penerapan amdal pada pembangunan di bidang kehutanan

28
KATA PENGANTAR Puji Syukur Kami Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pertolonganNya sehingga penyusunan makalah mengenai “Baku Mutu Lingkungan dan AMDAL” ini dapat terselesaikan. Makalah ini di susun mengingat semakin meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri yang meningkatkan kadar kerusakan lingkungan. Selain itu makalah ini di susun sebagai bahan referensi khususnya bagi mahasiswa maupun masyarakat umum mengenai baku mutu lingkungan dan amdal demi tercapainya stabilitas lingkungan. Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak sekali kekurang baik dari segi isi maupun penulisan, jadi besar harapan kami atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sehingga dapat menjadi suatu masukan untuk kesempurnaan laporan- laporan praktikum berikutnya. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca 1

Upload: saiful-bahri

Post on 10-Aug-2015

493 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kami Panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pertolonganNya sehingga penyusunan makalah mengenai “Baku Mutu Lingkungan dan AMDAL” ini dapat terselesaikan.

Makalah ini di susun mengingat semakin meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri yang meningkatkan kadar kerusakan lingkungan. Selain itu makalah ini di susun sebagai bahan referensi khususnya bagi mahasiswa maupun masyarakat umum mengenai baku mutu lingkungan dan amdal demi tercapainya stabilitas lingkungan.

Dalam penyusunan makalah ini tentu banyak sekali kekurang baik dari segi isi maupun penulisan, jadi besar harapan kami atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sehingga dapat menjadi suatu masukan untuk kesempurnaan laporan-laporan praktikum berikutnya. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca

1

Page 2: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................1

KATA PENGANTAR .................................................................................................2

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1

B. Tujuan .....................................................................................................................1

BAB II AMDAL ..........................................................................................................4

A. Pengertian ................................................................................................................4

B. Tujuan AMDAL ......................................................................................................5

C. Fungsi AMDAL ......................................................................................................5

D. Kegunaan AMDAL .................................................................................................5

E. Kriteria Wajib AMDAL ..........................................................................................6

F. Pendekatan Studi AMDAL ......................................................................................7

BAB III PENERAPAN AMDAL PADA PEMBANGUNAN DI BIDANG

KEHUTANAN...............................................................................................................8

A. Sumber Daya Hutan Indonesia.................................................................................8B. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ).............................................12C. Penerapan AMDAL pada Pembangunan di Bidang Kehutanan..............................14

BAB PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA 17

2

Page 3: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup sehingga keberlanjutan pembangunan tetap terjamin. Pola pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya dapat memberikan akses kepada segenap masyarakat, bukan terpusat pada beberapa kelompok masyarakat dan golongan tertentu, dengan demikian pola pemanfaatan sumberdaya alam harus memberi kesempatan dan peran serta aktif masyarakat, serta memikirkan dampak – dampak yang timbul akibat pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Untuk itu di perlukan suatu pemahaman yang cukup dalam menganalisis mengenai dampak tehadap lingkungan.

Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

B. Tujuan

Tujuan disusunya makalah ini yaitu untuk menjelaskan kepada para pembaca mengenai baku mutu lingkungan yang meliputi baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi, dan baku mutu air laut, serta menjelaskan suatu alat yang

sering di gunakan untuk menganalisa dampak lingkungan yang disebut AMDAL.

Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, maka di perlukan upaya :

o mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat

diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;

o menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan sumberdaya

alam dan pencemaran lingkungan; o mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara bertahap; o memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya alam

dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; o menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui

keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup; o memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi

baru di wilayah tertentu; dan mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup

3

Page 4: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat, dan antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang optimal.

BAB II AMDAL

A. Pengertian

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999, pasal 1 ayat 1, AMDAL ( Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.

Setiap kegiatan pembangunan secara potensial mempunyai dampak terhadap lingkungan. Dampak-dampak ini harus dipelajari untuk merencanakan upaya mitigasinya. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 1993 (PP 51/1993) tentang Analisis Mengenal Dampak Lingkungan (AMDAL) menyatakan bahwa studi tersebut harus merupakan bagian dari studi kelayakan dan menghasilkan dokumen-dokumen sebagai berikut:

1. Kerangka Acuan (KA) ANDAL, yang memuat lingkup studi ANDAL yang dihasilkan dari proses pelingkupan.

2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), yang merupakan inti studi AMDAL. ANDAL memuat pembahasan yang rinci dan mendalam tentang studi terhadap dampak penting kegiatan yang diusulkan.

3. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), yang memuat usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mitigasi setiap dampak lingkungan dari kegiatan yang diusulkan.

4. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), yang memuat rencana pemantauan dampak lingkungan yang akan timbul.

5. RKL dan RPL merupakan persyaratan mandatory menurut PP 51/1993, sebagai bagian kelengkapan dokumen AMDAL bagi kegiatan wajib AMDAL. Untuk kegiatan yang tidak wajib AMDAL, penanggulangan dampak lingkungan yang timbul memerlukan:

1. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)2. Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)3. Pertanggung-jawaban pelaksanaan audit, antara auditor dan manajemen

organisasi.4. Komunikasi temuan-temuan audit.5. Kompetensi audit.6. Bagaimana audit akan dilaksanakan.

Sebagai dasar pelaksanaan Audit Lingkungan di Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen LH No. 42/MENLH/11/1994 tentang Prinsip-Prinsip dan Pedoman Umum Audit Lingkungan. Dalam Lampiran Kepmen LH No. 41/94 tersebut didefinisikan bahwa:

Audit lingkungan adalah suatu alat pengelolaan yang meliputi evaluasi secara sistematik terdokumentasi, periodik dan obyektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem pengelolaan dan pemantauan dengan tujuan memfasilitasi kontrol pengelolaan terhadap

4

Page 5: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian kelayakan usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.

Audit Lingkungan suatu usaha atau kegiatan merupakan perangkat pengelolaan yang dilakukan secara internal oleh suatu usaha atau kegiatan sebagai tanggungjawab pengelolaan dan pemantauan lingkungannya. Audit lingkungan bukan merupakan pemeriksaan resmi yang diharuskan oleh suatu peraturan perundang-undangan, melainkan suatu usaha proaktif yang diIaksanakan secara sadar untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang akan timbul sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahannya.

B. Tujuan AMDAL

Tujuan dan sasaran AMDAL adalah Untuk menjamin agar suatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha atau kegiatan tersebut layak dari aspek lingkungan hidup. Pada hakikatnya diharapkan dengan melalui kajian AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan mampu secara optimal meminimalkan kemungkinan dampak lingkungan hidup yang negative, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien.

AMDAL merupakan alat pengelolaan lingkungan hidup untuk:

Menghindari dampak

n Apakah proyek dibutuhkan?

n Apakah proyek harus dilaksanakan saat ini?

n Apakah ada alternatif lokasi?

Meminimalisasi dampak

n Mengurangi skala, besaran, ukuran

n Apakah ada alternatif untuk proses, desain, bahan baku, bahan bantu?

Melakukan mitigasi/kompensasi dampak

n Memberikan kompensasi atau ganti rugi terhadap lingkungan yang rusak.

C. Fungsi AMDAL

AMDAL berfungsi sebagai penetapan pengambilan keputusan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 PP 27 Tahun 1999, (AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan ).Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi.

D. Kegunaan AMDAL

Pada dasarnya AMDAL memiliki tiga manfaat utama yaitu,

1. Pada Pemerintah

Sebagai alat pengambil keputusan tentang kelayakan lingkungan dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Merupakan bahan masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Mencegah potensi SDA di sekitar lokasi proyek tidak rusak dan menjaga kelestarian lingkungan hidup.

2. Pada Masyarakat

5

Page 6: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

Dapat mengetahui rencana pembangunan di daerahnya sehingga dapat mempersiapkan diri untuk berpartisipasi. Mengetahui perubahan lingkungan yang akan terjadi dan manfaat serta kerugian akibat adanya suatu kegiatan. Mengetahui hak dan kewajibannya di dalam hubungan dengan usaha dan/atau kegiatan di dalam menjaga dan mengelola kualitas lingkungan.

3. Pada Pemrakarsa

o Untuk mengetahui masalahmasalah lingkungan yang akan dihadapi pada masa yang akan

datang.o Sebagai bahan untuk analisis pengelolaan dansasaran proyek.

o Sebagai pedoman untuk pelaksanaan pengelolaandan pemantauan lingkungan hidup.

Selain manfaat – mafaat di atas AMDAL juga sering di gunakan sebagai : AMDAL sebagai ENVIRONMENTAL SAFEGUARDS

AMDAL digunakan sebagai Enironmental safeguards atau upaya perlindungan lingkungan dari berbagai jenis kegiatan eksploitasi sumber daya alam baik yang di lakukan masyarakat lokal maupun pemerintah sehingga tecapai suatu tujuan yaitu :

o Output SDS yang efesien

o SDA yang berkelanjutan

o Konservasi kawasan lindung

o Pengembangan wilayah.

Manfaat AMDAL dalam PERENCANAAN WILAYAH yaitu Ayat (2) PP 27/1999: Hasil AMDAL digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Manfaat AMDAL dalam CEGAH, KENDALI & PANTAU DAMPAK Hasil AMDAL memberikan pedoman upaya pencegahan, pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan.

o AMDAL sebagai prasyarat utang

Banyak debitur yang tidak dapat mengembalikan utang hal ini dikarenakan berbagai masalah, salah satunya mengenai masalah lingkungan. Sehingga dalam peberian kredit atau utang di perlukan analaisa apakah debitur tesebut akan mengalami masalah di bidang lingkungan atau tidak.

E. Kriteria wajib AMDAL

Kriteria ini hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan yang pada umumnya terdapat pada rencana-rencana kegiatan berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah yang memiliki lingkungan sensitif.

Jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL.

Jenis Usaha dan Atau Kegiatan Wajib AMDAL:

o Pertahanan dan Keamanan

o Pertanian

o Perikanan

o Kehutanan

o Kesehatan

6

Page 7: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

o Perhubungan

o Teknologi Satelit

o Perindustrian

o Prasarana Wilayah

o Energi dan Sumber Daya Mineral

o Pariwisata

o Pengelolaan limbah B3, dan Rekayasa Genetika

F. Pendekatan studi AMDAL

Dalam kegiatan per-Amdal-an, pendekatannya juga perlu diketahui agar proses pelaksanaanya bias seefisien mungkin. Di Indonesia, pendekatan pelaksanaan studi AMDAL ada dikenal :

Pendekatan AMDAL Kegiatan Tunggal:

Yakni penyusunan atau pembuatan studi AMDAL diperuntukkan bagi satu jenis usaha dimana kewenangan pembinaannya dibawah satu instansi yang membidangi jenis usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Pendekatan AMDAL Kegiatan Terpadu/Multisektor:

Yakni penyusunan studi AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan terpadu baik dalam perencanaan produksinya maupun pengelolaannya dan melibatkan lebih dari satu instansi yang membidangi kegiatan tersebut serta berada dalam satu kesatuan hamparan ekosistem.

Pendekatan AMDAL Kegiatan dalam Kawasan:

Yakni penyusunan studi AMDAL bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di dalam suatu kawasan yang telah ditetapkan atau berada dalam kawasan/zona pengembangan wilayah yang telah ditetapkan pada kesatuan hamparan ekosistem.

Penilai AMDAL

Dalam proses menilai dokumen AMDAL sebuah rencana kegiatan atau proyek, maka pihak-pihak yang terlibat dalam proses penilaian dokumen AMDAL tersebut meliputi :

Komisi Penilai AMDAL:

Yaitu sebuah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Pada tingkat pusat dinamakan Komisi Penilai Pusat. Ditingkatdaerah dinamakan Komisi Penilai Daerah. Anggota-angotanya terdiri dari unsure pemerintahan yang berkepentingan, unsur warga dan masyarakat yang berkepentingan dan terkena dampak.

Pemrakarsa:

Yaitu orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas s uatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilaksanakan.

Warga Masyarakat Yang Terkena Dampak:

Yaitu seorang atau kelompok warga masyarakat yang akibat akan dibangunnya suatu rencana dan/atau kegiatan tersebut akan menjadi kelompok yang diuntungkan (benerficary groups), dan kelompok yang dirugikan (at-risk groups). Lingkup warga masyarakat yang terkena dampa kini dibatasi pada masyarakat yang berada dalam ruang dampak rencan usaha dan/atau kegiatan tersebut.

7

Page 8: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

Namun dalam pelaksanaannya, komponen lainnya yang turut berperan dalam proses peng-AMDAL-an antara lain Pemberi Ijin (Instansi yang berwewenang menerbitkan ijin melakukan kegiatan), Pakar Lingkungan dan Pakar Teknis (Seseorang yang ahli di bidang lingkungan dan bidang ilmu tertentu) Lembaga Pelatihan (Lembaga-lembaga yang menyelenggarakan kursus-kursus dan/atau pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan LH.

BAB III PENERAPAN AMDAL PADA PEMBANGUNAN DI BIDANG KEHUTANAN

D. Sumber Daya Hutan Indonesia.

Hutan hujan tropis yang masih terdapat di bumi ini terkonsentrasi pada tiga wilayah yaitu Amerika Selatan dan Tengah, Afrika Tengah Bagian Barat dan Wilayah Indo-Malaya. Indonesia memiliki hutan hujan tropis paling luas untuk wilayah Indo-Malaya. Dari 187,91 juta hektar luas daratan Indonesia terdapat 133,57 juta hektar kawasan hutan atau lebih kurang 71%. Indonesia, Brazil dan Zaire yang merupakan negara dengan hutan tropis terluas di masing-masing benua, yaitu Asia, Amerika dan Afrika, dikenal sebagai pertahanan terakhir dari hutan hujan tropis dunia.

2.1. Tipe Hutan

Tipe hutan di Indonesia dapat dibedakan dengan melihat faktor utama yang mempengaruhinya, yaitu wilayah, edafik (tanah) dan iklim. Faktor wilayah didasarkan pada letak Indonesia yang berada diantara benua Asia dan Australia, sehingga pengaruh vegetasi dari kedua benua tersebut tampak nyata dari barat ke timur. Oleh karena itu, hutan Indonesia dapat dibedakan ke dalam :

a. Zona barat, yaitu hutan dengan pengaruh kuat vegetasi daratan Asia, meliputi pulau-pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa;

b. Zona peralihan, yaitu hutan dengan pengaruh vegetasi Asia dan Australia sama besar, meliputi pulau Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya;

c. Zona timur, yaitu hutan dengan pengaruh kuat vegetasi Australia, meliputi Irian Jaya, Maluku dan Nusa Tenggara.

Disamping itu, juga terdapat pembagian ekosistem termasuk hutan Indonesia yang lebih mendalam, yaitu berdasarkan Biogeographic region. Menurut pembagian ini, terdapat tujuh wilayah, yaitu (1) Sumatra, (2) Kalimantan, (3) Jawa-Bali, (4) Sulawesi, (5) Nusa Tenggara, (6) Maluku, dan (7) Irian Jaya.

Tipe atau formasi hutan sebagai hasil dari pengaruh faktor edafik dan iklim secara garis besar dapat dibedakan menjadi :

a. Hutan payau (mangrove) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut :

Tidak terpengaruh iklim; Terpengaruh pasang surut, Tanah tergenang air laut, tanah lumpur atau pasir, terutama tanah liat; Tanah rendah pantai; Hutan tidak mempunyai strata tajuk; Tinggi pohon dapat mencapai 30 m; Tumbuh di pantai merupakan jalur.

8

Page 9: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

b. Hutan rawa (swamp forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut : Tidak terpengaruh iklim; Tanah tergenang air tawar; Umumnya terdapat di belakang hutan payau; Tanah rendah; Tajuk terdiri dari beberapa strata; Pohon dapat mencapai tinggi 50 - 60 m; Terdapat terutama di Sumatera dan Kalimantan mengikuti sungai-sungai besar.

c. Hutan pantai dengan ciri umum antara lain sebagai berikut :

Tidak terpengaruh iklim; Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung); Tanah rendah pantai; Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit Terdapat terutama di pantai selatan P. Jawa, pantai barat daya Sumatera dan pantai

Sulawesi.

d. Hutan Gambut (peat swamp forest) dengan ciri antara lain sebagai berikut : Iklim selalu basah; Tanah tergenang air gambut, lapisan gambut 1 - 20 m; Tanah rendah rata; Terdapat di Kalimantan Barat dan Tengah, Sumatera Selatan dan Jambi.

e. Hutan Karangas (heath forest) dengan ciri antara lain sebagai berikut : Iklim selalu basah; Tanah pasir, podsol; Tanah rendah rata; . Terdapat di Kalimantan Tengah.

f. Hutan Hujan Tropik (tropical rain forest) dengan ciri umum antara lain sbb : Iklim selalu basah; Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah; Terdapat di pedalaman yang selanjutnya dapat dibagi lagi menurut ketinggian daerahnya,

yaitu :

1) hutan hujan bawah, terdapat pada tanah rendah rata atau berbukit dengan ketinggian 2 - 2000 m dpl.;

2) hutan hujan tengah, terdapat pada dataran tinggi dengan ketinggian 1000 – 3000 m dpl.;

3) hutan hujan atas, terdapat di daerah pegunungan dengan ketinggian 3000 - 4000 m dpl.;

Tipe hutan ini terdapat terutama di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.

g. Hutan musim (monsoon forest) dengan ciri umum antara lain sebagai berikut :

Iklim musim; Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah; Terdapat di pedalaman yang sdanjutnya dapat dibagi lagi menurut ketinggian, yaitu :

9

Page 10: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

1) hutan musim bawah terdapat pada ketinggian 2 - 1000 m dpl.;2) hutan musim tengah atas terdapat pada ketinggian 1000 - 4000 m dpl.;

Terdapat secara mozaik diantara hutan hujan di Jawa dan Nusa Tenggara.

2.2. Kebijaksanaan Pengelolaan

Dalam rangka mengoptimalkan kelestarian berbagai fungsi hutan maka telah dilakukan berbagai kebijaksanaan yang bersifat antar sektor melalui berbagai aspek pengelolaannya sebagai berikut :

2.2.1. Alokasi Sumber Daya Hutan

Kawasan Hutan di Indonesia yang luasnya 133,57 juta hektar ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dalam bentuk Surat Keputusan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Propinsi. Penunjukan Kawasan Hutan ini disusun berdasarkan hasil pemaduserasian antara Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dengan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).

Tata Guna Hutan Kesepakatan merupakan rencana pengukuhan dan penatagunaan hutan yang dilakukan melalui kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat yang petunjuk pelaksanaannya ditetapkan melalui SK Menteri Pertanian No. 680/1981.

Penunjukan kawasan hutan mencakup pula kawasan perairan yang menjadi bagian dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA).

Kawasan hutan dibagi kedalam kelompok Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi dengan pengertian sebagai berikut :

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Hutan produksi terdiri dari Hutan Produksi Tetap (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi.

Hutan konservasi terdiri dari :

Kawasan hutan suaka alam berupa Cagar Alam (CA) dan Suaka Margasatwa (SM); Kawasan hutan pelestarian alam berupa Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya

(THR) dan Taman Wisata Alam (TWA); dan Taman Buru (TB).

Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah hutan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sislem penyangga kehidupan.

Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

10

Page 11: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu.

Keadaaan penutupan lahan / vegetasi Indonesia diperoreh dari hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ secara lengkap menggunakan data liputan tahun 2002-2003. Penafsiran untuk penutupan lahan/ vegetasi dibagi kedalam tiga klasifikasi utama yaitu Hutan, Non Hutan dan Tidak ada data, yang kemudian masing-masing diklasifikasikan lagi secara lebih detil menjadi kelas-kelas sebagai berikut :

Klasifikasi Hutan terdiri dari : Hutan lahan kering primer, Hutan lahan kering sekunder, Hutan rawa primer, Hutan rawa sekunder, Hutan mangrove primer, Hutan mangrove sekunder dan Hutan Tanaman

Klasifikasi Non Hutan terdiri dari : Semak/Belukar, Belukar rawa, Pertanian lahan kering campur semak, Perkebunan, Pemukiman, Pertanian lahan kering, Rawa, Savanna, Sawah, Tanah terbuka, Tambak, Transmigrasi, Pertambangan dan Bandara

Klasifikasi Tidak Ada Data terdiri dari : tertutup awan dan tidak ada data.

Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002/2003, total daratan yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha kondisi penutupan lahan, baik di dalam maupun di luar kawasan, adalah :

- Hutan : 93,92 juta ha (50 %)

- Non hutan : 83,26 juta ha (44 %)

- Tidak ada data : 10,73 juta ha (6 %)

Khusus di dalam kawasan hutan yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah sebagai berikut:

- Hutan : 85,96 juta ha (64 %)

- Non hutan : 39,09 juta ha (29 %)

- Tidak ada data : 8,52 juta ha (7 %)

Dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan lahan untuk kegiatan pembangunan, Departemen Kehutanan telah mengalokasikan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK).

Untuk tahun 2004, di seluruh Indonesia tidak ada pelepasan kawasan hutan untuk kegiatan budidaya non kehutanan, yaitu sektor pertanian/perkebunan dan transmigrasi.

2.2.2. Keanekaragaman Hayati

Dalam rangka memelihara keutuhan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya telah dan sedang dilakukan upaya antara lain sebagai berikut :

1) Menunjuk, menata dan mengelola kawasan-kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, taman nasional dan taman hutan raya. Sampai dengan saat ini, sudah terdapat 24 taman nasional di Indonesia. Kawasan suaka alam tersebut telah dipilih sedemikian rupa sehingga 70 tipe ekosistem yang terdapai di tanah air terwakili dan aman. Habitat dari binatang endemik telah mendapat prioritas untuk dilindungi.

2) Melindungi satwa dan tumbuhan langka Indonesia dengan Undang-undang sehingga satwa/tumbuhan tersebut tidak boleh dipanen atau diperdagangkan. Terdapat lebih dari 750 jenis binatang menyusui (mamalia),1.250 jenis burung, 600 jenis binatang melata dan amphibia, 9.000 jenis ikan, 12.000 serangga /Arthopoda dan 25.000 - 30.000 jenis tumbuhan berbiji. Banyak diantara jenis tersebut di atas telah dilindungi oleh Pemerintah yaitu : 100

11

Page 12: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

jenis binatang 8 menyusui, 372 jenis burung, 28 jenis binatang melata/amphibia, 6 jenis ikan, 20 jenis serangga dan 38 jenis tumbuhan berbiji.

3) Memelihara komitmen Indonesia terhadap Convention on International Trade, on Endangered Species of Flora and Fauna (CITES). Indonesia adalah salah, satu negara yang meratifikasi CITES. Selain itu Indonesia juga meratifikasi konvensi yang mengatur perlindungan binatang yang hidup di lahan basah (Wetland) seperti burung migran, ikan, penyu, buaya dan lain-lain.

4) Mengupayakan pengurangan tekanan terhadap kawasan konservasi melalui :

a. pengembangan/pengelolaan "bufferzone"b. pengalihan/peningkatan pemanfaatan wisata alam

5) Peningkatan peran serta masyarakat dalam konservasi sumber daya alam terutama melalui pendidikan kader konservasi, pramuka dan lembaga swadaya masyarakat sekitar hutan.

6) Mengintegrasikan usaha konservasi keanekaragaman hayati pada semua kawasan hutan termasuk hutan produksi melalui :

a. menyisihkan tegakan benih (Seedstand) di dalam areal HPH, yaitu 100 hektar setiap rencana karya lima tahunan (RKL) yang sekaligus dapat berfungsi sebagai kantong-kantong konservasi.

b. memberlakukan jalur selebar 500 - 1.000 meter sepanjang perbatasan HPH dengan kawasan konservasi sebagai zona penyangga (buffer-zone).

c. menerapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) terhadap HPH, HTI dan pembangunan kehutanan lainnya, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1986.

7) Membuat peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk diimplementasikan di lapangan.

E. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ).

AMDAL diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :

a. besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;b. luas wilayah penyebaran dampak;

12

Page 13: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;d. banyaknya komponen lingk ungan hidup lain yang akan terkena dampak;e. sifat kumulatif dampak;f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.g.

Menurut PP No. 27/1999 pasal 3 ayat 1 Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :

a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alamb. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharuc. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran

dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;

f. introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup. Untuk proses pelaksanaan AMDAL dapat dilihat dibawah ini.

Gambar.1. Proses AMDAL

Keterangan :

o Pelingkupan adalah proses pemusatan studi pada hal – hal penting yang berkaitan dengan

dampak penting.o Kerangka acuan (KA ANDAL) adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak

lingkungan hidup y ang merupakan hasil pelingkupan.o Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan

mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.o Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar

dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

o Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen

lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

13

Page 14: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

Prosedur pelaksanaan AMDAL menurut PP. No. 27 th 1999 adalah sebagai berikut.

Gambar.2. Prosedur pelaksanaan AMDAL

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

o Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di

tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.

o Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana

usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.o Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk

keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati

F. Penerapan AMDAL pada Pembangunan di Bidang Kehutanan.

Dalam rangka pembangunan di bidang kehutanan, berbagai jenis kegiatan pemanfaatan hutan dan hasil hutan telah dan sedang dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan tersebut perlu dijaga kelangsungannya. Oleh karena itu, telah dikembangkan berbagai upaya dalam rangka menjamin kelestarian fungsi dan manfaat hutan serta hasil hutan, seperti pengembangan berbagai sistem silvikultur, diantaranya Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Untuk melaksanakan rehabilitasi kawasan hutan yang berupa tanah kosong dan atau kritis telah dikembangkan Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam bentuk Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991. Walaupun berbagai upaya telah dan sedang dilaksanakan dalam rangka menjamin kelangsungan pembangunan di

14

Page 15: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

bidang kehutanan, ternyata kegiatan-kegiatan tersebut mempunyai potensi timbulnya dampak lingkungan. Oleh karena itu, AMDAL diberlakukan yang kegunaannya adalah untuk membantu dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pengelolaan lingkungan dari rencana kegiatan yang bersangkutan.

Secara garis besar, kegiatan pembangunan di bidang Kehutanan dapat dikelompokkan ke dalam : (1) Hak Pengusahaan Hutan; (2) Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri; (3) Pengusahaan Obyek Wisata Alam; dan (4) Pengusahaan Hasil Hutan lainnya.

4.1. Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

Hak Pengusahaan Hutan adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu kawasan hutan yang meliputi penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Pengusahaan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan. Dalam pelaksanaannya, telah diterbitkan berbagai peraturan dalam rangka mengupayakan terwujudnya prinsip kelestarian hasil (sustained yield principle), yaitu dengan memberlakukan sistem-sistem silvikultur yang sesuai dengan kondisi dan potensi hutan yang bersangkutan antara lain adalah Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Walaupun demikian, diperkirakan terdapat potensi dampak lingkungan kegiatan pengusahaan hutan. Potensi dampak penting terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh pelaksanaan pengusahaan hutan ini antara lain adalah sebagai berikut :

a. Kamponen Fisik Kimia

o Pengurangan luasan penutupan lahan akibat kegiatan pembukaan wilayah hutan,

penebangan, penyaradan dan juga akibat peladangan berpindah yang merupakan dampak tidak langsung;

o Pemadatan tanah akibat pelaksanaan kegiatan penyaradan, terutama terjadi pada jalan-

jalan sarad;o Peningkatan aliran permukaan dan erosi yang selanjutnya dapat meningkatkan debit

sungai dan sedimentasi. Hal ini diakibatkan oleh pembukaan wilayah hutan, penyaradan dan juga akibat peladangan berpindah;

o Perubahan sifat fisik air, terutama peningkatan kekeruhan akibat sedimentasi dan

perubahan sifat kimia air.

b. Komponen Biologi

o Dampak penting pada vegetasi hutan akibat penebangan antara lain adalah perubahan

struktur, kualitas dan potensi kayu;o Dampak penting pada satwa liar akibat kegiatan pengusahaan hutan adalah

hilangnya/berkurangnya habitat satwa yang menyebabkan terjadinya migrasi satwa terutama satwa arboreal ke areal lain, khususnya hutan yang belum dibuka;

o Perubahan kualitas air yang selanjutnya dapat menimbulkan dampak terhadap biota

perairan;

c. Komponen Sosial Ekonomi dan Budaya

o Dampak penting terhadap sosial ekonomi budaya yang timbul antara lain : (a) penyerapan

tenaga kerja, (b) peningkatan pendapatan, (c) multiplikasi ekonomi, (d) perkembangan ekonomi wilayah, (e) peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, (f) perhubungan dan komunikasi, (g) perubahan orientasi nilai budaya, dan (h) persepsi masyarakat terhadap kegiatan kehutanan.

15

Page 16: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

4.2. Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI)

Pembangunan HTI dilakukan berdasar pada Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1990, SK Menteri Kehutanan No. 416/Kpts-II/1989 tentang Tata Cara Permohonan Hak Pengusahaan HTI dan SK Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan No 055/Kpts/V/1989 tentang Pedoman Pembangunan HTI. Berdasarkan tujuan pembangunannya, prosedur pelaksanaan dibedakan menjadi dua yaitu HTI pulp dan HTI non pulp. Namun demikian dilihat dari status perubahan lingkungan, keduanya tidak menunjukkan perbedaan.

Sebagian besar lokasi HTI yang dibangun berada pada tipe hutan hujan tropika humida. Tipe hutan ini mengisyaratkan bahwa keterkaitan antara komponen penyusun hutan sangat kuat dan bahkan merupakan salah satu mekanisme internal untuk mengatasi kesuburan tanah yang rendah karena rendahnya KPK (Kapasitas Pertukaran Kation), pencucian yang tinggi, keasaman yang tinggi dan rendahnya muatan negatif partikel tanah. Karakteristik hutan semacam ini bervariasi sejalan dengan adanya variasi iklim, topografi, jenis tanah dan tipe vegetasinya. Dengan demikian perubahan dari vegetasi asli menjadi HTI memberikan banyak sekali kemungkinan terhadap kualitas HTI yang terbentuk, terutama setelah masuknya variabel baru lagi seperti jenis tanaman pokok yang terpilih dan cara budidayanya.

Kualitas HTI yang terbentuk nanti, akan berpengaruh terhadap berbagai komponen lingkungan selain vegetasi hutannya sendiri yaitu baik terhadap lingkungan fisik/kimia, biologis maupun sosial budaya. Karena itu walaupun azas pembanguaan HTI sendiri adalah manfaat, ekonomis dan kelestarian, namun penilaian kelayakan lingkungan terasa sangat penting untuk mengevaluasi kualitas hutan yang akan terjadi, beserta dampak yang mengikutinya. Dewasa ini penilaian lingkungan pembangunan HTI dilakukan dalam bentuk PIL (Penyajian Informasi Lingkungan) bersama dengan pelaksanaan Studi Kelayakan. Mengingat banyaknya ragam yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan HTI maka kelayakan lingkungan patut mendapatkan hak sejajar dengan studi kelayakannya, dan bahkan dalam bentuk yang lebih detail daripada hanya PIL.

Pelaksanaan Amdal dalam pembangunan unit HTI mengikuti arahan yang tertuang pada Pedoman Teknis Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dalam SK Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No. 05/Kpts/DJ-VI/l990, SK Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan mengenai Pedoman Peayusunan Studi Kelayakan Pembangunan HTI dan Kepmen Kehutanan No. 47/Kpts-II/1999 tentang Pengusahaan Hutan Tanaman Industri. Dalam kedua pedoman ini tampak bahwa Amdal pembangunan HTI merupakan salah satu pendekatan untuk melaksanakan studi kelayakan pembangunan HTI. Namun demikian dalam pelaksanaannya, tampak bahwa keduanya masih berjalan secara terpisah dan belum terkoordinasi dengan baik. Mengingat bahwa kelayakan lingkungan secara teknis diperlukan dalam studi kelayakan pembangunan HTI, sudah selayaknya koordinasi dalam pelaksanaan kedua pedoman tersebut dibenahi dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dalam menentukan kelanjutan perencanaan pembangunan HTI.

Pemberian SK Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri dilaksanakan selambat-lambatnya 5 tahun sesudah diberikan ijin percobaan penanaman dan dilakukan penilaian keberhasilan percobaan penanaman. Dalam hal ini penilaian ijin percobaan penanaman tidak disertai penilaian/evaluasi lingkungan. Padahal, keberhasilan tanaman sesaat belum menjamin dampak positif terhadap lingkungan. Walaupun permasalahan lingkungan telah diperhitungkan dalam Studi Kelayakan, namun pertimbangannya masih bersifat hipotetis, sedangkan pada saat penilaian ini pengaruh riel (walaupun masih dalam skala kecil) sudah dapat dideteksi: Diantara

16

Page 17: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

banyak ragam ekosistem sebelum dilakukan pembangunan HTI ditambah dengan ragam pengelolaan tanaman yang diberikan akan mulai kelihatan berdampak pada komponen lingkungan dan ekosistem yang lain. Pada saat inilah justru merupakan posisi sangat penting yaitu menentukan pemberian SK HPHTI. Oleh karena itu evaluasi lingkungan menjadi penting untuk dilakukan bersamaan dengan evaluasi keberhasilan ijin percobaan penanaman.

Walaupun secara teoritis pelaksanaan Amdal dalam pembangunan unit HTl telah mendasarkan pada pedoman yang ditetapkan, namun kenyataan dalam praktek terdapat banyak persoalan yang dapat mengurangi kualitas dokumen Amdal yang dihasilkan. Karena itu banyak produk dokumen Amdal yang dikerjakan atas dasar pendekatan yang berbeda satu dengan yang lain pada subyek yang sama, sehingga memberikan hasil yang sangat berbeda.

Dalam acuan/arahan/pedoman yang ditetapkan tidak memberikan ketentuan tentang cara pengambilan contoh/sampel yang mewakili areal studi, sehingga derajad ketelitian suatu studi Amdal akan sangat bervariasi tergantung pada interprestasi penyusun Amdal. Ketelitian pengambilan sampel yang sering diwujudkan dalam intensitas sampling, sangat menentukan terhadap hasil yang seharusnya mencakup keseluruhan areal studi. Jika sampel areal studi tidak mencapai ketelitian yang diharapkan, maka dampak yang diperkirakan juga akan menjadi tidak teliti pula. Demikian .pula peta-peta yang diperlukan selain tidak ditetapkan jenisnya, skala peta juga masih bervariasi, sehingga ikut mempengaruhi kualitas hasil yang diharapkan.

Studi Amdal antara lain adalah memperkirakan dampak yang terjadi bila direncanakan suatu kegiatan tertentu. Untuk itu diperlukan ukuran baku kondisi lingkungan atau yang disebut baku mutu lingkungan Namun mengingat tipe ekosistem awal sebelum HTI dibangun banyak, maka. baku mutu lingkungan ini perlu ditetapkan sesuai dengan tipe ekosistem yang ada di Indonesia ini. Jika hal ini tidak didasarkan pada setiap tipe hutan/ekosistem, maka dugaan dampak yang terjadi dapat diharapkan tidak mendekati kebenaran.

Metode perkiraan dampak merupakan salah satu langkah pendekatan penting dalam studi Amdal baik yang menggunakan metode formal maupun non formal. Dengan demikian cara ini banyak memberikan kesempatan penyusun Amdal untuk berimprovisasi dalam menggunakan metode tersebut. Ketidakpastian dalam menggunakan metode, akan memberikan perkiraan dampak yang berbeda walaupun materi yang dikerjakan tidak berbeda.

Dengan banyaknya variabel yang ikut mempengaruhi dalam pembangunan unit HTI, diperlukan kualitas pelaksana yang memadai. Bagaimanapun baiknya sarana dan prasarana studi Amdal, sebagai penentunya adalah manusia yang menyusun Amdal itu sendiri.

4.3. Pengusahaan Obyek Wisata Alam

Pengusahaan obyek wisata alam diijinkan untuk dilaksanakan dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Pengusahaan obyek wisata alam ini mempunyai sasaran antara lain sebagai berikut :

Terbukanya bidang usaha dalam bentuk industri wisata alam; Masuknya modal (BUMN, Swasta, Koperasi) di bidang wisata alam; Membuka kesempatan masyarakat di sekitar obyek wisata alam dalam usaha jasa

pariwisata.

Kegiatan pengelolaan obyek wisata alam dilaksanakan dengan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut :

Pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsinya; Dipertahankannya lingkungan obyek wisata sealami mungkin; Pengaturan dan pengendalian dampak negatif akibat aktivitas pengunjung.

17

Page 18: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

Dengan demikian, pada umumnya dampak lingkungan kegiatan pengusahaan obyek wisata alam bersifat positif, yaitu terhadap komponen sosial ekonomi dan budaya. Dampak positif yang timbul antara lain : (a) penyerapan tenaga kerja, (b) peningkatan pendapatan, (c) diversifikasi kesempatan berusaha, (d) perkembangan ekonomi wilayah, (e) peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, (f) perhubungan dan komunikasi, (g) perubahan orientasi nilai budaya, dan (h) persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi.

4.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Lainnya

Kegiatan pengusahaan hasil hutan lainnya sangat beragam, tergantung pada jenis hasil hutan yang dimanfaatkan. Kegiatan ini hanya diijinkan di luar kawasan konservasi seperti hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam, dan taman nasional. Jenis-jenis hasil hutan yang diusahakan antara lain adalah sagu, nipah, rotan, getah jelutung, sutera alam, minyak kayu putih, gondorukem, terpentin, kopal, damar, kemenyan, tengkawang, madu lebah, satwa liar termasuk sarang burung dan gambut. Pada umumnya kegiatan pemanfaatan hasil hutan tersebut diprakirakan tidak berdampak penting negatif, kecuali untuk pemanfaatan satwa liar dan gambut. Pemanfaatan satwa liar akan berpengaruh terhadap populasi, komposisi satwa dan dominasi jenis yang selanjutnya akan mempengaruhi rantai makanan dan habitat aslinya. Namun untuk pemanfaatan satwa liar ini telah dilakukan pembatasan penangkapan berdasarkan kuota. Hal ini dimaksudkan agar penangkapan/pemanfaatan didasarkan atas riap yang dihasilkan dari suatu populasi satwa. Pemanfaatan gambut diperkirakan akan berdampak penting negatif terutama karena terjadinya perubahan ekosistem gambut secara total akibat pengangkatan/pengerukan gambut.

AMDAL ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

Pembangunan yang dilakukan selalu berdampak pada lingkungan, baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Dampak yang terjadi ini harus dianalisis sebaik mungkin untuk mendapat masukan dan pertimbangan guna menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.

Definisi dan Pengertian dari AMDAL diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat. Menurut UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No. 27/1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup di satu sisi merupakan bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, di sisi lain merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui secara lebih jelas dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, baik dampak negatif maupun dampak positif yang akan timbul dari usaha dan/atau kegiatan sehingga dapat dipersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

18

Page 19: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut di antaranya digunakan kriteria mengenai :

a. besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;

b. luas wilayah penyebaran dampak;

c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

d. banyaknya komponen lingk ungan hidup lain yang akan terkena dampak;

e. sifat kumulatif dampak;

f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Menurut PP No. 27/1999 pasal 3 ayat 1 Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :

a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam

b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharu

c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya;

f. introduksi jenis tumbuh -tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik;

Tujuan secara umum AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Dengan demikian AMDAL diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana kegiatan yang mempunyai dampak terhadap lingkungan hidup.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Penerapan AMDAL Pada Pembangunan Di Bidang Kehutanan

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/04/polusi_air_tanah_akibat_limbah_industri.pdf

Http://en.wikipedia.org/wiki/Water_polution

www.menlh.go.id/i/art/pdf_1038886332.pdf

http://www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1999/41-1999.htm

mages.soemarno.multiply.com/attachment/0/Ru9eSgoKCtgAAA7XvtI1/STANDARISASI%20LINGKUNGAN.doc?nmid=58345430

20