penentuan struktur molekul dari fraksi air tumbuhan ... · mengingat publikasi ilmiah mengenai...
TRANSCRIPT
PENENTUAN STRUKTUR MOLEKUL DARI FRAKSI AIR TUMBUHAN ”SARANG SEMUT” Myrmecodia pendens MERR. & PERRY YANG MEMPUNYAI AKTIVITAS
SITOTOKSIK DAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN
BUSTANUSSALAM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Struktur Molekul dari
Fraksi Air Tumbuhan Myrmecodia pendens Merr. & Perry yang mempunyai
Aktivitas Sitotoksik dan Sebagai Antioksidan adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2010
Bustanussalam
NIM G451030051
ABSTRACT BUSTANUSSALAM. Molecular Structure Elucidation of the Fraction Water “Sarang Semut” Plant Myrmecodia pendens Merr. & Perry which has cytotoxic activity and as antioxidants. Under the direction of Maria Bintang dan Partomuan Simanjuntak
Sarang semut, Myrmecodia pendens is one of the epiphyte plants from Rubiaceae family. Empirically, this plant has efficacy in the treatment of minor ailments such as nosebleeds, ulcers and gout to severe diseases classified as degenerative diseases such as cancer and coronary heart disease. Isolation, purification, chemical structure elucidation and several biological activity tests (toxicity and antioxidant) of water extract from this plant have been carried out. The results showed that the water fraction contained flavonoid compounds, tannins and carbohydrates. Moreover, it exhibited cytotoxic and antioxidant activity for the pure compound with LC50 value = 37.03 g/mL and IC50 = 30.66 g/mL. Chemical structure elucidation based on the interpretation of some spectral data such as UV/ Vis, FTIR, 1-dimensional NMR (NMR proton, carbon and DEPT), 2-dimensional NMR (HMQC, COSY and HMBC) showed that chemical compound of water extract is glycoside compound.
Key words: Sarang semut, Myrmecodia pendens, antioxidant, cytotoxic, NMR, glycoside.
RINGKASAN BUSTANUSSALAM. Penentuan Struktur Molekul dari Fraksi Air Tumbuhan Myrmecodia pendens Merr. & Perry yang mempunyai Aktivitas Sitotoksik dan Sebagai Antioksidan. Dibimbing oleh: Maria Bintang dan Partomuan Simanjuntak Kemajuan bidang industri berbanding terbalik dengan kualitas lingkungan, yang menyebabkan munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker hati, jantung, arthritis, diabetes dan sebagainya. Penyakit generatif umumnya terjadi akibat gaya hidup modern, polusi, stress, makanan cepat saji dan sebagainya yang menyebabkan stress oksidatif atau ketidak seimbangan antara jumlah oksidan dan prookasidan dalam tubuh. Pada kondisi ini, aktivitas molekul radikal bebas atau spesies oksigen reaktif (SOR) dapat mengganggu proses metabolisme sel dan menyebabkan kerusakan pada DNA, protein dan lipoprotein di dalam tubuh. Resiko ini sebenarnya dapat dikurangi dengan mengkonsumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup. Meskipun demikian umumnya masyarakat tidak terlalu peduli dengan hal-hal tersebut. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1980, 1986 dan 1992, diketahui bahwa kanker merupakan salah satu dari 10 penyakit utama yang menyebabkan kematian (Balitkes 1993). Sampai saat ini belum ada teknik pengobatan kanker yang benar-benar dapat diandalkan, umumnya masih dilakukan dengan kombinasi antara pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Oleh karena itu proses pengobatannya memerlukan waktu yang sangat panjang, penderita harus merasakan tahapan-tahapan efek samping yang tidak menyenangkan, seperti mual, pusing, diare (Simadibrata 2004), rambut rontok, malnutrisi (Hariani 2004), berkurangnya sel-sel darah putih (Hukom 2007) yang tidak jarang harus berujung pada kematian. Awal tahun 2006 banyak publikasi popular mengenai tumbuhan sarang semut yang dianggap mampu mengatasi kanker, asam urat, lever, stroke, jantung, wasir (ambien), nyeri punggung, alergi, tonikum hingga menigkatkan gairah seksual (Trubus 2006). Tumbuhan sarang semut Myrmecodia pendens Merr & Perry berasal dari pengetahuan turun temurun masyarakat pedalaman Papua, sehingga nyaris tidak dapat ditemukan dalam publikasi-publikasi ilmiah (jurnal, prosiding), dokumen paten, dokumen-dokumen elektronik (internet), baik di dalam maupun diluar negeri. Kalaupun ada hal terebut hanya terbatas pada publikasi tentang sebaran, ekologi, etnobotani dan taksonominya saja (Huxley 1993a; Huxley 1993b; Whitten 1981). Mengingat publikasi ilmiah mengenai tumbuhan sarang semut yang masih sulit ditemukan dan banyaknya publikasi popular yang menyatakan berbagai potensi tumbuhan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan senyawa aktif sebagai antioksidan dan sitotoksik yang terkandung dalam tumbuhan sarang semut tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan akan mendapatkan senyawa yang memiliki nilai farmakologis tinggi dan menambah informasi ilmiah tentang
senyawa kimia yang mempunyai aktivitas antikanker dan antioksidan dari tumbuhan sarang semut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi air mengandung senyawa golongan flavonoid, tannin dan karbohidrat serta mempunyai aktivitas sitotoksik dan antioksidan untuk senyawa murni dengan nilai LC50 = 37,03 mg/ml dan IC50 = 30,66 mg/ml. Dari hasil tiga kali pemurnian di peroleh senyawa murni X. Hasil pengukuran spektofotometri UV-Vis terhadap senyawa murni X menunjukkan adanya serapan pada 256,5 nm dan 203 nm yang menunjukkan bahwa adanya gugus kromofor (Fessenden 1995) sedangkan hasil pengukuran spektofotometri infra merah Fourier-Transform terhadap senyawa murni X menunjukkan adanya gugus hidroksil (-OH) pada bilangan gelombang 3306,73 cm-1, gugus karbonil (-C=O) pada bilangan gelombang 1636,49 cm-1, gugus aromatik pada bilangan gelombang 1527,52 cm-1 dan gugus alkana pada bilangan gelombang 2930 cm-1.
Spektrum senyawa murni X dengan spektrofotometri RMI 1 dimensi proton menunjukkan adanya pergeseran kimia proton pada H antara 3,30 ~ 3,89 ppm memberikan informasi adanya gugus –CHOH-, CH2OH; pergeseran kimia pada H 3,40 ppm memberikan informasi adanya –OCH3; pergeseran kimia pada H 4,70 ppm memberikan informasi adanya –C-OH dan pergeseran kimia H antara 6,47 ~ 7,81 ppm memberikan informasi adanya –CH=C- sedangkan spektrum karbon dan DEPT (Distortionless Enhancement of NMR Signals by Polarization Transfer) memberikan informasi adanya 14 atom karbon yang terdiri atas satu gugus –OCH3 pada C 55,70 ppm; 2 gugus –CH2OH pada C 62,84 ppm dan 64,47 ppm; 3 gugus –CH- pada C 71,15 ppm, 71,58 ppm dan 73,93 ppm; 3 gugus –CHOH- pada C 70,30 ppm, 72,33 ppm dan 101,54 ppm; 4 gugus -CH pada C 118,00 ppm dan 140,09 ppm; dan 1 gugus –C=O pada C 181,84 ppm.
Berdasarkan data RMI 2 dimensi HMQC dan 1H-1H COSY (Correlation Spectroscopy) memberikan informasi adanya hubungan antar proton pada senyawa murni X dimana terdapat hubungan antara proton pada H 3,71 ppm dengan proton pada H 3,77 ppm; antara proton pada H 3,51 ppm dengan proton pada H 3,66 ppm; antara proton pada H 3,59 ppm dengan proton pada H 3,76 ppm; antara proton pada H 3,75 ppm dengan proton pada H 3,89 ppm; antara proton pada H 3,66 ppm dengan proton pada H 3,89 ppm dan antara proton pada H 6,47 ppm dengan proton pada H 7,80 ppm, sedangkan berdasarkan data RMI 2 dimensi HMBC (Hetero Multiple Bond Connectivity) menggambarkan adanya hubungan antara proton dengan karbon pada senyawa murni X, dimana terdapat hubungan pergeseran kimia antara proton (H) 3,40 ppm dengan karbon (C) 55,70 dan 101,54 ppm; proton (H) 3,76 ppm dengan karbon (C) 71,15 ppm; proton (H) 3,76 ppm dengan karbon (C) 62,84 dan 71,15 ppm; proton (H) 4,72 ppm dengan karbon (C) 72,33 ppm; proton (H) 6,47 dan 7,80 ppm dengan karbon (C) 118,00; 140,09 dan 181,84 ppm. Berdasarkan hasil interpretasi data-data spektrum UV/Vis, FTIR, RMI 1 dan 2 dimensi dapat diperkirakan struktur kimia senyawa murni X termasuk golongan glikosida.
© Hak Cipta IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENENTUAN STRUKTUR MOLEKUL DARI FRAKSI AIR
TUMBUHAN ”SARANG SEMUT” Myrmecodia pendens MERR. & PERRY YANG MEMPUNYAI AKTIVITAS
SITOTOKSIK DAN SEBAGAI ANTIOKSIDAN
BUSTANUSSALAM
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi : Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah tanaman obat asli Indonesia, dengan judul Penentuan
Struktur Molekul dari Fraksi Air Tumbuhan Myrmecodia pendens Merr. & Perry
yang mempunyai Aktivitas Sitotoksik dan Sebagai Antioksidan. Tesis ini
merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Pusat
Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Drh. Maria Bintang, MS dan Bapak Dr. Partomuan Simanjuntak,
M.Sc., APU selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan,
perhatian serta pengorbanan waktu dan pikiran selama penelitian hingga
penyusunan tesis ini.
2. Alm. Dr. Muhammad Ahkam Subroto, M.App.Sc., APU yang telah
memberikan banyak perhatian dan dukungan.
3. Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmiu Pengetahuan Indonesia
(LIPI)
4. Yoice Srikandace, M.Si, Yatri Hapsari, S.Si, Fauzy Rachman, STP, Eris
Septiana, S.Si, Yadi dan Indra Fakhma atas batuan selama di laboratorium.
Hartati, M.Si yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Abah, Ema, Istri dan
Anak-anak tercinta serta keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Februari 2010
Bustanussalam
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 26 Mei 1977 sebagai anak
bungsu dari pasangan Acep Mahmudin dan Tidjen. Pendidikan sarjana ditempuh
di Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003, penulis diterima di
Program Studi Biokimia pada Program Pasca Sarjana IPB.
Pada tanggal 11 September 2006 penulis menikah dengan Dwi Helina
Agustiani, S.Si dan dikaruniai seorang putri pada tanggal 7 Agustus 2007 yang
bernama Shuba Laiqa Sobia. Saat ini penulis sedang menantikan kelahiran anak
kedua yang diperkiraan akan lahir pada awal Maret 2010.
Penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Pusat Penelitian Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak tahun 2007 sampai sekarang.
Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah bioproses obat-
obatan dan kesehatan yang lebih terfokus pada tanaman obat.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................... 1 Tujuan ....................................................................................................... 3 Manfaat ..................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan Sarang Semut (Myrmecosia pendens)..................................... 4 Antioksidan ............................................................................................... 7 Uji Toksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)........ 10 Kromatografi ............................................................................................. 11 Spektrofotometri ....................................................................................... 14
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 18 Bahan dan Alat.......................................................................................... 18 Pelaksanaan Penelitian .............................................................................. 18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman dan Semut ............................................................ 25 Persiapan Bahan, Ekstraksi Refluks dan Partisi........................................ 25 Hasil Uji Penapisan Fitokimia .................................................................. 26 Uji Aktivitas Toksisitas untuk Fraksi Air dan n-butanol .......................... 27 Uji Aktivitas Antioksidan untuk Fraksi Air dan n-butanol....................... 28 Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Air......................................................... 29 Fraksinasi Ekstrak Air dengan Kromatografi Kolom Pertama ................. 30 Uji Toksisitas dan Antioksidan Fraksi-fraksi Hasil Kromatografi Kolom Pertama.......................................................................................... 32 Pemurnian Fraksi Mp-Aq.2 dengan Kromatografi Kolom Kedua............ 33 Uji Toksisitas dan Antioksidan Fraksi Hasil Kromatografi Kolom Mp-Aq.2........................................................................................ 34 Pemurnian Fraksi Mp-Aq.2.6 dengan Kromatografi Kolom Ketiga......... 34 Uji Aktivitas Toksisitas dan Antioksidan Fraksi Hasil Kromatografi Kolom Mp-Aq.2.6 ............................................................. 35 Pemurnian Fraksi Mp-Aq.2.6.5 dengan KLT Preparatif........................... 36 Identifikasi Senyawa Murni X Fraksi Mp-Aq.2.6.5 dengan Spektrofotometer UV-Vis ......................................................................... 37 Identifikasi Senyawa Murni X Fraksi Mp-Aq.2.6.5 dengan
Spektrofotometer Infra Merah................................................................... 38 Identifikasi Senyawa Murni dengan Spektrofotometri Resonansi Magnet Inti (RMI) 1 Dimensi ................................................................... 39 Identifikasi Senyawa Murni dengan Spektrofotometri Resonansi Magnet Inti (RMI) 2 Dimensi ................................................................... 40
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 45
LAMPIRAN ................................................................................................. 48
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi hipokotil sarang semut ................................................................. 7
2 Bobot dan rendemen fraksi hasil partisi ......................................................... 26
3 Hasil penapisan fitokimia fraksi air dan n-butanol ......................................... 26
4 Penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom pertama................................ 31
5 Penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom kedua................................... 33
6 Penggabungan fraksi dari Mp-Aq.2.6 dengan kromatografi kolom ketiga..... 35
7 Hasil interpretasi spektrum infra merah Fourier Transform dari senyawa murni X ........................................................................................................... 39
8 Pergeseran kimia proton untuk senyawa murni X .......................................... 39
9 Pergeseran kimia karbon untuk senyawa murni X.......................................... 40
10 Korelasi RMI proton dan karbon senyawa murni X ....................................... 40
11 Hubungan proton-proton dengan RMI 2 dimensi 1H-1H COSY..................... 42
12 Hubungan proton dengan karbon berdasarkan RMI 2 dimensi HMBC.......... 43
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Tumbuhan Sarang Semut ................................................................................ 4
2 Penampang Melintang Hipokotil Tumbuhan Sarang Semut........................... 5
3 Semut Ochetellus sp........................................................................................ 5
4 Simplisia Hipokotil Sarang Semut .................................................................. 26
5 Nilai LC50 fraksi n-butanol dan air hipokotil tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendens Merr. & Perry............................................................... 27
6 Histogram hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C, fraksi air dan fraksi n-butanol .............................................................................................. 29
7 Kromatogram KLT fraksi air dan n-butanol hipokotil sarang semut, Myrmecodia pendens Merr. & Perry .............................................................. 30
8 Kromatogram KLT fraksi hasil kromatografi kolom pertama ........................ 31
9 Hasil uji aktivitas sitotoksik dan antioksidan fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom pertama........................................................................... 32
10 Kromatogram KLT hasil fraksinasi Mp-Aq.2................................................. 33
11 Hasil uji aktivitas sitotoksik dan antioksidan fraksi-fraksi hasil Kromatografi kolom Mp-Aq.2 ........................................................................ 34
12 Kromatogram KLT fraksi gabungan hasil kromatografi kolom ketiga .......... 35
13 Hasil uji aktivitas sitotoksik dan antioksidan fraksi-fraksi hasil kromatografi kolomMp-Aq.2.6....................................................................... 36
14 (a) Kromatogram KLT prparetif fraksi Mp-Aq.2.6.5 ..................................... 37
14 (b) Kromatogram hasil KLT preparatif .......................................................... 37
15 Spektrum UV-Vis senyawa murni X ............................................................. 38
16 Spektrum FT-IR dari senyawa murni X ......................................................... 38
17 Perkiraan struktur kumia senyawa murni X ................................................... 41
18 Hubungan antar proton berdasarkan analisis RMI 1H-1H COSY .................. 42
19 Hubungan antara proton dengan karbon berdasarkan analisis RMI HMBC .. 43
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir proses preparasi sampel, ekstraksi refluks dan uji bioaktivitas ekstrak tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendens (Rubiaceae) ............. 49
2 Diagram alir proses isolasi, identifikasi dan uji bioaktivitas ekstrak tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendens (Rubiaceae) .......................... 50
3 Diagram alir uji alkaloid ................................................................................. 51
4 Diagram alir uji steroid dan triterpenoid ......................................................... 52
5 Diagram alir uji kumarin ................................................................................ 52
6 Diagram alir uji flavonoid............................................................................... 53
7 Diagram alir uji saponin ................................................................................. 53
8 Diagram alir uji tanin ...................................................................................... 54
9 Diagram alir uji kuinon .................................................................................. 54
10 Diagram alir uji karbohidrat ........................................................................... 55
11 Diagram alir uji glikosida ............................................................................... 56
12 Diagram alir uji toksisitas dengan metode BSLT ........................................... 57
13 Diagram alir uji antioksidan dengan metode DPPH ....................................... 58
14 Hasil determinasi simplisia sarang semut ...................................................... 59
15 Hasil determinasi semut yang hidup dalam hipokotil Myrmecodia pendens.. 60
16 Spektrum hasil analisis RMI 1 dimensi proton .............................................. 61
17 Spektrum hasil analisis RMI 1 dimensi karbon .............................................. 62
18 Spektrum hasil analisis RMI 1 dimensi DEPT ............................................. 63
19 Spektrum hasil analisis RMI 1 dimensi DEPT (Overlay) .............................. 64
20 Spektrum hasil analisis RMI 2 dimensi HMQC ............................................. 65
21 Spektrum hasil analisis RMI 2 dimensi 1H-1H COSY.................................... 66
22 Spektrum hasil analisis RMI 2 dimensi HMBC.............................................. 67
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah penderita kanker di dunia saat ini sekitar 25 juta orang. Setiap
tahunnya terjadi 10 juta kasus baru dan 7 juta orang meninggal akibat kanker.
Pada tahun 2020, jumlah kasus baru kanker diperkirakan meningkat menjadi 16
juta pertahun dan lebih dari 10 juta orang meninggal. Tujuh puluh persen
kematian terjadi di negara miskin dan berkembang (http://www.uicc.org, 08 Juli
2007, 05:50 WIB).
Jenis kanker yang paling sering terjadi setiap tahunnya di dunia adalah
kanker paru-paru 1,2 juta kasus, payudara 1 juta kasus, kolorektal 940.000 kasus,
perut 870.000 kasus, hati 560.000 kasus, mulut rahim 470.000 kasus, esophagus
410.000 kasus, kepala dan leher 390.000 kasus, kandung kemih 330.000 kasus,
malignant non-Hodgkin lymphomas 290.000 kasus, dan leukemia 250.000 kasus
(http://www.who.int/. 08 Juli 2007, 06;50 WIB).
Di Indonesia, kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit
jantung. Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI, jumlah penderita kanker di
Indonesia sekitar 16,2 juta orang atau sekitar 6 persen dari populasi. Sepuluh jenis
kanker yang banyak ditemui di Indonesia adalah kanker leher rahim, kanker
payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker nesofaring, kanker kulit, kanker
ovarium, kanker kelenjer gondok, kanker kolorektal, kanker paru-paru, dan
kanker jaringan lunak (http://www.kompas.co.id/, 10 Agustus 2007) dan
http://www.detiknews.com/, 27 Agustus 2007 diakses 08 September 2007).
Terapi kanker dapat dilakukan dengan radiasi (radioterapi), pembedahan,
bahan kimia (kemoterapi), hormon (endokrinoterapi), dan meningkatkan daya
tahan tubuh (imunoterapi). Terapi dapat dilakukan dengan satu macam terapi atau
kombinasi (Kintzios dan Barberaki 2004).
Kemoterapi merupakan jenis pengobatan yang sangat penting pada beberapa
tahun terakhir ini dan telah memegang peranan utama dalam perawatan kanker
selama setengah abad terakhir. Tujuan utama kemoterapi kanker adalah merusak
secara selektif sel tumor yang berbahaya tanpa mengganggu sel normal. Bahan
kimia alami yang berkhasiat sebagai obat antikanker terdiri dari antikanker dari
produk tumbuhan, antikanker dari produk hewan dan antibiotik antikanker
(Siswandono dan Soekardjo 1999).
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan flora nomor dua di
dunia setelah negara Brazil dan diyakini memiliki berbagai macam tumbuhan
yang dapat dimanfaatkan sebagai obat, diantaranya untuk pengobatan kanker.
Pemakaian tumbuhan untuk pengobatan terutama pemakaian obat yang
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan formal di Indonesia masih rendah
dibandingkan dengan beberapa negara Asia lainnya. Hutan Indonesia dengan luas
sekitar 147 juta Ha diperkirakan memiliki 30.000 jenis tumbuahan obat, hanya
940 jenis diantaranya telah diidentifikasi memiliki khasiat obat (Pramono 1999).
Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendens [Rubiaceae]) merupakan
tumbuhan obat asal Papua yang terbukti secara empiris berkhasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit secara alami dan aman. Bagian
tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah daging hipokotil (caudex). Pada
bagian dalam hipokotil terdapat labirin yang dihuni ratusan semut. Secara turun-
temurun sebenarnya tumbuhan sarang semut telah digunakan sebagai obat oleh
masyarakat pedalaman bagian barat Wamena, Papua. Suku-suku di Bogondini dan
Tolikara lazim memanfaatkannya untuk mengatasi reumatik dan asam urat.
Khasiat dan kegunaan tumbuhan sarang semut sudah terbukti secara empiris
selama bertahun-tahun. Salah satu khasiat utamanya adalah membantu pengobatan
berbagai jenis tumor dan kanker seperti: kanker otak, kanker payudara, kanker
hidung, kanker lever, kanker paru-paru, kanker usus, kanker rahim, kanker kulit,
kanker prostat dan leukemia. Tumbuhan sarang semut juga efektif dalam
membantu penyembuhan berbagai macam penyakit lainnya, diantaranya
gangguan jantung, ambien (wasir), reumatik, stroke ringan mapun berat, maag,
gangguan fungsi ginjal dan prostat, pegal linu, melancarkan dan meningkatkan
jumlah air susu ibu (ASI), melancarkan peredaran darah, dan memulihkan gairah
seksual (Natural 2006).
Studi kimia dan farmakologi tumbuhan sarang semut belum banyak
dilakukan. Penelitian yang telah dilakukan hanya berkaitan dengan ekologi,
taksonomi, dan etnobotani, sedangkan penelitian tentang uji bioaktivitas dan
penentuan struktur molekul senyawa aktif di dalam tumbuhan sarang semut masih
terbatas dan belum dilakukan (Natural 2006).
Penelitian yang dilakukan dalam upaya pencarian senyawa bioaktif dari
tanaman ini seperti yang dilakukan Wijaya 2007, diketahui bahwa ekstrak air
langsung, ekstrak air dan ekstrak n-butanol secara in vitro memiliki sifat
sitotoksik terhadap sel HeLa, sel MCM-B2 dan sel Leukemia L1210. Aktivitas
antikanker dari ekstrak tumbuhan dapat diketahui melalui metode Brine Shrimp
Letahality Test (BSLT) dan aktivitas antioksidan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan menentukan struktur
molekul senyawa kimia yang mempunyai aktivitas sitotoksik berdasarkan hasil uji
BSLT dan aktivitas antioksidan dari fraksi air hipokotil tumbuhan sarang semut
(Myrmecodia pendens Merr. & Perry [Rubiaceae]).
Manfaat
Diharapkan dapat menggali potensi bahan alam nabati Indonesia yang
memiliki khasiat sebagai herbal dan menambah informasi ilmiah tentang senyawa
kimia yang mempunyai aktivitas sitotoksik dan antioksidan dari tumbuhan sarang
semut.
TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Pustaka
2.
Tumbuhan Sarang Semut (Myrmecodia pendens)
Tumbuhan sarang semut merupakan tumbuhan epifit yang hidupnya
menempel pada tumbuhan lain, seperti pada pohon kayu putih (Melaleuca),
cemara gunung (Casuarina), kaha (Castanopsis), dan beech (Nothofagus). Pada
umumnya hanya memiliki satu batang, jarang bercabang, dan mempunyai ruas
yang tebal dan pendek. Batang bagian bawahnya secara progresif menggelembung
dengan sendirinya sejak dari perkecambahan biji. Daun umumnya tebal seperti
kulit dan pada beberapa spesies mempunyai daun yang sempit dan panjang.
Hipokotilnya berbentuk bulat saat muda dan memanjang setelah tua tetapi ada
juga jenis yang bulat tidak beraturan. Kulit hipokotil pada umumnya berduri.
Tumbuhan sarang semut mulai berbunga pada saat terbentuk beberapa ruas
(internodal) pada batang dan bunga muncul pada tiap buku (nodus). Dua bagian
pada setiap bunga berkembang pada suatu kantong udara (alveolus) yang berbeda.
Alveoli tersebut mungkin ukurannya tidak sama dan terletak pada tempat yang
berbeda di batang. Buah berkembang dalam alveolus dan menjadi menonjol
keluar hanya setelah masak. Gambar 1 menunjukkan tumbuhan sarang semut
(Subroto dan Saputra 2006).
Gambar 1 Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendens Merr.&Perry) (Sumber : http://www.griffith.edu.au/)
Batang
Daun
Daging umbi atau hipokotil (Caudex)
Tempat pohon sarang semut bergantung
Domatia/labirin berbentuk lorong
Kulit umbi umumnya berduri
Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah daging hipokotil
(caudex). Permukaan hipokotil dipenuhi oleh duri tajam yang dapat melindungi
semut dari pemangsa herbivora. Pada bagian dalam hipokotil terdapat domatia
atau labirin yang dihuni ratusan semut. Dihabitat liarnya, labirin ini dihuni oleh
beragam jenis semut dengan satu jenis tumbuhan sarang semut dihuni oleh satu
jenis semut. Secara umum ditemukan tiga jenis semut dari genus Iridomyrmex
(Natural 2006). Gambar 2 menunjukkan penampang melintang hipokotil
tumbuhan sarang semut .
Gambar 2 Penampang melintang hipokotil tumbuhan sarang semut
Hasil identifikasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Zoologi LIPI
menyatakan bahwa tumbuhan sarang semut jenis Myrmercodia pendens Merr. &
Perry dihuni oleh koloni semut dari jenis Ochetellus sp. Selain semut, cendawan
endofit juga menghuni hipokotil sehingga terjadi simbiosis antara tumbuhan
sarang semut, semut, dan cendawan (http://www.trubus-online.com). Gambar 3
menunjukkan semut Ochetellus sp. yang hidup di dalam labirin hipokotil
tumbuhan sarang semut.
Gambar 3 Semut Ochetellus sp. yang hidup di dalam labirin hipokotil tumbuhan
sarang semut (Sumber : http://www.myrmecos.net/ants/Ochetellus2.html)
Tumbuhan sarang semut merupakan anggota famili Rubiaceae, terdiri atas 5
genus namun hanya dua genus yang paling dekat berasosiasi dengan semut yakni
Myrmecodia dan Hydnophytum. Hydnophytum terdiri atas 45 spesies dan
Myrmecodia terdiri 26 spesies. Spesies yang banyak digunakan sebagai bahan
obat adalah Hydnophytum formicarum, Myrmecodia tuberosa dan Myrmecodia
pendens. Taksonomi dari Myrmecodia pendens yang diteliti adalah:
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Lamiidae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Myrmecodia
Spesies : Myrmecodia pendens Merr. & Perry (Subroto dan Saputra
2006).
Secara ekologi, tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan
pohon-pohon dipinggir pantai hingga ketinggian 2.400 m diatas permukaan laut.
Tumbuhan sarang semut lebih banyak ditemukan di hutan dan daerah pertanian
terbuka dengan ketinggian sekitar 600 m dan jarang ditemukan di padang rumput
dan hutan tropis dataran rendah. Penyebaran tumbuhan sarang semut banyak
ditemukan mulai dari Semenanjung Malaysia hingga Filipina, Kamboja,
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Papua, Papua Nugini, Cape York, hingga kepulauan
Solomon. Keanekaragaman tumbuhan sarang semut ditemukan di pulau Papua
terutama di daerah Pegunungan Tengah, yaitu hutan belantara Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Pegunungan
Bintang dan Kabupaten Paniai. Nama daerah tumbuhan sarang semut di Sumatera
adalah rumah semut, di Jawa adalah ulek-ulek polo dan di Papua adalah lokon,
suhendep atau nongon. Nama di Malaysia adalah periok hantu, peruntak, sembuku
(peninsular) dan nama di Vietnam adalah By ki nan, k[yf] nam gai, k[yf] nam
ki[ees]n (Subroto & Saputro 2006).
Kandungan zat-zat bermanfaat yang telah diketahui terdapat di dalam sarang
semut diantaranya adalah zat antioksidan, zat inhibitor xanthine oxidase,
flavonoid, tanin, tokoferol dan polisakarida. Disamping zat diatas terdapat juga
multimineral berupa kalsium, natrium, kalium, seng, besi, fosfor, dan magnesium
(Natural 2006). Tabel 1 menunjukkan komposisi hipokotil tumbuhan sarang
semut.
Tabel 1 Komposisi hipokotil tumbuhan sarang semut (Natural, 2006)
No Parameter uji Komposisi (g/100g) 1 Kadar air 4,54 2 Kadar abu 11,13 3 Kadar lemak 2,64 4 Kadar protein 2,75 5 Kadar karbohidrat 78,94 8 Total fenol 0,25 9 Kalsium (Ca) 0,37 10 Natrium (Na) 68,58 11 Kalium (K) 3,61 12 Fosfor (P) 0,99 13 Magnesium (Mg) 1,50 14 Seng (Zn) 1,36 mg/100g 15 Besi (Fe) 29,24 mg/100g 16 Tokoferol 31,34 mg/100g 17 Energi 350,52 Kkal/100g
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang diperlukan tubuh untuk menetralisir
radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas
terhadap sel normal, protein, dan lemak. Antioksidan berfungsi untuk melindungi
sel-sel tubuh agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik, jika sel bekerja
dengan baik maka penyakit yang mengganggu fungsi sel seperti kanker dapat
dicegah (Anonim 2007).
Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif yang
tinggi dan secara alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia
didalam tubuh. Radikal bebas juga terdapat di lingkungan sekitar kita yang berasal
dari polusi udara, asap tembakau, bahan pengawet dan pupuk yang berlebihan,
yang dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat antioksidan atau saat
tubuh kelebihan radikal bebas. Hal ini dapat menyebabkan berkembangnya sel
kanker, penyakit hati, katarak, dan penyakit degeneratif lainnya, bahkan juga
mempercepat proses penuaan (Sofia 2003).
Mekanisme kerja dari antioksidan adalah menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan
menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas yang
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit. Sekarang ini kita dapat menjumpai
antioksidan untuk memenuhi kebutuhan di dalam tubuh, beberapa diantaranya
yaitu vitamin E, vitamim C, kelompok karatenoid (beta karoten, likopen, dan
lutein), serta kelompok flavonoid. Sedangkan contoh mineral antioksidan yaitu
selenium dan seng (Novalia 2003). Antioksidan berdasarkan fungsinya dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:
Antioksidan primer, berfungsi mencegah terbentuknya radikal bebas baru karena
dapat mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak
negatifnya, sebelum radikal ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan ini adalah
enzim superoksida dismutase (SOD), yang mempunyai fungsi sebagai pelindung
hancurnya sel-sel dalam tubuh serta mencegah proses peradangan akibat serangan
radikal bebas.
Antioksidan sekunder, berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah
terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan ini adalah vitamin C, vitamin E dan
beta karoten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
Antioksidan tersier, berfungsi memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang
disebabkan oleh serangan radikal bebas. Contoh antioksidan ini adalah enzim
yang dapat memperbaiki DNA pada inti sel yaitu metionin sulfoksida reduktase
sehingga dipergunakan untuk perbaikan DNA pada penderita kanker (Novaliana
2003; Ahmad 2003).
DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)
Rumus bangun :
N-N(C6H5)2
NO2O2N
NO2 Dengan nama kimia 1,1- difenil-2-pikrilhidrazil; 2,2- difenil-1-(2,4,6-
trinitrofenil) hidrazil, merupakan prisma besar berwarna ungu gelap yang mudah
larut dalam metanol dan etanol serta memiliki titik lebur 127-129°C, digunakan
sebagai reagen analitik untuk substansi pereduksi.
Pada prinsipnya uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan 1,1- Difenil-2-
pikrilhidrazil sebagai radikal bebas sehingga terjadi perubahan stuktur dari 1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil (berwarna ungu) menjadi 1,1- difenil-2-pikrilhidrazin yang
stabil (berwarna kuning). Mekanisme reaksi antara 1,1- Difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH) dengan antioksidan :
N-N(C6H5)2
NO2O2N
NO2
+ AH
N-N(C6H5)2
NO2O2N
NO2
+ A
H
Rumus perhitungan hambatan aktivitas radikal bebas (%) :
Hambatan Aktivitas Radikal Bebas (%) = ----------- X 100 %
Keterangan :
Ab = serapan blanko DPPH dalam metanol
As = serapan DPPH setelah bereaksi dengan sampel
Nilai IC50 (Inhibitor Concentration 50) adalah konsentrasi antioksidan (µg/ml)
yang mampu menghambat 50% aktivitas radikal bebas
Pola aktivitas antioksidan dari bahan yang diuji dinyatakan aktif bila
menghambat radikal bebas lebih dari 80%, dinyatakan sedang keaktifannya bila
mengahmbat 50-80%, dan dinyatakan tidak aktif bila menghambat kurang dari
50%. Alat yang digunakan untuk mengukur serapan pada uji antioksidan dengan
menggunakan metode DPPH ini adalah spektrofotometer UV-VIS (Yen 1995)
Ab - As
Ab
Uji Toksisitas dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
Kemampuan bahan aktif untuk membunuh larva udang (brine shrimp)
Artemia salina L., merupakan salah satu metode yang disarankan oleh Mc
Laughin & Ferrigni 1983, dalam studi senyawa antitumor dari jaringan tumbuhan,
selain pengamatan kemampuan daya inhibisi bahan aktif terhadap pertumbuhan
sel tumor pada kentang. Metode ini banyak digunakan untuk uji hayati dalam
analisis residu pestisida, anestetika, senyawa turunan morfin, karsinogenisitas
suatu senyawa, dan polutan pada air laut. Keuntungan metode ini diantaranya
adalah cepat, biaya yang digunakan relatif sedikit, sederhana dan tidak
memerlukan serum hewan. Prinsip uji ini adalah komponen bioaktif selalu bersifat
toksik jika diberikan pada dosis yang tinggi dan obat adalah racun dari suatu
bahan bioaktif dosis rendah (Meyer et al 1982).
Meyer et al., 1982, pertama kali menemukan adanya korelasi positif antara
toksisitas dengan metode BSLT dan efek sitotoksik pada kultur sel 9 KB
(karsinoma nasofaring pada manusia). Beberapa senyawa antikanker telah dapat
diisolasi dari bahan alam yang dilakukan dengan ekstraksi dan partisi yang
terpantau dengan BSLT. Tiga senyawa diantaranya mampu menghambat
pertumbuhan sel kanker secara in vitro. Ketiga senyawa tersebut diidentifikasi
sebagai uvaricin dari tumbuhan Uvarica accuminata dan bullacitin yang diisolasi
dari tumbuhan Anona bullata, serta oleandrin dari tumbuhan Nerium oleander
(Alam 2002).
Larva udang yang digunakan berumur 48 jam karena pada umur tersebut
larva A. salina bersifat paling peka. Hal ini disebabkan dinding sel larva masih
lunak sehingga senyawa asing dalam air laut yang diserap melalui dinding selnya
akan segera mempengaruhi hidupnya. Senyawa asing yang bersifat racun itu akan
menyebabkan kematian pada larva udang. Sebagai media penetasan telur A. salina
digunakan air laut dengan bantuan aerator (dengan kekuatan aerasi sedang) untuk
memenuhi kadar oksigen yang terlarut. Gelembung udara yang berasal dari
aerator ini juga berfungsi untuk mengaduk telur secara merata sehingga telur tidak
mengendap pada dasar wadah, karena jika hal ini terjadi maka telur akan sulit
menetas karena kekurangan oksigen (Purwantini et al 2002).
Toksisitas senyawa aktif dalam ekstrak tumbuhan ditentukan berdasarkan
nilai konsentrasi letal (LC50) pada hewan uji Artemia salina Leach Lethal
Concentration atau LC50 merupakan konsentrasi senyawa yang mematikan 50%
dari populasi hewan uji. Data mortalitas larva A. salina terhadap ekstrak
selanjutnya diproses melalui program komputer Probit Analysis Method untuk
memperoleh nilai LC50 dengan selang kepercayaan 95%. Senyawa dengan nilai
LC50<1000 ppm dikatakan memiliki potensi bioaktivitas (Meyer et al 1982).
Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat pelarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul,
atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat
diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Gritter et al 1991).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia yang terdiri
atas zat penjerap yang merupakan lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada
lempeng kaca, plastik atau logam secara merata (fase diam) kemudian campuran
yang akan dipisahkan dalam bentuk larutan ditotolkan berupa bercak (spot) atau
pita (bend), setelah itu lapisan diletakkan didalam bejana tertutup rapat yang berisi
larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler (pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna
dapat dideteksi dengan cara disemprot menggunakan pereaksi khusus dan/atau
dipanaskan di atas hot plate atau diletakan dibawah sinar UV pada 245 nm
dan/atau 365 nm (Gritter et al 1991; Stevenson 1991).
Fase diam (lapisan penjerap), penjerap polar yang umum dipakai adalah silika gel,
alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, poliamida, sephadex dan
lain-lain. Sedangkan penjerap nonpolar yang dapat digunakan antara lain RP18.
Fase gerak (pelarut pengembang), fase gerak adalah medium angkut dan terdiri
atas satu atau beberapa pelarut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
pelarut adalah pelarut harus murni, campuran pelarut hanya boleh digunakan
maksimum sampai dua atau tiga kali, komposisi campuran dapat berubah karena
penyerapan atau penguapan dan komponen-komponen campuran pelarut mungkin
bereaksi satu sama lain.
Bejana kromatografi dan penjenuhan, KLT dapat dilakukan dalam bejana atau
wadah apa saja yang dapat ditutup rapat. Penjenuhan biasanya dilakukan dengan
melapisi dinding bejana dengan kertas saring (Gritter et al 1991).
Penotolan cuplikan, cuplikan biasanya ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis
1,5-2,0 cm dari tepi bawah. Pada umumnya cuplikan ditotolkan sebanyak 1-10 µl
dengan menggunakan mikropipet (Gritter et al 1991).
Pengembangan, pengembangan adalah proses pemisahan campuran cuplikan
akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak pengembangan
normal yaitu jarak antara garis awal dan garis depan ialah 100 mm (Gritter et al
1991).
Deteksi senyawa yang dipisah, deteksi paling sederhana adalah jika senyawa
menunjukkan penyerapan didaerah sinar UV gelombang pendek (radiasi utama
kira-kira pada 254 nm) atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara
itu senyawa tidak dapat dideteksi, harus dicoba dengan reaksi kimia yaitu dengan
pereaksi semprot (pereaksi penampak bercak) pertama tanpa dipanaskan,
kemudian bila perlu dengan pemanasan (Gritter et al 1991).
Penilaian dan dokumentasi kromatogram, jarak pengembangan senyawa pada
kromatogram biasanya dinyatakan dengan angka Rf atau hRf.
Rf =
Angka Rf berjangka antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua
desimal. hRf ialah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berjangka 0 sampai 100. Tetapi, karena angka Rf merupakan fungsi sejumlah
faktor, angka ini hanya sebagai petunjuk dan angka hRf yang dicantumkan untuk
Jarak Titik Pusat Bercak dari Titik Awal Jarak Garis dari Titik Awal
menunjukkan letak suatu senyawa pada kromatogram (Gritter et al 1991;
Stevenson 1991).
Kromatografi kolom
Kromatografi kolom merupakan suatu mekanisme pemisahan berdasarkan
adsorbsi komponen-komponen campuran dengan afinitas yang berbeda-beda pada
permukaan fase diam. Pemisahan yang terjadi tergantung dari jenis fase gerak
yang digunakan, biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi kran jenis tertentu
pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut.
Prinsip kerja dari kromatografi kolom yaitu, campuran yang akan
dipisahkan dimasukkan ke dalam kolom yang berupa tabung kaca, tabung logam
atau bahkan tabung plastik. Pelarut (fase gerak) dibiarkan mengalir melalui kolom
karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan.
Kemudian senyawa akan bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda,
memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom (Gritter et
al 1991; Stevenson 1991). Komponen kromatografi kolom terdiri dari :
Kolom Kromatografi, ukuran kolom bermacam-macam, tetapi pada umumnya
mempunyai panjang sekurang-kurangnya sepuluh kali sampai seratus kali garis
tengah dalamnya. Ukuran kolom dan banyak penyerap yang dipakai ditentukan
oleh bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.
Penjerap, ada beberapa jenis penjerap yang biasa digunakan yaitu silika gel,
alumina, poliamida, selulosa, arang aktif dan gula tepung. Namun yang paling
berguna dan mudah didapat yaitu alumina dan silika gel.
Pelarut pengelusi, kromatografi kolom memerlukan waktu yang lama dan bahan
yang banyak, dan kita perlu memastikan pelarut atau campuran pelarut yang dapat
menghasilkan pemisahan yang diinginkan. Ada tiga cara untuk memastikan
pelarut atau campuran pelarut yang akan digunakan sehingga dapat menghasilkan
pemisahan yang diinginkan yaitu penelusuran pustaka, mencoba menerapkan data
KLT pada pemisahan dengan kolom, pemakaian pelarut yang tidak menggerakkan
sampel sampai pelarut yang lebih polar yang menggerakkan sampel (Gritter et al
1991; Stevenson 1991).
Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah suatu metode pengukuran serapan radiasi
elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada panjang
gelombang tertentu.
Spektrofotometer terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang dapat diabsorbsi(Cresswell
1981; Williard 1988).
Spektrofotometri Ultraviolet-Cahaya Tampak (UV-VIS)
Spektrofotometri UV-VIS adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengidentifiksi suatu senyawa berdasarkan penyerapan sinar ultraviolet pada
larutan tak berwarna atau penyerapan sinar tampak pada larutan berwarna.
Spektrum absorbsi daerah ini adalah190-780 nm. Pengukuran serapan
dapat dilakukan di daerah ultraviolet pada panjang gelombang 190-380 nm atau
pada daerah cahaya tampak pada panjang gelombang 380-780 nm. Identifikasi
kualitatif senyawa organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada dalam
infra merah. Ini karena pita absorbsi terlalu lebar dan kurang terinci. Meskipun
spektrum pada daerah UV-VIS dari suatu zat tidak khas, akan tetapi sangat cocok
untuk analisis kuantitatif, dasar dari analisis ini yaitu intensitas cahaya yang
diserap tergantung dari jumlah molekul atau kadar larutan dari zat peresap dan hal
tersebut dapat dinyatakan dengan hukum Lambert-Beer sebagai berikut: (Stuart
1996).
A = a b c
Keterangan : A = serapan ; a = daya serap; b = tebal larutan (cm); c = konsentrasi
(g/L)
Dimana serapan yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan jumlah
konsentrasi dari larutan sampel, semakin tinggi konsentrasi maka akan semakin
tinggi serapan yang dihasilkan.
Pemilihan pelarut yang digunakan dalam spektrofotometri UV sangat
penting, pelarut tidak boleh mengabsorbsi cahaya pada daerah panjang gelombang
dimana dilakukan pengukuran sampel. Pelarut yang umum digunakan adalah air,
etanol, dan n-heksan, karena pelarut ini transparan pada daerah UV (Cresswell
1981). Suatu spektrofotometer UV-VIS tersusun atas :
Sumber cahaya, yang digunakan untuk daerah ultraviolet adalah lampu deuterium
atau lampu hidrogen, sedangkan untuk daerah visible adalah lampu wolfram,
tungsten.
Monokromator, digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
Alatnya dapat berupa prisma atau grating.
Sel absorbsi (kuvet), yang biasa digunakan pada pengukuran didaerah ultraviolet
adalah kuvet yang dibuat dari kuarsa, sedangkan untuk daerah visible adalah
kuvet yang terbuat dari kaca. Umumnya tebal kuvet 10 mm.
Detektor, berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi sinyal listrik.
Penguat (amplifier), berfungsi untuk membuat sinyal listrik yang lemah menjadi
kuat.
Rekorder, adalah spektrup pencatat yang dapat menunjukkan besarnya sinyal
listrik.
Spektrofotometri IR (Infra Red)
Spektroskopi IR digunakan untuk penentuan struktur, khususnya
senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif. Spektrum infra merah
memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak minimumnya.
Bila dibandingkan dengan daerah UV-tampak, dimana energi dalam daerah ini
dibutuhkan untuk transisi elektronik, maka radiasi infra merah hanya terbatas pada
perubahan energi setingkat molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam
keadaan vibrasi dan rotasi digunakan untuk mengabsorbsi sinar infra merah.
Radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan
akan menyebabkan perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul yang akan
menghasilkan spektrum khas yang digunakan untuk mengidentifikasi golongan
senyawa, gugus fungsi dan juga tipe substitusi pada senyawa aromatik. Daerah
radiasi yang paling banyak digunakan untuk berbagai keperluan praktis adalah
4000-690 cm-1 (Stahl 1985). Suatu spektrofotometer IR terdiri atas :
Sumber radiasi, yang paling umum digunakan adalah Nernst atau lampu glower,
berupa batang berongga dengan diameter 2 mm dan panjang 30 mm.
Detektor, yang banyak digunakan adalah detektor termal.
Monokromator, yang digunakan dalam infra merah terbuat dari berbagai macam
bahan, misal ; prisma dan silika yang terbuat dari gelas, lelehan silika, NaCl, KBr.
Tetapi umumnya banyak digunakan adalah prisma NaCl untuk daerah 4000-600
cm-1 dan prisma KBr untuk 400cm-1 (Stahl 1985).
Spektrofotometri FTIR (Fourier Transformation Infra Red) merupakan
metode baru untuk memperoleh inframerah dengan jarak frekuensi 5000-4000
cm-1. FTIR menggunakan Michelson interoferometer sebagai pemisah panjang
gelombang (dalam spektofotometer infra merah dispersive menggunakan grating
monokromator), detektor yang digunakan terbuat dari bahan tetrtentu yang dapat
menerima sinyal yang sangat cepat. Interferogram adalah sinyal yang dihasilkan
sebagai fungsi dari perubahan panjang jarak yang ditempuh kedua berkas. Fourier
Transformation mengkonversi interferogram menjadi grafik antara serapan
terhadap panjang gelombang. Beberapa keuntungan menggunakan FT-IR yaitu
dapat melakukan pengukuran lebih cepat, gambar yang dihasilkan diperoleh
dengan resolusi yang tinggi (0,001 cm-1), menggunakan sampel yang lebih sedikit
dan data yang diperoleh dalam bentuk digital dapat langsung discanning oleh
komputer (Stuart 1996) .
Spektrometri Resonansi Magnet Inti (RMI)
Spektrum resonansi magnet inti atau nuclear magnetic resonance
memberikan gambaran atom-atom H dan atom-atom C didalam molekul.
Spektrometri ini didasarkan pada penyerapan gelombang radio oleh inti tertentu
dalam molekul organik. Apabila inti tersebut berada dalam medan magnet yang
kuat. Spektrofotometer RMI merupakan metode yang paling tepat untuk
menjelaskan struktur molekul organik.
Spektrum resonansi magnet inti suatu senyawa dapat dibuat secara
langsung dari senyawa bentuk cairan murni. Jika senyawa dalam bentuk padatan
maka spektrum ditentukan dalam bentuk larutan. Telah dikenal berbagai jenis
pelarut yang dipakai untuk menentukan spektrum resonansi magnet inti. Pada
penulusuran proton dari senyawa yang dianalisis, pelarut yang digunakan harus
tidak mengandung proton. Pelarut yang lazim digunakan adalah karbon
tetraklorida, D2O, dan deuterokloroform.
Pada umumnya RMI digunakan untuk menentukan struktur senyawa yang
telah diketahui. Dengan pergeseran kimia dapat diketahui lingkungan kimia inti
yang menghasilkan sinyal dan integrasi terhadap spektrum dapat diperoleh
kesimpulan yang berkaitan dengan jumlah relatif inti yang terdapat dalam
molekul.
Spektrometri resonansi magnet inti dapat digunakan untuk mempelajari
proses dinamik dan laju suatu proses. Bahkan resonansi magnet inti dapat dipakai
untuk mempelajari reaksi balik yang dapat diikuti dengan metode kinetik (Jenie
2006).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Pusat Penelitian
Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dari bulan
April 2008 – Mei 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: hipokotil tumbuhan
sarang semut yang diperoleh dari Papua. Bahan kimia metanol teknis, metanol
p.a., n-heksana, etil asetat, asam klorida, larutan amoniak, pereaksi Mayer,
pereaksi Dragendorff, eter, pereaksi Liebermann-Burchard, serbuk magnesium,
HCl pekat, amil alkohol, FeCl3, NaOH, pereaksi Molisch, timbal (II) asetat,
isopropanol, asetat anhidrat, asam sulfat pekat, kloroform, serium sulfat, akuades,
butanol, serbuk silika gel 60 GF254, akuabides, sephadex LH-20, sea sand B, celite
545, dimetilsulfoksida (DMSO), kapas, kista udang A. Salina Leach, air laut dan
DPPH.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: timbangan analitik,
peralatan refluks, plat silika gel GF254, chamber kromatografi lapis tipis (KLT),
rotary evaporator, labu ekstraksi, corong pisah, kolom kaca panjang 60 cm dan
diameter 3 cm, spektrofotometer inframerah Fourier Transform (FT-IR)
Shimadzu, spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (UV-VIS) Shimadzu,
spektrometer resonansi magnetik inti (RMI) JNM ECA-500 MHz, sonikator
Bronson, detektor KLT sinar UV pada panjang gelombang 254 nm, kaca objek,
aerator, pipet Pasteur, dan alat-alat gelas.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa tahap kerja, yaitu : 1) determinasi sampel,
2) preparasi dan ekstraksi, 3) uji penapisan fitokimia, 4) uji toksisitas, 5) uji
antioksidan, 6) kromatografi kolom, dan 7) penentuan struktur molekul.
Determinasi
Tumbuhan sarang semut yang diperoleh dari Papua diterminasi di
Laboratorium herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Preparasi Sampel dan Ekstraksi
Hipokotil tumbuhan sarang semut dibersihkan dari kotoran yang melekat,
dicuci dengan air, dipotong kecil-kecil, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
sampai kadar air 10-20% dan disebut sebagai simplisia.
Sebanyak 1 kg simplisia direfluks dengan 2000 mL aquadest selama 4
jam. Ekstrak aquadest kemudian dipartisi dengan larutan n-butanol dengan
menggunakan corong pisah sebanyak tiga kali. Fraksi n-butanol yang diperoleh
kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator, sedangkan fraksi air keringkan
dengan freeze dryer, sehingga diperoleh dua fraksi yaitu fraksi n-butanol dan
fraksi air.
Uji Penapisan Fitokimia (Franswort 1996)
Uji penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa
yang terdapat pada fraksi n-butanol dan fraksi air hipokotil tumbuhan sarang
semut. Golongan senyawa yang diuji adalah: alkaloid, steroid dan triterpenoid,
flavonoid, saponin, kumarin, kuinon, karbohidrat, dan glikosida.
Uji Alkaloid. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif ditambah 5 mL asam klorida 10 %
kemudian dikocok dan ditambah 5 mL larutan amoniak 10 %. Diekstraksi dengan
kloroform dan diuapkan. Residu yang terbentuk ditambah 1,5 mL asam klorida
2% dan dibagi dalam dua tabung. Tabung pertama ditambah 2-3 tetes pereaksi
Mayer. Jika terbentuk endapan putih kekuningan menunjukkan adanya alkaloid.
Tabung kedua ditambah 2-3 tetes pereaksi Dragendorff, jika terbentuk endapan
merah bata menunjukkan adanya alkaloid.
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif diekstraksi dengan
10 mL eter lalu disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah pereaksi
Liebermann-Burchard (3 tetes asam asetat anhidrat – 1 tetes H2SO4 pekat). Jika
terbentuk warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid sedangkan warna
merah atau ungu menunjukkan triterpenoid.
Uji Kumarin. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif ditambah 10 mL eter kemudian
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan, ditambah 10
mL air panas kemudian didinginkan dan ditambah 0,5 mL larutan ammoniak
10%. Jika terbentuk fluoresensi hijau atau biru pada sinar UV menunjukkan
adanya kumarin.
Uji Flavonoid. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif di dalam gelas piala ditambah 100
mL air panas, didihkan selama 5 menit kemudian disaring dan filtratnya
digunakan untuk pengujian. Sebanyak 10 mL filtrat ditambah serbuk magnesium
lalu 0,2 mL HCl pekat dan ditambah amil alkohol. Campuran dikocok dan
dibiarkan memisah. Jika terbentuk warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan
amil alkohol menunjukkan senyawa golongan flavonoid.
Uji Saponin. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif di dalam gelas piala ditambah 100 mL
air panas, didihkan selama 5 menit kemudian disaring dan filtratnya digunakan
untuk pengujian. Sebanyak 10 mL filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi
tertutup kemudian dikocok dan biarkan selama 10 menit. Jika terbentuk busa yang
stabil menunjukkan adanya saponin.
Uji Tanin. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif di dalam gelas piala ditambah 100 mL air
panas, didihkan selama 5 menit kemudian disaring dan filtratnya digunakan untuk
pengujian. Sebanyak 10 mL filtrat ditambah beberapa tetes FeCl3 1%. Jika
terbentuk warna biru tua/hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin.
Uji Kuinon. Sebanyak 0,5 g ekstrak aktif di dalam gelas piala ditambah 100 mL
air panas, didihkan selama 5 menit kemudian disaring dan filtratnya digunakan
untuk pengujian. Sebanyak 10 mL filtrat ditambah NaOH 1N. Jika terbentuk
warna merah menujukkan adanya kuinon.
Uji Karbohidrat. Sebanyak 1 mL ekstrak aktif dimasukkan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambah 1 mL pereaksi Molish dan diaduk. Tabung dimiringkan
dan dialirkan 1 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung sehingga tidak
tercampur. Jika terbentuk cincin ungu pada perbatasan kedua lapisan cairan
menunjukkan adanya karbohidrat.
Uji Glikosida. Sebanyak 3 g ekstrak aktif diekstraksi dengan 30 mL etanol
95%:air (7:3) dalam alat pendingin alir balik selama 10 menit kemudian
didinginkan dan disaring. Sebanyak 20 mL filtrat ditambah 25 mL timbal (II)
asetat 0,4 M, dikocok lalu didiamkan selama 5 menit dan disaring. Filtrat
diekstraksi tiga kali dengan 20 mL kloroform:isopropanol (3:2). Hasil ekstraksi
ditambah natrium sulfat anhidrat kemudian disaring dan diuapkan pada suhu tidak
lebih dari 50°C. Sebanyak 0,1 mL filtrat diuapkan di penangas air, sisanya
dilarutkan dalam 5 mL asam asetat anhidrat kemudian ditambah 10 tetes asam
sulfat. Jika terbentuk warna biru atau hijau menunjukkan adanya glikosida.
Sebanyak 0,1 mL filtrat dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu diuapkan di
penangas air. Residu yang terbentuk ditambah 2 mL air kemudian 5 tetes pereaksi
Molish dan ditambah asam sulfat pekat dengan hati-hati. Jika terbentuk cincin
berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan adanya ikatan gula.
Uji Toksisitas Brine Shrimp Letahality Test (BSLT)
Penetasan Kista Artemia salina Leach. Kista A. Salina Leach ditimbang kurang
lebih 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi 500 mL air
laut yang telah disaring dan dipasang aerator, lalu dibiarkan selama 48 jam dengan
pencahayaan lampu TL agar telur menetas sempurna. Larva yang sudah menetas
dipipet ke dalam botol percobaan dan diberi ekstrak sesuai perlakuan.
Persiapan Sampel. Larutan ekstrak 2000 ppm dibuat dengan cara menimbang 40
mg ekstrak dengan teliti kemudian dilarutkan dengan air laut menjadi 20 mL.
Ekstrak yang sukar larut, dapat ditambah DMSO 1% (5 tetes) untuk meningkatkan
kelarutan. Konsentrasi 200 ppm dibuat dengan memipet 2 mL larutan ekstrak
2000 ppm dan ditambah air laut sampai 20 mL. Konsentrasi 20 ppm dibuat
dengan memipet 2 mL larutan konsentrasi 200 ppm dan ditambah air laut sampai
20 mL.
Larutan ekstrak 1000 ppm dibuat dengan cara memipet 5 mL larutan
ekstrak 2000 ppm dan ditambah air laut 5 mL. Konsentrasi 100 ppm dibuat
dengan cara memipet larutan ekstrak 200 ppm sebanyak 5 mL dan ditambah air
laut 5 mL. Larutan ekstrak 10 ppm dibuat dengan cara memasukkan larutan
ekstrak 20 ppm dan ditambah 5 mL air laut.
Uji Bioaktivitas. Uji bioaktivitas dilakukan dengan memasukkan 15 ekor larva
udang A. salina Leach yang berumur 48 jam ke dalam botol yang telah berisi
larutan ekstrak dan air laut. Untuk setiap konsentrasi dilakukan 3 kali ulangan
(triplo). Sebagai kontrol adalah air laut yang tidak diberi ekstrak sampel. Botol
percobaan disimpan dibawah pencahayaan lampu TL. Pengamatan dilakukan
setelah 24 jam. Jumlah larva udang yang mati dicatat kemudian dihitung
persentase kematiannya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Probit
Analysis Method untuk menentukan LC50 dengan selang kepercayaan 95%.
Uji Aktivitas Antioksidan
Terhadap fraksi n-butanol dan air yang diperoleh dilakukan uji aktivitas
antioksidan dengan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan vitamin C sebagai
kontrol positif.:
Pembuatan larutan 1 mM DPPH. 39,5 mg DPPH (BM = 394,2) ditimbang dan
dilarutkan dalam 100 ml metanol p.a, dihomogenkan kemudian ditempatkan
dalam botol gelap.
Pembuatan larutan blanko. Larutan DPPH 1 mM dipipet 1 ml lalu di masukan
ke dalam labu volumetrik 5 ml kemudian dihomogenkan.
Pembuatan larutan uji. 10 mg sampel ditimbang menggunakan timbangan
analitik, dilarutkan dengan metanol p.a sampai 10 ml (1000 µg/ml) dalam labu
volumetrik. Larutan ini merupakan larutan induk. Kemudian dipipet 25, 50, 125,
250, dan 500 µl larutan induk tersebut ke dalam tabung reaksi yang telah ditara 5
ml untuk mendapatkan konsentrasi sampel 5, 10, 25, 50, dan 100 µg/ml.
Pembuatan larutan vitamin C (kontrol positif). 10 mg vitamin C ditimbang,
lalu dilarutkan dengan metanol p.a sampai 10 ml (1000 µg/ml) dalam labu
volumetrik. Larutan ini merupakan larutan induk. Kemudian dipipet 15, 30, 45,
60, 75 µl. Larutan induk ke dalam tabung reaksi yang telah ditara 5 ml untuk
mendapatkan konsentrasi sampel 3, 6, 9, 12, 15 µg/ml.
Uji aktivitas antioksidan. Tambahkan 1 ml larutan DPPH 1 mM ke dalam setiap
tabung larutan uji dan kontrol positif kemudian ditambah metanol hingga 5 ml,
dihomogenkan. Larutan blangko, larutan uji, dan larutan kontrol positif segera
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37ºC, kemudian serapan dibaca pada
panjang gelombang 515 nm.
Persen inhibisi/hambatan dihitung dengan rumus berikut:
Hambatan (inhibisi) = %100xblankoSerapan
sampelserapanblankoSerapan
Dihitung IC50 dengan memasukkan nilai dari konsentrasi larutan uji
sebagai sumbu x dan persen hambatan terhadap DPPH sebagai sumbu y ke dalam
persamaan garis regresi.
Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom dilakukan terhadap fraksi air dengan fase diam yang
digunakan adalah serbuk silika gel 60 ukuran 70-120 mesh. Fase gerak yang
digunakan untuk kromatografi kolom pertama menggunakan kloroform;
kloroform:metanol (10:1 ~ 1:1). Kromatografi kolom kedua (fraksi Mp-Aq.2)
menggunakan kloroform:metanol (5:1); kloroform:metanol:air (7:3:1).
Kromatografi kolom ketiga (fraksi Mp-Aq.2.6) menggunakan kloroform:metanol
(5:1). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil kromatografi kolom kemudian
diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis untuk melihat pola pemisahannya
serta dilakukan uji aktivitas sitotoksik (BSLT) dan aktivitas sebagai antioksidan
(DPPH).
Elusidasi Struktur Kimia
Senyawa murni yang diperoleh kemudian dielusidasi struktur kimianya
menggunakan spektrofotometer UV-VIS, spektrofotometer FT-IR, dan
spektrometer RMI.
Pengukuran Spektrofotometer UV-VIS. Sebanyak 1 mg senyawa hasil isolasi
dilarutkan ke dalam 10 mL pelarut yang sesuai sehingga terbentuk larutan yang
homogen. Larutan tersebut ditentukan panjang gelombang maksimum (λmaks).
Pengukuran Spektrofotometer FT-IR. Sebanyak 1 mg senyawa hasil isolasi
digerus dengan 50 mg KBr dalam mortar sampai homogen, selanjutnya ditekan
dengan alat penekan hidrolik sehingga terbentuk pelet. Pelet KBr diukur
vibrasinya pada rentang bilangan gelombang 4000-660 cm-1.
Pengukuran Spektrometer RMI. Sebanyak kurang lebih 5 mg senyawa hasil
isolasi dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, selanjutnya diukur RMI 1 dimensi
proton, karbon, DEPT dan RMI 2 dimensi HMQC, 1H-1H COSY dan HMBC.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Determinasi Tanaman dan Semut
Hasil determinasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani-
Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong
menyatakan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Myrmecodia
pendens Merr. & Perry suku Rubiaceae. Hasil Determinasi dapat dilihat pada
Lampiran 13.
Sedangksn hasil determinasi yang dilakukan Bidang Entomologi - Pusat
Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong menyatakan
semut yang bersimbiosis dengan Myrmecodia pendens Merr. & Perry, adalah
Ochetellus sp. Hasil Determinasi dapat dilihat pada Lampiran 14.
Persiapan bahan, Ekstraksi Refluks dan Partisi
Persiapan bahan dilakukan dengan membuang kulit luar yang berduri dan
membersihkan semut serta kotoran yang ada dalam kompartemen-kompartemen
tanaman Myrmecodia pendens Merr. & Perry. Kemudian dilakukan pengeringan
dan pengecilan ukuran hipokotil tumbuhan sarang semut (simplisia). Pengecilan
bahan bertujuan memperluas permukaan bahan berinteraksi dengan pelarut
sehingga ekstraksi akan lebih mudah dan cepat. Gambar 4 menunjukkan simplisia
hipokotil tumbuhan sarang semut.
Satu kilogram simplisia diekstraksi dengan metode refluks menggunakan 6
liter aquadest. Pemilihan pelarut aquadest dan metode refluks mengacu kepada
pengalaman empiris masyarakat Papua yang menggunakan serbuk hipokotil
sarang semut sebagai obat dengan cara perebusan. Metode refluks bertujuan untuk
mendapatkan senyawa aktif bersifat termostabil.
Ekstrak aquadest dipartisi dengan n-butanol (1:1) secara triplo
menggunakan corong pisah. Fraksi air berada di bawah dan fraksi n-butanol
berada diatas yang kemudian dipisahkan. Fraksi yang larut dalam air merupakan
bagian polar dan n-butanol merupakan bagian semi polar. Bobot fraksi yang
diperoleh masing-masing adalah fraksi air 293 gram dengan rendemen 29,3%;
sedangkan fraksi n-butanol 28,74 gram dengan rendemen 2,874%.
Gambar 4 Simplisia hipokotil sarang semut
Tabel 2 Bobot dan rendemen fraksi hasil partisi
Sampel Bobot (gram) Rendemen (% b/b)* Fraksi air 293 29,3 Fraksi n-butanol 28,74 2,874
* dihitung terhadap 1 kg simplisia kering
Hasil Uji Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia terhadap ekstrak air dan n-butanol yang meliputi
alkaloid, flavonoid, tanin, kuinon, saponin, kumarin, steroid/triterpenoid dan
glikosida bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam
fraksi air dan n-butanol. Hasil uji penapisan fitokimia untuk fraksi air dan n-
butanol dapat dilihat pada Tabel. 3.
Tabel 3 Hasil Penapisan fitokimia fraksi air dan n-butanol
Hasil pemeriksaan No Golongan Senyawa Fraksi air Fraksi n-butanol 1 Alkaloid - - 2 Flavonoid ++ + 3 Tanin + + 4 Kuinon - + 5 Kumarin - - 6 Saponin - - 7 Steroid/Triterpenoid -/- -/- 8 Karbohidrat + - 9 Glikosida + -
Berdasarkan hasil uji fitokimia, dapat diketahui bahwa fraksi n-butanol
mengandung senyawa golongan flavonoid, tanin dan kuinon. Fraksi air
mengandung senyawa golongan flavonoid, tanin, dan karbohidrat dengan
kandungan flavonoid yang relatif lebih banyak.
Golongan flavonoid terdapat pada kedua fraksi atau pada semua tingkat
polaritas pelarut, yaitu pada pelarut nonpolar dan polar. Penyebaran flavonoid ini
didasarkan karena flavonoid memiliki dua jenis senyawa yaitu aglikon dan
glikosida. Jenis aglikon lebih cenderung bersifat nonpolar sementara jenis
glikosida cenderung bersifat polar. Flavonoid merupakan suatu golongan senyawa
fenolik yang banyak dan merupakan pigmen tumbuhan. Fungsi kebanyakan
flavonoid dalam tubuh adalah sebagai antioksidan, melindungi struktur sel,
memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C (meningkatkan efektivitas vitamin
C), antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik (Pietta 2000;
Rice et al 1996; Buhler & Miranda 2000).
Uji Aktivitas Toksisitas Untuk Fraksi Air dan n-Butanol
Uji toksisitas dengan metode BSLT bertujuan untuk memantau sifat
sitotoksik ekstrak dari jaringan tumbuhan karena adanya korelasi positif antara
nilai toksisitas dengan efek sitotoksik pada kultur sel kanker. Metode ini
merupakan prescreen test untuk mendapatkan senyawa bersifat antikanker. Fraksi
dianggap memiliki kemampuan bioaktivitas jika memiliki nilai LC50 kurang dari
1000 µg/mL. Gambar 5 menunjukkan nilai LC50 fraksi n-butanol dan air hipokotil
tumbuhan sarang semut.
Gambar 5 Nilai LC50 fraksi n-butanol dan air hipokotil tumbuhan sarang semut,
Myrmecodia pendens Merr. & Perry
55.58
37.03
0
10
20
30
40
50
60
70
Fraksi Air Fraksi n-butanol
Sampel
LC50 (ug/mL)
Fraksi teraktif adalah fraksi air dengan nilai LC50 = 37,03 µg/mL dan fraksi
n-butanol dengan LC50 = 55,58 µg/mL. Fraksi air merupakan senyawa-senyawa
polar. Menurut Meyer et al 1982 senyawa dengan konsentrasi LC50 ≤ 30 µg/mL
dinyatakan sangat toksik; LC50 31 - 1000 µg/mL dinyatakan toksik dan LC50 ≥
1001 µg/mL dinyatakan tidak toksik.
Uji Aktivitas Antioksidan Untuk Fraski Air dan n-Butanol
Hasil pengujian aktivitas antioksidan dengan metode peredaman radikal
bebas, menunjukkan adanya korelasi antara konsentrasi ekstrak dengan persen
inhibisi. Semakin besar konsentrasi sampel, maka semakin besar pula nilai
persentase inhibisi yang terjadi. Berdasarkan data hasil uji aktivitas antioksidan
diatas, vitamin C sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50 = 2,89 µg/mL
sedangakan nilai IC50 dari fraksi n-butanol dan air masing-masing adalah 36,30
µg/mL dan 30,66 µg/mL (Gambar 6).
Semakin kecil nilai IC50 yang didapat maka aktivitas antioksidan semakin
tinggi. Nilai IC50 dari fraksi n-butanol dan fraksi air lebih besar dibandingkan
dengan vitamin C. Walaupun memiliki nilai IC50 lebih besar dari vitamin C,
namun fraksi air lebih aktif dibandingkan dengan fraksi n-butanol sebagai
antioksidan karena memiliki nilai IC50 yang lebih kecil dari fraksi n-butanol. Akan
tetapi kedua fraksi tersebut mampu menghambat 50% aktivitas radikal bebas
dibawah 50 µg/mL, suatu senyawa dikatakan tidak aktif sebagai antioksidan jika
dengan konsentrasi 100 µg/mL tidak dapat menghambat 50% aktivitas dari radikal
bebas. Nilai IC50 diperoleh dari perpotongan garis antara 50% daya hambatan
(inhibisi) dengan sumbu konsentrasi kemudian dimasukkan dalam persamaan y =
bx + a, dimana y = 50 dan nilai X = IC50.
Gambar 6 Histogram hasil uji aktivitas antioksidan Vitamin C, Fraksi Air dan
Fraksi n-Butanol Hasil uji aktivitas antioksidan ketahui bahwa fraksi air memiliki aktivitas
yang lebih aktif dibandingkan dengan fraksi n-butanol akan tetapi masih lebih
aktif vitamin C sebagai kontrol positif. Fraksi air tanaman Myrmecodia pendens
Merr. & Perry masih lebih aktif dibandingkan dengan aktivitas antioksidan
tanaman sarang semut spesies Hydnophytum cf.formicarum Jack, dengan nila IC50
untuk fraksi air 46,89 µg/mL (Prasetya 2008). Berdasarkan hasil uji aktivitas
sitotoksik dan antioksidan yang lebih aktif maka fraksi air yang digunakan untuk
tahap penelitian selanjutnya.
Kromatografi Lapis Tipis Fraksi Air
Kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap fraksi air hipokotil sarang semut,
Myrmecodia pendens Merr. & Perry menggunakan fase gerak kloroform : metanol
(2:1); kloroform : metanol (1:1) dan kloroform : metanol : air (5:5:1) dengan fase
diam lempeng silika gel GF254 serta fase gerak metanol : air (2:1) dengan fase
diam lempeng octadesylsilan (ODS).
Analisis KLT ini bertujuan untuk mengetahui pola bercak contoh yang
selanjutnya akan digunakan untuk kromatografi kolom. Penampak bercak yang
digunakan adalah larutan serium sulfat 1%. Hasil kromatogram KLT dapat dilihat
pada Gambar 7.
36.3
30.66
2.89
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Vit . C Fraksi Air Fraksi n-But anol
S a mpe l
Gambar 7 Kromatogram KLT fraksi air dan n-butanol hipokotil sarang semut,
Myrmecodia pendens Merr. & Perry. Fase diam; fase gerak: a. SiO2; kloroform : metanol (2:1), b. SiO2; kloroform : metanol (1:1), c. SiO2; kloroform : metanol : air (5:5:1) dan d. ODS; metanol : air (2:1). Penampak bercak: serium sulfat 1%
Dari gambar 7 didapat sistem pemisahan yang terbaik adalah
menggunakan fasa diam silika dengan eluen/fasa gerak gradasi campuran a, b dan
c yang dapat digunakan untuk pemisahan pada kromatografi kolom.
Fraksinasi Ekstrak Air dengan Kromatografi Kolom Pertama
Sebanyak 140,36 gram fraksi air hipokotil sarang semut, Myrmecodia
pendens Merr. & Perry difraksinasi dengan kromatografi kolom menggunakan
fase diam silika gel 60 mesh (0,063 – 0,200 mm) dan fase gerak yang digunakan
adalah kloroform; kloroform : metanol (10:1); kloroform : metanol (5:1);
kloroform : metanol (2:1); dan kloroform : metanol (1:1). Setelah didapat fraksi-
fraksi dianalisis dengan KLT, kromatogram hasil KLT dapat dilihat pada Gambar
8.
Gambar 8 Kromatogram KLT fraksi hasil kromatografi kolom pertama. Fase
diam; fase gerak: A. SiO2;Kloroform:metanol (5:1), B. SiO2;Kloroform:metanol (3:1), dan C. SiO2;Kloroform:metanol:air (5:5:1). Penampak bercak: serium sulfat 1%, angka 1 – 16: nomor botol hasil tampungan, G: glukosa
Hasil KLT pada Gambar 8 menunjukkan bahwa ada beberapa fraksi yang
memiliki pola kromatogram yang sama, sehingga fraksi-fraksi tersebut dapat
digabung kembali menjadi 6 fraksi. Hasil penggabungan fraksi dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4 Penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom pertama Fraksi Bobot (gram)
Mp-Aq.1 2,88 Mp-Aq.2 13,01 Mp-Aq.3 4,88 Mp-Aq.4 22,39 Mp-Aq.5 28,52 Mp-Aq.6 10,31
Mp.Aq.1~6 = Myrmecodia pendens.Aqua.nomor 1~6
A B
C
Uji Aktivitas Toksisitas dan Antioksidan Fraksi-fraksi Hasil Kromatografi
Kolom Pertama
Hasil uji toksisitas dan antioksidan dengan metode BSLT dan DPPH
terhadap 6 fraksi gabungan hasil kromatografi kolom dapat dilihat pada Gambar
9. Fraksi yang paling toksik dan aktif sebagai antioksidan dinyatakan dengan
nilai LC50 dan IC50 yang paling kecil, semakin kecil nilai LC50 dan IC50 maka
semakin sedikit pula jumlah contoh yang diperlukan untuk membunuh 50%
populasi larva udang dan meredam 50% radikal bebas.
Gambar 9 Hasil uji aktivitas sitotoksik dan antioksidan fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom pertama.
Dari Gambar 9 tersebut diatas diketahui bahwa fraksi Mp-Aq.2 memiliki
nilai LC50 dan IC50 yang paling kecil, yaitu 11,516 µg/mL dan 29,69 µg/mL.
Artinya bahwa fraksi Mp-Aq.2 memiliki sifat sitotoksik yang sangat aktif, dimana
menurut Meyer et al 1982, aktivitas sitotoksik dikatakan sangat aktif jika nilai
LC50 < 30 µg/mL, aktif LC50 31-100 µg/mL, sedang LC50 101-1000 µg/mL dan
tidak aktif LC50 > 1000 µg/mL. Sedangkan hasil pengujian aktivitas antioksidan
dengan metode peredaman radikal bebas menunjukkan bahwa fraksi Mp-Aq.2
memiliki nilai IC50 = 29,69 µg/mL lebih kecil dibandingakan kelima fraksi
lainnya, artinya bahwa fraksi Mp-Aq.2 mempunyai aktivitas antioksidan yang
paling aktif dibandingkan kelima fraksi lainnya.
57.452
401.29
152.454
336.549
11.51613.11
98.06112.14121.92
65.86
115.51
29.69
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Mp-Aq.1 Mp-Aq.2 Mp-Aq.3 Mp-Aq.4 Mp-Aq.5 Mp-Aq.6
Sampel
ug/m
L
LC50 IC50
Pemurnian Fraksi Mp-Aq.2 dengan Kromatografi Kolom Kedua
Fraksi Mp-Aq.2 memiliki aktivitas toksisitas dan antioksidan yang paling
tinggi dengan nilai masing-masing LC50 = 11,51 µg/mL dan IC50 = 29,69 µg/mL
kemudian dilanjutkan pemurniannya dengan kromatografi kolom menggunakan
fase gerak kloroform : metanol (5:1) dan kloroform : metanol : air (7:3:1).
Kromatogram lapis tipis hasil fraksinasi fraksi Mp-Aq.2 dapat dilihat pada
Gambar 10.
Gambar 10 Kromatogram KLT hasil fraksinasi Mp-Aq.2. Fase diam;fase gerak: A. SiO2; kloroform:metanol (5:1) dan B. SiO2; kloroform:metanol (2:1). Penampak bercak : serium sulfat 1%
Hasil KLT menunjukkan masih ada beberapa fraksi yang mempunyai pola
kromatogram yang mirip sehingga digabung menjadi 9 fraksi. Tabel 5
menunjukkan hasil penggabungan fraksi.
Tabel 5. Penggabungan fraksi hasil kromatografi kolom kedua Kode Penggabungan Bobot (gram)
Mp-Aq.2.1 0,01 Mp-Aq.2.2 0,02 Mp-Aq.2.3 0,02 Mp-Aq.2.4 0,12 Mp-Aq.2.5 1,14 Mp-Aq.2.6 1,44 Mp-Aq.2.7 0,89 Mp-Aq.2.8 0,49 Mp-Aq.2.9 1,15
Mp.Aq.2.1~9 = Myrmecodia pendens.Aqua.2.nomor 1~9
Uji Aktivitas Toksisitas dan Atioksidan Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
Mp-Aq.2
Karena fraksi Mp-Aq.2.1, Mp-Aq.2.2 dan Mp-Aq.2.3 memiliki bobot yang
sedikit, maka tidak dilakukan uji toksisitas dan antioksidan. Hasil uji toksisitas
dan antioksidan terhadap fraksi Mp-Aq.2.4 sampai Mp-Aq.2.9 dengan metode
BSLT dan DPPH dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Hasil uji aktivitas sitotoksik dan antioksidan fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom Mp-Aq.2.
Dari Gambar 11 terlihat bahwa fraksi Mp-Aq.2.6 memiliki aktivitas
sitotoksik dan sebagai antioksidan yang lebih aktif dibandingkan fraksi yang
lainnya dengan nilai LC50 10,719 µg/mL dan IC50 41,76 µg/mL lebih kecil
dibandingakan kelima fraksi lainnya. Akan tetapi dibandingkan dengan vitamin C
(Gambar 6) sebagai kontrol positif, aktivitas antioksidan kontrol positif jauh lebih
aktif dari pada fraksi Mp-Aq.2.6.
Pemurnian Fraksi Mp-Aq.2.6 dengan Kromatografi Kolom Ketiga
Fraksi Mp-Aq.2.6 yang memiliki aktivitas sitotoksik dan antioksidan paling
aktif selanjutnya difraksinasi kembali dengan kromatografi kolom
mempergunakan fase gerak kloroform:metanol (5:1) secara isokratik. Hasil
92.201
28.42344.219
10.71929.414
75.736
109.2
140.04
183.92
41.7649.71
157.9
0
50
100
150
200
250
Mp-Aq.2.4 Mp-Aq.2.5 Mp-Aq.2.6 Mp-Aq.2.7 Mp-Aq.2.8 Mp-Aq.2.9
Sampel
ug/m
L
LC50 IC50
penggabungan fraksi-fraksi dapat dilihat pada Tabel 6 dan kromatogram hasil
kromatografi lapis tipis dapat dilihat pada Gambar 12.
Tabel 6 Penggabungan Fraksi dari Mp-Aq.2-6 dengan kromatografi kolom ketiga Kode Penggabungan Bobot (gram)
Mp-Aq.2.6.1 0,02 Mp-Aq.2.6.2 0,01 Mp-Aq.2.6.3 0,27 Mp-Aq.2.6.4 0,67 Mp-Aq.2.6.5 0,15 Mp-Aq.2.6.6 0,02
Gambar 12 Kromatogram KLT fraksi gabungan hasil kromatografi kolom ketiga.
Fase diam;fase gerak: SiO2;Kloroform:metanol (5:1), penampak bercak: serium sulfat 1%. senyawa target pemurnian dan elusidasi struktur.
Uji Aktivitas Toksisitas dan Antioksidan Fraksi Hasil Kromatografi Kolom
Mp-Aq.2.6
Fraksi Mp-Aq.2.6.1, Mp-Aq.2.6.2 dan Mp-Aq.2.6.6 tidak dilakukan uji
toksisitas karena jumlah yang diperoleh terlalu sedikit. Hasil uji toksisitas dengan
metode BSLT dan antiokasidan dengan metode DPPH terhadap fraksi Mp-
Aq.2.6.3, Mp-Aq.2.6.4 dan Mp-Aq.2.6.5 dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Hasil uji aktivitas sitotoksik dan antioksidan fraksi-fraksi hasil
kromatografi kolom Mp-Aq.2.6.
Dari Gambar 13 terlihat bahwa hasil pengujian aktivitas sitotoksik dan
antioksidan menunjukkan bahwa fraksi Mp-Aq.2.6.5 memiliki aktivitas yang
lebih aktif dibandingkan fraksi yang lainnya, dimana nilai LC50 dan nilai IC50
lebih kecil dibandingakan fraksi lainnya, berturut-turut yaitu 10,005 µg/mL dan
51,31 µg/mL.
Pemurnian Fraksi Mp-Aq.2.6.5 dengan KLT Preparatif
Berdasarkan hasil uji aktivitas sitotoksik (LC50 = 10,005 µg/mL) dan
antioksidan (IC50 = 51,31 µg/mL) yang paling aktif serta hasil KLT (Gambar 12)
yang menunjukkan bahwa fraksi Mp-Aq.2.6.5 memiliki noda yang lebih relatif
murni maka fraksi Mp-Aaq.2.6.5 dilanjutkan dengan pemurnian menggunakan
kromatografi lapis tipis preparatif Gambar 14 (a).
Fraksi Mp-Aq.2.6.5 dilarutkan dengan klorofom: metanol (1:1) lalu
ditotolkan pada lempeng silika gel GF254 membentuk pita, fase gerak yang
digunakan adalah klorofom:metanol (5:1). Setelah dieluasi dengan batas yang
telah ditentukan lempeng KLT preparatif tersebut diletakkan di bawah sinar
ultraviolet pada panjang gelombang 254 nm terlihat adanya bercak. Bercak
10.00522.34640.657
51.31
186.26171.39
0
50
100
150
200
250
Mp-Aq.2.6.3 Mp-Aq.2.6.4 Mp-Aq.2.6.5
Sampel
ug/m
L
LC50 IC50
tersebut kemudian di kerok dan dilarutkan dengan pelarut kloroform:metanol
(1:1), didekantasi dan disaring. Supernatan yang diperoleh dipekatkan dengan alat
evaporator lalu dikeringkan sehingga diperoleh 37,4 mg kemudian dilakukan KLT
untuk memastikan bahwa hanya satu bercak yang diperoleh, hasilnya diperoleh
satu bercak senyawa murni yang selanjutnya disebut sebagai senyawa murni X
Gambar 14 (b).
Gambar 14 (a) Kromatogram KLT preparatif fraksi Mp-Aq.2.6.5, (b)
kromatogram hasil KLT preparatif. Identifikasi Senyawa Murni X Fraski Mp-Aq.2.6.5 dengan Spektofotometri
UV-Vis
Hasil pengukuran spektofotometri UV-Vis terhadap senyawa murni X
menunjukkan adanya serapan diatas 200 nm dengan puncak pada 256,5 nm dan
203 nm yang menunjukkan bahwa adanya gugus kromofor (Fessenden 1995).
Gambar 15 menunjukkan spektrum UV-Vis senyawa murni X.
(a)
(b)
Gambar 15 Spektrum UV-Vis senyawa murni X
Identifikasi Senyawa Murni Fraksi Mp-Aq.2-6-5 dengan Spektofotometri
Infra Merah
Hasil pengukuran spektofotometri infra merah Fourier-Transform terhadap
senyawa murni X menunjukkan adanya gugus karboksil (-OH) pada bilangan
gelombang 3306,73 cm-1, gugus karbonil (-C=O) pada bilangan gelombang
1636,49 cm-1, gugus aromatik pada bilangan gelombang 1527,52 cm-1 dan gugus
alkana pada bilangan gelombang 2930 cm-1. Gambar 16 menunjukkan spektrum
infra merah Fourier-Transform senyawa murni X dan Tabel 7 menunjukkan hasil
interpretasi spektrum infra merah Fourier-Transform senyawa murni X.
Gambar 16 Spektrum Inframerah Fourier Transform dari Senyawa Murni X
Tabel 7 Hasil interpretasi spektrum infra merah Fourier-Transform senyawa murni X
No Bilangan Gelombang (cm-1)
Rentang Bilangan Gelombang (cm-1) * Tipe Ikatan * Tipe Senyawa *
1 3306,73 3200 – 3600 OH Alkohol 2 2930,63 2850 – 2970 C-H Alkana
3 1527,52 849,58
1500 – 1600 690 – 900
-C=C- C-H Aromatik
4
1041,49 1078,13 1143,71 1190,96
1050 – 1300 C-O Alkohol
5 1636,49 1690 – 1760 C=O Keton * Berdasarkan Skoog 2007
Identifikasi Senyawa Murni dengan Spektrofotometri Resonansi Magnet Inti
(RMI) 1 Dimensi
Interpretasi Spektrofotometer RMI 1 Dimensi Proton
Spektrum senyawa murni X dengan spektrofotometri RMI 1 dimensi
proton menunjukkan adanya pergeseran kimia proton pada H antara 3,30 ~ 3,89
ppm memberikan informasi adanya gugus –CHOH-, CH2OH; pergeseran kimia
pada H 3,40 ppm memberikan informasi adanya –OCH3; pergeseran kimia pada
H 4,70 ppm memberikan informasi adanya –R-OH dan pergeseran kimia H
antara 6,47 ~ 7,81 ppm daerah medan rendah yaitu memberikan informasi adanya
–CH=C-. Tabel 8 menunjukkan pergeseran kimia proton untuk senyawa murni X.
Spektrum hasil Analisis RMI 1 dimensi proton dapat dilihat pada Lampiran 15.
Tabel 8 Pergeseran kimia proton untuk senyawa murni X No H (ppm) Perkiraan gugus fungsi 1 3,30 ~ 3,89 -CHOH- ; -CH2OH 2 3,40 -OCH3 3 4,70 -R-OH 4 6,47 ~ 7,81 -CH=C-
Interpretasi Spektrofotometer RMI 1 Dimensi Karbon dan DEPT
Interpretasi spektrum karbon dan DEPT (Distortionless Enhancement of
NMR Signals by Polarization Transfer) untuk senyawa murni X memberikan
informasi adanya 14 atom karbon yang terdiri atas satu gugus –OCH3 pada C
55,70 ppm; 2 gugus –CH2OH pada C 62,84 ppm dan 64,47 ppm; 3 gugus –CH-
pada C 71,15 ppm, 71,58 ppm dan 73,93 ppm; 3 gugus –CHOH- pada C 70,30
ppm, 72,33 ppm dan 101,54 ppm; 4 gugus -CH pada C 118,00 ppm dan 140,09
ppm; dan 1 gugus –C=O pada C 181,84 ppm. Tabel 9 menunjukkan pergeseran
kimia karbon untuk senyawa murni X. Spektrum hasil analisis 1 dimensi karbon
dan DEPT dapat dilihat pada Lampiran 16, 17 dan 18.
Tabel 9 Pergeseran kimia karbon untuk senyawa murni X No C (ppm) Perkiraan gugus fungsi 1 55,70 (q) -OCH3 2 62,84 (t) -CH2- 3 64,47 (t) -CH2O- 4 70,30 (d) -CHOH 5 71,15 (d) -CHOH 6 71,58 (d) -CHOH 7 72,33 (d) -CHOH 8 73,93 (d) -CHOH 9 101,54 (d) -CHOH 10 118,00 (d) -CH= 11 118,00 (d) -CH= 12 140,09 (d) -CH= 13 140,09 (d) -CH= 14 181,84 (s) -C=O
Identifikasi Senyawa Murni dengan Spektrofotometri Resonansi Magnet Inti
(RMI) 2 Dimensi
Interpretasi Spektrofotometer RMI 2 Dimensi HMQC
Interpretasi spektrum RMI 2 dimensi HMQC (Hetero Multiple Quantum
Coherence) dapat dilihat pada Lampiran 19 dan korelasi antara proton dengan
karbon dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Korelasi RMI proton dan karbon senywa murni X No C (ppm) H (ppm) 1 55,70 (q) 3,40
2 62,84 (t) 3,71 3,89
3 64,47 (t) 3,51 3,59
4 70,30 (d) 3,77
5 71,15 (d) 3,89 6 71,58 (d) 3,76 7 72,33 (d) 3,75 8 73,93 (d) 3,66 9 101,54 (d) 4,72 10 118,00 (d) 6,47 11 118,00 (d) 6,47 12 140,09 (d) 6,47 13 140,09 (d) 7,80 14 181,84 (d) -
Berdasarkan hasil interpretasi data-data spektrum UV/Vis, FTIR, RMI
proton, RMI karbon, RMI DEPT dan RMI 2 dimensi HMQC struktur kimia
senyawa murni X diperkirakan seperti terlihat pada Gambar 17.
O OH
OH
OH
OH
OH OH
O O
OH
H3C
Gambar 17 Perkiraan struktur kimia senyawa murni X
Interpretasi Spektrofotometer RMI 2 Dimensi 1H-1H COSY
Interpretasi spektrum RMI 2 dimensi 1H-1H COSY (Correlation
Spectroscopy) menggambarkan adanya hubungan antar proton pada senyawa
murni X dimana terdapat hubungan antara proton pada H 3,71 ppm dengan
proton pada H 3,77 ppm; antara proton pada H 3,51 ppm dengan proton pada
H 3,66 ppm; antara proton pada H 3,59 ppm dengan proton pada H 3,76 ppm;
antara proton pada H 3,75 ppm dengan proton pada H 3,89 ppm; antara proton
pada H 3,66 ppm dengan proton pada H 3,89 ppm dan antara proton pada H
6,47 ppm dengan proton pada H 7,80 ppm. Tabel 11 menunjukkan hubungan
antara RMI proton 1 dimensi dengan RMI proton 2 dimensi 1H-1H COSY dan
gambar spektrum RMI 2 dimensi1H-1H COSY dapat dilihat pada Lampiran 20.
Gambar 18 menunjukkan hubungan antara proton dengan proton berdasarkan data
spektrum RMI 2 dimensi 1H-1H COSY.
Tabel 11 Hubungan proton-proton dengan RMI 1H-1H COSY No H HMQC (ppm) H 1H-1H COSY (ppm)
1 3,40 -
2 3,71 3,89
3,77 -
3 3,51 3,59
3,66 3,76
4 3,77 - 5 3,89 - 6 3,76 - 7 3,75 3,89 8 3,66 3,89 9 4,72 - 10 6,47 7,80 11 6,47 7,80 12 6,47 - 13 7,80 - 14 - -
Gambar 18 Hubungan antar proton berdasarkan analisis RMI 1H-1H COSY
Interpretasi Spektrofotometer RMI 2 Dimensi HMBC
Interpretasi spektrum RMI 2 dimensi HMBC (Hetero Multiple Bond
Connectivity) menggambarkan adanya hubungan antara proton dengan karbon (2-
3 ikatan) pada senyawa murni X. Hubungan proton (H) 3,40 ppm dengan karbon
(C) 55,70 dan 101,54 ppm; proton (H) 3,76 ppm dengan karbon (C) 71,15
ppm; proton (H) 3,76 ppm dengan karbon (C) 62,84 dan 71,15 ppm; proton
(H) 4,72 ppm dengan karbon (C) 72,33 ppm; proton (H) 6,47 dan 7,80 ppm
dengan karbon (C) 118,00; 140,09 dan 181,84 ppm. Tabel 12 menunjukkan
hubungan antara proton dengan karbon yang terdapat pada senyawa murni X.
Gambar 19 menggambarkan hubungan proton dengan karbon tersebut dan
spektrum RMI 2 dimensi HMBC dapat dilihat pada Lampiran 21.
C O OH
OH
OH
OH
OH OH
O O
OH
H3C
H
H
H
H
H
HH
H
H
H
H
H H
H
3,66
3,89 3,77
3,71
3,893,75
7,80
6,47
7,80
6,47
Tabel 12 Hubungan proton dengan karbon berdasarkan RMI 2 dimensi HMBC No H (ppm) C (ppm) 1 3,40 55,70 ; 101,54 2 3,76 71,15 3 3,77 62,84 ; 71,15 4 4,72 72,33 5 6,47 118,00 ; 140,09 ; 181,84 6 7,80 118,00 ; 140,09 ; 181,84
CC
CC
CC
CC
OC
CC
CC
OH
OH
OH
OH
OH OH
O O
OH
H3C
H
H
H
H
H
HH
H
H
H
H
H H
H3,77 3,75
7,80
6,47
7,80
6,47
71,15
3,76
62,84
3,40
72,334,72
101,54 140,09
118,00
181,84
118,00
140,09
Gambar 19 Hubungan antara proton dengan karbon berdasarkan analisis RMI
HMBC
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Fraksi air tumbuhan sarang semut mempunyai daya sitotoksik dan sebagai
antioksidan, dengan struktur molekul senyawa murni tergolong dalam senyawa
glikosida.
Saran
Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut senyawa murni X untuk pengujian
bioaktifitas sebagai antikanker sesuai dengan penggunaannya secara empiris.
DAFTAR PUSTAKA Alam G. 2002. Brine Shrimp Lathality Test (BSLT) sebagai Bioassay dalam
Isolasi Senyawa Bioaktif sari Bahan Alam. Majalah Farmasi dan Farmakologi: 423-435.
Buhler DR, Miranda C. 2000. Antioxidant activities of flavonoid. Departement of
environmental and molecular toxicology. Oregon state university. [terhubung berkala]. http://lpi.oregonstate.enu/f-w00/falvonoid.html [25 Jan 2010]
Boultwood J dan Fiddler C. 2002. Molecular Analysis of Cancer. New Jersey,
California: Humana Press Inc. Cotran RS, Kumar V dan Robbins SL. 1994. Pathologic Basis of Diseases. W.B.
Saunders Company. Philadelphia. Cresswel JC. 1981. Analisis spektrum senyawa organik. Edisi ke III. Bandung:
Penerbit ITB Fuad HA. 2003. Aktivitas Anti-radikal Bebas DPPH Fraksi Metanol Fagraea
auriculata dab Fagraea ceilanica. Majalah Farmasi Airlangga. 3 (1):34-39. Fessenden RJ and Fessenden JS. Kimia organik. Edisi ketiga. Jilid 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga. Franswort NR. 1996. Biological and Phytochemical Screenings of Plant. J.
Pharm. Sci., 55(3):225-265. Gritter RJ, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi.
Diterjemahkan oleh Padmawinata K, Soediro I. Bandung: Penerbit ITB. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Diterjemahkan oleh Padmawinata K, Soediro I. Bandung: Penerbit ITB.
Johnson EL, Stevenson R. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Diterjemahkan oleh
Padmawinata K. Bandung: Penerbit ITB. Kintzios SE & Barberaki MG. 2004. Plants that Fight Cancer. New York: CRC
Press LLC. Lee KW, Lee HJ, dan Lee CY. 2004. Vitamins, Phytochemicals, Diets and Their
Implementation in Cancer Chemoprevention. Crit. Rev. Food Sci. Nutr; 44: 437-447
McKee T dan McKee JR. 2003. Biochemistry. The Moleculer Basis of Life. Ed. Ke-3. Singapore: McGrawHill.
McKelvey KD & Evans JP. 2003. Cancer Genetics in Primary Care. J. Nutr. 133
(11S-I): 3767S-3772S Meyer BN, Ferigni NR, Putnam JE, Jaconsen LB, Nichols DF, Mc laughin JL.
1982. Brine Shimp A Convenient General Bioassay for Active Plant Constituents. Planta Medica 45, 31-34.
Murakami A, Morita R, Safitri A, Ramlan K, Koshimizu dan Ohigashi H. 1998.
Chemoprevention: Insight Into Biological Mechanism and Promising Food Factor. J. Food Rev. Int. 15(3), 335-339
Murray RK. 1997. Kanker, Gen Kanker dan Faktor Pertumbuhan. Di dalam RK
Murray DK Granner, Mayers PE dan VW Rodwell. Biokimia Harper. A. Penerjemah Hartono. Jakarta: EGC.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. 2000. Lippincott’s Illustrated Reviews:
Pharmacology, Anticancer Drugs. ed. Ke-2. Philadelphia. Nafrialdi, Gan S. 2000. Antikanker. Di dalam: Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
FKUI. Nathan DG. 2007. The Cancer Treatment Revolution. Canada: John Wiley &
Sons, Inc. Natural. 2006. Senyawa Aktif Bersarang di Sarang Semut. Majalah Hal 18-19.
Jakarta Novaliana SP. Penggunaan Tanaman Obat Sebagai Upaya Alternative Dalam
Terapi Kanker. 2003. Institut Pertanian Bogor. Diambil dari: G: 2003 Novaliana.htm. [02 Okto 2007].
Paulsen KD, Meaney PM, Gilman LC. 2005. Alternative Breast Imaging Four
Model-based Approaches. Boston: Springer Science & Business Media, Inc. Pettit GR, Cragg GM, Herald CL. 1982. Biosinthetic Products for Cancer
Chemotherapy. Vol 4. New York: Elsevier. Pramono E. 1999. Pemberdayaan, Penggunaan Obat Asli Indonesia dalam
Menunjang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Indofarma. Purwantini I, Setyowati EP, Hertiani T. 2002. Uji Toksitas Ekstrak Etanol Buah,
Biji, Daun Mahkota Dewa (Phaleria Marcocarpa) terhadap Artemia Salina Leach dan Profil Kromatografi lapis Tipis Ekstrak Aktif. Majalah Farmasi Indonesia.hlm 101-106.
Pietta PG. 2000. Falalonoid as antioxidant. J Nat Prod. 63(7):1035-42
Prasetya N. 2008. Isolasi dan identifikasisenyawa aktif sebagai antioksidan dari
fase air ekstrak metanol sarang semut Hydnophytum cf.formicarum Jack (Rubiaseae) [skripsi]. Jakarta: Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila.
Rasad A. 2005. Obat-obat Kanker. Di dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran.
Hal. 12-14. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05ObatKanker003.pdf/ 05ObatKanker003.html [8 Nov 2007].
Ruiz P dan Gunther U. 1996. The Cellular Basic Metastasis. World J. Urol. 14:
141-150. Sofia D. 2003. Antioksidan dan Radikal Bebas. [1 tayangan].
http://www.kimiaindonesia.Univ.Lampung.htm. [08 Okto 2007]. Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat. ed. Ke-2. Terjemahan
J.R. Watimena & S. Soebito. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Silalahi J dan Tambunan ML. 2003. Zat Bersifat Antikanker di Dalam Makanan.
Jakarta: Medika. Siswandono MS, Soekardjo SU. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga
University Press. Stephen JC, Horace GC. 2000. Biologically Active Natural Products:
Pharmaceutials. New York: CRC Press LLC. Subroto MA, Saputro H. 2006. Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Jakarta:
Penebar Swadaya. Stuart B. 1996. Modern Infrared Spectroscopy. New York: John Wiley & Sons. Stahl E. 1985Analisis Obat Secara Kromatografi Dan Mikroskopi. Diterjemahkan
oleh Padmawinata K, Sudiro. Bandung: Penerbit ITB. Skoog D, Holler FJ, Crourch S. 2007. Principles of Instrumental Analysis. 6th
Edition. Canada: Thomson Brooks/Cole. Walker WA & Blackburn G. 2004. Symposium Introduction: Nutrition and Gene
Regulaton. J. Nutr. 134(9): 2434S-2436S. Wardlaw GM, Kessel MW. 2002. Perspective in Nutrition. 5th. Singapore:
McGrawHill. Wijaya H. 2007. Isolasi, identifikasi dan uji bioaktivitas senyawa antikanker dari
tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendens (Rubiaceae). [tesis]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Yen GC. 1995. Antioxidant activity of various tea extracts in relation to their antimutagenicity. Journal of agricultural and food chemistry. 43:27-32.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Diagram alir proses preparasi sampel, ekstraksi refluks dan uji bioaktivitas ekstrak tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendens (Rubiaceae)
Hipokotil tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendens)
• dicuci dengan air • dipotong kecil-kecil • dikering anginkan
Simplisia
Ekstrak Air
dipartisi dengan n-butanol-air (1:1), triplo
Fraksi n-butanol Fraksi air
• Uji penapisan fitokimia • Uji bioaktivitas
Uji toksisitas dengan metode BSLT Uji antioksidan dengan metode DPPH
Fraksi Air (Aktif)
• direfluks dengan 6000 mL aquadest • disaring
500 g Simplisia
Lampiran 2 Diagram alir proses isolasi, identifikasi dan uji bioaktivitas dan elusidasi senyawa kimia dari tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendens (Rubiaceae)
Fraksi Air
Kromatografi kolom pertama Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi kolom kedua SiO2; Kloroform : Metanol (5:1); klorofom:methanol:air (7:3:1)
Elusidasi struktur kimia secara spektroskopi (UV-Vis, IR, dan RMI 1& 2 dimensi)
Struktur molekul
Mp-Aq.1 Mp-Aq.2 Mp-Aq.3 Mp-Aq.4
KLT preparatif SiO2; kloroform:methanol (5:1)
Senyawa murni
Mp-Aq.5 Mp-Aq.6
Mp-Aq.2.1 Mp-Aq.2.3 Mp-Aq.2.5 Mp-Aq.2.7 Mp-Aq..2.9
Mp-Aq.2.2 Mp-Aq.2.4 Mp-Aq.2.6 Mp-Aq.2.8
Kromatografi kolom ketiga SiO2; Kloroform : Metanol (5:1)
Mp-Aq.2.6.1 Mp-Aq.2.6.3 Mp-Aq.2.6.5
Mp-Aq.2.6.2 Mp-Aq.2.6.4 Mp-Aq.2.6.6
Uji Toksisitas Uji Antioksidan
Uji Toksisitas Uji Antioksidan
Uji Toksisitas Uji Antioksidan
Lampiran 3 Diagram alir uji alkaloid
0,5 g Ekstrak aktif
Larutan ekstrak dan pereaksi
Residu
• ditambah 5 mL asam klorida 10% • dikocok • ditambah 5 mL amoniak 10%
• diekstraksi dengan kloroform • diuapkan
• ditambah 1,5 mL asam klorida 10% • dibagi kedalam dua tabung
Tabung 1 Tabung 2
ditambah 2-3 tetes pereaksi Mayer
ditambah 2-3 tetes pereaksi Dragendorff
Endapan putih kekuningan menunjukkan alkaloid
Endapan merah bata menunjukkan alkaloid
Lampiran 4 Diagram alir uji steroid dan triterpenoid
Lampiran 5 Diagram alir uji kumarin
0,5 g Ekstrak aktif
diekstraksi dengan 10 mL eter
0,5 mL ekstrak
ditambah pereaksi Liebermann-Burchard
Warna biru atau hijau menunjukkan steroid dan warna merah atau ungu
menunjukkan triterpenoid
0,5 g Ekstrak aktif
Filtrat
• ditambah 10 mL eter • disaring
• ditambah 10 mL air panas • didinginkan • ditambah 0,5 mL amoniak
Fluoresensi hijau atau biru pada sinar UV menunjukkan kumarin
Lampiran 6 Diagram alir uji flavonoid Lampiran 7 Diagram alir uji saponin
0,25 g Ekstrak aktif
• ditambah 50 mL air panas • dididihkan selama 5 menit • disaring
10 mL Filtrat
• dikocok vertikal selama 10 detik • dibiarkan 10 menit • ditambah 1 tetes HCl 1%
Busa yang tidak hilang menunjukkan saponin
0,25 g Ekstrak aktif
• ditambah 50 mL air panas • dididihkan selama 5 menit • disaring
10 mL Filtrat
• ditambah 100 mg serbuk Mg • ditambah 1 mL HCl pekat • ditambah 3 mL amil alkohol • dikocok • dibiarkan memisah
Warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan
flavonoid
Lampiran 8 Diagram alir uji tanin Lampiran 9 Diagram alir uji kuinon
• ditambah 50 mL air panas • dididihkan selama 5 menit • disaring
Warna merah menunjukkan kuinon
ditambah beberapa tetes NaOH
0,25 g Ekstrak aktif
10 mL Filtrat
Warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan
tanin
ditambah beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%
0,25 g Ekstrak aktif
• ditambah 50 mL air panas • dididihkan selama 5 menit • disaring
10 mL Filtrat
Lampiran 10 Diagram alir uji karbohidrat
1 mL ekstrak aktif
• ditambah 1 mL pereaksi Molish • tabung dimiringkan • dialirkan 1 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung
Cincin ungu pada perbatasan kedua lapisan menunjukkan karbohidrat
Lampiran 11 Diagram alir uji glikosida
Warna biru atau hijau tua menunjukkan glikosida
3 g Ekstrak aktif
• diekstraksi dengan 30 mL etanol 95% : air (7:3) dalam alat pendingin balik
• t = 10 menit • didinginkan • disaring
20 mL Filtrat
• ditambah 25 mL timbal (II) asetat 0,4 M • dikocok • didiamkan selama 5 menit • disaring
Filtrat
• diekstraksi dengan 20 mL kloroform : isopropanol (3:2)
• ditambah natrium sulfat anhidrat • disaring • diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50°C
0,1 mL Larutan uji
diuapkan di penangas air
Residu
• ditambah 2 mL air • ditambah 5 tetes pereaksi Molish • ditambah asam sulfat pekat
Cincin berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan ikatan gula
0,1 mL Larutan uji
diuapkan di penangas air
Residu
• dilarutkan dalam 5 mL asam asetat anhidrat
• ditambah 10 mL asam sulfat
Lampiran 12 Diagram alir uji toksisitas dengan metode BSLT Penetasan kista Artemia salina Leach Uji ekstrak terhadap larva A salina
500 mL air laut
disaring
Air laut bersih
Larva A. salina
• ditambah 50 mg kista A. salina • diaerasi dan pencahayaan lampu TL • penetasan, t = 48 jam
Masing masing 10 ml larutan ekstrak 10, 100, 1000 µg/mL dan kontrol
Larva A. salina setelah perlakuan 48 jam
• ditambah 15 ekor larva A. salina • disimpan dengan cahaya lampu TL • t = 48 jam
dihitung jumlah larva yang mati
Analisis data menentukan LC50 dengan cara probit
Lampiran 13 Diagram alir uji antioksidan dengan metode peredaman radikal bebas (DPPH)
Sampel
Larutan induk 1000 g/mL
+ 1,0 mL DPPH + Metanol hingga 5 mL, homogenkan + Tutup dengan alumunium foil Inkubasi 370
C selama 30 menit Ukur serapan pada λ 515 nm
25 L (5 g/mL)
triplo
50 L (10 g/mL)
triplo
125 L (25 g/mL)
triplo
250 L (50 g/mL)
triplo
500 L (100 g/mL)
triplo
Serapan
Peredaman radikal bebas (%)
Y = a + bx
IC50
Lampiran 14 Hasil Determinasi Simplisia Sarang Semut
Lampiran 15 Hasil Determinasi Semut yang hidup dalam Hipokotil Myrmecodia pendans Merr. & Perry
Lampiran 16 Spektrum Hasil Analisis RMI 1 dimensi proton
Lampiran 17 Spektrum Hasil Analisis RMI 1 dimensi karbon
Lampiran 18 Spektrum Hasil Analisis RMI 1 dimensi DEPT
Lampiran 19 Spektrum Hasil Analisis RMI 1 dimensi DEPT (Overlay)
Lampiran 20 Spektrum Hasil Analisis RMI 2 dimensi HMQC
Lampiran 21 Spektrum Hasil Analisis RMI 2 dimensi 1H-1H COSY
Lampiran 22 Spektrum Hasil Analisis RMI 2 dimensi HMBC