penerapan dan kemampuan teknik cerita berantai …

14
253 TOTOBUANG Volume 8 Nomor 2, Desember 2020 Halaman 253265 PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI PADA PEMBELAJARAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI FABEL (Application and Capability of Chain Relaxed Story Techniques in Learning Retelling the Fabel Contents) Ferdian Achsani SMP Negeri 1 Weru Jl. Kapten Patimura 03, Karangmojo, Jawa Tengah Pos-el: [email protected] Diterima: 2 April 2020; Direvisi 21 September 2020; Disetujui: 13 Oktober 2020 doi: https://doi.org/10.26499/ttbng.v8i2.209 Abstrak Speaking skills still seem a frightening specter for some students. Some of them aren’t brave and skill to speak in front. Chain stories become one of the learning methods used to improve students' speaking abilities. The final results teach students how to be brave and skilled to speak in front. This descriptive qualitative research is designed to describe the application at onceits final results of the chain story method through learning fable texts. This research was conducted in class VII E 1 Weru State Junior High School in February, with 29 students as a data sample. Data collection is done by observing students speak in front class. The results showed that the application of the serial story method approving very well. The final results showed avalue of 89.5. Applying this method oflearning is also very easy. Itdoes not require a long preparation time. Keywords: application, abilities, chain stories, fable texts. Abstrak Keterampilan berbicara tampaknya masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian peserta didik. Kebanyakan mereka belum terampil dan berani untuk berbicara di depan kelas. Cerita berantai menjadi salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik. Hasil akhirnya mengajarkan siswa agar dapat berani dan terampil ketika berbicara di depan. Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan sekaligus hasil akhir dari penerapan metode cerita berantai pada pembelajaran teks fabel. Penelitian ini dilakukan di kelas VII E SMP Negeri 1 Weru pada bulan Februari, dengan jumlah 29 siswa sebagai sampel data. Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati siswa ketika berbicara di depan kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode cerita berantai berjalan dengan sangat baik. Hasil akhir menunjukkan nilai 80.17. Penerapan metode pembelajaran ini sangat mudah. Tidak membutuhkan waktu persiapan yang lama. Kata-kata kunci: penerapan, kemampuan, cerita berantai, teks fabel. PENDAHULUAN Pembelajaran bahasa Indonesia di madrasah atau di sekolah pada umumnya tidak selalu berbicara tentang kesusastraan. Pembelajaran bahasa Indonesia harus mampu untuk menyeimbangkan materi tersebut dengan keterampilan berbahasa siswa seperti keterampilan menulis, membaca, menyimak, dan berbicara sesuai dengan standar kompetensi dari masing- masing keterampilan berbahasa (Putra, Ida, & Ida, 2017, hlm. 236). Kristiyanti (dalam Rosita, 2018, hlm. 36) menambahkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia juga membelajarkan siswa tentang keterampilan berbahasa yang meliputi berbicara, membaca, menyimak, dan menulis dengan benar dan baik sesuai dengan tujuan, fungsi, dan situasinya. Keterampilan menulis dapat dituangkan dalam kegiatan menulis cerpen, puisi, menulis pengalaman pribadi, menulis surat, dan lain-lain. Kegiatan membaca dapat dilakukan dalam satu materi pembelajaran dengan memberikan bahan

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

253

TOTOBUANG

Volume 8 Nomor 2, Desember 2020 Halaman 253—265

PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI PADA

PEMBELAJARAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI FABEL

(Application and Capability of Chain Relaxed Story Techniques in Learning Retelling the

Fabel Contents)

Ferdian Achsani

SMP Negeri 1 Weru

Jl. Kapten Patimura 03, Karangmojo, Jawa Tengah

Pos-el: [email protected]

Diterima: 2 April 2020; Direvisi 21 September 2020; Disetujui: 13 Oktober 2020

doi: https://doi.org/10.26499/ttbng.v8i2.209

Abstrak

Speaking skills still seem a frightening specter for some students. Some of them aren’t brave and skill to

speak in front. Chain stories become one of the learning methods used to improve students' speaking abilities.

The final results teach students how to be brave and skilled to speak in front. This descriptive qualitative

research is designed to describe the application at onceits final results of the chain story method through

learning fable texts. This research was conducted in class VII E 1 Weru State Junior High School in February,

with 29 students as a data sample. Data collection is done by observing students speak in front class. The results

showed that the application of the serial story method approving very well. The final results showed avalue of

89.5. Applying this method oflearning is also very easy. Itdoes not require a long preparation time.

Keywords: application, abilities, chain stories, fable texts.

Abstrak

Keterampilan berbicara tampaknya masih menjadi momok yang menakutkan bagi sebagian peserta didik.

Kebanyakan mereka belum terampil dan berani untuk berbicara di depan kelas. Cerita berantai menjadi salah

satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berbicara peserta didik.

Hasil akhirnya mengajarkan siswa agar dapat berani dan terampil ketika berbicara di depan. Penelitian

deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan penerapan sekaligus hasil akhir dari penerapan metode

cerita berantai pada pembelajaran teks fabel. Penelitian ini dilakukan di kelas VII E SMP Negeri 1 Weru pada

bulan Februari, dengan jumlah 29 siswa sebagai sampel data. Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati

siswa ketika berbicara di depan kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode cerita berantai

berjalan dengan sangat baik. Hasil akhir menunjukkan nilai 80.17. Penerapan metode pembelajaran ini

sangat mudah. Tidak membutuhkan waktu persiapan yang lama.

Kata-kata kunci: penerapan, kemampuan, cerita berantai, teks fabel.

PENDAHULUAN

Pembelajaran bahasa Indonesia di

madrasah atau di sekolah pada umumnya

tidak selalu berbicara tentang kesusastraan.

Pembelajaran bahasa Indonesia harus

mampu untuk menyeimbangkan materi

tersebut dengan keterampilan berbahasa

siswa seperti keterampilan menulis,

membaca, menyimak, dan berbicara sesuai

dengan standar kompetensi dari masing-

masing keterampilan berbahasa (Putra, Ida,

& Ida, 2017, hlm. 236). Kristiyanti (dalam

Rosita, 2018, hlm. 36) menambahkan bahwa

pembelajaran bahasa Indonesia juga

membelajarkan siswa tentang keterampilan

berbahasa yang meliputi berbicara,

membaca, menyimak, dan menulis dengan

benar dan baik sesuai dengan tujuan, fungsi,

dan situasinya. Keterampilan menulis dapat

dituangkan dalam kegiatan menulis cerpen,

puisi, menulis pengalaman pribadi, menulis

surat, dan lain-lain. Kegiatan membaca

dapat dilakukan dalam satu materi

pembelajaran dengan memberikan bahan

Page 2: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 253—265

254

bacaan kepada siswa kemudian siswa dapat

diminta untuk memahami bacaan tersebut

dengan menjawab ataupun membuat

pertanyaan yang sesuai dengan isi bacaan.

Kegiatan keterampilan menyimak dalam

pembelajaran dapat dilakukan dengan

meminta siswa untuk menyimak suatu topik

pembicaraan, pidato, video ataupun yang

lainnya sedangkan pada kegiatan berbicara,

dapat tertuang dalam materi yang

melibatkan siswa dalam praktik berbicara

langsung seperti berperan seni drama,

berpidato, pembacaan puisi, dan lain-lain.

Di kelas VII, siswa diperkenalkan

pada metode pembelajaran cerita berantai.

Hal itu bertujuan untuk melatih keterampilan

berbicara siswa. Kegiatan itu tertuang pada

buku paket siswa yang dikeluarkan oleh

Kemendikbud pada materi teks cerita fantasi

maupun teks fabel. Kedua materi ini

merupakan pengembangan materi

pembelajaran dari kompetensi dasar (KD) 4

atau KD keterampilan. Siswa mampu untuk

menceritakan kembali isi teks fantasi

ataupun cerita fabel atau legenda setempat

yang dibacakan ataupun didengar. Adanya

cerita berantai pada materi ini salah satunya

melatih siswa untuk menceritakan kembali

cerita fabel secara lisan serta

mengembangkan keterampilan berbicara

siswa melalui bercerita tanpa menggunakan

teks di depan kelas. Tidak hanya individual,

adanya cerita berantai tersebut juga

bertujuan untuk melatih keterampilan

berbicara siswa secara berkelompok.

Keterampilan berbicara perlu dilatih

dan diasah sejak dini agar siswa mampu dan

dapat menguasai keterampilan berbahasa

pada aspek berbicara. Secara alamiah, setiap

orang memiliki keterampilan berbicaranya

masing-masing, namun tetap diperlukan

latihan dan pengarahan yang intensif agar

mereka mampu mengembangkan

keterampilan berbicaranya (Simarmata &

Sulastri, 2018, hlm. 50). Metode

pembelajaran cerita berantai ini dapat

digunakan sebagai salah satu alternatif untuk

mengembangkan keterampilan berbicara,

terutama peserta didik. Selain itu, metode ini

juga bertujuan untuk melatih kemampuan

menyimak siswa. Siswa yang konsentrasi

tinggi ketika membaca ataupun mendengar

cerita yang dibacakan tentu akan mudah

memahami jalan cerita sehingga mudah jika

diminta untuk praktik cerita berantai di

depan kelas.

Pada hakikatnya kegiatan berbicara

tidak semudah dengan apa yang

dibayangkan. Mungkin selama ini banyak

siswa yang mungkin di belakang terlihat

aktif berbicara, sering celometan di kelas,

tetapi ketika mereka disuruh ke depan untuk

berbicara terkadang mereka merasa grogi,

kurang percaya diri, takut salah dan diejek

teman kelas hingga akhirnya sering nge-

blank. Bahkan, tak sedikit dari siswa yang

mungkin sudah mempersiapkan kalimat-

kalimat yang akan disampaikan ketika akan

berbicara di depan kelas, tetapi akhirnya

harus hilang karena grogi. Menurut Latifaha

& Gigit (2020, hlm. 123) hal-hal tersebut

menjadi faktor terbesar kegagalan

keterampilan berbahasa peserta didik.

Penyebabnya dapat dilihat dari metode

pengajaran yang dilakukan guru kurang

tepat ataupun kurang sesuai dengan materi

yang disampaikan bahkan kurang

merangsang keinginan siswa untuk tertarik

belajar. Oleh sebab itu, metode

pembelajaran yang tepat sangat diperlukan

guna merangsang minat siswa agar tertarik

untuk mengikuti proses kegiatan

pembelajaran.

Sebagai seorang guru banyak yang

dapat dilakukan untuk melatih keterampilan

berbicara siswa. Bahkan ketika melihat

siswa yang mungkin kurang begitu fasih

dalam berbicara, guru berusaha semaksimal

mungkin untuk melatih keterampilan

berbahasa mereka agar mencapai tujuan

pembelajaran (Wijanarko, 2019, hlm. 30).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh

Antara, M. G. Rini, & I Ngh. Suadnyana

(2019) mengatakan bahwa model

pembelajaran Talking Stick berbantuan

rubrik surat kabar berpengaruh terhadap

Page 3: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Penerapan dan Kemampuan Teknik Cerita Berantai pada ….( Ferdian Achsani)

255

kemampuan berbicara siswa. Metode

Talking Stick pada prinsipnya sama dengan

metode cerita berantai. Hanya saja, pada

Talking Stick siswa yang berbicara adalah

yang memegang tongkat. Sementara pada

cerita berantai, setiap siswa mendapat giliran

untuk berbicara setelah ditunjuk oleh guru

ataupun teman kelompoknya baru mendapat

giliran untuk berbicara. Metode Talking

Stick pada prinsipnya adalah metode

pembelajaran yang mengajak siswa tidak

hanya belajar tetapi juga bermain. Guru

mempersiapkan tongkat pertanyaan dan

iringan musik. Ketika guru memberikan

tongkat tersebut kepada siswa, maka siswa

tersebut wajib untuk menjawab pertanyaan

dari guru. Sedangkan iringan musik

digunakan untuk membangkitkan suasana

agar lebih seru dan menarik minat siswa.

Dengan demikian pemanfaatan metode

pembelajaran Talking Stick dinilai efektif

untuk meningkatkan keterampilan berbicara

siswa.

Selain itu, Nupus dan Desak (2017,

hlm. 301) juga membuktikan bahwa

penerapan metode Show And Tell juga dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan

berbicara siswa. Show And Tell merupakan

metode pembelajaran yang menunjukkan

barang atau sesuatu pada peserta didik yang

selanjutnya peserta didik merespons dengan

mendeskripsikan barang yang ditunjukkan

oleh guru atau pendidik. Pembelajaran

dengan memanfaatkan barang dan

dideskripsikan di depan sangat berpengaruh

terhadap keterampilan berbicara siswa. Hal

ini dibuktikan dari hasil presentasi awal

kegiatan pembelajaran yang menunjukkan

nilai 78,86 meningkat menjadi 86,34.

Dengan demikian semakin memperjelas

bahwa model pembelajaran sangat

mempengaruhi kemampuan berbicara siswa,

bukan hanya melalui kegiatan menyimak

untuk memperoleh atau meresap kosakata.

Untuk itulah, adanya kegiatan cerita

berantai pada materi pembelajaran teks fabel

ini merupakan salah satu dari beberapa

metode pembelajaran yang berusaha untuk

melatih keterampilan berbahasa siswa,

khususnya dalam keterampilan berbicara.

Pada penelitian ini akan dideskripsikan

penerapan metode cerita berantai dan hasil

yang diperoleh siswa. Materi teks fabel

merupakan materi pembelajaran yang berada

di semester dua. Fabel merupakan cerita

fiksi yang mengisahkan dunia hewan yang

digarap seperti layaknya manusia dan mudah

untuk dipraktikkan di usia siswa yang masih

pada tahap perkembangan. Ceritanya seputar

kehidupan anak-anak yang dikemas dengan

konflik yang ringan, berisi ajaran moral

yang bertujuan untuk mendidik anak-anak.

Alurnya pun mudah untuk dipahami.

Kemampuan berbicara di sekolah

perlu mendapat perhatian khusus, karena

memiliki tujuan agar siswa mampu berbicara

dengan baik (Rahayu, Maryatin, &

Retnowaty, 2018, hlm. 21). Akan tetapi,

pada kenyataannya masih banyak siswa

yang belum fasih dalam berbicara khususnya

di depan kelas. Ketidakfasihan siswa ketika

berbicara di depan kelas tersebut mungkin

dapat disebabkan karena kurangnya

penguasaan kosakata. Siswa kurang banyak

melakukan kegiatan menyimak ataupun

kegiatan lain yang bertujuan untuk

memperbanyak kosakata. Dengan

menyimak diharapkan dapat menambah

kosakata siswa sehingga keterampilan

bebicara mereka dapat dikatakan baik (Segu,

2016, hlm.110). Selain menyimak kegiatan

lain yang dapat dilakukan adalah dengan

mengajak siswa berinteraksi dan

membiasakan siswa berbicara di depan kelas

untuk melatih kepercayaan diri. Semakin

sering guru melatih siswa untuk berbicara,

maka siswa akan semakin menguasai lafal,

struktur, dan kosakata yang bersangkutan

sehingga siswa mudah berbicara dalam

suatu bahasa secara baik (Mulyo,

Mohammad, & Ahmad, 2019, hlm. 117).

Berdasarkan uraian di atas, yang

menjadi pertanyaan penelitian ini adalah

bagaimana penerapan metode cerita

berantai pada pembelajaran teks cerita fabel

di SMP Negeri 1 Weru, Kabupaten

Page 4: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 253—265

256

Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah kelas 7E

dan berapakah hasil nilai yang diperoleh

pada setiap aspek penilaian serta nilai akhir

yang diperoleh oleh siswa dalam satu kelas?

Untuk itulah penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan penerapan metode cerita

berantai sekaligus kemampuan siswa dalam

bercerita secara berkelompok. Penelitian ini

jauh dari penelitian-penelitian yang sudah

ada. Beberapa penelitian yang pernah

dijumpai oleh penulis, misalnya pernah

dilakukan oleh Hatma (2017). Dalam

penelitian yang membahas tentang upaya

peningkatan kemampuan menceritakan

pengalaman pribadi siswa kelas IX.4

semester 1 SMP Negeri 30 Pekanbaru tahun

ajaran 2015/201. Hatma menjelaskan bahwa

penggunaan metode cerita berantai dapat

dilakukan sebagai salah satu metode

alternatif untuk meningkatkan kemampuan

siswa tersebut. Hal ini dapat dilihat dari hasil

penelitian yang dilakukan pada dua siklus.

Siklus yang pertama semula nilai rata-rata

berjumlah 71,2 (46%). Hal ini menjadi dasar

penerapan metode cerita berantai untuk

meningkatkan kemampuan menceritakan

pengalaman pribadi siswa kelas IX.4

semester 1 SMP Negeri 30 Pekanbaru tahun

ajaran 2015/2016. Pada siklus 1 tersebut

pembelajaran terkesan subjektif karena

siswa yang menulis cerita juga harus

membacanya di depan kelas. Kemudian pada

pembelajaran siklus 2 dengan penerapan

metode cerita berantai. Dengan dibgai

menjadi beberapa kelompok setiap siswa

diperbolehkan memilih cerita yang sudah

disediakan. Mereka diberi kesempatan untuk

memahamai inti dan alur cerita tersebut.

Setelah dilakukan metode cerita berantai

(siklus kedua) mengalami peningkatan 8%

menjadi 84,5 (54%).

Persamaan dengan penelitian

tersebut adalah menerapkan metode cerita

berantai untuk melatih keterampilan

berbahasa siswa. Perbedaan penelitian

terdapat pada kajian yang dilakukan Hatma,

yaitu peningkatan kemampuan berbicara

atau menceritakan pengalaman liburan

dengan melalui beberapa siklus dengan

mendeskripsikan hasil penerapan metode

cerita berantai pada teks fabel yang sudah

dibaca.

LANDASAN TEORI

Hakikat Berbicara

Berbicara merupakan kegiatan ujaran

yang dilakukan oleh setiap manusia melalui

alat ucap. Setiap hari, bahkan di segala

situasi, manusia pasti selalu berkomunikasi

dengan cara berbicara untuk berinteraksi

dengan lawan tutur. Berbicara termasuk

dalam salah satu dari keempat keterampilan

berbahasa yang bersifat produktif. Dikatakan

sebagai keterampilan bersifat produktif

sebab dalam berbicara, penutur

menghasilkan bunyi-bunyian, suara yang

dihasilkan melalui alat ucap dengan tujuan

untuk mengutarakan pendapat dan maksud

dalam berkomunikasi. Dalam berbicara,

penutur melakukan komunikasi untuk

mengutarakan pesan secara lisan kepada

lawan tutur.

Berbicara merupakan aktivitas yang

harus dipelajari, kemudian dikuasai (Antari,

Ni Wayan, & Made, 2019, hlm. 175). Setiap

manusia dibekali dengan kemampuan

berbicara. Berbicara merupakan suatu

aktivitas yang sering sekali dilakukan mulai

dari bangun tidur hingga kembali tidur.

Berbicara menjadi aktivitas penting untuk

mengutarakan pendapat, menyatakan

gagasan, menjalin komunikasi atau

bersosialisasi dengan orang lain. Hal ini

seperti yang disampaikan oleh Astiningtyas,

Naniek, & Tego (2019, hlm. 36) bahwa

keterampilan berbicara adalah keterampilan

mengungkapkan bunyi artikulasi atau

pengucapan kata-kata untuk

mengekspresikan, menyatakan,

menyampaikan pikiran, gagasan, dan

perasaan. Dengan demikian berbicara

merupakan salah satu keterampilan

berbahasa yang memanfaatkan alat ucap

sebagai sarana utama untuk berkomunikasi

dan bersosialisasi.

Page 5: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Penerapan dan Kemampuan Teknik Cerita Berantai pada ….( Ferdian Achsani)

257

Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa berbicara merupakan suatu kegiatan

untuk mengutarakan ide, gagasan ataupun

pendapat yang digunakan untuk

berkomunikasi dengan lawan tutur.

Pembelajaran dan penguasaan keterampilan

berbicara tidak dapat dilakukan secara

otodidak. Perlu dilakukan pembiasaan sejak

dini dalam melatih keterampilan berbicara.

Tahapan pertama untuk seseorang agar dapat

menguasai keterampilan berbicara salah

satunya yaitu melalui keterampilan

menyimak.

Keterampilan menyimak ini menjadi

awal bagi seseorang sebelum menguasai

keterampilan berbicara. Sesuai dengan

pendapat Agus & Bagus, (2019, hlm. 114)

bahwa keterampilan berbicara atau berujar

dimulai dari apa yang didengarkannya.

Keterampilan menyimak memiliki maksud

dan tujuan utnuk memperkaya kosata

seseorang. Semakin banyak kosakata yang

didapatkan melalui kegiatan menyimak,

maka penguasaan keterampilan berbicara

seseorang juga semakin baik.

Cerita Berantai

Cerita berantai merupakan salah satu

cara yang digunakan untuk melatih

keterampilan berbicara siswa. Pada

pembelajaran bahasa Indonesia, kegiatan

cerita berantai ditemui dalam pembelajaran

bahasa Indonesia kelas tujuh (7/VII) pada

pembelajaran teks fantasi dan fabel. Dalam

pelaksanaannya, cerita berantai dapat

dilakukan dengan berbicara di depan kelas

secara berkelompok. Metode cerita berantai

merupakan salah satu metode pembelajaran

yang dapat digunakan untuk meningkatkan

kemampuan berbicara siswa. Melalui

metode cerita berantai siswa tidak hanya

dirangsang kemampuan berpikirnya akan

tetapi juga membangkitkan kemampuan

berkomunikasi siswa (Lawotan, 2018, hlm.

42). Melalui metode cerita berantai ini

diharapkan muncul minat untuk berani

tampil dan berbicara di depan kelas.

Cerita berantai merupakan salah satu

metode pembelajaran yang juga bertujuan

untuk melatih konsentrasi, pemahaman,

kreativitas serta kecermatan siswa. Pada

dasarnya guru harus memberikan cerita atau

teks yang harus dipahami oleh setiap siswa.

Selanjutnya, setiap siswa harus mampu

untuk memahami cerita atau teks yang

didapatkannya. Setiap siswa diminta untuk

membaca dan memahami isi dari cerita atau

teks yang sudah dibagikan oleh guru,

kemudian menceritakan kembali isi cerita

tersebut secraa berkelompok di depan kelas.

Kegiatan cerita berantai ini bukan hanya

melatih keterampilan berbicara siswa tetapi

juga melatih keterampilan menyimak siswa.

Cerita berantai menjadi suatu

pembelajaran yang menyenangkan bagi

siswa sebab cerita berantai merupakan

metode pembelajaran yang menggabungkan

antara belajar dan bermain. Hal ini

diungkapkan juga oleh Sari (2017, hlm. 159)

bahwa metode ini sangat cocok dengan

siswa, terutama kelas VII SMP yang masih

suka bermain dengan permainan. Dengan

demikian, pembelajaran menceritakan

kembali teks fabel maupun teks fantasi

dengan metode cerita berantai sangat cocok

bagi mereka. Sebagaimana diketahui bahwa

teks fabel atau cerita hewan merupakan

cerita tentang hewan, yang mengisahkan

tentang dunia anak-anak. Teks fabel selalu

bertujuan memberikan nilai didik kepada

anak-anak. konflik yang ditampilkan dalam

teks fabel juga tidak luput dari kehidupan

anak-anak seperti persahabatan, menghargai

orang lain, dll. Untuk itulah penerapan

metode cerita berantai dikatakan sebagai

metode yang cocok digunakan dalam

pembelajaran teks fabel. Metode cerita

berantai dijadikan sebagai bahan agar siswa

mampu untuk mengembangkan

keterampilan berbicara melalui kegiatan

mendongeng di depan kelas.

Bukan hanya sekadar melatih

keterampilan berbicara, akan tetapi cerita

berantai juga dilakukan untuk melatih

keterampilan menyimak siswa. Pada

Page 6: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 253—265

258

hakikatnya kedua keterampilan berbahasa ini

merupakan keterampilan berbahasa yang

saling melengkapi. Tidak mungkin orang

bisa berbicara tanpa sebelumnya melakukan

kegiatan menyimak. Bahkan sebaliknya

orang berbicara tidak akan berguna jika

tidak ada yang menyimak atau

mendengarkan. Untuk itulah kedua

keterampilan berbahasa ini saling

melengkapi.

Adapun aspek penilaian pada

pembelajaran cerita berantai sesuai dengan

buku paket dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1

Aspek Penilaian

No Aspek Nilai

1 2 3 4

1 Kelancaran

Penceritaan

2 Ketepatan Isi

3 Intonasi dan

Lafal

4 Kekompakkan

5 Percaya Diri

Tabel 1 di atas merupakan aspek penilaian

yang terdapat pada penerapan metode cerita

berantai. Beberapa aspek yang dinilai dalam

penerapan metode cerita berantai ini

meliputi kelancaran penceritaan, ketepatan

isi, intonasi dan lafal, kekompakan dan

percaya diri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian deskriptif kualitatif.

Deskriptif kualitatif merupakan salah satu

penelitian yang mencoba untuk menjabarkan,

menguraikan ataupun mendeskripsikan

fenomena yang diamati dalam bentuk kata-

kata. Dalam penelitian ini, peneliti

menguraikan fenomena yang diamati yaitu

penerapan metode cerita berantai pada

materi menceritakan kembali cerita fabel

dan mendeskripsikan hasil nilai kemampuan

praktik berbicara dengan bantuan metode

cerita berantai siswa kelas VII E SMP

Negeri 1 Weru dengan sampel data siswa

sebanyak 29. Hasil nilai yang dideskripsikan

merupakan nilai rata-rata pada setiap aspek

penilian sekaligus nilai akhir yang diperoleh.

Beberapa teks fabel yang dijadikan

praktik berbicara siswa diambil dari majalah

bobo. pengumpulan data dilakukan langsung

dengan mengamati atau menyimak ketika

siswa berbicara. Selanjutnya, peneliti

memberikan nilai terhadap kemampuan

berbicara masing-masing siswa sesuai

dengan kelompok nya masing-masing.

Perhitungan nilai mengacu pada buku paket

yang disediakan oleh pemerintah.

Perhitungan nilai dapat dilihat sebagai

berikut:

Rumus di atas merupakan rumus

untuk menghitung skor akhir yang diperoleh

siswa dari hasil penjumlahan masing-masing

aspek. Skor yang diperoleh merupakan

keseluruhan nilai yang diperoleh oleh satu

kelas pada setiap aspek. Skor yang diperoleh

berisi nilai yang didapatkan siswa kemudian

nilai tersebut dibagi dengan skor maksimal

berjumlah 116 yang diperoleh dari 4 (skor

tertinggi) dikalikan dengan jumlah siswa

sehingga dikatakan bahwa skor maksimal

diperoleh dari 4 x 29 = 116. Hasil bagi

kemudian dikalikan 100 untuk

menyimpulkan nilai akhir siswa. Sebagai

contoh seperti di bawah ini.

Nilai 90 diibaratkan skor yang

diperoleh seluruh siswa pada aspek A. Skor

tersebut kemudian dibagi 116 yang

merupakan skor maksimal. Hasil bagi

selanjutnya dikalikan 100 untuk

memudahkan dalam penyimpulan rata-rata

nilai akhir siswa.

Setelah ditemukan nilai akhir siswa,

peneliti menghitung nilai akhir kelas dengan

rumus total nilai dibagi jumlah siswa satu

kelas. Hasil nilai akhir yang diperoleh

Page 7: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Penerapan dan Kemampuan Teknik Cerita Berantai pada ….( Ferdian Achsani)

259

kemudian disesuaikan dengan tabel rentang

penilaian untuk dapat melihat predikat nilai

yang diperoleh siswa sudah sampai sejauh

mana. Rentang predikat nilai dilihat dari

KKM yang digunakan oleh sekolah yaitu 65.

Tujuan diberikan rentang predikat nilai ini

untuk melihat hasil ketercapain siswa pada

proses pembelajaran. Rentang penilaian ini

didapat dari 100-65 (nilai KKM) dibagi 3.

Adapun rentang predikat nilai dapat dilihat

sebagai berikut. Tabel 2

Rentang Predikat Nilai

Nilai Predikat Keterangan

89 -100 A Sangat Baik

77 – 88 B Baik

65 – 76 C Cukup

< 65 D Kurang

Penerapan Model Pembelajaran Cerita

Berantai

Telah disingung sebelumnya bahwa

cerita berantai adalah salah satu metode

pembelajaran yang dapat digunakan

referensi bagi guru untuk mengembangkan

keterampilan berbicara siswa. Tidak hanya

keterampilan berbicara, akan tetapi

penerapan metode pembelajaran ini juga

mengembangkan keterampilan menyimak

dan membaca. Penerapan metode

pembelajaran ini tidak terlalu rumit untuk

diterapkan dalam pembelajaran. Pada

prinsipnya siswa guru membentuk kelas

dalam kelompok-kelompok kecil. Setiap

kelompok diberikan sebuah bacaan teks

fabel kemudian mereka diajak untuk

bersama-sama membaca cerita fabel tersebut.

Langkah terakhir, bersama rekan

kelompoknya, siswa diminta untuk

menyimpulkan isi cerita tersebut dan

membuat ringkasan cerita yang sudah dibaca.

Setelah menyimpulkan, setiap kelompok

diminta untuk maju ke depan dan

menceritakan kembali isi certita yang dibaca

secara berantai. Adapun lebih jelasnya

kegiatan pembelajaran dapat dilihat sebagai

berikut. Tabel 3

Kegiatan Inti Pembelajaran

Kegiatan Praktik

Mengamati Peserta didik membaca

teks fabel yang sudah

didapatkan bersama

rekan kelompoknya.

Menanya Peserta didik membuat

pertanyaan berkaitan

dengan apa, siapa,

kapan, di mana,

bagaimana, mengapa

sesuai dengan teks fabel

masing-masing

kelompok, untuk

memudahkan ketika

mereka bercerita

berantai. Mencoba Peserta didik

menjawab pertanyaan

yang sudah dibuatnya.

Mengasosiasi Peserta didik

mengasosiasikan isi

teks fabel dengan

bahasanya sendiri atau

sesuai pemahamannya

sendiri-sendiri

Mengomunikasik

an

Peserta didik

melakukan cerita

berantai di depan kelas

secara singkat jelas dan

padat sesuai dengan isi

dari teks fabel yang

sudah dibacanya.

Tabel 3 di atas merupakan kegiatan

pembelajaran yang disesuaikan dengan

kegiatan 5M (mengamati, menanya,

mencoba, mengasosiasi, dan mengomunikasi)

kurikulum 13 yang diterapkan pada

pembelajaran cerita berantai materi teks

fabel. Langkah awal pada pembelajaran ini,

tentunya guru melakukan refleksi dengan

me-review beberapa materi yang sudah

disampaikan pada pembelajaran sebelumnya.

Setelah melakukan review, guru

menjelaskan tujuan pembelajaran dan

langkah-langkah pembelajaran cerita

berantai kepada siswa. Setelah siswa

memahami tujuan pembelajaran, guru

membagi siswa dalam beberapa kelompok.

Page 8: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 253—265

260

Langkah selanjutnya yaitu kegiatan

pembelajaran yang meliputi kegiatan 5M

atau kegiatan inti pembelajaran. Guru

membagikan cerita fabel pada setiap

kelompok. Masing-masing kelompok diberi

judul cerita yang berbeda-beda dengan

tujuan agar pembelajarn lebih variatif.

Setelah membagikan teks fabel pada

masing-masing kelompok, siswa selanjutnya

membaca dan mengamati cerita fabel yang

didapatkannya. Siswa kemudian diminta

untuk membuat pertanyaan berkaitan dengan

isi yang ada pada setiap teks fabel tersebut.

Selain membuat pertanyaan siswa juga

diminta untuk menjawab pertanyaan yang

sudah dibuatnya untuk memudahkan siswa

dalam menyimpulkan isi dan bercerita

berantai di depan kelas. Pertanyaan dan

jawaban yang telah dibuat siswa selanjutnya

dijadikan sebagai rangkuman bagi siswa

dalam bercerita berantai. Ketika bercerita di

depan kelas, guru juga memberikan

pertanyaan kepada siswa, seputar teks fabel

yang dipresentasikan atau disampaikan

untuk mengetahui seberapa besar

pemahaman siswa terhadap teks fabel yang

dibahas.

Kegiatan penutup pada setiap

pertemuan dilakukan dengan guru

mengulang pertanyaan yang diberikan oleh

guru kepada siswa. Guru mengulas kembali

teks fabel yang sudah diceritakan oleh siswa

dengan tujuan untuk menguji pemahaman

siswa terkait pembelajaran yang dilakukan

pada setiap pertemuan. Guru juga

menjelaskan materi pembelajaran yang akan

disampaikan pada pertemuan selanjutnya

agar siswa mempersiapkan diri untuk

pembelajaran selanjutnya.

PEMBAHASAN

Kelancaran Penceritaan

Dalam praktik berbicara di depan

kelas, kelancaran berbicara mendapatkan

penilaian yang paling utama. Hal ini

dikarenakan setiap siswa harus lancar dalam

membawakan cerita yang akan disampaikan

kepada siswa lain atau dipresentasikan di

depan kelas. Kelancaran penceritaan

berdampak pada cerita yang disampaikan

dapat dipahami oleh siswa-siswi yang lain.

Sebaliknya, pembawaan cerita yang kurang

lancar atau bahkan tidak lancar akan

berpengaruh pada siswa-siswi sulit untuk

memahami cerita yang dibawakan di depan

kelas. Terkadang, beberapa siswa sering

mengalami grogi ketika berbicara di depan

kelas atau di hadapan teman-temannya

dalam situasi formal. Akibatnya, ketika

siswa sedang bercerita, sering ditemui

senyapan atau keseleo lidah ataupun

kekeliruan dalam melafalkan huruf.

Beberapa kecelakaan kecil tersebut seakan

menjadi momok bagi para siswa ketika

berbicara di depan kelas tanpa menggunakan

teks.

Perhitungan di atas merupakan hasil

penilaian pada aspek kelancaran penceritaan.

Angka 98 didapatkan dari total poin

keseluruhan yang diperoleh oleh satu kelas

dan kemudian dibagi dengan angka 116

yang merupakan skor maksimum yang harus

diperoleh pada setiap poin. Hasil bagi

selanjutnya dikalikan dengan 100 dan

menunjukkan nilai akhir 84.48. Hasil di atas

menunjukkan bahwa pada aspek kelancaran

penceritaan dapat dikatakan baik atau

mendekati angka sempurna. Hal ini dapat

dilihat dari hasil penilaian yang

menunjukkan angka 84.48 dan menunjukkan

predikat baik (B). Dari hasil penilaian

tersebut dapat dikatakan bahwa dalam

bercerita tentang teks fabel siswa telah

mampu menceritakannya dengan lancar.

Siswa telah memahami isi cerita yang

dibacanya. Meskipun demikian masih

ditemukan beberapa siswa yang masih

kurang lancar dalam bercerita di depan

dikarenakan faktor grogi. Penyebabnya,

beberapa siswa kurang tampil percaya diri di

depan kelas dan merasa nerveous.

Ketepatan Isi dengan Cerita yang Dibaca

Page 9: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Penerapan dan Kemampuan Teknik Cerita Berantai pada ….( Ferdian Achsani)

261

Dalam bercerita secara berantai,

siswa-siswi perlu memperhatikan ketepatan

isi cerita yang akan diceritakan di depan

kelas dengan teks fabel yang sudah dibaca

dan dipahaminya. Ketepatan isi cerita ini

harus mengacu pada kesesuaian setiap alur

cerita yang sudah didapatkan dan sudah

dipelajari bersama rekan kelompoknya.

Setiap kelompok diberikan kesempatan

untuk membaca cerita fabel yang sudah

didapatkannya. Selain itu mereka juga

diminta untuk berdiskusi menentukkan alur

cerita fabel yang sudah dibaca. Dengan

demikian cerita yang dibacakan di depan

kelas akan sesuai dan tepat dengan cerita

pada teks fabel. Setiap siswa harus mampu

menceritakan isi teks fabel. Setiap siswa

boleh meringkas cerita yang telah dibacanya

langsung kepada isi cerita atau konflik yang

ditampilkan. Dalam penilaian pada aspek ini,

pemilihan diksi atau bahasa penceritaan

yang dibawakan oleh siswa-siswi tidak harus

sama persis dengan bahasa yang digunakan

pada teks cerita fabel yang sudah dibaca atau

didapatkannya. Artinya, siswa boleh

melakukan improvisasi gaya bercerita atau

bahkan bercerita dengan bahasanya sendiri

tanpa harus terpaku pada bahasa asli teks

cerita fabel. Siswa yang berani untuk

bercerita dengan bahasanya sendiri lebih

mendapatkan apresiasi nilai tinggi dari pada

siswa yang penceritaannya sama persis

dengan yang terdapat dalam teks fabel.

Perhitungan di atas menunjukkan

hasil penilaian nilai akhir pada aspek

ketepatan isi dengan cerita yang dibaca. Dari

hasil perhitungan nilai di atas dapat

dikatakan sangat baik. Artinya, bahwa dalam

bercerita di depan kelas terjadi ketepatan isi

cerita yang disampaikan dengan cerita yang

telah dibaca oleh setiap siswa. Hal ini

menandakan bahwa siswa sangat memahami

maksud ataupun alur dari setiap cerita fabel

yang didapatkannya. Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa adanya ketepatan isi cerita

yang disampaikan di depan kelas dengan

teks yang dibaca sehingga memperoleh

perhitungan nilai sempurna, yaitu 100. Hasil

ini diperoleh dari jumlah nilai keseluruhan

pada aspek ini yaitu 116 poin kemudian

dibagi 116 sesuai nilai maksimal yang harus

diperoleh setiap aspek. Hasil bagi

selanjutnya dikalikan dengan 100 dan

menunjukkan nilai akhir 100 serta

menunjukkan predikat sangat baik (A).

Cerita fabel yang dibawakan oleh setiap

kelompok sudah sesuai dengan cerita asli

yang dibagikan oleh guru. Dalam hal ini,

guru juga sudah memahami rangkaian

seluruh cerita yang dibagikan kepada

masing-masing kelompok. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa siswa mampu

memahami isi cerita ataupun teks yang

dibacanya dengan tepat dan cermat. Hal ini

sudah tidak diragukan lagi sebab dalam

memahami isi cerita, tentu setiap siswa

mampu menyimpulkan dengan tepat

sehingga mendapat nilai sempurna.

Intonasi dan Kejelasan Lafal

Intonasi dan kejelasan lafal bukan

hanya terdapat pada penilaian praktik

berbicara seperti membaca puisi, berpidato,

ataupun praktik berbicara yang lainnya.

Akan tetapi dalam praktik berbicara cerita

berantai materi teks fabel ini juga perlu

untuk memperhatikan penilaian intonasi dan

kejelasan lafal. Kejelasan lafal dan intonasi

akan berdampak pada pemahaman siswa-

siswi yang lain (pendengar) dalam

memahami cerita yang disampaikan oleh

pembicara atau yang bercerita. Penilaian

intonasi mencangkup tinggi rendahnya nada,

penggunaan tanda baca titik maupun koma

yang terkadang dilalaikan oleh siswa-siswi.

Pada aspek lafal, siswa-siswi perlu

mengucapkan pola huruf vokal maupun

konsonan dengan jelas.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai

di atas menunjukkan bahwa penilaian pada

Page 10: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 253—265

262

aspek lafal dan intonasi belum menunjukkan

hasil yang signifikan. Hal ini dapat dilihat

dari hasil perhitungan yang menunjukkan

nilai 82.75, jauh dari harapan. Hasil ini

diperoleh dari jumlah nilai keseluruhan pada

aspek ini yaitu 96 poin kemudian dibagi 116

sesuai nilai maksimal yang harus diperoleh

setiap aspek. Hasil bagi selanjutnya

dikalikan dengan 100 dan menunjukkan nilai

akhir 82.75 serta menunjukkan predikat baik

(B). Seharusnya pada aspek ini, peserta didik

mendapatkan nilai yang sangat baik.

Penyebabnya, beberapa siswa masih terlihat

malu-malu ataupun kurang yakin dalam

bercerita meskipun sebenarnya mereka

mampu. Siswa masih ragu-ragu dalam

bercerita ataupun beberapa siswa dalam

berbicara memang kurang keras sehingga

lafal dan intonasi terdengar kurang jelas.

Dengan demikian beberapa kesalahan kecil

yang dilakukan oleh siswa tersebut

berdampak pada penilaian pada aspek ini

yang dinilai masih jauh dari angka yang

diharapkan.

Kekompakan

Pada hakikatnya manusia adalah

makhluk sosial yang saling membutuhkan

satu dengan yang lainnya. Dengan demikian

kegiatan kelompok ini tidak lain juga

bertujuan untuk meningkatkan pemahaman

pada diri siswa sebagai makhluk sosial yang

harus saling bekerja sama. Siswa dituntut

untuk mampu bekerja sama ketika bercerita

dengan rekan kelompoknya. Dalam

penilaian cerita berantai ini, kegiatan

kelompok mengajarkan siswa-siswi untuk

melatih kekompakan. Hal ini berarti

penilaian tidak terpaku pada masing-masing

individu, akan tetapi harus dinilai secara

kelompok. Siswa diajak untuk bekerja sama

dalam menyelesaikan masalah.

Permasalahan yang dihadapi dalam cerita

berantai ini adalah bagaimana siswa mampu

untuk membagi tugas setiap bagian yang

akan diceritakan oleh masing-masing

anggota kelompok. Selain itu, siswa-siswi

juga diajak untuk saling membantu dan

menolong ketika anggota kelompok maju di

depan kelas dan tiba-tiba grogi sehingga

lupa terhadap alur cerita yang akan

disampaikannya. Dalam hal ini maka

anggota kelompok yang lain dilatih untuk

saling menolong melengkapi kekurangan

cerita tersebut. Hal terpenting di sini adalah

siswa-siswi juga diajak untuk memahami

keberagaman karakteristik rekan-rekan

anggota kelompoknya yang mungkin

terkadang di antara mereka ada yang kurang

berani atau percaya diri, kurang tanggap atau

cepat dalam berpikir, bahkan terkadang ada

dari rekan kelompoknya yang sering

bermalas-malas.

Pada hakikatnya penilaian cerita

berantai adalah melatih kekompakan

antarsiswa. Dari hasil perhitungan nilai di

atas menunjukkan bahwa telah terbangun

kekompakan antarsiswa yang dibuktikan

dengan nilai akhir yang menunjukkan nilai

100 yang dapat dikatakan sebagai kategori

sangat baik. Hasil tersebut diperoleh dari

jumlah nilai keseluruhan pada aspek ini

yaitu 100 poin kemudian dibagi 116 sesuai

nilai maksimal yang harus diperoleh setiap

aspek. Hasil bagi selanjutnya dikalikan

dengan 100 dan menunjukkan nilai akhir

100 serta menunjukkan predikat sangat baik

(A). Penilaian ini dapat dilihat dari diri

antarsiswa yang telah terbentuk sikap peduli

dengan saling tolong menolong dan saling

menguatkan ketika anggota rekan kelompok

ada yang lupa atau ngeblang ketika bercerita

di depan kelas dikarenakan grogi. Dengan

demikian pembelajaran dengan cerita

berantai untuk meningkatkan kelompok

siswa berjalan berhasil.

Kepercayaan Diri

Bercerita atau berbicara di depan

kelas jelas sangat melatih kepercayaan dari

masing-masing siswa. Terkadang siswa-

siswi sering malu ketika diminta untuk ke

depan kelas oleh guru meskipun hanya

Page 11: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Penerapan dan Kemampuan Teknik Cerita Berantai pada ….( Ferdian Achsani)

263

sekadar bercerita. Fenomena ini sangat

berbanding terbalik ketika siswa berbicara di

belakang yang terkadang sering mengobrol

dengan teman sebangku, celometan, dsb.

Mereka dengan lantang dan berani saling

berkomunikasi berbicara dan bercerita,

tetapi ketika diminta untuk maju ke depan

kelas mempraktikkan kegiatan berbicara,

rata-rata dari mereka tidak berani dengan

alasan kurang percaya diri. Dengan adanya

cerita berantai ini maka juga dapat

digunakan untuk melatih kepercayaan diri

siswa-siswi agar lebih berani ketika

berbicara di depan atau di depan orang lain.

Adanya penilaian pada aspek kepercayaan

diri ini diharapkan dapat melatih siswa untuk

mampu melakukan segala suatu tindakan

tanpa ragu-ragu sehingga mereka berani

mengambil keputusan secara cepat dan bisa

dipertanggungjawabkan serta tidak memiliki

rasa mudah putus asa. Selain itu, adanya

penilaian pada aspek kepercayaan diri ini

juga diharapkan bahwa siswa dapat

menunjukkan kemampuan yang dimiliki di

depan orang banyak serta dapat meng-

eksplore atau mencoba hal-hal yang baru

yang sebenarnya bisa dilakukannya.

Hasil hitung di atas merupakan nilai

rerata pada aspek percaya diri. Penilaian di

atas menunjukkan bahwa sikap kepercayaan

diri siswa belum terbentuk secara maksimal.

Hal ini dapat dilihat dari masing-masing

siswa yang masih malu-malu

mengungkapkan gagasannya dalam bentuk

bercerita mengenai teks fabel yang sudah

dibacanya. Hasil perhitungan nilai tersebut

menunjukkan angka 70.68, yang

menunjukkan kategori cukup (C). Hasil ini

diperoleh dari jumlah nilai keseluruhan pada

aspek ini, yaitu 82 poin kemudian dibagi 116

sesuai nilai maksimal yang harus diperoleh

setiap aspek. Hasil bagi selanjutnya

dikalikan dengan 100 dan menunjukkan nilai

akhir 70.68. Meskipun demikian, hal ini

masih menjadi pekerjaan rumah bagi setiap

guru untuk membentuk rasa kepercayaan

diri setiap siswa.

Nilai Rerata Penerapan Cerita Berantai

Dari uraian yang telah dijabarkan

tersebut di atas dapat diambil pengertian

bahwa penerapan metode cerita berantai

berjalan dengan lancar dan hasil yang

diperoleh dari masing-masing aspek

penilaian dikatakan sempurna. Langkah

terakhir yang dilakukan oleh peneliti yaitu

melakukan perhitungan terhadap nilai akhir

yang bertujuan untuk melihat keberhasilan

penggunaan metode pembelajaran cerita

berantai pada pembelajaran teks fabel.

Adanya nilai akhir ini diharapkan dapat

menjadi tolok ukur keberhasilan penerapan

metode pembelajaran cerita berantai. Secara

keseluruhan perhitungan nilai tersebut dapat

dilihat sebagai berikut.

Dari perhitungan tersebut

menunjukkan hasil akhir bahwa penggunaan

metode pembelajaran cerita berantai dapat

dikatakan berhasil. Siswa tidak hanya

mampu menguasai keterampilan berbahasa

dalam menceritakan cerita fabel, tetapi juga

mampu menguasai seluruh aspek yang

dinilai dalam metode cerita berantai yang

meliputi kekompakan, percaya diri, dsb. Hal

ini dapat dilihat dari penilaian di atas yang

menunjukkan nilai 80.17, kategori baik (B),

sehingga nilai tersebut dapat dijadikan

sebagai tolok ukur bahwa penerapan metode

cerita berantai pada pembelajarn teks fabel

dapat dikatakan berhasil. Hasil ini diperoleh

dari jumlah nilai yang didapatkan siswa

secara keseluruhan yaitu 2325. Skor tersebut

kemudian dibagi 2900 poin sesuai nilai

maksimal yang harus diperoleh pada

penilaian seluruh aspek. Hasil bagi

selanjutnya dikalikan dengan 100 dan

menunjukkan nilai akhir 80.17.

PENUTUP

Pembelajaran dengan memanfaatkan

metode cerita berantai menjadi salah satu

Page 12: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Totobuang Vol.8, No.2, Desember 2020: 253—265

264

metode pembelajaran yang menyenangkan.

Pembelajaran tidak hanya terpaku pada

subjektif masing-masing peserta didik, tetapi

pembelajaran melibatkan agar mereka saling

bekerja sama. Hasil dari penerapan metode

ini menunjukkan adanya ketercapaian nilai

yang didapat pada masing-masing aspek.

Hal ini dilihat dari nilai pada masing-masing

aspek penilaian yang sudah menunjukkan

nilai rata-rata di atas KKM. Selain

menghitung nilai akhir dalam penelitian ini

juga dipaparkan menghitung nilai dari setiap

aspek penilaian. Tujuannya untuk melihat

nilai tertinggi dan terendah pada aspek

penilaian dan selanjutnya dapat digunakan

sebagai bahan evaluasi bagi guru untuk

meningkatkan kemampuan siswa. Dari

beberapa aspek perhitungan nilai tersebut

menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada

aspek kekompakan dan nilai terendah pada

aspek percaya diri. Sebagian siswa belum

menunjukkan sikap kepercayaan diri

sehingga teman yang lain saling membantu

dan memunculkan penilaian tertinggi pada

aspek kekompakan.

Dari hasil perhitungan nilai yang

telah dilakukan dapat dikatakan bahwa

penerapan metode pembelajaran cerita

berantai pada pembelajaran menceritakan

kembali teks fabel dalam kategori baik. Hal

ini mengacu pada nilai akhir yang

menunjukkan hasil 80.17. Perhitungan nilai

tersebut dihasilkan dari penjumlahan seluruh

nilai yang didapatkan oleh siswa dan dibagi

sesuai dengan jumlah nilai maksimum siswa

satu kelas.

DAFTAR PUSTAKA Agus, H., & Bagus, W. (2019). Pelatihan

Keterampilan Berbicara Untuk

Meningkatkan Kemampuan Berbicara

Didepan Umum Pada Himpunan

Mahasiswa Progam Studi Pendidikan

Bahasa Indonesia Universitas Nahdlatul

Ulama Blitar Tahun 2019. BRILIANT:

Jurnal Riset Dan Konseptual, 4(1),

114–117.

Antara, I. N. P., M. G. Rini, K., & I Ngh.

Suadnyana. (2019). Pengaruh Model

Pembelajaran Talking Stick Berbantuan

Rubrik Surat Kabar Terhadap

Keterampilan Berbicara. International

Journal of Elementary Education, 3(4),

423–430.

Antari, N. M. W., Ni Wayan, A., & Made, S.

(2019). Pengaruh Model Pembelajaran

Word Square Berbantuan Media

Gambar Terhadap Keterampilan

Berbicara. Jurnal Penelitian Dan

Pengembangan Pendidikan, 3(3), 174–

182.

Astiningtyas, A., Naniek, S. W., & Tego, P.

(2019). Upaya Peningkatan

Keterampilan Berbicara Melalui PS-

MTTW dalam Pembelajaran Tematik

Terpadu Kelas IV SD. Jurnal Basicedu,

3(1), 33–42.

Hatma, S. (2017). Peningkatan Kemampuan

Siswa dalamMenceritakan Pengalaman

Pribadi melaluiMetode Cerita Berantai

pada Kelas IX.4 Semester 1 SMP

Negeri 30 Pekanbaru Tahun Pelajaran

2015/2016. Lectura: Jurnal Pendidikan,

8(2), 101–107.

Latifaha, S., & Gigit, M. (2020). & Gigit

MujiaInterelasi Keterampilan Berbicara

Terhadap Kemampuan Komunikasi

Peserta Didik di SMP Muhammadiyah

06 Dau Malang (Interelation of

Speaking Skills Towards

Communication Ability of Students in

SMP Muhammadiyah 06 Dau Malang).

TOTOBUANG, 8(1), 115–128.

Lawotan, Y. E. (2018). Penerapan Teknik

Cerita Berantai untuk Meningkatka

Keterampilan Berbicara pada Siswa

Kelas IV SD Inpres Nangameting. At-

Tadbir STAI Darul Kamal NW

Kembang Kerang, II(2), 39–51.

Mulyo, S., Mohammad, I., & Ahmad, R.

(2019). Pembelajaran Keterampilan

Berbicara dengan Metode Field Trip

Pada Peserta Didik Kelas IX SMP

Samarinda. Diglosia, 2(2), Halaman

115—126.

Nupus, M. H., & Desak, P. P. (2017).

Page 13: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …

Penerapan dan Kemampuan Teknik Cerita Berantai pada ….( Ferdian Achsani)

265

Peningkatan Keterampilan Berbicara

Melalui Penerapan Metode Show and

Tell Siswa SD Negeri 3 Banjar Jawa.

Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar. Vol.1,

1(4), 198–203.

Putra, I. N. T., Ida, B. S., & Ida, A. M. D.

(2017). Pemanfaatan Teknik Kata

Kunci untuk Meningkatkan

Kemampuan Menulis Teks Eksposisi

Siswa Kelas X MIPA 5 SMA N 1

Payangan. E-Journal Jurusan

Pendidikan Bahasa Dan Sastra

Indonesia, 2(1).

Rahayu, D., Maryatin, & Retnowaty. (2018).

Kemampuan Berbicara Siswa MTs

Hidayatul Mustaqim Balikpapan

Melalui Kegiatan Menjadi Pembawa

Acara. BASA TAKA, 1(1), 22–29.

Rosita, F. Y. (2018). Pengembangan Model

Pembelajaran Timnas Untuk Menulis

Puisi Siswa SMP Kelas VIII.

KEMBARA: (Jurnal Keilmuan Bahasa,

Sastra, Dan Pengajarannya, 4(1), 35–

47.

Sari, N. R. (2017). Peningkatan

Keterampilan Berbicara Melalui Teknik

Cerita Berantai Siswa Kelas IV. Jurnal

Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi,

2(6), 157–165.

Segu. (2016). Meningkatkan Keterampilan

Bercerita dengan Metode Kamishibai.

AT-TURATS, 10(2), 103–117.

Simarmata, M. Y., & Sulastri, S. (2018).

Pengaruh Keterampilan Berbicara

Menggunakan Metode Debat dalam

Mata Kuliah Berbicara Dialektik pada

Mahasiswa IKIP PGRI Pontianak.

Jurnal Pendidikan Bahasa, 7(1), 49–62.

Wijanarko, A. G. (2019). Strategi Tua Tuo

Untuk Meningkatkan Ketrampilan

Berbicara (Tembang Macapat) Andrian

Gandi Wijanarko. IQRO: Journal of

Islamic Education, 4(1), 28–41.

Page 14: PENERAPAN DAN KEMAMPUAN TEKNIK CERITA BERANTAI …