penelitian fenomenologi

21
FENOMENOLOGI PENELITIAN FENOMENOLOGI

Upload: wahyono-saputro

Post on 10-Apr-2016

167 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

RESEARCH/PENELITIAN

TRANSCRIPT

Page 1: PENELITIAN FENOMENOLOGI

FENOMENOLOGI

PENELITIAN FENOMENOLOGI

Page 2: PENELITIAN FENOMENOLOGI

2

PENELITIAN FENOMENOLOGI

Pengertian dan Latar Belakang

Ketika sebuah studi narasi melaporkan sebuah kehidupan dari seorang individu tunggal, studi

fenomenologi mendeskripsikan makna bagi sejumlah individu mengenai pengalaman hidup

mereka mengenai sebuah konsep atau sebuah gejala. Para peneliti fenomenologi fokus pada

penggambaran apa yang dimiliki oleh semua partisipan secara umum seperti yang mereka

alami mengenai sebuah gejala (misalnya, kegagalan adalah pengalaman universal). Tujuan

utama fenomenologi adalah untuk mengurangi pengalaman individu dengan sebuah gejala

untuk sebuah gambaran inti yang universal (sebuah pemahaman mengenai sangat alaminya

sesuatu, Van Manen, 1990, hlm. 177). Untuk tiba pada batas akhir ini, para peneliti kualitatif

mengidentifikasi sebuah gejala (sebuah objek pengalaman manusia, Van Manen, 1990, hlm.

163). Pengalaman manusia ini mungkin saja gejala seperti insomnia, tersisihkan, kemarahan,

kesedihan, mengalami pembedahan langsung arteri koroner (Moustakas, 1994). Para

penyelidik kemudian mengumpulkan data dari pribadi-pribadi yang mengalami gejala tersebut

dan mengembangkan sebuah deskripsi campuran mengenai inti pengalaman bagi semua

individu. Deskripsi ini terdiri dari apa yang mereka alami dan bagaimana mereka

mengalaminya (Moustakas, 1994).

Di depan semua prosedur ini, fenomenologi memiliki sebuah komponen filosofi yang

kokoh mengenainya. Ia menggambarkan dengan kental dalam sebuah tulisan tentang ahli

matematika berkebangsaan Jerman bernama Edmund Husserl (1859-1938) dan siapa yang

ikut memengaruhi pandangannya, seperti Heidegger, Sartre dan Merleau-Ponty (Spiegelberg,

1982). Fenomenologi populer di bidang ilmu sosial dan kesehatan, khususnya dalam sosiologi

(Borgatta dan Borgatta, 1992; Swingewood, 1991), Psikologi (Giorgi, 1995; Polkinghorne,

1989), keperawatan dan ilmu kesehatan (Nieswiadomy, 1993; Oiler, 1986), dan pendidikan

(Tesch, 1988; Van Mannen, 1990). Gagasan Husserl adalah abstrak dan seperti pada tahun

1945, Merleau-Ponty (1962) masih memunculkan pertanyaan, APA ITU FENOMENOLOGI?.

Page 3: PENELITIAN FENOMENOLOGI

3

2

Faktanya, Husserl telah dikenal menangani semua proyek baru-baru ini dibawah model

FENOMENOLOGI (Natanson, 1973).

Para penulis fenomenologi mengikuti langkah-langkah Husserl juga kelihatannya

untuk menunjukkan perbedaan argumen filosofis untuk penggunaan fenomenologi saat ini

(bandingkan, sebagai contoh, dasar filosofis yang dinyatakan dalam karya Moutakas, 1994;

dalam karya Stewart dan Mickunas, 1990; dan dalam karya Van Mannen, 1990). Melihat ke

arah semua perspektif ini, bagaimanapun, kita dapat mengerti bahwa asumsi-asumsi filosofis

bersandar pada sejumlah landasan/ dasar umum: studi mengenai pengalaman seseorang,

memandang bahwa semua pengalaman ini merupakan sebuah kesadaran (Van Mannen, 1990),

dan sebuah pengembangan deskripsi tentang inti pengalaman-pengalaman ini, tidak

menjelaskan atau menganalisa (Moustakas, 1994). Pada batasan paling luas, Stewart dan

Mickunas (1990) menekankan empat perspektif filosofis dalam fenomenologi:

- Kembali ke tugas tradisional filosofi. Pada akhir abad ke 19, filosofi telah menjadi

terbatas untuk menunjukkan sebuah dunia dengan arti empiris, yang disebut

Saintisme. Kembali pada tugas-tugas lama filosofi yang telah ada sebelumnya menjadi

memikat bersama ilmu empiris yang merupakan kembalinya ke konsepsi Yunani

mengenai filosofi sebagai sebuah usaha pencarian kebebasan.

- Filosofi tanpa presupposisi. Pendekatan fenomenologi adalah untuk menyingkirkan

semua penilaian mengenai apa yang nyata- atribut alami- hingga mereka menjumpai

dalam sebuah dasar yang lebih khusus. Suspensi ini disebut epos oleh Husserl.

- Dalamnya kesadaran. Gagasan ini adalah bahwa kesadaran selalu mengarah kepada

sebuah objek. Realitas sebuah objek, kemudian adalah kemampuan eksternal terkait

kesadaran seseorang mengenainya. Kemudian, realitas menurut Husserl, tidak terbagi

ke dalam subjek dan objek, tetapi ke dalam dual alam Cartesian mengenai subjek dan

objek, seperti kehadirannya dalam kesadaran.

Page 4: PENELITIAN FENOMENOLOGI

4

3

- Penolakan dikotomi subjek-objek. Tema ini mengalir secara alami dari dalamnya

kesadaran. Realitas sebuah objek adalah hanya difahami dalam pengertian pengalaman

dari seseorang individu.

Sebuah penulisan individu tentang fenomenologi akan diizinkan untuk tidak memuat

sejumlah diskusi tentang presupposisi filosofis fenomenologi sepanjang metode-metode yang

digunakan masih dalam bentuk penyelidikan ini. Moustakas (1994) telah menyediakan lebih

dari seratus halaman untuk asumsi-asumsi filosofis sebelum ia kembali ke arah penjelasan

mengenai metode-metode.

Jenis-Jenis Fenomenologi

Dua pendekatan terhadap fenomenologi menyoroti diskusi di bawah ini:

Fenomenologi Hermenetik (Van Mannen, 1990) dan empirik, transendental, atau

fenomenologi psikologi (Moustakas, 1994). Van Mannen (1990), karyanya sering dikutip

secara luas dalam literatur kesehatan (Morse dan Field, 1995). Selaku pendidik, Van Mannen

telah menulis sebuah buku pengajaran dalam fenomenologi hermenetik dimana ia

mendeskripsikan penelitian sebagai orientasi ke arah pengalaman hidup (fenomenologi) dan

menafsirkan teks kehidupan (hermenetik) (Van Mannen, 1990, hlm. 4). Meskipun Van

Mannen tidak mendekati fenomenologi dengan sekumpulan aturan atau metode, ia

mendiskusikan penelitian fenomenologi sebagai sebuah dinamika kegiatan internal di antara

kelima kegiatan penelitian. Pertama kali para peneliti harus mengarah kepada sebuah

fenomena (gejala), sebuah konsentrasi yang berkesinambungan (hlm. 31), yang secara serius

menarik minat mereka (misalnya, membaca, berlari, mengemudi, dan pengasuhan). Dalam

prosesnya, mereka merefleksi pada tema penting apa yang mengangkat kealamiahan

pengalaman hidup ini. Mereka menulis sebuah deskripsi mengenai fenomena, memperbaiki

hubungan yang kokoh terkait topik penyelidikan dan mengimbangi bagian-bagian dari

Page 5: PENELITIAN FENOMENOLOGI

5

4

penulisan keseluruhannya. Fenomenologi bukan hanya sekedar deskripsi, tetapi juga sebagai

sebuah proses penafsiran di mana para peneliti membuat sebuah penafsiran (misalnya para

peneliti memediasi antara perbedaan makna; Van Mannen, 1990, hlm. 26) makna pengalaman

hidup.

Fenomenologi transendental atau transendental karya Moustakas (1994) kurang fokus

dalam penefsiran-penafsiran para peneliti dan lebih fokus pada deskripsi pengalaman

partisipan. Sebagai tambahan, Moustakas fokus pada satu konsep milik Husserl, yaitu epos

(atau pengurungan/ pengucilan), dimana para investigator meletakkannya di samping

pengalaman mereka sebanyak mungkin untuk mengambil perspektif yang segar ke arah gejala

yang berada dalam pengawasan. Sebab itu, transendental berarti dimana segala sesuatu

dipersepsikan secara segar (asli) seperti ketika ia hadir untuk pertamakalinya (Moustakas,

1994, hlm. 34). Moustakas mengizinkan bahwa tahap ini jarang diperoleh secara sempurna.

Bagaimanapun, penulis melihat para peneliti yang menggunakan gagasan ini ketika mereka

memulai sebuah proyek dengan menggambarkan pengalaman milik mereka sendiri tentang

sebuah gejala dan menghadirkan pandangan-pandangan mereka sebelum melanjutkan dengan

pengalaman-pengalaman lainnya.

Disamping pengisolasian, empirik, fenomenologi transendental tergambar dalam

Dusquesne Studies in Phenomenology Psychology (misalnya, Giorgi, 1985) dan prosedur

analisis data karya Van Kaam (1966) dan Colaizzi (1978). Prosedur-prosedur tersebut

digambarkan oleh Moutakas (1994) terdiri dari pengidentifikasian sebuah fenomenologi

terhadap studi, menghadirkan pengalaman seseorang dan mengumpulkan data dari sejumlah

individu yang mengalami gejala-gejala tersebut. Para peneliti kemudian menganalisa data

dengan mengurangi informasi terhadap pernyataan-pernyataan penting atau mengutip dan

menggabungkan pernyataan-pernyataan tersebut ke dalam tema-tema. Menindaklanjuti hal

tersebut, para peneliti mengembangkan sebuah deskripsi tekstural mengenai pengalaman

pribadi tersebut (apa yang dialami partisipan), dan juga sebuah deskripsi struktural

Page 6: PENELITIAN FENOMENOLOGI

6

5

pengalaman mereka (bagaimana mereka mengalaminya dalam istilah kondisi, situasi atau

konteks) dan sebuah gabungan deskripsi tekstural dan struktural untuk membawa sebuah inti

keseluruhan dari pengalaman.

Prosedur-Prosedur Pelaksanaan Penelitian Fenomenologi

Penulis menggunakan pendekatan psikologis karya Moustakas (1994) karena memiliki

langkah-langkah yang sistematis dalam prosedur analisis data dan memberikan panduan-

panduan untuk mengumpulkan deskripsi tekstual dan struktural. Pelaksanaan fenomenologi

psikologis telah terwujud dalam sejumlah penulisan, termasuk dalam karya Dukes (1984),

Tesch (1990), Giorgi (1985, 1994), Polkinghorne (1989) dan belakangan dalam karya

Moustakas (1994). Langkah-langkah prosedur utama dalam proses akan digambarkan sebagai

berikut:

- Para peneliti menentukan jika permasalahan penelitian diuji dengan cara terbaik

dengan menggunakan sebuah pendekatan fenomenologi. Jenis permasalahan baiknya

disesuaikan untuk bentuk penelitian ini yang merupakan sebuah hal dimana ia penting

untuk memahami sejumlah pengalaman umum individu atau pengalaman berbagi

mengenai sebuah gejala. Hal tersebut akan menjadi penting untuk memahami

pengalaman umum ini agar dapat mengembangkan praktik-praktik atau kebijakan,

atau untuk mengembangkan sebuah pengalaman terdalam tentang fitur-fitur

fenomenologi.

- Sebuah gejala kepentingan studi seperti rasa marah, profesionalisme, apakah sesuatu

yang dilakukan itu berarti menjadi ringan atau apakah artinya menjadi sesosok pegulat

merupakan sesuatu yang harus diketahui. Moustakas (1994) menyediakan sejumlah

contoh mengenai fenomena yang sedang distudi.

- Para peneliti menyadari dan mengkhususkan asumsi filosofis luas dari fenomenologi.

Sebagai contoh, seseorang dapat menulis tentang gabungan realitas objek dan

Page 7: PENELITIAN FENOMENOLOGI

7

6

pengalaman individu. Pengalaman-pengalaman hidup ini lebih jauh merupakan

‘kesadaran’ dan mengarah pada sebuah objek. Untuk secara penuh menggambarkan

bagaimana partisipan melihat sebuah fenomena, para peneliti harus menampilkannya

sebanyak mungkin pengalaman-pengalaman milik mereka.

- Data dikumpulkan dari para individu yang memiliki pengalaman mengenai gejala.

Seringkali pengumpulan data dalam studi fenomenologi terdiri dari wawancara

mendalam dan wawancara ganda dengan para partisipan. Polkinghorne (1989)

menyarankan bahwa para peneliti meneliti dari 5 sampai 25 individu yang memiliki

semua penbgalaman-pengalaman tentang sebuah fenomena tertentu. Bentuk-bentuk

lain dari data mungkin dapat dikumpulkan seperti observasi, jurnal, seni, puisi, musik

dan bentuk lain dari seni. Van Mannen (1990) menyebutkan rekaman percakapan,

tulisan resmi, sejumlah pengalaman yang dialami oleh orang lain dalam drama, film,

puisi dan novel.

- Para partisipan ditanya tentang dua hal umum yaitu pertanyaan umum (Moustakas,

1994): Apa yang telah anda alami dalam istilah yang terkait dengan sebuah

fenomenologi? Konteks atau situasi apa yang secara khas berpengaruh atau

berdampak pada pengalaman anda mengenai sebuah gejala fenomena? Pertanyaan-

pertanyaan buka tutup lainnya dapat juga ditanyakan, akan tetapi yang kedua secara

khusus fokus pada perhatian dalam pengumpulan data yang membimbing dan

puncaknya menyediakan sebuah pemahaman pengalaman-pengalaman umum dari

para partisipan.

- Langkah-langkah analisis data fenomenologi umumnya serupa bagi semua pakar

fenomenologi psikologis yang mendiskusikan metode-metode (Moustakas, 1994;

Polkinghorne, 1989). Berdasarkan data dari pertanyaan penelitian pertama dan kedua,

analisis data berjalan melewati data-data (misalnya transkrip wawancara) dan

menyoroti pernyataan-pernyataan penting, kalimat-kalimat atau kutipan-kutipan yang

Page 8: PENELITIAN FENOMENOLOGI

8

7

menyediakan sebuah pemahaman tentang bagaimana partisipan mengalami gejala-

gejala tersebut. Moutakas (1994) menyebut langkah ini dengan horisontalisasi.

Selanjutnya, para peneliti mengembangkan kelompok makna dari pernyatan-

pernyataan penting ini ke dalam tema-tema.

- Pernyataan-pernyataan dan tema penting ini kemudian digunakan untuk menulis

sebuah deskripsi dari apa yang dialami oleh para partisipan (tekstual deskripsi).

Mereka juga menggunakannya untuk menulis tentang pengalaman mereka sendiri.

Penulis lebih suka menyingkat prosedur milik Moustakas dan merefleksikan

pernyataan pribadi ini pada awal pembahasan fenomenologi atau menyertakannya

dalam sebuah diskusi metode dari peran para peneliti (Marshall dan Rossman, 2006)

- Dari deskripsi tekstural dan struktural, para peneliti kemudian menulis sebuah

deskripsi gabungan yang menyajikan inti dari sebuah gejala yang biasa disebut

esensial, struktur invarian (atau inti). Utamanya, tinjauan ini fokus pada pengalaman-

pengalaman umum dari para partisipan. Sebagai contoh, itu dapat berarti bahwa semua

pengalaman memiliki sebuah struktur yang dikedepankan (pengalaman adalah sama

ketika mencintai seekor anjing, burung betet atau seorang anak). Ia adalah sebuah

pesan yang bersifat deskripsi, sebuah atau dua paragraf panjang, dan para pembaca

harus menjauh dari (penelitian) fenomenologi dengan ungkapan perasaan “Saya

memahami lebih baik apa yang disukai seseorang untuk dialami,” (Polkinghorne,

1989, hlm. 46)

Tantangan-Tantangan

Sebuah penelitian fenomenologi menyediakan sebuah pemahaman yang mendalam mengenai

sebuah gejala sebagai pengalaman oleh sejumlah individu. Mengetahui sejumlah pengalaman

umum dapat menjadi berharga bagi sebuah kelompok seperti para pemberi terapi, para guru,

personel kesehatan dan pembuat kebijakan. Fenomenologi dapat melibatkan sebuah bentuk

Page 9: PENELITIAN FENOMENOLOGI

9

8

garis haluan pengumpulan data dengan menyertakan hanya wawancara ganda atau tunggal

dengan para partisipan. Dengan menggunakan pendekatan Moustakas (1994) uuntuk

menganalisis data membantu menhyediakan sebuah pendekatan terstruktur bagi para peneliti

pemula. Dengan istilah lain, penyelidikan fenomenologi sekurang-kurangnya adalah sejumlah

pemahaman terkait asumsi-asumsi filosofis yang luas dan ini harus diidentifikasi oleh para

peneliti. Para partisipan yang terlibat dalam studi perlu berhati-hati untuk memilih peran

individu yang memiliki semua pengalaman tentang sebuah fenomena yang diajukan dalam

pertanyaan-pertanyaan penelitian, dengan demikian para peneliti pada akhirnya dapat

menempa sebuah pemahaman umum. Pengisolasian pengalaman pribadi mungkin sulit bagi

para peneliti ketika dalam tahap implementasi. Sebuah pendekatan penafsiran terhadap

fenomenologi akan menunjukkan hal ini sebagai hal yang mustahil (Van Mannen, 1990)- bagi

para peneliti menjadi bagian yang terpisah dari teks. Mungkin kita perlu sebuah definisi baru

epos atau pengisolasian, seperti menggantungkan pemahaman kita dalam sebuah gerak

refleksi yang memperkuat keingintahuan (LeVasseur, 2003). Kemudian, para peneliti perlu

menentukan bagaimana dan dengan cara apa pemahaman individunya akan mengantarnya ke

dalam studi.

Bacaan Pengaya

Terdapat sejumlah bacaan yang dapat memperluas ulasan singkat dari masing-masing kelima

pendekatan penyelidikan ini. Pada bab 1, penulis telah menyajikan buku-buku utama yang

akan digunakan untuk memahami diskusi tentang setiap pendekatan. Di sini penulis

menyediakan daftar yang lebih melimpah terkait rujukan yang juga menyertakan kegiatan-

kegiatan-kegiatan utama.

Dalam penelitian narasi, penulis akan mendasarkan pada karya Denzin (1989a,

1989b), Czarniawska (2004), dan khususnya karya Clandinin dan Conelly (2000). Penulis

Page 10: PENELITIAN FENOMENOLOGI

10

9

juga menambahkan dalam daftar buku ini tentang sejarah hidup (angrosino, 1989a), metode-

metode humanistik (Plummer, 1983), dan sebuah buku pegangan yang komprehensif dalam

penelitian narasi (Clandidnin, 2006).

Angrosino, M.F. (1989a). Documents of interaction: Biography, and life history in social science perspective. Gainesville: university of Florida Press

Clandinin, D,J., dan Conelly (Ed). (2006). Handbook of narrative inquiry; Mapping a methodology. Thousand Oaks, CA: Sage.

Clandinin, D,J., dan Conelly, F.M. (2000). Narrative inquiry: Experience and story in qualitative research. San Fransisco: Josey-Bass

Czarniawska, B. (2004). Narrative in social science research, London: Sage

Denzin, N.K. (1989a). Interpretive biography. Newburry Park, CA: Sage

Denzin, N.K. (1989b). Interpretive interactionism. Newburry Park, CA: Sage

Elliot, J. (2005). Using narrative in social research: Qualitative and quantitative approaches. London: Sage

Plummer, K. (1983). Documents of life: An introduction to the problems and litarature of a humanistic method. London: George Allen & Unwin

Untuk fenomenologi, buku-buku mengenai metode penelitian fenomenologi oleh Moustakas

(1994) dan sebuah pendekatan hermenetik oleh Van Mannen (1990) akan menyediakan

sebuah landasan bab-bab selanjutnya. Panduan prosedural lain untuk penyelidikan meliputi

Giorgi (1985), Polkinghorne (1989), Van Kaam (1966), Colaizzi (1978), Spiegelberg (1982),

Dukes (1984), Oiler (1986) dan Tesch (1990). Untuk perbedaan-perbedaan mendasar antar

hermenetik dan empiris atau fenomenologi transendental, lihat Lopez dan Willis (2004) dan

untuk sebuah diskusi tentang permasalahan lebih spesifik dan mendalam, lihat LeVasseur

(2003). Sebagai tambahan, untuk mengkaji lebih mendalam landasan yang kuat dalam

(memahami bahwa) asumsi filosofis itu penting dan seseorang mungkin akan memeriksa

karya Husserl (1931, 1970), Marleau-Ponty (1962), Natanson (1973), dan Stewart dan

Mickunas (1990) untuk latar belakang ini.

Page 11: PENELITIAN FENOMENOLOGI

11

10

Colaizzi, P.F. (1978). Psychological research as the phenomenologist views it. In R. Vaile & M. King (Eds), Existential phenomenological alternatives for psychology (pp. 48-71). New York: Oxford University Press.

Dukes, S. (1984). Phenomenological methodology in the human sciences, Journal of Religion and Health, 23, 197-203.

Giorgi, A. (Ed). (1985). Phenomenology and psychological research. Pitsburgh, PA: Duquesne University Press.

Husserl, E. (1931). Ideas: General introduction to pure phenomenology (D. Carr, Trans). Evanston, IL: Northwestern University Press

Husserl, E. (1970). The crisis of European sciences and transcendental phenomenology (D. Carr, Trans). Evanston, IL: Northwestern University Press

LeVasseur, J.J. (2003). The problem with bracketing in phenomenology. Qualitative Health Reaserch, 31 (2), 408-420

Lopez, K. A, & Willis, D. G. (2004). Descriptive versus interpretive phenomenology: Their contribution to nursing knowledge. Qualitative Health Research, 14 (5), 726-735.

Merleau-Ponty, M. (1962). Phenomenology of perception (C. Smith, Trans). London: Routledge & Kegan Paul.

Moustakas, C. (1994). Phenomenological research methods. Thousand Oaks, AC: Sage.

Natanson, M. (Wd). (1973). Phenomenology and the social sciences. Evanston, IL: Northewstern University Press

Oiler, C. J. (1986). Phenomenology: The method. In P. L. Munhall & C. J. Oiler (Eds)., Nursing reaserch: A qualitative perspective (pp. 69-82). Norwalk, CT: Appleton-Cemtury-Crofts.

Polkinghorne, D.E. (1989). Phenomenological research methods. In R. S. Valle & S. Halling (Eds.), Existential-phenomenological perspectives in psychology )pp. 41-60). New York: Plenum.

Spiegelberg, H. (1982). The phenomenological movement (3rd ed). The Hague, Netherlands: Martinus Nijhoff

Stewart, D., & Mickunas, A. (1990). Exploring phenomenology: A guide to the field and its literature (2nd wd). Athens: Ohio University Press

Tesch, R. (1990). Qualitative research: Analysis types and software tools. Bristol, PA: Falmer PressVan Kaam, M. (1966). Existential foundations of psychology. Pitsburgh, PA: Dusquesne University Press

Van Mannen, M. (1990). Researching lived experiences: Human sciences for an action sensitive pedagogy. Albany: State University of New York Press.

Page 12: PENELITIAN FENOMENOLOGI

12

11

Dalam penelitian teori dasar, periksa buku karya Strauss dan Corbin (1990) yang sangat

dianjurkan sebelum meninjau karyanya yang lain Glaser dan Strauss (1967), Glaser (1978),

Strauss (1978), Glaser (1992), atau edisi terbaru karya Strauss dan Corbin (1998). Apa yang

tersedia pada buku karya Strauss dan Corbin (1998) yang penulis yakin (memiliki) sebuah

panduan prosedural terbaik daripada buku karya mereka yang diterbitkan pada tahun 1998.

Untuk ulasan metodologi yang gamblang mengenai teori dasar, periksa karya Charmaz

(1983), Strauss dan Corbin (1994) dan Chenitz dan Swanson (1986). Khususnya karya yang

sangat membantu, yaitu buku-buku Charmaz (2006) mengenai penelitian teori dasar ditinjau

dari perspektif kontruksionis dan perspektif postmodern dalam karya Clarke’s (2005).

Charmaz,K. (1983). The grounded theory method: An explication and interpretation. In R. Emerson (Ed), Contemporary field research (hlm. 109-126). Boston: Little, Brown

Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory. London: Sage.

Chenitz, W. C, & Swanson, J. M. (1986). From practice to grounded theory: Qualitative research in nursing. Menlo Park, CA: Addison-Wesley.

Clarke, A. E. (2005). Situational analysis: Grounded theory after the postmodern turn. Thousand Oaks, CA: Sage

Glaser, B. G. (1978). Theoretical sensitivity. Mill Valley, CA: Sosiology Press

Glaser, B.G. (1992). Basics of grounded theory analysis. Mill Valley, CA: Sosiology Press

Glaser, B.G., & Strauss, A. (1967). The discovery of grounded theory. Chicago: Aldine.

Strauss, A. (1987). Qualitative analysis for social scientists. New York: Cambridge University Press

Strauss, A., & Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques. Newbury Park, CA: Sage

Strauss, A., & Corbin, J. (1994). Grounded theory methodology: An overview. In N. K. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds), Handbook of Qualitative research (hlm. 273-285). Thousand Oaks, CA: Sage.

Strauss, A., & Corbin, J. (1998). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques (2nd ed.). Newbury Park, CA: Sage

Page 13: PENELITIAN FENOMENOLOGI

13

12

Sejumlah buku-buku terkini yang membahas tentang etnografi akan menyediakan landasan

bagi bab-bab berikutnya: Atkinson, Coffey dan Delamont (2003); volume pertama dalam

rangkaian sarana para etnografi, Disain dan Pelaksanaan Penelitian Etnografi, sama baiknya

dengan enam volume lainnya dalam rangkaian karya LeCompte dan Schensul (1999); dan

Wolcott (1994b, 1999). Sumber lain tentang etnografi termasuk Spradley (1979, 1980),

Fetterman (1998), dan Madison (2005).

Atkinson, P., Coffey, A., & Delamont, S. (2003). Key themes in qualitative research: Continuities and changes. Walnut Creek, CA: Alta Mira

Fetterman, D. M. (1998). Ethnography: step by step (2nd ed). Thousand Oaks, CA: Sage

LeCompte, M. D., & Schensul, J.J. (1999). Designing and conducting ethnographic research (Ethnographer’s toolkit, Vol. 1). Walnut Creek, CA: Alta Mira

Madison, D. S. (2005). Critical ethnography: Method, ethics, and performance. Thousand Oaks, CA: Sage.

Spradley, J. P. (1980). Participant Observation. New York: Holt, Rinchart & Winston.

Wolcott, H. F. (1994b). Transforming qualitative data: Description, analysis an interpretations. Thousand Oaks, CA: Sage

Wolcott, H. F. (1999). Ethnography: A way of seeing. Walnut Creek, CA: Alta Mira

Dan akhirnya, untuk penelitian studi kasus, silahkan merujuk pada karya Stake (1995) atau

buku-buku terkini seperti karya Lincoln dan Guba (1985), Merriam (1988), dan Yin (2003).

Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. Beverly Hills, CA: Sage.

Merriam, S. (1988). Case study research in education: A qualitative approach. San Fransisco: Jossey- Bass

Stake, R. (1995). The art of case study research. Thousand Oaks, CA: Sage

Yin, R. K. (2003). Case study Research: design and method (3rd ed). Thousand Oaks, CA. Sage.