penelitian kevin fix hp

125
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi. Anak yang sehat menjadi investasi bagi modal manusia. Masa balita adalah masa yang penting, karena merupakan masa kritis dalam kesehatan dan masa emas dalam pertumbuhan otak. Salah satu faktor berpengaruh terhadap status kesehatan balita adalah perilaku ibu. Peningkatan kesehatan merupakan suatu keharusan apabila bangsa Indonesia ingin mencapai pembangunan manusia yang tinggi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia termasuk hak dasar anak yang harus dipenuhi dengan baik. Anak yang sehat akan menjadi investasi bagi modal manusia yang berkualitas di masa depan. Berbagai indikator kesehatan di Indonesia menunjukkan pencapaian kesehatan anak yang masih rendah. Salah satu faktor yang penting terhadap status kesehatan balita adalah perilaku ibu, sebagai orang yang berperan dalam pengasuhan balita. Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 1999, tentang kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah sejahtera dari badan, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi. Landasan ini adalah sebagai dasar pembangunan kesehatan dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang sehat baik fisik, mental maupun sosial (Depkes, 2005). 1

Upload: davidkipin

Post on 03-Aug-2015

102 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penelitian Kevin Fix HP

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi. Anak yang sehat menjadi

investasi bagi modal manusia. Masa balita adalah masa yang penting, karena merupakan

masa kritis dalam kesehatan dan masa emas dalam pertumbuhan otak. Salah satu faktor

berpengaruh terhadap status kesehatan balita adalah perilaku ibu.

Peningkatan kesehatan merupakan suatu keharusan apabila bangsa Indonesia ingin mencapai

pembangunan manusia yang tinggi. Kesehatan merupakan hak asasi manusia termasuk hak dasar

anak yang harus dipenuhi dengan baik. Anak yang sehat akan menjadi investasi bagi modal manusia

yang berkualitas di masa depan. Berbagai indikator kesehatan di Indonesia menunjukkan pencapaian

kesehatan anak yang masih rendah. Salah satu faktor yang penting terhadap status kesehatan balita

adalah perilaku ibu, sebagai orang yang berperan dalam pengasuhan balita.

Menurut undang-undang Nomor 23 Tahun 1999, tentang kesehatan menyatakan

bahwa kesehatan adalah sejahtera dari badan, jiwa, social yang memungkinkan setiap orang

hidup produktif secara social dan ekonomi. Landasan ini adalah sebagai dasar pembangunan

kesehatan dalam rangka mewujudkan tatanan masyarakat yang sehat baik fisik, mental

maupun sosial (Depkes, 2005).

Perilaku individu ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor antara lain adalah faktor-

faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, pendidikan, nilai-nilai, dan

lain-lain), faktor-faktor pendukung (lingkungan fisik fasilitas-fasilitas kesehatan), faktor-

faktor pendorong terbentuk dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan ( Green, Lowrence,

1984 ).

Pendidikan kesehatan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan dalam

rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan dan keterampilan masyarakat agar dapat

mencapai kehidupan yang sehat, termasuk didalamnya peningkatan kemampuan ibu-ibu

dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita sehingga sang ibu dapat

memberikan penanganan/ perawatan yang sedini mungkin untuk dapat mengurangi dampak

negatif dari gangguan perkembangan yang terjadi.

1

Page 2: Penelitian Kevin Fix HP

Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap

kemampuan Ibu dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita. Dengan demikian

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan kemampuan ibu

dalam deteksi dini gangguan perkembangan anak balita sebelum dan sesudah dilakukan

intervensi dalam bentuk pendidikan kesehatan. Berdasarkan pertimbangan hasil penelitian,

maka disarankan agar pendidikan kesehatan tentang gangguan perkembangan anak balita

perlu diberikan kepada keluarga terutama ibu sehingga ibu dapat melakukan deteksi dini dan

apabila menemukan gangguan perkembangan pada anak balitanya dapat lebih cepat

mengupayakan penanganannya.

Memasuki abad ke-21 ini bangsa Indonesia dihadapkan pada masalah dan tantangan

yang sangat kompleks. Di satu sisi, secara internal kita masih belum mampu keluar dari

krisis multi dimensial yang telah berlangsung sejak tahun 1997. Sementara di sisi lain,

secara eksternal kita dihadapkan pada realita persaingan antar bangsa yang semakin

meningkat dan kompetitif (Sugito, 2007). Dalam kaitannya dengan pengembangan sumber

daya manusia, anak usia dini memiliki peran yang sangat menentukan. Melalui upaya

pembinaan dan pengasuhan yang tepat, anak-anak di usia ini akan mudah diukir dan

dibentuk menjadi sosok manusia yang benar-benar berguna bagi masyarakat, negara dan

bangsa. Sosok manusia yang dimaksud adalah sosok manusia masa depan yang tidak saja

cerdas, berkarakter baik dan berkepribadian mantap, tetapi juga mandiri, disiplin dan

memiliki etos kerja tinggi yang secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan

daya saing bangsa Indonesia di antara bangsa-bangsa di dunia (BKKBN, 2004).

Abdulhak (2003) menyatakan bahwa anak usia bawah lima tahun (balita) atau sering

disebut sebagai anak usia dini adalah sosok individu makhluk sosial kultural yang sedang

mengalami suatu proses perkembangan yang sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya

dengan memiliki sejumlah potensi dan karakteristik tertentu. Sebagai individu, anak usia

dini adalah suatu organisme yang merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh

dengan segala struktur dan perangkat biologis dan psikologisnya sehingga menjadi sosok

yang unik. Sebagai makhluk sosio-kultural, ia perlu tumbuh dan berkembang dalam suatu

lingkungan sosial tempat ia hidup dan perlu diasuh dan dididik sesuai dengan nilai-nilai

sosio-kultural yang sesuai dengan harapan masyarakat.

2

Page 3: Penelitian Kevin Fix HP

Menurut Effendy (1998) pendidikan kesehatan berorientasi kepada perubahan

perilaku yang diharapkan, yaitu perilaku sehat. Upaya ini penting dilakukan agar setiap

individu mengenal kesehatan dirinya, keluarga dan kelompoknya dalam meningkatkan

kesehatannya. Notoatmodjo (2007) menegaskan bahwa peranan pendidikan kesehatan

adalah melakukan intervensi faktor perilaku individu sehingga perilaku individu, kelompok

atau masyarakat sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Dengan demikian, terkait dengan aspek

perkembangan anak balita, pendidikan kesehatan memiliki peranan yang sangat besar dalam

rangka meningkatkan kemampuan ibu-ibu dalam optimalisasi perkembangan anak. Karena

melalui penyuluhan kesehatan, ibu-ibu yang memiliki balita akan banyak memperoleh

informasi tentang perkembangan anak, tahapan perkembangan anak, gangguan

perkembangan anak serta berbagai teknik dan cara untuk mengetahui apakah anak balitanya

mengalami gangguan perkembangan atau tidak.

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan

bagi setiap penduduk agar dapat terwujudkan kesehatan masyarakat yang optimal. Salah satu

upaya untuk mencapai keadaan tersebut adalah dengan menurunkan angka kesakitan dan

kematian bayi dan balita. Program pengembangan imunisasi merupakan salah satu kegiatan

yang mendapat prioritas dalam sistem kesehatan nasional. Program ini bertujuan untuk

melindungi bayi dan balita dari PD3I (Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi)

seperti TBC, difteri, pertusis, tetanus, dan campak. Diperkirakan PD3I merupakan penyebab

dari sekitar 48 kematian bayi dan 56 kematian balita per 1000 kelahiran hidup dalam kurun

waktu satu tahunProgram UCI (Universal child immunization) yang ditetapkan

olehDepartemen Kesehatan (Depkes) RI secara nasional pada tahun 1990 telah berhasil

dicapai dengan cakupan DPT , polio dan campak minimal 80% sebelum umur 1 tahun.

Sedangkan cakupan untuk DTP , polio dan BCG minimal 90%. Target UCI merupakan

tujuan antara (intermediate goal) yang berarti cakupan imunisasi untuk BCG, DPT, polio,

campak, dan hepatitis B harus mencapai 80% baik ditingkat nasional, provinsi, dan

kabupaten bahkan setiap desa.

Berdasarkan survei maupun studi yang dilakukan, ternyata sampai saat ini setiap

tahunnya masih terdapat jutaan anak yang tertular penyakit – penyakit menular tersebut

dengan akibat sekitar 120.000 kematian, atau 1 anak setiap 5 menit, kelompok penyakit

infeksi merupakan penyebab kematian pada sebagian kasus (42,9%), yaitu meliputi 3

kematian per 1000 penduduk. Penyakit – penyakit yang dominan pada kelompok ini adalah

3

Page 4: Penelitian Kevin Fix HP

penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, polio, tuberculosis, campak

dan tetanus. Angka kematian akibat tetanus adalah 19,3%, sedangkan difteri, polio, dan

campak sebesar 9,4.Angka kematian bayi (AKB atau IMR) dalam dua dasawarsa terakhir ini

menunjukkan penurunan yang bermakna. Pada tahun 1985 sampai 1990 Indonesia berhasil

menurunkan AKB dari 71 menjadi 54 dan bahkan dari data 2001 telah menunjukan angka

48 per 1000 kelahiran hidup. (profil Kesehatan Indonesia 2001). Prestasi tersebut tidak lain

disebabkan karena penggunaan teknologi tepat guna selama itu, yaitu memanfaatkan dengan

baik Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk memantau secara akurat tumbuh kembang anak,

peningkatan penggunaan ASI, pemberian oralit pada setiap kasus diare dan pemberian

imunisasi pada anak balita sesuai Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Boleh dikatakan

upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang memuaskan.

Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SKDI) diketahui bahwa pada dua

tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampaknya menurun. Penurunan

cakupan vaksinasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali kasus polio dan difteria

di negara Indonesia. (hal 23 no 5). Tiga ratus neman orang anak menderita poliomielitis

pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai akibat cakupan imunisasi

polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka kejadian difteria yang masih tinggi

pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 pada tahun 2007 merupakan bukti bahwa

vaksinasi DPT tidak merata (kompas.com, 2011). Keadaan yang memprihatinkan ini

ditambah lagi dengan maraknya kampanye anti vaksin yang disuarakan oleh kelompok

tertentu. Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja dikemukakan oleh masyarakat

awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan.

Walaupun terjadi penurunan AKB pada negara Indonesia, namun di indoneisa

tertinggi di antara negara ASEAN (4,6 kali Malaysia, 1,3 kali Filipina, dan 1,8 kali

Thailand). Pada tahun 2015 angka kematian balita harus turun menjadi 23 per 1000

kelahiran hidup. Di dalam mencapai tujuan keempat MDGs, program vaksinasi menduduki

peran yang sangat penting dan strategis. Imunisasi dapat memberikan dampak bukan hanya

kepada balita namun kepada orang dan masyarakat disekitarnya. Nilai vaksin dibagi dalam

tiga kategori yaitu secara individu, sosial, dan keuntungan dalam menunjang sistem

kesehatan nasional. Secara singkat, apabila seseorang anak telah mendapat vaksinasimaka

80%-95% akan terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Makin banyak bayianak yang

mendapat vaksinasi (dinilai dari cakupan imunisasi), makin terlihat penurunan angka

kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Kekebalan individu ini akan

4

Page 5: Penelitian Kevin Fix HP

mengakibatkan pemutusan rantai penlaran penyakit dari anak ke anak lain atai orang dewasa

yang hidup bersama. Ini yang disebut keuntungan sosial, karena dalam hal ini 5%-20% anak

yang tidak diimunisasi akan juga terlindung, disebut herd immunity. Maka mendeteksi

daerah penularan penyakit melalui program imunisasi sangat membantu mencari siapa target

vaksinasi, sehingga akan tepat sasaran dan lebih cepat menurunkan insidens penyakit, upaya

ini disebut source drying. Keuntungan lain, dengan menurunnya angka kesakitan akan

menurunkan pula biaya pengobatan dan perawatan di rumah sakit, mencegah kematian dan

kecacatan yang akan menjadi beban masyarakat seumur hidup. Dengan mencegah seorang

anak dari penyakit infeksi yang berbahaya, berarti akan meningkatkan daya produktivitas di

kemudian hari. Vaksinasi merupakan upaya paling ampuh dalam mencegah

penyebaran/penularan penyakit infeksi yang ganas dan menular ke orang lain.

Reaksi samping imunisasi (RSI) adalah gejala yang sering menyertai imunisasi.

sebagian besar mempunyai patofisiologi yang jelas ataudapat diterangkan, berkaitan dengan

susunan vaksin, karakteristik responden, atau merupakan bagian dari proses pembentukan

antibodi. Reaksi local maupun sistemik yang tidak diinginkan dapat terjadi pasca imunisasi.

Sebagian besar hanya ringan seperti demam dan bisa hilang dengan sendirinya. Demam

yang tinggi sering membuat ibu khawatir. Apalagi pada bayi bila kenaikan suhu tubuh

terjadi secara tiba – tiba bisa menimbulkan komplikasi berupa kejang. Reaksi yang berat

bisa terjadi meskipun jarang. Umumnya reaksi terjadi segera setelah dilakukan vaksinasi,

namun bisa juga reaksi tersebut muncul kemudian. Menurut data di atas, terlihat bahwa

ketakutan ibu terhadap reaksi yang di timbulkan setelah imunisasi dapat menyebabkan anak

tidak mendapat imunisasi dengan lengkap. Hal ini tidak akan terjadi bila ibu memiliki

pengetahuan yang baik tentang reaksi samping imunisasi. Apabila dilihat dari penyebab

kematian tersebut, sebenarnya sebagian besar bayi dan anak tidak perlu meninggal, terutama

oleh penyakit infeksi, karena semua itu dapat dicegah dengan imunisasi.

1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh ASI ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di

puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

2. Bagaimanakah pengaruh konsumsi alkohol ibu terhadap kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

5

Page 6: Penelitian Kevin Fix HP

3. Bagaimanakah pengaruh konsumsi rokok ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita

di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

4. Bagaimanakah pengaruh karakteristik usia ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita

di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

5. Bagaimanakah pengaruh karakteristik pendidikan ibu terhadap kelengkapan

imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

6. Bagaimanakah pengaruh karakteristik pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

7. Bagaimanakah pengaruh karakteristik penghasilan keluarga terhadap kelengkapan

imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Umum

Untuk mengetahui pengaruh pola hidup dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan

imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung pada tahun 2012

2. Khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh ASI ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di

puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012

2. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi alkohol ibu terhadap kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012

3. Untuk mengetahui pengaruh konsumsi rokok ibu terhadap kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012

4. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik usia ibu terhadap kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012

5. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik pendidikan ibu kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012

6. Untuk mengetahui pengaruh jenis pekerjaan ibu terhadap kelengkapan imunisasi

balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012

7. Untuk mengetahui karakteristik penghasilan keluarga terhadap kelengkapan

imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung tahun 2012?

6

Page 7: Penelitian Kevin Fix HP

1.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian kami, mungkin ada beberapa hal yang menjadi kendala atau keterbatasan

penelitian. Beberapa hal tersebut adalah:

1. Masalah dana untuk realisasi penelitian

Karena rata-rata anggota kami adalah mahasiswa yang kost dan belum bekerja maka

dana adalah salah satu faktor keterbatasan penelitian kami

2. Pengalaman

Tugas penelitian ini merupakan penelitian yang ketiga kalinya. Namun kami merasa

bahwa kami masih harus belajar kembali untuk memperbaiki kekurangan-

kekurangan yang ada

3. Waktu

Keterbatasan waktu adalah salah satu kendala yang kami hadapi karena adanya

kesibukan masing-masing anggota dalam hal menyelesaikan tugas-tugas dan target-

target yang ada dalam ruang lingkup kepaniteraan IKM

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi pemerintahan daerah

setempat dalam hal gambaran mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap

kelengkapan imunisasi balita di puskesmas kecamatan cipayung pada tahun 2012.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi Kepala puskesmas,

Dokter, Paramedis dan karyawan puskesmas Cipayung dalam hal gambaran

mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di

puskesmas kecamatan Cipayung pada tahun 2012.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat Puskesmas

Cipayung dalam hal gambaran mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap

kelengkapan imunisasi balita di puskesmas kecamatan cipayung pada tahun 2012.

7

Page 8: Penelitian Kevin Fix HP

4. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi dokter-dokter dan

paramedis yang berada di dalam lingkungan kecamatan Cipayung dalam hal

gambaran mengenai pola hidup dan karakteristik ibu terhadap kelengkapan

imunisasi balita di puskesmas kecamatan Cipayung pada tahun 2012.

5. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi dokter-dokter,

paramedis, dan mahasiswa/i FK-UKI dalam hal gambaran mengenai pola hidup dan

karakteristik ibu terhadap kelengkapan imunisasi balita di puskesmas kecamatan

Cipayung pada tahun 2012.

8

Page 9: Penelitian Kevin Fix HP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan

seseorang dengan orang lain (Porwardiminata, 1990). Karakteristik adalah tabiat, watak,

sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan dengan yang lain (Kamus Umum

Bahasa Indonesia).

Berdasarkan kedua pengertian di atas, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan

bahwa karakter merupakan sifat-sifat batiniah seseorang yang membedakan dengan orang

lain. Karakter merupakan aktualisasi potensi dari dalam internalisasi nilai-nilai moral dari

luar menjadi bagian kepribadiannya.

Jenis karakteristik dapat didasarkan bermacam-macam, misalnya tingkatan sosial

ekonomi, umum dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2002). Menurut Mathiue & Zajac

(1990) menyatakan bahwa, karakteristik personal (individu) mencakup usia, jenis kelamin,

masa kerja, tingkat pendidikan, suku bangsa, dan kepribadian.

Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita malalui pendidikan,

pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan, menjadi nilai intrinsik yang

melandasi sikap dan perilaku kita. Jadi, karena karakter harus diwujudkan melalui nilai-nilai

moral yang dipatrikan untuk menjadi semacam nilai instrinsik dalam diri kita, tentu karakter

tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus kita bentuk, kita tumbuh kembangkan dan

kita bangun (Soedarsono, S. 2008)

Karakteristik dan pola hidup ibu

1. Alkohol

Minuman beralkohol selama ini memang identik dengan minuman pria tapi saat ini

semakin banyak kaum wanita yang mulai rajin meminum alkohol. Padahal, dalam konsumsi

berlebih minuman beralkohol lebih berdampak buruk untuk kaum hawa.

9

Page 10: Penelitian Kevin Fix HP

Kenyataan penelitian menyebutkan bahwa kaum wanita ternyata lebih cepat mabuk,

para dokter mengingatkan bahwa penyakit-penyakit yang berkaitan dengan alkohol lebih

cepat muncul pada wanita. Otak perempuan alkoholik dapat mengalami kerusakan, terutama

pada fungsi syaraf kognitifnya. Namun bukan berarti pria alkoholik terbebas dari masalah.

Perempuan alkoholik memiliki hasil tes yang buruk dalam hal memori visual, fleksibilitas

kemampuan kognitif, penyelesaian masalah dan perencanaan.

Selain merusak saraf otak, alkohol juga merusak bagian liver. Dampak kerusakannya

lebih cepat terjadi pada perempuan dibanding pria. Komposisi air dalam tubuh wanita lebih

sedikit dibanding pria. Pada tubuh pria terdapat 65 persen air, sedangkan wanita hanya 55

persen sehingga wanita lebih mudah mabuk. Alkohol diserap ke dalam darah kemudian

dibawa oleh air ke dalam sel. Oleh karena air dalam tubuh wanita lebih sedikit, maka

konsenstrasi alkohol dalam darah lebih tinggi meski mereka minum dalam jumlah yang

sama dengan pria. Walaupun organ hati kaum wanita tidak sensitif pada alkohol, namun

konsentrasi alkohol dalam tubuh wanita yang tinggi itu akan membuat liver wanita lebih

cepat rusak dibanding pria.

Dampak alkohol pada metabolisme wanita berbeda dengan pria. Selain itu, tubuh

pria lebih banyak memiliki kandungan air sehingga dapat mengurangi dampak alkohol.

Alasan lain yang dikemukakan adalah enzim yang mengubah alkohol menjadi materi inaktif

lebih sedikit pada perempuan. Jika wanita dan pria yang berat badannya sama diberikan

alkohol dalam jumlah yang sama, kadar alkohol dalam darah wanita tiga kali lebih tinggi.

Selain itu, penyalahgunaan alkohol juga dapat menyebabkan kekurangan gizi dan

menurunkan ketahanan terhadap penyakit, sekaligus memberikan dampak yang buruk pada

penampilan Anda. Tidak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti, tetapi pantang minum

alkohol mungkin menjadi salah satu cara seorang wanita dapat tetap sehat dan tampak lebih

muda lagi.

Konsumsi minuman beralkohol bagi wanita yang sedang hamil akan merusak janin.

Konsumsi itu akan berdampak pada kemampuan kognitif anak dikemudian hari. Selain

masalah koginitif anak yang lahir dari seorang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol

saat hamil juga akan mengalami masalah dengan rendahnya perhatian dan reaksi.

10

Page 11: Penelitian Kevin Fix HP

Dalam ilmu kimia alkohol adalah sebutan untuk senyawa kimia organik yang

mengandung gugus hidroksil (-OH) dan terikat pada atom karbon. Atom karbon tersebut,

kemudian terikat pada atom karbon lain. Manfaat alkohol dalam kehidupan sangat banyak.

Alkohol bisa digunakan untuk kebutuhan medis, otomotif, kecantikan, dan campuran bahan

minuman.

Namun apa yang terjadi jika alkohol tidak dinikmati secara wajar dan cenderung

berlebihan. Pasti dampak negatif yang akan selalu muncul. Perlu diketahui tentang

pengertian tentang minuman beralkohol. Minuman beralkohol adalah minuman yang

mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan

penurunan kesadaran. Di berbagai negara, penjualan minuman beralkohol dibatasi ke

sejumlah kalangan saja, umumnya orang-orang yang telah melewati batas usia tertentu.

Etanol atau jenis alkohol yang biasa terkandung dalam minuman alkohol bisa diproduksi

dari proses permentasian buah, gandum, atau ragi. Etanol adalah jenis alkohol yang bisa

diciptakan secara alami. Etanol, bahkan, sudah ada sejak ribuan tahun lalu dan dikenal

dengan istilah obat untuk bersenang-senang yang paling tua dan paling banyak digunakan.

Mengkonsumsi minuman beralkohol kini seperti menjadi bagian gaya hidup dari sebagian

masyarakat Indonesia. Berawal dari sekedar coba-coba, banyak yang kemudian akhirnya

ketagihan dengan jenis minuman yang satu ini. Minuman beralkohol memiliki kadar yang

berbeda-beda. Misalnya, bir dan soda alkohol (1-7 % alkohol), anggur (10-15 % alkohol),

dan minuman keras atau biasa disebut dengan spirit (35-55 % alkohol). Konsentrasi alkohol

dalam darah dicapai dalam 30-90 menit setelah diminum.

Berikut ini adalah pengaruh buruk akohol bagi kesehatan yang mungkin belum anda ketahui

sebelumnya :

1. Mabuk : Konsumsi alkohol yang banyak dapat membuat mabuk dan

menyebabkan korban mengalami sakit kepala, mual, muntah serta nyeri pada

bagian tubuh tertentu.

2. Berat badan naik : Karena pada umumnya minuman beralkohol memiliki kadar

kalori dan gula yang tinggi.

3. Tekanan darah tinggi : Alkohol merupakan pemicu tekanan darah.

11

Page 12: Penelitian Kevin Fix HP

4. Sistem kekebalan tubuh menurun : Dengan sistem kekebalan tubuh yang

lemah, maka tubuh anda akan mudah terserang infeksi.

5. Kanker, penyakit jantung, gangguan pernafasan & gangguan hati : Semakin

sering dan semakin banyak jumlah alkohol yang anda konsumsi, semakin besar

pula resiko anda terjangkit kanker, penyakit jantung, gangguan pernafasan dan

gangguan pada organ hati.

Berdasarkan hasil penelitian yang digunakan dalam penelitian dapat diketahui bahwa

ketika ibu mengalami stress dan depresi, ia akan memberikan contoh regulasi emosi yang

kurang tepat bagi anaknya sehingga anak akan menunjukkan perilaku bermasalah juga.

Apabila ibu termasuk kategori peminum alkohol dan sering mabuk, maka akan

memperlakukan anak secara tidak tepat sehingga anak juga akan belajar tentang perilaku

yang tidak tepat bahkan mengembangkan perilaku bermasalah karena akan menjadi

peminum juga yang juga menunjukkan kurang mampunya anak dalam cara mengelola

emosinya (Alink et al., 2009, Fischer et al., 2007; Chang et al., 2003; Maughan et al., 2002;

Schulz et al., 2005; Ramsden & Hubbard, 2002).

2. Rokok

Para ahli kesehatan menyatakan bahwa merokok merupakan perilaku yang

berbahaya, merokok sama dengan mencari mati. Meski semua orang tahu akan bahaya yang

ditimbulkan akibat merokok. Perilaku merokok saat ini merupakan kebiasaan yang sangat

wajar menjadi pola hidup yang dipandang oleh beberapa anggota masyarakat Indonesia.

Pola hidup merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan hal yang masih dapat

ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan

rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan

dan dijumpai orang yang sedang merokok., bahkan dilingkungan pendidikan, khususnya

kampus yang seharusnya bebas dari asap rokok.

Merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri

sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari segi kesehatan, pengaruh bahan-bahan

kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu

kerja dari susunan syaraf pusat dan susunana syaraf simpatis sehingga mengakibatkan

12

Page 13: Penelitian Kevin Fix HP

tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan

berbagai penyakit lain (Komalasari & Helmi, 2000). Beberapa berdasarkan Center for the

Advancement of health (Wulandari, 2007), contoh penyakit yang disebabkan oleh

kandungan di dalam rokok yaitu kanker paru-paru, bronkitis, penyakit-penyakit

kardiovaskular, berat badan lahir rendah, dan keterbelakangan. Bahkan pada bungkus rokok

pun terdapat seruan bahwa merokok dapat merugikan kesehatan dan dikatakan bahwa

merokok dapat menyebabkan kanker, impotensi, jantung, gangguan kehamilan dan janin.

Hal ini menunjukkan betapa rokok memiliki resiko yang sangat tinggi bagi kesehatan.

Dilihat dari sisi ekonomi, merokok pada dasarnya ‘membakar uang’ apalagi jika hal

tersebut dilakukan remaja yang belum mempunyai penghasilan sendiri. Safarino

menyatakan bahwa merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Resiko yang

ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan

terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Komalasari & Helmi, 2000).

Penelitian mengenai perilaku merokok telah banyak dilakukan sejak tahun 1950an

sejalan dengan semakin berkembangnya kesadaran mengenai kesehatan. Sejak saat itu, dapat

disimpulkan bahwa ,merokok adalah faktor yang dapat menyebabkan dan mempercepat

kematian. Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku merokok tetapi

perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan kegiatan yang ‘fenomenal’. Artinya,

meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin

menurun tetapi semakin meningkat.

Menurut Smet ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyaknya rokok

yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :

1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok :

1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik

a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol mereka menikmati

kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka

menempatkan diri di smoking area.

13

Page 14: Penelitian Kevin Fix HP

b) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain yang tidak merokok,

anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).

2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

a. Kantor atau di kamar tidur pribadi.

Perokok memilih tempat-tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan

kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang

mencekam.

b. Toilet.

Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang suka berfantasi.

3. Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk

mengembangkan diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang

datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasihat. Orang berpendidikan

tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan dengan berpendidikan

rendah atau tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima serta

mengembangkan pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menigkatkan produktivitas dan

kesejahteraan keluarga (hapsari dkk, 2001, Sulystyorini, 2007)

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin

tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan

semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta

berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu

pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman ibu

atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu.

(Ali,Muhammad,2002).

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin

tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan

14

Page 15: Penelitian Kevin Fix HP

semakin diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang

mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta

berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.

Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan

seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat

berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan

pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan

bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan

kesehatan yang lebih baik

Penelitian yang dilakukan oleh Aceh Besar tahun 1998-1999. Pada penetlitian

tersebut didapatkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kelengkapan

imunisasi. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh M.Ali 2002 menyatakan bahwa

pendidikan sebenarnya sangat penting dalam mempengaruhi pengertian dan partisipasi

orang tua dalam program imunisasi. Dengan pendidikan yang semakin tinggi, maka orang

tua cenderung menggunakan sarana jesehatan sebagai suatu upaya pencegahan bukan

pengobatan.

4. Umur Ibu

Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.

Umur mempunyai hubungan dengan besarnya resiko serta perbedaan pengalaman terhadap

masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu

tersebut (Noor,N.N,2000)

Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial

ekonomi berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin

berhubungan dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) .

Umur ibu menentukan pola pengasuhkan dan penentuan makan yang sesuai bagi

anak karena semakin bertambah umur ibu maka makin bertambah pula pengalaman dan

kematangan ibu dalam pola pengasuhan dan penentuan makan anak (hariski 2003, ratri

2005).

15

Page 16: Penelitian Kevin Fix HP

Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan

dengan pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini

menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam Ali,Muhammad,2002).

Penelitian Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang

berhubungan dengan imunisasi campak adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI: 1.21 -

5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim D.P.(2001) menunjukkan bahwa karakteristik ibu

yang erat hubungannya dengan status imunisasi campak anak umur 9-36 bulan adalah: umur

ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian.

Saat ini masih banyak perempuan yang menikah pada usia bawah 20 tahun. Secara

fisik dan mental mereka belum siap hamil dan melahirkan. Hal ini karena rahimnya belum

siap menerima kehamilan dan ibu muda tersebut belum siap merawat, mengasuh, serta

membesarkan bayinya. Bayi yang terlahir dari seorang ibu muda kemungkinan lahir belum

cukup bulan, berat badan lahir rendah (BBLR) dan mudah meninggal sebelum bayinya

berusia 1 tahun. Sebaliknya perempuan yang umurnya diatas 35 tahun akan lebih sering

meghadapi kesulitan selama kehamilan daripada saat melahirkan serta akan mempengaruhi

kelangsungan hidupnya (UNICEF, 2002 : 4)

5. Paritas Ibu

Paritas atau jumlah kelahiran bayi sangat berkaitan dengan jarak kelahiran. Semakin

tinggi paritasnya makan semakin pendek jarak kelahirannya. Hal ini dapat menyebabkan

seorang ibu cukup waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan. Seorang

ibu memerlukan waktu paling sedikit 2 tahun untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah

melahirkan (UNICEF 2002).

Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan anak keempat atau lebih.

Anak dengan urutan paritas yang lebih tinggi seperti anak kelima dan keenam dan

seterusnya ternyata kemungkinan untuk menderita gangguan gizi lebih besar dibandingan

dengan anak satu, dua dan tiga. Bahaya yang mungkin beresiko terhadap seorang anak

timbul apa bila terjadi kelahiran lagi, sedangkan anak sebelumnya masih minum ASI,

16

Page 17: Penelitian Kevin Fix HP

sehingga perhatian ibu teralih pada anak yang baru lahir, terhentinya pemberian ASI

merupakan faktor pendorong terjadinya gizi buruk.

Apabila terjadi paritas yang tinggi besar kemungkinan bayinya akan lahir sebelum

waktunya (prematur) dengan berat badan rendah. Bayi dengan berat badan rendah memiliki

kemungkinan kecil untuk dapat tumbuh dengan baik dan akan lebih mudah terserang

penyakit. Kemungkinan meninggal sebelum berusia satu tahun lebih besar dengan bayi lahir

dengan berat badan normal (UNICEF 2002).

6. Pekerjaan

Pekerjaan orang tua terutama ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap

perkembangan anak. Ibu yang baik dapat menjaga dan melakukan tugas-tugas dirumah,

memperhatikan perawatan anak baik makanan atau kesehatan, membina dan membimbing

anak. Peran tersebut akan sangat ideal jika ibu tinggal di rumah saja. Namun dengan

semakin sullitnya keadaan ekonomi keluarga menghendaki peran ibu harus bergeser

sehingga di tuntut serta bisa menyeimbangkan kehidupan keluarga dan bekerja.

Saat penting dalam interaksi ibu anak adalah pemberian makanan, termasuk

pemberian ASI. Penyapihan pada bayi umur muda dengan berbagai alasan sering

menimbulkan masalah gizi pada umur selanjutnya. Kejadian tersebut merupakan akibat

perubahan pemberian ASI yang berpindah kepada susu botol. Perubahan ini mulai tampak

dikota-kota dan pinggiran kota, dan pada gilirannya akan menjalar ke pelosok desa bila

penggunaan ASI tidak dilestarikan selama mungkin tanpa melupakan makan

pendampingnya .

Faktor yang mendorong penyapihan bayi usia muda antara lain adalah makin

banyaknya ibu-ibu yang bekerja mencari nafkah diluar rumah. Ibu-ibu yang tidak bekerja

lebih banyak yang menyapih anaknya pada usia 19-24 bulan dibandingkan dengan ibu yang

bekerja. Hal tersebut terjadi karena ibu tidak sering keluar melaksanakan peranan wanita

17

Page 18: Penelitian Kevin Fix HP

dalam fungsi sosial maupun ekonomi. Disamping itu karena ibu tidak terlalu lelah sehingga

dapat menyusui anaknya dengan baik.

Ibu yang bekerja hendaknya benar-benar membagi waktunya agar tugas rumah

tangga dapat diselesaikan dengan baik dan anak-anak juga mendapat perhatian. Kegiatan

ekonomi ibu kan berdampak negatif terhadap perawatan anak hanya jika kegiatan itu tidak

dapat dijalankan selaran dan bersama-sama dan pengasuh anak dengan baik. Berpendapat

bahwa dalam anak yang sehat tidak terletak dalam kuantitas waktu yang diberikan oleh

tubuh tetapi pada kualitas pengasuhan yang mereka terima.

7. Ekonomi

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2011 sebesar 29,89 juta orang

(12,36 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang berjumlah

30,02 juta (12,49 persen), jumlah penduduk miskin berkurang 0,13 juta orang selama enam

bulan tersebut. Seseorang dikatakan dibawah garis kemiskinan apabila dalam pengukuran

pendapatan (pada daerah kota dan desa) Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan

Bukan makanan berada dibawah kurang lebih Rp. 243.729,-. Upaya mengukur kemiskinan,

BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi

untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi

pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase

penduduk miskin terhadap total penduduk.Metode yang digunakan adalah menghitung Garis

Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan

(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan- Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan

dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah

penduduk yang memiliki rata- rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis

Kemiskinan.

Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk

perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar bukan

makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.

Terlihat bahwa ada keterkatian antara pendapat per bulan suatu keluarga dalam memenuhi

18

Page 19: Penelitian Kevin Fix HP

kebutuhan bahan makanan dan bukan bahan makanan. Bukan bahan makanan tersebut salah

satunya adalah kemampuan mencegah atau mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status ekonomi

pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal (Azwar,Azrul, 1999)., yaitu :

1. Terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau

mendapatkan pelayanan kesehatan

2. Terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.

Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya

dengan status sosio ekonomi sehingga merupakan karakteristik.Status sosio ekonomi erat

hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat

tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya.Status ekonomi berhubungan erat

pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat. Noor,N.N (2000)

Depkes RI (2000) menyebutkan komponen pendukung ibu melakukan imunisasi

dasar pada bayi antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan kesehatan yang

diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber pendapatan atau

penghasilan. (Depkes RI, 2000). Tentunya aktifitas ibu yang bekerja akan berpengaruh

terhadap waktu yang dimiliki ibu untuk memberikan pelayanan/kasih sayang terhadap

anaknya termasuk perhatian ibu pada imunisasi dasar anak tersebut.

Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan

pengetahuan tentang imunisasi antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja,

dimana tingkat pengetahuan tentang imunisasi ini masih sangat kurang. Begitupun, walau

tanpa dasar pengetahuan yang memadai ternyata di kalangan ibu tidak bekerja sikap dan

perilaku mereka tentang imunisasi lebih baik dibanding ibu yang bekerja.Namun menurut

hasil kesimpulan penelitian Idwar (2000), justru menyebutkan bahwa ibu yang bekerja

mempunyai risiko 2,324 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan dengan ibu

yang tidak bekerja disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu rumah tangga

dibandingkan dengan ibu yang bekerja.

19

Page 20: Penelitian Kevin Fix HP

8. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan adalah seluruh pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang

dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan.

Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala

sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan

hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. (Azwar, 1996)

Tanggung jawab keluarga terutama para ibu terhadap imunisasi bayi/ balita sangat

memegang peranan penting sehingga akan diperoleh suatu manfaat terhadap keberhasilan

imunisasi serta peningkatan kesehatan anak. Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi

oleh komponen-komponen pendorong yang menggambarkan faktor-faktor individu secara

tidak langsung berhubungan dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang mencakup

beberapa faktor, terutama faktor pengetahuan ibu tentang kelengkapan status imunisasi dasar

bayi atau anak.

Komponen pendukung antara lain kemampuan individu menggunakan pelayanan

kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor pendidikan, pengetahuan, sumber

pendapatan atau penghasilan. (Depkes RI, 2000). Faktor pengetahuan memegang peranan

penting dalam menjaga kebersihan dan hidup sehat. Slamet (1999) menegaskan bahwa

wawasan pengetahuan dan komunikasi untuk pengembangan lingkungan yang bersih dan

sehat harus dikembangkan yaitu dengan pendidikan dan meningkatkan pengetahuan. Dengan

adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan kemampuan yang ditujukan

terutama kepada para ibu sebagai anggota masyarakat memberikan dorongan dan motivasi

untuk menggunakan sarana pelayanan kesehatan.

Pengetahuan ibu dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan serta informasi

yang didapat seseorang. Pengetahuan dapat menambah ilmu dari seseorang serta merupakan

proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan

perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua

aktivitas yang dilakukan para ibu seperti dalam pelaksanaan imunisasi bayi tidak lain adalah

hasil yang diperoleh dari pendidikan. (Slamet, 1999)

20

Page 21: Penelitian Kevin Fix HP

Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi

populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi

secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena

memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil jika ada

usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki

pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program intervensi

preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola

penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku

kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.

(Ali,Muhammad,2002).

Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa

anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang ibunya

tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki KMS

(Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah, radio, TV),

dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak, semakin besar

kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.

Selanjutnya Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-

ibu yang tahu tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara

statistik menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan

pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam Ali,Muhammad,2002),dari suatu

penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga dalam

hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta

hambatan lainnya (23-37%).

Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan

seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat

berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan

pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan

bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan

kesehatan yang lebih baik.

21

Page 22: Penelitian Kevin Fix HP

Hasil penelitian Ramli,M.R (1988) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh

terhadap kejadian drop out atau tidak lengkapnya status imunisasi bayi adalah : pengetahuan

ibu tentang imunisasi , faktor jumlah anak balita, faktor kepuasan ibu terhadap pelayanan

petugas imunisasi, faktor keterlibatan pamong dalam memotivasi ibu dan faktor jarak rumah

ke tempat pelayanan imunisasi.

Pengetahuan orang tua merupakan satu-satunya variabel yang memeiliki hubungan

bermakna dengan kelengkapan imunisasi dasar. Kelompok orang tua dengan pengetahuan

yang baik menunjukkan angka kelengkapan imunisasi dasar yang lebih tinggi daripada

kelompok lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Mathilda Albertina pada tahun 2009 mengatakan

61% Balita memiliki imunisasi dasar yang lengkao dan 39% lainnya tidak lengkap. Hampir

seluruh responden memiliki pengetahuan dan sikap yang baik terhadap imunisasi. adapun

alasan ketidaklengkapan imunisasi dasar terbanyak adalah orang tua tidak tahu jadwal

imunisasi. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan orang tua mengenai

imunisasi dengan dengan kelengkapan imunisasi dasar anak balita.

Hal serupa persis diungkapkan oleh dr Mabrouka Bofarraj dari Universitas Omar Al-

Moukhtar pada tahun 2011, faktor pendidikan menjadi salah satu kontribusi orang tua dalam

memberikan imunisasi dasar pada balita. Dari penelitan tersebut ibu yang mempunyai

kemampuan membaca memiliki angka kelengkapan imunisasi dasar pada balita. (boofaraj).

Thalia Velho Barreto pada jurnal of Epidemiology and Community Health tahun

1992 mengungkapkan status pernikahan, umur, dan ketidakmampuan memcana pada ibu

tidak dapat diasosiaskiaan dengan pelayanan imunisasi disuatu daerah. Namun

mengungkapna bahwa rendahnya tingkat pendidikan ibu diasosiasikan dengan

ketidaklengkapan imunisasi. (j epdi)

22

Page 23: Penelitian Kevin Fix HP

9. Perilaku Kesehatan

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang pada

dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya tersedianya sarana

kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang menyangkut perilaku kesehatan.

Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap status kesehatan individu

maupun masyarakat.

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap

dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap

stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif

(tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai

dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman

dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan,

dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada kesediaan

orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku sehat. Banyak

dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya partisipasi masyarakat dalam

pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai upaya pencegahan penyakit dan banyak

pula yang tidak memanfaatkan pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila

banyak ahli ilmu perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-

bukti penelitian untuk menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan keputusan-

keputusan orang yang berkaitan dengan kesehatan.

Becker menuliskan pendapat Kasl dan Cobb yang mengatakan bahwa biasanya orang

terlibat dengan kegiatan medis karena 3 alasan pokok , yaitu:

a) Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit

belum dirasakan (perilaku sehat);

b) Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada gejala

penyakit yang dirasakan (perilaku sakit); dan

23

Page 24: Penelitian Kevin Fix HP

c) Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh dan

sehat seperti sediakala, atau agar penyakit tidak bertambah parah (peran sakit).

Menurut Notoatmodjo, semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status

kesehatan mengacu kepada Bloom. Dari hasil penelitiannya di Amerika Serikat sebagai

salah satu negara yang sudah maju, Bloom menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai

andil yang paling besar terhadap status kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh

perilaku mempunyai andil nomor dua, pelayanan kesehatan dan keturunan mempunyai andil

yang paling kecil terhadap status kesehatan. Bagaimana proporsi pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap status kesehatan di negara berkembang seperti Indonesia belum ada

penelitian. Ahli lain, Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau

dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni: faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors),

faktor–faktor yang mendukung (enabling faktors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau

mendorong ( reinforcing faktors). Oleh sebab itu pendidikan kesehatan sebagai faktor usaha

intervensi perilaku harus diarahkan kepada ketiga faktor pokok tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya oleh para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan

pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari:

a) Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowledge)

b) Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan

(attitude)

c) Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi

pendidikan yang diberikan (practice)

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada domain

kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau

objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut. Ini

selanjutnya menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap si subjek terhadap objek yang

diketahui itu. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari

sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan

(action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di

dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.

Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu

24

Page 25: Penelitian Kevin Fix HP

makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak

harus didasari oleh pengetahuan atau sikap.

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

tindakan seseorang ( overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata

perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)

b. Interest ( merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap

subjek sudah mulai terbentuk

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang

dikehendaki oleh stimulus

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas.

b. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu

stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa

manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih

25

Page 26: Penelitian Kevin Fix HP

dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,

akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.

Dalam bagian lain Allport, menurut Notoatmodjo, menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek

c. Kecendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi

memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit

polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan

membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam

berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan

mengimunisasikan anaknya untuk mencegah anaknya terkena polio.

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

1. Menerima (Receiving)

Subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas

yang diberikan. Lepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang

menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu

masalah

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat

sikap yang paling tinggi.

26

Page 27: Penelitian Kevin Fix HP

Pengukuran sikap dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

dapat ditanyakan bagaiamana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian

ditanyakan pendapat responden.(Sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju)

c. Praktek atau Tindakan (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap

imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah

dicapai, agar ibu tersebut dapat mengimunisasikan anaknya.

Tingkat-tingkat Praktek

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil

2. Respon Terpimpin (Guided Respons)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis,

atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat

tiga.

4. Adaptasi (Adaptation)

Merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu

sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan

wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu

(recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

IMUNISASI

27

Page 28: Penelitian Kevin Fix HP

1. Definisi Imunisasi

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit

dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan

ke dalam tubuh. Dengan memasukan kuman atau bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh

dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan

kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan

dimana tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam

rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten terhadap suatu penyakit

belum tentu kebal terhadap penyakit lain. (Depkes RI, 1994)

Dalam ilmu kedokteran, imunitas adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan

tubuh terhadap invasi benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda asing

tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim imunologi tubuh untuk

membentuk antibody spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang

Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). (Musa, 1985)

Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan imunisasi adalah suatu usaha yang

dilakukan dalam pemberian vaksin pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit tertentu.

2. Program Imunisasi

Program Pengembangan Imunisasi (PPI) telah dicanangkan oleh WHO sejak tahun

1974 dengan tujuh penyakit target yaitu difteri, tetanus, pertusis, polio, campak,

tuberkulosis, dan hepatitis B. Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke

19 untuk membasmi penyakit cacar di Pulau Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia

ditemukan pada tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara

bebas cacar.

Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan imunisasi BCG, DPT

dan TT secara berturut-turut untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC

anak, difteri, pertusis dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai

28

Page 29: Penelitian Kevin Fix HP

diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah kecamatan dan dikenal

sebagai kecamatan Pengembangan Program Imunisasi (PPI). (Depkes RI, 2000)

Pada tahun 1984, cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%.

Dengan strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi 73% pada akhir

tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk memperkuat infrastruktur dan kemampuan

manajemen program. Dengan bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF,

USAID) program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan peralatan rantai

dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun

1989, sebanyak 96% dari semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi

dasar secara teratur. (Abednego, 1997)

Dengan status program demikian, pemerintah bertekad untuk mencapai Universal

Child Immunization (UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada

akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi social dan pengembangan

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat nasional dapat dicapai pada akhir

tahun 1990. Akhirnya lebih dari 80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap

sebelum ulang tahunnya yang pertama. (Depkes RI, 2000)

3. Macam-macam Imunisasi

Macam imunisasi ada dua, yaitu:

a) Imunisasi aktif

Bila tubuh anak membuat sendiri zat penolak terhadap suatu penyakit. Prosesnya lambat

tetapi tahan lama. Imunisasi aktif ini dapat dibagi dengan 2 cara, yaitu:

Imunisasi aktif alamiah

Artinya tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami atau sembuh dari

penyakit.

Imunisasi aktif buatan

Artinya tubuh anak akan membuat kekebalan tertentu setelah mendapat vaksin.

Misalnya, anak diberi vaksin DPT, BCG.

b) Imunisasi pasif

29

Page 30: Penelitian Kevin Fix HP

Bila tubuh anak tidak ada usaha untuk membentuk kekebalan sendiri, tetapi didapat

dari luar setelah memperoleh zat penolak (zat toxin). Prosesnya cepat tetapi hilangnya juga

cepat. Imunisasi pasif ini dapat pula terjadi dengan 2 cara, yaitu:

Imunisasi pasif alamiah / bawaan

adalah kekebalan dibawa anak sejak lahir yang diperoleh dari ibunya semasa masih

dalam kandungan. Kekebalan ini tidak berlangsung lama hanya kurang lebih lima bulan

setelah anak lahir. Misal: Difteri, Morbili, Tetanus

Imunisasi pasif buatan

Yaitu kekebalan yang diperoleh anak setelah anak mendapatkan suntikan zat

penolak. Setelah anak tersebut mendapatkan zat penolak, tubuhnya akan

mendapatkan rangsangan untuk membuat zat penolak terhadap suatu penyakit tertentu sesuai

dengan zat penolak yang diberikan. Misal: DPT, BCG.

4. Tujuan Imunisasi

Tujuan dari pemberian imunisasi adalah:

Memberikan kekebalan pada bayi dengan maksud menurunkan angka kematian dan

kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari PD3I (Penyakit yang Dapat

Dicegah Dengan Imunisasi).

Bila anak terserang sakit tidak akan terlalu parah bila dibandingkan dengan anak

yang belum mendapat imunisasi.

Mencegah terjadinya gejala sisa

5. Jenis – jenis imunisasi

1. BCG (Bacille Calmette-Guerin)

Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya

percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ

tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal,

hati, atau selaput otak. Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang terbuat dari

Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapat basil yang

30

Page 31: Penelitian Kevin Fix HP

tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG menimbulkan sensitivitas

terhadap tuberkulin. Masih banyak perbedaan pendapat mengenai timbulnya imunitas.

BCG diberikan pada umur 2 bulan. BCG sebaiknya diberikan pada anak dengan

uji mantoux (tuberkulin) negatif. Vaksin BCG diberikan dengan dosis pemberian 0,05ml

sebanyak 1 kali untuk bayi < 1 tahun dan 0,1ml untuk anak >1 tahun. Usia lewat 2 bulan

diuji Mantoux dulu. Diberikan dengan cara disuntikan secara intarkutan di daerah lengan

kanan atas (insertio musculus deltoideus). Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan

sebelum 3 jam

Kontraindikasi BCG

Reaksi uji tuberkulin > 5 mm

Sedang menderita infeksi HIV atau dengan resiko tinggi infeksi HIV,

imunokompromais akibat pengobatan radiasi, penyakit keganasan yang mengenai

sumsum tulang atau sistem limfe,

Anak dengan gizi buruk,

Sedang demam tinggi,

Menderita infeksi kulit luas,

Pernah sakit tuberkulosis

Kehamilan.

Kejadian ikutan pasca imunisasi

31

Page 32: Penelitian Kevin Fix HP

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2

minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang berubah

menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus lokal yang superfisal 3 minggu setelah

penyuntikan. Ulkus yang biasanya tertutup kusta akan sembuh dalam 2-3 bulan dan

meinggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm. Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus

yang timbul lebih besar, namun apabila penyuntikan terlalu dalam maka parut yang terjadi

tertarik ke dalam (retracted). Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan

meninggalkan tanda parut.\

Komplikasi

Limfadenitis supuratif di aksila atau di leher kadang-kadang dijumpai. Hal ini

tergantung pada umur anak, dosis dan galur (strain) yang dipakai. Limfadenitis akan

sembuh sendiri, jadi tidak perlu diobati. Apabila limfadenitis melekat pada kulit atau timbul

fistula maka dapat dibersihkan (dilakukan drainage) dan diberikan obat anti tuberkulosis

oral. Pemberian obat anti tuberkulosis sistemik tidak efektif.

2. HEPATITIS B

Target di tahun 2007 adalah Indonesia bebas dari Hepatitis B. Sebesar 50% dari Ibu

hamil pengidap Hepattis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data

epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % )

akan menjurus kepada kronis dan dari kasusu yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma.

Dan kemungkinan akan kronisitas kan lebih banyak terjadi pada anak-anak Balita oleh

karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.Program

vaksinasi Hepatitis B (hepB) segera setelah lahir perlu lebih digalakkan mengingat vaksinasi

ini merupakan upaya yang sangat efektif untuk memutuskan rantai transmisi maternal dari

ibu kepada bayinya.

Vaksinasi hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan

bersifat non-infectious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula

polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin disuntikan dengan dosis 0,5

32

Page 33: Penelitian Kevin Fix HP

ml atau 1(buah) HB PID, pemberian suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada

anterolateral paha

1. Stadium hepatitis

Akut simtomatik (sub klinik)

tanda klinis tanpa keluhan kadang-kadang lemah, lesu, seperti flu.

Akut simtomatik yang khas

terdiri dari tiga tahap (stadium), yaitu:

Stadium prodromal (3-4 hari sampai 2-3 minggu)

Keluhan seperti mual, muntah, nafsu makan menurun, lesu, sakit kepala, demam disertai

pilek, batuk dan sakit tenggorokan.

Stadium ikterik (1-4 minggu)

tubuh menjadi kuning dan timbul gatal-gatal.

Stadium konvalesen (penyembuhan)

Stadium warna kuning berangsur-angsur hilang, kencing dan tinja menjadi normal, nafsu

makan meningkat.

2. Jadwal imunisasi Hepatitis B

a. Imunisasi hepatitis B diberikan sedini mungkin setelah lahir. Bayi lahir dari ibu dengan

status HbsAG yang tidak diketahui, hepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah

lahir, dan dilanjutkan sesuai jadwal. Apabila semula status HbsAG ibu tidak diketahui

dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAG positif maka

masih dapat diberikan HBlg (hepatitis B imunoglobulin) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7

hari. Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAG-B ibu positif, dalam waktu 24-48 jam

setelah lahir bersamaan dengan vaksin HepB-1 diberikan juga HBlg 0,5 ml.

b. Hepatitis B-2 diberikan dengan interval 1 bulan dari hepB-1 (saat bayi berumur 1

bulan).

c. Hepatitis B-3 diberikan dengan interval 5 bulan dari Hep B-2 yaitu pada saat umur bayi

6 bulan.

33

Page 34: Penelitian Kevin Fix HP

3. Kejadian ikutan pasca imunisasi

Reaksi lokal: rasa sakit, kemerahan, pembengkakan disekitar tempat penyuntikan.

Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

4. Kontraindikasi :

Hiposensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain,

vaksin ini tidak diberiakan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.

3. POLIO

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh

pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin

yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang

dilemahkan). Cara pemberiannya melalui mulut. Di beberapa negara dikenal pula

Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio.

Terdapat 2 macam vaksin polio :

Vaksin virus polio oral (oral polio vaccine = OPV)

Berisi virus polio tipe 1, 2, dan 3 yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan

(attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan

sukrosa, dosis 2 tetes oral.

Vaksin polio inactivated (inactived poliomyelitis vaccine = IPV)

Vaksin polio inactivated berisi tipe 1, 2, 3 dibiakkan pada sel-sel vero ginjal kera dan

dibuat tidak aktif dengan formaldehid. Imunitas yang ditimbulkan oleh IPV lebih rendah

dibandingkan dengan yang ditimbulkan oleh OPV

Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, dan IV) dengan interval tidak

kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio

IV, lalu saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia

umumnya dipakai vaksin Sabin dengan jadwal bersama-sama DPT. Penting diperhatikan

setelah pemberian vaksin polio dalam 2 jam jangan diberi ASI lebih dulu karena zat anti

virus yang terdapat pada ASI akan menghancurkan vaksin polio.

34

Page 35: Penelitian Kevin Fix HP

Kontraindikasi :

demam > 38.50C

Muntah atau diare berat

Dalam pengobatan kortikosteroid atau imunosupresif yang diberikan oral maupun suntikan,

Keganasan (untuk pasien dan kontak) yang berhubungan dengan sistem retikuloendotelial

(limfoma, leukemia, dan penyakit Hodgkin) dan yang mekanisme imunologisnya terganggu,

misalnya pada hipogamaglobulinemia.

jangan diberikan kepada ibu hamil pada 4 bulan pertama kehamilan, kecuali terdapat alasan

mendesak misalnya berpergian ke daerah endemis poliomielitis

Kejadian ikutan pasca imunisasi

o sebagian kecil dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot.

o Kasus poliomielitis yang berkaitan dengan vaksin telah dilaporkan terjadi pada resipien

(VAPP = vaccine associated polio paralytic) maupun yang kontak dengan virus yang

menjadi neurovirulen. (VDPV = vaccine derived polio virus)

4. DTwP dan DtaP

35

Page 36: Penelitian Kevin Fix HP

Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama saluran napas bagian

atas dengan gejala Demam tinggi, pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput

puith kotor yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas. Racun difteri

dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal jantung. Penularan umumnya melalui

udara ( betuk / bersin ) selain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.

Penyakit Pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan “ Batuk Seratus Hari “ adalah

penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Gejalanya khas

yaitu Batuk yang terus menerus sukar berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan dan

muntah kadang-kadang bercampur darah. Batuk diakhiri dengan tarikan napas panjang dan

dalamberbunyi melengking.Penularan umumnya terjadi melalui udara ( batuk / bersin ).

Saat ini telah beredar vaksin DtaP (DTP dengan komponen acelluler pertusis)

disamping vaksin DTwP (DTP dengan komponen whole cell pertusis) yang telah kita kenal

selama ini. Kedua DTP tersebut dapat dipergunakan secara bersamaan dalam jadwal

imunisasi.

Jadwal imunisasi

Imunisasi DTwP dan DtaP dasar diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTwP atau DtaP

tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan inteval 45-6 minggu, DTwP atau

DtaP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTwP atau DtaP-2 pada umur 3 bulan dan DTwP atau

DtaP-3 pada umur 4 bulan. Ulangan selanjutnya (DTwP atau DtaP-4) diberikan satu tahun

setelah DTwP atau DtaP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DTwP atau DtaP-5 pada saat

masuk sekolah umur 5 tahun.

36

Page 37: Penelitian Kevin Fix HP

Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi

Kejadian ikutan pasaca imunisasi toksoid difteria secara khusus sulit dibuktikan karena

selama ini pemberiannya selalu digabung bersama toksoid tetanus dan atau tanpa vaksin

pertusis.

5. CAMPAK

Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak, yaitu Vaksin yang berasal

dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe Edmostoon B) dan Vaksin yang berasal

dari virus campak yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang

dicampur dengan garam aluminium). Setiap dosis (0,5ml) mengandung tidak kurang dari

1000 infective unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan

30 mcg residu erythromycin.

Hasil pada penelitian litbangkes Depkes 2000, didapatkan bahwa titer antibodi

campak pada anak usia sekolah 10-12 tahun hanya tinggal 50% diantaranya yang masih

mempunyai antibodi campak diatas ambang pencegahan. Sedangkan 28,3% diantara

kelompok usia 5-7 tahun pernah menderita campak walaupun sudah diimunisasi saat bayi.

Bardasarkan hal tersebut dianjurkan pemberian imunisasi campak ulangan pada saat masuk

sekolah dasar (5-6 tahun), guna mempertinggi serokonversi. Namun apabila telah mendapat

vaksinasi MMR pada usia 15-18 bulan, ulangan campak umur 5 tahun tidak diperlukan.

37

Page 38: Penelitian Kevin Fix HP

Gejala campak dibagi 3 tahap, yaitu:

Kataral atau Prodormal

berlangsung 4-5 hari, ditandai dengan panas, lesu, batuk-batuk, mata merah.

Erupsi

batuk menjadi bertambah, timbul bintik-bintik merah dikulit, rasa gatal, muka bengkak.

Konvalensi atau Penyembuhan

Mula-mula bintik-bintik hitam akan menghilangkan bercak coklat tua sampai hitam.

Kontraindikasi :

Demam tinggi

Dalam pengobatan imunosupresi

Orang hamil

Memiliki riwayat alergi

Dalam pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah.

Kejadian ikutan pasca imunisasi

1. Gejala KIPI berupa demam yang lebih dari 39,5oC yang terjadi pada 5-15% kasus,

demam mulai dijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2

hari.

2. Berbeda dengan infeksi alami demam tidak tinggi, walaupun demikian peningkatan

suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam.

3. Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi

dan berlangsung selama 2-4 hari.

Epidimiologi dan karakteristik yang menentukan imunisasi

Faktor yang berperan yaitu:

a. Usia

Perbandingan bayi mana yangdiimunisasi dasar lengkap dan yang diimunisasi dasar

tidak lengkap

b. Jenis kelamin

38

Page 39: Penelitian Kevin Fix HP

perbandingan jumlah bayi laki-laki dan wanita yang diimunisasi dasar lengkap

c. Keadaan sosial ekonomi

umumnya bayi yang tidak diimunisasi dasar lengkap di negara yang tingkat sosial

ekonominya rendah

d. Lingkungan fisik, biologi, sosial yang kurang sehat

e. Status gizi

adalah status gizi buruk yang dapat mempengaruhi keadaan bayi tidak sehat apabila

tidak diimunisasi dasar lengkap.

Jadwal pemberian imunisasi dasar menurut depkes

Kelengkapan imunisasi

Kelengkapan imunisasi meliputi:

a. Imunisasi BCG

Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit tubercolusa, dengan

kuman mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis. Diberikan sebanyak 1 kali

bagi balita yang berumur 0-11 bulan.

b. Imunisasi DPT

Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan secara stimulan terhadap penyakit

Difteria, Pertussis dan Tetanus. Diberikan sebanyak 3 kali bagi balita yang berumur 0-11

bulan.

c. Imunisasi Polio

39

Umur Vaksinasi

2 bulan BCG, DPT 1, Polio 1

3 bulan Hepatitis B1, DPT 2, Polio 2

4 bulan Hepatitis B2, DPT 3, Polio 3

9 bulan Hepatitis B3, Campak, Polio 4

Page 40: Penelitian Kevin Fix HP

Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit polio. Diberikan

sebanyak 4 kali bagi balita yang berumur 2-11 bulan.

d. Imunisasi Campak

Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit campak, yaitu dengan

istilah penyakit gabagan (Jawa) atau morbili. Diberikan sebanyak 1 kali bagi balita yang

berumur 9-11 bulan.

e. Imunisasi Hepatitis B

Yaitu berguna untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit Hepatitis B.

Diberikan sebanyak 3 kali bagi balita yang berumur 0-11 bulan.

BAB III40

Page 41: Penelitian Kevin Fix HP

KERANGKA TEORITIS DAN KONSEP

3.1. Kerangka Teoritis

3.2 Kerangka Konsep

41

Sikap

Pemberian ASI saat imunisasi

Imunisasi saat anak sakit

Imunisasi saat anak kejang

Imunisasi pada bayi prematur

Ketaatan imunisasi

Pengetahuan

Defenisi imuniasi

Manfaat imunisasi

Cara pemberian imunisasi

Nama-nama vaksin

Syarat imunisasi

Jarak pemberian imunisasi

Penyakit yang ingin dicegah

Efek samping imunisasi

Pengetahuan ASI eksklusif

Pola Hidup Alkohol Rokok Olah raga

Praktek

Kelengkapan mendapatkan imunisasi Keteraturan pengisian KMS

Pola hidup

Jenis makanan

Pola makanan

Obat

Rokok

Olah raga

Alkohol

Tujuan pemberian ASI eksklusif

Cara pemberian ASI eksklusif

PASI

Karakteristik Umum

Umur

Pendidikan terakhir

Pekerjaan

Agama

Suku

Penghasilan keluarga

Jumlah anak

Kelengkapan

Imunisasi

Lengkap atau Tidak Lengkap

Page 42: Penelitian Kevin Fix HP

BAB IV

42

Sikap

Ketaatan melakukan imunisasi sesuai jadwal

Praktek

Kelengkapan mendapat imunisasi

Karakteristik Umum

Umur Pekerjaan ibu Pendidikan terakhir Penghasilan keluarga

Pengetahuan

Manfaat imunisasi Jadwal imunisasi Syarat imunisasi Defenisi imunisasi

Kelengkapan

Imunisasi

Lengkap atau Tidak Lengkap

Page 43: Penelitian Kevin Fix HP

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian merupakan cross sectional yang bertujuan menghubungkan antara variabel-

variabel penelitian melalui pengujian hipotesis yaitu untuk mengetahui hubungan pola hidup

ibu terhadap tumbuh kembang balita di Kecamatan Cipayung Tahun 2012.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus 2012 sampai September 2012.

4.3 Populasi dan Sample Penelitian

Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak balita berusia 1-5 tahun

di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur tahun 2012 berjumlah 100 orang.

Sample Penelitian

Pengambilan sample dilakukan secara Accidental Sampling

4.4 Metode Pengumpulan Data

43

Page 44: Penelitian Kevin Fix HP

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (langsung) melalui wawancara

berpedoman dari kuesioner yang telah disusun dan melakukan observasi kepada balita agar

dapat mencakup variable independen, yaitu : pola hidup dan karakteristik ibu, serta variable

dependen yaitu : kelengkapan imunisasi balita.

4.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel penelitian terdiri dari variable bebas (independent variabel) dan variable terikat

(dependent variabel)

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel :

Variabel Dependen : Kelengkapan Imunisasi Dasar

Variabel Independen : Karakteristik

Pola Hidup

Variabel dan Definisi oprasional44

Ibu dengan Balita

Page 45: Penelitian Kevin Fix HP

No VariabelDefinisi

Operasional

Cara

PengukuranKategori

1. Pola Hidup Kebiasaan yang

dilakukan objek

Wawancara

dengan

kuisioner

Alkohol Kegiatan

meminum alkohol

yang dilakukan

berulangkali dan

teratur

Wawancara

dengan

kuisioner

Tidak Mengkonsumsi

Jarang ( 1-2x seminggu)

Sering ( 3-4x seminggu)

Sangat sering (setiap

hari)

Rokok Kegiatan

menghisap rokok

yang dilakukan

berulangkali dan

teratur

Wawancara

dengan

kuisioner

Tidak merokok

Jarang ( 1-4 batang

sehari)

Sering ( 5-12 batang

sehari)

Sangat sering (>12

batang sehari)

Olahraga Wawancara

dengan

kuisioner

Tidak pernah

Ringan ( jalan santai)

Sedang ( senam,

jogging)

Berat (Lari, berenang)

2. Karakteristik Ciri – ciri, sifat

khusus yang ada

pada suatu objek

Wawancara

dengan

kuisioner

45

Page 46: Penelitian Kevin Fix HP

Umur Lama hidup

dalam satuan

tahun saat

melahirkan anak

terakhir

Wawancara

dengan

kuisioner

Muda (< 20 tahun)

Dewasa Muda (21-25

tahun)

Dewasa (26-35 tahun)

Dewasa tua ( >35 tahun)

Pekerjaan Sesuatu yang

dikerjakan

sebagai profesi

untuk

mendapatkan

penghasilan

Wawancara

dengan

kuisioner

Ibu Rumah Tangga

Wiraswasta

Swasta

Pegawai Negeri

Sipil

Pendidikan

Terakhir

Jenjang

pendidikan formal

terakhir yang

telah diselesaikan

seseorang pada

sebuah institusi

pendidikan yang

diakui.

Wawancara

dengan

kuisioner

Tidak Sekolah

Kurang ( SD-SMP)

Cukup ( SMA )

Baik ( S1 )

Penghasilan Kemampuan

ekonomis yang

diterima

seseorang dalam

satu bulan

Wawancara

dengan

kuisioner

Sangat Kurang (<

300.000)

Kurang ( 300.000-

500.000)

Cukup( 500.000-

1.000.000)

Lebih dari cukup ( >

1.000.000 )

46

Page 47: Penelitian Kevin Fix HP

3.Pengetahuan Kemampuan yang

dimiliki ibu untuk

menjawab

sejumlah

pertanyaan tentan

imunisasi dasar

meliputi

pengertian

imunisasi,

manfaat

imunisasi, jadwal

imunisasi, dan

syarat imunisasi

Wawancara

dengan

kuisioner

Tidak baik jika < 40%

jawaban benar

Kurang baik jika 40 –

55% jawaban benar

Cukup baik jika

jawaban 56 – 75%

jawaban benar

Baik jika jawaban 76%-

100% jawaban benar

4 Sikap Cara seseorang

dalam

menanggapi /

melakukan

sesuatu

Wawancara

dengan

kuisioner

Baik

Cukup

Kurang

Ketaatan

Kunjungan

Imunisasi

Kepatuhan

kunjungan ulang

imunisasi sesuai

dengan jadwal

imunisasi

(rekomendasi

depkes) dan telah

mendapatkan

imunisasi dasar

lengkap

Wawancara

dengan

kuisoiner

-Ketaatan tinggi jika 76

– 100% sesuai jadwal

-Ketaatan sedang jika

56 – 75% sesuai jadwal

-Ketaatan rendah jika <

56% sesuai jadwal

5 Praktek Melaksanakan

secara sesuatu

secara nyata

Wawancara

dengan

47

Page 48: Penelitian Kevin Fix HP

seperti dalam

teori

kuisoiner

Tempat Imunisasi Tempat ibu

melakukan

kegiatan

imunisasi

Wawancara

dengan

kuisoiner

Baik

Kurang

Buruk

Kelengkapan

Imunisasi

Terpenuhinya

Imunisasi dasar

yang dianjurkan

oleh Kementrian

Kesehatan

Republik

Indonesia

Wawancara

dengan

kuisoiner

Baik jika anak

mendapat Imunisasi

lengkap (HiB, BCG,

Combo 1, Combo 2,

Combo 3, Campak) <

10 bulan

Cukup Baik jika anak

belum imunisasi

lengkap

BAB V

48

Page 49: Penelitian Kevin Fix HP

TABEL UNIVARIAT DAN BIVARIAT

5.1 TABEL UNIVARIAT

POLA HIDUP

Tabel 1. Distribusi tentang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol di Puskesmas Kecamatan

Cipayung Tahun 2012

Ibu yang mengkonsumsi

minuman beralkohol

Jumlah Persntase (%)

Tidak mengkonsumsi

minuman berakolhol

187 95,41

Jarang (1-2 kali seminggu) 3 1,53

Sering (3-4 kali seminggu) 1 0,51

Sangat sering (setiap hari) 5 2,55

TOTAL 196 100

Berdasarkan dari Tabel 1. didapatkan sebagian besar responden (95,41%) tidak

mengkonsumsi minuman beralkohol. Sedangkan hanya satu responden (0,51%) sering

mengkonsumsi minuman beralkohol.

Tabel 2. Distribusi jumlah batang rokok yang dikonsumsi ibu dalam satu hari di Puskesmas

Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Batang rokok yang dikonsumsi Jumlah Persentase (%)

49

Page 50: Penelitian Kevin Fix HP

ibu dalam satu hari

Tidak mengkonsumsi 166 84,69

Jarang (1-4 bbatang) 28 14,29

Sering (5-12 batang) 2 1,02

TOTAL 196 100

Berdasarkan Tabel 2. didapatkan sebagian besar responden (84,69%) tidak mengkonsumsi

rokok. Sedangkan dua responden (1,02%) sering mengkonsumsi rokok.

Tabel 3. Distribusi Olahraga yang sering ibu lakukan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Olahraga Jumlah Persentase (%)

Tidak pernah 158 80,61 %

Ringan 26 13,27%

Sedang 2 1,02%

Berat 10 5,10 %

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 3. didapatkan 158 responden (80,61%) tidak pernah berolahraga dan

sebanyak 2 responden (1,02%) berolahraga sedang.

KARAKTERISTIK

KARAKTERISTIK UMUM

50

Page 51: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 4. Distribusi usia ibu saat melahirkan anak terakhir di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun

2012

Tingkat Usia Jumlah Persentase (%)

Muda 16 8,16 %

Dewasa muda 64 32,65%

Dewasa 78 39,79%

Dewasa tua 38 19,39%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 4. Didapatkan 78 Responden (39,79%) Hamil Anak Terakhir Pada Saat

Usia Dewasa Dan Sebanyak 16 Responden (8,16%) Hamil Anak Terakhir Pada Saat Usia

Muda.

Tabel 5. Distribusi pekerjaan ibu di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

Ibu rumah tangga 173 88,27 %

Wiraswasta 9 4,60%

Pegawai swasta 5 2,55%

Pegwai negri sipil 9 4,60%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 5. didapatkan 173 responden (88,27%) bekerja sebagai Ibu rumah

tangga dan sebanyak 5 responden (2,55%) bekerja sebagai pegawai swasta.

Tabel 6. Distribusi tingkat pendidikan ibu di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun

2012

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Tidak sekolah 1 0,50 %

51

Page 52: Penelitian Kevin Fix HP

SD/SMP dan setaranya 79 40,31%

SMA/SMA/SMEA/SMIP

dan setaranya107 54,59%

Perguruan tinggi 9 4,60%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 6. didapatkan 107 responden (54,59%) berpendidikan

SMA/SMA/SMEA/SMIP dan setaranya dan sebanyak 1 responden (0,50%) tidak

menempuh jenjang pendidikan sama sekali.

Tabel 7. Distribusi Penghasilan keluarga dalam satu bulan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun

2012

Penghasilan Keluarga Jumlah Persentase (%)

< Rp 300.000,- 34 17,35 %

Rp 300.000 – Rp 500.000 56 28,57%

Rp 500.000 – Rp 1.000.000 92 44,94%

> Rp 1.000.000,- 18 9,18%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 7. didapatkan 92 responden (44,94%) berpenghasilan Rp 500.000 – Rp

1.000.000 dan sebanyak 18 responden (9,18%) berpenghasilan > Rp 1.000.000,-

PENGETAHUAN

Tabel 8. Distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung

Tahun 2012

52

Page 53: Penelitian Kevin Fix HP

Pengertian Imunisasi Jumlah Persentase (%)

Pemberian kekebalan tubuh terhadap

suatu penyakit dengan memasukan

sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh

tahan terhadap penyakit yang sedang

mewabah atau berbahaya bagi

seseorang

153 78,06%

Pemberian vitamin agar anak tumbuh

sehat

43 21,94%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 8. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar

sebanyak 153 orang (78,06%) dan sebanyak 43 orang (21,94%) menjawab pertanyaan yang

salah

Tabel 9 distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang manfaat dari imunisasi di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Manfaat Imunisasi Jumlah Persentase (%)

Untuk pembentukan

kekebalan tubuh terhadap

penyakit

144 73,47%

Agar anak tidak manja 46 23,47%

Kebiasaan yang diajarkan

oleh orang tua anda

6 3,06%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 9. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar

sebanyak 144 orang (73,47%) dan sebanyak 52 orang (26,53%) menjawab pertanyaan yang

salah.

Tabel 10. distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang jadwal pemberian imunisasi

campak di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

53

Page 54: Penelitian Kevin Fix HP

Usia pemberian imunisasi

campak

Jumlah Persentase (%)

3 – 5 bulan 2 1,02%

6 – 8 bulan 12 6,12%

9 – 10 bulan 182 92,86%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 10. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar

sebanyak 182 orang (92,86%) dan sebanyak 14 orang (7,14%%) menjawab pertanyaan yang

salah

Tabel 11. Distribusi mengenai pengetahuan ibu tentang kondisi anak yang tidak

diijinkan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Kondisi yang tidak

diijinkan untuk imunisasi

Jumlah Persentase (%)

Demam 4 2,04%

Batuk 17 8,67%

Diare 54 27,55%

Semua jawaban diatas benar 121 61,74%

TOTAL 196 100%

Berdasarkan Tabel 11. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang benar

sebanyak 121 orang (61,74%) dan sebanyak orang 75 (38,26%) menjawab pertanyaan yang

salah

SIKAP

54

Page 55: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 12. Distribusi Sikap Ibu dalam membawa balita untuk imunisasi Di Puskesmas

Kecamatan Cipayung tahun 2012

Sikap ibu dalam membawa balita untuk

imunisasi

Jumlah Persentase %

Dari lahir, disusul imunisasi lain setiap 1 bulan 177 90,30 %

Setiap 3 bulan sekali 13 6,63 %

Setiap 6 bulan sekali 4 2,04 %

Tidak membawa anak untuk imunisasi 2 1,03 %

TOTAL 196 100 %

Berdasarkan Tabel 12. didapatkan sebagian besar sejumlah 177 responden (90,30%)

membawa anak balitanya untuk imunisasi dari lahir disusul imunisasi lain setiap bulan,

sedangkan 2 responden (1,03 %) tidak membawa anak balitanya untuk imunisasi.

Tabel 13. Distribusi Imunisasi Yang Diberikan Pada Balita Usia <10 Bulan Di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Imunisasi Yang Diberikan Pada

Balita Usia <10 Bulan

Jumlah Persentase%

HiB, BCG, Combo I/II/III, Campak 162 82,65 %

HiB, BCG, Combo I/II/III 14 7,14 %

HiB, BCG, Combo I 20 10,21 %

TOTAL 196 100 %

Berdasarkan Tabel 13. didapatkan sebagian besar balita sejumlah 162 (82,65 %) telah

mendapatkan imunisasi HiB, BCG, Combo I/II/III, Campak saat berusia <10 bulan,

sedangkan 14 responden (7,14 %) hanya mendapatkan imunisasi HiB, BCG, Combo I/II/III

saat usia <10 bulan.

5.2 Tabel Bivariat

55

Page 56: Penelitian Kevin Fix HP

Pola Hidup

Tabel 1. Distribusi tentang ibu yang mengkonsumsi minuman beralkohol terhadap kelengkapan

imunisasi balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2012

Ibu yang

mengkonsumsi

minuman

beralkohol

Kelengkapan Imunisasi Jumlah

Lengkap Tidak Lengkap

N % N % N %

Tidak

mengkonsumsi

minuman

berakolhol

159 81,12 28 14,29 187 95,41

Jarang (1-2 kali

seminggu)

2 1,02 1 0,51 3 1,53

Sering (3-4 kali

seminggu)

0 0 1 0,51 1 0,51

Sangat sering

(setiap hari)

1 0,51 4 2,04 5 2,55

TOTAL 162 82,65 34 17,35 196 100

Berdasarkan Tabel 1. didapatkan 159 responden (81,12%) dengan tidak mengkonsumsi

minuman beralkohol dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 1 responden

(0,51%) yang sering mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki kelengkapan

imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%) yang tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang

jarang dan sering mengkonsumsi alkohol, dan tidak lengkap imunisasinya.

56

Page 57: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 2. Distribusi jumlah batang rokok yang dikonsumsi ibu dalam satu hari terhadap kelengkapan

imunisasi balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2012

Batang rokok

yang

dikonsumsi

ibu dalam

satu hari

Kelengkapan Imunisasi Jumlah

Lengkap Tidak Lengkap

N % N % N %

Tidak

mengkonsumsi

134 68,36 32 16,33 166 84,69

Jarang (1-4

batang)

27 13,78 1 0,51 28 14,29

Sering (5-12

batang)

1 0,51 1 0,51 2 1,02

TOTAL 162 82,65 34 17,35 196 100

Berdasarkan Tabel 2. didapatkan 134 responden (68,36%) dengan tidak mengkonsumsi

rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang

sering mengkonsumsi rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi. Sedangkan 23 responden

(16,33%) yang tidak mengkonsumsi rokok dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan

pula 1 responden (0,51%) yang jarang dan sering mengkonsumsi rokokl, dan tidak lengkap

imunisasinya.

57

Page 58: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 3. Distribusi Olahraga Yang Sering Ibu Lakukan terhadap Kelengkapan

Imunisasi Balita Di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Olahraga Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Tidak pernah 130 66,33% 28 14,29% 158 80,62 %

Ringan 20 10,20 % 6 3,06% 26 13,26%

Sedang 2 1,02 % 0 0% 2 1,02 %

Berat 0 5,10% 0 0 0 5,10 %

TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%

Berdasaarkan Tabel 3. didapatkan 130 responden (66,33%) tidak pernah berolahraga dan

memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden (1,02 %) berolahraga

sedang dan memiliki kelengkapan imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%) tidak

pernah berolahraga dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 6 responden

(3,06%) berolahraga ringan serta tidak lengkap imunisasinya.

58

Page 59: Penelitian Kevin Fix HP

KARAKTERISTIK

KARAKTERISTIK UMUM

Tabel 4. Distribusi usia ibu saat melahirkan anak terakhir Terhadap Kelengkapan

Imunisasi Balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Ibu Saat Melahirkan

Anak Terakhir

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Muda 16 8,16% 0 0% 16 8,16 %

Dewasa muda 60 30,61 % 4 2,04% 64 32,65%

Dewasa 78 39,80 % 0 0% 78 39,80%

Dewasa tua 8 4,08% 30 15,31% 38 19,39%

TOTAL 162 82,65 % 34 17,35% 196 100%

Berdasaarkan Tabel 4. didapatkan 78 responden (39,80 %) hamil anak terakhir pada saat

usia dewasa dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 8 responden (4,08%)

hamil anak terakhir pada saat usia muda dan memiliki kelengkapan imunisasi. sedangkan 30

responden (15,31%) hamil anak terakhir pada saat usia dewasa tua dan tidak lengkap

imunisasinya, dan didapatkan pula 4 responden (2,04%) hamil anak terakhir pada saat usia

dewasa muda serta tidak lengkap imunisasinya.

59

Page 60: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 5. Distribusi pekerjaan ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Balita di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Jenis Pekerjaan

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Ibu rumah tangga 160 81,63% 13 6,63% 17

3

88,26

%

Wiraswasta 0 0 % 9 4,59% 9 4,59 %

Pegawai swasta 2 1,02 % 3 1,53% 5 2,55%

Pegawai negeri sipil 0 0% 9 % 9 4,59 %

TOTAL 162 82,65% 34 17,34% 196 100%

Berdasarkan Tabel 5. didapatkan 160 responden (81,63%) bekerja sebagai Ibu rumah tangga

dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden (1,02%) bekerja

sebagai wiraswasta dan pegawai negeri sipil serta memiliki kelengkapan imunisasi.

Sedangkan 13 responden (6,63%) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak lengkap

imunisasinya, dan didapatkan pula 3 responden (1,53%) bekerja sebagai pegawai swasta dan

tidak lengkap imunisasinya.

60

Page 61: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 6. Distribusi tingkat pendidikan ibu Terhadap Kelengkapan Imunisasi Balita di

Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Tingkat Pendidikan

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Tidak sekolah 0 0% 1 0,51% 1 0,51 %

SD/SMP dan setaranya 70 35,71 % 9 4,59% 79 40,30%

SMA/SMA/SMEA/SMIP

dan setaranya

83 42,35 % 24 12,25% 107 54,60%

Perguruan tinggi 4,59% 9 4,59%

TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%

Berdasarkan Tabel 6. didapatkan 83 responden (42,35 %) tingkat pendidikan

SMA/SMA/SMEA/SMIP dan setaranya dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan

didapatkan pula 9 responden (4,59%) tingkat pendidikan perguruan tinggi dan memiliki

kelengkapan imunisasi. sedangkan 24 responden (12,25%) dengan tingkat pendidikan

SMA/SMA/SMEA/SMIP dan setaranya dan Tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan

pula 1 responden 0,51% yang Tidak menempuh jenjang pendidikan sama sekali serta Tidak

lengkap imunisasinya.

61

Page 62: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 7. Distribusi Tentang Penghasilan Keluarga per Bulan Terhadap Kelengkapan

Imunisasi Balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2012

PENGHASILAN PER

BULAN

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

< Rp 300.000,- 30 15,31% 4 2,04% 34 17,35 %

Rp 300.000 – Rp 500.000 25 12,76 % 27 13,76% 56 26,52%

Rp 500.000 – Rp 1.000.000 90 45,92 % 2 1,02% 92 46,94%

> Rp 1.000.000,- 8,67% % 9,18%

TOTAL 162 82,66% 34 17,33% 196 100%

Berdasaarkan Tabel 7. didapatkan 90 responden (45,92 %) dengan penghasilan Rp 500.000

– Rp 1.000.000 dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 17 responden

(8,67%) dengan penghasilan > Rp 1.000.000,-dan memiliki kelengkapan imunisasi.

Sedangkan 27 responden (13,76%) dengan penghasilan Rp 300.000 – Rp 500.000 dan Tidak

lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) dengan penghasilan > Rp

1.000.000,- dan dan Tidak lengkap imunisasinya.

62

Page 63: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 8. Distribusi Sikap Ibu dalam membawa balita untuk imunisasi di Puskesmas Kecamatan

Cipayung 2012

Sikap ibu

dalam

membawa

balita untuk

imunisasi

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Tinggi 160 81,63 17 8,67 177 90,30

Sedang 1 0,51 12 6,12 13 6,63

Rendah 1 0,51 3 1,53 4 2,04

Buruk 0 0 2 1,03 2 1,03

TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%

Berdasarkan Tabel 8. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang

(81.63%) ibu membawa balitanya untuk imunisasi lengkap dan sebanyak 2 responden

(1,03%) ibu Tidak membawa balitanya untuk imunisasi lengkap.

Tabel 9. Distribusi Imunisasi Yang Diberikan Pada Balita Usia <10 Bulan Terhadap Kelengkapan

Imunisasi Balita di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2012

Imunisasi Yang

Diberikan Pada

Balita Usia <10

Bulan

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Baik 160 81,63 2 1,02 162 82,65

Cukup Baik 2 1,02 12 6,12 14 7,14

Kurang Baik 0 0 0 0 0 0

Buruk 0 0 20 10,21 20 10,21

TOTAL 162 82,65% 34 17,35% 196 100%

Berdasarkan Tabel 9. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang

(81.63%) mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 20 responden

(10,21%) Tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan

63

Page 64: Penelitian Kevin Fix HP

Tabel 10. Distribusi mengenai pengetahuan ibu akan pengertian imunisasi dengan

kelengkapan imunisasi di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2012

Pengetahuan

Ibu Tentang

Imunisasi

Kelengkapan imunisasi TOTAL

Lengkap Tidak lengkap

N % N % N %

Tidak Baik 0 0 1 0,51% 1 0,51%

Kurang Baik 1 0,51% 3 1.53% 4 2,04%

Cukup Baik 15 7,65% 5 2,55% 20 10,20%

Baik 146 74,49% 25 12,76% 171 87,25%

TOTAL 162 82,65 34 17,35 196 100

Berdasarkan Tabel 10. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 146 orang (74,49%)

memiliki pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10

bulan, sedangkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 25 orang (12,76%) memiliki

pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan

didapatkan sebanyak 1 responden (0,51%) pengetahuan ibu tidak baik tentang imunisasi dan

tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan

64

Page 65: Penelitian Kevin Fix HP

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 TABEL UNIVARIAT

Berdasarkan dari Tabel 1. didapatkan sebagian besar responden (95,41%) tidak

mengkonsumsi minuman beralkohol. Sedangkan hanya satu responden (0,51%) sering

mengkonsumsi minuman beralkohol. Apabila ibu pengkonsumsi alkohol maka ibu tidak

dapat menjalankan tugasnya sebagai ibu dengan baik. Hal ini dikarenakan alkohol

mempunyai dampak dari berbagai aspek yaitu fisik, psikologis, orang tua dan keluarga, dan

sosial. Sehingga ibu tidak peduli dengan kesehatan anaknya salah satunya dengan tidak

membawa anaknya imunisasi.

Berdasarkan Tabel 2. didapatkan sebagian besar responden (84,69%) tidak

mengkonsumsi rokok. Sedangkan dua responden (1,02%) sering mengkonsumsi rokok.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan

bahwa jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di seluruh dunia. "Indonesia berada di

peringkat ketiga setelah Cina dan India, di atas Rusia dan Amerika," kata Ketua Umum

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Adang Bactiar mengutip data WHO.

Dalam deklarasi Koalisi Profesi Kesehatan Anti Rokok di Jakarta, Kamis, Adang

menyebutkan bahwa 4,8 persen dari 1,3 milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia. 

Jumlah perokok di Indonesia, menurut dia, juga diperkirakan terus meningkat karena

konsumsi rokok remaja laki-laki yang tahun 1995 hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3

persen tahun 2007. Perokok wanita jumlahnya juga meningkat dari 0,3 persen pada tahun

1995 menjadi 1,6 persen tahun 2007. 

Berdasarkan Tabel 3. didapatkan 158 responden (80,61%) tidak pernah berolahraga

dan sebanyak 2 responden (1,02%) berolahraga sedang. Olahraga ringan selama masa

kehamilan tidak hanya bermanfaat untuk memberikan energi ekstra untuk tubuh. Tapi, juga

akan membuat mood lebih baik dan menjaga otot tetap kencang.  Selain itu, juga

meningkatkan kualitas tidur dan tentunya akan memudahkan persalinan, bahkan sampai

pemulihan paskakehamilan. Hal ini didasarkan pada studi American College of

Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Namun, tentu saja porsi latihan Anda tidak perlu

berat. Cukup yang ringan, aman, efektif, dan tingkat kesulitannya sedikit, Latihan terbaik.

65

Page 66: Penelitian Kevin Fix HP

Berjalan kaki merupakan latihan yang sangat bermanfaat, di samping untuk meredakan stres,

olahraga ini juga baik untuk tulang dan sendi Anda.Latihan renang juga bagus. Justru

olahraga ini dianjurkan para dokter kandungan bagi ibu hamil, bahkan pada kehamilan

bermasalah atau kontra indikasi absolute. Biasanya ibu hamil memiliki masalah dengan

berat badan dan lututnya, sebab dia menopang  berat tubuh janin dan dirinya.Nah, renang

adalah kegiatan non-weight bearing, yakni aktivitas yang gaya gravitasi buminya rendah. Di

dalam kolam tubuh terasa lebih ringan dan ibu hamil tidak merasa ada beban karena

ditopang air sehingga memiliki daya angkat.Latihan mengayuh sepeda juga sangat baik,

asalkan dengan tingkat kesulitan dan kecepatan yang tepat dan nyaman.

Berdasarkan Tabel 4. Didapatkan sepertiga yaitu 78 Responden (39,79%) Hamil

Anak Terakhir Pada Saat Usia Dewasa Dan Sebanyak 16 Responden (8,16%) Hamil Anak

Terakhir Pada Saat Usia Muda. Ini menunjukkan bahwa responden termasuk dalam

kelompok usia produktif dimana menurut data dari departemen kesehatan pada tahun 2009

dikatakan bahwa komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur, adalah penduduk

yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,96%, yang berusia produktif (15-64 tahun)

sebesar 67,92% dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,12% (depkes.go.id.profil

kesehatan Indonesia 2009).

Berdasarkan Tabel 5. didapatkan hampir setengah responden (44,94%) dengan lama

persalinan normal memiliki penghasilan keluarga 1-3 juta per bulan dan sebanyak 7

responden (10%) dengan lama persalinan yang tidak normal memiliki penghasilan keluarga

1-3 juta rupiah per bulan. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan, pola

kebersihan, pola gizi, kunjungan ke dokter untuk antenatal care dan lain-lain. Selain itu

pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan yang

berhubungan dengan gizi. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan

yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula persentase

dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis makanan lainnya

(Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007). Keluarga dengan pendapatan terbatas

kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk

memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya, serta kondisi sosial ekonomi yang

mempengaruhi tingkat daya beli manusia terhadap bahan pangannya. Pekerjaan orang tua

terutama ibu mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak. Ibu yang baik

dapat menjaga dan melakukan tugas-tugas dirumah, memperhatikan perawatan anak baik

66

Page 67: Penelitian Kevin Fix HP

makanan atau kesehatan, membina dan membimbing anak. Peran tersebut akan sangat ideal

jika ibu tinggal di rumah saja. Namun dengan semakin sullitnya keadaan ekonomi keluarga

menghendaki peran ibu harus bergeser sehingga di tuntut serta bisa menyeimbangkan

kehidupan keluarga dan bekerja.

Berdasarkan dari Tabel 6, didapatkan bahwa 40,31% ibu-ibu adalah lulusan SMP,

54,59% lulusan SMA dan 4,60% lulusan perguruan tinggi. Ini menunjukan bahwa hampir

seluruh responden telah menerima pendidikan wajib sembilan tahun, yang diharapkan

mereka mengetahui tentang imunisasi.

Berdasarkan dari Tabel 7. didapatkan 92 responden (44,94%) yang berpenghasilan

Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan sebanyak 18 responden (9,18%) berpenghasilan > Rp

1.000.000,-. Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah

tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk

membawa anaknya untuk imunisasi sesuai jadwal dan kelengkapannya. Biasanya keluarga

dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya, serta kondisi

sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat daya beli manusia terhadap bahan pangannya.

Status ekonomi keluarga adalah kedudukan seseorang atau keluarga secara ekonomis

ditinjau dari pendapatan yang diperoleh setiap anggota keluarga setiap bulan (Departemen

Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007). Status ekonomi terlebih jika yang bersangkutan hidup

dibawah garis kemiskinan (keluarga prasejahtera) berguna untuk pemastian apakah ibu

berkemampuan membeli dan memilih makanan yang bernilai gizi tinggi (Arisman, 2007).

Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi yang sangat tidak merata

akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Namun berkat program pemerintah di

Puskesmas maka terlihat perbedaan yang ada pada program imunisasi sehingga kelengkapan

imunisasi dapat terjangkau di kalangan prasejahtera. Semakin tinggi pendapatan maka

semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Namun tingginya tingkat pendapatan perkapita

tidak menjamin rendahnya tingkat kemiskinan absolut (Lia, 2007).

Berdasarkan Tabel 8. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang

benar sebanyak 153 orang (78,06%) dan sebanyak 43 orang (21,94%) menjawab pertanyaan

yang salah. Menurut data WHO sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap

melakukan imunisasi rutin pada bayi dan balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan

67

Page 68: Penelitian Kevin Fix HP

lingkungan yang baik tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti

bermanfaat untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah penyebaran keanak sekitarnya.

Setiap tahun sekitar 85-95% bayi dinegara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin,

sedangkan sisanya belum terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya

akses terhadap layanan imunisasi, hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial-ekonomi dan

lain-lain. Imunisasi bukan hanya program kesehatan di Indonesia tapi juga program dunia

(WHO). Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak itu, karena rendahnya

kesadaran yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan

masyarakat pada imunisasi. Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang

dimasyarakat. Banyak pula orang dan kalangan praktisi tertentu kawatir terhadap resiko dari

beberapa vaksin. Masalah pengertian, pemahaman, kepatuhan ibu dalam program program

imunisasi bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan

yang memadai tentang hal itu diberikan.

Berdasarkan dari Tabel 9. didapatkan hampir lebih dari setengah responden

(73,47%) mengerti manfaat imunisasi. Ini menunjukkan bahwa kebanyakan responden pada

puskesmas cipayung mengerti dan tahu apa manfaat imunisasi untuk balita , manfaat

imunisasi adalah sebua informasi yang didapat dari berbagai sumber, salah satunya dari

pendidikan yang didapat, dimana menurut Nursalam (2001) bahwa semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak

pula pengetahuan yang dimiliki. Responden yang berpendidikan tinggi akan mudah

menyerap informasi, sehingga ilmu pengetahuan yang dimiliki lebih tinggi namun

sebaliknya orang tua yang berpendidikan rendah akan mengalami hambatan dalam

menyerap informasi sehingga ilmu yang dimiliki juga lebih rendah yang berdampak pada

kehidupannya.( Nursalam. (2003) Konsep Dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta, Salemba Medika).

Berdasarkan Tabel 10. sebanyak 182 orang (92,86%) memiliki pengetahuan baik

tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 14

orang (7,14%%) menjawab pertanyaan yang salah Hal ini menunjukkan bahwa responden di

Kecamatan Cipayung memiliki pengetahuan tentang imunisasi, mengetahui tentang

kelengkapan imunisasi, dan memberikan imunisasi secara lengkap kepada para balita.

68

Page 69: Penelitian Kevin Fix HP

Berdasarkan Tabel 11. didapatkan mayoritas responden menjawab pertanyaan yang

benar sebanyak 121 orang (61,74%) dan sebanyak orang 75 (38,26%) menjawab pertanyaan

yang salah. Mayoritas pengetahuan ibu tentang kondisi anak yang tidak diijinkan imunisasi

cukup baik hal ini dikarenakan minat untuk mengetahui tentang imunisasi atau juga karena

penyuluhan yang mereka terima atau memperoleh informasi tentang imunisasi dari

posyandu.

Berdasarkan Tabel 12. didapatkan sebagian besar sejumlah 177 responden (90,30%)

membawa anak balitanya untuk imunisasi dari lahir disusul imunisasi lain setiap bulan,

sedangkan 2 responden (1,03 %) tidak membawa anak balitanya untuk imunisasi. Menurut

data WHO sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap melakukan imunisasi

rutin pada bayi dan balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan lingkungan yang baik

tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti bermanfaat untuk bayi

yang diimunisasi dan mencegah penyebaran keanak sekitarnya. Setiap tahun sekitar 85-95%

bayi dinegara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin, sedangkan sisanya belum

terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap layanan

imunisasi, hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial-ekonomi dan lain-lain. Imunisasi

bukan hanya program kesehatan di Indonesia tapi juga program dunia (WHO).

6.2 TABEL BIVARIAT

Berdasarkan Tabel 1. didapatkan 159 responden (81,12%) dengan tidak

mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan

pula 1 responden (0,51%) yang sering mengkonsumsi minuman beralkohol dan memiliki

kelengkapan imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%) yang tidak mengkonsumsi

minuman beralkohol dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden

(0,51%) yang jarang dan sering mengkonsumsi alkohol, dan tidak lengkap imunisasinya.

Apabila ibu pengkonsumsi alkohol maka ibu tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai ibu

dengan baik. Hal ini dikarenakan alkohol mempunyai dampak dari berbagai aspek yaitu

fisik, psikologis, orang tua dan keluarga, dan sosial. Sehingga ibu tidak peduli dengan

kesehatan anaknya salah satunya dengan tidak membawa anaknya imunisasi.

69

Page 70: Penelitian Kevin Fix HP

Berdasarkan Tabel 2. didapatkan 134 responden (68,36%) dengan tidak

mengkonsumsi rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 1

responden (0,51%) yang sering mengkonsumsi rokok dan memiliki kelengkapan imunisasi.

Sedangkan 23 responden (16,33%) yang tidak mengkonsumsi rokok dan tidak lengkap

imunisasinya, dan didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang jarang dan sering

mengkonsumsi rokok, dan tidak lengkap imunisasinya. Menurut Organisasi Kesehatan

Dunia (World Health Organization/WHO) menyebutkan bahwa jumlah perokok Indonesia

terbanyak ketiga di seluruh dunia. "Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Cina dan

India, di atas Rusia dan Amerika," kata Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat

Indonesia (IAKMI) Adang Bactiar mengutip data WHO. Dalam deklarasi Koalisi Profesi

Kesehatan Anti Rokok di Jakarta, Kamis, Adang menyebutkan bahwa 4,8 persen dari 1,3

milyar perokok di dunia berasal dari Indonesia.  Jumlah perokok di Indonesia, menurut dia,

juga diperkirakan terus meningkat karena konsumsi rokok remaja laki-laki yang tahun 1995

hanya 13,7 persen naik menjadi 37,3 persen tahun 2007. Perokok wanita jumlahnya juga

meningkat dari 0,3 persen pada tahun 1995 menjadi 1,6 persen tahun 2007. 

Berdasaarkan Tabel 3. didapatkan 130 responden (66,33%) tidak pernah berolahraga

dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden (1,02 %)

berolahraga sedang dan memiliki kelengkapan imunisasi. Sedangkan 28 responden (14,29%)

tidak pernah berolahraga dan tidak lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 6 responden

(3,06%) berolahraga ringan serta tidak lengkap imunisasinya. Olahraga ringan selama masa

kehamilan tidak hanya bermanfaat untuk memberikan energi ekstra untuk tubuh. Tapi, juga

akan membuat mood lebih baik dan menjaga otot tetap kencang.  Selain itu, juga

meningkatkan kualitas tidur dan tentunya akan memudahkan persalinan, bahkan sampai

pemulihan paskakehamilan. Hal ini didasarkan pada studi American College of

Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Namun, tentu saja porsi latihan Anda tidak perlu

berat. Cukup yang ringan, aman, efektif, dan tingkat kesulitannya sedikit, Latihan terbaik.

Berjalan kaki merupakan latihan yang sangat bermanfaat, di samping untuk meredakan stres,

olahraga ini juga baik untuk tulang dan sendi Anda.Latihan renang juga bagus. Justru

olahraga ini dianjurkan para dokter kandungan bagi ibu hamil, bahkan pada kehamilan

bermasalah atau kontra indikasi absolute. Biasanya ibu hamil memiliki masalah dengan

berat badan dan lututnya, sebab dia menopang  berat tubuh janin dan dirinya.Nah, renang

adalah kegiatan non-weight bearing, yakni aktivitas yang gaya gravitasi buminya rendah. Di

70

Page 71: Penelitian Kevin Fix HP

dalam kolam tubuh terasa lebih ringan dan ibu hamil tidak merasa ada beban karena

ditopang air sehingga memiliki daya angkat.Latihan mengayuh sepeda juga sangat baik,

asalkan dengan tingkat kesulitan dan kecepatan yang tepat dan nyaman.

Berdasarkan Tabel 4. Didapatkan 78 responden (39,80 %) hamil anak terakhir pada

saat usia dewasa dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 8 responden

(4,08%) hamil anak terakhir pada saat usia muda dan memiliki kelengkapan imunisasi.

sedangkan 30 responden (15,31%) hamil anak terakhir pada saat usia dewasa tua dan tidak

lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 4 responden (2,04%) hamil anak terakhir pada

saat usia dewasa muda serta tidak lengkap imunisasinya. Ini menunjukkan bahwa responden

termasuk dalam kelompok usia produktif dimana menurut data dari departemen kesehatan

pada tahun 2009 dikatakan bahwa komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur,

adalah penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar 26,96%, yang berusia produktif

(15-64 tahun) sebesar 67,92% dan yang berusia tua (> 65 tahun) sebesar 5,12%

(depkes.go.id.profil kesehatan Indonesia 2009).

Berdasarkan Tabel Bivariat 5. didapatkan 160 responden (81,63%) bekerja sebagai

Ibu rumah tangga dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan didapatkan pula 2 responden

(1,02%) bekerja sebagai wiraswasta dan pegawai negeri sipil serta memiliki kelengkapan

imunisasi. Sedangkan 13 responden (6,63%) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak

lengkap imunisasinya, dan didapatkan pula 3 responden (1,53%) bekerja sebagai pegawai

swasta dan tidak lengkap imunisasinya. Ibu yang bekerja hendaknya benar-benar membagi

waktunya agar tugas rumah tangga dapat diselesaikan dengan baik dan anak-anak juga

mendapat perhatian. . Kegiatan ekonomi ibu kan berdampak negatif terhadap perawatan

anak hanya jika kegiatan itu tidak dapat dijalankan selaran dan bersama-sama dan pengasuh

anak dengan baik. Berpendapat bahwa dalam anak yang sehat tidak terletak dalam kuantitas

waktu yang diberikan oleh tubuh tetapi pada kualitas pengasuhan yang mereka terima,

termasuk dalam imunisasi anak.

Berdasarkan Tabel 6. didapatkan bahwa dari hampir keseluruhan responden yang

telah lulus SMP (99,49%) tidak dapat dijamin kelengkapan imunisasi bagi balita mereka.

Didapatkan 17,20% responden yang telah lulus SMP atau wajib belajar sembilan tahun tidak

lengkap imunisasi balitanya. Ini menunjukan bahwa status pendidikan ibu tidak begitu

berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi.

71

Page 72: Penelitian Kevin Fix HP

Berdasarkan Tabel 7. didapatkan hampir setengah 45,92 % responden dengan

penghasilan Rp 500.000 – Rp 1.000.000 dan memiliki kelengkapan imunisasi, dan

didapatkan pula 8,67% responden dengan penghasilan > Rp 1.000.000,-dan memiliki

kelengkapan imunisasi. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan, pola

kebersihan, pola gizi, kunjungan ke dokter dan lain-lain. Selain itu pendapatan merupakan

faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan yang berhubungan dengan

gizi yang juga akan mempengaruhi imunitas seseorang. Semakin banyak mempunyai uang

berarti semakin baik makanan yang diperoleh, dengan kata lain semakin tinggi penghasilan,

semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan

beberapa jenis makanan lainnya (Departemen Gizi dan Kesmas FKMUI, 2007). Keluarga

dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya, serta kondisi

sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat daya beli manusia terhadap keperluan primer,

sekunder maupun tersiernya. Ternyata masih saja didapatkan 0,51% responden dengan

penghasilan > Rp 1.000.000,- dan 13,76% responden dengan penghasilan Rp 300.000 – Rp

500.000 namun keduanya tidak lengkap imunisasinya.

Berdasarkan Tabel 8. didapatkan sebagian besar lebih dari setengah responden

yaitu sebanyak 160 orang (81.63%) ibu membawa balitanya untuk imunisasi lengkap dan

sebanyak 2 responden (1,03%) ibu tidak membawa balitanya untuk imunisasi lengkap.

Menurut data WHO sekitar 194 negara maju maupun sedang berkembang tetap melakukan

imunisasi rutin pada bayi dan balitanya. Negara maju dengan tingkat gizi dan lingkungan

yang baik tetap melakukan imunisasi rutin pada semua bayinya, karena terbukti bermanfaat

untuk bayi yang diimunisasi dan mencegah penyebaran keanak sekitarnya. Setiap tahun

sekitar 85-95% bayi dinegara-negara tersebut mendapat imunisasi rutin, sedangkan sisanya

belum terjangkau imunisasi karena menderita penyakit tertentu, sulitnya akses terhadap

layanan imunisasi, hambatan jarak, geografis, keamanan, sosial-ekonomi dan lain-lain.

Imunisasi bukan hanya program kesehatan di Indonesia tapi juga program dunia (WHO).

Kendala utama untuk keberhasilan imunisasi bayi dan anak itu, karena rendahnya kesadaran

yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan dan tidak adanya kebutuhan masyarakat

pada imunisasi. Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dimasyarakat.

Banyak pula orang dan kalangan praktisi tertentu kawatir terhadap resiko dari beberapa

vaksin. Masalah pengertian, pemahaman, kepatuhan ibu dalam program program imunisasi

72

Page 73: Penelitian Kevin Fix HP

bayinya tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang

memadai tentang hal itu diberikan.

Berdasarkan Tabel 9. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang

(81.63%) mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 20 responden

(10,21%) tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan. Ini menunjukkan

bahwa responden termasuk dalam kelompok mengerti tentang imunisasi. Pemahaman

tentang pentingnya imunisasi merupakan suatu dorongan pada ibu untuk mengetahui jadwal

imunisasi dan bagaimana cara mendapatkannya. Pengetahuan ibu akan mempengaruhi

perilaku ibu dalam imunisasi terhadap bayinya. Selain pengetahuan imunisasi ibu, perilaku

juga dipengaruhi oleh pengalaman, sosial ekonomi, fasilitas (sarana dan jarak pelayanan),

budaya, paritas (jumlah anak) dan sebagainya. Tetapi diantara faktor-faktor tersebut untuk

terbentuknya perilaku yang langgeng adalah perilaku yang disadari oleh pengetahuan dan

kesadaran (Notoatmodjo, 2003: 128). Pengetahuan ibu tentang imunisasi akan membentuk

sikap positif terhadap kegiatan imunisasi. Imunisasi tanpa didukung dengan kesadaran

masyarakat tidaklah akan berarti, tentunya akan banyak kendala untuk mencapai target

100% (Ary Chandra herawati, 2007). Jadi dapat disimpulkan distribusi imunisasi pada balita

< 10 bulan, pada tabel bivariat menunjukkan gejala yang benar secara teori maupun

dilapangan, karena perilaku ibu yang terbentuk agar tahu dan mau mengerti serta

menjalankan jadwal imunisasi sehingga mencapai imunisasi yang lengkap dipengaruhi oleh

pendidikan, umur, pengalaman, serta pengaruh lingkungan yang mendominasi pengaruh

terhadap perilaku ibu yang ada di kecamatan cipayung.

Berdasarkan Tabel 10. didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 146

orang (74,49%) memiliki pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi

lengkap pada usia <10 bulan dan didapatkan sebanyak 0 responden (0%) pengetahuan ibu

tidak baik tentang imunisasi dan tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan,

sedangkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 25 orang (12,76%) memiliki

pengetahuan baik tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10

bulan dan didapatkan sebanyak 1 responden (0,51%) pengetahuan ibu tidak baik tentang

imunisasi dan tidak mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan. pemberian

imunisasi yang terbaik adalah pemberian yang tepat jadual. bila tidak, perlindungan terhadap

penyakit yang ingin ditangkal, menjadi tidak optimal.boleh ditunda, bila kondisi anak

73

Page 74: Penelitian Kevin Fix HP

sedang sakit. bila anak sudah sehat segera lengkapi imunisasinya. BCG diberikan 1 kali

(pada usia 1 bulan), DPT diberikan 3 kali (pada usia 2,3,dan 4 bulan), Polio diberikan 4 kali

(pada usia 1,2,3, dan 4 bulan), Campak diberikan 1 kali (pada usia 9 bulan), dan Hepatitis B

diberikan 1 kali (pada usia 0-7 hari).

74

Page 75: Penelitian Kevin Fix HP

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

1. Sebanyak 159 responden (81,12%) dengan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan

memiliki kelengkapan imunisasi, dan 2 responden (1,02%) sering mengkonsumsi alkohol

dan tidak lengkap imunisasinya.

2. Sebanyak 159 responden (81,12%) dengan tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan

memiliki kelengkapan imunisasi, didapatkan pula 1 responden (0,51%) yang jarang dan

sering mengkonsumsi alkohol, dan tidak lengkap imunisasinya.

3. Dari 187 responden yang tidak mengkonsumsi alkohol, Sebanyak 159 responden (81,12%)

memiliki kelengkapan imunisasi dan didapatkan juga 28 responden (14,29%) tidak lengkap

imunisasinya

4. Sebanyak 134 responden (68,36%) dengan tidak mengkonsumsi rokok memiliki

kelengkapan imunisasi. Dan hanya 1 responden (0,51%) yang jarang dan sering

mengkonsumsi rokok, tidak lengkap imunisasinya

5. Sebanyak 134 responden (68,36%) dengan tidak mengkonsumsi rokok memiliki

kelengkapan imunisasi. Sedangkan yang mengkonsumsi rokok sebanyak 27 responden

(13,87%) juga memberikan imunisasi lengkap kepada anaknya.

6. Didapatkan responden yang tidak pernah berolahraga dan memiliki kelengkapan imunisasi

sebanyak 130 responden (66,33%) dan didapatkan pula 32 responden (16%) berolahraga

ringan - berat memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya

7. Sebanyak 32 responden (16%) yang berolah raga ringan – berat memberikan imunisasi

terhadap balitanya dan 28 responden (14%) yang tidak berolah raga tidak memberikan

imunisasi terhadap balitanya.

75

Page 76: Penelitian Kevin Fix HP

8. Sebanyak 78 responden (39%) melahirkan anak terakhir pada saat usia dewasa memberikan

imunisasi lengkap terhadap balitanya dan tidak ada responden yang memberikan imunisasi

tidak lengkap terhadap balitanya.

9. Dari 80 responden yang melahirkan anak terakhirnya pada usia dewasa muda ke bawah, ada

76 responden (38 %) memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya dan hanya 4

responden yang tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.

10. Dari 38 responden yang melahirkan anak terakhirnya pada usia dewasa tua hanya 8

responden (4%) yang memberikan imunisasi lengakap terhadap balitanya sedangkan 30

(15%) responden usia tua lainnya tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.

11. Sebanyak 160 responden (81,63%) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memberikan

imunisasi lengkap terhadap balitanya dan hanya 21 responden ( 10,5%) yang aktif bekerja

diluar rumah tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.

12. Sebanyak 160 responden (81,63%) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memberikan

imunisasi lengkap terhadap balitanya dan hanya 2 responden (1%) yeng memberikan

imunisasi lengkap terhadap balitanya.

13. Dari 175 responden yang berkerja sebagai ibu rumah tangga terdapat 160 responden

(81,63%) yang memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya dan 13 (6,5%) responden

lainnya tidak memberikan iminisasi lengkap terhadap balitanya.

14. Hampir keseluruhan responden yang telah lulus SMP (97,5%) tidak dapat dijamin

kelengkapan imunisasi bagi balita mereka. Didapatkan 17 responden (20%) yang telah lulus

SMP atau wajib belajar sembilan tahun tidak lengkap imunisasi balitanya.

15. Dari 195 responden dengan pendidikan sekolah SMP keatas terdapat 70 responden (35%)

lulusan SMP, 83 responden (41,5%) lulusan SMA atau setingkat dan 9 responden (0,45%)

lulusan perguruan tinggi.

16. Lebih dari setengah (53,5% ) respoden yang bepenghasilan dalam keluarga > Rp.500.000,-

memiliki kelengkapan imunisasi. dan hanya 3 responden (0,15%) tidak memberikan

imunisasi lengkap terhadap balitanya

76

Page 77: Penelitian Kevin Fix HP

17. Sebanyak 107 responden dengan penghasilan > Rp 500.000,- memberikan imunisasi

lengkap terhadap balitanya sedangkan 31 responden (15,5%) dengan penghasilan < RP

500.000,-tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap balitanya.

18. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 161 orang (80,5%) yang sering membawa

balitanya ke puskesmas memiliki imunisasi lengkap dan sebanyak 1 responden (0,5%) yang

jarang membawa balitanya ke puskesmas tidak memiliki imunisasi lengkap.

19. Sebanyak 161 responden (80,5%) yang sering membawa balitanya ke puskesmas

memberikan imunisasi lengkap terhadap anaknya sedangkan 29 responden (29%) yang

jarang membawa anaknya ke puskesmas tidak memberikan imunisasi lengkap terhadap

balitanya.

20. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 160 orang (81.63%) mendapatkan imunisasi

lengkap pada usia <10 bulan dan sebanyak 20 responden (10,21%) tidak mendapatkan

imunisasi lengkap pada usia <10 bulan

21. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 146 orang (74,49%) memiliki pengetahuan baik

tentang imunisasi dan mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan dan didapatkan

sebanyak 4 responden (2%) pengetahuan ibu tidak baik tentang imunisasi dan tidak

mendapatkan imunisasi lengkap pada usia <10 bulan

7.2 SARAN

Saran untuk Ibu – ibu di Kecamatan Cipayung :

1. Agar meningkatkan pola hidup sehat ibu guna menjadi motivasi dalam memberikan

imunisasi terhadap balitanya

2. Agar lebih rajin berolah raga terutama olah raga ringan pada saat kehamilan guna

meningkatkan kesehatan ibu dan janin serta menjadi motivasi dalam memberikan imunisasi

terhadap balitanya

3. Agar ingin ikut aktif dalam penyuluhan yang diadakan baik oleh puskesmas atau pun

lingkungan sekitar guna meningkatkan pemahaman tentang imunisasi

77

Page 78: Penelitian Kevin Fix HP

4. Agar ibu lebih memahami tentang arti dan manfaat imunisai harus ditingkatkan agar ibu

dapat memiliki motivasi untuk membawa balitanya imunisasi.

5. Agar mengandung anak pada usia produktif guna dapat turut aktif dalam kegiatan imunisasi

6. Agar bekerja dapat membagi perhatian terhadapa balitanya apapun pekerjaannyasehingga

dapat lebih fokus dalam merawat balitanya serta dapat membawa balitanya imunisasi ke

puskesmas

7. Agar pekerjaan dari seorang ibu seharusnya tidak membatasi kesadaran ibu untuk membawa

balitanya imunisasi.

8. Agar pedapatan dalam keluarga sebaiknya tidak mempengaruhi kesadaran ibu untuk

membawa balitanya imunisasi, sehingga diharapkan agar setiap kepala keluarga berusaha

mencari nafkah sebaik mungkin.

9. Agar meningkatkan pengetahuan ibu tentang kesehatan guna terlaksananya program

imunisasi.

Saran untuk Puskesmas Kecamatan Cipayung

1) Agar puskesmas memotivasi ibu hamil untuk memberikan imunisasi terhadap anaknya

dengan melakukan penyuluhan – penyuluhan baik berkelompok ataupun memberikan

edukasi terhadap ibu yang sedang memeriksakan kehamilan ataupun balitanya yang sedang

sakit

2) Agar puskesmas mau mengontrol dan mengecek status imunisasi setiap balita yang berobat

di puskesmas

3) Agar puskesmas menyediakan tenaga paramedis yang profesional di bidang imunisasi.

78

Page 79: Penelitian Kevin Fix HP

DAFTAR PUSTAKA

1. Sigarlaki,H.J.O. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta :

CV.INFOMEDIKA. 2009.

2. Ranuh, I.G.N et all. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Ed III. Jakarta : Badan Penerbit

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008.

3. Albertina Mathilda, Febriana Sari, Firmanda Wibisono, Permata Yusie. Kelengkapan

Imunisasi Dasar Anak Balita dan Faktor-Faktor yang Berhubungan di Poliklinik

Anak Beberapa Rumah Sakit di Jakarta dan Sekitarnya pada Bulan Maret 2008. Vol.

11. No. 1, Juni 2009. Jakarta: Sari Pediatri. 2009.

4. Rejeki, Sri. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi : 3. Jakarta: IDAI. 2008.

5. Wijaya, Gama Brata et al. Imunologi Dasar. Edisi : 8. Jakarta : 2009.

6. South-Paul, Janet et al. Current Diagnosis and Treatment Family Medicine. Edisi: 2

Lange: McGrawHill. 2007.

7. Brandon, Ph.D., Thomas. Smoking, Stress, and Mood. H. Lee Moffit Cancer Center

and Research Institute at the University of South Florida. 2000.

8. Notoatmodjo, S. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

2003. 

9. Nur Salam. Penerapan Metodologi. Jakarta : Salemba Media. 2001.

10. World Health Organization. Strategic Directions for Improving the Health and

Development of Children and Adolescents. 2001.

11. Pemerintah Republik Indonesia dan UNICEF, The Situation of Children and Women

in Indonesia 2000. Jakarta. 2000.

12. Bedford H, Elliman D. Concern about immunization. BMJ 2000; 1081-9

79

Page 80: Penelitian Kevin Fix HP

13. Basuki B. Metodologi penelitian bidang kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 1999.

14. Becker MH, Maiman LA. Model-model perilaku kesehatan. Dalam: Muzaham F,

penyunting. Memperkenalkan sosiologi kesehatan. Jakarta : UI-Press. 1995.

15. Barreto, Thalia Velo, Laura C.R. Factor Influencing Childhood Immunization In An

Urban Area Brazil. Journal Epidemiology And Community. 1992.

16. Ranuh IGN. Imunisasi upaya pencegahan primer. Dalam: Buku imunisasi di

Indonesia, Edisi ke-1. Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2001.

17. Peter G. Immunization practices. Dalam: Behrman E, Kliegman RM, Jenson HB, Ed.

Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia: WB Saunders, 2000.

18. Arikunto, S. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT.Rineka Cipta. 2000.

19. Suharsono. Pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu-ibu keturunan Cina yang

mempunyai bayi baru lahir tahun 1994 terhadap imunisasi bayi di Kecamatan Kelapa

Kampit, Kabupaten Belitung Propinsi Sumatera Selatan tahun 1996. Skripsi. Medan :

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 1996.

20. Lubis, IZ, Lubis M, Loebis MS, Manoeroeng SM, Lubis CP. Pengetahuan, sikap, dan

perilaku orang tua tentang imunisasi. Majalah Kedokteran Nusantara, Edisi khusus,

1990.

21. Indonesia, Kementerian Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jumlah Kasus

Penyakit Menular Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi di Negara-Negara ASEAN

Tahun 2008. Jakarta : Kementerian Kesehatan R. I.

http://www.depkes.go.id/downloads/profil_kesehatan_2009/index.html

22. WHO. Statistik Kesehatan Indonesia. Jakarta : Skripsi Kesehatan Masyarakat. 2008.

http://kumpulan-skripsi-kesehatan-masyarakat.blogspot.com/2011/10/statistik-

kesehatan-indonesia.html

80

Page 81: Penelitian Kevin Fix HP

23. Online, Referensi. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi Dasar.

2012.http://www.lontar.ui.ac.id-filefile=digital-123244-S09082fk Kelengkapan

%20imunisasi-Analisis

24. Delan Astriamzah. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Kelengkapan Imunisasi

Dasar pada Bayi . 2011.

http://skripsi-kedokteran-unpad.blogspot.com/2011/10/hubungan-pengetahuan-ibu-

dengan.html#ixzz27JyK5E7C.

25. Baofarrah, Maborruka. Knowledge, Attitude And Practice Of Mothers Regarding

Imunization Of Infants And Preschool Children At Al-Beida, Libya 2008. Egypt : J

Pediatria Imumuol. 2011.

26. Anurannisa. 5 imunisasi dasar lengkap. 2012.

http://anurannisa.wordpress.com/2009/03/30/5-imunisasi-dasar-lengkap

27. Pratisti, Wiwien Dinar. Peran Kehidupan Emosional Ibu Dalam Perkembangan Regulasi Emosi Anak. Vol. 12. No. 1. Jakarta: Jurnal Penelitian Humaniora. Februari 2011. http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/1990/1.%20WIWIN.pdf?sequence=1.

28. Feng, X., Shaw, D.S., Kovacs, M., Lane, T., O’Rourke, F.E., Alarcon, J.H. “Emotion Regulation in Preschoolers: The Roles of Behavioral, Inhibition, Maternal Affective Behavior, and Maternal Depression”. Journal of Child Psychology and Psychiatry.Vol. 49 (2). 2008. pp. 132-141. DOI 10.1111/j.1469-7610.2007.01828.x

29. Maryati. Jumlah perokok Indonesia terbanyak ketiga di dunia. Jakarta: Antaranews.

2012.http://www.antaranews.com/berita/313477/jumlah-perokok-indonesia-

terbanyak-ketiga-di-dunia.

30. Khoirurah, Ana. Pengaruh Merokok. 2012.

http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/06410096-ana-khoirurah.ps.

31. Leventhal, Howard & Cleary, Paul D. The Smoking Problem: A Review of the

Research and Theory in Behavioral Risk Modification. Psychological Bulletin. 1980.

80(2): 370-405.

81

Page 82: Penelitian Kevin Fix HP

32. Ali, Muhammad. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Bekerja Dan Ibu Tidak

Bekerja Tentang Imunisasi. 2003. http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-

muhammad.pdf

33. Iffah, Lailatul. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dengan Kelengkapan

Imunisasi Pada Bayi Usia 9 – 11 Bulan di Polindes Kemuning Tasikmadu. 2012.

http://www.gudangreferensi.com/ebook_detail.php?recordID=149

34. Prayogo, Ari. Kelengkapan Imunisasi Dasar pada Anak Usia 1 - 5 tahun. Vol 1.

2012. http://www.idai.or.id/saripediatri/abstrak.asp?q=588

35. Endista,Amiyella. Statistik Kesehatan. 2008.

http://berandakami.files.wordpress.com/2008/11/statistik_kesehatan.pdf

82

Page 83: Penelitian Kevin Fix HP

Lampiran 1

Pola Hidup, Karakteristik dan Perilaku Ibu Terhadap Kelengkapan

Imunisasi Dasar di Kecamatan Cipayung Tahun 2012

Identitas

Ibu

Nama :

Umur :

Alamat :

Agama :

Suku :

Pekerjaan :

Balita

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan (lingkari)

Jawablah salah satu pilihan dibawah ini!

Pola Hidup

1. Apakah anda pengkonsumsi minuman beralkohol?

a. Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol

b. Jarang (1-2 kali seminggu)

c. Sering (3-4 kali seminggu)

d. Sangat Sering ( setiap hari )

83

Page 84: Penelitian Kevin Fix HP

2. Berapa batang rokok yang anda konsumsi dalam satu hari?

a. Tidak Mengkonsumsi

b. Jarang (1 – 4 batang)

c. Sering (5 – 12 batang)

d. Sangat sering (>12 batang)

3. Olahraga apa yang sering anda lakukan

a. Tidak pernah

b. Ringan (jalan santai)

c. Sedang (senam, jogging)

d. Berat (lari, berenang)

Karakteristik

Karakteristik Umum

1. Berapa usia anda saat melahirkan anak terakhir

a. Muda (<20 tahun)

b. Dewasa muda (21 – 25 tahun)

c. Dewasa (26 – 35 tahun)

d. Dewasa tua (>35 tahun)

2. Apa pekerjaan anda:

a. Ibu rumah tangga

b. Wiraswasta

c. Pegawai swasta

d. Pegawai Negri Sipil84

Page 85: Penelitian Kevin Fix HP

3. Tingkat pendidikan terakhir anda:

a. Tidak sekolah

b. SD / SMP dan setararanya (Lingkari jawaban anda)

c. SMA /SMK /SMEA /SMIP dan setaranya (Lingkari jawaban anda)

d. Perguruan tinggi

4. Berapa penghasilan keluarga anda dalam satu bulan

a. < Rp 300.000,-

b. Rp 300.000 – Rp 500.000,-

c. Rp 500.000 – Rp 1.000.000,-

d. > Rp 1.000.000,-

Pengetahuan

1. Apakah pengertian dari imunisasi

a. Pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan sesuatu

kedalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau

berbahaya bagi seseorang.

b. Pemberian vitamin agar anak tumbuh sehat.

c. Pemberian makanan tambahan untuk balita yang terlihat kurang sehat

d. Pemberian obat pada balita sakit

2. Apakah manfaat dari imunisasi

a. Untuk pembetukan kekebalan tubuh terhadap penyakit

b. Agar anak tidak manja

c. Untuk menaikan berat badan anak

d. Kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua anda

85

Page 86: Penelitian Kevin Fix HP

3. Pada usia berapa imunisasi campak diberikan

a. < 2 bulan

b. 3 – 5 bulan

c. 6 – 8 bulan

d. 9-10 bulan

4. Kondisi anak yang tidak diijinkan untuk imunisasi

a. Demam

b. Batuk

c. Diare

d. Semua jawaban diatas benar

Sikap

1. Seberapa sering anda membawa balita untuk imunisasi

a. Dari lahir kemudian disusul imunisasi lain setiap 1 bulan

b. Setiap 3 bulan sekali

c. Setiap 6 bulan sekali

d. Tidak membawa anak untuk imunisasi

Praktik

1. Imunisasi apa saja yang anak anda dapatkan saat berusia < 10 bulan :

a. HiB, BCG,Combo I/II/III, Campak

b. HiB, BCG,Combo I/II/III

c. HiB, BCG,Combo I/II

d. HiB, BCG,Combo I86