penelitian sosiologi

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada kondisi negara yang sangat memprihatinkan di mana dibutuhkan pembangunan di segala sektor yang benar-benar menyentuh dan berdampak luas pada masyarakat, baik itu pembangunan di sektor ekonomi, politik, budaya, pendidikan, dan yang paling utama pula adalah pembangunan di sektor mental masyarakat Indonesia karena pembangunan di sektor mental masyarakat inilah pembangunan suatu negara dapat berkembang dan berjalan lancar. Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Hukum bersifat mengikat dan memaksa artinya setiap penduduk dan warga negara Indonesia tanpa terkecuali harus mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. Apabila seseorang melanggar maka akan dikenai sanksi, baik itu berupa denda atau hukuman kurungan penjara. Akan tetapi, akhir-akhir ini banyak masyarakat Indonesia yang sudah kehilangan kesadaran tertib hukum dan berani untuk melanggar hukum yang berlaku, hal tersebut tidak lain disebabkan karena kualitas dan mutu mental masyarakat Indonesia terlihat semakin terpuruk.

Upload: aricha-putri

Post on 01-Jul-2015

527 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Sosiologi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada kondisi negara yang sangat

memprihatinkan di mana dibutuhkan pembangunan di segala sektor yang benar-benar

menyentuh dan berdampak luas pada masyarakat, baik itu pembangunan di sektor

ekonomi, politik, budaya, pendidikan, dan yang paling utama pula adalah

pembangunan di sektor mental masyarakat Indonesia karena pembangunan di sektor

mental masyarakat inilah pembangunan suatu negara dapat berkembang dan berjalan

lancar.

Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum. Hukum bersifat mengikat

dan memaksa artinya setiap penduduk dan warga negara Indonesia tanpa terkecuali

harus mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia. Apabila seseorang melanggar

maka akan dikenai sanksi, baik itu berupa denda atau hukuman kurungan penjara.

Akan tetapi, akhir-akhir ini banyak masyarakat Indonesia yang sudah kehilangan

kesadaran tertib hukum dan berani untuk melanggar hukum yang berlaku, hal tersebut

tidak lain disebabkan karena kualitas dan mutu mental masyarakat Indonesia terlihat

semakin terpuruk.

Sejak pemerintah Indonesia melaksanakan pembangunan dapat dilihat begitu

banyak perkembangan. Dengan pembangunan yang sungguh-sungguh ditangani, taraf

kehidupan rakyat Indonesia bertambah baik. Begitu pula sektor industri maju dengan

pesat, dan ini terbukti dari banyaknya barang-barang hasil industri yang memenuhi

pasaran. Berbagai jenis produk ditawarkan dengan melimpah dalam masyarakat, tidak

terkecuali dengan kendaraan bermotor, baik yang beroda dua maupun beroda empat.

Daya beli masyarakat Indonesia sudah semakin membaik. Hal ini dapat dilihat

dengan makin banyaknya kendaraan bermotor yang dibeli oleh masyarakat , baik

secara tunai maupun dengan angsuran. Yang jelas kendaraan bermotor benar-benar

sudah menjadi milik masyarakat.

Page 2: Penelitian Sosiologi

Namun, setiap sisi positif pasti memiliki sisi negatif. Semakin banyak

kendaraan bermotor maka masalah yang ditimbulkan juga semakin bertambah,

misalnya asap kendaraan yang semakin banyak dapat menggangu kesehatan. Selain

itu, tingkat kecelakaan lalu lintas menunjukkan pertambahan yang cukup

mengejutkan. Begitu juga masalah parkir, terutama di daerah perkotaan yang menjadi

semakin rumit.

Sebagaimana disebutkan dalam paragraf di atas bahwa kualitas dan mutu

mental masyarakat Indonesia sudah mulai rusak adalah benar. Hal itu tampak dari

sikap masyarakat Indonesia yang bertindak sewenang-wenang, tidak tertib, berani

melanggar hukum, dan sebagainya. Ambil saja sebuah contoh kecil, budaya parkir

tertib.

Budaya parkir tertib sudah mulai jarang terlihat. Masyarakat sudah mulai

melupakan ketertiban dalam memarkir kendaraan mereka. Mereka lebih senang

memarkir kendaraan mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri tanpa

memperhatikan ketertiban di sekitarnya.

Namun, tidak hanya masyarakat yang bertanggungjawab terhadap ketertiban

lahan parkir akan tetapi tukang parkir juga ikut andil dalam hal ini. Di sini

profesionalitas kerja mereka kurang dapat dirasakan manfaatnya secara luas.

Kadangkala, mereka hanya “semprat-semprit” tanpa memperhatikan keteraturan dan

kerapian posisi parkir kendaraan. Adakalanya juga, mereka tidak memberikan karcis

parkir namun tetap menarik biaya parkir.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, penulis merasa perlu

melakukan penelitian guna penulisan skripsi yang berjudul “Profesionalitas Kerja

Tukang Parkir di Kecamatan Kota Pamekasan Tahun 2005.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang mereka menjadi tukang parkir ?

2. Bagaimana latar belakang perekonomian mereka ?

Page 3: Penelitian Sosiologi

3. Apa saja kendala yang ditemui dalam menjalankan tugasnya ?

4. Bagaimana profesionalitas kerja mereka ?

5. Adakah tindak lanjut dari pemerintah setempat terhadap para tukang parkir

tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Segala aktivitas pasti memiliki tujuan tertentu. Adapun tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang mereka menjadi tukang parkir;

2. Untuk mengetahui latar belakang perekonomian mereka;

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang ditemui dalam menjalankan tugas

sebagai tukang parkir;

4. Untuk mengetahui profesionalitas kerja mereka;

5. Untuk mengetahui ada tidaknya tindak lanjut dari pemerintah setempat.

D. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian, maka peneliti menetapkan beberapa

pembatasan permasalahan sebagai berikut:

1. Peneliti hanya membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan

profesionalitas kerja tukang parkir;

2. Peneliti hanya mewawancarai beberapa tukang parkir di beberapa tempat di

kecamatan kota Pamekasan pada tahun 2005;

3. Wawancara dilakukan secara random artinya tidak mewawancarai tukang

parkir tertentu.

E. Kegunaan Penelitian

Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

a. Untuk memenuhi tugas dari guru pengajar sosiologi kami, yaitu bapak

Mukti Ali, Spd;

Page 4: Penelitian Sosiologi

b. Peneliti dapat membuktikan hipotesanya sehingga dapat menambah

wawasannya sebagai hasil dari pengamatan.

2. Bagi Pembaca

a. Pembaca dapat mengetahui peranan tukang parkir sebagai penegak

disiplin;

b. Pembaca dapat mengetahui profesionalitas kerja tukang parkir di

Pamekasan pada tahun 2005;

3. Bagi Pemerintah

a. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemerintah agar lebih

memperhatikan kesejahteraan mereka;

b. Pemerintah dapat mengetahui latar belakang perekonomian tukang parkir

di Pamekasan.

Page 5: Penelitian Sosiologi

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Profesionalitas Kerja

1. Definisi

Untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang profesionalitas

tukang parkir, berikut dikemukakan pengertian profesi. Sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan

yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.

Dengan pengertian ini, profesi merupakan suatu pekerjaan yang untuk

melaksanakannya memerlukan sejumlah keahlian tertentu sebagai persyaratan dalam

melakukannya. Artinya, ia merupakan pekerjaan-pekerjaan tertentu, bukan pekerjaan

sembarang orang.

Menurut Ahmad Tafsir (2004 ; 56) pada taraf perkembangan selanjutnya,

profesi mendapatkan arti yang lebih jelas dan khusus lagi. Untuk itu ada dua

ketentuan mengenai penggunaan kata profesi sebagai berikut:

Pertama, suatu kegiatan hanya dapat dikatakan profesi apabila kegiatan

tersebut digunakan untuk mencarikan nafkah yang pokok, melainkan hanya mencari

kesenangan atau kepuasan batin.

Kedua, suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari nafkah yang dilakukan

dengan keahlian cukup tinggi. Dengan demikian profesi adalah suatu bidang keahlian

yang dimiliki seseorang yang digunakan untuk menopang kelangsungan hidupnya

berdasarkan pada pengetahuan yang mendalam.

Dari dua istilah teknis yang berbeda definisi operasionalnya, pekerjaan adalah

istilah umum (general term) yang artinya kegiatan manusia yang menggunakan

tenaga, pikiran, peralatan, dan waktu untuk membuat sesuatu, mengerjakan sesuatu

atau menyelesaikan sesuatu. Sedangkan profesi, sebagaimana yang dikemukakan di

atas adalah pekerjaan orang-orang tertentu, yang memiliki keahlian khusus yang tidak

semua orang memiliki keahlian tersebut, jadi bukan pekerjaan sembarang orang.

Page 6: Penelitian Sosiologi

Jadi, jelaslah letak perbedaan antara profesi dan pekerjaan, hal ini berarti

bahwa jenis pekerjaan tertentu akan dapat dilakukan jika seseorang memiliki

kemampuan atau profesi tertentu, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-

Isra’ 84 yang berbunyi.

Artinya : “Hendaklah bahwa setiap orang itu bekerja sesuai dengan bakat dan

kemampuannya masing-masing, maka Tuhanmu mengetahui siapa yang

lebih benar jalannya.”

Dalam Islam setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti

harus dilakukan dengan benar, itu mungkin hanya bisa dilakukan oleh orang yang

ahli, karena jika suatu pekerjaan dilakukan oleh orang yang tidak ahli, maka

pekerjaan itu tidak akan mencapai hasil yang diinginkan, sebagaimana sabda

Rasulullah SAW dalam hadist yang berbunyi:

Artinya : “Bila suatu urusan dilakukan oleh orang yang tidak ahli maka tunggulah

kehancuran.” (HR. Bukhari)

Selanjutnya terdapat istilah-istilah lain yang berhubungan dengan profesi.

Salah satunya adalah profesional yang berarti orang yang melaksanakan profesi

pendidikan minimal S1 dan mengikuti ujian profesi atau lulus ujian profesi. Dengan

demikian profesional adalah orang yang dapat melaksanakan pekerjaannya dengan

baik. Berikutnya istilah ini berkembang menjadi istilah profesionalitas, yang

bermakna keprofesionalan seseorang dalam melakukan tugasnya.

Ketika dikaitkan dengan istilah tukang parkir, maka profesionalitas tukang

parkir dapat dimaknai sebagai kecakapan dan keterampilan khusus yang dimiliki

tukang parkir dalam mengatur dan menertibkan kendaraan parkir, dengan demikian

tukang parkir yang berkualifikasi profesional, yaitu tukang parkir yang mengetahui

secara mendalam tentang tugasnya dan dapat mempertanggungjawabkan tugasnya.

Page 7: Penelitian Sosiologi

2. Kriteria Sebagai Suatu Bidang Profesi

Menurut Ahmad Tafsir (1997 ; 61) kriteria bagi suatu profesi untuk disebut

sebagai suatu bidang profesi adalah sebagai berikut:

a) Profesi harus memiliki suatu keahlian khusus. Keahlian tidak dimiliki oleh

profesi lain, misalnya: keahlian kimia tidak dikenal oleh ahli hukum, keahlian

hukum tidak dikenal oleh profesi kedokteran.

b) Profesi harus diambil sebagai panggilan pemenuhan hidup. Oleh karena itu,

profesi dikerjakan sepenuh waktu sebagai pengetahuan hidup, artinya profesi itu

dipilih karena dirasakan oleh panggilan hidupnya, artinya itulah lapangan

pengabdiannya, jadi ada suatu kesungguhan dalam memiliki profesi.

Dilakukan sepenuh waktu maksudnya profesi itu dijalani dalam waktu yang

panjang bahkan seumur hidup. Jadi bukan dilakukan secara part time, melainkan

full time, bukan dilakukan sebagai pekerjaan sambilan atau pekerjaan sementara

yang akan ditinggalkan jika menemukan pekerjaan lain yang dirasakan lebih

menguntungkan.

c) Profesi memiliki teori-teori yang baku secara universal, artinya profesi itu

dijalankan menurut teori-teorinya, teori harus baku artinya teori itu bukan

sementara, teori itu harus dikenal secara umum, artinya dikenal oleh semua

pemegang profesi itu dimanapun ia berada. Inilah yang dimaksudkan dengan

universal.

d) Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnotis dan kompetensi optimal.

Kecakapan diagnotis sudah jelas dalam profesi kedokteran. Akan tetapi,

kadangkala ada profesi yang kurang jelas kecakapan diagnotisnya, hal tersebut

disebabkan karena belum berkembangnya teori dalam profesi itu. Kompetensi

aplikasi adalah kewenangan yang digunakan dalam teori-teori yang ada di dalam

keahliannya. Penggunaan itu harus didahului oleh diagnotis.

Jadi kecakapan diagnotis memang tidak bisa dipisahkan dari kewenangan

aplikatif, seorang yang tidak mampu mendiagnotis tentu tidak berwenang

melakukan apa-apa terhadap kliennya.

Page 8: Penelitian Sosiologi

e) Pemegang profesi memiliki otonomi dalam melakukan profesinya, otonomi itu

hanya dapat dan boleh diuji oleh rekan-rekan seprofesinya, otonomi yang ada

pada pemegang profesi dibatasi oleh aturan-aturan (teori-teori) yang ada pada

profesinya.

f) Profesi hendaklah mempunyai kode etik, kode ini disebut kode etik profesi.

Gunanya ialah untuk dijadikan pedoman dalam melakukan tugas profesi. Kode

etik itu tidak akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan juga

oleh masyarakat.

g) Profesi harus mempunyai klien yang jelas, klien disini maksudnya adalah

pemakai jasa profesi, seperti klien guru adalah murid.

h) Profesi memerlukan organisasi profesi. Gunanya adalah untuk keperluan

meningkatkan mutu profesi itu sendiri, profesi itu perlu menjalin kerja sama demi

kepentingan bersama.

i) Mengenali hubungan profesinya dengan bidang-bidang lain.

B. Tinjauan Tentang Parkir

1. Definisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, parkir adalah menghentikan atau

menaruh (kendaraan bermotor) untuk berapa saat di tempat yang telah disediakan.

Dengan pengertian ini, berarti tempat parkir adalah suatu tempat yang telah

disediakan sebelumnya dan dikelola oleh seseorang yang dikenal sebagai tukang

parkir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tukang adalah orang yang memiliki

kepandaian dalam suatu pekerjaan tangan (dengan alat atau bahan yang tertentu).

Jadi, tukang parkir adalah orang yang memiliki keahlian dalam memarkir kendaraan.

Biasanya setelah memarkir kendaraan, tukang parkir akan segera memberi karcis

parkir, sebagai bukti bahwa telah ada suatu perikatan antara pelanggan dan tukang

parkir.

… perikatan adalah adalah hubungan hukum yang terjadi antara debitur dan

kreditur yang terletak dalam bidang harta kekayaan. Keseluruhan aturan hukum yang

Page 9: Penelitian Sosiologi

mengatur hubungan hukum dalam bidang harta kekayaan ini disebut hukum harta

kekayaan (Abdul Kadir Muhammad, dalam Sri Hariyati, 2004 ; 14).

2. Parkir Sebagai Suatu Perjanjian Penitipan

Manusia sebagai makhluk sosial aktivitasnya sehari-hari banyak sekali yang

merupakan hubungan hukum. Karena merupakan hubungan hukum maka sudah

barang tentu akan menimbulkan akibat hukum pula. Hal tersebut terjadi karena pada

dasarnya manusia yang menempuh hidup bermasyarakat memiliki sifat saling

ketergantungan. Sifat saling ini muncul mengingat banyaknya kebutuhan yang harus

dipenuhi oleh manusia. Maka, untuk memenuhi kebutuhan tersebut, antara warga

masyarakat akan saling mengadakan ikatan. Wujud ikatan-ikatan yang sering

diadakan oleh masyarakat dapat berupa jual-beli, sewa-menyewa, pengangkutan,

tukar-menukar, dan sebagainya. Jadi, lebih tegasnya masyarakat, banyak sekali

melakukan perjanjian dalam kehidupannya.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, para warganya banyak sekali dan sering

pula mengadakan berbagai jenis perjanjian. Ada yang mengadakan perjanjian jual-

beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian tukar-menukar, begitu pula yang

mengadakan perjanjian penitipan. Tentang perjanjian penitipan ini terjadi apabila

seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan suatu persyaratan bahwa

pihak pertama akan menyimpannya demi kepentingan pihak kedua dan akan

mengembalikannya dalam keadaan asalnya. Demikianlah inti makna pasal 1694

KUHPdt yang menyangkut tentang perjanjian penitipan. Tentang perjanjian penitipan

ini digolongkan sebagai suatu perjanjian riil. Artinya, perjanjian itu baru terjadi kalau

sudah dilakukan suatu perbuatan yang nyata, yakni dengan diserahkannya barang

yang dititipkan. Jadi tidak seperti perjanjian lainnya yang umumnya merupakan dan

bersifat konsensual dimana perjanjian seperti ini baru melahirkan hak dan kewajiban

saja (Subekti, dalam Sri Hariyati, 2004 ; 19).

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ada di dalam KUHPdt mengenai

perjanjian penitipan barang ini dikenal ada 2 macam, yaitu perjanjian penitipan sejati

dan perjanjian penitipan sekestrasi (Subekti, dalam Sri Hariyati, 2004 ; 19). Untuk

lebih jelasnya uraian berikut dapat dipergunakan sebagai pegangan.

Page 10: Penelitian Sosiologi

a) Penitipan barang sejati

Penamaan dari jenis perjanjian ini sebenarnya juga tidak begitu tepat. Sebab

kalau ada penitipan barang yang sejati berarti ada penitipan barang yang tidak sejati

atau pura-pura. Pada umumnya penitipan barang ini dibuat dengan cuma-cuma

kecuali apabila diperjanjikan sebaliknya. Lagipula, jenis penitipan ini hanya berobyek

pada benda-bergerak, begitulah menurut pasal 1996 KUHPdt.

Sesuai dengan sifatnya yang riil, maka penitipan barang yang sejati ini

dianggap terjadi setelah ada penyerahan barangnya secara sungguh-sungguh. Hal

semacam ini dijelaskan oleh pasal 1967 KUHPdt.

Berdasarkan pasal 1968 KUHPdt, penitipan barang masih dibedakan lagi

menjadi dua macam, yaitu penitipan barang dengan sukarela dan penitipan barang

karena terpaksa. Namun kedua jenis perjanjian penitipan barang itu ada unsur

kesepakatan yang bersifat timbal balik. Hal ini ditegaskan oleh pasal 1699 KUHPdt.

Penitipan barang secara sukarela banyak kita jumpai, misalnya saja penitipan

sebuah tas di loket toko serba ada. Juga misalnya perjanjian penitipan ini terjadi pada

waktu memarkir kendaraan bermotor di suatu tempat. Sedangkan yang dinamakan

perjanjian penitipan karena terpaksa, misalnya terjadi karena ada suatu malapetaka

umpama saja ada kebakaran, tenggelamnya kapal, terjadinya banjir, dan sebagainya.

Penitipan barang secara terpaksa semacam itu akan diberlakukan ketentuan-ketentuan

yang sama untuk perjanjian penitipan barang secara sukarela. Begitulah penjelasan

pasal 1705 KUHPdt. Maksudnya ialah suatu perjanjian penitipan yang

diselenggarakan secara terpaksa itu akan memperoleh perlindungan pula dari undang-

undang. Sedangkan pasal 1706 KUHPdt, dalam perjanjian penitipan secara terpaksa,

mewajibkan bahwa si penerima titipan untuk memelihara atau merawat barang yang

dipercayakan kepadanya seperti halnya kewajiban seseorang yang memiliki barang

itu sendiri.

Di dalam pasal 1709 KUHPdt, bahwa pengurus rumah penginapan dan

penguasa losmen haruslah merawat dan memelihara barang-barang para tamu sebagai

seseorang yang menerima titipan barang. Kedudukan semacam ini dianggap sebagai

suatu penitipan karena terpaksa. Oleh pasal 1710 KUHPdt ditetapkan bahwa mereka

Page 11: Penelitian Sosiologi

itu bertanggung jawab tentang hilangnya atau kerusakannya, baik kehilangan ataupun

kerusakan itu disebabkan oleh pelayanan dari pekerja rumah penginapan tersebut.

Di dalam praktek seringkali sesuatu pihak dalam sesuatu perjanjian berusaha

membatasi tanggung jawabnya. Begitu halnya dalam praktek, dimana sering ditemui

para pengusaha penginapan atau losmen membatasi tanggung jawab mereka, dengan

memberikan pengumuman kepada para tamu bahwa pengurus tidak

bertanggungjawab atas hilangnya barang-barang berharga, manakala barang tersebut

tidak secara khusus dititipkan kepada mereka. Hal demikian ini banyak dijumpai di

berbagai hotel, losmen maupun penginapan.

b) Sekestrasi

Pengertian mengenai sekestrasi tidak lain merupakan penitipan barang yang

ada di dalam perselisihan, kepada seorang pihak ketiga yang mengingatkan dirinya

untuk itu. Setelah perselisihan diputus, pihak ketiga wajib mengembalikan barang

yang bersangkutan kepada siapa yang dinyatakan berhak, beserta dengan hasil-

hasilnya. Sekestrasi ini bisa terjadi dengan suatu perjanjian dan dapat pula terjadi atas

perintah Hakim apabila sekestrasi terjadi berdasar persetujuan sukarela atau atas

dasar pejanjian diserahkan kepada pihak ketiga. Hal ini bisa dilihat pada pasal 1731

KUHPdt.

Sesuai pasal 1731 KUHPdt, obyek sekestrasi ini dapat menyangkut benda-

benda bergerak maupun benda-benda tidak bergerak. Jelaslah mengenai obyek ini

jauh berbeda dengan perjanjian penitipan barang sebagaimana dijelaskan di depan.

Sekestrasi atas perintah Hakim terjadi, manakala Hakim memerintahkan

dalam suatu perkara agar sesuatu barang yang ada dalam sengketa itu dititipkan

kepada suatu pihak. Hal ini diatur dalam pasal 1736 KUHPdt. Sedangkan pasal 1737

KUHPdt ditetapkan bahwa sekestrasi guna keperluan pengadilan di perintahkan

kepada seseorang yang disetujui oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau kepada

seseorang yang ditetapkan oleh hakim karena jabatan.

Page 12: Penelitian Sosiologi

Dalam hal sekestrasi dimana hakim berhak menetapkan suatu barang sengketa

untuk dititipkan kepada suatu pihak, dapat terjadi hal-hal sebagai berikut:

1. Terhadap barang-barang bergerak yang telah disita dari tangan seorang debitur.

Penyitaan semacam ini digolongkan sebagai penyitaan conservatoir yang telah

dilakukan atas permohonan penggugat atau kreditur.

2. Terhadap suatu barang bergerak maupun tidak bergerak dimana hak miliknya

atau penguasaannya sedang dalam sengketa.

3. Terhadap barang-barang yang ditawarkan oleh seorang debitur untuk melunasi

hutang-hutangnya, sedangkan penawaran barang tersebut oleh kreditur ditolak.

Sehingga debitur ini terpaksa meminta bantuan juru sita atau notaris untuk

menawarkan barang atau uang tersebut supaya disimpan di kepaniteraan

pengadilan atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh hakim.

Pengangkatan seseorang sebagai penyimpan barang yang ditetapkan oleh

hakim, menerbitkan pula kewajiban-kewajiban timbal balik antara si penyita dan si

penyimpan. Yakni bahwa si penyita berkewajiban membayar kepada si penyimpan

suatu jumlah upah seperti yang telah ditentukan. Begitu pula si penyimpan

diwajibkan memelihara barang-barang yang bersangkutan sebagai bapak rumah

tangga yang baik. Lagipula manakala ditetapkan ia harus menyerahkan barang-barang

itu untuk dijual demi pelunasan piutang pihak penyita.

Page 13: Penelitian Sosiologi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek Penelitian

Adapun objek penelitian yang kami teliti adalah beberapa orang tukang parkir

yang ada di Kecamatan Kota Pamekasan pada tahun 2005.

B. Sifat dan Jenis Penelitian

Dalam kegiatan penelitian ini penulis menggunakan bentuk penelitian non

eksperimen, yaitu suatu penelitian yang dilaksanakan tanpa memberi suatu perlakuan

terhadap objek yang diteliti. Penelitian non eksperimen dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu penelitian deskriptif dan penelitian analitik, sedangkan jenis penelitian yang

kami pakai adalah deskripsi kualitatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk membuat

suatu gambaran keadaan secara sistematis faktual dan aktual terhadap fenomena

populasi.

Pendekatan kualitatif adalah pendekatan dalam bentuk kata ataupun kalimat.

Keseluruhan data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk uraian naratif

bukan dalam bentuk statistik, sehingga akan dapat menjawab permasalahan yang

diteliti secara sistematis dan logis, oleh sebab itu kemampuan daya analisis isi

penelitian sangat dituntut.

Biasanya dalam penelitian kualitatif, peneliti langsung terjun ke lapangan

menjadi participant observation (observasi aktif/terlibat). Ia mencatat, menganalisis,

menafsirkan data yang didapat, melaporkan dan mengambil kesimpulan. Hasil

penelitian dengan pendekatan kualitatif tidak digeneralisasikan, karena hasilnya

mungkin berbeda untuk tiap lingkungan.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data merupakan kejadian-kejadian khas yang dinyatakan dengan fakta, tetapi

dalam bentuk hasil pengukuran. Data ini merupakan bahan baku informasi.

Page 14: Penelitian Sosiologi

Kumpulan data akan menjadi lebih berarti apabila mampu menyajikan tambahan

pengetahuan bagi si penerima dalam rangka mencapai tujuan. Sedangkan dalam hal

penelitian ini penulis mengambil jenis data primer. Data primer merupakan data yang

dikumpulkan dari tangan pertama dan diolah oleh organisasi atau perorangan, seperti

data-data yang diperoleh peneliti dari wawancara dengan responden, atau data-data

yang dikumpulkan oleh lembaga tertentu yang berwenang terhadap suatu

permasalahan.

2. Sumber Data

Dalam melakukan penelitian kita perlu mengkaji sumber data, mengenal

subjek yang akan diteliti. Subjek merupakan pokok pembicaraan, pokok bahasan atau

orang, tempat maupun benda yang diawasi sebagai sasaran, jadi subjek penelitian

dapat disebut sebagai benda-benda yang akan menjadi sasaran dalam penelitian atau

sumber data dalam penelitian. Subjek penelitian dapat berupa orang yang

diwawancarai. Dalam penelitian sosial, kelompok masyarakat yang akan dijadikan

subjek penelitian harus ditentukan dahulu. Sedangkan dalam penelitian ini, penulis

menggunakan sumber data secara lisan yang berupa wawancara langsung kepada

responden di lapangan.

D. Metode Pengumpulan Data

Rumusan kegiatan atau usaha yang dilakukan tentu mempunyai tujuan

sehingga dapat memberikan arahan bagi kegiatan yang akan dilaksanakan dan dapat

memberi solusi bagi pemecahannya. Agar dapat mencapai tujuan tersebut secara

efektif dan efisien hendaknya menggunakan suatu cara atau metode tertentu. Dalam

penelitian ini kami menggunakan beberapa metode pengumpulan data sebagai

berikut:

1. Observasi

Adalah suatu metode pengumulan data yang dilakukan dengan cara

mendatangi langsung objek penelitian. Teknik atau metode ini kami lakukan

sebanyak 3 kali.

Page 15: Penelitian Sosiologi

Kelebihan observasi

- data mudah didapat

- validitas data lebih terjamin

- mengetahui karakter informan

Kerugian observasi

- memerlukan waktu yang relatif lama

- memerlukan biaya yang lebih banyak

- adanya kegiatan yang tidak mungkin diamati

2. Wawancara

Adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh

informasi atau data dengan cara bertanya langsung kepada responden, kami

melakukan wawancara ini kepada beberapa orang tukang parkir di Kecamatan Kota

Pamekasan pada tahun 2005.

Kelebihan wawancara

- wawancara dapat dilakukan kepada responden yang tidak bisa membaca dan

menulis

- jika ada pertanyaan yang tidak mengerti bisa ditanyakan kembali

- dapat mengecek kebenaran si responden

Kerugian wawancara

- wawancara dapat menjangkau jumlah responden lebih kecil

- kehadiran pewawancara mungkin dapat mengganggu responden

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan dengan cara mengutip

kalimat dari sumber yang didokumentasikan.

Kelebihan metode dokumentasi

- dapat digunakan dengan segera apabila diperlukan secara mendadak

- dapat memperoleh data yang merupakan kegiatan masa lampau

- bila ada hal-hal yang meragukan, pengutipan dapat diulang kembali tanpa

terikat oleh waktu dan situasi

Page 16: Penelitian Sosiologi

Kelemahan metode dokumentasi

- peneliti tidak mengetahui langsung tentang keadaan yang sebenarnya, ada

kemungkinan terdapat hal-hal penting yang terlupakan atau bahkan hilang

- dengan maksud tertentu kandangkala dokumennya dibuat tidak wajar

- kadang-kadang data yang dikumpulkan kurang lengkap

Page 17: Penelitian Sosiologi

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Memilih Tukang Parkir Sebagai Pekerjaan

Tukang parkir adalah pekerjaan tingkat rendah yang juga memiliki tingkat

penghasilan yang rendah. Memang tukang parkir bukanlah suatu pekerjaan yang hina

dan melanggar hukum, tukang parkir adalah pekerjaan yang halal. Namun, dalam

zaman dimana pembangunan mulai menampakkan hasil dan teknologi telah

berkembang pesat, masih banyak pekerjaan lain yang lebih pantas, lebih baik, dan

lebih menjanjikan untuk penghasilan yang lebih besar daripada hanya menjadi

seorang tukang parkir. Akan tetapi, masih banyak sekali orang-orang yang memilih

tukang parkir sebagai sumber mata pencaharian mereka. Mereka lebih memilih

menjadi tukang parkir daripada melakukan atau mengerjakan pekerjaan lain yang

lebih baik. Semua itu pasti memiliki alasan tersendiri, mengapa mereka memilih

tukang parkir sebagai pekerjaan.

Dalam penelitian ini kami telah berhasil melakukan wawancara dengan

beberapa orang tukang parkir di Kecamatan Kota Pamekasan dan memperoleh data

yang kami butuhkan untuk penyelesaian penelitian ini. Salah satu data yang berhasil

kami dapatkan adalah alasan para tukang parkir memilih tukang parkir sebagai

pekerjaan. Salah satu alasannya adalah mereka tidak memiliki tingkat pendidikan

maupun modal yang cukup untuk melakukan atau mendapatkan pekerjaan lain.

Seperti yang dikatakan Ashari, tukang parkir yang biasa beroperasi di wilayah Pasar

Sore, yang kami wawancarai pada tanggal 23 Desember 2005.

Saya menjadi tukang parkir karena saya tidak memiliki modal untuk membuka usaha. Awalnya, saya ingin membuka warung kecil-kecilan , tetapi saya tidak punya uang. Oleh karena itu, saya memilih menjadi tukang parkir.

Begitu juga pernyataan yang dilontarkan oleh Dedi, tukang parkir yang biasa

beroperasi di depan Toko Apollo, yang kami wawancarai pada tanggal 23 Desember

2005.

Page 18: Penelitian Sosiologi

Saya tidak punya keahlian apa-apa, jadi saya terpaksa menjadi tukang parkir, Mas !

Dari hasil wawancara di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa

sebenarnya mereka tidak benar-benar ingin menjadi tukang parkir atau dengan kata

lain mereka terpaksa menjadi tukang parkir karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa

mereka dapatkan atau lakukan. Sebenarnya, mereka masih memiliki keinginan untuk

mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tetapi mereka memiliki beberapa kendala

yang menghambat, salah satunya adalah modal yang kurang memadai.

B. Latar Belakang Perekonomian Tukang Parkir

Dewasa ini, banyak orang-orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil

hanya sebagai proyek sampingan atau bahkan untuk mencari sensasi, padahal

sebenarnya mereka hidup dalam keadaan yang sangat berkecukupan. Misalnya saja,

banyak orang-orang yang mengamen atau menjadi sopir angkutan umum padahal

mereka termasuk golongan orang dengan ekonomi menengah ke atas. Orang-orang

seperti itu biasa dikenal dengan istilah “pengemis berdasi”. Namun, apakah hal

tersebut juga terjadi pada tukang parkir yang berada di Pamekasan atau mereka

benar-benar berasal dari golongan ekonomi lemah?

Untuk mengetahui hal di atas, kami telah melakukan wawancara dengan

beberapa tukang parkir untuk mengetahui latar belakang perekonomian mereka.

Berikut ini adalah jawaban dari beberapa tukang parkir yang kami wawancarai.

Menurut Samsul, tukang parkir yang biasa beroperasi di Irama Plaza, yang kami

wawancarai pada tanggal 24 Desember 2005.

Apakah anda yakin ada orang kaya yang menjadi pengamen atau supir angkot? Wah, orang itu benar-benar aneh. Seandainya saya memiliki banyak uang dan berkecukupan, saya tidak akan mau menjadi tukang parkir.

Samsul merasa kaget setelah kami menjelaskan bahwa ada segelintir orang

yang mengerjakan pekerjaan kecil hanya untuk mencari sensasi. Hal itu menandakan

bahwa tidak percaya dan dia menjadi tukang parkir karena dia memang kekurangan

bukan untuk mencari sensasi. Jawaban yang sama juga dilontarkan oleh Syaiful,

Page 19: Penelitian Sosiologi

tukang parkir yang bekerja di Golden Sweet, yang kami wawancarai pada tanggal 24

Desember 2005.

Saya mempunyai empat orang anak yang masih bersekolah, penghasilan saya dan istri saya masih belum cukup untuk memenuhi biaya hidup kami.

Begitu juga dengan apa yang dikatakan Sahrawi, tukang parkir yang biasa

beroperasi di wilayah Aneka Topi 1, yang kami wawancarai pada tanggal 24

Desember 2005.

Saya ini orang miskin, Mas! Oleh karena itu, saya menjadi tukang parkir. Jika saya kaya, saya tidak akan menjadi tukang parkir. Buat apa?

Dari semua tukang parkir yang kami wawancarai, mereka mengeluarkan

jawaban yang hampir sama. Kebanyakan dari mereka kaget bahwa ada orang kaya

yang melakukan hal tersebut untuk mencari sensasi dan sebagian lainnya langsung

menegaskan bahwa mereka tergolong orang-orang dengan ekonomi lemah. Dari

pernyataan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tukang parkir di Pamekasan

memiliki latar belakang perekonomian lemah.

C. Kendala yang Ditemui Tukang Parkir

Menjadi tukang parkir dalam kondisi krisis ekonomi seperti ini bukanlah hal

yang mudah. Banyak orang yang putus asa untuk mendapatkan nafkah dengan cara

yang benar karena sulitnya memperoleh pekerjaan, sehingga mereka menghalalkan

segala cara untuk mendapatkannya mulai dari mencuri, merampok, main judi sampai

memakan uang rakyat. Setiap pekerjaan pasti memiliki resiko, tak terkecuali menjadi

tukang parkir. Bagi tukang parkir keberadaan orang-orang yang putus asa tersebut

menjadi kendala besar.

Untuk memperoleh jawaban pasti dari mereka, kami melakukan wawancara

terhadap Ali yang biasa bekerja di Gallery, yang kami wawancarai pada tanggal 25

Desember 2005.

Paling hanya kecolongan helm. Oh ya, yang paling parah, saya pernah kecolongan sepasang spion milik seseorang yang tinggal di Asrama KODIM. Tapi Alhamdulillah selama menjadi tukang parkir saya tidak pernah sampai kehilangan sepeda motor.

Page 20: Penelitian Sosiologi

Hal senada juga diutarakan oleh Nur, tukang parkir yang biasa bekerja di

Golden Sweet, yang kami wawancarai pada tanggal 24 Desember 2005.

Berhubung saya baru bergelut di pekerjaan ini, saya Alhamdulillah belum pernah merasakan yang namanya kecolongan baik helm, spion, dan lainnya.

Dari semua pernyataan yang diutarakan kedua tukang parkir tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kendala dari menjadi tukang parkir adalah resiko kehilangan

sepeda motor/mobil yang mereka jaga. Meskipun hal itu belum pernah terjadi pada

mereka, tetapi mereka sangat mawas diri dan selalu siap dengan segala resiko yang

mungkin timbul pada saat mereka bekerja.

Di samping kendala seperti yang telah diutarakan di atas ada juga kendala

yang sering terjadi pada diri mereka seperti yang menimpa Nur. Dia merasa betapa

sibuknya dia ketika akhir pekan. Setiap akhir pekan Golden Sweet selalu ramai

dengan pengunjung sehingga terkadang dia kewalahan untuk mengatasinya, sehingga

tidak sedikit pengunjung yang memanfaatkan hal tersebut, yang dengan sengaja tidak

membayar uang parkirnya.

Kadang-kadang ada orang yang langsung pergi tanpa membayar ongkos parkir. Biasanya mereka adalah anak-anak muda. Dasar anak muda!

D. Profesionalitas Kerja Tukang Parkir

Dewasa ini, budaya parkir tertib sudah mulai jarang terlihat dalam kehidupan

masyarakat. Banyak orang yang memarkir kendaraan seenaknya. Mereka memarkir

kendaraannya secara sembarangan atau dengan kata lain tidak teratur. Umum, hal

tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan tetapi tukang parkir

juga ikut bertanggung jawab dalam penertiban kendaraan parkir. Disini,

profesionalitas kerja tukang parkir kurang dapat dirasakan.

Dalam penelitian ini, kami juga membahas tentang profesionalitas keja tukang

parkir. Untuk itu, kami telah melakukan wawancara dengan beberapa tukang parkir.

Sebagian dari mereka beranggapan bahwa mereka sudah melakukan yang terbaik

untuk mengatur orang-orang yang ingin memarkir kendaraan. Sebagian lainnya

Page 21: Penelitian Sosiologi

berkata bahwa mereka tidak pernah mengerjakan pekerjaan mereka secara

sembarangan.

Ketika peneliti menanyakan apakah mereka selalu memberikan karcis parkir

kepada setiap pemilik kendaraan, mereka semua menjawab “ya”. Hal tersebut tampak

dari jawaban Sukri, tukang parkir yang biasa beroperasi di depan laboratorium La

Moras.

Saya selalu memberikan karcis parkir, Mas! kalau saya tiak memberi karcis, orang-orang mungkin tidak akan membayar uang parkir kepada saya!

Hal senada juga diutarakan oleh Amir, salah satu tukang parkir di wilayah Sae

Salera, yang kami wawancarai pada tanggal 25 Desember 2005.

Tentu saja saya memberi karcis. Jika tidak diberi, orang pasti tidak mau bayar parkir Mas ! Dulu, saya pernah lupa memberi karcis parkir, ketika saya meminta uang parkir, orang tersebut bilang bahwa dia tidak mau membayar karena tidak ada karcis parkir.

Sebagian besar tukang parkir yang kami wawancarai juga berkata bahwa

mereka selalu disiplin dalam bekerja, terutama disiplin waktu. Hal tersebut diutarakan

oleh Yanto, tukang parkir di Toko apollo, yang kami wawancarai pada tanggal 23

Desember 2005.

Saya bekerja mulai pukul 09.00-14.00 WIB. Dari pukul 14.00-16.00 WIB saya istirahat atau pulang kerumah, setelah itu dari pukul 16.00 WIB sampai pukul 22.00 WIB saya selalu ada disini.

Namun, ada juga beberapa tukang parkir yang tidak disiplin waktu atau

dengan kata lain tidak memiliki jam kerja tertentu. Salah satu sari tukang parkir

tersebut adalah Ali, tukang parkir di Galleria.

Ya, tidak tentu, Mas! biasanya, saya datang ke sini pukul 10.00 WIB dan terus bekerja sampai pukul 12.00 WIB. Tetapi, kadang-kadang saya pulang lebih awal. Untuk sore hari, saya biasa datang pukul 16.00 WIB dan biasanya saya pulang pukul 22.00 WIB. Kadang-kadang kalau sepi, jam 21.00 saya sudah pulang, Mas!

Dari dua pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tukang parkir di

Pamekasan kurang berdisiplin. Hal itu juga berarti profesionalitas kerja mereka juga

kurang, walaupun tidak semua tukang parkir yang bersikap demikian.

Page 22: Penelitian Sosiologi

E. Peranan Pemerintah Daerah

Pada seragam yang dikenakan oleh seorang tukang parkir biasanya terdapat

tulisan “Penegak Disiplin Kabupaten Pamekasan”, hal itu berarti bahwa tukang parkir

tersebut dipekerjakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Pamekasan. Akan tetapi,

pemerintah daerah nampaknya kurang memperhatikan kesejahteraan tukang parkir

tersebut, hal itu dapat dibuktikan dengan kurangnya tindak lanjut pemerintah terhadap

mereka. Hal tersebut sempat diutarakan oleh Ashari.

Awalnya pemerintah sering memberi saya bantuan, misalnya setiap hari raya lebaran saya selalu memperoleh bantuan berupa uang. Namun, sekarang mereka sudah jarang memberikan bantuan-bantuan seperti itu.

Selain Ashari, Sahrawi juga kurang mendapat perhatian dari pemerintah

daerah, hal itu dia nyatakan saat kami mewawancarainya pada tanggal 24 Desember

2005.

Ah, pemerintah itu tidak pernah memperhatikan saya, Mas! Mana mungkin mereka memperhatikan saya, mereka itu sibuk memperhatikan diri mereka dan keluarga mereka sendiri!

Dari pernyataan Ashari dan Sahrawi di atas, kita dapat mengetahui bahwa

pemerintah kurang memperhatikan kesejahteraan tukang parkir di Pamekasan. Oleh

karena itu, kehidupan perekonomian mereka masih pontang-panting.

Pada kenyataannya tidak semua tukang parkir bekerja atau dipekerjakan oleh

pemerintah. Akan tetapi, sebagian dari mereka ada yang bekerja untuk pemilik toko

tertentu. Misalnya saja Yanto yang bekerja untuk pemilik toko Apollo.

Saya tidak kerja untuk pemerintah, saya dipekerjakan oleh pemilik toko ini. Kadang-kadang saya sering mendapat bonus dari pemilik toko. Pemilik toko ini baik sekali, Mas! Waktu Hari Raya kemarin, saya diberi bonus oleh dia!

Selain Yanto, para tukang parkir yang bekerja di Golden Sweet juga

dipekerjakan oleh pemilik toko tersebut. Hal tersebut dinyatakan oleh Syaiful.

Saya ini bekerja untuk pemilik toko ini. Saat Hri Raya, saya menerima bonus dari tuan pemilik toko ini.

Dari pernyataan Yanto tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa tukang

Page 23: Penelitian Sosiologi

parkir yang bekerja untuk pengusaha tertentu, lebih diperhatikan kesejahteraannya

oleh si pengusaha daripada tukang parkir yang dipekerjakan oleh pemerintah.

Page 24: Penelitian Sosiologi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan mulai bab I sampai bab IV dapat disimpulkan bahwa

profesionalitas adalah kecakapan dan keterampilan khusus yang dimiliki seseorang

dalam mengerjakan tugasnya. Dengan demikian tukang parkir yang profesional

adalah tukang parkir yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan penuh

tanggung jawab.

Dalam pembahasan bab IV, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ada

beberapa tukang parkir yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik dan kurang

bertanggung jawab terhadap kewajibannya. Hal itu berarti bahwa tukang parkir di

Kecamatan Kota Pamekasan kurang profesional.

Dalam bab IV juga dibahas tentang latar belakang perekonomian tukang

parkir di Kecamatan Kota Pamekasan tahun 2005 yang menyatakan bahwa hampir

seluruh tukang parkir tersebut termasuk golongan ekonomi lemah. Selain itu,

kesimpulan yang dapat kita tarik adalah Pemerintah Daerah kurang memperhatikan

kesejahteraan para tukang parkir tersebut. Dalam hal ini, masih belum ada tindak

lanjut yang berdampak luas terhadap kehidupan para tukang parkir tersebut.

B. Saran

Setelah mengetahui hasil dari penelitian ini, ada beberapa hal yang perlu kami

sarankan:

1. Bagi para tukang parkir, hendaknya secara sadar berusaha untuk melakukan

tugasnya dengan baik serta bertanggung jawab terhadap tugasnya tersebut.

2. Bagi Pemerintah Daerah, hendaknya lebih memperhatikan kesejahteraan

tukang parkir yang bekerja untuk pemerintah. Selain itu, pemerintah

diharapkan agar bisa meningkatkan keprofesionalitasan tukang parkir yang

ada, misalnya dengan memberikan penyuluhan atau mendirikan pusat

pelatihan tenaga kerja, khususnya tukang parkir.

Page 25: Penelitian Sosiologi

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI. 1984. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Balai Pustaka.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka.

Tafsir, Ahmad. 2004. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja

Rosda Karya.

Muhammad, Abdul Kadir. 1982. Hukum Perikatan. Dalam Sri Hariyati. Penanggung

Jawaban Atas Hilangnya Kendaraan di Tempat Parkir. Surabaya: Fakultas

Hukum Universitas Merdeka Surabaya.

Subekti, R. 1984. Aneka Perjanjian. Dalam Sri Hariyati. Penanggung Jawaban Atas

Hilangnya Kendaraan di Tempat Parkir. Surabaya: Fakultas Hukum Universitas

Merdeka Surabaya.

Page 26: Penelitian Sosiologi

Lampiran 1

DAFTAR RESPONDEN

1. Nama : Ashari

Alamat : Tambung

2. Nama : Dedi

Alamat : Kowel

3. Nama : Samsul

Alamat : Pademawu

4. Nama : Syaiful

Alamat : Pademawu

5. Nama : Sahrawi

Alamat : Pademawu

6. Nama : Ali

Alamat : Pademawu

7. Nama : Nur

Alamat : Pademawu

8. Nama : Sukri

Alamat : Tobungan

9. Nama : Amir

Alamat : Pademawu

10. Nama : Yanto

Alamat : Pademawu

Page 27: Penelitian Sosiologi

Lampiran 2

DAFTAR PERTANYAAN

1. Mengapa anda memilih tukang parkir sebagai pekerjaan?

2. Bagaimana latar belakang perekonomian anda?

3. Apakah ada hambatan, gangguan atau masalah ketika anda menjalankan tugas?

4. Kapan waktu/jam kerja anda?

5. Apakah anda selalu disiplin dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan anda?

6. Apakah anda dipekerjakan oleh pemerintah?

7. Adakah tindak lanjut dari pemilik toko/pemerintah?

Page 28: Penelitian Sosiologi

KATA PENGANTAR

Rasa puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini

dengan judul “Profesionalitas Kerja Tukang Parkir di Kecamatan Kota

Pamekasan Tahun 2005” dengan baik.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu tugas dari guru Sosiologi kami,

yaitu Bapak Mukti Ali, Spd.

Pada kesempatan ini pula perkenankanlah kami menyatakan penghargaan

yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih kami kepada:

1. Bapak Drs. Djoko Supratiknjo, selaku Kepala Sekolah SMA Negeri I Pamekasan,

yang telah memberi kami izin untuk melakukan penelitian ini;

2. Bapak Drs. Saleh Sufandi, selaku Wali Kelas III IPS 3, yang senantiasa dengan

sabar dan penuh pengertian membimbing dan mendidik kami dalam segala hal;

3. Bapak Mukti Ali, Spd. sebagai guru pengajar Sosiologi, yang senantiasa dengan

penuh pengertian serta kesabaran menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

memberikan bimbingan hingga kami dapat menyelesaikan skripsi ini;

4. Seluruh guru pengajar di lingkungan SMA Negeri I Pamekasan yang telah

membekali kami ilmu pengetahuan yang tak ternilai harganya selama kami dalam

masa pendidikan;

5. Semua pihak yang kami jadikan tempat mencari data untuk penulisan skripsi ini,

yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, kami pun berkewajiban untuk

mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga atas segala bantuannya;

6. Rekan-rekan pelajar SMA Negeri I Pamekasan yang telah bersama-sama

menempuh pendidikan.

Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan dunia

pendidikan pada khususnya dan kepentingan masyarakat pada umumnya, meskipun

penulis sudah berusaha menyusun skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis

menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh

Page 29: Penelitian Sosiologi

karena itu, demi kesempurnaannya segala saran dan kritik membangun dari semua

pihak akan penulis terima dengan senang hati.

Pamekasan, Desember 2005

Penulis