penerapan sistem material requirements planning (mrp
Embed Size (px)
TRANSCRIPT
Penerapan sistem material requirements planning (MRP) sebagai alat
untuk meningkatkan efisiensi biaya persediaan bahan baku pada PT.
Siantarjaya Ekatama Surabayabagaimana melakukan efisiensi pemakaian
bahan baku, maka terminologi yang
berhubungan dengan persediaan dan perencanaan kebutuhan persediaan akan
diuraikan definisinya satu per satu.
2.1 Persediaan
Persediaan adalah aktiva yang tersedia untuk dijua! dalam proses produksi,
dan atau dalam perjalanan, atau dalam bcntuk bahan. atau perlengkapan (supplies)
untuk digunakan dalam proses produksi (IAI, 1995; 142). Persediaan juga merupakan
sumber daya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut berupa
kegiatan produksi pada sistem manufaktur, pemasaran distribusi, atau kegiatan
konsumsi pangan paUa sistem rumah tangra (Nasutinn. 1996.1). Narnun, secara
umum dapat dikatakan. bahwa persediaan adalah suatu istiiah yang lrienunjukkan
segala sesuatu atau sumber daya orgamsasi yang disimpan cialam rangka
mengantisipasi untuk dapat memenuhi permintaan. haik •nlernai maupun eksterna!
(Handoko, 1996:333).
sesuai dengan kategorinya. Dalam sisiern ir.arraiakmr. persediaaa ciibcuakan nienjacii
tiga bentiik (Handoko, 1996, 334 i •
setengahjadi.
3. Barang jadi : hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada
konsumen.
Dua jenis bentuk persediaan lain yang terdapat dalam sistem manufaktur
adalah (Handoko, 1996; 335):
Persediaan ini adaiah barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi,
tidak merupakan bagian dari produk jadi, misalnya minyak pelumas, bahan bakar.
2. Komponen rakitan
Secara grafis, proses transformasi dari bentuk persediaan yang satu menjadi
bentuk persediaan yang lain dalam sistem manufaktur adaiah .
Gambar 2.1 Proses Transformasi Produksi
Sumbcr : Handoko, T.Hani, Dosur-dasar manajemen produksi dcm operasi, BPFE- Yogyakana, 1996: 332
i i
kondisi (Handoko, 1996; 335):
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive)
Permintaan akan suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera bila
barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang
dibutuhkan waktu, baik untuk pembuatannya ataupun untuk
mendatangkannya. Hal itn berarti bahwa adanya persediaan merupakan hal
yang sulit dihindarkan.
Ketidakpastian yang dimaksud adalah :
a. Adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun
waktu kedatangan.
b. Waktu pembuatan yang cenderung konstan antara satu produk dengan
produk yang lain.
c. Lead time yang cendemng tidak pasti karena berbagai faktor yang tidak
dapat dikendalikan sepenuhnya.
Ketidakpastian ini dapat diredam dengan persediaan pe'.gaman {safety stock)
yang akan digunakan jika permintaan melebihi peramalan, produksi iebih
rendah dari rencana atau lead time lebih panjang dari yang diperkirakan
semula.
untuk mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang di masa
mendatang.
11
persediaan adalah:
memindahkan produk dari suatu tingkat proses ke tingkat proses lainnya
yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan
2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan saru unit atau bagian membuat
jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.
Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi
perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah dan kemudian dijual
kembali. Oleh sebab itu, ketersediaan persediaan yang mencukupi akan menjamin
kelancaran operasi perusahaan karena faktor waktu (waktu henti) antara proses yang
satu dengan proses berikutnya dapat diminimumkan, bahkan dihilangkan sama sekali.
Hal inilah yang mendasari pentingnya manajemen persediaan dalam suatu
perusahaan. Persediaan dapat diminimumkan dengan mengadakan perencanaan
produksi yang iebih baik dan organisasi bagian produksi yang lebih efisien.
Mengingat banyaknya biaya yang terkait dengan persediaan, maka
pengendalian persediaan merupakan langkah penting dalam manajemen persediaan
untuk melakukan perhitungan berupa jumlaih optimal tingkat persediaan yang harus
ada serta waktu pemesanan kembali. Pengaturan dan pengawasan terhadap material,
barang dalam proses dan barang jadi merupakan bagian penting dalam sistem
produksi. Salah satu tujuan pokok dalam manajemen persediaan adalah untuk
mencari biaya yang optimal untuk pengadaan persediaan karena tingkat persediaan
(bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi) yang terlalu besar akan
mengakibatkan tingginya biaya produksi yarig akan dibebankan pada barang jadi.
Biaya-biaya yang terkait dengan persediaan tersebut meliputi (Handoko,
1996;336):
Biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tmggi. Biaya-biaya
yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanati temiasuk penerangan, pemanas atau
pendingin.
b. Biaya modal (opportunity cost ofcapital) yaitu alternatif pendapatan atas dana
yang diinvestasikan dalam persediaan.
h. Biaya penanganan persediaan
Biaya-biaya ini variabel bila bervariasi dengan tingkat persediaan. Bila biaya
fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap, maka tidak
dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan
13
biasanya berkisar antara 12%-40% dari harga barang. Untuk perusahaan
manufaktur biasanya biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25%.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost)
Biaya yang berhubungan dengan pemesanan dan pengadaan bahan, meliputi:
a. Pernrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
b. Upah
e. Biaya pengepakan dan penimbangan
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
g. Biaya pengiriman ke gudang
h. Biaya hutang lancar, dll
Secara normal, biaya per pesanan ( di luar biaya bahan dan potongan kuantitas )
tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, bila semakin banyak
komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode tumn,
maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per
periode (tahunan) adalah sama dengan jur.Jah pesanan yang dilakukan setiap
periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
2.2 Metode Pengendalian Persediaan
1 Metode pengendalian persediaan tradisional
Metode ini secara formal diperkenalkan oleh Wilson pada tahun 1929 dengan
mencoba mencari jawaban atas 3 pertanyaan dasar
14
a. Berapa jumlah barang yang harus dipesan untuk setiap kali pemesanan
(economic order quantity-EOQ)
b. Kapan saat pemesanan harus dilakukan (reorder point)
c. Berapa j umlah cadangan pengaman yang diperi ukan (safety stock)
Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama
daiam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persedian.
2. Metode perencanaan kebutuhan material (nuiterial requirentent planning-
MRP)
MRP diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960-an oleh Joseph Orlicky dari
J.I Case Company (McLeod, 1998,489) dan kemudian dikembangkan menjadi
MRP II pada tahun 1983 oleh Oliver Wight dan George Plossl, yang semula
Materia! Requirement Planmng diubah menjadi Manufacturing Resource
/7a«Hing(McLeod,1998;490)
mengidentifikasikan materi yang diperlukari dan jumlah serla tanggal
diperlukannva. Dalam be'; jrapa lahun ini. MRP telah menggantikan sistem
persediaan tradisionai karena walaupun sistem persediaan tradisiona! lebih
sederhana. namun menimbulkan hai yang tidak inenguntungkan, seperti biaya
pcrsediaan yang tmggi dan pengiriman barang yang tidak lepat waktu
(Rang.kuti.i9'-?5;j4i;. N.4RP bersifai komputer onented yang terdiri dari
sekumpuian prosedur, aturan-aturan keputusan dan seperangkat mekanisme
peucatata'i \ang dstyncan^ unruk snerwabafka;) jadwal mduk produksi
1.5
dengan manajemen matenul (McLeod, 1998;490).
2.3 DefmisiMRP
Terdapat beberapa macam defmisi dari sistem MRP. Menurut Rangkuti, MRP
merupakan suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan materiai untuk
produksi yang memerlukan beberapa tahapan atau proses, atau fase, atau suatu
rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah
(komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat
ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masing-masing komponen
suatu produk yang akan dibuat.(Rangkuti, 1996; 140)
Menurut Chase dan Aquilano, IvIRP adalah sistem yang menciptakan jadwal
yang mengidentifikasikan komponen-komponen khusus dan bahan baku yang
diperiukan untuk menghasilkan produk akhir perusahaan, jumlah sesungguhnya yang
diperlukan, tanggal pesanan bahan baku dilakukan dan diterima atau diselesaikan
dalam sikius produksi.(Chase,199' ;594)
Menurut Roger G. Schroeder, ada tiga perbedaan pandangan dari sistem MRP
yang digambarkan sebagai berikut: •
1. Sistem pengendalian persediaan
Sistem MRP adalah sistem pengendalian persediaan dimana melepaskan hasil
produksi dan membeli pesanan pada kuantitas yang tepat pada waktu yang tepat
untuk mendukungjadwai induk.
Sistem MRP adalah sistem informasi yang digunakan untuk merencanakan dan
mengontrol persediaan dan kapasitas pada perusahaan manufaktur. Hasil dari
pesanan akan diperiksa untuk melihat apakah kapasitas itu cukup memadai. Jika
kapasitas itu tidak cukup, maka kapasitas atau jadwal induk yang akan diubah.
Sistem ini mempunyai putaran arus balik antara pesanan dan jadwal induk untuk
menyesuaikan kapasitas yang memadai. Hasil dari sistem MRP ini disebut
closed-lvop system, yang mengontrol persediaan dan kapasitas.
Munculnya beraneka-ragam definisi tentang sistem MRP ini karena definisi-
definisi tersebut di atas digambarkan atau diuraikan sesuai dengan sudut pandang
masing-masing penulis. Namun dari definisi-definisi tersebut di atas, semuanya
mempunyai inti yang sama yaitu, bahwa MRP adalah merupakan suatu sistem
penjadwalan kebutuhan bahan baku berdasarkan tahap waktu untuk operasi produksi.
2.4 Pentingnya MRP
Perkembangan komputer telah mengurangi peran manajemen tradisional
karena kompu' zx mampu menangani serta mengolah informasi dalam volume besar
dengan kecepatan yang tinggi. Komputer juga mampu menyeleksi, memperbaiki,
babkan menghilangkan beberapa teknik tradisional yang sulit dipraktekkan, misalnya
untuk menentukan tingkat persediaan optimal untuk komponen yang mempunyai sifat
dependent.
Daiam upaya untuk memecahkan permasalahan apa, berapa banyak dan kapan
suatu barang dibutuhkan dan dipesan, terdapat 2 cara yang sangat berbeda
(Schroeder, 1993;630), yakni sistem tradisional dengan titik pemesanan kembali
{reorder point) dan perencanaan kebutuhan matenal (material reguirementplanning-
MRP). Reorder point sangat sesuai untuk mengelola jenis-jenis tertentu dan dapat
memecahkan problem kebutuhan barang. Falsafah yang digunakan dalam reurder
point adalah bahwa persediaan harus diisi kembali ketika persediaan tersebut telah
berada pada tingkat yang rendah. Sedangkan, MRP memesan sejumlah barang atau
persediaan sesuai dengan jadwal produksi. Oieh sebab itu, apabila tidak ada
kebutuhan untuk produksi, maka tidak akan ada pembelian barang walaupun
persediaan telah berada pada tingkat terendah. Perbandingan anatara sistem MRP
dengan sistem tradisional (reorderpoint) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Perbandingan MRP dan Sistem Reorder Point
Keterangan
MRP
Bergantung Kebutuhan Didasarkan pada jadwal induk produksi Pengendalian semua item Memenuhi kebutuhan produksi Diskret Lumpy. dapat diperkirakan Baban baku dan setengah jadi
Reorderpoint
Tidak bergantung Pemesanan kembali Didasarkan pada nformasi permintaan yang lalu Sistem ABC Memenuhi kebutuhan para pelanggan Sistem EOQ Randorn Bahan baku dan barang jadi
Suinber: Schroeder,Roger G.,Operations Management:Decision Making in the operations function, McGraw-Hill, 1993
MRP dapat mengatasi masalah-masalah kompleks dalam perseditan yang
memproduksi banyak produk. Masalah yang ditimbulkannya antara lain kebingungan
inefisiensi, pelayanan yang tidak memuaskan konsumen,dll. MRP lebih kompleks
pengelolaannya, namun akan menghasilkan banyak keuntungan seperti mengurangi
biaya gabungannya (inventory holding cost) karena biaya ini hanya sebesar materi
dan komponen yang dibutuhkan (Rangkuti, 1996; 141)
Penentuan kebutuhan material yang pasti dalam proses produksi akan
meminimalkan kerugian yang timbul dalam kaitannya dengan persediaan. Dengan
menggunakan pendekatan MRP untuk melakukan penjadwalan produksi, maka
perusahaan akan dapat mennetukan secara tepat perencanaan tanggai penyelesaian
pekerjaan yang realistis, pekerjaan dapat selesai tepat pada waktunya, janji kepada
konsumen dapat ditepati dan waktu tenggang pemesanan dapat dikurangi.
2.5 Tujuan dan Sasaran MRP
Tujuan utama sistem MRP adalah merancang suatu sistem yang mampu
menghasilkan informasi untuk melakukan aksi yang tepat (pembatalan pesanan,
pesan ulang, penjadwalan ulang). Aksi ini sekaligus merupakan pegangan untuk
melakukan pembelian atau produksi yang merupakan keputusan baru, atau
merupakan perbaikan atas keputusan yang lalu. Kondisi tersebut dapat
dimungkinkan karena kemarapuan sistem MRP yang menjadi ciri utamanya, yaitu:
/. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat kapan suatu pekerjaan harus
selesai (atau materiai harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk
' akhir yang sudah direncanakan da'am jadwal induk produksi (master productum
schedule)
19
akhir, MRP ciapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (pnoritas) untuk
memenuhi semua kebutuhan minima] setiap itetn.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan yang akan memberikan indikasi
kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu
dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik sendiri.
4. Menentukan penjadwalan uiang atau pembatalan atas jadwal yang sudah
direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi
untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan
prioritas pesanan yang reaiistik. Jika penjadwalan uiang ini masih tidak
memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan
harus dilakukan.
Dalam suatu sistem manufaktur, ada dua hal yang menjadi permasaiahan
utama, yaitu:
1. Apa yang dapat dibuat dengan kapasitas yang dipunyai (dengan kata lain
bagaimana jadwal induk produksi harus dibuat ?)
2. Barang apa yang harus dibuat atau berapa jumlah yang harus diproduksi ?
Keberhasiian suatu sistem tnanufaktiar sangat tergantung pada kemampuannya
mengontroi aliran bahan baku yang tepat, di suatu tempat yang tepat, pada saat yang
tepat untuk memenuhi jadwal pengiriman kepada konsumen (dengan lead time
sebagai pembatas), menekan jumlah persediaan seminimum mungkin, memelihara
20
tingkat pembebanan atas pekerjaan dan mesin dan pada akhimya untuk mencapai
efisiensi produksi yang optimum.
1. Pengurangan j umlah persediaan (inventury reductwri)
MRP mampu menentukan berapa banyak komponen yang dibutuhkan dan kapan
dibutuhkannya sehingga MRP membantu manajer dalam menyediakan informasi
mengenai komponen yang dibutuhkan. Dengan cara demikian, maka biaya
kelebihan persediaan termasuk biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat
dihindari.
2. Pengurangan produksi dan tenggang waktu pengiriman {rednction in production
and delivery lead time)
ketersediaan, perolehannya dan waktu produksi agar dapat diselesaikan sesuai
dengan pesanan.
Janji untuk memenuhi pengiriman barang dapat memberi kepuasan lebih kepada
konsumen dengan cara menentukan berapa lama suatu produk akan diselesaikan
dan kapan akan diseraiikan kepada pelanggan.
4. Meningkatkan etisiensi
diharapkan dapat ditentukan pula berana Iama suatu komponen yang digunakan
untuk membuat suatu produk dikerjakan dalam setiap lokasi produksi, sehingga
proses pengolahan di lokasi produksi tersebut dapat dilaksanakan tanpa
menunggu kiriman dari lokasi produksi yang lain. Kalaupun terjadi lead rime
diantara lokasi produksi tersebut, diusahakan semmirnai mungkm. Jadi. MRP
mampu menyediakan koordinasi yang erat antara berbagas macarn divisi kerja
[yvork centre) yang terlibat dalam proses produksi. Dengan demikian, produksi
dapat berjalan lebih efisien karena keterlibatan karyawan secara langsung dapat
dikurangi dan kegiatan interupsi produksi tanpa rencana dapat dikurangi. Dengan
MRP proses produksi dapat diatur secara rapi dan pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi.
2.6 Syarat dan Asumsi MRP
Agar MRP dapat berfungsi dan dapat dioperasskan dengan efisien, niaka ada
beberapa syarat dan asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Tersedianya Master Production Schedule (N'IPS)
MPS adalah suatu rencana yang detail yang menetapkan jumiah dan waktu suatu
produk akhir harus tersedia.
2. Tcrsedianya struktur produk
Struktur produk tidak periu memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan
suatu produk (apabila itemnya sar.gat banyak dan kompleks) tetapi struktur
produk harus mampu menggambarkan secara jelas langkah-langkah suatu produk
dibuat (proses produksi). Langkah-langkah tersebut dimulai uari bahan baku
sampai dengan produk jadi.
3. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan
keadaan persediaan barang sekarang dan yang direncanakan.
22
4. Lead time untuk semua item diketahui. paling tidak dapat diperkirakan.
5. Setiap item persediaan selalu ada dalam pengendalian. Dalani proses manufaktur,
ini berarti kita mampu memonitor setiap tahapan proses yang diaiami setiap item.
6. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu pesanan
untuk perakitan tersebut dilakukan.
7. Proses pembuatan suatu item mdependen terhadap proses pembuatan item lain.
Syarat dan asumsi-asumsi tersebut liarus diupayakan ada dengan melibatkan
pihak manajemen untuk memberikan informasi yang dibutuhkan agar sistem MRP
dapat diterapkan dengan baik. Namun kriteria utama untuk dapat diterapkannya MRP
yaitu adanya Master Production Schedule (MPS), karena MPS inilah yang
merupakan input utama yang menggerakkan sistem MRP. MPS ini dapat dikatakan
sebagai suatu acuan penyediaan informasi-informasi lain yang dibutuhkan oleh MRP.
Sistem MRP akan melaksanakan fungsinya sebagai pemesanan persediaan,
perencanaan prioritas dan perencanaan kebutuhan kapasitas dengan efisien, jika
MPS-nya reaiistis dan vaiid.
2.7.1 lnput Sistem MRP
Input atau masukan utama yang digunakan untuk keiancaran apiikasi sistem
MRP terdiri dari 3 masukan, yaitu :
1. Master Production Schedule (Jadwal Produksi Induk)
Pengembangan MPS yang bagus merupakan kunci utama di daiam perencanaan
dan pengendaiian manufaktur. Baik kapasitas maupun rnaterial yang produktif,
kedua-duanya harus tersedia sebelum proses produksi dimuiai. Perusahaan hams
menggunakan kedua sumber daya yang berharga ini secara efisien. TVtPS adalah
serangkaian kuantitas untuk setiap item yang akan diproduksi o!eh perusahaan
dalam jangka waktu tertentu, yang menunjukkan berapa banyak yang akan
diproduksi dan kapan diproduksi. Periode waktu dimana kuantitas item itu
ditunjukkan, menunjukkan bahwa kuantitas ini akan diselesaikan melalui operasi
final dala periode tersebut. Contoh dar: master schedule (jadwai induk)
ditunjukkan pada Tabel 2.2. Informasi yang terkandung di dalam muster schedule
ini dapat meliputi rencana untuk memproduksi item yang telah dipesan oleh
konsumen maupun rencana untuk memproduksi item berdasarkan ramalan
penjuaian.
Tabel diatas menunjukkan rencana berdasarkan kerangka waktu, yang sama
dengan 1 minggu. Sebagai contoh, perusahaan merencanakan untuk
menyelesaikan perakitan akhir dari produk X sebesar 100 unit pada minggu ke 7,
100 unit pada minggu ke 10 dan 100 unit pada minggu ke 12.
24
. Bill ofMatenak (Struktur produk)
Fi!e bill of matenals, juga disebut dengan fiie struktur produk, harus bensi
informasi yang mengidentitlkasikan semua kotnponen yang diperlukan untuk satu
dan sejumlah itern atau komponen akhir yang akan direncanakan meiaiui
penggunaan prograrn MRP. Bill of marerials untuk pemrosesan MRP harus lebih
dan sekedar suatu daftar yang berisi sernua bagian-bagian yang diperlukan; lebih
dari itu flie ini juga harus terstruktur untuk merefieksikan urut-urutan langkah
yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk. Bill of matenals dapat
dipandang mempunyai serangkaian level, dimana setiap level menggambarkan
tahap dalam memproduksi item akhir. Level tertmggi, atau level nol, dan bill qf
matehals menggambarkan proses perakitan akhir atau produk akhir. Level
berikutnya di bawah menggambarkan bagian rakitan {sub assembhes) yang
digabimgkan untuk membuat proses perakitan terakhir. Level berikutnya lagi
menggambarkan bagian-bagian (parts) yang diperlukan untuk membuat sub
assemblies, dan level di bawahnya !agi mungkin menggambarkan bahan baku
untuk membuat bagian-bagian (parts) tersebut.
Untuk mendukung pemrosesan MRP, setiap komponen pada setiap level dari bili
of'materials harus mempunyai nomor parts yang umk untuk proses identifikasi.
Identifikasi mi memudahkan komputer untuk mencan parent item (ilem pada
levcl di atasnya) dan untuk menentukan semua komponen yang diperlukan untuk
membuatnya. Gambar 2.2 merupakan contoh dari product structure tree. Gambar
ini memmjukkan bahwa produk X terbuat dari 1 vaatparts A, 1 unit parts B dan 3
uniiparts C. Purts A terbuat dari 6 \xnil purts D dan 1 unil parts E dengan lcad
25
time 1 minggu. Sedangkan parts E terbuat dari 60 unit parts F dengan 'lead time 1
minggu. Parts D lead time-nya. 4 minggu dan parts F lead time-nya 3 mmggu.
Parts B mempunyai leudtime 3 minggu. Sementara ituy?ar/.s C terbuat dari 1 unit
parts S, 1 unit parts T dan 2 unit /%r/.y U dengan lead time 2 minggu. Parts S
terbuat dari 25 unit parts V dengan lead time 2 minggu. Lead time urituk parts T
adalah 3 minggu,_pa/ts U 3 minggu da&pans V juga 3 mmggu.
Gambar 2.2 Product Structure Tree
Sumber : Dihvorth, James B.,Operatiom Management, McGraw-HilL 1997.
Data struktur produk disimpan sebagai data numerik supaya dapat diproses
dengan mudah oleh komputer. Biasanya struktur produk disimpan dalam
serangkaian smgle-level bill of materials, dimana berisi nomor tiap parts dan
3 Inventory Stutus f ile (Catatan Keadaan Sediaan)
Data dalara inv&iiory sialus Jile dapat berubah dengan cepat setiap kah program
MRP dijalankan Banyak mformasi pentmg yang disediakan MRP mengenai ltem
apa \ang harus dipesan. Derapa ban\ak \ang harus dipesan dan kapan pesanan
Tabel 2.3 Inventorv Status !• ile
Sumber Dilworth, Jdines B , (/perahon-, Mu?iagcrnerii, McGravv-Hi'.i, 1 v9"
27
harus dilakukan; dikembangkan dalam inventory status file. isi dari fiie ini
berubah seiring dengan berjalannya program MRP. Tabel 2.2 memperlihatkan
contoh inventory statusjila.
• Gross Requirements
Adalah kebutuhan kotor untuk suatu sistem MRP, yang terdin dari jumiah semua
kebutuhan item pada suatu periode waktu untuk produk akhir, sehingga
kebutuhan kotor akan menggambarkan jadwal produksi induk (MPS), tetapi untuk
dependent iiem, kebutahan kotor akan menunjukkan jumlah yang diperiukan
dalam tiap periode. Kebutuhan kotor daiam tiap periode sama dengan
perencanaan pengeiuaran pesanan {planned order releases) item yar.g berada pada
level yang lebih tinggi di atasnya, yang dikalikan dengan j umlah yang uiperlukan
oleh setiap item dengan level di atasnya tersebut.
• Scheduled Order Receipis
Adalah jadwal yang telah ditetapkan, dimana material yang sedang dipesan
diharapkan datang pada periode yang telah dijadwalkan.
• OnHand
Adalah jumlah unit yang diproyeksikan tersedia pada akhir tiap periode
berdasarkan pada saldo terkini, kebutuhan yang diproyeksikan dan penerimaan
yang dijadwalkan.
• Net Requiremen(s
menetapkan net requirements adalah sebagai berikut:
dimana : [NR]t - Kebutuhan bersih pada periode t
[GR]t = Kebutuhan kotor pada periode t
[SR]t = Jadwal penenmaan pada periode t
[OH]t-l = Persediaan di tangan pada periode t-1
• Planned Order Releases
Rencana pemesanan pada suatu tingkat, yang merupakan rencana kapan, dan
berapa banyak suatu item harus dipesan agar tersedia pada saat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan kotor pada tir.gkat tersebut. Rencana pemesanan pada suatu
level menentukan kebutuhan kotor pada tingkat di bawahnya. Ni'ai plunmd order
releases pada suatu penode sama dengan niiai mt requiremems untuk tiap
penode atau kerangka waktu (misal : mingguan) ditank mundur ke belakang
sebesar lead timc dari komponen tersebut. Misalnya : I.utd tirne untuk membuat
parts C adalah 2 minggu; jika jumlah net re.quirement\ dari parts C pada minggu
ke-6, makaplanned order rekases untuk parts C harus dibuat pada irmggu ke-4.
2.7.2 Output Sistem MRP
Rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar lead
time dari setiap komponen. Leadtime dari suatu item yang dibeii merupakan periode
antara pesanan dilakukan sampai barang diterima, sedangkan untuk produk yang
dibuat di pabrik sendiri, merapakan periode antara perintah item harus dibuat sampai
dengan seiesai diproses. Secara umum, output dari MRP adalah :
a. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan baik dari
pabrik sendiri maupun dari supplier.
b. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang.
c. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan.
d. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.
Output dari MRP dapat pula disebut suatu aksi yang merupakan tindakan atas
pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
2.8 Langkah-langkah Dasar Proses Pengolahan MRP
Adapun langkah-langkah mendasar pada proses MRP adalah sebagai berikut:
/. Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumiah kebutuhan bersih,
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan
persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang
diperlukan dalam proses kebutuhan bersih ini adaiah :
• Kebutuhan kotor untuk setiap periode
• Persediaan yang dimiiiki pada awal perencanaan
30
Pengertian kebutuhan kotor dalam pembahasan di sini mempunyai makna
tersendin. Kebutuhan kotor merupakan jumlah dari produk akbir yang akan
dikonsumsi. Umumnya pengertian diatas dimaksudkan untuk permintaan yang
independent atau sering dijumpai pada produk akhir. Sedangkan untuk
permintaan yang dependent dimana biasanya dijumpai pada tingkat komponen
kebutuhan kotor yang dihitung berdasarkan ttem induk yang berada pada tingkat
diatasnya, biasanya juga dikalikan oleh kelipatan-kehpatan tertentu yang sesuai
dengan yang dibutuhkan. Jadi kebutuhan kotor untuk tingkat komponen
merupakan gabungan dari rencana penode dan jadwal kebutuhan kotor untuk
setiap periode.
2. Lotting
Besamya jumlah setiap pesanan yang dilakukan setiap periode tertentu seringkali
disebut Lot Sizing (ukuran kelompok). Ukuran kelompok ini diperlukan karena
pemenuhan kebutuhan barang jadi harus didukung oieh pemenu'nan kebutuhan
bahan baku, sehingga ukuran kelompok ini akan mcmpengaruhi pula kebutuhan
bahan untuk setiap tingkat bahan. Ada berbagai tekmk yang dapat digunakan
untuk menentukan keiompok, yaitu :
Teknik ini meskipun tidak dimaksudkan untuk kondisi lingkungan MRP,
namun bila pemakai menghendaki, dapat dimasuklvan dalam sistem MRP.
Teknik EOQ ini didasarkan pada asumsi kontmuitas, tmgkat permintaan tetap,
sehingga EOQ ini dapat berjalan baik hanya biia permintaan aktuai mendekati
31
Lot For Lot adalah teknik yang paling umum. Teknik ini:
- menyediakan perencanaan pemesanan yang seialu sama dengan jumlah
kebutuhan bersih yang akan dipenuhi.
- meminimumkan carrying cosi
Teknik ini sangat dinamis karena menghitung kuantitas order dengan
membandingkan carrying cost dengan ordering cost dan berbagai macam ukuran
keiompok dan kemudian memilih kelompok mana yang jumiahnya hampir sama.
Teknik ini juga merupakan teknik triul & error dalam mcnentukan ukuran
kelompok dimana kuantitas yang memiliki total cost per periode paling keci'i
itulah yang dipilih.
Dari ketiga teknik lot sizing inilah akan dipiiih teknik mana yang paiing
menguntungkan bagi perusahaan dari segi biaya persediaan.
32
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana petmesanan daiam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya lot yang
diinginkan dengan besarnya lead time.
2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesulitan Proses MRP
Setiap sistem selalu memiliki keterbatasan yang akan mempengaruhi tingkat
kesulitan setelah sistem tersebut dioperasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kesulitan proses MRP menurut Schroeder (1993;645) adalah .
1. Struktur produk
Struktur produk yang rumit dan banyak tingkatnya akan membuat perhitungan
MRP semakin kompleks. Struktur produk yang kompleks terutama ke arah
vertikal akan membuat proses MRP (proses netting, lotting, dan offsetting)
berulang-uiang dilakukan satu per satu dari atas ke bavvah serta tingkat dem:
tingkat dan periode derni periode. Khusus untuk proses lottmg, penentuan ukuran
\ot pada tingkat yang lebih bawah membutuhkan tekmk-teknik yang sangat sulit
(tmriti level lot size iechnique). Dengan demikian, semakin kompieks struktur
produk, nnaka perhitungan proses MRP semakin kompleks pula.
2. Ukuran lot
Teknik penentuan ukuran lol yang paiing baik dan paiing tepat bagi suatu
perusahaan adaiah persoalan yang suln karena sangat tergantung pada
a. Variasi dari kebutuhan, bask dan segi jumlah maupun penodenya
b. Lamanya horizon perencanaan.
d. Perbandingan biaya pesan dengan biaya per unit.
3. Lead inve yang berbeda-beda
Salah satu data yang erat kaitannya dengan waktu adalah lead time yang akan
mempengaruhi proses offsetting. Suatu perakitan lidak dapat dilakukan apabila
komponen-komponen pembentuknya belum siap tersedia. Persoalannya inenjadi
seperli jaringan dimana perusahaan dihadapkan pada penentuan lintasan kritis,
saat paling awal atau paling lambat suatu komponen harus selesai.
4. Perubahan kebutuhan terhadap produk akhir dalam suatu horizon perencanaan.
Walaupun sistem MRP dirancang untuk peka terhadap perubahan-perubahan baik
perubahan dari luar (permintaan) maupun dari dalam (kapasitas), namun hal ini
bukan tidak menimbulkan masalah. Perubahan kebutuhan akan produk akhir tidak
hanya berpengaruh pada penentuan rencana pemesanan {timing), namun juga
akan mempengaruhi jumlah kebutuhan yang diinginkan sehingga harus
melakukan proses perhitungan ulang yang akan mengurangi efisiensi.
5. Komponen-komponen yang bersifat umum (commonality)
Komponen umum berarti komponen tersebut dibutuhkan oleh lebih dan satu
induk item. Komponen umum ini akan rnenimbulkan kesulitan pada proses
netting dan lotting. Proses lotting untuk komponen ini diperoleh dari semua induk
dengan terlebih dahulu menentukan rencana kebutuhan (waktu dan jumlah).
2.10 Implementasi Sistem MRP
Tidak semua penerapan sistem MRP berhasii dengan baik. Tingkat kemajuan
potensia! yang dapat direalisasi dan penerapan sistetn MRP tergantung pada
efektivitas dengan mana aktivitas produksi dan persediaan direncanakan dan
dikendalikan sebelum sistem MRP dikenalkan. Kesuksesan penerapan N4RP
membutuhkan :
untuk kesuksesan penggunaan MRP. Keuntimgan-keuntungan yang diperoleh jika hal
tersebut di atas dilakukan, antara lain :
• Pengurangan persediaan
Semua badan usaha manufaktur dan jasa dapat memperoleh manfaat dari
MRP jika diterapkan dan dioperasikan dengan tepat, tenr.asuk badan usaha besar dan
kecil serta semua jenis industri.
Dengan penerapan sistem MRP, akan membantu '."nanaieinen dalam
melaksanakan perencanaan dan pengendalian produksi, yaitu dengan mempelaian
output yang dihasilkan MRP. Sistein MRP juga memungkinkan snanajemen uniuk
3B
memonitor kinerja dari perencana persediaan, pembeli, pabrik dan supplier sebaik
memonitor financial or cost performance.
master index:
berhubungan dengan persediaan dan perencanaan kebutuhan persediaan akan
diuraikan definisinya satu per satu.
2.1 Persediaan
Persediaan adalah aktiva yang tersedia untuk dijua! dalam proses produksi,
dan atau dalam perjalanan, atau dalam bcntuk bahan. atau perlengkapan (supplies)
untuk digunakan dalam proses produksi (IAI, 1995; 142). Persediaan juga merupakan
sumber daya menganggur (idle resources) yang menunggu proses lebih lanjut berupa
kegiatan produksi pada sistem manufaktur, pemasaran distribusi, atau kegiatan
konsumsi pangan paUa sistem rumah tangra (Nasutinn. 1996.1). Narnun, secara
umum dapat dikatakan. bahwa persediaan adalah suatu istiiah yang lrienunjukkan
segala sesuatu atau sumber daya orgamsasi yang disimpan cialam rangka
mengantisipasi untuk dapat memenuhi permintaan. haik •nlernai maupun eksterna!
(Handoko, 1996:333).
sesuai dengan kategorinya. Dalam sisiern ir.arraiakmr. persediaaa ciibcuakan nienjacii
tiga bentiik (Handoko, 1996, 334 i •
setengahjadi.
3. Barang jadi : hasil akhir proses transformasi yang siap dipasarkan kepada
konsumen.
Dua jenis bentuk persediaan lain yang terdapat dalam sistem manufaktur
adalah (Handoko, 1996; 335):
Persediaan ini adaiah barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi,
tidak merupakan bagian dari produk jadi, misalnya minyak pelumas, bahan bakar.
2. Komponen rakitan
Secara grafis, proses transformasi dari bentuk persediaan yang satu menjadi
bentuk persediaan yang lain dalam sistem manufaktur adaiah .
Gambar 2.1 Proses Transformasi Produksi
Sumbcr : Handoko, T.Hani, Dosur-dasar manajemen produksi dcm operasi, BPFE- Yogyakana, 1996: 332
i i
kondisi (Handoko, 1996; 335):
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan (transaction motive)
Permintaan akan suatu barang tidak akan dapat dipenuhi dengan segera bila
barang tersebut tidak tersedia sebelumnya, karena untuk mengadakan barang
dibutuhkan waktu, baik untuk pembuatannya ataupun untuk
mendatangkannya. Hal itn berarti bahwa adanya persediaan merupakan hal
yang sulit dihindarkan.
Ketidakpastian yang dimaksud adalah :
a. Adanya permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun
waktu kedatangan.
b. Waktu pembuatan yang cenderung konstan antara satu produk dengan
produk yang lain.
c. Lead time yang cendemng tidak pasti karena berbagai faktor yang tidak
dapat dikendalikan sepenuhnya.
Ketidakpastian ini dapat diredam dengan persediaan pe'.gaman {safety stock)
yang akan digunakan jika permintaan melebihi peramalan, produksi iebih
rendah dari rencana atau lead time lebih panjang dari yang diperkirakan
semula.
untuk mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga barang di masa
mendatang.
11
persediaan adalah:
memindahkan produk dari suatu tingkat proses ke tingkat proses lainnya
yang disebut persediaan dalam proses dan pemindahan
2. Alasan organisasi, untuk memungkinkan saru unit atau bagian membuat
jadwal operasinya secara bebas, tidak tergantung dari yang lainnya.
Persediaan merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam operasi
perusahaan yang secara terus-menerus diperoleh, diubah dan kemudian dijual
kembali. Oleh sebab itu, ketersediaan persediaan yang mencukupi akan menjamin
kelancaran operasi perusahaan karena faktor waktu (waktu henti) antara proses yang
satu dengan proses berikutnya dapat diminimumkan, bahkan dihilangkan sama sekali.
Hal inilah yang mendasari pentingnya manajemen persediaan dalam suatu
perusahaan. Persediaan dapat diminimumkan dengan mengadakan perencanaan
produksi yang iebih baik dan organisasi bagian produksi yang lebih efisien.
Mengingat banyaknya biaya yang terkait dengan persediaan, maka
pengendalian persediaan merupakan langkah penting dalam manajemen persediaan
untuk melakukan perhitungan berupa jumlaih optimal tingkat persediaan yang harus
ada serta waktu pemesanan kembali. Pengaturan dan pengawasan terhadap material,
barang dalam proses dan barang jadi merupakan bagian penting dalam sistem
produksi. Salah satu tujuan pokok dalam manajemen persediaan adalah untuk
mencari biaya yang optimal untuk pengadaan persediaan karena tingkat persediaan
(bahan baku, barang dalam proses dan barang jadi) yang terlalu besar akan
mengakibatkan tingginya biaya produksi yarig akan dibebankan pada barang jadi.
Biaya-biaya yang terkait dengan persediaan tersebut meliputi (Handoko,
1996;336):
Biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak, atau rata-rata persediaan semakin tmggi. Biaya-biaya
yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah :
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanati temiasuk penerangan, pemanas atau
pendingin.
b. Biaya modal (opportunity cost ofcapital) yaitu alternatif pendapatan atas dana
yang diinvestasikan dalam persediaan.
h. Biaya penanganan persediaan
Biaya-biaya ini variabel bila bervariasi dengan tingkat persediaan. Bila biaya
fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap, maka tidak
dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan
13
biasanya berkisar antara 12%-40% dari harga barang. Untuk perusahaan
manufaktur biasanya biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25%.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost)
Biaya yang berhubungan dengan pemesanan dan pengadaan bahan, meliputi:
a. Pernrosesan pesanan dan biaya ekspedisi
b. Upah
e. Biaya pengepakan dan penimbangan
f. Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan
g. Biaya pengiriman ke gudang
h. Biaya hutang lancar, dll
Secara normal, biaya per pesanan ( di luar biaya bahan dan potongan kuantitas )
tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi, bila semakin banyak
komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode tumn,
maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per
periode (tahunan) adalah sama dengan jur.Jah pesanan yang dilakukan setiap
periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
2.2 Metode Pengendalian Persediaan
1 Metode pengendalian persediaan tradisional
Metode ini secara formal diperkenalkan oleh Wilson pada tahun 1929 dengan
mencoba mencari jawaban atas 3 pertanyaan dasar
14
a. Berapa jumlah barang yang harus dipesan untuk setiap kali pemesanan
(economic order quantity-EOQ)
b. Kapan saat pemesanan harus dilakukan (reorder point)
c. Berapa j umlah cadangan pengaman yang diperi ukan (safety stock)
Metode ini menggunakan matematika dan statistik sebagai alat bantu utama
daiam memecahkan masalah kuantitatif dalam sistem persedian.
2. Metode perencanaan kebutuhan material (nuiterial requirentent planning-
MRP)
MRP diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960-an oleh Joseph Orlicky dari
J.I Case Company (McLeod, 1998,489) dan kemudian dikembangkan menjadi
MRP II pada tahun 1983 oleh Oliver Wight dan George Plossl, yang semula
Materia! Requirement Planmng diubah menjadi Manufacturing Resource
/7a«Hing(McLeod,1998;490)
mengidentifikasikan materi yang diperlukari dan jumlah serla tanggal
diperlukannva. Dalam be'; jrapa lahun ini. MRP telah menggantikan sistem
persediaan tradisionai karena walaupun sistem persediaan tradisiona! lebih
sederhana. namun menimbulkan hai yang tidak inenguntungkan, seperti biaya
pcrsediaan yang tmggi dan pengiriman barang yang tidak lepat waktu
(Rang.kuti.i9'-?5;j4i;. N.4RP bersifai komputer onented yang terdiri dari
sekumpuian prosedur, aturan-aturan keputusan dan seperangkat mekanisme
peucatata'i \ang dstyncan^ unruk snerwabafka;) jadwal mduk produksi
1.5
dengan manajemen matenul (McLeod, 1998;490).
2.3 DefmisiMRP
Terdapat beberapa macam defmisi dari sistem MRP. Menurut Rangkuti, MRP
merupakan suatu sistem perencanaan dan penjadwalan kebutuhan materiai untuk
produksi yang memerlukan beberapa tahapan atau proses, atau fase, atau suatu
rencana produksi untuk sejumlah produk jadi yang diterjemahkan ke bahan mentah
(komponen) yang dibutuhkan dengan menggunakan waktu tenggang, sehingga dapat
ditentukan kapan dan berapa banyak yang dipesan untuk masing-masing komponen
suatu produk yang akan dibuat.(Rangkuti, 1996; 140)
Menurut Chase dan Aquilano, IvIRP adalah sistem yang menciptakan jadwal
yang mengidentifikasikan komponen-komponen khusus dan bahan baku yang
diperiukan untuk menghasilkan produk akhir perusahaan, jumlah sesungguhnya yang
diperlukan, tanggal pesanan bahan baku dilakukan dan diterima atau diselesaikan
dalam sikius produksi.(Chase,199' ;594)
Menurut Roger G. Schroeder, ada tiga perbedaan pandangan dari sistem MRP
yang digambarkan sebagai berikut: •
1. Sistem pengendalian persediaan
Sistem MRP adalah sistem pengendalian persediaan dimana melepaskan hasil
produksi dan membeli pesanan pada kuantitas yang tepat pada waktu yang tepat
untuk mendukungjadwai induk.
Sistem MRP adalah sistem informasi yang digunakan untuk merencanakan dan
mengontrol persediaan dan kapasitas pada perusahaan manufaktur. Hasil dari
pesanan akan diperiksa untuk melihat apakah kapasitas itu cukup memadai. Jika
kapasitas itu tidak cukup, maka kapasitas atau jadwal induk yang akan diubah.
Sistem ini mempunyai putaran arus balik antara pesanan dan jadwal induk untuk
menyesuaikan kapasitas yang memadai. Hasil dari sistem MRP ini disebut
closed-lvop system, yang mengontrol persediaan dan kapasitas.
Munculnya beraneka-ragam definisi tentang sistem MRP ini karena definisi-
definisi tersebut di atas digambarkan atau diuraikan sesuai dengan sudut pandang
masing-masing penulis. Namun dari definisi-definisi tersebut di atas, semuanya
mempunyai inti yang sama yaitu, bahwa MRP adalah merupakan suatu sistem
penjadwalan kebutuhan bahan baku berdasarkan tahap waktu untuk operasi produksi.
2.4 Pentingnya MRP
Perkembangan komputer telah mengurangi peran manajemen tradisional
karena kompu' zx mampu menangani serta mengolah informasi dalam volume besar
dengan kecepatan yang tinggi. Komputer juga mampu menyeleksi, memperbaiki,
babkan menghilangkan beberapa teknik tradisional yang sulit dipraktekkan, misalnya
untuk menentukan tingkat persediaan optimal untuk komponen yang mempunyai sifat
dependent.
Daiam upaya untuk memecahkan permasalahan apa, berapa banyak dan kapan
suatu barang dibutuhkan dan dipesan, terdapat 2 cara yang sangat berbeda
(Schroeder, 1993;630), yakni sistem tradisional dengan titik pemesanan kembali
{reorder point) dan perencanaan kebutuhan matenal (material reguirementplanning-
MRP). Reorder point sangat sesuai untuk mengelola jenis-jenis tertentu dan dapat
memecahkan problem kebutuhan barang. Falsafah yang digunakan dalam reurder
point adalah bahwa persediaan harus diisi kembali ketika persediaan tersebut telah
berada pada tingkat yang rendah. Sedangkan, MRP memesan sejumlah barang atau
persediaan sesuai dengan jadwal produksi. Oieh sebab itu, apabila tidak ada
kebutuhan untuk produksi, maka tidak akan ada pembelian barang walaupun
persediaan telah berada pada tingkat terendah. Perbandingan anatara sistem MRP
dengan sistem tradisional (reorderpoint) dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Perbandingan MRP dan Sistem Reorder Point
Keterangan
MRP
Bergantung Kebutuhan Didasarkan pada jadwal induk produksi Pengendalian semua item Memenuhi kebutuhan produksi Diskret Lumpy. dapat diperkirakan Baban baku dan setengah jadi
Reorderpoint
Tidak bergantung Pemesanan kembali Didasarkan pada nformasi permintaan yang lalu Sistem ABC Memenuhi kebutuhan para pelanggan Sistem EOQ Randorn Bahan baku dan barang jadi
Suinber: Schroeder,Roger G.,Operations Management:Decision Making in the operations function, McGraw-Hill, 1993
MRP dapat mengatasi masalah-masalah kompleks dalam perseditan yang
memproduksi banyak produk. Masalah yang ditimbulkannya antara lain kebingungan
inefisiensi, pelayanan yang tidak memuaskan konsumen,dll. MRP lebih kompleks
pengelolaannya, namun akan menghasilkan banyak keuntungan seperti mengurangi
biaya gabungannya (inventory holding cost) karena biaya ini hanya sebesar materi
dan komponen yang dibutuhkan (Rangkuti, 1996; 141)
Penentuan kebutuhan material yang pasti dalam proses produksi akan
meminimalkan kerugian yang timbul dalam kaitannya dengan persediaan. Dengan
menggunakan pendekatan MRP untuk melakukan penjadwalan produksi, maka
perusahaan akan dapat mennetukan secara tepat perencanaan tanggai penyelesaian
pekerjaan yang realistis, pekerjaan dapat selesai tepat pada waktunya, janji kepada
konsumen dapat ditepati dan waktu tenggang pemesanan dapat dikurangi.
2.5 Tujuan dan Sasaran MRP
Tujuan utama sistem MRP adalah merancang suatu sistem yang mampu
menghasilkan informasi untuk melakukan aksi yang tepat (pembatalan pesanan,
pesan ulang, penjadwalan ulang). Aksi ini sekaligus merupakan pegangan untuk
melakukan pembelian atau produksi yang merupakan keputusan baru, atau
merupakan perbaikan atas keputusan yang lalu. Kondisi tersebut dapat
dimungkinkan karena kemarapuan sistem MRP yang menjadi ciri utamanya, yaitu:
/. Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat kapan suatu pekerjaan harus
selesai (atau materiai harus tersedia) untuk memenuhi permintaan atas produk
' akhir yang sudah direncanakan da'am jadwal induk produksi (master productum
schedule)
19
akhir, MRP ciapat menentukan secara tepat sistem penjadwalan (pnoritas) untuk
memenuhi semua kebutuhan minima] setiap itetn.
3. Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan yang akan memberikan indikasi
kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan. Pemesanan perlu
dilakukan lewat pembelian atau dibuat di pabrik sendiri.
4. Menentukan penjadwalan uiang atau pembatalan atas jadwal yang sudah
direncanakan. Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang
dijadwalkan pada waktu yang diinginkan, maka MRP dapat memberikan indikasi
untuk melakukan rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan
prioritas pesanan yang reaiistik. Jika penjadwalan uiang ini masih tidak
memungkinkan untuk memenuhi pesanan, maka pembatalan atas suatu pesanan
harus dilakukan.
Dalam suatu sistem manufaktur, ada dua hal yang menjadi permasaiahan
utama, yaitu:
1. Apa yang dapat dibuat dengan kapasitas yang dipunyai (dengan kata lain
bagaimana jadwal induk produksi harus dibuat ?)
2. Barang apa yang harus dibuat atau berapa jumlah yang harus diproduksi ?
Keberhasiian suatu sistem tnanufaktiar sangat tergantung pada kemampuannya
mengontroi aliran bahan baku yang tepat, di suatu tempat yang tepat, pada saat yang
tepat untuk memenuhi jadwal pengiriman kepada konsumen (dengan lead time
sebagai pembatas), menekan jumlah persediaan seminimum mungkin, memelihara
20
tingkat pembebanan atas pekerjaan dan mesin dan pada akhimya untuk mencapai
efisiensi produksi yang optimum.
1. Pengurangan j umlah persediaan (inventury reductwri)
MRP mampu menentukan berapa banyak komponen yang dibutuhkan dan kapan
dibutuhkannya sehingga MRP membantu manajer dalam menyediakan informasi
mengenai komponen yang dibutuhkan. Dengan cara demikian, maka biaya
kelebihan persediaan termasuk biaya pemesanan dan biaya penyimpanan dapat
dihindari.
2. Pengurangan produksi dan tenggang waktu pengiriman {rednction in production
and delivery lead time)
ketersediaan, perolehannya dan waktu produksi agar dapat diselesaikan sesuai
dengan pesanan.
Janji untuk memenuhi pengiriman barang dapat memberi kepuasan lebih kepada
konsumen dengan cara menentukan berapa lama suatu produk akan diselesaikan
dan kapan akan diseraiikan kepada pelanggan.
4. Meningkatkan etisiensi
diharapkan dapat ditentukan pula berana Iama suatu komponen yang digunakan
untuk membuat suatu produk dikerjakan dalam setiap lokasi produksi, sehingga
proses pengolahan di lokasi produksi tersebut dapat dilaksanakan tanpa
menunggu kiriman dari lokasi produksi yang lain. Kalaupun terjadi lead rime
diantara lokasi produksi tersebut, diusahakan semmirnai mungkm. Jadi. MRP
mampu menyediakan koordinasi yang erat antara berbagas macarn divisi kerja
[yvork centre) yang terlibat dalam proses produksi. Dengan demikian, produksi
dapat berjalan lebih efisien karena keterlibatan karyawan secara langsung dapat
dikurangi dan kegiatan interupsi produksi tanpa rencana dapat dikurangi. Dengan
MRP proses produksi dapat diatur secara rapi dan pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi.
2.6 Syarat dan Asumsi MRP
Agar MRP dapat berfungsi dan dapat dioperasskan dengan efisien, niaka ada
beberapa syarat dan asumsi yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Tersedianya Master Production Schedule (N'IPS)
MPS adalah suatu rencana yang detail yang menetapkan jumiah dan waktu suatu
produk akhir harus tersedia.
2. Tcrsedianya struktur produk
Struktur produk tidak periu memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan
suatu produk (apabila itemnya sar.gat banyak dan kompleks) tetapi struktur
produk harus mampu menggambarkan secara jelas langkah-langkah suatu produk
dibuat (proses produksi). Langkah-langkah tersebut dimulai uari bahan baku
sampai dengan produk jadi.
3. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan
keadaan persediaan barang sekarang dan yang direncanakan.
22
4. Lead time untuk semua item diketahui. paling tidak dapat diperkirakan.
5. Setiap item persediaan selalu ada dalam pengendalian. Dalani proses manufaktur,
ini berarti kita mampu memonitor setiap tahapan proses yang diaiami setiap item.
6. Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu pesanan
untuk perakitan tersebut dilakukan.
7. Proses pembuatan suatu item mdependen terhadap proses pembuatan item lain.
Syarat dan asumsi-asumsi tersebut liarus diupayakan ada dengan melibatkan
pihak manajemen untuk memberikan informasi yang dibutuhkan agar sistem MRP
dapat diterapkan dengan baik. Namun kriteria utama untuk dapat diterapkannya MRP
yaitu adanya Master Production Schedule (MPS), karena MPS inilah yang
merupakan input utama yang menggerakkan sistem MRP. MPS ini dapat dikatakan
sebagai suatu acuan penyediaan informasi-informasi lain yang dibutuhkan oleh MRP.
Sistem MRP akan melaksanakan fungsinya sebagai pemesanan persediaan,
perencanaan prioritas dan perencanaan kebutuhan kapasitas dengan efisien, jika
MPS-nya reaiistis dan vaiid.
2.7.1 lnput Sistem MRP
Input atau masukan utama yang digunakan untuk keiancaran apiikasi sistem
MRP terdiri dari 3 masukan, yaitu :
1. Master Production Schedule (Jadwal Produksi Induk)
Pengembangan MPS yang bagus merupakan kunci utama di daiam perencanaan
dan pengendaiian manufaktur. Baik kapasitas maupun rnaterial yang produktif,
kedua-duanya harus tersedia sebelum proses produksi dimuiai. Perusahaan hams
menggunakan kedua sumber daya yang berharga ini secara efisien. TVtPS adalah
serangkaian kuantitas untuk setiap item yang akan diproduksi o!eh perusahaan
dalam jangka waktu tertentu, yang menunjukkan berapa banyak yang akan
diproduksi dan kapan diproduksi. Periode waktu dimana kuantitas item itu
ditunjukkan, menunjukkan bahwa kuantitas ini akan diselesaikan melalui operasi
final dala periode tersebut. Contoh dar: master schedule (jadwai induk)
ditunjukkan pada Tabel 2.2. Informasi yang terkandung di dalam muster schedule
ini dapat meliputi rencana untuk memproduksi item yang telah dipesan oleh
konsumen maupun rencana untuk memproduksi item berdasarkan ramalan
penjuaian.
Tabel diatas menunjukkan rencana berdasarkan kerangka waktu, yang sama
dengan 1 minggu. Sebagai contoh, perusahaan merencanakan untuk
menyelesaikan perakitan akhir dari produk X sebesar 100 unit pada minggu ke 7,
100 unit pada minggu ke 10 dan 100 unit pada minggu ke 12.
24
. Bill ofMatenak (Struktur produk)
Fi!e bill of matenals, juga disebut dengan fiie struktur produk, harus bensi
informasi yang mengidentitlkasikan semua kotnponen yang diperlukan untuk satu
dan sejumlah itern atau komponen akhir yang akan direncanakan meiaiui
penggunaan prograrn MRP. Bill of marerials untuk pemrosesan MRP harus lebih
dan sekedar suatu daftar yang berisi sernua bagian-bagian yang diperlukan; lebih
dari itu flie ini juga harus terstruktur untuk merefieksikan urut-urutan langkah
yang diperlukan untuk memproduksi suatu produk. Bill of matenals dapat
dipandang mempunyai serangkaian level, dimana setiap level menggambarkan
tahap dalam memproduksi item akhir. Level tertmggi, atau level nol, dan bill qf
matehals menggambarkan proses perakitan akhir atau produk akhir. Level
berikutnya di bawah menggambarkan bagian rakitan {sub assembhes) yang
digabimgkan untuk membuat proses perakitan terakhir. Level berikutnya lagi
menggambarkan bagian-bagian (parts) yang diperlukan untuk membuat sub
assemblies, dan level di bawahnya !agi mungkin menggambarkan bahan baku
untuk membuat bagian-bagian (parts) tersebut.
Untuk mendukung pemrosesan MRP, setiap komponen pada setiap level dari bili
of'materials harus mempunyai nomor parts yang umk untuk proses identifikasi.
Identifikasi mi memudahkan komputer untuk mencan parent item (ilem pada
levcl di atasnya) dan untuk menentukan semua komponen yang diperlukan untuk
membuatnya. Gambar 2.2 merupakan contoh dari product structure tree. Gambar
ini memmjukkan bahwa produk X terbuat dari 1 vaatparts A, 1 unit parts B dan 3
uniiparts C. Purts A terbuat dari 6 \xnil purts D dan 1 unil parts E dengan lcad
25
time 1 minggu. Sedangkan parts E terbuat dari 60 unit parts F dengan 'lead time 1
minggu. Parts D lead time-nya. 4 minggu dan parts F lead time-nya 3 mmggu.
Parts B mempunyai leudtime 3 minggu. Sementara ituy?ar/.s C terbuat dari 1 unit
parts S, 1 unit parts T dan 2 unit /%r/.y U dengan lead time 2 minggu. Parts S
terbuat dari 25 unit parts V dengan lead time 2 minggu. Lead time urituk parts T
adalah 3 minggu,_pa/ts U 3 minggu da&pans V juga 3 mmggu.
Gambar 2.2 Product Structure Tree
Sumber : Dihvorth, James B.,Operatiom Management, McGraw-HilL 1997.
Data struktur produk disimpan sebagai data numerik supaya dapat diproses
dengan mudah oleh komputer. Biasanya struktur produk disimpan dalam
serangkaian smgle-level bill of materials, dimana berisi nomor tiap parts dan
3 Inventory Stutus f ile (Catatan Keadaan Sediaan)
Data dalara inv&iiory sialus Jile dapat berubah dengan cepat setiap kah program
MRP dijalankan Banyak mformasi pentmg yang disediakan MRP mengenai ltem
apa \ang harus dipesan. Derapa ban\ak \ang harus dipesan dan kapan pesanan
Tabel 2.3 Inventorv Status !• ile
Sumber Dilworth, Jdines B , (/perahon-, Mu?iagcrnerii, McGravv-Hi'.i, 1 v9"
27
harus dilakukan; dikembangkan dalam inventory status file. isi dari fiie ini
berubah seiring dengan berjalannya program MRP. Tabel 2.2 memperlihatkan
contoh inventory statusjila.
• Gross Requirements
Adalah kebutuhan kotor untuk suatu sistem MRP, yang terdin dari jumiah semua
kebutuhan item pada suatu periode waktu untuk produk akhir, sehingga
kebutuhan kotor akan menggambarkan jadwal produksi induk (MPS), tetapi untuk
dependent iiem, kebutahan kotor akan menunjukkan jumlah yang diperiukan
dalam tiap periode. Kebutuhan kotor daiam tiap periode sama dengan
perencanaan pengeiuaran pesanan {planned order releases) item yar.g berada pada
level yang lebih tinggi di atasnya, yang dikalikan dengan j umlah yang uiperlukan
oleh setiap item dengan level di atasnya tersebut.
• Scheduled Order Receipis
Adalah jadwal yang telah ditetapkan, dimana material yang sedang dipesan
diharapkan datang pada periode yang telah dijadwalkan.
• OnHand
Adalah jumlah unit yang diproyeksikan tersedia pada akhir tiap periode
berdasarkan pada saldo terkini, kebutuhan yang diproyeksikan dan penerimaan
yang dijadwalkan.
• Net Requiremen(s
menetapkan net requirements adalah sebagai berikut:
dimana : [NR]t - Kebutuhan bersih pada periode t
[GR]t = Kebutuhan kotor pada periode t
[SR]t = Jadwal penenmaan pada periode t
[OH]t-l = Persediaan di tangan pada periode t-1
• Planned Order Releases
Rencana pemesanan pada suatu tingkat, yang merupakan rencana kapan, dan
berapa banyak suatu item harus dipesan agar tersedia pada saat dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan kotor pada tir.gkat tersebut. Rencana pemesanan pada suatu
level menentukan kebutuhan kotor pada tingkat di bawahnya. Ni'ai plunmd order
releases pada suatu penode sama dengan niiai mt requiremems untuk tiap
penode atau kerangka waktu (misal : mingguan) ditank mundur ke belakang
sebesar lead timc dari komponen tersebut. Misalnya : I.utd tirne untuk membuat
parts C adalah 2 minggu; jika jumlah net re.quirement\ dari parts C pada minggu
ke-6, makaplanned order rekases untuk parts C harus dibuat pada irmggu ke-4.
2.7.2 Output Sistem MRP
Rencana pemesanan merupakan output dari MRP yang dibuat atas dasar lead
time dari setiap komponen. Leadtime dari suatu item yang dibeii merupakan periode
antara pesanan dilakukan sampai barang diterima, sedangkan untuk produk yang
dibuat di pabrik sendiri, merapakan periode antara perintah item harus dibuat sampai
dengan seiesai diproses. Secara umum, output dari MRP adalah :
a. Memberikan catatan tentang pesanan penjadwalan yang harus dilakukan baik dari
pabrik sendiri maupun dari supplier.
b. Memberikan indikasi untuk penjadwalan ulang.
c. Memberikan indikasi untuk pembatalan atas pesanan.
d. Memberikan indikasi untuk keadaan persediaan.
Output dari MRP dapat pula disebut suatu aksi yang merupakan tindakan atas
pengendalian persediaan dan penjadwalan produksi.
2.8 Langkah-langkah Dasar Proses Pengolahan MRP
Adapun langkah-langkah mendasar pada proses MRP adalah sebagai berikut:
/. Netting
Netting adalah proses perhitungan untuk menetapkan jumiah kebutuhan bersih,
yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan
persediaan (yang ada dalam persediaan dan yang sedang dipesan). Data yang
diperlukan dalam proses kebutuhan bersih ini adaiah :
• Kebutuhan kotor untuk setiap periode
• Persediaan yang dimiiiki pada awal perencanaan
30
Pengertian kebutuhan kotor dalam pembahasan di sini mempunyai makna
tersendin. Kebutuhan kotor merupakan jumlah dari produk akbir yang akan
dikonsumsi. Umumnya pengertian diatas dimaksudkan untuk permintaan yang
independent atau sering dijumpai pada produk akhir. Sedangkan untuk
permintaan yang dependent dimana biasanya dijumpai pada tingkat komponen
kebutuhan kotor yang dihitung berdasarkan ttem induk yang berada pada tingkat
diatasnya, biasanya juga dikalikan oleh kelipatan-kehpatan tertentu yang sesuai
dengan yang dibutuhkan. Jadi kebutuhan kotor untuk tingkat komponen
merupakan gabungan dari rencana penode dan jadwal kebutuhan kotor untuk
setiap periode.
2. Lotting
Besamya jumlah setiap pesanan yang dilakukan setiap periode tertentu seringkali
disebut Lot Sizing (ukuran kelompok). Ukuran kelompok ini diperlukan karena
pemenuhan kebutuhan barang jadi harus didukung oieh pemenu'nan kebutuhan
bahan baku, sehingga ukuran kelompok ini akan mcmpengaruhi pula kebutuhan
bahan untuk setiap tingkat bahan. Ada berbagai tekmk yang dapat digunakan
untuk menentukan keiompok, yaitu :
Teknik ini meskipun tidak dimaksudkan untuk kondisi lingkungan MRP,
namun bila pemakai menghendaki, dapat dimasuklvan dalam sistem MRP.
Teknik EOQ ini didasarkan pada asumsi kontmuitas, tmgkat permintaan tetap,
sehingga EOQ ini dapat berjalan baik hanya biia permintaan aktuai mendekati
31
Lot For Lot adalah teknik yang paling umum. Teknik ini:
- menyediakan perencanaan pemesanan yang seialu sama dengan jumlah
kebutuhan bersih yang akan dipenuhi.
- meminimumkan carrying cosi
Teknik ini sangat dinamis karena menghitung kuantitas order dengan
membandingkan carrying cost dengan ordering cost dan berbagai macam ukuran
keiompok dan kemudian memilih kelompok mana yang jumiahnya hampir sama.
Teknik ini juga merupakan teknik triul & error dalam mcnentukan ukuran
kelompok dimana kuantitas yang memiliki total cost per periode paling keci'i
itulah yang dipilih.
Dari ketiga teknik lot sizing inilah akan dipiiih teknik mana yang paiing
menguntungkan bagi perusahaan dari segi biaya persediaan.
32
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana petmesanan daiam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya lot yang
diinginkan dengan besarnya lead time.
2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesulitan Proses MRP
Setiap sistem selalu memiliki keterbatasan yang akan mempengaruhi tingkat
kesulitan setelah sistem tersebut dioperasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kesulitan proses MRP menurut Schroeder (1993;645) adalah .
1. Struktur produk
Struktur produk yang rumit dan banyak tingkatnya akan membuat perhitungan
MRP semakin kompleks. Struktur produk yang kompleks terutama ke arah
vertikal akan membuat proses MRP (proses netting, lotting, dan offsetting)
berulang-uiang dilakukan satu per satu dari atas ke bavvah serta tingkat dem:
tingkat dan periode derni periode. Khusus untuk proses lottmg, penentuan ukuran
\ot pada tingkat yang lebih bawah membutuhkan tekmk-teknik yang sangat sulit
(tmriti level lot size iechnique). Dengan demikian, semakin kompieks struktur
produk, nnaka perhitungan proses MRP semakin kompleks pula.
2. Ukuran lot
Teknik penentuan ukuran lol yang paiing baik dan paiing tepat bagi suatu
perusahaan adaiah persoalan yang suln karena sangat tergantung pada
a. Variasi dari kebutuhan, bask dan segi jumlah maupun penodenya
b. Lamanya horizon perencanaan.
d. Perbandingan biaya pesan dengan biaya per unit.
3. Lead inve yang berbeda-beda
Salah satu data yang erat kaitannya dengan waktu adalah lead time yang akan
mempengaruhi proses offsetting. Suatu perakitan lidak dapat dilakukan apabila
komponen-komponen pembentuknya belum siap tersedia. Persoalannya inenjadi
seperli jaringan dimana perusahaan dihadapkan pada penentuan lintasan kritis,
saat paling awal atau paling lambat suatu komponen harus selesai.
4. Perubahan kebutuhan terhadap produk akhir dalam suatu horizon perencanaan.
Walaupun sistem MRP dirancang untuk peka terhadap perubahan-perubahan baik
perubahan dari luar (permintaan) maupun dari dalam (kapasitas), namun hal ini
bukan tidak menimbulkan masalah. Perubahan kebutuhan akan produk akhir tidak
hanya berpengaruh pada penentuan rencana pemesanan {timing), namun juga
akan mempengaruhi jumlah kebutuhan yang diinginkan sehingga harus
melakukan proses perhitungan ulang yang akan mengurangi efisiensi.
5. Komponen-komponen yang bersifat umum (commonality)
Komponen umum berarti komponen tersebut dibutuhkan oleh lebih dan satu
induk item. Komponen umum ini akan rnenimbulkan kesulitan pada proses
netting dan lotting. Proses lotting untuk komponen ini diperoleh dari semua induk
dengan terlebih dahulu menentukan rencana kebutuhan (waktu dan jumlah).
2.10 Implementasi Sistem MRP
Tidak semua penerapan sistem MRP berhasii dengan baik. Tingkat kemajuan
potensia! yang dapat direalisasi dan penerapan sistetn MRP tergantung pada
efektivitas dengan mana aktivitas produksi dan persediaan direncanakan dan
dikendalikan sebelum sistem MRP dikenalkan. Kesuksesan penerapan N4RP
membutuhkan :
untuk kesuksesan penggunaan MRP. Keuntimgan-keuntungan yang diperoleh jika hal
tersebut di atas dilakukan, antara lain :
• Pengurangan persediaan
Semua badan usaha manufaktur dan jasa dapat memperoleh manfaat dari
MRP jika diterapkan dan dioperasikan dengan tepat, tenr.asuk badan usaha besar dan
kecil serta semua jenis industri.
Dengan penerapan sistem MRP, akan membantu '."nanaieinen dalam
melaksanakan perencanaan dan pengendalian produksi, yaitu dengan mempelaian
output yang dihasilkan MRP. Sistein MRP juga memungkinkan snanajemen uniuk
3B
memonitor kinerja dari perencana persediaan, pembeli, pabrik dan supplier sebaik
memonitor financial or cost performance.
master index: