penerapan good agricultural practices (gap) … · penerapan good agricultural practices (gap) pada...
TRANSCRIPT
PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP)
PADA PENGELOLAAN PERTANAMAN JAGUNG
(Zea mays L.) DI PT SUNGAI MENANG,
PULAU SERAM, MALUKU
R MUHAMMAD ZAENUDIN
A24070175
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
RINGKASAN
R MUHAMMAD ZAENUDIN. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP)
pada Pengelolaan Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di PT Sungai Menang,
Pulau Seram, Maluku. (Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI).
Magang dilaksanakan selama empat bulan di PT. Sungai Menang mulai
Februari hingga Juni 2011. Secara umum kegiatan magang bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP)
di perkebunan jagung, memberikan pengalaman manajerial pada pengelolaan
tanaman pangan serta meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mempelajari
dan memahami proses kerja secara nyata, Adapun tujuan khusus dari magang ini
adalah untuk dapat menganalisa, melakukan observasi, mengimplementasikan dan
memberikan solusi terhadap masalah pengelolaan budidaya jagung skala
komersial.
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan magang yaitu dengan
melaksanakan kegiatan yang sedang berlangsung di kebun serta melakukan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Penulis mempelajari aspek
manajerial dan aspek teknis pengelolaan pertanaman jagung. Pengumpulan data
primer melalui pengamatan, bekerja langsung di lapangan, dan wawancara dengan
karyawan, sedangkan pengumpulan data sekunder melalui laporan manajemen
perkebunan dan studi pustaka.
PT. Sungai Menang berada di Dusun Mandiri, Desa Samal, Kecamatan
Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Lokasi kebun
terletak pada 129042’-129051’ BT dan 2051’-2056’ LS dengan ketinggian 8 meter
di atas permukaan laut (mdpl). Suhu harian berkisar antara 26 – 30 °C dengan
curah hujan 2 493 mm/tahun. Jenis tanah di PT. Sungai Menang adalah tanah
Aeric Endoaquepts yang tergolong tanah Inceptisols dari bahan induk aluvium
marin atau endapan laut.
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan yang terkait dengan aspek
produksi pertanaman jagung yang meliputi pemilihan wilayah produksi, persiapan
lahan, benih dan varietas tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman
(pemupukan, pengairan, perlindungan tanaman), panen, pascapanen dan
manajemen pertanian (penggunaan perlindungan lapang dan pencatatan). Selain
itu diamati pula beberapa karakteristik tanaman jagung yang berkaitan dengan
karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter batang dan
jumlah daun. Terdapat 10 varietas jagung hibrida yang diujicobakan di kebun
Seatele, PT. Sungai Menang.
Pertanaman jagung kebun Seatele merupakan lahan bukaan baru.
Pengelolaan dilakukan melalui dua cara yaitu secara mekanisasi dan manual.
Hanya beberapa tahapan produksi saja yang dapat dilakukan secara mekanisasi
yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan panen.
Pengelolaan secara mekanisasi terkendala dengan kondisi cuaca dan tanah yang
sering tergenang sehingga kegiatan produksi dilakukan secara manual.
Penerapan manajemen produksi jagung di PT. Sungai Menang belum
sesuai dengan penerapan Good Agriculture Practices karena pada berbagai
tahapan produksi masih terdapat berbagai praktek yang tidak sesuai dengan
penilaian GAP. Faktor yang menjadi kendala terbesar dalam manajemen produksi
PT. Sungai Menang adalah kondisi tanah yang tidak sesuai serta sistem
pengolahan tanah yang tidak tepat. Tanah diduga telah mengalami pemadatan
akibat penggunaan alat berat dalam pembukaan lahan. Teknik pengolahan tanah
yang tidak tepat menyebabkan pertanaman jagung sering tergenang sehingga
sebagian besar tanaman tidak tumbuh optimal bahkan benih mati sebelum
berkecambah. Populasi tanaman per ha sangat rendah bahkan hingga 25% dari
populasi normal. Hasil yang didapat jauh dari target perusahaan yaitu hanya 3
ton/ha jagung pipilan kering dari target 6 ton/ha.
Hampir pada tiap tahapan produksi pada usahatani di kebun Seatele PT.
Sungai Menang terdapat ketidaksesuaian dan kendala dalam penerapan Good
Agriculture Practices (GAP), persentase rata-rata komponen GAP yang terpenuhi
hanya 55%. Beberapa alasan utamanya adalah: 1) Merupakan jenis usaha yang
baru (belum genap 2 tahun dilaksanakan). 2) keterbatasan alat maupun sarana dan
prasarana. 3) Belum adanya perhatian khusus terhadap penerapan GAP karena
masih dalam tahapan merintis. 4) Masih berorientasi pada kuantitas hasil bukan
kualitas.
PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP)
PADA PENGELOLAAN PERTANAMAN JAGUNG
(Zea mays L.) DI PT SUNGAI MENANG,
PULAU SERAM, MALUKU
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
R MUHAMMAD ZAENUDIN
A24070175
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul : PENERAPAN GOOD AGRICULTURAL PRACTICES (GAP)
P A D A P E N G E L O L A A N P E R T A N A M A N J A G U N G
(Zea mays L.) DI PT. SUNGAI MENANG, PULAU SERAM,
MALUKU
Nama : R MUHAMMAD ZAENUDIN
NRP : A24070175
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir Heni Purnamawati MSc.Agr
NIP. 19660406 199003 2 009
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, pada tanggal 16 Juni 1989. Penulis adalah anak
kelima dari enam bersaudara, anak dari pasangan Bapak R.H. Ata Sutisna dan Ibu
R. Hj. Siti Hasanah.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD Negeri Sindangsari
Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke SMP Negeri 2 Bogor dan lulus
pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA
Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Studi Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jaluk
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasululloh
Muhammad SAW sebagai tauladan bagi kita semua. Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Good Agricultural
Practices (GAP) pada pengelolaan pertanaman jagung (Zea mays L.) di PT.
Sungai Menang, Pulau Seram, Maluku”. Pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah, Ibu dan kakak-adik tercinta yang selalu mendukung dan
memberikan dorongan kepada penulis secara moril maupun materil.
2. Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis.
3. Bapak Ir. Jan Barlian selaku pembimbing akademik atas nasihat, saran dan
bimbingannya.
4. Bapak Dr. Suwarto, Msi, Bapak Dr. Iskandar Lubis Ms, Bapak Dr. Ir. Ade
Wachjar MS, dan Ibu Dr. Ir. Eny Widajati MS selaku dosen penguji
skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.
5. Bapak Agusta Mucharam (GM PT. Sungai Menang), Bapak Fahmi Wanra
(Manajer Riset), Bapak Yan sofyan, Bapak Lukman Hakim, kang Andre
Gazam, dan seluruh staf serta Direksi PT. Sungai Menang atas bimbingan
dan arahannya selama penulis melaksanakan magang.
6. Segenap jajaran Dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB.
7. Yang Spesial : Rahmat, Rama, Djoko, Sidik, Adim, Enal, Mukhlis, Fikri,
Alvian, Dimas, Faisal, Azan, Ayu, Ipeh, Erna, Anne dan Ufa.
8. Teman-teman Laskar Petani AGH 44.
9. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
Bogor, Januari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang.......................................................................................... 1
Tujuan ....................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
Syarat Tumbuh Jagung ............................................................................. 4
Good Agricultural Practices .................................................................... 4
Manajemen Produksi Jagung .................................................................... 5
METODE MAGANG ................................................................................ 11
Tempat dan Waktu ................................................................................. 11
Metode Pelaksanaan ............................................................................... 11
Pengamatan dan Pengumpulan Data ...................................................... 12
Analisis Data dan Informasi ................................................................... 13
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ............................................... 14
Sejarah Perusahaan ................................................................................. 14
Lokasi Perusahaan dan Letak Wilayah Administratif ............................ 14
Sarana dan Prasarana Perusahaan ........................................................... 15
Keadaan Iklim dan Tanah ....................................................................... 15
Luas Area Kebun dan Produksi .............................................................. 16
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan .............................................. 17
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG.............................................. 20
Aspek Teknis .......................................................................................... 20
Aspek Manajerial.................................................................................... 36
PEMBAHASAN ........................................................................................ 39
Pemilihan Wilayah Produksi .................................................................. 39
Persiapan Lahan ..................................................................................... 42
Benih dan Varietas Tanaman.................................................................. 45
Penanaman .............................................................................................. 48
Pemupukan ............................................................................................. 49
Pengairan ................................................................................................ 50
Perlindungan Tanaman ........................................................................... 51
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ........................................................... 52
Panen ...................................................................................................... 54
Pascapanen ............................................................................................. 55
Perlindungan lapangan ........................................................................... 56
Pencatatan dan Tracebility ..................................................................... 57
Saran untuk pemenuhan GAP ................................................................ 58
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 62
Kesimpulan ............................................................................................. 62
Saran ....................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 64
LAMPIRAN ............................................................................................... 66
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sarana dan Prasarana di PT. Sungai Menang. .................................. 15
2. Tata Guna Lahan PT Sungai Menang, Seram .................................. 16
3. Produksi jagung di Kebun Seatele PT. Sungai Menang. .................. 17
4. Data jumlah karyawan PT. Sungai Menang ..................................... 18
5. Persentase Daya Berkecambah ......................................................... 45
6. Persentase populasi jagung di lapang ............................................... 46
7. Keragaan vegetatif beberapa varietas jagung hibrida ....................... 53
8. Hasil pipilan kering beberapa varietas jagung di Kebun Seatele ..... 55
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pengukuran dan blocking (a) dan Imas tumbang (b) ........................ 20
2. Pembersihan rumpukan secara manual (a) dan mekanisasi (b). ....... 22
3. Olah tanah primer menggunakan disk plow (a) dan rotavator (b).... 23
4. Skema penanaman jagung berdasarkan varietas............................... 25
5. Penanaman secara tugal (a) dan penanaman dengan planter (b). ..... 25
6. Pemupukan kedua secara manual ..................................................... 28
7. Penyemprotan manual (a) dan mekanisasi dengan boom sprayer . .. 31
8. Panen secara manual ......................................................................... 32
9. Penjemuran I (a), pemipilan (b) dan penjemuran II (c). ................... 34
10. Gudang penyimpanan jagung pipilan kering. ................................... 35
11. Kondisi tanah Seatele saat kering (a) dan saat kondisi tergenang .... 40
12. Kondisi pertanaman jagung blok 4C dengan daya tumbuh 60,39 %
(a) blok 3C dengan daya tumbuh 37,47% (b). .................................. 47
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peraturan Menteri Pertanian No 48 Tahun 2006 .............................. 67
2. Peta Kebun Seatele ........................................................................... 70
3. Data Curah Hujan dan Tipe Iklim Seram ......................................... 71
4. Struktur Organisasi PT. Sungai Menang .......................................... 73
5. Hasil Analisis Tanah Seatele ............................................................ 74
6. Deskripsi Varietas ............................................................................. 75
7. Hasil Pengamatan Kesesuaian Manajemen Produksi dengan GAP . 78
8. Jurnal Harian Kegiatan Magang Selama Masa Orientasi Kebun
di Pertanaman Jagung PT Sungai Menang P. Seram, Maluku ......... 83
9. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Asisten Supervisor di
Pertanaman Jagung PT Sungai Menang P. Seram, Maluku ............. 85
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi jagung Indonesia telah mengalami peningkatan cukup pesat
selama lima tahun terakhir, pada tahun 2005 total produksi jagung Indonesia
sebesar 12,52 juta ton dan telah meningkat menjadi 17,6 juta ton pada tahun 2009
(BPS, 2010). Menurut statistik FAO (2009), pada tahun 2009 Indonesia
menempati urutan ke-5 sebagai negara produsen jagung terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat, Cina, Brazil, dan Meksiko. Tingginya jumlah produksi ternyata
masih belum mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri. Nilai impor jagung
indonesia meningkat sebesar 374,14% dari 77,841 juta USD pada tahun 2009
menjadi 369,007 juta USD pada tahun 2010 (BPS, 2010).
Perkembangan produksi jagung di Indonesia memiliki trend yang baik
selama 5 tahun terakhir yang cenderung terus meningkat. Tingginya kebutuhan
dalam negeri mengharuskan adanya upaya peningkatan produksi yang lebih
tinggi. Peningkatan produksi saat ini disebabkan peningkatan produktivitas dari
penggunaan varietas baru dan hibrida sementara luas panen cenderung menurun.
Berdasarkan data BPS (2012) produktivitas jagung di Indonesia sejak tahun 2007
meningkat dari hanya 3,66 ton/ha menjadi 4,55 ton/ha pada tahun 2011 dengan
rata-rata pertumbuhan produktivitas sebesar 5,09% setiap tahun, sementara itu
luas panen jagung di Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,19% dari tahun
2007 hingga tahun 2011. Di provinsi Maluku penurunan luas panen dari tahun
2007 hingga 2011 mencapai 33,27% dari luas panen 6 761 ha pada tahun 2007
menjadi hanya 5 073 ha pada tahun 2011.
Peningkatan produksi lebih diupayakan melalui peningkatan produktivitas
dan diharapkan laju produksi jagung mencapai 4,24% per tahun. Laju peningkatan
produktivitas dilakukan melalui penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
dan peningkatan luas panen (Puslitbang, 2010). Kebutuhan untuk menjamin
keberlanjutan peningkatan produksi serta mutu produk menuntut adanya sebuah
pedoman tentang pengelolaan budidaya pertanian yang baik. Sebuah panduan
yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan tersebut salah satunya adalah
2
melalui penerapan Good Agricultural Practices (GAP). GAP menuntut
terciptanya manajemen produksi yang baik dan berkelanjutan.
Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman
pelaksanaan budidaya tanaman. Penerapan GAP mencerminkan tiga pilar
keberlanjutan yaitu layak secara ekonomi, ramah lingkungan, dan diterima oleh
masyarakat, termasuk keamanan dan kualitas pangan (Neely, et al., 2007).
Menurut Cruz (2002), penerapan GAP pada produksi jagung berorientasi pada: (1)
menjamin mutu hasil produk serta keamanan, keselamatan dan kesehatan pekerja,
(2) ramah lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan produksi dan (3)
menambahkan nilai hasil produksi bagi petani kecil, menengah dan besar.
Penerapan praktek pertanian yang baik (GAP) adalah upaya untuk
menyelamatkan pertanian sehingga tidak berbahaya terhadap lingkungan
sekaligus menjamin pasokan produk yang berkualitas lebih baik dan dapat
diterima. Beberapa hal yang mencakup penerapan GAP diantaranya: pengendalian
hama terpadu (PHT), olah tanah secara konservasi dan berbagai manajemen
budidaya lain yang mengurangi dampak pertanian terhadap kesehatan manusia
dan menjaga keberlanjutan produksi dan lingkungan.
Budidaya jagung yang dikelola secara komersial oleh sebuah perusahaan
belum banyak diterapkan di Indonesia. Pembukaan lahan jagung di Maluku oleh
perusahaan PT. Sungai Menang merupakan salah satu upaya dalam pemenuhan
kebutuhan jagung dalam negeri yang masih terbatas. Manajemen produksi yang
baik perlu dilakukan oleh perusahaan dalam upaya efisiensi biaya produksi untuk
mencapai produksi jagung yang optimum dan memperoleh keuntungan serta layak
secara ekonomis. Untuk memperoleh informasi mengenai manajemen produksi
yang ada di perusahaan terkait dengan penerapan GAP maka mahasiswa
melakukan magang di perusahaan tersebut selama 4 bulan.
Tujuan
Secara umum kegiatan magang ini bertujuan untuk; (1) memperoleh
informasi mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di pertanaman
jagung PT Sungai Menang. (2) meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam
mempelajari dan memahami proses kerja secara nyata. (3) memberikan
pengalaman manajerial pada pengelolaan tanaman pangan.
3
Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk dapat menganalisa,
melakukan observasi, mengimplementasikan dan memberikan solusi terhadap
masalah pengelolaan budidaya jagung dengan skala komersial.
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Jagung
Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang gembur dan subur,
karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Tanah dengan
tekstur lempung berdebu adalah jenis tanah terbaik untuk pertumbuhannya.
Tingkat keasaman tanah untuk budidaya jagung berkisar antara pH 5.6-7.5. Suhu
optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-30ºC dengan distribusi
curah hujan minimum 200 mm/bulan (Sutoro, Sulaeman dan Iskandar. 1998).
Jagung termasuk kedalam tanaman C4 sehingga lebih efisien dalam melakukan
fotosintesis dan pemanfaatan air. Tanaman jagung lebih teradaptasi pada
lingkungan yang panas (Gardner, Pearce dan Mitchell. 1985).
Good Agricultural Practices
Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman
pelaksanaan budidaya dalam sektor pertanian. Penerapan GAP mencerminkan tiga
pilar keberlanjutan (layak secara ekonomi, ramah lingkungan, dan diterima oleh
masyarakat) termasuk keamanan pangan dan kualitas; terkait dengan wajib
dan/atau persyaratan sukarela, dengan fokus pada produksi primer, dan
mengambil serta memperhitungkan insentif dan konteks kelembagaan (Neely, et
al., 2007). Menurut Cruz (2002), penerapan GAP pada produksi jagung
berorientasi pada: (1) menjamin mutu hasil produk serta keamanan, keselamatan
dan kesehatan pekerja, (2) ramah lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan
produksi dan (3) menambahkan nilai hasil produksi bagi petani kecil, menengah
dan besar.
Good Agricultural Practices diharapkan mampu dibuat untuk spesifik
komoditas sehingga GAP tersebut dapat menjadi suatu standard dan acuan dalam
pengembangan dan pengelolaan komoditas tersebut di tempat lain. GAP
mencakup kesesuaian komoditas dengan kesesuaian iklim dan lahan yang ada,
upaya konservasi lahan dan air untuk keberlanjutan lingkungan, pemupukan yang
tepat sesuai kebutuhan hara tanah dan tanaman. Pengendalian hama dan penyakit
5
secara terpadu dan ramah lingkungan serta proses panen dan pasca panen yang
menjamin kebersihan dan kualitas produk.
Manajemen Produksi Jagung
Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Menurut Suripin (2002) tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan
tempat tumbuh yang baik bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah
perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa tanaman terbenam didalam tanah,
dan memberantas gulma.
Dampak positif pengolahan tanah secara intensif hanya bersifat sementara
karena tanah dibajak beberapa kali kemudian digaru dan diratakan justru membuat
permukaan tanah yang tidak dilindungi oleh tinggalan sisa tanaman, sehingga
akan memacu erosi dan mempercepat penurunan kadar bahan organik dan
kesuburan tanah (Efendi dan Suwardi, 2009). Kondisi fisik tanah dapat
mempengaruhi perkembangan akar jagung. Hasil penelitian Saturnino dan
Landers (1997) dalam FAO (2000) menunjukkan jumlah akar jagung setiap
kedalaman 10 cm lebih banyak pada lahan yang disiapkan secara konservasi
(TOT) dibanding jumlah akar pada lahan yang disiapkan secara konvensional
(OTS). Oleh karena itu penanaman jagung di lahan kering harus dikelola secara
tepat salah satunya adalah dengan penyiapan lahan konservasi agar lahan tersebut
dapat digunakan secara berkelanjutan.
Waktu dan Pola Tanam
Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya peningkatan produktivitas
jagung adalah penanaman yang sering tertunda. Pada lahan kering beriklim kering
seperti di Nusa Tenggara Timur dengan curah hujan terbatas dan eratik,
penanaman jagung harus tepat waktu agar tanaman tidak mengalami kekeringan.
Pada lahan sawah tadah hujan pada musim kemarau, jagung sebaiknya ditanam
segera setelah panen padi pada saat kondisi tanah masih lembab, dan sumur
sebaiknya dibuat untuk menjamin ketersedian air bagi tanaman (Akil dan Dahlan,
2007)
6
Menurut Margaretha dan Fadhly (2010) pengembangan usahatani melalui
pola tanam padi-jagung di lahan sawah irigasi merupakan langkah strategis
karena: (a) memanfaatkan lahan dan air secara optimal dan menyerap tenaga kerja
dan modal lebih banyak, (b) biji jagung yang dihasilkan dari pertanaman jagung
musim kemarau memiliki mutu yang lebih tinggi, serta brangkasan jagung dan
jerami padi sangat dibutuhkan untuk pakan serta memiliki nilai ekonomi, dan (c)
padi-jagung musim kemarau memperoleh pendapatan yang lebih baik karena
harga biji jagung yang tinggi dan brangkasan jagung dan jerami padi dapat
mendatangkan penghasilan.
Untuk pemanfaatan waktu penanaman jagung dalam setahun maka
dikenalkan konsep pertanaman bersisipan yang mana dilakukan dua minggu
sebelum pertanaman jagung pertama dipanen. Pertanaman jagung berikutnya
dapat ditanam untuk memanfaatkan waktu dan air yang tersedia dengan baik.
Dengan cara ini, indeks pertanaman, utamanya di lahan kering dapat ditingkatkan
hingga 400% atau panen empat kali dalam setahun (Fadhly, 2009).
Populasi Tanam
Upaya memaksimalkan penggunaan lahan dalam manajemen produksi
jagung banyak dilakukan dengan meningkatkan populasi tanam dan juga
mempertimbangkan pengaturan jarak tanam untuk membantu mencapai jarak
yang diinginkan antar tanaman. Pertanaman jagung dengan sistem legowo mulai
diujicobakan dengan tujuan memudahkan pemeliharaan tanaman, seperti
penyiangan, pembumbunan dan pemberian air. Selain itu, penyisipan tanaman
juga lebih mudah dilakukan. Sinar matahari yang lebih banyak masuk di antara
pertanaman akan meningkatkan hasil jagung yang membutuhkan banyak sinar
untuk pertumbuhannya (Fadhly, 2009).
Populasi tanaman adalah faktor yang mempengaruhi hasil. Kepadatan
tanaman yang tinggi mempengaruhi besar tongkol. Pada beberapa varietas dapat
meningkatkan kerebahan dan serangan penyakit (Purwono dan Purnamawati,
2007). Populasi tanaman yang tinggi menimbulkan kompetisi penyerapan O2,
CO2, unsur hara dalam tanah, meningkatkan senescence daun, tinggi tanaman,
komsumsi air, tongkol mandul, serta menyebabkan penurunan pertumbuhan
diameter batang, jumlah biji per tongkol dan bobot biji (Efendi dan Suwardi,
7
2010). Populasi tanaman yang ideal untuk jagung adalah antara 60 000-80 000
tanaman/ha. Jarak tanam untuk jagung hibrida pada umumnya adalah 75 cm x 25
cm atau 53 333 tanaman/ha pada musim hujan dan 75 cm x 20 cm atau 66 666
tanaman/ha pada musim kemarau (Bakhri, 2007).
Pemupukan
Pemupukan merupakan usaha untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman.
Tanaman yang mendapat cukup hara dapat menyelesaikan siklus hidupnya lebih
cepat, sedangkan tanaman yang kekurangan hara dapat lebih lambat dipanen,
tetapi jika tanaman kelebihan hara dapat meracuni tanaman. Diperlukan metode
pemupukan, jenis pupuk, dosis pupuk dan waktu pemupukan yang tepat agar
tercapai efisiensi pemupukan (Rasyid, et al. 2010).
Efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan memberikan jenis dan dosis
pupuk yang tepat sesuai dengan sifat tanah, fase pertumbuhan tanaman dan
kondisi cuaca; sehingga unsur hara pupuk yang diberikan semaksimal mungkin
dapat diserap tanaman dan kehilangan unsur hara pupuk dapat ditekan serendah-
rendahnya. Untuk menentukan hal tersebut diperlukan analisis tanah dan daun
(Abdoellah dan Wibawa, 1998)
Pemberian pupuk yang tepat sesuai dosis dapat meningkatkan produksi
jagung. Zubachtirodin dan Margaretha (2006) menyatakan bahwa pemberian
pupuk pada jagung dengan dosis sebanyak 250 kg urea + 150 kg SP 36 + 100 kg
KCl per ha yang disertai pemberian 1,5 t/ha pupuk kandang ayam mampu
mendukung pertumbuhan jagung sehingga mencapai tingkat produktivitas 6-10
ton/ha hasil biji.
Pengairan
Menurut Notohadiprawiro et al. (2006), air menjadi pembawa hara yang
diserap tanaman lewat aliran massa (mass flow), diffuse dan/atau serapan
langsung oleh akar. Oleh karenanya, air merupakan faktor penentu efesiensi
pemupukan dan efesiensi pemanfaatan hara oleh tanaman. Menurut Thorne
(1979), air tanah merupakan salah faktor yang sangat mempengaruhi hasil
tanaman. Air harus tersedia sesuai kebutuhan apabila ingin mendapatkan hasil
maksimum.
8
Menurut Aqil et al. (2007) periode pertumbuhan tanaman yang
membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu fase pertumbuhan
awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20
hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fase pematangan (10-25 hari). Tanaman
jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif (fase 1) dan fase
pematangan (fase 4). Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami
kekurangan air pada fase pembungaan dan pada saat terjadi proses penyerbukan
(fase 2). Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang
mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol
mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Kekurangan air pada
fase pengisian/pembentukan biji (fase 3) juga dapat menurunkan hasil secara
nyata akibat mengecilnya ukuran biji.
Pengaturan ketersediaan air dilakukan melalui pembuatan alur drainase.
Kedalaman alur drainase yang direkomendasikan antara 21-25 cm dan lebar 32-34
cm. Dengan pembuatan alur tersebut pada musim kemarau tanaman hanya perlu
diberi air 6-7 kali tanpa bantuan hujan dan dapat berkurang apabila masih ada
hujan selama pertumbuhan tanaman (Bakhri, 2007).
Pengendalian OPT
Upaya peningkatan produksi jagung seringkali terkendala oleh faktor
abiotik dan biotik. Kendala biotik meliputi gangguan yang disebabkan oleh
organisme pengganggu tanaman (OPT) dimana OPT ini terdiri dari gulma,
penyakit, dan hama. Pengendalian hama dan penyakit jagung dilakukan dengan
menggunakan komponen pengendalian yang meliputi: varietas tahan, kultur
teknis, musuh alami dan pertisida (Bakhri, 2007).
Usaha dalam pengendalian OPT dilakukan melalui tiga cara yaitu;
pengelolaan tanaman, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan jasad pengganggu
tanaman. Pengelolaan tanaman meliputi penggunaan varietas tahan atau resisten
terhadap OPT. Pengelolaan lingkungan melalui metode kultur teknis dan pola
tanam serta pengelolaan jasad pengganggu tanaman melalui bahan kimia dan
penggunaan musuh alami (Djafaruddin, 1994). Pengendalian tanaman secara
kimia saat ini mulai dikurangi karena dapat mengakibatkan kerugian lingkungan
serta berbahaya bagi kesehatan manusia.
9
Pengendalian hayati yang ramah lingkungan mulai diujicoba dan
diterapkan di lapang. Beberapa penelitian menunjukkan pengendalian hayati
cukup efektif dalam mengurangi kerusakan dan kehilangan hasil yang diakibatkan
OPT. Pengendalian hayati dengan cendawan Metarhizium anisopliae mampu
mengendalikan penggerek batang dengan terindikasi rendahnya kerusakan daun
(13,25%) dan bunga jantan (5,30%). Penggunaan bakteri T. bactrae fumata yang
menjadi parasit pada telur penggerek tongkol mampu mengendalikan dengan
tingkat parasitasi hingga 100%. Bakteri Bacillus thuringensis adalah salah satu
agen pengendali yang mampu memberikan mortalitas cukup tinggi pada ulat
grayak (Baco dan Yasin 2001; Pabbage et al., 2001; Adnan, 2009).
Penekanan dalam pengendalian OPT adalah dengan mempertimbangkan
kerugian secara ekonomis, bukan dari aspek lainnya. Oleh karena itu, efisiensi
biaya maupun waktu menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan. Selama
penambahan hasil akibat tindakan pengendalian masih lebih rendah dari biaya
pengendalian yang dilakukan, maka tindakan pengendalian OPT tidak perlu
dilakukan (Sembodo, 2010)
Panen dan Pascapanen
Kegiatan panen dan pascapanen sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil
yang didapatkan. Waktu panen jagung sangat bergantung kepada tujuan akhir
produksi apakah untuk benih, jagung semi, jagung segar ataupun jagung pipilan.
jagung biasa dipanen pada umur 100-120 HST tergantung varietas, jagung hibrida
dapat dipanen pada saat berumur 90 HST. Menurut Bern, et al. (2003) Menunda
waktu panen dapat menurunkan 0,5% hasil setiap minggu setelah waktu optimum
pemanenan. Waktu panen yang tepat adalah saat kadar air jagung antara 25-17%.
Kegiatan pascapanen terdiri dari sejumlah tahapan dimulai dari panen,
pengupasan, pengeringan, pemipilan, penyimpanan dan pengangkutan
(Muhidong, 1998). Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata
rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa petani
umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang
lembab dan curah hujan masih tinggi. Menurut Firmansyah (2009) hasil survei
menunjukkan bahwa kadar air biji jagung yang dipanen pada musim hujan masih
10
tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung
berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin.
Penanganan pascapanen yang kurang baik dapat menyebabkan kehilangan
hasil dan kerugian yang cukup tinggi. Kehilangan hasil akibat proses pemipilan
secara manual dapat mencapai 8%. Upaya penekanan kehilangan hasil menjadi
hanya 5% dapat meningkatkan produksi jagung nasional hingga 290 000
ton/tahun. Dengan penerapan teknologi, selain dapat menekan kehilangan hasil
secara fisik, penurunan kualitas hasil juga dapat ditekan karena kapasitas
pemipilan dapat jauh lebih tinggi dibanding cara manual serta biaya pemipilan
jauh lebih murah (Bakhri, 2007).
METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanaan di PT Sungai Menang yang berlokasi di
Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram,
Maluku. Pelaksanaan kegiatan magang dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari
tanggal 2 Februari 2011 sampai 12 Juni 2011.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di lapangan.
Selama magang, penulis turut kerja aktif dalam seluruh pelaksanaan kegiatan
teknis di lapang mulai dari teknik budidaya, panen dan penanganan pascapanen.
Penulis juga melakukan wawancara dan diskusi terkait aspek manajemen
produksi, khususnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di lapang.
Metode lainnya yang dilakukan melalui pengumpulan laporan dan arsip
perusahaan dengan meminta izin dari manajer kebun.
Penulis selama magang mempelajari keterampilan teknis dan manajerial.
Pelaksanaan kegiatan teknis meliputi seluruh kegiatan yang ada di lapangan.
Kegiatan prapanen dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan dan
pengendalian organisme pengganggu tanaman, kegiatan panen sampai kegiatan
penanganan pascapanen.
Keterampilan manajerial diperoleh ketika menjadi pendamping mandor
dan pendamping asisten kepala kebun. Kegiatan manajerial pada saat menjadi
pendamping mandor yaitu membuat perencanaan kegiatan harian,
pengorganisasian karyawan, pengawasan dan pengendalian kegiatan di lapangan
serta mengisi jurnal harian magang sebagai pendamping mandor. Kegiatan
sebagai pendamping asisten kepala kebun antara lain membantu penyusunan
rencana kerja dan rencana anggaran dari perusahaan, membuat laporan asisten
kepala kebun, mempelajari manajerial perkebunan, mengisi jurnal harian di
tingkat afdeling serta menganalisis permasalahan yang timbul dan mencari
solusinya.
12
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan selama kegiatan magang adalah hal-hal
yang berhubungan dengan penerapan Good Agricultural Practices yang mengacu
pada Peraturan Menteri Pertanian No. 48 Tahun 2006 tentang pedoman budidaya
tanaman pangan yang baik dan benar seperti yang terlampir di Lampiran 1.
Komponen GAP yang diamati meliputi:
1. Pemilihan Wilayah Produksi: Kesesuaian kondisi iklim dan tanah serta
kesesuaian lahan dengan komoditas dan cara budidaya.
2. Persiapan Lahan: Pemetaan tipe tanah, teknik pengolahan tanah:
pengendalian terhadap erosi.
3. Benih dan Varietas: kualitas benih/daya berkecambah, perlakuan benih
dan sumber benih, ketahanan terhadap penyakit, keragaan vegetatif
tanaman.
4. Penanaman: kesesuaian teknik budidaya
5. Pemupukan: penentuan kebutuhan hara, sumber dan jenis pupuk, dosis,
frekuensi, metode dan alat aplikasi, sistem penyimpanan pupuk dan
penggunaan pupuk organik.
6. Manajemen air: pengetahuan kebutuhan air; metode irigasi; sumber air dan
pelestariannya.
7. Perlindungan Tanaman: pelaksanaan pengendalian hama terpadu,
pemilihan bahan kimia, jenis dan dosis pestisida/herbisida, frekuensi
aplikasi, interval prapanen, alat aplikasi, pembuangan sisa aplikasi dan
penyimpanan pestisida/herbisida.
8. Pemanenan: metode dan alat panen, teknik pengepakan lapang, alat
angkut, dan kriteria panen.
9. Pascapanen: penggunaan bahan kimia pasca panen, pengeringan, seleksi,
pengemasan, dan penyimpanan.
10. Perlindungan lapang: ketersediaan alat dan penggunaan alat di lapang.
11. Pencatatan dan Tracebility: Pencatatan seluruh tahapan produksi dan
kejelasan sumber bahan baku serta produk.
13
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari perusahaan berupa arsip dan
dokumen yang meliputi:
a. Letak geografis dan topografi kebun.
Data lokasi kebun yang meliputi penyebarannya di lapangan, pembagian
areal kebun, luas areal dan tata guna lahan.
b. Keadaan lingkungan tumbuh.
Data mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan,
jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan.
c. Kondisi areal tanam dan pertanaman.
Data tentang luas pertanaman, varietas, produksi jagung dan kondisi
tanaman.
d. Organisasi dan manajemen perusahaan.
Informasi tentang struktur organisasi wewenang dan tanggung jawabnya.
e. Produksi jagung.
Data produksi PT. Sungai Menang selama tahun 2010-2011.
Selain itu pengumpulan data sekunder berupa pengumpulan data
penunjang dilakukan melalui bahan pustaka yang tersedia di perusahaan.
Analisis Data dan Informasi
Data dan informasi dianalisis menggunakan metode deskriptif dengan
membandingkan studi pustaka yang berlaku pada budidaya jagung dengan kondisi
di lapangan kemudian dilakukan skoring berdasarkan kriteria yang telah ada.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui apakah pengelolaan pertanaman
jagung di PT. Sungai Menang sudah menerapkan kaidah-kaidah Good
Agricultural Practices.
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG
Sejarah Perusahaan
PT. Sungai Menang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian dan termasuk kedalam kelompok usaha Sampoerna Bio Energi, PT.
Sampoerna Agro, Tbk. Jenis komoditi yang diusahakan oleh PT Sungai Menang
adalah komoditi pangan seperti ubi kayu, kedelai dan jagung. Pada tahun 2008
PT. Sungai Menang membuka usaha pertaniannya di wilayah Pulau Seram,
Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Usaha pertanaman jagung di kebun Seram dimulai sejak tahun 2010.
Pembukaan lahan pertama kali dilakukan di Divisi Seatele pada tahun 2008 seluas
60 ha dan kemudian dilakukan penanaman dengan komoditi utama pada waktu itu
adalah ubi kayu. Sejak tahun 2010 komoditi ubi kayu diganti dengan komoditi
jagung. Rencana jangka panjang usaha pertanaman jagung ini akan diusahakan
secara mekanisasi dengan skala komersial. Pada tahun 2010 pembukaan lahan di
Divisi Seatele diperluas hingga 118 ha serta kemudian dibuka lahan pertanaman
baru dengan lahan yang siap dibuka seluas 300 ha.
Lokasi Perusahaan dan Letak Wilayah Administratif
PT. Sungai Menang wilayah Seram terletak di Dusun Mandiri, Desa
Samal, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Akses transportasi untuk menuju perkebunan ditunjang dengan letak perkebunan
dan sekretariat yang berada di jalur Lintas Seram. Akses lokasi sekretariat kebun
menuju ibu kota kecamatan sejauh 25 km dan menuju ibu kota kabupaten sejauh
250 km atau dapat ditempuh selama lima jam menggunakan kendaraan roda
empat. Letak kebun PT. Sungai Menang berada di dua lokasi yang berbeda dan
terpisah sejauh 25 km. Letak geografis pertanaman jagung PT. Sungai Menang
terletak pada 129042’-129051’ BT dan 2051’ – 2056’ LS. Peta kebun dapat dilihat
pada Lampiran 2.
15
Sarana dan Prasarana Perusahaan
PT. Sungai Menang memiliki beberapa sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan kerja dan produksi perusahaan. Sarana dan prasarana yang
dimiliki perusahaan disajikan pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Sarana dan Prasarana di PT. Sungai Menang.
Fasilitas Jumlah Fungsi (Unit)
Kantor 1 Pusat kegiatan administrasi Kantor divisi 2 Pusat kegiatan administrasi divisi/kebun Gudang 3 Tempat penyimpanan peralatan
penunjang kegiatan kebun, penyimpanan sarana produksi, penyimpanan hasil panen
Pos pengawasan 2 Pengawasan dan penjagaan keamanan kebun
Menara Pemantau 4 Tempat memantau kondisi kebun dan pengawasan terhadap serangan hama sapi dan babi
Traktor 2 Alat mekanisasi pertanian Implemen Traktor a. Disk Plow 2 Olah tanah (bajak) b. Rotovator 2 Olah tanah (rotari) c. Planter 1 Penanaman secara mekanik d. Harvester 1 Pemanenan secara mekanik e. Boom Sprayer 1 Penyemprotan / pengendalian OPT Mobil boks 1 Sarana transportasi antar jemput pekerja Motor 6 Sarana transportasi staf perusahaan Sumber : Data Perusahaan (2011)
Keadaan Iklim dan Tanah
Keadaan Iklim di pertanaman jagung PT. Sungai Menang menurut tipe
iklim Oldeman termasuk tipe C1, dengan rata-rata 5 bulan basah berturut-turut
dan 1 bulan kering berturut-turut dalam satu tahun. Tipe iklim C1 artinya
memungkinkan untuk menanam palawija dua kali dalam satu tahun pada wilayah
tersebut. Curah hujan pertahun selama 22 tahun terakhir (tahun 1989 - 2010)
adalah 2 493 mm/tahun. Data curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kondisi lahan pertanaman jagung kebun Seatele berada pada ketinggian 8
mdpl. Topografi lahan termasuk kedalam lahan datar dengan kelas lereng 0-8%.
16
Berdasarkan kelas kesesuaian lahan, lahan pertanaman jagung di PT. Sungai
Menang termasuk dalam lahan kelas S3 untuk jagung. Berdasarkan survey tinjau
yang telah dilakukan perusahaan terdapat dua jenis tanah di pertanaman jagung
seram, yaitu Aeric Endoaquepts untuk tanah divisi I Seatele dan jenis tanah Typic
Eutrudepts untuk divisi II Samal. Tanah Aeric Endoaquepts merupakan sub grup
dari ordo tanah Inceptisol yang mempunyai karakter tanah berdrainase terhambat
sampai baik dengan tekstur liat sampai lempung. Tanah Aeric Endoaquepts
merupakan tanah Inceptisols yang terbentuk dari bahan induk aluvium marin atau
endapan laut.
Luas Area Kebun dan Produksi
Luas area yang diusahakan di pertanaman jagung PT Sungai Menang
berdasarkan rencana anggaran tahun 2011 seluas 200 ha. Luasan lahan yang
dimiliki pada tahun 2011 adalah 420 ha yang terbagi kedalam dua divisi. Berikut
pembagian tata guna lahan di PT. Sungai Menang, Seram.
Tabel 2. Tata Guna Lahan PT Sungai Menang, Seram
Divisi Luas Total Lahan Luas Lahan Penggunaan LahanSeatele 118 ha 74 ha Jagung
13.8 ha Ubi kayu 16.2 ha Lahan tidur 14 ha Lain-lain
Samal/Leawai 300 ha - Tidak ada data Total 418 ha Data per 1 Juni 2011 Sumber: Catatan Kepala Divisi
Jagung merupakan komoditas utama yang diusahakan. Ubi kayu
merupakan komoditas pertama yang diusahakan namun karena kondisi lahan dan
iklim yang tidak sesuai sehingga budidaya ubi kayu dihentikan dan dilanjutkan
dengan percobaan penanaman jagung pada tahun 2010. Produksi jagung untuk
tahun pertama diusahakan pada lahan seluas 60 ha, adapun data produksinya tidak
didapatkan karena kebijakan perusahaan.
Produksi jagung pada tahun kedua dimulai Januari 2011 dan hanya
dilakukan pada beberapa blok saja dengan total luasan 15 ha. Penanaman tertunda
karena kondisi lahan yang belum diolah serta kendala cuaca. Hingga bulan Juni
17
atau kegiatan magang berakhir data produksi hanya didapatkan dari blok 5C.
Berikut hasil produksi jagung pipilan kering yang ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Produksi jagung di Kebun Seatele PT. Sungai Menang.
Blok Luas Lahan Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (ton/ha) 5C1 1,25 3,950 3,160 5C2 1,25 3,850 3,080 5C3 1,25 3,411 2,729 Total 3,75 11,211 2,990
Data per 1 Juni 2011 Sumber: Catatan Kepala Divisi
Pemanfaatan lahan di kebun Seatele dibagi menjadi dua yaitu lahan untuk
produksi dan lahan untuk riset. Lahan untuk kegiatan riset mencakup luasan 30
hektar dari total 118 ha luas kebun. Kegiatan riset bertujuan untuk mendapatkan
varietas jagung paling adaptif. Terdapat enam blok dengan luas masing-masing 5
ha yang dijadikan area riset, pada setiap blok ditanami lima varietas jagung
hibrida yang berbeda sehingga akan didapatkan tiga ulangan untuk setiap varietas.
Lahan yang dijadikan area produksi mencakup sebagian besar area kebun namun
pada kondisi tertentu lahan produksi dapat dijadikan lahan untuk riset jika
memang diperlukan.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Operasional PT. Sungai Menang dipimpin oleh seorang General Manager
(GM) yang memiliki tugas memimpin dan mengelola serta mengembangkan
seluruh kebijakan. General manager dibantu oleh seorang manajer, dua orang
asisten kepala divisi/kebun, seorang asisten riset, seorang kepala tata usaha dan
seorang kepala administrasi. Terdapat beberapa posisi dalam struktur organisasi
yang masih belum terisi, selengkapnya struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Asisten kepala divisi bertanggung jawab langsung kepada general manajer
dalam hal pengawasan, pelaksanaan teknis dan perencanaan kegiatan serta
evaluasi hasil kerja di masing-masing divisi. Asisten riset bertanggung jawab
langsung kepada manajer dalam hal pengawasan, pelaksanaan kegiatan riset,
18
perencanaan kegiatan dan laporan hasil kegiatan. Kepala administrasi bertanggung
jawab kepada kepala tata usaha dalam hal yang menyangkut kegiatan
administrasi, keuangan dan pembuatan arsip data kebun.
Karyawan di PT. Sungai Menang terbagi atas pengelola tingkat staf dan
non-staf. Karyawan tingkat staf terdiri dari general manajer, manajer, asisten
kepala divisi, asisten riset, kepala tata usaha dan kepala administrasi. Karyawan
non staf merupakan karyawan kebun yang bekerja secara harian, borongan dan
musiman, terdiri dari mandor, krani, petugas keamanan dan karyawan harian lepas
(KHL).
Tabel 4. Data jumlah karyawan PT. Sungai Menang
Uraian Jenis Kelamin Total Laki-laki Perempuan
A. Staf 1. General Manajer 1 1 2. Manajer 1 1 Asisten kepala divisi 2 2 asisten riset 1 1 2 kepala tu 1 1 Admin 1 1
B. Non Staf 1. Bulanan 9 1 10 2. THL 25 40 65
Total Tenaga Kerja 41 42 83 Sumber: Data Perusahaan 2011
Karyawan tingkat staf maupun non staf masuk setiap hari. Hari kerja
dimulai dari hari Senin sampai Minggu. Pekerjaan dalam satu hari dilaksanakan
dengan standar 7 jam kerja yang dimulai pukul 07.00 WIT hingga pukul 15.00
WIT dengan waktu istirahat selama 1 jam dari pukul 12.00 WIT sampai 13.00
WIT. Setiap hari terdapat lembur tetap selama 1 jam yaitu dari pukul 15.00 WIT
sampai 16.00 WIT. Hari kerja efektif setiap hari adalah selama 8 jam kerja, lama
kerja dapat juga bersifat kondisional jika cuaca tidak memungkinkan. Pekerjaan di
kebun akan diliburkan jika turun hujan deras pada pagi hari sehingga tidak
memungkinkan adanya aktivitas di kebun.
Karyawan non staf akan menerima upah setiap dua minggu. Upah tenaga
harian akan dihitung berdasarkan jumlah hari kerja, hasil borongan, dan lembur.
19
Terdapat perbedaan besaran upah antara tenaga harian wanita dan tenaga harian
pria. Upah yang diberikan untuk tenaga harian pria sebesar Rp. 42.500,00 per
HOK dan tenaga harian wanita sebesar Rp. 40.000,00 per HOK. Upah borongan
dihitung berdasarkan prestasi kerja.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Land Clearing
Pengukuran dan blocking. Kegiatan pengukuran merupakan salah satu
kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pembukaan suatu areal lahan.
Pengukuran di PT. Sungai Menang bertujuan untuk memetakan wilayah kebun,
menentukan batas-batas kebun serta sebagai pedoman dalam pembuatan tata guna
lahan seperti pembuatan areal blok, areal camp, area jalan, parit dan area untuk
berbagai bangunan lain di dalam kebun (Gambar 1a).
Kegiatan pengukuran di Kebun Seatele masih tetap dilakukan meskipun
sudah tidak ada kegiatan pembukaan lahan. Pengukuran dilakukan hanya untuk
mengukur kembali luasan area setiap blok dan penentuan luas setiap petakan.
Luas blok di kebun Seatele adalah 5 ha dengan luas tiap petakan 1 ha sedangkan
di kebun Samal luas blok berbeda dengan luasan tiap blok masing-masing 10 ha
dan luas tiap petakan 2,5 ha. Salah satu komponen kegiatan pengukuran adalah
blocking yang bertujuan menentukan areal blok dan sebagai panduan dalam
kegiatan Imas dan tumbang.
Gambar 1. Pengukuran dan blocking (a) dan Imas tumbang (b)
Imas tumbang. Kegiatan Imas dan Tumbang merupakan kegiatan
pembukaan areal lahan dengan menggunakan alat berat yaitu bulldozer dan
excavator (Gambar 1b). Areal yang dibuka adalah area hutan primer dengan
kondisi pohon yang cukup rapat dan sebagian besar pohon berdiameter lebih dari
21
1 meter. Pohon berukuran besar yang tidak mampu ditumbangkan oleh bulldozer
di potong dengan bantuan chainsaw atau gergaji mesin. Pembukaan lahan
dilakukan hingga bersih dari sisa tanaman yang tertinggal di tanah seperti tunggul,
akar maupun batang tanaman. Hal ini diperlukan untuk memudahkan penggunaan
alat pengolahan tanah yang rentan terhadap kerusakan dari hambatan atau
terhambat dalam efisiensi dengan materi tersebut. Pada saat pembukaan lahan sisa
pohon dan kayu dikumpulkan dan dibentuk rumpukan di pinggir petakan yang
kemudian akan bersihkan secara berkala.
Pembersihan areal rumpukan. Areal rumpukan merupakan kumpulan
kayu-kayu hasil imas tumbang pembukaan lahan. Rumpukan diletakkan di pinggir
petakan dengan lebar rumpukan antara 10-15 meter dan panjang 200 m sehingga
luas satu rumpukan berkisar antara 0,2 hingga 0,3 ha. Dalam satu blok dengan
luasan 5 ha terdapat 5 areal rumpukan atau total luas rumpukan antara 1 hingga
1,5 ha. Areal rumpukan ini mengurangi luasan efektif tanam yang seharusnya 5 ha
menjadi hanya 4 ha bahkan 3,5 ha saja. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap
produksi dan efisiensi pemanfaatan lahan sehingga harus sesegera mungkin
dibersihkan.
Pembersihan areal rumpukan dilakukan dengan dua cara yaitu secara
manual dan mekanisasi menggunakan alat berat (Gambar 2). Pembersihan
rumpukan secara manual dilakukan oleh tenaga kerja harian dan terdapat beberapa
rumpukan di blok 2B dan 2C yang kegiatannya diserahkan kepada tenaga
borongan. Pembersihan rumpukan atau rencek kayu oleh tenaga harian dilakukan
dengan menggunakan mesin chainsaw dan parang. Di kebun Seatele terdapat 1
operator chainsaw yang bertugas memotong-motong kayu-kayu besar sisa pohon
yang masih tersisa di rumpukan. Pada kondisi tertentu tenaga harian lepas
digunakan untuk melakukan pembersihan gulma yang telah tumbuh di area
rumpukan. Tujuan rencek kayu adalah agar kayu lebih mudah lapuk dan proses
pembersihan rumpukan menjadi lebih cepat.
22
Gambar 2. Pembersihan rumpukan secara manual (a) dan mekanisasi (b).
Pembersihan rumpukan dengan menggunakan tenaga borongan tujuannya
adalah agar lebih efisien dalam penggunaan waktu dan biaya. Tenaga borongan
dibayar 1 juta rupiah untuk satu areal rumpukan yang dibersihkan seluas 2 000
m2. Pembersihan rumpukan olah tenaga borongan ditetapkan harus sudah selesai
setelah 3 bulan. Pada kenyataannya, kegiatan ini membutuhkan waktu lebih lama
dari yang ditetapkan sehingga akhirnya pembersihan rumpukan oleh tenaga
borongan dihentikan dan digantikan menggunakan alat berat.
Pembersihan rumpukan dengan menggunakan alat berat dilakukan untuk
mengejar target luasan tanam untuk tahun 2011 yaitu seluas 200 ha. Pada bulan
Mei 2011 di kebun Seatele dilakukan pembersihan area rumpukan menggunakan
excavator. Penggunaan alat berat lebih efisien dari segi waktu. Dalam satu hari
excavator dapat meratakan sebanyak 2-3 area rumpukan. Proses dapat
berlangsung cepat dikarenakan kayu-kayu di daerah rumpukan sudah mulai lapuk
karena sudah berumur lebih dari 1 tahun.
Pengelolaan tanah (soil management)
Teknik olah tanah pada pertanaman jagung di kebun Seatele dilakukan
secara mekanisasi dengan menggunakan traktor. Pengolahan tanah dibagi kedalam
dua tahapan yaitu olah tanah primer menggunakan bajak dan olah tanah sekunder
menggunakan rotari (Gambar 3). Setiap tahapan pengolahan tanah dilakukan
sebanyak dua kali. Berdasarkan tahapannya maka proses pengolahan tanah
sebelum ditanam adalah Bajak I – Bajak II – Rotari I – Rotari II – Tanam.
Bajak dilakukan dengan menggunakan implement disk plow. Jumlah
piringan bajak ada 4 dengan lebar piringan masing-masing 67 cm atau 26,37 Inchi
23
dan jarak antar piringan 67 cm. Kedalaman bajak rata-rata adalah 16,6 cm. Bajak
dilakukan dua kali dan tidak ada selang waktu yang ditentukan antara pelaksanaan
bajak pertama ke bajak kedua. Bajak kedua dilakukan jika tingkat kekeringan
pada lahan hasil bajak pertama sudah cukup kering dan dimungkinkan traktor
untuk dapat beroperasi. Selang waktu antara bajak I dan bajak II biasanya adalah
satu hari.
Rotari dilakukan setelah tanah di bajak dua kali. Rotari tujuannya untuk
memperbaiki struktur tanah pada lapisan atas menjadi lebih remah dan
mempersiapkan seedbed untuk benih agar berkecambah dan tumbuh dengan baik.
Rotari dilakukan menggunakan implement rotavator. Tanah dirotari selama dua
kali sebelum siap tanam. Tidak ada jangka waktu yang ditentukan dalam
pelaksanaan rotari I ke rotari II, olah tanah ke dua bahkan dapat dilakukan pada
hari yang sama.
Gambar 3. Olah tanah primer menggunakan disk plow (a) dan rotavator (b).
Pengolahan tanah secara mekanisasi sangat bergantung pada kondisi cuaca
di lapangan. Kerja alat akan terganggu bila hujan turun karena tanah akan menjadi
basah dan lengket akibatnya pengolahan tanah tidak dapat dilakukan karena alat
tidak memungkinkan untuk bekerja. Kondisi cuaca serta kondisi lahan yang tidak
memungkinkan dilakukan olah tanah menyebabkan terdapat beberapa areal blok
yang selang waktu antara olah tanah berikutnya terlalu lama sehingga lahan telah
ditumbuhi gulma. Blok tersebut antara lain blok 3C dan 3B. Pada kondisi seperti
ini olah tanah menjadi lebih sulit karena terganggu dengan adanya gulma,
terutama gulma-gulma rambat yang seringkali membelit pisau rotavator dan
24
akibatnya rotavator harus berhenti sejenak untuk dibersihkan, hal ini mengurangi
efisiensi dari kerja alat itu sendiri.
Penentuan blok atau area lahan yang akan diolah didasarkan pada kondisi
lahan yang ada serta lebih diutamakan pada area lahan yang akan digunakan untuk
area riset. Standar operasional kebun mengharuskan efisiensi pemanfaatan lahan
serta penggunaan alat. Lahan yang sudah kering sesegera mungkin untuk diolah
dan dilakukan penanaman. Tidak ada jangka waktu tertentu yang ditentukan
perusahaan dalam pelaksanaan olah tanah namun terdapat target luasan tanam
yang harus dipenuhi selama satu tahun, untuk tahun 2011 luasan tanam yang
harus dipenuhi adalah total 200 ha untuk divisi I dan divisi II. Target luasan tanam
ini ternyata sulit tercapai, hal ini karena sering terhambatnya proses olah tanah
akibat cuaca, kondisi lahan yang basah, kerusakan mesin dan mobilisasi traktor
yang terbatas.
Penanaman (Planting)
Benih jagung yang digunakan di divisi I Seatele menggunakan jenis benih
jagung hibrida. Kebun Seatele juga merupakan lahan percobaan untuk mengetahui
varietas jagung yang mampu beradaptasi baik dengan kondisi iklim, tanah dan
lingkungan yang ada di lokasi kebun. Terdapat 10 varietas jagung hibrida yang
diusahakan antara lain; AS-1, Makmur-1, Bima-2, NK22, NK33, Bisi-12, Bisi-16,
Bisi-816, Pioneer-12, Pioneer-21, dan Pioneer-27. Setiap varietas ditanam dalam
petakan dengan luasan lahan 1 ha. Setiap blok memiliki 5 petakan sehingga
penanaman dalam satu blok menggunakan 5 varietas yang berbeda. Skema
penanaman dapat dilihat pada Gambar 4.
Penanaman jagung di kebun divisi I Seatele dilakukan dengan cara manual
dan mekanisasi. Meskipun pada standar operasional kebun seluruh proses
budidaya harus dilakukan secara mekanisasi, pada kenyataan di lapang terdapat
berbagai kendala yang menyebabkan mekanisasi tidak dapat dilakukan. Beberapa
kendala tersebut adalah kondisi cuaca, kondisi lahan, dan keterbatasan alat
mekanisasi.
25
Blok 4C Blok 4D
4C 1 Bisi 12 4D 1 P 21 4C 2 AS 1 4D 2 Bisi 816 4C 3 NK 33 4D 3 Bima 2 4C 4 Makmur 1 4D 4 P 27 4C 5 P 12 4D 5 NK 22
Blok 3C Blok 3D
3C1 NK 22 3D 1 AS 1 3C2 Bisi 816 3D 2 P 12 3C3 P 21 3D 3 Bisi 12 3C4 NK 33 3D 4 Makmur 1 3C5 Bima 2 3D 5 P 27
Gambar 4. Skema penanaman jagung berdasarkan varietas
Penanaman secara mekanisasi dilakukan dengan menggunakan implement
planter (Gambar 5). Kelebihan penanaman dengan menggunakan planter antara
lain, efisien dalam penggunaan tenaga kerja karena hanya dibutuhkan dua orang
tenaga kerja yaitu operator dan seorang pembantu operator (helper). Penanaman
dilakukan secara bersamaan dengan pemupukan dasar, waktu yang dibutuhkan
lebih cepat dibandingkan secara manual. Penulis mengikuti kegiatan penanaman
secara mekanisasi dan berdasarkan pengamatan, Prestasi kerja dalam satu hari
kerja adalah 5 875 ha.
Gambar 5. Penanaman secara tugal (a) dan penanaman dengan planter (b).
Implement planter dikalibrasi sesuai dengan jarak tanam dan jumlah
pupuk yang ditetapkan. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 20 cm
dengan jumlah populasi yang diharapkan 66 600 tanaman/ha. Jenis pupuk yang
26
digunakan adalah pupuk dasar NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha. Beberapa
kekurangan dari planter antara lain, meskipun telah di set sesuai dengan standar
yang diinginkan namun pada beberapa kondisi letak jatuhnya benih pada planter
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama untuk jarak tanam dalam baris
yang diharapkan benih jatuh setiap 20 cm namun pada kenyataannya sulit tercapai
karena terkendala lubang benih yang seringkali tertutup oleh bongkahan tanah.
Hal ini berpotensi tanaman tumbuh terlalu rapat atau teralu jauh dalam barisan
sehingga dapat mengurangi populasi.
Penggunaan alat tanam planter juga dapat mengurangi populasi tanam, hal
ini karena konstruksi planter terdiri dari 4 baris sehingga saat digunakan jumlah
baris tanaman dalam satu lahan akan berjumlah kelipatan 4. Jika lebar suatu lahan
50 meter dengan jarak tanam antar baris adalah 75 cm maka jumlah baris
seharusnya adalah 66 baris namun karena menggunakan planter jumlah baris yang
dapat terpenuhi hanya 64 baris atau kehilangan 3% populasi.
Pada kondisi tertentu benih dalam planter tidak keluar karena saluran
benih tersumbat tanah ataupun kotor. Jumlah benih yang terpakai setiap hektarnya
bervariasi dari 14 kg/ha sampai 20 kg/ha. Pengamatan pada penanaman dengan
menggunakan benih yang sama yaitu Pioneer 21 di blok 4D1, 4B3 dan 3C3
menunjukkan jumlah benih yang terpakai berbeda. Pada blok 4D1 benih yang
terpakai adalah 15 Kg/ha sedangkan pada blok 4B3 dan 3C3 hanya 13 kg/ha,
begitu pula dengan varietas NK22 di blok 4D5, 4B5 dan 3C1 jumlah benih yang
terpakai berbeda yaitu 17 kg di blok 3C1, 16 kg di blok 4D5 dan 15 kg di blok
4B5. Meskipun menggunakan benih varietas yang sama terdapat perbedaan
jumlah benih yang terpakai diakibatkan karena pada kondisi tertentu benih tidak
jatuh dari planter sehingga benih yang keluar lebih sedikit.
Penanaman secara manual menggunakan tenaga harian lepas. Penanaman
manual dilakukan jika penanaman secara mekanis tidak dapat dilakukan dan
hanya boleh dilakukan pada area blok produksi. Penanaman manual sangat tidak
efisien secara ekonomi karena memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak serta
waktu yang dibutuhkan cukup lama. Pada penanaman manual di blok 3E tenaga
yang dibutuhkan sebanyak 16 HOK/ha. Penanaman seluas 2,5 Ha di Blok 3E
diselesaikan selama 4 hari dengan menggunakan 10 tenaga harian setiap harinya.
27
Pada area blok riset, seluruh kegiatan produksi harus dilakukan secara
mekanisasi sesuai dengan tujuan dari perusahaan yaitu untuk melihat efisiensi dari
kegiatan mekanisasi. Sedangkan pada area lahan produksi, pelaksanaan kegiatan
produksi lebih bersifat kondisional, jika tidak memungkinkan dilakukan secara
mekanisasi kegiatan bisa dilakukan secara manual. Kegiatan yang dilakukan
secara manual harus mempertimbangkan efisiensi pengguna tenaga kerja sehingga
tidak menjadi beban biaya produksi.
Pengaturan Saluran Air
Drainase. Saluran drainase dibuat pada dua sisi lahan yaitu sisi lahan
sebelah utara dan sebelah timur. Pembuatan saluran drainase tidak dibuat di
keempat sisinya untuk memudahkan penggunaan traktor ke dalam lahan. Parit
primer dibuat menggunakan alat berat ekskavator dengan kedalaman 1,2 meter
serta lebar rata-rata 1.2 m. Selain saluran air primer dibuat pula saluran air
sekunder dan tersier secara manual. Saluran sekunder dibuat tegak lurus atau
melintang terhadap posisi lahan. Saluran air sekunder dan tersier dibuat secara
kondisional menyesuaikan dengan kondisi lahan sehingga air tidak menggenangi
areal pertanaman jagung. Panjang parit yang berhasil dibuat dalam satu hari oleh
penulis dan satu orang tenaga harian lepas adalah 112 m. Rata-rata kedalaman
parit tersier adalah 18.33 cm, dengan lebar atas 35 cm dan lebar bawah 23.67 cm.
Pemeliharaan Tanaman
Pemupukan. Pemupukan pada budidaya jagung di kebun Seatele
dilakukan dua kali yaitu pemupukan dasar pada saat tanam dan pemupukan kedua
pada saat umur tanaman 21 – 25 HST. Pemupukan dasar menggunakan NPK 15–
15–15 dengan dosis 300 Kg/ha. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan pada saat
tanam dengan menggunakan planter. Namun jika dilakukan pemupukan secara
manual, pemupukan dasar diberikan pada saat tanaman sudah berumur 7 HST.
Pemupukan dengan planter sangat efisien dalam penggunaan waktu
karena dilakukan bersamaan dengan tanam serta dalam cara pemupukan sesuai
dengan rekomendasi yaitu diberikan secara alur kemudian ditutupi tanah.
Terdapat kendala penggunaan mekanisasi pada saat pemupukan yaitu jumlah
dosis yang terkadang tidak sesuai dengan rekomendasi. Pada penanaman di blok
28
4D jumlah pupuk yang terpakai setiap hektar berbeda. Pada petak 4D1 dan 4D2
jumlah pupuk yang terpakai adalah 200 kg/ha sedangkan pada petak 4D5 sebesar
350 kg/ha, hanya pada petak 4D3 dan 4D4 yang sesuai rekomendasi yaitu 300
kg/ha. Pemupukan yang bervariasi dapat diakibatkan karena terdapat endapan
pupuk sebelumnya yang belum dibersihkan sehingga saluran untuk keluarnya
pupuk menjadi terhambat.
Pemupukan kedua menggunakan Urea dengan dosis 300 kg/ha dan cara
pemberiannya dilakukan secara manual (Gambar 6). Pupuk diaplikasikan dengan
cara tugal dan pupuk tidak ditutup dengan tanah. Pemupukan dilakukan saat
tanaman berumur 21 HST. Berdasarkan pengamatan pemupukan urea pada
beberapa blok yaitu blok 4D, 4C, 3D dan 3C dari tanggal 3 – 9 April 2011
kebutuhan rata-rata tenaga kerja untuk 1 ha adalah 7 HOK selama kegiatan
penulis mengikuti bersama tenaga harian yang lain sehingga dapat dikatakan
prestasi penulis sama dengan presasi rata-rata tenaga harian. Pupuk yang
digunakan adalah urea dengan dosis 300 kg/ha. Kenyataan di lapang dosis tidak
selalu sesuai rekomendasi dikarenakan cara pemupukan dengan tugal sangat
bergantung pada jumlah populasi tanaman yang ada di lapang. Lahan dengan
populasi jagung yang rendah akan membutuhkan jumlah pupuk yang lebih sedikit
pula dibandingkan lahan dengan populasi jagung yang tinggi.
Gambar 6. Pemupukan kedua secara manual
Pada beberapa blok di areal produksi, penanaman dilakukan secara manual
sehingga pemupukan dasar tidak dilakukan bersamaan dengan penanaman.
Pemupukan dasar dilakukan secara manual dengan cara tugal pada saat tanaman
29
berumur 7 HST. Jenis pupuk yang digunakan tetap sama yaitu NPK 15-15-15
dengan dosis 300 kg/ha. Penanaman manual menyebabkan pemupukan dasar
dilakukan secara manual pula sehingga menyebabkan borosnya penggunaan
tenaga kerja hal ini dapat menyebabkan membengkaknya biaya produksi.
Pengendalian Gulma. Kegiatan pengendalian gulma dilakukan untuk
menekan populasi gulma yang akan merugikan tanaman jagung karena persaingan
dalam mendapatkan cahaya matahari, air, dan ruang tumbuh. Pengendalian gulma
juga dilakukan untuk pemeliharaan jalan dan area kebun. Pengendalian gulma di
kebun Seatele dilakukan dengan dua cara yaitu secara mekanik dan kimiawi.
Pengendalian gulma secara mekanik dilakukan menggunakan mesin pemotong
rumput dan hanya digunakan untuk pemeliharaan jalan dan kebun sesuai dengan
kondisi gulma di lapangan. Pengendalian gulma pada areal tanam dilakukan
secara kimiawi menggunakan herbisisda.
Pengendalian gulma pada areal tanam dilakukan secara kimia dengan
menggunakan herbisida Calaris 550 SC dengan bahan aktif mesotrion 50g/l dan
atrazin 500g/l. Herbisida Calaris digunakan untuk mengendalikan semua jenis
gulma baik gulma daun lebar, daun sempit maupun teki yang tumbuh pada areal
tanam. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman berumur tidak lebih dari 14
HST. Calaris termasuk jenis herbisida preemergence diaplikasikan beberapa hari
setelah tanam dimana gulma belum memasuki tahap emergence atau mulai
tumbuh. Volume semprot rekomendasi adalah 300 liter/ha atau 1,5 liter Calaris
550 SC per hektar. Rekomendasi konsentrasi bahan kimia yang digunakan adalah
5 ml/liter.
Pada pengamatan penyemprotan gulma di blok 2E dan 5B tercatat bahwa
konsentrasi yang digunakan pada pelaksanaan di lapang adalah 50 ml/15 liter, hal
ini dilakukan untuk menghemat ketersediaan bahan. Namun ternyata dari hasil
pengamatan yang sama didapatkan volume semprot rata-rata sebesar 562,5 liter/ha
atau lebih banyak dari volume semprot rekomendasi sebesar 300 liter/ha
meskipun konsentrasi yang digunakan lebih kecil. Tingginya volume semprot
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kecepatan jalan dan daya curah
nozle. Kecepatan jalan penyemprot yang terlalu pelan dan lubang pada nozle yang
sudah membesar merupakan salah satu penyebab tingginya volume semprot.
30
Tingginya volume semprot menyebabkan pemakaian bahan menjadi lebih banyak
dan menjadi tidak ekonomis.
Early Warning System (EWS). Kegiatan Early Warning System
dilakukan dengan tujuan sebagai sistem peringatan dini terhadap serangan hama.
EWS dilakukan dengan cara sensus populasi hama pada suatu petak atau areal
tertentu dengan tujuan melihat intensitas serangan yang ada. Sensus hama
dilakukan dua hari sebelum jadwal rutin penyemprotan. Penyemprotan hama
dilakukan jika hasil sensus menunjukkan intensitas serangan yang tinggi. Sensus
hama dilakukan dengan cara melihat jumlah ulat dan telurnya pada 100 pokok
tanaman yang dipilih secara acak. Jenis hama yang disensus untuk saat ini
hanyalah jenis ulat Spodoptera sp, Helicoperva sp. dan Heliothis sp. Perhitungan
EWS menggunakan rumus sebagai berikut :
Pengendalian hama di kebun Seatele belum begitu memperhatikan aspek
lingkungan dimana penyemprotan sangat sering dilakukan. Hal ini dilakukan
karena apa bila terjadi keterlambatan penyemprotan pada pertanaman
menyebabkan rusaknya hampir seluruh areal blok. Tingginya intensitas serangan
hama disebabkan karena lahan merupakan bukaan baru dan masih dikelilingi oleh
hutan sekunder yang dapat menjadi habitat hama.
Pengendalian Hama. Pengendalian hama bertujuan untuk mengendalikan
kehilangan hasil yang diakibatkan oleh OPT yang dapat merusak tanaman jagung.
Pengendalian hama dilakukan secara kimiawi menggunakan insektisida.
Pengendalian hama dilakukan secara terjadwal sebanyak 5 kali yaitu pada 7 HST,
18 HST, 28 HST, 35 HST dan 42 HST. Terdapat beberapa jenis insektisida yang
digunakan antara lain regent 50 SC, klensect 200 EC, Spontan 400 SL, Meteor 25
EC dan Arrivo 30 EC. Banyaknya jenis insektisida yang digunakan dikarenakan
masih dilakukannya pengamatan jenis bahan aktif dan insektisida yang paling
efektif dalam pengendalian hama. Pada pelaksanaannya insektisida yang lebih
sering digunakan adalah Klensect 200 EC karena dirasakan paling efektif dalam
memberantas hama. Dosis penggunaan Klensect adalah 20 ml/15 liter. Klensect
31
memiliki bahan aktif permethrin 200 g/l dengan hama sasaran Spodoptera sp (ulat
grayak).
Penyemprotan dilakukan secara manual dan mekanisasi (Gambar 7).
Penyemprotan manual dilakukan menggunakan knapsack sprayer SOLO dengan
volume 15 liter/tangki. Perhitungan hari kerja untuk tenaga semprot tidak
disesuaikan berdasarkan jam kerja tetapi berdasarkan prestasi kerja atau target
jumlah tangki yang disemprotkan yaitu 15 tangki dan tidak ada luasan lahan yang
harus dipenuhi. Penyemprotan secara mekanisasi dilakukan dengan menggunakan
boom sprayer. Boom sprayer merupakan implement berbentuk tangki besar yang
memiliki sayap di kedua sisinya dengan panjang 3 m dan pada tiap sayapnya
terpasang nozle-nozle yang berfungsi menyemprotkan pestisida. Kelebihan dari
boom sprayer yaitu lebih efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga kerja.
Kekurangannya implement ini hanya dapat digunakan pada kondisi tertentu yaitu
pada saat tanaman berumur kurang dari 21 HST. Pada pertanaman jagung yang
sudah berumur lebih dari 21 HST Boom sprayer tidak dapat digunakan karena
dikhawatirkan dapat merusak tanaman jagung. Penggunaan boom sprayer
dilakukan jika umur tanaman kurang dari 21 HST dan jika terjadi ledakan
serangan hama yang besar, namun penggunaan boom sprayer juga masih jarang
dilakukan karena keterbatasan traktor.
Gambar 7. Penyemprotan manual (a) dan mekanisasi dengan boom sprayer (b).
Panen
32
Metode dan Alat Panen. Panen jagung di kebun seatele dilakukan secara
manual dengan menggunakan tenaga harian dan tenaga borongan (Gambar 8).
Secara teknis jika panen dilakukan dengan tenaga kerja harian maka THL akan
dibagi kedalam dua grup yaitu tenaga wanita sebagai pemanen dan tenaga pria
sebagai tenaga angkut. Pemanen bertugas untuk memisahkan tongkol jagung dari
klobotnya dan dikumpulkan pada satu tempat di dalam blok lahan. Tenaga
pengangkut akan bertugas melansir (mengangkut) jagung hasil panenan dari lahan
ke pinggir jalan blok untuk di timbang dan kemudian di curah atau di hamparkan
pada lantai jemur yang terbuat dari terpal. Pengamatan pada panen di blok 5C3
Tenaga kerja yang digunakan dalam 1 Ha adalah 14 HOK. Penulis bertugas
sebagai tenaga pemanen dengan prestasi kerja areal yang dipanen seluas 0.07 ha.
Panen Jagung dengan menggunakan tenaga borongan dilakukan karena
lebih ekonomis dibandingkan menggunakan tenaga harian. Tenaga borongan
diberi upah kerja berdasarkan prestasi kerja yaitu dihargai Rp. 3.500,00 untuk
setiap 40 kg tongkol yang mampu dipanen. Salah satu kendala panen dengan
tenaga borongan adalah peluang untuk kehilangan hasil karena jagung terlewat
saat panen cukup besar, tenaga borongan cenderung memilih jagung yang besar
sehingga lebih cepat untuk menghasilkan jumlah bobot jagung hasil panen
akibatnya tongkol jagung yang berukuran lebih kecil seringkali terlewat.
Gambar 8. Panen secara manual
Kriteria Panen. Panen jagung dilakukan jika jagung telah melewati umur
panen dan telah masak fisiologis. Ciri-ciri masak fisiologis ditandai dengan
munculnya tanda hitam atau black layer pada pangkal biji jagung. Namun pada
kondisi tertentu, panen jagung dapat ditunda dan tidak didasarkan pada umur
33
tanaman maupun masak fisiologis. Panen jagung dilaksanakan berdasarkan waktu
yang disepakati dengan tenaga pemborong ataupun kondisi cuaca yang tidak
memungkinkan.
Pascapanen
Proses pascapanen jagung di kebun Seatele dilakukan melalui beberapa
tahapan diantaranya penjemuran I, pemipilan, penjemuran II, pengepakan dan
penyimpanan. Semua kegiatan dilakukan langsung di lapang seperti terlihat pada
Gambar 9. Penyimpanan hasil produk dilakukan di gudang utama yang terdapat di
kantor administrasi pusat. Berikut adalah alur proses pascapanen yang dilakukan
di kebun seatele:
Penjemuran I. Penjemuran pertama bertujuan untuk menurunkan kadar
air hingga dibawah 20 % untuk mempermudah proses pemipilan. Penentuan kadar
air dilakukan menggunakan moisture tester. Jagung yang memiliki kadar air
tinggi akan pecah dan rusak jika dipipil dengan menggunakan mesin pemipil.
Penjemuran jagung dilakukan di jalan antar blok dengan menggunakan terpal
berukuran 8 x 6 meter. Hal ini dilakukan karena belum adanya lantai jemur.
Penjemuran I adalah jemur jagung dalam bentuk tongkol. Kadar air jagung setiap
hari akan diukur untuk menentukan jagung siap untuk dipipil atau tidak. Pada
panen jagung di Blok 5C3 dengan luas panen 1,25 ha menghasilkan 5.994 Kg
tongkol dan dibutuhkan delapan terpal berukuran 8 x 6 meter, empat terpal
digunakan sebagai terpal jemur dan empat terpal digunakan sebagai penutup.
34
Gambar 9. Penjemuran I (a), pemipilan (b) dan penjemuran II (c).
Pemipilan. Pemipilan adalah kegiatan memisahkan jagung dari
tongkolnya. Pemipilan dilakukan jika kadar air berkisar antara 18-20 % untuk
menghindari jagung pecah atau rusak pada saat dipipil. Ciri lain jagung siap pipil
adalah dengan memutar tongkol menggunakan kedua tangan dan jika biji jagung
sudah goyah maka sudah siap untuk dipipil. Pemipilan dilakukan dengan
menggunakan alat pipil PJ 700 B Agrindo. Dalam satu hari jumlah jagung yang
dapat dipipil berkisar antara 2 hingga 2,5 ton tongkol. Jagung yang telah dipipil
kemudian diayak dan dibersihkan dari kotoran yang tersisa. Jagung pipil
selanjutnya dijemur kembali.
Penjemuran II. Penjemuran kedua bertujuan untuk menghindari jagung
terkena jamur dan aflatoksin. Jagung yang siap disimpan harus memiliki kadar air
kurang dari 14%. Jagung yang sudah dipipil kemudian dijemur diatas terpal dan
setiap hari di balik untuk mencegah jagung terserang aflatoksin. Jagung pipil yang
sudah kering, licin dan mengkilat atau memenuhi kriteria pengemasan yaitu KA
<14% kemudian segera di packing dalam karung dengan bobot 50 kg setiap
karung.
35
Pengepakan. Pengepakan bertujuan untuk menjaga kualitas jagung pipil
agar tetap terjamin selama penyimpanan dan pengiriman kepada konsumen.
Pengepakan dilakukan setelah jagung pipil mencapai kadar air kurang dari 14%
untuk mencegah munculnya jamur saat penyimpanan. Pengepakan dilakukan
dengan menggunakan karung plastik ukuran 50 kg. Pengemasan langsung
dilakukan di terpal jemur. Setelah dipacking jagung pipil kemudian dikirim ke
gudang yang ada di kantor sekretariat.
Penyimpanan. Penyimpanan jagung yang baik adalah di ruangan yang
memiliki sirkulasi udara yang cukup. Tujuannya untuk menghindari jamur serta
munculnya hama gudang akibat kondisi gudang yang lembab. Jagung yang sudah
melalui proses pengepakan selanjutnya disimpan di gudang. Gudang utama
berbentuk gudang terbuka dengan hanya memiliki satu sisi dinding dari kayu,
beratapkan seng dan dialasi oleh papan-papan kayu agar tidak bersentuhan
langsung dengan tanah (Gambar 10). Jika hujan jagung ditutup dengan terpal
untuk menghindari percikan ataupun air hujan yang terbawa angin. Belum adanya
gudang penyimpanan di kebun merupakan suatu kendala tersendiri. Penyimpanan
di ruang terbuka dapat menyebabkan jagung busuk ataupun terserang aflatoksin
jika terkena air atau kelembabannya tidak terjaga.
Gambar 10. Gudang penyimpanan jagung pipilan kering.
36
Aspek Manajerial
Kegiatan pelaksanaan magang dilaksanakan selama 4 bulan di PT.Sungai
Menang. Satu bulan pertama, penulis ditugaskan untuk menjalani masa orientasi
dan pengenalan kebun. Kegiatan manajerial dilakukan selama 3 bulan yaitu satu
bulan menjadi pendamping mandor dan dua bulan sebagai pendamping kepala
divisi. Saat menjadi pendamping mandor, penulis menjadi pendamping mandor
pada dua divisi yang berbeda dan dilakukan secara bergantian setiap 1 minggu.
Ketika menjadi pendamping kepala divisi penulis bertugas sebagai pendamping
asisten kebun dan asisten riset untuk pertanaman jagung di divisi I Seatele.
Orientasi Kebun
Orientasi kebun dilakukan selama satu bulan dan fokus terhadap tiga aspek
kegiatan. Kegiatan yang dilakukan yaitu mengamati kegiatan pembukaan lahan
(land clearing), pengolahan tanah dan penanaman. Kegiatan pembukaan lahan
dilakukan oleh kontraktor dan diawasi oleh dua orang petugas yaitu petugas
pengukuran serta petugas pencatatan alat berat (krani). Petugas pengukuran
bertugas untuk menentukan areal lahan yang akan dibuka serta mencatat luasan
areal lahan yang dibuka dalam satu hari. Petugas pengukuran mulai bekerja pada
pukul 07.00 WIT kemudian melakukan pengukuran dan pembuatan batas-batas
areal yang dijadikan acuan untuk pembukaan lahan dan pembuatan blok. Kegiatan
pengukuran dilakukan satu jam sebelum alat berat mulai bekerja atau kegiatan
pembukaan lahan dilakukan. Petugas pencatatan alat berat bertugas untuk
mencatat jumlah jam kerja alat berat serta jumlah kebutuhan bahan bakar yang
digunakan. Seorang pencatat harus selalu memantau dan mendampingi operator
alat berat ketika sedang bekerja.
Kegiatan pengolahan tanah dan penanaman berada langsung dibawah
tanggungjawab mandor, namun untuk penanaman dan pengolahan tanah yang
dilakukan secara mekanisasi pengawasan dilakukan oleh mandor serta masih
dilakukan pengawasan secara langsung oleh asisten kebun.
37
Pendamping Mandor
Kegiatan pendamping mandor dilaksanakan penulis selama 1 bulan yang
dimulai selama bulan kedua kegiatan magang. Selama menjadi pendamping
mandor, penulis diberikan tanggung jawab untuk mengawasi salah satu kegiatan
yang ada di kebun dan mengerjakan tugas-tugas mandor seperti mengatur
kebutuhan jumlah tenaga harian dalam satu kegiatan, mengawasi kegiatan tenaga
harian dan mencatat serta membuat laporan mandor.
Mandor kebun berjumlah 4 orang dan dibagi kedalam dua divisi. Mandor
bertugas mengawasi seluruh kegiatan yang ada di kebun mulai dari pemeliharaan
kebun, pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian gulma,
pengendalian HPT hingga panen. Mandor divisi I Seatele berjumlah dua orang,
pembagian tugas dilakukan pukul 6.45 WIT atau 15 menit sebelum seluruh
kegiatan dilakukan.
Pendamping Kepala Divisi
Kegiatan sebagai pendamping kepala divisi dilakukan pada bulan ketiga
pelaksanaan magang. Kepala divisi bertugas untuk membuat rencana kerja
mingguan dan bulanan dari seluruh kegiatan yang ada di kebun. Kegiatan
pengelolaan kebun antara lain mengevaluasi pekerjaan para pekerja di lapangan
bersama mandor, mempertanggungjawabkan kondisi kebun, analisis biaya, hasil
produksi dan efisiensi penggunaan tenaga kerja sesuai dengan tugas dan tanggung
jawab terhadap hal-hal yang terjadi di kebun.
Selama menjadi asisten kepala divisi, penulis melakukan kontrol terhadap
pekerjaan para mandor, mengevaluasi pekerjaan para pekerja di lapangan bersama
mandor, dan membantu membuat jurnal harian kepala divisi serta rencana kerja
untuk esok hari. Semua kegiatan yang penulis lakukan selama menjadi
pendamping kepala divisi diawasi dan dibimbing langsung oleh kepala divisi.
Pendamping Asisten Riset.
Kegiatan sebagai pendamping asisten riset dilakukan pada bulan keempat
pelaksanaan magang. Asisten riset bertugas untuk membuat rencana kerja
mingguan dan bulanan dari kegiatan riset yang ada di kebun. Kegiatan yang
dilakukan meliputi evaluasi pekerjaan para pekerja riset di lapangan,
38
mempertanggungjawabkan perkembangan hasil riset yang dilakukan, mengamati
efektivitas serta efisiensi pengendalian hama dan organisme pengganggu tanaman
di lapang dan bertanggungjawab terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
riset.
Selama menjadi asisten riset, penulis melakukan kontrol terhadap
pekerjaan para mandor, mengevaluasi pekerjaan para tenaga harian lepas di
lapangan bersama mandor, memberikan arahan pada tenaga harian lepas,
membantu membuat jurnal harian asisten, melakukan input data hasil pengamatan
serta membuat rencana kerja. Semua kegiatan diawasi dan dibimbing langsung
oleh asisten riset.
39
PEMBAHASAN
Pemilihan Wilayah Produksi
Faktor terpenting dalam budidaya jagung adalah pemilihan wilayah
produksi. Kesalahan dalam pemilihan wilayah produksi dapat berakibat pada
kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan dan dapat berpengaruh terhadap mutu
serta kualitas produk. Beberapa aspek penting dalam pemilihan wilayah produksi
suatu komoditi adalah kesesuaian kondisi iklim serta kondisi tanah dengan
pertumbuhan dan perkembangan komoditi yang diusahakan.
Iklim
Suhu terbaik untuk budidaya jagung adalah berkisar antara 25-30 ºC.
Berdasarkan pengamatan di kebun divisi I Seatele, suhu di pagi hari antara pukul
8-10 WIT berkisar antara 23–27 ºC, sedangkan pada siang hari pukul 11:00–13:00
WIT berkisar antara 25–34 ºC dan pada sore hari antara pukul 14:00–16:00 WIT
suhu harian berkisar antara 26–30 ºC. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kisaran suhu di kebun divisi I Seatele termasuk kedalam suhu optimum untuk
pertanaman jagung.
Curah hujan minimum dalam suatu budidaya jagung tanpa irigasi adalah
350–500 mm selama satu musim tanam. Kebutuhan air dalam satu siklus hidup
tanaman jagung adalah 500–800 mm. Pengamatan jumlah curah hujan pada satu
musim tanam dilakukan pada pertanaman jagung di blok 4C, 4D, 3C, dan 3D
yang ditanam pada bulan Maret 2011. Curah hujan dihitung sejak tanggal 7 Maret
hingga 10 Juni 2011 (umur tanaman per 10 juni 2011 adalah 86-95 HST) jumlah
curah hujan tercatat mencapai 519 mm, hal ini menunjukkan jumlah curah hujan
di divisi I Seatele telah mencukupi kebutuhan tanaman jagung meskipun tanaman
masih belum mencapai umur panen.
Tanah dan Topografi
Kemiringan Lahan. Pertanaman jagung yang baik dilakukan pada lahan
dengan kemiringan < 12%. Hal ini bertujuan untuk memudahkan mekanisasi serta
mencegah terjadinya erosi. Penulis melakukan pengukuran kemiringan lahan
40
dibantu oleh petugas pengukuran divisi I Seatele pada tanggal 4 Juni 2011, lahan
yang diukur kemiringannya adalah dari arah Utara – Selatan antara blok 5C
hingga blok 1C sejauh 1 000 meter. Berdasarkan pengamatan menggunakan alat
leveling beda tinggi pada lahan sepanjang 1 000 meter didapatkan nilai beda
tinggi 1,56 meter atau kemiringan 0,12%. Kemiringan lahan kurang dari 12% ini
menunjukkan lahan sangat sesuai untuk budidaya jagung serta sangat
memungkinkan jika dilakukan pengelolaan jagung secara mekanisasi.
Fisik Tanah. Tanaman jagung sangat rentan terhadap genangan atau
kelebihan air meskipun hanya terjadi dalam jangka waktu yang pendek. Jagung
tidak seharusnya ditanam pada lahan yang rentan tergenang atau jenis tanah
hidromorphic dan tanah alluvial yang mempunyai drainase yang buruk. Laju
infiltrasi pada lahan Seatele mempunyai nilai 1,3 cm/jam pada lapisan topsoil dan
0,3 cm/jam pada lapisan subsoil. Tanah di Seatele mempunyai lapisan topsoil
yang tipis yaitu kurang dari 10 cm sebelum pembukaan lahan dan saat ini hanya
kurang dari 5 cm setelah pembukaan lahan. Pada kedalaman 30 cm dijumpai grey
spot yaitu lapisan tanah yang kedap air. Hasil analisis tanah kebun Seatele dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Nilai infiltrasi yang rendah serta adanya lapisan kedap menyebabkan air
hujan akan mudah menggenang di permukaan tanah dan memerlukan waktu yang
lama hingga mengering. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 11, kondisi tanah
yang tergenang sangat merugikan dalam pelaksanaan mekanisasi di lapang, baik
itu dalam persiapan lahan, olah tanah maupun tanam. Semua kegiatan tersebut
menjadi tidak dapat dilakukan dan harus menunggu cuaca panas selama 1-3 hari
hingga tanah kering sehingga traktor dapat beroperasi kembali.
Gambar 11. Kondisi tanah Seatele saat kering (a) dan saat kondisi tergenang (b)
41
Tanah di divisi I Seatele mempunyi kandungan liat yang tinggi. Tanah
lapisan atas (top soil) merupakan jenis liat berpasir dengan kandungan 58% liat
sedangkan bagian sub soil merupakan liat berat dengan kandungan liat lebih dari
60%. Tanah dengan kandungan liat tinggi akan menjadi keras jika kering. Hal ini
menghambat dalam kegiatan olah tanah serta tanam baik itu manual maupun
dengan mekanisasi. Meskipun tanah telah diolah sebanyak 4 kali, namun ukuran
bongkahan tanah yang besar masih sering ditemukan di lahan. Hal ini berpotensi
menghambat perkecambahan benih. Bongkahan tanah yang besar pada seedbed
dapat menyebabkan perkecambahan benih menjadi terhambat dan tumbuh
abnormal karena benih tertindih oleh bongkahan tanah atau masuk ke celah-celah
tanah yang dalam.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapang mengenai kesesuaian wilayah
produksi, ternyata penanaman jagung di kebun Seatele dapat dikatakan sesuai dari
kondisi iklim dan lingkungan yang ada. Namun dari segi kondisi fisik tanah tidak
sesuai untuk dilakukan penanaman jagung secara mekanisasi. Tanah rentan
tergenang sehingga saat penanaman sebagian besar benih membusuk. Tanaman
banyak yang terkena cekaman air sehingga menjadi kerdil maupun busuk.
Populasi tanaman di lapang sangat rendah bahkan hingga 30% dari populasi ideal.
Perbaikan struktur fisik tanah melalui pengolahan tanah belum bisa
menangani masalah ini. Perbaikan fisik tanah juga mulai diupayakan melalui
penambahan bahan organik yaitu pupuk kompos dan sisa brangkasan panen. Pada
penanaman kedua di blok 5B dan 5C brangkasan sisa panen dibiarkan tetap
dilahan ketika dilakukan pengolahan tanah, hal ini dilakukan dengan tujuan
memperbaiki struktur tanah serta efisiensi penggunaan tenaga kerja.
Struktur fisik tanah di kebun Seatele memiliki nilai kepadatan tanah (bulk
density) 1180 kg/m3 pada lapisan top soil dan 1300 kg/m3 pada lapisan sub soil.
Nilai bulk dencity menunjukkan tanah telah terdegradasi sehingga terjadi
pemadatan, indikasi lainnya bahwa telah terjadi pemadatan tanah yaitu air yang
mudah menggenang di permukaan tanah. Pemadatan tanah dapat disebabkan
beberapa hal diantaranya akibat pengolahan tanah dan lalu lintas kendaraan.
Kondisi tanah yang telah mengalami pemadatan memiliki ciri-ciri yaitu terjadinya
penggenangan di permukaan, meningkatnya laju aliran permukaan dan terdapat
42
bongkahan-bongkahan tanah yang besar, sedangkan ciri-ciri yang dapat dilihat
pada tanaman diantaranya pertumbuhan tanaman yang tidak seragam, terjadi
perubahan warna daun, tanaman layu dan tanaman mudah rebah.
Tanah yang telah mengalami pemadatan sulit dikembalikan ke kondisi
normal dan butuh biaya yang besar. Oleh karena itu berbagai upaya pencegahan
perlu dilakukan antara lain; 1) Waktu yang tepat saat pelaksanaan mekanisasi.
Proses produksi dengan traktor sebaiknya dilakukan tidak pada kondisi tanah
masih basah. 2) Pemilihan mesin dan traktor sebaiknya digunakan traktor dengan
diameter ban yang lebih besar sehingga dapat mengurangi beban dan tekanan
yang ditimbulkan pada tanah. 3) Manajemen drainase yang baik mampu
mengurangi genangan pada tanah. 4) Rotasi tanaman terutama penggunaan
tanaman yang mempunyai kedalaman akar yang berbeda. 5) Kedalaman bajak
yang bervariasi perlu dilakukan agar tidak membentuk lapisan keras (hard pan)
pada tanah.
Persiapan Lahan
Komponen GAP dalam persiapan lahan diantaranya adalah dilakukannya
pemetaan lahan serta teknik pengolahan tanah yang baik. Pemetaan lahan
dilakukan sebelum kegiatan produksi dimulai untuk menentukan komoditas dan
sistem produksi yang sesuai. Teknik pengolahan tanah yang baik memperhatikan
keberlanjutan produksi dengan menjaga kondisi tanah tetap baik serta
menghindari erosi yang dapat menyebabkan hilangnya unsur-unsur essensial
dalam tanah.
Komponen persiapan lahan utama yang harus dipenuhi dalam memulai
sebuah usaha tani adalah kejelasan status lahan. Lahan kebun Seatele merupakan
lahan milik perusahaan yang dibeli dari tanah adat sekitar dan telah mendapatkan
HGU (Hak Guna Usaha). Pemetaan lahan yang seharusnya dilakukan sebelum
memulai usaha tani ternyata tidak dilakukan. Pemetaan dan survey lahan
dilakukan pada saat usaha tani telah berjalan sehingga banyak timbul masalah
dengan kesesuaian lahan terutama fisik tanah yang tidak sesuai dengan komoditas
yang diusahakan serta tujuan usaha tani perusahaan yaitu secara mekanisasi.
43
Kegiatan pengolahan tanah dilakukan secara mekanisasi dengan
menggunakan traktor. Implement yang digunakan adalah bajak disk plow dan
rotavator. Pengolahan tanah yang dilakukan diharapkan mampu memperbaiki
struktur tanah agar lebih remah serta memperbaiki aerasi tanah. Struktur tanah
yang remah akan membuat tanah memiliki porositas yang lebih baik sehingga
dapat meningkatkan kandungan oksigen dalam tanah untuk perakaran tanaman
jagung yang baik. Pengolahan tanah sebelum tanam dilakukan empat kali, yaitu
olah tanah primer dengan dua kali bajak dan olah tanah sekunder dengan dua kali
rotari. Tahapan persiapan lahan diharapkan mampu dilakukan langsung tanpa jeda
waktu antara olah tanah primer ke olah tanah sekunder untuk efisiensi waktu serta
menghindari gulma muncul kembali.
Kegiatan produksi tanaman yang dilakukan secara mekanisasi modern
sangat mempengaruhi kondisi tanah terutama kekompakan tanah karena
digunakan hampir pada semua tahapan produksi mulai dari olah tanah,
penanaman, pemupukan, pengendalian OPT hingga panen. Kegiatan pengolahan
tanah dapat menyebabkan munculnya tekanan pada tanah dari traktor atau
implement yang terpasang. Diskplow cenderung memadatkan tanah pada
kedalaman bajak jika digunakan secara terus menerus dan olah tanah dengan
rotavator menghancurkan agregasi tanah dan dalam jangka panjang meningkatkan
kepadatan tanah.
Waktu pengolahan tanah juga berperan penting dalam terjadinya
pemadatan tanah. Tanah yang diolah pada kondisi basah akan membuat tekanan
yang ditimbulkan alat/implement menjadi lebih besar. Olah tanah yang dilakukan
pada musim hujan seringkali dilakukan pada kondisi tanah masih basah sehingga
hal ini dapat mempercepat proses pemadatan tanah. Proses pembukaan lahan yang
kurang tepat juga menjadi salah satu sebab pemadatan tanah yang diakibatkan lalu
lintas alat berat serta pengikisan lapisan solum tanah yang terlalu dalam. Lapisan
solum yang awalnya 10 cm bahkan terkikis hingga tersisa 5 cm setelah
pembukaan lahan.
Pengolahan tanah konvensional yang telah dilakukan di kebun Seatele
mempunyai beberapa keuntungan yaitu merupakan metode yang paling tepat
dalam mengemburkan tanah serta memudahkan kegiatan agronomi lain seperti
44
pemupukan dan pemeliharaan tanaman. Namun pengolahan tanah secara
konvensional juga mempunyai beberapa kerugian, diantaranya: erosi tanah yang
diakibatkan angin dan air karena kondisi lahan yang terbuka, pemadatan tanah,
biaya operasional yang tinggi karena penggunaan berbagai implemen/alat yang
berbeda, dan hilangnya materi organik tanah. Kerugian akibat olah tanah
konvensional ini dapat mengakibatkan produksi tanaman tidak bersifat
suistainable.
Teknik olah tanah secara konservasi merupakan salah satu solusi untuk
mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh sistem olah tanah konvensional.
Menurut Acquaah (2001) Ada beberapa macam teknik olah tanah konservasi
diantaranya zero tillage, strip tillage, mulch tillage, ridge tillage dan minimum
tillage. Keuntungan dari olah tanah konservasi adalah mengurangi erosi tanah
dengan adanya sisa brangkasan tanaman yang dibiarkan di lahan saat olah tanah,
mengurangi pemadatan tanah karena meminimalisir penggunaan mekanisasi,
dapat memperbaiki kelembaban dan infiltrasi tanah melalui penambahan bahan
organik, mengurangi biaya pengolahan tanah dan dapat meningkatkan kadar
organik tanah. Meskipun demikian olah tanah konservasi juga memiliki beberapa
kekurangan yaitu waktu yang dibutuhkan lebih lama, penggunaan bahan kimia
yang tinggi, resiko serangan OPT tinggi, resiko munculnya gulma yang resisten
herbisida karena penggunaan yang terus menerus, tanah yang tanpa olah tanah
dapat mengganggu kegiatan produksi seperti aplikasi pemupukan.
Teknik olah tanah yang paling tepat di tanah yang rentan genangan seperti
di kebun Seatele adalah dengan menggunakan furrow planting yaitu benih
ditanam dalam seedbed berbentuk bedengan dan pada tiap sisinya terdapat parit
untuk mengalirkan air. Furrow planting merupakan salah satu metode paling tua
dalam teknik irigasi tanaman dan biasa digunakan untuk tanaman yang ditanam
dalam baris seperti kapas dan jagung. Metode ini cocok digunakan pada tanah
dengan infiltrasi rendah seperti tanah liat. Air yang mengalir di permukaan karena
gravitasi kemudian mengalir lewat lereng-lereng yang dibuat bergradasi dan
landai. Kemiringan lereng yang ideal adalah kurang dari 0,25%.
45
Benih dan Varietas Tanaman
Benih dan varietas yang digunakan merupakan benih yang telah
bersertifikat dan telah mempunyai merk dagang untuk menjamin kualitas benih.
Jagung yang digunakan merupakan jagung hibrida varietas unggul yang umum
digunakan petani dan beberapa diantaranya memiliki ketahanan terhadap penyakit
seperti bulai. Varietas jagung yang digunakan di kebun Seatele terdiri dari
berbagai varietas antara lain AS 1, Makmur 1, Bima 2, NK 22, NK 33, Bisi 12,
Bisi 16, Bisi 816, Pioneer 12, Pioneer 21, Pioneer 27, DK 77 dan DK 979.
Benih jagung hibrida yang dibudidayakan memiliki daya kecambah 90 –
95 % seperti yang tercantum dalam label. Dilakukan uji pengecambahan benih
dengan mengecambahkan benih di atas kertas dan digulung plastik untuk
membuktikan persentase daya kecambah benih seperti yang tertera di label. Uji
dilakukan dengan 3 ulangan untuk tiap varietas dan jumlah benih yang diuji
sebanyak 25 benih untuk tiap ulangan. Hasilnya seperti ditunjukkan dalam Tabel
5, benih yang digunakan memiliki kualitas yang baik karena memiliki daya
kecambah rata-rata 94,40% (Tabel 5). Ketahanan Penyakit dari 10 varietas yang
digunakan masih belum ada data yang tercatat. Upaya pencegahan terhadap
serangan penyakit dilakukan dengan memilih varietas tahan, Salah satunya
varietas tahan bulai P12.
Tabel 5. Persentase Daya Berkecambah
No. Varietas Persentase daya berkecambah1 AS-1 93,332 Bima-2 96,003 Makmur-1 96,004 Bisi-12 94,675 Bisi-816 85,336 P12 96,007 P21 94,678 P27 97,339 NK22 93,33
10 NK33 97,33Rata-rata 94,40
46
Komponen GAP dalam penggunaan varietas dan benih terdiri dari
penggunaan benih bersertifikat, varietas unggul serta vigor tinggi. Pengamatan
menunjukkan bahwa ketiga komponen GAP tersebut telah dilakukan oleh
perusahaan. Uji daya berkecambah benih menunjukkan vigor benih tergolong
tinggi dengan daya berkecambah rata-rata 94,4%. Meskipun pada saat di lapang,
populasi tanaman rendah hanya berkisar antara 25-70% (Tabel 6). Rendahnya
populasi tanaman di lapang lebih disebabkan pada kondisi lahan yang rentan
tergenang. Waktu tanam seringkali dilakukan dengan menunggu kondisi cuaca
panas, namun hal ini terkadang kurang tepat sehingga sering terjadi cekaman
kekeringan pada fase tanaman akan berkecambah.
Tabel 6. Persentase populasi jagung di lapang
Blok Petak Varietas Populasi Blok Petak Varietas Populasi 3C 3C1 NK 22 24.72% 3D 3D 1 AS 1 34.55%
3C2 Bisi 816 37.49% 3D 2 P 12 12.82%3C3 P 21 42.58% 3D 3 Bisi 12 20.68%3C4 NK 33 56.39% 3D 4 Makmur 1 31.52%3C5 Bima 2 26.17% 3D 5 P 27 25.42%
Rata-rata 37.47% Rata-rata 25.00%4C 4C 1 Bisi 12 41.59% 4D 4D 1 P 21 54.50%
4C 2 AS 1 66.45% 4D 2 Bisi 816 35.25%4C 3 NK 33 70.95% 4D 3 Bima 2 38.55%4C 4 Makmur 1 65.29% 4D 4 P 27 78.77%4C 5 P 12 57.66% 4D 5 NK 22 61.14%
Rata-rata 60.39% Rata-rata 53.64%
Berdasarkan pengamatan daya tumbuh benih di lapang yang dilakukan di
Blok 5C1, 4E4 dan 3B1 diketahui bahwa pada saat pengamatan yaitu umur
tanaman 10-14 HST jumlah benih yang tumbuh abnormal berturut-turut adalah
6%, 1.17% dan 3.93%. Benih mati mencapai 9.75%, 21,17% dan 7.37%. benih
yang mati mencakup benih yang rusak terserang hama dan berjamur. Pengamatan
dilakukan dengan mengamati langsung kondisi benih di lapang pada 4 baris
tanaman sepanjang 10 meter dengan masing-masing 3 ulangan pada tiap blok.
Pengamatan dilakukan dengan mengorek tanah pada alur tanam dan mengamati
langsung kondisi benih yang ada. Pertumbuhan benih abnormal dapat disebabkan
oleh tanah yang keras dan benih jatuh terlalu dalam sehingga plumula tidak
mampu mencapai permukaan tanah sehingga berkembang dengan tidak normal.
47
Benih mati lebih disebabkan oleh organisme tanah seperti semut, kumbang dan
cendawan. Kondisi di lapang dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Kondisi pertanaman jagung blok 4C dengan daya tumbuh 60,39 % (a) dan blok 3C dengan daya tumbuh 37,47% (b).
Kendala benih di lapang seperti benih mati dan gagal berkecambah
sebenarnya dapat dicegah melalui pembuatan seedbed yang baik, tanah diolah
hingga cukup remah melalui olah tanah sekunder menggunakan disk harrow atau
garu. Olah tanah di kebun Seatele dengan bajak rotovator masih termasuk dalam
kategori olah tanah primer dan dirasakan masih kurang cukup untuk membuat
struktur tanah yang remah dan baik untuk tanah berkecambah, oleh karena itu
diperlukan adanya olah tanah sekunder setelah bajak dengan rotovator sehingga
tercipta kondisi tanah yang remah dan ideal untuk benih. Sedangkan untuk benih
yang terserang penyakit dan hama dapat dihindari dengan perlakuan benih
sebelum tanam melalui penambahan pestisida seperti furadan pada saat tanam.
Penggunaan berbagai jenis varietas hibrida di kebun Seatele merupakan
salah satu upaya untuk menemukan varietas jagung hibrida yang paling sesuai
dengan kondisi lingkungan yang ada. Hasil dari percobaan ini nantinya akan
digunakan sebagai rekomendasi dalam menentukan jenis varietas yang sesuai
dengan kondisi ekofisiologis yang ada sehingga didapatkan produksi dan
produktivitas yang tinggi. Seleksi varietas yang akan ditanam merupakan salah
satu tahapan penting untuk membuat suatu sistem produksi yang berhasil. Agar
lebih kompetitif, sebaiknya dilakukan seleksi dan evaluasi untuk menentukan
varietas yang paling sesuai dengan kondisi iklim, lingkungan dan sistem produksi
yang ada.
48
Penanaman
Komponen penanaman dalam GAP mencakup teknik budidaya yang
sesuai anjuran, musim tanam tepat, adanya antisipasi terhadap cekaman
lingkungan, perlakuan sebelum tanam dan pencatatan penanaman. Berdasarkan
pengamatan dari kelima komponen GAP di atas yang sudah diterapkan di kebun
Seatele hanya dua komponen yaitu teknik budidaya yang sesuai anjuran serta
pencatatan kegiatan.
Penanaman yang dilakukan di kebun Seatele telah mengikuti teknik
budidaya yang dianjurkan, dalam hal jarak tanam dan kebutuhan benih per hektar
yang disesuaikan dengan persyaratan spesifik bagi setiap varietas tanaman dan
berdasarkan tujuan produksi. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 25 cm dengan
jumlah populasi yang diharapkan sebesar 66 666 tanaman/ha. Kebutuhan benih
rata-rata 12 – 17 kg/ha. Target perusahaan yaitu diharapkan penanaman mampu
dilakukan dua kali dalam satu tahun pada blok yang sama dengan produktivitas
yang ingin dicapai sebesar 6 ton/ha jagung pipilan kering.
Penanaman di kebun Seatele dilakukan dengan mempertimbangkan
beberapa faktor yaitu kondisi cuaca, kondisi lahan dan ketersediaan alat tanam.
Penanaman dilakukan pada saat cuaca panas dan kondisi lahan kering atau jika
selama lebih dari tiga hari hujan tidak turun di lokasi kebun. Kondisi fisik lahan
yang buruk menyebabkan lahan sering kali tergenang pada musim hujan sehingga
banyak benih yang busuk, serta tanaman menjadi kerdil bahkan mati. Selain tanah
yang mudah tergenang, pada bulan-bulan tertentu rentan sekali terhadap
kekeringan, sehingga jika waktu tanam tidak tepat, banyak benih yang kering dan
sulit untuk berkecambah karena tidak adanya air untuk proses imbibisi.
Ketersediaan alat tanam dan traktor juga menjadi salah satu faktor yang
menentukan waktu tanam, kondisi alat yang terbatas menyebabkan penanaman
secara mekanisasi seringkali tertunda karena traktor sedang digunakan di kebun
lain. Jarak antar kebun yang jauh menyebabkan mobilisasi traktor sulit dilakukan.
Teknik budidaya yang dilakukan telah sesuai anjuran. Namun untuk
penentuan waktu tanam, antisipasi cekaman dan perlakuan pra penanaman masih
belum dilakukan. Perlakuan pra penanaman diperlukan untuk melindungi benih
dari serangan hama dan penyakit, salah satu perlakuan pra penanaman adalah
49
pemberian insektisida pada benih dan fumigasi pada tanah. Teknik budidaya yang
sesuai anjuran harus dilengkapi dengan pencatatan yang baik. Semua kegiatan
penanaman harus dicatat yang mencakup komponen waktu dan tanggal
penanaman, lokasi penanaman, bahkan hingga nama operator yang bertugas
melaksanakan penanaman. Kegiatan pencatatan dilakukan untuk memudahkan
jadwal pemeliharaan, pertimbangan dilakukannya penyulaman, penentuan waktu
penen dan kegiatan agronomis lainnya.
Pemupukan
Penentuan kebutuhan pupuk di kebun Seatele berdasarkan pada
rekomendasi manager riset yang mengacu pada kebutuhan tanaman dan kesuburan
tanah. Tanah di kebun Seatele memiliki kandungan hara rendah terutama
kandungan nitrogen yang hanya 0,1 persen dalam tanah. Karena itu dilakukan
pemupukan N pada awal tanam melalui NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha
serta urea dengan dosis yang cukup tinggi pada saat tanaman berumur 21 HST
sebanyak 300 kg/ha.
Jenis pupuk yang digunakan pada pemupukan di kebun Seatele adalah
jenis pupuk anorganik dan organik. Pupuk anorganik yang digunakan merupakan
pupuk NPK 15-15-15 dan urea yang telah terdaftar dan direkomendasikan oleh
pemerintah. Pemakaian pupuk organik berupa kotoran kambing baru diaplikaikan
secara terbatas dan masih dalam tahap percobaan di blok 3E. Pada lahan yang
telah memasuki musim tanam kedua, sisa brangkasan dan sisa tongkol jagung
sengaja ditinggalkan di lahan untuk mengembalikan bahan organik kedalam
tanah.
Pemupukan pertama dilakukan dengan sistem alur bersamaan dengan
penanaman menggunakan implemen planter. Pada pemupukan kedua pupuk
diaplikasikan dengan cara tugal dan pupuk dibiarkan terbuka dalam lubang. Hal
ini tidak efisien dalam pemanfaatan pupuk oleh tanaman karena sifat Nitrogen
yang mudah menguap sehingga unsur N yang ada dalam pupuk cepat hilang.
Perusahaan tidak menganjurkan aplikasi pemupukan secara alur pada pemupukan
kedua karena cara ini membutuhkan tenaga kerja yang lebih tinggi.
50
Pencatatan kegiatan pemupukan dilakukan meliputi pemakaian pupuk,
ketersediaan pupuk, serta kebutuhan pupuk. Hal ini bertujuan untuk mengontrol
efektifitas penggunaan pupuk serta menjaga keberlangsungan kegiatan
pemupukan. Penyimpanan pupuk dilakukan di gudang terbuka dan hanya ditutupi
terpal. Selain itu, pupuk juga masih diletakkan pada gudang yang sama dengan
penyimpanan pestisida dan benih.
Pengairan
Penyediaan air di kebun Seatele bersumber dari air hujan dan air tanah.
Pemanfaatan air hujan dilakukan melalui pembuatan kolam-kolam penampungan
air yang bertujuan memanen air pada musim hujan. Kegiatan pengelolaan air di
kebun Seatele lebih diutamakan pada pengelolaan drainase dibandingkan irigasi
dikarenakan masalah yang sering muncul adalah kelebihan air di lahan. Kondisi
iklim yang basah serta lahan yang mempunyai infiltrasi rendah menyebabkan
lahan sering tergenang. Pengelolaan drainase dilakukan melalui pembuatan parit-
parit sekunder dan tersier dengan tujuan mengeluarkan air yang terjebak di lahan.
Drainase yang buruk menjadi kendala utama dalam kegiatan produksi
tanaman di kebun Seatele terutama pada saat olah tanah, serta sangat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Salah satu upaya yang telah dilakukan
dalam menanggulanginya yaitu dengan pembuatan parit-parit sekunder dalam
lahan. Pembuatan parit masih dilakukan secara manual menggunakan cangkul dan
waktu pelaksanaan hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu, hanya jika
terdapat genangan di areal tanam. Pembuatan parit sekunder dan tersier belum
menjadi suatu komponen dalam kegiatan persiapan lahan dikarenakan tidak
adanya alat mekanisasi untuk pembuatan parit dalam lahan.
Drainase yang buruk dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya yaitu
dengan pembuatan surface drainase, pembuatan parit saat olah tanah dan
penambahan bahan organik pada tanah. Pembuatan surface drainase dengan
menggunakan parit-parit primer sudah dilakukan dengan tujuan untuk
menurunkan permukaan air tanah namun kendala tanah yang tergenang masih
sering terjadi sehingga perlu dilakukan pembuaan parit dalam lahan pada saat olah
tanah. Penggunaan metode furrow planting dengan pembuatan bedengan-
51
bedengan dirasakan mampu menanggulangi masalah kelebihan air di lahan.
Namun hal ini terkendala dengan ketersediaan alat serta cara produksi dengan
mekanisasi dapat merusak seedbed yang telah terbentuk pada saat olah tanam,
kegiatan ini juga mebutuhkan biaya yang tinggi karena harus dilakukan manual.
Sistem irigasi furrow merupakan modifikasi dari sistem penggenangan
(flooding). Air sengaja diperangkap dalam alur sehingga penggunaan air lebih
efektif karena seluruh bagian permukaan tanah tidak basah hal ini mampu
mengurangi kehilangan air akibat evaporasi. Panjang alur yang digunakan
bervariasi dari 30 meter hingga 450 meter. Alur yang panjang dapat menyebabkan
kehilangan air yang cukup besar karena perkolasi air yang dalam serta erosi tanah
yang tinggi di permukaan.
Perlindungan Tanaman
Pengendalian OPT di kebun Seatele masih kurang memperhatikan aspek
lingkungan. Penggunaan pestisida dilakukan sesuai dengan anjuran rekomendasi
dan aturan pakai dalam kemasan, namun dalam frekuensi pemakaiannya tergolong
sangat sering yaitu enam kali dalam satu musim tanam. Pengendalian OPT
dilakukan saat tanaman berumur 7, 14, 21, 28, dan 35 HST sedangkan
pengendalian gulma dilakukan saat tanaman berumur 21 HST. Selain berdasarkan
jadwal yang ditentukan pengendalian OPT juga dapat sewaktu-waktu dilakukan
jika terjadi serangan hama yang besar maupun kondisi gulma yang cukup
mengganggu tanaman sehingga frekuensi penyemprotan dapat mencapai 7 hingga
8 kali selama satu musim tanam.
Tenaga pengendali OPT atau tenaga semprot diberikan arahan,
pengetahuan dan keterampilan dalam mengaplikasikan bahan kimia serta
penggunaan alat perlindungan lapang oleh asisten riset. Terkadang kondisi di
lapangan ternyata tidak sesuai dengan arahan baik dari cara aplikasi maupun
penggunaan alat perlindungan lapang yang seringkali tidak digunakan. Bahan
kimia yang digunakan termasuk bahan kimia yang telah terdaftar dan diijinkan
oleh pemerintah serta belum mencapai tanggal kadaluarsa.
Bahan kimia berupa pestisida dan herbisida disimpan di lokasi gudang
yang tertutup namun memiliki ventilasi yang kurang baik serta dalam
52
penempatannya masih disatukan dari materi lainnya. Bahan kimia disimpan
bersamaan dengan produk pertanian dan peralatan aplikasi bahan kimia.
Pemeliharaan alat tidak dilakukan sehingga seringkali terjadi kerusakan alat.
Pengelolaan wadah bekas bahan kimia sudah dilakukan dengan benar, wadah
disimpan dan dikumpulkan di gudang untuk kemudian ditimbun agar tidak
mencemari lingkungan.
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Pertumbuhan vegetatif suatu tanaman dapat menjadi acuan apakah suatu
budidaya tanaman telah dilakukan dengan baik atau tidak. Pertumbuhan vegetatif
tanaman dipengaruhi oleh varietas, teknik budidaya serta kondisi lingkungan yang
ada. Jika varietas tanaman yang digunakan merupakan varietas unggul maka
buruknya pertumbuhan vegetatif tanaman lebih disebabkan oleh faktor lingkungan
dan teknik budidaya yang digunakan. Deskripsi masing masing varietas dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman jagung maksimum yaitu pada saat tanaman telah berbunga
atau memasuki fase generatif. Tinggi tanaman dipengaruhi oleh jenis varietas
(Tabel 7), terlihat bahwa varietas P27 memiliki rata-rata tinggi tanaman tertinggi
yaitu 227,71 cm kemudian diikuti oleh varietas P12 setinggi 209.78 cm.
Sedangkan tinggi tanaman terendah diperoleh oleh varietas Makmur setinggi
162,46 cm. Tinggi tanaman untuk setiap varietas ternyata lebih kecil dari potensi
tumbuh dari varietas tersebut, artinya tanaman jagung di kebun Seatele tidak
tumbuh secara optimal.
Diameter batang
Jagung tidak berbatang sampai mencapai tinggi kira-kira 40 cm dan
mengembangkan delapan daun yang terbuka sepenuhnya, yang muncul dari
batang semu atau pucuk vegetatif (Gardner, et al. 1991). Diameter batang
tanaman dipengaruhi oleh jenis varietas (Tabel 7), terlihat bahwa varietas P27
memiliki rata-rata diameter batang terbesar yaitu 2,1 cm kemudian diikuti oleh
varietas Bima-2 dengan diameter 2,0 cm. Sedangkan diameter batang terendah
53
diperoleh oleh varietas NK-22 dengan diameter 1,5 cm. Batang pada tanaman
berfungsi sebagai penyokong daun serta tempat menyalurkan nutrisi ke seluruh
bagian tanaman. Besar-kecil diameter batang berpengaruh terhadap efisiensi
dalam penyaluran nutrisi tanaman. Diameter batang dipengaruhi oleh jenis
varietas dan kondisi lingkungan tumbuh. Lingkungan tumbuh seperti kondisi
tanah, air dan iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan sehingga pada kondisi
suboptimum tanaman akan menjadi kerdil dan diameter batang menjadi kecil.
Jumlah daun
Pada tanaman jagung jumlah daun antara 8 sampai 48 helai, tetapi
biasanya berkisar 12 – 18 helai. Jumlah daun dipengaruhi oleh genotipe dan
lingkungan (Gardner, et al. 1991). Jagung berumur genjah biasanya memiliki
jumlah daun sedikit, sedangkan yang berumur dalam berdaun lebih banyak (Tabel
7). Jumlah daun terlihat bahwa varietas P27 memiliki rata-rata jumlah daun
terbanyak yaitu 12.32 helai kemudian diikuti oleh varietas NK 33 dengan jumlah
daun sebanyak 10.96 helai, sedangkan jumlah daun terendah diperoleh oleh
varietas Makmur sebanyak 9.06 helai. Jumlah daun untuk tiap varietas lebih kecil
dibandingkan deskripsi atau potensi tumbuh varietas tersebut, daun yang biasanya
tumbuh hingga 14 daun ternyata 10-12 daun. Hal ini menandakan tanaman tidak
tumbuh optimal.
Tabel 7. Keragaan vegetatif beberapa varietas jagung hibrida
Varietas Tinggi tanaman Tinggi tongkol Diameter batang Jumlah daun
(cm) (cm) (cm) AS-1 180,8 65,6 1,7 9Bima-2 210,3 96,7 2,0 10Bisi-12 182,1 77,6 1,5 10Bisi-816 189,4 75,6 1,8 10P12 209,8 89,5 1,8 10P21 189,2 72,7 1,7 10P27 227,7 106,0 2,1 12NK22 194,6 83,8 1,5 10NK33 194,4 82,9 1,5 10Makmur 162,5 63,0 1,8 9
54
Kedudukan tongkol.
Kedudukan tongkol atau letak tongkol pada tanaman jagung dipengaruhi
varietas. Kedudukan tongkol mungkin tidak berpengaruh terhadap hasil yang
didapat tetapi lebih kepada keragaan tanaman dan kemudahan di panen. Secara
umum tinggi tongkol pada tanaman jagung di kebun Seatele bervariasi berkisar
antara 63 – 106 cm. Kedudukan tongkol pada suatu varietas jagung lebih
diutamakan keseragaman letaknya bukan pada tinggi atau rendahnya tongkol.
Panen
Pemanenan dilakukan jika tanaman telah mencapai umur panen serta telah
mencapai masak fisiologis yang ditandai munculnya black layer pada dasar biji
jagung. Selain kedua faktor tersebut penentuan waktu panen juga
mempertimbangkan kondisi cuaca serta ketersediaan tenaga kerja. Teknik
pemanenan di kebun Seatele dilakukan secara manual oleh tenaga borongan. Hasil
panen langsung ditimbang kemudian dijemur untuk menghindari munculnya
jamur.
Metode panen yang diinginkan perusahaan yaitu dilakukan secara
mekanisasi menggunakan implement harvester. Implemen harvester mempunyai
kemampuan memanen jagung dalam 4 baris sekaligus kemudian jagung langsung
dipipil saat itu juga. Jagung hasil panen yang langsung dipipil oleh mesin
menyebabkan kendala yaitu jagung harus mencapai kadar air tertentu saat panen
hingga jagung tidak hancur saat dipipil. Akibatnya jagung harus dibiarkan
mengering di lahan dan ini dapat menyebabkan tertundanya waktu panen.
Pemanenan sebaiknya memperhatikan kelayakan ekonomi. Seberapa besar
kehilangan hasil akibat penundaan panen maupun akibat cara pemanenan secara
mekanisasi dan secara manual. Oleh karena itu harus ada pencatatan yang baku
untuk mengevaluasi serta mengetahui kelebihan dan kekurangan dari beberapa
cara panen yang digunakan serta waktu pelaksanaan panen. Hasil evaluasi
nantinya dapat dibandingkan sehingga dapat diketahui waktu panen dan cara
panen yang paling menguntungkan secara ekonomis.
55
Hasil Pipilan Kering
Hasil pipilan kering disajikan pada Tabel 8. Data hasil pipilan kering
hanya diperoleh dari pertanaman jagung yang ditanam pada bulan januari atau
dipanen pada akhir bulan April. Dari hasil pipilan kering tiga varietas yang
didapat, nilai tertinggi diperoleh pada varietas NK 33 dan Pioneer 27 yakni
berturut turut 3 950 kg/ha dan 3 850 kg/ha. Berat pipilan kering terendah
didapatkan pada varietas AS-1 yakni 3411 kg/ha. Hasil pipilan kering jagung yang
telah di produksi rata-rata hanya 2.99 ton/ha. Jumlah ini jauh dari target
produktivitas yang diinginkan perusahaan yaitu 6 ton/ha, bahkan jika
dibandingkan dengan potensi hasil dari masing-masing varietas yang ditanam,
hasil yang didapat sangat buruk. Varietas NK-33, mempunyai potensi hasil pipilan
kering 12 ton/ha, sedangkan varietas P-27 dan AS1 mempunyai potensi hasil
masing-masing 13.4 ton/ha dan 10 ton/ha.
Tabel 8. Hasil pipilan kering beberapa varietas jagung di Kebun Seatele
Blok Varietas Luas Lahan Produksi Produktivitas (ha) (ton) (ton/ha)
5C1 NK-33 1,25 3,950 3,160 5C2 P-27 1,25 3,850 3,080 5C3 AS-1 1,25 3,411 2,729 Total 3,75 11,211 2,990
Rendahnya hasil dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi
tanah, air, nutrisi, iklim dan serangan hama dan penyakit. Faktor tersebut sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang akhirnya
mempengaruhi hasil produk yang diperoleh. Varietas jagung hibrida memerlukan
kondisi lingkungan tumbuh yang optimal, jika kondisi ini tidak terpenuhi maka
potensi hasil tinggi tidak dapat dicapai. Faktor yang diduga paling mempengaruhi
rendahnya hasil di kebun Seatele adalah kondisi tanah, air dan serangan hama.
Pascapanen
Hasil panen jagung melalui beberapa tahapan sebelum disimpan di
gudang. Jagung terlebih dahulu dijemur hingga kadar air kurang dari 20%, setelah
itu jagung dipipil, kemudian jagung yang telah berbentuk pipilan, dijemur kembali
hingga kadar air kurang dari 14%. Jagung pipil harus benar-benar kering saat
56
pengemasan tujuannya untuk melindungi produk dari kerusakan dan kontaminasi
cendawan.
Salah satu komponen GAP dalam penanganan pascapanen adalah
pengemasan produk yang baik. Pengemasan yang baik adalah dengan
menyertakan label sebagai identitas produk serta dalam prosesnya dilakukan di
tempat yang terpisah dengan bahan yang dapat menyebabkan pencemaran seperti
pupuk dan pestisida. Di kebun Seatele jagung dikemas dengan menggunakan
karung plastik sisa pupuk atau pakan yang telah dibersihkan dan dilakukan
langsung di lapang. Hasil produk tidak diberi label sehingga tidak diketahui
identitas produk. Hasil panen kemudian disimpan di gudang terbuka dengan
ventilasi yang cukup sehingga tidak lembab namun gudang terbuka ini berpeluang
menyebabkan kerusakan pada produk karena rentan terkena cipratan hujan jika
terjadi hujan besar.
Perlindungan lapangan
Perlindungan lapangan merupakan salah satu aspek penting dalam GAP.
Keberadaan alat perlindungan lapang sangat diperlukan guna menjamin
keselamatan dan kesehatan pekerja. Alat perlindungan standar yang
direkomendasikan perusahaan bagi pekerja adalah pakaian, masker, kacamata, dan
sarung tangan. Tenaga semprot atau pengendali OPT merupakan pekerja yang
paling rentan terkontaminasi bahan berbahaya, sehingga memerlukan alat
perlindungan khusus dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Tenaga penyemprot di kebun Seatele diharuskan memakai alat
perlindungan lapang sebagai suatu standar operasional. Alat-alat perlindungan
yang dipakai antara lain; masker, kaca mata dan sarung tangan. Alat hanya boleh
digunakan oleh petugas yang sama, tujuannya untuk menjaga alat tetap
terpelihara. Sistem pengawasan terhadap tenaga semprot dilakukan langsung oleh
mandor, asisten kebun dan asisten riset. Pengawasan dilakukan mulai dari cara
pelaksanaan penyemprotan, penggunaan dosis hingga pemakaian alat pelindung
lapang.
Kondisi faktual di lapangan menunjukkan hanya sedikit tenaga
penyemprot yang memakai perlengkapan pelindung secara lengkap. Salah satu
57
kendala adalah masih rendahnya kesadaran tenaga penyemprot akan tingginya
resiko keracunan bahan kimia serta kurangnya ketegasan dalam penerapan aturan
yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya sistem denda atau hukuman
bagi petugas yang melanggar. Jika diketahui tidak sesuai dengan prosedur, pekerja
penyemprot hanya diberi teguran dan diberitahu cara yang benar namun tidak ada
sanksi khusus yang diberikan kepada yang melanggar sehingga kesalahan yang
dilakukan seringkali terulang. Suatu sistem sanksi yang tegas sangat diperlukan
dalam upaya pengawasan namun yang lebih penting adalah adanya upaya untuk
menanamkan disiplin serta kesadaran kepada para pekerja tentang bahaya bahan
kimia bagi kesehatan.
Pencatatan dan Tracebility
Pencatatan dilakukan terhadap seluruh tahapan produksi sehingga
diketahui capaian pendapatan perusahaan, semua pemakaian sarana produksi
berupa benih, pupuk, bahan pestisida dan lain lain harus dicatat, yang
komponennya mencakup lokasi; tanggal pemakaian; jenis; jumlah yang dipakai;
dan cara pemakaian. Kegiatan pencatatan berguna untuk memudahkan
penelusuran penggunaan bahan serta efektivitas pemakaian bahan. Pencatatan
kegiatan usaha tani di kebun Seatele dilakukan oleh mandor, asisten dan kepala
divisi. Mandor mencatat pupuk/bahan pestisida yang telah terpakai serta stok yang
ada di gudang penyimpanan hal ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan pupuk
dan bahan pestisida saat akan dipakai.
Berdasarkan pengamatan, pencatatan di kebun Seatele sebagian besar telah
dilakukan dengan baik. Pencatatan dilakukan oleh mandor, operator traktor dan
asisten kebun. Beberapa komponen kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan
antara lain waktu pelaksanaan, lokasi, alat dan bahan yang digunakan serta
prestasi kerja THL. Salah satu kendala adalah belum adanya format pencatatan
yang jelas tentang jenis komponen apa saja yang harus dicatat oleh mandor,
operator traktor dan asisten kebun sehinga sistem pencatatan yang masih belum
baku membuat penelusuran dan evaluasi kegiatan produksi sulit dilakukan.
Prosedur permintaan barang di kebun Seatele harus melalui beberapa
tahapan, permintaan barang atau saprotan yang diajukan oleh mandor harus
58
melewati persetujuan asisten kebun. Kemudian surat permintaan yang telah
disetujui oleh asisten kebun diberikan kepada administrator dan kepala tata usaha
untuk disetujui, kemudian administrator bertugas untuk mengatur dan
menyalurkan barang dari gudang ke kebun. Permintaan barang dalam jumlah
besar untuk memenuhi kebutuhan persediaan di gudang dalam jangka waktu
panjang harus diajukan kepada kantor pusat di Jakarta oleh General Manajer
berupa Program Approval Request (PAR).
Pencatatan harus dilakukan pada setiap tahapan produksi dan sebisa
mungkin dilakukan guna mencegah dan mengendalikan kemungkinan terjadinya
penyimpangan dalam penerapan pedoman budidaya yang direkomendasikan
sehingga mengetahui identitas dan mutu produk. Pencatatan yang baik adalah
pencatatan yang mampu dilakukan penelusuran balik yaitu semua produk yang
dihasilkan harus dapat ditelusuri ke lahan usaha tani dimana produk tersebut
ditanam. Catatan disimpan dengan baik minimal selama 3 (tiga) tahun yang
meliputi: Nama perusahaan atau usaha agribisnis tanaman pangan; Alat
perusahaan/usaha; Jenis tanaman pangan dan varietas yang ditanam; Total produk;
Luas areal; Lokasi; Produksi per hektar; Pendapatan per hektar; Penggunaan
sarana Produksi; Sarana OPT dan Pengendalian.
Rekomendasi untuk pemenuhan GAP
Berbagai kendala dalam pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai
Menang seharusnya tidak menjadi hambatan dalam pemenuhan standar Good
Agriculture Practices (GAP). Setelah dilakukan pengamatan pengelolaan
pertanaman jagung di PT. Sungai Menang, berikut beberapa upaya yang
diperlukan untuk pemenuhan GAP pada setiap tahapan produksi:
1. Pemilihan Wilayah Produksi
Pemenuhan GAP dalam pemilihan wilayah produksi yaitu melalui perbaikan
fisik tanah dan kesuburan tanah melalui penambahan bahan organik berupa
kotoran hewan maupun sisa brangkasan panen.
2. Persiapan Lahan
Pemenuhan program GAP dalam persiapan lahan mencakup adanya pemetaan
lahan serta pengolahan tanah dalam memperbaiki aerasi. Pemetaan lahan
59
harus dilakukan untuk melihat kesesuaian lahan dan menjadi acuan untuk
keberlanjutan usaha budidaya jagung. Perbaikan aerasi tanah melalui olah
tanah dilakukan dengan penggunaan implemen olah tanah sekunder berupa
disk harrow yang diharapkan mampu mengurangi pemadatan tanah yang
terjadi. Sistem olah tanah secara furrow planting yaitu melalui pembuatan
bedengan-bedengan yang tinggi sehingga diharapkan mampu menghindari
tanaman tergenang.
3. Benih dan Varietas
Penggunaan benih dan varietas sudah memenuhi standar GAP. Daya tumbuh
dan potensi hasil benih tinggi namun kenyataan dilapang menunjukkan
tanaman banyak yang mati sehingga populasi tanaman sangat rendah antara
25-60% populasi.
4. Penanaman
Kendala dalam pemenuhan GAP yaitu musim tanam yang tidak tepat, tidak
adanya antisipasi cekaman kekeringan atau banjir, tak ada antisipasi serangan
OPT sebelum tanam serta dalam penanaman tidak terdapat pemisah antar
varietas sehingga dapat menurunkan hasil. Musim tanam yang tepat dapat
dilakukan melalui penambahan sarana dan prasarana mekanisasi sehingg
tanam dapat dilakukan serentak namun hal ini memerlukan biaya yang tinggi.
Antisipasi cekaman kekeringan atau banjir dapat dilakukan melalui waktu
tanam serta olah tanah yang tepat yaitu dengan cara furrow planting.
Antisipasi serangan OPT dapat dilakukan melalui penambahan insectisida
atau fungisida saat tanam.
5. Pemupukan
Komponen yang belum sesuai dengan pemenuhan GAP yaitu cara
pemupukan serta penyimpanan pupuk. Pemupukan manual secara tugal dan
tidak ditimbun dapat diganti secara alur. Penerapan pupuk secara alur akan
mudah jika kondisi seedbed sudah diperbaiki melalui olah tanah sekunder dan
penambahan pupuk organik sehingga tanah menjadi lebih remah.
Penyimpanan pupuk sebaiknya dilakukan terpisah dan di bangun gudang
tersendiri untuk penyimpanan pupuk.
6. Manajemen air
60
Dalam GAP manajemen air lebih dititik beratkan pada irigasi bukan drainase.
Jika hanya mencakup irigasi maka manajemen air di kebun Seatele talah
sesuai namun masalah utama yang dimiliki kebun Seatele justru adalah
kelebihan air sehingga harus adanya drainase yang baik. Manajemen air dapat
dilakukan melalui penanaman Furrow planting dengan pembuatan parit-parit
sekunder dalam lahan.
7. Perlindungan Tanaman
Komponen perlindungan tanaman merupakan komponen GAP yang paling
diperhatikan karena terkait pelestarian lingkungan. Komponen tersebut antara
lain penggunaan bahan kimia dalam aplikasi, tata cara penggunaan, jumlah
bahan kimia yang digunakan, hingga penyimpanan bahan kimia dan
perawatan alat. Komponen yang menjadi kendala terbesar adalah frekuensi
penggunaan bahan kimia yang tinggi yang dilakukan 7-8 kali dalam satu
musim tanam karena tingginya serangan OPT. Hal ini dapat diatasi melalui
penggunaan musuh alami bagi hama jagung yang telah banyak dipasaran
serta penyemprotan pestisida kimia diselingi dengan penggunaan pestisida
nabati meskipun dalam prakteknya akan sulit dilakukan dengan kebutuhan
bahan yang tinggi dan luasan lahan yang luas. Pelatihan tentang penanganan
bahan kimia dan aplikasi di lahan juga perlu diadakan untuk memberikan
standar yang benar bagi pekerja. Penyimpanan perlu dilakukan terpisah
dengan saprotan lain dengan pembuatan gudang baru.
8. Pemanenan
Komponen pemanenan telah memenuhi standar GAP yaitu cara panen serta
waktu panen yang tepat dan sesuai dengan tujuan produksi yaitu dalam
bentuk jagung pipilan kering.
9. Pascapanen
Komponen pascapanen yang belum memenuhi standar GAP yaitu belum
adanya label dalam kemasan yang mencakup tanggal tanam, tanggal panen,
blok lahan dan jenis varietas. Ruang penyimpanan produk yang belum sesuai
karena masih rentan. Perlu adanya pemberian label kemasan dan pembuatan
gudang penyimpanan khusus.
10. Perlindungan lapang
61
Komponen GAP dalam perlindungan lapang telah diperhatikan melalui
ketersediaan peralatan perlindungan lapang yang memadai seperti kacamata,
masker dan sarung tangan. Namun, belum adanya kesadaran pekerja
membuat peralatan tersebut jarang digunakan sehingga perlu adanya
pelatihan secara berkala tentang bahaya pestisida dan bahan kimia serta
pelaksanaan budidaya yang benar dan aman.
11. Pencatatan dan Tracebility
Hal utama dari pencatatan adalah hasilnya dapat ditelusuri kembali sehingga
diperlukan adanya komponen pencatatan yang lebih rinci dan rapi serta orang
yang bertugas memanajemen catatan yang telah ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pelaksanaan pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai Menang belum
sesuai dengan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) karena pada berbagai
tahapan produksi masih terdapat praktek usahatani yang belum sesuai dengan
penilaian GAP. Faktor yang menjadi kendala terbesar dalam pengelolaan
pertanaman jagung di PT. Sungai Menang adalah kondisi fisik tanah yang tidak
sesuai untuk budidaya jagung secara mekanisasi serta sistem pengolahan tanah
yang tidak tepat. Karakteristik tanah yang buruk berdampak pada berbagai
tahapan produksi yang lain, seperti pemupukan, pengolahan tanah hingga
pemeliharaan. Kendala pada berbagai tahapan produksi tersebut mengakibatkan
hasil produksi yang didapat tidak sesuai dengan target perusahaan.
Hampir pada tiap tahapan produksi dalam usahatani jagung di kebun
Seatele PT. Sungai Menang terdapat ketidaksesuaian dalam penerapan Good
Agriculture Practices (GAP), dapat dilihat pada Lampiran 7. Beberapa alasan
utama adalah: 1) Usahatani di kebun Seatele meupakan usaha yang baru dan
belum genap 2 tahun, 2) keterbatasan alat maupun sarana dan prasarana, 3) Belum
adanya perhatian khusus terhadap penerapan GAP karena masih dalam tahapan
merintis, 4) Masih berorientasi pada kuantitas hasil bukan kualitas.
Kegiatan magang yang dilakukan di PT. Sungai Menang memberikan
banyak manfaat bagi penulis dan menambah pengetahuan serta pengalaman baik
secara teknis maupun manajerial tentang tanaman pangan khususnya tanaman
jagung. Penulis juga mempelajari permasalahan-permasalahan yang terjadi ketika
di lapangan dan memberikan saran serta masukan mengenai pengelolaan
pertanaman jagung khususnya mengenai penerapan pengelolaan budidaya yang
baik atau Good Agriculture Practices (GAP).
63
Saran
Penerapan GAP dalam pengelolaan pertanaman jagung di PT. Sungai
Menang masih kurang diperhatikan sehingga harus dilakukan evaluasi dan
pengenalan tentang pentingnya penerapan GAP dalam suatu usaha budidaya
pertanian. Perencanaan produksi sebelum memulai sebuah usaha pertanian harus
dilakukan sebaik mungkin untuk menghindari timbulnya kerugian secara
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, A.M. 2009. Teknologi Penanganan Hama Utama Tanaman Jagung. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 454-469
Akil, M. dan Hadijah AD. 2007. Teknologi dan Adopsi Budidaya Jagung dalam
Jagung. dalam Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Hal 192-204.
Aqil, M., I.U. Firmansyah, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Air Tanaman Jagung.
Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Departemen Pertanian. Hal 219-230.
Baco, D., dan M. Yasin, 2001. Pengendalian penggerek jagung (O. furnacalis)
dengan predator dan patogen. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas.
Bakhri, S. 2007. Petunjuk Teknis: Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT). Balai pengkajian Teknologi Pertanian. Departemen Pertanian. Sulawesi Tengah. 20 hal.
Bern. C. Z., G. Quick., and F. L. Herum. 2003. Harvesting and Postharvest
management In Corn and Chemistry and Technology. White. P. J. And L. A. Johnson (eds). 107-158 p.
Djafaruddin. 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman (Umum). Bumi Aksara.
Jakarta. 270 hal. Efendi, R., dan Suwandi. 2009. Mempertahankan dan Meningkatkan
Produktivitas Lahan Kering dan Produksi Jagung Dengan Sistem Penyiapan Lahan Konservasi. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 189-199.
Fadhly, A. F. 2009. Teknologi Peningkatan Indeks Pertanaman Jagung. Prosiding
Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 246-253.
FAO. 2000. Zero tillage development in tropical Brazil; The story of a successful
NGO activity by Jhon N. landers. FAO agriculture Service Bulletin No.147. FAO, Rome. 18 p.
65
Firmansyah, I.U. 2009. Teknologi Pengeringan Dan Pemipilan Untuk Perbaikan Mutu Biji Jagung (Studi Kasus di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan). Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 330-338.
Gardner, F.P., Pearce, R.B. dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya
(diterjemahkan dari : Physiology of Crop Plants, penerjemah : H. Susilo). Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal.
Margaretha, S.L. dan Fadhly. 2010. Peluang dan Kendala Pengembangan Pola
Tanam Jagung Tiga Kali Setelah Padi (IP 400). Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 567-573.
Neely, C., B. Haight., J. Dixon., A. S. Poissot. 2007. Report of the FAO expert
consultation on a good agricultural practice approach. Food and agriculture organization of United Nation. Rome. 27 p. http://www.fao.org/prods/gap/Docs/PDF/1-reportExpertConsultation EXTERNAL.pdf. [13 januari 2011].
Pabbage, M.S., Nonci, N, dan D. Baco, 2001. Keefektifan Trichogrammatidea
bactrae fumata dalam mengendalikan penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) di lapangan. Laporan Tahunan Penelitian Hama dan Penyakit, Balitjas. Hal 505-513.
Purwono dan H. Purnamawati. 2007. Budidaya 8 tanaman pangan unggul.
Penebar Swadaya. Jakarta. 140 hal. Rasyid, B., S.S.R. Samosir, dan F. Sutomo. 2009. Respon Tanaman Jagung (Zea
mays) pada Berbagai Regim air Tanah dan Pemberian Pupuk Nitrogen. Prosiding Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hal 26-34.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan pengelolaannya. Graha Ilmu.Yogyakarta. 168
hal. Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Andi. Yogyakarta. 208
hal. Sutoro, Y. Sulaeman dan Iskandar. 1988. Budidaya tanaman jagung, hal. 49-66.
Dalam: Subandi, M. Syam dan A. Widjono (Eds.). Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 423 hal.
Zubachturoddin dan Margaretha S.L. 2006. Dampak Penggunaan Pupuk Kandang
Terhadap Pendapatan Petani Jagung. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan usaha Agribisnis Industrial Pedesaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor. Hal 496-507.
LAMPIRAN
67
Lampiran 1. Peraturan Menteri Pertanian No 48 Tahun 2006
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 48/Permentan/OT.140/10/2006
TENTANG
PEDOMAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN YANG BAIK DAN BENAR ( GOOD AGRICULTURE PRACTICES)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mendorong pertumbuhan dan pengembangan usaha agribisnis tanaman pangan perlu suatu panduan sebagai acuan dalam proses produksi dan penanganan pasca panen tanaman pangan;
b. bahwa untuk dapat menjamin mutu dan meningkatkan daya saing produk tanaman pangan, serta member perlindungan masyarakat dari aspek keamanan pangan, hygiene dan kelestarian lingkungan dalam proses produksi dan penanganan pasca panen serta menindaklanjuti amanat Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan. Mutu dan Gizi Pangan dipandang perlu menetapkan Pedoman Budidaya Tanaman Pangan Yang Baik dan Benar.
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan. Ikan, dan Tumbuhan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656);
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
5. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821;
6. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
68
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 12);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 12 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3616);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 14 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4079);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
15. Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pasca Panen Hasil Pertanian;
16. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Kabinet Indonesia Bersatu ; 17. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia juncto Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2005;
18. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I
Kementrian Negara Republik Indonesia;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/OT.140/-7/2005 tentang Organisasi dan Tatat Kerja Departemen Pertanian.
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/OT.140/-7/2005 tentang Kelengkapan
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian;
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01/Pert/Kpts/-SR.130/1/2006 tentang Rekomendasi Pemupukan N,P dan K pada Padi Sawah Spesipfik Lokasi;
69
22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Pert/HK.060/-2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah tanah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KESATU : Pedoman Budidaya Tanaman Pangan yang Baik dan Benar sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan ini. KEDUA : Pedoman budidaya tanaman pangan yang baik sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU untuk dipakai sebagai acuan dalam pembinaan, pemberian pelayanan, dan pengembangan budidaya tanaman pangan.
KETIGA : Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta tanggal 9 Oktober 2006
MENTERI PERTANIAN,
ttd
ANTON APRIYANTONO
70
Lampiran 2. Peta Design Blok Kebun Seatele, PT. Sungai Menang.
5D 3,862 ha
5C 3,862 ha
5B 5,149 ha
5A 3,908 ha 5E
3,862 ha 5F
2,174 ha
4F 0,194 ha
4D 5,149 ha
4C 5,149 ha
4B 5,149 ha 4E
3,987 ha
3E 3,668 ha
2E 3,347 ha
3D 5,149 ha
3C 5,149 ha
3B 5,149 ha
2D 5,149 ha
2C 5,149 ha
2B 5,149 ha
1D 2,566 ha
1C 3,496 ha 1B
5,062 ha
0B 0,046 ha
1A 0,924
ha
1E 1,575 ha
6B 0,824 ha
6C 0,466 ha
4A 2,949 ha
5,000 ha
3A 0,487
ha
72
Lampiran 3b. Tipe iklim Kebun Seatele Seram Klafikasi Iklim Oldeman
Tipe Utama Bulan Basah (BB) berturut-turut
A > 9
B 7 - 9
C 5 - 6
D 3 - 4
E < 3
Subdivisi Bulan Kering (BK) berturut-turut
1 < 2
2 2 - 3
3 4 - 6
4 > 6
Keterangan :
Bulan Kering (BK) : bulan dengan CH < 100 mm
Bulan Lembab (BL) : bulan dengan CH antara 100 - 200 mm
Bulan Basah (BB) : bulan dengan CH > 200 mm.
Jumlah bulan basah (BB) berturut-turut : 5
Jumlah bulan basah (BB) berturut-turut : 1
Tipe Iklim : C1
Karena memiliki 5 BB berturut-turut dan 1 BK berturut turut maka wilayah kebun
Seatele termasuk kedalam tipe iklim C1 menurut Oldeman yang artinya memungkinkan
Tanam Padi satu kali dalam satu tahun atau palawija dua kali dalam satu tahun.
Lampiran 3a. Keadaan Curah Hujan Bulanan di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi Tahun 1989 – 2010
Tahun Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des 1989 94 71 91 306 151 284 404 565 144 39 53 113 1990 206 57 71 86 362 381 397 328 190 186 10 102 1991 113 62 123 260 118 236 425 340 133 98 50 143 1992 43 141 232 140 72 46 406 127 38 239 30 141 1993 118 48 149 254 177 89 446 8 70 44 42 64 1994 110 30 247 343 284 128 109 83 4 94 34 24 1995 110 131 128 157 186 352 234 551 246 95 107 87 1996 175 155 170 136 334 471 296 401 231 144 120 144 1997 51 83 178 165 47 37 611 0 9 11 5 15 1998 92 134 135 208 328 494 356 749 288 79 201 202 1999 125 192 160 313 734 436 561 379 408 361 123 145 2000 218 179 180 156 328 704 571 354 522 361 127 73 2001 143 128 95 413 328 575 229 47 195 96 249 195 2002 77 25 169 73 210 121 54 28 132 24 26 187 2003 68 90 98 168 93 89 693 152 80 60 62 103 2004 79 99 108 342 166 337 227 24 352 50 92 132 2005 61 101 99 215 159 254 572 104 62 302 134 222 2006 121 114 116 108 216 1131 307 50 202 41 81 66 2007 94 54 159 266 191 499 288 385 330 58 37 56 2008 78 142 107 296 515 455 882 1412 346 182 127 149 2009 1963 130 111 108 386 302 313 155 79 127 81 173 2010 83 28 292 162 223 745 293 745
Rata-rata 192 100 146 212 255 371 394 318 193 128 85 121 Oldeman BL BK BL BB BB BB BB BB BL BL BK BL
Sumber : Arsip Kantor PT. Sungai Menang
83
Lampiran 4. Struktur Organisasi
General Manager
Logistik
Driver / Supir
Bagian Rumah Tangga
AgronomistAsisten Kepala
Asisten RisetAsisten Divisi II
Mandor
Asisten Divisi I
Mandor
Asisten Mekanisasi
Operator Traktor
Kepala Tata Usaha
Administrasi
Pembantu Admin
Manager / R&D
= garis komando = garis koordinasi
74
Lampiran 5. Hasil Analisis Tanah Kebun Seatele
A. Sifat Fisik Tanah
Karakteristik Tanah Blok Seatele
Top Soil Sub Soil Tekstur (% clay) 58 63Bulk Density (g/cc) 1,18 1,3Total pore space (% vol.) 48,98 45,83Fast drainage pores(% vol.) 8,53 9,51Permeability (cm/jam) 1,3 0,3Sumber: Arsip PT. Sungai Menang
B. Sifat Kimia Tanah
Karakteristik Kondisi Nilai Keasaman sedang pH 5,4-6,8 C-organik sangat rendah 0,7-0,9%
N sangat rendah < 0,1% P sedang-tinggi 27-146 mg K tinggi-sangat tinggi 47-146 mg
Ca-dd sedang-tinggi 8-12 me Mg-dd tinggi 6-8 me KTK sedang 16-23 me KB sangat tinggi 77-100%
Mineral deposit - 20%
Mineral liat dominan vermiculite 60%
illite 20% Sumber: Arsip PT. Sungai Menang
75
Lampiran 8. Deskripsi Varietas
Nama Varietas Deskripsi
AS-1 Umur tanaman 79 hari. Potensi hasil 10 ton/ha pipilan kering. Ketahanan terhadap penyakit tahan bulai, hawar daun, karat daun dan busuk tongkol.
Bima-2 Umur: Berumur dalam, 50% keluar polen: + 56 hari, 50% keluar rambut: + 57 hari; Masak fisiologis: + 100 hari; Batang: Besar dan tegap; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 200 cm; Jumlah daun: 12-14 helai; Keragaman tanaman: Cukup seragam; Perakaran: Sangat baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Terbuka; Warna malai: Krem kehijauan; Warna anthera: Krem; Warna rambut: Merah; Tongkol: Besar dan panjang (+ 21 cm); Bentuk tongkol: Silindris; Tinggi tongkol: + 100 cm; Kelobot: Menutup tongkol dengan baik (+ 98%); Tipe biji: Semi mutiara (semi flint); Baris biji: Lurus; Warna biji: Kuning; Jumlah baris/tongkol: 12 - 14 baris; Bobot 1000 biji: + 378 g; Rata-rata hasil: 8,51 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 11,00 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Agak toleran terhadap penyakit bulai; Keterangan: Beradaptasi baik pada lahan kurang subur dan lahan subur, populasi dapat mencapai 70.000 tanaman/ha.
Bisi 12 Umur: 50% keluar rambut: 57 hari, Masak fisiologis: 99 hari; Batang: Besar, kokoh, tegap; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 196 cm; Daun: Lebar, bergelombang, dan agak tegak; Warna daun: Hijau gelap; Keragaman tanaman: Seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Terbuka dan agak terkulai; Warna sekam: Ungu kehijauan; Warna anthera: Ungu kekuningan; Warna rambut: Ungu; Tinggi tongkol: + 95 cm; Kelobot: Menutup tongkol dengan baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Kuning oranye; Jumlah baris/tongkol: 12 - 14 baris; Bobot 1000 biji: + 318,9 g; Rata-rata hasil: 8,0 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 12,4 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Sangat tahan terhadap penyakit bulai, dan tahan terhadap penyakit karat daun; Daerah pengembangan: Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah (MK), Lampung dan Jawa Timur (MH); Keunggulan: Potensi hasil tinggi, tahan terhadap karat daun, tahan rebah, beradaptasi baik pada musim kemarau di daerah yang cukup tersedia air, dan umur lebih genjah dari BISI-2; Keterangan: Baik ditanam untuk dataran rendah.
Bisi 816 Umur tanaman 101 hari di dataran rendah, 131 di dataran tinggi. Potensi hasil 13,65 ton/ha pipilan kering. Tahan bulai, karat daun, dan agak tahan hawar daun. Baik di tanam di dataran rendah dan teruji s/d 700 m dpl, daerah pengembangan di daerah endemik penyakit bulai.
Makmur-1 Tanaman: dari keluarga rumput-rumputan, tipe tumbuh semak, tinggi tanaman ± 195 cm, cukup seragam, umur masak ± 92 hst; Batang: besar dan kuat, tegak, warna hijau; Daun: Jumlah daun 12-14 helai, warna hijau; Bunga Jantan: bentuk malai terbuka, warna glume hijau, warna anther hijau keputihan; Bunga Betina: berwarna hijau keputihan; Biji: bentuk mutiara, warna orange, baris lurus dan rapat, jumlah baris 16-18; Ketahanan penyakit: tahan penyakit bulai, karat daun dan agak tahan hawar daun.
76
Nama Varietas Deskripsi
NK-22 Umur: Berumur dalam, 50% polinasi: + 54 hari, 50% keluar rambut: + 55 hari; Masak fisiologis: + 98 hari; Batang: Besar dan kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 235 cm; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Tegak, sedang, dan terbuka; Warna malai: Kemerahan; Warna sekam: Hijau bergaris; Warna anthera: Coklat tua; Warna rambut: Merah, 1-2 kuning; Tongkol: Silindris; Kedudukan tongkol: + 95 cm; Kelobot: Menutup tongkol sangat baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Kuning; Jumlah baris/tongkol: 14-16 baris; Bobot 1000 biji: + 290 g; Rata-rata hasil: 8,70 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 10,48 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Peka penyakit bulai, agak tahan terhadap hawar daun, dan karat.
NK-33 Umur: Berumur dalam, 50% polinasi: + 55 hari, 50% keluar rambut: + 56 hari; Masak fisiologis: + 100 hari; Batang: Besar dan kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 190 cm; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Tegak, sedang, dan terbuka; Warna malai: Hijau; Warna sekam: Hijau bergaris; Warna anthera: Coklat; Warna rambut: Merah; Bentuk tongkol: Silindris; Kedudukan tongkol: + 95 cm; Kelobot: Menutup tongkol sangat baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Kuning; Jumlah baris/tongkol: 14 - 16 baris; Bobot 1000 biji: + 300 g; Rata-rata hasil: 8,10 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 10,12 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Agak tahan terhadap penyakit bulai, hawar daun, dan karat; Daerah pengembangan: Beradaptasi pada dataran rendah sampai ketinggian 850 m dpl.
Pioneer-12 Umur: Berumur dalam, 50% polinasi: + 56 - 59 hari, 50% keluar rambut: + 57 - 60 hari; Masak fisiologis: + 92 hari (< 600 m dpl), + 120 hari (> 600 m dpl); Batang: Besar dan kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 211 cm; Daun: Tegak dan lebar; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Sangat seragam; Perakaran: Baik dan kuat; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Tidak terbuka, ujung terkulai; Warna sekam: Hijau; Warna anthera: Kuning; Warna rambut: Putih dengan merah muda di ujungnya; Tongkol: Panjang dan silindrisl; Kedudukan tongkol: Agak tinggi, di pertengahan tinggi tanaman (+ 91 cm); Kelobot: Menutup biji dengan baik; Tipe biji: Mutiara (flint); Warna biji: Oranye; Baris biji: Lurus dan rapat; Jumlah baris/tongkol: 14 - 16 baris; Bobot 1000 biji: + 289 g; Kandungan nutrisi: 5,6% minyak, 10,6% protein, dan 71,2% tepung; Rata-rata hasil: 8,1 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 10 - 12 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Tahan terhadap penyakit karat daun, busuk tongkol, Diplodia, dan busuk batang bakteri; agak tahan terhadap bulai, hawar daun H. turcicum, dan busuk batang Pythium; Daerah adaptasi: Beradaptasi luas pada dataran rendah dan tinggi.
77
Nama Varietas Deskripsi
Pioneer-21 Umur: Berumur agak dalam, 50% polinasi: + 54 hari, 50% keluar rambut: + 56 hari; Masak fisiologis: + 95 hari (< 600 m dpl) dan + 117 hari (> 600 m dpl), Batang: Tegap besar, dan cukup kokoh; Warna batang: Hijau; Tinggi tanaman: + 210 cm; Daun: Setengah tegak dan lebar; Warna daun: Hijau tua; Keragaman tanaman: Sangat seragam; Perakaran: Baik; Kerebahan: Tahan rebah; Bentuk malai: Besar dan terbuka; Warna malai: Putih kekuningan; Warna sekam: Hijau keunguan; Warna rambut: Hijau terang terang/putih dengan warna kemerahan di ujungnya; Tongkol: Besar panjang dan silindris; Kedudukan tongkol: Di pertengahan tinggi tanaman (95 cm); Kelobot: Menutup biji dengan baik; Tipe biji: Semi mutiara; Warna biji: Oranye; Baris biji: Tidak lurus dan rapat; Jumlah baris/tongkol: 14 - 16 baris; Bobot 1000 biji: + 311 g; Rata-rata hasil: 6,1 t/ha pipilan kering; Potensi hasil: 13,3 t/ha pipilan kering; Ketahanan: Tahan terhadap karat daun, bercak daun kelabu C. zeae-maydis; Agak rentan terhadap busuk batang bakteri dan bulai; Keunggulan: Potensi hasil tinggi dan bijinya berkualitas baik dengan pengisian biji yang baik. Batang cukup kokoh dan berperakaran baik sehingga cukup tahan terhadap kerobohan.
Pioneer-27 Tanaman ; tinggi ± 168 cm, umur masak cukup genjah( umur masak fisiologis ± 96 HSI); Batang: bentuk batang besar dan kokoh, wama batang hijau; Daun: bentuk daun tegak, warna daun hiiau; Bunga jantan: warna anther merah muda, warna sekam hijau; Bunga betina: warna rambut kuning; Tongkol: panjang tongkol ± 18,1 cm, diameter tongkol ± 5,0 cm, diameter janggel ± 13,1 cm, bentuk kerucut, kedudukan tongkol dipertengahan tinggi tanaman( ± 99 cm), melekat ke arah batang, penutupan kelobot menutup biji dengan baik; Biji: jumlah baris biji per tongkol 14-16 baris, jumlah biji per baris ± 42 biji,,bobot 1000 bulir biji ± 1299 gram, baris biji lurus dan rapat,pengisian biji baik, bentuk biji semi mutiara, warna biji oranye; Sifat Lainnya: kadar karbohidrat 62 ,37% b.b (basis basah), kadar lemak 3,48% b.b (basisb asah), kadar protein 8 ,28% b.b (basis basah) tahan terhadap karat daun.
Sumber: Deskripsi Varietas Unggul Jagung (2012) Balitbangtan, Kementerian Pertanian
78
Lampiran 7. Hasil Pengamatan Kesesuaian Manajemen Produksi dengan GAP
A. Kesesuian lahan dengan GAP
No. Komponen Kesesuaian lahan
Kesesuaian Lahan
Sesuai Tidak sesuai
1 Iklim √ 2 Topografi √ 3 Fisik Tanah √ 4 Kesuburan tanah √
Persentase 50 % 50 %
B. Kesesuaian persiapan lahan dengan GAP
No. Komponen GAP Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai
1 Status tanah jelas/HGU √ 2 Pemetaan tanah √
3 Persiapan lahan bebas dari pencemaran limbah √
4 Persiapan lahan untuk memperbaiki struktur dan aerasi tanah √
5 Persiapan lahan tidak menyebabkan erosi √ Persentase 60 % 40 %
C. Kesesuaian komponen benih dan varietas dengan GAP
No. Komponen GAP Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai
1 Varietas unggul √ 2 Benih bersertifikat √ 3 Vigor tinggi √
Persentase 100 % 0 %
79
D. Kesesuaian Penanaman dengan komponen GAP
No. Komponen GAP Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai
1 Teknik budidaya sesuai anjuran √ 2 Musim tanam tepat √
3 Antisipasi cekaman kekeringan, kebanjiran, tergenang atau cekaman faktor abiotik √
4 perlakuan sebelum tanam menghindari opt √
5 pencatatan penanaman √ Persentase 40 % 60 %
E. Kesesuaian Komponen Pemupukan dengan GAP
No. Komponen GAP Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai 1 Pupuk organik dan anorganik terdaftar √ 2 Pemupukan sesuai anjuran √ 3 Pupuk disimpan terpisah dari produk pertanian √ 4 Terdapat arahan penggunaan pupuk √ 5 Pencatatan pemupukan √
Persentase 60 % 40 %
F. Kesesuaian Komponen manajemen air dengan GAP
No. Komponen GAP
Kesesuaian dengan GAP Sesuai Tidak Sesuai
1 Ketersediaan air sesuai dengan kebutuhan tanaman √
2 Air irigasi tidak mengandung limbah bahan berbahaya √
3 Penggunaan air pengairan tidak bertetangan dengan kepentingan umum √
Persentase 100 % 0 %
80
G. Kesesuaian Komponen Perlindungan Tanaman dengan GAP
No. Komponen GAP
Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai
1 Penggunaan pestisida sesuai dengan anjuran rekomendasi dan aturan pakai. √
2 Terdapat arahan pengetahuan dan keterampilan mengaplikasikan pestisida √
3 Pestisida yang digunakan terdaftar dan diijinkan √ 4 Pestisida yang digunakan tidak kadaluwarsa. √
5 Pestisida disimpan di lokasi yang layak, aman, berventilasi baik, memiliki √
6 Pestisida disimpan terpisah dari produk pertanian √ 7 Pestisida tetap berada dalam kemasan asli √
8 Terdapat fasilitas untuk mengatasi keadaan darurat. √
9 Terdapat pedoman/ tata cara penanggulangan kecelakaan akibat keracunan pestisida √
10 Wadah bekas pestisida ditangani dengan benar agar tidak mencemari lingkungan √
11 Wadah bekas pestisida dirusakkan agar tidak digunakan untuk keperluan lain. √
12 Kelebihan pestisida dalam tabung penyemprotan digunakan untuk pengendalian di tempat lain √
13 Peralatan aplikasi pestisida dirawat secara teratur agar. √
14 Peralatan aplikasi pestisida dikalibrasi secara berkala. √
15 Tersedia peralatan yang memadai untuk menakar dan mencampur pestisida. √
16 Tersedia panduan penggunaan peralatan dan aplikasi pestisida. √
Persentase 50 % 50 %
81
H. Kesesuaian Komponen Panen dengan GAP
No. Komponen GAP
Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai
1 Cara panen menghindari kontaminasi terhadap produk √
2 Pemanenan dengan cara yang dapat mempertahankan mutu produk. √
3 Wadah hasil panen dalam keadaan baik dan bersih √
Persentase 100 % 0 %
I. Kesesuaian Komponen Pascapanen dengan GAP
No. Komponen GAP Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai
1 Pengemasan yang Sesuai bisa melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan √
2 Kemasan diberi label yang menjelaskan identitas produk. √
3 Tempat pengemasan bersih, bebas kontaminasi dan terlindung dari OPT √
4 Tempat pengemasan terpisah dari tempat penyimpanan pupuk dan pestisida √
5 Ruang penyimpanan mampu melindungi produk dari kerusakan dan kontaminan. √
6 Tidak Sesuai penggunaan bahan kimia. √ Persentase 20 % 80 %
J. Kesesuaian Perlindungan Lapang dengan GAP
No. Komponen GAP
Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai
1 Ketersediaan peralatan pelindung lapang √
2 Pekerja memahami bahaya pestisida dalam keselamatan kerja √
3 Pekerja menggunakan perlengkapan pelindung sesuai anjuran √
4 Pakaian dan peralatan pelindung ditempatkan secara terpisah dari kontaminan √
Persentase 25 % 75 %
82
K. Kesesuaian Komponen Pencatatan dan Tracebility dengan GAP
No. Komponen GAP
Kesesuaian dengan GAP
Sesuai Tidak Sesuai
1 Tersedia sistem pencatatan yang memudahkan penelusuran √
2 Tersedia catatan penggunaan benih dan saprotan √ 3 Catatan disimpan selama minimal 2 tahun √
4 Seluruh catatan dan dokumentasi selalu diperbaharui √
Persentase 75% 25 %
83
Lampiran 8. Jurnal Harian Kegiatan Magang selama masa orientasi kebun di Pertanaman jagung PT. Sungai Menang, P. Seram, Maluku.
Tanggal Uraian Kegiatan Prestasi Kerja
Lokasi
Keterangan Penulis Karyawan Standard
...............(satuan/HK).............. 02/02/11 Orientasi kebun - ‐ - Seatele
03/02/11 Pengamatan
Drainase - ‐ - Seatele
Mengamati letak
saluran air
04/02/11 Pengamatan
Penyemprotan - ‐ - I Blok 5E
05/02/11 Orientasi kebun - ‐ - Leawai
06/02/11 Pembuatan Papan
Blok - ‐ - Leawai
07/02/11 Pembuatan Papan
Blok - ‐ - Seatele
08/02/11 Pengamatan Land
Clearing - ‐ - I Blok 2E
09/02/11 Pembersihan
Rumpukan - ‐ - Seatele
10/02/11 Penyempotan - ‐ - I Blok 5B
11/02/11 Pengamatan
vegetasi - ‐ - Leawai
Areal hutan
belum dibuka
12/02/11 Pembuatan parit
sekunder - ‐ - Seatele
13/02/11 Pembersihan sisa
akar - ‐ - Leawai
14/02/11 Penyulaman - ‐ - II Blok 3E
15/02/11 Pemupukan - ‐ - I Blok 5B
16/02/11 Penyempotan - 0,75
ha - I Blok 5B
17/02/11 Penyiangan gulma
rumpukan -
0,25
ha - Seatele
18/02/11 Pengepakan
kompos
350
kg
400
kg - Seatele
84
Tanggal Uraian Kegiatan Prestasi Kerja
Lokasi
Keterangan Penulis Karyawan Standard
19/02/11 Pengolahan tanah
mekanik - 5 ha - II Blok 3E
20/02/11 Penyempotan
(Boom Sprayer) - ‐ - II Blok 5E
21/02/11 Penyiangan gulma
rumpukan -
0,11
ha - I Blok 4E
22/02/11 Olah tanah (Rotari) - ‐ - II 5D‐6D
23/02/11 Pembuatan parit
sekunder - ‐ - Leawai
24/02/11 Pemupukan 0,15
ha
0,15
ha - I Blok 5B
25/02/11 Hujan deras (Libur) - ‐ - Libur
26/02/11 Pembuatan pancang
jalan - ‐ -
II Blok 7F
8F 9F Materi leveling
27/02/11 Pemupukan - ‐ - Leawai
28/02/11 Meratakan
rumpukan -
0,1
ha - I Blok 3E
85
Lampiran 9. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Pendamping Supervisor di Pertanaman jagung PT. Sungai Menang, P. Seram, Maluku.
Tanggal
Uraian kegiatan
Prestasi kerja
Lokasi
Keterangan
Jml KH
yang
Diawasi
(orang)
Luas
Areal
yang
Diawasi
Lama
Kegiatan
(jam)
1/03/11 Semprot Hama 5 2.5 8 Divisi I
Blok 3E
2/03/11 Pemupukan
Manual
16 2.5 8 Divisi I
Blok 3E
3/03/11 Pembersihan
rumpukan
6 0,13 3 Divisi I
Blok 3E3
Sensus Populasi 6 2.5 3 Divisi I
Blok 3E
4/03/11 Perataan
rumpukan
2 - 8 Divisi I
Blok 3E
5/03/11 Perbaikan Jalan 4 - 4 Divisi I Jalan Masuk
kebun
Perawatan jalan
+ Weeding
6 - 3 Divisi I
6/03/11 Pemupukan 17 2.5 8 Divisi I
Blok 5B
7/03/11 Panen Singkong 3 - - Divisi I Lahan
Singkong
8/03/11 Weeding 3 1.2 4 Divisi II
Blok 2E
9/03/11 Pembuatan
pagar
6 - 8 Divisi II
Blok 2D
Batas lahan
11/03/11 Semprot Hama 3 1.2 4 Divisi II
Blok 6E
12/03/11 Pembuatan
pagar (lanjutan)
7 - 8 Divisi II
Blok 2D
Batas lahan
13/03/11 Bersih Akar 7 2.5 8 Divisi II
Blok 8E3
86
Tanggal
Uraian kegiatan
Prestasi kerja
Lokasi
Keterangan
Jml KH
yang
Diawasi
(orang)
Luas
Areal
yang
Diawasi
Lama
Kegiatan
(jam)
14/03/11 Pemupukan - - - Divisi II Pekerjaan
terhenti
Hujan deras
15/03/11 Pembersihan
rumpukan
Divisi I
Blok 3B
16/03/11 Bajak dan rotari 2 2 8 Divisi I
Blok 3C1
17/03/11 Pembersihan
rumpukan
7 - 4 Divisi I
Blok 3B
18/03/11 Pembersihan
rumpukan
8 - 4 Divisi I
Blok 3B
19/03/11 Bersih Akar 11 2 8 Divisi II
Blok 8E3
20/03/11 Libur - - -
21/03/11 Bersih Akar 12 2.5 8 Divisi II
Blok 8E4
22/03/11 Perawatan Jalan 5 0.6 8 Divisi II
23/03/11 Pemupukan
Urea
9 0.75 8 Divisi II
Blok 2D4
24/03/11 Pemupukan
Urea
13 1.5 8 Divisi II
Blok 2D3
25/03/11 Pemupukan
Urea
11 1.25 8 Divisi II
Blok 2D2
26/03/11 Pemupukan
Urea
12 1.5 8 Divisi II
Blok 2D1
27/03/11 Pemupukan
Urea
8 0.7 8 Divisi II
Blok 6E4
28/03/11 Pemupukan
Urea
11 1.2 8 Divisi II
Blok 6E4
87
Tanggal
Uraian kegiatan
Prestasi kerja
Lokasi
Keterangan
Jml KH
yang
Diawasi
(orang)
Luas
Areal
yang
Diawasi
Lama
Kegiatan
(jam)
29/03/11 Pengamatan
Singkong
3 - 8 Divisi I
Blok 6D
30/03/11 Pengamatan
Singkong
5 - 8 Divisi I
Blok 6D
31/03/11 Pengamatan
Singkong
5 - 8 Divisi I
Blok 6D
1/04/11 Penjemuran 5 - 4 Divisi I
Blok 6D
2/04/11 Sensus Populasi 1 8 Divisi I
Blok 6D
3/04/11 Pemupukan
Urea
14 2.5 8 Divisi I
Blok 4D
4/04/11 Pemupukan
Urea
12 2.5 8 Divisi I
Blok 4D
5/04/11 Pemupukan
Urea
8 1.1 8 Divisi I
Blok 4C
6/04/11 Pemupukan 18 4 8 Divisi I
Blok 4C
7/04/11 Pemupukan
Urea
15 4 8 Divisi I
Blok 3D
9/04/11 Pemupukan
Urea
14 3.5 8 Divisi I
Blok 3C
10/04/11 Pembuatan
Ubinan
- - - Divisi I Persiapan
pengamatan
11/04/11 LIBUR - - - Hari Hujan
12/04/11 Panen Jagung 12 1.25 8 Divisi I
Blok 5C
13/04/11 Panen Jagung 11 1.25 8 Divisi I
Blok 5C
88
Tanggal
Uraian kegiatan
Prestasi kerja
Lokasi
Keterangan
Jml KH
yang
Diawasi
(orang)
Luas
Areal
yang
Diawasi
Lama
Kegiatan
(jam)
14/04/11 Panen Jagung Borong - 8 Divisi I
Blok 5C
3500/40kg
15/04/11 Panen Jagung Borong - 8 Divisi I
Blok 5C
16/04/11 Panen Jagung Borong - 8 Divisi I
Blok 5C
17/04/11 Panen Jagung Borong - 8 Divisi I
Blok 5D
18/04/11 Pipil Jagung 4 0.5 8 Divisi I
Blok 5C
Mesin PJ700
19/04/11 Pipil Jagung 4 0.5 8 Divisi I
Blok 5C
20/04/11 Pipil Jagung 5 0.75 8 Blok 5C