penerapan metode konstruksi dalam...
TRANSCRIPT
61
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
PENERAPAN METODE KONSTRUKSI
DALAM MEWUJUDKAN GREEN CONSTRUCTION
( STUDI KASUS: PEKERJAAN TANAH PADA PROYEK JALAN )
I Wayan Jawat1)
1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Warmadewa
ABSTRAK
Setiap proyek konstruksi selalu membutuhkan sumberdaya proyek(project
resource) sebagai komponen input dalam proses konstruksi. Ada 5 (lima) sumber daya
proyek, yaitu pekerja (man), material (material), metode ( methode ), alat (machine),
uang (money). Material bangunan dan alat bersifat tetap pada bangunan yang
merupakan faktor penting jika suatu proyek diharapkan termasuk proyek hijau (green
construction).
Pemilihan metode konstruksi yang tepat akan menghasilkan keuntungan
efisiensi proses konstruksi berupa keuntungan finansial. Dalam aspek lingkungan,
efisiensi proses konstruksi berpotensi untuk memperpendek durasi konstruksi dan
mereduksi waktu operasional berbagai peralatan yang terkait, sehingga konsumsi
energi menjadi lebih sedikit dan berpengaruh pada menurunnya emisi CO2 ekivalen.
Dalam mewujudkan green construction sebagai bagian dari sustainable
construction hendaknya memperhitungkan dampak terhadap operasional bangunan
maupun proses desain berupa umpan balik (feed back) yang bersumber dari
pengalaman konstruksi.
Kata kunci: proyek konstruksi, metode, green construction.
62
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahap konstruksi merupakan tahap
yang perlu mendapat perhatian agar
tujuan utama menghasilkan proyek yang
berkualitas dapat tercapai. Dalam tahap
konstruksi, pengelola proyek hendaknya
mempertimbangkan aspek positif dan
negatif yang akan terjadi pada tahap
berikutnya, yaitu tahap operasional.
Keuntungan kontraktor akan
diperoleh bila tepat dalam menerapkan
metode konstruksi di lokasi proyek.
Berbeda metode konstruksi pasti
berbeda pula kebutuhan sunberdayanya,
limbah yang dihasilkan, dan hampir
dapat dipastikan berbeda dalam capaian
tujuan proyek dalam aspek biaya, mutu
dan waktu.
Secara prinsip, metode pelaksanaan
pekerjaan galian dan timbunan pada
proyek pembangunan jalan
menggunakan metode pelaksanaan
pemindahan tanah mekanis yang
dilakukan dengan menggunakan alat –
alat berat.
Tahap pelaksanaan konstruksi
membutuhkan berbagai alat bantu dari
yang sederhana hingga berteknologi
tinggi sesuai dengan kebutuhan di
lapangan. Keberadaan peralatan
konstruksi tidak lain adalah mendukung
proses sehingga dimungkinkan
tercapainya efisiensi yang baik guna
mencapai target yang telah ditetapkan.
Disadari atau tidak, keberadaan
peralatan konstruksi ini ikut
memberikan konstribusi terjadinya
pemanasan global yang diakibatkan oleh
buangan bahan bakar dari berbagai jenis
peralatan yang digunakan dan dirasakan
berkontribusi pada ketidakseimbangan
alam lingkungan sekitar.
Menurut Glavinich, sebagaimana
dikutip Wulfram I.Ervianto:73, Green
Construction adalah suatu perencanaan
dan pengaturan proyek konstruksi sesuai
dengan dokumen kontrak untuk
meminimalkan pengaruh proses
konstruksi terhadap lingkungan.
Elemen input yang secara tidak
langsung mempengaruhi timbulnya
emisi CO2 ekivalen adalah metode
konstruksi, yaitu cara yang akan
digunakan untuk mewujudkan bangunan
berdasarkan gambar rencana dan
spesifikasi teknis. Pemilihan metode
konstruksi yang tepat akan
menghasilkan keuntungan efisiensi
proses konstruksi berupa keuntungan
finansial. Dalam aspek lingkungan,
efisiensi proses konstruksi berpotensi
untuk memperpendek durasi konstruksi
dan mereduksi waktu operasional
berbagai peralatan yang terkait,
sehingga konsumsi energi menjadi lebih
sedikit dan berpengaruh pada
menurunnya emisi CO2 ekivalen.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka
permasalahan yang penulis angkat
adalah “Bagaimanakah penerapan
metode konstruksi pekerjaan tanah pada
proyek jalan dalam mewujudkan green
construction”.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan ini adalah untuk mengetahui
penerapan metode konstruksi pekerjaan
tanah pada proyek jalan dalam
mewujudkan green constrction.
63
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis:
a. Meningkatkan pemahaman
tentang penerapan metode
konstruksi pekerjaan tanah
pada proyek jalan dalam
mewujudkan green
construction.
b. Sebagai sumbangan dalam
pengembangan ilmu
pengetahuan tentang metode
dan peralatan konstruksi
dalam mewujudkan green
construction dan merupakan
informasi bagi mereka yang
tertarik dengan penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis:
a. Sebagai sumbangan
pemikiran bagi kontraktor
dalam menentukan pemilihan
metode dan peralatan
konstruksi dalam rangka
mendukung mewujudkan
green construction.
b. Memberikan masukan
terhadap hasil kajian yang
dilakukan sebagai upaya
peningkatan pemahaman
tentang metode dan peralatan
konstruksi yang mendukung
mewujudkan green
construction.
2 LANDASAN TEORI
2.1 Tahap Kegiatan dalam Proyek
Konstruksi
Kegiatan konstruksi adalah kegiatan
yang harus melalui suatu proses yang
panjang dan didalamnya dijumpai
banyak masalah uang harus
diselesaikan. Disamping itu, dalam
kegiatan konstruksi terdapat suatu
rangkaian yang berurutan dan berkaitan.
Kegiatan membangun berakhir pada saat
dimulainya penggunaan bangunan
tersebut, sehingga tahapan dari pada
kegiatan dalam proyek konstruksi
(Wulfram I. Ervianto, 2002:13) adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Studi Kelayakan
(feasibility study)
Tujuan dari tahap ini adalah
untuk meyakinkan pemilik proyek
bahwa proyek konstruksi yang
mengusulkannya layak untuk
dilaksanakan, baik dari aspek
perencanaan dan perancangan, aspek
ekonomi (biaya dan sumber
pendanaan), maupun aspek
lingkungannya.
2. Tahap Penjelasan (Breifing)
Tujuan dari tahap ini adalah
untuk memungkinkan pemilik
proyek menjelaskan fungsi proyek
dan biaya yang diizinkan, sehingga
konsultan perencana dapat segera
secara tepat menafsirkan keinginan
pemilik proyek dan membuat
tafsiran yang diperlukan.
3. Tahap Perancangan (Design)
Tujuan tahap ini adalah untuk
melengkapi penjelasan proyek dan
menentukan tata letak, rancangan,
metode konstruksi, dan taksiran
biaya agar mendapat persetujuan
dari pemilik proyek dan pihak
berwenang yang terlibat, untuk
mempersiapkan informasi
pelaksanaan yang diperlukan,
termasuk gambar rencana dan
spesifikasi serta untuk melengkapi
semua dokumen tender.
64
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
4. Tahap Pengadaan/Pelelangan
(Procurement/Tender)
Tujuan dari tahap ini adalah
untuk menunjukan kontraktor
sebagai pelaksana atau sejumlah
kontraktor sebagai sub-kontraktor
yang akan melaksanakan kostruksi
dilapangan.
5. Tahap Pelaksanaan
(construction)
Tujuan dari tahap ini adalah
untuk mewujudkan bangunan yang
dibutuhkan oleh pemilik proyek
yang sudah dirancang oleh
konsultan perencana dalam batasan
biaya dan waktu yang telah
disepakati, serta dengan mutu yang
disyaratkan.
6. Tahap Pemeliharaan dan
Persiapan Penggunaan
(maintenance and start up)
Tujuan dari tahap ini adalah
untuk menjamin agar bangunan
yang telah selesai sesuai dengan
dokumen kontrak dan semua
fasilitas bekerja sebagaimana
mestinya. Selain itu, pada tahap ini
juga dibuat suatu catatan mengenai
konstruksi berikut petunjuk
operasinya dan melatih staf dalam
menggunakan fasilitas yang tersedia.
2.2 Tahap – Tahap Pelaksanaan
(construction)
Pada waktu proyek memasuki tahap
pelaksanaan (construction), maka
pekerjaan pada tahap ini adalah
mewujudkan bangunan yang dibutuhkan
oleh pemilik proyek yang sudah
dirancang oleh konsultan perencana
sehingga memenuhi variabel Biaya-
Mutu-Waktu-Safety, yang telah
disyaratkan. Sebagaimana diketahuai
secara tradisional bahwa variabel
tersebut saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini :
1. Perencanaan penyusunan Jabaran
Kegiatan/Work Breakdown
Structure (WBS), termasuk
dalam menentukan Metode
Konstruksinya.
2. Perencanaan penyusunan Tabel
Analisis Organisasi
Proyek/Organization Analisis
Table (OAT).
3. Perencanaan dan pengendalian
jadwal waktu pelaksanaan.
4. Perencanaan dan pengendalian
tenaga kerja.
5. Perencanaan dan pengendalian
material
6. Perencanaan dan pengendalian
alat.
7. Perencanaan dan pengendalian
biaya.
Tujuan dari pada tahap pelaksanaan
(construction), adalah untuk
mewujudkan bangunan yang dibutuhkan
oleh pemilik proyek yang sudah
dirancang oleh konsultan perencana
dalam batasan biaya dan waktu yang
telah disepakati, serta dengan mutu yang
disyaratkan. Kegiatan yang dilakukan
pada tahap ini, (Wulfram I. Ervianto,
2002:16)
1. Perencanaan dan pengendalian
metode kerja.
2. Perencanaan dan pengendalian
organisasi lapangan.
3. Perencanaan dan pengendalian
jadwal waktu pelaksanaan.
4. Perencanaan dan pengendalian
tenaga kerja.
65
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
5. Perencanaan dan pengendalian
material
6. Perencanaan dan pengendalian
alat.
7. Perencanaan dan pengendalian
biaya.
2.3 Pengertian Metode Pelaksanaan
Pekerjaan
Metode pelaksanaan konstruksi pada
hakekatnya adalah penjabaran tata cara
dan teknik – teknik pelaksanaan
pekerjaan, merupakan inti dari seluruh
kegiatan dalam sistem manajemen
konstruksi.
Metode pelaksanaan konstruksi
merupakan kunci untuk dapat
mewujudkan seluruh perencanaan
menjadi bentuk bangunan fisik. Pada
dasarnya metode pelaksanaan konstruksi
merupakan penerapan konsep rekayasa
berpijak pada keterkaitan antara
persyaratan dalam dokumen pelelangan
(dokumen pengadaan), keadaan teknis
dan ekonomis yang ada dilapangan, dan
seluruh sumber daya termasuk
pengalaman kontraktor.
Kombinasi dan keterkaitan ketiga
elemen secara interaktif membentuk
kerangka gagasan dan konsep metode
optimal yang diterapkan dalam
pelaksanaan konstruksi. Konsep metode
pelaksanaan mencakup pemilihan dan
penetapan yang berkaitan dengan
keseluruhan segi pekerjaan termasuk
kebutuhan sarana dan prasarana yang
bersifat sementara sekalipun (Istimawan
Dipohusodo: 1996:363).
Teknologi konstruksi (construction
technology) mempelajari metode atau
teknik yang digunakan untuk
mewujudkan bangunan fisik dalam
lokasi proyek. Technology berasal dari
kata techno dan logic, dapat diartikan
sebagai urutan dari setiap langkah
kegiatan (prosedur), misalkan kegiatan
X harus dilaksanakan lebih dahulu
kemudian baru kegiatan Y, dan
seterusnya; sedangkan techno adalah
cara yang harus digunakan secara logic
(Wulfram I. Ervianto, 2002:1).
Metode pelaksanaan pekerjaan atau
yang bisa disingkat „CM‟ (Construction
Method), merupakan urutan pelaksanaan
pekerjaan yang logis dan teknik
sehubungan dengan tersedianya sumber
daya yang dibutuhkan dan kondisi
medan kerja, guna memperoleh cara
pelaksanaan yang efektif dan efisien.
Metode pelaksanaan pekerjaan
tersebut, sebenarnya telah dibuat oleh
kontraktor yang bersangkutan pada
waktu membuat ataupun mengajukan
penawaran pekerjaan. Dengan demikian
„CM‟ (Construction Method) tersebut
minimal telah „teruji‟ saat dilakukan
„klarifikasi‟ atas dokumen tendernya
atau terutama Construction Method
(CM)-nya. Namun demikian, tidak
tertutup kemungkinan, bahwa pada
waktu menjelang pelaksanaan atau
selama pelaksanaan pekerjaan ada
ketidaksesuaian. Jika demikian
Construction Method (CM) tersebut
perlu atau harus dirubah.
Metode pelaksanaan pekerjaan yang
ditampilkan dan diterapkan merupakan
cerminan dari profesionalitas sang
pelaksana proyek tersebut, atau
profesionalitas dari tim pelaksana
proyek, yaitu MANAJER PROYEK dan
perusahaan yang bersangkutan.
Karena itu dalam penilaian untuk
menentukan pemenang tender,
66
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
penyajian metode pelaksanaan pekerjaan
mempunyai „bobot‟ peniliaian yang
tinggi. Yang diperhatikan bukan
rendahnya nilai penawaran harga,
meskipun kita akui bahwa rendahnya
nilai penawaran merupakan jalan untuk
memperoleh peluang ditunjuk menjadi
pemenang tender/pelelangan. (Mahendra
Sultan Syah, 2004).
2.4 Dokumen Metode Pelaksanaan
Pekerjaan
Dokumen metode pelaksanaan
pekerjaan proyek konstruksi (Mahendra
Sultan Syah:2004:113), pada umumnya
terdiri dari:
1. Project plant, dimana dokumen
ini memuat antara lain :
a. Denah fasilitas proyek (jalan
kerja, bangunan fasilitas, dan
lain- lain),
b. Lokasi pekerjaan
c. Jarak angkut
d. Komposisi alat
e. Kata – kata singkat (bukan
kalimat panjang), dan jelas
mengenai urutan pekerjaan
2. Sket atau gambar bantu,
merupakan penjelasan
pelaksanaan pekerjaan
3. Uraian pelaksanaan pekerjaan,
yang meliputi :
a. Urutan pelaksanaan seluruh
pekerjaan dalam rangka
penyelesaian proyek (urutan
secara global)
b. Urutan pelaksanaan per
pekerjaan atau per kelompok
pekerjaan, yang perlu
penjelasan lebih detail.
Biasanya yang ditampilkan
adalah pekerjaan penting atau
pekerjaan yang jarang ada,
atau pekerjaan yang
mempunyai nilai besar,
pekerjaan dominan (volume
kerja besar). Pekerjaan yang
ringan atau umum
dilaksanakan biasanya cukup
diberi uraian singkat
mengenai cara
pelaksanaannya saja. Tapi
perhitungan kebutuhan alat
dan tanpa gambar/sket
penjelasan cara pelaksanaan
pekerjaan.
4. Perhitungan kebutuhan tenaga
kerja dan jadwal kebutuhan
tenaga kerja (Mandor, Pekerja,
Tukang, Kepala Tukang)
5. Perhitungan kebutuhan
material/bahan dan jadwal
kebutuhan material/bahan.
6. Perhitungan kebutuhan peralatan
konstruksi dan jadwal kebutuhan
peralatan.
7. Dokumen lainnya sebagai
penjelasan dan pendukung
perhitungan kelengkapan yang
lain.
Apabila metode pelaksanaan
pekerjaan merupakan dokumen yang
terpisah (tersendiri), maka harus
dilengkapi dengan jadwal pelaksanaan
pekerjaan.
2.5 Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Yang Baik
Metode pelaksanaan pekerjaan
proyek konstruksi yang baik apabila
memenuhi persyaratan (Mahendra
Sultan Syah: 2004: 114), yaitu:
1. Memenuhi persyaratan teknis,
yang memuat antara lain :
a. Dokumen metode
pelaksanaan pekerjaan proyek
67
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
konstruksi lengkap dan jelas
memenuhi informasi yang
dibutuhan.
b. Bisa dilaksanakan dan efektif
c. Aman dilaksanakan, terhadap
bangunan yang dibangun,
para tenaga kerja, bangunan
lainnya, dan lingkungan
sekitarnya.
2. Memenuhi persyaratan
ekonomis, yaitu biaya murah,
wajar dan efisien.
3. Memenuhi pertimbangan
nonteknis lainnya, yang memuat
antara lain :
a. Dimungkinkan untuk
diterapkan di lokasi proyek
dan disetujui atau tidak
ditentang oleh lingkungan
setempat.
b. Rekomendasi dan policy dari
pemilik proyek.
c. Disetujui oleh sponsor proyek
atau direksi perusahaan,
apabila hal itu merupakan
alternatif pelaksanaan yang
istimewa atau riskan.
4. Merupakan alternatif/pilihan
terbaik dari beberapa alternatif
yang telah diperhitungkan dan
dipertimbangkan. Masalah
metode pekerjaan banyak sekali
variasinya, sebab tidak ada
keputusan engineer. Jadi pilihan
terbaik yang merupakan
tanggung jawab manajemen,
dengan tetap mempertimbangkan
engineering economies.
5. Manfaat positif Construction
Method.
a. Memberikan arahan dan
pedoman yang jelas atas
urutan dan fasilitas
penyelesaian pekerjaan.
b. Merupakan acuan/dasar pola
pelaksanaan pekerjaan dan
menjadi satu kesatuan
dokumen prosedur
pelaksanaan pekerjaan di
proyek.
2.6 Hal – Hal Yang Mempengaruhi
Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Dalam melaksanakan pekerjaan,
biasanya dimungkinkan dengan berbagai
metode. Beberapa alternatif metode
pelaksanaan yang ada, tentunya akan
menghasilkan beberapa alternatif biaya
juga. Dalam hal ini, alternatif metode
pelaksanaan yang harus dipilih tentunya
yang menghasilkan biaya yang paling
rendah. Pemilihan ini dilakukan oleh
pihak Owner selaku pengguna jasa
maupun pihak Kontraktor selaku
penyedia jasa, dengan maksud yang
sama, yaitu menurunkan biaya, hanya
tujuannya saja yang berbeda. Bagi
owner selaku pengguna jasa tujuannya
agar nilai kontrak proyek, yang akan
merupakan investasi menjadi rendah,
sedangkan bagi pihak Kontraktor selaku
penyedia jasa, bukan untuk menurunkan
nilai kontrak, tetapi untuk menurunkan
biaya pelaksanaan.
Dimana metode pelaksanaan
pekerjaan proyek konstruksi, dalam
pengembangan alternatifnya,
dipengaruhi oleh hal- hal sebagai
berikut:
1. Design bangunan.
2. Medan/lokasi pekerjaan.
3. Ketersediaan tenaga kerja, bahan,
dan peralatan.
68
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
2.7 Peranan Metode Pelaksanaan
Pekerjaan
Peranan metode pelaksanaan
pekerjaan proyek konstruksi adalah
untuk menyusun cara – cara kerja
dalam melaksanakan suatu pekerjaan
dan suatu cara untuk memenuhi,
menentukan sarana – sarana pekerjaan
yang mendukung terlaksananya suatu
pekerjaan misalnya : menetapkan,
memilih peralatan yang akan digunakan
dalam pekerjaan yang sesuai dengan
jenis pekerjaan yang efektif dan efisien
dalam biaya operasi. Cara kerja juga
dapat membantu dalam menentukan
urutan pekerjaan, menyusun jadwalnya
sehingga dapat menentukan
penyelesaian suatu pekerjaan.
Peranan metode pelaksanaan
pekerjaan proyek konstruksi akan
mempengaruhi perencanaan konstruksi
(Nono Tisnawardono: 2002: 11) antara
lain :
1. Jadwal pelaksanaan.
2. Kebutuhan dan jadwal tenaga
kerja.
3. Kebutuhan dan jadwal
meterial/bahan.
4. Kebutuhan dan jadwal alat.
5. Penjadwalan anggaran (Arus
kas/cash-flow).
6. Jadwal prestasi dengan metode
kurva – S (S-Curve).
7. Cara – cara pelaksanaan
pekerjaan.
Dalam penyusunan metode
pelaksanaan pekerjaan proyek
konstruksi, perlu pembahasan/diskusi.
Oleh karena itu dianjurkan pada
perusahaan kontraktor yang telah
mempunyai banyak tenaga kerja dari
berbagai disiplin dan agar membuatan
metode pelaksanaan pekerjaan proyek
konstruksi, dengan melibatkan berbagai
pihak yang ahli bidangnya, misal:
1. Menguasai peralatan konstruksi.
2. Mengetahui sumber – sumber
material/bahan.
3. Mengerti masalah angkutan.
4. Mengerti masalah jenis – jenis
pekerjaan.
5. Menguasai bahasa perbankan.
2.8 Penentuan Metode Pelaksanaan
Pekerjaan
Tahap pertama sebelum memulai
suatu pelaksanaan proyek konstruksi,
harus ditentukan terlebih dahulu suatu
metode untuk melaksanakannya. Dalam
skala organisasi suatu proses
perencanaan pelaksanaan proyek
konstruksi, sangatlah penting untuk
menentukan metode konstruksi terlebih
dahulu, karena setiap jenis metode
konstruksi akan memberikan
karakteristik pekerjaan berbeda.
Penentuan jenis metode konstruksi yang
dipilih akan sangat membantu
menentukan jadwal proyek.
Metode konstruksi yang berbeda
akan memberikan ruang lingkup
pekerjaan dan durasi yang berbeda pula,
yang sudah barang tentu juga
mempunyai pertimbangan finansial
dalam bentuk biaya. Ada faktor – faktor
yang mempengaruhi jenis ruang lingkup
pekerjaan yang dilakukan, sehingga
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan,
yaitu:
1. Sumber daya manusia dengan
skill yang cukup untuk
melaksanakan suatu metode
pelaksanaan konstruksi.
69
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
2. Tersedianya peralatan penunjang
pelaksanaan metode konstruksi
yang dipilih.
3. Material cukup tersedia.
4. Waktu pelaksanaan yang
maksimum dibanding pilihan
metode konstruksi lainnya.
5. Biaya yang bersaing.
Oleh karena faktor – faktor yang
mempengaruhi metode pelaksanaan
seperti : Design bangunan, Medan/lokasi
pekerjaan, dan ketersediaan dari tenaga
kerja, bahan, dan peralatan, seperti
sudah dijelaskan diatas, maka kadang –
kadang metode pelaksanaan hanya
memiliki alternatif yang terbatas.
3 PEMBAHASAN
3.1 Metode Pelaksanaan Pekerjaan
Galian Tanah
Pada proyek perencanaan
pembangunan jalan pengerjaan galian
dilakukan secara mekanis yaitu dengan
menggunakan alat berat berupa
bulldozer. Data teknis alat Bulldozer:
Merk : Komatsu
Horse power : 155/1800
rpm
Lebar blade : 3.5 meter
Tinggi blade : 0.6 meter
Lebar traktor : 3 meter
Kecepatan maju (F) : 3.2
km/jam
Kecepatan mundur (R) : 4 km/jam
Waktu tetap : 0.10
menit
Faktor ketersediaan mesin : 0.9
Efisiensi waktu : 0.9
Efisiensi kerja : 0.75
Efisiensi operator : 0.8
Blade factor : 0.85
Pemilihan alat ini dilakukan karena
dalam galian pada proyek ini tidaklah
begitu dalam seperti terlihat pada
potongan memanjang jalan (Gambar 1
Gambar 2 dan Gambar 3) berikut:
INTERSECTION KETEWEL
STA. 0+000 FG=12.642
20
0+000 0+050 0+100 0+150 0+200 0+250 0+300 0+350 0+400 0+450 0+500 0+550 0+600 0+650 0+700 0+750 0+800 0+850 0+900 0+950
12
.46
7
12
.44
5
12
.34
5
11
.89
0
11
.86
6
11
.69
3
11
.51
1
11
.54
0
11
.23
6
11
.07
0
10
.92
9
10
.64
3
10
.51
4
10
.40
9
10
.36
3
10
.31
2
10
.12
5
9.9
48
9.9
66
9.7
59
9.5
85
9.4
07
9.7
83
9.8
95
10
.01
5
9.8
69
9.7
30
9.6
55
9.5
13
9.4
72
9.5
67
9.0
17
8.6
70
8.2
50
8.1
24
7.7
15
7.5
77
7.3
65
7.4
38
4.3
54
70.0000m VC
K = 569.083
A.D. = 0.123
PVI ELEV = 11.913
PVI STA = 0+102.206
BV
CS
: 0
+0
67
.20
6
BV
CE
: 1
2.1
63
EV
CS
: 0
+1
37
.20
6
EV
CE
: 1
1.7
06
12
.10
8
11
.93
9
11
.78
0
-0.715%
12
.64
4
12
.46
5
12
.28
6
70.0000m VC
K = 94.400
A.D. = 0.742
PVI ELEV = 9.700
PVI STA = 0+476.384
LOW POINT STA = 0+497.224
LOW POINT ELEV = 9.742
BV
CS
: 0
+4
41
.38
4
BV
CE
: 9
.90
7
EV
CS
: 0
+5
11
.38
4
EV
CE
: 9
.75
2
9.8
60
9.7
68
9.7
42
-0.592%
11
.63
1
11
.48
3
11
.33
5
11
.18
7
11
.03
9
10
.89
1
10
.74
3
10
.59
5
10
.44
8
10
.30
0
10
.15
2
10
.00
4
90.0000m VC
K = 68.556
A.D. = -1.313
PVI ELEV = 10.000
PVI STA = 0+676.384
HIGH POINT STA = 0+641.668
HIGH POINT ELEV = 9.940
BV
CS
: 0
+6
31
.38
4
BV
CE
: 9
.93
2
EV
CS
: 0
+7
21
.38
4
EV
CE
: 9
.47
7
9.9
35
9.8
59
9.6
92
0.150%
9.7
73
9.8
10
9.8
48
9.8
85
9.9
23
70.0000m VC
K = 58.856
A.D. = 1.189
PVI ELEV = 7.500
PVI STA = 0+891.384
LOW POINT STA = 0+924.822
LOW POINT ELEV = 7.509
BV
CS
: 0
+8
56
.38
4
BV
CE
: 7
.90
7
EV
CS
: 0
+9
26
.38
4
EV
CE
: 7
.50
9
7.7
20
7.5
61
7.5
09
-1.163%
9.4
35
9.1
44
8.8
53
8.5
63
8.2
72
7.9
81
7.5
16
7.5
22
12
.64
2
EXISTING SYPHON
INLET LEVEL=9.657 (L)
OUTLET LEVEL=9.305 (R)
LENGTH=38.50m
EXISTING SYPHON
INLET LEVEL=9.336 (L)
OUTLET LEVEL=8.364 (R)
LENGHT=37.976m
EXISTING SYPHON
INLET LEVEL=7.799 (L)
OUTLET LEVEL=7.487 (R)
LENGTH=35.449m
EXISTING SYPHON
INLET LEVEL=7.445 (L)
OUTLET LEVEL=7.200 (R)
LENGTH=40.595m
EXISTING SYPHON
INLET LEVEL=7.532 (R)
OUTLET LEVEL=7.141 (L)
LENGTH=52.451m
STA.0+071STA.0+125
STA.0+419 STA.0+600
STA.0+714
STA.0+349
Proposed
RCP Ø 0.60m, L = 16 m
Inlet Level + 9.280
Outlet level + 9.120
STA.0+500
Proposed
RCP Ø 0.60 m, L = 17 m
Inlet Level + 8.370
Outlet level + 8.200
STA.0+825
Proposed
RCP Ø 0.60 m, L = 17 m
Inlet Level + 6.920
Outlet level + 6.750
0+975
Gambar 1. Potongan Memanjang Jalan (Sta 0+000 – 0+975)
70
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
1+000 1+050 1+100 1+150 1+200 1+250
7.5
75
7.4
26
7.3
96
7.3
10
7.3
67
7.2
59
7.4
04
7.3
49
7.3
03
7.3
82
7.1
76
0.027%
7.5
29
7.5
35
7.5
42
7.5
49
7.5
55
7.5
62
7.5
69
7.5
75
7.5
82
7.5
89
7.5
95
EXISTING SYPHON
INLET OUT=5.658 (R)
OUTLET IN=5.526 (L)
LENGTH=40.115m
STA.1+102
Gambar 2. Potongan Memanjang Jalan (Sta 1+000 – Sta 1+250)
1+300 1+350 1+400 1+450 1+500 1+550 1+600 1+650 1+700 1+750 1+800 1+850 1+900 1+950 2+000
6.7
32
7.4
17
7.2
66
7.2
75
7.2
38
7.3
45
7.4
03
7.5
87
7.8
10
8.1
94
8.3
74
8.8
94
9.3
15
9.8
27
10.3
82
11.2
34
11.6
42
12.1
59
12.1
19
12.8
60
13.1
47
13.6
53
13.9
02
14.3
67
14.5
94
15.1
90
15.4
78
15.9
80
15.8
15
15.8
11
70.0000m VC
K = 39.092
A.D. = 1.791
PVI ELEV = 7.650
PVI STA = 1+456.384
BV
CS
: 1
+42
1.3
84
BV
CE
: 7
.641
EV
CS
: 1
+49
1.3
84
EV
CE
: 8
.286
7.6
43
7.7
53
8.0
23
7.6
02
7.6
08
7.6
15
7.6
22
7.6
28
7.6
35
150.0000m VC
K = 83.284
A.D. = -1.801
PVI ELEV = 16.100
PVI STA = 1+921.384
BV
CS
: 1
+84
6.3
84
BV
CE
: 1
4.7
37
EV
CS
: 1
+99
6.3
84
EV
CE
: 1
6.1
12
14.8
02
15.2
08
15.5
39
15.7
95
15.9
75
16.0
81
1.817%
8.4
43
8.8
97
9.3
51
9.8
05
10.2
60
10.7
14
11.1
68
11.6
23
12.0
77
12.5
31
12.9
86
13.4
40
13.8
94
14.3
49
16.1
13
EXISTING BOX CULVERT 3.5x2.5m
INLET LEVEL=6.251 (R)
OUTLET LEVEL=5.920 (L)
LENGTH=53.066m
EXISTING BOX CULVERT 2.2x2.3m
INLET LEVEL=10.600 (R)
OUTLET LEVEL=9.005 (L)
LENGTH=54.672m
EXISTING BOX CULVERT 3.1x1.0m
INVERT OUT=14.700 (L)
INVERT IN=14.476 (R)
LENGTH=38.00 m
EXISTING PIPE CULVERT Ø 0.25m
INLET LEVEL=15.538 (L)
OUTLET LEVEL=15.000 (R)
LENGTH=52.00 m
STA.1+530
STA.1+745
STA.1+950
STA.1+965
STA.1+567
Proposed
RCP Ø 0.60 m, L = 18 m
Inlet Level + 8.150
Outlet level + 7.970
STA.1+770
Proposed
RCP Ø 0.60 m, L = 17 m
Inlet Level + 11.830
Outlet level + 11.660
Gambar 3. Potongan Memanjang Jalan (Sta 1+275 – Sta 2+000)
Gambar 4. Cara Operasi Bulldozer dengan Metode Slot Dozing
71
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Gambar 5. Cara Kerja Bulldozer
Adapun metode yang dipilih dalam
pengerjaan galian tanah dengan
menggunakan bulldozer adalah metode
slot dozing yaitu dengan melakukan
beberapa lintasan dan membiarkan tanah
berceceran di kiri – kanan dozer. Untuk
lebih jelas mengenai cara operasi
bulldozer dengan metode slot dozing,
dapat dilihat pada Gambar 4 dan
Gambar 5.
Pada Gambar 5 kedudukan A,
bulldozer mula – mula atau dalam
berhenti, pisau sedikit masuk ke dalam
tanah dengan tujuan untuk menggali /
menggusur. Dalam kedudukan yang
demikian ini traktor mulai dijalankan
maju, biasanya harus dalam gigi
terendah.
Kedudukan B adalah keadaan
menggusur / mengangkut tanah dengan
kecepatan tetap, jika dipandang perlu
traktor dapat menambah kecepatan
dengan pindah gigi, dan hal ini akan
memerlukan waktu tetap yang disebut
dengan fixed time.
Kedudukan C adalah posisi
membuang muatan pada akhir jalan
angkut, pisau diangkat naik sehingga
tanah dapat lewat di bawah pisau.
Apabila tanah didepan pisau sudah habis
tertinggal, traktor dihentikan kemudian
dalam posisi pisau masih terangkat
traktor dijalankan mundur menuju
kedudukan A.
3.2 Metode Pelaksanaan pada
Pengangkutan Tanah
Tanah yang dimaksudkan disini
adalah tanah hasil galian yang tidak
digunakan lagi ataupun tanah yang
didatangkan dari tempat lain untuk
keperluan pembentukan badan jalan.
Apabila hasil galian harus
dipindahkan/dibuang keluar lokasi
proyek, perlu dipertimbangkan cara
pemindahan yang tidak menimbulkan
polusi dengan:
1. Cara tanah dimuat ke dalam truk.
2. Menutup tanah dalam truk
menggunakan terpal agar tidak
tercecer di sepanjang jalan dan
tidak menimbulkan polusi udara.
3. Mencuci ban kendaraan
kendaraan pengangkut sebelum
keluar dari lokasi proyek di
washing bay yang telah
disediakan.
4. Memilih lokasi pembuangan
yang tidak terlalu jauh dari lokasi
proyek.
Adapun metode yang digunakan
pengangkutan tanah ini adalah metode V
loading yang cara pemuatannya dengan
lintasan seperti bentuk huruf V dengan
menggunakan kombinasi alat antara
Wheel loader dengan dump truk.
Data teknis alat wheel loader:
Merk : Komatsu
72
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Model : W.60
Kapasitas bucket : 1.4 m3
Cara operasi : V loading
dengan
torque
flow
Kecepatan maju : 7.6
km/jam
Kecepatan mundur : 7.6
km/jam
Jarak angkut : 5 m
Kondisi menejemen & medan : 0.75
BF : 0.9
Data teknis dump truk:
Merk : HINO,
KL-231
Kapasitas Vessel : 4 m3
Kecepatan angkut : 40
km/jam
Kecepatan kembali : 30
km/jam
Dengan alat pemuat whell loader dengan
kapasitas bucket 1,4 m3
Cycle time : 0.4
Kondisi operasi : sedang
Jarak Angkut : 1 km
Machine availability factor : 0.9
Efisiensi waktu : 0.83
Efisiensi operator : 0.85
Efisiensi kerja : 0.8
Bucket factor : 0.85
Untuk lebih jelas mengenai metode
V loading dapat dilihat pada Gambar 6
berikut:
Gambar 6. Loading
Gambar 7. Dasar Operasi Dump Truk
73
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Cara operasinya (Gambar 7) adalah
sebagai berikut:
1. Pada kedudukan 1 merupakan
proses loading (pemuatan) tanah.
2. Pada kedudukan 2 merupakan
proses hauling road (pergi).
3. Pada kedudukan 3 merupakan
proses dumping ( pembuangan)
muatan.
4. Pada kedudukan 4 merupakan
proses returning (kembali) ke
kedudukan 1.
3.3 Metode Pelaksanaan Timbunan
Tanah
Pekerjaan timbunan tanah ini dapat
berupa tanah dari hasil penggalian
ataupun yang didatangkan dari tempat
lain asalkan memenuhi ketentuan yang
disyaratkan. Tanah timbunan umumnya
diangkut langsung dari lokasi sumber
bahan ke permukaan yang telah
disiapkan pada saat cuaca cerah dan
disebarkan. Penumpukan tanah
timbunan untuk persediaan biasanya
tidak diperkenankan, terutama selama
musim hujan.
Pada pekerjaan timbunan tanah, hal
yang perlu diperhatikan di sini adalah
timbunan tidak boleh ditempatkan,
dihampar atau dipadatkan sewaktu
hujan, dan pemadatan tidak boleh
dilaksanakan setelah hujan atau
bilamana kadar air bahan berada di luar
rentang yang disyaratkan. Timbunan
harus ditempatkan ke permukaan yang
telah disiapkan dan disebar dalam
lapisan yang merata yang bila
dipadatkan akan memenuhi toleransi
tebal lapisan yang disyaratkan.
Bilamana timbunan dihampar lebih dari
satu lapis, lapisan-lapisan tersebut
sedapat mungkin dibagi rata sehingga
sama tebalnya. Cara penimbunan tanah
dapat ditunjukan pada Gambar 8
berikut:
Gambar 8. Penimbunan Tanah dengan Truk
Apabila suatu lapisan belum
mencapai kepadatan yang disyaratkan,
maka harus diadakan perbaikan. Adapun
perbaikan terhadap timbunan yang tidak
memenuhi ketentuan atau tidak stabil
antara lain:
5. Timbunan akhir yang tidak
memenuhi penampang melintang
yang disyaratkan atau disetujui
atau toleransi permukaan yang
disyaratkan harus diperbaiki
dengan menggemburkan
permukaannya dan membuang
74
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
atau menambah bahan
sebagaimana yang diperlukan
dan dilanjutkan dengan
pembentukan kembali dan
pemadatan kembali.
6. Timbunan yang terlalu kering
untuk pemadatan, dalam hal
batas-batas kadar airnya yang
disyaratkan, harus diperbaiki
dengan menggaru bahan tersebut,
dilanjutkan dengan
penyemprotan air secukupnya
dan dicampur seluruhnya dengan
menggunakan motor grader atau
peralatan lain yang disetujui.
7. Timbunan yang terlalu basah
untuk pemadatan, seperti
dinyatakan dalam batas-batas
kadar air yang disyaratkan, harus
diperbaiki dengan menggaru
bahan tersebut dengan
menggunakan motor grader atau
alat lainnya secara berulang-
ulang dengan selang waktu
istirahat selama penanganan,
dalam cuaca cerah. Alternatif
lain, bilamana pengeringan yang
memadai tidak dapat dicapai
dengan menggaru dan
membiarkan bahan gembur
tersebut, bahan tersebut
dikeluarkan dari pekerjaan dan
diganti dengan bahan kering
yang lebih cocok.
8. Timbunan yang telah dipadatkan
dan memenuhi ketentuan yang
disyaratkan, menjadi jenuh akibat
hujan atau banjir atau karena hal
lain, biasanya tidak memerlukan
pekerjaan perbaikan asalkan
sifat-sifat bahan dan kerataan
permukaan masih memenuhi
ketentuan.
3.4 Metode Pelaksanaan Perataan
Tanah
Metode perataan tanah yang
dimaksud adalah metode perataan tanah
hasil timbunan (spreading) dan
timbunan tanah yang dimaksud disini
adalah bekas dumping dari truk untuk
pengisisan jarak jauh atau stock pile dari
hasil timbunan yang lain. Adapun
metode yang digunakan pada
pelaksanaan perataan tanah ini yaitu
dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan alat berat berupa
bulldozer seperti pada Gambar 9
berikut:
Gambar 9. Perataan Tanah dengan Bulldozer
75
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Gambar 10. Cara Perataan Hasil Timbunan Tanah dengan Bulldozer
Cara kerjanya (Gambar 10) adalah
sebagai berikut:
1. Kedudukan A, bulldozer mula –
mula atau dalam keadaan
berhenti dimana kedudukan
dozer blade (pisau dozer) cukup
tinggi diatas tanah asal agar tidak
terambil terlalu banyak muatan
sekaligus. Dalam kedudukan
yang demikian ini traktor mulai
dijalankan maju, biasanya harus
dalam gigi terendah.
2. Kedudukan B adalah keadaan
perataan tanah dengan kecepatan
tetap, jika dipandang perlu
traktor dapat menambah
kecepatan dengan pindah gigi,
dan hal ini akan memerlukan
waktu tetap yang disebut dengan
fixed time.
3. Kedudukan C, didepan blade
sudah tidak cukup banyak
muatan, maka traktor dihentikan
dan dijalankan mundur untuk
mengambil muatan baru, sisa
muatan dari pass yang lalu
didorong dengan pass yang
berikutnya. Hal ini dilakukan
untuk memelihara produktivitas
dozer yang hanya dicapai dengan
mendorong muatan yang
maksimal.
Dalam melaksanakan ini tiap kali
harus pindah jalur pada waktu
menjalankan masing – masing pass yang
berurutan, sehingga tanggul – tanggul
yang terjadi pada lintas – lintas
sebelumnya tidak terlalu berat untuk
diratakan kemudian. Naik turunnya
blade pada kebanyakan dozer adalah hal
yang sukar dikendalikan, terutama bagi
operator yang belum cukup pengalaman.
Maka sebaiknya jika terjadi punuk –
punuk diatas permukaan tanah, lebih
baik dozer dihentikan dan mundur
mengulangi pass yang sedang dijalani.
Untuk pekerjaan akhir (final grading)
perataan tanah digunakan alat yang
berupa motor grader.
Data teknis alat motor grader:
Merk : Komatsu
Model : GD
650R-1
Panjang blade : 4,01
meter
Sudut blade : 60° (lihat
Tabel 2)
Kecepatan operasi : 4 km/jam
Jumlah lintasan : 1 kali
Kondisi menejemen * medan : 0,75
Panjang jalan : 100 meter
76
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Gambar 11. Finishing Penghamparan Tanah dengan Motor Garder
3.5 Metode Pelaksanaan Pemadatan
Tanah
Segera setelah penempatan dan
penghamparan timbunan, setiap lapis
harus dipadatkan dengan peralatan
pemadat yang memadai dan disetujui
sampai mencapai kepadatan yang
disyaratkan. Pemadatan timbunan tanah
harus dilaksanakan hanya bilamana
kadar air bahan berada dalam rentang 3
% di bawah kadar air optimum sampai
1% di atas kadar air optimum. Kadar air
optimum harus didefinisikan sebagai
kadar air pada kepadatan kering
maksimum yang diperoleh bilamana
tanah dipadatkan sesuai dengan SNI 03-
1742-1989. Jenis alat yang digunakan
untuk pemadatan tanah adalah vibrator
roller.
Data teknis vibrator roller:
Merk : DYNA
PAC
Model : SP-54
Berat alat : 7 ton
Lebar efektif roda gilas (L) : 120 cm
Kecepatan operasi (V) : 2 km/jam
JM : 0.75
Jumlah lintasan / pass (N) : 8 kali
Adapun metode pelaksanaan
pemampatan/pemadatan tanah ini
dilakukan secara mekanis dengan
menggunakan vibration roller seperti
terlihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Pemadatan Tanah dengan Vibration Roller
77
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Yang perlu diperhatikan disini,
pekerjaan pemadatan harus dilakukan
lapis demi lapis. Timbunan dipadatkan
setiap lapis mulai dari tepi luar dan
bergerak menuju ke arah sumbu jalan
sedemikian rupa sehingga setiap ruas
akan menerima jumlah usaha pemadatan
yang sama. Untuk lebih jelas mengenai
cara kerja vibration roller dapat dilihat
pada Gambar 13 berikut:
Gambar 13. Pola Penggilasan dengan Vibration Roller
Pada Gambar 13 kiri seluruh lebar
jalan dapat dijalani dalam 8 pass
(lintasan). Pass ke 9 roller kembali
menuju ke jalur yang pertama.
Pengulangan ini dilakukan terus
menerus sampai jumlah pass yang
diperlukan untuk mencapai pemampatan
yang dikehendaki tiap jalur sudah
terpenuhi. Overlap dalam arah
memanjang (A) juga perlu diberikan,
karena dalam arah belok, roller ini
jumlah pass yang diberikan lebih sedikit
dari pada yang di bagian lurus.
Pada Gambar 13 kanan adalah pola
penggilasan pada tikungan jalan, pass
pertama dimulai dari bagian bawah
(bagian lintasan yang dalam) menuju ke
bagian atas (bagian lintasan luar). Untuk
lintasan – lintasan berikutnya, diulang
mulai dari lintasan pertama lagi.
Adapun ketentuan kepadatan untuk
timbunan tanah adalah sebagai berikut:
1. Lapisan tanah yang lebih dalam
dari 30 cm di bawah elevasi
tanah dasar harus dipadatkan
sampai 95 % dari kepadatan
kering maksimum yang
ditentukan sesuai SNI 03-1742-
1989. Untuk tanah yang
mengandung lebih dari 10 %
bahan yang tertahan pada ayakan
¾”, kepadatan kering maksimum
yang diperoleh harus dikoreksi
terhadap bahan yang berukuran
lebih (oversize) tersebut.
2. Lapisan tanah pada kedalaman
30 cm atau kurang dari elevasi
tanah dasar harus dipadatkan
sampai dengan 100 % dari
kepadatan kering maksimum
yang ditentukan sesuai dengan
SNI 03-1742-1989.
3. Pengujian kepadatan harus
dilakukan pada setiap lapis
timbunan yang dipadatkan sesuai
dengan SNI 03-2828-1992 dan
bila hasil setiap pengujian
menunjukkan kepadatan kurang
dari yang disyaratkan maka
78
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Kontraktor harus memperbaiki.
Pengujian harus dilakukan
sampai kedalaman penuh pada
lokasi berselang-seling setiap
jarak tidak lebih dari 200 m.
Untuk penimbunan kembali di
sekitar struktur atau pada galian
parit untuk gorong-gorong,
paling sedikit harus dilaksanakan
satu pengujian untuk satu lapis
penimbunan kembali yang telah
selesai dikerjakan.
4. Untuk timbunan, paling sedikit 1
rangkaian pengujian bahan yang
lengkap harus dilakukan untuk
setiap 1.000 m3 bahan timbunan
yang dihampar.
4 SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
1. Proyek konstruksi merupakan
sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai unsur yang terkait mulai
dari proses disain, pengadaan,
konstruksi, operasi dan
perawatan, dan dekonstruksi
dengan berbagai jenis sumber
daya.
2. Green construction sebagai
bagian dari sustainable
construction tentunya akan
berdampak terhadap operasional
bangunan maupun proses desain
berupa umpan balik (feed back)
yang bersumber dari pengalaman
konstruksi.
3. Metode konstruksi adalah
jawaban atas bagaimana
pekerjaan suatu proyek akan
dikerjakan, sehingga dibutuhkan
cara penyajian yang dapat segera
dimengerti oleh yang
berkepentingan.
4. Proses penyusunan metode
konstruksi merupakan hasil
pembahasan, brainstorming,
diskusi, referensi dari berbagai
macam sumber, dan dituangkan
dalam bentuk gambar kerja serta
urutan pelaksanaan pekerjaan
(procedure, work instruction)
yang menjadi acuan dalam setiap
pekerjaan perbaikan
(improvement), inovasi, serta
kreativitas (sebagai unsur utama
inovasi) dalam pembuatan
metode konstruksi sehingga
dapat memberikan nilai tambah
(add value) bagi tercapainya
sasaran, baik mutu, waktu, biaya
maupun safety.
4.2 Saran
1. Oleh karena proyek konstruksi
merupakan sebuah sistem, maka
sistem ini harus dikelola untuk
mencapai prinsip – prinsip dalam
sustainable construction.
2. Dalam mewujudkan green
construction sebagai bagian dari
sustainable construction
hendaknya memperhitungkan
dampak terhadap operasional
bangunan maupun proses desain
berupa umpan balik (feed back)
yang bersumber dari pengalaman
konstruksi.
3. Penerapan metode konstruksi
hendaknya memperhatikan cara
penyajian yang mudah
dimengerti oleh yang
berkepentingan dalam
pelaksanaan proyek.
79
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
5 DAFTAR PUSTAKA
Abrar Husen, 2010, Manajemen
Proyek, Yogyakarta, Andi Offset
Asiyanto. 2010. Manajemen Produksi
untuk Jasa Konstruksi. Jakarta :
Penerbit PT.Pradnya Paramita.
Asiyanto. 2007. Manajemen Alat Berat
untuk Konstruksi. Jakarta : Penerbit
PT.Pradnya Paramita.
Dipohusodo, Istimawan. 1996.
Manajemen Proyek dan
Konstruksi. Jilid 1 & 2. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Ervianto, W. I. 2004. Teori – Aplikasi
Manajemen Proyek Konstruksi.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Ervianto, W. I. 2005.Manajemen
Proyek Konstruksi. Yogyakarta:
Penerbit ANDI
Ervianto, W. I. 2012. Selamatkan Bumi
Melalui Konstruksi Hijau,
Perencanaan, Pengadaan,
Konstruksi dan Operasi.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
http://www.google.co.id/search?q=Alat
berat dalam Konstruksi
Imam Soeharto,I. 1995. Manajemen
Proyek Konstruksi. Dari
Konseptual sampai Operasional.
Jakarta : Penerbit Erlangga Jakarta.
Komatsu, 1978, Specification and
Application Hand Book. Third
edition.
Mahendra Sultan Syah. 2004.
Manajemen Proyek Kiat Sukses
Mengelola Proyek, Cetakan
Pertama, Pt. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Peurifoy, 1979. Construction Planning
Equipment, Int Student Edition, Mc
Graw – Hill, New York.
Rochmanhadi, 1992, Alat – Alat Berat
dan Penggunaannya, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Rochmanhadi, 1985, Perhitungan
Biaya Pelaksanaan Pekerjaan
dengan Menggunakan Alat – Alat
Berat, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Rochmanhadi, 1992, Kapasitas dan
Produksi Alat Berat, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta
Susy Fatena Rostiyanti, 2008, Alat
Berat Untuk Proyek Konstruksi,
Edisi Kedua, PT.Rineka Cipta,
Jakarta.
The Asphalt Institute. 1983. Asphalt
Technology and Construction
Practices.Instructur’s Guide.
Second Edition January 1983.
Team Lokakarya Dosen Perguruan
Tinggi Swasta Seluruh Indonesia
Program Studi Teknik Sipil Bidang
Pemindahan Tanah Mekanis.Juli
1997. Pemindahan Tanah
Mekanis,Cisarua Bogor.
…., 1988, Manual Supervisi Lapangan
untuk Staf Pengendali Mutu pada
Kontrak Pemeliharaan dan
Peningkatan Jalan Dokumen
Rujukan RD. 641 Central Quality
& Monitoring Unit, Departemen
Pekerjaan Umum, Direktorat
Jenderal Bina Marga, Jakarta.
........Spesifikasi Umum Buku III,
Departemen Pekerjaan Umum,
Dirjen Bina Marga, Direktorat Bina
Program Jalan.
80
PADURAKSA, Volume 3 Nomor 2, Desember 2014 ISSN: 2303-2693
Wedhayanto, Sony.2009. Alat Berat &
Pemindahan Tanah Mekanis (Diktat kuliah untuk Mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil UM). Diunduh
dari :
URL:http:www.google.co.id/search?
q=Alat berat.