penerapan pembelajaran kooperatif model group...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL
GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN
MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATA DIKLAT
PEMASARAN PADA SISWA SMK PGRI 3 KOTA KEDIRI
Tesis
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Teknologi Pendidikan
Disusun oleh :
YUNITA PUJI MAHENDRAWATI
NIM : S810809128
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
Abstrak Yunita PM: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matadiklat Pemasaran pada Siswa SMK PGRI 3 Kota Kediri, Tesis, Program Pasca Sarja UNS Surakarta, 2010. Kata kunci: kooperatif, group investigation, motivasi, pemasaran.
Penelitian ini dilatar belakangi hasil pengamatan dan pengalaman peneliti, bahwa pembelajaran matadiklat Pemasaran masih didominasi oleh aktivitas pembelajaran yang berupa kegiatan klasikal dengan dominasi pada peran guru. Akibatnya suasana kelas monoton, pasif, dan membosankan. Hal tersebut nampak dari motivasi belajar siswa yang rendah, yang pada akhirnya hasil belajarnyapun juga rendah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan permasalahan yang diteliti yaitu: (1) Bagaimanakah penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa? (2) Apakah pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa? (3) Apakah pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan sampel siswa kelas XI Jurusan Pemasaran SMK PGRI 3 Kediri. Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus, menggunakan instrumen berupa RPP, lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi aktivitas guru, kuesioner motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah (1) Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah yang efektif penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran. (2) Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. (3) Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, direkomendasikan: (1) model pembelajaran GI adalah untuk mengembangkan kemampuan kerjasama. Oleh sebab itu guru sebagai pelaksana pembelajaran harus mengutamakan proses yang mendukung terciptanya suasana kerja kelompok. (2) Sebelum guru memilih sebuah model ini untuk digunakan hendaknya dicoba terlebih dahulu dalam bentuk simulasi. (3) Guru masih perlu mengujinya terus menerus, untuk membuktikan apakah model pembelajaran GI sesuai dengan seluruh karakteristik materi dan karakteristik siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
Abstract Yunita PM: Implementation Cooperative Learning Group Investigation to Increase Motivation and Learning Outcomes Matadiklat Pemasaran on Student SMK PGRI 3 Kediri, Thesis, Postgraduate Program, UNS, Surakarta, 2010. Key words: cooperative, group investigation, motivation, pemasaran.
This study was based on observation and experience of researchers, that
learning matadiklat Pemasaran is still dominated by activity in the form of classical learning with a dominance on the role of teacher. As a result, the class atmosphere monotonous, passive and boring. It is apparent from the low student motivation, which ultimately results learning outcomes also low.
Based on the background of the problem is formulated problems studied were: (1) How is the application of methods of Group Investigation in matadiklat Pemasaran to enhance student motivation and learning outcomes? (2) Does learning Group Investigation method in matadiklat Pemasaran can increase students' motivation? (3) Does learning Group Investigation method in matadiklat Pemasaran can improve student learning outcomes?
This research approach Classroom Action Research (CAR) with a sample of students in grade XI Pemasaran Programs SMK PGRI 3 Kediri. The experiment was conducted in 3 cycles, using the instrument in the form of lesson plans, student activity sheets observation, teacher observation sheet activities, learning motivation questionnaire and test results of students' learning.
Conclusion The results of this study were (1) Through the action learning cycle can be found in the steps of effective application of methods of group investigation in matadiklat Pemasaran. (2) Through the action learning cycle group investigation method in matadiklat Pemasaran can increase students' motivation. (3) Through the action learning cycle group investigation method in matadiklat Pemasaran can improve student learning outcomes.
Based on the conclusion of the study are recommended: (1) GI learning model is to develop cooperation skills. Therefore, teachers as implementers of learning should give priority to processes that support the creation of an atmosphere of group work. (2) Before the teacher to choose a model to be used should be tested first in the form of simulation. (3) Teachers will still need to test it continuously, to verify whether the learning model of GI in accordance with all the characteristics of the material and characteristics of students.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan Yang Maha
Kuasa, atas segala limpahan rahmad-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat
saya selesaikan.
Tesis ini berjudul: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Mata Diklat
Pemasaran pada Siswa SMK PGRI 3 Kota Kediri.
Penelitian ini dilakukan guna penyusunan tesis untuk penyelesaian studi
meraih gelar Magister Pendidikan program studi Teknologi Pembelajaran pada
Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini ucapan terimakasih dan penghargaan yang setulus-
tulusnya tidak lupa saya sampaikan kepada:
1. Direktur Program Pasca Sarjana UNS Surakarta.
2. Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana
UNS Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang
dengan sabar dan telaten telah memberikan bimbingan dan petunjuk
untuk penulisan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd. selaku dosen pembimbing
II, yang dengan sangat penuh perhatian dan sabar memberikan
bimbingan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
5. Kepala Sekolah dan Rekan-reka guru SMK PGRI 3 Kediri yang
memberikan ijin dan membantu untuk melakukan penelitian di sekolah
tersebut.
6. Rekan-rekan mahasiswa TEP UNS yang banyak membantu baik
berupa moril maupun materiil.
7. Keluarga, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu disini, yang juga telah memberikan bantuan guna penyelesaian
tesis ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan pada tesis ini, oleh karena itu
diharapkan kritik, saran, dan tegur sapa dari semua pihak demi perbaikan dan
kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya harapan Kami semogra tesis ada manfaatnya bagi dunia
pendidikan, meski hanya ibarat setitik air bagi samodra luas.
Kediri, Januari 2011
Yunita Puji Mahendrawati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah 1
B. Batasan Masalah 10
C. Rumusan Masalah 11
D. Tujuan Penelitian 11
E. Kegunaan Penelitian 12
BAB II : KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning)
1. Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning) 13
2. Pembelajaran Kooperatif Group Investigasi 18
3. Motivasi Belajar 24
4. Hasil Belajar 33
B. Kerangka Berpikir 36
C. Hipotesis Tindakan 38
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 39
B. Obyek Tindakan 40
C. Seting Lokasi dan subyek penelitian 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
D. Metode Pengumpulan Data 42
E. Metode Analisis Data 47
BAB IV: HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Analisis 49
B. Deskripsi Temuan Penelitian 50
C. Pembahasan Hasil Penelitian 74
D. Kendala dan Keterbatasan 78
BAB V: KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 83
B. Implikasi 83
C. Rekomendasi 85
Daftar Pustaka 87
Lampiran-lampiran 90
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
3.1 : Indikator Lembar observasi Aktivitas belajar Siswa 42
3.2 : Indikator Lembar observasi Aktivitas Guru 44
3.3 : Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Relajar Siswa 46
4.2 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I 54
4.3 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I 55
4.4 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus I 56
4.5 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus I 57
4.6 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II 62
4.7 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II 63
4.8 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus II 64
4.9 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus II 64
4.10 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus III 70
4.11 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III 71
4.12 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus III 72
4.13 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus III 72
4.14 : Perbandingan hasil Tindakan Siklus I, II, III 75
4.15 : Hasil Uji-t Perbandingan Hasil Tindakan Siklus I, II, III 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1: Grafik perbandingan hasil tindakan siklus I, II, III 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
1 : Instrumen Penelitian
2 : Data hasil observasi siswa
3 : Data Hasil observasi Guru
4 : Data Motivasi dan Hasil Belajar
5 : Data hasil analisis statistika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Hingga saat ini pada umumnya guru dalam proses belajar mengajar masih
menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan
cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa
dengan siswa sangat kecil dan siswa pasif. Aktivitas terjadi secara klasikal
dengan menggunakan metode ceramah. Untuk mencegah terjadinya fenomena
proses pembelajaran yang demikian itu, maka lebih baik sejak awal istilah
pembelajaran (instruction) untuk mengganti mengajar (teaching).
Secara sederhana pengetian pembelajaran adalah "upaya untuk membela-
jarkan siswa" (Degeng, 1990:2). Upaya tersebut tidak hanya berupa bagaimana
siswa belajar dengan sendiri, melainkan bertujuan, dan terkontrol. Lebih lanjut
Degeng (1990:2) mengemukakan bahwa ungkapan pembelajaran memiliki makna
yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan (desain) upaya
membelajarkan siswa.
Wina Sanjaya (2006:78) mendefinisikan pembelajaran sebagai proses
pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa kearah
yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki
siswa. Pembelajaran sebenarnya adalah upaya yang dilakukan (oleh guru bila kita
berbicara tentang pelaksanaan program pendidikan di sekolah) untuk menciptakan
kondisi (Gagne menyebutnya peristiwa eksternal) untuk menunjang atau
memudahkan siswa belajar. Peristiwa eksternal yang diciptakan untuk memberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
kemudahan siswa untuk belajar disini tidak lain adalah bagaimana dapat
digunakan berbagai jenis sumber belajar dengan mana siswa dapat berinteraksi
sehingga peristiwa belajar yang bersifat internal itu akan terjadi atau berlangsung.
Belajar hanya akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan sumber
belajar, yang menurut AECT (Associaation of educational comunications and
tecnology) ada enam macam yaitu: pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar
(setting) (Rinanto, Andre, 1982:132). Secara konseptual sebenarnya pembelajaran
tidak berarti “membesarkan peran guru disatu pihak dan mengecilkan peran siswa
dipihak lain” (Sanjaya, Wina, 2006:80). Guru tetap harus berperan aktif dan
optimal, demikian pula halnya dengan siswa. Perbedaan utamanya hanya terletak
pada tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses
pembelajaran.
Model pembelajaran klasikal dengan ceramah menjadikan pembelajaran
kurang bermakna, karena partisipasi pengajar terlalu mendominasi. Peluang
untuk memaksimalkan peranan siswa dalam penguasaan materi sesungguhnya
sangat besar, yakni dengan cara memperbanyak waktu agar dimanfaatkan oleh
siswa. Di samping itu, penajaman kreativitas siswa terhadap materi lebih
diutamakan, sehingga keragaman respon terhadap materi yang diajarkan menjadi
sangat penting.
Setiap proses pembelajaran menuntut terjadinya interaksi yang tinggi
antara pengajar dengan siswa. Karenanya, perlu dikembangkan berbagai kegiatan
belajar dengan melibatkan peran aktif siswa atas dasar tujuan yang ingin dicapai.
Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan meliputi: a) penajaman kognitif,
artinya pengajar memberikan isu materi, kemudian siswa melibatkan diri untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
mengidentifikasi masalah. b) demonstrasi, artinya pengajar memutar media audio
visual sebagai contoh peragaan atau memberikan ilustrasi pengalaman hidup
sehari-hari, kemudian siswa merespons, dan terlibat mengumpulkan informasi
serta mengevaluasi informasi berdasarkan masalah. c) instruksi verbal, artinya
pengajar memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan siswa, dan siswa
secara aktif memahami petunjuk yang ada. d) diskusi, artinya pengajar
memberikan keleluasaan siswa untuk melakukan diskusi baik secara individual
maupun kelompok mengenai masalah yang disampaikan. e) evaluasi, artinya
pengajar memberikan penilaian atas partisipsi dan keterlibatan siswa proses
pembelajaran sesuai dengan rencana dan tindakan nyata yang diberikan siswa,
baik secara kelompok ataupun individu yang dinilai secara periodik melalui
kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas.
Seirama dengan perkembangan psikologi belajar, terdapat kecenderungan
untuk menggusur paham behaviorisme dengan paham kognitivisme
(konstruktivisme). Oleh karena itu pendulum pembelajaran sekarang lebih
berpusat pada siswa dan tidak berpusat pada guru. Paham konstruktivisme
sekarang begitu pesat perkembangannya sehingga ada kecenderungan yang
berbau behaviorisme digusur. Apa yang disebut pendekatan CBSA, pendekatan
keterampilan proses (Coni Semiawan, 1985), dan pendekatan komunikatif dalam
pengajaran bahasa (Richards dan Rodgers, 1986), tidak lain merupakan cerminan
perubahan paradigma pembelajaran tersebut. Tetapi bagaimana pun harus diingat
bahwa selayaknya guru itu menguasai berbagai metode mengajar. Untuk situasi
tertentu mungkin cocok metode tertentu tetapi pada konteks yang lain dengan
varibel yang lain mungkin cocok dengan metode yang lain. Anak yang sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
reflekti mungkin cocok denga pola pembelajaran individual, tetapi anak yang
sangat impulsif lebih cocok dengan pola belajar kelompok. Oleh karena itu kalau
misalnya seorang guru selalu menggunakan metode kelompok dalam
pembelajaran, anak yang reflektif akan sangat dirugikan.
Menurut Degeng (1990:4), peran guru di sekolah adalah sebagai
perancang pengajaran, pelaksana pengajaran, dan penilai pengajaran. Karena itu
dalam menyampaikan materi pelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa
dapat belajar secara efektif, efisien, mudah memahami pelajaran yang sedang
disampaikan, serta mengena pada tujuan. Pemakaian strategi yang tepat akan
mempermudah siswa dalam menangkap dan memahami materi yang disampaikan.
Dalam hal atau keadaan tertentu, siswa seringkali merasa bosan ketika
menerima pelajaran di kelas/sekolah. Sifat-sifat siswa yang cepat bosan terhadap
satu hal, ingin mengetahui hal-hal baru, dll., harus kita maklumi dan kita
tangggapi sebagai masukan untuk memberikan kondisi belajar yang baik bagi para
siswa. Dalam kelompok-kelompok belajar, dimungkinkan siswa merasa
mendapatkan kondisi belajar yang ia inginkan, maka minat belajarnya akhirnya
meningkat.
Jika asumsi diatas dapat diterima, maka permasalahan yang muncul
adalah: "apakah upaya menciptakan kondisi belajar semacam itu harus dilakukan
dalam penerapan strategi pembelajaran oleh guru di dalam kelas?". Sehingga
permasalahan berikutnya adalah: "apakah model pembelajaran kooperatif dapat
digunakan sebagai salah satu cara untuk menciptakan kondisi belajar yang baru
bagi para siswa?" .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pada umumnya, dalam proses belajar mengajar, para guru masih
menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan
cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa
dengan siswa sangat kecil dan siswa (biasanya) pasif. Aktivitas terjadi secara
klasikal dengan menggunakan metode ceramah. Pada pembelajaran dengan
strategi klasikal (metode ceramah), kelas yang terdiri dari 38 siswa diberi
keterangan, informasi, ataupun uraian secara lisan dalam waktu bersamaan.
Dengan aktivitas seperti ini otonomi individu dan kebebasan siswa kurang
mendapatkan perhatian. Gage, (dalam Suprapto, 1999:3). Lebih lanjut
Muhammad, (1997:84) mengemukakan bahwa metode ceramah akan:(1)
menumbuhkan kekuatan hafalan dan memberatkan jiwa karena lama
memperhatikan, (2) guru tidak akan mengetahui kadar pengetahuan yang sudah
ditangkap oleh murid, (3) mudah dilupakan, dan (4) tidak dapat membangkitkan
kesempatan bertanya. Selain itu dengan metode ini selama proses pembelajaran
terjadi aktivitas belajar DDCH (Duduk, Dengar, Catat, dan Hafal). (Semiawan
dkk, 1985:1)
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada pembelajaran Pemasaran
ditemukan keragaman masalah sebagai berikut:
a. Dalam pembelajaran Pemasaran sering terlihat bahwa siswa kurang aktif
dalam mengikuti pelajaran. Siswa jarang sekali bertanya ataupun
mengutarakan ide, walaupun guru sering kali meminta siswa
menanyakan hal-hal yang belum faham. Keaktifan untuk mengerjakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga kurang dan biasanya
siswa hanya menulis jawaban setelah soal selesai dikerjakan guru
b. Kreativitas siswa dalam membuat dan menyampaikan ide-idenya masih
sangat rendah. Hal ini disebabkan karena guru kurang mendorong dan
membantu siswa dalam memunculkan kreativitasnya
c. Kurang kemandirian siswa dalam mengerjakan PR dan mempelajari
materi pelajaran baik yang sudah maupun yang belum diajarkan
disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa menguasai materi
palajaran dan motivasi siswa untuk belajar
d. Permasalahan lain yang sering ditemukan pada saat ini adalah
kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Pada
pembelajaran Pemasaran, domonasi guru masih sangat tinggi,
pengorganisasian siswa cenderung searah dan klasikal dan guru jarang
berkeliling mendekati siswa.
Saat ini sangat diperlukan pengetahuan tentang jenis-jenis metode yang
dapat mempermudah belajar, lebih menyenangkan bagi siswa, lebih efektif dan
efisien, dan mempunyai daya tarik tinggi. Agar siswa aktif selama proses
pembelajaran, guru dituntut agar mampu dan terampil dalam pengambilan
keputusan yang tepat melalui penciptaan kondisi belajar yang sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, bisa
bertukar pendapat dan memecahkan masalah bersama-sama adalah dengan
pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation (GI). Pembelajaran
kooperatif dengan metode GI adalah pembelajaran yang dilakukan secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
berkelompok, yaitu siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok
kecil. Dengan pembelajaran kelompok kecil siswa dapat berkomunikasi secara
langsung, mengambil keputusan bersama dan terlibat secara aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini pula siswa dapat berbagi informasi,
memecahkan masalah, meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting,
mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi, berdiskusi, serta
dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan.
Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh
gagasan John Dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di
dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi.
Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah
digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai
tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa
mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah
itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Menurut Depdiknas (2005:18) pada pembelajaran ini guru seyogyanya
mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai
salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang
dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut Winataputra
(1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-
keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman
kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan
dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah
memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial
yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan
sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan
model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk
dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan
proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. (2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru
membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa
heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam
topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok
merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani
konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini
diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Strategi pembelajaran adalah gambaran komponen materi dan prosedur
atau cara yang digunakan untuk memudahkan siswa belajar (Dick dan Carey,
1990). Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai
seni dalam operasi peperangan. Namun dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam
oleh bidang-bidang lain, termasuk bidang pendidikan. Dalam kaitannya dengan
belajar mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya
guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat
tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian
hingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran.
Menurut Good dan Cramer (1990) pembelajaran dengan strategi kelompok
kecil adalah pembelajaran yang dilakukan terhadap siswa yang dibagi dalam
beberapa kelompok dalam satu kelas, terdiri dari 5 sampai 8 siswa. Sedangkan
pembelajaran klasikal atau sering disebut dengan pembelajaran konvensional
adalah aktivitas belajar dan mengajar di dalam kelas dimana selalu didominasi
oleh guru, sehingga otonomi individu dan kebebasan siswa kurang mendapatkan
perhatian (Gage, Berliner, 1984:35).
Pembelajaran kooperatif dengan metode GI adalah juga pembelajaran
yang mengkondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil sehingga akan
terjadi kondisi belajar yang maksimal, dan pada akhirnya akan tercapai tujuan
belajar. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk berinteraksi satu dengan
yang lainnya dan sekaligus merangsang siswa untuk berpikir kreatif. Selama
proses pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning perlu
diupayakan penumbuhan sikap positif pada diri siswa, yaitu dengan cara
menghormati antar sesama, sikap demokratis, menghargai perbedaan, tanggung
jawab, menjalin kebersamaan dan kerja sama yang baik. Dengan strategi ini
diharapkan siswa dapat memecahkan masalah bersama-sama.
Dalam pembelajaran model group investigation, interaksi sosial menjadi
salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru. Dalam
pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan
kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan
produktif. Pola pengajaran ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut terlibat dalam penentuan
pembelajaran. Karakter metode pembelajaran group investigation yang kompleks
ini menarik untuk dikaji dan coba diterapkan, apalagi di SMK untuk matadiklat
Pemasaran.
Keberhasilan penerapan metode pembelajaran group investigation tidak
terlepas dari adanya pandangan konstruktivisme dan prinsip pembelajaran
demokrasi dalam metode ini sehingga pembelajaran berlangsung tidak kaku akan
tetapi penuh kesepakatan. Hal ini sangat menarik untuk diterapkan pada mata
diklat pemasara, dimana mata diklat pemasaran adalah masuk dalam kelompok
ilmu sosial dimana dalam pembelajarannya memerlukan keterampilan siswa
dalam menganalisa kenyataan social pemasaran secara umum . Oleh karena itu
peneliti disini mencoba menerapkan metode ini dengan tujuan meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
B. Pembatasan Masalah.
Mengingat luasnya permasalahan serta adanya keterbatasan kemampuan dan
keterbatasan metodologis, peneliti melakukan pembatasan-pembatasan, sebagai
berikut:
1. Pembatasan luas sasaran penelitian, yaitu hanya mengambil secara acak 1
kelas saja sebagai sampel, yaitu untuk jurusan Pemasaran ditetapkan kelas
XI Pemasaran dengan jumlah siswa dalam kelas sebanyak 38 siswa.
Pertimbangan yang digunakan peneliti adalah pada kelas tersebut semua
syarat metodologis yang dibutuhkan dapat dipenuhi, juga kondisi
kemampuan siswa yang relatif homogin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. Pembatasan materi bahasan yang diteliti juga dilakukan, yaitu hanya 1
Standar Kompetensi (SK) pada kelas XI semester ganjil.
C. Rumusan Masalah.
Permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan metode group investigation dalam matadiklat
Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa?
2. Apakah pembelajaran yang menerapkan metode group investigation dalam
matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?
3. Apakah pembelajaran yang menerapkan metode group investigation dalam
matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
D. Tujuan Penelitian.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menemukan langkah-langkah yang efektif dalam penerapan metode
group investigation dalam matadiklat Pemasaran untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Membuktikan apakah pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
3. Membuktikan apakah pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
E. Kegunaan Penelitian.
Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi Siswa:
Memberi nuansa baru dalam proses pembelajaran. Selama ini mereka terbiasa
mendapatkan pembelajaran secara klasikal dengan ceramah,karena itu perlu
diperkenalkan pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning
atau pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan
terlibat secara aktif dan dapat mengasah kemampuan siswa untuk
bersosialisasi, bekerja sama, meningkatkan aktivitas, dan mendapatkan
pengalaman belajar yang optimal.
2. Bagi Guru:
a) Meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan materi pelajaran, dengan
menggunakan berbagai alternatif strategi pembelajaran.
b) Agar guru lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
perolehan hasil belajar.
c) Guru agar menerapkan pembelajaran yang dapat merangsang minat siswa
dan sekaligus yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif.
d) Sebagai landasan dalam melakukan penelitian lanjutan.
3. Bagi Sekolah:
Untuk memberikan masukan dalam upaya penyusunan program-program yang
berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran, dan kualitas
lulusan pada umumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Deskripsi Teori.
1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).
1.1 Hakikat dan Pengertian Pembelajaran Kooperatif.
Slavin, Abrani dan Chambers (dalam Sanjaya, Wina, 2006:106)
berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa
perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan
kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa
penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota
kelompok akan saling membantu. Dengan demikian keberhasilan setiap individu
pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong
setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara
kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada
pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok
(Santoso, dalam Dinas P & K Prop. Jatim, 2002:20).
Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Ardiana, 2003:3)), pembelajaran
kooperatif itu pada hakikatnya adalah strategi di mana siswa itu saling membantu
dalam proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif itu membuahkan hasil yang sangat baik terhadap perkembangan
kognitif, afektif maupun interpersonal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Sedangkan pembelajaran kelompok kecil adalah pembelajaran yang
dilakukan dengan cara membagi siswa satu kelas menjadi kelompok-kelompok
kecil. Pendapat lain menyatakan bahwa pembelajaran kelompok kecil adalah
pembelajaran yang diberikan terhadap siswa secara berkelompok dimana tiap
kelompok terdiri dari 5 sampai 8 siswa (Slavin, dalam Mulyani, 2002:19).
Pada dasarnya, setiap manusia berbeda, karena itu mereka dapat silih asah
(saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan
interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar bukan hanya guru atau buku
ajar tetapi juga sesama siswa. Dengan pembelajaran ini, siswa yang telah
memahami dapat memberi penjelasan pada siswa yang kurang memahami.
Manusia juga sebagai makhluk individu, karena itu ia memerlukan manusia yang
lain, sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi
dan memerlukan manusia lainnya, sehingga mereka harus silih asih (saling
menyayangi). Manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda. Bila perbedaan itu
tidak dikelola dengan baik akan timbul kesalahpahaman. Agar tidak terjadi
ketersinggungan dan kesalahpahaman, perlu interaksi yang silih asuh (saling
tenggang rasa). Dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang
silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di
dalam masyarakat nyata.. Abdulrahman dan Bintoro, (dalam Nurhadi dkk, 2003:
59-60).
Pendapat lain mengemukakan bahwa: “Cooperative learning, also called
collaborative learning, occurs whenever students interact in pairs or groups to
share knowledge and experiences. All activities in which students work together
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
towards a common goal, from interacting with daily partners to completing long
term projects with learning communities, are cooperative activities” (Joyce,
dalam Ardiana, 2003:3).
1.2 Unsur–Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen dalam pembelajaran
kooperatif (Nurhadi dkk. 2003:60-61) adalah:
a. Saling ketergantungan positif.
Dalam pembelajaran ini, guru menciptakan suasana yang mendorong siswa
merasa saling membutuhkan. Karena saling membutuhkan sehingga ada
ketergantungan positif. Ketergantungan positif menuntut adanya interaksi
promotif yang membuat siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil
belajar yang optimal. Saling ketergantungan dicapai melalui: (1) saling
ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam
menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) dan
saling ketergantungan peran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada
usaha setiap anggotanya, karena apabila masing-masing anggota kelompok
dapat melaksanakan tugas dengan baik, dapat dikatakan bahwa kelompok ini
telah berhasil dengan baik pula.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut siswa dalam kelompok dapat saling bertatap
muka sehingga mereka dapat saling berdialog dengan sesama siswa maupun
dengan guru. Dengan interaksi semacam ini memungkinkan para siswa dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
saling menjadi sumber belajar (yang bervariasi), sehingga siswa merasa lebih
mudah belajar dari sesamanya.
c. Akuntabilitas individual
Wujud pembelajaran kooperatif adalah dalam belajar kelompok. Namun,
penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
secara individual. Hasil penilaian secara individu ditunjukkan pada kelompok
agar anggota kelompok mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,
sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani
mempertahankan pikiran logis, dan tidak mendominasi orang lain sangat
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi. Siswa yang tidak dapat
menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru
tetapi juga dari sesama siswa. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung
kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka
untuk mengutarakan pendapat mereka.
1.3 Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Lie (dalam Nurhadi, 2003:68) mencatat beberapa keuntungan
menggunakan metode pembelajaran kooperatif ini yaitu: 1) siswa dapat
meningkatkan kemampuan bekerja sama, 2) siswa mempunyai lebih banyak
kesempatan untuk menghargai perbedaan, 3) siswa berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, 4) kecemasan siswa dapat diminimalkan dalam proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pembelajaran, 5) meningkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif, 6) dan
meningkatkan prestasi akademis.
Johnson and Johnson, (dalam Nurhadi, 2003:62-63) menyatakan bahwa
keunggulan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah: Memudahkan siswa
melakukan penyesuaian sosial, Mengembangkan kegembiraan belajar,
Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan, Memungkinkan terbentuk dan
berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen, Menghilangkan sikap
mementingkan diri sendiri, Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial,
Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan,
Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi,
Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling
membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan, Meningkatkan rasa saling
percaya kepada sesama manusia, Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau
gagasan sendiri, Meningkatkan kesediaan menggunaan ide orang lain yang dirasa
cukup baik, Meningkatkan motivasi belajar, Meningkatkan kegemaran berteman
tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, etnis, kelas sosial,
maupun agama, Mengembangkan kesadaran bertanggungjawab dan saling
menjaga perasaan, Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong,
Meningkatkan kemampuan berpikir devergen atau kreatif, Meningkatkan rasa
harga diri dan penerimaan diri.
Manfaat lain dari proses pembelajaran kooperatif adalah:
a. Memampukan siswa untuk meningkatkan kemampuan bekerja sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Membuat siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai
perbedaan.
c. Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
d. Mengurangi kecemasan siswa.
e. Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif.
f. Meningkatkan prestasi akademik. Lie, (dalam Dinas P&K Prop.Jatim,
2002:85-86).
1.4 Pembelajaran Kooperatif Metode GI (Group Investigation)
Metode ini melibatkan siswa sejak dari perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajari investigasi. Caranya yaitu
dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan karakteristik yang
heterogen. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi
mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyajikan
suatu laporan di depan kelas. Caranya yaitu guru membagi siswa dalam kelompok
yang beranggotakan 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.Para
siswa memilih topik yang akan dipelajari, kemudian melakukan investigasi
terhadap sub topik, lalu menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas
secara keseluruhan.
Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam
menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk
kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
tahap ini: 1) siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori-kategori topik permasalahan, 2) siswa bergabung pada kelompok-
kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk
diselidiki, 3) guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok
antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada
tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: (1) Apa yang mereka
pelajari? (2) Bagaimana mereka belajar? (3) Siapa dan melakukan apa? (4)
Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
Misalnya pada topik Bahasan, Mencermati Perilaku Konsumen, pada tahap
ini: 1) siswa belajar tentang bagaimana pengelompokkan tipe-tipe atau ciri-
ciri konsumen yang didasarkan pengamatan terhadap perilaku konsumen , 2)
siswa belajar dengan menggali informasi, bekerjasama dan berdiskusi, 3)
siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut,
mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan
mempresentasikan di kelas, dan (4) siswa belajar untuk mengetahui sifat dan
tipe-tipe konsumen sesuai dengan perilaku konsumen dan dapat memberikan
tanggapan terhadap keluhan yang disampaikan sesuai dengan perilaku
konsumen.
3) Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada
tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) siswa
mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, 2) masing-masing
anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, 3)
siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide
dan pendapat. Misalnya: 1) siswa menemukan ciri-ciri konsumen dalam
kegiatan pemasaran dan dapat mengelompokkan dalam tipe-tipe konsumen
dan dapat memberikan tanggapan terhadap keluhan yang dihadapi
konsumen, 2) siswa mecoba cara-cara yang ditemukan dari hasil
pengumuplan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan 3)
siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan
masalah tentang topik bahasan yang diselidiki.
4) Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai
berikut: 1) anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam
proteknya masing-masing, 2) anggota kelompok merencanakan apa yang
akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, 3) wakil dari
masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi
investigasi.
Misalnya: 1) siswa menemukan bahwa konsumen atau calon pembeli
memiliki ciri-ciri tersendiri berdasarkan perilaku yang ditunjukkan dalam
kegiatan pemasaran yang perlu diketahui dan dipahami, 2) siswa
menemukan bahwa tindakan yang perlu dilakukan untuk menghadapi
perilaku konsumen atau calon pembeli sesuai dengan ciri yang melekat pada
diri konsumen, 3) siswa membagi tugas dalam kelompok sebagai pemimpin,
moderator, notulen dalam presentasi investigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
5) Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan
pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: (1) penyajian
kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian,
(2) kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai
pendengar, (3) pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan
pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. Misalnya: 1)
siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau
simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, 2) siswa yang tidak
sebagai penyaji, mengajukan pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan,
3) siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.
6) Tahap evaluasi (evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa.
Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai
berikut: 1) siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya,
pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman
efektifnya, 2) guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang
pembelajaran yang telah dilaksanakan, 3) penilaian hasil belajar haruslah
mengevaluasi tingkat pemahaman siswa. Misalnya: 1) siswa merangkum dan
mencatat setiap topik yang disajikan, 2) siswa menggabungkan tiap topik
yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, 3) guru
mengevaluasi dengan memberikan tes uraian pada akhir siklus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1.5 Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif Group Investigation
Seiring dengan kecenderungan orang untuk memilih aliran konstruktivisme
dalam proses pembelajaran, maka pengaruh pembelajaran kooperatif itu sekarang
sangat besar.
Dalam konstruktivisme itu pembelajaran lebih bepusat pada siswa dan
tidak berpusat pada guru. Guru bukan sebagai yang maha tahu, tetapi hanyalah
sebagai fasilitator (Suparno, 1997:14). Tugas guru terutama adalah membantu
siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang
konkret. Bahwa dalam pengaruh konstruktivisme itu, pembelajaran akan
bercirikan sebagai berikut: orientasi, elisitasi, rekonstruksi ide,
penggunaan/penerapan ide, dan reviu.
Pada tahap orientasi siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan
motivasi dalam mempelajari topik dan diberi kesempatan untuk mengadakan
observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
Pada tahap elisitasi siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara
jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi
kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasinya dalam wujud tulisan,
gambar ataupun poster.
Dalam restrukturisasi ide ada tiga hal penting yakni:
a) Klarifikasi ide yang dikontraskan denga ide-ide orang lain atau teman
lewat diskusi atau lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide lain
itu, siswa dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
b) Membangun ide yang baru, ini terjadi apabila dalam diskusi itu idenya
bertenangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan
teman-temannya.
c) Mengevaluasi ide barunya dengan bereksperimen.
Dalam tahap penggunaan/penerapan ide, siswa dapat melaksanakan idenya
dlam berbagai situasi yang dihadapinya. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa
itu semakin lengkap.
Dalam tahap review siswa akan melihat bahwa ide itu dapat berubah atau
dapat dapat diubah karena dalam aplikasi dalam kehidupan sehari-hari gagasannya
itu mungkin perlu disesuaikan dengankondisi dan situasi.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan kerja sama. Untuk
mengaktualisasikan proses kerja sama antar siswa bukanlah hal yang mudah.
Diperlukan peranan guru dan siswa yang optimal untuk mewujudkan suatu
pembelajaran yang benar-benar berbasis kerja sama atau gotong royong. Dari
uraian di atas juga jelas bahwa Cooperative Learning atau pembelajaran
kooperatif adalah bentuk dari pembelajaran kelompok kecil. Tetapi pembelajaran
kelompok kecil secara kooperatif berbeda dengan kelompok kecil yang biasa atau
yang tradisional. Perbedaannya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.1: Perbedaan Kelompok Belajar Cooperative Learning
Dengan Kelompok Belajar Tradisonal
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif
saling membantu, dan saling
memberikan motivasi sehingga ada
interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya
siswa yang mendominasi kelompok
atau yang menggantungkan diri pada
kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi
pelajaran tiap anggota kelompok, dan
kelompok diberi umpan balik tentang
hasil belajar para anggotanya
sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan
siapa yang dapat memberikan
bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering
diborong oleh salah seorang anggota
kelompok, sedangkan anggota
kelompok lainnya hanya “enak-enak
saja” di atas kebetemannya yang
dianggap pemborong.
Kelompok belajar heterogen, baik
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalaman memimpin
bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan untuk memilih
pemimpinnya dengan cara masing-
masing.
Pada saat belajar kooperatif sedang
berlangsung, guru terus melakukan
pemantauan melalui observasi dan
intervensi jika terjadi masalah.
Pemantauan melalui observasi dan
intervensi sering tidak dilakukan oleh
guru pada saat belajar kelompok
sedang berlangsung.
Penekanan tidak hanya dari
penyelesaian tugas tetapi juga pada
hubungan interpersonal
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas
2. Motivasi Belajar
2.1 Pengertian Motivasi.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi
antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Wahjosumidjo (1992:174). Dan motivasi sebagai proses psikologis timbul
diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik
atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri
seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan dll.
Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa
karena guru, pemimpin atau yang lain.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Purwadarminta 1990:593)
memaknai kata motivasi sebagai 1) dorongan yang timbul pada diri
seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan
tujuan tertentu; 2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai
tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Winkel dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:84) mengemukakan motif
adalah daya penggerak di dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Berelson dan
Steiner dalam Wahjosumidjo (1992:203) menyatakan "a motive as an inner state
that energies, activitivities or move, (hence motivation) and that directs or chanel
behavior to ward goals". Sedangkan Duncan Dalam Wahjosumidjo ( 1992:203)
menyatakan ”From a managerial perspective, motivation refers to any concious
attemp to influence behavior toward the accomplishment of organizational goals”
. Terjemahan bebasnya sebagai berikut: Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk
mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan
organisasi”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Dari sumber yang lain ditemukan bahwa motivasi adalah apa yang
membuat orang-orang bertindak atau berperilaku dalam cara yang mereka lakukan
(Amstrong, 1995). Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan
mengarahkan perilaku manusia (Dimyati, 2006:80). Siagian dalam Dimyati
(2006:80) menjelaskan: Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang
mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku
individu belajar.
Sedang Duncan (dalam Wahjosumidjo, 1992:178) menyatakan motivasi
adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya
mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Maksudnya, jika seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan
tampaknya terbuka untuk memperolehnya maka yang bersangkutan akan
berupaya untuk mendapatkannya. Dengan kata lain seseorang akan bersedia
melakukan pekerjaan apapun untuk orang lain, jika seseorang itu mempunyai
motivasi yang kuat.
Dalam bukunya yang lain Armstrong (1988) mendefinisikan motif dan
motivasi sebagai berikut :Motif adalah sesuatu yang membuat orang bertindak
atau berperilaku dengan cara-cara tertentu, sifatnya umum, permanen dengan
pengalaman yang dibawa secara terus menerus. Motivasi berarti memberikan
dorongan, semangat, dan inspirasi kerja kepada orang lain untuk bekerja lebih
baik dan lebih giat.
Suryabrata (1984:70) menjelaskan motivasi adalah motif yang sudah
menjadi aktif pada saat tertentu, sedangkan motif dalam keadaan dalam diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu
dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Ardhana (1993) menyebutkan motivasi sebagai unsur yang sangat penting
dalam proses pendidikan maupun dalam proses pelaksanaan tugas dalam
kehidupan sehari-hari. Suryana (2003:32) menjelaskan bahwa motivasi adalah
suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan seseorang melakukan
kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rumusan yang berbeda,
Hudoyo (1981:24) mengemukakan pengertian motivasi sebagai kekuatan
pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu dalam mencapai tujuan.
Beberapa ahli tersebut di atas pada umumnya melihat motivasi dari segi
individu, sehingga memberi makna pada motivasi sebagai dorongan internal. Pada
dasamya motivasi memang sangat bergantung pada faktor internal individu,
namun sering juga terjadi transformasi motivasi akibat faktor eksternal. Dengan
kata lain dinyatakan bahwa ada faktor internal dan faktor eksternal yang dapat
memunculkan motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Owens dalam
Wahjosumidjo (1992:174) yang memberikan pengertian motivasi sebagai
dorongan baik yang datang dari intern pribadi diri seseorang maupun yang datang
dari luar, sehingga membuat seseorang melakukan sesuatu. Pendapat senada
disampaikan oleh Imim (2004:2) menyebutkan motivasi sebagai tenaga
pendorong yang bisa datang dari dalam diri kita, sendiri, tetapi bisa pula datang
dari luar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Dari sekian banyak pendapat tentang pengertian motivasi, meskipun
dengan beragam rumusan, dapat ditemukan garis singgung yang sama, yaitu
bahwa motivasi memiliki karakteristik:
1) Ada kekuatan pendorong sebagai hasil dari kebutuhan yang muncul
secara internal maupun eksternal.
2) Ada aktivitas penopang perilaku.
3) Terarah pada tujuan tertentu.
Jadi motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu
untuk melakukan aktivitas yang terarah pada satu tujuan. Dalam bentuk yang
sederhana motivasi dapat digambarkan dalam kerangka:
Gambar 2.1: Proses Motivasi secara Umum
2.2 Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar.
Dengan adanya motivasi berarti ada dorongan tertentu yang memacu anak untuk
belajar. Secara khusus Ngalim Purwanto (1987:81) menjelaskan bahwa motivasi
berfungsi :
1) Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak sebagai motor yang
memberikan energi / kekuatan kepada seseorang.
MOTIVASI PERILAKU TUJUAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
2) Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah perbuatan atau perwujudan
suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari
jalan yang ditempuh untuk keberhasilan pencapaian tujuan.
3) Menyeleksi perbuatan seseorang akhimya menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan guna mencapai
tujuan dengan membuang perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan.
Motivasi merupakan suatu proses yang dapat:
1) Membimbing anak didik ke arah pengalaman-pengalaman di mana
kegiatan itu dapat berlangsung.
2) Memberikan pada anak didik kekuatan dan aktivitas serta
kewaspadaan yang memadai.
3) Suatu saat mengarahkan anak didik kepada perhatian kepada tujuan.
2.3 Jenis-jenis Motivasi
Jenis motivasi ada dua, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder atau
motivasi sosial. Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada
motif-motif dasar. Motif dasar ini biasanya berhubungan dengan segi biologis
atau jasmani manusia. Motivasi ini muncul berdasarkan insting sehingga tidak
perlu dipelajari. Jalaludin Rahmat (dalam Dimyati, 2006:87) menyatakan diantara
insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri,
berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu, membangun dan kawin.
Sedangkan Freud dari sumber yang sama membagi insting menjadi dua, yaitu
insting kehidupan (life instincts) yang berupa makan, minum, istirahat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
memelihara keturunan. Insting yang kedua adalah insting kematian (death
instincts) yang tertuju pada penghancuran, merusak, menganiaya, membunuh
orang lain atau diri sendiri.
Motivasi yang kedua adalah motivasi sekunder. Motivasi ini dapat
dipelajari dan selalu berhubungan dengan orang lain. Karena itu motivasi ini juga
disebut motivasi sosial. Para ahli berbeda pendapat dalam pembagian motivasi
sekunder atau sosial ini. Diantaranya adalah Thomas dan Znaniecki (dalam
Dimyati, 2006:88) yang menyebutkan motivasi spesial berupa (i) pengalaman
baru, (ii) respons, (iii) pengakuan, (iv) rasa aman. Mc Cleland menyebut (i)
berprestasi, (ii) kasih sayang, (iii) kekuasaan. Ahli lain, yaitu Maslow dari sumber
yang sama merinci motivasi sekunder atas (i) rasa aman, (ii) kasih sayang dan
kebersamaan, (iii) penghargaan, (iv) aktualitasi diri.
Motivasi juga dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu motivasi
internal dan motivasi eksternal (Dimyati, 2006:90). Motivasi internal adalah
motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan motivasi eksternal yaitu
motivasi yang berasal dari luar diri seseorang.
Dari wujudnya motivasi dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik (Dimyati, 2006:91). Motivasi instrinsik memiliki tenaga pendorong
sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, misalnya membaca semata-mata karena
dia ingin menguasai ilmu pengetahuan yang dibaca atau ingin mengetahui jalan
ceritanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan tenaga pendorong yang ada
di luar perbuatannya namun menjadi penyebab misalnya jika seorang anak
membaca sebuah buku karena ada tugas dari sekolah atau karena ingin mendapat
nilai bagus kemudian dapat lulus. Yang perlu digarisbawahi motivasi intrinsik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dapat bersifat internal, berasal dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal
karena muncul akibat adanya dorongan dari pihak lain, misalnya guru atau
orangtua.
Suryana (2003:32) menyatakan bahwa, motivasi berprestasi suatu nilai
sosial yang menekankanpada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai
kepuasan secara pribadi. Sedangkan McClelland dalam Suryana (2003:34)
memberikan pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu usaha untuk mencapai
kesuksesan, yang bertujuan untuk berhasil dalam persaingan dengan berpedoman
pada suatu ukuran keunggulan (standars of excellence) tertentu. Ukuran
keunggulan ini dapat berupa prestasi siswa lain yang lebih tinggi dari prestasi
siswa tersebut, selain itu juga dapat berupa prestasi tertinggi siswa itu sendiri yang
pernah dicapai sebelumnya.
Seseorang yang takut terhadap kegagalan dapat menganggu keberhasilan
belajarnya (Dimyati, 2006). Ciri orang yang mempunyai motivasi berprestasi
tinggi, cenderung memiliki kekhawatiran akan gagal. Selain itu, orang yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi memiliki sikap yang positif terhadap
situasi yang mendukung terjadinya motivasi berprestasi.
Terdapat dua konstruk yang terkait dengan motivasi berprestasi, yaitu:
orientasi motivasional dan kemampuan yang dimiliki siswa. Mengenai
kemampuan intelektualnya dengan performansi akademiknya. Implikasi mengenai
siswa dengan kemampuan rendah, adalah sama dengan kaitannya dengan siswa
yang rendah prestasinya. Sedangkan mengenai orientasi motivasional dijelaskan
bahwa siswa dengan orientasi intrinsik pada aktivitas belajarya, cenderung
menyukai tantangan akademik, menunjukkan rasa ingin tahu dan senang terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
tugas sekolahnya, serta berusaha untuk menguasainya secara mandiri. Sebaliknya,
siswa dengan orientasi ekstrinsik cenderung menyukai tugas-tugas yang relatif
mudah, mengerjakan tugas sekolahnya guna menyenangkan guru dan untuk
mendapatkan jenjang yang baik, serta tergantung pada bantuan guru dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya.
McClelland dalam Suryana (2003:34) dalam berbagai percobaannya
menunjukkan bahwa, individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi,
apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks cenderung melakukannya
semakin baik, dan apabila berhasil nampak antusias untuk menyelesaikan tugas
yang lebih berat dan lebih baik lagi.
Sekurang-kurangnya ada empat karakteristik yang nampak konsisten pada
diri siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yaitu:
a. Senang bekerja keras untuk mencari keberhasilan. Faktor kunci yang
dapat memotivasi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
adalah kepuasan intrinsik, bukan pada ganjaran ekstrinsik seperti nilai
yang tinggi atau prestise.
b. Cenderung bertindak atau menetapkan suatu pilihan realistis. Siswa
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung realistis dalam
memilih tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya.
c. Menyukai situasi di mana ia dapat menilai sendiri kemajuan dan
keberhasilan yang dicapainya.
d. Memiliki prespektif waktu jauh ke depan, dan ia merasa bahwa waktu
berjalan begitu cepat sehingga ia tidak mempunyai waktu yang cukup
dalam mengerjakan suatu tugas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Lemahnya motivasi berprestasi pada diri siswa dan sikap enggan atau
malas terhadap tugas-tugas sekolah muncul ketika tugas-tugas tersebut terlalu
sulit, ketika keberhasilan tidaklah mungkin dicapainya, dan ketika aktivitas belajar
dibiarkan menumpuk membebani awal aktivitas belajamya yang tidak sesuai bagi
kemampuan dirinya.
3 Hasil Belajar
3.1 Pengertian Hasil Belajar
Oemar Hamalik (1986:41) menyebutkan bahwa pengertian belajar adalah
Proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang
dikatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memeproleh hasil, yakni
terjadinya perubahan tingkah laku, pola tingkah laku ini terdiri dari beberapa
aspek, yaitu meliputi pengetahuan, pengertian, sikap, ketrampilan, kebiasaan,
emosi, budi pekerti, appresiasi, jasmani, hubungan sosial dan lain-lain.
Adapun menurut Amirudin Arif (1982:1) pengertian belajar adalah suatu
proses berfikir terhadap kondisi eksternal, yaitu suatu reaksi yang memberikan
modifikasi terhadap hal-hal yang pernah dialami sebelumnya. Hasil belajar adalah
seberapa jauh kemajuan belajar siswa dalam bentuk pengetahuan dan kemampuan
lainnya yang telah dicapai oleh siswa pada akhir setiap semester, akhir tahun
pelajaran atau akhir pendidikan (Depdiknas, 1993:31).
Dari pengertian tersebut di atas, maka prestasi belajar siswa adalah sampai
dimana tingkat pencapaiannya dalam bentuk pengetahuan, tingkah laku dan
ketrampilan siswa selama belajar di sekolah yang dinilai atau dievaluasi setiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
hari semester dan akhir pendidikan yang biasanya dituangkan dalam bentuk nilai
raport, nilai UAS dan UAN atau nilai pada STL dan lain-lain.
Menurut Brunner (1960), dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi
tiga fase, yaitu (1) Informasi, (2) Transformasi, (3) Evaluasi. Dalam proses belajar
ketiga fase ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak
informasi diperlukan agar dapat ditrasformasi. Hal ini antara lain bergantung pada
hasil yang diharapkan, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk
menemukan diri sendiri.
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang
menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan
memperdalamnya, ada pula informqasi yang bertentangan dengan apa yang telah
kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap tetapi
berubah menjadi bentuk energi lainnya.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan
ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk
hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, evaluasi selalu memegang peranan yang penting dalam segala
bentuk pengajaran yang efektif. Dengan evaluasi diperoleh feedback yang dipakai
untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau untuk
menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Evaluasi berguna
untuk mengetahui hingga manakah siswa telah mencapai tujuan pelajaran yang
telah ditentukan, hal ini dapat diketahui dari prestasi belajar anak didiknya.
3.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu prestasi belajar siswa,
sebagaimana disebutkan oleh Suhardjono (2002:2) yang menyatakan bahwa hasil
belajar siswa dipengaruhi oleh:
a. Faktor penagruh yang berada di luar kendali guru, misalnya :
karakteristik dan latar belakang siswa, tujuan pembelajaran, kondisi
dan mutu sarana-prasarana, managemen dan lain-lain.
b. Faktor yang sepenuhnya berada dalam kendali guru, yaitu metode
mengajar dan evaluasi.
Dari keterangan tersebut di atas, maka kedua faktor (variable) tersebut
baik variable kondisi maupun variable metode, kedua-duanya secara bersama-
sama menunjukkan adanya hubungan hasil belajar siswa. Jadi guru yang berhasil
dalam mengajar siswa adalah bagaimana pada kondisi yang telah tertentu (given),
guru mampu membuat atau melaksanakan metode sedemikian rupa, sehingga
tercapai prestasi belajar (efektif, efisien dan kemenarikan) yang optimal.
Ada beberapa faktor dan komponen yang mempengaruhi keberhasilan
belajar siswa. Hasil belajar siswa akan bergantung pada komponen-komponen
sebagai berikut:
a. faktor dari diri siswa, yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar adalah bakat, minat, kemampuan dan motivasi. Jadi siswa
merupakan masukan mentah (raw input).
b. Kurikulum, kurikulum ini mencakup landasan program dan
pengembangan, GBPP dan pedoman GBPP berisi materi atau bahan
kajian yang telah disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c. Guru, guru bertugas membimbing dan mengarahkan cara belajar siswa
agar mencapai hasil yang optimal. Besar kecilnya peranan guru akan
tergantung pada tingkat pengausaan materi, metodologi dan
pendekatannya.
d. Metode, penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan
efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar.
e. Sarana prasarana, antara lain buku pelajaran, alat praktek, ruang
belajar, perpustakaan dan laboratorium. Jadi kurikulum, guru, metode
dan saran prasarana merupakan “masukan instrumental” yang
berpengaruh dalam proses belajar.
f. Lingkungan, lingkungan ini mencakup lingkungan sosial budaya,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga serta lingkungan
alam yang juga merupakan sumber belajar sekaligus masukan
lingkungan. Jadi pengaruh lingkungan sangat besar dalam proses
belajar.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti hingga saat ini
pembelajaran matadiklat Pemasaran di SMK PGRI 3 Kediri masih didominasi
oleh kegiatan konvensional, dimana aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh
kegiatan klasikal dengan dominasi pada peran guru. Sedangkan untuk menunjang
kompetensi siswa dalam dunia kerja diperlukan skill siswa untuk dapat
mengetahui secara langsung interaksi yang terjadi pada kegiatan pemasaran.
Dimana siswa dapat secara langsung mengetahui dan mengamati kegiatan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
berhubungan dengan kegiatan pemasaran. Akibat yang dirasakan adalah suasana
kelas yang monoton, pasif dan terasa membosankan. Hal tersebut nampak dari
motivasi belajar siswa yang rendah, yang pada akhirnya hasil belajarnyapun juga
rendah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut model pembelajaran kooperatif
dengan metode group investigation (GI) menjadi pilihan alternatif untuk
mengatasinya. Model pembelajaran kooperatif dipilih karena karakteristiknya
dipandang sesuai dengan tuntutan paradigma baru pembelajaran yang
memberikan peran lebih besar kepada siswa, sementara guru hanya menjadi
motivator dan fasilitator. Sedangkan metode group investigation dipilih diantara
metode-metode yang lain karena metode ini kegiatan belajar lebih terfokus pada
kelompok-kelompok kecil yang dinamis. Hal ini dipandang sesuai dengan
karakteristik matadiklat Pemasaran yang lebih memerlukan keterampilan siswa
dalam melakukan pengamatan dan dapat menganalisa kenyataan yang terjadi
dalam kelompok sosial yang berkembang dalam dunia pemasaran secara umum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika model
pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation (GI) ini dapat
dilaksanakan dengan langkah-langkah yang efisien, diharapkan akan
meningkatkan motivasi belajar siswa. Meningkatnya motivasi belajar ini pada
akhirnya diduga juga akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Secara skematis kerangaka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:
PENERAPAN METODE GROUP
INVESTIGATION(GI)
MOTIVASI BELAJAR
HASIL BELAJAR
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
C. Hipotesis Tindakan.
Hipotesis tindakan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah
yang efektif penerapan metode group investigation dalam matadiklat
Pemasaran.
2. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
3. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research) yang
dilakukan di dalam kelas. Sehingga dapat disebut Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research/PTK).
Menurut I.G.K Wardani (2000: 4) penelitian tindakan kelas (classroom
action research), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di
sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau
peningkatan proses pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
kolaboratif. Mengingat kegiatan penelitian merupakan hal baru bagi peneliti,
maka dalam hal ini peneliti melibatkan 2 (dua) orang sejawat guru sebagai
kolaborator. Model kolaboratif ini digunakan karena peneliti memerlukan bantuan
untuk melakukan observasi pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Selain
peneliti sebagai guru yang melaksanakan pembelajaran. Kolaborator/observer
yang dimintai bantuan adalah sejawat guru matadiklat Pemasaran yang mengajar
di kelas X dan kelas XI. Tugas observer selain sebagai partner untuk konsultasi
dan berdiskusi terutama adalah untuk membantu melakukan observasi aktivitas
belajar siswa selama proses pelaksanaan penelitian.
Sedangkan model rancangan yang digunakan mengacu pada rancangan
Kemmis & Taggart (1988). Masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(1) penyusunan rencana tindakan,
(2) pelaksanaan tindakan,
(3) pengamatan, dan
(4) perefleksian.
Secara skematis digambarkan sebagai berikut:
SIKLUS 1:
SIKLUS 2
Keempat langkah tersebut merupakan satu siklus atau putaran, artinya
sesudah langkah ke-4, lalu kembali ke-1 dan seterusnya. Meskipun sifatnya
berbeda, langkah ke-2 dan ke-3 dilakukan secara bersamaan.
B. Obyek Tindakan.
Latar belakang tindakan ini bermula dari keinginan menciptakan strategi
yang memungkinkan siswa belajar lebih baik, yang ditunjukkan dengan
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan
4. Refleksi
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan
4. Refleksi
dst.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
meningkatnya motivasi dan hasil belajarnya. Obyek tindakan penelitian ini adalah
penerapan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) metode Group
Investigation (GI) dalam pembelajaran matadiklat Pemasaran.
Penerapan tindakan dengan model siklus, pada pokok bahasan tersebut
diharapkan akan menemukan format atau langkah-langkah yang efektif untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa, serta akhirnya diharapkan akan berpengaruh
terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Secara singkat rencana tindakan yang akan dilakukan adalah menerapkan
langkah-langkah pembelajaran (sintak) metode group investigation (GI), yang
meliputi: pengelompokan, perencanaan, penyelidikan, pengorganisasian,
penyajian, dan evaluasi. Langkah-langkah (sintak) pembelajaran tersebut tentu
saja akan disesuaikan dengan keadaan pembelajaran nyata yang ada, misalnya
karakteristik matadiklat Pemasaran, karakteristik siswa, ketersediaan sarana-
prasarana, materi pelajaran, dll.
Pada setiap siklus akan dilakukan modifikasi sesuai dengan hasil refleksi
atas tindakan yang telah dilakukan. Namun demikian secara umum peneliti tetap
berpedoman pada langkah-langkah yang baku sebagaimana disebutkan di atas.
Jadi bentuk modifikasi hanya dimaksudkan untuk menemukan variasi guna
penyesuaian dengan kondisi riil di lapangan.
C. Setting Lokasi dan Subyek Penelitian.
Penelitian ini di laksanakan di SMK PGRI 3 Kota Kediri, pada semester
gasal tahun pelajaran 2010/2011. Sedangkan kelas yang digunakan sebagai
sasaran penelitian adalah kelas XI Jurusan Pemasaran, dengan pertimbangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
sebagaimana telah dikemukakan pada bab pertama, syarat-syarat untuk dapat
dilaksanakan penelitian dengan tindakan kelas di kelas tersebut terpenuhi.
Sedangkan jumlah siswa (subyek penelitian) adalah 38 anak.
D. Metode Pengunpulan Data.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan 4 macam instrumen, yaitu:
1) lembar observasi terstruktur (inventory) aktivitas belajar siswa
2) lembar observasi terstruktur (inventory) aktivitas mengajar guru
3) lembar kuesioner (angket) motivasi belajar siswa
4) lembar soal tes hasil belajar.
Sedangkan teknik pelaksanaan pengumpulan data aktivitas belajar siswa
dan aktivitas mengajar guru dilakukan dengan cara melakukan observasi selama
pembelajaran berlangsung untuk setiap siklus. Observasi dilakukan oleh observer
(kolaborator), dengan menggunakan pedoman berupa daftar inventory/lembar
observasi terstruktur yang sebelumnya telah disepakati bersama oleh peneliti dan
observer.
Berikut ini kisi-kisi daftar inventory sebagai pedoman observasi aktivitas
belajar siswa.
Tabel 3.1: Indikator Lembar observasi Aktivitas Belajar Siswa
Tahap Indikator Observasi
Grouping Siswa diarahkan untuk:
Ø Mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori-kategori topik permasalahan
Ø Bergabung pada kelompok-kelompok belajar
berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik
untuk diselidiki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Ø Anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5
orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
Planning Ø Merencanakan apa yang akan dipelajari
Ø Merencanakan bagaimana mereka belajar
Ø Merencanakan siapa dan melakukan apa
Ø Merencanakan untuk tujuan apa mereka menyelidiki
topik tersebut
Investigation Ø Mengumpulkan informasi, menganalisis data dan
membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-
permasalahan yang diselidiki
Ø Masing-masing anggota kelompok memberikan
masukan pada setiap kegiatan kelompok
Ø Saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan
mempersatukan ide dan pendapat.
Organizing Ø Kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam
proteknya masing-masing
Ø Kelompok merencanakan apa yang akan mereka
laporkan dan bagaimana mempresentasikannya
Ø Wakil dari masing-masing kelompok membentuk
panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
Presenting Ø Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas, dalam
berbagai variasi bentuk penyajian
Ø Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara
aktif sebagai pendengar
Ø Kelompok pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi
dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap
topik yang disajikan.
Evaluating Ø Menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya,
pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang
pengalaman-pengalaman efektifnya
Ø Mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran
yang telah dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Cara skoring indikator aktivitas belajar adalah dengan memberikan skor 1
(artinya aktivitas belajar paling rendah/jelek) sampai yang tertinggi 5 (artinya
aktivitas belajar yang paling tinggi/baik/ideal). Karena ada 18 indikator, maka
akan diperoleh total skor = 90.
Sedangkan kisi-kisi daftar inventory aktivitas mengajar guru sebagai
berikut:
Tabel 3.2: Kisi-kisi Daftar Inventory Aktivitas Guru
Tahap Indkator Observasi
Grouping Guru mengarahkan siswa untuk:
Ø Mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori-kategori topik permasalahan
Ø Bergabung pada kelompok-kelompok belajar
berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik
untuk diselidiki
Ø Anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5
orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
Planning Guru mengarahkan siswa untuk:
Ø Merencanakan apa yang akan dipelajari
Ø Merencanakan bagaimana mereka belajar
Ø Merencanakan siapa dan melakukan apa
Ø Merencanakan untuk tujuan apa mereka menyelidiki
topik tersebut
Investigation Guru mengarahkan siswa untuk:
Ø Mengumpulkan informasi, menganalisis data dan
membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-
permasalahan yang diselidiki
Ø Masing-masing anggota kelompok memberikan
masukan pada setiap kegiatan kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Ø Saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan
mempersatukan ide dan pendapat.
Organizing Guru mengarahkan:
Ø Kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam
proteknya masing-masing
Ø Kelompok merencanakan apa yang akan mereka
laporkan dan bagaimana mempresentasikannya
Ø Wakil dari masing-masing kelompok membentuk
panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
Presenting Guru mengarahkan siswa untuk:
Ø Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas, dalam
berbagai variasi bentuk penyajian
Ø Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara
aktif sebagai pendengar
Ø Kelompok pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi
dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap
topik yang disajikan.
Evaluating Guru mengarahkan siswa untuk:
Ø Menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya,
pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang
pengalaman-pengalaman efektifnya
Ø Mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran
yang telah dilaksanakan
Ø Guru melakukan penilaian hasil belajar (mengevaluasi
tingkat pemahaman siswa).
Cara skoring indikator aktivitas mengajar guru adalah dengan memberikan
skor 1 (artinya aktivitas paling rendah/jelek) sampai yang tertinggi 5 (artinya
aktivitas yang paling tinggi/baik/ideal). Karena ada 19 indikator, maka akan
diperoleh total skor = 95.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 3.3: Kisi-kisi Keusioner Motivasi Belajar Siswa
No Indikator skor
1 Tanggapan umum mengenai metode pembelajaran 1 - 5
2 Antusiasme saat mengikuti pelajaran
3 Rasa senang dan nyaman (joyfull) saat mengikuti
pelajaran
4 Tumbuhnya minat untuk memperdalam materi yang
dipelajari
5 Tumbuhnya kepercayaan diri akan keberhasilan
dalam belajar
Cara pemberian skor kuesioner motivasi belajar adalah: skor 1 untuk
jawaban TS (artinya tidak senang), skor 2 untuk jawaban KS (artinya kurang
senang), skor 3 untuk jawaban CS (artinya cukup senang), skor 4 untuk jawaban S
(artinya senang), dan skor 5 untuk jawaban SS (artinya sangat senang).
Selanjutnya dari skor hasil kuesioner yang dikumpulkan dari siswa tersebut
dianalisis lebih lanjut.
Selanjutnya skor tersebut diubah menjadi nilai (skala 100), dengan rumus:
s N = ------- x 100 S Dimana: N = nilai s = skor yang diperoleh S = skor maksimum
Sedangkan data hasil belajar siswa akan dikumpulkan menggunakan
lembar tes hasil belajar (post test). Tes hasil belajar ini dimaksudkan untuk
memperoleh gambaran hasil belajar siswa setelah ada perubahan aktivitas siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
dan guru selama proses pembelajaran. Post test dilakukan sesuai siklus yang
dibutuhkan, yaitu pada setiap akhir siklus. Instrumen yang digunakan adalah
lembar tes tertulis (formatif test) berbentuk pilihan ganda dan uraian.
Cara pemberian skor atau nilai tes hasil belajar yang diberikan pada setiap
akhir siklus adalah dengan berpedoman pada bobot masing-masing soal yang
telah ditetapkan sebelumnya. Bobot skor tiap soal ditetapkan paling rendah
adalah: 5, selanjutnya dengan kelipatan 5, dan paling tinggi adalah 20. Sedangkan
total skornya atau skor maksimumnya adalah: 100.
E. Metode Analisis Data.
Data hasil observasi aktivitas belajar siswa dan guru serta data hasil
questioner motivasi belajar siswa, akan dianalisis bersama-sama dengan
kolaborator (observer). Selanjutnya berdasarkan data-data yang terkumpul setelah
dilakukan tabulasi dan skoring, akan ditafsirkan menggunakan kajian teori yang
telah dikembangkan, serta menggunakan pengalaman empiris yang sering dialami
guru ketika melaksanakan pembelajaran di kelas.
Kriteria refleksi data-data atau batas target pencapaian tindakan dan
tingkat motivasi belajar siswa menggunakan kriteria:
- Nilai 86 – 100% = A (baik sekali)
- Nilai 70 – 85% = B (baik)
- Nilai 60 – 69% = C (cukup)
- Nilai 50 – 59% = D (kurang)
- Nilai 0 – 49% = E (kurang sekali)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Sedangkan data hasil belajar siswa setelah dilakukan koreksi dan skoring
akan dianalisis berdasarkan kriteria ketuntasan belajar (mastery learning), yakni
85% dari jumlah siswa telah mencapai (KKM) 70 sebagai nilai ketuntasan siswa
dalam penguasaan materi yang diberikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini disajikan hasil penelitian yang terdiri atas deskripsi data, hasil
temuan penelitian, pembahasan dan keterbatasan penelitian.
A. Deskripsi Analisis Data
Dalam deskripsi data ini dijelaskan tentang perolehan data penelitian dari
data observasi berupa pengamatan penerapan langkah-langkah metode
pembelajaran kooperatif model Group Investigation (GI) sebagai metode
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa jurusan Pemasaran pada SMK
PGRI 3 Kediri.
Data penelitian pelaksanaan penerapan metode pembelajaran kooperatif
model Group Investigation (GI) dengan observasi pengamatan aktivitas guru
dan aktivitas siswa yang dilakukan oleh kolaborator sesuai dengan lembar
observasi yang telah disusun berdasarkan langkah-langkah dalam penerapan
model Group Investigation pada setiap siklus.
Ada tidaknya peningkatan motivasi belajar siswa terhadap materi pelajaran
Melakukan Negosiasi dengan penerapan pembelajaran kooperatif model
Group Investigation (GI) didapat dari kuisioner yang diisi oleh siswa yang
mencakup adanya : a) tanggapan umum mengenai metode pembelajaran, b)
antusiasme siswa dalam mengikuti pelajaran, c) rasa senang dan nyaman saat
mengikuti pelajaran, d) tumbuhnya minat untuk memperdalam materi yang
dipelajari, e) tumbuhnya kepercayaan diri akan keberhasilan dalam belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Untuk mengetahui data peningkatan prestasi siswa terhadap penguasaan
materi Melakukanru Negosiasi dengan penerapan metode pembelajaran
kooperatif model Group Investigasi (GI) perlu diadakan post tes pada setiap
akhir materi dalam bentuk pilihan dan uaraian. Dengan post tes yang
dilaksanakan pada tiap akhir pembelajaran akan diketahui ketuntasan yang
dicapai oleh siswa.
Penelitian dilaksanakan pada pertengahan bulan September dengan sampel
kelas yang diambil yaitu kelas XI jurusan pemasaran Pemasaran yang terdiri
dari 38 siswa dengan jumlah jam mengajar 3 jam pelajaran. Dengan
mengambil 1 Standar Kompetensi yaitu Melakukan Negosiasi dan
kompetensi dasar Memberikan Tanggapan Terhadap Keberatan yang Muncul
dari calon pelanggan yang terdiri dari enam indicator.
Pelaksanaan pembelajaran dengan metode pembelajaran model Group
Investigation (GI) selama 2 jam penuh dan 1 jam pelajaran digunakan untuk
menjelaskan sintak yang tersusun dalam RPP. Post test dilaksanakan pada 1
jam minggu berikutnya setelah pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan.
B. Deskripsi Temuan Penelitian
1. Rencana Umum Pelaksanaan Tindakan.
Rencana umum yang dibuat peneliti bersama kolaborator sebelum
dilaksanakan penelitian sebagai berikut:
1) Membuat Rencana Pembelajaran (RPP) Melakukan Negosiasi dengan
mengambil kompetensi dasar Memberikan Tanggapan Terhadap
Keberatan yang Muncul dari Calon Pelanggan yang mengandung langkah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
langkah atau sintak model pembelajaran GI (Group Invertigation). RPP
yang telah dibuat tersebut selanjutnya didiskusikan dengan sejawat guru
yang mengajar Pemasaran di kelas X dan XI yang juga akan terlibat dalam
penelitian, yaitu menjadi kolaborator (observer) dalam pengamatan
terhadap aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru.
2) Rancangan perangkat pembelajaran (RPP) khususnya langkah-langkah
(sintak) model pembelajaran GI yang disepakati bersama dengan
kolaborator, adalah sebagai berikut:
Tahap
Apersepsi: Guru menarik perhatian siswa, menjelaskan tujuan
pembelajaran, membuat kaitan
Kegiatan Inti:
1. Tahap pengelompokan siswa (Grouping)
1.1. Guru mengarahkan siswa mengamati sumber, memilih topik
dan menetukan kategori-kategori topik permasalahan
1.2. Guru mengarahkan siswa bergabung pada kelompok-kelompok
belajar berdasarkan topik yang akan dipilih atau menarik untuk
diselidiki
1.3. Guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok
antara 4 sampai dengan 5 orang berdasarkan ketrampilan dan
keheterogenan.
2. Tahap perencanaan (planing)
2.1. Guru menjelaskan apa yang dipelajari siswa
2.2. Guru menjelaskan bagaimana mereka belajar
2.3. Guru menjelaskan siapa dan melakukan apa
2.4. Guru menjelaskan untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik
tersebut
3. Tahap penyelidikan (investigation)
3.1. Guru mengarahkan siswa mengumpulkan informasi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
menganalisis data dan menbuat simpulan terkait dengan
permasalahan yang diselidiki
3.2. Guru mengarahkan masing-masing anggota kelompok
memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok
3.3. Guru mengarahkan siswa saling bertukar, berdiskusi,
mengklasifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat
4. Tahap pengorganisasian (organizing)
4.1. Guru mengarahkan anggota kelompok menetukan pesan-pesan
penting dalam proteknya masing-masing
4.2. Guru mengarahkan anggota kelompok merencanakan apa yang
akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya
4.3. Guru meminta wakil dari masing-masing kelompok membentuk
panitia diskusi kelas dalam prestasi investigasi
5. Tahap penyajian (presenting)
5.1. Guru menyarankan penyajian kelompok pada keseluruhan kelas
dalam berbagai variasi bentuk penyajian
5.2. Guru meminta kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat
secara aktif sebagai pendengar
5.3. Guru mengarahkan kelompok pendengar
mengevaluasi,mengklarivikasi dan mengajukan pertanyaan atau
tanggapan terhadap topik yang disajikan
6. Tahap evaluasi (evaluating)
6.1. Guru membimbing siswa menggabungkan masukan-masukan
tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dn
tentang pengalaman-pengalaman efektifnya
6.2. Guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang
pembelajaran yang telah dilaksanakan
6.3. Guru melakukan penilaian hasil belajar (mengevaluasi tingkat
pemahaman siswa)
Penutup: Guru memberikan tugas (PR) untuk pengayaan materi,
memberikan motivasi, dan penguatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3) Membuat instrumen-instrumen yang digunakan, yaitu lembar observasi
untuk mengamati aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran,
kuesioner motivasi belajar, dan lembar soal untuk mengukur tingkat
penguasaan materi pembelajaran oleh siswa.
2. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus I
a. Persiapan (Planning)
Guru mempersiapkan kelas sebelum memulai pembelajaran, namun
demikian persiapan kelas secara prinsip tidak mengubah kondisi kelas
sebagaimana biasanya. Selanjutnya observer menempatkan diri di tempat
yang memungkinkan untuk memantau seluruh aktifitas siswa maupun guru
selama proses pembelajaran, dan tidak mempengaruhi atau mengganggu
jalannya proses pembelajaran.
Kompetensi Dasar untuk siklus I, adalah: Memberikan Tanggapan
Terhadap Keberatan yang Muncul dari Calon Pelanggan. Sedangkan
indikatornya adalah: Pengertian Negosiasi dan Perilaku konsumen.
b. Pelaksanaan (Acting)
Guru membuka pelajaran, memberikan apersepsi serta menanyakan
kepada siswa mengenai kesiapannya mengikuti pembelajaran. Kemudian
guru menjelaskan tahapan proses belajar yang akan dilalui siswa.
Selanjutnya guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
langkah-langkah (sintak) yang direncanakan di dalam RPP. Sintak model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
pembelajaran GI yang direncanakan meliputi 6 tahap: grouping, planning,
investigation, organizing, presenting, dan evaluating.
Setelah tahapan inti pembelajaran, guru memberikan kuesioner motivasi
belajar dan memberikan tes hasil belajar kepada seluruh siswa.
c. Pengamatan (Observing)
Guru observer terdiri dari dua orang, masing-masing melakukan
pengamatan aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru.
Pelaksanaan pengamatan selama 2 jam pelajaran penuh.
1) Pengamatan Aktivitas Siswa
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa yang terdiri dari 18
indikator, diperoleh gambaran aktivitas siswa dalam proses belajar, yang
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.2 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I
No. Tahap Skor
1 Grouping 12
2 Planning 9
3 Investigation 8
4 Organizing 9
5 Presenting 8
6 Evaluation 7
Jumlah 53
Berdasarkan table observasi aktivitas siswa di atas pada tahap Grouping
dimana siswa diharapkan dapat mengamati sumber, memilih topik dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
menentukan kategori topik permasalahan serta kegiatan penggabungan
dalam kelompok dapat dikategorikan cukup baik. Sedangkan pada tahap
planning, investigation dan presenting termasuk kategori kurang baik.
Tahap organizing dan evaluation siswa dapat dikategorikan cukup baik.
Sehingga dapat disimpulkan table hasil observasi aktivitas belajar siswa
dengan diperoleh jumlah skor = 53, atau jika dinyatakan dengan nilai:
53/90 x 100 = 58,89, dan jika dinyatakan dengan kategori adalah: kurang.
Sehingga perlu adanya tindakan lanjut pada siklus II dikarenakan pada
siklus I ini dirasa terdapat hasil yang masih kurang.
2) Pengamatan Aktivitas Guru
Dari hasil observasi aktivitas mengajar guru yang terdiri dari 19
indikator, diperoleh gambaran aktivitas yang dilakukan guru dalam proses
belajar dengan menerapkan sintak model pembelajaran GI, disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.3 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I
No. Tahap Skor
1 Grouping 11
2 Planning 10
3 Investigation 8
4 Organizing 9
5 Presenting 8
6 Evaluation 10
Jumlah 56
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Hasil observasi aktivitas guru diatas pada tahap grouping, organizing dan
evaluation termasuk dalam kategori cukup baik, pada tahap planning,
investigation dan presenting dapat dikategorikan kurang baik. Sehingga
berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa hasil observasi aktivitas belajar
siswa diperoleh jumlah skor = 56, atau jika dinyatakan dengan nilai: 56/95
x 100 = 58,95, dan jika dinyatakan dengan kategori adalah: kurang.
Dengan kategori kurang maka perlu adanya tindakan lanjut yang akan
dilaksanakan pada siklus II.
3) Kuesioner Motivasi Belajar Siswa
Hasil analisis kuesioner motivasi belajar siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran yang terdiri dari 5 indikator dengan 15 butir
pertanyaan, disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.4 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Siklus I
N Jml.Nilai Rata-rata
38 2548,3 67,06
Hasil kuesioner motivasi belajar siswa pada siklus I sebagaimana tabel di
atas, menunjukkan rata-rata nilai sebesar: 67,07, jika dinyatakan dengan
kategori adalah: cukup. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih perlu
menumbuhkan motivasi belajar pada siswa yang dapat dilaksanakan pada
tindakan siklus II.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
4) Tes Hasil Belajar Siswa
Nilai tes hsil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
(post-test) siklus I disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.5 Nilai Tes Hasil Belajar siklus I
N (Jml. siswa)
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Total Nilai
Rata-rata
Prosentase Ketuntasan
38 80 55 2625 69,08 55,26 %
Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa hasil belajar pada siklus I hanya
diperoleh taraf ketuntasan belajar 55,26%, berarti tidak tuntas. Sedangkan
ketuntasan siswa ditentukan 85% siswa bias menguasai materi yang telah
diberikan dengan nilai kriteria ketuntasan minimal 70. Ketidak tuntasan
hasil belajar siswa menunjukkan bahwa pelaksanaan pada siklus I masih
perlu tindakan lanjut untuk meningkatkan hasil belajar siswa yang dapat
dilaksanakan pada siklus II dengan melakukan post tes yang dilaksanakan
pada akhir kegiatan pembelajaran.
d. Refleksi (Refection)
Proses dan hasil pembelajaran pada siklus I, secara umum dapat dianalisis
bahwa selama 2 jam pelajaran aktivitas siswa yang muncul bervariasi.
Aktivitas guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran
GI juga masih nampak belum terarah, masih kurang tegas dalam
memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa. Secara rinci kekurangan
yang nampak pada siklus I sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
1. Tahap Grouping
1) Sebagian besar siswa hanya menggunakan 1 buku teks sebagai
sumber, sehingga kesulitan untuk menentukan dan memilih topik
yang akan dibahas. Guru juga masih kurang dalam memberikan
arahan agar siswa menggali sumber-sumber yang lebih luas.
2) Jumlah kelompok masih terlalu besar yaitu antara 6-8 orang,
semestinya hanya 4-5 orang. Guru nampak kesulitan mengarahkan
agar siswa membatasi jumlah kelompok maksimal 5 orang saja.
3) Siswa juga masih cenderung berkelompok dengan teman dekatnya,
bukan disesuaikan dengan topik yang akan dibahas atau dipilih.
2. Tahap Planning
1) Pada umumnya siswa masih kesulitan dalam merencanakan topik
yang akan dibahas. Disamping itu guru juga masih kurang dalam
memberikan penjelasan atau mengarahkan siswa merencanakan
topik yang akan dibahas.
2) Siswa masih cenderung bekerja sendiri-sendiri, guru tidak
mengambil inisiatif untuk segera mengarahkan siswa dalam
kegiatan kelompok.
3) Sebagian besar masih nampak bingung mengenai apa yang akan
dilakukan.
3. Tahap Investigation
1) Pada umumnya siswa masih terbatas dalam memperoleh informasi
karena memang sumber yang dimiliki juga terbatas.
2) Masih banyak anggota kelompok yang pasif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3) Diskusi belum nampak intens dalam aktivitas setiap kelompok.
4. Tahap Organizing
1) Pada setiap kelompok nampak hanya 2-3 orang saja yang aktif
menulis dan menentukan pesan-pesan penting dalam protek
kelompok.
2) Bagaimana kelompok akan melaporkan hasil juga belum disepakati
bersama, dan guru juga kurang dalam memberikan pengarahan
mengenai bentuk laporannya.
3) Pembentukan tim diskusi kelas masih memrlukan campur tangan
bahkan dilakukan berdasarkan tunjukan oleh guru, bukan berdasar
kesepakatan siswa sendiri.
5. Tahap Presenting
1) Bentuk penyajian kelompok monoton, pada umumnya sama yaitu
membacakan pokok-pokok hasil kerja kelompok.
2) Siswa yang tidak terlibat pada presentasi mewakili kelompok
nampak kurang memperhatikan, bahkan membuat kegiatan lain
yang kontra produktif, misalnya mengobrol.
3) Kelompok pendengar kurang responsif, tidak tanggap mengenai
apa isi presentasi, sehingga terkesan tanggung jawab hanya ada
pada tim presentasi saja.
6. Tahap Evaluating)
1) Siswa nampak kesulitan untuk menggaungkan, mengkolaborasi
hasil presentasi dari seluruh kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
2) Siswa belum dapat mengambil manfaat secara keseluruhan dari apa
yang telah dikerjakan oleh masing-masing kelompok.
3) Guru sudah melakukan evaluasi hasil belajar sesuai ketentuan.
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran
pada siklus I sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa secara prinsip langkah-langkah (sintak) yang
dituangkan dalam RPP sudah baik. Permasalahannya terletak pada
bagaimana penerapannya. Sehingga yang perlu diperhatikan guru adalah
bagaimana mengendalikan kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan.
Kelengkapan atau instrumen-instrumen yang dipakai juga tidak ada
masalah, dan tetap akan digunakan sebagaimana dilakukan pada siklus I.
3. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus II
Setelah berakhirnya siklus I, sesuai dengan hasil refleksi, untuk
menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada, maka pada siklus II, akan
dilakukan perubahan kegiatan sebagai berikut:
a. Persiapan (Planning)
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa bentuk persiapan
yang dibuat dalam RPP dianggap tidak ada masalah, sehingga tidak
dilakukan perubahan. Masalahnya terletak pada bagaimana kesungguhan
guru melaksanakan langkah-langkah tersebut di dalam pembelajaran.
Sebagaimana dilakukan pada siklus sebelumnya, guru mempersiapkan
kelas sebelum memulai pembelajaran, selanjutnya observer menempatkan
diri di tempat yang memungkinkan untuk memantau seluruh aktfitas siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
maupun guru selama proses pembelajaran, dan tidak mempengaruhi atau
mengganggu jalannya proses pembelajaran.
Kompetensi Dasar untuk siklus II adalah: Memberikan Tanggapan
Terhadap Keberatan yang Muncul dari Calon Pelanggan. Indikatornya
adalah: Segmentasi Pasar dan Targeting, Positioning dan klausul jual beli.
b. Pelaksanaan (Acting)
Pada saat melakukan apersepsi, guru memberikan koreksi mengenai proses
pembelajaran yang dilakukan minggu lalu (siklus I). Guru memberikan
penegasan beberapa hal yang belum diikuti atau belum dilaksanakan siswa
secara benar saat mengikuti pembelajaran.
Selanjutnya guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
langkah-langkah (sintak) yang direncanakan di dalam RPP, sebagaimana
siklus I. Sintak model pembelajaran GI yang direncanakan meliputi 6
tahap: grouping, planning, investigation, organizing, presenting, dan
evaluating.
Setelah tahapan inti pembelajaran, guru memberikan kuesioner motivasi
belajar dan memberikan tes hasil belajar kepada seluruh siswa.
c. Pengamatan (Observing)
Guru observer yang terdiri dari dua orang, masing-masing melakukan
pengamatan aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru.
Pelaksanaan pengamatan sama seperti pada siklus I, yaitu selama 2 jam
pelajaran penuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
1) Pengamatan Aktivitas Siswa
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus II, diperoleh
gambaran aktivitas siswa dalam proses belajar, yang disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 4.6 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II
No. Tahap Skor
1 Grouping 13
2 Planning 10
3 Investigation 9
4 Organizing 11
5 Presenting 10
6 Evaluation 9
Jumlah 62
Berdasarkan tabel observasi aktivitas belajar siswa pada siklus kedua
terdapat peningkatan pada aktivitas belajar siswa dengan menggunakan
metode Group Investigation yang dapat diketahui dengan peningkatan skor
dimana pada tahap grouping, organizing dan evaluating termasuk dalam
kategori baik, Sedangkan pada tahap investigasi dan presenting termasuk
kategori cukup baik. Untuk tahap planning termasuk dalam kategori
kurang baik sehingga perlu mendapatkan tindakan lanjut untuk siklus ke
III. Jadi dapat disimpulkan dari table di atas diketahui bahwa hasil
observasi aktivitas belajar siswa diperoleh jumlah skor = 62, atau jika
dinyatakan dengan nilai: 62/90 x 100 = 68,89, dan jika dinyatakan dengan
kategori adalah: cukup. Dari simpulan tersebut pada siklus II masih perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
tindakan lanjut yang dapat dilaksanakan pada siklus selanjutnya yaitu
siklus III.
2) Pengamatan Aktivitas Guru
Dari hasil observasi aktivitas mengajar guru dalam menerapkan sintak
model pembelajaran GI pada siklus II, disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II
No. Tahap Skor
1 Grouping 14
2 Planning 14
3 Investigation 11
4 Organizing 12
5 Presenting 11
6 Evaluation 13
Jumlah 75
Berdasarkan tabel observasi aktivitas guru di atas guru mulai
melaksanakan penerapan langkah-langkah yang telah tersusun dalam RPP
sesuai dengan sintak dalam metode Group Investigasi, namun tahap
planning, investigation dan presenting guru masih perlu membantu siswa
dalam pelaksanaan tahapan tersebu. Pada tahap grouping, investigation
dan evaluation guru telah dapat mengendalikan kegiatan pembelajaran
pada setiap tahap. Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil observasi
aktivitas guru diperoleh jumlah skor = 75, atau jika dinyatakan dengan
nilai: 75/95 x 100 = 78,95, dan jika dinyatakan dengan kategori adalah:
baik. Dengan jumlah skor dan kategori tersebut guru masih perlu untuk
memperbaiki kegiatan pada langkah-langkah model pembelajaran group
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
investigation, sehingga masih perlu mendapatkan tindakan lanjut yang
akan dilaksanakan pada siklus III.
3) Kuesioner Motivasi Belajar Siswa
Hasil analisis kuesioner motivasi belajar siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran selama siklus II, disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.8 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Siklus II
N Jml.Nilai Rata-rata
38 2708,3 71,27
Hasil kuesioner motivasi belajar siswa pada siklus II sebagaimana tabel di
atas, menunjukkan rata-rata nilai sebesar: 71,27, jika dinyatakan dengan
kategori adalah: baik. Dengan meningkatkan motivasi siswa dalam
kegiatan belajar maka diharapkan siswa dapat memahami materi yang
disampaikan dan dibahas baik oleh guru maupun dalam penyampaian
dengan kegiatan kelompok.
4) Tes Hasil Belajar Siswa
Nilai tes hsil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
(post-test) siklus II disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.9 Nilai Tes Hasil Belajar siklus II
N (Jml. siswa)
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Total Nilai
Rata-rata
Prosentase Ketuntasan
38 80 55 2675 70,39 71,05%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Ketuntasan belajar siswa dinyatakan dengan nilai KKM (kriteria
ketuntasan minimal) 70 yang dinyatakan dengan 85% siswa telah
menguasai materi yang diberikan. Berdasarkan tabel nilai tes hasil belajar
siswa di atas nampak bahwa hasil belajar pada siklus II hanya diperoleh
taraf ketuntasan belajar 71,05%, berarti tidak tuntas.
d. Refleksi (Refection)
Pada siklus II, aktivitas guru dalam menerapkan langkah-langkah model
pembelajaran GI sudah nampak meningkat dan konsisten sesuai dengan
yang direncanakan dalam RPP, namun pada beberapa tahapan masih
nampak belum terarah, masih kurang tegas dalam memberikan bimbingan
dan arahan kepada siswa. Secara rinci kekurangan yang nampak pada
siklus II sebagai berikut:
1. Tahap Grouping
1) Guru sudah cukup baik dalam memberikan arahan agar siswa
menggali sumber-sumber yang lebih luas, namun demikian belum
seluruh siswa menanggapi dengan sungguh-sungguh, sehingga
masih nampak beberapa siswa hanya menggunakan buku sumber
saja.
2) Pembentukan kelompok sudah cukup cepat, dan jumlah kelompok
hanya 4-5 orang, ini terjadi karena guru langsung campur tangan
dalam pembentukan kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3) Karena pemilihan topik telah dapat dilakukan oleh sebagian besar
siswa, sehingga siswa lain secara cepat memilih sendiri dengan
siapa mereka akan berkelompok sesuai topik yang diinginkan.
2. Tahap Planning
1) Guru cukup efektif memberikan penjelasan atau mengarahkan
kepada siswa dalam merencanakan topik yang akan dibahas
masing-masing kelompok.
2) Siswa sudah mulai dapat bekerja sama dalam kelompok, meskipun
ada beberapa siswa yang pasif dan bekerja sendiri. Beberapa kali
guru telah menegur dan mengingatkan.
3) Sebagian besar siswa sudah dapat menentukan mengenai apa yang
akan dilakukan, meskipun beberapa kelompok pilihan topik dan
rencana yang akan dikerjakan nampak masih sangat sempit
lingkupnya.
3. Tahap Investigation
1) Siswa pada umumnya telah dapat menemukan sumber-sumber
informasi yang lebih luas.
2) Beberapa siswa yang masih nampak pasif didekati guru, ditegur
dan ditanyai mengapa mau terlibat aktif dalam kelompok.
3) Telah terjadi diskusi cukup baik dalam beberapa kelompok,
meskipun sebagian kelompok masih belum nampak ada diskusi
yang terarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
4. Tahap Organizing
1) Pada umumnya sebagian besar anggota kelompok telah aktif dan
berusaha memberikan kontribusinya pada pekerjaan kelompok.
2) Guru memberikan petunjuk dan memberikan beberapa contoh
bagaimana membuat laporan. Namun demikian masih ada sebagian
kelompok yang masih belum memahami.
3) Pembentukan tim diskusi kelas tetap dilakukan dengan campur
tangan bahkan dilakukan berdasarkan tunjukan oleh guru,
meskipun sebagian kelompok telah menunjuk wakilnya secara
aklamasi untuk mewakili presentasi kelas.
5. Tahap Presenting
1) Bentuk penyajian kelompok mulai nampak bervariasi, meskipun
sebagain besar masih berupa pokok-pokok materi hasil
pembahasan kelompok.
2) Guru menegur keras siswa yang tidak memperhatikan presentasi
sehingga suasana kelas nampak lebih terkendali.
3) Siswa yang menjadi pendengar sudah mulai memperhatikan isi
presentasi masing-masing kelompok, meskipun bentuk respon
berupa pertanyaan masih sangat sedikit.
6. Tahap Evaluating.
1) Guru memberikan bantuan kepada siswa mengenai cara untuk
mengkolaborasi atau membuat rangkuman secara komprehensif
tentang hasil presentasi dari seluruh kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
2) Siswa nampak dapat mengerti mengenai apa yang mereka hasilkan
dari pembahasan dalam kelompok dan diskusi kelas yang mereka
lakukan.
3) Guru melakukan evaluasi hasil belajar, dan siswa nampak siap
mengerjakan soal-soal yang diberikan guru.
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran
pada siklus II sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa secara prinsip langkah-langkah (sintak) yang
dituangkan dalam RPP sudah baik dan dapat diterapkan. Jika masih terasa
ada permasalahan, yaitu sebagaimana yang terjadi pada siklus I, terletak
pada bagaimana penerapannya. Sehingga yang perlu diperhatikan
sungguh-sungguh oleh guru adalah bagaimana mengendalikan kegiatan
pembelajaran pada setiap tahapan.
Kelengkapan atau instrumen-instrumen yang dipakai juga tidak ada
masalah, dan tetap akan digunakan sebagaimana dilakukan pada siklus I
dan II.
4. Pelaksanaan Tindakan Pembelajaran Siklus III
Setelah berakhirnya siklus II, sesuai dengan hasil refleksi, untuk
menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada, maka pada siklus III, akan
dilakukan perubahan kegiatan sebagai berikut:
a. Persiapan (Planning)
Pada dasarnya persiapan yang dilakukan guru pada siklus III sama seperti
siklus sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Kompetensi Dasar yang dibahas pada siklus III adalah: Memberikan
Tanggapan Terhadap Keberatan yang Muncul dari Calon Pelanggan.
Dengan indikator: SOP Administrasi Penjualan dan Keberatan calon
pelanggan.
b. Pelaksanaan (Acting)
Guru memberikan penegasan beberapa hal yang belum diikuti atau belum
dilaksanakan siswa secara benar saat mengikuti pembelajaran pada siklus
sebelumnya.
Selanjutnya guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
langkah-langkah (sintak) yang direncanakan di dalam RPP, sebagaimana
siklus I dan II. Sintak model pembelajaran GI yang direncanakan sama
seperti siklus sebelumnya, meliputi 6 tahap: grouping, planning,
investigation, organizing, presenting, dan evaluating.
Setelah tahapan inti pembelajaran, guru memberikan kuesioner motivasi
belajar dan memberikan tes hasil belajar kepada seluruh siswa.
c. Pengamatan (Observing)
Guru observer yang terdiri dari dua orang, masing-masing melakukan
pengamatan aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru.
Pelaksanaan pengamatan sama seperti pada siklus I dan II, yaitu selama 2
jam pelajaran penuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
1) Pengamatan Aktivitas Siswa
Dari hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus III, disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 4.10 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus III
No. Tahap Skor
1 Grouping 14
2 Planning 12
3 Investigation 11
4 Organizing 13
5 Presenting 12
6 Evaluation 10
Jumlah 72
Berdasarkan tabel observasi aktivitas belajar siswa pada tahap grouping,
planning, investigation, organitation, presenting dan evaluation telah
dilaksanakan siswa dengan baik sesuai dengan langkah-langkah yang ada
pada tahapan metode group investigation. Dengan diketahui bahwa hasil
observasi aktivitas belajar siswa diperoleh jumlah skor = 72, atau jika
dinyatakan dengan nilai: 72/90 x 100 = 80,00, dan jika dinyatakan dengan
kategori adalah: baik. Dengan kategori tersebut pelaksanaan tahapan-
tahapan yang telah dilaksanakan sesuai metode pembelajaran group
investigasi telah sesuai.
2) Pengamatan Aktivitas Guru
Hasil observasi aktivitas mengajar guru dalam menerapkan sintak
model pembelajaran GI pada siklus III, disajikan dalam tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Tabel 4.11 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III
No. Tahap Skor
1 Grouping 14
2 Planning 14
3 Investigation 13
4 Organizing 14
5 Presenting 14
6 Evaluation 14
Jumlah 83
Berdasarkan tabel observasi aktivitas guru di atas pada tahap grouping,
planning, investigation, organitation, presenting dan evaluation telah
dilaksanakan guru dengan baik sesuai dengan langkah-langkah yang ada
pada tahapan metode group investigation. Dengan diketahui bahwa hasil
observasi aktivitas guru diperoleh jumlah skor = 83, atau jika dinyatakan
dengan nilai: 83/95 x 100 = 87,37, dan jika dinyatakan dengan kategori
adalah: baik sekali. Sehingga dengan kategori tersebut dianggap tidak
perlu lagi diadakan tindakan lebih lanjut untuk kegiatan guru dalam
pelaksanaan metode pembelajaran model group investigation.
3) Kuesioner Motivasi Belajar Siswa
Hasil analisis kuesioner motivasi belajar siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran selama siklus III, disajikan dalam tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Tabel 4.12 Hasil Kuesioner Motivasi Belajar Siswa Siklus III
N Jml.Nilai Rata-rata
38 3162 82,95
Hasil kuesioner motivasi belajar siswa pada siklus III sebagaimana tabel di
atas, menunjukkan rata-rata nilai sebesar: 82,95, jika dinyatakan dengan
kategori adalah: baik. Dengan peningkatan motivasi belajar siswa sebesar
2.42 dari siklus I dalam kegiatan belajar maka diharapkan siswa dapat
lebih memahami materi yang disampaikan dan dibahas baik oleh guru
maupun dalam penyampaian dengan kegiatan kelompok.
4) Tes Hasil Belajar Siswa
Nilai tes hsil belajar siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran
(post-test) siklus II disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.13 Nilai Tes Hasil Belajar siklus III
N (Jml. siswa)
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
Total Nilai
Rata-rata
Prosentase Ketuntasan
38 85 60 2875 75,66 86,84%
Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa hasil belajar pada siklus III
diperoleh taraf ketuntasan belajar 86,84%, berarti tuntas. Hasil belajar
siswa dengan nilai sesuai KKM 70 telah mencapai lebih dari 85% sesuai
yang diharapkan untuk mencapai ketuntasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
d. Refleksi (Refection)
Pada siklus III, aktivitas guru dalam menerapkan langkah-langkah model
pembelajaran GI sudah baik dan konsisten sesuai dengan yang
direncanakan dalam RPP, pada beberapa tahapan masih nampak belum
terarah, yang disebabkan lebih karena kondisi atau karakteristik siswa.
Secara rinci kekurangan yang nampak pada siklus III sebagai berikut:
1. Tahap Grouping
Guru sudah baik dalam memberikan arahan agar siswa menggali
sumber-sumber yang lebih luas, dan seluruh siswa menanggapi dengan
sungguh-sungguh. Pembentukan kelompok sudah cepat dan siswa
memilih kelompok berdasar inisiatifnya sendiri. Siswa sudah dengan
cepat memilih sendiri dengan siapa mereka akan berkelompok sesuai
topik yang diinginkan.
2. Tahap Planning
Siswa sudah dapat dengan cepat merencanakan topik yang akan
dibahas masing-masing kelompok. Siswa juga sudah dapat bekerja
sama dalam kelompok, dan sudah dapat menentukan mengenai apa
yang akan dilakukan, dan rencana yang akan dikerjakan.
3. Tahap Investigation
Siswa telah dapat menemukan sumber-sumber informasi yang lebih
luas. Seluruh siswa juga terlibat aktif dalam kelompok, dan telah
terjadi diskusi yang terarah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
4. Tahap Organizing
Seluruh anggota kelompok telah aktif dan berusaha memberikan
kontribusinya pada pekerjaan kelompok. Siswa juga sudah memahami
bagaimana membuat laporan, dan telah menunjuk wakilnya secara
aklamasi untuk mewakili presentasi kelas.
5. Tahap Presenting
Bentuk penyajian kelompok pada presentasi kelas bervariasi, siswa
pendengar sangat serius memperhatikan dengan menyampaikan
pertanyaan yang cukup baik.
6. Tahap Evaluating.
Siswa sudah dapat mengkolaborasi atau membuat rangkuman secara
komprehensif tentang hasil presentasi dari seluruh kelompok. Siswa
juga dapat mengerti mengenai apa yang mereka hasilkan dari
pembahasan dalam kelompok dan diskusi kelas yang mereka lakukan.
Berdasarkan hasil refleksi pelaksanaan tahapan-tahapan pembelajaran
pada siklus III sebagaimana diuraikan di atas, secara umum dapat
disimpulkan bahwa secara prinsip langkah-langkah (sintak) yang
dituangkan dalam RPP sudah baik dan dapat diterapkan.
C. Pembahasan Hasil Tindakan.
Wina Sanjaya (2006:106) berpendapat bahwa belajar kooperatif dapat
dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial,
perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif
motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan
demikian keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk
memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Berdasarkan hasil pengamatan selama 3 siklus tindakan sebagaimana telah
dikemukakan di atas, dapat dikemukakan perbandingan efektivitas tindakan
masing-masing siklus sebagai berikut:
Tabel 4.14 Perbandingan Hasil Tindakan Siklus I, II, III
Aspek Siklus-1 Siklus-2 Siklus-3 Nilai Ktg. Nilai Ktg. Nilai Ktg.
Aktivitas Siswa 58,89 K 68,89 C 80,00 B
Aktivitas Guru 58,95 K 78,95 B 87,37 BS
Motivasi Belajar 67,07 C 71,27 B 82,95 B
Hasil Belajar 69,08 B 70,39 B 75,66 B
K= kurang, C=cukup, B= baik, BS=baik sekali
Tabel di atas menunjukkan adanya kemajuan yang signifikan dari siklus ke
siklus, yang menandakan bahwa tindakan yang diberikan benar-benar menuju
kearah lebih baik, dan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap aktivitas
guru, aktivitas siswa, motivasi belajar siswa, dan hasil belajar siswa.
Data-data hasil observasi sebagaimana disajikan dalam tabel di atas, jika
disajikan dengan grafik sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Siklus-1 Siklus-2 Siklus-3
Aktivitas Siswa Aktivitas Guru Motivasi belajar Hasil belajar
Gambar 4.1: Perbandingan Hasil Tindakan
Berdasarkan tabel dan grafik sebagaimana dikemukakan di atas nampak
bahwa tindakan yang diberikan selama tiga siklus menunjukkan efektivitas yang
cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran GI terbukti efektivitasnya untuk meningkatkan motivasi belajar dan
hasil belajar siswa.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara
sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
Wahjosumidjo (1992:174). Penerapan metode GI dalam pembelajaran terbukti
memenuhi kebutuhan psikologis tersbut, karena terbukti dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
Meningkatnya motivasi belajar siswa tersebut akan mempengaruhi
peningkatan prestasi belajarnya. Hal ini sesuai dengan teori sebagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
dikemukakan oleh Ngalim Purwanto (1987:81) menjelaskan bahwa motivasi
berfungsi mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak sebagai motor yang
memberikan energi/kekuatan kepada seseorang, dan menentukan arah perbuatan
yaitu ke arah perbuatan atau perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi
mencegah penyelewengan dari jalan yang ditempuh untuk keberhasilan
pencapaian tujuan.
Namun demikian agar lebih meyakinkan apakah peningkatan tersebut
benar-benar signifikan, dilakukan uji statistika dinferensial menggunakan uji-t
(paired t-test). Hasil analisis uji-t nampak pada tabel berikut:
Tabel 4.15 Hasil Uji-t Perbandingan Hasil Tindakan Siklus I, II, III
Paired Samples Test
-1,3158 4,74829 ,77027 -2,8765 ,2449 -1,708 37 ,096
-5,2632 3,84626 ,62395 -6,5274 -3,9989 -8,435 37 ,000
-4,2632 17,84723 2,89520 -10,1294 1,6031 -1,472 37 ,149
-11,7895 13,19123 2,13990 -16,1253 -7,4536 -5,509 37 ,000
Hasil tes siklus-1 -Hasil tes siklus-2
Pair1
Hasil tes siklus-2 -Hasil tes siklus-3
Pair2
Motivasi siklus-1 -Motivasi siklus-2
Pair3
Motivasi siklus-2 -Motivasi siklus-3
Pair4
Mean Std. DeviationStd. Error
Mean Lower Upper
95% ConfidenceInterval of the
Difference
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perbandingan hasil analisis uji-t
data motivasi belajar dan hasil belajar menunjukkan bahwa antara siklus I dengan
siklus II belum menunjukkan adanya perbedaan hasil tindakan yang signifikan.
Perbedaan nilai rerata (mean) hanya sebesar: 1,3158. Untuk hasil belajar diperoleh
nilai t-hitung sebesar: 1,708, dengan sign.: 0.096. Karena nilai signifikansinya
diatas 0,05 (5%) berarti tidak signifikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Demikian pula untuk motivasi belajar siswa, antara hasil tindakan siklus I
dengan siklus II diperoleh perbedaan mean sebesar: 4,2632, dengan nilai t-hitung
sebesar: 1,472, sign. 0.149. Hasil uji-t tersebut juga menunjukkan nilai
signifikansinya di atas 0,05 (5%) yang berarti tidak signifikan.
Sedangkan perbandingan hasil belajar antara siklus II dan III diperoleh
perbedaan mean sebesar: 5.2632, dan nilai t-hitung sebesar: 8,435, dengan sign.:
0,000. Karena nilai signifikansinya kurang dari 0,05 (5%), berarti perbedaan nilai
hasil belajar tersebut adalah signifikan.
Motivasi belajar siswa natara siklus II dan III juga menunjukkan hasil
yang signifikan, dibuktikan dengan perbedaan mean sebesar: 11,7895 dan nilai t-
hitung sebesar: 5,509, dengan sign.: 0.000. Hasil analisis uji-t ini membuktikan
bahwa peningkatan motivasi belajar siswa tersebut benar-benar peningkatan yang
signifikan.
Berdasarkan apa yang diperoleh selama proses pelaksanaan tindakan, dan
hasil diskusi reflektif mengenai pelaksanaan tindakan (siklus 1,2,3) diperoleh
kesimpulan bahwa sintak model pembelajaran GI sudah dapat dilaksanakan sesuai
dengan yang direncanakan dalam RPP. Oleh karena itu tidak ada hal yang secara
prinsip perlu dilakukan perubahan pada rancangan atau desain pembelajaran dan
perangkatnya.
D. Kendala dan Keterbatasan
Namun demikian pada aspek implementasinya pada guru dan siswa masih
perlu mendapatkan perhatian agar pembelajaran lebih terkendali dan bermakna,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
serta untuk lebih memperjelas dan mempertegas tujuan model pembelajaran GI
yang semestinya. Sehingga perlu diperhatikan beberapa hal :
1) Permasalahan yang masih dirasakan adalah guru masih belum
sepenuhnya dapat meninggalkan kebiasaan lama yaitu keinginan
menempatkan diri sebagai sumber belajar utama dan mendominasi
kelas. Guru seringkali berkepanjangan dalam memberikan
tanggapan, petunjuk, atau penjelasan mengenai suatu hal. Guru
juga sering intervensi terlalu jauh saat siswa sangat antusias
mendiskusikan sesuatu, sehingga sebagaian siswa kemudian
menarik diri dari partisipasinya.
2) Guru masih nampak canggung ketika menerapkan langkah-langkah
sintak dalam metode pembelajaran kooperatif model Group
Investigation (GI) yang dituangkan dalam RPP. Karena model
pembelajaran ini baru dilaksanakan pada siswa jurusan Pemasaran
SMK PGRI 3 Kediri, sehingga guru masih perlu untuk memahami
setiap sintak yang ada.
3) Masalah kebermaknaan pemberian penguatan dan penerapan
prinsip pengelolaan kelas. Guru nampak kurang tepat dalam
menerapkan prinsip pemberian pujian dan teguran (reward and
punisment). Guru nampak belum dapat menempatkan diri sebagai
pengendali pembelajaran, dan masih nampak sebagai penguasa
kelas selama pembelajaran.
Sedangkan jika diamati dari aspek siswa, juga masih ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
1) Ekspresi kebebasan berpikir dan berpendapat masih nampak belum
secara total ditunjukkan dalam pembelajaran. Bahkan ada kesan
beberapa siswa langsung menerima saja begitu guru menanggapi
sesuatu hal. Kebiasaan mempertahankan argumentasi yang lemah ini
diduga juga akibat guru selama ini menguasai atau mendominasi
kebenaran.
2) Siswa cenderung memakai satu sumber belajar yang sudah ada,
sehingga terjadi keterbatasan untuk dapat memahami suatu topik
pembelajaran yang akan dibahas.
3) Masih perlu dilakukan upaya meningkatkan keterampilan menemukan
masalah dan mencari pemecahannya melalui bentuk-bentuk kegiatan
pembelajaran yang lebih bermakna.
Selain hal-hal yang telah dikemukakan di atas, perlu juga disampaikan
hambatan dan Keterbatasan yang dialami selama pelaksanaan tindakan.
Berdasarkan hasil analisis pelaksanaan tindakan selama tiga siklus dirasakan
hambatan, keterbatasan atau kendala sebagai berikut:
1) Komitmen guru untuk menerapkan secara benar Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) dan menjadikannya sebagai pedoman dalam
pembelajaran masih nampak sulit dilakukan. Ini berarti guru belum secara
konsisten menerapkan hal-hal yang telah direncanakan dalam RPP. Hal ini
terjadi karena selama ini guru tidak menjadikan RPP sebagai pedoman saat
melaksanakan pembelajaran.
2) Ada kesan bahwa guru masih belum sepenuhnya dapat meninggalkan
kebiasaan lama yaitu keinginan menempatkan diri sebagai sumber belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
utama dan mendominasi kelas. Guru seringkali berkepanjangan dalam
memberikan tanggapan, petunjuk, atau penjelasan mengenai suatu hal.
3) Pemahaman guru terhadap langkah-langkah (sintak) pembelajaran belum
utuh, sehingga masih terasa kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan
sintak seolah-olah terpisah dengan tahapan lainnya.
4) Keinginan guru untuk mendominasi kelas masih nampak, terutama pada
saat siswa mengerjakan tugas kelompoknya, guru masih saja berbicara
atau memberikan penjelasan yang semestinya kurang perlu. Guru juga
sering intervensi terlalu jauh saat siswa sangat antusias mendiskusikan
sesuatu, sehingga sebagaian siswa kemudian menarik diri dari
partisipasinya.
5) Petunjuk implementasi model atau panduan guru dalam menerapkan
model pembelajaran GI kurang rinci dan jelas, sehingga agak menyulitkan
guru dalam memahaminya. Hal ini tentunya tidak akan terjadi jika sudah
ada buku pedoman guru yang rinci dan lengkap dalam menerapkan model
pembelajaran GI.
6) Kurang sosialisasi (latihan) sebelum tindakan dilakukan, sehingga pada
pelaksanaan tindakan siklus I guru nampak sangat canggung, sehingga
langkah-langkah pembelajaran belum dapat dilaksanakan secara benar.
Sangat dapat dimengerti karena memang penerapan model pembelajaran
GI ini dapat dikatakan yang pertama kalinya, sehingga selain ada perasaan
kurang percaya diri juga karena guru belum paham benar apa yang
semestinya dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Sedangkan jika diamati dari aspek siswa, juga masih ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Kurangnya kesiapan siswa dalam mempersiapkan topik pembahasan yang
hanya tergantung pada satu sumber ajar
2) Siswa belum dapat menunjukkan ekspresi kebebasan berpikir dan
berpendapat dimana masih ada siswa yang tidak aktif dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Group Investigation
(GI)
3) Beberapa siswa masih terlihat hanya ikut-ikutan dalam kelompok dan
menerima saja ketika guru menanggapi sesuatu
4) Siswa masih lemah dalam mempertahankan argumentasi kelompoknya
dalam menaggapi topik yang dibahas, sehingga perlu dilakukan upaya
meningkatkan keterampilan mengeksplorasikan sikap dan perasaan siswa
melalui bentuk-bentuk kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna.
Ungkapan perasaan sebagian siswa mengenai suatu hal masih nampak
semu, formal, terkesan hanya diucapkan, bukan berdasar pada nilai yang
ada di hatinya. Disinilah perlunya guru mengembangkan model-model
pembelajaran yang tidak sekadar membentuk kemampuan kognitif belaka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil tindakan yang telah dilakukan sebanyak 3 siklus, dapat
disimpulkan:
1. Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah
yang efektif penerapan metode Group Investigation dalam matadiklat
Pemasaran.
2. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode Group
Investigation (GI) dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
3. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode Group
Investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil
belajar siswa.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi baik teoritis maupun praktis.
Secara praktis, beberapa implikasi dari hasil penelitian tindakan ini adalah:
1. inovasi pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan guru secara terus menerus. Hasil inovasi metode
pembelajaran (GI) sebagaimana dilakukan pada penelitian ini
memberikan contoh bahwa inovasi tersebut memang benar dibutuhkan
dalam pembelajaran. Bentuk inovasi yang dilakukan guru akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
mendekatkan teori-teori pembelajaran dengan konteks kebutuhan nyata
di sekolah sebagaimana dituntut dalam implementasi KTSP.
2. tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMK lebih diutamakan pada
penguasaan ketrampilan-ketrampilan vokasional. Untuk membentuk
ketrampilan itu diperlukan beberapa syarat, diantaranya adalah
kemampuan siswa untuk bekerjasama dalam tim. Penerapan metode GI
yang merupakan bagian model pembelajaran kooperatif terbukti dapat
memenuhi tujuan tersebut. Maka guru-guru SMK dapat
menggunakannya dalam pembelajaran, dalam upaya meningkatkan
kompetensi lulusan SMK.
3. Secara praktis hasil penelitian ini juga berimplikasi pada perubahan
paradigma pembelajaran berpusat pada guru menjadi berpusat pada
siswa. Melalui inovasi metode GI terbukti bahwa siswa juga mampu
secara mandiri dan kelompok melakukan kegiatan belajar yang
produktif dalam mencapai tujuan pembelajaran, dengan hanya sedikit
saja campur tangan guru.
Secara teoritis, implikasi hasil penelitian ini adalah terhadap penguatan
teori belajar kooperatif. Sebagaimana dikemukakan Nurhadi (2003, 59-60) bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis
mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama
siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Terlebih lagi untuk
konteks pendidikan di SMK, kebutuhan tersebut semakin menjadi penting dan
mendasar untuk dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran. Hal ini didasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
pada tujuan satuan pendidikan SMK yang tidak dapat mengabaikan kebutuhan
yang ada di masyarakat nyata.
C. Rekomendasi.
Berdasarkan pengalaman dalam menerapkan model pembelajaran GI pada
matadiklat Pemasaran di SMK sebagaimana telah dilaporkan di atas, dapat
dikemukakan rekomendasi berikut:
1) Sebagaimana tujuan pengembangan model pembelajaran GI adalah
untuk mengembangkan kemampuan kerjasama. Oleh sebab itu guru
sebagai pelaksana pembelajaran harus mengutamakan proses yang
mendukung terciptanya suasana kerja kelompok. Misalnya mulai dari
pengaturan kelas, pembagian kelompok-kelompok kecil, penentuan
masalah atau topik hingga bagaimana membuat presentasi sebagai
laporan juga harus mencerminkan suasana belajar kelompok.
2) Mengingat langkah-langkah (sintak) model pembelajaran GI yang
relatif panjang dan kompleks maka sebelum guru memilih model ini
untuk digunakan hendaknya dicoba terlebih dahulu. Hal ini dirasakan
akan lebih baik karena karakteristik siswa, karakteristik materi akan
sangat menentukan bagaimana guru dapat melaksanakan langkah-
langkah pembelajaran secara tepat.
3) Group Investigation (GI) sebagai sebuah model pembelajaran dapat
dikatakan masih bersifat model hipotetik. Oleh karena itu guru perlu
mengujinya apakah model pembelajaran GI sesuai dengan seluruh
karakteristik materi dan karakteristik siswa. Dengan mencoba dan terus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
mencoba, diharapkan akan ditemukan model pembelajaran GI yang
lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik siswa dan matadiklat atau
bahan ajar.