penerapan responsibility to protect dalam …digilib.unila.ac.id/31650/20/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
PENERAPAN RESPONSIBILITY TO PROTECT DALAM
PENYELESAIAN KRISIS KEMANUSIAAN DI REPUBLIK AFRIKA
TENGAH OLEH PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
SKRIPSI
Oleh:
PARULIAN YUSUF S.
.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENERAPAN RESPOSIBILITY TO PROTECT DALAM PENYELESAIAN
KRISIS KEMANUSIAAN DI REPUBLIK AFRIKA TENGAH OLEH
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
oleh
Parulian Yusuf S.
Kedaulatan memberikan negara kemampuan untuk melaksanakan kewenangannya
menjalankan pemerintahan dan kewajibannya untuk melindungi warga negaranya
dari ancaman kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang, dan pembersihan etnis. Peristiwa krisis kemanusiaan terjadi di Republik
Afrika Tengah,dimana pemerintah Republik Afrika Tengah tidak mampu
menghentikan pemberontakan yang timbul di wilayah teritorialnya. Pemberontak
Seleka dan Anti-Balaka terlibat dalam perang saudara di Republik Afrika Tengah.
Pemberontak Seleka menyerang penduduk mayoritas Kristen dan Anti-Balaka
menyerang minoritas Muslim. Hal ini menjadi keprihatinan masyarakat
internasional dan mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengambil tindakan untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di Republik Afrika
Tengah berdasarkan Responsibility to Protect.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana kedudukan Responsibility to
Protectdan Penerapan Responsibility to Protect dalam penyelesaian krisis
kemanusiaan di Republik Afrika Tengah. Untuk menjawab permasalahan tersebut,
penulis melakukan penelitian hukum normatif dengan sumber data sekunderyang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier serta menggunakan teknik studi
kepustakaaan sebagai metode pengumpulan data. Pengolahan data dari penelitian
ini adalah melalui analisis terhadap Responsibility to Protect dengan pendekatan
General Theory of Law and State dan penerapanResponsibility to Protect melalui
resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Responsibility to Protect merupakan doktrin
hukum internasional yang menganalisis kasus dengan melakukan pemetaan dan
tafsiran, sistematisasi hukum di bawah prinsip-prinsip hukum umum yang abstrak,
dan mengembangkan filosofis moral, filsafat keadilan dan untuk memperkuat
resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam
negeri suatu negara yang berkaitan dengan konflik yang mengancam perdamaian
dan keamanan.Penerapan Responsibility to Protect oleh Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Afrika Tengah melalui 11 (sebelas)
resolusi Dewan Keamanan. Di dalam resolusi-resolusi tersebut terdapat 2 (dua)
indikator dan 3 (tiga) unsur Responsibility to Protect yaitu Responsibility to
Prevent, Responsibility to React dan Responsibility to Rebuild.
Kata Kunci: Responsibility to Protect, Krisis Kemanusiaan, Republik Afrika
Tengah, Perserikatan Bangsa-Bangsa.
ABSTRACT
IMPLEMENTATION OF RESPOSIBILITY TO PROTECT IN THE
SETTLEMENT OF HUMANITARIAN CRISIS IN THE CENTRAL
AFRICAN REPUBLIC BY THE UNITED NATIONS
by
Parulian Yusuf S.
Sovereignty gives the state the ability to execute its authority which administers
the government and its obligations to protect citizens from the threat of genocide,
crimes against humanity, war crimes, and ethnic cleansing. The humanitarian
crisis occurred in Central African Republic is an example of the government’s
inability to stop the insurgency arising in its territory. Seleka and Anti-Balaka
rebels were involved in the civil war of the Central African Republic. Seleka
rebels previously attacked predominant Christians which lead to Anti-Balaka
population attacking Muslim minorities. This became a concern to the
international community, hence encourages the United Nations Security Council
to take action in resolving the humanitarian crisis occurred in the Central African
Republic under the Responsibility to Protect.
The problems in this research consist of the legal position of the responsibility to
protect and the implementation of the responsibility to protect in the settlement of
humanitarian crisis in Central African Republic. This research uses the normative
legal research with secondary type source consisting of primary, secondary, and
tertiary material of legal source. The collecting method of the research data is
through literature-study techniques. Data processing includes an analysis of the
responsibility to protect with the general theory of the law and state (Hans Kelsen)
approach ,and the application of the responsibility to protect which can be seen
through resolutions of the Security Council of United Nations.
The results of the study show that the responsibility to protect is positioned as a
doctrine of the international law that analyzes cases by mapping and
interpretation, systematizing the law under abstract general principles of law, and
developing moral philosophy, philosophy of justice, and to strengthening the
resolution of the Security Council to intervene in the domestic affairs of a
conflict-related country which threatens peace and security. The applications of
the Responsibility to Protect by the United Nations Security Council in the
Central African Republic are executed through 11 Security Council resolutions.
Within those resolutions there are 2 indicators and 3 Responsibility to Protect
elements consisting of the Responsibility to Prevent, Responsibility to React and
Responsibility to Rebuild.
Keywords: Responsibility to Protect, Crisis of Humanity, Central African
Republic, United Nations.
PENERAPAN RESPONSIBILITY TO PROTECT DALAM
PENYELESAIAN KRISIS KEMANUSIAAN DI REPUBLIK AFRIKA
TENGAH OLEH PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
Oleh:
PARULIAN YUSUF S.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Internasional
Fakultas Hukum Universitas Lampung
RIWAYAT HIDUP
Parulian Yusuf S., lahir di Bandar Lampung pada 6 April
1995 sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara pasangan
Eriyanto Sitorus dan Rita Br. Silaban. Penulis
menyelesaikan pendidikan formal di SDN 3 Bukit Kemiling
Permai (2001-2007), SMPN 8 Bandar Lampung (2007-
2010), dan SMA Xaverius 1 Palembang (2011-2013).
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung
pada tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi
Koordinator Komunitas Mahasiswa Katolik Fakultas Hukum Universitas
Lampung (2014-2015), anggota BEM Fakultas Hukum Universitas Lampung
dibidang Barisan Intelektual Muda (2014). Selain itu, penulis pernah menjabat
sebagai Wakil Koordinator Bidang Media dan Komunikasi dalam Himpunan
Mahasiswa Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung periode
kepengurusan 2017-2018.
PERSEMBAHAN
In Nomine Patri et Filii et Spiritus Sancti. Amen.
(Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.)
Puji syukur kepada Allah Bapa atas berkat dan kasih-Nya, maka dengan ketulusan
dan kerendahan hati serta perjuangan dan jerih payah yang telah diberikan,
penulis mempersembahkan karya ilmiah ini kepada:
Kedua orangtua, Paulus Eriyanto Sitorus (Bapak) dan Katarina Redita Norasti
Silaban (Mamak), yang senantiasa memberikan dukungan semangat dan limpahan
cinta kasih, nasihat, serta doa yang selalu dipanjatkan sehingga menjadi kekuatan
bagi penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Keluarga dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan yang memotivasi
penulisan dan almamaterku tercinta
Universitas Lampung
MOTTO
“Hai anakku, janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah
senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkan pada lehermu. Jikalau
engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya, jikalau engkau berbaring,
engkau akan dijaganya, jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya”
(Amsal 6:20-22)
“Totus Tuus”
“Sepenuhnya milik-Mu”
(Saint Karol Józef Wojtyła - Paus Yohanes Paulus II)
“Per Lui vivo, per Lui muoio”
“Untuk Dia Aku Hidup, Untuk Dia Aku Mati”
(Venerabilis P. Leo John Dehon)
“Hanya satu yang setia, Tuhan”
(penulis)
SANWACANA
Puji dan syukur penuliskan haturkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat-Nya, karya ilmiah dengan judul, “Penerapan Responsibility to
Protect dalam Penyelesaian Krisis Kemanusiaan di Republik Afrika Tengah
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa” dapat diselesaikan dengan baik. Karya
ilmiah ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi, bimbingan,
kerjasama, dan doa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung, sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Internasional
dan Miss Rehulina, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum
Internasional;
3. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Utama,
terimakasih atas dukungan yang diberikan meliputi waktu, saran, dan kritik
dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan
dengan baik;
4. Miss Rehulina, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua, terimakasih atas
dukungan yang diberikan meliputi waktu, saran, dan kritik dalam proses
karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;
5. Bapak Naek Siregar, S.H., M.Hum, selaku Penguji Utama, terimakasih atas
keluangan waktu yang diberikan dalam memberikan saran dan kritik terhadap
karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;
6. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum khususnya
Bagian Hukum Internasional, terimakasih atas dukungan, arahan, serta
bimbingannya dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini dan memberikan
banyak ilmu pengetahun selama menyelesaikan studi;
7. Bapak dan Mamak yang selalu mendoakan saya, memberi semangat dan
membuat saya untuk yakin akan diri sendiri.
8. Elizabeth Lenny Yunida Damayanti Sitorus, Magdalena Dwi Maria Astuti
Sitorus, Albertus Philipus Hari Uli Marusaha Sitorus, Martha Dewi Sri Rejeki
Sitorus, David Riki Febrianto Sitorus dan Yohanes Parlin Sitorus yang
merupakan saudara dan saudari kandung yang ada di saat suka dan duka serta
memberikan dukungan dan doa.
9. Walungria, skuat bermain dengan semangat malu urusan terakhir yang
penting asik bareng, selalu menemani dari maba hingga lulus, khususny
seminar I, seminar II dan Ujian Komprehensif.
10. Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional terutama swagers, terimakasih
telah memberikan warna dalam hari-hari selama menyelesaikan studi di
Bagian Hukum Internasional, terimakasih juga untuk dukungan selama
penyusunan karya ilmiah, seminar proposal, dan seminar hasil.
11. Para Imam, Frater, Bruder Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ)
yang memberikan teladan kelembutan dan kesabaran serta kesetiaan dalam
menimba rahmat dari Hati Yesus yang Mahakudus.
12. Almamaterku tercinta serta seluruh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung Angkatan 2014;
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu
dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terimakasih untuk segalanya;
Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap agar
karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Bandar Lampung, 5 Juni 2018
Penulis
Parulian Yusuf S.
i
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
JUDUL DALAM
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN
MOTTO
SANWACANA
DAFTAR ISI ......................................................................................... i
DAFTAR TABEL .............................................................................. iv
DAFTAR BAGAN ............................................................................... v
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
D. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 10
E. Sistematika Penulisan ............................................................. 10
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A. Responsibility to Protect ......................................................... 13
1. Sejarah Responsibility to Protect ...................................... 14
a. ICISS Report 2001 ...................................................... 15
a.1. Responsibility to Prevent ...................................... 15
a.2. Responsibility to React ......................................... 16
a.3. Responsibility to Rebuild ...................................... 16
b. The High Level Panel Report, Desember 2004 ........... 17
c. Report of the Secretary General, Maret 2005 ............. 19
d. General Assembly: The World Summit Outcome
Document 2005 ........................................................... 20
B. Kedaulatan Negara .................................................................. 22
1. Negara ............................................................................... 22
2. Kedaulatan Negara ............................................................ 24
C. Republik Afrika Tengah .......................................................... 26
1. Gambaran Umum .............................................................. 26
2. Pemberontak Seleka .......................................................... 26
3. Pemberontak Anti Balaka ................................................. 28
D. Krisis Kemanusiaan dan Kejahatan Internasional .................. 29
1. Krisis ................................................................................. 29
2. Kemanusiaan ..................................................................... 30
3. Nilai Kemanusiaan ........................................................... 30
4. Krisis Kemanusiaan ......................................................... 30
5. Kejahatan .......................................................................... 31
ii
6. Kejahatan Internasional ...................................................31
a. Kejahatan Genosida ................................................... 32
b. Kejahatan terhadap Kemanusiaan .............................. 32
c. Kejahatan Perang ....................................................... 33
E. Organ-Organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang Berwenang
Menyelesaikan Sengketa Internasional ................................... 33
1. Majelis Umum ................................................................... 34
2. Dewan Keamanan ............................................................. 35
3. Sekretaris Jenderal ............................................................ 36
BAB III: METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................ 37
B. Pendekatan Masalah ................................................................ 38
C. Sumber Data ............................................................................ 39
1. Sumber data ....................................................................... 39
a. Bahan Hukum Primer .................................................. 39
b. Bahan Hukum Sekunder ............................................. 42
c. Bahan Hukum Tersier ................................................. 42
2. Metode Pengumpulan data ................................................ 42
3. Pengolahan data ................................................................ 42
D. Analisis Data ........................................................................... 43
BAB IV: PEMBAHASAN
A. Konsep Intervensi Kemanusiaan menurut Hukum
Internasional ............................................................................ 44
1. Konsep Intervensi Kemanusiaan ...................................... 44
2. Hubungan antara Intervensi Kemanusiaan dengan
Responsibility to Protect .................................................. 48
B. Kedudukan Responsibility to Protect dalam Hukum
Internasional ............................................................................ 50
1. Responsibility to Protect dalam Hukum Kebiasaan
Internasional ..................................................................... 51
2. Responsibility to Protect dalam Perjanjian
Internasional ..................................................................... 55
3. Responsibility to Protect dalam Prinsip-Prinsip Hukum
Umum yang Diakui Bangsa-Bangsa Beradab .................. 58
4. Responsibility to Protect sebagai Doktrin Hukum
Internasional ..................................................................... 60
C. Penerapan Responsibility to Protect di Republik Afrika
Tengah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa .............................. 65
1. Laporan kepada Dewan Keamanan ................................... 69
2. Investigasi terhadap Prima Facie Genosida ...................... 70
3. Krisis Kemanusiaan di Republik Afrika Tengah sebagai
Kejahatan Internasional ..................................................... 71
a. Serangan Pemberontak Seleka .................................... 71
a.1. Serangan di Baoro................................................. 72
a.2. Serangan di Bata ................................................... 73
b. Serangan Anti Balaka .................................................. 74
iii
b.1. Serangan di Bossemptele ...................................... 75
b.2. Serangan di Boyali ............................................... 76
b.3. Serangan di Bossembele ....................................... 76
b.4. Serangan di Bouali ............................................... 77
4. Penerapan Responsibility to Protect melalui resolusi
Dewan Keamanan ............................................................. 79
a. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2031 (2011) .............................................. 80
b. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2088 (2013) .............................................. 81
c. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2121 (2013) .............................................. 82
d. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2127 (2013) ............................................. 84
e. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2134 (2014) ............................................. 86
f. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2149 (2014) ............................................. 88
g. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2181 (2014) ............................................. 91
h. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2196 ......................................................... 92
i. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2212 ......................................................... 94
j. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2217 ......................................................... 94
k. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2262 ......................................................... 96
l. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2264 ......................................................... 97
m. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2272 ......................................................... 97
n. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2281 ......................................................... 98
o. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2301 ......................................................... 99
p. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2339 ....................................................... 100
q. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2387 (2017) ........................................... 101
r. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-
Bangsa No 2399 (2018) ........................................... 102
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 110
B. Saran ...................................................................................... 111
iv
Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1
Indikator Pelaksanaan Perlindungan Masyarakat Sipil oleh
Pemerintah Republik Afrika Tengah.................................................. 78
Tabel 4.2
Penerapan Responsibility to Protect melalui Resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Penyelesaian Krisis
Kemanusiaan di Republik Afrika Tengah ......................................... 103
v
DAFTAR BAGAN
Bagan 4.1
Proses Penerapan Responsiility to Protect oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa............................................................ 69
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Responsibility to Protect merupakan konsep perlindungan masyarakat sipil
yang menjadi korban dalam konflik hukum internasional yang mendorong
setiap negara untuk melaksanakan kewajiban untuk melindungi masyarakat
sipil yang berada di wilayah teritorialnya. Responsibility to Protect
didasarkan pada 3 (tiga) pilar utama yaitu (1) tanggung jawab negara untuk
melindungi rakyatnya dari pemusnahan massal; kejahatan perang,
pembersihan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan; (2) tanggung jawab
masyarakat internasional untuk membantu negara-negara dalam menjalankan
tanggung jawab tersebut; dan (3) tanggung jawab setiap negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk merespon secara kolektif, tepat waktu dan
tegas.1 Namun, pelaksanaan Responsibility to Protect khususnya pilar kedua
dan ketiga masih menimbulkan pertentangan antara prinsip kedaulatan negara
dengan intervensi kemanusiaan. Pilar kedua dan ketiga memberikan
kewenangan kepada negara-negara lain dan organisasi internasional untuk
melakukan intervensi di bawah legitimasi dari resolusi Dewan Keamanan
1Implementing the Responsibility to Protect Report of the Secretary General UN Doc
A/63/677/2009.
2
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pertentangan antara kedaulatan dan intervensi
negara dengan latar belakang kemanusiaan menciptakan suatu kondisi yang
dilematis dalam upaya melindungi manusia dari ancaman krisis kemanusiaan.
Situasi ini menjadi tantangan baru bagi upaya perlindungan terhadap
masyarakat sipil dan diperlukan suatu konsep baru yang dapat
menghubungkan kedaulatan negara dengan intervensi kemanusiaan.2 Pada
prinsipnya, kedaulatan bersifat absolut, tidak dapat dibagi dan abadi. Di
dalam kedaulatan tersebut terkandung hak dan kewajiban negara dimana
melalui kedaulatan ini, negara dapat menjalankan kekuasaannya di wilayah
teritorial dan terhadap warga negaranya. Di samping pelaksanaan kekuasaan,
negara memiliki kewajiban untuk melindungi warga negaranya dari berbagai
ancaman, termasuk ancaman terhadap kejahatan genosida, kejahatan perang,
kejahatan terhadap kemanusiaan dan pembersihan etnis dengan latar belakang
ras, agama, politik dan golongan tertentu yang terjadi di dalam negara.3
Situasi dilematis antara kedaulatan di satu sisi dengan intervensi terhadap
kemanusiaan di sisi lain terlihat pada situasi di Republik Afrika Tengah.
Republik Afrika Tengah merupakan negara yang secara geografis berada di
Benua Afrika. Negara ini mengalami kemiskinan dan ketidakstabilan politik
2 Santa Marelda Saragih., Responsibility to Protect: Sebuah Tanggung Jawab dalam Kedaulatan
Negara. http://pustakahpi9 k RF—q8 .kemlu.go.id/app/Volume%202,%20Mei-
Agustus%202011_35_45.PDF. Dilihat pada 22 Juli 2017. 3Rahayu., 2012, “Eksistensi Prinsip Responsibility to Protect dalam Hukum Internasional”, MMH,
Jilid 41, Universitas Diponegoro. Hlm. 129.
3
sejak memperoleh kemerdekaan dari Perancis.4 Presiden pertama, David
Dacko dikudeta oleh Jendral Jean Bedel Bokassa pada 1 Januari 1966 dan
mengangkat dirinya sebagai presiden Republik Afrika Tengah. Namun, David
Dacko kembali berkuasa setelah berhasil melakukan kudeta terhadap Bokassa
pada 21 Desember 1979.5 Pada tahun 1980, Dacko dikudeta oleh Jenderal
Andre Kolingba yang kemudian menjabat sebagai presiden selama 3 periode.
Ange-Felix Patasse menjadi presiden setelah menang pada pemilu pertama
Republik Afrika Tengah.6 Pada 15 Maret 2003, Forces Armees
Centralafricaines (FACA) atau Angkatan Bersenjata Republik Afrika Tengah
yang dipimpin oleh Jendral Francois Bozize melakukan kudeta terhadap
Presiden Ange-Felix Patasse. Kudeta yang dilakukan berhasil dan
mengangkat Jendral Francois Bozize menjadi presiden Republik Afrika
Tengah pada Mei 2005.7
Pengangkatan Bozize menjadi presiden mendapat penolakan dari sebagian
masyarakat Republik Afrika Tengah. Bozize dituduh melakukan praktik
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), eksploitasi tambang untuk diri
sendiri, tidak adanya perbaikan ekonomi, dan pembangunan yang tidak
merata serta pembatasan partisipasi politik menjadi penyebab munculnya
kelompok bersenjata di bagian utara, barat dan timur laut Republik Afrika
4Dean Stahl dan Karen Kerchelich. 2001. Abbreviations Dictionary. Boca Raton, London, New
York, Washington D.C.: CRC Press. 1435. http://lemkonom.ddnss.org. 5 Pierre Kalck. 2005. Historical Dictionary of the Central African Republic. Lanham, Maryland,
Toronto, Oxford: The Scarecrow Press Inc. 197. 6Ibid.
7BTI 2016. 2016. Central African Republic Country Report. 3. http://www.bti-procect.org.
4
Tengah. 8 Di tengah situasi tersebut, Presiden Bozize mengambil kebijakan
untuk mengurangi kekuatan militer negara karena ancaman kudeta militer
yang pernah terjadi di masa lalu. Kebijakan tersebut memperburuk situasi
politik dan keamanan di Republik Afrika Tengah.
Situasi di Afrika tengah semakin memburuk karena munculnya berbagai
kelompok pemberontak antara lain Convention of Patriots for Justice and
Peace (CPJP), Union of Democratic Forces for Unity (UDFR), Democratic
Front of Central African People (FDPC), Patriotic Convention for the
Salvation of Kodro (CPSK) dan Alliance for Renaissance and Reorganization
(A2R) yang bersatu menjadi pemberontak Seleka dan dipimpin oleh Michel
Djotodia.9 Pemberontak Selaka mengadakan pemberontakan untuk
menggulingkan Rezim Francois Bozize tahun 2013, namun tindakan makar
tersebut mendapat perlawanan dari Forces Armees Centralafricaines
(FACA). Pemberontak Seleka berhasil menguasai kota-kota strategis,
pemerintahan dan ibukota negara, Bangui. Situasi ini membuat Presiden
Bozize melarikan diri ke Kongo. Pelarian Presiden Bozize ke Kongo menjadi
kesempatan bagi Michel Djotodia untuk mengumumkan dirinya sebagai
presiden Republik Afrika Tengah dan membubarkan Seleka dengan tujuan
untuk menyatukan kembali rakyat Republik Afrika Tengah.10
8Analyst in African Affairs. 2015. “Crisis in the Central African Republic. African Affairs:
Congressional Research Service. 1. 9 Ibid
10Annette Weber dan Markus Kaim. 2014. „„Central African Republic in Crisis: African Union
Mission needs United Nations Support“. 2.
5
Pembubaran Seleka oleh Presiden Djotodia mendapat penolakan dari anggota
Selaka. Penolakan ini menimbulkan perpecahan di antara anggota Seleka,
sehingga pemberontak Selaka yang menolak dibubarkan membentuk
kelompok milisi baru dengan nama Former Seleka. Penolakan tersebut
direspon oleh Anti Balaka (Pasukan Pengaman Desa) untuk melakukan
perlawanan terhadap sisa pemberontak Seleka. Anti Balaka menilai bahwa
pemberontak Seleka melakukan pembunuhan massal terhadap ribuan warga
Kristen dan membakar rumah masyarakat sipil saat melakukan
pemberontakan. Konflik antara Former Seleka dan Anti Balaka menyebabkan
konflik berkembang dan meluas, dari konflik politik antara oposisi dan
pemerintah menjadi konflik Kristen-Islam.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa melaporkan bahwa perang
saudara Republik Afrika Tengah dikategorikan sebagai kejahatan genosida
sekaligus kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan
pembersihan etnis sebagai dampak dari konflik dalam negeri yang tidak
mampu diselesaikan oleh pemerintah yang berkuasa saat itu.11
Konflik
tersebut terus berlangsung hingga saat ini dan mengancam eksistensi
Republik Afrika Tengah dapat terbelah menjadi negara Kristen dan negara
Islam.
Pemerintah Republik Afrika Tengah merupakan otoritas tertinggi dalam
penyelenggaraan negara seharusnya mampu memegang peranan penting
11
Laporan Sekretaris Jenderal Nomor A/67/920-S/2013/399.
6
dalam menjamin perlindungan terhadap warga negaranya. Namun, instabilitas
politik dan keamanan di Republik Afrika Tengah menjadi masalah utama
dalam upaya pencegahan krisis kemanusiaan. Hal ini mendorong kelompok
pemberontak yang tidak lagi menargetkan pemerintahan tetapi warga sipil
dengan latar belakang agama tertentu. Ketidakmampuan Pemerintah Republik
Afrika Tengah untuk melindungi warga negaranya sekaligus dari kelompok
Seleka dan Anti Balaka menjadi indikator bahwa Republik Afrika Tengah
gagal melaksanakan kewajibannya untuk melindungi warga negaranya dari
berbagai situasi yang mengancam keselamatan warga negaranya dan dapat
dikatakan telah gagal menerapkan kewajiban pertama dari penerapan
Responsibility to Protect. Oleh karena itu, masyarakat internasional memiliki
kewajiban untuk membantu Republik Afrika Tengah melaksanakan
kewajiban melindungi warga negara Republik Afrika Tengah melalui
mekanisme Responsibility to Protect sesuai dengan poin kedua dan ketiganya.
Masyarakat Internasional merespon kewajiban untuk menerapkan
Responsibility to Protect untuk mengamankan situasi di Republik Afrika
Tengah melalui Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dewan
Keamanaan mengeluarkan sejumlah resolusi untuk menghentikan krisis
kemanusiaan di Republik Afrika Tengah antara lain: S/RES/2121;12
S/RES/2301;13
S/RES/2127;14
S/RES/213415
; S/RES/2214916
; S/RES/2196;17
12
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2121 tentang Underscores the
primary responsibility of the Central African Republic Authorities to protect the population; 13
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/ 2127 tentang Recalling that the
Transnational Authorities have the primary responsibility to protect the civilian population and
Underscores the primary responsibility of the Transnational Authorities to protect the population;
7
S/RES/2217;18
S/RES/226219
; S/RES/2301;20
S/RES/2339;21
S/RES/2399.22
.
Resolusi-resolusi yang dikeluarkan merupakan upaya untuk mengakhiri krisis
kemanusiaan di Republik Afrika Tengah.23
Selain itu dibentuk juga tim
pencari fakta untuk melakukan penyelidikan terhadap krisis kemanusiaan di
Republik Afrika Tengah. Dewan Keamanan memberikan kewenangan kepada
Perancis untuk mengirimkan pasukan perdamaian ke Republik Afrika
Tengah.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti bermaksud mengkaji penerapan
Responsibility to Protect dalam penyelesaian krisis kemanusiaan di Republik
14
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2134 tentang Recalling that the
Transnational Authorities have the primary responsibility to protect the civilian population in
Central African Republic; 15
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2149 tentang Recalling that the
Transnational Authorities have the primary responsibility to protect the civilian population in
Central African Republic; 16
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2196 tentang Recalling that
Central African Republic bears the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against humanity; 17
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2217 tentang Recalling that
Central African Republic have the primary responsibility to protect all population in the Central
African Republic in particular from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against
humanity; 18
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2262 tentang Recalling that
Central African Republic bears the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against humanity; 19
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2301 tentang Recalling that
Central African Republic have the primary responsibility to protect all population in the Central
African Republic in particular from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against
humanity; 20
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2339 tentang Recalling that
Central African Republic bears the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against humanity; 21
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2387 tentang Recalling that
Central African Republic have the primary responsibility to protect all population in the Central
African Republic in particular from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against
humanity; 22
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa S/RES/2399 tentang Recalling that
Central African Republic bears the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against humanity; 23
Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 2332 tentang Recalling that the
Central African Republic bears the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crima, ethnic cleaning, and crime against humanity.
8
Afrika Tengah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penelitian ini menjadi cara
terbaik untuk memperkuat Responsibility to Protect dalam hukum
internasional dan penerapannya untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan di
Republik Afrika Tengah secara kolektif, tepat waktu untuk mencegah
terjadinya korban yang lebih banyak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kedudukan hukum Responsibility to Protect dalam hukum
internasional?
2. Bagaimana penerapan Responsibility to Protect dalam penyelesaian krisis
kemanusiaan di Republik Afrika Tengah oleh Perserikatan Bangsa-
Bangsa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, penulisan ini
dilakukan dengan tujuan yaitu:
a) Untuk menjelaskan dan menganalisis kedudukan hukum
Responsibility to Protect dalam hukum internasional.
b) Untuk menjelaskan dan memahami mekanisme penerapan
Responsibility to Protect dalam penyelesaian krisis kemanusiaan di
Republik Afrika Tengah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
9
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
perkembangan Responsibility to Protect sebagai solusi di tengah
pertentangan antara prinsip kedaulatan negara dan intervensi
kemanusiaan. Kemudian, memberikan pemahaman komprehensif
mengenai kedudukan hukum dari Responsibility to Protect dalam
hukum internasional, secara khusus untuk mengetahui penerapan
Responsibility to Protect pada krisis kemanusiaan di Republik Afrika
Tengah.
Manfaat teoritis dari penelitian ini juga diharapkan dapat
dipertimbangkan sebagai mekanisme baru untuk melindungi
kemanusiaan, serta penelitian ini menjadi sebuah referensi untuk
penulisan dan penelitian yang akan datang.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat diterapkan sebagai dasar kerangka
berpikir untuk melaksanakan perlindungan terhadap korban akibat
krisis kemanusiaan.
10
D. Ruang Lingkup Penelitan
Penelitian dalam skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum
Responsibility to Protect dalam hukum internasional dan penerapan
Responsibility to Protect dalam penyelesaian krisis kemanusiaan di Republik
Afrika Tengah oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
E. Sistematika Penulisan
Kerangka penulisan dibuat secara sistematis sesuai dengan ketentuan
akademik yang berlaku di Universitas Lampung. Sistematika penulisan
skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang dikategorikan sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Bab I (satu) ini merupakan bagian awal dari skripsi untuk mengantarkan
pembaca kepada gambaran umum pokok permasalahan skripsi. Bab ini
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
2. Tinjauan Pustaka
Bab II (dua) ini merupakan landasan teori untuk memudahkan pembaca
memahami hasil penelitian dan analisis data skripsi di bab IV. Adapun
yang menjadi tinjauan pustaka bab ini adalah Responsibility to Protect,
sejarah Responsibility to Protect; kedaulatan negara yang meliputi negara,
kedaulatan negara; Republik Afrika Tengah yang meliputi gambaran
umum, pemberontak Seleka, pemberontak Anti-Balaka; krisis
kemanusiaan dan kejahatan internasional yang meliputi: krisis,
11
kemanusiaan, nilai kemanusiaan, kejahatan, kejahatan internasional,
kejahatan genosida, kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan,
dan Organ-oragan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berwenang
menyelesaikan sengketa internasional seperti Majelis Umum, Dewan
Keamanan dan Sekretaris Jenderal.
3. Metode Penelitian
Bab III (tiga) ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini. Metodologi penelitian yang digunakan
dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu berdasarkan jenis
penelitian, pendekatan masalah, sumber data, metode pengumpulan dan
pengolahan data serta analisis data.
4. Hasil Penelitian dan Analisis Data
Bab IV (empat) ini merupakan pemaparan terhadap jawaban atas
permasalahan yang dikemukakan pada bab satu skripsi ini, yaitu untuk
menjawab permasalahan kedudukan hukum Responsibility to Protect
dalam hukum internasional dan penerapan Responsibility to Protect dalam
penyelesaian krisis kemanusiaan di Republik Afrika Tengah oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
5. Penutup
Bab V (lima) merupakan bagian penutup dari penulisan skripsi ini berisi
kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan inti ataupun pernyataan
12
umum dari keseluruhan pembahasan yang dilakukan pada bab pembahasan
(bab IV). Berdasarkan kesimpulan tersebut, disampaikan saran-saran yang
terkait dengan tema penelitian dan sebagai acuan bagi penulisan
berikutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Responsibility to Protect
Responsibility to Protect merupakan konsep baru dalam perlindungan hak
asasi manusia yang menekankan bahwa setiap negara memiliki kedaulatan
yang penuh terhadap wilayahnya sehingga negara dapat menolak intervensi
dari negara lain. Namun, di dalam kedaulatan tersebut terkandung kewajiban
negara untuk melindungi masyarakat yang berada di wilayah teritorialnya dari
kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan
pembersihan etnis.24
Kewajiban tersebut berlaku keluar apabila negara lain
tidak mampu melaksanakan kewajiban tersebut. Ketidakmampuan itu
memberikan akses kepada negara-negara di bawah legitimasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk
melindungi kemanusiaan.25
Beberapa negara menolak penerapan
Responsibility to Protect karena dianggap bertentangan dengan konsep
kedaulatan. Namun, di sisi lain, jaminan perlindungan terhadap kemanusiaan
24
Sheri P. Rosenberg. 2009. “Responsibility to Protect: A Framework for Prevention. Leiden:
Martinus Nijhoff Publisher. Global Responsibility to Protect, 442-447. 25
Thoms H. Lee. 2014. “The Law of War and the Responsibility to Protect Civilians: A
Reinteprations. Massachusetts: Harvard International Law Journal. Vol. 55, Number 2. 252.
14
menjadi kewajiban setiap negara. Perdebatan ini didasarkan pada kedudukan
Responsibility to Protect dalam hukum internasional dan penerapannya. Oleh
karena itu, penting untuk memahami Responsibility to Protect secara
menyeluruh mulai dari aspek sejarah dan ketentuan di dalam Responsibility to
Protect.
1. Sejarah Responsibility to Protect
Perkembangan Responsibility to Protect diawali keprihatinan masyarakat
internasional terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi akibat konflik di
Rwanda, Bosnia dan Kosovo pasca perang dingin. Berikut adalah bagan
perkembangan Responsibility to Protect.
Bagan 1: Sejarah Responsibility to Protect
ICISS Report 2001 The High Level Panel
Report, Desember 2004
Report of The Secretary-
General, Maret 2005
The Security Council
Resolutions of
Responsibility to Protect
General Assembly: The
World Summit Outcome
Document 2005
15
a. ICISS Report 2001
International Commission on Intervention and State Sovereignty
(ICISS) merupakan komisi ad hoc yang didirikan pada 2001. Tujuan
pembentukan komisi ini adalah untuk mempopulerkan konsep
intervensi kemanusiaan dan demokrasi dan mengganti konsep
intervensi dengan Responsibility to Protect. ICISS berpendapat bahwa
paradigma hukum internasional telah bergeser sejak Perjanjian
Westphalia.26 Kedaulatan negara tidak lagi sebagai hak yang bersifat
mutlak.27 Kedaulatan menjadi sebuah tanggung jawab negara untuk
melindungi warga negaranya dari ancaman kejahatan yang mengancam
hak asasi manusia.28 Ada 3 (tiga) bentuk tanggung jawab yang
dibebankan kepada negara yaitu:
a.1. Responsibility to Prevent
Tanggung jawab negara untuk mencegah pemusnahan massal dan
kejahatan kemanusiaan lainnya. Negara bertanggung jawab
mencegah konflik dengan mengatasi dasar permasalahan konflik
seperti kemiskinan, tekanan pemerintah, distribusi makanan dan
pencegahan dilakukan dengan cara diplomatik, ekonomi dan militer
sebelum konflik meluas.29
26
http://avalon.law.yale.edu/17th_century/westphal.asp 27
ICISS Report, 22-23. 28
ICISS Report, 22-23 29
Sandra Fbijanic Gagro. 2014. “The Responsibility to Protect. International Journal of Social
Sciences, III (1). 66.
16
a.2. Responsibility to React
Tanggung jawab negara untuk merespon keadaan ketika
pembunuhan massal, pembersihan etnis atau kejahatan
kemanusiaan berlangsung. Ketika negara tidak mampu melindungi
warga negaranya dari pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan
maka tanggung jawab tersebut akan pindah kepada masyarakat
internasional30
a.3. Responsibility to Rebuild
Tanggung jawab untuk membangun kembali setelah intervensi
kemanusiaan. Negara dan masyarakat internasional bertanggung
jawab memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengalami
kejahatan kemanusiaan untuk membangun kembali kehidupan
setelah konflik terjadi.31
Menurut ICISS, Responsibility to Protect hanya dapat dilakukan dengan
memenuhi enam kriteria yaitu:32
1. Tindakan tersebut harus memiliki dasar pembenaran yang adil (just
cause) karena telah terjadi kejahatan massal.
2. Tujuan yang benar (right intention) berupa usaha untuk
menghentikan penderitaan manusia.
3. Langkah terakhir (last resort) karena cara damai baik yang bersifat
diplomasi dan non-militer gagal.
4. Didasarkan ada keabsahan kewenangan (legitimate authority)
dengan mandat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
5. Menggunakan sarana yang proporsional (proportional means)
artinya tidak berlebihan baik dari sisi alat maupun tujuan sesuai
dengan hukum humaniter internasional.
30
ICISS Report, 29 31
ICISS Report. XI. 32
Ibid, hlm 32
17
6. Intervensi militer dilakukan dengan jaminan sukses (reasonable
prospect) untuk menghentukan kejahatan dan penderitaan massal.
Laporan ICISS kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
memiliki legitimasi dalam melaksanakan intervensi militer. Namun,
apabila Dewan Keamanan gagal maka Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa dapat memberikan legitimasi untuk humanitarian
intervention berdasarkan resolusi uniting for Peace.33
b. The High Level Panel Report, Desember 2004
Perserikatan Bangsa-Bangsa harus menyelidiki dan mengambil
tindakan terkait ancaman terhadap perdamaian dan keamanan
internasional. The High Level Panel merespon hal tersebut dalam
laporan A More Secure World: Our Shared Responsibility 2004.34
Laporan tersebut menjelaskan bahwa respon secara kolektif oleh
seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa sangat diperlukan
untuk mencegah dan mengambil tindakan terkait ancaman terhadap
perdamaian dan keamanan internasional.35
33
Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa 377A (3 November 1950). Prinsip ini
mengatur tentang kasus dimana Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa gagal
melaksanakan primary responsibility, maka Majelis Umum menggunakan final responsibility
untuk menjaga perdamaian dan keamanan dunia. Prinsip ini dilaksanakan dengan mekanisme one
state one vote, maka resolusi ini akan mengesampingkan hak veto anggota tetap Dewan Keamanan
yang gagal melaksanakan tanggung jawabnya. ICISS Report, hlm 53. 34
High Level Panel Report on Threats, Challenges and Changes, “A More Secure WorldL Our
Shared Responsibility” UN Doc A/59/565 (2004).
http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/publications 35
Ibid.
18
The High Level Panel mengaitkan Responsibility to Protect dengan
sistem keamanan kolektif yang melibatkan semua negara dan membuat
hubungan tersebut sebagai bagian dari pembaharuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa.36
The High Level Panel memandang bahwa
Responsibility to Protect bukan sebagai langkah alternatif terkait
resolusi Dewan Keamanan tetapi untuk menjamin Dewan Keamanan
dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dengan lebih baik.37
Oleh
karena itu, The High Level Panel meminta kepada lima negara anggota
tetap Dewan Keamanan (Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Inggris dan
Republik Rakyat Tiongkok) untuk tidak menggunakan hak veto terkait
kasus kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan
perang dan pembersihan etnis.38
Terhadap pengambilan keputusan yang
demikian ini the High Level Panel memberi rekomendasi agar
pengambilan keputusan Dewan Keamanan dilaksanakan dengan sistem
pengambilan suara.39
The High Level Panel memberikan syarat yang harus dipenuhi agar
tindakan militer yang dilakukan memiliki legitimasi antara lain:40
a. Ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional sungguh
terjadi.
b. Tindakan militer memiliki tujuan jelas untuk melindungi
kemanusiaan, tindakan militer sebagai upaya terakhir
c. Dilaksanakan dengan proporsional atau tidak berlebihan, dan
36
Carsten. Stahn. 2007. “The Responsibility to Protect: Political Rhetoric or Emerging Legal
Norm”. The American Journal of International Law, Vol. 101, No. 1 (Januari 2007).
http://links.jstor.org/sici=0002-
9300%28200701%29101%A1%3C99%3ARTPPRO%3E2.0.CO%3B2-C 37
The High Level Panel Report, Op. Cit. , paragraf 203. 38
Ibid, paragraf 198. 39
Ibid, paragraf 257 40
Ibid, Paragraf 207
19
d. Hasil dari tindakan militer tersebut sebanding dengan akibat yang
ditimbulkan.
Tindakan militer yang dilaksanakan berdasarkan Responsibility to
Protect hanya dapat dilaksanakan oleh Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
c. Report of the Secretary-General, Maret 2005
The High Level Panel memperkuat eksistensi Responsibility to Protect
dalam hukum internasional. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-
Bangsa merespon hal tersebut melalui laporannya yaitu In Larger
Freedom.41
Laporan ini menguatkan konsep Responsibility to Protect
sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi
masyarakatnya dari ancaman genosida, kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan perang dan pembersihn etnis. Ketika negara
tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut, maka masyarakat
internasional memiliki kewajiban membantu di bawah legitimasi
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa termasuk tindakan
militer.42
Prinsip-prinsip penggunaan tindakan militer di dalam laporan
ini sama dengan prinsip yang ditulis dalam The High Level Panel.43
Responsibility to Protect di dalam laporan ini memiliki perbedaan
dengan ICISS Report dan The High Level Panel. Perbedaan tersebut
terletak pada adanya kemungkinan memberikan kepada subjek hukum
41
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan. 2005. In Larger Freedom:
Towards Development, Security, and Human Rights for All, UN Document A/59/2005. 42
Ibid, Paragraf 126. 43
Ibid.
20
internasional lain untuk melaksanakan Responsibility to Protect dengan
legitimasi yang diberikan melalui Dewan Keamanan.
d. General Assembly: The World Summit Outcome Document 2005
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi
Dunia 2005 yang dihadiri oleh 170 negara. Melalui konferensi tersebut
negara-negara sepakat memiliki tanggung jawab melindungi rakyatnya
dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis dan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Konferensi ini menghasilkan The Summit
Outcome Document yang diadopsi melalui Resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa A/RES/60/1, 24 Oktober 2005.44
Paragraf
138, 139 dan 140 disebutkan:
138. Each individual State has the responsibility to protect
its populations from genocide, war crimes, ethnic
cleansing and crimes against humanity. This responsibility
entails the prevention of such crimes, including their
incitement, through appropriate and necessary means. We
accept that responsibility and will act in accordance with
it. The international community should, as appropriate,
encourage and help States to exercise this responsibility
and support the United Nations in establishing an early
warning capability.
139. The international community, through the United
Nations, also has the responsibility to use appropriate
diplomatic, humanitarian and other peaceful means, in
accordance with Chapters VI and VIII of the Charter, to
help to protect populations from genocide, war crimes,
ethnic cleansing and crimes against humanity. In this
context, we are prepared to take collective action, in a
timely and decisive manner, through the Security Council,
in accordance with the Charter, including Chapter VII, on
a case-by-case basis and in cooperation with relevant
regional organizations as appropriate, should peaceful
44
http://www.un.org/en/development/desa/population/migration/generalassembly/docs/globalcomp
act/A_RES_60_1.pdf
21
means be inadequate and national authorities are
manifestly failing to protect their populations from
genocide, war crimes, ethnic cleansing and crimes against
humanity. We stress the need for the General Assembly to
continue consideration of the responsibility to protect
populations from genocide, war crimes, ethnic cleansing
and crimes against humanity and its implications, bearing
in mind the principles of the Charter and international
law. We also intend to commit ourselves, as necessary and
appropriate, to helping States build capacity to protect
their populations from genocide, war crimes, ethnic
cleansing and crimes against humanity and to assisting
those which are under stress before crises and conflicts
break out.
140. We fully support the mission of the Special Adviser of
the Secretary-General on the Prevention of Genocide.
Komitmen negara-negara untuk melaksanakan Responsibility to Protect
kembali dipertegas melalui Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa antara lain Resolusi 1674 (2006),45
Resolusi 1894
(2009),46
dan Resolusi 2150 (2014)47
serta Resolusi Majelis Umum
A/RES/63/308.48
Peneliti berpendapat bahwa ada beberapa perbedaan
konsep Responsibility to Protect antara World Summit Outcome
Document dan Laporan ICISS antara lain:
1. Ruang lingkup Responsibility to Protect sempit namun berlaku
universal. Dalam World Summit Outcome Document, negara-negara
memiliki tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya dari
empat kejahatan internasional yaitu kejahatan genosida, kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan pembersihan etnis. Di
dalam Laporan ICISS dituliskan hilangnya nyawa dalam skala besar.
2. Laporan ICISS menuliskan negara-negara bertanggung jawab
melindungi semua populasi yang berada di wiayah negaranya
termasuk warga negara dan bukan warga negara. Sedangkan dalam
Outcome Document hanya terbatas pada warga negara.
45
https://www.responsibilitytoprotect.org/files/final%20poc%20resolution.pdf 46
https://www.un.org/ruleoflaw/files/Security%20Council%Resolution%201894.pdf 47
https://www.globalr2p.org/media/files/resolution-2150.pdf 48
https://www.responsibilitytoprotect.org/Resolution%20RtoP(3).pdf
22
3. Outcome Document menyatakan bahwa Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa menjadi landasan hukum untuk implementasi
Responsibility to Protect. Sedangkan Laporan ICISS mendasarkan
tindakan Responsibility to Protect dari Resolusi Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
4. Secara eksplsit, World Summit Outcome Document mendorong
pencegahan empat kejahatan internasional oleh Dewan Keamanan.
5. Penggunaan militer hanya dapat dilakukan melalui otoritas Dewan
Keamanan dengan tujuan damai berdasarkan Bab VI dan VII Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
6. Negara-negara mendukung upaya penyelidikan dalam rangka
pencegahan genosida. Penyelidikan tersebut meliputi:
a. Mengumpulkan semua informasi dan menghubungkannya dengan
kejahatan hak asasi manusia sebagai landasan untuk pengambilan
keputusan ada tidaknya genosida;
b. Membawa situasi tersebut kepada Sekretaris Jendral dan
diteruskan ke Dewan Keamanan;
c. Membuat rekomendasi dari Dewan Keamanan untuk
melaksanakan upaya pencegahan genosida;
B. Kedaulatan Negara
1. Negara
J.L. Bierly mendefinisikan negara sebagai suatu lembaga (institution),
sebagai suatu wadah dimana manusia mencapai tujuan-tujuannya dan
dapat melaksanakan kegiatan-kegiatannya. McIver mendefinisikan negara
sebagai suatu kesatuan yang memiliki kekuasaan berdasarkan hukum di
suatu wilayah yang dibatasi oleh adanya kondisi tertib sosial yang bersifat
universal.49
Henry C. Black mendefinisikan negara sebagai sekumpulan orang yang
secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat oleh
ketentuan-ketentuan hukum yang melalui pemerintahnya mampu
menjalankan kedaulatannya yang merdeka, dan mengawasi masyarakat
49
Huala Adolf. 2011. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Bandung: Keni Media. 1-
2.
23
dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu menyatakan
perang dan damai serta mampu mengadakan hubungan internasional
dengan masyarakat internasional lainnya.50
Bierre de Hans menyatakan bahwa negara adalah lembaga manusia
dimana manusia yang membentuk negara. Manusia yang membentuk
negara merupakan makhluk perorangan (endelwezen) dan juga merupakan
makhluk sosial (gemeenschapswezen). Masyarakat di dalam dirinya
memiliki keinginan yang timbul karena dorongan dari alam.51
Max Weber berpendapat bahwa negara adalah satu-satunya lembaga
negara yang memiliki keabsahan untuk melakukan tindak kekerasan
terhadap warga negaranya. Hal ini menunjukkan bahwa negara merupakan
salah satu aspek yang menonjol adalah kekuasaan yang besar.52
Pada hakikatnya negara merupakan pribadi terpenting dalam hukum
internasional. Hukum internasional pada dasarnya merupakan produk dari
hubungan antar negara baik melalui praktik maupun kesepakatan membuat
perjanjian internasional. Negara merupakan suatu kesatuan yang memiliki
wilayah tetap, penduduk permanen, di bawah pengawasan pemerintahan
dan terlibat, atau mempunyai kapasitas untuk terlibat dalam hubungan
50
Ibid. 2. 51
B. Hestu Cipto Handoyono Cipta. 2003. Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan HAM.
Yohyakarta: Universitas Atma Jaya. 8. 52
Simeon Mitropolitski. 2011. “Weber‟s Definition of the State as an Ethnographic Tool for
Understanding the Contemporary Political Science State of the Discipline. Paper Presented at the
Annual Conference of the Canadian Political Science Association Wilfrid Laurier University.
Montreal: University of Montreal. 1.
24
formal dengan lembaga-lembaga yang resmi dalam hukum internasional.53
Peran negara sangat dominan dalam membangun hubungan hukum
internasional karena tidak terlepas dari kelebihan negara yang tidak
dimiliki subjek hukum internasional lain yaitu negara memiliki kedaulatan.
2. Kedaulatan Negara
Mochtar Kusumaatmadja menyatakan kedaulatan merupakan kata yang
sulit diartikan karena orang memberi arti yang berbeda. Secara gramatikal,
kedaulatan berasal dari Bahasa Latin, Supremus artinya yang tertinggi.
Kedaulatan merupakan sifat hakiki dari suatu negara dan negara dapat
disebut sebagai negara berdaulat jika memiliki kekuasaan tertinggi.
Kedaulatan terjemahan dari kata sovereignty (Bahasa Inggris), souverinete
(Bahasa Perancis), sovranus (Bahasa Italia). Jean Bodin menganggap
kedaulatan sebagai jati diri negara sebagai ciri khusus dari negara.
Kedaulatan memiliki sifat-sifat antara lain:
a) Asli: tidak diturunkan dari suatu kekuasaan lain;
b) Tertinggi: tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi yang dapat
membatasi kekuasaannya;
c) Bersifat kekal;
d) Tidak dapat dibagi-bagi karena hanya ada satu kekuasaan tertinggi; dan
e) Tidak dapat dipindahkan atau diserahkan kepada badan lain.
Kedaulatan adalah hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah
pemerintahan, masyarakat, atau diri sendiri. Konsep kedaulatan berkaitan
dengan pemerintahan yang memiliki kendali penuh atas urusan dalam
negerinya di dalam suatu wilayah atau batas territorial atau geografisnya,
53
Pasal 1, Konvensi Montevideo 1933.
https://www.ilsa.org/jessup/jessup15/Montevideo%20Convention.pdf
25
dan dalam konteks tertentu, terkait dengan berbagai organisasi atau
lembaga yang memiliki yurisdiksi hukum. Wilayah negara menjadi batas
berlakunya kedaulatan negara. Artinya suatu negara hanya memiliki
kekuasaan tertinggi di dalam wilayahnya. Di luar wilayahnya, negara tidak
memiliki kekuasaan demikian.
Konsep kedaulatan diiringi konsep kemerdekaan (independence) dan
paham kesamaan derajat (equality). Suatu negara berdaulat pasti negara
merdeka, artinya bebas dari yang lain dan memiliki derajat yang sama
dengan yang lain. Hubungan kausalitas dari ketiga konsep ini merupakan
bentuk perwujudan dan pelaksanaan kedaulatan dalam arti wajar.54
Kedaulatan negara sering dikaitkan dengan permasalahan sejauh mana
negara memiliki wewenang menjalankan kebijakan pemerintahannya. Hal
ini dikarenakan, kedaulatan hanya dipandang sebagai hak negara untuk
melaksanakan kebijakan pemerintahannya. Di dalam kedaulatan juga
terkadung tanggung jawab untuk melindungi warga negaranya bahkan dari
ancaman negara itu sendiri. Sering kali, kebijakan negara melebihi batas
kemanusiaan. Hal ini dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia
dan kejahatan kemanusiaan. Pelanggaran berat yang dilakukan oleh negara
terhadap warga negaranya dinilai oleh hukum internasional merupakan
bentuk tindak pidana internasional.
54
Mochtar Kusumaatmadja. 1999. Pengantar Hukum Internasional: Buku 1. Jakarta: Putra
Abardin. 14.
26
C. Republik Afrika Tengah
1. Gambaran Umum
Republik Afrika Tengah merupakan negara yang terletak di sub-region
Afrika Tengah. Republik Afrika Tengah memiliki kondisi geografis
sabana dan plato yang memiliki iklim tropis kering.55
Republik Afrika
Tengah merupakan negara bekas kolonial Perancis yang merdeka tahun
1960. Secara geografis, Republik Afrika Tengah adalah negara yang tidak
memiliki laut dan berbatasan langsung dengan Chad, Republik
Demokratik Kongo, Republik Kongo dan Kamerun.
Situasi pemerintahan Republik Afrika Tengah tidak pernah stabil. Sejarah
mencatat dalam proses peralihan kekuasaan sering terjadi kudeta militer
terhadap pemerintah yang berdaulat dan mengubah negara menjadi
kekaisaran pada 4 Desember 1976 dan kembali menjadi republik pada
sampai 21 September 1979. Instabilitas pemerintahan menyebabkan
banyak muncul pemberontakan di daerah-daerah. Beberapa kelompok
pemberontak berafiliansi menjadi Seleka dan pemberontak Anti Balaka
berawal dari pasukan pengaman desa.
2. Pemberontak Seleka
Pemberontak Seleka adalah pemberontak pimpinan Michel Djotodia yang
melakukan pemberontakan terhadap Presiden Francois Bozize.
Pemberontak Seleka terdiri dari beberapa beberapa kelompok kecil
55
Central African Republic. 2015. „‟Intended Nationally Determined Contribution”. INDC CAR.
4.
27
pemberontak Muslim yang berada di utara Republik Afrika Tengah.
Kelompok-kelompok kecil tersebut antara lain Convention of Patriots for
Justice and Peace (CPJP), Union of Democratic Forces for Unity (UDFR),
Democratic Front of Central African People (FDPC), Patriotic
Convention for the Salvation of Kodro (CPSK) dan Alliance for
Renaissance and Reorganization (A2R). Presiden Franois Bozize berhasil
menjadi presiden Republik Afrika Tengah setelah melakukan kudeta
militer terhadap rezim sebelumnya. Pengangkatan diri Bozize sebagai
presiden mendapatkan penolakan dari sebagian penduduk Republik Afrika
Tengah. Penolakan tersebut dilatarbelakangi adanya indikasi Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan perlakuan tidak adil terhadap
masyarakat minoritas muslim.
Sebelum bersatu, para pemberontak Muslim berjuang masing-masing
sesuai dengan daerah yang ditempatinya. Pemerintahan Bozize
mengerahkan militer untuk menghentikan pemberontakan Seleka sehingga
terjadi perang sipil antara pemerintah dan pemberontak yang dikenal
dengan nama Central African Bush War. Perang yang berlangsung sejak
2003-2007 akhirnya berakhir dengan disepakatinya perjanjian antar para
pihak. Kelompok-kelompok yang bergabung dengan Seleka dijadikan
partai politik oleh pemerintah
Kelompok-kelompok tersebut tidak puas dengan pelaksanaan perjanjian
tersebut. Akhirnya kelompok-kelompok tersebut bersatu dengan
28
menggunakan nama baru yaitu Seleka yang melakukan kudeta besar-
besaran terhadap rezim Bozize. Pemberontak Seleka merebut kota-kota di
Republik Afrika Tengah mulai dari kota Bamingui, Kota Kabo, dan
beberapa kota lain. Pemerintah Republik Afrika Tengah meminta bantuan
negara-negara luar yaitu Chad, Kamerun, Gabon, Kongo dan Afrika
Selatan termasuk Amerika Serikat dan Perancis untuk menumpas Seleka.
Namun, Seleka berhasil menguasai Kota Bambari dan Kota Sibut yang
ditinggali oleh masyarakat dengan latar belakang agama Kristen.
Dalam upaya menguasai kota-kota tersebut Pemberontak Seleka
melakukan serangan terhadap masyarakat sipil Kristen. Hal ini yang tidak
diterima oleh penduduk Kristen Republik Afrika Tengah yang
menimbulkan pecahnya perang saudara di Republik Afrika Tengah. Anti
Balaka (pasukan pengaman desa) melakukan perlawanan terhadap Selaka
dan menyerang masyarakat sipil Muslim. Tindakan kedua pemberontak
tersebut dikategorikan sebagai kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan,
pembersihan etnis berdasarkan agama.
3. Pemberontak Anti Balaka
Pemberontak Anti Balaka dibentuk tahun 1990 sebelum Bozize berkuasa.
Awalnya Anti-Balaka merupakan pasukan pertahanan desa untuk
melindungi penduduk dari penjahat dan pemberontak. Namun, setelah
peristiwa kudeta oleh Seleka terhadap pemerintahan Bozize yang
menimbulkan korban jiwa penduduk Kristen, Anti-Balaka berubah dan
29
mendeklarasikan dirinya sebagai kelompok bersenjata untuk melawan
Seleka. Anti Balaka adalah koalisi dari pasukan pemerintah rezim Bozize,
dan Forces Armees Centrafricaines (FACA). Serangan pertama Anti
Balaka pada Desember 2013 menyasar pada wilayah timur laut dan selatan
yang menjadi basis Seleka di Republik Afrika Tengah. Serangan ini
menimbulkan 1000 korban jiwa termasuk warga sipil muslim.
Anti Balaka mengkampanyekan gerakan anti-muslim di seluruh wilayah
yang dikuasainya. Hal ini dilakukan dengan melakukan serangan dan
membuat pemberitaan bahwa Seleka yang melakukan serangan tersebut.
Secara masif, Anti-Balaka melakukan pembersihan etnis Muslim di
hampir seluruh wilayah Republik Afrika Tengah. Tujuan utama Anti-
Balaka adalah untuk menghentikan tindakan Seleka terhadap warga sipil
Kristen.
D. Krisis Kemanusiaan dan Kejahatan Internasional
1. Krisis
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan krisis sebagai keadaan
yang berbahaya, keadaan yang genting, keadaan suram.56
Keadaan di
masyarakat menjadi tidak menentu dengan kejadian yang memperburuk
keadaan di masyarakat.
56
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.
30
2. Kemanusiaan
Kemanusiaan berasal dari kata manusia yakni makhluk ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa, yang memiliki potensi, pikiran, rasa, karsa dan cipta.
Potensi ini membuat manusia memiliki kedudukan dan martabat yang
tinggi. Potensi kemanusiaan dimiliki oleh semua manusia di dunia tanpa
memandang ras, keturunan, dan warna kulit, serta bersifat universal.
Universalitas ini menjadi pelindung dan memperlakukan manusia sesuai
dengan hakikatnya yang manusiawi.
3. Nilai Kemanusiaan
Nilai merupakan patokan normatif yang mempengaruhi manusia dalam
menentukan pilihannya. Nilai yang menjadi keyakinan tersebut membuat
manusia bertindak berdasarkan kemanusiaannya. Nilai Kemanusiaan
adalah nilai mengenai harkat dan martabat manusia. Manusia merupakan
makhluk tertinggi di antara makhluk ciptaan Tuhan sehingga nilai-nilai
kemanusiaan tersebut mencerminkan hakikat manusia.
4. Krisis Kemanusiaan
Krisis kemanusiaan adalah keadaan darurat atau kekacauan hidup multi-
dimensi yang dialami manusia telah mencapai titik berbahaya bagi
kelangsungan kehidupan yang disebabkan oleh penyimpangan perilaku
manusia seperti kejahatan kemanusiaan.
31
5. Kejahatan
Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau
kriminologis, dan sosiologis. Kejahatan dalam arti yuridis formal adalah
bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan dan
melanggar hukum.57
Dalam arti yuridis normatif, kejahatan adalah
perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana.
Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia
yang menyalahi norma hidup masyarakat secara konkrit.58
Sedangkan
dalam arti sosiologis, kejahatan dipahami sebagai semua ucapan,
perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosio-
psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila,
menyerang keselamatan warga masyarakat.59
6. Kejahatan Internasional
Kejahatan yang paling serius dan dapat mengganggu keamanan
internasional adalah kejahatan internasional. Kejahatan internasional
merupakan perhatian serius dunia internasional karena mengancam
keamanan dunia dan kemanusiaan. Bassiouni menyatakan,
“International crime is any conduct which in designed as acrime
in multilateral convention will a significant number of state
parties to it, provided the instrument contoins of the ten penal
characteristic.60
57
Kartini Kartono. 2003. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 125. 58
Diah Gustiniati dan Budi Rizki H. 2014.Azas-Azas dan Pemidanaan Hukum Pidana di
Indonesia. Universitas Lampung: Justice Publisher. 83. 59
Kartini Kartono, Op. Cit. 126. 60
M. Cherif Bassiouni. 2012. Introduction to International Criminal Law: Second Revised Edition.
Leiden: Martinus Nijhoff Publishers. 1.
32
Pengaturan mengenai kejahatan internasional menjadi dasar untuk
menentukan apakah suatu peristiwa kejahatan di suatu negara dapat
dikategorikan sebagai kejahatan internasional. Bentuk kejahatan
internasional dalam Statuta Roma 1998 tentang Mahkamah Pidana
Internasional yaitu:
a. Kejahatan Genosida
Kejahatan Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan
tujuan untuk menghancurkan seluruh atau sebagian suatu kelompok
nasional, etnis, ras atau keagamaan,61
perbuatan tersebut diantaranya:
1. Membunuh kelompok;
2. Menimbulkan luka atau mental yang serius terhadap para
anggotanya;
3. Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok
tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik
secara keseluruhan atau sebagian;
4. Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah
kelahiran dalam kelompok tersebut;
5. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok ke kelompok
lain.
b. Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah setiap perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematis
yang ditunjukkan kepada suatu kelompok penduduk sipil,62
perbuatan
tersebut antara lain:
1. Pembunuhan;
2. Pemusnahan;
3. Perbudakan;
4. Deportasi atau pemindahan paksa penduduk;
5. Memenjarakan atau perampasan berat atas kebebasan fisik dengan
melanggar aturan-aturan dasar hukum internasional;
61
Pasal 6, Statuta Roma 1998. 62
Pasal 7, Statuta Roma 1998.
33
6. Pemerkosaan, perbudakan seksual, pemaksaan prostitusi,
penghamilan paksa, pemaksaan sterilisasi atau suatu bentuk
kekerasan seksual lain yang berat;
7. Kejahatan apartheid;
8. Perbuatan tidak manusiawi yang memiliki karakter yang sama secara
internasional mengakibatkan penderitaan yang besar, luka serius
terhadap tubuh atau terhadap mental atau kesehatan fisik seseorang.
c. Kejahatan Perang
Konvensi Jenewa 1949 mendefinisikan kejahatan perang sebagai
perbuatan melawan hak seseorang atau kepemilikan seseorang yang
harus dilindungi63
dalam ketentuan-ketentuan yang diatur dalam
Konvensi Jenewa, yaitu:
1. Pembunuhan Sengaja
2. Penyiksaan atau perlakuan tidak manusiawi termasuk pencobaan-
pencobaan biologi;
3. Perbuatan yang dikehendaki untuk menimbulkan penderitaan yang
dalam atau luka badan maupun kesehatan yang serius;
4. Perusakan secara luas dan perampasan terhadap milik seseorang,
tidak berdasarkan keperluan militer dan dilakukan secara melawan
hukum;
5. Pemaksaan terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi
lainnya untuk melayani dalam ancaman-ancaman musuh
6. Upaya untuk menghalang-halangi yang dilakukan dengan sengaja
terhadap tawanan perang atau orang yang dilindungi dimana mereka
memiliki hak untuk diadili secara adil dan wajar;
7. Deportasi secara melawan hukum atau pemindahan atau penahanan
secara melawan hukum;
8. Penyanderaan.
E. Organ-Organ Perserikatan Bangsa-Bangsa yang Berwenang
Menyelesaikan Sengketa Internasional
Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan organisasi internasional yang bersifat
universal dan memiliki 6 (enam) organ utama yaitu Majelis Umum, Dewan
Keamanan, Dewan Ekonomi Sosial, Dewan Perwalian, Mahkamah
63
Pasal 50, 51, 130, 147 Konvensi Jenewa 1949 dan Pasal 85 Protokol I tahun 1977.
34
Internasional, dan Sekretariat.64
Tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah
memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini menjadi
kewajiban negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Prinsip
penyelesaian sengketa diperkuat melalui Resolusi Majelis Umum Nomor 2625
(XXV) 1970 tentang General Assembly Declaration on Principles of
International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among
States in accordance with the Charter of United Nations.65
Organ-organ utama
yang peran dalam penyelesaian sengketa internasional adalah Majelis Umum,
Dewan Keamanan dan Sekretaris Jenderal.
1. Majelis Umum
Peranan Majelis Umum dalam penyelesaian sengketa adalah inisiator dan
perhatiannya mengenai prosedur penyelesaian sengketa yaitu The Manila
Declaration on the Peaceful Settlement of Disputes 1982 dan The
Declaration on the Prevention and Removal of Disputes and Situations
which May Threaten International Peace and Security and on the Role of
the United Nations in this Field.66
Majelis Umum memiliki wewenang
memberikan saran dan rekomendasi kepada Dewan Keamanan terkait
sengketa yang terjadi.67
Saran dan rekomendasi tersebut mencakup beberapa
hal antara lain, kolonialisasi, pelanggaran HAM, masalah ekonomi
internasional termasuk penyelesaian sengketa.
64
Pasal 7 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 65
http://www.un-documents.net/a25r2526.htm 66
Huala Adolf. 2014. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.109-110. 67
Bab IV Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
35
2. Dewan Keamanan
Dewan Keamanan merupakan salah satu organ utama Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Dewan Keamanan memiliki kekuasaan dan tanggung jawab dalam
menyelesaikan sengketa yaitu (1) Apabila upaya penyelesaian sengketa
gagal dan sengketa yang bersangkuta membahayakan perdamaian dan
keamanan internasional maka para pihak wajib menyerahkan sengketa
kepada Dewan Keamanan. (2) Dewan Keamanan akan menentukan apakah
sengketa yang timbul membahayakan perdamaian dan keamanan
internasional, (3) Dewan Keamanan dapat mengusulkan penyelesaian
dengan cara damai.68
Tanggung jawab tersebut diberikan oleh negara-negara
kepada Dewan Keamanan untuk memelihara perdamaian dan keamanan
internasional ketika menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa.69
Dalam
upaya penyelesaian sengketa, Dewan Keamanan membantu pihak-pihak
yang bersengketa menyelesaikan sengketa melalui beberapa cara antara lain:
(1) Negosiasi, (2) Mediasi, (3) Jasa-Jasa Baik, (4) Pencarian Fakta, (5)
Melalui Mahkamah Internasional, (6) Pasukan Perdamaian Perserikatan
Bangsa-Bangsa, (7) Prosedur Damai, (8) Menjatuhkan sanksi.70
Dewan Keamanan dapat menentukan suatu sengketa yang terjadi merupakan
ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional atau
menimbulkan tindakan agresi maka Dewan Keamanan berwenang
68
Pasal 36 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 69
Pasal 24 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 70
Huala Adolf. 2014. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Jakarta: Sinar Grafika. 101-
107.
36
melakukan pemaksaan. Keputusan Dewan Keamanan mengikat semua
negara dan negara-negara anggota wajib melaksanakan keputusan tersebut.71
3. Sekretaris Jenderal
Peranan Sekretaris Jenderal dalam penyelesaian sengketa diatur dalam Pasal
98 dan 99 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Dalam Pasal 98, fungsi
Dewan Keamanan, Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial, dan Dewan
Perwalian didelegasikan kepada Sekretaris Jenderal. Sekretaris Jenderal
berperan penting dalam penyelesaian sengketa khusunya dalam fungsinya
sebagai jasa baik. Sekretaris Jenderal dapat membawa sengketa-sengketa
yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional ke Dewan
Keamanan.72
71
Pasal 25 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. 72
Pasal 99 Piagam, “The Secretary-General may bring to the attention of the Security Council any
matter which in his opinion may threaten the maintenance of international peace and securty”.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa
penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis, dan konsisten. Penelitian tersebut dilakukan dengan
menggunakan ilmu pengetahuan dan metode tertentu yang menentukan arah
penelitian.73
Metode penelitian dipahami sebagai suatu kegiatan ilmiah yang
dilakukan secara bertahap dengan menentukan objek penelitian, pengumpulan
data, dan menganalisa data sehingga diperoleh pemahaman atas objek, gejala,
atau isu tertentu.
Ilmu Hukum merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji
suatu objek permasalahan dari aspek yuridis normatif dan yuridis empris.
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Peneliti akan mengkaji
pelaksanaan resolusi-resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
terkait krisis kemanusiaan yang terjadi di Republik Afrika Tengah. Ketentuan
hukum normatif merupakan tolok ukur bagi perilaku masyarakat dalam hidup
73
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2012. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada. 1.
38
bersama tanpa mengabaikan fakta yuridis yang ada di dalam masyarakat.74
Kepatuhan terhadap hukum normatif dan penerapan yang sesuai dengan
kondisi masyarakat yang menciptakan kehidupan yang kondusif serta
menciptakan keteraturan, ketertiban, keadilan, keseimbangan, dan
kesejahteraan masyarakat.75
B. Pendekatan Masalah
Masalah dalam penelitian hukum yuridis normatif harus dirumuskan secara
rinci, jelas dan terarah. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai acuan
untuk mendapatkan pendekatan masalah yang rinci, jelas dan terarah antara
lain:
1) Ada atau tidak perbuatan melanggar hukum dalam penerapannya;
2) Cara penyelesaian konflik secara damai;
3) Pertimbangan dalam menyelesaikan konflik melalui militer.
Metode yang digunakan dalam penelitian normatif-yuridis ini adalah live-
case study, yaitu pendekatan studi kasus pada peristiwa hukum yang dalam
keadaan berlangsung atau belum berakhir.76
Metode ini mengharuskan
peneliti melakukan observasi terhadap proses berlakunya hukum normatif
terhadap peristiwa hukum tertentu.
74
Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
133. 75
Ibid. 134. 76
Ibid 149
39
C. Sumber Data, Pengumpulan Data, dan Pengolahan Data
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam peneltian ini adalah bahan sekunder
yang terdiri atas:
a. Bahan hukum primer
Bahan sekunder berupa bahan hukum primer adalah bahan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat. Hal ini mencakup produk hukum baik
nasional maupun internasional. Dalam penulisan ini bahan primer yang
digunakan adalah:
1. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
2. Rome Statue of The International Criminal Court 1998
3. Paragraf 138, 139, 140 Outcome Document General Assembly
United Nations;
4. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2121 tentang Underscores the primary responsibility of the
Central African Republic Authorities to protect the population;
5. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2127 tentang Recalling that the Transnational Authorities
have the primary responsibility to protect the civilian population and
Underscores the primary responsibility of the Transnational
Authorities to protect the population;
6. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2134 tentang Recalling that the Transnational Authorities
40
have the primary responsibility to protect the civilian population in
Central African Republic;
7. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2149 tentang Recalling that the Transnational Authorities
have the primary responsibility to protect the civilian population in
Central African Republic;
8. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2196 tentang Recalling that Central African Republic bears
the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes
against humanity;
9. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2217 tentang Recalling that Central African Republic have
the primary responsibility to protect all population in the Central
African Republic in particular from genocide, war crime, ethnic
cleansing and crimes against humanity;
10. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2262 tentang Recalling that Central African Republic bears
the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes
against humanity;
11. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2301 tentang Recalling that Central African Republic have
the primary responsibility to protect all population in the Central
41
African Republic in particular from genocide, war crime, ethnic
cleansing and crimes against humanity;
12. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2339 tentang Recalling that Central African Republic bears
the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes
against humanity;
13. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2387 tentang Recalling that Central African Republic have
the primary responsibility to protect all population in the Central
African Republic in particular from genocide, war crime, ethnic
cleansing and crimes against humanity;
14. Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa
S/RES/2399 tentang Recalling that Central African Republic bears
the primary responsibility to protect all population within its
territory from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes
against humanity;
15. Provisional Rules of Procedures Security Council (S/96/Rev.7)
16. Report of The International Commission on Intervention and State
Sovereignty
42
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalam bahan hukum penunjang berupa buku-
buku, jurnal, hasil penelitian dan bahan lainnya yang bersumber dari
internet.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang diambil atau
berasal dari kamus-kamus dan ensklopedia.
2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder. Data sekunder meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif yang bersumber dari
perundang-undangan. Data normatif tersebut umumnya berupa ketentuan
undang-undang atau perjanjian internasional yang menjadi tolok ukur
terapan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka yang
meliputi perundang-undangan, buku literatur hukum atau bahan hukum
lainnya.
3. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara kuantitatif yaitu menekankan
aspek pemahaman mendalam terhadap suatu permasalahan dan menarik
azas-azas hukum, menelaah sistematika sumber-sumber hukum
43
internasional, dan sejarah hukum.77
Tujuan dari pengolahan data ini adalah
agar penulis dapat memahami secara mendalam terhadap permasalahan
yang sedang dikaji.
D. Analisis Data
Penelitian hukum memiliki dasar filosofis yaitu kebenaran, keadilan,
kejujuran, objektivitas, dan keteraturan. Dasar filosofis ini menjadi petujuk
dalam mencari kebenaran hakiki dari setiap gejala yuridis dan fakta yuridis
yang terjadi. Analisis data merupakan hal paling penting untuk menemukan
kebenaran dari suatu permasalahan. Analisis data dilakukan secara kualitatif,
komprehensif, dan lengkap sehingga menghasilkan produk yuridis normatif
yang sempurna. Analisis data selalu mengarah pada alternatif:
1) Proses penerapan sudah sesuai dengan ketentuan hukum normatif,
akibatnya mencapai tujuan yang telah disepakati;
2) Proses penerapan sudah sesuai dengan ketentuan hukum normatif, tetapi
akibatnya tidak mencapai tujuan yang telah ditentukan;
3) Proses penerapan tidak sesuai dengan ketentuan hukum normatif,
akibatnya tidak mencapai tujuan yang telah ditentukan; dan
4) Proses penerapan tidak sesuai dengan ketentuan hukum normatif, tetapi
akibatnya mencapai tujuan yang telah ditentukan.
77
Soerjono Soekanto, Loc. Cit. 252-263
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari masalah yang terkandung dalam penelitian ini
maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Kedudukan hukum Responsibility to Protect dalam hukum internasional
melalui analisis terhadap sumber hukum hukum internasional yang termuat
pada pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional. Responsibility to
Protect merupakan doktrin hukum internasional karena doktrin
Responsibility to Protect dipakai menganalisis kasus dengan melakukan
pemetaan dan tafsiran, sistematisasi hukum di bawah prinsip-prinsip hukum
umum yang abstrak, dan mengembangkan filsafat moral serta filsafat
keadilan. Selain itu, Responsibility to Protect untuk memperkuat resolusi
Dewan Keamanan untuk melakukan intervensi terhadap urusan dalam
negeri suatu negara yang berkaitan dengan konflik yang mengancam
perdamaian dan keamanan internasional.
2. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan 18
resolusi terkait dengan krisis kemanusiaan di Republik Afrika Tengah.
Namun, hanya 11 (sebelas) resolusi yang menggunakan Responsibility to
Protect. Ada 2 (dua) indikator untuk menentukan penerapan Responsibility
to Protect dalam resolusi Dewan Keamanan di Republik Afrika Tengah
111
yaitu (1) Adanya frasa “the primary responsibility to protect the civilian
population”; “the transnational Authorities have the primary responsibility
to protect the civilian population and underscores the primary responsibility
of the transnational authorities to protect the population.”; “the
transnational Authorities have the primary responsibility to protect the
civilian populationin Central African Republic”; “Central African Republic
bears the primary responsibility to protect all population within its territory
from genocide, war crime, ethnic cleansing and crimes against humanity”
(2) Di dalam resolusi-resolusi tersebut terdapat unsur Responsibility to
Protect yaitu Responsibility to Prevent melalui pembangunan kelembagaan
negara, Responsibility to React melalui sanksi embargo senjata, larangan
perjalanan dan pembekuan aset serta Responsibility to Rebuild melalui
program Disarmament, Demobilization, Reintegration dan Repatriation.
B. Saran
1. Pemerintah Republik Afrika Tengah
a. Untuk memprioritaskan perlindungan terhadap masyarakat sipil dengan
membangun sebuah sistem perlindungan kemanusiaan bersama dengan
komunitas internasional.
b. Mengadili pelaku kejahatan yang menyebabkan konflik di Republik
Afrika Tengah
c. Mengadakan Pemilihan Umum demi mewujudkan demokrasi.
d. Pemenuhan hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat.
112
e. Ratifikasi instrumen internasional dan regional dalam rangka
perlindungan HAM
2. Perserikatan Bangsa-Bangsa
a. Memperkuat peran MINUSCA untuk menjaga perdamaian di Republik
Afrika Tengah.
b. Memperkuat koordinasi antara MINUSCA dan BINUCA untuk menjaga
stabilitas keamanan di Republik Afrika Tengah.
c. Membangun kerjasama dengan organisasi regional dan organisasi
internasional untuk memperkuat perlindungan terhadap penduduk yang
menjadi korban.
d. Membawa pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ke Mahkamah Pidana
Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku.
Adolf, Huala. 2011. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional.
Bandung: Keni Media.
_______________________. 1999. Pengantar Hukum Internasional: Buku 1.
Jakarta: Putra Abardin
_______________________. 2014. Hukum Penyelesaian Sengketa
Internasional. Jakarta: Sinar Grafika.
Bassiouni, M. Cherif. 2012. Introduction to International Criminal Law:
Second Revised Edition. Leiden: Martinus Nijhoff Publishers.
Brownlie, Ian. 1990. Principles of Public International Law, 4th ed. Oxford:
Clarendon Press.
Cipta, B. Hestu Cipto Handoyono. 2003. Hukum Tata Negara,
Kewarganegaraan dan HAM. Yohyakarta: Universitas Atma Jaya.
Darmawan, Asep. 2005. Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Komandan
dalam Hukum Humaniter: Kumpulan Tulisan. Jakarta: Pusat Studi
Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Dixon, Martin. 2004. Textbook on International Law. Oxford: Oxford
University Press. Fifth Edition.
Dunoff, Jeffry L.. 2010. International Law: Norms, Actors, Process: A
Problem Oriented Approach.
Gustiniati, Diah dan Budi Rizki H. 2014.Azas-Azas dan Pemidanaan Hukum
Pidana di Indonesia. Universitas Lampung: Justice Publisher.
Heinze, Eric. 2009. Waging Humanitarian War: The Ethnic, Law and Politics
of Humanitarian Intervention. Albany: State University of New York
Press.
Hidayat, Bunadi. 2006. Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai Proses
Pengembangan Lembaga Hukum Modern di Indonesia.Yuridika.
Istanto, F. Sugeng. 1992. Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Perlawanan
Rakyat Semesta dan Hukum Internasional. Yogyakarta: Andi Offset.
Kalck, Pierre. 2005. Historical Dictionary of the Central African Republic.
Lanham, Maryland, Toronto, Oxford: The Scarecrow Press Inc.
Kartono, Kartini. 2003. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Kelsen, Hans.1973. General Theory of Law and State.New York: Russell and
Russell.
Kusumaatmadja, Mochtar. 1986. Hukum Laut Internasional. Bina
Cipta:Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
Nardin, Terry. 2000. The Moral Basis of Humanitarian Intervention.
Symposium on the Norms and Ethics of Humanitarian Intervention.
Centre for Global Peace and Conflict Studies: University of
California.
Pathiana, I Wayan.2016. Hukum Pidana Internasional. Jakarta: Yrama Widya.
Rosyidin, Muhamad. 2010. Intervensi Kemanusiaan dalam Studi Hubungan
Internasional: Perdebatan Realis vs Konstruktivis. Semarang:
Universitas Diponegoro
Sasongko, Wahyu. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Lampung: Universitas
Lampung.
Sefriani. 2012. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2012. Penelitian Hukum Normatif.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Starke, J.G.. 2001.Pengantar Hukum Internasional 2. Jakarta: Sinar Grafika.
Tahar, Abdul Muthalib. 2015. Hukum Internasional dan Perkembangannya.
Lampung: Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Williams, Paul. 2008. Security Studies: An Introduction. London: Routledge.
B. Jurnal, Skripsi, Makalah, Artikel.
Akasaki, Genta, Emilie Ballestraz dan Matel Sow. 2015. “What went wrong
in the Central African Republic: International Engagement and the
Failure to Think Conflict Prevention”. Jenewa: Geneva Peace
Building Platfrom.
Amnesti Internasional. 2014. “Ethnic Cleansing and Sectarian Killings in the
Central African Republic. London: Amnesti International Publications
Analyst in African Affairs. 2015. “Crisis in the Central African Republic.
African Affairs: Congressional Research Service.
Annette Weber dan Markus Kaim. 2014. „„Central African Republic in Crisis:
African Union Mission needs United Nations Support”
Bellamy, Alex. 2003. “Humanitarian Intervention and The Three Traditions”,
Global Society.
BTI 2016. 2016. Central African Republic Country Report. 3. http://www.bti-
procect.org.
Carsten. Stahn. 2007. “The Responsibility to Protect: Political Rhetoric or
Emerging Legal Norm”. The American Journal of International Law,
Vol. 101, No. 1 (Januari 2007). http://links.jstor.org/sici=0002-
9300%28200701%29101%A1%3C99%3ARTPPRO%3E2.0.CO%3B
2-C
Central African Republic. 2015. „‟Intended Nationally Determined
Contribution”. INDC CAR.
Central African Republic: A country in the hands of Seleka war criminals,
September 2013 and Human Rights Watch, I can still smell the dead,
September 2013.
Dean Stahl dan Karen Kerchelich. 2001. Abbreviations Dictionary. Boca
Raton, London, New York, Washington D.C.: CRC Press. 1435.
http://lemkonom.ddnss.org.
Gagro, Sandra Fabijanic. 2014. „„The Responsibility to Protect Doctrine“.
International Journal of Social Sciences, no III.
Gagro, Sandra Fabijanic. 2014. “The Responsibility to Protect. International
Journal of Social Sciences, III (1).
Hilpold, Peter. 2015. “Responsibility to Protect (R2P): A New Paradigm of
International Law. Brill Nijhoff.
ICISS. 2001. Report of the International Commission on Intervention and
State Sovereignty.
Kunadt, Nanja. 2011. “The Responsibility to Protect as a General Principle of
International Law. Anuario Mexicano de Derecho
Internacional.Volume XI. 190.
Lee, Thoms H.. 2014. “The Law of War and the Responsibility to Protect
Civilians: A Reinteprations. Massachusetts: Harvard International
Law Journal. Vol. 55, Number 2. 252.
Mitropolitski, Simeon. 2011. “Weber‟s Definition of the State as an
Ethnographic Tool for Understanding the Contemporary Political
Science State of the Discipline. Paper Presented at the Annual
Conference of the Canadian Political Science Association Wilfrid
Laurier University. Montreal: University of Montreal.
Nanda, Ved. P.. “The Future Under International Law of The Responsibility
to Protect after Libya and Syria. Michigan State International Law
Review. Volume 21:1.
Rabello, Alfredo Mordechai. 2004. “Non Liquet: From Modern law to Roman
Law”. Annual Survey of International and Comparative Law: Vol. 10:
Iss, Article 2. 11-12.
http://digitalcommons.law.ggu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1080
&contect=annlsurvey
Rahayu., 2012, “Eksistensi Prinsip Responsibility to Protect dalam Hukum
Internasional”, MMH, Jilid 41, Universitas Diponegoro.
Rosenblad, E.. International Humanitarian Law of Armed Conflict. Jenewa:
Henry Dunant Institute.
Rosyidin, Muhamad. 2010. Intervensi Kemanusiaan dalam Studi Hubungan
Internasional: Perdebatan Realis vs Konstruktivis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Saragih, Santa Marelda. Responsibility to Protect: Sebuah Tanggung Jawab
dalam Kedaulatan Negara. http://pustakahpi9 k RF—q8
.kemlu.go.id/app/Volume%202,%20Mei-
Agustus%202011_35_45.PDF.
Spittaels, S.dan F. Hilgert. 2009. “Mapping Conflict Motives: Central African
Republic”. IPIS report.
The Responsibility to Protect. www.un.org/preventgenocide/rwanda/pdf/
Ulrich Scheuner. “Conflict of Treaty Provisions with a Peremptory Norm of
General International Lw and its Consequences: Comments on Arts.
50, 61 and 67 of the ILC‟s 1966 Fraft Articles on the Law Treaties”.
525-526. http://www.zaoerv.de/27_1967/27_1967_3_c_520_532.pdf
C. Surat Kabar, Majalah, Internet
http://avalon.law.yale.edu/17th_century/westphal.asp
http://law.cornell.edu/wex/opinio_juris_internationaal_law
http://wealthofhtecommons.org/essay/common-heritage-mankind-bold-
doctrine-kept-within-strict-boundaries
http://www.globalr2p.org/publications/652.
http://www.un.org/en/development/desa/population/migration/generalassembl
y/docs/globalcompact/A_RES_60_1.pdf
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2031(2011)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2088(2013)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2127(2013)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2134(2014)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2181%20(201
4)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2196%20(201
5)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2212%20(201
5
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2217(2015)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2262(2016)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2264(2016)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2272(2016)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2301(2016)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2339(2017)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2387(2017)
http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/23991(2018)
http://www.un.org/ga/search/view_doc.asp?symbol=S/RES/2127%20%28201
3%29
http://www.un-documents.net/a25r2526.htm
http://www.unicef.org/media/media_83024.html
http://www.unicef.org/media/media_83024.html
https://www.globalr2p.org/media/files/resolution-2150.pdf
https://www.heritage.org/index/pdf/2018/countries/centralafricanrepublic.pdf
https://www.responsibilitytoprotect.org/files/final%20poc%20resolution.pdf
https://www.responsibilitytoprotect.org/Resolution%20RtoP(3).pdf
https://www.un.org/ruleoflaw/files/Security%20Council%Resolution%20189
4.pdf
D. Dokumen
Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide
1948.
Convention with Respect the Laws and Customs of War on Land (Hague II)
1899.The Avalon Project.
http://avalon.law.yale.edu/20th_century/hague02.asp.
Convention with Respect the Laws and Customs of War on Land (Hague II)
1899.The Avalon
Project.http://avalon.law.yale.edu/20th_century/hague02.asp.
High Level Panel Report on Threats, Challenges and Changes, A More
Secure WorldL Our Shared Responsibility UN Doc A/59/565 (2004).
http://www.responsibilitytoprotect.org/index.php/publications
Implementing the Responsibility to Protect Report of the Secretary General
UN Doc A/63/677/2009.
International Court of Justice Statue.
Konvensi Montevideo 1933.
https://www.ilsa.org/jessup/jessup15/Montevideo%20Convention.pdf
Konvensi Wina 1968 tentang Perjanjian Internasional
Kovensi Jenewa 1949
Laporan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa S/2011/311
Laporan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa S/2013.261.
Note the Secretary-General‟s comment that the advisers are to work in
collaboration: Letter dated 31 August 2007 from the Secretary-
General addressed to the President of the Security Council UN Doc
S/2007/721
http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=25702&Cr=ki-
moon&Cr1
Protokol Tambahan I 1977
Provisional Rules of Procedures Security Council (S/96/Rev.7)
Report of Secretary-General of United Nations Number s/2013/261
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan. 2005. In Larger
Freedom: Towards Development, Security, and Human Rights for All,
UN Document A/59/2005.
Statuta Roma 1998
United Nations Charter
United Nations Convention on The Law of The Sea 1982.
http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/uncl
os_e.pdf .