penerapan challenge based learning (cbl) dengan...
TRANSCRIPT
i
PENERAPAN CHALLENGE BASED LEARNING (CBL) DENGAN
PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNISI TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PERSEGI
KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA
JURNAL
Disusun Oleh
MARIA GERRIN WINDRIANTI
202009076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2013
ii
iii
1
PENERAPAN CHALLENGE BASED LEARNING (CBL)
DENGAN PENDEKATAN KETERAMPILAN METAKOGNISI
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA
MATERI PERSEGI KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA
Maria Gerrin Windrianti, Pembimbing 1: Prof. Dr. Sutriyono, M.Sc, Ph.D,
Pembimbing 2: Tri Nova Hasti Yunianta, S.Pd, M.Pd
Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Jalan Diponegoro 52-60 Salatiga Jawa Tengah
Indonesia
Abstract
This study aims to determine the application of the results Challenge Based Learning
(CBL) with metacognition skills approach to mathematics learning outcomes in the
classroom with square material at Christian 2 Junior High School Salatiga. This study is a
quasi-experimental study. The subjects in this study were grade 7th
A and 7th
C class of
Junior Christian 2 Salatiga. The total number of subject is 46 students, who are divided in
classes used application CBL with metacognition skills approach of 23 students and 23
students used conventional learning, with both classes have the same capabilities
(homogeneous). The instrument used in this study is a test which has pretest and posttest.
Results analyzed using mean difference test using the Mann-Whitney U. The test showed
a significance value of 0.001 < 0.05, so Ho is rejected. It means that there are differences
in mathematics achievement of students who use the application CBL with metacognition
skills approach with students who use conventional learning. Average mathematics
achievement 7th
A class that uses the application of the CBL with metacognition skills
approach at pretest score was 46.35 and 74.87, posttest score is with increasing N-gain of
0.51. While 7th
C class that uses conventional learning on the pretest score was 46,04 and
the posttest 52.83 values with an increase of 0.08. So it looks the result of applying the
CBL with metacogniton skills approach is better and have increased significantly.
Keywords: Challenge Based Learning, Metacognition Skills, Mathematics Learning
Outcomes
A. PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika merupakan proses belajar-mengajar yang di
dalamnya terdapat unsur mendidik siswa yang cukup kuat, karena dalam
proses belajar mengajar itu banyak hal-hal dalam matematika yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Suherman (2001) salah satu fungsi
2
matematika adalah sebagai pembentukan pola pikir dan pengembangan
penalaran untuk mengatasi berbagai permasalahan, baik masalah dalam mata
pelajaran ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penerapan
pembelajaran guru di kelas dapat dibuat secara bervariasi menggunakan
model-model pembelajaran yang ada. Berdasarkan hasil observasi awal,
materi pembelajaran matematika di kelas hanya disampaikan oleh guru
sebagai informasi saja dan bukan sebagai konsep yang harus dipelajari secara
lebih dalam, pembelajaran bersifat konvensional, sehingga pembelajaran lebih
bersifat teacher-centered, pembelajaran kurang melibatkan siswa secara aktif
dan guru menjadi satu-satunya sumber di pembelajaran itu, pembelajaran tidak
bervariasi karena guru hanya menggunakan pembelajaran konvensional
dengan memberikan ceramah saja tanpa melibatkan siswa melakukan
penemuan terhadap materi, hal ini dapat mengakibatkan hasil belajar
matematika kurang memuaskan..
Menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran diperlukan sebuah metode
yang memberikan siswa sebuah tantangan untuk diselesaikan yaitu melalui
bekerja. Pembelajaran sambil bekerja (learning by doing) salah satunya dapat
diterapkan dengan pembelajaran berbasis tantangan atau challenge based
learning (CBL). Pembelajaran berbasis tantangan merupakan sebuah
pendekatan pembelajaran di mana pembelajaran dimulai dari fenomena yang
ada disekitar kehidupan sehari-hari. Siswa ditantang untuk menyelesaikan
permasalahan atau proyek yang diberikan. Pembelajaran demikian dapat
membuat siswa untuk lebih memikirkan lebih dalam tentang apa yang
dipelajarinya. Ketika pembelajaran guru menghadirkan sebuah ide atau
gagasan besar yang akan menjadi topik selama pembelajaran berlangsung.
Melalui ide besar itu akan muncul pertanyaan-pertanyaan juga tantangan yang
harus diselesaikan siswa. Epstein (dalam Orme, 2010) mengatakan bahwa
tantangan yang tepat dapat termasuk tugas untuk memilih dengan penuh
kehati-hatian karena siswa belum mengetahui solusinya hingga mereka
melakukan proses pengerjaan tantangan yang sering menghasilkan
peningkatan mental memproses yang menghasilkan keterampilan berpikir
siswa.
3
Keterampilan metakognisi menurut Ormrod (2008) merupakan
kesadaran berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses
berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah
terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu.
Metakognisi dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan pengetahuan diri
atau kesadaran diri, yaitu kemampuan seseorang mengenali potensi yang
dimiliki, baik kelemahan maupun kelebihan serta bagaimana seseorang
menentukan langkah yang tepat dalam menyelesaikan pesoalan.
Proses pembelajaran matematika dapat dibuat dengan melatih
metakognisi siswa dalam hal ini dengan menggunakan metode pembelajaran
CBL. Keterampilan metakognisi dalam penyelesaian tantangan dapat dilihat
ketika siswa diminta untuk mengemukakan ide-ide matematika, atau
berdiskusi dalam kelompok. Ormrod (2008) menyatakan keterampilan
metakognisi yaitu siswa harus memahami masalah, merencanakan strategi
penyelesaian, membuat keputusan apa yang akan dilakukan, serta
melaksanakan keputusan tersebut. Siswa juga memonitoring dan mengecek
kembali apa yang telah dikerjakannya. Proses menyadari adanya kesalahan,
memonitor hasil pekerjaan serta mencari alternatif lain merupakan beberapa
aspek-aspek metakognisi yang perlu dalam penyelesaian challenge tersebut.
Metakognisi penting dalam proses penyelesaian challenge maupun
dalam proses pembelajaran matematika. Oleh karena itu sebagai salah satu
bagian dari proses pembelajaran, CBL dapat dikaitkan atau dilakukan dengan
pendekatan keterampilan metakognisi siswa. Jadi ketika siswa berdiskusi
memecahkan challenge yang diberikan dalam kelompok, siswa dapat
mengetahui kemampuan matematikanya. Sehingga dapat meningkatkan
makna dari materi yang dipelajarinya dan dapat dilihat bagaimana hasil belajar
siswa ketika CBL diterapkan.
Materi geometri tentang segiempat kelas VII SMP dirasa cocok untuk
menerapkan pembelajaran CBL dengan pendekatan metakognitif.
Pembelajaran oleh guru hanya tentang menghafal rumus mengenai konsep
segiempat, memberi contoh dan latihan soal tanpa mengkonstruksi
pengetahuan siswa tentang segiempat melalui lingkungan sekitar. Sehingga
4
siswa hanya menghafal tentang materi segiempat itu tanpa menggali lebih dan
juga siswa merasa kesulitan dalam penguasaan konsep segiempat dikarenakan
siswa tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri konsep keliling dan
luas segiempat. Kesulitan penguasaan konsep persegi dapat terlihat dari hasil
belajar siswa apakah hasil belajar matematika siswa baik atau mungkin masih
kurang baik.
Penelitian tentang penerapan CBL telah dilaksanakan oleh Annisa
Susanto (2011) tentang penerapan challenge based learning terhadap
penguasaan matematika dengan hasil penelitian bahwa penerapan
pembelajaran CBL dapat mempengaruhi hasil belajar siswa menjadi lebih
baik. Penjelasan mengenai kemampuan metakognitif dalam matematika juga
telah disampaikan oleh Risnanosanti (2008) dan Suhendra (2010) bahwa
dengan pendekatan keterampilan metakognisi kompetensi matematisnya lebih
baik, dan Asep Sapa’at (2006) bahwa hasil belajar matematika siswa dengan
pendekatan keterampilan metakognitif lebih baik.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga, oleh
karena itu berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian
mengenai “Penerapan Challenge Based Learning (CBL) dengan Pendekatan
Keterampilan Metakognisi Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi
Persegi Kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga”.
B. KAJIAN PUSTAKA
Hasil Belajar Matematika
Proses belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam
mencapai tujuan pengajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya
(Sudjana, 2008). Sejalan dengan Sudjana, Arifin (Tonga, 2011) menyatakan
hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu
setelah mengalami proses belajar mengajar, dimana untuk mengungkapkannya
menggunakan suatu alat penilaian yang disusun guru, seperti tes evaluasi. Hal
ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami dan
mengerti pelajaran yang dimaksud. Howard Kingsley (Sudjana, 2005) hasil
5
belajar dibagi menjadi tiga macam hasil belajar yaitu: keterampilan dan
kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, sikap dan cita-cita, yang masing-
masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ditetapkan dalam kurikulum
sekolah.
Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas maka dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada siswa setelah
menerima proses pembelajaran yang biasanya dapat dilihat melalui hasil
pengukuran berupa tes dan diukur dengan nilai dari hasil tes tersebut.
Slameto (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar yaitu intern dan ekstern. Faktor yang ada pada diri
siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (intern), yang meliputi faktor
biologis antara lain kesehatan, gizi, pendengaran, dan penglihatan; faktor
psikologis antara lain intelegensi, minat, dan motivasi serta perhatian ingatan
berpikir; faktor kelelahan antara lain kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus, serta mengantuk,
sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu akan
hilang. Faktor yang ada pada luar individu disebut dengan faktor ekstern, yaitu
meliputi; faktor keluarga yaitu lembaga pendidikan yang pertama dan
terutama yang merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi
bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar; faktor sekolah
yang meliputi metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa,
siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah; faktor masyarakat meliputi
bentuk kehidupan masyarakat sekitar sehingga dapat mempengaruhi hasil
belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa
akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar.
Challenge Based Learning (CBL)
Challenge based Learning atau Pembelajaran Berbasis Tantangan
merupakan model pembelajaran yang merupakan gabungan dari aspek
pembelajaran yang sudah ada sebelumnya yaitu Pembelajaran Berbasis
Masalah atau Problem based Learning, Pembelajaran Berbasis Proyek atau
Project based Learning, dan Pembelajaran Konstekstual atau Contextual
6
Teaching Learning. Pembelajaran ini difokuskan pada permasalahan yang ada
di sekitar kita (Johnson, 2009). Pembelajaran ini memfokuskan pada
penyelesaian challenge di bawah bimbingan guru. CBL merupakan
pembelajaran kolaboratif dimana guru dan siswa bekerja sama untuk belajar
tentang masalah yang akan diangkat menjadi sebuah challenge. Aktivitas
berbasis proyek dan berbasis masalah adalah fokus dari pertanyaan pemandu
atau permasalahan, dalam CBL pertanyaan atau permasalahan digantikan
dengan sebuah challenge.
Tantangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) mempunyai arti
hal atau objek yang menggugah tekad untuk meningkatkan kemampuan
mengatasi masalah atau rangsangan untuk bekerja lebih giat. Sehingga dalam
CBL ini siswa dirangsang untuk mampu mengatasi dan menyelesaikan
tantangan atau challenge yang diberikan oleh guru.
CBL dapat membantu siswa membangun kesadaran terhadap pemikiran
sendiri, perencanaan yang efektif, meningkatkan kesadaran dan penggunaan
terhadap akal, memperbaiki keterampilan dalam mengevaluasi efektivitas
tindakan, keterampilan untuk mengambil posisi disaat situasi membutuhkan
hal tersebut, kecakapan dalam menggunakan tugasnya ketika jawaban atau
solusi tidak semerta-merta jelas terlihat, meningkatkan keinginan untuk
mendobrak keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya, cara-
cara baru untuk meninjau situasi di luar batas dari standar konvensional.
Selain itu, CBL juga mampu melatih keterampilan berpikir dan belajar
(learning and thinking skills) yang di dalamnya terdapat critical thinking and
problem solving skills, communication skills, creativity and innovation skills,
collaboration skills, information and media literacy skills, contextual learning
skills serta keterampilan kecakapan hidup (life skills) yaitu leadership,
adaptability, personal productivity, personal responsibility, people skills, self
direction dan social responsibility (Johnson, 2009). Tugas guru dalam CBL
adalah memandu siswa, memandu apa yang sudah diketahui siswa dan
menghantarkan kepada sebuah tantangan yang harus diselesaikan Siswa dapat
membangun pertanyaan, menginvestigasi, dan mencari solusi yang tepat dari
topik yang dibangun bersama guru. Kerangka kerja CBL adalah; The Big Idea
7
(ide atau gagasan utama) merupakan sebuah konsep luas yang dapat dieksplor
dalam banyak cara yang menarik, ide ini yang akan menjadi fokus utama
pembelajaran hingga selesai, Essential Questions (pertanyaan penting,
pertanyaan-pertanyaan disusun untuk membantu dalam mengungkap
kebenaran-kebenaran yang, The Challenge (tantangan), suatu tantangan yang
dapat menggambarkan ide atau gagasan utama dengan siswa membuat
jawaban yang lebih spesifik atau menemukan solusi dalam tindakan yang
nyata, Guiding Questions (pertanyaan pemandu), pertanyaan ini mewakili
pengetahuan yang diperlukan oleh siswa untuk menemukan dengan benar
tantangannya, Guiding Activities (aktivitas pemandu), pelajaran, simulasi,
game, dan tipe aktivitas lainnya yang membantu siswa menjawab pertanyaan
pemandu dan membangun pondasi bagi mereka membangun solusi yang
inovatif, berwawasan dan realistik, Guiding Resources (sumber pemandu),
dapat difokuskan pada penggunan buku, internet, video, ahli (experts) yang
dapat mendukung aktivitas dan membantu siswa dalam membangun solusi,
Solutions (solusi), tiap solusi harus realistik, dapat dilakukan, dapat
diartikulasikan secara jelas. Solusi merupakan jawaban akhir dari challenge
yang telah dilakukan, Assesment (penilaian), solusi dinilai dari hubungannya
dengan tantangan, kesesuaian terhadap konten, kemurnian komunikasi, dapat
diaplikasikan, dan kemanjuran ide-ide dan hal umum lainnya, dan Publishing
(publikasi), banyak kesempatan untuk mendokumentasikan pengalaman yaitu
dengan cara mempresentasikan kepada rekan yang lain atau dapat
mempublikasikan hasil mereka secara online.
Keterampilan Metakognisi
Konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada
tahun 1976 (Schwartz & Perfect, 2002) yang didasarkan pada konsep
metamemori. Istilah metakognisi yang dalam bahasa Inggris dinyatakan
dengan metacognition berasal dari dua kata yang dirangkai yaitu meta dan
kognisi (cognition). Istilah meta berasal dari bahasa Yunani μετά yang dalam
bahasa Inggris diterjemahkan dengan after, beyond, with, adjacent.
Keterampilan metakognisi menurut Ormrod (2008) merupakan kesadaran
berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses
8
berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah
terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu.
Mengembangkan keterampilan metakognisi dalam matematika yaitu dengan
siswa memprediksi, merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi
pembelajaran yang diberikan.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dengan menggunakan jenis penelitian
eksperimen semu (Quasi Eksperimental Research). Subyek penelitian ini
siswa SMP Kristen 2 Salatiga yaitu siswa kelas VIIA sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIIC sebagai kelas kontrol yang masing-masing kelas
berjumlah 23 siswa, sehingga total subyek penelitian yang dipakai dalam
penelitian ini adalah 46 siswa. Penarikan sampel ini berdasarkan pada teknik
purposive sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
pretest dan posttest untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa Analisis
dilakukan dengan komputer melalui paket program Statistical Package for
Special Sciences 16 (SPSS). Sedangkan untuk menguji kelayakan instrumen
menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Kisi-kisi kerangka kerja instrumen
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Blue Print Butir Soal Instrumen
KD Indikator No. Soal Jumlah
Mengidentifikasi sifat-sifat
persegi panjang, persegi,
trapesium, jajargenjang, belah
ketupat dan layang-layang.
Mengidentifikasi sifat-
sifat persegi 2, 3, 4, 7, 8 5
Menghitung kelilling dan luas
bangun segitiga dan segiempat
serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah.
Mencari keliling persegi
dan permasalahannya 10, 11, 12,
13, 14, 15,
16, 17, 18,
19, 20
11
Mencari luas persegi dan
permasalahannya.
Total 16
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil belajar matematika dalam penelitian ini dapat dilihat melalui
hasil pretest dan posttest, hasil pretest menunjukkan bahwa kedua kelas yaitu
kelas VIIA menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan
9
metakognisi dan VIIC menggunakan pembelajaran konvensional. Uji pra
syarat yang digunakan dalam perhitungan hasil belajar adalah uji normalitas
dan uji homogenitas. Hasil belajar telah memenuhi uji normalitas, uji
homogenitas yaitu mempunyai distribusi normal dan homogen, sehingga
kedua kelas tersebut mempunyai kemampuan awal yang sama yaitu
ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil pretest yang hampir sama yaitu 46,35
untuk kelas VIIA dan 46,04 untuk kelas VIIC. Hasil posttest juga
menunjukkan bahwa kedua kelas mempunyai distribusi normal dan homogen,
namun dalam hasil posttest tersebut kedua kelas memiliki perbedaan rata-rata
yang cukup signifikan, yaitu kelas yang menggunakan penerapan CBL dengan
pendekatan keterampilan metakognisi mempunyai rata-rata 74.87 dan kelas
dengan pembelajaran konvensional mempunyai rata-rata 52,83.
Tabel 2. Hasil Uji Beda Rata-Rata
Nilai Posttest
Mann-Whitney U 108.000
Wilcoxon W 384.000
Z -3.460
Asymp. Sig. (2-tailed) .001
a. Grouping Variable: Kode
Berdasarkan Tabel 2, Sig. = 0,001 < 0,05 , maka dari hipotesis yang ada H0
ditolak sehingga H1 diterima, hal ini berarti terdapat perbedaan hasil belajar
antara siswa yang menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan
keterampilan metakognitif dengan metode belajar konvensional. Hasil belajar
matematika dari nilai pretest dan posttest juga memperlihatkan bahwa hasil
belajar kelas yang menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan
keterampilan metakognisi mempunyai rata-rata lebih tinggi dibandingkan
dengan hasil belajar matematika yang tidak diberi perlakuan CBL atau siswa
yang diberikan pengajaran konvensional.
Pengukuran hasil belajar pretest dan posttest kedua kelas mengalami
peningkatan hasil belajar, kelas VIIA rata-rata kemampuan awalnya adalah
46,35 naik menjadi 74,87 sehingga terdapat peningkatan sebesar 0,51
sedangkan kelas VIIC rata-rata kemampuan awalnya adalah 46,04 naik
menjadi 52,83 sehingga terdapat peningkatan sebesar 0.08.
10
Hasil pengamatan pada penerapan CBL dengan pendekatan
keterampilan metakognisi di kelas VIIA, siswa lebih aktif menyelesaikan
tantangan yang diberikan dengan mengerjakannya secara berkelompok. Siswa
saling berdiskusi bersama agar dapat menyelesaikan tantangan dengan cepat
dan tepat, dalam kegiatan berdiskusi ini siswa terbagi dalam kelompok yang
heterogen sehingga antar siswa dalam kelompok dapat saling membantu
menyelesaikan tantangan. Penerapan CBL sendiri terdiri dari tiga bagian
penting yaitu tantangan yang diberikan berupa suatu masalah (sifat, keliling
dan luas persegi) dianggap sebagai challenge yang merupakan bagian dari
problem based learning , kemudian challenge berkaitan erat dengan
kehidupan sehari-hari siswa yang merupakan bagian dari contextual teaching
learning, dan pengerjaan challenge secara berkelompok dengan
mempraktekkan langsung merupakan bagian dari project based learning.
Ketiga bagian itulah yang membentuk suatu pembelajaran CBL.
Penyelesaian challenge merupakan aktifitas dimana keterampilan
metakognisi dapat berkembang, ketika mengerjakan challenge siswa
memprediksi jawaban dari challenge, merencanakan apa yang harus
dilakukan, kemudian mengecek jawaban dari challenge, dan membuat
kesimpulan dari hasil jawaban challenge tersebut., sehingga dalam penerapan
CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi siswa aktif baik secara
individu maupun kelompok, siswa dapat memahami konsep matematika yaitu
dengan menemukan sendiri rumus atau jawaban dari challenge yang
diberikan, siswa dapat mengukur bagaimana kemampuan yang dimilikinya
ketika bekerja dalam kelompok, siswa saling berinteraksi satu sama lain ketika
bekerja dalam kelompok, dan siswa saling berdiskusi untuk menemukan solusi
akhir dari challenge yang diberikan.
Kelas yang tidak diberi perlakuan CBL dengan pendekatan
keterampilan metakognisi yaitu dengan menggunakan pembelajaran
konvensional di kelas VIIC siswa cenderung pasif, hanya berbicara ketika
guru bertanya, dan dalam pembelajaran hanya terdiri dari penjelasan materi
oleh guru kemudian latihan soal dan terakhir mengerjakan soal, siswa jarang
bertanya kepada guru tentang hal-hal lain, sehingga keterampilan metakognisi
11
siswa kurang diasah karena tidak ada tantangan atau masalah yang harus
diselesaikan siswa sehingga siswa tidak melaui tahap memprediksi,
merencanakan, memonitor, dan mengevaluasi permasalahan, siswa hanya aktif
secara individu namun tidak aktif secara berkelompok sehingga tidak ada
interaksi antar siswa di kelas, dan tidak ada penemuan rumus oleh siswa
karena semua materi langsung diberikan oleh guru. Akhir dari pembelajaran
terlihat jelas perbedaan rata-rata hasil belajar kedua kelas tersebut bahwa kelas
VIIA yaitu menggunakan penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan
metakognisi mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dari kelas VIIC yang
menggunakan pembelajaran konvensional.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan
penerapan CBL dengan pendekatan keterampilan metakognisi dengan
pembelajaran konvensional.
F. DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. I. 2008. Learning To Teach (Belajar Untuk Mengajar).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Johnson, L, dkk. 2009. Challenge-Based Learning: An Approach for Our
Time. Austin, Texas . The New Media Consortium
Johnson, L & Adams, S. 2011. Challenge Based Learning: The Report from
the Implementation Project. Austin, Texas: The New Media
Consortium.
Kipnis, M. & Hofstein, A. 2007. “The Inquiry Laboratory as a Source for
Development of Metacognitive Skills”. International Journal of
Science and Mathematics Education.
Livingston, J.A. 1997. Metacogniton : An Overview State Univ. Of New York
at Buffalo. Sumber : http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564
/Metacog.htm. Diakses Tanggal 10 Januari 2013.
12
Orme, G. 2010. Creativity in the Learning Commons: Supporting the
Development of Student Creativity Throught the School Library
Program. DEPARTMENT OF ELEMNENTARY
EDUCATION.UNIVERSITY OF ALBERTA
Omrod, J. E. 2008. Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Jakarta: Erlangga
Purwanto. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan
Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Risnanosanti. 2008. Melatih Kemampuan Metakognitif Siswa dalam
Pembelajaran Matematika. Sumber: http://eprints.uny.ac.id/6915/1/P-
10%20 Pendidikan%20%28Risnanosanti%29.pdf . Diunduh Tanggal 10
Januari 2013.
Sapa’at, A. 2006. Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk
Mengembangkan Kompetensi Matematika Siswa. Sumber:
http://isjd.pdii.lipi.go
.id/index.php/Search.html?act=tampil&id=50591&idc=32. Diunduh
Tanggal 15 Januari 2013.
Schwartz & Perfect. 2002. Applied Metacognition. Sumber:
http://catdir.loc.gov /catdir/samples/cam033/2002024499.pdf. Diunduh
Tanggal 20 Januari 2013.
Suhendra. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Keterampilan
Metakognitif Untuk Mengembangkan Kompetensi Matematis Siswa.
Sumber: http://repository.upi.edu/operator/upload/art_lppm_2010_
suhendra_pembelajaran-matematika_metakognitif.pdf. Diunduh Tanggal
15 Januari 2013.
Suherman, E., dkk. 2001. Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA UPI.
Taccasu Project. 2008. Metacognition. Sumber: http://www.careers.hku.hk
/taccasu/ref/metacogn.htm. Diakses Tanggal 20 Januari 2013.