penerapan metode pemecahan masalah kolaboratif …

14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia” Universitas Kristen Satya Wacana Sabtu, 12 Maret 2016 Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |131 PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF BERSCAFFOLDING RUBRIK PENILAIAN MAKALAH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA Bambang Suteng Sulasmono [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas karya tulis mahasiswa dalam bentuk makalah dalam bidang hukum tatanegara melalui penerapan metode Pemecahan Masalah secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan, dengan menggunakan model dari Kemmis dan Tagart. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum Tatanegara, yang diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan yang berbeda.Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan test. Instrumen yang dikembangkan meliputi silabi perkuliahan, Rubrik Penilaian Makalah dan Panduan Tata Tulis karya Ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Pemecahan Masalah secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kualitas makalah tentang lembaga-lembaga Negara Republik Indonesia yang disusun oleh para mahasiswa peserta matakuliah Hukum Tatanegara Republik Indonesia. Kata kunci: Pemecahan Masalah Kolaboratif, Scaffolding, Rubrik Penilaian, Kualitas Makalah. PENDAHULUAN Salah satu persoalan yang dihadapi oleh kebanyakan mahasiswa di Program Studi S1 PPKn adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menulis karya ilmiah, utamanya dalam bentuk makalah. Padahal hampir semua matakuliah di program studi ini memuat tugas penyusunan makalah sebagai salah satu aspek penilaiannya. Hal tersebut juga terjadi dalam perkuliahan Hukum Tatanegara Republik Indonesia (HTNRI) yang menurut gaftar alir ideal harus diikuti oleh mahasiswa tingkat Wreda atau semester ke tujuh dari masa perkuliahan mereka. Dalam menyusun makalah tentang lembaga-lembaga Negara RI, para mahasiswa cenderung hanya mencari bahan makalah di internet, beberapa diantara mereka bahkan hanya mengcopy paste hasil karya orang lain, dengan atau bahkan tanpa diedit, dan tanpa menyebutkan sumber acuannya. Dari segi tata tulis makalah mahasiswa juga banyak diwarnai oleh salah ketik, tidak rapi dan kurang sistematis penyajiannya. Secara substantif terdapat beberapa salah konsep atau miskonsepsi tentang konsep kosep dasar ilmu kenegaraan yang menjadi dasar pemahaman atas hukum tatanegara. Jika diidentifikasi lebih lanjut permasalahan dalam penulisan makalah tentang Lembaga Negara di Negara Republik Indonesia adalah:

Upload: others

Post on 08-May-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |131

PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF BERSCAFFOLDING RUBRIK PENILAIAN MAKALAH UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS KARYA TULIS ILMIAH MAHASISWA

Bambang Suteng Sulasmono

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas karya tulis mahasiswa dalam bentuk makalah dalam bidang hukum tatanegara melalui penerapan metode Pemecahan Masalah secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan, dengan menggunakan model dari Kemmis dan Tagart. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum Tatanegara, yang diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan yang berbeda.Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan test. Instrumen yang dikembangkan meliputi silabi perkuliahan, Rubrik Penilaian Makalah dan Panduan Tata Tulis karya Ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode Pemecahan Masalah secara Kolaboratif dan penggunaan scaffolding dalam bentuk Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kualitas makalah tentang lembaga-lembaga Negara Republik Indonesia yang disusun oleh para mahasiswa peserta matakuliah Hukum Tatanegara Republik Indonesia.

Kata kunci: Pemecahan Masalah Kolaboratif, Scaffolding, Rubrik Penilaian, Kualitas Makalah.

PENDAHULUAN

Salah satu persoalan yang dihadapi oleh kebanyakan mahasiswa di Program Studi S1

PPKn adalah rendahnya kemampuan mereka dalam menulis karya ilmiah, utamanya dalam

bentuk makalah. Padahal hampir semua matakuliah di program studi ini memuat tugas

penyusunan makalah sebagai salah satu aspek penilaiannya. Hal tersebut juga terjadi dalam

perkuliahan Hukum Tatanegara Republik Indonesia (HTNRI) yang menurut gaftar alir ideal harus

diikuti oleh mahasiswa tingkat Wreda atau semester ke tujuh dari masa perkuliahan mereka.

Dalam menyusun makalah tentang lembaga-lembaga Negara RI, para mahasiswa cenderung

hanya mencari bahan makalah di internet, beberapa diantara mereka bahkan hanya mengcopy

paste hasil karya orang lain, dengan atau bahkan tanpa diedit, dan tanpa menyebutkan sumber

acuannya. Dari segi tata tulis makalah mahasiswa juga banyak diwarnai oleh salah ketik, tidak rapi

dan kurang sistematis penyajiannya. Secara substantif terdapat beberapa salah konsep atau

miskonsepsi tentang konsep kosep dasar ilmu kenegaraan yang menjadi dasar pemahaman atas

hukum tatanegara.

Jika diidentifikasi lebih lanjut permasalahan dalam penulisan makalah tentang Lembaga

Negara di Negara Republik Indonesia adalah:

Page 2: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

132 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

Mahasiswa belum mampu menyusun latar belakang penulisan makalah yang seluruh uraian

secara sistematis memberi gambaran tentang pentingnya pokok permasalahan yang

bersangkutan untuk ditelaah dan hasilnya dituangkan ke dalam satu karya ilmiah dalam

bentuk makalah.

Mahasiswa belum mampu menyajikan rumusan masalah secara jelas dan bernas serta

sesuai dengan latar belakang masalah penulisan makalah.

Mahasiswa belum mampu menyatakan tujuan penulisan makalah secara secara jelas dan

bernas serta sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah penelitian.

Mahasiswa belum mampu merumuskan sistematika penulisan makalah dalam sebuah

paragrap yang mampu memberi gambaran menyeluruh tentang isi makalah.

Mahasiswa belum mampu menyusun substansi makalah secara ilmiah (logis, sistematis, dan

jujur), atau dalam kasus sejarah lembaga negara, belum mampu menyajikan gambaran

keberadaan dan pengaturan lembaga dari masa ke masa sesuai periode sejarah

ketatanegaraan Republik Indonesia secara bernas dan akurat serta merujuk sumber pustaka

yang digunakan

Dari segi Dosen, dosen belum menyediakan panduan penulisan karya ilmiah (makalah)

beserta rubrik penilaian makalah yang menjadi acuan penulisan makalah. Oleh karena itu penulis

berupaya mengatasi masalah di atas dengan menerapkan metode pemecahan masalah kolaboratif

berscaffolding rubrik penilaian makalah. Dalam rangka mengembangkan kemampuan mahasiswa

menulis karya ilmiah (makalah) itulah penelitian ini hendak dilaksanakan.

Terdapat banyak teknik atau sintak pembelajaran berbasis masalah, namun penelitian kali

ini hendak menerapkan model pembelajaran berbasis masalah “Pemecahan Masalah secara

Kolaboratif” sebagaimana dikembangkan oleh Nelson (Reigeluth,1999), yang disesuaikan dengan

kebutuhan perkuliahan di Perguruan Tinggi. Menurut Nelson, pembelajaran untuk memecahkan

masalah secara kolaboratif semestinya dilaksanakan melalui 9 (sembilan) tahap yang mencakup:

a) membangun kesiapan, b) membentuk kelompok dan normanya, c) menentukan batasan

masalah awal, d) menentukan dan membagi tugas-tugas, e) terlibat dalam proses pemecahan

masalah bersama secara iteratif (berulang-alik), f) merampungkan solusi atau tugas, g) mensintesakan

dan refleksi, h) mengases hasil hasil dan proses, serta i) melakukan penutupan.Kesembilan

langkah pemecahan masalah di atas dapat diuraikan sebagai berikut. Langkah pertama,

Membangun Kesiapan. Dalam kegiatan persiapan ini dilakukan (a) pemahaman terhadap proses

pemecahan masalah secara kolaboratif, (b) pengembangan skenario tugas atau masalah otentik

untuk mengikat kegiatan-kegiatan pembelajaran dan belajar, serta (c) pelatihan ketrampilan-

ketrampilan proses bekerja kelompok. Langkah kedua, Membentuk Kelompok dan Normanya.

Page 3: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |133

Dalam tahap ini dilakukan pembentukkan kelompok-kelompok kerja kecil yang heterogen

keanggotannya. Kelompok – kelompok itu kemudian didorong untuk membangun pedoman

pelaksanaan kerja sebagai norma bersama. Langkah ketiga, Menentukan Batasan Masalah Awal.

Di tahap ketiga, dilakukan pemahaman bersama tentang masalah melalui negosiasi, identifikasi

isu-isu dan tujuan-tujuan belajar, curah pendapat tentang solusi awal atau rencana pelaksanaan

tugas, memilih dan membangun rencana kegiatan, mengidentifikasi sumber-sumber yang

diperlukan, serta mengumpulkan informasi informasi awal untuk mevalidasi rencana kegiatan.

Langkah keempat, Menentukan dan Membagi Peran. Dalam tahap ini dilakukan identifikasi peran-

peran pokok yang diperlukan untuk menjalankan rencana kerja, dan negosiasi tentang pembagian

peran. Langkah kelima, Proses Pemecahan Masalah Bersama Secara Iteratif (Ulang-Alik). Dalam

tahap ini dilakukan kegiatan menajamkan rencana kerja, mengidentifikasi dan membagi tugas-

tugas, mengumpulkan informasi, sumber-sumber dan ahli yang diperlukan. Siswa/mahasiswa juga

bekerjasama dengan pengajar memperoleh sumber-sumber maupun ketrampilan-ketrampilan

tambahan yang diperlukan, membagi informasi, dan sumber sumber yang diperoleh kepada

sesama anggota kelompok, terlibat dalam pencapaian solusi atau perkembangan kerja kelompok,

melaporkan secara reguler sumbangan individual dan kegiatan kegiatan kelompok, berpartisipasi

dalam kerjasama dan evaluasi antar kelompok, serta melakukan evaluasi formatif atas solusi atau

pelaksanaan tugas. Langkah keenam, Merampungkan Solusi atau Tugas. Hal itu dilakukan

dengan menyusun draft versi akhir solusi atau laporan tugas, melakukan evaluasi akhir atau tes

kemanfaatan dari solusi atau hasil kinerja, serta merevisi dan melengkapi versi akhir dari solusi

atau laporan kerja. Langkah ketujuh, Melakukan Sintesa dan Refleksi. Inti dari kegiatan dalam

tahap ini adalah mengidentifikasi perolehan belajar, saling bertanya-jawab tentang pengalaman-

pengalaman serta perasaan-perasaan mengenai proses pelaksanaan tugas, dan melakukan

refleksi atas proses belajar kelompok dan individual. Langkah kedelapan, Mengukur Hasil dan

Proses Belajar. Hal itu dilakukan dengan mengevaluasi hasil karya dan artifak artifak yang

diciptakan, serta mengevaluasi proses yang digunakan. Terakhir, langkah kesembilan, Melakukan

Penutupan. Sebagai akhir dari kegiatan dilakukan upaya untuk memformalkan pengalaman

kelompok melalui kegiatan penutupan. Kesembilan langkah tersebut hendak dilakukan dalam

penelitian ini, dengan penyesuaian seperlunya sesuai kebutuhan, guna meningkatkan kecakapan

mahasiswa dalam menyusun makalah dalam bidang Huku Tatanegara.

Istilah scaffold dan scaffolding dalam bahasa Inggris sama-sama merupakan kata benda.

Kata scaffold bermakna ‘structure put up for workmen to stand on while building or repairing walls,

etc’ sedang kata scaffolding bermakna ‘materials (e.g. poles and planks) for a scaffold’. Dalam

Page 4: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

134 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

bahasa Jawa benda yang digambarkan sebagai scaffold dalam bahasa Inggris itu disebut dengan

nama anjang-anjangan, anjap-ajapan, bei atau planggrangan. Kamus Inggris Indonesia

mengartikan kata scaffold sebagai perancah namun penulis lebih nyaman mengartikan kata

scaffold/ scaffolding sebagai topangan belajar. Istilah scaffolding pertama kali digunakan dalam

artikel Wood, Bruner & Ross pada tahun 1976 (Jonassen, 1999, Slavin 2000; Pea 2004) untuk

menggambarkan interaksi antara tutor dan anak-anak dalam menyelesaikan sebuah teka-teki.

Istilah itu kemudian dimaknai sebagai bantuan yang memungkinkan anak-anak atau pemula

memecahkan masalah, melaksanakan tugas atau mencapai tujuan yang tidak dapat dicapainya

tanpa bantuan. Scaffolding pada awalnya menunjuk pada situasi belajar yang informal dan yang

tak sengaja dirancang karena lebih merupakan bagian dari kegiatan sosial budaya dalam

masyarakat. Namun kini scaffolding telah disatukan dengan kegiatan kegiatan pembelajaran yang

diformalkan dalam sistem yang sengaja dirancang seperti dalam buku pelajaran, piranti lunak

komputer, bahan-bahan pelajaran dan artefak-artefak lain yang secara khusus dikreasi untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran.

Slavin (2000) memaknai scaffolding sebagai ‘bantuan bagi belajar dan pemecahan

masalah yang mencakup isyarat-isyarat, pengingat, dorongan, pemecah mecahan masalah ke

dalam langkah langkah pemecahan masalah, pemberian contoh, dan lain sejenisnya yang

memungkinkan siswa berkembang menjadi pebelajar yang mandiri’. Jonnasen (1997) menyatakan

bahwa scaffold adalah kerangka kerja sementara untuk membantu pebelajar di dalam ‘area

perkembangan terdekat’ mereka dalam mengerjakan tugas belajar yang kompleks yang tak

mungkin diselesakain tanpa bantuan. Jonassen (Reigeluth, 1999) menyatakan bahwa scaffolding

adalah bantuan untuk belajar dan memecahkan masalah yang memungkinkan pebelajar tumbuh

sebagai pebelajar mandiri. Scaffolding adalah pendekatan untuk membantu pebelajar dalam

memusatkan diri pada tugas, dan lingkungan belajar secara lebih sistemik jika dibandingkan

dengan modeling. Scaffolding menyediakan kerangka kerja sementara untuk mendukung belajar

dan kinerja pebelajar di luar kapasitasnya.

Menurut Jackson dkk (sebagaimana dikutip Puntambekar & Kolodner: 2005) scaffolding

memiliki karakteristik adaptabel dan fadabel. Adaptabel karena scaffolding harus terus menerus

disesuaikan dengan kebutuhan siswa/mahasiswa, senyampang perpindahan kapasitas

siswa/mahasiswa dari satu arena ke arena perkembangan terdekat berikutnya. Sifat fadabel (dari

kata dasar fade) karena memang penggunaan sebuah scaffolding bersifat sementara. Secara

bertahap bantuan akan ditarik senyampang berkembangnya kemampuan siswa/mahasiswa

mengerjakan tugas belajar yang bersangkutan secara mandiri.

Page 5: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |135

Pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran diderivasi dari ajaran Vygotsky (dalam Moll,

1993) tentang perkembangan kognitif dan fungsi belajar di dalamnya yang memuat empat prinsip

pokok yaitu bahwa (a) anak anak membangun pengetahuannya, (b) perkembangan tidak dapat

dipisahkan dari konteks sosialnya, (c) belajar dapat memicu perkembangan dan (d) bahasa

memainkan peran penting dalam perkembangan mental. Pemanfaatan scaffolding dalam

pembelajaran sudah cukup lama berkembang dan oleh karena itu telah berkembang pula

beragam jenis scaffolding. Jika pada tahap awalnya scaffolding lebih bermakna sebagai bantuan

yang diberikan oleh orang yang lebih berpengetahuan secara langsung kepada individu pebelajar

yang memerlukan, maka dewasa ini scaffolding sudah mencakup semua jenis bantuan baik yang

diberikan baik oleh manusia atau alat alat belajar, langsung maupun tak langsung, kepada para

pebelajar baik sebagai individual maupun klasikal.

Ge & Land (2004) misalnya mencatat bahwa scaffolding itu dapat berupa (a) alat-alat

semacam kartu-kartu isyarat atau petunjuk prosedural sebagaimana dikembangkan oleh

Scardamalia & Bereiter, 1985; Scardamalia, Bereiter & Steinbach, 1984; atau (b) teknik-teknik

semacam ‘reciprocal teaching’ nya Palincar & Brown (1984) dan ‘guided peer questioning nya King

(1991,1992) dan King & Rosenshine (1993). Jonassen (dalam Reigeluth, 1999) berpendapat

bahwa karena kesulitan pebelajar umumnya disebabkan karena kurangnya kesiapan dan

pengetahuan awal maka ada tiga pendekatan dalam menscaffold pembelajaran yaitu dengan (a)

menyesuaikan tingkat kesulitan tugas, (b) menstrukturkan kembali tugas-tugas agar menutup

ketiadaan pengetahuan awal, dan (c) menyediakan penilaian alternatif. Jadi scaffold mungkin

berupa (a) tugas-tugas yang lebih mudah, semacam ‘black-box scaffolding’ nya Hmelo & Guzdial,

1996; dan (b) desain ulang tugas sedemikian sehingga mendukung belajar para pebelajar.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dijawab melalui

penelitian ini dapat dirumuskan: “apakah model pembelajaran Pemecahan Masalah Secara

Kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa

dalam menyusun makalah di bidang Hukum Tatanegara”. Sejalan dengan latar belakang rumusan

masalah tersebut di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kecakapan

mahasiswa dalam menyusun makalah, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kualitas

makalah mahasiswa di bidang Hukum Tatanegara, melalui penerapan model pembelajaran

Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian Makalah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

Dalam bidang teori, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang penggunaan

pembelajaran berbasis masalah khususnya melalaui model pemecahan masalah secara kolaboratif

Page 6: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

136 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

dan pemanfaatan scaffolding dalam pembelajaran. Sedang secara praktis manfaat yang

diharapkan dari penelitian ini adalah a) para mahasiswa subyek penelitian ini diharapkan dapat

memperoleh manfaat secara langsung karena mereka mengalami proses pembelajaran tentang

memecahkan masalah berscaffolding yang prinsip-prinsip dasarnya dapat diterapkan dalam

pelaksanaan tugas mereka kelak, dan b) hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan

wawasan bagi para Dosen tentang cara dan manfaat penggunaan model pembelajaran

pemecahan masalah secara kolaboratif berscaffolding dalam mengelola proses pembelajaran

pendidikan di Perguruan Tinggi.

METODE

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model Kemmis &

Tagart yang mencakup 4 (empat) langkah pokok yaitu a) perencanaan, b) pelaksanaan dan

sekaligus c) observasi, serta d) refleksi. Keempat tahap kegiatan berlangsung dalam konteks

penerapan metode pemecahan masalah secara kolaboratif, dan penggunaan scaffolding Rubrik

Penilaian Makalah. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) siklus, dalam perkuliahan Hukum

Tatanegara, yang diikuti oleh 38 mahasiswa Program Studi S1 PPKn yang berasal dari 3 angkatan

yang berbeda yaitu mahasiswa angkatan tahun 2009, 2010 dan tahun 2011. Teknik pengumpulan

data yang digunakan adalah observasi, dan test. Alat pengumpul data menggunakan lembar

pengamatan, dan rubrik penilaian makalah yang dikembangkan oleh peneliti (terlampir). Untuk

menganalisis data yang diperoleh dari hasil observasi, dan penugasan digunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut akan disajikan deskripsi hasil penelitian yang mencakup perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan dan hasil tindakan.

Tahap Perencanaan Tindakan

Untuk melaksanakan penelitian ini peneliti melakukan perancangan beberapa perangkat

yang diperlukan. Hal hal yang dikembangkan mencakup: a) silabi perkuliahan, b) sintaks

pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif bersfafolding rubrik penilaian, dan instrumen

penopang penulisan makalah mahasiswa dalam bentuk c) rubrik penilaian makalah, dan d)

pedoman tatatulis karya ilmiah.

Silabi Perkuliahan

Silabi perkuliahan dikembangkan dengan memanfaatkan silabi yang sudah dikembangkan

oleh program studi S1 PPKn, dengan dimodifikasi sesuai kepentingan penelitian. Di dalam silabi

Page 7: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |137

tersebut sudah terkandung pula topik-topik yang harus dikembangkan mahasiswa dalam penulisan

makalah secara berkelompok dan format baku penulisan makalah.

Sintak Pembelajaran Pemecahan Masalah Secara Kolaboratif Berscaffolding Rubrik Penilaian

Sintaks pembelajaran pemecahan masalah secara kolaboratif dikembangkan dengan

mengadaptasi langkah-langkah Collaborative Problem Solving dari Nelson, L.M. (dalam

Reigeluth,1999), yang disesuaikan dengan kebutuhan perkuliahan di Perguruan Tinggi. Menurut

Nelson (1999) pembelajaran untuk memecahkan masalah secara kolaboratif semestinya

dilaksanakan melalui 9 (sembilan) tahap yang mencakup: a) membangun kesiapan, b) membentuk

kelompok dan normanya, c) menentukan batasan masalah awal, d) menentukan dan membagi

tugas-tugas, e) terlibat dalam proses pemecahan masalah bersama secara iteratif (berulang-alik),

f) merampungkan solusi atau tugas, g) mensintesakan dan refleksi, h) mengases hasil hasil dan

proses, serta i) melakukan penutupan. Dalam penelitian ini tahapan di atas disederhanakan pada

bagian akhirnya, di mana tahap merampungkan tugas, mensintesakan dan refleksi, serta

mengases hasil hasil dan proses pemecahan masalah disatukan menjadi tahap penyusunan dan

penyajian makalah. Dengan demikian dalam penelitian ini hanya dilaksanakan 7 tahapan kegiatan.

Rubrik Penilaian Makalah

Rubrik penilaian makalah dikembangkan dengan merekonstruksikan Rubrik Penilaian

Argumen dari Cho dan Jonassen (2002) yang disesuaikan dengan karakteristik bidang kajian

Hukum Tatanegara yang sedikitnya mengandung 3 (tiga) aspek atau sudut pandang yaitu aspek

historis, aspek politis dan aspek yuridis serta tata cara penulisan karya ilmiah di lingkungan

perguruan tinggi. Rubrik Penilaian Makalah tersebut kemudian diuji ahlikan kepada pakar di

bidang bahasa Indonesia.

Pedoman Tatatulis Karya Ilmiah

Pedoman Tatatulis Karya Ilmiah dikembangkan guna memberi panduan praktis kepada

mahasiswa dalam menulis karya ilmiah yang logis sistematis dan obyektif, baik dari sisi

kebahasaan, maupun teknis tata tulisnya.

Tahap Implementasi Tindakan

Tindakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan ketujuh langkah pemecahan

masalah secara kolaboratif dengan scaffolding Rubrik Penilaian Makalah di atas, yang dapat

diuraikan sebagai berikut.

Page 8: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

138 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

Tahap Membangun Kesiapan

Dalam kegiatan persiapan ini peneliti memfasilitasi proses (a) pemahaman terhadap silabus

perkuliahan Hukum Tatanegara, (b) pemahaman terhadap tugas/masalah yang harus

dipecahkan secara kolaboratif, yaitu menyusun makalah tentang lembaga Negara Republik

Indonesia yang meliputi: MPR, DPR, DPD, Presiden, MA, MK dan BPH; dan (c) pemahaman

terhadap proses pemecahan masalah secara kolaboratif, yaitu bahwa penulis makalah harus

sejalan dengan Pegoman Penyusunan Karya Tulis dan melakukan self assessment atas karya

tulis mereka dengan Rubrik Penilaian Makalah.

Tahap Membentuk Kelompok Dan Normanya

Dalam tahap ini penelitin memfasilitasi pembentukkan kelompok-kelompok kerja kecil yang

heterogen keanggotannya. Sesuai dengan jumlah topik yang harus disusun makalahnya, yaitu

7 (tujuh) buah, maka kelas kemudian dibagi ke dalam tujuh kelompok dengan jumlah anggota

5-6 orang. Komposisi keanggotaan kelompok dibuat heterogen di mana terdapat perpaduan

baik dari aspek gender, kemampuan akademik, maupun lama studi di program studi S1 PPKn.

Kelompok – kelompok itu kemudian didorong untuk membangun pedoman pelaksanaan kerja

sebagai norma bersama.

Tahap Menentukan Batasan Masalah Awal

Sesudah kelompok dan norma kelompok terbangun, penelitin memfasilitasi proses

pemahaman bersama tugas menyusun makalah. Tugas untuk menyusun satu makalah

kelompok tentang lembaga negara Republik Indonesia itu didiskusikan oleh masing-masing

kelompok. Dalam diskusi ini masing-masing kelompok mengidentifikasi unsur-unsur atau

aspek-aspek yang harus termuat di dalam makalah sesuai dengan Pedoman Tata Tulis yang

diberikan, melakukan curah pendapat tentang rencana pelaksanaan tugas, memilih dan

membangun rencana kegiatan, mengidentifikasi sumber-sumber yang diperlukan, terutama

menyangkut substansi makalah yaitu peraturan perundangan tentang lembaga negara di

Indonesia, serta mengumpulkan informasi informasi awal untuk memvalidasi rencana kegiatan.

Peneliti juga memfasilitasi pemahaman terhadap Rubrik Penilaian Makalah yang dijadikan

acuan dalam memenuhi kualitas makalah yang hendak disusun. Pada akhirnya disepakati

bahwa makalah setidaknya memuat bagian pendahuluan: yang memuat latar belakang

penulisan, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan; bagian pembahasan yang

mencakup sejarah dan perbandingan pengaturan tentang kedudukan, komposisi, cara

pengisian, tugas dan wewenang, hak-hak lembaga, alat kelengkapan dan hubungan antar

lembaga, serta bagian penutup yang berisi kesimpulan.

Page 9: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |139

Tahap Menentukan dan Membagi Peran

Dalam tahap ini dilakukan identifikasi peran-peran pokok yang diperlukan untuk menjalankan

rencana kerja, dan negosiasi tentang pembagian peran. Dari sisi struktur kelompok, peran-

peran yang umumnya disepakati oleh mahasiswa adalah ketua kelompok, sekretaris kelompok

dan anggota kelompok. Dari segi pelaksanaan tugas masing-masing kelompok membagi tugas

pengumpulan sumber atau bahan tulisan kepada semua anggota kelompok (termasuk ketua

dan sekretaris kelompok). Sedang pada tahap penulisan makalah disepakati bahwa hal itu

akan dilaksanakan secara bersama-sama, dalam serangkaian diskusi dan/atau kerja kelompok

sesuai agenda kerja yang sudah ditentukan.

Tahap Pemecahan Masalah Bersama Secara Iteratif (Ulang-Alik)

Dalam tahap ini kelompok-kelompok mahasiswa mencari sumber-sumber bacaan, berbagi

informasi dan sumber sumber yang diperoleh kepada sesama anggota kelompok, terlibat

dalam proses penyusunan makalah. Sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan mahasiswa

berkonsultasi tentang substansi makalah kepada Dosen. Di samping itu draft makalah

mahasiswa juga dinilai dengan Rubrik Penilaian Makalah oleh Peneliti Kolaborator (seorang

ahli Bahasa Indonesia dan seorang ahli substansi Hukum Tatanegara). Hasil penilaian

terhadap draft makalah itu didiskusikan bersama antara peneliti dan peneliti kolaborator

sebagai proses refleksi atas proses pelaksanaan tugas mahasiswa dalam menyusun makalah.

Hasil refleksi menunjukkan bahwa mahasiswa belum cukup memahami dan memanfaatkan

Rubrik Penilaian Makalah sebagai acuan dalam menyusun makalah. Oleh kerana itu kemudian

diputusakan untuk menjelaskan ulang bagaimana cara memanfaatkan Rubrik Penilaian

Makalah sebagai acuan dalam menyusun makalah kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil

penilaian terhadap draft makalah dan pemanfaatan Rubrik Penilaian Makalah tersebut

kelompok-kelompok mahasiswa melakukan melakukan evaluasi formatif dengan melakukan

self assessment terhadap draft makalah yang mereka susun, mencari sumber-sumber

tambahan dan akhirnya melakukan revisi atas draft makalah menjadi makalah jadi.

Tahap Menyusun, Menyajikan dan Merevisi Makalah

Setelah melalui lima tahapan kegiatan di atas, masing-masing kelompok sudah memiliki

makalah siap saji dan menyiapkan bahan presentasi dalam bentuk powerpoint. Makalah

tersebut kemudian disajikan di dalam kelas di mana kelompok penyaji memberi penjelasan,

serta mempertahankan isi maupun teknik penulisan makalah, sedang kelompok lain

memberikan pertanyaan, sanggahan maupun masukan untuk perbaikan. Makalah juga dinilai

Page 10: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

140 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

oleh dua orang peneliti kolaborator. Dosen peneliti dan peneliti kolaborator berdasarkan hasil

diskusi tentang makalah yang disajikan juga memberikan masukan masukan tentang

perbaikan yang harus dilakukan demi kesempurnaan makalah. Pada akhirnya masing masing

kelompok merevisi dan melengkapi versi akhir dari makalah sesuai dengan masukan yang

diperoleh selama penyajian makalah. Sekali lagi makalah akhir ini kemudian dinilai baik oleh

dosen peneliti maupun peneliti kolaborator dengan menggunakan Rubrik Penilaian Makalah

yang sama seperti yang digunakan untuk self assessment oleh mahasiswa.

Tahap Penutupan.

Sebagai akhir dari kegiatan dilakukan upaya untuk memformalkan pengalaman kelompok

melalui kegiatan penutupan. Inti dari kegiatan dalam tahap ini adalah mengidentifikasi

perolehan belajar, saling bertanya-jawab tentang pengalaman-pengalaman serta perasaan-

perasaan mengenai proses pelaksanaan tugas, dan melakukan refleksi atas proses belajar

kelompok dan individual. Di samping itu dilakukan pula evaluasi hasil karya yang telah

dihasilkan, dan evaluasi terhadap proses proses yang digunakan dalam perkuliahan.

Hasil Tindakan

Adapun data perkembangan skor makalah masing-masing kelompok mulai dari tahap

naskah awal, draft makalah dan makalah akhir adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1. Perkembangan Pencapaian Skor Makalah Mahasiswa

KELOMPOK

SKOR MAKALAH

DRAFT SAJI AKHIR

Majelis Permusyawaratan Rakyat 34 52 70

Dewan Perwakilan Rakyat 34 52 75

Dewan Perwakilan Daerah 29 57 77

Presiden 34 56 82

Mahkamah Agung 38 47 76

Mahkamah Konstitusi 36 61 84

Badan Pemeriksa Keuangan 34 52 72 Sumber: Data penelitian diolah.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran Pemecahan Masalah

secara Kolaboratif, dengan topangan Belajar Rubrik Penilaian Makalah dapat meningkatkan

kecakapan mahasiswa dalam memecahkan masalah yang ditunjukkan dengan peningkatan

kualitas makalah mahasiswa. Keberhasilan itu diperhitungkan berkenaan dengan terpenuhinya

Page 11: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |141

sebagian dari kondisi ideal yang dipersyaratkan bagi keberhasilan pemecahan masalah secara

kolaboratif.

Nelson (1999) menyatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah secara kolaboratif tidak

dapat digunakan untuk mengajarkan bahan bahan pelajaran yang berupa informasi-informasi

faktual maupun tugas- tugas prosedural yang harus dijalani dengan langkah yang pasti. Kondisi

kondisi bahan ajar, lingkungan belajar, karakteristik pebelajar dan pengajar yang sesuai bagi

penggunaan model ini adalah sebagai berikut ini.

Dari segi jenis bahan ajar/konten, pendekatan pemecahan masalah secara kolaboratif

sangat cocok dengan tugas tugas heuristik, pengembangan pemahaman konseptual, dan strategi-

strategi kognitif. Tugas-tugas heuristik adalah tugas tugas yang terbangun dari sistem ketrampilan

dan pengetahuan yang kompleks yang dapat dikombinasikan dengan berbagai macam cara untuk

menjalankan tugas dengan berhasil. Pengembangan pemahaman konseptual mencakup baik

pengembangan skema-skema bagi pengetahuan baru maupun asimilasi isi pelajaran ke dalam

skema yang sudah ada. Strategi kognitif mencakup ketrampilan-ketrampilan berpikir kritis, strategi-

strategi belajar, dan ketrampilan ketrampilan meta-kognitif. Tugas menyusun karya ilmiah pada

dasarnya merupakan tugas tugas heuristik, pengembangan pemahaman konseptual, dan

pengembangan strategi-strategi kognitif. Dengan demikian penugasan menyusun makalah di atas

tepat dilaksanakan melalui pemecahan masalah secara kolaboratif. Dari segi lingkungan belajar,

lingkungan yang amat cocok bagi belajar pemecahan masalah secara kolaboratif adalah

lingkungan yang kondusif bagi kerjasama, percobaan, dan inkuiri, yaitu lingkungan yang

mendorong terjadinya pertukaran gagasan dan informasi secara terbuka. Lingkungan belajar

haruslah mencerminkan nilai-nilai yang secara hakiki terkandung dalam sebuah kolaborasi. Waktu,

ruang, dan sumber daya yang memadai harus disediakan. Perencanaan yang matang diperlukan

agar tersedia cukup waktu bagi setiap kelompok untuk bertemu dan menyelesaikan tugas. Ruang

yang memadai juga harus disediakan untuk pertemuan-pertemuan kelompok maupun pengerjaan

tugas. Berragam informasi, bahan, sumber daya manusia harus cukup tersedia bagi pebelajar.

Lingkungan belajar bagi penerapan model pemecahan masalah secara kolaboratif dalam

penelitian ini juga sudah cukup memadai karena tersedia banyaknya rujukan baik di perpustakaan

maupun internet, serta tersedianya cukup kesempatan bagi kelompok untuk mengerjakan tugas

bersama. Penggunaan Rubrik Penilaian Makalah dibawah bimbingan Dosen untuk memandu

proses penyusunan makalah juga merupakan lingkungan yang mendukung proses penyusunan

makalah mahasiswa. Dari segi karakteristik siswa/mahasiswa, karakteristik siswa/mahasiswa yang

cocok terlibat dalam belajar pemecahan masalah secara kolaboratif adalah siswa/mahasiswa

Page 12: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

142 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

mandiri (self-regulated learner) yang nyaman dengan dan berkemauan untuk memikul

tanggungjawab atas belajarnya sendiri. Sebagaian mahasisa peserta kuliah dalam penelitian ini

belum berkembang kemandirian belajarnya, sehingga dalam setiap kelompok selalu terdapat

sosok mahasiswa yang mendominasi pelaksanaan tugas kelompok.

Khusus dalam hal memecahkan masalah yang bersifat ill-structured – seperti tugas

menyusun makalah di atas - maka mahasiswa haruslah memiliki persyaratan kognitif untuk

memecahkan masalah jenis ill-structured tersebut. Persyaratan kognitif untuk memecahkan

masalah ill-structured mencakup baik pengetahuan domain khusus (Chi & Glaser, 1985; Voss &

Post, 1988; Voss dkk, 1991) maupun struktur pengetahuan (Chi & Glaser). Pengetahuan tentang

domain khusus adalah pengetahuan tentang isi disiplin ilmu itu seperti informasi proposisional,

konsep-konsep, aturan-aturan dan prinsip-prinsip (Jonassen, 1997). Sedangkan struktur

pengetahuan merupakan jejaring informasi terorganisir yang disimpan dalam semantik atau

memori jangka panjang (Jonassen, Beissner & Yacci, 1993) yang bisa disebut sebagai skema

(schema). Skema akan menyajikan kembali pengetahuan yang kita alami, termasuk di dalamnya

saling-hubungan di antara obyek-obyek, situasi-situasi, kejadian-kejadian, dan urut-urutan kejadian

yang biasa muncul. Skema digunakan untuk menafsirkan situasi-situasi dan pengamatan-

pengamatan baru dan membimbing pemecah masalah untuk memunculkan prosedur pemecahan

masalah yang cocok. Pemanfaatan Rubrik Penilaian Makalah dan Pedoman Tata Tulis Karya

Ilmiah sebagai scaffolding atau topangan belajar dalam penelitian ini, memungkinkan mahasiswa

membangun skema baru tentang bagaimana menyusun makalah yang berkualitas yang pada

gilirannya terwujud ke dalam makalah-makalah mahasiswa yang semakin berkualitas.

Hasil penelitian tentang manfaat scaffolding di atas sejalan dengan hasil sejumlah

penelitian yang menunjukkan efektifitas penggunaan berbagai macam scaffolding baik bagi

pembelajaran secara umum, maupun bagi pengembangan kecakapan berargumentasi

khususnya. Ge & Land (2004) misalnya mencatat bahwa penelitian-penelitian yang ada

menunjukkan bukti tentang efektifitas teknik-teknik scaffolding bagi berbagai macam tugas dan

proses semacam menulis (Scardamalia dkk, 1984), memahami bacaan (King, 1989; Palincar &

Brown), ‘word problem-solving’ (King, 1991) konstruksi pengetahuan (King & Rosenshine).

Scaffold-scaffold itu terbukti membantu pebelajar dalam mengaktifkan skemata mereka,

mengorganisasikan dan memunculkan kembali pengetahuan, memonitor dan mengevaluasi, serta

merefleksikan belajar mereka (King, 1991, 1992, 1994; Hmelo, Kinzer, & Secules, 1999; Palincar &

Brown; Rosenshine, dkk; Scardamalia & Bereiter; Scardamalia dkk, 1984). Sedang Cho &

Jonassen (2002) mencatat bahwa studi Lajole dan Lesgold (1992) tentang penggunaan program

Sherlock untuk mengembangkan argumentasi, menunjukkan bahwa kelompok ekperimen

Page 13: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono) |143

menampilkan kinerja yang lebih baik dibanding kelompok kontrol baik dari segi jumlah masalah

yang dipecahkan maupun dari segi kualitas proses pemecahan masalahnya. Studi Diehl dkk (tth)

juga menunjukkan bahwa scaffold yang mereka pergunakan (Convince Me) dapat membantu

pebelajar dalam kegiatan kegiatan pemecahan masalah mereka karena berfungsi sebagai forum

bagi argumentasi kolaboratif (as a forum for collaborative argumentation). Penelitian Nussbaum

(2002) juga menunjukkan bahwa penuntun belajar beragumentasi (scaffolding argumentation)

dapat menolong pebelajar dalam membangun argumen yang lebih lengkap dan eksplisit. Sedang

studi Choi dkk (2004) tentang penggunaan ‘peer challenge’ berpedoman, ‘self-monitoring’ dengan

pedoman dan ‘self-monitoring’ tanpa pedoman sebagai scaffolding pembelajaran sejarah

menunjukkan bahwa skor argumentasi pebelajar dalam esai akhir mengalami peningkatan

dibanding esai awal mereka, walaupun tidak terdapat perbedaan signifikan antar strategi

pembelajaran. Scaffolding pembelajaran yang hendak digunakandalam penelitian ini adalah

Rubrik Penilaian Makalah, yang dikembangkan oleh peneliti sendiri.

Sedang dari segi karakteristik Pengajar/Pembelajar, Pengajar/pembelajar juga harus yang

merasa nyaman dengan berkurangnya kekuasaan kontrol nya terhadap siswa/mahasiswa

maupun pembelajaran. Mereka harus mau mendorong siswa/ mahasiswa untuk belajar mandiri

dan lebih menempatkan diri sebagai fasilitator ketimbang manajer. Pengajar/pembelajar haruslah

fleksibel dan toleran terhadap tingkat ketidakpastian tertentu tentang apa yang sesungguhnya

dipelajari dan bagaimana kegiatan belajar akan berlangsung. Pengajar/ pembelajar juga harus

siap dengan pendekatan mengajar yang bervariasi manakala diperlukan, seperti diskusi kelompok

kecil dan besar, pembelajaran langsung, dan pembelajaran aktif. Dalam penelitian ini pengajar

sudah berupaya semaksimal mungkin untuk lebih berperan sebagai fasilitator pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapatlah disajikan beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1) Penerapan metode pemecahan masalah secara kolaboratif berscaffolding Rubrik Penilaian

Makalah dapat meningkatkan kecakapan mahasiswa peserta kuiah Hukum Tata negara dalam

menulis makalah, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kualitas makalah yang mereka

susun.

2) Peningkatan kualitas makalah pada beberapa kelompok belum optimal karena faktor

karakteristik mahasiswa yang belum memenuhi persyaratan kognitif dan meta kognitif

pemecahan masalah yaitu penguasaan domain khusus pengetahuan (Hukum Tatanegara)

Page 14: PENERAPAN METODE PEMECAHAN MASALAH KOLABORATIF …

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MMP 2016 “Membangun Budaya Penelitian untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan Indonesia Dalam Perspektif Revolusi Mental Guru di Indonesia”

Universitas Kristen Satya Wacana

Sabtu, 12 Maret 2016

144 | Pemecahan Masalah Kolaboratif Scaffolding Rubrik Penilaian Kualitas Makalah (Bambang S. Sulasmono)

dan kemampuan untuk memikul tanggungjawab secara mandiri sebagai bagian dari karakter

pebelajar yang mandiri (self regulated learner)

DAFTAR PUSTAKA

Ge, Xun & Land. S.M., 2004. A Conceptual Framework for Scaffolding Ill-Structured Problem solving Processess Using Question Prompts and Peer Interactions; ETR&D: Vol. 52

(2) pp 5-22.

Cho, K.L & Jonassen, D.H., 2002. The Effect of Argumentation Scaffold on Argumentation and Problem Solving. ETR&D; Vol 50 (3) pp 5 – 22.

Choi, I., Shin, N., Song, L., Oh, A., Martin, J., & Kirby, J. 2004. Building Argumentation Skills Through Scaffolding Peer-Challenge and Self-Monitoring in the Foundations of Freedom TM Integrated History Classroom; http://www.arches.uga.edu/~sliyan/Final Report.pdf. diakses tanggal 24 April 2008.

Diehl, C.L., Ranney, M., & Schank, P. 2001. Model-Based Feedback Supports Reflective Activity in Collaborative Argumentation; http://www.ll.unimaas.nl/euro-csca/Papers/37.pdf.diakses tanggal 1Maret 2016.

Jonassen, D. H., 1997. Instructional Design Models for Well-Structured and Ill- Structured Problem Solving Learning Outcomes; ETR&D: Vol. 45 (1) pp 65-94.

Jonassen, D. 1999. Designing Constructivist Learning Environment. Dalam C.M. Reigeluth (ed), Instructional Design Theories and Models Volume II. A New Paradigm of Instructional Theory (pp. 215 – 240). Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Moll, L.C. (ed) 1993. Vygotsky and Education. Instructional Implications of Socio historical Psychology; New York: Cambridge University Press.

Nussbaum, E.M., 2002. Scaffolding Argumentation in the Social Studies Classroom;. The Social Studies: March/April, pp 79 – 83.

Pea, R.D., 2004. The Social and Technological Dimensions of Scaffolding and Related Theoretical Concepts for Learning, Education and Human Activity; The Journal of the Learning Sciences, Vol.13(3) 423-451.

Puntambekar, S., & Kolodner, J.L. 2005. Distributed Scaffolding: Helping students learn science by design. Journal of Research in Science Teaching, 42

Reigeluth, C.M. 1999. What Is Instructional-Design Theory and How Is It Changing?. Dalam C.M. Reigeluth (ed), Instructional Design Theories and Models Volume II. A New Paradigm of Instructional Theory. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers

Slavin, R.E. 2000. Educational Psychology. Theory and Practice. Sixth Edition. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon