penelitian pengembangan teknologi pengelolaan...
TRANSCRIPT
i
MAK :1800.019.002.021
PPRROOPPOOSSAALL PPEENNEELLIITTIIAANN
PENELITIAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI
PENGELOLAAN LAHAN KERING UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA
Dr. Ai Dariah
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2013
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering
untuk Peningkatan Produktivitas TanamanPangandanHortikultura 2. UnitKerja : BalaiPenelitianTanah
3. AlamatUnitKerja : Jln. Tentara Pelajar No 12 A, CimangguBogor
E-mail [email protected] 4. Sumber dana : DIPA/RKAKL Balai Penelitian Tanah tahun 2013
5. Status Kegiatan (L/B) : Barudan lanjutan 6. PenanggungJawab
(RPTP)
:
a. Nama : Dr. AiDariah b. Pangkat/Golongan : Pembina Muda Tk.I/ IVb
c. Jabatan : PenelitiMadya 7. Lokasikegiatan : Lampung, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa
Tenggara Barat (NTB), danJawa Tengah 8. Agroekosistem : Lahan Kering Masam, LahanKeringIklimKering, Lahan Kering
Dataran Tinggi, dan Lahan Kering Dataran Rendah.
9. Tahun Mulai : 2010 10. Tahun Selesai : 2015
11. Output Tahunan : 1. Paket teknologi konservasi tanah spesifik lahan . Paket teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, efisiensi air dan konservasi
tanah di lahan kering masam berbasis tanaman pangan (padi
gogo dan dan kedele) dalam pola tumpangsari dengan tanaman perkebunan.
2. Paket teknologi pemulihan lahan dan konservasi karbon, serta konservasi tanah spesifik lahan kering iklim kering mendukung
sistem pengelolaan pertanian terpadu lahan kering iklim kering.
3. Paket Teknologi pengelolaan lahan kering untuk peningkatan produktivitas bawang merah dan cabai di sentra produksi
hortikultura.
12. Output Akhir : Rekomendasi teknologi pengelolaan lahan kering (lahan kering masam, lahan kering iklim kering dan kawasan hortikultura)
mendukung optimalisasi lahan kering dalam peningkatan produktivitas tanaman pangan (padi gogo, jagung dan kedele) dan
hortikultura (cabai dan bawang merah).
13. Biaya : Rp. 637.150.000,- (Enam ratus tiga puluh tujuh juta seratus lima puluh rupiah)
KoordinatorProgram
Dr. Husnain, MSc
NIP. 19730910 200112 2 001
Penanggunjawab RPTP
Dr. Ai Dariah
NIP.19620210 198703 2001
Mengetahui,
KepalaBalai BesarSumberdayaLahanPertanian
Dr. MuhrizalSarwani, M.Sc. NIP. 19600329 188403 1 001
Mengetahui,
KepalaBalaiPenelitianTanah
Dr. Ir. Sri Rochayati, MSc NIP. 19570616 198603 2 001
iii
RINGKASAN USULAN PENELITIAN
1 JudulKegiatan RPTP/RDHP : Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan
Kering untuk Peningkatan Produktivitas Tanaman Pangan dan Hortikultura
2 Nama dan Alamat Unit Kerja
: BalaiPenelitianTanah Jl. Tentara Pelajar No 12 A. Bogor 16123
3 SifatUsulanPenelitian : Lanjutan
4 Penanggungjawab : Dr. Ir. Ai Dariah
5 Justifikasi : Pembangunan sector pertanian dihadapkan pada keterbatasan lahan subur, oleh karenai tu sejak beberapa decade terakhir pengembangan pertanian telah mengarah pada pemanfaatan lahan sub optimal. Lahan yang tergolong sebagai lahan sub optimal diantaranya adalah lahan rawa (gambut, pasangsurut, lebak), lahan kering masam dan lahan kering iklim kering. Dari segi total luasan dan resiko lingkungan, lahan kering masam dan lahan kering iklim kering merupakan lahan suboprimal yang relative potensial untuk dikembangkan dengan terlebih dahulu menanggulangi faktor pembatas khususnya untuk pengembangan pertanian.
Permasalahan degradasi status bahan organik umumnya dihadapi lahan kering sub-optimal (lahan kering masam dan lahan kering iklim kering). Oleh karena itu sistem perbaikan pengelolaan bahan organik merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas lahan kering sub-optimal. Selain bahan organik, degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi juga merupakan permasalahan yang umum dihadapi lahan kering. Selain yang bersifat umum, ada beberapa permasalahan yang bersifat spesifik; pada lahan kering masam permasalahan spesifik yang perlu menjadi prioritas adalah penanggulangan dampak kemasaman tanah seperti keracunan alumunium dan ketersediaan hara tertentu. Pada lahan kering iklim kering ketresediaan air manjadi faktor pembatas utama. Oleh karena itu dari segi pengelolaan tanah, peningkatan kemampuan tanah memegang air dan konservasi air merupakan aspek yang perlu mendapat prioritas.
6 Tujuan:
a. JangkaPendek : - Menguji paket rekomendasi teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, dan efisiensi air serta konservasi tanah pada pola tanam padi gogo-kedele dalam bentuk tumpangsari dengan tanaman perkebunan/HTI pada lahan kering masam.
- Menguji efektivitas tindakan konservasi tanah spesifik lahan kering iklim kering (yang merupakan pengebangan dari kearifan lokal) dan biochar dan bahan organik sebagai pembenah tanah, dan melakukan pendampingan aplikasi teknologi pengelolaan tanah untuk menunjang pengembangan sistem pertanian terpadu lahan kering iklim kering.
iv
- Menguji teknologi pengelolaan lahan (konservasi, pengelolaan bahan organik dan pemupukan) untuk peningkatan produktivitas bawang merah di sentra produksi bawang dan cabai di dataran tinggi.
b. JangkaPanjang : Menyusun rekomendasi teknologi pengelolaan lahan kering sub-optimal (lahan kering masam dan lahan kering iklim kering) dan lahan kering dikawasan hortikulturau ntuk mendukung optimalisasi lahan kering sebagai sentra produksi tanaman pangan (khususnya padi gogo, jagung dan kedele) dan hortikultura (khususnya cabai dan bawang merah).
7 Luaran yang diharapkan
a. JangkaPendek : - Paket teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, efisiensi airdankonservasitanahdi lahan kering masam berbasis tanaman pangan (padi gogo dan dan kedele) dalam pola tumpangsari dengan tanaman perkebunan.
- Paket teknologi pemulihan lahan dan konservasi karbon, serta konservasi tanah spesifik lahan kering iklim kering mendukung sistem pengelolaan pertanian terpadu lahan kering iklim kering.
- Paket Teknologi pengelolaan lahan kering untuk peningkatan produktivitas bawang merah cabai di sentraproduksihortikultura.
b. JangkaPanjang : Rekomendasi teknologi pengelolaan lahankering (lahan kering masam, lahan kering iklim kering dan kawasan hortikultura) mendukung optimalisasi lahan kering dalam peningkatan produktivitas tanaman pangan (padi gogo, jagung dan kedele) dan hortikultura (cabai dan bawang merah).
8 Outcome : Peningkatan produktivitas lahan sub-optimal, 4-6 buah karya tulis ilmiah (KTI).
9 Sasaranakhir : Terjadi peningkatan produktivitas lahan kering sub-optimal (lahan kering masam dan lahan kering iklim kering) sebagai dampak tertanggulanginya faktor pembatas utama baik yang bersifat inherent maupun yang diakibatkan oleh proses degradasi, dengan tetap mempertimbangkan aspek keberlanjutan produktivitasnya dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
10 Lokasipenelitian : Lampung, Sumatera Selatan, NTT, NTB, dan Jawa Tengah
11 Jangkawaktu : 1 tahun, mulai T.A. 2013, berakhir T.A. 2014
12 Sumberdana : DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, T.A. 2013
v
SUMMARY 1 Title of
RPTP/RDHP : Research Development of Dryland Management Technology to
Increase Productivityof Food Crops and Horticulture
2 Implementation unit
: Indonesia Soil Research Institute (ISRI) Jl. Tentara Pelajar No 12 A. Bogor 16123
3 Location : Lampung, South Sumatera, NTT, NTB, Central Java
4 Objective :
a. Short term : - To test the technology package of amelioration, balanced fertilization , water efficiency and and soil conservation on upland with rice-soybean cropping sistem in the form of intercropping with plantation crops on upland with acid soil.
- To test the effectiveness of soil conservation measures specific upland arid climate, the use of biocharand organic fertilizer as soil soil conditioner, and to conduct technical assistance for the implementation of soil management on upland dry climate
- To test land management technology (conservation, sustainable management of organic matter and fertilizer) to increase the productivity of onion and chilli.
b. Long term : To arrange management technology of marginal upland (acidic upland, upland dry climate, horticulture region) to support the optimization of upland as the center of production of food crops especially upland rice, corn a soybean, and horticulture (chili and onions)
5 Expected output
a. Short term : - Technology package of amelioration, balanced fertilization,
water efficiency and soil conservation for spesific upland with acidic mineral soil wirh rice-soybeans cropping pattern and intercropping with plantation.
- Technology package of land rehabilitation and conservation of carbon for specific upland dry climate.
- Technology package to increase the productivity of upland with hoticulture (chili and shallot) base-farming system.
b. Long term : Recommendations of management technology for marginal-upland (dry acid soil, upland dry climate and horticultural region) to supports the optimization crop productivity (upland rice, corn and soybean, chilli and shallot).
6 Description of methodology
: Research activities consist of: 1. Research developmentof land management technologies on
upland with acid mineral soil The research will be carried out in two steps: a) desk-work activity is to recapitulate the various results of previous studies by the Indonesian Soil Research Institute, and establishment a package of land management technologies on acid mineral soil (dryland), b) tested in field five packages land management technologies on acid mineral soil (dry land) on upland rice-soybean cropping pattern. improving soil quality of acid mineral soil. In 2013 will be implemented activities desk work, and application of five
vi
packages of land management technologieson acid mineral soil (dry land) in Lampung and South Sumatera (intercropping with plantation crops. In 2014 the land management technologies will be continoused in the same location for establizing the land management technology packages (completed with economic analysis).
2. Research of soil management technology to support the development of integreted farming system on upland dry climate (SPTLKIK) research activities carried out at the pilot of “integreted farming system on upland dry climate”. some of the activities to be carried out: (a) soil conservation mesures, that was developed from local knowledge, namely kebekolo (twigs or wood are arranged following the contour lines, and tabatan watu (terraces or ridges made of stone are scattered on the surface of the land); (b) Use of biochar and compost as soil conditioner. Formula of soil soil conditioner (50% biochar and 50% compost) tested at several dose levels (15, 10, 1nd 5 t/ha), for comparison used hydrogel and ISRI organic fertilizer; (c) the mineralization rate of biochar and organic materials to support the organic matter management systems in dryland dry climate has been conducted since the 2010 budget, the activity will last for 3 years, (d) Assistance land management technology applications. Assistance in the form of training, guidance, or advice on the application of soil management technologies.
3. Research on Land Management to Increase Produktivity of Horticulture : Chili and Shallot
Research activity consist of(a) Research of soil conservation technique to increase chili productivity in higland (farmers conservation technique, farmers fertilization rate; farmers conservation technique, recomendation fertilization rate; ridge in every 5 m of long slope, recomendation fertilization rate;mulching, recomendation fertilization rate; contour planting,recomendation fertilization rate); (b) Research of soil conditioner aplication to increase shallotproductivity in lowland. This activity arange in spit-plot design (Main plot is mulching: plastic mulch and straw mulch, and sub-plot is soil conditioner combined with NPK level : 5 t/ha biochar + NPK recomendation/rec.; 5 t/ha biochar + 1/2 NPK rec.; 5 t/ha biochar + 1/2 NPK rec. + 5 t/ha livestock manure; 5 t/ha biochar + 1/2 NPK rec + 10 t/ha livestock manure; 10 t/ha livestock manure+ 1/2 NPK rec.)
7 Duration : 1 Year; F.Y 2013/F.Y.2014
8 Budget/fiscal year : Rp. 558.550.000,-( Five hundred and fifty-eight million five
hundred and fifty rupiah)
9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Fiscal Year 2013
1
I.PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor pertanian dihadapkan pada keterbatasan lahan subur,
oleh karena itu sejak beberapa dekade terakhir pengembangan pertanian telah
mengarah pada pemanfaatan lahan sub optimal, yaitu lahan yang secara alami atau
akibat proses degradasi mempunyai tingkat kesuburan (baik fisik, kimia, dan/atau
biologi) yang rendah sehingga tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman
secara optimal. Lahan yang tergolong sebagai lahan sub optimal diantaranya adalah
lahan rawa (gambut, pasang surut, lebak), lahan kering masam dan lahan kering
iklim kering. Dari segi total luasan dan resiko lingkungan, lahan kering masam dan
lahan kering iklim kering merupakan lahan suboprimal yang relatif potensial untuk
dikembangkan.
Luas lahan kering masam di Indonesia sekitar 108,8 juta hektar atau sekitar
69,4% dari total lahan kering di Indonesia (BBSDLP, 2012). Lahan kering masam
dengan jenis tanah Ultisols dan Oxisols menempati areal terluas di Indonesia
(Hidayat dan Mulyani, 2005). Ultisols dan Oxisols merupakan tanah yang
mempunyai tingkat kesuburan rendah, oleh karena itu diperlukan suatu inovasi
teknologi untuk meningkatkan produktivitasnya.
Luas lahan kering masam 13,3 juta ha, proporsinya <10% dari total luas
lahan kering, namun demikian ekosistem ini mempunyai arti penting dalam
pembangunan pertanian, yaitu selain untuk mendukung ketahanan pangan di
wilayah otonominya, juga dapat berperan dalam mendukung ketahanan pangan
nasional, karena rata-rata produktivitas lahan kering iklim kering tergolong sedang,
diantaranya karena adanya dukungan kesuburan tanah yang relatif baik. Faktor
pembatas utama yang dihadapi lahan kering iklim kering adalah ketersediaan air dan
penurunan produkstivitas lahan akibat laju degradasi lahan yang cepat, baik yang
disebabkan oleh erosi, sistem pengelolaan hara dan bahan organik yang kurang
tepat, maupun perlakuan eksplotasi lahan lainnya.
Selain untuk mendukung pengembangan tanaman pangan utama yaitu padi,
jagung, dan kedele, tanaman hortikultur juga dominan dikembangkan di lahan
kering. Produktivitas tanaman hortikultur masih tergolong rendah, terbukti dari nilai
2
impor komoditas hortikultur termasuk sayuran yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Padahal menurut Arsanti dan Boehme (2006) sebagian besar usahatani
sayuran di Indonesia memiliki keunggulan kompetitip dan komparatif karena efisien
secara finansial dalam pemanfaatan sumberdaya domestik. Keuntungan yang
didapat dari praktek usahatani sayur seringkali tidak diikuti dengan usaha untuk
menjaga kualitas lahan agar tetap bisa berproduksi secara optimum dan tidak
berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan. Yusdar et al. (2009)
menyatakan bahwa salah satu tantangan lingkungan yang dihadapi pembangunan
pertanian khususnya yang berbasis komoditas sayuran di dataran tinggi adalah
kerusakan lahan garapan akibat erosi dan longsor. Oleh karena itu, usahatani
sayuran seringkali dituding sebagai kegiatan yang tidak ramah lingkungan karena
banyak dilakukan pada lahan marginal yang didicirikan oleh kondisi lereng curam,
curah hujan tinggi, tanpa tindakan konservasi yang memadai (Rachman dan Dariah,
2009). Selain pada lahan kering dataran tinggi, usahatani beberapa komoditas
hotikutur seperti bawang merah diusahakan pada lahan kering di dataran rendah
yang mempunyai kandungan C-organik, sehingga produktivitas tanahnya rendah.
1.2. Dasar Pertimbangan
Permasalahan degradasi status bahan organik umumnya dihadapi lahan kering sub-
optimal (lahan kering masam dan lahan kering iklim kering). Oleh karena itu sistem
perbaikan pengelolaan bahan organik merupakan salah satu kunci peningkatan produktivitas
lahan kering sub-optimal. Selain bahan organik, degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi
juga merupakan permasalahan yang umum dihadapi lahan kering. Selain yang bersifat
umum, ada beberapa permasalahan yang bersifat spesifik; pada lahan kering masam
permasalahan spesifik yang perlu menjadi prioritas adalah penanggulangan dampak
kemasaman tanah seperti keracunan alumunium dan ketersediaan hara tertentu yang
rendah. Pada lahan kering iklim kering keteresediaan air manjadi faktor pembatas utama.
Oleh karena itu dari segi pengelolaan tanah, peningkatan kemampuan tanah memegang air
dan konservasi air merupakan aspek yang perlu mendapat prioritas.
Degradasi lahan pada lahan kering dominan disebabkan oleh erosi, oleh karena itu
aplikasi teknik konservasi harus menjadi bagian integral dari sistem pertanisn terpadu lahan
kering. Jenis teknologi yang dipilih harus disesuaikan dengan kondisi agroekosistemnya.
Misalnya pada lahan kering masam aplikasi teknik konservasi yang bisa memperparah
dampak dari tingginya kandungan aluminium harus diihindari, misalnya pembuatan teras
3
bangku tidak tepat dilakukan pada lahan kering masam. Pada lahan kering iklim kering,
konservasi tanah harus diprioritaskan pada aspek yang mendukung konservasi air. Selain
bersifat spesifik ekosistem, pemilihan teknologi juga perlu dilakukan berdasarkan spesifik
komoditas, misalnya tanaman sayuran memerlukan kondisi spesifik tertentu, yaitu harus
mempertimbangkan kerentanan sayuran terhadap kondisi drainase yang buruk. Aspek
sosial ekonomi petani perlu dipertimbangkan, sehingga adopsi teknologi bisa bersifat
berkelanjutan, penggalian kearifan lokal penting untuk dilakukan, meskipun demikian
penyempurnaan dari kearifan lokal seringkali masih perlu dilakukan, sehingga efektivitasnya
menjadi optimal
.
1.3. Tujuan
Jangka Pendek
1. Menguji paket rekomendasi teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, dan efisiensi
air, serta konservasi tanah pada pola tanam padi gogo-kedele dalam bentuk
tumpangsari dengan tanaman perkebunan/HTI pada lahan kering masam.
2. Menguji efektivitas tindakan konservasi tanah spesifik lahan kering iklim kering (yang
merupakan pengebangan dari kearifan lokal) dan penggunaan bahan pembenah tanah
biochar dan pupuk organik, serta melakukan pendampingan aplikasi teknologi
pengelolaan tanah untuk menunjang pengembangan sistem pertanian terpadu lahan
kering iklim kering.
3. Menguji teknologi pengelolaan lahan (konservasi, pengelolaan bahan organik
dan pemupukan) untuk peningkatan produktivitas tanaman bawang merah dan
cabai di sentra produksi hortikultura.
Jangka Panjang
Menyusun rekomendasi teknologi pengelolaan lahan kering sub-optimal
(lahan kering masam dan lahan kering iklim kering) serta lahan kering spesifik
kawasan hortikultura untuk mendukung optimalisasi lahan kering sebagai sentra
produksi tanaman pangan (khususnya padigogo, jagung dan kedele) dan
hortikultura (khususnya cabai dan bawang merah).
3.4. Keluaran
Jangka Pendek
4
1. Paket teknologi ameliorasi, pemupukan berimbang, efisiensi air dan konservasi tanah di
lahan kering masam berbasis tanaman pangan (padi gogo dan dan kedele) dalam pola
tumpangsari dengan tanaman perkebunan.
4. Paket teknologi pemulihan lahan dan konservasi karbon, serta konservasi tanah spesifik
lahan kering iklim kering mendukung sistem pengelolaan pertanian terpadu lahan kering
iklim kering.
5. Paket Teknologi pengelolaan lahan kering untuk peningkatan produktivitas
bawang merah cabai dan cabai di sentra produksi hortikultura.
Jangka Panjang
Rekomendasi teknologi pengelolaan lahan kering sub-optimal (lahan kering
masam, lahan kering iklim kering dan kawasan hortikultura) mendukung optimalisasi
lahan kering dalam peningkatan produktivitas tanaman pangan (padigogo, jagung
dan kedele) dan hortikultura (cabai dan bawang merah).
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
Peningkatan produktivitas lahan kering sub-optimal sebagai dampak
penanggulangan faktor pembatas utama, baik yang berisifat inherent (kemasaman
tanah pada lahan kering iklim kering dan keterbatasan air pada lahan kering iklim
kering), serta faktor pembatas yang disebabkan oleh proses degradasi lahan.
Sehingga lahan kering sub-optimal bisa lebih berperan dalam mendukung
tercapainya ketahanan pangan. Optimalisasi lahan kering di sentra produski
hortikultur, melalui penerapan teknologi yang tepat, bersifat spesifik lokasi dan
spesifik komoditas akan berperan dalam peningkatan produktivitas tanaman
hortikultur, sehingga ketergantungan akan komoditas hortikultur impor khususnya
bawang merah dan cabai bisa ditekan.
Dari segi perkembangan iptek, hasil penelitian ini dapat memperkaya data dan
informasi yang berhubungan dengan ekosistem lahan kering iklim kering dan dapat
dijadikan bahan karya tulis ilmiah yang dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Potensi lahan kering untuk pengembangan pertanian di Indonesia tergolong
tinggi, namun terdapat permasalahan biofisik dan sosial ekonomi yang harus diatasi,
bila ingin dicapai tingkat produktivitas yang optimal dan berkelanjutan. Beberapa
tindakan penanggulangan faktor pembatas biofisik lahan yang dapat dilakukan
adalah pengelolaan kesuburan tanah, konservasi dan rehabilitasi tanah, serta
pengelolaan sumberdaya air secara efisien (Abdurachman et al., 2008).
Program peningkatan produkivitas lahan kering seperti P3MT (Program
Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi), P3HTA (Proyek Penelitian
Penyelamatan Hutan dan Air), Bangun Deso (YUADP), P3NT (Proyek Pembangunan
Penelitian Pertanian Nusa Tenggara), UFDP (Upland Farmers Development Project),
NWMCP (National Watershed Management Conservation Project (Momuat et al.,
1993; Rachman et al., 1995; Dariah et al., 1995, Agus et al., 1998; Abdurahman et
al., 1998), telah dilakukan sejak sebelum tahun 1980. Namun demikian sampai saat
ini pembangunan pertanian lahan kering masih jauh tertinggal. Berdasarkan
beberapa hasil studi tersebut dapat dilakukan evaluasi tentang berbagai faktor
penghambat adopsi teknologi, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat
spesifik lokasi, sehingga dapat dirumuskan beberapa alternatif pemecahannya.
Beberapa penelitian yang behubungan dengan adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim di lahan kering iklim kering masih sangat terbatas. Perbaikan
sistem pengeloaan bahan organik dan perbaikan kualitas tanah merupakan tindakan
yang dapat mendukung adaptasi lahan kering dalam hubungannya dengan adaptasi
perubahan iklim. Pemanfaatan biochar selain dilakukan untuk perbaikan kualitas
tanah juga sangat bermanfaat untuk mendukung konservasi karbon tanah.
Sistem pertanian sayuran dataran tinggi masih menjanjikan keuntungan bagi
petani. Berkenaan dengan hal itu, petani berusaha semaksimal mungkin
mengintensifkan sistem usahataninya. Salah satu hasil yang paling menonjol dalam
pengelolaan tanaman sayuran adalah aplikasi N yang sangat tinggi melebihi
kebutuhan tanaman. Tindakan ini diambil sebagai garansi oleh petani agar dapat
memperoleh produksi yang tinggi. Akan tetapi tindakan ini mengakibatkan inefisiensi
6
pemupukan dan pencemaran lingkungan pertanian. Hasil penelitian N-balance di
Jawa Tengah menunjukkan bahwa: (1) N-balance dari seluruh lokasi, baik perlakuan
IP (improved practice) maupun FP (farmer practice) bernilai positif, artinya masih
terdapat suplai yang sangat tinggi dibanding kebutuhan tanaman. Semakin tinggi
nilai positif, semakin menurun N efisiensinya, (2) perlakuan IP memberikan nilai
efisiensi N 91% lebih tinggi dari pada perlakuan FP. Kisaran nilai efisiensi untuk IP
antara 8-67%, sedangkan FP antara 4-39%, (3) dari 18 musim tanam, di lokasi
Buntu Kejajar – Wonosobo 50% total N (NH4-N + NO3-N) meningkat, 17% menurun
dan 33% tetap. Sementara itu di Kopeng, 37.5% total N meningkat, 37.5%
menurun, dan 25% tetap (Sukristyonubowo, 2007b).
2.2. Hasil-Hasil Penelitian
Hasil-Hasil Penelitian Teknologi pengelolaaan lahan kering masam
Pemanfaatan lahan kering masam secara intensif perlu dimulai dengan
rehabilitasi lahan serta penanggulangan kemasaman tanah. Pemanfaatan
pembenah tanah mutlak diperlukan agar lahan dapat dimanfaatkan secara optimal.
Teknologi penanggulangan kemasaman diantaranya dapat dilakukan melalui
penggunaan kapur, sedangkan penggunaan pupuk P dalam bentuk P-Alam dapat
menanggulangi faktor rendahnya ketersediaan P di lahan kering masam (Rochayati
et al., 2005). Pemberian bahan organik dapat mensubstitusi kebutuhan kapur pada
lahan kering (Basri dan Zaini, 1992), namun pada umumnya bahan organik yang
dibutuhkan relatif tinggi, oleh karena itu pengadaan bahan organik secara insitu
harus menjadi prioritas. Saat ini, mulai berkembang pemanfaatan biochar atau arang
limbah pertanian mampu meningkatkan pH dan KTK tanah.
Defisiensi unsur hara ganda sering dijumpai pada lahan kering masam , misalnya
defisiensi N dan P sehingga pemupukan berimbang dan pemantauan status hara secara
berimbang sangat penting untuk dilakukan (Santoso et al., 1995; Santoso dan Sofyan,
2005). Perangkat uji tanah kering (PUTK) dirancang untuk mendukung praktek sistem
pemupukan berimbang, perangkat ini dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman pangan utama (jagung, kedele dan padi gogo) .
Pemeliharaan (apalagi perningkatan) kadar bahan organik tanah pada lahan
kering masam seringkali tidak menjadi prioritas dalam pengelolaan lahan pertanian,
padahal salah satu kunci keberlanjutan pengelolaan lahan kering masam adalah
7
terjaminnya suplai bahan organic tanah. Selain itu, pemanfaatan pupuk hayati
seperti pupuk mikroba pelarut P, penambat N, pemacu tumbuh, dan pengendali
hama penyakit dapat berperan dalam perningkatan produktivitas lahan kering
masam.
Memilih jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan dan agroklimat
setempat dengan memanfaatkan sumberdaya genetik (toleran kemasaman dan
kekeringan, efisien terhadap penggunaan pupuk, tahan terhadap OPT), serta sesuai
dengan kondisi sosial ekonomi dan kebijakan pemda setempat. Varietas unggul
kedelai adaptif lahan kering masam: Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seilawah dan Ratai
(belum sepenuhnya disukai petani karena bijinya kecil-sedang; Anjasmoro,
Sinabung, Kaba dan Burangrang (lebih diminati petani karena bijinya besar dan
umur lebih genjah). Varietas padi tahan kekeringan: Inpago 5, Situ Bagendit, Situ
Patenggang, Dodokan, Silugonggo.
Teknologi penanggulangan kemasaman dapat dilakukan melalui penggunaan
kapur, P-Alam, Carolina dan P-alam Maroko yang mampu menghasilkan pH sekitar
4,52-4,72 setelah 7 musim pertanaman tanaman pangan di Terbanggi, Lampung
(Adiningsih dan Mulyadi , 1993 dalam Rochayati et al., 2005); pemberian bahan
organik dapat mensubstitusi kebutuhan kapur pada lahan kering (Basri dan Zaini,
1992). Pemberian Biochar/Arang: pemberian biochar 7,5 t/ha mampu
meningkatkan pH dari 4, 10 menjadi 4,27 setelah satu musim tanam (Nurida et al,
2010),
Defisiensi unsur hara ganda sering dijumpai pada lahan kering masam, misalnya
defisiensi N dan P sehingga pemupukan berimbang dan pemantauan status hara secara
berimbang sangat penting untuk dilakukan (Santoso et al., 1995; Santoso dan Sofyan,
2005). Perangkat uji tanah kering (PUTK) dirancang untuk mendukung praktek sistem
pemupukan berimbang, perangkat ini dapat digunakan untuk menentukan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman pangan utama (jagung, kedele dan padi gogo).
Pemberian pupuk NPK disertai pupuk hijau dan kapur meningkatkan hasil jagung, ubi kayu
dan padi gogo lebih dari 3 kali lipat dibandingkan kontrol (Vy dan Trong Thi, 1989).
Abdurachman et al (2000) melaporkan pemberian beberapa jenis pupuk kandang sapi,
kambing dan ayam dengan takaran 5 ton/ha pada Ultisol Jambi nyata meningkatkan kadar
C-organik tanah, hasil jagung dan kedelai.
8
Hasil pemantauan status bahan organik tanah di areal pertanian pada lahan kering
masam menunjukkan rata-rata kandungan bahan organik tanah <2% ( Rachman et al.,
2008). Secara alamiah penurunan kadar bahan organik tanah di daerah tropis relatif cepat,
dapat mencapai 30-60% dalam waktu 10 tahun (Brown dan Lugo, 1990). Hasil penelitian
Sitorus et al (2010) di lahan kering masam Sukabumi (Typic Hapludults) mendapatkan
bahwa pemberian kompos jerami dan gambut secara kombinasi sebanyak 7 t/ha mampu
meningkatkan kandungan hara tanah dan hasil biji kedele. Penelitian yang dilakukan
Hartatik dan Sri Adiningsih (1987) menggunakan tanah Tropudult dari Sitiung, pemberian
pupuk hijau Crotalaria juncea 20 ton/ha dan pengapuran 1x Al-dd meningkatkan hasil
kedelai. Pengaruh pemberian kapur sampai 2 x Al-dd berkurang setelah mencapai
maksimum, berturut-turut pada takaran 6,5; 5,7; 4,8 dan 4,2 ton CaCO3/ha dan pada
takaran pupuk hijau 5, 10, 15, dan 20 ton/ha. Semakin tinggi takaran pupuk hijau yang
diberikan, semakin rendah kapur yang dibutuhkan untuk mencapai takaran maksimum.
Konsep dari rekapitalisasi P khususnya di lahan kering masam adalah (1) mencukupi
kehilangan P akibat fiksasi oleh koloid liat, Fe dan Al tanah serta mensuplai kebutuhan P
tanaman selama beberapa musim ke depan, (2) memaksimalkan kontak antara butiran
pupuk dan koloid tanah, sehingga apikasi pupuk dilakukan dengan cara disebar dan
dicampurkan ke tanah. Rochayati et al (2005) mendapatkan bahwa pemberian alam/Rock
Fosfat 1 t/ha untuk 4-6 musim tanam, disertai dengan penggunaan pupuk organik 1-2
ton/ha sebagai upaya revitalisasi P mampu meningkatkan produktivitas tanah Ultisol dan
Oxisol.
Pemanfaatan pupuk hayati seperti pupuk mikroba pelarut P, penambat N, pemacu
tumbuh, dan pengendali hama penyakit dapat berperan dalam perningkatan produktivitas
lahan kering masam. Eksplorasi untuk menyeleksi isolat-isolat mikroba unggul harus
mempunyai multi guna seperti mampu mengikat N2, melarutkan P, menghasilkan
eksopolisakarida (untuk kemantapan agregat tanah) dan toleransi terhadap pH rendah
(Santi et al., 2008).
Pembenah tanah Beta (formulasi dari bahan organik dan diperkaya bahan
mineral/zeolit berperan dalam mendukung perbaikan produktivitas tanaman jagung selama
3 musim tanam pada tanah terdegrasai berat Lampung Timur (Dariah et al, 2010).
Biochar/Arang limbah pertanian mampu meningkatkan kemampuan tanah memegang air
dan peningkatan pH tanah dan produksi tanaman jagung (Nurida et al, 2010: Nurida et al,
2011).
9
Aplikasi mulsa pada Ultisol di Baturaja dengan lereng 14%, erosi mencapai
4,6 mm/tahun, (Adimihardja et al., 1985). Penerapan strip rumput bahia dan mulsa
vertikal di Lahan kering masam Sitiung (Sumbar) selama pertanaman padi gogo
menghasilkan erosi masing-masing sebesar 1,75 t/ha dan 0,81 t/ha, sedangkan
kontrol sebesar 6,57 t/ha. Pada lahan kering masam penerapan teras bangku tidak
terlalu dianjurkan, bukan hanya dari aspek pembiayaan (high cost) juga dapat
menimbulkan efek negatif (pada tahun awal setelah dibangunnya teras) yaitu
semakin tersingkapnya lapisan tanah dengan kadar Al tinggi ke permukaan (Haryati,
U. 2009). Aplikasi teknik konservasi vegetatif seperti alley cropping atau strip
rumput sangat dianjurkan terbukti efektif dalam menekan erosi (Abujamin
Abujamin,1983; Suwardjo, 1987; Erfandy et al., 1988; Dariah et al, 1993).
Hasil-Hasil Penelitian Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Iklim Kering
Pada daerah beriklim kering, tingkat kesuburan dan produktivitas tanah
relatif lebih tinggi dibandingkan tanah-tanah di daerah beriklim basah. Pada daerah
ini banyak ditemukan tanah Alfisol, Vertisol, Mollisol, dan Inceptisol (Hidayat dan
Mulyani, 2005). Kahat bahan organik banyak ditemukan pada lahan kering, baik di
wilayah beriklim basah maupun kering. Kadar bahan organik yang rendah
berdampak pada kondisi fisik tanah. Tanah dengan kadar bahan organik rendah
umumnya mudah mengalami pemadatan, aerasi menjadi buruk dan kemampuan
tanah memegang air menjadi rendah. Sifat biologi tanah juga sangat dipengaruhi
oleh ketersediaan bahan organik dan kondisi lingkungan seperti kondisi aerasi tanah,
ketersediaan air, dan lain sebagainya.
Hasil penelitian pada lahan keing iklim kering di KP Naibonat (Dariah et al.,
2010) menunjukan kandungan P potensial di lokasi ini tinggi-sangat tinggi, namun
ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Ikatan Ca-P yang dominan terjadi
pada tanah ber pH netral alkalin merupakan penyebab rendahnya ketersediaan P
pada tanah di lokasi penelitian. Penambahan mikroba pelarut P merupakan salah
satu cara untuk meningkatkan ketersediaan P, asam-asam organik juga dapat
melemahkan ikatan Ca-P sehingga tersedia untuk tanaman.
10
Produktivitas aktual lahan kering umumnya lebih rendah dari potensinya.
Ketersediaan air seringkali menjadi penyebab hal tersebut di atas. Pada lahan
kering beriklim kering, selain total hujan tahunan tergolong sangat rendah (<1.500
mm/th), rata-rata musim hujan juga terjadi dalam waktu relatif singkat yakni 3-5
bulan, bahkan di beberapa wilayah di NTT hujan terjadi dalam jangka waktu kurang
dari 3 bulan) (Irianto, et al., 1998; Dariah et al, 2007; Nurida et al., 2007).
Pemanfaatan rorak merupakan alternatif untuk memanen air dan
meningkatkan kelengasan tanah, serta mengendalikan erosi (Puslit Kopi dan Kakao,
1998; Agus et al., 1999; Dariah et al., 2004). Rorak yang dikombinasikan dengan
mulsa vertikal (slot mulch) mampu mengurangi erosi sampai 94% (Noeralam, 2002).
Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan efektivitas mulsa vertikal dalam menahan
erosi dan aliran permukaan (Talao’hu et al., 1992). Teknik untuk mengurangi
kehilangan air melalui evaporasi dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman dan
legum penutup tanah akan memberikan peluang untuk memperpanjang
ketersediaan air.
Pengelolaan bahan organik merupakan salah satu kunci keberhasilan
pengelolaan lahan kering iklim kering. Sistem pengelolaan lahan bersifat zero
waste, selain dapat mendukung sistem pengelolaan bahan organik yang bersifat
insitu, juga dapat mendukung terwujudnya sistem pengelolaan lahan yang hemat
karbon. Bahan organik yang mudah lapuk baik berupa sisa tanaman maupun pukan
dapat digunakan sebagai bahan kompos, sedangkan bahan organik berupa limbah
pertanian yang sulit lapuk dapat dikonversi menjadi arang (biochar).
Manfaat biochar sebagai pembenah tanah telah banyak dibuktikan. Penggunaan
bahan organik dalam bentuk biochar merupakan tindakan yang dapat mendukung
konservasi karbon tanah (Glaser et al., 2002; Igarashi, 2002; Kuwagaki and Tamura. 1990;
Nurida, 2006; Ogawa, 1994, 2006; Okimori et al., 2003; Tanaka, 1963), sehingga sistem
pertanian yang bersifat efisien karbon lebih berpeluang untuk diwujudkan. Percobaan
kecepatan mineralisasi bahan organik telah dilakukan pada lahan kering beriklim basah di
Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung (Nurida et al., 2010,2011). Data kecepatan
mineralisasi bahan organik pada lahan kering iklim kering perlu juga dilakukan, sehingga
dapat dipelajari berapa jumlah minimum bahan oganik harus diberikan sehingga depisit
bahan organik tanah dapat ditekan seminimal mungkin.
11
Hasil-Hasil Penelitian Teknologi pengelolaan lahan di kawasan
hortikultura
Hasil penelitian pada kawasan hrortikultura menunjukkan, bahwa teknik konservasi
tanah untuk menanggulangi erosi cukup positif. Suganda et al. (1997) dan Suganda et al.
(1999) membuktikan bahwa jumlah erosi pada bedengan searah kontur paling rendah, yaitu
10,7-40,5 t.ha-1.tahun-1 pada Andisols, dan 91,1 t.ha-1.tahun-1 pada Inceptisols. Pada
Inceptisol Campaka, besarnya erosi pada bedengan searah kontur sebesar 2,3-2,4 t.ha-1,
jauh lebih kecil dibandingkan dengan erosi pada bedengan searah lereng sepanjang 5 meter
dipotong teras gulud mencapai 10,6-15,0 t.ha-1 (Erfandi et al., 2002). Sutapraja dan
Asandhi (1996) mendapatkan bahwa jumlah tanah tererosi pada guludan searah kontur
adalah 32,06 t.ha-1.tahun-1, dua kali lebih kecil dibandingkan dengan guludan arah diagonal
terhadap kontur yaitu 68,63 t.ha-1.tahun-1. Teknik bedengan searah kontur yang diperkuat
dengan Vetiveria zizanoides, Paspalum notatum atau Flemingia congesta pada Andisol
Dieng dapat menekan laju erosi dibandingkan dengan bedengan searah lereng atau
bedengan 45o terhadap kontur (Haryati et al., 2000), Selain itu, bedengan searah lereng
yang panjangnya tidak lebih dari 4,5 m, dan dilengkapi dengan teras gulud pada ujung
bagian bawah bedengan mampu menghambat aliran permukaan dan erosi.
Penerapan teknologi konservasi tanah telah terbukti mampu mengurangi jumlah
erosi, sehingga mampu menekan jumlah hara yang hilang (Suwardjo, 1981; Sinukaban,
1990; Undang Kurnia, 1996). Hal yang sama juga terjadi pula pada usahatani sayuran
dataran tinggi, yaitu penerapan teknologi konservasi tanah mampu mengurangi sedimen
yang terangkut erosi, sehingga mampu menekan kehilangan hara. Kehilangan hara dari
usahatani sayuran pada Andisol Cipanas dengan teknologi bedengan searah kontur
mencapai 146 kg N ha-1, 58 kg P2O5 ha-1 dan 13 kg K2O ha-1, lebih kecil dibandingkan
dengan kehilangan hara dari bedengan searah lereng, yaitu 241 kg N ha-1, 80 kg P2O5 ha-1
dan 1,18 kg K2O ha-1 (Suganda et al., 1994). Banuwa (1994) mendapatkan jumlah hara C
dan N yang hilang dari Andisol Pangalengan 3.120 kg C ha-1tahun-1, 333 kg N ha-1 tahun-1.
Semakin intensif budidaya sayuran tanpa disertai penerapan teknik konservasi tanah,
dikhawatirkan jumlah hara yang hilang akan semakin besar. Pada akhinya pemiskinan
tanah akan berlangsung secara perlahan, dan konsekuensinya kebutuhan input produksi
semakin meningkat.
Berdasarkan hasil PRA (yang dilaksanakan tahun 2010), diperlukan penelitian
dan pengembangan perbaikan teknologi pengelolaan lahan pada usahatani kentang
Flemingia
Flemingia
Kc. Tanah Flemingia
12
di kawasan dataran tinggi, antara lain :1) Penelitian pengendalian erosi tanah dan
aliran air permukaan pada sistem usahatani kentang yang dapat mengendalikan
erosi tanah dan aliran air permukaan serta memberikan hasil optimum, 2)
Peningkatan efisiensi penggunaan pupuk yang memberikan hasil optimum dan 3)
Sosialisasi dan diseminasi teknologi pengelolaan lahan yang dapat mengendalikan
erosi tanah dan aliran air permukaan serta memberikan hasil yang optimum.
Perlakuan teknologi pengelolaan lahan praktek petani yang diperbaiki dengan
pembuatan guludan memotong lereng setiap 5 m panjang lereng (P2) dan
penanaman menurut kontur disertai dengan perbaikan pemupukan (P3)
meningkatkan pH, C-organik, P-tersedia, ruang pori total (RPT), air tersedia dan
permeabilitas tanah. Perlakuan P2 dan P3 menghasilkan umbi kentang masing-
masing sebesar 29,7 t/ha dan 36,5 t/ha terjadi peningkatan masing-masing sebesar
125% dan 176% dibandingkan praktek petani serta memberikan keuntungan bersih
Rp. 7.800.000,- bulan-1 dan Rp. 12.500.000,- bulan-1. Untuk melihat fluktuasi hasil
kentang dan keperluan analisis finansial, diperlukan waktu minimal 3 – 5 musim
tanam, sehingga penelitian ini sangat perlu untuk dilanjutkan.
Berdasarkan hasil pengamatan selama kurang lebih 60 hari dengan curah
hujan 834 mm, teknik konservasi bedengan searah lereng ditambah guludan searah
kontur pada setiap 5 m mampu menurunkan erosi tanah dan aliran permukaan
hingga 56 % dan 33 %. Kehilangan hara tanah akibat aliran permukaan pada
perlakuan bedengan searah lereng lebih besar dibandingkan perlakuan bedengan
searah kontur. Perlakuan bedengan searah kontur mampu mengurangi hara kation
NH4 yang hilang akibat aliran permukaan sebanyak 77 %. Data tersebut belum
sepenuhnya diperoleh, karena tanaman harus segera dipanen dan curah hujan
belum maksimal, rata-rata curah hujan dan hari hujan di lokasi penelitian sebanyak
1920 mm tahun-1 dan 160 - 170 hari tahun-1, sehingga penelitian ini masih harus
dilanjutkan. Selain itu teknik konservasi yang dicoba belum 100 % establish,
sehingga masih perlu waktu sampai teknik tersebut mantap secara fisik dan
berpengaruh terhadap erosi, aliran permukaan dan kehilangan hara secara nyata.
Penggunaan pupuk kandang sampai 60 t/ha belum menunjukkan perbedaan
yang nyata terhadap tinggi tanaman kentang sampai umur 8 MST dibandingkan
dengan tanpa pupuk kandang, walaupun terdapat kecenderungan peningkatan dosis
13
pupuk kandang meningkatkan tinggi tanaman kentang. Pemberian pupuk kandang
40 t/ha memberikan hasil umbi yang tertinggi sebesar 121,3 kg/petak ( 20,22 t/ha),
peningkatan takaran pupuk kandang 60 t/ha justru menurunkan hasil umbi kentang.
Takaran optimum dicapai pada takaran 25,46 t/ha. Namun peningkatan takaran
pupuk kandang 60 t/ha memberikan perbaikan dalam kualitas umbi kentang.
Keberlanjutan sistem usahatani konservasi selain ditentukan oleh faktor teknis
dan ekonomis, juga sangat ditentukan oleh faktor perilaku user, dalam hal ini petani,
dalam menyikapi teknologi yang diintroduksikan. Persepsi dan preferensi petani
terhadap suatu teknologi selain berpengaruh terhadap keberlanjutan, juga sangat
dipengaruhi oleh waktu. Persepsi dan preferensi petani tersebut tidak bisa dilihat
dalam jangka waktu yang singkat (misalnya hanya satu musim), sehingga masih
diperlukan waktu untuk melanjutkan penelitian ini.
Tanah di lokasi penelitian (dianalisa tahun 2011) mempunyai sifat fisik tanah
yang cukup bagus dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Tanah mempunyai BD
< 0,80 g/cm3 yang berkisar dari 0,50 s/d 0,70 g/cm3 , RPT yang tinggi (67 s/d 73
% volume) dengan PDC yang tinggi ( 17 – 25 % volume) dan PDL yang rendah (4 –
8 % volume). Selain itu tanah juga mempunyai pori air tersedia yang tinggi yang
berkisar dari 18 – 34 % volume. Selain itu tanah juga mempunyai agregasi yang
sangat baik yang dicerminkan oleh adanya persentase agregat dan nilai indeks
stabititas agregat yang tergolong sangat stabil. Tanah di lokasi penelitian
mempunyai tekstur lempung.
Yang harus diwaspadai dari sifat fisik tanah ini adalah adanya sifat perkolasi
atau kemampuan mengalirkan air yang cepat dan tinggi, sehingga akan terjadi
pencucian hara apabila air di dalam tanah melebihi kapasitas lapang.
Sifat kimia tanah menunjukkan bahwa tanah di lokasi penelitian mempunyai
pH masam (pH 4,9 – 5,44), bahan organik sedang sampai sangat tinggi (C-organik
2,8 – 5,4 %) dengan C/N yang rendah (<10), kandungan P dan K sangat rendah,
KTK rendah sampai tinggi (15 – 25 cmol+/kg),KB sangat rendah - sedang (14 – 23
%) dan Al-dd sangat rendah.
Hasil taman kubis pada sistem usahatani konservasi secara umum tergolong
rendah (3–7 t/ha berat segar) karena tanaman mengalami kekeringan pada masa
pertumbuhannya. Perlakuan sistem usahatani konservasi P-2 (pada kegiatan on-farm
14
research) memberikan hasil tanaman yang tertinggi dan berbeda dengan P-3 dan P-
1. Perlakuan P-1 memberikan hasil tanaman terrendah. Teknik konservasi TKA-3
(pada kegiatan super imphosed trial/SIT-KTA) memberikan hasil tanaman tertinggi
(32 t/ha) diikuti oleh TKA-1 (31 t/ha), TKA-2 (29 t/ha) da TKA-4 memberikan hasil
yang paling rendah (26 t/ha).
Perlakuan P-2 (bedengan tanaman searah lereng dipotong gulud setiap 5 m)
pada pertanaman kubis memberikan keuntungan (Rp 2.588.000,-) dan nilai B/C ratio
(1,51) yang paling tinggi dibandingkan P-1 dan P-3. Perlakuan P-1 mengalami
kerugian sebesar Rp 1.901.000,-
Perlakuan model usahatani konservasi P-3 memberikan hasil tanaman
kentang tertinggi, diikuti perlakuan P-1 dan P-2 memberikan hasil tanaman P-2
terrendah. Model sistem usahatani P-1 (cara petani) menimbulkan serangan layu
fusarium tanaman kentang, pada saat umur panen, tertinggi (76 %) diikuti oleh
model P-3 (45 %) dan P-2 mendapatkan serangan layu fusarium terendah (28 %)
Teknik konservasi nyata berpengaruh terhadap hasil tanaman kentang.
Teknik konservasi KTA-4 memberikan hasil tanaman kentang tertinggi (8,3 t/ha)
diikuti oleh KTA-3 (6,1t/ha), KTA -2 (4,8 t/ha) dan KTA-1 memberikan hasil tanaman
kentang terrendah (4,4 t/ha). Teknik konservasi KTA-2 menimbulkan serangan layu
fusarium tertinggi (86 %) dan berbeda dengan perlakuan teknik konservasi lainnya,
sedangkan KTA-1, KTA-2 dan KTA-3 menimbulkan serangan layu fusarium yang
tidak berbeda secara statistik (73 %).
Teknik konservasi tanah nyata menurunkan erosi dan aliran permukaan
dibandingkan kontrol (TKA-1= praktek petani = 14,7 t/ha/tahun). Teknik konservasi
KTA-3 menimbulkan erosi yang terendah ( 10,9 t/ha/tahun), diikuti oleh KTA-2 (11,3
t/ha/tahun) dan KTA-4 (12,7 t/ha/tahun). Semua teknik konservasi tanah yang
diintroduksikan (TKA-2, TKA-3 dan TKA-4) telah mampu menurunkan erosi sampai
dibawah erosi yang diperbolehkan (TSL = 13,46 t/ha/tahun).
Petani pada umumnya cukup antusias terhadap teknik konservasi tanah dan
air. Petani cenderung menyukai teknik konservasi TKA-2 (tanaman searah lereng,
dipotong gulud setiap 5 meter), karena lebih praktis, dengan alternatif TKA-4.
Teknik konservasi TKA-2 (barisan tanaman/bedengan searah lereng dipotong gulud
setiap 5 m panjang lereng), TKA-3 (TKA-2 ditambah rorak) dan TKA-4 (barisan
15
tanaman/bedengan searak kontur) dapat dijadikan alternatif teknik konservasi untuk
petanaman kubis dan kentang di dataran tinggi.
16
III. METODOLOGI
3.1. Pendekatan
Penelitian pada agroekosistem lahan kering maslam akan dilaksanakan di
lapangan (skala on farm) dengan memanfaatkan lahan di antara tanaman tahunan
(HTI atau perkebunan besar/rakyat) selama dua musim tanam (padi gogo-kedele).
Kegiatan penelitian akan difokuskan pada upaya merakit paket teknologi yang telah
dihasilkan (adaftif) dan dikombinasikan dengan hasil penelitian terbaru (prospektif)
yang diramu dalam suatu pilihan paket rekomendasi teknologi pengelolaan lahan
masam. Komponen teknologi yang dirakit harus mampu berperan dalam upaya
rehabilitasi lahan, penanggulangan kemasaman tanah dan efisiensi air. Selain itu
akan diuji beberapa teknologi prospektif sebagai pendukung pengujian paket
teknologi.
Kegiatan penelitian pengembangan teknologi pengelolaan tanah pada lahan kering
iklim kering akan dilakukan di lokasi pilot Konsorsium Sistem Pertanian Terpadu Lahan
Kering Iklim Kering. Paket teknologi yang diuji adalah teknik konservasi tanah, penggunaan
pembenah tanah dan pupuk organik. Teknologi konservasi yang akan diuji merupakan
pengembangan dari kearifan lokal, sehingga lebih berpeluang untuk diadopsi petani.
Penelitian tentang pembenah tanah diarahkan untuk memanfaatkan sumberdaya lokal,
sehingga lebih terjamin keberlajutan penggunaanya.
Kegiatan penelitian di sentra produksi hortikultura merupakan kegiatan penelitian
lapang untuk menguji beberapa teknologi konservasi tanah dan air pada usahatani cabai
lahan kering di dataran tinggi. Selain itu akan dibandingkan teknologi yang biasa dilakukan
oleh petani terhadap teknologi introduksi hasil penelitian. Kegiatan kedua juga merupakan
kegiatan penelitian lapang untuk menguji aplikasi pembenah tanah pada usahatani bawang
merah di dataran rendah. Pada kegiatan ini juga akan dibandingkan teknologi yang biasa
dilakukan oleh petani terhadap teknologi introduksi hasil penelitian.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan penelitian dilakukan pada tiga agro ekosistem yaitu lahan kering masam,
lahan kering iklim kering, dan lahan kering (dataran tinggi dan rendah) yang benjadi sentra
17
produksi hortikultura. Ketiga agroekosistem tersebut tergolong sebagai lahan kering sub-
optimal karena adanya faktor pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman.
3.3. Bahan dan metode pelaksanaan kegiatan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: bahan kimia, bahan
penunjang percobaan laboratorium dan lapang seperti bahan ameloran atau
pembenah tanah, hidrogel, biochar humat, urea, SP-36, KCl, pupuk majemuk NPK,
botol, karung, tali meteran, tambang, kantong, ajir, seng, cat, timbangan, gelas
ukur, dll. Selain itu juga diperlukan bahan penunjang lainnya seperti ATK untuk
pelaksanaan pembuatan proposal, pelaporan serta kegiatan penelitian.
Kegiatan akan dilaksanakan di Provinsi Lampung, Provinsi Nusa Tenggara
Timur, Nusa Tenggara Barat dan Jawa Tengah. Beberapa kegiatan penelitian akan
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
A. Penelitian Pengembangan Teknologi Pengelolaan Lahan kering
Masam
A1. Pengujian paket teknologi rekomendasi pengelolaan lahan kering
masam
Paket teknologi pengelolaan lahan kering masam yang diuji adalah jenis
amelioran, pupuk hayati dan dosis NPK, sedangkan pemberian mulsa permukaan
merupakan paket komplemen yang harus selalu diberikan. Penelitian dilaksanakan
dengan menggunakan rancangan petak terpisah (split plot) dengan tiga ulangan.
Sebagai petak utama adalah jenis amelioran dan sebagai anak petak adalah dosis
pupuk NPK:
Petak utama: Jenis amelioran: 1. Kapur/dolomit (2 t/ha)
2. Pupuk organik (2 t/ha)
3. Pupuk organik (2 t/ha) + SMART (padi gogo) dan Biobus/nodulin (kedele)
4. BiocharSP50 (2,5 t/ha)
5. Pupuk organik plus (2 t/ha)
Anak petak: Dosis NPK 1. Dosis NPK rekomendasi PUTK
2. 75% dosis NPK rekomendasi PUTK
18
Dosis amelioran yang diberikan mengacu pada hasil penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, sehingga tidak ada perlakuan dosis amelioran. Luas petak
percobaan setiap perlakuan sekitar 50 m2 yang akan disesuaikan dengan kondisi
lapangan (jalur tanaman tahunan). Seluruh sisa tanaman diaplikasikan sebagai
mulsa permukaan (konvensional). Tanaman indikator yang digunakan adalah
tanaman Padi gogo (MT 1) dan kedelai (MT2). Pupuk hayati SMART untuk padi
gogo dan Nodulin/Biobus untuk kedelei akan diaplikasikan pada benih sebelum
penanaman.
Parameter tanaman yang diamati adalah sifat tanah (fisik dan kimia),
pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengambilan contoh tanah dilakukan berupa
contoh tanah utuh dengan menggunakan ring sample untuk analisa sifat fisik tanah
dan contoh tanah komposit untuk analisa sifat kimia dan biologi tanah. Pengambilan
contoh dilakukan pada awal penelitian dan setelah panen. Sifat fisik tanah yang
dianalisa mencakup BD (bulk density), kadar air pada pF 1; 2; 2,54 dan 4,2 dan
stabilitas agregat, sedangkan sifat kimia tanah mencakup pH (H2O dan KCl), dan
kapasitas tukar kation (KTK), C-organik, N, P dan K.
A2. Pengujian produk hasil penelitian yang prospektif sebagai ameliorant alternatif
Teknologi prospektif yang akan diuji secara simultan adalah beberapa formula
pupuk dan pembenah tanah untuk tanaman padi gogo dan kedele untuk mendukung
kegiatan pengujian paket rekomendasi. Penelitian dilaksanakan dengan
menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan. Perlakuan formula
pembenah tanah dan formula pupuk yang diuji masing-masing adalah:
A. Formula Pembenah tanah: 1. Berbahan dasar abu vulkanik 2. Biochar sub mikron 3. Beta sub mikron 4. Beta Humat 5. Biochar Humat
B. Formula pupuk 1. Pupuk Hayati 2. Pupuk Nano 3. Pupuk slow release 4. pupuk NPK+Si (padi gogo)
19
Formula pembenah tanah dan formula pupuk yang diuji merupakan produk
hasil penelitian DIPA dan kerjasama dengan Kemenristek yag masih perlu
pengujiasn lebih lanjut Luas petak percobaan setiap perlakuan sekitar 12 m2 (3 m x
4 m). Tanaman indikator yang digunakan adalah padi gogo. Parameter tanaman
yang diamati adalah sifat tanah (fisik dan kimia), pertumbuhan dan hasil tanaman.
Pengambilan contoh tanah dilakukan berupa contoh tanah utuh dengan
menggunakan ring sample untuk analisa sifat fisik tanah dan contoh tanah komposit
untuk analisa sifat kimia dan biologi tanah. Pengambilan contoh dilakukan pada
awal penelitian dan setelah panen. Sifat fisik tanah yang dianalisa mencakup BD
(bulk density), kadar air pada pF 1; 2; 2,54 dan 4,2 dan stabilitas agregat,
sedangkan sifat kimia tanah mencakup pH (H2O dan KCl), dan kapasitas tukar kation
(KTK), C-organik, N, P dan K.
B. Penelitian Teknologi Pengelolaan Tanah Mendukung Pengembangan Sistem Pengelolaan Terpadu Lahan Kering Iklim Kering (SPTLKIK)
B1. Penelitian aplikasi teknik konservasi spesifik lokasi untuk mendukung sistem pertanian tepadu lahan kering iklim kering (SPTLKIK)
Teknik konservasi tanah yang akan diuji merupakan pengembangan atau
penyempurnakan dari kearifan lokal di bidang konservasi tanah yaitu (1) kebekolo (ranting
atau kayu yang disusun mengikuti garis kontur, dan (2) tabatan watu (teras atau guludan
terbuat dari batu, sumber batu berasal dari batuan yang berserakan di atas permukaan
tanah. Hari hujan akan digunakan sebagai ulangan. Aplikasi teknik konservasi dilakukan
pada areal tanaman semusim. Plot percobaan ini juga akan dijadikan pula sebagai fasilitas
demo untuk petani yaitu dalam menunjukan efektivitas teknologi konservasi dalam menekan
erosi.
Vertikal interval dari kedua teknik tersebut sama, yaitu 0,5 m dengan panjang
petakan 22,6 m dan lebar petakan 3 m (atau menyesuaikan dengan kondisi lapangan),
diujung bagian bawah petakan dibuat penampung tanah dan aliran permukaan. Penentuan
dosis pupuk dilakukan dengan menggunakan PUTK. Pembenah tanah berbahan dasar
biochar dengan komposisi 50% biochar dan 50% kotoran hewan diberikan dengan dosis 5
t/ha.
Pengamatan terdiri dari curah hujan, jumlah aliran permukaan, jumlah erosi, dan
keragaan tanaman yang dibudidayakan (pertumbuhan dan produksi tanaman), dan sifat
fisika tanah setelah panen jagung, dan kandungan hara dalam sedimen.
20
B2. Penelitian penggunaan pembenah tanah berbahan baku biochar dan bahan organik untuk perbaikan kualitas tanah dan konservasi karbon
Biochar merupakan pembenah tanah dan sumber karbon yang bersifat insitu.
Beberapa sisa pakan dan sisa panen yang sulit lapuk dan belum dimanfaatkan petani akan
digunakan sebagai bahan baku biochar. Dalam penelitian ini akan digunakan juga produk
pembenah tanah (alternatifnya hidrogel) dan pupuk organik (POG) yang sedang
dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanah.
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan. Perlakukan
terdiri dari:
P0 = kontrol, tanpa pembenah tanah dan tanpa pupuk organik
P1 = pembenah tanah (campuran 50% biochar + 50% pupuk kandang) dosis 15 ton/ha
P2 = pembenah tanah (campuran 50% biochar + 50% pupuk kandang) dosis 10 ton/ha
P3 = pembenah tanah (campuran 50% biochar + 50% pupuk kandang) dengan dosis 5
ton/ha
P4 = pembenah tanah hidrogel dengan dosis sesuai anjuran, berdasarkan hasil
pengujian 2012)
P5 = pembenah tanah hidrogel dengan dosis sesuai anjuran + kotoran hewan dengan
dosis 5 ton/ha
P6 = POG Balittanah (dosis sesuai anjuran, berdasarkan hasil pengujian 2012)
Arang (biochar) yang akan digunakan sebagai pembenah tanah digiling halus untuk
kemudian dicampur kotoran hewan yang telah menjadi kompos untuk diformulasi menjadi
pembenah tanah. Pembenah tanah diberikan dalam larikan, diaduk sampai kedalaman 15
cm untuk kemudian ditanami jagung dan tanaman berikutnya disesuaikan dengan kondisi
iklim.
Petak percobaan berukuran 4,5 m x 6 meter (atau disesuaikan dengan kondisi lahan)
ditanami jagung dengan jarak tanam 75 cm x 15 cm satu tanaman setiap lubang tanam.
Dosis pupuk an-organik ditetapkan berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan PUTK
Batas petakan dibuat seperti pematang agar tidak ada pembenah tanah yang keluar
petakan.
Pengamatan yang dilakukan adalah (1) sifat fisika dan kimia tanah sebelum diberi
perlakuan pembenah tanah dan setelah tanaman dipanen, (2) keragaan tanaman: tinggi
tanaman pada umur 30 dan 45 HST, serta saat menjelang panen, bobot kering tanaman
dan hasil panen.
B3. Laju mineralisasi bahan organik dan biochar
21
Kegiatan ini merupakan kegiatan lanjutan (tahun kedua) dan dilakukan untuk
mempelajari laju mineralisasi bahan organik di lahan kering iklim kering. Rancangan
percobaan adalah acak kelompok, 3 ulangan. Perlakuan adalah (A) Tanah + 5 t/ha
pukan; (B) Tanah + 10 t biochar, (C) Tanah + 10 t/ha biochar + 5 t/ha pukan, (D)
Tanah + 5 t/ha jerami (E) Tanah+5 t/ha brangkasan jagung; (F) Tanah + 10 t/ha
biochar + 5 t/ha jerami, (G) Tanah.
Pengambilan sample dan analisis tanah (kadar C dan N) dilakukan pada 0, 6
bulan, 9 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun setelah pembenaman. Pengambilan sample
dan analisis tanah 0 dan 6 bulan sudah dilakukan pada tahun 2012. Pengamatan 9
bulan dan 1 tahun akan dilakukan pada tahun 2013, sedangkan pengamatan 2
tahun akan dilakukan awal 2014.
B4. Pendampingan aplikasi teknologi pengelolaan tanah untuk mendukung pengembangan SPTLKIK
Kegiatan ini dilakukan dengan bekerjasama dengan BPTP, pendampingan dilakukan
dalam bentuk pelatihan, bimbingan , atau rekomendasi aplikasi teknologi pengelolaan tanah
(pemupukan, pengeloaan bahan organik, dan/atau aplikasi teknik konservasi).
Pendampingan dilakukan di areal pilot konsorsium SPTLKIK. Jenis teknologi yang menjadi
materi pendampingan disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan atau permintaan baik
dari pihak BPTP, penyuluh, atau petani. Pada TA-2012 telah dilakukan pendampingan
pembuatan biochar dan aplikasi teknik konservasi di Oebola. Pada tahun 2013, kegiatan
pendampingan diantaranya akan dilakukan di areal pengembangan atau di lokasi dimana
relpikasi model SPTLKIK dilakukan, selain di lokasi pilot yang sudah dibangun sejak 2010.
C. Penelitian Pengelolaan Lahan untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Cabai dan Bawang Merah Mendukung Kawasan Hortikultura
C1. Penelitian teknologi konservasi tanah untuk meningkatkan
produktivitas cabai di dataran tinggi
Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (Randomized
Block Design) dengan 3 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :
1. Teknik konservasi petani, pupuk petani (KTA-1/kontrol) 2. Teknik konservasi petani, pupuk rekomendasi (KTA-2) 3. Teras gulud setiap 5m panjang lereng, pupuk rekomendasi (KTA-3) 4. Pemberian mulsa, pupuk rekomendasi (KTA-4) 5. Tanaman/bedengan searah kontur, pupuk rekomendasi (KTA-5)
22
Teknik konservasi petani adalah teknik konservasi existing yang biasa dilakukan
petani setempat. Pada perlakuan KTA-2 adalah praktek petani (KTA-1) yang
diperbaiki dengan pemberian pupuk sesuai rekomendasi. Perlakuan KTA-3 adalah
KTA-1 yang diperbaiki teknik konservasinya dengan menambahkan teras gulud pada
setiap 5 m panjang lereng serta pemupukan tanaman yang sesuai dengan
rekomendasi. KTA-4 adalah KTA-1 yang diperbaiki dengan menambahkan mulsa
sebagai teknik konservasi serta pemupukan tanaman yang sesuai dengan
rekomendasi. KTA-5 adalah penanaman atau bedengan searah kontur dan
pemupukan tanaman yang sesuai dengan rekomendasi. Untuk semua perlakuan
(kecuali KTA-1), yang dimaksud pupuk rekomendasi adalah meliputi pupuk organik
dan anorganik yang sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan tanaman.
Plot percobaan berukuran 5 m x 10 m dengan menggunakan tanaman
indikator cabai. Pada setiap plot percobaan dipasang soil collector untuk mengukur
erosi dan aliran permukaan.
Variabel yang diamati mencakup : Erosi dan aliran permukaan, hara yang
hilang , lewat erosi dan aliran permukaan, Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman),
hasil tanaman (Berat buah segar), Serangan penyakit, Sifat fisik tanah (Kadar air,
BD, PD, distribusi ruang pori, agregat, permeabilitas), Sifat kimia tanah (pH, C-
organik, N-total, Kation-dd, KTK,KB, Al-dd, H-dd).
C2. Penelitian aplikasi mulsa dan pembenah tanah untuk meningkatkan produktivitas bawang merah di dataran rendah
Kegiatan penelitian ini menggunakan rancangan percobaan petak terpisah
(Split Plot Design) dengan 3 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :
Main plot : Jenis mulsa (M) 1) Mulsa plastik (M-1) 2) Mulsa jerami (M-2)
Sub-plot : Pembenah tanah (B) 1) 5,0 t/ha Biochar + NPK rekomendasi (B-1)
2) 5,0 t/ha Biochar + ½ NPK rekomendasi (B-2) 3) 5,0 t/ha Biochar + ½ NPK rekomendasi + 5,0 t pupuk kandang (B-3) 4) 5,0 t/ha Biochar + ½ NPK rekomendasi + 10,0 t pupuk kandang (B-4) 5) 10,0 t pupuk kandang + ½ NPK rekomendasi (B-5)
23
Pupuk NPK rekomendasi adalah pupuk N, P dan K yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan status hara tanah setempat. Sumber pupuk N yang
digunakan adalah yang berasal dari Urea dan ZA.
Plot percobaan berukuran 5 m (lebar) x 10 m (panjang). Varietas bawang
merah yang digunakan dipilih varietas bawang merah yang sesuai dengan kondisi
agroekosistem setempat.
Variabel yang diamati dalam kegiatan penelitian ini adalah : Pertumbuhan
tanaman (tinggi tanaman), hasil tanaman (berat segar umbi), serangan penyakit,
sifat fisik tanah (Kadar air, BD, PD, distribusi ruang pori, agregat, permeabilitas),
dan Sifat kimia tanah (pH, C-organik, N-total, Kation-dd, KTK,KB, Al-dd, H-dd) .
24
IV. ANALISIS RISIKO 4.1. Daftar Risiko
No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1. 2. 3. 4
Sulit mendapatkan Lokasi yang memenuhi syarat Proses pengadaan bahan terhambat Kendala musim Faktor Biofisik
Kompromi dan negosiasi dengan petani tidak tercapai Kuantitas dan kualitas bahan bahan penelitian yang dibutuhkan cukup tinggi Musim hujan yang tidak menentu Kemiringan, curah hujan, struktur tanah
Lokasi yang dipilih tidak ideal Terlambatnya pelaksanaan penelitian di lapang Terlambatnya jadwal tanam Diperlukan tenaga dan dana ektra untuk penanganan kekurangan air dan penanggulangan hama Gagal panen Data hasil/produksi tanaman tidak diperoleh Erosi tinggi, guludan rusak, tanaman hanyut
5. 6.
Serangan hama Penyakit Resistensi petani
Bibit tanaman tanpa seed treatment, penyemprotan dengan dosis rendah sedangkan sekitarnya dosis tinggi, curah hujan tinggi Ada masa bera dalam pola tanam, menunggu musim hujan untuk mendapatkan data erosi tanah.
Produksi lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata petani Petani tidak bersedia, dan harus mencari petani lain/pindah lokasi, sehingga tidak sesuai jadwal/terlambat tanam.
25
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Sulit mendapatkan Lokasi yang memenuhi syarat Proses pengadaan bahan terhambat Kendala musim Faktor Biofisik Serangan hama Penyakit Resistensi petani
Kompromi dan negosiasi dengan petani tidak tercapai Kuantitas dan kualitas bahan bahan penelitian yang dibutuhkan cukup tinggi Musim hujan yang tidak menentu Kemiringan, curah hujan, struktur tanah Bibit tanaman tanpa seed treatment, i, curah hujan tinggi.
Melibatkan Staf daerah untuk bernegosiasi dan mencari berbagai lokasi alternatif Menjalin kerjasama dengan peneliti (inventor) tentang produk yang akan dipakai Mempercepat proses pengadaan bahan dan mencari proses alternatif lain
Mengusahakan agar jadwal tanam tepat waktu, memilih tanaman varietas genjah, pengamatan hingga fase vegetatif
Mempercepat pelaksanaan penelitian, penyiapan jaringan irigasi suplemen (kerjasama dengan Balitklimat dan hidrologi)
Penyemprotan insektisida secara berkala
Membuat drainase/saluran pembuangan, menanam guludan dengan kacang-kacangan sebagai penguat guludan. Pelaksanaan seed treatment, PHT Menanam tanaman yang berumur pendek dan tidak
26
Ada masa bera dalam pola tanam, menunggu musim hujan untuk mendapatkan data erosi tanah.
berdampak pada tanaman uji dan perlakuan
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian
Nama lengkap. Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam RPTP
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Dr.Ai Dariah NIP. 19620210 198703 2 001
Peneliti Madya Pj RPTP 6
Dr.Neneng L. Nurida NIP. 19631229 199003 2 001
Peneliti Madya PJ ROPP 4
Dr. Umi Haryati NIP. 19601017 198903 2 001
Peneliti Madya PJ ROPP 4
Dr. Irawan
NIP. 19581128 198303 1 002
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Husnain NIP. 19730910 200112 2 001
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. I G. M. Subiksa NIP. 19600825 198803 1 002
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Wiwik hartatik NIP. 19620416 198603 2 001
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Sukristyonubowo NIP. 19591210 198503 1 003
Peneliti Madya Anggota 3
Sutono, SP.MS. NIP. 19540829 198101 1 001
Peneliti Madya Anggota 3
Ir. Dedi Erfandy NIP. 19580821 198803 1 001
Peneliti Madya Anggota 3
Dr. Mamat HS Peneliti Madya Anggota 3
Jubaedah,SP. MSc. NIP. 19800530 200912 2 002
Peneliti Muda Anggota 3
Rahmah D. Yustika NIP. 19781117 200312 2 001
Peneliti Muda Anggota 3
Ibrahim adami MS. NIP. 19740305 200501 1 002
Peneliti Muda Anggota 3
Muhtar, SP,Msi NIP. 19791116 200801 1 008
Peneliti Muda Anggota 3
Ishak Juarsah, SP,MM NIP. 19570912 198102 1 001
Peneliti Madya Anggota 3
Septyana, SP NIP. 19820928 200912 2 004
PNK Anggota 3
Kartiwa NIP. 19630114 199203 1 002
Litkayasa Teknisi 3
Darsana Sudjarwadi
NIP. 19600401 198303 1 002
Litkayasa Teknisi 3
Pm (BPTP NTT) Litkayasa Teknisi 3
Atin Kurdiana NIP. 1962815199703 1 001
Litkayasa Teknisi 3
27
Suhartono NIP. 19570901 198203 1 001
Litkayasa Teknisi 3
Harry Kusnadi NIP. 19570801 198101 1 001
Litkayasa Administrasi 3
Dedy Supardi NIP. 19580702 198303 1 002
Litkayasa Teknisi 3
Suparjan (BPTP NTB) Litkayasa Teknisi 3
BPTP Jateng Pembantu peneliti 3
Balitsa PM 3
Hamdana PM 3
Arif Budiyanto, BSc. NIP. 19721127 199903 1 001
Pembantu peneliti Teknisi 3
Cahyana NIP. 19790212 200701 1 001
Pembantu peneliti Teknisi 3
Nama lengkap. Gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan dalam RPTP
Alokasi waktu (OB)
Fungsional Struktural
Agus Sutarman NIP. 19650430 199803 1 001
Pembantu peneliti Teknisi 3
Elang NIP. 19690623 200701 1 001
Pembantu peneliti Teknisi 3
Dr. Sri Rochayati NIP. 19570616 198603 2 001
Peneliti Madya Ka. Balaittanah Nara Sumber 1
Prof. Dr. Fahmuddin Agus NIP. 19590110 198603 1 001
Penelliti Utama Nara Sumber 1
Ir. Yoyo Sulaeman, MS NIP. 19540201 198202 1 001
Peneliti Utama Nara Sumber 1
5.2. Jangka waktu kegiatan
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembuatan proposal dan rencana kegiatan
2. Kegiatan desk work
3. Pemilihan lokasi
4. Persiapan (bahan penelitian formulasi pupuk dan pembenah tanah
5. Pelaksanaan penelitian lapangan
6. Pengamatan
7. Analisis data dan pelaporan
5.3. Pembiayaan
Tolok ukur Triwulan (Rpx1.000) Total
I II III IV (Rpx1.000
)
Belanja bahan(521211) 49.500 53.500 33.100 16.500 152.600
Honor output kegiatan(521213) 38.000 42.100 42.500 24.900 147.500
28
Belanja barang non operasional lainnya(521219) 13.800 16.800 15.000 7.000 52.600
Belanja sewa(522141) 4.950 5.450 4.950 3.100 18.450
Belanja perjalanan lainnya(524119) 79.000 70.000 65.000 52.000 266.000
Jumlah 185.25
0 187.85
0 160.55
0 103.50
0 637.150
29
DAFTAR PUSTAKA
Abujamin, S., A, Abdurachman, dan Undang Kurnia. 1983. Strip rumput permanen sebagai salah satu cara konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk I: 16-20. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Adimihardja, A. dan S. Sutono. 2005. Teknologi pengendalian erosi lahan berlereng. Hlm. 103-145 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Agus, F., dan Irawan, 2006. Agricultural land conversion as a threat to food security and environmental quality. Prosiding seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Kerjasama Badan Ltbang Pertanian, MAFF, dan ASEAN Secretariat. Hal 101-121.
Agus, F., A. Abdurachman, A. Racman, S.H. Tala'ohu, A. Dariah, B.R. Prawiradiputra, B. Hafif dan S. Wiganda. 1999. Tehnik konservasi tanah dan air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.
Ahmad, A.G., C.A Siregar dan Supriyanto. 2009. Perbaikan Sifat kimia Podsolik Merah Kuning dengan menggunakan arang. Prosiding Semiloka Nasional: Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk mendukung Kedaulatan pangan dan
Energi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Arsanti, I.W. dan M. Boehme. 2006. Sistem usahatani tanaman sayuran di Indonesia:
Apresiasi multifungsi pertanian, ekonomi, dan eksternalitas lingkungan: Studi kasus di
Dataran Tinggi Jawa dan Sumatera. Hlm 195-230 dalam Prosiding Seminar Multifungsi
da Revitalisasi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. MAFF Japan, ASEAN Secretariat.
Jakarta, 2006.
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2012. Lahan Sub Optimal: Potensi, Peluang, dan Permasalahan Pemanfaatannya untuk Mendukung Program Ketahanan Pangan. Disampaikan dalam Seminar Lahan Sub-Optimal, Palembang, Maret 2012. Kementrian Ristek dan Teknologi.
Basri, I. H. dan Z. Zaini. 1992. Research at the upland farming system key site in Sitiung. P. 221-241. In Proceeding of Upland Rice-Based Farming Systems Research Planning Meeting, 18 April-1 May 1992. Chiangmay, Thailand. International Rice Research Institute. Manila. Philipines.
Dariah, A. , D. Erfandy, E. Sutriadi, dan Suwardjo. 1993. Tingkae efisinsi dan efektivitas tindakan konservasi secara vegetatif dengan strip vetiver dan femingia pada usahatani tanaman jagung. Hlm. 83-92 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat Bidang Konservasi Tanah & Air dan Agroklimat, 18-21 Februari 1983. Pusat Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Dariah, A. N.L. Nurida., S.H. Talaouhu. 2007. Aplikasi sistem olah tanah pada lahan kering beiklim kering di Lombok Timur. Hlm 291-300. dalam Prosiding Kongres Nasional IX HITI. UPN Veteran Yogyakarta, 5-7 Desember 2007.
30
Dariah,A. N.L. Nurida, Nurjaya, dan Jubaedah. 2010. Teknologi Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Iklim Kering. Laporan Akhir TA-2010. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Dariah, A., Sutono, and N.L. Nurida. 2010. Penggunaan Pembenah Tanah Organik dan Mineral untuk Perbaikan Kualitas tanah Typic kanhapludults Tamanbogo, Lampung. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 1-10.
Dariah,A. N.L. Nurida, Nurjaya, dan Jubaedah. 2011. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Iklim Kering. Laporan Akhir TA-2011. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Dariah,A. N.L. Nurida, Nurjaya, dan Jubaedah. 2012. Pengembangan Teknologi Pengelolaan Tanah pada Lahan Kering Iklim Kering. Laporan Tengah Tahun TA-2012. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian.
Erfandy, D., A. Dariah, dan Suwardjo. 1992. Pengaruh alley cropping terhadap erosi dan produktivitas tanah Haplothox Citayam. Hlm. 53-62 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah Bidang Konservasi Tanah dan Air . Bogor 22-24 Agustus 1991. Puslitbangtanak. Bogor.
Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.
Hidayat, A. dan A. Mulyani. 2005. Lahan Kering untuk Pertanian. Hlm. 1-34. Dalam Abdurachman et al. (ed.). Buku Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.
Haryati. U. 2009. Teknologi Konservasi: Salah Satu Cara Adaptasi Perubahan Iklim untuk Usahatani di Lahan Kering. Prosiding Semiloka Nasional: Strategi Penanganan Krisis Sumberdaya Lahan untuk mendukung Kedaulatan pangan dan Energi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Haryati U., N. Sinukaban, K. Murtilaksono dan A. Abdurachman. 2010. Management Allowable Depletion (MAD) Level untuk efisiensi Penggunaan Air Tanaman Cabai pada Tanah Typic Kanhapludults Tamanbogo. Lampung. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 11-26.
Igarashi, T. 2002. Handbook for soil amendment of tropical soil, Association for International Cooperation of Agriculture and Forestry.p 127-134.
Irianto, G., H. Sosiawan, dan S. Karama. 1998. Stratei pmbangunan pertanian lahan kering untuk mengantisipasi persaingan global. Hlm 1-12 dalam Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah danAgroklimat. Makalah utama. Bogor, 10-12 Februari 1998. Puslittanak, Bogor.
Kuwagaki, H. and K. Tamura. 1990. Aptitude of wood charcoal to a soil improvement and other non fuel use. In Technical report on the research development of the new uses of charcoal and pyroligneous acid, technical research association for multiuse of carbonized material, p. 27-44.
Kurnia U., Sudirman, dan H. Kusnadi. 2005. Teknologi rehabilitasi dan reklamasi lahan. Hlm. 147-182 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering: Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak. BogorSitorus, S.R.P dan H Soewandita. 2010. Rehabilitasi Lahan terdegradasi melalui
31
Penambahan Kompos Jerami dan Gambut untuk Keperluan Pertanian. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 28-38.
Maswar, A. Abbas dan B Hafif. 1995. Embung dan Peranannya dalam Pengembangan Potensi Sumber Daya di Perbukitan Kritis Umbulrejo. Prosiding Lokakarya dan Ekspose Teknologi Sistem Usahatani Konservasi dan Alat Mesin Pertanian. Yogjakarta, 17-19 Januari 1995.
Noeralam, A,. 2002. Tehnik pemanenan air yang efektif dalam pengelolaan lengas tanah pada usahatani lahan kering. Disertasi Doktor. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nurida, N.L dan A. Dariah. 2007. Keunggulam komparatif aplikasi olah tanah konservasi pada pertanaman jagung di lalahn berbatu Kabupaten Lombk Timur. Hlm.27-37. dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian. Bogor, 7-8 Nopember 2008.
Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi dengan pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nurida, N.L., Sutono, A. Dariah dan A. Rachman. 2010. Efikasi Formula pembenah tanah dalam berbagai bentuk (serbuk, granul, dan pelet) dalam meningkatkan kualitas lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Nurida, N. L., A Dariah, 2011. Pengyaaan pembenah tanah dengan pembenah tanah dengan senyawa humat untuk meningkatkan kualitas lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (dalam proses)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Indonesia Skala 1 : 1.000.000. Puslitbangtanak. Bogor. Indonesia. 37 hal. Rachman, A., A. Dariah, dan D. Setyorini. Perkembangan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. 2008. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Un publish.
Rachman, A. dan A. Dariah. 2008. Olah tanah konservasi dalam Konservasi lahan kering. Balai Penelitian Tanah. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanin.
Rachman, A. dan A. Dariah. 2009. Pengelolaan Tanah Terpadu lahan sayuran di pegunungan. dalam Peningkatan Produktivitas Kentang dan Sayuran Lainnya dalam Mendukung Ketahanan Pangan Perbaikan Nutrisi, dan Klestarian Lingkungan. Prosiding Seminar nasional Pekan kentang 2008. Lembang 20-21 Agustus 2008. ACIAR. Balitsa. Puslitbang Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Rochayati, R., A. Mulyani, dan J.S. Adiningsih. 2005. Pemanfaatan lahan alang-alang. Hlm 39-72 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Rochayati, S. dan A. Dariah. 2012. Pengembangan lahan kering masam: peluang, tantangan, dan strategi, serta teknologi pengengelolaan. Disampaikan pada
32
Seminar Nasional Lahan Sub-Optimal. Palembang Pebruari 2012. Kementrian Ristek dan Teknologi.
Santoso, D. dan A. Sofyan. 2005. Pengelolaan hara tanaman pada lahan kering. Hlm. 73-100 dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkung. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Santoso, D., I P.G. Wigena, Z. Eusof, and C. Xuhui. 1995. The ASIALAND management of slopping lands network : Nutrient balance study on slopping land. P. 93-108. International Workshop on Consrvation farming for Slopping Upland in South East Asia: Challanges, Opportunities, and Prosfects. IBSRAM Proc. No 14. Banhkok Thailand.
Santi, LP, Dariah A., Goenadi, DH. 2008. Peningkatan kemantapan agregat tanah mineral oleh bakteri penghasil eksopolisakarida. Menara Perkebunan 76: 93 – 103.
Sitorus R. P. S. dan H. Soewandita. 2010. Rehabilitasi lahan terdegradasi melalui penambahan kompos, jerami dan gambut untuk keperluan pertanian. Jurnal Tanah dan iklim No 31: 11-26.
Subagyo, H., N.Suharta, dan A. B. Siswanto. 2002. Tanah-tanah pertanian di Indonesia. Hlm. 21-65 dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Puslittanak. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Suwardjo, Mulyadi, dan Sudirman. 1987. Prosfek tanaman benguk (Mucuna sp.) untuk rehabilitasi tanah Podsolik Merah Kuning yang dibuka secara mekanis di Kuamang Kuning, Jambi. Hlm. 513-525 dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Pola Usahatani Menunjang Transmigrasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Tala’ohu, S.D., I. Juarsah, S. Sukmana dan Kusman. 1994. Penerapan teras gulud dan strip Vetiver zizanoides dalam penanganan perladangan berpindah di Propinsi Sumatera Selatan. p. 41-50. dalam Risalah Hasil Penelitian Peningkatan Produktivias dan Konservasi Tanah untuk Mengatasi Masalah Perladangan Berpindah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Tanaka, S. 1963. Fundamental study on wood carbonization. Bull. Exp. Forest of Hokkaido University.
Ogawa, M. 1994. Symbiosis of people and nature in tropics.Farming Japan 28(5):10-34.
Ogawa, M.2006. Carbon sequestration by carbonization of biomass and ferestation:three case studies. p 133-146.
Okimori, Y., M. Ogawa, and F. Takahashi. 2003. Potential of CO2 reduction by carbonizing biomass waste from industrial tree plantation in South Sumatra, Indonesia. Mitigation and Adaption Strategies for Global Change 8.p 261-280
Wiyo, K.A., Z.M. kasumekera, and J. Feyen. 2000. Effect of tied ridgingon soil water status of maize crop under Malawi condition. Agricultural Water Management 45: 101-125.
33