penerapan good corporate governance pada perseroan...
TRANSCRIPT
PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
PADA PERSEROAN TERTUTUP
(STUDI KASUS PT.MEGAPOLITAN DEVELOPMENT)
TESIS
RIZKI MAULIDANI
1006790055
FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
Juni 2012
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
ii
PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
PADA PERSEROAN TERTUTUP
(STUDI KASUS PT.MEGAPOLITAN DEVELOPMENT)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kenotariatan
RIZKI MAULIDANI
1006790055
FAKULTAS HUKUM
MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
Juni 2012
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
v
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Magister
Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universita Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai masa penyusunan tesis ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu penulis, Hj. Hasanah Hasan atas kesabaran, pengorbanan dan kasih
sayangnya membesarkan penulis;
2. Ibu Fathiah Helmi, S.H. M.Kn., selaku pembimbing penulis, yang telah
menyediakan waktu, tenaga dan pikiran serta selalu memberikan dukungan
dan arahan kepada penulis;
3. Bapak Drs. Widodo Suryandono, S.H., M.H. selaku ketua program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
4. Ibu Dra. Siti Hayati Husein, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum
Universitas Indonesia;
5. Seluruh dosen, karyawan, staf perpustakaan, staf sekretariat program Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang membantu penulis
dari awal perkuliahan sampai saat ini;
6. Keluarga Koesmahargyo, atas perhatian, kasih sayang serta kepercayaan yang
diberikan kepada penulis.
7. Diandra Aditya Kusumawardhani, sahabat terbaik penulis.
8. Sahabat-sahabat penulis yang nama-namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu;
9. Pihak-pihak lainnya yang telah membantu penulisan thesis ini.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
vi
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat membawa
manfaat.
Depok, 05 Juni 2012
Rizki Maulidani
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
viii
ABSTRAK
Nama : Rizki Maulidani
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul : PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA
PERSEROAN TERTUTUP (STUDI KASUS
PT.MEGAPOLITAN DEVELOPMENT)
Tesis ini membahas mengenai penerapan Good Corporate Governance di
Indonesia pada Perseroan Tertutup berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas. Tesis ini membahas konsep Good Corporate
Governance serta Dewan Komisaris sebagai penegak Good Corporate
Governance.
Putusan Pengadilan Negri Jakarta Selatan Republik Indonesia Nomor
103/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL memutus sengketa pemberhentian anggota Dewan
Komisaris pada PT.Megapolitan Development. Hasil penelitian menyarankan agar
digunakannya ruang penyempurnaan pengaturan akan Perseroan Tertutup dalam
rangka meningkatkan penerapan Good Corporate Governance terutama pada
pengaturan mengenai Dewan Komisaris.
Kata kunci:
Good Corporate Governance, Perseroan Tertutup.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
ix
ABSTRACT
Name : Rizki Maulidani
Courses : Master of Notary
Title : Practice of Good Corporate Governance in Limited Liability
Company (PT.Megappolitan Development Study Case)
This thesis discusses the implementation of Good Corporate Governance in
Indonesia on Limited Liability Company by Law Number 40 Year 2007
Regarding Limited Liability Company. This thesis discusses the concept of Good
Corporate Governance and the Board of Commissioners as enforcement of Good
Corporate Governance.
South Jakarta District Court ruling affairs of the Republic of Indonesia Number
103/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL rule on the dispute dismissal of members of the
Board of Commissioners on PT.Megapolitan Development. The results of this
thesis is a suggeston to improve the implementation of Good Corporate
Governance, there should be perfection of the Board of Commissioners clauses in
Indonesia’s Limited Liability Law.
Keywords: Good Corporate Governance, Limited Liability Company
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... v
ABSTRAK/ABSTRACT ................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
1. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2. Pokok Permasalahan ........................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 6
1.4. Metode Penelitian................................................................................. 6
1.5. Kerangka Konsepsional ...................................................................... 9
1.6. Sistematika Penulisan ......................................................................... 10
2. PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERSEROAN
TERTUTUP ................................................................................................. 11
2.1. Tinjauan Umum Perseroan .................................................................. 11
2.1.1. Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum ................................. 13
2.1.2. Perseroan Terbatas Sebagai Asosiasi Modal ............................... 19
2.1.3. Perseroan Terbatas Sebagai Perjanjian ......................................... 22
2.2. Good Corporate Governance................................................................ 26
2.2.1. Definisi Good Corporate Governance ........................................... 27
2.2.2. Prinsip Good Corporate Governance ............................................ 30
2.2.3. Penerapan Good Corporate Governance di Perseroan Tertutup ... 33
2.2.4. Good Corporate Governance Pada UUPT .................................... 45
2.3. Analisa Kasus Putusan Pengadilan Negri Jakarta Selatan No.
103/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL ............................................................... 53
2.4.1. Profil Perusahaan ......................................................................... 53
2.4.2. Kasus Posisi .................................................................................. 53
2.4.3. Duduk Perkara ............................................................................... 54
2.4.4. Keterangan Terggugat ................................................................... 58
2.4.5. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim .......................................... 65
2.4.6. Analisa Penulis .............................................................................. 71
3. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 87
3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 87
3.2. Saran .................................................................................................... 88
DAFTAR REFERENSI
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemampuan adaptasi perusahaan terhadap perkembangan tatanan
masyarakat modern menjadi hal yang semakin disadari oleh perusahaan-
perusahaan di dunia.1 Perkembangan teknologi informasi yang berimbas kepada
proses penyebaran informasi yang instan dan dapat dilakukan secara masif
menyebabkan isu reputasi suatu perusahaan dapat ditranslasikan kepada
penurunan keuntungan. Faktor lain yang memperkuat pernyataan tersebut adalah
proses regenerasi pihak pengambil keputusan di perusahaan. Sebagai generasi
manusia baru dengan kompas moral terbentuk secara berbeda dari generasi
sebelumnya, dan kesadaran baru bahwa perusahaan merupakan bagian dari
masyarakat , maka untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat menjadi hal
yang wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontibusi positif
sehingga tercipta suatu harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan
performa perusahaan. Hal-hal tersebut mengakibatkan perusahaan didesak untuk
melakukan pengembangan organisasi, yaitu perbaikan fungsi dan efektifitas
organisasi dalam membuat keputusan dengan melakukan perubahan terhadap
struktur, kultur, tugas, teknologi dan sumber daya manusia dengan
mengembangkan budaya organisasi modern yang diterima secara umum dan
dipercaya dapat menghadapi tantangan-tantangan dari perubahan struktur sosial
dan ekonomi masyarakat.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia memiliki tantangan yang
lebih khusus, yaitu bagaimana mengarahkan identitas demokrasi
perekonomiannya yang jika ditinjau berdasarkan pasal 33 UUD 1945 bertujuan
untuk menciptakan suatu sistem yang dijalankan dengan profesionalisme
berstandar internasional, hal ini disebabkan dalam perkembangan dunia usaha
1 Millie Stephanie, The Rise of The Good, Forbes, Volume 3 Issue 5, Mei 2012, halaman 6.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
2
Universitas Indonesia
internasional sistem perekonomian suatu negara telah membentuk suatu lingkaran
kepentingan hubungan ekonomi diantara bangsa-bangsa di dunia. Sistem tersebut
berusaha disinergikan melalui suatu etika dunia usaha yang terikat kepada kaidah-
kaidah tertentu yang menjadi dasar untuk diadopsi kedalam peraturan, pedoman,
dan kaidah yang berlaku dalam penyelenggaran suatu perusahaan, hal inilah yang
melatarbelakangi diciptakannya suatu gagasan etika dalam perekonomian global
yang disebut Good Corporate Governance.
Kebutuhan akan hal tersebut juga tercermin dari berbagai peristiwa di
dunia yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir , menjadikan Corporate
Governance sebuah isu penting di kalangan para eksekutif, organisasi-organisasi,
konsultan korporasi, akademisi dan regulator berbagai negara di dunia. Kasus
yang dapat dijadikan gambaran adalah bagaimana Goldman Sachs, Bear Stern,
Morgan Stanley, Merril Lynch, dan Lehman Brothers, yang masuk dalam lima
besar bank investasi di Amerika Serikat mengalami kebangkrutan yang berimbas
kepada efek domino krisis dunia. Sentralisasi isu ini dilatarbelakangi beberapa
permasalahan yang terkait dengan transparansi dan independensi pelaku dan pihak
yang terkait di dalamnya.2
Good Corporate Governance yang mulai diperbincangkan dan
diakomodasi dalam berbagai konvensi dan resolusi the council of the european
community pada tahun 1991terkait dengan hak azasi manusia, pembangunan, dan
demokrasi di UNDP dilatarbelakangi bantuan pembangunan multilateral dan
bilateral.3
Berbagai pemikiran mengenai Corporate Governance untuk kepentingan
praktisi maka setiap negara memformulasikan prinsip-prinsip umum yang
ditujukan sebagai pedoaman bagi pelaku usahanya. Namun untuk kepentingan
yang bersifat universal berbagai organisasi internasional, khususnya yang
membidangi kegiatan ekonomi, bisnis dan keuangan secara bersama-sama
menyusun prinsip-prinsip umum yang ditujukan bagi kepentingan negara atau
2 Mas Achmad Daniri dan Angela Indirawati Simatupang, Penerapan Good Corporate
Governance Bagi Perusahaan Efek. Dimuat di Koran Tempo edisi 17 Maret 2009.
3 Bambang Widjojanto, Mewujudkan Good Governance,
(http://www.kompas.com/cybermedia/09htm )
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
3
Universitas Indonesia
anggotanya. Prinsip tentang good corporate governance yang disusun oleh
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menjadi salah
satu acuan universal yang menjadi pijakan dalam pengembangan di banyak
negara.Sebagaimana pada tahun 1999 oleh OECD dituangkan dalam OECD
Principle of Corporate Governance (Prinsip Corporate Governance) berupa:
a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of
Shareholders)
Perlindungan terhadap hak-hak dasar pemegang saham yaitu:
i. Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan;
ii. Mengalihkan dan memindahkan saham yang dimilikinya;
iii. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara
berkala dan teratur;
iv. Ikut berperan dalam memberikan suara pada RUPS memilih
anggota dewan komisaris dan direksi;
v. Memperoleh keuntungan perusahaan
b. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The equitable
treatment of shareholders)
Perlindungan atas perlakuan yang adil terhadap seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham
harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau
perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga
mensyaratkan adanya perlakuan yang sama terhadap saham-saham yang
berada dalam satu kelas, melarang praktek insider trading, dan
keterbukaan informasi atas transaksi yang mengandung benturan
kepentingan.
c. Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan (The role
of stakeholders in Corporate Governance)
Pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan sebagaimana yang
ditentukan dalam perundang-undangan dan kode etik, serta mendorong
kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para pemangku
kepentingan tersebut.
d. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparancy)
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
4
Universitas Indonesia
Jaminan atas pengungkapan yang akurat dan tepat waktu untuk setiap
permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan, yang meliputi informasi
keuangan, kinerja, kepemilikan dan pengelolaan. Informasi yang
diungkapkan harus disusun, diaudit dan disajikan sesuai dengan kode etik
dan standar yang tinggi.
e. Akuntabilitas direksi dan dewan komisaris (The Responsibilites of The
Board)
Jaminan atas pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif
terhadap manajemen oleh direksi dan dewan komisaris, serta memuat
kewenangan-kewenangan yang harus diwakili oleh direksi dan dewan
komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang
saham dan para pemangku kepentingan.4
Bagi indonesia, pertumbuhan ekonomi yang dicapai kini mendapat
kontribusi yang sangat besar dari badan usaha Perseroan Terbatas yang dalam
praktik digunakan sebagai asosiasi modal.5 Berbagai keunggulan dan kelebihan
dari Perseroan Terbatas telah membuat para investor lebih berminat untuk
menanamkan modal atau menjalankan usahanya di negeri ini dalam bentuk
Perseroan Terbatas. Hal tersebut berakibat pada pesatnya pertumbuhan
perusahaan Perseroan Terbatas di Indonesia.
Perseroan Terbatas merupakan suatu bentuk usaha kegiatan ekonomi yang
paling disukai saat ini, di samping pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas,
Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik atau pemegang
sahamnya untuk mengalihkan perusahannya dengan menjual seluruh saham yang
dimilikinya.6
Keuntungan utama membentuk perusahaan Perseroan Terbatas adalah:
4 Organisation for Economic Co-operation and Development; Principles of Corporate
Governance, April 1998
5 Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PPHBI,
2008), hlm. 167.
6 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Perseroan Terbatas, (Jakarta: Rajawali Press,
2003), hlm. 2.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
5
Universitas Indonesia
a. Kewajiban terbatas. Tidak seperti partnership, pemegang saham sebuah
perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan.
Akibatnya kehilangan potensial yang "terbatas" tidak dapat melebihi dari
jumlah yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengijinkan
perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban
terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.
b. Masa hidup abadi. Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup
dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas
modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar.
c. Efisiensi manajemen. Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan
modal yang efisien sehingga memungkinkan untuk melakukan ekspansi.
Penempatan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada, serta
pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas
pokok dan fungsi masing-masing.
Terdapat beberapa tantangan-tantangan klasik yang dihadapi oleh Perseroan
Terbatas untuk mencapai tujuannya tersebut secara efektif dan efisien, tantangan-
tantangan itu diantaranya:
a. Tidak efektifnya dewan direksi dan dewan komisaris
b. Kurangnya kontrol internal yang dilakukan oleh auditor independen
c. Transparansi laporan keuangan dan aksi perseroan yang berpotensi
kesalahan membaca perspektif perusahaan7
Dari semua tantangan yang disebutkan diatas, tantangan terbesar yang dihadapi
Perseroan terdapat pada pola pemisahan kekuasaan atau kewenangan antara
pemilik Perseroan oleh Dewan Komisaris dan Direksi yang bertanggung jawab
pada operasional Perseroan manakala timbul moral hazard dari para pengurus
Perseroan untuk memanfaatkan Perseroan bagi kepentingan pribadinya, maka
untuk menyiasati hal terserbut diperlukan mekanisme Good Corporate
Governance yang didukung oleh aturan main yang baik secara khusus pada
7 Saefudin Hasan, Paradigma Baru Profesi Akuntan Memasuki Milenium Ketiga: Good
Governance, (Makalah Ikatan Akuntan Indonesia, buku satu, 2000), halaman 56.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
6
Universitas Indonesia
Perseroan serta infrastruktur hukum yang baik secara umum pada suatu Negara,
agar keberadaan Perseroan Terbatas dapat berkembang dengan lebih baik,
terutama kepada pihak penyandang dana, bahwa dana-dana tersebut digunakan
secara tepat dan seefisien mungkin dengan manajemen perusahaan melakukan
keputusan yang terbaik untuk kepentingan perusahaan.
Dengan demikian, menjadi menarik untuk dianalis bagaimanakah
Penerapan Good Corporate Governance Pada Perseroan Tertutup.
1.2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut di atas selanjutnya pada bagian ini akan
dipaparkan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam karya tulis
ini. Beberapa pokok permasalahan tersebut adalah:
1. Bagaimana aspek hukum Good Corporate Governance menurut
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas?
2. Bagaimana penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam
suatu Perseroan Tertutup?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan
dan wawasan serta sebagai persyaratan kelulusan program Magister Kenotariatan
FHUI. Sedangkan tujuan khusus penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui aspek hukum Good Corporate Governance
menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
2. Untuk mengetahui penerapan prinsip Good Corporate Governance
dalam suatu Perseroan Tertutup.
1.4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif-empiris, atau yang sering disebut juga sebagai
penelitian hukum doktrinal. Dalam penelitian hukum normatif-empiris ini, hukum
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
7
Universitas Indonesia
dikonsepkan sebagai apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan
atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
bagi manusia untuk bertindak.
Dalam penelitian ini terdapat 2 jenis data yang digunakan yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
masyarakat, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari
kepustakaan.8 Data primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan
narasumber. Sedangkan data sekunder mencakup data-data yang diperoleh dari
bahan-bahan kepustakaan yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer
Berupa peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pasar
modal, perseroan terbatas dan notaris pasar modal
b. Bahan hukum sekunder
Bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal yang berkaitan
dengan isi sumber primer serta implementasinya.9 Bahan hukum sekunder
yang digunakan antara lain berupa buku-buku, skripsi, serta artikel baik
yang berasal dari media cetak maupun media elektronik.
c. Bahan hukum tersier
Bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap
sumber primer atau sumber sekunder.10
Bahan hukum tersier yang
digunakan berupa kamus.
Penelitian ini menggunakan 2 jenis alat pengumpulan data yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui tatap muka,
mengajukan pertanyaan secara lisan dengan responden terpilih untuk
mendapatkan informasi. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat
8 Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 6.
9 Ibid., hlm. 31.
10
Ibid.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
8
Universitas Indonesia
bantu berupa seperangkat daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya mengenai penelitian.
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur , yaitu
wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan
sebelumnya. Pertanyaan yang sama diajukan kepada semua responden,
dalam kalimat dan urutan yang seragam
b. Studi Pustaka
Studi pustaka adalah pengumpulan data dan informasi dari buku-buku,
jurnal, internet, yang berkaitan dengan penelitian. melalui studi dokumen,
wawancara, dan kuesioner. Studi dokumen merupakan suatu alat
pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis dengan
mempergunakan “content analysis”.11
Studi dokumen dipergunakan untuk mendapatkan data-data sekunder
seperti yang telah dijelaskan di atas. Sedangkan kuesioner sertawawancara
dilakukan untuk memperoleh data primer mengenai pengaturan Good
Corporate Governance di Pasar Modal, dan Pembuatan akta oleh Notaris
Pasar Modal
Setelah data terkumpul maka selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan
analisis terhadap data yang telah diperoleh. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu
menganalisis permasalahan dalam penelitian ini dari sudut pandang atau menurut
ketentuan hukum/perundang-undangan yang berlaku. Penelitian hukum normatif
mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku
dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang.12
Adapun metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif kualitatif. Metode analisis deskriptif yang dimaksud adalah
menyajikan, menggambarkan atau menjelaskan data yang diperoleh dari studi
pustaka dengan tujuan untuk dapat menjawab permasalahan. Sedangkan Metode
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia, 1986), hlm. 21.
12
Bambang, Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 83-102.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
9
Universitas Indonesia
analisis kualitatif, yaitu menklasifikasikan, mensistematisasikan, dan menganalisis
data yang diperoleh dari studi pustaka berdasarkan teori yang berkaitan dengan
permasalahan, kemudian dipelajari dan diteliti untuk kemudian dijadikan dasar
dalam mengambil kesimpulan.
1.5. Kerangka Konsep
Dikarenakan pembahasan dari penelitian adalah mengenai penerapan
Good Corporate Governance pada perseroan tertutup, agar tidak terjadi
kerancuan mengenai istilah dan terminologi dalam tesis ini, dipergunakan
definisi operasional dari istilah-istilah tersebut sebagai berikut:
1. Good Corporate Governance adalah:
Proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan
mengelola bisnis dan urusan perusahaan kearah peningkatan
pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas korporasi dengan tujuan
akhir menaikkan nilai saham dalam jangka panjang dengan
memperhitungkan kepentingan stakeholder lain.
Proses transparansi didalam pengambilan keputusan,
mengemukakan informasi dalam penyajian informasi kepada
stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai
kinerja operasional, keuangan dan resiko perusahaan
2. Perseroan adalah:
Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
undang13
13 Indonesia (a), Op.Cit, Ps.1 angka 1.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
10
Universitas Indonesia
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tesis yang berjudul “ Penerapan Good Corporate
Governance Pada Perseroan Tertutup (Studi Kasus PT.Megapolitan
Development)”, agar dapat mempermudah memahami penulisan penelitian
ini maka disusun pembahasan ke dalam 3 (Tiga) bab. Setiap bab terbagi
dalam beberapa sub bab, sebagai berikut:
BAB 1. PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang permasalahan,
pokok permasalahan yang akan diteliti, tujuan penelitian, metode
penelitian, serta definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB 2. ISI
Menguraikan hakikat Good Corporate Governance, bagaimana
hukum di indonesia mengadopsi pemikiran tersebut dan
menerapkan dalam perundang-undangan, dan bagaimana
pelaksanaannya dengan menganalisa putusan Pengadilan Negri
Jakarta Selatan No. 103/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL
BAB 3. KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menjawab mengenai pokok permasalahan yang
ditemukan dalam bab 1 serta mengambil kesimpulan atas hasil analisa
pada bab 2. Pada bab ini juga akan diuraikan mengenai saran yang
ditemukan terhadap pokok permasalahan.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
11 Universitas Indonesia
BAB 2
PENERAPAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA PERSEROAN
TERTUTUP
2.1. Tinjauan Umum Perseroan
Perseroan Terbatas adalah entitas bisnis yang banyak terdapat di dunia,
termasuk di Indonesia. Kehadiran Perseroan Terbatas sebagai salah satu
kendaraan bisnis memberikan kontribusi yang semakin nyata pada
perkembangannya saat ini. Perseroan Terbatas telah menciptakan lapangan
pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan memberikan kontribusi
yang signifikan untuk pembangunan ekonomi dan sosial negara Indonesia.14
Berbagai keunggulan dan kelebihan dari Perseroan Terbatas telah membuat para
investor lebih berminat untuk menanamkan modal atau menjalankan usahanya
dalam bentuk Perseroan Terbatas.
Perseroan Terbatas berasal dari Naamloze Vennootschap yang berarti
”Perseroan” yang kini merupakan bentuk usaha yang banyak dijumpai dalam
praktik dan banyak dipakai di Indonesia sebagai asosiasi modal.15
Secara harafiah
arti istilah Naamloze Vennootschap tidak sama dengan arti istilah Perseroan
Terbatas. Naamloze Vennootschap, diartikan sebagai persekutuan tanpa nama dan
tidak mempergunakan nama orang sebagai nama persekutuan seperti firma,
melainkan nama usaha yang menjadi tujuan dari perusahaan yang bersangkutan..
Sedangkan Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang modalnya terdiri atas
saham-saham, dan tanggung jawab persero bersifat terbatas pada jumlah nominal
daripada saham-saham yang dimilikinya. Jadi istilah Perseroan Terbatas lebih
tepat daripada istilah Naamloze Vennootschap sebab arti Perseroan Terbatas lebih
jelas dan tepat menggambarkan tentang keadaan senyatanya, sedangkan arti istilah
14
Indra Surya dan Ivan Yustiviandana, Penerapan Good Corporate Governance
Mengesampingkan Hak-Hak istimewa demi kelangsungan usaha (Jakarta: Kencana, 2006), hlm 22
15
Dhaniswara K. Harjono, Pembaruan Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: PPHBI,
2008), hlm. 167.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
12
Universitas Indonesia
Naamloze Vennootschap kurang dapat menggambarkan tentang isi dan sifat
Perseroan secara tepat. 16
Pada negara-negara lain juga dikenal bentuk hukum seperti Perseroan
Terbatas seperti:
a. di Malaysia disebut Sendirian Berhad (SDN BHD),
b. di Singapura disebut Private Limited (Pte Ltd),
c. di Jepang disebut Kabushiki Kaisa,
d. di Inggris disebut Registered Companies,
e. di Belanda disebut Naamloze Vennootschap (NV), dan
f. di Prancis disebut Societes A Responsabilite Limite (SARL).17
Perseroan Terbatas memiliki sifat dan ciri kualitas yang berbeda dari
bentuk usaha yang lain, yang dikenal sebagai karakteristik Perseroan Terbatas
yaitu :18
a. Sebagai asosiasi modal;
b. Kekayaan dan utang Perseroan Terbatas adalah terpisah dari kekayaan dan
utang pemegang saham;
c. Pemegang saham:
i. bertanggung jawab hanya pada apa yang disetorkan, atau tanggung
jawab terbatas (limited liability);
ii. tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi nilai
saham yang telah diambilnya;
iii. tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama Perseroan;
d. Adanya pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus;
e. Memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas
f. Kekuasaan tertinggi berada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
16
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: PT
Alumni, 2004), hlm. 47.
17
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2003), hlm. 1.
18
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2002), hlm. 143.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
13
Universitas Indonesia
Di Indonesia pengertian dari Perseroan Terbatas berdasarkan pasal 1 ayat
1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah :19
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksananya.”
Dari pengertian tersebut, terdapat tiga aspek penting yang terkandung di
dalam Perseroan Terbatas, yaitu :
a. Badan hukum
b. Asosiasi modal, dan
c. Didirikan berdasarkan perjanjian
2.1.1. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum
Prof. Subekti mengatakan bahwa suatu badan hukum pada pokoknya
merupakan suatu badan atau perkumpulan yang:
a. Dapat memiliki hak,
b. Mampu melakukan perbuatan selayaknya manusia,
c. Memiliki kekayaan sendiri,
d. Dapat menggugat dan digugat di depan hakim.20
Diperkuat dengan pendapat Prof. Rochmat Soemitro yang mengatakan bahwa
suatu badan hukum memiliki kewajiban serta kekayaan sebagaimana layaknya
seorang pribadi.21
Selanjutnya Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pengertian
suatu badan hukum sebagai badan yang disamping manusia perseorangan juga
19
Indonesia (d), Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No.40 tahun 2007, LN
No.106 tahun 2007, TLN No.4756, ps.1 angka 1
20
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. XXVI. (Jakarta: PT.Intermasa, 1994), hlm.
21.
21
A. Partomuan Pohan, “Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum” dalam Prosiding:
Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance, Cet.IV, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum,
2006), hlm. 222.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
14
Universitas Indonesia
dianggap dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak serta kewajiban dan
perhubungan hukum terhadap orang atau badan hukum lainnya.22
Dari pengertian yang diberikan oleh para ahli hukum Indonesia tersebut di
atas jelaslah bahwa badan hukum sebagai suatu subjek hukum yang mandiri dan
dipersamakan di hadapan hukum dengan individu pribadi orang perseorangan,
meskipun dapat menjadi penyandang hak dan kewajiban sendiri, tidaklah sama
persis dengan individu perorangan. Badan hukum hanya dipersamakan dengan
individu orang perorangan dalam lapangan hukum benda dan hukum perikatan,
serta hukum-hukum lain yang merupakan bagian atau pengembangan lebih lanjut
dari kedua jenis hukum tersebut, yang juga dikenal dengan nama hukum harta
kekayaan. Sehingga lingkup hukum harta kekayaan dimana badan hukum itu
berada mengakibatkannya memiliki kemampuan untuk menggugat dan atau
digugat guna memenuhi perikatannya, dimana kebendaan yang merupakan badan
hukum itulah yang menjadi tanggungan bagi pemenuhan kewajibannya.23
Pernyataan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa Perseroan Terbatas merupakan
badan hukum, terdapat beberapa teori yang dikemukakan mengenai konsep badan
hukum tersebut, yaitu:
a. Teori fiktif dari Von Savigny, menurutnya badan hukum adalah semata-
mata buatan negara, karena menurut alam hanya manusia sajalah subjek
hukum. PT sebagai badan hukum hanyalah sebuah hal yang fiksi, sesuatu
yang sesungguhnya tidak ada tetapi diciptakan. Manusia menciptakan
bayangan suatu pelaku hukum sebagai subjek hukum yang diperlakukan
sama seperti manusia. Pengikut teori ini disebut Houwing dalam
disertasinya Subjectief recht, rechtsubject en rechtpersoon (Leiden 1939).
b. Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz, menurutnya hanyalah manusia
yang dapat menjadi subjek hukum, namun tidak dapat dibantah adanya
hak-hak atas kekayaan sedangkan tiada manusiapun yang menjadi
22
Gunawan Widjaja, Resiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pemillik PT (Jakarta:
Forum Sahabat, 2008), hlm. 13.
23
Ibid., hlm. 14.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
15
Universitas Indonesia
pendukung hak-hak tersebut. Hak-hak inilah yang kita namakan hak dari
badan hukum yaitu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.Pengikut
teori ini adalah Van der Hayden, dalam karangannya Het Schijnbeeld van
de rechtspersoon.
c. Teori organ dari Otto von Gierke, menurutnya badan hukum itu adalah
realitas sama seperti sifat kepribadian alam manusia di dalam pergaulan
hukum. Badan hukum itu memiliki suatu kemauan tersendiri yang
terbentuk melalui alat-alat perlengkapannya, apa yang mereka putuskan
adalah kehendak dari badan hukum tersebut. Teori ini menggambarkan
badan hukum sebagai suatu hal yang tidak ada bedanya dengan manusia.
Pengikut teori ini adalah L.C. Polano dalam disertasinya
Rechspersoonlijkheid van vereenigingen (Leiden 1910).
d. Teori propriete collective dari Planiol, menurutnya hak dan kewajiban
badan hukum itu pada hakikatnya adalah hak dan kewajiban anggota
bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu
merupakan harta kekayaan bersama. Orang-orang yang terhimpun itu
semuanya menjadi kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang
dinamakan badan hukum.
Sebagai suatu badan hukum, Perseroan Terbatas mempunyai hak dan
kewajiban dalam hubungan hukum sama dengan manusia biasa, ia dapat
menggugat dan digugat serta memiliki kekayaan layaknya manusia. Sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, Perseroan Terbatas memenuhi syarat-syarat sebagai
badan hukum yang meliputi:24
a. Harta kekayaan yang dipisahkan;
Perseroan Terbatas mempunyai harta kekayaan sendiri yang dipisahkan
dari harta kekayaan pribadi perseronya, berupa modal yang berasal dari
pemasukan harta kekayaan persero yang dipisahkan dan harta kekayaan
lainnya baik berupa benda berwujud atau tidak berwujud yang merupakan
milik Perseroan.
24
Usman, op. cit., hlm. 50-52.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
16
Universitas Indonesia
b. Mempunyai tujuan tertentu;
Sebagai badan hukum yang melakukan kegiatan usaha, Perseroan Terbatas
mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Karena itu, kegiatan usaha yang
dijalankan Perseroan Terbatas dilakukan dalam rangka mewujudkan
maksud dan tujuan pendirian Perseroan Terbatas.
c. Melakukan hubungan hukum sendiri;
Sebagai subjek hukum, Perseroan Terbatas dapat mengadakan hubungan
hukum sendiri dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dengan
pihak ketiga. Dalam mengadakan hubungan hukum tersebut umumnya
Perseroan Terbatas diwakili oleh pengurus atau organ Perseroan Terbatas
yang dinamakan dengan direksi.
d. Mempunyai organisasi yang teratur.
Perseroan dalam mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga
diwakili oleh organ Perseroan, yang meliputi RUPS, direksi, dan
komisaris. Organ-organ ini dipilih dan diangkat secara teratur menurut
mekanisme yang sudah ditetapkan dalam Anggaran Dasar maupun
peraturan Perseroan lainnya.
Perseroan Terbatas merupakan suatu artificial person, sesuatu yang tidak
nyata atau tidak riil. Perseroan Terbatas untuk dapat bertindak dalam hukum
dijalankan oleh organ-organ yang akan bertindak mewakili Perseroan tersebut.
Organ-organ tersebut terdiri dari orang-perorangan yang cakap untuk bertindak
dalam hukum.25
. Secara umum terdapat dua struktur kepengurusan Perseroan
tersebut, yaitu:26
a. One Board System
Pada sistem ini, para pimpinan dan direksi Perseroan bertemu hanya dalam
satu pertemuan , dimana tugas memilih dan mengangkat anggota dewan
ada pada Rapat Umum Pemegang Saham. Kemudian para anggota dewan
25
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum
Sahabat, 2008), hlm. 3.
26
Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesia, edisi Kedua, (Jakarta: Ray Indonesia, 2006), hlm. 23.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
17
Universitas Indonesia
yang telah dipilih oleh RUPS kemudian bertugas dan memiliki wewenang
untuk memilih, mengangkat, mengawasi dan sekaligus mengenakan sanksi
dan hukuman kepada pimpinan Perseroan dan para senior manajemen
yang lain.
b. Two Board System
Pada sistem ini, terdiri dari dewan pengawas serta direksi yang
mempunyai tugas, fungsi dan wewenang pengelolaan secara terpisah dari
dewan pengawas perseroan. RUPS memiliki tugas dan wewenang untuk
memilih, mengangkat, mengawasi dan memberhentikan anggota dewan
komisaris dan direksi. Selanjutnya para anggota dewan komisaris terpilih
memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi dan memberikan nasihat
kepada direksi. Sistem ini adalah struktur pengurusan Perseroan Terbatas
yang diterapkan di Indonesia.
Penerapan two board system diatur secara tegas di dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur mengenai
kewenangan masing-masing organ yang ada dalam Perseroan Terbatas yang
terdiri dari :
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ Perseroan yang
mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau dewan
komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas dan/atau Anggaran Dasar.27
RUPS merupakan organ Perseroan
yang paling tinggi dan berkuasa untuk menentukan arah dan tujuan
Perseroan.28
Namun bukan berarti kekuasaan RUPS tidak terbatas.
Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas
kepada RUPS diantaranya adalah:
i. Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 19 ayat 1);
ii. Pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris;
27
Indonesia (b), op. cit., Pasal 1 angka 4.
28
Yani, op. cit., hlm. 78.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
18
Universitas Indonesia
iii. Penentuan penggunaan laba (Pasal 71 ayat 1);
iv. Persetujuan atas penggabungan, peleburan,dan pengambilalihan.
b. Direksi
Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di
dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran
dasar.29
Kepengurusan oleh direksi dilakukan sesuai dengan kebijakan
yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang
Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar.30
Direksi diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS. Berdasarkan Undang-Undang Perseroan
Terbatas, kewajiban direksi meliputi beberapa hal dan diantaranya adalah:
i. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS,
dan risalah rapat direksi;
ii. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan Perseroan;
iii. Memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan
perseroan serta dokumen Perseroan lainnya.
c. Dewan Komisaris
Dewan komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan Anggaran Dasar
serta memberi nasihat kepada direksi.31
Anggota dewan komisaris
diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi, anggota dewan
komisaris wajib melaksanakannya dengan itikad baik, kehati-hatian, dan
bertanggung jawab serta dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan
sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Berdasarkan Pasal 116
Undang-Undang Perseroan Terbatas, dewan komisaris wajib:
29
Indonesia (b), op. cit., Pasal 1 angka 5.
30
Harjono, op. cit., hlm. 330.
31
Indonesia (b), op. cit., Pasal 1 angka 6.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
19
Universitas Indonesia
i. Membuat risalah rapat dewan komisaris dan menyimpan
salinannya;
ii. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya
dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;
iii. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah
dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
2.1.2 Perseroan Terbatas sebagai Asosiasi modal
Perseroan Terbatas merupakan suatu perusahaan yang mendasarkan
kegiatan usahanya pada modal yang dimilikinya sehingga seringkali disebut
sebagai asosiasi modal. Oleh karena itu tentu saja modal menjadi suatu unsur
utama atau hal yang sangat penting di dalam Perseroan Terbatas. Di dalam ilmu
ekonomi perusahaan, modal diartikan sebagai suatu perwujudan persatuan benda
yang dapat berupa barang, uang, dan hal-hal yang dipergunakan oleh suatu badan
usaha untuk mendapatkan keuntungan.32
Perseroan Terbatas sebagai asosiasi modal dapat diartikan bahwa modal
Perseroan terdiri dari sejumlah saham yang dapat dipindahtangankan (transferable
shares). Penekanan yang ada adalah modal tersebut yang telah dikumpulkan
dalam bentuk saham-saham Perseroan dan sesuai dengan sifat mobilitasnya dapat
dipindahtangankan.33
Oleh karena itu sekalipun seluruh saham hanya dimiliki oleh
satu orang, Perseroan tidak menjadi bubar dan tetap berlaku sebagai subjek
hukum karena konsep asosiasi modal tetap berlaku. Kenyataan ini dipertegas oleh
ketentuan dalam Pasal 7 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang mengatur bahwa seluruh saham Perseroan pesero
(BUMN berbentuk Perseroan Terbatas) dapat dimiliki oleh negara Republik
Indonesia.34
32
Usman, op. cit., hlm. 81.
33
Rudhy Prasetya, op. cit., hlm. 14-15
34
Fred B.G. Tumbuan, “Mencermati Kewenangan dan Tanggung Jawab Direksi,
Komisaris dan Pemegang Saham” dalam Prosiding: Perseroan Terbatas dan Good Corporate
Governance, Cet. IV, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2006), hlm. 192.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
20
Universitas Indonesia
Saham adalah bagian pemegang saham di dalam perusahaan, yang
dinyatakan dengan angka dan bilangan yang tertulis pada surat saham yang
dikeluarkan oleh Perseroan.35
Jumlah yang tertulis pada tiap-tiap lembar surat
saham itu disebut nilai nominal saham. Kepada pemegang saham diberikan bukti
pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya. Pengaturan mengenai bentuk
bukti pemilikan saham ditetapkan dalam Anggaran Dasar sesuai dengan
kebutuhan.36
Saham adalah bukti surat tanda bukti ikut sertanya dalam Perseroan
Terbatas. Saham itu menunjukkan hak dan kewajiban serta hubungan hukum
antara pemiliknya dengan Perseroan Terbatas dan pemiliknya mewakili sebanding
dengan jumlah besarnya saham yang dimilikinya dalam modal Perseroan Terbatas
itu. Saham biasa juga disebut surat andil, surat peserta, atau surat pesero.37
Saham
tidak harus dikeluarkan, artinya dapat dikeluarkan dapat tidak. Kalau saham itu
dikeluarkan, saham itulah satu-satunya alat pembuktian bagi persero atau
pemegang saham. Kalau tidak, daftar persero yang biasanya ada di kantor
Perseroan dapat dipakai sebagai alat pembuktian bagi persero.
Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.38
Ketentuan tersebut
berarti bahwa pada dasarnya Perseroan Terbatas hanya dapat mengeluarkan saham
atas nama dan tidak dapat mengeluarkan saham atas tunjuk. Setiap saham
memberikan hak yang tidak dapat dibagi kepada pemiliknya.39
Para pemegang
saham tidak diperkenankan membagi hak atas saham menurut kehendaknya
sendiri. Dalam hal satu saham dimiliki oleh lebih dari satu orang, maka hak yang
timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk satu
orang sebagai wakil bersama.
Pada dasarnya setiap saham yang dikeluarkan harus memiliki nilai
nominal yang tercantum pada saham tersebut. Nilai nominal saham harus
dicantumkan dalam mata uang rupiah. Namun tidak menutup kemungkinan untuk
35
Widjaya, op. cit., hlm. 193.
36
Harjono, op. cit., hlm. 288.
37
Usman, op. cit., hlm. 101.
38
Indonesia (b), op. cit., Pasal 48 ayat (1).
39
Widjaya, op. cit., hlm. 193.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
21
Universitas Indonesia
dikeluarkannya saham tanpa nilai nominal bila diatur lebih lanjut oleh peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal. Berdasarkan banyaknya jumlah
pemegang saham dalam suatu Perseroan Terbatas, maka Perseroan Terbatas dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 bentuk yaitu:
a. Perseroan Tertutup
Perseroan tertutup merupakan suatu Perseroan Terbatas yang belum
pernah menawarkan sahamnya pada publik melalui penawaran umum dan
jumlah pemegang sahamnya belum sampai pada jumlah pemegang saham
dari suatu Perseroan publik. Terhadap Perseroan tertutup berlaku
ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas.
b. Perseroan Terbuka
Perseroan terbuka adalah Perseroan publik atau Perseroan yang melakukan
penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal.40
Perseroan ini telah memenuhi syarat
untuk menjadi Perseroan publik dan telah memiliki pemegang saham
publik sehingga perdagangan saham sudah dapat dilakukan di bursa efek.
Terhadap Perseroan terbuka ini berlaku baik Undang-Undang Perseroan
Terbatas maupun Undang-Undang Pasar Modal.
c. Perseroan Publik
Perseroan publik adalah Perseroan yang memenuhi kriteria jumlah
pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.41
Artinya Perseroan ini,
keterbukaannya tidak melalui proses penawaran umum tetapi melalui
proses khusus yaitu dipenuhinya kriteria untuk menjadi Perseroan publik
seperti di atas. Adapun kriterianya ialah jumlah pemegang sahamnya
minimal telah mencapai 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor
sekurang-kurangnya Rp. 3 milyar. Terhadap Perseroan publik juga berlaku
baik Undang-Undang Perseroan Terbatas maupun Undang-Undang Pasar
Modal.
40
Indonesia (b), op. cit., Pasal 1 angka 7.
41
Ibid., Pasal 1 angka 8.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
22
Universitas Indonesia
2.1.3 Perseroan Terbatas sebagai Perjanjian
Perseroan Terbatas berdasarkan pada perjanjian para pendiri, yang pada
mulanya merupakan aturan main yang mengatur hubungan internal antara para
pendiri atau pemegang saham (setelah Perseroan Terbatas berbadan hukum),
Direksi dan anggotanya, Dewan Komisaris dan para anggotanya.42
Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum mandiri yang diakui
oleh negara dan hukum sebagai subyek hukum yang memiliki wewenang untuk
bertindak. Oleh sebab itu pendirian Perseroan Terbatas harus mengikuti dan
didasarkan pada ketentuan undang-undang yang berlaku di negara tersebut. Dalam
hal ini Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas telah
memberikan pengaturan mengenai tata cara pendirian Perseroan Terbatas beserta
syarat-syarat yang harus dipenuhi. Persyaratan tersebut meliputi:
a. Persyaratan material, meliputi adanya kekayaan yang dipisahkan,
mempunyai tujuan tertentu, dan memiliki organisasi yang teratur.
b. Persyaratan formal, yaitu Perseroan Terbatas harus didirikan dengan suatu
akta otentik yang dibuat di hadapan seorang notaris, yang berupa akta
pendirian.43
Pendirian suatu Perseroan Terbatas diawali dengan pembuatan perjanjian
tertulis oleh para pihak yang merupakan kesepakatan dari para pendiri baik
perseorangan maupun oleh badan hukum untuk mendirikan suatu Perseroan
Terbatas. Kesepakatan tersebut kemudian dituangkan dalam akta otentik yang
dibuat di hadapan notaris. Akta otentik tersebut merupakan akta pendirian
Perseroan yang memuat Anggaran Dasar maupun keterangan lainnya yang
berkaitan dengan pendirian Perseroan. Akta pendirian Perseroan Terbatas ini
mempunyai fungsi:
42
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum
Sahabat, 2008), hlm. 3.
43
Usman, op. cit., hlm. 55.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
23
Universitas Indonesia
a. Intern, sebagai aturan main atau pedoman bagi para pemegang saham dan
organ Perseroan.
b. Ekstern, terhadap pihak ketiga sebagai identitas dan pengaturan tanggung
jawab perbuatan hukum yang dilakukan oleh yang berhak atas nama
Perseroan Terbatas.44
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Perseroan Terbatas, akta
pendirian Perseroan Terbatas memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang
berkaitan dengan pendirian Perseroan Terbatas. Keterangan lain tersebut memuat
sekurang-kurangnya:
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan Terbatas;
b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota direksi dan dewan komisaris yang pertama kali
diangkat;
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor.
Setelah akta pendirian Perseroan Terbatas selesai dibuat, maka tahap
selanjutnya adalah pengajuan permohonan untuk memperoleh status badan hukum
Perseroan Terbatas. Untuk memperoleh status badan hukum bagi Perseroan
Terbatas yang hendak didirikan, para pendiri secara bersama-sama atau kuasanya,
mengajukan permohonan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui
jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik
dengan mengisi format isian yang memuat sekurang-kurangnya:45
a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;
44
Harjono, op. cit., hlm. 244.
45
Indonesia (b), op. cit., Pasal 9 ayat (1).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
24
Universitas Indonesia
b. Jangka waktu berdirinya Perseroan;
c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. Alamat lengkap Perseroan.
Berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Perseroan Terbatas, permohonan
untuk memperoleh status badan hukum tersebut, harus diajukan kepada Menteri
Hukum dan HAM paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap ini adalah :
a. Apabila dalam jangka waktu 60 hari tersebut permohonan tidak diajukan,
maka akta pendirian Perseroan Terbatas menjadi batal sejak lewatnya
jangka waktu tersebut.
b. Apabila format isian permohonan dan keterangan mengenai dokumen
pendukung tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
maka Menteri Hukum dan HAM akan langsung memberikan penolakan
beserta alasannya kepada pemohon secara elektronik. Dalam jangka waktu
30 hari setelah diterimanya pernyataan tidak berkeberatan seperti telah
disebutkan di atas, maka pemohon wajib menyampaikan secara fisik surat
permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
c. Apabila format isian permohonan dan keterangan mengenai dokumen
pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
maka Menteri Hukum dan HAM akan langsung menyatakan tidak
berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Yang
dimaksud dengan langsung dalam ketentuan ini adalah pada saat yang
bersamaan dengan saat pengajuan permohonan diterima.46
Apabila semua persyaratan tersebut telah dipenuhi secara lengkap, maka
dalam waktu maksimal 14 hari, Menteri Hukum dan HAM akan
menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan
Terbatas yang ditandatangani secara elektronik.
46
Ibid., Penjelasan Pasal 10 ayat (3).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
25
Universitas Indonesia
Dengan terbitnya keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai
pengesahan badan hukum Perseroan Terbatas maka bersamaan dengan itu
Perseroan Terbatas memperoleh status badan hukum dan telah berdiri sebagai
suatu subyek hukum yang sempurna. Perseroan Terbatas telah memiliki
wewenang untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Menteri Hukum dan HAM
akan mendaftarkan Perseroan Terbatas tersebut ke dalam Daftar Perseroan dan
mengumumkan akta pendiriannya dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia.
Sebagai suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka
setelah perseroan memiliki status sebagai badan hukum, pemegang saham
perseroan tetap dibatasi hingga sekurang-kurangnya dua orang atau dua badan
hukum, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan
tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian
sahamnya kepada pihak lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada
orang lain. Jika jangka waktu tersebut telah dilampaui, pemegang saham tetap
kurang dari 2 (dua) pihak, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi
atas segala perikatan dan kerugian perseroan, dan atas permohonan pihak yang
berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan perseroan tersebut.
Ketentuan yang mewajibkan perseroan didirikan oleh 2 (dua) pihak atau lebih
tidak berlaku bagi :
a. Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau
b. Perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana
diatur dalam undang-undang tentang Pasar Modal.47
Dengan status Perseroan Terbatas sebagai badan hukum, maka hukum
memperlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus atau direksi secara
terpisah dari Perseroan Terbatas, hal ini dikenal dengan istilah separate legal
personality yang pada esensinya adalah suatu Perseroan memiliki suatu
47 Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum
Sahabat, 2008), hlm. 38.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
26
Universitas Indonesia
personalitas tersendiri. Kepentingan dari Perseroan Terbatas tidak akan berhenti
atau diulangi kembali apabila terjadi pergantian manajer ataupun perubahan
pemegang saham Perseroan.48
Dalam konteks ini , pendiri, anggota Direksi dan
Komisaris tidak lagi bertanggung jawab terhadap perikatan perseroan. Pendiri
sebagai pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas modal yang dijanjikan
untuk dimasukan, kecuali melakukan pelanggaran terhadap Anggaran Dasar
Perseroan. Anggota Direksi dan Komisaris tidak lagi bertanggung jawab secara
pribadi, kecuali dalam hal terjadinya pelanggaran yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas tersebut.49
2.2. Good Corporate Governance
Ekonomi dunia serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi sudah berkembang dengan begitu pesat, sehingga globalisasi telah
menjadi fenomena yang akrab dengan aktivitas ekonomi bangsa-bangsa di dunia.
Era globalisasi yang telah melanda dunia mengandung kompleksitas akan faktor-
faktor kompetitif yang mau tidak mau harus dihadapi oleh setiap bangsa di dunia,
termasuk Indonesia.
Terlebih lagi, pada bulan September 2009, Indonesia telah resmi menjadi
bagian dari Grup 20 (G-20), yaitu kelompok non-formal negara-negara
industri yang mendominasi perekonomian internasional. Sebagai anggota G-20
yang memiliki hak suara, Indonesia menjadi lebih mampu menyuarakan
kepentingan nasional dan regional Asia Tenggara, misalnya terkait dengan
masalah investasi. Elevasi peran pada G-20 ini menjadikan Indonesia akan selalu
berada dalam radar pelaku ekonomi global dan membuat keberadaan Indonesia
diakui dunia.50
48
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perseroan (Bekasi: Megapoin, 2005), hlm. 131.
49
Gunawan Widjaja, 150 Tanya Jawab tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta : Forum
Sahabat, 2008), hlm. 14.
50
Kompas. Indonesia dan G-20. 29 September 2009. Diunduh dari
website http://cetak.kompas.com. Diakses tanggal 4 Mei 2012, pukul 23.00 WIB.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
27
Universitas Indonesia
Kajian mengenai corporate governance meningkat dengan pesat seiring
dengan terbukanya skandal keuangan berskala besar seperti skandal Enron, Tyco,
Worldcom, Merck, Global Crossing mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat
yang melibatkan akuntan, salah satu elemen penting dari Good Corporate
Governance . Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT. Lippo Tbk
juga melibatkan pelaporan keuangan yang berawal dari terdeteksi adanya
manipulasi.51
Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi menjawab
permasalahan tersebut, melalui supervisi kinerja pengurus dan menjamin
akuntabilitas pengurus terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada
kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya
pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pemilik kepentingan.
Pengaruh dari perkembangan sosial ekonomi dunia tersebut memiliki dampak
terhadap produk hukum yang dihasilkan di Indonesia, yaitu pemenuhan atas
tuntutan akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan
pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance ).52
2.2.1 Definisi Good Corporate Governance
Berikutnya untuk memberikan pengertian tentang apakah yang dimaksud
dengan Good Corporate Governance , akan lebih bijaksana bila kita memahami
definis-definisi dari berbagai sumber, diantaranya:
a. Definisi menurut Organization For Economic Cooperation and
Development (OECD)53 :
“ Corporate Governance is the system by which business corporation
are directed and controlled. The corporate governance structure
51Gideon Boediono, Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme\ Corporate Governance
dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. (Artikel yang
Dipresentasikan pada Simposium Nasional Akuntansi 8 di Solo tanggal 15 - 16 September
2005.) Hlm. 5
52
Indonesia (a), Op.Cit., Penjelasan Umum, Paragraf 2.
53
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good Corporate
Governance, (Harvarindo, Jakarta, 2002) hlm.1-2.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
28
Universitas Indonesia
specifies the distribution of rights and responsibilities among
different participantsin thecorporation, such as the board, the
managers, shareholders and other shareholders, and spells out the
rulers and procedure for making decisions on corporate affairs.
By doing this, it also provides the structure through which the
company objectives are set, and the means of attaining those
objectives and monitoring performance.”54
b. Definisi menurut World Bank:
“Good Corporate Governance yaitu suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang solid dan bertanggungjawab yang
sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran
salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun adminsitratif, menjalankan disiplin anggaran
serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya
aktivitas usaha”. 55
c. Definisi menurut United Nation Development Program (UNDP):
“Good Corporate Governance adalah suatu penyelenggaraan
manajemen pembangunan yang lebih menekankan aspek politik,
ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan Negara. Good
Corporate Governance merupakan kerangka, struktur, pola, sistem
yang menjelaskan, mengarahkan dan mengendalikan hubungan
antara pemegang saham, manajemen, kreditur, pemerintah
54 Sesuai dengan definisi diatas, menurut OECD, Corporate Governance adalah sistem
yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis Perusahaan.
Corporate Governance mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang
berkepentingan terhadap kehidupan Perusahaan, termasuk para pemegang saham, Dewan
Pengurus, para Manager, dan semua anggota stakeholders non pemegang saham. Corporate
Governance juga mengetengahkan ketentuan dan prosedur yang harus diperhatikan Dewan
Pengurus dan Direksi dalam pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan kehidupan
Perusahaan.
55
Eddi Wibowo, Tomo HS, dan Hessel Nogi S.Tangkilisan, Memahami Good Corporate
Government Governance & Good Corporate Governance, (Jakarta: YPAPI, 2004) hlm. 86.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
29
Universitas Indonesia
dan pemangku kepentingan lainnya dalam hak- hak dan kewajiban
masing-masing pihak tersebut.” 56
d. Definisi menurut The Indonesian Institute for Corporate Governance:
“Corporate Governance sebagai proses dan struktur yang
diterapkan dalam menjalankan Perusahaan dengan tujuan utama
meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain.” 57
e. Definisi menurut Surat Keputusan Menteri BUMN No.Kep-117/M-
MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan praktek Good
Corporate Governance pada BUMN :
“Corporate Goveranance adalah suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas Perusahaan guna mewujudkan Nilai Pemegang
saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan Peraturan
Perundang-undangan dan Nilai nilai etika.” 58
f. Tim Corporate Governance Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
menyatakan bahwa :
“Inti dari Good Corporate Governance pada dasarnya adalah
komitmen, aturan main, dan praktik penyelenggaraan bisnis secara
sehat dan beretika untuk memaksimalkan nilai perusahaan.”59
56 Ibid, hlm.86.
57
Tim Corporate Governance Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Modul 1 Good
Corporate Governance , (Jakarta: BPKP, 2003) hlm.4-5.
58
Kementrian Badan Usaha Milik Negara, Keputusan Menteri BUMN tentang penerapan
Praktek Good Corporate Governance pada BUMN, Kepmeneg BUMN No.Kep-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002, Pasal 2 ayat (1).
59
Tim Corporate Governance Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Modul 2 Good
Corporate Governance , (Jakarta: BPKP, 2003) hlm.2.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
30
Universitas Indonesia
g. Menurut Sutan Remy Sjahdeini, Good Corporate Governance adalah:
“suatu konsep yang menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas,
pembagian kewenangan dan pembagian beban tanggung jawab dari
masing- masing unsur yang membentuk struktur perseroan dan
mekanisme yang harus ditempuh oleh masing-masing unsur dari struktur
perseroan itu, mulai dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi,
Komisaris, juga mengatur hubungan-hubungan antara unsur-unsur dari
struktur perseroan dengan usur-unsur di luar perseroan yang pada
hakekatnya merupakan pihak yang berkepentingan dari perseroan,
yaitu negara yang memiliki kepentingan akan perolehan pajak dari
perseroan, masyarakat luas yang meliputi pada investor publik dalam
hal perseroan adalah perusahaan publik, calon investor, kreditor, dan
calon kreditor perseroan. dapat dibayangkan bahwa Corporate
Governance adalah konsep yang luas.”60
2.2.2. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Dilihat dari sejarah perkembangannya, Good Corporate Governance yang
mulai diperbincangkan dan diakomodasi dalam berbagai konvensi dan resolusi the
council of the european community pada tahun 1991terkait dengan hak azasi
manusia, pembangunan, dan demokrasi di UNDP dilatarbelakangi bantuan
pembangunan multilateral dan bilateral.61
Hal ini kemudian melahirkan
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD)62
yang
60 Sutan Remy Sjahdeini, “Peranan Fungsi Pengawasan Bagi Pelaksanaan Good
Corporate Governance”. Reformasi Hukum di Indonesia Sebuah Keniscayaan, editor R.M Talib
Puspokusumo, Jakarta: Tim Pakar Hukum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia, 2000, hlm. 84.
61
Bambang Widjojanto, Mewujudkan Good Governance,
(http://www.kompas.com/cybermedia/09htm )
62
Holly J. Gregory dan Marsha E. Simms, Pengelolaan Perusahaan (Corporate
Governance): Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting, Makalah, OECD by the Business Sector
Advisory Group on Corporate Governance, hal. 14-19 dalam Misahardi Wilamarta, Hak
Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, (Jakarta: Program
Pascasarjana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 57.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
31
Universitas Indonesia
kemudian menyusun prinsip-prinsip universal Good Corporate Governance yang
berupa:
a. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of
Shareholders)
Perlindungan terhadap hak-hak dasar pemegang saham yaitu:
i. Menjamin keamanan metode pendaftaran kepemilikan;
ii. Mengalihkan dan memindahkan saham yang dimilikinya;
iii. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara
berkala dan teratur;
iv. Ikut berperan dalam memberikan suara pada RUPS memilih
anggota dewan komisaris dan direksi;
v. Memperoleh keuntungan perusahaan
b. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham (The equitable
treatment of shareholders)
Perlindungan atas perlakuan yang adil terhadap seluruh pemegang saham,
termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Seluruh pemegang saham
harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan penggantian atau
perbaikan atas pelanggaran dari hak-hak mereka. Prinsip ini juga
mensyaratkan adanya perlakuan yang sama terhadap saham-saham yang
berada dalam satu kelas, melarang praktek insider trading, dan
keterbukaan informasi atas transaksi yang mengandung benturan
kepentingan.
c. Peranan pemangku kepentingan yang terkait dengan perusahaan (The role
of stakeholders in Corporate Governance)
Pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan sebagaimana yang
ditentukan dalam perundang-undangan dan kode etik, serta mendorong
kerjasama yang aktif antara perusahaan dengan para pemangku
kepentingan tersebut.
d. Keterbukaan dan transparansi (Disclosure and Transparancy)
Jaminan atas pengungkapan yang akurat dan tepat waktu untuk setiap
permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan, yang meliputi informasi
keuangan, kinerja, kepemilikan dan pengelolaan. Informasi yang
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
32
Universitas Indonesia
diungkapkan harus disusun, diaudit dan disajikan sesuai dengan kode etik
dan standar yang tinggi.
e. Akuntabilitas direksi dan dewan komisaris (The Responsibilites of The
Board)
Jaminan atas pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif
terhadap manajemen oleh direksi dan dewan komisaris, serta memuat
kewenangan-kewenangan yang harus diwakili oleh direksi dan dewan
komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang
saham dan para pemangku kepentingan.63
Pembahasan ruang lingkup dari Good Corporate Governance dapat
diuraikan sebagai berikut64
:
a. Unsur Internal
Unsur yang dibahas disini adalah jika dilihat dari sudut pandang
struktur dan proses di dalam Perusahaan. Jika dikaitkan dengan
organisasi Perusahaan pengertian struktur adalah pengaturan
organisasi perusahaan dalam suatu pola tertentu. Struktur yang
dibuat haruslah efektif sehingga dapat menjadi sarana bagi
peningkatan kinerja organisasi.
Dalam topik Corporate Governance, struktur didalam perusahaan
yang akan menjadi perhatian adalah struktur pada pemegang saham/Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris dan Direksi sebagai
organ-organ perusahaan, selain itu juga struktur pada komite Komisaris,
Satuan Pengawasan Intern (SPI) dan Sekretaris Korporasi yang
merupakan bagi pendukung Perusahaan.
Mengenai proses, dikaitkan dengan organisasi Perusahaan yaitu
rangkaian tindakan-tindakan yang diambil oleh organ- organ perusahaan
dalam rangka menjalankan fungsinya masing- masing baik pada tingkat
strategis maupun operasional dalam rangka menjamin tercapainya tujuan
63 Organisation for Economic Co-operation and Development; Principles of Corporate
Governance, (April 1998)
64
I Nyoman Tjager,et. al., Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi
Komunitas Bisnis Indonesia, (Jakarta: PT. Prenhallindo, 2003), hlm. 17.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
33
Universitas Indonesia
perusahaan, yaitu kemakmuran pemegang saham dan dilayaninya
kepentingan para stakeholders.
Terkait dengan konsep Good Corporate Governance diharapkan
tindakan-tindakan yang diambil sesuai dengan prinsip-prinsip Good
Corporate Governance dengan demikian untuk mencapai kondisi
Good Corporate Governance maka struktur dan proses di dalam
Perusahaan yang mesti ditata secara ideal adalah struktur dan proses-
proses pada pemegang saham/RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi
sebagai organ utama.
b. Unsur Eksternal
Unsur eksternal adalah berbagai faktor yang berasal dari luar perusahaan
yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan Good Corporate
Governance di dalam lingkungan Perusahaan dengan menjaga
keseimbangan para stakeholders
2.2.3 Penerapan Good Corporate Governance Pada Perseroan Terbatas
Good Corporate Governance sering didefinisikan sebagai sistem dan
struktur yang mengatur hubungan antara manajemen dengan pemilik suatu
perusahaan. Pemilik yang dimaksud dalam pengertian ini tak hanya pemilik
mayoritas tetapi juga publik dan atau minoritas. Hubungan tersebut berupa
peran dan tanggung jawab pengurus kepada stakeholdernya. Hal ini
disebabkan karena salah satu tujuan utama dari ditegakkannya corporate
governance ialah menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan
dalam pengendalian perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu
mengurangi peluang terjadinya kesalahan mengelola (mismanagement),
menciptakan insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas
penggunaan asset sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang
optimal.65
Penerapan kebijakan corporate governance diharapkan dapat menciptakan
insentif internal yang efektif bagi manajemen perusahaan dan penggunaan
sumberdaya yang efisien, sehingga mendorong terbentuknya kepercayaan
65 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance, Konsep dan Penerapannya Dalam
Konteks Indonesia, (Jakarta,PT Ray Indonesia, 2005) hlm. 18.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
34
Universitas Indonesia
investor dan masuknya arus modal. Dari berbagai kajian ditemukan,
agenda terpenting yang dilakukan dalam upaya perbaikan dan penerapan
corporate governance pada Negara-negara Asia adalah :
a. Perbaikan kualitas pelaporan kinerja keuangan dan kewajiban kredit yang
terbatas
b. Peningkatan peran dan kegiatan pengawasan terhadap manajemen oleh
komisaris dan peningkatan peran auditor independen sehingga
mengurangi risiko perusahaan public dari tindakan yang dapat
merugikan para pemodal.
Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di
perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk malakukan pentahapan yang
cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat
kesiapannya, sehingga penerapan Good Corporate Governance dapat berjalan
lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan
Good Corporate Governance menggunakan pentahapan berikut66
:
a. Tahap Persiapan, Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama :
i. Awareness building,
Awareness building merupakan langkah sosialisasi awal untuk
membangun kesadaran mengenai arti penting Good Corporate
Governance dan komitmen bersama dalam penerapannya. Usaha
ini dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen dari
luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat dilakukan melalui seminar,
lokakarya, dan diskusi kelompok.
ii. Good Corporate Governance Assessment,
Good Corporate Governance Assessment merupakan upaya untuk
mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan
dalam penerapan Good Corporate Governance saat ini.
Langkah ini perlu guna memastikan titik awal atau level
penerapan Good Corporate Governance dan untuk
66 Ibid., hlm. 111.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
35
Universitas Indonesia
mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna
mempersiapkan infrastruktur dan struktur perusahaan yang
kondusif bagi penerapan Good Corporate Governance secara
efektif. Dengan kata lain Good Corporate Governance
Assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek-aspek apa
yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-
langkah apa yang dapat diambil untuk mewujudkannya.
iii. Good Corporate Governance Manual building.
Good Corporate Governance Manual Building adalah langkah
berikut setelah assessment dilakukan. Berdasarkan hasil
pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi
prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman
implementasi Good Corporate Governance dapat disusun.
Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli
independen dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan
antara manual untuk organ-organ perusahaan dan manual untuk
keseluruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek
seperti:
Kebijakan Good Corporate Governance
Perusahaan;
Pedoman Good Corporate Governance
bagi organ-organ Perusahaan;
Pedoman perilaku
Audit Committee Charter;
Kebijakan Disklosur dan Transparansi;
Kebijakan dan Kerangka Manajemen
Risiko;
Roadmap Implementasi;
b. Tahap Implementasi, Setelah perusahaan memiliki Good Corporate
Governance Manual, langkah selanjutnya adalah memulai implementasi
di perusahaan. Tahap ini terdiri dari 3 langkah utama yakni :
i. Sosialisasi;
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
36
Universitas Indonesia
Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh
perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi
Good Corporate Governance khususnya mengenai Pedoman
Penerapan Good Corporate Governance Upaya sosialisasi
perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu,
langsung berada dibawah pengawasan Direktur Utama atau
salah satu Direktur yang ditunjuk.
ii. Implementasi;
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan
dengan Pedoman Good Corporate Governance yang ada,
berdasarkan roadmap yang disusun. Implementasi harus bersifat
top down approach yang melibatkan Dewan Komisaris dan
Direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula
upaya manajemen perubahan (change management) guna
mengawal proses perubahan yang ditimbulkan oleh implementasi
Good Corporate Governance .
iii. Internalisasi;
Internalisasi adalah tahap jangka panjang dalam
implementasi. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk
memperkenalkan Good Corporate Governance di dalam
seluruh proses bisnis perusahaan melalui berbagai prosedur
operasi (misalnya prosedur pengadaan, dan lain-lain), sistem kerja,
dan berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat
dipastikan bahwa penerapan Good Corporate Governance
bukan sekadar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang
bersifat superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh
aktifitas perusahaan.
c. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari
waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan Good
Corporate Governance telah dilakukan dengan meminta pihak
independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
37
Universitas Indonesia
Good Corporate Governance yang ada. Terdapat banyak perusahaan
konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di
Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan skoring. Evaluasi
dalam bentuk assesment, audit atau scoring juga dapat dilakukan
secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan BUMN.
Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan
situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi Good Corporate
Governance sehingga dapat mengupayakan perbaikan- perbaikan yang
perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan. Dalam hal
membangun Good Corporate Governance, dan terkait dengan
pengembangan sistem, yang diharapkan akan mempengaruhi perilaku
setiap individu dalam perusahaan yang pada gilirannya akan
membentuk kultur perusahaan yang bernuansa Good Corporate
Governance , maka diperlukan langkah-langkah berikut :
i. Menetapkan visi, misi, rencana strategis, tujuan perusahaan,
serta sistem operasional pencapaiannya secara jelas.
ii. Mengembangkan suatu struktur yang menjaga
keseimbangan peran dan fungsi organ perusahaan (chek and
balance).
iii. Membangun sistem informasi, baik untuk keperluan proses
pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan
informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
iv. Membangun sistem audit yang handal, tidak terbatas pada
peraturan dan prosedur standar, tetapi juga mencakup
pengendalian risiko perusahaan.
v. Membangun sistem yang melindungi hak-hak pemegang saham
secara adil ( fair) dan setara diantara para pemegang
saham.
vi. Membangun sistem pengembangan SDM, termasuk pengukuran
kinerjanya.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
38
Universitas Indonesia
Lahirnya konsep Good Corporate Governance sejalan dengan
berkembangnya pola pemisahan kekuasaan atau kewenangan antara pemilik
Perseroan (Pemegang Saham) yang diwakili oleh Dewan Komisaris dan pengelola
Perseroan (Direksi) yang bertanggung jawab pada operasional Perseroan. Pemilik
atau Pemegang Saham mendelegasikan kepada pengurus yang profesional agar
memperoleh keuntungan yang optimal dari investasinya di Perseroan. Terdapat
potensi masalah (princple-agent problem) jika timbul moral hazard dari pengurus
Perseroan untuk memanfaatkan Perseroan bagi kepentingan pribadinya. Untuk
melindungi kepentingan pemilik Perseroan (shareholder) serta stakeholder maka
diperlukan mekanisme Good Corporate Governance yang didukung oleh
infrastruktur hukum yang jelas dan tegas, struktur kepemilikan, peran dewan
komisaris dan mekanisme pendukung lainnya.67
Terdapat dua teori utama yang menjadi dasar pemikiran hal tersebut yaitu
Stewardship Theory dan Agency Theory.68
Stewardship Theory dibangun diatas
asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya
dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab memiliki
integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain bahwa seseorang
dalam menjalankan fungsi manajemen dapat dipercaya dan diyakini menjalankan
fungsinya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan publik pada umumnya dan
kepentingan pemegang saham pada khususnya.
Agency Theory memandang bahwa manajemen Perseroan sebagai ‘agents’
bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi
kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil
terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam Stewardship model.
Dengan kata lain bahwa seseorang yang menjalankan fungsi manajemen
dipandang tidak dapat dipercaya dalam menjalankan fungsinya dengan sebaik-
baiknya untuk kepentingan publik pada umumnya dan kepentingan pemegang
67 Viraguna Bagoes Oka, “Good Corporate Governance pada Perbankan” dalam
Prosiding: Perseroan Terbatas dan Good Corporate Governance, cet.IV, (Jakarta : Pusat
Pengkajian Hukum, 2006), hlm.74.
68
Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesia,edisi kedua, (Jakarta : Ray Indonesia, 2006), hlm.5.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
39
Universitas Indonesia
saham pada khususnya. Teori ini mendapatkan respon yang lebih luas karena
dianggap lebih mencerminkan kenyataan yang ada, sehingga mengembangkan
berbagai pemikiran mengenai Corporate Governance.
Dalam teori keagenan, hubungan agensi muncul ketika satu orang atau
lebih pemilik (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan
suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan
kepada agent tersebut.
Jensen dan Meckling menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara pengurus dengan investor, sehingga konflik kepentingan
antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu
berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan
(agency cost). Sebagai agen, pengurus secara moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya
akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat
dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
dikehendaki.69
Eisenhardt menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat
manusia yaitu:
a. manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest),
b. manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (bounded rationality), dan
c. manusia selalu menghindari resiko (risk averse).
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut pengurus sebagai manusia
akan cenderung bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan
pribadinya, dan sebagai pengelola perusahaan akan lebih banyak mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
69 Ali Irfan, Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi,
(Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002) hlm. 26-28.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
40
Universitas Indonesia
dibandingkan pemegang saham. Manajer berkewajiban memberikan sinyal
mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik.70
Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi
yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri antara
informasi yang diperoleh pengurus (agent) dengan pemilik (principal) dapat
memberikan kesempatan kepada pengurus untuk menyesatkan pemilik mengenai
kinerja ekonomi perusahaan.
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan yang diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana
yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan
bagaimana para investor yakin bahwa pengurus akan memberikan keuntungan
bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan
dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan
bagaimana para investor mengontrol para manajer, Dengan kata lain corporate
governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan
resiko dari teori keagenan (agency cost).
Salah satu permasalahan dalam penerapan Good Corporate Governance
adalah adanya keadaan dimana dewan direksi memiliki kekuatan yang lebih
besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Padahal fungsi dari dewan
komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari dewan direksi tersebut.
Efektivitas dewan komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan tersebut sangat
dipengaruhi oleh tingkat indepedensi dari dewan komisaris tersebut.
Fama dan Jensen menyatakan bahwa anggota dewan komisaris dapat
bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer
internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada
manajemen.71
Komisaris merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi
monitoring untuk menjamin pelaksanaan Good Corporate Governance pada
70 Ibid.
71
Daily, C., Dalton, D., 1994 “Board of directors leadership and structure: Control
andperformance implications”, Entrepreneurship theory and practice, Vol. 17, pg. 65-68.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
41
Universitas Indonesia
perusahaan. Sehingga dapat dikatakan langkah pertama dan utama dalam
menerapkan Good Corporate Governance adalah adanya dewan komisaris yang
berperan aktif, independen, dan konstruktif. Untuk itu, dibutuhkan struktur,
sistem, dan proses yang memadai agar hal tersebut dapat terwujud. Setidaknya
mencakup komposisi, kemampuan dan pengalaman anggota dewan, serta
bagaimana proses seleksi, peran, dan penilaian kinerja mereka.72
Dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi
monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran komisaris ini diharapkan
akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi
dengan pemegang saham. Oleh karena itu dewan komisaris seharusnya dapat
mengawasi kinerja dewan direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan
kepentingan para pemegang saham.73
Dewan Komisaris memegang peranan penting di dalam mengarahkan
strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para
pengurus benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada
pencapaian tujuan perusahaan. Yang terpenting dalam hal ini adalah kemandirian
komisaris dalam pengertian bahwa Dewan Komisaris harus memiliki kemampuan
untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan pengurus, dilengkapi dengan
informasi yang memadai untuk mengambil keputusan, dan berpartisipasi secara
aktif dalam penetapan agenda dan strategi.
Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Fungsi dewan komisaris sesuai dengan yang dinyatakan dalam
National Code for Good Corporate Governance 2001 adalah memastikan bahwa
perusahaan telah mempertimbangkan kepentingan para stakeholder dalam
melakukan kegiatannya dan memonitor efektifitas pelaksanaan Good Corporate
Governance .
72 Ibid.
73
Alijoyo, Antonius & Subarto Zaini, Komisaris Independen: Penggerak Praktik
GCG di perusahaan, (Jakarta : PT. Indeks, 2004.) hlm. 18
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
42
Universitas Indonesia
Fungsi-fungsi utama Dewan Komisaris mencakup74
:
a. Menelaah dan mengarahkan strategi perusahaan, rencana utama, kebijakan
mengenai resiko, anggaran tahunan, dan rencana usaha; menetapkan
sasaran kinerja, memonitor penerapan dan kinerja perusahaan serta
memantau belanja modal yang besar, akuisisi dan divestasi. Penelaahan
strategi perusahaan, rencana utama, kebijakan risiko, anggaran tahunan
dan rencana usaha merupakan kewajiban dewan komisaris sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 97 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan Komisaris bertugas
mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta
memberikan nasihat kepada Direksi.
b. Memonitor efektifitas praktik tata kelola perusahaan serta membuat
perubahan-perubahan yang diperlukan. Fungsi utama dewan komisaris
dalam memonitor efektifitas praktik tata kelola perusahaan tercermin
dalam ketentuan Pasal 97 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa komisaris bertugas
mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan serta
memberikan nasihat kepada Direksi.
c. Menyeleksi, memberikan kompensasi, memonitor serta bila perlu
mengganti manajemen serta mengawasi perencanaan penggantian
manajemen. Fungsi-fungsi dalam prinsip ini tidak dimiliki oleh dewan
komisaris. Dewan komisaris mempunyai kewenangan hanya sebatas
mengusulkan, keputusan ditentukan melalui RUPS. Sebagai contoh, untuk
penggantian manajemen, dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris tidak berwenang mengganti
manajemen karena hal tersebut merupakan kewenangan RUPS. Akan
tetapi dewan komisaris berwenang untuk mengusulkan penggantian
manajemen yang akan diputuskan oleh RUPS.
74 Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka
Good Corporate Governance, (Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002) hlm.
139.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
43
Universitas Indonesia
d. Menyelaraskan remunerasi manajemen dan dewan komisaris dengan
kepentingan jangka panjang dari perusahaan dan pemegang saham. Belum
terdapat ketentuan dalam peraturan perundangan di pasar modal Indonesia
yang mewajibkan emiten dan perusahaan publik serta perusahaan efek
memiliki komite remunerasi agar dewan komisaris dapat melaksanakan
tanggung jawab ini
e. Memastikan proses nominasi dan pemilihan dewan secara transparan dan
formal. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
mewajibkan perusahaan untuk memuat susunan, tata cara pemilihan,
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota direksi dan
komisaris dalam anggaran dasarnya. Namun demikian, dalam peraturan
pelaksananya belum ada ketentuan yang mewajibkan perusahaan memiliki
suatu komite nominasi yang akan memastikan terlaksananya fungsi dewan
ini dengan baik.
f. Memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan dari manajemen,
anggota Dewan serta pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset
perusahaan dan penyelewengan dalam transaksi dengan pihak yang
mempunyai hubungan istimewa. Tidak ada ketentuan khusus dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
mengatur kewajiban dewan komisaris dalam memonitor dan mengelola
potensi benturan kepentingan dari manajemen, anggota Dewan serta
pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan
penyelewengan dalam transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan
istimewa. Namun demikian, berdasarkan Pasal 83 Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perusahaan diwajibkan
mengelola daftar pemegang saham khusus yang memuat kepemilikan
saham anggota direksi, komisaris dan keluarganya. Selanjutnya, dalam hal
anggota direksi memiliki kepentingan yang bertentangan dengan
kepentingan perusahaan, maka direksi tersebut tidak berhak mewakili
perusahaan.
g. Memastikan integritas sistem pelaporan akuntansi dan keuangan
perusahaan, termasuk audit independen, serta memastikan bahwa sistem
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
44
Universitas Indonesia
pengendalian yang tepat telah diterapkan, khususnya mengenai sistem
manajemen risiko, pengendalian keuangan dan operasional, serta
kepatuhan terhadap peraturan perundangan serta standar-standar yang
berlaku. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas mewajibkan direksi dan komisaris menandatangani laporan
tahunan perusahaan untuk memastikan dewan bertanggung jawab atas
informasi yang terdapat dalam laporan tahunan tersebut. Lebih lanjut,
untuk perusahaan yang mengerahkan dana masyarakat, mengeluarkan
surat pengakuan hutang atau perusahaan terbuka maka laporan keuangan
tahunan perusahaan wajib diperiksa oleh akuntan publik.
h. Mengawasi proses keterbukaan dan komunikasi. Dalam ketentuan di pasar
modal, direksi wajib bertanggung jawab dan memastikan seluruh
informasi yang disampaikan perseroan baik kepada publik maupun otoritas
pasar modal memuat fakta atau informasi yang benar dan tidak
menyesatkan.
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi.
Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku yang dapat menjadi acuan bagi
organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan
etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip-prinsip
dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
a. memiliki nilai-nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral
perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
b. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya,
perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh
organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang
berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan
manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
c. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan
diterapkan.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
45
Universitas Indonesia
2.2.4. Good Corporate Governance Pada Undang-Undang Nomor. 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas
Teori utama yang menguatkan pentingnya penerapan Good Corporate
Governance yang baik di Indonesia adalah teori Kedaulatan Negara (Staats-
souvereiniteit), yang dikemukakan oleh Jean Bodin dan Geroge Jelinek yang
menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi terdapat di tangan negara dan negara pula
yang mengatur kehidupan anggota masyarakatnya. Negara yang berdaulat akan
melindungi anggota masyarakatnya dimulai dari anggota masyarakat yang
terlemah. Pada negara Indonesia, hal tersebut dalam hal susunan perekonomian
yang dianutnya secara eksplisit diatur dalam Pasal 33 Undang-undang Dasar
1945; Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan yang bercorak kolektivistis dengan tidak mengabaikan hak-hak
individu.75
Menurut W.Friedmann, hal tersebut menggambarkan corak masyarakat
timur yang menggabungkan kolektivisme dan individualisme, dimana
masyarakatnya mencari keseimbangan antara hidup sebagai pribadi dan hidup
sebagai warga masyarakat, yang terus mencari keseimbangan antara kehidupan
materi dan kehidupan rohani.76
Undang-undang Perseroan Terbatas, memuat asas kekeluargaan yang
mengandung jiwa harmonisasi dan sinergi dengan pasal 33 Undang-undang Dasar
1945, oleh karena negara berkehendak menciptakan suatu Verwaltungswirschaft,
suatu cita-cita untuk menjadi negara kesejahteraan; keadaan dimana tidak ada
jurang perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin.77
Teori-teori pendukung dari teori Kedaulatan Negara yang digunakan untuk
adalah sebagai berikut:
75 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya
di Indonesia, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve. 1994) hlm. 121.
76
Mubyarto, “Ideologi Pancasila dalam Kehidupan Ekonomi”, Pancasila sebagai Ideologi
dalam Kehidupan Masyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, Oetojo Oesman dan Alfian
(Penyunting), Jakarta: BP-7 Pusat, 1994, hal. 239-240.
77
Sri Edi Swasono, Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipatif vs Konsentrasi
Ekonomi, (Jakarta: Kopkar Dekopin, 1990) hlm. 252.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
46
Universitas Indonesia
a. Teori pengayoman dari Soediman Kartohadiprojo, yang
menyatakan bahwa fungsi hukum adalah pengayoman.78
Hukum melindungi secara aktif dan pasif. Secara aktif, hukum
memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk
menciptakan keharmonisan dalam masyarakat dan mendorong
manusia untuk terus-menerus memanusiakan dirinya. Upaya-upaya
tersebut dilakukan dengan pengaturan ketertiban, keteraturan,
kedamaian dan keadilan yang meliputi keadilan distributif79
,
komutatif80
, vindikatif81
, serta protektif82
demi kesejahteraan,
keadilan sosial, pemeliharaan, dan pengembangan akhlak serta
cita-cita moral.
Secara pasif, hukum memberikan perlindungan dalam berbagai
bidang usaha, menjaga ketertiban dan keamanan, sehingga manusia
yang diayomi dapat hidup damai dan tenteram.
b. Teori perlindungan dari Telders, Van der Grinten, dan Molengraff,
yang menyatakan bahwa suatu norma baru dapat dianggap
melanggar, apabila suatu kepentingan yang dimaksudkan untuk
dilindungi oleh norma itu telah dilanggar.
Berikut akan diuraikan sejauh mana penerapan prinsip Good Corporate
Governance di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas:
a. Transparency
78 Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Pembangunan,
1993) hlm. 245.
79
Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan penilaian antara prestasi dan
kontra prestasi dalam hubungan warga masyarakat.
80
Keadilan komutatif adalah keadilan yang membebankan kewajiban pimpinan
organisasi untuk memberikan kepada warga masyarakat beban sosial, fungsi-fungsi, imbalan balas
jasa dan kehormatan tanpa melihat perbedaan kecakapan dari jasanya.
81
Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan ganjaran atau hukuman sesuai
tingkat kesalahan yang dilakukan.
82
Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada setiap
manusia, sehingga tak seorangpun mendapat perlakuan yang sewenang-wenang.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
47
Universitas Indonesia
Merupakan kepentingan dari para pemegang saham untuk mendapatkan
informasi material suatu Perseroan. Hal ini akan berkaitan dengan dua
permasalahan, yaitu:83
i. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu
Perseroan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham
atau calon investor untuk menanamkan modalnya.
ii. Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari
penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan
oleh direksi Perseroan.
Pemenuhan informasi material Perseroan secara tepat waktu, benar dan
teratur yang dapat mempengaruhi pertimbangan para pemegang saham
dalam pengambilan keputusan, merupakan kewajiban dari Direksi dan atas
pengawasan Dewan Komisaris untuk mengungkapkannya (disclosure),
kewajiban tersebut terkait dengan prinsip accountability (akuntabilitas)
dari Direksi dan Dewan Komisaris.
Kewajiban Direksi mengenai pengungkapan informasi Perseroan di dalam
UUPT harus dilakukan dalam bentuk laporan tahunan, sebagaimana diatur
dalam Pasal 66 ayat (1) dan (2) UUPT yang menyatakan bahwa84
:
i. Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah
ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat
6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
ii. Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat sekurang-kurangnya:
laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca
akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan
tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,
serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
83 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana Prenanda
Media Group, 2006), hlm.74.
84
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106
tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 66 ayat (1) dan (2).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
48
Universitas Indonesia
laporan mengenai kegiatan Perseroan;
laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh
Dewan Komisaris selama tahun buku
nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium
dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk
tahun yang baru lampau.
Berkaitan dengan kewajiban Direksi tersebut diatas dalam memberikan
laporan tahunan, UUPT kembali menitikberatkan pada pemberian
informasi mengenai laporan keuangan dengan sanksinya di dalam pasal 69
ayat (3) UUPT berupa pertanggungjawaban renteng oleh anggota Direksi
dan anggota Dewan Komisaris kepada pihak yang dirugikan apabila
informasi yang diberikan tidak benar atau menyesatkan.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada para
pemegang saham mengenai keadaan finansial suatu Perseroan, dimana
memberikan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan dari para
pemegang saham dipergunakan oleh Perseroan sesuai peruntukannya.
Kewajiban akan memberikan informasi Perseroan secara tepat waktu,
benar dan teratur juga diatur dalam hal penyelenggaran Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi wajib memberikan informasi Perseroan
yang berhubungan dengan mata acara rapat, sebagaimana diatur dalam
Pasal 75 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa85
:
“Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan
yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan
Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Perseroan.”
b. Accountability
85
ps. 75 ayat (2).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
49
Universitas Indonesia
Jaminan atas pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif
terhadap manajemen oleh direksi dan dewan komisaris, serta memuat
kewenangan-kewenangan yang harus diwakili oleh direksi dan dewan
komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang
saham dan para pemangku kepentingan.86
Prinsip ini juga mendukung keberadaan doktrin fiduciary duties yang pada
dasarnya memberikan konsep normatif mengenai wewenang dan tanggung
jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan,
sehingga doktrin tersebut dapat diimplementasikan secara konkret.87
Fiduciary Duties Direksi diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT yang
menyatakan bahwa :
“(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.”
kemudian dipertegas dalam Pasal 97 ayat (1) dan (2) UUPT yang
terkandung asas good faith dimana menyatakan bahwa :
“(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab.”
Fiduciary Duties dari Dewan Komisaris, diatur dalam Pasal 108 ayat (1)
UUPT yang menyatakan bahwa :
“(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun
usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.”
kemudian dipertegas dalam Pasal 114 ayat (1) dan (2) UUPT yang
menyatakan:
86 Organisation for Economic Co-operation and Development; Principles of Corporate
Governance, (April 1998)
87
Hindarmojo Hinuri, ed., The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan
Implementasi pada Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia (Jakarta: Yayasan pendidika
Pasar Modal Indonesia & Sinergy Communication, 2002), hlm. 78
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
50
Universitas Indonesia
“(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-
hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.”
ayat berikutnya mengatur pertanggungjawaban atas wewenang yang
diberikan apabila Dewan Komisaris salah atau lalai dalam menjalankan
wewenangnya :
“(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai”
c. Responsibility
Prinsip responsibility merupakan perwujudan dari tanggung jawab suatu
Perseroan untuk mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang telah
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara
asalnya atau tempatnya berdomisili secara konsekuen. Termasuk peraturan
di bidang lingkungan hidup, persaingan usaha, ketenagakerjaan,
perpajakan, perlindungan konsumen dan sebagainya, sebagaimana
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di tiap-tiap negara.
Pertanggungjawaban Perseroan pada masyarakat dan lingkungan,
merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen,
pertanggungjawaban tersebut telah diatur dalam Pasal 74 UUPT yang
menyatakan bahwa :
“(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
51
Universitas Indonesia
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
d. Independency
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana Perseroan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat88
Dalam menjaga kemandirian masing fungsi Organ Perseroan, dalam Pasal
36 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwa :
“(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri
maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.”
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan yang
dapat mengakibatkan kerugian bagi Perseroan maupun pemegang saham,
karena kepemilikan silang cenderung menyebabkan terjadinya
percampuran antara pemilikan dan pengurusan Perseroan sehingga dalam
hal ini manajemen tidak lagi independen satu terhadap yang lainnya
Namun terdapat pengecualian, dalam hal Perseroan membeli kembali
saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:89
i. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan
bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
88 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesia, edisi kedua. (Jakarta: Ray Indonesia, 2006), hlm. 13.
89
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106
tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 37 ayat (1).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
52
Universitas Indonesia
ii. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang
dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh
Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal
yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang undangan di bidang pasar modal.
e. Fairness
Prinsip fairness merupakan keharusan bagi sebuah Perseroan untuk
memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham (baik
pemegang saham mayoritas atau minoritas, asing atau domestik), sehingga
kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin.90
Penerapan prinsip ini kedalam Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor
40 Tahun 2007 dapat dibedakan dalam keterkaitannya dalam hal:
i. Hak-hak yang berkaitan dengan kepemilikan perusahaan
Yaitu dalam hal:
Menghadiri RUPS dan secara prorata ikut melakukan
pemungutan suara; (Pasal 52 ayat (1) UUPT)
Hak untuk menerima pembagian keuntungan (Pasal 52 ayat
(1) UUPT)
Hak untuk memperoleh laporan tentang kondisi dan
perkembangan usaha dan keuangan Perseroan secara
teratur dan akurat dan diungkapkan secara benar dan tepat
waktu (Pasal 66 ayat (1) dan (2) UUPT)
ii. Hak-hak yang diciptakan sebagai konsekuensi pemisahan fungsi
pemegang saham dan Dewan Pengurus atau Board of Directors
serta manajemen perusahaan.
Yaitu dalam hal:
Merger dan akuisisi (Pasal 89 ayat (1) UUPT)
Penjualan atau pembelian harta tetap Perseroan (Pasal 102
ayat (1) UUPT)
90 Daniri, op. cit., hlm. 71.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
53
Universitas Indonesia
2.3. Analisa Kasus Putusan Pengadilan Negri Jakarta Selatan No.
103/PDT.G/2011/PN.JKT.SEL
2.3.1 Profil Perusahaan
PT. Megapolitan Development, didirikan untuk pertama kalinya dengan nama PT
Megapolitan Developments Corporation berkedudukan di Jakarta, berdasarkan
Akta Pendirian No. 24 tanggal 10 September 1976 dibuat dihadapan Soeleman
Ardjasasmita, S.H., Notaris di Jakarta, yang telah mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman Republik Indonesia (sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia) berdasarkan Surat Keputusan No. Y.A.5/513/4
tanggal 5 Nopember 1976, dan telah didaftarkan pada Kantor Pengadilan Negeri
Jakarta di bawah No. 2800 tanggal 23 Nopember 1976, serta telah diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 94 tanggal 23 Nopember 1976,
Tambahan No. 855. Anggaran Dasar Perseroan mengalami beberapa kali
perubahan. Perubahan terakhir berkaitan dengan Penawaran Umum yang akan
dilakukan oleh Perseroan, Anggaran Dasar Perseroan dirubah sesuai dengan Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa pada tanggal 4 Oktober 2010 yang
keputusannya telah dimuat dalam Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa No. 9 tanggal 4 Oktober 2010 yang telah memperoleh persetujuan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
Keputusannya No. AHU-48137.AH.01.02 Tahun 2010 tanggal 13 Oktober 2010.
Perseroan merupakan bagian dari Grup Megapolitan, yang telah berpengalaman
dalam pengembangan proyek perumahan (residential property) di Indonesia
khususnya daerah Jabodetabek. Pengembangan properti yang telah dilakukan oleh
Grup Megapolitan sebagian besar adalah pengembangan properti di daerah
perumahan yang sebagian besar terletak di Jakarta, Cinere, Tangerang dan Bogor.
Saat ini luas land bank yang dimiliki oleh Perseroan dan anak perusahaan
mencapai lebih dari 370 hektar per 30 Juni 2010.
2.3.2 Kasus Posisi
Perkara ini terjadi antara “Charles Dulles Marpaung” sebagai Penggugat
melawan “PT. Cosmopolitan Persada Development” sebagai Tergugat I; “Sudjono
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
54
Universitas Indonesia
Barak Rimba” sebagai Tergugat II; “Lora Melani Barak Rimba” sebagai Tergugat
III; dan “PT. MEGAPOLITAN DEVELOPMENT,” sebagai Tergugat IV.
Dalil pokok gugatan Penggugat pada dasarnya adalah tentang perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh para Tergugat berupa tindakan pemberhentian
Penggugat selaku Komisaris Independen pada tergugat IV yang dilakukan oleh
tergugat I sampai dengan tergugat III tanpa pemberitahuan dan memberikan
kesempatan kepada Penggugat untuk membela diri serta tidak memberikan gaji
dan tunjangan sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 16 ayat 10 Anggaran
dasar Tergugat IV yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, sehingga
melanggar pasal 119 jo pasal 105 UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
2.3.3 Duduk Perkara
Penggugat dengan suratnya tertanggal 18 pebruari 2011 yang telah
didaftarkan dikepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 18
Pebruari 2011 dengan nomor: 103/Pdt/G/2011/PNJkt.Sel telah mengajukan
gugatan kepada para tergugat yakni sebagai berikut:
1. Bahwa berdasarkan Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa(RUPSLB) Perseroan tanggal 17 Juli 2008 , Nomor 154 yang dibuat
dihadapan Misahardi Wilamarta, S.H . , Notaris di Jakarta (selanjutnya
disebut "Anggaran Dasar"), terhitung sejak tanggal RUPSLB tanggal (17
Juli 2008) Penggugat telah diangkat sebagai Komisaris Independen pada
PT.Megapolitan Development, (Tergugat IV). ;
2. Bahwa berdasarkan Pasal 17 Anggaran Dasar Tergugat IV , salah satu
tugas Komisaris adalah melakukan pengawasan atas kebijakan dan
jalannya Pengurusan Perseroan. Dalam rangka melaksanakan tugas
pengawasan tersebut, Penggugat telah meminta kepada Tergugat IV agar
menyerahkan kepada Penggugat :
a. Laporan Keuangan Perseroan (Neraca, Rugi/Laba, Cash Flow dan
Laporan Perubahan Modal serta Laporan keuangan yang terkait
lainnya) (untuk Tahun Buku 2008 sampai dengan 2010).;
b. Laporan Pembayaran Pajak ( PPh Badan, PPn , PPh Pasal 25 dan
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
55
Universitas Indonesia
pajak terkait lainnya ) (untuk Tahun Buku 2008 sampai dengan
2010 ). ;
c. Laporan atas Akuisisi yang dilakukan oleh Perseroan terhadap
perusahaan-perusahaan lain.; Akan tetapi hingga tanggal
diajukannya gugatan ini, dokumen-dokumen yang diminta oleh
Penggugat tersebut tidak pernah diserahkan oleh Tergugat IV.:
Akan tetapi hingga tanggal diajukannya gugatan ini, dokumen-
dokumen yang diminta oleh Penggugat tersebut tidak pernah
diserahkan oleh Tergugat IV. :
3. Bahwa Penggugat pun sama sekali belum pernah diundang dalam rapat-
rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris PT. Megapolitan
Development, (Tergugat IV) . ;
4. Bahwa selain itu berdasarkan ketentuan Pasa l16 ayat 10 Anggaran Dasar
Tergugat IV , selaku Komisaris Independen , Penggugat berhak
mendapatkan gaji dan fasilitas serta tuniangan lainnya, akan tetapi sampai
tanggal diajukannya gugatan ini Penggugat belum pernah menerima gaji
dan fasilitas.
5. Bahwa saat ini diketahui Tergugat IV sedang melakukan permohonan ijin
untuk melakukan penawaran umum saham- sahamnya kepada masyarakat
(Initial Public Offering) dimana dalam proses tersebut sama sekali tidak
melibatkan Penggugat. Belakangan diketahui ternyata Penggugat telah
diberhentikan oleh Tergugat I sampai dengan Tergugat I I I selaku
Pemegang Saham tanpa pemberitahuan apapun dari Tergugat I sampai
dengan Tergugat I I I maupun dari Tergugat IV.
6. Bahwa sesuai Pasal 16 aya t 7 Anggaran Dasar Tergugat IV, masa jabatan
anggota Dewan Komisaris adalah 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal
yang ditentukan dalam RUPS. Sedangkan menurut Pasal 16 ayat (13)
Anggran Dasar Tergugat IV ditentukan bahwa jabatan Anggota Dewan
Komisaris berakhir apabila:
a. mengundurkan diri sesuai ketentuan ayat 12 Pasal ini. ;
b. tidak lagi memenuhi persyaratan ketentuan yang berlaku. ;
c. meninggal dunia. ;
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
56
Universitas Indonesia
d. diberhentikan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham. ;
e. dinyatakan pailit atau ditaruh dibawah pengampuan berdasarkan
suatu keputusan pengadilan .
7. Bahwa berdasarkan Pasal 105 UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas berbunyi sbb :
a. Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan
keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. ;
b. Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 diambil setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. ;
c. Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan keputusan
diluar RUPS sesuai ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasa l91, anggota Direksi yang bersangkutan diberitahu terlebih
dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan
untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian. ;
8. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 119 UU No.40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas disebutkan bahwa ketentuan mengenai pemberhentian
anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 mutatis mutandis
berlaku bagi pemberhentian anggota Dewan Komisaris. PARA Tergugat
TELAH MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM
9. Bahwa tindakan pemberhentian Penggugat dari Tergugat IV yang
dilakukan oleh Tergugat I sampai dengan Tergugat I I I tanpa
pemberitahuan dan memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk
membela diri bertentangan dengan Pasal 119 jo Pasal 105 UU No.40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dan hal tersebut jelas merupakan
perbuatan melawan hukum sebagaimana yang dimaksud Pasal 1365 KUH
Perdata dan oleh karenanya pemberhentian yang dilakukan oleh Tergugat I
sampai dengan Tergugat III terhadap Penggugat tersebut batal demi
hukum dengan segala akiba t hukumnya. ;
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
57
Universitas Indonesia
10. Bahwa demikian pula tindakan Tergugat IV yang tidak pernah
memberikan gaji dan tunjangan sebagaimana yang ditentukan dalam Pasa l
16 ayat 10 Anggaran Dasar Tergugat IV, juga merupakan perbuatan
melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata . ;
11. Bahwa Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan
"Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
seorang lain , mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu , mengganti kerugian tersebut". ; Tergugat HARUS MEMBAYAR
GANTI RUGI KEPADA Penggugat
12. Bahwa akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh PARA
Tergugat tersebut diatas telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat baik
berupa kerugian materil, maupun kerugian immaterial dan oleh karenanya,
Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan cq
Majelis Hakim a quo untuk menghukum PARA Tergugat membayar ganti
rugi materiel dan immaterial kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus
13. Bahwa akibat diberhentikan sebagai Komisaris Independen pada
PT.Megapolitan Development, oleh Tergugat I s/d Tergugat I I I setidak-
tidaknya telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat dimana Penggugat
telah mengeluarkan biaya- biaya untuk mempertahankan haknya yang
sampai saat ini berjumlah Rp.200.000.000 , 00 (dua ratus juta rupiah) dan
kerugian immaterial sebesar Rp.50.000.000.000 ,00 ( lima puluh milyar
rupiah). ;
14. Bahwa adapun kerugian yang diderita oleh Penggugat akibat belum
dibayarnya gaji dan tunjangan oleh Tergugat IV adalah sbb :
a. Jika gaji Penggugat sebagai Komisaris Independen sebesar
Rp.40.000.000,-/perbulan, maka kerugian akibat gaji yang belum
diterima oleh Penggugat sejak tanggal 17 Juli 2008 sampai
diajukannya gugatan ini adalah : 31 x @ Rp.40.000.000 , - =
Rp.1.240.000.000,-
b. Fasilitas Kendaraan sebesar = Rp. 1.200.000.000,- + Total
seluruhnya sebesar Rp.2.440.000.000,- (dua milyar empat ratus
empat puluh juta rupiah) .
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
58
Universitas Indonesia
15. Bahwa agar gugatan Penggugat terhadap PARA Tergugat menjadi tidak
sia-sia , maka Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan cq Majelis Hakim agar meletakkan Sita Jaminan terhadap harta
benda milik PARA Tergugat berupa :
a. 2.237.018.320 (dua milyar dua ratus tiga puluh tujuh juta delapan
belas ribu tiga ratus dua puluh ) saham Tergugat I pada
PT.MEGAPOLITAN DEVELOPMENT, saham Tergugat II pada
PT.MEGAPOLITAN DEVELOPMENT, saham Tergugat III pada
PT.MEGAPOLITAN DEVELOPMENT,
b. Tanah dan bangunan milik Tergugat IV yang terletak di Jalan
Kawasan Mega Kuningan Barat Kav, E4 No.3 Jakarta Selatan. ;
dan sekaligus menyatakan seluruh Sita Jaminan tersebut sah dan
berharga menurut hukum.;
16. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat didasarkan pada alasan-alasan
hukum yang kuat serta didukung oleh bukti-bukti yang cukup , maka
Penggugat mohon agar putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu
meskipun ada upaya hukum Verzet , Banding , atau Kasasi dari PARA
Tergugat
2.3.4 Keterangan Tergugat
Dalam Eksepsi :
1. Gugatan penggugat kurang pihak
Penggugat menyebutkan adanya kalimat " . . . dihadapan Misahardi
Wilamarta, S.H., Notaris di Jakarta ,“ terkait dibuatnya Akta Risalah
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perseroan tanggal 17 Juli
2008, Nomor 154. Namun Penggugat tidak mengikut-sertakan "Misahardi
Wilamarta , SM.," sebagai Notaris di Jakarta sebagai pihak dalam Gugatan
a quo. Hal ini mengakibatkan gugatan Penggugat menjadi kurang pihak
karena Penggugat tidak mengikutsertakan "Misahardi Wilamarta , S.H. , "
sebagai Notaris di Jakarta sebagai pihak dalam Gugatan a quo;
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
59
Universitas Indonesia
2. Tentang gugatan Penggugat kabur (obscuur libel) mengenai nama bukti
dokumen pengangkatan Penggugat sebagai Komisaris Independen pada
tergugat IV
3. Bahwa Penggugat dalam gugatan a quo tidak menuliskan nama
perusahaan, atau nama lain , sebagai pihak yang berkepentingan untuk
membuat akta tersebut. Pengangkatan Penggugat Sebagai Komisaris
Independen pada Tergugat IV ;
4. Petitum dalam gugatan a quo didasarkan pada petitum yang didasarkan
pada suatu posita yang tidak jelas,yaitu :
a. Dalam Posita Gugatan, Penggugat tidak jelas menyebutkan
mengenai perbuatan melawan hukum yang seperti apa yang telah
dilakukan oleh PARA Tergugat.;
b. Dalam Posita Gugatan, Penggugat tidak menguraikan unsur-unsur
Pasal 1365 KUHPerdata tersebut . ;
c. Dalam Posita Gugatan, Penggugat mendalilkan Tergugat I sampai
dengan Tergugat III telah melakukan perbuatan yang melanggar
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun sama
sekali tidak disebutkan dalam Petitum. ;
5. Gugatan Penggugat kabur (obscuur libel)
Bahwa Penggugat tidak menyebutkan dasar/acuan mengenai gaji
Penggugat sebagai Komisaris Independen, terlebih lagi Penggugat hanya
bisa berandai-andai saja dengan menggunakan kata " JIKA" dalam
mendalilkan hak-haknya itu. Demikian juga mengenai dasar/acuan
penentuan fasilitas kendaraan, yang tidak memiliki dasar hukum;
6. Eksepsi tentang Penggugat yang tidak beritikad baik
Penggugat juga telah menipu Tergugat II dan Tergugat III dengan
mengajak untuk berinvestasi di tambang timah hitam di Sumatera Utara
dengan menjanjikan pengurusan Izin Kuasa Pertambangan tentang adanya
kandungan timah hitam atau galena diatas 100.000.000,- M3 (seratus juta
metrik ton) (selanjutnya disebut "KP Timah Hitam").
Atas janji-janji dari Penggugat tersebut Tergugat II dan Tergugat III
menyetor modal sebesar Rp.5.000.000.000,- ( lima milyar rupiah ) untuk
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
60
Universitas Indonesia
berinvestasi ditambang Timah Hitam (Galena) dengan mendirikan PT.
Graha Tambang Resources. Selanjutnya Penggugat menjanjikan izin KP
Timah Hitam terbit di akhir bulan Mei 2008 atau Juni 2008. Atas janji
janji Penggugat tersebut , hingga batas waktu yang ditentukan dan hingga
saat ini , izin KP Timah Hitam tersebut tidak kunjung terbit .
Berdasarkan hal tersebut , Pihak Tergugat II telah melaporkan Penggugat
dengan tuduhan diduga telah melakukan tindak pidana Penipuan dan
Penggelapan (Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP) ke Bareskrim Mabes Polri ,
sebagaimana Tanda Bukti Lapor No.Pol.: TBL/226/VI/2010/Bareskrim,
tertanggal 14 Juni 2010 dan saat ini status Penggugat telah ditetapkan
sebagai TERSANGKA;
Bahwa Penggugat beritikad buruk dengan tidak mau membayar
kewajibannya berupa ganti kerugian atas pengurusan izin KP Batubara
yaitu sebesar USS 10.600.000 (sepuluh juta enam ratus ribu dolar
Amerika Serikat )dan izin KP Timah Hitam/Galena sebesar Rp.
105.000.000.000 , - (seratus lima milyar rupiah) . Terhadap seluruh
kerugian tersebut, Tergugat II telah mengajukan Gugatan Rekonpensi
terhadap Penggugat dalam perkara Perkara Perdata Nomor : 625/Pd t .G/
2010 /PN. Jkt .Sel . pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ;
Berdasarkan fakta hukum tersebut di atas , terlihat di jadikannya
Penggugat menjadi Komisaris Independen pada Tergugat IV , karena
Penggugat dengan sedemikian rupa menjanjikan kesanggupan untuk
mengurus izin KP Batubara dan KP Timah Hitam (Galena) terhadap
Tergugat II dan Tergugat III , namun pada kenyataannya hal tersebut
hanya tipu muslihat Penggugat. Oleh karena itu sangatlah tidak beralasan
hukum Penggugat mengajukan tuntutan ganti kerugian melalui Gugatan a
quo.
Seandainya sejak dari awal PARA Penggugat mengetahui itikad tidak baik
dari Penggugat tersebut, maka Penggugat tidak akan diizinkan memegang
jabatan sebagai Komisaris Independen pada Tergugat IV
Dalam Pokok Perkara
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
61
Universitas Indonesia
1. Para Tergugat tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum oleh
karena itu, terhadap para Tergugat tidak dapat dibebankan ganti kerugian
2. Pemberhentian Penggugat sebagai anggota dewan komisaris pada
Tergugat IV adalah sah secara hukum. Bahwa proses pemberhentian
Penggugat sebagai Komisaris Independen pada Tergugat IV sudah sesuai
dengan aturan hukum yang berlaku, yang dapat dijelaskan sebagai berikut
:
a. Bahwa sesuai Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa PT .Megapolitan Developmens, Nomor : 154, tertanggal 17
Juli 2008, yang dibuat dihadapan Misahardi Wilamarta , S.H. ,
Notaris di Jakart a (selanjutnya disebut "Akta No. 154/2008, tgl 17
Juli 2008 RUPSLB PT.Megapolitan.") bahwa kedudukan
Penggugat hanya sebagai Komisaris Independen pada Tergugat IV
dan BUKAN sebagai salah satu pemegang saham pada Tergugat
IV;
b. Bahwa pada tanggal 1 September 2008, telah diselenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ("RUPSLB")
PT.Megapolitan Developmens, yang dihadiri oleh semua
pemegang/pemilik saham dengan hak suara yang sah hadir atau
diwakili dalam rapat . Selanjutnya dalam RUPSLB tersebut telah
diambil keputusan rapat dengan suara bulat sebagaimana tercantum
dalam Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luara Biasa
PT. Megapolitan Developmens, Nomor 9, tertanggal 1 September
2008 yang dibuat dihadapan Dr. Misahardi Wilamarta , S.H. , M.H.
, M.Kn. , LL.M, Notaris di Jakarta (selanjutnya disebut "Akta No.
9/2008 , tgl 1 Sep 2008 RUPSLB PT. Megapolitan"), dalam hal ini
Penggugat masih menjadi Komisaris Independen pada Tergugat
IV;
c. Bahwa diterbitkannya Akta No. 9/2008 , tgl 1 Sep 2008 RUPSLB
PT.Megapolitan adalah UNTUK
MENGGANTIKAN/MEMPERBAHARUI keberadaan Akta No.
154/2008, tgl 17 Ju i 2008 RUPSLB PT.Megapolitan;
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
62
Universitas Indonesia
d. Bahwa selanjutnya pada tanggal 21 April 2009, telah
diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa
("RUPSLB") PT.Megapolitan Developmens, yang dihadiri oleh
semua pemegang/pemilik saham dengan hak suara yang sah hadir
atau diwakili dalam rapat . Selanjutnya dalam RUPSLB tersebut
telah diambil keputusan rapat dengan suara bulat sebagaimana
tercantum dalam Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham
Luara Biasa PT. Megapolitan Developmens, Nomor 48 , tert
anggal 21 April 2009 yang dibuat dihadapan Dr . Misahardi
Wilamarta, S.H. , Notaris di Jakarta (selanjutnya disebut "Akta No.
48/2009, tgl 21April 2009 RUPSLB PT.Megapolitan") dan di
dalam akta tersebut dinyatakan memberhentikan seluruh anggota
Direksi dan Dewan Komisaris Persero termasuk Penggugat sebagai
anggota dewan komisaris pada Tergugat IV. ; RUPSLB pada
Tergugat IV sebagaimana tersebut dalam Akta No. 48/2009, tgl
21April 2009 RUPSLB PT.Megapolitan telah sesuai dengan
Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas (selanjutnya disebut " UU No. 40/2007 tentang PT")
Adapun bunyi Pasal 76 ayat 4 UU No. 40/2007 tentang PT yaitu :
“ ….(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di
tempat Perseroan melakukan kegiatanusahanya yang utama
sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar. 2) RUPS
Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di
mana saham Perseroan dicatatkan . 3) Tempat RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di
wilayah negara Republik Indonesia ; 4) Jika dalam RUPS hadir
dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang
saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu ,
RUPS dapat diadakan dimanapun dengan memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) . (5) RUPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan
jika keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat . . " Meskipun
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
63
Universitas Indonesia
keberadaan Akta No. 154/2008 , tgl 17 Juli 2008 RUPSLB PT.
Megapolitan., telah digantikan oleh Akta No. 9/2008 , tgl 1 Sep
2008 RUPSLB PT. Megapolitan, quodnon berdasarkan hal- hal
tersebut di atas , maka Penggugat dapat diberhentikan sebagai
anggota dewan komisaris pada Tergugat IV, melalui keputusan dari
Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam Akta
Pendirian pada Tergugat IV. ;
3. Bahwa dasar hukum dari pemberhentian Penggugat sebagai anggota
dewan komisaris pada Tergugat IV yai tu berdasarakan Akta No. 48/2009,
tgl 21April 2009 RUPSLB PT. Megapolitan telah sesuai dengan UU No.
40/2007 tentang PT. Oleh karenanya pemberhentian Penggugat sebagai
anggota dewan komisaris pada Tergugat IV, adalah SAH secara hukum
yang berlaku.
4. Penggugat lalai melaksanakan tugas sebagai anggota dewan komisaris
pada Tergugat IV.
Selama Penggugat menjabat sebagai anggota dewan komisaris pada
Tergugat IV dan saat ini telah diberhentikan sesuai Akta No. 48/2009, tgl
21April 2009 RUPSLB PT. Megapolitan, Penggugat tidak pernah atau
lalai melaksanakan tugas dan wewenangnya;
5. Penggugat diduga telah melakukan tindak pidana penipuan dan
penggelapan terhadap Tergugat II DAN Tergugat III Tergugat II telah
melaporkan Penggugat dengan tuduhan dugaan tindak pidana Penipuan
dan Penggelapan (Pasal 378 dan Pasal 372 KUHP) ke Bareskrim Mabes
Polri, sebagaimana Tanda Bukti Lapor No.pol :
TBL/226/VI/2010/Bareskrim, tert anggal 14 Juni 2010, dimana saat ini
Penggugat telah berstatus sebagai tersangka.
6. Bahwa Penggugat telah mendalilkan adanya kerugian materil maupun
immaterial akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para
Tergugat, apabila terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, padahal
tidak terbukti, antara lain : Bahwa keberadaan Akta No. 154 /2008 , tgl 17
Juli 2008 RUPSLB PT. Megapolitan TELAH DIGANTI oleh Akta No.
9/2008 , tgl I Sep 2008 RUPS PT. Megapolitan , dan dalam akta terbaru
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
64
Universitas Indonesia
tersebut yaitu Akta No. 9/2008, tgl 1 Sep 2008 RUPS PT. Megapolitan
TIDAK ada lagi dibicarakan mengenai gaji berikut fasilitas dan/atau
tunjangan lainnya bagi Dewan Komisaris . ;
Dalam hal in i terdapat 2 fakta hukum yang harus diperhatikan yaitu :
a. Selama Penggugat menjadi anggota dewan komisaris pada
Tergugat IV, RUPS untuk menentukan gaji berikut fasilitas
dan/atau tunjangan lainnya belum pernah diselenggarakan ;
b. Selama Penggugat menjadi anggota dewan komisaris pada
Tergugat IV, belum pernah ada diselenggarakan RUPS yang
mendelegasikan kewenangan penentuan gaji berikut fasilitas
dan/atau tunjangan lainnya bagi Dewan Komisaris di limpahkan
kepada Rapat Dewan Komisaris
7. Permohonan sita jaminan yang dimohonkan oleh Penggugat tidak
memenuhi persyaratan hukum
Bahwa mengenai keberadaan sejumlah saham milik Tergugat I , Tergugat
II dan Tergugat III dalam PT. Megapolitan Development,Tergugat
menjamin bahwa saham tersebut tidak pernah akan dialihkan kepada pihak
manapun, karena sebagai sebuah perseroan yang bersifat terbuka ,
kepemilikan saham pada PT Megapolitan Development, diawasi secara
ketat oleh masyarakat pemegang saham dan oleh Badan Pengawas Pasar
Modal (BAPEPAM) . Oleh karena itu , permohonan sita jaminan yang
diajukan oleh Penggugat tidak layak untuk dikabulkan. ;
8. Permohonan putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) dan
permohonan provisi tidak memenuhi persyaratan hukum untuk
dikabulkan;
Bahwa dalam perkara aquo, gugatan Penggugat aquo sama sekali tidak
memenuhi syarat-syarat yang dicantumkan di dalam Surat Edaran
Mahkamah Agung No.3 Tahun 2000 untuk dijatuhkannya Putusan Serta
Merta (uit voerbaar bi j voorraad) sebagaimana tersebut di atas, oleh
karena itu sudah selayaknya jika Majelis Hakim yang terhormat menolak
dalil tuntutan Penggugat agar dijatuhkannya putusan serta merta (uit
voerbaar bij voorraad) , karena tidak berdasar hukum yang berlaku.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
65
Universitas Indonesia
2.3.5 Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negri Jakarta Selatan
Nomor Perkara 103 /Pd t / G/ 2 0 1 1/ PNJk t . S e l
Dalam Eksepsi:
1. Menimbang bahwa terhadap eksepsi para tergugat yang menyatakan
bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima dengan alasan bahwa
gugatan Penggugat tidak mengikutsertakan Misahardi Wilamarta, SH
selaku Notaris yang telah membuat Akta Risalah Rapat Umum Pemegang
Saham Luar Biasa Perseroan tertanggal 17 Juli 2008.
Dalam hal ini majelis berpendapat bahwa tidak diikutsertakannya Notaris
yang telah membuat akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar
Biasa dalam gugatan tidaklah menjadikan gugatan kurang pihak , hal mana
didasarkan bahwa untuk mendapatkan adanya kejelasan tentang suatu
perkara , maka terhadap Notaris selaku pembuat akta dapat didengar
keteranganya sebagai saksi tanpa harus diikutsertakan dalam gugatan.
Menimbang bahwa dari pertimbangan tersebut diatas maka terhadap
eksepsi tergugat yang menyatakan bahwa gugatan kurang pihak haruslah
ditolak .
2. Menimbang terhadap eksepsi yang menyatakan gugatan kabur karena
Penggugat dalam gugatan tidak menuliskan nama perusahaan atau nama
lain sebagai pihak yang berkepentingan untuk membuat akta tersebut .
Dalam hal ini majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat telah jelas
menyebutkan dengan tegas bahwa berdasarkan Akta Risalah Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB ) perseroan tertanggal 17 Juli
2008 No 154 yang dibuat dihadapan Misahardi Wilamarta, SH selaku
Notaris di Jakarta, Penggugat telah diangkat sebagai anggota dewan
komisaris pada PT. Megapolitan Development (tergugat IV) ,dan dalam
Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB )
pada perseroan tanggal 17 Juli 2008 No 154 tersebut telah diagendakan
adanya acara rapat , dimana dalam rapat tersebut telah menegaskan
susunan anggota perseroan untuk masa jabatan sampai tanggal 23 Juni
2013, sehingga dari hal tersebut gugatan Penggugat telah jelas
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
66
Universitas Indonesia
menegaskan bahwa Penggugat adalah sebagai dewan komisaris pada
tergugat IV
Sehingga oleh karena gugatan Penggugat telah menyatakan secara tegas
dan jelas bahwa Penggugat adalah sebagai anggota dewan komisaris pada
tergugat IV, maka terhadap eksepsi para tergugat yang menyatakan
gugatan kabur haruslah ditolak. ;
3. Menimbang bahwa selanjutnya terhadap eksepsi yang para tergugat yang
menyatakan bahwa gugatan tidak mendasarkan pada posita yang jelas,
karena dalam gugatan Penggugat tidak menyebutkan secara jelas
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tergugat serta tidak
menguraikan unsur unsur pasal 1365 KUHPerdata.
Dalam hal ini majelis berpendapat bahwa gugatan Penggugat tersebut
adalah berpangkal pada pemberhentian Penggugat dari tergugat IV yang
dilakukan oleh tergugat I, II dan III tanpa adanya pemberitahuan kepada
Penggugat serta tidak memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk
membela diri. ;
Menimbang bahwa gugatan Penggugat telah didasarkan pada posita yang
jelas, sehingga oleh karena gugatan Penggugat telah didasarkan pada
posita yang jelas, maka terhadap eksepsi tergugat yang menyatakan bahwa
gugatan tidak didasarkan pada posita yang jelas haruslah ditolak. ;
4. Menimbang bahwa selanjutnya terhadap Eksepsi tergugat yang
menyatakan bahwa gugatan Kabur karena tidak menjelaskan mengenai
rincian biaya biaya apa saja yang dike luarkan Penggugat untuk
mempertahankan haknya, serta tidak menjelaskan mengenai rincian
kerugianin materiil yang didalilkan oleh Penggugat, maka hal tersebut bagi
majelis telah memasuki pokok perkara yang akan dipertimbangkan dalam
materi gugatan, sehingga dengan demikian terhadap eksepsi tersebut
haruslah ditolak.
5. Menimbang terhadap eksepsi tergugat yang menyatakan bahwa gugatan
Penggugat tersebut didasarkan pada etika yang tidak baik dengan cara
memanipulasi kerugian kerugian Penggugat yang diakibatkan oleh para
tergugat , sehingga menimbulkan kesan seolah olah Penggugat adalah
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
67
Universitas Indonesia
pihak yang dirugikan akibat perbuatan dari para tergugat. Eksepsi tersebut
bagi majelis telah memasuki pokok perkara, sehingga dengan demikian
eksepsi tersebut haruslah ditolak. ;
Dalam Pokok Perkara:
1. Menimbang bahwa dalil pokok gugatan Penggugat pada dasarnya adalah
tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tergugat
berupa tindakan pemberhentian Penggugat selaku anggota dewan
komisaris pada tergugat IV yang dilakukan oleh tergugat I sampai dengan
tergugat III tanpa pemberitahuan dan memberikan kesempatan kepada
Penggugat untuk membela diri serta tidak memberikan gaji dan tunjangan
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 16 ayat 10 Anggaran dasar
Tergugat IV yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat, sehingga
melanggar pasal 119 jo pasal 105 UU No 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Menimbang bahwa setelah majelis mencermati
gugatan Penggugat dan jawaban para tergugat, maka terdapat adanya hal
pokok yang harus dibuktikan oleh Penggugat yaitu antara lain :
a. Apakah benar telah terdapat adanya pemberhentian Penggugat
selaku anggota dewan komisaris pada PT Megapolitan
Developments oleh para tergugat . ;
b. Apakah pemberhentian Penggugat selaku anggota dewan komisaris
oleh para tergugat tersebut telah bertentangan dengan hukum. ;
2. Menimbang bahwa berdasarkan bukti Akta Risalah Rapat Umum
Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB ) Perseroan tertanggal 17 Jul i
2008 No 154 yang dibuat dihadapan Notaris Misahardi Wilamarta, SH
Notaris di Jakarta, bukti mana telah menunjukkan bahwa benar Penggugat
telah diangkat sebagai anggota dewan komisaris pada tergugat IV
terhitung sejak tanggal 17 Juli 2008. Menimbang bahwa dengan
digantikanya Penggugat selaku anggota dewan komisaris Pada tergugat IV
oleh Prof DR Wahyudi Prakarsa dalam susunan kepengurusan tergugat IV
yang tertuang dalam Surat Pernyataan keputusan rapat tergugat IV No. 9
tertangga l 4 oktober 2010 dibuat dihadapan DR Misahardi Wilamarta, SH
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
68
Universitas Indonesia
Notaris Di Jakarta tersebut, dengan sendirinya telah membuktikan bahwa
Penggugat telah diberhentikan jabatanya selaku anggota dewan komisaris
pada tergugat IV.
3. Menimbang bahwa dengan adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan
oleh Penggugat selaku anggota dewan komisaris pada tergugat IV tersebut
kemudian pada tanggal 1 September 2008 telah diselenggarakan Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB ) PT Megapolitan
Developments yang dihadiri oleh semua pemegang saham/pemilik Saham
dengan hak suara yang sah hadir atau diwakili dalam rapat, dimana dalam
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tersebut telah
diambil keputusan Rapat dengan suara bulat sebagaimana tercantum dalam
bukti Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Megapolitan
Development yang dibuat oleh dari Notaris Misahardi Wilamarta, SH
Nomor: 9 tangga l 1 September 2008 sebagai pengganti akta No 54 tahun
2008 tertanggal 17 Juli 2008 RUPSLB PT.Megapolitan Developments.;
4. Menimbang bahwa berdasarkan bukti Fotocopy Akta Risalah Rapat
Umum pemegang saham Luar Biasa PT Megapolitan Developments No 48
tertanggal 21 April 2009 yang dibuat dihadapan Dr Misahardi Wilamarta,
SH Notaris di Jakarta, buktimana telah menunjukan bahwa pada tanggal
21 April 2009 telah diselenggarakan Rapat Umum Pemegang saham Luar
Biasa (RUPSLB) PT Megapolitan Developments, yang dihadiri oleh
Semua pemegang/pemilik Saham dengan hak suara yang sah hadir atau
diwakili rapat. Dan selanjutnya dalam RUPSLB tersebut telah diambil
keputusan Rapat dengan suara bulat sebagaimana tercantum dalam Akta
Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Megapolitan
Developments, yang dalam akta tersebut telah dinyatakan memberhentikan
seluruh anggota Direksi dan Dewan Komisaris Persero termasuk
Penggugat sebagai anggota dewan komisaris pada tergugat IV. ;
Menimbang bahwa berdasarkan bukti Fotocopy Keputusan Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republi k Indones ia No : AHU-
19489.01.02 tahun 2009 tetanggal 08 Mei 2009 tentang persetujuan akta
perubahan Anggaran Dasar Perseroan, buktimana telah menunjukkan
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
69
Universitas Indonesia
bahwa telah terdapat adanya keputusan dar i Menteri Hukum Dan Hak
Asasi Manusia Republ i k Indones ia yang bahwasanya telah menyetujui
perubahan anggaran dasar PT Megapolitan, NPWP 01.310.078 .9 -063.000
berkedudukan di Jakar ta Selatan karena telah sesuai dengan data isian
akta Notaris Model II yang disimpan dida lam Database Sistem
Administrasi Badan Hukum dan salinan Akta No. 48 tanggal 21 April
2009 yang dibuat oleh Notaris Misahard i Wilamar ta, SH berkedudukan
di Kotamadya Jakarta Selatan. ; Menimbang bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut diatas dengan mengacu pada ketentuan Undang
Undang No 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas khususnya dalam
Pasal 76 ayat 4 UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas dan Pasal
16 ayat (13) Anggaran dasar Tergugat IV , maka dapat disimpulkan bahwa
pemberhentian Penggugat oleh para tergugat selaku anggota dewan
komisaris pada tergugat IV tersebut memilki alasan yang mendasar dan
telah sesuai dengan prosedur yang benar sehingga dengan demikian
pemberhentian Penggugat oleh para tergugat pada tergugat IV tersebut
tidaklah bertentangan dengan hukum. Maka terhadap tuntutan Penggugat
berupa kerugian sebesar Rp 200 juta yang telah dikeluarkan oleh
Penggugat untuk memperjuangkan hak Penggugat atas diberhentikanya
Penggugat oleh para tergugat sebagai anggota dewan komisaris pada
tergugat IV sebagaimana tertuang dalam bukti Officilal Receipt No 189
K/FAS/ X/2010 tanggal 21 Oktober 2010 tidaklah beralasan dan haruslah
ditolak. Hal mana didasarkan bahwa biaya yang telah dikeluarkan oleh
Penggugat untuk mempertahankan haknya tersebut adalah menjadi resiko
setiap orang yang ingin mempertahankan haknya. ;
Bahwa selanjutnya terhadap tuntutan Penggugat berupa kerugian akibat
belum dibayarnya gaji dan tunjangan oleh tergugat IV sebesar Rp
2.440.000.000, - ( Dua Milyar Empat Ratus Empat Puluh Juta Rupiah) ,
majelis mengacu pada pasal 16 ayat 10 akta No 154 /2008 tertanggal 17
juli 2008 RUPSLB Megapolitan Developments, yang menyebutkan bahwa
“ Para anggota Dewan Komisaris diberikan gaji beriku t fasilitas dan/atau
tunjangan lainya yang jumlah dan jenisnya ditetapkan oleh RUPS dan
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
70
Universitas Indonesia
wewenang tersebut oleh RUPS dapat dilimpahkan kepada rapat Dewan
Komisaris atas nama RUPS dengan memperhatikan perundang-undangan
yang berlaku.
5. Menimbang bahwa berdasarkan fakta dipersidangan ternyata sampai
Penggugat diberhentikan sebagai anggota dewan komisaris pada tergugat
IV gaji berikut fasilitas dan/atau tunjangan lainya yang diperuntukkan bagi
Penggugat sebagai anggota dewan komisaris pada tergugat IV secara riil
belum ditentukan jumlah dan jenisnya yang di tetapkan oleh RUPS dan
belum pernah wewenang tersebut oleh RUPS dapat di limpahkan kepada
dewan Komisaris atas nama RUPS. Sehingga dengan demikian tidak
terdapat adanya penetapan secara nyata tentang berapa jumlah gaji
Penggugat yang harus dibayarkan oleh para tergugat, mengingat selama
Penggugat menjadi anggota dewan komisaris pada tergugat IV belum
diselenggarakanya RUPS untuk menentukan gaji berikut fasilitas dan/atau
tunjangan lainnya, atau belum pernah ada diselenggarakan RUPS yang
mendelegasikan kewenangan penentuan gaji berikut fasilitas lainya bagi
Dewan komisaris dilimpahkan kepada Rapat Dewan Komisaris sehingga
dengan demikian tuntutan tersebut patutlah untuk ditolak. ;
6. Menimbang bahwa berdasarkan apa yang telah dipertimbangkan tersebut
diatas , telah ternyata Penggugat tidak dapat membuktikan atas dalil
gugatanya yang bahwasanya perbuatan para tergugat yang telah
memberhentikan Penggugat dari jabatanya sebagai anggota dewan
komisaris pada tergugat IV tersebut adalah perbuatan melawan hukum,
sementara berdasarkan bukti bukti yang diajukan oleh para tergugat ,
ternyata para tergugat telah dapat membuktikan atas dalil sangkalanya
yang bahwasanya tindakan para tergugat yang telah memberhentikan
Penggugat dari jabatanya sebagai anggota dewan komisaris pada tergugat
IV telah melalui prosedur yang benar dan berdasarkan ketentuan yang
berlaku. ;
Mengadili
1. Menolak Gugatan Penggugat untuk seluruhnya. ;
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
71
Universitas Indonesia
2. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Penggugat
sebesar Rp.631.000,- (enam ratus tiga puluh satu ribu rupiah). ;
2.4. Analisa Penulis
Pada kasus ini inti dari gugatan Penggugat pada dasarnya adalah tentang
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para Tergugat berupa tindakan
pemberhentian Penggugat selaku anggota dewan komisaris pada tergugat IV yang
dilakukan oleh tergugat I sampai dengan tergugat III tanpa pemberitahuan dan
memberikan kesempatan kepada Penggugat untuk membela diri serta tidak
memberikan gaji dan tunjangan sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 16 ayat
10 Anggaran dasar Tergugat IV yang mengakibatkan kerugian bagi Penggugat,
sehingga melanggar pasal 119 jo pasal 105 UU No 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas.
Pada kasus ini terdapat fakta bahwa tanggal 1 September 2008 telah
diselenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPSLB )
PT.Megapolitan Developments yang dihadiri oleh semua pemegang
saham/pemilik Saham dengan hak suara yang sah hadir atau diwakili dalam rapat,
dimana dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) tersebut
telah diambil keputusan Rapat dengan suara bulat sebagaimana tercantum dalam
bukti Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Megapolitan
Development yang dibuat oleh dari Notaris Misahardi Wilamarta, SH Nomor: 9
tangga l 1 September 2008 sebagai pengganti akta No 54 tahun 2008 tertanggal 17
Juli 2008 RUPSLB PT.Megapolitan Developments.
Berdasarkan bukti Fotocopy Akta Risalah Rapat Umum pemegang saham
Luar Biasa PT Megapolitan Developments No 48 tertanggal 21 April 2009 yang
dibuat dihadapan Dr Misahardi Wilamarta, SH Notaris di Jakarta, telah
menunjukan bahwa pada tanggal 21 April 2009 telah diselenggarakan Rapat
Umum Pemegang saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Megapolitan Developments,
yang dihadiri oleh Semua pemegang/pemilik Saham dengan hak suara yang sah
hadir atau diwakili rapat. Dan selanjutnya dalam RUPSLB tersebut telah diambil
keputusan Rapat dengan suara bulat sebagaimana tercantum dalam Akta Risalah
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Megapolitan Developments, yang
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
72
Universitas Indonesia
dalam akta tersebut telah dinyatakan memberhentikan seluruh anggota Direksi dan
Dewan Komisaris Persero termasuk Penggugat sebagai anggota dewan komisaris
pada tergugat IV. ;
Berdasarkan bukti Fotocopy Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republi k Indones ia No : AHU-19489.01.02 tahun 2009 tetanggal 08
Mei 2009 tentang persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar Perseroan, Majelis
Hakim berpendapat bahwa telah terdapat adanya keputusan dari Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang bahwasanya telah menyetujui
perubahan anggaran dasar PT Megapolitan, NPWP 01.310.078.9-063.000
berkedudukan di Jakarta Selatan karena telah sesuai dengan data isian akta Notaris
Model II yang disimpan dida lam Database Sistem Administrasi Badan Hukum
dan salinan Akta No. 48 tanggal 21 April 2009 yang dibuat oleh Notaris
Misahard i Wilamar ta, SH berkedudukan di Kotamadya Jakarta Selatan.
Mengacu pada ketentuan Undang Undang No 40 tahun 2007 tentang
perseroan terbatas khususnya dalam Pasal 76 ayat 4 UU No 40 tahun 2007 tentang
Perseroan terbatas dan Pasal 16 ayat (13) Anggaran dasar Tergugat IV , maka
dapat disimpulkan bahwa pemberhentian Penggugat selaku anggota dewan
komisaris pada tergugat IV tersebut memilki alasan yang mendasar dan telah
sesuai dengan prosedur yang benar sehingga penulis dalam hal ini sependapat
dengan Majelis hakim yang berpendapat bahwa pemberhentian Penggugat oleh
para tergugat pada tergugat IV tersebut tidaklah bertentangan dengan hukum.
Dalam Pasal 119 Undang-undang Perseroan Terbatas dinyatakan bahwa
anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan
keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya. Dan dalam keputusan untuk
memberhentikan anggota Dewan Komisaris sebagaimana dimaksud tersebut dapat
diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam
RUPS.
Dari isi Pasal tersebut maka terdapat hal-hal yang penting yang harus dianalisa
lebih jauh, yaitu :
a. Mengenai pemberhentian Penggugat diputuskan berdasarkan Keputusan
RUPSLB, dengan kuorum kehadiran dan kuorum keputusan haruslah
memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
73
Universitas Indonesia
b. Adanya alasan yang harus diberikan oleh pihak perseroan kepada anggota
Dewan Komisaris yang diberhentikan
c. Anggota Dewan Komisaris yang diberhentikan diberi kesempatan untuk
membela diri
d. Kesempatan untuk membela diri tersebut diberikan dalam RUPS
Jika dikaitkan hal-hal dalam Pasal 119 ayat 1 dan 2 Undang-undang
Perseroan Terbatas ini dengan fakta dalam persidangan, maka hal sebagaimana
tercantum dalam poin c dan poin d tersebut tidak dipenuhi oleh Tergugat IV
dalam pemberhentian Penggugat, Sehingga pemberhentian Penggugat tidak
memenuhi prosedur formalitas pemberhentian yang ditentukan menurut
perundang-undangan karena tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
perundang-undangan.
Keputusan RUPSLB mengenai pemberhentian Penggugat tetaplah sah
apabila dalam RUPSLB tersebut telah memenuhi prosedur mengenai
pemberitahuan dan pemanggilan serta memenuhi kuorum kehadiran dan kuorum
keputusan sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas
mengenai pemberhentian Dewan Komisaris.
Dalam rangka pemberhentian tersebut, maka kuorum yang dibutuhkan
oleh RUPSLB untuk tetap menyelenggarakan rapat adalah sebesar lebih dari ½
(satu per dua) saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan, hadir dalam
RUPSLB tersebut. RUPSLB dapat mengambil keputusan yang sah apabila lebih
dari ½ (satu per dua) dari saham yang hadir dalam RUPLBS menyetujui
keputusan RUPS tersebut. Ketentuan kuorum ini mungkin saja berbeda jika
anggaran dasar perseroan menentukan jumlah lain dalam hal pemberhentian
anggota Dewan Komisaris.
Apabila kuorum kehadiran dan kuorum keputusan sebagaimana diuraikan
tersebut telah terpenuhi, maka perseroan dapat mengambil keputusan yang sah.
Dan jika dalam kasus ini RUPS memutuskan dengan sah untuk memberhentikan
anggota Dewan Komisaris tersebut, maka RUPSLB mengenai pemberhentian
anggota Dewan Komisaris tersebut adalah sah demi hukum. Karena walaupun ada
syarat pemberhentian yang ditentukan oleh Undang-undang Perseroan Terbatas
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
74
Universitas Indonesia
yang tidak dipenuhi oleh perseroan dalam pemberhentian anggota Dewan
Komisaris tersebut, akan tetapi mengenai pengangkatan dan pemberhentian
anggota Dewan Komisaris merupakan wewenang yang diberikan Undang-undang
Perseroan Terbatas kepada RUPSLB.
Terhadap alur kejadian seperti tersebut diatas akan sangat tepat apabila
dilakukan analisa melalui konsep-konsep Good Corporate Governance.
Corporate governance yang didasarkan pada teori keagenan diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin
bahwa pengurus akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakni bahwa manajer
tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-
proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah
ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor
mengontrol para manajer, Dengan kata lain corporate governance diharapkan
dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan resiko dari teori keagenan
(agency cost).
Perspektif hubungan keagenan (Agency Theory) merupakan dasar yang
digunakan untuk memahami konsep Good Corporate Governance . Dalam teori
keagenan, hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih pemilik
(principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent
tersebut.
Jensen dan Meckling menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
sebuah kontrak antara pengurus dengan investor, sehingga konflik kepentingan
antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu
berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan
(agency cost). Sebagai agen, pengurus secara moral bertanggung jawab untuk
mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya
akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat
dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak
berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
75
Universitas Indonesia
dikehendaki.91
Dalam hal ini sesungguhnya fungsi dari Penggugat sebagai anggota dewan
komisaris adalah untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan
perseroan yang dilakukan direksi dan jalannya pengurusan pada umumnya.
Pengawasan tersebut dapat juga ditujukan pada objek tertentu seperti melakukan
audit keuangan, pengawasan organisai perseroan, pengawasan terhadap
personalia, yaitu hal-hal yang menurut keterangan Para Tergugat bahwa selama
Penggugat menjabat sebagai anggota dewan komisaris pada Tergugat IV dan saat
ini telah diberhentikan sesuai Akta No. 48/2009, tgl 21April 2009 RUPSLB PT.
Megapolitan, Penggugat tidak pernah tugas dan wewenangnya.
Fama dan Jensen menyatakan bahwa anggota dewan komisaris dapat
bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer
internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada
manajemen.92
anggota dewan komisaris merupakan posisi terbaik untuk
melaksanakan fungsi monitoring untuk menjamin pelaksanaan Good Corporate
Governance pada perusahaan. Sehingga dapat dikatakan langkah pertama dan
utama dalam menerapkan Good Corporate Governance adalah adanya dewan
komisaris yang berperan aktif, independen, dan konstruktif. Untuk itu, dibutuhkan
struktur, sistem, dan proses yang memadai agar hal tersebut dapat terwujud.
Setidaknya mencakup komposisi, kemampuan dan pengalaman anggota dewan,
serta bagaimana proses seleksi, peran, dan penilaian kinerja mereka.93
Dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan pada fungsi
monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran Penggugat sebagai anggota
dewan komisaris ini diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang
timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham. Oleh karena itu Penggugat
seharusnya dapat mengawasi kinerja dewan direksi pada Tergugat IV sehingga
kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan para pemegang saham.
91 Ali Irfan . Pelaporan Keuangan dan Asimetri Informasi dalam Hubungan Agensi.
Lintasan Ekonomi Vol. XIX. No.2. Juli 2002
92
Daily, C., Dalton, D., 1994 “Board of directors leadership and structure: Control
andperformance implications”, Entrepreneurship Theory and Practice, Vol. 17, pg. 65-68.
93
Ibid.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
76
Universitas Indonesia
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk
terselenggaranya praktik Good Corporate Governance adalah keadilan (fairness),
transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), dan responsibilitas
(responsibility).94
Penerapan prinsip-prinsip tersebut terhadap kasus ini akan diuraikan
sebagai berikut :
a. Transparency
Prinsip ini mengakui bahwa pemegang saham mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi yang benar, akurat dan tepat pada waktunya
mengenai perusahaan, mengenai kinerja suatu perusahaan, hasil keuangan
dan operasionalnya, dan informasi mengenai tujuan perusahaan.95
Pemegang saham juga dapat ikut berperan serta dalam pengambilan
keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas
perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.96
Dalam praktik bisnis yang sehat mensyaratkan pentingnya manajemen
memegang prinsip keterbukaan (transparancy) sehingga maksimalisasi
laba perusahaan tidak menimbulkan vested interest yang mengarah kepada
memaksimalkan kepentingan pribadi manajemen dengan biaya yang
dibebankan kepada perusahaan. Transparansi penggunaan dana perusahaan
juga sangat penting demi menjaga keseimbangan kepentingan-kepentingan
yang ada baik antara pemegang saham dan manajemen maupun antara
pemegang saham pengendali dan pemegang saham minoritas termasuk
investor non-saham (misalnya pemegang obligasi dan bank kreditur)97
.
94 Misahardi Wilamarta, 2002, Op.cit, hlm 18.
95
Hasnati, 2004, Op.cit, hlm 68.
96
Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto, 2003, Op.cit, hlm 27.
97
Antonius Alijoyo dan Subarto Zaini, 2004, Op.cit, hlm 9.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
77
Universitas Indonesia
Merupakan kepentingan dari para pemegang saham untuk mendapatkan
informasi material suatu Perseroan. Hal ini akan berkaitan dengan dua
permasalahan, yaitu:98
i. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu
Perseroan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham
atau calon investor untuk menanamkan modalnya.
ii. Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari
penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan
oleh pengurus Perseroan.
Kewajiban Direksi mengenai pengungkapan informasi Perseroan di dalam
Undang-undang Perseroan Terbatas harus dilakukan dalam bentuk laporan
tahunan, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) dan (2) UUPT yang
menyatakan bahwa99
:
iii. Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah
ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat
6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
iv. Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuat sekurang-kurangnya:
laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca
akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan
tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang
bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas,
serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
laporan mengenai kegiatan Perseroan;
laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
98 Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana Prenanda
Media Group, 2006), hlm.74.
99
Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106
tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 66 ayat (1) dan (2).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
78
Universitas Indonesia
laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh
Dewan Komisaris selama tahun buku
nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium
dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk
tahun yang baru lampau.
Berkaitan dengan kewajiban Direksi tersebut diatas dalam memberikan
laporan tahunan, Undang-undang Perseroan Terbatas kembali
menitikberatkan pada pemberian informasi mengenai laporan keuangan
dengan sanksinya di dalam pasal 69 ayat (3) UUPT berupa
pertanggungjawaban renteng oleh anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris kepada pihak yang dirugikan apabila informasi yang diberikan
tidak benar atau menyesatkan.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada para
pemegang saham mengenai keadaan finansial suatu Perseroan, dimana
memberikan jaminan dan kepastian bahwa harta kekayaan dari para
pemegang saham dipergunakan oleh Perseroan sesuai peruntukannya.
Kewajiban akan memberikan informasi Perseroan secara tepat waktu,
benar dan teratur juga diatur dalam hal penyelenggaran Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), Direksi wajib memberikan informasi Perseroan
yang berhubungan dengan mata acara rapat, sebagaimana diatur dalam
Pasal 75 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwa100
:
“Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan
yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan
Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak
bertentangan dengan kepentingan Perseroan.”
Pada kasus ini terlihat prinsip Transparansi tidak berjalan. Hal ini terlihat
fakta di persidangan bahwa:
i. Transparansi atas prosedur perubahan yang mendasar atas
perusahaan berupa pemberhentian Penggugat dari jabatannya
100 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN
No. 106 tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 75 ayat (2).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
79
Universitas Indonesia
sebagai anggota dewan komisaris tidak berjalan dengan baik,
dimana pengambilan keputusan mengenai hal tersebut tidak
dihadiri oleh anggota dewan komisaris tersebut;
ii. Tidak dipatuhinya ketentuan pasal 66 ayat (1) dan (2) Undang-
undang Perseroan Terbatas terkait kewajiban pengurus
mengungkapkanan informasi mengenai Perseroan dalam bentuk
laporan tahunan, yang pada fakta di persidangan berupa tidak
adanya laporan mengenai tugas pengawasan yang dilakukan oleh
Penggugat serta belum terdapatnya ketetapan mengenai gaji dan
tunjangan Penggugat yang kemudian menjadi salah satu dasar
tuntutan Penggugat.
Sehingga dua indikator dari prinsip Transparenc; yaitu Pemenuhan
informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu Perseroan serta
Perlindungan terhadap kedudukan pemegang saham dari penyalahgunaan
wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh pengurus Perseroan
tidak terpenuhi.
b. Accountability
Jaminan atas pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif
terhadap manajemen oleh direksi dan dewan komisaris, serta memuat
kewenangan-kewenangan yang harus diwakili oleh direksi dan dewan
komisaris beserta kewajiban-kewajiban profesionalnya kepada pemegang
saham dan para pemangku kepentingan.101
Prinsip ini juga mendukung keberadaan doktrin fiduciary duties yang pada
dasarnya memberikan konsep normatif mengenai wewenang dan tanggung
jawab Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan Perseroan,
sehingga doktrin tersebut dapat diimplementasikan secara konkret.102
Fiduciary Duties Direksi diatur dalam Pasal 92 ayat (1) UUPT yang
menyatakan bahwa :
101 Organisation for Economic Co-operation and Development; Principles of Corporate
Governance, (April 1998)
102
Hindarmojo Hinuri, ed., The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan
Implementasi pada Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia (Jakarta: Yayasan pendidikan
Pasar Modal Indonesia & Sinergy Communication, 2002), hlm. 78
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
80
Universitas Indonesia
“(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.”
kemudian dipertegas dalam Pasal 97 ayat (1) dan (2) UUPT yang
terkandung asas good faith dimana menyatakan bahwa :
“(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab.”
Fiduciary Duties dari Dewan Komisaris, diatur dalam Pasal 108 ayat (1)
UUPT yang menyatakan bahwa :
“(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada
Direksi.”
kemudian dipertegas dalam Pasal 114 ayat (1) dan (2) UUPT yang
menyatakan:
“(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-
hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan.”
ayat berikutnya mengatur pertanggungjawaban atas wewenang yang
diberikan apabila Dewan Komisaris salah atau lalai dalam menjalankan
wewenangnya :
“(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau
lalai”
Prinsip akuntabilitas juga terdiri dari aspek yang menegaskan bahwa ada
jaminan dihormatinya segala hak para stakeholder, adanya kesempatan
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
81
Universitas Indonesia
bagi para stakeholder untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas
pelanggaran hak-hak mereka, dibukanya mekanisme pengembangan
prestasi bagi pihak stakeholder yang berkepentingan, dan adanya akses
bagi semua pihak untuk informasi yang relevan.103
Prinsip akuntabilitas ini diwujudkan antara lain dengan mengembangkan
komite audit dan risiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan
komisaris; mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi
internal audit sebagai mitra bisnis strategis berdasarkan best practices (dan
bukan hanya sekedar audit), menangani segala bentuk perselisihan;
penegakan hukum dalam perusahaan (melalui sistem penghargaan dan
sanksi); penggunaan external auditor yang memenuhi syarat.104
Dalam prinsip akuntabilitas, terkandung kewajiban untuk menyajikan dan
melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatan perusahaan di bidang
administrasi keuangan bukan hanya kepada pemegang saham saja tetapi
kepada semua pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas juga menyangkut
perlindungan dan jaminan kepada setiap pemegang saham, agar dapat
menyampaikan hak suaranya untuk berpartisipasi dalam RUPS tahunan
maupun RUPS lainnya. Berkaitan dengan hal itu, maka kehadiran anggota
direksi dan anggota dewan komisaris diperlukan agar menghasilkan
pengelolaan perusahaan yang lebih objektif dan bertanggungjawab.
Melalui prinsip akuntabilitas dalam Good Corporate Governance, maka
pemisahan antara pemilik atau pemegang saham dan pengurus dalam
rangka pengelolaan perusahaan menjadi jelas dan tegas.105
Pada kasus ini terlihat prinsip Accountability tidak berjalan. Hal ini terlihat
fakta di persidangan bahwa:
i. Penggugat sebagai anggota dewan komisaris tidak terlibat secara
aktif dalam pengurusan PT.Megapolitan Development, sehingga
103 Ibid, hlm 74.
104
Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto, 2003, Op.cit, hlm 28.
105
Misahardi Wilamarta, 2002, Op.cit, hlm 67-68.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
82
Universitas Indonesia
melanggar ketentuan di dalam pasal Pasal 114 ayat (1) dan (2)
UUPT yang menyatakan:
“(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)
(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik,
kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.”
ii. Belum terdapat jaminan dihormatinya segala hak para stakeholder,
dalam hal ini Penggugat yang diangkat sebagai anggota dewan
komisaris oleh PT.Megapolitan Development terhadap akses
kepada informasi yang relevan dengan pengurusan perusahaan dan
kesempatan untuk mendapatkan ganti rugi yang efektif atas
pelanggaran hak-hak tersebut.106
c. Responsibility
Prinsip responsibility merupakan perwujudan dari tanggung jawab suatu
Perseroan pada masyarakat dan lingkungan, merupakan usaha untuk
menjaga kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good corporate citizen, pertanggungjawaban tersebut
telah diatur dalam Pasal 74 UUPT yang menyatakan bahwa :
“(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
106 Ibid, hlm 74.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
83
Universitas Indonesia
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”
Pelaksanaan prinsip ini dapat dilihat pada prospektus PT.Megapolitan
Development, dimana perusahaan dalam laporannya menyatakan telah
melaksanakan beberapa kegiatan Corporate Social Responsibility
diantaranya:
i. Megapolitan Peduli Pendidikan, yaitu suatu kegiatan yang
diselenggarakan untuk memberikan bantuan kepada beberapa
sekolah dasar yang berlokasi di Pasirlaja, Cijujung, Krukut dan
Limo di kawasan Cinere – Depok
ii. Megapolitan Peduli Penghijauan, yaitu suatu kegiatan yang
diselenggarakan untuk penanaman pohon, seperti pohon Lobi-lobi,
Jamblang, Buni, jambu Bol, Menteng, Kepel dll di kawasan Cinere
–Depok
iii. Megapolitan Peduli Lingkungan, yaitu suatu suatu kegiatan
pemberian sumbangan tanaman kepada masyarakat di kawasan
Cinere – depok
iv. Megapolitan Peduli Bencana, yaitu suatu kegiatan yang
diselenggarakan untuk memberikan bantuan atas terjadinya
musibah, seperti musibah banjir Situ Gintung, gempa Yogya,
gempa Padang, banjir Wasior, meletusnya gunung Merapi dll.
d. Independency
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana Perseroan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat107
Dalam menjaga kemandirian masing fungsi Organ Perseroan, dalam Pasal
36 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwa :
107 Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
Konteks Indonesia, edisi kedua. (Jakarta: Ray Indonesia, 2006), hlm. 13.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
84
Universitas Indonesia
“(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri
maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung
atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.”
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan yang
dapat mengakibatkan kerugian bagi Perseroan maupun pemegang saham,
karena kepemilikan silang cenderung menyebabkan terjadinya
percampuran antara pemilikan dan pengurusan Perseroan sehingga dalam
hal ini manajemen tidak lagi independen satu terhadap yang lainnya
Namun terdapat pengecualian, dalam hal Perseroan membeli kembali
saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:108
iii. pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan
bersih Perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang
ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan; dan
iv. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh
Perseroan dan gadai saham atau jaminan fidusia atas saham yang
dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh
Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal
yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam
peraturan perundang undangan di bidang pasar modal.
Pada prospektus PT.Megapolitan Development diketahui pemegang saham
perseroan adalah:
i. PT Cosmopolitan Persada Developments: Jumlah saham
2.237.018.320; Jumlah nominal Rp.223.701.832.000; Kepemilikan
saham 89,48%
ii. Lora Melani Lowas Barak Rimba: Jumlah saham 131.490.840;
Jumlah nominal Rp.13.149.084.000 ; Kepemilikan saham 5,26%
iii. Sudjono Barak Rimba : Jumlah saham 131.490.840; Jumlah
nominal Rp.13.149.084.000 ; Kepemilikan saham 5,26%
108 Indonesia, Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007, LN No. 106
tahun 2007, TLN No. 4756, ps. 37 ayat (1).
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
85
Universitas Indonesia
Jumlah Modal Ditempatkan dan Disetor Penuh sebesar 2.500.000.000
saham dengan nilai Rp.250.000.000.000, dimana tidak terjadi
kepemilikan silang sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) Undang-undang
Perseroan Terbatas.
e. Fairness
Prinsip fairness merupakan keharusan bagi sebuah Perseroan untuk
memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham (baik
pemegang saham mayoritas atau minoritas, asing atau domestik), sehingga
kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah sedini mungkin.109
Pada fakta persidangan dalam kasus ini terungkap kenyataan bahwa
prinsip ini belum sepenuhnya ditegakan oleh Penggugat dilihat dari
tindakan Penggugat melalaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota
dewan komisaris pada Tergugat IV.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Tergugat IV yang tidak menetapkan
sistem remunerasi Penggugat yang menjadi salah satu alasan Penggugat
menuntut tuntutan para Tergugat. Tuntutan yang diungkapkan Pengugat
berupa kerugian akibat belum dibayarnya gaji dan tunjangan oleh tergugat
IV sebesar Rp 2.440.000.000, - ( Dua Milyar Empat Ratus Empat Puluh
Juta Rupiah) , yang oleh majelis hakim dipakailah pasal 16 ayat 10 akta
No 154 /2008 tertanggal 17 juli 2008 RUPSLB Megapolitan
Developments, yang menyebutkan bahwa “ Para anggota Dewan
Komisaris diberikan gaji beriku t fasilitas dan/atau tunjangan lainya yang
jumlah dan jenisnya ditetapkan oleh RUPS dan wewenang tersebut oleh
RUPS dapat dilimpahkan kepada rapat Dewan Komisaris atas nama RUPS
dengan memperhatikan perundang-undangan yang berlaku.
Majelis Hakim menimbang bahwa berdasarkan fakta dipersidangan
ternyata sampai Penggugat diberhentikan sebagai anggota dewan
komisaris pada tergugat IV gaji berikut fasilitas dan/atau tunjangan lainya
yang diperuntukkan bagi Penggugat sebagai anggota dewan komisaris
pada tergugat IV secara riil belum ditentukan jumlah dan jenisnya yang di
tetapkan oleh RUPS dan belum pernah wewenang tersebut oleh RUPS
109 Daniri, op. cit., hlm. 71.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
86
Universitas Indonesia
dapat di limpahkan kepada dewan Komisaris atas nama RUPS. Sehingga
dengan demikian tidak terdapat adanya penetapan secara nyata tentang
berapa jumlah gaji Penggugat yang harus dibayarkan oleh para tergugat,
mengingat selama Penggugat menjadi anggota dewan komisaris pada
tergugat IV belum diselenggarakanya RUPS untuk menentukan gaji
berikut fasilitas dan/atau tunjangan lainnya, atau belum pernah ada
diselenggarakan RUPS yang mendelegasikan kewenangan penentuan gaji
berikut fasilitas lainya bagi Dewan komisaris dilimpahkan kepada Rapat
Dewan Komisaris sehingga dengan demikian tuntutan Penggugat tersebut
ditolak.
Apabila ditinjau dari uraian diatas, penulis berpendapat bahwa pentingnya
penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance secara menyeluruh pada
perseroan tertutup selain dapat memberikan peluang perlindungan yang efektif
terhadap pemegang saham dan pihak ketiga, dapat mendorong terwujudnya suatu
lingkungan yang kondusif demi pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisiensi
yang dilakukan korporasi demi kepastian untuk mendapatkan pengembalian
investasi yang direncanakan serta untuk pertanggung jawaban terhadap pihak
ketiga. Hal tersebut belum sepenuhnya diterapkan dengan baik oleh
PT.Megapolitan Development yang mengakibatkan timbulnya agency cost
berupa tidak dilakukannya kewajiban Penggugat sebagai agen perseroan untuk
mengurus perseroan dengan baik yang berujung kepada sengketa hukum antara
Penggugat dan PT.Megapolitan Development.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
87 Universitas Indonesia
BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Berdasarkan uraian pada Bab 1 dan Bab 2 dalam Tesis ini, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Penerapan Good Corporate Governance yang efektif dapat dilakukan
dengan mengadopsi prinsip-prinsipnya kedalam regulasi yang
memaksa Perseroan Tertutup untuk mematuhinya. Kesamaan
pandangan akan hal tersebut terlihat dari diakomodasinya sebagian
kecil prinsip-prinsip Good Corporate Governance di dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, namun hal
tersebut tidak lagi dirasakan mampu mengimbangi perkembangan
ekonomi masyarakat dimana kurang ditemukannya ketentuan yang
memaksa Perseroan untuk mengadopsi prinsip-prinsip Good
Corporate Governance yang semakin diperlukan dalam untuk
menghadapi tantangan-tantangan yang muncul di dunia bisnis.
2. Penerapan prinsip Good Corporate Governance dalam suatu Perseroan
Tertutup tidak lagi mampu mengikuti tuntutan masyarakat, hal ini
tertutama disebabkan oleh kurangnya pengaturan mengenai Dewan
Komisaris pada Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
Hal tersebut menyebabkan maraknya praktek pengangkatan anggota
Dewan Komisaris sebagai rasa penghargaan, atau pengangkatan
mantan pejabat pemerintahan ataupun yang masih aktif sebagai
anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan
mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan, serta
alasan-alasan lain yang menyebabkan pengenyampingan terhadap
integritas dan kemampuan anggota Dewan Komisaris; sebagaimana
terlihat dari kasus yang diangkat pada penelitian ini; ketika
sesungguhnya langkah pertama dan utama dalam menerapkan Good
Corporate Governance pada Perseroan Tertutup adalah adanya dewan
komisaris yang berperan aktif, independen, dan konstruktif.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
88
Universitas Indonesia
3.2. Saran
Saran yang dapat Penulis berikan terhadap apa yang dibahas dalam tesis
ini, adalah:
1. Dalam pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance di
perusahaan tertutup adalah penting bagi perusahaan untuk melakukan
pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi perusahaan,
kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapan perusahaan, sehingga penerapan
Good Corporate Governance dapat berjalan lancar dan mendapatkan
dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pentahapan yang
dimaksud dapat berupa sosialisasi, identifikasi, pembentukan pedoman,
implementasi, internalisasi, serta evaluasi atas penerapan Good Corporate
Governance.
2. Penyempurnaan aturan hukum mengenai Perseroan Tertutup di Indonesia
dengan mengadopsi prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang
lebih komprehensif di dalamnya.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
BUKU
Alijoyo, Antonius dan Subarto Zaini. Komisaris Independen.
Jakarta: PT Indeks, 2004.
Anwar, Jusuf. Pasar Modal Sebagai Sarana dan Pembiayaan Investasi.
Bandung: Alumni, 2005.
____________. Corporate Governance: A Prerequisite to Indonesia’s Economic
Revival. Makalah disampaikan di Jakarta Convention Center, 2000.
BAPEPAM-LK. Strategi Pengembangan Pelaku Pasar Modal: Cetak Biru Pasar
Modal Indonesia 2000-2004. Jakarta: BAPEPAM-LK, 1999.
Coopers, Price Waterhouse. Conseptual Model of Corporate Governance
Definition. Makalah disampaikan pada BPPN Workshop Recapitalised,
Jakarta, 27 September 2000.
Daniri, Mas Achmad. Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya
Dalam Konteks Indonesia. Edisi kedua. Jakarta : Ray Indonesia, 2006.
Fuady, Munir. Pasar Modal Modern ( Tinjauan Hukum) Buku Kesatu, Cetakan
kedua. Jakarta: PT Citra Aditya Bakti, 2001.
________. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kedua. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003.
________. Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Cetakan kesatu. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2001.
________. Pembiayaan Perusahaan Masa Kini. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1997.
________. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya
dalam Hukum Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Garner, Bryan A. ed. Black’s Law Dictionary 7th Edition. St.Paul, Minnesota :
West Publishing Co., 1999.
Gregory, Holly J. dan Marsha E. Simms. Pengelolaan Perusahaan (Corporate
Governance): Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting. Makalah OECD
by the Business Sector Advisory Group on Corporate Governance.
Hadibroto , HS. dan Oemar Witarsa. Sistem Pengawasan Intern.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
Jakarta: BPFE,1984.
Harahap, Yahya. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Indriantoro, Nur dan Dudi M. Kurniawan. Corporate Governance in
Indonesia.Makalah disampaikan pada 2nd Asian Corporate Governance
Rountable, Hongkong, 2000.
Komite Nasional Kebijakan Governance. Pedoman Good Corporate Governance
Ver. 11-09-06. Jakarta: Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006.
Kantor Kementrian Negara Pendayagunaan BUMN/Badan Pembina BUMN.
Corporate Governance dan Etika Korporasi. Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
Kriekhof, Valerine et.al. Metode Penelitian hukum. Depok: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000.
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan. Akuntabilitas dan Good Coporate Governance. Jakarta:
Lembaga Admnistrasi Negara, 2000.
Mamudji, Sri et.al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Nasarudin , M.Irsan dan Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia.
Jakarta: Prenada Media, 2007.
Safitri, Indra. Catatan Hukum Pasar Modal. Jakarta: Go Global Book, 1998.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.
Jakarta: Universitas Indonesia,1984.
Surya, Indra dan Ivan Yustiavandana. Penerapan Good Corporate Governance;
Mengesampingkan Hak-hak Instimewa demi Kelangsungan Usaha.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Suta, I Putu Gede Ary. Menuju Pasar Modal Modern. Ed. Adi Hidayat. Jakarta:
Yayasan Sad Satria Bhakti, 2000.
Tim Corporate Governance BPKP. Modul I GCG – Dasar-dasar Corporate
Governance. Jakarta:BPKP,2003.
Tjager, I Nyoman et. al. Corporate Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi
Komunitas Bisnis Indonesia. Jakarta: PT. Prenhallindo, 2003.
Widjaja, Gunawan. Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta:
Forum Sahabat, 2008.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
______________. Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT.
Jakarta: Forum Sahabat, 2008.
Wilamarta, Misahardi. Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good
Corporate Governance. Jakarta: Program Pascasarjana, Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005.
PERUNDANG-UNDANGAN
Kementrian BUMN, Keputusan Menteri BUMN tentang Penerapan Praktek Good
Corporate Governance pada BUMN. Kepmeneg BUMN No.Kep
117/MMBU/2002.
Indonesia, Undang-undang tentang Pasar Modal. UU No. 8 Tahun 1995. LN No.
64 Tahun 1995. TLN No. 3608.
_______, Undang-undang tentang Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007.
LN No. 106 Tahun 2007. TLN No. 4756.
________, Surat Keputusan tentang Pembentukan Komite Nasional Kebijakan
Governance. SK Menteri Ekuin Nomor KEP/49/M.EKON/11/2004.
_______, Surat Keputusan tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pelaksana Pasar Modal. Surat Keputusan Menteri Keuangan
No.94/MK/1977.
_______, Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar
Modal. PP No. 46 Tahun 1996.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh
Subekti. Jakarta: PT Pradnya Paramita. 1992.
KARYA ILMIAH
Nasution, Bismar. “Keterbukaan dalam Pasar Modal”. Disertasi Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2001.
Sitorus, Hotman. “Perlindungan Bagi Pemodal Melalui Prinsip Keterbukaan
dalam Kegiatan Pasar Modal Indonesia.” Skripsi Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Jakarta, 1997.
Wijayanti, Bangun. “Perlindungan Bagi Pemegang Saham Minoritas Atas
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012
Transaksi Yang Mengandung Benturan Kepentingan Yang Dilakukan
Oleh Perusahaan Go Publik”. Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Jakarta, 2005.
HASIL WAWANCARA
Erwin Suyodono. Wawancara personal. PT.Indosat TBK. 22 April 2012
Hellington. Wawancara personal. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan.13 Mei 2012
INTERNET
BAPEPAM-LK. “Visi dan Misi Bapepam-LK.”
http://www.bapepam.go.id/old/profil/visi_misi.htm. Diunduh pada tanggal
26 Maret 2012.
________. “Sejarah Bapepam-LK..” www.bapepam.go.id/sejarahbapepam.
Diunduh pada tanggal 4 April 2012.
Chandra, Aditiawan. “Membangun Tata Kelola Perusahaan Menurut
PrinsipGCG”.http://businessenvironment.wordpress.com/2007/04/30/mem
bangun-tatakelola-perusahaan-menurut-prinsip-prinsip-gcg/. Diunduh 26
Maret 2012.
S. Kaihatu, Thomas. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia”.
http://puslit.petra.ac.id/journals/pdf.php?PublishedID=MAN06080101
Diunduh 20 April 2012.
LAIN- LAIN
Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa BAPEPAM-LK, Company
Profile Perusahaan: PT. Megapolitan Developments, Tbk.
Penerapan good..., Rizki Maulidani, FH UI, 2012