engkau kehendaki”. Lalu anak itu memegang tangan

ibunya; maka ibunya pun berangkat membawanya”.61

59

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2010), h. 186-187.

60

Ibid., h. 187.

61

Abu Daud Sulaiman bin Al-„Asy‟ats As-Sajastani, Sunan Abu Daud Juz I, (Beirut: Daar

Fikr, 2003), h. 526.

Page 54: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

42

Menurut hadis ini, jika kedua orang tua bertengkar mengenai anaknya, maka sang

anak hendaknya diberi kesempatan untuk memilih. Siapa saja yang ia pilih, itulah

yang ia ikuti.

d. Menurut mazhab imam Ahmad bin Hanbal, mengatakan hadhanah anak itu

berakhir sampai anak itu berakhir sampai anak tersebut berumur tujuh tahun. Jika

ia telah mencapai usia tersebut dan ia seorang anak laki-laki, ia diperkenankan

untuk memilih di antara kedua orang tuanya, tetapi jika ia perempuan, maka

ayahnya lebih berhak dengannya dan tidak ada hak memilih (baginya).62

Setelah dikemukakan berbagai pendapat para fuqaha di atas, dapat

disimpulkan bahwa pendapat Imam Syafi‟i lebih kuat. Bahwa takhyir berlaku untuk

anak laki-laki dan perempuan setelah mereka sampai pada umur tamyiz sebab pada

hadhanah sudah terdapat upaya memelihara kemaslahatan anak.

Ketentuan bagi anak perempuan, menurut Imam Malik harus diberi pilihan,

sama seperti pendapat Imam Syafi‟i. Menurut Imam Abu Hanifah, bagi anak

perempuan, ibu lebih berhak sampai dia menikah atau baligh. Menurut Imam Malik,

ibu lebih berhak sampai dia menikah dan serumah dengan suami. Menurut Imam

Ahmad bin Hanbali, ayah lebih berhak, tanpa harus memberi pilihan, selama telah

berusia sembilan tahun. Sedangkan ibu, lebih berhak bersamanya hingga usia

sembilan tahun.63

62

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2010), h. 187-188.

63

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), h. 540.

Page 55: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

43

Sementara itu, anak yang masih dalam masa hadhanah, jika ia sakit atau

gila, maka jika ia seorang perempuan secara mutlak berada di tangan ibunya, baik

masih kecil maupun sudah besar sebab ia memerlukan orang yang melayani dan

memenuhi segala kebutuhannya. Kaum perempuan, dalam hal ini ibunya jauh lebih

mengetahui hal-hal seperti itu, ibunya tentu lebih sayang kepadanya daripada yang

lainnya.64

64

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

2010), h. 188.

Page 56: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

44

BAB III

HADHANAH ANAK KEPADA BAPAK DI PENGADILAN AGAMA

JAKARTA BARAT

A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jakarta Barat

1. Sejarah Singkat Pengadilan Agama Jakarta Barat

Pengadilan Agama yang telah ada sejak zaman kesultanan, secara yuridis

baru diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan surat keputusan Raja

Belanda, yakni Raja Williem III tanggal 19 juni 1882 Nomor 24 yang dimuat

dalam Staatbland 1882 No. 152 Tentang Pengadilan Agama Di Jawa Dan

Madura.1

Terhadap Stbl. 1882 No. 152 para ahli hukum bersepakat bahwa hal

tersebut merupakan hasil dari teori Receptio In Complexu LWC Van den Berg.

Keberadaan Peradilan Agama mulai digugat ketika lahirnya teori Hukum Adat

oleh Van Vollen-Hoven dan Snouck Hurgronje dengan teori Receptie, akibat dari

teori tersebut pemerintah Hindia Belanda meninjau kembali kedudukan Peradilan

Agama karena Stbl. 1882 No. 152 dianggap merupakan suatu kesalahan

pemerintah Hindia Belanda yang mengakui terbentuknya Peradilan Agama Stbl.

1882 No. 152 yang intinya "memperlakukan undang-undang agama", diganti

1 Abdul Halim, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, cet.Ke-1, (Jakarta:

Rajawali Press, 2000), h. 51.

Page 57: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

45

dengan Stbl. Tahun 1907 No. 204, Stbl. Tahun 1919 No. 262 yang intinya

"memperhatikan undang-undang agama".2

Pasca proklamasi kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945 berdasarkan

pada Pasal II Aturan Peralihan kemudian dipertegas dengan Peraturan Presiden

No. 2 pada tanggal 10 Oktober 1945 dalam Pasal 1, dijelaskan:

"Segala badan-badan negara yang ada sampai berdirinya Republik Indonesia pada

tanggal 17 Agustus 1945 selama belum diadakan yang baru menurut Undang-

undang Dasar, maka tetap berlaku asal saja tidak bertentangan dengan undang-

undang tersebut".3

Dengan demikian Peradilan Agama sebagai produk hukum kolonial

Hindia Belanda masih dipergunakan di Indonesia.

Di zaman pemerintahan Hindia Belanda Pengadilan Agama berkembang,

daerah demi daerah dalam keadaan yang tidak sama, baik namanya,

wewenangnya maupun strukturnya. Legitimasi keberadaan Pengadilan Agama

waktu itu didasarkan pada pasal 75 ayat (2) Regerings Reglement (RR) yang

berbunyi :

“Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia asli atau orang

yang dipersamakan dengan mereka, maka mereka tunduk kepada putusan hakim

2 Dadang Muttaqien, “Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama

Dalam Persfektif Sosiologi Hukum”, artikel diakses pada 3 Desember 2010 dari http://msi-

uii.net.baca.asp?kategori=rubrik&menu=259 2 Dadang Muttaqien, dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata

Hukum Indonesia, ( Yogyakarta : UII Press, 1999), h. 39. 3 Peraturan Presiden No.2 tahun 1945 Tentang Pembaharuan Tata Hukum Kolonial

Menjadi Tata Hukum Nasional.

Page 58: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

46

agama atau kepada masyarakat mereka menurut undang-undang agama atau

ketentuan-ketentuan agama mereka”.4

Pada mulanya Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat

tiga kantor yang dinamakan Kantor Cabang yaitu:

a. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

b. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

c. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk.5

Ketiga kantor cabang tersebut termasuk dalam wilayah yuridiksi hukum

cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian pada tanggal 16 Desember

1976 telah keluar Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 71 Tahun 1976 tentang

pembentukan cabang Mahkamah Islam, yang menyatakan bahwa semua

Pengadilan Agama di propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang

berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam wilayah hukum Mahkamah

Islam Tinggi Cabang Bandung. Istilah Mahkamah Islam Tinggi kemudian

berkembang menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA).6

Setelah itu perpindahan Pengadilan Tinggi Agama Surakarta ke Jakarta

didasari oleh Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61

Tahun 1985, akan tetapi realisasi pelaksanaannya terjadi pada tanggal 30 Oktober

4 Regerings Reglement pasal 75 ayat 2 Tentang Tata Hukum Kolonial.

5 Dadang Muttaqien, dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata

Hukum Indonesia, h. 40.

6 Indolaw, “Keputusan Menteri Agama No. 71 Tahun 1976 Tentang Pembentukan

Cabang Mahkamah Islam”, artikel diakses pada 3 Desember 2010, dari

www.indolaw.net/Seiten/SachindexHead.html

Page 59: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

47

1987 lalu secara otomatis wilayah hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI

Jakarta menjadi wilayah hukum hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.7

Perkembangan yang terjadi dari masa ke masa bahwa terbentuknya kantor

Pengadilan Agama Jakarta Barat merupakan jawaban dari perkembangan

masyarakat Jakarta.

Faktor terbentuknya kantor cabang Pengadilan Agama Jakarta Barat

adalah sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk di wilayah Jakarta Barat dan

bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Barat

yang wilayahnya cukup luas.

Kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat mengalami perpindahan tempat.

Pertama kali kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat berada di jalan Limo

Kebayoran Lama, yang merupakan dana dari sebuah yayasan. Dikarenakan status

kepemilikan bangunan masih Hak Guna Bangunan (HGB) maka gedung

Pengadilan Agama lalu berpindah tempat, yang terletak di jalan Flamboyan II/2,

Cengkareng Barat Jakarta Barat. Tergolong tidak strategis karena tidak dilewati

kendaraan umum atau jaraknya ± 1500 M dari jalan Kamal Raya dan

berdampingan dengan rumah susun Cengkareng.8

Gedung Pengadilan Agama Jakarta Barat yang dibangun pada tahun 1994

dan selesai pada tahun 1997 adalah milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta.

Kemudian olehnya diserahterimakan kepada Pengadilan Agama Jakarta Barat

7 Ibid., h. 41.

8 Laporan Pengadilan Agama Jakarta Barat Tahun 2009, h. 45.

Page 60: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

48

pada tanggal 19 Mei 19979 untuk dipergunakan sebagai tempat kegiatan

Pengadilan Agama Jakarta Barat dalam melaksanakan tugas penegakan hukum

dan keadilan. Pada saat ini kondisinya sebagai berikut:

1. Luas Tanah

Luas tanah kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat seluruhnya adalah 3.056

M² yang seluruhnya berupa tanah darat.

2. Luas Bangunan kantor Pengadilan Agama Jakarta Barat seluruhnya 2.400

M².10

Pengadilan Agama Jakarta Barat sebagaimana instansi yang melaksanakan

tugas kekuasaan kehakiman dalam menjalankan tugasnya yang menjadi landasan

hukum dan landasan kerjanya adalah:

1. Undang-undang Dasar 1945.

2. Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kekuasaan

kehakiman.

3. Undang-undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

4. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.

5. Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang peraturan pelaksanaan

undang-undang Nomor 1 tahun 1974.

7. Keputusan Ketua Menteri Agama RI Nomor KMA/ 004/ SK/ II/ 1992 tanggal

24 Februari 1992 tentang susunan organisasi dan tata kerja kepaniteraan

9 Ibid., h. 45.

10

Ibid., h. 46.

Page 61: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

49

Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan keputusan Menteri

Agama RI Nomor 303 Tahun 1990 tentang susunan organisasi dan tata kerja

kesekretariatan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.

8. Keputusan Menteri Agama RI Nomor KMA/ 001/ SK/ I/ 1991 tanggal 24

Januari 1991 tentang pola pidana dalam Pengadilan Agama dan Pengadilan

Tinggi Agama.

9. Keputusan Menteri Agama RI Nomor KMA/ 006/ SK/ III/ 1994 tentang

pengawasan dan evaluasi atas hasil pengawasan oleh pengadilan tingkat

banding dan pengadilan tingkat pertama.

10. Undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan

dengan tugas dan wewenang Pengadilan Agama.

11. Keputusan Presiden Nomor 21 tahun 2004 tentang perubahan satu bab

dibawah Mahkamah Agung RI.11

2. Letak Geografis

Secara geografis wilayah Jakarta Barat terletak antara 6º 10’ LS dan 106º

49’ BT. Wilayah hukum Pengadilan agama Jakarta Barat meliputi wilayah kota

Jakarta Barat yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan 49 (empat puluh sembilan)

Kelurahan yaitu:

1. Kecamatan Cengkareng

Kecamatan Cengkareng terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Cengkareng Timur.

11

Pengadilan Agama Jakarta Barat, artikel diakses pada 3 Desember 2010 dari

http://pajb.net

Page 62: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

50

2) Kelurahan Cengkareng Barat.

3) Kelurahan Kapuk.

4) Kelurahan Rawa Buaya.

5) Kelurahan Duri Kosambi.

6) Kelurahan Kedaung Kali Angke.12

2. Kecamatan Grogol Pertamburan.

Kecamatan Grogol Pertamburan terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Grogol.

2) Kelurahan Tanjung Duren Utara.

3) Kelurahan Tanjung Duren Selatan.

4) Kelurahan Tomang.

5) Kelurahan Jelambar.

6) Kelurahan Jelambar Baru.

7) Kelurahan Wijaya Kusuma.13

3. Kecamatan Tambora.

Kecamatan Tambora terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Tambora.

2) Kelurahan Tanah Sareal.

3) Kelurahan Duri Utara.

4) Kelurahan Duri Selatan.

5) Kelurahan Angke.

12

Ibid.

13

Ibid.

Page 63: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

51

6) Kelurahan Roa Malaka.

7) Kelurahan Pekojan.

8) Kelurahan Jembatan Besi.

9) Kelurahan Jembatan Lima.

10) Kelurahan kali Anyar.

11) Kelurahan Krendang.14

4. Kecamatan Taman Sari.

Kecamatan Taman Sari terdiri dari 8 (delapan) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Taman Sari.

2) Kelurahan Glodok.

3) Kelurahan Keagungan.

4) Kelurahan Krukut.

5) Kelurahan Tangki.

6) Kelurahan Maphar.

7) Kelurahan Mangga Besar.

8) Kelurahan Pinangsia.15

5. Kecamatan Palmerah.

Kecamatan Palmerah terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Palmerah.

2) Kelurahan Kota Bambu Utara.

3) Kelurahan Kota Bambu Selatan.

14

Ibid.

15

Ibid.

Page 64: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

52

4) Kelurahan Kemanggisan.

5) Kelurahan Jati Pulo.

6) Kelurahan Slipi.

6. Kecamatan Kembangan.

Kecamatan Kembangan terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Kembangan Selatan.

2) Kelurahan Kembangan Utara.

3) Kelurahan Meruya Utara.

4) Kelurahan Meruya Selatan.

5) Kelurahan Srengseng.

6) Kelurahan Joglo.16

7. Kecamatan Kalideres

Kecamatan Kalideres terdiri dari 5 (lima) Kelurahan, yaitu:

1) Kelurahan Kalideres.

2) Kelurahan Tegal Alur.

3) Kelurahan Kamal.

4) Kelurahan Semanan.

5) Kelurahan Pegadungan.17

Adapun batas wilayah Pengadilan Agama Jakarta Barat, yaitu:

1) Utara : Kabupaten Tangerang dan Kota Madya Jakarta Utara.

2) Timur : Kota Madya Jakarta Utara dan Kota Madya Jakarta Pusat.

16

Ibid.

17

Ibid.

Page 65: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

53

3) Selatan : Kota Madya Jakarta Selatan dan Kota Madya Tangerang.

4) Barat : Kota Madya Tangerang.18

3. Strukur Organisasi

Berdasarkan surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 004

tahun 1992 tentang susunan organisasi serta surat keputusan Menteri Agama RI

Nomor 303 tahun 1990 tentang susunan organisasi ditetapkan bahwa struktur

organisasi Pengadilan Agama Jakarta Barat sebagaimana berlaku pada Pengadilan

Agama di lingkungan Departemen Agama RI, adalah sebagai berikut:

a. Ketua : Drs. H. Musfizal Musa, SH, MH

b. Wakil Ketua : Drs. Masrur, SH, MH

c. Dewan Hakim :

- Dra. Nuraini Saladin, SH

- Drs. Asep Gupron, SH

- Drs. TB A Murtaqi, S.Y, SH

- Drs. Muhiddin, SH, MH

- Dra. Ida Hamidah, MH

- H. M. Ali Syarifuddin, M.LC, SH

- Dra. Hj. A. Salimah, SH, MH

- Drs. Abu Thalib Zisma

- Drs. M. Rosyid Ya’kub

- Drs. M. Rizal, SH, MH

18

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Jakarta Barat Tahun 2009, h. 41.

Page 66: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

54

d. Panitera/ Sekertaris : Eliakim Sihotang, SH

e. Wakil Sekertaris : Neneng Kurniati, S.Ag

f. Wakil Panitera : Hj. Umi Salamah T, SH, MH

g. Ka. Sub. Keuangan : Imron Rosyidi, SH

h. Ka. Sub Kepegawaian : Nisrin, SH

i. Ka. Sub. Umum : Suryatiningsih

j. Panmud Permohonan : Ruslan P, SH

k. Panmud Gugatan : Endang. P, SH

l. Panmud Hukum : Drs. H. Abdul Chaer HN, SH

m. Panitera Pengganti :

- Turchamun Ichwanuddin, SH

- Saparanto, SH

- Abdul Hamid, S.Ag

- Atiyah Shaufanah, SH

- Patimah, SH

- Junaedi, SH

- Muhlis, SH

n. Jurusita : Ahlan, SH

o. Jurusita Pengganti :

- Djuhdan Muharom

- H. Jamhur

- Toto Sudarto

- Imam Suwardi

Page 67: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

55

- Rostina, Shi

- Abdul Ghofur.19

STRUKTUR ORGANISASI20

PENGADILAN AGAMA JAKARTA BARAT

(UNDANG-UNDANG No. 7/1989/ Jo UU No. 3/2006 )

19

Ibid., h. 42.

20 Pengadilan Agama Jakarta Barat, artikel diakses pada 3 Desember 2010 dari

http://www.pajb.net/index.php/struktur-organisasi

Page 68: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

56

B. Deskripsi/Duduk Perkara

Dalam surat gugatan duduk perkara/posita sangat penting

eksistensinya, setiap surat gugatan memuat posita. Pada hakikatnya posita atau

fundamentum petendi yaitu menguraikan tentang kejadian-kejadian atau

peristiwa-peristiwa.21

Biasanya dalam praktik baik dalam putusan ataupun surat gugatan lebih

dikenal atau lebih lazim disebut dengan tentang duduk perkara yang menjadi

dasar yuridis gugatan atau menguraikan secara kronologis duduk perkaranya

kemudian penguraian tentang hukumnya, tidak berarti harus menyebutkan

peraturan-peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan, melainkan cukup

hak atau peristiwa yang harus dibuktikan dalam persidangan nanti sebagai

dasar dari tuntutan.22

Tentang posita atau duduk perkara dalam surat gugatan tertanggal 27

Februari 2009 yang terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta Barat

pada Nomor 228/Pdt.G/2009/PAJB. Telah mengajukan pokok-pokok

permasalahan sebagai berikut:

1) Bahwa pada tanggal 15 Oktober 1997, Penggugat dengan Tergugat

melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh PPN Kantor Urusan Agama

Kec. Grogol Petamburan, Jakarta Barat sesuai dengan Kutipan Akta Nikah

Nomor: 497/49/X/1997 tanggal 15 Oktober 1997.

21

Faizal Kamil, Asas Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005), h. 60

22 Fauzie Yusuf Hasibuan, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Yayasan Pustaka Hukum

Indonesia, 2006), h. 9.

Page 69: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

57

2) Bahwa, setelah pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat bertempat

tinggal di rumah orang tua penggugat di Tomang, Jakarta Barat.

3) Bahwa selama pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat telah

hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri dan telah dikaruniai 4 orang

anak yang bernama:

1. Rafli Syafaat, lahir tanggal 29 April 1998.

2. Zulkifli Saifunnuha, lahir tanggal 29 April 1998.

3. Febby Indana Zulva, lahir tanggal 14 Februari 2001.

4. Berliana Rizky Ramadhan, lahir tanggal 26 September 2008.

4) Bahwa kurang lebih sejak bulan Juni tahun 2000 ketentraman rumah

tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah, setelah:

1. Tergugat mempunyai sifat dan sikap serta perilaku yang kasar kepada

Penggugat dimana Tergugat ringan tangan dan suka memukul.

2. Tergugat telah menikah lagi dengan wanita lain bernama Heni tanpa

sepengetahuan dan izin dari Penggugat selaku istri Tergugat.

3. Tergugat sering kali mengucapkan kata-kata cerai kepada Penggugat.

4. Tergugat sering pergi meninggalkan Penggugat dan keluarga tanpa

alasan yang jelas.

5. Tergugat sering berbohong bahkan pada saat menikah dengan

Pengugat, Tergugat mengaku bujangan padahal Tergugat sudah

berkeluarga dan bahkan telah punya 5 orang anak.

Page 70: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

58

6. Antara Penggugat dan Tergugat seringkali terjadi perselisihan paham

yang tidak kunjung penyelesaiannya sehingga Penggugat pergi dai

kediaman bersama dalam rangka menghindari keributan.

5) Bahwa puncak perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan

Tergugat tersebut terjadi kurang lebih pada bulan Februari tahun 2009

yang akibatnya antara Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal.

6) Bahwa Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan

musyawarah namun tidak berhasil.

7) Bahwa 4 orang anak hasil perkawinan Penggugat dengan Tergugat saat ini

masih kecil dan membutuhkan kasih sayang dari Penggugat sebagai ibu

kandungnya, oleh karenanya mohon Penggugat ditunjuk sebagai pengasuh

dan pemelihara atas anak tersebut.

8) Bahwa, apabila nantinya Penggugat ditunjuk menjadi pemelihara dan

pengasuh terhadap anak tersebut, maka sudah barang tentu memerlukan

biaya pemeliharaan terhadap anak-anak tersebut di atas mengingat bahwa

Tergugat bekerja di pertambangan dengan gaji kurang lebih Rp

10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per bulan, maka Penggugat menuntut

kepada Tergugat biaya pemeliharaan untuk empat orang anak sebesar Rp

5.000.000,- (lima juta rupiah) per bulan sampai keempat anak dewasa dan

mandiri, di luar biaya kesehatan dan pendidikan.23

23

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

Page 71: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

59

C. Profil dan Pihak Yang Terlibat

a. Penggugat adalah Purnama Dewi binti E. Subandi, umur 34 tahun, agama

Islam, ibu rumah tangga, alamat Jalan Tomang Tinggi 1 RT. 09 RW. 06

No. 13 Kelurahan Tomang Kecamatan Grogol Petamburan Kota Jakarta

Barat.

b. Tergugat adalah Syafrin, SE bin Kamaludin, umur 45 tahun, agama Islam,

Pegawai Swasta, alamat Jalan Maluku Villa Bintaro Regency Rt. 01 RW.

08 No. Blok C 5 No. 8 Kelurahan Pondok Kacang Timur Kec. Pondok

Aren Kabupaten Tangerang.

c. Kuasa Hukum Penggugat adalah Lukman Sinambela, SH Advokat

berkantor pada PROFESSIO Law Firm, alamat di Menara Kuningan Lt. 9

FGH, Jalan Rasuna Said Blok. X7 Kav. 5, Jakarta.

d. Kuasa Hukum Tergugat adalah Hermansyah, SH Advokat dan konsultan

Hukum pada kantor Lembaga Advokasi & Mediasi Asuransi Indonesia

(LAMAI) beralamat Jl. Sultan Iskandar Muda No. 18 (arteri pondok

indah) Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

e. Eem Suhaemi binti Darmo, umur 75 tahun, agama Islam, alamat Tomang

Tinggi I/13 Rt.09/06 Kel. Tomang, Kec. Grogol Petamburan, Jakarta Barat

adalah sebagai saksi I dari pihak Penggugat yang telah memberikan

keterangan di muka persidangan.

f. Sofa Marwah binti Abdul Ghofur, umur 36 tahun, agama Islam, ibu rumah

tangga, alamat Ngadimangun Perak Rt.001/01 No. 10, Jombang, Jawa

Page 72: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

60

Timur adalah Saksi II dari pihak Penggugat yang telah memberikan

keterangan di muka persidangan.

g. Dra. Ida hamidah, MH yaitu sebagai Hakim Ketua.

h. Drs. TB. A. Murtaqi, SY, SH yaitu sebagai Hakim Anggota I.

i. Dra. Hj. Tuti Ulwiyah, MH yaitu sebagai Hakim Anggota II.

j. Patimah, S. Ag yaitu sebagai Panitera Pengganti.24

D. Pertimbangan Hukum Hakim

Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara dituntut suatu

keadilan dan untuk itu hakim melakukan penilaian terhadap peristiwa atau

fakta-fakta yang ada apakah benar-benar terjadi. Hal ini hanya bisa dilihat dari

pembuktian, mengklasifikasikan antara yang penting dan tidak penting

(mengkualifikasi), dan menanyakan kembali kepada pihak lawan mengenai

keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta yang ada.

Berdasarkan hasil penelitian dalam petitum25

dari gugatan penggugat,

putusan No. 228/Pdt. G/2009/PAJB, maka pertimbangan hukum majelis

hakim yang mencakup hal-hal pokok tersebut, antara lain:

Pertimbangan pertama bahwa berdasarkan pokok gugatan Penggugat

dan pengakuan Tergugat, bahwa pada tanggal 15 Oktober 1997, Penggugat

24

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

25

Petitum ialah pokok-pokok tuntutan penggugat, berupa deskripsi yang jelas menyebut

satu persatu dalam akhir gugatan tentang hal-hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat

yang harus dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat. Lihat juga M. Yahya Harahap, Hukum

Acara Perdata: Tentang Gugtan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan,

h.63.

Page 73: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

61

dan Tergugat melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat

Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol Petamburan Kota Jakarta

Barat sesuai dengan Kutipan Akta Nikah Nomor : 497/49/X/1997 tanggal 15

Oktober 1997.26

Pertimbangan kedua bahwa posita dan petitum gugatan Penggugat

telah nampak dengan jelas menunjukkan adanya sengketa perkawinan dan

dengan didasarkan kepada pernyataan Penggugat dan senyatanya Penggugat

berada di wilayah hukum Pengadilan Agama Jakarta Barat, maka berdasarkan

kepada ketentuan pasal 49 ayat (1) huruf (a) dan pasal 73 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 maka Pengadilan Agama Jakarta Barat berwenang menerima,

memeriksa, dan menyelesaikan perkara tersebut.27

Pertimbangan ketiga berdasarkan dari jawaban dan duplik Tergugat

dalam hubungannya dengan dalil-dalil gugatan dan replik Penggugat ternyata

tidak saling bantah oleh kedua belah pihak bahwa rumah tangga mereka sudah

tidak harmonis adanya perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus dan

kini antara Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal sejak Februari

2009 sampai sekarang, Penggugat meninggalkan kediaman bersama untuk itu

Penggugat mohon dijatuhkan talak satu bain sugro/diceraikan dari Tergugat.28

26

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

27

Ibid.

28

Ibid.

Page 74: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

62

Pertimbangan keempat berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh

Penggugat untuk menguatkan gugatannya selain mengeluarkan bukti-bukti

tertulis, tetapi memberikan bukti-bukti lain, yakni mengajukan beberapa orang

saksi yaitu Eem Suhaemi (sebagai ibu kandung Penggugat) dan Sofa Marwah

(sebagai pembantu rumah tangga Penggugat dan Tergugat) di muka

persidangan. kedua orang saksi tersebut telah berusaha mendamaikan

Penggugat dan Tergugat agar rukun kembali dalam berumah tangga, namun

tidak berhasil.29

Tergugat di dalam persidangan menyatakan bahwa ia tidak

ada serta tidak akan mengajukan alat-alat bukti surat-surat maupun saksi-saksi

yang mendukung bantahannya.

Pertimbangan kelima berdasarkan ketentuan pasal 165 HIR, bahwa

semua bukti tersebut merupakan bukti otentik dan mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna dan mengikat, sehingga dapat dijadikan alat bukti

yang sah.30

Pertimbangan keenam bahwa Perkawinan bertujuan untuk

mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah

(tentram cinta dan kasih sayang). Sebagaimana yang diatur dalam Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tapi tidak dapat terwujud

antara Penggugat dan Tergugat.

29

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

30 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2005), h. 145

Page 75: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

63

Pertimbangan ketujuh berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas,

Majelis Hakim berpendapat bahwa telah terbukti antara Penggugat dan

Tergugat rumah tangganya sudah tidak harmonis lagi telah terjadi perselisihan

dan percekcokan disebabkan adanya kesalahpahaman di antara kedua belah

pihak hilangnya kepercayaan di antara keduanya sudah tidak saling

mempercayai yang akhirnya terjadi pisah tempat tinggal sejak Februari 2009

sampai sekarang tidak kumpul lagi dengan demikian gugatan cerai Penggugat

telah memenuhi alasan hukum sesuai ketentuan pasal 39 ayat (2) UU No. 1

Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Jo.

Pasal 116 huruf (f) KHI, sudah sepatutnya gugatan Penggugat dikabulkan

untuk dijatuhkan talak satu bain sugro Tergugat kepada Penggugat.31

Pertimbangan kedelapan menimbang bahwa Penggugat dalam

petitumnya menuntut keempat orang anak diasuh oleh Penggugat, sedangkan

Tergugat tidak keberatan terhadap ketiga orang anak yang bernama Rafli

Syafa’at, lahir tanggal 29 April 1998, Zulkifli Syaifunnuha, lahir tanggal 29

April 1998, dan Berliana Rizki Ramadhan, lahir tanggal 26 September 2008

diasuh dan dipelihara oleh Penggugat, maka Majelis Hakim berpendapat

bahwa ketiga orang anak tersebut ditetapkan berada dalam asuhan dan

pemeliharaan (hadhanah) Penggugat.32

Pertimbangan kesembilan menimbang bahwa antara Penggugat dengan

Tergugat tidak ada kesepakatan tentang pemeliharaan terhadap anak yang

bernama Febby Indana Zulva, maka berdasarkan ketentuan pasal 41 (a)

31

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

32 Ibid.

Page 76: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

64

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi:

“baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi

keputusannya”. Oleh karena yang menentukan pemeliharaan (asuh) adalah

Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Agama Jakarta Barat. Maka Majelis

Hakim menimbang bahwa anak yang bernama Febby Indana Zulva, lahir

tanggal 14 Februari 2001 meskipun masih di bawah umur tetapi pada saat ini

anak tersebut berada dalam pemeliharaan tergugat dan telah pula anak tersebut

sekolah dekat kediaman tergugat, maka Majelis Hakim menilai bahwa karena

usia anak tersebut sulit untuk beradaptasi terhadap lingkungan yang baru dan

tidak terbukti tergugat telah melalaikan dan menelantarkan anak tersebut, dan

demi menjaga perkembangan jiwa anak tersebut dan demi kepentingan anak

tersebut sebagaimana ketentuan pasal 2 UU No. 23 Tentang Perlindungan

Anak, maka hak asuh/ pemeliharaan (hadhanah) terhadap anak yang bernama

Febby Indana Zulva, lahir tanggal 14 Februari 2001 ditetapkan kepada

Tergugat.33

33

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

Page 77: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

65

BAB IV

TINJAUAN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA

BARAT TENTANG HAK HADHANAH ANAK KEPADA BAPAK

A. Peranan Hakim Dalam Penyelesaian Perkara Hadhanah Anak

Hakim mempunyai peran yang sangat penting tentunya ketika di persidangan,

dimana mengatur persidangan agar berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang

berlaku ketika persidangan sedang berlangsung. Peranan hakim atas perkara yang

datang padanya terbatas pada memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.

Hakim yang bisa memutuskan perkara dengan baik adalah yang memiliki

pengetahuan yang luas akan hukum. Umar ra. telah menyarankan pada Abu Musa Al-

Asy„ari untuk mendapatkan pengetahuan tentang sumber hukum Islam dan

kemampuan menerapkannya pada kasus ijtihad dan qiyas dengan mengatakan:

“Pergunakanlah paham pada sesuatu yang dikemukakan kepadamu dari hukum yang

tidak ada dalam Al-Qur’an dan tidak ada pula dalam Sunnah. Kemudian

bandingkanlah urusan-urusan itu satu sama lain dan ketahuilah (kenalilah) hukum-

hukum yang serupa. Kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran”.1

Pernyataan di atas berarti bahwa seorang hakim harus mampu melakukan

ijtihad antara lain untuk menginterpretasikan hukum di beberapa kasus yang ambigu

1 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, (Jakarta: Kencana, 2007), h.

103.

Page 78: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

66

dan untuk menerapkannya pada kasus-kasus lain, mengingat dan mengenali prinsip-

prinsip interpretasi. Imam Syafi‟i, Hanbali, dan Maliki mempunyai beberapa

pandangan bahwa seorang hakim harus memiliki kemampuan untuk melakukan

ijtihad. Sebagai konsekuensi bagi yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan

ijtihad adalah seorang mukalid, semua ulama mazhab tersebut berpendapat bahwa

orang tersebut tidak layak untuk menjadi hakim. Sementara mazhab Hanafi

memandang bahwa seorang mukalid, dengan pengetahuan yang cukup tentang Al-

Qur‟an, Sunnah, dan sumber hukum Islam lainnya, dapat diizinkan menjadi hakim.2

Penemuan hukum, lazimnya diartikan sebagai “proses pembentukan hukum

oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan

hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkret”. Dengan demikian, selain

hakim ada unsur lain yang juga bisa menemukan hukum, yakni salah satunya adalah

ilmuwan hukum. Hanya saja, kalau penemuan hukum oleh hakim menjadi hukum

(dalam istilah lain yurisprudensi), karena ia akan menjadi preseden bagi hakim lain

dalam kasus yang sama, akan tetapi hasil penemuan hukum oleh ilmuwan hukum

bukanlah hukum melainkan ilmu atau doktrin.3

Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa hakim sangat berperan dalam

menemukan hukum melalui pencarian makna normatif dari suatu undang-undang.

2 Ibid., h. 103.

3 Jaenal Aripin, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana, 2008), h. 126.

Page 79: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

67

Pada sisi ini tampak bahwa hakim tidak semata-mata menggunakan asas legalitas

dalam menerapkan hukum, karena banyak kasus atau peristiwa yang belum tercover

oleh norma legalitas dan karena itu, masih membutuhkan pencarian untuk

menemukan hukum guna menyelesaikan kasus atau peristiwa hukum tertentu.

Berkaitan dengan hal ini, penulis menganalisis perkara hadhanah anak

menurut segi-segi persamaan dan perbedaan dengan fikih dan hukum positif.

B. Segi-segi Persamaan Dengan Fikih Dan Hukum Positif

Segi-segi persamaan dengan fikih dan hukum positif tentang hadhanah anak

belum mumayiz, sebagai berikut:

1. Adanya kewajiban orang tua untuk melakukan hadhanah.

Ketentuan fikih maupun hukum positif (dalam hal ini ketentuan Hukum

Perdata, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dan Undang-

undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak) mewajibkan kepada orang

tua untuk melakukan hadhanah.

Para fuqaha mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-

anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar

tetapi belum tamyiz, menjaganya dari sesuatu yang merusaknya, mendidik jasmani,

rohani, akhlaknya agar mampu berdiri sendiri.4 Islam telah mewajibkan pemeliharaan

4 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid II, (Beirut: Dar Fikr, 1983), h. 287.

Page 80: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

68

anak sampai anak tersebut telah mampu berdiri dengan sendirinya tanpa

mengharapkan bantuan orang lain. Oleh karena itu mengasuh anak yang masih kecil

adalah wajib karena apabila anak yang masih di bawah umur dibiarkan begitu saja

maka akan bahaya. Selain itu, ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari

segala hal yang dapat merusaknya.

Dalam pasal 231 bab X Tentang Pembubaran Perkawinan pada umumnya

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Bubarnya perkawinan karena

perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak yang lahir dari perkawinan itu

kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijamin bagi mereka oleh undang-

undang atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka”.5 Menurut pasal tersebut

di atas, bahwa hak mengasuh terhadap anak kecil meskipun orang tua telah terjadi

perceraian, tetap berada dalam tanggungannya, dengan syarat anak tersebut adalah

anak yang dilahirkan atas perkawinan yang sah. Dalam tinjauan hukum perdata

mengenai siapa yang paling berhak memelihara atau mengasuh anak yang masih di

bawah umur, akibat dari perceraian suami istri adalah kewajiban orang tuanya. Orang

tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur.

Kehilangan kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka

5 Ibid., h. 55-56.

Page 81: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

69

dari kewajiban untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapatan mereka guna

membiayai pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka.6

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 42-

45 dijelaskan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya yang

belum mencapai umur 18 tahun dengan cara yang baik sampai anak itu kawin atau

dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini berlaku terus meskipun perkawinan antara orang

tua si anak putus karena perceraian atau kematian. Kewajiban orang tua memelihara

anak meliputi pengawasan (menjaga keselamatan jasmani dan rohani), pelayanan

(memberi dan menanamkan kasih sayang) dan pembelajaran dalam arti yang luas

yaitu kebutuhan primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan tingkat sosial

ekonomi orang tua si anak.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

pasal 26 ayat 1 disebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab

untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak,

menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya serta

mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.7

6 Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007),

h. 72.

7 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2009), h. 24-25.

Page 82: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

70

2. Hak hadhanah bagi anak belum mumayiz adalah hak ibunya.

Ketentuan fikih maupun hukum positif (ketentuan hukum yang termuat dalam

KHI) menyatakan bahwa hak hadhanah bagi anak belum mumayiz adalah hak ibunya.

Dalam ketentuan fikih, pengasuhan anak merupakan hak dasar ibu, oleh karena itu,

para ulama fikih menyimpulkan bahwa kerabat ibu lebih didahulukan daripada

kerabat bapak. Sebagaimana dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (Keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia No. 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991) Pasal 105 huruf (a) yang

menyatakan bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12

tahun adalah hak ibunya.8 Pasal 156 menyatakan bahwa akibat putusnya perkawinan

karena perceraian ialah: “anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah

dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya

digantikan oleh:

1. wanita-wanita dalam garis lurus dari ibu;

2. ayah;

3. wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

4. saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

6. wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.

8 Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum

Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 172.

Page 83: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

71

3. Demi kemaslahatan anak.

Berdasarkan ketentuan pasal 41 (a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan yang berbunyi:

“baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,

semata-mata berdasarkan kepentingan anak”.9

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal

2, meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas

kepentingan yang terbaik bagi anak.10

Ketentuan dalam hukum positif ini sesuai dengan ketentuan fikih, yaitu

sama-sama mengutamakan kemaslahatan anak. Dalam ketentuan fikih, ibu lebih

berhak dan diutamakan melakukan hadhanah daripada bapak, karena ibu mempunyai

kelayakan mengasuh dan menyusui, mengingat ibu lebih mengerti dan mampu

mendidik anak. Kesabaran ibu lebih besar daripada bapak, selain itu, waktu yang

dimiliki ibu lebih lapang daripada bapak. Dengan demikian, ibu lebih diutamakan

demi menjaga kemaslahatan anak.

Dalam kaitannya dengan perkara ini, salah satu pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara yaitu mengedepankan kemaslahatan anak. Meskipun masih di

bawah umur tetapi anak tersebut telah bersekolah dan berada dalam pemeliharaan

9 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung: Citra Umbara, 2007), h.

16-17.

10 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2009), h. 24.

Page 84: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

72

bapaknya.11

Lingkungan sekolah adalah lingkungan yang benar-benar baru dan

penting bagi anak. Dengan memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru dan

menyaksikan perilaku anggota masyarakat barunya ia mulai mengkaji ulang semua

pelajaran dan perilaku yang diperolehnya di lingkungan keluarga, untuk kemudian

memilih bentuk yang tetap bagi dirinya.12

Oleh karena itu, masa kanak-kanak adalah

masa yang sangat penting dan menentukan. Dengan demikian, apabila anak diasuh

oleh ibunya ini akan menyengsarakan si anak, karena butuh waktu yang lama untuk si

anak beradaptasi dengan lingkungannya yang baru baik lingkungan di sekolah

maupun lingkungan di sekitarnya.13

C. Segi-segi Perbedaan Dengan Fikih Dan Hukum Positif

Adapun segi perbedaan dengan fikih dan hukum positif tentang hadhanah

anak belum mumayiz, yaitu:

Dalam ketentuan fikih, seorang pengasuh yang menangani dan

menyelenggarakan kepentingan anak kecil yang diasuhnya, yaitu adanya kecukupan

dan kecakapan yang memerlukan syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat

hadhanah, antara lain:

11

Wawancara pribadi dengan Ida Hamidah, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat. Jakarta,

7 Febuari 2011.

12

Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 114.

13 Wawancara pribadi dengan Ida Hamidah, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat. Jakarta,

7 Febuari 2011.

Page 85: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

73

1. Baligh dan berakal sehat.

2. Dewasa.

3. Mampu mendidik.

4. Amanah dan berakhlak.

5. Islam.

6. Ibunya belum menikah lagi.

7. Merdeka.

Peraturan perundang-undangan Indonesia, seperti terlihat jelas dalam

Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur pemeliharaan anak sedemikian rupa.

Namun, baik Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan maupun

KHI tidak membahas mengenai syarat-syarat pihak yang berhak atas pengasuhan. Ini

berbeda dengan aturan fikih yang menetapkan bahwa seorang pengasuh harus

memenuhi beberapa kriteria jika ingin mendapatkan hak asuh.

Pada dasarnya putusan dituntut untuk menciptakan suatu keadilan, dan untuk

itu hakim melakukan penilaian dan pemeriksaan terhadap peristiwa dan fakta-fakta.

Hal ini dapat dilakukan lewat pembuktian, mengklasifikasikan antara yang penting

dan tidak, dan menanyakan kembali pada pihak lawan mengenai keterangan saksi dan

fakta-fakta yang ada. Maka dalam putusan hakim, yang perlu diperhatikan adalah

Page 86: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

74

pertimbangan hukumnya,14

sehingga dapat dinilai apakah putusan yang dijatuhkan

cukup memenuhi alasan yang objektif atau tidak.15

Berdasarkan pertimbangan hukum majelis hakim dalam memutuskan perkara

hadhanah ini, menetapkan Tergugat mempunyai hak dalam mengasuh,merawat, serta

mendidik anak demi kepentingan anak. Menurut pendapat penulis, apabila hal ini

untuk dipergunakan sebagai supremasi hukum yang telah diatur menurut perundang-

undangan, hakim telah berijtihad dan telah menerapkan landasan hukum yang kuat

serta dapat diutarakan dengan alasan yang tepat. Sebab, hakim dalam berinterpretasi

harus berasaskan keadilan dan kemaslahatan umat.

Berkaitan dengan hal ini, terdapat ketidaksesuaian putusan Pengadilan Agama

Jakarta Barat dengan ketentuan fikih dan hukum positif (dalam hal ini ketentuan

hukum yang termuat dalam KHI dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan). Hal ini dijelaskan dengan pertimbangan-pertimbangannya yaitu dengan

memutuskan berdasarkan kepentingan anak. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

105 menyatakan bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur

12 tahun adalah hak ibunya. Apabila anak sudah mumayiz, maka diserahkan kepada

anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak

14

Pertimbangan yang dimaksud ialah seorang hakim dalam mempertimbangkan hukum harus

merujuk kepada per-undang-undangan dan peraturan yang berkaitan dengan hal itu.

15 R. Soeroso, Praktik Hukum Acara Perdata, cet. VI, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 79.

Page 87: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

75

pemeliharaannya. Adapun biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayah.16

Dalam pasal

156 menyatakan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

“anak yang belum mumayiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila

ibunya telah meninggal dunia”.

Satu hal yang kiranya layak untuk dipikirkan, bahwa hakim dalam

pertimbangan-pertimbangannya mengambil jalan tengah yaitu dengan

mempertimbangkan rasa kasih sayang seorang bapak dan ibu terhadap anak-anaknya,

masing-masing tidak mau berpisah dengan anaknya, dan dengan melihat kenyataan

bahwa anak-anak itu ada empat orang, maka jalan tengah yang mungkin dilalui, anak-

anak dibagi dua, satu orang ikut bapaknya dan yang lain ikut ibunya. Dengan

kebijaksanaan seperti itu, di samping tidak ada yang dikalahkan, juga masing-masing

sempat hidup bersama anaknya karena masing-masing pihak selama ini telah

memperlihatkan i‟tikad baiknya terhadap anak-anak. Jika ibunya demi kepentingan

anak telah sanggup berpisah dengan anaknya dan melepaskan hak asuh anak kepada

bapak, maka boleh jadi bapaknya memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk

memelihara anak itu. Maka, pengorbanan dan kasih sayang masing-masing pihak

dalam kasus ini tidak layak bila direnggut oleh pertimbangan-pertimbangan yuridis

yang terlalu formal.

Menurut pendapat penulis, keputusan majelis hakim tentunya sudah terbilang

sangat bijaksana karena dalam menyelesaikan perkara hadhanah ini tidak hanya

16

Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum

Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 172.

Page 88: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

76

mengacu pada ketentuan formalnya saja, melainkan juga dengan mempertimbangkan

nilai-nilai dari hukum dalam masyarakat, kaidah-kaidah Islam, lingkungan bapak dan

ibu yang akan diberikan hak hadhanah dan aspek lain demi kemaslahatan diri anak

yang akan menjadi asuhannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sangat

penting untuk mengetahui keputusan-keputusan Pengadilan yang dapat dianggap

sebagai implementasi praktis dari teks-teks hukum fikih. Keputusan-keputusan

tersebut menyelesaikan persoalan-persoalan konkret dalam kehidupan dan hakim juga

mempertimbangkan teks-teks tersebut sesuai dengan realitas kehidupan.

Page 89: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Hakim dalam memutuskan suatu perkara, berijtihad berdasarkan Al-Qur’an,

Sunnah Nabi SAW, dan menggunakan dasar pemikiran yang rasional yang

tidak bertentangan dengan syariat Islam serta menggunakan konsep maslahah

al-mursalah yaitu maslahah dimana syari’ tidak mensyari’atkan hukum untuk

mewujudkan maslahah itu, juga tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas

pengakuan atau pembatalannya. Berkaitan dalam perkara ini, yaitu dilihat dari

segi kemaslahatan anak. Anak tersebut sudah sekolah dan merasa nyaman

tinggal bersama bapaknya. Dan apabila anak diasuh oleh ibunya akan

menyengsarakan si anak, sebab dibutuhkan waktu yang lama untuk anak

beradaptasi dengan lingkungannya yang baru, baik lingkungan di sekolah

maupun di sekitarnya.

2. Pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan

perkara hak hadhanah kepada bapak bagi anak belum mumayiz dalam putusan

perkara nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB, sebagai berikut:

Page 90: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

78

1) Pertimbangannya yaitu mengedepankan kepentingan anak. Hal ini

merupakan paling utama yang harus dilakukan. Karena kepentingan anak

adalah hal yang paling penting dan harus diutamakan.

2) Pertimbangan yuridis dan normatif seperti merujuk kepada peraturan

perundang-undangan, yaitu pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan. Selain itu, Undang-undang No. 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak, meletakkan kewajiban memberikan

perlindungan kepada anak berdasarkan asas kepentingan yang terbaik bagi

anak.

3) Pertimbangan psikologis dan sosiologis anak. Dalam kasus ini, meskipun

anak masih di bawah umur tetapi ia berada dalam pemeliharaan bapaknya

dan telah bersekolah, hubungan emosional anak dengan bapaknya lebih

erat dibandingkan dengan ibunya. maka secara kejiwaan hakim bisa

melihat hal tersebut.

4) Pertimbangan dari segi pemegang hadhanah anak. Adapun syarat-syarat

hadhanah antara lain:

1) Baligh dan berakal sehat.

2) Dewasa.

3) Mampu mendidik.

4) Amanah dan berakhlak.

5) Islam.

6) Ibunya belum menikah lagi.

Page 91: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

79

7) Merdeka.

B. Saran-saran

Dari pemaparan di atas, saran penulis sebagai berikut:

1. Pernikahan adalah sebuah ikatan suci lahir dan batin antara seorang pria dan

wanita sebagai suami istri untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang

sakinah mawaddah wa rahmah, dengan demikian menjaga keutuhan keluarga

dalam kehidupan rumah tangga adalah suatu hal yang sangat penting bagi

sebuah keluarga. Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga hendaknya

diselesaikan dengan jalan damai dan musyawarah terlebih dahulu. Cara terbaik

dalam menyelesaikan sebuah permasalahan adalah dengan kepala dingin dan

tidak bersikap emosional. Sehingga, perselisihan yang terjadi dalam sebuah

rumah tangga tidak langsung diselesaikan dengan jalan Pengadilan.

2. Apabila terjadi perceraian, maka anak merupakan pihak yang paling dirugikan.

Oleh karena itu, perlu berpikir panjang dalam mengambil sebuah keputusan

untuk menjadikan perceraian sebagai alternatif terakhir untuk mengakhiri

sebuah bahtera rumah tangga mengingat banyaknya dampak yang ditimbulkan

dari perceraian tersebut.

Page 92: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

80

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.

Buku

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo,

2007.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Amini, Ibrahim, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta: Al-Huda, 2006.

Aripin, Jaenal, Peradilan Agama Dalam Bingkai Reformasi Hukum Di Indonesia,

Jakarta: Kencana, 2008.

Arto, Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005.

Ayyub, Syaikh Hasan, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.

Bisri, Cik Hasan, Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Sistem

Hukum Nasional, Jakarta: Logos, 1999.

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi Ke arah

Ragam Varian Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2004.

Daly, Peunoh, Hukum Perkawinan Islam: Suatu Studi Dalam Kalangan Ahlussunnah

dan Negara-negara Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

DEPAG RI, Ilmu Fiqh, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN

Jakarta, 1984/1985. Jilid II.

Djubaedah, Neng, dkk, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: PT. Hecca

Utama, 2005.

Ghazali, Abd.Rahman, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006.

Halim, Abdul, Peradilan Agama dalam Politik Hukum di Indonesia, cet.Ke-1,

Jakarta: Rajawali Press, 2000.

Page 93: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

81

Hasibuan, Fauzie Yusuf Hukum Acara Perdata, Jakarta: Yayasan Pustaka Hukum

Indonesia, 2006.

Ibrahim, Johny, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet. II, Jawa

Timur: Baymedia Publising,2006.

Kamil, Faizal, Asas Hukum Acara Perdata, Jakarta: Badan Penerbit Iblam, 2005.

Kusein, Abdur Rozak, Hak Anak Dalam Islam, Jakarta: Fikahati Aneska, 1995.

Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,

Jakarta: Kencana, 2008.

-------------, Abdul, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, Jakarta: Kencana,

2007.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2008.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,

2004.

Mugniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab, Jakarta: Lentera, 2006.

Muttaqien, Dadang, dkk, Peradilan Agama Dan Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata

Hukum Indonesia, Yogyakarta : UII Press, 1999.

M. Zein, Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Jakarta:

Kencana, 2005.

Nuruddin, Amiur, dkk, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006.

Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq Jilid 2, Jakarta: Al-I‟tishom, 2008.

Salim, Arskal, dkk, Demi Keadilan dan Kesetaraan, Ciputat: Puskumham UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2009.

Saraswati, Rika, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2009.

Soeroso, R, Praktik Hukum Acara Perdata, cet. VI, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Page 94: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

82

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.

Tim Penulis, Relasi Suami Istri Dalam Islam, Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004.

Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, cet.I, Jakarta:

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2007.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press, 1986.

Warson, Ahmad, Kamus Al-Munawir Arab – Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif,

1997.

Yanggo, Huzaemah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2010.

Kitab Fikih

Al-Qalyubi Wa Al-„Umairah, Syeikh Al-Syihab Al-Din, Al-Mahalli Juz IV, Kairo:

Dar Wahya Al-Kutub, 1971.

Al-Zuhaili, Wahbah, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh Juz VII, Damaskus: Daar Al-

Fikr, 1984.

Sabiq, Sayyid, Fiqhus-Sunnah Jilid 2, Beirut-Lubhan: Dar al-Fikr, 1973.

Uwaidah, Muhammad dan Muhammad, Syaikh Kamil, Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2004.

Kitab Hadis

As-Sajastani, Abu Daud Sulaiman bin Al-„Asy‟ats, Sunan Abu Daud Juz I, Beirut:

Daar Fikr, 2003.

As-Shan‟ani, Imam Muhammad Ibnu Ismail, Subulussalam Juz III, Kairo: Dar Ihya

Al-Turas Al-Araby, 1960.

Perundang-undangan

Soimin, Soedharyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Sinar Grafika,

2007.

Page 95: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

83

Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan Perkawinan Khusus untuk

Anggota ABRI, POLRI, Pegawai Kejaksaan dan Pegawai Negeri Sipil,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam, Bandung: Citra Umbara, 2007.

Undang-undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Bandung: PT. Citra

Umbara, 2003.

Artikel Dari Internet

Abdulloh, Ali, “Hadhanah”, artikel diakses pada 11 Januari 2011 dari

http://aliabdulloh.blogspot.com.

Indolaw, “Keputusan Menteri Agama No. 71 Tahun 1976 Tentang Pembentukan

Cabang Mahkamah Islam”, artikel diakses pada 3 Desember 2010, dari

www.indolaw.net/Seiten/SachindexHead.html

Muttaqien, Dadang, “Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan

Agama Dalam Persfektif Sosiologi Hukum”, artikel diakses pada 3 Desember

2010 dari http://msi-uii.net.baca.asp?kategori=rubrik&menu=259

Pengadilan Agama Jakarta Barat, “Peraturan Dan Undang-undang Peradilan”, artikel

diakses pada 3 Desember 2010 dari http://pa-jakartabarat.go.id

Pengadilan Agama Jakarta Barat, “Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Jakarta

Barat”, artikel diakses pada 3 Desember 2010 dari http://pa-jakartabarat.go.id

Pengadilan Agama Jakarta Barat, “Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta

Barat”, artikel diakses pada 3 Desember 2010 dari http://pa-jakartabarat.go.id

Wawancara Dan Arsip

Arsip Pengadilan Agama Jakarta Barat, Putusan No. 228/Pdt.G/2009/PA.JB.

Laporan Pengadilan Agama Jakarta Barat Tahun 2009.

Wawancara pribadi dengan Ida Hamidah, Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat.

Jakarta, 7 Febuari 2011.

Page 96: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

84

PEDOMAN WAWANCARA

1. Sudah berapa lama ibu menjabat sebagai hakim?

2. Bagaimana proses penyelesaian perkara hadhanah selama ini yang anda

lakukan sebagai seorang hakim?

3. Perkara hadhanah biasanya diajukan setelah putusnya perkawinan, lalu

siapakah yang paling banyak dari pihak yang berperkara yang mengajukan

hak asuh anak?

4. Dalam menyelesaikan perkara hadhanah ini, butuh waktu berapa lama? Dan

perlu berapa kali sidang?

5. Apakah dalam menyelesaikan perkara hadhanah banyak hambatan alias

terulurnya waktu dalam memutuskan perkara?

6. Bagaimana pengalaman ibu selama menjadi hakim, apakah pernah mendapat

perkara hadhanah anak yang diberikan kepada bapak?

7. Menurut ibu hakim, faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan hak

hadhanah anak diberikan kepada pihak bapak bukan kepada pihak ibu?

8. Bagaimana metode ijtihad majelis hakim dalam menetapkan suatu keputusan

dalam putusan perkara nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB?

9. Apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim, sehingga hak hadhanah anak

belum mumayiz diberikan kepada bapak?

Page 97: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

85

HASIL WAWANCARA

Hari/ Tanggal : Senin, 7 Februari 2011

Waktu : 13.00-15.00 WIB

Tempat : Ruang Hakim IV Pengadilan Agama Jakarta Barat

Nama Responden : Dra. Ida Hamidah, MH

Jabatan : Hakim Pengadilan Agama Jakarta Barat

1. Sudah berapa lama ibu menjabat sebagai hakim?

Saya menjabat sebagai hakim selama 17 tahun yaitu mulai dari tahun 1993

sampai sekarang ini yaitu tahun 2010. Pada tahun 1993, saya menjabat

sebagai hakim di Pengadilan Agama Tangerang. Kemudian, pada tahun

2003, saya berpindah tugas ke Pengadilan Agama Jakarta Barat dan

menjabat sebagai hakim di Pengadilan Agama Jakarta Barat sampai saat ini.

2. Bagaimana proses penyelesaian perkara hadhanah selama ini yang anda

lakukan sebagai seorang hakim?

Perkara hadhanah ini terkadang diajukan dalam sebuah pokok perkara yaitu

apabila terjadi penyimpangan, seperti mengingkari sebuah kesepakatan, atau

salah satu pihak orang tua si anak dihalang-halangi untuk tidak bertemu

dengan anak. Sehingga, dengan pelarangan tersebut menyebabkan tidak

tercapainya kasih sayang orang tua kepada anak. Kemudian, ada juga

perkara hadhanah ini diajukan semata-mata demi menjaga kepentingan anak,

maka para pihak yaitu orang tua anak tersebut tidak ingin

Page 98: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

86

mempermasalahkan pengasuhan terhadap anak tersebut. Dengan kata lain,

pihak orang tua anak sepakat bahwa pengasuhan anak diberikan kepada

pihak manapun yang lebih berhak atas pengasuhannya baik pihak ibu

maupun pihak bapak.

Dalam pengasuhan anak, sebagaimana pasal 41 Undang-undang Nomor 1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan:

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:

a. Baik ibu atau bapak berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak Pengadilan memberi

keputusan.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan

pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan

tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan

bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan

biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas

istri.

Perkara hadhanah ini diajukan setelah putusnya perkawinan, dengan alasan

yang beraneka ragam, salah satunya yaitu karena si anak ditelantarkan

begitu saja oleh orang tua yang mengasuhnya. Adapun mengenai orang

yang berhak atas pengasuhan atau pemeliharaan anak yaitu melihat kepada

agama dan akhlak dari si pemegang hak asuh anak tersebut.

3. Perkara hadhanah biasanya diajukan setelah putusnya perkawinan, lalu

siapakah yang paling banyak dari pihak yang berperkara yang mengajukan

hak asuh anak?

Seimbang, antara pihak ibu maupun pihak bapak.

Page 99: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

87

Apabila cerai talak putusannya verstek, maka yang mengajukan adalah pihak

ibu dari anak tersebut. Pada umumnya, pihak ibu karena tidak sedikit pula

ibu yang meminta kepada Pengadilan agar hak asuh anak diberikan padanya.

4. Dalam menyelesaikan perkara hadhanah ini, butuh waktu berapa lama? Dan

perlu berapa kali sidang?

Sidang maraton dilakukan seperti biasa yaitu mulai dari mediasi, pembacaan

gugatan, jawaban tergugat, replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian,

kesimpulan, dan terakhir yaitu putusan. Dalam menyelesaikan perkara

hadhanah ini membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan, yaitu perkara masuk

ke Pengadilan pada bulan Februari dan diputus dengan Berkekuatan Hukum

Tetap pada bulan September.

5. Apakah dalam menyelesaikan perkara hadhanah banyak hambatan alias

terulurnya waktu dalam memutuskan perkara?

Hambatannya yaitu karena tempat tinggal tergugat jauh di luar wilayah

Jakarta Barat, yaitu di daerah Jakarta Selatan. Surat panggilan atau relaas

yang ditujukan kepada tergugat dikirim melalui pos selama satu bulan.

Namun, perkara hadhanah ini tidak terulur atau tepat waktu.

6. Bagaimana pengalaman ibu selama menjadi hakim, apakah pernah mendapat

perkara hadhanah anak yang diberikan kepada bapak?

Saya pernah memberikan putusan perkara hadhanah yakni memberikan hak

hadhanah anak kepada bapak, ketika putusan tersebut saya putuskan di

Pengadilan Agama Jakarta Barat.

Page 100: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

88

7. Menurut ibu hakim, faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan hak

hadhanah anak diberikan kepada pihak bapak bukan kepada pihak ibu?

Faktornya yaitu melihat kepada kepentingan si anak. Karena kepentingan

anak adalah hal yang paling utama. Bila kepentingan anak diabaikan oleh

orang tua yaitu si ibu maka boleh jadi hak hadhanah anak tersebut diberikan

kepada si bapak. Kemudian melihat kepada faktor sosiologis dan psikologis

anak tersebut. Kedekatan antara anak dengan bapaknya dapat menjadikan

suatu alasan yang menjadikan hak hadhanah diberikan kepada pihak bapak.

Selain itu juga, melihat kepada agama serta akhlak si pemegang hak

hadhanah tersebut karena pemegang hadhanah berkewajiban untuk

mengasuh serta mendidik anak menjadi baik.

8. Bagaimana metode ijtihad majelis hakim dalam menetapkan suatu keputusan

dalam putusan perkara nomor 228/Pdt.G/2009/PA.JB?

Hakim dalam memutuskan suatu perkara, berijtihad berdasarkan Al-Qur’an,

Sunnah Nabi SAW, dan menggunakan dasar pemikiran yang rasional yang

tidak bertentangan dengan syariat Islam serta menggunakan konsep

maslahah al-mursalah. Dilihat dari segi kemaslahatan anak. Anak tersebut

sudah sekolah dan merasa nyaman tinggal bersama bapaknya. Dan apabila

anak diasuh oleh ibunya akan menyengsarakan si anak, sebab dibutuhkan

waktu yang lama untuk anak beradaptasi dengan lingkungannya yang baru,

baik lingkungan di sekolah maupun di sekitarnya.

9. Apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim, sehingga hak hadhanah

anak belum mumayiz diberikan kepada bapak?

Page 101: PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK …...Skripsi yang berjudul “PENETAPAN HAK HADHANAH KEPADA BAPAK BAGI ANAK BELUM MUMAYIZ (Analisis Putusan Pengadilan Agama Jakarta Barat Perkara

89

1. Pertimbangannya yaitu mengedepankan kepentingan anak. Hal ini

merupakan paling utama yang harus dilakukan. Karena kepentingan

anak adalah hal yang paling penting dan harus diutamakan.

2. Pertimbangan yuridis dan normatif seperti merujuk kepada peraturan

perundang-undangan, yaitu pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan. Selain itu, Undang-undang No. 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak, meletakkan kewajiban memberikan

perlindungan kepada anak berdasarkan asas kepentingan bagi anak.

3. Pertimbangan psikologis dan sosiologis anak. Dalam kasus ini,

meskipun anak masih di bawah umur tetapi ia berada dalam

pemeliharaan bapaknya dan telah bersekolah, hubungan emosional anak

dengan bapaknya lebih erat dibandingkan dengan ibunya. maka secara

kejiwaan hakim bisa melihat hal tersebut.

4. Pertimbangan dari segi pemegang hadhanah anak. Adapun syarat-syarat

hadhanah antara lain:

1. Baligh dan berakal sehat.

2. Dewasa.

3. Mampu mendidik.

4. Amanah dan berakhlak.

5. Islam.

6. Ibunya belum menikah lagi.

7. Merdeka.