penerapan metode wahdah dalam …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/114/jtptiain-gdl... ·...
TRANSCRIPT
i
PENERAPAN METODE WAHDAH DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN
SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU
KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh :
MOKHAMAD ZAMRONI NIM: 093911326
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG 2011
ii
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mokhamad Zamroni
NIM : 093911326
Jurusan/Program Studi : Tarbiyah/Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya
saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.
Semarang, 13 Agustus 2011
Saya yang menyatakan,
Meterai tempel
Rp. 6.000,00
Mokhamad Zamroni NIM: 093911326
iii
iv
NOTA DINAS Semarang, 13 Agustus 2011
Kepada
Yth. Dekan/Ketua
IAIN Walisongo
di Semarang
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan
koreksi naskah skripsi dengan:
Judul : Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-
Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa
Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan
Tahun 2010/2011
Nama : Mokhamad Zamroni
NIM : 093911326
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang untuk diujikan dalam Sidang
Munaqosah.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
Nasirudin, M.Ag NIP.19691012 199603 1 002
v
ABSTRAK
Judul : Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan
Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul
Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu
Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011.
Penulis : Mokhamad Zamroni
NIM : 093911326
Sudah dimaklumi bersama dan sudah sangat jelas, bahwa menghafal al-
Qur’an bukanlah tugas yang mudah, sederhana, serta dapat dilakukan kebanyakan
orang tanpa meluangkan waktu khusus, kesungguhan mengerahkan kemampuan
dan keseriusan, karena menghafal al-Qur’an merupakan tugas yang sangat agung
dan besar. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang dapat membantu
mempermudah dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an santri pondok pesantren
Nurul Furqon Brakas.
Metode yang digunakan untuk mncapai tujuan dari penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif dengan tahapan pengumpulan data, reduksi data, display data
dan verifikasi/penarikan kesimpulan. Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode wahdah dalam meningkatkan
hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi
Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan dan untuk mengetahui hasil hafalan al-
Qur’an dengan metode wahdah santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas
Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan. Dan manfaatnya adalah:
diharapkan dapat memberikan solusi dan masukan mengenai pelaksanaan
peningkatan hafalan al-Qur’an serta diharapkan dapat memberikan solusi dan
masukan mengenai pelaksanaan peningkatan hafalan al-Qur’an.
Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Penerapan metode wahdah di Pondok
Pesantren Nurul Furqon dilakukan dengan tahap musyafahah (face to face),
resitasi, takrir, mudarrosah, dan tes. Semua langkah tersebut memberi kesempatan
pada santri untuk mengulang hafalan yang telah diperoleh. (2) Mewajibkan
memakai Qur’an pojok, mengadakan muroja’ah, mengadakan tes / sima’an
mingguan, mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran bacaan
wajib tartil/pelan dalam membaca, mewajibkan mudarrosah pada jadwal yang
ditentukan.
Dengan adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah
di Pondok Pesantren Nurul Furqon hasil hafalan Santri dalam kategori baik,
terbukti dari 10 Santri yang penulis teliti mampu menghafal rata-rata 1,5 Juz
dalam waktu 1 bulan.
vi
PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN
Skripsi Ini Aku Persembahkan Kepada
1. Ayah Ibundaku tercinta serta Kakak-kakakku tersayang.
2. Sang Motivator, buat Istri dan Anakku tercinta serta keluarga besar Bapak
Masrun + Ibu Parsini.
3. Tidak lupa terima kasih saya untuk keluarga besar Pondok Pesantren
Nurul Furqon, yang telah memberikan inspirasi dan bantuannya sehigga
terselesaikanya skripsi ini.
4. Teman-temanku Tarbiyah Angkatan 2009 Kelas C yang selalu
menghiburku dalam suka maupun duka.
5. Almamaterku Tercinta.
vii
MOTTOMOTTOMOTTOMOTTO
C?ف ;< اA3?ان @0? ;< ا3=08/ و ;/ 06:/ (ا78 56 ا0123/ن)
Artinya : “Satu huruf dari AlArtinya : “Satu huruf dari AlArtinya : “Satu huruf dari AlArtinya : “Satu huruf dari Al----qur’an adalah lebih baik dari pada qur’an adalah lebih baik dari pada qur’an adalah lebih baik dari pada qur’an adalah lebih baik dari pada
dunia seisinya (dalam pandangan Allah S.w.t)”dunia seisinya (dalam pandangan Allah S.w.t)”dunia seisinya (dalam pandangan Allah S.w.t)”dunia seisinya (dalam pandangan Allah S.w.t)”
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah Maha Suci Allah dengan segala keagungan dan
kebesaran-Nya, segala puji syukur hanya tercurah kepada-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, serta inayah-Nya, sehingga atas iringan
ridlo-Nya penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini walaupun belum mencapai
sebuah kesempurnaan. Namun harapan hati kecil dapat bermanfaat.
Iringan sholawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan keharibaan
beliau Nabi Agung Muhammad SAW yang menjadi cahaya diatas cahaya bagi
seluruh alam, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia. Berkat
karunia dan ridlo-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan penyusunan sekripsi
guna memperoleh gelar Sarjana Strata I (SI) dalam ilmu Tarbiyah Program Studi
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Walisongo Semarang dengan judul "PENERAPAN METODE WAHDAH
DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI PONDOK
PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN
KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011.”
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan Skripsi ini dapat
terealisasikan. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Bapak Dr. H. Suja’i, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memberikan izin penelitian.
2. Bapak Nasirudin, M.Ag. selaku Ketua Program peningkatan kualifikasi
sarjana (S.1) bagi guru MI dan PAI melalui Dual Mode System Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, yang telah memberikan arahan
tentang penelitian skripsi ini.
ix
3. Bapak Nasirudin, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Para Dosen atau staf pengajar di lingkungan IAIN Walisongo Semarang
yang membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu
menyelesaikan Skripsi ini.
5. KH. Azhuri Amin serta ibu Hj. Kunayah selaku Pengasuh Pon-Pes Nurul
furqon yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan Penelitian.
6. Ayahanda (Alm. Zaenuri) dan Ibunda (Marsini) serta Istri Dan Anakku
tercinta yang langsung maupun tidak langsung telah membantu, baik moril
maupun materiil dalam penyusunan skripsi ini.
7. Teman-temanku Kelas C angkatan 2009 yang telah banyak memberikan
suport dan motivasi dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.
Akhirnya, penulis menadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
menyampai kesempurnaan dalam arti sebenarnya. Karena itu, kritik konstruktif
dari para pembaca diharapkan menjadi semacam suara yang dapat menyapa
tulisan ini sebagai bahan pertimbangan dalam proses kreatif berikutnya. Namun
demikian, sekecil apapun makna yang terjelma dalam tulisan ini, juga diharapkan
ada manfaatnya.
Semarang, 13 Agustus 2011
Penulis,
Mokhamad Zamroni NIM : 093911326
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................... i
Halaman Pernyataan Keaslian............................................................ ii
Halaman Pengesahan.......................................................................... iii
Halaman Nota Dinas ......................................................................... iv
Halaman Abstrak................................................................................ v
Halaman Persembahan........................................................................ vi
Halaman Motto................................................................................... vii
Kata Pengantar................................................................................... viii
Daftar Isi............................................................................................ x
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Pembatasan Masalah ............................................................. 4
C. Rumusan Masalah ................................................................. 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 5
BAB II :LANDASAN TEORI ........................................................ 6
A. Kajian Pustaka ....................................................................... 6
B. Kerangka Teoritik ................................................................. 7
C. Tahfidz Al-Qur’an ................................................................. 8
D. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an..................................................... 19
E. Peningkatan Jaudah Tahfidz Al-Qur’an…………………… 20
F. Metode Wahdah…………………………………………… 22
BAB III :METODE PENELITIAN .................................................. 25
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 25
B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................... 25
C. Sumber Data Penelitian………………………………… ..... 27
D. Fokus Penelitian…………………………… ........................ 28
E. Analisis Data Penelitian………………………………….. .. 28
F. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an Santri PPNF…………………… 29
xi
G. Upaya Meningkatkan Jaudah Tahfidz Al-Qur’an…………. 31
H. Evaluasi Tahfidz Al-Qur’an………………………………. 36
BAB IV : PENERAPAN DAN ANALISIS METODE WAHDAH
DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN
SANTRI PONDOK PESANTREN NURUL FURQON
BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU
KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011 ........... 37
A. Hasil Penelitian.... ................................................................. 37
B. Pembahasan ........................................................................... 46
BAB V : PENUTUP ......................................................................... 56
A. Kesimpulan ........................................................................... 56
B. Saran ...................................................................................... 57
C. Penutup .................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah firman Allah yang tidak terdapat kebatilan di
dalamnya, dan al-Qur’an adalah mu’jizat terbesar dan kekal bagi
Rasulullah SAW. Allah SWT sudah memerintahkan agar menjaganya dari
perubahan dan penggantian.1 Allah swt berfirman :
)٩:احلجر( إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
惇Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-hijr : 9)2
Al-Qur’an yang ada sekarang ini masih asli dan murni sesuai
dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW kepada para
sahabatnya, hal itu karena Allah-lah yang menjaga. Penjagaan Allah
kepada al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga secara langsung fase-fase
penulisan al-Qur’an, tetapi Allah melibatkan para hamba-Nya untuk ikut
menjaga al-Qur’an.3 Dari ayat tersebut yang membuat banyak umat Islam
yang ingin menghafalkan al-Qur’an demi keutuhan al-Qur’an itu sendiri.
Menghafal al-Qur’an dapat dikatakan sebagai langkah awal dalam
suatu proses penelitian yang dilakukan oleh para penghafal al-Qur’an
dalam memahami kandungan ilmu-ilmu al-Qur’an, tentunya setelah proses
dasar membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, akan tetapi ada juga
yang sebaliknya, yaitu belajar isi kandungan al-Qur’an terlebih dahulu
kemudian menghafalnya.4 Progam pendidikan menghafal al-Qur’an adalah
program menghafal al-Qur’an dengan mutqin (hafalan yang kuat) terhadap
1Abdurrab Nawabudin, Teknik Menghafal Al-Qur’an, Bandung : Sinar Baru, 1991, Cet.1,
hlm, 1-2. 2Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta:Toha Putra, (t. th),
hlm 391. 3Muhammad Ahsin Sakho, Kiat-Kiat Menghafal Al-Qur’an, Jawa Barat: Badan
Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, t.th, hlm, 3. 4Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2000,
hlm, 19.
2
lafadz-lafadz al-Qur’an dan menghafal makna-maknanya dengan kuat
yang memudahkan untuk menghadirkannya setiap menghadapi berbagai
masalah kehidupan, karena al-Qur’an senantiasa ada dan hidup di dalam
hati sepanjang waktu, sehingga memudahkan untuk menerapkan dan
mengamalkannya.5
Menghafal al-Qur’an tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Kerumitan di dalamnya yang menyangkut ketepatan membaca dan
pengucapan tidak bisa diabaikan begitu saja, sebab kesalahan sedikit saja
adalah suatu dosa. Apabila hal tersebut dibiarkan dan tidak diproteksi
secara ketat maka kemurnian al-Qur’an menjadi tidak terjaga dalam setiap
aspeknya.6
Sudah dimaklumi bersama dan sudah sangat jelas, bahwa
menghafal al-Qur’an bukanlah tugas yang mudah, sederhana, serta dapat
dilakukan kebanyakan orang tanpa meluangkan waktu khusus,
kesungguhan mengerahkan kemampuan dan keseriusan7, karena
menghafal al-Qur’an merupakan tugas yang sangat agung dan besar. Tidak
ada yang sanggup yang melakukannya selain Ulul ‘Azmi, yakni orang-
orang yang bertekad kuat dan bulat serta keinginan membaca. Kiranya
tidak berlebihan jika dikatakan bahwa menghafal al-Qur’an itu berat dan
melelahkan. Hal ini dikarenakan banyak problematika yang harus dihadapi
para penghafal al-Qur’an untuk mencapai derajat yang tinggi di sisi
Allah SWT. Mulai dari pengembangan minat, penciptaan lingkungan,
pembagian waktu sampai kepada metode menghafal itu sendiri.8
Para penghafal al-Qur’an juga banyak yang mengeluh bahwa
menghafal itu susah. Hal ini disebabkan karena adanya gangguan-
gangguan, baik gangguan-gangguan kejiwaan maupun gangguan
5Khalid bin Abdul Karim Al-Lahim, Mengapa Saya Menghafal Al-Qur’an, Surakarta:
Daar An-Naba’, 2008, hlm, 19. 6Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung: Syaamil
Cipta Media, 2004, Cet. 4, hlm. 40 7Raghib As-Sirjani, Cara Cerdas Hafal Al-Qur'an, Solo : Aqwam, 2007, Cet. 1, hlm. 53. 8Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, Op-
Cit, hlm. 41
3
lingkungan. Masing-masing di antara umat Islam tentu saja bercita-cita
untuk menghafal al-Qur’an. Setiap orang juga merasakan semangat dan
merasakan bahwa sebenarnya mampu menghafalnya dengan cara
konsisten, menghafal surat demi surat, juz demi juz. Namun setelah itu,
mulailah berbagai bisikan dan gangguan batin membuat orang tersebut
malas dan semangat semakin mengendor dengan alasan banyak surat yang
mirip, kata-kata yang sulit, waktu sempit, dan banyak kesibukan.
Menghafal al-Qur’an berbeda dengan menghafal buku atau kamus.
Al-Qur’an adalah kalamullah, yang akan mengangkat derajat mereka yang
menghafalnya9, oleh karena itu para penghafal al-Qur’an perlu mengetahui
hal-hal atau upaya agar mutu hafalannya tetap terjaga dengan baik.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an :
ôô ôô‰‰‰‰ ss ss)))) ss ss9999 uu uuρρρρ $$$$ tt ttΡΡΡΡ ÷÷ ÷÷���� œœ œœ££££ oo oo„„„„ tt ttββββ#### uu uu öö öö���� àà àà)))) øø øø9999 $$ $$#### ÌÌ ÌÌ���� øø øø.... ÏÏ ÏÏ ee ee%%%%#### ÏÏ ÏÏ9999 öö öö≅≅≅≅ yy yyγγγγ ss ssùùùù ÏÏ ÏÏΒΒΒΒ 99 99���� ÏÏ ÏÏ.... ££ ££‰‰‰‰ •• ••ΒΒΒΒ )١٧:القمر(
”Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran,
Maka Adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-Qamar :17).10
Maksudnya, Allah akan memberi kemudahan kepada orang-orang yang
ingin menghafalnya. Jika ada di kalangan manusia yang berusaha untuk
menghafalnya, maka Allah akan memberi pertolongan dan kemudahan
baginya11. Proses menghafal al-Qur'an adalah mudah dari pada
memeliharanya. Banyak penghafal al-Qur'an yang mengeluh karena
semula hafalannya baik dan lancar, tetapi pada suatu saat hafalan tersebut
hilang dari ingatannya. Hal ini dapat terjadi karena tidak ada
pemeliharaan. Oleh karena itu untuk meningkatkan hafalan al-Qur’an
harus mempunyai cara-cara yang tepat, sehingga hafalan al-Qur’an
tersebut akan bertambah lebih baik. Salah satu cara yang dirasa mudah dan
pada umumnya diterapkan di Pondok Pesantren Hafalan al-Qur’an adalah
9Abdul Azis dan Abdul Rauf
, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, Bandung:
Syaamil Cipta Media, 2004, Cet. 4. hlm, 55.
10Al-Qur’an Al-Karim dan terjemahnya, Op-Cit, hlm, 879.
11Hasan bin Ahmad bin Hasan Hamam,
Menghafal al-Qur’an Itu Mudah,Jakarta: At-
Tazkia, 2008, hlm, 13.
4
Metode Wahdah, yakni metode menghafalkan al-Qur’an dengan
menghafal satu per satu ayat-ayat yang hendak dihafal secara berulang-
ulang hingga hafal, kemudian melanjutkannya pada ayat-ayat berikutnya
dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu
halaman12.
Setelah melihat uraian latar belakang di atas penulis mencoba
meneliti tentang Metode Wahdah hafalan al-Qur’an, dengan judul:
Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an
Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan
Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas terdapat permasalahan yang
dikaji dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana penerapan metode wahdah dalam meningkatkan hafalan
Al-Qur’an santri pondok pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi
Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011?
2. Bagaimana hasil hafalan Al-Qur’an santri dengan metode wahdah di
pondok pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan
Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode wahdah dalam
meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di Pondok Pesantren Nurul
Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten
Grobogan Tahun 2010/2011.
12 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara,
2000, hlm. 63.
5
b. Untuk mengetahui hasil hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah
santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi
Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011.
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan solusi
dan masukan mengenai pelaksanaan peningkatan hafalan al-
Qur’an.
b. Secara praktis, diharapkan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan solusi dan masukan mengenai pelaksanaan
peningkatan hafalan al-Qur’an.
Fokus Penelitian
Peneliti membuat fokus penelitian sebagai batasan agar
permasalahan tidak meluas dan membuat penelitian menjadi tidak valid
dan tidak reliabel. Penentuan fokus ini berdasarkan hasil studi
pendahuluan, pengalaman, referensi, dan disarankan oleh pembimbing
atau orang yang dipandang ahli. Fokus dalam penelitian ini juga masih
bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian di lapangan.13
Terkait dengan judul yang dipilih oleh peneliti tentang Penerapan
metode wahdah, Maka peneliti akan memfokuskan pada penerapan metode
wahdah.
D. Kajian Pustaka
Sebelum diadakan penelitian tentang Penerapan Metode Wahdah
dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul
Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan
Tahun 2010/2011, Beberapa hasil dari penelusuran dan telaah terhadap
berbagai hasil kajian yang terkait dengan ruang lingkup penelitian yang
telah dilakukan adalah sebagai berikut:
13 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 396
6
Penelitian yang ditulis Iffah Alawiyah Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo tahun 2004. Skripsi tersebut berjudul Efektifitas Penghafalan
Al-Qur’an (Studi Kasus di Pesantren Anak-Anak Yambu’ Al-Qur’an
Krandon Kudus Jawa Tengah), Hasil skripsi tersebut lebih memfokuskan
pada efektifitas penghafalan al-Qur’an di kalangan anak-anak.
Hasil penelitian yang ditulis oleh Dzikrotun Nafisah Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo tahun 2004, berjudul studi Penerepan Metode
Takrir dalam Menghafal Al-Qur’an di PP Roudhatul Jannah Kudus,dalam
skripsi tersebut hanya membahas tentang penerapan metode takrir.Skripsi
tersebut menemukan cara-cara menerapkan takrir yang efektif.
Buku yang berjudul 9 Cara Praktis Menghafal al-Qur’an yang di
tulis oleh Sa’dulloh, terbitan tahun 2008. Buku ini berisi tentang cara
memelihara hafalan al-Qur’an.
Setelah menelaah berbagai karya tulis berupa hasil penelitian yang
ada dan buku-buku yang sudah diterbitkan, penulis berkeyakinan bahwa
penelitian tentang Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan
Hafalan Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa
Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011
memang benar-benar belum pernah diteliti pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah fokus dalam penelitian ini merupakan upaya Pondok Pesantren
Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten
Grobogan dalam meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an.
E. Kerangka Teoritik
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan
judul skripsi ini, maka perlu dijelaskan istilah kunci sebagai berikut:
7
1. Metode Wahdah
Metode Wahdah adalah metode menghafalkan al-Qur’an
dengan menghafal satu per satu ayat-ayat yang hendak dihafalkan.14
Sehingga secara sederhana metode wahdah adalah metode untuk
menghafalkan al-Qur’an dengan menghafal ayat satu persatu secara
berulang-ulang hingga benar-benar hafal, kemudian lanjut ke ayat-ayat
berikutnya dengan cara yang sama.
2. Santri
Santri adalah orang yang mendalami agama Islam, orang yang
beribadat, orang yang sholeh.15
Santri di sini adalah sebagai objek
penelitian
3. Hafalan
Kata hafalan berasal dari kata dasar hafal yang dalam bahasa
Arab dikatakan al-hifdz dan memiliki arti ingat.16 Maka kata hafalan
dapat diartikan dengan mengingat atau menjaga ingatan.
4. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang ditulis dalam mushaf. Lebih jelas disebutkan
Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia.17
Setelah melihat definisi kata kunci pada judul skripsi di atas,
maka dapat didefinisikan bahwa yang dimaksud penerapan Metode
Wahdah adalah menjaga ingatan (hafalan) kitab suci umat Islam
(al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
menjadi pedoman hidup bagi manusia yang dilaksanakan santri (orang
yang mendalami Islam) di Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas
14Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara,
2000, hlm. 83. 15Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, hlm.374
16Mahmud Yunus, Op-Cit, hlm, 301.
17Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i,
Ulumul Qur’an,Bandung: PT Pustaka Setia,1997,
hlm,11.
8
Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan Tahun
2010/2011.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam hal ini penulis menggunakan deskriptif kualitatif yaitu
mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan
lapangan, dokumen dan sebagainya kemudian dideskripsikan sehingga
dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas. Dalam
buku Encyclopaedia of Social Research dijelaskan bahwa descriptive
research : it describes what is, it is concerned with describing,
recording, analyzing, and interpreting the existing
conditions.18Artinya, penelitian deskriptif mendiskripsikan isu
penelitian, penelitian ini membahas mengenai penggambaran,
pencatatan pengkajian dan penafsiran keadaan yang ada.
2. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah subyek
dari mana data diperoleh.19 Untuk memperjelas sumber data, maka
perlu dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
a. Person, sumber data berupa orang. Yaitu sumber data yang bisa
memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau
tertulis melalui angket. Dalam wawancara penelitian ini melibatkan
pengasuh pesantren, santri dan ustadz.
b. Place, sumber data berupa tempat. Yaitu sumber data yang
menyajikan tampilam berupa keadaan diam dan bergerak. Diam,
misalnya ruangan, alat, wujud benda dan lainnya. Bergerak seperti
18Laxmi Devi (eds), Encyclopaedia of Social Research, New Delhi : Mehra Offset Press,
1997, hlm, 14. 19Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: Rineka
Cipta, 2002, Cet. 12, hlm, 107.
9
kinerja, kegiatan, aktivitas dan lain-lain. Keduanya merupakan objek
untuk penggunaan observasi.
c. Paper, sumber data berupa simbol. Yaitu sumber data berupa huruf,
angka, gambar dan simbol lainnya yang cocok untuk penggunaan
metode dokumentasi.
3. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi yang lain, sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan
berupaya mencari makna (meaning).20
Secara umum, analisis selama di lapangan berdasarkan model
Miles dan Hiberman dibagi dalam 3 tahap, yakni reduksi data, display
data, dan verifikasi/kesimpulan21. Secara lebih rinci, data yang telah
terkumpul dianalisis dengan langkah-langkah :
a. Menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber.
b. Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi
yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan pernyataan-
pernyataan yang perlu.
c. Menyusun data dalam satuan-satuan atau mengorganisasikan
pokok-pokok pikiran tersebut dengan cara cakupan fokus
penelitian dan mengujikannuya dengan deskriptif.
d. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data atau memberi makna
pada hasil penelitian dengan cara menghubungkan teori.
e. Mengambil kesimpulan.
Untuk itu dalam analisis kualitatif deskriptif ini penulis
gunakan untuk menganalisis tentang penerapan metode wahdah dalam
20Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif,Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998,
Cet. 7, hlm, 124..
21Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Alfabeta, Bandung, 2008. Hlm. 337.
10
meningkatkan hafalan al-Qur’an santri di Pondok Pesantren Nurul
Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu Kabupaten Grobogan
dari hasil observasi lapangan, dan dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan objek penelitian.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tahfidz Al-Qur’an
1. Pengertian tahfidz al-Qur’an
Tahfidz al-Qur’an terdiri dari dua suku kata, yaitu tahfidz dan al-
Qur’an, yang mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. Pertama
tahfidz yang berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yang dari
bahasa arab hafidza – yahfadzu - hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu
selalu ingat dan sedikit lupa.1
Sedangkan menurut Abdul Aziz Abdul Ra’uf definisi menghafal
adalah “proses mengulang sesuatu, baik dengan membaca atau
mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang, pasti menjadi hafal.”2
Menurut Ibnu Madzkur yang dikutip dalam buku Teknik
Menghafal al-Qur’an karangan Abdurrab Nawabudin berkata bahwa
menghafal adalah orang yang selalu menekuni pekerjaannya3, pernyataan
ini merujuk pada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 238 :
(#θ ÝàÏ�≈ ym】’n? tã】ÏN≡ uθ n=¢Á9 $#】Íο4θ n=¢Á9 $#uρ】4‘sÜó™âθ ø9 $#】(#θ ãΒθè%uρ】¬!】t ÏFÏΨ≈ s%】∩⊄⊂∇∪】】】】】
”Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.” (QS : Al-
Baqarah : 238)4
Maksudnya, shalatlah tepat pada waktunya. Menghafal sesuatu, yaitu
mengungkapkan satu demi satu dengan tepat.5
1 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta : Hidakarya Agung, 1990), hlm, 105. 2Abdul Aziz Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah, (Bandung : PT
Syaamil Cipta Media, 2004), Cet, 4, hlm, 49. 3Abdurrab Nawabudin, Teknik Menghafal al-Qur’an, (Bandung : Sinar Baru, 1991),cet,1,
hlm 23. 4Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Toha Ptra, t. th) hlm 400. 5Abdurrab Nawabudin, Op-Cit, hlm, 23-24
12
Jika arti bahasa hafal tidak berbeda dengan arti istilah dari segi
membaca di luar kepala, maka penghafal al-Qur’an berbeda dengan
penghafal hadits, sya’ir, hikmah dan lain-lainnya dalam 2 pokok :
a. Hafal seluruh al-Qur’an serta mencocokannya dengan sempurna
Tidak bisa disebut al-hafidz bagi orang yang hafalannya
setengah atau sepertiganya secara rasional. Karena jika yang hafal
setengah atau sepertiganya berpredikat al-hafidz, maka bisa dikatakan
bahwa seluruh umat Islam berpredikat al-hafidz, sebab semuanya
mungkin telah hafal surat al-fatihah, karena surat al-Fatih merupakan
salah satu rukun shalat dari kebanyakan madzhab. Maka istilah al-
hafidz (orang yang berpredikat hafal Qur’an) adalah mutlak bagi yang
hafal keseluruhan dengan mencocokan dan menyempurnakan
hafalannya menurut aturan-aturan bacaan serta dasar-dasar tajwid yang
masyhur.
b. Senantiasa terus menerus dan sungguh-sungguh dalam menjaga hafalan
dari lupa
Seorang hafidz harus hafal al-Qur’an seluruhnya. Maka apabila
ada orang yang telah hafal kemudian lupa atau lupa sebagian atau
keseluruhan karena lalai atau lengah tanpa alasan seperti ketuaan atau
sakit, maka tidak dikatakan hafidz dan tidak berhak menyandang
pedikat”penghafal al-Qur’an”.6
Kedua kata al-Qur’an, menurut bahasa al-Qur’an berasal dari
kata qa-ra-a yang artinya membaca7, para ulama’ berbeda pendapat
mengenai pengertian atau definisi tentang al-Qur’an. Hal ini terkait
sekali dengan masing-masing fungsi dari al-Qur’an itu sendiri.
Menurut Asy-Syafi’i, lafadz al-Qur’an itu bukan musytaq, yaitu
bukan pecahan dari akar kata manapun dan bukan pula berhamzah,
yaitu tanpa tambahan huruf hamzah di tengahnya. Sehingga membaca
lafazh al-Qur’an dengan tidak membunyikan ”a”. Oleh karena itu,
6Abdu al-Rabb Nawabudin, Metode Efektif Menghafal al-Qur’an, (Jakarta : CV Tri Daya
Inti, 1988), hlm, 17 7Mahmud Yunus, Op-Cit, hlm, 305.
13
menurut Asy-syafi’i lafadz tersebut sudah lazim digunakan dalam
pengertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.8
Berarti menurut pendapatnya bahwa lafazh al-Qur’an bukan berasal
dari akar kata qa-ra-a yang artinya membaca. Sebab kalau akar katanya
berasal dari kata qa-ra-a yang berarti membaca, maka setiap sesuatu
yang dibaca dapat dinamakan al-Qur’an.
Sedangkan menurut Caesar E. Farah, Qur’an in a literal sense
means” recitation,”reading,”.9 Artinya , Al-Qur’an dalam sebuah
ungkapan literal berarti ucapan atau bacaan.
Sedangkan menurut Mana’ Kahlil al-Qattan sama dengan
pendapat Caesar E. Farah, bahwa lafazh al-Qur’an berasal dari kata qa-
ra-a yang artinya mengumpulkan dan menghimpun, qira’ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya
ke dalam suatu ucapan yang tersusun dengan rapi. Sehingga menurut al-
Qattan, al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya
dibaca.10 Kemudian pengertian al-Quran menurut istilah adalah kitab
yang diturunkan kepada Rasulullah saw, ditulis dalam mushaf, dan
diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.11
Setelah melihat definisi menghafal dan al-Qur’an di atas dapat
disimpulkan bahwa menghafal al-Qur’an adalah proses untuk memelihara,
menjaga dan melestarikan kemurnian al-Qur’an yang diturunkan kepada
Rasulullah saw di luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan
serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan maupun
sebagiannya.
8Adnan Mahmud Hamid Laonso, Ulumul Qur’an, (Jakarta : Restu Ilahi,2005), hlm,1. 9Caesar E. Farah, Islam Belief and Observances, (Amerika : Barron’s education Series,
1987), hlm, 80. 10
Ibid, hlm, 2. 11Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004), hlm, 31.
14
2. Dasar dan hikmah menghafal al-Qur’an.
Secara tegas banyak para ulama’ mengatakan, alasan yang
menjadikan sebagai dasar untuk menghafal al-Qur’an adalah sebagai
berikut :
a. Jaminan kemurnian al-Qur’an dari usaha pemalsuan.
Sejarah telah mencatat bahwa al-Qur’an telah dibaca oleh jutaan
manusia sejak zaman dulu sampai sekarang. Para penghafal al-Qur’an
adalah orang-orang yang di pilih Allah untuk menjaga kemurnian al-
Qur’an dari usaha-usaha pemalsuannya, sesuai dengan jaminan Allah
dalam kitab suci al-Qur’an :
$ ‾ΡÎ)】ßøtwΥ】$ uΖø9 ¨“tΡ】t�ø.Ïe%!$#】$‾ΡÎ)uρ】…çµ s9】tβθ Ýà Ï�≈ ptm:】∩∪】】】
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS. Al-hijr ayat 9)12
b. Menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah.
Melihat dari surat al-Hijr ayat 9 bahwa penjagaan Allah
terhadap al-Qur’an bukan berarti Allah menjaga secara langsung fase-
fase penulisan al-Qur’an, tetapi Allah melibatkan para hamba-Nya
untuk ikut menjaga al-Qur’an. Melihat dari ayat di atas banyak ahli
Qur’an yang mengatakan bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah
fardhu kifayah, diantaranya adalah :
Ahsin Sakho Muhammad menyatakan bahwa hukum
menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah atau kewajiban bersama.
Sebab jika tidak ada yang hafal al-Qur’an dikhawatirkan akan terjadi
perubahan terhadap teks-teks al-Qur’an.13
Ahsin W juga mengatakan bahwa hukum menghafal al-Qur’an
adalah fardhu kifayah. Ini berati bahwa orang yang menghafal al-
Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan
12Departemen Agama RI, Op- Cit, hlm, 345.
13Abdul Aziz Abdul Rauf, Op-Cit, hlm 4
15
ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan pengubahan terhadap ayat-
ayat suci al-Qur’an.14
Kemudian menurut Abdurrab Nawabudin bahwa apabila Allah
telah menegaskan bahwa Dia menjaga al-Qur’an perubahan dan
penggantian, maka menjaganya secara sempurna seperti telah
diturunkan kepada hati Nabi-Nya, maka sesungguhnya menghafalnya
menjadi fardhu kifayah baik bagi suatu umat maupun bagi keseluruhan
kaum muslimin.15
Setelah melihat dari pendapat para ahli Qur’an di atas dapat
disimpulkan bahwa hukum menghafal al-Qur’an adalah fardhu kifayah,
yaitu apabila diantara kaum ada yang sudah melaksanakannya, maka
bebaslah beban yang lainnya, tetapi sebaliknya apabila di suatu kaum
belum ada yang melaksanakannya maka berdosalah semuanya.
Allah menurunkan al-Qur’an dan menjadikannya sebagai kitab
yang mulia, di dalam al-Qur’an disebutkan :
…çµ ‾ΡÎ)】×β#u ö�à)s9】×Λq Ì� x.】∩∠∠∪】’Îû】5=≈tGÏ.】5βθãΖõ3Β】∩∠∇∪】】】】】】】
“Sesungguhnya Al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab
yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh).” 16
Jadi wajar jika manusia yang berinteraksi dengan al-Qur’an
menjadi sangat mulia, baik di sisi manusia apalagi di sisi Allah, di dunia
dan di akhirat. Kemudian berikut ini ada beberapa hikmah menghafal
Qur’an :
a. Al-Qur’an menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi
penghafalnya.
b. Hafidz Qur’an merupakan ciri orang yang diberi ilmu
Allah telah berfirman dalam al-Qur’an surat al-Ankabut ayat 49 :
14Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara, 2005),cet, 3,
hlm, 24. 15Abdurrab Nawabudin, Op-Cit, hlm 19.
16Fadhal A. R, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya : Mekar, 2004), hlm. 567.
16
ö≅ t/ uθèδ 7M≈ tƒ#u ×M≈ oΨÉi�t/ ’Îû Í‘ρ߉߹ šÏ%©!$# (#θ è?ρé& zΟù=Ïè ø9 $# 4 $ tΒ uρ
߉ys øg s† !$ uΖÏF≈ tƒ$ t↔Î/ āωÎ) šχθ ßϑÎ=≈ ©à9$# ∩⊆∪
” Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada
orang-orang yang diberi ilmu. dan tidak ada yang mengingkari ayat-
ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim”.17
c. Fasih dalam berbicara dan ucapannya.18
Allah SWT berfirman :
tΑt“tΡ】ϵ Î/】ßyρ”�9$#】ßÏΒ F{$#】’ n? tã∩⊇⊂∪】y7Î7 ù=s%】tβθ ä3tGÏ9】z ÏΒ】tÍ‘ É‹Ζßϑø9 $#】⊆∪】】】】】】】
“Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu
(Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang
yang memberi peringatan,”(QS As-Syura’ : 193-194)19
d. Al-Qur’an memuat 77.439 kalimat. Jika seluruh penghafal al-Qur’an
memahami seluruh arti kalimat tersebut berarti dia sudah banyak sekali
menghafal kosa kata bahasa arab yang seakan-akan ia menghafal kamus
bahas arab.
e. Dalam al-Qur’an banyak terdapat kata-kata hikmah yang sangat
berharga bagi kehidupan. Secara menghafal al-Qur’an berarti banyak
menghafal kata-kata hikmah.20
f. Hafidz Qur’an sering menjumpai kalimat-kalimat uslub atau ta’bir yang
sangat indah. Bagi seseorang yang ingin memperoleh rasa sastra yang
tinggi dan fasih untuk kemudian bisa menikmati karya sastra Arab atau
menjadi satrawan Arab perlu banyak menghafal kata-kata atau uslub
Arab yang indah seperti syair dan amtsar (perumpamaan) yang
tentunya banyak terdapat di al-Qur’an.
g. Mudah menemukan contoh-contoh nahwu, sharaf, dan juga balaghah
dalam al-Qur’an.
17Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 678.
18Abdurrab Nawabudin, Op-Cit, hlm, 21.
19Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 476.
17
h. Dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat hukum, dengan demikian secara
tidak langsung seorang penghafal al-Qur’an akan menghafal ayat-ayat
hukum. Yang demiakian ini sangat penting bagi orang yang ingin terjun
di bidang hukum.
i. Orang yang menghafal al-Qur’an akan selalu mengasah hafalannya.
Dengan demikian otaknya akan semakin kuat untuk menampung
berbagai macam informasi.21
j. Bertambah imannya ketika membacanya.22
Allah swt berfirman :
$ yϑ‾ΡÎ)】šχθãΖÏΒ ÷σßϑø9 $#】tÏ% ©!$#】#sŒ Î)】t�Ï.èŒ】ª! $#】ôM n=Å_ uρ】öΝåκæ5θ è=è%】#sŒ Î)uρ】ôM u‹Î=è?】öΝÍκö� n=tã】
…çµ çG≈ tƒ#u】öΝåκøEyŠ# y—】$YΖ≈ yϑƒ Î)】4’n? tãuρ】óΟ Îγ În/u‘】tβθè=©.uθ tGtƒ】∩⊄∪】】】
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal ayat 2)
k. Penghafal al-Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung
dalam perdagangannya dan tidak akan merugi.
Allah swt, menjelaskan dalam kitab suci al-Qur’an :
¨βÎ) tÏ%©!$# šχθè=÷Gtƒ |=≈tGÏ. «!$# (#θ ãΒ$s%r& uρ nο4θ n=¢Á9 $# (#θà)x�Ρr& uρ $ £ϑÏΒ öΝßγ≈ uΖø%y— u‘ # u�Å�
Zπ uŠÏΡŸξ tãuρ šχθ ã_ö� tƒ Zοt�≈ pgÏB ©9 u‘θ ç7 s? ∩⊄∪ óΟ ßγ uŠÏjùuθ ã‹ Ï9 öΝèδ u‘θã_ é& Νèδ y‰ƒ Ì“tƒ uρ ÏiΒ
ÿÏ& Î#ôÒ sù 4 …çµ ‾ΡÎ) Ö‘θ à�xî Ö‘θà6 x© ∩⊂⊃∪
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan
mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan,
mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. agar
Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah
21Ahsin Sakho Muhammad, Kiat-kiat Menghafal al-Qur’an, (Jawa Barat : Badan
Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, tth), hlm 8-9. 22M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal al-Qur’an, (Jakarta : Gema, 1998),
hlm, 41.
18
kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”(QS. Faathir :29-30)23
3. Syarat menghafal al-Qur’an
Menghafal al-Qur’an adalah pekerjaan yang sangat mulia. Akan
tetapi menghafal al-Qur’an tidaklah mudah seperti membalikan telapak
tangan, oleh karena itu ada hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum
menghafal agar dalam proses menghafal tidak begitu berat.
Diantara beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang
memasuki periode menghafal al-Qur’an ialah :
a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori,
atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya.
b. Niat yang ikhlas.
Niat adalah syarat yang paling penting dan paling utama dalam
masalah hafalan al-Qur’an. Sebab, apabila seseorang melaukan sebuah
perbuatan tanpa dasar mencari keridhaan Allah semata, maka
amalannya hanya akan sia-sia belaka.
c. Sabar
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat
penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal al-Qur’an. Hal
ini disebabkan karena dalam proses menghafal al-Qur’an akan banyak
sekali ditemui berbagai macam kendala.
d. Istiqamah
Yang dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap
menjaga keajekan dalam menghafal al-Qur’an. Dengan perkataan lain
penghafal harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap
waktu untuk menghafal al-Qur’an.
e. Menjauhkan diri dari maksiat dan perbuatan tercela.
Perbuatan maksiat dan perbuatan tercela merupakan sesuatu
perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang sedang
menghafal al-Qur’an, tetapi semua kaum muslim umumnya. Karena
23Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 443.
19
keduanya mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa dan mengusik
ketenangan hati, sehingga akan menghancurkan istiqamah dan
konseantrasi yang telah terbina dan terlatih sedemikian bagus.
f. Izin dari orang tua, wali atau suami.
Walaupun hal ini tidak merupakan keharusan secara mutlak,
namun harus ada kejelasan, karena hal demikian akan menciptakan
saling pengertian antara kedua belah pihak, yakni antara anak dan orang
tua, antara suami dan istri, antara wali dengan pihak yang berada
diperwaliannya.
g. Mampu membaca dengan baik.
Sebelum penghafal al-Qur’an memulai hafalannya, hendaknya
penghafal mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar, baik
dalam Tajwid maupun makharij al-hurufnya, karena hal ini akan
mempermudah penghafal untuk melafadzkannya dan
menghafalkannya.24
h. Tekad yang kuat dan bulat
Tekad yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantar
seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi
perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan datang
merintanginya.25
4. Adab-adab penghafal al-Qur’an
a. Menghindarkan diri dari perbuatan menjadikan al-Qur’an sebagai
sumber penghasilan pekerjaan dalam kehidupannya.
Imam Abu Sulaiman Al-Khatabi menceritakan larangan
mengambil upah atas pembacaan al-Qur’an dari sejumlah ulama’,
diantaranya Az-Zuhri dan Abu Hanifah. Sejumlah ulama’ mengatakan
boleh mengambil upah bila tidak mensyaratkannya, yaitu pendapat Ibnu
Sirin, Hasan Bashri, dan sya’bi. Imam atha’, Imam Syafi’i, Imam Malik
24Ahsin W, OP-Cit, hlm, 48-54.
25Raghib al-Sirjani, Cara Cerdas Menghafal al-Qur’an, (Aqwam : Solo, 2007), hlm, 63.
20
dan lainnya berpendapat boleh mengambil upah, jika disyaratkan dan
dengan akad sewa yang benar.
b. Memelihara bacaan.26
Ulama’ salaf mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang berbeda
dalam jangka waktu pengkhataman al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud
meriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa mereka mengkhatamkan
al-Qur’an dalam setiap bulan, ada juga yang khatam setiap sepuluh hari,
ada juga yang hanya seminggu mengkhatamkan al-Qur’an, bahkan ada
juga yang khatam al-Qur’an yang hanya ditempuh sehari semalam.
Diantara yang mengkhatamkan al-Qur’an dalam sehari
semalam adalah Utsman bin Affan r.a, Tammim Ad-Daari Said bin
Jubair, Mujahid, As-Syafi’i dan lainnya.
Diantara yang mengkhatamkan al-Qur’an dalam tiga hari
adalah Sali bin Umar r.a. Qadhi mesir di masa pemerintahan muawiyah.
Diriwayatkan oleh As-Sayid yang mulia Ahmad Ad-Dauraqi
dengan isnadnya dari Manshur bin Zaadzanr r.a. Seorang tabiin yang
ahli ibadah bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an diantara waktu dzuhur
dan ashar dan mengkhatamkannya pula antara waktu maghrib dan
isya’di bulan Ramadhan dua kali. Mereka mengakhirkan shalat isya’ di
bulan Ramadhan lewat seperempat malam.
c. Khusu’.
Orang yang menghafal al-Qur’an adalah pembaca panji-panji
Islam. Tidak selayaknya ia bermain bersama orang-orang yang suka
bermain, tidak mudah lengah bersama orang-orang yang lengah dan
tidak suka berbuat yang sia-sia bersama orang-orang yang suka berbuat
sia-sia. Yang demikian itu adalah demi mengagungkan al-Qur’an.
d. Memperbanyak membaca dan shalat malam27
26ImamAn-Nawawi, Adab dan Tata Cara Menjaga Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka Amani,
2001), hlm, 58-60. 27Ahsin. W, Op-Cit, hlm, 95.
21
Allah berfirman dalam kitab suci al-Qur’an :
ôÏiΒ】È≅ ÷δr&】É=≈tGÅ3ø9 $#】×π ¨Βé&】×πyϑÍ←!$ s%】tβθ è=÷Gtƒ】ÏM≈ tƒ#u】«!$#】u !$ tΡ#u】È≅ø‹ ©9 $#】öΝèδuρ】tβρ߉àf ó¡o„】∩⊇⊇⊂∪】】】】】】
Di antara ahli kitab itu ada golongan yang berlaku lurus[221], mereka
membaca ayat-ayat allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang
mereka juga bersujud (sembahyang). (QS. Ali-Imran : 113)
5. Metode menghafal al-Qur’an
Metode berasal dari bahasa Yunani (Greeca) yaitu “Metha” dan
“Hados”, “Metha” berarti melalui/melewati, sedangkan “Hados” berarti
jalan/cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.28
Menghafal al-Qur’an merupakan harta simpanan yang sangat
berharga yang diperebutkan oleh orang yang bersungguh-sungguh. Hal ini
karena al-Qur’an adalah kalam Allah yang bisa menjadi syafa’at bagi
pembacanya kelak dihari kiamat. Menghafal al-Qur’an untuk memperoleh
keutamaan-keutamaannya memiliki berbagai cara yang beragam.29
Metode atau cara sangat penting dalam mencapai keberhasilan
menghafal, karena berhsail tidaknya suatu tujuan ditentukan oleh metode
yang merupakan bagian integral dalam sistim pembelajaran. Lebih jauh
lagi Peter R. Senn mengemukakan, “metode merupakan suatu prosedur
atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah yang
sistimatis.”30
Namun dengan memahami metode menghafal al-Qur’an yang
efektif, pasti kekurangan-kekurangan yang ada akan diatasi. Ada beberapa
metode menghafal al-Qur’an yang sering dilakukan oleh para penghafal,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Metode Wahdah
Yang dimaksud metode ini, yaitu menghafal satu persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan
awal, setiap ayat dapat dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali
28Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo : Ramadhani, 1993), hlm, 66.
29Abdul Muhsin, Kunci-Kunci Surga, (Solo : Aqwam, 2007), hlm, 205.
30Mujamil Qomar, Epistomologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 1995), Hlm, 20.
22
atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam
bayangannya.
b. Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain
dari pada metode yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu
menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah
disediakan untuk dihafal. Kemudian ayat tersebut dibaca sampai lancar
dan benar, kemudian dihafalkannya.
c. Metode Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud metode ini adalah
mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan
Sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai daya ingat extra,
terutama bagi penghafal yang tuna netra atau anak-anak yang masíh
dibawah umur yang belum mengenal baca tulis al-Qur’an. Cara ini bisa
mendengar dari guru atau mendengar melalui kaset.
d. Metode Gabungan
Metode ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan
kitabah. Hanya saja kitabah disini lebih mempunyai fungsional sebagai
uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Prakteknya yaitu
setelah menghafal kemudian ayat yang telah dihafal ditulis, sehingga
hafalan akan mudah diingat.
e. Metode Jama’
Cara ini dilakukan dengan kolektif, yakni ayat-ayat yang
dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh
instruktur. Pertama si instruktur membacakan ayatnya kemudian santri
atau siswa menirukannya secara bersama-sama.31
Sedangkan menurut Sa’dulloh macam-macam metode
menghafal adalah sebagai berikut :
31Ahsin W, Op-Cit, hlm, 63-66
23
a. Bi al-Nadzar
Yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat al-Qur’an yang akan
dihafal dengan melihat mushaf secara berulang-ulang.
b. Tahfidz
Yaitu menghafal sedikit demi sedikit al-Qur’an yang telah
dibaca secara berulang-ulang tersebut.
c. Talaqqi
Yaitu menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru
dihafal kepada seorang guru.
d. Takrir
Yaitu mengulang hafalan atau menyima’kan hafalan yang
pernah dihafalkan/sudah disima’kan kepada guru.
e. Tasmi’
Yaitu mendengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada
perseorangan maupun kepada jamaah.32
Pada prinsipnya semua metode di atas baik semua untuk dijadikan
pedoman menghafal al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau dipakai
semua sebagai alternatif atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan
yang terkesan monoton, sehingga dengan demikian akan menghilangkan
kejenuhan dalam proses menghafal al-Qur’an.
Kemudian untuk membantu mempermudah membentuk kesan
dalam ingatan terhadap ayat-ayat yang dihafal, maka diperlukan strategi
menghafal yang baik, adapun strategi itu antara lain :
a. Strategi pengulangan ganda
b. Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang dihafal
benar-benar hafal.
c. Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan
jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya.
d. Menggunakan satu jenis mushaf.
32Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta: Gema Insani, 2008), hlm. 52-
54.
24
e. Memahami ayat-ayat yang dihafalnya.
f. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa.
g. Disetorkan pada seorang pengampu.33
Strategi di atas juga berfungsi untuk meningkatkan mutu atau
kualitas hafalan al-Qur’an.
B. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an
Semua pekerjaan atau kegiatan pasti menginginkan hasil dan mutu
yang baik, begitu pula dengan menghafal al-Qur’an. Agar seorang penghafal
benar-benar menjadi hafidzul qur’an yang representatif, dalam arti ia mampu
memproduksi kembali ayat-ayat yang telah dihafalnya pada setiap saat
diperlukan, maka ayat-ayat yang telah dihafal harus dimantapkan sehingga
benar-benar melekat dalam ingatannya.34 Melekat dalam iangatannya disini
tentunya mencakup ketepatan dalam hal tajwid dan ketepatan dalam
pengucapannya. Adapun kriteria hafalan al-Qur’an yang baik adalah sebagai
berikut :
1. Tajwid yang benar
Ibnu al-Jauzi berkata dalam syairnya (At-Tayyibah fi al-Qira’ah
al-Asyr) : “menggunakan tajwid adalah ketentuan yang lazim, barang siapa
yang mengabaikan maka ia berdosa”. Makna tajwid adalah memperhatikan
hukum-hukum yang ada dalam kitab-kitab tajwid, seperti idgham, ikhfa’,
ghunah dan mad serta memperhatikan makharij al-hurufnya.35
2. Membaca dengan tartil
Yang dimaksud dengan tartil adalah baik sebutan hurufnya, baik
mengucapkan kalimatnya, baik waqaf ibtidahnya, dan baik murajaahnya.36
33Ahsin W, Op-Cit, hlm, 72.
34 Ahsin W, Op-Cit, hlm, 80.
35Hasan bin Ahmad bin Hasan Hamam, Menghafal al-Qur’an Itu Mudah, (Jakarta :
Pustaka at-Tazkia, 2008), hlm, 23-24. 36Muhaiman Zenha, Pedoman Pembinaan Tahfidzu Qur’an, (Jakarta: Proyek Penerangan,
1983), hlm, 96.
25
Allah berfirman dalam al-Qur’an al-Karim :
÷ρr&】÷Š Η】ϵ ø‹n=tã】È≅ Ïo?u‘uρ】tβ#u ö� à)ø9 $#】¸ξ‹Ï?ö� s?】∩⊆∪】】】
"atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-
lahan." (QS : Al-Muzamil : 4)37
Allah berfirman dalam al-Qur’an al-Karim :
Ÿω】õ8Ìh� ptéB】ϵÎ/】y7 tΡ$ |¡ Ï9】Ÿ≅yf ÷ètGÏ9】ÿϵ Î/】】
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (QS : Al-Qiyamah : 16)38】
3. Lancar membaca
Kelancaran membaca adalah hal yang paling utama dalam
menghafal al-Qur’an. Lancar disini tidak berarti tanpa lupa, karena
manusia tidak luput dari lupa, apalagi menghafal al-Qur’an yang begitu
tebal kitabnya. Kelancaran memabaca dapat memberikan semangat
tersendiri bagi si penghafal untuk selalu mentakrir hafalannya, sehingga
hafalan al-Qur’annya akan selalu terjaga.
C. Peningkatan Jaudah Tahfidz Al-Qur’an
Peningkatan berasal dari kata dasar tingkat yang mempunyai arti;
proses, cara, perbuatan (usaha dan kegiatan) meningkatkan.39 Yang dimaksud
peningkatan oleh penulis dalam penelitian ini adalah segala proses, cara,
metode dan segala kegiatan serta usaha untuk meningkatkan mutu hafalan al-
Qur’an.
Mutu hafalan al-Qur’an dikatakan baik apabila bacaannya sesuai
dengan Tajwid, Fasih, dan lancar bacaannya. Untuk mencapai hasil yang
seperti itu, tentunya tidak bisa lepas dari cara untuk memelihara hafalan al-
37Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 567
38Fadhal A. R, Op-Cit, hlm 437
39▽⊥≫∂♂∞】hlm. 1060.
26
Qur’an. Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu
hafalan al-Qur’an adalah sebagai berikut :
� Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari
sekali.
� Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap
seminggu sekali.
� Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.
� Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan
mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah
secara umum.
� Mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali.
� Takrir dalam shalat.
� Konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan
mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan.40
Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu
hafalan al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut :
1. Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz
a. Takrir sendiri
Seseorang yang menghafal al-Qur’an harus memanfaatkan
waktu untuk takrir atau untuk menambah hafalan. Hafalan yang baru
harus selalu di-takrir minimal setiap hari dua kali dalam jangka waktu
satu minggu. Sedangkan hafalan yang lama harus di-takrir setiap hari
atau dua hari sekali. Artinya, semakin banyak hafalan harus semakin
banyak pula waktu yang dipergunakan untuk takrir.
b. Takrir dalam shalat
Seorang yang menghafal al-Qur’an hendaknya bisa
memanfaatkan hafalannya sebagai bacaan dalam shalat, baik sebagai
imam atau untuk shalat sendiri. Selain untuk menambah keutamaan
shalat, cara demikian juga akan menambah kemantapan hafalan al-
Qur’an.
40Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, (Solo, Qiblat Press, 2008), hlm, 141-142.
27
c. Takrir bersama
Seseorang yang menghafal al-Qur’an perlu melakukan takrir
bersama dengan dua teman atau lebih. Dalam takrir ini setiap orang
membaca materi takrir yang ditetapkan secara bergantian, dan ketika
seorang membaca, maka yang lain mendengarkan.
d. Takrir dihadapan guru
Seseorang yang menghafal al-Qur’an harus selalu menghadap
guru untuk takrir hafalan yang sudah diajukan. Materi takrir yang
dibaca harus lebih banyak dari materi hafalan baru, yaitu satu banding
sepuluh, artinya apabila seseorang penghafal sanggup mengajukan
hafalan baru setiap hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan
takrir dua puluh halaman (satu juz) setiap hari.41
2. Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz
a. Istiqamah takrir al-Qur’an di dalam shalat
Yang dimaksud disini adalah istiqamah takrir di dalam shalat
wajib maupun sunah selalu memakai ayat-ayat al-Qur’an dari surah al-
Baqarah sampai Surah an-Nas secara berurutan sesuai dengan mushaf
al-Qur’an.
b. Istiqamah takrir al-Qur’an di luar shalat
Membaca al-Qur’an di luar shalat berarti membaca Qur’an tidak
dalam waktu shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunah. Takrir bisa
dilaksanakan pada waktu sebelum tidur, bangun tidur, dan pada waktu tengah
malam setelah shalat tahajud.42
Adapun takaran dalam takrir tersebut adalah sebagai berikut
menurut kemampuannya :
a. Khatam seminggu sekali
b. Khatam 2 (dua) minggu sekali
c. Khatam sebulan sekali
41Sa'dullah, Op-Cit, hlm, 68.
42Ibid, hlm, 69-78.
28
Selain itu penghafal al-Qur’an harus sering mengikuti kegiatan
sebagai berikut :
a. Sering mengikuti acara sima’an
b. Mengikuti perlombaan musabaqah hifdzi al- Qur’an
D. Metode Wahdah
Metode secara etimologi, istilah ini berasal dari bahasa yunani
”metodos” kata ini berasal dari dua suku kata yaitu: ”metha” yang berarti
melalui atau melewati dan ”hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode
berarti jalan yang di lalui untuk mencapai tujuan43. Dalam kamus bahasa
indonesia ”metode” adalah cara yang teratur dan berfikir baik untuk mencapai
maksud. Sehingga dapat di pahami bahwa metode berarti suatu cara yang
harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar mencapai tujuan
pelajaran44.
Menghafalkan al-Qur’an dengan metode wahdah merupakan
menghafalkan al-Qur’an dengan cara menghafal satu persatu terhadap ayat-
ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dapat
dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses
ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.
Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat
berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai
satu muka dengan gerak reflek pada lisannya. Setelah itu dilanjutkan
membaca dan mengulang-ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan
mampu memproduksi ayat-ayat dalam satu muka tersebut secara alami, atau
reflek dan akhirnya akan membentuk hafalan yang representatif.
Sedangkan tujuan instruksional khusus pembelajaran Al-Qur’an
dijabarkan sebagai berikut45:
43 Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara1996), hlm: 61
44 Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai
Pustaka1995), hal: 52 45 Amanah, Pengantar Ilmu Al-Qur’an &Tafsir (Semarang: As-Syifa,1991), hlm. 104
29
� Santri mampu mengenal huruf, menghafalkan suara huruf, membaca kata
dan kalimat berbahasa arab, membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik
dan benar.
� Santri mampu mempraktekkan membaca ayat-ayat Al-Qur’an (pendek
maupun panjang) dengan bacaan bertajwid dan artikulasi yang shahih
(benar) dan jahr (bersuara keras).
� Santri mengetahui dan memahami teori-teori dalam ilmu tajwid walaupun
secara global, singkat dan sederhana terutama hukum dasar ilmu tajwid
seperti hukum lam sukun, nun sukun, dan tanwin, mad dan lainnya
� Santri mampu menguasai sifat-sifat huruf hijaiyah baik lazim maupun
yang ’aridh.
� Santri mampu memahami semua materi ajar dengan baik dan benar.
� Santri mampu menggunakan media atau alat bantu secara baik dan benar.
� Santri mampu menghafalkan al-Qur’an dengan kaidah yang berlaku.
Metode Wahdah memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan beberapa metode lainnya. Adapun kelebihan-kelebihan tersebut
adalah sebagai berikut:46
� Lebih mudah dilakukan oleh santri.
� Ingatan santri terhadap hafalan yang telah dilakukan lebih kuat.
� Makhorijul Huruf santri dalam melafalkan al-Qur’an terjamin.
� Keistiqomahan santri dalam menambah hafalan lebih terjamin.
� Tajwid dan beberapa kaidah membaca al-Qur’an dengan tartil terjaga.
46 Azhuri Amin, Pengasuh Pesantren Nurul Furqon, Wawancara Pribadi, 3 April 2011.
30
BAB III
KEADAAN UMUM PONDOK PESANTREN NURUL
FURQON BRAKAS DESA TERKESI KECAMATAN KLAMBU
KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011
A. Tinjauan Umum Pondok Pesantren Nurul Furqon
1. Sejarah dan Tujuan Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Furqon (PPNF)
a. Sejarah
Berdirinya Pondok Pesantren Nurul Furqon atau yang disingkat
PPNF ini dilatarbelakangi oleh niat pengasuh pondok dan masyarakat
desa Brakas untuk mendirikan lembaga pendidikan yang mampu
menampung generasi-generasi Qur'ani atau mencetak seorang hafidz
Qur’an, karena pengasuh pondok mengkhawatirkan akan punahnya
orang yang hafal Qur’an di negeri Indonesia ini.
Adanya keinginan dari pengasuh dan masyarakat tersebut maka
didirikanlah pondok pesantren ini yang dipelopori oleh Almarhum
KH. Dimyathi pada 20 maret 1986 M bertepatan 23 Sya’ban 1406 H.
Beliau mendirikan pondok pesantren ini bersama putrinya yang
bernama Ny. Hj. Kunayah dan menantunya KH. Azhuri Amin yang
meneruskan perjuangannya sebagai pengasuh utama pondok pesantren
sampai sekarang.
Semula ponpes ini khusus menerima santri putri, atau sering
disebut pondok putri, itu pun belum ada gedung yang layak, sehingga
5 santri putri tersebut singgah di kediaman Almarhum KH. Dimyathi.
Awalnya santri yang mengaji adalah warga sekitar pondok pesantren,
namun berkat kegigihan dan semangat perjuangan beliau akhirnya
banyak santri yang datang dari berbagai daerah baik dalam maupun
luar kota, bahkan ada pula santri yang berasal dari luar jawa. Sampai
saat ini jumlah seluruh santri kurang lebih 75 santri terdiri dari santri
putra dan putri.
31
Kemudian pada tahun 1990, pondok ini menerima santri putra.
Pada akhirnya pengasuh membuat gubuk untuk tempat bersinggah
santri putra, tetapi dengan kerja keras pengasuh akhirnya pesantren
menambah gedung lagi khusus untuk santri putra pada tahun 1992
dengan satu lantai, satu lantai tersebut dibuat empat kamar tidur, dua
kamar mandi, dan sebuah aula. Kemudian pada tahun 2006 pondok
putra tersebut dikembangkan menjadi dua lantai sampai sekarang.
Adapun luas tanah keseluruhan 968 m2 dan luas bangunan
488 m2 dengan jumlah santri putra sebanyak 25 dan santri putri
sebanyak 50 yang berasal dari berbagai penjuru kota. Dari banyaknya
santri tersebut tidak semua melaksanakan hafalan al-Qur’an 30 juz,
karena santri yang melaksanakan pendidikan formal seperti MI dan
MTS tidak diwajibkan menghafl al-Qur’an 30 juz, akan tetapi santri
tersebut diwajibkan menghafal juz ‘Amma. Sedangkan santri yang
sedang melaksanakan pendidikan formal tingkat SMA dan santri yang
hanya mukim di pesantren diwajibkan menghafal al-Qur’an 30 juz1.
b. Tujuan
Pondok pesantren Nurul Furqon sebagai salah satu lembaga
pendidikan keagamaan ingin berperan aktif dalam usaha-usaha
memajukan bangsa. Hal ini dilakukan dengan memberikan pendidikan
ilmu-ilmu al-Qur’an, terutama bagaimana cara membaca al-Qur’an
dengan baik dan benar, yaitu mengetahui hukum-hukum bacaan al-
Qur’an (tajwid) dan fasih dalam pengucapannya, hingga menghafalkan
al-Qur’an suatu tingkat tertinggi dalam bidang qira’ah al-Qur’an serta
mengamalkannya. Selain itu, pondok juga memberikan pendidikan
ilmu-ilmu keislaman, mulai dari Nahwu, Sharaf, Fiqih, dan akhlak
berikut pengamalannya. Pendidikan ini diberikan kepada para santri,
baik yang tinggal di dalam pondok maupun putra putri dari lingkungan
sekitar yang ikut belajar di PP Nurul Furqon2.
1Azhuri Amin, Pengasuh Pesantren Nurul Furqon, Wawancara Pribadi, 3 April 2011.
2Ibid.
32
Adapun tujuan didirikannya ponpes “Nurul Furqon” adalah
mencetak generasi huffadz, para penghafal al-Qur’an yang akan
menjadi penguat barisan dakwah Islam. Sehingga kegiatan sehari-hari
dititikberatkan pada proses menghafal al-Qur’an. Bahkan sebagian
besar waktu para santri dihabiskan untuk kegiatan ini, mulai dari
menghafal, mentadarus,dan menyetorkan hafalan. Namun sebagai
penunjang intelektualitas para santri, ponpes menyelenggarakan
kegiatan kajian kitab kuning, terutama untuk bidang fiqih.
Selain dengan membekali santri dengan hafalan al-Qur’an dan
kajian kitab kuning, para santri diberikan bekal latihan pengabdian
masyarakat dengan memberikan pengajaran baca tulis al-Qur’an pada
anak-anak di Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ) ponpes “Nurul
Furqon”. Setiap hari para santri yang telah memiliki kapabilitas cukup
dibidang al-Qur’an mengajar anak-anak usia sekolah dasar ketrampilan
baca tulis al-Qur’an. Di sini mereka dididik untuk memberikan
kontribusi intelektual bagi umat.
Tujuan lain dari ponpes ini adalah dakwah. Dakwah tersebut
adalah berupa kegiatan muqaddaman atau sima’an, yaitu pembacaan
al-Qur’an 30 juz secara kolektif untuk keperluan-keperluan tertentu
dari masyarakat dan dilanjutkan dengan ma’idzah hasanah dari
pengasuh pondok. Misalnya seseorang ingin menikahkan
putra/putrinya, atau ingin memperingati hari kematian anggota
keluarganya, biasanya mereka meminta do’a restu pengasuh pondok
dengan barokah dan fadhilah bacaan al-Qur’an. Pengasuh kemudian
mengajak beberapa santri untuk membacakan al-Qur’an di tempat
yang telah ditentukan. Ini merupakan syi’ar dakwah yang senantiasa
dilakukan oleh Pondok Pesantren Nurul Furqon.
Pada tahun ajaran 2010/2011 ini, ponpes merencanakan
program pengembangan potensi para santri dalm bidang life skill
(ketrampilan hidup), yaitu memberikan pelatihan dan pembinaan
33
berupa ilmu pengetahuan praktis dan ketrampilan yang bersifat tepat
guna, yang dapat dijadikan sebagai bekal hidup ketika para santri telah
menyelesaikan studinya di pesantren. Dan juga diharapkan tumbuh
pada diri santri jiwa entrepreneurship (kewirausahaan)3.
Program life skill terseabut adalah Agrobisnis Penggemukan
kambing etawa. Tujuan diberikannya pengetahuan dan ketrampilan
tersebut adalah agar santri4:
1. Memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan dibidang
penggemukan kambing etawa.
2. Tumbuh rasa percaya diri kemandirian serta keuletan dalam hidup
dan kehidupan.
3. Agar menjadi manusia yang cinta terhadap makhluk hidup, alam
dan lingkungannya.
4. Memiliki jiwa kewirausahaan bidang penggemukan kambing
etawa.
2. Letak geografis
Nama pondok pesantren ini adalah pondok pesantren “Nurul
Furqon” yang sering disingkat PPNF. Sebelum menamai pondok ini,
pengasuh terlebih dahulu izin kepada gurunya. Sebelumnya pondok ini
akan dinamai dengan nama Ponpes Tahfidzul Qur’an, akan tetapi nama
tersebut tidak diizinkan, dikarenakan nama tersebut hanya berfokus
kepada hafalan al-Qur’an. Pada akhirnya nama itu diganti dengan nama
“Nurul Furqon”. Menurut guru beliau nama ini tidak hanya difokuskan
menghafal al-Qur’an, tetapi dimungkinkan juga untuk santri yang akan
belajar membaca al-Qur’an dan ilmu lainnya, seperti ilmu fiqih dan
akhlaq.
Dengan nama tersebut diharapkan ponpes ini benar-benar
menjadi sumber mata airnya ilmu-ilmu al-Qur’an, sehingga santri yang
3 Ibid
4Ibid.
34
menimba ilmu di pondok itu ibarat memanfaatkan fungsi sebuah mata air
sebagai tempat untuk menimba diri, mengembangkan potensi menjadi
orang yang ahli dalam al-Qur’an dan berilmu pengetahuan.5
Lokasi pondok cukup kondusif bagi kegiatan belajar mengajar.
Lingkungan yang agamis dan cuaca yang teduh menjadikan PPNF
memiliki harapan besar untuk dapat membantu mengembangkan dakwah
Islam dan mendidik generasi muda secara Qur’ani.
Adapun batas wilayah yang berbatasan dengan wilayah desa
Brakas adalah sebagai berikut : sebelah utara desa Goleng, sebelah selatan
desa Menawan, sebelah barat desa Brakas Kulon, dan sebelah timur
adalah Desa Terkesi.
3. Struktur Kepengurusan6
STRUKTUR PENGURUS PONDOK PESANTREN NURUL
FURQON TAHUN 2010 / 2011
a. Pengurus pondok putra
Pengasuh : KH. Azhuri Amin, AH
Ketua I : Lukman Nur Amin
Wakil ketua : Mukhlisin
Sekertaris I : Abdullah Kurniawan
Sekertaris II : Ari Setiono
Bendahara I : Fatkhul ‘ulum
Bendahara II : Qori’
Seksi pendidikan : 1. Suratman
2. Mukhlasin
3. Maksum
Seksi keamanan : 1. Masruri
2. Reza Puraiza
Seksi kebersihan : 1. Saiful Anwar
2. Sajidun
5Ibid 6Buku Arsip Dokumentasi PPNF
35
b. Pengurus pondok putri
Pengasuh : Ny.Hj. Kunayah
Ketua I : Azylina
Wakil ketua : Fadhilatussalisa
Sekertaris I : Ririn Yuni Wahyuni
Sekertaris II : Naila Duri Nafi’a
Bendahara I : Saidarofa
Bendahara II : Rizka
Seksi pendidikan : 1. Eni Rihanah
2. Uswatun Hasanah
3. Siti Wahyuni
Seksi Keamanan : 1. Ernawati
2. Maryatul Qibtiyah
3. Sofiyatun
Seksi kebersihan : 1. Rohimah
2. Umi Khabibah
3. Alif Bidayah
4. Evi
B. Kegiatan Santri di PPNF
Setelah calon santri mendaftarkan diri untuk menjadi santri di PPNF
dan telah mendapat izin dari pengasuh, maka calon santri tersebut telah sah
menjadi santri PPNF. Seluruh santri pondok diwajibkan tinggal di dalam
pondok pesantren dan mengikuti seluruh kegiatan pondok.
Dengan diwajibkannya santri tinggal di pondok, maka akan lebih
mudah bagi pelaksana pondok untuk mencetak santri yang bertitel Hafidz
Qur’an dengan ilmu tajwid yang baik dan memahami pokok-pokok dari al-
Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
36
1. Jadwal Kegiatan7
a. Kegiatan harian
No Waktu Nama kegiatan
1 04. 00 – 04. 30 Bangun tidur, persiapan shalat jamaah
subuh.
2 04. 30 – 04. 45 Shalat berjamaah subuh
3 04. 45 – 07. 00 KBM al-Qur’an bi al- nadhar
4 07. 00 – 07. 25 KBM al-Qur’an bi al-ghaib
5 07. 25 – 12. 00 Mandi, makan , mudarasah sendiri
6 12.00 – 14. 00 Shalat berjamaah dzuhur, tidur siang
7 14. 00 – 15. 00 Mudarasah persiapan muraja’ah
8 15. 00 – 15. 30 Shalat berjamah shalat ashar
9 15. 30 – 17. 00 Muraja’ah
10 17. 00 – 17. 30 Istirahat, mandi
11 17. 30 – 17. 50 Persiapan shalat jamaah maghrib
12 17. 50 – 18. 25 Jamaah maghrib
13 18. 25 – 19. 15 Jam wajib mudarasah
14 19. 15 – 19. 45 Shalat jamaah isya’
15 19. 45 – 20. 00 Makan malam
16 20. 00 – 21. 30 Sekolah diniyah
17 21. 30 – 04. 00 Tidur malam atau mudarasah / membuat
hafalan
b. Kegiatan mingguan
1) Tahlilan
2) Berzanzi
3) Mudarasah
4) Yasinan
5) Mujahadahan
7Ibid
37
6) Hiburan TV
7) Main bola
8) Kerja bakti
c. Kegiatan bulanan
1) Sima’an Minggu pon (bulanan)
2) Kerja bakti massal
d. Kegiatan tahunan
1) Acara maulid Nabi Muhammad SAW
2) Santunan anak yatim
3) Peringatan 17 agustus
4) Kepanitiaan qurban
5) Ziarah
6) Acara Isra’ Mi’raj sekaligus khatmil Qur’an
7) Kegiatan ramadhan
8) Liburan akhir tahun
2. Bimbingan dan penyuluhan8
Seperti keterangan di atas bahwa santri diwajibkan tinggal di dalam
pondok dan mengikuti kegiatan pondok. Apabila ada salah satu santri yang
melanggar peraturan pondok, maka santri tersebut akan mendapatkan
bimbingan dan penyuluhan. Bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan
berupa hal-hal sebagai berikut :
1. Memberi teguran langsung
2. Pengarahan dan peringatan setelah shalat berjamaah
3. Bimbingan rohani setiap malam jumat
4. Peringatan tertulis di papan tulis
5. Diberi hukuman, misalnya : membersihkan halaman pondok atau WC
6. Pemanggilan wali santri
7. Dicukur gundul bagi pelanggar berat
8Ibid
38
8. Dihadapkan ke pengasuh pondok untuk mendapatkan nasehat dan
peringatan ataupun hukuman langsung dari beliau
9. Diberi tugas, misalnya, menghafal surat atau beristighfar 1000 kali
C. Jaudah Tahfidz Al-Qur’an Santri PPNF
Menurut K.H.Azhuri Amin AH. di Pondok Pesantren Nurul Furqon
(PPNF) bahwa jaudah tahfidz al-Qur’an atau mutu hafalan al-Qur’an santri di
PPNF tidak jauh berbeda dengan santri penghafal al-Qur’an lainnya, yaitu
semua ada kelebihan dan kekurangannya, diantara kelebihan dan
kekurangannya adalah sebagai berikut :9
1. Segi kelebihan hafalan al-Quran santri PPNF
a. Tajwidnya
Santri PPNF dalam hafalan al-Qur’an tajwid sangat
diperhatikan. Penerapan tajwid oleh santri cukup baik karena sebelum
memulai hafalan al-Qur’an santri terlebih dahulu ditashih tajwidnya
oleh pengasuh pondok pesantren, karena kefasihan dalam membaca al-
Qur’an akan berpengaruh pada baik buruknya hafalan al-Qur’an.
b. Ketartilannya
Diantara salah satu kelebihan hafalan santri PPNF adalah
ketertartilannya, karena pengasuh pondok pesantren mewajibkan
membaca tartil ketika menyetorkan hafalan al-Quran
c. Makharijul huirufnya
Pengasuh PPNF juga mentashih makharijul huruf sebelum
santri memulai hafalan al-Qur’an, jadi saat santri hafalan al-Quran
mulai menghafal al-Quran akan mudah mengucapkan huruf hijaiyah
dengan fasih.
2. Segi kekurangan hafalan al-Quran santri PPNF
a. Mudahnya lupa
Santri PPNF tidak sedikit yang hafalannya masih kurang baik,
contohnya seperti hal lupa, lupa disini meliputi lafadz, ayat, dan
9 Azhuri Amin, Op-Cit.
39
syakalnya, tetapi hal seperti itu tidak membuat santri jadi patah
semangat untuk menghafalkan al-Qur’an, justru dengan adanya sifat
lupa itu santri jadi tambah akrab dengan kitab suci al-Qur’an, karena
bagaimanapun seandaianya ada hafalan yang lupa pasti santri akan
membuka al-Qur’an kembalai guna mengingat-ingat hafalan yang
sempat lupa.
b. Sulit membedakan ayat yang mirip
Di antara kendala santri untuk memperbaiki hafalan al-
Qur’annya adalah sulitnya membedakan ayat-ayat yang hampir mirip,
karena di dalam al-Qur’an banyak ayat-ayat yang hampir sama akan
tetapi sebenarnya ada perbedaan sedikit dalam huruf atau lafadznya.
D. Pelaksanaan Tahfidz al-Qur’an dengan Metode Wahdah di Pondok
Pesantren Nurul Furqon
1. Persyaratan Santri Sebelum Menghafal
Santri di Pondok Pesantren Nurul Furqon sebelum memulai untuk
menghafal terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan yang diberikan
oleh pengasuh. Syarat tersebut bertujuan agar santri di dalam proses
menghafal tidak terlalu sulit dan akan menghasilkan mutu hafalan yang
baik. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :10
a. Izin dari orang tua
b. Menguasai ilmu tajwid
c. Menguasai ilmu musykilat
d. Baik makharij al-hurufnya
e. Khatam al-Qur’an binadzar
Santri yang belum menguasai ilmu tajwid, musykilat dan belum
baik makharijul-hurufnya akan dibimbing langsung oleh pengasuh terlebih
dahulu dengan belajar kitab yang berhubungan dengan ilmu-ilmu tersebut,
10 Ibid
40
setelah menguasai ilmu-ilmu tersebut santri belajar membaca al-Qur’an bi
nadzar dan selanjutnya bisa langsung menghafal al-Qur’an.11
2. Persiapan Menghafal al-Qur’an
Adapun persiapan menghafal al-Quran di PPNF adalah sebagai
berikut :
a. Niat yang kuat untuk menghafal al-Qur’an
b. Puasa yang diperintahkan langsung oleh pengasuh
c. Menyiapkan al-Qur’an pojok
d. Target hafalan
e. Waktu (untuk mentakrir hafalan).
3. Pelaksanaan tahfidz al-Qur’an
a. Kegiatan tahfidz al-Qur’an
Pendidikan al-Qur’an merupakan program utama dari
pesantren ini, maka dari itu pondok tersebut menginginkan santri yang
lulus dari pondok tersebut menjadi seorang hafidz yang fasih dalam
bacaan al-Qur’annya. Dari keinginan tersebut pesantren melaksanakan
pentashihan, pentashihan tersebut meliputi tashih makhraj, tashih huruf,
tashih tajwid, dan tashih tahfidz.
Materi tersebut terutama meteri-materi tahfidz dilaksanakan
dalam beberapa kegiatan yaitu :
1) Kegiatan harian
a) Selesai shalat ashar : mengulang hafalan (murajaah)
b) Selesai shalat maghrib : mudarasah sendiri
c) Setelah shalat shubuh : menambah hafalan (setoran)
2) Kegiatan mingguan
a) Hari sabtu jam 9 pagi : Sima’an Qur’an (putri)
b) Setelah shalat jumat : Sima’an Qur’an (putra)
c) Setelah shalat maghrib malam jumat : Kegiatan rutinan
11Azylina, Ketua Pondok Pesantren Putri Nurul Furqon, Wawancara Pribadi, 7 April
2011.
41
3) Kegiatan bulanan
Setiap hari minggu pertama pada tiap bulannya diadakan
sima’an 30 juz yang dibaca oleh santri secara bergilir. Santri
membaca al-Qur’an bil-ghaib secara bergilir menurut juz yang
sudah ditentukan oleh seksi pendidikan.
4) Kegiatan tahunan
Pada setiap bulan Rajab tanggal 27 dilaksanakan khatmil
Qur’an dan dibacakan al-Qur’an 30 juz bil-ghaib oleh peserta
khatmil Qur’an dan diteruskan dengan pengajian akbar.
b. Mekanisme Menghafal al-Qur’an12
Ada beberapa tahapan kegiatan setoran kepada guru, yaitu :
1. Meyetorkan halaman baru
Dalam meyetorkan hafalan baru, biasanya santri
menyetorkan hafalan sebanyak satu halaman atau lebih tergantung
pada kemampuan santri yang dilaksanakan setelah shalat subuh.
2. Mengulang hafalan yang telah diperoleh
Hafalan yang telah diperoleh harus didengarkan kembali
kepada guru, jumlah hafalan yang diperdengarkan kembali minimal
lima halaman.
c. Cara Menghafal al-Qur’an dengan Metode Wahdah
Sebelum memulai hafalan al-Qur’an, maka terlebih dahulu
para santri memeperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Penggunaan al-Qur’an pojok
Yaitu pada setiap halaman diakhiri dengan ayat dan setiap juz
terdapat 20 halaman
2) Hafalan dilakukan dengan satu per satu ayat, kemudian
mengulanginya hingga benar-benar hafal, lalu menambah ke ayat
yang selanjutnya, begitu seterusnya.
3) Upaya membuat target hafalan setiap hari
12 Ibid
42
4) Setiap hari para santri membuat target hafalan, biasanya sebanyak
satu halaman.
5) Memperdengarkan hafalannya
6) Untuk menjaga hafalan maka para santri selalu mendengarkan
hafalannya kepada orang lain, sebelum disetorkan kepada guru.
7) Berusaha membenarkan ucapan dan bacaan
Hal ini dilakukan agar dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan
kaidah ilmu tajwid, serta fasih dalam membacanya.
d. Metode menghafal al-Qur’an
Dalam mengajarkan menghafal al-Qur’an tidaklah sama dan
semudah mengajarkan pelajaran yang lain. Oleh karena itu digunakan
berbagai metode yang tepat sehingga santri akan mempermudah dalam
menghafal al-Qur’an, metode tersebut antara lain :
1) Metode musyafahah (face to face)
Pada prinsipnya metode ini bisa dilakukan dengan tiga cara,
diantara tiga cara tersebut adalah sebagai berikut :
a) Guru membaca, santri mendengarkan dan sebaliknya
b) Guru membaca dan santri hanya mendengarkan
c) Santri membaca dan guru mendengarkan.
Dari ketiga cara di atas yang sering digunakan dalam
pesantren tersebut adalah cara yang ketiga, yaitu santri membaca
dan guru mendengarkan.
2) Metode resitasi
Guru memberi tugas kepada santri untuk menghafal
beberapa ayat atau halaman sampai hafal betul, kemudian santri
membaca halamannya di muka guru.
3) Metode takrir
Arti takrir adalah mengulang, yaitu santri mengulang-ulang
hafalannya, kemudian membaca hafalannya di hadapan guru.
43
4) Metode mudarasah
Maksud dari metode ini adalah semua santri menghafal
secara bergantian dan berurutan secara bergantian dan yang lain
mendengarkan atau menyima’nya. Dalam praktiknya mudarasah ini
ada tiga cara :
a) Mudarasah perhalaman (pojokan)
Yaitu santri membaca satu halaman kemudian dilanjutkan
oleh santri lainnya.
b) Mudarasah lembaran
Yaitu santri membaca satu lembar atau dua halaman
kemudian dilanjutkan oleh santri lainnya.
c) Mudarasah perempatan
Yaitu setiap santri membaca ¼ (seperempat) juz atau lima
halaman, kemudian diteruskan oleh santri lainnya. Dan apabila
telah lancar bacaannya dapat dilanjutkan mudarasah setengah
juz dan seterusnya.
5) Metode tes
Metode ini digunakan untuk mengetahui ketepatan dan
kelancaran hafalan santri dengan menyetor juz tertentu kepada
seorang guru atau yang ditunjuk sebagai tim penyima’ atau penguji.
4. Upaya Meningkatkan Jaudah Tahfidz al-Qur’an
Hafalan al-Qur’an tentunya tidak mudah, karena sesungguhnya
hafalan al-Qur’an itu mudah, akan tetapi mudah pula untuk lepas hafalan
itu. Oleh karena itu di Pondok Pesantren Nurul Furqon ada cara-cara untuk
meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an, terutama dari pihak pengasuh/guru,
karena guru sebagai pihak yang paling berperan dalam aktivitas menghafal
al-Qur’an. Akan tetapi bukan hanya guru saja yang menjadikan hafalan
tersebut kuat, santri sendiri juga sangat berperan dalam membentuk
44
hafalan al-Qur’an yang kuat. Adapun upaya-upaya tersebut adalah sebagai
berikut :13
a. Upaya meningkatkan jaudah tahfidz al-Qur’an oleh pengasuh / guru
1) Tes tajwid dan makharijul-huruf.
Sebelum santri memulai proses penghafalan al-Qur’an,
terlebih dahulu santri dites ilmu tajwidnya dan makhorijul
khurufnya. Upaya ini dilakuakan agar di dalam melafadzkan bacaan
al-Qur’an bisa benar dan fasih dalam pengucapannya.
2) Mewajibkan memakai mushaf khusus (al-Qur’an pojok)
Hal ini sangat penting dilakukan oleh penghafal al-Qur’an,
karena dengan digunakannya Qur’an pojok akan mempermudah si
penghafal mengingat ayat selanjutnya pada halaman berikutnya.
3) Mengadakan muraja’ah
Guru mengadakan muraja’ah, yaitu untuk menyetorkan
hafalannya yang sudah disetorkan kepada pengasuh. Dalam
mengulang hafalan minimal 5 halaman dan maksimal satu juz atau
20 halaman. Hal ini bertujuan untuk memperlancar hafalan.
4) Mengadakan tes / sima’an mingguan
Sima’an ini dilaksanakan guna memperlancar hafalan juga
untuk meneliti bagian hafalan yang salah dan hafalan yang belum
lancar, sehingga dari kesalahan itu akan mudah diperbaiki santri
menjadi benar dan lancar.
5) Mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan
Kegiatan ini rutin setiap bulan diadakan, biasanya setiap
santri dapat bagian sendiri-sendiri guna menghafal al-Qur’an dan di
simak oleh para santri lainnya. Kegiatan ini berguna untuk
meningkatkan hafalan dan mempertebal mental dalam membaca al-
Qur’an pakai pengeras suara dan disimak orang banyak.
13 Ibid
45
6) Pada waktu setoran, bacaan wajib pelan dalam membaca
Membaca al-Qur’an dengan pelan termasuk usaha untuk
memperkuat hafalan, karena dengan membaca seperti itu akan
memepermudah penyimak dalam meneliti bacaannya, sehingga
santri akan mudah dalam mengingat huruh-huruf yang keliru.
7) Mewajibkan mudarasah pada jadwal yang ditentukan
Kegiatan ini dilakukan setiap shalat maghrib. Tujuan
kegiatan ini untuk memperlancar bacaan.
8) Mentakrir dalam shalat tarawih
Setiap bulan ramadhan para santri melaksanakan shalat
tarawih secara berjamaah. Dalam shalat tarawih tersebut bacaan
suratnya dimulai dari surat al-Baqarah sampai khatam. Biasanya
setiap malam dibaca sampai satu setengah juz, sehingga pada hari
ke-20 ramadhan sudah khatam 30 juz. Setiap malamnya imam
dikasih giliran.
9) Memperbolehkan mengikuti lomba hafalan al-Qur’an
Pengasuh memperbolehkan santrinya untuk mengikuti
lomba hafalan al-Qur’an, karena dengan mengikuti lomba hafalan
santri akan selalu dijaga kelancaran hafalannya dan kefasihannya.
10) Mengajak sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok
Kegiatan sima’an ini dilaksanakan pada waktu-waktu
tertentu di luar pondok, biasanya seorang warga yang masih
mempunyai hajat seperti pernikahan atau khitanan meminta kepada
penagasuh pondok untuk membacakan al-Qur’an bi al-ghaib
bersama para santrinya. Kegiatan ini sangat berguna sekali bagi
santri untuk memperlancar hafalannya.
11) Mewajibkan sekolah diniyah kecuali para guru
Salah satu materi dari sekolah diniyah ini adalah nahwu
shorof. Nahwu sharaf sangat penting untuk dikuasai, karena bisa
46
mempermudah santri untuk membedakan syakal al-Qur’an, seperti
fathah, kasrah dan dhamah.
12) Mengadakan do’a bersama
Do’a bersama ini dilaksanakan setiap seminggu sekali di
aula pondok putra lantai dua setelah shalat subuh hari jum’at yang
dipimpin oleh pengasuh pondok pesantren, sebelum berdo’a terlebih
dahulu melaksanakan dzikir bersama yang berisi bacaan istighfar,
tahmid, tahlil, dan takbir. Kegiatan ini bertujuan untuk memohon
kepada Allah agar semua hajat para santri bisa terkabul, khususnya
hajat dalam hal menghafal Qur’an agar diberi kemudahan,
kelancaran, dan istiqamah dalam mentadarusnya serta mengamalkan
isi al-Qur’an.
a. Upaya meningkatkan jaudah tahfidz al-Qur’an oleh santri
Untuk meningkatkan mutu hafalan tidak hanya pengasuh atau
guru yang mempunyai peran penting, tetapi santri juga menentukan
bagaimana mutu hafalan al-Qur’annya. Berikut ini adalah upaya
peningkatan mutu hafalan yang dilakukan oleh santri PPNF.
1) Sikap semangat dan niat yang ikhlas
Sikap semangat dan niat yang ikhlas adalah modal yang
paling utama untuk menggapai cita-cita hafalan yang kuat, karena
tanpa sikap tersebut proses hafalan dan peningkatan hafalannya akan
kurang maksimal.
2) Kontinyu dalam bertakrir
Maksud dari kontinyu adalah ketetapannya didalam
mentadarus al-Qur’an. Walaupun sedikit dalam mentadarus al-
Qur’an akan tetapi apabila di dalam bertadarus selalu istiqamah
hasilnya pasti akan kelihatan. Yang dimaksud dengan istiqamah
adalah konsisten, yaitu tetap menjaga keajekan dalam menghafal al-
Qur’an. Dengan perkataan lain penghafal harus senantiasa menjaga
kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu. Biasanya santri mentakrir
hafalannya setiap habis shalat fardu kecuali setelah shalat subuh,
47
karena setelah shalat subuh mempersiapkan setoran hafalan yang
baru.
3) Sima’an atau takrir dengan teman
Santri di dalam meningkatkan kelancaran hafalan saling
menyimak antara santri satu dengan santri lainnya, hal ini bermaksud
untuk saling meneliti kalau ada bacaan yang salah atau kurangnya
kelancaran di dalam membaca.
4) Takrir di dalam shalat
Ada beberapa santri yang di dalam usahanya untuk
meningkatkan ketajaman hafalannya dengan bertakrir di dalam
shalat, biasanya dilakukan didalm waktu shalat sunah malam, yaitu
shalat tahajud.
5) Tanya jawab atau tebak-tebakan ayat
Tanya jawab disini biasanya dilakukan oleh dua santri atau
lebih, santri satu memberikan pertanyaan kepada santri lainnya untuk
menebak surat apa dan juz berapa, terus santri yang diberi
pertayanyaan menjawab dan membunyikan ayatnya. Hal ini sangat
berguna sekali pada ketajaman hafalan, karena santri selalu berfikir
dan penasaran dengan ayat yang dipertanyakan.
6) Berusaha membaca al-Qur’an dengan tartil
Santri berusaha bermudarasah dengan tartil atau pelan,
karena dengan membaca dengan pelan akan mudah meneliti
bacaannya sendiri.
7) Berusaha mudarasah dengan suara lantang
Disamping membaca dengan tartil atau pelan, santri juga
membaca dengan suara yang keras, fungsi ini sama dengan membaca
dengan tartil, yaitu mempermudah meneliti yang sedang dibaca.
8) Istirahat yang teratur
Istirahat adalah hal yang penting bagi para penghafal al-
Qur’an, karena dengan istirahat yang teratur akan memepermudah
48
santri dalam proses menghafal dan memeliharanya. Dengan energi
yang fit otak juga akan bekerja dengan maksimal, oleh karena itu
istirahat hal yang tidak boleh disepelekan oleh para penghafal al-
Qur’an.
9) Berdo’a
Seorang penghafal al-Qur’an pasti akan mendambakan
hafalan yang kuat, disamping berusaha di dalam meningkatkan mutu
hafalannya dengan perbuatan, santri juga berdo’a kepada Tuhan sang
pencipta, santri berharap agar di dalam hafalannya terjaga dengan
baik dan bisa mentadarus al-Qur’an dengan istiqamah. Allah berjanji
barang siapa yang berdo’a kepada-Nya, niscaya Allah akan
mengabulkan do’a itu.14
5. Evaluasi Tahfidz al-Qur’an
Evaluasi mutlak dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
santri telah berkembang, tidak hanya dari hafalan santri, tetapi juga
perilaku sehari-hari santri. Evaluasi di pondok ini antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Tes formatif
Tes ini berupa mudarasah mingguan atau sima’an mingguan
yang dilaksanakan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at Tes ini
berfungsi untuk mengulang yang telah diperoleh santri dan disima’
oleh para santri yang bertugas untuk meneliti bacaannya. Mengulang
hafalan juga dilakukan setiap selesai shalat ashar kecuali hari Jum’at
dihadapan guru muraja’ah.
b. Tes sumatif
Tes ini dilaksanakan apabila seorang santri akan mengikuti
khataman al-Qur’an, tes ini dilakukan dengan cara santri tersebut
disima’ (diperdengarkan bacaan) keseluruhan dari juz 1 sampai juz 30
oleh masyarakat setempat dan dewan penguji dalam waktu satu hari.15
14Iva Safitri, Santri Pondok Pesantren Putri, Wawancara Pribadi, 7 April 2011.
15Ibid
49
BAB IV
PENERAPAN DAN ANALISIS METODE WAHDAH
DALAM MENINGKATKAN HAFALAN AL-QUR’AN SANTRI
PONDOK PESANTREN NURUL FURQON BRAKAS DESA TERKESI
KECAMATAN KLAMBU KABUPATEN GROBOGAN TAHUN 2010/2011
A. Hasil Penelitian.
1. Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan al-Qur’an Santri di
Pondok Pesantren Nurul Furqon (PPNF)
Bentuk penelitian ini adalah menggunakan deskriptif kualitatif yaitu
mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumen
dan sebagainya kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan
kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.
Proses menghafal al-Qur’an pada pondok pesantren ini dilakukan
dengan proses menghafal terlebih dahulu walaupun kadang ada santri yang
belum mengetahui seluk beluk ulumul Qur’an, gaya bahasa atau makna yang
terkandung didalamnya. Penghafal mengandalkan kecermatan, memperhatikan
bunyi ayat-ayat yang hendak dihafalkan. Artinya asal sudah bisa membaca
dengan baik sesuai dengan tajwid mulailah ia menghafal al-Qur’an. Proses
hafalan seperti ini harus langsung bertatap muka dengan guru. Karena seorang
guru mempunyai peranan yang sangat penting yaitu:
a. Sebagai penjaga kemurnian al-Qur’an
b. Sebagai sanad yang menyambungkan mata rantai sanad hingga
bersambung kepada Rasulullah saw
c. Menjaga dan mengembangkan minat menghafal santri
d. Sebagai pentashih hafalan
e. Mengikuti dan mengevaluasi perkembangan hafalan santri.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses menghafal santri
adalah penggunaan metode hafalan yang tepat. Di pesantren tersebut metode
yang digunakan adalah metode wahdah, yang mana pelaksanaannya dilakukan
50
dengan cara menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak
dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dibaca sebanyak sepuluh
kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk
pola dalam bayangannya.
Setelah benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat
berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya hingga mencapai satu
muka dengan gerak reflek pada lisannya. Setelah itu dilanjutkan membaca dan
mengulang-ulang lembar tersebut hingga benar-benar lisan mampu
memproduksi ayat-ayat dalam satu muka tersebut secara alami, atau reflek dan
akhirnya akan membentuk hafalan yang representatif.
Tetapi sebelum memulai hafalan al-Qur’an, maka terlebih dahulu
para santri memeperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Penggunaan al-Qur’an pojok
Yaitu pada setiap halaman diakhiri dengan ayat dan setiap juz terdapat
20 halaman
1) Hafalan dilakukan dengan satu per satu ayat, kemudian mengulanginya
hingga benar-benar hafal, lalu menambah ke ayat yang selanjutnya,
begitu seterusnya.
2) Upaya membuat target hafalan setiap hari
3) Setiap hari para santri membuat target hafalan, biasanya sebanyak satu
halaman.
4) Memperdengarkan hafalannya
5) Untuk menjaga hafalan maka para santri selalu mendengarkan
hafalannya kepada orang lain, sebelum disetorkan kepada guru.
6) Berusaha membenarkan ucapan dan bacaan
Hal ini dilakukan agar dalam membaca al-Qur’an sesuai dengan
kaidah ilmu tajwid, serta fasih dalam membacanya.
Keterampilan mengatur waktu juga termasuk hal yang sangat
penting bagi para penghafal, kerena disiplin waktu merupakan salah satu
kunci keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Adapun pengaturan waktu
untuk menghafal al-Qur’an ditetapkan oleh pondok pesantren. Pengaturan ini
51
bertujuan untuk menjaga suasana yang kondusif agar para santri memiliki
disiplin dalam menghafal al-Qur’an. Adapun waktu kegiatan menghafal
al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut :
Selesai shalat ashar : mengulang hafalan (dengan guru)
Selesai shalat maghrib : mengulang hafalan (sendiri)
Selesai shalat subuh : menambah hafalan (dengan guru)
Waktu-waktu yang ditetapkan di atas sesuai dengan waktu-waktu
yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal al-Qur’an. Waktu yang baik
untuk kegiatan menghafal al-Qur’an adalah:
a. Waktu sebelum terbit fajar
b. Sebelum fajar hingga terbitnya matahari
c. Setelah bangun tidur
d. Setelah shalat
e. Waktu diantara maghrib dan isya’
Tetapi dengan dua waktu dalam kegiatan menghafal al-Qur’an santri
PPNF sudah cukup baik, yaitu setoran hafalan pada waktu pagi (setelah
subuh) dan untuk mengulang hafalan pada sore hari (setelah ashar). Kedua
waktu tersebut baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an, alasan pertama,
karena pada waktu pagi pikiran masih fresh atau belum ada kegiatan-kegiatan
yang akan dipikirkan, sehingga dalam proses menghafal akan lebih fokus dan
hafalan akan mudah diingat dalam otak. Kedua, setelah shalat ashar, waktu itu
juga cukup baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an, karena di PPNF ada
waktu qailulah (istirahat siang), berarti pada waktu setelah ashar santri cukup
bugar dan fit untuk menghafal al-Qur'an atau mengulang hafalan.
Dari kelima waktu di atas, tidak berarti bahwa selain waktu tersebut
tidak baik untuk menghafal al-Qur’an, yang paling penting setiap waktu yang
mendorong munculnya ketenangan dan terciptanya konsentrasi adalah baik
untuk menghafal. Semua waktu di atas juga tidak akan efektif jika tidak
dibarengi dengan sikap niat ikhlas dan istiqamah santri dalam menghafal al-
Qur'an, karena istiqamah dalam menghafal al-Qur'an merupakan salah satu
syarat utama dalam meraih kesuksesan menghafal al-Qur'an. Pendapat ini juga
52
dikatakan oleh Sa'dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur'an. menurut beliau
syarat-syarat menghafal al-Qur'an adalah sebagai berikut1 :
a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori,
atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan
mengganggunya.
b. Niat yang ikhlas.
c. Merasakan keagungan al-Qur’an.
d. Istiqamah
e. Izin dari orang tua, wali atau suami.
f. Mampu membaca dengan baik.
Selain metode dan waktu evaluasi juga sangat penting dilaksanakan,
karena dengan evaluasi dapat diketahui apakah tujuan menghafalkan al-
Qur’an yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik atau tidak. Evaluasi
tahfidz al-Qur’an adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan santri dalam
mencapai tujuan menghafal al-Qur’an yang telah ditetapkan di dalam sebuah
program2.
Adapun pelaksanaan evaluasi di PPNF menggunakan dua macam tes,
yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif dan tes sumatif adalah hal yang
harus dilakukan dalam pembelajaran (hafalan al-Qur’an), karena
sesungguhnya menghafal al-Qur’an memerlukan ketelitian yang sangat teliti
didalam bacaannya, baik dari segi tajwid, makhraj, dan ketartilannya. Dengan
Metode Wahdah ternyata dapat meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di
Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi kecamatan Klambu
Kabupaten Grobogan.
2. Hasil hafalan al-Qur’an Santri dengan Metode Wahdah di Pondok Pesantren
Nurul Furqon (PPNF)
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa menghafal al-Qur’an bukanlah
pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan dan juga waktu khusus.
Seseorang yang memutuskan menghafal al-Qur’an secara tidak langsung dia
1 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara,
2000, hlm. 61. 2 Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 23.
53
telah berjanji kepada dirinya dan juga kepada Allah untuk menjalankan hidup
sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur’an.
Untuk meningkatkan kualitas / kualitas hafalan al-Qur’an di Pondok
Pesantren Nurul Furqon tersebut, maka dari pihak guru atau pengasuh
memberikan cara-cara terbaik untuk meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an,
karena dari pihak guru atau pengasuh yang mempunyai peran secara langsung
dalam aktivitas menghafal al-Qur’an para santri. Hal ini disebabkan perhatian
para guru atau pengasuh pada santri yang bisa mendorong untuk
meningkatkan semangat para santri dalam menghafal al-Qur’an maupun
dalam menjaganya. Akan tetapi baik buruknya hafalan al-Qur’an tergantung
pada diri santri, karena menghafal al-Qur’an kalau tidak dibarengi dengan
semangat yang tinggi maka hasil hafalannya akan kurang maksimal,
sebaliknya kalau menghafal al-Qur’an dibarengi dengan semengat yang tinggi,
maka hasil hafalan al-Qur’annya akan maksimal. Adapun pelaksanaan
peningkatan mutu hafalan al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut :
1. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh pengasuh/guru.
Di dalam PPNF ada beberapa cara untuk meningkatkan mutu hafalan
al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru, diantaranya adalah dengan
berupa tes tajwid dan makharijul-huruf sebelum proses menghafal al-Qur’an,
setoraran hafalan baru setiap setelah shalat subuh, mewajibkan menggunakan
al-Qur’an pojok, mengadakan muraja’ah setiap setelah shalat ashar,
mengadakan jam wajib takrir sendiri setiap setelah shalat maghrib,
mengadakan tes / sima’an mingguan, mengadakan sima’an 30 juz setiap
bulan, pada waktu setoran hafalan al-Qur’an, bacaan wajib pelan dalam
membaca, mewajibkan tadarus al-Qur’an pada jadwal yang ditentukan,
mengadakan sekolah diniyah, memperbolehkan mengikuti lomba hafalan al-
Qur’an, mengajak sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok, dan
mengadakan do’a bersama.3
Dari cara-cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur'an di atas
bisa dikatakan sesuai dengan teori bab II, cara tersebut adalah sebagai berikut:
3Azhuri Amin, Pengasuh Pesantren Nurul Furqon, Wawancara Pribadi,10 April 2011.
54
Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari sekali.
Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap
seminggu sekali, mengkhatamkan setiap 10 hari sekali, mengkhususkan dan
mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan mengulang-ulangnya selama
seminggu), sambil melakukan murajaah secara umum, mengkhatamkan
murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali, takrir dalam shalat,
konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan
mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan, takrir sendiri, takrir
bersama, takrir dihadapan guru, takrir dalam shalat. Juga sesuai dengan
strategi untuk menghafal al-Qur’an yang fungsinya juga untuk meningkatkan
hafalan al-Qur’an.
Semua upaya-upaya di atas sudah sesuai dengan kebutuhan santri
yang hafalannya masih ada kekurangannya. Upaya meningkatkan kualitas
hafalan al-Qur’an di atas juga sesuai dengan tujuan untuk membentuk hafalan
al-Qur’an yang berkualitas, karena hafalan al-Qur'an tidak hanya sebatas
lancar bacaannya, akan tetapi ilmu tajwid, kefasihan, ketartilan, dan
memperbagus makharijul-hurufnya sangat penting dalam menghafal al-
Qur'an. Allah berfirman dalam al-Qur'an surat Al-Muzamil ayat 4 :
÷ρr& 】÷Š Η】ϵ ø‹n=tã】È≅Ïo?u‘uρ】tβ#u ö� à)ø9 $#】¸ξ‹Ï?ö� s?】∩⊆∪】】】
"atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-
lahan."(QS:Al-Muzamil:4)4
Allah juga berfirman dalam al-Qur’an al-Karim :
Ÿω 】õ8Ìh� ptéB】ϵÎ/】y7 tΡ$ |¡ Ï9】Ÿ≅yf ÷ètGÏ9】ÿϵÎ/】】
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena
hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (QS : Al-Qiyamah : 16)5
Menurut penulis, dari semua peningkatan mutu hafalan di atas
dititikberatkan pada keistiqamahannya dalam mentakrir hafalan al-Qur’an,
upaya tersebut juga sama sebagaimana yang dijelaskan oleh Amjad Qosim dan
4Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Toha Putra, t.th) hlm 391. 5Departemen Agama RI, Op-Cit, hlm. 437.
55
Sa’dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur’an, bahwa upaya peningkatan
mutu hafalan sesungguhnya adalah bagaimana banyaknya seorang penghafal
al-Qur’an tersebut dalam mentakrir hafalan al-Qur’annya. Adapun upaya-
upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an menurut beliau adalah sebagai
berikut6 :
� Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari
sekali.
� Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap
seminggu sekali.
� Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.
� Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan
mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah
secara umum.
� Mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali.
� Takrir dalam shalat.
konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebih dahulu dan
mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan.
Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu
hafalan al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut7 :
a. Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz
a. Takrir sendiri
b. Takrir dalam shalat
c. Takrir bersama
d. Takrir dihadapan guru
b. Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz
a. Istiqamah takrir al-Qur’an di dalam shalat
b. Istiqamah takrir al-Qur’an di luar shalat
6 Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 41. 7 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta : Gema Insani, 2008), hlm, 52-53.
56
Adapun takaran dalam takrir tersebut adalah sebagai berikut
menurut kemampuannya:
a. Khatam seminggu sekali
b. Khatam 2 (dua) minggu sekali
b. Khatam sebulan sekali
Selain itu penghafal al-Qur’an harus sering mengikuti kegiatan
sebagai berikut:
a. Sering mengikuti acara sima’an
b. Mengikuti perlombaan musabaqah hifdzi al-
Qur’an
Dari semua peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan
oleh pengasuh memang sangat berpengaruh sekali terhadap mutu hafalan
al-Qur’an santri, berhasil atau tidaknya upaya peningkatan hafalan al-
Qur'an di atas tergantung pada bagaimana kedisiplinan santri itu sendiri
didalam melaksanakan upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur'an yang
diberikan oleh pengasuh/guru.
Dengan adanya upaya-upaya yang ditawarkan dari para guru atau
pengasuh, diharapkan mutu hafalan al-Qur’an bisa meningkat. Sebagai
santri yang sedang menghafal al-Qur’an atau menjaga hafalannya harus
sabar dan tabah serta semangat dalam menghadapi semua masalah yang
sekiranya dapat mengganggu konsentrasi menghafal al-Qur’an dan
menjaganya. Tetapi, asalkan santri tersebut rajin dalam tadarus al-Qur’an,
banyak berdo’a, semangat, dan berpikir positif insya Allah apa yang
hendak dicapai dan diraih akan berhasil dan dipermudah dalam meraih
keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an yang mutqin.
2. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh santri.
Upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur'an oleh santri yang berupa
sikap semangat dan niat yang ikhlas, kontinyu dalam bertakrir, sima’an atau
takrir dengan teman pondok, takrir di dalam shalat, tanya jawab atau tebak-
tebakan ayat, berusaha tadarus dengan bacaan yang tartil dan pelan, berusaha
tadarus dengan suara yang keras, istirahat yang teratur, dan berdo’a.
57
Dan upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an dengan metode
wahdah yang dilakukan oleh santri sendiri merupakan kepandaian dari
masing-masing santri di dalam membagi waktu dan cerdik dalam membuat
strategi agar mutu hafalan al-Qur'annya akan menjadi baik dan melekat pada
otak, sehingga hafalannya tidak akan mudah lupa dalam ingatan. Penulis juga
berpendapat bahwa hal yang paling penting dalam memelihara hafalan al-
Quran santri adalah memperbanyak mengulang (mentakrir) dan
keistiqamahannya dalam menghafal al-Qur’an.
Setelah menganalisis pelaksanaan hafalan al-Qur’an dan upaya-
upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh
pengasuh/guru maupun oleh santri Pondok Pesantren Nurul Furqon, penulis
dapat mengatakan bahwa pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode
wahdah serta upaya-upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang
dilakukan oleh pengasuh/guru maupun santri PPNF yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai oleh pihak pengasuh atau dari pihak pesantren, yaitu mencetak
seorang penghafal al-Qur’an yang berkualitas. Jadi dengan adanya
pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah di PPNF hasil hafalan
Santri dalam kategori baik, terbukti dari 10 Santri yang penulis teliti mampu
menghafal rata-rata 1,5 Juz dalam waktu 1 bulan.
Melihat fakta di atas dapat diketahui bahwa keseriusan PPNF dalam
membina dan mencetak hafidz Qur’an serta mengupayakan mutu hafalan al-
Qur’an santri agar menjadi lebih baik sudah sesuai dengan tujuan berdirinya
pesantren.
B. Pembahasan
1. Analisis Tentang Pelaksanaan Metode Wahdah di Pondok Pesantren Nurul
Furqon.
Sebelum menganalisis, penulis terlebih dahulu akan memaparkan
tentang pelaksanaan hafalan al-Qur'an dengan metode wahdah di pondok
58
pesantren itu sendiri. Pelaksanaan merupakan hal yang sangat penting dalam
sebuah manajemen. Sebuah pondok pesantren tidak akan berjalan tanpa
adanya pelaksanaan dari rencana program-program yang menjadi tujuan
pondok pesantren.
Pondok Pesantren Nurul Furqon adalah sebuah pesantren yang
bertujuan mencetak para santri menjadi hafidz dan hafidzah hingga mampu
menghafal al-Qur'an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, menghayati dan
mengamalkan ajaran al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari.
Dari data Bab III, penulis dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan
hafalan al-Qur’an di Pondok Pesantren Nurul Furqon. Dari data tersebut
penulis akan menganalisa pelaksanaan hafalan al-Qur'an di Pondok Pesantren
Nurul Furqon.
1. Menghafal al-Qur’an dengan Metode Wahdah
Proses menghafal al-Qur’an pada pondok pesantren ini dilakukan
dengan proses menghafal terlebih dahulu walaupun kadang ada santri yang
belum mengetahui seluk beluk ulumul Qur’an, gaya bahasa atau makna
terkandung di dalamnya. Penghafal mengandalkan kecermatan,
memperhatikan bunyi ayat-ayat yang hendak dihafalkan. Artinya asal sudah
bisa membaca dengan baik sesuai dengan tajwid mulailah ia menghafal al-
Qur’an. Proses hafalan seperti ini harus langsung bertatap muka dengan guru
karena seorang guru mempunyai peranan penting, antara lain :
a. Sebagai penjaga kemurnian al-Qur’an.
b. Sebagai sanad yang menyambungkan mata rantai sanad hingga
bersambung kepada Rasulullah saw.
c. Menjaga dan mengembangkan minat menghafal santri
d. Sebagai pentashih hafalan
e. Mengikuti dan mengevaluasi perkembangan hafalan santri.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses menghafal santri
adalah penggunaan metode hafalan yang tepat. Di pesantren tersebut
metode yang digunakan adalah metode wahdah, yang mana
pelaksanaannya dilakukan dengan menghafal satu demi satu ayat sampai
59
hafal, kemudian ditinjak lanjuti dengan beberapa langkah yaitu:
mushafahah, resitasi, takrir, mudarrasah, dan tes
Kelima langkah tersebut dari metode wahdah sebenarnya
memberikan kesempatan kepada santri untuk mengulang hafalan yang
telah diperolehnya. Karena untuk melekatkan hafalan perlu pengulangan
yang cukup banyak. Khusus langkah resitasi memberikan kesempatan
kepada santri yang mempunyai kemampuan lebih untuk cepat khatam
hafalannya.
2. Kegiatan tahfidz al-Qur'an dengan Metode Wahdah
Keterampilan mengatur waktu adalah hal yang sangat penting
bagi para penghafal, kerena disiplin waktu merupakan salah satu kunci
keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an. Adapun pengaturan waktu untuk
menghafal al-Qur’an ditetapkan oleh pondok pesantren. Pengaturan ini
bertujuan untuk menjaga suasana yang kondusif agar para santri memiliki
disiplin dalam menghafal al-Qur’an. Adapun waktu kegiatan menghafal
al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut :
Selesai shalat ashar : mengulang hafalan (dengan guru)
Selesai shalat maghrib : mengulang hafalan (sendiri)
Selesai shalat subuh : menambah hafalan (dengan guru)
Waktu-waktu yang ditetapkan di atas sesuai dengan waktu-waktu
yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafal al-Qur’an. Waktu yang
baik untuk kegiatan menghafal al-Qur’an adalah sebagai berikut
a. Waktu sebelum terbit fajar
b. Sebelum fajar hingga terbitnya matahari
c. Setelah bangun tidur
d. Setelah shalat
e. Waktu diantara maghrib dan isya’
Menurut penulis, bahwa dua waktu dalam kegiatan menghafal
santri PPNF sudah cukup baik, yaitu setoran hafalan pada waktu pagi
(setelah subuh) dan untuk mengulang hafalan pada sore hari (setelah
ashar). Kedua waktu tersebut baik untuk kegiatan menghafal al-Qur'an,
60
alasan pertama, karena pada waktu pagi pikiran masih fresh atau belum
ada kegiatan-kegiatan yang akan dipikirkan, sehingga dalam proses
menghafal akan lebih fokus dan hafalan akan mudah diingat dalam otak.
Kedua, setelah shalat ashar, waktu itu juga cukup baik untuk kegiatan
menghafal al-Qur'an, karena di PPNF ada waktu qailulah (istirahat siang),
berarti pada waktu setelah ashar santri cukup bugar dan fit untuk
menghafal al-Qur'an atau mengulang hafalan.
Menurut penulis, dari waktu kelima di atas, tidak berarti bahwa
selain waktu tersebut tidak baik untuk menghafal al-Qur’an, yang paling
penting setiap waktu yang mendorong munculnya ketenangan dan
terciptanya konsentrasi adalah baik untuk menghafal. Semua waktu di atas
juga tidak akan efektif juga jika tidak dibarengi dengan sikap niat ikhlas
dan istiqamah santri dalam menghafal al-Qur'an, karena istiqamah dalam
menghafal al-Qur'an merupakan salah satu syarat utama dalam meraih
kesuksesan menghafal al-Qur'an. Pendapat ini juga dikatakan oleh
Sa'dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur'an. menurut beliau syarat-
syarat menghafal al-Qur'an adalan sebagai berikut8 :
a. Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-teori,
atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan
mengganggunya.
b. Niat yang ikhlas.
c. Merasakan keagungan al-Qur’an.
d. Istiqamah
f. Izin dari orang tua, wali atau suami.
g. Mampu membaca dengan baik.
3. Evaluasi tahfidz al-Qur'an dengan Metode Wahdah
Evaluasi tahfidz al-Qur’an adalah penilaian terhadap tingkat
keberhasilan santri dalam mencapai tujuan menghafal al-Qur’an yang telah
8 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta : Bumi Aksara,
2000, hlm. 61.
61
ditetapkan di dalam sebuah program9. Evaluasi sangat penting
dilaksanakan, karena dengan evaluasi dapat diketahui apakah tujuan
menghafalkan al-Qur’an yang telah ditentukan dapat tercapai dengan baik
atau tidak.
Pelaksanaan evaluasi di PPNF menggunakan dua macam tes,
yaitu tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif dan tes sumatif adalah hal
yang harus dilakukan dalam pembelajaran (hafalan al-Qur’an), karena
sesungguhnya menghafal al-Qur’an memerlukan ketelitian yang sangat
teliti di dalam bacaannya, baik dari segi tajwid, makhraj, dan
ketartilannya. Dari berdirinya PPNF sampai tahun sekarang pesantren
tersebut sudah mencetak hafidz yang cukup banyak, hampir setiap tahun
dari tahun 1993 pesantren tersebut mewisudakan seorang hafidz, akan
tetapi penulis hanya menemukan data jumlah santri yang telah khatam al-
Qur’an bi al-ghaib dari tahun 2003/2004 sampai 2009/2010. Adapun data
tersebut adalah sebagai berikut:
No Tahun Khatam bi al-ghaib
1 2003/2004 8 santri
2 2004/2005 6santri
3 2005/2006 5 santri
4 2006/2007 7santri
5 2007/2008 4 santri
6
7
2008/2009
2009/2010
4 santri
3 santri
Jumlah 37 santri
Melihat fakta di atas dapat diketahui keseriusan PPNF dalam
membina dan mencetak hafidz Qur’an serta mengupayakan mutu hafalan
al-Qur’an santri agar menjadi lebih baik. Dari jumlah khataman yang ada
di atas membuktikan bahwa pesantren tersebut tidak menitik beratkan
9 Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 23.
62
pada banyaknya atau kecepatan hafalan santri untuk mengkhatamkan al-
Qur’an, akan tetapi pesantren tersebut menitikberatkan pada mutu hafalan
al-Qur’an yang baik, sesuai dengan tujuan berdirinya pesantren.
2. Hasil Analisis Menghafal al-Qur’an dengan Metode Wahdah di Pondok
Pesantren Nurul Furqon
Setelah melihat dari pelaksanaan hafalan al-Qur’an di PPNF, langkah
selanjutnya penulis akan menganalisis tentang hasil menghafalkan al-Qur’an
dengan metode wahdah di PPNF. Penulis memaparkan kelebihan dan
kekurangan menghafalkan al-Qur’an dengan metode wahdah. Kelebihannya
antara lain tajwidnya, ketartilannya, dan makharij hurufnya, sedangkan
kekurangannya antara lain lupa dan sulit membedakan ayat-ayat yang mirip.
Tidak dapat dipungkuri lagi bahwa menghafal al-Qur’an bukanlah
pekerjaan yang mudah, butuh kesabaran, ketekunan dan juga waktu khusus.
Seseorang yang memutuskan menghafal al-Qur’an secara tidak langsung dia
telah berjanji kepada dirinya dan juga kepada Allah untuk menjalankan hidup
sesuai dengan ajaran-ajaran al-Qur’an.
Untuk meningkatkan kualitas / kualitas hafalan al-Qur’an di
Pondok Pesantren Nurul Furqon tersebut, maka dari pihak guru atau pengasuh
memberikan cara-cara terbaik untuk meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an,
karena dari pihak guru atau pengasuh yang mempunyai peran secara langsung
dalam aktivitas menghafal al-Qur’an para santri. Hal ini disebabkan perhatian
para guru atau pengasuh pada santri yang bisa mendorong untuk
meningkatkan semangat para santri dalam menghafal al-Qur’an maupun
dalam menjaganya. Akan tetapi baik buruknya hafalan al-Qur’an tergantung
pada diri santri, karena menghafal al-Qur’an kalau tidak dibarengi dengan
semangat yang tinggi maka hasil hafalannya akan kurang maksimal,
sebaliknya kalau menghafal al-Qur’an dibarengi dengan semengat yang tinggi,
maka hasil hafalan al-Qur’annya akan maksimal. Adapun pelaksanaan
peningkatan mutu hafalan al-Qur’an di PPNF adalah sebagai berikut :
3. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh pengasuh/guru.
63
Di dalam PPNF ada beberapa cara untuk meningkatkan mutu
hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru, diantaranya adalah
dengan berupa tes tajwid dan makharij al-huruf sebelum proses
menghafal al-Qur’an, setoraran hafalan baru setiap setelah shalat subuh,
mewajibkan menggunakan al-Qur’an pojok, mengadakan muraja’ah setiap
setelah shalat ashar, mengadakan jam wajib takrir sendiri setiap setelah
shalat maghrib, mengadakan tes / sima’an mingguan, mengadakan
sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran hafalan al-Qur’an, bacaan
wajib pelan dalam membaca, mewajibkan tadarus al-Qur’an pada jadwal
yang ditentukan, mengadakan sekolah diniyah, memperbolehkan
mengikuti lomba hafalan al-Qur’an, mengajak sima’an al-Qur’an pada
acara di luar pondok, dan mengadakan do’a bersama.
Dari cara-cara untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur'an di
atas bisa dikatakan sesuai dengan teori bab II, cara-cara tersebut antara
lain sebagai berikut : Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an
setiap lima hari sekali. Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah
mengkhatamkan al-Qur’an setiap seminggu sekali, mengkhatamkan setiap
10 hari sekali, mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan
satu juz dan mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan
murajaah secara umum, mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an
setiap sebulan sekali, takrir dalam shalat, konsentrasi melakukan murajaah
terhadap lima juz terlebih dahulu dan mengulang-ulangnya pada waktu
yang ditentukan, takrir sendiri, takrir bersama, takrir dihadapan guru,
takrir dalam shalat. Juga sesuai dengan strategi untuk menghafal al-Qur’an
yang fungsinya juga untuk meningkatkan hafalan al-Qur’an.
Semua upaya-upaya di atas sudah sesuai dengan kebutuh santri
yang hafalannya masih ada kekurangannya. Upaya meningkatkan kualitas
hafalan al-Qur’an di atas juga sesuai dengan tujuan untuk membentuk
hafalan al-Qur’an yang berkualitas, karena hafalan al-Qur'an tidak hanya
sebatas lancar bacaannya, akan tetapi ilmu tajwid, kefasihan, ketartilan,
dan memperbagus makhariju al-hurufnya sangat penting dalam menghafal
64
al-Qur'an. Seperti dikatakan oleh Ibnu Al-Jauzi dalam syairnya (At-
Tayyibah fi al-Qira’ah al-Asyr) : “menggunakan tajwid adalah ketentuan
yang lazim, barang siapa yang mengabaikan maka ia berdosa”.
Menurut penulis, dari semua peningkatan mutu hafalan di atas
dititikberatkan pada keistiqamahannya dalam mentakrir hafalan al-Qur’an,
upaya tersebut juga sama sebagaimana yang dijelaskan oleh Amjad Qosim
dan Sa’dulloh yang juga merupakan ahlu al-Qur’an, bahwa upaya
peningkatan mutu hafalan sesungguhnya adalah bagaimana banyaknya
seorang penghafal al-Qur’an tersebut dalam mentakrir hafalan al-
Qur’annya. Adapun upaya-upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an
menurut beliau adalah sebagai berikut10 :
- Takhmis al-Qur’an, yaitu mengkhatamkan al-Qur’an setiap lima hari
sekali.
- Tasbi’ al-Qur’an, maksudnya adalah mengkhatamkan al-Qur’an setiap
seminggu sekali.
- Mengkhatamkan setiap 10 hari sekali.
- Mengkhususkan dan mengulang-ulang (mengkhususkan satu juz dan
mengulang-ulangnya selama seminggu), sambil melakukan murajaah
secara umum.
- Mengkhatamkan murajaah hafalan al-Qur’an setiap sebulan sekali.
- Takrir dalam shalat.
konsentrasi melakukan murajaah terhadap lima juz terlebuih dahulu dan
mengulang-ulangnya pada waktu yang ditentukan.
Adapun cara untuk memelihara hafalan atau meningkatkan mutu
hafalan al-Qur’an menurut Sa’dulloh adalah sebagai berikut11 :
1. Cara memelihara hafalan bagi yang belum khatam 30 juz
a. Takrir sendiri
b. Takrisr dalam shalat
10 Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, Solo: Qiblat Press, 2008, hlm. 41.
11 Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta : Gema Insani, 2008), hlm,
52-53.
65
c. Takrir bersama
d. Takrir dihadapan guru
2. Cara memelihara hafalan bagi yang sudah khatam 30 juz
a. Istiqamah takrir al-Qur’an di dalam shalat
b. Istiqamah takrir al-Qur’an di luar shalat
Adapun takaran dalam takrir tersebut adalah sebagai berikut
menurut kemampuannya :
a. Khatam seminggu sekali
Khatam 2 (dua) minggu sekali
Khatam sebulan sekali
Selain itu penghafal al-Qur’an harus sering mengikuti
kegiatan sebagai berikut :
a. Sering mengikuti acara sima’an
b. Mengikuti perlombaan musabaqah hifdzi al- Qur’an
Dari semua peningkatan mutu hafalan al-Qur’an yang dilakukan
oleh pengasuh memang sangat berpengaruh sekali terhadap mutu hafalan
al-Qur’an santri, akan tetapi dari semua peningkatan di atas belum
sepenuhnya menuju ke tujuan pondok pesantren tersebut terutama tujuan
dalam menghayati dan mengamalakan isi al-Qur’an, karena di dalam
pesantren tersebut tidak ada pengajian tafsir al-Qur’an yang notabene
untuk menghayati isi al-Quran dan jalan untuk menuju mengamalkan isi-
isi al-Qur’an, karena bagaimana mungkin mengamalkan keseluruhan isi
al-Qur’an kalau tidak mengerti isi al-Qur’an itu sendiri. Berarti di pondok
pesantren tersebut dititikberatkan pada kelancaran hafalan al-Qur’an saja,
akan tetapi usaha agar santri mengerti dan mengamalkan isi al-Quran
belum terlakasana.
Penulis menambahi, berhasil atau tidaknya upaya peningkatan
hafalan al-Qur'an di atas tergantung pada bagaimana kedisiplinan santri
itu sendiri didalam melaksanakan upaya peningkatan mutu hafalan al-
Qur'an yang diberikan oleh pengasuh/guru.
Dengan adanya upaya-upaya yang ditawarkan dari para guru atau
66
pengasuh , diharapkan mutu hafalan al-Qur’an bisa meningkat. Sebagai
santri yang sedang menghafal al-Qur’an atau menjaga hafalannya harus
sabar dan tabah serta semangat dalam menghadapi semua masalah yang
sekiranya dapat mengganggu konsentrasi menghafal al-Qur’an dan
menjaganya. Tetapi, asalkan santri tersebut rajin dalam tadarus al-Qur’an,
banyak berdo’a, semangat, dan berpikir positif insya Allah apa yang
hendak capai dan raih akan berhasil dan dipermudah dalam meraih
keberhasilan dalam menghafal al-Qur’an yang mutqin.
4. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an oleh santri.
Upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur'an oleh santri yang
berupa sikap semangat dan niat yang ikhlas, kontinyu dalam bertakrir,
sima’an atau takrir dengan teman pondok, takrir di dalam shalat, tanya
jawab atau tebak-tebakan ayat, berusaha tadarus dengan bacaan yang tartil
dan pelan, berusaha tadarus dengan suara yang keras, istirahat yang
teratur, dan berdo’a.
Menurut penulis, upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an
dengan metode wahdah yang dilakukan oleh santri sendiri merupakan
kepandaian dari masing-masing santri di dalam membagi waktu dan cerdik
dalam membuat strategi agar mutu hafalan al-Qur'annya akan menjadi
baik dan melekat pada otak, sehingga hafalannya tidak akan mudah lupa
dalam ingatan. Penulis juga berpendapat bahwa hal yang paling penting
dalam memelihara hafalan al-Quran santri adalah memperbanyak
mengulang (mentakrir) dan keistiqamahannya dalam menghafal al-
Qur’an.
Penulis juga menganalisa bahwa santri di pesantren tersebut
belum bisa menghayati isi-isi al-Qur’an, karena di dalam pesantren
tersebut santri hanya menghafal teks al-Qur’an tidak sampai menghayati
isinya, hal tersebut dikarenakan di pesantren tersebut belum ada pengajian
yang bisa menghayati isi ayat-ayat al-Qur’an yaitu tafsir al-Qur’an, santri
hanya bisa melihat terjemah al-Qur’an yang penjelasan isi ayatnya yang
masih kurang dimengerti.
67
Setelah menganalisis pelaksanaan hafalan al-Qur’an dan upaya-
upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh
pengasuh/guru maupun oleh santri Pondok Pesantren Nurul Furqon,
penulis dapat mengatakan bahwa pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan
metode wahdah serta upaya-upaya peningkatan mutu hafalan al-Qur’an
yang dilakukan oleh pengasuh/guru maupun santri PPNF yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu hafalan al-Qur’an sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai oleh pihak pengasuh atau dari pihak pesantren, yaitu
mencetak seorang penghafal al-Qur’an yang berkualitas. Jadi dengan
adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah di PPNF
cukup baik untuk dicontoh lembaga tahfidz lainnya. Upaya meningkatkan
kualitas hafalan al-Qur’an yang dilakukan oleh pengasuh/guru serta santri
juga sangat membantu santri dalam meningkatkan kualitas hafalan al-
Qur’an.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penulis skripsi dengan judul
“Penerapan Metode Wahdah dalam Meningkatkan Hafalan Al-Qur’an Santri
Pondok Pesantren Nurul Furqon Brakas Desa Terkesi Kecamatan Klambu
Kabupaten Grobogan Tahun 2010/2011”, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Penerapan metode Wahdah dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an Santri di
Pondok Pesantren Nurul Furqon tahun 2010/2011 sudah sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai oleh pihak pengasuh, yaitu membentuk seorang
hafidz yang berkualitas, mulai dari kegiatan menghafal al-Qur’an,
mekanisme menghafal al-Qur’an, cara menghafal, metode menghafal al-
Qur’an, sampai evaluasi dalam menghafal al-Qur’an.
Waktu kegiatan menghafal al-Qur’an di PPNF adalah sebagai
berikut: selesai shalat ashar untuk mengulang hafalan (muraja’ah), selesai
shalat maghrib untuk mudarrasah sendiri, setelah shalat shubuh untuk
menambah hafalan (setoran).
Adapun langkah beberapa cara menghafal al-Qur’an di PPNF dengan
metode Wahdah yaitu: menggunakan al-Qur’an pojok, upaya membuat
target hafalan setiap hari, memperdengarkan hafalannya, berusaha
membenarkan ucapan dan bacaan.
Langkah-langkah yang digunakan dalam penerapan metode wahdah
adalah: musyafahah (face to face), resitasi, takrir, mudarrosah, dan tes.
Semua langkah tersebut memberi kesempatan pada santri untuk mengulang
hafalan yang telah diperoleh.
Pelaksanaan evalusai di PPNF menggunakan dua macam tes, yaitu
tes formatif dan tes sumatif, selain itu tekhnik non tes juga dilakukan, yaitu
wawancara dan pengamatan.
69
2. Upaya meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an di PPNF dilakukan oleh
pengasuh/guru dan oleh santri itu sendiri. Pertama, oleh pengasuh/guru
antara lain: tes tajwid dan makharijul hurufnya, mewajibkan memakai
Qur’an pojok, mengadakan muroja’ah, mengadakan tes / sima’an mingguan,
mengadakan sima’an 30 juz setiap bulan, pada waktu setoran bacaan wajib
tartil/pelan dalam membaca, mewajibkan mudarrosah pada jadwal yang
ditentukan, memperbolehkan mengikuti lomba hafalan al-Qur’an, mengajak
sima’an al-Qur’an pada acara di luar pondok, mewajibkan sekolah diniyah
kecuali para guru, mengadakan do’a bersama. Kedua oleh santri, yaitu: sikap
semangat dan niat yang ikhlas, kontinyu dalam bertakrir, sima’an atau takrir
dengan teman pondok, takrir di dalam shalat, tanya jawab atau tebak-
tebakan ayat, berusaha mudarrosah dengan tartil / pelan, berusaha
mudarrosah dengan suara yang keras, istirahat yang teratur, dan berdo’a.
Jadi dengan adanya pelaksanaan hafalan al-Qur’an dengan metode wahdah
di PPNF hasil hafalan Santri dalam kategori baik, terbukti dari 10 Santri
yang penulis teliti mampu menghafal rata-rata 1,5 Juz dalam waktu 1 bulan.
B. Saran
Berdasrkan hasil kajian teori dan penelitian di lapangan, ada
beberapa saran yang dapat dikemukakan menyangkut penelitian yang penulis
lakukan, yaitu :
1. Untuk meningkatkan kualitas hafalan al-Qur’an di Pondok Pesantren
Nurul Furqon hendaknya guru muraja’ah harus lebih meningkatkan
tugasya, baik dalam keaktifannya maupun di dalam meneliti bacaan si
penyetor hafalan, karena di samping pengasuh pondok, guru muraja’ah
sangat berperan dalam menjadikan kualitas hafalan santri agar menjadi
lebih baik terutama pada kelancarannya, karena penulis berpendapat
bahwa memelihara lebih berat dari pada membuat hafalan baru.
2. Untuk meningkatkan kualitas hafalan santri, hendaknya si santri tidak
mengandalkan kegiatan yang ada dalam pesantren, akan tetapi santri
harus pintar dalam mensiasati agar hafalan al-Qur’annya akan lebih baik
dan berkualitas.
70
C. Penutup
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, skripsi ini selesai disusun. Berkat
izin dan ridla Allah SWT penulisannya dapat diselesaikan. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini tentunya masih banyak kesalahan dan kekurangannya.
Karena, tiada gading yang tak retak, sebab itu kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca sangat saya harapkan. Semoga karya ini bermanfaat.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdu al-Rabb Nawabudin, Metode Efektif Menghafal al-Qur’an, (Jakarta: CV Tri
Daya Inti, 1988).
Abdul Rauf, Abdul Aziz, Kiat Sukses menjadi Hafidz Qur’an Da’iyah, (Bandung:
Syaamil Cipta Media, 2004), Cet. 4.
Abdul Muhsin, Kunci-Kunci Surga, (Solo: Aqwam, 2007), Mujamil Qomar,
Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 1995).
Adnan Mahmud Hamid Laonso, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Restu Ilahi,2005).
Ahsin W, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara,
2000).
Al-Lahim, Khalid bin Abdul Karim, Mengapa Saya Menghafal Al-Qur’an,
(Surakarta: Daar An-Naba’, 2008).
Amjad Qosim, Hafal al-Qur’an Dalam Sebulan, (Solo, Qiblat Press, 2008).
As-Sirjani, Raghib, Cara Cerdas Hafal Al-Qur'an, (Solo: Aqwam, 2007), Cet. 1.
Caesar E. Farah, Islam Belief and Observances, (Amerika: Barron’s education
Series, 1987).
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Toha Putra, t. th).
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka1995).
Fadhal A. R, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Mekar, 2004).
Hasan, Menghafal al-Qur’an Itu Mudah, (Jakarta: At-Tazkia, 2008).
Imam An-Nawawi, Adap dan Tata Cara Menjaga Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2001).
Muhammad, Ahsin Sakho, Kiat-Kiat Menghafal Al-Qur’an, (Jawa Barat: Badan
Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, t.th).
Muhammad Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara1996), hlm: 61
Mujamil Qomar, Epistimologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 1995).
M. Taqiyul Islam Qori, Cara Mudah Menghafal al-Qur’an, (Jakarta: Gema,
1998).
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin,
1998), Cet. 7.
Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
Sa’dulloh, 9 Cara Praktis Mengafal al-Qur'an, (Jakarta: Gema Insani, 2008)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Alfabeta, Bandung, 2008.
Syadali, Ahmad, Ulumul Quran, (Bandung: PT Pustaaka Setia, 1997).
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), Cet. 12.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990),
Cet. 8.
Zenha, Muhaimin Wasit, Pedoman Pembinaan Tahfizdul Qur’an, (Jakarta:
Proyek Penerangan, Bimbingan dan Da’wah/Khubah Agama Islam Pusat
Ditjen Bimas Islam dan Urusan Hají Depag RI, 1982).
Zuhairini, Metodologi Pendidikan Agama, (Solo: Ramadhani, 1993).
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Mokhamad Zamroni
Tempat/Tanggal lahir : Grobogan, 12 September 1979
Alamat : Kauman RT 3 RW 4 Klambu Grobogan
Telp : 085225501331
Jenjang Pendidikan :
1. SDN Klambu 01 Lulus Tahun 1993
2. MTs YPI Klambu Lulus Tahun 1996
3. SMK Muhammadiyah Kudus Lulus Tahun 2000
4. D2 STAIN Surakarta Lulus Tahun 2004
5. S1 IAIN Walisongo Semarang Lulus Tahun 2011
Demikian daftar riwayat hidup penulis yang dibuat dengan sesungguhnya, dan
semoga dapat menjadi keterangan yang jelas.
Semarang, 6 Desember 2011
Penulis,
Mokhamad Zamroni
NIM: 093911326