penentuan sebaran akuifer dengan metode tahanan jenis (resistivity method) di kota tangerang...

14
PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN, PROVINSI BANTEN DETERMINATION OF AQUIFER DISTRIBUTION USING RESISTIVITY METHOD IN SOUTH TANGERANG, BANTEN PROVINCE A. Asra 1 , RSB. Waspodo 2 1 Mahasiswa Deptartemen Teknik Sipil dan Lingkungan 2 Staf pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Email: 1 [email protected], 2 [email protected] ABSTRACT Water is a basic requirement for humans being. The population growth can result a higher water demand. Surface water quality is declining due to human activities that make the usage of groundwater increased. The excessive exploration of groundwater can result soil subsidence, it is necessary to study the characteristics of groundwater. This study aimed to identify the lithology of soil, the position and thickness of aquifer, and to analyze aquifer distribution at the research area. The resistivity method was used to to identivity the lithology of soil. Analysis results showed that the depth of unconfined aquifer at the research area was 3,00- 44,73 m below soil surface with a thickness of 2-12 m. Litology of soil was a clay and tufaan sand. The depth of confined aquifer was 80-130 m below soil surface with a thickness of more than 75 m. Groundwater flow patterns at the research area headed toward the north. Keywords: aquifer distribution, geoelectric, lithology, resistivity method, groundwater flow pattern PENDAHULUAN Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain dalam Sistim Tata Surya dan menutupi hampir 71% permukaan bumi (Matthews, 2005). Wujudnya bisa berupa cairan, es (padat) dan uap/gas. Dengan kata lain karena air, maka Bumi menjadi satu-satunya planet dalam Tata surya yang memiliki kehidupan (Parker, 2007). 1

Upload: mughniira826375312

Post on 08-Aug-2015

112 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Water is a basic requirement for humans being. The population growth can result a higher water demand. Surface water quality is declining due to human activities that make the usage of groundwater increased. The excessive exploration of groundwater can result soil subsidence, it is necessary to study the characteristics of groundwater. This study aimed to identify the lithology of soil, the position and thickness of aquifer, and to analyze aquifer distribution at the research area. The resistivity method was used to to identivity the lithology of soil. Analysis results showed that the depth of unconfined aquifer at the research area was 3,00-44,73 m below soil surface with a thickness of 2-12 m. Litology of soil was a clay and tufaan sand. The depth of confined aquifer was 80-130 m below soil surface with a thickness of more than 75 m. Groundwater flow patterns at the research area headed toward the north.

TRANSCRIPT

Page 1: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,

PROVINSI BANTEN

DETERMINATION OF AQUIFER DISTRIBUTION USING RESISTIVITY METHOD IN SOUTH TANGERANG, BANTEN PROVINCE

A. Asra1, RSB. Waspodo2

1 Mahasiswa Deptartemen Teknik Sipil dan Lingkungan2 Staf pengajar Departemen Teknik Sipil dan LingkunganEmail: [email protected], [email protected]

ABSTRACT

Water is a basic requirement for humans being. The population growth can result a higher water

demand. Surface water quality is declining due to human activities that make the usage of groundwater

increased. The excessive exploration of groundwater can result soil subsidence, it is necessary to study the

characteristics of groundwater. This study aimed to identify the lithology of soil, the position and

thickness of aquifer, and to analyze aquifer distribution at the research area. The resistivity method was

used to to identivity the lithology of soil. Analysis results showed that the depth of unconfined aquifer at

the research area was 3,00-44,73 m below soil surface with a thickness of 2-12 m. Litology of soil was a

clay and tufaan sand. The depth of confined  aquifer was 80-130 m below soil surface with a thickness of

more than 75 m. Groundwater flow patterns at the research area headed toward the north.

Keywords: aquifer distribution, geoelectric, lithology, resistivity method, groundwater flow pattern

PENDAHULUAN

Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain dalam Sistim Tata Surya dan menutupi hampir 71% permukaan bumi (Matthews, 2005). Wujudnya bisa berupa cairan, es (padat) dan uap/gas. Dengan kata lain karena air, maka Bumi menjadi satu-satunya planet dalam Tata surya yang memiliki kehidupan (Parker, 2007).

Pembangunan di bidang sumber daya air pada dasarnya adalah upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat untuk mendapatkan air agar hidup dengan cara yang sehat, bersih dan produktif. Oleh karena

itu, air harus dimanfaatkan dengan baik demi kesejahteran manusia. Seluruh keperluan air bagi manusia berasal dari air permukaan dan air tanah. Air permukaan yaitu air yang berasal dari air sungai, air danau, curah hujan, dan waduk, sedangkan air tanah yaitu air yang berasal dari air tanah bebas (akuifer bebas) dan air tanah tertekan (akuifer tertekan).

Indonesia yang terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup. Namun secara ilmiah Indonesia menghadapi kendala dalam memenuhi kebutuhan air karena distribusi yang tidak merata, sehingga air yang dapat disediakan akan selalu sesuai dengan kebutuhan, baik dalam jumlah maupun mutu.

Meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan

1

Page 2: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

meningkatnya kebutuhan air. Kualitas air permukaan yang semakin menurun akibat aktifitas manusia menggakibatkan manusia memamfaatkan air tanah. Menurut Todd (1995), air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap kedalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah yang disebut aquifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir dan kerikil, sedangkan lapisan yang sulit air tanah disebut lapisan impermeabel, seperti lapisan lempung atau geluh. Lapisan impermiabel terdiri dari dua jenis yakni lapisan kedap air dan lapisan kebal air (aquifuge ), sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung disebut lapisan kedap air (aquiclude). Exprolasi air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan permukaan tanah. Untuk itu perlu adanya kajian karakteristik air tanah.

Aquifer atau lapisan pembawa air, secara geologi merupakan suatu lapisan batuan yang mengandung air, dimana batuan pada lapisan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khas yang memiliki permeabilitas dan porositas air yang cukup baik. Biasanya lapisan pasir (Sandstone) atau lapisan lainnya yang mengandung pasiran (Bowen,1986). Salah satu cara untuk mengetahui adanya lapisan pembawa air adalah dengan melakukan metode Geofisika Geolistrik (Resistivity). Dengan cara ini lapisan pembawa air dapat diketahui kedalaman, ketebalan serta penyebarannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi litologi lapisan tanah, menentukan posisi akuifer dan ketebalannya, serta menganalisis sebaran akuifer di lokasi penelitian.

Salah satu cara untuk mengetahui adanya lapisan pembawa air adalah dengan metode tahanan jenis (resistivity method). Geolistrik adalah salah satu metode untuk menentukan

karakteristik air tanah, dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan kedalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam. Metode geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4 buah elektrodanya terletak dalam suatu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner dan Schlumberger (Damtoro,2007). Setiap konfigurasi mempunyai metode perhitungan tersendiri untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan. Metode geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metode favorit yang banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah permukaan dengan biaya survey yang relatif murah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai Mei 2012 di tujuh Kecamatan di Kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten. Masing-masing Kecamatan diwakili oleh dua titik pengukuran geolistrik yakni Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Ciputat dan Kecamatan Ciputat Timur.

Lingkup penelitian meliputi analisis data sekunder, pengamatan dan analisis data lapangan, dan pembuatan model akuifer. Pengamatan di lapangan meliputi aspek topografi, hidrogeologi, hidrologi, geologi, permukaan air tanah

2

Page 3: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

pada akuifer dangkal dan fisika air tanah yang ditunjang oleh hasil pengukuran Geolistrik.

Pengolahan dan analisis data, baik yang berasal dari lapangan maupun data sekunder, dilakukan untuk memperoleh gambaran sebaran akuifer, serta pola pengaliran airtanah dangkal maupun dalam. Analisis data dengan memakai penampang hasil geolistrik untuk menghasilkan model akuifer air tanah. Kompilasi model akuifer air tanah ini dapat dipakai untuk menentukan zone konservasi air tanah.

Pengukuran data dilapangan menggunakan metode tahanan jenis (resistivity method) menggunakan Geolistrik Earth Resistivity Metre tipe SAZ 3000 G100 dengan input power dari accu 12V, 45A dengan output yang dihasilkan mulai dari 5-500 A, serta peralatan penunjang lainnya seperti kabel sepanjang 500 m sebanyak 2 unit untuk elektroda arus, kabel sepanjang 300 m sebanyak 2 unit untuk elektroda potensial, elektroda stainless stell sebanyak 4 unit, AVO meter unit, kompas geologi, rol meter sepanjang 50 m sebanyak 4 unit, palu sebanyak 4 untit, handy talky sebanyak 3 unit dan GPS.

Penggukuran Geolistrik di lokasi penelitian menerapkan prinsip konfigurasi Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger idealnya jarak MN dibuat sekecil- kecilnya, sehingga jarak MN secara teoritis tidak berubah, tetapi karena keterbatasan kepekaan alat ukur, maka ketika jarak AB sudah relatif besar maka jarak MN hendaknya dirubah. Perubahan jarak MN hendaknya tidak lebih besar dari 1/5 jarak AB.

Dari hasil pengukuran dilapangan didapat data tegangan listrik (V) pada elektroda MN (MiliVolt) serta arus listrik (I) yang diinjeksikan melalui elektroda AB (mA). Data tersebut kemudian diolah menggunakan persamaan konfigurasi Schlumberger untuk mendapatkan nilai tahanan jenis batuan di lokasi penelitian.

Menurut Damtoro (2007), untuk menghitung nilai resistivitas semu, diperlukan suatu bilangan faktor geometri (K) yang tergantung pada jenis konfigurasi, jarak AB/2 dan MN/2. Perhitungan bilangan konstanta (K) ini berdasarkan rumus :

….....……. (1)

Dimana k (m) adalah faktor

geometri yang tergantung pada

pengaturan dari empat elektroda yang

memiliki nilai konduktivitas (Pi) sesuai

dengan bahan Wenner-Schlumberger

dengan satuan panjang (m). Dari

parameter yang telah didapatkan

tersebut dihitung nilai resistivitas semu

(ρa) yang memiliki satuan ohmmeter.

Nilai resistivitas yang dihitung

bukanlah nilai resistivitas bawah

permukaan yang sebenarnya, namun

merupakan nilai semu (apparent) yang

merupakan resistivitas dari bumi yang

dianggap homogen yang memberikan

nilai resistensi yang sama untuk

susunan elektroda yang sama. Untuk

menentukan nilai resistivitas bawah

permukaan yang sebenarnya diperlukan

proses perhitungan secara inversi

maupun forward dengan menggunakan

bantuan komputer (Software progress

Version 3.0).

Data hasil pengukuran menggunakan geolistrik diolah dengan menggunakan perangkat lunak Software Progress version 3.0. Proses pengolahan data dimulai dengan pemasukkan data dalam lembar observed data, melakukan estimasi model parameter pada lembar forward

3

Page 4: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

modeling, melakukan proses iterasi pada lembar invers modeling sampai dihasilkan nilai RMS terkecil dan menginterpretasikan data yang sudah diiterasi.

Setelah data diolah menggunakan Software Progrees version 3.0, kemudian data dianalisis, dimana pendugaan lapisan aquifer dilakukan berdasarkan nilai tahanan jenis batuan hasil pengukuran, yakni terletak pada lapisan batuan yang mengandung pasir. Data yang telah diolah menggunakan Software Progrees 3.0, kemudian di korelasikan dengan tabel nilai tahanan jenis batuan dan peta geologi lokasi penelitin sehingga didapatkan litologi batuan pada daerah penelitian. Untuk menentukan keberadaan lapisan aquifer yang diduga terletak pada lapisan batuan yang mengandung pasir dianalisis menggunakan kurva Vertical Electrical Sounding (VES) yang

didapat dari hasil pengolahan data menggunakan Software Progrees 3.0. Selanjutnya dari hasil analisis data sekunder dan primer kemudian dibuat permodelan akuifer.

Tabel 1. Nilai Jenis Tahanan Batuan.

Jenis Batuan Nilai Resistivitas(ohmmeter)

Batuan Beku 100 - 1.000.000Batuan Ubahan 15 - 1.000.000

Lempung 1 - 11Serpih Lunak 0,8 - 12Serpih Keras 2 - 500Pasir 13 - 1.000Batupasir 50 - 2.000Gamping Poros 50 - 2000Gamping Padat 5.500 - 1.000.000

Sumber : Anonim 2012

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

4

Page 5: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

Gambar 1. Peta Geologi Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Propinsi Banten yaitu pada titik koordinat 106˚38’ - 106˚47’ Bujur Timur dan 06˚13’30” - 06˚22’30” Lintang Selatan. Secara administratif, wilayah Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan adalah seluas 147, 19 Km2 atau 14.719 hektar. Namun berdasarkan hasil digitasi atas peta rupa bumi bakosurtanal luas wilayah adalah 16.506,8 hektar.

Sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah, dimana sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 – 3% sedangkan ketinggian wilayah antara 0 – 25 m dpl.

Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, kondisi geologi Kota Tangerang Selatan pada umumnya terbentuk oleh dua formasi batuan yaitu Batuan

Aluvium (Qa) yang terdiri dari aluvial sungai dan rawa yang berbentuk pasir, lempung, lanau, kerikil, kerakal dan sisa tumbuhan. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan lapisan yang subur bagi tanaman pertanian. Batuan Gunung Api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, dasit, breksi tuf dan tuf. Secara fisik Lava Andesit berwarna kelabu-hitam dengan ukuran sangat halus, afanitik dan menunjukkan struktur aliran, dan Breksi Tuf dan Tuf pada umumnya telah lapuk, mengandung komponen Andesit dan Desit. Pada umumnya tanah jenis ini digunakan sebagai kebun campuran, permukiman dan tegalan.

Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Adapun pada beberapa Kecamatan terdapat lahan yang bergelombang seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan kecamatan Pamulang serta sebagian di kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan umumnya adalah batuan alluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah. Berdasarkan klasifikasi dari United Soil Classification System, batuan ini mempunyai

5

Page 6: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi cukup baik oleh karena itu wilayah Kota

Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan.

Sumber : BLH Kota Tangerang Selatan

Gambar 2. Peta Hidrogeologi Kota Tangerang Selatan,Provinsi Banten

Berdasarkan peta hidrogeologi Kota Tangerang Selatan mandala airtanah dapat dikelompokkan menjadi dua mandala berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu mandala airtanah perbukitan bergelombang lemah dimana litologi penyusunan dari mandala airtanah perbukitan bergelombang lemah terdiri endapan tersier dan endapan kuarter. Endapan tersier berupa batu lempung, tufa dan sisipan batu gamping. Endapan kuarter terdiri dari batuan volkanik muda dan batuan volkanik tua terdiri dari breksi, lahar, tufa batu apung di daerah landai. Penyebaran mata air mandala ini sedikit dijumpai dengan debit umum kurang dari 10 Liter/detik.

Akuifer pada satuan mandala ini umumnya dikelompokkan dalam akuifer produktifitas rendah terutama pada daerah-daerah dengan lereng tajam yang merupakan pencerminan tingkat kelulusan batuan yang rendah, sehingga

aliran permukaan semakin menonjol dibandingkan dengan tingkat peresapannya. Tata guna lahan di mandala ini berupa ladang, belukar, sawah, pemukiman, kebun karet.

Sedangkan yang kedua yaitu mandala airtanah dataran dimana litologi penyusun satuan mandala airtanah dataran adalah adalah material bersifat lepas berupa endapan aluvial pantai dan rawa topografinya berupa dataran pantai yang tersusun oleh material, pasir, lanau, lempung dan lumpur.

Sistem akuifer pada mandala airtanah dataran ini adalah sistem aliran antar butir tipologi akuifer batuan sedimen dan endapan aluvial. Pada umumnya masyarakat mendapatkan air bersih dengan membuat sumur dangkal pada mandala airtanah dataran tersebut.

Tipologi akuifer di wilayah studi merupakan sistem akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran airtanah pada akuifer ini

6

Page 7: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

adalah melalui ruang antar butir, aliran airtanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi yaitu mengalir ke arah utara.

Menurut peta hidrogeologi regional lembar Jakarta, Pusat Geologi Lingkungan tahun 1993, memetakan hidrogeologi berdasarkan lapisan akuifer endapan permukaan dan lapisan akuifer batuan dasar. Sistem akuifer endapan permukaan didasarkan pada telaah penyebaran aluvial sungai, kipas aluvial, ketebalan endapan permukaan diperoleh dari pengamatan pada sumur gali dengan kedalaman mencapai sekitar 15 m. Pada umumnya sistem akuifer endapan permukaan dijumpai pada endapan kuarter dan di beberapa bagian dijumpai di daerah pelapukan batuan tersier. Dari peta geohidrogeologi regional Jakarta untuk endapan permukaan di wilayah studi kisarannya antara 15-20 m.

Akuifer endapan permukaan pada umumnya menempati daerah dataran aluvial sungai dan endapan vulkanik muda. Berdasarkan pada telaah morfologi dan geologi secara ringkas hidrogeologi endapan permukaan di wilayah studi terbagi menjadi dua yaitu luah sumur 1-5 l/det dan luah sumur < 1 l/det.

Wilayah luah sumur 15 l/det persebarannya cukup luas, berada di wilayah utara dan timur wilayah serpong yaitu mulai dari Rawa Mekarjaya dan Cilenggang, sedangkan yang diselatan yaitu di Rawakalo dan Pengasinan. Batuan penyususn wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa kerikil dan pasir lempungan dengan ketebalan kurang dari 10 m. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai < 5 l/detik.

Wilayah luah sumur < 1 lt/det persebarannya di bagian tengah wilayah studi memanjang ke arah utara di sepanjang sungai Cisadane, terutama pada daerah dengan morfologi perbukitan bergelombang. Sebarannya berada di sebelah barat Serpong sampai wilayah Bogor. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan endapan permukaan berupa pasir lempungan dan sedikit kerikil dengan ketebalan kurang dari 7 m dan tidak menerus. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas (unconfined), sistem akuifer melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 0,2 l/detik, dengan kedalaman muka airtanah 10 m di bawah muka tanah

Sistem aliran airtanah pada akuifer ini melalui ruang antar butir, umumnya dimanfaatkan melalui sumur gali dengan diameter kurang dari 2 m dengan kedalaman sumur sampai 15 m. Akuifer umumnya terdiri dari beberapa lapisan, ketebalannya kurang dari 4 m dengan selingan lapisan lempung.

2. Identifikasi Akuifer Dan Pendugaan GeolistrikDari hasil pengukuran pada 14 lokasi

setelah dikorelasikan dengan data geologi dan hidrogeologi setempat, diperoleh hasil pendugaan geolistrik sebesar 0,64-198,13 ohmmeter. Berdasarkan kisaran harga tahanan jenis tersebut secara umum dapat dikelompokan seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Dugaan tahanan jenis daerah lokasi penelitian

Tahanan Jenis

(Ohmmeter)

Perkiraan Litologi

Sifat Hidrogeologi

0,64-198,13 Tanah penutup Permeabilitas rendah

2-5 Pasir lempungan

Akuifer

< 2 Lempung Nir Akuifer6-10 Pasir tufaan Akuifer>10 Pasir

KonglomeratanAkuifer

3. Penampang Tegak Tahanan Jenis Pengukuran primer

Berdasarkan hasil intersepsi geolistrik secara kuantitatif yang dikorelasikan dengan data geologi dan data hidrogeologi setempat, maka diperoleh beberapa perbedaan tahanan jenis yang ditafsirkan sebagai perubahan lapisan batuan. Hasil interpretasi data geolistrik dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Dari hasil analisis data menggunakan Software Progrees 3.0, yang kemudian di overlayer kan dengan tabel nilai tahanan jenis batuan dan peta geologi lokasi penelitian, didapatkan litologi batuan pada daerah penelitian, dimana di kota Tanggerang Selatan, Provinsi Banten berlitologi lempung, lempung pasiran, pasir tufaan dan pasir konglomerataan.

7

Page 8: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

Gambar 3. Penampang tegak Pengukuran geolistrik (GL.1-GL.7)

Gambar 4. Penampang tegak Pengukuran geolistrik (GL.8-GL.14)

Gambar 5. Potongan melintang akuifer arah Selatan-Utara.

Gambar 6. Potongan melintang akuifer arah Selatan-Utara.

4. Sebaran Akuifer

Akuifer yang berkembang di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten secara administratif berlitologi pasir lempungan, pasir tufan, dan pasir konglomeratan dan dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya menjadi akuifer dangkal dan akuifer dalam. Akuifer dangkal dibatasi hanya untuk akuifer-akuifer yang terdapat hingga kedalaman sampai 50 m di bawah permukaan tanah (bmt), dan akuifer dalam adalah akuifer yang terdapat pada kedalaman lebih dari 50 m bmt.

Ketebalan akuifer dangkal (pada kedalaman < 50 m) di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten bervariasi antara 2-12 m pada

8

Page 9: PENENTUAN SEBARAN AKUIFER DENGAN METODE TAHANAN JENIS (RESISTIVITY METHOD) DI KOTA TANGERANG SELATAN,   PROVINSI BANTEN

kedalaman 3-44,73 m, hingga ketebalan > 75 m untuk akuifer dalam (pada kedalaman > 50 m). Akuifer dangkal (pada kedalaman < 50 m) adalah akuifer tak tertekan dan pada tempat yang semakin dalam berubah menjadi akuifer semitertekan. Sedangkan akuifer dalam (pada kedalaman > 50 m) merupakan akuifer tertekan yang dibatasi oleh dua lapisan kedap air (impermeable layer) pada bagian atas dan bawahnya. Potongan melintang pada Gambar 5 dan Gambar 6 merupakan suatu contoh sebaran dalam kaitannya dengan sifat dan ketebalan akuifer di Kota Tanggerang Selatan, Provinsi banten.

Sebaran akuifer di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten diduga dengan memetakan hasil pengukuran pada peta topografi sehingga didapatkan potongan melintang akuifer menurut arah Selatan-Utara dan Barat-Timur. Dimana akuifer bebas dari arah selatan ke utara semakin dangkal. Hal ini disebabkan keadaan topografi Kota Tangerang yang semakin rendah ke bagian utara.

KESIMPULAN

Litologi batuan penyusun terbentuk oleh dua formasi batuan geologi yaitu batuan aluvium yang terdiri dari aluvial sungai dan rawa yang berbentuk pasir lempungan, lanau, kerikil, keraka, dan batuan gunung api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, dasit, breksi tuff, pasir tuffan dan pasir konglomeratan.

Lapisan akuifer dangkal berada pada kedalaman 3-44,73 m di bawah permukaan tanah (bmt) dengan ketebalan beragam mulai dari 2-12 m. litologi yang berkembang pada lapisan tersebut didominisasi oleh pasir lempungan dan pasir tufaan dengan nilai tahanan jenis berkisar antara 2-10 ohm meter. Sedangkan lapisan akuifer dalam berada pada kedalaman 80-130 m di bawah permukaan tanah (bmt) dengan ketebalan > 75 m. Litologi yang berkembang pada lapisan tersebut berupa pasir tufaan dan pasir konglomeratan dengan nilai tahanan jenis > 10 ohm meter. Sebaran akuifer di wilayah studi merupakan akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran airtanah pada akuifer ini adalah melalui ruang antar butir. Aliran airtanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi yaitu mengalir ke arah utara dimana

sebaran akuifer bebas semakin ke utara semakin dangkal. Pada akuifer dalam sebarannya relatif merata dengan ketebalan > 75 meter sehingga mempunyai potensi untuk dimanfaatkan.

Daftar Pustaka

Anonim. 2007. Kabupaten Tangerang DalamAngka Tahun 2007. Biro Pusat StatistikKabupaten Tangerang.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPBPress, Bogor.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengolahan AirSungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Bowen, R. 1986. Groundwater. Elsevier Applied Science Publishers. London and New York.

Damtoro, J. 2007. Metode Geofisika. BlockDamtoro Juswanto. Diakses 22 Januari 2012 di http : // www. Beavo3x.com/Damtoro/geofisik.htm.

Fetter, PG dan WWG. Yeh. 1998. ManagementModel for conjunctive Use of coastal Surface Water and Groundwater. Journal ofWater Resource Planning and management,American Society of Civil Engineers,124 (3), 129.

Kashef, AAI.1997. Groundwater Engineers, MeGraw-hill Book Co, Singapore.

Matthews, R. 2005. Planet Bumi. Topik PalingSeru, alih bahasa oleh Damring Tyas

Parker, S. 2007. Tata Surya-Just the Facts. Penerjemah Soni Astranto, S.Si. ErlanggaFor Kids, Penerbit erlangga.

Rusmana, E dan Sukardi, P. 2001. Peta GeologiLembar Jakarta skala 1:100000. Pusat

Penelitian dan pengembangan Geologi, BandungSeyhan, E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Gajah

Mada University Press, Yogyakarta.Singh, VP. 1992. ElementaryHidrology.

Prentince Hall Inc, USA.Sosrodarso, S dan Takeda, K. 1993. Hidrologi

Untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Suripin, 2001. Pelestarian Sumberdaya Air dan Tanah. Penerbit Andi, Yogyakarta.Todd, DK. 1995. Groundwater Hydrology. Second Edition. John Wiley & Sons, Singapore.

Ward, AD dan WJ. Elliot. 1995. Environmental Hydrology. CRC Press Inc, Florid.

9